ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan walaupun mereka menang dan benar, lebih mengutamakan kepentingan umat dari diri mereka sendiri, menimbang keadilan dengan keadilan tuhan, mereka memilih, kurniaan pahala besar..., syahid dibunuh atau diracun...,biarpun wilayah dan kepimpinan mereka dirampas, namun keteladanan, al-quran dan itrah ahlul bait mereka tetap menjadi bukti bahwa mereka tidak berbohong, dari merekalah diperolehi suri tauladan yang tak mampu difikirkan dan diperoleh melalui akal sekolompok orang yang dibelenggu oleh kepentingan kesukuan.
Pengarang : Syaikh Abbas Al-Qummy
Sekilas Riwayat Hidup
Syaikh Abbas Al-Qummi
Syaikh Abbas al-Qummi, sebagaimana yang tertulis dalam kitab al Fawâidur Radhawiyyah dilahirkan pada tahun 1294 Hijriyah di kota suci Qum. Ia hidup di kota tersebut sejak masa kecil hingga akhir hayatnya. Di kota itu, ia mempelajari berbagai mata pelajaran mukadimah, semenjak ilmu-ilmu Fiqih dan Ushul. Pada tahun 1316 H. al-Muhaddis al-Qummi pergi merantau ke kota Najaf Asyraf – Irak untuk melanjutkan studinya. Di sana ia mengikuti khalaqah-khalaqah pelajaran yang disampaikan oleh para ulama terkenal dan guru-guru besar. Tetapi minatnya dalam mempelajari ilmu Hadis lebih tinggi daripada minatnya mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya. Sejak saat itulah ia bertekad untuk berusaha mendalami ilmu Hadis dan berusaha keras dalam mengkajinya. Untuk mewujudkan tekad ini, ia senantiasa mendatangi seorang muhaddis (ahli hadis) ternama dan ‘allamah besar yaitu Mirza Husain an-Nuri penulis kitab Mustadrakul Wasâ'il. Melalui muhaddis inilah, Syaikh Abbas al Qummi banyak mengambil pelajaran-pelajaran dan pancaran ilmu pengetahuan.
Zuhud
Kehidupan Syaikh Abbas al-Qummi jauh lebih sederhana dibanding rata-rata orang lainnya. Aba’ah (pakaian khusus ruhani) yang senantiasa ia kenakan terbuat dari bahan yang kasar, tetapi selalu berbau harum dan bersih, dan ia tidak pernah menggantinya selama beberapa tahun karena tidak pernah memikirkan kekayaan dan bagaimana berhias.
Dalam hidupnya, ia sama sekali tidak menggunakan saham Imam Zaman As untuk keperluan hidupnya, ia berkata: ” Aku tidak pantas untuk itu ”. Ia adalah orang yang sangat berhati-hati dalam hal makan dan minum serta senantiasa khawatir akan terkena hal-hal yang syubhat (meragukan).
Pada suatu hari dua orang perempuan Syiah dari India mendatanginya, kedua wanita tersebut ingin memberikan uang sejumlah 75 Rupee India sebagai syahriah atau beasiswa untuk keperluan hidupnya sehari-hari, tetapi ia menampiknya. Pengeluarannya pada setiap bulan –pada masa itu- kira-kira sebesar 50 Rupee. Salah seorang kerabatnya memaksa ia untuk menerima pemberian tersebut, tetapi ia menjawab dan mengatakan: “Sesungguhnya aku tidak tahu bagaimana aku harus memberikan jawaban di hadapan Allah pada hari Kiamat kelak tentang uang yang akan aku gunakan sekarang ini. Betapa beratnya tanggung jawabku untuk menerima uang tersebut."
Ikhlas
Pada suatu hari ia berkata kepada putranya: “Setelah aku merampungkan menulis kitab Manâzilul Akhirah (Peringkat-peringkat Hari Akhirat) dan mencetaknya, aku pergi mengunjungi kota suci Qum. Di sana aku melihat kitabku itu sampai di tangan Syaikh Abdul Razak dimana beliau senantiasa memberikan nasihat kepada masyarakat di Haram Sayidah Maksumah As setiap sebelum shalat Dzuhur. Ayahku, Muhammad Ridha, yang termasuk murid Syaikh Abdul Razaak hadir pula ketika itu. Syaikh Abdul Razak membuka kitab Manâzilul Akhirah-ku tersebut kemudian membacakannya di hadapan hadirin. Suatu hari ayahku datang ke rumahku dan berkata kepadaku: “Wahai Syaikh Abbas seandainya saja engkau seperti Syaikh Abdul Razak yang senantiasa naik ke atas mimbar dan membacakan kitab ini?“. Ketika itu aku diam dan tidak memberikan jawaban bahwa kitab tersebut sebenarnya adalah kitabku. Tapi aku berkata kepada ayahku: “Wahai ayahku berdoalah untukku semoga Allah Swt memberikan taufik untuk hal itu”.
Syaikh Muhaddis al-Qummi adalah seorang yang wara’, ikhlas, tidak pernah meninggalkan shalat malam, sosok yang shaleh , penyusun kitab (muallif), muhaddis dan mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kitab-kitab, terutama kitab-kitab yang menjelaskan tentang ilmu-ilmu Ahlulbait As yang berupa hadis-hadis, doa-doa dan yang lainnya. Ia telah menulis puluhan kitab-kitab yang berharga di antaranya ialah Safinatul Bihâr, Mafâtihul Jinân, Nafasul Mahmum, al-Fawâidur Radhawiyyah, Muntahal Âmal, 50 Durus fii Akhlâq (yang sekarang Anda baca) dan yang lainnya yang ia tulis dengan bahasa Persia yang kemudian diterjemahan ke dalam bahasa Arab.
Akhirnya, semoga kita dapat menggunakan waktu-waktu kita dengan baik dan tidak menyia-nyiakannya dengan banyak berkata-kata yang tidak ada manfaatnya sehingga Allah Swt menganugerahkan kita kesempatan untuk dapat mengkaji kitab-kitabnya yang sarat dengan ilmu pengetahuan Ahlulbait As tersebut dan dapat pula memahaminya dan mengamalkannya dengan baik dan ikhlas. Aamiin………
Mukadimah Penulis
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah yang mengatur seluruh jagad raya, salawat dan salam sejahtera semoga senantiasa tercurah atas nabi besar Muhammad Saw dan keluarganya yang suci As.
Sesungguhnya hamba yang telah patah kedua sayapnya ini, lemah kondisinya dan telah terjerembab ke dalam tangga angan-angan dan khayalan -yang bernama Abbas bin Muhammad Ridha al-Qummi, semoga Allah memperlihatkan berbagai aib dan cacat dirinya dan menjadikan masa depan kondisi hatinya lebih baik daripada hari-hari sebelumnya- berkata:
"Sesungguhnya buku sederhana ini mencakup beberapa kalimat yang indah dan nasihat-nasihat serta hikmah-hikmah yang mulia. Aku berharap kiranya orang-orang yang mempunyai akal sehat tidak hanya melihatnya sebagai coretan-guratan dan tulisan-tulisan belaka, tetapi hendaknya mereka melihatnya sebagai mutiara-mutiara yang tinggi dan merekam semua ini di telinga-telinga mereka untuk kemudian mengamalkan kandungannya. Dan aku juga mengharap agar mereka tidak melupakan kami; seorang durjana dan lalai ini dengan doa-doa kebaikan".
Pelajaran Ke-1
Khauf dan Khasyyah
Saudaraku, takutlah kepada Allah 'azza wa jalla dan ingatlah akan keagungan dan kebesaran-Nya, hendaklah engkau senantiasa memikirkan tentang hari perhitungan amal dan ingatlah berbagai macam azab Allah Swt. Gambarkanlah tentang kematian dan kesulitan yang akan terjadi di alam barzakh dan pembalasan pada hari Kiamat, baca dan renungkanlah ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang berhubungan dengan surga, neraka dan hal-ihwal orang-orang yang takwa dan orang-orang yang saleh. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya setiap kali makrifat dan pengetahuan seorang hamba tentang kebesaran Sang Pencipta yang Maha Agung itu bertambah, maka ia akan lebih banyak mengetahui aib dan cacat dalam dirinya dan akan bertambah pula rasa takutnya kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt menisbatkan khauf dan khasyyah kepada-Nya dengan takut dan khasyyah-nya para ulama. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya di antara para hamba-hamba- Nya hanya para ulamalah yang takut kepada Allah Swt. “ (Qs. al-Faathir [35]:28)
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku adalah hamba yang paling takut kepada Allah Swt.”[1]
Seorang perawi yang bernama Sa’labi meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Abu Ishaq dari Abu Huzaifah bahwa seorang sahabat nabi berkata kepada beliau: “Ya Rasulallah, betapa cepatnya engkau beruban”,
Rasul Saw menjawab:
“Sesungguhnya (surah) Hud dan saudari-saudarinya telah membuatku beruban.”[2]
Di dalam hadis yang lain Rasulullah Saw bersabda:
“Telah membuatku beruban surat Hud, Waqiah, Mursalat, dan ‘Amma Yatasaalun.”[3]
Walaupun engkau belum pernah berjumpa dan melihat para nabi, tetapi pasti engkau telah mendengar kisah-kisah tentang takutnya para nabi dan para muqarrabbin (orang-orang yang dekat dengan Allah Swt), ghaibubah-nya Amirul mu’minin ‘Ali bin Abi Talib As dan tadarruk-nya Sayyidus Sajidin di dalam munajat-munajatnya.[]
Pelajaran Ke-2
Harapan
Saudaraku, janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah Swt. Jadilah orang yang mempunyai asa dan harapan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia ini merupakan ladang untuk akhirat sedangkan hati setiap anak Adam merupakan tanahnya. Iman sebagai bibitnya, sementara taat sebagai air yang mengaliri bumi hati dan membersihkannya dari berbagai noda maksiat. Dan akhlak yang tercela merupakan onak dan duri serta kayu, sedang hari Kiamat adalah waktu untuk menuai tanaman tersebut. Ketahuilah barang siapa yang bercocok tanam di dunia ini dengan cara seperti itu kemudian dia memiliki sikap optimis, maka harapannya akan terpenuhi. Jika tidak, maka apa yang telah ia lakukan itu tiada lain kecuali ghurur, congkak, pongah dan kebodohannya.[]
Pelajaran Ke-3
Ghirah dan Himyah (Cemburu dan Memelihara)
Saudaraku, janganlah engkau teledor dan lalai dalam menjaga dan memelihara agamamu, kehormatanmu, anak-anakmu dan harta bendamu. Hendaklah engkau senantiasa menolak berbagai bid’ah dari para pembuat bid’ah dan berbagai keraguan para pengingkar agama yang nyata.
Serius dan bersungguh-sunguhlah dalam menyebarkan syari’at yang mulia. Janganlah engkau melalaikan amar maruf dan nahi munkar. Janganlah engkau angkat penutup wibawamu dari wanita-wanita keluargamu dan kerabatmu. Berusahalah semampu mungkin agar para wanita keluargamu tidak memandang lelaki. Cegahlah mereka dari segala sesuatu yang kemungkinan dapat merusak iman dan akhlak mereka, seperti mendengarkan musik dan lagu-lagu, keluar dari rumah dan berkumpul dengan orang-orang yang tidak dikenal serta mendengarkan kisah-kisah dan cerita-cerita yang membangkitkan syahwat. Berlakulah lemah lembut kepada mereka dan seriuslah dalam meneliti dan memperhatikan hal-ihwal mereka.[]
Pelajaran Ke-4
Tercelanya Tergesa-gesa
Anakku yang baik, janganlah engkau tergesa-gesa dan terburu-buru dalam suatu urusan. Hendaklah engkau memikirkan segala perbuatan dan ucapan-ucapanmu terlebih dahulu. Ketahuilah bahwa segala urusan yang dilakukan oleh seseorang tanpa berfikir terlebih dahulu akan mengakibatkan kerugian dan menyebabkan pelakunya menyesal. Setiap ketergesa-gesaan dan gampangnya mengeluarkan pendapat dan pandangan, dapat menjadikannya hina di hadapan orang-orang dan tidak akan mendapat tempat nantinya di hati mereka.
Pujangga Sa’di berkata: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu dapat dikerjakan dengan baik dengan kesabaran, pertimbangan dan berfikir. Setiap orang yang tergesa-gesa pasti akan terjungkal. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri di padang pasir, bagaimana orang yang berjalan perlahan-lahan, lambat dan berhati-hati akan tiba terlebih dahulu. Sementara kuda yang berlari kencang jatuh tersungkur. Lihatlah bagaimana unta dapat menyelesaikan perjalanannya yang jauh dengan hati-hati dan perlahan-lahan.”
Pelajaran Ke-5
Ghadhab (Marah)
Saudaraku, berusahalah sebisa mungkin untuk tidak marah dan murka. Ukirlah jiwa dan dirimu dengan hiasan kesabaran dan ketabahan. Ketahuilah sesungguhnya marah dan murka itu merupakan kunci segala keburukan dan bisa jadi bahwa puncak kemarahan itu akan mengakibatkan kepada kematian secara tiba-tiba.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya murka dan marah itu dapat merusak iman sebagaimana cuka dapat merusak madu.”[4]
Cukuplah terhinanya murka dan marah sebagai pelajaran bagimu, yaitu engkau berfikir dan merenung tentang perbuatan seseorang di saat ia murka dan marah.[]
Pelajaran Ke-6
Al-Hilmu (Lembut)
Hilm merupakan sikap berhati-hati dan menahan murka sehingga tidak dengan mudah membangkitkan kekuatan marah. Dan sifat hilm ini tidak akan mengakibatkan kegoncangan jiwa dan stres sepanjang masa.
Dan kazhmul ghaizh (menahan diri dari murka) adalah merupakan suatu perbuatan menyembunyikan dan mengekang rasa marah. Kedua sifat ini yaitu hilm dan kazhmul ghaizh adalah merupakan akhlak yang sangat baik dan terpuji.
Cukuplah hilm ini merupakan sifat terpuji karena ia banyak terdapat dan disinggung dalam riwayat-riwayat yang dibarengi dengan al-‘ilm (ilmu pengetahuan).
Dikatakan bahwa hilm merupakan garamnya akhlak. Sebagaimana setiap makanan tidak bisa dirasakan nikmatnya kecuali dengan garam, maka begitu pula dengan hilm. Akhlak dan budi pekerti tidak dianggap indah kecuali dengan adanya sifat hilm. Maka sifat hilm bagi setiap akhlak seperti garam bagi setiap makanan.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As berkata:
“Sesungguhnya hilm itu merupakan cahaya dimana esensinya adalah akal.”[5]
Dalam hadis yang lain dikatakan bahwa:
“Sesungguhnya hilm itu merupakan kesempurnaan akal.”[6]
Dikatakan pula dalam riwayat yang lain:
“Hilm itu merupakan tatanan urusan seorang mukmin”[7]
Riwayat yang lainnya mengatakan:
“Hilm adalah kekasih, karib dan wazir seorang mukmin”[8]
Riwayat yang lain lagi mengatakan:
“ Keindahan seorang laik-laki terletak pada sifat hilm-nya”[9]
Riwayat lainnya lagi mengatakan:
“Barang siapa membuatmu murka dengan melontarkan ucapan buruk kepadamu maka balaslah dengan kebaikan sifat hilm”[10]
Riwayat yang lainnya lagi mengatakan:
“Apabila engkau tidak memiliki sifat hilm maka berusahalah untuk menjadi orang yang halim. ”[11] []
Pelajaran Ke-7
Afwu (Memaafkan)
Memaafkan merupakan sifat Ilahi. Allah Swt menyebutkan sifat maaf tersebut ketika memberikan pujian dan sanjungan.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya memaafkan atau memberikan maaf itu lebih berhak untuk dilakukan ”
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang memberikan maaf.”
“Saling memafkanlah dengan begitu kedengkian di antara kalian akan sirna ”
“Hendaklah engkau menjadi pemberi maaf karena memaafkan itu tidak menambahkan seorang hamba melainkan kemuliaan.”[12]
Diriwayatkan dari ‘Ali bin al-Husein as-Sajjad As, ia bersabda: “Engkau ya Allah yang telah menamakan dirimu Pemaaf maka maafkanlah segala kesalahanku.“[13]
Ketahuilah wahai saudarakau bahwa sesungguhnya dosa, apabila dosa itu besar maka sesungguhnya keutamaan maaf itu akan menjadi besar pula.
Di dalam sebuah syair di katakan:
Sesungguhnya berlaku buruk pada orang yang berbuat buruk adalah sebuah hal yang mudah.
