Sekapur Sirih dari Allamah Thabathaba'i
Pesan Spritual Syiah
Pesan ruhani Syiah kepada dunia dapat diringkas
dalam satu kalimat: “Ma‟rifat kepada Allah.” Atau dengan kata lain,
memerintahkan manusia untuk mengikuti jalan Ilahi dan pengetahuan
tentang Allah sehingga meraih kemenangan dan keselamatan. Pesan ini
berisikan pesan yang sama sebagaimana yang diusung oleh Nabi Saw dalam
memulai misi kenabiannya ketika ia berkata: “Ayyuhannas! Ketahuilah!
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah sehingga engkau meraih kemenangan.”
Karena pesan ini bersifat pesan ringkas, kami akan
menambahkan bahwa manusia di alam semesta ini terkondisi oleh alam untuk
meraih banyak tujuan dalam hidupnya dan untuk meraih
kesenangan-kesenangan bendawi. Manusia menyenangi lezatnya makanan dan
minuman, pakaian, istana-istana mewah dan segala sesuatu yang ada di
sekelilingnya, istri yang cantik nan menawan, sahabat-sahabat yang tulus
dan kekayaan yang melimpah. Di sisi lain manusia tertarik kepada
kekuasaan politik, kedudukan, reputasi, perluasan kekuasaan, dominasi
dan menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi tujuannya. Akan
tetapi, dalam relung batin dan fitrinya, manusia mengetahui bahwa segala
yang ada ini diciptakan untuk manusia. Dunia dan segala isinya
seharusnya tunduk dan melayani manusia dan bukan sebaliknya.
Memandang perut dan bagian di bawahnya sebagai
tujuan akhir hidup adalah ibarat menggunakan logika domba dan sapi.
Menelikung, memotong dan membantai yang lain adalah logika seekor singa,
srigala dan ruba. Sejatinya, logika yang melekat (inheren) dalam diri
manusia tidak lain adalah untuk meraih ma‟rifat.
Logika ini berdasarkan ma‟rifat dengan kekuatan
yang dimilikinya untuk membedakan antara realitas dan kepalsuan,
membimbing kita kepada kebenaran dan tidak kepada tuntutan perasaan dan
hawa nafsu, egoisme dan ananiyah kita. Logika ini memandang manusia
sebagai bagian dari totalitas penciptaan tanpa kemerdekaan yang terpisah
atau kemungkinan dari seorang pemberontak yang hanya mementingkan diri
sendiri. Sebaliknya, dengan bekal keyakinan seperti ini bahwa manusia
adalah penghulu penciptaan dan menjinakkan tabiat pembangkang dan
menaklukkannya dengan paksa untuk menuruti keinginan dan hawa nafsunya,
kita temukan bahwa hakikatnya manusia sendiri adalah sebuah alat
(instrumen) di tangan hukum semesta dan diatur dan diperintah oleh-Nya.
Logika ini berdasarkan hikmah yang mengajak manusia
untuk lebih berkonsentrasi kepada kerisauan yang dimilikinya tentang
eksistensi semesta ini hingga menjadi jelas dan terang baginya bahwa
eksistensi semesta beserta segala apa yang ada di dalamnya tidak muncul
dengan sendirinya melainkan dari sebuah sumber yang Nir-Batas (infinite
source). Oleh karena itu, ia akan mengetahui bahwa seluruh keindahan dan
kedunguan, seluruh makhluk bumi dan langit, yang secara lahir merupakan
sebuah hakikat yang mandiri, dapat meraih hakikat hanya melalui hakikat
yang lain dan terwujud hanya dalam pancaran cahaya-Nya, tidak oleh
mereka dan melalui mereka sendiri. Dengan cara yang sama, “hakikat”
sebagaimana kekuasaan dan kemuliaan masa lalu tidak memiliki nilai lebih
kecuali hikayat-hikayat dan legenda-legenda hari ini, sehingga
“hakikat-hakikat” hari ini tidak lebih dari mimpi yang dikenang dengan
buram, yang akan muncul sebagai “hakikat” hari esok. Dalam analisa
terakhir, segala sesuatu dalam dirinya adalah tidak lain kecuali sebuah
hikayat dan sebuah mimpi. Hanya Allah adalah Hakikat dalam makna yang
mutlak, Dia Yang tidak akan binasa. Di bawah perlindungan Wujud-Nya,
segala wujud mewujud dan termanisfestasi melalui Cahaya Dzat-Nya.
Jika manusia diberkati dengan visi dan kekuatan
memahami, seperti ini, maka tenda eksistensinya yang terpisah akan jatuh
di hadapan matanya laksana sebuah buih di atas permukaan air. Ia akan
melihat dengan matanya bahwa dunia dan segala isinya bergantung kepada
sebuah Wujud Nir-Batas yang memiliki kehidupan, kekuasaan, ilmu, dan
segala kesempurnaan hingga derajat yang tak terbatas. Manusia dan
seluruh makhluk di muka bumi adalah ibarat jendela-jendela yang hadir
sesuai dengan kapasitasnya dunia abadi yang melampaui mereka dan berada
di luar dimensi ruang dan waktu.
Kini adalah saatnya manusia mengambil dirinya dan
dari seluruh makhluk, kualitas kemandirian dan keutamaan lalu
mengembalikannya kepada Pemiliknya. Ia melepaskan dirinya dari segala
sesuatu yang mengikat dirinya dan melekatkannya hanya kepada Allah Yang
Satu. Di hadapan Keagungan dan Kebesaran-Nya, ia tidak memiliki apapun
kecuali tunduk dengan rendah. Hanya dengan cara demikian, ia akan
dibimbing dan dituntun oleh Allah sehingga apa pun yang diketahuinya, ia
mengetahuinya dalam pancaran ilmu Tuhan. Melalui petunjuk Ilahi,
manusia dihiasi dengan nilai spiritual dan moral serta ketulusan dalam
perbuatan yang merupakan penjelmaan dari Islam itu sendiri, berserah
diri kepada Allah Swt, agama yang merupakan fitrah azali manusia.
Derajat ini merupakan derajat tertinggi dari
kesempurnaan manusia dan manusia sempurna (Insan Kamil) adalah Imam
Maksum yang telah mencapai derajat dan kedudukan ini melalui rahmat
Ilahi. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai derajat ini melalui
jalan amalan-amalan ruhani, dengan derajat yang berbeda dan kedudukan
yang mereka miliki, merupakan pengikut sejati Imam. Dengan demikian,
jelas bahwa ilmu Tuhan dan ilmu Imam adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Dan dengan jalan yang sama, ilmu Tuhan tidak
bisa dilepaskan dengan ma‟rifat nafs.
Karena barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia
telah mengetahui hakikat keberadaan yang berpulang sepenuhnya kepada
Tuhan yang mandiri dan tidak berhajat kepada siapa pun. (at-Tabataba‟i,
S.M.H., Shite Islam, London, 1975, hal-hal. 215-217).
Keagungan al-Qur’an
Al-Qur‟an al-Majid merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.
Sejak zaman pewahyuannya hingga hari ini,
orang-orang telah mencoba untuk melemparkan keraguan bahwa al-Qur‟an
bukan merupakan firman Allah Swt, akan tetapi mereka tidak berhasil
karena kandungan kebenaran yang dimiliki oleh al-Qur‟an. Kitab al-Qur‟an
sendiri memberi petunjuk dan hikmah, serta memberikan kemaslahatan dan
kebaikan kepada manusia. Setiap pembaca yang mencari kebenaran, dapat
mengambil banyak manfaat dari al-Quran.
Kitabullah ini secara dawam menyeru kepada setiap
orang untuk berpikir, merenung dan memahami; dan melarang mengikuti
pikiran-pikiran orang lain atau bertaklid secara buta. Kurang lebih 600
juta kaum Muslim yang meyakininya, hingga mereka rela hidup dan mati
untuknya.
Kepada setiap nabi, Allah memberikan mukjizat, akan tetapi mukjizat itu berlalu seiring dengan berlalunya mereka.
Nabi Muhammad Saw merupakan nabi terakhir. Allah
Swt menganugerahkan kepadanya mukjizat yang abadi dan tidak akan punah.
Dan mukjizat itu adalah al-Qur‟an.
Kalamullah, merupakan sebuah kumpulan syair dan
sastra Arab yang menakjubkan, penuh hikmah dan petunjuk di dalamnya.
Siapa saja yang membacanya, dengan segera akan percaya bahwa al-Quran
ini merupakan firman Allah, karena tidak satu pun manusia yang dapat
menulis bimbingan sesempurna itu dalam banyak topik.
Kitab Suci al-Quran berkata bahwa tidak satu pun
manusia yang dapat memalsukannya bahkan satu bagian darinya dan tidak
akan ada penyimpangan yang akan terjadi padanya. Hal ini merupakan
mukjizat al-Quran yang tinggal tanpa perubahan dan pemalsuan selama 1400
tahun dan keadaan ini akan tetap berlaku hingga hari kiamat, karena
Allah telah berjanji untuk menjaganya.
Kitabullah ibarat samudra. Orang yang menuntut ilmu
darinya, seperti anak kecil, mengumpulkan kerang dan kerikil dari tepi
pantainya. Para sarjana dan cendekiawan, laksana penyelam mutiara,
mengeluarkan darinya filsafat yang tertinggi, hikmah dan aturan-aturan
hidup yang sempurna.
Untuk dapat mengerti keagungan al-Quran, maka
dituntut untuk memahami kehidupan Nabi Muhammad, „Ali, Fatimah, Hasan
dan Husain, yang telah menerjemahkan setiap dustur dan aturan Allah Swt
ke dalam bentuk perbuatan. Nabi Muhammad adalah teladan sempurna bagi
setiap manusia, Ali teladan sempurna bagi kaum muda, Fatimah teladan
sempurna bagi kaum wanita, dan Hasan serta Husain merupakan teladan bagi
anak-anak.
Tidak perlu merujuk atau mengutip kepada para
cendekiawan, penerjemah, mufassir dan perawi untuk membuktikan
keberadaan Allah Swt dan Rasul-Nya. Allah Swt adalah pencipta, dan Dia
ada, apakah orang mau percaya atau tidak. Bukti keberadaan-Nya adalah
ciptaan-Nya. Bukti kenabian adalah al-Quran.
Bagi mereka yang ingin meyakini, bukti-bukti ini
telah memadai, dan bagi mereka yang tidak ingin meyakininya, tidak akan
pernah yakin, bukti atau argumen apa pun yang disodorkan dan disuguhkan
kepadanya, betapa pun kuatnya argumen itu, tetap tidak akan memberi
pengaruh terhadapnya.
Untuk memudahkan membacanya setiap hari, al-Quran
terbagi menjadi tiga puluh bagian yang seimbang. Satu bagian hanya
meminta dua puluh empat menit untuk membacanya, dan keseluruhan Kitab
meminta dua puluh empat jam untuk membacanya. Bagian-bagian al-Quran itu
adalah sebagai berikut, 114 surah, dan 6.226 ayat, 99.464 kalimat yang
terangkai dari 330.113 kata.
Jutaan kaum Muslimin membaca al-Quran setiap hari.
Imam Ja‟far Shadiq bersabda bahwa, minimal membaca al-Quran setiap hari
lima puluh ayat atau seperempat bagian, akan menghabiskan waktu kurang
lebih lima menit.
Bagi mereka yang tertarik ingin mendalami
kajian-kajian ini, seyogyanya merujuk kepada sumber-sumbernya yang
berada di beberapa perpustakaan. (Syakir, M.A., Islamic History).
Islam dan Muslim
Kalimat islâm bermakna, ketundukan kepada kehendak Allah, dan seorang muslim, adalah orang yang tunduk kepada kehendak Allah.
Islam adalah sebuah agama, yang dapat diikuti oleh setiap orang, di mana pun dia berada, dalam kehidupan sehari-hari.
Islam merupakan agama para nabi Allah semenjak Nabi
Adam hingga Nabi Muhammad Saw, perjalanan usia Islam sama dengan
perjalanan usia kemanusiaan. Hakikatnya, setiap bayi yang lahir,
terlahir sebagai seorang Muslim. Orang tuanyalah yang menjadikan dia
seorang Yahudi, Nasrani atau Hindu.
Allah mengutus ribuan nabi kepada seluruh bangsa
dan ras. Sebagaimana umat manusia mengalami kemajuan, para nabi diutus
dengan hukum yang sesuai dengan tuntutan zaman pada saat itu. Setiap
nabi baru, membawa sebuah dustur Ilahi yang baru (syari'ah), yang
me-nasakh atau membatalkan hukum yang sebelumnya.
Muhammad adalah Nabi terakhir dan ia membawa hukum
yang terakhir dan yang paling sempurna dalam Kitab Suci al-Qur'an.
Sejarah menunjukkan kepada kita, bahwa hukum ini sesuai dengan tuntutan
orang-orang selama 1400 tahun terakhir dan akan berlanjut seperti ini,
hingga hari kiamat.
Islam adalah sebuah jalan hidup (way of life).
Islam merupakan agama yang sederhana dan bukan agama yang sulit. Islam
memberikan kebebasan maksimal tanpa melanggar kebebasan orang lain. Ia
menyeru kepada setiap orang untuk meyakini Tuhan Yang Esa, dan melakukan
kebaikan, menunaikan shalat dan membayar zakat, menjalankan puasa
selama bulan Ramadan, menunaikan haji dan berjihad di jalan Allah bila
perlu, meyakini Keadilan Allah, kehidupan pasca mati, kenabian Muhammad,
dan ajaran-ajaran dua belas Imam. Islam mencegah perbuatan maksiat dan
tirani, melarang mengkonsumsi minuman keras (khamr) dan bermain judi,
berzina dan, makan darah dan daging babi, bangkai.
"Tidak ada paksaan dalam beragama." (Qs. al-Baqarah
[2]:256); tidak ada ritual-ritual yang keras dan sukar atau dogma-dogma
irasional dalam Islam.
Di antara perbaikan-perbaikan yang diberikan oleh
Nabi kepada dunia, ia mengajarkan, bahwa seluruh umat manusia apakah ia
berkulit coklat, hitam, merah, putih atau kuning merupakan keturunan
Nabi Adam, dan tidak ada yang memiliki keutamaan dari yang lainnya
karena warna kulit, kedudukan atau kekayaan. Ia mengajarkan bahwa insan
yang paling mulia di sisi Allah, adalah insan yang memperhatikan
kewajibannya kepada Allah dan bahwa manusia hanya memiliki hak untuk
menunaikan kewajiban dan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. (Syakir,
M.A. Islamic History).
Manusia Suci Pertama
Nabi Muhamad SAW
Nama : Muhammad
Gelar : al-Mustafa
Panggilan : Abul Qasim
Nama Ayah : „Abdullah bin „Abdil Mutthalib
Nama Ibu : Aminah binti Wahab
Wiladah : Mekkah, 17 Rabiul Awwal pada hari Jum‟at, bertepatan dengan Tahun Gajah.
Rihlah : Wafat pada usia 63 tahun di Madinah pada
hari Senin, 28 Safar, 11 H; dimakamkan di kediamannya yang bersebelahan
dengan masjid di Madinah.
Silsilah Para Nabi
Adam
Nuh
Ibrahim
Isma‟il
Bani Hasyim
Muhammad
Silsilah Keturunan
Nabi Muhammad Saw bersabda:
"Yang pertama kali dicipta oleh Allah Swt adalah cahayaku (nuri)."
Suku dan kabilah yang paling tua dan paling mulia
di kalangan bangsa Arab adalah Bani Hasyim. Mereka adalah keturunan Nabi
Ibrahim melalui anaknya Nabi Ismail. Bangsa Arab mencintai dan
menghormati mereka karena sikap pemurah, pengetahuan dan keberanian
mereka.
Abdul Mutthalib
„Abdull Mutthalib adalah kepala suku Banu Hasyim sekaligus penjaga Ka‟bah.
Di antara sepuluh anaknya, adalah „Abdullah ayah dari Nabi Saw dan Abu Thalib adalah ayah dari „Ali.
Muhammad Saw
Bocah kecil Muhammad Saw lahir di Makkah pada
tanggal 17 Rabiul Awwal 570 M. Ayahnya Abdullah bin Abdul Mutthalib,
wafat sebelum ia lahir dan ketika ia berusia enam tahun, ia kehilangan
ibu kinasihnya, Aminah binti Wahab
Kakeknya, Abdul Mutthalib, mengambil tanggung jawab
untuk membesarkan si yatim. Pada usia sepuluh tahun, ia kehilangan
kakeknya yang tercinta. Pada akhir hayatnya, Abdul Mutthalib menunjuk
Abu Thalib untuk menjadi pengasuh Muhammad.
Pemuda tampan, tinggi, bertutur kata halus,
Muhammad Saw, menemani kafilah niaga Abu Thalib, melintasi sahara.
Perjalanan niaga ini memberikan wawasan yang dalam tentang insan dan
semesta.
Pada masa muda, Muhammad Saw turut serta dalam Hilf
al-Fudul (konfederasi) dalam rangka menolong para janda dan anak yatim
dan melindungi orang-orang yang dizalimi.
Khadijah
Janda kaya dan terhormat. Khadijah mencari seorang
yang cakap untuk mengelola kafilah niaganya yang beraset besar, memilih
Muhammad; al-Amin, cakap dan jujur. Muhammad adalah orang yang sukses
dalam berniaga. Khadijah yang terpesona akan kepribadian Muhammad
memberikan tawaran kepada Muhammad untuk mengikat tali perkawinan.
Ketika mereka melangsungkan pernikahan, Muhammad berusia dua puluh lima
tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Meskipun usia yang cukup
senjang di antara mereka, pernikahan mereka membuahkan kebahagiaan.
Nabi
Pecinta tabiat dan pendiam, risau akan penderitaan
manusia, Muhammad sering ber-khalwat (menyendiri) ke Gua Hira untuk
melakukan perenungan. Suatu malam, Laylatul Qadr (malam kemuliaan) suara
datang kepadanya, dan memerintahkan "Bacalah atas nama Tuhanmu."
Fenomena kunjungan Ilahi ini sangat memberikan kesan yang dalam pada
diri Muhammad, ia segera kembali ke rumah menjumpai istrinya, Khadijah,
yang mendengarkannya dengan seksama dan berkata "Aku bersaksi bahwa
engkau adalah utusan Allah."
Selang beberapa saat, kembali suara dari langit
terdengar "Wahai orang yang berselimut, bangunlah, dan beri peringatan
dan agungkanlah Tuhanmu." Suara ini merupakan pertanda untuk memulai
dakwah ajaran tauhid. Awalnya, Muhammad berdakwah kepada orang-orang
yang terdekat dan kerabatnya untuk menerima iman yang baru. Orang yang
pertama memeluk Islam di antara wanita adalah Khadijah dan dari kaum
laki-lakinya adalah 'Ali. Segera setelahnya, Zaid bin al-Haritsah
memeluk Islam kemudian disusul oleh Abu Bakar dan 'Utsman. Kemudian,
'Umar, yang tadinya merupakan penentang, berlaku kasar kepada kaum
Muslimin, dan seorang musuh besar Nabi, memeluk Islam.
Khalifah
Selama tiga tahun berusaha secara diam-diam untuk
menyapih orang-orang dari menyembah berhala dan hanya berhasil menarik
tiga puluh orang pengikut. Kini, Muhammad memutuskan untuk menyeru
secara terang-terangan kepada kaum Quraisy untuk meninggalkan menyembah
berhala dan memeluk Islam.
Ia mengundang empat puluh orang kerabatnya untuk
menghadiri perjamuan yang diadakan olehnya. Pada perjamuan itu, Muhammad
menyebutkan bahwa dia telah lama hidup bersama mereka dan bertanya
bahwa apakah dia pernah kedapatan berdusta? Orang-orang menjawab
serentak "Tidak, kami tidak pernah mendapatkan engkau berdusta, engkau
adalah al-Amin (orang terpercaya)." Nabi Saw bertanya kepada mereka jika
sekiranya dia berkata bahwa musuh-musuh sekarang ini di balik bukit
bersiaga untuk menyerang mereka, apakah mereka akan percaya? Jawaban
mereka adalah Iya. Mereka akan percaya. Kini, apakah kalian akan percaya
terhadap apa yang aku katakan sekarang?" Kembali mereka menjawab, Iya."
Lalu, Nabi Saw berpidato kepada mereka:
"Aku tidak mengenal seorang pun di semenanjung
Arab, yang dapat menawarkan sesuatu yang paling baik kepada kerabatnya
melebihi apa yang aku tawarkan kepada kalian. Aku tawarkan kepada kalian
kebahagiaan, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Tuhan Yang Maha
Kuasa telah memerintahkanku untuk mengajak kalian kepada-Nya, oleh
karena itu, siapa di antara kalian yang siap membantuku, akan menjadi
Saudaraku dan Khalifah setelahku?"
Mereka semuanya, ragu-ragu menyikapi masalah ini.
'Ali (yang diberi gelar Amirul Mukminin oleh Rasulullah Saw) berdiri dan
menyatakan bahwa ia siap untuk membantu Nabi Saw menunaikan tugas
tersebut dan mengancam kepada mereka yang menentang Nabi Saw. Muhammad
dengan perasaan gembira, memeluk 'Ali dan menyatakan kepada mereka
semua, untuk mendengar dan mentaati 'Ali sebagai Wasiy dan Khalifah
Rasulullah Saw. Perjamuan itu kemudian menjadi bahan tertawaan, mengejek
Abu Thalib bahwa kini dia harus mematuhi anaknya.
Islam
Muhammad adalah pendiri agama besar Islam, islam
berarti berserah diri kepada Allah Swt. Pengikut agama Islam biasanya
diselaraskan dengan kata sifat muslim. Bahasa Persia mengambil sebuah
kata sifat yang berbeda musalman, yang kata aslinya berasal dari
musulman, Anglo-India. Akan tetapi muslim, tentu saja, tidak seperti
dengan istilah Muhammedan atau Muhammadanism, yang nampaknya bagi mereka
membawa implikasi ibadah (menyembah) kepada Muhammad, sebagaimana agama
Kristen dan Kristianitas yang bermakna ibadah terhadap Kristus.
Agama yang baru ini adalah agama yang sederhana
tanpa praktik-praktik yang sulit dan sangat bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Agama ini memerintahkan untuk beriman, melakukan kebaikan,
mendirikan shalat, dan membayar zakat. Dua perintah yang memberikan
empat prinsip-prinsip untuk mencapai kesuksesan hidup.
Iman baru ini telah membuat sebuah revolusi yang
mencengangkan dan menggoncang tatanan dunia. Para raja, pendeta, kaum
tiran, pemeras-pemeras, menentang iman baru ini, dan mereka bersatu
untuk menghambat laju pergerakan Islam.
Para penjaga Ka'bah dan para pemilik berhala,
datang kepada Abu Thalib untuk menghentikan Muhammad untuk tidak
berkata, "Tiada tuhan selain Allah (Laa Ilaha illa Allah). Paman yang
menjaga Muhammad tersebut menyampaikan permintaan mereka bahwa mereka
bersedia untuk memberikan Muhammad harta yang lebih banyak melebihi apa
yang dimiliki oleh siapa saja, membuat Muhammad sebagai pemimpin atau
bahkan raja mereka sekalipun. Muhammad menolak. Para kepala suku yang
marah akibat penolakan Muhammad ini, mengancam boikot sosial,
pengrusakan dan kematian. Abu Thalib (yang sebenarnya telah memeluk
Islam tapi tidak mengumumkannya sehingga ia mampu membela Nabi Saw)
berjanji untuk membela Muhammad.
Anak-anak pria dan wanita Mekkah mulai melempari
dan mencaci Muhammad. Ali bin Abu Thalib, seorang pemberani dan setia
kepada Muhammad, menghentikan perlakuan kasar dan buruk ini dengan
tangannya yang kekar. Pelecehan dan penyiksaan yang dilakukan oleh
bangsa Quraisy kepada Muhammad dan para pengikut Muhammad yang sedikit,
semakin gencar dan parah. Beberapa pengikutnya diseret di atas padang
pasir yang membara, ada yang dipenjara, dicambuk dan didera, tapi mereka
tetap bersiteguh kepada iman mereka walaupun harus membayarnya dengan
nyawa. Umayah, majikannya Bilal, membawa Bilal menuju ke padang pasir
dan membuatnya terlentang bertelanjang dada dengan wajahnya menghadap ke
arah matahari yang bersinar terik dan meletakkan sebuah batu besar di
atas dadanya. Umayah berkata kepada Bilal, "Engkau akan tetap tersiksa
seperti ini, hingga engkau mati atau engkau meninggalkan Islam." Bilal
yang sekarat dengan dahaga ditengah terik siang dan di atas bara padang
pasir hanya menjawab "Ahadun! Ahadun!.
Hampir sepuluh tahun kerja keras dan berdakwah,
dengan segala kesusahan dan kepayahan, akhirnya menghasilkan seratus
pengikut. Kekerasan fisik dan boikot sosial menjadikan kehidupan di
Mekkah sangat berat. Nabi Saw menasihati para pengikutnya untuk mencari
perlindungan di negara tetangga, Etopia. Delapan puluh delapan orang
pria dan delapan belas orang wanita dikirim ke Bandar Negus, di bawah
pimpinan Ja'far at-Tayyar (saudara 'Ali) dan saudara sepupu Nabi Saw.
Para kepala suku bangsa Arab mengejar mereka dan menuntut agar mereka
dipulangkan ke Mekkah.
Ja'far menceritakan masalah para pengungsi kepada Raja Etopia:
"Wahai Baginda Raja! Kami dulu tenggelam di dalam
kebodohan dan kebiadaban; kami menyembah berhala, kami tinggal di dalam
kekotoran, kami memakan bangkai dan kami berkata-kata kasar dan mesum;
kami tidak peduli akan perasaan kemanusiaan dan kewajiban-kewajiban
beramah-tamah dan bertetangga; kami tidak mengenal hukum, kecuali
kekuatan (kekuasaan), ketika Tuhan mengangkat seorang manusia di antara
kami, yang kelahirannya, kebenarannya, kejujurannya, dan kesuciannya
kami tersadar; dan dia mengajak kami kepada tauhid dan mengajarkan
kepada kami untuk tidak menyekutukan apapun dengan-Nya, kami
mengimaninya. Dia melarang kami menyembah berhala; dan menyeru kami
untuk berkata yang benar, beriman terhadap keyakinan, bersikap pengasih
dan menunaikan hak-hak tetangga, dia melarang kami berbicara kasar
terhadap wanita dan memakan harta anak yatim, dia memerintahkan kami
untuk meninggalkan kejahatan dan menjauhi keburukan; mengerjakan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan puasa.
Kami telah beriman kepadanya, kami telah menerima
ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya untuk beribadah kepada Tuhan dan
tidak menyekutukan-Nya. Atas alasan ini, kaum kami menentang kami,
mereka telah menganiaya kami agar meninggalkan beribadah kepada Tuhan
dan kembali menyembah berhala batu dan kayu serta hal-hal yang
menjijikkan yang lain. Mereka menyiksa dan menciderai kami, hingga kami
tidak lagi merasa aman bersama mereka, kami datang ke negeri Tuan dan
mengharapkan perlindungan Tuan dari penindasan mereka.
Tuntutan bangsa Quraisy ditolak dan mereka kembali
ke Mekkah. Beberapa kali, para kepala suku mendatangi Abu Thalib. Mereka
berkata kepadanya, "Kami menghormati posisi dan kedudukan Anda, namun
kami tidak lagi dapat menahan diri dari kemenakan anda. Hentikan dia
atau kami akan memerangimu." Abu Thalib meminta keputusan Muhammad atas
perkara ini. Dengan linangan air mata, Nabi Saw dengan tegas menjawab,
"Wahai pamanku! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan
bulan di tangan kiriku, untuk menghentikan langkahku dari dakwah ini,
aku tidak akan berhenti hingga Allah Swt menunjukkan keputusannya atau
aku binasa dalam ujian ini."
Tragedi
Dalam masa-masa sulit, cobaan dan ujian, dua
tragedi yang paling menyedihkan menimpa Nabi Muhammad Saw. Cobaan
pertama, pengasuh dan penjaganya yang berani Abu Thalib wafat dan tidak
lama setelah itu, istrinya yang tercinta Khadijah pun wafat,
meninggalkan putrinya Fatimah As –anak satu-satunya dari Nabi Saw– putri
yang merawat ayahnya sedemikian rupa hingga Nabi Saw memanggil Fatimah
dengan Ummu Abiha (ibu bagi ayahnya).
Masa Muslim
Dengan kematian pelindung dan penjaga Abu Thalib,
orang-orang Mekkah merencanakan untuk membunuh Muhammad Saw. Di bawah
bimbingan Ilahi, ia meminta 'Ali untuk tidur di pembaringannya dan Nabi
Saw menyelimuti 'Ali dengan kain warna hijau milik ia. Ketika para
jawara Mekkah yang menyangka bahwa 'Ali adalah Muhammad, Nabi Saw telah
melakukan hijrah menuju ke Madinah.
Masa penanggalan Hijrah kaum Muslimin dinamakan
setelah peristiwa ini berlangsung dan bermula sejak tanggal 17 Rabiul
Awwal 622 M.
Semenjak pertama kali tiba di Madinah, Nabi Saw
adalah sosok teragung yang pernah disinari oleh pelita sejarah. Kini,
kita akan melihatnya sebagai, raja manusia, penguasa hati manusia,
pemimpin yang memberikan hukum, dan hakim agung. Pendakwah yang
berdakwah tanpa roti, lebih perkasa dari pada penguasa yang paling
perkasa di muka bumi. Tidak ada emperor dengan tiara di kepala yang
ditaati, seperti insan yang mengenakan sebuah jubah kasar sebagai
pakaiannya ini.
Dia meletakkan fondasi persemakmuran kaum Muslimin
dan menarik sebuah piagam yang diakui sebagai karya seorang negarawan
terulung, seorang sutradara piawai tidak hanya pada zamannya, tetapi
seluruh zaman.
Tidak seperti orang-orang Arab, Nabi Saw, tidak
pernah menghunus senjata, kecuali ia dipaksa untuk membela Islam dengan
kekuatan senjata. Semenjak perang Badar, rangkaian peperangan harus
terjadi, yang dimenangkan oleh masyarakat yang baru lahir ini dengan
gemilang.
Suatu hari, Muhammad tertidur di bawah sebuah
pohon, yang letaknya jauh dari kamp. Tiba-tiba, ia dibangunkan oleh
musuhnya, Du'tsur bin al-Harits dengan pedang terhunus. Du'tsur berdiri
di hadapannya. "Wahai Muhammad! Siapa kini yang dapat menolongmu?"
Allah!" Jawab Nabi Saw.
Mendengar jawaban ini, badan Badui Arab ini
bergetar dan pedangnya terjatuh. Nabi Saw memungut pedang itu dan
bertanya, "Siapa yang kini dapat menolongmu?". "Sayang, tidak ada
seorang pun!" Nabi Saw berkata kepadanya, "Belajarlah dariku bersikap
pengasih." Hati Badui Arab ini takluk dan dia pun memeluk Islam.
Uhud
Tahun depan, Abu Sufyan, musuh masyhur Islam,
kembali ingin menyerang kaum Muslimin di Uhud. Hamzah paman Nabi Saw,
pembawa pertama panji Islam, dibunuh di medan laga. Meskipun perintah
yang jelas dari Nabi Saw, beberapa lasykar kaum Muslimin meninggalkan
posko mereka ketika kemenangan sudah di hadapan mata. Perbuatan mereka
ini membuat alur peperangan menjadi berubah. Khalid bin Walid menyerang
Nabi Saw. Dalam keadaan genting tersebut, jiwa Nabi Saw selamat dengan
kedatangan 'Ali yang tiba tepat pada waktunya. Lasykar musuh melarikan
diri. Nabi Saw sangat berduka atas kematian Hamzah.
Mubahalah
Pada tahun ke-10 Hijriah seorang utusan Nasrani
dari Najran datang ke hadirat Nabi Saw di Madinah dengan maksud ingin
membahas masalah-masalah keagamaan. Meskipun dengan bukti-bukti yang
jelas dan terang, kaum Nasrani itu menolak untuk beriman kepada Nabi
Saw, karena mereka belum mau meninggalkan agama mereka dan menerima
agama Islam.
Sesuai dengan dustur Ilahi dalam al-Qur'an:
"Yaitu orang-orang yang
berdoa, Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah
segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka."
(Qs. al-Baqarah [2]:16)
Nabi Saw mengusulkan bahwa pada hari berikutnya,
para pendeta Nasrani itu harus membawa wanita-wanita, anak-anak, dan
kerabat mereka dan Nabi Saw membawa wanita-wanita, anak-anak, dan
kerabatnya dan selepas itu berdoa meminta kutukan Tuhan kepada para
pendusta, sehingga dapat menyelesaikan perdebatan.
Pada subuh harinya, Nabi Saw memasuki Madyan
(medan) dengan cucunya, menuntun Hasan dengan tangan kanannya, dan
menggendong Husain di tangan ia, putrinya yang tercinta Fatimah yang
mengikuti dibelakang ia, dan 'Ali berjalan di belakang Fatimah, dengan
membawa panji Islam. Pendeta-pendeta Nasrani itu mengamati prosesi ini
dari kejauhan, dan sampai pada kesimpulan bahwa Muhammad Saw adalah Nabi
Allah, karena ia telah membawa orang-orang yang paling dicintai dari
anak-anak dan kerabatnya.
Para pendeta itu datang kepada Nabi Saw dan
memberitahukan bahwa mereka tidak ingin berdoa untuk mendatangkan
kutukan Tuhan kepada para pendusta, sebaliknya mereka ingin membayar
jiz'yah (pajak) dan tinggal pada sebuah tempat yang dilindungi. Nabi Saw
menunjuk 'Ali untuk menyebutkan syarat-syaratnya.
Hudaibiyyah
Kaum Muslimin telah bertahan selama enam tahun
dalam pengasingan dan mulai merasa rindu terhadap kampung halaman
mereka, Mekkah. Nabi Saw berhasrat untuk menunaikan ibadah haji ke
Ka'bah. Ketika ia meninggalkan kampung halaman, ia masih dalam keadaan
lemah, tapi ketika ia ingin kembali, ia telah memiliki kekuatan. Nabi
Saw tidak ingin menggunakan kekuatan pasukan untuk memasuki kota suci
Mekkah. Melihat permusuhan bangsa Quraisy terhadapnya, akhirnya, Nabi
Saw menyetujui sebuah piagam yang dikenal sebagai Perjanjian Damai
Hudaibiyyah, yang kelihatannya tidak memberikan manfaat bagi kaum
Muslimin, namun menunjukkan karakter islami akan moderasi dan keluhuran
budi. Karena menahan kekuatan dan bersikap toleran adalah keberanian
sejati. Setelah tiba di depan gerbang kota tempat lahir mereka dengan
hati berbunga dan perasaan tak sabar ingin segera memasukinya, kaum
Muslimin menarik langkah mereka dengan damai dan kembali ke Madinah, di
bawah syarat-syarat perjanjian tersebut, yang memberikan kesempatan bagi
mereka untuk menunaikan haji pada tahun berikutnya.
Khaibar
Penghinaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum
Yahudi, memaksa Nabi Saw untuk angkat senjata melawan Khaibar pada tahun
ke-7 Hijriah. Kaum Muslimin di bawah komando 'Umar kembali dalam
keadaan kecewa. Nabi Saw berkata: "Besok aku akan serahkan komando
pasukan Muslimin kepada seseorang yang akan dianugerahi Allah Swt dengan
kemenangan. Fajar menyingsing menjadi saksi panji Islam berkibar dengan
gagah di tangan 'Ali. Peperangan dimulai dengan jawara Yahudi Marhab.
Dengan jiwa yang dibakar dengan seruan Allahu Akbar, pedang Dzulfiqar
'Ali hinggap di badan Marhab dan menancap di tengkoraknya. Kekalahan
Marhab ini disusul dengan kekalahan kaum Yahudi secara kesuluruhan.
Kemenangan gemilang Islam ini dicapai dan membuat 'Ali dikenal selamanya
sebagai penakluk Khaibar.
Mekkah
Menghadapi penghujung tahun, Muhammad Saw dengan
para pengikutnya memanfaatkan perjanjian damai Hudaibiyyah untuk
melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Selama tiga hari, suku Quraisy
mengevakuasi kota Mekkah dan mengamati kaum Muslimin melaksanakan ibadah
haji. Pengamalan ketat syarat-syarat perjanjian, sikap menahan diri dan
setia kepada kata-kata yang telah diucapkan orang-orang beriman,
menciptakan kesan yang luar biasa pada diri kaum musyrikin. Karena
terpesona oleh kebaikan hati dan karamah Muhammad Saw membuat banyak
kepala suku Quraisy menerima Islam.
Pada tahun ke-8 Hijriah, kaum musyrikin melanggar
perjanjian Hudaibiyyah dengan menyerang kaum Muslimin. Serangan pihak
musuh dapat dipatahkan dan kota Mekkah akhirnya jatuh di tangan kaum
Muslimin.
Nabi Saw yang berhijrah dari Mekkah sebagai seorang
buronan, kini kembali ke negerinya sebagai penakluk yang perkasa.
Alih-alih mengadakan pembunuhan massal kepada mereka yang telah
menganiaya Nabi Saw dan para pengikutnya namun Rahmatun lil 'Alamin ini
memasuki kota dengan kepada tertunduk rendah sebagai tanda syukur kepada
Allah Yang Maha Kuasa dan memerintahkan amnesti umum.
Tabuk
Pada pertengahan tahun 9 Hijriah, Nabi Saw memimpin
sebuah ekspedisi ke Tabuk dekat perbatasan Syiria, karena ancaman yang
dilancarkan oleh Kaisar Romawi. Kaum munafik dan para pemfitnah,
menghina 'Ali yang ditinggalkan dan memangku tugas deputi di Madinah
karena kepergian Nabi Saw. Karena tidak kuasa menahan ejekan orang-orang
munafik, 'Ali yang prawira dan beriman menaiki unta dan dengan segera
menyusul lasykar kaum Muslimin. 'Ali menceritakan ejekan orang-orang
munafik kepada Nabi Saw bahwa dia takut dan Nabi tidak senang
terhadapnya.
Nabi Saw tersenyum dan berkata: "Wahai 'Ali!
Tidakkah engkau rela kedudukanmu bagiku laksana kedudukan Harun bagi
Musa, hanya saja tidak ada nabi selepasku?" 'Ali yang cinta damai
kembali ke Madinah. Lasykar kaum Muslimin tiba di medan Tabuk,
tentara-tentara Roma telah mengalihkan arah perjalanan mereka ke medan
yang lain. Nabi Saw kembali ke Madinah tanpa harus berperang.
Para Istri Nabi
Banyak lasykar kaum Muslimin gugur sebagai syuhada
pada pertempuran Badar, Uhud, Khaibar, Hunain dan medan-medan tempur
lainnya, sehingga meninggalkan istri-istri muda dan anak di belakang
mereka. Masalah yang penting mengurus janda-janda dan anak-anak yatim,
mengancam moralitas masyarakat Muslim. Muhammad memutuskan menikahi
janda-janda ini dan menjadikan diri ia sebagai contoh bagi para
pengikutnya untuk melakukan hal yang sama.
Sebelum kemunculan Islam, seorang pria dapat
menikahi berapa pun jumlah wanita. Akan tetapi Nabi Saw dalam hal ini
berbeda dengan yang lain. Catatan sejarah menunjukkan, sifat tanpa cela
dan aib Nabi Saw hingga usia dua puluh lima tahun, ketika ia
mempersunting seorang janda puan Khadijah. Khadijah adalah satu-satunya
istri Nabi Saw hingga sang istri tercinta wafat dan ketika itu Nabi Saw
berusia lima puluh tahun. Pada usia matang lima puluh lima tahun ketika
darah-muda telah mencapai masa matang, dengan maksud untuk memecahkan
masalah perang, janda-janda dan anak-anak yatim, Nabi Saw mulai menikahi
istri-istri yang lain dengan waktu yang singkat, meskipun ia telah
berusia senja dan memikul beban tanggung-jawab nubuwwah dan
masalah-masalah negara Islam.
Syarat-syarat menikah lebih dari seorang istri
adalah sangat ketat, sehingga hampir sedikit orang yang dapat memenuhi,
pada masa-masa damai. Al-Qur'an berkata:"Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya."
(Qs. an-Nisa [4]:3)
Raja
Meskipun seorang Nabi dan seorang Raja, Muhammad
adalah orang biasa. Ia makan dan duduk bersama mereka. Mencurahkan suka
dan duka bersama, membantu kaum yang lemah, para janda, anak-anak yatim,
dan menaruh simpati kepada orang-orang yang tertimpa masalah. Ia
mendapatkan dunia yang tenggelam dalam kejahilan, takhayul, kekejian dan
kekejaman; ia melihat orang-orang berpecah dan terlibat dalam
peperangan yang tak berkesudahan, perang yang mempraktikkan kekejaman
yang luar biasa; anak-anak putri dikubur hidup-hidup dan para janda ayah
mereka diwariskan dan dijual oleh anak sulungnya. Di tengah-tengah
segala kekacauan sosial ini, Muhammad Saw membangun sebuah tatanan dan
mengilhamkan kepada mereka keyakinan kepada Satu Tuhan; melarang
menyembah berhala dan membuat mereka berpikir, tidak hanya di dunia ini,
tapi juga kehidupan pasca kehidupan dunia ini, yang lebih tinggi, lebih
kudus, dan lebih terang. Nabi Saw meminta mereka untuk bersedekah,
berbuat kebajikan, keadilan, rasionalitas dan cinta universal. Seluruh
misi kenabian ini dapat dicapai selama masa hidup ia.
Ahl al-Kisa
Firman Allah dalam ayat:"Sesungguhnya Allah hendak bermaksud menghilangkan dosa dari diri kamu, hal Ahl al bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya."
(Qs. al-Ahzab [33]:33)
Lima orang suci –Muhammad, 'Ali, Fatimah, dan dua
putra mereka, Hasan dan Husain– menjadi teladan sempurna amal manusia.
Mereka menjalani hidup dengan penuh kebaktian, ketaatan, sarat manfaat,
kebajikan, kebenaran dan amal saleh, memberikan standar nilai-nilai
kemanusian bagi setiap amal perbuatan manusia. Sejarah kehidupan mereka
merupakan cerminan kemuliaan dan keyakinan, mendakwahkan tauhid,
kesetaraan, dan menghapuskan tirani para pendeta dan penguasa,
memutuskan belenggu aqidah-aqidah sesat, ritual-ritual yang menindas,
dogma-dogma yang merusak jiwa. Ia menghancurkan tatanan kasta-kasta,
keistimewaan dan tirani para penanam kepentingan. Ia memproklamasikan
pentingnya ilmu pengetahuan dan kerja keras.
Meskipun Nabi Saw sibuk mengurusi masalah-masalah
umat, akan tetapi ia tetap memberikan perhatian kepada keluarganya.
Beberapa orang mukmin, meminta kepada Nabi Saw untuk membolehkan mereka
berkhidmat kepada Ahlulbait Nabi Saw dengan membelikan tanah dan
membangunkan rumah baginya. Jawaban atas permintaan ini dijawab oleh
Allah Swt melalui firman-Nya:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang (mawaddah) terhadap keluargaku."
(Qs. asy-Syura [79]:23)
Dengan demikian, kaum beriman bertanya kepada Nabi
Saw cinta kepada siapa yang diwajibkan kepada mereka? Nabi Saw menjawab,
"Cinta kepada 'Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.
Hajjatul Wida'
Di bawah bimbingan wahyu mengabarkan bahwa
hari-hari akhir kehidupan ia semakin mendekat, Nabi Saw mempersiapkan
diri untuk melaksanakan haji perpisahan ke Mekkah.
Sebelum menunaikan seluruh rangkaian acara haji, ia
menyampaikan pidato kepada massa yang banyak dari puncak gunung 'Arafah
pada tanggal 8 Dzulhijjah 11 H yang kata-katanya senantiasa bergema dan
hidup dalam setiap suasana:
Ayyuhannas! Dengarkanlah kata-kataku, karena aku
tidak tahu apakah aku mendapatkan diriku berada di antara kalian di
tempat ini. Harta dan jiwa kalian adalah suci dan tidak boleh dilanggar
oleh siapa pun, hingga kalian hadir di hadapan Tuhan, sebagaimana hari
ini dan tahun ini suci bagi semuanya, dan ingatlah bahwa kalian semuanya
akan hadir di hadapan Tuhan kalian, Yang akan menuntut setiap nilai
amal dan perbuatan kalian. Ayyuhannas, kalian memiliki hak atas
istri-istri kalian dan istri-istri kalian memiliki hak-hak atas
kalian....perlakukanlah istri-istri kalian dengan kebaikan dan cinta.
Sesungguhnya, kalian telah mengambil mereka dalam
pengamanan Tuhan dan membuat mereka halal bagi kalian dengan kalimat
Allah. Jagalah amanah yang dititipkan kepada kalian dan hindarilah dosa.
Perbuatan riba adalah haram hukumnya. Para peminjam mengembalikan modal
pinjamanannya dan awalnya akan dibuat dengan hutang pamanku 'Abbas bin
Abdul Mutthalib. Oleh karena itu, balas dendam darah dibayar dengan
darah yang dipraktikkan pada masa jahiliyyah dahulu adalah haram. Dan
seluruh dendam kesumat dihapuskan, dimulai dengan pembunuhan Ibn Rabi'ah
bin al-Harits bin 'Abdul Mutthalib.
Dan budak-budak kalian! Perhatikanlah bahwa kalian
memberi makan kepada mereka dengan makanan yang kalian makan, dan
berikan pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kalian pakai, dan jika
mereka melakukan kesalahan yang membuat kalian berat untuk
memaafkannya, maka itu merupakan bagian darinya, karena mereka adalah
hamba-hamba Tuhan dan tidak untuk diperlakukan dengan kasar dan kejam.
Ayyuhannas! Dengarkanlah kata-kataku dan pahamilah,
ketahuilah seluruh Muslim adalah bersaudara satu dengan yang lainnya.
Kalian adalah satu persaudaraan, tidak ada yang dimiliki oleh satu orang
adalah halal bagi yang lainnya, kecuali diberikan dengan bebas dan atas
keRidhaannya. Jagalah diri kalian dari berbuat zalim.
Kepada siapa saja yang hadir kemudian
menyampaikannya kepada mereka yang tidak hadir, maka baginya dikatakan
lebih baik dari yang mendengarkan.
Hadis al-Ghadir
Segera setelah menyelesaikan ibadah haji, Nabi Saw
bertolak ke Madinah. Dalam perjalanan menuju ke Madinah, di Ghadir Khum
suara dari langit bergema:"Hai Rasul! Sampaikan apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanku. Dan jika kamu tidak kerjakan
(apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya."
(Qs. Al Maidah:67)
Nabi Saw segera memerintahkan Bilal untuk memanggil
kaum Muslimin, yang berada di depan, di belakang dan mereka yang
sementara dalam perjalanan pulang ke tempat mereka masing-masing di
Ghadir Khum ini. Mutakalim (ahli kalam) dan mufassir (penafsir)
al-Qur'an, Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir-nya (vol.12,
hal-hal. 49-50) menuliskan bahwa Nabi Saw mengambil tangan 'Ali dan
berkata:
"Barang siapa yang menjadikan Aku mawla-nya
(pemimpin), maka 'Ali adalah mawla-nya (pemimpin). Allahumma! Cintailah
orang yang mencintainya, dan musuhilah orang yang bermusuhan dengannya.;
tolonglah orang yang menolongnya, dan jauhilah orang yang menjauh
darinya."
Ar-Razi menulis lebih lanjut bahwa Abu Bakar dan 'Umar memberikan ucapan selamat kepada 'Ali dengan kalimat berikut ini:
"Selamat kepadamu, wahai putra Abu Thalib! Hari ini
engkau menjadi mawla-ku dan mawla (pemimpin) seluruh kaum Muslimin dan
Muslimat."
Sekali lagi dari arah langit terdengar suara bergema:"Pada
hari ini telah Ku sempurnakan agamamu dan telah Aku ridhai Islam
sebagai agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku
ridhai Islam itu menjadi agama bagimu."
(Qs. al-Maidah [5]:3)
Wafat (rihlah)
Pada perjalanan pulang Nabi Saw ke Madinah, ia
sibuk dengan pembentukan organisasi provinsi-provinsi dan suku-suku yang
telah memeluk Islam. Kekuatan ia secara cepat melemah dan racun (yang
ditaruh pada makanan Nabi Saw di Khaibar oleh seorang wanita Yahudi)
membuat keadaan ia semakin gawat. Sehingga ia wafat pada tanggal 28
Safar 11 H, setelah menjalani masa hidupnya yang dipersembahkan untuk
berkhidmat kepada Allah Swt dan kemanusiaan semenjak lahir hingga akhir
hayatnya.
Pendakwah sederhana ini telah bangkit menjadi
penguasa di Semenanjung Arabia. Nabi Saw tidak hanya mengilhamkan
kehormatan, akan tetapi juga kerendahan hati, kemuliaan, kesucian,
kesederhanaan, kehalusan-budi dan berbakti kepada tugas-tugas yang
terletak di pundaknya.
Tuan Arab ini memberikan ilham kepada siapa saja
yang datang kepadanya. Ia membagi makanannya yang sederhana, memulai
menyantap makanannya dengan menyebut nama Allah dan mengakhiri dengan
hamdalah; ia mencintai kaum fakir dan menghormati mereka; ia mengunjungi
orang-orang sakit dan menghibur orang-orang yang terluka hatinya, ia
melayani musuh-musuh yang paling keji sekalipun dengan ketabahan dan
sikap pemurah; memperlakukan orang-orang yang menindas rakyat dengan
keadilan, pikirannya sangat maju dan ia berkata bahwa manusia tidak
dapat hidup tanpa adanya usaha keras dan terus-menerus.
Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, salawat dan salam Tuhan senantiasa tercurah atas ia dan
keluarganya yang suci.
Kehidupan Muhammad Saw dan 'Ali sedemikian erat
melebihi apa yang dapat dipikirkan, ditulis dan dibaca oleh setiap orang
tanpa menyebut keduanya.
Imam 'Ali berkata:
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah yang diutus dengan agama
masyhur dan Kitab tertulis dengan perintah yang kuat dan larangan untuk
menepis khurafat-khurafat yang ada di tengah-tengah masyarakat dan
memberikan bukti dan dalil-dalil rasional."
"Dia diutus untuk membuat manusia takut akan
ayat-ayat Allah dan hukuman-Nya. Allah Swt telah berbuat baik kepada
kita dengan menganugerahkan kepada kita seorang Nabi, sehingga kita
dapat mengikutinya."
"Kemudian Allah menugaskan Muhammad Saw, sebagai
seorang saksi, pemberi kabar gembira (basyira) dan peringatan (nadzira),
terbaik di alam semesta sebagai seorang anak dan paling kudus sebagai
seorang dewasa, orang tersuci dari orang-orang yang bersuci dalam
perbuatan, paling pemurah di antara orang-orang yang melakukan
kebaikan."
"Hati-hati yang cinta kepada kebaikan dan
orang-orang baik beralih kepadanya. Ia merajut tali persaudaraan.
Sabdanya adalah firman Ilahi. Ia menyampaikan Pesan Allah tanpa
mengurangi atau menambahnya."
"Ia memberikan kabar gembira kepada mereka yang
benar-benar mencari petunjuk dan ia membaca al-Qur'an. Ia adalah
pancaran ilmu dan cahaya dunia."
"Ia adalah seorang tabib besar. Salep ilmu
pengetahuannya sangat ampuh dan mujarab. Ia mencari rumah-rumah yang di
dalamnya tidak ada kedamaian dan ketentraman."
"Semoga Allah Swt meninggikan ruh Muhammad di atas
ruh-ruh yang lain, meninggikan derajatnya di sisi-Nya. Menganugerahkan
kesempurnaan kepada kecerlangannya dan keparipurnaan bagi cahayanya.
Sebagai ganjaran atas pelaksanaan tugas kenabiannya, menjamin
kesaksiaannya diterima, dan penilaiannya adalah penilaian yang jelas dan
terang. Semoga Allah menempatkan kita dan kebersamaannya adalah
kebahagiaan hidup, anugerah yang melimpah, kepuasaan, kenikmatan,
kemudahan hidup, kedamaian hati dan hadiah kemuliaan."
"Ia adalah pemegang amanat Tuhan dan mengetahui
rahasia-rahasia-Nya. Ia akan bersaksi di hari pembalasan. Memberikan
ganjaran kepadanya. Membolehkan ia memberikan syafaat kepada
pengikutnya, karena dia seorang yang adil dan dapat membedakan antara
yang benar dan salah."
"Segala puji bagi Allah Swt, yang tidak dapat
digambarkan. Tidak seorang pun –betapapun berilmunya dia– yang dapat
mengerti hakikat-Nya."
"Muhammad adalah penutup para nabi. Tidak ada nabi
selepasnya. Tidak ada lagi wahyu ketika ia wafat. Putra-putri Nabi Saw
adalah sebaik-baiknya manusia dan Ahlulbaitnya adalah sebaik-baiknya
keluarga. Ikutilah Imam Maksum kalian.
Mutiara Hadis Nabi Saw
Nabi Saw adalah seorang pemuda yang tampan, pemberani, orang yang merdeka. Ia bersabda:
Sampaikan kepada yang lain bahwa tidak ada kata-kata dariku yang tersimpan, yang kalian ketahui secara pasti.
Siapa pun yang menisbatkan doktrin atau ajaran kepadaku, dan itu tidak berasal dariku, maka ia akan pergi ke neraka.
Pintu Firdaus tertutup bagi tukang fitnah dan tukang ghibah.
Sedekah menghindarkan diri dari bala dan musibah.
Zakat harus dikumpulkan dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang miskin.
Seorang yang memberikan sedekah dengan sepotong
perak dalam masa hidupnya adalah lebih baik dibandingkan menyerahkan
seratus keping perak ketika masa sakaratul maut.
Berjumpa dengan sahabat-sahabat dengan wajah riang dan mengundang mereka untuk sebuah perjamuan merupakan amal ibadah.
Melebarkan perhatian kepada tetangga dan mengirimkan kepada mereka hadiah adalah bagian dari ibadah.
Kematian
Janganlah engkau berharap mati, sebelum waktunya tiba.
Sebutlah kebaikan orang-orang mati di antara kalian kebaikan dan janganlah menyebut cela dan aib mereka.
Bunuh diri merupakan salah satu dosa besar.
Kemuliaan Bekerja Keras
Barang siapa yang mampu dan pantas namun tidak bekerja untuk dirinya atau untuk orang lain maka Allah Swt tidak rela kepadanya.
Orang-orang yang mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan hidupnya adalah dicintai oleh Allah Swt.
Allah adalah Maha Pemurah kepada orang yang mencari
nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan usahanya sendiri tidak
dengan meminta-minta.
Barang siapa yang membuka bagi dirinya pintu meminta-minta, Allah Swt akan bukakan pintu kemisikinan untuknya.
Ya Allah! Jauhkan dariku sifat pemalas dan tidak berdaya.
Barang siapa yang memonopoli perdagangan maka ia adalah seorang pelaku maksiat.
Pendidikan
Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat.
Manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Tinta pena ulama lebih kudus daripada darah syuhada.
Barang siapa yang melakukan perjalanan untuk
mencari ilmu, maka akan Allah akan Allah Swt tunjukkan baginya jalan
menuju Firdaus.
Carilah ilmu walaupun harus ke negeri Cina.
Carilah ilmu, karena barang siapa yang mencari
ilmu, ia berada di jalan Allah, menunaikan ibadah, orang yang
mengajarkannya adalah memuji Allah, yang mencarinya memuja Allah, yang
mengajarkannya, menunaikan bersedekah; dan orang yang mengajarkannya,
melaksanakan sebuah kebaktian kepada Allah. Ilmu pengetahuan memberikan
kemampuan kepada pemiliknya untuk membedakan antara yang halal dan
haram; ilmu pengetahuan adalah sahabat dalam kesendirian, teman dalam
kesunyian, kawan ketika kehilangan kawan; membimbing kita kepada
kebahagiaan; memberikan rezeki ketika kesusahan; melayani sebagai
senjata menghadapi musuh. Dengan ilmu makhluk bangkit hingga kepada
ketinggian derajat kebaikan dan kemuliaan, berhubungan dengan kedaulatan
di dunia ini dan meraih kebahagiaan di akhirat.
Seburuk-buruk manusia adalah orang jahil, dan sebaik-baik manusia adalah orang alim.
Orang-orang yang belajar tidak akan pernah mati.
Musuh-Musuh Allah
Musuh Allah yang terbesar adalah mereka yang
mengakui Islam, dan melakukan kekufuran dan melukai orang hingga
berdarah tanpa sebab.
Maksiat yang terbesar adalah menyekutukan sesuatu
dengan Allah, menyakiti hati kedua orang tua, membunuh sesama manusia,
bunuh diri, bersumpah palsu.
Hasud
Jangan mencari-cari aib orang lain, karena ia memakan dan menghilangkan kebaikan, sebagaimana api melalap kayu-kayu bakar.
Puasa
Orang yang melaksanakan puasa, namun tidak
meninggalkan dusta dan fitnah, maka Allah Swt tidak akan mengindahkannya
apakah dia makan atau minum
KeRidhaan Allah
Siapakah orang yang diRidhai oleh Allah? Orang yang paling bermanfaat untuk yang lainnya.
Sesungguhnya Allah Swt mencintai seorang muslim
yang miskin dengan keluarganya dan menahan diri dari meminta-minta dan
melakukan pekerjaan haram.
Memaafkan
Barang siapa yang menahan marahnya, ketika ia
memiliki kemampuan untuk melakukannya, Allah Swt akan memberikan
ganjaran yang besar kepadanya.
Insan yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang memaafkan –ketika ia memiliki kekuasaan– orang yang melukainya.
Orang yang kuat bukanlah orang yang jago bergulat.
Orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika ia sedang
marah. Oleh karena itu Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya, mereka yang
mengerjakan kesabaran di bawah ujian dan memaafkan adalah orang-orang
yang benar."
Sifat Munafik
Orang munafik adalah orang yang ketika berbicara, berdusta; berjanji, melanggarnya; dan ketika diberi amanah, berkhianat.
Muslim adalah orang yang menunaikan amanah, jujur dan setia pada janjinya.
Islam dan Agama Lain
Salah seorang sahabat Nabi Saw meminta Nabi Saw
untuk melaknat orang-orang kafir. Nabi Saw bersabda: “Aku tidak diutus
untuk melakukan hal seperti ini, Aku diutus sebagai rahmat untuk
sekalian alam."
Setiap bayi yang lahir dilahirkan dalam keadaan
condong (fitrah) kepada Islam. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikan
mereka seorang Nasrani atau seorang Yahudi atau seorang Majusi.
Berlakulah dengan santun kepada orang lain, dan tidak kasar; hiburlah mereka dan jangan mencerca mereka.
Akhlak
Tidak ada pekerjaan yang paling baik melebihi banyak diam dan memiliki akhlak yang mulia.
Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik akhlaknya.
Amal-ibadah tidak akan diterima karena buruknya lisan.
Pernikahan
Menikah diwajibkan kepada mereka yang mampu atau yang memiliki kemampuan.
Sederhana
Siapa yang tidak melakukan kesederhanaan dan tidak mencegah dirinya dari perbuatan yang tercela adalah bukan muslim.
Zina mata adalah melihat disertai dengan syahwat kepada istri orang lain; dan zina lisan adalah berkata-kata yang dilarang.
Aku bersumpah demi Allah, tidak ada yang lain, yang
lebih dimurkai oleh Allah Swt, melebihi perbuatan zina antara pria dan
wanita.
Orang yang meminum arak, berzina, mencuri, dan meminta-minta maka baginya azab yang pedih.
Muslim dan Persaudaran Muslim
Seorang muslim adalah dia yang lisannya dan tangannya terlepas dari menyakiti muslim yang lainnnya.
Seorang muslim yang sejati adalah mereka yang
bersyukur kepada Allah Swt dalam kemakmuran dan pasrah kepada-Nya dalam
kesempitan hidup.
Tidak layak bagi seorang yang berbicara kebenaran untuk mengutuk orang-orang.
Tidak sempurna bagi seorang muslim yang penuh kantung perutnya sementara tetangganya kelaparan.
Tidak sempurna iman seseorang, sehingga apa yang
menjadi harapannya terhadap orang lain adalah seperti yang dia harapkan
untuk dirinya.
Seluruh kaum muslim adalah ibarat sebuah dinding,
kesemua bagiannya saling menguatkan satu sama lain, dengan cara seperti
ini, mereka harus saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Setiap muslim adalah bersaudara dalam agama, dan
mereka tidak dibenarkan untuk menindas satu dengan yang lainnya juga
tidak dibenarkan untuk meninggalkan satu dengan yang lainnya ketika
diperlukan pertolongannya, juga tidak dibenarkan menghina satu dengan
yang lainnya; dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang muslim haram
bagi yang lain, darahnya, hartanya dan nama baiknya.
Menghina seorang muslim adalah berbuat maksiat kepada Allah Swt dan perbuatan kufur memerangi salah seorang muslim.
Kewajiban seorang muslim terbagi menjadi enam bagian:
a. Ketika engkau bersua dengan seorang muslim engkau berikan salam kepadanya.
b. Engkau memenuhi undangan seorang muslim ketika engkau diundang.
c. Memberikan nasihat kepadanya jika diminta.
d. Ketika ia bersin dan berkata: "Alhamdulillah", engkau harus berkata "RahimakaLlah (semoga Allah merahmatimu).
e. Engkau jenguk ia ketika ia sakit
f. Dan mengikuti kebaikannya ketika ia wafat.
Penindasan
Allah tidak menyukai para zalim dan tidak mencintai kezaliman di dunia.
Anak Yatim
Sebaik-baik rumah, adalah rumah yang di dalamnya anak yatim disantuni dan dikasihi.
Aku dan para pelindung anak yatim akan berkumpul di satu tempat di akhirat kelak laksana dua anak jari, saling bersentuhan.
Al-Qur'an, Nabi dan Ahlulbait Nabi
Wahai Tuhanku! Anugerahkan kepadaku cinta-Mu;
anugerahkan kepadaku kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu;
anugerahkan kepadaku perbuatan yang dapat meraih cinta-Mu; jadikan
cinta-Mu lebih aku sukai daripada diriku sendiri, harta dan keluargaku.
Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk
tawadhu' dan merendah, tidak pongah, dan tidak melakukan kezaliman
kepada yang lain.
Nabi Saw berdiri menyambut putrinya Fatimah, ketika ia berkunjung ke kediaman Nabi Saw.
Aku tinggalkan dua pusaka berharga kepada kalian
dan jika berpegang teguh kepadanya kalian tidak akan pernah sesat
selamanya, Kitabullah dan Itrahti (Ahlulbait).
Aku dan 'Ali diciptakan dari Nur yang satu.
Aku adalah kota ilmu dan 'Ali adalah pintunya.
Wahai 'Ali! Kedudukanmu bagiku adalah seperti kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi selepasku.
Barang siapa yang menjadikan Aku sebagai mawla-nya,
'Ali adalah mawla-nya. Allahummah, jadikan sahabatMu yang menjadikan
'Ali sebagai sahabatnya, dan musuh bagi siapa yang memusuhinya.
Fatimah adalah belahan jiwaku.
Husain adalah dariku dan Aku dari Husain.
Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di Surga.
Surga
Tidak akan masuk surga, bagi orang yang memiliki sebiji atom kesombongan dalam dirinya.
Jahannam dikelilingi dengan kesenangan dan surga dikelilingi dengan kesusahan dan kesukaran.
Barang siapa yang memiliki hati yang lurus, kudus dan pengasih, mereka akan memasuki surga.
Jagalah dirimu dari lima hal dan aku penjaminmu untuk memasuki surga:
a. Ketika engkau berkata-kata, katakanlah yang benar;
b. Tunaikan janjimu;
c. Tunaikan amanah yang diberikan kepadamu;
d. Jagalah tanganmu dari menyerang dan;
e. Dari mengambil yang haram dan buruk.
Keluarga dan Orang-Tua
Firdaus terletak di bawah telapak kaki ibu.
KeRidhaan Allah berada pada keRidhaan ayah dan murka Allah berada pada kemurkaan ayah.
Barang siapa yang berhasrat untuk memasuki Firdaus, ia harus membuat orang-tuanya Ridha.
Alangkah malangnya, seorang pemuda tidak mendapatkan Firdaus karena tidak berkhidmat kepada orang-tuanya.
Setiap insan harus berbuat kebajikan kepada orang tuanya, walaupun mereka menyakitimu.
Kebajikan adalah sebuah tanda keimanan dan barang siapa yang tidak memiliki kebajikan, maka ia tidak memiliki iman.
Tidak ada warisan yang baik dari orang tua kepada anaknya melebihi warisan adab yang baik.
Perlakukan anak-anak sehingga tertanam iffah (menghormati-diri) dalam diri mereka.
Barang siapa yang melakukan kebaikan kepada anak putrinya, ia akan terselamatkan dari api jahannam.
Muslim yang paling sempurna adalah muslim yang paling disukai sikapnya oleh orang lain.
Kesombongan
Tidak seorang pun dapat tumbuh besar, kuat dan
menawan perilakunya, orang yang pikirannya hanya terpusat seluruhnya
kepada dirinya.
Sebuah komunitas harus berhenti dari membual nenek-moyang mereka. Manusia adalah anak-cucu Adam dan Adam berasal dari tanah.
Pikiran
Yang pertama kali diciptakan adalah cahayaku.
Pikiran mulia menghasilkan pekerjaan mulia
Nasihat-nasihat
Jihad terbesar adalah jihad melawan diri.
Sebaik-baik perbuatan di sisi Allah Swt, adalah perbuatan istiqamah, walaupun dalam skala kecil.
Ikat untamu kemudian tawakkal kepada Allah.
Sebaik-baik perbuatan adalah yang dicapai dengan cara yang baik.
Mengingat Allah Swt
Akhlak yang baik, bermusyawarah dalam bekerja dan mengambil jalan tengah dalam segala urusan, merupakan sifat utama para nabi.
Segala sesuatu memiliki pembersih dan pembersih hati adalah mengingat Allah Swt.
Barang siapa yang berhasrat berjumpa dengan Allah Swt, Allah berhasrat untuk berjumpa dengannya.
Lima waktu shalat yang diwajibkan menghapuskan
dosa-dosa yang dikerjakan di antara satu waktu dengan waktu yang
lainnya, kecuali dosa-dosa besar.
Kerjakan shalatmu dengan berdiri, jika engkau tidak mampu, dengan duduk, jika tidak maka berbaringlah.
Perintahkan anak-anakmu untuk mengerjakan shalat
ketika mereka berusia tujuh tahun dan berikan hukuman kepada mereka pada
usia sepuluh tahun jika menolak untuk mengerjakan shalat; dan ketika
mereka mencapai usia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidur mereka.
Curiga
Sikap curiga adalah dusta yang paling legam.
Simpati
Allah tidak akan mengasihi kepada orang yang tidak
mengasihi terhadap sesama manusia. Barang siapa yang tidak mengasihi
kepada makhluk Allah Swt dan kepada anaknya, maka Allah tidak akan
berbuat baik kepadanya.
Barang siapa yang berbuat kebajikan kepada
orang-orang yang membutuhkan, Allah akan memperlakukan mereka dengan
baik di dunia dan di akhirat.
Barang siapa yang menjenguk orang sakit, seorang
malaikat akan berseru dari langit: "Berbahagialah di dunia ini dan
semoga kebahagiaan menyertai langkah-langkahmu; dan hunilah kediamanmu
di surga.
Wanita
Seorang istri yang salehah adalah sebaik-baiknya khazanah
Apakah engkau memukul istrimu, sebagaimana layaknya seorang pembantu? Engkau tidak boleh melakukan itu.
Seorang muslim tidak boleh membenci istrinya. Jika
ia tidak rela dengan istrinya, jadikan ia rela dengan yang lain. Yang
merupakan sesuatu yang hasanah (baik).
Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Swt adalah perceraian.
Jangan kalian mencegah istri-istri kalian untuk pergi ke masjid; akan tetapi mereka lebih baik mengerjakan shalat di rumah.
Ketika seorang wanita mengerjakan shalat lima
waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, dan pengasih dan taat kepada
suaminya, katakan kepada mereka bahwa mereka akan masuk surga dari pintu
mana pun yang mereka sukai.
Dunia
Cinta dunia adalah akar segala kejahatan.
Kekayaan yang dipergunakan dengan pantas adalah
sebuah rahmat; dan pemilik dapat dengan halal berusaha untuk
memperbanyaknya dengan cara-cara yang jujur.[]
Manusia Suci Kedua
Putri Nabi Saw
Fatimah az-Zahra As
Manusia Suci Kedua
Putri Nabi Saw
Fatimah az-Zahra As
Nama : Fatimah
Gelar : az-Zahra
Julukan : Ummul Aimmah
Nama Ibu : Khadijah binti Khuwalid
Nama Ayah : Muhammad bin Abdullah
Wiladah : Mekkah pada hari Jum'at, 20 Jumadits Tsani lima tahun setelah bi'tsat 615 H.
Syahadah : Syahid pada usia 18 tahun di Madinah 14 Jumadil 'Ula 11 H (632M).
Haram : Pemakaman Jannatul Baqi Madinah.
Hadrat Fatimah, merupakan satu-satunya putri Nabi
Saw dan Khadijah Keadaan yang berlaku ketika lahirnya diceritakan oleh
Hadrat Khadijah sebagai berikut:
Pada saat kelahiran Hadrat Khadijah, aku meminta
wanita tetangga Quraisy untuk menolongku. Mereka secara datar menolak,
dengan berkata bahwa aku telah mengkhianati mereka karena telah membantu
Muhammad. Aku gelisah untuk sementara. Aku terkejut, ketika melihat
empat wanita jangkung dengan lingkaran cahaya di sekeliling mereka,
mendekatiku.
Mereka mendapati aku dalam keadaan malang, salah seorang dari mereka
berkata kepadaku, "Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishaq, dan
ketiga mereka ini adalah, Maryam ibunda Isa, Asiyah putri Muzahim, dan
Ummu Kultsum, saudari Musa. Kami telah diperintahkan oleh Allah Swt
untuk menurunkan ilmu perawatan kami kepadamu." Setelah berkata ini,
mereka duduk di sekelilingku dan menjalankan tugas bidan hingga putriku
Fatimah lahir.
Kasih dan cinta bunda dirasakan oleh Fatimah hanya
hingga berusia lima tahun, setelah lima tahun, bunda Hadrat Khadijah
wafat meninggalkan dirinya. Kemudian, Nabi Saw membesarkan Fatimah
hingga dewasa.
Pernikahan
Ketika Fatimah dewasa, beberapa orang mengajukan
lamaran untuk meminangnya. Nabi Saw ketika itu menantikan datangnya
perintah Ilahi dalam urusan ini, hingga Imam 'Ali mendekatinya dan
mengajukan pinangannya.
Nabi Saw mendatangi Fatimah dan bertanya, "Putriku!
Apakah engkau setuju untuk menikah dengan 'Ali, aku menerima pinangan
'Ali ini sesuai dengan perintah Allah Swt."
Ketika itu, Hadrat Fatimah menundukkan kepala
dengan bersahaja. Ummu Salamah meriwayatkan: "Rona wajah Fatimah memerah
dengan bahagia dan diamnya sedemikian meyakinkan dan menyolok mata
sehingga Nabi Saw berdiri dan berseru "Allahu Akbar". Diamnya Fatimah
adalah alamat persetujuannya.
Pada hari Jum'at, bertepatan dengan tanggal 1
Dzulhijjah 2 H, acara pernikahan itu berlangsung. Seluruh kaum Muhajirin
dan Ansar berkumpul di masjid sementara Imam 'Ali duduk di hadapan Nabi
Saw dengan seluruh kebersahajaan seorang pengantin. Nabi Saw pertama
membacakan sebuah khutbah fasih dan mengumumkan:
Aku telah diperintahkan Allah Swt untuk menikahkan
Fatimah dengan Ali, dan dengan demikian aku dengan khidmat melangsungkan
acara hubungan suami-istri 'Ali dan Fatima dengan mahar empat ratus
mitsqal perak.
Lalu ia bertanya kepada Imam 'Ali, "Apakah engkau
menerima pernikahan ini, Wahai 'Ali?" "Iya. Aku terima, wahai Nabi
Allah!" Jawab Imam 'Ali. Lalu Nabi Saw menaikkan tangannya berdoa:
"Wahai Tuhanku! Berkatilah keduanya, sucikan keturunannya dan
anugerahkan kepada mereka kunci-kunci kemurahan-Mu, khazanah hikmah dan
ilmu-Mu; dan jadikan mereka sumber rahmat dan kedamaian bagi umat."
Putri Hadrat Fatimah; Imam Hasan, Imam Husain,
Zainab dan Ummu Kultsum, mereka terkenal akan ketaqwaan, sikap pemurah
dan kebaikannya. Kekokohan pribadi dan perbuatannya merubah alur
perjalanan sejarah dan membentengi Islam yang telah lama hilang dari
peradaban manusia.
Akhlak Fatimah
Hadrat Fatimah mewarisi kepandaian dan hikmah,
ketegasan dan kehendak, ketaqwaan dan kesucian, sifat pemurah dan
pengasih, kebaktian dan ibadah kepada Allah Swt, pengorbanan dan
keramahan, ketabahan dan kesabaran, ilmu dan kemuliaan Ayahandanya, baik
perkataan atau pun perbuatan. "Aku sering menyaksikan ibundaku," kata
Imam Husain, "larut dalam ibadah semenjak senja hingga fajar." Sifat
pemurah dan pengasihnya kepada fakir-miskin sedemikian tingginya
sehingga tidak satu pun pengemis atau peminta-minta kembali dengan
tangan kosong.
Tanah Fadak
Nabi Saw selama masa hidupnya memberikan sebidang
ladang pertanian yang sangat luas kepada Hadrat Fatimah, yang dikenal
sebagai Fadak, yang tercatat dengan nama Hadrat Fatimah sebagai harta
kepunyaannya.
Wafatnya Nabi Saw memberikan pengaruh yang sangat
dalam kepada Fatimah. Kepergian ayahnya membuat Fatimah bersedih,
berduka dan menangis sepanjang waktu. Setelah wafatnya Nabi Saw, dia
dihadapkan kepada pengucilan dari hak kepemimpinan suaminya Imam 'Ali,
dan perampasan warisan yang menjadi miliknya, tanah Fadak. Semenjak
kejadian ini, Fatimah tidak berbicara kepada mereka yang telah menzalimi
dan mengucilkan dirinya untuk mendapatkan haknya. Dia meminta bahwa
orang-orang yang menzaliminya harus dijauhkan dari menghadiri acara
pemakamannya.
Keinginan untuk menyampaikan wasiatnya bahkan
diakhiri dengan kekerasan fisik. Suatu waktu pintu rumahnya didorong
sedemikian kerasnya hingga menciderai Fatimah, dan bayi yang berada
dalam kandungannya dan bocah laki-lakinya yang masih kecil. Rumahnya
dibakar oleh para penyerang.
Setelah didera dengan derita dan duka-nestapa, yang
melintasi batas-batas kesabaran dan ketabahan, dia menyampaikan dukanya
dalam sebuah elegi yang disusunnya sendiri untuk menyampaikan kidung
duka kepada ayahnya Nabi Saw. Sebuah kuplet elegi, yang berhubungan
secara khusus dengan deritanya, "Duhai ayahku! Selepas kepergianmu aku
didera duka dan kezaliman yang sekiranya ditimpakan kepada siang, maka
siang itu akan berubah menjadi malam."
Syahadah
Hadrat Fatimah tidak bertahan lebih dari tujuh
puluh lima hari wafatnya ayahnya. Dia menghembuskan nafasnya yang
terakhir pada tanggal 14 Jumadil 'Ula 11 H. Sebelum kepergiannya, dia
mewasiatkan beberapa hal sebagai wasiatnya kepada Imam 'Ali. Ada pun
wasiat ia antara lain:
1. Wahai 'Ali, engkau sendiri yang akan melaksanakan prosesi pemakamanku.
2. Mereka yang telah membuatku terluka tidak diizinkan untuk menghadiri pemakamanku.
3. Jenazahku harus diusung pada malam hari ke pemakaman.
Kemudian Imam 'Ali, memenuhi permintaan terakhir
istrinya, melangsungkan prosesi pemakaman dan ditemani oleh beberapa
kerabat dan anak-anak pada malam hari di Jannatul Baqi. Wasiat terakhir
Sayyidah Fatimah untuk dikuburkan secara diam-diam di pemakaman Jannatul
Baqi terpenuhi.
Nabi Saw bersabda:
Barang siapa yang melukai (fisik atau perasaan)
Fatimah, melukai aku; dan barang siapa yang melukaiku, melukai Allah
Swt; dan barang siapa yang melukai Allah, mengamalkan kekufuran. Wahai
Fatimah! Murkamu adalah murka Allah. Bahagiamu adalah bahagia Allah.
M.H. Syakir Menulis:
Fatimah, putri satu-satunya Nabi Saw lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 18 H.
Puan terhormat dan mulia Khadijah dan Rasulullah
Saw mencurahkan kasih, perhatian dan cinta mereka kepada anak tunggal
mereka Fatimah, yang sangat kasih kepada ayahnya.
Putri Ahlulbait Nabi, merupakan seorang gadis yang
rajin, pandai dan periang. Nasihat, puisi dan khutbahnya menunjukkan
keteguhan dan ketegaran pribadi dan kemuliaan pribadinya.
Karena keutamannya ia mendapatkan gelar “az-Zahra",
Fatimah adalah seorang gadis yang jangkung, ramping dan cantik rupawan,
sehingga ia dipanggil “az-Zahra” (Putri Cahaya). Dia dipanggil az-Zahra
karena cahayanya menerangi penduduk surga. Setelah tiba di Madinah, ia
menikah dengan „Ali pada tahun pertama Hijrah, dan buah dari perkawinan
ini, Fatimah dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putranya
Hasan, Husain, (Muhsin), Zainab dan Ummu Kultsum yang terkenal akan
ketakwaan mereka, kebaikan dan pengasihnya. Keteguhan pribadi dan sikap
mereka telah merubah perjalanan sejarah umat manusia.
Nabi Saw bersabda: “Fatimah adalah buah hatiku”.
Bilamana Fatimah datang menjenguk Nabi Saw di kediaman ia, Nabi selalu
datang menyambut Fatimah. Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke
masjid, Nabi Saw melewati kediaman Fatimah dan berkata: “Assalâmu
„Alaikum Ya Ahla Baiti Nubuwwah wa Ma‟dânir Risâlah” Salam bagimu wahai
Ahlal Bait Nabi dan Sumber risalah.
Fatimah terkenal dan diakui sebagai “Sayyidatun
Nisa‟il „Alamin” (Penghulu seluruh wanita di alam semesta) karena
kenabian Muhammad Saw tidak akan bertahan tanpa keberadaan Fatimah. Nabi
merupakan teladan sempurna bagi pria, tapi tidak untuk wanita. Karena
seluruh ayat-ayat diturunkan di dalam al-Qur'an untuk wanita, Fatimah
adalah teladan sempurna, yang menerjemahkan ayat-ayat tersebut dalam
bentuk perbuatan. Pada masa hidupnya, ia merupakan wanita paripurna,
sebagai seorang putri, istri dan ibu pada saat yang sama.
Muhammad selama masa hidupnya, memberikan kepada
Fatimah sebuah hadiah berupa tanah ladang pertanian, yang dikenal
sebagai tanah Fadak, yang tercatat atas namanya. Tanah ini adalah murni
milik Fatimah.
Seorang pewaris terhadap kekayaan ibunya; seorang
putri yang merupakan putri tunggal Rasulullah Saw yang adalah juga
seorang penguasa, seorang wanita yang suaminya adalah penakluk
kabilah-kabilah Arab, orang kedua bagi ayahnya dalam martabat dan
kedudukan, Fatimah dapat menjalani kehidupan yang mewah. Akan tetapi,
meskipun dengan segala kekayaan dan kedudukan yang dimilikinya, dia
bekerja, makan, berpakaian dan menjalani hidup sederhana. Dia adalah
wanita pemurah, dan tidak seorang pun yang datang mengetuk gerbang pintu
rumah Fatimah kembali dengan tangan hampa. Seringkali dia menyerahkan
seluruh makanan yang dimilikinya sehingga dia sendiri tanpa makanan.
Sebagai seorang putri, dia sangat mencintai kedua
orang-tuanya, sehingga ia memenangkan cinta mereka, sehingga cinta orang
tuanya sedemikian tercurah sehingga setiap kali Fatimah datang kepada
Rasulullah Saw dalam suatu majelis, Rasulullah berdiri dan datang untuk
menyambutnya.
Sebagai seorang istri, dia adalah seorang istri
yang berbakti. Dia tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada 'Ali
selama masa hidupnya.
Sebagai seorang ibu, dia adalah ibu pengasih dalam
merawat dan membesarkan anak-anaknya; anak-anaknya ini meninggalkan nama
yang harum bagi semesta, sebuah nama yang tidak akan pernah terhapus
dalam perjalanan sejarah umat manusia.
Wafatnya Nabi Saw, sangat menyisakan duka bagi
Fatimah. Kepergian ayahnya membuat dia sangat bersedih. Dia menangisi
wafatnya ayahnya tersebut setiap masa.
Sayangnya, setelah Rasulullah Saw wafat, pemerintah
menyita tanah Fadak yang merupakan warisan Rasulullah Saw baginya dan
menyerahkan kepada negara. Fatimah yang berada di balik pintu rumahnya
didorong secara kasar oleh orang-orang yang datang ke kediaman 'Ali
untuk memintanya menerima kekhalifahan Abu Bakar, sehingga bayi yang
berada dalam kandungannya terluka akan tetapi bayi yang bernama Muhsin
itu masih dapat lahir. Rumahnya, dibakar oleh pemerintah yang berkuasa
ketika itu.
Peristiwa wafatnya Rasulullah Saw dan keburukan
yang dilakukan oleh para pengikut ayahnya sangat berat bagi seorang
wanita perasa, baik dan anggun seperti Fatimah. Dia menghembuskan
nafasnya yang terakhir pada tanggal 14 Jumadil 'Ula 11 H, tepatnya tujuh
puluh lima hari setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Fatimah meninggal pada masa-masa utama hidupnya ketika ia berusia delapan belas tahun, dan dikebumikan di Jannatul Baqi Madinah.
Hadrat Fatimah As berkata:
Allah telah menjadikan iman jalan untuk mensucikan
diri dari syirik; menjadikan shalat untuk menjaga seseorang dari
kejahilan; memerintahkan membayar zakat untuk mensucikan harta dan
menambah rizki; memerintahkan puasa untuk menguatkan kebaktian suci
kepada Allah Swt; memerintahkan menunaikan ibadah haji untuk mengangkat
agama; memerintahkan berbuat adil untuk menyelaraskan hati; dan
memerintahkan ketaatan kepada kami Ahlulbait untuk menata masyarakat
Islam. Imâmah kami sebagai sebuah amanah untuk menghindari perpecahan;
memerintahkan perang suci (jihad) untuk menghormati Islam dan
menghinakan kaum kuffar dan munafik; memerintahkan untuk beramar ma'ruf;
melarang kemungkaran untuk menciptakan maslahat di tengah masyarakat
secara umum; berbuat baik kepada orang tua sebagai tameng dari kemurkaan
Allah; menguatkan tali silaturahmi dengan kerabat untuk memperpanjang
hidup;…melarang meminum minuman keras untuk menjaga dari najis; dan
Allah telah melarang kemusyrikan untuk kemurnian ibadah uluhiyyah,
sehingga Dia bersabda "Bertaqwalah kepada Allah, janganlah engkau mati
kecuali dalam keadaan berserah diri." (Qs. Ali Imran [3]:102) (Kutipan
dari pidato panjang Sayyidah Fatimah yang disampaikan di Masjid Nabi
dalam membela haknya).
Dua Belas Imam Maksum
Rasulullah Saw bersabda: "Setelahku akan ada dua belas Imam atau Khalifah."
Dan awalnya adalah Muhammad; akhirnya adalah
Muhammad; tengahnya adalah Muhammad; dan seluruhnya adalah Muhammad; dan
kami semua berasal dari Cahaya yang Satu.
Para Imam
Rasulullah Saw bersabda: "Kelak aku akan digantikan
oleh dua belas pemimpin agama, mereka seluruhnya berasal dari keturunan
Quraisy." (Sahîh Bukhâri).
Kedua belas Imam ini merupakan pemimpin ruhani dan
orang-orang suci yang telah dinubuwatkan oleh Nabi Saw. Menunjuk mereka
sebagai sumber dan alat panduan bagi umat manusia. Rasulullah Saw
bersabda: "Selama kedua belas penggantiku memerintah, agama ini (Islam)
akan tetap ada di dunia ini." (Abu Dawud)
Dalam menjawab sebuah pertanyaan seorang sahabat
ternama, Jabir bin Abdullah al-Ansari, Nabi Saw menjelaskan kedua belas
nama pengganti ia tersebut: "Mereka adalah kedua belas penggantiku, yang
akan datang selepasku. Yang pertama adalah 'Ali, yang kemudian diikuti
secara bergiliran, Hasan, Husain, 'Ali bin Husain, Muhammad bin 'Ali,
Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, 'Ali bin Musa, Muhammad bin 'Ali,
'Ali bin Muhammad, Hasan bin 'Ali dan terakhir oleh Muhammad al-Mahdi,
al-Qaim As."
Hierarki Dua Belas Imam
Banu Hasyim
'Abdul Mutthalib-Abdullah&Abu Thalib
Abdullah-Muhammad- FatimahAbu Thalib- 'Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib&Fatimah binti Muhamad
Al-Hasan
Al-Husain
'Ali Zainal 'Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja'far Shadiq
Musa al-Kazhim
'Ali ar-Ridha
Muhammad Taqi al-Jawad
'Ali al-Hadi
Hasan al-Askari
Muhammad al-Mahdi
Manusia Suci Ketiga
Imam Pertama
'Ali bin Abi Thalib As
Manusia Suci Ketiga
Imam Pertama
'Ali bin Abi Thalib As
Nama : 'Ali
Gelar : al-Murtada
Panggilan : Abu al-Hasan
Nama Ayah : Abu Thalib
Nama Ibu : Fatimah binti Asad
Wiladah : Di dalam Ka'bah Makkah Mukarramah, tanggal 13 Rajab 23 Sebelum Hijriah
Syahadah : Syahid pada usia 63, di Kufah (Irak)
pada hari Senin 21 Ramadan 40 H; ditikam dari belakang dengan sebilah
pedang beracun yang melukainya secara serius di Masjid Kufah pada saat
melaksanakan shalat Subuh pada tanggal 19 Ramadan;
Haram :Najaf al-Asyraf, Irak.
Imam 'Ali merupakan saudara sepupu Nabi kita. Dia
dilahirkan di dalam Rumah Suci (Ka'bah). Allah sendiri yang berperan
dalam membawa ibunya menuju arah Ka'bah. Ketika ibunya memasuki Ka'bah,
dia merasa berat oleh rasa sakit persalinan. Dia berlutut di hadapan
Rumah Suci tersebut dan berdoa dengan khusyu' kepada Allah Swt. 'Abbas
bin Abdul Mutthalib melihat Fatimah sedang berdoa. Tidak lama setelah
dia mengangkat kepala dari doanya, kemudian tembok Rumah Suci terkuak
oleh sebuah mukjizat. Fatimah memasuki Ka'bah dan bagian yang terkuak
tadi kembali kepada keadaan semula. Abbas dan sahabatnya berkumpul di
depan gerbang Rumah Suci yang terkunci itu, mereka berusaha untuk
membukanya namun tidak berhasil. Mereka kemudian menyerah, dengan
memandang bahwa kejadian itu adalah sebuah mukjizat dan iradah Ilahi.
Kabar peristiwa ini segera tersebar ke seantero Makkah.
'Ali lahir di dalam Ka'bah degan mata tertutup dan
badannya secara tawadhu bersujud di hadapan Yang Maha Kuasa. Fatimah
selama tiga hari berada di dalam Ka'bah dan mendekati hari keempat ia
melangkah keluar bersama bocah merah dalam gendongannya. Ia terkejut
melihat Nabi Saw telah menantikannya untuk menerima bayi tersebut untuk
ia gendong. Perasaan Imâmah tersentuh secara subtil (halus) oleh
sentuhan Nubuwwah, 'Ali membuka matanya dan menyampaikan salam kepada
Rasulullah, "as-Salâmu 'Alaika ya Rasulullâh".
Kelahiran 'Ali di dalam Ka'bah merupakan sebuah hal
yang luar biasa dalam sejarah umat manusia. Tidak seorang pun dari
kalangan nabi juga tidak dari kalangan auliyah yang pernah mendapatkan
kemuliaan seperti ini.
Dia dibesarkan dalam perawatan dan kasih sayang
Nabi Saw. Sebagaimana 'Ali berkata: "Nabi Saw membesarkanku dalam
dekapannya dan memberikan makanan kepadaku dari potongan makanannya. Aku
mengikutinya ke mana pun dia pergi ibarat seorang bayi unta yang
mengikuti induknya. Setiap hari, sisi baru dari pribadinya menyinari
dirinya yang mulia dan aku menerimanya dan mengikutinya sebagai sebuah
perintah. (Nahjul Balâgah)
Sepuluh tahun bersama dengan Nabi Saw telah
membuatku semakin lekat dan tidak dapat dipisahkan dengannya, sehingga
aku satu dalam pribadi, pengetahuan, pengorbanan-diri, kesabaran,
keberanian, kebaikan, kemurahan, kefasihan dan retorika.
Semenjak masa kecil, dia bersujud di hadapan Tuhan
bersama Nabi Saw. Sebagaimana ia berkata sendiri: "Aku adalah orang yang
pertama bersujud kepada Allah Swt bersama dengan Nabi Saw.
"'Ali teguh dalam menapaki jalan Rasulullah Saw,
"kata al-Mas'udi, sepanjang masa kecilnya. "Allah menciptakannya suci
dan kudus serta membuatnya teguh di jalan hak. Meskipun 'Ali adalah
orang yang pertama memeluk Islam ketika Nabi Saw mengajak para
pendengarnya untuk memeluk Islam, namun, kenyataaanya bahwa sejak masa
kecilnya dia dibesarkan oleh Nabi Saw dan mengikutinya dalam setiap amal
dan perbuatan termasuk sujud di hadapan Allah Swt, dia dapat dikatakan
lahir sebagai seorang Muslim, persis sebagaimana Nabi Saw sendiri.
'Ali -sepanjang masa– menemani Nabi Saw, menolong
dan melindunginya dari musuh-musuh. Ia menuliskan ayat al-Qur'an dan
mendiskusikannya dengan Nabi Saw segera setelah wahyu diturunkan melalui
malaikat Jibril. Sedemikian dekatnya hubungan Ali dengan Nabi Saw
sehingga segera setelah sebuah ayat diturunkan kepadanya pada siang atau
malam hari, 'Ali adalah orang yang pertama mendengarnya.
Nabi Saw berkata tentang 'Ali:
Wahai 'Ali, engkau adalah saudaraku di dunia ini dan akhirat.
Aku adalah kota ilmu dan engkau adalah gerbangnya.
Tidak ada orang yang mengenal 'Ali kecuali Allah dan Aku
Tidak ada orang yang mengenalku kecuali Allah dan 'Ali
Jika kalian ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan
Nabi Nuh, kebaktian Nabi Ibrahim, keteguhan Musa, dan khidmat dan
zuhudnya Nabi Isa, lihatlah wajah cerlang 'Ali.
Ketika Nabi Saw tiba di Yatsrib (Madinah) dan
berjumpa dengan para pengikutnya yang baru saja tiba dari Mekkah atas
panggilan Rasulullah Saw, ia segera menunjuk setiap pengikutnya dari
penduduk Yatsrib yang dikenal sebagai Ansar, yang telah menerima
kenabian Rasulullah Saw, menjadi saudara baginya. Penunjukan
persaudaraan ini merupakan tindakan tepat bagi para pencari suaka yang
dikenal sebagai Muhajir, yang meninggalkan rumah mereka dan datang ke
Yatsrib. Nabi membuat ikatan persaudaraan yang mengikuti perdagangan
yang sama sehingga Muhajirin dapat segera dipekerjakan. Sementara Nabi
Saw menunjuk seorang Ansar sebagai saudara bagi seorang Muhajirin, 'Ali
yang hadir di sana, tidak ditunjuk sebagai seorang saudara bagi seorang
Ansar. Nabi Saw ditanya mengapa ia tidak menunjuk seorang Ansar sebagai
saudara bagi 'Ali, Nabi menjawab: "Ia menjadi saudara bagiku."
Sifat dan keutamaan 'Ali sebagaimana dinilai oleh
Mas'udi, "Jika nama agung ini orang pertama yang menjadi Muslim; seorang
komrad (teman seperjuangan) Nabi dalam masa pengasingan, sahabat setia
dalam pergulatan iman, sahabat karib dalam hidup, dan seorang kerabat;
jika sebuah ilmu sejati dari semangat ajarannya dan kitabnya; jika itsar
(mendahulukan orang lain) dan praktik keadilan, jika kejujuran,
kesucian, dan cinta kebenaran; jika ilmu hukum dan pengetahuan, membuat
pengakuan terhadap sifat-ulung dan kemuliaan, maka semua orang harus
memandang 'Ali sebagai seorang Muslim yang utama. Kita akan mencari
dengan sia-sia, entah di antara pendahulunya (kecuali satu) atau di
antara penggantinya, atribut yang melekat pada diri 'Ali.
Gibbon berkata: "Kelahiran, kelekatannya dengan
Nabi, kepribadian 'Ali yang memuliakan dia atas sesama bangsanya, dapat
membenarkan klaimnya kepada kekosongan kekuasaan Arab. Putra Abu Thalib
memiliki hak atas kepemimpinan Bani Hasyim dan warisan penjagaan kota
dan Ka'bah."
'Ali memiliki kualifikasi seorang pujangga, seorang
serdadu, dan seorang wali; hikmatnya masih berhembus dalam sebuah
kumpulan nasihat-nasihat moral dan religius; dan setiap musuh, dalam
perang lisan atau pedang, ditundukkan oleh kefasihan dan keprawiraannya.
Sejak saat-saat pertama misinya hingga saat-saat akhirnya
penguburannya, Nabi Saw tidak pernah ditinggalkan oleh seorang sahabat
yang pengasih, yang ia gembirakan dengan nama saudara, khalifah, dan
manzilah (kedudukan) Harun bagi Musa.
Pernikahan
Di bawah titah dan dustur Ilahi, Rasulullah Saw
menikahkan putri kinasihnya Fatimah dengan 'Ali, meskipun beberapa orang
telah datang untuk melamarnya.
Di antara anak-anak mereka, Imam Hasan, Imam
Husain, Zainab dan Ummu Kultsum yang telah meninggalkan karya-karya
cemerlang pada pelataran sejarah umat manusia.
Setelah syahadah Hadrat Fatimah, 'Ali menikah
dengan Ummul Banin. Dari pernikahan ini, lahirlah 'Abbas. Abbas adalah
seorang pemuda yang sangat rupawan sehingga ia kerap dipanggil sebagai
Qamar Bani Hasyim (Purnama Bani Hasyim). Ia adalah manifestasi kesetiaan
dan keprawiraan dan hal ini ditunjukkan pada pertempuran di Karbala.
Syahadah
Pada tahun 40 H, pada detik-detik terakhir
menjelang fajar menyingsing tepatnya 19 Ramadan, 'Ali diserang dengan
sebuah pedang beracun oleh seorang Khawarij pada saat dia melaksanakan
shalat di Masjid Kufah.
Singa Tuhan, Muslim paling prawira dan perkasa yang
pernah hidup, memulai hidupnya yang agung dengan berbakti kepada Allah
Swt dan Rasulullah Saw dan mengakhirinya dalam perkhidmatan kepada
Islam."Dan jangan kalian menyangka orang-orang yang
syahid di jalan Allah itu mati; tidak mereka hidup akan tetapi kalian
tidak berpikir."
(Qs. Al Baqarah:154).
Para Imam dan Pemimpin Islam
Oleh: Allamah Tabataba'i
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah sampai
kepada kesimpulan bahwa dalam agama Islam, setelah wafatnya Nabi Saw,
ada seorang Imam yang senantiasa dan berketerusan dan berkesinambungan
hidup dan hadir dalam komunitas (ummah) Islam.
Hadis-hadis nubuwwah dalam jumlah besar telah
diriwayatkan dalam mazhab Syiah berkenaan dengan deskripsi Imam,
jumlahnya, kenyataan bahwa mereka adalah berasal dari bangsa Quraisy dan
keluarga Nabi Saw, dan kenyataan bahwa Mahdi yang dijanjikan berada di
antara mereka dan Imam terakhir di kalangan mereka. Juga, terdapat
kata-kata pasti Nabi Saw ihwal Imâmah Imam 'Ali dan merupakan Imam
Pertama dan juga sabda-sabda Nabi dan 'Ali berkaitan dengan Imâmah Imam
kedua selepasnya. Dengan cara yang sama para Imam sebelum meninggalkan
statement-statement definitif (pasti) berkenaan dengan Imâmah yang akan
datang selepas mereka. Sesuai dengan sabda-sabda mereka yang terkandung
dalam sumber-sumber Syiah Imamiyah dua belas Imam dan nama-nama mereka
sebagai berikut:
1. 'Ali bin Abi Thalib
2. Hasan bin 'Ali
3. Husain bin 'Ali
4. 'Ali bin Husain
5. Muhammad bin 'Ali
6. Ja'far bin Muhammad
7. Musa bin Ja'far
8. 'Ali bin Musa
9. Muhammad bin 'Ali
10. 'Ali bin Muhammad
11. Hasan bin 'Ali
12. Mahdi bin Hasan
Imam Pertama
Amirul Mu'minin, 'Ali As adalah putra dari Abu
Thalib, seorang pembesar Bani Hasyim. Abu Thalib merupakan paman dan
penjaga Rasulullah Saw dan orang yang membawa Nabi Saw ke rumahnya dan
membesarkan Nabi sebagaimana anaknya sendiri. Setelah Nabi Saw terpilih
untuk menunaikan misi nubuwwah. Abu Thalib tetap melindungi Nabi Saw dan
menjauhkan segala kejahatan yang datang mengancam Nabi Saw dari kaum
kuffar di antara bangsa Arab, khususnya dari bangsa Quraisy.
Menurut catatan hadis yang masyhur, 'Ali lahir
sepuluh tahun sebelum Nabi Saw memulai misi kenabiannya. Ketika mencapai
usia enam tahun, sebagai akibat dari keadaan yang ada di sekeliling
Mekkah, ia diminta oleh Nabi Saw untuk meninggalkan rumah ayahnya dan
tinggal di rumah Nabi Saw. Di rumah Nabi Saw, 'Ali ditempatkan secara
langsung di bawah penjagaan dan pengawasan Nabi Saw.
Beberapa tahun berikutnya, ketika Nabi Saw
dianugerahi oleh Allah Swt berupa misi nubuwwah dan pertama kalinya
menerima wahyu Ilahi di gua Hira, sebagai Nabi Saw meninggalkan gua dan
bertolak menuju kota Mekkah kemudian di tengah jalan menuju rumahnya ia
bersua dengan 'Ali. Nabi Saw menceritakan apa yang telah terjadi dan
setelah mendengar cerita Nabi Saw, 'Ali segera menerima iman yang baru
dibawa oleh Nabi Saw. Kembali, dalam sebuah perlehatan, ketika Nabi Saw
membawa seluruh kerabatnya bersama dan mengajak mereka untuk menerima
Islam, ia berkata bahwa barang siapa yang menjadi orang pertama yang
memenuhi ajakannya, maka ia akan menjadi khalifah, pewaris dan wakilnya.
Satu-satunya orang yang berdiri dari tempatnya memenuhi ajakan Nabi Saw
adalah 'Ali As dan Nabi Saw mengumumkan kesiapan 'Ali tersebut. Oleh
karena itu, 'Ali merupakan Imam yang pertama dalam Islam yang menerima
iman dan merupakan orang pertama di antara pengikut Nabi Saw yang tidak
pernah menyembah selain Allah Swt.
'Ali senantiasa dalam persahabatan dengan Nabi Saw
hingga Nabi Saw hijrah dari Mekkah ke Madinah. Pada malam hijrah, ketika
kaum kuffar mengepung rumah Nabi Saw dan siap untuk menyerang rumah
tersebut hingga akhir malam dan memenggalnya hingga terpotong-potong
ketika ia di atas pembaringan, 'Ali tidur di tempat Nabi Saw sementara
Nabi Saw meninggalkan rumah dan bertolak menuju ke Madinah. Setelah
keberangkatan Nabi Saw, sesuai dengan kehendaknya, 'Ali menyerahkan
kembali amanah umat kepada mereka yang dititipkan kepada Nabi Saw.
Kemudian ia pergi ke Madinah bersama ibunya, putri Nabi Saw, dan dua
wanita lain. Di Madinah juga, 'Ali tetap menjadi penolong Nabi Saw dalam
kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Nabi Saw memberikan putri
satu-satunya dari Khadijah, Fatimah kepada 'Ali sebagai istrinya dan
ketika Nabi Saw mengikat tali persaudaraan di antara para sahabat, ia
memilih 'Ali sebagai saudaranya.
'Ali hadir dalam setiap pertempuran yang diikuti
oleh Nabi Saw, kecuali perang Tabuk ketika ia diperintahkan untuk
tinggal di Madinah menempati posisi Nabi Saw. 'Ali tidak pernah kembali
dalam setiap pertempuran juga tidak pernah lari dari setiap musuh. Dia
tidak pernah menentang perintah Nabi Saw, sehingga Nabi Saw bersabda:
"'Ali tidak pernah berpisah dari kebenaran dan kebenaran tidak pernah
berpisah dari 'Ali."
Pada hari wafatnya Nabi Saw, 'Ali berusia tiga
puluh tiga tahun. Meskipun dia adalah orang yang terkemuka dalam masalah
agama dan sahabat utama di antara sahabat-sahabat Nabi Saw, ia
disingkirkan dari khalifah karena alasan bahwa ia masih terlalu muda dan
ia memiliki banyak musuh di antara masyarakat Arab karena darah yang
dia tumpahkan dalam perang yang ia jalani bersama Nabi Saw. Oleh karena
itu, urusan publik 'Ali hampir diputuskan sama sekali. Ia dirumahkan di
mana ia memulai untuk menunjukkan kompetensi ilmu Ilahiyah dan dengan
jalan ini ia lalui selama dua puluh lima tahun dari tiga khalifah
pertama yang naik kekuasaan setelah Nabi Saw; khalifah pertama dipilih
oleh beberapa kaum muslimin, yang kedua dipilih oleh khalifah pertama,
dan khalifah yang ketiga dipilih oleh enam orang kandidat yang
dinominasikan oleh khalifah kedua). Ketika khalifah ketiga dibunuh,
masyarakat mem-bai'at 'Ali dan memilihnya menjadi khalifah.
Selama masa kekhalifahan yang hampir mencapai masa
empat tahun dan sembilan bulan, 'Ali mengikuti sunnah Nabi Saw dan
memberikan kekhalifahahannya sebuah bentuk gerakan spiritual dan
memperbaharui serta memulai berbagai model reformasi. Secara umum,
reformasi ini bertentangan dengan kepentingan beberapa kelompok yang
mencari keuntungan mereka sendiri. Sebagai hasilnya, sebuah kelompok
sahabat (di antara yang terkenal adalah Talha dan Zubair, yang juga
didukung oleh 'Aisya, dan khususnya Mua'wiyah) membuat sebuah dalih
menuntut darah atas tewasnya khalifah ketiga. Mereka mengusung oposisi
dan mulai memberontak dan melawan pemerintahan 'Ali.
Untuk menghentikan perang saudara dan pemberontakan
yang terjadi, 'Ali bertempur dengan gemilang pada sebuah perang di
dekat Basrah yang dikenal sebagai "Perang Jamal" melawan Talha dan
Zubair. Dalam peperangan ini, 'Aisyah, Ummul Mukminin, turut serta di
dalamnya. Imam 'Ali bertempur melawan Mua'wiyah di tapal batas Irak dan
Syiria yang berlangsung selama satu tahun setengah dan dikenal sebagai
"Perang Siffin". Imam 'Ali juga berperang melawan kaum Khawarij di
Nahrawan, dalam sebuah pertempuran yang dikenal sebagai "Perang
Nahrawan". Dengan demikian, hari-hari pemerintahan 'Ali diluangkan untuk
mengatasi pemberontakan dan oposisi yang dilancarkan oleh
musuh-musuhnya. Akhirnya, pada waktu fajar 19 Ramadan 40 H, pada saat
menunaikan shalat di Masjid Kufah, ia dilukai oleh salah seorang
Khawarij dan gugur sebagai syahid tiga hari berikutnya, pada tanggal 21
Ramadan 40 H.
Sesuai dengan kesaksian sahabat dan musuh, 'Ali
tidak memiliki cacat dan cela dari sudut pandang kesempurnaan manusia.
Dan dalam nilai-nilai Islam, ia merupakan teladan manusia sempurna yang
digembleng dan dididik oleh Nabi Saw. Diskusi-diskusi dan buku-buku yang
membahas ihwal kepribadiannya dilakukan oleh kaum Sunni, Syiah dan para
pemeluk agama lain, juga setiap lembaga-lembaga keagamaan ternama, ia
tidak dapat disamakan dengan pribadi yang lain dalam sejarah. Dalam
bidang ilmu pengetahuan, 'Ali adalah seorang sahabat Nabi Saw yang
paling piawai. Dalam ceramah-ceramah ilmiahnya, ia merupakan orang
pertama dalam Islam yang membuka pintu demonstrasi logika (burhan dan
hujjah) dan membahas "ilmu Ilahi" ma'arif-e ilahiyyah. Ia berbicara
tentang aspek esoterik (batin) al-Qur'an dan alat tata-gramatika bahasa
Arab guna menjaga bentuk ekspresi al-Qur'an. Ia adalah orang yang paling
fasih dalam berbahasa Arab (sebagaimana yang telah disebutkan dalam
bagian pertama buku ini).
Keprawiraan 'Ali adalah ibarat pepatah. Dalam
seluruh peperangan yang diikuti olehnya selama masa hidup Nabi Saw, dan
juga selepasnya, ia tidak pernah menunjukkan sedikit pun rasa takut atau
cemas. Meskipun dalam banyak pertempuran seperti Perang Uhud, Hunain,
Khaibar dan Khandaq, para penolong Nabi Saw dan lasykar kaum Muslimin
goyah dalam ketakutan atau tercerai-berai dan kabur, 'Ali tidak pernah
lari dari musuh. Tidak pernah musuh yang berduel dengannya dalam medan
tempur keluar dalam keadaan selamat. Namun, dengan penuh ksatria ia
tidak akan pernah membunuh musuh yang lemah juga tidak pernah mengejar
mereka yang kabur. Ia tidak pernah asyik dengan serangan tiba-tiba atau
memotong jalur air kepada musuh. Tercatat secara rapi dalam sejarah
bahwa dalam perang Khaibar dalam serangan terhadap benteng ia capai
pintu gerbang dan dengan gerakan mendadak merobek pintu gerbang dan
menghempaskannya. Juga, pada hari tatkala kota Mekkah ditaklukkan, Nabi
Saw memerintahkan berhala-berhala yang ada untuk dihancurkan. Berhala
"Hubal" yang merupakan berhala terbesar di Makkah, sebuah patung batu
raksasa ditempatkan di atas Ka'bah. Mengikuti perintah Nabi Saw, 'Ali
menempatkan kakinya di atas pundak Rasulullah Saw, memanjat naik ke atas
Ka'bah, mendorong "Hubal" dari tempatnya dan menjatuhkannya.
'Ali dalam urusan zuhud dan ibadah tidak ada
taranya. Dalam menjawab beberapa keluhan atas kemarahan 'Ali terhadap
mereka, Nabi Saw bersabda: "Jangan kalian mencerca 'Ali karena ia berada
dalam keadaan ekstasi." Abu Darda, salah seorang sahabat, suatu hari
melihat badan Imam 'Ali pada salah satu kebun palm di Madinah berbaring
di atas tanah ibarat sebuah kayu. Ia kemudian pergi ke kediaman 'Ali
untuk memberitahu kepada istrinya, putri Rasulullah Saw, dan
menyampaikan bela-sungkawanya. Putri Rasulullah Saw berkata: "Saudara
sepupuku tidak mati." Sebaliknya, karena takutnya kepada Allah Swt
membuat ia jatuh pingsan. Keadaan seperti ini sering terjadi.
Terdapat banyak kisah tentang kebaikan 'Ali kepada
orang-orang papah, rasa kasihan kepada kaum fakir dan miskin, sikap
pengasih kepada mereka yang menderita kesusahan dan kemiskinan. 'Ali
meluangkan seluruh apa yang didapatkannya dari bekerja kepada
orang-orang miskin, dan dirinya sendiri hidup dalam keadaan yang sangat
sederhana. 'Ali suka bertani dan meluangkan banyak waktunya untuk
menggali sumur-sumur, menanam pohon-pohon dan mencangkul di ladang.
Namun, seluruh ladang-ladang yang ia garap atau sumur yang ia gali,
diwakafkan kepada kaum miskin. Pemberian wakafnya ini dikenal sebagai
"sadaqah 'Ali", yang mendapatkan pendapatan dua puluh empat ribu Dinar
emas hingga akhir hidupnya.
M.A. Syakir menulis:
'Ali adalah putra Abu Thalib dan saudara sepupu Rasulullah Saw.
Kelahiran
Imam 'Ali lahir di Ka'bah pada tanggal 13 Rajab 23 sebelum Hijrah.
Ketika Abdul Mutthalib wafat, Abu Thalib ditunjuk
untuk menjaga Muhammad dan diamanahi tugas untuk membesarkan Muhammad.
Muhammad dan 'Ali tumbuh dewasa pada rumah yang sama. Nabi Saw yang
lebih tua, ia merawat dan menggembleng 'Ali dengan penuh cinta dan
kasih.
Rasulullah Saw bersabda bahwa dia dan 'Ali berasal dari Nur yang sama.
Pengganti dan Khalifah
Menurut al-Qur'an, Nabi dan para Imam dipilih oleh
Allah dan tidak dipilih, diseleksi dan dinominasikan atau ditunjuk oleh
manusia.
1. Pada waktu –atas petunjuk Ilahi– Nabi Saw
mengundang empat puluh kepala suku Arab dan menyampaikan pesan Islam, ia
memproklamirkan 'Ali sebagai pengganti dan Khalifahnya.
2. Ketika Rasulullah Saw kembali ke Madinah selepas
menunaikan ibadah haji yang terakhir (Hajjatul Wida') di Makkah pada
tahun 11 H., ia –di bawah bimbingan wahyu– berhenti di Ghadir Khum dan
di tengah kurang-lebih 124.000, kaum Muslimin, secara resmi
memproklamasikan 'Ali sebagai Pengganti dan Khalifahnya. (Di samping dua
kejadian ini, Rasulullah Saw pada banyak kesempatan, baik secara
langsung atau tidak langsung, menunjuk 'Ali sebagai Pengganti dan
Khalifahnya).
Hari Bahagia
Si kecil 'Ali melalui hari-hari bahagia di dalam
pangkuan ibundanya Fatimah binti Asad, ayahandanya Abu Thalib dan
saudara sepupunya Muhammad Saw.
Di bawah cinta, kasih dan kebahagiaan, 'Ali tumbuh menjadi seorang pemuda yang rupawan, fasih, perkasa dan prawira.
Pada usia tiga belas tahun ini, Muhammad Saw
memulai mendakwahkan Islam. Tentu saja, secara tabiat, 'Ali adalah orang
yang pertama yang mengumumkan keyakinanannya kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Siksaan
Hari-hari damai dan tenang berlalu. Kaum musyrikin
mulai meneror Nabi dengan berbagai cara demi mencegah Nabi untuk
menyampaikan kepada mereka pesan-pesan Tuhan. 'Ali membantu dan
mendukung Nabi Saw bilamana diperlukan.
Kaum musyrikin menjadikan anak-anak dan orang-orang
jembel Mekkah untuk mengolok-olok Nabi Saw dan melemparkan batu-batuan
kepadanya. 'Ali yang prawira dan setia senantiasa hadir untuk membela
Nabi Saw. Dengan kepalannya yang kuat, ia menghajar orang-orang itu
dengan pukulan keras, setelah itu tidak ada yang berani mengganggu Nabi
lagi.
Hijrah
Beban hidup di kota Mekkah bagi kaum Mukmin dan
Rasulullah Saw tidak dapat dipikul lagi karena kekejaman dan gangguan
kaum Musyrik. Oleh karena itu, Nabi memutuskan untuk hijrah ke kota
Madinah.
Pada malam hijrah dari Mekkah, Nabi Saw meminta
'Ali untuk tidur di pembaringannya, sehingga ia dapat meninggalkan kota
Mekkah tanpa diketahui oleh kaum Musyrikin. Meskipun 'Ali tahu bahwa
rumah dikepung oleh empat puluh orang bersenjata lengkap, dia tanpa
gentar tidur pada malam itu dan berkata bahwa dia tidak pernah tidur
senyenyak malam itu. Nabi Saw tiba di Madinah dengan selamat dan tidak
lama setelah itu 'Ali datang menyusul bergabung dengan Nabi Saw.
Ksatria
'Ali melaksanakan setiap perintah, aba-aba dan dustur al-Qur'an dan Nabi Saw. Dalam hal ini 'Ali tidak ada duanya.
Badar
Para penyembah berhala Mekkah tidak rela membiarkan Islam berkembang dan tersiar dengan damai.
Abu Sufyan, kepala suku Bani Umayyah, yang
merupakan seorang musuh bebuyutan Nabi Saw dan Islam, bergerak menuju
Madinah dengan seribu lasykar bersenjata lengkap dan terlatih dengan
maksud untuk membunuh Rasulullah Saw dan orang-orang beriman.
Rasulullah Saw mengumpulkan pengikutnya sebanyak
tiga ratus tiga belas orang. Pertahanan telah disiapkan dengan peralatan
tempur yang sederhana, termasuk anak-anak muda dan orang tua.
Alih-alih menantikan kedatangan penyerang, Nabi Saw
justru memutuskan untuk menyambut mereka di luar kota Madinah di sebuah
tempat yang dikenal sebagai Badar (150 Km dari kota Madinah).
Pertempuran berlangsung sengit, tajam dan membawa
kemenangan atas orang-orang beriman. 'Ali dalam pertempuran ini berjuang
dengan prawira dan gagah-perkasa. 'Ali dengan pedangnya yang membuat
musuh kocar-kacir.
Uhud
Setahun berselang, Abu Sufyan datang lagi dengan
lasykar sebanyak 10.000 orang. Nabi Saw datang menyambut mereka di Uhud
dengan 1.000 lasykar orang beriman yang ditempatkan pada pos-pos
strategis pertahanan.
Beberapa orang kaum muslimin diperintahkan untuk tidak meninggalkan posisi mereka apapun yang terjadi.
Pertempuran meletus dan dengan bantuan Allah,
orang-orang beriman berhasil mengalahkan musuh yang mencoba untuk kabur
menyelamatkan diri. Meskipun dengan perintah tegas dari Nabi Saw untuk
tidak meninggalkan tempat mereka, beberapa orang kaum Muslimin
meninggalkan tempat mereka dan bersegera untuk mengambil harta pampasan
perang musuh.
Khalid bin Walid, salah seorang lasykar Abu Sufyan,
melihat tempat yang diduduki kaum Muslimin kosong, dari balik bukit
menyerang orang-orang beriman. Banyak kaum Mukminin yang syahid termasuk
Hamzah, paman Nabi yang pemberani dan memenangkan pertempuran yang
tadinya sudah kalah. 'Ali datang menyelamatkan Nabi dan mematahkan
serangan yang dilancarkan terhadap Nabi Saw.
Setelah Hamzah dan Ja'far, 'Ali adalah pembawa
panji Islam. 'Ali adalah satu-satunya komandan Nabi Saw selama masa
hidup Nabi Saw dan tidak ada seorang pun yang memegang komando lasykar
Rasulullah Saw dalam setiap peperangan yang di dalamnya Nabi juga turut
serta.
Istri Abu Sufyan, mengoyak jasad suci dan memakan
hati serta meminum darah Hamzah. Lalu, wanita bengis ini menjadikan
telinga dan hidung Hamzah sebagai kalung.
Ketika kaum Muslimin kembali ke Madinah untuk
menangisi dan berduka atas kematian orang-orang yang gugur, Nabi Saw
memerintahkan untuk menyelenggarakan acara duka Hamzah sebelum mereka
menyelenggarakan acara duka bagi kerabat dan keluarga mereka.
Khandaq
Peperangan Khandaq meletus karena Abu Sufyan
menghimpun banyak suku-suku kaum Kuffar untuk memerangi Nabi dan
menyerang ia di Madinah. Untuk membuat Madinah aman, Nabi Saw
memerintahkan untuk menggali parit di sekeliling kota, dan oleh karena
itu, peperangan ini disebut sebagai Perang Khandaq (parit). Dalam
peperangan ini jawara pihak musuh 'Amr bin Abduwud maju ke medan laga
menantang kaum Muslimin untuk berduel. Seluruh sahabat Nabi Saw yang
hadir pada saat itu, tidak bergeming untuk menjawab tantangan ini,
kecuali 'Ali. Tantangan tersebut diulang untuk yang kedua kalinya, namun
tetap tidak ada yang menjawab tantangan ini kecuali 'Ali. Kembali Nabi
Saw mencegahnya. Ketika 'Amr bin Abduwud mengulangi tantangannya untuk
yang ketiga kalinya dan juga tetap tidak ada yang meladeni tantangan
tersebut, akhirnya Nabi Saw memberikan izin kepada 'Ali untuk maju
berlaga melawan musuh. Singa Allah melompat ke medan laga dan menyambut
tantangan tersebut.
Nabi Saw bersabda:
Seluruh iman kini akan bertarung dengan seluruh
kufr dan satu sabetan dari pedang 'Ali adalah lebih baik dari seluruh
ibadah dan shalatnya mereka yang berada di langit dan di bumi.
'Ali dengan satu sabetan pedangnya, Dzul Fiqar,
menghabisi si jawara. Secara keseluruhan, perang ini membuahkan
kemenangan bagi pihak Islam dan kekalahan bagi pihak Kafir.
Khaibar
Orang-orang Yahudi Khaibar melanggar perjanjian mereka dengan Nabi Saw dan memulai melecehkan dan membunuh kaum Muslimin.
Pasukan yang dipimpin oleh Nabi Saw mengepung benteng Khaibar. 'Ali pada saat itu berada di Madinah karena matanya sakit.
Untuk beberapa hari, kaum Muslimin menyerang benteng tersebut namun tidak berhasil. Setelah beberapa hari Nabi Saw mengumumkan:
Besok, aku akan serahkan panji kepada orang yang
tidak akan kabur, dia akan menyerang berulang-ulang hingga Allah
memberikan kemenangan kepadanya. Allah dan Rasul-Nya adalah sahabatnya
dan dia adalah sahabat Allah dan Rasul-Nya.
Pagi berikutnya segera setelah shalat, seorang
penunggang kuda datang terbang menerjang, gugusan awan terbang di
belakangnya. Penunggang kuda ini adalah 'Ali dan ketika ia turun dari
kuda, Rasulullah menanyakan keadaan matanya. Ketika 'Ali berkata bahwa
matanya masih sakit, Nabi kemudian menggunakan air liurnya untuk
mengobatinya. Sakit tersebut hilang dan 'Ali berkata bahwa pandangannya
tidak pernah sebaik ini.
Muhammad menyerahkan panji kepada 'Ali dan mendoakan kemenangan baginya. 'Ali tanpa rasa gentar bergerak menuju benteng Khaibar.
Marhab, seorang jawara musuh yang pemberani, datang
menyambut 'Ali untuk berduel dengannya. Sesuai dengan tradisi Arab,
Marhab menceritakan keberaniannya dan berkata bahwa ibunya memanggilnya
Marhab (menakutkan). 'Ali menukas bahwa ibunya memanggilnya Haidar
(Singa Garang)
'Ali memotong Marhab menjadi dua bagian dan benteng Khaibar ditaklukkan oleh Yadullah 'Ali.
Negarawan
Pada perjanjian Hudaibiyyah, 'Ali diminta oleh Nabi Saw untuk mengkonsep dan menulis perjanjian damai.
Pada peristiwa mubahala dengan para Nasrani Najran, Nabi Saw meminta 'Ali untuk memberitahukan kepada mereka syarat-syaratnya.
'Ali adalah pendiri sistem penghasilan tanah yang
memberikan perlindungan hak-hak para pendulang tanah. Ia memberikan
sistem ini kepada dunia, karena sistem ini tidak dikenal sebelumnya.
Ketika Surat at-Taubah harus dibacakan di hadapan
penduduk Mekkah, Abu Bakar ditawarkan untuk menunaikan tugas tersebut
dan ketika ia hendak bertolak menuju ke Mekkah, Malaikat Jibril turun
dengan sebuah pesan dari Tuhan, meminta Rasulullah Saw untuk memanggil
kembali Abu Bakar dan pergi sendiri atau mengutus seseorang yang mirip
dengan dirinya. Karena Rasulullah Saw tidak dapat pergi, ia memutuskan
untuk mengutus 'Ali dan 'Ali mewakili Nabi Saw untuk membawa surah ini
dan membacakannya di hadapan suku Quraisy.
Pernikahan
Di bawah petunjuk Ilahi, Rasulullah Saw menikahkan putri kinasihnya Fatimah dengan 'Ali.
Anak-anak yang lahir dari buah penikahan kudus ini
adalah Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum yang telah
menorehkan sejarah emas pada pelataran sejarah kehidupan manusia.
Dengan istri yang lain, Ummul Banin, Allah Swt
memberkati 'Ali dengan putra yang bernama Abbas, yang karena rupawannya
sehingga ia kerap dipanggil sebagai Qamar Bani Hasyim dan mempertontokan
kesetiaan dan keprawiraannya di medan tempur Karbala.
Hadis
Tatkala Nabi Saw memimpin pasukan ke Tabuk, ia
meninggalkan Imam 'Ali untuk mengemban tugas sebagai Wakil, Khalifah,
Wasi ia selama kepergiaannya. Pada peristiwa ini Rasulullah Saw
bersabda:
"Kedudukan 'Ali bagiku adalah ibarat kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."
Nabi Saw bersabda:
Aku tinggalkan dua pusaka berharga; Kitabullah dan
Itrahti. Kalian tidak akan tersesat selamanya sepanjang kalian
berpegang-teguh kepadanya.
Dan Nabi Saw bersabda:
"Aku, 'Ali, Fatimah, Hasan dan Husain adalah berasal dari Nur yang satu.
Akan tetapi laksana butiran pasir yang berhamburan
ketika diterpa angin, masyarakat Arab tidak setuju dengan hadis-hadis
nabawi ini dan memperkenalkan bid'ah yang menyebabkan terpecah belahnya
persatuan kaum Muslimin.
Wafatnya Rasulullah Saw
Selama hari-hari terakhir pada bulan Safar,
Rasulullah Saw menderita sakit parah. Para sahabat Nabi Saw melihat
bahwa Rasulullah Saw segera akan wafat.
Abu Bakar
Bangsa Arab (beberapa orang Ansar dan pada akhir
pertemuan tiga orang Ansar) segera berkumpul di Saqifah untuk menunjuk
seorang khalifah (sementara jenazah suci Nabi Saw belum lagi
dikebumikan); dan akhirnya menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah pada
tahun 11 H.
Bani Hasyim dan para Mukmin yang setia tidak berada
dalam pertemuan itu karena mereka tidak dapat meninggalkan Nabi
sendiri, yang wafat pada tanggal 28 Safar 11 H. Pada saat pertemuan
berlangsung, Bani Hasyim dan orang-orang Mukmin yang setia harus
melaksanakan prosesi suci penguburan Rasulullah Saw (lagi pula, Nabi Saw
telah menunjuk 'Ali sebagai khalifahnya).
Alasan atas kejadian yang mengejutkan ini adalah
nafsu untuk berkuasa. Sepanjang kira-kira delapan puluh peperangan,
tidak ada sanak famili atau sanak suku mereka yang tidak dibunuh oleh
'Ali dalam jihad, meskipun Allah dan Rasul-Nya telah memilih 'Ali
sebagai pengganti dan khalifahnya.
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, ia
berkata bahwa kini ia ditugaskan menjabat sebagai khalifah dalam
pemerintahan yang peduli, meskipun ia bukan yang terbaik di antara
mereka. Pada waktu ajal datang menghampirinya, ia mencalonkan Umar
sebagai pengganti dan khalifahnya pada tahun 13 H.
Umar
Selama kurang-lebih sepuluh tahun Umar menjabat
kedudukan khalifah, dan sebelum matinya, ia menominasikan sebuah
kelompok yang terdiri dari enam orang (yang tidak sederajat dalam ilmu
dan kedudukan) untuk memilih di bawah paksaan salah seorang dari mereka
yang menjadi khalifah dan jika mereka gagal, mereka harus dibunuh. Imam
'Ali menjadi salah seorang di antara enam orang anggota kelompok yang
dibentuk oleh 'Umar, setelah menolak untuk mentaati syarat-syarat yang
ditentukan untuk mengikuti jejak dua khalifah sebelumnya, kelompok itu
akhirnya memilih Utsman sebagai khalifah yang berasal dari Bani Umayyah
sebagai khalifah ketiga pada tahun 23 H.
'Utsman
Ketika 'Utsman menjabat sebagai khalifah, para
kerabat dan sanak-familinya, Umayyah, menjadi penguasa secara de-facto
wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Islam. Khalifah 'Utsman dengan
gubernur-gubernurnya seperti Mu'awiyyah bin Abu Sufyan (musuh utama dan
pertama Islam), pertama dilantik oleh khalifah kedua sebagai gubernur di
Syiria, dan bertanggung jawab atas pembunuhan Imam 'Ali dan Imam Hasan.
Putra Mu'awiyah, Yazid membantai Imam Husain (cucu Rasulullah Saw) di
Karbala. Dan orang seperti Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ayt diangkat
sebagai gubernur Kufah oleh 'Utsman, juga Abdullah bin Abi Sarh menjabat
sebagai gubernur Mesir, dan di atas semua itu, penasihat terdekat dan
perdana menterinya adalah Marwan bin Hakam. Urusan pemerintahan
nepotistis yang dijalankan oleh 'Utsman seperti ini telah membuat umat
Islam mengadakan pemberontakan terhadap 'Utsman dan membunuhnya pada
tahun 35 H.
'Ali
Upaya 'Ali untuk mendirikan kerajaan Allah di muka bumi dipotong oleh pedang pembunuh.
Ibnu Mulljam, suruhan Mua'wiyah, membunuh 'Ali pada
waktu ia melaksanakan shalat Subuh dan dianugerahkan dengan syahadah
pada tanggal 21 Ramadan 40 H, kemudian dikebumikan di Najaf al-Asraf
(Irak).
Lahir di Ka'bah Rumah Allah, dan dibunuh di Rumah
Allah, singa Allah, orang yang paling berani dan gentle yang pernah
hidup, memulai hidupnya yang agung dengan ketakwaan kepada Allah dan
Rasul-Nya serta mengakhiri hidupnya dengan khidmat kepada Islam. Dalam
kitab-Nya, Allah swt berfirman yang artinya bahwa,"Janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa
mereka itu) mati bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak
menyadarinya."
(Qs.al-Baqarah:154).
Penghulu Awliya' Allah
Setiap orang bertakwa dan beriman mengenal Ali
sebagai waliyullah. Di setiap tempat 'Ali dikenal sebagai Penghulu
Waliyullah. Kekuasaan 'Ali yang pengasih dikenal dan dialami hingga hari
ini oleh mereka yang mencintainya dan akan tetap berlanjut dirasakan
hingga akhir zaman.
'Ali, waliyullah, melakukan segala sesuatu yang membuat Allah Ridha dan Allah Swt menganugerahkan apa yang membuat 'Ali Ridha.
'Ali, jawara sengit dan tajam perang Khandaq,
pemberani dan tak kenal rasa takut, penakluk Khaibar, adalah orang yang
memiliki hati yang lembut terhadap orang-orang sakit dan pembela para
janda dan anak yatim.
'Ali, pangeran sedekah, bekerja keras untuk
mendapatkan penghasilan, melebihi Hatim at-Ta'im, dengan memberikan
sebuah karavan bermuatan kepada fakir-miskin ketika ia dimintai sepotong
roti.
'Ali, yang memakan roti kering dan garam, akan menggelar perjamuan untuk para fakir-miskin dan para pengemis.
'Ali, samudra ilmu, tidak akan berbicara kecuali diminta.
Dalam upaya untuk menganugerahkan kemulian kepada
pekerja yang jujur, 'Ali menggulung sendiri lengan bajunya dan bekerja
di ladang-ladang orang-orang Yahudi dan kaum Muslimin sebagai seorang
buruh.
Khalifah yang kuat Empire Islam dan penakluk delapan puluh tiga jihad ini memperbaiki sepatunya sendiri, sebagaimana Nabi Saw.
Ada beberapa sabda-sabda 'Ali dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya dengan baik.
Nabi Saw bersabda:
Tidak ada yang mengenal Allah kecuali Aku dan 'Ali
Tidak ada yang mengenal Aku kecuali Allah dan 'Ali
Tidak ada yang mengenal 'Ali kecuali Aku dan Allah
Jika kalian ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan
Nabi Nuh, Kebaktian Nabi Ibrahim, keperkasaan Nabi Musa, khidmat dan
kewaraan Nabi Isa pandanglah wajah cerlang 'Ali.
Ali bersabda:
"Keturunan Nabi Saw adalah kepercayaannya,
pelindung perintahnya, amanah ilmunya, penjaga al-Qur'an dan
gunung-gunung keimanannya."
"Merekalah yang telah membuat tulang punggung Islam
tegak lurus. Kaum Muslimin takut kepada kaum Kuffar, akan tetapi mereka
membuatnya berani dan prawira."
"Tidak ada seorang pun dari pengikut Nabi Saw yang
dapat dibandingkan dengan Ahlulbait Nabi Saw. Penerima tidak dapat
disetarakan dengan pemberi rahmat."
"Ahlulbait merupakan fondasi Islam dan tiang keimanan."
"Setiap Muslim yang bergantung kepada pertolongan dan petunjuk mereka akan mendapatkan keselamatan."
"Mereka mendapatkan keistimewaan dan hak Imâmah dan
Khilâfah, yang mereka miliki. Dia yang berhak mendapatkan dan layak
mewarisi khilâfah kini telah mendapatkannya."
"Para abid dan pengikut kebatilan senantiasa berjumlah besar dan pengikut kebenaran senantiasa berjumlah kecil."
"Ketika Rasulullah Saw wafat, banyak orang yang
telah meninggalkan Ahlulbait Nabi Saw dan menolong yang lain. Mereka
meninggalkan orang-orang yang diperintahkan untuk mereka cintai."
"Khalifah telah diserahkan kepada orang-orang lain,
yang hanya berhasrat kepada dunia, yang sarat dengan salah dan alpa.
Mereka tidak memiliki dan juga tidak pernah mengklaim bahwa mereka
memiliki kekuatan ruhani juga kemaksuman."
"Ayyuhannas! Ketahuilah bahwa kami adalah Ahlulbait
Nabi Saw. Para malaikat telah datang kepada kami. Kami adalah telaga
ilmu. Kami adalah mata-air hikmah dan ilmu Allah Swt."
"Dia yang menjadikan kami sebagai temannya dan
penolong layak mendapatkan ampunan Ilahi, dan dia yang menjadi musuh
bagi kami, menantikan hukuman dan siksa dari-Nya. Mereka berbicara dusta
terhadap kami dan berlaku zalim kepada kami."
"Allah Swt meninggikan derajat kami dan telah
membuat mereka lebih rendah derajatnya dari kami. Dia telah membuka mata
orang-orang melalui perantara kami."
"Sesungguhnya, para Imam berasal dari bangsa
Quraisy, yang merupakan keturunan Bani Hasyim. Tidak ada seorang pun
dari Bani Hasyim kecuali layak mendapatkan Imâmah."
"Aku nasihatkan kepada kalian untuk tidak
menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apa pun dan tidak merusak Sunnah
Nabi Saw. Jagalah dua pilar ini dan kalian akan terselamatkan dari
kesalahan dan dosa-dosa."
"Agama kalian adalah agama yang lurus dan Imam
kalian adalah seorang yang arif. Aku adalah sahabatmu semasa hidup
Rasulullah Saw. Ketahuliah dengan baik bahwa Imam adalah khalifah yang
ditunjuk oleh Allah Swt. Mereka mengatur umat semata-mata untuk Allah
Swt. Ketahuilah dengan baik bahwa kami adalah sahabat sejati Rasulullah
Saw. Kami adalah gerbang ajaran-ajarannya. Tidak sah bagi seseorang
untuk memasuki rumah tanpa melalui pintunya.
Bagi siapa yang tidak mengindahkan aturan ini adalah seorang pencuri."
"Hanya mereka yang mentaati Allah dan Rasul-Nya
yang akan masuk ke dalam firdaus dan mereka yang melakukan sebaliknya
akan masuk Neraka. Sesungguhnya, Allah Swt telah membuatmu sebagai
seorang Muslim dan Dia menghendaki kalian sebagai Muslim yang tulus.
Barang siapa yang mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Ahlulbait Rasulullah
dan bahkan ketika ia meninggal di atas kasur dan tidak berangkat jihad
akan termasuk dalam golongan para syahid."
"Ayyuhannas! Bertanyalah kepadaku sebelum kalian
kehilanganku, karena sesungguhnya aku lebih mengenal lorong-lorong
langit melebihi lorong-lorong bumi, dan sebelum pembuat onar tumbuh
bersemi yang akan menyebabkan kalian menginjak-injak kehormatan dan
meruyak tatanan berpikir umat.
"Kini, Aku ucapkan selamat tinggal kepada kalian;
kalian akan kehilanganku dan menyadari keutamaanku. Kalian akan
mengingatku ketika khalifah yang lain datang menggantikanku." (Nahjul
Balâghah)
Ketika Imam 'Ali luka secara serius akibat tikaman
pedang beracun Abdurrahman bin Muljam, 'Ali membuat wasiat kepada Imam
Hasan dan Imam Husain sebagai berikut:
"Aku nasihatkan kepada kalian agar bertakwa kepada
Allah Swt dan tidak mengejar kesenangan dunia ini walaupun dia datang
mengejarmu. Janganlah pernah menyesal atas apa saja yang kalian telah
korbankan. Berkatalah yang hak dan beramallah (dengan harapan)
mendapatkan ganjaran. Jadikanlah diri kalian sebagai musuh para penindas
dan penolong bagi orang-orang yang tertindas.
"Aku nasihatkan kepada kalian dan seluruh
anak-anakku dan anggota keluargaku dan setiap orang yang membaca wasiat
ini, untuk bertakwa kepada Allah Swt, jagalah urusan-urusanmu dengan
baik, dan menjalin silaturahmi sesama kalian karena aku mendengar datuk
kalian Rasulullah Saw bersabda: "Menyelesaikan ikhtilaf yang ada lebih
baik dari shalat dan puasa."
"Bertakwalah kepada Allah dan jagalah urusan
anak-anak yatim. Sehingga mereka tidak kelaparan dan tidak binasa
sementara kalian ada."
"Bertakwalah kepada Allah dan ingatlah Allah dalam
urusan-urusan tetanggamu, karena menjaga urusan tetangga adalah salah
satu pokok sabda Rasulullah Saw. Imam 'Ali melanjutkan nasihat tentang
keutamaan tetangga hingga kami berpikir bahwa ia membolehkan tetangga
mendapatkan warisan."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah
dalam urusan al-Qur'an. Tidak seorang pun yang akan mengungguli kalian
dalam urusan ini."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam urusan shalat, karena shalat merupakan tiang agama."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah
karena Dia adalah Rabb al-Bait (Ka'bah). Jangan kalian tinggalkan selama
kalian hidup, karena jika ditinggalkan kalian tidak akan terpisah
darinya."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah
dalam jihad dengan menyumbangkan harta, jiwa dan lisan kalin di jalan
Allah Swt."
"Kalian harus menghormati kerabat dan meluangkan
waktu untuk orang lain. Hindarilah menjauh dari orang lain dan
memutuskan hubungan silaturahmi. Jangan menyerah untuk beramar ma'ruf
dan nahi mungkar meskipun keburukan menimpamu, dan sehingga apabila
kalian hendak shalat, shalat kalian tidak akan diterima."[]
Manusia Suci Keempat
Imam Kedua
Imam Hasan Mujtaba As
Manusia Suci Keempat
Imam Kedua
Imam Hasan Mujtaba As
Nama : al-Hasan
Gelar : al-Mujtaba
Panggilan : Abu Muhammad
Nama Ayah : 'Ali bin Abi Thalib
Nama Ibu : Fatimah binti Muhammad Saw
Wiladah : Madinah, Selasa, 15 Ramadan 3 H
Syahadah : Syahid pada usia 46 tahun, di Madinah, Kamis, 28 Safar 50 H.
Haram : Jannatul Baqi Madinah
Imam Hasan merupakan putra sulung dari Imam 'Ali
dan Hadrat Fatmiah. Ketika Nabi Saw menerima berita gembira kelahiran
cucunya, ia datang ke rumah putri kinasihnya, menggendongnya, membacakan
adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, dan sesuai
dengan perintah Allah Swt, Nabi Saw memberikan nama anak tersebut dengan
nama al-Hasan.
Masa Kanak-kanak
Masa tujuh tahun pertama dari masa kecilnya
diberkati dengan perlindungan Nabi Saw, yang menganugerahkan kepadanya
seluruh keutamaan dan menghiasinya dengan ilmu-ilmu Ilahi, toleransi,
intelegensi, sikap pemurah dan keberanian. Karena maksum sejak kecil dan
dihiasi dengan ilmu-ilmu Ilahiah oleh Allah Swt, cakrawala pemikirannya
menembus hingga al-Lawhul Mahfuz.
Imam yang suci ini segera menjadi akrab dengan
seluruh kandungan al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw menyingkapkan kandungan-kandungan ayat suci al-Qur'an
kepada kerabat dekatnya. Nabi Saw bahkan terkejut ketika Hadrat Fatimah
As membacakan ayat-ayat dengan tepat persis setelah baru saja diwahyukan
sebelum Nabi Saw menyingkapkannya kepadanya. Ketika Hadrat Zahra
ditanya, dia menjawab bahwa melalui al-Hasan dia belajar Wahyu.
Mengingat Allah (Dzikrullah)
Imam As banyak menyibukkan dirinya dengan ibadah
sedemikian banyaknya, sehingga seluruh anggota badannya disibukkan
dengan sujud sampai menyisakan goresan dan bekas-bekas sujudnya. Hampir
seluruh malam dihabiskan dalam doa dan munajat. Perasaan tawadu' dan
asyik dalam ibadah kepada Allah Swt membuat air matanya tumpah-ruah
karena takut kepada Allah Swt. Pada waktu mengerjakan wudu, ia bergetar
takut dan raut wajahnya menjadi pias tatkala waktu shalat tiba.
Kegemarannya dalam mengerjakan shalat dan keasyikannya yang luar biasa
dalam bercengkerama dengan Allah Swt membawanya tidak sadar terhadap
keadaan di sekelilingnya.
Ketakwaan dan Sifat Qana'ah
Imam Hasan memiliki harta dunia dan dapat menikmati
kehidupan yang mewah, akan tetapi seluruh harta dan kesempatan untuk
menikmati kehidupan mewah itu digunakan untuk membantu memperbaiki
keadaan orang-orang miskin disekitarnya.
Dia sangat pemurah dan rendah-hati sehingga tidak
pernah ragu untuk duduk bersama para pengemis di jalan-jalan kecil dan
dalam perjalanan safar menuju ke Madinah untuk memenuhi taklif mereka.
Karena sikapnya yang ramah dan hangat, dia tidak pernah membiarkan kaum
fakir dan orang-orang miskin merasa rendah di hadapannya ketika mereka
mengunjunginya.
Imâmah
Wafatnya Rasulullah Saw yang disusul oleh sebuah
peristiwa di mana dunia Islam (di bawah penguasa sumbang) masuk
mengambil alih kendali dengan semangat ekspansionisme dan penaklukan.
Namun bahkan di dalam tahap revolusioner seperti itu, Imam Hasan tetap
membaktikan dirinya dengan tugas-tugas suci perdamaian dalam
mendakwahkan Islam dan ajaran-ajaran kudus Nabi Saw bersama ayahnya Imam
'Ali As.
Syahadahnya Imam 'Ali As yang terjadi pada tanggal
21 Ramadan menandai naiknya Imam Hasan ke kursi Imâmah. Mayoritas kaum
Muslimin menyampaikan dukungan kepadanya dan mengakhirinya dengan
formalitas bai'at. Tidak lama setelah mengambil alih kendali
kepemimpinan, Imam Hasan As harus berhadapan dengan tantangan Mua'wiyah
Gubernur Syiri'a, yang menyatakan perang terhadapnya. Sesuai dengan
kehendak Allah Swt dan dengan perhitungan yang matang untuk mencegah
jatuhnya korban dari pihak kaum Muslimin, Imam Hasan As menyetujui
sebuah perjanjian gencatan senjata (damai) dengan Mu'awiyah dengan
syarat-syarat (yang tidak diakuri dan dijalankan oleh Mu'awiyah), namun
demi menyelamatkan Islam dan menghentikan perang saudara. Akan tetapi,
gencatan senjata ini tidak berarti diserahkannya tampuk Imâmah kepada
Mua'wiyah. Gencatan senjata hanya bersifat sementara, peralihan
administrasi pemerintahan kekuasaan Islam, dengan syarat bahwa
administrasi pemerintahan diserahkan kembali kepada Imam Hasan As
setelah Mu'wiyah meninggal lalu diserahkan dan diwariskan kepada Imam
Husain As. Setelah melepaskan dirinya dari kesemrawutan tanggung jawab
administrasi, Imam Hasan menjaga kepemimpinan agama dan membaktikan
dirinya untuk penyebaran Islam dan ajaran-ajaran kudus Rasulullah Saw di
Madinah.
Syahadah Imam Hasan As
Kejahatan Mu'awiyah terhadap Imam Hasan As makin
tak terkendali dan pada akhirnya Mu'awiyah mengadakan persekongkolan
dengan istri Imam Hasan, Jadah binti Ash'ath. Dia diperalat oleh
Mu'awiyah untuk memberikan racun terhadap makanan Imam Hasan yang
mengoyak jantungnya. Imam Hasan jatuh kepada rencana keji Mu'awiyah dan
meraih syahadah pada tanggal 28 Safar 50 H. Prosesi penguburan Imam
Hasan dihadiri oleh Imam Husain dan anggota keluarga Bani Hasyim. Jasad
suci Imam Hasan ketika diusung ke pemakaman dekat haram Rasulullah Saw,
panah-panah dilancarkan oleh musuh-musuhnya (di bawah pengawasan dan
persetujuan Aisyah), dan jasad Imam Hasan itu harus dialihkan ke
pemakaman umum Jannatul Baqi di Madinah. Haram-nya dirubuhkan bersama
marqad-marqad (kuburan) lainnya pada tanggal 8 Syawal 1344 H (21 April
1926) oleh penguasa Saudi yang naik ke tampuk kekuasaan di Hijaz.
Syarat-syarat perjanjian segera dilanggar, akan
tetapi hanya menyisakan kemenangan yang sekejap bagi Mu'awiyah.
Konsekuensinya membawa neraka dan malapetaka bagi nasib anaknya Yazid
dan bencana bagi seluruh Bani Umayyah. Setelah kematian Mu'awiyah, Imam
Husain muncul sebagai gunung kebenaran yang tak terdaki. Dalam tragedi
Karbala, dengan kekuatan pasukan besar, dan dengan mengisolir ke-tujuh
puluh dua sahabat Imam Husain dan mencegah mereka untuk mendapatkan air
selama tiga hari, Yazid berhasil membunuh ke-tujuh puluh dua sahabat
Imam Husain termasuk anggota keluarga Imam Husain yang ikut serta dalam
kafilah tersebut.
Kesuksesan pengecut Yazid ini, bagaimanapun,
berusia pendek. Kaum Muslimin beralih menentangnya setelah mengetahui
perbuatan keji dan kepengecutan yang dia lakukan dan akibatnya Yazid
diturunkan dari kekuasaan dan Bani Umayyah punah dari muka bumi.
Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Hasan Mujtaba As, adalah Imam Kedua. Dia dan
saudaranya Imam Husain merupakan putra Imam 'Ali As dan Hadrat Fatimah
As, putri Rasulullah Saw. Berulang kali Nabi Saw bersabda bahwa: "Hasan
dan Husain adalah putraku." Karena sabda Rasulullah Saw ini sehingga
Imam 'Ali berkata kepada anak-anaknya yang lain, "Kalian adalah anakku
dan Hasan dan Husain adalah putra Rasulullah Saw."
Imam Hasan As lahir pada tahun ke-3 Hijriah di
Madinah, dan menghabiskan usianya selama tujuh tahun bersama datuknya
Rasulullah Saw, tumbuh dewasa pada usia seperti itu di bawah bimbingan
kasih Nabi Saw. Setelah wafatnya Nabi Saw yang berlangsung tidak lebih
dari tiga –atau beberapa sesuai dengan riwayat yang lain– enam bulan
lebih awal dari kematian Rasulullah Saw, Hasan ditempatkan secara
langsung di bawah pengawasan ayahnya. Setelah ayahnya wafat, melalui
instruksi Ilahi dan sesuai dengan wasiat ayahnya, Imam Hasan menjadi
Imam; dia juga menduduki fungsi sebagai khalifah selama enam bulan, dia
melaksanakan administrasi urusan-urusan kaum Muslimin. Selama masa itu,
Mua'wiyah, yang merupakan musuh bebuyutan Imam 'Ali dan keluarganya dan
telah berjuang dengan gigih untuk menduduki kursi khalifah, menggiring
pasukannya dari Irak, untuk menjatuhkan Imam Hasan dari khilâfah.
Peperangan terjadi selama masa Mu'awiyah secara perlahan menyuap jendral
dan pimpinan pasukan Imam Hasan dengan uang banyak dan iming-iming
hingga pasukan memberontak terhadap Imam Hasan. Akhirnya, Imam Hasan
terpaksa untuk menyetujui gencatan senjata dan menyerahkan khilâfah
kepada Mu'awiyah, dengan syarat bahwa khilâfah harus diserahkan kepada
Imam Hasan jika Mu'awiyah wafat dan keluarga Imam dan pengikutnya
dilindungi dalam setiap keadaan.
Dengan cara seperti ini, Mu'awiyah menduduki
khalifah dan memasuki Irak. Dalam sebuah pidato resminya, ia
menginjak-injak isi perjanjian itu dan dalam segala kemungkinan menekan
keluarga Imam (Ahlulbait Nabi Saw) dan pengikutnya. Selama sepuluh tahun
masa Imâmah Imam Hasan As, Imam Hasan menjalani hidup dengan payah dan
di bawah tekanan, tanpa rasa aman termasuk di rumahnya sendiri. Pada
tahun 50 H, dia diracun dan disyahidkan oleh keluarganya sendiri,
seperti yang dicatat sejarah, yang mendapat mandat dari Mu'awiyah.
Dalam hal kesempurnaannya, Imam Hasan merupakan
cerminan kesempurnaan ayahnya dan teladan sempurna datuknya.
Kenyataannya, selama Rasulullah Saw hidup, dia dan saudaranya senantiasa
bersama Rasulullah Saw, terkadang Rasulullah Saw memanggul mereka
berdua di pundaknya. Sumber-sumber maktab Sunni dan Syiah meriwayatkan
sabda Nabi Saw ini berkenaan dengan Imam Hasan dan Husain:
"Kedua anakku ini adalah Imam, dalam keadaan
berdiri atau duduk, (isyarat apakah mereka menjabat khalifah atau
tidak)". Juga, terdapat dalam banyak hadis-hadis Nabi dan Imam 'Ali
bertalian dengan kenyataan bahwa Imam Hasan akan mendapatkan Imâmah
selepas ayahnya. (Shiite Islam).
Mutiara Hadis Imam Hasan
Jika engkau gagal untuk mendapatkan keuntungan dunia, anggaplah seakan-akan pikiran ini tidak pernah terlintas sama sekali.
Tidak bermusyawarah suatu bangsa kecuali mereka dibimbing kepada kedewasaan.
Cintalah yang membawa orang-orang jauh akan mendekat, dan tanpanya akan membawa jauh orang-orang yang dekat.
Kesempatan adalah sesuatu yang cepat perginya dan terlambat kembalinya.[]
Manusia Suci Kelima
Imam Ketiga
Imam Husain as-Syahid As
Manusia Suci Kelima
Imam Ketiga
Imam Husain as-Syahid As
Nama : Al-Husain
Gelar : Sayyidusy Syuhada
Panggilan : Abu Abdillah
Nama Ayah : 'Ali bin Abi Thalib
Nama Ibu : Fatimah binti Muhammad
Wiladah : Madinah, Kamis 3 Sya'ban 4 H.
Syahadah : Syahid di Karbala (Irak) pada usia 57 tahun, Jum'at, 10 Muharram 61 H
Haram : Karbala, Irak.
Di kediaman Nabi Saw, yang merupakan perwakilan
citra kedua dunia -langit dan bumi– seorang anak yang dianugerahi
kemanusiaan laksana seseorang yang memiliki citra Ilahi memancar di
penjuru persada, lahir pada salah satu malam dari bulan Sya'ban. Ayahnya
adalah Imam 'Ali, seorang manusia teladan terhadap kawan dan prawira
terhadap lawan-lawan Islam, dan bundanya adalah Hadrat Fatimah, putri
satu-satunya baginda Rasulullah Saw, yang diakui oleh semesta, mewarisi
sifat-sifat mulia ayahnya.
Imam Husain adalah Imam Ketiga dalam hierarki
Imâmah. Ketika berita kelahirannya sampai kepada Rasulullah Saw, Nabi
Saw segera bertolak menuju ke kediaman putrinya, mengambil bayi merah
tersebut ke tangan ia, membacakan adzan dan iqamah masing-masing pada
kedua telinganya, dan pada hari ketujuh kelahirannya, setelah
melaksanakan ritual aqiqah, ia memberi nama kepada bayi mungil tersebut
dengan nama Husain, sesuai dengan perintah Allah Swt.
'Abdullah bin 'Abbas meriwayatkan: "Pada hari Imam
Husain lahir, Allah Swt memerintahkan Malaikat Jibril untuk menyampaikan
selamat kepada Nabi Saw. Ketika melaksanakan tugas tersebut, Malaikat
Jibril melintasi sebuah daerah, tempat Malaikat Futrus dibuang karena
kelambatannya menunaikan tugas yang diemban. Sayap Malaikat Futrus
dihilangkan dan dibuang di sebuah tempat yang dia huni selama tujuh
tahun ibadah dan menyembah Allah Swt dan meminta ampunan-Nya."
"Ketika Malaikat Futrus melihat Malaikat Jibril,
"Kemana engkau akan pergi wahai Jibril? Katanya. Malaikat Jibril
menjawab "Husain putra Rasulullah Saw telah lahir, dan atas alasan ini
Allah telah memerintahkan aku untuk menyampaikan ucapan selamat kepada
Rasul-Nya. Lalu, Malaikat Futrus berkata, "Dapatkah engkau membawaku
besertamu?"Semoga Muhammad menjadi wasilah atas masalahku ini. Malaikat
Jibril membawa Malaikat Futrus bersamanya untuk menyampaikan ucapan
selamat kepada Rasulullah dan mengajukan masalah yang dihadapi oleh
Malaikat Futrus kepada ia. Nabi Saw berkata kepada Jibril, "Katakan
kepada Malaikat Futrus untuk menyentuh badan bayi ini dan kembali ke
tempatnya di Surga. Dengan melakukan ini, Malaikat Futrus segera
mendapatkan kembali kedua sayapnya dan berterima kasih kepada Nabi Saw
dan kepada cucunya yang baru, dan terbang ke langit."
Hasan dan Husain, kedua putra Imam 'Ali As dan
Hadrat Fatimah As, dihormati dan dipuja-puja sebagai "Pengulu pemuda di
surga" sebagaimana disebutkan oleh Nabi Saw.
Nabi Muhammad Saw secara terbuka menubuwatkan bahwa
Islam akan diselamatkan oleh cucunya Husain, ketika Yazid putra
Mu'awiyah berupaya untuk menghancurkannya.
Yazid dikenal karena sifatnya yang bejat dan kejam.
Dia dikenal sebagai orang paling bejat. Orang-orang yang telah
mengetahui dan mengerti sifat keji Yazid ini, membentuk sebuah
perjanjian sehingga Muawiyyah tidak akan memilih Yazid sebagai
penggantinya. Pelaksanaan pemindahan kekuasaan ini kepada Imam Hasan
yang darinya Mua'wiyah merebut kekuasaan. Mu'awiyah melanggar perjanjian
ini dan mencalonkan Yazid sebagai penggantinya.
Segera setelah ia naik kursi kekuasaan, Yazid mulai
menunjukkan karakter bejatnya ini. Ia mulai campur tangan dalam
masalah-masalah fundamental Islam dan berbuat segala kejahatan dan
kebejatan secara bebas dan tetap berkeyakinan bahwa ia adalah khalifah
Rasulullah Saw, menuntut bai'at dari masyarakat untuk mengakuinya
sebagai Amirul Mukminin. Memberikan bai'at kepada Yazid tidak lain
mengakui kejahatan sebagai Tuhan. Jika seorang yang memiliki kepribadian
takwa seperti Imam Husain menerima Yazid, sejatinya menganjurkan
kebejatan kepada manusia sebagai ganti Tuhan. Yazid menuntut bai'at dari
Imam Husain, yang tentu saja tidak akan pernah melakukan perbuatan
tersebut apapun resikonya. Orang-orang takut celaka dan binasa di tangan
seorang tiran seperti Yazid. Imam Husain berkata bahwa apa pun yang
terjadi, dia tidak akan menempatkan kejahatan sebagai ganti Tuhan, dan
melakukan kembali apa yang telah dibina oleh datuknya, Rasulullah Saw.
Penolakan Imam Husain untum memberikan bai'at
kepada Yazid telah menandai bermulanya penindasan kepada Imam As.
Sebagai hasilnya, Imam Husain mengungsi ke Madinah di mana ia menjalani
uzlah. Bahkan di tempat ini, Imam Husain tidak diizinkan untuk hidup
secara damai, dan terpaksa untuk mencari perlindungan di Mekkah – di
sana juga ia mendapatkan perlakuan biadab, dan Yazid merencanakan untuk
membunuhnya di hadapan Ka'bah.
Dengan maksud untuk menjaga bangunan suci ini, Imam
Husain memutuskan untuk meninggalkan Makkah menuju Kufah sehari setelah
menunaikan ibadah Haji. Ketika ditanya alasan kepergiannya dari Mekkah
padahal hari haji tiba sehari lagi, Imam Husain berkata bahwa ia akan
menunaikan ibadah haji tahun ini di Karbala, tidak mengorbankan
domba-domba, akan tetapi mengorbankan kerabatnya, keluarganya,
sahabatnya. Imam Husain menyebutkan nama-nama para kerabatnya yang
mengorbankan hidupnya beserta Imam Husain di Karbala.
Orang-orang Kufah yang telah lelah dan muak dengan
kekuasaan tiranik dan setanik Yazid, telah menulis surat-surat yang
tak-terbilang banyaknya dan mengutus duta kepada Imam Husain untuk
datang ke Kufah dan membimbing mereka jalan Islam. Meskipun Imam Husain
tahu kesudahan dari undangan-undangan ini, karena ia adalah Imam yang
terpilih, tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang meminta
petunjuk dan bimbingan darinya. Ketika Imam Husain beserta kafilahnya
tiba di bumi Karbala, kudanya secara mengejutkan berhenti dan enggan
untuk melangkah lagi. Atas keengganan kuda ini untuk melangkah, Imam
Husain mengumumkan "Di sinilah tempatnya, bumi duka dan bala." Ia turun
dari kudanya, dan memerintahkan kepada para pengikutnya untuk mendirikan
tenda. Imam Husain berkata: "Di sini kita akan disyahidkan dan
anak-anak kita akan dibantai. Di sini tenda-tenda kita akan dibakar dan
keluarga kita akan ditangkap. Di sini adalah tempat yang telah
dinubuwatkan oleh datukku Rasulullah Saw, dan ramalan ia akan
terpenuhi."
Pada hari ke-7 Muharram persediaan air ke kemah
Imam Husain dipotong dan mulailah derita lapar dan dahaga. Kemah Imam
Husain yang didiami oleh wanita-wanita, anak-anak tak-berdosa termasuk
bayi-bayi dan beberapa pria dari Ahlulbait Nabi Saw; bersama dengan
sahabat-sahabat setia Imam Husain yang telah memilih syahid bersama
Imam, berperang melawan kejahatan demi mencari keRidhaan Allah Swt.
'Âsyurâ (Hari kesepuluh Muharam)
Tatkala fajar menyingsing, Imam Husain menengok ke
arah lasykar Yazid dan menyaksikan 'Umar bin Sa'ad yang memerintahkan
pasukannya untuk bergerak menuju ke arah Imam Husain. Imam Husain
mengumpulkan para pasukannya dan menyampaikan kepada mereka: "Hari ini
Allah telah mengizinkan kita untuk terjun ke dalam sebuah Perang Suci
dan Dia akan memberikan ganjaran yang tinggi atas kesyahidan kita. Oleh
karena itu, persiapkan diri kalian untuk bertempur melawan musuh-musuh
Islam dengan kesabaran dan perlawanan. Wahai putra-putra kemuliaan dan
bermartabat, bersabarlah! Kematian bukanlah sesuatu melainkan sebuah
jembatan yang harus kalian seberangi setelah menjalani ujian-ujian dan
cobaan-cobaan untuk mencapai Firdaus dan kesenangan di dalamnya.
Siapakah di antara kalian yang tidak ingin beranjak dari penjara dunia
ini menuju istana-istana yang tinggi Firdaus?.
Setelah mendengar khutbah Imam Husain As, seluruh
sahabat-sahabatnya berseru: "Wahai Maulana (Tuan kami)! Kami bersedia
membelamu dan Ahlulbaitmu, dan siap mengorbankan jiwa dan raga kami demi
membela Islam."
Imam Husain mengutus seorang demi seorang dari
tenda sahabat-sahabatnya untuk bertempur dan mengorbankan jiwa mereka di
jalan Allah. Akhirnya, ketika seluruh para pengikutnya dan para
anak-anak mempersembahkan hidupnya, Imam Husain menggendong 'Ali Asghar,
bayi ia yang berusia enam bulan dan meminta air untuk sang bayi, yang
telah sekarat karena dahaga. Dahaga sang bayi tertebus dengan sebuah
anak panah beracun yang dilancarkan oleh lasykar biadab yang mengoyak
pipi si bayi malang hingga ke tangan ayahnya. Akhirnya, ketika jiwa sang
bayi melayang, Imam Hasan berseru kepada Allah Swt: "Wahai Tuhan!
HusainMu telah mempersembahkan di jalan-Mu apa saja yang Engkau berikan
kepadanya. Berkati Husain-Mu Ya Allah! Dengan penerimaan atas
pengorbanan ini. Segala yang dapat dilakukan oleh Husain hingga kini
melalui pertolongan-Mu dan atas rahmat-Mu." Akhirnya Imam Husain maju ke
medan laga dan gugur, musuh-musuh yang tak mengenal belas-kasih.
Lasykar Yazid setelah membunuh Imam Husain, memenggal kepala Imam Husain
dari raganya dan mengangkatnya di atas tombak. Kepala Imam Husain mulai
memuji Allah Swt dari atas tombak, Allahu Akbar. Segala kekuasan di
tangan Allah."
Setelah dengan susah-payah, tanpa belas-kasih dan
dengan kebrutalan membantai Imam Husain beserta sahabat-sahabatnya,
wanita-wanita dan anak-anak malang dengan putra Imam Husain As, Imam
'Ali Zainal Abidin digiring sebagai tawanan.
Beberapa Hadis Nabi Saw ihwal Imam Husain As
1. Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di Surga
2. Husain dariku dan Aku dari Husain, Allah
menjadikan teman orang yang menjadikan Husain sebagai temannya dan
memusuhi orang yang menjadikan Husain sebagai musuhnya.
3. Barang siapa yang ingin melihat orang yang hidup
di dunia namun kemuliaannya dihormati oleh para penghuni langit,
lihatlah putraku Husain.
4. Wahai putraku! Dagingmu adalah dagingku dan
darahmu adalah darahku; Engkau adalah seorang pemimpin, putra seorang
pemimpin dan saudara seorang pemimpin; engkau adalah seorang penuntun
ruhani; engkau adalah seorang Imam, putra seorang Imam, dan saudara
seorang Imam; Engkau adalah bapak bagi sembilan Imam, dan yang
kesembilan adalah Qaim.
5. Hukuman yang dikenakan kepada pembunuh Imam
Husain di Jahannam kelak setimpal dengan setengah dari seluruh hukuman
yang dikenakan kepada seluruh pendosa yang hidup di dunia.
6. Ketika Nabi Saw mengabarkan Hadrat Fatimah ihwal
syahidnya putranya, Hadrat Fatimah As mengucurkan air mata dan
bertanya: "Duhai Ayah! Bilamanakah putraku akan disyahidkan? "Dalam
keadaan susah-payah, Jawab Nabi Saw, "Ketika Aku, engkau dan 'Ali sudah
tidak ada lagi." Jawaban Nabi ini membuat kesedihan Hadrat Fatimah
semakin tumpah dan bertanya lagi, "Duhai Ayahku! Lalu, siapakah yang
akan memperingati syahdah Husainku? Nabi Saw berkata: "Pria dan wanita
dari pengikutku, yang menjadi sahabat Ahlulbaitku, akan menangisi Husain
dan memperingati syahadahnya di setiap tahun pada setiap kurun waktu.
Ibn Sa'd meriwayatkan dari asy-Sya'bi:
Imam 'Ali, dalam perjalanannya menuju Siffin,
melalui sahara Karbala, di sana ia berhenti dan menangis dengan pilu.
Ketika ditanya mengapa dia menangis sedemikian pilu, ia bercerita bahwa
suatu hari ia mengunjungi Rasulullah Saw dan mendapatkan ia menangis.
Ketika ditanya mengapa ia menangis, ia menjawab: "Duhai 'Ali! Jibril
baru saja bersamaku dan mengabarkan bahwa putraku Husain akan
disyahidkan di Karbala, sebuah tempat di tepi sungai Eufrat. Cerita Nabi
ini yang membuatku menangis.
Anas bin Harits meriwayatkan:
Pada suatu hari Rasulullah Saw naik mimbar untuk
menyampapaikan khutbah kepada sahabat-sahabatnya sementara Imam Husain
dan Imam Hasan sedang duduk di hadapan mereka. ketika Nabi selesai
menyampaikan khutbahnya, ia menggendong Imam Husain dengan tangan kiri
ia dan mengangkat kepalanya ke arah langit sembari berkata: "Wahai
Tuhanku! Aku adalah Muhammad, hamba dan rasulMu, dan kedua anak ini
adalah anggota keluargaku yang akan membentengi urusanku setelahku.
Tuhanku! Jibril telah mengabarkan bahwa putraku Husain akan dibunuh.
Tuhanku! Berkati diriku agar dapat membalas syahidnya Husain, jadikanlah
dia sebagai pemimpin para syuhada, Engkau sebagai penolongnya dan
penjaganya dan jangan Engkau rahmati pembunuhnya."
Sir Muhammad Iqbal berkata:
Imam Husain mencabut akar-akar despotisme selamanya
hingga hari kiamat. Dia telah menyirami taman kebebasan yang kering
dengan darahnya, dan sesungguhnya dia telah membangunkan umat yang
sedang tidur.
Jika Imam Husain memiliki maksud untuk mendapatkan
kekuasaan dunia, dia tidak akan mengadakan perjalanan (dari Madinah ke
Karbala). Husain lebur dalam darah dan debu demi untuk menegakkan
kebenaran. Dengan demikian, sesungguhnya dia telah menjadi landasan
kokoh bagi keimanan kaum muslim; laa ilaha illa Allah (Tiada tuhan
selain Allah).
Khawaja Mu'inuddin Cyisti berkata:
Ia memberikan kepalanya, tapi tidak menyerahkan
tangannya kepada Yazid. Sesungguhnya, Imam Husain adalah landasan
kalimat tauhid, laa ilaha illa Allah. Husain adalah tuan dan tuan dari
para tuan-tuan.
Husain sendiri adalah Islam dan pelindung Islam.
Meskipun dia menyerahkan kepalanya (untuk Islam) namun dia tidak pernah
rela memberikan bai'at kepada Yazid. Sesungguhnya Imam Husain merupakan
penegak panji "Laa ilaha illa Allah".
Brown dalam A Literary History of Persia menulis:
Sebagai sebuah pengenang, darah-ternoda di padang
Karbala tempat cucu Rasulullah Saw jatuh tersungkur, didera oleh dahaga,
dan dikelilingi oleh jasad-jasad keluarganya yang terbunuh, senantiasa
memadai untuk dikenang kembali, bahkan yang paling hangat-suam dan
acuh-tak-acuh sekalipun, emosi yang terdalam, nestapa yang getir, dan
ruh yang terbang di hadapan luka, bahaya, dan kematian bersembunyi dari
hal-hal remeh. Setiap tahun, pada hari kesepuluh Muharram (Asyura),
tragedi getir ini diperagakan kembali di tanah Persia, India, Turki,
Mesir, di mana saja komunitas Syiah hidup;...ketika aku menulisnya
segalanya kembali; lagu sendu, sedu-sedan, pakaian putih bernoda darah
dari luka-luka yang dibuat sendiri, mabuk nestapa dan simpati.
Allamah Thabathaba'i menulis:
Imam Husain As (Sayyidus Syuhada)), putra kedua
'Ali dan Fatimah As lahir pada tahun ke-4 Hijriah, dan setelah syahadah
saudaranya Imam Hasan Mujtaba. Imam Hasan menjadi Imam sesuai dengan
perintah Allah Swt dan wasiat saudaranya. Imam Husain adalah Imam selama
sepuluh tahun, akan tetapi pada enam bulang terakhir bertepatan dengan
khalifah Mu'awiyah. Imam Husain hidup di bawah keadaan teror dan
tertindas. Keadaan ini terjadi karena, pertama, hukum syar'i dan dustur
agama telah kehilangan kredibilitas dan bobotnya, maklumat pemerintahan
Mu'awiyah telah meraih kekuasaan dan wewenang. Kedua, Mu'awiyah dan
antek-anteknya telah menggunakan berbagai macam cara untuk menyingkirkan
dan menjauhkan Ahlulbait Nabi As dan Syiah, dan menjelek-jelekkan nama
Imam 'Ali dan keluarganya. Dan di atas segalanya, Mu'awiyah menghendaki
semua ini untuk menguatkan landasan khilâfah putranya, Yazid, karena
kurangnya prinsip-prinsip dan ketelitian ditentang oleh sebagian besar
oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, untuk memadamkan api perlawanan,
Mu'awiyah telah mengambil langkah-langkah strategis dan licik. Dengan
kekuataan dan kepastian Imam Husain harus menerima dan menjalani
hari-harinya dengan agoni (luka) dan deraan mental-spritual dari
Mu'awiyah dan antek-anteknya – sampai pada pertengahan 60 H, Mu'awiyah
wafat dan putranya Yazid naik tahta menggantikannya.
Memberikan bai'at merupakan kebiasaan arab kuno
yang dilaksanakan dalam urusan-urusan penting seperti dalam urusan
kerajaan (kingship) dan pemerintahan (governorship). Mereka yang
berkuasa dan khususnya yang terkenal di kalangan mereka, akan memberikan
tangan mereka sebagai tanda bai'at, persetujuan dan ketaatan kepada
raja atau pangeran mereka dan cara seperti ini menunjukkan dukungan
mereka terhadap perbuatan orang yang dibai'at. Penolakan terhadap bai'at
ini dianggap menghina dan merendahkan masyarakat dan, ibarat melanggar
perjanjian setelah menandatanganinya secara resmi, dan hal ini dipandang
sebagai sebuah kejahatan.
Mengambil contoh dari Nabi Saw, masyarakat meyakini
bahwa bai'at, ketika diberikan dengan bebas dan tanpa melalui paksaan,
pertanda bai'at ini memiliki keabsahan dan bobot.
Mu'wiyah telah meminta para pembesar di kalangan
masyarakat untuk memberikan bai'atnya kepada Yazid, tapi tidak meminta
kepada Imam Husain. Dia secara khusus berkata kepada Yazid dalam wasiat
terakhirnya bahwa jika Husain menolak untuk memberikan bai'at maka ia
harus berdiam diri dan tidak mengindahkan masalah ini, karena dia sangat
mengerti akibat-akibat serius yang akan terjadi jika masalah ini
ditekan. Akan tetapi karena rasa egois dan keras-kepala, Yazid
mengabaikan nasihat ayahnya dan segera setelah kematian ayahnya
memerintahkan kepada gubernur Madinah mengambil bai'at dari Imam Husain
secara paksa atau mengirim kepalanya ke Damaskus.
Setelah gubernur Madinah memberikan kabar kepada
Imam Husain tentang tuntutan Yazid ini, Imam meminta waktu untuk
memikirkan masalah ini dan memulai perjalanan beserta keluarganya menuju
Makkah. Imam Husain mencari suaka di bawah lindungan Tuhan yang dalam
Islam merupakan perlindungan dan tempat aman yang resmi. Peristiwa ini
berlangsung pada akhir bulan Rajab dan permulaan Sya'ban tahun 60 H.
Selama hampir empat bulan Imam Husain bermukim di
Makkah sebagai orang yang mencari suaka. Kabar ini menyebar ke seluruh
penjuru dunia Islam. Di satu sisi, banyak orang-orang yang telah muak
dengan pemerintahan zalim Mu'awiyah dan semakin kecewa ketika Yazid
menjadi khalifah, berhubungan dengan Imam Husain dan menyampaikan rasa
simpati mereka kepada Imam Husain. Di sisi lain, banjir surat yang
berdatangan, khususnya dari Irak dan Kufah, mengundang Imam Husain untuk
datang ke Irak dan menerima kepemimpinan masyarakat di sana dengan
maksud untuk memulai pemberontakan melawan kezaliman dan ketidakadilan.
Secara tabiat, keadaan seperti ini sangat berbahaya bagi Yazid.
Imam Husain bermukim di Makkah hingga musim haji
ketika kaum Muslimin dari seantero dunia datang ke Makkah untuk
menunaikan ibadah haji. Imam mendapatkan beberapa antek-antek Yazid
memasuki Makkah menyamar sebagai penziarah (haji) dengan misi untuk
membunuh Imam selama ritual haji berlangsung dengan senjata yang mereka
bawah di balik pakaian ihram mereka.
Imam mempersingkat masa ritual hajinya dan
memutuskan untuk meninggalkan Mekkah. Di tengah lautan manusia yang
berziarah, Imam Husain berdiri menyampaikan pidato singkat yang
berisikan bahwa ia akan bertolak menuju Irak. Dalam pidato singkat ini,
ia juga menyatakan bahwa ia akan disyahidkan dan meminta kaum Muslimin
untuk menolong untuk mencapai tujuan yang telah ia canangkan dan
mempersembahkan hidup mereka di jalan Allah. Pada hari berikutnya Imam
Husain bertolak menuju Irak ditemani oleh keluarga dan para sahabatnya.
Tekad Imam Husain untuk tidak memberikan bai'at
kepada Yazid sudah bulat dan mengerti akibat dari penolakan ini. Ia
sadar bahwa kematian tidak dapat dihindari dalam berhadapan dengan
lasykar raksasa Mu'awiyah, dengan didukung oleh keadaan yang telah
rusak, kemerosotan ruhani dan kurangnya tekad dari orang-orang,
khususnya di Irak.
Beberapa orang-orang terkemuka di Makkah berdiri
menghadang jalan Imam Husain dan memperingatkan akan bahaya jalan yang
ia pilih. Namun Imam Husain menjawab bahwa ia menolak untuk memberikan
bai'at dan persetujuan kepada sebuah pemerintahan zalim dan tiranik.
Imam Husain menambahkan bahwa di mana pun dan ke manapun ia berada atau
pergi ia akan tetap dibunuh. Ia meninggalkan Mekkah demi menjaga
kehormatan Ka'bah dan tidak rela bangunan kudus ini dihancurkan dengan
menumpahkan darahnya di sekitar Ka'bah.
Dalam perjalanannya menuju Kufah dan beberapa hari
perjalanannya menjauh dari kota Makkah, ia menerima kabar bahwa
antek-antek Yazid telah membunuh duta Imam Husain di kota itu dan juga
salah seorang pendukung setia Imam di Kufah. Kaki-kaki mereka dibelenggu
dan mereka diseret di jalan-jalan kota. Kota dan daerah-daerah
sekelilingnya berada di bawah pengawasan ekstra-ketat dan lasykar musuh
yang tak-berbilang jumlahnya sedang menantikannya. Tidak ada jalan
terbuka baginya untuk melangkah ke depan dan menghadapi sang maut. Di
sini Imam menyampaikan tekadnya yang bulat untuk tetap maju ke depan dan
siap menerima syahid; sehingga Imam Husain melanjutkan perjalanannya.
Kurang-lebih tujuh puluh kilometer dari Kufah di
sebuah padang bernama Karbala, Imam dan kafilahnya dikepung oleh pasukan
tempur Yazid. Selama delapan hari mereka mendirikan tenda di tempat ini
sementara jumlah pasukan musuh semakin bertambah. Akhirnya, Imam
bersama Ahlulbaitnya dan beberapa orang sahabat dikelilingi oleh tiga
puluh ribu pasukan bersenjata lengkap. Selama masa-masa itu, Imam
membentengi posisinya dan membuat sebuah pilihan terakhir kepada para
sahabatnya. Pada malam harinya, Imam memanggil para sahabatnya dan
memberikan sebuah pidato singkat yang berisikan peringatan bahwa tiada
jalan lain di hadapan kita selain mati dan syahadah. Imam menambahkan
bahwa karena musuh hanya menghendaki dirinya saja, Imam memberikan
kebebasan kepada mereka untuk pergi dan kabur di tengah kegelapan malam
dan menyelamatkan jiwa mereka. Lalu ia memerintahkan lentera-lentara
untuk dinyalakan dan hampir seluruh sahabatnya, yang bergabung bersama
Imam demi kepentingan mereka sendiri, kabur. Hanya beberapa orang yang
mencintai kebenaran sekitar empat puluh pengikut setia Imam dan beberapa
orang Bani Hasyim bertahan bersama Imam.
Sekali lagi Imam mengumpulkan mereka yang bertahan
dan menguji mereka. Ia menyampaikan kepada para sahabatnya dan
kerabatnya, bahwa musuh hanya menghendaki dirinya saja. Mereka masih
punya kesempatan dengan memanfaatkan kegelapan malam untuk kabur
menyelematkan diri mereka dari bahaya yang siap menerjang. Tapi kali
ini, sahabat-sahabat setia Imam menjawab bahwa mereka tidak akan
menyimpangkan jalan sedetik pun dari jalan kebenaran yang telah
ditunjukkan oleh Imam mereka dan tidak akan membiarkan Imam tinggal
sendiri. Mereka berkata akan membela Ahlulbait Imam hingga tetes darah
penghabisan dan sepanjang mereka mampu mengayunkan pedang mereka.
Pada hari kesembilan Muharram tantangan terakhir
untuk memilih antara "bai'at atau perang" yang dibuat oleh musuh kepada
Imam. Imam meminta jeda untuk melakukan shalat pada malam itu dan supaya
lebih tegar dan segar untuk memasuki medan tempur pada hari berikutnya.
Pada hari kesepuluh Muharram tahun 61 H (680) Imam
berbaris di hadapan musuh dengan pengikutnya yang berjumlah kecil,
kurang lebih sembilan puluh orang yang berisikan empat puluh sahabatnya,
tiga puluh lasykar musuh yang bergabung dengannya siang dan malam
peperangan, dan kerabatnya dari Bani Hasyim, anak-anak,
saudara-saudaranya, kemenakannya dan saudara sepupunya. Hari itu mereka
bertempur dengan gagah berani sejak pagi hingga nafas terakhir, Imam dan
pemuda Bani Hasyim, serta para sahabat-sahabatnya telah melewati titian
syahadah. Di antara yang terbunuh adalah dua putra Imam Hasan, yang
berusia tiga belas dan sebelas tahun; seorang bocah berusia lima tahun
dan bayi Imam Husain yang masih dalam susuan ibunya.
Lasykar tempur musuh, setelah mengakhiri perang,
merampas kehormatan Imam dan membakar tenda-tenda. Mereka memenggal
kepala jasad-jasad para syuhada, menelanjangi mereka dan melemparnya ke
tanah tanpa dikubur. Lalu mereka menggiring Ahlulbait Imam Husain, yang
terdiri dari wanita-wanita dan gadis-gadis, bersama dengan kepala para
syuhada ke Kufah. Di antara para tawanan terdiri dari tiga pria
Ahlulbait Imam; putra Imam yang berusia dua puluh dua tahun yang sakit
dan tidak dapat bergerak, namanya, 'Ali bin Husain, Imam Keempat; putra
'Ali bin Husain, Imam kelima, Muhamamad bin 'Ali dan akhirnya Hasan
al-Mutsanna, putra Imam Hasan Mujtaba yang juga merupakan anak-mantu
Imam Husain yang karena terluka, terbaring di antara jasad orang-orang
yang gugur. Mereka menemukannya dalam keadaan sekarat dan melalui
belas-kasih jendral perang lasykar kepalanya tidak dipenggal.
Sebaliknya, mereka membawanya bersama dengan para tawanan ke Kufah dan
dari Kufah menuju Damaskus untuk dihadapkan kepada Yazid.
Tragedi Karbala, wanita-wanita dan anak-anak
Ahlulbait Nabi Saw menjadi tawanan perang, mereka diseret sebagai
tawanan perang dari kota ke kota dan pidato yang disampaikan oleh Zainab
binti 'Ali, dan Imam 'Ali Zainal Abidin yang telah membuat citra Bani
Umayyah menjadi ambruk. Fitnah yang dipropagandakan oleh Mu'awiyyah yang
menghantam Ahlulbait Nabi Saw terbongkar. Keadaan ini mencapai
puncaknya Yazid dicela dan dicaci oleh massa akibat perbuatan biadab dan
keji antek-anteknya. Tragedi Karbala merupakan faktor utama kejatuhan
kekuasaan Bani Umayyah walaupun beberapa lama setelah tragedi ini.
Tragedi ini juga yang telah memperkuat posisi Syiah. Di antara buah
tragedi ini adalah pemberontakan dan pembangkangan berupa pertempuran
berdarah yang berlanjut hingga dua belas tahun. Mereka yang menjadi alat
untuk membunuh Imam Husain tidak satu pun yang selamat dari
balas-dendam dan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Setiap orang yang mengkaji sejarah hidup Imam
Husain dan Yazid serta keadaan ketika itu, kemudian menganalisa bagian
ini dalam sejarah Islam, tidak akan ragu bahwa dalam keadaan-keadaan
seperti itu tidak memberikan pilihan lain kepada Imam Husain melainkan
harus dibunuh. Menyampaikan bai'at kepada Yazid berarti penghinaan
terang-terangan terhadap Islam, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh
Imam. Yazid tidak hanya tidak menaruh hormat terhadap Islam tetapi juga
membuat demonstrasi yang menginjak-injak hukum-hukum dan fondasi Islam.
Orang-orang di depannya, bahkan jika mereka
menentang ajaran-ajaran agama, selalu melakukannya dengan
sembunyi-sembunyi, dan sekurang-kurangya menaruh hormat terhadap Islam
secara resmi.
Mereka menaruh rasa bangga sebagai sahabat-sahabat
Nabi Saw dan agamawan yang diyakini oleh umat. Dari sini, dapat
disimpulkan bahwa klaim beberapa mufassir tentang peristiwa ini yang
menyoroti tentang dua saudara, Hasan dan Husain, memiliki dua selera
yang berbeda. Yang pertama cinta damai dan yang lainnya cinta jalan
perang. Sehingga saudara yang pertama membuat perdamaian dengan
Mu'awiyah meskipun dia memiliki lasykar yang berkekuatan empat puluh
ribu anggota pasukan dan saudara yang kedua mengangkat senjata melawan
Yazid dengan lasykar berjumlah empat puluh orang. Karena kita melihat
bahwa Imam Husain ini, yang menolak untuk memberikan bai'at kepada Yazid
selama sehari, hidup selama sepuluh tahun di bawah kekuasaan Mu'awiyah,
adalah sama dengan saudaranya yang juga menjalani masa sepuluh tahun di
bawah kekuasaan Mu'awiyah tanpa melakukan perlawanan.
Harus dikatakan dengan benar bahwa jika Imam Hasan
atau Imam Husain harus bertempur melawan Mu'awiyah mereka akan dibunuh
tanpa sedikitpun manfaat bagi Islam. Kematian mereka tidak akan memiliki
pengaruh di hadapan kebijakan saleh lahiriyah Mu'awiyah, seorang
politisi yang berkompeten yang menekankan persahabatannya dengan Nabi
Saw, "kâtibul wahy" (penulis wahyu) dan "khali al-Mu'minin" (paman
orang-orang beriman) dan menggunakan setiap strategi yang mungkin
seperti penyamaran religious untuk mejaga kekuasaannya. Terlebih, dengan
kemampuannya menata skenario untuk mencapai kehendaknya mereka dapat
membunuh keduanya melalui orang-orang suruhannya dan kemudian
mengumumkan duka nasional pada pagi harinya dan menuntut balas atas
darah mereka, persis sebagaimana ia kesankan menuntut balas atas darah
khalifah ketiga. (Shi'te Islam).
Mutiara Hadis Imam Husain As
Berhati-hatilah atas permintaan maaf kalian; karena
seorang mukmin sejati tidak melakukan perbuatan dosa dan tidak perlu
untuk meminta maaf, sementara kaum munafik melakukan dosa setiap hari
dan meminta maaf setiap hari.
Ketika orang lain datang kepadamu menyatakan
memiliki hajat, anggaplah hal ini adalah anugerah dari Allah. Jangan
engkau ragu atas anugerah ini, atau dia akan beranjak kepada orang lain.
Pengalaman memperkaya akal.[]
Manusia Suci Keenam
Imam Keempat
Imam 'Ali Zainal Abidin As
Manusia Suci Keenam
Imam Keempat
Imam 'Ali Zainal Abidin As
Nama : 'Ali
Gelar : Zainal Abidin
Panggilan : Abu Muhammad
Nama Ayah : Husain bin 'Ali
Nama Ibu : Syarh Banu, putri Yazdeger III, Raja Persia
Wiladah : Sabtu, 15 Jumadil 'Ula 36 H.
Syahadah : Pada usia 58 tahun, di Madinah; diracun oleh al-Walid bin 'Abdil Malik bin Marwan pada tanggal 25 Muharram 95 H
Haram : Jannatul Baqi, Madinah
Imam 'Ali Zainal 'Abidin merupakan Imam Keempat.
Panggilan Imam 'Ali Zainal Abidin adalah Abu Muhammad dan masyhurnya
dikenal sebagai "Zainal 'Abidin". Ibu Imam Keempat ini adalah seorang
putri bangsawan, Syarh Banu, putri Raja Persia, Penguasa terakhir Bangsa
Persia pra-Islam.
Imam Zainal 'Abidin meluangkan dua tahun pertama
masa kecilnya di pangkuan datuknya 'Ali bin Abi Thalib dan kemudian
selama dua belas tahun di bawah perlindungan pamandanya, Imam Kedua,
Imam Hasan bin 'Ali. Pada tahun 61 H, dia turut hadir di Karbala, pada
saat tragedi memilukan yang menimpa ayahandanya, pamannya, saudaranya,
saudara sepupunya, dan komrad setia ayahnya; dan menderita penawanan dan
penahanan tanpa belas-kasih di tangan kekuatan setan lasykar Yazid.
Ketika Imam Husain datang untuk terakhir kalinya ke
tendanya untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal kepada keluarganya,
'Ali Zainal 'Abidin sedang berbaring setengah-sadar di dalam selimutnya
dan karena sakit ini, ia selamat dari tragedi nestapa Karbala. Imam
Husain hanya dapat berbicara singkat dengan kerabatnya di dalam tenda
Imam 'Ali Zainal Abidin dan menunjuk putranya yang sakit itu sebagai
Imam setelahnya.
Pengetahuan dan ketakwaan Imam Suci ini tidak ada
bandingannya. Az-Zuhri, al-Waqidi dan Ibn 'Uyainah berkata bahwa mereka
tidak dapat menemukan seorang pun yang serupa dengan Imam dalam
ketakwaan dan ibadah. Dia sangat sibuk dengan Allah sehingga bilamana ia
duduk untuk mengambil air wudu', raut wajahnya menjadi pias dan ketika
berdiri untuk menegakkan shalat, badannya bergetar. Ketika ditanya
mengapa, dia menjawab "Belumkah engkau ketahui di hadapan siapa aku
berdiri shalat dan dengan siapa aku bercengkerama?"
Bahkan pada hari duka "Asyura", ketika lasykar
Yazid membunuh ayahnya, kerabatnya dan komradnya dan membakar
tenda-tenda, Imam Suci ini sedang tenggelam dalam munajat kepada Allah
Swt.
Tatkala kekuatan brutal lasykar Yazid mengambil
wanita-wanita dan anak-anak sebagai tawanan, mengikatnya dengan rantai,
mendudukkan mereka di atas pundak unta-unta tanpa pelana, terikat dengan
rantai; Imam Suci ini, meskipun sakit, dibelenggu dengan rantai berat
dengan kalung besi di lehernya dan kakinya, dan dipaksa untuk berjalan
telanjang kaki di atas duri sahara dari Karbala hingga Kufah dan lanjut
ke Damaskus; dan dalam keadaan seperti ini, jiwa Ilahi ini tidak pernah
sedetik pun alpa dari beribadah kepada Allah Swt dan senantiasa
bersyukur dan bermunajat kepada-Nya.
Amal-salehnya tidak pernah terduga dan
sembunyi-sembunyi. Setelah syahidnya, orang-orang berkata bahwa
sedekah-jariah yang sembunyi-sembunyi itu terhenti seiring dengan
perginya Imam. Laksana datuknya 'Ali bin Abi Thalib, 'Ali Zainal 'Abidin
senantiasa memikul sekantung gandum dan roti di pundaknya yang
diberikan kepada kaum miskin dan keluarga-keluarga yang membutuhkan di
Madinah dan dia memelihara ratusan keluarga miskin di kota tersebut.
Imam Zainal 'Abidin bersama dengan Ahlulbait
melalui masa-masa kritis dan berbahaya, karena agresi dan kekejian
penguasa zalim telah mencapai klimaksnya. Perampasan, penjarahan,
perampokan dan pembunuhan sering terjadi di mana-mana. Ajaran-ajaran
suci Islam lebih diamalkan di dada-dada mereka. Seorang tiran bengis
Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi mengecam setiap orang yang menganjurkan dan
memberikan bai'at kepada Ahlulbait; dan mereka yang tertangkap, dibunuh
secara kejam. Gerakan Imam sangat dibatasi dan dilarang untuk berjumpa
dengan siapa saja. Mata-mata Hajjaj dipasang di berbagai penjuru kota
untuk melacak para pengikut Ahlulbait. Mereka menggeledah para pengikut
Ahlulbait di setiap rumah dan keluarga dengan sangat teliti.
Imam Zainal 'Abidin tidak diberikan waktu untuk
mengerjakan ibadah dengan tenang, juga tidak diberikan waktu untuk
menyampaikan khutbah. Oleh karena itu, Khalifah Tuhan ini menggunakan
jalan alternatif yang terbukti sangat bermanfaat bagi para pengikutnya.
Jalan alternatif ini berupa munajat dan doa sehari-hari dalam upaya dan
usaha untuk taqarrub kepada Allah Swt.
Kumpulan doa yang penuh nilai dari Imam Zainal
'Abidin dikenal sebagai as-Sahifah al-Kamilah atau as-Sahifah
as-Sajjadiyah; dikenal juga sebagai az-Zabur Muhammad. Kumpulan doa ini
merupakan khazanah tak-ternilai doa kepada Tuhan dalam bahasa yang indah
dan memukau. Hanya orang-orang yang pernah menjumpai doa-doa ini yang
tahu keunggulan dan pengaruh baik doa dari doa-doa dan munajat ini.
Melalui doa-doa ini, Imam memberikan tuntunan penting bagi orang-orang
Mukmin dalam masa pengasingannya.
Pada tanggal 25 Muharram 95 H ketika dia berada di
Madinah, al-Walid bin Abdil Malik bin Marwan, penguasa zalim ini melalui
orang suruhannya meracun Imam, sehingga Imam syahid akibat racun ini.
Ritus penguburan Imam Suci ini dilakukan oleh putranya yang merupakan
Imam Kelima, Muhammad al-Baqir dan jasadnya dikebumikan di pemakaman
Jannatul Baqi di Madinah.
Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Sajjad ('Ali bin Husain digelari dengan Zainal
Abidin dan Sajjad) merupakan putra dari Imam Ketiga dan istrinya,
adalah ratu di antara wanita-wanita, putri Yazdegerd Raja Iran. Imam
Sajjad merupakan satu-satunya putra Imam Husain yang selamat, karena
ketiga saudaranya 'Ali Akbar yang berusia dua puluh lima tahun, Ja'far
berusia lima tahun, 'Ali Asghar (atau 'Abdullah) yang masih menyusu
kepada ibunya mereka semua syahid pada tragedi Karbala. Imam juga
menemani ayahnya dalam perjalanan menuju Karbala hingga ayahandanya
syahid di tempat naas itu.
Namun lantaran menderita sakit dan tidak mampu
untuk mengangkat pedang atau turut serta dalam peperangan, ia tertahan
untuk terjun dalam perang suci sehingga mereguk cawan syahadah. Dia
dikirim dengan keluarganya ke Damaskus. Setelah menghabiskan waktu
sebagai tawanan perang dia dikirim dengan hormat ke Madinah karena Yazid
hendak menenangkan opini publik. Tapi untuk yang kedua kalinya, atas
perintah khalifah Bani Umayyah, 'Abdul Malik, dia ditangkap dan dikirim
dari Madinah ke Damaskus dan kembali lagi ke Madinah.
Imam Keempat, sekembalinya dari Madinah,
mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat sama sekali, menutup pintu
rumahnya dari orang-orang asing dan menghabiskan waktu untuk beribadah.
Dia hanya berhubungan dengan kaum elit Syiah seperti Abu Hamzah
ats-Tsumali, Abu Khalid Kabuli dan orang-orang besar lainnya. Dari
orang-orang elit Syiah ini menyebarkan ilmu-ilmu agama yang mereka
dapatkan dari Imam kepada Syiahnya. Dengan cara seperti ini, ajaran
Syiah menyebar dengan baik dan menunjukkan hasilnya pada masa Imam
Kelima. Di antara karya-karya Imam Keempat adalah sebuah buku yang
disebut sebagai Sahifah Sajjadiyah. Kitab doa ini terdiri dari lima
puluh tujuh doa ihwal ilmu Tauhid dan dikenal sebagai "Kitab Zabur
Ahlulbait Nabi Saw."
Imam Keempat syahid (menurut beberapa hadis-hadis
Syiah diracun oleh al-Walid bin Abdil Malik bin Marwan melalui anjuran
Khalifah Umayyah, Hisyam pada tahun 95 H/712 M setelah menjalani masa
Imâmah selama tiga puluh lima tahun.
Mutiara Hadis Imam Sajjad:
Cegahlah diri kalian dari berdusta dalam segala
hal, kecil atau besar, dalam keadaan serius atau bercanda. Karena ketika
seseorang berdusta dalam hal-hal sepele, segera dia akan berdusta dalam
hal-hal besar.
Seseorang tidak perlu takut kepada Allah kecuali
karena dosa-dosanya, dan seharusnya menempatkan harapannya hanya kepada
Tuhannya. Ketika tidak mengetahui, seseorang seharusnya tidak merasa
malu untuk belajar tentangnya. Dan sifat sabar adalah meyakini terhadap
apa yang utama bagi raga; seseorang yang tidak memiliki sifat sabar
pertanda lemahnya iman.[]
Manusia Suci Ketujuh
Imam Kelima
Imam Muhammad al-Baqir As
Manusia Suci Ketujuh
Imam Kelima
Imam Muhammad al-Baqir As
Nama : Muhammad
Gelar : al-Baqir
Panggilan : Abu Ja'far
Nama Ayah : 'Ali Zain al-'Abidin
Nama Ibu : Fatimah binti al-Hasan, dikenal sebagai Ummu 'Abdillah
Wiladah : Madinah, Selasa, 1 Rajab 57 H.
Syahadah : Syahid pada usia 57 tahun, di Madinah, Ahad, 7 Dzulhijjah 114 H; diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik
Haram : Jannatul Baqi, Madinah
Imam Muhammad al-Baqir adalah Imam Kelima.
Panggilannya adalah Abu Ja'far dan ia terkenal dengan gelar "al-Bâqir".
Ibunya adalah putri Imam Hasan. Oleh karena itu, ia merupakan
satu-satunya Imam yang berhubungan dengan Hadrat Fatimah az-Zahra dari
pihak ayah dan pihak ibu.
Imam Muhammad al-Baqir dibesarkan dalam pangkuan
datuknya Imam Husain, selama tiga tahun. Selama tiga puluh tiga tahun di
bawah pengawasan kasih ayahandanya Imam 'Ali Zainal 'Abidin.
Imam Suci ini turut serta dalam tragedi Karbala,
saat tragis pembunuhan berdarah datuknya Imam Husain dan para
sahabatnya. Dia juga menderita dengan ayahandanya dan wanita-wanita
Ahlulbait Nabi As yang mendapatkan perlakuan kejam dan penawanan di
tangan kekuatan lasykar setan di bawah komando Yazid bin Mu'awiyah.
Setelah tragedi Karbala, Imam melalui masa hidupnya dengan damai di
Madinah, beribadah kepada Allah dan menuntun orang-orang ke jalan yang
benar.
Kejatuhan Dinasti Bani Umayyah bermula sejak masa
pemerintahan Yazid bin Mu'awiyah, yang telah membantai Imam Husain.
Yazid sendiri telah sepenuhnya menyadari akibat-akibat buruk dari
perbuatannya bahkan sejak masa pemerintahannya yang singkat. Putranya
Mu'awiyah Kedua (dikenal sebagai Mu'awiyah ats-Tsani) menolak untuk
menerima khilâfah, dia berkata:
Aku tidak dapat menerima mahkota yang telah dibangun dengan dasar penindasan dan kezaliman.
Ibn Hajar al-Haitami, seorang ulama Sunni yang
terkenal berkata: "Imam Muhammad al-Baqir telah menyingkap
rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, hikmah dan menyibak prinsip-prinsip
spiritual dan bimbingan agama. Tidak ada yang dapat mengingkari
keunggulan pribadinya, ilmu yang diberikan Tuhan kepadanya, hikmah
Ilahiyahnya dan kewajiban serta baktinya dalam menyebarkan ilmu. Dia
merupakan seorang pemimpin spiritual yang agung dan suci dan atas
kemuliaan ini dia digelari dengan "al-Baqir" yang berarti "Penyingkap
Tirai Ilmu". Ia adalah seorang yang pemurah, pribadi tanpa-noda, berjiwa
kudus dan mulia, dia mencurahkan segala waktunya untuk tunduk kepada
Allah (dan dalam menyampaikan ajaran-ajaran suci Nabi Saw dan
Ahlulbaitnya As). Berada di luar kekuatan manusia untuk mengukur
kedalaman ilmu pengetahuan dan bimbingan yang ditinggalkan oleh Imam di
hati kaum Mukmin. Hadis-hadis tentang takwa, zuhud, ilmu, hikmah, dan
amal serta tunduk taslim kepada Allah Swt sedemikian banyaknya sehingga
buku ini tidak memadai untuk menceritakan keutamaannya." (as-Sawâiqul
Muhriqah, hal. 120).
Imam Baqir berupaya untuk mengumpulkan hadis-hadis
dan ajaran-ajaran Nabi Saw dan Ahlulbaitnya dalam bentuk buku-buku.
Murid-muridnya menkompilasi buku-buku tersebut dalam berbagai cabang
ilmu pengetahuan dan seni di bawah perintah dan bimbingannya.
Dalam kepribadian yang suci dan Ilahi, Imam
Muhammad Baqir As merupakan sebuah contoh dari Rasulullah Saw dan
datuknya, 'Ali bin Abi Thalib. Pelajaran-pelajarannya menciptakan
sensasi ruhani di antara kaum Muslimin. Dia tidak hanya ramah kepada
musuh-musuhnya tapi juga ia terkadang menasihatkan mereka ke jalan yang
benar. Dia mendesak kepada orang-orang untuk menjalani hidup mereka
dengan hasil keringat sendiri dan kerja keras.
Imam Baqir As sangat menaruh perhatian terhadap
majelis yang memperingati syahadah Imam Husain As. Kumait bin Zaid
al-Asadi, salah seorang pujangga masyhur dan tersohor kala itu, biasa
membacakan elegi (kidung sedih) untuk Imam Husain pada majlis-majlis
duka. Majlis-majlis seperti ini juga sangat dianjurkan oleh Imam Ja'far
Shadiq dan Imam 'Ali Ridha', Imam Keenam dan Kedelapan.
Imam Muhammad Baqir melanjutkan ajaran-ajarannya
dengan damai hingga tahun 114 H. Pada tanggal 7 Dzulhijjah ketika ia
berusia lima puluh tujuh tahun, Hisyam bin 'Abdul Malik bin Marwan,
penguasa selanjutnya, mensyahidkannya dengan meracuninya. Upacara shalat
jenazah Imam Baqir dilaksanakan oleh putranya Imam Shadiq, Imam Keenam,
dan jasadnya dikebumikan di Jannatul Baqi Madinah.
Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Muhammad Baqir (kata baqir bermakna orang yang
memotong dan menyingkap, gelar yang diberikan oleh Nabi Saw kepadanya)
merupakan putra Imam Keempat dan lahir pada tahun 65 H/ 675 M. Ia hadir
pada masa Tragedi Karbala terjadi. Kala itu, Imam Baqir berusia empat
tahun.
Setelah ayahnya, melalui perintah Ilahi dan
keputusan para Imam yang pergi sebelumnya, ia menjadi Imam. Pada tahun
114 H/732 M ia syahid, menurut sumber-sumber Syiah, ia diracun oleh
Ibrahim bin Walid bin Abdillah, kemenakan Hisyam, Khalifah Bani Umayyah.
Selama masa Imâmah Imam Kelima, setiap hari
pemberontakan dan peperangan di berbagai penjuru dunia Islam terjadi,
sebagai hasil dari kezaliman Bani Umayyah. Terlebih, pertikaian yang
terjadi di kalangan keluarga Bani Umayyah sendiri menyebabkan Khalifah
sibuk dan pada tingkatan tertentu meninggalkan Ahlulbait Nabi As sendiri
tanpa kontrol, di mana Imam Keempat merupakan perwujudan dari kesibukan
ini yang telah menarik perhatian banyak kaum Muslimin terhadap Imam.
Faktor-faktor ini memungkinkan orang-orang dan khususnya Syiah bertambah
banyak jumlahnya di Madinah dan mereka hadir dalam pelajaran-pelajaran
yang disampaikan oleh Imam Kelima. Kesempatan untuk menyebarkan ajaran
Hak tentang Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi Saw, yang tidak pernah hadir
sebelumnya bagi para Imam sebelumnya, kini hadir di hadapan Imam Kelima.
Bukti dari kenyataan ini terhitung dari hadis dan riwayat yang tak
terbilang banyaknya dari Imam Kelima dan ulama-ulama cemerlang Syiah
yang terlatih di bawah bimbingan Imam Kelima dalam berbagai disiplin
ilmu. Nama-nama ulama ini terdapat dalam buku-buku biografi orang-orang
terkenal dalam Islam. (Shite Islam).
Mutiara Hadis Imam Baqir As:
Kesempurnaan adalah keunggulan dalam memahami
agama, ketabahan dalam kesusahan dan pengaturan dalam urusan-urusan
hidup dengan cara yang benar.
Seorang alim yang mengambil manfaat dari ilmunya adalah lebih baik dari tujuh puluh ahli ibadah (abid).
Tidak mengenal Allah orang yang bermaksiat kepada-Nya.
Manusia Suci Kedelapan
Imam Keenam
Imam Ja'far as-Shadiq As
Manusia Suci Kedelapan
Imam Keenam
Imam Ja'far as-Shadiq As
Nama : Ja'far
Gelar : as-Shadiq
Panggilan : Abu 'Abdillah
Nama Ayah : Muhammad Baqir
Nama Ibu : Ummu Farwah
Wiladah : Madinah, Senin, 17 Rabiul Awwal 83 H.
Syahadah : Syahid pada usia 65 tahun, di Madinah, Senin, 25 Syawal 148 H; diracun oleh Mansur Dawaniqi, Khalifah Abbasiyah.
Haram : Jannatul Baqi, Madinah
Imam Ja'far Shadiq adalah Imam Keenam dalam
hierarki dua belas Imam Maksum. Panggilannya adalah Abu Abdillah dan
gelarnya yang masyhur adalah as-Shadiq, al-Fadil dan at-Tahir. Imam
Shadiq adalah putra Imam Baqir, Imam Kelima, dan ibunya adalah putri
dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar.
Imam Ja'far Shadiq dibesarkan oleh datuknya, Imam
Zainal Abidin di Madinah selama dua belas tahun dan dilanjutkan oleh
lindungan kasih ayahandanya Imam Muhammad Baqir selama sembilan belas
tahun.
Imâmah:
Setelah syahadah ayahandanya pada tahun 114 H, Imam
Ja'far Shadiq menjadi Imam Keenam menggantikan ayahandanya, dan misi
suci Islam dan bimbingan ruhani dilimpahkan ke atas pundaknya dari
Rasulullah Saw melalui suksesi para Imam sebelumnya.
Keadaan Politik
Masa Imâmah Imam Shadiq bertepatan dengan masa-masa
revolusi dan bersejarah dalam sejarah Islam yang menyaksikan kejatuhan
Dinasti Bani Umayyah dan kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyah. Perang
saudara dan gejolak politik menyebabkan terjadinya perombakan secara
cepat dalam pemerintahan. Dengan demikian, Imam Shadiq menyaksikan
raja-raja rezim yang berkuasa mulai dari Abdul Malik hingga penguasa
Dinasti Bani Umayyah, Marwan al-Himar. Ia masih hidup hingga masa Abul
Abbas as-Saffah dan Mansur dari Dinasti Bani Abbasiyah. Karena perebutan
kekuasan politik antara dua kelompok, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah
maka gerakan Imam menjadi tidak terkontrol untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan misi-misinya dalam menyampaikan Islam dan
menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw.
Pada masa-masa terakhir kekuasan Bani Umayyah,
Dinasti mereka berada di ambang kejatuhan. Keadaan kacau-balau dan
pemerintahan yang tak-terurus terjadi di seluruh negara-negara Islam.
Bani Abbasiyah memanfaatkan kesempatan emas dari ketidakstabilan politik
ini. Mereka mengklaim diri mereka sebagai "Penuntut Balas Bani Hasyim".
Mereka berprentensi dengan dalih menuntut balas terhadap Bani Umayyah
karena telah menumpahkan darah Imam Husain As.
Orang-orang awam yang sudah muak dan kesal dengan
kekejaman Bani Umayyah dan secara diam-diam merindukan Ahlulbait Nabi
Saw untuk berkuasa. Mereka menyadari bahwa jika kepemimpinan dikuasai
oleh Ahlulbait, yang merupakan pewaris sah, wibawa Islam akan bertambah
dan misi Nabi Saw yang asli dapat disebarkan. Bagaimanapun, sekelompok
Bani Abbasiyah dengan diam-diam mengadakan kampanye untuk merebut
kekuasaan dari tangan Bani Umayyah dengan dalih bahwa mereka merebutnya
untuk diserahkan kepada Bani Hasyim. Sebenarnya, mereka sedang
berkomplot untuk kepentingan mereka sendiri. Kemudian, orang-orang awam
ini terkecoh dengan membantu mereka dan ketika Bani Abbasiyah berhasil
merebut kekuasaan dari Bani Umayyah, mereka berbalik menentang
Ahlulbait.
Keadaan Agama
Kejatuhan Bani Umayyah dan kebangkitan Bani
Abbasiyah telah membentuk dua plot utama dalam drama sejarah Islam.
Masa-masa kacau dan revolusioner ini terjadi ketika ajaran-ajaran moral
Islam telah ditinggalkan dan ajaran-ajaran Nabi Saw dilupakan, sebuah
keadaan anarki yang merajalela. Di tengah-tengah keadaan kacau seperti
ini, Imam Ja'far Shadiq tampil ibarat mercusuar yang menyebarkan cahaya
untuk menerangi samudra kegelapan dan gelimang dosa di sekelilingnya.
Dunia cenderung terhadap pesona dan keutamaannya. Abu Salamah Khallal
juga menawarkan mahkota khalifah kepadanya.
Akan tetapi, Imam melanjutkan tradisi temurun dari
moyangnya menolak dengan tegas tawaran ini, dan lebih memilih untuk
menyibukkan dirinya dengan penyebaran ilmu dan khidmat terhadap Islam.
Ajaran-ajaran Imam Ja'far As
Kecakapan Imam Ja'far dalam seluruh cabang ilmu
pengetahuan diakui oleh seluruh dunia Islam, yang menarik
pelajar-pelajar dari berbagai penjuru, dekat dan jauh, datang kepadanya
sehingga murid-murid Imam Ja'far mencapai sekitar empat ribu. Para
'ulama dan fuqaha dalam bidang hukum banyak menukil hadis-hadis dari
Imam Ja'far Shadiq. Murid-muridnya mengadakan kompilasi ratusan kitab
dalam berbagai disiplin ilmu dan sastra. Selain ilmu fiqh, hadis,
tafsir, dan sebagainya, Imam juga mengajarkan matematika dan kimia
kepada beberapa orang muridnya. Jabir bin Hayyan Tusi, seorang ilmuwan
matematika ternama, merupakan salah seorang murid Imam yang dapat
mengambil manfaat dari ilmu dan bimbingan Imam dan mampu menulis empat
ratus kitab dalam subjek yang beragam.
Kenyataan ini adalah sebuah fakta sejarah yang
tidak dapat diingkari kebenarannya sehingga seluruh ulama-ulama besar
Islam berhutang budi atas kehadiran Ahlulbait yang merupakan mata-air
ilmu dan pelajaran.
Allamah Sibli menulis dalam kitabnya, Sirâtun
'Nu'man: "Abu Hanifah beberapa lama hadir (menuntut ilmu, penj.) di
hadapan Imam Ja'far Shadiq, mendapatkan penelitian berharga darinya
dalam bidang ilmu fiqh dan hadis. Kedua mazhab – Sunni dan Syiah –
meyakini bahwa sumber ilmu Abu Hanifah kebanyakan bersumber dari
pergaulannya bersama Imam Ja'far Shadiq."
Imam mempersembahkan seluruh hidupnya semata untuk
menyebarkan ajaran agama dan mendakwahkan ajaran-ajaran Nabi Saw dan
tidak pernah bermaksud untuk berkuasa. Karena keluasan ilmunya dan
kebaikan ajarannya, orang-orang berkumpul di sekelilingnya, memberikan
penghormatan dan perhatian kepadanya. Karena takut popularitas Imam
Ja'far semakin luas, hasud dan dengki menguasai diri penguasa Abbasiyah
Mansur Dawaniqi sehingga memutuskan untuk mengenyahkannya.
Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam Kelima, lahir
pada tahun 83 H/ 702 M. Ia syahid pada tahun 148 H/ 765 M. Menurut
sumber-sumber Syiah, diracun melalui intrik Khalifah Abbasiyah Mansur.
Setelah syahadah ayahnya, Imam Ja'far menjabat Imam melalui perintah
Allah Swt dan keputusan para Imam sebelumnya.
Selama masa Imâmah Imam Keenam, kesempatan dan
iklim yang lebih bersahabat datang kepadanya untuk lebih leluasa
menyebarkan ajaran-ajaran agama. Kesempatan ini muncul sebagai akibat
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Islam,
khususnya bangkitnya Muswaddah yang menggoyang khalifah Bani Umayyah,
perang berdarah terjadi yang akhirnya menuntun kepada kejatuhan dan
pengasingan Bani Umayyah. Kesempatan emas ini juga adalah hasil dari
pembukaan lahan yang dilakukan oleh Imam Kelima yang telah dipersiapkan
sebelumnya selama masa imâmahnya yang mencakup dua puluh tahun melalui
tabligh ajaran-ajaran asli Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi As.
Imam Shadiq mengambil kesempatan emas ini untuk
mendakwahkan ilmu agama hingga akhir masa Imâmahnya, seiring dengan
masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah dan awal kemunculan Bani
Abbasiyah. Imam mengajar banyak ulama dalam berbagai bidang disiplin
ilmu dan ilmu periwayatan, seperti Zurarah bin A'yan, Muhammad bin
Muslim, Mu'minut Taq, Hisyam bin Hakam, Aban bin Taghlib, Hisyam bin
Salim, Huraiz, Hisyam Kalbi an-Nassabah dan Jabir bin Hayyan (Ahli
Kimia). Bahkan beberapa ulama Sunni ternama seperti: Sufyan ats-Tsauri,
Abu Hanifah, pendiri Mazhab Fiqh Hanafi, al-Qadi as-Sukuni, al-Qadi Abul
Bakhtari, dan yang lainnya, mendapatkan kehormatan untuk menjadi
murid-murid Imam Ja'far. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan
tahapan-tahapan instruksinya menghasilkan ribuan ulama hadis dan
ilmu-ilmu lainnya. Jumlah hadis-hadis yang bersumber dari Imam Kelima
dan Keenam lebih banyak dibandingkan dengan hadis-hadis yang bersumber
dari Nabi Saw dan para Imam yang lain.
Akan tetapi, pada akhir hayatnya, Imam dikenai
pencekalan secara ketat oleh Khalifah Abbasiyah, Mansur, yang
memerintahkan seperti penyiksaan dan pembunuhan berdarah dingin terhadap
keturunan Nabi Saw yang merupakan penganut Syiah sehingga perbuatannya
melebihi kekejaman dan kebiadaban Bani Umayyah. Atas perintah Mansur,
mereka ditangkap secara berkelompok, beberapa dilemparkan ke penjara
gelap dan pengap kemudian disiksa hingga mati, sementara yang lainnya
dipancung atau dikubur hidup-hidup di bawah tanah atau di antara
dinding-dinding bangunan, dan dinding dibangun di atas mereka.
Hisyam, Khalifah Umayyah, memerintahkan agar Imam
Keenam ditangkap dan dibawa ke Damaskus. Kemudian, Imam ditangkap oleh
Saffah, Khalifah Abbasiyah, dan dibawa ke Irak. Akhirnya, Mansur
menangkap Imam dan membawanya ke Samarra di mana Imam disekap,
diperlakukan secara kasar dan beberapa kali berusaha untuk membunuh
Imam. Kemudian, Imam diperbolehkan untuk kembali ke Madinah di mana Imam
menghabiskan sisa-sisa umurnya dalam persembunyian, hingga ia diracun
dan syahid melalui intrik licik Mansur.
Setelah mendengar syahadah Imam, Mansur menulis
surat kepada gubernur Madinah yang memerintahkan sang gubernur untuk
pergi melayat ke rumah Imam dengan dalih menyampaikan ucapan
bela-sungkawa kepada keluarganya, untuk mencari wasiat Imam dan
membacakannya. Siapa pun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan
penggantinya harus dipancung di tempat. Tentu saja, maksud Mansur ini
adalah untuk mengakhiri seluruh masalah Imâmah dan hasrat-hasrat Syiah.
Ketika gubernur Madinah mengikuti perintah Makmun, untuk membaca wasiat
terakhir, dia melihat bahwa Imam, alih-alih memilih satu orang, ia telah
memilih empat orang sebagai pelaksana wasiat terakhirnya; khalifah
sendiri, gubernur Madinah, 'Abdullah Aftah, putra sulung Imam, dan Musa,
putra bungsu Imam. Dengan cara seperti ini, siasat licik Mansur dapat
dipatahkan. (Shiite Islam)
Syahadah
Pada tanggal 25 Syawal 148 H. Imam syahid karena
diracun oleh Gubernur Madinah atas perintah Mansur. Shalat jenazah
dilakukan oleh putra Imam, Musa Kazhim, Imam Ketujuh, dan jasadnya
dikebumikan di pemakaman Jannatul Baqi Madinah.
Mutiara Hadis Imam Shadiq As
Barang siapa yang memiliki lima sifat utama di
bawah ini maka dia adalah orang yang terpilih. Pertama, seseorang yang
merasa senang ketika melakukan kebaikan. Kedua, orang yang menyesali
ketika melakukan perbuatan buruk. Ketiga, orang yang bersyukur ketika
menerima anugerah dari Allah Swt. Keempat, orang yang sabar menjalani
ujian dari Allah Swt. Kelima, orang yang memaafkan ketika dizalimi.
Orang yang dekat kepada Allah Swt; memaafkan orang yang menyalahkannya,
bersikap pemurah kepada orang yang mencampakkannya, berbuat baik kepada
kerabat yang tidak mengamalkan hak-hak kekerabatannya.
Seorang Mukmin sejati tidak melewati batas-batas
normal ketika dia dalam keadan marah; tidak melakukan kezaliman demi
kepentingan seseorang; tidak mengambil sesuatu melebihi jatahnya,
meskipun dia memiliki kekuasaan.[]
Manusia Suci Kesembilan
Imam Ketujuh
Imam Musa al-Kazhim As
Manusia Suci Kesembilan
Imam Ketujuh
Imam Musa al-Kazhim As
Nama : Musa
Gelar : al-Kazhim
Panggilan : Abu Ibrahim
Nama Ayah : Ja'far Shadiq
Nama Ibu : Hamidah al-Barbariyah
Wiladah : di Abwa (sebuah tempat antara Mekkah dan Madinah) pada hari Ahad, 7 Safar 128 H.
Syahadah : Syahid pada usia 55 tahun, di Baghdad, 25 Rajab 183 H; akibat diracun oleh Harun ar Rasyid.
Haram : Kazhimiyyah, Baghdad.
Imam Musa Kazhim adalah Imam Ketujuh dari para Imam
Maksum. Panggilannya adalah Abul Hasan dan gelarnya yang populer adalah
al-Kazhim. Imam Musa al-Kazhim dalam urusan ibadah dan takwa tiada
taranya sehingga ia juga digelari dengan "Abdus Salih" (Hamba Allah yang
Saleh). Sikap pemurah merupakan persamaan kata dengan namanya dan tidak
satu pun pengemis yang menyampaikan hajat kepadanya yang pulang dari
pintunya dengan tangan kosong. Bahkan setelah ia tidak ada, ia masih
tetap berkewajiban dan bersikap pemurah kepada para pengikutnya yang
datang berziarah ke haramnya dengan menunaikan shalat yang secara khusus
dianugerahkan oleh Allah Swt. Dengan demikian, salah satu tambahan
gelarnya adalah "Babu'l Hawaij" (Gerbang Pemenuh Hajat).
Orang Tua
Imam Musa Kazhim adalah putra dari Imam Ja'far
Shadiq, Imam Keenam. Nama ibundanya adalah Hamidah, seorang putri
terpandang dari Negeri Barbary.
Masa Kecil
Imam Musa Kazhim melewati dua puluh tahun masa
hidupnya di bawah bimbingan kasih ayahandanya. Kegeniusan dan keutamaan
yang dimilikinya dipadu dengan bimbingan dan pendidikan yang tercerahkan
dari Imam Ja'far Shadiq, menunjukkan pribadi cerlang di masa datang.
Dia sangat menguasai ilmu tauhid sejak masa kecilnya.
Allamah Majlisi meriwayatkan bahwa suatu waktu Abu
Hanifah kebetulan mampir mendatangi kediaman Imam Ja'far Shadiq untuk
menanyakan masalah-masalah agama (masail). Imam Ja'far sedang tidur dan
Abu Hanifah tetap menunggu di luar hingga Imam bangun. Sementara itu,
Imam Musa Kazhim, yang ketika itu berusia lima tahun keluar dari rumah.
Abu Hanifah, setelah menyampaikan salam kepadnya, bertanya:
"Yabna Rasulullah! (wahai putra Rasulullah) Apa
pendapatmu tentang amalan-amalan seseorang? Apakah dia melakukannya
sendiri atau Allah Swt yang membuat mereka melakukannya?"
"Wahai Abu Hanifah!", jawab bocah lima tahun
tersebut, seperti nada kakek-kakeknya, "Perbuatan manusia dibatasi oleh
tiga kemungkinan. Pertama, bahwa Allah sendiri yang membuat mereka
melakukan perbuatan itu sementara manusia tidak ada daya dan upaya.
Kedua, bahwa keduanya antara Allah dan manusia masing-masing memiliki
saham atas perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang
melakukannya. Kini, jika asumsi pertama benar, nampaknya akan terbukti
ketidakadilan Tuhan dalam menghukum makhluknya atas dosa yang dia tidak
lakukan. Dan jika asumsi kedua benar, maka Tuhan menjadi zalim jika Dia
menghukum hambanya atas kejahatan yang dilakukannya bersama. Akan tetapi
kedua asumsi ini tidak dapat dikenakan kepada Tuhan. Oleh karena itu,
kini tinggal asumsi yang ketiga bahwa manusia sepenuhnya bertanggung
jawab atas perbuatan yang dia lakukan."
Imâmah
Imam Ja'far Shadiq menghembuskan nafasnya yang
terakhir pada tanggal 25 Syawal 148 H., dan secara resmi sejak saat itu,
Imam Musa Kazhim menjadi Imam Ketujuh menggantikan ayahnya. Periode
Imâmah Imam Musa Kazhim berlangsung selama tiga puluh lima tahun. Pada
masa-masa awal Imâmah-nya, Imam Musa Kazhim dapat menjalankan
kewajibannya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Nabi Saw. Namun, tidak
lama berselang, ia menjadi korban dari raja yang berkuasa dan sebagian
besar hidup ia dihabiskan di dalam penjara.
Keadaan Politik
Imam Musa Kazhim hidup di dalam masa-masa paling
krusial di bawah regim zalim Bani Abbasiyah yang menandai kezaliman dan
kekejaman pemerintahannya. Imam semasa dengan Mansur Dawaniqi, Mahdi,
Harun ar-Rasyid. Mansur dan Harun ar-Rasyid merupakan raja-raja yang
zalim yang membunuh banyak keturunan Nabi Saw. Ribuan syuhada ini
dikubur hidup-hidup di dalam sebuah bangunan atau ditempatkan di dalam
penjara gelap selama masa hidup mereka. Kedua khalifah ini tidak
mengenal belas-kasih atau rasa keadilan dan mereka membunuh dan menyiksa
manusia untuk mendapatkan kesenangan. Kedua khalifah ini senang melihat
orang menderita.
Imam Musa selamat dari kezaliman Mansur, karena
asyik dengan proyeknya membangun kota Baghdad sehingga tidak memiliki
waktu untuk mengusik Imam. Pada tahun 157 H kota Baghdad selesai
dibangun. Selesainya pembangunan kota ini disusul oleh kematian
pembangunnya. Setelah Mansur, putranya al-Mahdi naik tahta. Selama
beberapa tahun al-Mahdi ini bersikap acuh-tak-acuh terhadap Imam. Pada
tahun 164 H, dia datang ke Madinah dan mendengar tentang ketenaran figur
Imam Musa. Dia tidak dapat menahan rasa iri dan dengki melihat keadaan
ini. Ketenaran Imam ini membuat rasa benci kakeknya terhadap Ahlulbait
menyala kembali. Dia berencana ingin membawa Imam ke Baghdad bersamanya
dan memenjarakan ia di sana. Akan tetapi, setelah setahun, dia menyadari
kekeliruannya kemudian dia melepaskan Imam dari penjara. Pada tahun 170
H., raja yang paling kejam dan bengis, Harun ar-Rasyid muncul sebagai
raja Dinasti Abbasiyah. Pada masanya, Imam melalui sebagian besar masa
hidupnya di dalam penjara hingga ia diracun.
Keunggulan Akhlak
Berkenaan dengan keunggulan akhlak, Ibnu Hajar
al-Haitami berkata: "Karena kesabaran dan ketabahannya sehingga Imam
Musa Kazhim digelari dengan al-Kazhim (orang yang menahan amarah). Dia
adalah penjelmaan kebaikan dan sikap pengasih. Dia menghabiskan malamnya
dengan beribadah kepada Allah Swt dan siangnya dengan berpuasa. Dia
senantiasa memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya."
Kebaikan dan sikap pengasihnya terhadap orang-orang
membuat dia melindungi, menolong orang-orang miskin dan orang-orang
yang dirundung kesusahan di Madinah dan menyediakan mereka uang,
makanan, pakaian dan keperluan-keperluan sehari-hari secara
sembunyi-sembunyi. Keadaan ini terus berlanjut, namun mereka tidak tahu
siapa yang memberikan semua itu hingga setelah Imam tiada.
Prestasi Ilmu Pengetahuan
Keadaan dan waktu tidak memberikan izin kepada Imam
untuk membangun lembaga-lembaga guna menyebarkan ilmu agama kepada para
pengikutnya sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya, Imam Ja'far Shadiq
dan datuknya, Imam Baqir. Imam Musa tidak pernah diizinkan untuk
menyampaikan khutbah kepada khalayak. Ia melaksanakan misi tabligh dan
bimbingannya kepada khalayak secara diam-diam.
Syahadah
Pada tahun 179 H, Harun ar-Rasyid mengunjungi
Madinah. Rasa dengki dan benci terhadap Ahlulbait membara dalam hatinya
ketika dia melihat pengaruh besar dan popularitas Imam di tengah-tengah
masyarakat Madinah. Dia memenjarakan Imam dan menyekapnya di Baghdad
selama empat tahun. Pada tanggal 25 Rajab 183, Imam syahid akibat racun
yang diletakkan oleh orang suruhan Harun ar-Rasyid pada makanannya.
Bahkan jasadnya tak terhindar dari penghinaan dan dibawa keluar dari
penjara dan ditinggal di Jembatan Baghdad. Namun, para pengikutnya,
mengatur dan mengebumikan jenazahnya di Kazhimiyah Irak.
Mutiara Hadis Imam Musa Kazhim
Tidak ada sedekah yang paling utama selain membantu orang yang lemah.
Jangan pernah menyerah untuk belajar sesuatu yang
tidak memberikan kepadamu kerugian, dan jangan pernah melalaikan untuk
belajar []
Manusia Suci Kesepuluh
Imam Kedelapan
Imam Ali ar-Ridha As
Manusia Suci Kesepuluh
Imam Kedelapan
Imam Ali ar-Ridha As
Nama : 'Ali
Gelar : ar-Ridha'
Panggilan : Abul Hasan
Nama Ayah : Musa al-Kazhim
Nama Ibu : Ummul Banin Najmah
Wiladah : Madinah, Kamis, 11 Dzulhijjah 148 H.
Syahadah : Syahid pada usia 55 tahun pada hari Selasa, 17 Safar 203 H akibat diracun oleh Ma'mun, Khalifah Abbasiyah
Haram : Masyhad, Iran
Imam 'Ali Ridha dibesarkan oleh ayahandanya selama
tiga puluh lima tahun. Kecerdasan dan kejeniusannya dalam bidang agama
yang dipadu dengan pendidikan dan gemblengan yang didapatkan dari
ayahnya membuat dia unggul dalam kepemimpinan spiritual. Imam Ridha
adalah sebuah teladan hidup sifat ketakwaan Nabi Saw dan sikap pengasih
Imam 'Ali bin Abi Thalib.
Suksesi
Imam Musa Kazhim sangat sadar akan rencana busuk
pemerintahan Abbasiyah terhadap masalah Imâmah. Oleh karena itu, selama
masa hidupnya, ia mendeklarasikan di hadapan seratus tujuh puluh satu
tokoh-tokoh agama terkemuka bahwa penggantinya kelak adalah Imam Ridha
dan meminta anak-anak dan keluarganya untuk tunduk kepada Imam Ridha dan
merujuk kepadanya dalam seluruh masalah. Imam Musa juga meninggalkan
sebauh dokumen tertulis yang mengumumkan penggantinya adalah Imam Ridha
yang ditandatangani dan disahkan oleh tidak kurang dari enam belas orang
ternama. Langkah-langkah perlu ini diambil oleh Imam Musa sebagai
langkah antisipatif guna menghindari kekacauan yang bisa saja timbul
setelah kesyahidan ia.
Imâmah
Imam Musa Kazhim diracun ketika ia masih berada
dalam penjara dan pada tanggal 25 Rajab 183 meraih syahadah. Pada hari
yang sama, Imam Ridha diumumkan sebagai Imam Kedelapan dalam dunia
Islam. Imam Ridha memiliki tugas berat di hadapannya yaitu menyelesaikan
masalah penafsiran al-Qur'an; khususnya di dalam kondisi yang mengitari
Imam Ridha ketika itu adalah di masa pemerintahan Harun ar-Rasyid.
Banyak orang-orang beriman dipenjarakan dan mereka yang bebas dan tidak
dapat dipenjara dihadapkan pada kekejaman dan kebiadaban. Imam Ridha,
tentu saja, menanamkan pengaruhnya pada masanya dengan membawa misi Nabi
Agung dengan cara damai meskipun pada masa-masa kacau, dan karena
usahanya, ajaran Nabi Saw dapat tersebar dengan baik.
Imam Ridha mewarisi sifat-sifat utama baik dari
segi kejeniusan dan kelembutan hati moyangnya. Dia adalah orang jenius
dan menguasai beberapa bahasa. Ibnu Atsir al-Jazari menulis dengan baik
bahwa Imam Ridha tanpa sangsi adalah seorang guru terbesar, wali dan
alim pada abad kedua Hijriah.
Suatu waktu, dalam perjalanannya menuju Khurasan,
ketika Imam dibawa dengan paksa oleh pengawal-pengawal Ma'mun dari
Madinah, ia tiba di Naisabur. Banyak orang-orang berkumpul
disekelilingnya dan jalan-jalan penuh-sesak ketika mereka hendak
berjumpa dan melihat Imam Agung ini. Abu Dzar'ah ar-Razi dan Muhammad
bin Aslam at-Tusi, dua ulama besar pada masa itu, berjalan keluar dari
kerumunan massa dan meminta Imam untuk berhenti di situ sejenak sehingga
orang-orang Mukmin dapat mendengarkan sepatah-kata dari lisan suci Sang
Imam. Imam mengabulkan permintaan tersebut dan dalam kesempatan singkat
tersebut Imam menyampaikan kepada khalayak di tempat itu tentang tafsir
sesungguhnya dari kalimat Laa Ilâha Illallah. Dengan menukil kalimah
Allah, ia melanjutkan bahwa kalimah ini adalah benteng Allah dan barang
siapa yang memasuki benteng Allah maka dia aman dari murka Allah.
Ia berhenti sejenak dan melanjutkan bahwa ada
beberapa syarat-syarat untuk memasuki benteng ini dan syarat utama
adalah ikhlas dan tunduk-pasrah (taslim) kepada Imam Zaman ketika itu;
dan dengan fasih dan jelas ia menjelaskan kepada masyarakat bahwa setiap
bentuk penolakan kepada Nabi Saw dan Ahlulbaitnya As akan menariknya
jauh dari benteng tersebut. Satu-satunya jalan untuk mencapai keRidhaan
Allah Swt adalah mematuhi Nabi Saw dan Ahlulbaitnya dan inilah
satu-satunya jalan untuk meraih keselamatan dan keabadian.
Peristiwa yang disebutkan di atas menjelaskan
secara terang popularitas Imam Ridha As, cinta, kesetiaan dan
penghormatan kaum Muslimin kepada Imam mereka. Raja al-Ma'mun sadar akan
kenyataan ini sehingga dia berpikir bahwa dia tidak akan selamat
sepanjang dia tidak menyatakan kesetiaan kepada Pemimpin Besar dan
mata-matanya menjelaskan kepadanya bahwa masyarakat Iran memiliki
kesetiaan dan kecintaan tulus kepada Sang Imam dan Ma'mun hanya dapat
menguasai mereka jika berpura-pura menghormati dan menaruh simpati
kepada Imam Ridha. Ma'mun adalah orang yang sangat licik. Ia membuat
rencana mengundang Imam Ridha dan menawarkan kepadanya kursi mahkota.
Imam Ridha dipanggil melalui panggilan resmi kerajaan dan dipaksa –
dalam keadaan seperti itu, untuk meninggalkan Madinah – di mana Imam
hidup dengan damai dan tentram – dan menghadirkan dirinya di istana
Ma'mun.
Setibanya di Madinah, Ma'mun menunjukkan sikap
ramah dan penghormatan, lalu berkata kepada Imam: "Aku ingin
mengundurkan diri dari khilâfah dan melimpahkannya kepadamu." Namun Imam
Ridha menolak tawaran Ma'mun ini. Kemudian Ma'mun mengulangi tawarannya
ini dalam sebuah surat yang berisikan: "Jika anda menolak apa yang aku
tawarkan kepada anda, maka anda harus menerima warisan setelahku." Namun
sekali lagi, Imam Ridha menolak tawaran ini dengan tegas. Ma'mun
memanggilnya lagi. Imam berdua bersama al-Fadl bin Sahl, orang yang
merangkap dua jabatan (militer dan sipil). Tidak ada orang lain lagi
dalam pertemuan mereka. Ma'mun berkata kepada Imam Ridha, "Aku pikir
bahwa sepatutnya aku menanamkan otoritas atas kaum Muslimin di atas
pundak anda dan melepaskan diriku dari tanggung-jawab dengan
menyerahkannya kepada anda. Ketika Imam menolak lagi tawaran ini, Ma'mun
berkata kepadanya seakan-akan mengancam Imam atas penolakannya. Dalam
pidatonya, dia berkata, "Umar bin Khattab membuat syura untuk memilih
khalifah. Di antara mereka terdapat datukmu, Amirul Mukminin, 'Ali bin
Abi Thalib. Umar mensyaratkan bahwa siapa yang menentang keputusan syura
harus dibunuh. Jadi, tidak ada jalan lain kecuali menerima apa yang aku
tawarkan kepada anda. Aku akan mengabaikan penolakanmu."
Dalam jawabannya, Imam Ridha berkata: "Aku akan
setuju dengan apa yang engkau tawarkan kepadaku, dengan syarat bahwa aku
tidak memerintah, tidak memberikan komando, tidak membuat
keputusan-keputusan hukum, tidak menjadi hakim, tidak menunjuk, tidak
memecat, tidak mengganti apa yang kini sudah ada." Ma'mun menerima semua
syarat yang diajukan oleh Imam Ridha.
Pada hari ketika Ma'mun diperintahkan untuk
menyampaikan bai'at kepada Imam Ridha, salah seorang sahabat Imam Ridha
yang hadir kala itu, menceritakan: "Pada hari itu, aku berada di
depannya. Dia melihatku sementara aku merasa gembira atas apa yang telah
terjadi. Dia memberikan tanda kepadaku untuk mendekat. Aku datang
mendekat kepadanya dan dia berkata bahwa tidak ada seorang pun yang
boleh mendengar, "Jangan engkau taruh masalah ini di hatimu dan jangan
bergembira tentang tawaran ini. Karena hal ini tidak akan tercapai."
Mengutip Allamah Sibil dari kitabya al-Ma'mun, kami
memahami utuh bagaimana Ma'mun memutuskan menawarkan kepemimpinannya
kepada Imam Ridha."
"Imam Ridha adalah Imam Kedelapan dan Ma'mun
terpaksa harus menerima keadaan Imam sebagai seorang yang memiliki
wibawa dan kehormatan karena ketakwaan, hikmah, ilmu, tawadu', santun
dan kepribadian Imam. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk
menominasikan Imam sebagai pewaris mahkota. Pada awal-awal tahun 200 H,
Ma'mun mengundang keluarga Abbasiyah. Tiga puluh tiga ribu Abbasiyah
memenuhi undangan tersebut dan dilayani bagai seorang tamu raja. Selama
mereka tinggal di pusat kota, Ma'mun dengan leluasa dapat mengawasi dan
memperhatikan kemampuan mereka, akhirnya dia sampai pada kesimpulan
bahwa tidak seorang pun dari Dinasti Abbasiyah yang memiliki kelayakan
untuk menggantikannya. Dia meminta bai'at kepada Imam Ridha dari
orang-orang dalam pertemuan ini dan mengumumkan bahwa jubah raja akan
semakin hijau di masa-masa mendatang, warna yang memiliki keunikan
karena dikenakan oleh Imam. Keputusan kerajaan diumumkan bahwa Imam
Ridha akan menggantikan Ma'mun.
Bahkan setelah deklarasi suksesi ketika kesempatan
bagi Imam untuk hidup secara mewah, ia sedikit pun tidak mengindahkan
kesenangan-kesenangan material dan membaktikan dirinya sepenuhnya untuk
menyebarkan konsepsi sebenarnya ajaran-ajaran Nabi Saw dan al-Qur'an.
Imam menghabiskan hampir seluruh waktunya dengan beribadah kepada Tuhan
dan berkhidmat kepada khalayak.
Dengan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan
kedudukannya yang tinggi di kerajaan, Imam mengadakan majalis
(pertemuan-pertemuan) mengenang syuhada Karbala. Majalis ini pertama
kali diadakan pada masa Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq, akan
tetapi Imam Ridha memberikan majalis ini dengan kekuatan baru dengan
memotivasi para penyair yang menulis syair-syair indah yang
menggambarkan sisi moral dari tragedi ini dan penderitaan Imam Husain
dan para sahabatnya.
Ma'mun sangat takut dengan bertambahnya popularitas
Imam dan kenyataan bahwa dia telah menunjuk Imam sebagai pewaris
mahkota hanya ingin memenuhi ambisi dan berencana jahat serta
memanfaatkan Imam untuk mewujudkan rencana kejinya. Tapi Imam menolak
untuk memberikan jaminan kepada rencana-rencana Ma'mun yang bertentangan
dengan ajaran Islam itu. Dengan demikian, Ma'mun sangat kecewa kepada
Imam dan memutuskan untuk memeriksa popularitas Imam yang sedang naik
daun dan menyatakan satu-satunya jalan untuk selamat adalah kembali
kepada tradisi lama, membunuh Imam. Untuk melakukan hal ini, tentu
sangat pelik dan sukar bagi Ma'mun. Maka dia memilih jalan halus dengan
mengundang Imam makan malam, dan memberikan anggur beracun kepada Imam.
Imam syahid pada tanggal 17 Safar 203 H. Ia dikebumikan di Tus (Masyhad)
dan Haram Agung Imam bercerita baik tentang kepribadian agung yang
dimiliki oleh Imam. Jutaan kaum Muslimin berziarah ke Haram Imam setiap
tahun untuk menyatakan hormat kepada Sang Imam.
Mutiara Hadis Imam Ridha As
Melakukan tujuh hal tanpa melakukan tujuh hal yang
lainnya adalah termasuk perbuatan sia-sia; Meminta ampun kepada Allah
secara lisan tidak disertai dengan penyesalan di dalam hati; meminta
bantuan Allah tanpa berusaha; membuat sebuah keputusan tanpa melakukan
perbuatan; meminta kepada Allah Firdaus tanpa menjalani cobaan dan ujian
yang berat; meminta untuk dibebaskan dari Jahannam tanpa mencegah hawa
nafsu; mengingat Allah tanpa melakukan persiapan untuk berjumpa
dengan-Nya.[]
Manusia Suci Kesebelas
Imam Kesembilan
Imam Muhammad al-Jawad As
Manusia Suci Kesebelas
Imam Kesembilan
Imam Muhammad al-Jawad As
Nama : Muhammad
Gelar : Al-Jawad atau at-Taqi
Panggilan : Abu Ja'far
Nama Ayah : 'Ali ar-Ridha
Nama Ib : Sabikah (atau Khaizuran)
Wiladah : Madinah, Jumat, 10 Rajab 195 H.
Syahadah : Syahid pada usia 25 tahun, di
Kazhimiyyah pada hari Rabu, tanggal 29 Dzulhijjah 220 H, akibat diracun
oleh Mu'tasim, Khalifah Abbasiyah.
Haram : Kazhimiyyah, Baghdad.
Imam Jawad adalah Imam Kesembilan dari para Imam
dalam hierarki Imâmah Syiah Itsna Asyariyyah. Panggilannya adalah Abu
Ja'far dan gelarnya yang masyhur adalah al-Jawad atau at-Taqi. Sejak
Imam Muhammad Baqir, Imam Kelima juga biasa disebut sebagai Abu Ja'far,
para sejarawan menyebut Imam Jawad sebagai Abu Ja'far Kedua.
Masa Kecil
Imam Muhammad Jawad dibesarkan oleh ayahandanya
Imam Ridha selama empat tahun. Di bawah keadaan yang memaksa, Imam Ridha
harus hijrah dari Madinah ke Khurasan (Iran), meninggalkan putranya
yang masih muda. Imam sangat sadar, pribadi khianat penguasa dan yakin
bahwa dia tidak akan kembali lagi ke Madinah. Sehingga sebelum
keberangkatannya dari Madinah, Imam Ridha mengumumkan putranya Imam
Muhammad Jawad sebagai penggantinya, dan mengajarkan khazanah ilmunya
tentang tauhid dan irfan.
Imâmah
Imam 'Ali ar-Ridha diracun pada tanggal 17 Safar
203 H. dan dengan resmi pada tanggal yang sama Imam Jawad ditugaskan
oleh Allah untuk memikul tanggung-jawab Imâmah di pundaknya. Pada usia
delapan tahun tidak ada perubahan lahiriyah pada diri Imam yang
menunjukkan bahwa Imam telah mencapai tingkatan ilmu yang tinggi dan
prestasi-prestasi amaliyah. Akan tetapi, setelah beberapa hari, dia
dikenal tidak hanya berdebat dengan ulama-ulama pada masanya tentang
masalah-masalah fiqh, hadis, tafsir, dan Imam mengalahkan mereka, tetapi
juga mengungkapkan pujian dan pengakuan mereka terhadap ilmu dan
superioritasnya. Sejak saat itu, dunia menyadari bahwa Imam memiliki
ilmu Ilahiyah dan bahwa ilmu ladun tersebut tidak dicapai oleh Imam
secara alamiah, tetapi merupakan anugerah dari Allah.
Keunggulan dan Prestasi Pengetahuan
Rentang waktu perjalanan hidup Imam Jawad lebih
singkat dibandingkan dengan para pendahulunya. Demikian juga bagi para
penggantinya. Ia menjadi Imam pada usia delapan tahun dan diracun pada
usia dua puluh lima tahun; akan tetapi prestasi pengetahuannya cukup
banyak dan dia menerima penghormatan dan penghargaan yang tinggi.
Imam Jawad merupakan simbol sifat santun Nabi Saw dan kejeniusan Imam 'Ali.
Sifat-sifat yang diwarisi terdiri dari keprawiraan,
kegagahan, sikap pengasih, pelajaran, sifat pemaaf dan toleran. Tabiat
dan karakter yang paling cemerlang adalah menunjukkan sikap ramah-tamah
dan sopan-santun kepada semua tanpa diskriminasi, membantu orang-orang
miskin; mengamalkan sikap adil pada setiap keadaan, menjalani hidup
sederhana, membantu anak-anak yatim, orang-orang susah dan tuna wisma;
mengajarkan kepada mereka yang tertarik kepada pencapaian ilmu dan
membimbing masyarakat kepada jalan yang benar.
Hijrah ke Irak
Untuk mengkonsolidasikan kekuatannya, Ma'mun,
Khalifah Abbasiyah menyadari perlunya memenangkan simpati dan dukungan
orang-orang Iran yang senantiasa bersahabat kepada Ahlulbait. Akibatnya,
Ma'mun terpaksa, dari sudut pandang politik, untuk menjalinkan kontak
antara suku Bani Fatimah dengan Bani Abbasiyah dan dengan demikian dia
dapat memenangkan Syiah. Oleh karena itu, dia mendeklarasikan Imam Ridha
sebagai pewarisnya meskipun berlawanan dengan kehendak Imam dan
menikahkan saudarinya Ummu Habibah dengan Imam Ridha. Ma'mun berharap
dari Imam Ridha akan memberikan dukungannya dalam urusan politik
kenegaraan. Tapi ketika dia temukan bahwa Imam hanya menaruh perhatian
kecil terhadap urusan politik dan bahwa kenyataan orang-orang semakin
taat kepada ia, maka dia memutuskan untuk meracuni Imam. Namun, keadaan
daruratlah yang membuat dia mencalonkan Imam Ridha sebagai pewarisnya
dan penggantinya tetap berlanjut. Kemudian, dia berhasrat untuk
menikahkan putrinya Ummu Fadl dengan Muhammad al-Jawad, putra Imam Ridha
dan atas alasan ini, dia memanggil Imam dari Madinah ke Irak.
Bani Abbas tentu sangat kebingungan mengetahui niat
Ma'mun yang ingin menikahkan putrinya Ummu Fadl dengan Muhammad Jawad.
Sebuah utusan yang terdiri dari pembesar-pembesar Bani Abbas
menantikannya untuk mempengaruhi dia agar tidak melaksanakan niatnya
tersebut.
Akan tetapi Ma'mun tetap memuji keilmuan dan
keunggulan Imam. Dia berkata bahwa meskipun Imam Jawad masih relatif
belia, namun dia adalah pengganti ayahnya dalam segala keutamaan dan
keilmuan sehingga ulama-ulama yang paling alim sekalipun tidak dapat
menandinginya. Ketika Bani Abbas mengamati bahwa Ma'mun
membangga-banggakan superioritas ilmu Imam Jawad, mereka memilih Yahya
bin Akhtam, seorang ulama dan faqih besar kota Baghdad, untuk berdebat
dengannya.
Ma'mun mengeluarkan sebuah proklamasi dan mengatur
sebuah pertemuan besar untuk debat tersebut yang dihadiri oleh ribuan
orang dari berbagai kerajaan tetangga. Terlepas dari kemuliaan dan
derajat yang tinggi, pada pertemuan akbar tersebut, terdapat sembilan
ratus kursi yang disediakan untuk para ulama dan kaum cendikiawan. Dunia
takjub betapa seorang anak belia dapat bertanding dengan qadi (hakim)
senior dalam ilmu-ilmu agama (qadil qudat) dan ulama-ulama besar Irak.
Imam Muhammad Jawad duduk di samping Ma'mun di atas
singgasananya berhadapan dengan Yahya bin Akhtam. Yahya bin Akhtam yang
pertama menyapa Imam. "Apakah anda izinkan saya untuk mengajukan
pertanyaan?"
"Bertanyalah apa yang ingin anda tanyakan." Kata
Imam Jawad dalam nada khas seperti para datuknya. Kemudian, Yahya
bertanya kepada Imam. "Bagaimana pendapat anda tentang seorang yang
asyik berburu namun dia dalam keadaan ihram."
Dengan segera, Imam menjawab: "Pertanyaan anda
menyesatkan dan bersifat global. Anda seharusnya secara definitif
menyebutkan apakah dia berburu dalam lingkungan Ka'bah atau di luar;
apakah dia seorang yang berilmu atau seorang jahil; apakah dia seorang
hamba atau seorang merdeka; apakah dia adalah seorang baligh atau masih
ingusan; apakah perbuatan ini adalah yang pertama kali atau bukan; juga
apakah, yang menjadi buruannya itu adalah seekor burung atau hewan yang
lainnya; apakah buruannya kecil atau besar; apakah dia berburu pada
siang atau malam hari; apakah pemburu menyesali perbuatannya atau tidak;
apakah dia berburu terang-terangan atau tidak; apakah ihram tersebut
untuk 'umrah atau haji. Kalau anda tidak menyebutkan dulu seluruh
poin-poin ini, anda tidak akan mendapatkan jawaban spesifik.
Qadi Yahya terkejut mendengarkan perkataan Imam ini
dan seluruh hadirin terdiam kaku, tanpa bahasa. Jawaban Imam atas
pertanyaan Yahya ini membuat Ma'mun senang tiada berkesudahan. Ma'mun
menyampaikan perasaan senang dan pujiannya kepada Imam Jawad, " Luar
Biasa! Anda Hebat !Wahai Aba Ja'far (Ahsanta, ahsanta, yaa Aba Ja'far),
ilmu dan pengetahuanmu sangat luar biasa."
Lalu Ma'mun berkata kepada Imam, "Kini giliranmu untuk mengajukan pertanyaan kepadanya, wahai Aba Ja'far?"
Kemudian, dengan segan, Yahya berkata kepada Imam,
"Iya. Anda dapat bertanya kepadaku beberapa pertanyaan. Jika aku tahu,
aku akan menjawabnya." Kalau tidak, aku akan meminta anda untuk
menjawabnya."
Lalu, Imam bertanya kepada Yahya bin Akhtam yang
tidak dapat dijawab olehnya. Akhirnya, Imam menjawab pertanyaan yang
diajukannya kepada Yahya bin Akhtam.
Kemudian, Ma'mun menyampaikan kepada hadirin:
"Tidakkah aku telah katakan kepada kalian bahwa Imam berasal dari
keluarga yang telah dipilih oleh Allah sebagai khazanah ilmu dan
pengetahuan?" Apakah masih ada orang di dunia ini yang dapat menandingi
bahkan anak kecil dari keluarga ini?"
Para hadirin berseru, "Tanpa ragu, tidak ada seorang pun yang dapat setimbang dengan Muhammad bin 'Ali al-Jawad."
Pada acara yang sama, Ma'mun menikahkan putrinya
Ummu Fadl kepada Imam Jawad, secara bebas membagi-bagikan sedekah dan
hadiah dari miliknya sebagai tanda suka-cita.
Setahun berselang setelah pernikahan ini, Imam
kembali dari Baghdad ke Madinah bersama istrinya dan di tempat itu, Imam
menyampaikan Firman-firman Allah Swt.
Syahadah
Ketika Ma'mun wafat, Mu'tasimin naik singgasana
menggantikannya. Mu'tasimin mendapatkan kesempatan untuk membuat Imam
jera, melampiaskan kebencian dan kebengisan kepadanya. Dia memanggil
Imam ke Baghdad. Imam tiba di Bahgdad pada tanggal 9 Muharram 220 H.,
dan Mu'tasimin meracuninya pada tahun yang sama. Imam syahid pada
tanggal 29 Dzulhijjah 220 H., dan dikebumikan di samping kuburan
datuknya, Imam Musa Kazhim, Imam Ketujuh, di Kazhimiyyah, daerah
pinggiran kota Baghdad (Irak).
Mutiara Hadis Imam Jawad As
Percaya kepada Allah Swt merupakan harga dari segala yang berharga dan tangga untuk mencapai segala tujuan yang tertinggi.
Barang siapa yang menuruti hawa nafsunya, berarti menuruti kehendak musuhnya.
Janganlah menjadi sahabat Tuhan di tempat terbuka dan menjadi musuhnya di tempat senyap.[]
Manusia Suci Kedua Belas
Imam Kesepuluh
Imam 'Ali al-Hadi As
Manusia Suci Kedua Belas
Imam Kesepuluh
Imam 'Ali al-Hadi As
Nama : 'Ali
Gelar : al-Hadi atau an-Naqi
Panggilan : Abul Hasan
Nama Ayah : Muhammad Jawad
Nama Ibu : Sumanah
Wiladah : di Suryah (Kota pinggiran Madinah), pada hari Jum'at, 2 Rajab 212 H.
Syahadah : Pada usia 42 tahun, di Samarra', pada
hari Senin, 26 Jumadits Tsani 254 H; diracun oleh al-Mu'taz, Khalifah
Abbasiyah.
Haram : Samarra', Irak.
Imam Kesepuluh, seperti ayahandanya, juga mencapai
tingkat Imâmah pada masa kecilnya. Imam Hadi berusia enam tahun ketika
ayahnya Imam Jawad syahid. Setelah kematian Ma'mun, Mu'tasimin
menggantikannya dan kemudian digantikan oleh Khalifah al-Wathiq. Pada
lima tahun pertama rezim al-Watiq, Imam Hadi hidup dengan damai dan
tentram. Setelah al-Watiq, al-Mutawakkil naik berkuasa. Karena terlalu
sibuk mengurusi pemerintahan, al-Mutawakkil tidak memiliki waktu untuk
mengusik Imam Hadi dan pengikutnya selama empat tahun. Tapi segera
setelah dia bebas dari urusan-urusan kenegaraan, dia mulai menggangu
Imam. Imam Hadi membaktikan dirinya dalam misi suci tabligh di Madinah
dan kemudian mendapatkan orang-orang yang menerima seruannya juga
memberikan bai'at serta pengakuan akan ilmu dan sifat-sifatnya. Reputasi
Imam membangkitkan rasa cemburu dan dengki pada diri Mutawakkil.
Gubernur Madinah menulis surat kepada Mutawakkil
bahwa Imam Hadi telah membuat manuver untuk melakukan kudeta melawan
pemerintahan dan banyak Syiah memberikan bai'at sebagai tanda dukungan
mereka kepadanya. Meskipun, terbakar oleh surat itu, Mutawakkil masih
memilih jalan diplomasi dengan tidak menangkap Imam. Dengan pretensi,
dia pura-pura mencintai Imam dan menaruh hormat kepadanya, dia berencana
untuk memenjarakan Imam setelah mengundangnya ke istananya.
Sebelum memenjarakannya, dalam rangkaian
surat-menyurat dengan Imam, dia menyatakan bahwa dia yakin terhadap
pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh Imam dan bersedia untuk
menyelesaikan pertikaian dengan damai. Dia menulis surat kepada Imam
bahwa setelah mengenal pribadi agung Imam, ilmu yang tidak ada
bandingannya dan sifat-sifat yang tiada taranya, dia tidak sabar untuk
mendapatkan kehormatan berjumpa dengan Imam, dan dengan hangat
mengundang Imam ke Samarra'. Meskipun Imam tahu betul niat jahat
Mutawakkil, ia mengantisipasi akibat-akibat fatal yang mungkin terjadi
akibat menolak undangan tersebut, Imam dengan perasaan enggan
meninggalkan Medinah. Akan tetapi setibanya di Samarra' dan Mutawakkil
mengetahui tentang kedatangan Imam, namun dia tidak mengambil peduli
akan hal tersebut. Ketika ditanya bahwa di mana Imam harus tinggal, dia
memerintahkan bahwa Imam harus ditempatkan di penginapan pengemis,
orang-orang miskin dan tuna wisma.
Mutawakkil yang merupakan musuh bebuyutan
Ahlulbait, memindahkan Imam dari penginapan dan mempercayakan ia di
bawah pengawasan seorang kasar berhati-baja Zurafah. Namun, atas rahmat
Allah, permusuhannya berlangsung singkat, berubah menjadi cinta dan
bakti kepada Imam. Ketika Mutawakkil mengetahui hal ini, dia memindahkan
Imam kepada seorang bengis yang lain bernama, Sa'id. Imam berada di
dalam pengawasan ketat selama beberapa tahun, masa-masa ia disiksa
secara kejam. Akan tetapi, meskipun berada dalam keadaan seperti ini,
Imam tetap membaktikan dirinya setiap saat untuk beribadah kepada Allah.
Penjaga penjara berkata bahwa Imam nampak seperti malaikat dalam raga
manusia.
Ketika Fath bin Khandaq menjadi perdana menteri
Mutawakkil, dia adalah seorang Syiah yang tidak dapat menahan diri atas
penangkapan Imam. Dia berusaha untuk melepaskan Imam dari penjara dan
mengatur tempat yang nyaman untuk Imam di sebuah tempat yang dibeli
secara pribadi di Samarra'. Namun Mutawakkil tidak dapat menahan diri
dari sikap permusuhannya dengan Imam dan dia menugaskan mata-mata untuk
mengamati Imam dan relasi-relasinya. Namun, melalui segala usaha,
harapannya dalam menciptakan beberapa kepalsuan untuk membuktikan
gerakan-gerakan Imam terhadap dirinya tidak dapat terwujud.
Pada masa Mutawakkil, ada seorang wanita yang
bernama Zainab yang mengklaim sebagai seorang keturunan Imam Husain.
Mutawakkil mengadakan konfirmasi atas klaim Zainab kepada Imam. Imam
berkata kepadanya: "Binatang buas terlarang untuk memakan daging
keturunan Imam Husain. Untuk menguji kebenaran klaim ini, lemparkan
wanita ini kepada binatang buas." Setelah mendengar rencana ini, Zainab
mulai bergetar dan mengakui bahwa dia berkata dusta. Mutawakkil kemudian
melemparkan Imam ke dalam sangkar binatang buas untuk menguji klaim
ini. Mutawakkil sangat terkejut melihat kenyataan ini, dia menyaksikan
binatang buas itu sujud di hadapan Imam.
Suatu waktu, kebetulan Mutawakkil menderita
penyakit parah yang kemudian diberitahukan oleh dokternya bahwa penyakit
yang dideritanya tidak dapat disembuhkan. Ketika Imam didatangi untuk
mengobatinya, ia menuliskan sebuah resep yang mendatangkan kesembuhan
spontan bagi Mutawakkil.
Suatu waktu Mutawakkil mendapat berita bahwa Imam
sedang mengusung kekuatan untuk memberontak terhadap dirinya. Oleh
karena itu, dia memerintahkan sebuah detasemen pasukan untuk menyerang
tempat kediaman Imam. Ketika para lasykar memasuki rumah, mereka
mendapatkan Imam sedang duduk di atas sebuah tikar dan sedang membaca
al-Qur'an.
Tidak hanya Mutawakkil, tetapi juga penggantinya
memiliki permusuhan yang sengit dengan Imam. Setelah kematian
Mutawwakil, al-Mustansir, dan al-Mu'tazz membawa misi yang sama untuk
mengadakan penjeraan terhadap keluarga Imam.
Al-Mu'tazz mengerti tekanan dan kebaktian yang
tidak terkontrol dari orang-orang terhadap Imam, akhirnya ia menyusun
rencana pembunuhan Imam. Al-Mu'tazz meracuni Imam melalui seorang duta
yang dia tugaskan, sehingga dalam beberapa menit, Imam syahid. Syahadah
Imam terjadi pada tanggal 2 Jumadits Tsani 254 H., dan shalat jenazah
dilakukan oleh anaknya, Imam Hasan Askari. Imam pada akhir hayatnya
berusia empat puluh dua tahun. Periode Imâmahnya berlangsung selama tiga
puluh lima tahun. Ia dikebumikan di Samarra', Irak.
Imam Hadi As berkata kepada Mutawakkil:
Jangan engkau harapkan kejujuran dan niat tulus
dari seseorang yang menderita karena ulahmu; jangan harapkan kesetiaan
orang yang engkau khianati; jangan engkau harapkan kebaikan orang yang
engkau sakiti; hati mereka terhadapmu persis seperti hatimu terhadap
mereka.[]
Manusia Suci Ketiga Belas
Imam Kesebelas
Imam Hasan Askari As
Manusia Suci Ketiga Belas
Imam Kesebelas
Imam Hasan Askari As
Nama : al-Hasan
Gelar : al-Askari
Panggilan : Abu Muhammad
Nama Ayah : 'Ali Hadi
Nama Ibu : Hadisah (atau Susan)
Wiladah : di Madinah, pada hari Jumat, 8 Rabiutstsani 232 H.
Syahadah : Syahid pada usia 28 tahun, di Samarra' akibat diracun oleh Mu'tamid, penguasa Abbasiyah
Haram : Samarra' Irak.
Imam Hasan Askari merupakan Imam Kesebelas dalam
hierarki para Imam Itsna Asyariyyah. Ia mengahabiskan masa dua puluh dua
tahun di bawah bimbingan kasih ayahnya. Setelah syahadah Imam Hadi,
Imam Hasan Askari naik menjadi Imam menggantikan ayahnya.
Imam Hasan Askari putra Imam Kesepuluh, lahir pada
tahun 232 H/ 845 M dan menurut beberapa sumber-sumber Syia'h, ia syahid
akibat diracun oleh Khalifah Abbasiyah, Mu'tamid. Imam Kesebelas
mencapai Imâmah, setelah kematian ayahnya, sesuai dengan perintah Allah
dan keputusan para Imam sebelumnya. Selama tujuh tahun masa imâmahnya,
karena pembatasan ketat yang dikenakan khalifah terhadapnya, Imam Askari
hidup dalam persembunyian dan taqiyyah. Ia tidak memiliki kontak sosial
bahkan dengan orang-orang biasa dari kalangan Syiah. Hanya orang-orang
elit Syiah saja yang dapat berhubungan dengannya. Begitu pun juga, Imam
banyak menghabiskan waktunya di dalam penjara.
Ketika populasi dan masyarakat Syiah bertambah
besar, represi dan penindasan semakin merajelala. Setiap orang tahu
bahwa Syiah meyakini imâmah, dan identitas para Imam Syiah juga
diketahui. Dengan demikian, khalifah menjaga Imam di bawah pengawasan
yang ketat, lebih ketat dari sebelumnya. Dia mencoba dengan segala cara
untuk mengenyahkan dan membunuh Imam. Juga, khalifah tahu bahwa kaum
elit Syiah percaya bahwa Imam Kesebelas, sesuai dengan hadis-hadis yang
dinukil dari datuk-datuknya, akan memiliki anak yang dijanjikan, Mahdi.
Kedatangan Mahdi telah diramalkan dalam hadis-hadis sahih oleh Sunni dan
Syiah. Dengan alasan ini, Imam Kesebelas, lebih dari para Imam
sebelumnya, berada di bawah pengawasan ketat khalifah. Khalifah
memutuskan untuk mengakhiri imâmah yang ada dalam ajaran Syiah dengan
menggunakan segala cara dan menutup pintu imâmah untuk selamanya.
Oleh karena itu, segera setelah kabar sakitnya Imam
Kesebelas terdengar oleh Mu'tamid, dia mengutus seorang tabib,
agen-agen kepercayaannya dan para hakim ke rumah Imam untuk mengamati
keadaannya dan keadaan yang terjadi di sekeliling rumahnya dua puluh
empat jam. Setelah syahadah Imam, mereka menggeledah rumah dan seluruh
budak wanita diperiksa oleh bidan. Dua tahun agen-agen rahasia khalifah
mencari pengganti Imam hingga mereka kehilangan asa untuk mendapatkan
pengganti Imam. Imam Kesebelas dikebumikan di rumahnya di Samarra' dekat
kuburan ayahnya.
Di sini harus diingat bahwa selama masa hidup Imam
Askari, ia menggembleng ratusan ulama dan ahli hadis, dan mereka yang
meriwayatkan kepada kita kabar tentang para Imam. Di sini bukan
tempatnya untuk menyebutkan seluruh senarai daftar nama dan biografi
mereka.
Mutiara Hadis Imam Hasan Askari:
Sikap pengasih ada batasnya, ketika melewati batas
akan menjadi israf; sikap hati-hati ada batasnya, jika lewat batas akan
menjadi pengecut; sikap hemat ada batasnya, jika lewat batas akan
menjadi bakhil; keberanian ada batasnya, jika lewat batas akan menjadi
kurang perhitungan; cukup bagimu sebagai adab: cegahlah dirimu dari
perbuatan yang engkau tidak senang orang lain melakukannya terhadapmu.[]
Manusia Suci Keempat Belas
Imam Kedua Belas
Imam Mahdi al-Hujjah As
Manusia Suci Keempat Belas
Imam Kedua Belas
Imam Mahdi al-Hujjah As
Nama : Muhammad
Gelar : al-Mahdi, al-Qâim, al-Hujjah, al-Ghâib, Shâhibuz Zamân, Shâhibul Amr
Panggilan : Abul Qasim
Nama Ayah : Hasan Askari
Nama Ibu : Nargis Khatun
Wiladah : Jumat, 15 Sya'ban 255 H.
Antara kelahiran Nabi Saw dan Imam Mahdi, Imam
Terakhir, terdapat harmoni dan keserasian yang luar biasa. Sebagaimana
kedatangan Nabi Saw telah dinubuwatkan oleh nabi-nabi sebelumnya,
demikian juga kabar kedatangan Imam Mahdi telah dinubuwatkan oleh Nabi
Saw.
Hadis-hadis yang berhubungan dengan masalah ini
tidak terbilang jumlahnya, yang menukil dari Nabi Saw, dalam kitab-kitab
seperti, Masânid, Sihâh dan Akhbâr dan dari kalangan ulama Syiah.
Ulama-ulama Sunni yang mengumpulkan hadis-hadis ihwal Imam Mahdi,
seperti Muhammad bin Yusuf asy-Syafi'i dalam kitabnya, al-Bayân fi
akhbâr Shâhibiz Zamân, dan al-Hafiz Abu Nua'im al-Isfahani dalam
Dzikriyyatul Mahdi, dan Abu Dawud dalam as-Sahih-nya, Ibn Majah dalam
kitab as-Sunan. Seluruh kitab-kitab yang disebutkan di atas menghimpun
hadis-hadis yang berkenaan dengan kemunculan Imam Zaman.
Mahdi Yang Dijanjikan, biasanya dipanggil dengan
gelarnya Imamul 'Asr (Imam Zaman) dan Shâhibuz Zamân (Tuan Zaman) adalah
putra dari Imam Kesebelas. Namanya mirip dengan nama Nabi Saw. Imam
Zaman lahir di Samarra' pada tahun 255 M/869 H dan hingga 260 H/874 M
ketika ayahnya syahid, berada di bawah bimbingan dan penjagaan ayahnya.
Ia gaib dari pandangan umum dan hanya beberapa orang elit Syiah yang
dapat berjumpa dengan Imam.
Setelah syahadah ayahnya, ia menjadi Imam dan
melalui perintah Ilahi memasuki masa ghaib. Oleh karena itu, ia hanya
muncul menjumpai wakil-wakilnya dan perjumpaan itu pun hanya pada
keadaan-keadaan yang sangat darurat dan mendesak.
Imam memilih seorang wakil khusus, Utsman bin Sa'id
al-Amri, salah seorang sahabat ayahnya dan datuknya yang merupakan
orang kepercayaan Imam. Melalui wakilnya ini, Imam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan tuntutan-tuntutan masyarakat. Setelah Utsman
bin Sa'id al-Amri, putranya Muhammad bin Utsman al-'Amri ditunjuk
menggantikan ayahnya. Setelah Muhammad bin Utsman wafat, Abul Qasim
al-Husain bin Ruh an-Nawabahkti yang menjadi wakil Imam. Dan setelah
wafatnya, 'Ali bin Muhammad as-Samuri yang dipilih menjalankan tugas
sebagai wakil Imam Zaman.
Beberapa waktu sebelum wafatnya, 'Ali bin Muhammad
as-Samuri, yang bertepatan dengan tahun 329 H/ 939 M sebuah perintah
dikeluarkan oleh Imam yang menyebutkan bahwa 'Ali bin Muhammad as-Samuri
enam hari lagi akan meninggal. Dengan demikian, penugasan khusus dari
Imam (ghaibah sughra) akan berakhir dan ghaibah kubra segera dimulai dan
terus berlanjut hingga Tuhan memberikan izin kepada Imam untuk
kemunculannya.
Masa gaibah Imam Zaman dapat dibagi menjadi dua
bagian; masa ghaibah pertama, ghaibah sughra yang bermula pada tahun 260
H/872 M dan berakhir pada tahun 329 H/ 939 M, dan masa ghaibah yang
kedua, yaitu ghaibah kubra, yang bermula pada tahun 329 H/939 M dan akan
terus berlanjut sesuai dengan kehendak Allah Swt. Dalam sebuah hadiths
yang otensititasnya bersifat mutâwatir, Nabi Saw bersabda: "Jika usia
dunia ini tersisa walau sehari, Allah akan memperpanjang usia dunia ini,
hingga Dia mengutus di dalamnya seorang dari umatku dan Ahlulbaitku.
Namanya mirip dengan namaku. Dia akan memenuhi semesta ini dengan
keadilan dan kesetaraan setelah dipenuhi dengan penindasan dan
kezaliman."
Pada Masa Kemunculan Imam Mahdi
Dalam pembahasan tentang nubuwwah dan imâmah, telah
disebutkan bahwa sebagai hasil dari hukum umum bimbingan yang mengatur
segala penciptaan, manusia diberkati dengan daya dan kekuatan untuk
menerima wahyu melalui para nabi, yang menuntun dia kepada kesempurnaan
insani. Nampaknya, jika kesempurnaan dan kebahagiaan ini mustahil untuk
diraih oleh manusia yang memiliki dimensi sosial, sementara dia dibekali
dengan kekuatan untuk mencapai kedua hal tersebut, maka kekuatan ini
akan sia-sia. Dan dalam penciptaan tidak ada yang bersifat sia-sia.
Dengan kata lain, sejak manusia mendiami dunia ini,
manusia memiliki hasrat untuk membawa kehidupan sosialnya dipenuhi
dengan kebahagiaan dalam arti yang sesungguhnya dan berjuang untuk
mencapainya. Jika hasrat tersebut tidak untuk memiliki sebuah tujuan
eksistensi maka hal ini tidak akan pernah dilekatkan pada fitri manusia,
seperti halnya dengan, jika tidak ada makanan maka tidak ada rasa
lapar. Atau, jika tidak ada air, tidak akan ada rasa dahaga dan jika
tidak ada reproduksi maka tidak akan ada daya tarik seksual terhadap
kedua lawan jenis, pria dan wanita.
Oleh karena itu, dengan dalil kebutuhan fitri, masa
depan akan menjadi saksi suatu hari umat manusia akan terkenyangkan
dengan keadilan dan ketika segalanya hidup dalam keadaan damai dan
tentram, ketika manusia secara utuh memiliki kesempurnaan dan keutamaan.
Keaadan ideal seperti ini akan terjadi melalui usaha manusia tapi tetap
memerlukan pertolongan Ilahi. Dan pemimpin masyarakat seperti ini,
disebutkan dalam bahasa hadis, Mahdi.
Dalam ajaran-ajaran agama yang ada di muka bumi
seperti, Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Zoroaster dan Islam, terdapat
rujukan-rujukan tentang orang yang akan muncul menjadi penyelamat umat
manusia. Agama-agama ini biasanya memberikan berita gembira tentang
kedatangannya, meskipun tentu saja terdapat perbedaan-perbedaan di
dalamnya yang akan menjadi maklum jika masalah ini dibandingkan secara
utuh. Hadis Nabi Saw yang disepakati oleh seluruh kaum Muslimin, "Mahdi
adalah keturunanku." Merujuk kepada kebenaran yang sama.
Terdapat banyak hadis yang dinukil oleh
sumber-sumber Sunni dan Syiah dari Nabi Saw dan para Imam berkenaan
dengan kemunculan Imam Mahdi, seperti bahwa dia berasal dari keturunan
Nabi Saw dan kemunculannya kelak akan membantu manusia mencapai
kesempurnaan dan perwujudan kehidupan spiritual yang utuh. Di samping
itu, ada juga hadis-hadis yang berkenaan dengan kenyataan bahwa Mahdi
adalah putra Imam Kesebelas, Imam Hasan Askari. Mereka sepakat Imam
Mahdi telah lahir dan sekarang menjalani masa ghaibah yang panjang dan
Mahdi akan muncul kembali, memenuhi semesta ini dengan keadilan setelah
dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan.
Sebagai contoh, 'Ali Musa Ridha (Imam Kedelapan)
berkata: "Imam setelahku adalah putraku, Muhammad, dan setelahnya adalah
putranya, 'Ali dan setelah 'Ali, putranya, Hasan, dan setelah Hasan
adalah putranya Hujjatul Qaim, yang dinantikan selama masa ghaibah dan
akan diikuti pada masa kemunculannya. Jika usia dunia ini tidak tersisa
kecuali sehari, Allah akan memanjangkan hari itu hingga dia muncul yang
akan memenuhi semesta dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman
dan penindasan. Tapi kapan? Tentang kabar "waktu", sesungguhnya ayahku
berkata, setelah mendengar dari ayahnya yang mendengar dari ayahnya yang
mendengar dari datuknya yang mendengarnya dari 'Ali, yang bertanya
kepada Nabi Saw, "Wahai Rasul Allah, bilamanakah al-Qaim yang berasal
dari keluargamu akan muncul?" Nabi Saw bersabda, "Masalah kemunculannya
seperti dengan masalah "as-Sâ'at" (Hari Kiamat). (Qs. 7:187)."
Saqr bin Abi Dulaf berkata: "Aku mendengar dari Abu
Ja'far Muhammad bin 'Ali Ridha (Imam Kesembilan) yang berkata, "Imam
setelahku adalah putraku, 'Ali; perintahnya adalah perintahku;
perkataannya adalah perkataanku; mentaatinya adalah mentaatiku. Imam
setelahnya adalah putranya, Hasan. Perintahnya adalah perintah ayahnya;
perkataannya adalah perkataan ayahnya; mentaatinya adalah mentaati
ayahnya." Setelah menyampaikan hal ini, Imam terdiam. Aku berkata
kepadanya, "Yabna Rasulullâh", siapakah Imam setelah Hasan?" Imam
menjerit keras, lalu berkata, "Sesungguhnya setelah Hasan adalah
putranya Imam Yang Dinantikan, dialah "al-Qâim bil Haq" (Dia yang
dibantu oleh al-Haq).
Musa bin Ja'far Baghdadi berkata: "Aku mendengar
dari Imam Abu Muhammad al-Hasan bin 'Ali (Imam Kesebelas) yang berkata,
"Aku melihat setelahku ikhtilaf akan muncul mengenai Imam setelahku.
Barang siapa yang menerima Imam setelah Nabi Saw tetapi mengingkari
putraku adalah ibarat orang yang menerima seluruh nabi tapi mengingkari
kenabian Muhammad Saw, Rasulullah, Semoga Allah Melimpahkan Kepada
Mereka Salawat dan Rahmat. Dan barangsiapa yang mengingkari Muhammad
sebagai Nabi Allah adalah mengingkari seluruh nabi-nabi Allah, karena
mentaati Imam terakhir dari kami adalah berarti mentaati yang pertama.
Tapi hati-hatilah! Sesungguhnya, karena putraku dalam masa ghaibah,
orang-orang akan ragu terhadap kehadirannya kecuali orang-orang yang
dilindungi oleh Allah."
Musuh-musuh Syiah memprotes bahwa sesuai dengan
keyakinan mazhab ini, Imam Gaib ini kini berusia hampir dua belas abad,
sementara ini adalah hal yang mustahil bagi manusia. Untuk menjawab
pertanyaan ini harus dikatakan bahwa protes yang berdasarkan kepada
ketidaksamaan dengan manusia yang lain bukan kemustahilannya. Tentu
saja, masa hidup yang panjang dan masa hidup yang diperpanjang dua hal
yang berbeda. Tapi mereka yang mengkaji hadis-hadis Nabi Saw dan para
Imam akan mengetahui bahwa hidup panjang seperti ini adalah sebuah
bentuk mukjizat. Mukjizat tentu saja bukan mustahil juga tidak dapat
diingkari melalui argumen-argumen ilmiah. Hal ini tidak dapat dibuktikan
bahwa hukum sebab-akibat yang berlaku di alam semesta ini hanyalah apa
yang kita lihat dan ketahui dan bahwa sebab-sebab lain yang tidak
diketahui atau pengaruh-pengaruh dan perbuatan-perbuatannya yang tidak
kita lihat atau tidak mengerti bukan berarti tidak ada. Adalah dengan
jalan seperti ini bahwa dalam satu atau beberapa anak manusia, ada yang
dapat menjalankan beberapa sebab-akibat yang dianugerahkan kepada mereka
hidup panjang hingga mencapai ribuan tahun. Obat-obat bahkan tidak
kehilangan asa dalam menemukan jalan untuk mencapai usia yang panjang.
Bagaimanapun, protes-protes semacam ini yang berasal dari "Ahl al-Kitab"
seperti Yahudi, Kristen, Muslim merupakan sesuatu yang sangat aneh
karena mereka menerima mukjizat para nabi Allah yang tertera dalam
kitab-kitab suci mereka.
Musuh-musuh Syiah juga memprotes bahwa, meskipun
ajaran Syiah memandang wajib untuk menjelaskan ajaran-ajaran dan
kebenaran agama dan menuntun manusia, ghaibah Imam adalah sebuah
pengingkaran atas tujuan ini. Karena umat manusia tidak mendapatkan
manfaat dan kegunaan dari Imam yang berada dalam masa gaib. Musuh-musuh
Syiah itu berkata bahwa jika Allah menghendaki untuk mengajukan seorang
Imam untuk memperbaiki keadaan manusia, Dia dapat menciptakannya pada
waktu yang diperlukan dan tidak perlu menciptakannya seribu tahun lebih
dahulu. Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dikatakan bahwa orang-orang
ini tidak mengerti makna Imam, karena dalam pembahasan imâmah akan
menjadi jelas bahwa tugas Imam tidak hanya menjelaskan secara formal
agama dan membimbing manusia secara lahir. Dengan cara yang sama, dia
memiliki tugas untuk membimbing manusia secara lahir, dia juga
menjalankan fungsi wilâyah dan bimbingan batin. Dialah yang menuntun
kehidupan spritual manusia dan mengarahkan aspek batin manusia kepada
Allah. Jelasnya, kehadiran atau kegaiban fisik tidak memiliki pengaruh
dalam masalah ini. Imam mengawasi manusia secara batin dan menjalankan
komunikasi batin dan jiwa dengan manusia meskipun dia tidak nampak oleh
pandangan fisik. Kehadirannya selalu wajib walaupun waktunya belum tiba
untuk muncul dan melakukan rekonstruksi semesta.
Mutiara Hadis Imam al-Hujjah:
"Ketahuilah! Bukan golonganku orang yang
mengingkariku. Kemunculanku sepenuhnya bergantung kepada kehendak Allah;
Oleh karena itu, barang siapa yang menetapkan sebuah waktu bagiku untuk
kemunculanku adalah pendusta. Keberadaanku dalam masa ghaiba adalah
seperti keberadaan matahari di balik awan-awan. Sesungguhnya,
kehadiranku adalah amnesti bagi penduduk semesta. Banyaklah berdoa
kepada Allah untuk menyegerakan kemunculanku, karena dalam doa itu
terdapat obat untuk penderitaanmu."[]
Daftar isi
Peri Kehidupan 14 Manusia Suci1
Oleh 1
Penerjemah Ansariyan 1
Sekapur Sirih dari Allamah Thabathaba'i2
Keagungan al-Qur’an 5
Islam dan Muslim 7
Manusia Suci Pertama 10
Nabi Muhamad SAW 10
Silsilah Para Nabi10
Silsilah Keturunan 10
Abdul Mutthalib 11
Muhammad Saw 11
Khadijah 11
Nabi12
Khalifah 12
Islam 14
Tragedi17
Masa Muslim 17
Uhud 18
Mubahalah 19
Hudaibiyyah 20
Khaibar21
Mekkah 21
Tabuk 22
Para Istri Nabi22
Ahl al-Kisa 24
Hajjatul Wida'25
Hadis al-Ghadir27
Wafat (rihlah)28
Mutiara Hadis Nabi Saw 30
Kematian 31
Kemuliaan Bekerja Keras 31
Pendidikan 32
Musuh-Musuh Allah 33
Hasud 33
Puasa 33
KeRidhaan Allah 33
Memaafkan 33
Sifat Munafik 34
Islam dan Agama Lain 34
Akhlak 34
Pernikahan 34
Sederhana 35
Muslim dan Persaudaran Muslim 35
Penindasan 36
Anak Yatim 36
Al-Qur'an, Nabi dan Ahlulbait Nabi36
Surga 37
Keluarga dan Orang-Tua 38
Kesombongan 38
Pikiran 38
Nasihat-nasihat39
Mengingat Allah Swt39
Curiga 39
Simpati39
Wanita 40
Dunia 40
Manusia Suci Kedua 41
Putri Nabi Saw 41
Fatimah az-Zahra As 41
Pernikahan 42
Akhlak Fatimah 43
Tanah Fadak 43
Syahadah 44
M.H. Syakir Menulis:45
Hadrat Fatimah As berkata:48
Para Imam 49
Hierarki Dua Belas Imam 49
Manusia Suci Ketiga 51
Imam Pertama 51
'Ali bin Abi Thalib As 51
Pernikahan 55
Syahadah 55
Para Imam dan Pemimpin Islam 56
Oleh: Allamah Tabataba'i56
Imam Pertama 57
M.A. Syakir menulis:62
Kelahiran 62
Pengganti dan Khalifah 62
Hari Bahagia 63
Siksaan 63
Hijrah 64
Ksatria 64
Badar64
Uhud 65
Khandaq 66
Khaibar67
Negarawan 68
Pernikahan 69
Hadis 69
Wafatnya Rasulullah Saw 70
Abu Bakar70
Umar71
'Utsman 71
'Ali72
Penghulu Awliya' Allah 72
Manusia Suci Keempat78
Imam Kedua 78
Imam Hasan Mujtaba As 78
Masa Kanak-kanak 78
Mengingat Allah (Dzikrullah)79
Ketakwaan dan Sifat Qana'ah 79
Imâmah 80
Syahadah Imam Hasan As 81
Allamah Tabataba'i menulis:82
Mutiara Hadis Imam Hasan 83
Manusia Suci Kelima 85
Imam Ketiga 85
Imam Husain as-Syahid As 85
'Âsyurâ (Hari kesepuluh Muharam)89
Beberapa Hadis Nabi Saw ihwal Imam Husain As 90
Ibn Sa'd meriwayatkan dari asy-Sya'bi:91
Anas bin Harits meriwayatkan:92
Sir Muhammad Iqbal berkata:92
Khawaja Mu'inuddin Cyisti berkata:92
Brown dalam A Literary History of Persia menulis:93
Allamah Thabathaba'i menulis:93
Mutiara Hadis Imam Husain As 101
Manusia Suci Keenam 102
Imam Keempat102
Imam 'Ali Zainal Abidin As 102
Allamah Tabataba'i menulis:105
Mutiara Hadis Imam Sajjad:106
Manusia Suci Ketujuh 107
Imam Kelima 107
Imam Muhammad al-Baqir As 107
Allamah Tabataba'i menulis:109
Mutiara Hadis Imam Baqir As:110
Manusia Suci Kedelapan 112
Imam Keenam 112
Imam Ja'far as-Shadiq As 112
Imâmah:112
Keadaan Politik 113
Keadaan Agama 114
Ajaran-ajaran Imam Ja'far As 114
Allamah Tabataba'i menulis:115
Syahadah 118
Mutiara Hadis Imam Shadiq As 118
Manusia Suci Kesembilan 119
Imam Ketujuh 119
Imam Musa al-Kazhim As 119
Orang Tua 120
Masa Kecil120
Imâmah 121
Keadaan Politik 121
Keunggulan Akhlak 122
Prestasi Ilmu Pengetahuan 123
Syahadah 123
Mutiara Hadis Imam Musa Kazhim 123
Manusia Suci Kesepuluh 124
Imam Kedelapan 124
Imam Ali ar-Ridha As 124
Mutiara Hadis Imam Ridha As 130
Manusia Suci Kesebelas 131
Imam Kesembilan 131
Imam Muhammad al-Jawad As 131
Masa Kecil131
Imâmah 132
Keunggulan dan Prestasi Pengetahuan 132
Hijrah ke Irak 133
Mutiara Hadis Imam Jawad As 136
Manusia Suci Kedua Belas 137
Imam Kesepuluh 137
Imam 'Ali al-Hadi As 137
Imam Hadi As berkata kepada Mutawakkil:140
Manusia Suci Ketiga Belas 141
Imam Kesebelas 141
Imam Hasan Askari As 141
Mutiara Hadis Imam Hasan Askari:143
Manusia Suci Keempat Belas 144
Imam Kedua Belas 144
Imam Mahdi al-Hujjah As 144
Pada Masa Kemunculan Imam Mahdi146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar