ANDAI MUSIBAH INI MENIMPA SIANG..., NISCAYA MENJADI MALAM
Sumber : safinah-online.com
Salam atas keluarga suci Nabi…
Banyak sekali ayat Alquran dan riwayat hadis dalam kitab-kitab mu`tabar tentang keutamaan-keutamaan Ahlulbait Nabi as. Satu di antaranya, firman Allah:
إِنَّما يُريدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهيراً
Sesungguhnya Allah berhendak untuk menghilangkan dosa dari kalian, hai Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.” (QS: al-Ahzab 33)
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw mendoakan mereka dan para pecinta mereka:
اللهم انك تعلم ان هؤلاء اهل بيتي واكرم الناس علي فأحبب من احبهم وابغض من ابغضهم ووال من والاهم وعاد من عاداهم واعن من اعانهم واجعلهم مطهرين من كل رجس معصومين من كل ذنب وايدهم بروح القدس منك
“Ya Allah, Engkau Mahatahu bahwa mereka itu keluargaku dan orang-orang yang paling aku muliakan. Maka cintailah siapa yang mencintai mereka dan bencilah siapa yang membenci mereka; jadilah penolong siapa yang menolong mereka dan musuhilah siapa yang memusuhi mereka; berikan bantuan bagi siapa yang membantu mereka. Jadikanlah Ahlulbaitku orang-orang yang Engkau sucikan dari segala nista dan terpelihara dari segala doa. Dukunglah mereka dengan spirit kesucian dari-Mu.”
Khusus mengenai Sayidah Fatimah banyak pula hadis tentang putri Rasulullah ini, di antaranya dalam Sahih Muslim (7/141) dan lainnya, Nabi saw bersabda:
فاطمة بضعة مني يريبني ما ارابها ويؤذيني ما اذاها
“Fatimah belahan diriku, meragukan aku siapa yang telah meragukan dia dan menyakiti aku siapa yang telah menyakitinya.”
Dinukil dalam kitab “Ghayatu al-Maram” (2/119 dan 350) hadis Nabi saw:
باب فاطمة بابي وبيتها بيتي فمن هتكه هتك حجاب الله;
“Pintu Fatimah adalah pintuku dan rumahnya adalah rumahku. Maka siapa yang mengoyaknya (rumah Fatimah) telah mengoyak hijab Allah.
Dari dua hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang terkait, satu rangkuman umum yang dapat diangkat di sini, yaitu sikap atau tindakan apapun dari siapapun dan kapanpun terhadap Sayidah Fatimah dan yang terkait dengan dirinya adalah sama halnya berurusan dengan Allah dan Rasul-Nya.
Sikap atau tindakan itu baik merupakan penghormatan, memuliakan dan mengagungkan, maupun -naudzubillah- merupakan penghinaan, membenci, memusuhi, menyakiti dan merendahkan. Siapapun pelakunya, yang muslim ataupun yang non muslim. Baik di masa Sayidah Fatimah dan sepeninggal Rasulullah saw, maupun di masa sesudah itu hingga sekarang.
Teks-teks suci seperti di atas membawa batasan-batasan tertentu, bagaimana semestinya seseorang terhadap Sayidah Fatimah dan terhadap apa serta siapa yang terkait dengan dirinya. Selain itu seruannya tak sebatas mengagungkan, tetapi juga agar meneladani beliau.
Kemudian, apa yang akan terjadi sepeninggal Rasulullah dari umatnya sampai beliau mengatakan:
الى الله اشكو ما تلقى عترتي من بعدي
“Kepada Allah aku mengadu apa yang akan ‘Itrahku hadapi sesudahku.”
Saat wafat menjelang, Rasulullah saw menangis sampai janggutnya basah oleh airmatanya. Beliau ditanya, “Mengapa engkau menangis, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, Aku menangis atas Dzuriyahku dan apa yang akan diperbuat oleh orang-orang jahat terhadap mereka sesudahku. Seakan aku bersama Fatimah putriku, ia dianiaya sesudahku dan ia memanggil, yâ abatâh… (Oh ayah..). Tetapi dari umatku tak ada yang peduli. (Amali ath-Thusi, hal 188/316/18)
Dapat dirujuk dalam Sahih Bukhari 4/183, Sahih Muslim 7/143 dan lainnya, bahwa: Ketika itu beliau memanggil putrinya dan membisikkan sesuatu kepadanya, Fatimah lalu menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu kepadanya, Fatimah lalu tertawa senang. Melihat demikian Aisyah penasaran dan bertanya kepada Fatimah tentang hal itu. Fatimah mengungkapkan:
“Ayah memberitahuku bahwa beliau akan wafat dalam sakitnya, karena itu Saya menangis. Kemudian memberitahuku bahwa Saya orang pertama dari Ahlulbaitnya, yang akan menyusul beliau. Karena itu Saya tertawa senang.”
Demikian itu seakan Sayidah Fatimah tak sanggup bila berpisah dengan Rasulullah saw. Kebahagiaannya dalam hidup di dunia ialah apabila ia bersama ayahnya, dan menjadi hilang dengan kepergian Rasulullah di sisi Rabbul alamin.
Jika kebahagiaannya itu pergi, sirnalah semangat untuk menjalani hidup di alam fana yang gulita ini. Namun, masih ada satu harapan yang tersisa baginya untuk meraih kembali kebahagiaan yang hilang itu, ialah sebuah kepastian bahwa Sayidah Fatimah pasti akan bersama lagi dengan Rasulullah saw di alam sana yang kekal. Terlebih dikabarkan kepadanya bahwa dialah yang pertama yang akan segera menyusul beliau. Hal inilah yang mungkin membuat hati Sayidah Fatimah terhibur.
Walau hidup di dunia sedemikian singkat, tanpa kehadiran Rasulullah saw adalah dalam penantian yang panjang di ruang yang penuh kegelapan. Di hadapan pusara Sang Ayah yang suci, Fatimah Zahra as mengungkapkan:
صبت علي مصائب لو انها صبت على الايام عدن لياليا
“Musibah besar menimpa diriku. Andai musibah ini menimpa siang.
MENGAPA FATIMAH ZAHRA MEMINTA MATI?
Suatu waktu, saya ikut pada salah satu acara duka Hadhrat Zahra Salamullah ‘alaiha, saya mendengar beberapa hal dari pengkidung yang menyisakan selaksa pertanyaan di benak saya. Pengkidung itu berkata, “Hadhrat Zahra Sa pada akhir-akhir usianya memanggil anak-anaknya untuk bersiap-siap berziarah pada pusara datuk mereka, Rasulullah Saw dan bunda Zahra berdoa di tempat itu. Bunda Zahra berdoa di tempat itu, tatkala anak-anaknya menengadahkan tangannya ke langit, memohon kematian kepada Allah Swt yang membuat anak-anaknya kaget dan bersedih hati.”
Saya tidak dapat menerima beberapa poin di bawah ini :
Hadhrat Zahra Sa sebagai teladan terbaik pada seluruh tingkatan hidup bagi para wanita Syiah, meski banyak menghadapi persoalan namun apa maknanya memohon kematian ini? Beliau meninggal (syahid) pada usia muda, hal ini pada kecenderungan anak muda khususnya pada masa balig menjadi faktor penyebab meningkatnya putus asa atau kematian (bunuh diri) lantaran tidak terpenuhinya pelbagai harapan dalam memecahkan pelbagai masalah yang dihadapi. Kehidupan merupakan nikmat terbesar yang dianugerahkan Tuhan kepada umat manusia. Manusia harus senantiasa bersyukur kepada Allah Swt atas anugerah besar ini. Memohon kematian pada usia muda itu, nikmat hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia, itu pun sebagai teladan unggul bagi manusia, apa maknanya?
Pada literatur-literatur standar tidak disebutkan bahwa Hadhrat Fatimah Zahra mengambil tangan anak-anaknya dan memohon mati di atas pusara Rasulullah Saw. Akan tetapi, pada sebagian kitab, doa memohon kematian disandarkan kepada Hadhrat Fatimah Zahra Sa. Dalam khotbahnya yang panjang karena protes akibat dirampasnya tanah Fadak, Hadhrat Fatimah Sa memohon mati dan bersabda, “Duhai sekiranya pada detik-detik seperti ini aku mati.”
Memohon kematian dari Allah Swt boleh jadi disebabkan oleh beberapa alasan. Apabila alasannya karena lelah dan kalah dalam berkonfrontasi dengan selaksa problem keseharian atau karena kelemahan manusia tentu saja hal ini merupakan sebuah hal yang tercela dan tidak terpuji.
Akan tetapi apabila alasannya adalah iman yang kuat, kerinduan dan cinta yang tak terbahasakan kepada Tuhan, sedemikian sehingga pecinta tidak kuasa lagi membendung kerinduan jauh dari Sang Kekasih dan sampainya sang pecinta kepada Sang Kinasih merupakan cita dan harapannya tentu saja memohon kematian seperti ini terpuji.
Tidak terdapat dalam literatur-literatur standar yang menjelaskan bahwa Hadhrat Zahra mengambil tangan anaknya dan memohon kematian di atas pusara Rasulullah Saw. Akan tetapi, pada sebagian kitab, terdapat doa memohon kematian disandarkan kepada Hadhrat Fatimah Zahra Sa ketika beliau menyampaikan sebuah khotbah yang panjang terkait protesnya terhadap perampasan tanah Fadak. Dalam khotbah tersebut, Hadhrat Fatimah Sa memohon mati dan bersabda, “Duhai sekiranya pada detik-detik seperti ini aku mati.”[1] Namun demikian, situasi dan kondisi pada masa itu harus diperhatikan. Doa dan harapan seperti ini boleh jadi semacam pernyataan antipati dan kebencian terhadap kondisi yang berkembang ketika itu.
Bagaimanapun, apabila kita terima bahwa Hadhrat Zahra Sa bermaksud serius menyampaikan hal seperti ini maka kami mengajak Anda untuk memperhatikan beberapa hal berikut ini:
Usia panjang merupakan sebuah nikmat Ilahi dan dalam pandangan Islam, memohon kematian merupakan sebuah perbuatan tercela yang Rasulullah Saw[2] dan para Imam Maksum As, dalam banyak riwayat, melarang orang-orang untuk berharap seperti ini. Memohon kematian dari Allah Swt boleh jadi disebabkan oleh beberapa alasan. Apabila hal ini dilakukan karena konfrontasi dengan pelbagai kesulitan hidup dan lemahnya jiwa, maka tentu saja hal ini merupakan sebuah perbuatan tercela dan tidak terpuji.
Akan tetapi apabila alasannya adalah iman yang kuat, kerinduan dan cinta yang tak terbahasakan kepada Tuhan, sedemikian sehingga pecinta tidak kuasa lagi membendung kerinduan jauh dari Sang Kekasih dan sampainya sang pecinta kepada Sang Kinasih merupakan cita dan harapannya tentu saja memohon kematian seperti ini terpuji.
Amirul Mukminin As dalam Nahj al-Balâghah pada sebuah khotbah yang dikenal sebagai khotbah Muttaqin, dalam mendeskripsikan sifat-sifat dan tipologi orang-orang bertakwa, bersabda, “Apabila Allah Swt tidak menentukan usia tertentu bagi orang-orang beriman dan bertakwa, maka dalam sekejap mata ruh mereka tidak akan tinggal pada badan mereka, lantaran kerinduan terhadap ganjaran Ilahi dan ketakutan dari hukumannya; mereka adalah orang-orang beriman yang merindukan pertemuan dengan Tuhannya.”[3]
Dalam sabdanya yang lain Baginda Ali As bersabda, “Lebih seringlah mengingat mati, dan (apa yang akan datang) setelah kematian. Namun janganlah merindukan kematian kecuali Anda telah yakin bahwa Anda telah memperoleh keridhaan Ilahi.”[4]
Karena itu, dalam dua hal kematian menjadi harapan dan kerinduan para wali Allah dan bermohon kepada Tuhan untuk tidak lagi diberikan usia panjang:
1. Bagi dia yang hidup di dunia mempersiapkan segala kebaikan dan keberkahan maka dunia baginya tidak lain kecuali penjara, karena ia telah menunaikan segala tugasnya dengan baik dan memenuhi tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Ia merasa bahwa setelah ini, ia tidak lagi memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menunaikan pekerjaan dan kehidupan di dunia ini hanya memperlambat pertemuannya dengan Tuhan Sang Kinasih. Di sini memohon kematian bermakna percepatan (tasri’) untuk berjumpa dengan Tuhan (liqaullah).
Sebagaimana seorang mahasiswa yang berangkat ke luar negeri untuk menuntut ilmu di sana ia belajar dan bekerja dengan baik lalu memperoleh sertifikat. Ia berharap untuk kembali pulang ke tanah air. Lantaran ia telah menunaikan tugasnya dengan baik. Dengan kata lain, kematian bagi para wali Tuhan adalah sebuah harapan. Namun apakah mereka berada pada tataran ingin memenuhi harapan ini atau meski kematian bagi mereka adalah sebuah harapan, mereka berperang dengannya? Poinnya di sini bahwa mereka memiliki harapan juga berperang dengannya (kecuali dalam dua hal yang akan kita jelaskan). Mengapa? Lantaran mereka laksana mahasiswa. Seorang mahasiswa yang merantau ke luar negeri menuntut ilmu hingga detik-detik terakhir yang ia masih memilih peluang untuk bekerja dan berkembang maju dengan keluar dari tempat itu. Ia berjuang seperti yang ia harapkan, kecuali saat-saat yang ia rasakan bahwa tidak ada lagi pekerjaan yang tersisa buatnya. Artinya, apa yang harus ia kerjakan ia telah tunaikan dengan baik.[5]
2. Kedua masalah syahadah. Mengingat syahadah di jalan Allah merupakan setinggi-tingginya derajat kesempurnaan manusia, harapan untuk syahid dan mati di jalan Allah merupakan setinggi-tingginya derajat kesempurnaan yang setelah bertahun-tahun ibadah dan penghambaan yang tulus-ikhlas dan menunaikan amalan-amalan saleh manusia boleh jadi sampai pada derajat kesempurnaan dan mungkin saja tidak sampai. Akan tetapi, syahadah satu kesempurnaan yang telah dijamin. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang yang mengerjakan kebaikan, di atas amalannya terdapat kebaikan yang lain (yang lebih tinggi), namun syahadah tiada lagi kebaikan di atasnya.”[6] Karena itu, harapan syahadah (mati di jalan Allah) merupakan sebuah harapan ideal, tetapi pada dua hal manusia beriman tidak akan menempatkan dirinya pada lintasan bahaya kematian dan terbunuh. Apabila ia menderita sakit, maka ia harus berobat hingga mendapatkan kepulihan. Atau apabila ia hadir di medan jihad di jalan Allah maka ia harus memperhatikan seluruh masalah keamanan dan penjagaan untuk menjaga dirinya.[7] [IQuest]
Indeks-indeks terkait:
1. Kematian dan Penundaannya, Pertanyaan 4606 (Site: 4907).
2. Permohonan Diberi Usia Panjang dan Harapan Kematian, Pertanyaan 2188 (Site: )
3. Tiadanya Pengetahuan ihwal Masa Kematian, Pertanyaan 2210 (Site: )
4. Syahadah Hadhrat Zahra Sa dalam Literatur-literatur Ahlusunnah, Pertanyaan 5256 (Site: )
Catatan:
[1]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 29, hal. 234, Dar al-Wafa, Beirut, 1404 H, “Laitani mittu qabla haniaiti.”
[2]. Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 128,
[3]. Nahj al-Balâgha, Subhi Shaleh, Khutbah 193, hal. 303, Dar al-Hijrah, Qum.
[4]. Nahj al-Balâgha, Subhi Shaleh, Surat 69, Dar al-Hijrah, Qum.
[5]. Kulaini, Al-Kâfi, jil. 2, hal. 348; Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 71, hal. 61, dengan sedikit perbedaan.
[6]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Murtadha Muthahhari, A^syanâi ba Qur’ân, jil. 7 (Tafsir Surah Shaf, Jum’ah, Munafiqun dan Taghabun), hal. 64-81.
[7]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2188 (Site: 2313)
APAKAH KITA AKAN DIBAKAR DI NERAKA?
pengarang : Saleh LapadiSumber : irib indonesia
Seorang wanita kota Madinah mendatangi Sayidah Fathimah as dan berkata, “Wahai putri Rasulullah! Suamiku yang mengutusku untuk menemuimu agar kutanyatakan kepadamu apa kami termasuk Syiahmu atau tidak?”
Sayidah Fathimah as menjawab, “Bila melakukan segala perintah kami secara keseluruhan, niscaya kalian termasuk dari Syiah kami dan sebaliknya, maka kalian tidak akan pernah!”
Wanita itu kemudian kembali menemui suaminya dan menyampaikan apa yang didengarnya. Setelah mendengarkan penjelasan istrinya, raut muka suami wanita itu tampak kusut dan berkata kepada dirinya, “Aku tidak akan pernah mampu melakukan perintah keluarga Nabi Saw secara sempurna. Dalam sebagian perintah, aku jelas bermalas-malasan dalam mengamalkan perintah mereka. Kemalasan telah menjadi penghalang untuk melaksanakan seluruh perintah mereka... Celakalah aku bakal dibakar di neraka.”
Wanita itu menyaksikan kecemasan di wajah suaminya dan untuk kedua kalinya ia pergi menemui Sayidah Fathimah as dan menyampaikan apa yang dilihatnya dari perubahan raut wajah suaminya.
Sayidah Fathimah as berkata, “Sampaikan ucapanku ini kepada suamimu dan katakan kepadanya agar tidak perlu khawatir. Syiah kami merupakan penduduk terbaik surga dan semua pecinta kami, pecinta pecinta kami dan musuh dari musuh-musuh kami semuanya akan berada di surga.”
Setelah itu beliau menambahkan, “Barangsiapa yang hati dan lisannya pasrah dan tunduk kepada kami, tapi tidak mengamalkan perintah kami tentu saja tidak termasuk Syiah hakiki, sekalipun orang-orang seperti ini setelah menanggung siksa di Hari Kiamat dan merasakan azab kemudian bersih dari dosa akan dibawa ke surga. Benar, kami akan menyelamatkan mereka dikarenakan kecintaannya kepada kami.”
IHWAL DIALOG FATIMAH A.S. DENGAN MALAIKAT
pengarang: Ja'far Subhani
Bagaimana penjelasan ihwal Sayyidah Fathimah as, putri Nabi saw, berbicara dengan malaikat?
Tidak bisa diragukan bahwa malaikat pembawa wahyu Ilahi dan malaikat-malaikat lain berbicara dan berdialog dengan para nabi dan wali-wali Allah swt untuk menyampaikan wahyu kepada mereka, namun dialog seperti ini tidak hanya terjadi pada diri para nabi , melainkan juga terjadi pada para manusia-manusia langitan (selain nabi). Ada sekelompok orang, yang mana para malaikat menampakkan diri dengan menyerupai seorang manusia ketika berhadapan dan berdialog dengan orang-orang itu, yang dijuluki sebagai muhaddats (orang yang ditemani bicara).
Di beberapa hadits fariqain (Syi’ah dan Ahlusunnah) terdapat kelompok yang dikenal sebagai muhaddats dan mereka itu adalah orang-orang yang pernah berdialog dan berbincang-bincang dengan malaikat. Seseorang yang disebut muhaddats tentunya, dari segi kesempurnaan, telah mencapai tingkat dimana dia dengan telinga biasa ini bisa mendengar suara-suara barzakhi (gaib). Alam ini, penuh dengan suara-suara dan bentuk-bentuk barzakhi , dimana mayoritas manusia tidak bisa mendengar dan menyaksikannya dikarnakan tidak punya kemampuan. Akan tetapi, ada sekelompok manusia, yang mana telah melewati tingkatan-tingkatan kesempurnaan dan keutamaan, mampu dan bisa menangkap, mendengar dan menyaksikan bentuk-bentuk serta suara-suara barzakhi tersebut, seperti Malaikat Jibril, sang ruhul qudus, berdialog dengan mereka dan mereka mendengar suara sang Malaikat mulia ini.
Dari sini, ada banyak riwayat yang memperkenalkan dan menyebut putri Rasulullah saw, Sayyidah Fathimah as, sebagai muhaddatsah [1], dimana hal ini menghikayatkan akan kemuliaan dan kesempurnaan dirinya.
Orang-orang yang berpandangan picik dan sempit menganggap bahwa perbincangan malaikat yang terjadi pada selain para nabi adalah sesuatu yang tidak benar dan bahkan jauh dari kebenaran, padahal Alquran dengan sendirinya menjelaskan bagaimana dialog malaikat dengan ibu Nabi Isa as, Maryam.
Qs. Ali 'Imran ayat 42:
"Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika malaikat berkata: "Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, dan mensucikanmu, dan telah memilihmu (beroleh kemuliaan) melebihi perempuan-perempuan seluruh alam (yang sezaman denganmu)".
Malaikat berbicara dengan seseorang bukanlah alamat dan tanda bahwa orang tersebut adalah nabi, akan tetapi merupakan alamat dan ciri akan terangkatnya maqam sang mukhaathab (audiens) ke puncak kesempurnaan, yang mana puncak kesempurnaan itulah yang menganugerahinya kemampuan untuk mendengar pembicaraan para malaikat. Selain ini, Alquran juga menyebutkan ihwal pembicaraan antara para malaikat dengan istri Nabi Ibrahim as.
Qs. Huud ayat 73:
"Malaikat-malaikat itu berkata: "Patutkah Engkau merasa heran tentang perkara Yang telah ditetapkan oleh Allah? memanglah rahmat Allah dan berkatnya melimpah-limpah kepada kamu, Wahai ahli Rumah ini. Sesungguhnya Allah Maha terpuji, lagi Maha melimpah kebaikan dan kemurahanNya".
Persoalan ilham dan pintu-pintu kegaiban yang terjadi pada diri para wali Allah swt merupakan suatu permasalahan yang masyhur dalam teologi dan filsafat, dimana kita tidak ada ruang untuk menjelaskannya di dalam tulisan singkat ini, namun secara singkat dapat dikatakan bahwa periode kenabian, dalam artian kepemimpinan umat manusia dengan jalan wahyu tasyri' i, telah berlalu dan setelah Rasulullah saw, tidak akan ada lagi nabi dan rasul. Akan tetapi, pintu-pintu kegaiban dan makrifat manusia tidak akan pernah tertutup. Betapa banyak manusia yang mendengar dan melihat sesuatu, yang mana manusia lain tidak bisa mendengar dan melihatnya, dengan mata barzakhinya.
Qs. Al Anfaal ayat 29:
Hai orang-orang yang beriman, kalau engkau bertaqwa (menjauhi perbuatan dosa) kepada Allah swt, maka Allah swt akan menganugerahi kekuatan cahaya, yang mana dengannya engkau akan mampu memisahkan dari dalam antara hak dan batil.
Imam Ali as, ihwal manusia-manusia langit, yang mana senantiasa mencari kesempurnaan dengan jalan taqwa, berkata:
Dia telah menghidupkan akalnya dan membunuh syahwatnya sehingga badannya pun menjadi kurus. Badannya yang bagus itu berubah menjadi lembut. Kilatan penuh cahaya memancar dari dirinya sehingga jalan hidayah menjadi terang baginya dan membimbingnya menapaki jalan menuju Tuhan, meneruskan langkah dari satu pintu ke pintu berikutnya untuk mencapai kesempurnaan dan dia mencapai serta menempati maqam yang sangat menyenangkan lagi aman" [2]
[1] Bihaarul Anwar 43/79 hadis 66 dan 67.
[2] Nahjul Balaghah / Khutbah ke 22.
KAUTSAR MUHAMMADI
Hari ini, 20 Rabiutsani, merupakan hari bahagia buat pasangan idaman Rasulullah Saw dan Khadijah. Hari dimana terlahir dari sebuah keluarga nabawi seorang putri yang kelak menjadi penghulu di alam semesta dan teladan wanita sepanjang masa. Wajar jika hari ini disematkan sebagai hari ibu atau hari wanita yang dimaksudkan untuk merayakan dan memperingati kelahiran seorang bunda yang melahirkan putra-putri unggul dalam pentas sejarah umat manusia atau seorang wanita yang meski berusia belia telah menjadi sumber keteduhan bagi sang ayah. Seorang wanita yang tak terperikan kepribadiannya sedemikian sehingga Dr. Syariati hanya mampu melukiskan kepribadiannya dengan menulis sebuah buku…Fatimah is Fatimah…Fatimah adalah Fatimah. Karena tiada yang mengenalnya dengan baik kecuali Allah, Rasul-Nya dan suami kinasihnya. Hadrat Fatimah az-Zahra As lahir menghiasi kebahagiaan Hadrat Khadijah As dan Rasulullah Saw. Sebelum kelahirannya, Nabi Saw memiliki dua putra, Qasim dan Tahir, akan tetapi kedua putra beliau ini meninggal selagi mereka masih belia.
Nabi Saw memulai menyebarkan ajaran Islam dan mendapatkan musuh-musuh akibat dakwah ini. Sebagai hasilnya, beberapa kaum Musyrik memulai melancarkan ejekan kepada beliau akibat kematian putra beliau, dengan memanggilnya sebagai "Abtar".Istilah Abtar ini bermakna seekor binatang yang tidak memiliki ekor – betapa kejinya orang-orang mengejek Nabi Saw dengan "Abtar" karena beliau tidak memiliki anak yang akan melanjutkan garis keturunannya.Kemudian, ketika Hadrat Fatimah As lahir, turunlah surat al-Qur'an berikut ini:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan Nama Allah Yang Mahakasih dan Mahasayangاِناّ اَعْطَيْنكَ اَلْكَوْثَر °ٍSesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (wahai Muhammad) nikmat yang melimpah (kautsar), فَصَلِّ لِرَِِِبِّكَ وَانْحَرْ °Oleh karena itu, pujilah Tuhanmu dan berkorbanlah. اِنَّ شا نئَك هُو البترٌ ° Sesungguhnya orang yang membencimu dialah yang terputus (tidak akan memiliki keturunan). Ketika Nabi Saw ditanya tentang apa arti dari kautsar, beliau menjawab bahwa kautsar berarti sebuah sungai di Surga dan seseorang yang akan memberikan air dari sungai tersebut kepada orang-orang Mukmin adalah Imam 'Ali al-Murtada As.Kemudian Nabi Muhammad Saw berkata bahwa kautsar juga bermakna nikmat yang melimpah, dan kelahiran Sayidah Fatimah menandakan bahwa, melalui dirinya, keturunan Rasulullah Saw akan melimpah ruah.Janji Allah terbukti karena hari ini, keturunan Nabi Muhammad Saw tidak terhitung banyaknya, (sadat plural dari sayid), sementara tidak ada orang yang mengklaim dirinya sebagai seorang keturunan dari kaum Musyrik Quraisy. Lalu musuh-musuh Nabilah yang terbukti menjadi Abtar.[1] Wanita SurgawiDalam sebuah riwayat yang dinukil dari kitab-kitab Ahlusunnah dan Syiah: Rasulullah Saw pada malam mi’raj melintasi surga, Jibrail memberikan buah pohon Tuba, dan tatkala Rasulullah Saw kembali ke bumi, nutfah Fatimah As terpancar dari buah surga tersebut. Oleh karena itu, dalam hadis kita membaca bahwa Nabi Saw amat sering mencium Fatimah As, sehingga suatu hari Aisyah bertanya dengan gusar tentang gerangan apa yang membuat Nabi Saw amat sering mencium gadis kecil ini?! Rasulullah Saw menjawab: “Aku mencium semerbak surga kapansaja aku mencium Fatimah” Artinya tatkala Rasulullah Saw ingin merasakan semerbak surga maka ia melayangkan kecupan cinta kepada Fatimah As. Wujud Fatimah merupakan sumber kebaikan yang melimpah dan tidak terkira, yang selain merupakan faktor penentu bagi keberlanjutan risalah Rasul Saw hingga hari kebangkitan kelak, hal ini juga menjadi faktor keabadian keturunan suci Rasulullah Saw.[2] Atas alasan inilah, Fatimah As disebut sebagai kautsar Muhammad atau kautsar surgawi. Karena itu, ketika Rasulullah Saw merindukan surga dan merasakan dahaga surgawi segera beliau melanyangkan kecupan cinta dan ciuman keberadaan kepada sosok yang diturunkan baginya surah al-Kautsar. Apa arti kautsar?Kautsar merupakan sebuah kata yang timbangannya adalah "fau'al" dan merupakan kata sifat yang diambil dari kata "kitsrat" atau melimpah. Dan "kautsar" di sini bermakna kebaikan yang banyak atau melimpah. Keluasan dari makna kautsar telah menyebabkan kata ini memiliki obyek yang tak terhitung banyaknya dimana "kebaikan yang tak terhingga" pun bisa dimasukkan ke dalamnya. Mengenai kata kautsar yang terdapat pada surah mulia al-Kautsar, terdapat begitu banyak makna yang disebutkan, baik dalam kitab-kitab tafsir Syiah maupun Ahlisunnah yang kesemuanya mencerminkan pada obyek kebaikan yang melimpah, seperti:1. Telaga kautsar;2. Maqam syafaat kubra di hari kiamat;3. Nubuwwat atau kenabian;4. Hikmah dan ilmu;5. Al-Quran;6. Banyaknya sahabat dan pengikut;7. Banyaknya mukjizat;8. Banyaknya ilmu dan amal;9. Tauhid dan dimensi-dimensinya;10. Nikmat-nikmat Tuhan dan Rasul saw di dunia dan akhirat;11. Keturunan yang banyak yang tetap ada sepanjang masa.Tak diragukan lagi banyaknya generasi dan keturunan Rasulullah Saw yang sepanjang masa ini, tentulah berasal dari putri semata wayang, kinasih Rasul, Sayyidah Fatimah Az-Zahra As. Dengan demikian, mishdaq terjelas dari "kautsar" ini adalah wujud dan keberadaan Sayyidah Fatimah As. Fakta, hakikat, dan saksi dari realitas ini dapat kita ketahui dari sebab turun ayat (sya'n an-nuzul) dan konteks ayat-ayat dari surah al-Kautsar.Karena itu, dengan bersandar pada riwayat-riwayat yang berkaitan dengan telaga kautsar dan sya'n an-nuzul surah al-Kautsar serta teks serta konteks ayat-ayat, bisa disimpulkan bahwa "kautsar" memiliki dua mishdaq yang sangat jelas, salah satunya adalah mishdaq duniawi dan yang lainnya adalah mishdaq ukhrawi. Mishdaq duniawi yang dimaksud tak lain adalah "kautsar Muhammadi" yaitu Sayyidah Fatimah az-Zahra As yang merupakan mata air dan asal dari keturunan dan putra-putra suci Rasul Saw, dimana beliau dan keturunannya inilah yang akan menghilangkan dahaga yang dirasakan oleh masyarakat terhadap makrifat, akhlak, hukum dan adab-adab Ilahi. Sedangkan mishdaq yang lainnya adalah "kautsar surga", sebuah telaga di surga dimana Ali As dan para Imam Maksum As lainnya merupakan orang-orang yang akan menyajikannya. Air dari telaga inilah yang kelak akan menghilangkan dahaga dan rasa kehausan para musafir padang mahsyar.[3] Karakteristik telaga KautsarDan inilah karakteristik- karakteristik yang dimiliki oleh telaga Kautsar dari lisan mulia Rasul Saw, dimana beliau bersabda, "Telaga Kautsar merupakan sebuah sungai di surga yang memiliki begitu banyak kebaikan. Telaga ini dikelilingi oleh begitu banyak mangkuk-mangkuk indah sejumlah bintang-gemintang di langit. Umatku akan mendatanginya setelah memasuki surga. Sesungguhnya di sisiku terdapat sebuah kolam seluas kota Madinah hingga Yaman atau seluas Madinah hingga Oman, pinggirannya terbuat dari emas, airnya mengalir di atas batu Lu'lu' dan Marjan, air yang terdapat di dalamnya putih, lebih putih dari salju ataupun susu, lebih manis dari madu, dan lebih harum dari aroma Ambar. Siapapun yang meminum air ini tidak akan pernah merasa kehausan setelahnya. Dan golongan pertama yang akan memasukinya adalah para Muhajirin fakir yang hijrah dari Mekah ke Madinah. Sedangkan wali dan orang yang akan menyajikan air tersebut adalah Maula Amirul Mukminin Ali As. Setelah selesai meminum air dari telaga kautsar ini, para mukmin akan berkumpul di sisi Rasul Saw dan bergembira dengan pertemuan mereka satu dengan yang lain. Mata air telaga kautsar berasal dari 'arsy yang merupakan tempat tinggal para wasiullah As serta para pengikutnya, dan dari sanalah air tersebut akan mengalir ke kolam ini melalui dua buah talang air, setelah itu akan mengalir pada dua sungai yang terdapat di dalam surga. Setiap nabi akan memiliki sebuah sungai di dalam surga dimana banyaknya orang-orang yang masuk ke sungai tersebut telah menyebabkan mereka saling berebut, akan tetapi aku berharap orang-orang yang memasuki telagaku lebih banyak dari seluruh mereka."[4] Sedangkan di bawah ini merupakan karakteristik-karakteristik telaga kautsar dari lisan para Maksum As:Amirul Mukminin Ali As bersabda, "Telaga kautsar kami begitu penuh, di sana terdapat dua sungai yang mengalir dari surga, salah satunya berasal dari mata air yang bernama tasnim dan yang lainnya dari mata air mu'in"[5]Dalam salah satu hadis terkenal dari Imam Baqir As, beliau bersabda, "Barang siapa merasakan kesedihan karena musibah yang menimpa kami, maka dia akan merasakan kebahagiaan pada saat meninggal, sebuah kebahagiaan yang tidak akan pernah keluar dari dalam kalbunya hingga ia memasuki telaga kautsar, dan hal ini akan membuat kegembiraan bagi kautsar karena sahabat-sahabat kami telah memasukinya. Bahkan dia akan menyajikan kelezatan-kelezatan dari berbagai sajian supaya mereka tidak berpindah ke tempat lain. Barang siapa meminum air dari telaga tersebut satu gelas saja, maka selamanya tidak akan merasakan dahaga maupun kesulitan. Air telaga ini dingin sedingin kapur, harum beraroma ambar dan berasa lezat seperti jahe, lebih manis dari madu, lebih lembut dari mentega, lebih jernih dari air. Ia terpancar dari mata air tasnim, melintasi seluruh sungai-sungai yang terdapat di dalam surga dan mengalir di atas batu-batu kecil dari jenis Mutiara dan Rubi. Setiap mata yang menangis karena musibah yang menimpa kami, akan bergembira dan bersuka ria ketika memandang kautsar. Kautsar akan memberikan air kepada seluruh sahabat-sahabat kami, akan tetapi kelezatan dan kenikmatannya sesuai dengan mahabbah, kasih sayang dan ketaatan mereka kepada kami, siapapun yang kasih sayangnya kepada kami lebih kuat, maka mereka pun akan merasakan kenikmatan yang lebih besar."[6] Poin yang perlu mendapat perhatian juga adalah bahwa keduabelas Imam Maksum As, pada hari kiamat kelak seluruhnya adalah orang-orang yang akan menyajikan air dari telaga kautsar ini. Sebagaimana hal ini terlihat dari berbagai hadis. Salah satunya adalah Sayyid Asy-Syuhada, Imam Husain As, yang bersabda dalam salah satu hadisnya, "Kamilah pemilik telaga kautsar, dan kami pulalah yang akan menghilangkan dahaga para sahabat kami dengan air dari telaga ini."[7]Dan sebagaimana halnya Rasul Saw yang berharap bahwa orang-orang yang akan memasuki telaga kautsarnya kelak lebih banyak dari mereka yang memasuki telaga lainnya, maka setiap muslim yang mendengar nama dan karakteristik dari telaga kautsar ini pun berharap supaya bisa termasuk dalam golongan orang-orang yang bisa mengecap lezatnya air telaga ini. Akan tetapi menjadi sebuah perkara yang jelas bahwa supaya harapan ini bisa menjadi kenyataan tentu memerlukan upaya dan jerih payah untuk menggapai tahapan-tahapan yang diperlukan, setelah itu harus pula menjaga kelanggengan hasilnya dari segala tipu daya yang manapun, baik dari kalangan jin maupun manusia, eksternal maupun internal. Karena jika tidak demikian, maka seluruh usaha dan jerih payah yang telah kita lakukan akan sia-sia dan seluruh harapan untuk mereguk air telaga kautsar akan berubah menjadi khayal dan imajinasi belaka. Semoga Tuhan senantiasa memberikan hidayah kepada kita di dunia ini untuk mendapatkan lebih banyak lagi tentang makrifat Ahlulbait As dan kecintaan kepada mereka sehingga di akhirat kelak, kita akan termasuk ke dalam golongan mereka yang berada di sisi telaga kautsar, yang mendapatkan cahaya mata karena pertemuan dengan orang-orang suci, yang menghilangkan dahaga jiwa dari tangan-tangan mulia mereka. Oleh karena itu dalam doa nutbah kita membaca, "Ya Allah, hilangkanlah dahaga kami dengan air telaga milik kakek Imam Zaman As (yakni Rasulullah Saw) … minuman segar nan sempurna, dimana siapapun yang telah meminumnya tidak akan pernah merasakan dahaga setelahnya. Ya Arhamarrahimin." Sumber rujukan:1. Khawarazmi, Maqtal, jil. 2, hal. 33.2. Zamakhsyari, Mahmud bin Umar, Al-Kasysyaf, hal. 806-808.3. Thabathabai, Muhammad Husain, Al-Mizan, jil. 20, hal. 370-373.4. Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Majma'ul Bayan, jil. 5, hal. 548-549.5. Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jil. 8, hal. 18.6. Allamah Majlisi, Haqqul Yaqin, hal. 453-455.7. Feidh Kasyani, Mula Muhsin, Mahajjatul Baidha', jil. 8, hal. 352-353.8. Muhadist Qumi, Abbas, Mafatihul Jinan, doa Nutbah.9. Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi, Jami az Zulal-e Kautsar, hal. 19-22.
[1]. Fakhruddin Razi, Tafsir Kabir, Tafsir Surah al-Kautsar.
[2]. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Jâmi az Zulâl-e Kautsar; Allamah Thaba-thabai, Muhammad Husain, Tafsir Al-Mizân, jil. 20, hal. 370, dan tafsir-tafsir lainnya mengenai surah al-Kautsar.
[3]. Tentunya tentang apakah hubungan antara "Kautsar Muhammadi" dengan "Kautsar Surga", membutuhkan penelitian dan kajian yang lebih jeluk, sehingga mungkin bisa dikatakan bahwa akal dan pemikiran manusia biasa tidak mampu untuk memahaminya.
[4] . Muhsin Faidh Kasyani, Mahajjatul Baidha, jil. 8, hal. 352-353, seluruh tafsir tentang surah Kautsar.
[5] . Allamah Majlisi, Haqqul Yaqin, hal. 453; Biharul Anwar, jil. 8, hal. 18.
[6] . Allamah Majlisi, Haqqul Yaqin, hal. 455.
[7] . Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jil. 45, hal. 49.
Di antara ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan berkaitan dengan Fatimah adalah ayat Mubahalah (Ali-'Imran:61). Para ulama tafsir sepakat bahawa beliaulah yang dimaksudkan dengan perkataan " nisaa-anaa"(wanita-wanita kami) dalam ayat tersebut. Mereka menyebutkan ini secara " ijma' "(sepakat) bahawa kedatangan az-Zahra sendiri untuk melakukan "Mubahalah" adalah seperti kehadiran sekumpulan wanita mukmin.
Seandainya hanya ayat ini sahaja yang berhubungan dengan keutamaan Fatimah, cukuplah sudah untuk menunjukkan agungnya kedudukan beliau.
Mubahalah dilakukan ketika terjadi perbezaan dan pertentangan di antara dua orang atau lebih; masing-masing menolak dalil dan hujjah yang dikemukakan oleh pihak lain. Agar keduanya memperoleh kejelasan dalam pertentangan itu, maka kedua-dua pihak berdoa (bermubahalah) kepada Allah agar yang batil (salah) di antara keduanya menarik diri sehingga kebenaran menjadi jelas.
Waktu itu, Rasulullah (saw) telah menyebutkan di hadapan kaum Nasrani Najran bahawa Nabi Isa (as) adalah makhluk dan hamba Allah; sesungguhnya Nabi Isa (as)telah menyampaikan berita gembira tentang kenabian baginda (saw). Lalu baginda (saw) meminta mereka agar menghadapkan kepadanya sekelompok kaum Nasrani Najran ke Madinah supaya baginda dapat berdiskusi bersama mereka. Kemudian mereka datang dan menetap di Madinah selama beberapa hari. Meskipun demikian, mereka tidak sepakat atas ucapan baginda (saw). Kata mereka, "Bagaimana mungkin Isa itu seperti manusia lain sedangkan dia tidak mempunyai ayah? Oleh kerana itu, dia adalah anak Allah bahkan menyatu di dalamNya". Nabi (saw) menjawab dakwaan palsu mereka dengan wahyu Ilahi :
Firman Allah :
"Sesungguhnya perbandingan (kejadian) Nabi Isa di sisi Allah adalah sama seperti (kejadian) Nabi Adam. Allah telah menciptakan Adam dari tanah lalu berfirman kepadanya ; "Jadilah engkau!", maka jadilah ia (seorang manusia)".(Surah Ali 'Imran : ayat 59)
Penciptaan Nabi Isa (as) tanpa ayah tidaklah lebih sukar untuk difahami berbanding Nabi Adam (as) yang melalui proses penciptaan tanpa ayah dan ibu. Bahkan penciptaan Nabi Adam (as) lebih membangkitkan rasa takjub. Andaikata keadaan itu dilihat sebagai dalil untuk meletakkan Nabi Isa (as) pada posisi "Ilahiyyah" (Ketuhanan), maka adalah lebih utama untuk memberikan posisi "Ilahiyyah" tersebut kepada Nabi Adam (as). Ketika kaum Nasrani Najran tidak meyakini kewujudan posisi tersebut pada Nabi Adam (as), bapa ummat manusia, maka sewajarnyalah mereka tidak mengajukan dakwaan seumpamaan itu pada Nabi Isa (as).
Kaum Nasrani Najran tidak menerima dalil Ilahi tersebut bahkan semakin keras menunjukkan penentangan mereka ke atas Nabi (saw). Baginda (saw) kemudian mengajak mereka berdasarkan perintah Allah (swt) untuk melakukan "Mubahalah". Allah berfirman :
"Maka sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya (kisah Nabi Isa) sesudah engkau beroleh pengetahuan yang benar, maka katakanlah kepada mereka: "Marilah kita menyeru (memanggil) anak-anak kami serta anak-anak kamu dan wanita-wanita kami serta wanita-wanita kamu dan diri-diri kami serta diri-diri kamu kemudian kita bermubahalah (memohon kepada Allah dengan bersungguh-sungguh) dan kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan ke atas orang-orang yang berdusta".(Surah Ali 'Imran : ayat 61)
Dalam peristiwa tersebut, Nabi (saw) turut membawa bersamanya Imam Ali (as), Sayyidah az-Zahra (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as). Terdapat beberapa hikmah besar dan penting melalui kehadiran mereka dalam peristiwa "Mubahalah" tersebut :
1-Penetapan dan pernyataan pasti tentang kebenaran dakwah dan kenabian baginda (saw). Baginda (saw) sanggup menyertakan dua orang belahan jiwanya iaitu Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as), satu-satunya puteri kesayangan baginda iaitu Fatimah az-Zahra (as) dan Imam Ali (as). Baginda (saw) datang dengan komposisi seperti itu dalam melakukan "Mubahalah" supaya Allah mencabut benih kedustaan dan kebatilan sehingga ke akar umbinya. Ertinya, baginda (saw) ingin mengisytiharkan, "Sesungguhnya aku berada di atas keyakinan yang mutlak bahawa kebenaran sentiasa bersamaku sementara yang lain sentiasa berada di atas kebatilan. Keyakinan ini kumiliki hingga ke tahap aku berani membawa bersamaku orang-orang yang amat kucintai untuk melakukan "Mubahalah".
2-Pengisytiharan tentang tingginya kedudukan dan maqam orang-orang yang bersama dengan baginda (saw). Mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan sebagai anak-anak, isteri-isteri dan diri baginda sendiri. Sesungguhnya perkataan "abnaa-anaa" (anak-anak kami) telah menunjukkan dengan jelas bahawa sesungguhnya al-Hasan dan al-Husain adalah merupakan putera Nabi (saw). Perkataan "anfusanaa" (diri-diri kami) pula menunjukkan bahawa Ali adalah diri Rasulullah (saw) itu sendiri sementara perkataan "nisaa-ana" (wanita-wanita kami) menunjukkan kepada ummat Islam bahawa sesungguhnya az-Zahra adalah satu-satunya orang yang memiliki keutamaan di atas seluruh para wanita di sekalian alam.
3-Supaya manusia mengetahui bahawa penyertaan dan kebersamaan mereka dengan Rasulullah (saw) merupakan ajakan tepat daripada baginda (saw) iaitu penegakan kebenaran (al-haq) dan pembatalan atas kebatilan (al-batil).
Sebelum kaum Nasrani Najran mengusulkan untuk melakukan "Mubahalah", Rasulullah (saw) datang di waktu pagi pada 24 Zulhijjah, 10 Hijriyyah. Baginda (saw) mengendong al-Husain di dadanya dan menuntun al-Hasan dengan tangannya sementara Fatimah dan Ali berjalan di belakangnya. Rasulullah (saw) berkata kepada mereka, "Ketika kalian mendengar aku melaknat, maka katakanlah 'Amin' ".
Ketika melihat Nabi (saw) dan orang-orang yang bersamanya berada dalam keadaan seperti itu, pemimpin Najran berkata, "Ketahuilah, wahai kaum Nasrani, sesungguhnya wajah-wajah yang ku lihat, seandainya mereka bersumpah atas nama Allah agar melenyapkan gunung, nescaya Allah akan melenyapkannya. Oleh kerana itu, berhati-hatilah kalian dengan 'Mubahalah' melawan mereka. Sesungguhnya kalian pasti akan binasa dan takkan ada lagi kaum Nasrani yang akan tersisa setelah itu di atas muka bumi ini ".
Lantas mereka berkata kepada Nabi (saw), "Kami rasa, kami tidak perlu bermubahalah dengan anda. Anda tetap dengan agama anda dan kami tetap dengan agama kami ".
Nabi (saw) bersabda, "Sekarang kalian telah menarik diri dari bermubahalah, maka menyerahlah kalian (masuklah Islam) untuk bersama-sama kaum Muslimin dalam keadaan bahagia dan susah ". Namun mereka semua tetap menolak.
Baginda (saw) bertanya, "Apakah kalian menghendaki perang? ". Mereka menjawab, "Kami tidak memiliki kekuatan untuk berperang melawan kaum Muslimin. Kami ingin berdamai dengan anda agar anda tidak memerangi kami dan agar anda tidak menakut-nakutkan kami serta agar kami tidak keluar dari agama kami. Kami akan memberikan ribuan helai pakaian baru yang harga setiap helai pakaian tersebut ialah 40,000 dirham ". Lalu baginda (saw) setuju berdamai dengan mereka di atas ketentuan tersebut.
Sesungguhnya ummat Islam wajib berusaha untuk mendalami peristiwa 'Mubahalah' supaya mereka dapat mengenal dan mengetahui kedudukan, maqam serta keutamaan Ahlul Bait (as), khususnya yang berkaitan dengan perintah Ilahi kepada Nabi (saw) agar baginda datang bersama dengan mereka (anak-anak, wanita-wanita dan diri baginda) untuk bermubahalah.
Telah disepakati oleh seluruh Ulama Tafsir dan Ahli Hadis bahawa Rasulullah (saw) telah datang bersama Imam Ali (as) supaya jelas bahawa sesungguhnya tidak seorang pun selain Imam Ali (as) yang memiliki kedudukan sebagai diri Nabi (saw). Di antara Bani Hasyim dan para sahabat, tidak ada yang sepadan dengan Imam Ali (as). Rasulullah (saw) juga datang bersama Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as), agar semua orang mengetahui bahawa kedua-duanya adalah putera Nabi (saw) dan tidak ada yang serupa dengan keduanya. Dan di antara para wanita pula, baginda hanya mengajak puterinya Fatimah az-Zahra (as). Meskipun ada isteri-isteri baginda dan para wanita keturunan Bani Hasyim lainnya, bagaimanapun baginda tidak datang dengan salah seorang dari kalangan mereka. Tambahan pula, dari segi nasab keturunan, keberadaan az-Zahra adalah sebagai puteri baginda. Di sini terdapat hubungan spiritual ('alaqah ruhiyyah) dan kesatuan maknawi (ittihad ma'nawi) antara keduanya. Sungguh, kedudukan yang dimiliki oleh az-Zahra di sisi Allah tidak pernah dicapai oleh mana-mana wanita lain. Kalau tidak sedemikian, tentu Rasulullah (saw) tidak akan datang bersama az-Zahra (as).
Dalam pada itu, perkataan (anak-anak, wanita-wanita dan diri-diri) dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk 'plural' (jama'). Jika Rasullulah (saw) tidak membawa bersamanya kecuali Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, ianya adalah supaya difahami bahawa mereka berempat adalah 'al-khashah' (yang khusus dan teristimewa). Juga memberikan kesimpulan bagi kaum Mukminin dan Mukminah seluruhnya bahawa kehadiran mereka berempat sama dengan kehadiran mereka keseluruhannya dan ucapan 'Amin' mereka berempat bagi Rasulullah (saw) adalah memadai kerana dengannya cukup bagi yang lain.
Benar, cukuplah untuk mengetahui keagungan serta kemuliaan kedudukan mereka berdasarkan kenyataan bahawa kaum Nasrani yang telah bersiap-sedia sejak hampir 60 hari dengan segala kekuatan yang dimiliki oleh mereka; keberanian, kesatriaan dan lain-lain lagi telah menyaksikan keagungan spiritual (ruhiyyah) dan karisma Ilahi serta cahaya maknawiyah yang dimiliki oleh orang-orang agung tersebut. Kaum Nasrani itu menjadi ketakutan dan mereka berkata di antara sesamanya bahawa sekiranya orang-orang agung itu bersumpah atas nama Allah untuk menghancurleburkan sebuah gunung, nescaya Allah akan melakukannya. Akhirnya mereka (kaum Nasrani) menolak untuk melakukan 'Mubahalah' dan akhirnya tunduk kepada Nabi (saw).
Az-Zamakhsyari salah seorang ulama Tafsir besar di sisi Ahlus Sunnah ketika mentafsirkan ayat al-Mubahalah mengatakan , "Peristiwa Mubahalah merupakan dalil yang kuat dan tidak ada yang lebih kuat darinya atas keutamaan Ahlul Bait (as)".
Sementara Fakhru ar-Razi mengatakan, "Sesungguhnya peristiwa Mubahalah merupakan dalil akan keutamaaan Ahlul Bait (as) di atas seluruh sahabat Nabi (saw).
Mubahalah dalam definisinya adalah dua orang yang saling melaknat dan mengutuk. Berdasarkan ayat 61 surat Ali Imran mubahalah dilakukan bila terjadi perselisihan pendapat antara dua orang atau lebih dan masing-masing tidak mempercayai argumentasi lainnya,kemudian mereka sepakat untuk berkumpul di sebuah tempat memohon kepada Allah untuk mempermalukan orang-orang yang berdusta di antara mereka. Nah,dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw, di awal kerasulannya, beliau senantiasa mengajak para pemimpin negara-negara di dunia untuk memeluk agama Islam melalui surat-surat yang dikirimnya. Salah satunya adalah surat yang dikirim untuk uskup Najran dalam rangka mengajak orang-orang Kristen untuk memeluk agama Islam. Najran adalah sebuah daerah yang terletak di perbatasan Hijaz (Arab Saudi) dan Yaman. Di masa permulaan Islam daerah ini adalah tempat tinggal orang-orang Kristen.
Pada tahun 10 Hq sebuah rombongan terdiri dari 60 orang Kristen Najran datang menemui Rasulullah Saw bersama 3 orang pembesar bernama ‘Aqib, Sayyid dan seorang uskup Abu Haritsah. Dalam pertemuan itu mereka melakukan dialog dengan Rasulullah Saw tentang Allah, Nabi Isa dan Maryam as. Mereka meyakini akan ketuhanan Nabi Isa as dan tidak mempercayai kelahiran Nabi Isa as yang tanpa ayah. Uskup bertanya: "Hai Muhammad, bagaimana pendapatmu tentang Nabi Isa as?" Rasulullah Saw menjawab: "Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah sama seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian Allah berfirman "Jadilah" (seorang manusia) maka jadilah dia."(Ali Imran ayat 59)
Meski Rasulullah Saw telah menjawabnya dengan jelas, mereka tetap ngotot dan tidak mau menerima apa yang disampaikan Rasulullah Saw sampai akhirnya Allah menurunkan ayat mubahalah (surat al-Maidah ayat 61) yang berbunyi, "Maka barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa setelah datang ilmu yang meyakinkan kamu, maka katakan, "Mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita bermubahalah (saling melaknat dan mengutuk) dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."
Berdasarkan perintah Allah Swt, Rasulullah Saw mengajak orang-orang Kristen Najran untuk bermubahalah. Mereka menerima ajakan Rasulullah Saw untuk bermubahalah namun meminta agar waktunya ditunda sampai besok.
Orang-orang Kristen Najran mengadakan musyawarah dengan mereka sendiri. Abu Haritsah berkata, "Kita tunggu saja sampai besok, sampai kita tahu Muhammad akan datang bermubahalah bersama siapa? Kalau ia datang bersama keluarganya, berarti dia yakin dengan ucapannya, karena dia telah membawa orang-orang tercintanya dalam bahaya. Dengan demikian, kita jangan datang untuk bermubahalah. Kalau ia datang bersama sahabat-sahabatnya, berarti ia ragu dengan ucapannya dan kita harus datang untuk bermubahalah dengannya."
Keesokan harinya Rasulullah Saw datang di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Rasulullah Saw datang bersama Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan san Husein as. Melihat pemandangan ini orang-orang Kristen Najran mengurungkan niatnya untuk bermubahalah dengan Rasulullah Saw karena kalau sampai terjadi mubahalah, maka tidak satu orang pun dari orang-orang Kristen akan hidup. Akhirnya mereka menyerah dan berdamai dengan Rasulullah Saw dan siap membayar pajak setiap tahun. (Ibrahim Amini, Banu-e Namuneh Islam Fathimah az-Zahra)
Sayidah Fathimah adalah salah satu anggota dari lima orang keluarga Rasulullah Saw yang hadir dalam peristiwa mubahalah dengan orang-orang Kristen Najran.
Di zaman jahiliyah, perempuan tidak memiliki peran sama sekali di tengah-tengah masyarakat. Perempuan hanya sekedar budak dan alat pemuas laki-laki. Perempuan tidak berhak ikut campur dalam urusan politik, sosial dan ekonomi. Di saat perempuan tidak dianggap sebagai bagian dari anggota masyarakat, di saat anak perempuan dikubur hidup-hidup, di saat perempuan hanya dianggap sebagai alat pemuas laki-laki dan tidak dihargai sama sekali sebagai manusia, Sayyidah Fathimah az-Zahra muncul ditengah-tengah masyarakat.
Sayidah Fathimah mendapatkan penghormatan khusus dari ayah, suami dan anak-anaknya. Karena keagungan dan ketinggian kepribadian dan posisi spiritualnya serta kedekatannya kepada Allah, beliau ikut serta untuk bermubahalah bersama Rasulullah Saw. Mubahalah bukan perkara biasa dan sederhana sehingga yang ikut harus sosok pribadi yang benar-benar memiliki kedudukan dan posisi di hadapan Allah, karena laknat dan kutukannya pasti dikabulkan oleh Allah.
Abu Haritsah sendiri di hadapan rombongannya mengakui, "Demi Allah, dengan keyakinan dan keberaniannya Muhammad seperti para nabi duduk dan siap bermubahalah. Aku menyaksikan wajah-wajah yang bila memohon kepada Allah, gunung pun akan lepas dari tempatnya. Aku takut bila mereka melaknat dan mengutuk kami, pasti orang-orang Kristen di muka bumi akan binasa." (IRIB Indonesia)
ANTARA FATIMAH AZ-ZAHRA DAN MUBAHALAH
Para ulama terkemuka , baik dari kalangan umum (Ahlus Sunnah) mahu
pun khusus (Ahlul Bait) telah banyak menulis tentang
keutamaan-keutamaan Fatimah az-Zahra.
Di antara ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan berkaitan dengan Fatimah adalah ayat Mubahalah (Ali-'Imran:61). Para ulama tafsir sepakat bahawa beliaulah yang dimaksudkan dengan perkataan " nisaa-anaa"(wanita-wanita kami) dalam ayat tersebut. Mereka menyebutkan ini secara " ijma' "(sepakat) bahawa kedatangan az-Zahra sendiri untuk melakukan "Mubahalah" adalah seperti kehadiran sekumpulan wanita mukmin.
Seandainya hanya ayat ini sahaja yang berhubungan dengan keutamaan Fatimah, cukuplah sudah untuk menunjukkan agungnya kedudukan beliau.
Mubahalah Dan Penegakan Kebenaran :
Mubahalah dilakukan ketika terjadi perbezaan dan pertentangan di antara dua orang atau lebih; masing-masing menolak dalil dan hujjah yang dikemukakan oleh pihak lain. Agar keduanya memperoleh kejelasan dalam pertentangan itu, maka kedua-dua pihak berdoa (bermubahalah) kepada Allah agar yang batil (salah) di antara keduanya menarik diri sehingga kebenaran menjadi jelas.
Waktu itu, Rasulullah (saw) telah menyebutkan di hadapan kaum Nasrani Najran bahawa Nabi Isa (as) adalah makhluk dan hamba Allah; sesungguhnya Nabi Isa (as)telah menyampaikan berita gembira tentang kenabian baginda (saw). Lalu baginda (saw) meminta mereka agar menghadapkan kepadanya sekelompok kaum Nasrani Najran ke Madinah supaya baginda dapat berdiskusi bersama mereka. Kemudian mereka datang dan menetap di Madinah selama beberapa hari. Meskipun demikian, mereka tidak sepakat atas ucapan baginda (saw). Kata mereka, "Bagaimana mungkin Isa itu seperti manusia lain sedangkan dia tidak mempunyai ayah? Oleh kerana itu, dia adalah anak Allah bahkan menyatu di dalamNya". Nabi (saw) menjawab dakwaan palsu mereka dengan wahyu Ilahi :
Firman Allah :
"Sesungguhnya perbandingan (kejadian) Nabi Isa di sisi Allah adalah sama seperti (kejadian) Nabi Adam. Allah telah menciptakan Adam dari tanah lalu berfirman kepadanya ; "Jadilah engkau!", maka jadilah ia (seorang manusia)".(Surah Ali 'Imran : ayat 59)
Penciptaan Nabi Isa (as) tanpa ayah tidaklah lebih sukar untuk difahami berbanding Nabi Adam (as) yang melalui proses penciptaan tanpa ayah dan ibu. Bahkan penciptaan Nabi Adam (as) lebih membangkitkan rasa takjub. Andaikata keadaan itu dilihat sebagai dalil untuk meletakkan Nabi Isa (as) pada posisi "Ilahiyyah" (Ketuhanan), maka adalah lebih utama untuk memberikan posisi "Ilahiyyah" tersebut kepada Nabi Adam (as). Ketika kaum Nasrani Najran tidak meyakini kewujudan posisi tersebut pada Nabi Adam (as), bapa ummat manusia, maka sewajarnyalah mereka tidak mengajukan dakwaan seumpamaan itu pada Nabi Isa (as).
Kaum Nasrani Najran tidak menerima dalil Ilahi tersebut bahkan semakin keras menunjukkan penentangan mereka ke atas Nabi (saw). Baginda (saw) kemudian mengajak mereka berdasarkan perintah Allah (swt) untuk melakukan "Mubahalah". Allah berfirman :
"Maka sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya (kisah Nabi Isa) sesudah engkau beroleh pengetahuan yang benar, maka katakanlah kepada mereka: "Marilah kita menyeru (memanggil) anak-anak kami serta anak-anak kamu dan wanita-wanita kami serta wanita-wanita kamu dan diri-diri kami serta diri-diri kamu kemudian kita bermubahalah (memohon kepada Allah dengan bersungguh-sungguh) dan kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan ke atas orang-orang yang berdusta".(Surah Ali 'Imran : ayat 61)
Dalam peristiwa tersebut, Nabi (saw) turut membawa bersamanya Imam Ali (as), Sayyidah az-Zahra (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as). Terdapat beberapa hikmah besar dan penting melalui kehadiran mereka dalam peristiwa "Mubahalah" tersebut :
1-Penetapan dan pernyataan pasti tentang kebenaran dakwah dan kenabian baginda (saw). Baginda (saw) sanggup menyertakan dua orang belahan jiwanya iaitu Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as), satu-satunya puteri kesayangan baginda iaitu Fatimah az-Zahra (as) dan Imam Ali (as). Baginda (saw) datang dengan komposisi seperti itu dalam melakukan "Mubahalah" supaya Allah mencabut benih kedustaan dan kebatilan sehingga ke akar umbinya. Ertinya, baginda (saw) ingin mengisytiharkan, "Sesungguhnya aku berada di atas keyakinan yang mutlak bahawa kebenaran sentiasa bersamaku sementara yang lain sentiasa berada di atas kebatilan. Keyakinan ini kumiliki hingga ke tahap aku berani membawa bersamaku orang-orang yang amat kucintai untuk melakukan "Mubahalah".
2-Pengisytiharan tentang tingginya kedudukan dan maqam orang-orang yang bersama dengan baginda (saw). Mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan sebagai anak-anak, isteri-isteri dan diri baginda sendiri. Sesungguhnya perkataan "abnaa-anaa" (anak-anak kami) telah menunjukkan dengan jelas bahawa sesungguhnya al-Hasan dan al-Husain adalah merupakan putera Nabi (saw). Perkataan "anfusanaa" (diri-diri kami) pula menunjukkan bahawa Ali adalah diri Rasulullah (saw) itu sendiri sementara perkataan "nisaa-ana" (wanita-wanita kami) menunjukkan kepada ummat Islam bahawa sesungguhnya az-Zahra adalah satu-satunya orang yang memiliki keutamaan di atas seluruh para wanita di sekalian alam.
3-Supaya manusia mengetahui bahawa penyertaan dan kebersamaan mereka dengan Rasulullah (saw) merupakan ajakan tepat daripada baginda (saw) iaitu penegakan kebenaran (al-haq) dan pembatalan atas kebatilan (al-batil).
Cara Mereka Bermubahalah :
Sebelum kaum Nasrani Najran mengusulkan untuk melakukan "Mubahalah", Rasulullah (saw) datang di waktu pagi pada 24 Zulhijjah, 10 Hijriyyah. Baginda (saw) mengendong al-Husain di dadanya dan menuntun al-Hasan dengan tangannya sementara Fatimah dan Ali berjalan di belakangnya. Rasulullah (saw) berkata kepada mereka, "Ketika kalian mendengar aku melaknat, maka katakanlah 'Amin' ".
Ketika melihat Nabi (saw) dan orang-orang yang bersamanya berada dalam keadaan seperti itu, pemimpin Najran berkata, "Ketahuilah, wahai kaum Nasrani, sesungguhnya wajah-wajah yang ku lihat, seandainya mereka bersumpah atas nama Allah agar melenyapkan gunung, nescaya Allah akan melenyapkannya. Oleh kerana itu, berhati-hatilah kalian dengan 'Mubahalah' melawan mereka. Sesungguhnya kalian pasti akan binasa dan takkan ada lagi kaum Nasrani yang akan tersisa setelah itu di atas muka bumi ini ".
Lantas mereka berkata kepada Nabi (saw), "Kami rasa, kami tidak perlu bermubahalah dengan anda. Anda tetap dengan agama anda dan kami tetap dengan agama kami ".
Nabi (saw) bersabda, "Sekarang kalian telah menarik diri dari bermubahalah, maka menyerahlah kalian (masuklah Islam) untuk bersama-sama kaum Muslimin dalam keadaan bahagia dan susah ". Namun mereka semua tetap menolak.
Baginda (saw) bertanya, "Apakah kalian menghendaki perang? ". Mereka menjawab, "Kami tidak memiliki kekuatan untuk berperang melawan kaum Muslimin. Kami ingin berdamai dengan anda agar anda tidak memerangi kami dan agar anda tidak menakut-nakutkan kami serta agar kami tidak keluar dari agama kami. Kami akan memberikan ribuan helai pakaian baru yang harga setiap helai pakaian tersebut ialah 40,000 dirham ". Lalu baginda (saw) setuju berdamai dengan mereka di atas ketentuan tersebut.
Faktor Penting Dalam Ayat Mubahalah :
Sesungguhnya ummat Islam wajib berusaha untuk mendalami peristiwa 'Mubahalah' supaya mereka dapat mengenal dan mengetahui kedudukan, maqam serta keutamaan Ahlul Bait (as), khususnya yang berkaitan dengan perintah Ilahi kepada Nabi (saw) agar baginda datang bersama dengan mereka (anak-anak, wanita-wanita dan diri baginda) untuk bermubahalah.
Telah disepakati oleh seluruh Ulama Tafsir dan Ahli Hadis bahawa Rasulullah (saw) telah datang bersama Imam Ali (as) supaya jelas bahawa sesungguhnya tidak seorang pun selain Imam Ali (as) yang memiliki kedudukan sebagai diri Nabi (saw). Di antara Bani Hasyim dan para sahabat, tidak ada yang sepadan dengan Imam Ali (as). Rasulullah (saw) juga datang bersama Imam Hasan (as) dan Imam Husain (as), agar semua orang mengetahui bahawa kedua-duanya adalah putera Nabi (saw) dan tidak ada yang serupa dengan keduanya. Dan di antara para wanita pula, baginda hanya mengajak puterinya Fatimah az-Zahra (as). Meskipun ada isteri-isteri baginda dan para wanita keturunan Bani Hasyim lainnya, bagaimanapun baginda tidak datang dengan salah seorang dari kalangan mereka. Tambahan pula, dari segi nasab keturunan, keberadaan az-Zahra adalah sebagai puteri baginda. Di sini terdapat hubungan spiritual ('alaqah ruhiyyah) dan kesatuan maknawi (ittihad ma'nawi) antara keduanya. Sungguh, kedudukan yang dimiliki oleh az-Zahra di sisi Allah tidak pernah dicapai oleh mana-mana wanita lain. Kalau tidak sedemikian, tentu Rasulullah (saw) tidak akan datang bersama az-Zahra (as).
Dalam pada itu, perkataan (anak-anak, wanita-wanita dan diri-diri) dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk 'plural' (jama'). Jika Rasullulah (saw) tidak membawa bersamanya kecuali Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, ianya adalah supaya difahami bahawa mereka berempat adalah 'al-khashah' (yang khusus dan teristimewa). Juga memberikan kesimpulan bagi kaum Mukminin dan Mukminah seluruhnya bahawa kehadiran mereka berempat sama dengan kehadiran mereka keseluruhannya dan ucapan 'Amin' mereka berempat bagi Rasulullah (saw) adalah memadai kerana dengannya cukup bagi yang lain.
Benar, cukuplah untuk mengetahui keagungan serta kemuliaan kedudukan mereka berdasarkan kenyataan bahawa kaum Nasrani yang telah bersiap-sedia sejak hampir 60 hari dengan segala kekuatan yang dimiliki oleh mereka; keberanian, kesatriaan dan lain-lain lagi telah menyaksikan keagungan spiritual (ruhiyyah) dan karisma Ilahi serta cahaya maknawiyah yang dimiliki oleh orang-orang agung tersebut. Kaum Nasrani itu menjadi ketakutan dan mereka berkata di antara sesamanya bahawa sekiranya orang-orang agung itu bersumpah atas nama Allah untuk menghancurleburkan sebuah gunung, nescaya Allah akan melakukannya. Akhirnya mereka (kaum Nasrani) menolak untuk melakukan 'Mubahalah' dan akhirnya tunduk kepada Nabi (saw).
Komentar az-Zamakhsyari dan ar-Razi :
Az-Zamakhsyari salah seorang ulama Tafsir besar di sisi Ahlus Sunnah ketika mentafsirkan ayat al-Mubahalah mengatakan , "Peristiwa Mubahalah merupakan dalil yang kuat dan tidak ada yang lebih kuat darinya atas keutamaan Ahlul Bait (as)".
Sementara Fakhru ar-Razi mengatakan, "Sesungguhnya peristiwa Mubahalah merupakan dalil akan keutamaaan Ahlul Bait (as) di atas seluruh sahabat Nabi (saw).
HARI MUBAHALAH : PERAN POLITIK SAYYIDAH FATHIMAH AZ-ZAHRA (A.S.)
- pengarang : Emi Nur Hayati Ma'sum Sa'id
Mubahalah dalam definisinya adalah dua orang yang saling melaknat dan mengutuk. Berdasarkan ayat 61 surat Ali Imran mubahalah dilakukan bila terjadi perselisihan pendapat antara dua orang atau lebih dan masing-masing tidak mempercayai argumentasi lainnya,kemudian mereka sepakat untuk berkumpul di sebuah tempat memohon kepada Allah untuk mempermalukan orang-orang yang berdusta di antara mereka. Nah,dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw, di awal kerasulannya, beliau senantiasa mengajak para pemimpin negara-negara di dunia untuk memeluk agama Islam melalui surat-surat yang dikirimnya. Salah satunya adalah surat yang dikirim untuk uskup Najran dalam rangka mengajak orang-orang Kristen untuk memeluk agama Islam. Najran adalah sebuah daerah yang terletak di perbatasan Hijaz (Arab Saudi) dan Yaman. Di masa permulaan Islam daerah ini adalah tempat tinggal orang-orang Kristen.
Pertemuan Para Pemuka Kristen Najran bersama Rasulullah Saw
Pada tahun 10 Hq sebuah rombongan terdiri dari 60 orang Kristen Najran datang menemui Rasulullah Saw bersama 3 orang pembesar bernama ‘Aqib, Sayyid dan seorang uskup Abu Haritsah. Dalam pertemuan itu mereka melakukan dialog dengan Rasulullah Saw tentang Allah, Nabi Isa dan Maryam as. Mereka meyakini akan ketuhanan Nabi Isa as dan tidak mempercayai kelahiran Nabi Isa as yang tanpa ayah. Uskup bertanya: "Hai Muhammad, bagaimana pendapatmu tentang Nabi Isa as?" Rasulullah Saw menjawab: "Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah sama seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian Allah berfirman "Jadilah" (seorang manusia) maka jadilah dia."(Ali Imran ayat 59)
Meski Rasulullah Saw telah menjawabnya dengan jelas, mereka tetap ngotot dan tidak mau menerima apa yang disampaikan Rasulullah Saw sampai akhirnya Allah menurunkan ayat mubahalah (surat al-Maidah ayat 61) yang berbunyi, "Maka barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa setelah datang ilmu yang meyakinkan kamu, maka katakan, "Mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita bermubahalah (saling melaknat dan mengutuk) dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."
Bersama Siapa Rasulullah Saw Bermubahalah?
Berdasarkan perintah Allah Swt, Rasulullah Saw mengajak orang-orang Kristen Najran untuk bermubahalah. Mereka menerima ajakan Rasulullah Saw untuk bermubahalah namun meminta agar waktunya ditunda sampai besok.
Orang-orang Kristen Najran mengadakan musyawarah dengan mereka sendiri. Abu Haritsah berkata, "Kita tunggu saja sampai besok, sampai kita tahu Muhammad akan datang bermubahalah bersama siapa? Kalau ia datang bersama keluarganya, berarti dia yakin dengan ucapannya, karena dia telah membawa orang-orang tercintanya dalam bahaya. Dengan demikian, kita jangan datang untuk bermubahalah. Kalau ia datang bersama sahabat-sahabatnya, berarti ia ragu dengan ucapannya dan kita harus datang untuk bermubahalah dengannya."
Keesokan harinya Rasulullah Saw datang di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Rasulullah Saw datang bersama Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan san Husein as. Melihat pemandangan ini orang-orang Kristen Najran mengurungkan niatnya untuk bermubahalah dengan Rasulullah Saw karena kalau sampai terjadi mubahalah, maka tidak satu orang pun dari orang-orang Kristen akan hidup. Akhirnya mereka menyerah dan berdamai dengan Rasulullah Saw dan siap membayar pajak setiap tahun. (Ibrahim Amini, Banu-e Namuneh Islam Fathimah az-Zahra)
Keagungan Sayidah Fathimah az-Zahra as
Sayidah Fathimah adalah salah satu anggota dari lima orang keluarga Rasulullah Saw yang hadir dalam peristiwa mubahalah dengan orang-orang Kristen Najran.
Di zaman jahiliyah, perempuan tidak memiliki peran sama sekali di tengah-tengah masyarakat. Perempuan hanya sekedar budak dan alat pemuas laki-laki. Perempuan tidak berhak ikut campur dalam urusan politik, sosial dan ekonomi. Di saat perempuan tidak dianggap sebagai bagian dari anggota masyarakat, di saat anak perempuan dikubur hidup-hidup, di saat perempuan hanya dianggap sebagai alat pemuas laki-laki dan tidak dihargai sama sekali sebagai manusia, Sayyidah Fathimah az-Zahra muncul ditengah-tengah masyarakat.
Sayidah Fathimah mendapatkan penghormatan khusus dari ayah, suami dan anak-anaknya. Karena keagungan dan ketinggian kepribadian dan posisi spiritualnya serta kedekatannya kepada Allah, beliau ikut serta untuk bermubahalah bersama Rasulullah Saw. Mubahalah bukan perkara biasa dan sederhana sehingga yang ikut harus sosok pribadi yang benar-benar memiliki kedudukan dan posisi di hadapan Allah, karena laknat dan kutukannya pasti dikabulkan oleh Allah.
Abu Haritsah sendiri di hadapan rombongannya mengakui, "Demi Allah, dengan keyakinan dan keberaniannya Muhammad seperti para nabi duduk dan siap bermubahalah. Aku menyaksikan wajah-wajah yang bila memohon kepada Allah, gunung pun akan lepas dari tempatnya. Aku takut bila mereka melaknat dan mengutuk kami, pasti orang-orang Kristen di muka bumi akan binasa." (IRIB Indonesia)
FATIMAH AZ-ZAHRA, PEREMPUAN TELADAN DUNIA
Hari ini, 20 Jumadits Tsani adalah hari kelahiran Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. tepat di hari ini, pada tahun ke-5 kenabian, rumah pasangan Nabi Muhammad saw dan Siti Khadijah as diliputi oleh suasana yang penuh dengan kebahagiaan. Karena di hari itu, mereka dianugrahi karunia ilahi yang begitu berharga, kelahiran seorang perempuan agung, yang tiada lain adalah Sayyidah Fatimah Az-Zahra as.
Kehadiran Fatimah laksana bunga yang mekar dengan begitu indahnya. Semerbak harumnya membuat jiwa-jiwa yang lunglai menjadi tercerahkan kembali. Kelahirannya mengakhiri seluruh pandangan dan keyakinan yang batil tentang perempuan. Saat Fatimah terlahir, Rasulullah pun menengadahkan kedua tangannya ke langit dan melantunkan doa syukur yang begitu indah. Dengan penuh suka cita, ia peluk si kecil Fatimah. Ia cium keningnya dan menatap wajahnya yang memancarkan cahaya kedamaian.
Sorotan mata Fatimah, membuat kalbu Rasulullah menjadi amat bahagia. Dengan lahirnya perempuan suci itu, Allah swt sepertinya membukakan khazanah harta karun alam semesta kepada sang Nabi saw. Sungguh benar apa yang dikatakan Al-Quran, bahwa Fatimah adalah Al-Kautsar. Allah swt berfirman: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar, nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus".
Surat pendek ini merupakan pesan ilahi yang membuat hati Rasulullah menjadi begitu gembira dan ia benar-benar meyakini janji ilahi. Fatimah terlahir ke dunia untuk menjadi pemimpin kaum perempuan dan dari keturunannya akan lahir para manusia-manusia agung penegak agama ilahi dan keadilan.
Salam atasmu wahai Fatimah Az-Zahra as, perempuan yang paling utama, Salam atasmu wahai manusia yang paling dicintai Nabi, Salam atasmu wahai Fatimah, manusia sempurna.
Rasulullah saw bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali ia beribadah di mihrab dihadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi".
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayyidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayyidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Allah swt memberikan akal, kekuatan untuk memilih jalan hidup yang benar dan kemampuan untuk memahami hakikat alam semesta, kepada lelaki dan perempuan tanpa perbedaan. Kepribadian Sayyidah Fatimah yang begitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya menjadikan dirinya sebagai manifestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah contoh manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah contoh manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makrifah.
Fatimah dilahirkan di tengah masyarakat yang tidak mengenal nilai-nilai luhur ilahi, penuh dengan kebodohan dan khurafat. Tradisi batil semacam membangga-banggakan diri, mengubur hidup-hidup anak perempuan, pertumpahan darah dan peperangan menjadi budaya yang telah berakar pinak dalam masyarakat Arab jahiliyah saat itu. Karena itu, Rasulullah saw pun akhirnya bangkit menyuarakan pesan-pesan suci Islam, menentang tradisi jahiliyah dan diskriminasi gender. Di tengah masyarakat terbelakang semacam itulah, kehadiran Fatimah, putri Rasulullah menjadi tolak ukur perempuan muslim.
Rasulullah saw, begitu menghormati Sayyidah Fatimah. Sebegitu mulianya akhlak Sayidah Fatimah itu, sampai-sampai Rasulullah saw senantiasa memuji dan menjadikannya sebagai putri yang paling ia sayangi dan cintai. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah as adalah belahan jiwaku. Dia adalah malaikat berwajah manusia. Setiap kali aku merindukan aroma surga, aku pun mencium putriku, Fatimah". Suatu ketika, Rasulullah saw kepada putrinya itu berkata, "Wahai Zahra, Allah swt telah memilihmu, menghiasimu dengan pengetahuan yang sempurna dan mengistimewakanmu dari kaum perempuan dunia lainnya".
Dengan cara itu, Rasulullah sejatinya tengah memerangi pandangan jahiliyah yang melecehkan kaum perempuan. Beliau sangat menentang tindakan yang menghina kaum perempuan. Beliau tak segan-segan mencium tangan putrinya, padahal di masa itu, memiliki anak perempuan merupakan hal yang hina bagi seorang bapak.
Jiwa dan pribadi Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah saw. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu, dengan penuh seksama Sayyidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah dalam diri Fatimah, sampai-sampai tak ada apapun yang diinginkannya kecuali keridhoan Allah swt. Ketika Rasulullah saw berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, apapun yang kamu pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu tengah berada di sisiku". Namun Fatimah menjawab, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt".
Masa kanak-kanak Fatimah berlangsung di masa-masa dakwah Islam yang paling sulit. Puncak kesulitan itu terjadi di masa tiga tahun pemboikotan keluarga Bani Hasyim di Syi'b Abu Thalib yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tragisnya lagi di masa yang demikian sulit itu, Fatimah mesti kehilangan ibunda tercintanya, Sayyidah Khadijah as. Kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan ayahandanya demi tegaknya agama ilahi.
Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madinah. Di masa itu, Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang sangat kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakkan ajaran Islam.
Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat krusial dan terancam pecah serta terjerumus dalam kesesatan. Namun dengan pemikiran yang jernih, Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana, namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat Islam di masa itu. Dia sangat mengkhwatirkan masa depan umat dan memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan bahwa jalan yang bisa menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama ilahi dan menaati perintah-perintahnya.
FATIMAH AS, MODEL MANUSIA SEMPURNA
Kembali kita berada dalam suasana duka memperingati hari syahidnya sayyidah Fatimah Az-Zahra as, putri tercinta Rasulullah saw. Karena itu, sangat tepat rasanya jika di hari ini kita telaah ulang sejarah hidup beliau dan menjadikannya sebagai bahan pelajaran yang bisa kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Sudah tiga bulan, Rasulullah saw pergi ke haribaan ilahi. Namun hingga kini, Fatimah masih tenggelam dalam suasana duka cita. Sebegitu cinta dan rindunya sayyidah Fatimah pada ayahanda itu, membuat kesedihannya kian mendalam hingga ia pun terbaring jatuh sakit. Satu-satunya hal yang membuat hati Fatimah terhibur adalah ucapan terakhir Rasulullah yang menjanjikan bahwa Fatimah, putri tercintanya adalah orang yang pertama kali menyusul kepergian beliau.
Amirul mukminin, Ali bin Abi Thalib as dan keempat putra-putrinya kini berdiri di samping sayyidah Fatimah yang sedang terbaring lemas. Suasana penuh duka benar-benar menyelimuti rumah pasangan surgawi itu. Fatimah berkata, "Wahai Ali! Ketahuilah masa hidupku tak lama lagi. Masa untuk mengucapkan selamat tinggal telah tiba. Dengarlah suaraku, karena setelah ini engkau tak akan lagi mendengarnya. Aku mewasiatkan kepadamu jika setelah wafatku nanti, mandikanlah diriku, shalatkan aku, dan kebumikan aku di malam hari. Setelah itu, duduklah di sampingku menghadap ke wajahku. Lalu bacakan Al-Quran dan doa untukku. Aku serahkan dirimu pada Allah. Aku ucapkan salam dan shalawat kepada anak-anakku hingga hari kiamat."
Perpisahan itu membuat hati Ali as begitu sedih. Karena ia tak akan lagi bisa melihat wajah kekasihnya itu. Perempuan suci yang membuat hati Ali bisa melupakan pedihnya dunia saat menatap wajahnya.
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayyidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayyidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah jender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Sebegitu mulianya akhlak Sayidah Fatimah itu, sampai-sampai Rasulullah saw senantiasa memujinya dan menjadikannya sebagai putri yang paling ia sayangi dan cintai. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah as adalah belahan jiwaku. Dia adalah malaikat berwajah manusia. Setiap kali aku merindukan aroma surga, aku pun mencium putriku, Fatimah". Suatu ketika, Rasulullah saw kepada putrinya itu berkata, "Wahai Zahra, Allah swt telah memilihmu, menghiasimu dengan pengetahuan yang sempurna dan mengistimewakanmu dari kaum perempuan dunia lainnya".
Masa kanak-kanak Fatimah berlangsung di masa-masa dakwah Islam yang paling sulit. Puncak kesulitan itu terjadi di masa tiga tahun pemboikotan keluarga Bani Hasyim di Syi'b Abu Thalib yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tragisnya lagi di masa yang demikian sulit itu, Fatimah mesti kehilangan ibunda tercintanya, Sayyidah Khadijah as. Kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan ayahandanya demi tegaknya agama ilahi.
Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madinah. Di masa itu, sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang sangat kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakkan ajaran Islam.
Sayyidah Fatimah as merupakan gambaran sosok manusia yang agung dan sempurna. Seorang manusia yang memahami dunia di sekitarya begitu mendalam dengan pemikirannya yang sangat kuat. Ia memiliki pandangan yang sangat kritis terhadap kondisi masyarakatnya, namun penuh dengan kasih sayang.
Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat krusial dan terancam pecah serta terjerumus dalam kesesatan. Namun dengan pemikiran yang jernih, Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana, namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat Islam di masa itu. Dia sangat mengkhawatirkan masa depan umat dan memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan bahwa jalan yang bisa menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama ilahi dan menaati perintah-perintahnya.
Di mata Sayyidah Zahra as, keberadaan Al-Quran di tengah umat, layaknya lentera yang menerangi jalan manusia menuju hakikat kebenaran. Dia menuturkan, "Al-Quran adalah pembimbing baik yang diturunkan Allah swt untuk kalian. Al-Quran adalah perjanjian yang dianugrahkan Allah kepada kalian". Bagi sayyidah Fatimah as, Al-Quran adalah surat perjanjian antara Allah dan umat manusia. Jika mereka menjalankan perintah-perintah-Nya, niscaya mereka akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun jika hal itu tidak dijalankan, maka mereka pun akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Sayyidah Zahra as bahkan menilai bahwa sekedar mendengar ayat-ayat suci Al-Quran pun bisa menyelamatkan manusia. sebab, kata-kata Al-Quran yang demikian indah itu akan membuat manusia tergerak hatinya untuk merenungkan maknanya. Dengan kata lain, perenungan itulah yang membuat manusia melangkah ke jalan keselamatan. Sayyidah Fatimah as menuturkan, "Menyimak Al-Quran akan mengantarkan manusia ke tepi keselamatan".
Sayyidah Zahra as menilai bahwa dirinya akan merasa senang jika ia melangkah untuk berkhidmat kepada Allah swt. Beliau menuturkan, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt".
Dalam salah satu kata-kata bijaknya yang lain, Sayyidah Fatimah as berkata, "Ada tiga perkara yang paling aku cintai dari dunia kalian. Berinfak di jalan Allah, melihat wajah Rasulullah saw, dan membaca kitab suci Al-Quran".
KEPERIBADIAN FATIMAH AZ ZAHRA A.S.
Fatimah AH termasuk dalam Ahlul Bayt Rasulullah SAWA sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat al-Tathir dalam surah al-Ahzab: 33. Dalam Surah Al-Ahzab:33 bermaksud:
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan kalian daripada kekotoran (rijsa) ,wahai Ahlul Bayt dan menyucikan kamu sebersih-bersihnya."
Ayat di atas mengisahkan Hasan dan Husayn AS sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah SAWA dengan beberapa orang sahabat menziarahi mereka. Rasulullah SAWA mencadangkan kepada Ali AS bernazar kepada Allah SWT bahawa dia dan keluarganya akan berpuasa selama tiga hari apabila anak mereka sembuh dari penyakit tersebut. Ali, Fatimah, dan pembantu mereka, Fizzah bernazar kepada Allah SWT. Apabila Hasan dan Husayn AS sembuh, mereka pun berpuasa. Pada waktu berbuka datang seorang pengemis meminta makanan kepada mereka. Pada hari itu mereka hanya berbuka dengan sahaja. Keesokan hari ini datang seorang anak yatim meminta makanan daripada mereka pada waktu berbuka dan sekali lagi mereka hanya berbuka dengan air sahaja. Pada hari ketiga, datang pula seorang tawanan perang meminta makanan. Selepas memberikan makanan, Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah SAWA. Rasulullah SAWA berasa sedih melihat keadaan cucunya itu. Ali AS membawa Rasulullah SAWA ke rumah mereka. Sampai di sana Rasulullah SAWA melihat Fatimah AH sedang berdoa dengan keadaan yang amat lemah. Rasulullah SAWA berasa amat sedih. Turun malaikat Jibril berkata kepada beliau SAWA," Wahai Muhammad ambillah dia (Fatimah). Allah memberikan tahniah pada Ahl Bayt kamu." Lalu Jibril membacakan ayat tersebut.[Al-Hakim al-Haskani, Shawahid al-Tanzil, jld.II, hlm.298; al-Alusi, Ruh al-Ma'ani, jld.XXIX, hlm.157; Fakhur al-Razi, Jild.XIII, hlm.395]
Rasulullah SAWA bersabda yang bermaksud:
" Fatimah adalah sebahagian daripadaku. Barang siapa yang membuat dia marah, akan membuat aku marah." [a-Bukhari, Jilid II, hlm.185]
Imam Ali al-Redha AS berkata bahawa Rasulullah SAWA bersabda bermaksud:
" Hasan AS dan Husayn AS adalah makhluk yang terbaik di dunia selepasku dan selepas bapa mereka (Ali AS) dan ibu mereka (Fatimah AH) adalah wanita yang terbaik di kalangan semua wanita."[Bihar, Jilid 43, hlm. 19 dan 20]
Dari Imam Ali AS dari Rasulullah SAWA berkata kepada Fatimah AH bermaksud:
" Sesungguhnnya Allah marah kerana kemarahanmu dan redha kerana keredhaanmu." [Mustadrak al-sohihain, juzuk 3, hlm152]
Dari Aisyah berkata bahawa:
" Tidak pernah aku melihat seorang pun yang lebih benar dalam berhujah daripadanya melainkan ayahnya (Rasulullah SAWA)."[Mustadrak al-Sohihain, Juzuk 3, hlm.160]
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadith dari Aisyah berkata bahawa Rasulullah SAWA bersabda:
".....Tidakkah engkau redha (wahai Fatimah) bahawa engkau adalah saidati-nisa fil-Jannah(pemimpin wanita di syurga) atau pemimpin wanita seluruh alam..." [Sahih Bukhari, Jld. IV, hadith 819]
Dalam hadith yang lain al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah sebuah hadith yang panjang dan di sini dinyatakan sebahagiannya:
"....Wahai Fatimah! Tidakkah engkau redha bahawa engkau adalah saidati-nisa il-mu'minin (pemimpin wanita mu'minin) atau saidanti-nisa-i hadzhihi il-ummah (pemimpin wanita umah ini)?"[Al-Bukhari, Jilid 8, hadith 301]
Al-Bukhari meriwayatkan hadith dari Imam Ali AS bahawa pada suatu ketika Fatimah AH mengadu tentang kesusahannya mengisar tepung. Apabila beliau AH mendengar berita ada beberapa orang hamba dari rampasan perang telah dibawa kepada Rasulullah SAWA, beliau AH lalu pergi (ke rumah Rasulullah SAWA) untuk menemui baginda SAWA bagi mendapatkan pembantu tersebut, tetapi pada ketika itu (Rasulullah SAWA tidak ada di rumah) Aisyah tidak dapat mencari baginda SAWA. Lalu Fatimah menceritakan hasratnya kepada Aisyah. Apabila Rasulullah SAWA pulang, Aisyah menyatakan kepadanya perkara tersebut. Rasulullah SAWA kemudian pergi ke rumah kami....Mahukan kamu aku nyatakan suatu perkara yang lebih baik daripada apa yang kamu minta? (Iaitu) apabila kamu hendak masuk ke tempat tidurmu, maka ucapkanlah Allahu Akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Subhan Allah 33 kali. Ini adalah lebih baik daripada yang kamu pohonkan."[ Al-Bukhari, Jld. VI, hadith 344]
Amru bin Dinar meriwayatkan dari Aisyah berkata:
" Tidak pernah aku melihat seseorang pun yang lebih benar daripada Fatimah salamullah 'alaiha selain daripada ayahnya."[Hilyatul-awliya, Juzuk 2, hlm. 41]
Ibnu Abbas meriwayatkan bahawa Rasulullah SAWA bersabda yang bermaksud:
"Pada malam aku diangkat ke langit (mi'raj), aku melihat di pintu syurga tertulis bahawa Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah, Allah mengasihiku, dan Hasan, dan Husayn sofwatullah (sari yang terbaik dari Allah) , Fatimah Khiratullah (sesuatu yang terbaik dari pilihan Allah), laknatullah ke atas mereka yang membenci mereka."[Tarikh al-Baghdadi, Juzuk 1, hlm. 259]
Fatimah al-Zahra AH mempunyai sifat-sifat berikut seperti ayahnya dan suaminya serta anggota keluarganya :(1) menemukan jalan yang benar (ihtida') (2) mentaati prinsip-prinsip Islam (iqtida'), dan (3) berpegang teguh serta menyakini kewajipan-kewajipannya (tamassuk)." [ Nasa'i dalam Khashais Alawiyyah]
FATHIMAH, IBU AYAHNYA
pengarang : Sirajuddin
إن فاطمة (عليها السلام) كانت تكنى أم أبيها
Imam Baqir a.s. berkata: “Sesungguhnya Fathimah a.s. dijuluki ibu ayahnya”
Sekilas dari hadis di atas, kita bisa memahami bagaimana hubungan Nabi SAWW dengan putri tercintanya, Az-Zahra` salamullah alaiha. Sebuah ungkapan yang amat indah: Ummu Abiha, Kalimat itu sangat singkat, namun menyimpan segala muatan cinta, kasih, dan sayang di setiap lubuk sanubari insan.
Sebelum kita membahas maksud dari gelar Az-Zahra' di atas, alangkah baiknya jika terlebih dahulu kita kaji akar kata umm, yang merupakan kata kunci dalam menyingkap maksud di atas, sehingga kita lebih cermat memahami makna yang dimaksudkan Nabi SAWW ketika memanggil putri beliau: "Selamat datang wahai ibu ayahnya!"
Jauhari dalam Shiha-hul Luga-t menjelaskan; Ummu Syai' berarti inti sesuatu, makna yang juga gunakan Al Quran lewat frasa Ummul Qura', yang berarti pusat perkampungan, untuk mengumpamakan posisi Makkah; kota yang memiliki letak geografis yang amat strategis di jantung jazirah Arab dan mengatur menjadi pusat riuh-rendah rutinitas kehidupan kawasan tersebut. Dengan demikian, interpretasi hadis di atas secara leksikal adalah bahwa Fathimah a.s. sumber keturunan Nabi, sesuai dengan tafsiran AI-Kautsar yang berarti mata air keturunan Nabi SAWW.
Kalau kita mau membaca dan mencermati riwayat hidup Sayyidah Fathimah a.s., niscaya tidaklah sulit bagi kita untuk memahami maksud dari ummu abiha di atas tadi. Lebih dari itu, kita akan mendapatkan berbagai tafsiran tentangnya.
1. Tafsir Pertama
Fatimah a.s. memperlakukan Rasul SAWW lebih dari perlakuan seorang ibu terhadap anaknya, sebagaimana Rasul SAWW mencintai dan menghormati Az-Zahra' lebih dari penghormatan seorang anak terhadap ibunya. Sirah Nabawi mengingatkan kita akan sikap Rasul SAWW saat ditemui Az-Zahra'. Beliau berdiri menyambut, menyalami, mencium, dan mendudukkannya di sisi beliau, serta menemaninya dengan seluruh jiwa. Acapkali, ketika mencium Az-Zahra', Rasul SAWW selalu berkata, "Sungguh aku mencium aroma surga dari dirinya."
Di samping itu, terdapat riwayat lain yang menguatkan tafsiran ini. Ahli sejarah menuturkan bahwa Fathimah adalah orang pertama yang ditemui Rasul SAWW setiap kali pulang dari perjalanan, baik dari peperangan atau lainnya, Istri Ali inilah orang terakhir yang beliau pamiti, jika beliau hendak keluar kota.
Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa perlakuan Az-Zahra' terhadap sang ayah tidak kurang dari perhatian seorang ibu terhadap anaknya. Beliau mengobati luka-luka Rasul akibat peperangan, Beliau turut meringankan beban berat yang dipikul Nabi SAWW, dan selalu menghibur sang ayah, layaknya seorang ibu pada anaknya. Ringkasnya, luapan cinta, kasih, dan sayang yang diterima seorang anak dari ibunya, semua itu bisa ditemukan dalam pribadi agung Fathimah a.s.
2. Tafsir Kedua
Risalah Nabi SAWW merupakan agama khatam (terakhir) yang abadi sampai kiamat nanti. Risalah samawi ini tidak akan berakhir dengan berakhirnya ajal beliau. Akan tetapi, untuk keberlangsungan risalah tersebut harus ada pribadi-pribadi agung yang secara takwiniyah sama seperti Nabi. Pribadi-pribadi yang dalam hadis disebutkan sebagai bintang-bintang penjamin keselamatan penghuni bumi ini. Mereka lahir dari keturunan Fathimah a.s. Oleh karena itu, Nabi SAWW bersabda: "Husain dariku dan aku dari Husain. Allah mencintai orang yang mencintai Husain." Artinya, Husain anakku dan penyambung keturunanku. Dialah cahaya mataku, buah hatiku. Rasul menambahkan "dan aku juga dari Husein", bahwa keberlangsungan risalah dan keutuhan ajaran-ajaran Islam, dapat terealisir berkat Al-Husain a.s. dan para keturunan ma'sum Az-Zahra'. Dari sini, tidaklah berlebihan jika ada yang mengatakan, " Dinul Islam Muhammadiul wujud Husainiul baqo' " (Islam eksis karena Muhammad SAWW dan kekal berkat Al Husain.) Hal ini kita lihat jelas dari pengorbanan Imam Husain di hari Asyura'. Beliau telah mengorbankan segala-galanya demi menjaga dan mengembalikan orisinilitas Islam yang sudah dicemari oleh tangan-tangan zalim dan durjana Bani Umayyah. Beliau tebus kehormatan Islam dengan darah beliau, keluarga, dan pengikut beliau, dari bayi yang masih merah sampai yang tua, dari kaum pria maupun wanita.
Dengan demikian, ummu abiha berarti keberlangsungan dan kesinambungan ajaran-ajaran Nabi berkat Sayyidah Fathimah, dan gerakan-gerakan yang digalang oleh putra-putra beliau. Hal ini jelas diketahui Rasul. Layak sekali beliau memuliakan dan menghormati Az Zahra' dengan memanggilnya: "Selamat datang wahai ummu abi-ha-".
3. Tafsir Ketiga
Maula Al-Anshari menyatakan sebab dijulukinya Az Zahra’ dengan ummu abiha adalah ekspresi cinta tulus Rasul SAWW terhadap putri beliau. Karena kebiasaan manusia, ketika seseorang mencintai orang tuanya, lalu ingin mengungkapkan serta melukiskan seluruh rasa cintanya, dia akan memanggilnya dengan "Wahai ayah!" jika laki-laki, dan "Wahai ibu!" jika perempuan.
Al-Anshari menambahkan, maksud lain dari julukan tersebut adalah ketika Allah memuliakan para istri Nabi dengan panggilan Ummul mu'minin (ibu kaum mu'min), mungkin akan menebar persepsi bahwa mereka adalah wanita-wanita termulia di bumi, bahkan dari Fathimah a.s. Untuk menepis persepsi yang jelas salah ini, Rasul SAWW yang setiap ucapannya adalah wahyu, menjuluki putri beliau dengan ummu abiha, seakan-akan, Rasul SAWW dengan julukan ini hendak menegaskan kepada ummat, "Wahai istri-istri Nabi! Jika kalian ibu kaum mukmin, ketahuilah bahwa Fathimah adalah ibu Mustafa, ibu Nabi, ibu ayahnya."
4. Tafsir Keempat
Kata ummu kulli syai' berarti inti sesuatu, sebagaimana yang dijelaskan para ahli bahasa, seperti ummul kitab, ummul quro, ummul qaum. Atas dasar ini, bisa ditarik maksud dari gelar tersebut bahwa Fathimah a.s. merupakan inti rumpun Rasul SAWW dan akar kenabian, sebagaimana Imam Baqir a.s. bersabada, "Pohon kebaikan adalah Rasul, cabangnya Ali, dan akarnya Fathimah, sedangkan para putra-putra Az-Zahra' dan para pengikut setia adalah buahnya." Layaknya sebuah pohon akan layu ketika akarnya hilang, maka Islam yang diibaratkan sebuah pohon ini akan layu dan mengering, andai Fathimah a.s. tidak ada. Hal ini dikarenakan sebuah pohon itu tumbuh dan berkembang dengan menyerap makanan dari akarnya, sedang pohon Islam itu akan tumbuh dan berkembang dengan perjuangan para putra-putra Az-Zahra' a.s. Perjuangan AI-Hasan dalam bentuk sikap damainya dan dan AI-Husain dengan aksi menolak bai'at dan menumpahkan darah sungguh telah menjaga pohon itu dari benturan-benturan. Pada dasarnya, beliau telah menyirami dan menumbuh-suburkan pohon tersebut.. Andai shulh Al-Hasan dan bangkitnya Al-Husain tidak terjadi, niscaya Islam akan layu dan kering. Jelas bahwa semua itu berkat didikan ibu agung mereka, Az-Zahra' salamullah alaiha.
Sebagai pelengkap, kami akan bawakan beberapa riwayat yang menguatkan tafsiran di atas. Rasul bersabda, "Aku adalah pohon, Fathimah akarnya, dan Ali pangannya, sementara Hasan dan Husain sebagai buahnya."
Mufaddhal bin Muhammad AI-Ju'fi bertanya kepada Aba Abdillah As-Shadiq a.s tentang ayat 261 surat Al-Baqarah yang mengatakan "Perumpamaan nafkah orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah SWT bak sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir benih, dan tiap-tiap benih itu menumbuhkan seratus benih." Beliau bersabda, "Al habbah (sebutir benih) itu adalah Fathimah, sab'a sunbulatin (tujuh butir benih) adalah tujuh keturunan Az-Zahra'. Ketujuhnya adalah Imam Mahdi A'jjalalla Taa'la Farajahus Syarif.
Pada dasarnya, Nabi selalu menegaskan maqam Az Zahra' dalam setiap kalimat yang beliau ucapkan dan dalam setiap tindakan yang beliau lakukan. Beliau ingin menjelaskan keagungan Fathimah a.s. bahwa dia sangat istemewa dan berbeda dengan istri-istri beliau. Fathimah a.s. adalah ma'sum, terjaga dari dosa, karena beliau salah satu misdaq (perwujudan nyata) dari ayat At-Thathir. Tidak satupun dari istri Nabi yang termasuk di dalam ayat itu, bahkan Ummu salamah dengan segala kemulyaanya.
Di hari Mubahalah, sejarah telah mencatat hanya Fathimahlah yang diikutkan Nabi, tidak wanita lain. Andai ada dari istri Nabi yang sepadan dengan Az-Zahra', niscaya Nabi akan mengikut-sertakannya pada hari tersebut. Tetapi, beliau tidak mendapatkan satu wanita pun, baik dari istri beliau, para wanita Bany Hasyim, ataupun dari para wanita khalifah, yang sederajat dengan Az-Zahra' a.s. Hari itu merupakan fakta dan argumen yang amat jelas untuk membantah sekolompok manusia yang bersikeras memasuk-masukkan istri-istri Nabi ke dalam Ahlul Bayt.
Disadur dari kitab Al Asrarul Fatimiyah, karya Syekh Muhammad Fadil AI-Mas'ud.
FATIMAH ZAHRA A.S.: PERWUJUDAN AYAT TATHHIR
pengarang : Abdurrahman Arfan
Dalam ayat 33 surat al-Ahzab,[1] Allah swt menjelaskan keutamaan Ahlul Bait as. Ayat Tathhir merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang istri-istri Nabi saww. Namun, perlu diketahui bahwa ayat Tathhir tidak ditujukan kepada istri-istri Nabi saww. Ayat tersebut merupakan ayat yang independen dan tidak berhubungan dengan ayat sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh berbagai riwayat dalam kitab hadist dan tafsir, baik versi Syiah[2] maupun Sunnah.[3] Mereka sepakat bahwa ayat tersebut turun kepada Ahlul bait as dan demikian tidak meragukan lagi keabsahannya.
Mungkin saja, sebagian kalangan beranggapan bahwa gaya penukilan dan penulisan berbagai hadist tersebut di atas berbeda-beda sehingga tidak dapat dinisbatkan dan ditetapkan bahwa ayat tersebut memang ditujukan kepada Ahlul Bait as. Tapi anggapan ini tidak benar berdasarkan bukti sejarah tentang turunnya ayat Tathhir, seperti prilaku Nabi saww yang selalu mengulang-ulangi menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan berbeda agar masyarakat faham bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait as adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib, Sayyidah Zahra, Imam Hasan dan Imam Husein as. Sejarah meriwayatkan bahwa dalam kesempatan yang berbeda-beda, Nabi saw sering kali menjelaskan keutamaan Ali bin Abi thalib as sejak dari dakwah sembunyi-sembunyi beliau yang hanya terbatas pada keluarga, sampai penghujung hidup beliau. Apakah hal ini masih juga diragukan kebenarannya sekalipun disebutkan dalam kesempatan yang berbeda? Tentu tidak, karena dalam kondisi lainnya Nabi saw tidak pernah mengulang-ulang suatu hal dalam kesempatan yang berbeda-beda, maka ketika Nabi saw mengulangnya dalam berbagai kesempatan dapat difahami bahwa hal yang beliau sampaikan sangatlah penting sehingga perhatian masyarakat selalu tertuju kepadanya.
Ayat Tathhir ingin menyampaikan bahwa Ahlul Bait as memiliki maqam ismah yaitu terhindar dan terjaga dari dosa, kelalaian, kebodohan dan keraguan. Mungkin saja, sebagian kalangan menduga bahwa turunnya ayat Tathhir yang ditujukan kepada Ahlul Bait as sama sekali tidak memberikan nilai dan maqam ismah. Jika dugaan mereka benar, lalu bagaimana berbagai literatur yang menjelaskan kedudukan mereka di mata Nabi saww dan prilaku Nabi saw yang selalu mengulangnya di berbagai kesempatan? Bukankah dinukil dalam sejarah bahwa setiap kali Nabi melewati rumah az-Zahra as, beliau selalu berhenti sejenak seraya mengucapkan: ?Assalamu?alaikum ya ahlul bait? Mengapa Imam Ali as membuktikan kepemimpinanya dengan berlandaskan ayat Tathhir? Kenapa pula Imam Hasan as mengklaim dirinya sebagai salah satu orang yang termasuk dalam ayat tersebut? Oleh karena itu, jelaslah bahwa dugaan mereka itu tidak dapat dibenarkan.
Beberapa riwayat menjelaskan bahwa kemakshuman Ahlul Bait as tidak berarti bahwa mereka hanya terjaga dari dosa dan kesalahan saja, karena Imam Shodiq as bersabda: ?Arrijsu (dalam ayat tersebut) adalah keraguan. Demi Allah, selamanya kami (Ahlul Bait) tidak pernah ragu kepada-Nya.? Sedang dalam kesempatan lain, Imam Ali as bersabda: ?Aku tidak pernah ragu akan kebenaran sejak aku melihatnya.? ? Seandainya disingkap tabir bagiku maka tidak akan bertambah keimananku.? Sebagian dari Imam suci menyabdakan bahwa kalimat hendak menghilangkan dosa dari kamu berarti menjauhkan mereka dari kobaran api jahiliah. Ini berarti bahwa bahwa Allah swt tidak menginginkan para pendahulu Ahlul Bait as (datuk-datuk mereka) masuk dalam golongan orang-orang kafir, karena salah satu arti rijs dalam kamus bahasa adalah kekufuran dan keraguan.
Sepanjang sejarah, Sayyidah Zahra as adalah wanita menjadi panutan yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari Ahlul Bait. Beliau adalah perwujudan dari ayat Tathhir, sosok pribadi yang disucikan Allah swt, dengannya risalah suci berlanjut dan langgeng sampai hari kiamat, wanita yang sampai kepada makam Ilahi di bawah didikan duta Ilahi, jiwanya selalu dikorbankan di jalan Allah swt, tutur katanya tidak lepas dari kebenaran jelmaan ayat: ?Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiad alain hanyalah wahyu yang diwahyukan, yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Beliau adalah pribadi yang selalu memiliki kontak dengan alam gaib, berkomunikasi dengan Malaikat Jibril as sehingga nama lain az-Zahra as adalah almuhaddats yang berarti orang yang diajak berbicara. Diceritakan dalam sejarah bahwa sepeninggal Nabi saw, Malaikat Jibril diutus oleh Allah swt agar selalu mendatangi Sayyyidah Zahra as untuk menghiburnya dari kesedihan setelah kepergian ayahnya dan menceritakan kepadanya kejadian yang telah dan akan terjadi. Kejadian-kejadian yang disampaikan Malaikat Jibril itu dicatat sehingga menjadi sebuah buku yang dikenal dengan Mushaf Fathimah as. Mushaf ini merupakan salah satu perwujudan ilmu yang tak terbatas dalam diri Zahra as dan termasuk salah satu sumber asli ilmu para imam, sejak masa Imam Ali as sampai Imam Mahdi afs.
Imam Khomeini ra memberikan perhatian cukup besar tentang keutamaan pribadi az-Zahra as yang terlihat dalam pidato-pidatonya. Imam selalu menjelaskan bahwa dengan kepulangan nabi saww kehadirat ilahi Rabbi hubungan kontak nabi saww dengan malaikat Jibril melalui wahyu terputus, namun kontak malaikat Jibril as -walaupun bukan dengan istilah wahyu- dengan Az-zahra as tidak terputus. Dalam hal Imam berkata: "Masalah datangnya malaikat Jibril as ke Az-zahra as bukan masalah yang mudah, jangan pernah berkhayal selama belum memenuhi persyaratanya, malaikat akan mendatangi setiap orang". Datangnya Jibril as kehadirat Az-zahra atas perintah Allah swt merupakan keutamaan yang luar biasa yang dimiliki oleh Az-zahra as dan Imam Khomeini memandang itulah puncak keutamaan dan kedudukan Az-zahra as yang dimilikinya dimata Allah swt.
Maqam dan kedudukan yang begitu tinggi yang tidak dimiliki oleh semua para utusan Allah dan hanya dimiliki oleh para nabi pilihan dan kekasihNya, Az-zahra as dengan segala keutamaannya telah sampai kemaqam tersebut. Dialah as hakekat dari malam Al-qadr, Zahralah as batin dari ayat: ?Haa miim demi kitab (alquran) yang menjelaskan sesungguhnya Kami menurunkan pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah?. Imam Musa Al-khadzim dalam menjelaskan ayat tersebut berkata: ?Haa miim adalah Muhammad saww, kitab mubin (kitab yang mejelaskan) adalah Imam Ali as dan lailah (waktu malam) adalah S Fatimah as. Wujud suci Az-zahra as hakekatnya adalah Al-quran yang dapat berbicara (Al-quran natiq)- sementara para Imam suci juga sebagai penjelas Al-quran yang diam (Al-quran shomit).
Az-zahra as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman, tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata rantai cinta yang tidak pernah terputus,. Az-zahra as adalah paling mulianya manusia di sisi nabi serta cahaya mata dan buah hati Rasul sebagimana sabda beliau: ?Fatimah adalah paling mulianya manusia disisiku, putriku Fatimah, adalah wanita yang terbaik diseluruh jagat raya, sejak pertama kali wanita diciptakan hingga kelak pada akhir zaman, dialah cahaya mata dan buah hatiku.? Fatimah adalah Az-zahra yang namanya selalu harum dan dikenang sepanjang masa dalam kehidupan manusia.[] Wallahu a'lam
Catatan Kaki:
[1] Disebut dengan ayat tathir yang artinya : ?Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Baith dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.?
[2] Terhitung sekitar 16 riwayat yang menukil langsung dari nabi saww.
[3] Dari 300 riwayat yang dibawakanya terhitung sekitar 5-6 yang menukil secara langsung.
KHUTBAH SAYYIDAH FATIMAH ZAHRA
Rasulullah saw. bersabda:wanita penghuni surga yang paling utama ada empat; Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, Asiyah bintu Muzahim istri Fir'aun-, dan Maryam bintu Imran.[1] Rasulullah saw. bersabda: sebaik-baik wanita alam semesta ada empat; Maryam bintu Imran, Asiyah bintu Muzahim, Khadijah bintu Khuwailid, dan Fatimah bintu Muhammad.[2] Rasulullah saw. bersabda: Fatimah adalah bagian dariku, maka barang siapa yang membuatnya marah niscaya telah membuatku marah Fatimah adalah bagian dariku, maka barang siapa yang mengganggunya niscaya telah menggangguku sesungguhnya Allah murka dengan murka Fatimah dan rela dengan rela Fatimah.[3]
Puja bagi Allah atas nikmat yang telah Dia berikan
Terima kasih pada Allah atas apa yang telah Dia ilhamkan (nikmat batin)
Puji bagi Allah atas apa yang telah Dia sodorkan;
Berupa nikmat-nikmat umum yang Dia mulai (sebelum ada hak sedikitpun pada manusia)
Berupa anugerah yang berlimpah dan sempurna
Dan berupa semua pemberian yang berturut-turut
Begitu banyak nikmat Allah sehingga tidak mungkin untuk menghitungnya
Tidak mungkin untuk menjangkau batasannya
Selamanya tidak akan mungkin untuk diketahui semua
Dia mengajak mereka untuk minta tambah dengan cara bersyukur, karena sambungan yang terdapat dalam nikmatNya
Mengharuskan makhluknya untuk memuja dengan limpahan nikmatNya
Sebagaimana Dia juga mengajak mereka pada hal-hal yang serupa
Aku bersaksi bahwa ?tiada Tuhan selain Allah Yang Esa dan tak bersetara?, sebuah kalimat yang kembali pada ketulusan (ikhlas)
Kalimat yang capaiannya telah ditanamkan di hati setiap orang
Kalimat yang rasionalisasinya tercerahkan dalam pikiran
Allah yang mata tak mampu melihatnya
Lidah tak sanggup menyifatiNya
Pikiran tak dapat menjangkau bagaimana Dia
Dia ciptakan segala sesuatu tidak dari sesuatu sebelumnya
Dia ciptakan tanpa menyontek contoh yang lain
Dia adakan dengan kekuasaanNya dan Dia ciptakan dengan kehendakNya
Tanpa Dia butuh pada penciptaan itu
Tanpa ada faidah dari penggambaran itu
Tiada lain hanya merupakan pembuktian atas hikmahNya, peringatan atas ketaatan padaNya, penjelasan kuasaNya, penyembahan hambaNya, dan penegasan ajakanNya
Kemudian Dia tetapkan pahala bagi ketaatan padaNya
Dia tentukan siksa bagi kemaksiatan padaNya
Untuk mencegah hamba-hambaNya dari murka
Dan mendorong mereka ke arah surgaNya
Aku bersaksi bahwa ayahku (Muhammad) adalah hamba dan utusanNya
Dia telah memilihnya sebelum menciptakan
Dia telah memilihnya sebelum mengutus
Di saat manusia masih tersembunyi dalam gaib
Di saat manusia masih terhalang oleh tabir yang menyeramkan
Di saat manusia masih sarat dengan ketiadaan
Atas dasar ilmu Allah terhadap tempat kembalinya segala sesuatu
Atas dasar pengetahuanNya terhadap segala hal yang akan terjadi
Atas dasar makrifatNya terhadap situasi dan kondisi serta maslahat segala hal yang Dia tentukan
Allah mengutus Muhammad untuk melengkapkan urusanNya
Sebagai tekad untuk menetapkan hukumNya
Sebagai penerapan takdir-takdirNya yang pasti
Kemudian Dia saksikan penduduk bumi berpecah belah dalam agama mereka
Mereka yang tunduk beribadah pada api
Mereka yang menyembah arca
Mereka yang mengingkari Allah di saat mereka mengetahuiNya
Maka Allah menerangi kegelapan itu dengan Muhammad saw.
Dia lapangkan hati dari problema
Dia jelaskan mata dari kesamaran
Dan Rasulullah bangkit di tengah ummat manusia dengan membawa hidayah
Menyelamatkan mereka dari kesesatan
Menyembuhkan mereka dari kebutaan (mata dan hati)
Menunjukkan mereka pada agama yang tegak
Mengajak mereka pada jalan yang lurus
Kemudian Allah menariknya karena cinta dan keinginan serta pilihan
Maka beliau tenang dan terlepas dari lelahnya kehidupan di dunia
Sungguh beliau dikelilingi oleh para malaikat yang suci
Diridloi oleh Allah Yang Maha Pengampun
Dekat di sisi Maha Raja Yang Perkasa
Shalawat dan salam serta rahmat dan barakat Allah semoga senantiasa tercurahkan pada ayahku
Muhammad nabiNya, manusia kepercayaanNya untuk menerima wahyu, manusia pilihanNya, manusia yang terbaik di antara ciptaanNya dan manusia yang diridloiNya.
Kemudian beliau mengalihkan perhatian pada hadirin seraya berkata:
Kalian, wahai hamba-hamba Allah, adalah maksud dari perintah dan laranganNya
Kalian adalah pemikul agama dan wahyuNya
Kalian adalah orang yang dipercaya Allah untuk menjaga agamaNya
Kalian adalah orang yang ditugaskan untuk menyampaikan risalah ini pada ummat yang akan datang
Seorang pemimpin kebenaran ada di tengah kalian
Dia telah mengambil janji kalian atas kewajiban
Dia tinggalkan sesuatu pada kalian
Kitab Allah yang berbicara
Qur?an yang jujur dan benar
Cahaya yang berkilauan
Sinar yang terang benderang
Bukti-buktinya jelas dan rahasia-rahasianya terungkap
Lahirnya nampak
Membuat senang pendukungnya
Membawa pengikutnya menuju keridoan Allah
Mendorong pendengarnya ke arah keselamatan
Dengannya, dapat diperoleh hujjah-hujjah Allah yang bersinar, dan
Kewajiban-kewajibanNya yang sudah dijelaskan oleh Al-quran
Larangan-laranganNya yang telah diperingatkan
Bukti-buktiNya yang terang
Dalil-dalilNya yang cukup
Keutamaan-keutamaan yang dianjurkan
Keringanan-keringanan yang diberikan
Dan syariat yang diharuskan
Maka Allah menjadikan iman sebagai penyuci kalian dari kesyirikan
Shalat sebagai pembersih kalian dari kesombongan
Zakat sebagai penjernih diri dan pengembangan rejeki
Puasa sebagai pendalam ketulusan
Haji sebagai penguat agama
Keadilan sebagai pengatur kalbu
Ketaatan pada kami [Ahlulbait as] sebagai sistem untuk bangsa
Kepemimpinan kami sebagai jaminan aman dari pecah belah
Jihad dan perjuangan sebagai kehormatan Islam
Kesabaran sebagai penopang untuk meraih pahala
Amar makruf sebagai maslahat umum
Bakti pada kedua orang tua sebagai penghindar murka
Silaturahmi sebagai penambah jumlah
Qisas sebagai penjaga darah
Kesetiaan pada nadzar sebagai peluas ampunan
Jujur dalam tolok ukur dan timbangan sebagai perubah kikir
Larangan minum arak sebagai pembasmi noda
Larangan menuduh zina sebagai tabir penghalang kutukan
Larangan mencuri sebagai penjamin kesucian
Larangan syirik sebagai ketulusan padaNya dalam pengaturan
Maka bertaqwalah kalian pada Allah dengan taqwa yang sesungguhnya, dan jangan kalian mati kecuali dalam kaadan muslim
Taatilah perintah dan laranganNya
Karena sesungguhnya hanya hamba-hamba Allah yang alim yang takut padaNya.
Wahai ummat manusia!
Ketahuilah bahwa aku adalah Fatimah!
Ayahku adalah Muhammad
Kukatakan untuk pertama dan terakhir kalinya
Aku tidak berkata salah dan tidak bertindak lalim
Sungguh-sungguh telah datang pada kalian utusan Allah dari jenis kalian sendiri, resah atas kesulitan yang menimpa kalian dan bersikeras untuk memberi petunjuk pada kalian serta lembut dan sayang terhadap orang-orang yang beriman[4]
Apabila kalian hendak menisbatkan asal usulnya maka kalian akan mendapatkan bahwa beliau adalah ayahku dan bukan ayah dari wanita kalian
Beliau adalah saudara misananku dan bukan saudara dari pria kalian
Maka sebaik-baik penisbatan adalah orang yang dinisbatkan padanya
Rasulullah menyampaikan misinya dengan menegaskan peringatan
Keluar dari jalur orang-orang musyrik
Menebas belikat mereka
Membungkam mulut mereka
Mengajak pada jalan Tuhannya dengan hikmah dan nasihat yang baik
Memecahkan arca dan menumbangkan kekafiran
Sampai akhirnya mereka kalah dan mundur
Malam terbelah oleh pagi (kedzaliman terpendam oleh Islam)
Terbitlah kebenaran yang murni
Pemimpin agama berbicara tentang agama dan perkara muslimin
Kicauan setan membisu
Pendukung kemunafikan runtuh
Jalinan kafir dan perpecahan terurai
Kalian berucap tulus
Dan orang-orang yang bercahaya putih karena lapar (puasa)
Di saat kalian sebelumnya berada di mulut api neraka
[kalian adalah] orang yang meneguk segala minuman walau bukan miliknya
Orang serakah yang tidak melewatkan satu kesempatan pun untuk menuruti kesrakusannya
Bara api orang yang tergesa-gesa
[kalian adalah] orang yang terinjak-injak di bawah kaki para penguasa
Kalian minum genangan air yang bercampur kotoran binatang
Kalian makan dengan wadah kulit yang tak disamak dan daun-daunan
Kalian adalah orang-orang yang hina dan terusir
Kalian selalu takut dirampok oleh orang-orang yang berada di sekitar
Maka Allah menyelamatkan kalian melalui ayahku Muhammad saw.
Setelah ini dan itu
Setelah ditimpa oleh kebengisan kaum pria dan keganasan arab serta kedurhakaan Ahlulkitab (orang yahudi dan nasrani)
Setiap kali mereka menyulut api peperangan maka Allah memadamkannya
Setiap kali tanduk setan tumbuh (setiap kali setan beraksi untuk merusak) atau kesyirikan membuka lebar mulutnya maka beliau saw. mengirimkan saudaranya (Ali) sampai ke anak lidahnya (ke pusatnya untuk membasmi setan dan kesyirikan)
Maka dia (Ali) tidak akan pernah kembali sampai berhasil menginjak telinga setan dan kesyirikan dengan lekuk telapak kakinya
Dan memadamkan lidah api mereka dengan pedangnya
Dia (Ali) banting tulang dalam dzat Allah
Dia berusaha keras dalam perintah Allah
Dia dekat dengan Rasulullah
Dia tuan di tengah waliAllah
Dia naik dan menasihati, bekerja keras dan bersungguh-sungguh
Di saat kalian hanya bersenang-senang dalam kehidupan nyaman, nikmat dan aman
Kalian senantiasa menantikan akibat buruk terjadi pada kita
Menunggu datangnya berita
Dan mengundurkan diri dari peperangan
Dan ketika Allah memilihkan rumah para nabi bagi Rasulullah (ketika wafat)
Memilihkan tempat kembali orang-orang pilihanNya untuk beliau
Tampaklah pada diri kalian duri dan dendam kemunafikan
Jubah agama telah lusuh di mata kalian
Orang yang dulunya diam, sesat dan bodoh sekarang angkat suara
Orang yang dulunya tak dikenal sekarang jadi terkenal
Pejantan orang-orang sesat mengeraskan geramannya
Dan berjalan dengan congkak di halaman-halaman kalian
Setan mengeluarkan kepala dari tempat persembunyiannya
Seraya memanggil kalian
Dia melihat kalian menjawab panggilannya
Dan mendapatkan kalian sepenuhnya pasrah menerima tipu daya
Kemudian dia perintahkan kalian untuk bangkit dan dengan ringannya kalian bergegas bangkit
Dia kobarkan api kemarahan pada diri kalian dan seketika itu juga kalian marah
Dengan demikian, maka kalian memberi tanda pada unta yang bukan milik kalian (yang penting bagi kalian adalah taat pada setan, apapun saja yang dia perintahkan)
Kalian turunkan unta itu bukan pada bagian air milik kalian
Semua ini terjadi padahal masa lalu baru kemarin berlalu
Kepedihan itu masih dalam (karena wafatnya Rasul)
Luka itu masih belum sembuh
Rasulullah masih belum dikuburkan
Bergegas dan berebut ?kekuasaan-, mengakunya khawatir terjadi fitnah
Sadarlah; mereka terjerumus dalam fitnah dan sesungguhnya neraka jahannam mencakup semua orang kafir
Jauh sekali dari kalian
Ada apa dengan kalian?
Kemanakah setan memalingkan kalian?
Padahal kitab Allah berada di pundak kalian
Hal-hal di dalamnya jelas
Hukum-hukumnya berkilau
Rambu-rambunya bersinar
Larangan-larangannya terang
Perintah-perintahnya tampak
Sungguh kalian telah membelakangi Al-quran
Apakah kalian ingin membencinya?!
Atau kalian hendak menghakimi dengan selainnya?!
Sesuatu yang lain itu adalah sejelek-jelek pengganti bagi orang dzalim
Dan baranga siapa yang mengikuti agama selain Islam maka hal itu tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi
Tak lama kemudian, setelah perlawanan mejadi tenang dan pengaturan menjadi gampang
Seketika itu juga kalian mulai mengeluarkan api dan menggerakkan baranya (menebar fitnah di mana-mana)
Kalian iakan panggilan setan yang menyesatkan
Ajakannya untuk memadamkan cahaya agama yang terang benderang
Meredakan sunnah nabi yang jernih
Pura-pura minum buih padahal sesungguhnya kalian ingin minum susu secara sembunyi-sembunyi (berdalih khawatir terjadi fitnah padahal sesungguhnya kalian serakah terhadap kekuasaan dan membuat fitnah)
Kalian ganggu keluarga dan keturunan Rasulullah secara terselubung dan tersembunyi
Dan kita sabar atas gangguan kalian seperti orang yang menahan sakitnya tubuh yang dicincang dengan pisau besar
Seperti orang yang manahan luka tusukan mata tombak ke dalam perut
Dan sekarang kalian mengaku bahwa tidak ada warisan bagi kami (keluarga Nabi)
Apakah kalian menginginkan hukum jahiliah?
Dan siapakah yang lebih baik dari pada Allah dalam menghukumi bagi orang-orang yang yakin?!
Apa kalian tidak tau? Sungguh jelas bagi kalian seperti matahari di siang bolong bahwa aku adalah puteri Rasulullah
Wahai orang-orang muslim!
Apa mereka memaksa dan mengalahkanku untuk mendapatkan hak waris dari ayahku?
Wahai Abu Bakar putera Abu Quhafah!
Apakah disebutkan dalam kitab Allah bahwa kamu mewarisi ayahmu sementara aku tidak mewarisi ayahku?
Sungguh-sungguh kamu telah membawa kemunkaran yang besar
Apakah kalian sengaja meninggalkan kitab Allah dan kalian buang dia ke belakang?
Di saat Allah berfirman: ?dan suliman mewarisi dawud?[5]
Allah juga berfirman ?ketika menceritakan kisah zakariya-: ?berilah dari sisiMu wali ?dan penerus- bagiku, yang akan mewarisiku dan mewarisi keluarga ya?qub?[6]
Allah berfirman: ?famili dan keluarga, sebagian dari mereka lebih layak dari sebagian yang lain dalam ketentuan Allah?[7]
Allah berfirman: ?Allah mewasiatkan pada kalian tentang anak-anak kalian, bagi anak laki dua kali lipat saham anak perempuan?[8]
Allah berfirman: ?apabila seseorang dari kalian mati dan meninggalkan barang berharga, maka hendaknya dia mewasiatkan pada kedua orang tua dan keluarganya secara baik, ini adalah hak orang-orang yang bertaqwa?[9]
Kalian mengaku tiada saham bagiku!
Tiada warisan dari ayahku!
Apakah Allah mengistimewakan ayat tertentu bagi kalian dan mengeluarkan ayahku darinya?
Atau kalian katakan bahwa dua orang pengikut dua agama tidak saling mewarisi?
Bukankah aku dan ayahku pemeluk satu agama?
Atau kalian merasa lebih pintar dari ayah dan misananku (Ali) dalam hal khusus dan umumnya Al-quran?
Maka ambillah ?wahai Abu Bakar- tanah Fadak (tanah warisan Rasul untuk Fatimah) yang siap ini, seperti unta yang berpelana dan bertali kekang
Dia akan menemuimu di hari mahsyar dan kebangkitan
Maka sebaik-baik hakim adalah Allah
Sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad
Sebai-baik saat adalah hari kiamat
Dan pada hari kebangkitan, orang-orang yang batil akan merugi
Tidak lagi bermanfaat apabila kalian menyesal di sana
Dan bagi setiap berita besar tempatnya masing-masing, niscaya kalian akan mengetahui siapa yang akan didatangi siksa yang menghinakannya dan yang pasti mengalami siksa abadi
Kemudian beliau melemparkan pandangannya ke arah Anshar seraya berkata:
Wahai kelompok yang mulia
Wahai penolong-penolong agama
Wahai penjaga-penjaga Islam
Apa sikap acuh tak acuh dan lemah ?kalian- dalam hakku ini?!
Apa sikap ngantuk kalian terhadap hakku yang telah dirampas secara lalim?
Bukankah Rasulullah SAW, ayahku, bersabda: seseorang terjaga dalam keturunannya (kehormatan dan kemuliaan seseorang dinilai apabila kehormatan, kemuliaan dan hak-hak keturunannya juga terjaga)
Betapa cepatnya kalian berubah, memusuhi keluarga Nabi
Betapa tergesa-gesanya kalian untuk mengerahkan segala sesuatu melawan keluarga Nabi
Di saat kalian punya kemampuan untuk menolong usahaku
Di saat kalian punya kekuatan untuk membantuku dalam mengambil kembali hak-hakku yang mereka rampas
Apakah ingin kalian katakan: Muhammad telah mati (maka agamanya, kehormatan dan kemuliaanya juga mati)
Sungguh kepergian beliau adalah perkara yang agung
Luka itu semakin terkoyak
Rekah itu semakin luas
Belahan itu semakin lebar
Bumi menjadi gelap karena kepergiannya
Bintang mengalami gerhana karena musibahnya
Harapan telah terputus
Gunung jadi tunduk dan khusyu?
Batas-batas ?keluarga Nabi- dilampaui
Kehormatan dia setelah mati dilecehkan
Maka demi Allah itu adalah bencana terbesar dan musibah teragung
Bencana yang tiada taranya
Malapetaka yang tidak akan datang tandingannya dekat2 ini
Kitab Allah SWT mengumumkan kepergian beliau di halaman-halaman rumah kalian
Di pagi dan sore hari kalian
Dengan suara pelan dan teriakan
Secara tilawah dan nada-nada qira?at
Kematian itu juga telah menimpa para nabi dan rasul sebelumnya
Dan merupakan hukum yang pasti dan ketentuan yang tak terelakkan
?Dan Muhammad tidak lain adalah utusan Allah, telah lalu rasul-rasul sebelumya, apakah ketika dia mati atau terbunuh maka kalian berbalik ke belakang, dan barang siapa yang berbalik ke belakangnya niscaya dia tidak membahayakan Allah sedikitpun, dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur?[10]
Jauh sekali bani Qilah!
Apakah aku tertindas dan tercegah dari warisan ayahku?
Di saat kalian masih kulihat dan kudengar
Kalian masih kumpul bersama
Ajakanku sampai ke telinga kalian
Berita ini sampai ke perasaan dan pengetahuan kalian
Di saat kalian memiliki jumlah yang cukup, potensi, sarana dan kekuatan
Kalian dilengkapi dengan senjata dan perisai
Panggilanku telah sampai pada kalian tapi kalian tidak menjawabnya
Teriakanku telah mendatangi kalian tapi tetap kalian tidak membantu
Padahal kalian dikenal denga jihad dan perjuangan di jalan Allah
Dikenal dengan kebaikan dan amal yang saleh
Pilihan Nabi untuk mendukung misi
Pilihan Nabi untuk meraih kemenangan
Kalian telah berperang melawan arab
Kalian pikul beban dan kesulitan
Kalian serang ummat-ummat lain
Kalian hadapi para pemberani
Dulu kita tidak meninggalkan kalian dan kalian tidak meninggalkan kita
Kita perintahkan dan kalian patuh
Sehingga urusan Islam menjadi teratur bersama kita
Sehari-hari air susu mengalir dengan deras (bayak kebaikan yang diperoleh)
Puncak kesyirikan jadi tunduk
Gejolak dusta menjadi tenang
Api kekafiran telah padam
Ajakan fitnah dan kerusuhan telah terbenam
Sistem agama telah teratur
Lalu kenapa kalian bingung setelah kejelasan
Kenapa kalian rahasiakan setelah terus terang
Kenapa kalian mundur setelah maju
Kenapa kalian syirik setelah beriman
?Apa kalian tidak berperang melawan kaum yang mengingkari janjinya dan bertekad untuk mengusir Rasulullah?! Padahal mereka dulu yang memulai peperangan ini; apakah kalian takut pada mereka?! Padahal Allah lebih berhak untuk ditakuti jika kalian adalah orang-orang yang beriman?[11]
Ingatlah: aku tau, kalian lebih memilih kesenangan dan kehidupan yang nyaman
Kalian jauhkan orang yang lebih berhak untuk melapangkan dan menyempitkan (memerintah dan mengatur negara)
Kalian menyendiri dengan kesenangan
Kalian terhindar dari himpitan dan meraup kekayaan
Maka kalian lepeh apa yang kalian pelihara
Kalian muntahkan apa yang kalian minum dengan mudah (berpaling dari agama dan penolakan terhadap iman)
Dan apabila kalian dan semua penduduk bumi kafir maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Terpuja ingatlah: aku katakan semua ini di saat aku tau persis kehinaan yang telah bercampur dengan diri kalian dan pengkhianatan yang melekat di hati kalian
Namun itu adalah ungkapan rahasia hati
Semburan amarah
Kelemahan tombak (tidak sabar lagi)
Gelisah yang keluar dari dada
Persembahan hujjah dan bukti
Maka ambillah khilafah dan tunggangilah pemerintahan yang luka punggungnya dan tipis sepatunya
Khilafah yang senantiasa hina
Ditandai dengan murka Allah dan cela selamanya
Disambung dengan neraka Allah yang menyala dan tau isi hati (membakar jiwa dan raga)
Semua yang kalian perbuat tampak di mata Allah
Dan orang-orang dzalim akan mengetahui ke mana mereka kembali
Dan aku adalah puteri orang yang memperingatkan kalian pada siksa yang dahsyat
Maka bertindaklah dan sesungguhnya kami adalah penindak, nantilah dan sesungguhnya kami adalah penanti
Abu Bakar menjawab:
Wahai puteri Rasulullah!
Sungguh ayahmu dulu adalah orang yang lemah lembut dan mulia terhadap mukminin, belas kasih dan sayang pada mereka
Siksa yang pedih dan hukuman yang besar bagi orang kafir
Kalau kita ingin menisbatkannya maka kita dapatkan dia sebagai ayahmu dan bukan ayah dari wanita yang lain
Saudara suamimu dan bukan saudara pria yang lain
Beliau utamakan saudaranya dari pada sahabat yang lain
Dia bantu Rasulullah di setiap perkara yang besar
Hanya orang bahagia yang mencintai kalian dan hanya orang sengsara yang membenci kalian
Kalian adalah keluarga Rasulullah yang bagus
Orang-orang pilihan yang mulia
Kalian adalah petunjuk kebaikan
Kalian adalah jalan menuju surga
Dan kamu (Fatimah); wahai wanita yang terbaik dan puteri sebaik-baik Nabi
Jujur dalam bertutur
Pendahulu dalam kesempurnaan akal
Tidak tersingkir dari haknya
Tidak tercegah dari kejujurannya
Demi Allah aku tidak menentang pendapat Rasulullah !!!
Aku tidak bertindak kecuali dengan ijin dia
Dan sesungguhnya seorang penghulu tidak akan membohongi pengikutnya
Aku bersaksi pada Allah dan cukup bagiku Dia sebagai saksi
Sungguh aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
?kita para nabi tidak mewariskan emas dan perak, rumah dan parabotnya, melainkan kita mewariskan kitab dan hikmah, ilmu dan kenabian. Makanan! apa saja yang tersisa dari kami maka itu hak pemerintah setelah kita, dan dialah yang berhak memutuskan di sana?
Apa yang kamu minta telah kita letakkan bersama kelompok kuda dan senjata yang digunakan muslimin untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan bertempur melawan orang-orang yang menentang dan jahat
Keputusan itu atas dasar kesepakatan muslimin!!
Aku tidak sendiri dalam hal itu
Aku tidak sewenang-wenang hanya sesuai dengan pendapatku
Inilah kondisi dan hartaku
Semuanya untukmu dan di hadapanmu
Tidak disingkirkan darimu
Tidak disimpan tanpa dirimu
Kamu adalah tuan ummat ayahmu
Pohon bagus untuk keturunanmu
Seluruh keutamaan dirimu tidak bisa diimgkari
Cabang dan pokokmu tidak bisa dibawahi
Keputusanmu senantiasa berlaku dalam apa yang kumiliki
Lalu apakah kamu melihat diriku menentang ayahmu dalam hal ini?
Maka beliau, Fatimah Zahra, berkata:
Maha suci Allah
Tidak pernah Rasulullah saw. berpaling dari kitab Allah
Tidak pernah beliau menentang hukumnya
Melainkan beliau senantiasa mengikuti jejaknya
Menapaki surat-suratnya
Apakah kalian bersepakat untuk berkhianat sekaligus membuat alasan yang dusta (kebohongan yang dinisbatkan pada Rasulullah)
Perlakuan kalian terhadap Rasulullah saw. setelah wafatnya sama dengan kezaliman besar yang beliau alami pada masa hidupnya
Ini adalah kitab Allah sebagai hakim yang adil, berbicara dan memutuskan
Kitab Allah mensinyalir: ?yang mewarisiku dan mewarisi keluarga ya?qub?. ?sulaiman mewarisi dawud?
Maka sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan jatah-jatah yang Dia bagikan
Dia telah atur ketentuan dan warisan
Dia terangkan bagian lelaki dan wanita; keterangan yang cukup untuk menyingkirkan penyakit orang-orang pengikut kebatilan
Keterangan yang menghilangkan anggapan serta kesamaran orang-orang yang lalu dan akan datang
Tidaklah demikian yang sesungguhnya, melainkan perkara (kekuasaan) silau dan indah di mata kalian, maka seyogyanya kita bersabar dengan kesabaran yang indah, dan Allah Yang dimintai pertolongan atas apa yang kalian diskripsikan.
Maka Abu Bakar berkata:
Allah benar dan Rasulnya pun benar
Puteri Rasul juga benar
Kamu adalah tambang hikmah
Tempat hidayah dan rahmat
Tonggak agama
Mata hujjah dan bukti
Aku tidak asing dari kebenaran katamu
Aku tidak mengingkari maksudmu
Mereka orang-orang islam, antara aku dan kamu
Mereka serahkan pangkat dan kedudukan khilafah ini padaku
Maka dengan kesepakatan dari mereka aku mengambil keputusan untuk menyita ?tanah Fadak-
Bukan angkuh dan sewenag-wenang
Dan juga bukan monopoli
Dan mereka adalah saksi akan hal itu
Maka sayidah Fatimah Zahra sa mengarah pada masyarakat seraya berkata:
Wahai ummat manusia yang bergegas ke arah ucapan batil
Yang diam dan rela atas tindakan keji dan merugi
Apakah kalian tidak merenungkan Al-quran atau ada gembok di hati kalian
Tidak demikian yang sesungguhnya, melainkan perbuatan buruk kalian telah mengalahkan hati kalian
Maka dia telah merampas telinga dan mata kalian
Sejelek-jeleknya penakwilan adalah penakwilan kalian
Seburuk-buruknya ganti adalah kebatilan yang kalian jadikan sebagai ganti dari kebenaran
Sungguh dan sungguh demi Allah kalian akan menerima beban yang berat dan akibat yang dahsyat (di hari kiamat nanti)
Ketika tabir telah terungkap bagi kalian
Dan tampak bagi kalian sesuatu yang di belakangnya adalah kesulitan
Dan tampak bagi kalian, dari Tuhan kalian, sesuatu yang tidak kalian sangka-sangka sebelumnya, dan di sanalah orang-orang pengikut kebatilan merugi.[Nasir D]
Refrensi
1. Murtadho, Sayid Alamul Huda, 436H, as-Syafi, dengan sanad dari Urwah dari Aisyah.
2. Ibnu Thawush, Sayid, at-Thara?if, dengan sanad dari Zuhri dari Aisyah.
3. Shaduq, Syaikh, dengan sanad dari Zainab bint Ali. Dia meriwayatkannya juga dari Ahmad bin Muhamma bin Jabir dari Zainab int Ali. Begitu pula dari Zaid bin Ali dari Zainab bint Ali dari Fathimah Zahra sa.
4. Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, meriwayatkan dari kitab Saqifah karya Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dengan empat sanad.
5. Arbili, Ali bin Isa, Kasyful Ghummah, meriwayatkan dari kitab Saqifah karya Jauhari.
6. Masudi, Murjud Dzahab.
7. Thabarsi, Ihtijaj.
8. Ahmad bin Abi Thahir, Balaghatun Nisa. dll
[1] Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad jilid 2 hal 293. dll.
[2] Ibid.
[3] Shahih Bukhari, jilid 5 hal 21 dan 29. hadis-hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, Bukhari, Ibnu Majah, Sajestani, Tirmidzi, Nasa?I, Abul Faraj, Nisaburi, Abu Na?im, Baihaqi, Khwarazmi, Ibnu Asakir, Baghawi, Ibnu Jauzi, Ibnu Atsir, Ibnu Abil Hadid, Suyuthi, Ibnu Hajar, Baladziri dll. Dengan berbagai ibarat yang berkandungan serupa.
[4] QS. Taubah 128.
[5] QS. Naml ayat 16.
[6] QS. Maryam ayat 5 dan 6.
[7] QS. Anfal ayat 75.
[8] QS. Nisa? ayat 11.
[9] QS. Baqarah ayat 180.
[10] QS. Imran 144.
[11] QS. Taubah 13.
DIALOG SAYYIDAH FATIMAH AS DAN ABU BAKR : MENYOAL KEBENARAN HADIS POLITIK
Oleh: Saleh Lapadi
Peristiwa Fadak banyak dianalisa oleh ahli sejarah. Beragam buku ditulis untuk menetapkan bahwa tanah Fadak milik Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah al-Zahra as. Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak bagi Syiah.
Namun, apakah sesungguhnya demikian?
Menilik khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as, ternyata dari keseluruhan khotbahnya tidak banyak menyinggung masalah Fadak. Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu itu, tidak menyela khotbah Sayyidah Fathimah as dan membawakan argumentasi mengapa ia mengambil Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as, maka khotbah tentang tanah FAdak semakin sedikit. Di samping itu, masalah Fadak dibawakan oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian akhir dari khotbahnya.
Untuk lebih jelasnya apa sebenarnya yang terjadi dalam dialog keduanya, perlu untuk mengkaji kembali khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan memperjelas apa sebenarnya yang terjadi antara keduanya.
Sanad khotbah
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang dikenal oleh ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah Sayyidah Zahra as ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah ini diriwayatkan dari berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari Sayyidah Zainab as anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah khotbah, namun bagi Syiah menjadi sandaran dan dalil.
Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari dalam bukunya “Saqifah dan Fadak” menukil sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang diriwayatkan oleh al-Jauhari:
1. Al-Jauhari dari Muhammad bin Zakaria dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari Zainab binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.
2. Al-Jauhari dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari ayahnya dari Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein as.
3. Al-Jauhari dari Utsman bin Imran al-Faji’i dari Nail bin Najih dari Umar bin Syimr dari Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).
4. Al-Jauhari dari Ahmad bin Muhammad bin Yazid dari Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh bin Fathimah binti al-Husein dan ibnu al-Hasan al-Mutsanna.
Ali bin Isa al-Irbil salah seorang ulama Syiah menukil khotbah ini dari buku “Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Ia menyebutkan, “Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan Fadak karangan Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno yang telah dibaca dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan sanad yang berbeda-beda”.[1]
Mas’udi dalam bukunya Muruj al-Dzahab[2] mengisyaratkan mengenai khotbah ini.
Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir (lahir 204 H) ulama yang hidup pada zaman Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat al-Nisa’ meriwayatkan khotbah ini dari beberapa jalur:
1. Perawi mengatakan, “Aku berada di sisi Abu al-Hasan Zaid bin Ali bin al-Husein as. Pada waktu itu aku sedang berdialog dengan Abu Bakar Mauqi’i tentang masalah Sayyidah Fathimah as dan bagaimana Fadak diambil darinya. Aku berkata, “Kebanyakan masyarakat punya pendapat tentang khotbah ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa khotbah ini milik Abu al-‘Anina dan bukan milik Sayyidah Fathimah as. Zaid menjawab, “Saya sendiri melihat tokoh-tokoh dari keluarga Abu Thalib yang menukil khotbah ini dari ayah-ayah mereka. Khotbah ini juga saya dapatkan dari ayah saya Ali bin al-Husein as. Lebih dari itu, tokoh-tokoh Syiah meriwayatkan khotbahini dan mengejarkannya sebelum kakek Abu al-‘Aina lahir ke dunia.
2. Khotbah ini dinukil oleh Hasan bin Alawan dari Athiyah al-Aufi dari Abdullah bin al-Hasan dari ayahnya.
3. Ja’far bin Muhammad berada di Mesir. Suatu hari aku melihatnya di Rafiqah dan berkata, “Ayah saya meriwayatkan hadis kepada saya dan berkata, “Musa bin Isa mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Yunus dari Ja’far al-Ahmar dari Zaid bin Ali bin al-Husein as dari bibinya Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan khotbah ini.
Abu al-Fadhl Ahmad bin Abi Thahir berkata, “Semua hadis ini saya lihat berada pada Abu Haffan.[3]
Tuntutan dan argumentasi Sayyidah Fathimah as
Untuk mengetahui secara detil apa sebenarnya yang terjadi dalam khotbah dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu Bakar sangat perlu untuk melihat langsung teks khotbah itu.[4]
Pada salah satu bagian dari khotbahnya Sayyidah Fathimah as menuntut haknya atas tanah Fadak:
Saat ini kalian menganggap bahwa kami tidak punya warisan!?
Apakah mereka menginginkan hukum jahiliah, padahal hukum mana yang lebih dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.
Apakah mereka tidak tahu!?:
Ya, kalian mengetahui bahwa aku adalah putri Nabi. Pengetahuan kalian bak sinar mentari, jelas.
Wahai kaum muslimin! Apakah pantas aku menjadi pecundang atas warisan ayahku!?
Wahai anak Abu Quhafah! Apakah ada dalam al-Quran ayat yang menyebutkan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!
Apakah kalian secara sengaja meninggalkan al-Quran dan meletakkannya di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud”.[5]
Al-Quran menukil cerita Yahya bin Zakaria ketika berkata: “Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub”.[6]
Dan Allah berfirman: “orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)di dalam Kitab Allah”.[7]
Dan allah berfirman: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.[8]
Dan Allah berfirman: “berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.[9]
Dan kalian menganggap aku tidak mewarisi sesuatu dari harta ayahku?
Apakah ada ayat yang turun kepada kalian yang mengecualikan ayahku?
Ataukah kalian akan mengatakan bahwa keduanya (aku dan ayahku) menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?
Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang satu?
Ataukah kalian merasa lebih tahu tentang al-Quran dari ayahku dan anak pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?
Bila memang kalian mengklaim demikian, maka ambil dan rampaslah warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia!? Tapi, ketahuilah! Ia akan menghadapimu di hari kiamat.
Sesunguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum Allah, sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah hari kiamat.
Ketika hari kiamat tiba, orang-orang yang batil akan mengalami kerugian. Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
Setiap berita ada tempatnya dan kalian akan tahu siapa yang diazab sehingga hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!
Jawaban Abu Bakar
Setelah Sayyidah Fathimah as mengajukan tuntutan dan mengargumentasikan haknya, beliau kemudian menatap orang-orang Anshar dan mengingatkan siapa mereka dan betapa pentingnya peran mereka dalam menjaga Islam. Namun, nilai dan kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat mereka lupa menolong dan membantu putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang tidak sah dan zalim. Namun, ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak menerima alasan mereka. Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat kaum Anshar membela kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat sebagai khalifah waktu itu dengan jawabannya.
Abu Bakar menjawab tuntutan dan argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as dengan ucapannya:
Wahai putri Rasulullah saw! Ayahmu seorang yang lembut, pengasih dan dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila menghadapi orang-orang kafir ia sangat keras.
Bila dilihat dari sisi hubungan kekeluargaan, ia adalah ayahmu dan saudara ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang sepertimu.
Kami melihat bagaimana Nabi begitu memperhatikan suamimu lebih dari yang lain. Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.
Kalian adalah penunjuk dan penuntun ke arah kebaikan dan surga.
Dan engkau adalah wanita terbaik dan putri terbaik dari para Nabi.
Engkau benar dalam ucapanmu dan akal dan pemahamanmu lebih cerdas dari yang lain.
Tidak ada yang dapat menghalangi hak Anda dan kebenaranmu tidak bisa ditutup-tutupi.
Demi allah! Aku tidak melanggar pendapat Rasulullah saw dan aku tidak berbuat kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.
Dalam masalah ini aku menjadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku mendengar sendiri dari Rasulullah saw bersabda: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam. Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu dan al-Nubuwah. Apa saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami. Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.
Apa yang engkau tuntut dari tanah Fadak, itu akan kami pakai untuk menyiapkan kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang jahat.
Masalah ini tidak aku putuskan sendiri, tetapi lewat kesepakatan seluruh kaum muslimin aku melakukan itu.
Ini kondisi dan apa yang saya miliki menjadi milik engkau.
Apa yang bisa saya lakukan akan saya lakukan dan saya tidak menyimpan apapun di hadapan engkau.
Engkau adalah panutan umat ayahmu dan pohon yang memiliki akar yang baik bagi keturunanmu.
Keutamaan yang engkau miliki tidak dapat dipungkiri oleh seorang pun.
Hak-hak engkau tidak akan dicampakkan begitu saja; baik masalah penting atau tidak.
Apa yang engkau perintahkan terkait dengan diri saya akan saya lakukan.
Apakah engkau merasa layak bahwa dalam masalah ini saya menentang aturan ayahmu?
Jawaban balik Sayyidah Fathimah as
Setelah mendengar jawaban dari Abu Bakar mengenai tuntutannya atas tanah Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:
Subhanallah! Rasulullah saw tidak pernah memalingkan wajahnya dari al-Quran dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Nabi senantiasa mengikuti al-Quran dan surat-suratnya.
Apakah engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu dengan berbohong atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
Tipu daya ini sama persis seperti yang dilakukan terhadapnya ketika Nabi masih hidup.
Ini adalah al-Quran, Kitab Allah yang menjadi juru adil, pemutus perkara dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran mengatakan: “seorang putra yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub” dan “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
Allah telah membagi bagian para ahli waris sesuai dengan bagiannya secara gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari. Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
Namun engkau melakukan sesuatu yang lain karena hawa nafsu dan bisikan setan.
Dalam kondisi yang demikian, pilihan terbaik adalah bersabar karena kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian gambarkan.
Penjelasan terakhir Abu Bakar
Sanggahan terakhir Sayyidah Fathimah as membuat Abu Bakar tidak lagi menyangkal perbuatannya dengan hadis yang dipakai sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah Fathimah as menjelaskan premis mayor bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Setelah dihadapkan dengan ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar menjawab:
Maha benar Allah, benar apa yang disabdakan Rasulullah dan benar juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.
Engkau adalah tambang kebijakan, pusat hidayah dan rahmat, tiang agama dan sumber kebenaran.
Aku tidak mengatakan apa yang engkau katakan adalah salah dan tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin sebagai juri yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya sebagai khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua menjadi saksi.
Analisa argumentasi Abu Bakar
Bila dilihat secara teliti, sebenarnya Abu Bakar telah mengetahui bahwa bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah membawakan ayat-ayat yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya kepada anaknya. Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun, untuk menjustifikasi perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh. Tidak cukup hanya dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang diwariskan kepada anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita tanah Fadak milik putri Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan kebijakan politik, tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda Nabi.
Sebagaimana telah disebutkan dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan bahwa yang paling mengetahui al-Quran adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran untuk memenangkan tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang disebutnya berasal dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim Sayyidah Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa ia menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam
Sebenarnya, alasan itu juga yang dipakai untuk menyita paksa tanah Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu tidak disita, maka kemungkinan besar pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat melakukan perlawanan fisik bahkan bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat dipakai untuk mendanai angkatan bersenjatanya, maka hal yang sama dapat dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Itulah mengapa ketika Sayyidah Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak, Abu Bakar tidak melakukan protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah Fathimah as. Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum Anshar, di mana Sayyidah Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka dalam Islam dan setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw mengenai Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi tidak membela kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak yang telah disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata wayang Rasulullah saw ini.
Dari sini jelas, jawaban Abu Bakar menjadi terlihat terburu-buru. Karena yang harus dilakukannya adalah membawa argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar Sayyidah Zahra as menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi. Ketika mendapat jawaban dari Sayyidah Zahra as yang terlebih dahulu menyebutkan bagaimana Rasulullah saw tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau kemudian mengulangi lagi dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as tidak saja mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana caranya menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris. Pada akhirnya, Sayyidah Fathimah as menjelaskan filsafat hukumnya mengapa bagian-bagian ahli waris disebutkan secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi kerancuan dan kebingungan dalam masalah ini.
Pesan dialog
Melihat porsi pembahasan tanah Fadak dalam khotbah Sayyidah Fathimah as bila dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang cukup panjang itu, dapat diamati bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia dari sekedar yang dibayangkan oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah Fathimah as menuntut tanah Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain yang juga begitu menitikberatkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as adalah sekadar memenuhi kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu adalah miliknya, maka masalah Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah itu.
Bila dalam peristiwa Saqifah, Sayyidah Fathimah as datang ke sana dan menegaskan kepada mereka bahwa Rasulullah saw telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah sepeninggalnya. Mereka akan menjawab bahwa ini hanya masalah keluarga. Ia menginginkan agar suaminya menjadi pemimpin dan yang berkuasa.
Bila sejak awal, Sayyidah Zahra as menekankan masalah Fadak dan itu adalah miliknya, ia akan dituduh sebagai mata duitan dan kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di tangannya dan tangan keluarga Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai rasialis, karena tidak senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.
Masalah warisan dalam krisis tanah Fadak waktu itu dipergunakan dengan baik oleh Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa mereka yang memerintah tidak memiliki kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak dijadikan sarana oleh Sayyidah Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa pengganti Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak mengerti masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.
Sayyidah Zahra as ingin mengatakan bahwa khalifah yang dipilih ini tidak punya kelayakan karena dalam masalah warisan yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya. Permasalahan sebenarnya bisa terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan menjawab khotbah Sayyidah Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah Zahra as dan merugikan Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah Zahra as dengan hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as kemudian mengadu hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan tolok ukur bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan dengan hukum-hukum al-Quran.
Pada kondisi yang seperti ini, Abu Bakar tidak dapat berbuat apa-apa, karena hadis yang dibawakannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran. Semua tentu masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan al-Quran harus dilemparkan ke tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan hadis Nabi. Lebih berat lagi, hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak bukan saja menyingkap masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah masalah ringan tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu; sengaja atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar terpaksa mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat terbongkar juga masalah ini.
Tidak ada jalan lain, Abu Bakar terpaksa mengakui kelihaian Sayyidah Zahra as dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar akhirnya hanya dapat berargumentasi bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh seluruh para sahabat tanpa paksaan dan kebijakan yang diambilnya adalah demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan menjadikan orang-orang sebagai tolok ukur dan bukan al-Quran.
Penutup
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang masyhur. Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan keluasan pengetahuan putri Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling autentik mengenai kondisi umat Islam generasi awal. Selain kajian sosial, hukum dan politik tidak lupa juga membahas masalah isu-isu keislaman seperti tauhid, keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir, filsafat hukum dan lain-lain.
Salah satu kajian yang menarik dari khotbah Sayyidah Zahra as adalah dialognya dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog ini dapat memberikan nuansa baru untuk memahami polemik yang terjadi antara keduanya dalam masalah tanah Fadak.[]
Catatan Kaki:
[1] Kasyf al-Ghummah, jilid 2, hal 304. Menukil dari buku Syarhe Khutbeye Hazrate Zahra as, Ayatullah Sayyid Izzuddin Huseini Zanjani, Qom, 1375, cet 5, hal 17.
[2] Cetakan Najaf, hal 12. Ibid.
[3] Dinukil dari Syrahe Khutbeye Hazrate Zahra as, ibid.
[4] Lihat http://islamalternatif.net/iph/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1
[5] Al-Naml: 16.
[6] Maryam: 5-6.
[7] Al-Anfal:75.
[8] Al-Nisa’: 11.
[9] Al-Baqarah: 180
MENGAPA FATHIMAH AZ ZAHRA (AS) DIMAKAMKAN DI WAKTU MALAM?
Syubhah:
Mereka mengatakan Fathimah dimakamkan di waktu malam kerana wasiat Fathimah kepada Asma binti Umais isteri Abu Bakar, agar siapa saja yang bukan Muhrim tidak dapat melihat ukuran jasad beliau.
Kritikan dan Penelitian:
Dimakamkan di waktu malam, shalat jenazah tanpa kehadiran khalifah, makamnya disembunyikan dan peristiwa ini masih menyimpan banyak misteri. Memang benar Fathimah meninggalkan wasiat seperti ini namun apakah yang terjadi sehingga Fathimah hendak meninggalkan wasiat bersejarah ini di akhir hayatnya? Tidakkah anda setuju beliau menzahirkan (menampakkan) kemarahannya terhadap musuh? Hakikatnya pertanyaan dan pandangan tajam generasi sejarawan dan masyarakat masih tertanya-tanya mengapa makam Fathimah disembunyikan? Dan mengapa Ali (as) tidak memberitahukan shalat jenazah beliau?
Apakah tidak ada lagi pengganti nabi (seperti yang telah didakwa) yang layak menshalati jenazah beliau?
Iya, Fathimah telah mewasiatkan pengkebumian jenazah beliau di waktu malam tanpa memberitahukan kepada mereka yang telah menzalimi beliau. Maka inilah sanad yang terbaik bagi Syiah yang mengaitkan kematian Sayidah Fathimah dianiaya dan Fathimah tidak pernah meridhai mereka. Banyak riwayat dari kitab-kitab Syiah dan Sunni berkaitan tentang peristiwa ini. Di sini kami sebutkan beberapa riwayat:
Pengkebumian jenazah di waktu malam dalam riwayat Ahlusunnah:
Muhammad bin Ismail Bukhari menulis:
وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها.
البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة
- بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 - 1987.
Dan beliau (Fathimah) hidup setelah wafatnya Rasulullah selama enam bulan, maka setelah (Fathimah) wafat, beliau dikebumikan di waktu malam oleh suaminya Ali bin Abi Talib dan tidak sekali-kali diizinkan Abu Bakar menyolati jenazahnya.
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Sahih Bukhari jilid 4 halaman 1549
Ibnu Qutaibah dalam takwil yang berbeda menulis:
وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا.
الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1، ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393هـ، 1972م.
Dan sesungguhnya Fathimah menuntut harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar, maka Abu Bakar tidak memberi kepadanya. Fathimah bersumpah tidak lagi mahu berbicara dengan Abu Bakar selama-lamanya sehinggalah dia (Abu Bakar) tidak terhadir saat pengkebumiannya.
Abdul Razak Sana’i menulis:
عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فرَّ بِهَا علي من أبي بكر أن يصلي عليها كان بينهما شيء.
Daripada Jarih dan ‘Umru bin Dinar, sesungguhnya Hasan bin Muhammad memberitahu bahawasanya Ali mengebumikan Fathimah binti Nabi (saw) di waktu malam sehingga Abu Bakar tidak menyolatinya kerana antara kedua mereka ada peristiwa yang telah terjadi.
Beliau menambah lagi:
عبد الرزاق عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك
Hasan bin Muhammad menukilkan riwayat seperti ini juga; sesungguhnya dia (Fathimah) telah mewasiatkan demikian itu
الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3، ص 521، حديث شماره 6554 و حديث شماره: 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي - بيروت،
الطبعة: الثانية، 1403هـ.
Al-San’ani, Abu Bakar Abdul Razak, al-Musannaf, jilid 3 halaman 521 hadis no. 6555
Dan Ibnu Bathal dalam Syarah Sahih Bukhari menulis
أجاز أكثر العلماء الدفن بالليل... ودفن علىُّ بن أبى طالب زوجته فاطمة ليلاً، فَرَّ بِهَا من أبى بكر أن يصلى عليها، كان بينهما شىء.
اكثر علما دفن جنازه را در شب اجازه دادهاند. علي بن ابوطالب، همسرش فاطمه را شبانه دفن كرد تا ابوبكر به او نماز نخواند؛ چون بين آن دو اتفاقاتى افتاده بود.
Kebanyakan ulama membenarkan pengebumian jenazah di waktu malam… dan Ali bin Abi Talib mengebumikan isterinya di waktu malam sehingga Abu Bakar tidak menyolatinya kerana antara kedua mereka ada peristiwa yang telah berlaku.
إبن بطال البكري القرطبي، أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك (متوفاي449هـ)، شرح صحيح البخاري، ج 3، ص 325، تحقيق: أبو تميم ياسر بن إبراهيم، ناشر: مكتبة الرشد - السعودية / الرياض،
الطبعة: الثانية، 1423هـ - 2003م
Ibnu Bathal, Syarah Sahih Bukhari, jilid 3 halaman 325
Ibnu Abil Hadid ketika mengutip dari Jahiz (wafat dalam tahun 255 Hijrah) menulis:
وظهرت الشكية، واشتدت الموجدة، وقد بلغ ذلك من فاطمة ( عليها السلام ) أنها أوصت أن لا يصلي عليها أبوبكر.
Fathimah mengadu dan berdukacita sehingga beliau mewasiatkan supaya Abu Bakar tidak menyolatinya.
شكايت و ناراحتى فاطمه (از دست غاصبين) به حدى رسيد كه وصيت كرد ابوبكر بر وى نماز نخواند.
إبن أبي الحديد المدائني المعتزلي، أبو حامد عز الدين بن هبة الله بن محمد بن محمد (متوفاي655 هـ)، شرح نهج البلاغة، ج 16، ص 157، تحقيق محمد عبد الكريم النمري، ناشر: دار الكتب العلمية -
بيروت / لبنان، الطبعة: الأولى، 1418هـ - 1998م.
Ibnu Abil Hadid al-Muktazili, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 16, halaman 157
Dan di tempat lain beliau menulis:
وأما إخفاء القبر، وكتمان الموت، وعدم الصلاة، وكل ما ذكره المرتضى فيه، فهو الذي يظهر ويقوي عندي، لأن الروايات به أكثر وأصح من غيرها، وكذلك القول في موجدتها وغضبها.
شرح نهج البلاغة، ج 16، ص 170.
Disembunyikan kematian dan tempat pengkebumian Fathimah, dan Abu Bakar serta Umar tidak dapat menyolatinya , semua yang dikatakan oleh Murtadha dapat saya terima kerana riwayat-riwayat yang berkaitan dengannya sangat sahih. Demikian juga sahihnya kisah kemarahan Fathimah.
Syarh Nahjul Balaghah, jilid 16 halaman 170
Pengkebumian di waktu malam menurut riwayat Syiah:
Semua penyebab adanya wasiat Fathimah dalam riwayat-riwayat Syiah adalah khusus dan sepakat. Namun dalam perkara ini dikeluarkan salah satu pengriwayatannya:
Al-Marhum Syaikh Saduq menulis sebab-sebab pengkebumian Fathimah di waktu malam:
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام لِأَيِّ عِلَّةٍ دُفِنَتْ فَاطِمَةُ (عليها السلام) بِاللَّيْلِ وَ لَمْ تُدْفَنْ بِالنَّهَارِ قَالَ لِأَنَّهَا أَوْصَتْ أَنْ لا يُصَلِّيَ عَلَيْهَا رِجَالٌ
[الرَّجُلانِ].
Ali bin Abu Hamzah bertanya kepada Imam Sodiq (as) mengapakah Fathimah dikebumikan di waktu malam dan tidak di waktu siang? Katanya: kerana diwasiatkan supaya beberapa lelaki tidak menyolatinya.
الصدوق، أبو جعفر محمد بن علي بن الحسين (متوفاي381هـ)، علل الشرايع، ج1، ص185، تحقيق: تقديم: السيد محمد صادق بحر العلوم، ناشر: منشورات المكتبة الحيدرية ومطبعتها - النجف الأشرف، 1385 - 1966 م .
As-Saduq, Abu Ja’far bin Ali bin Hussain, ‘Ilal al-Syarayi’, jilid 1 halaman 185
Al-Marhum Sahib Madharik berkata:
إنّ سبب خفاء قبرها ( عليها السلام ) ما رواه المخالف والمؤالف من أنها ( عليها السلام ) أوصت إلى أمير المؤمنين ( عليه السلام ) أن يدفنها ليلا لئلا يصلي عليها من آذاها ومنعها ميراثها من أبيها ( صلى الله عليه وآله وسلم ).
Sebab disembunyikan pengkebumian Fathimah di malam hari dalam berbagai riwayat dan penulis bahawa beliau (Fathimah) mewasiatkan kepada Amirul Mukminin supaya dikebumikannya di waktu malam sehingga beliau tidak disolati oleh orang yang menyakitinya dan orang yang tidak memberikan harta pusaka ayahnya.
الموسوي العاملي، السيد محمد بن علي (متوفاي1009هـ، مدارك الأحكام في شرح شرائع الاسلام، ج 8، ص279، نشر و تحقيق مؤسسة آل البيت عليهم السلام لإحياء التراث، الطبعة: الأولي، 1410هـ.
Al-Musawi al-‘Amili, Sayed Muhammad bin Ali, Mudarik al-Ahkam fi Syarh Syarai’ al-Islam, jilid 8 halaman 279
Kesimpulan:
Dengan memahami dalil-dalil dan pengakuan cendiakawan Ahlusunnah, maka kita dapati Fathimah tidak mahu beberapa orang yang menganiaya beliau hadir menshalati jenazahnya, dan beliau telah marah kepada khalifah buat selama-lamanya.
a. Biografi Singkat Fathimah Az-Zahra` a.s.
Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAWW dan Khadijah Al-Kubra. Julukannya antara lain az-zahra`, ash-shiddiiqah, ath-thaahirah, al-mubaarakah, az-zakiah, ar-radhiah, al-mardhiah, al-muhaddatsah dan al-batuul. Mayoritas sejarawan Syi'ah dan Ahlussunnah menetapkan bahwa ia lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 5 H.. Akan tetapi, sebagian yang lain menyatakan bahwa hal itu jatuh pada tahun 3 H, dan kelompok ketiga menetapkannya pada tahun 2 H. Salah seorang sejarawan dan ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa kelahirannya jatuh pada tahun 1 H.
Jelas bahwa usaha memperjelas hari kelahiran tokoh-tokoh besar sejarah meskipun dari sudut pandang historis dan riset ilmiah memiliki nilai yang besar, akan tetapi, dari sisi mengenal peran mereka dalam sejarah, hal itu tidak begitu urgen. Yang penting adalah mengetahui peran mereka dalam membentuk masa depan manusia dan sejarah.
Fathimah a.s. dididik di rumah ayahnya, sebuah rumah kenabian dan tempat turunnya wahyu. Rumah tempat kelahiran kelompok pertama yang beriman kepada keesaan Allah dan dengan tegar memegang iman mereka. Rumah itu adalah satu-satunya rumah dari sekian banyak rumah di jazirah Arab yang dari dalamnya berkumandang suara 'Allahu Akbar', dan Fathimah a.s. adalah satu-satunya anak wanita yang mengalami kehangatan semacam itu. Ia berada di rumah itu sendirian dan masa kecilnya ia lalui dengan segala kesendirian. Dua saudarinya, Ruqaiyah dan Ummi Kultsum lebih besar beberapa tahun dari dirinya. Mungkin salah satu rahasia kesendiriannya adalah supaya ia dapat memfokuskan diri terhadap penggemblengan raga dan jiwa.
Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali a.s., ia dikenal sebagai seorang wanita figur di sepanjang sejarah. Dalam kehidupan berumah tangga ia adalah seorang wanita figur, dan dalam beribadah kepada Allah ia juga dikenal sebagai wanita teladan. Setelah selasai dari semua kewajiban sebagai ibu rumah tangga, ia dengan penuh khusyu' dan rendah hati beribadah kepada Allah serta berdoa untuk kepentingan orang lain.
Imam Shadiq a.s. meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. berkata: "Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu berdoa untuk kepentingan orang, dan ia tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya: "Ibu, mengapa Anda tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana Anda mendoakan orang lain?" "Tetangga harus didahulukan, wahai putraku", jawabnya singkat".
Zikir-zikir setelah shalat wajib yang sering dibacanya telah diriwayatkan dalam referensi-referensi Syi'ah dan Ahlussunnah. Zikir tersebut dikenal dengan sebutan tasbiihaat Fathimah a.s.
Sebelum Rasulullah SAWW meninggal dunia, segala kesulitan hidup yang dialaminya sirna dengan melihat wajah berseri sang ayah. Bertemu dengan sang ayah dapat membasmi semua kepenatan dan menganugerahkan ketenteraman dan kekuatan baru. Akan tetapi, meninggalnya sang ayah, terzaliminya sang suami, hilangnya kebenaran dan –-lebih penting dari semua itu--, penyelewengan-penyelewengan yang terjadi setelah meninggalnya Rasulullah SAWW dalam waktu yang sangat singkat, sangat menyakiti jiwa dan kemudian raga Fathimah a.s. Berdasarkan pembuktian sejarah, sebelum sang ayah meninggal dunia, ia tidak pernah memiliki penyakit raga.
Anda pasti telah mendengar cerita mereka yang datang ke rumah Fathimah a.s. dan ingin membakar rumah dan seluruh isinya. Peristiwa ini dengan sendirinya sudah cukup sebagai peristiwa yang sangat menyakitkannya. Apalagi jika ditambah dengan peristiwa-peristiwa lain.
Putri Rasulullah SAWW terbaring di atas ranjang merintih kesakitan. Para wanita Muhajir dan Anshar mengelilinginya. Ia masih sempat melontarkan ceramah di hadapan mereka. Dan dengan menukil sebagian kecil dari ceramah tersebut, Anda akan memahami betapa ia mengeluh terhadap keadaan masyarakat kala itu yang memancing di air keruh untuk merampas wilayah dari pemiliknya yang sah.
"Demi Allah, jika mereka menyerahkan kepada Ali segala tugas yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAWW, ia akan membawa mereka menuju ke jalan yang lurus dan memberikan hak setiap orang kepadanya. Oh, kenapa masa ini dipenuhi oleh hal-hal yang aneh dan permainan datang silih berganti.
Mengapa kaum kalian berbuat demikian? Apa alasan mereka? Mereka adalah para pencinta yang bohong. Akhirnya mereka akan merasakan balasannya.
Mereka telah meninggalkan kepala dan memegang erat ekor. Mereka mencari (baca : mengikuti) orang-orang awam dan enggan bertanya kepada orang-orang alim. Laknat atas orang-orang bodoh dan lalim yang menganggap kelalimannya sebagai sebuah kebajikan".
Pada akhirnya putri Rasulullah SAWW itu mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini dan berjumpa dengan Tuhannya. Imam Ali a.s. menguburkan jasadnya pada malam hari sehingga tidak ada kesempatan bagi Abu Bakar untuk menghadiri penguburannya. Ia meninggal dunia sebagai syahid yang terzalimi.
Berkenaan dengan tanggal syahadahnya, para ahli hadis juga berbeda pendapat. Pendapat yang masyhur adalah 13 Jumadil Ula 11 H., dan pendapat lain menyatakannya jatuh pada tanggal 3 Jumadits Tsani 11 H.
b. Ilmu Fathimah a.s
Fathimah a.s. dari semenjak lahir telah mempelajari ilmu pengetahuan dari sumber wahyu. Rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang dimilikinya adalah hasil diktean sang ayah dan ditulis oleh suaminya tercinta, Imam Ali a.s. Setelah itu, ia mengumpulkannya dalam bentuk sebuah mushaf yang akhirnya dikenal dengan nama Mushaf Fathimah a.s.
c. Mendidik Orang Lain
Dengan menjelaskan hukum dan pengetahuan-pengetahuan Islam, Fathimah a.s. telah berhasil memperkenalkan para wanita pada masa itu dengan kewajiban-kewajiban mereka. Fidhdhah, salah seorang murid dan hasil didikannya selama dua puluh tahun tidak berbicara kecuali Al Quran dan jika ia hendak menerangkan sesuatu, ia menjelaskannya dengan membaca ayat-ayat Al Quran.
Suatu hari seorang wanita menghadap Fathimah a.s. seraya bertanya: "Saya memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sering mengerjakan shalat dengan keliru. Ia menyuruhku untuk bertanya kepada Anda berkenaan dengan permasalahan tersebut". Ia pun menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu mengulangi pertanyaan yang sama sebanyak sepuluh dan ia pun menjawab setiap pertanyaannya tersebut. Akhirnya, wanita itu merasa malu dan berkata: "Saya tidak akan mengganggu Anda lagi". Fathimah a.s. menjawab: "Tidak apa-apa. Datanglah kemari dan tanyakanlah segala permasalahanmu. Berapa kali pun engkau bertanya, aku tidak akan marah. Aku pernah mendengar ayahku bersabda: "Pada hari kiamat ulama pengikut kami akan dibangkitkan dan mereka akan dianugerahi kedudukan yang tinggi sesuai dengan kadar ilmu yang mereka miliki. Pahala mereka akan disesuaikan dengan kadar usaha yang telah mereka lakukan dalam memberikan petunjuk kepada hamba-hamba Allah".
d. Ibadah Fathimah a.s.
Fathimah a.s. mengkhususkan sebagian waktu di malam hari untuk beribadah. Karena lamanya berdiri ketika mengerjakan shalat malam, akhirnya kakinya membengkak. Hasan Al-Bashri (wafat 110 H.) pernah berkata: "Tidak ada seorang pun dari umat ini dari segi zuhud, ibadah dan takwa yang melebihi Fathimah a.s.".
e. Sebuah Kalung yang Penuh Berkah
Suatu hari Rasulullah SAWW duduk di masjid dan dikelilingi oleh para sahabat. Tidak lama kemudian seorang tua bangka dengan pakaian compang-camping datang menghampiri mereka. Usia tua dan kelemahan badannya telah merenggut segala kekuatan yang dimilikinya. Rasulullah SAWW menghampirinya seraya bertanya tentang keadaannya. Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang papa dan lapar, berikanlah aku makanan. Aku telanjang, berikanlah kepadaku pakaian. Aku hidup menderita, tolonglah aku". Rasulullah SAWW menjawab: "Aku sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu). Akan tetapi, orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, sebenarnya ia juga memiliki saham dalam kebaikan tersebut".
Setelah berkata demikian, Rasulullah SAWW menyuruhnya untuk pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia pergi ke rumahnya dan sesampainya di sana ia menceritakan segala penderitaannya. Ia menjawab: "Aku pun sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu)". Setelah berkata demikian, ia melepas kalung yang dihadiahkan oleh putri Hamzah bin Abdul Muthalib kepadanya dan memberikannya kepada pria tua itu seraya berkata: "Juallah kalung ini, insya-Allah engkau akan dapat memenuhi kebutuhanmu".
Setelah mengambil kalung tersebut pria tua itu pergi ke masjid. Rasulullah SAWW masih duduk bersama para sahabat kala itu. Pria tua itu berkata: "Wahai Rasulullah, Fathimah memberikan kalung ini kepadaku untuk dijual demi memenuhi segala kebutuhanku". Rasulullah terisak menangis. Amar Yasir berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Anda mengizinkan kalung ini kubeli?" "Siapa yang membelinya, semoga Allah tidak mengazabnya", jawab Rasulullah SAWW singkat.
Amar Yasir bertanya kepada pria tua itu: "Berapa kamu mau menjualnya?" "Aku akan menjualnya seharga roti dan daging yang dapat mengenyangkanku, pakaian yang dapat menutupi badanku dan 10 Dinar sebagai bekalku pulang menuju rumahku", jawabnya pendek.
Amar Yasir berkata: "Kubeli kalung ini dengan harga 20 Dinar emas, makanan, pakaian dan kuda (sebagai tungganganmu pulang)". Ia membawa pria tua itu ke rumahnya, lalu diberinya makan, pakaian, kuda dan 20 Dinar emas yang telah disepakatinya. Setelah mengharumkan kalung tersebut dengan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain, ia berkata kepada budaknya: "Berikanlah bungkusan ini kepada Rasulullah, dan aku juga menghadiahkanmu kepada beliau".
Rasulullah SAWW akhirnya menghadiahkan kalung dan budak tersebut kepada Fathimah a.s. Fathimah a.s. mengambil kalung tersebut dan berkata kepada budak itu: "Aku bebaskan engkau di jalan Allah". Budak itu tersenyum. Fathimah a.s. menanyakan mengapa ia tersenyum. Ia menjawab: "Wahai putri Rasulullah, kalung ini yang membuatku tersenyum. Ia telah mengenyangkan orang yang kelaparan, memberikan pakaian kepada orang-orang yang tak berpakaian, menjadikan orang fakir kaya, memberikan tunggangan kepada orang yang tidak punya tunggangan, membebaskan budak dan akhirnya ia kembali pemilik aslinya".
f. Peranan Fathimah a.s. dalam Peperangan-peperangan di Awal Munculnya Islam
Selama sepuluh tahun Rasulullah SAWW memerintah di Madinah, telah terjadi sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan peperangan (ghazwah) dan tiga puluh lima hingga sembilan puluh sariyah. Ghazwah adalah sebuah peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAWW, sedangkan sariyah adalah sebuah peperangan yang tidak langsung dipimpin olehnya. Akan tetapi, ia mengutus sebuah pasukan yang dipimpin oleh salah seorang sahabat yang telah ditunjuk olehnya. Kadang-kadang karena jarak yang amat panjang antara Madinah dan medan perang, mereka harus meninggalkan kota pusat Islam selama kurang lebih dua atau tiga bulan. Selama hidup berumah tangga dengan Fathimah Az-Zahra` a.s., Imam Ali a.s. banyak melalui waktu-waktunya di medan jihad atau di medan tabligh. Selama suaminya tercinta tidak berada di rumah, Fathimah a.s. mengambil alih tugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak mereka. Dan tugas ini dilaksanakannya dengan baik sehingga suaminya sebagai seorang prajurit Islam dapat menjalankan tugasnya dengan sempurna.
Selama masa-masa genting itu, Fathimah a.s. selalu membantu para keluarga prajurit dan syuhada Islam dan turut menghibur mereka. Dan kadang-kadang ia juga mengobati luka-luka yang dialami oleh keluarganya.
Pada peristiwa perang Uhud, Fathimah a.s. turut menghadiri peperangan tersebut bersama wanita-wanita yang lain. Di perang ini, Rasulullah SAWW luka parah dan Imam Ali a.s. juga mengalami luka yang tidak kalah parahnya. Fathimah a.s. mencuci darah dari wajah sang ayah dan Imam Ali a.s. yang menuangkan air dengan perisainya. Ketika melihat darah di wajahnya tidak kunjung berhenti mengalir, Fathimah a.s. mengambil setangkai pelepah kurma lalu dibakarnya. Setelah menjadi abu, ia melumurkan abu tersebut di atas luka sang ayah supaya darahnya berhenti mengalir. Rasulullah SAWW dan Imam Ali a.s. menyerahkan pedang mereka kepada Fathimah a.s. untuk dicuci.
Di perang ini Hamzah meneguk cawan syahadah. Setelah perang usai, Shafiah, saudari Hamzah bersama Fathimah a.s. duduk bersimpuh di sisi jenazah Hamzah yang sudah terkoyak-koyak sambil menangis. Rasulullah SAWW juga turut serta menangis seraya berkata kepada Hamzah: "Tidak ada musibah yang pernah kami alami seperti musibah yang telah menimpamu". Setelah itu ia berkata kepada mereka berdua: "Kabar gembira buat kalian. Baru saja malaikat Jibril membawa berita bahwa di tujuh langit Hamzah sudah dikenal sebagai singa Allah dan Rasul-Nya".
Setelah perang Uhud usai, selama Fathimah a.s. hidup ia selalu pergi berziarah ke kuburan syuhada Uhud setiap hari sebanyak dua atau tiga kali.
Di perang Khandaq, Fathimah a.s. mengantarkan sepotong roti kepada Rasulullah SAWW. Rasulullah SAWW bertanya: "Apa ini?" "Aku memasak roti. Hatiku tidak tenang sebelum mengantarkan roti ini kepadamu", jawabnya. "Ini adalah makanan pertama yang kusantap setelah tiga hari kelaparan", kata Rasulullah SAWW.
Di perang Mu`tah, Ja'far bin Abi Thalib meneguk cawan syahadah. Rasulullah SAWW pergi ke rumahnya untuk menjenguk keluarganya. Setelah itu, ia pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia menangis terisak. Rasulullah SAWW bersabda: "Menangislah untuk orang-orang seperti Ja'far. Sediakanlah makanan untuk keluarganya. Karena mereka pada hari-hari ini telah lupa kepada diri mereka sendiri".
Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, Fathimah a.s. juga ikut hadir secara aktif. Ummi Hani`, saudari Imam Ali a.s. bercerita: Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, aku melindungi dua orang dari kerabat suamiku yang masih musyrik di rumahku. Dan hingga kini mereka masih berada di rumahku. Tiba-tiba dengan menunggangi kuda dan berpakaian besi lengkap, Ali a.s. tiba di rumahku dan menghampiri mereka. Aku memisah dan berdiri di tengah-tengah mereka seraya berkata: "Jika engkau ingin membunuh mereka, engkau harus membunuhku terlebih dahulu". Ali a.s. keluar dari rumahku. Hampir saja ia membunuh kedua orang tersebut. Aku pergi menemui Rasulullah SAWW di kemahnya yang berada di Bathha`. Tapi aku tidak menjumpainya. Akhirnya aku melihat Fathimah a.s. dan kuceritakan semua yang sudah terjadi. Ternyata ia lebih tegas dari suaminya. Ia berkata kepadaku dengan penuh keheranan: "Apakah engkau masih melindungi musyrikin?" Pada saat itu Rasulullah SAWW tiba dan aku memintakan suaka politik darinya untuk mereka. Ia menyetujuinya. Setelah itu ia menyuruh Fathimah a.s. untuk menyediakan air dan kemudian ia mandi.
Di bulan Ramadhan 10 H., Imam Ali a.s. mendapat perintah dari Rasulullah SAWW untuk bertabligh ke Yaman dengan membawa pasukan yang berjumlah tiga ratus penunggang kuda. Instruksi tersebut dapat ia laksanakan dengan baik dan banyak sekali penduduk Yaman yang memeluk agama Islam. Ia menyampaikan segala kegiatannya di Yaman melalui surat. Pada sebuah kesempatan Rasulullah SAWW menjawab bahwa untuk melaksanakan ibadah haji ia harus secepatnya sampai di Makkah. Dan pembawa surat Rasulullah SAWW itu kembali bersama Imam Ali a.s.
Di bulan Dzul Qa'dah tahun itu juga Rasulullah SAWW mengumumkan kepada penduduk Madinah dan kabilah-kabilah yang berdekatan bahwa ia ingin melaksanakan haji. Dengan demikian mereka telah mempersiapkan diri untuk melakukan kewajiban agung tersebut.
Rasulullah SAWW berangkat dari Madinah pada tanggal 25 Dzul Qa'dah 10 H. dan memulai ihram dari Dzul Hulaifah. Semua istrinya pada kesempatan ini ikut serta bersamanya. Fathimah a.s. juga tidak mau ketinggalan. Setelah tiga bulan melaksanakan tugas, Imam Ali a.s. berhasil sampai di Makkah untuk melaksanakan haji dan melihat istrinya tercinta saat itu juga. Setelah melaksanakan kewajiban haji yang dikenal dengan haji wada', di tengah perjalanan pulang ke Madinah tepatnya di daerah yang bernama Ghadir Khum Rasulullah SAWW memproklamasikan keimamahan Imam Ali a.s. atas dasar perintah Allah. Dengan kehadiran Fathimah a.s. di haji wada', dapat disimpulkan bahwa ia juga menghadiri pelantikan Ghadir Khum.
g. Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir Kehidupan Rasulullah SAWW
Di akhir-akhir umurnya penyakit Rasulullah SAWW bertambah parah. Di sisi sang ayah, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: "Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?" Ia hanya menjawab: "Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa". Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: "Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia".
Pada kesempatan ini kami haturkan ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Fathimah a.s. dan telah diriwayatkan oleh Syi'ah dan Ahlussunnah. Dengan mengambil ilham dari ucapan-ucapan suci tersebut diharapkan cahaya hikmah akan terpancar dalam lubuk kalbu kita dan akan menjadi penerang jalan bagi kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari:
1. Kedudukan Ahlul Bayt a.s. di sisi Allah
"Panjatkanlah puja kepada Dzat yang karena keagungan dan cahaya-Nya seluruh penduduk langit dan bumi mencari perantara untuk menuju kepada-Nya. Kami adalah perantara-Nya di antara makhluk-Nya, kami adalah orang-orang keistimewaan-Nya dan tempat menyimpan kesucian-Nya, kami adalah hujjah-Nya berkenaan dengan rahasia ghaib-Nya, dan kami adalah pewaris para nabi-Nya".
2. Segala yang memabukkan adalah haram
Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: "Wahai kekasih ayahnya, segala yang memabukkan adalah haram, dan segala yang memabukkan adalah khamar".
3. Wanita terbaik
"Yang baik bagi wanita, hendaknya ia tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihatnya".
4. Hasil ibadah yang disertai ikhlas
"Orang yang menghadiahkan kepada Allah ibadahnya yang murni, maka Ia akan menurunkan kepadanya kemaslahatannya yang terbaik".
5. Kemurkaan Fathimah a.s. terhadap dua khalifah
Ia berkata kepada Khalifah pertama dan kedua: "Jika aku membacakan hadis dari Rasulullah SAWW apakah kalian akan mengamalkannya?"
"Ya", jawab mereka singkat.
Ia melanjutkan: "Demi Allah, apakah kalian tidak pernah mendengar Rasulullah SAWW bersabda: "Kerelaan Fathimah adalah kerelaanku dan kemurkaannya kemurkaanku. Barang siapa mencintai Fathimah putriku, maka ia telah mencintaiku, barang siapa yang membuatnya rela, maka ia telah membuatku rela, dan barang siapa membuatnya murka, maka ia telah membuatku murka"?
"Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah SAWW", jawab mereka pendek.
"Kujadikan Allah dan malaikat sebagai saksiku bahwa kalian berdua telah membuatku murka. Jika aku kelak berjumpa dengan Rasulullah, niscaya aku akan mengadukan kalian kepadanya", lanjutnya.
6. Umat yang paling buruk
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Umatku yang terburuk adalah mereka yang berlimpahan nikmat, makan makanan yang berwarna-warni, memakai pakaian yang beraneka ragam dan mengucapkan segala yang diinginkan".
7. Kapan seorang wanita lebih kepada Allah?
Fathimah a.s. bercerita: Rasulullah SAWW pernah bertanya kepada para sahabat mengenai wanita apakah dia?
"(Wanita adalah) sebuah rahasia (yang harus dijaga)", jawab mereka pendek.
"Kapankah ia lebih dekat kepada Tuhannya?", tanya Rasulullah SAWW kembali.
Mereka tidak dapat menjawab. Ketika ia (Fathimah a.s.) mendengar hal itu, spontan ia menjawab: "Ketika ia berada di dalam rumahnya".
"Fathimah a.s. adalah penggalan tubuhku", sabda Rasulullah SAWW menimpali.
8. Buah mengirimkan shalawat kepada Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berkata kepadaku: "Wahai Fathimah, barang siapa bershalawat kepadamu, maka Allah akan mengampuni (dosa-dosanya) dan mengumpulkannya denganku di surga".
9. Ali a.s. adalah seorang panutan dan pemimpin
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka Ali adalah walinya, dan barang siapa yang menganggap aku sebagai imamnya, maka Ali adalah imamnya".
10. Hijab Fathimah a.s.
Suatu hari Rasulullah SAWW bertamu ke rumah Fathimah a.s. dengan membawa seorang buta. Ia langsung menutup dirinya dengan hijab supaya tidak dilihat oleh orang tersebut. Rasulullah SAWW langsung bertanya: "Mengapa engkau menutupi dirimu dengan hijab padahal ia tidak dapat melihatmu?"
"Jika ia tidak dapat melihatku, aku yang dapat melihatnya. Ia dapat mencium aroma badanku", jawabnya.
"Aku bersaksi bahwa engkau adalah pengalan tubuhku", jawab Rasulullah SAWW menimpali.
11. Sebuah konsep hidup yang sempurna
Fathimah a.s. berkata: (Pada suatu malam) Rasulullah SAWW pernah bertamu ke rumahku dan aku sudah naik ke ranjang untuk tidur malam. Ia berpesan: "Wahai Fathimah, janganlah engkau tidur kecuali setelah melakukan empat hal: mengkhatamkan Al Quran, menjadikan para nabi a.s. sebagai pemberi syafaatmu, menjadikan mukminin rela terhadap dirimu dan melaksanakan haji dan umrah".
Setelah berkata demikian, ia langsung melaksanakan shalat. Aku sabar menunggunya hingga ia menyelesaikan shalatnya. Setelah menyelesaikan shalatnya, aku bertanya: "Wahai Rasulullah, engkau memerintahkanku untuk melaksanakan empat hal yang tidak mungkin dapat kukerjakan dalam kondisi seperti ini?"
Ia tersenyum seraya berkata: "Jika engkau membaca 'qul huwallaahu ahad' (maksudnya membaca surah al-ikhlash -- pen.) sebanyak tiga kali, maka kamu telah mengkhatamkan Al Quran, jika engkau bershalawat kepadaku dan kepada para nabi sebelumku, maka kami akan memberikan syafaat kepadamu pada hari kiamat, jika engkau beristigfar untuk mukminin, maka mereka akan rela terhadapmu, dan jika engkau membaca 'subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar' engkau telah mengerjakan haji dan umrah".
12.Kerelaan suami
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Celakalah seorang istri yang membuat suaminya marah dan kabar gembira bagi seorang istri yang suaminya rela terhadapnya".
13.Manfaat cincin akik
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang selalu memakai cincin akik, maka ia akan selalu melihat kebaikan".
14.Ali a.s. adalah pemecah problema yang terbaik
Fathimah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW pernah bercerita: Sekelompok malaikat pernah bertengkar tentang suatu masalah. Kemudian mereka meminta seorang penengah dari bangsa manusia. Allah mewahyukan kepada mereka agar memilih siapa yang mereka sukai. Akhirnya mereka memilih Ali bin Abi Thalib a.s.
15.Wanita penghuni neraka
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bercerita tentang pengalamannya setelah melihat penduduk neraka: "Wahai putriku, wanita yang digantung dengan rambutnya itu adalah wanita yang tidak menutupi rambutnya dari pandangan laki-laki, wanita yang digantung dengan lidahnya adalah wanita yang suka mengganggu suaminya. Adapun wanita yang berkepala babi dan berbadan keledai adalah wanita yang suka mengadu domba dan pembohong, dan wanita yang berbadan anjing adalah wanita penyanyi dan penghasut".
16.Syarat-syarat orang yang berpuasa
"Orang yang sedang menjalankan puasa jika tidak menjaga mulut, telinga, mata dan seluruh anggota badannya, maka ia tidak termasuk kategori orang yang berpuasa".
17.Muslim pertama dan yang paling alim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Suamimu adalah orang yang paling alim, orang yang pertama masuk Islam dan orang yang paling penyabar".
18.Menolong keturunan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jika seseorang pernah menolong seorang dari keturunanku dan ia belum membalasnya, maka aku yang akan membalasnya".
19.Ali a.s. dan para pengikutnya
Fathimah a.s. berkata: "Ayahku melihat Ali a.s. seraya berkata: "Orang ini dan para pengikutnya adalah penghuni surga".
20.Para pengikut Ali a.s. di hari kiamat
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Wahai Abal Hasan, engkau dan para pengikutmu adalah penghuni surga".
21.Al Quran dan 'itrah dalam ucapan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. bercerita: Aku pernah mendengar ayahku berpesan ketika ia sedang menunggu ajal tiba dan kamarnya dipenuhi oleh para sahabat: "Wahai manusia, tidak lama lagi aku harus pergi meninggalkan kalian dan sebelum ini telah kusampaikan sebuah pesan sebagai hujjah terakhir bagi kalian. Ingatlah baik-baik, aku tinggalkan bagi kalian kitab Tuhanku dan Ahlul Baytku". Kemudian mengangkat tangan Ali a.s. seraya berseru: "Inilah Ali. Ia akan selalu bersama Al Quran dan Al Quran juga akan selalu bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga mereka datang menghadapku di telaga surga. Oleh karena itu, aku akan menanyakan kalian bagaimana kalian memperlakukan keduanya".
22.Mencuci Tangan
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Janganlah menyalahkan kecuali dirinya sendiri orang yang hendak tidur malam sedangkan tangannya masih berlumuran debu".
23.Balasan bagi orang yang selalu berwajah ceria
"Selalu berwajah ceria akan membawa seseorang masuk surga".
24.Konsekuensi berumah tangga
"Wahai Rasulullah, tanganku telah mengapal karena setiap hari aku harus membuat tepung dan membuat adonan roti".
25.Bahaya kikir
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah pernah berpesan kepadaku: "Jauhilah sifat kikir, karena kikir adalah sebuah penyakit yang tidak akan menjangkiti orang dermawan. Jauhilah sifat kikir, karena sifat kikir adalah sebuah pohon di neraka yang ranting-rantingnya menjulur ke dunia. Barang siapa yang berpegang teguh kepada sebatang rantingnya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menyeretnya ke dalam neraka".
26.Pahala kedermawanan
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berpesan kepadaku: "Peganglah sifat kedermawanan, karena sifat itu adalah sebuah pohon di surga yang ranting-rantingnya menjulang ke bumi. Barang siapa yang berpegangan dengan sebatang tangkainya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menuntunnya menuju surga".
27.Pahala mengucapkan salam kepada Rasulullah SAWW dan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: "Barang siapa yang mengucapkan salam kepadaku dan kepadamu selama tiga hari berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan surga".
28.Senyum yang penuh rahasia
Aisyah bercerita: Ketika Rasulullah SAWW sedang sakit parah, ia memanggil putrinya seraya membisikkan sesuatu di telinganya. Fathimah a.s. menangis. Kemudian ia membisikkan sesuatu untuk kedua kalinya. Fathimah a.s. tersenyum. Setelah itu aku bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab: "Tangisku karena Rasulullah SAWW memberitahu kepadaku bahwa ia akan segara meninggal dunia, dan senyumku karena ia memberitahu kepadaku bahwa aku adalah orang pertama yang akan menyusulnya".
29.Rasulullah SAWW adalah ayah bagi keturunan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjadikan setiap keturunan yang berasal dari seorang ibu sebagai keluarga yang berhubungan nasab langsung dengannya kecuali keturunan Fathimah. Karena aku adalah wali mereka (dan nasab mereka menyambung kepadaku)".
30.Kebahagiaan sejati
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jibril mewahyukan kepadaku bahwa orang yang sesungguhnya bahagia adalah orang yang mencintai Ali, baik pada masa hidupku maupun setelah wafatku".
31.Rasulullah SAWW dan Ahlul Bayt a.s.
Fathimah a.s. bercerita: Suatu hari aku bertamu ke rumah Rasulullah SAWW. Ia membentangkan sehelai kain seraya berkata kepadaku: "Duduklah di atasnya". Tak lama kemudian Hasan masuk. Rasulullah SAWW berkata kepadanya: "Duduklah bersama ibumu". Selang beberapa waktu Husein masuk. Ia berkata kepadanya: "Duduklah bersama mereka berdua". Kemudian Ali masuk. Ia berkata kepadanya: "Duduklah bersama mereka". Setelah itu Rasulullah SAWW melipat kain tersebut sehingga menutupi kami seraya berkata: "Mereka adalah dariku dan aku dari mereka. Ya Allah, ridhailah mereka sebagaimana aku ridha atas mereka".
32.Doa Rasulullah SAWW ketika masuk dan keluar dari masjid
Ketika masuk masjid, Rasulullah SAWW selalu membaca doa "Bismillaah, allaahumma shalli 'alaa Muhammad waghfir dzunuubii waftah lii abwaaba rahmatik", dan ketika keluar dari masjid, ia membaca doa "Bismillaah, allaahumma shalli 'alaa Muhammad waghfir dzunubii waftah lii abwaba fadhlik".
33.Keutamaan waktu antara fajar hingga matahari terbit
Fathimah a.s. bercerita: Suatu pagi Rasulullah lewat di sampingku ketika aku sedang berbaring hendak tidur pagi. Ia menggerakkanku dengan kakinya seraya berkata: "Wahai putriku, bangunlah, saksikanlah rezeki Tuhanmu dan janganlah engkau termasukdalam golongan orang-orang yang lupa. Karena Allah akan membagi rezeki manusia di antara waktu fajar dan matahari terbit".
34.Orang sakit berada di bawah lindungan Allah
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Ketika seorang hamba sakit, Allah mewahyukan kepada para malaikat: "Bebaskanlah dia dari taklif selama ia menjadi tanggungan-Ku. Karena Akulah yang menahannya (dengan jalan menyakitkannya) sehingga Aku mencabut nyawanya atau menyembuhkannya". Ayahku sering berkata: "Allah mewahyukan kepada para malaikat: "Tulislah bagi hamba-Ku ini sebanyak pahala amalan yang dikerjakannya pada waktu ia sehat".
35.Menghormati orang lain
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Orang yang baik di antara kalian adalah orang yang paling luwes bergaul dengan orang-orang sekitarnya dan yang paling pengertian terhadap istrinya".
36.Pahala membebaskan budak
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang membebaskan seorang budak mukmin, maka ia akan terbebaskan dari api neraka".
37.Waktu terkabulnya doa
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Pada hari Jumat terdapat sebuah waktu yang jika seorang hamba berdoa demi kebaikan di dalamnya, niscaya Allah akan mengabulkannya. (Waktu itu) adalah menjelang matahari terbenam".
38.Meremehkan shalat
Fathimah a.s. berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku berkenaan dengan orang yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita. Ia bersabda: "Barang siapa yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita, Allah akan menimpakan atasnya lima belas macam bala:
1. Allah akan menghilangkan berkah dari umurnya.
2. Allah akan menghilangkan berkah dari rezekinya.
3. Allah akan memusnahkan tanda-tanda orang saleh dari wajahnya.
4. Setiap amalan yang diamalkannya tidak akan diberi pahala.
5. Doanya tidak akan naik ke langit (baca : tidak dikabulkan).
6. Doa orang-orang saleh tidak akan meliputinya.
7. Ia akan meninggal dunia terhina.
8. Ia akan meninggal dunia kelaparan.
9. Ia akan meninggal dunia kehausan. Seandainya ia minum seluruh air sungai yang berada di dunia ini, niscaya dahaganya tidak akan sirna.
10. Allah akan mengutus malaikat yang siap menakut-nakutinya di dalam kubur.
11. Kuburannya akan terasa sempit dan hanya kegelapan yang akan menyelimutinya.
Allah akan mengutus malaikat yang akan menyeretnya dalam keadaan tengkurap dengan disaksikan oleh para makhluk (yang lain).
13. Ia akan dihisab dengan hisab yang berat.
14. Allah tidak akan sudi melihat wajahnya (baca : berpaling darinya), dan
15. Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksaan yang pedih".
39.Kekalahan para lalim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jika dua pasukan yang zalim saling berperang, Allah akan membiarkan mereka dan tidak penting bagi-Nya pasukan mana yang akan menang. Dan jika dua pasukan zalim saling berperang, maka kekalahan akan dialami oleh pasukan yang terzalim".
40.Cuplikan khotbah Fathimah a.s.
Fathimah a.s. pernah melantunkan sebuah khotbah terkenalnya di masjid yang cuplikannya adalah sebagai berikut: "Allah menciptakan iman demi menyucikan kalian dari kemusyrikan, mewajibkan shalat demi membersihkan kalian dari sifat congkak, mewajibkan zakat demi menyucikan jiwa dan menambah rezeki, mewajibkan puasa demi memperkokoh ikhlas (dalam jiwa kalian), mewajibkan haji demi memperkokoh agama, menganjurkan (bertindak) adil demi mematri kalbu, mewajibkan taat kepada kami demi teraturnya masyarakat, memproklamirkan keimamahan kami demi menjaga umat dari berpecah-belah, mewajibkan jihad demi memuliakan Islam, menganjurkan kesabaran demi membantu mendapatkan pahala, mewajibkan amar ma'ruf demi menjaga kemaslahatan umum, memerintahkan berbuat baik kepada orang tua demi menghindari kemurkaan-Nya, menganjurkan silaturahmi demi memperbanyak jumlah saudara, mewajibkan qishash demi menjaga pertumpahan darah, mewajibkan melaksanakan nazar demi memperoleh pengampunan, mewajibkan menyempurnakan timbangan demi mengikis habis sifat curang dalam jual beli, melarang meminum khamar demi membersihkan (umat) dari kekotoran (jiwa), melarang menuduh (orang lain) demi menghindarkan dari laknat, melarang mencuri demi mewujudkan harga diri, mengharamkan kemusyrikan demi terwujudnya ikhlas (dan pengakuan) terhadap ketuhanan-Nya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dengan sesungguhnya, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim dan taatilah Dia sesuai dengan perintah dan larangan-Nya, karena hanya orang-orang alim yang akan takut kepada-Nya".
قالَتْ علیها السلام : اوُصیكَ یا ابَاالْحَسنِ انْ لاتَنْسانى ، وَ تَزُورَنى بَعْدَ مَماتى ( زهرة الرّیاض كوكب الدّرى : ج 1، ص 253.”(
Wasiat beliau as. kepada suaminya as. : “Duhai Abal Hasan! Janganlah engkau melupakanku, serta ziarahilah aku setelah kematianku.”
قالَتْ علیها السلام : حُبِّبَ إ لَیَّ مِنْ دُنْیاكُمْ ثَلاثٌ: تِلاوَةُ كِتابِ اللّهِ، وَالنَّظَرُ فى وَجْهِ رَسُولِ اللّهِ، وَالاْنْفاقُ فى سَبیلِ اللّهِ.
Beliau as. bersabda : “Tiga perkara dari dunia yang disukai olehku: Membaca Al-Quran, memandang wajah Rasulullah, dan berinfaq di jalan Allah swt.
قالَتْ علیها السلام : اُوصیكَ اَوّلاً انْ تَتَزَوَّجَ بَعْدى بِإبْنَةِ اُخْتى اءمامَةَ، فَإ نَّها تَكُونُ لِوُلْدى مِثْلى ، فَإنَّ الرِّجالَ لابُدَّ لَهُمْ مِنَ النِّساءِ. )بحارالا نوار: ج 43، ص 192، ح 20، اءعیان الشّیعة : ج 1، ص 321.(
Diakhir hayatnya beliau as. berwasiat kepada suaminya as.: “Aku berwasiat kepadamu, setelah kematianku. Hendaklah engkau menikah dengan putri saudaraku Amamah. Karena dia mencintai anak-anakku seperi diriku, bagaimanapun laki-laki membutuhkan perempuan disampingnya.”
قالَتْ علیها السلام : ما یَصَنَعُ الصّائِمُ بِصِیامِهِ إذا لَمْ یَصُنْ لِسانَهُ وَ سَمْعَهُ وَ بَصَرَهُ وَ جَوارِحَهُ ( الوسائل مستدرك : ج 7 ص 336 ح 2 بحار الانوار : ج 93 ص 294 ح 25)
Beliau as. bersabda : “Orang yang berpuasa tidak akan mendapat sesuatu apapun dengan puasanya jika ia tidak menjaga lisan, pendengaran, penglihatan , dan juga anggota tubuhnya.”
قالَتْ علیها السلام : اَلْبُشْرى فى وَجْهِ الْمُؤْمِنِ یُوجِبُ لِصاحِبهِ الْجَنَّةَ، وَ بُشْرى فى وَجْهِ الْمُعانِدِ یَقى صاحِبَهُ عَذابَ النّارِ (تفسير الامام العسكري (ع):ص 354 ح 243 الوسائل مستدرك : ج 12 ص 262 بحار الانوار : ج 72 ص 401 ح 43 )
Beliau as. bersabda : “Senyum kebahagiaan pada wajah seorang mukmin merupakan sebab masuk surga bagi pemiliknya, sedangkan senyum kebahagian pada wajah seorang pembangkang penyebab adzab neraka untuknya.”
قالَتْ علیها السلام : اصْعَدْ عَلَى السَّطْحِ، فَإ نْ رَأیْتَ نِصْفَ عَیْنِ الشَّمْسِ قَدْ تَدَلّى لِلْغُرُوبِ فَأ عْلِمْنى حَتّى أدْعُو ( دلائل الامامة : ص 71 س 16 معاني الاخبار : ص 399 ضمن ح 9 )
Di waktu senja beliauas. berkata pada budaknya: “Naiklah ke atas atap! Jika engkau melihat setengah matahari tenggelam maka beritahulah aku. Sehingga aku bisa berdoa (untuk diriku dan yang lainnya).”
قالَتْ علیها السلام : الْجارُ ثُمَّ الدّارُ ( علل الشرايع : ج 1 ص 183 بحار الانوار : ج 43 ص : 33 و 52 )
Beliau as. bersabda: “Utamakan tetangga kemudian keluarga.”
قالَتْ علیها السلام : إذا حُشِرْتُ یَوْمَ الْقِیامَةِ، اشْفَعُ عُصاةَ اءُمَّةِ النَّبىَّ صَلَّى اللّهُ عَلَیْهِ وَ آلِهِ وَسَلَّمَ ( احقاق الحق : ج 19 ص 129 )
Beliau as. bersabda: “Jika aku dibangkitkan pada hari kiamat, maka aku akan mensyafaati para pendosa dari umat nabi Muhammad saww.”
قالَتْ علیها السلام : فَاكْثِرْ مِنْ تِلاوَةِ الْقُرآنِ، وَالدُّعاءِ، فَإنَّها ساعَةٌ یَحْتاجُ الْمَیِّتُ فیها إلى اُنْسِ الاْحْیاءِ. ( بحار الانوار : ج 79 ص 27 ضمن ح 13 )
Wasiat beliau as. pada suaminya as.: “(Setelah engkau menguburkanku), perbanyaklah membaca Al-Quran dan doa untukku. Karena itu merupakan waktu di mana mayit sangat membutuhkan pahala dari orang yang masih hidup.”
قالَتْ علیها السلام : خابَتْ اُمَّةٌ قَتَلَتْ ابْنَ بِنْتِ نَبِیِّها (مدينة المعاجز : ج 3 ص 430 )
Beliau as. bersabda: “Tidak akan pernah bahagia umat yang membunuh putra-putri Rasul saww.”
Dia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.
Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah S.W.T. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sholat, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.
Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dinikahkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah S.A.W.
Setelah menikah, kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah S.W.T untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.
Sepanjang kepergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussain, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir.
Kadangkala dia lapar sepanjang hari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu meceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah SAW. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah SAW merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu.
Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah S.W.T mengangkat derajatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghalangi Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.
Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.
“Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah S.W.T sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja, bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali, meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.
Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.
Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi’, Madinah.
Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah S.W.T. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahwa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membanggakan diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.
Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah S.W.T. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.
Siang itu, matahari cukup cerah, sekelompok orang berkumpul dengan serius mengelilingi seorang laki-laki paruh baya, yang menjadi guru mereka. Dengan penuh perhatian mereka mendengar dan memperhatikan serta menyimpannya di dalam dada setiap kalimat nasehat yang diucapkan guru mulia tersebut. Tuturannya yang bersahaja, akhlaknya yang mulia, kelembutannya yang tiada tara, semakin menarik hati mereka sehingga tak terasa berapa lama sudah mereka berkumpul bersamanya. Itulah halaqah mulia, Rasulullah saaw dan para murid-muridnya. Mendadak Rasulullah menghentikan nasehatnya, karena tiba-tiba malaikat Jibril as datang kepadanya, ada suatu yang penting hendak disampaikannya. “Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Tinggi menyampaikan salam untukmu dan Dia memerintahkanmu untuk sementara memisahkan diri dari Khadijah isterimu selama 40 hari,” begitu pesan yang dibawa Jibril as dari Allah, Tuhan semesta.
Dengan sigap Nabi saaw mencerna pesan tersebut. Pasti ada suatu yang sangat penting, sehingga Allah swt memerintahkannya selama 40 hari untuk tidak pulang ke rumah. Hal ini harus disampaikan kepada Khadijah, semoga ia memakluminya. Dengan mengutus Ammar bin Yasir, Nabi saaw menyampaikan pesan kepada Khadijah agar tidak menggelisahkan hati isteri tercintanya, “Wahai Ammar, katakanlah kepada Khadijah, bahwa aku diperintahkan oleh Allah Yang Maha Mulia, untuk memisahkan diri darinya selama 40 hari. Katakan padanya, jangan gelisah dan menduga aku marah sehingga memisahkan diri darinya dan pindah. Karena, sesungguhnya Allah membanggakan dirinya di hadapan para malaikat setiap harinya. Jikalau malam telah gulita, minta kepadanya agar menutup pintu dan tidur di ranjangnya. Katakan, untuk sementara ini, aku akan berada tinggal Fatimah binti Asad.”
Pesan itu disampaikan dengan sebaik-baiknya oleh Ammar kepada Khadijah. Khadijah memahami betul pesan suaminya. Tidak ada sedikitpun keraguan dalam hatinya, karena ia sangat mengenal kejujuran suaminya. Dengan sabar, Khadijah akan melewati hari-hari tanpa ditemani kekasih hati. meskipun sedih, tetapi ia sadar suaminya adalah pengemban misi ilahi.
Di rumah Fatimah binti Asad (isteri Abu Thalib), ditemani Ali bin Abi Thalib, di siang hari, Nabi Muhammad saaw berpuasa, dan di malam hari, ia salat dan berdoa. Begitulah hari-hari dilalui Nabi saaw selama 40 hari. Dihari terakhir, malaikat Jibril kembali turun menemui Nabi saaw dan berkata, “Ya Muhammad, Allah Yang Maha Tinggi megucapkan salam untukmu dan Dia memerintahkanmu untuk bersiap menerima penghormatan dan anugerah-Nya.” Nabi bertanya, “Wahai Jibril apa penghormatan dan anugerah dari Allah, Tuhan alam semesta?” Jibril menjawab, “Aku tidak mengetahuinya.”
Kemudian turunlah malaikat Mikail dan Israfil membawa sebuah mangkuk indah, ditutupi sehelai kain sutra. Mangkuk itu berisi makanan surga. Mikail berkata, “Ya Muhammad, Allah memerintahkanmu untuk berbuka puasa dengan makanan dalam mangkuk ini.” Nabi pun segera melaksanakannya. Biasanya Nabi selalu berbagi makanan dengan Ali bin Abi Thalib. Tetapi tidak kali ini. Rasulullah saaw menyatakan kepada Ali, bahwa ia tidak berhak ikut meyantap makanan bersamanya pada saat ini, karena hidangan ini khusus untuk beliau dari Allah swt. Ali pun memakluminya. Dengan segera Nabi menyantap hidangan surga. Setelah selesai, Jibril yang menuangkan air, Mikail pun mencucikan tangannya, dan Israfil mengeringkannya dengan sehelai kain sutra.
Selesai berbuka, Nabi ingin melaksanakan salat. Tetapi Jibril melarangnya, “Untuk saat ini, Allah melarangmu salat, sebelum engkau mendatangi Khadijah. Karena pada malam ini, Allah swt menginginkan keturunan mulia tercipta dari sulbimu.”
Maka Nabi saaw pun segera kembali ke rumah Khadijah. Khadijah yang bersiap-siap istirahat mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. “Siapa yang mengetuk pintu yang tidak pernah diketuk kecuali oleh suamiku Muhammad?” tanya Khadijah. “Bukalah Khadijah, ini aku Muhammad, suamimu.” Terdengar jawabannya.
Dengan sejuta rasa bahagia, Khadijah membuka pintunya. Nabi menepati janjinya, dan sesuai perintah Allah swt, malam itu Nabi pun memperlakukan Khadijah dengan sebaik-baik perlakuan. Sejak malam itu, Khadijah pun mulai merasakan kehamilan, padahal usianya sudah cukup tua, 60 tahun. Ini bukan suatu yang mustahil. Hari demi hari, minggu demi mingu, bulan demi bulan, kandungannya semakin besar. Khadijah tidak merasa sedikitpun terbebani dengan kandungannya tersebut, ini suatu kehamilan yang istimewa. Dan istimewanya lagi, bayi dalam kandungan itu sudah dapat berbicara dan sering berbincang dengan ibunya.
Suatu hari, ketika Nabi saaw ingin masuk ke kamar, ia mendengar Khadijah sedang bercengkrama, tetapi tidak ada seseorang pun di kamarnya. Nabi saaw pun bertanya dengan siapa Khadijah berbicara? Khadijah menjawab, “Aku berbincang-bincang dengan anak yang masih dalam kandungan ini.” Nabi saaw kemudian berkata, “Jibril datang kepadaku dan mengabarkan bahwa anak ini adalah perempuan. Dia suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para pemimpin umatku yang Allah menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah-Nya setelah terputusnya wahyu.”
Sembilan bulan, usia kehamilan Khadijah, ia mulai merasakan perubahan di kandungannya. Ia sebentar lagi akan melahirkan. Ia pun meminta bantuan kepada wanita-wanita Quraisy. Tapi, karena sejak awal mereka tidak menyetujui pernikahan Khadijah dan Muhammad saaw, dan kini agama yang dibawa suaminya merongrong agama nenek moyang mereka, maka mereka enggan membantunya. Mereka menghina Khadijah, “Engkau tidak mengikuti saran kami, sehingga menikah dengan anak yatim Abu Thalib yang miskin, karenanya kami tak sudi datang kerumahmu dan tidak perduli dengan urusanmu.”
Hati Khadijah sedih, dan Allah swt mengetahui kesedihan itu. Dalam keadaan hati gundah gulana, mendadak muncullah cahaya dari langit memasuki rumah Khadijah. Cahaya-cahaya itu adalah penjelmaah wanita-wanita suci di zamannya, “Jangan sedih wahai Khadijah, aku adalah Sarah (dalam riwayat lain Hawa), ini adalah Asiyah putri Muzahim, ini adalah Kulsum saudarinya Musa, dan ini adalah Maryam putri Imran. Kami diutus oleh Allah swt untuk membantu persalinanmu.” Mereka pun duduk mengelilingi Khadijah. Tak lama kemudian lahirlah bayi wanita yang indah bercahaya, disambut para bidadari surga.
Inilah bayi mungil yang suci dan diberkahi, aromanya adalah aroma surga karena telah disucikan oleh air telaga surga. Bayi mungil itu juga disebut ayahnya sebagai haura al-insiyyah (bidadari dalam rupa manusia). Khadijah menggendongnya, Nabi saaw atas petunjuk ilahi memberinya nama Fatimah, pemimpin wanita surga. Tentangnya Nabi bersabda, “Turun malaikat dari langit meminta izin Allah untuk menyampaikan salam kepadaku, yang malaikat tersebut tidak pernah turun ke bumi sebelumnya. Ia memberiku kabar gembira, bahwa Fatimah adalah wanita pemimpin ahli surga.” Pada kesempatan lain, beliau bersabda, “Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fatimah.” Tentang namanya, Fatimah as, ayahnya bersabda, “Fatimah adalah manusia bidadari. Ia tidak mengalami haid dan tidak tersentuh kotoran. Allah memberinya nama Fatimah, karena Allah hendak menghindarkan dirinya dan juga para pecintanya dari siksa api neraka.” Sungguh beruntung dan mulia, semoga kita tergabung sebagai para pecintanya.
Namun, di tengah kebahagian keluarga Nabi saaw, masyarakat jahiliyah tetap mencacinya. Lagi-lagi anak perempuan yang dilahirkan isterinya. “Sesungguhnya Muhammad hanyalah penyihir dan pendusta. Dialah si Abtar yang terputus keturunannya. Sebentar lagi, dia akan menemui ajalnya, dan kenangan pahitnya pun akan ikut mati pula bersamanya. Karena dia tak punya seorang anak pun sebagai pelanjutnya,” begitulah ocehan masyarakat Mekah.
Hinaan mereka laksana ribuan tusukan sembilu ke hatinya. Tapi, sebagai Rasul yang dipuji Allah keagungan akhlaknya, beliau selalu memaafkan ummatnya. Sebagai balasannya, Allah swt menggembirakannya dengan kabar bahwa anak perempuannya adalah anugerah terbesar ilahi kepadanya. Dan sebagai jawaban kepada para penghinaya, Allah swt menurunkan ayat, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-kautsar). Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus keturunanya (abtar). (Q.S. al-Kautsar : 1-3).
Inilah anugerah terbesar Allah swt, sebab dari Fatimah, lahir para pelanjut nasab dan pengawal agama ayahnya. Nantinya, setelah Khadijah meninggal, ia menjadi penjaga dan pelipur lara ayahnya, sehingga dipanggil nabi sebagai “ummu abiha” (ibu dari ayahnya), di saat para isterinya yang lain dipanggil dengan “ummul mukminin” (ibu kaum mukminin). Nabi saaw memuliakannya dengan kecintaan besar tiada tara, lihatlah tentang perlakuan Nabi saww kepada ummu abiha Fatimah, melalui penuturan ummul mukminin Aisyah, berikut ini :
“Aku tidak pernah melihat orang yang pembicaraanya sangat mirip dengan Rasulullah saaw selain dari Fatimah. Bila ia datang kepada ayahnya, beliau saaw, berdiri menyambutnya, menciumnya dan menggandeng tangannya, dan mendudukkannya di majelisnya. Sebaliknya, bila Rasulullah saaw datang kepadanya, maka Fatimah pun akan berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangannya.”
Bukan hanya itu, Rasulullah saaw bahkan selalu menyamakan kondisi Fatimah dengan kondisi dirinya. Dalam rentetan-rentetan sabda suci ayahnya disebutkan : “Fatimah bagian dari diriku, siapa yang mengganggunya berarti menggangguku, siapa yang menyusahkannya berarti menyusahkanku, siapa yang menyenangkannya berarti menyenangkanku, siapa yang membuatnya sedih berarti membuatku sedih, siapa yang membuatnya murka berarti membuatku murka.” Dalam riwayat lainnya, “Sesungguhnya Allah murka bila Fatimah murka, dan Allah rihda jika Fatimah ridha.” (lihat hadis-hadis di atas dalam al-Hamid al-Husaini, Keagungan Rasulullah & Keutamaan Ahlul Bait, 2001, hal.159-164).
Siapa Fatimah? Dia wanita teladan semesta raya. Dia pemimpin wanita surga. Dia bidadari dalam rupa manusia. Dia yang kotoran lahir dan batin tidak menyentuhnya, karena Allah berkehendak mensucikannya. Dia yang cahayanya berkeliauan. Dia yang Allah ridha kepadanya dan dia ridha kepada Allah. Dia yang puasanya disyukuri Tuhannya. Dia yang murkanya adalah murka Allah, dan ridhanya adalah ridha Allah. Dia…dia…dia…, tak mampu lisan dan tulisan menggambarkan kesempurnannya. Siapa Fatimah? Kita tak mampu menjawabnya, kita hanya bisa berkata, “Fatimah is Fatimah”, ungkap Ali Syariati. Tentang Fatimah ummu abiha, Muhammad Iqbal pun merangkai syairnya :
Kemuliaan muncul dari tiga arah,
di pangkuan Fatimah yang mulia
Lihatlah, siapa suami dan anaknya
Lihatlah, siapa yang melebihi cahaya ayahnya
Satu dari cahaya-cahaya nabi nan mulia, penuntun dalam gelap gulita
Rahmat bagi semesta, harapan bagi dunia dan sesudahnya
Semangatnya membangunkan fitrah,
seakan mati lalu dia menghidupkannya
Dia ukir sejarah baru, seperti pengantin berbulan madu
Lihatlah, siapa suami Fatimah,
Dialah lelaki sebenarnya
Sifat baiknya melebihi matahari waktu dhuha,
menyibak semua masalah
Istananya hanya gubuk tua,
pedang berkilau harta kekayaannya
Lalu lihatlah, siapa dua anak Fatimah,
Tidak ada yang terlahir sebaik mereka
Seorang menjadi pemimpin jihad,
seorang lagi pemersatu umat
Fatimah memang teladan bagi wanita
Setiap langkahnya memancarkan cahaya
Menyelamatkan umat dari perpecahan
Itulah kiprah anaknya yang bernama Hasan
Ia rela tinggalkan jabatan demi persatuan
Husain juga menyebarkan kebaikan-kebaikan
Sifat-sifatnya sangat harum dan membahana ke seluruh alam
Hari ini 20 jumadil akhir (bertepatan pula 20 April 2014), saya mengucapkan “Selamat atas kelahiran Sayidah Fatimah Zahra as, pemimpin wanita teladan sejagad raya”, Assalamu alaiki ya Fatimah binta Rasulullah, warahmatullah wa barakatuh”. Dan besok, 21 April, kita memperingati pula wanita teladan Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Ini anugerah bangsa Indonesia, memperingati dua wanita teladannya, wanita yang mendunia dan wanita yang mengindonesia. Selamat kepada wanita Indonesia, jadilah teladan sepanjang masa.
FATHIMAH AZ ZAHRA ALAIHIS SALAM
a. Biografi Singkat Fathimah Az-Zahra` a.s.
Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAWW dan Khadijah Al-Kubra. Julukannya antara lain az-zahra`, ash-shiddiiqah, ath-thaahirah, al-mubaarakah, az-zakiah, ar-radhiah, al-mardhiah, al-muhaddatsah dan al-batuul. Mayoritas sejarawan Syi'ah dan Ahlussunnah menetapkan bahwa ia lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 5 H.. Akan tetapi, sebagian yang lain menyatakan bahwa hal itu jatuh pada tahun 3 H, dan kelompok ketiga menetapkannya pada tahun 2 H. Salah seorang sejarawan dan ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa kelahirannya jatuh pada tahun 1 H.
Jelas bahwa usaha memperjelas hari kelahiran tokoh-tokoh besar sejarah meskipun dari sudut pandang historis dan riset ilmiah memiliki nilai yang besar, akan tetapi, dari sisi mengenal peran mereka dalam sejarah, hal itu tidak begitu urgen. Yang penting adalah mengetahui peran mereka dalam membentuk masa depan manusia dan sejarah.
Fathimah a.s. dididik di rumah ayahnya, sebuah rumah kenabian dan tempat turunnya wahyu. Rumah tempat kelahiran kelompok pertama yang beriman kepada keesaan Allah dan dengan tegar memegang iman mereka. Rumah itu adalah satu-satunya rumah dari sekian banyak rumah di jazirah Arab yang dari dalamnya berkumandang suara 'Allahu Akbar', dan Fathimah a.s. adalah satu-satunya anak wanita yang mengalami kehangatan semacam itu. Ia berada di rumah itu sendirian dan masa kecilnya ia lalui dengan segala kesendirian. Dua saudarinya, Ruqaiyah dan Ummi Kultsum lebih besar beberapa tahun dari dirinya. Mungkin salah satu rahasia kesendiriannya adalah supaya ia dapat memfokuskan diri terhadap penggemblengan raga dan jiwa.
Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali a.s., ia dikenal sebagai seorang wanita figur di sepanjang sejarah. Dalam kehidupan berumah tangga ia adalah seorang wanita figur, dan dalam beribadah kepada Allah ia juga dikenal sebagai wanita teladan. Setelah selasai dari semua kewajiban sebagai ibu rumah tangga, ia dengan penuh khusyu' dan rendah hati beribadah kepada Allah serta berdoa untuk kepentingan orang lain.
Imam Shadiq a.s. meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. berkata: "Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu berdoa untuk kepentingan orang, dan ia tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya: "Ibu, mengapa Anda tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana Anda mendoakan orang lain?" "Tetangga harus didahulukan, wahai putraku", jawabnya singkat".
Zikir-zikir setelah shalat wajib yang sering dibacanya telah diriwayatkan dalam referensi-referensi Syi'ah dan Ahlussunnah. Zikir tersebut dikenal dengan sebutan tasbiihaat Fathimah a.s.
Sebelum Rasulullah SAWW meninggal dunia, segala kesulitan hidup yang dialaminya sirna dengan melihat wajah berseri sang ayah. Bertemu dengan sang ayah dapat membasmi semua kepenatan dan menganugerahkan ketenteraman dan kekuatan baru. Akan tetapi, meninggalnya sang ayah, terzaliminya sang suami, hilangnya kebenaran dan –-lebih penting dari semua itu--, penyelewengan-penyelewengan yang terjadi setelah meninggalnya Rasulullah SAWW dalam waktu yang sangat singkat, sangat menyakiti jiwa dan kemudian raga Fathimah a.s. Berdasarkan pembuktian sejarah, sebelum sang ayah meninggal dunia, ia tidak pernah memiliki penyakit raga.
Anda pasti telah mendengar cerita mereka yang datang ke rumah Fathimah a.s. dan ingin membakar rumah dan seluruh isinya. Peristiwa ini dengan sendirinya sudah cukup sebagai peristiwa yang sangat menyakitkannya. Apalagi jika ditambah dengan peristiwa-peristiwa lain.
Putri Rasulullah SAWW terbaring di atas ranjang merintih kesakitan. Para wanita Muhajir dan Anshar mengelilinginya. Ia masih sempat melontarkan ceramah di hadapan mereka. Dan dengan menukil sebagian kecil dari ceramah tersebut, Anda akan memahami betapa ia mengeluh terhadap keadaan masyarakat kala itu yang memancing di air keruh untuk merampas wilayah dari pemiliknya yang sah.
"Demi Allah, jika mereka menyerahkan kepada Ali segala tugas yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAWW, ia akan membawa mereka menuju ke jalan yang lurus dan memberikan hak setiap orang kepadanya. Oh, kenapa masa ini dipenuhi oleh hal-hal yang aneh dan permainan datang silih berganti.
Mengapa kaum kalian berbuat demikian? Apa alasan mereka? Mereka adalah para pencinta yang bohong. Akhirnya mereka akan merasakan balasannya.
Mereka telah meninggalkan kepala dan memegang erat ekor. Mereka mencari (baca : mengikuti) orang-orang awam dan enggan bertanya kepada orang-orang alim. Laknat atas orang-orang bodoh dan lalim yang menganggap kelalimannya sebagai sebuah kebajikan".
Pada akhirnya putri Rasulullah SAWW itu mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini dan berjumpa dengan Tuhannya. Imam Ali a.s. menguburkan jasadnya pada malam hari sehingga tidak ada kesempatan bagi Abu Bakar untuk menghadiri penguburannya. Ia meninggal dunia sebagai syahid yang terzalimi.
Berkenaan dengan tanggal syahadahnya, para ahli hadis juga berbeda pendapat. Pendapat yang masyhur adalah 13 Jumadil Ula 11 H., dan pendapat lain menyatakannya jatuh pada tanggal 3 Jumadits Tsani 11 H.
b. Ilmu Fathimah a.s
Fathimah a.s. dari semenjak lahir telah mempelajari ilmu pengetahuan dari sumber wahyu. Rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang dimilikinya adalah hasil diktean sang ayah dan ditulis oleh suaminya tercinta, Imam Ali a.s. Setelah itu, ia mengumpulkannya dalam bentuk sebuah mushaf yang akhirnya dikenal dengan nama Mushaf Fathimah a.s.
c. Mendidik Orang Lain
Dengan menjelaskan hukum dan pengetahuan-pengetahuan Islam, Fathimah a.s. telah berhasil memperkenalkan para wanita pada masa itu dengan kewajiban-kewajiban mereka. Fidhdhah, salah seorang murid dan hasil didikannya selama dua puluh tahun tidak berbicara kecuali Al Quran dan jika ia hendak menerangkan sesuatu, ia menjelaskannya dengan membaca ayat-ayat Al Quran.
Suatu hari seorang wanita menghadap Fathimah a.s. seraya bertanya: "Saya memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sering mengerjakan shalat dengan keliru. Ia menyuruhku untuk bertanya kepada Anda berkenaan dengan permasalahan tersebut". Ia pun menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu mengulangi pertanyaan yang sama sebanyak sepuluh dan ia pun menjawab setiap pertanyaannya tersebut. Akhirnya, wanita itu merasa malu dan berkata: "Saya tidak akan mengganggu Anda lagi". Fathimah a.s. menjawab: "Tidak apa-apa. Datanglah kemari dan tanyakanlah segala permasalahanmu. Berapa kali pun engkau bertanya, aku tidak akan marah. Aku pernah mendengar ayahku bersabda: "Pada hari kiamat ulama pengikut kami akan dibangkitkan dan mereka akan dianugerahi kedudukan yang tinggi sesuai dengan kadar ilmu yang mereka miliki. Pahala mereka akan disesuaikan dengan kadar usaha yang telah mereka lakukan dalam memberikan petunjuk kepada hamba-hamba Allah".
d. Ibadah Fathimah a.s.
Fathimah a.s. mengkhususkan sebagian waktu di malam hari untuk beribadah. Karena lamanya berdiri ketika mengerjakan shalat malam, akhirnya kakinya membengkak. Hasan Al-Bashri (wafat 110 H.) pernah berkata: "Tidak ada seorang pun dari umat ini dari segi zuhud, ibadah dan takwa yang melebihi Fathimah a.s.".
e. Sebuah Kalung yang Penuh Berkah
Suatu hari Rasulullah SAWW duduk di masjid dan dikelilingi oleh para sahabat. Tidak lama kemudian seorang tua bangka dengan pakaian compang-camping datang menghampiri mereka. Usia tua dan kelemahan badannya telah merenggut segala kekuatan yang dimilikinya. Rasulullah SAWW menghampirinya seraya bertanya tentang keadaannya. Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang papa dan lapar, berikanlah aku makanan. Aku telanjang, berikanlah kepadaku pakaian. Aku hidup menderita, tolonglah aku". Rasulullah SAWW menjawab: "Aku sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu). Akan tetapi, orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, sebenarnya ia juga memiliki saham dalam kebaikan tersebut".
Setelah berkata demikian, Rasulullah SAWW menyuruhnya untuk pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia pergi ke rumahnya dan sesampainya di sana ia menceritakan segala penderitaannya. Ia menjawab: "Aku pun sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu)". Setelah berkata demikian, ia melepas kalung yang dihadiahkan oleh putri Hamzah bin Abdul Muthalib kepadanya dan memberikannya kepada pria tua itu seraya berkata: "Juallah kalung ini, insya-Allah engkau akan dapat memenuhi kebutuhanmu".
Setelah mengambil kalung tersebut pria tua itu pergi ke masjid. Rasulullah SAWW masih duduk bersama para sahabat kala itu. Pria tua itu berkata: "Wahai Rasulullah, Fathimah memberikan kalung ini kepadaku untuk dijual demi memenuhi segala kebutuhanku". Rasulullah terisak menangis. Amar Yasir berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Anda mengizinkan kalung ini kubeli?" "Siapa yang membelinya, semoga Allah tidak mengazabnya", jawab Rasulullah SAWW singkat.
Amar Yasir bertanya kepada pria tua itu: "Berapa kamu mau menjualnya?" "Aku akan menjualnya seharga roti dan daging yang dapat mengenyangkanku, pakaian yang dapat menutupi badanku dan 10 Dinar sebagai bekalku pulang menuju rumahku", jawabnya pendek.
Amar Yasir berkata: "Kubeli kalung ini dengan harga 20 Dinar emas, makanan, pakaian dan kuda (sebagai tungganganmu pulang)". Ia membawa pria tua itu ke rumahnya, lalu diberinya makan, pakaian, kuda dan 20 Dinar emas yang telah disepakatinya. Setelah mengharumkan kalung tersebut dengan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain, ia berkata kepada budaknya: "Berikanlah bungkusan ini kepada Rasulullah, dan aku juga menghadiahkanmu kepada beliau".
Rasulullah SAWW akhirnya menghadiahkan kalung dan budak tersebut kepada Fathimah a.s. Fathimah a.s. mengambil kalung tersebut dan berkata kepada budak itu: "Aku bebaskan engkau di jalan Allah". Budak itu tersenyum. Fathimah a.s. menanyakan mengapa ia tersenyum. Ia menjawab: "Wahai putri Rasulullah, kalung ini yang membuatku tersenyum. Ia telah mengenyangkan orang yang kelaparan, memberikan pakaian kepada orang-orang yang tak berpakaian, menjadikan orang fakir kaya, memberikan tunggangan kepada orang yang tidak punya tunggangan, membebaskan budak dan akhirnya ia kembali pemilik aslinya".
f. Peranan Fathimah a.s. dalam Peperangan-peperangan di Awal Munculnya Islam
Selama sepuluh tahun Rasulullah SAWW memerintah di Madinah, telah terjadi sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan peperangan (ghazwah) dan tiga puluh lima hingga sembilan puluh sariyah. Ghazwah adalah sebuah peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAWW, sedangkan sariyah adalah sebuah peperangan yang tidak langsung dipimpin olehnya. Akan tetapi, ia mengutus sebuah pasukan yang dipimpin oleh salah seorang sahabat yang telah ditunjuk olehnya. Kadang-kadang karena jarak yang amat panjang antara Madinah dan medan perang, mereka harus meninggalkan kota pusat Islam selama kurang lebih dua atau tiga bulan. Selama hidup berumah tangga dengan Fathimah Az-Zahra` a.s., Imam Ali a.s. banyak melalui waktu-waktunya di medan jihad atau di medan tabligh. Selama suaminya tercinta tidak berada di rumah, Fathimah a.s. mengambil alih tugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak mereka. Dan tugas ini dilaksanakannya dengan baik sehingga suaminya sebagai seorang prajurit Islam dapat menjalankan tugasnya dengan sempurna.
Selama masa-masa genting itu, Fathimah a.s. selalu membantu para keluarga prajurit dan syuhada Islam dan turut menghibur mereka. Dan kadang-kadang ia juga mengobati luka-luka yang dialami oleh keluarganya.
Pada peristiwa perang Uhud, Fathimah a.s. turut menghadiri peperangan tersebut bersama wanita-wanita yang lain. Di perang ini, Rasulullah SAWW luka parah dan Imam Ali a.s. juga mengalami luka yang tidak kalah parahnya. Fathimah a.s. mencuci darah dari wajah sang ayah dan Imam Ali a.s. yang menuangkan air dengan perisainya. Ketika melihat darah di wajahnya tidak kunjung berhenti mengalir, Fathimah a.s. mengambil setangkai pelepah kurma lalu dibakarnya. Setelah menjadi abu, ia melumurkan abu tersebut di atas luka sang ayah supaya darahnya berhenti mengalir. Rasulullah SAWW dan Imam Ali a.s. menyerahkan pedang mereka kepada Fathimah a.s. untuk dicuci.
Di perang ini Hamzah meneguk cawan syahadah. Setelah perang usai, Shafiah, saudari Hamzah bersama Fathimah a.s. duduk bersimpuh di sisi jenazah Hamzah yang sudah terkoyak-koyak sambil menangis. Rasulullah SAWW juga turut serta menangis seraya berkata kepada Hamzah: "Tidak ada musibah yang pernah kami alami seperti musibah yang telah menimpamu". Setelah itu ia berkata kepada mereka berdua: "Kabar gembira buat kalian. Baru saja malaikat Jibril membawa berita bahwa di tujuh langit Hamzah sudah dikenal sebagai singa Allah dan Rasul-Nya".
Setelah perang Uhud usai, selama Fathimah a.s. hidup ia selalu pergi berziarah ke kuburan syuhada Uhud setiap hari sebanyak dua atau tiga kali.
Di perang Khandaq, Fathimah a.s. mengantarkan sepotong roti kepada Rasulullah SAWW. Rasulullah SAWW bertanya: "Apa ini?" "Aku memasak roti. Hatiku tidak tenang sebelum mengantarkan roti ini kepadamu", jawabnya. "Ini adalah makanan pertama yang kusantap setelah tiga hari kelaparan", kata Rasulullah SAWW.
Di perang Mu`tah, Ja'far bin Abi Thalib meneguk cawan syahadah. Rasulullah SAWW pergi ke rumahnya untuk menjenguk keluarganya. Setelah itu, ia pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia menangis terisak. Rasulullah SAWW bersabda: "Menangislah untuk orang-orang seperti Ja'far. Sediakanlah makanan untuk keluarganya. Karena mereka pada hari-hari ini telah lupa kepada diri mereka sendiri".
Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, Fathimah a.s. juga ikut hadir secara aktif. Ummi Hani`, saudari Imam Ali a.s. bercerita: Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, aku melindungi dua orang dari kerabat suamiku yang masih musyrik di rumahku. Dan hingga kini mereka masih berada di rumahku. Tiba-tiba dengan menunggangi kuda dan berpakaian besi lengkap, Ali a.s. tiba di rumahku dan menghampiri mereka. Aku memisah dan berdiri di tengah-tengah mereka seraya berkata: "Jika engkau ingin membunuh mereka, engkau harus membunuhku terlebih dahulu". Ali a.s. keluar dari rumahku. Hampir saja ia membunuh kedua orang tersebut. Aku pergi menemui Rasulullah SAWW di kemahnya yang berada di Bathha`. Tapi aku tidak menjumpainya. Akhirnya aku melihat Fathimah a.s. dan kuceritakan semua yang sudah terjadi. Ternyata ia lebih tegas dari suaminya. Ia berkata kepadaku dengan penuh keheranan: "Apakah engkau masih melindungi musyrikin?" Pada saat itu Rasulullah SAWW tiba dan aku memintakan suaka politik darinya untuk mereka. Ia menyetujuinya. Setelah itu ia menyuruh Fathimah a.s. untuk menyediakan air dan kemudian ia mandi.
Di bulan Ramadhan 10 H., Imam Ali a.s. mendapat perintah dari Rasulullah SAWW untuk bertabligh ke Yaman dengan membawa pasukan yang berjumlah tiga ratus penunggang kuda. Instruksi tersebut dapat ia laksanakan dengan baik dan banyak sekali penduduk Yaman yang memeluk agama Islam. Ia menyampaikan segala kegiatannya di Yaman melalui surat. Pada sebuah kesempatan Rasulullah SAWW menjawab bahwa untuk melaksanakan ibadah haji ia harus secepatnya sampai di Makkah. Dan pembawa surat Rasulullah SAWW itu kembali bersama Imam Ali a.s.
Di bulan Dzul Qa'dah tahun itu juga Rasulullah SAWW mengumumkan kepada penduduk Madinah dan kabilah-kabilah yang berdekatan bahwa ia ingin melaksanakan haji. Dengan demikian mereka telah mempersiapkan diri untuk melakukan kewajiban agung tersebut.
Rasulullah SAWW berangkat dari Madinah pada tanggal 25 Dzul Qa'dah 10 H. dan memulai ihram dari Dzul Hulaifah. Semua istrinya pada kesempatan ini ikut serta bersamanya. Fathimah a.s. juga tidak mau ketinggalan. Setelah tiga bulan melaksanakan tugas, Imam Ali a.s. berhasil sampai di Makkah untuk melaksanakan haji dan melihat istrinya tercinta saat itu juga. Setelah melaksanakan kewajiban haji yang dikenal dengan haji wada', di tengah perjalanan pulang ke Madinah tepatnya di daerah yang bernama Ghadir Khum Rasulullah SAWW memproklamasikan keimamahan Imam Ali a.s. atas dasar perintah Allah. Dengan kehadiran Fathimah a.s. di haji wada', dapat disimpulkan bahwa ia juga menghadiri pelantikan Ghadir Khum.
g. Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir Kehidupan Rasulullah SAWW
Di akhir-akhir umurnya penyakit Rasulullah SAWW bertambah parah. Di sisi sang ayah, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: "Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?" Ia hanya menjawab: "Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa". Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: "Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia".
Pada kesempatan ini kami haturkan ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Fathimah a.s. dan telah diriwayatkan oleh Syi'ah dan Ahlussunnah. Dengan mengambil ilham dari ucapan-ucapan suci tersebut diharapkan cahaya hikmah akan terpancar dalam lubuk kalbu kita dan akan menjadi penerang jalan bagi kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari:
1. Kedudukan Ahlul Bayt a.s. di sisi Allah
"Panjatkanlah puja kepada Dzat yang karena keagungan dan cahaya-Nya seluruh penduduk langit dan bumi mencari perantara untuk menuju kepada-Nya. Kami adalah perantara-Nya di antara makhluk-Nya, kami adalah orang-orang keistimewaan-Nya dan tempat menyimpan kesucian-Nya, kami adalah hujjah-Nya berkenaan dengan rahasia ghaib-Nya, dan kami adalah pewaris para nabi-Nya".
2. Segala yang memabukkan adalah haram
Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: "Wahai kekasih ayahnya, segala yang memabukkan adalah haram, dan segala yang memabukkan adalah khamar".
3. Wanita terbaik
"Yang baik bagi wanita, hendaknya ia tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihatnya".
4. Hasil ibadah yang disertai ikhlas
"Orang yang menghadiahkan kepada Allah ibadahnya yang murni, maka Ia akan menurunkan kepadanya kemaslahatannya yang terbaik".
5. Kemurkaan Fathimah a.s. terhadap dua khalifah
Ia berkata kepada Khalifah pertama dan kedua: "Jika aku membacakan hadis dari Rasulullah SAWW apakah kalian akan mengamalkannya?"
"Ya", jawab mereka singkat.
Ia melanjutkan: "Demi Allah, apakah kalian tidak pernah mendengar Rasulullah SAWW bersabda: "Kerelaan Fathimah adalah kerelaanku dan kemurkaannya kemurkaanku. Barang siapa mencintai Fathimah putriku, maka ia telah mencintaiku, barang siapa yang membuatnya rela, maka ia telah membuatku rela, dan barang siapa membuatnya murka, maka ia telah membuatku murka"?
"Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah SAWW", jawab mereka pendek.
"Kujadikan Allah dan malaikat sebagai saksiku bahwa kalian berdua telah membuatku murka. Jika aku kelak berjumpa dengan Rasulullah, niscaya aku akan mengadukan kalian kepadanya", lanjutnya.
6. Umat yang paling buruk
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Umatku yang terburuk adalah mereka yang berlimpahan nikmat, makan makanan yang berwarna-warni, memakai pakaian yang beraneka ragam dan mengucapkan segala yang diinginkan".
7. Kapan seorang wanita lebih kepada Allah?
Fathimah a.s. bercerita: Rasulullah SAWW pernah bertanya kepada para sahabat mengenai wanita apakah dia?
"(Wanita adalah) sebuah rahasia (yang harus dijaga)", jawab mereka pendek.
"Kapankah ia lebih dekat kepada Tuhannya?", tanya Rasulullah SAWW kembali.
Mereka tidak dapat menjawab. Ketika ia (Fathimah a.s.) mendengar hal itu, spontan ia menjawab: "Ketika ia berada di dalam rumahnya".
"Fathimah a.s. adalah penggalan tubuhku", sabda Rasulullah SAWW menimpali.
8. Buah mengirimkan shalawat kepada Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berkata kepadaku: "Wahai Fathimah, barang siapa bershalawat kepadamu, maka Allah akan mengampuni (dosa-dosanya) dan mengumpulkannya denganku di surga".
9. Ali a.s. adalah seorang panutan dan pemimpin
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka Ali adalah walinya, dan barang siapa yang menganggap aku sebagai imamnya, maka Ali adalah imamnya".
10. Hijab Fathimah a.s.
Suatu hari Rasulullah SAWW bertamu ke rumah Fathimah a.s. dengan membawa seorang buta. Ia langsung menutup dirinya dengan hijab supaya tidak dilihat oleh orang tersebut. Rasulullah SAWW langsung bertanya: "Mengapa engkau menutupi dirimu dengan hijab padahal ia tidak dapat melihatmu?"
"Jika ia tidak dapat melihatku, aku yang dapat melihatnya. Ia dapat mencium aroma badanku", jawabnya.
"Aku bersaksi bahwa engkau adalah pengalan tubuhku", jawab Rasulullah SAWW menimpali.
11. Sebuah konsep hidup yang sempurna
Fathimah a.s. berkata: (Pada suatu malam) Rasulullah SAWW pernah bertamu ke rumahku dan aku sudah naik ke ranjang untuk tidur malam. Ia berpesan: "Wahai Fathimah, janganlah engkau tidur kecuali setelah melakukan empat hal: mengkhatamkan Al Quran, menjadikan para nabi a.s. sebagai pemberi syafaatmu, menjadikan mukminin rela terhadap dirimu dan melaksanakan haji dan umrah".
Setelah berkata demikian, ia langsung melaksanakan shalat. Aku sabar menunggunya hingga ia menyelesaikan shalatnya. Setelah menyelesaikan shalatnya, aku bertanya: "Wahai Rasulullah, engkau memerintahkanku untuk melaksanakan empat hal yang tidak mungkin dapat kukerjakan dalam kondisi seperti ini?"
Ia tersenyum seraya berkata: "Jika engkau membaca 'qul huwallaahu ahad' (maksudnya membaca surah al-ikhlash -- pen.) sebanyak tiga kali, maka kamu telah mengkhatamkan Al Quran, jika engkau bershalawat kepadaku dan kepada para nabi sebelumku, maka kami akan memberikan syafaat kepadamu pada hari kiamat, jika engkau beristigfar untuk mukminin, maka mereka akan rela terhadapmu, dan jika engkau membaca 'subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar' engkau telah mengerjakan haji dan umrah".
12.Kerelaan suami
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Celakalah seorang istri yang membuat suaminya marah dan kabar gembira bagi seorang istri yang suaminya rela terhadapnya".
13.Manfaat cincin akik
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang selalu memakai cincin akik, maka ia akan selalu melihat kebaikan".
14.Ali a.s. adalah pemecah problema yang terbaik
Fathimah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW pernah bercerita: Sekelompok malaikat pernah bertengkar tentang suatu masalah. Kemudian mereka meminta seorang penengah dari bangsa manusia. Allah mewahyukan kepada mereka agar memilih siapa yang mereka sukai. Akhirnya mereka memilih Ali bin Abi Thalib a.s.
15.Wanita penghuni neraka
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bercerita tentang pengalamannya setelah melihat penduduk neraka: "Wahai putriku, wanita yang digantung dengan rambutnya itu adalah wanita yang tidak menutupi rambutnya dari pandangan laki-laki, wanita yang digantung dengan lidahnya adalah wanita yang suka mengganggu suaminya. Adapun wanita yang berkepala babi dan berbadan keledai adalah wanita yang suka mengadu domba dan pembohong, dan wanita yang berbadan anjing adalah wanita penyanyi dan penghasut".
16.Syarat-syarat orang yang berpuasa
"Orang yang sedang menjalankan puasa jika tidak menjaga mulut, telinga, mata dan seluruh anggota badannya, maka ia tidak termasuk kategori orang yang berpuasa".
17.Muslim pertama dan yang paling alim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Suamimu adalah orang yang paling alim, orang yang pertama masuk Islam dan orang yang paling penyabar".
18.Menolong keturunan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jika seseorang pernah menolong seorang dari keturunanku dan ia belum membalasnya, maka aku yang akan membalasnya".
19.Ali a.s. dan para pengikutnya
Fathimah a.s. berkata: "Ayahku melihat Ali a.s. seraya berkata: "Orang ini dan para pengikutnya adalah penghuni surga".
20.Para pengikut Ali a.s. di hari kiamat
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Wahai Abal Hasan, engkau dan para pengikutmu adalah penghuni surga".
21.Al Quran dan 'itrah dalam ucapan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. bercerita: Aku pernah mendengar ayahku berpesan ketika ia sedang menunggu ajal tiba dan kamarnya dipenuhi oleh para sahabat: "Wahai manusia, tidak lama lagi aku harus pergi meninggalkan kalian dan sebelum ini telah kusampaikan sebuah pesan sebagai hujjah terakhir bagi kalian. Ingatlah baik-baik, aku tinggalkan bagi kalian kitab Tuhanku dan Ahlul Baytku". Kemudian mengangkat tangan Ali a.s. seraya berseru: "Inilah Ali. Ia akan selalu bersama Al Quran dan Al Quran juga akan selalu bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga mereka datang menghadapku di telaga surga. Oleh karena itu, aku akan menanyakan kalian bagaimana kalian memperlakukan keduanya".
22.Mencuci Tangan
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Janganlah menyalahkan kecuali dirinya sendiri orang yang hendak tidur malam sedangkan tangannya masih berlumuran debu".
23.Balasan bagi orang yang selalu berwajah ceria
"Selalu berwajah ceria akan membawa seseorang masuk surga".
24.Konsekuensi berumah tangga
"Wahai Rasulullah, tanganku telah mengapal karena setiap hari aku harus membuat tepung dan membuat adonan roti".
25.Bahaya kikir
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah pernah berpesan kepadaku: "Jauhilah sifat kikir, karena kikir adalah sebuah penyakit yang tidak akan menjangkiti orang dermawan. Jauhilah sifat kikir, karena sifat kikir adalah sebuah pohon di neraka yang ranting-rantingnya menjulur ke dunia. Barang siapa yang berpegang teguh kepada sebatang rantingnya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menyeretnya ke dalam neraka".
26.Pahala kedermawanan
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berpesan kepadaku: "Peganglah sifat kedermawanan, karena sifat itu adalah sebuah pohon di surga yang ranting-rantingnya menjulang ke bumi. Barang siapa yang berpegangan dengan sebatang tangkainya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menuntunnya menuju surga".
27.Pahala mengucapkan salam kepada Rasulullah SAWW dan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: "Barang siapa yang mengucapkan salam kepadaku dan kepadamu selama tiga hari berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan surga".
28.Senyum yang penuh rahasia
Aisyah bercerita: Ketika Rasulullah SAWW sedang sakit parah, ia memanggil putrinya seraya membisikkan sesuatu di telinganya. Fathimah a.s. menangis. Kemudian ia membisikkan sesuatu untuk kedua kalinya. Fathimah a.s. tersenyum. Setelah itu aku bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab: "Tangisku karena Rasulullah SAWW memberitahu kepadaku bahwa ia akan segara meninggal dunia, dan senyumku karena ia memberitahu kepadaku bahwa aku adalah orang pertama yang akan menyusulnya".
29.Rasulullah SAWW adalah ayah bagi keturunan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjadikan setiap keturunan yang berasal dari seorang ibu sebagai keluarga yang berhubungan nasab langsung dengannya kecuali keturunan Fathimah. Karena aku adalah wali mereka (dan nasab mereka menyambung kepadaku)".
30.Kebahagiaan sejati
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jibril mewahyukan kepadaku bahwa orang yang sesungguhnya bahagia adalah orang yang mencintai Ali, baik pada masa hidupku maupun setelah wafatku".
31.Rasulullah SAWW dan Ahlul Bayt a.s.
Fathimah a.s. bercerita: Suatu hari aku bertamu ke rumah Rasulullah SAWW. Ia membentangkan sehelai kain seraya berkata kepadaku: "Duduklah di atasnya". Tak lama kemudian Hasan masuk. Rasulullah SAWW berkata kepadanya: "Duduklah bersama ibumu". Selang beberapa waktu Husein masuk. Ia berkata kepadanya: "Duduklah bersama mereka berdua". Kemudian Ali masuk. Ia berkata kepadanya: "Duduklah bersama mereka". Setelah itu Rasulullah SAWW melipat kain tersebut sehingga menutupi kami seraya berkata: "Mereka adalah dariku dan aku dari mereka. Ya Allah, ridhailah mereka sebagaimana aku ridha atas mereka".
32.Doa Rasulullah SAWW ketika masuk dan keluar dari masjid
Ketika masuk masjid, Rasulullah SAWW selalu membaca doa "Bismillaah, allaahumma shalli 'alaa Muhammad waghfir dzunuubii waftah lii abwaaba rahmatik", dan ketika keluar dari masjid, ia membaca doa "Bismillaah, allaahumma shalli 'alaa Muhammad waghfir dzunubii waftah lii abwaba fadhlik".
33.Keutamaan waktu antara fajar hingga matahari terbit
Fathimah a.s. bercerita: Suatu pagi Rasulullah lewat di sampingku ketika aku sedang berbaring hendak tidur pagi. Ia menggerakkanku dengan kakinya seraya berkata: "Wahai putriku, bangunlah, saksikanlah rezeki Tuhanmu dan janganlah engkau termasukdalam golongan orang-orang yang lupa. Karena Allah akan membagi rezeki manusia di antara waktu fajar dan matahari terbit".
34.Orang sakit berada di bawah lindungan Allah
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Ketika seorang hamba sakit, Allah mewahyukan kepada para malaikat: "Bebaskanlah dia dari taklif selama ia menjadi tanggungan-Ku. Karena Akulah yang menahannya (dengan jalan menyakitkannya) sehingga Aku mencabut nyawanya atau menyembuhkannya". Ayahku sering berkata: "Allah mewahyukan kepada para malaikat: "Tulislah bagi hamba-Ku ini sebanyak pahala amalan yang dikerjakannya pada waktu ia sehat".
35.Menghormati orang lain
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Orang yang baik di antara kalian adalah orang yang paling luwes bergaul dengan orang-orang sekitarnya dan yang paling pengertian terhadap istrinya".
36.Pahala membebaskan budak
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang membebaskan seorang budak mukmin, maka ia akan terbebaskan dari api neraka".
37.Waktu terkabulnya doa
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Pada hari Jumat terdapat sebuah waktu yang jika seorang hamba berdoa demi kebaikan di dalamnya, niscaya Allah akan mengabulkannya. (Waktu itu) adalah menjelang matahari terbenam".
38.Meremehkan shalat
Fathimah a.s. berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku berkenaan dengan orang yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita. Ia bersabda: "Barang siapa yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita, Allah akan menimpakan atasnya lima belas macam bala:
1. Allah akan menghilangkan berkah dari umurnya.
2. Allah akan menghilangkan berkah dari rezekinya.
3. Allah akan memusnahkan tanda-tanda orang saleh dari wajahnya.
4. Setiap amalan yang diamalkannya tidak akan diberi pahala.
5. Doanya tidak akan naik ke langit (baca : tidak dikabulkan).
6. Doa orang-orang saleh tidak akan meliputinya.
7. Ia akan meninggal dunia terhina.
8. Ia akan meninggal dunia kelaparan.
9. Ia akan meninggal dunia kehausan. Seandainya ia minum seluruh air sungai yang berada di dunia ini, niscaya dahaganya tidak akan sirna.
10. Allah akan mengutus malaikat yang siap menakut-nakutinya di dalam kubur.
11. Kuburannya akan terasa sempit dan hanya kegelapan yang akan menyelimutinya.
Allah akan mengutus malaikat yang akan menyeretnya dalam keadaan tengkurap dengan disaksikan oleh para makhluk (yang lain).
13. Ia akan dihisab dengan hisab yang berat.
14. Allah tidak akan sudi melihat wajahnya (baca : berpaling darinya), dan
15. Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksaan yang pedih".
39.Kekalahan para lalim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Jika dua pasukan yang zalim saling berperang, Allah akan membiarkan mereka dan tidak penting bagi-Nya pasukan mana yang akan menang. Dan jika dua pasukan zalim saling berperang, maka kekalahan akan dialami oleh pasukan yang terzalim".
40.Cuplikan khotbah Fathimah a.s.
Fathimah a.s. pernah melantunkan sebuah khotbah terkenalnya di masjid yang cuplikannya adalah sebagai berikut: "Allah menciptakan iman demi menyucikan kalian dari kemusyrikan, mewajibkan shalat demi membersihkan kalian dari sifat congkak, mewajibkan zakat demi menyucikan jiwa dan menambah rezeki, mewajibkan puasa demi memperkokoh ikhlas (dalam jiwa kalian), mewajibkan haji demi memperkokoh agama, menganjurkan (bertindak) adil demi mematri kalbu, mewajibkan taat kepada kami demi teraturnya masyarakat, memproklamirkan keimamahan kami demi menjaga umat dari berpecah-belah, mewajibkan jihad demi memuliakan Islam, menganjurkan kesabaran demi membantu mendapatkan pahala, mewajibkan amar ma'ruf demi menjaga kemaslahatan umum, memerintahkan berbuat baik kepada orang tua demi menghindari kemurkaan-Nya, menganjurkan silaturahmi demi memperbanyak jumlah saudara, mewajibkan qishash demi menjaga pertumpahan darah, mewajibkan melaksanakan nazar demi memperoleh pengampunan, mewajibkan menyempurnakan timbangan demi mengikis habis sifat curang dalam jual beli, melarang meminum khamar demi membersihkan (umat) dari kekotoran (jiwa), melarang menuduh (orang lain) demi menghindarkan dari laknat, melarang mencuri demi mewujudkan harga diri, mengharamkan kemusyrikan demi terwujudnya ikhlas (dan pengakuan) terhadap ketuhanan-Nya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dengan sesungguhnya, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim dan taatilah Dia sesuai dengan perintah dan larangan-Nya, karena hanya orang-orang alim yang akan takut kepada-Nya".
SEPULUH HADIS PILIHAN SAYYIDAH FATIMAH AZ-ZAHRA A.S.
Sumber : Hpiiran.comقالَتْ علیها السلام : اوُصیكَ یا ابَاالْحَسنِ انْ لاتَنْسانى ، وَ تَزُورَنى بَعْدَ مَماتى ( زهرة الرّیاض كوكب الدّرى : ج 1، ص 253.”(
Wasiat beliau as. kepada suaminya as. : “Duhai Abal Hasan! Janganlah engkau melupakanku, serta ziarahilah aku setelah kematianku.”
قالَتْ علیها السلام : حُبِّبَ إ لَیَّ مِنْ دُنْیاكُمْ ثَلاثٌ: تِلاوَةُ كِتابِ اللّهِ، وَالنَّظَرُ فى وَجْهِ رَسُولِ اللّهِ، وَالاْنْفاقُ فى سَبیلِ اللّهِ.
Beliau as. bersabda : “Tiga perkara dari dunia yang disukai olehku: Membaca Al-Quran, memandang wajah Rasulullah, dan berinfaq di jalan Allah swt.
قالَتْ علیها السلام : اُوصیكَ اَوّلاً انْ تَتَزَوَّجَ بَعْدى بِإبْنَةِ اُخْتى اءمامَةَ، فَإ نَّها تَكُونُ لِوُلْدى مِثْلى ، فَإنَّ الرِّجالَ لابُدَّ لَهُمْ مِنَ النِّساءِ. )بحارالا نوار: ج 43، ص 192، ح 20، اءعیان الشّیعة : ج 1، ص 321.(
Diakhir hayatnya beliau as. berwasiat kepada suaminya as.: “Aku berwasiat kepadamu, setelah kematianku. Hendaklah engkau menikah dengan putri saudaraku Amamah. Karena dia mencintai anak-anakku seperi diriku, bagaimanapun laki-laki membutuhkan perempuan disampingnya.”
قالَتْ علیها السلام : ما یَصَنَعُ الصّائِمُ بِصِیامِهِ إذا لَمْ یَصُنْ لِسانَهُ وَ سَمْعَهُ وَ بَصَرَهُ وَ جَوارِحَهُ ( الوسائل مستدرك : ج 7 ص 336 ح 2 بحار الانوار : ج 93 ص 294 ح 25)
Beliau as. bersabda : “Orang yang berpuasa tidak akan mendapat sesuatu apapun dengan puasanya jika ia tidak menjaga lisan, pendengaran, penglihatan , dan juga anggota tubuhnya.”
قالَتْ علیها السلام : اَلْبُشْرى فى وَجْهِ الْمُؤْمِنِ یُوجِبُ لِصاحِبهِ الْجَنَّةَ، وَ بُشْرى فى وَجْهِ الْمُعانِدِ یَقى صاحِبَهُ عَذابَ النّارِ (تفسير الامام العسكري (ع):ص 354 ح 243 الوسائل مستدرك : ج 12 ص 262 بحار الانوار : ج 72 ص 401 ح 43 )
Beliau as. bersabda : “Senyum kebahagiaan pada wajah seorang mukmin merupakan sebab masuk surga bagi pemiliknya, sedangkan senyum kebahagian pada wajah seorang pembangkang penyebab adzab neraka untuknya.”
قالَتْ علیها السلام : اصْعَدْ عَلَى السَّطْحِ، فَإ نْ رَأیْتَ نِصْفَ عَیْنِ الشَّمْسِ قَدْ تَدَلّى لِلْغُرُوبِ فَأ عْلِمْنى حَتّى أدْعُو ( دلائل الامامة : ص 71 س 16 معاني الاخبار : ص 399 ضمن ح 9 )
Di waktu senja beliauas. berkata pada budaknya: “Naiklah ke atas atap! Jika engkau melihat setengah matahari tenggelam maka beritahulah aku. Sehingga aku bisa berdoa (untuk diriku dan yang lainnya).”
قالَتْ علیها السلام : الْجارُ ثُمَّ الدّارُ ( علل الشرايع : ج 1 ص 183 بحار الانوار : ج 43 ص : 33 و 52 )
Beliau as. bersabda: “Utamakan tetangga kemudian keluarga.”
قالَتْ علیها السلام : إذا حُشِرْتُ یَوْمَ الْقِیامَةِ، اشْفَعُ عُصاةَ اءُمَّةِ النَّبىَّ صَلَّى اللّهُ عَلَیْهِ وَ آلِهِ وَسَلَّمَ ( احقاق الحق : ج 19 ص 129 )
Beliau as. bersabda: “Jika aku dibangkitkan pada hari kiamat, maka aku akan mensyafaati para pendosa dari umat nabi Muhammad saww.”
قالَتْ علیها السلام : فَاكْثِرْ مِنْ تِلاوَةِ الْقُرآنِ، وَالدُّعاءِ، فَإنَّها ساعَةٌ یَحْتاجُ الْمَیِّتُ فیها إلى اُنْسِ الاْحْیاءِ. ( بحار الانوار : ج 79 ص 27 ضمن ح 13 )
Wasiat beliau as. pada suaminya as.: “(Setelah engkau menguburkanku), perbanyaklah membaca Al-Quran dan doa untukku. Karena itu merupakan waktu di mana mayit sangat membutuhkan pahala dari orang yang masih hidup.”
قالَتْ علیها السلام : خابَتْ اُمَّةٌ قَتَلَتْ ابْنَ بِنْتِ نَبِیِّها (مدينة المعاجز : ج 3 ص 430 )
Beliau as. bersabda: “Tidak akan pernah bahagia umat yang membunuh putra-putri Rasul saww.”
KISAH SAYIDATINA FATIMAH R.HA
pengarang : Mirza R. SilatamaDia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.
Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah S.W.T. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sholat, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.
Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dinikahkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah S.A.W.
Setelah menikah, kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah S.W.T untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.
Sepanjang kepergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussain, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir.
Kadangkala dia lapar sepanjang hari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu meceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah SAW. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah SAW merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu.
Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah S.W.T mengangkat derajatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghalangi Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.
Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.
“Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah S.W.T sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja, bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali, meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.
Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.
Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi’, Madinah.
Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah S.W.T. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahwa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membanggakan diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.
Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah S.W.T. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.
PERSEMBAHAN UNTUK FATIMAH
pengarang : Candiki RepantuSumber : Liputan IslamSiang itu, matahari cukup cerah, sekelompok orang berkumpul dengan serius mengelilingi seorang laki-laki paruh baya, yang menjadi guru mereka. Dengan penuh perhatian mereka mendengar dan memperhatikan serta menyimpannya di dalam dada setiap kalimat nasehat yang diucapkan guru mulia tersebut. Tuturannya yang bersahaja, akhlaknya yang mulia, kelembutannya yang tiada tara, semakin menarik hati mereka sehingga tak terasa berapa lama sudah mereka berkumpul bersamanya. Itulah halaqah mulia, Rasulullah saaw dan para murid-muridnya. Mendadak Rasulullah menghentikan nasehatnya, karena tiba-tiba malaikat Jibril as datang kepadanya, ada suatu yang penting hendak disampaikannya. “Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Tinggi menyampaikan salam untukmu dan Dia memerintahkanmu untuk sementara memisahkan diri dari Khadijah isterimu selama 40 hari,” begitu pesan yang dibawa Jibril as dari Allah, Tuhan semesta.
Dengan sigap Nabi saaw mencerna pesan tersebut. Pasti ada suatu yang sangat penting, sehingga Allah swt memerintahkannya selama 40 hari untuk tidak pulang ke rumah. Hal ini harus disampaikan kepada Khadijah, semoga ia memakluminya. Dengan mengutus Ammar bin Yasir, Nabi saaw menyampaikan pesan kepada Khadijah agar tidak menggelisahkan hati isteri tercintanya, “Wahai Ammar, katakanlah kepada Khadijah, bahwa aku diperintahkan oleh Allah Yang Maha Mulia, untuk memisahkan diri darinya selama 40 hari. Katakan padanya, jangan gelisah dan menduga aku marah sehingga memisahkan diri darinya dan pindah. Karena, sesungguhnya Allah membanggakan dirinya di hadapan para malaikat setiap harinya. Jikalau malam telah gulita, minta kepadanya agar menutup pintu dan tidur di ranjangnya. Katakan, untuk sementara ini, aku akan berada tinggal Fatimah binti Asad.”
Pesan itu disampaikan dengan sebaik-baiknya oleh Ammar kepada Khadijah. Khadijah memahami betul pesan suaminya. Tidak ada sedikitpun keraguan dalam hatinya, karena ia sangat mengenal kejujuran suaminya. Dengan sabar, Khadijah akan melewati hari-hari tanpa ditemani kekasih hati. meskipun sedih, tetapi ia sadar suaminya adalah pengemban misi ilahi.
Di rumah Fatimah binti Asad (isteri Abu Thalib), ditemani Ali bin Abi Thalib, di siang hari, Nabi Muhammad saaw berpuasa, dan di malam hari, ia salat dan berdoa. Begitulah hari-hari dilalui Nabi saaw selama 40 hari. Dihari terakhir, malaikat Jibril kembali turun menemui Nabi saaw dan berkata, “Ya Muhammad, Allah Yang Maha Tinggi megucapkan salam untukmu dan Dia memerintahkanmu untuk bersiap menerima penghormatan dan anugerah-Nya.” Nabi bertanya, “Wahai Jibril apa penghormatan dan anugerah dari Allah, Tuhan alam semesta?” Jibril menjawab, “Aku tidak mengetahuinya.”
Kemudian turunlah malaikat Mikail dan Israfil membawa sebuah mangkuk indah, ditutupi sehelai kain sutra. Mangkuk itu berisi makanan surga. Mikail berkata, “Ya Muhammad, Allah memerintahkanmu untuk berbuka puasa dengan makanan dalam mangkuk ini.” Nabi pun segera melaksanakannya. Biasanya Nabi selalu berbagi makanan dengan Ali bin Abi Thalib. Tetapi tidak kali ini. Rasulullah saaw menyatakan kepada Ali, bahwa ia tidak berhak ikut meyantap makanan bersamanya pada saat ini, karena hidangan ini khusus untuk beliau dari Allah swt. Ali pun memakluminya. Dengan segera Nabi menyantap hidangan surga. Setelah selesai, Jibril yang menuangkan air, Mikail pun mencucikan tangannya, dan Israfil mengeringkannya dengan sehelai kain sutra.
Selesai berbuka, Nabi ingin melaksanakan salat. Tetapi Jibril melarangnya, “Untuk saat ini, Allah melarangmu salat, sebelum engkau mendatangi Khadijah. Karena pada malam ini, Allah swt menginginkan keturunan mulia tercipta dari sulbimu.”
Maka Nabi saaw pun segera kembali ke rumah Khadijah. Khadijah yang bersiap-siap istirahat mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. “Siapa yang mengetuk pintu yang tidak pernah diketuk kecuali oleh suamiku Muhammad?” tanya Khadijah. “Bukalah Khadijah, ini aku Muhammad, suamimu.” Terdengar jawabannya.
Dengan sejuta rasa bahagia, Khadijah membuka pintunya. Nabi menepati janjinya, dan sesuai perintah Allah swt, malam itu Nabi pun memperlakukan Khadijah dengan sebaik-baik perlakuan. Sejak malam itu, Khadijah pun mulai merasakan kehamilan, padahal usianya sudah cukup tua, 60 tahun. Ini bukan suatu yang mustahil. Hari demi hari, minggu demi mingu, bulan demi bulan, kandungannya semakin besar. Khadijah tidak merasa sedikitpun terbebani dengan kandungannya tersebut, ini suatu kehamilan yang istimewa. Dan istimewanya lagi, bayi dalam kandungan itu sudah dapat berbicara dan sering berbincang dengan ibunya.
Suatu hari, ketika Nabi saaw ingin masuk ke kamar, ia mendengar Khadijah sedang bercengkrama, tetapi tidak ada seseorang pun di kamarnya. Nabi saaw pun bertanya dengan siapa Khadijah berbicara? Khadijah menjawab, “Aku berbincang-bincang dengan anak yang masih dalam kandungan ini.” Nabi saaw kemudian berkata, “Jibril datang kepadaku dan mengabarkan bahwa anak ini adalah perempuan. Dia suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para pemimpin umatku yang Allah menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah-Nya setelah terputusnya wahyu.”
Sembilan bulan, usia kehamilan Khadijah, ia mulai merasakan perubahan di kandungannya. Ia sebentar lagi akan melahirkan. Ia pun meminta bantuan kepada wanita-wanita Quraisy. Tapi, karena sejak awal mereka tidak menyetujui pernikahan Khadijah dan Muhammad saaw, dan kini agama yang dibawa suaminya merongrong agama nenek moyang mereka, maka mereka enggan membantunya. Mereka menghina Khadijah, “Engkau tidak mengikuti saran kami, sehingga menikah dengan anak yatim Abu Thalib yang miskin, karenanya kami tak sudi datang kerumahmu dan tidak perduli dengan urusanmu.”
Hati Khadijah sedih, dan Allah swt mengetahui kesedihan itu. Dalam keadaan hati gundah gulana, mendadak muncullah cahaya dari langit memasuki rumah Khadijah. Cahaya-cahaya itu adalah penjelmaah wanita-wanita suci di zamannya, “Jangan sedih wahai Khadijah, aku adalah Sarah (dalam riwayat lain Hawa), ini adalah Asiyah putri Muzahim, ini adalah Kulsum saudarinya Musa, dan ini adalah Maryam putri Imran. Kami diutus oleh Allah swt untuk membantu persalinanmu.” Mereka pun duduk mengelilingi Khadijah. Tak lama kemudian lahirlah bayi wanita yang indah bercahaya, disambut para bidadari surga.
Inilah bayi mungil yang suci dan diberkahi, aromanya adalah aroma surga karena telah disucikan oleh air telaga surga. Bayi mungil itu juga disebut ayahnya sebagai haura al-insiyyah (bidadari dalam rupa manusia). Khadijah menggendongnya, Nabi saaw atas petunjuk ilahi memberinya nama Fatimah, pemimpin wanita surga. Tentangnya Nabi bersabda, “Turun malaikat dari langit meminta izin Allah untuk menyampaikan salam kepadaku, yang malaikat tersebut tidak pernah turun ke bumi sebelumnya. Ia memberiku kabar gembira, bahwa Fatimah adalah wanita pemimpin ahli surga.” Pada kesempatan lain, beliau bersabda, “Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fatimah.” Tentang namanya, Fatimah as, ayahnya bersabda, “Fatimah adalah manusia bidadari. Ia tidak mengalami haid dan tidak tersentuh kotoran. Allah memberinya nama Fatimah, karena Allah hendak menghindarkan dirinya dan juga para pecintanya dari siksa api neraka.” Sungguh beruntung dan mulia, semoga kita tergabung sebagai para pecintanya.
Namun, di tengah kebahagian keluarga Nabi saaw, masyarakat jahiliyah tetap mencacinya. Lagi-lagi anak perempuan yang dilahirkan isterinya. “Sesungguhnya Muhammad hanyalah penyihir dan pendusta. Dialah si Abtar yang terputus keturunannya. Sebentar lagi, dia akan menemui ajalnya, dan kenangan pahitnya pun akan ikut mati pula bersamanya. Karena dia tak punya seorang anak pun sebagai pelanjutnya,” begitulah ocehan masyarakat Mekah.
Hinaan mereka laksana ribuan tusukan sembilu ke hatinya. Tapi, sebagai Rasul yang dipuji Allah keagungan akhlaknya, beliau selalu memaafkan ummatnya. Sebagai balasannya, Allah swt menggembirakannya dengan kabar bahwa anak perempuannya adalah anugerah terbesar ilahi kepadanya. Dan sebagai jawaban kepada para penghinaya, Allah swt menurunkan ayat, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-kautsar). Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus keturunanya (abtar). (Q.S. al-Kautsar : 1-3).
Inilah anugerah terbesar Allah swt, sebab dari Fatimah, lahir para pelanjut nasab dan pengawal agama ayahnya. Nantinya, setelah Khadijah meninggal, ia menjadi penjaga dan pelipur lara ayahnya, sehingga dipanggil nabi sebagai “ummu abiha” (ibu dari ayahnya), di saat para isterinya yang lain dipanggil dengan “ummul mukminin” (ibu kaum mukminin). Nabi saaw memuliakannya dengan kecintaan besar tiada tara, lihatlah tentang perlakuan Nabi saww kepada ummu abiha Fatimah, melalui penuturan ummul mukminin Aisyah, berikut ini :
“Aku tidak pernah melihat orang yang pembicaraanya sangat mirip dengan Rasulullah saaw selain dari Fatimah. Bila ia datang kepada ayahnya, beliau saaw, berdiri menyambutnya, menciumnya dan menggandeng tangannya, dan mendudukkannya di majelisnya. Sebaliknya, bila Rasulullah saaw datang kepadanya, maka Fatimah pun akan berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangannya.”
Bukan hanya itu, Rasulullah saaw bahkan selalu menyamakan kondisi Fatimah dengan kondisi dirinya. Dalam rentetan-rentetan sabda suci ayahnya disebutkan : “Fatimah bagian dari diriku, siapa yang mengganggunya berarti menggangguku, siapa yang menyusahkannya berarti menyusahkanku, siapa yang menyenangkannya berarti menyenangkanku, siapa yang membuatnya sedih berarti membuatku sedih, siapa yang membuatnya murka berarti membuatku murka.” Dalam riwayat lainnya, “Sesungguhnya Allah murka bila Fatimah murka, dan Allah rihda jika Fatimah ridha.” (lihat hadis-hadis di atas dalam al-Hamid al-Husaini, Keagungan Rasulullah & Keutamaan Ahlul Bait, 2001, hal.159-164).
Siapa Fatimah? Dia wanita teladan semesta raya. Dia pemimpin wanita surga. Dia bidadari dalam rupa manusia. Dia yang kotoran lahir dan batin tidak menyentuhnya, karena Allah berkehendak mensucikannya. Dia yang cahayanya berkeliauan. Dia yang Allah ridha kepadanya dan dia ridha kepada Allah. Dia yang puasanya disyukuri Tuhannya. Dia yang murkanya adalah murka Allah, dan ridhanya adalah ridha Allah. Dia…dia…dia…, tak mampu lisan dan tulisan menggambarkan kesempurnannya. Siapa Fatimah? Kita tak mampu menjawabnya, kita hanya bisa berkata, “Fatimah is Fatimah”, ungkap Ali Syariati. Tentang Fatimah ummu abiha, Muhammad Iqbal pun merangkai syairnya :
Kemuliaan muncul dari tiga arah,
di pangkuan Fatimah yang mulia
Lihatlah, siapa suami dan anaknya
Lihatlah, siapa yang melebihi cahaya ayahnya
Satu dari cahaya-cahaya nabi nan mulia, penuntun dalam gelap gulita
Rahmat bagi semesta, harapan bagi dunia dan sesudahnya
Semangatnya membangunkan fitrah,
seakan mati lalu dia menghidupkannya
Dia ukir sejarah baru, seperti pengantin berbulan madu
Lihatlah, siapa suami Fatimah,
Dialah lelaki sebenarnya
Sifat baiknya melebihi matahari waktu dhuha,
menyibak semua masalah
Istananya hanya gubuk tua,
pedang berkilau harta kekayaannya
Lalu lihatlah, siapa dua anak Fatimah,
Tidak ada yang terlahir sebaik mereka
Seorang menjadi pemimpin jihad,
seorang lagi pemersatu umat
Fatimah memang teladan bagi wanita
Setiap langkahnya memancarkan cahaya
Menyelamatkan umat dari perpecahan
Itulah kiprah anaknya yang bernama Hasan
Ia rela tinggalkan jabatan demi persatuan
Husain juga menyebarkan kebaikan-kebaikan
Sifat-sifatnya sangat harum dan membahana ke seluruh alam
Hari ini 20 jumadil akhir (bertepatan pula 20 April 2014), saya mengucapkan “Selamat atas kelahiran Sayidah Fatimah Zahra as, pemimpin wanita teladan sejagad raya”, Assalamu alaiki ya Fatimah binta Rasulullah, warahmatullah wa barakatuh”. Dan besok, 21 April, kita memperingati pula wanita teladan Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Ini anugerah bangsa Indonesia, memperingati dua wanita teladannya, wanita yang mendunia dan wanita yang mengindonesia. Selamat kepada wanita Indonesia, jadilah teladan sepanjang masa.
SAYIDAH FATIMAH, PUNCAK KEAGUNGAN PEREMPUAN
pengarang : Purkon Hidayat
Sumber : IRIB Indonesia
Terkait kehidupan Sayidah Fatimah, penyair dan penulis terkemuka Kristen Lebanon, Suleiman Kettani menulis, "Fatimah Zahra memiliki kedudukan yang sangat tinggi melebihi apa yang dijelaskan dalam literatur sejarah dan berbagai riwayat. Beliau lebih agung dari sejarah yang menjelaskan kehidupannya.Untuk itu, cukup kiranya; beliau adalah putri Muhammad Saw, istri Ali, ibu dari Hassan dan Husein, serta wanita agung dunia."
Pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun kelima Hijriah, rumah Nabi Muhammad Saw diterangi kebahagian dengan lahirnya manusia agung. Rasulullah Saw memberi nama bayi mulia itu Fatimah. Allamah al-Majlisi dalam kitab Bihar al-Anwar menukil sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as, yang menyatakan bahwa "Ia dinamakan Fatimah, karena tidak terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali, maka sampai hari kiamat tidak akan ada seorang pun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangan beliau)".(Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 10).
Di bagian lain, Imam Ali as berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, 'Ia dinamakan Fatimah, karena Allah Swt akan menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya.Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku',"(Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 18-19). Sayidah Fatimah juga memiliki beberapa sebutan mulia di antaranya: Zahra, Muhaddatsah, Mardhiyah, Siddiqah Kubra, Raihanah, Bathul, Rasyidah, Haura Insiyah (bidadari berbentuk manusia), dan Thahirah.
Fatimah tumbuh dewasa di rumah seorang Nabi yang penuh kasih sayang dan penebar rahmat. Nabi Muhammad Saw mendidik dan membimbingnya sedemikian rupa agar kelak ia menjadi teladan bagi umat manusia. Di antara hal yang membuat ibunya, Khadijah as, merasa amat bahagia kepadanya adalah karena Fatimah memiliki sifat-sifat yang suci dan terpuji. Dengan didikan itulah, Fatimah tumbuh menjadi seorang wanita yang selalu menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, menyenangi kebaikan, berakhlak mulia, dan mampu meneladani Rasulullah Saw, sang teladan teringgi dan panutan terbaik sepanjang masa. Rasulullah Saw bersabda: "Fatimah adalah bagian dariku, siapa saja yang membuatnya marah, maka ia telah membuatku marah dan siapa saja yang membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku."
Kedudukan spiritual Sayidah Fatimah sangat tinggi sampai-sampai malaikat berbicara dengannya. Oleh karena itu, ia disebut Muhaddatsah, artinya orang yang mampu berkomunikasi dengan malaikat. Para malaikat dapat berbicara dengan selain para nabi atau rasul. Mereka bisa mendengar suara dan melihat para malaikat. Allah Swt telah menjelaskan bahwa Maryam binti Imran as melihat malaikat dan berbicara dengannya. Dalam surah al-Imran ayat 42, Allah Swt berfirman: "Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)."
Sayidah Fatimah az-Zahra adalah penghulu para wanita seluruh alam, dari awal sampai akhir. Sayidah Fatimah dikenal keteladanannya dalam rumah tangga. Beliau contoh terbaik dari sosok istri dan ibu. Bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, Sayidah Fatimah menjalani suka dan duka kehidupan, dan sepanjang sejarah hingga kini sebagai teladan keluarga terbaik.Terkait hal ini, Imam Ali as berkata, "Demi Allah dia tidak pernah membuatku marah dan tidak pernah menolak perintahku sama sekali. Kapan saja aku melihat Fatimah, maka hilanglah semua kesedihanku."(Biharul Anwar, jilid 43, hal 134).
Pada permulaan malam setelah pernikahan Imam Ali dan Sayidah Fatimah, Rasulullah Saw membagi pekerjaan untuk mereka berdua, pekerjaan dalam rumah adalah urusan Sayidah Fatimah sedangkan pekerjaan di luar rumah adalah urusan Imam Ali as. Setelah pembagian itu Sayidah Fatimah as berkata, "Hanya Allah yang tahu betapa gembiranya aku akan pembagian kerja ini. Karena Rasulullah Saw telah menghalangi aku dari melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan lelaki." (Biharul Anwar, jilid 43, hal 81)
Sayidah Fatimah bukan saja pendamping hidup bagi suaminya tapi beliau juga kawan dalam urusan spiritual. Ketika Imam Ali as ditanya Rasulullah Saw, bagaimana engkau menilai Fatimah? Imam Ali as menjawab, "Ia adalah sebaik-baiknya penolong dalam ketaatan kepada Allah." (Biharul Anwar, jilid 43, hal 117)
Sayidah Fatimah adalah istri yang tidak pernah meminta sesuatu di luar kemampuan suaminya. Dalam hal ini beliau berkata kepada Imam Ali as, "Aku malu kepada Tuhanku bila aku meminta sesuatu kepadamu sementara engkau tidak mampu memenuhinya."(Amali Syeikh Thusi, jilid 2, hal 228).Imam Ali dan Sayidah Fatimah as adalah pasangan yang tiada duanya. Mengenai kehidupan mereka, Rasulullah Saw bersabda, "Jika Allah tidak menciptakan Ali maka Fatimah tidak memiliki pasangan yang sekufu baginya."(Yanabi'ul Mawaddah, hal 177 dan 237).
Selain dalam keluarga, sayidah Fatimah juga memainkan peran penting dalam masyarakat terutama meningkatkan budaya dan pemikiran masyarakat ketika itu. Beliau juga memberikan kontribusi terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi umat Islam di masanya.
Penyair dan penulis terkemuka Kristen Lebanon menulis berbagai buku mengenai tokoh-tokoh Islam. Terkait Sayidah Fatimah, Suleiman Kettani menulis, "Fatimah Zahra memiliki kedudukan yang sangat tinggi melebihi yang dijelaskan dalam literatur sejarah dan berbagai riwayat. Beliau lebih agung dari sejarah yang menjelaskan kehidupannya.Untuk itu, cukup kiranya; beliau adalah putri Muhammad Saw, istri Ali, ibu dari Hassan dan Husein, serta wanita agung di dunia."
Selamat atas kelahiran wanita agung nan mulia ini. Mengambil berkah dari hari kelahiran Sayidah Fatimah, di penghujung acara kami petikkan perkatan mulia beliau, "Orang yang ibadahnya ikhlas demi Allah swt, Tuhan Yang Maha Besar, maka kemaslahatan terbaik akan dinugerahkan kepadanya."()
Raj’ah Sayidah Fatimah Zahra as ini disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mufadhdhal.
Mufadhdhal bertanya kepada Imam Shadiq as, “Junjunganku! Apakah Rasulullah dan Ali akan bersama al-Qa’im kelak?”
Imam Shadiq as menjawab, “Ya. Demi Allah! Rasulullah dan Ali mau tidak mau harus menginjakkan kaki di muka bumi. Hai Mufadhdhal! Seakan-akan aku menyaksikan kami ketika itu berkumpul di hadapan Rasulullah saw sembari mengadukan kepada beliau bahwa umat ini telah membohongkan, menistakan, melaknat, dan mengancam akan membunuh kami. Para penguasa zalim mereka telah mengeluarkan kami dari tempat tinggal kami dan membunuh sebagian kami dengan racun dan tahanan ... Ketika itu Fatimah Zahra as datang dan mengadukan perampasan Fadak yang merupakan hak miliknya. Ia telah melontarkan masalah ini di hadapan Anshar dan Muhajirin. Lalu ia juga menceritakan bagaimana Amirul Mukminin as dipaksa keluar rumah supaya berbaiat di Saqifah Bani Sa’idah.” (Bihar al-Anwar, Muhammad Baqir Majlisi, jld. 53, hlm. 17)
Dalam rangka menyambut hari kesyahidan Sayidah Fatimah Zahra as, menelaah sirah mulia putri Rasulullah saw ini adalah salah satu cara untuk meniru model kehidupan beliau.
Dalam kesempatan ini, mari kita menelaah metode Sayidah Zahra as dalam memperlakukan anak.
Dalam sejarah disebutkan, Sayidah Zahra as senantiasa memperlakukan anak dengan penuh tata krama dan sopan santun. Beliau juga selalu memperhatikan pendidikan agama dan akhlak untuk mereka.
Sekalipun Sayidah Zahra as hanya berusia pendek, tetapi banyak ucapan dan wejangan mendidik yang dinukil dari beliau.
Salah satu sisi lain pendidikan anak dalam sirah Sayidah Zahra as adalah beliau selalu mendorong anak-anak untuk melakukan ibadah dengan tekun.
Selama hidup, Sayidah Zahra as sering mengirimkan anak-anak beliau untuk bermain ke rumah Rasulullah saw sehingga mereka dapat belajar banyak dari sumber wahyu dan ilmu mutlak ini.
Terkait kehidupan Sayidah Fatimah, penyair dan penulis terkemuka Kristen Lebanon, Suleiman Kettani menulis, "Fatimah Zahra memiliki kedudukan yang sangat tinggi melebihi apa yang dijelaskan dalam literatur sejarah dan berbagai riwayat. Beliau lebih agung dari sejarah yang menjelaskan kehidupannya.Untuk itu, cukup kiranya; beliau adalah putri Muhammad Saw, istri Ali, ibu dari Hassan dan Husein, serta wanita agung dunia."
Pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun kelima Hijriah, rumah Nabi Muhammad Saw diterangi kebahagian dengan lahirnya manusia agung. Rasulullah Saw memberi nama bayi mulia itu Fatimah. Allamah al-Majlisi dalam kitab Bihar al-Anwar menukil sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as, yang menyatakan bahwa "Ia dinamakan Fatimah, karena tidak terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali, maka sampai hari kiamat tidak akan ada seorang pun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangan beliau)".(Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 10).
Di bagian lain, Imam Ali as berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, 'Ia dinamakan Fatimah, karena Allah Swt akan menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya.Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku',"(Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 18-19). Sayidah Fatimah juga memiliki beberapa sebutan mulia di antaranya: Zahra, Muhaddatsah, Mardhiyah, Siddiqah Kubra, Raihanah, Bathul, Rasyidah, Haura Insiyah (bidadari berbentuk manusia), dan Thahirah.
Fatimah tumbuh dewasa di rumah seorang Nabi yang penuh kasih sayang dan penebar rahmat. Nabi Muhammad Saw mendidik dan membimbingnya sedemikian rupa agar kelak ia menjadi teladan bagi umat manusia. Di antara hal yang membuat ibunya, Khadijah as, merasa amat bahagia kepadanya adalah karena Fatimah memiliki sifat-sifat yang suci dan terpuji. Dengan didikan itulah, Fatimah tumbuh menjadi seorang wanita yang selalu menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, menyenangi kebaikan, berakhlak mulia, dan mampu meneladani Rasulullah Saw, sang teladan teringgi dan panutan terbaik sepanjang masa. Rasulullah Saw bersabda: "Fatimah adalah bagian dariku, siapa saja yang membuatnya marah, maka ia telah membuatku marah dan siapa saja yang membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku."
Kedudukan spiritual Sayidah Fatimah sangat tinggi sampai-sampai malaikat berbicara dengannya. Oleh karena itu, ia disebut Muhaddatsah, artinya orang yang mampu berkomunikasi dengan malaikat. Para malaikat dapat berbicara dengan selain para nabi atau rasul. Mereka bisa mendengar suara dan melihat para malaikat. Allah Swt telah menjelaskan bahwa Maryam binti Imran as melihat malaikat dan berbicara dengannya. Dalam surah al-Imran ayat 42, Allah Swt berfirman: "Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)."
Sayidah Fatimah az-Zahra adalah penghulu para wanita seluruh alam, dari awal sampai akhir. Sayidah Fatimah dikenal keteladanannya dalam rumah tangga. Beliau contoh terbaik dari sosok istri dan ibu. Bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, Sayidah Fatimah menjalani suka dan duka kehidupan, dan sepanjang sejarah hingga kini sebagai teladan keluarga terbaik.Terkait hal ini, Imam Ali as berkata, "Demi Allah dia tidak pernah membuatku marah dan tidak pernah menolak perintahku sama sekali. Kapan saja aku melihat Fatimah, maka hilanglah semua kesedihanku."(Biharul Anwar, jilid 43, hal 134).
Pada permulaan malam setelah pernikahan Imam Ali dan Sayidah Fatimah, Rasulullah Saw membagi pekerjaan untuk mereka berdua, pekerjaan dalam rumah adalah urusan Sayidah Fatimah sedangkan pekerjaan di luar rumah adalah urusan Imam Ali as. Setelah pembagian itu Sayidah Fatimah as berkata, "Hanya Allah yang tahu betapa gembiranya aku akan pembagian kerja ini. Karena Rasulullah Saw telah menghalangi aku dari melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan lelaki." (Biharul Anwar, jilid 43, hal 81)
Sayidah Fatimah bukan saja pendamping hidup bagi suaminya tapi beliau juga kawan dalam urusan spiritual. Ketika Imam Ali as ditanya Rasulullah Saw, bagaimana engkau menilai Fatimah? Imam Ali as menjawab, "Ia adalah sebaik-baiknya penolong dalam ketaatan kepada Allah." (Biharul Anwar, jilid 43, hal 117)
Sayidah Fatimah adalah istri yang tidak pernah meminta sesuatu di luar kemampuan suaminya. Dalam hal ini beliau berkata kepada Imam Ali as, "Aku malu kepada Tuhanku bila aku meminta sesuatu kepadamu sementara engkau tidak mampu memenuhinya."(Amali Syeikh Thusi, jilid 2, hal 228).Imam Ali dan Sayidah Fatimah as adalah pasangan yang tiada duanya. Mengenai kehidupan mereka, Rasulullah Saw bersabda, "Jika Allah tidak menciptakan Ali maka Fatimah tidak memiliki pasangan yang sekufu baginya."(Yanabi'ul Mawaddah, hal 177 dan 237).
Selain dalam keluarga, sayidah Fatimah juga memainkan peran penting dalam masyarakat terutama meningkatkan budaya dan pemikiran masyarakat ketika itu. Beliau juga memberikan kontribusi terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi umat Islam di masanya.
Penyair dan penulis terkemuka Kristen Lebanon menulis berbagai buku mengenai tokoh-tokoh Islam. Terkait Sayidah Fatimah, Suleiman Kettani menulis, "Fatimah Zahra memiliki kedudukan yang sangat tinggi melebihi yang dijelaskan dalam literatur sejarah dan berbagai riwayat. Beliau lebih agung dari sejarah yang menjelaskan kehidupannya.Untuk itu, cukup kiranya; beliau adalah putri Muhammad Saw, istri Ali, ibu dari Hassan dan Husein, serta wanita agung di dunia."
Selamat atas kelahiran wanita agung nan mulia ini. Mengambil berkah dari hari kelahiran Sayidah Fatimah, di penghujung acara kami petikkan perkatan mulia beliau, "Orang yang ibadahnya ikhlas demi Allah swt, Tuhan Yang Maha Besar, maka kemaslahatan terbaik akan dinugerahkan kepadanya."()
APAKAH SAYIDAH FATIMAH JUGA MELAKUKAN RAJ'AH
Sumber : shabestanRaj’ah Sayidah Fatimah Zahra as ini disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mufadhdhal.
Mufadhdhal bertanya kepada Imam Shadiq as, “Junjunganku! Apakah Rasulullah dan Ali akan bersama al-Qa’im kelak?”
Imam Shadiq as menjawab, “Ya. Demi Allah! Rasulullah dan Ali mau tidak mau harus menginjakkan kaki di muka bumi. Hai Mufadhdhal! Seakan-akan aku menyaksikan kami ketika itu berkumpul di hadapan Rasulullah saw sembari mengadukan kepada beliau bahwa umat ini telah membohongkan, menistakan, melaknat, dan mengancam akan membunuh kami. Para penguasa zalim mereka telah mengeluarkan kami dari tempat tinggal kami dan membunuh sebagian kami dengan racun dan tahanan ... Ketika itu Fatimah Zahra as datang dan mengadukan perampasan Fadak yang merupakan hak miliknya. Ia telah melontarkan masalah ini di hadapan Anshar dan Muhajirin. Lalu ia juga menceritakan bagaimana Amirul Mukminin as dipaksa keluar rumah supaya berbaiat di Saqifah Bani Sa’idah.” (Bihar al-Anwar, Muhammad Baqir Majlisi, jld. 53, hlm. 17)
SEJARAH PRAKTIS SAYIDAH ZAHRA, MODEL IDEAL KEHIDUPAN ISLAMI
Sumber : [shabestan]Dalam rangka menyambut hari kesyahidan Sayidah Fatimah Zahra as, menelaah sirah mulia putri Rasulullah saw ini adalah salah satu cara untuk meniru model kehidupan beliau.
Dalam kesempatan ini, mari kita menelaah metode Sayidah Zahra as dalam memperlakukan anak.
Dalam sejarah disebutkan, Sayidah Zahra as senantiasa memperlakukan anak dengan penuh tata krama dan sopan santun. Beliau juga selalu memperhatikan pendidikan agama dan akhlak untuk mereka.
Sekalipun Sayidah Zahra as hanya berusia pendek, tetapi banyak ucapan dan wejangan mendidik yang dinukil dari beliau.
Salah satu sisi lain pendidikan anak dalam sirah Sayidah Zahra as adalah beliau selalu mendorong anak-anak untuk melakukan ibadah dengan tekun.
Selama hidup, Sayidah Zahra as sering mengirimkan anak-anak beliau untuk bermain ke rumah Rasulullah saw sehingga mereka dapat belajar banyak dari sumber wahyu dan ilmu mutlak ini.
FATIMAH..., TELADAN SEPANJANG SEJARAH
Sumber : parstoday.com
Kehidupan Sayidah Fatimah menjadi perhatian berbagai kalangan, terutama para ulama dan pemikir dunia, bukan hanya dari kalangan Muslim saja.
Penyair dan penulis terkemuka Kristen Lebanon, Suleiman Kettani menulis, "Fatimah Zahra memiliki kedudukan yang sangat tinggi melebihi apa yang dijelaskan dalam literatur sejarah dan berbagai riwayat. Beliau lebih agung dari sejarah yang menjelaskan kehidupannya. Untuk itu, cukup kiranya; beliau adalah putri Muhammad Saw, istri Ali, ibu dari Hassan dan Husein, serta wanita agung dunia."
Sayidah Fatimah as memiliki beberapa sebutan mulia, disamping banyak nama dan sebutan lain yang disematkan pada pribadi agung ini. Di antaranya ialah; Fatimah, Zahra, Muhaddatsah, Mardhiyah, Siddiqah Kubra, Raihanah, Bathul, Rasyidah, Haura Insiyah (bidadari berbentuk manusia), dan Thahirah.
Allamah al-Majlisi dalam kitab Bihar al-Anwar menukil sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as, yang menyatakan bahwa "Ia dinamakan Fatimah, karena tidak terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali as, maka sampai hari kiamat tidak akan ada seorang pun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)". (Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 10)
Imam Ali as berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ia dinamakan Fatimah, karena Allah Swt akan menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya. Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku." (Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 18-19)
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Kehidupan Fatimah az-Zahra as meski terbilang singkat, namun kehidupan itu merupakan samudra dari kerja keras, kesabaran, pembelajaran, perjuangan dalam membela kenabian, imamah dan sistem Islam, dan pada akhirnya menjemput kesyahidan. Kehidupan Fatimah as yang penuh dengan perjuangan sungguh sangat luar biasa dan benar-benar tak ada tandingan."
Meskipun tidak berusia panjang, tapi kehidupan mulia Sayidah Fatimah hingga kini masih terus dikaji dan digali oleh berbagai kalangan. Terkait hal ini, aktivis muslimah Indonesia, Reni Susanti mengungkapkan pandangannya:
Wawancara 1:
Sayidah Fatimah as dilahirkan di sebuah masyarakat yang jauh dari nilai-nilai mulia, yang tidak menghormati perempuan. Para sejarawan menilai Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam sebagai sebuah masyarakat yang tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah masyarakat seperti itu, Fatimah as telah menjadi teladan dalam mendobrak tradisi-tradisi jahiliyah yang tidak memberi hak hidup kepada kaum perempuan.
Wanita mulia ini mendapat perhatian khusus dari ayahnya. Semua sikap dan perlakuan Rasulullah Saw kepada Fatimah as mencerminkan pandangan luhur Islam terhadap perempuan. Beliau selalu memanfaatkan kesempatan untuk mengenalkan kepribadian agung Fatimah as kepada para sahabatnya dan masyarakat Arab.
Rasulullah Saw bersabda:
"Fatimah adalah bagian dariku, siapa saja yang membuatnya marah, maka ia telah membuatku marah dan siapa saja yang membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku."
Terkait kebesaran Sayidah Fatimah az-Zahra as, Rasulullah Saw bersabda, "Keimanan kepada Allah Swt melekat dalam hati dan jiwa mendalam az-Zahra as yang mampu menyingkirkan segalanya saat beribadah kepada Allah Swt. Fatimah adalah bagian dari hati dan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya sama halnya ia menyakitiku dan membuat Allah Swt tidak rela."
Hadis di atas itu diucapkan oleh manusia terbaik di alam semesta dan pilihan Allah Swt, Muhammad Rasulullah Saw. Tak diragukan lagi, keagungan Sayidah Fatimah az-Zahra as menghantarkan ke derajat yang luar biasa di sisi Rasulullah Saw.
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali Fatimah beribadah di mihrab di hadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi."
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayidah Fatimah as bukan hanya disebabkan posisinya sebagai putri Rasulullah Saw. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Fatimah juga sangat peduli dengan isu-isu sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Islam pada masa itu, dan senantiasa mendukung kebenaran dan ditegakkannya keadilan. Terkait masalah ini, aktivis Muslimah Indonesia, Reni Susanti menjelaskan.
SAYYDAH FATIMAH AS. : KETELADANAN DALAM KANCAH POLITIK
Sumber : ikmalonline.com
Sayidah Fathimah as merupakan perempuan sempurna yang semua dimensi kehidupannya menjadi teladan bagi perempuan dalam sepanjang masa. Beliau tidak mengajarkan perempuan untuk diam berpangku tangan tanpa menjalankan tugasnya saat kondisi politik tidak stabil. Namun, dalam ranah politik, beliau pun turut aktif. Demi membela kepemimpinan sah, yang secara de jure telah ditetapkan di Ghadir Khum. Beliau mendatangi satu per satu rumah Muhajirin dan Anshor untuk mengingatkan pelantikan kepemimpinan Imam Ali as. Ini adalah salah satu contoh konkrit sikap politis beliau.
Kegigihan beliau dalam mempertahankan tanah Fadak, juga bukan semata karena Fadak merupakan hak beliau. Namun, dibalik semua itu, Fadak merupakan ‘kekuatan ekonomi bagi kepemimpinan yang sah secara yuridis’. Dan itu sebenarnya yang ditakutkan oleh para perebut kepemimpinan yang sah pasca Rasulullah saw.
Gigih Membela Kepemimpinan yang Sah (Pembela Imamah dan Wilayah)
Sayidah Fathimah as sangat gigih membela imamah. Beliau menganggap bahwa keimamahan pasca Rasulullah saw bagaikan Ka’bah kaum muslimin yang harus mengitari dan mendatanginya, bukan imam yang mendatangi kaum muslimin. Beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan imam bagaikan Ka’bah, ia harus didatangi bukan ia yang mendatangi.”[1]
Bahkan dengan tegas beliau pun menyatakan dukungan dan pembelaan kepada Imam Ali as, “Wahai Abal Hasan, jiwaku sebagai tebusan jiwamu, diriku sebagai tebusan dirimu, aku akan selalu menyertaimu dalam kebaikan maupun dalam kesulitan.”[2]
Jenazah suci Rasulullah saw belum dikebumikan mereka telah berebut kekuasaan di Saqifah Bani Sa’idah, dengan meng-kudeta kepemimpinan yang sah. Saat itu, Imam Ali as dan beberapa sahabat tengah sibuk mengurus jenazah Rasulullah as, dengan tanpa rasa malu para pengudeta menyerbu rumah Imam Ali as untuk mengambil baiatnya. Namun, Fathimah az-Zahra as pergi menuju ke arah mereka dan beliau berdiri di belakang pintu hingga menghalangi mereka masuk ke dalam rumah. Dengan berapi-api Fathimah az-Zahra as menyampaikan pidato singkatnya, “Aku tidak pernah melihat sekelompok orang yang lebih buruk dari kalian. Kalian telah membiarkan begitu saja jenazah Rasulullah saw di antara kami, kalian telah memutuskan baiat kalian. Kalian tidak menginginkan kekhilafahan kami, serta menganggap kami tidak layak mendapatkan hak istimewa itu. seolah-olah kalian lupa apa yang telah disampaikan Rasulullah di Ghadir Khum? Sumpah demi Alloh, Rasulullah telah mengambil baiat dari kalian atas kepemimpinan Ali! Hal itu untuk memutuskan harapan orang-orang yang haus tahta dan kekuasaan. Akan tetapi kalian telah memtuskan perjanjian antara diri kalian dengan Nabi kalian. Ketahuilah! Alloh akan mengadili antara kami dan kalian di dunia maupun akhirat.”[3]
Menyadarkan Masyarakat akan Kepemimpinan yang Sah secara Yuridis
Imam Ali as secara yuridis (masyru’iyat) telah dilantik sebagai pemimpin pasca Rasulullah, kendatipun secara de facto (maqbuliyat) baru terwujud dua puluh lima tahun kemudian. Peristiwa pelantikan ini terjadi pada tanggal 18 Dzulhijah setelah Rasulullah dan kaum muslimin melaksanakan haji Wada’. Ketika rombongan haji sampai di Ghadir Khum, tempat antara Madinah dan Mekah, malaikat Jibril turun dan menyampaikan pesan kepada Nabi Muhamad saw untuk menyampaikan satu pesan penting yang nilainya sama dengan risalah Rasulullah selama dua puluh tiga tahun, “Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, jika engkau tidak menyampaikannya maka sama artinya engkau tidak menyampaikan risalahmu..”[4]
Masalah tersebut sangat urgen sekali, karena keberadaannya sama dengan risalah Rasulullah selama dua puluh tiga tahun. Jika hal tersebut tidak disampaikan oleh Rasulullah saw maka risalahnya selama ini menjadi sia-sia. Rasulullah saw telah melantik Imam Ali as di hadapan ratusan ribu jemaah haji. Setelah melaksanakan solat berjamaah kemudian Rasululah naik mimbar yang terbuat dari punuk onta. Beliau memulai pidatonya dengan memperkenalkan dirinya, kemudian terakhir beliau mengangkat tangan Imam Ali as hingga ketiaknya terlihat seraya bersabda,”Barang siapa yang menganggapku walinya maka Ali adalah walinya.”
Perbedaan yang terjadi ialah dalam mengartikan kata ‘wali’, ada yang mengartikan sebagai teman atau penolong. Namun, sangat tidak logis dengan melihat berbagai indikasi bahwa kata ‘wali’ diartikan sebagai ‘teman atau penolong’.
Pertama, logiskah Rasulullah saw hanya sekedar untuk mengumumkan pada kaum muslimin jika Imam Ali as sebagai penolong atau temannya, memerintahkan jemaah haji yang sudah terpisah untuk kembali berkumpul di Ghadir Khum, padahal kala itu untuk mengumpulkan orang segitu banyak sulit sekali karena tidak ada sarana seperti pengeras suara sekarang ini? Ditambah, udara gurun pasir yang sangat panas membakar. Logiskah sosok seperti Rasulullah saw membiarkan orang-orang terbakar kepanasan hanya sekedar untuk mendengar mengetahui jika Imam Ali as teman atau penolong Rasulullah?
Kedua, ucapan selamat para sahabat besar terutama Umar bin Khatab, Abu Bakar, Usman bin Affan dan lainnya kepada Imam Ali as, “Bakhin-bakhin laka ya Ali! Ashbahta maulaya wa maula kulli mukminin wa mukminati..”, “Selamat…selamat atasmu ya Ali! Engkau telah menjadi waliku dan wali tiap mukmin dan mukminah.”[5]
Jika maksud dari wali ialah hanya teman penolong? Apa arti dari ucapan selamat Umar bin Khatab? Apakah para sahabat lain bukan teman dan penolong Rasulullah?
Ketiga, ayat yang diturunkan setelahnya ialah ayat Ikmal atau ayat tentang penyempurnaan ajaran Islam, ”Pada hari ini, telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah kusempurnakan bagi kalian nikmatku…dan Alloh menjagamu dari manusia…”[6]
Karena itu, pasca wafat Rasulullah Sayidah Fathimah as bersama Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husein as selama empat puluh pagi mendatangi rumah-rumah Muhajirin dan Anshar seraya berkata, ”Wahai kaum Muhajirin dan Anshor, tolonglah Alloh, tolonglah anak perempuan Nabi kalian! Hari dimana kalian membaiat Rasulullah kalian telah berjanji akan melenyapkan kesedihan dari Rasulullah dan keluarganya sebagaimana kalian menghilangkan kesedihan dari diri kalian dan keluarga kalian. Sekarang tepatilah janji dan baiat kalian itu…!”[7]
Namun, sayangnya, tak ada seorang pun yang mendengarnya dan menolongnya. Sebagian beralasan karena telah membaiat Abu Bakar, jika Ali bin Abi Thalib datang lebih cepat pasti kami akan membaiatnya. Saat mereka menjawab seperti itu, lantas Imam Ali as balik bertanya, “Apakah pantas aku membiarkan jenazah Rasulullah dan berdebat tentang kepemimpinan?” Sayidah Fathimah as pun menambahkan, “Ali telah mengambil langkah yang tepat, hanya Alloh yang akan membalas perbuatan mereka terhadap Ali.”[8]
CATATAN :
[1] Majlisi, Biharul Anwar, jil 36, hal 353
[2] Kaukab ad-Durriyu, jil 1, hal 196 dinukil dari Jami az Zulale Kausar, Mishbah Yazdi hal 146
[3] Majlisi, Biharul Anwar, jil 28, hal 205
[4] QS al-Maidah:67
[5] A’lamul Wara’, hal 132 dan al-Irsyad, jil 1, hal 177
[6] QS al-Maidah:3
[7] Kazim Gazwini, Fathimatuz Zahra az Wiladat ta Shahadat, hal 694
[8] Al-Imamah was Siyasah, hal 19 dinukil dari Kazim Gazwini, Fathimatuz Zahra az Wiladat ta Shahadat, hal 696
KELUASAAN SYAFAAT SAYYIDAH FATIMAH AS.
Sumber : ikmalonline
Tidak ada yang dapat memberikan syafaat kecuali dengan ijinnya.[1] Oleh karena itu, Allah Swt telah memberikan ijin kepada beberapa golongan manusia juga lainnya untuk memberikan syafaat di akhirat kelak seperti para nabi, para washi, para mukmin sejati, para malaikat sebagaimana telah dikatakan Rasulullah saw, “Syafaat itu milik para nabi, para washi, para mukmin sejati dan para malaikat.”[2]
Juga, ijin tersebut diberikan kepada Ahlulbait as dan para pecinta sejatinya. Imam Ali as berkata, “Syafaat adalah milik kami juga para pecinta kami.”[3] Dalam riwayat lain, para syuhada, para ulama sejati, al-Quran juga mendapat ijin untuk memberikan syafaat. Rasulullah saw bersabda, “…Maka mereka akan memberikan syafaat yaitu para nabi, kemudian para ulama, dan kemudian para syuhada.”[4] “Pelajarilah al-Quran maka sesungguhnya ia akan memberikan syafaat di hari Kiamat.”[5]
Namun, dari semua itu, di antara yang dapat memberikan syafaat di hari Kiamat, nama Sayidah Fathimah as merupakan nama yang paling menonjol dan bersinar bagaikan sinar mentari. Karena banyak riwayat mu’tabar dari Rasulullah saw dan para imam as yang telah menjanjikan syafaat tak terhingga beliau. Syafaat yang sangat luas yang akan diberikan bukan hanya kepada para pecintanya dan para pecinta keturunannya, namun juga mencakup semua para pecinta pecintanya dan teman para pecintanya. Di sini kita akan membawakan cuplikan potongan riwayat tersebut yang menunjukkan betapa luasnya syafaat Sayidah Fathimah as.
Dalam riwayat pertama; Pada saat itu, di padang mahsyar… tiba-tiba terdengar suara Jibril as yang menggetarkan arys yang menyebabkan semua yang berkumpul di padang Mahsyar terdiam, “Tundukkan pandangan kalian semua karena Fathimah putri Muhamad akan lewat.” Pada saat itu semua golongan manusia, baik para nabi, para syuhada dan lainnya menundukkan pandangannya sebagai penghormatan kepada Sayidah Fathimah as. Setelah Sayidah Fathimah as melewati padang Mahsyar beliau ditempatkan di hadapan arsy Allah Swt, terdengar suara, “Wahai putri kekasihku, mohonlah karena akan dikabulkan segala sesuatu yang engkau inginkan, berikan syafaat karena akan diterima syafaatnya orang yang engkau beri syafaat. Sumpah demi kemuliaan dan keagunganku, aku pasti akan membalas kezaliman setiap orang yang zalim.
Lalu Sayidah Fathimah as berkata, “Wahai Tuhanku dan Tuanku, keturunanku dan pengikutku, pengikut keturunanku, pecintaku dan pecinta keturunanku.”
Dalam menjawab permohonan Fathimah as kemudian Allah Swt Yang Maha Pengasih berfirman, “Dimanakah keturunan Fathimah dan pengikut Fathimah? Dimanakah pecinta Fathimah dan pecinta keturunannya?”
Pada saat itu para malaikat mencari mengumpulkan mereka dan setelah itu Sayidah Fathimah as berada di depan mereka dan berjalan menuju surga.[6]
Riwayat kedua; diriwayatkan bahwa pada saat itu seratus ribu malaikat di padang Mahsyar membawa Sayidah Fathimah as di sayap-sayapnya untuk kemudian diturunkan di pintu surga. Namun Sayidah Fathimah as diam berhenti tidak masuk ke dalam surga, kemudian beliau menolah ke arah padang Mahsyar.
Tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya, “Wahai putri kekasihku, kenapa engkau berhenti padahal Aku sudah memberikan ijin untuk masuk ke dalam surga?”
“Wahai Tuhanku, aku ingin pada hari ini nilai dan kedudukanku diketahui semuanya,” ucapnya.
Pada saat itu Allah Swt berfirman, “Wahai Fathimah, perhatikan satu per satu hati dari penduduk padang Mahsyar, juga hati setiap orang yang memiliki sedikit kecintaan kepadamu dan keturunanmu, gandenglah tangan mereka dan bawalah ke surga.” Lalu mereka pun dipisahkan dari penduduk padang Mahsyar lainnya dan berkumpul bersama Sayidah Fathimah as. Mereka berjalan menuju surga, namun tiba-tiba Sayidah Fathimah as kembali menoleh ke arah padang Mahsyar dan kembali memohon sesuatu kepada Allah Swt, “Wahai Tuhanku, aku ingin pada hari ini nilai dan kedudukan kami diketahui semua orang.
Pada saat itu pula terdengar Allah berfirman, “Wahai para pecintaku, lihatlah siapakah di antara penduduk Mahsyar yang mencintai kalian karena cinta kepada Fathimah? Siapakah di antara kalian yang memberi makan karena cinta kepada Fathimah? Siapakah di antara kalian yang memberikan minum karena cinta kepada Fathimah? Siapakah di antara kalian yang memberikan pakaian karena cinta kepada Fathimah? … gandenglah tangannya dan masuklah ke dalam surga. Sumpah demi Tuhan, karena luasnya cakupan syafaat beliau hingga tidak ada yang tersisa di padang Mahsyar kecuali para peragu yang tertutup mata hatinya, orang-orang kafir dan kaum munafik.”[7]
Kita tidak mengetahui rahasia apa yang tersimpat di balik luasnya syafaat Sayidah Fathimah as. Di antara para pemberi syafaat, beliau mendapatkan kedudukan yang sangat istimewa sehingga syafaatnya sangat meluas.
CATATAN :
[1] QS al-Baqarah:255
[2] Majlisi, Biharul Anwar, jil 8, hal 75
[3] Shaduq, al-Khishal, hal 624,
[4] Shaduq, al-Khishal, hal 156
[5] Musnad Ahmad, hadis ke-22219
[6] Biharul Anwar, jil 43, hal 219
[7] Riyahan asy-Syariah, jil 1, hal 233 dinukil dari Zami Zulale Kausar, hal 30
DOA SAYIDAH FATHIMAH ZAHRA ALAIHIS SALAM, UNTUK KEBUTUHAN DUNIA DAN AKHIRAT
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّد
اَللّهُمَّ قَنِّعْنِيْ بِمَا رَزَقْتَنِي، وَاسْتُرْنِيْ وَعَافِنِيْ أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِيْ، وَاغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ إِذَا تَوَفَّيْتَنِيْ. اَللّهُمَّ لَا تُعْيِنِيْ فِيْ طَلَبِ مَا لَمْ تُقَدِّرْهُ لِيْ، وَمَا قَدَّرْتَهُ عَلَيَّ فَاجْعَلْهُ مُيَسَّرًا سَهْلًا. اَللّهُمَّ كَافِيْ عَنْ وَالِدَيَّ وَ كُلِّ مَنْ نِعَمُهُ عَلَيَّ خَيْرَ مُكَافَأَةٍ. اَللّهُمَّ فَرِّغْنِيْ لِـمَا خَلَقْتَنِيْ لَهُ، وَلَا تُشْغِلْنِيْ لِـمَا تَكَفَّلْتَ لِيْ بِهِ،
وَلَا تُعَذِّبْنِيْ وَ أَنَا أَسْتَغْفِرُكَ، وَلَا تَحْرِمْنِيْ وَ أَنَا أَسْأَلُكَ. اَللّهُمَّ ذَلِّلْ نَفْسِيْ فِيْ نَفْسِيْ، وَعَظِّمْ شَأْنَكَ فِيْ نَفْسِيْ، وأَلْهِمْنِيْ طَاعَتَكَ، وَالْعَمَلَ بِمَا يُرضِيْكَ، والتَّجَنُّبَ مِـمَّا يُسْخِطُكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah, cukupkan aku dengan rejeki yang telah Kauberikan kepadaku. Jagalah aku dan sejahterakan aku selalu selama Kauhidupkan aku. Ampunilah aku, sayangilah aku ketika Engkau matikan aku.
Ya Allah, jangan Kaususahkan aku untuk mencari apa yang tidak Kautakdirkan bagiku, dan untuk apa yang Kautakdirkan bagiku lancarkan dan mudahkan ia.
Ya Allah, penuhilah sebaik-baiknya kebutuhan kedua orang tuaku dan semua yang melalui mereka Kauanugerahkan kepadaku kenikmatan.
Ya Allah, ringankan aku untuk melakukan apa-apa yang telah Kauciptakan aku atasnya. Janganlah Kausibukkan aku sebagai beban terhadap apa yang Kauwajibkan padaku. Janganlah Engkau mengazab aku padahal aku memohon ampunan-Mu. Janganlah Engkau mengabaikan aku padahal aku bermohon kepada-Mu.
Ya Allah, rendahkan diriku dan besarkan Dikau di dalam hatiku. Ilhamkan kepadaku ketaatan kepada-Mu, amal yang membuat-Mu ridha dan menjauhi apa-apa yang membuat-Mu murka. Wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.
FATHIMAH ALAIHIS SALAM DAN MARYAM BINTI IMRAN ALAIHIS SALAM
Berdasarkan kajian induktif terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan maqam Maryam as dan hadis-hadis nabawi yang menjelaskan maqam Fathimah as, akan kita temukan beberapa kesamaan ketat dan hubungannya yang erat antara keduanya.
Sesungguhnya Allah swt terlah memuliakan Maryam as dengan kesempurnaan yang mendekati kesempurnaan nabi dan para rasul. Dia dalah penghulu wanita di zamannya. Begitu pula halnya dengan Sayyidah Fathimah as Dia memiliki kesempurnaan yang lebih dari kesepurnaan para nabi.
Tidak hanya itu, bahkan ia adalah penghulu para wanita seluruh alam, dari awal sampai akhir.
Diriwayatkan oleh Al-Mufadhal bin Amar, “Aku berkata kepada Imam Abi Abdillah as “Kabarkanlah kepadaku ucapan Rasulullah saw tentang Fathimah as!”
Imam berkata, “Sesungguhnya ia adalah penghulu para wanita seluruh alam”
Aku berkata, “Bukankah dia adalah penghulu para wanita di zamannya?”
Imam berkata, “Sesungguhnya Maryam adalah penghulu para wanita di zamannya, sedangkan Fathimah as penghulu para wanita seluruh alam, dari awal hingga akhir”
Adapun maksud dari ayat al-Qur’an “Sesungguhnya Allah telah memilihmu (Maryam) dan menyucikanmu. Dan dia memilih kamu atas para wanita seluruh alam” tidak mencakup seluruh alam, akan tetapi maksudnya adalah alam tempat ia hidup seperti ayat “Dan kami memberi rezeki kepada mereka (Bani Israil) dengan sesuatu yang baik dan kami muliakan mereka atas seluruh alam”
Maksud kata alam dalam ayat itu adalah alam di saat mereka hidup, bukan alam seluruhnya yang jelas-jelas bertentangan dengan ayat “Sesungguhnya kalian adalah sebaik-baiknya umat yang diturunkan kepada manusia” yang menunjukan bahwa umat Nabi Muhammad SAWW lebih mulia dari seluruh kaum, termasuk Bani Israil/ Begitu pula halnya dengan ayat yang menjelaskan tentang Maryam as, bahwa yang dimaksud disini adalah alam tempat beliau hidup pada waktu itu.
Diantara kesamaan maqam yang diraih oleh Sayyidah Fathimah as dan Maryam as,
Al Manawi dalam kitabnya Syarh Al-jamiush Shagir jilid 2/270 dari al-Qurthubi mengatakan, “Salah satu dari arti muhaddatsah adalah orang yang diajak bicara oleh malaikat, tapi bukan sebagai tanda kenabian”.
Diriwayatkan juga dari Syekh Shaduq dari Zaid Ali berkata,: “Aku mendengar Imam Shadiq as berkata: “Sesungguhnya Fathimah as dinamakan Muhaddatsah, karena malaikat telah turun kepadanya dari langit dan memanggilnya seperti halnya dia memanggil Maryam binti Imron dan berkata; “Wahai Fathimah! Sesungguhnya Allah telah memilihmu atas wanita seluruh alam”
Maqam ini juga diraih oleh Maryam as. beliau adalah wanita yang ditemui malaikat Jibril dengan membawa berita dari Allah swt seperti dalam ayat “Ketika malaikat berkata: Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah menyampaikan berita gembira kepadamu dengan perkataan dari Tuhan (dengan kelahiran putra) yang namanya Al-Masih Isa putra Maryam, orang besar di dunia dan akhirat juga termasuk orangorang yang dekat dengan Allah” ini adalah wahyu yang diturunkan pada keduanya. Kendati bukan sebagai tanda kenabian, wahyu itu merupakan tanda ketinggian maqom dari keduanya.
Kedua, Kalau Fathimah as adalah hujjah allah atas Ahlul bayt as dari keturunannya, maka Maryam adalah hujjah Allah atas putranya Isa as seperti tercantum di dalam ayat “Dan kami jadikan putra Maryam (Isa as) dan ibunya sebagai ayat (tanda)”
Yang dimaksud dengan ayat diatas adalah hujjah. Jadi maksud ayat tersebut adalah dan Aku jadikan Isa as dan ibunya sebagai hujjah.
KELAHIRAN SAYYIDAH FATHIMAH AS.
{Inna a’athainaakalkawtsar} “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” Dalam tafsir Majma’ Al-Bayan di katakan bahwa salah satu makna dari Kautsar adalah sayyidah Fatimah as dan anak-anak beliau. Marilah kita bersama-sama membaca kisah kelahiran yang menakjubkan dari wanita itu, wanita dua alam:
Kelahiran Sayyidah Fatimah as
Pada hari kedua puluh Jumadi Tsani, dimana Rasulullah SAW telah melewati masa lima tahun dari di utusnya beliau menjadi Rasul, seorang bayi perempuan telah membuka matanya ke dunia ini yang mana rumah Rasul SAW telah dipenuhi oleh cahaya lebih dari sebelumnya dan juga memberikan kesan yang dipenuhi dengan kecemerlangan dan kesegaran serta kegembiraan khusus.
Rasulullah SAW kelihatan sangat gembira dan betapa bahagia dengan lahirnya bayi ini dan beliau sangat menikmatinya seraya berkata: “Putri ini adalah ruh dan jiwa saya, dan saya menghirup bau surga dari wujudnya.”
Suatu hari Mufadhdhal bertanya kepada Imam Shadiq : Wahai putra Rasulullah SAW! Bagaimana kelahiran ibumu Fatimah dahulu? Imam Shadiq berkata: Baiklah, di karenakan Rasulullah SAW menikah dengan Khadijah maka wanita-wanita Mekkah meninggalkan Khadijah dan membiarkannya sendiri, mereka tidak mengunjunginya, dan mereka tidak memberikan salam kepadanya dan tidak seorang wanitapun yang membolehkan menemuinya dan menanyakan keadaannya; dalam kondisi krisis ini, Khadijah merasa sangat kesepian dan kemalangan senantiasa membayangi keberadaan dirinya dan membuatnya tidak tenang. Sampai Fatimah telah di kandungnya. Setelah itu Fatimah menjadi teman berbicara dari perut ibunya, Fatimah pun memberikan curahan hati kepada Khadijah. Rahasia ini di sembunyikan oleh Khadijah dan bahkan dia tidak mengatakannya kepada Rasulullah SAW. Suatu hari Rasulullah SAW memasuki rumah dan mendengar percakapan antara ibu dan anak ini. Beliau bertanya: Wahai Khadijah! Kamu sedang berbicara dengan siapa? Khadijah menyebutkan: Janin ini, dia berbicara dengan saya dan telah menjadi teman dalam kesepianku. Rasulullah SAW berkata: Wahai Khadijah! Ini adalah Malaikat Jibril yang memberikan berita kepada saya bahwa anak kamu, adalah perempuan dan darinyalah generasi selamat dan suci akan terlahir di dunia ini dan Tuhan Tabaraka Wata’ala memberikan kelanjutan akan generasi saya melalui perantaraan dia dan para imam maksum akan datang dari keluarga beliau, setelah berakhirnya kenabian dan terputusnya wahyu, maka merekalah yang akan melanjutkan risalah saya.
Imam Shadiq melanjutkan ucapannya seraya menambahkan: Benar, Khadijah masih senantiasa berbicara dan berkawan dengan janin yang ada di dalam rahimnya sampai tiba masa kelahiran anaknya. Beliau menyampaikan pesan kepada wanita-wanita Quraisy bahwa: “Tolonglah saya dalam hal ini.” Mereka tidak menerimanya dan berkata: Dahulu kamu tidak sepakat dengan kami dalam perkawinanmu dengan Muhammad dan hari ini, kami juga sendiri akan menolak untuk menolong dan merawatmu.
Khadijah menjadi tidak senang dan hatinya menjadi perih mendengar ucapan ini. Tetapi Tuhan dikarenakan untuk menghargai akan usaha-usaha dan jerih payah Hadhrat Khadijah as, Dia mengirimkan empat wanita dari sorga untuk membantu Khadijah yang beriman itu. Mereka telah datang, tetapi setelah Khadijah melihat wanita-wanita yang tidak dikenalinya itu, beliau menjadi heran dan kaget; salah satu dari mereka memperkenalkan wanita-wanita yang bersamanya dengan demikian: Wahai Khadijah! Kami adalah utusan-utusan Tuhan untuk memberikan khidmat kepadamu dan saya adalah Sarah dan ini, adalah Asiyah – yang menjadi kawanmu di sorga – dan yang lainnya itu, adalah Maryam putri ‘Imran, dan juga wanita terakhir adalah ibu dari seluruh manusia dan juga ibu kami yaitu Hawa. Tuhan mengirim kami untuk berkhidmat kepadamu.
Sama seperti wanita-wanita yang lain, satu duduk di sebelah kanannya dan satunya lagi di sebelah kirinya dan yang ketiga berdiri berhadapan dengannya dan yang ke empat berada di belakang kepalanya. Fatimah telah lahir dalam keadaan bersih dan suci dan karena telah datang ke bumi ini, cahaya memancar darinya dan cahaya ini tidak hanya membuat seluruh rumah-rumah di Mekkah bersinar bahkan tidak sebuah titikpun di timur dan barat tertinggal dari alam ini kecuali di sana terpencar dari cahaya Fatimah. Dalam keadaan ini, sepuluh orang Haurul’ain yang setiap darinya di sertai dengan ember dan pasu air sorga yang di penuhi dari air kautsar, dan telah memasuki rumah Rasulullah SAW dan memandikan Fatimah dengan air kautsar tersebut dan setelah itu, mereka membawa dua lembar kain putih dan harum dan membalut bayi tersebut dengannya. Fatimah pada detik-detik pertama terlihat kata di bibirnya dan berkata demikian: “Asyhadu an la ilaha illallah wan an abi rasulillah sayyid Al-Anbiyaa wa an bi’ali sayyid al-wasiyaa wa waladi saadatan al-asbaath; Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa, dan ayahku Rasulullah SAW adalah pemimpin para Nabi, dan suamiku adalah penghulu para wasy dan putra-putraku adalah pemimpin dari anak-anak Nabi.”
KELAHIRAN SAYYIDAH FATIMAH AS. (1)
Tuhan berkata: {Man yattaqillaha yaj’al lahu makhrajan}, {Wa yarzuqhu min haitsu la yahtasibu} “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar darinya”,
“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
Kisah di bawah ini akan menjelaskan lebih banyak mengenai ayat tersebut:
Seorang lelaki dari beberapa sahabat Nabi SAW yang hidup dalam kemiskinan. Dahulu, dia tidak mempunyai pekerjaan yang layak dan kebanyakan waktu-waktunya terbuang secara percuma, akhirnya dia menjadi pengangguran. Suatu hari sang istri berkata kepadanya: Seandainya kamu pergi ketempat Nabi SAW dan mohonlah bantuan darinya! Lelaki tersebut berangkat ketempat Nabi SAW dengan anjuran sang istri. Sewaktu mata Nabi SAW tertuju kepadanya, beliau berkata: “Man sa alna a’athainaahu wa manistaghnaa aghnaahullah; Barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya akan tetapi apabila dia tidak menampakkan kebutuhan dan hajatnya, dia tidak akan menengadahkan tangannya kepada orang lain, dan Tuhan akan menjadikan dia tidak butuh kepada orang lain.”
Lelaki itu berkata pada dirinya sendiri tentang apa yang di maksud oleh Nabi SAW, dia lalu menebak bahwa maksud Nabi SAW itu adalah dirinya dan tanpa berkata sepatah kata pun, dia kembali ke rumahnya dan mengatakan kepada sang istri tentang peristiwa tersebut. Istrinya berkata: Rasulullah SAW adalah juga manusia dan beliau tidak mengetahui kabar tentang kamu. Beritahukanlah kepada beliau tentang keadaan hidupmu yang malang dan penuh derita!
Lelaki tersebut terpaksa untuk yang kedua kalinya datang menemui Rasulullah SAW tetapi sebelum dia sempat berkata sesuatu, Rasulullah SAW mengulangi kembali perkataan sebelumnya. Dia kembali ke rumah tanpa menampakkan sedikitpun hajatnya di depan Nabi SAW tetapi karena dia melihat dirinya masih juga dalam cengkeraman kefakiran dan pengangguran, lemah dan tidak mampu, maka untuk yang ketiga kalinya dengan niat yang sama dia berangkat ke majelis Rasulullah SAW. Bibir Rasulullah SAW bergerak dengan nada yang sama dan memberikan keyakinan kuat pada hati dan ruh, beliau mengulangi kembali ucapannya. Kali ini memberikan keyakinan lebih kuat pada hatinya; dia merasakan bahwa kunci dari masalahnya terdapat pada kalimat ini.
Tatkala dia meninggalkan majelis tersebut, dengan langkah-langkah yang pasti dan meyakinkan dia menelusuri jalan. Dia berpikir dengan dirinya sendiri bahwa dirinya tidak akan pergi lagi mencari dan memohon pertolongan kepada orang lain. Saya akan menyandarkan diri saya kepada Tuhan dan saya akan menggunakan kekuatan dan potensi yang telah tersimpan dalam diriku dan saya juga menginginkan dari-Nya agar diberikan keberhasilan dalam pekerjaan saya dan menjadikan saya tidak butuh kepada orang lain. Dengan niat ini, dia mengambil sebuah kapak pinjaman dan berangkat ke padang pasir. Hari itu dia mengumpulkan sejumlah kayu dan menjualnya dan merasakan kelezatan hasil dari jerih payahnya sendiri. Hari-hari berikutnya dia melanjutkan pekerjaan ini sehingga perlahan-lahan mampu menghasilkan pendapatan dan menyediakan kebutuhan hidupnya.
Dia masih juga melanjutkan pekerjaannya sehingga dia telah memiliki modal, unta dan beberapa budak. Dia telah menjadi salah satu dari orang-orang kaya, dikarenakan usaha dan upayanya sepanjang hari. Suatu hari dia menemui Rasulullah SAW dan menceritakankan kepada beliau tentang keadaan dirinya bahwa sebagaimana pada hari itu dia datang menemui Rasulullah SAW dalam keadaan malang dan bagaimana ucapan Rasulullah SAW telah mendesak saya untuk bergerak dan bekerja. Rasulullah SAW berkata: Saya telah mengatakan kepadamu; barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya tetapi apabila dia tidak menampakkan ketidakbutuhannya, maka Tuhan akan menolongnya.
KISAH FATIMAH, WANITA BAIK HATI YANG TAK PERNAH DAPAT HAID
Sumber : merdeka.com
Siti Fatimah binti Muhammad lahir pada 20 Jumadil Akhirah lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul. Dia merupakan putri keempat Nabi Muhammad dan ibunya Khadijah binti Khuwalid.
Kelahirannya disambut sangat gembira oleh Rasulullah karena dia lahir pada saat tahun ke lima sebelum diangkat menjadi Rasul.
Fatimah mendapat julukan Az-Zahra karena dia tidak pernah haid dan pada saat melahirkan nifasnya hanya sebentar. Dia juga dijuluki sebagai pemimpin para wanita-wanita penduduk surga.
Dalam kitab fataawa adz-Dzahiriyyah di kalangan Hanafiyyah disebutkan bahwa
"Sesungguhnya Fatimah tidak pernah mengalami haid sama sekali, saat beliau melahirkan pun langsung suci dari nifasnya setelah sesaat agar tiada terlewatkan salat baginya, karenanya beliau diberi julukan Az-Zahra".
Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ketika aku dalam perjalanan ke langit, aku dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon surga. Aku melihat yang lebih indah dari pohon yang satu itu, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian, aku mendapatkan buahnya, lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbi-ku. Setelah aku sampai di bumi, aku berhubungan dengan Khadijah, kemudian ia mengandung Fatimah. Setelah itu, setiap aku rindu aroma surga, aku menciumi Fatimah". (Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra: 1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156).
Pada usia 5 tahun, Fatimah ditinggal ibundanya Khadijah. Mau tidak mau secara langsung dia menggantikan tempat ibundanya untuk melayani, membantu dan membela ayahandanya.
Dalam usia kanak-kanak Fatimah mendapatkan berbagai cobaan, salah satunya adalah menyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahnya. Sering kali dia meneteskan air mata di pipinya, ketika melihat penderitaan yang dialami Nabi Muhammad.
Saat Fatimah beranjak dewasa, banyak sahabat-sahabat dari ayahnya yang hendak melamarnya, antara lain Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Namun, Rasulullah menolak pinangan sahabat-sahabatnya tersebut.
"Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah)".
Kemudian malaikat Jibril datang untuk mengabarkan Rasulullah bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Tak lama akan kehadiran malaikat Jibril, Ali bin Abi Thalib datang menghadap Rasulullah untuk meminang Fatimah. Dengan tangan terbuka Nabi Muhammad menerima Ali bin Abi Thalib sebagai menantunya.
Acara pernikahan putrinya berlangsung dengan kesederhanaan, karena pada saat itu Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa dijadikan mahar. Ali meminang Fatimah dengan mas kawin sebesar 400 dihram.
Sebelumnya dia menggadaikan baju besinya kepada Utsman bin Affan. Rasulullah menyimpan perasaan kasih sayang sangat mendalam terhadap Ali bin Abi Thalib. Beliau pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib.
"Fatimah lebih kucintai dari pada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia dari pada dia". (HR Abu Hurairah).
Setelah menikah, pada suatu hari datanglah seorang suku bani SAlim yang terkenal akan praktek sihir dan melontarkan kata-kata makian kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, Nabi Muhammad menjawab dengan lemah lembut.
Ahli sihir tersebut terpesona hingga akhirnya dia memeluk agama Islam. Nabi meminta kepada Salman untuk membawa ahli sihir tersebut ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, dikarenakan ahli sihir tersebut dalam keadaan lapar.
Salman mengajaknya mengunjungi beberapa rumah. Namun tidak ada seorang pun yang dapat memberinya makan, karena pada saat itu memang bukanlah waktu orang makan.
Akhirnya ahli sihir tersebut diajak oleh Salman untuk mengunjungi rumah Fatimah. Usai Salman memberi tahu maksud kunjungannya, dengan air mata berlinang Fatimah mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak tiga hari yang lalu.
Namun putri Nabi Muhammad tersebut enggan menolak seorang tamu "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang".
Kemudian Fatimah melepas kain kerudungnya dan memberikannya kepada Salman untuk menukarnya dengan jagung kepada Shamoon orang Yahudi. Salman dan ahli sihir tersebut sangat terharu melihat kemurahan hati Fatimah.
Salman membawa jagung permintaan Fatimah. Dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung tersebut dan membakarnya menjadi roti.
Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan beberapa roti untuk anak-anaknya yang kelaparan. Hal tersebut dijawab oleh Fatimah, bahwa dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena dia telah memberikan kain kerudungya itu untuk kepentingan Allah.
BIDADARI KHUSUS BAGI ABU DZAR KARENA CINTA FATIMAH AZ-ZAHRA
Sumber : ikmalonline
Abu Dzar telah bertauhid sebelum bitsah; nabi Muhammad saw diutus Allah sebagai Rasul-Nya bagi umat ini. Setelah bitsah, ia beriman kepada beliau saw. Ia tergolong as-Sabiqun; orang-orang yang lebih dulu masuk Islam. Abu Dzar lah orang pertama yang menampakkan imannya itu secara terang-terangan di Mekah, dan ia sampaikan keyakinan tauhidnya kepada semua orang di sekitar Kabah.
Kejujuran Abu Dzar diakui Rasulullah saw, dalam sabdanya:
ما اقلت العبراء وما اظلت الخضراء على ذي لهجة اصدق من ابي ذر
Maknanya kira-kira begini: “Bumi tak berbalik dan langit tak berawan atas orang yang lebih jujur dari Abu Dzar.” Sejauh yang saya pahami, maksudnya ialah tidak ada orang yang lebih jujur dan benar dalam bicara dari Abu Dzar. Kalaupun ada yang melampaui tingkat kejujuran dan kebenarannya dalam bicara di zamannya, ia adalah Amirul mu`minin Ali bin Abi Thalib -karramallah wajhah. Di tingkat sifat utama ini, Abu Dzar bersaing dengan Miqdad dan Salman (ra).
Rasulullah saw memberkati Abu Dzar dalam pujian beliau yang memberitakan tentang apa yang akan terjadi pada dirinya nanti di akhir hayatnya: Allah merahmatimu wahai Abu Dzar. Sesungguhnya kamu akan hidup sedirian dan mati sendirian; kamu akan bangkit sendirian dan akan masuk surga sendirian. Beruntunglah orang-orang yang akan memandikan, mengkafani dan menguburkan jasadmu…
Di dalam riwayat itu pula Rasulullah saw bersabda: Engkau bagian dari kami Ahlulbait.. Maka jadilah pecinta Ahlulbaitku, ialah orang-orang yang telah Allah hilangkan nista dari mereka dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.(1)
Abu Dzar dari sejak awal langkah mengikuti Rasulullah saw, ia telah bersama Ali dan memihaknya. Ia mengetahui sepenuhnya tentang perjuangan Fatimah az-Zahra di jalan risalah Nabi. Karena itu, ia memiliki keimanan yang bermarifat sangat dalam, kepada Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya.
Dalam imannya itu, kerelaan Abu Dzar tak bisa dibeli dengan apapun di dunia ini oleh siapapun yang lalim. Di masa Imam Ali, ketika dari pihak penguasa di Madinah dan Syam dibawakan sejumlah uang secara tertutup kepada Abu Dzar, dengan tegas ia mengatakan: Saya punya sekantong roti gandum untuk menyambung hidup dalam beberapa hari. Saya merasa cukup dengan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan keluarga sucinya, tanpa membutuhkan bantuan orang lain.(2)
Dalam membela Fatimah az-Zahra putri Rasulullah saw, di satu hari ia berteriak: Sesungguhnya, wilayah Ali dan keluarganya yang menyerukan kebenaran. Mereka adalah para penunjuk jalan Allah dan keadilan.. Saya mendengar sendiri dari Rasulullah, bersabda: Bahwasannya Ali adalah orang terpecaya besar, yang memilah kebenaran dari kebatilan dan pemimpin kaum beragama sesudah Rasulullah..(3)
Sepeninggal Rasulullah saw, pembelaan terhadap putri beliau yang disabdakan oleh Nabi bahwa: Fatimah belahan diriku.. Siapa yang menyakitinya telah menyakiti aku., Abu Dzar seakan menjadi penyambung lidah Sayidah Fatimah yang menuntut haknya. Berikut ungkapan Abu Dzar ra:
“Ya Allah, Saya cinta Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Karena mencintai mereka ini, (Saya rela) sekalipun kiranya mereka memotong-motong badan Saya. Inilah jalan yang Saya tempuh hingga mereka menjumpai-Mu. Melalui jalan (cinta mereka) inilah Saya mencari ridha-Mu.(4)
Cinta Abu Dzar itu kepada manusia-manusia suci ini tak bertepuk sebelah tangan, bahwa Sayidah Fatimah pun mempunyai perhatian khusus kepadanya. Beliau memuji Abu Dzar dan menjadikannya termasuk orang-orang di dalam keluarganya. Diriwayatkan; Sayidah Fatimah di satu kesempatan mengabarkan tentang kedatangan tiga bidadari dari surga kepadanya. Salah satu dari mereka mengenalkan dirinya bernama Dzurrah yang telah Allah ciptakan khusus bagi Abu Dzar.
Dalam satu riwayat, Imam Shadiq berkata: Bunda Fatimah berkata kepada Ali, Bila aku meninggal dunia, jangan beritahu seorangpun kecuali Ummu Salamah, Ummu Aiman dan Fidhah; kalau dari laki-laki adalah kedua putraku (al-Hasan dan al-Husein), al-Abbas, Salman, Ammar, Miqdad, Abu Dzar dan Hudzaifah. Jangan engkau kuburkan aku kecuali di malam hari, dan janganlah engkau beritahu seorangpun di mana pusaraku.
Referensi:
Syar hal-Akhbar fi Fadhail al-Aimmah al-Athhar, hal 502; al-Khishal, hal 182; Kamil Baha`i juz 1, hal 157; al-Kafi juz 8, hal 297; Majalis al-Mu`minin, juz 1, hal 217.
Naqdu ar-Rijal juz 1, hal 77; Syajarah ath-Thuba/Syaikh Muhammad Mahdi Mazandarani, tentang Abu Dzar.
Al-Majalis as-Saniyah juz 1, hal 243-5.
Ayan asy-Syiah juz 16, hal 319-21.
Rayahin asy-Syariah juz 1, hal 135, Bihar al-Anwar juz 22, hal 352; Dalail al-Imamah, hal 28.
Tarikh Thabari juz 2, hal 300; Kifayatu ath-Thalib, hal 225.
KISAH-KISAH FATIMAH ZAHRA A.S.: BUAH DELIMA SURGAWI
Suatu hari ketika kembali ke rumah, Imam Ali a.s. melihat Sayyidah Fatimah sedang terbaring sakit. Sayyidah Fatimah menderita demam tinggi. Imam Ali a.s. memandang beliau dan berkata, “Wahai Fatimah! Apakah engkau menginginkan sesuatu?”
Sayidah Fatimah a.s. dengan malu-malu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin! Aku tidak ingin merepotkanmu.”
Imam Ali a.s. kembali berkata, “Wahai Fatimah! Sungguh demi jiwaku, katakan saja apa yang engkau inginkan!”
Akhirnya Sayyidah Fatimah a.s. berkata, “Karena engkau telah bersumpah, bila ada buah delima akan bagus untuk kesembuhanku.”
Kemudian Imam Ali a.s. keluar rumah untuk mencari buah delima. Beliau bertanya kepada para sahabat di mana bisa memperoleh buah delima. Sebagian sahabat menjawab, “Musim delima telah berlalu. Mungkin seorang Nasrani bernama Syam’un masih memilikinya.”
Maka Imam Ali a.s. mendatangi rumah orang Nasrani itu dan mengetuk pintu rumahnya. Orang Nasrani membuka pintu rumahnya dan melihat Imam Ali berada di depan pintu.
“Apakah gerangan yang membuat Anda datang ke rumahku?” tanya orang Nasrani.
Imam Ali a.s. berkata, “Aku mendengar bahwa engkau telah dikirimi buah delima dari Thaif. Bila masih tersisa, juallah satu buah untukku karena aku sedang mencarinya untuk kesembuhan istriku yang saat ini sedang sakit.”
Orang Nasrani itu menjawab, “Sangat disayangkan sekali, semuanya telah habis aku jual beberapa waktu yang lalu.”
Dengan karunia dan ilmu yang diberikan oleh Allah swt., Imam Ali mengetahui bahwa masih ada sisa satu buah delima. Maka Imam Ali a.s. berkata, “Carilah sekali lagi, barangkali masih ada satu buah delima yang tersisa tanpa sepengetahuanmu.”
Orang Nasrani menjawab, “Aku mengetahui apa yang ada di rumahku.”
Istri Syam’un yang berdiri di balik pintu dan mendengar pembicaraan mereka berkata kepada Syam’un, “Wahai Syam’un! Aku menyimpan satu buah delima di bawah daun-daunan.”
Imam Ali a.s. menerima buah delima itu dan memberikan 4 dirham sambil berkata kepada Syam’un, “Istrimu telah menyimpan dan menyisakan satu delima.”
Lalu Imam Ali a.s. segera beranjak pergi kembali ke rumah beliau, namun di tengah perjalanan beliau mendengar suara orang merintih kesakitan. Beliau mencarinya dan masuk ke bangunan dengan kondisi rusak. Beliau melihat seorang lelaki buta yang sedang sakit dan tergeletak sendirian sambil mengerang kesakitan.
Imam Ali a.s. duduk di sisinya dan bertanya, “Sudah berapa hari engkau menderita sakit?”
Orang itu menjawab, “Wahai hamba Allah yang saleh! Aku berasal dari daerah Madain, hutangku banyak. Aku datang ke tempat ini dengan harapan dapat bertemu dengan Amirul Mukminin sehingga beliau membantuku membayarkan hutang-hutangku. Namun aku kini justeru jatuh sakit dan sedang menderita.”
Imam Ali a.s. berkata, “Aku hanya punya satu buah delima ini. Delima ini hanya ada satu di kota ini, aku telah mencari dan mendapatkannnya untuk kesembuhan istriku, namun kini aku melihatmu tidak berdaya. Aku akan berikan separuh dari buah delima ini dan separuhnya lagi akan aku bawa pulang dan berikan kepada isteriku.”
Imam Ali a.s. segera membelah buah delima menjadi dua bagian. Beliau menyuapkan buah delima ke mulut lelaki buta itu hingga habis separuh. Imam Ali a.s. bertanya, “Apakah engkau masih menginginkannya?”
“Aku masih merasa lemah dan tidak berdaya, bila engkau memberikan separuhnya lagi, aku akan sangat berterima kasih kepadamu,” kata lelaki buta itu.
Imam Ali a.s. menundukkan kepala beliau dan berkata dalam hati, “Wahai Ali! Lelaki buta yang sakit ini tidak berdaya dan sendirian. Ia lebih layak untuk menerima kebaikan. Untuk Fatimah barangkali ada cara lain.”
Maka Imam Ali a.s. memberikan separuh buah delima yang tersisa. Saat selesai menyantapnya, lelaki buta itu mendoakan beliau a.s.
Dengan tangan kosong, Imam Ali a.s. keluar dari bangunan yang rusak itu sambil berfikir apa yang akan beliau sampaikan kepada Fatimah Zahra. Beliau telah berjanji untuk membawakan buah delima.
Dengan segenap perasaan malu, beliau kembali ke rumah dan memasuki rumah dengan kepala tertunduk. Imam Ali a.s. lalu memandang ke sekeliling rumah dan ingin mengetahui apakah Fatimah sedang tertidur atau terjaga.
Imam Ali a.s. melihat Fatimah berkeringat dan sedang duduk sambil menikmati sesuatu. Imam Ali menyaksikan satu nampan berisi buah delima berada di dekat Fatimah. Buah delima itu tampaknya bukan dari jenis buah delima biasa yang ada di dunia. Maka Imam Ali a.s. segera menanyakan peristiwa yang terjadi.
Fatimah Zahra a.s. menjawab, “Wahai Amirul Mukminin! Setelah engkau pergi keluar, tidak berselang lama aku merasakan kesehatanku kembali membaik dan tiba-tiba terdengar pintu diketuk.
Fidhdhah pergi membuka pintu dan melihat seorang lelaki membawa satu nampan delima yang menurutnya diberikan oleh Amirul Mukminin untuk istri tercintanya, Fatimah Zahra a.s.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad
Salam Sejahtera atasmu wahai penghulu wanita surga!
SURAT UNTUK FATIMAH AZ ZAHRA
Sumber : ikmalonline.com
Ya Fatimah, kalimat apa yang pantas dan “pas”untuk melukiskan keagunganmu?! Mana di antara pelbagai keutamaanmu yang paling dahsyat? Apakah karena kedahsyatan lenteramu, sehingga “cahaya wujudmu”diciptakan dua tahun sebelum Nabi Adam dan Hawa?![1] Apakah karena engkau yang pertama kali masuk surga dari kalangan wanita (riwayat al-Hakim)? Apakah karena engkau yang paling mirip dengan Rasulullah saw dari sisi akhlak, tutur kata dan bahkan cara jalannya (sebagaimana kesaksian Siti Aisyah ra.)?![2] Apakah karena asal penciptaanmu dari buah surgawi, sehingga setiap Sang Nabi saw rindu aroma surga, ia menciumimu (Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra: 1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156)?! Apakah karena engkau melahirkan dua pemuda hebat yang dijuluki Rasul saw sebagai “Sayyidai syababi ahlil jannah” (dua pemuda penghulu surga?! Apakah karena nama sucimu Az-Zahra, wanita yang tidak pernah mengalami haid sama sekali, dan saat engkau melahirkan pun langsung suci dari nifas agar tiada terlewatkan salat bagimu?! (Lihat kitab kitab fataawa adz-Dzahiriyyah). Apakah karena engkau adalah al-Kautsar (kebaikan dan keberkahan yang banyak) yang dari sulbimu yang spesial keturunan Rasulullah saw tidak terputus (lihat tafsir surat al-Kautsar)?!
Apakah karena infak dan itsar (mendahulukan orang lain dalam kebaikan) yang engkau lakukan terhadap orang miskin, anak yatim dan tawanan perang?![3] Apakah karena surat keputusan Tuhan yang menyucikanmu sesuci-sucinya dari rijs (kotoran lahir dan batin) sehingga kemaksumanmu tidak kalah dari Siti Maryam?![4] Apakah karena posisimu sebagai wakil dari Muslimat (wanita-wanita Muslim) dalam peristiwa Mubahalah sehingga engkau dijuluki “nisa’ana” (wanita-wanita kami)?![5]
Apakah karena peranmu sebagai “ummu abiha” (bagaikan ibu bagi ayahnya) yang sepeninggal Siti Khadijah, engkau mengobati kesedihan Nabi saw atas kepergiannya dan engkau merawat ayahmu dengan cinta dan kasih sayang keibuan?! Apakah karena hidupmu didamping oleh “asadullah al-ghalib” (singa Allah, sang pemenang) Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang tanpa kehadirannya di sisimu niscaya tidak ada satu pun pria yang kufu’ (selaras dan pantas untukmu)?! Apakah karena ibadahmu yang luar biasa sehingga kedua kakimu bengkak sebagaimana dialami oleh ayahmu?! Apakah karena engkau bergelar “sayyidatu an-nisa’ al-alamin” (penghulu para wanita sepanjang masa)?![6] Apakah karena riwayat yang menyatakan bahwa engkau adalah ”bidh’ah minni”(belahan jiwa Nabi saw)[7]?! Apakah karena hadis yang menegaskan bahwa engkau adalah penghulu wanita-wanita surga?![8] Apakah karena engkau adalah orang yang paling dicintai Nabi saw?![9] Apakah karena marah dan ridhamu selevel dengan marah dan ridha Allah?![10] Apakah karena riwayat yang memberitakan bahwa nanti di hari akhir seluruh mata di padang mahsyar—sesuai dengan perintah Allah Swt—diminta untuk dipejamkan sehingga Siti Fatimah melewati padang mashsyar?![11]
Ya Fatimah, aku terpaku dalam kebinggungan dan berpikir: mana di antara pelbagai kemulianmu tersebut yang paling menonjol? Dan aku sadar bahwa masih mungkin dan banyak dari sisa keutamaanmu yang terlewatkan dariku.
Oh Fatimah, betapa aku jahil (baca: bodoh) terhadap maqam (kedudukan)mu. Oh Fatimah, betapa aku gagal untuk memahamimu. Oh Fatimah, betapa rugi aku yang tak mengenalmu. Oh Fatimah, betapa aku tanggung dalam mencintaimu. Oh Fatimah, betapa aku canggung dalam mengapresiasi kebesaranmu.
Wahai putri Nabi, ajarilah aku untuk mengidolakanmu secara maksimal!
Wahai putri Nabi, beritahu aku bagaimana cara meneladanimu!
Wahai putri Nabi, bisikkan padaku bagaimana semestinya aku memperlakukanmu?
Wahai putri Nabi, ilhamkan padaku cara mengenang kehidupan dan kematianmu?
Wahai putri Nabi, pantaskan aku untuk mengambil butir-butir mutiara kehidupanmu?
Ya binta Rasul (wahai putri Rasul saw), apakah engkau ridha melihat kondisi Muslimat yang sebagian mereka terlibat dalam LGBT?
Wahai penghulu wanita sedunia, tidakkah engkau prihatin melihat perempuan yang tidak berhijab di hadapan non-muhrim dan memamerkan auratnya di depan publik serta menjual dirinya ke lelaki hidung belang?
Ya qurrata ‘ain Rasul (wahai kebahagiaan Rasul saw), bagaimana perasaanmu melihat pemuda-pemudi Muslim yang mengidolakan “bintang-bintang gelap” dan “pelita-pelita redup”?
Wahai alumni Universitas Muhammad saw, mengapa umat ini gampang terpecah belah sehingga kehilangan kekuatannya; mengapa yang ditonjolkan titik-titik perbedaan antara pelbagai mazhab/aliran, bukan poin-poin persamaan?!
Wahai manifestasi rahmat Allah di muka bumi, adukan kepada ayahmu siapa saja yang mengotori mimbar dengan fitnah, adu domba, dan pemecah belahan umat, serta takfiri (pengkafiran sesama ahli kiblat)!
Wahai wanita penyabar, doakan umat Kanjeng Nabi saw ini supaya bisa berkasih sayang sesama Muslim dan mengenali musuh yang sesungguhnya!
Ya bi’dhata Nabi, kan ku datangi pusaramu dan ku ucapkan dengan penuh haru dan emosi:
Assalamu alaiki Ya Fatimata Zahra
Kemudian kan kutaburkan bunga di atas makammu sambil ku katakan: Ya Fatimah, sampaikan salamku kepada ayahmu dan bantulah aku tuk mendapatkan syafaat Rasulullah!
Catatan :
[1] Riwayat sahabat Jabir bin Abdillah yang dikutip oleh Ibn Hajar ‘Asqalani.
[2] Mustadrak, Hakim Naisyaburi, no 1422, jilid 3, hal. 366.
[3] Lihat tafsir surat ad-Dahr/al-Insan dari ayat 7 sampai dengan ayat 22.
[4] Lihat tafsir surat al-Ahzab, ayat 33.
[5] Silakan telaah tafsir surat Ali ‘Imran, ayat 61.
[6] Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, Hakim Naisyaburi, Dar al-Ma’rifah, Beirut,jilid 3, hal. 56, Fathul Bari, Ibn Hajar, Dar al-Ma’rifah, Beirut, jilid 7, hal. 82. Sunan an-Nasa’i,jilid 4, jilid 7, hal. 252.
[7] Silakan lihat Musnad Ahmad,jilid 4, hal. 5, Shahih Bukhari,julid 4,hal. 210, Shahih Muslim,jilid7, hal. 141.
[8] Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain,jilid 3,hal. 151, Fathul Ba’ri,jilid 6,hal. 321, Sunan at-Turmudzi,Dar al-Fikr, jilid 5, hal. 326.
[9] Hakim Naisyaburi, Mustadrak, jilid 3, hal. 217, Thabrani,al-Mu’jam al-Kabir, bab Manaqib Fatimah, Dar Ihya Turats ‘Arabi,jilid 22,hal. 404.
[10] Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, Hakim Naisyaburi.
[11] Para pewari riwayat ini ialah Imam Ali, Siti Aisyah, Abu Sa’id, Abu Hurairah, Abu Ayyub, Ibn Umar dan lain-lain.
PERNIKAHAN AGUNG
Sumber : islammenjawab.com
Semua tahu bahwa alangkah berharganya Sayyidah Fathimah bagi Rasulullah saw, beliau adalah bidadari berwujud manusia yang ketika Nabi saw. rindu surga maka beliau mencium Fathimah untuk merasakan wanginya surga.
Para Sahabat tahu benar bahwa besarnya rasa sayang Rasulullah kepada pemimpin wanita seluruh alam Fathimah Azzara as. Beliau bersabda terkait putri tercintanya: “Fathimah dari ku dan aku dari Fathimah.” Kalimat pendek namun mengandung kedalaman makna yang menunjukkan hakikat Azzahra disampaikan oleh manusia paling sempurna. Para Sahabat pun sering mendengar bahwa Muhammad saw. sering memuji wujud Fathimah as. seraya mengatakan: “Fathimah merupakan manusia paling mulia, ia adalah darah dagingku, pelipur lara dan buah hatiku.”
Seiring berjalannya kehidupan, kini Fathimah telah mencapai masa pernikahan, namun siapakah yang pantas meminang wanita termulia ini? Siapa yang menjadi pendamping Fathimah yang keridoaannya adalah keridhoan Tuhannya?
Para pembesar Arab termasuk sahabat besar Abu Bakar dan Umar bin Khathab ra. berbondong-bondong ke rumah Rasulullah saw untuk melamarnya, namun Fathimah menolaknya dengan penuh kearifan dan akhlak mulia. Sampailah pada waktu dimana Rasul menyampaikan bahwa yang melamarnya adalah Ali al-Murtadho, ketika mendengarnya Fathimah pun dengan sifat pemalu nya menundukkan kepalanya dan terdiam. Nabi Muhammad faham bahwa diamnya merupakan tanda keridhoannya untuk menerima Lamaran anak dari paman Rasulullah tersebut.
Rasulullah saw dengan penuh kebahagiaan mengucapkan takbir seraya bersabda: “Allahu Akbar, Fathimah telah ridho (dengan lamaran Ali), diamnya adalah tanda keridhoannya.”
Siapakan yang paling layak menyandang kemuliaan sebagai Imam bagi pemimpin wanita seluruh alam? Siapa dari kalangan Sahabat yang lebih baika dari Ali as.?Hanya Ali yang pantas menyandang kemuliaan tersebut, karena dialah yang dimaksud dari nafs Nabi (diri Nabi) ketika turun ayat Mubahalah,
(فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ)
[Surat Ali ‘Imran 61]
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita ber-mubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Imam Ja’far Ash-Shidiq as. berkata: “Sesungguhnya jika seandainya Ali as. Tidak melamar Bunda Fathimah salamulloh ‘alaiha, maka sampai hari kiamat pun dari zaman Nabi adam sampai setelahnya tidak akan ada yang sekupu/sepadan dengannya.”
Meskipun mahar yang diberikan Amirul Mukminin tidaklah banyak, namun seluruh alam bersaksi akan keagungan pernikahan dua insan paling mulia di sisi Rasulullah ini dan kecintaan beliau pada putri Rasulullah ini sangat besar. Amirul Mukminin berkata: “ketika melihat Fathimah, maka segala lara, duka dan rasa sedih pun hilang seketika.”
Inilah pernikahan agung dimana mempelai wanitanya adalah Al-Kautsar dan mempelai prianya adalah Haidar al-Qarrar, yang menikahkannya adalah Tuhan Semesta Alam, saksinya adalah utusan-Nya yang paling mulia penutup para Nabi, Arasy merupakan tempat terlaksananya pernikahan ini. Kebahagian meliputi seluruh alam dengan pernikahan dua insan sempurna ini.
Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."
Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.
Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.
Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.
Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.
Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.
Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.
Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.
Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.
Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.
Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."
Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.
Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."
Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.
Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.
Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.
Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.
Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.
Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.
Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.
Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.
Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.
Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."
Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.
https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JdTZ2Q200UHE4cjA/view
SEKILAS KEHIDUPAN SAYIDAH FATIMAH MASUMAH S.A.
Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."
Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.
Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.
Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.
Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.
Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.
Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.
Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.
Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.
Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.
Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."
Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.
Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."
Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.
Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.
Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.
Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.
Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.
Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.
Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.
Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.
Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.
Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."
Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.
Fatimah Sang Putri Nabi (pdf)
Selamat membaca melalui link pdf berikut :https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JdTZ2Q200UHE4cjA/view
Tidak ada komentar:
Posting Komentar