Apabila engkau benar-benar seorang lelaki maka berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk padamu.[]
Pelajaran Ke-8
Ar-Rifqu (Lemah lembut)
Saudaraku, jauhkanlah dirimu sebisa mungkin dari sikap keras dalam perkataan dan perbuatan, karena hal itu merupakan sifat yang buruk yang dijauhkan oleh setiap orang. Keras itu termasuk sifat yang tercela dan apabila engkau menyandangnya, maka orang-orang akan lari darimu dan akan merusak segala urusan hidupmu. Tidakkah engkau melihat bahwa Allah Swt memberikan petunjuk Nya kepada Rasul Nya Saw dengan firmannya:
“Apabila engkau berlaku dan bersifat keras hati maka mereka akan lari meninggalkanmu.” (Qs. Ali Imran 3: 159)
Dan kebalikannya adalah sifat rifq yaitu lemah lembut dalam ucapan dan perbuatan. Sifat rifq ini sangat terpuji dalam berbagai keadaan dan kondisi.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya lemah lembut itu tidak diletakkan di atas sesuatu melainkan ia lebih berat.”[14]
Dalam hadis lain dikatakan:
“Lemah lembut itu separuh dari kehidupan.”[15] Dalam hadis yang lain lagi disebutkan:
“Barang siapa yang diberikan bagian dari sifat lemah lembut maka dia akan diberikan bagian dari kehidupan dunia dan akhirat.”[16]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib As:
“Hendaklah engkau bersifat lemah lembut karena hal itu merupakan kunci kebenaran dan sifat mulia bagi orang-orang yang mempunyai akal yang sehat.”[17] []
Pelajaran Ke-9
Akhlak Buruk
Saudaraku, hindarkanlah dirimu dari akhlak yang menyimpang, karena akhlak yang seperti ini akan menjauhkan seseorang dari Sang Khaliq dan makhluk-Nya, dan dia akan senantiasa mendapatkan azab. Hal ini dikarenakan orang yang berakhlak buruk akan senantiasa tersiksa di tangan musuhnya dimana setiap kali dia pergi ke suatu tempat dia tidak akan pernah terlepas dari cengkeraman balasan.
Dan ketahuilah Saudaraku, bahwa akhlak dan budi pekerti yang baik merupakan lebih utama dari sifat-sifat para wali.
Ayat berikut ini merupakan saksi dari apa yang telah tertera di atas dimana Allah Swt berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Qs. al-Qalam [68]:4).
Pelajaran Ke 10
Permusuhan dan Caci Maki
Saudaraku, jauhilah kedengkian dan permusuhan karena hal itu hanya akan mengakibatkan penyesalan dan sakit hati di dunia dan juga di akhirat. Bahkan efeknya adalah saling melaknat, berkelahi dan menikam. Tidaklah diragukan lagi tentang keburukan sifat-sifat tersebut terutama rasa dengki. Diriwayatkan dari Rasulullah Saw beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi setiap pencaci maki dan orang yang mempunyai sedikit rasa malu, yaitu orang yang tidak perduli dengan apa yang ia ucapkan dan dengan apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Sesungguhnya apabila engkau melihat dan meneliti hal tersebut maka engkau tidak akan mendapatinya melainkan pada seorang anak hasil zina atau kawan setan.”[18]
Dalam hadis yang lain diriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang berbuat keji dan suka mencaci maki.”[19]
Dan hadis lainnya
“Sesungguhnya surga itu haram untuk dimasuki oleh orang yang suka mencaci maki.”[20]
Diriwayatkan dari Muhammad bin ‘Ali al-Baqir As yang bersabda:
“Ucapkanlah kepada manusia sebaik-baiknya ucapan sebagaimana engkau mencintai apa yang diucapkan kepada kalian. Karena sesungguhnya Allah murka kepada para pencaci maki dan orang- orang yang melaknat serta mengutuk atas orang-orang yang beriman yang berbuat keji dan mencaci maki serta yang meminta-minta.”[21]
Pada hadis yang lainnya beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang afif yaitu orang yang menjaga kehormatannya dan murka kepada orang yang duduk dan peminta-minta.”[22]
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya mencaci maki termasuk perbuatan keji yang ditimbulkan dari sekedar murka dan kemarahan dan juga ditimbulkan dari akibat bergaul dengan orang-orang yang buruk, fasiq dan orang-orang yang suka berleha-leha dan suka mengutuk, maka hal itu akan menjadi kebiasaan bagi teman-teman yang bergaul bersama mereka. Dan akibatnya ia akan menjadi pencerca dan pencaci maki tanpa adanya permusuhan dan permukaan. Barangkali engkau pernah menyaksikan orang-orang yang hatinya buruk dan orang-orang jalanan dimana mereka mengeluarkan kata-kata keji kepada sebagiannya yang lain khususnya kepada ibu-ibu mereka dan kepada keluarga mereka karena bergurau. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang berbuat seperti itu jauh dari sifat-sifat kemanusiaan.[]
Pelajaran Ke-11
Ujub (Bangga diri)
Saudaraku, jauhkanlah dirimu dari mengagungkan diri sendiri dan ujub terhadapnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan dosa yang bibitnya adalah kufur, tanahnya adalah nifak, airnya adalah kerusakan, cabang-cabangnya adalah kebodohan, dedaunannya adalah kesesatan dan buahnya adalah laknat dan kutukan, bahkan akan kekal di neraka jahanam. Apabila engkau ingin berbangga diri, maka pikirkanlah keadaan dan kondisimu, bagaimana asal mula terjadinya dirimu yang bermula dari setetes air mani yang menjijikkan, kemudian berakhir sebagai sebuah bangkai yang kotor. Dan di antara dua masa itu, engkau hanya sebagai pembawa berbagai najis yang bau dan berkeliling membawa kotoran yang bermacam-macam (dalam perutmu). Renungkanlah keagungan yang Mahakuasa dan pikirkanlah betapa hina dan rendahnya dirimu, kefakiranmu dan kelemahanmu, dibandingkan dengan seekor lalat dan serangga. Betapa lemahnya dirimu untuk menolak berbagai bencana dan malapetaka yang akan menimpamu. Jadikanlah kelemahan dirimu sebagai bagimu, karena hal itu merupakan paling utamanya sifat dan akan mendatangkan manfaat di dunia dan di akhirat yang tidak terbatas. Allah Swt berfirman:“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk, lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama) dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki Nya...” (Qs. Faathir [35]:8)
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
“Sesungguhnya tidak ada seorang hambapun yang bangga dan ujub dengan kebaikan-kebaikannya melainkan dia akan hancur dan binasa.”[23]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:
“Dan hati-hatilah engkau dari sifat ujub dan berbangga kepada dirimu sendiri, dan percaya terhadap hal-hal yang membuatmu kagum dari padanya serta cinta menampakkan diri, karena hal itu adalah merupakan kesempatan yang paling baik bagi setan dengan dirinya untuk menghapuskan segala perbuatan-perbuatan atau kebaikan-kebaikan orang yang berbuat baik”
Dan riwayat yang lainnya:
“Sesungguhnya ujub dan bangga diri itu mengakibatkan kepada ketergelinciran."
Hadis yang lainnya:
“Sesungguhnya buah dan hasil dari ujub dan bangga diri adalah kemurkaan dan kemarahan”.
“Sesungguhnya keridhaanmu atas dirimu yaitu ujub adalah bagian dari rusaknya akalmu”.
Hadis yang lainnya :
“Orang yang berbangga diri tidak mempunyai akal”
Dan hadis yang lain:
“Ujub itu merupakan perbuatan yang bodoh dan dungu.”[24] []
Pelajaran Ke-12
Takabur & Tawadhu
Saudaraku, hendaklah engkau berusaha sebisa mungkin untuk tidak takabur dan congkak. Karena sesungguhnya orang yang angkuh, congkak dan takabur itu akan digiring di padang pada hari Kiamat dalam bentuk kecil-kecil seperti kecilnya semut. Dan ketika “Dan hati-hatilah engkau dari sifat ujub dan berbangga kepada dirimu sendiri, dan percaya terhadap hal-hal yang membuatmu kagum dari padanya serta cinta menampakkan diri, karena hal itu adalah merupakan kesempatan yang paling baik bagi setan dengan dirinya untuk menghapuskan segala perbuatan-perbuatan atau kebaikan-kebaikan orang yang berbuat baik”
Dan riwayat yang lainnya:
“Sesungguhnya ujub dan bangga diri itu mengakibatkan kepada ketergelinciran."
Hadis yang lainnya:
“Sesungguhnya buah dan hasil dari ujub dan bangga diri adalah kemurkaan dan kemarahan”.
“Sesungguhnya keridhaanmu atas dirimu yaitu ujub adalah bagian dari rusaknya akalmu”.
Hadis yang lainnya :
“Orang yang berbangga diri tidak mempunyai akal”
Dan hadis yang lain:
“Ujub itu merupakan perbuatan yang bodoh dan dungu.”[25] []
Pelajaran Ke-12
Takabur & Tawadhu
Saudaraku, hendaklah engkau berusaha sebisa mungkin untuk tidak takabur dan congkak. Karena sesungguhnya orang yang angkuh, congkak dan takabur itu akan digiring di padang pada hari Kiamat dalam bentuk kecil-kecil seperti kecilnya semut. Dan ketikaitu, mereka akan diinjak-injak oleh manusia, karena mereka tidak ada harganya dan tidak ada nilainya sama sekali di sisi Allah Swt. [26]
Allah Swt berfirman:
“Dan mereka seluruhnya bersujud kepada Adam kecuali iblis karena ia congkak dan sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang kafir”. (Qs. Shaad:73-74)
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
“Hendaklah engkau menjauhkan sifat takabbur dan congkak, karena sifat takabbur dan congkak itu berada pada kaki dan sesungguhnya bagian atasnya terdapat aba’ah (pakaian lapisan luar gamis seperti jubah).” [27]
Dalam hadis yang lain diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:
“Berhati-hatilah engkau jangan sampai mempunyai sifat takabbur dan congkak, karena sifat takabbur itu merupakan dosa yang paling besar dan merupakan puncak atau sumber segala aib dan ia merupakan hiasan bagi Iblis.” [28]
Dan pada hadis yang lain disebutkan:
“Seburuk-buruk bahaya akal adalah takabur dan congkak.”
Hadits lainnya berbunyi:
“Paling buruknya akhlak adalah takabur dan congkak.”
Hadits lainnya:
“Berhati-hatilah dan jauhkanlah dirimu dari sifat takabbur dan angkuh, karena ia merupakan puncaknya kezaliman dan maksiat kepada Allah Yang Maha Rahman.” [29]
Diriwayatkan dari Imam Sajjad bin Husein As, beliau bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan Astaghfirullaha wa atuubu ilaih (aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada Nya), maka ia bukan termasuk orang yang congkak dan takabbur dan juga tidak termasuk orang yang jabbar atau lalim. Sesungguhnya orang yang congkak dan takabbur adalah orang yang senantiasa melakukan dosa, ia dikalahkan oleh hawa nafsunya dan ia lebih memilih dunianya daripada akhiratnya." [30]
Diriwayatkan dari Imam Ja’far bin Muhammad as-Sadiq As bahwa beliau bersabda:
“Takabur ialah engkau merendahkan orang lain dan meremehkan kebenaran.” [31]
Hadits yang lainnya:
“Takabur ialah orang yang bodoh terhadap haq dan dia menikam atas ahlinya.” [32]
Diriwayatkan dari Imam Sadiq As, beliau bersabda:
“Sesungguhnya di dalam neraka jahanam terdapat jurang dan lembah yang dikhususkan untuk orang-orang yang takabur dan congkak. Lembah itu dinamakan saqar. Saking panasnya jahanam, lembah itu mengadu kepada Allah Swt dan meminta izin untuk sedikit bernafas kemudian dia bernafas maka jahanam membakarnya.” [33]
Oleh karena itu saudaraku, berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk menjadi orang yang rendah hati dan tawadhu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya rendah hati dan tawadhu itu tidak akan mengurangi kebesaran dan kehormatanmu sama sekali, bahkan akan menyampaikanmu kepada derajat dan kemuliaan yang tinggi. Adapun takabur dan congkak adalah termasuk sifat-sifat yang dan rendah, dan akan menyebabkan orang-orang jatuh terjerumus. Dan orang-orang yang berusaha untuk besar dengan jalan menutupi kekurangan-kekurangan mereka dengan kecongkakan dan takabur, sesungguhnya mereka itu malah akan membuka keburukan-keburukan dan menyingkap aib-aib mereka sendiri.[]
Pelajaran Ke-13
Al-Qasâwah (Keras Hati)
Keras hati ialah tiadanya rasa peduli terhadap kesusahan orang lain. Seseorang yang hatinya mengalami kondisi tersebut tidak merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Sumber keras hati ini adalah karena ia dikalahkan oleh kekuatan buas hawa nafsunya. Kebanyakan dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti aniaya, menyakiti orang lain, tidak menjawab atau mengabulkan panggilan orang lain yang teraniaya, tidak membantu orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, itu semua timbul dari sifat atau kondisi keras hati. Mengobati penyakit hati seperti ini sangat sulit. Dan orang yang tertimpa penyakit seperti ini, hendaklah ia senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membuat hatinya lunak kembali, agar jiwanya mempunyai potesi untuk menerima curahan sifat belas kasih sayang dari sumber rahmat Allah Swt, agar nantinya sifat dan kondisi keras hatinya tersebut dapat menjadi sirna. Apabila seseorang yang tertimpa penyakit tersebut tidak berusaha mengobati dirinya, maka dia akan keluar dari daerah atau batasan manusia.
Allah Swt berfirman: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu." (Qs. al-Maidah [5]:13)
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
“Janganlah kalian memperbanyak ucapan selain berzikir kepada Allah Swt, karena banyak berbicara selain berzikir kepada Allah Swt, dapat mengakibatkan keras hati. Sesungguhnya paling jauhnya manusia dari Allah adalah orang yang hatinya keras.” [34]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:
“Tidak akan kering air mata, melainkan orang yang keras hati. Dan tidak akan keras hati melainkan orang yang banyak dosanya.” [35]
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw bersabda :
“Ada tiga perkara yang akan membuat keras hati, yaitu mendengarkan sesuatu yang sia-sia, memburu binatang dan menghampiri pintu kerajaan.” [36]
Diriwayatkan dari al-Masih binti Maryam Isa As, beliau bersabda:
“Sesungguhnya binatang apabila tidak ditunggangi, tidak diuji dan tidak digunakan, maka nantinya ia akan menjadi sulit dan akan berubah sikapnya. Demikian pula hati manusia, apabila dia tidak dilembutkan dengan mengingat kematian dan tidak diikut sertakan dengan senantiasa beribadah, maka ia akan menjadi keras seperti batu.” [37]
Penyair Sa’di Syirazi dalam sebuah syairnya berkata yang artinya:
Anak-anak Adam adalah anggota satu sama lainnya, Mereka diciptakan dari mutiara yang satu
Apabila salah satu dari mereka tertimpa kesulitan suatu penyakit, maka anggota-anggota yang lain akan merasakan penderitaan tersebut.
Apabila engkau tidak merasa susah atas derita orang lain, maka ketahuilah, bahwa engkau tidak layak menyandang nama sebagai anak Adam.[]
Pelajaran Ke-14
Asy-Syarrah (Keburukan)
Saudaraku, hendaklah engkau menjauhkan diri dari menghamba perutmu. Sesungguhnya akibat buruk yang disebabkan oleh menghamba perut itu banyak sekali, seperti hina, bodoh, dungu dan lain sebagainya, bahkan termasuk bahaya paling besar yang menimpa manusia itu timbul dari mengikuti hawa nafsu perutnya. Seandainya tidak ada kezaliman dari arah perut yang ditimbulkan oleh hawa nafsu makan, maka tidak akan terjerumus seekor burung pun ke dalam perangkap, bahkan tidak ada seorang pemburu pun yang menyiapkan perangkapnya.
Ketahuilah sesungguhnya perut itu mengandung bahaya dan penyakit yang bermacam-macam dan sesungguhnya lapar itu mempunyai faedah dan manfaat yang banyak sekali. Karena sesungguhnya lapar dapat menerangi hati, menyinari dan menerangkan pikiran bahkan akan menyampaikan seseorang kepada kelezatan dan keindahan yang hakiki dalam bermunajat, berdzikir dan beribadah kepada Allah Swt. Lapar juga akan mengingatkan seseorang kepada hari kiamat dan menampakkan kerendahan nafsu amarahnya serta memperlancar dan mempermudah untuk taat dan beribadah, sehingga dengan lapar seseorang menjadi ringan dan sehat badannya serta akan tersingkir dari berbagai macam penyakit.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya bersabda:
“Janganlah kalian matikan hati kalian dengan banyak makan dan minum, karena sesungguhnya hati itu seperti tanaman yang akan mati apabila terlalu banyak disirami air.”
Oleh karena itu, wahai orang-orang yang mengikuti hawa nafsu perutnya dengan banyak makan, hendaklah kalian mengobati jiwa dan diri kalian, dan jangan sampai terhalangi dari faedah-faedah dan manfaat lapar. Hendaklah mereka mengikuti tata cara para nabi, para ulama besar dan para urafa, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mencapai derajat yang tinggi tanpa memperhatikan rasa lapar. Hendaklah mereka memilih antara berteman dengan para malaikat dengan melalui rasa lapar daripada berteman dengan binatang-binatang yang selalu berteman dengan biji-bijian.[]
Pelajaran Ke-15
Hubb ad-Dunya (Cinta Dunia)
Saudaraku! Berhati-hatilah dari mencintai dunia yang hina. Karena sesungguhnya cinta dunia itu merupakan pokok dan sumber dari segala keburukan. [38] Dan pencari dunia akan hancur dan rusak serta sia-sia amal dan perbuatannya. Dunia merupakan bagian dari manfaat bagi seseorang setelah kematiannya. Dan manfaat dunia itu akan terlihat pada seseorang setelah kematiannya. Ketahuilah, bahwa dunia yang diinginkan dan dicari oleh seseorang demi memperoleh pahala dan buah akhirat, hal itu tidaklah dinamakan dunia yang terhina. Sesungguhnya dunia tidak dianggap terhina apabila kadar dunia itu digunakan oleh seseorang untuk tujuan melangsungkan kehidupannya di dunia ini, seperti memenuhi kehidupan keluarganya, menjaga kehormatannya dan hal-hal lain yang ia perlukan. Bahkan hal semacam itu tidak dianggap dunia, tetapi merupakan amal-amal yang saleh.
Diriwayatkan dari Imam Baqir As, beliau bersabda dalam salah satu hadisnya: “Barang siapa mencari rizki di dalam dunia ini untuk menjaga kehormatannya dari orang lain dan untuk menghidupi keluarganya dan membantu tetangganya, maka ia akan berjumpa dengan Allah Swt sedangkan wajahnya bagaikan bulan di malam purnama” [39]
Ketahuilah Saudaraku, sesungguhnya dunia itu diibaratkan seperti air laut, setiap kali orang yang merasa haus minum air tersebut, ia akan bertambah haus sehingga ia hampir mati karenanya. [40]
Nabi Isa al-Masih As pernah bersabda:
“Sesungguhnya pencari dunia adalah seperti orang yang minum air lautan, setiap kali ia meminumnya, akan bertambah rasa dahaganya sehingga air itu hampir membunuhnya sendiri” [41]
Dunia laksana seekor ular yang bagian luarnya lembut dan terukir indah, tetapi bagian dalamnya penuh dengan racun yang mematikan dan mengandung bahaya yang besar.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As pernah menulis sepucuk surat kepada Salman al-Farisi, dalam surat itu beliau mengatakan:
“Perumpamaan dunia ini bagaikan seekor ular yang ketika disentuh ia lembut, tetapi racunnya akan membunuh. Maka berpalinglah dari segala sesuatu yang menakjubkanmu, karena sedikitnya sesuatu yang menemanimu. Dan enyahkanlah segala kesusahannya, karena yakinlah engkau meninggalkannya”. [42]
Allah Swt pernah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa As yang isinya: “Wahai Musa, ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap fitnah itu bibit dan sumbernya adalah cinta dunia.” [43]
Diriwayatkan dari Rasulullah, beliau bersabda:
“Dosa yang paling besar adalah cinta dunia”. [44]
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“Cinta dunia merupakan sumber segala maksiat dan awal segala kedustaan”. [45]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:
“Cinta dunia merupakan sumber segala fitnah dan dasar segala cobaan”.
Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan:
“Sumber segala bencana adalah gandrung dan cinta dunia. Dan sesungguhnya engkau tidak akan menjumpai Allah Swt dengan suatu amal perbuatan yang lebih berbahaya atasmu selain dari pada cinta dunia”.
Riwayat lainnya mengatakan:
“Sesungguhnya dunia itu merusak agama dan mencabut keyakinan”. [46] []
Pelajaran Ke-16
Al-Faqr (Fakir)
Saudaraku yang fakir, janganlah engkau bersedih dengan kefakiranmu, karena kefakiran merupakan hiasan bagi seorang mukmin dan hal itu lebih baik dari pelana yang dijadikan sebagai hiasan kuda. dan setiap manusia pasti merindukan surga, sementara surga itu rindu kepada orang-orang fakir.
Al-Alamah al-Majlisi meriwayatkan sebuah hadis dalam kitabnya Bihâr al-Anwâr jilid 72 hal 48 hadis ke 58. Dalam hadis tersebut Rasulullah Saw bersabda:
“Orang-orang fakir merupakan raja-raja penduduk surga, dan seluruh manusia rindu kepada surga. Sedangkan surga rindu kepada orang-orang fakir”.
Cukuplah bagi seorang fakir untuk menghibur hatinya dengan ucapan pemimpin umat manusia pemberi kabar gembira Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Kefakiran adalah kebanggaanku." [47]
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: "Kefakiran adalah kebanggaanku dan dengan kefakiran itu aku merasa bangga." [48]
Dan dalam hadis yang lainnya lagi beliau bersabda:
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan giringlah aku di padang mahsyar bersama kelompok orang-orang yang miskin”. [49]
Di dalam hadis yang lain Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa berusaha untuk membantu keluarganya dari sesuatu yang halal, maka dia bagaikan seorang mujahid (pejuang ) di jalan Allah Swt. Dan barang siapa mencari dunia yang halal untuk tujuan iffah (menjaga diri dan kehormatan) maka dia akan sederajat dengan orang-orang yang mati syahid." [50]
Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib As bersabda:
“Raja-raja dunia dan akhirat adalah orang-orang fakir yang rela." [51]
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw bersabda:
“Tidakkah kalian ingin aku kabarkan tentang ahli-ahli surga?”. Para sahabat menjawab : “Tentu ya Rasulullah“, lalu beliau bersabda: “Raja-raja ahli surga adalah setiap orang yang lemah dan mustadh’af yang wajahnya berdebu dan rambutnya kusut dan hanya memakan dua butir kurma. Orang-orang tidak peduli kepadanya, tetapi apabila dia bersumpah atas Asma Allah, pasti Allah akan mengabulkannya." [52] []
Pelajaran Ke-17
Memohon
Saudaraku, angkatlah kedua tanganmu sebisa mungkin untuk memohon kepada Tuhanmu. Mintalah kepada-Nya segala hajat dan kebutuhanmu. Janganlah engkau tumpahkan wajahmu di hadapan orang-orang yang terkutuk hanya untuk sesuap nasi.
Di dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw bersabda bahwa orang kaya itu bukanlah orang yang banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah orang yang jiwanya terhormat. Dalam tempat yang lain kepada seorang Badui yang memohon nasihat kepadanya, beliau bersabda: “Apabila engkau melakukan shalat maka lakukanlah seperti orang yang melakukan shalat terakhir kalinya, janganlah engkau berkata-kata dengan ucapan yang menyebabkan keesokan harinya engkau akan menyesal. Dan himpunlah rasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia.”
Imam Shadiq As bersabda:
“Sesungguhnya Syi’ah-syi’ah kami adalah orang-orang yang tidak meminta sesuatu dari manusia dan orang lain, sekalipun ia mati kelaparan”.
Beliau bersabda dalam hadis yang lain:
“Ada tiga perkara yang merupakan kebanggaan seorang mukmin dan akan menjadi hiasan baginya di dunia dan akhirat, yaitu shalat pada akhir malam dan merasa putus asa dalam mengharap apa yang berada di tangan orang lain dan berwilayah kepada Imam dari Ahlulbait Muhammad Saw.” [53]
Ketahuilah Saudaraku, bahwa pakaian seorang raja sekalipun ia mulia, tetapi sesungguhnya ia lebih rendah daripada pakaian seorang fakir yang sabar dan rela dengan kefakirannya tersebut.
Sesungguhnya makanan orang yang berleha-leha sekalipun nampaknya lezat, tetapi sesungguhnya roti kering yang dimakan oleh orang-orang fakir itu lebih lezat.
Saudaraku, janganlah engkau merasa gelisah karena sedikitnya uangmu, janganlah engkau menjual agamamu untuk duniamu, karena sesungguhnya pada hari pembalasan nanti kemuliaan itu terdapat pada agama dan bukan terdapat pada uang. Derajatmu akan menjulang tinggi dengan agamamu dan bukan dengan uangmu.
Hukama (orang-orang bijak) berkata “Seandainya air kehidupan itu dijual dan diganti dengan air wajah (kehormatan), maka tidak akan ada seorang alim pun yang bersedia untuk membelinya. Sesungguhnya mati karena sakit itu lebih baik daripada hidup dengan segala kehinaan”.
Oleh karena itu Saudaraku bersandarlah sepenuhnya kepada Allah Swt dan hindarilah rasa tamak dengan melihat apa yang ada pada orang lain dan janganlah engkau perduli dengan yang ada pada mereka. Imam Shadiq As bersabda:
“Apabila kalian menghendaki agar Tuhan kalian tidak mengabulkan suatu permintaanpun melainkan ia pasti memberikannya, maka hendaklah kalian berputus asa dari seluruh manusia dan tidak lagi menaruh harapan selain dari Allah Swt. Apabila Allah Swt mengetahui hal itu dan apa yang ada di dalam lubuk hati kalian maka apa yang dia minta pasti Allah akan memberikannya." [54]
Allah Swt berfirman: “…. orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak…”. (Qs. al-Baqarah [2]:273).
Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Dzar: “Wahai Abu Dzar, hendaklah engkau jangan meminta-meminta, karena hal itu merupakan kehinaan yang berwujud dan merupakan kefakiran yang cepat dan di dalamnya terdapat hisab yang panjang di hari kiamat." [55]
Dalam hadis yang lain diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Ali seandainya kedua tanganku ini di masukkan ke dalam mulut at tannin sampai ke sikuku hal itu lebih aku sukai daripada aku harus meminta dari orang lain yang tidak ada di sana." [56]
Amirul Mukminin Ali As pernah bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta itu akan melemahkan lisan orang yang berbicara dan akan memecahkan hati yang berani dan membuat orang yang merdeka dan mulia itu bersikap bagaikan sikap seorang budak yang hina dan menghilangkan kehormatan muka dan menghapuskan rizki." [57]
Dalam hadis yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya taqarrub kepada Allah Swt itu dilakukan dengan memohon kepada-Nya dan dengan cara meninggalkan apa yang ada pada manusia."
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“Sesungguhnya Syi’ahku adalah orang yang tidak menjilat-jilat bagaikan seekor anjing dan orang yang tidak tamak sebagaimana tamaknya burung elang dan tidak meminta-minta kepada orang lain meskipun ia mati kelaparan."
Pada hadis yang lain beliau bersabda bahwa meminta-minta kepada orang lain adalah kunci dari kefakiran. Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak ada seorang hambapun yang membuka pintu pada dirinya untuk meminta-minta kepada orang lain melainkan Allah akan membukakan atasnya tujuh puluh pintu kefakiran."
Imam Shadiq As bersabda:
“Barang siapa yang memohon kebutuhannya kepada orang lain, maka akan tercabut kehormatan dan rasa malunya. Dan dengan berputus asa atau tidak mengharapkan apa yang ada pada manusia adalah merupakan kemuliaan bagi seorang mukmin di dalam agamanya, sedangkan tamak adalah merupakan fakir yang hadir." [58] []
Pelajaran Ke-18
Al-Hirsh (Rakus)
Saudaraku, hindari dan buanglah jauh-jauh sifat rakus karena sifat tersebut merupakan sahara yang luas tidak bertepi, ke arah mana saja engkau menghadapkan wajahmu maka engkau tidak akan dapat melihat dan menjangkau batasnya. Rakus merupakan lautan yang tiada bertepi dan tidak dapat dijangkau kedalamannya sekalipun kamu menyelaminya. Sungguh betapa rugi dan celakanya orang yang ditimpa penyakit rakus ini, karena ia akan mencelakakan dan menyesatkan dan sulit untuk diselamatkan.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya orang yang rakus itu mahrum (terhalangi,) dan dengan adanya penghalang ini dia akan menjadi terhina dalam hal apa saja. Bagaimana ia tidak akan menjadi mahrum dan terhalangi sedangkan ia kabur dari ikatan janji Allah Swt? "[59]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sesungguhnya rakus itu lebih panas dari api neraka”. Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya sifat rakus itu dapat menghalangi kadar dan kemuliaan seseorang dan sifat ini tidak akan menambahkan rizki kepadanya”.
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda bahwa orang yang rakus itu adalah fakir meskipun ia memiliki dunia dan isinya. Diriwayatkan dari Imam Baqir As, beliau bersabda bahwa perumpamaan orang yang rakus terhadap dunia adalah seperti ulat sutra, dimana setiap kali bertambah lipatan sutra pada dirinya maka akan semakin jauh pulalah dirinya untuk dapat keluar dari lipatan tersebut.[60]
Ketahuilah Saudaraku, sesungguhnya qanaah (merasa cukup) adalah merupakan suatu sifat yang penuh dengan keutamaan dan fadhilah dan merupakan sifat yang membuat ketenangan seseorang di dunia dan akhirat.
Al-Allamah an-Naraqi dalam kitabnya Jami’u Sa’âdat jilid 2 hal 101 berkata bahwa qanâ'ah dan merasa cukup itu merupakan lawan dari rakus. Qanâ'ah adalah suatu sifat terpuji yang jika melekat pada diri seseorang dapat menjadikannya merasa cukup dengan sekedar kebutuhannya dari harta tanpa berusaha untuk susah payah mencari tambahannya. Qanâ'ah merupakan sifat yang mulia dan utama, dimana sifat-sifat mulia yang lain bergantung pada sifat tersebut. Dan ketiadaan sifat qanâ'ah tersebut akan menjadikan dan menyebabkan seseorang menjadi terjerumus kepada akhlak dan budi pekerti yang buruk. Orang-orang yang qanâ'ah, dengan hanya satu hidangan makanan akan bisa mencukupi sepuluh orang. Tetapi sebaliknya, sifat rakus itu tak ubahnya bagaikan dua anjing yang akan berkelahi hanya untuk memperebutkan sebuah bangkai. Demikianlah orang yang rakus, dia akan tetap lapar meskipun dunia seisinya telah menjadi milikinya. Sementara orang yang merasa cukup dan qanâ'ah akan merasa kenyang sekalipun hanya dengan sebuah roti kering.[]
Pelajaran Ke-19
Tamak (
Serakah)
Saudaraku, ketahuilah bahwa tamak merupakan sebuah sifat yang sama dengan sifat rakus. Lawan dari sifat ini adalah tidak butuh kepada orang lain.
Telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tamak akan menghilangkan hikmah dari kalbu-kalbu para ulama." [61]
Dan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:
“Mulialah orang yang qanâ'ah, yaitu orang yang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan hinalah orang yang tamak.” [62]
Dari Ali bin Husain as-Sajjad As bersabda:“Aku melihat kebaikan yang awalnya terkumpul dan menjadi terputus karena ketamakan manusia.” [63] []
Pelajaran Ke-20
Bakhil (Kikir)
Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat bakhil dan pelit, karena sesungguhnya orang yang bakhil dan pelit itu terhina, rendah dan tidak berharga. Cukuplah dalam keburukan sifat ini bahwa tidak akan ada seorang pun yang menyukainya di dunia ini. Dan masyarakat, bahkan anak-anaknya sendiri akan memusuhinya dan keluarga serta familinya senantiasa akan menunggu kematiannya, supaya dalam duka citanya mereka bisa mengenakan pakaian yang paling lusuh akan tetapi mereka akan membawa pakaian yang paling baik.
Sebagian ulama mengatakan: “Akar bakhil itu dari tanah dan dia akan tumbuh ketika hendak menuju ke tanah”.
Dan ketahuilah Saudaraku, bahwa orang bakhil tidak akan pernah diingat setelah kematiannya, karena telah jelas bahwa barang siapa tidak memakan rotinya ketika hidupnya, maka tidak akan ada yang menyebutkan namanya ketika matinya.
“Dan barang siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri”. (Qs.Muhammad [47]:38)
Pelajaran Ke-21
As-Sakhâ’ (Murah Hati)
Saudaraku, sesungguhnya kebalikan dari sifat bakhil adalah sakhâ’ atau murah hati. Sakhâ’ adalah sebuah sifat yang merupakan akhlak tinggi dan mulia dimana pemiliknya senantiasa akan diterima oleh para penghuni ufuk. Keutamaan dari sifat ini begitu jelas dan terang, karena orang yang memiliki sifat ini akan menjadi orang yang dicintai dan dipuji di sisi Khaliq dan di sisi makhluk. Orang yang pemurah akan dicintai oleh para penghuni langit dan penghuni bumi, dan namanya akan senantiasa terukir dalam kebaikan.
Saudaraku, ketahuilah bahwa kekayaan merupakan perantara untuk memudahkan kehidupan. Dan kehidupan ini bukan merupakan sarana untuk mengumpulkan kekayaan. Seorang ‘Aqil (orang yang berakal sehat) pernah ditanya: “Siapakah yang dimaksud dengan orang yang beruntung, dan apakah yang dimaksud dengan kemalangan?” Sang 'Aqil berkata: “Beruntung adalah memakan dan memanen, sedangkan malang adalah mati dan tenggelam”. Dengarlah baik-baik nasihat Nabi Musa As kepada Qarun, beliau berkata: “Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Qs. Qashash [28]:77) Wahai Qarun engkau tidak mendengarkannya dan akibatnya engkau melihat keburukannya dan apa yang engkau capai”
Para cerdik pandai berkata: “Telah meninggal dunia dua orang dan keduanya menyesal, karena yang satu mempunyai tetapi tidak memakannya dan yang satunya lagi mengetahui tetapi tidak mengamalkannya.”
Saudaraku, karena engkau telah mengetahui keutamaan sifat murah hati, maka ketahuilah bahwa sifat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemberian dan infak.
Pertama: adalah infak-infak wajib, dan yang termasuk di dalamnya seperti: zakat, khumus, nafkah keluarga dan sepertinya.
Kedua: adalah pemberian-pemberian mustahab seperti sedekah, hadiah, mengundang tamu, memberikan hak ma’lum [64] dan hak hashad [65] , memberikan pinjaman, membantu para muslim, membangun masjid, madrasah, jembatan, istal kuda, membangun kanal-kanal, mencetak buku-buku agama dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini merupakan sedekah jariyah (yang akan selalu mengalir pahalanya-AM) dan merupakan baqiyatus-shâlihât (peninggalan amal shaleh).[]
Pelajaran Ke-22
Menghindari Harta Haram
Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari harta yang haram, karena hal itu akan menimbulkan bahaya yang teramat besar, dan merupakan penghalang terbesar dalam memperoleh kebahagiaan.
Ketahuilah, bahwa sebagian besar manusia yang tidak memiliki harapan lagi untuk memperoleh karunia dan berkah Ilahi, sebabnya adalah karena mereka tidak mau menjauhkan diri dari harta yang haram. Dan sesungguhnya hati yang tumbuh dari suapan makanan haram, akan berada di suatu tempat yang tidak lagi layak untuk menerima karunia dari Yang Maha Suci.
Oleh karena itu saudaraku, ingatlah, jika engkau ingin mencari keselamatan, engkau harus mencari sesuatu yang halal dan harus menahan tangan serta perutmu dari memakan setiap makanan yang ada. Hindarilah berbuat zalim, keras kepala, berkhianat dalam amanat, menipu, licik, marah, mencuri, mengurangi timbangan, melakukan riba dan sebagainya. Saudaraku, sebaliknya kenakanlah baju taqwa dan wara’ pada tubuhmu karena sesungguhnya: “Pakaian takwa itulah yang paling baik”. (Qs. al-A’raf 07:26)[]
Pelajaran Ke-23
Percakapan Yang Tidak Bermanfaat
Saudaraku, berusahalah semampumu untuk menutup mulut, dan jauhkanlah dirimu dari tenggelam dalam kebatilan, dari percakapan yang tidak bermanfaat dan dari ikut campur dalam urusan orang lain. Karena hal itu akan menyebabkan tersia-sianya waktumu yang merupakan modal perdagangan dan modal keselamatan.
Oleh karena itu saudaraku, perhatikanlah bahwa waktu untuk mempersiapkan perjalanan akhirat lebih sempit dari melakukan hal-hal di atas, karena sesungguhnya kita adalah para musafir yang hanya berkesempatan mengikat bekal perjalanan, lalu seberapakah banyaknya waktu luang kita sehingga masih sempat duduk-duduk dan bercakap-cakap mengenai hal-hal yang tidak ada manfaatnya.[]
Pelajaran Ke-24
Hasad (Iri Hati)
Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat iri hati sekuat kemampuanmu, karena orang yang iri hati akan merasa tersiksa dengan azab yang berat, baik di dunia maupun di akhirat dan tidak akan pernah terlepas dari kesedihan dan kesusahan.
Apabila engkau perhatikan orang yang terjangkiti penyakit ini dengan baik, maka engkau akan mendapatkan bahwa dia memiliki watak keras kepala dan bersifat keras terhadap orang lain, bahkan menganggap Allah Swt (wal ‘iyâdzu billâh) adalah jahil, atau dia menganggap dirinya lebih mengetahui kemaslahatan dan keburukan hamba Allah. Ketahuilah, bahwa kedua-duanya ini merupakan kekufuran dan juhud (pengingkaran), sehingga dia akan menyandang julukan si hasad yang malang.
Maka saudaraku, jadilah mahsud (orang yang dijadikan obyek untuk iri hati-pen) dan janganlah menjadi hâsid (pelaku hasad), karena sesungguhnya mizan kebaikan para hâsid senantiasa akan menjadi ringan, karena kebaikannya itu dipindahkan ke mizan para mahsud.
Hadhrat Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda: “Sedikit sekali manusia hasad yang bisa merasakan kenikmatan."[66]
Dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sifat hasad tidak akan membawa keberuntungan." [67]
Terdapat perumpamaan masyhur yang mengatakan: “Telah cukup bagi para penghasud dengan hasad yang diidapnya.”
Apabila engkau ingin mengetahui kemalangan yang akan dibawa oleh para penghasad, maka perhatikanlah baik-baik, bahwa sebenarnya -di dalam kehidupan dunia yang hanya beberapa hari saja- tidak pantas sama sekali untuk iri hati kepada hamba Allah yang lain. Karena dalam waktu yang hanya sekejap mata, si haasid dengan mahsud akan segera terkubur di dalam tanah, dan nama mereka akan terhapus dari lembaran masa.[]
Pelajaran Ke-25
Merendahkan Orang Lain
Saudaraku, hindarkanlah dirimu dari menghina dan merendahkan orang lain dari hamba-hamba Allah.
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa menghina salah satu dari sahabatku berarti dia telah mengikatkan tali peperangan denganku."[68]
Oleh karena itu Saudaraku, seharusnya engkau senantiasa menghormati dan memuliakan seluruh tingkatan rakyat sesuai dengan keberadaan mereka, khususnya dari keturunan mulia; ahli ilmu, ahli fadhilah dan pemilik sifat wara’ dan takwa. Demikian pula terhadap orang-orang tua dan para pendahulu Islam dan keturunan agung para sadat (keturunan Rasulullah).[]
Pelajaran Ke-26
Zalim Dan Kasar
Saudaraku, hindarkanlah dirimu sebisa mungkin dari berbuat zalim dan kasar. Sesungguhnya aniaya dan zalim menurut pendapat siapapun di alam ini, merupakan perbuatan yang buruk. Di dalam Al Qur’an al Majid dijelaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim berada dalam laknat yang sangat keras. Banyak sekali hadis-hadis Rasulullah Saw yang menjelaskan tentang celaan serta ancaman yang berat bagi orang-orang yang zalim. Allah Swt dalam salah satu ayatnya berfirman: “Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Qs. Ali Imran [03]:57)
Terdapat sebuah riwayat yang mengatakan bahwa berbuat zalim dan kekerasan dalam satu jam itu lebih buruk di sisi Allah dari melakukan dosa selama enam puluh tahun. Dan barang siapa yang takut dengan balasannya, maka dia pasti akan menjauhkan diri dari melakukan kezaliman tersebut, karena muntaqim (yang mengambil balas dendam) hakiki akan menuntut intiqâm (balas dendam) dari setiap orang yang berbuat kezaliman, lalu memberikan balasan yang sesuai untuknya. [69]
Demikianlah, Sultan Mahmud Ghaznawi mengatakan: “Aku tidak terlalu takut dengan pedang para lelaki singa, tetapi aku lebih takut pada amir perempuan tua”.
Telah diriwayatkan pula bahwa berbuat zalim atau berteman dengan orang yang zalim, dan rela dengan kezalimannya, mereka semua berada dalam kedudukan yang sama. Oleh karena itu saudaraku, berbuatlah sesuatu dengan adil dan hindarkanlah dirimu dari berbuat zalim kepada hamba-hamba Allah, karena kemuliaan sifat adil berada di luar sifatnya. Dan cukuplah dalam posisi sebagaimana apa yang kita lihat dalam sebuah cerita bahwa setelah lebih dari seribu tahun Anushirwan [70] yang adil terkuburkan, tetapi ternyata rakyat masih saja menyebutkan kebaikan namanya, hal ini dikarenakan satu sifat yang mulia dan tali umurnya yang selama sekian ribu tahun dalam kesultanan telah ditancapkan pada paku ajal, akan tetapi hingga kini nyanyian rantai keadilannya masih terikat erat di kubahnya.[]
Pelajaran Ke-27
Memenuhi Hajat Muslimin
Saudaraku, senantiasa bersungguh-sungguhlah dalam memenuhi dan membantukebutuhan serta hajat para muslim, dan berusahalah untuk memberikan hal-hal yang lebih penting bagi mereka.
Ketahuilah, bahwa keutamaan para muqarrab adalah karena usaha mereka yang serius untuk memenuhi keperluan orang-orang yang butuh.
Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda dalam salah satu hadisnya kepada Kumail bin Ziyad: “Wahai Kumail, perintahkanlah kepada keluargamu untuk berusaha meraih kemuliaan dengan berupaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang memerlukan.” [71] []
Pelajaran Ke-28
Membahagiakan Hati Mukmin
Saudaraku, bahagiakanlah hati para mukmin semampumu, karena alangkah besar dan banyaknya pahala yang dijanjikan untuk perbuatan tersebut. Dan ketahuilah bahwa membuat bahagia dan gembira hati kaum mukmin lebih baik dan lebih utama daripada meramaikan sebuah bangsa.
Hadhrat Rasul Saw bersabda: “Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah memberikan kebahagiaan atas para mukmin.”[72][]
Pelajaran Ke-29
Amar Ma’ruf Dan Nahi Mungkar
Saudaraku, janganlah engkau menganggap ringan pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena melalaikan masalah ini dapat mengakibatkan bahaya yang sangat fatal. Dan bahaya yang ditimbulkan oleh hal ini bersifat universal, dan kerusakan yang akan terjadipun bersifat global dan memenuhi segala segmen.
Dari Hadhrat Baqirul Ulum As telah diriwayatkan, beliau bersabda bahwa Allah Swt telah mengirimkan wahyu kepada Nabi Syu’aib As dengan berfirman bahwa “Aku akan menurunkan azab kepada seratus ribu orang dari kaummu, empat puluh ribu darinya berasal dari golongan yang buruk dan enam puluh ribu lainnya dari golongan yang baik”. Nabi Syu’aib bertanya: “Tetapi mengapa golongan yang baik-baik pun mendapatkan azab?”, Lalu beliu mendengar jawaban bahwa “Hal itu terjadi karena mereka menjilat dan menganggap sepele para pembuat maksiat, dan mereka tidak memarahi dengan kemarahan-Ku.” [73] []
Pelajaran Ke-30
Kekeluargaan
Saudaraku, ketahuilah bahwa mempunyai sifat kekeluargaan atau kekerabatan serta damai dengan masyarakat, merupakan sebuah sifat yang terpuji dan akhlak yang mulia. Sehubungan dengan masalah ini terdapat begitu banyak hadis yang mengungkapkan tentang keutamaan melakukan ziarah kepada para mukmin, mengucapkan salam, bersalaman dengan mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengiringi jenazah dan mengucapkan tasliyat kepada orang-orang yang terkena musibah dan yang semisalnya.
Saudaraku, apabila engkau perhatikan dengan baik hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini, maka engkau akan mengetahui betapa besarnya perhatian Allah Swt terhadap persoalan rasa kekeluargaan di antara seluruh makhluknya, dan betapa banyaknya sunnah-sunnah yang telah Dia tetapkan untuk mempertahankan sifat ini. Tetapi sayang dan ironis sekali, ternyata pada zaman kita sekarang ini, sebagian besar dari sunnah-sunnah tersebut telah ditinggalkan, tidak ada yang tertinggal dari nubuwwah (kenabian) melainkan formalitasnya dan tidak ada yang tertinggal dari syari’at kecuali namanya. Setan-setan dengan berbagai usahanya telah berhasil menyebarkan berbagai rencana busuknya. Sehingga umat ini jatuh dan tejerumus ke dalam perbuatan nifak dan perpecahan di antara mereka. Bahkan umat ini, kini telah berani membelakangi segala sesuatu, padahal Allah telah memberikan perhatiannya begitu besar. Mereka tidak menjenguk sesamanya, kecuali karena riya atau untuk menampakkan dan menyebarkan keburukan. Mereka menganggap bahwa memberikan salam merupakan satu perbuatan yang tercela, tetapi mereka senantiasa mengharap agar orang lain memberikan salam kepadanya. Dan mereka pun menganggap bahwa bersalaman merupakan sebuah kebiasaan yang dungu.[]
Pelajaran Ke-31
Silaturahmi
Saudaraku, silaturahmi dan menjalin ikatan persaudaraan dan kekeluargaan dengan sanak keluarga merupakan sebuah ketaatan yang sangat dianjurkan Islam. Bahkan melakukan hal ini lebih utama dari ibadah sunnah. Cukuplah mengenai keutamaan perbuatan ini bahwa hal itu dapat memperpanjang umur dan memperbanyak rizki serta mempermudah hisab pada hari kiamat. Sedang memutus silaturahmi dapat menyebabkan ditimpanya azab akhirat dan malapetaka dunia.
Dari hadis dan pengalaman membuktikan bahwa memutuskan silaturahmi dapat menyebabkan kefakiran dan ketidaktenangan serta akan memperpendek umur. Cukuplah dalam keburukannya bahwa Allah Swt dalam al-Quran berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Qs. Ar-Ra’ad 13:25)
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (Qs. Muhammad [47]:22)[]
Pelajaran Ke-32
Menyakiti Kedua Orang Tua
Yang dimaksud dengan menyakiti kedua orang tua adalah membuat mereka marah, kecewa dan merusak ketenangan keduanya. Bahkan mengganggu ketenangan salah satu dari mereka pun dapat dikategorikan menyakitinya. Dan hal ini merupakan jenis pemutusan silahturahmi yang paling parah dan -tentunya- tanpa diragukan lagi merupakan sebuah dosa yang besar.
Betapa malang nasib orang yang menyakiti kedua orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat, karena dengan melakukan hal ini tidak ada lagi yang akan dia peroleh dari umurnya, dan tidak ada pula kemuliaannya. Usianya akan menjadi pendek dan kehidupannya merupakan hukuman baginya. Sakaratul maut akan menjadi susah dan cabutan nyawa pun akan menjadi hal yang sangat menyakitkan baginya.
Oleh karena itu Saudaraku, kasihanilah jiwamu dan hindarkanlah dirimu dari duri yang menyakitkan ini. Ingatlah selalu jerih payah dan hari-hari kedua orang tuamu yang tanpa tidur dan istirahat yang cukup telah membimbing dan membesarkanmu. Bertahun-tahun engkau berada dalam pelukan mereka yang hangat dan penuh kasih sayang, dan membesarkanmu dengan memeras jiwa. Ingatlah bahwa engkau terlahir tanpa daya, lalu layakkah setelah engkau mendapatkan sedikit kekuatan dalam dirimu, engkau segera melupakan semuanya itu?[]
Pelajaran Ke-33
Perhatian kepada Tetangga
Saudaraku, janganlah engkau mengganggu dan menyakiti para tetanggamu dan perhatikanlah haq mereka. Janganlah engkau melihat ke arah rumah mereka, jangan mengalirkan talang ke arah rumah mereka dan jangan pula meletakkan sampah di depan rumah mereka. Dan jangan sampai engkau mengganggu mereka dengan bau atau asap masakanmu, tetapi saling membantulah engkau dengan mereka.
Ingatlah, jangan sampai engkau tidur pada malam hari dalam keadaan kenyang sementara mereka tidur dalam keadaan kelaparan atau engkau hidup dalam keadaan tenang, tetapi mereka hidup dalam kesulitan, kesusahan, kedinginan dan mengenakan baju yang compang-camping.
Janganlah kalian menolak memberikan garam, air, api dan semacamnya ketika mereka memerlukan. Dan apabila mereka ingin meminjam sesuatu dari kebutuhan pokok rumah, maka berikanlah apa yang mereka inginkan.
Saudaraku, perhatikanlah segala sesuatunya, karena mereka yang berbuat baik terhadap para tetangganya, umur mereka akan menjadi panjang dan akan memperluas rumahnya. Sesungguhnya Ahlulbait As telah menegaskan dan menekankan masalah bertetangga ini dalam banyak bab. [74] []
Pelajaran Ke-34
Mencari Aib Orang Lain
Mencari aib, cela dan keburukan orang lain merupakan indikasi keburukan jiwa, keburukan karakter dan kehinaan pelakunya. Karena setiap orang yang mempunyai aib dan sifat buruk, pasti ingin menampakkan aib dan kekurangan orang lain.
Di riwayatkan dalam salah satu hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang menampakkan amal orang lain yang tidak layak, sesungguhnya dia telah menempatkan dirinya pada posisi tersebut.” [75]
Pengalaman membuktikan bahwa barang siapa meletakkan dirinya untuk senantiasa membuka aib orang lain, berarti dia telah membuat malu orang lain dan akan membuat dirinya tidak dipercaya.
Oleh karena itu, betapa bodohnya orang yang melihat dirinya sendiri bergelimang dengan beribu aib dan seluruh anggota -dari kaki hingga kepala- dipenuhi oleh maksiat, tetapi dia menutup matanya dari aibnya sendiri, lalu malah sibuk membuka mulutnya untuk mencari aib dan kesalahan orang lain.
Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dalam salah satu kalimatnya mengumpamakan orang-orang yang senantiasa mencari aib orang lain lalu menukilkan aib tersebut, tetapi tidak menukilkan kebaikannya, dengan perumpamaan seekor lalat yang senantiasa mencari tempat-tempat jorok dan kotor dari badan manusia lalu hinggap di atasnya dan tidak melakukan sesuatu pun pada tempat-tempat yang bersih. [76]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As juga bersabda dalam sebuah hadisnya: ”Sebesar-besarnya aib seseorang adalah yang menjelek-jelekkan orang lain dengan keburukan yang ada pada dirinya sendiri.“ [77] []
Pelajaran Ke-35
Menjaga Rahasia
Saudaraku, janganlah engkau membuka dan menceritakan rahasia yang engkau sembunyikan kepada orang lain, meskipun dia adalah sahabat sejatimu. Karena dia mempunyai banyak teman dan teman-temannya pun mempunyai banyak teman. Para cerdik pandai mengatakan: Setiap rahasia yang telah keluar dari lisan dua orang, berarti rahasia tersebut telah tersebar. Atau segala sesuatu yang telah keluar dari dua bibir, berarti telah menjadi berita.[]
Pelajaran Ke-36
Menggunjing
Saudaraku, ketahuilah bahwa sesungguhnya perbuatan menggunjing, baik hal tersebut dilakukan dengan perkataan, tulisan, secara langsung atau pun dengan isyarat, merupakan sifat yang paling rendah di antara sifat-sifat yang tercela. Dan sepertiga azab kubur itu muncul dikarenakan sifat buruk ini. [78] Bahkan dapat dipahami dari kalam Ilahi bahwa menggunjing seorang anak pun adalah haram hukumnya. Demikian juga Allah Swt berfirman dalam ayatnya: “Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah - yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa - yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (Qs. al-Qalam [68]:11-13)
Setiap orang yang mengetahui hakikat dari sifat ini, akan mengetahui bahwa menggunjing merupakan secelaka-celaka dan seburuk-buruknya oranag. Dan seburuk-buruknya penggunjing adalah berkata-kata buruk. Yaitu menggunjing di dekat orang yang dia takut terhadap bahaya, siksaan dan pembunuhannya seperti para sultan, para penguasa dan para pemimpin.[]
Pelajaran Ke-37
Kegirangan
Yang dimaksud dengan kegirangan adalah ketika seseorang mendengar bahwa musibah dan petaka telah menimpa seorang rekan atau saudaranya se-iman meskipun karena kejahatan atau keburukannya, lalu dia merasa girang dan ceria dengan kejadian tersebut.
Dari hadis [79] dan pengalaman telah terbukti bahwa orang-orang yang gembira atas musibah yang menimpa orang lain, maka dia tidak akan meninggalkan dunia ini sebelum dia mengalami musibah sebagaimana yang telah menimpa orang lain. Oleh karena itu orang yang berakal tidak akan merasa aman dari berbagai musibah dunia, dan karenanya dia tidak akan merasa gembira dengan musibah saudaranya yang se-iman.[]
Pelajaran Ke-38
Bertengkar Dan Berdebat
Yang dimaksud dengan bertengkar dan berdebat adalah merasa keberatan atas perkataan orang lain dan menampakkan kelemahan serta mengacaukan percakapan orang tersebut dengan maksud untuk merendahkannya serta untuk menampakkan kebesarannya tanpa adanya manfaat ukhrawi. Ketahuilah bahwa perbuatan seperti ini merupakan salah satu dari akhlak yang sangat tercela.
Dalam salah satu hadis Rasul Saw bersabda bahwa hakikat keimanan seorang hamba tidak akan mencapai kesempurnaan, selama dia tidak meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, meskipun kebenaran berada pada dirinya. [80]
Tidak diragukan lagi bahwa apabila seseorang menganggap hal ini sebagai sebuah sifat yang tercela, pasti dia tidak akan pernah menyempatkan diri untuk melakukannya, karena pelaku perbuatan tercela ini diumpamakan sebagaimana seekor anjing liar yang senantiasa akan memenuhi keinginannya. Dia akan ikut terperosok dengan setiap orang dan senantiasa akan memenuhi keinginannya ini, sehingga setiap dia mendengar percakapan orang lain, dia akan melakukan perdebatan dengannya serta mencari kelanjutannya, bahkan dia merasa nikmat dengan perbuatannya tersebut. Terutama dalam kemajemukan seperti sekarang ini, dimana sebagian dari orang-orang yang lemah akalnya malah memuji orang yang mempunyai sifat tercela semacam ini. Orang-orang yang lemah akalnya itu mengatakan bahwa si fulan pendebat atau si fulan yang banyak bicara dan penceramah hebat itu tidak bisa didebat dan tidak ada yang mengalahkannya. Oleh karena itulah biasanya orang semacam ini, yaitu orang yang hobinya berdebat, selalu memilih lawan debatnya dari kelompok orang-orang yang jahil dan bodoh, sehingga dia akan dapat mengalahkannya. Sungguh malang sekali nasib orang seperti ini, karena dia tidak mengetahui bahwa barang siapa yang melakukan perdebatan dengan orang yang lebih bodoh darinya untuk mengetahui bahwa dirinya lebih pandai, sesungguhnya dia adalah orang yang bodoh.[]
Pelajaran Ke-39
Mengolok-Olok Dan Mengejek
Yang dimaksud dengan mengejek dan mengolok-olok adalah menirukan kelakuan, perbuatan, gerak-gerik dan sifat-sifat orang lain, baik dilakukan dengan perkataan, perbuatan, isyarat, sindiran atau kiasan, sehingga menyebabkan orang lain tertawa. Ketahuilah bahwa hal ini dapat menyebabkan timbulnya perpecahan, kecongkakan atau kehinaan orang yang diolok-olok. Dan bisa jadi hal ini, yakni membuat orang lain tertawa dan menganggapnya lucu, disebabkan karena ketamakan terhadap kotoran duniawi. Tak pelak lagi bahwa perbuatan semacam ini tidak akan keluar kecuali dari orang-orang yang rendah akhlaknya, tidak berpendidikan dan pemilik fitrah yang tercela. Bahkan pelaku perbuatan tersebut termasuk orang yang tidak memiliki pengetahuan agama dan tidak juga memiliki kemanusiaan.[]
Pelajaran Ke-40
Berlebihan Dalam Bercanda
Berlebihan dalam bercanda dan melawak adalah sebuah perbuatan yang buruk, bahkan akan menyebabkan kekurangsabaran, turun kehormatannya dan akan menghasilkan kehinaan serta mematikan hati.
Perbuatan inipun akan membuat lupa terhadap akhirat dan bisa jadi akan menyebabkan perpecahan dan permusuhan pula atau akan menyebabkan ketersingungan dan memalukan para Mukmin.
Namun tidak berlebihan dalam hal ini dan tidak membuat keburukan sebagaimana di atas dan tidak membuka mulut serta tertawa tanpa manfaat, merupakan hal yang terpuji.[]
Pelajaran Ke-41
Ghibah
Ghibah atau menggosip adalah mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diri seseorang dengan maksud untuk menjelekkannya atau mencari kekurangannya, dimana apabila orang tersebut mendengar perkataannya ini, dia tidak akan senang, bahkan akan merasa sedih dan tidak rela dengan perkataan tersebut. Baik apa yang dikatakan kepadanya tersebut merupakan kekurangannya yang terdapat di tubuhnya, keturunannya, sifatnya, perbuatannya ataupun perkataannya, ataupun pada segala sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengannya. Sebagaimana dikatakan dalam hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: Apakah kalian tahu apakah ghibah itu? Mereka menjawab: Ya Rasulullah, Allah dan Utusan-Nyalah yang lebih mengetahuinya!. Beliau bersabda: “Ghibah adalah seseorang menyebut-nyebut saudaranya dengan sesuatu yang akan membuatnya tidak senang. ”
Salah seorang dari mereka bertanya: ”Ya Rasulullah apabila sifat tersebut benar-benar ada padanya, apakah hal ini tetap merupakan sebuah keburukan?” Beliau menjawab: “Apabila kekurangan tersebut ada padanya maka hal ini merupakan ghibah, dan apabila tidak ada padanya maka hal ini merupakan fitnah.” [81]
Dan tidak ada perbedaan antara ghibah yang dilakukan dengan sindiran atau yang langsung, bahkan bisa jadi sindiran itu lebih buruk, dan pendengar ghibah berada dalam hukum pelaku ghibah.
Ketahuilah bahwa ghibah merupakan perbuatan yang sangat besar bahayanya, dan menurut pendapat seluruh ulama Islam dan sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam Kitab dan Sunnah, hal ini merupakan perbuatan yang telah jelas keharamannya.
Dari hadis yang begitu banyak dapat dipahami bahwa ghibah itu lebih buruk dari pada berzina. [82] . Dan ghibah akan memakan kebaikan yang ada sebagaimana api membakar kayu. [83] Allah Swt tidak akan mengabulkan shalat dan puasa pelaku ghibah hingga empat puluh hari empat puluh malam. [84]
Begitu banyak hadis-hadis yang menjelaskan betapa tercelanya perbuatan ini. Dan penyakit yang sangat berbahaya ini tidak akan bisa sembuh kecuali dengan merujuk kepada ayat-ayat [85] dan hadis-hadis yang mencela perbuatan ini. Kemudian fikirkanlah dan bertafakkurlah dalam masalah ini bahwa apabila seseorang melakukan ghibah atasmu di sampingmu, apakah engkau tidak akan kecewa dan marah? Sebagaimana engkau tidak akan rela untuk dirimu sendiri dalam hal yang tidak engkau sukai. Hendaklah engkau memperhatikan apa-apa yang engkau ucapkan dan berfikir dalam percakapan. Sumber ghibah itu biasanya muncul dalam bentuk kemarahan, perpecahan, sindiran, hasad, candaan murni, lelucon atau dengan maksud mengejek, mencemooh, bangga dan semisalnya.[]
Pelajaran Ke-42
Berdusta
Saudaraku, berdusta dalam berbicara merupakan sebuah sifat yang dapat membuat pelakunya menjadi orang yang rendah, hina, tanpa malu dan tidak dipercaya lagi. Hal ini merupakan modal dari perbuatan, harga diri dan hitamnya wajah di dunia dan di akhirat.
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang menyebutkan tentang keburukan dari sifat ini begitu banyak. Dalam salah satu hadis Rasulullah Saw bersabda: Setiap kali para Mukmin berkata dusta tanpa adanya halangan syar’i, maka tujuh puluh ribu malaikat akan melaknatnya dan akan keluar bau yang sangat busuk dari hatinya dan dalam keadaan seperti itulah dia akan naik ke atas hingga sampai ke arsy Ilahi. Dengan demikian dia akan mendapatkan laknat dari para penyangga ‘arsy. Allah Swt -dengan perantaraan satu kebohongan ini- akan menuliskan tujuh puluh zina atasnya dimana paling rendahnya zina tersebut adalah seperti melakukan zina dengan ibunya sendiri. [86]
Dari hadis yang lainnya dapat dipahami bahwa pembohong tidak mempunyai iman, dan wajahnya berwarna hitam. [87] Berbohong itu lebih jelek dari meminum minuman keras. [88] Bohong merupakan kunci sebuah rumah dimana seluruh keburukan berada di dalamnya. [89] Dan bohong merupakan paling buruknya riba, [90] mewariskan fakir dan lupa [91] dan mengambil wajah insaniyah pelakunya. [92] Para pembohong akan diazab dengan azab yang khusus dalam kuburnya. [93] Pembohong mempunyai kelembutan hati yang lebih sedikit dibanding segala makhluk yang ada, [94] dan masih begitu banyak lagi kalimat-kalimat yang menjelaskan tentang keburukan dari berkata-kata bohong.
Cara untuk melepaskan diri dari keburukan ini adalah dengan merujuk kepada ayat-ayat dan hadis-hadis yang mencela perbuatan tesebut. Di samping itu juga hendaknya berpikir bahwa berbohong akan menyebabkan kematian yang abadi dan akan menyebabkan hilangnya rasa malu seseorang, kehinaan dan sumber dari jatuhnya harga diri serta kepercayaan. Cukuplah dalam sebab-sebab ketiadaan rasa malu dengan apa yang telah dikatakan dalam hadis dimana Allah Swt meletakkan penyakit lupa pada pelakunya. [95] Persoalan ini telah sampai pada pengalaman dimana dalam perumpamaan global yang menegaskan tentang lemahnya ingatan si pembohong.
Ketahuilah bahwa berkata bohong sebagaimana sabetan pedang, apabila terdapat luka karenanya maka luka tersebut akan tetap meninggalkan bekasnya. Karena saudara-saudara Yusuf As menampakkan aib kebohongannya maka tidak ada kepercayaan dalam perkataan mereka yang benar.
Allah Swt berfirman: “Ya’kub berkata: “Sesungguhnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (buruk) itu, maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku.” (Qs. Yusuf [12]:18)
Dan ketahuilah, bahwa lawan dari berbohong adalah jujur dan berkata benar. Hal ini merupakan sifat yang baik dan merupakan pemimpin akhlak yang terpuji. Allah Swt berfirman dalam salah satu ayatnya: “Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.” (Qs. at-Taubah [09]:119)
Dari Hadhrat Shadiq As diriwayatkan bahwa beliau bersabda: “Janganlah engkau melihat seseorang pada lama dan panjangnya rukuk serta sujudnya, karena bias jadi hal itu dia lakukan karena kebiasaannya yang apabila dia meninggalkannya, dia akan merasa tidak nyaman. Tetapi lihatlah seseorang itu pada benar tidaknya perkataannya dan bagaimana dia mengembalikan amanat yang berada di tangannya.” [96] []
Pelajaran Ke-43
Bahaya Lisan
Tidak disangkal lagi mengenai banyaknya bahaya akibat dari melakukan ghibah, fitnah, bohong, mencemooh, berdebat, riya, melawak, ikut campur dalam percakapan, kata-kata kasar dan sebagainya. Dan semua itu merupakan kerusakan dan keburukan yang bersumber dari lisan. Bahaya yang timbul dari anggota badan yang satu ini bagi seluruh anggota badan seseorang, sangat banyak dan bermacam-macam.
Lisan merupakan media dan sarana yang paling ampuh bagi setan untuk menyesatkan Bani Adam dan umat manusia. Setan tidak tinggal diam dan senantiasa berusaha menyeret manusia ke dalam kesesatan dan kehancuran dengan berbagai usaha dan sarana, di antaranya adalah dengan jalan lisan manusia.
Dalam hadis Nabawi Saw telah diriwayatkan bahwa satu alat yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka jahanam adalah lisan dan kemaluannya. [97] Dalam riwayat lainnya beliau bersabda bahwa barang siapa yang terjaga dari keburukan perut, kemaluan dan lisannya, maka sesungguhnya dia telah terjaga dari seluruh keburukan. [98]
Dalam sebuah riwayat Hadhrat Imam Ja’far As bersabda bahwa tidak ada satu haripun kecuali pada hari itu setiap anggota badan mampu bercakap dan berkata kepada manusia: aku bersumpah kepada Allah, janganlah engkau jatuhkan kami ke dalam azab. [99]
Dalam riwayat lainnya setiap anggota badan itu berkata: Takutlah kepada Allah dalam hak kami, karena apabila kamu benar mengatakannya, maka kamipun akan mengatakannya dengan benar, dan apabila kamu menyimpang, maka kami semua akan menyimpang. [100]
Ketahuilah bahwa kebanyakan dari kesulitan-kesulitan dan kerusakan duniawi itu bersumber dari lisan. Sedangkan lawan dari keburukan lisan adalah diam dan tidak bercakap apa-apa. Diam merupakan hiasan bagi para alim dan tirai bagi para jahil. Karena diam merupakan sebuah pintu dari pintu-pintu hikmah. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis: Barang siapa yang diam, maka sesungguhnya dia telah terselamatkan. [101] Dalam sebuah wasiat, Lukman al-Hakim berkata kepada putranya: "Apabila engkau banyak memberi nasihat, maka ucapanmu itu adalah perak. Ketahuilah bahwa diam adalah emas." [102]
Hadhrat Imam Baqir As dalam sebuah hadisnya bersabda bahwa "Syi’ah kami dan sahabat-sahabat kami adalah orang-orang yang lisannya bisu." [103]
Oleh karena itu, Saudaraku, biasakanlah dirimu sedapat mungkin untuk senantiasa diam. Janganlah engklau meremehkan faedah yang terkandung di dalamnya. Ketahuilah bahwa orang-orang yang dungu itu bukanlah mereka yang diam. Apabila engkau diam dan mengetahui maslahat darinya, maka engkau bukan termasuk orang yang dungu. Justru di sinilah letak kebijaksanaanmu.[]
Pelajaran Ke-44
Hubburriyâsah (Cinta Kekuasaan)
Saudaraku, hakikat kekuasaan adalah memegang tampuk kepemimpinan kalbu rakyat dan menjadikan dirinya sebagai pemilik hati mereka. Hal ini tidak kosong dari berbagai bahaya yang sangat fatal.
Persoalan kekuasaan dapat menyebabkan keburukan dan kerusakan yang teramat besar serta akan menghasilkan kerugian duniawi dan ukhrawi. Hal itu akan terjadi apabila pemilik kekuasaan dan pangkat mengarahkan sasarannya untuk memaksa orang-orang yang keras kepala dan senantiasa takut terhadap hina dan kemuliaan dirinya, setiap saat pikirannya akan senantiasa berada dalam cengkeraman pikiran yang batil.
Penguasa semacam itu dari satu sisi, otak dan pikirannya disibukkan dengan berbagai aturan, undang-undang dan kewajiban-kewajiban yang harus dia susun untuk para budak dan pengikutnya, dan pada saat yang lain pikirannya disibukkan bagaimana cara menumpuk kekayaan materi sebanyak-banyaknya dan memperoleh reputasi di mata masyarakat setinggi-tingginya. Waktu-waktunya senantiasa diisi dan dihiasi dengan basa-basi dan penyambutan yang tanpa henti, dan umurnya dihabiskan untuk melakukan nifak di sana-sini. Dia tidak dapat tidur pada malam hari dan tidak pula beristirahat dan tenang pada siang hari. Wal ‘iyadzu Billah []
Pelajaran Ke-45
Khumul (Tak Ingin Dikenal)
Khumul -salah satu cabang dari sifat zuhud- merupakan sifat terpuji para muqarrabin dan orang-orang Mukmin serta merupakan petunjuk calon-calon penghuni surga. Dan Allah Swt mencintai orang-orang yang memiliki sifat seperti ini. Bahkan pada sebagian riwayat (dalam hadis Qudsi) dikatakan bahwa Allah Swt berfirman: “Tidakkah Aku telah memberikan nikmat kepadamu, tidakkah Aku telah menutupimu di antara manusia dan tidakkah namamu telah Ku hilangkan dari kalangan manusia?” [104]
Adakah kedudukan yang lebih tinggi dari seseorang yang telah mengenal Tuhannya dengan baik, mencukupkan dirinya di dunia ini dengan sesuatu yang sedikit, sementara tidak seorangpun yang mengenalnya. Begitu malam tiba setelah selesai melakukan ibadahnya, dia beristirahat dengan perasaan yang tenang dan damai, dan begitu matahari telah menyembulkan dirinya, dengan konsentrasi penuh dia menyibukkan diri dalam aktifitasnya. Karena inilah, maka sebagian para pembesar agama dan salafus-shalihin membuat kamar khusus untuk dirinya. Di sudut kamar itulah mereka sibuk mendekatkan diri dan bermunajat kepada Sang Kekasih Sejati, sibuk menghitung-hitung aib diri mereka dan menyembunyikan namanya dari pandangan masyarakatnya. Mereka sama sekali tidak mengharapkan acungan jempol dari siapa pun selain kekasihnya itu.[]
Pelajaran Ke-46
Riya’ (Pamer)
Riya’ merupakan salah satu akhlak yang buruk dan merupakan tempat kematian yang sangat besar bagi seseorang. Dalam begitu banyak kitab, ayat-ayat, sunnah dan riwayat terdapat begitu banyak celaan untuk sifat yang satu ini. Dalam sebuah hadis Nabi Saw dikatakan bahwa sifat yang paling dekat kepada riya’ adalah syirik. [105] Dalam riwayat lain Nabi Saw bersabda bahwa pelaku riya’ pada hari kiamat akan diseru dengan tiga panggilan: wahai kafir, wahai fâjir (yang bermoral bejat), wahai ghâdir (pengkhianat), wahai khâsir (yang merugi), amalanmu rusak dan pahalamu batal. Hari ini kamu tidak mempunyai ganjaran lagi di sisi Kami, karena itu ambillah pahalamu dari orang-orang dimana kamu melakukan amalan ibadah tersebut untuk dipuji oleh mereka, hai penipu. [106] Dalam hadis lain disebutkan bahwa surga akan berbicara dan mengatakan bahwa "sesungguhnya aku diharamkan untuk orang-orang yang bakhil dan riya’". [107]
Hadis yang mencela perbuatan riya’ ini begitu banyak, dan cukuplah dalam keburukannya bahwa dalam segala amalan yang dimasukinya berdasarkan fatwa para fuqaha, amal tersebut akan menjadi batal dan akan jatuh dari derajat keterkabulannya.
Sebagian dari ulama mengatakan, jangan sampai orang-orang yang jahil karena ketidakfahamannya menisbatkan kebohongan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengambil kesimpulan bahwa riya’ dalam duka cita terhadap Hadhrat Sayyidus Syuhada itu diperbolehkan dan bukan merupakan syarat bagi keikhlasan. Secara dharuri, menangis untuk Hadhrat Husain As adalah ibadah, dan riya dalam ibadah sebagaimana riba dan maksiat lainnya sama sekali tidak diperbolehkan.
Sungguh mengherankan, bagaimana bisa orang-orang yang berakal sehat itu memberikan asumsi bahwa wujud mulia Imam Husain As yang menanggung semua musibah demi menegakkan hukum-hukum dasar tauhid Allah Swt dan demi mengibarkan kalimat hak guna menguatkan pondasi agama penerang, lalu untuk mempertahankannya harus dengan melalui bid’ah-bid’ah para pengingkar, kemudian menjadikannya sebagai sebab untuk memperbolehkan kemaksiatan dan penjara yang lebih besar, yaitu riya dan syirik kecil ?! “Ini tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (Qs. Shaad [38]:7) []
Pelajaran Ke-47
Panjang Angan-Angan
Dalam salah satu hadis mulia, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Ada dua hal yang aku takutkan atas diri kalian, pertama: mengikuti hawa nafsu dan kedua: panjang angan-angan.” [108]
Yang dimaksud dengan panjang angan-angan adalah banyak berangan-angan, berkeinginan terlampau jauh serta terlalu berharap pada kehidupan dunia. Penyebab hal tersebut adalah dua hal, yaitu:
Pertama: Jahil dan angkuh. Orang yang jahil senantiasa meyakini kemudaan dan kesehatan tubuhnya, ia tidak merasa yakin bahwa sebenarnya kematian itu bisa menjemputnya pada masa muda dan dalam keadaan sehat. Ketahuilah bahwa orang seperti ini telah lalai terhadap kematian kanak-kanak serta para remaja yang tak terhitung banyaknya, serta lalai dengan adanya berbagai macam penyakit yang muncul secara mendadak dan menimbulkan kematian yang tiba-tiba.
Kedua: Cinta dunia. Cinta kepada dunia dan materi itu dekat kepada kenikmatan dan kelezatan yang fana. Ketika manusia telah terjebak dalam kecintaan dan kedekatan seperti ini, maka perpisahan dengannya akan menjadi sesuatu yang mahal harganya, sehingga karena hal ini dia tidak pernah berpikir lagi tentang kematian. Dan terkadang, apabila pikirannya secara selintas menuju ke arah kematian, maka dia akan segera mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang lainnya. Apabila sekali waktu ingatannya terpaku pada kehidupan akhirat, maka setan dan nafsu amarahnya akan menjanjikan sesuatu yang palsu kepadanya dengan mengatakan bahwa sekarang kamu masih berada pada awal umurmu. Oleh karena itu pergunakanlah hal ini untuk bersuka ria, berfoya-foya dan sibukkanlah dirimu dengan mengumpulkan perlengkapan duniamu, ketika telah besar nanti, bertaubatlah serta persiapkanlah amalan-amalan untuk akhiratmu. Ketika telah menginjak usia dewasa, dia akan mengatakan: usiamu masih cukup muda, kamu masih mempunyai banyak waktu untuk sampai ke masa tuamu. Kemudian masa tuapun tiba. Kali ini dia akan mengatakan: insya Allah aku akan memperbaiki lahan ini terlebih dahulu atau mengatakan aku akan persiapkan anak gadisku ini untuk mengumpulkan peralatan rumah tangganya, atau aku akan memperindah rumahku, setelah itu baru aku akan melupakan dunia ini. Dengan demikian aku akan bisa dengan bebas mengepakkan sayap dan menyibukkan diri dengan beribadah. Tetapi setiap kali pekerjaannya yang satu selesai, maka dengan segera dia akan menemukan pekerjaan yang baru. Dia hanya terhenti pada perkataan hari ini dan esok, hingga secara tiba-tiba sebuah seruan datang menghampirinya. Tuan fulan yang malang ini telah lalai bahwa janji yang akan diberikan untuk keesokan harinya tetap bersamanya dan apa yang dinamakan dengan terbebas dan mendapatkan waktu luang dari segala khayalan dan aktifitas dunia, tidak akan pernah ada hasilnya.
Yang dimaksud dengan pemilik waktu luang adalah orang yang sekaligus dalam satu waktu meninggalkan kesemua hal tersebut. Oleh karena itu, orang yang usianya telah sampai sekitar empat puluh tahun, apabila mereka masih berpikir tentang dunia, maka hal ini merupakan kelalaiannya dan merupakan tipuan setan, karena sebenarnya hari-hari penuh keindahan dan masa mudanya telah lewat dan hari-hari bahagia dan sukarianya telah terlampaui. Sedangkan sekarang, setiap hari satu persatu anggota badannya mengalami kelumpuhan. Tetapi si malang ini masih saja lalai terhadap semuanya dan menyibukkan diri dalam fikiran-fikiran yang batil. “Wahai generasi yang telah mencapai usia empat puluh tahun, berhati-hatilah kalian, karena sesungguhnya ladang telah dekat pada masa panennya.” [109]
Tak ada obat penyembuh dari panjang angan-angan ini selain dari kematian. Karena membayangkan kematian, akan menyebabkan seseorang merasa sedih terhadap dunia dan akan membuat hati merasa kenyang terhadapnya. Oleh karena itulah Hadhrat Rasul Saw bersabda: “Perbanyaklah dalam mengingat pencabut kelezatan.” [110]
Pada riwayat yang lain, beliau bersabda bahwa tidak ada sebuah keluarga pun kecuali malaikat maut sebanyak lima kali dalam sehari semalam memeriksa waktu-waktu shalat mereka. [111]
Oleh karena itu Saudaraku, pergilah sejenak ke pekuburan serta makam para sahabat, dan ambillah pelajaran serta ibrah pada apa yang dihamparkan di pekuburan. Dan berpikirlah tentang peristiwa dan perbincangan apa yang tengah terjadi di bawah tanah yang hanya berjarak dua jengkal dari kakimu.
Setelah itu berpikirlah sejenak tentang keadaan dirimu, karena bagaimanapun juga engkau pun pasti akan seperti mereka. Umurmu pun pasti akan habis dan kode kematian akan mendatangimu dari arah manapun, sementara para tabib tidak sanggup lagi menyembuhkanmu. Anggota badanmu akan berhenti dari aktifitasnya, keringat kematian akan muncul di dahimu dan malaikat maut dengan perintah dari Tuhan telah datang, mau ataupun tidak mau, cengkeraman kematian akan menancap pada tubuhmu yang telah lemah, lalu membuat jarak antara jasad dengan ruhmu. Setelah itu sahabat-sahabat serta saudara-saudaramu akan membuat pekik sesal dan kesedihan, sehingga tangisan para saudara dan teman-temanmu pun dimulai. Tak lama setelah itu, mereka akan menaikkanmu pada sebuah keranda serta memenjarakanmu pada sebuah lobang dan meninggalkanmu di sana sendirian tanpa teman dengan segala kengerian. Pada saat itulah engkau akan menyesali hari-hari kehidupanmu, kemudaan dan kesehatan serta waktu luangmu di dunia, karena apa yang telah engkau peroleh, kini telah hilang dari tanganmu dan engkau tidak menyimpannya sedikit pun untuk akhiratmu.[]
Pelajaran Ke-48
Ridha (Rela)
Yang dimaksud dengan ridha dan rela adalah meninggalkan kecaman dan tidak memprotes takdir Ilahy, baik secara lahir maupun batin, secara lisan maupun perbuatan. Orang yang telah mencapai peringkat ini akan senantiasa bahagia, nikmat, mulia dan tenang. Baginya tidak ada perbedaan sama sekali antara fakir dan kaya, senang ataupun susah, mulia ataupun hina dan sehat ataupun sakit. Karena dia mengetahui bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah Swt. Dan dengan kecintaan dan kasih saying-Nya yang telah tercerap dalam hatinya telah menyebabkannya begitu mencintai segala perbuatan-Nya, dan dia merasa senang dengan segala apa yang sampai padanya sebagaimana kehendak-Nya.
Ketahuilah bahwa sabar dan ridha merupakan pemimpin semua ketaatan. Telah dinukilkan dari Hadhrat Shadiq As. Beliau bersabda:
“Aku heran terhadap apa yang dilakukan oleh seorang muslim, karena esungguhnya Allah tidak akan mentakdirkan sebuah persoalan pun baginya melainkan untuk kebaikannya (apabila badannya telah terpotong-potong karena penyakit yang dideritanya, hal inipun adalah untuk kebaikannya dan) apabila malaikat barat dan timur telah diberikan keadaannya, inipun untuk kebaikannya.” [112]
Dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt berfirman:
“Akulah Tuhan yang tidak ada Tuhan selain-Ku. Barang siapa yang tidak sabar dengan musibah-Ku dan tidak ridha dengan qadha-Ku serta tidak bersyukur dengan nikmat-nikmat-Ku, maka silahkan mencari tuhan yang seperti-Ku.” [113]
Ketahuilah bahwa buah dari ridha adalah kecintaan dan kasih sayang. Hal itu dapat diperoleh dengan berusaha meraih kecintaan dan kasih sayang Allah, senantiasa berfikir, berdzikir dan melakukan segala sesuatu yang menyebabkan tercurahnya kasih sayang Ilahy. Selain dari itu, hendaklah dia memikirkan apa yang akan terjadi dengan ketidakridhaannya dan apa manfaat dari ketidaksukaan serta kemarahannya. Karena sesungguhnya hal semacam ini tidak akan pernah mengubah qada dan takdir untuknya. Di samping itu tidak akan terjadi perubahan atas apa yang telah terjadi dengan alasan untuk kebahagiaan hatinya. Ketidaktenangannya tidak akan pernah memberikan manfaat yang lain selain akan melemahkan dan menghancurkan kehidupannya dan mengambil berkahnya waktu.
Para pencari derajat ridha itu senantiasa memperhatikan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berada dalam ketinggian maqam para pemilik bencana. Ketahuilah bahwa segala kesulitan pada masa lalu merupakan harta karun untuk masa kini, dan setiap kesedihan merupakan ketenangan untuk masa selanjutnya. Oleh karena itu Saudaraku, berharaplah dengan pahala dari Allah Swt, karena kesejatian seorang lelaki itu dengan menapaki perjalanan musibah dan bencana dengan langkah ketenangan dan kesabaran sehingga kesulitan yang didapatkan pada perjalanan ini akan menjadi mudah dan ringan baginya. Sebagaimana orang yang sakit mampu menahan sakitnya ketika dilakukan hijâmat (bekam) dan rasa pahit obat.
Hendaklah diketahui bahwa tidak terdapat kontradiksi antara ridha dengan do’a, karena kita telah diperintahkan untuk berdo’a oleh syari’at. Sedangkan Allah Yang Maha Tahu menghendaki do’a dari kita dan Dia membuatnya menjadi sebuah kunci kebahagiaan dan hajat.[]
Pelajaran Ke-49
Sabar
Sabar ialah tidak panik dalam menghadapi petaka dan musibah. Kebalikan dari keadaan ini adalah tidak mempunyai kesabaran dalam menghadapi musibah. Dengan ungkapan lain: melepaskan diri dari tali kekang musibah dan petaka yang menimpanya dengan berteriak, mengeluh, meratap, merobek pakaian, memukul-mukul diri bahkan dengan berburuk muka dan seterusnya yang kesemuanya ini akan menjadi penyebab bagi lemahnya jiwa.
Sabar terdiri dari beberapa pembagian, seperti sabar dalam perang yang muncul dari orang-orang pemberani, sabar dalam kemarahan yang hal ini merupakan hilm, sabar menghadapi sulitnya ketaatan, sabar atas tuntutan syahwat dan selainnya. Pada hakikatnya kebanyakan dari akhlak yang mulia senantiasa berada dalam ujian kesabaran.
Posisi sabar berada dalam derajat yang tinggi. Allah Swt akan memberikan kebaikan lebih banyak kepada orang-orang yang sabar, dan kebanyakan dari derajat-derajat surga berkaitan dengan mereka.
Lebih dari tujuh puluh pembahasan telah disebutkan dan telah dibuktikan tentang begitu banyaknya sifat-sifat para shabirin (orang-orang yang bersabar) di mana telah diletakkan bagi mereka salawat, rahmat dan hidayat serta pahala yang besar itu telah sampai kepada mereka. [114]
Telah disinggung dalam hadis-hadis tentang begitu banyaknya keutamaan bagi orang-orang yang sabar. Telah diriwayatkan bahwa posisi sabar di dalam iman seseorang itu sebagaimana posisi kepala terhadap badan manusia. Seseorang yang tidak mempunyai kepala pasti tidak mempunyai badan. Demikian juga orang yang tidak memiliki kesabaran, berarti dia tidak mempunyai iman. [115]
Metode untuk memperoleh jenjang-jenjang kesabaran adalah dengan memperhatikan beberapa persoalan di bawah ini:
Pertama: Perbanyaklah mempelajari hadis-hadis yang membahas tentang keutamaan-keutamaan bala dan musibah dunia, dan perhatikanlah bahwa berhadapan dengan setiap musibah akan menaikkan derajat atau menghilangkan kejahatan dalam diri seseorang. Yakinlah bahwa tidak akan ada kebaikan pada seseorang yang mendapatkan musibah tanpa adanya kesusahan.
Kedua: Berfikirlah bahwa masa musibah sangatlah pendek, hanya sekejap dan segera setelah itu akan terbebas, lalu kembali ke rumah yang damai untuk beristirahat.
Ketiga: Berfikirlah terhadap manfaat dari ketidaksabaran dan panik, meskipun apapun yang menjadi takdir akhirnya akan terjadi. Ketahuilah bahwa ketidaksabaran tidak akan memberikan keuntungan sama sekali, dan apa yang telah terjadi tidak akan bisa dirubah meskipun mereka telah menentukannya. Bahkan, ketahuilah bahwa ketidaksabaran dan panik justru akan menghancurkan pahala seseorang dan akan menjatuhkan sifat kesabaran yang dimilikinya.
Keempat: Perhatikanlah keadaan orang-orang yang telah tertimpa bala dan musibah yang lebih berat dan lebih pahit dari dirimu.
Kelima: Ketahuilah bahwa bala dan musibah merupakan dalil dari keutamaan dan kebahagiaan seseorang.
Keenam: Ketahuilah bahwa orang-orang yang ridha terhadap musibah akan mendapatkan kesempurnaan.
Ketujuh: Berfikirlah bahwa musibah yang terjadi itu berasal dari Haq Ta’ala dimana Dia merupakan paling dekatnya sahabat yang tidak menginginkan sesuatu dari engkau selain kebaikan dan kebenaranmu.
Kedelapan: Ikutilah prilaku para muqarrabin dan perhatikanlah musibah yang menimpa mereka serta lihatlah kesabaran mereka dalam menghadapi musibah tersebut, sehingga hal ini akan memunculkan kesabaran dan potensi ruh dalam dirimu.
Dan ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan sabar adalah sebagaimana yang telah disebutkan pada awal pembahasan. Tetapi sedihnya hati serta keluarnya air mata merupakan tuntutan insan, dan hal ini tidak akan mengeluarkannya dari batas kesabaran. Contoh dari hal ini adalah orang yang sakit rela untuk di-hijamat, tetapi dia tetap terpengaruh oleh rasa sakit yang ditimbulkan oleh hijamat tersebut.[]
Pelajaran Ke-50
Syukur
Syukur atas nikmat ialah mengenali si mun’im-nya (pemberi nikmat), dan merasa bahagia terhadap nikmat tersebut serta menggunakannya dalam hal-hal yang diridhai oleh sang pemberi nikmat.
Posisi syukur lebih mulia dari posisi orang-orang yang beruntung, dan merupakan faktor pemberangus musibah serta akan menyebabkan bertambahnya kenikmatan. Oleh karena itu syukur merupakan suatu hal yang diperintahkan dan sangat ditekankan. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat Ku) maka sesungguhnya azab Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim 14:7)
Dari ayat ini dan dari hadis-hadis muktabar diketahui bahwa para pengingkar nikmat yang menolak untuk bersyukur akan menyebabkan mereka mendapatkan kemalangan pada hari pembalasan dan akan menyebabkan tidak tercurahnya rizki serta akan menjadikan kelambatan turunnya nikmat di dunia.
Makna syukur adalah menggunakan nikmat dimana dalam menggunakannya terdapat keridhaan Mun’im. Oleh karenanya, merupakan hal yang urgen bagi para pensyukur nikmat untuk mengenali segala sesuatu dimana keridhaan Ilahi terdapat di dalamnya serta terdapatnya pengetahuan terhadap persoalan-persoalan yang makruh dan melanggar keridhaan Ilahi, sehingga dengan hal ini mereka mampu untuk mensyukuri serta meninggalkan pengingkaran terhadapanya.
Metode yang bisa dipergunakan untuk menemukan rangkaian dari segala yang dicintai oleh Allah, dan segala yang dimakruhkan-Nya adalah dengan mengenal agama suci, dimana segala sesuatu yang menyebabkan keridhaan-Nya atau yang melanggar keridhaan-Nya terangkum secara keseluruhan di dalamnya. Posisi pertama adalah hal-hal yang wajib dan mustahab dan pada posisi kedua adalah hal-hal yang makruh dan haram. Oleh karena itu barang siapa yang tidak mempunyai informasi terhadap serangkaian hukum-hukum syari’at suci ini di dalam amalan dan perbuatan-perbuatannya, berarti dia tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hak syukur kepada Allah Swt.
Ketahuilah bahwa cara untuk bersyukur kepada Allah terpaku pada beberapa hal:
Pertama: Melihat kepada yang lebih rendah darinya dalam persoalan-persoalan yang berhubungan dengan keduniaan, dan melihat kepada yang lebih tinggi dalam persoalan-persoalan agama.
Kedua: Memperhatikan keadaan orang-orang yang telah meninggal, serta berfikir bahwa akhir yang sesuai buat mereka adalah dikembalikannya mereka ke dunia ini sehingga mereka bisa melakukan amal yang baik di dunia. Oleh karena itu, misalkan dirimu pada posisi mereka dan bayangkan bahwa hal ini bisa terjadi dan bisa kembali lagi ke dunia.
Ketiga: Ingatlah apa yang telah terjadi pada dirimu dengan melihat musibah-musibah dan penyakit-penyakit yang mematikan yang tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Oleh karena itu, hargailah sebaik mungkin terlepasnya dirimu dari semua hal ini.
Keempat: Syukurilah segala musibah yang terjadi pada dirimu, karena sebenarnya engkau tidak mengalami musibah yang lebih berat dari itu, atau bersyukurlah karena musibah tidak sampai pada agamamu.
Kelima: Perdalamlah pengenalan terhadap Tuhanmu, dan bertafakkurlah dalam ciptaan Ilahi serta segala keragaman nikmat lahir maupun batin dimana kesemuanya itu lebih banyak dari apa yang telah engkau dapatkan. Allah Swt berfirman: “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka tidaklah kamu dapat menghitungnya.” (Qs. Ibrahim [14]:34)[]
Penutup
Ketahuilah bahwa untuk mensucikan jiwa dari sifat-sifat yang rendah dan tercela serta menghiasinya dengan sifat-sifat yang indah dan terpuji, terdapat beberapa hal urgen yang perlu untuk dilakukan:
Pertama: Senantiasa mempertahankan serta mengaplikasikan diri dengan amalan-amalan yang merupakan pengaruh dari sifat-sifat terpuji, dan mau tidak mau memacu jiwa kepada aktifitas-aktifitas yang melahirkan sebuah sifat yang merupakan tuntutan pendidikannya serta senantiasa menjaganya.
Kedua: Senantiasa melakukan perenungan terhadap kondisi dan memberikan perhatian terhadap amalan serta aktifitas diri. Pada setiap amalan yang hendak dilakukan, terlebih dahulu harus merenungkannya sehingga tidak terjadi kontradiksi dengan keharusan melakukan kebaikan, dan tidak lalai dari keadaan dirinya dalam segala kondisi. Bahkan setiap hari dan malam hendaknya membuka buku amalannya serta melakukan perhitungan dari kepala hingga kakinya dan meneliti serta mengamati apa yang telah dia lakukan. Apabila merupakan suatu amalan yang baik dan terpuji, maka hendaklah bersyukur. Dan apabila merupakan amalan yang berada dalam keburukan, maka hendaknya bertaubat serta melakukan kontemplasi tentangnya.
Ketiga: Menghindarkan hal-hal yang membuat semakin bangkitnya potensi syahwat atau kemarahan, misalnya: menghindarkan mata, telinga dan hati dari melihat, mendengar dan membayangkan segala sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan kemarahannya. Berusahalah untuk semakin banyak menjaga hati dari khayalan terhadapnya.
Keempat: Jangan tertipu dengan nafsu sendiri, dan sama sekali janganlah menganggap apa yang dilakukannya itu benar, dan berusahalah untuk semakin banyak mencari aib dan cacat diri, serta berusaha dengan pandangan yang cermat untuk mencari keburukan diri yang tersembunyi. Ketika berhadapan dengan sesuatu darinya, maka berusahalah untuk menghilangkannya. Ketahuilah bahwa setiap nafsu dan jiwa adalah pecinta dari sifat dan aktifitasnya sendiri. Oleh karena itu amalan serta aktifitasnya senantiasa benar dalam pandangannya. Orang semacam ini tidak akan pernah bangkit tanpa terlebih dahulu berfikir dan meneliti kekurangan dirinya. Dan sebaiknya meminta bantuan dari orang-orang yang bisa dipercaya dan para sahabatnya untuk meneliti kekurangan dan aib dirinya. Hendaknya senantiasa menunggu apa yang ditampakkan oleh para musuh serta lawannya dalam mengungkap kekurangannya. Setelah itu berusaha untuk meredam dan menghilangkannya. Dan sebaiknya menjadikan apa yang dikatakan oleh orang lain sebagai refleksi dari penampakan aib dirinya. Oleh karena itu, hendaklah berfikir positif terhadap apa yang keluar dari mereka serta menganggap buruk amalnya tersebut. Dan ketika berhadapan dengan keburukan segala sesuatu, dia tetap mengetahui meskipun amalan tersebut keluar darinya, amalan tersebut tetap merupakan amalan yang buruk. Dan ketika berhadapan dengan kebaikan dimana amalan tersebut pun berasal darinya, maka tetap pula menganggapnya sebagai sebuah amalan kebaikan. Oleh karena itu berusahalah untuk memberangus keburukan diri dan bertekadlah untuk mencari etika yang hasanah.
Kelima: Menganggap penting untuk menghindarkan diri dari percakapan-percakapan yang buruk serta jahat. Dan menganggap bahwa menjauhkan diri dari teman sebangku yang berakhlak buruk adalah sebagai suatu kewajiban, dan sebaliknya hendaklah senantiasa melakukan percakapan dengan para orang-orang yang memiliki akhlak terpuji serta para petinggi agama, karena majelis serta percakapan dengan setiap orang akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap dirinya. Sebagaimana karakter seorang pencuri yang senantiasa mengambil secara paksa apa saja yang dia lihat dari orang lain. Dalam sebuah sya’ir dikatakan:
Karena duduk dengan orang-orang tercela,
Putra Nuh telah kehilangan keturunan nubuwwahnya.
Tetapi, hanya karena beberapa hari bersama orang-orang mulia, anjing Ashabul Kahfi telah berubah menjadi manusia.
Selain itu, barang siapa yang berkumpul dengan para pelaku maksiat, berarti dia telah bersama dalam azab mereka dan terbakar bersama api mereka. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka.” (Qs. Huud [11]113)
Untuk menegaskan betapa besarnya pengaruh yang akan ditimbulkan oleh berkumpul dengan para pelaku maksiat, kami akan menukilkan sebuah hadis mulia yang di dalamnya terangkum serangkaian manfaat agung, dan dengan ini pula kami akan menutup risalah ini.
Syaikh Kulaini Ra telah meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Shadiq As, beliau bersabda:
“Suatu hari Hadhrat Isa al-Masih As melewati sebuah perkampungan dimana penghuninya, burung-burung dan hewan-hewan, seluruhnya telah mati. Nabi Isa melihat pemandangan semacam ini bersabda kepada para Khawariyyun: “Lihatlah, penghuni perkampungan ini telah mati karena azab Allah Swt.
Seadainya mereka mati pada waktu yang berbeda pasti di antara mereka akan saling menguburkan yang lainnya.”
Khawariyyun -yang merupakan sahabat-sahabat khusus Hadzrat Isa As- bertanya kepada beliau: “Wahai Ruhullah, mintalah kepada Allah Swt agar Dia menghidupkan mereka kembali, supaya mereka memberitahukan kepada kami amalan seperti apakah yang telah menyebabkan mereka mendapatkan azab seperti ini, sehingga kami bisa menghindari perbuatan tersebut.”
Dalam memenuhi permohonan mereka, Hadhrat Isa As berdo’a dan memohon kepada Nya. Tidak lama kemudian muncullah suara yang mengatakan untuk memanggil penghuni perkampungan tersebut. Pada malam harinya Hadhrat Isa As pergi menuju ke tempat yang tinggi dan bersabda:
“Wahai penghuni kampung!”, lalu salah seorang penghuni kampung menjawab: “Labbaika, ya Ruhullah”. Kemudian Isa Kalimatullâh bersabda: “Katakan, apakah yang telah kalian lakukan di dunia?”
Dia berkata: “Kami beribadah kepada thaghut, bersahabat dengan dunia tanpa rasa takut kecuali sedikit, mempunyai harapan yang panjang dan lalai serta sibuk dengan berfoya-foya”
Isa As bersabda: “Hingga seberapakah kecintaan kalian kepada dunia?”
Dia berkata: “Kecintaan kami kepada dunia sebagaimana kecintaan seorang anak kepada ibunya. Setiap kali mereka menghampiri kami, maka kami sangat gembira menyambutnya, dan setiap kali mereka membelakangi kami, maka kami menangis dan bersedih hati.”
Al-Masih As bersabda: “Bagaimanakah ibadah kalian kepada thaghut?”
Dia menjawab: “Kami mentaati para pelaku maksiat, yaitu dalam semua persoalan batil, dan setiap kali kami ditugaskan untuk itu, kami senantiasa mentaatinya.”
Isa As bersabda: “Lalu apakah yang kalian peroleh dari penugasan tersebut?”
Dia berkata: “Malam hari kami dapat tidur dengan nyenyak dan lelap, tetapi pada keesokan harinya kami melihat diri kami berada di dalam neraka”.
Isa As bersabda: “Apakah neraka itu”.
Dia menjawab: “Adalah Sijjin”.
Isa As bersabda: “Lalu apakah Sijjin itu?”
Dia menjawab: “Adalah gunung-gunung yang berasal dari api yang senantiasa akan tertumpahkan apinya kepada kami hingga hari kiamat”.
Isa bersabda: “Lalu apa yang kalian katakan dan apa jawaban yang diberikan kepada kalian”.
Dia menjawab: “Kami berkata bahwa kembalikanlah kami ke dunia hingga kami hidup dengan zuhud dan sederhana, dan jawaban atas kami adalah kalian adalah pembohong”.
Isa As bersabda: “Mengapa hanya engkau yang dapat bercakap-cakap denganku di antara mereka yang ada?”
Dia berkata: “Ya Ruhullah, sebabnya adalah: mulut mereka telah ditutupi oleh tali kekang api, dimana tali kekang tersebut dipegang oleh tangan para malaikat dengan kuat dan kencang sehingga menjadikannya sebagai wakil mereka. Sebenarnya aku ini tidak termasuk golongan mereka. Namun karena aku berada di antara mereka, maka begitu azab ini terjadi atas mereka, akupun menjadi terseret ke dalamnya. Oleh karena itulah aku bergelantungan pada sehelai rambut di samping jahannam. Aku tidak tahu apakah akhirnya akan jatuh ke dalamnya ataukah akan terselamatkan”.
Setelah mendengar jawaban ini Hadhrat Isa As menghadap kepada Khawariyyun dan bersabda: “Wahai para sahabatku, sesungguhnya memakan roti kasar dengan garam dan tidur di atas sampah, tetapi tetap mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat, merupakan sebuah kebaikan yang sangat besar, dan kalian harus menyadari dan menghargai kenikmatan ini.”
Tidak terelakkan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh laki-laki ini dengan keadaan perkampungannya tersebut kepada Hadhrat Isa As, persis sebagaimana keadaan kita dan keadaan para manusia pada zaman kita sekarang ini. Banyak dari kita yang bahkan tidak memiliki rasa takut bahkan sedikitpun, sementara mereka memilikinya. Dan tentang kecintaan kita kepada dunia, panjangnya angan-angan kita, kelalaian serta sifat foya-foya kita, merupakan sebuah kondisi yang sangat jelas dan kita saksikan sendiri. Setiap orang yang melihat keadaan dirinya dan keadaan para penghuni zamannya, maka hal-hal di atas menjadi sangat jelas buat dirinya sendiri.
Betapa indahnya perumpamaan yang dikisahkan oleh para hukama bahwa keadaan kita, kelalaian, keangkuhan kita di dunia ini, sebenarnya persis seperti keadaan seorang lelaki yang berada di tengah sahara. Tiba-tiba ia melihat seekor harimau buas di belakangnya. Dengan segera laki-laki ini bersembunyi di samping sebuah sumur. Lelaki malang ini memiliki sebuah tali yang ia ikatkan di pinggang nya. Lalu tali tersebut dia ikatkan pada sebatang ranting yang terletak di samping sumur sehingga dengan tali tersebut tubuhnya bisa menggelantung di tengah-tengah lobang sumur.
Kemudian pada saat tubuhnya bergelantungan, dia menengok ke arah bawah sumur dan dia melihat seekor ular besar yang tengah membuka mulutnya. Ular itu menunggunya, dan ketika pada saatnya nanti dia jatuh dari tali tersebut, dengan segera ia menyantapnya. Dalam kondisi seperti ini diapun mendapatkan dua ekor tikus yang berwarna hitam dan putih yang mulai menggerogoti tali yang terlilit di pinggangnya. Sementara pada saat yang bersamaan matanya tertuju pada sarang madu yang bercampur tanah yang terletak di samping sumur dengan begitu banyak lebah yang berkumpul di sekitarnya. Lelaki malang ini sejenak lupa dengan keberadaan tikus yang tengah menggerogoti tali pinggangnya tersebut. Bahkan dia pun lengah dengan dirinya yang sebentar lagi akan jatuh ke dalam mulut ular. Pada kondisi seperti itu dia malah menyibukkan diri dengan memakan madu bercampur tanah tersebut dan bertengkar dengan lebah-lebah.
Siapapun yang mendengar hikayat ini, pasti akan berkomentar bahwa betapa dungu dan tololnya lelaki tersebut. Bagaimana mungkin dalam kondisi seperti itu dia bisa lalai, dan bagaimana pula dia bisa menikmati madu tersebut, padahal seharusnya dia lebih mementingkan untuk mencari jalan keselamatan.
Sebenarnya, hikayat ini persis seperti keadaan kita, dimana dunia ini berada dalam posisi sumur. Ular naga yang sedang membuka mulutnya adalah ajal dan kematian serta kubur kita. Dua tikus yang berwarna hitam dan putih adalah malam dan siang yang senantiasa akan menggerogoti umur kita serta memutuskannya. Sementara madu yang bercampur tanah itu merupakan kelezatan duniawi yang termanifestasikan dalam kesulitan yang begitu banyak. Sedangkan lebah merupakan anak-anak dunia, dimana kita senantiasa bermusuhan dengan mereka karena persoalan-persoalan dunia.
Ya Ilahi, kokohkan hati ini agar tetap memiliki tekad yang membaja untuk dapat mentalak dunia dan materinya dengan talak tiga. Oh…dunya, Gurri ghayri. Qad thallaqtuki tsalatsan. Wala roj’ata fiki (Wahai Dunia, kecolah selain diriku. Sesungguhnya tiga kali aku telah mentalakmu. Dan tiada jalan bagimu untuk kembali).[]
Wal-hamdulillahi Rabbil ‘Alamin..
Daftar Isi :
50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan 1
syaikh Abbas Al-Qummi ra 1
Sekilas Riwayat Hidup 2
Syaikh Abbas Al-Qummi2
Mukadimah Penulis 5
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi5
Maha Penyayang 5
Pelajaran Ke-1 6
Khauf dan Khasyyah 6
Pelajaran Ke-2 8
Harapan 8
Pelajaran Ke-3 9
Ghirah dan Himyah 9
(Cemburu dan Memelihara)9
Pelajaran Ke-4 10
Tercelanya Tergesa-gesa 10
Pelajaran Ke-5 11
Ghadhab (Marah)11
Pelajaran Ke-6 12
Al-Hilmu 12
(Lembut)12
Pelajaran Ke-7 14
Afwu 14
(Memaafkan)14
Pelajaran Ke-8 15
Ar-Rifqu 15
(Lemah lembut)15
Pelajaran Ke-9 16
Akhlak Buruk 16
Pelajaran Ke 10 17
Permusuhan dan Caci Maki17
Pelajaran Ke-11 19
Ujub 19
(Bangga diri)19
Pelajaran Ke-12 21
Takabur & Tawadhu 21
Pelajaran Ke-12 22
Takabur & Tawadhu 22
Pelajaran Ke-13 25
Al-Qasâwah 25
(Keras Hati) 25
Pelajaran Ke-14 27
Asy-Syarrah 27
(Keburukan) 27
Pelajaran Ke-15 29
Hubb ad-Dunya 29
(Cinta Dunia) 29
Pelajaran Ke-16 32
Al-Faqr 32
(Fakir) 32
Pelajaran Ke-17 34
Memohon 34
Pelajaran Ke-18 38
Al-Hirsh 38
(Rakus)38
Pelajaran Ke-19 40
Tamak 40
(
Serakah) 40
Pelajaran Ke-20 41
Bakhil 41
(Kikir) 41
Pelajaran Ke-21 42
As-Sakhâ’ 42
(Murah Hati) 42
Pelajaran Ke-22 44
Menghindari Harta Haram 44
Pelajaran Ke-23 45
Percakapan Yang Tidak Bermanfaat45
Pelajaran Ke-24 46
Hasad 46
(Iri Hati)46
Pelajaran Ke-25 48
Merendahkan Orang Lain 48
Pelajaran Ke-26 49
Zalim Dan Kasar49
Pelajaran Ke-27 51
Memenuhi Hajat Muslimin 51
Pelajaran Ke-28 52
Membahagiakan Hati Mukmin
52
Pelajaran Ke-29 53
Amar Ma’ruf Dan Nahi Mungkar 53
Pelajaran Ke-30 54
Kekeluargaan 54
Pelajaran Ke-31 56
Silaturahmi 56
Pelajaran Ke-32 57
Menyakiti Kedua Orang Tua 57
Pelajaran Ke-33 58
Perhatian kepada Tetangga 58
Pelajaran Ke-34 59
Mencari Aib Orang Lain 59
Pelajaran Ke-35 61
Menjaga Rahasia 61
Pelajaran Ke-36 62
Menggunjing 62
Pelajaran Ke-37 63
Kegirangan 63
Pelajaran Ke-38 64
Bertengkar Dan Berdebat 64
Pelajaran Ke-39 66
Mengolok-Olok Dan Mengejek
66
Pelajaran Ke-40 67
Berlebihan Dalam Bercanda 67
Pelajaran Ke-41 68
Ghibah 68
Pelajaran Ke-42 70
Berdusta 70
Pelajaran Ke-43 73
Bahaya Lisan 73
Pelajaran Ke-44 75
Hubburriyâsah 75
(Cinta Kekuasaan) 75
Pelajaran Ke-45 76
Khumul 76
(Tak Ingin Dikenal) 76
Pelajaran Ke-46 77
Riya’ 77
(Pamer) 77
Pelajaran Ke-47 79
Panjang Angan-Angan 79
Pelajaran Ke-49 85
Sabar 85
Pelajaran Ke-50 88
Syukur 88
Penutup 91
Catatan
[1]Jâmi’us-Sa’âdat, jil. 1, Pasal Khauful-Mahmud, hal 218.
[2]Tafsir Nur Tsaqalâin, jil. 2, hal. 334, dalam tafsir surah Huud
[3]Al-Khisâl, jil. 1, hal. 119, Bab keempat
[4]Al-Kâfi, jil. 2, hal. 229, Bâb al-Ghadhab.
[5]Ghurârul Hîkam, hal. 286, hadis ke 6412.
[6]Ibid, hadis ke 6411.
[7]Ghurârul Hîkam, hal. 286, hadis ke 6411.
[8]Ghurârul Hîkam, hal. 286, hadis ke 6411.
[9]Ibid, hal. 285, hadis ke 6392.
[10]Ibid, hadis ke 6400.
[11]Usul Kafi, jil. 2, hal. 92.
[12]Usul Kafi, jil. 2, hal. 88, hadis ke 5, bab ‘Afwu
[13]Lihat Sahifah Sajjadiyah, doa ke 16.
[14]Mishkatun-nuur lil- Tabarisy, hal. 180.
[15]Usul Kafi, jil. 2, hadis ke 11, bab ar Rifq.
[16]Ibid. hal. 97.
[17]Ghurârul Hikam , hal. 24, hadis ke 4967, bab Fadhilatur-rifq
[18]Safinatul Bihâr, jil.2, hal. 268, hadis ke 2
[19]Kanzul Ummal, hadis ke 8078
[20]Ibid, hadis ke-8085
[21]Bihârul Anwâr, J. 78, hal. 181
[22]Ibid, jil. 79, hal. 111.
[23]Bihârul Anwâr, Allamah Majlisi, jil. 72, hal. 321
[24]Ghurârul Hikam, hal. 308 dan Bihârul Anwâr, jil.77, hal 263
[25]Ghurârul Hikam, hal. 308 dan Bihârul Anwâr, jil.77, hal 263
[26]Al-Kâfi, jil. 2, hal. 235, hadis ke 11
[27]Kanzul Ummâl, hadis ke 7735.
[28]Ghurârul Hikam, hal. 309, hadis ke 8124.
[29]Ghurârul Hikam, hal. 309.
[30]Bihârul Anwâr, jil. 93, hal. 277.
[31]Al-Kâfi, jil. 2, hal. 234, hadis ke 8 dan 9.
[32]Bihârul Anwâr, jil. 73, hal. 217.
[33]Al-Kâfi, jil. 2, bab al-Kibr, hal. 234, hadis ke 10.
[34]Kanzul 'Ummâl, hadis ke 1840 dan 18960
[35]Bihârul Anwâr, jil. 70, hal. 55.
[36]Idem, jil. 75, hal. 370.
[37]Idem, jil. 14, hal. 309.
[38]Al Kâfi, jil. 2, hal. 238, hadis pertama.
[39]Diriwayatkan oleh Sayyid ‘Abdullah Shubbar dalam kitab Akhlâq, hal. 211
[40]Al-Kâfi, jil. 2, hal. 810, hadis ke 24.
[41]Sayyid ‘Abdullah Shubbar dalam kitab Akhlâq, hal. 215.
[42]Idem, hal. 214.
[43]Bihâr al-Anwâr, jil.13, hal. 351.
[44]Kanz al-'Ummâl, hadis ke 6074
[45]Tanbih al-Khawâtir, hal. 362.
[46]Ghurâr al-Hikam, hal. 139
[47]Jam’ al-Akhbâr oleh Sabzewary dari A’lamul-qurnus-saabi’, hal. 302, pasal ke 67.
[48]Misykat al-Anwâr, Tabarsy, hal. 133.
[49]Bihâr al-Anwâr, jil. 69, bab ke 94, pasal al Fakir wal Fuqara.
[50]Al-Mahjat al-Baidha, jil. 3, Akhlak Shubbar, hal. 211 dan Jâmi’ as-Sa’âdat, jil. 2, hal. 19, cetakan Najaf.
[51]Ghurâr al-Hikam, hal. 366, hadis ke 8243
[52]Jam’i as-Sa’âdât, J. 2, hal. 83, cetakan Najaf.
[53]Jam’i as-Sa’âdât, jil.2, hal. 107
[54]Al-Kâfi, jil.2, hal. 119, hadis ke 2.
[55]Bihâr al-Anwâr, jil. 77, hal. 59 dan 60.
[56]Makârim al-Akhlâk, hal. 433, cetakan Beirut dan Bihâr al-Anwâr, jil. 77, hal. 59 dan 60.
[57]Jam’i al-Akhbâr, hal. 379.
[58]Miskhat al-Anwâr, hal. 185
[59]Bihârul Anwâr, jil. 73, hal. 165
[60]Al-Kâfi, jil.2, hal. 134
[61]Kanzul Ummal, hadis ke 7576.
[62]Kalimat pertama, dalam Syarah Ghurârul Hikam,
jil. 4, hal. 474, dan kalimat kedua dengan sedikit perbedaan dalam jil.
5, hal 451
[63]Bihârul Anwâr, jil. 70, hal 171.
[64]Hak ma’lum adalah apa yang ditetapkan oleh
seseorang untuk dirinya dimana setiap hari atau setiap minggu atau
setiap bulan dia akan memberikan sebagian kekayaannya kepada para fakir
dan menyediakan diri untuk melayani orang-orang yang kekurangan dan
orang-orang malang atau menyambung silaturahmi dengan saudara seagama.
Kesemua ini di luar zakat dan sedekah wajib dan disesuaikan dengan
kemampuannya dalam sedikit atau banyaknya. (Al-Kâfi, jil. 3, hal.
398-500)
[65]Hak hashad adalah memberikan sejumlah dari
hasil pertanian atau secakup gandum, kurma, buah atau hasil-hasil
pertanian yang lain pada saat panen kepada para fakir atau peminta-minta
yang hadir di tempat tersebut, dan halini dilakukan pada siang hari
supaya para fakir tidak terhalangi untuk mendatanginya. (Al-Kâfi, J. 3,
hal 564-566).
[66]Bihârul Anwâr, jil.77, hal. 112, J.77, hal. 112
[67]Ghurârul Hikam, jil. 1, hal. 255
[68]Safinatul Bihâr, jil.2, hal. 690 dan al-Kâfi, jil. 2, hal 350-354.
[69]Mi’rajus Sa’âda, hal. 341, cetakan Jawidan.
[70]Keadilan Anushirwan merupakan sebuah topik yang sangat masyhur, tetapi tidak riil.
[71]Nahjul Balâghah, cetakan Feidz Islam, hal. 1200, hikmah ke 249
[72]Bihârul Anwâr, jil. 71, hal. 289
[73]Bihârul Anwâr, jil. 12, hal. 386.
[74]Bihârul Anwâr, jil. 71, hal. 151.
[75]Bihârul Anwâr, jil. 70, hal. 385, cetakan Beirut.
[76]Syarh Nahjul Balâghah, Ibn abil Hadid, jil. 20, hal. 269, hikmah ke 113
[77]Nahjul Balâghah, cetakan Feidz Islam, hal. 1252.
[78]Mustadrak al -Wasâ-il, jil. 2, hal. 106.
[79]Al- Kâfi, jil. 2, hal 359.
[80]Safinatul Bihâr, jil. 2, hal 533 dan Bihârul Anwâr, jil. 2, hal. 138.
[81]Bihârul Anwâr, J. 75, hal. 222, cetakan Islamiyah.
[82]Mustadrakul Wasâ’ail, jil. 2, hal. 106.
[83]Ibid.
[84]Ibid.
[85]Qs. al-Hujurat (49):12
[86]Mustadrakul Wasâ’il, J. 2, hal. 100.
[87]Ibid.
[88]Bihârul Anwâr, jil. 69, hal. 237.
[89]Ibid, jil. 2, hal. 263.
[90]Bihârul Anwâr, J. 69, hal. 263.
[91]Ibid.
[92]Ibid, jil. 69, hal. 251.
[93]Al- Muhajatul Baidhâ, jil. 3, hal. 140 dan Jâmi’us- Sa’adat, jil. 2, hal 322.
[94]Bihârul Anwâr, jil. 69, hal. 259.
[95]Ibid, jil. 69, hal. 18.
[96]Bihârul Anwâr, J. 68, hal. 2.
[97]Mi’rajus Sa’âdat, hal. 424, cetakan Jawedan, dan Muhajatul Baidha, jil.3, hal. 115.
[98]Bihârul Anwâr, J.71, hal. 287, cetakan Islamiyah.
[99]Kâfi, jil.2, hal 114-115.
[100]Mustadrakul Wasâ’il, jil. 2,hal. 90.
[101]Al- Mahajjatul Baidhâ, jil.3, hal. 115, cetakan Islamiyah.
[102]Bihârul Anwâr, jil. 68,hal. 297.
[103]Idem, jil.68, hal. 285.
[104]Al- Mahajjatul Baidhâ, J.3, hal. 278.
[105]Al Muhajatul Baidha, jil.3, hal. 297, cetakan Cahar Jildi.
[106]Wasaâilus-Syi’ah, jil.1, hal 51, ghâdir dalam hadis ini bermakna pengkhianat.
[107]Mustadrakul Wasâ’il, jil.1, hal. 11.
[108]Bihârul Anwâr, J. 70, hal. 163 dan Nahjul Balâghah, cetakan Feidz, hal. 97, khotbah ke 28.
[109]Safinatul Bihâr, J. 2, hal. 257.
[110]Jâmi’ius-Sa’âdat, J. 3, hal. 38.
[111]Mi’rajus-Sa’âdah, hal. 394 dan al-Kâfi, jil. 3, hal. 136 dan 137, hadis ke 2 dan ke 3.
[112]Bihârul Anwâr, J. 69, hal 331 yang menukilnya dari al-Kâfi, J. 2, hal. 62.
[113]Jâmi’us-Sa’âdat, J.3, hal. 279.
[114]Mu’jamul Mufahrasul Qur’ân, demikian juga rujuklah ayat-ayat berikut: Qs. al-Baqarah (2):153, 154, 177, 249 dan Qs.
Ali Imran (3): 17, 146, demikian juga Qs. Qashash (28), ayat ke 80 dan Qs. Zumar (39) ayat ke 10.
[115]Bihârul Anwâr, jil. 68, hal 81 dengan menukil dari Kâfi jil..2, hal. 89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar