ilustrasi hiasan:
Sebuah Risalah Tematis dari Keluarga Nabi
DAFTAR ISI
BAGIAN I AL QURAN DAN AHLULBAIT, KEMAKSUMAN DAN IMAMAH
Bab 1: Mengapa Madzhab Ahlul Bait?
Bab 2: Kemaksuman para Nabi dalam al-Quran dan al-Hadits
Bab 3: Imamah merupakan kelembutan Allah SWT
Bab 4: Imamah vs Kenabian
Bab 5: Imam Mahdi: Cahaya Petunjuk Terakhir
Bab 6: Polemik Otentisitas Ghadir Khum
BAGIAN II SUKSESI DAN STUDI KRITIS SAHABAT: ANTARA KESETIAAN DAN KEMUNAFIKAN
Bab 7: Menghargai Sahabat Yang Shaleh
Bab 8: Serangan ke Rumah Sayyidah Fathimah as
Bab 9: Mu'awiyah dan Penganiyaan Terhadap Imam Ali as
Bab 10: Keislaman Abu Thalib
Bab 11: Para Sahabat Yang Membunuh Utsman
Bab 12: Kontroversi Abdullah bin Saba'
BAGIAN III GARIS BESAR PERBEDAAN ANTARA MADZHAB SYI'AH DAN SUNNI
Bab 13: Tauhid Menurut Syi'ah dan Sunni
Bab 14: Keyakinan Syi'ah Terhadap Kelengkapan al-Quran
Bab 15: Isu-Isu Seputar Ibadah
BAB 8 : SERANGAN KE RUMAH FATHIMAH
Seorang Sunni mengatakan bahwa kekhalifahan Abu Bakar merupakan ijma ulama yang wajib diterima bagi setiap Muslim. Pertama-tama perlu dijelaskan bahwa kita percaya ijma bersifat mengikat. Akan tetapi bagaimana bisa Sunni membuat ijma terhadap sesuatu yang Rasul dan beberapa sahabat lainnya tentang?
Penentangan ini merupakan bukti jelas pada suatu kenyataan bahwa tidak ada ijma untuk masalah tersebut.
Mengenai Nabi Muhammad, kami menyebutkan hadis Sunni yang sahih pada artikel sebelumnya di mana Nabi memberikan kedudukan kepada Ali sebagaimana Nabi Harun bagi Nabi Musa. Kedudukan ini dijelaskan dalam Quran yang telah kami sebutkan ayat-ayatnya. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa; 1) Allah lah yang patut menunjuk khalifah. 2) Ayat tersebut juga menggunakan kata ukhlafni yang merupakan bentuk kata kerja dari khalif.
Selain itu, kami mengetengahkan riwayat bersejarah yang dicatat oleh Ulama Sunni berkenaan dengan fakta bahwa Nabi Muhammad dengan tegas menyatakan Ali sebagai penggantinya pada khutbah pertamanya. Kami juga menyebutkan hadis sahih Ghadir Khum di mana Nabi Muhammad mengumumkan penunjikan Ali secara resrni.
Sekarang, bagaimana ijma dapat berperan dalam persoalan penting apabila Nabi Muhammad saja menentangnya? Cukuplah bagi kita untuk menutup persoalan ijma pada masalah mi. Marilah kita bahas hal ini lebih jauh.
Tidak semua sahabat sepakat bahwa keempat khalifah ini adalah pengganti Nabi Muhammad yang sah. Kaum Muslimin sepakat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dipilih oleh sejumlah orang yang terbatas dan merupakan hal yang mengejutkan bagi sahabat lainnya. Oleh sejumlah orang terbatas artinya mayoritas sahabat Nabi Muhammad yang utama tidak mengetahui pemilihan ini. Ali, Ibnu Abbas, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa'd bin Abi Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Bahkan Umar sendiri mengakui, pemilihan Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.l
Kita tidak dapat menutup mata pada kenyataan yang tidak dapat disangkal yang bahkan dicatat oleh ulama-ulama Sunni dan meskipun telah menjadi ijma. Setelah Nabi Muhammad wafat, orang-orang yang melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi Muhammad seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghiffari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan sahabat-sahabat lain seperti Abbas, Utbah bin Abi Lahab, Bara bin Azib, Ubay bin Ka'b, Sa'd bin Abi Waqqash, dan lain-lain berkumpul di rumah Fathimah. Demikian juga dengan Thalhah dan Zubair yang awalnya setia kepada Ali dan bergabung dengan yang lainnya di rumah Fathimah. Mereka berkumpul di rumah Fathimah sebagai tempat berlindung karena mereka menentang mayoritas orang-orang. Berdasarkan hadis Shahih Bukhari, Umar mengakui bahwa Ali dan pengikutnya menentang Abu Bakar. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata,
"Tidak diragukan lagi setelah Rasul wafat, kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak sepakat dengan kami dan berkumpul di balairung Bani Saidah. Ali dan Zubair dan orang - orang yang bersama mereka menentang kami."2
Hadis lain meriwayatkan bahwa Umar berkata pada hari Saqifah,
"Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan orang-orang yang bersama mereka berpisah dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah, putri Nabi Muhammad."3
Selain itu, mereka meminta persetujuan baiat tersebut, tetapi Ali dan Zubair meninggalkannya. Zubair menghunuskan pedang dan berkata, "Aku tidak akan menyarungkan pedang ini sebelum sumpah setia diberikan kepada Ali." Ketika kabar ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkata, "Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!" Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (menuju ke depan pintu Fathimah) dan menggiring mereka dengan paksa sambil mengatakan bahwa mereka harus memberikan sumpah setia secara sukarela ataupun paksa.4
Pemilihan seperti apakah itu? Pemilihan menyiratkan suatu pilihan dan kebebasan, dan setiap kaum Muslimin berhak memilih wakilnya. Barang-siapa yang memilihnya tidak menentang Allah atau Rasulnya karena baik Allah atau Rasulnya tidak menunjuk orang dari pilihan umat. Pemilihan, secara fitrah, tidak memaksa setiap kaum Muslimin untuk memilih wakil khususnya. Apabila tidak, pemilihan tersebut berarti paksaan. Artinya pemilihan itu akan kehilangan fitrahnya dan menjadi tindakan pemaksaan. Ucapan Nabi yang terkenal menyatakan, "Tidak ada sumpah setia yang sah jika diperoleh dengan paksaan."
Mari kita lihat apa yang dilakukan Umar pada saat itu. Sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa ketika Umar sampai di depan pintu rumah Fathimah, ia berkata,
"Demi ,Allah, aku akan membakar (rumah ini) jika kalian tidak keluar dan berbaiat kepada (Abu Bakar)!"5
Selain itu, Umar bin Khattab datang ke rumah Ali. Talhah dan Zubair serta beberapa kaum Muhajirin lain juga berada di rumah itu. Umar berteriak, "Demi Allah, keluarlah kalian dan baiat Abu Bakar jika tidak akan kubakar rumah ini." Zubair keluar dengan pedang terhunus, karena ia terjatuh (kakinya tersandung sesuatu), pedangnya lepas dari tangannya, merekapun menerkamnya dan membekuknya.6
Abu Bakar, berdasarkan sumber riwayat yang shahih, berkata bahwa ketika umat telah berbaiat padanya setelah Nabi Muhammad wafat, Ali dan Zubair sering pergi ke Fathimah Zahra, putri Nabi Muhammad, untuk bertanya. Ketika berita ini diketahui Umar, ia pergi ke rumah Fathimah dan berkata,
"Wahai putri Rasulullah! Aku tidak mencintai seorang pun sebanyak cintaku pada ayahmu, dan tidak ada seorang pun setelahnya yang lebih aku cintai selain engkau. Tetapi, Demi Allah, sekiranya orang-orang ini berkumpul bersamamu, kecintaan ini tidak akan mencegahku untuk membakar rumahmu."7
Diriwayatkan pula bahwa Umar berkata kepada Fathimah (yang berada di belakang pintu),
"Aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak mencintai siapa pun lebih dari cintanya padamu. Tetapi kehendakku tidak akan menghentikanku melaksanakan keputusanku. Jika orang-orang ini berada di rumahmu, aku akan membakar pintu ini di hadapanmu."8
Sebenarnya Syilbi Numani sendiri menyaksikan peristiwa di atas dengan kata-kata berikut:
"Dengan sifat Umar yang pemarah, perbuatan tersebut sangat tidak mungkin dilakukan."9
Diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar berkata menjelang kematiannya,
"Andai saja aku tidakpergi ke rumah Fathimah dan mengirim orang-orang untuk menyakitinya, meskipun hal itu akan menimbulkan peperangan jika rumah tersebut tetap digunakan sebagai tempat berlindung."10
Sejarahwan menyebutkan nama-nama berikut adalah orang-orang yang menyerang rumah Fathimah untuk membakar orang-orang yang berlindung di dalamnya; Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Tsabit bin Shammas, Ziyad bin Labid, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salim bin Waqqash, Salamah bin Aslam, Usaid bin Huzair, Zaid bin Tsabit.
Ulama Sunni yang ditakzimkan, Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah Dainuri dalam kitab al-Imamah wa as-Siyasah meriwayatkan bahwa Umar meminta sebatang kayu dan berkata kepada orang orang yang berada di dalam rumah, "Aku bersumpah demi Allah yang menggenggam jiwaku, jika kalian tidak keluar, akan aku bakar rumah ini!" Seseorang memberitahu Umar bahwa Fathimah berada di dalam. Umar berteriak, "Sekalipun! Aku tidak peduli siapa pun yang berada di dalam rumah itu."11
Baladzuri, seorang sejarahwan lain meriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta Ali untuk memberi dukungan kepadanya tetapi Ali menolak. Kemudian Umar berjalan ke rumah Ali sambil membawa kayu bakar di tangannya. Ia bertemu Fathimah di muka pintu. Fathimah berkata, "Engkau berniat membakar pintu rumahku?" Umar menjawab, "Ya, karena hal ini akan menguatkan agama yang diberikan kepada kami dari ayahmu."12
Dalam kitabnya, Jauhari berkata bahwa Umar dan beberapa kaum Muslimin pergi ke rumah Fathimah untuk membakar rumahnya dan orang-orang di dalamnya yang menentang. Ibnu Shahna menambahkan, "Membakar rumah serta penghuninya."
Lebih jauh lagi diriwayatkan bahwa ketika Ali dan Abbas sedang duduk di dalam rumah Fathimah, Abu Bakar berkata kepada Umar, "Pergi dan bawalah mereka, jika mereka menentang, bunuh mereka!" Umar membawa sepotong kayu bakar untuk membakar rumah tersebut. Fathimah keluar dari pintu dan berkata, "Hai putra Khattab, apakah kamu datang untuk membakar rumah yang di dalamnya terdapat aku dan anak-anakku?" Umar menjawab, "Ya, demi Allah, hingga mereka keluar berbaiat kepada khalifah Rasul."13
Semua orang keluar dari rumah kecuali Ali. Ia berkata, "Aku bersumpah akan tetap berada di rumahku sampai aku selesai mengumpulkan Quran."
Umar tidak terima tetapi Fathimah membatahnya hingga ia berbalik. Umar menghasut Abu Bakar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Abu Bakar kemudian mengirim Qunfiz (budaknya) tetapi selalu menerima jawaban negatif setiap kali ia menemui Ali. Akhirnya, Umar pergi dengan sekelompok orang ke rumah Fathimah. Ketika Fathimah mendengar suara mereka, ia berteriak keras,
"Duhai ayahku, Rasulullah! Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab dan Abu Bakar memperlakukan kami setelah engkau tiada! Lihatlah bagaimana cara mereka menemui kami!"
Ulama-ulama Sunni seperti Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dalam bukunya Saqifah, Abu Wahid Muhibuddin Muhammad Syahnah Hanafi dalam bukunya Syarh al-Nahj, dan lainnya telah meriwayatkan peristiwa yang sama.
Lihat juga sejarahwan terkemuka Sunni, Abdul Hasan, Ali bin Husain Mas'udi dalam bukunya Ishabat al-Wasiyyah, menjelaskan peristiwa tersebut secara terperinci dan meriwayatkan, "Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya).
Shalahuddin Khalil Safadi, ulama Sunni lain, dalam kitabnya Wafi al-Wafiyyat, pada surat 'A' ketika mencatat pandangan/pendapat Ibrahim bin Sayar bin Hani Basri, yang terkenal dengan nama Nidzam mengutip bahwa ia berkata,
"Pada hari pembaiatan, Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal."
Menurut anda mengapa perempuan muda berusia 18 tahun harus terpaksa berjalan ditopang tongkat? Kekerasan serta tekanan yang sangat hebat menyebabkan Sayidah Fathimah Zahra senantiasa menangis, "Bencana itu telah menimpaku sehingga sekiranya bencana itu datang di siang hari, hari akan menjadi gelap." Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.
Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah menjelang hari-hari terakhirnya, Fathimah selalu memalingkan wajahnya ke dinding, ketika Umar dan Abu Bakar datang membesuknya menjawab ucapan mereka yang mendoakan kesembuhannya, Fathimah mengingatkan Umar dan Abu Bakar tentang pernyataan Nabi Muhammad bahwa barang siapa yang membuat Fathimah murka, maka ia telah membuat murka Nabi. Fathimah berkata,
"Allah dan malaikat menjadi saksiku bahwa engkau membuatku tidak ridha, dan kalian telah membuatku murka. Apabila aku bertemu ayahku, akan kuadukan semua perbuatan kalian berdua!"14
Karena alasan yang sama, Fathimah ingin agar kedua orang yang telah menyakitinya jangan sampai hadir di pemakamannya dan oleh karenanya ia dimakamkan malam hari. Bukhari, dalam kitabnya menegaskan bahwa Ali menuruti keinginan istrinya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah sangat marah kepada Abu Bakar sehingga ia menjauhinya, tidak berbicara dengannya sampai wafatnya. Fathimah hidup selama 6 bulan setelah Nabi
Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, suaminya Ali menguburkannya di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan melakukan shalat jenazah sendiri.l5 Usaha apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat menemukan makamnya. Makam Fathimah hanya diketahui oleh keluarga Ali. Hingga saat ini makam putri Nabi Muhammad yang tersembunyi merupakan tanda-tanda ketidaksukaannya kepada beberapa sahabat.
Pendapat Nabi Muhammad terhadap Orang-orang yang Menyakiti Fathimah
Nabi Muhammad sudah berulang kali mengatakan, "Fathimah adalah bagian dari diriku. Barangsiapa membuatnya murka, ia telah membuatku murka!"16
Menurut Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad bersaksi bahwa Fathimah adalah penghulu para perempuan alam semesta.17 Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Fathimah yang menangis di tempat tidur ayahnya menjelang Nabi wafat, "Tidakkah engkau puas bahwa engkau adalah penghulu perempuan-perempuan beriman?"
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,
"Empat penghulu wanita di dunia adalah Maryam, Asiah, Khadijah dan Fathimah. Dan yang paling utama di antara mereka semua adalah Fathimah."18
Allah SWT berfirman dalam Quran,
Hai Rasulullah katakanlah (kepada umat), "Aku tidak meminta imbalan apa pun kecuali kecintaan kepada keluargaku!"
(QS asy-Syura : 43).
Hai Rasulullah katakanlah (kepada umat), "Imbalan apapun yang aku minta (sebagai balasan dari kenabian) adalah untuk kepentinganmu (umat)!" (QS Saba : 47).
Ayat-ayat ini dengan jelas menujukkan bahwa Nabi Muhammad, atas perintah Allah, meminta umatnya untuk mencintai keluarganya sebagai sebuah perintah. Selain itu kecintaan kepada mereka dimaksudkan untuk kemashlahatan umat karena cinta sesungguhnya memiliki arti mengikuti dan menaati anggota keluarganya yang disucikan dan yang membawa sunnah yang benar.
Sayang sekali bahwa orang-orang yang menyatakan diri sebagai sahabat-sahabat sejati telah menimpakan kesengsaraan yang sangat hebat kepada keluarganya padahal seminggu sejak Nabi Muhammad wafat belum berlalu. Inikah cinta yang Allah minta untuk keluarga Nabi?
Bukan itu saja. Sumber-sumber ekonomi Ahlulbait telah ditutup untuk menghancurkan penentangan mereka. Dalam Shahih Bukhari berikut ini Aisyah meriwayatkan, Fathimah mengirim utusan kepada Abu Bakar (ketika ia menjadi khalifah), meminta warisan yang Allah karuniakan kepada Nabi dari harta fa'i (harta rampasan perang tanpa ada pertempuran) yang telah ditinggalkan Nabi di Madinah, tanah tadak, serta sisa-sisa khumus dari harta rampasan perang Khaibar. Tetapi Abu Bakar menolak untuk memberi sesuatupun kepada Fathimah. Hal ini membuatnya marah dan menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara kepadanya sampai ia wafat. Ia hidup 6 bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ketika wafat, suaminya Ali, menguburkan Fathimah di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan ia sendiri yang menshalatkan Fathimah.19
Apakah Fathimah berdusta atau Abu Bakar yang berlaku tidak adil kepadanya? Jika Fathimah berdusta, ia tidak pantas menyandang apa yang diucapkan Nabi Muhammad, bahwa, "Fathimah adalah bagian dari diriku dan barangsiapa yang membuatnya marah, ia telah membuatku marah pula!" Ucapan Nabi ini sendiri merupakan bukti kesuciannya. Ayat-ayat pensucian dalam Surah al-Ahzab ayat 33 merupakan bukti lain kesuciannya, sebagaimana yang disaksikan oleh Aisyah.20 Dengan demikian tidak ada fakta lain bagi orang-orang berakal kecuali menerima kenyataan bahwa ia telah diperlakukan tidak adil, dan begitu mudahnya Fathimah disebut pendusta oleh Umar yang juga berniat membakarnya sekiranya orang-orang yang berada di rumah Fathimah tidak keluar untuk membaiat Abu Bakar.
Jadi kesimpulan logis dari hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di atas adalah Fathimah telah diperlakukan tidak adil, sehingga ia murka dan membuat murka pula Nabi Muhammad dan Allah kepada Abu Bakar dan Umar berdasarkan hadis Bukhari di atas.
Alasan mengapa Abu Bakar menolak memberikan hak Fathimah bertentangan dengan ayat Quran. Bagaimana ia dapat menjadi pengganti Nabi Muhammad sedang ia sendiri tidak menaati ayat Quran yang begitu nyata? Abu Bakar menyatakan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Kami para Nabi tidak meninggalkan warisan apa pun, yang kami tinggalkan akan menjadi sedekah." Alasan yang ia kemukakan tidak logis karena perkataan Nabi tidak pernah bertentangan dengan ayat Quran yang dalam dua ayat membuktikan bahwa para rasul memiliki pewaris dan anakanaknya adalah pewaris dari para rasul.
Allah SWT berfirman, "Dan Nabi Sulaiman mendapat warisan dari Nabi Daud" (QS. an-Naml : 16). Sulaiman dan Daud adalah nabi-nabi yang memiliki banyak harta kekayaan. Mereka adalah raja pada zamannya. Allah Yang Maha Tinggi berfirman,
(Zakaria berdoa kepada Allah), "Karuniakanlah aku seorang anak dari hadiratmu yang akan mewariskan dariku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia seorang yang Engkau ridhai!" (QS Maryam : 5-6).
Ayat-ayat ini merupakan contoh bahwa para nabi memiliki pewaris. Sebenarnya, Fathimah menyebutkan ayat-ayat ini sebagai bukti akan haknya, tetapi Abu Bakar menolaknya karena saran Umar, dan secara sengaja mereka telah menentang ayat Quran yang sangat jelas.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bahkan telah menyerahkan tanah Fadak yang luas dan subur di Hijaz kepada Fathimah dan tanah tersebut merupakan harta Fathimah sebelum Nabi Muhammad wafat.
Persoalan itu ternyata bukan hanya persoalan warisan, seperti yang diklaim Abu Bakar. Alasan Nabi Muhammad menyerahkan tanah Fadak kepada Fathimah adalah sebagai sumber penghasilan Ahlulbait. Tetapi setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar dan Umar menghapus nama pemilik tanah itu dan mengambil alih tanah serta harta Ahlulbait lainnya. Alasannya sangat sederhana. Mereka menyadari bahwa jika harta ini tetap berada di tangan Ali dan Fathimah, semoga kesejahteraan senantiasa atas mereka, mereka akan mengeluarkan penghasilannya bagi pengikut mereka. Hal ini akan memperkuat kelompok oposisi Abu Bakar dan Umar dan membahayakan posisi mereka. Abu Bakar dan Umar menyadari kenyataan bahwa untuk mengendalikan pihak oposisi, penting bagi mereka untuk menghilangkan semua sumber-sumber ekonomi mereka.
Jadi permasalahanya bukan semata-mata masalah harta, melainkan lebih bersifat politis. Kemarahan Fathimah bukan untuk kesenangan duniawi. Sejarah membuktikan bahwa Ali dan Fathimah hidup sangat sederhana ketika Nabi masih hidupdan setelah Nabi wafat. Yang sangat terkenal adalah bahwa Surah al-Insan ayat 8-9 turun bagi mereka ketika selama tiga hari berturut-turut mereka memberikan makanan mereka kepada pengemis pada saat akan berbuka puasa (ifthar), dan tidak ada makanan yang tersisa untuk anak - anak mereka selama 3 hari berturut - turut. Oleh karenanya orang - orang beriman ini tidak menuntut atau marah demi hal-hal yang bersifat duniawi. Itulah mengapa kemarahan Fathimah adalah kemarahan Nabi Muhammad. Mereka, sebenarnya, tengah berjuang di jalan Allah dan mengeluarkan harta sah mereka untuk jalan yang benar dan untuk pengikut-pengikutnya.
Pada saat Harun Rasyid berkuasa, wilayah Islam sangat luas, membentang dari Afghanistan dan Asia Tengah hingga Afrika Utara. Maka adalah suatu hal yang kecil bagi pemerintah untuk memberikan sebidang kecil tanahnya. Selain itu, dengan mengembalikan tanah Fadak, hal itu akan menjadi propaganda bagi kepentingan mereka. Menurut beberapa riwayat, Harun Rasyid berkata kepada Musa Kazhim, Imam Ahlulbait ketujuh, "Aku ingin mengetahui seberapa luas lokasi tanah Fadak itu agar aku dapat mengembalikannya padamu?" Imam Musa berkata, "Saya hanya akan menerima jika engkau memberikan semuanya." Harun berkata, "Kalau begitu katakan saja berapa luasnya? Aku bersumpah atas nama kakekmu, aku mengembalikannya." Akhirnya Imam berkata, "Tanah itu terbentang dari salah satu sisi Aden (bagian semenanjung Arab), Samarkan (Afghanistan), dan dari Armenia (Rusia selatan) dan dari Mesir di Afrika!" Wajah Harun memerah dan berkata, "Berarti tidak ada yang tersisa bagi kami?" Musa berkata, "Telah aku katakan jika aku jelaskan luasnya, engkau tidak akan mengembalikannya padaku!"21
Lampiran
Berikut ini teks keseluruhan hadis 5.546 dalam Shahih Bukhari yang diterangkan di atas. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah mengutus seseorang kepada Abu Bakar, meminta warisan yang telah ditinggalkan Nabi Muhammad dari Allah atas hasil fa'i di Madinah, tanah Fadak, dan sisa khumus dari rampasan perang Khaibar. Abu Bakar berkata, "Rasulullah berkata, 'Kami para rasul tidak meninggalkan warisan. Segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah, tetapi keluarga Nabi Muhammad mendapat bagian dari harta ini.' Demi Allah, aku tidak akan mengubah ketetapan Rasulullah ini, akan tetap seperti itu sebagaimana ketika Rasulullah masih hidup, dan akan keluarkan Rasulullah." Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta itu kepada Fathimah. Oleh karenanya, Fathimah marah kepada Abu Bakar. la. menjauhinya dan tidak mau berbicara dengannya hingga akhir hayatnya. la hidup hanya 6 bulan setelah ayahnya wafat. Ketika ia wafat, suaminya, Ali, menguburkannya pada tengah malam tanpa memberitahukan Abu Bakar dan menshalatinya sendiri.
Saat Fathimah masih hidup, orang-orang masih menghormati Ali, tetapi setelah ia wafat, Ali melihat perubahan dalam prilaku orang-orang kepadanya. Oleh karenanya Ali berdamai dengan Abu Bakar dan membaiatnya. Ali tidak membaiat Abu Bakar selama 6 bulan (periode antara wafatnya Nabi Muhammad dan wafatnya Fathimah). Ali mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk berkata, "Datanglah kepadaku, tetapi jangan ada orang lain bersamamu." Karena ia tidak suka kalau Umar turut serta. Umar berkata (kepada Abu Bakar), "Jangan! Demi Allah kamu tidak boleh pergi sendiri." Abu Bakar berkata, "Memangnya apa yang akan mereka lakukan terhadapku? Demi Allah aku akan pergi!" Lalu Abu Bakar pergi ke tempat Ali. Ali kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata, "Kami mengetahui keutamaanmu dan apa yang telah Allah berikan padamu, dan kami tidak cemburu atas kebaikan yang telah Allah berikan padamu.
Tetapi engkau tidak berunding denganku mengenai urusan ini. Kami berpikir bahwa kami memiliki hak atasnya karena kedekatan hubungan kekerabatan kami dengan Rasulullah."
Mendengar ucapan Ali ini, Abu Bakar menangis. Dan ketika Abu Bakar mengeluarkan suara, ia berkata, "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya aku akan menjaga hubunganku dengan keluarga Rasulullah lebih baik daripada hubungan dengan keluargaku. Tetapi, mengenai masalah yang terjadi antara aku dan engkau dalam harta ini, aku akan berbuat sebaik mungkin, mengeluarkannya berdasarkan sesuatu yang benar dan aku tidak akan meninggalkan hukum
27
turan Allah yang telah dicontohkan Rasulullah dalam mengeluarkannya, dan aku akan mengikutinya." Mendengar hal itu Ali berkata kepada Abu Bakar, "Aku berjanji akan memberi baiatku, siang ini."
Usai menunaikan shalat Dzuhur, Abu Bakar naik mimbar dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu ia bercerita mengenai Ali, mengapa ia tidak membaiatnya dan memaafkan Ali, dan menerima alasan yang diajikan. Kemudian Ali berdiri, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. la mengucapkan dua kalimat syahadat, memuji Abu Bakar dan berkata bahwa ia tidak membaiat Abu Bakar bukan karena cemburu kepadanya atau protes atas apa yang Allah berikan padanya. Ali melanjutkan, "Kami menganggap bahwa kami juga memilliki hak atas urusan ini (kepemimpinan) dan ia (Abu Bakar) tidak mengajaknya berunding."
Oleh karenanya, ia menyayangkan hal itu. Semua orang Muslimin di tempat itu merasa lega dan berkata, "Engkau telah melakukan hal yang benar." Kaum Muslimin menjadi bersahabat dengan Ali karena ia melakukan apa yang dilakukan kaum Muslimim (berbaiat kepada Abu Bakar).
Perampasan Tanah Fadak
Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat.
Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah. Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41). Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah. Perhatikan bahwa harta ini bukan harta yang dimiliki oleh Rasulullah tetapi harta yang digunakannya sebagai pemimpin agama Islam. Jelaslah bahwa ia tidak mengumpulkan harta untuk diri pribadi. Haknya ini hanya berlangsung selama ia masih hidup dan ia telah menjelaskannya ketika masih hidup. Bukhari, Muslim dan Ahmad meriwayatkan, "Aku tidak mewariskan apa pun. Apa saja yang kutinggalkan adalah untuk istri-istriku dan membayar hutang-hutangku serta sisanya adalah untuk amal." Mari kita perhatikan bagaimana persoalan warisan ini muncul dan tindakan apa yang dilakukan oleh para khalifah.
Untuk menanggapi pandangan di atas, pertama-tama, kami ingin menyebutkan ayat Quran yang disebutkan saudara Khalid mengenai Khumus. Meskipun keluar konteks, tetapi tidaklah salah menyebutkan, bahwa kata khumus (secara literal artinya seperlima) tidak terbatas hanya pada harta rampasan perang melawan orang-orang kafir. Kami akan menyandarkan persoalan ini pada hadis, tetapi sebelumnya kita akan menyebutkan ayat berikut:
Dan tahukah kalian (hai orang-orang beriman), bahwa segala yang kamu peroleh seperlimanya milik Allah, dan Rasulnya, dan keluarga (Rasul), serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan... (QS al-Anfal :41).
Hadis berikutnya dengan jelas menyebut bahwa humus tidak terbatas pada harta rampasan sebagaimana yang diyakini saudara kita Sunni.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan - utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang - orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram.
Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya." Nabi berkata, "Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus."22
Sebelum kami menyelesaikan hingga kesimpulan, kami memberi komentar berikut; 1) Nampaknya suku Bani Abdul Qais bukan suku yang kuat. Selain itu, ketika mereka harus pergi ke Madinah, mereka harus melintasi sebuah daerah yang dihuni oleh suku (Muzar) yang memusulii kaum Muslimin, 2) Hal ini membuat mereka tidak dapat pergi kecuali pada bulan Haram, bulan ketika peperangan dilarang. Hal ini tidak berarti bahwa penerapan khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang.
Anda menyebutkan bahwa Nabi Muhammad telah meriwayatkan, sebagaimana yang anda klaim dalam Shahih Bukhari-Muslim, Musnail Ahmad ibn Hanbal, dan lain-lain, bahwa ia tidak mewariskan apa pun. Sebelum kami mengungkapkan referensi hadis shahih, kami ingin menjelaskan bahwa makna 'pewaris' artinya orang yang mewarisi atau orang yang sah mendapat warisan. Karenanya, pernyataan bahwa 'pewaris' tidak mengurusi hal-hal yang ditinggalkan orang yang telah tiada bertentangan dengan hadis yang ditemukan dalam kitab-kitab Sunni.
Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,
"Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satunp adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku."23
Kami akan menyebutkan ayat Quran yang mendukung pernyataan bahwa pewaris Nabi Muhammad akan membayarkan hutang-hutangnya. Berdasarkan Surah asy-Syu'ara ayat 124, Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadis dari Ali yang menyatakan bahwa ketika ayat beritakanlah kepada kerabat terdekatmu", turun, Rasulallah berkata,"Ali akan membayarkan hutang - hutangku dan memenuhi semua janji-janjiku."24
Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, "Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali."25
Berdasarkan hadis di atas siapakah yang telah memberi hak kepada Abu Bakar untuk mendistribusikan harta Nabi Muhammad? Nabi dengan jelas menyebutkan bahwa Ali lah yang berhak dan Ali sendiri yang diserahi. tugas mendistribusikan hartanya dan
Usai menunaikan shalat Dzuhur, Abu Bakar naik mimbar dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu ia bercerita mengenai Ali, mengapa ia tidak membaiatnya dan memaafkan Ali, dan menerima alasan yang diajikan. Kemudian Ali berdiri, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. la mengucapkan dua kalimat syahadat, memuji Abu Bakar dan berkata bahwa ia tidak membaiat Abu Bakar bukan karena cemburu kepadanya atau protes atas apa yang Allah berikan padanya. Ali melanjutkan, "Kami menganggap bahwa kami juga memilliki hak atas urusan ini (kepemimpinan) dan ia (Abu Bakar) tidak mengajaknya berunding."
Oleh karenanya, ia menyayangkan hal itu. Semua orang Muslimin di tempat itu merasa lega dan berkata, "Engkau telah melakukan hal yang benar." Kaum Muslimin menjadi bersahabat dengan Ali karena ia melakukan apa yang dilakukan kaum Muslimim (berbaiat kepada Abu Bakar).
Perampasan Tanah Fadak
Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat.
Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah. Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41). Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah. Perhatikan bahwa harta ini bukan harta yang dimiliki oleh Rasulullah tetapi harta yang digunakannya sebagai pemimpin agama Islam. Jelaslah bahwa ia tidak mengumpulkan harta untuk diri pribadi. Haknya ini hanya berlangsung selama ia masih hidup dan ia telah menjelaskannya ketika masih hidup. Bukhari, Muslim dan Ahmad meriwayatkan, "Aku tidak mewariskan apa pun. Apa saja yang kutinggalkan adalah untuk istri-istriku dan membayar hutang-hutangku serta sisanya adalah untuk amal." Mari kita perhatikan bagaimana persoalan warisan ini muncul dan tindakan apa yang dilakukan oleh para khalifah.
Untuk menanggapi pandangan di atas, pertama-tama, kami ingin menyebutkan ayat Quran yang disebutkan saudara Khalid mengenai Khumus. Meskipun keluar konteks, tetapi tidaklah salah menyebutkan, bahwa kata khumus (secara literal artinya seperlima) tidak terbatas hanya pada harta rampasan perang melawan orang-orang kafir. Kami akan menyandarkan persoalan ini pada hadis, tetapi sebelumnya kita akan menyebutkan ayat berikut:
Dan tahukah kalian (hai orang-orang beriman), bahwa segala yang kamu peroleh seperlimanya milik Allah, dan Rasulnya, dan keluarga (Rasul), serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan... (QS al-Anfal :41).
Hadis berikutnya dengan jelas menyebut bahwa humus tidak terbatas pada harta rampasan sebagaimana yang diyakini saudara kita Sunni.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan - utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang - orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram.
Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya." Nabi berkata, "Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus."22
Sebelum kami menyelesaikan hingga kesimpulan, kami memberi komentar berikut; 1) Nampaknya suku Bani Abdul Qais bukan suku yang kuat. Selain itu, ketika mereka harus pergi ke Madinah, mereka harus melintasi sebuah daerah yang dihuni oleh suku (Muzar) yang memusulii kaum Muslimin, 2) Hal ini membuat mereka tidak dapat pergi kecuali pada bulan Haram, bulan ketika peperangan dilarang. Hal ini tidak berarti bahwa penerapan khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang.
Anda menyebutkan bahwa Nabi Muhammad telah meriwayatkan, sebagaimana yang anda klaim dalam Shahih Bukhari-Muslim, Musnail Ahmad ibn Hanbal, dan lain-lain, bahwa ia tidak mewariskan apa pun. Sebelum kami mengungkapkan referensi hadis shahih, kami ingin menjelaskan bahwa makna 'pewaris' artinya orang yang mewarisi atau orang yang sah mendapat warisan. Karenanya, pernyataan bahwa 'pewaris' tidak mengurusi hal-hal yang ditinggalkan orang yang telah tiada bertentangan dengan hadis yang ditemukan dalam kitab-kitab Sunni.
Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,
"Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satunp adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku."23
Kami akan menyebutkan ayat Quran yang mendukung pernyataan bahwa pewaris Nabi Muhammad akan membayarkan hutang-hutangnya. Berdasarkan Surah asy-Syu'ara ayat 124, Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadis dari Ali yang menyatakan bahwa ketika ayat beritakanlah kepada kerabat terdekatmu", turun, Rasulallah berkata,"Ali akan membayarkan hutang - hutangku dan memenuhi semua janji-janjiku."24
Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, "Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali."25
Berdasarkan hadis di atas siapakah yang telah memberi hak kepada Abu Bakar untuk mendistribusikan harta Nabi Muhammad? Nabi dengan jelas menyebutkan bahwa Ali lah yang berhak dan Ali sendiri yang diserahi. tugas mendistribusikan hartanya dan
28
tau membayarkan hutang-hutangnya. Kita akan menyebutkan satu lagi hadis yang menyatakan Ali membayarkan hutang-hutang Nabi Muhammad dari hartanya sendiri.
Setelah Nabi Muhammad wafat, Ali menyelesaikan urusan-urusan tertentu. Banyak dari urusan ini adalah janji dan kontrak yang dibuat Nabi Muhammad dan Ali telah menyelesaikannya. Disebutkan berjumlah 5000 dirham, yang kemudian Ali bayar.26 Hutang-hutang tersebut dibayarkan dari harta milik Ali sendiri dan bukan dari Baitul Mal. Hal ini pun dilanjutkan oleh Hasan dan Husain.
Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa'd. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun.
Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan.
Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah. Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, "Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?" Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,"Rasulallah berkata,'Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah'. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku." Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.
Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa'i. Abu Bakar berkata kepadanya, "Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah."27
Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.
Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.
Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata 'murka') hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, "Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap."
Berdasarkan riwayat di atas ia meminta warisannya berulangkali. Saudara Khalid menyatakan bahwa Sayidah Fathimah tidak pernah menuduh Abu Bakar berbuat salah. Sebelum memberi tanggapan, kami akan menyebutkan hadis Bukhari lainnya.
Shahih Bukhari hadis 5.546 :
Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri....
Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,
"Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, 'Aku mendengar Rasulullah berkata, 'Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!' Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar."28
Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja'far, putri Muhammad bin Ja'far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya,
"Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!"
Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, "Jangan masuk!" Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, "Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) mengahalangi aku untuk menengok putri Rasulullah." Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, "Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?" Asma menjawab, "la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya." Abu Bakar berkata, "Lakukan apa yang telah ia perintahkan!"29
Muhammad bin Umar Waqidi berkata,
"Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini."30
Jika kami harus menerima bahwa Fathimah tidak menuduh bahwa Abu Bakar melakukan kesalahan, lalu mengapa ia marah kepada Abu Bakar dan tidak mengizinkannya untuk menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dinyatakan dalam wasiatnya. Anehnya, Bukhari dengan jelas menyebutkan bahwa Fathimah memerintahkan Ali untuk tidak memberitahu Abu Bakar. Jika Fathimah penghulu seluruh perempuan, dan ia adalah satu-satunya perempuan di seluruh dunia Islam yang telah disucikan oleh Allah SWT, maka kemarahannya pastilah benar. Hal ini karena Abu Bakar berkata, "Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!" (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, "Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!" Ia mendekati Fathimah dan berkata, "Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!"31
Saudara Sunni kita, Khalid, berdalih bahwa kelompok ketiga yang menuntut warisan adalah para istri Nabi. Mereka juga mengirim Utman kepada Abu Bakar sebagai wakil-wakil mereka untuk meminta 1/8 bagian mereka. Tetapi Aisyah menentangnya sehingga semua istri menarik kembali tuntutan mereka.
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.
Setelah Nabi Muhammad wafat, Ali menyelesaikan urusan-urusan tertentu. Banyak dari urusan ini adalah janji dan kontrak yang dibuat Nabi Muhammad dan Ali telah menyelesaikannya. Disebutkan berjumlah 5000 dirham, yang kemudian Ali bayar.26 Hutang-hutang tersebut dibayarkan dari harta milik Ali sendiri dan bukan dari Baitul Mal. Hal ini pun dilanjutkan oleh Hasan dan Husain.
Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa'd. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun.
Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan.
Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah. Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, "Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?" Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,"Rasulallah berkata,'Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah'. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku." Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.
Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa'i. Abu Bakar berkata kepadanya, "Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah."27
Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.
Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.
Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata 'murka') hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, "Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap."
Berdasarkan riwayat di atas ia meminta warisannya berulangkali. Saudara Khalid menyatakan bahwa Sayidah Fathimah tidak pernah menuduh Abu Bakar berbuat salah. Sebelum memberi tanggapan, kami akan menyebutkan hadis Bukhari lainnya.
Shahih Bukhari hadis 5.546 :
Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri....
Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,
"Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, 'Aku mendengar Rasulullah berkata, 'Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!' Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar."28
Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja'far, putri Muhammad bin Ja'far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya,
"Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!"
Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, "Jangan masuk!" Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, "Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) mengahalangi aku untuk menengok putri Rasulullah." Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, "Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?" Asma menjawab, "la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya." Abu Bakar berkata, "Lakukan apa yang telah ia perintahkan!"29
Muhammad bin Umar Waqidi berkata,
"Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini."30
Jika kami harus menerima bahwa Fathimah tidak menuduh bahwa Abu Bakar melakukan kesalahan, lalu mengapa ia marah kepada Abu Bakar dan tidak mengizinkannya untuk menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dinyatakan dalam wasiatnya. Anehnya, Bukhari dengan jelas menyebutkan bahwa Fathimah memerintahkan Ali untuk tidak memberitahu Abu Bakar. Jika Fathimah penghulu seluruh perempuan, dan ia adalah satu-satunya perempuan di seluruh dunia Islam yang telah disucikan oleh Allah SWT, maka kemarahannya pastilah benar. Hal ini karena Abu Bakar berkata, "Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!" (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, "Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!" Ia mendekati Fathimah dan berkata, "Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!"31
Saudara Sunni kita, Khalid, berdalih bahwa kelompok ketiga yang menuntut warisan adalah para istri Nabi. Mereka juga mengirim Utman kepada Abu Bakar sebagai wakil-wakil mereka untuk meminta 1/8 bagian mereka. Tetapi Aisyah menentangnya sehingga semua istri menarik kembali tuntutan mereka.
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.
Apakah Fadak Milik Nabi Muhammad SAW?
Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya.32
Sejarahwan dan ahli Geografi Ahmad bin Yahya Baladzuri menuliskan bahwa Fadak adalah harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda -kuda/unta-unta mereka di tanah tersebut.33
Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan,
"Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah."34
Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?
Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, menghadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra.
Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al-Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!
Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya.
Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, "Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?" Malaikat Jibril menjawab. "Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya."
Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.36
Mengenai pertanyaan anda yang anda ajikan bahwa kisah tersebut tidak terdapat pada kitab - kitab hadis, kami anjurkan anda merujuk pada kitab - kitab yang dinyatakan shahih dan dapat dipercaya oleh ulama - ulama Sunni berkenaan peristiwa yang anda sebutkan.37
Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata "Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup."
Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, "Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku." Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang-orang yang masuk surga).38
Akan tetapi, saksi yang diajikan Fathimah tidak dapat diterima Abu Bakar, dan tuntutan Fathimah ditolak karena berdasarkan pada pernyataan yang salah. Mengenai hal ini Baladzuri menulis, "Fathimah berkata kepada Abu Bakar, 'Rasulullah telah memberi tanah Fadak secara adil kepadaku. Maka itu berilah bagianku!' Kemudian Abu Bakar meminta saksi lain selain Ummu Aiman. la berkata, 'Hai, putri Rasul! Engkau mengetahui bahwa saksi tidak dapat diterima kecuali oleh dua orang laki - laki dan dua orang perempuan."
Selain Ali dan Ummu Aiman, Imam Hasan dan Imam Husain pun memberi kesaksian, tetapi ditolak karena kesaksian seorang anak dan masih kecil tidak dapat diterima karena membela orang tua mereka. Kemudian Rabah, budak Nabi Muhammad juga diajukan sebagai saksi untuk mendukung tuntutan Fathimah tetapi kesaksiannya pun ditolak. "
Saudara kita dari Sunni, Khalid, menyanggah, "Tetapi dalam pernyataan mereka masih terdapat banyak kontradiksi. Ibn Sa'd meriwayatkan bahwa Fathimah tidak mendengar hal ini langsung dari Nabi Muhammad, tetapi dari Ummu Aiman dan itulah mengapa ia mengajikan sebagai saksi. Di samping itu Baladzuri meriwayatkan bahwa Fathimah mengatakan ayahnya telah memberikan kebun Fadak padanya. Coba kita perhatikan aspek legal ini. Secara sah, bias jadi Rasulullah memberikan tanah Fadak tersebut sebagai sesuatu hibah atas kehendaknya. Jika tanah tersebut merupakan pemberian, pastilah telah diberikan kepada Fathimah ketika ia masih hidup. Tetapi ini bukanlah hal yang kita semua ketahui. Jika kita menyebutkan hal ini adalah kehendaknya, maka hal ini bertentangan dengan ayat Quran tentang hukum waris.
Berbicara tentang hadis bahwa Abu Bakar memiliki alasan untuk mendukung keputusannya yang banyak disebut di kitab-kitab, berikut ini catatannya. Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair yang meriwayatkan dari Aisyah bahwa ia memberitahunya bahwa Fathimah, putri Nabi Muhammad, mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk meminta hak warisan yang ditinggalkan Nabi Muhammad kepadanya dari Allah SWT yang berada di Madinah, dari tanah Fadak dan 1/5 bagian dari hasil Khaibar. Abu Bakar berkata bahwa, "Rasulullah berkata, 'Kami para Rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.' Keluarga Nabi Muhammad hidup dari harta ini, tetapi, demi Allah, aku tidak akan mengubah sedekah Rasulullah sebagaimana halnya sewaktu Nabi Muhammad masih hidup. Aku akan melakukan apa saja yang biasa dilakukan Nabi Muhammad."
Oleh karenanya, Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta tersebut sehingga membuat marah Fathimah. la menjauhi dan tidak berbicara kepada Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Ia hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, Ali bin Abi Thalib tidak memberitahu Abu Bakar tentang kematiannya dan melaksanakan shalat jenazah sendiri.40
Sekarang mari kita telaah pernyataan Rasulullah sebagaimana yang diungkap oleh Abu Bakar, "Kami (para Rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah sedekah."
Kata pewaris artinya seorang yang mendapat warisan atau secara sah mewarisi harta. Pernyataan pertama bertentangan dengan kenyataan karena berdasarkan sejarah, diakui bahwa Nabi Muhammad menerima warisan dari ayahnya. Riwayatnya adalah Ibnu Abdul Muthalib meninggalkan lima unta berwarna abu - abu dan sekelompok biri - biri kepada Ummu Aiman, yang kemudian diberikan kepada Nabi Muhammad."
Apabila bagian pertama hadis tersebut terbukti salah, bagainiana bisa pernyataan kedua 'Semua yang kami tinggalkan menjadi sedekah' menjadi benar? Pernyataan ini juga dengan jelas bertentangan dengan ayat-ayat yang dinyatakan dalam Quran, Dan Sulaiman menerima pusaka dari Daud (QS an-Naml : 16).
Nabi Sulaiman dan Daud adalah Rasul-rasul yang kaya raya, karena mereka adalah para raja di zamannya. Allah SWT juga berfirman;
(Zakaria berdoa kepada Allah), "Karuniailah aku seorang anak dari hadiratmu, yang akan mewarisi aku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia! Ya,Tuhanku, seorang yang sangat Engkau ridhai. "
(QS Maryam : 5-6).
Ayat-ayat ini adalah contoh bahwa para Nabi meninggalkan warisan, dan nampaknya ayat-ayat tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar. Hadis riwayat Abu Bakar ini, entah palsu atau tidak, pasti tidak bertentangan dengan Quran. Sebuah peristiwa mungkin akan sangat membantu bila disebutkan di mana Ali mengutip ayat-ayat Quran seperti yang disebutkan di atas. Peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
Diriwayatkan oleh Ja'far bahwa Fathimah menemui Abu Bakar untuk menuntut warisannya. Ibnu Abbas juga menuntut warisannya dan Ali bin Abi Thalib pergi bersamanya. Abu Bakar berkata bahwa Rasululloh berkata beliau tidak mewariskan harta kami, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah dan penghidupan yang ia berikan kepada mereka sekarang menjadi tanggung jawabnya.
Ali berkata, "Nabi Sulaiman adalah pewaris Nabi Daud. Nabi Zakaria berdoa kepada Allah, Anugrahilah aku seorang anak, yang akan mewarisiku dan keluarga Yakub." Abu Bakar berkata, "Persoalan warisan Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang aku nyatakan . Demi Allah! Engkau tahu sebagaimana halnya aku." Ali berkata, "Mari kita lihat apa yang dinyatakan kitab Allah!"42
Riwayat tersebut membuktikan bahwa keturunan Nabi Muhammad tidak mengakui hadis ini, yang kemudian dikemukakan oleh Abu Bakar sebagai jawaban atas tuntutan Fathimah. Mereka menyangkalnya dengan menyebutkan ayat-ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT menjadikan para Rasul pewaris satu sama lain.
Saudara kita Khalid masih menyanggah, "Terlepas dari kehendak dan hadiah yang Nabi berikan, sebagaimana yang dibahas di atas, jika kita meneliti para saksi yang dihadirkan di hadapan Abu Bakar ketika Fathimah menuntut warisannya, kita akan menemukan bahwa hat ini bertentangan dengan hukum saksi dalam Islam. Fathimah menghadirkan satu orang lelaki dan
30
tau satu orang perempuan dalam tuntutannya. Sedang menurut Quran diperlukan saksi lebih dari satu saksi. Satu orang lelaki atau dua orang perempuan."
Kami menjawab, "Ada banyak contoh ketika Abu Bakar tidak meminta menghadirkan saksi ketika orang-orang meminta dipenuhinya janji Rasul. Seperti biasa kami akan bersandarkan pada sumber hadis shahih bagi saudara-saudara Sunni.
Shahih Bukhari hadis 3.548 (hat. 525); diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ali bahwa Jabir bin Abdillah berkata,
"Ketika Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menerima harta dari Ala Hadrami." Abu Bakar berkata, "Barang siapa memiliki hutang uang atas nama Nabi Muhammad atau dijanjikan sesuatu olehnya ia harus datang kepadaku (agar kami membayarnya dengan benar)." (Jabir menambahkan), 'Aku berkata (kepada Abu Bakar), "Rasulullah menjanjikanku uang sebanyak ini, sebanyak ini dan sebanyak in (sambil merentangkan tangannya tiga kali). Kemudian Abu Bakar menghitung uang dan menyerallkan 500 keping emas, lalu 500 keping emas dan 500 keping emas."43
Pada keterangan hadis ini, Ibnu Hajar Asqalani dan Ahmad Aini Hanafi menulis,
Hadis ini mengarah pada kesimpulan bahwa bukti satu orang sahabat yang adil dapat diterima sebagai bukti yang kuat meskipun untuk kepentingan kepentingan sendiri, karena Abu Bakar tidak meminta Jabir untuk menghadirkan saksi sebagai bukti permintaannya."44
Jika permintaan Jabir dipenuhi dengan didasarkan pada kesan yang baik, dianggap benar, dan tanpa perlu menghadirkan saksi atau menunjukkan bukti, lalu apa yang menyebabkan tidak diperkenankannya tuntutan Fathimah berdasarkan kesan yang sama-sama baik? Jika kesan yang baik muncul pada kasus Jabir sedemikian hingga bila ia berkata bohong ia akan merugi, lalu mengapa tidak yakin kalau Fathimah tidak berkata ustman terhadap perkataan Nabi Muhammad demi sebidang kecil tanah?
Pertama-tama, keterusterangan dan kejujurannya sudah mrmbuktikan kebenaran tuntutannya. Di samping itu, ada kesaksian Ali dan Ummu Aiman selain bukti lainnya. Telah dinyatakan bahwa tuntuian itu tidak dapat diterima karena lemahnya kedua saksi dan karena Nabi Muhammad menetapkan aturan kesaksian pada Surah al-Baqarah ayat 282; `....maka majikan dua orang saksi di antara laki-laki dan jika tidak ada dua orang lelaki, maka (majikanlah) seorang lelaki dan dua orang perempuan...'
Jika aturan ini universal dan umum berarti aturan ini harus diterapkan pada setiap kesempatan, tetapi pada beberapa peristiwa, aturan ini tidak di terapkan. Contohnya ketika seorang Arab berselisih dengan Nabi Muhammad mengenai seekor unta. Khuzaimah bin Tsabit Anshari memberi saksi untuk Nabi Muhammad. Saksi ini dinyatakan sama dengan dua orang saksi. Karena kejujuran dan kebenaran kesaksiannya Nabi Muhammad memberinya gelar Dhusy Syahadatayn (seorang yang kesaksiannya setara dua orang saksi).45
Dengan demikian, keuniversalan ayat mengenai saksi tidak Hipengaruhi oleh tindakan juga tidak dianggap bertentangan dengan perubahan saksi. Jadi, jika menurut Nabi Muhammad kesaksian untuknya sama dengan dua saksi, lalu mengapa kesaksian Ali dan Ummu Aiman tidak dianggap kuat bagi Fathimah ditilik dari keagungan moral serta kebenarannya? Di samping itu, ada sebuah hadis yang disebut oleh lebih dari dua brlas orang sahabat bahwa Nabi Muhammad biasa memutuskan masalah-masalah dengan kekuatan satu saksi dan meminta sumpahnya.
Telah di jelaskan oleh beberapa sahabnt Nabi Muhammad dan beberapa ulama fikih bahwa keputusan ini secara khusus berkaiiun Hengan hak, kepemilikan dan perjanjian, dan keputusan ini diterapkan uleh tigo orang khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan."46
Dua hal yang harus kami sampaikan kepada saudara Khalid adalah; 1) Mengapa Abu Bakar tidak meminta saksi saat ia memberikan keping uang emas yang sesuai dengan janji Nabi Muhammad SAW. Mengapa ia menerima pernyataan mereka bahwa Nabi telah menjanjikan sesuatu?, 2) Berbeda dengan Fathimah, ketika putri Nabi Muhammad yang ia sebut sebagai penghulu perempuan semesta alam, menuntut Fadak. Mengapa Abu Bakar meminta Fathimah menghadirkan saksi di hadapan khalifah tetapi beberapa dalih atau saksi-saksi itu mereka ditolak?
Khalid: Yang paling penting, saya ingin balik bertanya, Ali sendiri menjabat sebagai khalifah setelah Utsman. Mengapa ia tidak memberikan harta ini kepada Fathimah sebagai warisan dari Rasulullah? Pertanyaanya, mengapa Ali ketika menjadi kalifah menghilangkan hak-hak miliknya? Jika Abu Bakar dan Umar dianggap benar sebagai penindas, lalu mengapa Ali yang tidak memberikan harta ini pada Fathimah, tidak disebut penindas? Logis ataupun tidak, penerapan hukum/keadilan harus sama kepada setiap orang.
Kami menjawab: Menurut hadis Shahih Bukhari, Umar bin Khattab, semasa kekalifahannya, memberikan harta tersebut pada Ali dan Abbas. Jadi tidak perlulah bagi Ali untuk mengambil kembali ketika ia menjadi kalifah. Hadis ini menyiratkan bahwa Umar memberikan tanah Fadak kepada Ali agar ia mengaturnya dan mengeluarkan pajaknya di jalan Allah. Hadis itu pun menegaskan bahwa Ali menangani harta Abbas dan mengambil alih tanah tersebut (setelah ia menjadi khalifah), dan Imam Hasan mewarisi tanah itu, hingga dirampas kembali (oleh Umayah). Berikut hadis ini:
Shahih Bukhari hadis 5.367;
Umar berkata kepada Ali dan Abbas, "Aku menjaga harta ini selama dua tahun pertama kekalifahanku dan aku selalu mengeluarkannya sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar lakukan dan Allah mengetahui bahwa aku aku bersungguh-sungguh, beriman, diberi petunjuk ke jalan yang benar dan menjadi pengikut orang-orang yang benar (dalam masalah ini). Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku dengan tuntutan yang sama. Wahai Abbas, engkaupun menemuiku. Maka aku berkata kepada kalian berdua bahwa Rasulullah menyatakan, 'Harta kami tidak diwariskan, segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah'. Kemudian, aku berpikir lebih baik aku menyerahkan harta ini kepada kalian berdua dengan syarat kalian akan berjanji dan besumpah di hadapan Allah bahwa kalian akan mengeluarkannya dengan cara sama sebagaimana Rasulullah, Abu Bakar dan aku lakukan sejak pertama kali kekalifahanku. Jika tidak, kalian tidak perlu menuntut padaku (tentang hal ini)." Maka, kalian berdua berkata padaku, "Serahkanlah pada kami dengan syarat-syarat tersebut. Dan dengan syarat-syarat itu aku serahkan kepada kalian. Apakah kalian ingin agar aku memutuskan sesuatu yang lain selain hal ini? Demi Allah, yang dengan perkenan-Nya, langit dan bumi senantiasa tegak berdiri, aku tidak akan pernah memutuskan selain keputusan ini hingga Hari Perhitungan ditetapkan. Akan tetapi, jika kalian tidak dapat menanganinya (harta itu), kembalikanlah padaku, aku akan mengurusinya atas nama kalian!"
Perawi kedua menyatakan,
"Harta tersebut berada di tangan Ali yang mengambilnya dari Abbas dan mewakilinya, kemudian diwariskan kepada Imam Hasan bin Ali, lalu Husain bin Ali dan dan kemudian diwariskan kepada Ali bin Husain dan Hasan bin Hasan. Kedua orang ini bergantian saling mengurus, kemudian berada di tangan Zaid bin Hasan, dan benar-benar merupakan sedekah Nabi Muhammad.
Syi'ah tidak yakin apakah Muawiyah merampas Fadak pada masa Imam Hasan dan Imam Husain atau tidak. Tetapi, tak lama setelah itu tanah ini dirampas. Lihat juga hadis 4.326. Seperti halnya pada hadis di atas, jika Ali yakin bahwa harta ini adalah sedekah, ia tidak akan meminla bagiannya kepada Umar dan ia tidak akan mengambil tanah itu dari Abbas.
Hadis berikut ini dengan jelas menunjukkan bahwa Ali menuntut tanah tersebut. Menurut anda, apakah Ali, lelaki pertama yang memeluk Islam, sahabat yang paling cerdas, dan yang tinggal bersama Nabi Muhammad, tidak mengetahui hukum Allah?
Shahih al-Bukhari hadis 8.720; diriwayatkan dari Malik bin Aus bahwa Umar berkata pada Ali dan Abbas,
"Kemudian aku mengambil alih tanggung jawab atas harta ini dan mengurusinya selama dua tahun sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku untuk berbicara denganku membawa tuntutan yang serupa dan masalah yang sama. (Wahai Abbas)!
Engkau menemuiku untuk meminta bagian dari harta se.pupumu, dan lelaki ini (Ali) menemuiku, meminta bagian dari harta istrinya yang diwariskan dari ayahnya." Aku berkata, "Jika kalian berdua meminta, aku akan memberikannya dengan syarat itu (bahwa kalian akan mengikuti cara yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar). Jika kalian tidak dapat menanganinya, maka kembalikan padaku dan cukuplah bagiku menangani harta ini untuk kalian berdua!"
Shahih Bukhari hadis 9.408; Diriwayatkan Malik bin Aus Nasri bahwa Umar menoleh kepada Ali dan Abbas dan berkata,
"Kalian berdua menyatakan bahwa Abu Bakar melakukan ini dan itu dalam mengurusi harta ini, tetapi Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, saleh, cerdas dan pengikut yang benar dalam mengurusinya. Kemudian Allah memanggil Abu Bakar." Aku berkata, "Akulah penerus Nabi Muhammad dan Abu Bakar! Maka aku mengambil alih harta ini selama dua tahun dan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abass) menemuiku untuk meminta bagian kalian dari sepupu kalian, dan Ali meminta bagian istrinya atas harta ayahnya. Aku berkata kepada kalian berdua, 'Jika kalian kehendaki, aku akan memberikannya kepada kalian dengan syarat kalian akan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar serta vang telah aku lakukan sejak aku bertanggung jawab menanganinya."
Khalid : Nampaknya anda tidak mengetahui latar belakang hadis Rasulullah mengenai Fathimah yang sering anda sebutkan, "Barang siapa yang menyakitinya, ia telah menyakitiku." Berikut ini riwayat bagaimana dan kapan hadis ini disampaikan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Imam Zainal Abidin, Abu bin Husain dan Abu Mulaika melalui Miswar bin Muhazmah dan lebih jauh didukung oleh Ibnu Zubair. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim telah meriwayatkan hadis ini di kitab-kitab mereka sebagai berikut:
Setelah menaklukkan Mekkah dan keluarga Abu Jahal memeluk Islam, Ali berniat menikahi putri Abu Jahal bernama Jamilah (beberapa orang berpendapat ia bernama Aurira dan Juwairah)... Fathimah mengetahui niat Ali ini dan menemui Rasulullah dan menceritakan. Karena hal inilah Rasulullah menyampaikan khutbah ini, "Wahai Bani Hasyim, Ibnu Mughirah berniat menikahkan putrinya dengan Ali dan telah meminta izinku. Aku tidak menyetujuinya. Aku tidak menyetujuinya. Putra Abu Thalib dapat menceraikan putriku dan menikahinya putrinya. Putriku adalah belahan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya, berarti ia telah menyakitiku dan barangsiapa membuatnya sedih berarti ia membuatku sedih..."
Perhatikan bahwa menikah sangat dihalalkan bagi Ali dan itulah mengapa ia berniat untuk menikah. Rasulullah sendiri telah menikah berkali-kali dan itu adalah alasan mengapa Rasulullah tidak menyatakan bahwa menikah diharamkan. la hanya tidak menyetujui karena Abu Jahal adalah musuh bebuyutan Islam. Keluarga ini memeluk Islam setelah Mekkah takluk dan betapa terburu-burunya kita jika mengatakan hni mereka telah berubah atau berniat memasuki keluarga Rasulullah.
Kami menjawab: Kisah yang anda sebutkan di atas dianggap lemah karena periwayatnya, Miswar bin Muhazmah. Dan seperti biasa, kami akan menyebutkan referensi hadis Sunni untuk membuktikan pernyataan kami. Orang yang telah kami sebutkan, Miswar bin Muhazmah, bertalian darah dengan Abdurrahman bin Auf dan ia lahir dua tahun setelah hijrah. Kemudian ia datang ke Madinah di akhir tahun Hijrah. Perawi hadis Sunni, lbnu Hajar Asqalani menyalakan, "Miswar Ibnu Muhazmah lahir dua tahun setelah hijrah dan datang ke Madinah bersama ayahnya pmda akhir bulan Dzulhijjah pada tanggal 8 Hijriah."47
Berarti Miswar baru berusia enam tahun dan menurut aturan yang ditetapkan oleh ahli hadis, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang anak tidak dapat diterima. Kami tidak menyatakan hal ini berdasarkan pengetahuan kami belaka, tetapi meminjam kata-kata ulama Sunni dan sejarahwan dari India, Maulana Syibli Numani. Dalam karya besarnya Sirah Nabawiyah, ia meneliti riwayat-riwayat (hadis) dan status perawinya. la menuliskan, "Contohnya pertanyaan yang umum diperdebatkan; perlukah menetapkan batasan usia bagi perawi?" Selain itu ia juga menunjukkan keyakinan Imam Syafi'i, "la tidak meyakini riwayat yang dinyatakan oleh seorang anak kecil."48
Hal ini juga mengingatkan kami pada ucapan Juwairah pada saat Mekkah ditaklukkan. Ketika Bilal tengah mengumandangkan azan di Kabah. Juwairah berkata, "Allah telah menyelamatkan ayahku mendengar suara Bilal yang memuakkan di Kabah." Bagaimana anda dapat percaya bahwa Ali mengulurkan tangannya pada orang kafir?
Terakhir, sangatlah tidak adil tidak jika tidak mempertimbangkan argumen yang dinyatakan ulama Sunni tentang khalifah pertama, Abu Bakar. Pada catatan kaki Shahih Muslim, penafsirnya menuliskan,
"Sayidah Fathimah merasa khawatir Abu Bakar ragu untuk memberikan bagian warisan dari ayahnya. Abu Bakar tidak memahami hal itu. Ia sangat mencintai dan menyayangi keluarga Nabi Muhammad, tetapi ia tidak menuruti permintaan Fathimah karena ia merasa hal itu bertentangan dengan ketentuan Nabi Muhammad tentang warisan sebagaimana yang ditemukan dalam hadis."49
Mengapa Fathimah, penghulu perempuan di surga, diragukan? Fathimah memiliki kedudukan yang sangat tinggi yang diberi langsung oleh Nabi Muhammad dengan menjulukinya as-Siddiqiyah? Bagaimana dapat penafsir ini menuduhnya ragu sedang ia juga dikenal sebagai perempuan yang agung dan suci? Bagaimana dapat kaum Muslimin menyebutnya ragu sedang Quran menyebut dirinya minimal pada ayat tentang kesucian (QS. Al-Ahzab : 33) dan Ayat Mubahalah (QS. Ali Imran : 61).
Mengapa kita menerimanya sebagai fakta bahwa apa yang Abu Bakar nyatakan adalah hadis Nabi Muhammad? Padahal pernyataan langsungnya tidak hanya bertentangan dengan kenyataan sejarah, penafsiran dari ahli tafsir terkenal Sunni, tetapi juga perintah Quran.
Protes Fathimah Terhadap Tindakan Abu Bakar
Fathimah berduka atas tindakan Abu Bakar dan sangat tidak ridha tatkala ia mengetahui Abu Bakar berusaha merampas tanah Fadak. Diiringi sekelompok perempuan, ia pergi ke mesjid, duduk di sana dan menyampaikan khutbah;
"Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala limpahannya, atas segala yang la ilhamkan, dan dengan asma-Nya atas segala yang la berkahi atas segala kebaikan tak terhingga yang la ciptakan, atas segala limpahan kasih sayang yang la berikan serta anugerah tak terkira yang la karuniakan. Begitu besar kasih dan anugerah yang la limpahkan sehingga tak terhitung jumlahnya dan tak terukur jangkauannya. Jangkauan-Nya terlalu jauh untuk dipahami. la menganjurkan ciptaan-Nya untuk memperoleh lebih banyak (kasih sayang-Nya) dengan senantiasa bersyukur demi keberlangsungan mereka. la menetapkan bagi diri-Nya segala pujian dengan melimpahkan karunia kepada makhluk-makhluk-Nya...
...Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa sekutu. Pernyataan kalimat syahadat adalah maknanya. Hatihati yang memupuknya adalah keberlangsungannya, dan jiwa-jiwa adalah tempat bersemayamnya. Mata tidak mampu menjangkau keberadaan-Nya, kata-kata tidak sanggup mengurai sifat-sifat-Nya dan angan-angan tidak berdaya membayangkan hakikat-Nya...
... la menciptakan segala sesuatu tetapi bukan berasal dari sesuatu yang ada sebelum mereka dan mengadakan mereka tanpa rontoh-contoh. la menciptakan mereka dengan kekuasaan-Nya, Menyebarkan mereka dengan kehendak -Nya, bukan didorong sebagai keperluan atau untuk memperoleh manfaat bagi-Nya membentuk mereka, tetapi untuk menetapkan/ menegakkan kebijaksanaan-Nya, membawa mereka kepada ketaatan pada-Nya, mewujudkan keagungan-Nya menjuluki makhluk-makhluk-Nya agar mereka memuliakan-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Kemudian memberi balasan pahala bagi ketundukan kepadaNya dan siksa bagi ketidaktaatan kepada-Nya, juga melindungi makhluk-makhluk-Nya dari murka-Nya dan menghimpun mereka ke dalam surga-Nya...
...Akupun bersaksi bahwa ayahku, Nabi Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya, yang telah la pilih sebelum mengutusnya, menyebutnya sebelum mengirimnya, saat makhluk-makhluk masih tersembunyi pada sesuatu yang sangat sukar dipahami. la terjaga dari segala sesuatu yang mengerikan, berfitrahkan kemusnahan dan ketiadaan karena Allah Yang Maha Tinggi mengetahui mana yang harus diikuti, memahami apa yang bakal berlalu, dan melihat tempat segala peristiwa...
...Allah mengutusnya (Muhammad) sebagai kesempurnaan perintah-Nya, ketetapan untuk menyelesaikan perjalanan-Nya, serta manifestasi dari kasih sayang-Nya. Kemudian, ia menemukan bangsa-bangsa terpecah-pecah dalam agamanya, terobsesi oleh keinginan mereka, menyembah berhala, dan menyangkal keberadaan Allah meskipun mereka tahu bahwa Ia ada. Oleh karenanya, Allah menyinari kegelapan dengan keberadaan ayahku, Muhammad, menyingkap tirai kekelaman dari hari-hari mereka menghilangkan awan-awan yang menutupi pandangan mereka. la memberi petunjuk kepada manusia. Ia menyelamatkan mereka dari jalan yang sesat, membimbing mereka ke jalan petunjuk, membawa mereka kepada agama yang benar dan menyeru mereka kepada jalan yang lurus...
...Kemudian Allah mengutus untuk memanggil ia kembali dengan kasih sayang, cinta serta suka cita. Maka, Muhammad terlepas dari beban dunia ini. Ia dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang setia, dilingkupi limpahan kasih sayang Tuhan, dan kedekatannya dengan Raja Yang Maha Kuasa. Semoga puji - pujian Allah senantiasa terlimpah kepada ayahku Utusan-Nya, orang terpercaya dan pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya, kekasih setia-Nya, dan semoga shalawat serta salam tercurah pada ayahku..."
Fathimah kemudian menghadap kepada para perempuan berkata :
"Sesungguhnya kalian adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam kendali-Nya. Kalian adalah pengikut-pengikut agama dan Wahyu-Nya, kalian adalah orang-orang yang telah dipercaya Allah atas diri kalian sendiri. Sedangkan Rasulullah dipercaya bagi seluruh bangsa. Allah berkuasa atas diri-diri kalian. Ia membuat perjanjian dengan kalian dan meninggalkan pusaka untuk menjaga kalian. Itulah kitab Allah Yang Maha Agung. Kitab Quran yang tiada mengandung kebatilan. Kitab yang cahayanya yang menyinar terang, yang isinya tidak diragukan, yang mengandung rahasia, yang menganugrahi semua orang yang mengikutinya. Inilah kitab Allah yang menyeru pengikutnya untuk berbuat kebajikan, mendatangkan keselamatan bagi orang yang bersedia menghayatinya.
Dengannya cahaya-cahaya ilahiah dapat diraih, kehendak-Nya dipahami, larangan-larangan-Nya dihindari, tanda-tanda nyata-Nya dikenali, bukti-bukti-Nya ditampakkan, permohonannya dikabulkan, dan ketetapan-ketetapan-Nya dituliskan. Maka Allah menjadikan iman sebagai pensucian diri kalian dari kekafiran...
...Allah menjadikan shalat sebagai cara menjauhkan dirimu dari kesombongan, zakat sebagai pembersih jiwa dan penumbuh ruh, puasa sebagai cara melaksanakan ketaatan, ibadah haji sebagai penegakan syiar agama, keadilan sebagai pemersatu hati, ketaatan kepada kami (Ahlulbait) sebagai cara mengatur bangsa, kepemimpinan kami (Ahlulbait) sebagai pelindung dari perpecahan...
...Allah menjadikan jihad sebagai cara memperkuat Islam, sabor sebagai wahana memperoleh pahala, amar, ma'ruf nahi munkar sebagai cara menjamin kesejahteraan masyarakat, kepatuhan kepada orangtua sebagai cara untuk menjaga diri dari murka-Nya, hubungan silaturahmi sebagai cara memperpanjang umur dan meluaskan keturunan...
...Allah menjadikan qishash sebagai cara untuk meniadakan pertumpahan darah, kesetiaan menepati janji untuk menggapai anugrah-Nya, adil dalam timbangan untuk melenyapkan kecorangan, larangan meminum arak untuk memusnahkan kekejian, larangan memfitnah sebagai cara untuk melindungi diri dari kutukan, larangan perbuatan mencuri untuk mendapatkan kesucian. Allah mengharamkan syirik agar manusia beriman kepada Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya kalian hanya takut kepada-Nya karena hanya Dia yang patut ditakuti dan janganlah kalian mati dalam keadaan kafir. Taatilah Allah dengan melaksanakan semua yang telah la perintahkan kepadamu dan menghindari semua yang telah la larang; karena sesungguhnya, orang-orang yang sungguhsungguh bertakwa di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu!"
Fathimah kemudian berkata lagi,
"Wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian mengetahui bahwa aku adalah Fathimah, dan ayahku adalah Muhammad. Aku katakan hal ini berulang-ulang, aku tidak mengatakan hal yang salah ataupun melakukan sesuatu tanpa tujuan. Telah datang kepada kalian seorang utusan di antara kalian. Ia sangat berduka sekiranya kalian binasa dan sangat mencemaskan kalian. Ia sangat lemah lembut dan penyayang kepada orang-orang beriman. Maka, jika kalian mengenal beliau dan memuliakannya, kalian akan mengetahui bahwa ia adalah ayahku, bukan ayah perempuan di antara kalian, saudara sepupuku (Ali) dan bukan saudara lelaki di antara kalian. Betapa agung pribadinya, semoga kesejahteraan dan anugerah senantiasa terlimpah padanya dan keturunannya...
...Kemudian ia menyiarkan pesan-pesan Ilahi, memberi peringatan secara terang-terangan, sedang ia tetap menjauhkan diri dari jalan orang-orang kafir yang ia lumpuhkan kekuatannya, dan ia tebas leher-leher mereka. la menyerukan (kepada semua orang) untuk berjalan di jalan Tuhannya dengan cara bijaksana dan melalui penyampaian yang indah. Ia memporak-porandakan sembahan mereka, mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka hingga mereka tercerai berai, lari tunggang langgang. Kemudian malam menampakkan cahaya fajar kebenaran, memperlihatkan kemurniannya, suara agama terdengar lantang, suara-suara sumbang kejahatan dibungkam. Mahkota kemunafikan dihancurkan, tali kekafiran dan pengkhianatan dilenyapkan. Kemudian kalian beriman di antara orang-orang yang lapar padahal dahulunya kalian sudah berada di tepi jurang neraka. Dahulu kalian adalah perampas minuman orang-orang yang kehausan, orang-orang yang tertindas, yang minum dari air yang tergenang di jalan dan makan dari daging rampasan..."
Fathimah bercerita tentang keadaan mereka yang begitu rendah sebelum Islam,
"Dahulu, kalian adalah orang-orang terbuang yang hina, yang takut dianiaya oleh orang-orang di sekitar kalian. Namun, Allah menyelamatkan kalian dengan kehadiran ayahku, Muhammad, setelah begitu banyak pertempuran, dan setelah ia berhadapan dengan penjahat bangsa Arab dan iblis ahli kitab. Ketika mereka menyalakan api perang, Allah memadamkannya dan tatkala mahkota setan muncul atau mulut orang-orang kafir menentang, ia melenyapkan perpecahan ini bersama saudaranya (Ali) yang tidak akan mundur sampai ia menginjak sayapnya dengan satu kakinya dan memadamkan apinya dengan pedangnya...
...Ia (Ali) sangat mengetahui urusan Allah, begitu dekat dengan Rasulullah, pemimpin di antara hamba-hamba Allah siap berjuang, tulus dalam ucapannya, bersungguh-sungguh dan senantiasa siap berjuang untuk Islam sedang kalian bertenang-tenang, bergembira serta merasa aman pada kehidupan kalian yang menyenangkan. Kalian menunggu kami menghadapi bahaya, menanti berita, mundur di setiap kesusahan dan melarikan diri pada setiap pertempuran...
...Namun, ketika Allah mengambil Rasul-Nya dari tempat tinggal para Rasul dan hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh, kevnunafikan muncul dalam dirimu. Kalian menanggalkan pakai keimanan. Pemimpin yang sesat berteriak lantang dan seorang pengecut maju ke depan dan berteriak. Lalu unta orang sombong mengibaskan ekornya di halaman rumahmu dan setan menjulurkan kepalanya dari tempat persembunyian memanggilmu. la mendengar seruan jawaban darimu dan menjalankan muslihatnya. la membangunkanmu dan begitu gembira mendengar jawaban langsung darimu, mengundangmu pada kutukan sehingga engkau menandai selain unta dan berjalan ke tempat minummu. Baru saja Rasulullah pergi. Luka masih menganga lebar dan juga belum sembuh, sedang ia belum dimakamkan. Perampasan begitu cepat kalian lakukan. Kalian mengira bahwa hal itu adalah pelindung dari perselisihan. Sesungguhnya mereka telah berselisih!
Dan neraka melingkungi orang-orang kafir. Sungguh aneh! Sungguh suatu dusta! Kitab Allah telah berada di tangan kalian semua. Perkaranya sangat nyata, hukum-hukumnya begitu jelas, tandanya begitu menyilau-kan mata, larangan-larangannya sangat terang dan perintah-perintahnya sangat jelas. Akan tetapi semua itu kamu belakangi! Apakah kalian membencinya? Ataukah ada sesuatu yang ingin kalian kuasai? Azab Allah adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa! Barang siapa yang menghendaki agama lain selain Islam, amalnya tidak akan diterima. Di akhirat nanti ia akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang merugi! Sesungguhnya kalian tidak menunda sampai perampasan kalian peroleh dan menjadi taat. Kalian kemudian mengobarkan api, menyulut bahan bakarnya, menghimpunnya dengan seruan iblis-iblis sesat, memadamkan cahaya agama yang bersinar dan mematikan rasul-rasul, penerang orang-orang yang beriman. Kalian sembunyikan dusta dan melemparkan putraputrinya (bersekongkol memperdaya mereka)...
...Tetapi kami bersabar sekiranya kalian menikam dengan pisau dan menusuk ulu hati kami dengan tombak. Kini kalian semua menganggap bahwa ia tidak mewariskan apapun! Apakah kalian semua menghendaki berlaku kembali hukum jahiliyah? Bagi orang-orang yang berkeyakinan, tiada hukum yang lebih baik selain hukum Allah. Tidakkah kalian ketahui, sesungguhnya telah jelas bagi kalian bahwa aku adalah putrinya. Wahai kaum Muslimin, terampaskah hakku?..
Wahai putra Abu Bakar Quhafah! Adakah ketentuan dalam kitab Nya bahwa engkau boleh mewarisi pusaka dari ayahmu sedangkan aku tidak boleh mewarisi pusaka ayahku? Apakah engkau berniat meninggalkan kitab Allah dan berpaling darinya? Tidakkah engkau temukan dalam kitab-Nya, 'Sulaiman mewarisi Daud'.
Demikian juga ketika dikisahkan, Berikanlah kepadaka seorang putra yang akan menjadi pewarisku dan mewarisi Yaqub. Kemudian, Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat lebih berhak atas orang-orang yang bukan sekerabat, ...Allah menetapkan hitungan waris satu bagian bagi anak laki-laki sama dengan dua bagian bagi anak perempuan...Jika ia meninggalkan harta pusaka, lalu ia wariskan kepada orangtua dan kerabat terdekat secara baik dan adil, itu adalah kewajiban orang-orang bertakwa melaksanakannya..
...Tetapi kalian menganggap aku tidak mempunyai hak pusaka dari ayahku! Apakah Allah menurunkan ayat-Nya hanya kepada kalian sedangkan la tidak menurunkannya kepada ayahku?...
...Kalian juga berkata, 'Fathimah dan ayahnya berbeda agama dan mereka tidak mendapatkan warisan dari satu sama lainnya.' Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang sama? Ataukah engkau lebih mengetahui kekhususan-kekhususan dan perkara yang umum dari Quran daripada ayahku dan sepupuku, Ali ? Ambillah semuanya! Ayat-ayat yang kalian tinggalkan akan menemuimu di Padang Mahsyar. Hukum sebaik-baiknya adalah hukum Allah, pemimpin yang paling baik adalah Muhammad, dan hari yang paling baik adalah hari kebangkitan...
...Pada hari itu orang-orang yang berdosa akan merugi! Penyesalan atas perbuatan yang telah kalian lakukan tidak akan berguna! Karena setiap ujian ada batas waktunya, kalian akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakan dan dihadapkan pada azab yang tidak berkesudahan..."
Kemudian Fathimah berbicara kepada kaum Anshar, "Wahai orang-orang yang berakal! Pendukung-pendukung Islam ymig sangat kuat! Dan orang orang yang memeluk Islam! Kesalahan apa yang aku lakukan bila aku menuntut hakku? Mengapa kalian diam padahal engkau menyaksikan ketidakadilan menimpaku? Ingatkah kalian ucapan ayahku, 'Seorang manusia akan diingat oleh anaknya!' Betapa cepatnya kalian berpaling dari perintahnya! Dan begitu kilatnya kalian berkomplot terhadapku. Sebenarnya kalian masih mempunyai kemampuan dan usaha untuk membantu apa yang aku minta...
...Atau apakah kalian berpikir 'Muhammad sudah wafat'? Sesungguhnya itu adalah bencana yang sangat besar. Kerusakannya begitu berat, luka yang ditimbulkannya begitu lebar, rasa sakitnya sukar disembuhkan. Bumi menjadi gulita karena kepergiannya, matahari tidak bersinar karena bencana yang ditimbulkannya, harapan-harapan hancur, gunung-gunung runtuh, kesucian dinodai dan kemurnian bahkan dikotori setelah ia tiada. Demi Allah! Ini adalah penderitaan yang besar, bencana yang hebat, tiada bencana dan kerugian yang lebih besar dari pada bencana yang tiba-tiba ini...
...Kitab Allah, yang berisi pengagungan asma-Nya paling indah, ayat-ayatnya dibacakan di rumah-rumah, di tempat kalian menghabiskan waktu pagi dan malam,;'Telah datang sebelumnya para Nabi dan para Utusan, ketetapan terakhir dan janji dipenuhi. Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul. Telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jika ia wafat atau terbunuh, apakah kalian akan berpaling darinya? Jika kalian berpaling, hal itu tidak akan merugikannya ataupun merugikan Allah. Allah akan membalas orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya...'
... Wahai orang orang yang beriman! Apakah aku akan merampas pusaka ayahku sedang kalian mendengar dan menyaksikanku? Kalian duduk dan berada di dekatku. Kalian mendengar seruanku dan termasuk di dalam ajakannya. Jumlah kalian begitu banyak dan harta yang kalian miliki melimpah. Kalian memiliki kuasa dan alat, senjata dan perlindungan. Tetapi seruanku tidak kalian tanggapi, seruan itu datang kepada kalian tetapi kalian diam. Kalian terkenal dengan kegigihan, kebaikan, dan kekayaan. Kalian adalah orang-orang terpilih dan pilihan Nabi Muhammad bagi kami, Ahlulbait. Kalian memerangi orang kafir Arab, menanggung, derita, kelelahan, berperang melawan negara-negara besar dan mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka. Saat itu kami masih hidup, sehingga kalian patuh menaati kami. Islam pun berjaya, kemenangan semakin dekat, benteng-benteng musuh ditaklukkan, kepalsuan dimusnahkan, api kekafiran dipadamkan dan aganrr ditegakkan. Tetapi mengapa kalian menjadi bingung padahal semua telah jelas? Menyembunyikan kebenaran setelah kalian menyerukannya? Merasa takut setelah kalian berani? Kafir setelah beriman? Tidakkah kalian akan memerangi orang-orang yang melanggar sumpahnya?
Bersekongkol untuk mengusir rasul dan bertindak kasar dengan menyerang? Takutkah kalian kepada mereka? Tidak! Allah lah yang harus lebih kalian takuti jika kalian memang beriman!..
...Aku menyaksikan kalian lebih suka hidup bersenang-senang, melupakan wali kalian yang lebih berhak (Ali). Kalian berselubungkan kain kepengecutan dan meninggalkan sesuatu yang telah kalian sebelumnya terima. Sekiranya kalian semua di muka bumi ini tidak bersyukur, Allah Maha Pengasih. Sesungguhnya aku berkata semua yang aku katakan dengan penuh pengetahuan bahwa kalian berniat meninggalkan aku, dan kalian merasakan pengkhianatan di dalam hati kalian. Inilah luapan kemarahan yang merata memenuhi dada. Kalian melemparkannya (kepemimpinan) ke punggung unta betina, yang berpunuk lemah, kesenangan yang abadi, bertanda murka Allah dan kesalahan yang akan menggiring kepada api (kemurkaan) Allah yang langsung menancap di lubuk hati.
Karena Allah menyaksikan semua yang kalian perbuat, dan orang-orang zalim itu akan mengetahui seperti apa urusan-urusan mereka akan terjadi! Aku adalah putri sang pembawa peringatan kepada kalian akan azab yang pedih. Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan dan kami hanya akan menunggu!"
Dari peristiwa bersejarah ini nampaknya pada awalnya Sayidah Fathimah berhasil meluluhkan hati Abu Bakar untuk mengembalikan tanah Fadak ke:padanya setelah mendengarkan khutbah yang ia sampaikan (menurut beberapa sejarahwan).
Setelah mendengar khutbah Fathimah, ia berkata, "Wahai putri Rasulullah Sesungguhnya Nabi Muhammad adalah ayahmu bukan ayah putri lain, saudara suamimu, bukan saudara lelaki lain. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling dikasihi di antara semua sahabatnya dan Ali membantunya di setiap masalah yang paling penting, tiada seorangpun yang mencintaimu kecuali orang yang beruntung dan tiada seorangpun yang membencimu kecuali orang yang dimurkai.
Engkau adalah putri Rasulullah paling agung, putri terpilih, petunjuk kami kepada kebaikan, jalan kami menuju surga dan engkau adalah penghulu para perempuan serta putri rasul paling mulia, benar segala ucapanmu dan lurus segala tindakanmu...
...Hakmu tidak kami langgar, sesungguhnya aku mendengar ayahmu berkata, 'Kami para rasul tidak meninggalkan warisan ataupun mendapat warisan!' Sesungguhnya inilah alasanku dan itu adalah hakmu (jika engkau menginginkannya). Harta ini tidak akan disembunyikan darimu ataupun dihilangkan darimu. Engkau adalah ibu negara ayahmu dan buah pohon yang diberkahi. Hartamu tidak akan dirampas atau namamu dihapus. Tuntutanmu akan aku penuhi dengan semua yang aku miliki. Apakah aku melanggar kehendak ayahmu?"
Sayidah Fathimah kemudian menyangkal pernyataan Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad tidak mewariskan sesuatu. la menjawab,
"Maha Besar Allah! Sesungguhnya Rasul-Nya tidak meninggalkan Kitab Allah ataupun melanggar perintah-Nya. Tetapi ia melaksanakan ketetapan-Nya dan menaati setiap ayat-Nya. Apakah engkau membuat-buat suatu dusta untuk membenarkan kepalsuanmu? Sesungguhnya bencana ini, setelah Nabi wafat, sama dengan persekongkolan yang kalian buat terhadapnya ketika ia masih ada. Tetapi camkanlah! Kitab Allah adalah kitab yang benar, hakim yang adil, yang menyatakan bahwa seseorang akan mewariskan kepadaku, mewariskan kepada keluarga Yaqub, dan Sulaiman mewariskan kepada Daud...
Maha Besar Allah yang telah menjelaskan bahwa la telah menetapkan ketentuan warisan, menentukan besarnya, bagi perempuan dan laki-laki, dan menghilangkan semua keraguan dan makna yang ganda...
..Tetapi kamu telah mengada - adakan suatu dusta yang akan menguntungkan dirimu, cukuplah sabar bagiku atas aha y.mt; kalian ada-adakan dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong..."
Sepertinya Abu Bakar berubah pikiran mendengar khutbah Fathimah dan ia memberikan tanggapan,
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar begitu pula dengan putri Rasul-Nya. Engkau adalah sumber hikmah, inti agama, dan satu-satunya petunjuk. Semoga Allah tidak menyangkal pernyataanmu ataupun menampik khutbahmu yang meyakinkan. Akan tetapi umat lah yang telah mempercayaiku untuk memegang tampuk kepemimpinan berdasarkan keinginan mereka. Aku tidak berniat untuk menyambongkan diri, otokrat, atau mementingkan diri sendiri dan mereka adalah saksiku."
Mendengar ini, Fathimah berkata,
"Wahai manusia! Siapakah yang telah membuat-buat dusta dan yang berdiam diri terhadap aib dan perbuatan tercela ini? Tidakkah kalian bercermin kepada Quran, ataukah hati-hati kalian telah tertutup? Hati kalian kotor karena dosa yang kalian lakukan, dosa yang telah menutup pandangan dan pendengaran kalian.
Tercelalah semua yang kalian ada-adakan dan terkutuklah apa yang akan dibangkitkan untukmu dan mengerikan balasan yang akan kalian terima! Demi Allah! Kalian akan memikul beban yang sangat berat dan akibatnya sangat mengerikan! Pada Hari itu tirai akan disingkapkan dan azab akan diperlihatkan. Ketika kalian dihadapkan Allah kepadanya yang tidak kalian kira, semua yang mengada-adakan dusta akan musnah."
Meskipun tanggapan Abu Bakar selanjutnya tidak dapat dinyatakan dengan bukti yang sahih atas khutbah yang disampaikan Fathimah tadi, nampaknya Abu Bakar memutuskan untuk menyerahkan tanah Fadak kepadanya.
Tetapi ketika Fathimah meninggalkan rumah Abu Bakar, Umar tiba-tiba muncul dan menegur Abu Bakar, "Apa yang engkau bawa ditanganmu ?" Abu Bakar menjawab, "Surat pernyataan yang aku tanda tangani bahwa Fadak dan warisan Nabi Muhammad diserahkan kepada Fathimah" Umar kemudian, "Dengan apa kamu keluarkan biaya untuk kaum Muslimin sekiranya bangsa Arab memerangi kamu?" Umar merapas surat tersebut lalu merobeknya. 50
Kami menjawab, "Ada banyak contoh ketika Abu Bakar tidak meminta menghadirkan saksi ketika orang-orang meminta dipenuhinya janji Rasul. Seperti biasa kami akan bersandarkan pada sumber hadis shahih bagi saudara-saudara Sunni.
Shahih Bukhari hadis 3.548 (hat. 525); diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ali bahwa Jabir bin Abdillah berkata,
"Ketika Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menerima harta dari Ala Hadrami." Abu Bakar berkata, "Barang siapa memiliki hutang uang atas nama Nabi Muhammad atau dijanjikan sesuatu olehnya ia harus datang kepadaku (agar kami membayarnya dengan benar)." (Jabir menambahkan), 'Aku berkata (kepada Abu Bakar), "Rasulullah menjanjikanku uang sebanyak ini, sebanyak ini dan sebanyak in (sambil merentangkan tangannya tiga kali). Kemudian Abu Bakar menghitung uang dan menyerallkan 500 keping emas, lalu 500 keping emas dan 500 keping emas."43
Pada keterangan hadis ini, Ibnu Hajar Asqalani dan Ahmad Aini Hanafi menulis,
Hadis ini mengarah pada kesimpulan bahwa bukti satu orang sahabat yang adil dapat diterima sebagai bukti yang kuat meskipun untuk kepentingan kepentingan sendiri, karena Abu Bakar tidak meminta Jabir untuk menghadirkan saksi sebagai bukti permintaannya."44
Jika permintaan Jabir dipenuhi dengan didasarkan pada kesan yang baik, dianggap benar, dan tanpa perlu menghadirkan saksi atau menunjukkan bukti, lalu apa yang menyebabkan tidak diperkenankannya tuntutan Fathimah berdasarkan kesan yang sama-sama baik? Jika kesan yang baik muncul pada kasus Jabir sedemikian hingga bila ia berkata bohong ia akan merugi, lalu mengapa tidak yakin kalau Fathimah tidak berkata ustman terhadap perkataan Nabi Muhammad demi sebidang kecil tanah?
Pertama-tama, keterusterangan dan kejujurannya sudah mrmbuktikan kebenaran tuntutannya. Di samping itu, ada kesaksian Ali dan Ummu Aiman selain bukti lainnya. Telah dinyatakan bahwa tuntuian itu tidak dapat diterima karena lemahnya kedua saksi dan karena Nabi Muhammad menetapkan aturan kesaksian pada Surah al-Baqarah ayat 282; `....maka majikan dua orang saksi di antara laki-laki dan jika tidak ada dua orang lelaki, maka (majikanlah) seorang lelaki dan dua orang perempuan...'
Jika aturan ini universal dan umum berarti aturan ini harus diterapkan pada setiap kesempatan, tetapi pada beberapa peristiwa, aturan ini tidak di terapkan. Contohnya ketika seorang Arab berselisih dengan Nabi Muhammad mengenai seekor unta. Khuzaimah bin Tsabit Anshari memberi saksi untuk Nabi Muhammad. Saksi ini dinyatakan sama dengan dua orang saksi. Karena kejujuran dan kebenaran kesaksiannya Nabi Muhammad memberinya gelar Dhusy Syahadatayn (seorang yang kesaksiannya setara dua orang saksi).45
Dengan demikian, keuniversalan ayat mengenai saksi tidak Hipengaruhi oleh tindakan juga tidak dianggap bertentangan dengan perubahan saksi. Jadi, jika menurut Nabi Muhammad kesaksian untuknya sama dengan dua saksi, lalu mengapa kesaksian Ali dan Ummu Aiman tidak dianggap kuat bagi Fathimah ditilik dari keagungan moral serta kebenarannya? Di samping itu, ada sebuah hadis yang disebut oleh lebih dari dua brlas orang sahabat bahwa Nabi Muhammad biasa memutuskan masalah-masalah dengan kekuatan satu saksi dan meminta sumpahnya.
Telah di jelaskan oleh beberapa sahabnt Nabi Muhammad dan beberapa ulama fikih bahwa keputusan ini secara khusus berkaiiun Hengan hak, kepemilikan dan perjanjian, dan keputusan ini diterapkan uleh tigo orang khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan."46
Dua hal yang harus kami sampaikan kepada saudara Khalid adalah; 1) Mengapa Abu Bakar tidak meminta saksi saat ia memberikan keping uang emas yang sesuai dengan janji Nabi Muhammad SAW. Mengapa ia menerima pernyataan mereka bahwa Nabi telah menjanjikan sesuatu?, 2) Berbeda dengan Fathimah, ketika putri Nabi Muhammad yang ia sebut sebagai penghulu perempuan semesta alam, menuntut Fadak. Mengapa Abu Bakar meminta Fathimah menghadirkan saksi di hadapan khalifah tetapi beberapa dalih atau saksi-saksi itu mereka ditolak?
Khalid: Yang paling penting, saya ingin balik bertanya, Ali sendiri menjabat sebagai khalifah setelah Utsman. Mengapa ia tidak memberikan harta ini kepada Fathimah sebagai warisan dari Rasulullah? Pertanyaanya, mengapa Ali ketika menjadi kalifah menghilangkan hak-hak miliknya? Jika Abu Bakar dan Umar dianggap benar sebagai penindas, lalu mengapa Ali yang tidak memberikan harta ini pada Fathimah, tidak disebut penindas? Logis ataupun tidak, penerapan hukum/keadilan harus sama kepada setiap orang.
Kami menjawab: Menurut hadis Shahih Bukhari, Umar bin Khattab, semasa kekalifahannya, memberikan harta tersebut pada Ali dan Abbas. Jadi tidak perlulah bagi Ali untuk mengambil kembali ketika ia menjadi kalifah. Hadis ini menyiratkan bahwa Umar memberikan tanah Fadak kepada Ali agar ia mengaturnya dan mengeluarkan pajaknya di jalan Allah. Hadis itu pun menegaskan bahwa Ali menangani harta Abbas dan mengambil alih tanah tersebut (setelah ia menjadi khalifah), dan Imam Hasan mewarisi tanah itu, hingga dirampas kembali (oleh Umayah). Berikut hadis ini:
Shahih Bukhari hadis 5.367;
Umar berkata kepada Ali dan Abbas, "Aku menjaga harta ini selama dua tahun pertama kekalifahanku dan aku selalu mengeluarkannya sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar lakukan dan Allah mengetahui bahwa aku aku bersungguh-sungguh, beriman, diberi petunjuk ke jalan yang benar dan menjadi pengikut orang-orang yang benar (dalam masalah ini). Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku dengan tuntutan yang sama. Wahai Abbas, engkaupun menemuiku. Maka aku berkata kepada kalian berdua bahwa Rasulullah menyatakan, 'Harta kami tidak diwariskan, segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah'. Kemudian, aku berpikir lebih baik aku menyerahkan harta ini kepada kalian berdua dengan syarat kalian akan berjanji dan besumpah di hadapan Allah bahwa kalian akan mengeluarkannya dengan cara sama sebagaimana Rasulullah, Abu Bakar dan aku lakukan sejak pertama kali kekalifahanku. Jika tidak, kalian tidak perlu menuntut padaku (tentang hal ini)." Maka, kalian berdua berkata padaku, "Serahkanlah pada kami dengan syarat-syarat tersebut. Dan dengan syarat-syarat itu aku serahkan kepada kalian. Apakah kalian ingin agar aku memutuskan sesuatu yang lain selain hal ini? Demi Allah, yang dengan perkenan-Nya, langit dan bumi senantiasa tegak berdiri, aku tidak akan pernah memutuskan selain keputusan ini hingga Hari Perhitungan ditetapkan. Akan tetapi, jika kalian tidak dapat menanganinya (harta itu), kembalikanlah padaku, aku akan mengurusinya atas nama kalian!"
Perawi kedua menyatakan,
"Harta tersebut berada di tangan Ali yang mengambilnya dari Abbas dan mewakilinya, kemudian diwariskan kepada Imam Hasan bin Ali, lalu Husain bin Ali dan dan kemudian diwariskan kepada Ali bin Husain dan Hasan bin Hasan. Kedua orang ini bergantian saling mengurus, kemudian berada di tangan Zaid bin Hasan, dan benar-benar merupakan sedekah Nabi Muhammad.
Syi'ah tidak yakin apakah Muawiyah merampas Fadak pada masa Imam Hasan dan Imam Husain atau tidak. Tetapi, tak lama setelah itu tanah ini dirampas. Lihat juga hadis 4.326. Seperti halnya pada hadis di atas, jika Ali yakin bahwa harta ini adalah sedekah, ia tidak akan meminla bagiannya kepada Umar dan ia tidak akan mengambil tanah itu dari Abbas.
Hadis berikut ini dengan jelas menunjukkan bahwa Ali menuntut tanah tersebut. Menurut anda, apakah Ali, lelaki pertama yang memeluk Islam, sahabat yang paling cerdas, dan yang tinggal bersama Nabi Muhammad, tidak mengetahui hukum Allah?
Shahih al-Bukhari hadis 8.720; diriwayatkan dari Malik bin Aus bahwa Umar berkata pada Ali dan Abbas,
"Kemudian aku mengambil alih tanggung jawab atas harta ini dan mengurusinya selama dua tahun sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku untuk berbicara denganku membawa tuntutan yang serupa dan masalah yang sama. (Wahai Abbas)!
Engkau menemuiku untuk meminta bagian dari harta se.pupumu, dan lelaki ini (Ali) menemuiku, meminta bagian dari harta istrinya yang diwariskan dari ayahnya." Aku berkata, "Jika kalian berdua meminta, aku akan memberikannya dengan syarat itu (bahwa kalian akan mengikuti cara yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar). Jika kalian tidak dapat menanganinya, maka kembalikan padaku dan cukuplah bagiku menangani harta ini untuk kalian berdua!"
Shahih Bukhari hadis 9.408; Diriwayatkan Malik bin Aus Nasri bahwa Umar menoleh kepada Ali dan Abbas dan berkata,
"Kalian berdua menyatakan bahwa Abu Bakar melakukan ini dan itu dalam mengurusi harta ini, tetapi Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, saleh, cerdas dan pengikut yang benar dalam mengurusinya. Kemudian Allah memanggil Abu Bakar." Aku berkata, "Akulah penerus Nabi Muhammad dan Abu Bakar! Maka aku mengambil alih harta ini selama dua tahun dan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abass) menemuiku untuk meminta bagian kalian dari sepupu kalian, dan Ali meminta bagian istrinya atas harta ayahnya. Aku berkata kepada kalian berdua, 'Jika kalian kehendaki, aku akan memberikannya kepada kalian dengan syarat kalian akan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar serta vang telah aku lakukan sejak aku bertanggung jawab menanganinya."
Khalid : Nampaknya anda tidak mengetahui latar belakang hadis Rasulullah mengenai Fathimah yang sering anda sebutkan, "Barang siapa yang menyakitinya, ia telah menyakitiku." Berikut ini riwayat bagaimana dan kapan hadis ini disampaikan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Imam Zainal Abidin, Abu bin Husain dan Abu Mulaika melalui Miswar bin Muhazmah dan lebih jauh didukung oleh Ibnu Zubair. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim telah meriwayatkan hadis ini di kitab-kitab mereka sebagai berikut:
Setelah menaklukkan Mekkah dan keluarga Abu Jahal memeluk Islam, Ali berniat menikahi putri Abu Jahal bernama Jamilah (beberapa orang berpendapat ia bernama Aurira dan Juwairah)... Fathimah mengetahui niat Ali ini dan menemui Rasulullah dan menceritakan. Karena hal inilah Rasulullah menyampaikan khutbah ini, "Wahai Bani Hasyim, Ibnu Mughirah berniat menikahkan putrinya dengan Ali dan telah meminta izinku. Aku tidak menyetujuinya. Aku tidak menyetujuinya. Putra Abu Thalib dapat menceraikan putriku dan menikahinya putrinya. Putriku adalah belahan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya, berarti ia telah menyakitiku dan barangsiapa membuatnya sedih berarti ia membuatku sedih..."
Perhatikan bahwa menikah sangat dihalalkan bagi Ali dan itulah mengapa ia berniat untuk menikah. Rasulullah sendiri telah menikah berkali-kali dan itu adalah alasan mengapa Rasulullah tidak menyatakan bahwa menikah diharamkan. la hanya tidak menyetujui karena Abu Jahal adalah musuh bebuyutan Islam. Keluarga ini memeluk Islam setelah Mekkah takluk dan betapa terburu-burunya kita jika mengatakan hni mereka telah berubah atau berniat memasuki keluarga Rasulullah.
Kami menjawab: Kisah yang anda sebutkan di atas dianggap lemah karena periwayatnya, Miswar bin Muhazmah. Dan seperti biasa, kami akan menyebutkan referensi hadis Sunni untuk membuktikan pernyataan kami. Orang yang telah kami sebutkan, Miswar bin Muhazmah, bertalian darah dengan Abdurrahman bin Auf dan ia lahir dua tahun setelah hijrah. Kemudian ia datang ke Madinah di akhir tahun Hijrah. Perawi hadis Sunni, lbnu Hajar Asqalani menyalakan, "Miswar Ibnu Muhazmah lahir dua tahun setelah hijrah dan datang ke Madinah bersama ayahnya pmda akhir bulan Dzulhijjah pada tanggal 8 Hijriah."47
Berarti Miswar baru berusia enam tahun dan menurut aturan yang ditetapkan oleh ahli hadis, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang anak tidak dapat diterima. Kami tidak menyatakan hal ini berdasarkan pengetahuan kami belaka, tetapi meminjam kata-kata ulama Sunni dan sejarahwan dari India, Maulana Syibli Numani. Dalam karya besarnya Sirah Nabawiyah, ia meneliti riwayat-riwayat (hadis) dan status perawinya. la menuliskan, "Contohnya pertanyaan yang umum diperdebatkan; perlukah menetapkan batasan usia bagi perawi?" Selain itu ia juga menunjukkan keyakinan Imam Syafi'i, "la tidak meyakini riwayat yang dinyatakan oleh seorang anak kecil."48
Hal ini juga mengingatkan kami pada ucapan Juwairah pada saat Mekkah ditaklukkan. Ketika Bilal tengah mengumandangkan azan di Kabah. Juwairah berkata, "Allah telah menyelamatkan ayahku mendengar suara Bilal yang memuakkan di Kabah." Bagaimana anda dapat percaya bahwa Ali mengulurkan tangannya pada orang kafir?
Terakhir, sangatlah tidak adil tidak jika tidak mempertimbangkan argumen yang dinyatakan ulama Sunni tentang khalifah pertama, Abu Bakar. Pada catatan kaki Shahih Muslim, penafsirnya menuliskan,
"Sayidah Fathimah merasa khawatir Abu Bakar ragu untuk memberikan bagian warisan dari ayahnya. Abu Bakar tidak memahami hal itu. Ia sangat mencintai dan menyayangi keluarga Nabi Muhammad, tetapi ia tidak menuruti permintaan Fathimah karena ia merasa hal itu bertentangan dengan ketentuan Nabi Muhammad tentang warisan sebagaimana yang ditemukan dalam hadis."49
Mengapa Fathimah, penghulu perempuan di surga, diragukan? Fathimah memiliki kedudukan yang sangat tinggi yang diberi langsung oleh Nabi Muhammad dengan menjulukinya as-Siddiqiyah? Bagaimana dapat penafsir ini menuduhnya ragu sedang ia juga dikenal sebagai perempuan yang agung dan suci? Bagaimana dapat kaum Muslimin menyebutnya ragu sedang Quran menyebut dirinya minimal pada ayat tentang kesucian (QS. Al-Ahzab : 33) dan Ayat Mubahalah (QS. Ali Imran : 61).
Mengapa kita menerimanya sebagai fakta bahwa apa yang Abu Bakar nyatakan adalah hadis Nabi Muhammad? Padahal pernyataan langsungnya tidak hanya bertentangan dengan kenyataan sejarah, penafsiran dari ahli tafsir terkenal Sunni, tetapi juga perintah Quran.
Protes Fathimah Terhadap Tindakan Abu Bakar
Fathimah berduka atas tindakan Abu Bakar dan sangat tidak ridha tatkala ia mengetahui Abu Bakar berusaha merampas tanah Fadak. Diiringi sekelompok perempuan, ia pergi ke mesjid, duduk di sana dan menyampaikan khutbah;
"Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala limpahannya, atas segala yang la ilhamkan, dan dengan asma-Nya atas segala yang la berkahi atas segala kebaikan tak terhingga yang la ciptakan, atas segala limpahan kasih sayang yang la berikan serta anugerah tak terkira yang la karuniakan. Begitu besar kasih dan anugerah yang la limpahkan sehingga tak terhitung jumlahnya dan tak terukur jangkauannya. Jangkauan-Nya terlalu jauh untuk dipahami. la menganjurkan ciptaan-Nya untuk memperoleh lebih banyak (kasih sayang-Nya) dengan senantiasa bersyukur demi keberlangsungan mereka. la menetapkan bagi diri-Nya segala pujian dengan melimpahkan karunia kepada makhluk-makhluk-Nya...
...Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa sekutu. Pernyataan kalimat syahadat adalah maknanya. Hatihati yang memupuknya adalah keberlangsungannya, dan jiwa-jiwa adalah tempat bersemayamnya. Mata tidak mampu menjangkau keberadaan-Nya, kata-kata tidak sanggup mengurai sifat-sifat-Nya dan angan-angan tidak berdaya membayangkan hakikat-Nya...
... la menciptakan segala sesuatu tetapi bukan berasal dari sesuatu yang ada sebelum mereka dan mengadakan mereka tanpa rontoh-contoh. la menciptakan mereka dengan kekuasaan-Nya, Menyebarkan mereka dengan kehendak -Nya, bukan didorong sebagai keperluan atau untuk memperoleh manfaat bagi-Nya membentuk mereka, tetapi untuk menetapkan/ menegakkan kebijaksanaan-Nya, membawa mereka kepada ketaatan pada-Nya, mewujudkan keagungan-Nya menjuluki makhluk-makhluk-Nya agar mereka memuliakan-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Kemudian memberi balasan pahala bagi ketundukan kepadaNya dan siksa bagi ketidaktaatan kepada-Nya, juga melindungi makhluk-makhluk-Nya dari murka-Nya dan menghimpun mereka ke dalam surga-Nya...
...Akupun bersaksi bahwa ayahku, Nabi Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya, yang telah la pilih sebelum mengutusnya, menyebutnya sebelum mengirimnya, saat makhluk-makhluk masih tersembunyi pada sesuatu yang sangat sukar dipahami. la terjaga dari segala sesuatu yang mengerikan, berfitrahkan kemusnahan dan ketiadaan karena Allah Yang Maha Tinggi mengetahui mana yang harus diikuti, memahami apa yang bakal berlalu, dan melihat tempat segala peristiwa...
...Allah mengutusnya (Muhammad) sebagai kesempurnaan perintah-Nya, ketetapan untuk menyelesaikan perjalanan-Nya, serta manifestasi dari kasih sayang-Nya. Kemudian, ia menemukan bangsa-bangsa terpecah-pecah dalam agamanya, terobsesi oleh keinginan mereka, menyembah berhala, dan menyangkal keberadaan Allah meskipun mereka tahu bahwa Ia ada. Oleh karenanya, Allah menyinari kegelapan dengan keberadaan ayahku, Muhammad, menyingkap tirai kekelaman dari hari-hari mereka menghilangkan awan-awan yang menutupi pandangan mereka. la memberi petunjuk kepada manusia. Ia menyelamatkan mereka dari jalan yang sesat, membimbing mereka ke jalan petunjuk, membawa mereka kepada agama yang benar dan menyeru mereka kepada jalan yang lurus...
...Kemudian Allah mengutus untuk memanggil ia kembali dengan kasih sayang, cinta serta suka cita. Maka, Muhammad terlepas dari beban dunia ini. Ia dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang setia, dilingkupi limpahan kasih sayang Tuhan, dan kedekatannya dengan Raja Yang Maha Kuasa. Semoga puji - pujian Allah senantiasa terlimpah kepada ayahku Utusan-Nya, orang terpercaya dan pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya, kekasih setia-Nya, dan semoga shalawat serta salam tercurah pada ayahku..."
Fathimah kemudian menghadap kepada para perempuan berkata :
"Sesungguhnya kalian adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam kendali-Nya. Kalian adalah pengikut-pengikut agama dan Wahyu-Nya, kalian adalah orang-orang yang telah dipercaya Allah atas diri kalian sendiri. Sedangkan Rasulullah dipercaya bagi seluruh bangsa. Allah berkuasa atas diri-diri kalian. Ia membuat perjanjian dengan kalian dan meninggalkan pusaka untuk menjaga kalian. Itulah kitab Allah Yang Maha Agung. Kitab Quran yang tiada mengandung kebatilan. Kitab yang cahayanya yang menyinar terang, yang isinya tidak diragukan, yang mengandung rahasia, yang menganugrahi semua orang yang mengikutinya. Inilah kitab Allah yang menyeru pengikutnya untuk berbuat kebajikan, mendatangkan keselamatan bagi orang yang bersedia menghayatinya.
Dengannya cahaya-cahaya ilahiah dapat diraih, kehendak-Nya dipahami, larangan-larangan-Nya dihindari, tanda-tanda nyata-Nya dikenali, bukti-bukti-Nya ditampakkan, permohonannya dikabulkan, dan ketetapan-ketetapan-Nya dituliskan. Maka Allah menjadikan iman sebagai pensucian diri kalian dari kekafiran...
...Allah menjadikan shalat sebagai cara menjauhkan dirimu dari kesombongan, zakat sebagai pembersih jiwa dan penumbuh ruh, puasa sebagai cara melaksanakan ketaatan, ibadah haji sebagai penegakan syiar agama, keadilan sebagai pemersatu hati, ketaatan kepada kami (Ahlulbait) sebagai cara mengatur bangsa, kepemimpinan kami (Ahlulbait) sebagai pelindung dari perpecahan...
...Allah menjadikan jihad sebagai cara memperkuat Islam, sabor sebagai wahana memperoleh pahala, amar, ma'ruf nahi munkar sebagai cara menjamin kesejahteraan masyarakat, kepatuhan kepada orangtua sebagai cara untuk menjaga diri dari murka-Nya, hubungan silaturahmi sebagai cara memperpanjang umur dan meluaskan keturunan...
...Allah menjadikan qishash sebagai cara untuk meniadakan pertumpahan darah, kesetiaan menepati janji untuk menggapai anugrah-Nya, adil dalam timbangan untuk melenyapkan kecorangan, larangan meminum arak untuk memusnahkan kekejian, larangan memfitnah sebagai cara untuk melindungi diri dari kutukan, larangan perbuatan mencuri untuk mendapatkan kesucian. Allah mengharamkan syirik agar manusia beriman kepada Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya kalian hanya takut kepada-Nya karena hanya Dia yang patut ditakuti dan janganlah kalian mati dalam keadaan kafir. Taatilah Allah dengan melaksanakan semua yang telah la perintahkan kepadamu dan menghindari semua yang telah la larang; karena sesungguhnya, orang-orang yang sungguhsungguh bertakwa di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu!"
Fathimah kemudian berkata lagi,
"Wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian mengetahui bahwa aku adalah Fathimah, dan ayahku adalah Muhammad. Aku katakan hal ini berulang-ulang, aku tidak mengatakan hal yang salah ataupun melakukan sesuatu tanpa tujuan. Telah datang kepada kalian seorang utusan di antara kalian. Ia sangat berduka sekiranya kalian binasa dan sangat mencemaskan kalian. Ia sangat lemah lembut dan penyayang kepada orang-orang beriman. Maka, jika kalian mengenal beliau dan memuliakannya, kalian akan mengetahui bahwa ia adalah ayahku, bukan ayah perempuan di antara kalian, saudara sepupuku (Ali) dan bukan saudara lelaki di antara kalian. Betapa agung pribadinya, semoga kesejahteraan dan anugerah senantiasa terlimpah padanya dan keturunannya...
...Kemudian ia menyiarkan pesan-pesan Ilahi, memberi peringatan secara terang-terangan, sedang ia tetap menjauhkan diri dari jalan orang-orang kafir yang ia lumpuhkan kekuatannya, dan ia tebas leher-leher mereka. la menyerukan (kepada semua orang) untuk berjalan di jalan Tuhannya dengan cara bijaksana dan melalui penyampaian yang indah. Ia memporak-porandakan sembahan mereka, mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka hingga mereka tercerai berai, lari tunggang langgang. Kemudian malam menampakkan cahaya fajar kebenaran, memperlihatkan kemurniannya, suara agama terdengar lantang, suara-suara sumbang kejahatan dibungkam. Mahkota kemunafikan dihancurkan, tali kekafiran dan pengkhianatan dilenyapkan. Kemudian kalian beriman di antara orang-orang yang lapar padahal dahulunya kalian sudah berada di tepi jurang neraka. Dahulu kalian adalah perampas minuman orang-orang yang kehausan, orang-orang yang tertindas, yang minum dari air yang tergenang di jalan dan makan dari daging rampasan..."
Fathimah bercerita tentang keadaan mereka yang begitu rendah sebelum Islam,
"Dahulu, kalian adalah orang-orang terbuang yang hina, yang takut dianiaya oleh orang-orang di sekitar kalian. Namun, Allah menyelamatkan kalian dengan kehadiran ayahku, Muhammad, setelah begitu banyak pertempuran, dan setelah ia berhadapan dengan penjahat bangsa Arab dan iblis ahli kitab. Ketika mereka menyalakan api perang, Allah memadamkannya dan tatkala mahkota setan muncul atau mulut orang-orang kafir menentang, ia melenyapkan perpecahan ini bersama saudaranya (Ali) yang tidak akan mundur sampai ia menginjak sayapnya dengan satu kakinya dan memadamkan apinya dengan pedangnya...
...Ia (Ali) sangat mengetahui urusan Allah, begitu dekat dengan Rasulullah, pemimpin di antara hamba-hamba Allah siap berjuang, tulus dalam ucapannya, bersungguh-sungguh dan senantiasa siap berjuang untuk Islam sedang kalian bertenang-tenang, bergembira serta merasa aman pada kehidupan kalian yang menyenangkan. Kalian menunggu kami menghadapi bahaya, menanti berita, mundur di setiap kesusahan dan melarikan diri pada setiap pertempuran...
...Namun, ketika Allah mengambil Rasul-Nya dari tempat tinggal para Rasul dan hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh, kevnunafikan muncul dalam dirimu. Kalian menanggalkan pakai keimanan. Pemimpin yang sesat berteriak lantang dan seorang pengecut maju ke depan dan berteriak. Lalu unta orang sombong mengibaskan ekornya di halaman rumahmu dan setan menjulurkan kepalanya dari tempat persembunyian memanggilmu. la mendengar seruan jawaban darimu dan menjalankan muslihatnya. la membangunkanmu dan begitu gembira mendengar jawaban langsung darimu, mengundangmu pada kutukan sehingga engkau menandai selain unta dan berjalan ke tempat minummu. Baru saja Rasulullah pergi. Luka masih menganga lebar dan juga belum sembuh, sedang ia belum dimakamkan. Perampasan begitu cepat kalian lakukan. Kalian mengira bahwa hal itu adalah pelindung dari perselisihan. Sesungguhnya mereka telah berselisih!
Dan neraka melingkungi orang-orang kafir. Sungguh aneh! Sungguh suatu dusta! Kitab Allah telah berada di tangan kalian semua. Perkaranya sangat nyata, hukum-hukumnya begitu jelas, tandanya begitu menyilau-kan mata, larangan-larangannya sangat terang dan perintah-perintahnya sangat jelas. Akan tetapi semua itu kamu belakangi! Apakah kalian membencinya? Ataukah ada sesuatu yang ingin kalian kuasai? Azab Allah adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa! Barang siapa yang menghendaki agama lain selain Islam, amalnya tidak akan diterima. Di akhirat nanti ia akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang merugi! Sesungguhnya kalian tidak menunda sampai perampasan kalian peroleh dan menjadi taat. Kalian kemudian mengobarkan api, menyulut bahan bakarnya, menghimpunnya dengan seruan iblis-iblis sesat, memadamkan cahaya agama yang bersinar dan mematikan rasul-rasul, penerang orang-orang yang beriman. Kalian sembunyikan dusta dan melemparkan putraputrinya (bersekongkol memperdaya mereka)...
...Tetapi kami bersabar sekiranya kalian menikam dengan pisau dan menusuk ulu hati kami dengan tombak. Kini kalian semua menganggap bahwa ia tidak mewariskan apapun! Apakah kalian semua menghendaki berlaku kembali hukum jahiliyah? Bagi orang-orang yang berkeyakinan, tiada hukum yang lebih baik selain hukum Allah. Tidakkah kalian ketahui, sesungguhnya telah jelas bagi kalian bahwa aku adalah putrinya. Wahai kaum Muslimin, terampaskah hakku?..
Wahai putra Abu Bakar Quhafah! Adakah ketentuan dalam kitab Nya bahwa engkau boleh mewarisi pusaka dari ayahmu sedangkan aku tidak boleh mewarisi pusaka ayahku? Apakah engkau berniat meninggalkan kitab Allah dan berpaling darinya? Tidakkah engkau temukan dalam kitab-Nya, 'Sulaiman mewarisi Daud'.
Demikian juga ketika dikisahkan, Berikanlah kepadaka seorang putra yang akan menjadi pewarisku dan mewarisi Yaqub. Kemudian, Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat lebih berhak atas orang-orang yang bukan sekerabat, ...Allah menetapkan hitungan waris satu bagian bagi anak laki-laki sama dengan dua bagian bagi anak perempuan...Jika ia meninggalkan harta pusaka, lalu ia wariskan kepada orangtua dan kerabat terdekat secara baik dan adil, itu adalah kewajiban orang-orang bertakwa melaksanakannya..
...Tetapi kalian menganggap aku tidak mempunyai hak pusaka dari ayahku! Apakah Allah menurunkan ayat-Nya hanya kepada kalian sedangkan la tidak menurunkannya kepada ayahku?...
...Kalian juga berkata, 'Fathimah dan ayahnya berbeda agama dan mereka tidak mendapatkan warisan dari satu sama lainnya.' Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang sama? Ataukah engkau lebih mengetahui kekhususan-kekhususan dan perkara yang umum dari Quran daripada ayahku dan sepupuku, Ali ? Ambillah semuanya! Ayat-ayat yang kalian tinggalkan akan menemuimu di Padang Mahsyar. Hukum sebaik-baiknya adalah hukum Allah, pemimpin yang paling baik adalah Muhammad, dan hari yang paling baik adalah hari kebangkitan...
...Pada hari itu orang-orang yang berdosa akan merugi! Penyesalan atas perbuatan yang telah kalian lakukan tidak akan berguna! Karena setiap ujian ada batas waktunya, kalian akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakan dan dihadapkan pada azab yang tidak berkesudahan..."
Kemudian Fathimah berbicara kepada kaum Anshar, "Wahai orang-orang yang berakal! Pendukung-pendukung Islam ymig sangat kuat! Dan orang orang yang memeluk Islam! Kesalahan apa yang aku lakukan bila aku menuntut hakku? Mengapa kalian diam padahal engkau menyaksikan ketidakadilan menimpaku? Ingatkah kalian ucapan ayahku, 'Seorang manusia akan diingat oleh anaknya!' Betapa cepatnya kalian berpaling dari perintahnya! Dan begitu kilatnya kalian berkomplot terhadapku. Sebenarnya kalian masih mempunyai kemampuan dan usaha untuk membantu apa yang aku minta...
...Atau apakah kalian berpikir 'Muhammad sudah wafat'? Sesungguhnya itu adalah bencana yang sangat besar. Kerusakannya begitu berat, luka yang ditimbulkannya begitu lebar, rasa sakitnya sukar disembuhkan. Bumi menjadi gulita karena kepergiannya, matahari tidak bersinar karena bencana yang ditimbulkannya, harapan-harapan hancur, gunung-gunung runtuh, kesucian dinodai dan kemurnian bahkan dikotori setelah ia tiada. Demi Allah! Ini adalah penderitaan yang besar, bencana yang hebat, tiada bencana dan kerugian yang lebih besar dari pada bencana yang tiba-tiba ini...
...Kitab Allah, yang berisi pengagungan asma-Nya paling indah, ayat-ayatnya dibacakan di rumah-rumah, di tempat kalian menghabiskan waktu pagi dan malam,;'Telah datang sebelumnya para Nabi dan para Utusan, ketetapan terakhir dan janji dipenuhi. Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul. Telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jika ia wafat atau terbunuh, apakah kalian akan berpaling darinya? Jika kalian berpaling, hal itu tidak akan merugikannya ataupun merugikan Allah. Allah akan membalas orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya...'
... Wahai orang orang yang beriman! Apakah aku akan merampas pusaka ayahku sedang kalian mendengar dan menyaksikanku? Kalian duduk dan berada di dekatku. Kalian mendengar seruanku dan termasuk di dalam ajakannya. Jumlah kalian begitu banyak dan harta yang kalian miliki melimpah. Kalian memiliki kuasa dan alat, senjata dan perlindungan. Tetapi seruanku tidak kalian tanggapi, seruan itu datang kepada kalian tetapi kalian diam. Kalian terkenal dengan kegigihan, kebaikan, dan kekayaan. Kalian adalah orang-orang terpilih dan pilihan Nabi Muhammad bagi kami, Ahlulbait. Kalian memerangi orang kafir Arab, menanggung, derita, kelelahan, berperang melawan negara-negara besar dan mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka. Saat itu kami masih hidup, sehingga kalian patuh menaati kami. Islam pun berjaya, kemenangan semakin dekat, benteng-benteng musuh ditaklukkan, kepalsuan dimusnahkan, api kekafiran dipadamkan dan aganrr ditegakkan. Tetapi mengapa kalian menjadi bingung padahal semua telah jelas? Menyembunyikan kebenaran setelah kalian menyerukannya? Merasa takut setelah kalian berani? Kafir setelah beriman? Tidakkah kalian akan memerangi orang-orang yang melanggar sumpahnya?
Bersekongkol untuk mengusir rasul dan bertindak kasar dengan menyerang? Takutkah kalian kepada mereka? Tidak! Allah lah yang harus lebih kalian takuti jika kalian memang beriman!..
...Aku menyaksikan kalian lebih suka hidup bersenang-senang, melupakan wali kalian yang lebih berhak (Ali). Kalian berselubungkan kain kepengecutan dan meninggalkan sesuatu yang telah kalian sebelumnya terima. Sekiranya kalian semua di muka bumi ini tidak bersyukur, Allah Maha Pengasih. Sesungguhnya aku berkata semua yang aku katakan dengan penuh pengetahuan bahwa kalian berniat meninggalkan aku, dan kalian merasakan pengkhianatan di dalam hati kalian. Inilah luapan kemarahan yang merata memenuhi dada. Kalian melemparkannya (kepemimpinan) ke punggung unta betina, yang berpunuk lemah, kesenangan yang abadi, bertanda murka Allah dan kesalahan yang akan menggiring kepada api (kemurkaan) Allah yang langsung menancap di lubuk hati.
Karena Allah menyaksikan semua yang kalian perbuat, dan orang-orang zalim itu akan mengetahui seperti apa urusan-urusan mereka akan terjadi! Aku adalah putri sang pembawa peringatan kepada kalian akan azab yang pedih. Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan dan kami hanya akan menunggu!"
Dari peristiwa bersejarah ini nampaknya pada awalnya Sayidah Fathimah berhasil meluluhkan hati Abu Bakar untuk mengembalikan tanah Fadak ke:padanya setelah mendengarkan khutbah yang ia sampaikan (menurut beberapa sejarahwan).
Setelah mendengar khutbah Fathimah, ia berkata, "Wahai putri Rasulullah Sesungguhnya Nabi Muhammad adalah ayahmu bukan ayah putri lain, saudara suamimu, bukan saudara lelaki lain. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling dikasihi di antara semua sahabatnya dan Ali membantunya di setiap masalah yang paling penting, tiada seorangpun yang mencintaimu kecuali orang yang beruntung dan tiada seorangpun yang membencimu kecuali orang yang dimurkai.
Engkau adalah putri Rasulullah paling agung, putri terpilih, petunjuk kami kepada kebaikan, jalan kami menuju surga dan engkau adalah penghulu para perempuan serta putri rasul paling mulia, benar segala ucapanmu dan lurus segala tindakanmu...
...Hakmu tidak kami langgar, sesungguhnya aku mendengar ayahmu berkata, 'Kami para rasul tidak meninggalkan warisan ataupun mendapat warisan!' Sesungguhnya inilah alasanku dan itu adalah hakmu (jika engkau menginginkannya). Harta ini tidak akan disembunyikan darimu ataupun dihilangkan darimu. Engkau adalah ibu negara ayahmu dan buah pohon yang diberkahi. Hartamu tidak akan dirampas atau namamu dihapus. Tuntutanmu akan aku penuhi dengan semua yang aku miliki. Apakah aku melanggar kehendak ayahmu?"
Sayidah Fathimah kemudian menyangkal pernyataan Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad tidak mewariskan sesuatu. la menjawab,
"Maha Besar Allah! Sesungguhnya Rasul-Nya tidak meninggalkan Kitab Allah ataupun melanggar perintah-Nya. Tetapi ia melaksanakan ketetapan-Nya dan menaati setiap ayat-Nya. Apakah engkau membuat-buat suatu dusta untuk membenarkan kepalsuanmu? Sesungguhnya bencana ini, setelah Nabi wafat, sama dengan persekongkolan yang kalian buat terhadapnya ketika ia masih ada. Tetapi camkanlah! Kitab Allah adalah kitab yang benar, hakim yang adil, yang menyatakan bahwa seseorang akan mewariskan kepadaku, mewariskan kepada keluarga Yaqub, dan Sulaiman mewariskan kepada Daud...
Maha Besar Allah yang telah menjelaskan bahwa la telah menetapkan ketentuan warisan, menentukan besarnya, bagi perempuan dan laki-laki, dan menghilangkan semua keraguan dan makna yang ganda...
..Tetapi kamu telah mengada - adakan suatu dusta yang akan menguntungkan dirimu, cukuplah sabar bagiku atas aha y.mt; kalian ada-adakan dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong..."
Sepertinya Abu Bakar berubah pikiran mendengar khutbah Fathimah dan ia memberikan tanggapan,
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar begitu pula dengan putri Rasul-Nya. Engkau adalah sumber hikmah, inti agama, dan satu-satunya petunjuk. Semoga Allah tidak menyangkal pernyataanmu ataupun menampik khutbahmu yang meyakinkan. Akan tetapi umat lah yang telah mempercayaiku untuk memegang tampuk kepemimpinan berdasarkan keinginan mereka. Aku tidak berniat untuk menyambongkan diri, otokrat, atau mementingkan diri sendiri dan mereka adalah saksiku."
Mendengar ini, Fathimah berkata,
"Wahai manusia! Siapakah yang telah membuat-buat dusta dan yang berdiam diri terhadap aib dan perbuatan tercela ini? Tidakkah kalian bercermin kepada Quran, ataukah hati-hati kalian telah tertutup? Hati kalian kotor karena dosa yang kalian lakukan, dosa yang telah menutup pandangan dan pendengaran kalian.
Tercelalah semua yang kalian ada-adakan dan terkutuklah apa yang akan dibangkitkan untukmu dan mengerikan balasan yang akan kalian terima! Demi Allah! Kalian akan memikul beban yang sangat berat dan akibatnya sangat mengerikan! Pada Hari itu tirai akan disingkapkan dan azab akan diperlihatkan. Ketika kalian dihadapkan Allah kepadanya yang tidak kalian kira, semua yang mengada-adakan dusta akan musnah."
Meskipun tanggapan Abu Bakar selanjutnya tidak dapat dinyatakan dengan bukti yang sahih atas khutbah yang disampaikan Fathimah tadi, nampaknya Abu Bakar memutuskan untuk menyerahkan tanah Fadak kepadanya.
Tetapi ketika Fathimah meninggalkan rumah Abu Bakar, Umar tiba-tiba muncul dan menegur Abu Bakar, "Apa yang engkau bawa ditanganmu ?" Abu Bakar menjawab, "Surat pernyataan yang aku tanda tangani bahwa Fadak dan warisan Nabi Muhammad diserahkan kepada Fathimah" Umar kemudian, "Dengan apa kamu keluarkan biaya untuk kaum Muslimin sekiranya bangsa Arab memerangi kamu?" Umar merapas surat tersebut lalu merobeknya. 50
Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak
Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa'i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:
Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.
Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.
Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah memberitakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.
Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.
Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.
Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.
Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas'ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.
Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.
Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, "Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!" Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, "Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki cian dua orang perempuan."
Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathimali berkata kepada Abu Bakar, "Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!" Sebagai jawabannya Fathimali diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.
Fathimah berkata kepada Abu Bakar, "Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!" Abia Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad duo kuduanp memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, "Bukti ini tidnk nwnrukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Dari kisah ini Fathimah berkata pada Abu Bakar, "Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikanya padaku!" Artinya bahwa harta ini milik Fathimah dan berada di bawah kuasanya sejak Nabi Muhammad masih hidup dan tidak ada seorangpun yang menghilangkan hak Fathimah atas harta ini.
Fathimah menemui khalifah Abu Bakar dan bertanya, "Siapa yang akan menjadi pewarismu jika engkau wafat?" Abu Bakar menjawab, "Anak-anakku!" Fathimah berkata, "Lalu mengapa meski aku masih hidup, engkau telah menjadi pewaris ayahku?" Abu Bakar menjawab, "Wahai, putri Rasulullah! Demi Allah, aku tidak mewarisi emas atau perak atau harta benda lain dari ayahmu." Fathimah berkata, "Khaibar adalah bagian kami dan tanah Fadak adalah hadiah bagi kami!" Abu Bakar berkata, "Wahai putri Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah berkata, 'Sumber penghidupan hanya diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, semuanya akan aku berikan kepada kaum Muslimin."'
Dari kisah ini Fathimah bertanya kepada Abu Bakar, "Apa bila engkau wafat siapa yang menjadi pewarismu?" Abu Bakar menjawab, "Anak-anakku!" Fathimah yang berada di sana berkata, "Lalu mengapa engkau menjadi pewaris Rasulullah meski aku masih hidup?" Abu Bakar berkata, ' Aku mendengar Rasulullah berkata, `Sumber penghasilan ini diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, harta ini harus diberikan kepada kaum Muslimin."' Beberapa pertanyaan muncul dari dari kisah ini. Apakah setelah Nabi Muhammad wafat kebutuhan ekonomi keluarganya pun terhenti? Apakah Allah memberi kekecualian kepada keluarga Nabi Muhammad dalam ayat tentang warisan? Apakah ada ketentuan dalam Quran bahwa jika Abu Bakar wafat anak-anaknya mendapat warisan darinya sedangkan ketika Nabi wafat, putra-putrinya tidak mendapat warisan darinya?
Ayat 'Karena engkau tidak mengerahkan kuda-kuda dan unta-unta (bahkan tidak berperang)....' wilayah Fadak dan daerah-daerah Arab lainnya, secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad.
Menurut ayat ini, tanah Fadak dan beberapa wilayah Arab lainnya secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.
Pada tahun 210 H Khalifah Makmun bin Harun Rasyid memberi perintah untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Nabi Muhammad dan menuliskan hal ini kepada Qasim bin Ja'far yang saat itu menjadi gubenur Madinah. Sebagai ulama agama dan keturunan Nabi Muhammad, Khalifah Makmun mematuhi dan melaksanakan sunnah. la keluarkan harta yang menjadi warisannya kepada orang lain sebagai sedekah. Khalifah Makmun hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar setiap perbuatan yang ia lakukan senantiasa mendapatkan ridhaNya. Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada putrinya, Fathimah.
Hadis ini terkenal dan tidak ada perbedaan di antara keturunan Nabi Muhammad. Berdasarkan hadis ini, Amirul Mukminin meminta tanah Fadak. Masalah ini sangat harus diselesaikan karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Amirul Mukminin menganggap penyerahan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah, adalah wajib dan mempercayakan tanah ini kepada mereka agar Allah senantiasa ridha dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dan menjaga keridhaan Nabi dengan melaksanakan perintahnya. Khalifah Makmun lalu memerintahkan untuk mencatat hal ini dalam catatannya dan memberitahu para pegawainya.
Karena di setiap ibadah haji, sejak Nabi Muhammad wafat, diumumkan bahwa siapapun yang telah diberi sedekah atau dijanjikan sesuatu, ia harus datang dan permintaannya akan di terima, dan janjinya akan dipenuhi, maka Fathimah lebih berhak akan hal itu dan tuntutan atas harta yang telah diberikan kepadanya adalah benar.
Amirul Mukminin telah memerintahkan budaknya yang telah dibebaskan, Mubarak Thabari, agar tanah Fadak dengan seluruh hatas wilayah yang sesungguhnya, hak-hak yang ada di dalamnya, hara budak yang bekerja di sana, serta pajaknya harus diserahkan kohada keturunan Fathimah yaitu Muhammad bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib karena Amirul Mukminin telah mempercayakan pengurusan permasalah ini kepada mereka.
Ketahuilah, ini adalah keputusan Amirul Mukminin dan Allah SWT telah mengingatkannya karena ketaatan dan ketundukan kepadaNya serta ketentuan yang Allah berikan melalui kedekatan yang ia rasakan dengan Allah dan Rasul-Nya. Anda harus menghargai Mubarak Thabari dan berurusan dengan Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin yang telah ditunjuk Amirui Mukminin sebagai orang yang dipercaya dalam masalah yang sama sebagaimana anda berurusan dengan Mubarak Thabari, dan bekerja sama dengan mereka dalam, jika Allah menghendaki, pertumbuhan, kemajuan dan peningkatan hasil-hasil Fadak.
Maklumat ini ditulis pada hari Rabu, 2 Zulqaidah 210 H. Tetapi ketika Mutawakil menjadi khalifah. la mengambil alih tanah Fadak. Dari kisah ini, Khalifah Makmun telah mengeluarkan maklumat. la menulis kepada Gubenur Madinah Qasim bin Jafar untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah. Dalam maklumatnya ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada Fathimah. la juga menuliskan bahwa selama bulan Haji, diumumkan bahwa jika Nabi Muhammad telah menjanjikan sesuatu, ia harus memberitahunya dan ucapan orang-orang yang mengatakan hal tersebut akan diterima tanpa perlu menghadirkan saksi. Pada kasus yang sama, Fathimah berargumen bahwa tuntutannya harus diterima dan harus diberikan atas apa yang telah menjadi haknya dari Nabi Muhammad. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan. Setiap orang dipenuhi permintaannya atas dasar tuntutannya tanpa harus menghadirkan saksi, tetapi putri Rasullullah yang keutamaamya telah disebutkan oleh ayat pensucian (QS. al-Ahzab : 33) diminta untuk menghadirkan saksi, dan saksi-saksi yang ia hadirkan tidak diterima.
Kisah Singkat Tanah Fadak Setelah Wafatnya Fathimah
Motif yang melatarbelakangi kami menjelaskan lebih jauh sejarah tanah Fadak dan menyarikan kelanjutan kisah peristiwa-peristiwa setelahnya selama tiga abad dari teks sejarah adalah untuk menjelaskan tiga perkara berikut :
Pertama, aturan pembatalan warisan dari Nabi yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata lain harta benda Nabi Muhammad merupakan sebagian dari harta masyarakat dan milik seluruh kaum Muslimin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Abu Bakar, tetapi ditolak oleh penerus-penerusnya, baik oleh Umar dan Utsman, apalagi oleh Bani Umayyah serta Bani Abbasiah. Kita harus mempertimbangkan bahwa keabsahan dan kebenaran kekhalifahan mereka bergantung pada kebenaran dan kesahan khalifah pertama dan tindakannya.
Kedua, Ali dan keturunan Fathimah tidak pernah merasa ragu dengan kebenaran tuntutan mereka. Mereka menegaskan dan berkeras bahwa Fathimah senantiasa benar dan tuntutan Abu Bakar salah, dan mereka tidak pernah menuntut sesuatu yang salah.
Ketiga, ketika salah satu khalifah memutuskan sesuatu untuk menjalankan perintah Allah sehubungan dengan persoalan Fadak, ukuran keadilan seorang khalifah dan perlindungannya atas hak orang lain menurut hukum Islam, ditunjukkan dengan dipulangkan dan diserahkannya tanah Fadak kepada keturunan Fathimah.
Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang berkenaan dengan tanah Fadak:
1) Umar adalah orang yang paling menentang memberikan warisan tanah Fadak kepada Fathimah, sebagaimana yang ia akui sendiri;
"Ketika Rasulullah wafat aku bersama Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya padanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang harta yang Rasulullah tinggalkan?' Ali menjawab, `Kami adalah orang-orang yang paling berhak atas peninggalan Nabi Muhammad.' Aku menambahkan, 'Bahkan dengan harta Khaibar?' Ali menjawab lagi, 'Ya, bahkan harta Khaibar.' Aku bertanya kembali, 'Juga Fadak?' Ali menjawab, 'Ya, bahkan tanah Fadak." Kemudian aku berkata, 'Demi Allah, kami tidak akan memberikannya walaupun engkau tobas leher-leher kami dengan kampak!"51
Sebagaimana yang telah dibahas sebulumnya, Uniur menganUhil dokumen Fadak dan merobeknya. Tetapi ketika Umar menjadi khalifah (13/643-23/644), ia menyerahkan tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Yaqut Hamawi, sejarah dan ahli geografi kenamaan, menceritakan peristiwa Fadak berikut,
"Kemudian, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mendapatkan kemenangan demi kemenangan, dan kaum Muslimin memiliki harta yang melimpah (harta masyarakat telah memenuhi kebutuhan khalifah), ia membuat keputusan yang bertentangan dengan khalifah sebelumnya dan memberikan kembali tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Lalu Ali bin Abi Thalib berdebat dengan Ibn Abbas mengenai Fadak. ,
Ali berkata bahwa Nabi Muhammad telah memberikan tanah itu kepada Fathimah ketika masih hidup. Abbas menyangkalnya dengan berkata, 'Fadak adalah milik Nabi Muhammad dan aku merupakan bagian dari pewarisnya.' Mereka memperdebatkan persoalan itu dan meminta Umar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar berkata, 'Kalian paling mengetahui masalah kalian sedang aku hanya memberikannya kepada kalian."52
Catatan: Bagian akhir peristiwa sejarah ini telah ditambah-tambahi agar terlihat masalah dipersoalkannya warisan oleh saudara yang wafat atau oleh pamannya ketika orang yang wafat tidak memiliki anak lelaki. Persoalan ini merupakan masalah yang diperdebatkan di antara aliranaliran Islam.
Abbas tidak berhak menuntut harta ini karena tidak ditunjukkan kalau ia memiliki bagian dalam harta ini, demikian pula dengan keturunannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu harta mereka bahkan ketika mereka berkuasa dan menjadi khalifah. Biasanya mereka memberikan harta ini saat menjabat khalifah atau mengembalikannya kepada ketunman Fathimah. Contohnya ketika mereka menjadi gubernur .
2) Ketika Utsman menjadi khalifah setelah Umar wafat, ia memberikan tanah Fadak itu kepada Marwan bin Hakam, sepupunya. Inilah salah satu penyebab timbulnya sikap oposisi di kalangan kaum Muslimin yang berujung pada pemberontakkan dan pembunuhan terhadap dirinya.53
Demikianlah, akhirnya Fadak jatuh ke tangan Marwan. Ia menjual hasil panen dan produk-produknya paling sedikit 10 ribu dinar per tahun, dan apabila ada penurunan dalam beberapa tahun ia tidak mengumumkannya. Itulah laba keuntungan yang biasa dihasilknn hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.54
3) Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, ia membagi-bagi hasil Fadak kepada Marwan dan lainnya. la membagi 1/3 hasilnp kepada Marwan, 1/31agi kepada keluarga Utsman bin Affan, dan 1/3 kepada anaknya, Yazid. Inilah yang terjadi setelah wafatnya Imam Hasan. Menurut sejarahwan Sunni, Ya'qubi, hal ini dilakukan untuk membuat marah keturunan Nabi Muhammad SAW."
Harta tersebut dimiliki ketiga orang di atas hingga ketika Marwan menjadi khalifah, ia mengambil alih semua harta tersebut. Kemudian ia memberikannya kepada kedua putranya, Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz bin Marwan memberikan bagiannya kepada putranya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan.
4) Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah berikut.
sesungguhnya, Fadak adalah salah satu harta yang telah Allah berikan kepada Utusan-Nya, dan tiada kuda ataupun unta yang dikerahkan untuk mengambilnya.
la menyebutkan persoalan Fadak yang dipegang oleh khalifah-khalifah sebelumnya;
Marwan memberikan tanah Fadak kepada ayahku: Tanah itu menjadi milikku, Walid, dan Sulaiman (dua putra Abdul Malik). Ketika Wahid menjadi khalifah, aku meminta bagiannya dan ia berikan kepadaku. Lalu aku gabungkan ketiga harta ini sehingga aku memiliki harta yang tidak lebih aku cintai selainnya. Saksikanlah bahwa aku kembalikan harta ini kepada pemilik sahnya!
Ia menulis surat ini kepada Gubernur di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amri bin Hazm, dan Memerintahkannya untuk melaksanakan apa yang ia nyatakan dalam khutbahnya. Fadak kembali menjadi milik keturunan Fathimah. Inilah pertama kalinya penindasan dihilangkan dengan mengembalikan tanah Fadak kepada putra-putri Ali bin Abi Thalib.56
5) Tatkala Yazid bin Abdul Malik menjadi khalifah (101/720-105/724), ia merampas Fadak sehingga lepas dari tangan putra-putri Ali bin Abi Thalib. Harta tersebut jatuh ke tangan keluarga Marwan seperti sebelumnya. Mereka mewariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya hingga kekhalifahan mereka berakhir dan pindah kepada Bani Abbasiah.
6) Ketika Abu Abbas Saffah menjadi kalifah pertama dari dinasti Abbasiah (132/749-136/754) ia mengembalikan tanah Fadak pada keturunan Fathimah.
7) etika Abu Ja'far Mansyur Dawaniqi (136/754-158/775) menjadi khalifah, ia merampas Fadak dari keluarga Fathimah.
8) Ketika Muhammad Mahdi bin Mansyur menjadi khalifah (158/775169/785), ia mengembalikan Fadak kepada putra-putri Fathimah.
9) Musa Hadi bin Mahdi (169/785-170/786) dan saudaranya Harun Rasyid (170/786-193/809) merampasnya dari keturunan Fathimah yang saat tanah Fadak berada di tangan Bani Abbasiah hingga Makmun menjadi khalifah (193/831-218/833).
10). Makmun Abbas mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. I-Ial ini diriwayatkan dari Mahdi bin Sabiq,
Suatu hari Makmun duduk mendengarkan keluhan orang-orang dan menyelesaikan persoalan. Keluhan pertama yang ia dengar menyebabkannya menangis ketika melihatnya. la bertanya di mana wakil putri Nabi Muhammad. Seorang lelaki tua berdiri dan maju ke depan. la berdebat dengannya mengenai Fadak dan Makmun juga berdebat dengannya hingga ia mengalahkan Makmun."57
Makmun mengumpulkan ahli-ahli fikih Islam dan menanyai mereka tentang tuntutan Bani Fathimah. Mereka meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad memberikan Fadak kepada Fathimah dan setelah Nabi wafat, Fathimah minta Abu Bakar mengembalikan Fadaknya padanya. Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan saksi atas tuntutannyn berkenaan dengan pemberian itu, dan ia menghadirkan Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sebagai saksi. Mereka bersaksi untuk Fathimah tetapi Abu Bakar menolak saksi-saksi tersebut.
Kemudian Makmun bertanya kepada para ulama, `Bagaimana pendapat kalian mengenai Ummu Aiman?' Mereka menjawab, 'Ia adalah perempuan yang mendengar Nabi Muhammad bersaksi bahwa dirinya adalah salah satu penghuni surga.' Makmun berdebat panjang lebar dengan mereka dan memaksa agar argumen-argumen mereka disertai bukti-bukti sampai akhirnya mereka mengakui bahwa Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sungguh-sungguh memberi kesaksian yang benar. Ketika mereka sepakat menerima bukti ini, Makmun menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah."58
11) Selama masa kekhalifahan Makmun, tanah Fadak kembali ke tangan keturunan Fathimah, dan terus berlanjut hingga kekhalifahan Mu'tashim (218/833-277/842) dan Watin (227/842-232/847).
12) Ketika menjadi khalifah, Ja'far Mutawakil memberi perintah untuk mengambil kembali tanah Fadak dari keturunan Fathimah.59
13) Saat Mutawakil terbunuh dan Mu'tashim, putranya, menggantikan dirinya (247/861-248/862), ia memerintahkan agar tanah Fadak dikembalikan kepada keturunan Husain dan Hasan, dan memberikan derma Abu Thalib kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada 248/ 862.60
14) Nampaknya Fadak dirampas kembali dari tangan Fathimah setelah wafatnya Mu'tashim, karena Abdul Hasan Ali bin Isa Iribili (w. 692/1293) menyebutkan bahwa Muntadid (279/892-289/ 902) mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. Kemudian ia bercerita bahwa Muqtafi (829/902-295/908) merampas tanah Fadak. Diriwayatkan juga bahwa Muqtadir (295/908-320/932) mengembalikan kembali pada mereka.61
15) Setelah begitu lama diambil alih dan dikembalikan, tanah Fadak kembali menjadi milik perampasnya serta para keturunannya. Hal ini tidak disebutkan lebih jauh dalam sejarah dan tirai kenyataan pun ditutup.
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukurn) Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. al-Maidah : 50).
Catatan Kaki :
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17.
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti'ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, "Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya'qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya'qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa'd, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya'qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas'udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.
17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.
18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).
20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.
21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.
22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.
23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.
24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.
25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.
26. Kanz al-Ummal, jilid 4, hal. 60.
27. Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208).
28. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa'd, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya'qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas'udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T'habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.
29. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti'ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-89.
30. Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti'ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.
32. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2.
33. Futuh al-Baldan, jilid l, hal. 33
34. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.
35. Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma'ani, jilid 15, hal. 62.
36. Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.
37. Tafsir Quran oleh Fakhruddin Razi, jilid 8, ha-1.125 (tafsir Surah Hasyr); Sawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Fajar Haitsami, hal. 21.
38. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, jilid 4, ha1.63; Tarikh ath-Thabari, jilid 3, hal. 3460; al-Isti'ab, jilid 4 ha1.1793; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 567; Tabaqat, jilid 8, ha1.192; al-Ishabah, jilid 4, hal. 432.
39. Referensi hadis Sunni: Futuh al-Buldan, jilid l, hal. 3; al-Tarikh Ya'qubi, jilid 3, ha1.195; Muruj adh-Dhahab, Mas'udi, jilid 3, hal. 273; al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 99-1001; Mujam al-Buldan, Yaqut Hamawai, jilid 4, hal. 239; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, hal. 216, 219-220, 274; a1-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 6, hal. 507; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hal. 261; at-Tafsir, Fakhruddin Razi, jilid 29, hal. 284. -
40. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 3, bab 719, hal. 956, hadis # 4.350
41. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, bagian 1, hal. 39; Sirat an-Nabi oleh Maulana Syilbi Mouman, jilid 1, hal. 122; Fath al-Bari, jilid 3, hal. 360-361 (menyebutkan, sebuah rumah dari Bani Hasyim, sebilah pedang, beberapa kambing dan lima ekor unta); Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 56; Ansab al-Asyraf, jilid 1, hal. 96.
42. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 4, hal.l21-122.
43. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 7, hal. 75-76; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 129; Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 307-308; Tahnqat ibn Sa'd, jilid 2, bagian 2, hal. 88-89.
44. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 380; Umdat al-Qari, jilid 12, ha1.121 (Hanafi).
45. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 24, jilid 6,, ha1.146; Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 308; Sunan an-Nasa'i, jilid 7, hal. 302; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, ha1.188-89, 216, jilid 2, hal. 448; Usd al-Ghabah, jilid 2, hal. 44; al-Ishabah, jilid 2, hal. 425-26.
46. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim jilid 5, ha1.128; Sunan, Abu Daud, jilid 3, hal. 308-309; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 627-29; Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 793; Musnad, Ahmad Hanbal, jilid 1, hal. 248, 315, 323, jilid 3, hal. 305; al-Muwatha, Malik bin Anas, jilid 2, hal. 721-25; Sunan, Baihaqi, jilid 10, ha1.167-176; Sunan, Daruquthni, jilid 4, hal. 212-215; Majma az-Zawaid, jilid 4, hal. 202; Kanz al-Ummal, jilid 7, ha1.13.
47. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, jilid 10, ha1.151.
48. Referensi hadis Sunni: Sirah an-Nabi oleh Syibli Numani, edisi bahasa Inggris, hal. 55.
49. Catatan kaki Shahih Muslim, jilid 3, hal. 958, (B. Inggris), catatan kaki no 2235.
50. Referensi- hadis Sunni: Sirah al-Halabiyah, jilid 3, ha1. 391-400; Sejarah Tanah Fadak, Murtadha Muthahhari, hal. 85; Fathimah, Perempuan Paling Mulia, Abu Muhammad Ordoni, hal. 217-240.
51. Referensi hadis Sunni: Majma az-Zawaid, jilid 9, hal. 39-40.
52. Referensi hadis Sunni: Mujam al-Buldan, jilid 4, ha1.238-9; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999; Tahdzib at-Tadzib, jilid 10, ha1.124; Lisan al-Arab, jilid 10, hal. 437; Taj al Arus, jilid 7, hal. 166.
53. Referensi hadis Sunni: Sunan Kurba, jilid 6, hal. 301; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 1000; Syarh ibn al-Hadid, jilid 1, ha1.198; al-Ma'arif, Qutaibah, ha1.195; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 283, 455; at-Tarikh, Abul Fida, jilid l, ha1.168; Ibnu Wardi, jilid 1, ha1.204.
54. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 5, hal. 286-7; Subh al-Ashah, jilid 4, ha1.291.
55. Referensi hadis Sunni: at-Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, ha1.199.
56. Referensi hadis Sunni: al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209.
57. Referensi hadis Sunni: al-Awail, hal. 209.
58. Referensi hadis Sunni; at-Tarikh, Yaqubi, jilid 3, hal. 195-96
59. Referensi hadis Syi'ah: Kasyf a1-Ghummah, jilid 2, ha1.121-2; al-Bihar, jilid 8, ha1.108; Safinah al-Bihar, jilid 2, hal. 351.
60. Referertsi hadis Sunni: Futult al-Buldarz, jilid 1, ha1.33-8; Mu'janz alBuldan, jilid 4, ha1.238-40; at-Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, ha1.199, jilid 3, ha1.48, 195-96; al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 224-225, jilid 3, ha1.457 497, jilid 5, ha1.63, jilid 7, ha1.116; al-Iqd al-Farid, jilid 4, ha1.216, 283, 435; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999-1000; Tarikh al-Khutafa, ha1.231-32, 356; Muruj adz-Dzahab, jilid 4, ha1.82; Sirah Umar ibn Abdul Aziz, Ibnu Zawzi, ha1.110; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 16, hal. 277-78.
61. Referensi hadis Syi'ah: Kasy al-Ghummah, jilid 2, hal. 122; al-Bihar, jilid 8, hal. 108.
BAB 9: MUAWIYAH DAN PENGANIAYAAN TERHADAP IMAM ALI
Apa pendapat Nabi Muhammad SAW mengenai orang-orang yang memerangi, membenci dan menganiaya Ahlulbaitnya? Nabi Muhammad bersabda,
"Mencintai Ali adalah tanda keimanan, membencinya adalah tanda kemunafikan."1 Hadis Nabi ini begitu terkenal sehingga beberapa orang sahabat sering berkata, "Kami mengetahui kemunafikan seseorang dari kebenciannya terhadap Ali."2 Dalam kitab sahihnya, Muslim juga meriwayatkan hadis ini dari Zirr bahwa Ali berkata:
Demi Dia yang membelah bebijian dan menghidupkan sesuatu, Rasulullah berjanji padaku bahwa tiada orang yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tiada orang yang menyimpan kebencian kepadaku kecuali orang munafik.3
Abu Hurairah meriwayatkan:
Nabi Muhammad memandang Ali, Iiasan, Husain dan I athimwlr. la berkata, 'Aku memerangi orang-orang yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan orang-orang yang berdamai dengan kalian."4
Sejarah yang mengungkap bahwa Muawiyah memerangi Ali merupakan satu kenyataan yang sangat dikenal. Dan berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad SAW menyatakan perang kepada Muawiyah. Mengapa kita masih mencintai orang yang Nabi Muhammad sendiri memeranginya? Nabi Muhammad berkata, "Barang siapa yang menyakiti Ali, berarti ia menyakiti aku!"5; "Barang siapa mengutuk Ali, berarti ia mengutuk aku."6
Muawiyah Membuat Ketentuan Pengutukan Terhadap Ali
Muawiyah bin Abu Sufyan tidak hanya memerangi Imam Ali bin Abi Thalib tetapi ia juga mengutuknya. Lebih jauh lagi, ia memaksa setiap orang untuk mengutuk Imam Ali. Sebagai buktinya, kami akan mulai dengan hadis dari Shahih Muslim. Diriwayatkan Sa'd bin Abi Waqqash bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan memberi perintah kepada Sa'd. la berkata kepadanya, "Apa yang membuatmu berhenti mengutuk Abu Turab (nama kecil Ali)?" Sa'd menjawab, "Tidakkah engkau ingat bahwa Nabi Muhammad menyatakan tiga tentang kebaikan Ali? Karenanyalah aku tidak akan pernah mengutuk Ali."7
Hadis di atas memperlihatkan bahwa Muawiyah terkejut mengapa Sa'd tidak mematuhi perintahnya untuk mengutuk Imam Ali, sebagaimana yang dilakukan orang lain. Ini menunjukkan bahwa pengutukan terhadap Imam Ali sudah menjadi sunnah (kebiasaan) orang-orang masa itu. Siapa yang menciptakan sunnah ini? Apakah Imam Ali, atau orang-orang yang memeranginya? Lalu, siapa yang memerangi Imam Ali? Bukankah ia adalah Muawiyah (sahabat Nabi yang dipuja kaum Wahabi)? Hal. ini menyiratkan arti bahwa Muawiyah lah yang telah membuat-buat kebiasaan itu (sunnah mengutuk Imam Ali).
Berikut ini referensi hadis lainnya dalam kitab Shahih Muslim mengenai sunnah mengutuk Imam Ali, untuk membuktikan bahwa Orang - orang dipaksa untuk mengutuk Imam Ali di depan umum, karena jika tidak mereka akan mendapatkan hukuman berat. Hadis ini diriwayatkan dari Abu Azim, Gubernur Madinah saat itu, yang merupakan salah satu anggota keluarga Marwan, memanggil Sahl bin Sa'd dan memerintahkannya untuk mengutuk Ali. Sahl menolak. Gubernur tersebut berkata, "Jika kamu tidak ingin mengutukAli, katakan saja bahwa Allah mengutuk Abu turab (nama kecil Imam Ali)." Sahl berkata, `Ali tidak menyukai nama lain bagi dirinya selain Abu Turab, dan ia senantiasa bahagia ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan Abu Turab."8
Pengutukan terhadap Imam Ali merupakan perintah sejak pertarnn kali Muawiyah memerintah selama 65 tahun. Umar bin Abdul Aziz lah yang menghentikan perintah terebut setelah berlangsung lebih dari setengah abad. Beberapa sejarahwan bahkan yakin bahwa keturunan Muawiyah telah meracuni Umar bin Abdul Aziz karena telah mengubah sunnah yang salah satunya adalah sunnah mengutuk Imam Ali.9
Salah satu perubahan paling buruk yang telah dimulai sejak awal mula pemerintahan Muawiyah adalah bahwa Muawiyah sendiri dan dengan perintah kepada gubernur nya, biasa menghina Imam Ali saat berkhutbah di Mesjid. Hal. ini bahkan dilakukan di mimbar mesjid Nabi di Madinah di,hadapan makam Nabi Muhammad SAW, sehingga sahab:Usahabat terdekat Nabi, keluarga dan kerabat terdekat Imam Ali mendengar sumpah serapah ini.10
Mengenai penghinaan dan pengutukan terhadap Imam Ali paHa periode Umayah, yang dimulai sejak Muawiyah memerintah, diriwayatkon bahwa Ali bin Abi Thalib dikutuk di mimbar dari ujung barat hingga ujung timur pada masa pemerintahan Muawiyah.11
Dalam isi suratnya, Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, berkna kepada Muawiyah, "...Engkau sedang mengutuk Allah dan Rasul-Nya H i mi mbarmu karena engkau mengutuk Ali bin Abi Thalib. Barang siapa yang nuoncintainya, aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainyn." I'rterhi tidak seorangpun memperhatikan ucapannya.'12 Kejadian itu terjadp pada masa kekuasaan bani Umayah. Di lebih dari 70 ribu mimbar Muawiyah menyerukan pengutukan kepada Imam Ali bin Abi Tholib. Dan pada beberapa mesjid, Muawiyah menjadikannya sebagai sunnah bagi mereka.13
Syekh Ahmad Hafizh Syafi'i, menulis 9 syair puisi yang menceritakan kisah yang telah diriwayatkan Suyuthi pada kutipan sebelumnya. Kami menerjemahkan 3 syair pertama.
Itulah yang telah mereka jadikan sebagai 'sunnah'
Sebanyak 70 ribu mimbar dan 10 mimbar lainnya
Mengutuk Haidar Ali
Demikianlah dosa paling besar terlihat kecil.
Namun kesalahan harus dilontarkan.
Mari kita lihat pendapat putranya Muawiyah, Yazid, tentang ayah dan kakeknya, sebagai saksi dari keluarga kerajaan. Muawiyah menyerahkan tampuk kekuasaan kepada anaknya, Muawiyah kedua, agar bendera kekhalifahan terus berkibar di tangan keluarga Abu Sufyan.
Setelah ia meninggal, Muawiyah kedua, mengumpulkan orang-orang di suatu hari besar. la menyampaikan khutbah di hadapan mereka, ia berkata:
Kakekku Muawiyah telah merampas kekuasaan dari orang-orang yang lebih pantas menerimanya dan dari ia yang lebih berhak karena pertaliannya yang sangat dekat dengan Nabi dan sebagai orang pertama yang memeluk Islam. la adalah Ali bin Abi Thalib. la (Muawiyah) merampasnya dengan bantuan kalian padahal kalian sangat mengetahui.
Setelah itu ayahku, Yazid, meneruskan kekuasaan sepeninggalnya dan ia pun tidak patut memegangnya. la bertengkar dengan putra Fathimah, putri Nabi karena hal. itu, ia memperpendek usianya. la membunuhnya dan harapan meninggalkannya. (Kemudian ia menangis dan melanjutkan):
Sesungguhnya, masalah terbesar kami adalah bahwa kami mengetahui perbuatan yang buruk dan akhir hidupnya yang mengerikan, karena ia telah membunuh keturunan (itrah) utusan Allah, mengizinkan meminum minuman keras, berperang di kota suci Mekkah dan menghancurkan Kabah!
Dan aku bukan penerus dalam memegang kekuasaanmu ataupun bertanggung jawab atas pengikut-pengikutmu... Engkaulah yang memilih demikian untuk diri kalian sendiri...!"14
Mengenai Muawiyah dan Yazid yang membunuh Imam Hasan bin Ali dengan meracuninya telah diriwayatkan oleh banyak hadis. Tidak perlu disebutkan sumber referensi hadis yang meriwayatkan bahwa Yazid dan pasukannya telah membunuh putra Ali bin Abi Thalib lainnya, cucu Nabi Muhammad, Imam Husain beserta kurang lebih 70 orang anggota keluarga dan pengikut setianya.
Berikut ini referensi hadis Sunni berkenaan kejahatan yang dilakukan Muawiyah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata bahwa ia bertanya tentang Ali dan Muawiyah kepada ayahnya, Ahmad bin Hanbal, yang menjawab:
Ketahuilah bahwa Ali memiliki banyak musuh yang berusaha keras untuk mencari-cari kesalahan dirinya. Tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Lalu, mereka mengajak seorang lelaki (Muawiyah, seperti yang disebutkan pada catatan kaki) yang sangat memeranginya. Mereka mengelu-ngelukan Muawiyah secara berlebihan, membuat perangkap untuknya.
Thabari meriwayatkan bahwa ketika Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat Mughirah bin Syu'bah menjadi Gubernur Kufah pada 41 Jumada (2 September-30 Oktober 661) ia memanggilnya. Setelah memuji dan mengagungkan Allah, ia berkata,
Mulai sekarang, seseorang yang sabar telah diperingatkan...orang-orang bijak mungkin melakukan apa yang engkau inginkan tanpa perlu diperintah. Meskipun aku ingin menasehatimu tentang banyak hal., aku membiarkan mereka, aku percayakan kepadamu semua yang menyenangkanku, membantu kektiasaanku dan mengatur persoalan-persoalanku dengan benar. Aku nasehatkan kamu tentang kemampuan dirimu; "Janganlah kamu berhenti menganiaya dan Mengkritik Ali dan jangan berhenti mendoakan Utsman agar Allah memberkatinya dan mengampuninya. Teruslah mempermalukan sahabat-sahabat Ali! Janganlah engkau dekati mereka dan jangan mendengarkan mereka! Agungkanlah kelompok Utsman, dekati mereka dan dengarkan mereka!"
Selain itu, utusan Muawiyah datang dengan perintah untuk membebaskan 6 orang dan membunuh yang 8 orang. la berkata kepada mereka:
Kami diperintahkan agar kalian tidak mengakui Ali dan mengutuknya. Jika kalian lakukan itu, kami akan membebaskan kalian. Jika menolak, kalian akan kami bunuh.18
Shahih Muslim menuliskan, Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir, "Sekelompok pengkhianat akan membunuhmu."19
Disamping itu, Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Sekelompok pengkhianat akan membunuh Ammar."20
Tahukah anda bahwa Ammar, sahabat besar Nabi Muhammad syahid pada perang Shiffin oleh tentara Muawiyah pada usia 93 tahun? Jelaskah sekarang, bahwa kelompok Muawiyah adalah kelompok pengkhianat! Tahukah anda apa maksud kalimat pengkhianat (taghee dalam Quran)?
Adalah menarik jika kita perhatikan bahwa penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim (Abdul Hamid Siddiqi) menuliskan catatan kaki mengenai hadis di atas bahwa:
Penuturan ini merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ketika terjadi pertempuran antara Sayidina Ali dan musuhnya, Sayidina Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh di perang Shiffin, berada di pasukan Ali.21
Perlukah kami memberi komentar?
Kepala yang pertama kali dipisahkan dari tubuh selama masa Islam adalah kepala Ammar bin Yasir. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya meriwayatkan sebuah hadis yang disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:
Di perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar.22
Akhirnya kami ingin menutup artikel ini dengan dua hadis berikut. Nabi Muhammad berkata:
Jika ada orang yang shalat di antara Rukn dan Maqam (tempat di dekat Kabah) dan berpuasa, tetapi meninggal dengan memendam kebencian terhadap keluarga Nabi Muhammad, ia akan masuk neraka. Dan orang yang menganiaya Ahlulbaitku, sesungguhnya adalah orang kafir dan telah keluar dari agama Islam. Lalu kepada orang yang menimpakan penderitaan kepada keturunanku kutukan Allah senantiasa menyertainya. Dan orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keluargaku, sesungguhnya telah menyakiti Allah dan membuat-Nya murka. Sesungguhnya, Allah telah menutup pintu surga bagi orang yang menganiaya, membunuh, memerangi atau menyakiti Ahlulbaitku.23
Nabi Muhammad berkata:
Barangsiapa yang mengutuk (menganiaya melalui ucapan) Ali, sesungguhnya ia telah mengutukku. Barang siapa yang berani mengutukku berarti ia telah mengutuk Allah. Barang siapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparnya ke neraka Jahanam.24
Dengan demikian, sesungguhnya, Muawiyah dan kelompoknya telah mengutuk Nabi Muhammad. Dengan mengutuk Nabi Muhammad berarti mereka mengutuk Allah. Dengan mengutuk Allah, mereka akan masuk neraka. Demi Allah mereka akan diminta untuk bertanggung jawab atas segala yang telah mereka ucapkan dan lakukan! Itulah janji Allah yang tidak akan pernah la ingkari.
"Dan janganlah kalian berpikir bahwa Allah tidak melihat perbuatan orang - orang zalim. Sesungguhnya ia hanya memberi kelonggaran kepada mereka hingga suatu hari dimana seluruh mata kalian akan dibukakan oleh Allah" Allah. " (QS. Ibrahim :42).
Lebih Jauh Mengenai Muawiyah
Berikut ini bukti-bukti lain mengenai Muawiyah dari sejarah dan hadis.
Mengenai sifat Muawiyah, Hasan Bashri berkata:
Muawiyah memiliki empat kecacatan dan salah satunya adalah pembangkangan yang sangat kental; 1) Tuduhannya kepada pengacau masyarakat sehingga ia telah merusak aturannya tanpa berunding dengan anggota masyarakat, padahal ada seorang sahabat nabi dan pemilik kebaikan di antara mereka; 2)
Pengangkatan putranya sebagai penggantinya. Padahal putranya adalah seorang pemabuk, peminum minuman keras, orang yang suka mengenakan sutra dan suka bermain-main dengan anjing dan kera; 3) Pengakuan bahwa Ziyad adalah putranya, padahal Nabi Muhamrnad telah berkata, "Anak ini milik ayahnya dan orang-orang yang berzina harus dirajam; 4) Pembunuhan yang ia lakukan terhadap Hujr dan para sahabatnya. Terkutuklah ia dua kali lipat yang membunuh Hujr dan sahabatnya.25
Berikut ini latar belakang tragedi pembunuhan terhadap Hujr. Dalam usaha menghentikan kebebasan berpendapat, Muawiyah memulainya dengan membunuh Hujr, seorang Tabi'in terkemuka dan sahabat Imam Ali yang dihormati. Ketika Muawiyah berkuasa, saat Imam Ali dikutuk di mimbar-mimbar mesjid, kaum Muslimin merasa sangat sedih dan menderita, tetapi mereka bersabar. Tetapi di Kufah, Hujr tidak dapat mendiamkan hal. ini terlalu lama sehingga sebagai pembelaan, Hujr senantiasa memuji Imam Ali dan mengutuk Muawiyah. Muhghirah, gubernur Kufah saat itu mendiamkan Hujr. Namun, ketika Ziyad menjabat dan wilayah Basrah masuk ke dalam wilayah Kufah, perseteruan antara Ziyad dan Hujr mencuat ke permukaan. Ziyad sering berkata buruk dan Hujr membalasnya. Pada masa ini pula Hujr mengkritik Ziyad ketika ia menunda shalat Jum'at. Akhirnya Hujr dan sahabat-sahabatnya ditahan dengan tuduhan sebagai berikut:
Hujr telah mengorganisir sekelompok orang dan menyumpahi Muawiyah; Hujr telah menghasut orang-orang untuk memerangi Muawiyah; Hujr menyatakan bahwa kekhalifahan adalah milik Imam Ali dan keluarganya;
Hujr mendukung Abu Turab (Imam Ali);
Hujr meyampaikan shalawat kepada Imam Ali.
Berdasarkan tuduhan ini, orang-orang ini dibawa ke hadapan Muawiyah. la memerintahkan agar mereka dibunuh. Sebelum dibunuh, sang algojo berkata kepada mereka, "Kami diperintahkan apabila kalian mencerca Imam Ali dan mengutuknya, kalian akan kami bebaskan, jika tidak kalian harus mati."
Mendengar hal. ini, Hujr dan para sahabatnya menolak untuk mengutuk Imam Ali. Hujr membalas, "Aku tidak mampu mengucapkan kata-kata dari mulutku yang akan membuat Tuahanku murka!"
Demikianlah mereka dibunuh, kecuali Abdurrahman bin Hasan. Muawiyah mengirimnya ke Ziyad dengan perintah agar Ziyad sendiri yang membunuhnya dengan cara yang kejam. Lalu, ia dikubur hidup-hidup.26
Muawiyah Menghidupkan kembali Kebiasaan Zaman Jahiliyah
Kebiasaan memenggal kepala, mengarak-araknya dari satu tempat ke tempat lain, memperlakukan mayat dengan buruk karena dendam kesumat, adalah kebiasaan yang berlaku di zaman Jahiliah. Kebiasaan ini muncul lagi di kalangan kaum muslimin pada kekuasaan Muawiyah.
Fenomena 1: Kepala pertama yang dipisahkan dari tubuhnya adalah kepala Ammar bin Yasir, sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW. Ahmad bin Hanbal dalam MuGnad-nya meriwayatkan sebuah hadis berikut, yang juga disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:
Pada perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipisahkan dari tubuhnya, dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar."27
Fenomena 2: Kepala kedua yang dipisahkan dari tubuh adalah Umrah bin Hamaq, yang merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Muawiyah menuduh bahwa ia terlibat dalam pembunuhan Utsman. Ketika ia akan ditangkap, ia bersembunyi di sebuah gua. Di sana ia dipatuk seekor ular. Orang-orang yang mengejarnya memenggal kepala Umrah dan membawanya kepada Ziyad. Kemudian ia mengirimnya ke Muawiyah di Damaskus dimana kepala tersebut diarak ke seluruh kota hingga akhirnya dilemparkan ke pangkuan istrinya sebagai hadiah.28
Fenomena 3: Kekejaman yang sama dilakukan terhadap Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan Gubernur Mesir untuk Imam Ali. Ketika Muawiyah menaklukkan Mesir, ia ditahan dan dibunuh. Mayatnya diletakkan di perut seekor kera besar yang mati lalu dibakar.29
Fenomena 4: Setelah peristiwa ini, kejadian-kejadian tersebut menjadi hadis bagi orang-orang yang ingin membalas dendam setelah musuh mereka terbunuh. Kepala Imam Husain dipenggal, diarak dari Karbala ke Kufah lalu dari Kufah ke Damaskus. Tubuhnya hancur oleh deru pijakan kaki-kaki kuda yang berlari menginjaknya.30
Beberapa hal. mengenai Muawiyah
Jalaluddin Suyuthi menulis, Ibnu Asakir mencatat dari Hamid bin Hilal, bahwa Aqil, putra Abu Thalib meminta sedekah kepada Ali. la berkata, "Aku adalah orang miskin dan papa, berikanlah aku sedekah. Imam Ali menjawab, "Tunggulah hingga aku mendapatkan upahku sebagaimana kaum Muslim lain, dan aku akan memberi sedekah kepadamu dengannya!" Akan tetapi, Aqil tidak sabar dan terus mendesak.
Lalu Ali berkata kepada seorang lelaki, "Ajaklah ia dan pergilah ke toko-toko milik orang-orang di pasar lalu katakanlah, 'Hancurkan kuncinya dan ambil semua isinya!"'
Aqil berseru, "Apakah engkau ingin menjadikanku pencuri?" Ali menjawab dengan pedas, "Dan apakah engkau ingin menjadikanku pencuri dengan mengambil harta kaum Muslimin, lalu memberikannya kepadamu?" Aqil menjawab, "Seharusnya aku pergi ke Muawiyah ." A1i berkata, Pergilah jika engkau menghendaki!"
Kemudian ia pergi ke Muawiyah dan memohon sedekah. Muawiyah memberinya 100 ribu dirham dan berkata, "Berkhutbahlah di mimbar dan sebutkan semua yang telah Ali berikan kepadamu dan semua yang telah aku berikan kepadamu!" Lalu ia menaiki mimbar, memuji Allah dan berkata, "Wahai manusia, aku beritahu kalian, sesungguhnya aku menguji Ali dalam agamanya dan ia lebih memilih agamanya. Dan sesungguhnya aku menguji Muawiyah dengan agamanya dan ia lebih memilih aku daripada agamanya."31
Suyuthi juga mencatat, Sya'abi berkata bahwa orang pertama yang berkhutbah sambil duduk adalah Muawiyah ketika tubuhnya bertambah gemuk dan perutnya telah membesar. Dicatat oleh Ibnu Abu Shaibah, Zuhri menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan ajaran dilakukannya khutbah sebelum shalat sambil duduk (Abdurrazzaq dalam Musannaf-nya). Dan Said bin Musayyab menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan panggilan shalat sambil duduk (Ibnu Abu Shaibah), dan mengurangi jumlah takbir.32
Mengacungkan Quran dengan Menggunakan Pedang
Selain berbagai kekejaman yang dilakukan Muawiyah, mungkin perbuatannya mengacungkan Quran dengan menggunakan pedang kepada Imam Ali pada perang Shiffin, tak diragukan mencerminkan sifatnya sebagai seorang penguasa, seseorang yang melakukan segala rara agar tujuannya tercapai. la mempermainkan Kitab Allah untuk menipu orang-orang awam. Akibatnya, dalam sejarah Islam muncul kaum Khawarij.
Ibnu Sa'd meriwayatkan sebuah hadis dari Zuhri:
Di tengah malam, ketika pertempuran Shiffin tengah memuncak dan orang-orang mulai kehilangan harapan, Amru bin Ash berkata kepada Muawiyah, "Lakukanlah saranku! Perintahkan kepada pasukanmu (Muawiyah) untuk membuka Quran (Mengacungkan Quran pada pedang) dan katakan, 'Wahai penduduk Iraq kami menyeru kalian untuk kembali kepada Quran, dan kami menentukan dengan kebaikan yang terkandung dalamnya dari al-Hamd hingga an-Nas!"' Ini akan menyebabkan pertikaian di barisan dan golongan penduduk Iraq dan menciptakan harapan bagi orang-orang Syam. Oleh karenanya, Muawiyah menerima sarannya.33
Peristiwa yang sama juga telah disebutkan secara detil oleh Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir, dan Ibnu Khaldun. Tujuan anjuran itu adalah untuk menimbulkan perselisihan di barisan pasukan Imam Ali, bahkan jika mereka menerima seruan itu, pasukan Muawiyah memiliki waktu untuk memenangkan pertempuran.34
Muawiyah dan Asal Mula Istilah al-jama'ah
Thabari menuliskan bahwa Sajahmasih bersama Band Taghlib hingga mereka mengirim mereka pada `Tahun Persatuan' (al-Jama'ah) ketika penduduk Iraq sepakat untuk mengakui Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali. Muawiyah memutuskan untuk mengusir orang-orang yang sangat setia kepada Ali dan memberi tempat tinggal pada orang-orang Suriah dan Bashrah serta Jazirah yang sangat menaatinya. Merekalah yang disebut sebagai 'orang-orang buangan' dari pasukan kota.35
Jalaluddin Suyuthi menyebutkan fakta mengenai peristiwa ini pada Tarikh al-Khulafa sebagai berikut:
Dzahabi mengatakan bahwa Ka'ab meninggal sebelum Muawiyah diangkat sebagai khalifah dan Ka'ab telah mengatakan kebenaran karena Muawiyah terus berkuasa selama 25 tahun. Tidak ada seorang raja di dunia ini yang menentangnya, tidak seperti raja-raja yang berkuasa setelahnya karena mereka memiliki musuh dan wilayah-wilayah kekuasaan mereka tidak mereka miliki. Lalu Muawiyah berperang melawan Ali dan mengangkat dirinya sebagai khalifah. Kemudian ia menyerang Hasan, yang turun dari kekuasaan karenanya. Akhirnya ia berkuasa sebagai khalifah dari Rabi'ul Akhir/Juanda Awal 41 H. Tahun itu disebut tahun persatuan, karena bersatunya orang-orang dibawah satu kekuasaan kekhilafan. Pada tahun ini Muawiyah menunjuk Marahnya bin Hakam menjadi Gubernur Madinah.36
Muawiyah adalah Seorang Penulis Wahyu
Seorang pendukung Umayah menyebutkan bahwa Muawiyah adalah seorang penulis wahyu. Apakah penilaian anda, kaum Syi'ah, lebih baik dari pada penilaian Nabi Muhammad?
Pada bagian sebelumnya, kami telah memberikan pendapat Nabi Muhammad SAW tentang orang-orang yang memerangi Ahlulbait berdasarkan kumpulan hadis Sunni yang sahih. Menurut Nabi, orang-orang seperti itu adalah orang munafik dan kafir.
Muawiyah dan ayahnya, Abu Sufyan, adalah di antara orang-orang yang memerangi Nabi Muhammad hingga detik-detik terakhir dan ketika mereka tahu bahwa Mekkah akan ditaklukkan dengan cepat dan kekuasaan mereka berakhir, mereka memutuskan pura-pura masuk Islam untuk menyelamatkan diri dan menghancurkan Islam dari dalam. Inilah yang. ingin dicapai Abu Sufyan, putranya, Muawiyah, cucunya, Yazid setiap hari dan setiap malam. Dan sekarang tiba-tiba mereka menjadi penulis wahyu!
Sejak kekhalifahan berada di tangan Bani Umayah, mereka berusaha keras merusak kebenaran dan memutar balikkan segala sesuatu. Mereka mengangkat kedudukan orang-orang, yang ketika Nabi Muhammad masih hidup, tidak memiliki keutamaan khusus dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki keutamaan dan keagungan ketika Nabi masih hidup.
Ukuran kehormatan dan kehinaan mereka adalah dendam kesumat yang kental serta kebencian yang besar kepada Nabi Muhammad dan anggota keluarganya, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada mereka.Umayah menaikkan derajat dan membuat hadis palsu, bagi setiap orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Ahlulbait yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari segala dosa dan kekotoran di Quran. Mereka mendekati orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW, mengangkat derajat mereka dan memberi kekuasaan sehingga mereka dihormati dan disayangi rakyat. Mereka mencemarkan nama baik, mengarang-ngarang keburukan, memalsukan kebaikan yang menyangkal keunggulan dan keutamaan orang-orang yang dulu mencintai Nabi Muhammad SAW dan senantiasa membelanya.
Umar bin Khattab, orang yang sering mempertentangkan perintah Nabi Muhammad, bahkan kemudian mengatakan bahwa Nabi tengah meracau pada detik-detik terakhir kepergiannya, menjadi pahlawan Islam bagi kaum Muslimin selama masa dinasti Umayah.
Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib, yang kepadanya Nabi menyebut bagai Harun bagi Musa, yang mencintai Nabi, dicintai Allah dan RasulNya, washi setiap mukmin, dikutuk di mimbar-mimbar selama 80 tahun. Pengaruh propaganda palsu ini memuncak hingga, ketika berita pembunuhan terhadap Imam Ali yang tengah shalat Shubuh di mesjid, menyebar kepada rakyat Suriah, mereka terkejut dan mempertanyakan apakah Imam Ali memang biasa shalat!
Demikian pula dengan Aisyah, yang menyebabkan banyak penderitaan kepada Nabi Muhammad, melanggar perintahnya dan perintah Tuhannya, bangkit memusuhi penerus Nabi Muhammad dan menyebabkan perselisihan paling buruk, yang sangat terkenal bagi kaum Muslimin, perselisihan yang menyebabkan tumpahnya darah ribuan kaum Muslimin, karena keputusan agama yang diambil darinya. Tetapi Fathimah Zahra, penghulu para wanita di dunia dan akhirat, wanita yang membuat Allah murka apabila ia murka dan menjadikan Allah Ridha apabila ia ridha, menjadi wanita yang dilupakan, yang dimakamkan secara rahasia di malam hari, setelah mereka mengancam akan membakarnya, dan mendorong pintu rumahnya dengan paksa yang menekan perutnya, hingga ia kehilangan bayinya. Sedangkan kitab-kitab hadis mereka penuh dengan hadis Aisyah hanya karena ia adalah satu-satunya wanita yang memerangi Imam Ali.
Selain itu, Yazid bin Muawiyah, Ziyad, putra ayahnya, Ibnu Marjanah, Marwan, Hajjaj, Ibnu Ash, dan orang-orang lain yang dikutuk menurut Quran, dan dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW langsung Menjadi pemimpin orang-orang mukmin dan pengatur urusan-urusan mereka. Sedangkan Hasan dan Husain, penghulu pemuda surga, cucu-cucu kesayangan Nabi Muhammad, para Imam dari Nabi Muhammad, penjaga umat, dibunuh, di penjara, dianiaya dan diracun. Dengan cara ini, Muawiyah sang munafik, pemimpin setiap perang yang dilancarkan terhadap Nabi Muhammad, diagung-agungkan, dan dipuji. Sedangkan Abu Thalib, pelindung dan pembela Nabi Muhammad dengan segala sesuatu yang ia miliki, yang melewati masa hidupnya dalam penderitaan dan dalam kebencian karib kerabatnya demi seruan keponakannya, sedemikian besarnya hingga ia tinggal di gua selama 3 tahun bersama Nabi di lembah Mekkah, yang menyembunyikan keislamannya demi Islam, sehingga hubungan dengan Quraisy tetap terbuka sehingga mereka tidak menganiaya kaum Muslimin seperti yang mereka kehendaki dia seperti mukmin dari keluarga Fir'aun yang menyembunyikan keimanannya, lihat Surah al-Mu'rnin ayat 28, mendapat balasan sebagai sepasang penggelincir di neraka, kakinya diletakkan ke neraka dan kepalanya/otaknya keluar dengan rasa sakit.
Dengan cara ini, Muawiyah bin Abu Sufyan, orang yang dibebaskan, putra dari orang yang dibebaskan, orang terkutuk, dan putra dari orang terkutuk, yang sering mempermainkan perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yang tidak memperhatikan pentingnya perintah itu, dan orang yang suka membunuh orang-orang tak berdosa dan orang saleh untuk mencapai tujuan busuknya dan biasa memaki-maki Nabi Muhammad SAW, sedang kaum Muslimin melihat dan mendengar, menjadi penulis wahyu! Mereka mengatakan bahwa Allah mempercayai wahyu kepada malaikat Jibril, Muhammad, dan Muawiyah. la juga digambarkan sebagai orang yang pintar berpolitik dan berilmu.
Sedangkan Abu Dzar Ghifari, dimana bumi tidak akan menopang dan langit tidak akan menaungi siapapun yang lebih lurus dalam ucapannya selain dia, dituduh sebagai pengacau. la disiksa, diasingkan, dan dikucilkan ke Rabdhah. Salman, Miqdad, Ammar dan Hudzaifah serta sahabat-sahabat setia Nabi Muhammad lainnya, yang menganggap Imam Ali sebagai pemimpin mereka dan menaatinya, dihukum, diasingkan dan dibunuh.
Orang-orang yang mengikuti mazhab kekhalifahan, pengikut Muawiyah dan para sahabat-sahabat mazhab yang didirikan oleh penguasa zalim, menjadi Ahlussunnah wal Jama'ah dan menjadi wakil Islam. Siapapun yang menentang mereka disebut sebagai orang kafir. Sedangkan orang-orang yang mengikuti mazhab Ahlulbait dan menaati pintunya kota ilmu, orang yang pertama masuk Islam, yang kebenaran senantiasa bersamanya di manapun ia berada, dianggap sebagai orang-orang yang sesat dan siapapun yang memusuhi dan memerangi mereka disebut sebagai orang Islam.
Sesungguhnya kekuasaan dan kekuatan hanya milik Allah, Yang Maha tinggi, Maha kuasa. Allah tentunya mengungkapkan kebenaran ketika ia bersabda:
Jika dikatakan kepada mereka, "Janganlah kalian berbuat aniaya di muka bumi!" Mereka berkata, "Kami adalah orang-orang beriman." Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat aniaya tetapi mereka tidak menyadarinya. Dan jika dikatakan, "Berimanlah sebagaimana orang lain telah beriman! "Mereka berkata, "Apakah kami harus beriman seperti orang-orang bodoh yang beriman?" Merekalah yang sesungguhnyn bodoh, tetapi mereka tidak mengetahuinya.
(QS. al-Baqarah : 13)
Beberapa Komentar
Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa seseorang boleh membunuh orang lain' dengan niat baik dan saling cinta dan keduanya (pembunuh dan orang yang dibunuh) akan masuk surga. Kami, kata mereka, memiliki contoh dari Nabi Ibrahim yang menerima perintah Allah untuk membunuh putranya, Ismail, meski hal. itu hanya ujian dan Allah berniat menguji keduanya. Akhirnya mereka menyembelih domba atas perintah Allah.
Peristiwa di atas memang benar. Tetapi ada kerancuan berfikir pada argumen di atas. Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi dan perintah (untuk menorbankan putranya) diberikan Allah melalui wahyunya. la juga tidak bertengkar dengan Ismail, demikian pula dengan Ismail. Itu adalah perintah Allah, dan ayah serta anaknya tunduk kepada-Nya. Tidak ada pertentangan di antara mereka.
Tetapi kami ingin mengemukakan pertanyaan; Apakah Thalhah Han Zubair menerima wahyu dari Allah untuk membunuh? Apakah Quran memerintahkan mereka untuk memerangi khalifah yang sah? Lalu mengapa mereka tidak mempertentangkan tiga khalifah pertama?
Apakah Muawiyah dan Marwan menerirna wahyu untuk memerintahkan orang-orang mengutuk Imam Ali dan menjadikannya sunnah yang terkenal di kalangan umat? Terakhir, mereka membunuh semua keluarga Nabi Muhammad termasuk cucu kesayangannya. Yakinkah anda ketika seseorang akan membunuh seluruh anggota keluarga Nabi, ia menolak atau takut mengutuk mereka?
Apakah pengutukan terhadap Imam Ali sebuah tanda kecintaan dan niat baik?
Apakah penumpahan darah kaum Muslimin yang tak berdosa merupakan tanda kecintaan dan ketundukan kepada Allah SWT? Apakah pemusnahan keluarga Nabi Muhammad SAW merupakann tanda kecintaan kepada mereka?
Perkembangan Sejarah dan Kumpulan Hadis
Mari kita baca hadis ini dengan teliti dan kita nilai sendiri apakah mungkin kata-kata demikian telah diucapkan oleh Nabi Muhammad. Hadis ini ada di kitab Shahih Muslim dan ditulis pada bagian'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat'.
Diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Yaman bahwa Nabi Muhammad berkata " Akan datang penguasa-penguasa setelahku yang tidak menaati petunjukku, Melaksanakan sunnahku. Hati mereka setan tetapi tubuh mereka berwujud manusia." Aku bertanya, "Apa yang harus aku lakukan jika aku berada saat itu?" Nabi Muhammad berkata " Engkau harus mendengar mereka dan menanti pemimpin-pemimpin itu. Walaupun mereka menyakitimu dan merampas hartamu, engkau harus mengikuti dan menaati mereka."37
Hadis ini hanyalah sebuah contoh. Masih ada lebih dari 12 hadis yang sama dengan hadis ini pada bagian pembahasan yang sama di Shahih Muslim. Siapakah yang menyatakan bahwa hadis ini shahih bagi kita? Bukankah mereka adalah orang-orang yang ingin menjadikan kerajaan mereka kuat dan terbebas dari kemungkinan ada penentangnya? Pendapat apapun yang bertentangan dengan ucapan Nabi yang dibuat-buat tadi, dan orang-orang yang bertentangan dengannya akan dihukum mati. Di hadis lain pada bagian selanjutnya pada hadis Shahih Muslim, Nabi telah memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang tidak menaati penguasa-penguasa zalim ini. Mari kita lihat asal kitab-kitab ini dan siapa yang mengendalikan penulisannya.
Muawiyah adalah orang pertama yang tertarik ingin menulis sejarah dan mengumpulkan hadis-hadis palsu. la mendapatkan sebuah sejarah masa lalu yang ditulis oleh seorang bernama Ubaid yang ia panggil dari Yaman.
Marwan yang telah diasingkan oleh Nabi Muhammad karena kegiatan-kegiatan anti Islamnya dan yang memiliki pengaruh besar pada Utsman, adalah musuh bebuyutan Ali. Putranya, Abdul Malik naik tahta pada tahun 65 H mengangkat dirinya sendiri pada tahun 73 dan meninggal pada tahun 86. Abdul Malik adalah salah satu orang yang melalui sumbangannya, serangkaian sejarah Islam, hadis, dan tafsir Quran diberikan.
Zuhri adalah sejarahwan pertama yang menulis sejarah Islam atas perintah dan pembiayaan langsung dari Abdul Malik. la juga menulis kumpulan hadis. Karya Zuhri adalah salah satu sumber utama hadis-hadis Bukhari. Zuhri sangat dekat dengan keluarga bangsawan Abdul Malik, dan guru bagi putra-putranya.38
Dua orang murid Zuhri yang bernama Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq menjadi menjadi sejarahwan terkenal. Musa dulunya adalah seorang budak di rumah Zubair. Meskipun sejarahnya sekarang tidak ada karyanya merupakan karya yang terkenal untuk waktu yang lama. Anda akan menemukan referensi-referensinya di banyak buku-buku sejarah dengan pembahasan yang berbeda-beda.
Murid kedua, Muhammad bin Ishaq adalah sejarahwan terkemuka bagi kaum Sunni. Biografi Nabi karyanya, berjudul 'Sirah Rasulullah' masih menjadi sumber sejarah yang diakui dalam bentuk yang diberikan oleh Ibnu Hisyam, dan dikenal sebagai Sirah ibn Hisyam.
Zuhri adalah orang pertama yang menyusun hadis seluruh sejarah dan kitab Sunni ditulis setelahnya oleh orang-orang yang berpengaruh dalam karya-karya ini.39
Penjelasan diatas memberi bukti pada fakta-fakta berikut; 1) Kitab sejarah kaum Sunni pertama kali disusun atas perintah langsung dari Dinasti Umayah; 2) Penulis pertama adalah Zuhri, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya, Musa dan Muhammad bin Ishaq; 3) Para penulis ini sangat dekat dengan keluarga Dinasti Umayah.
Kebencian keluarga Umayah kepada Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib) sangat terkenal. Perang antara Abu Sufyan dengan Nabi Muhammad di Karbala oleh cucu Abu Sufyan, hanya beberapa perkara kejahatan paling utama dari sederetan kejahatan lain. Penjahat-penjahat inilah yang pertama kali menuliskan kitab-kitab sejarah dan hadis. Mereka memalsukan hadis untuk membenarkan tindakan mereka dan menyatakan bahwa Nabi telah memerintahkan untuk menaati mereka walau mereka zalim. Kutipan ini hanya salah satu contoh hadis di atas.
Siapa orang pertama yang memakai istilah 'Ahlussunnah wal Jamaah'? Jika diteliti dalam kitab-kitab sejarah, akan ditemukan bahwa mereka sepakat menyebut saat-saat ketika Muawiyah merampas kekuasaan dengan sebutan 'tahun al-Jama'ah' yang artinya mayoritas umat. Disebut demikian karena negara Islam terbelah menjadi dua golongan setelah Wafatnya Utsman, yaitu, Syi-ah Ali dan Syi-ah Muawiyah (Sunni sekarang). Ketika Imam Ali syahid dan Muawiyah mengambil alih kekuasaan, tahun itu disebut 'tahun Jama'ah' selain dua golongan ini, umat yang dipimpin Muawiyah memenangkan kekuasaan, dan golongan lain dianggap sebagai saingan yang berbahaya. Oleh karenanya, istilah 'Ahlulssunnah wal Jamaah' menunjukkan sunnah Nabi yang dibuat-buat oleh Muawiyah dan kesepakatan akan kepemimpinannya.
Para Imam dan anggota Ahlulbait yang merupakan keturunan Nabi Muhammad, lebih mengetahui sunnah kakek mereka serta semua yang menyertainya dari pada orang lain, sebagaimana pepatah menyatakan; "Orang Mekkah lebih mengetahui jalannya dari pada orang lain." Tetapi banyak orang tidak mengikuti 12 Imam yang telah disebutkan Nabi Muhammad tentang jumlah mereka (sebagaimana dalam Shahih alBukhari) dan nama-nama mereka (sebagaimana dalam Yanabi al-Mawaddah oleh Qunduzi Hanafi). Meskipun Bukhari dan Muslim mengakui 12 Imam itu, mereka senantiasa berhenti pada empat khalifah.
Syi'ah/Sunni dan Penelitian Hadis
Satu perbedaan utama antara Syi'ah dan Sunni adalah bahwa Sunni menerima hadis dari sahabat Nabi manapun meskipun para sahabat ini saling berperang, bermusuhan, berontak kepada khalifah yang sah dan membuat-buat hal-hal. baru dalam agama. Syi'ah, meyakini bahwa perawi dalam rangkaian sebuah hadis harus adil. Jika mereka pernah melakukan ketidakadilan dalam sejarah (seperti yang disebutkan sebelumnya) riwayat mereka tidak diterima bagi kami kecuali jika hadis yang sama telah diriwayatkan oleh rangkaian perawi lain yang semuanya terbukti dapat dipercaya.
Salah satu sahabat dari Mazhab Wahabi mengatakan bahwa Syi'ah, ketika meriwayatkan sebuah hadis, hanya menyatakan Imam ini dan itu berkata, satu teman kami berkata lalu bagaimana kita dapat menshahihkan hadis tersebut?
Jika seseorang telah mendengar sesuatu langsung dari 12 Imam dan orang tersebut dapat dipercaya dan riwayatnya tidak bertentangan dengan Quran, hadis tersebut bagi kami shahih, karena kami meyakini kesucian para Imam juga para Rasul. Pengetahuan ilmu Imam berasal dari ilmu kakek dan nenek moyang mereka hingga dari Rasul.
Tetapi, rangkaian perawi tetap harus diperhatikan. Jika rangkaiannya terputus, hadis tersebut dianggap lemah sanadnya. Oleh karenanya, semua nama perawi harus disebut namanya, dan itulah keadaan sesungguhnya bagi mayoritas kumpulan hadis Syi'ah.
Bagaimanapun, hanya ada sejumlah hadis dalam Ushul al-Kaji yang unsur terakhirnya hilang yaitu, nama orang yang meriwayatkan kepada Kulaini. Kulaini tidak menyebutkan nama, tetapi menggunakan frase 'kelompok sahabat kami'. Tetapi Kulaini telah menyebutkan semua elemen-elemen lain dalam rangkaian tersebut.
Alasan yang mendasari hal. tersebut adalah, seperti yang Mall kami sebutkan sebelumnya, Syi'ah senantiasa berada dalam ancaman/ penganiayaan pemimpin-pemimpin zalim termasuk penguasa Abbasiali. Jika Kulaini menyebutkan nama orang yang meriwayatkan hadis kepadanya dan masih hidup, lalu apabila kitabnya ditemukan oleh para pejabat, semua perawi akan dibunuh. Untuk melindungi mereka, ia tidak menyebutkan nama mereka dan menggantinya dengan sebutan 'sekelompok sahabat kami'. Namun ia menyebutkan nama orang-orang tersebut padanya setelah mereka wafat.
Untungnya karena Kulaini mengetahui aturan penelitian hadis Syi'ah, ia mengatakan kepada beberapa muridnya bagaimana nama-nama perawi terakhir itu disusun. Secara lebih spesifik, disebutkan bahwa:
Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi, bahwa 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Isa', kelompok ini terdiri dari 5 orang yang bernama Abu Ja'far Muhammad bin Yahya Attar Qu mmi, Ali bin Musa bin Ja'far Kamandani, Abu Sulaiman Daud bin Kaurah, Qummi, Abu Ali Ahmad bin Idris Ahmad Asy'ari Qummi, Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi.
Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi; 'Sekelompok sahabat yang meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid Baraqi', mereka adalah Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi, Muhammad bin Abdillah bin Udainah, Ahmad bin Abdillah bin Umayah, Ali bin Husain Sa'd Abadi.
Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'Sekelompok sahabat meriwayatkan dari Sahl bin Ziyad', mereka adalah 4 orang bernama Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Aban Razi, yang dikenal sebagai Kulaini, Abu Husain Muhammad bin Abdillah bin Ja'far bin Muhammad bin Aun Asadi Kufi, penduduk Ray, Muhammad bin Husain bin Farrukh Saffar Qummi, Muhammad bin Aqil Kulaini.
Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad yang meriwayatkan dari Hasan bin Ali bin Fadhl', mereka adalah Abu Abdillah Husain bin Muhammad bin Imran bin Abi Bakr Asy'ari Qummi.
Dengan demikian, perawi hadis-hadis tersebut diketahui dan dapat diteliti. Tetapi kami tidak mengklaim bahwa al-Kafi merupakan buku yang semua hadisnya shahih bagi Syi'ah.
Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 1, hal. 48; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 643; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 142; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84, 95128; Tarikh al-Kabir, Bukhari (penulis kitab Shahih al-Bukhari) jilid 1, bagian 1, hal. 202; Hilyat al-Awliya', Ibnu Nu'aim, jilid 4, hal. 185; Tarikh, Khatib Baghdad, jilid 14, hal. 462.
2. Referensi hadis Sunni: Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 639, hadis 1086; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 47; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Tabri, Jilid 3, hal. 242; Dharkha'ir al-Uqbah. Muhib Tabri, hal. 91.
3. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 34, hal. 46, hadis 141.
4. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 699; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 52; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 767, hadis 1350; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 149; Majm az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 169; al-Kabir, Tabarani, jilid 3, hal. 30; juga di al-Awsat, Jatni'us Saghir, Ibani, jilid 2, hal. 17; Shawaiq al-Mithriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bagian l, hal. 221; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 7, hal. 137; Talkish, Dzahabi, jilid 3, hal. 149; Dhakha'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 25; Misykat al-Masabih, Khatib Tabrizi, versi bahasa Inggris, hadis 6145, dan seterusnya seperti Ibnu Habban, dll.
5. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 483; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 580, hadis 981; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 129; ash-Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bag I, hal. 263, Ibnu Habban, Ibnu Abdul Barr, dll.
6. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim jilid 3, hal. 121. Hakim menyebutkan bahwa hadis ini shahih; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 323; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 594, hadis 1011; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 130; Misykat al-Masabih, versi bahasa Inggris, hadis 6092; Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, hal. 173; Dan masih banyak lagi seperti Tabarani, Abu Ya'la, dll.
7. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan-keutamaan Imam Ali , versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1871, hadis 32. Untuk versi bahasa Inggris, lihat bab 996, hal. 1284 hadis 5916.
8. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan Ali', versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1874, hadis 38.
9. Lihat kitab Sunni berjudul 'Sejarah Banga Arab'oleh Amir Ali, bab X, hal. 126-127.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 188; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234, jilid 4, hal. 154; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 259; jilid 9, hal. 80.
11. Referensi hadis Sunni: Mu'jam al-Butdan, Hamawi, jilid 5, hal. 38.
12. Referensi hadis Sunni: al-Aqd al-Farid, jilid 2, hal. 300.
13. Referensi hadis Sunni: Rabiah al-Barar, Zamakhsyari; Hafizh Jalaluddin Suvuthi.
14. Referensi hadis Sunni: Khulafa ar-Rasul, Muhammad Khalid, hal. 531 (kutipan di atas termasuk tanda-tanda baca yang diberikan penulis); Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, akhir Bab II, hal. 336.
15. Beberapa referensi hadis Sunni yang meriwayatkannya di antaranya: Tathkarat al-Khawash, Sibt bin Jawzi Hanafi, hal. 191-194; Sirah, Ibnu Abdul Barr; Suddi; Sha'bi; Abu Nu'aim.
16. Referensi hadis Suruzi: ath-Thayuriyyat, Salafi, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, bag 4, hal. 197; Sejarah Khalifah, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 202.
17. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, pelaksanaan hukuman Hujr bin Adi, jilid 18, hal. 122-123.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa. Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 18, hal. 149.
19. Shahih Muslim versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1205, hadis 6968.
20. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, Bab 1205, hadis 6970.
21. Catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508.
22. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir 1952), hadis 6538, 6929; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 3, hal. 253.
23. Referensi hadis Sunni: ash-Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, hal. 357. la berkata bahwa hadis ini shahih.
24. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 33.
25. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 8, hal. 154; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 242; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 8, ha1.130, yang menyebut keburukan pertama Muawiyah adalah memerangi Ali; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 242; Khilafah Mulukiyah, Sayid Abu Ala Maududi, hal. 165-166.
26. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, ha1.190-206; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 35; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234-242; al-Biyadah wa Nihayah, jilid 6, hal. 50-55; Tarikh, Ibnu Khaldun, jilid 3.
27. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis 6538, 6929, dicetak di Darul Ma'arif, Mesir 1952; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, hal. 253.
28. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 6, hal. 25; AI-Isti'ab, jilid 2, hal. 440; AI-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 48; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 8, hal. 24.
29. Referensi hadis Sunni: al-Isti'ab, oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 235; Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 79; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Tarikh Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
30. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 349-351,356; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 296-298; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, ha1.189-192.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 208.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204.
33. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 4, hal. 255; Khalifah Mulikiyat, Abu Ala Mauduli, hal. 345.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 34; al-Bidayah wa Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 272; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 160; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, hal. 174; Khilafah Mulukiyat, Maududi, hal. 345.
35. Penerjemahnya menulis menurut tahun persatuan sebagai berikut; Am al-Jama'ah 40 H/600-661, disebut demikian karena kaum Muslimin secara bersama-sama mengakui Muawiyah sebagai khalifah, untuk menghentikan perpecahan politik di perang saudara yang pertama kali. Pace Caetani, hal. 648; lihat Tarikh, Abu Zahrah Dimasyqi, 188 (No 101) dan 190 (No 105). Referensi hadis Sunni: Sejarah, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 10, hal. 97.
36. Referensi hadis: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204 (Bab Muawiyah bin Abu Sufyan).
37. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, Bab Imarah (Bab 33, untuk versi bahasa Arab) bagian mengenai 'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat', edisi 1980, versi bahasa Arab (Saudi Arabia), jilid 3, hal. 1476, hadis 52.
38. As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi, sejarahwan Sunni terkemuka, bag. l, hal. 13-17.
39. Lihat Sirah Nabawiyyah, Syilbi, bag.l, hal. 13-17.
BAB 10: KEISLAMAN ABU THALIB
Menarik apabila kita menganalisa ayat-ayat yang oleh beberapa perawi Sunni dinyatakan turun berkenaan dengan Abu Thalib yang kafir.
Mereka melarang (orang lain) mendengarnya dan mereka menghindarkan diri dari padanya. Mereka hanya membawa kebinasaan bagi jiwa mereka sendiri tanpa mereka sadari. (QS. al-An'am : 26)
Thabari mengisahkan dari Sufyan Tsauri yang meriwayatkan dari Habib bin Tsabit yang meriwayatkan dari seseorang yang menyatakmn bahwa Ibnu Abbas berkata, "Ayat ini turun ditujukan untuk Abu Thalib karena ia selalu melindungi Nabi Muhammad dari orang-orang kafir tetapi tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat."1
Mari kita perhatikan apakah ideologi dibalik penafsiran ini benar atau salah, sehingga kita tidak memiliki keraguan. Meneliti lebih jauh penafsiran di atas malah akan membuat kita yakin bahwa itu hanyalah usaha sia-sia untuk mendeskreditkan Abu Thalib.
Ayat tersebut berbicara tentang orang yang masih hidup, karena menyebutkan 'orang yang melarang orang lain untuk melakukannya dan ia pun tidak melakukannya.''Tentunya orang yang sudah Meninggal tidak dapat berpikir untuk melarang seseorang untuk melakukan sesuatu dan mereka harus hidup untuk dapat melakukan hal itu. Hal ini memberi keyakinan bahwa ayat tersebut tidak ditujukan kepada Abu Thalib.
Rangkaian perawi putus setelah Habib bin Abu Tsabit dan Sufyan tidak menyebut orang yang meriwayatkan dari Habib bin Abu Tsabit, dan semua mengatakan bahwa ia (Habib) meriwayatkan dari seseorang yang mendengar dari Ibnu Abbas. Kriteria ini tidak dapat diterima menurut standar hadis karena rangkaian perawinya tidak lengkap. Oleh karena itu hadis ini tidak diterima.
Apabila kita masih menerima rangkaian perawi, dan Habib bin Abu Tsabit adalah satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis ini, kitab Rijal membuktikan bahwa kita tetap tidak dapat menerimanya karena alasan berikut.
Menurut Ibnu Habban, Habib adalah seorang 'penipu' dan Aqili bin Aun'menghindari Habib karena ia telah menyalin hadis dari Ata'a yang benar-benar mutlak tidak dapat diterima.
Qita' an mengatakan bahwa hadis-hadis Habib selain Ata' an tidak dapat diterima dan tidak lepas dari kepalsuan. Abu Daud mengutip dari Ajri bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari Ibnu Zamrah tidak benar. Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa Habib adalah seorang 'penipu'.
Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Habib adalah hadis yang dibuat-buat sendiri, dan setelah membaca pandangan para ahli Rijal, bagaimana kita menerima hadisnya? Tetapi hal ini tidak boleh membuat kita berhenti menyelidiki isu tersebut, dan apabila kita menerima bahwa Habib dapat dipercaya, kita lihat Sufyan, perawi terakhir dalam rangkaian hadis yang memusuhi Abu Thalib. Kita tetap menyatakan hadis ini tidak sahih, karena Dzahabi menulis tentangnya bahwa riwayat yang dibuat Sufyan palsu.3Sulit bagi kami untuk meyakini bahwa meski penafsir yang telah menuliskan hadis ini adalah orang yang sangat terkemuka, mereka telah menyalin dari orang-orang rendah tersebut tanpa ragu.
Meskipun semua hadis lemah yang telah diriwayatkan oleh perawi - perawi lemah, kami menemukan hadis dari Ibnu Abbas yang murni yang mengatakan kebalikan dari hadis tersebut di atas.
Thabari menyatakan bahwa hadis di atas ditujukan kepada orang mrang musyrik yang sering menjauhi Nabi dan saling menasehati untuk menjauhinya.'Kenyataan menyatakan bahwa Abu Thalib tidak pernah menganjurkan orang lain untuk menjauhi Nabi Muhammad. Bahkan banyak dari orang-orang yang menuduhnya tidak pernah mengucap dua kalimat syahadat mengakui bahwa ia membantu Nabi dalam segala kesukaran di masa Islam yang masih muda dengam segala sesuatu yang ia miliki. la juga membesarkan Nabi ketika masih kecil dan menerima kalau Imam Ali dibesarkan oleh Nabi.
Sebenarnya ia telah Islam sejak awal, tetapi ia melakukan taqiyah (menyembunyikan keimanan) sehingga dapat menjadi perantara antara Nabi Muhammad dan pemimpin-pemimpin orang kafir di Mekkah (seperti Abu Sufyan).
Penting untuk dicatat bahwa kami tidak yakin bahwa orangtua Nabi Muhammad dan para Imam harus mutlak sempurna. Kami meyakini bahwa orangtua mereka dan seluruh nenek moyangnya saleh dan orang beriman, beragama Islam selama hidup mereka.
Hadis tentang Kekafiran Abu Thalib
Sejumlah sejarahwan dan ahli hadis mencatat bahwa Abu Thal wafat dalam keadaan kafir. Beberapa dari mereka meriwayatkan ayat, "Rasulullah dan orang-orang beriman tidak diperkenankan untuk memohon ampunan Allah bagi orang kafir meski mereka adalah keluarga, karena telah jelas bagi mereka bahwa orang-orang kafir ini berasal dari penghuni neraka. "Penafsiran dan pernyataan palsu tersebut dibuat-buat sebagai kampanye fitnah yang dilakukan Bani Umayah dan sekutunya dalam memerangi Imam Ali. Dengan memalsukan hadis tersebut mereka berusaha meyakinkan umat bahwa Abu Sufyan, ayah Muawiyah, lebih baik dari pada Abu Thalib, ayah Imam Ali, dengan menyatakan bahwa Abu Sufyan wafat dalam keadaan Islam sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir.
Pencatat hadis dan sejarahwan mengambil hadis ini tanpa memperhatikan bukti tipu daya mereka. Mereka tidak berusaha memeriksa hadis ini padahal tanggal turunnya wahyu dari ayat di atas membuktikan bahwa ayat tersebut tidak berkenaan dengan Abu Thalib (semoga Allah senantiasa ridha kepadanya).
Dengan hadis itu sendiri, kita lihat apa yang dinyatakan kitab yang dianggap paling sahaja oleh kaum Sunni.
Bukhari dalam sahihnya mencatat, diriwayatkan oleh Musyaid:
Ketika kematian Abu Thalib mendekat, Rasulullah mendekatinya. Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah telah berada di sana. Rasulullah bersabda, "Wahai paman, katakanlah, 'Tiada yang patut disembah kecuali Allah sehingga aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.' Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah berkata, "Wahai Abu Thalib! Apakah engkau akan mengulang kembali ucapan agama Abdul Muthalib?" Lalu Nabi berkata, "Aku akan tetap memohonkan (kepada Allah) ampunan bagimu meski aku dilarang melakukannya. Lalu turunlah Surah at-Taubah ayat 113, "Tiadalah patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang yang musyrik itu kaum kerabatnya sendiri, setelah nyata bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu penghuni Jahanam."
Ayat di atas merupakan salah satu ayat dari surah at-Taubah. Beberapa hal mengenai ayat ini; Pertama: Surah dari ayat ini turun di Madinah, kecuali dua ayat terakhir (192 dan 129); Kedua: Ayat yang menjadi topik pembahasan kami adalah ayat 113; Ketiga: Surah at-Taubah turun pada tahun 9 Hijriah. Surah ini berkisah tentang peristiwa yang terjadi selama kampanye Tabuk, yaitu pada bulan Rajab 9 H. Nabi Muhammad telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengumumkan bagian pertama surah ini pada musim haji di tahun itu ketika Nabi mengutusnya sebagai Amirul Hajj. Lalu, ia mengutus Imam Ali untuk mengambil alih tugas Abu Bakar dan mengumumkannya, karena Allah memberi perintah kepada Nabi bahwa tidak ada seorang pun yang menyampaikan wahyu kecuali dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.
Banyak ahli hadis Sunni mencatat bahwa Nabi Muhammad mengutus Abu Bakar kepada orang-orang Mekkah sambil membawa surah at-Taubah dan ketika ia maju ke depan, Nabi Muhammad mengutusnya dan Memintanya untuk memberikan surah tersebut dan berkata, "Tiada seorangpun yang membawa surah ini kepada mereka kecuali salah satu dari Ahlulbaitku." Lalu, Nabi Muhammad SAW mengutus Ali.6
Ahmad dalam Musnad-nya menambahkan bahwa Abu Bakar berkata, "Nabi Muhammad SAW mengutusku untuk membawa surah at-Taubah kepada penduduk Mekkah. Setelah tahun ini tidak boleh ada penyembah berhala yang melakukan ziarah. Tidak boleh ada orang yang bertelanjang mengelilingi Kabah. Tidak ada orang yang masuk surga kecuali jiwa orang Muslim. Masyarakat penyembah berhala manapun yang melakukan perjanjian perdamaian dengan Nabi Muhammad berdamai, perjanjiannya berakhir tanpa ada batas yang ditentukan (tanpa batas waktu), Allah serta utusan-Nya sangat tegas kepada para penyembah berhala."
Syilbi Numani juga dalam Sirah Nabi; menuliskan:
Pada tahun 9 hijriah, Kabah untuk pertama kalinya disucikan sebagai rumah utama menyembah Allah bagi pengikut Nabi Ibrahim...; Sekembalinya dari Tabuk, Nabi Muhammad mengutus sebuah khafilah yang terdiri dari 300 umat Islam dari Mekkah hingga Madinah untuk melaksanakan ibadah haji.'
Kembali ke at-Taubah ayat 113, ayat ini tidak diperuntukkan bagi Abu Thalib karena ia wafat di Mekkah 2 tahun sebelum hijrah. Sekarang kami akan mengutip Syilbi Numani, dalam Sirah Nabi.
Wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (Tahun ke-10 turunnya wahyu)
Sekembalinya dari gunung, Nabi Muhammad hampir tidak pernah melewatkan hari-harinya dalam kedamaian setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat. la mengunjungi Abu Thalib terakhir kalinya ketika sedang menjelang ajal. Abu Jahal dan Abdullah bin Umayah telah berada di sana. Nabi meminta Abu Thalib untuk mengucap dua kalimat syahadat, sehingga ia akan Memberi kesaksian tentang keimanannya di hadapan Allah. Abu Jahal dan Ibnu Umayah bertengkar dengan Abu Thalib dan bertanya apakah ia akan berpaling dari agamanya Abdul Muthalib. Pada akhirnya, Abu Thalib berkata bahwa ia akan mati dalam keadaan beragama Abdul Murtad. Kemudian ia berpaling kepada Nabi Muhammad dan berkata bahwa ia akan mengucapkan 2 kalimat syahadat tetapi takut kalau-kalau ada orang Quraisy menuduhnya takut mati. Nabi Muhammad berkata bahwa ia akan berdoa kepada Allah baginya hingga Allah memberi perlindungan.9
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal, bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.10
Semua referensi yang kami sebut pada paragraf di atas bukan berasal dari kami demikian juga dengan kalimat yang tercetak miring. Semua itu diberikan oleh Syilbi Numani sendiri.
Syilbi Numani lebih jauh menuliskan:
Tetapi menurut pendapat seorang ahli hadis, riwayat Bukhari ini tidak pantas dinyatakan sebagai hadis yang dapat dipercaya karena perawi terakhirnya adalah Musayab yang masuk Islam setelah tumbangnya Mekkah, dan ia tidak berada di tempat kejadian ketika Abu Thalib wafat. Karena hal inilah Aini dalam tafsirnya menyatakan bahwa hadis ini mursal."
Syilbi menuliskan:
Abu Thalib banyak berkorban bagi Nabi Muhammad dan tak seorangpun yang menyangkalnya. la bahkan akan mengorbankan putra-putrinya demi Nabi. la akan menghadapi sendiri kebencian seluruh negeri demi Nabi dan melewati tahun demi tahun dalam penyerangan dan derita kelaparan karena diasingkan, tanpa makanan dan minuman. Apakah semua, rasa cinta, pengorbanan serta ketaatannya sia-sia?
Memohon ampun bagi orang yang sudah tiada biasanya dilakukan pada waktu shalat jenazah. Kalimat 'Tidak diperkenankan bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan bagi orang kafir' menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tengah berada bersama orang beriman lainnya (dalam shalat berjamaah) memohonkan ampunan bagi orang kafir.
Sebenarnya, shalat jenazah tidak diperintahkan sebelum hijrah (ke Madinah). Shalat jenazah pertama dilakukan oleh Nabi ketika menshalati jenazah Burah bin Marur.
Nampaknya ayat ini turun setelah Nabi melakukan shalat jenamh bagi seorang munafik yang berpura-pura beragama Islam padahal ia menyembunyikan kekafirannya. Mungkin ayat ini turun ketika Nabi Muhammad melakukan shalat bagi Abdullah bin Ubay yang meninggal pada tahun 9 dan sangat terkenal dengan kemunafikannya, kebenciannya kepada Nabi Muhammad dan permusuhannya terhadap Islam. Mengenai Abdullah bin Ubay dan pengikutnya, surah al-Munafiqun turun sebelum saat itu. Sekiranya ahli sejarah dan ahli hadis mencatat dengan lebih teliti dan logis, mereka tidak akan melakukan kesalahan sejarah.
Berikut ini hadis Shahih al-Bukhari yang menyebutkan peristiwa yang serupa dengan hadis sebelumnya. Diriwayatkan Musyaib:
Ketika Abu Thalib menjelang ajal, Nabi Muhammad menemuinya dan melihat ada Abu Umayah bin Mughirah. Nabi Muhammad berkata, "Wahai paman, ucapkanlah tiada yang patut disembah kecuali Allah, kalimat yang aku jadikan pembelaan bagimu di hadapan Allah!" Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata kepada Abu Thalib, "Apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu, Abdul Muthalib?" Nabi Muhammad terus memintanya mengucap kalimat syahadat sedangkan dua orang tadi mengulang-ulang kalimat mereka hingga Abu Thalib mengatakan kepada mereka terakhir kali, 'Aku mengikuti agama Abdul Muthalib dan menolak untuk mengatakan 'tiada yang patut disembah kecuali Allah.' Nabi berkata, "Demi Allah, aku akan tetap memohonkan ampunan Allah bagimu meskipun dilarang (Allah)!"
Lalu Allah menurunkan ayat 113 (surah at-Taubah), "Tiada bpatut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untukn memohonkan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik." Kemudian Allah menurunkan ayat khusus bagi Abu Thalib, "Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat men unjuki orang yang engkau kehendaki, tetapi Allah yang memberi petunjuk orang-orang yang Ia kehendaki." (QS. al-Qashash : 56).12
Pembaca akan terkejut mengetahui bahwa dua ha dis yang disebutkan di atas membuktikan bahwa dua ayat turun berturut-turut. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hadis yang disebutkan Bukhari dalam sahihnya, dan membuktikan bahwa surah at-Taubah adalah salah satu surah yang terakhir turun. Berikut ini hadisnya; dari riwayat Bara, "Surah terakhir yang turun adalah surah at-Taubah..."13
Tetapi di manakah kesalahan hadis tersebut? Ayat yang disebutkan dari surah al-Qashash, turun kira-kira 10 tahun sebelum surah at-Taubah, dan turun di Mekkah, sedang surah at-Taubah turun di Madinah. Kajilah dan anda akan menemukan bahwa dalam usaha yang sia-sia untuk mendiskreditkan Abu Thalib dan menyatakannya sebagai orang kafir, tatanan turunnya Quran tidak dipertimbangkan. Bayangkan waktu turunnya kedua surah tersebut, dan persoalannya akan menjadi jelas. Sejarah juga menceritakan bahwa Musayab tidak menyukai Imam Ali dan menolak melakukan shalat jenazah bagi Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.14 Dapat disimpulkan bahwa pemalsuan hadis ini dilakukan untuk mengangkat derajat Umayah dari Bani Hasyim.
Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu' Thalib, 'bukan' karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib.15
Quran dan Orang-orang Kafir
Tiadalah patut bagi Nabi dan orang - orang yang beriman untuk memintakan ampunan bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu sekalipun orang orang yang musyrik itu kerabatnya sendiri. Setelah nyata bagi mereka bahwa orang - orang yang musyrik itu penghuni jahanam (QS. at-Taubah : 113).
Setelah terbukti bahwa ayat ini bukan diperuntukkan bagi Abu Thalib, dimana Nabi dan kaum Muslimin diperintahkan untuk tidak mendoakan orang musyrik, akan berguna apabila kita memperhatikan ayat-ayat tersebut yang meminta agar Nabi Muhammad dan orang-orang beriman untuk tidak membuat ikatan hubungan dengan orang musyrik, apalagi menshalatinya, tanpa cinta dan rasa hormat.
Engkau tidak akan menemukan masyarakat orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat berhandai taulan dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun penantang-penantang itu bapak-bapaknya, atau anak-anaknya, atau saudarasaudaranya; ataupun keluarganya sendiri.
Merekalah orang-orang yang telah Allah tetapkan dalam hati mereka keimanan, memperkokohnya pula dengan kemantapan dari-Nya. Dan la akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang banyak mengalir sungai-sungai dalamnya, serta kekal mereka di sana. Allah sangat ridha terhadap mereka dan merekapun sangat ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Sesungguhnya golongan Allah lah yang berjaya.
(QS. Mujadilah : 22)
Ayat ini turun pada perang Badar dan peristiwanya terjadi pada tahun 2 Hijriah. Tetapi ada beberapa penafsir yang menghubungkan turunnya ayat ini dengan perang Uhud, yang terjadi pada tahun 3 hijriah. Sebenarnya, ayat ini menganjurkan kita untuk tidak berteman dengan orang-orang kafir ataupun mencintai mereka. Surah ini turun sebelum surah at-Taubah.16
Orang-orang yang memilih orang-orang kafir sebagai pemimpinnya dengan mengesampingkan orang-orang beriman. Apakah mereka mengharapkan kehormatan bagi mereka? Sesungguhnya semua kehormatan itu hanyalah kepunyaan Allah (QS. an-Nisa : 139).
Hai orang - orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang - orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang - orang beriman. Aapakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).
Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?' Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.17
Orang-orang beriman tidak boleh memilih orang-orang kafir menjadi kawan dengan meninggalkan orang-orang beriman. Siapa yang melakukan itu, ia tidak akan mendapat perlindungan Allah, ia harus melindungi diri dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu (akan balasan) dari-Nya. Hanya kepada Allah- lah tempat kembali.
(QS. Ali Imran : 28).
Menurut satu sumber, 80 ayat pertama surah ini turun pada awal tahun hijriah. Sumber yang lain menunjukkan bahwa ayat ini (ayat 28) turun pada perang Ahzab (5 hijriah). Sumber terakhir menunjukkan bahwa surah Ali Imran dan surah at-Taubah turun dengan perbedaan 4 surah.l8
Hai orang-orang beriman, janganlah knmu mengangkat bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin, mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).
Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.
(QS. at-Taubah: 23 dan 80)
Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama, mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya) terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia - sia ia, dengan menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Akan jelas apabila kita melihat ayat selanjutnya (114) yang menunjukkan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang shalat untuk pamannya, Azar (jangan salah, nama ayahnya adalah Tarukh. Hal ini memerlukan pembahasan tersendiri) sebelum ia mengetahui bahwa pamannya ini adalah musuh Allah. Quran menyebutkan, "...Apabila telah jelas baginya bahwa ia (Azar) adalah musuh Allah." (QS. at-Taubah : 114)
Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW
Tentunya apa yang telah dinyatakan tentang topik ini pada bagian terakhir pasti meninggalkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab dan artikel ini akan menitikberatkan pada sikap Abu Thalib ra terhadap kemenakannya, Nabi Muhammad SAW, sumbangsihnya terhadap penyebaran Islam dan pernyataan keislamannya di banyak peristiwa yang diriwayatkan oleh kaum Sunni.
Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata padanya, "Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !"
Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, "Kembalilah, kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu setiap saat."19
Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda. Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata kepada mereka, "Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!"
Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni: Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, "Aku meyakini bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada di alam semesta."20
Bagian yang tercetak miring dari kalimat nya di atas merupakan pernyataan yang membuktikan keislamannya.
Suku Quraisy dapat melihat meskipun mereka melakukan usaha menghancurkan Islam, tetapi kemajuan Islam terus berjalan. Mereka akhirnya memutuskan akan membunuh Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dengan cara mengepung dan tidak berkomunikasi hingga mereka semua binasa. Dengan cara ini sebuah perjanjian dibuat, dimana setiap suku adalah satu kesatuan dan hal ini dimaksudkan agar tidak ada seorangpun yang memiliki ikatan perkawinan dengan Bani Hasyim atau Melakukan transaksi membeli atau menjual dengan mereka; dan tidak ada orang yang boleh berhubungan dengan mereka atau memberi persediaan makanan. Hal ini berlangsung hingga keluarga Nabi Muhanimad SAW menyerahkannya untuk dihukum mati. Perjanjian ini kemudian digantung; di pintu Kabah. Hal. ini memaksa Abu Thalib beserta seluruh keluarganya menyingkir ke sebuah gunung yang dikenal sebagai'Syi'ib Abi Thalib'.
Sekarang Bani Hasyim benar-benar diasingkan dari seluruh penduduk kota. Bentengpun dikepung oleh suku Quraisy untuk menambah penderitaan mereka dan mencegah kemungkinan mendapat persediaan makanan. Mereka akhirnya kelaparan karena tidak mendapat makanan. Di bawah pengawasan suku Quraisy yang sangat ketat, Abu Thalib bahkan merasa takut kalau-kalau ada serangan di malam hari. Karena hal ini, ia senantiasa menjaga keamanan kemenakannya, dan sering berganti ruang tidur sebagai tindakan pencegahan bila ada serangan mendadak.
Menjelang tahun ketiga pengasingan itu, Nabi Muhammad memberitahu pamannya, Abu Thalib, bahwa Allah telah menunjukkan ketidakridhaan-Nya pada perjanjian tersebut, dan mengirim cacing-cacing untuk melumat setiap kata yang tertulis di dokumen yang tergantung di pintu Kabah kecuali nama-Nya.
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. -
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.
Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, "Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami...!"21
Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun, Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di langit dan hujan turun dengan deras. Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang disusun oleh Abu Thalib:
Tidakkah kalian lihat?
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan
la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.22 Syair lain yang membuktikan keislaman Abu Thalib adalah:
Untuk mengagungkannya, la memberirlya nama dari diri-Nya sendiri seseorang yang Agung dinamakan Muhammad
Tiada keraguan bahwa Allah telah menunjuk Muhammad sebagai seorang Rasul.
Oleh karenanya, makna Ahmad adalah pribadi yang paling agung di seluruh alam semesta.23
Abu Thalib adalah seorang lelaki yang beragama kuat dan memiliki keyakinan yang dalam terhadap kebenaran Nabi Muhammad. la hidup dalam misi itu selama 11 tahun dan kesulitan yang dihadapi Nabi Muhammad dan dirinya meningkat sejalan bertambahnya waktu. Kesulitannya memuncak terutama ketika Abu Thalib wafat karena suku Quraisy membuatnya lebih menderita. Penderitaan yang tidak dapat dibayangkan ketika Abu Thalib masih hidup. Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadis bahwa ketika seseorang dari suku Quraisy melemparkan kotoran ke kepala Nabi, ia pulang ke rumah. Pada saat itu Nabi berkata, "Suku Quraisy tidak pernah memperlakukanku seperti ini ketika Abu Thalib masih hidup, karena mereka adalah pengecut!"24
Pernikahan Nabi Muhammad SAW
Abu Thalib berkata kepada para lelaki Quraisy yang hadir pada pernikahan Nabi Muhammad SAW:
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami keturunan Ibrahim dan keturunan Ismail. la menganugrahi kita Rumah Suci dan tempat berhaji. la menjadikan kita tinggal di tempat yang suci (haram), tempat segala sesuatu tumbuh. la menjadikan kami penengah dalam urusan lelaki dan menganugrahi kami negeri tempat kami bernaung.
Kemudian ia melanjutkan:
Sekiranya Muhammad, putra saudaraku Abdullah bin Abdul Muthalib, disandingkan dengan lelaki di kalangan bangsa Arab, ia akan mengagungkannya. Tidak ada seorangpun yang sebanding dungannya. la tidak tertandingi oleh lelaki manapun, meskipun kekayaannya sedikit. Kekayaan hanya kepemilikan sementara dan penjaga yang tak dapat dipercaya. Ia telah mengungkapkan niatnya kepada Khadijah, demikian pula dengan Khadijah, ia telah menunjukkan niatnya kepadanya. Karena setiap pengantin harus memberikan mahar, sekarang ataupun di masa nanti, maharnya akan aku beri dari kekayaanku sendiri.25
Wasiat Terakhir Abu Thalib
Meskipun menyembunyikan keimanannya, Abu Thalib telah mengungkapkan keimanannya kepada Islam di lebih dari satu peristiwa, sebelum ia wafat. Tetapi akan menarik bila dikutip di sini ucapan terakhirnya.
Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata kepada Bani Hasyim:
Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar."26
Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Demi Allah ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!"27
Dalam kitab yang sama, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berdiri di makam Abu Thalib dan berkata, "Engkau telah berlaku sangat baik kepada saudaramu. Semoga engkau mendapatkan balasan, wahai pamanku!"28
Beberapa Referensi Hadis Syi ah Mengenai Abu Thalib
Abu Abdillah, Imam Ja'far Shadiq berkata, "Perumpamaan Abu Thalib seperti Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi : 9 - 26); Mereka menyembunyikan agama mereka dan memperlihatkan kemusyrikan. Tetapi Allah memberi pahala dua kali lipat kepada mereka".29
Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:
Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka." Imam menjawab, "Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya."30
Kami ingin mengakhiri diskusi ini dengan beberapa pertanyaan berikut; 1) Mengapa kita menuduh Abu Thalib sebagai penyembah berhala, padahal ia memilih untuk meyakini pesan-pesan Nabi Muhammad dengan menyatakannya secara politisnya dan kadang-kadang ia nyatakan secara terang-terangan?; 2) Apa manfaatnya bagi kita dengan menyatakannya kafir padahal terdapat bukti kuat bahwa ia tidak kafir? Apa ada manfaat lain kecuali menjadikan diri kita sendiri orang kafir dengan menuduh orang Islam masa lalu sebagai orang kafir?; 3) Mengapa kita menuduhnya kafir padahal ia membela Nabi Muhammad dengan segala yang ia miliki? Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang sangat murah hati kepada semua umat Islam dengan menjaga hidup Nabi Muhammad selama 11 tahun?; 4) Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang menikahkan Nabi Muhammad? Masuk akalkah seorang yang menyembah berhala melaksanakan pernikahan bagi seorang rasul?; 5) Apakah ini ketidaksyukuran dalam bentuk yang begitu mengerikan?; 6) Inikah balasan bagi kebaikan yang ia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?
Sesunggunya keberadaannya berkaitan dengan keberlangsungan agama Islam bukan suatu hal yang kebetulan dan kita, umat Islam, memilikinya. Semoga Allah memebrikan syafaatnya untuk kita.
Komentar-komentar Lain Mengenai Abu Thalib
Seorang saudara Sunni menyebutkan: Saya telah mraakukan penelitian mendalam atas apa yang anda tulis tetapi ada satu hal yang belum jelas. Apakah Abu Thalib mengucapkan 'Tuhanku'. Sepanjang yang anda jelaskan Abu Thalib sering menyebutkan 'Tuhannya Muhammad' dan nampaknya ia beriman kepada Tuhan itu tetapi ia tidak pernah mengatakan 'Tuhanku'. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengucapkan secara terang-terangan keyakinan kepada Islam meskipun nampaknya demikian.
Ibnu Ishaq berkata bahwa menjelang kematiannya bibir Abu Thalib bergerak-gerak. Abbas yang saat itu masih menjadi orang kafir mendekatkan telinganya ke bibirnya kemudian berkata kepada Nabi Muhammad bahwa ia mengucapkan dua kalimat yang Rasulullah inginkan.31
Hadis serupa menyatakan sebagai berikut. Abu Thalib menggerakkan bibirnya ketika ia akan wafat. Abbas kemudian mendengar apa yang ia gumamkan dan berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Abu Thalib mengucapkan kalimat yang diinginkan Nabi Muhammad.32
Dengan demikian, pernyataan syahadatnya sebelum ia wafat dicatat oleh sejarahwan Sunni. Namun menurut kami, ia telah mengucapkan kalimat syahadat sejak awal mula Islam, tetapi tidak di hadapan khalayak. Adalah sesuatu yang alami bahwa bukti eksplisitnya tidak ditemukan dalam sejarah karena sejarah ditulis berdasarkan berita dari masyarakat, bukan dari seseorang. Akan tetapi, ada bukti implisit dalam sejarah yang memberi keyakinan bahkan kepada kaum Sunni bahwa ia adalah seorang Muslim lama sebelum kematiannya. Satu hal yang dapat anda jadikan acuan. la berkata kepada orang kafir, "Aku bersumpah dengan Tuhannya Muhammad!" Apakah sejarah memiliki contoh lain dimana seorang yang kafir bersumpah dengan nama Tuhan yang tidak ia yakini? Ketika seseorang akan bersumpah ia bersumpah demi sesuatu yang penting baginya karena jika tidak ia akan membuat pernyataanya tidak dapat lebih dipercaya oleh orang lain.
Kami akan berikan contoh ; apabila seorang laki - laki pergi ke pengadilan di USA, jika ia Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan Kitab Injil.
Jika ia bukan Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan kitab sucinya (atau sesuatu yang penting lainnya) dan tentunya bukan kitab Injil karena sumpahnya dengan menggunakan kitab itu tidak akan meyakinkan pengadilan disebabkan ia yang melaksanakan sumpah itu.
Pikirkanlah tentang hal ini! Suku Quraisy memiliki banyak tuhan pad a saat itu (seperti Hubal dan Uzza). Mengapa Abu Thalib meninggal kan mereka semua dan bersumpah dengan Tuhan yang tidak ia yakini?
Saudara Sunni lebih jauh berkomentar, mungkinkah seseorang itu Muslim bila ia tidak secara eksplisit menyatakan keyakinannya? Benar, la adalah seorang beragama Islam dan bukan seorang musyrik. Tetapi tidak semua orang Islam adalah Muslim.
Islam adalah ketundukan dalam hati. Seorang yang munafik, meskipun menyatakan dirinya Muslim, ia tetap bukan Muslim. Karena alasan ini, sulit untuk menilai apakah seseorang itu Muslim atau tidak. Bagaimana pun anda benar. Seseorang harus mengucapkan kalimat syahadat untuk menjadi Muslim, tetapi ia tidak harus melakukannya di depan khalayak apabila ia takut dianiaya atau jika mengetahui bahwa dengan menyembunyikan keimanannya ia dapat berjuang lebih baik dalam pemikirannya yangn agung. Inilah yang disebut taqiyah. Seseorang dapat mengucapkan kalimat syahadat secara pribadi (contohnya ketika ia sedang sendiri atau bersama Nabi Muhammad saja) dan ia akan menjadi Muslim. Taiqyah dan kemunafikan adalah dua hal yang sangat berseberangan.
Apakah Azar ayah Nabi Ibrahim?
Dan ketika Ibrahim berkata pada bapaknya, Azar, "Adakah pantas engkau jadikan berhala - berhala sebagai Tuhan sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata!"
(QS. al-An'am : 74,)
Dan apapun permohonan ampun Ibrahirn untuk ayahnya tiada lain hanyalah karena janji yang telah ia ikrarkan kepada banyaknya. Tetapi setelah nyata bagi Ibrahim bahwa ia adalah musuh Allah, ia menyatakan diri berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tunduk hatinya kepada Tuhan dan penyantun.
Pada dua ayat di atas, kata'ab' ditunjukkan kepada Azar. Tetapi, kata 'ab' memiliki makna yang berbeda dan tidak harus bermakna walid (ayah kandung).
Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa esensi keberadaannya telah dikirimkan dan disampaikan kepada orangtuanya langsung melalui keturunan yang suci, murni dan disucikari.
Kata 'ab' dalam bahasa Arab memiliki makna ayah, nenek moyang atau bahkan paman karena Ismail, paman Yakub ditunjukkan dengan sebutan'ab' dalam ayat Quran berikut.
Tidakkah kamu tnenyaksikan ketika kematian mendekati Yakub, saat itu ia berkata kepada putra-putranya, "Kepada siapa kalian akan menyembah setelah aku tiada? Mereka berkata, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Tuhan Ibrahim dan Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Esa, dan kepada-Nya karni menyerahkan diri. (QS. al-Baqarah :113)
Karena Ismail bukan ayah Nabi Yaqub, dan meskipun Quran menggunakan kata 'ab' baginya sebagai sebutan paman, penggunaan kata ini untuk sebutan selain ayah kandung ditetapkan. Di samping itu Nabi Ibrahim berdoa untuk ayah kandungnya (walid) dan untuk orang-orang beriman, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ayah kandungnya bukan seorang musyrik. Ayat Quran berikut membuktikan hat tersebut: "Wahai Tuhan kami! Lindungilah kami dan orangtuaku (walidain) dan orang-orang yang beriman pada hari ketika hari kebangkitan akan datang." (QS. Ibrahim : 14)
Yang mengherankan, ternyata ayah Nabi Ibrahim bernama Tarakh bukan Azar, sebagaimana yang dinyatakan sejarahwan Sunni. Ibnu Katsir menuliskan, "Ibrahim adalah putra Tarakh. Ketika Tarakh berusia 75 tahun, Ibrahim dilahirkan."33 Hadis ini pun ditegaskan oleh Thabari. la menggambarkan garis keturunan Nabi Ibrahim dalam kumpulan sejarahnya. Ia pun menyatakan dalam kitab tafsir Quran-Nya bahwa Azar bukan ayah kandung Nabi Ibrahim as. 34
Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Tahaqat Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 105; Tarikh atThabari jilid 7, hal. 100; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 172; Tafsir alKasysyaf, jilid 1, hal. 448; Tafsir, Qurthubi, jilid 6, hal. 406, dan banyak lagi.
2. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 179.
3. Referensi hadis Sunni: Mizan al-Itidal, Dzahabi, jilid 1, hal. 396.
4. Referensi hadis Sunni: Tafsir at-Thabari, jilid 7, hal. 109; Tafsir al-Durr al-Mantsur, jilid 3, hal. 8.
5. Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid b, hal. 158, hadis 197.
6. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 183, jilid 5, hal. 275, 283; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jiiid 1, hal. 3,151, jilid 3, hal. 212, 283; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 526, hadis 946; Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 51; Khasaish al-Awiiya', Nasa'i, hal. 20; Fadha'il al-Khamsah, jilid 2, hal. 343; Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 2, hal. 239.
7. Siratun Nabi, Syilbi Numani, hal. 239-240.
8. Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219 dan 220.
9. Bukhari pada bab Kematian (kalimat terakhir diambil dari Shahih Muslim dan bukan dari Bukhari). Inilah versi hadis Bukhari dan Muslim.
10. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.
11. Aini, bab Janaiz atau Kematian, jilid 4, hal. 200.
12. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 6, hal. 278-279, hadis 295.
13. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 102, hadis 129. Sumber hadis Sunni lainnya yang menegaskan bahwa surah at-Taubah adalah surah yang terakhir turun dan merupakan surah Madaniyah adalah Tafsir al-Kusysyaf, jilid 2, hal. 49; Tafsir, Qurthubi, jilid 8, haI. 273; Tafsir al-Itqan, jilid l, hal. 18; Tafsir, Syaukani, jilid 3, hal. 316.
14 Referensi hadis Sunni: Syarh ibn al-Hadid, jilid l, hal. 370.
15. Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.
16. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 4, hal. 329; Tafsir, Syaukani, jilid 5, hal. 189, Tnfsir, Alusi, jilid 28, hal. 37.
17. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1.
18. Referensi hadis Sunni: Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 207; Taf.sir, Qurthubi, jilid 4, hal. 58; Tafsir, Khazan, jilid 1, hal. 235; Tafsir al-Itqan, jilid 1, ha1.17.
19. Referensi Hadis Sunni: Sirali Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306.
20. Referensi hadis Sunni: Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.
21. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.
22. Referensi hadis Sunni: Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125.
23. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 6; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 275; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 315; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 266; Tarikh Khamis, jilid 1, hal. 254.
24. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabnri, jilid 2, hal. 229; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 284; Mustadrak Hakim, jilid, 2, hal. 622; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 122; al-Faiq, Zamakhsyari, jilid 2, hal. 213; Tarikh al-Kharnis, jilid l, hal. 253; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Fathul Bart, jilid 7, hal. 153 dan 154; Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 58. . 25. Referensi hadis Sunni: Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 139.
26. Referensi hadis Sunni: al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa'd, jilid l, hal. 123. '
27. Referensi hadis Sunni: Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220.
28. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibid, jilid 2, hal. 103; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 13, ha1.196; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 125; al-Ishabah, jilid 4, ha1.116; Tadzkirat Sibt, hal. 2; Tarikh, Yaqubi, jilid 2, hal. 26.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, Kulaini, jilid 1, hal. 448;, al-Ghadir, Amini, jilid 7, hal. 330.
30. Referensi hadis Syi'ah: al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341.
31. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146 (sebagaimana yang dikutip oleh Syilbi Numani).
32. Tarikh Abu Fida, jilid l, ha1.120.
33. Referensi hadis Sunni: al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 139.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 119; Tafsir atThnbari, Ibnu Jarir Thabari, jilid 7, ha1.158.
Menarik apabila kita menganalisa ayat-ayat yang oleh beberapa perawi Sunni dinyatakan turun berkenaan dengan Abu Thalib yang kafir.
Mereka melarang (orang lain) mendengarnya dan mereka menghindarkan diri dari padanya. Mereka hanya membawa kebinasaan bagi jiwa mereka sendiri tanpa mereka sadari. (QS. al-An'am : 26)
Thabari mengisahkan dari Sufyan Tsauri yang meriwayatkan dari Habib bin Tsabit yang meriwayatkan dari seseorang yang menyatakmn bahwa Ibnu Abbas berkata, "Ayat ini turun ditujukan untuk Abu Thalib karena ia selalu melindungi Nabi Muhammad dari orang-orang kafir tetapi tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat."1
Mari kita perhatikan apakah ideologi dibalik penafsiran ini benar atau salah, sehingga kita tidak memiliki keraguan. Meneliti lebih jauh penafsiran di atas malah akan membuat kita yakin bahwa itu hanyalah usaha sia-sia untuk mendeskreditkan Abu Thalib.
Ayat tersebut berbicara tentang orang yang masih hidup, karena menyebutkan 'orang yang melarang orang lain untuk melakukannya dan ia pun tidak melakukannya.''Tentunya orang yang sudah Meninggal tidak dapat berpikir untuk melarang seseorang untuk melakukan sesuatu dan mereka harus hidup untuk dapat melakukan hal itu. Hal ini memberi keyakinan bahwa ayat tersebut tidak ditujukan kepada Abu Thalib.
Rangkaian perawi putus setelah Habib bin Abu Tsabit dan Sufyan tidak menyebut orang yang meriwayatkan dari Habib bin Abu Tsabit, dan semua mengatakan bahwa ia (Habib) meriwayatkan dari seseorang yang mendengar dari Ibnu Abbas. Kriteria ini tidak dapat diterima menurut standar hadis karena rangkaian perawinya tidak lengkap. Oleh karena itu hadis ini tidak diterima.
Apabila kita masih menerima rangkaian perawi, dan Habib bin Abu Tsabit adalah satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis ini, kitab Rijal membuktikan bahwa kita tetap tidak dapat menerimanya karena alasan berikut.
Menurut Ibnu Habban, Habib adalah seorang 'penipu' dan Aqili bin Aun'menghindari Habib karena ia telah menyalin hadis dari Ata'a yang benar-benar mutlak tidak dapat diterima.
Qita' an mengatakan bahwa hadis-hadis Habib selain Ata' an tidak dapat diterima dan tidak lepas dari kepalsuan. Abu Daud mengutip dari Ajri bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari Ibnu Zamrah tidak benar. Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa Habib adalah seorang 'penipu'.
Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Habib adalah hadis yang dibuat-buat sendiri, dan setelah membaca pandangan para ahli Rijal, bagaimana kita menerima hadisnya? Tetapi hal ini tidak boleh membuat kita berhenti menyelidiki isu tersebut, dan apabila kita menerima bahwa Habib dapat dipercaya, kita lihat Sufyan, perawi terakhir dalam rangkaian hadis yang memusuhi Abu Thalib. Kita tetap menyatakan hadis ini tidak sahih, karena Dzahabi menulis tentangnya bahwa riwayat yang dibuat Sufyan palsu.3Sulit bagi kami untuk meyakini bahwa meski penafsir yang telah menuliskan hadis ini adalah orang yang sangat terkemuka, mereka telah menyalin dari orang-orang rendah tersebut tanpa ragu.
Meskipun semua hadis lemah yang telah diriwayatkan oleh perawi - perawi lemah, kami menemukan hadis dari Ibnu Abbas yang murni yang mengatakan kebalikan dari hadis tersebut di atas.
Thabari menyatakan bahwa hadis di atas ditujukan kepada orang mrang musyrik yang sering menjauhi Nabi dan saling menasehati untuk menjauhinya.'Kenyataan menyatakan bahwa Abu Thalib tidak pernah menganjurkan orang lain untuk menjauhi Nabi Muhammad. Bahkan banyak dari orang-orang yang menuduhnya tidak pernah mengucap dua kalimat syahadat mengakui bahwa ia membantu Nabi dalam segala kesukaran di masa Islam yang masih muda dengam segala sesuatu yang ia miliki. la juga membesarkan Nabi ketika masih kecil dan menerima kalau Imam Ali dibesarkan oleh Nabi.
Sebenarnya ia telah Islam sejak awal, tetapi ia melakukan taqiyah (menyembunyikan keimanan) sehingga dapat menjadi perantara antara Nabi Muhammad dan pemimpin-pemimpin orang kafir di Mekkah (seperti Abu Sufyan).
Penting untuk dicatat bahwa kami tidak yakin bahwa orangtua Nabi Muhammad dan para Imam harus mutlak sempurna. Kami meyakini bahwa orangtua mereka dan seluruh nenek moyangnya saleh dan orang beriman, beragama Islam selama hidup mereka.
Hadis tentang Kekafiran Abu Thalib
Sejumlah sejarahwan dan ahli hadis mencatat bahwa Abu Thal wafat dalam keadaan kafir. Beberapa dari mereka meriwayatkan ayat, "Rasulullah dan orang-orang beriman tidak diperkenankan untuk memohon ampunan Allah bagi orang kafir meski mereka adalah keluarga, karena telah jelas bagi mereka bahwa orang-orang kafir ini berasal dari penghuni neraka. "Penafsiran dan pernyataan palsu tersebut dibuat-buat sebagai kampanye fitnah yang dilakukan Bani Umayah dan sekutunya dalam memerangi Imam Ali. Dengan memalsukan hadis tersebut mereka berusaha meyakinkan umat bahwa Abu Sufyan, ayah Muawiyah, lebih baik dari pada Abu Thalib, ayah Imam Ali, dengan menyatakan bahwa Abu Sufyan wafat dalam keadaan Islam sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir.
Pencatat hadis dan sejarahwan mengambil hadis ini tanpa memperhatikan bukti tipu daya mereka. Mereka tidak berusaha memeriksa hadis ini padahal tanggal turunnya wahyu dari ayat di atas membuktikan bahwa ayat tersebut tidak berkenaan dengan Abu Thalib (semoga Allah senantiasa ridha kepadanya).
Dengan hadis itu sendiri, kita lihat apa yang dinyatakan kitab yang dianggap paling sahaja oleh kaum Sunni.
Bukhari dalam sahihnya mencatat, diriwayatkan oleh Musyaid:
Ketika kematian Abu Thalib mendekat, Rasulullah mendekatinya. Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah telah berada di sana. Rasulullah bersabda, "Wahai paman, katakanlah, 'Tiada yang patut disembah kecuali Allah sehingga aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.' Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah berkata, "Wahai Abu Thalib! Apakah engkau akan mengulang kembali ucapan agama Abdul Muthalib?" Lalu Nabi berkata, "Aku akan tetap memohonkan (kepada Allah) ampunan bagimu meski aku dilarang melakukannya. Lalu turunlah Surah at-Taubah ayat 113, "Tiadalah patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang yang musyrik itu kaum kerabatnya sendiri, setelah nyata bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu penghuni Jahanam."
Ayat di atas merupakan salah satu ayat dari surah at-Taubah. Beberapa hal mengenai ayat ini; Pertama: Surah dari ayat ini turun di Madinah, kecuali dua ayat terakhir (192 dan 129); Kedua: Ayat yang menjadi topik pembahasan kami adalah ayat 113; Ketiga: Surah at-Taubah turun pada tahun 9 Hijriah. Surah ini berkisah tentang peristiwa yang terjadi selama kampanye Tabuk, yaitu pada bulan Rajab 9 H. Nabi Muhammad telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengumumkan bagian pertama surah ini pada musim haji di tahun itu ketika Nabi mengutusnya sebagai Amirul Hajj. Lalu, ia mengutus Imam Ali untuk mengambil alih tugas Abu Bakar dan mengumumkannya, karena Allah memberi perintah kepada Nabi bahwa tidak ada seorang pun yang menyampaikan wahyu kecuali dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.
Banyak ahli hadis Sunni mencatat bahwa Nabi Muhammad mengutus Abu Bakar kepada orang-orang Mekkah sambil membawa surah at-Taubah dan ketika ia maju ke depan, Nabi Muhammad mengutusnya dan Memintanya untuk memberikan surah tersebut dan berkata, "Tiada seorangpun yang membawa surah ini kepada mereka kecuali salah satu dari Ahlulbaitku." Lalu, Nabi Muhammad SAW mengutus Ali.6
Ahmad dalam Musnad-nya menambahkan bahwa Abu Bakar berkata, "Nabi Muhammad SAW mengutusku untuk membawa surah at-Taubah kepada penduduk Mekkah. Setelah tahun ini tidak boleh ada penyembah berhala yang melakukan ziarah. Tidak boleh ada orang yang bertelanjang mengelilingi Kabah. Tidak ada orang yang masuk surga kecuali jiwa orang Muslim. Masyarakat penyembah berhala manapun yang melakukan perjanjian perdamaian dengan Nabi Muhammad berdamai, perjanjiannya berakhir tanpa ada batas yang ditentukan (tanpa batas waktu), Allah serta utusan-Nya sangat tegas kepada para penyembah berhala."
Syilbi Numani juga dalam Sirah Nabi; menuliskan:
Pada tahun 9 hijriah, Kabah untuk pertama kalinya disucikan sebagai rumah utama menyembah Allah bagi pengikut Nabi Ibrahim...; Sekembalinya dari Tabuk, Nabi Muhammad mengutus sebuah khafilah yang terdiri dari 300 umat Islam dari Mekkah hingga Madinah untuk melaksanakan ibadah haji.'
Kembali ke at-Taubah ayat 113, ayat ini tidak diperuntukkan bagi Abu Thalib karena ia wafat di Mekkah 2 tahun sebelum hijrah. Sekarang kami akan mengutip Syilbi Numani, dalam Sirah Nabi.
Wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (Tahun ke-10 turunnya wahyu)
Sekembalinya dari gunung, Nabi Muhammad hampir tidak pernah melewatkan hari-harinya dalam kedamaian setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat. la mengunjungi Abu Thalib terakhir kalinya ketika sedang menjelang ajal. Abu Jahal dan Abdullah bin Umayah telah berada di sana. Nabi meminta Abu Thalib untuk mengucap dua kalimat syahadat, sehingga ia akan Memberi kesaksian tentang keimanannya di hadapan Allah. Abu Jahal dan Ibnu Umayah bertengkar dengan Abu Thalib dan bertanya apakah ia akan berpaling dari agamanya Abdul Muthalib. Pada akhirnya, Abu Thalib berkata bahwa ia akan mati dalam keadaan beragama Abdul Murtad. Kemudian ia berpaling kepada Nabi Muhammad dan berkata bahwa ia akan mengucapkan 2 kalimat syahadat tetapi takut kalau-kalau ada orang Quraisy menuduhnya takut mati. Nabi Muhammad berkata bahwa ia akan berdoa kepada Allah baginya hingga Allah memberi perlindungan.9
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal, bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.10
Semua referensi yang kami sebut pada paragraf di atas bukan berasal dari kami demikian juga dengan kalimat yang tercetak miring. Semua itu diberikan oleh Syilbi Numani sendiri.
Syilbi Numani lebih jauh menuliskan:
Tetapi menurut pendapat seorang ahli hadis, riwayat Bukhari ini tidak pantas dinyatakan sebagai hadis yang dapat dipercaya karena perawi terakhirnya adalah Musayab yang masuk Islam setelah tumbangnya Mekkah, dan ia tidak berada di tempat kejadian ketika Abu Thalib wafat. Karena hal inilah Aini dalam tafsirnya menyatakan bahwa hadis ini mursal."
Syilbi menuliskan:
Abu Thalib banyak berkorban bagi Nabi Muhammad dan tak seorangpun yang menyangkalnya. la bahkan akan mengorbankan putra-putrinya demi Nabi. la akan menghadapi sendiri kebencian seluruh negeri demi Nabi dan melewati tahun demi tahun dalam penyerangan dan derita kelaparan karena diasingkan, tanpa makanan dan minuman. Apakah semua, rasa cinta, pengorbanan serta ketaatannya sia-sia?
Memohon ampun bagi orang yang sudah tiada biasanya dilakukan pada waktu shalat jenazah. Kalimat 'Tidak diperkenankan bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan bagi orang kafir' menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tengah berada bersama orang beriman lainnya (dalam shalat berjamaah) memohonkan ampunan bagi orang kafir.
Sebenarnya, shalat jenazah tidak diperintahkan sebelum hijrah (ke Madinah). Shalat jenazah pertama dilakukan oleh Nabi ketika menshalati jenazah Burah bin Marur.
Nampaknya ayat ini turun setelah Nabi melakukan shalat jenamh bagi seorang munafik yang berpura-pura beragama Islam padahal ia menyembunyikan kekafirannya. Mungkin ayat ini turun ketika Nabi Muhammad melakukan shalat bagi Abdullah bin Ubay yang meninggal pada tahun 9 dan sangat terkenal dengan kemunafikannya, kebenciannya kepada Nabi Muhammad dan permusuhannya terhadap Islam. Mengenai Abdullah bin Ubay dan pengikutnya, surah al-Munafiqun turun sebelum saat itu. Sekiranya ahli sejarah dan ahli hadis mencatat dengan lebih teliti dan logis, mereka tidak akan melakukan kesalahan sejarah.
Berikut ini hadis Shahih al-Bukhari yang menyebutkan peristiwa yang serupa dengan hadis sebelumnya. Diriwayatkan Musyaib:
Ketika Abu Thalib menjelang ajal, Nabi Muhammad menemuinya dan melihat ada Abu Umayah bin Mughirah. Nabi Muhammad berkata, "Wahai paman, ucapkanlah tiada yang patut disembah kecuali Allah, kalimat yang aku jadikan pembelaan bagimu di hadapan Allah!" Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata kepada Abu Thalib, "Apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu, Abdul Muthalib?" Nabi Muhammad terus memintanya mengucap kalimat syahadat sedangkan dua orang tadi mengulang-ulang kalimat mereka hingga Abu Thalib mengatakan kepada mereka terakhir kali, 'Aku mengikuti agama Abdul Muthalib dan menolak untuk mengatakan 'tiada yang patut disembah kecuali Allah.' Nabi berkata, "Demi Allah, aku akan tetap memohonkan ampunan Allah bagimu meskipun dilarang (Allah)!"
Lalu Allah menurunkan ayat 113 (surah at-Taubah), "Tiada bpatut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untukn memohonkan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik." Kemudian Allah menurunkan ayat khusus bagi Abu Thalib, "Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat men unjuki orang yang engkau kehendaki, tetapi Allah yang memberi petunjuk orang-orang yang Ia kehendaki." (QS. al-Qashash : 56).12
Pembaca akan terkejut mengetahui bahwa dua ha dis yang disebutkan di atas membuktikan bahwa dua ayat turun berturut-turut. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hadis yang disebutkan Bukhari dalam sahihnya, dan membuktikan bahwa surah at-Taubah adalah salah satu surah yang terakhir turun. Berikut ini hadisnya; dari riwayat Bara, "Surah terakhir yang turun adalah surah at-Taubah..."13
Tetapi di manakah kesalahan hadis tersebut? Ayat yang disebutkan dari surah al-Qashash, turun kira-kira 10 tahun sebelum surah at-Taubah, dan turun di Mekkah, sedang surah at-Taubah turun di Madinah. Kajilah dan anda akan menemukan bahwa dalam usaha yang sia-sia untuk mendiskreditkan Abu Thalib dan menyatakannya sebagai orang kafir, tatanan turunnya Quran tidak dipertimbangkan. Bayangkan waktu turunnya kedua surah tersebut, dan persoalannya akan menjadi jelas. Sejarah juga menceritakan bahwa Musayab tidak menyukai Imam Ali dan menolak melakukan shalat jenazah bagi Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.14 Dapat disimpulkan bahwa pemalsuan hadis ini dilakukan untuk mengangkat derajat Umayah dari Bani Hasyim.
Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu' Thalib, 'bukan' karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib.15
Quran dan Orang-orang Kafir
Tiadalah patut bagi Nabi dan orang - orang yang beriman untuk memintakan ampunan bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu sekalipun orang orang yang musyrik itu kerabatnya sendiri. Setelah nyata bagi mereka bahwa orang - orang yang musyrik itu penghuni jahanam (QS. at-Taubah : 113).
Setelah terbukti bahwa ayat ini bukan diperuntukkan bagi Abu Thalib, dimana Nabi dan kaum Muslimin diperintahkan untuk tidak mendoakan orang musyrik, akan berguna apabila kita memperhatikan ayat-ayat tersebut yang meminta agar Nabi Muhammad dan orang-orang beriman untuk tidak membuat ikatan hubungan dengan orang musyrik, apalagi menshalatinya, tanpa cinta dan rasa hormat.
Engkau tidak akan menemukan masyarakat orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat berhandai taulan dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun penantang-penantang itu bapak-bapaknya, atau anak-anaknya, atau saudarasaudaranya; ataupun keluarganya sendiri.
Merekalah orang-orang yang telah Allah tetapkan dalam hati mereka keimanan, memperkokohnya pula dengan kemantapan dari-Nya. Dan la akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang banyak mengalir sungai-sungai dalamnya, serta kekal mereka di sana. Allah sangat ridha terhadap mereka dan merekapun sangat ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Sesungguhnya golongan Allah lah yang berjaya.
(QS. Mujadilah : 22)
Ayat ini turun pada perang Badar dan peristiwanya terjadi pada tahun 2 Hijriah. Tetapi ada beberapa penafsir yang menghubungkan turunnya ayat ini dengan perang Uhud, yang terjadi pada tahun 3 hijriah. Sebenarnya, ayat ini menganjurkan kita untuk tidak berteman dengan orang-orang kafir ataupun mencintai mereka. Surah ini turun sebelum surah at-Taubah.16
Orang-orang yang memilih orang-orang kafir sebagai pemimpinnya dengan mengesampingkan orang-orang beriman. Apakah mereka mengharapkan kehormatan bagi mereka? Sesungguhnya semua kehormatan itu hanyalah kepunyaan Allah (QS. an-Nisa : 139).
Hai orang - orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang - orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang - orang beriman. Aapakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).
Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?' Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.17
Orang-orang beriman tidak boleh memilih orang-orang kafir menjadi kawan dengan meninggalkan orang-orang beriman. Siapa yang melakukan itu, ia tidak akan mendapat perlindungan Allah, ia harus melindungi diri dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu (akan balasan) dari-Nya. Hanya kepada Allah- lah tempat kembali.
(QS. Ali Imran : 28).
Menurut satu sumber, 80 ayat pertama surah ini turun pada awal tahun hijriah. Sumber yang lain menunjukkan bahwa ayat ini (ayat 28) turun pada perang Ahzab (5 hijriah). Sumber terakhir menunjukkan bahwa surah Ali Imran dan surah at-Taubah turun dengan perbedaan 4 surah.l8
Hai orang-orang beriman, janganlah knmu mengangkat bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin, mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).
Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.
(QS. at-Taubah: 23 dan 80)
Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama, mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya) terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia - sia ia, dengan menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Akan jelas apabila kita melihat ayat selanjutnya (114) yang menunjukkan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang shalat untuk pamannya, Azar (jangan salah, nama ayahnya adalah Tarukh. Hal ini memerlukan pembahasan tersendiri) sebelum ia mengetahui bahwa pamannya ini adalah musuh Allah. Quran menyebutkan, "...Apabila telah jelas baginya bahwa ia (Azar) adalah musuh Allah." (QS. at-Taubah : 114)
Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW
Tentunya apa yang telah dinyatakan tentang topik ini pada bagian terakhir pasti meninggalkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab dan artikel ini akan menitikberatkan pada sikap Abu Thalib ra terhadap kemenakannya, Nabi Muhammad SAW, sumbangsihnya terhadap penyebaran Islam dan pernyataan keislamannya di banyak peristiwa yang diriwayatkan oleh kaum Sunni.
Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata padanya, "Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !"
Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, "Kembalilah, kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu setiap saat."19
Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda. Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata kepada mereka, "Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!"
Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni: Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, "Aku meyakini bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada di alam semesta."20
Bagian yang tercetak miring dari kalimat nya di atas merupakan pernyataan yang membuktikan keislamannya.
Suku Quraisy dapat melihat meskipun mereka melakukan usaha menghancurkan Islam, tetapi kemajuan Islam terus berjalan. Mereka akhirnya memutuskan akan membunuh Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dengan cara mengepung dan tidak berkomunikasi hingga mereka semua binasa. Dengan cara ini sebuah perjanjian dibuat, dimana setiap suku adalah satu kesatuan dan hal ini dimaksudkan agar tidak ada seorangpun yang memiliki ikatan perkawinan dengan Bani Hasyim atau Melakukan transaksi membeli atau menjual dengan mereka; dan tidak ada orang yang boleh berhubungan dengan mereka atau memberi persediaan makanan. Hal ini berlangsung hingga keluarga Nabi Muhanimad SAW menyerahkannya untuk dihukum mati. Perjanjian ini kemudian digantung; di pintu Kabah. Hal. ini memaksa Abu Thalib beserta seluruh keluarganya menyingkir ke sebuah gunung yang dikenal sebagai'Syi'ib Abi Thalib'.
Sekarang Bani Hasyim benar-benar diasingkan dari seluruh penduduk kota. Bentengpun dikepung oleh suku Quraisy untuk menambah penderitaan mereka dan mencegah kemungkinan mendapat persediaan makanan. Mereka akhirnya kelaparan karena tidak mendapat makanan. Di bawah pengawasan suku Quraisy yang sangat ketat, Abu Thalib bahkan merasa takut kalau-kalau ada serangan di malam hari. Karena hal ini, ia senantiasa menjaga keamanan kemenakannya, dan sering berganti ruang tidur sebagai tindakan pencegahan bila ada serangan mendadak.
Menjelang tahun ketiga pengasingan itu, Nabi Muhammad memberitahu pamannya, Abu Thalib, bahwa Allah telah menunjukkan ketidakridhaan-Nya pada perjanjian tersebut, dan mengirim cacing-cacing untuk melumat setiap kata yang tertulis di dokumen yang tergantung di pintu Kabah kecuali nama-Nya.
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. -
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.
Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, "Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami...!"21
Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun, Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di langit dan hujan turun dengan deras. Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang disusun oleh Abu Thalib:
Tidakkah kalian lihat?
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan
la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.22 Syair lain yang membuktikan keislaman Abu Thalib adalah:
Untuk mengagungkannya, la memberirlya nama dari diri-Nya sendiri seseorang yang Agung dinamakan Muhammad
Tiada keraguan bahwa Allah telah menunjuk Muhammad sebagai seorang Rasul.
Oleh karenanya, makna Ahmad adalah pribadi yang paling agung di seluruh alam semesta.23
Abu Thalib adalah seorang lelaki yang beragama kuat dan memiliki keyakinan yang dalam terhadap kebenaran Nabi Muhammad. la hidup dalam misi itu selama 11 tahun dan kesulitan yang dihadapi Nabi Muhammad dan dirinya meningkat sejalan bertambahnya waktu. Kesulitannya memuncak terutama ketika Abu Thalib wafat karena suku Quraisy membuatnya lebih menderita. Penderitaan yang tidak dapat dibayangkan ketika Abu Thalib masih hidup. Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadis bahwa ketika seseorang dari suku Quraisy melemparkan kotoran ke kepala Nabi, ia pulang ke rumah. Pada saat itu Nabi berkata, "Suku Quraisy tidak pernah memperlakukanku seperti ini ketika Abu Thalib masih hidup, karena mereka adalah pengecut!"24
Pernikahan Nabi Muhammad SAW
Abu Thalib berkata kepada para lelaki Quraisy yang hadir pada pernikahan Nabi Muhammad SAW:
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami keturunan Ibrahim dan keturunan Ismail. la menganugrahi kita Rumah Suci dan tempat berhaji. la menjadikan kita tinggal di tempat yang suci (haram), tempat segala sesuatu tumbuh. la menjadikan kami penengah dalam urusan lelaki dan menganugrahi kami negeri tempat kami bernaung.
Kemudian ia melanjutkan:
Sekiranya Muhammad, putra saudaraku Abdullah bin Abdul Muthalib, disandingkan dengan lelaki di kalangan bangsa Arab, ia akan mengagungkannya. Tidak ada seorangpun yang sebanding dungannya. la tidak tertandingi oleh lelaki manapun, meskipun kekayaannya sedikit. Kekayaan hanya kepemilikan sementara dan penjaga yang tak dapat dipercaya. Ia telah mengungkapkan niatnya kepada Khadijah, demikian pula dengan Khadijah, ia telah menunjukkan niatnya kepadanya. Karena setiap pengantin harus memberikan mahar, sekarang ataupun di masa nanti, maharnya akan aku beri dari kekayaanku sendiri.25
Wasiat Terakhir Abu Thalib
Meskipun menyembunyikan keimanannya, Abu Thalib telah mengungkapkan keimanannya kepada Islam di lebih dari satu peristiwa, sebelum ia wafat. Tetapi akan menarik bila dikutip di sini ucapan terakhirnya.
Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata kepada Bani Hasyim:
Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar."26
Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Demi Allah ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!"27
Dalam kitab yang sama, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berdiri di makam Abu Thalib dan berkata, "Engkau telah berlaku sangat baik kepada saudaramu. Semoga engkau mendapatkan balasan, wahai pamanku!"28
Beberapa Referensi Hadis Syi ah Mengenai Abu Thalib
Abu Abdillah, Imam Ja'far Shadiq berkata, "Perumpamaan Abu Thalib seperti Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi : 9 - 26); Mereka menyembunyikan agama mereka dan memperlihatkan kemusyrikan. Tetapi Allah memberi pahala dua kali lipat kepada mereka".29
Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:
Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka." Imam menjawab, "Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya."30
Kami ingin mengakhiri diskusi ini dengan beberapa pertanyaan berikut; 1) Mengapa kita menuduh Abu Thalib sebagai penyembah berhala, padahal ia memilih untuk meyakini pesan-pesan Nabi Muhammad dengan menyatakannya secara politisnya dan kadang-kadang ia nyatakan secara terang-terangan?; 2) Apa manfaatnya bagi kita dengan menyatakannya kafir padahal terdapat bukti kuat bahwa ia tidak kafir? Apa ada manfaat lain kecuali menjadikan diri kita sendiri orang kafir dengan menuduh orang Islam masa lalu sebagai orang kafir?; 3) Mengapa kita menuduhnya kafir padahal ia membela Nabi Muhammad dengan segala yang ia miliki? Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang sangat murah hati kepada semua umat Islam dengan menjaga hidup Nabi Muhammad selama 11 tahun?; 4) Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang menikahkan Nabi Muhammad? Masuk akalkah seorang yang menyembah berhala melaksanakan pernikahan bagi seorang rasul?; 5) Apakah ini ketidaksyukuran dalam bentuk yang begitu mengerikan?; 6) Inikah balasan bagi kebaikan yang ia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?
Sesunggunya keberadaannya berkaitan dengan keberlangsungan agama Islam bukan suatu hal yang kebetulan dan kita, umat Islam, memilikinya. Semoga Allah memebrikan syafaatnya untuk kita.
Komentar-komentar Lain Mengenai Abu Thalib
Seorang saudara Sunni menyebutkan: Saya telah mraakukan penelitian mendalam atas apa yang anda tulis tetapi ada satu hal yang belum jelas. Apakah Abu Thalib mengucapkan 'Tuhanku'. Sepanjang yang anda jelaskan Abu Thalib sering menyebutkan 'Tuhannya Muhammad' dan nampaknya ia beriman kepada Tuhan itu tetapi ia tidak pernah mengatakan 'Tuhanku'. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengucapkan secara terang-terangan keyakinan kepada Islam meskipun nampaknya demikian.
Ibnu Ishaq berkata bahwa menjelang kematiannya bibir Abu Thalib bergerak-gerak. Abbas yang saat itu masih menjadi orang kafir mendekatkan telinganya ke bibirnya kemudian berkata kepada Nabi Muhammad bahwa ia mengucapkan dua kalimat yang Rasulullah inginkan.31
Hadis serupa menyatakan sebagai berikut. Abu Thalib menggerakkan bibirnya ketika ia akan wafat. Abbas kemudian mendengar apa yang ia gumamkan dan berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Abu Thalib mengucapkan kalimat yang diinginkan Nabi Muhammad.32
Dengan demikian, pernyataan syahadatnya sebelum ia wafat dicatat oleh sejarahwan Sunni. Namun menurut kami, ia telah mengucapkan kalimat syahadat sejak awal mula Islam, tetapi tidak di hadapan khalayak. Adalah sesuatu yang alami bahwa bukti eksplisitnya tidak ditemukan dalam sejarah karena sejarah ditulis berdasarkan berita dari masyarakat, bukan dari seseorang. Akan tetapi, ada bukti implisit dalam sejarah yang memberi keyakinan bahkan kepada kaum Sunni bahwa ia adalah seorang Muslim lama sebelum kematiannya. Satu hal yang dapat anda jadikan acuan. la berkata kepada orang kafir, "Aku bersumpah dengan Tuhannya Muhammad!" Apakah sejarah memiliki contoh lain dimana seorang yang kafir bersumpah dengan nama Tuhan yang tidak ia yakini? Ketika seseorang akan bersumpah ia bersumpah demi sesuatu yang penting baginya karena jika tidak ia akan membuat pernyataanya tidak dapat lebih dipercaya oleh orang lain.
Kami akan berikan contoh ; apabila seorang laki - laki pergi ke pengadilan di USA, jika ia Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan Kitab Injil.
Jika ia bukan Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan kitab sucinya (atau sesuatu yang penting lainnya) dan tentunya bukan kitab Injil karena sumpahnya dengan menggunakan kitab itu tidak akan meyakinkan pengadilan disebabkan ia yang melaksanakan sumpah itu.
Pikirkanlah tentang hal ini! Suku Quraisy memiliki banyak tuhan pad a saat itu (seperti Hubal dan Uzza). Mengapa Abu Thalib meninggal kan mereka semua dan bersumpah dengan Tuhan yang tidak ia yakini?
Saudara Sunni lebih jauh berkomentar, mungkinkah seseorang itu Muslim bila ia tidak secara eksplisit menyatakan keyakinannya? Benar, la adalah seorang beragama Islam dan bukan seorang musyrik. Tetapi tidak semua orang Islam adalah Muslim.
Islam adalah ketundukan dalam hati. Seorang yang munafik, meskipun menyatakan dirinya Muslim, ia tetap bukan Muslim. Karena alasan ini, sulit untuk menilai apakah seseorang itu Muslim atau tidak. Bagaimana pun anda benar. Seseorang harus mengucapkan kalimat syahadat untuk menjadi Muslim, tetapi ia tidak harus melakukannya di depan khalayak apabila ia takut dianiaya atau jika mengetahui bahwa dengan menyembunyikan keimanannya ia dapat berjuang lebih baik dalam pemikirannya yangn agung. Inilah yang disebut taqiyah. Seseorang dapat mengucapkan kalimat syahadat secara pribadi (contohnya ketika ia sedang sendiri atau bersama Nabi Muhammad saja) dan ia akan menjadi Muslim. Taiqyah dan kemunafikan adalah dua hal yang sangat berseberangan.
Apakah Azar ayah Nabi Ibrahim?
Dan ketika Ibrahim berkata pada bapaknya, Azar, "Adakah pantas engkau jadikan berhala - berhala sebagai Tuhan sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata!"
(QS. al-An'am : 74,)
Dan apapun permohonan ampun Ibrahirn untuk ayahnya tiada lain hanyalah karena janji yang telah ia ikrarkan kepada banyaknya. Tetapi setelah nyata bagi Ibrahim bahwa ia adalah musuh Allah, ia menyatakan diri berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tunduk hatinya kepada Tuhan dan penyantun.
Pada dua ayat di atas, kata'ab' ditunjukkan kepada Azar. Tetapi, kata 'ab' memiliki makna yang berbeda dan tidak harus bermakna walid (ayah kandung).
Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa esensi keberadaannya telah dikirimkan dan disampaikan kepada orangtuanya langsung melalui keturunan yang suci, murni dan disucikari.
Kata 'ab' dalam bahasa Arab memiliki makna ayah, nenek moyang atau bahkan paman karena Ismail, paman Yakub ditunjukkan dengan sebutan'ab' dalam ayat Quran berikut.
Tidakkah kamu tnenyaksikan ketika kematian mendekati Yakub, saat itu ia berkata kepada putra-putranya, "Kepada siapa kalian akan menyembah setelah aku tiada? Mereka berkata, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Tuhan Ibrahim dan Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Esa, dan kepada-Nya karni menyerahkan diri. (QS. al-Baqarah :113)
Karena Ismail bukan ayah Nabi Yaqub, dan meskipun Quran menggunakan kata 'ab' baginya sebagai sebutan paman, penggunaan kata ini untuk sebutan selain ayah kandung ditetapkan. Di samping itu Nabi Ibrahim berdoa untuk ayah kandungnya (walid) dan untuk orang-orang beriman, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ayah kandungnya bukan seorang musyrik. Ayat Quran berikut membuktikan hat tersebut: "Wahai Tuhan kami! Lindungilah kami dan orangtuaku (walidain) dan orang-orang yang beriman pada hari ketika hari kebangkitan akan datang." (QS. Ibrahim : 14)
Yang mengherankan, ternyata ayah Nabi Ibrahim bernama Tarakh bukan Azar, sebagaimana yang dinyatakan sejarahwan Sunni. Ibnu Katsir menuliskan, "Ibrahim adalah putra Tarakh. Ketika Tarakh berusia 75 tahun, Ibrahim dilahirkan."33 Hadis ini pun ditegaskan oleh Thabari. la menggambarkan garis keturunan Nabi Ibrahim dalam kumpulan sejarahnya. Ia pun menyatakan dalam kitab tafsir Quran-Nya bahwa Azar bukan ayah kandung Nabi Ibrahim as. 34
Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Tahaqat Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 105; Tarikh atThabari jilid 7, hal. 100; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 172; Tafsir alKasysyaf, jilid 1, hal. 448; Tafsir, Qurthubi, jilid 6, hal. 406, dan banyak lagi.
2. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 179.
3. Referensi hadis Sunni: Mizan al-Itidal, Dzahabi, jilid 1, hal. 396.
4. Referensi hadis Sunni: Tafsir at-Thabari, jilid 7, hal. 109; Tafsir al-Durr al-Mantsur, jilid 3, hal. 8.
5. Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid b, hal. 158, hadis 197.
6. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 183, jilid 5, hal. 275, 283; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jiiid 1, hal. 3,151, jilid 3, hal. 212, 283; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 526, hadis 946; Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 51; Khasaish al-Awiiya', Nasa'i, hal. 20; Fadha'il al-Khamsah, jilid 2, hal. 343; Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 2, hal. 239.
7. Siratun Nabi, Syilbi Numani, hal. 239-240.
8. Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219 dan 220.
9. Bukhari pada bab Kematian (kalimat terakhir diambil dari Shahih Muslim dan bukan dari Bukhari). Inilah versi hadis Bukhari dan Muslim.
10. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.
11. Aini, bab Janaiz atau Kematian, jilid 4, hal. 200.
12. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 6, hal. 278-279, hadis 295.
13. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 102, hadis 129. Sumber hadis Sunni lainnya yang menegaskan bahwa surah at-Taubah adalah surah yang terakhir turun dan merupakan surah Madaniyah adalah Tafsir al-Kusysyaf, jilid 2, hal. 49; Tafsir, Qurthubi, jilid 8, haI. 273; Tafsir al-Itqan, jilid l, hal. 18; Tafsir, Syaukani, jilid 3, hal. 316.
14 Referensi hadis Sunni: Syarh ibn al-Hadid, jilid l, hal. 370.
15. Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.
16. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 4, hal. 329; Tafsir, Syaukani, jilid 5, hal. 189, Tnfsir, Alusi, jilid 28, hal. 37.
17. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1.
18. Referensi hadis Sunni: Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 207; Taf.sir, Qurthubi, jilid 4, hal. 58; Tafsir, Khazan, jilid 1, hal. 235; Tafsir al-Itqan, jilid 1, ha1.17.
19. Referensi Hadis Sunni: Sirali Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306.
20. Referensi hadis Sunni: Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.
21. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.
22. Referensi hadis Sunni: Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125.
23. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 6; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 275; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 315; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 266; Tarikh Khamis, jilid 1, hal. 254.
24. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabnri, jilid 2, hal. 229; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 284; Mustadrak Hakim, jilid, 2, hal. 622; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 122; al-Faiq, Zamakhsyari, jilid 2, hal. 213; Tarikh al-Kharnis, jilid l, hal. 253; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Fathul Bart, jilid 7, hal. 153 dan 154; Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 58. . 25. Referensi hadis Sunni: Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 139.
26. Referensi hadis Sunni: al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa'd, jilid l, hal. 123. '
27. Referensi hadis Sunni: Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220.
28. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibid, jilid 2, hal. 103; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 13, ha1.196; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 125; al-Ishabah, jilid 4, ha1.116; Tadzkirat Sibt, hal. 2; Tarikh, Yaqubi, jilid 2, hal. 26.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, Kulaini, jilid 1, hal. 448;, al-Ghadir, Amini, jilid 7, hal. 330.
30. Referensi hadis Syi'ah: al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341.
31. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146 (sebagaimana yang dikutip oleh Syilbi Numani).
32. Tarikh Abu Fida, jilid l, ha1.120.
33. Referensi hadis Sunni: al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 139.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 119; Tafsir atThnbari, Ibnu Jarir Thabari, jilid 7, ha1.158.
BAB 11: PARA SAHABAT YANG MEMBUNUH UTSMAN
Seseorang dari mazhab Wahabi menyebutkan, Muawiyah merasa bahwa pembunuh-pembunuh Amirul Mukminin Utsman bin Affan tidak boleh meneruskan perbuatan jahat mereka terhadap Islam. Muawiyah tidak berperang untuk kekuasaan pribadi. Ali tidak menyerahkan pembunuhnya kepada Muawiyah padahal terdapat bukti kuat dan konkret yang dimilikinya. Oleh karenanya, penduduk Syam bergabung dengan Muawiyah memerangi Ali.
Tidak mengherankan apabila saudara Wahabi ini melupakan perkataan Nabi Muhammad tentang takdir orang-orang yang akan memerangi Imam Ali yang dicatat dalam kitab-kitab yang mereka anggap shahih dan berpegang pada apa saja yang dipalsukan oleh pemimpin yang munafik, Amirul Munafiqin Muawiyah sendiri. Namun demikian, kami tidak perlu mengharapkan apapun dari Wahabi ini.
Pernyataan yang menyatakan bahwa Muawiyah bangkit memerangi khalifah yang sah pada zamannya dan menumpahkan darah ribuan kaum Muslim untuk menuntut balas kematian Utsman adalah kebohongan. Sekiranya Muawiyah berpikiran demikian, pertama-tama ia harus membunuh pemimpin pasukannya lebih dulu dan banyak pembantupembantunya karena sejarah Sunni membuktikan bahwa orang-orang yang membunuh Utsman adalah sahabat-sahabat dekat Muawiyah, dan juga musuh-musuh Imam Ali. Faktanya adalah pemimpin licik yang haus kekuasaan ini memerlukan dalih untuk perbuatan jahatnya, dan hal ini tidak aneh bagi Muawiyah. Sebagaimana yang akan dilihat dalam sumber hadis Sunni berikut ini, orang-orang yang memberontak menentang Utsman adalah orang-orang yang maju ke depan pertama kali untuk menuntut balas dengan satu niat dalam benaknya, yaitu menjatuhkan kekuasaan Imam Ali.
Para sejarahwan Sunni menegaskan bahwa pemberontakan menentang khalifah diawali oleh orang-orang berpengaruh di antara para sahabat. Kelemahan Utsman dalam mengatasi persoalan negara menyebabkan banyak sahabat yang menentangnya.
Tentu saja hal. ini menimbulkan perebutan kekuasaan di antara para sahabat yang berpengaruh di Madinah. Sejarahwan Sunni seperti Thabari, Ibnu Atsir, dan Baladzuri serta masih banyak lagi memberikan hadis yang menegaskan bahwa para sahabat ini adalah orang-orang pertama yang mengajak yang lainnya, tinggal di kota lain untuk bergabung melakukan pemberontakan kepada Utsman. Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika orang-orang melihat apa yang dilakukan Utsman, para sahabat Nabi di Madinah menulis surah kepada sahabat yang lain yang tersebar di sepanjang batas provinsi:
Kalian telah berjuang di jalanAllah, demi agama Muhammad. Ketika kalian tiada, agama Muhammad telah dirusak dan ditinggalkan. Maka kembalilah untuk menegakkan kembali agama Muhammad.
Kemudian mereka berdatangan dari segala penjuru hingga mereka membunuh Utsman.1
Sebenarnya, Thabari mengutip paragraf di atas dari Muhammad bin Ishaqbin Yasar Madani yang merupakan sejarahwan Sunni paling terkemuka dan penulis kitab - kitab Sirah Rasulullah. Sejarah mengungkapkan bahwa orang - orang berpengaruh ini merupakan kunci penggerak penentangan terhadap Utsman. Mereka di antaranya Thalhah, Zuhair, Aisyah binti Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash.
Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah bin Ubaidillah adalah satu penggerak utama menentang Utsman dan orang yang berkomplot dalam kematiannya. Kemudian ia menggunakan peristiwa itu membalas dendam kepada Ali dengan mengobarkan perang saudara yang pertama kali terjadi dalam sejarall Islam (Perang Unta). Berikut ini beberapa paragraf dari Thabari dan Ibnu Atsir untuk membuktikan pendapat di atas. Di bawah ini paragraf pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (di beberapa naskah, paragraf ini diriwayatkan oleh Ibnu Ayash).
Aku memasuki rumah Utsman (ketika pemberontakan terhadapnya terjadi) dan berbincang dengannya selama satu jam. la berkata, "Kemarilah Ibnu Abbas/Ayash!" la mengamit tanganku dan menyuruhku mendengar apa yang tengah diucapkan orang di depan pintunya. Kami mendengar beberapa orang berkata, "Apa yang engkau tunggu?" Sedang lainnya berkata, "Tunggu, mungkin ia akan bertobat!" Kami berdua berdiri di sana (di belakang pintu dan mendengar mereka). Thalhah bin Ubaidillah lewat dan berseru, "Mana Ibnu Udais?" Dijawab, "la ada disana." Ibnu Udais mendekati Thalhah dan membisikkan sesuatu padanya, lalu ia kembali kepada kawan-kawannya dan berkata, "Jangan biarkan seorangpun masuk (ke rumah Utsman) untuk melihat lelaki ini atau meninggalkan rumahnya!" Utsman berkata kepadaku, "ltu adalah perintah Thalhah." la melanjutkan, "Ya Allah, lindungilah aku dari Thalhah karena ia telah membangkitkan umat untuk menentangku! Ya Allah, aku berharap tidak terjadi sesuatu, dan darahnya sendiri akan tertumpah. Thalhah telah menganiayaku secara tidak hak. Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Darah seorang Muslim halal menurut tiga perkara; kekafiran, perzinaan dan orang young membunuh tanpa hak halal menuntut balas kepada orang Lain.
Lalu atas alasan apa aku harus dibunuh?"
lbnu Abbas/Ayash melanjutkan, "Aku ingin meninggalkan rumah itu, tetapi mereka menghalangi jalanku hingga Muhammad bin Abu Bakar yang lewat meminta untuk melepaskan aku, dan mereka pun melepaskanku.2
Riwayat berikut juga mendukung bahwa pembunuhan Utsman dimotori oleh Thalhah, dan para pembunuhnya keluar untuk memberitahukan pemimpin mereka bahwa mereka telah membereskan Utsman.
Abzay berkata, 'Aku menyaksikan hari ketika mereka pergi untuk memberontak pada Utsman. Mereka masuk rumah lewat pintu dari kediaman Amru bin Hazm. Terdengar pertempuran kecil dan mereka masuk. Demi Allah, aku tidak pernah lupa bahwa Sudan bin Humran keluar dan aku mendengar ia berkata,''Mana Thalhah bin Ubaidillah? Kami telah membunuh Ibnu Affan!"3
Utsman dikepung di Madinah ketika Imam Ali sedang berada di Khaibar. Imam Ali datang ke Madinah dan melihat orang - orang terus berkumpul di kediaman Thalhah. Kemudian Imam Ali pergi menemui Utsman. Ibnu Atsir menuliskan,
Utsman berkata kepada Ali, "Engkau berhutang kepadaku hak keislamanku dan persaudaraan serta kekerabatan. Jika aku tidak memiliki hak ini dan jika aku berada pada masa-masa sebelum Islam, tetap akan memalukan bagi keturunan Abdu Manaf (keturunan Ali dan Utsman) untuk membiarkan seorang lelaki dari keturunan Tyme (Thalhah) merampas hak kami." Ali berkata kepada Utsman, "Engkau harus tahu apa yang aku lakukan." Kemudian Ali pergi ke rumah Thalhah.
Orang banyak berkumpul di sana. Ali berkata kepada Thalhah, 'Apa yang menyebabkanmu sehingga engkau terjerumus?" Thalhah menjawab, "Wahai Abu Hasan! Semua sudah terlambat!"4
Thabari juga meriwayatkan percakapan berikut antara Imam Ali dengan Thalhah ketika rumah Utsman dikepung. Ali berkata kepada Thalhah, "Aku meminta engkau agar orang-orang berhenti untuk menyerang Utsman." Thalhah menjawab, "Tidak, demi Allah! Tidak, hingga Umayah secara sukarela menyerahkan yang hak!" (Utsman adalah pemimpin Umayah)5
Thalhah bahkan tidak memberi air kepada Utsman. Abdurrahman bin Asawd berkata bahwa dia terus menerus melihat Ali menghindar dari Utsman dan bertindak seperti sebelumnya. Tetapi Abdurrahman tahu bahwa ia berkata - kata dengan Thalhah ketika Utsman dikepung hingga Utsman tidak diberi air. Ali sangat kecewa tentang hal itu hingga akhirnya air minum diberikan kepada Utsman.6
Kita perhatikan riwayat dari Perang Unta yang telah disebutkan dibanyak kitab - kitab sejarah dan hadis Sunni. Riwayat berikut membuktikan bahwa bahkan pemimpin Umayah seperti Marwan (yang bersama Thalhah) memerangi Imam Ali mengetahui bahwa Thalhah dan Zubair adalah pembunuh Utsman. Ulama Sunni mencatat bahwa Yahya bin Sa'id meriwayatkan :
Marwan bin Hakam yang berada di kelompok Thalhah, melihat Thalhah mundur (ketika pasukannya dikalahkan di medan perang). Karena ia dan semua Bani Umayah mengetahui bahwa ia dan Zubair adalah pembunuh Utsman, dia melepaskan panah kepadanya dan membuatnya terluka parah. la kemudian berkata pada Aban, putra Utsman, "Aku telah menyelamatkanmu dari salah satu pembunuh ayahmu." Thalhah dibawa ke sebuah reruntuhan rumah di Bashrah di mana ia wafat.7
Zubair
Zuhri, perawi Sunni terkemuka lainnya yang sangat terkenal karena kebenciannya kepada Ahlulbait, meriwayatkan percakapan antara Imam Ali dengan Zubair serta Thalhah sebelum dimulainya perang unta.
Ali berkata, "Zubair, apakah engkau memerangiku karena darah Utsman setelah engkau membunuhnya? Semoga Allah memberikan balasan setimpal kepada Utsman di antara kita akibat yang tidak disukai orang itu." Ali berkata kepada Thalhah, "Thalhah, engkau telah mumbawa keluar istri Rasul (Aisyah), memanfaatkannya untuk berperang sedangkan kau tinggalkan istrimu di rumah (di Madinah)! Bukankah engkau telah membaiatku ?" Thalhah berkata, "Aku membaiatmu saat pedang masih disarungkan di punggungku."
Pada saat itu Ali mengajak berdamai dan memaafkan mereka. Ali berkata pada pasukannya, "Siapa di antara kalian yang akan membawa Quran ini kepada pasukan musuh, apabila ia kehilangan satu tangannya, ia akan memegangnya dengan tangan yang lain...?" Seorang pemuda Kufah bangkit dan berkata, "Aku akan melakukannya." Ali berkeliling kepada pasukannya menawarkan tugas itu. Hanya pemuda Kufah itu yang menerimanya. Kemudian Ali berkata, "Tunjukkan Quran ini kepada mereka dan katakan kepada mereka. Kitab ini adalah perantara di antara kalian dan kami dari awal hingga akhir. Ingatlah Allah, dan selamatkanlah jiwa kami dan jiwa kalian!"
Usai pemuda itu menyerahkan kepada mereka untuk kembali pada Quran dan menyerahkan diri kepada kebenarannya, pasukan Basrit menyerang dan membunuhnya. Pada saat itu Ali berkata pada pasukannya " Sekaranglah saatnya peperangan diperbolehkan !" Lalu pecahlah perang tersebut.8
Sebagaimana yang terlihat hadis di atas, Imam Ali dengan jelas-jelas menyatakan bahwa Zubair adalah salah satu dari orang yang membunuh Utsman.
Sekiranya para pemberontak itu mengangkat Thalhah atau Zubair, bukan Imam Ali, menjadi khalifah, mereka akan memberikan hadiah yang besar kepada pembunuh Utsman. Tentunya para pemimpin itu tidak menuntut balas atas darah Utsman, karena mereka sendiri yang ada di balik persekongkolan itu. Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai cara menjatuhkan kekhalifahan Imam Ali.
Aisyah
Thalhah dan Zubair bukan hanya orang-orang yang berkomplot memerangi Utsman. Sejarah Sunni mengungkapkan bahwa sepupu Thalhah, Aisyah, berkomplot dan berkampanye memerangi Utsman. Paragraf berikut yang juga berasal dari Tarikh at-Thabari, juga menunjukkan persekongkolan Aisyah dengan Thalhah dalam menjatuhkan Utsman.
Ketika Ibnu Abbas sedang pergi ke Mekkah, ia melihat Aisyah berada di as-Sulsul (7 mil di utara Madinah). Aisyah berkata, "Wahai Abu Abbas, aku mengajak engkau demi Allah untuk menjatuhkan lelaki ini (Ustman) dan menabur benih keraguan di antara orang-orang mengenai dirinya, karena engkau memiliki lidah tajam. Orang-orang telah menunjukan kebersetujuan mereka, dan pelita menunjuki mereka. Aku melihat Thalhah mengambil kunci harta umat dan Baitul Mal. Jika ia menjadi khalifah (setelah Utsman), ia akan menapaki jejak sepupu dari ayahnya, Abu Bakar."
Ibnu Abbas berkata,"Wahai Ummul Mukminin, jika terjadi sesuatu terhadapnya (Ustman), orang-orang akan mencari perlindungan hanya kepada sahabat kami (Ali). "Aisyah berteriak,"Diamlah! Aku tidak berminat berdebat denganmu atau menetangmu."9
Banyak sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah suatu kali pernah menemui Utsman dan meminta bagian dari warisan Nabi Muhammad (setelah bertahun-tahun lamanya sejak kematian Nabi Muhammad). Utsman tidak memberi Aisyah uang tersebut dengun mengingatkannya bahwa ia adalah salah satu orang yang memberi kesaksian dengan mendorong Abu Bakar untuk tidak memberi warisan kepada Fathimah. Maka, apabila Fathimah tidak mendapatkan warisan, maka mengapa ia mendapatkannya? Aisyah menjadi sangat murka kepada Utsman dan ia keluar sambil berkata, "Bunuh Na'thal ini, karena ia telah menjadi kafir!"'10
Sejarahwan Sunni lain, Baladzuri, dalam kitab sejarahnya (Ansab al-Asyraf) berkata bahwa ketika situasi semakin memburuk, Utsman memerintahkan Marwan bin Hakam dan Abdurrahman bin Attab bin Usaid untuk membujuk Aisyah agar ia berhenti berkampanye menentangnya. Mereka menemuinya ketika ia tengah siap-siap pergi berhaji, mereka berkata kepadanya, "Kami berdoa semoga engkau berada di Madinah dan Allah akan menyelamatkan lelaki ini melalui engkau."
Aisyah berkata, "Aku telah mempersiapkan perbekalan dan perjalanan dan berjanji akan melaksanakan ibadah haji. Demi Allah, aku tidak akan mengabulkan permohonanmu. Aku berharap ia (Utsman) berada di salah satu tasku sehingga aku dapat membawanya. Lalu aku melemparkan ia ke laut."11
Amr bin Ash
Amr bin Ash (orang nomor dua di pemerintahan Muawiyah) adalnh salah satu penggerak yang berbahaya dalam menentang Utsman dan memiliki banyak alasan untuk bersekongkol melawannya. la adalah Gubernur Mesir pada masa khalifah Umar. Tetapi, khalifah ketiga, Utsman, menurunkannya dari jabatan dan menggantikannya dengan saudara tertuanya, Abdullah bin Sa'd bin Abu Syarh. Akibatnya, Amru sangat membenci Utsman. la kembali ke Madinah dan mulai berkampanye menentang Utsman, dengan menuduhnya banyak berbuat kesalahan. Utsman menyalahkan Amru dan ia berkata kepadanya dengan kasar. Hal ini bahkan membuat Amru semakin membencinya. la sering bertemu Zubair dan Thalhah lalu bersekongkol menentang Utsman. la sering menemui jemaah haji dan memberitahu penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Utsman. Menurut Thabari, ketika Utsman dikepung, Amru tinggal di istana Ajlan dan bertanya kepada orang-orang tentang keadaan Utsman.
Amru tidak meninggalkan tempat duduknya sebelum penunggang kuda kedua lewat. Amru memanggilnya, "Bagaimana keadaan Utsman?" Lelaki itu berkata, "la telah dibunuh." Kemudian Amru berkata, "Aku adalah Abu Abdillah. Bila aku ingin menggaruk luka, aku akan merobeknya (artinya bila aku menginginkan sesuatu, aku akan mendapatkannya). Aku telah menyulut umat untuk melawannya, bahkan para penggembala di puncak gunung." Lalu Salamah bin Raun berkata kepadanya, "Engkau, suku Quraisy, telah memutuskan ikatan yang kuat antara dirimu dengan orang-orang Arab. Mengapa kau lakukan hal itu?" Amru menjawab, "Kami ingin mengambil kebenaran dari tangan kejahatan, dan membuat orang-orang memiliki pijakan yang sama mengenai kebenaran."12
Para pemecah belah kaum Muslimin melupakan sesuatu yang terkenal dalam sejarah Islam yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Sunni. Pemberontakan terhadap Utsman diakibatkan oleh usaha sahabat-sahabat yang berpengaruh di Madinah seperti Aisyah, Thalhah, Zuhair, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash. Pembunuhan Utsman memberikan kambing hitam yang pantas bagi orang-orang telah memperebutkan banyak lagi kekuasaan, disaat mereka pun mengabdi kepada pemerintahan Utsman. Sebagian besar mereka adalah kerabatnya, Bani Umayah, seperti Muawiyah, Marwan yang memanfaatkan Utsman sebelum ia wafat dan sesudahnya.
Imam Ali berkata pada Perang Unta, "Kebenaran dan kebatilan tidakldapat dikenali dari kebaikan orang. Pahamilah kebenaran terlebih dahulu, engkau akan mengetahui siapa yang taat mengikutinya!"
Perubahan-perubahan yang Dilakukan Khalifah-khalifah Sebelumnya
Kepribadian Utsman (1): Tiadakah orang-orang yang lebih baik?' ` Di kalangan kaum Sunni terdapat sebuah ahman bahwa orang yang ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah akan selamat selamanya. Merekn tidak akan mendustai Nabi Muhammad dan tidak akan melakukan dosa besar. Hal yang samapun kadang-kadang dinyatakan kepada orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar. Mari kita terima saja dua aturan ini selama anda membaca artikel ini. (Hal ini sangat mengejutkan seolah-olah mereka adalah orang-orang suci).
Utsman Ibnu Affan, khalifah ketiga setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ternyata; 1) tidak ikut dalam perang Badar; 2) Melarikan diri di perang Uhud; 3) Tidak mengikuti perjanjian Hudaibiyah dan tidak menyaksikannya.
Kami ingin bertanya kepada anda;
1) Jika anda berpikir bahwa orang yang dimaksudkan hadis ini tidak benar, atau diputarbalikkan, atau sengaja disalahartikan, kemukanlah versi hadis yang anda miliki, beserta orang yang dimaksud pada hadis tersebut.
2) Bacalah hadis berikut! Bacalah secara teliti, apakah anda puas dengan jawaban Ibnu Umar dalam hadis ini! Bagaimanapun, jika 'ya' atau 'tidak', kajilah posisi utama di antara para sahabat Nabi. Contohnya, bagaimana anda membandingkan Utsman dengan para sahabat lain yang benar-benar ikut dalam perang Badar, yang tidak melarikan diri di perang Uhud, dan ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah. Jelaskanlah pendapat anda sehingga kami memahami pendapat anda mengenai Utsman!
3) Siapa saja yang melakukan hal-hal sebagai berikut pada saat yang sama? Turut serta dalam perang Badar, tidak melarikan diri dari perang Uhud, turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah? Kami mengetahui berapa orang yang ikut serta dalam masing-masing perintah tersebut, tetapi hanya sedikit sekali yang ikut serta dalam ketiganya. Sebutkanlah nama-nama para sahabat tersebut, dan sumber rujukan anda.
4) Apakah orang-orang yang turut serta dalam ketiga hal tadi masih hidup ketika Umar wafat? Jika ya, mana yang menurut anda patut menjadi khalifah anda?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 48,14 diriwayatkan bahwa Utsman bin Muhim, orang Mesir yang datang dan berhaji ke Kabah melihat beberapa orang tengah duduk.
la bertanya, "Siapakah orang-orang ini?" Seseorang menjawab, "Mereka dari suku Quraisy." la bertanya lagi, "Siapa orang tua di antara mereka?" Mereka menjawab, "Dia Abdullah bin Umar." "Oh, Ibnu Umar! Saya ingin bertanya kepada anda tentang sesuatu, tolong beritahu saya! Apakah anda tahu bahwa Utsman melarikan diri pada perang Uhud? Apakah anda tahu juga bahwa Utsman tidak pula ikut perang Badar dan ia tidak ada di sana?" Ibnu Umar menjawab, "Ya."
Laki-laki itu bertanya, "Apakah anda tahu bahwa ia tidak ikut perjanjian ar-Ridwan dan tidak menyaksikannya?" Ibnu Umar menjawab, "Ya." Laki-laki itu berseru, "Allahu Akbar!" Ibnu Umar berkata, "Akan aku ceritakan semuanya (ketiga hal itu). Ketika ia melarikan diri pada perang Uhud aku bersaksi bahwa Allah telah mengampuninya, dan ketika ia tidak berperang pada perang Badar, itu karena putri Rasulullah, yang merupakan istrinya, tengah sakit. Nabi Muhammad berkata padanya,'Engkau akan menerima balasan yang setimpal dan Mendapat harta rampasan yang sama dengan orang-orang yang berperang (bila tinggal bersamanya).' Sedangkan ketika ia tidak hadir dalam perjanjian ar-Ridwan untuk berbaiat, disana telah ada orang yang lebih dipercaya dari pada Utsman (sebagai wakil) Nabi Muhammad pasti telah mengutus Utsman dan bukan orang itu. tidak diragukan, Nabi Muhammad telah mengutusnya dan peristiwa perjanjian ar-Ridwan terjadi setelah Utsman pergi ke Mekkah. Nabi Muhammad mengangkat tangan kanannya bahwa 'lni adalah tangan Utsman'. la mengangkat tangan kanan lainnya, "Perjanjian ini karena Utsman." Kemudian Ibnu Umar berkata kepada lelaki itu, "Ingatlah alasan ini olehmu!"
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4359, diriwayatkan Ibnu Umar, "Utsman tidak bergabung dalam perang Badar karena ia menikah dengan salah satu putri Nabi Muhammad." Lalu, Nabi berkata kepadanya, "Engkau akan mendapatkan balasan dan menerima bagian (rampasan perang) yang sama dengan pahala dan bagian harta orang yang berperang di perang Badar."
Pertanyaan kami adalah bahwa alasan apapun yang dikemukakan Utsman untuk tidak bergabung dalam perang Badar bagaimana Sunni menilainya di antara sahabat lain yang bergabung dalam perang Badar? Berikut ini kami sajikan lagi referensi lain.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5290, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Orang-orang beriman yang berperang dalam Perang Badar dan orang-orang yang tidak bergabung mendapatkan balasan yang tidak sama."
Ada ayat yang di turunkan berkaitan dengan Ali bin Abi Tllalib dan io diberi kedudukan khusus. Bacalah hadis berikut dan bandingkan dengan Utsman, di mana tidak ada ayat (berkenaan dengan perang Badar) yang turun untuknya, dengan ayat yang turun bagi Ali bin Abi T'halib.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5304, diriwayatkan oleh Abu Mujlar. dari Qais bin Ubaid bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku adalah orang pertama yang bersujud kepada Allah, Yang Maha Pengasih untuk mendapat keputusan Allah pada hari kebangkitan."
Qais bin baid juga berkata, "Ayat berikut turun berkenaan denganya, " Dua orang mukmin dan orang kafir bermusuhan ini mempertengkarkan Tuhan mereka " (QS.al-Hajj : 19)".
Qais berkata bahwa mereka adalah orang-orong yang berpurong di perang Badar, yaitu Hamzah, Ubaidah/Abu Ubaidah bin Harits, Syaibah bin Rabi'ah, Utbah dan Walid bin Utbah.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5305, diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa ayat 'Dua orang yang bermusuhan ini (mukmin dan kafir) berdebat satu sama lain mempertentangkan Tuhan mereka' (QS. 22:19), turun berkenaan dengan enam orang dari suku Quraisy, yaitu Ali, Hamzah, Ubaidah bin Harits, Syaibah bin Rabi'ah, Utbah bin Rabi'ah dan Walid bin Utbah.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5306, diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib bahwa ayat '...Dua orang yang saling bermusuhan ini (orang mukmin dan orang kafir) berdebat mengenai Tuhan mereka' (QS. 22.19), turun berkenaan dengan mereka.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5307, diriwayatkan oleh Qais bin Ubaid bahwa dia mendengar Abu Dzar bersumpah bahwa ayat ini turun bagi enam orang pada peristiwa perang Badar.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5308, diriwayatkan oleh Qais bahwa dia mendengar bahwa Abu Dzar bersumpah bahwa ayat `... dua orang yang saling bermusuhan (orang mukmin dan orang kafir) mempertengkarkan Tuhan mereka' (22.19), turun berkenaan dengan orang-orang yang berperang pada perang Badar. Mereka adalah Hamzah, Ali, Ubaidah bin Harits, Utbah dan Syaibah, dua putra Rabi'ah dan Walid bin Utbah.
Melarikan Diri dari Perang Uhud
Untuk mengingatkan anda (tidak memberitahu anda), ada ayat dalam Surah Ali Imran yang menyatakan, "Orang-orang yang berpaling di antara kalian ketika dua kelompok bertemu hanya karena diperintahkan oleh apa yang telah mereka lakukan dan Allah mengarnpuni mereka."
Anda bahkan tidak bersusah-susah untuk melihat kitab suci Allah. Mungkin anda tengah membicarakan surah Ali Imran ayat 152 dan 155. Anda perlu membaca ayat 152-156. Kami berharap wafat bukan menjadi salah satu dari mereka. Allah mengampuni umat. Hal itu adalah karuniaNya. Allah telah mengampuni banyak sahabat ketika Nabi masih hidup.
Allah mengampuni tiga orang yang telah melarikan diri dari perang Tabuk. Apakah anda berangan - angan menjadi salah satu dari orang - orang yang tidak melaksanakan perintah Nabi Muhammad dan akhirnya Allah mengampuni mereka?
Akan tetapi pertanyaan kami bukan ini. Kami meminta anda untuk membandingkan orang-orang yang melarikan diri (bercerai berai) di perang Uhud dengan orang-orang yang tidak melarikan diri. Bagaimann anda menilai mereka?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4706, diriwayatkan oleh Jubair bin Mut'im:
Utsman Ibnu Affan pergi menemui Nabi Muhammad dan berkata, "Wahai Rasulullah! Engkau telah memberi harta kepada Bani Muthalib dan tidak memberi kami meskipun kami dan mereka memiliki hubungan yang sama denganmu!" Nabi berkata, "Hanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang merupakan satu keluarga."Kami harap anda dapat melihat dan memahami bahwa Nabi Muhammad memperlakukan Bani Hasyim dan Bani Muthalib berbeda dengan Utsman dan keluarganya. Sehingga, hubungan pernikahan antara Utsman dengan putri Nabi Muhammad sama sekali tidak berkaitan sedikitpun dengan maqam spiritual.
Membuat Hukum Islam Baru; Aturan Shalat dalam Perjalanan15
Setelah membaca hadis berikut anda akan mengetahui bahwa shalat Safar sebenarnya diperpendek dan Nabi Muhammad tidak shalat secara penuh ketika ia sedang dalam perjalanan singkat.
Abu Bakar dan Utsman melakukan hal yang sama;
Utsman melakukan hal yang sama di masa awal kekhalifahannya; Kemudian Utsman mengubah aturan shalat dalam perjalanan dan shalat secara penuh ketika dalam perjalanan;
Aisyah mengikuti aturan Utsman ini.
Pertanyaan kami: Atas perintah siapa, Utsman melakukan shalat Ketika dalam perjalanan secara penuh? Mengapa Aissyah mengikuti Ustman dalam hal ini?
Catatan penting: Jika anda ingin membaca buku Eiqih, lakukanlah secara bebas. Kami ingin anda mengajikan semua alasan mazhab Sunni dan menunjukkan bagaimana mereka memahami beberapa hukum Islam selain hadis ini dan kami ingin anda menegaskan hasilnya dengan hadis ini, kata demi kata.
Kami mengetengahkan beberapa hadis yang tidak memiliki kekecualian. Bahkan kami tidak memberi satupun kata kunci sehingga dapat menerapkan aturan ini dan itu hanya pada beberapa orang tertentu. Itulah sebenarnya yang anda lihat dalam hadis. Apabila anda membaca buku para ulama, anda akan menemukan bahwa mereka berkata hal ini dan hal itu untuk beberapa kasus dan mereka tidak menerapkannya pada siapapun. Kami ingin anda menunjukkan pada kami bagaimana anda tidak dapat memberlakukan hadis tersebut kepada seseorang. Kami ingin anda, memisah-misahkan hadis sepotong demi sepotong dan membuktikan apa yang telah anda dengar atau anda baca dari kitab-kitab para ulama. Kami telah memberikan hadis yang ash dan tidak menyebutkan nama ulama manapun, dan kami tidak peduli orang ini atau itu adalah ulama atau bukan. Kami hanya ingin anda menyebutkan bagaimana orang yang berilmu ini meramu kesimpulan di luar hadis-hadis mi.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2206, diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
Aku menemui Rasulullah dan ia tidak pernah melakukan shalat lebih dari dua rakaat ketika dalam perjalanan. Abu Bakar, Umar dan Utsman dulu biasa melakukan hal yang sama.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2717, diriwayatkan oleh Aisyah:
"Ketika shalat pertama kali diperintahkan, jumlah inasing-masing shalat adalah dua rakaat. Kemudian, shalat dalam perjalanan ditetapkan sebagaimana sebelumnya tetapi bagi orang yang tidak dalam perjalanan jumlah rakaat shalatnya tetap penuh." Zuhri berkata, "Aku bertanya kepada Urwah apa yang membuat Aisyah shalat secara penuh (ketika dalam perjalanan)." la menjawab, "la melakukan hal yang dilakukan Utsman."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2188, diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar :
Saya melakukan shalat bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar di Mina dan jumlahnya dua rakaat. Utsman di masa awal kekhalifahannya melakukan hal yang sama, tetapi kemudian ia shalat dalam jumlah yang penuh.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2189, diriwayatkan oleh Haritsah bin Wahab, "Nabi Muhammad mengimami kami shalat di Mina pada masa perdamaian sebanyak dua rakaat."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2190, diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Yazid:
Kami melakukan shalat 4 rakaat di Mina yang diimami oleh Ibnu Affan. Abdullah bin Mas'ud diberitahu tentang hal itu. la berkata dengan sedih, "Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan hanya kepada-Nya kita kembali." la menambahkan, 'Aku shalat dua rakaat di Mina bersama Rasulullah dan hal yang sama juga dilakukan Abu Bakar dan Umar (semasa kekhalifahan mereka). Semoga aku beruntung melaksanakan dua rakaat shalat dan la (Allah) menerimanya.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2195, diriwayatkan oleh Anas bin Malik, "Melaksanakan shalat empat rakaat bersama Nabi Muhammad di Madinah dan dua rakaat di Dzul Hulaifah (mengqashar shalat Ashar).
Mengubah Aturan Haji Umrah 16
Setelah membaca hadis tersebut anda akan menemukan bahwa:
Di haji terakhir Nabi Muhammad SAW, beberapa orang melaksanaknn ibadah umrah dan haji bersamaan;
Utsman melarang orang-orang melaksanakan umrah dan haji bersamaan pada masa kekhalifahannya;
Ali dengan tegas tidak sependapat dengan Utsman, dan memberi tahunya bahwa perintahnya bukan berasal dari sunnah Nabi.
Kami memiliki satu pertanyaan: Atas perintah siapa Utsman melarang orang-orang melaksanakan haji dan umrah bersamaan? Mengapa Utsman tidak menaati Nabi dalam hal ini? Seperti yang anda lihat, Utsman tidak menaati hadis Nabi. Menurut anda, apakah keputusannya benar?
Satu catatan penting: Cobalah baca buku fiqih anda, dan berikanlah alasan-alasan ulama Sunni! Telitilah hadis berikut satu demi satu dan rujukkanlah bagaimana anda memperoleh hasilnya! Karena kami telah mengetengahkan hadis yang asli, kami ingin anda mengemukakan semua pemahaman anda dari awal. Kami sangat mengutamakan pendapat perawi hadis-hadis ini dan tidak begitu mengutamakan pendapat para ulama. (Kami harus menambahkan bahwa anda sebaiknya meneliti secara cermat apa yang dikatakan para ulama karena kami mengetahui jenis hadis.yang akan anda berikan).
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2633, diriwayatkan oleh Aisyah:
Kami berangkat bersama Rasulullah (ke Mekkah) pada tahun haji Rasulullah yang terakhir. Beberapa orang dari kami menganggap ihram hanya untuk umrah, sedang beberapa orang lainnya menganggap ihram untuk umrah dan juga haji. Sedangkan yang lain menganggap ihram untuk haji. Maka, barangsiapa yang menganggap ihram untuk haji atau untuk haji dan umrah, ia belum menyelesaikan ihram hingga hari berkurban."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2364, diriwayatkan oleh Marwan bin Hakam:
Saya melihat Utsman dan Ali. Utsman sering melarang orang-orang melakukan Haji Tamattu dan Haji Qiran (melaksanakan haji dan umrah bersam-aan) dan ketika Ali melihat (perbuatan Utsman) ia melakukan ihram untuk haji dan umrah secara bersamaan. la berkata, "Labaik, untuk umrah dan haji," dan berkata, "Aku tidak akan meninggalkan hadis Nabi karena ucapan seseorang."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2640, Ali dan Utsman memiliki pendapat berbeda mengenai haji tamattu ketika mereka berada di Uafah (satu tempat di mekkah) Ali berkata, " Aku melihat engkau berniat melarang orang - orang untuk melakukan hal yang Nabi Muhammad lakukan?" Ketika Ali melihat hal itu, ia menganggap ihram bagi haji dan umarah.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2.642, diriwayatkan oleh Imran:
Kami melakukan haji tamattu ketika Rasulullah masih hidup. Kemudian, ayat Quran turun berkenaan haji tamattu. Seseorang (baca: UtsmanbinAffan) berkata bahwa yang ia inginkan (berkenaan dengan Hajj at-Tamattu) berasal dari pendapatnya sendiri.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2747, diriwayatkan Abu Jamrah:
Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang haji tamattu. la memerintahkanku untuk melakukannya. Aku bertanya tentang kurban. la berkata, "Engkau harus menyembelih unta, sapi atau domba, atau engkau akan membaginya dengan yang lain!" Nampaknya ada beberapa orang yang tidak menyukai haji tamattu. Aku tertidur dan bermimpi seolah-olah seseorang berkata, "Allah Maha Besar...(itulah) hadis Abu Qasim (Nabi Muhammad)." Diriwayatkan oleh Syu'bah bahwa seruan dalam mimpi itu adalah "Umrah yang diterima dan haji yang mabrur."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2638, diriwayatkan oleh Syu'bah, bahwa Abu Jamrah Nasr bin Imran Duba'i berkata:
Aku berniat melakukan haji tamattu dan orang-orang menganjurkan aku untuk tidak melakukannya. Aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai hal itu dan ia memerintahkanku untuk melakukan haji tamattu. Kemudian aku mendengar dalam mimpi seseorang berkata kepadaku, "Haji mabrur dan umrah diterima." Lalu aku bercerita kepada Ibnu Abbas tentang mimpi itu. la berkata, "Itulah hadis Abu Qasim." Kemudian ia berkata kepadaku, "Tunggulah sebentar, aku akan memberimu sebagian hartaku." Aku (Syu'bah) bertanya, "Mengapa (ia mengajakmu)?" la (Abu jamrah) berkata, "Karena mimpi yang aku lihat tadi malam."
Mengubah Hukum Zakat 18
Hadis berikut dengan jelas menunjukkan bahwa Utsman membuat beberapa aturan baru dalam pembayaran zakat. Ali tidak sependapat dengannya dan memberitahu Utsman apa yang Rasulullah tetap dalam aturan zakat. Utsman dengan jelas menyatakan bahwa ia tidak memerlukan hadis Nabi. Kami ingin meminta anda untuk menjelaskan mengapa Utsman melakukan hal yang bertentangan dengan hadis Nabi?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4343, diriwayatkan oleh Ibnu Hanafiyah:
Jika Ali berkata sesuatu yang buruk tentang Utsman, ia akan menyebutkan hari ketika beberapa orang menemuinya dan mengeluh tentang aturan zakat yang dibuat Utsman. Ali berkata padaku, "Pergilah, temui Utsman dan katakan padanya, 'Surah ini berisi aturan mengeluarkan sedekah menurut Rasulullah!' Oleh karenanya, sesuaikanlah aturan zakatmu dengannya!" Aku membawa surah itu kepada Utsman. Utsman berkata, "Ambillah, kami tidak memerlukannya!" Aku kembali kepada Ali dengan membawa surah itu dan memberitahu kejadian itu padanya. Ali berkata, "Letakkanlah di mana kamu mengambilnya!"
Diriwayatkan oleh Muhammad Ibnu Suqah:
Aku mendengar Mundzir Thusi menceritakan Ibnu Hanafiyah yang berkata, "Ayahku mengutusku." la berkata, "Bawalah surah ini kepada Utsman karena surah ini berisi perintah Nabi Muhammad mengenai aturan sedekah."
Sebagaimana kami nyatakan di artikel lain, surah ini menjadi terkenal sebagai kitab Ali bin Abi Thalib. Hadis lain dalam Shahih al-Bukhari juga menegaskan adanya surah tersebut.
Kepribadian Umar
Ketika Umar membuat aturan-aturan Islam yang baru menurut pendapatnya sendiri seperti yang anda lihat di referensi, ia berkata, "Ni'mah al-Bid'ah Hadza. "
Tahukah anda apa yang dilakukan Allah SWT terhadap orang-orang yang menciptakan aturan Islam yang baru, mengumumkannya kepada umat dan merasa bangga dengan hasil ciptaannya?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 3227, diriwayatkan olch Abu Hurairah:
Rasululah bersabda " Barang siapa yang shalat di malam hari sebulan penuh di bulan Ramadhan dengan sungguh-sungguh dan mengharapkan balasan Allah, semua dosa di masa lalunya akan diampuni."
Ibnu Syihab (perawi kedua) berkata, "Rasulullah telah wafat dan umat melihat shalat itu tetap demikian (nawafil sendiri, dan tidak berjamaah), dan hal itu tetap demikian semasa kekhalifahan Abu Bakar sampai awal kekhalifahan Umar."
Abdurrahman bin Abdul Qari berkata, 'Aku pergi menemani Umar bin Khattab di suatu malam Ramadhan ke Masjid. Di sana kami melihat orang-orang shalat dalam kelompok yang berbeda-beda. Seorang lelaki shalat sendirian atau yang lainnya shalat dengan sekelompok orang di belakangnya. Kemudian Umar berkata, "Aku lebih menyukai menyatukan orang-orang ini shalat dipimpin oleh seorang imam." Lalu, ia memutuskan untuk menyatukan mereka dalam shalat dengan imam Ubay bin Ka'ab.
Kemudian pada suatu malam lain, aku bersama lagi dengan Umar dan orang-orang tengah shalat berjamaah. Melihat hal itu, Umar berkomentar, "Betapa indah bid 'ah ini, shalat yang tidak mereka lakukan, tetapi tidur saat itu lebih baik daripada shalat yang mereka lakukan."
Kepribadian Umar: Aturan Mengenai Shalat lainnya
Hal ini berkenaan dengan mengacungkan jari telunjuk ketika shalat. Setelah mendengar persoalan ini, pertanyaan muncul di benak kami; 1) Siapa yang memulai dilakukannya praktik ini?; 2) Apakah hal ini dipraktikkan Rasulullah SAW?; 3) Jika dilakukan Rasulullah SAW, tolong sebutkan referensinya?; 4) Jika tidak, lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?
Berikut ini jawaban kami: Umar adalah orang pertama yang memulai praktik ini. Sepanjang pengetahuan kami, tidak ditemukan hadis yang menegaskan kebenarannya. Berikut adalah referensinya. Ia (Umar) sedang shalat, dan ketika mengucapkan ayat 'Maka sembahlah Tuhan pemilik Kabah!' la mengacungkan jari telunjuknya ke Kabah. Syah Waliyullah berkomentar bahwa gerakan seperti itu diperbolehkan dalam shalat.19
Di samping itu, kitab The Reliance of Traveller, tidak menyebutkan hadis ini dalam konteks ini (sejauh yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Jika memang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad, buktikanlah!
Apakah Terdapat Orang-orang Munafik di Antara Para Sahabat?
Kami memiliki beberapa pertanyaan sederhana dari saudara Sunni. Sebagian besar kalian menyatakan bahwa semua sahabat bukan orang munafik, tidak seorang pun dari mereka munafik. Mari kita terima dulu pendapat ini. Pertanyaan kami adalah; apakah terdapat orang-orang munafik di antara para sahabat?
Dengan kata lain, definisikanlah kata 'sahabat' dengan jelas dan secara terperinci?
Jelaskan bahwa sahabat seperti Abdullah bin Ubay, yang merupakan orang munafik yang paling terkenal, disebut sahabat atau bukan? Jelaskanlah apakah orang-orang munafik yang ada ketika Nabi masih hidup di antaranya adalah sahabat atau bukan?
Jika jawaban pertanyaan no. 3 adalah 'tidak', sebutkanlah semua orang munafik yang bukan sahabat! Dengan kata lain, anda harus dapat membedakan antara sahabat dan orang munafik. Anda harus dapat mengkategorikan dan menyebutkan orang-orang munafik itu, semuanya. Jika tidak semuanya, sebutkanlah sekitar 100 orang dari mereka! Jika anda tidak dapat membedakan antara sahabat dan munafik bagaimana kami tahu mana orang yang munafik dan mana orang yang merupakan salah satu sahabat Nabi?
Dan jika jawaban no. 3 adalah'ya' yang artinya bahwa orang munafik adalah sahabat nabi, setujikah anda apabila kami menampilkan seseorang yang merupakan sahabat Nabi dan juga orang munafik, yang bernama Abdullah bin Ubay? Lalu, apakah anda sepakat bila kami mengetengahkan beberapa sahabat lain yang juga munafik atau tidak?
Kebenarannya adalah (kami tidak peduli apakah mazhab Syi'ah/Sunni menyukainya atau tidak) bahwa anda tidak dapat menycbut seseorang itu bukan Islam ketika ia mengucapkan, 'Tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah Rasulullah". Jika anda menyebut orang itu non muslim dengan begitu mudah dari mulut anda, maka anda harus bersiap - siap mengahadapi api neraka Allah.
Seseorang akan tetap menjadi Muslim sepanjang ia mengucap dua kalimat syahadat di atas, tidak peduli apakah ia menyatakan; sebuah hadis benar atau tidak, seorang sahabat berdusta kepada Nabi atau tidak, seorang sahabat telah mencuri sesuatu (ia adalah pencuri), seorang sahabat telah membunuh secara sengaja dan tidak memiliki hak untuk melakukannya, dan seorang sahabat telah berperang di jalan yang sesat demi setan.
Gantikanlah kata sahabat dengan 'ulama terhormat' dan bacalah sekali lagi.
Persoalan masyarakat Islam saat ini adalah mereka membiarkan diri mereka saling menyerang (Sunni atau Syi'ah) dan menuduh satu sama lainnya sebagai kafir. Jika orang-orang ini berkuasa, mereka akan membunuh siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka, seperti yang dilakukan ratusan tahun lalu. Kebiasaan buruk yang menyenangkan setan dan membuat Allah murka sekarang ini menyebar di masyarakat Islam.
Kami menantang anda berulang kali dan anda tidak dapat berbuat apa-apa. Jika anda memahami bahwa tidak ada sumber rujukan bagi kebiasaan buruk anda, maka setidaknya anda berusaha menyembunyikan hal tersebut. Kebiasaan tersebut bukan kepribadian Muslim sejati.
Seseorang berkata: Jika seseorang berkata bahwa salah satu sahabat X telah berdusta atas nama Nabi, artinya bahwa sahabat ini kafir? Karena ia telah menuduh seorang Muslim X sebagai orang kafir, ia sendiri, Mali menjadi kafir.
Kami tidak keberatan dengan pernyataan kedua karena kami sendiri telah menampilkannya. Persoalan kami secara spesifik dimaksudkan bagi pertanyaan pertama. Kami meminta anda membawa kamus Jepang atau Arab dan menunjukkan kata baru tersebut kepada kami.
Jika anda tidak dapat membuktikannya, bersikap manusiawilah dan tinggalkan kebiasaan buruk anda.
Seseorang yang menggunakan kata di atas kepada mukmin lainnya, ia dianggap sebagai orang kafir. Bukan kami yang mengatakan hal ini. Karena kami bukan seorang ulama (kata 'kafir' ini bukan kata yang ringan, kata ini adalah kata yang berat yang besertanya api neraka, dan kata ini harus diucapkan oleh Allah dan Rasul-Nya). Inilah yang dicatat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim. Jika anda peduli dengan kedua buku ini dan anda mendengar serta menaati kedua kitab ini, sedikitnya'menaati' hadis dalam kedua buku ini, kami memperingatkan anda dengan jelas bahwa orang ini dianggap kafir dengan aturan berikut, "Jika seseorang X menyatakan Muslim lainnya Y sebagai kafir, sedang ia tahu bahwa Y adalah Muslim, maka X menjadi kafir. Orang seperti ini dianggap sebagai orang murtad, karena ia meninggalkan Islam dengan menyebut saudaranya seiman sebagai kafir secara sengaja.[]
Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
2. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1.199-200. -
3. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
4. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
6. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 180-181.
7. Referensi hadis Sunni: Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat serupa diceritakan juga di al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
8. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 905.
9. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisanul Arab, jilid 14, ha1.141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh, Ibnu Abi Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
11. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri, bagian 1, jilid 4, hal. 75.
12. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 171-172.
13. Hadis dalam artikel ini diambil dari terjemahan Shahih a1-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam, Madinah Munawwarah, Terbitan Kaje, 1529 North Wells Street, Chicago. 11160610 (USA), (Revisi ke-3, 1977) (Edisi revisi ke-4, Maret 1979), No.Telp. (di perpustakaan Waterloo University): BP 135. A124E54.
14. Hadis yang sama pun diriwayatkan di jilid 5, no. 395.
15. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, Dr. Muhammad Muhsin Khan, Islamic University, Madinah Munawwarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago, ILL. 60610 (USA), (revisi ke-3,1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. ( di perpustakaan Waterloo University): BP 135.A124E54.
16. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Mushin Khan, Islamic University, Madinah Munawwarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago ILL.60610 (USA), (revisi ke-3,1977), (edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. (di perpustakaan Waterloo University): BP135.A124E54.
17. Lihat hadis No. 631, 636, dan 639.
18. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, versi ArabInggris, Dr. Muhammad Mushin Khan, Islamic University, Madinah Munawarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago, Ialah.6061 (USA), (revisi ke-3, 1977) (Edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. (di perpustakaan Waterloo University): Bpk.A12E54.
19. Referensi hadis Sunni: al-Faruq, vol. II & III, hal. 314, Syilbi Numani, penerbit Sh. Muhammad Asyraf Lahore, Pakistan; Izlatul Khifa, jilid III, hal. 346, Syah Waliyullah Muhadis Dehlavi, Qadeemi kitab Khala, Karachi Pakistan.
BAB 12 : KONTROVERSI ABDULLAH BIN SABA
Musuh-musuh Islam yang memiliki tujuan memecah belah umat Islam, berusaha menggambarkan Syi'ah sebagai sebuah aliran yang berasal dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang memeluk Islam selama pemerintahan Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Mereka menyatakan lebih jauh bahwa Abdullah bin Saba melakukan perjalanan ke kota-kota dan desa-desa umat Islam, dari Damaskus hingga ke Kufnli lalu ke Mesir, menyebarkan berita di kalangan umat Islam bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW. la menghasut umat Islam untuk membunuh Utsman karena ia meyakini bahwa Utsman telah menduduki jabatan Ali. la juga menciptakan keonaran di pasukan Ali dan musuhnya pada perang Unta. la juga bertanggung jawab atas semua gagasan-gagasan Syi'ah selanjutnya. Penulis sewaan ini mepkini U.ilmw nbdullnh bin Saba adalah pendiri mazhab Syi'ah, dan karena ia sendiria adalah orang munafik dan menulis berita bohong, maka semua ilmu dan keyakinan Syi'ah juga tidak benar. Sebenarnya, Abdullah bin Saba adalah kambing hitam yang tepat untuk semua klaim orang - orang Sunni.
Ketika Keberadaan sesorang bernama Abdullah bin Saba di awal sejarah sejarah Islam sangat dipertanyakan, hal yang jelas setelah dilakukan penelitian mengenai hal ini adalah bahwa meskipun seorang Ielaki miskin dengan nama seperti itu mungkin pernah ada pada zaman itu, cerita yang disebarkan tentang orang ini merupakan legenda, cerita bohong, dibuat-buat, dan fiksi, dan tidak ada bukti tentang kebenaran kisah-kisah tentangnya. Atas izin Allah, kami akan membahas poin ini di pembahasan berikut ini.
Cerita-cerita bohong seputar tokoh Abdullah bin Saba merupakan hasil karya keji seseorang bernama Saif bin Umar Tamimi. la adalah pengarang, yang hidup di abad kedua setelah Hijrah. la mengarang cerita ini berdasarkan beberapa fakta utama yang ia temukan dalam sejarah Islam yang ada saat itu. Saif menulis sebuah novel yang tidak berbeda dengan novel Satanic Verses karangan Salman Rushdi dengan motif yang serupa, tetapi dengan perbedaan bahwa peranan setan dalam bukunya diberikan kepada Abdullah bin Saba.
Saif bin Umar mengubah biografi beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW untuk menyenangkan pemerintah yang berkuasa saat itu, dan menyimpangkan sejarah Syi'ah serta mengolok-olok Islam. Saif adalah seorang pengikut setia Bani Umayah, salah satu musuh besar Ahlulbait di sepanjang sejarah, dan niat utamanya mengarang cerita-cerita seperti itu adalah untuk merendahkan Syi'ah. Dalam cerita karangannya, ia mengejar banyak tujuan lain, yang salah satunya adalah mengangkat kedudukan sukunya atas suku lain dengan menciptakan sahabat-sahabat imajiner dari sukunya. Tetapi banyak ulama Sunni menemukan banyak bid'ah dalam riwayatnya yang tidak hanya terbatas pada persoalan Abdullah bin Saba, dan karena itu mereka mengabaikan riwayatnya, dan menuduhnya-sebagai seorang pendusta dan pemfitnah. Tetapi, hasil karya Saif mendapat dukungan sebagian kelompok Sunni hingga saat ini. Di bagian selanjutnya, kami akan mengetengahkan ucapan-ucapan ulama-ulama Sunni terkemuka, yang membenarkan bahwa Saif bin Umar adalah orang yang tidak dapat dipercaya dan ceritanya dusta.
Telaah ideologi menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang membenci mahzab pemikiran Syi'ah (banyak dari mereka adalah musuh - musuh Islam) mendasarkan rasa kebencian mereka pada bid'ah ini yang mereka ekspoitir untuk mendukung serangan mereka kepada Syi'ah. Pendekatan ini sama seperti yang dilakukan Saif bin Umar sendiri.
Asal Muasal Cerita Abdullah bin Saba
Cerita Abdullah bin Saba berusia lebih dari dua belas abad lamanya. Parasejarahwan dan penulis mencatatnya, dan memberi tambahan kepada cerita tersebut.
Sekilas melihat rangkaian perawi dari cerita ini, anda akan temukan nama Saif berada di situ. Beberapa sejarahwan berikut ini mencatat cerita tersebut dari Saif secara langsung:
- Thabari.
- Dzahabi, ia juga menyebutkan dari Thabari (1).
- Ibmi Abu Bakir, ia juga mencatatnya dari Ibnu Atsir (15), yang mencatat dari Thabari (1).
- Ibnu Asakir.
Berikut ini sejarahwan yang tidak secara langsung mencatat dari Saif:
- Nicholson dari Thabari (1).
- Ensiklopedi Islam karya Thabari (1)
- Van Floton dari Thabari (1)
- Wellhauzen dari T'habari (1).
- Mirkhand dari Thabari (1).
- Ahmad Amin dari Thabari (1), dan dari Wellhauzen (8).
- Farid Wajdi dari Thabari (1).
- Hasan Ibrahim dari Thabari (1).
- Said Afghani dari Thabari (1), dan dari ibnu Abu Rakir (3),
- Ibnu Asakir (4), dan Ibnu Bardan (21).
- Ibnu Khaldun dari Thabari (1).
- Ibnu Atsir dari Thabari (1).
- Ibnu Katsir dari Thabari (1).
- Danaldson dari Nicholson (5), dan dari ensiklopedia (6).
- Ghiathuddin dari Mirkhand (9).
- Abu Fida dari Ibnu Atsir (15).
- Rasyid Ridha dari Ibnu Atsir (15).
- Ibnu Bardan dari Ibnu Asakir (4).
- Bustani dari Ibnu Katsir (16).
Daftar di atas menunjukkan bukti bahwa cerita-cerita bohong seputar sifat Abdullah bin Saba dimulai dari Saif dan dikutip oleh Thabari secara langsung dari buku Saif sebagaimana yang diungkapkan Thabari sendiri.' Olah karena itu, tokoh Saif dan sejarahnya harus ditelaah dan dianalisis dengan sangat teliti.
Siapakah Saif ?
Saif bin Umar Dzabbi Usaidi Tamimi hidup pada abad II/VIII dan meninggal setelah tahun 170/750. Dzahabi berkata bahwa Saif meninggal ketika Harun Rasyid memerintah di Baghdad (Iraq). Selama hidupnya, Saif menulis dua buku berikut ini pada masa pemerintahan Umayah; 1) Al-Futuh wa ar-Riddah, yang merupakan sejarah periode sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga khalifah ketiga, Utsman, menjadi pemimpin dunia Islam; 2) Al-Jamal wa Masiri Aisyah wa Ali, yang merupakan sejarah dari pembunuhan Utsman hingga perang Jamal (perang antara Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW). Buku-buku tersebut sekarang sudah tidak ada namun sempat bertahan beberapa abad setelah masa hidupnya Saif. Berdasarkan temuan ini, orang terakhir yang menyatakan bahwa ia memiliki buku Saif adalah Ibnu Hajar Asqalani (852 H).
Kedua buku ini lebih banyak berisi cerita fiksi, bukan kebenaran, cerita-cerita yang dibuat-buat, dan beberapa peristiwa yang benar, yang secara sengaja dicatat dengan cara yang mengolok-olok.
Karena Saif berbicara tentang beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW dan juga menciptakan sahabat-aahabat Nabi dengan nama yang aneh, ceritanya telah mempengaruhi sejarah Islam masa awal. Beberapa ahli biografi seperti penulis Ushul Ghabah, Isti'ab dan Ishabah dan ahli geografi seperti penulis buku Mu jam al-Buldare dan ar-Rawz al-Mi'tar teloh menulis beberapa kisah hidup beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW, dan menyebutkan tempat-tempat yang hanya terdapat di buku karangan Saif. Karena itu, kehidupan dan tokoh Saif serta kredibilitasnya harus ditelaah secara teliti.
Pendapat Kaum Sunni Mengenai Saif
Beberapa ulama terkemuka Sunni berikut ini membenarkan bahwa Saif bin Umar terkenal sebagai seorang pendusta dan orang yang tidak dapat dipercaya:
Hakim (405 H) menulis, "Saif adalah seorang ahli bid'ah. Riwayatnya harus diabaikan."
Nasa'i (303 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar."
Yahya bin Muin (233 H) menulis, "Riwayat Saif lemah dan tidak berdasar."
Abu Hatam (277 H) menulis, "Hadis yang diriwayatkan Saif harus ditolak."
Ibnu Abu Hatam (327) menulis, "Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Saif ."
Abu Daud (316 H) menulis, "Saif bukan seorang yang dapat dipercaya. la adalah seorang pembohong. Beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak."
Ibnu Habban (354 H) menulis, "Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi-perawi yang sahih. la dianggap sebagai seorang pebid'ah dan pembohong."
Ibnu Abdul Barr (462 H) menyebutkan dalam tulisannya tentang Qa'fa ; " Saif meriwayatkan bahwa Qa`qa berkata, 'Aku menghadiri kematian Nabi Muhammad."' Ibnu Abdul Barr melanjutkan " Ibnu Abu Hatam berkata, 'Riwayat Saif lemah. Oleh karenanya, apa yang disampnikam tentang keberadaan Qa'qa pada wafatnya Nabi Muhammad ditolak. Kami menyebutkan hadis-hadis Saif hanya untuk diketahui saja."'
Darqufii (385 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah." Firuzabadi (817 H) menulis dalam buku Tawalif tentang Saif dan beberapa orang lainnya bahwa riwayat yang mereka sampaikan lemah. Ibnu Sakan (353 H) menulis, "Riwayat Saif lemah."
Safuddin (923 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif dianggap lemah."
Ibnu Udai (365 H) menulis tentang Saif, "Riwayat yang ia sampaikan lemah. Beberapa riwayatnya terkenal tetapi sebagian besar dari riwayat itu lemah dan tidak digunakan."
Suyuthi (900 H) menulis, "Hadis yang disampaikan Saif lemah." Ibnu Hajar Asqalani (852 H) menulis setelah ia menyebut sebuah hadis, "Banyak perawi hadis ini lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Saif."
Menarik untuk kita perhatikan bahwa meskipun Dzahabi (748 H) telah mengutip dari Saif dalam buku sejarahnya, ia menyebutkan di bukunya yang lain bahwa Saif adalah perawi yang lemah. Dalam buku al-Mughni fi al-Dhu'afa, Dzahabi menulis, "Saif memiliki dua buku yang berdasarkan kesepakatan telah diabaikan oleh para ulama."'
Hasil dari penyelidikan tentang kehidupan Saif menunjukkan bahwa Saif adalah seorang yang tidak beragama dan pengarang yang tidak dapat dipercaya.
Cerita yang dikisahkan olehnya diragukan dan secara keseluruhan atau sebagiannya palsu. Dalam cerita-ceritanya, in menggunakan nama-nama kota yang tidak pernah ada di dunia ini. Abdullah bin Saba adalah kebohongan utama dari cerita-ceritanya. Ia juga mengenalkan 150 sahabat nabi imajiner untuk meluaskan tokoh-tokvh ciptaannya, dengan memberi nama-nama yang aneh pada mereka yang tidak ditemukan di dokumen manapun. Selain itu, waktu kejadian yang diberikan pada riwayat Saif bertolak belakang dengan dokumen Hadis Sunni yang sahih. Saif juga menggunakan rangkaian perawi palsu dan meriwayatkan banyak peristiwa-peristiwa ajaib (seperti sapi yang berbicara denganmanusia dan lain-lain).
Beberapa pendukung Saif berpendapat bahwa meskipun Sail Hianggap sebagai seorang perawi hadis yang lemah dan banyak udama hadis tidak mempercayai riwayatnya, hal tersebut hanya terdapat di wacano syariat, dan bukan di wacana sejarah.
Dengan pendapat tersebut, mereka ingin mendasarkan cerita 'sejarah' tentang seseorang yang dianggap pembohong dan zindiq. Apabila permasalahan tentang Saif hanyalah kurangnya ilmu syariat, kita dapat katakan bahwa ia dapat dipercaya dalam hal lainnya. Tetapi, persoalannya adalah Saif adalah seorang pembohong dan membuat banyak kepalsuan dengan mengarang kejadian dan merujuk hadis palsu pada perawi yang sahih. Oleh karenanya, orang seperti itu patut dipertanyakan untuk semua hal. Mengenai catatan sejarahnya, kita akan lihat pada bagian ke lima bahwa bahkan para sejarahwan Nasrani telah membenarkan ketidakkonsistenan antara riwayat sejarahnya dengan perawi-perawi yang benar lainnya. Di sini tidak perlu disebutkan pendapat Sunni dan Syi'ah tentang Saif yang ahli bid'ah.
Cerita Tentang Abdullah bin Saba Yang Tidak Memiliki Sanad Dari Perawi Manapun
Ada beberapa riwayat dari ulama Syi'ah dan Sunni yang mengambil beberapa bait tentang Abdullah bin Saba dari sejarahwan dan penulis budaya kuno, tetapi hal itu tidak memberi bukti apapun untuk pernyataan mereka. Mereka juga tidak memberikan isnad yang mendukung unhik riwayat mereka untuk diperiksa.
Contohnya, riwayat mereka dimulai dengan kalimat, "Beberapa cara, berkata demikian dan demikian...", atau "beberapa ulama berkata ini dan itu.." tanpa menyebutkan nama ulama tersebut, dan dari mana mereka mendapatkan riwayat tersebut. Riwayat tersebut berdasarkan pada rumor yang dipropagandakan oleh Umayah yang dipropagandakan oleh Umayah (meniru karya Saif) yang sampai pada mereka, dan beberapa riwayat lain yang didasarkan pada kreativitas pengarang cerita. Hal ini disimpulkan ketika kami melihat penulis-penulis ini meriwayatkan beberapa legenda yang jelas-jelas palsu dan tidak masuk akal.
Riwayat-riwayat ini diberikan oleh orang-orang yang menulis buku tentang al-Milal wa an-Nihal (cerita tentang peradaban dan kebudayaan) atau buku al-Firaq (perpecahan
36
liran-aliran).
Di antara kaum Sunni yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber klaim mereka adalah: Ali bin Isma'il Asyari (330) dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat Islam).
Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi (429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara aliran-aliran).
Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan Kebudayaan).
Perawi-perawi Sunni di atas, tidak memberi sumber atau sanad cerita mereka mengenai Abdullah bin Saba. Mereka saling berlomba untuk menambahjumlah aliran dalam Islam dengan nama-nama yang aneh seperti al-Kawusiyyah, at-Tayyarah, al-Mamturah, al-Gharabiyyah, al-Ma'lumiyyah, al-Majhuliyyah dan banyak lagi tanpa memberi sumber manapun atau referensi bagi klaim mereka. Karena hidup di abad pertengahan, para penulis ini beranggapan bahwa menulis kisah-kisah aneh dan merujukkan peristiwa yang tidak realistis kepada negara-negara Islam akan membuat mereka semakin terkenal daripada para pesaing lain dalam hal ini. Dan dengan demikian, mereka menyebabkan penyimpangan yang besar pada sejarah Islam dan telah berbuat kejahatan keji terhadap apa yang telah mereka rujukkan secara salah kepada negara-negara Islam.
Beberapa dari mereka menceritakan legenda yang tak masuk akal dan cerita fiksi yang kesalahannya mudah untuk dikenali saat ini, meskipun bagi mereka tidak mustahil untuk menyalahartikan cerita-cerita tersebut sebagai sejarah di masa itu. Contohnya, Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa anNihal menyebutkan bahwa ada sekelompok makhluk setengah manusia bernama an-Nas dengan wajah separuh, satu mata, satu tangan, dan satu kaki. Umat Islam dapat berbicara kepada makhluk-makhluk ini dan bahkan bertukar puisi. Beberapa orang Islam bahkan sering memburu mereka dan memakannya.
Makhluk-makhluk ini dapat melompat lebih cepat dari pada seekor kuda dan mereka adalah pemakan rumput. Syahrastani lebih jauh menyebutkan bahwa Mutawakil, Khalifah Abbasiah, memerintahkan para ilmuwan zaman itu untuk menyelidiki makhluk-makhluk ini.
Masyarakat pada zaman itu tidak memiliki peralatan modern yang dapat memudahkan mereka menemukan kesalahan cerita-cerita dan dongeng bohong ini, dan mungkin mereka lebih suka cerita yang lebih panjang dan aneh yang nampak menunjukkan kebenaran cerita tersebut, meskipun cerita tersebut tidak memiliki referensi.
Selain itu, berdasarkan telaah kronologis zaman ketika para penulis itu hidup, kita dapat menyimpulkan bahwa semua penulis itu hidup lama setelah zaman Saif bin Umar, dan bahkan setelah Thabari. Dengan demikian, sangat memungkinkan bahwa mereka semua mendapatkan cerita tentang Abdullah bin Saba dari Saif. Klaim ini menjadi lebih kuat ketika diteliti bahwa tidak ada satu orang pun dari mereka menyebutkan sumber riwayat mereka yang mungkin karena skandal Saif bin Umar dikenal oleh setiap orang saat itu dan mereka tidak ingin mendiskreditkan buku mereka dengan menyebutkan sumbernya. Selain itu, tidak ada dokumen manapun yang menuliskan tentang Abdullah bin Saba sebelum Saif. Para ulama atau sejarahwan yang hidup sebelum Saif bin Umar tidak pernah menyebut nama Abdullah bin Saba di buku-buku mereka. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Ibnu Saba pernah ada, maka ia bukanlah seorang yang penting bagi mereka sebelum Saif membuatnya menjadi penting. Hal ini juga merupakan alasan lain untuk meyakini bahwa apa yang disebarluaskan seputar tokoh Abdullah bin Saba diawali oleh propaganda besar Saif bin Umar Tamimi.
Di antara perawi Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya adalah dua sejarahwan berikut ini:
Sa'd bin Abdullah Asy'ari Qummi (301) dalam bukunya al-Mmlalul wal-Firaq menyebut sebuah riwayat di mana terdapat nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari buku mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu Asy'ari Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber Sunni. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal berkata bahwa Asy'ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.
Hasan bin Musa Naubakhti (310), seorang sejarahwan Syi'ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.
Kedua orang ini merupakan orang Syi'ah yang memberi beberapa keterangan tentang keberadaan seorang lelaki terkutuk bernama Abdullah bin Saba pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Perhatikanlah bahwa semuanya meriwayatkan keterangan ini lama setelah zaman Saif bin Umar dan bahkan setelah Thabari menulis sejarahnya. Dengan demikian mereka mungkin mendapat informasi dari Saif atau orang yang mengutip darinya seperti Thabari. Hal ini menjadi lebih mungkin ketika kita lihat bahwa mereka menulis kalimat "Beberapa Qrang berkata demikian dan demikian..." tanpa memberi isnad atau nama 'orang-orang' tersebut.
Riwayat Mengenai Abdullah bin Saba yang Tidak Diriwayatkan Melalui Saif bin Umar
Kami harus menunjukkan bahwa meskipun ada kurang dari empat belas riwayat yang terdapat dalam koleksi hadis Syi'ah dan Sunni yang menyebut nama Abdullah bin Saba, dan disokong oleh rangkaian sanad, tetapi dalam sanad mereka nama Saif tidak muncul.
Di Syi`ah, Khusyi atau al-Kusysyi, juga disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba.
Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba dari Imam Ahlulbait yang dikutip di bawah ini. Sebagaimana yang akan kita lihat, hadis ini memberi gambaran yang sangat berbeda daripada hadis Yang disebutkan oleh Saif. Tetapi, telah terbukti bagi ulama Syi'ah bahwa buku Kusysyi (Kash) memiliki banyak kesalahan, terutama dalam namn dnn juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan. la banyak meriwayatkan hadis dalam bukunya ar-Rijal, dan oleh karena itu, bukunya tidak dianggap sebagai sumber Syi'ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayatriwayat Kusysyi (Kash) tidak ditemukan dalam empat kitab hadis utama Syi`ah. (untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahannya, lihatlah buku ar-Rijal karya Tustari dan Askari)
Ulama Syi`ah lain yang menyebut nama Abdullah bin Saba, Mali mengutip Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy'ari Qummi dan Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumbur untuk riwayat mereka). Di antara mereka yang mengutip Kusysyi adalah Syekh Thusi (460), Ahmad bin Thawus (673), Allamah Hilli (726), dan lain-lain.
Di Sunni, selain mereka yang mengutip dari Saif bin Umar yang namanya telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa riwayat dari Ibnv Hajar Asqalani yang memberi informasi yang sangat sama dengan aha yang telah Kusysyi berikan.
Mengenai beberapa riwayat Sunni dan Syi' ah, kami akan menyebutkan beberapa poin'berikut.
Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis Sunni dan Syi'ah, sanga berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah tuhan, dan segera Ali memenjarakannya setelah mendengar berita tersebut dan memintanya untuk bertobat . la tidak melakukan apa yang diperintahkan "Ali sehingga Ali memerintahkan agar ia dibakar. Hadis - hadis ini membenarkan bahwa Ali dan para keturunannya mengutuk iorang ini dan menajauhkan diri mereka dari pernyataan ketuhanan tentang Ali bin Abi Thalib. Inilah cerita tersebut, dengan kondisi bahwa hadis-hadis ini pada awalnya sahih.
Beberapa hadis ini (kurang dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab shahih manapun. Sebenarnya, tidak disebutkan nama Abdullah bin Saba dalam kumpulan (sihah) hadis shahih Sunni. Terlebih lagi, riwayat-riwayat ini tidak pernah dinyatakan sebagai riwayat yang shczhih baik oleh ulama Sunni atau Syi'ah, dan ada kemungkinan besar bahwa orang bernama Abdullah bin Saba tidak pernah ada, dan dia hanyalah karangan Saif Ibnu Umar, serupa dengan 150 saha'bat Nabi imajiner karan ;annya yang tidak pernah terdapat di riwayat yang shahih. Sekiranya Abdullah bin Saba pernah ada, Saif menggunakan tokoh ini dan merujukkan banyak peristiwa kepadanya karena tidak ada riwayat yang sama yang diriwayatkan oleh perawi Sunni lain. Tidak hanya itu, riwayat Saif sangat bertolak belakang dengan riwayat Sunni sebagaimana yang akan kami tunjukkan di bagian ini dan bagian selanjutnya. Karangan-karangan keji tentang peristiwa tersebut mudah untuk dikenali bahkan oleh ulama-ulama Sunni.
Sekarang, kami akan memberikan beberapa hadis ini yang tidak diriwayatkan oleh Saif. Riwayat ini dianggap berasal dari Abu Ja'far. la berkata, "Abdullah bin Saba sering menyatakan dirinya sebagai seorang rasul dan bahwa Amirul Mukminin, Ali, adalah Tuhan. Maha Tinggi Allah dari pernyataan seperti itu."
Berita ini sampai pada Ali, lalu ia memanggilnya dan menanyainya. Tetapi Abdullah mengulang pernyataannya dan berkata, "Engkau adalah Dia (Tuhan), dan berita ini telah diturunkan kepadaku bahwa engkau adalah 'Tuhan dan aku adalah seorang rasul."
Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Beraninya engkau berkata demikian. Setan telah mengolok-olokmu. Bertobatlah atas apa yang engkau katakan! Semoga ibumu menangisi kematianmu. Hentikanloh semua ini (pernyataanya)!" Tetapi Abdullah menolak, oleh karenanya Ali bin Abi Thalib memenjarakannya dan memintanya untuk bertobat, ia menolak. Kemudian ia dibakar dan berkata "Setan telah membawanya ke dalam khayalannya, ia sering datang kepadanya dan memasukkan pikiran seperti itu kepadanya ?"
Selain itu diriwayatkan bahwa Ali bin Husain berkata, "Semoga Allah mengutuk orang-orang yang telah berkata kebohongan tentang kami. Setiap kali aku menyebut Abdullah bin Saba , setiap kali pula rambut di tubuhku berdiri, Allah mengutuknya. Ali, atas izin Allah, adalah hamba-Nya, saudara Rasulullah SAW. la tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasul-Nya. Dan (hal yang sama) Rasulullah SAW tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada-Nya."3
Diriwayatkan bahwa Abu Abdillah berkata, "Kami adalah keluarga yang benar. Tetapi kami tidak terhindar dari seorang pendusta yang berkata kebohongan tentang kami untuk merendahkan kebenaran kami dengan kebohongannya di mata umat. Rasulullah SAW adalah orang yang paling benar di antara orang-orang dari semua yang ia katakan dan orang yang paling benar di antara umat; dan Musailamah sering berbohong tentangnya. Pemimpin orang-orang beriman adalah orang yang paling benar di antara ciptaan Allah setelah Rasulullah SAW, dan orang yang sering berkata kebohongan tentangnya, dan berusaha untuk merendahkan kebenarannya dan menyatakan kebohongan tentang Allah, adalah Abdullah bin Saba."4
Selain itu, "Dia (Aba Abdullah, Ja'far Shadiq) mengatakan kepada sahabatnya tentang Abdullah bin Saba bahwa Abdullah bin Saha menyatakan bahwa, pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi 'I'lialih, adalah Tuhan. la berkata, "Ketika ia menyatakan demikian kepada Ali, Ali memintanya untuk bertobat tetapi ia menolak, oleh karrnanya Ali membakarnya."5
Mengenai riwayat Sunni, beberapa riwayat dari Ibnu Hajar Asqalani memberi informasi yang sama dengan apa yang diberikan Kusysyi. Ibnu Hajar menyebutkan "Abdullah bin Saba adalah salah satu orang ekstrim (al-Ghulat), zindiq, dan orang sesat, yang membuat dirinya dibakar karena apa yang ia katakan tentang Ali."6
Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan, "Ibnu Asakir menyebut dalam sejarahnya bahwa Abdullah bin Saba berasal dari Yaman. la adalah orang Yahudi yang masuk Islam dan mengembara di kota-kota Islam dan mengajarkan mereka untuk tidak menaati pemimpin mereka, dan memasukkan pikiran-pikiran jahat kepada mereka. Kemudian ia masuk wilayah Damaskus untuk tujuan itu. Kemudian Ibnu Asakir menyebutkan sebuah cerita yang panjang dari buku al-Futuh karya Saif Ibnu Umar, yang tidak memiliki isnad yang benar."7
Kemudian Ibnu Hajar memberikan sebuah hadis yang dua sanadnya tidak ada. Pada catatan kaki ia mengatakan bahwa hadis ini telah digugurkan. Berikut ini hadisnya; Ali menaiki mimbar dan berkata, "Ada apa dengannya?" Orang-orang berkata, "la menyangkal Allah dan Rasul-Nya."8
Pada hadis yang lain, Ibnu Hajar meriwayatkan, "Ali berkata kepada Abdullah bin Saba; 'Aku telah diberi tahu bahwa akan ada tiga puluh pendusta (yang mengaku sebagai Nabi) dan engkau adalah salah satunya."9
la juga menulis, "Abdullah bin Saba dan pengikutnya mengakui Ali sebagai Tuhan, dan tentu saja Ali membakar mereka ketika ia menjadi khalifah."lo
Hadis-hadis Sunni berikut ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih juga. Semua hadis-hadis ini yang diriwayatkan oleh Syi'ah dan Sunni (selain Saif ), tidak melebihi empat belas hadis. Jumlah hadis-hadis ini bahkan berkurang jika dihilangkan pengulangannya. Beberapa hadis-hadis Syi'ah berikut menyatakan bahwa:
Abdullah bin Saba muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan bukan pada masa pemerintahan Utsman sebagairnana yang diakui Saif.
Abdullah bin Saba tidak menyatakan bahwa Ali adalah penerus Nabi Muhammad SAW subagainiana yang dinyatakan Sail. la nuvnyalak.rir bahwa Ali adalah Tuhan.
Ali bin Abi Thalib membakarnya beserta para ekstrimis lainnya (al Ghulat). Di sini Saif tidak menyatakan hal seperti itu.
Tidak disebutkan tentang keberadaannya atau peranamya pada masa kekhalifahan Utsman. Tidak disebutkan tentang agitasinya terhadap Utsman yang berakhir pada pembunuhan Utsman sebagaimana yang Saif rujukkan kepada Abdullah bin Saba;
Tidak disebutkan tentang peranan Abdullah bin Saba di Perang Unta;
Hadis-hadis ini tidak menunjukkan bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang saleh mengikuti Abdullah bin Saba. Sedangkan Saif menyatakan bahwa pionir-pionir Islam yang setia seperti Abu Darr dan Ammar bin Yasir adalah murid dari Abdullah bin Saba ketika Utsman memerintah.
Sabaiah dan Beragam Tokoh Ibnu Saba
Sejak zaman pra-Islam, istilah Sabaiyah digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan Saba putra Yashjub, putra Ya'rub, putra Qahtan, sama dengan Qahtaniyah, juga dikenal sebagai Yamaniyah menujukkan tempat asal mereka, Yaman.
Kelompok ini (Sabaiyah/Qahtaniyah/Yamaniyah) berbeda dengan Adaniyah, Nazariyah dan Mudhariyah, yang digunakan untuk menunjukkan orang yang berhubungan dengan Mudhar putra Nazar, putra Adnan, Hari putra-putra Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Ada beberapa sekutu untuk setiap suku yang berada di bawah lindungan suku tersebut, Hon kadang-kadang mereka disebut-sebut dengan nama suku tersebut.
Secara umum, akar bangsa Arab berasal dari salah satu dua suku utama ini. Ketika dua suku bergabung di Madinah untuk menciptakan sebuah masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, orang - orang yang berhubungan dengan Qahtan dinamakan Anshar (para penolong) yang merupakan penduduk Madinah di saat itu, dan orang-orang dari Adnan beserta sekutu mereka yang berhijrah ke Mad inah, yang disebut Muhajirin.
Tokoh Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin utama Khawarij (kelompok yang menentang Ali bin Abi Thalib ketika Ali menjadi khalifah, berasal dari suku pertama, Sabaiyah atau Qahtan. Karena pergesekan antara dua suku Adnan dan Qahtan semakin memanas di Madinah dan Kufah, para Adhani sering memanggil orang-orang dari suku Qahtan dengan sebutan Sabaiyah. Tetapi sebutan ini sangat bersifat sukuistis dan etnis hingga munculnya karya Saif bin Umar (dari suku Adnan) pada awal abad kedua, ketika Umayah memerintah, di Kufah. Saif memanfaatkan pergesekan suku ini dan menciptakan entitas agama mistis Sabaiyah berpemimpinkan Abdullah bin Saba.
Untuk memunculkan nama pendiri mazhab ini, Saif bin Umar mengubah nama Abdullah bin Wahab Saba menjadi Abdullah bin Saba seperti yang muncul di riwayat-riwayat Asyari, Sama'ani, dan Maqrizi, atau menciptakan cerita tersebut sekaligus namanya. Tetapi, tidak ada bukti kuat tentang keberadaan Abdullah bin Saba selama masa kekhalifahan Utsman dan Ali, kecuali Abdullah bin Wahab Saba'i yang merupakan pemimpin suku Khawarij.
Kita juga melihat bahwa istilah Saba'i dalam nama orang, yang berasal dari suku Qahtan, berakhir di Iraq, tempat asal mula cerita tersebut setelah masa itu.
Penamaan tersebut berlanjut di sepanjang abad kedua dan ketiga di Yaman, Mesir, Spanyol, di mana sejumlah perawi hadis Sunni (termasuk beberapa perawi hadis dalam enam koleksi hadis Sunni) diberi nama Saba'i karena mereka memiliki keterkaitan dengan Saba bin Yashjub dan bukan dengan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang menciptakan kekacauan menurut pernyataan Saif.
Setelah kitab sejarah Thabari dan kitab sejarah lainnya menyebarkon cerita ini di wilayah lain, nama Saba'i ada di mana-mana. Kemudian, sebutan dalam kitab-kitab sejarah tersebut digunakan untuk Menunjukkmn kelanjutan Abdullah bin Saba, meskipun mereka tidak pernah mellihat orangnya selain dari buku.
Cerita tersebut berputar bertahun - tahun lamanya untuk memberikan cerita tentang tokoh ini dan keyakinannya. Pada saat yang sama, ketika Abdullah bin Saba merupakan Ibnu Sauda menurut pengarangnya (Saif). Kita melihat bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda yang hidup sekitar abad ke lima, beserta beragam versi cerita lainnya." Kita dapat membatasi versi cerita tentang tokoh abad ke lima ini menjadi tiga tokoh berikut.
Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.
Abdullah bin Saba yang mendirikan suku Saba'iyah yang meyakini bahwa Ali adalah tuhan. la dan pengikutnya dibakar tak lama setelah itu. Abdullah bin Saba, yang juga terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut Utsman kemudian memulai perang Jamal.
Orang pertama, secara realitas memang ada, dan beberapa ahli hadis menghubungkan Abdullah bin Saba terhadap orang ini yang merupakan pemimpin suku Khawarij. Mengenai orang kedua, ada beberapa hadis yang disebut sebelumnya tetapi hadis-hadis tersebut dianggap tidak shahih oleh semua mazhab. Orang ketiga, adalah karangan Saif yang mungkin ia ciptakan berdasarkan cerita yang ia dengar tentang orang pertama dan orang kedua, lalu melekatkan ceritanya sendiri kepada mereka.
Ibnu Saba dan Syi'ah
Kita perlu membedakan antara ulama-ulama Sunni yang meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba (baik dari Saif seperti Thabari atau yang lain seperti Ibnu Hajar) dan ulama-ulama Sunni gadungan yang tidak hanya meriwayatkannya tetapi juga menyatakan bahwa Syi'ah adalah pengiku tokoh fiksi ini. Telah terbukti bahwa ulama - ulama gadungan yang menyebutkan bahwa pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba bukanlah orang-orang Sunni. Mereka adalah pengikut sunnah keluarga Abu Sufyan dan Marwan.
Ketika ulama-ulama gadungan ini ingin membahas tentang Syi'ah,, mereka menggunakan istilah Saba'iyah untuk merendahkan ketaatan pengikut keluarga Nabi, terhadap Islam, dengan cara yang sama bahwa mereka merendahkan ketaatan sekelompok umat Islam yang terbunuh pada masa kekhalifahan Abu Bakar karena mereka mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah kepada mereka dalam menyebarkan zakat di kalangan orang miskin dan tidak memberikannya kepada Abu Bakar.
Para ulama gadungan ini, ketika berbicara tentang orang-orang ini, mereka mencampuradukkannya dengan masalah Musailamah yang menyatakan dirinya sebagai Nabi dan mengatasnamakan para syuhada ini padanya untuk membenarkan perbuatan mereka menumpahkan darah, menjarah kekayaan mereka dan merampas para wanita mereka. Tetapi Allah SWT akan memberi keputusan di antara mereka karena Dialah pemberi keputusan yang paling baik.
Pencampuradukkan antara kebohongan dan kebenaran seperti itu bukanlah suatu hal. yang baru bagi kita. Dalam mempersiapkan agenda mereka, mereka memanfaatkan orang-orang bodoh yang secara kebetulan beridentitaskan Islam dan yang melakukan kekezaman karena keangkaraan mereka. Selain itu, apabila mereka tidak dapat menemukan perbuatan bodoh dari umat Islam untuk menghiasi media di suatu periode, mereka membayar untuk menciptakan suatu peristiwa dan menghubungkannya kepada umat Islam, seperti halnya Saif bin Umar yang menciptakan sosok Abdullah bin Saba (dan mengarang sosok ini dengan mengambil namanya di tengah malam). Mereka melakukan hal ini untuk mencari alasan atas tuduhan palsu dan serangan mereka kepada seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana halnya Saif dan pengikutnya melakukan hal yang sama pada keluarga Nabi Muhamrnad SAW.
Menurut para ulama Syi'ah dan Sunni, Saif bin Umar adalah salah satu orang yang memanipulasi kebenaran dan menciptakan hadis-hadis palsu berdasarkan kebenaran yang parsial. Meyakini bahwa Ibnu Sabo ada, bukan berarti meyakini cerita-cerita Saif yang berusaha mengkaitkan hal tersebut kepada Syi'ah. Faktanya adalah bahwa orang seperti Abdullah tidak bermanfaat tanpa adanya kisah yang menyebutkan namanya. Kisah-kisah palsu seputar tokoh-tokoh itu mungkin berbeda dengan keberadaan mereka yang sebenarnya. Orang seperti itu mungkin ada sedangkan kisah-kisah mengenainya mungkin tidak.
Di antara kaum Sunni yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber klaim mereka adalah: Ali bin Isma'il Asyari (330) dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat Islam).
Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi (429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara aliran-aliran).
Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan Kebudayaan).
Perawi-perawi Sunni di atas, tidak memberi sumber atau sanad cerita mereka mengenai Abdullah bin Saba. Mereka saling berlomba untuk menambahjumlah aliran dalam Islam dengan nama-nama yang aneh seperti al-Kawusiyyah, at-Tayyarah, al-Mamturah, al-Gharabiyyah, al-Ma'lumiyyah, al-Majhuliyyah dan banyak lagi tanpa memberi sumber manapun atau referensi bagi klaim mereka. Karena hidup di abad pertengahan, para penulis ini beranggapan bahwa menulis kisah-kisah aneh dan merujukkan peristiwa yang tidak realistis kepada negara-negara Islam akan membuat mereka semakin terkenal daripada para pesaing lain dalam hal ini. Dan dengan demikian, mereka menyebabkan penyimpangan yang besar pada sejarah Islam dan telah berbuat kejahatan keji terhadap apa yang telah mereka rujukkan secara salah kepada negara-negara Islam.
Beberapa dari mereka menceritakan legenda yang tak masuk akal dan cerita fiksi yang kesalahannya mudah untuk dikenali saat ini, meskipun bagi mereka tidak mustahil untuk menyalahartikan cerita-cerita tersebut sebagai sejarah di masa itu. Contohnya, Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa anNihal menyebutkan bahwa ada sekelompok makhluk setengah manusia bernama an-Nas dengan wajah separuh, satu mata, satu tangan, dan satu kaki. Umat Islam dapat berbicara kepada makhluk-makhluk ini dan bahkan bertukar puisi. Beberapa orang Islam bahkan sering memburu mereka dan memakannya.
Makhluk-makhluk ini dapat melompat lebih cepat dari pada seekor kuda dan mereka adalah pemakan rumput. Syahrastani lebih jauh menyebutkan bahwa Mutawakil, Khalifah Abbasiah, memerintahkan para ilmuwan zaman itu untuk menyelidiki makhluk-makhluk ini.
Masyarakat pada zaman itu tidak memiliki peralatan modern yang dapat memudahkan mereka menemukan kesalahan cerita-cerita dan dongeng bohong ini, dan mungkin mereka lebih suka cerita yang lebih panjang dan aneh yang nampak menunjukkan kebenaran cerita tersebut, meskipun cerita tersebut tidak memiliki referensi.
Selain itu, berdasarkan telaah kronologis zaman ketika para penulis itu hidup, kita dapat menyimpulkan bahwa semua penulis itu hidup lama setelah zaman Saif bin Umar, dan bahkan setelah Thabari. Dengan demikian, sangat memungkinkan bahwa mereka semua mendapatkan cerita tentang Abdullah bin Saba dari Saif. Klaim ini menjadi lebih kuat ketika diteliti bahwa tidak ada satu orang pun dari mereka menyebutkan sumber riwayat mereka yang mungkin karena skandal Saif bin Umar dikenal oleh setiap orang saat itu dan mereka tidak ingin mendiskreditkan buku mereka dengan menyebutkan sumbernya. Selain itu, tidak ada dokumen manapun yang menuliskan tentang Abdullah bin Saba sebelum Saif. Para ulama atau sejarahwan yang hidup sebelum Saif bin Umar tidak pernah menyebut nama Abdullah bin Saba di buku-buku mereka. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Ibnu Saba pernah ada, maka ia bukanlah seorang yang penting bagi mereka sebelum Saif membuatnya menjadi penting. Hal ini juga merupakan alasan lain untuk meyakini bahwa apa yang disebarluaskan seputar tokoh Abdullah bin Saba diawali oleh propaganda besar Saif bin Umar Tamimi.
Di antara perawi Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya adalah dua sejarahwan berikut ini:
Sa'd bin Abdullah Asy'ari Qummi (301) dalam bukunya al-Mmlalul wal-Firaq menyebut sebuah riwayat di mana terdapat nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari buku mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu Asy'ari Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber Sunni. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal berkata bahwa Asy'ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.
Hasan bin Musa Naubakhti (310), seorang sejarahwan Syi'ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.
Kedua orang ini merupakan orang Syi'ah yang memberi beberapa keterangan tentang keberadaan seorang lelaki terkutuk bernama Abdullah bin Saba pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Perhatikanlah bahwa semuanya meriwayatkan keterangan ini lama setelah zaman Saif bin Umar dan bahkan setelah Thabari menulis sejarahnya. Dengan demikian mereka mungkin mendapat informasi dari Saif atau orang yang mengutip darinya seperti Thabari. Hal ini menjadi lebih mungkin ketika kita lihat bahwa mereka menulis kalimat "Beberapa Qrang berkata demikian dan demikian..." tanpa memberi isnad atau nama 'orang-orang' tersebut.
Riwayat Mengenai Abdullah bin Saba yang Tidak Diriwayatkan Melalui Saif bin Umar
Kami harus menunjukkan bahwa meskipun ada kurang dari empat belas riwayat yang terdapat dalam koleksi hadis Syi'ah dan Sunni yang menyebut nama Abdullah bin Saba, dan disokong oleh rangkaian sanad, tetapi dalam sanad mereka nama Saif tidak muncul.
Di Syi`ah, Khusyi atau al-Kusysyi, juga disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba.
Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba dari Imam Ahlulbait yang dikutip di bawah ini. Sebagaimana yang akan kita lihat, hadis ini memberi gambaran yang sangat berbeda daripada hadis Yang disebutkan oleh Saif. Tetapi, telah terbukti bagi ulama Syi'ah bahwa buku Kusysyi (Kash) memiliki banyak kesalahan, terutama dalam namn dnn juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan. la banyak meriwayatkan hadis dalam bukunya ar-Rijal, dan oleh karena itu, bukunya tidak dianggap sebagai sumber Syi'ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayatriwayat Kusysyi (Kash) tidak ditemukan dalam empat kitab hadis utama Syi`ah. (untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahannya, lihatlah buku ar-Rijal karya Tustari dan Askari)
Ulama Syi`ah lain yang menyebut nama Abdullah bin Saba, Mali mengutip Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy'ari Qummi dan Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumbur untuk riwayat mereka). Di antara mereka yang mengutip Kusysyi adalah Syekh Thusi (460), Ahmad bin Thawus (673), Allamah Hilli (726), dan lain-lain.
Di Sunni, selain mereka yang mengutip dari Saif bin Umar yang namanya telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa riwayat dari Ibnv Hajar Asqalani yang memberi informasi yang sangat sama dengan aha yang telah Kusysyi berikan.
Mengenai beberapa riwayat Sunni dan Syi' ah, kami akan menyebutkan beberapa poin'berikut.
Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis Sunni dan Syi'ah, sanga berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah tuhan, dan segera Ali memenjarakannya setelah mendengar berita tersebut dan memintanya untuk bertobat . la tidak melakukan apa yang diperintahkan "Ali sehingga Ali memerintahkan agar ia dibakar. Hadis - hadis ini membenarkan bahwa Ali dan para keturunannya mengutuk iorang ini dan menajauhkan diri mereka dari pernyataan ketuhanan tentang Ali bin Abi Thalib. Inilah cerita tersebut, dengan kondisi bahwa hadis-hadis ini pada awalnya sahih.
Beberapa hadis ini (kurang dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab shahih manapun. Sebenarnya, tidak disebutkan nama Abdullah bin Saba dalam kumpulan (sihah) hadis shahih Sunni. Terlebih lagi, riwayat-riwayat ini tidak pernah dinyatakan sebagai riwayat yang shczhih baik oleh ulama Sunni atau Syi'ah, dan ada kemungkinan besar bahwa orang bernama Abdullah bin Saba tidak pernah ada, dan dia hanyalah karangan Saif Ibnu Umar, serupa dengan 150 saha'bat Nabi imajiner karan ;annya yang tidak pernah terdapat di riwayat yang shahih. Sekiranya Abdullah bin Saba pernah ada, Saif menggunakan tokoh ini dan merujukkan banyak peristiwa kepadanya karena tidak ada riwayat yang sama yang diriwayatkan oleh perawi Sunni lain. Tidak hanya itu, riwayat Saif sangat bertolak belakang dengan riwayat Sunni sebagaimana yang akan kami tunjukkan di bagian ini dan bagian selanjutnya. Karangan-karangan keji tentang peristiwa tersebut mudah untuk dikenali bahkan oleh ulama-ulama Sunni.
Sekarang, kami akan memberikan beberapa hadis ini yang tidak diriwayatkan oleh Saif. Riwayat ini dianggap berasal dari Abu Ja'far. la berkata, "Abdullah bin Saba sering menyatakan dirinya sebagai seorang rasul dan bahwa Amirul Mukminin, Ali, adalah Tuhan. Maha Tinggi Allah dari pernyataan seperti itu."
Berita ini sampai pada Ali, lalu ia memanggilnya dan menanyainya. Tetapi Abdullah mengulang pernyataannya dan berkata, "Engkau adalah Dia (Tuhan), dan berita ini telah diturunkan kepadaku bahwa engkau adalah 'Tuhan dan aku adalah seorang rasul."
Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Beraninya engkau berkata demikian. Setan telah mengolok-olokmu. Bertobatlah atas apa yang engkau katakan! Semoga ibumu menangisi kematianmu. Hentikanloh semua ini (pernyataanya)!" Tetapi Abdullah menolak, oleh karenanya Ali bin Abi Thalib memenjarakannya dan memintanya untuk bertobat, ia menolak. Kemudian ia dibakar dan berkata "Setan telah membawanya ke dalam khayalannya, ia sering datang kepadanya dan memasukkan pikiran seperti itu kepadanya ?"
Selain itu diriwayatkan bahwa Ali bin Husain berkata, "Semoga Allah mengutuk orang-orang yang telah berkata kebohongan tentang kami. Setiap kali aku menyebut Abdullah bin Saba , setiap kali pula rambut di tubuhku berdiri, Allah mengutuknya. Ali, atas izin Allah, adalah hamba-Nya, saudara Rasulullah SAW. la tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasul-Nya. Dan (hal yang sama) Rasulullah SAW tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada-Nya."3
Diriwayatkan bahwa Abu Abdillah berkata, "Kami adalah keluarga yang benar. Tetapi kami tidak terhindar dari seorang pendusta yang berkata kebohongan tentang kami untuk merendahkan kebenaran kami dengan kebohongannya di mata umat. Rasulullah SAW adalah orang yang paling benar di antara orang-orang dari semua yang ia katakan dan orang yang paling benar di antara umat; dan Musailamah sering berbohong tentangnya. Pemimpin orang-orang beriman adalah orang yang paling benar di antara ciptaan Allah setelah Rasulullah SAW, dan orang yang sering berkata kebohongan tentangnya, dan berusaha untuk merendahkan kebenarannya dan menyatakan kebohongan tentang Allah, adalah Abdullah bin Saba."4
Selain itu, "Dia (Aba Abdullah, Ja'far Shadiq) mengatakan kepada sahabatnya tentang Abdullah bin Saba bahwa Abdullah bin Saha menyatakan bahwa, pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi 'I'lialih, adalah Tuhan. la berkata, "Ketika ia menyatakan demikian kepada Ali, Ali memintanya untuk bertobat tetapi ia menolak, oleh karrnanya Ali membakarnya."5
Mengenai riwayat Sunni, beberapa riwayat dari Ibnu Hajar Asqalani memberi informasi yang sama dengan apa yang diberikan Kusysyi. Ibnu Hajar menyebutkan "Abdullah bin Saba adalah salah satu orang ekstrim (al-Ghulat), zindiq, dan orang sesat, yang membuat dirinya dibakar karena apa yang ia katakan tentang Ali."6
Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan, "Ibnu Asakir menyebut dalam sejarahnya bahwa Abdullah bin Saba berasal dari Yaman. la adalah orang Yahudi yang masuk Islam dan mengembara di kota-kota Islam dan mengajarkan mereka untuk tidak menaati pemimpin mereka, dan memasukkan pikiran-pikiran jahat kepada mereka. Kemudian ia masuk wilayah Damaskus untuk tujuan itu. Kemudian Ibnu Asakir menyebutkan sebuah cerita yang panjang dari buku al-Futuh karya Saif Ibnu Umar, yang tidak memiliki isnad yang benar."7
Kemudian Ibnu Hajar memberikan sebuah hadis yang dua sanadnya tidak ada. Pada catatan kaki ia mengatakan bahwa hadis ini telah digugurkan. Berikut ini hadisnya; Ali menaiki mimbar dan berkata, "Ada apa dengannya?" Orang-orang berkata, "la menyangkal Allah dan Rasul-Nya."8
Pada hadis yang lain, Ibnu Hajar meriwayatkan, "Ali berkata kepada Abdullah bin Saba; 'Aku telah diberi tahu bahwa akan ada tiga puluh pendusta (yang mengaku sebagai Nabi) dan engkau adalah salah satunya."9
la juga menulis, "Abdullah bin Saba dan pengikutnya mengakui Ali sebagai Tuhan, dan tentu saja Ali membakar mereka ketika ia menjadi khalifah."lo
Hadis-hadis Sunni berikut ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih juga. Semua hadis-hadis ini yang diriwayatkan oleh Syi'ah dan Sunni (selain Saif ), tidak melebihi empat belas hadis. Jumlah hadis-hadis ini bahkan berkurang jika dihilangkan pengulangannya. Beberapa hadis-hadis Syi'ah berikut menyatakan bahwa:
Abdullah bin Saba muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan bukan pada masa pemerintahan Utsman sebagairnana yang diakui Saif.
Abdullah bin Saba tidak menyatakan bahwa Ali adalah penerus Nabi Muhammad SAW subagainiana yang dinyatakan Sail. la nuvnyalak.rir bahwa Ali adalah Tuhan.
Ali bin Abi Thalib membakarnya beserta para ekstrimis lainnya (al Ghulat). Di sini Saif tidak menyatakan hal seperti itu.
Tidak disebutkan tentang keberadaannya atau peranamya pada masa kekhalifahan Utsman. Tidak disebutkan tentang agitasinya terhadap Utsman yang berakhir pada pembunuhan Utsman sebagaimana yang Saif rujukkan kepada Abdullah bin Saba;
Tidak disebutkan tentang peranan Abdullah bin Saba di Perang Unta;
Hadis-hadis ini tidak menunjukkan bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang saleh mengikuti Abdullah bin Saba. Sedangkan Saif menyatakan bahwa pionir-pionir Islam yang setia seperti Abu Darr dan Ammar bin Yasir adalah murid dari Abdullah bin Saba ketika Utsman memerintah.
Sabaiah dan Beragam Tokoh Ibnu Saba
Sejak zaman pra-Islam, istilah Sabaiyah digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan Saba putra Yashjub, putra Ya'rub, putra Qahtan, sama dengan Qahtaniyah, juga dikenal sebagai Yamaniyah menujukkan tempat asal mereka, Yaman.
Kelompok ini (Sabaiyah/Qahtaniyah/Yamaniyah) berbeda dengan Adaniyah, Nazariyah dan Mudhariyah, yang digunakan untuk menunjukkan orang yang berhubungan dengan Mudhar putra Nazar, putra Adnan, Hari putra-putra Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Ada beberapa sekutu untuk setiap suku yang berada di bawah lindungan suku tersebut, Hon kadang-kadang mereka disebut-sebut dengan nama suku tersebut.
Secara umum, akar bangsa Arab berasal dari salah satu dua suku utama ini. Ketika dua suku bergabung di Madinah untuk menciptakan sebuah masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, orang - orang yang berhubungan dengan Qahtan dinamakan Anshar (para penolong) yang merupakan penduduk Madinah di saat itu, dan orang-orang dari Adnan beserta sekutu mereka yang berhijrah ke Mad inah, yang disebut Muhajirin.
Tokoh Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin utama Khawarij (kelompok yang menentang Ali bin Abi Thalib ketika Ali menjadi khalifah, berasal dari suku pertama, Sabaiyah atau Qahtan. Karena pergesekan antara dua suku Adnan dan Qahtan semakin memanas di Madinah dan Kufah, para Adhani sering memanggil orang-orang dari suku Qahtan dengan sebutan Sabaiyah. Tetapi sebutan ini sangat bersifat sukuistis dan etnis hingga munculnya karya Saif bin Umar (dari suku Adnan) pada awal abad kedua, ketika Umayah memerintah, di Kufah. Saif memanfaatkan pergesekan suku ini dan menciptakan entitas agama mistis Sabaiyah berpemimpinkan Abdullah bin Saba.
Untuk memunculkan nama pendiri mazhab ini, Saif bin Umar mengubah nama Abdullah bin Wahab Saba menjadi Abdullah bin Saba seperti yang muncul di riwayat-riwayat Asyari, Sama'ani, dan Maqrizi, atau menciptakan cerita tersebut sekaligus namanya. Tetapi, tidak ada bukti kuat tentang keberadaan Abdullah bin Saba selama masa kekhalifahan Utsman dan Ali, kecuali Abdullah bin Wahab Saba'i yang merupakan pemimpin suku Khawarij.
Kita juga melihat bahwa istilah Saba'i dalam nama orang, yang berasal dari suku Qahtan, berakhir di Iraq, tempat asal mula cerita tersebut setelah masa itu.
Penamaan tersebut berlanjut di sepanjang abad kedua dan ketiga di Yaman, Mesir, Spanyol, di mana sejumlah perawi hadis Sunni (termasuk beberapa perawi hadis dalam enam koleksi hadis Sunni) diberi nama Saba'i karena mereka memiliki keterkaitan dengan Saba bin Yashjub dan bukan dengan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang menciptakan kekacauan menurut pernyataan Saif.
Setelah kitab sejarah Thabari dan kitab sejarah lainnya menyebarkon cerita ini di wilayah lain, nama Saba'i ada di mana-mana. Kemudian, sebutan dalam kitab-kitab sejarah tersebut digunakan untuk Menunjukkmn kelanjutan Abdullah bin Saba, meskipun mereka tidak pernah mellihat orangnya selain dari buku.
Cerita tersebut berputar bertahun - tahun lamanya untuk memberikan cerita tentang tokoh ini dan keyakinannya. Pada saat yang sama, ketika Abdullah bin Saba merupakan Ibnu Sauda menurut pengarangnya (Saif). Kita melihat bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda yang hidup sekitar abad ke lima, beserta beragam versi cerita lainnya." Kita dapat membatasi versi cerita tentang tokoh abad ke lima ini menjadi tiga tokoh berikut.
Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.
Abdullah bin Saba yang mendirikan suku Saba'iyah yang meyakini bahwa Ali adalah tuhan. la dan pengikutnya dibakar tak lama setelah itu. Abdullah bin Saba, yang juga terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut Utsman kemudian memulai perang Jamal.
Orang pertama, secara realitas memang ada, dan beberapa ahli hadis menghubungkan Abdullah bin Saba terhadap orang ini yang merupakan pemimpin suku Khawarij. Mengenai orang kedua, ada beberapa hadis yang disebut sebelumnya tetapi hadis-hadis tersebut dianggap tidak shahih oleh semua mazhab. Orang ketiga, adalah karangan Saif yang mungkin ia ciptakan berdasarkan cerita yang ia dengar tentang orang pertama dan orang kedua, lalu melekatkan ceritanya sendiri kepada mereka.
Ibnu Saba dan Syi'ah
Kita perlu membedakan antara ulama-ulama Sunni yang meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba (baik dari Saif seperti Thabari atau yang lain seperti Ibnu Hajar) dan ulama-ulama Sunni gadungan yang tidak hanya meriwayatkannya tetapi juga menyatakan bahwa Syi'ah adalah pengiku tokoh fiksi ini. Telah terbukti bahwa ulama - ulama gadungan yang menyebutkan bahwa pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba bukanlah orang-orang Sunni. Mereka adalah pengikut sunnah keluarga Abu Sufyan dan Marwan.
Ketika ulama-ulama gadungan ini ingin membahas tentang Syi'ah,, mereka menggunakan istilah Saba'iyah untuk merendahkan ketaatan pengikut keluarga Nabi, terhadap Islam, dengan cara yang sama bahwa mereka merendahkan ketaatan sekelompok umat Islam yang terbunuh pada masa kekhalifahan Abu Bakar karena mereka mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah kepada mereka dalam menyebarkan zakat di kalangan orang miskin dan tidak memberikannya kepada Abu Bakar.
Para ulama gadungan ini, ketika berbicara tentang orang-orang ini, mereka mencampuradukkannya dengan masalah Musailamah yang menyatakan dirinya sebagai Nabi dan mengatasnamakan para syuhada ini padanya untuk membenarkan perbuatan mereka menumpahkan darah, menjarah kekayaan mereka dan merampas para wanita mereka. Tetapi Allah SWT akan memberi keputusan di antara mereka karena Dialah pemberi keputusan yang paling baik.
Pencampuradukkan antara kebohongan dan kebenaran seperti itu bukanlah suatu hal. yang baru bagi kita. Dalam mempersiapkan agenda mereka, mereka memanfaatkan orang-orang bodoh yang secara kebetulan beridentitaskan Islam dan yang melakukan kekezaman karena keangkaraan mereka. Selain itu, apabila mereka tidak dapat menemukan perbuatan bodoh dari umat Islam untuk menghiasi media di suatu periode, mereka membayar untuk menciptakan suatu peristiwa dan menghubungkannya kepada umat Islam, seperti halnya Saif bin Umar yang menciptakan sosok Abdullah bin Saba (dan mengarang sosok ini dengan mengambil namanya di tengah malam). Mereka melakukan hal ini untuk mencari alasan atas tuduhan palsu dan serangan mereka kepada seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana halnya Saif dan pengikutnya melakukan hal yang sama pada keluarga Nabi Muhamrnad SAW.
Menurut para ulama Syi'ah dan Sunni, Saif bin Umar adalah salah satu orang yang memanipulasi kebenaran dan menciptakan hadis-hadis palsu berdasarkan kebenaran yang parsial. Meyakini bahwa Ibnu Sabo ada, bukan berarti meyakini cerita-cerita Saif yang berusaha mengkaitkan hal tersebut kepada Syi'ah. Faktanya adalah bahwa orang seperti Abdullah tidak bermanfaat tanpa adanya kisah yang menyebutkan namanya. Kisah-kisah palsu seputar tokoh-tokoh itu mungkin berbeda dengan keberadaan mereka yang sebenarnya. Orang seperti itu mungkin ada sedangkan kisah-kisah mengenainya mungkin tidak.
Sebuah Pandangan Mengenai Upara-upaya Saif
Artikel berikut serta artikel selanjutnya merupakan sebuah artikeI yang membicarakan tentang perbandingan antara cerita-cerita karangan Saif dan yang lain. Berikut ini sebuah pandangan mengenai cerita karp Saif bin Umar.
Saif dibayar untuk menuliskan beberapa cerita sebagai gambaran untuk pertentangan dan perseteruan yang terjadi pada awal sejarah Islam, dimulai ketika Rasulullah wafat pada 11-40 H. Cerita Saif hanya terpusal pada periode ini dan tidak pada periode selanjutnya.
Perseteruan pertama yang ia bicarakan berkaitan dengan pengutusan pasukan Usamah dan wafatnya Rasulullah. Empat hari sebelum wafatnya, Rasulullah memerintahkan seluruh kaum Anshar dan Muhajirin kecuali Ali untuk meninggalkan Madinah dan pergi menuju Suriah untuk berperang melawan pasukan Romawi. Tetapi para sahabat Nabi tidak patuh dan keberatan dengan kepemimpinan Usamah12 dan menun(H untuk bergabung dengan pasukan lalu akhirnya kembali ke Madinah, untuk melakukan perembukan tentang kepemimpinan setelah Rasul wafat. Saif menyatakan bahwa setelah Rasul wafat, ketika Abu Bakar mengutus pasukan Usamah, ia berkata kepada mereka, "Pergilah! Semoga Allah menghancurkanmu dengan membinasakanmu dan karena serangan musuh."'13
Padahal, perawi lain tidak pernah menyebutkan bahwa Abu Bakar mengeluarkan pernyataan seperti itu. Saif yang pendusta ingin emperolok-olok Islam dan menyenangkan penguasa saat itu.
Berikut ini mengenai Balairung Saqifah. Saif meriwayatkan bahwa Ali tengah berada di rumahnya tatkala ia diberitahu bahwa Abu Bakar telah menerima sumpah setia. Kemudian ia segera keluar sambil mengenakan pakaian tidurnya karena khawatir datag terlambat. Kemudian Ia memberi sumpah setia dan duduk bersama Abu Bakar lalu meminta agar seseorang membawa pakaiannya. Ketika (pakaian itu) sampai kepadanya, Ali mengenakannya dan duduk di kelompok Abu Bakar.14
Cerita yang menggelikan ini sangat bertentangan dengan riwayat Shahih al-Bukhari di mana diriwayatkan bahwa Ali tidak memberikan sumpah setianya kepada Abu Bakar selama enam bulan pertama kepemimpinannya.15
Saif telah mengisahkan tujuh cerita tentang Saqifah, dan memasukkan tiga tokoh imajiner sebagai sahabat Nabi yang memainkan peranannya di Saqifah, yang nama-namanya tidak disebutkan di hadis manapun kecuali hadis-hadis yang diriwayatkan dari Saif sendiri. Mereka adalah Qa'qa, Mubasyir, dan Sakhr.
Legenda utamanya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, yang dengannya ia berusaha memecahkan pertanyaan-pertanyaan berikut; asal mula Syi'ah, persoalan pengasingan Abu Dzar, pembunuhan Utsman, dan Perang Jamal (Unta). .
Secara licik, Saif juga berusaha mengkait-kaitkan kisah Abdullah bin Saba dengan Syi'ah Ali yang menunjukkan bahwa ia tidak tahu banyak tentang Syi'ah.
Apabila tidak, ia tidak akan mengarang keyakinankeyakinan yang tidak dipegang oleh pengikut keluarga Rasulullah.
Pada bagian selanjutnya, kami akan menganalisa kisah bohong Abdullah bin Saba dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya.16
Analisa atas Kisah Fiktif Abdullah bin Saba
Setelah pembahasan di atas, kami akan menganalisa cerita fiksi Abdullah bin Saba yang diriwayatkan Saif, dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya. Pertama-tama, kami akan menjelaskan secara singkat karangan-karangan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba.
Saif menyatakan bahwa seorang Yahudi dari Yaman, bernama Abdullah bin Saba (juga bernama Ibnu Amutus Sauda, putra seorang budak kulit hitam), menyatakan keislamannya pada masa kekhalifahan Utsman. Ia secara sukarela bergabung dengan kaum Muslimin dan melakukan perjalanan di kota - kota dan desa mereka dari Damaskus, Kufah hingga Mesir, menyebarluaskan bahwa Muhammad akan dibangkitkan seperti Nabi Isa kepada umat Muslim. la juga menyatakan bahwa Ali adalah pengganti Nabi Muhammad dan kedudukan mulianya direbut oleh Utsman. la menghasut Abu Dzar dan Ammar bin Yasir untuk melakukan serangan kepada Utsman dan Muawiyah. la memprovokasi kaum Muslim untuk membunuh Utsman karena ia telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah kunci utama terjadinya perang unta. Mari kita bahas setiap peristiwa di atas satu per satu.
Bangkitnya Kembali Nabi Muhammad SAW
Saif menyatakan bahwa Abdullah bin Saba adalah orang yang mengarang gagasan bahwa Nabi Muhammad akan kembali lagi ke muka bumi sebelum Hari Perhitungan. Saif menuliskan bahwa Ibnu Saba berdasarkan karangannya berkenaan dengan kembalinya Nabi Isa berkata, "Apabila Nabi Isa akan kembali, Nabi Muhammad berarti juga akan kembali karena ia lebih utama dari pada Nabi Isa." la menyatakan bahwa Ibnu Daba juga mengutip ayat berikut ini untuk mendukung pernyataanya, Sesungguhnya orang yang memberikan Quran kepada kalian, akan kembali. (QS. al-Qashash : 85)
Pernyataan Ibnu Saba yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad akan kembali merupakan pernyataan yang tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan kebodohan Saif dan pengikutnya di sepanjang sejarah yang menyatakan hal demikian berulang-ulang. Mereka menyalahartikan sejarah Islam. Sekiranya orang-orang bayaran ini mempelajari sejarah Islam secara teliti, mereka pasti akan mengetahui bahwa orang pertama yang menyatakan gagasan tentang kembalinya Nabi Muhammad adalah Umar bin Khattab. Para sejarahwan Islam sepakat bahwa:
Umar berdiri di mesjid Nabi ketika Nabi wafat. la berkata, "Ada orang-orang munafik yang menyatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Tentu Rasulullah tidak wafat, tetapi ia pergi menemui Tuhannya sebagaimana Musa, putra Imran, yang pergi menemui Tuhannya (untuk menerima perintah Ilahi). Demi Allah, Muhammad akan kembali scbagaimann halnya Musa."17
Kita tidak dapat menyatakan bahwa Umar mendapatkan gagasan ini dari Abdullah bin Saba atau orang lain. Ibnu Saba tidak pernah ada pada masa itu bahkan dalam imajinasi Saif bin Umar Tamimi, yang mengarang cerita ini. Saif menulis bahwa Ibnu Saba datang ke Madinah dan masuk Islam pada periode Utsman, yang jarak waktunya sangat jauh dengan waktu ketika Rasul wafat. Dengan demikian, apabiIa umat Islam yang meyakini hal ini, lebih logis bila dikatakan bahwa sumber gagasan tersebut adalah ucapan khalifah kedua ketika Rasulullah wafat, dan bukan gagasan Ibnu Saba. Sejarah Sunni tidak mencatat pernyataan tersebut sebelum ucapan Umar ketika Rasul wafat.
Gagasan Mengenai Ali sebagai Pengganti Rasulullah
Saif lebih jauh menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menyebarkan gagasan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pengganti dan penerus Rasulullah. la mengatakan bahwa ada seribu rasul sebelum Muhammad, setiap rasul memiliki penerus, dan Ali adalah penerus Nabi Muhammad. Selain itu, Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba berkata bahwa tiga khalifah yang akan berkuasa setelah Nabi adalah perampas kekuasaan Islam.
Saif dan pengikutnya lupa bahwa mereka menyebutkan dalam karya fiksi mereka bahwa Abdullah bin Saba datang ke Madinah dan memeluk Islam selama pemerintahan Utsman. Hal ini terjadi lama setelah Rasulullah wafat. Di sisi lain, sejarah Sunni membenarkan bahwa Rasulullah sendiri adalah orang yang menyatakan bahwa Ali adalah penerusnya sejak saat 'misi pertamanya' dimulai. Berikut ini hadis mengenai khutbah pertama Rasul.
Ali meriwayatkan, ketika ayat 'Dan berilah peringatan kepada kerabat dekatmu' diturunkan Rasulullah memanggilku dan berkata " Ali sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku agar memberi peringatan kepada keluarga terdekatku dan aku merasa kesulitan dengan tugas ini. Aku tahu bahwa ketika aku berhadapan dengan mereka membawa peringatan ini, aku tidak akan menyukai jawaban mereka." Kemudian Rasulullah mengundang keluarga dari kaumnya untuk makan malam bersamanya dengan sedikit hidangan dan susu. Di sarta ada empat puluh orang. Setelah mereka makan, Rasulullah bersabda kepada mereka, "Wahai Bani Abdul Muththalib! Demi Allah, aku tidak tahu apakah ada seseorang dari bangsa Arab yang membawa sesuatu kepada umatnya lebih baik dari yang aku bawa untuk kalian. Aku membawa kebaikan dunia ini dan dunia akhirat. Allah memerintahkan kepadaku untuk mengajak kalian. Barangsiapa yang akan membantuku dalam misi ini ia akan menjadi saudaraku, pewarisku, dan penerusku."
Tidak seorangpun menerima ajakan Rasul, dan aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan menjadi pembantumu." Rasul memegang tengkukku dan berkata kepada mereka, "Ini adalah saudaraku, pewaris (washi), dan penerus (pemimpin) di antara kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dia dan taatilah dia!" Mereka tertawa sambil berkata kepada Abu Thalib, "Ia (Muhammad) memerintahkanmu untuk mendengar anakmu dan menaatinya."18
Berikut ini kami ingin mengemukakan pertanyaan. Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah adalah orang yang memberinya kedudukan sebagai penggantinya, keluarganya, dan kepemimpinan. Saif bin Umar meriwayatkan bahwa gagasan tersebut berasal dari orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Riwayat siapakah yang perlu dipercaya? Riwayat Ali ataukah Saif bin Umar? Riwayat Saif dianggap oleh para ulama Sunni terkemuka sebagai riwayat yang lemah, dusta, dan fitnah.
Tentu saja, kita tidak berharap ada orang Islam sejati manapun untuk memilih riwayat seorang pendusta seperti Saif bin Umar dan menyangkal riwayat Ali bin Abi Thalib, pemimpin orang-orang beriman, "saudara" Rasulullah. Rasulullah sering berkata kepada Ali, "Kedudukanmu bagiku seperti Harun bagi Musa, kecuali bahwa tidak ada Nabi setelahku"19
Dengan demikian, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW adalah sebagaimana Musa mengangkat Harun untuk mengurusi umatnya sebagai khalifah ketika ia pergi untuk menerima perintah dari Tuhannya, Nabi Muhammad juga mengangkat Ali untuk mengurusi semua persoalan Islam setelah ia wafat. Allah berfirman, ...dan Musa berkata kepada saudaranya, Harun, "Ambillah tempatku di antara umatku!" (QS. al-A'raf : 142)
Perhatikanlah bahwa kata ukhlufni dan khalifah berasal dari akar kata yang sama.
Apakah para penulis bayaran yang berusaha menyebarkan kebencian di tengah umat Islam lupa bahwa ketika kembali dari haji perpisahan, dan di hadapan lebih dari seratus ribu jamaah haji di Ghadir Khum, Nabi Muhammad SAW mengumumkan, "Bukankah aku memiliki hak yang lebih besar atas orang-orang beriman daripada hak mereka sendiri?" Mereka berseru, "Benar, wahai Rasulullah!" Kemudian Rasulullah mengangkat lengan Ali dan berkata, "Barangsiapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Allah, cintailah mereka yang mencintainya, bencilah mereka yang membencinya!"20
Tidak ada umat Islam manapun yang ragu bahwa Rasulullah adalah pemimpin semua umat Islam di dunia sepanjang masa. Dalam perkataannya, Rasulullah memberi kedudukan yang sama kepada Ali dengan kedudukannya, ketika ia berkata bahwa Ali adalah pemimpin setiap orang yang mengikuti Rasulullah.
Pernyataan yang diriwayatkan lebih dari seratus perawi dan sepuluh sahabat, lalu dianggap shahih dan mutawatir oleh para ulama Sunni terkemuka, tidak hanya menunjukkan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah, tetapi juga menunjukkan bahwa Ali menjadi pengganti kepemimpinan seluruh umat Islam setelah Rasulullah.
Tetapi, orang-orang gadungan ini masih mengatakan bahwa keyakinan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah berasal dari seorang Yahudi yang masuk Islam ketika Utsman menjadi khalifah.
Abdullah bin Saba tidak memiliki peranan pada perseteruan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah berkaitan dengan penerusnya dan semua pernyataan Syi'ah yang benar terbukti terjadi ketika Rasul wafat atau bahkan sebelum wafatnya Rasul, tetapi bukan terjadi selama Utsman memerintah, yang artinya terjadi lama setelah Rasul wafat. Baru saja Rasul wafat dan tak lama setelah itu, Syi'ah Ali, meliputi para sahabat yang setia seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghifari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan lain-lain, yang berkumpul di rumah Fathimah. Bahkan Thalhah dan Zubair yang setia kepada Ali pada awalnya juga bergabung dengan para sahabat lain di rumah Fathimah. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata, "Dan tidak diragukan bahwa setelah Rasul wafat, kami diberitahu bahwa kaum Anshar tidak setuju dertgan kami dan berkumpul di Balairung Bani Sa'da. Ali dan Zubair dan mereka yang bersamanya, menentang kami, sedangkan kaum muhajirin berkumpul bersama Abu Bakar."21
Perawi hadis lairmya meriwayatkan bahwa pada hari Saqifah Umar berkata, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam beserta orang-orang yang bersama mereka memisahkan diri dari kami (dan berkumpul) di rumah Fathimah, putri Rasulullah."22
Selain itu, mereka meminta sumpah setia, tetapi Ali dan Zubair pergi. Zubair menghunus pedang (dari sarungnya) sambil berkata, "Aku tidak akan menyarungkan pedang ini hingga sumpah setia diberikan kepada Ali." Ketika berita ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkat;), "Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!" Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (ke pintu rumah Fathimah) dan memaksa mereka keluar sambil berkata kepada mereka bahwa mereka harus memberikan sumpah setianya secara sukarela atau secara paksa.23
Tentu saja, di sini orang Yahudi tidak memiliki peran dalam perpecahan sahabat ke dalam dua kelompok tak lama setelah Rasul wafat, sejak ia tidak ada pada saat itu.
Penyerangan Terhadap Dua Orang Sahabat Setia Rasulullah dan Pengikut Mereka
Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah salah satu penyulut perpecahan sahabat Rasulullah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, melawan Utsman. Ia berkata bahwa orang Yahudi ini menemui Abu Dzar di Damaskus dan bahwa ia mengenalkan ide pelarangan menyimpan emas dan perak. Saif menyebut juga sahabat-sahabat terkemuka lain dan pengikut mereka, di antara mereka yang disebutkan Ibnu Saba; Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Muhammad bin Abu Bakar, Malik Asytar, dan banyak lagi.
Untuk lebih memahami fitnah yang dibuat Saif beserta pernyataannya, mari kita melihat kembali biografi pemuka-pemuka Islam ini.
Abu Dzar Ghifari
Dia merupakan orang ketiga yang tertulis dalam empat pemuka Islam yang pertama memeluk Islam. la telah menjadi orang yang meyakini Allah sebelum masuk Islam. Secara terus terang ia menyatakan keimanannya kepada Islam di Mekkah di sisi Rumah Allah. Orang-orang kafir Mekkah memukulinya hingga hampir meninggal tetapi ia bertahan hidup, dan atas perintah Rasulullah, ia kembali ke sukunya. Setelah perang Badar dan Uhud, ia datang ke Madinah dan berada di sisi Rasulullah hingga wafatnya Rasul. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama, Abu Dzar dikirim ke Damaskus. Di sana ia tidak setuju dengan Muawiyah. Kemudian Muawiyah mengeluh tentang Abu Dzar kepada Utsman, dan khalifah ketiga tersebut mengasingkan Abu Dzar ke Rabadhah, tempat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Rabadhah terkenal dengan iklimnya yang ganas.
Ammar bin Yasir
Ia dikenal juga dengan nama Abu Yaqzan. Ibunya adalah Sumayah. Dia beserta orangtuanya adalah pelopor yang memeluk Islam, dan ia adalah orang ke tujuh yang menyatakan keislamannya. Orangtuanya dibunuh setelah disiksa oleh orang-orang kafir Mekkah karena memeluk Islam. Tetapi Ammar berhasil melarikan diri ke Madinah. Ammar berperang di barisan pasukan Ali di perang Jamal dan kemudian di perang ShiHin di mana ia terbunuh oleh pasukan Muawiyah pada usianya yang ke 93 tahun.
Muhammad Ibnu Abu Bakar
Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash kr Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam.24
Malik Asytar Nakha'i
la bertemu Rasulullah dan merupakan salah satu murid sahabat yang setia. la adalah pemimpin di sukunya dan setelah salah satu matanya buta di Perang Yarmuk, ia dikenaI sebagai Asytar. Dia adalah jendral pasukan Ali di perang Shiffin dan terkenal oleh keberaniannya dan menyerang musuh Islam. Pada usia 38 tahun, ia diangkat Ali sebagai gubernur Mesir. Tetapi dalam perjalanannya ke Mesir, di dekat Laut Merah, ia wafat setelah meminum madu beracun yang telah direncanakan Muawiyah.
Biografi di atas hanyalah riwayat singkat beberapa pelopor umat Islam terkemuka. Disayangkan bahwa beberapa sejarahwan yang meriwayatkan hadis dari Saif, menyatakan bahwa mereka pengikut seorang Yahudi yang misterius. Orang-orang bayaran tidak segan-segan menyerang sahabat-sahabat Rasul yang terkenal itu. Mereka berkata bahwa Abu Dzar dan Ammar bin Yasir bertemu Ibnu Saba. Mereka terpengaruh oleh propagandanya, kemudian berbalik menentang Utsman. Tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa fitnah yang mereka lancarkan kepada dua sahabat terkemuka tersebut secara tak langsung juga menyerang Rasulullah yang membuktikan kesucian dan keimanan mereka.
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya, Allah memerintahkanku untuk mencintai empat orang dan memberitahuku bahwa la mencintai mereka " Para sahabat Rasul berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah mereka ?" Rasulullah menjawab,"Ali (Rasul menyebut namanya sebanyak tiga kali). Abu Dzar, Salman Farisi dan Miqdad. 25
Rasulullah juga berkata, "Setiap Rasul diberi Allah tujuh orang sahabat. Aku dianugerahi empat belas orang sahabat setia." Rasulullah menyebutkan bahwa mereka adalah Ali, Hasan, Husain, Hamzah, Ja'far, Ammar bin Yasir, Abu Dzar, Miqdad, dan Salman.26
Selain itu, Tirmidzi, Ahmad, Hakim danbanyak lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Langit tidak akan memayungi dengan awannya, dan bumi tidak akan menopang dengan tanahnya seseorang yang lebih tegas dari pada Abu Dzar. la berjalan di muka bumi ini dengan sifat akhirati Nabi Isa, putra Maryam.27
Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya yang shahih meriwayatkan bahwa Ali berkata, "Aku tengah duduk di rumah Rasulullah dan Ammar ingin bertemu dengannya. Kemudian Rasulullah bersabda, 'Selamat datang wahai orang yang saleh dan yang disucikan."' Ibnu Majah juga meriwayatkan bahwa Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Ketika Ammar diberi dua pilihan, ia selalu memilih satu yang paling baik."
Masih banyak riwayat shahih lainnya yang dinyatakan Rasulullah mengenai Ammar, seperti bahwa Ammar dipenuhi oleh keimanan. Rasulullah juga berkata, "Sekelompok pemberontak akan membunuh Ammar."28
Berikut ini, mari kita lihat siapa para pemberontak itu. Mari kita lihat Musnad Ahmad dan Tabaqat ibn Sa'd yang meriwayatkan bahwa di perang Shiffin, ketika kepala Ammar Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang saling berdebat, saling menuduh bahwa dia lah yang telah membunuh Ammar.29
Selain itu, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Surga sangat merindukan tiga orang; Ali, Ammar, dan Salman."30
Tirmidzi meriwayatkan juga, bahwa ketika Rasulullah mendengar bahwa Ammar dan keluarganya disiksa di Mekkah, beliau berkata, "Wahai keluarga Yasir, bersabarlah! Tempat kembali kalian adalah surga.31
Dengan demikian, Ammar dan orangtuanya adalah orang-orang pertama yang disebut Rasulullah sebagai penghuni surga. Kita dapat mengatakan bahwa ketika seorang Muslim mengetahui bahwa Rasul telah mengangkat kedudukan dua orang sahabat besar (Abu Dzar dan Ammar bin Yasir) dengan begitu tinggi, dan apabila ia adalah seorang yang ; beriman kepada Nabi Muhammad, ia tidak akan menghina kedua sahabt ini. Penghinaan ini tentunya juga menghina Nabi Muhammad. Superti yang baru saja kita lihat, hadis-hadis shahih dalam koleksi Hadis Sunni menyatakan bahwa Nabi Muhammad berkata bahwa ia hanya memiliki empat atau empat belas sahabat setia, dari 1400 sahabatnya. Menariknya, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir disebutkan di antara sahabat-sahabat yang jumlahnya sangat sedikit itu.
Kita mengetahui bahwa kebencian Saif bin Umar Tamimi, yang hidup pada abad kedua setelah Rasulullah wafat, dan kebencian para pengikutnya kepada Syi'ah, mendorong mereka menyebarkan propaganda seperti itu. Saif mengetahui bahwa menyebutkan pemberontakan terhadap Utsman adalah karya Ibnu Saba, bertolak belakang dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa dua sahabat Rasul, yakni Abu Dzar dan Ammar, menentang kepemimpinan Utsman. Karena Saif mengetahui ketidaksetujuan mereka kepada Utsman, ia berusaha menjatuhkan nama baik mereka dengan menambahkan nama dua sahabat terkemuka Nabi itu ke dalam pengikut orang Yahudi yang tidak pernah ada.
Apabila Ibnu Saba ada, ia telah menyatakan keislamannya setelah Utsman terbunuh. Sekarang, andaikan kita menerima pernyataan Saif bahwa Abdullah bin Saba menyatakan keislamannya setelah Utsman memerintah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, di pihak lain, telah menentn ng kekhalifahan Utsman sebelum ia menjadi khalifah. Dua sahabat tersebut adalah pengikut Ali bin Abi Thalib dan meyakini bahwa Ali diangkat Rasulullah menjadi penerusnya. Karena ini adalah keyakinan mereka sebelum Ibnu Saba muncul, kisah Saif bahwa mereka dipengaruhi oleh Ibnu Saba, tidak berdasar dan dusta.
Lalu, untuk membersihkan khalifah ketiga dari semua tuduhan berkenaan dengan ketidakmampuannya mengatur kas negara, Saif menuduh para pemberontak itu sebagai pengikut Ibnu Saba. Kemudian ia melengkapi kisahnya dengan menambahkan dua sahabat ke dalam daftar pengikut Ibnu Saba, secara sengaja mengabaikan fakta bahwa dua sahabat tersebut adalah murid-murid pertama Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah beberapa dari sahabat-sahabat terkemuka yang dihormati oleh Rasulullah SAW. Sebenarnya, Saif didorong oleh kisah-kisah bohong untuk menolak kesaksian Nabi Muhammad. Dengan ini, Saif telah menyangkal seluruh cerita.
Penyerangan terhadap Utsman
Saif menyatakan bahwa penyebab utama di balik penyerangan terhadap Utsman adalah Abdullah bin Saba. la menghasut umat Muslim dari berbagai kota dan propinsi seperti Bashrah, Kufah, Suriah, dan Mesir, untuk bergegas ke Madinah dan membunuh Utsman karena ia percaya bahwa Utsman telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa para sahabat seperti Thalhah dan Zubair yang ada di Madinah tidak menentang Utsman.
Sama halnya dengan pernyataan ini, pernyataan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba tidak pernah diriwayatkan oleh perawi manapun. Tidak ada catatan mengenai Ibnu Saba yang dapat dilacak mengenai penyerangan terhadap Utsman, kecuali melalui Saif. Sedangkan, sanad-sanad lain memiliki riwayat yang sangat bertolak belakang dengannya.
Sekiranya para pembaca sejarah Islam terbebas dari emosinya terhadap khalifah ketiga, para pembaca dapat mengetahui bahwa seruan untuk melakukan pemberontakan terhadap Utsman tidak dimulai di Bashrah, Kufah, Suriah, atau Mesir. Kelemahan Utsman menangani urusan negara menyebabkan banyak sahabat menentangnya. Hal ini tentu saja menyebabkan pergolakan kekuatan di kalangan para sahabat yang berpengaruh di Madinah. Beberapa sejarahwan Sunni seperti Thabari, Ibnu Atsir, dan Baladzuri serta banyak sahabat lainnya meriwayatkan hadis-hadis (yang diriwayatkan oleh selain Saif ) yang menegaskan bahwa penyerangan terhadap khalifah dimulai dari dalam Madinah oleh beberapa. sahabat penting. Mereka adalah orang yang pertama kali meminta para sahabat lainnya yang bermukim di kota - kota lain untuk bergabung menyerang Utsman bersama mereka. Ibnu Jarir Thabari meriwayatkan. :
Ketika orang - orang melihat apa yang dilakukan Utsman, para sahabat Nabi di Madinah menulis surah kepada sahabat lainnya yang terpencar di propinsi - propinsi lain, "Kalian telah berjuang di jalan Allah, demi agama Muhammad. Setelah kalian tiada, agama Muhammad telah dirusak dan ditinggalkan oleh akrena itu kembalilah tegakkan kembali agama Muhammad " Lalu mereka berdatangan daris etiap pelosok hingga mereka membunuh Khalifah (Utsman).32
Sebenarnya Thabari mengutip paragraf di atas dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar Madani yang merupakan sejarahwan Sunni terkemuka dan penulis buku Sirah Rasulullah. Sejarah (yang ditulis oleh selain Saif ) membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki pengaruh ini merupakan kunci utama penyerangan terhadap Utsman, di antaranya; Thalhah, Zubair, Aisyah (ibu kaum mukminin), Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash.
ThalhahThalhah bin Ubaidillah adalah salah satu penghasut utama penyerangan terhadap Utsman dan yang merancang pembunuhan terhadapnya. Kemudian ia memanfaatkan kejadian tersebut untuk membalas dendam kepada Ali dengan memulai perang saudara yang pertama kali di sejarah Islam (Perang Unta). Berikut ini beberapa paragraf yang diambil dari Thabari dan Ibnu Atsir mengenai peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (dalam beberapa naskah disebutkan berasal dari Ibnu Ayash):
Aku memasuki kediaman Utsman (ketika terjadi serangan terhadapnya) dan bercakap-cakap selama satu jam. la berkata, "Masuklah Ibnu Abbas/Ayash!" Kemudian ia menggandeng tanganku dan akti mendengar orang-orang berteriak-teriak di depan pintunya. Kami mendengar beberapa mereka berkata, "Apa yang kalian tunggu?" Sedang yang lain berkata, "Tunggu, mungkin ia akan bertobat!" Kami berdua berdiri dibelakang pintu sambil mendengarkan mereka.
Thalhah bin Ubaidillah melintas dan berkata, " Dimana Ibnu Udais ?" Seseorang menjawab, " Ia ada disana."" Ibnu Udais mendekati Thalhah dan membisikkan sesuatu kepadanya, kemudian kembali kepada kelompoknya dan berkata, "Jangan biarkan seorang pun masuk (ke rumah Utsman) untuk menemuinya atau meninggalkan rumahnya!" Utsman berkata kepadaku, "Itu adalah perintah Thalhah!" la melanjutkan, "Ya Allah, lindungilah aku dari Thalhah karena ia telah menghasut agar semua orang memerangiku! Demi Allah, aku berharap tidak akan terjadi sesuatu dan darahnya akan bersimbah. Thalhah telah menyiksaku tanpa hak. Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Darah seorang Muslim itu halal untuk tiga perkara; kekafiran, perzinahan, dan orang yang membunuh orang lain tanpa hak.' Lalu apa alasannya sehingga aku harus dibunuh?"
Ibnu Abbas/Ayash melanjutkan, 'Aku ingin pergi (dari rumah itu), tetapi mereka menghalangi jalanku hingga Muhammad bin Abi Bakar yang melintas meminta mereka untuk melepaskan aku. Dan mereka pun melepaskan aku."33
Pernyataan Saif tidak berguna dibandingkan dengan riwayat lain yang sama dengan riwayat di atas. Riwayat di atas membuktikan bahwa Utsman sendiri mengetahui sahabat seperti Thalhah melakukan semua itu kepadanya, dan bukan Abdullah bin Saba. Apakah penulis bayaran ini menyatakan bahwa mereka lebih memahami situasi saat itu daripada khalifah Utsman, sedang mereka dilahirkan pada tahun-tahun setelah peristiwa tersebut? Riwayat berikut ini juga mendukung bahwa pembunuhan Utsman dipimpin oleh Thalhah, dan para pembunuhnya keluar untuk memberi tahu pemimpin mereka bahwa mereka telah membereskan Utsman.
Abzay menyatakan, 'Aku menyaksikan saat-saat mereka masuk menyerang Utsman. Mereka masuk melalui sebuah pintu di kediaman Amar bin Hazm. Terdengar pertempuran kecil dan mereka masuk. Demi Allah, aku tidak lupa ketika Sudan bin Humran keluar dan ia berkata, 'Di mana Thalhah Ibnu Ubaidillah? Kami telah membunuh Ibnu Affan!"'34
Utsman dikepung di Madinah ketika Ali bin Abi Thalib berada di Khaibar. Ali tiba di Madinah dan melihat orang -orang berkerumun di rumah Thalhah.Kemudian Ali pergi menemui Utsman. Ibnu Atsir menulis :
Utsman berkata kepada Ali, "Engkau berhutang hak keislamanku dan hak persaudaraan serta kekerabatan. Sekiranya aku tidak memiliki Itak ini dan apabila aku berada di zaman jahiliyah, tidaklah pantas bagi keturunan Abdul Manaf (nenek moyang Ali dan Utsman) untuk membiarkan seorang lelaki dari bani Tyme merampas hak kita." Ali berkata kepada Utsman, "Akan kuberitahu apa yang akan aku lakukan." Kemudian Ali pergi ke rumah Thalhah. Di sana sudah berkumpul banyak orang. Ali berkata kepada Thalhah, "Thalhah, apa yang membuatmu melakukan hal ini?" Thalhah menjawab, "Wahai Abu Hasan! Semuanya sudah terlambat!"35
Thabari juga meriwayatkan percakapan berikut antara Ali dan Thalhah ketika terjadi pengepungan terhadap Utsman, Ali berkata kepada Thalhah: "Aku memintamu atas nama Allah untuk menghentikan orang-orang menyerang Utsman." Thalhah menjawab, "Tidak, demi Allah, tidak hingga Bani Umayah itu secara sukarela menyerahkan diri." (Utsman adalah pemimpin Bani Umayah)36
Thalhah bahkan menghentikan pasokan air kepada Utsman. Abdurrahman bin Aswad berkata, ' Aku melihat Ali menghindari (Utsman ) dan tidak berbuat seperti yang telah ia lakukan sebelumnya. Tetapi, aku tahu bahwa ia berbicara dengan Thalhah ketika Utsman dikepung, sehingga persediaan air tidak diberikan kepadanya. Ali sangat kecewo terhadap Thalhah mengenai hal itu hingga akhirnya air diberikan kepada Utsman."37
Untuk mengetahui mengapa Ali bin Abi Thalib meninggalkan Utsman, perhatikan hadis pada akhir artikel ini.
Selain itu, para sejarahwan menegaskan bahwa mereka yang merencanakan pembunuhan Utsman tidak mengizinkan jenazahnya dikubur di pemakaman muslim. Akhirnya ia dikubur di pekuburan orang Yahudi bernama Hasysy Kawkab, tanpa memandikannya dan tanpa mengkafaninya.38 Apabila orang - orang Yahudi itu tahu, mereka tidak akan mengizinkan Utsman dikubur di wilayah mereka. Setelah Muawiyah berkuasa, ia menggabungkan daerah perkuburan Yahudi hingga Baqi juga wilayah di antara keduanya.39
Aisyah
Thalhah bukan satu-satunya orang yang bergabung memerangi Utsman. Sejarah Sunni menyatakan bahwa sepupunya, Aisyah (ibu kaum mukminin) juga bekerja sama dan berkampanye memerangi Utsman. Paragraf berikut ini juga berasal dari sejarah Thabari menunjukkan kerja sama antara Aisyah dan Thalhah dalam menggulingkan Utsman.
Ketika Ibnu Abbas akan pergi ke Mekkah, ia melihat Aisyah di Sulsul (tujuh mil di selatan Madinah). Aisyah berkata, "Wahai Ibnu Abbas, aku mengajakmu karena Allah, untuk menyingkirkan orang ini (Utsman) dan sebarkanlah keraguan tentang orang ini kepada umat, karena engkau telah dikaruniai lidah yang fasih. (Dengan pengepungan terhadap Utsman) umat mengerti dan cahaya akan membimbing mereka. Aku melihat Thalhah telah memegang kunci harta Baitul Mal. Apabila ia menjadi Khalifah (setelah Utsman) ia akan mengikuti jalan yang ditempuh nenek moyang dari sepupu ayahnya, Abu Bakar." Ibnu Abbas berkata, "Wahai Ibu (kaum mukminin), apabila sesuatu terjadi dengannya (Utsman), orang-orang akan mencari perlindungan hanya kepada sahabat kami (Ali)." Aisyah menjawab, "Diamlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu."40
Banyak sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah pernah pergi menemui Utsman dan meminta bagian warisan dari Rasulullah (setelah bertahun-tahun berlalu sejak kematian Rasul). Utsman tidak memberi Aisyah uang sepeserpun sambil mengingatkannya bahwa ia adalah salah satu orang yang memberi kesaksian dan mendorong Abu Bakar untuk tidak memberi bagian warisan Fathimah. Lalu, apabila Fathimah tidak mendapat warisan, mengapa ia dapat? Aisyah menjadi sangat marah kepada Utsman, ia keluar sambil berkata, "Bunuh orang tua bodoh ini (Na'thal), karena ia telah kafir."41
Seperti yang kita lihat, tokah-tokoh utama yang merancang penyerangan terhadap Utsman adalah orang-orang yang sangat berpengaruh, seperti Thalhah dan Aisyah. Riwayat-riwayat Sunni ini bertentangan dengan riwayat yang berasal dari Abdullah bin Saba, yang dibuat untuk menutupi orang-orang ini berabad-abad lamanya setelah peristiwa itu. Sejarahwan Sunni lainnya, Baladzuri, dalam kitab sejarahnya (Ansab al-Asyraf) berkata bahwa ketika situasi semakin genting, Utsman memerintahkan Marwan bin Hakam dan Abdurrahman bin Attab bin Usaid untuk mencoba membujuk Aisyah agar berhenti berkampanye menentangnya.
Mereka menemui Aisyah ketika ia sedang bersiap-siap berangkat untuk menunaikan haji. Mereka berkata kepadanya:
"Kami berdoa agar engkau tinggal di Madinah, dan agar Allah menyelamatkan orang ini (Utsman) melalui engkau." Aisyah berkata, "Aku telah bersiap-siap pergi dan berjanji akan berhaji. Demi Allah, aku tidak akan mengabulkan permintaanmu...Aku berharap Utsman ada dalam salah satu tasku sehingga aku dapat membawanya. Kemudian, aku akan melemparkannya ke laut!"42
Tentu saja, revolusi melawan Utsman 'dimulai' di Madinah, dan bukan di Bashrah, Kufah, atau Mesir. Orang-orang penting di Madinah adalah mereka yang pertama kali menulis surah kepada orang-orang yang berada di luar Madinah dan menghasut mereka untuk memerangi Utsman. Apabila kita mengatakan bahwa seorang Yahudi, bernama Ibnu Saba, adalah orang yang menghasut orang-orang untuk memberontak, hal ini tidak logis kecuali jika kita menerima bahwa ia adalah orang yang menghasut Aisyah, Thalhah, dan Zubair untuk memberontak. Tetapi orang-orang yang menyebutkan tentang Ibnu Saba dan, keterlibatannya, tidak memasukkan Aisyah dan orang-orang yang sederajat dengannya sebagai pengikut Ibnu Saba.
Peran Ibnu Saba, dalam revolusi menentang Utsman, juga dapat diterima apabila kita mengatakan bahwa Ibnu Saba adalah oranl; yong dapot membujuk khalifah
Utsman untuk mengikuti jalan yang bertolak belakang dengan jalan dua khalifah pertama, dan bahwa dia adalah orang yang menasehati Utsman untuk memberikan harta Islam kepada kerabatnya dan menunjuk mereka menjadi gubernur-gubernur di wilayah-wilayah Islam.
Cara Utsman menyelesaikan urusan negara Islam memberi Aisyah, Thalhah, dan Zubair serta yang lainnya alasan untuk memprovokasi umat Islam memerangi Utsman. Tetapi, mereka yang menyatakan bahwa revolusi terhadap Utsman dilakukan oleh Ibnu Saba, tidak menerima bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menasehati Utsman untuk mengikuti jalan yang salah. Mereka benar, karena orang Yahudi tersebut tidak pernah ada kecuali dalam pikiran Saif bin Umar Tamimi dan orang-orang yang mengutip hadis darinya. Beberapa hadis (kurang dari 15 hadis, yang bahkan tidak ada di kitab shahih ataupun kitab Syi'ah yang benar) berkaitan dengan Abdullah bin Saba diriwayatkan oleh orang-orang selain Saif, memberikan kisah yang sangat berbeda dengan dokumentasi Saif yang palsu yang disebarkan ke mana-mana. Hadis-hadis ini tidak menyebutkan adanya peran Ibnu Saba dalam revolusi memerangi Utsman.
Amru bin Ash
Mengherankan sekali bahwa keterlibatan revolusi terhadap Utsman dinyatakan berasal dari seorang Yahudi yang keberadaannya tidak terbukti kuat baik di Syi'ah ataupun Sunni. Tetapi para sejarahwan lupa peran penting yang dimainkan oleh orang terkemuka di sejarah Islam, Amru bin Ash. Ia lebih pintar dan lebih cerdas daripada orang Yahudi manapun yang pernah hidup di masa itu. Amru bin Ash memiliki semua alasan untuk berkonspirasi menentang Khalifah, dan ia memiliki semua kemampuan untuk mengajak sebagian besar masyarakat Madinah untuk menentangnya.
Amru bin Ash adalah salah satu penggerak paling berbahaya yang menentang Utsman. la adalah gubernur Mesir selama pemerintahan khalifah kedua. Tetapi, khalifah ketiga mencabut jabatannya dan menggantikannya dengan saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd bin Abu Syarh. Akibatnya, Amru menjadi sangat membenci Utsman. Ia kembali ke Madinah dan memulai kampanye menetang Utsman dengan menuduhnya banyak melakukan perbuatan menyimpang.
Utsman menyalahkan Amru dan berkata kasar kepadanya. Hal ini membuat Amru semakin berang. la sering bertemu dengan Zubair dan Thalhah dan melakukan konspirasi menentangnya. la juga sering menemui para jamaah haji dan memberitahukan kepada mereka tentang penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Utsman. Menurut Thabari, ketika Utsman dikepung, Amru tinggal di kediaman Ajlan dan sering bertanya kepada orang-orang tentang keadaan Utsman.
Amru tidak beranjak dari tempat duduknya sebelum penunggang kuda yang kedua lewat. Amru memanggilnya, "Bagaimana keadaan Utsman?" "Lelaki itu berkata, "Ia telah terbunuh!" Amru kemudian berkata, "Aku adalah Abu Abdillah. Apabila aku menggaruk sebuail luka, aku akan merobeknya (artinya apabila aku menginginkan sesuatu, aku akan mendapatkannya). Aku telah memancing orang-orang agar menentangnya, bahkan para gembala di puncak pegunungan beserta kambing-kambingnya." Kemudian Salamah bin Rauh berkata kepadanya, "Engkau, orang Quraisy, telah memutuskan ikatan yang kuat antara dirimu sendiri dan bangsa Arab. Mengapa engkau melakukan itu?" Amru menjawab, "Kami ingin mengambil kebenaran dari tempat kesalahan, dan menjadikan orang-orang memiliki kesamaan dalam kebenaran."43
Para pemecah belah kaum Muslimin mengabaikan apa yang dikenal dalam sejarah Islam yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Sunni terkemuka.
Pemberontakan terhadap Utsman adalah akibat dari usaha-usaha orang-orang terkenal di Madinah seperti Aisyah, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash. Alih-alih menyebutkan pemberontakan tersebut dilakukan orang-orang yang menentang Utsman, para pemecah kaum Muslimin ini tidak mau menerima kebenaran ini atau menyebutkannya. Mereka menyebutkan bahwa pemberontakkan ini dilakukan oleh seorang Yahudi yang dibuat berdasarkan pada riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi, seorang laki - laki yang dianggap ulama Sunni terkemuka sebagai seorang pendusta dan pembuat kebohongan. Mereka memilih untuk menerima riwayat Saif untuk menutupi khalifah, Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Bahkan yang mengejutkannya lagi, Aisyah, Thalhah, dan Zubair, serta Muawiyah bin Abu Sufyan memerangi Ali bin Abi Thalib dalam dua peperangan, yang belum pernah terjadi sebelumnya di sejarah Islam, tetapi tak seorangpun dari mereka menuduh para pengikut Ali bin Abi Thalib sebagai murid-murid Ibnu Saba. Kitab sejarah Sunni dan hadis-hadis koleksi Sunni menyatakan dengan jelas bahwa Muawiyah memerintahkan seluruh Imam mesjid di segala penjuru Islam untuk mengutuk Ali bin Abi Thalib di setiap shalat Jum'at. Apabila sosok fiksi Ibnu Saba memiliki peran kecil dalam pemberontakan terhadap Utsman, Muawiyah pasti menjadikan hal ini sebagai topik utamanya dalam kampanye pemfitnahan terhadap Ali dan para pengikutnya. la pasti telah menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia bahwa orang-orang yang membunuh Utsman adalah murid-murid Abdullah bin Saba, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang membuat Ali mendapatkan kekuasaan. Tetapi Muawiyah ataupun Aisyah tidak melakukan hal ini karena cerita-cerita buatan Saif bin Umar tentang Ibnu Saba muncul pada abad kedua setelah hijrah, lama setelah mereka meninggal.
Pembunuhan terhadap Utsman memberikan kambing hitam yang tepat bagi orang-orang yang berlomba-lomba ingin mendapat kekuasaan, sambil mengabdi di bawah pemerintahan Utsman. Mereka di antaranya adalah keluarganya, Bani Umayah seperti Muawiyah dan Marwan yang benar-benar mencari keuntungan dari keberadaan Utsman dan juga kematiannya. Kisah Ibnu Saba dalam hal ini berfungsi sebagai topeng bagi wajah-wajah yang haus kekuasaan, yang juga merupakan cara lain untuk menyerang Ali bin Abi Thalib dan pengikut-pengikut setianya.
Alasan di Balik Pemberontakan Terhadap Utsman
Khalifah ketiga, Utsman, diangkat umat sebagai pemimpin dengan syarat bahwa ia akan mengatur urusan negara Islam berdasarkan Kitab Allah dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Ia harus mengikuti apa yang dilakukan Abu Bakar dan Umar, apabila tidak ada perintah dari Quran atau Rasul.
Telah diketahui secara luas bahwa dua khalifah pertama hidup dengan sederhana. Mereka tidak memberi keutamaan kepada anggota suku me reka atau menunjuk keluarga mereka untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Utsman, di pihak lain, memiliki pendapat sendiri. Ia hidup dalam kemewahan. la menunjuk anggota dari sukunya (Umayah) untuk menduduki posisi yang penting dan kuat dalam pemerintahan, dengan memberi keutamaan kepada mereka daripada umat Islam lainnya, tanpa melihat kepentingan mereka. Padahal, keluarganya ini tidak beriman. Mungkin Utsman mengira bahwa keutamaan yang ia berikan kepada keluarganya adalah mengikuti anjuran Kitab Allah untuk berbuat baik kepada sanak saudara. Cara Utsman menangani urusan pemerintahan ini membuat banyak para sahabat kecewa. Mereka melihatnya sebagai hal yang royal dan sangat berlebihan.
Para sahabat mengkritik khalifah karena isu-isu berikut ini.
Pengistimewaan keluarga dengan memakai uang negara; ia membawa pamannya, Hakam bin Abi As (putra Umayah, putra Abdussyams), ke Madinah setelah Nabi Muhammad mengasingkannya dari Madinah. Diriwayatkan bahwa Hakam sering bersembunyi dan mendengarkan percakapan Nabi Muhammad ketika ia berbicara secara rahasia kepada sahabat-sahabat utamanya, lalu menyebarkan apa yang ia dengar. Ia sering mengikuti dan memperolok-olok cara berjalan Nabi. Suatu waktu Nabi melihatnya ketika ia sedang meniru-niru jalannya dan berkata, "Selamanya ia akan seperti itu." Segera Hakam menjadi seperti itu hingga ia meninggal. Diriwayatkan juga bahwa, suatu hari, ketika sedang duduk bersama beberapa sahabatnya, Nabi Muhammad berkata, "Seorang lelaki yang telah dikutuk akan memasuki ruangan ini." Tak lama setelah itu masuklah Hakam.44
Setelah membawanya ke Madinah, Utsman memberi pamannya uang sebanyak 300 ribu dirham.
la menjadikan Marwan bin Hakam, sebagai pembantu utamanya, dan penasehat tertingginya, dengan memberi kekuasaan yang sama dengan dirinya. Marwan menerima seperlima pendapatan dari Afrika Utara sebesar 500 ribu dinar. Tetapi ia tidak menyerahkan uang ini. Khalifah mengizinkannya untuk menyimpan uang ini. Jumlahnya sama dengan 10 juta dollar.
Ali bin Abi Thalib sering memperingatkan Utsman mengenai berbahayanya Marwan, tetapi hal itu sia-sia saja. Percakapan berikut antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman membuktikan kenyataan ini. Kejadian ini terjadi ketika Utsman diserang, lalu ia meminta bantuan Ali bin Abi Thalib. Utsman berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Engkau lihat kesulitan yang disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak sepakat ketika mereka mendatangiku hari ini. Aku tahu engkau dihormati oleh umat dan mereka akan mendengarkanmu. Aku ingin agar engkau menemui mereka dan menyuruh mereka pergi agar tidak menggangguku. Aku tidak ingin mereka datang ke hadapanku karena hal itu akan menjadi tindakan yang hina bagiku. Biarlah yang lain mendengar hal ini juga." Ali berkata, "Atas dasar apa aku harus mengusir mereka?" Utsman menjawab, "Atas dasar bahwa aku melaksanakan apa yang telah engkau anjurkan untuk aku lakukan dan yang menurutmu benar, dan aku tidak akan menyimpang dari anjuranmu." Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata, "Sesungguhnya telah sering aku memberitahumu, dan kita membahasnya secara panjang lebar. Semua ini adalah usaha Marwan bin Hakam, Sa'd bin Ash, Ibnu Amir, dan Muawiyah. Engkau lebih mendengarkan mereka dan mengabaikan aku." Utsman berkata, "Kalau begitu aku akan mengabaikan mereka dan mendengarkanmu.;45
Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada mereka dan memintanya untuk pergi. Lalu banyak dari mereka pergi. Ali bin Abi Thalib kembali kepada Utsman dan menyatakan bahwa mereka telah pergi dan berkata, "Buatlah pernyataan sehingga orang-orang akan menyaksikan bahwa mereka telah mendengar darimu, dan Allah adalah saksi. Apakah engkau ingin bertobat kepada-Nya atau tidak?"
Kemudian Utsman keluar dan menyampaikan Khutbah dihadapan umat tentang keinginannya bertobat, ia berkata "Demi Allah, wahai umat! Apabila ada di antara kalian yang menyalahkan aku, ia tidak melakukan apapun yang tidak aku ketahui. Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak aku ketahui. Tetapi jiwaku telah menghidupkan harapan sia-sia dalam diriku dan berdusta padaku dan kebaikanku telah pergi dariku. ...Aku memohon ampunan Allah atas apa yang telah aku lakukan dan aku kembali kepada-Nya. Lelaki sepertiku ingin sekali memohon ampunan-Nya."
Kemudian mereka mengasihaninya, dan beberapa di antaranya menangis. Said bin Zaid berdiri di hadapannya dan berkata, "Wahai pemimpin kaum Muslimin, (sejak saat ini) tidak ada seorang pun yang datang kepadamu tanpa mendukungmu. Bertakwalah kepada Allah dalam jiwamu dan penuhilah janjimu!"
Ketika Utsman turun dari mimbar, ia melihat Marwan bin Hakam dan Sa'd bin Ash serta beberapa keluarga Umayah lainnya di rumahnya. Marwan berkata,
"Haruskah aku berbicara kepada umat atau diam?" Istri Utsman berkata, "Diamlah engkau! Karena mereka akan membunuhnya karena dosa. Ia telah membuat pernyataan yang tidak dapat ia tarik kembali." Kemudian Marwan berkata, "Apa urusannya denganmu?"
Marwan lalu berkata kepada Utsman, "Tetap dalam kesalahan sehingga engkau harus meminta ampunan Allah adalah lebih baik daripada bertobat karena engkau takut. Apabila engkau demikian, engkau bertobat tanpa mengakui kesalahan." Utsman berkata, "Pergi dan bicaralah kepada mereka karena aku malu melakukan hal itu!"
Kemudian Marwan pergi menemui orang-orang dan berkata, "Mengapa kalian berkumpul di sini seperti perampok?...Kalian telah datang untuk merampas kekuasaan (kerajaan) kami. Pergilah! Demi Allah, apabila kalian berniat menyakiti kami, kalian akan menghadapi susuatu yang tidak kalian sukai dari kami, dan kalian tidak akan memuji akibat dari gagasan kalian. Kembalilah ke rumah-rumah kalian, karena demi Allah kami bukanlah orang yang harus kalian rampas hartanya!"
Orang-orang menyampaikan hal ini kepada Ali. Kemudian Ali mendatangi Utsman dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah membuuat puas Marwan (sekali lagi), tetapi ia hanya akan puas jika engkau menyimpang dari agamamu dan akalmu, seperti seekor unta membawa tandu yang dituntun semaunya. Demi Allah, Marwan tidak mengetahui apapun tentang agama dan jiwanya. Aku bersumpah demi Allah, menurutku, ia akan membawamu masuk dan tidak akan mengeluarkanmu kembali. Setelah pertemuan ini, aku tidak akan datang untuk mencacimu lagi. Engkau telah menghancurkan kehormatanmu sendiri dan merampas kekuasaanmu."
Ketika Ali pergi, istri Utsman berkata kepadanya, "Aku mendengar apa yang Ali katakan kepadamu bahwa ia tidak akan kembali lagi kepadamu, dan engkau telah mengikuti kemauan Marwan lagi yang memandumu ke manapun ia kehendaki." Utsman berkata, 'Apa yang harus aku lakukan?" la menjawab, "Engkau harus takut kepada Allah, yang tidak memiliki sekutu, dan engkau harus taat mengikuti apa yang dilakukan dua pendahulumu (Abu Bakar dan Umar). Karena apabila engkau mengikuti Marwan, ia akan membunuhmu. Marwan memiliki martabat di kalangan umat, dan ia tidak membangkitkan wibawa atau rasa cinta.
Umat telah meninggalkanmu karena keberadaan Marwan (di pemerintahanmu). Pergilah kepada Ali, percayalah kepada kejujuran dan keteguhannya. Ia memiliki hubungan saudara denganmu dan ia orang yang ditaati umat." Kemudian Utsman mengirim seseorang untuk memanggil Ali tetapi Ali menolak datang dan berkata, "Aku katakan aku tidak akan kembali."46
Ketika Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah! Aku telah berusaha membelanya (Utsman) hingga aku dipenuhi rasa malu. Tetapi Marwan, Muawiyah, Abdullah bin Amru, dan Sa'd bin As telah melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau saksikan. Ketika aku memberi nasehat yang sungguh-sungguh dan menganjurkan ia untuk mengusir mereka, ia menjadi curiga, sehingga terjadilah apa yang terjadi saat ini."47
Marwan beserta keturunannya merupakan dasar dari beberapa tuduhan korupsi dan nepotisme yang paling serius yang dilakukan Utsman. Marwan, tentu saja, merampas kekhalifahan dan menaiki tahta pada tahun 64/684 dan merupakan nenek moyang raja-raja Umayah selanjutnya di Damaskus juga pemimpin Cordova hingga setelah tahun 756.
Khalifah Utsman mengangkat saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd, sebagai gubernur Mesir. Pada saat itu, Mesir merupakan propinsi terbesar di negara Islam. Ibnu Sa'd telah masuk Islam dan pindah dari Mekkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW memasukkannya sebagai pencatat wahyu. Tetapi, Ibnu Sa'd meninggalkan agamanya dan kembali ke Mekkah. la sering berkata, "Aku akan menurunkan ayat yang sama yang Allah turunkan kepada Muhammad."
Ketika Mekkah ditaklukkan, Nabi Muhammad SAW menyuruh kaum Muslimin untuk membunuh Ibnu Sa'd. Ia harus dibunuh meskipun ia menalikan kain Kabah ke tubuhnya. Ibnu Sa'd bersembunyi di rumah Utsman. Ketika situasinya mereda, Utsman membawa Ibnu Sa'd ke hadapan Nabi Muhammad SAW dan memberitahunya bahwa ia memberikan perlindungan kepada Ibnu Sa'd. Nabi Muhammad tetap diam begitu lama, berharap ada salah satu orang yang hadir akan membunuh Ibnu Sa'd sebelum ia mengabulkan permintaan Utsman. Para sahabat tidak mengerti apa yang dimaksud dengan diamnya Nabi. Karena tidak ada seorangpun yang bergerak untuk membunuh Ibnu Sa'd, Nabi Muhammad mengabulkan permintaan Utsman.
Memberikan jabatan publik kepada keluarga; khalifah Utsman mengangkat Walid bin Aqabah (salah satu keluarga Umayah) sebagai gubernur Kufah setelah menurunkan gubernur sebelumnya, yaitu sahabat utama Rasulullah, Sa'd bin Abi Waqash. Sa'd adalah ahli memanah terkemuka yang memerangi musuh Islam di perang Uhud. Di sisi lain, tingkah laku Walid ketika Nabi masih hidup buruk. Quran merendahkannya dan menyebutnya sebagai orang yang menyimpang.
Contohnya Nabi Muhammad SAW mengirim dia kepada Bani Mustalaq untuk mengumpulkan zakat mereka.walid melihat dari jauh Bani Mustalaq ini mendekat ke arahnya dengan mengendarai kuda, Ia menjadi takut karena ketegangan antara dia dan kaum ini sebelumnya. Ia kembali kepada Nabi Muhammad SAW dan memberitahu bahwa mereka ingin membunuhnya. Hal. ini tidak benar. Tetapi keterangan Walid ini membuat murka kaum Muslimin Madinah dan mereka ingin menyerang Bani Mustalaq. Pada saat itu turunlah ayat berikut, Hai orang-orang yang beriman, jika seorang yang menyimpang datang kepadamu membawa berita, buktikanlah kebenaran berita itu! Jika tidak engkau akan menghancurkan suatu umat tanpa kalian sengaja, kemudian kalian akan menyesal dengan perbuatan kalian yang tergesa-gesa itu.Walid masih terus menjalankan praktik hidup jahiliyahnya selama hidupnya. la selalu meminum arak dan banyak saksi menyatakan kepada khalifah bahwa mereka menyaksikan Walid sedang mabuk ketika memimpin shalat berjamaah. Berdasarkan kesaksian yang kuat,
Walid dicambuk delapan puluh kali dan diturunkan dari jabatannya oleh khalifah Utsman. Khalifah diharapkan menggantikan orang ini dengan sahabat Rasulullah yang baik, tetapi ia malah menggantikan Walid dengan Said bin As, anggota keluarga Umayah yang lain.
Dialog berikut ini adalah dialog antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman, yang juga ditulis dalam kitab Tarikh ath-Thabari yang memberi pandangan yang lebih jelas tentang keadaan Utsman lama sebelum kematiannya.
Orang-orang berkumpul dan berbicara kepada Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali pergi menemui Utsman dan berkata, "Orang-orang datang kepadaku dan mereka berbicara kepadaku tentangmu...Ingatlah Allah! Engkau tidak akan diberi penglihatan setelah engkau buta atau diberi ilmu setelah engkau berada dalam kebodohan. Sesungguhnya, jalan itu jelas dan nyata, dan.tanda-tanda agama yang benar sangat kokoh."
"Ketahuilah, Utsman, bahwa hamba yang paling baik di mata Allah adalah pemimpin yang adil, orang yang telah diberi petunjuk, Han memberi petunjuk kepada umat, karena ia menjunjung tinggi sunnah yang benar dan menghancurkan sunnah-sunnah yang palsu. Demi Allah, segala sesuatunya itu jelas. Sunnah yang benar dan dipercaya berdiri dengan jelas begitu juga yang palsu. Pemimpin yang paling buruk dimata Allah adalah pemimpin yang Kejam, orang yang menyesatkan dirinya sendiri dan menyesatkan orang lain karena ia telah menghancurkan Sunnah yang benar dan membangkitkan sunnah palsu.
"Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Pada Hari Kebangkitan, pemimpin yang kejam akan digiring tanpa penolong dan tanpa pendamping, kemudian dilemparkan ke neraka dan ia akan mengelilingi neraka sebagaimana kincir berputar, lalu ia akan masuk ke neraka yang paling dalam."'
"Aku katakan kepadamu (Utsman), ingatlah kepada Allah! Ancaman dan pembalasan dari-Nya karena hukuman dari-Nya sangat pedih dan keras. Aku katakan kepadamu untuk berhati-hati jika tidak engkau akan menjadi pemimpin yang terbunuh dari umat ini. Sebenarnya dikatakan bahwa seorang pemimpin akan terbunuh dalam umatnya, perselisihan berdarah ini akan dibiarkan hingga hari kebangkitan (Imam Mahdi), dan persoalan ini tidak dapat diselesaikan.
Perselisihan ini akan menjadikan umat terkotak-kotak, dan mereka tidak dapat melihat kebenaran karena begitu besarnya kesalahan. Mereka akan terlempar ke dalamnya seperti ombak dan mengembara dalam kebingungan."
Kemudian Utsman menjawab, "Demi Allah! Aku mengetahui bahwa (orang-orang) akan mengatakan apa yang engkau katakan. Tetapi, apabila engkau berada di posisiku, aku tidak akan menyalahkanmu atau meninggalkanmu dalam kebingungan atau kehinaan atau juga bertindak tidak adil. Apabila aku memberikan kemewahan kepada keluargaku, dan mengangkat mereka sebagai gubernur, beberapa dari mereka adalah orang-orang yang telah Umar angkat sebagai gubernur. Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, wahai Ali, apakah engkau tahu bahwa Mughirah bin Syu'bah tidak ada di sana?" Ali berkata, "Benar!"
Kemudian Utsman melanjutkan, "Lalu mengapa engkau menyalahkanku karena mengangkatnya sebagai pemimpin semata - mata karena ia adalah keluargaku?"
Kemudian Ali menjawab, " Aku katakan kepadamu bahwa setiap orang yang diangkat oleh Umar, berada di bawah pengawasannya yang ketat dan Umar akan menginjak - injak. Apabila Umar mendengar satu kata tentangnya, ia akan mencambuknya dan menghukumnya dengan hukuman yang berat. Tetapi, engkau tidak melakukan hal itu. Engkau lemah dan lembek tehadap keluargamu!" Utsman berkata, "Mereka adalah keluargamu juga." Ali menjawab, "Mereka memang sangat dekat denganku tetapi kebaikan berada di orang lain." Utsman berkata lagi, "Tahukah engkau bahwa Umar adalah orang yang menempatkan Muawiyah di pemerintahannya selama ia berkuasa dan aku hanya melakukan hal yang sama."
Kemudian Ali berkata, "Aku bertanya atas nama Allah, benarkah bahwa Muawiyah lebih takut kepada Umar daripada budak Umar, Yarfa, kepadanya?" Utsman menjawab, "Benar." Ali melanjutkan, "Sekarang ini Muawiyah berani memutuskan banyak persoalan tanpa berkonsultasi kepadamu dan engkau mengetahuinya.
Muawiyah menyatakan bahwa ini adalah perintah Utsman. Engkau sering mendengar hal ini, tetapi engkau tidak memarahinya."
Kemudian Ali meninggalkan Utsman.
Utsman beranjak lalu menaiki mimbar dan berkata, "Demi Allah, kalian telah menyalahkanku atas hal-hal yang juga dilakukan Umar. Tetapi ia menginjakmu, memukul dan menaklukanmu dengan lidahnya, lalu kalian tunduk kepadanya baik kalian sukai atau tidak. Tetapi aku bersikap lunak terhadap kalian. Aku membiarkanmu menginjak pundakku sedang aku menahan tangan dan lidahku. Karenanya, kalian begitu kasar terhadapku. Demi Allah, aku memiliki jumlah kerabat yang lebih banyak, sekutu yang dekat, dan memiliki banyak pendukung. Aku telah mengangkat pengawas bagi kalian. Tetapi kalian telah menuduhkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Tahanlah lidahmu dari memfitnah pemimpin-pemimpin kalian!...Demi Allah, aku telah mendapatkan tidak kurang dari pada pendahuluku atas semua yang tidak kalian sukai. Keuntungan dari kekayaan begitu banyak, laku mengapa aku tidak boleh melakukan sesuatu terhadap kelebihan itu sekehendak hatiku? Jika tidak, mengapa aku menjadi pemimpin?"48
Abdullah bin Saba : Orang yang Memulai Perang Unta?
Perang Unta (Jamal) melawan Ali bin Abi Thalib dinyatakan di Bashrah pada tahun 36/656 setelah umat mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin kaum Muslimin. Perang tersebut disebut Perang Unta karena salah satu pemimpin kelompok oposisi, Aisyah, mengendarai Unta. Para pemimpin lain di kalangan oposisi adalah Thalhah dan Zubair yang merupakan sahabat Rasulullah yang terkenal. Perang ini juga dikenal dalam sejarah sebagai perang Bashrah.
Akibatnya adalah tertumpahnya darah lebih dari sepuluh ribu kaum Muslimin.
Para penyebar fitnah terhadap pengikut-pengikut keluarga Nabi mengutip hadis Saif yang menyatakan bahwa para pengikut Ibnu Saba memulai perang Bashrah pada malam hari sebelum perundingan antara Ali bin Abi Thalib dan ketiga penentangnya (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) selesai. Mereka memulai perang pada malam hari dengan menyerang dua pasukan secara terus menerus agar kedua kelompok itu terjun ke dalam medan perang. Ibnu Saba ingin menjadikan kedua pasukan itu saling menuduh masing-masing pasukan sebagai pemulai perang. Hal ini akan menggagalkan usaha perdamaian yang ketentuannya adalah hukumam bagi para pembunuh Utsman.
Tuduhan ini bertentangan dengan banyak fakta sejarah seperti peristiwa berikut ini yang dicatat oleh sejarahwan dan ahli hadis Sunni.
Sha'bi (Amir bin Syarahil Sya'bi) meriwayatkan peristiwa berikut. Sayap kanan pasukan pemimpin kaum Muslimin (Ali bin Abi Thalib) menyerang sayap kiri pasukan Bashrah. Mereka saling menyerang dan orang - orang berlari ke Aisyah dan sebagian dari mereka adalah suku Dhubbah dan Azd. Perang dimulai setelah matahari terbit dan beranjut hingga siang hari. Suku Bashrah mengalahkan seorang lelaki itu berkata " Bani Adz melarikan diri ". Ketika Bani Adz dikuasai oleh pasukan Ali mereka berseru " Kami berasal dari agama Ali bin Abi Thalib."49
Riwayat di atas ini memberi bukti bahwa peperangan tidak dimulai pada malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Saba. Riwayat ini menggugurkan semua konspirasi penyerangan kepada kedua pasukan pada malam hari.
Qatadah meriwayatkan peristiwa berikut. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, Zubair menyeruak ke muka mengendarai kudanya dengan persenjataan lengkap. Orang-orang berkata kepada Ali, "Dia Zubair!" Karena itu, Ali bin Abi Thalib berkata, "Zubair diharapkan dari dua orang itu lebih mengingat Allah, sekiranya ia diberi peringatkan." Thalhah juga maju ke hadapan Ali. Ketika Ali berhadapan dengan mereka, ia berkata, "Sesungguhnya kalian telah menyiapkan persenjataan, kendaraan, dan pasukan. Apakah kalian telah menyiapkan alasan di Hari Perhitungan ketika kalian menemui Tuhan kalian? Bertakwalah kepada Allah dan janganlah menjadi seperti seorang wanita yang menguraikan hasil tenunannya setelah selesai menenunnya! Bukankah aku adalah saudara kalian dan kalian meyakini kesucian darahku? Apakah ada yang menjadikannya halal sehingga kalian berani menumpahkan darahku?" Thalhah berkata, "Kalian telah memfitnah umat untuk memerangi Utsman."
Ali bin Abi Thalib menjawab dengan mengutip ayat Quran, Pada hari itu (Hari Pembalasan), Allah akan membalas mereka dengan balasan yang adil, dan mereka akan mengetahui hal itu, sesungguhnya Allah adalah saksi yang nyata. (QS. 24:25) Lalu Ali melanjutkan, "Thalhah, apakah engkau berperang untuk menuntut darah Utsman? Semoga Allah mengutuk mereka yang telah membunuh Utsman. Zubair, ingatkah ketika engkau sedang bersama Rasulullah dan melewati Bani Ghunam dan ia melihat kepadaku dan tersenyum? Aku tersenyum kepadanya dan engkau berkata kepadanya, Ali bin Abi Thalib selalu sombong."
Rasulullah bersabda kepadamu, "la tidak sombong, engkaulah yang akan memeranginya dengan tidak adil!"
Zubair berkata, "Demi Allah, hal ini benar. Sekiranya aku ingat akan peristiwa itu, aku tidak akan melakukan perjalanan ini.Demi Allah, aku tidak akan memerangimu." Kemudian Zubair meninggalkan pasukan dan memberi tahu Aisyah dan putranya Abdullah bahwa ia bersumpah bahwa ia tidak akan pernah memerangi Ali. Putranya menyarankan agar ia memerangi Ali dan membayar kifarah untuk sumpah yang telah ia langgar. Zubair setuju dan membayar kifarat dengan membebaskan budaknya Mak'hul.50
Peristiwa ini dengan jelas mengungkapkan kepada kita bahwa, Thalhah dan Zubair berhadapan dengan Ali bin Abi Thalib sebelum perang dimulai, dan konfrontasi ini terjadi di siang hari, bukan di malam hari. Jika tidak, orang-orang tidak dapat melihat mereka atau mendengar percakapan di antara Ali dan penentangnya serta mengenal satu sama lain dari penutup kepala mereka.
Karena percakapan dan konfrontasi tersebut terjadi sebelum perang dimulai, jelaslah bahwa riwayat Saif mengenai perang yang dimulai pada malam hari dan tanpa diramalkan, merupakan sebuah kebohongan.
Dzahabi meriwayatkan, "Kami berada di tenda Ali bin Abi Thalib ketika terjadi Perang Unta. Saat itu Ali mengutus seseorang untuk menemui Thalhah agar ia berunding dengannya (sebelum perang dimulai). Thalhah maju ke depan dan Ali berkata kepadanya, "Aku ingatkan engkau atas nama Allah! Tidakkah engkau mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapn yang menganggap aku sebagai maulanya, Ali adalah juga maulanya. Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya, dan bencilah orang-orang yang membencinya!"' Thalhah menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Ali berkata, "Lalu mengapa engkau memerangiku?"51
Yahya bin Sa'id meriwayatkan, "Marwan bin Hakam yang berada di barisan pasukan Thalhah melihat Thalhah tengah mundur (ketika pasukannya dikalahkan di medan perang). Karena Marwan dan semua keluarga Uamayah mengenal Thalhah dan Zubair sebagai pembunuh Utsman, ia melepaskan panah kepadanya dan menyebabkannya terluka parah. Kemudian ia berkata kepada Aban, putra Utsman, " Aku telah menyelamatkamu dari salah satui pembunuh ayahmu." Thalhah dibawa ke sebuah rumah yang telah menjadi reruntuhan di Bashrah dan tewas di sana.52
Zuhri, seorang perawi Sunni penting lainnya yang terkenal karena kebenciannya kepada Ahlulbait, meriwayatkan percakapan Ali bin Abi Thalib dengan Zubair dan Thalhah sebelum perang.
Ali berkata, "Zubair, apakah engkau memerangiku untuk menuntut balas atas darah Utsman setelah engkau membunuhnya? Semoga Allah menimpakan akibat yang pedih yang tidak disukai setiap orang karena perbuatan orang-orang di antara kita kepada Utsman." la melanjutkan, "Thalhah, engkau telah membawa istri Rasulullah (Aisyah) untuk memperalatnya demi perang dan menyembunyikan istrimu di rumahmu (di Madinah). Mengapa engkau tidak memberi sumpah setiamu kepadaku?" Thalhah berkata, "Aku memberimu sumpah setia sedang pedang ini masih di leherku."
(Hingga saat itu, Ali berusaha mengajak mereka berdamai, dengan tidak memberi alasan kepada mereka). Ali berkata kepada pasukanya, "Siapa di antara kalian yang akan membawa Quran ini kepada mereka dan apabila ia kehilangan satu tangannya ia akan memegang Quran ini dengan tangannya yang lain...?"
Seorang pemuda dari Kufah berseru, "Aku akan melakukannya." Sekali lagi, Ali bin Abi Thalib masuk ke dalam pasukannya dan menawarkan misi tersebut kepada pasukannya. Hanya pemuda itu yang menjawab. Kemudian Ali berkata kepadanya, "Perlihatkan Quran ini kepada mereka dan katakan, inilah perantara kami dan kalian dari awal hingga akhir. Ingatlah Allah, selamatkan darah kami dan darah kalian!"
Ketika pemuda itu menyeru kepada mereka untuk kembali kepada Quran dan berserah diri kepada keputusannya, pasukan Bashrah menyerang dan membunuhnya. Saat itu, Ali bin Abi Thalib berkata kepada pas,ukannya, "Sekarang saatnya perang dibolehkan!" Perang Unta pun dimulai.53
Semua riwayat ini dan riwayat-riwayat lain yang serupa dengan jelas menunjukkan bahwa perang dimulai di siang hari, dan bukan di malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Umar. Perang tidak langsung berkobar karena kedua pasukan bertemu dan saling berunding sebelum perang dimulai. Jika konfrontasi antara Ali bin Abi Thalib dan Thalhah serta Zubair terjadi di malam hari, seruan terakhir Ali bin Abi Thalib tidak berguna karena kedua pasukan tidak dapat menyaksikan ataupun mendengarkan percakapan mereka. Selain itu konfrontasi antara pembawa Quran dan pasukan Bashrah tidak berguna. Pasukan-pasukan yang saling berhadapan itu tidak dapat melihat Quran di tangan pemuda itu di malam hari.
Selain itu, pernyataan antara Ali dan tiga pemimpin pembangkang, menghukum orang-orang yang membunuh Utsman hanya akan logis jika ketiga pemimpin tersebut serius mencari hukuman bagi pembunuh tersebut. Tetapi ketiga pemimpin itu (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) adalah pelopor yang menghasut orang-orang untuk membunuh Khalifah ketiga. Sebagaimana yang kita lihat pada hadis di atas, Ali bin Abi Thalib dengan jelas menyatakan bahwa Zubair adalah salah seorang yang membunuh Utsman.
Jika para pemberontak mengangkat Thalhah atau Zubair, dan bukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, mereka akan memberi para pembunuh Utsman itu hadiah yang paling besar. Tentunya pemimpin-pemimpin ini tidak menuntut balas atas darah Utsman, karena mereka sendiri yang berada di balik semua itu.
Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai alat untuk menghancurkan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib berkata di Perang Unta, "Kebenaran dan kesalahan tidak akan dapat dikenali dengan kebaikan orang. Pahamilah dulu kebenaran itu, lalu kalian akan mengetahui siapa yang benar!"
Ringkasan Singkat Perbandingan Riwayat Tokoh Abdullah bin Saba
Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang diberikan Saif bin Umar dan mereka yang mengutip darinya.
Saif memberikan banyak sekali informasi dan sejumlah besar riwayat yang panjang dan bertele-tele serta berbeda.
Riwayat-riwayat ini dan riwayat lainnya ditolak karena ia dianggap sebagai penyebar kebohongan, pemfitnah, pendusta, dan zindiq oleh ulama-ulama terkemuka:
- Abdullah bin Saba muncul ketika Khalifah Utsman memerintah;
- Ibnu Saba menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW akan kembali seperti halnya Nabi .Isa as, sebelum Hari Kiamat. la menyatakan bahwa Nabi Muhammad belum wafat;
- Abdullah bin Saba menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW;
- Ibnu Saba menyatakan bahwa Utsman harus digulingkan karena ia telah mengambil hak Ali. Ibnu Saba adalah penghasut utama dalam revolusi melawan
Utsman. Hasutan ini tidak dimulai dari Madinah, dan Thalhah serta Zubair tidak menentang Utsman;
- Ibnu Saba memicu Perang Unta di malam hari agar kedua pasukan bertempur di medan perang;
- Beberapa pelopor Islam di antara nabi Muhammad seperti Abu Dzar dan Ammar bin Yasir adalah murid orang Yahudi ini.
Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang sanadnya bukan berasal dari Saif:
- Jumlah riwayat-riwayat ini memiliki rangkaian perawi kurang dari empat belas. Dan riwayat-riwayat ini sangat singkat menurut para ahli hadis yang bijaksana;
- Beberapa hadis ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih oleh ulama-ulama Sunni atau Syi'ah. Dengan demikian, keberadaan orang bernama Abdullah bin Saba masih dipertanyakan;
- Abdullah bin Saba muncul ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah;
- Tidak ada riwayat bin Saba tentang kembalinya Nabi Muhammad. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Umar lah yang pertama kali menyatakan tentang kembalinya Nabi Muhammad dan bahwa ia belum wafat; Abdullah bin Saba menyatakan bahwa ia adalah seorang nabi dan Ali adalah Tuhan;
- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Thalhah, Zubair, Aisyah, dan Amrn bin Ash adalah orang-orang yang memfitnah agar orang menentang Utsman. Mereka memulai kampanye di Madinah dan mengajak yang lainnya untuk bergabung dengan mereka.
- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Teiapi beberapn riw,iy,a Sunni lainnya menyatakan bahwa perang dimulai setelah natali,rri terbit dan setelah percakapan antara Ali bin Abi Thalib dan pihak pemberontak selesai ketika dua pasukan saling berhadapan;
- Tidak ada riwayat tentang keterkaitan para sahabat Rasulullah ini dengan Abdullah bin Saba. Para ahli hadis Sunni lain menunjukkan bahwa Abu Dzar dan Ammar adalah dua di antara sahabat-sahabai utama Rasulullah dan yang paling dicintai Rasul.
Pendapat Para Ahli Sejarah
Kami telah memberikan pendapat dari lima belas ulama Sunni terkemuka tentang lemahnya riwayat Saif Ibnu Umar pada bagian pertama. Selain mereka, banyak sejarahwan Sunni juga menolak keberadaan Abdullah bin Saba dan
39
tau cerita-cerita bohongnya. Di antara mereka adalah Dr. Thaha Husain, yang telah menganalisis kisah ini dan menolaknya. la menulis dalam al-Fitnah al-Kubra bahwa:
Menurut saya, orang-orang yang berusaha membenarkan cerita Abdullah bin Saba telah melakukan kejahatan dalam sejarah dan merugikan diri mereka sendiri. Hal pertama yang diteliti adalah bahwa dalam koleksi hadis Sunni, nama Ibnu Saba tidak muncul ketika mereka membahas tentang pemberontakan terhadap Utsman. Ibnu Sa'd tidak menyebutkan nama Abdullah bin Saba ketika ia membicarakan tentang Khalifah Utsman dan pemberontakan terhadapnya. Juga, kitab Baladzuri, berjudul Ansab al-Asyraf, yang menurut saya merupakan buku paling penting dan paling lengkap membahas pemberontakan terhadap Utsman, nama Abdullah bin Saba tidak pernah disebutkan. Nampaknya, Thabari adalah orang pertama yang meriwayatkan cerita lbnu Saba dari Saif, lalu sejarahwan lain mengutip darinya.
Dalam buku lainnya berjudul Ali wa Banuh ia juga menyebutkan :
Cerita tentang Abbdullah bin Saba tidak lain adalah dongeng semata dan merupakan ciptaan beberapa sejarahwan karena cerita ini bertentangan dengan catatan sejarah lain. Kenyataanvyo adalahbahwa pergesekan antara Syi'ah dan Sunni memiliki banyak bentuk, dan masing-masing kelompok saling mengagungkan diri sendiri dan mencela dengan cara apapun yang mungkin dilakukan. Hal ini menjadikan seorang sejarahwan harus ekstra hati-hati ketika menganalisis riwayat kontroversial yang berkaitan dengan fitnah dan pemberontakan.
Pada bagian pertama, secara panjang lebar kami telah menyebutkan karya besar Allamah Askari yang diterbitkan tahun 1955. Sebelumnya, tidak ada penelitian analitis dilakukan terhadap tokoh Abdullah bin Saba untuk meneliti apakah secara fisik ia ada atau apakah cerita-cerita sekitarnya ini benar. Meskipun kebohongan Saif terkenal berabad-abad lamanya, tidak ada penelitian dilakukan mengenai asal mula cerita Abdullah bin Saba ini. Dalam penelitiannya, Askari membuktikan bahwa pernyataan Saif mengenai Abdullah bin Saba dan banyak hal lainnya adalah kebohongan semata karena semua itu bertentangan dengan isi dokumen-dokumen Sunni, terjadinya peristiwa, nama kota dan para sahabat, rangkaian perawi palsu, dan cerita-cerita tentang peristiwa menakjubkan (seperti sapi yang dapat berbicara dengan manusia dan lain-lain.). Apabila saat itu memang terdapat orang yang bernama Abdullah bin Saba, ceritanya pasti sangat berbeda dengan apa yang dibuat-buat Saif.
Berikut ini sebagian tanggapan seorang cendekiawan Sunni, Dr. Hamid Dawud, Profesor Universitas Kairo, setelah ia membaca buku Askari.
Ulang tahun Islam yang ke 1300 tahun telah dirayakan. Pada saat ini, beberapa penulis terpelajar kami menuduh Syi'ah sebagai paham yang memiliki pandangan yang tidak Ialami. Para penulis ini mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap Syi'ah dan menciptakan jurang pemisah yang lebar di antara kaum Muslimin. Meskipun bijaksana dan terpelajar, musuh-musuh Syi'ah mengikuti keyakinan yang mereka pilih sendiri, dan secara sepihak menutupi kebenaran, serta menuduh Syi'ah sebagai agama khayal. Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandanganpandangan Syi'ah ditindas.
Akibat tuduhan ini,kerugian yang diderita ilmu pengetahuan Islam lebih besar daripada yang diderita oleh Syi'ah sendiri, karena sumber fiqih ini, meskipun sangat kaya dan berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan dicurigai. Jika tidak, kita akan mendapat banyak manfaat dari pandangan-pandangan Syi'ah itti. Siapa saja yang berniat melakukan penelitian dalam fiqih Islam, ia harus menganggap Syi'ah sebagai sumber ilmu sebagaimana halnya Sunni. Bukankah pemimpin Syi'ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu'man (150 H), dan Malik bin Anas (179 H). Imam Abu Hanifah berkata, "Selain dua tahun, Nu'man akan kelaparan."
Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain Imam Jafar Shadiq.
Sayangnya, beberapa orang yang menyebut dirinya terpelajar, tidak menghargai aturan penelitian ini untuk memuaskan tujuan mereka. Bagaimanapun, ilmu tidak sepenuhnya tertutup bagi mereka sehingga mereka menciptakan jurang pemisah di antara kaum Muslimin. Ahmad Amin adalah salah satu orang yang meninggalkan cahaya ilmu, dan tetap berada dalam kegelapan. Sejarah mencatat noda ini pada Ahmad Amin dan teman-temannya, yang secara membuta mengikuti hanya satu mazhab khusus. Banyak kesalahan dibuat olehnya, salah satu yang paling besar diceritakan dalam kisah Abdullah bin Saba. Ini adalah salah satu cerita yang dikisahkan untuk menuduh Syi'ah sebagai pemfitnah dan cerita-cerita lama.
Askari, peneliti besar kontemporer dalam bukunya telah membuktikan dengan memberikan buti-bukti yang kokoh, bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif, dan merupakan kebohongan besar bahwa ia adalah pendiri mazhab Syi'ah.
Allah telah menetapkan bahwa beberapa cendekiawnn telah menghijab kebenaran tanpa menghiraukan kesalahan yang mungkin ditimpakan kepada mereka.
Pelopor dalam masalah ini adalah lelaki ini yang telah menjadi peneliti terpelajar Sunni merevisi kitab sejarah Thabari (Sejarah Bangsa dan Raja-raja), dan menyaring kisah-kisah yang benar dari yang salah. Kisah-kisah yang dilindungi sebagai wahyu Allah.
Para penulis yang mulia, dengan mengetengahkan banyak bukti, telah menyingkapkan tirai atau ambiguitas dari peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut dan mengungkapkan kebenaran, sedemikian rupa sehingga beberapa fakta nampak mengejutkan. Tetapi kita harus mengikuti kebenaran betapapun sulitnya kebenaran itu. Kebenaran adalah hal terbaik yang harus kita ikuti.54
Kita baru saja mendengar pernyataan dari seorang Muslim Sunni. Sekarang kita lihat apa yang dinyatakan kelompok ketiga mengenai Saif dan tokoh rekaannya, Abdullah bin Saba. Berikut ini adalah kutipan komentar Dr. R. Stephen Humpherys, dari Universitas Wisconsin, Madison, penerjemah bahasa Inggris jilid ke-15 Kitab Tarikh at-Thabari dalam kata pengantar jilid 15 kitab tersebut.
Mengenai peristiwa di Iraq dan di Arab (kunci utama krisis yang terjadi pada kekhalifahan Utsman), Thabari sepenuhnya mengambil sumber dari Muhammad bin Umar Waqidi (tahun 823) dan Saif bin Umar yang misterius. Kedua sumber ini menyebabkan masalah besar. Sebenarnya, sumber dari Saif bin Umar lah yang menimbulkan masalah besar.
Thabari memperlihatkan rasa suka yang unik kepadanya, dalam dua makna. Pertama, Saif adalah sumber terbesar yang digunakan Thabari sepanjang periode dari Perang Riddah hingga Perang Shiffin (11-37 H). Kedua, tidak ada ulama lain yang menggunakan sumber dari Saif. Tidak ada cara yang gamblang untuk menjelaskan rasa suka Thabari kepada Saif. Tentunya tidak dijelaskan dengan ciri-ciri pernyataan Saif secara formal, karena ia bergantung pada para informan yang biasanya tidak jelas dan acapkali sangat baru. Hal yang sama, ia menggunakan riwayat kolektif, yang bercampur aduk dengan cara yang tidak spesifik sumber-sumber banyak perawinya. Saya beranggapan bahwa Saif menjadikan Thabari tertarik karena dua alasan. Pertama, Saif mengetengahkan penafsiran 'Sekolah Minggu' kekhalifahan Utsman. Dalam pernyataannya, seseorang dapat melihat kesatuan dan keselarasan yang besar dalam masyarakat Islam, sebuah kesatuan dan keselarasan yang ditegakkan dengan kesetiaan penuh kepada kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin orang-orang seperti yang digambarkan Saif tergoda oleh ambisi dan keserakahan dunia. Sebaliknya, dalam pernyataan Saif, sebagian besar konflik-konflik tersebut dibuat-buat, cerminan penyalahartian yang keji oleh penafsir-penafsir selanjutnya. Ketika benar-benar ada konflik di antara umat Islam yang beriman, mereka dihasut oleh orang luar seperti Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam.
Di sini, sedikitnya, versi peristiwa yang ditulis Saif jelas-jelas sangat sederhana, dan tidak diragukan lagi jika Thabari menerimanya sejelas yang kita terima. Meskipun demikian, kisah tersebut sangat berguna bagi Thabari, yakni bahwa dengan membuat riwayat Saif sebagai kerangka pernyataannya yang jelas, ia dapat memasukkan sedikit banyak penafsiran yang berlebihan dari sejarah Islam awal yang diberikan sumber-sumber Thabari lainnya. Pembaca yang baik akan menolak kesaksian orang-orang yang tidak sependapat ini sebagai hal yang tidak relevan, dan hanya sedikit pembaca yang kritis yang akan mengenali hal ini dan mencari isu-isu yang diangkat oleh sumber yang tidak penting seperti itu. Dengan cara ini, Thabari menyatakan apa yang harus disampaikan ketika menghindari tuduhan sektarianisme. Tuduhan jenis ini tentunya bukan hal kecil memandang ketegangan agama dan sosial yang besar di Baghdad selama akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.55
Selain itu, dalam kata pengantar jilid 11 versi bahasa Inggris Tarikh at-Thabari, penerjemahnya menuliskan bahwa,
Meskipun, Thabari mengutip sumbernya dengan teliti dan dapat dilihat seringnya mengutip mereka hampir secara harfiah, sumber-sumber itu sendiri dapat dilacak hingga ke zaman awal dalam koleksi sejarah Islam, yang diberikan oleh penulis Ibnu Ishaq (151/ 767), Ibnu Kalbi (204/819), Waqidi (207/822), dan Saif bin Umar (170/786). Dari ketiga orang pertama yang disebutkan ini, yang semuanya disebutkan dalam jilid ini, ada karya-karya yang masih tersisa yang membuat kita dapat menilai kecendrungan mereka hingga hal - hal tertentu, juga membuktikan digunakannya sumber - sumber mereka sendiri. Untuk mengukur nilai transmisi hadis mereka, pembaca dianjurkan membaca artikel dalam Ensiklopedia Islam atau literatur-literatur lainnya.
Penulis ke empat inilah yang banyak dicuplik oleh Thabari, Saif bin Umar, yang banyak dibahas di sini. Karena karyanya hanya ada dalam transmisi Thabari dan orang-orang yang mencuplik darinya serta tidak ditemukan di hadis manapun yang independen, sayangnya ia terabaikan dalam kritik modern. Namun demikian, riwayat-riwayat Saif yang panjanglah yang mengisi sebagian besar halaman ini dan jilid-jilid lainnya. Penilaian sejarah terhadap jilid ini bergantung pada sejauh mana penilaian kita terhadap riwayatriwayat asli Saif dan riwayat-riwayat yang digunakan Thabari, dan kepada persoalan inilah kita harus mengalihkan perhatian kita.
Abu Abdillah Saif bin Umar Usaidi Tamimi adalah seorang ahli hadis dari Kufah yang wafat pada masa pemerintahan Harun Rasyid (170-193/786-809). Selain kemungkinan bahwa ia dituduh zindik dalam inkuisisi yang dimulai di bawah kepemimpinan Mahdi pada tahun 166/783 dan berlanjut hingga kepemimpinan Rasyid, tidak banyak diketahui tentang kehidupannya, kecuali apa yang diputuskan dari hadisnya.56
Karena ia dinyatakan telah meriwayatkan hadis dari sedikitnya sembilan ahli hadis yang meninggal pada tahun 140-146/757763, dan bahkan dari dua orang ahli hadis yang meninggal pada tahun 126-128/744-746, ia lebih tua ketika ia meninggal. Hal ini kemungkinan bahwa Abu Mikhnaf, yang meninggal lebih awal dari pada Saif pada tahun 157/774, mengutip darinya. Karya Saif sebenarnya dicatat di dua buku yang sekarang sudah tidak ada tetapi masih ada selama beberapa abad setelah hidup Saif. Mereka melakukan pengaruh yang sangat besar terhadap tradisi sejarah Islam terutama karena Thabari memilih untuk mendasarkan sebagian besar hadisnya pada buku-buku itu untuk peristiwa pada tahun 11-36/632-656, masa yang meliputi pemerintahan tiga khalifah pertama dan awal ditaklukannya Iraq, Suriah, Mesir, dan Iran. Meskipun Thabari juga mengutip sumber-sumber lain dalam jilid ini, yang paling banyak adalah berasal dari Saif. Sebenarnya, mungkin juga, walaupun tidak pasti bahwa ia telah mereproduksi sebagian besar karya saif. Saif jarang dikutip oleh penulis - penulis lain selain Thabari.
Umumnya, penjelasan Saif mengenai penaklukan-penaklukan yang diriwayatkan dalam jilid ini dan jilid-jilid Thabari lainnya, menitikberatkan pada heroisme pejuang-pejuang Islam, kesulitan yang mereka hadapi, dan kekuatan musuh-musuh mereka, gambaran yang nampaknya menakjubkan dan juga ditemukan di kisah-kisah penaklukan lainnya selain dari Saif. Tetapi pernyataan Saif berbeda sedemikian rupa sehingga ia memasukkan hadis-hadis yang tidak ada di hadis manapun, seringkali juga meriwayatkannya dari perawi-perawi yang tidak dikenal.
Pernyataan yang unik ini seringkali mengandung motif-motif yang luar biasa dan dongeng yang ceritanya lebih lebar daripada yang ditemukan dalam versi-versi sejarahwan lainnya. Meskipun ciri riwayat Saif yang berlebihan dan tendensius sering dikutip, contohnya oleh Julius Wellhausen,s' nilai tulisan-tulisannya yang asli sebagai sumber utama tidak pernah diteliti secara terperinci.
...meskipun ia berasal dari Kufah, cobaan ajaran Syi'ah awal, Saif berasal dari aliran anti Syi'ah, wakil kubu Kufah yang sebelumnya telah menentang Husain bin Ali dan Zaid bin AIi...58
Pernyataan Saif yang tendensius lebih muncul sering dalam jilid-jilid Thabari lainnya, seperti pada episode Saqifah Bani Sa'idah,59 pemakaman Utsman,60 dan cerita tentang Abdullah bin Saba.61 Di setiap contoh ini, versi lain yang tidak membenarkan pernyataan Saif tersedia untuk dijadikan perbandingan dan mengungkapkan kelancangannya.
...selain melebih-lebihkan peranan beberapa sahabat Nabi pada awal-awal penaklukan, Saif juga membubuhi karyanya dengan mengagungkan yang lainnya, sahabat-sahabat imajiner dan pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat,terutamayang menampilkan kelompok dari sukunya. Yang paling terkenal dari ciptaannya ini adalah Qa'qa bin Amri, seorang pahlawan dan dikatakan sebagai sahabat Nabi, yang tidak diherankan lagi adalah anggota suku Saif, Usaidi." la yang berasal dari suku Llasayidi menyatakan bahwa ciptaannya itu karena Saif sendiri dan bukan kepada sumber-sumber Saif, tidak ada yang dikenali sebagai Usaidi. Selain itu, banyak orang yang dinyatakan berasal dari suku Tamim nampaknya direka-reka, beberapa di antaranya memiliki nama stereotipe yang aneh seperti; 'membungkus, putra kain, rumput musim semi, putra Hujan, putra salju, dan laut, putra Eufrat.' Pembaca akan menemukan banyak nama yang hanya ditemukan dalam hadis-hadis Saif yang dicatat dalam jilid ini...
Selain menciptakan banyak tokoh yang muncul dalam transmisi hadisnya, nampaknya Saif juga menciptakan banyak nama sanad hadisnya. Sepertinya, 'sanad-sanad' karangannya ini berfungsi sebagai hubungan langsung antara Saif dan ahli-ahli hadis sebenarnya yang sanadnya digunakan Saif untuk mendukung hadis-hadis ciptaannya.
Penilaian Saif ini tentunya meruntuhkan sanad penulis-penulis Muslim terdahulu yang karyanya mungkin memiliki tokoh yang sangat berbeda, sebagaimana sejarahwan Romawi akhir, Ammianus Marcellinus dipengaruhi oleh Historia Agusta gadungan. Sebaliknya, besar penghargaan diberikan kepada umat Muslim masa pertengahan yang menilai kualitas hadis dalam kitab Rijal di mana mereka secara sepakat menolak sanad Saif sepenuhnya. Mereka melakukan hal tersebut karena hadishadisnya mungkin telah digunakan untuk mendukung ijma kaum Sunni yang muncul pada sejarah awal Islam. Hal ini menyiratkan bahwa penolakan mereka terhadap hadis-hadis Saif dimotivasi oleh kepedulian terhadap kebenaran, dan bukan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam kancah waktu itu. Mereka menyadari bahwa transmisi hadisnya sangat berlebihan dan curang, dan mereka berkata demikian. Sebenarnya, pencelaan terhadap hadis Saif oleh ulama-ulama Muslim masa pertengahan seharusnya berfungsi sebagai pengingat bagi ulama-ulama modern bahwa teks-teks pertengahan dan kuno tidak selalu digaungkan oleh iklim agama dan politik yang tengah berkuasa dan bahwa pencarian kebenaran sudah ada sejak masa-masa awal dan masa sekarang.
Dalam menjabarkan penaklukan - penaklukan, Pada umumnya Thabari jarang menyimpang dari riwayat Saif. Hal ini memperlihatkan kepada kita tentang daya tarik Saif bagi Thabari; detil. Hadis-hadis Saif hampir semuanya sangat bertele-tele dibandingkan riwayat-riwayat yang sama dari ahli hadis-ahli hadis yang sebenarnya. Ciri-ciri ini mungkin tidak hanya membuat mereka lebih menyukai Thabari tetapi nampaknya menjadi jaminan keakuratan. Karena Thabari hidup di zaman pertengahan, dalam mayoritas contoh-contoh, tidak ada baginya peralatan modern yang akan membuatnya menemukan kecenderungan Saif. Bagaimanapun, riwayat-riwayat Saif masih terus diterima oleh sekelompok kecil ulama, bahkan hingga saat ini.63
Menurut saya, orang-orang yang berusaha membenarkan cerita Abdullah bin Saba telah melakukan kejahatan dalam sejarah dan merugikan diri mereka sendiri. Hal pertama yang diteliti adalah bahwa dalam koleksi hadis Sunni, nama Ibnu Saba tidak muncul ketika mereka membahas tentang pemberontakan terhadap Utsman. Ibnu Sa'd tidak menyebutkan nama Abdullah bin Saba ketika ia membicarakan tentang Khalifah Utsman dan pemberontakan terhadapnya. Juga, kitab Baladzuri, berjudul Ansab al-Asyraf, yang menurut saya merupakan buku paling penting dan paling lengkap membahas pemberontakan terhadap Utsman, nama Abdullah bin Saba tidak pernah disebutkan. Nampaknya, Thabari adalah orang pertama yang meriwayatkan cerita lbnu Saba dari Saif, lalu sejarahwan lain mengutip darinya.
Dalam buku lainnya berjudul Ali wa Banuh ia juga menyebutkan :
Cerita tentang Abbdullah bin Saba tidak lain adalah dongeng semata dan merupakan ciptaan beberapa sejarahwan karena cerita ini bertentangan dengan catatan sejarah lain. Kenyataanvyo adalahbahwa pergesekan antara Syi'ah dan Sunni memiliki banyak bentuk, dan masing-masing kelompok saling mengagungkan diri sendiri dan mencela dengan cara apapun yang mungkin dilakukan. Hal ini menjadikan seorang sejarahwan harus ekstra hati-hati ketika menganalisis riwayat kontroversial yang berkaitan dengan fitnah dan pemberontakan.
Pada bagian pertama, secara panjang lebar kami telah menyebutkan karya besar Allamah Askari yang diterbitkan tahun 1955. Sebelumnya, tidak ada penelitian analitis dilakukan terhadap tokoh Abdullah bin Saba untuk meneliti apakah secara fisik ia ada atau apakah cerita-cerita sekitarnya ini benar. Meskipun kebohongan Saif terkenal berabad-abad lamanya, tidak ada penelitian dilakukan mengenai asal mula cerita Abdullah bin Saba ini. Dalam penelitiannya, Askari membuktikan bahwa pernyataan Saif mengenai Abdullah bin Saba dan banyak hal lainnya adalah kebohongan semata karena semua itu bertentangan dengan isi dokumen-dokumen Sunni, terjadinya peristiwa, nama kota dan para sahabat, rangkaian perawi palsu, dan cerita-cerita tentang peristiwa menakjubkan (seperti sapi yang dapat berbicara dengan manusia dan lain-lain.). Apabila saat itu memang terdapat orang yang bernama Abdullah bin Saba, ceritanya pasti sangat berbeda dengan apa yang dibuat-buat Saif.
Berikut ini sebagian tanggapan seorang cendekiawan Sunni, Dr. Hamid Dawud, Profesor Universitas Kairo, setelah ia membaca buku Askari.
Ulang tahun Islam yang ke 1300 tahun telah dirayakan. Pada saat ini, beberapa penulis terpelajar kami menuduh Syi'ah sebagai paham yang memiliki pandangan yang tidak Ialami. Para penulis ini mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap Syi'ah dan menciptakan jurang pemisah yang lebar di antara kaum Muslimin. Meskipun bijaksana dan terpelajar, musuh-musuh Syi'ah mengikuti keyakinan yang mereka pilih sendiri, dan secara sepihak menutupi kebenaran, serta menuduh Syi'ah sebagai agama khayal. Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandanganpandangan Syi'ah ditindas.
Akibat tuduhan ini,kerugian yang diderita ilmu pengetahuan Islam lebih besar daripada yang diderita oleh Syi'ah sendiri, karena sumber fiqih ini, meskipun sangat kaya dan berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan dicurigai. Jika tidak, kita akan mendapat banyak manfaat dari pandangan-pandangan Syi'ah itti. Siapa saja yang berniat melakukan penelitian dalam fiqih Islam, ia harus menganggap Syi'ah sebagai sumber ilmu sebagaimana halnya Sunni. Bukankah pemimpin Syi'ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu'man (150 H), dan Malik bin Anas (179 H). Imam Abu Hanifah berkata, "Selain dua tahun, Nu'man akan kelaparan."
Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain Imam Jafar Shadiq.
Sayangnya, beberapa orang yang menyebut dirinya terpelajar, tidak menghargai aturan penelitian ini untuk memuaskan tujuan mereka. Bagaimanapun, ilmu tidak sepenuhnya tertutup bagi mereka sehingga mereka menciptakan jurang pemisah di antara kaum Muslimin. Ahmad Amin adalah salah satu orang yang meninggalkan cahaya ilmu, dan tetap berada dalam kegelapan. Sejarah mencatat noda ini pada Ahmad Amin dan teman-temannya, yang secara membuta mengikuti hanya satu mazhab khusus. Banyak kesalahan dibuat olehnya, salah satu yang paling besar diceritakan dalam kisah Abdullah bin Saba. Ini adalah salah satu cerita yang dikisahkan untuk menuduh Syi'ah sebagai pemfitnah dan cerita-cerita lama.
Askari, peneliti besar kontemporer dalam bukunya telah membuktikan dengan memberikan buti-bukti yang kokoh, bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif, dan merupakan kebohongan besar bahwa ia adalah pendiri mazhab Syi'ah.
Allah telah menetapkan bahwa beberapa cendekiawnn telah menghijab kebenaran tanpa menghiraukan kesalahan yang mungkin ditimpakan kepada mereka.
Pelopor dalam masalah ini adalah lelaki ini yang telah menjadi peneliti terpelajar Sunni merevisi kitab sejarah Thabari (Sejarah Bangsa dan Raja-raja), dan menyaring kisah-kisah yang benar dari yang salah. Kisah-kisah yang dilindungi sebagai wahyu Allah.
Para penulis yang mulia, dengan mengetengahkan banyak bukti, telah menyingkapkan tirai atau ambiguitas dari peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut dan mengungkapkan kebenaran, sedemikian rupa sehingga beberapa fakta nampak mengejutkan. Tetapi kita harus mengikuti kebenaran betapapun sulitnya kebenaran itu. Kebenaran adalah hal terbaik yang harus kita ikuti.54
Kita baru saja mendengar pernyataan dari seorang Muslim Sunni. Sekarang kita lihat apa yang dinyatakan kelompok ketiga mengenai Saif dan tokoh rekaannya, Abdullah bin Saba. Berikut ini adalah kutipan komentar Dr. R. Stephen Humpherys, dari Universitas Wisconsin, Madison, penerjemah bahasa Inggris jilid ke-15 Kitab Tarikh at-Thabari dalam kata pengantar jilid 15 kitab tersebut.
Mengenai peristiwa di Iraq dan di Arab (kunci utama krisis yang terjadi pada kekhalifahan Utsman), Thabari sepenuhnya mengambil sumber dari Muhammad bin Umar Waqidi (tahun 823) dan Saif bin Umar yang misterius. Kedua sumber ini menyebabkan masalah besar. Sebenarnya, sumber dari Saif bin Umar lah yang menimbulkan masalah besar.
Thabari memperlihatkan rasa suka yang unik kepadanya, dalam dua makna. Pertama, Saif adalah sumber terbesar yang digunakan Thabari sepanjang periode dari Perang Riddah hingga Perang Shiffin (11-37 H). Kedua, tidak ada ulama lain yang menggunakan sumber dari Saif. Tidak ada cara yang gamblang untuk menjelaskan rasa suka Thabari kepada Saif. Tentunya tidak dijelaskan dengan ciri-ciri pernyataan Saif secara formal, karena ia bergantung pada para informan yang biasanya tidak jelas dan acapkali sangat baru. Hal yang sama, ia menggunakan riwayat kolektif, yang bercampur aduk dengan cara yang tidak spesifik sumber-sumber banyak perawinya. Saya beranggapan bahwa Saif menjadikan Thabari tertarik karena dua alasan. Pertama, Saif mengetengahkan penafsiran 'Sekolah Minggu' kekhalifahan Utsman. Dalam pernyataannya, seseorang dapat melihat kesatuan dan keselarasan yang besar dalam masyarakat Islam, sebuah kesatuan dan keselarasan yang ditegakkan dengan kesetiaan penuh kepada kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin orang-orang seperti yang digambarkan Saif tergoda oleh ambisi dan keserakahan dunia. Sebaliknya, dalam pernyataan Saif, sebagian besar konflik-konflik tersebut dibuat-buat, cerminan penyalahartian yang keji oleh penafsir-penafsir selanjutnya. Ketika benar-benar ada konflik di antara umat Islam yang beriman, mereka dihasut oleh orang luar seperti Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam.
Di sini, sedikitnya, versi peristiwa yang ditulis Saif jelas-jelas sangat sederhana, dan tidak diragukan lagi jika Thabari menerimanya sejelas yang kita terima. Meskipun demikian, kisah tersebut sangat berguna bagi Thabari, yakni bahwa dengan membuat riwayat Saif sebagai kerangka pernyataannya yang jelas, ia dapat memasukkan sedikit banyak penafsiran yang berlebihan dari sejarah Islam awal yang diberikan sumber-sumber Thabari lainnya. Pembaca yang baik akan menolak kesaksian orang-orang yang tidak sependapat ini sebagai hal yang tidak relevan, dan hanya sedikit pembaca yang kritis yang akan mengenali hal ini dan mencari isu-isu yang diangkat oleh sumber yang tidak penting seperti itu. Dengan cara ini, Thabari menyatakan apa yang harus disampaikan ketika menghindari tuduhan sektarianisme. Tuduhan jenis ini tentunya bukan hal kecil memandang ketegangan agama dan sosial yang besar di Baghdad selama akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.55
Selain itu, dalam kata pengantar jilid 11 versi bahasa Inggris Tarikh at-Thabari, penerjemahnya menuliskan bahwa,
Meskipun, Thabari mengutip sumbernya dengan teliti dan dapat dilihat seringnya mengutip mereka hampir secara harfiah, sumber-sumber itu sendiri dapat dilacak hingga ke zaman awal dalam koleksi sejarah Islam, yang diberikan oleh penulis Ibnu Ishaq (151/ 767), Ibnu Kalbi (204/819), Waqidi (207/822), dan Saif bin Umar (170/786). Dari ketiga orang pertama yang disebutkan ini, yang semuanya disebutkan dalam jilid ini, ada karya-karya yang masih tersisa yang membuat kita dapat menilai kecendrungan mereka hingga hal - hal tertentu, juga membuktikan digunakannya sumber - sumber mereka sendiri. Untuk mengukur nilai transmisi hadis mereka, pembaca dianjurkan membaca artikel dalam Ensiklopedia Islam atau literatur-literatur lainnya.
Penulis ke empat inilah yang banyak dicuplik oleh Thabari, Saif bin Umar, yang banyak dibahas di sini. Karena karyanya hanya ada dalam transmisi Thabari dan orang-orang yang mencuplik darinya serta tidak ditemukan di hadis manapun yang independen, sayangnya ia terabaikan dalam kritik modern. Namun demikian, riwayat-riwayat Saif yang panjanglah yang mengisi sebagian besar halaman ini dan jilid-jilid lainnya. Penilaian sejarah terhadap jilid ini bergantung pada sejauh mana penilaian kita terhadap riwayatriwayat asli Saif dan riwayat-riwayat yang digunakan Thabari, dan kepada persoalan inilah kita harus mengalihkan perhatian kita.
Abu Abdillah Saif bin Umar Usaidi Tamimi adalah seorang ahli hadis dari Kufah yang wafat pada masa pemerintahan Harun Rasyid (170-193/786-809). Selain kemungkinan bahwa ia dituduh zindik dalam inkuisisi yang dimulai di bawah kepemimpinan Mahdi pada tahun 166/783 dan berlanjut hingga kepemimpinan Rasyid, tidak banyak diketahui tentang kehidupannya, kecuali apa yang diputuskan dari hadisnya.56
Karena ia dinyatakan telah meriwayatkan hadis dari sedikitnya sembilan ahli hadis yang meninggal pada tahun 140-146/757763, dan bahkan dari dua orang ahli hadis yang meninggal pada tahun 126-128/744-746, ia lebih tua ketika ia meninggal. Hal ini kemungkinan bahwa Abu Mikhnaf, yang meninggal lebih awal dari pada Saif pada tahun 157/774, mengutip darinya. Karya Saif sebenarnya dicatat di dua buku yang sekarang sudah tidak ada tetapi masih ada selama beberapa abad setelah hidup Saif. Mereka melakukan pengaruh yang sangat besar terhadap tradisi sejarah Islam terutama karena Thabari memilih untuk mendasarkan sebagian besar hadisnya pada buku-buku itu untuk peristiwa pada tahun 11-36/632-656, masa yang meliputi pemerintahan tiga khalifah pertama dan awal ditaklukannya Iraq, Suriah, Mesir, dan Iran. Meskipun Thabari juga mengutip sumber-sumber lain dalam jilid ini, yang paling banyak adalah berasal dari Saif. Sebenarnya, mungkin juga, walaupun tidak pasti bahwa ia telah mereproduksi sebagian besar karya saif. Saif jarang dikutip oleh penulis - penulis lain selain Thabari.
Umumnya, penjelasan Saif mengenai penaklukan-penaklukan yang diriwayatkan dalam jilid ini dan jilid-jilid Thabari lainnya, menitikberatkan pada heroisme pejuang-pejuang Islam, kesulitan yang mereka hadapi, dan kekuatan musuh-musuh mereka, gambaran yang nampaknya menakjubkan dan juga ditemukan di kisah-kisah penaklukan lainnya selain dari Saif. Tetapi pernyataan Saif berbeda sedemikian rupa sehingga ia memasukkan hadis-hadis yang tidak ada di hadis manapun, seringkali juga meriwayatkannya dari perawi-perawi yang tidak dikenal.
Pernyataan yang unik ini seringkali mengandung motif-motif yang luar biasa dan dongeng yang ceritanya lebih lebar daripada yang ditemukan dalam versi-versi sejarahwan lainnya. Meskipun ciri riwayat Saif yang berlebihan dan tendensius sering dikutip, contohnya oleh Julius Wellhausen,s' nilai tulisan-tulisannya yang asli sebagai sumber utama tidak pernah diteliti secara terperinci.
...meskipun ia berasal dari Kufah, cobaan ajaran Syi'ah awal, Saif berasal dari aliran anti Syi'ah, wakil kubu Kufah yang sebelumnya telah menentang Husain bin Ali dan Zaid bin AIi...58
Pernyataan Saif yang tendensius lebih muncul sering dalam jilid-jilid Thabari lainnya, seperti pada episode Saqifah Bani Sa'idah,59 pemakaman Utsman,60 dan cerita tentang Abdullah bin Saba.61 Di setiap contoh ini, versi lain yang tidak membenarkan pernyataan Saif tersedia untuk dijadikan perbandingan dan mengungkapkan kelancangannya.
...selain melebih-lebihkan peranan beberapa sahabat Nabi pada awal-awal penaklukan, Saif juga membubuhi karyanya dengan mengagungkan yang lainnya, sahabat-sahabat imajiner dan pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat,terutamayang menampilkan kelompok dari sukunya. Yang paling terkenal dari ciptaannya ini adalah Qa'qa bin Amri, seorang pahlawan dan dikatakan sebagai sahabat Nabi, yang tidak diherankan lagi adalah anggota suku Saif, Usaidi." la yang berasal dari suku Llasayidi menyatakan bahwa ciptaannya itu karena Saif sendiri dan bukan kepada sumber-sumber Saif, tidak ada yang dikenali sebagai Usaidi. Selain itu, banyak orang yang dinyatakan berasal dari suku Tamim nampaknya direka-reka, beberapa di antaranya memiliki nama stereotipe yang aneh seperti; 'membungkus, putra kain, rumput musim semi, putra Hujan, putra salju, dan laut, putra Eufrat.' Pembaca akan menemukan banyak nama yang hanya ditemukan dalam hadis-hadis Saif yang dicatat dalam jilid ini...
Selain menciptakan banyak tokoh yang muncul dalam transmisi hadisnya, nampaknya Saif juga menciptakan banyak nama sanad hadisnya. Sepertinya, 'sanad-sanad' karangannya ini berfungsi sebagai hubungan langsung antara Saif dan ahli-ahli hadis sebenarnya yang sanadnya digunakan Saif untuk mendukung hadis-hadis ciptaannya.
Penilaian Saif ini tentunya meruntuhkan sanad penulis-penulis Muslim terdahulu yang karyanya mungkin memiliki tokoh yang sangat berbeda, sebagaimana sejarahwan Romawi akhir, Ammianus Marcellinus dipengaruhi oleh Historia Agusta gadungan. Sebaliknya, besar penghargaan diberikan kepada umat Muslim masa pertengahan yang menilai kualitas hadis dalam kitab Rijal di mana mereka secara sepakat menolak sanad Saif sepenuhnya. Mereka melakukan hal tersebut karena hadishadisnya mungkin telah digunakan untuk mendukung ijma kaum Sunni yang muncul pada sejarah awal Islam. Hal ini menyiratkan bahwa penolakan mereka terhadap hadis-hadis Saif dimotivasi oleh kepedulian terhadap kebenaran, dan bukan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam kancah waktu itu. Mereka menyadari bahwa transmisi hadisnya sangat berlebihan dan curang, dan mereka berkata demikian. Sebenarnya, pencelaan terhadap hadis Saif oleh ulama-ulama Muslim masa pertengahan seharusnya berfungsi sebagai pengingat bagi ulama-ulama modern bahwa teks-teks pertengahan dan kuno tidak selalu digaungkan oleh iklim agama dan politik yang tengah berkuasa dan bahwa pencarian kebenaran sudah ada sejak masa-masa awal dan masa sekarang.
Dalam menjabarkan penaklukan - penaklukan, Pada umumnya Thabari jarang menyimpang dari riwayat Saif. Hal ini memperlihatkan kepada kita tentang daya tarik Saif bagi Thabari; detil. Hadis-hadis Saif hampir semuanya sangat bertele-tele dibandingkan riwayat-riwayat yang sama dari ahli hadis-ahli hadis yang sebenarnya. Ciri-ciri ini mungkin tidak hanya membuat mereka lebih menyukai Thabari tetapi nampaknya menjadi jaminan keakuratan. Karena Thabari hidup di zaman pertengahan, dalam mayoritas contoh-contoh, tidak ada baginya peralatan modern yang akan membuatnya menemukan kecenderungan Saif. Bagaimanapun, riwayat-riwayat Saif masih terus diterima oleh sekelompok kecil ulama, bahkan hingga saat ini.63
Profesor James Robinson, (D.Litt., D.D. Glasgow, Amerika) menulis:
Saya ingin memberi komentar tentang Thabari yang tidak memiliki keraguan untuk mengutip hadis dari Saif: Sejarahnya bukanlah karya sejarah dalam cara penulisan modern, karena tujuan utamanya nampaknya mencatat semua informasi yang ia miliki tanpa mengungkapkan pendapat tentang nilainya. Seseorang, oleh karena itu, disiapkan untuk mencari bahwa beberapa materinya tidak dapat diandalkan dibandingkan materi yang lain. Dengan demikian, kita dapat memaafkannya karena menggunakan metode yang tidak diakui di zaman sekarang. Sekurang-kurangnya ia telah memberikan informasi yang sangat banyak. Materi tersebut masih ada bagi para ulama-ulama yang harus membedakan yang asli dan yang palsu.
Nampaknnya Saif sering mengutip dari lelaki yang tidak dikenal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa tidak ada seorang pun dari mereka dikutip oleh perawi-perawi hadis lainnya, dan hal ini membuat kita berpikir bahwa Saif telah membuat-buat hadis tersebut. Tuduhan serius ini merupakan asumsi yang masuk akal dengan membandingkan hadis-hadis Saif dengan hadis yang lain.
Diceritakan bahwa Saif memiliki kisah-kisah ajaib yang sulit untuk dipercayai, seperti gurun pasir berubah menjadi air hagi pasukan Islam, laut menjadi pasir, hewan ternak yang berbicara dan memberi tahu kepada pasukan Islam di mana mereka bersembunyi, dan lain-lain. Di zaman Saif, mungkin baginya menggunakan kisah-kisah tersebut sebagai sejarah, letapi hada zaman sekarang, pelajar-pelajar yang kritis langsung mengetahui bahwa cerita-cerita tersebut tidak masuk akal. Argumen yang efektif juga digunakan untuk menunjukkan bagaimana informasi Saif tentang Ibnu Saba dan kaum Sabaiyyah sangat tidak dapat diandalkan.
Saif yang hidup pada perempat awal abad kedua, berasal dari suku Tamin, salah satu suku Mudar yang hidup di Kufah. Hal ini dapat membuat kita mempelajari kecenderungan serta pengaruh-pengaruhnya terhadap legenda ini. Dalam ceritanya, ada diskusi tentang zindiq. Dinyatakan bahwa semangat kesukuan berlangsung dari zaman Rasulullah, hingga zaman Abbasiah. Saif mengagungagungkan suku dari bagian utara, menciptakan pahlawan-pahlawan, puisi-puisi yang memuji pahlawan suku tersebut, para sahabat Nabi yang berasal dari Tamim, perang dan pertempuran yang tidak pernah ada, jutaan orang terbunuh dan banyak tawanan dengan tujuan untuk memuji pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat, puisi-puisi ditujukan kepada pahlawan-pahlawan imajiner memuji-muji suku Mudar, lalu Tamim, kemudian Ibnu Amar, suku di mana Saif berasal. Saif menyebutkan bahwa kaum lelaki dari Mudar adalah pemimpin pertempuran yang dipimpin oleh lelaki dari suku lain, pemimpin-pemimpin khayalan yang kadang-kadang adalah nama orang sebenarnya atau nama buatan. Dinyatakan bahwa kesalahan informasinya ini adalah untuk menggugurkan keimanan banyak umat dan memberikan konsep yang salah kepada non-Muslim. Ia sangat ahli dalam pemalsuannya sehingga cerita-cerita itu diterima sebagai sejarah yang asli.
Ada perbedaan yang besar antara karya sebuah hadis, seperti Shahih al-Bukhari, dan karya sejarah seperti sejarah Thabari. Bukhari sangat selektif terhadap hadis dan mungkin mencatat satu atau sepuluh hadis yang disampaikan kepadanya, karena ia tidak mengambil hadis-hadis yang menurut pendapatnya lemah. Tetapi Thabari, meskipun juga selektif dalam karya lainnya, tetapi sejarahnya mencatat sembilan atau sepuluh dari apa yang ia dengan dan ini dikarenakan sifat dokumentasi sejarah yang pada intinya tidak seakurat koleksi hadis.
Akibatnya, Bukhari tidak meriwayatkan bahkan satu hadis pun tentang Abdullah bin Saba dalam sembilan jilid kitab hadis sahihnya. Tetapi para sejarahwan yang menerima lebih banyak dokumentasi dibandingkan keotentikan perawi, banyak mencatat tentang Abdullah bin Saba melalui Saif.
Sejarahwan Syi'ah tidak lepas dari pemikiran di atas. Mereka juga mencatat banyak hal yang mereka miliki. Di antaranya riwayat yang mereka ragukan. Penelitian akhir oleh Syi'ah mengenai Abdullah bin Saba dikeluarkan hanya pada tahun 1955, dan hal itu tidak sejelas sebelum masa itu sehingga kisah-kisah Ibnu Saba merupakan manipulasi Saif dengan motif-motif politik. Dua orang sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba, hidup sepuluh abad sebelum diterbitkannya penelitian ekstensif tentang Abdullah bin Saba. Seseorang disebut ahli dalam sejarah Islam apabila telah membaca semua buku-buku sejarah awal Islam. Sebenarnya, banyak buku-buku sejarah awal ditulis oleh penulis-penulis Sunni atas sokongan Umayah dan kemudian penguasa Abbasiah.
Seorang sejarahwan Syi'ah tidak melarang sumber-sumber Sunni, sehingga karyanya terpengaruhi oleh karya sebelumnya. Jelas bagi kita jika dua sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tidak menyebutkan nama perawi untuk riwayat mereka, artinya mereka mendapatkannya dari kabar angin orang-orang akibat propaganda besar-besaran.
Sedangkan beberapa hadis yang perawinya (bukan dari Saif), memiliki cerita berbeda yang tidak mendukung satupun pernyataan Syaf. Hadis-hadis ini menceritakan tentang seorang lelaki terkutuk yang telah Ahlulbait jelaskan tentang ketidak bersalahan mereka dari apa yang ia kait-kaitkan kepada Ali bin Abi Thalib (menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan). Syi'ah, Imam-imam mereka dan ulama-ulamanya menyatakan murka Allah SWT kepada orang itu (jika pernah ada) bahwa ia sesat, menyimpang dan dikutuk. Tidak ada kesamaan antara Syi'ah dan namanya kecuali Syi'ah mengutuknya dan semua orang-orang ekstrim yang mempercayai bahwa Ahlulbait adalah Tuhan.
Pengikut Ahlulbait tidak pernah menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan, atau menyatakan bahwa duabelas Imam adalah Tuhan. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa orang-orang yang menghidupkan cerita Abdullah bin Saba adalah pembenci Syi'ah dan berusaha menyalahartikan pengikut keluarga Nabi. Apabila Syi'ah adalah pengikut Yahudi yang misterius itu, mereka pasti telah meyakini ketuhanan Ali bin Abi Thalib dan tentunya menghormati guru mereka, Abdullah bin Saba, bukannya mengutuknya.
Apabila Abdullah bin Saba adalah orang yang sangat berpengaruh dan penting bagi Syi'ah, mengapa Syi'ah tidak pernah mengutip darinya sebagaimana mereka mengutip dari para Imam Ahlulbait. Apabila Abdullah bin Saba adalah pemimpin mereka, mereka pasti mengutip darinya dan bangga melakukan hal itu. Seorang murid yang taat selalu mengutip gurunya, tetapi mengapa Syi'ah tidak demikian? Mengapa mereka malah mengutuknya? Apabila kita menjawab bahwa alasan Syi'ah tidak mengutip darinya adalah ia seorang Yahudi yang masuk Islam, pertanyaan yang muncul adalah agama apa yang dianut para sahabat sebelum mereka masuk Islam? Bukankah Abu Hurairah adalah seorang Yahudi yang membunuh orang Islam sebelum masuk Islam? Bukankah ia masuk Islam dua tahun sebelum Rasulullah SAW wafat? Lalu mengapa banyak hadis dalam koleksi hadis Sunni berasal darinya? Sedangkan hadis-hadis yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib (yang merupakan lakilaki pertama yang memeluk Islam) dalam koleksi hadis Sunni, kurang dari satu persen dari apa yang diriwayatkan Abu Hurairah?
Selain itu, bagi Syi'ah, merayakan kelahiran Nabi dan duabelas Imam serta Fathimah adalah suatu kebiasaan. Mereka juga berkabung ketika mengingat kesyahidan mereka. Mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama kepada Abdullah bin Saba apabila ia memang pemimpin mereka?
Lagipula, apakah orang-orang Syi'ah begitu bodoh dan dungu sehingga setelah 1400 tahun, mereka tidak pernah mengetahui jika keyakinan dan agama mereka didasarkan pada hadis-hadis palsu dan cerita-cerita Abdullah bin Saba? Kami ragu, jika Syi'ah memang bodoh dalam meyakini seorang munafik dalam agama, filsafat, fiqih, sejarah, dan tafsir Qur'an, bagaimana Syi'ah tetap eksis hingga kini? Tentunya jika pengetahuan Syi'ah didasarkan pada dasar yang tidak kuat seperti Abdullah bin Saba itu, mereka sudah tidak ada sejak dahulu. Menarik sekali jika kita lihat bahwa para Imam Syi'ah (Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq). Tentu kita dapat mengatakan bahwa mazhab Sunni mendasarkan fiqih mereka dari Syi'ah yang berarti Sunni dan Syi'ah adalah pengikut orang yang sama, Abdullah bin Saba.
Selain itu, apabila Abdullah bin Saba memang ada dengan kisah-kisahnya yang diceritakan saif, berarti ada jarak 150 tahun antara kelahirannya dan penyebarluasan kisah Saif dan Umar Tamimi. Selama kurun waktu 150 tahun itu, banyak ulama, penulis wahyu, sejarahwan, dan filsuf yang menyumbangkan banyak buku. Mengapa mereka tidak pernah menyebutkan Abdullah bin Saba? Tentunya jika ia adalah tokoh penting bagi Syi'ah, tentunya Sunni mengenalnya sebelum Saif bin Umar Tamimi. Kenyataannya adalah bahwa ia tidak pernah disebutkan di kitab manapun sebelum kitab Saif bin Umar Tamimi menciptakan keraguan pada seluruh cerita yang ditujukan kepadanya dan bahkan keberadaannya. Percayalah bahwa tahun 150 yahun atau antara kurun waktu itu kelahiran Abdullah bin Saba dan terbitnya Saif bin Umar Tamimi, tidak ada buku yang menyebutkan Ibnu Saba? Tetapi beberapa orang masih mengatakan bahwa cerita itu ada.
Hal aneh lainnya adalah bahwa bahkan setelah 150 tahun penerbitan Saif bin Umar Tamimi, tidak banyak orang mengetahui cerita Abdullah bin Saba. Cerita tersebut tidak tersebar hingga cerita Ibnu Saba secara luas muncul dalam Tarikh at-Thabari (160 tahun setelah diterbitkannya karya Saif) dan pada saat itulah fitnah mulai mengemuka sebagai cara untuk melawan Syi'ah.
Para Sahabat Nabi dan Pengaruh Yahudi
Kita kesampingkan dahulu pembahasan Ibnu Saba. Ada banyak Yahudi yang memang telah mempengaruhi para sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib bersikap sangat hati-hati demi kesucian ajaran Islam terhadap mualaf Islam dari Ahlul Kitab. Mereka tidak mendengar pernyataan dari orang-orang yang memeluk Islam dan menyatakn diri memiliki ilmu agama melalui Kitab Perjanjian lama dan ingin menyebarkannya kepada Islam.
Sikap Ali bin Abi Thalib sangat bijaksana, sedangkan para sahabat utama (menurut pandangan Sunni), terpedaya oleh ulama-ulama Ahlul Kitab ini. Berikut ini penjelasan tentang mereka.
Ka'b Ahbar
Ia adalah seorang lelaki dari Yaman bernama Ka'b bin mati Humyari, dikenal juga sebagai Abu Ishaq, yang berasal dari suku Thi Rain (atau Thi al-Killa). Ia datang ke Madinah ketika Umar menjabat sebagai Khalifah. Ia adalah seorang ulama Yahudi yang terkenal dan datang dengan nama Ka'b Ahbar. Ia menyatakan ke Islamannya dan tinggal di Madinah hingga Utsman menjadi Khalifah. Inilah bagian pertama yang akan membahas beberapa pernyataan yang ia buat, penipuannya yang dilakukan kepada khalifiah Umar, dan keterlibatnya dalam pembunuhan khalifah, dan sikap Ali bin Abi Thalib terhadapnya.
Mualaf muslim ini bukanlah tokoh fiktif sebagaimana Abdullah bin Saba. Ia ada karena ia tinggal di Madinah dan dihormati oleh khalifah kedua dan ketiga. Ia banyak meriwayatkan cerita-cerita yang menyatakan bahwa kisah tersebut berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Banyak sahabat yang terkenal seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amru bin Ash, dan Muawiyah bin Abu Sufyan meriwayatkan cerita darinya. Ulama Yahudi ini telah banyak meriwayatkan cerita aneh, yang isinya menunjikan banyak ketidakotentikan. Salah satu ceritanya adalah sebagai berikut :
Seorang sahabat Nabi bernama Qais bin Kharsyah Qaisi meriwayatkan bahwa Ka'b Ahbar berkata,"setiap peristiwa yang terjadi atau akan terjadi di muka bumi manapun, telah tertulis dalam kitab Taurat (Kitab Perjanjian Lama), di mana Allah menurunkannya kepada Musa."64
Riwayat itu pasti menarik perhatian pembaca karena menyatakan sesuatu hal yang tidak masuk akal. Bumi terdiri dari milyaran mil luasnya, setiap mil terdiri dari milyaran kaki, dan setiap bagian bumi ini menjadi tempat ribuan peristiwa zaman Nabi Musa hingga Hari Kiamat. Tetapi Ka'b menyatakan bahwa semua peristiwa dicatat dalam Kitab Perjanjian Lama.
Banyak Kitab Perjanjian Lama yang didiktekan atau ditulis oleh Nabi Musa, tidak lebih dari 400 halaman. Mencatat semua peristiwa di dunia dari zaman Musa hingga hari Kiamat, membutuhkan milyaran halaman. Selain itu, halaman-halaman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak mencatat peristiwa-peristiwa yang akan datang. Semua isinya terdiri dari peristiwa lama yang terjadi sebelum pembawa Kitab Injil datang. Dengan mempertimbangkan hal ini, menyatakan yang dibuat Ka'b gugur dengan sendirinya.
Ka'b Ahbar Menghitung Waktu Hidup Khalifah Umar
Ulama Yahudi ini telah memperdaya banyak sahabat melalui tipu dayanya. Bahkan sahabat utama seperti Umar bin Khattab tidak dapat terlewat dari tipuanya.
Pengaruh Ka'b telah berkembang selama zaman kekhalifahan Umar hingga ia berani berkata kepada Umar, "Amirul Mukminin, engkau harus menuliskan wasiatmu karena engkau akan wafat dalam tiga hari ini!"
Umar bertanya,"Bagaimana engkau tahu?"
Ka'b menjawab," Aku menemukannya dalam kitab Allah, Taurat."
"Demi Allah, engkau menemukan Umar bin Khattab dalam Kitab Taurat?"
"Tidak, tetapi aku menemukan gambaran tentang dirimu dalam Kitab dan waktumu sudah semakin dekat."
"Tetapi aku tidak merasa sakit," balas Umar.
Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar lagi dan berkata "Amirul Mukmin, satu hari telah berlalu dan engkau hanya memiliki waktu tersisa dua hari lagi."
Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar dan berkata "Amirul Mukmin, dua hari telah lewat dan engkau hanya memiliki satu hari dan satu malam."
Hari berikutnya, Umar keluar untuk memimpin shalat di mesjid. Ia biasa mempersiapkan orang-orang untuk mengatur barisan yang akan shalat. Ketika barisan itu telah lurus, ia mulai shalat. Abu Lulu memasuki masjid sambil membawa belati dengan dua mata dan satu pegangan ditengahnya. Ia menusuk Umar sebanyak enam kali, salah satunya menusuk perut khalifah sehingga membuat wafat.65
Dengan melihat Kitab Perjanjian Lama, kita tidak menemukan adanya nama atau ramalan tentang Umar. Tidak ada ulama Yahudi manapun selain Ka'b, menyatakan bahwa Kitab tersebut meramalkan hidup Umar, pembunuhannya, atau menjelaskan waktu kematiannya. Apabila informasi seperti ini terkandung dalam Taurat, orang-orang Yahudi pasti bangga dengannya dan akan menggunakannya untuk membuktikan bahwa agama Yahudi adalah agama yang benar.
Bagian dari Konspirasi
Nampak jelas bahwa pembunuhan Umar adalah sebuah konspirasi, dan Ka'b terlibat didalamnya. Pembunuhan Umar akan melemahkan umat Islam karena ledakan kekerasan terhadap khalifah akan menggoyahkan keyakinan negara Islam dan menciptakan kekacauan. Meramalkan peristiwa tersebut sebelum terjadi, membuat para sahabat percaya apa yang diramalkan Ka'b dan apa yang ia nyatakan dicatat dalam Kitab Taurat, sehingga membuatnya menjadi sumber yang dipercaya untuk informasi di masa datang. Keyakinan seperti itu membuatnya mampu terlibat dalam peristiwa besar dan menyarankan nama khalifah selanjutnya. Sejumlah sahabat Nabi percaya bahwa informasi yang dibuat-buat Ka'b berkenaan dengan masa lalu dan masa datang.
Ka'b tidak hanya berbicara tentang peristiwa yang terjadi pada bumi, tetapi ia juga memberikan informasi tentang langit dan singgasana Ilahi. Qurthubi dalam tafsir Qur'annya pada Surah Ghafir meriwayatkan bahwa Ka'b berkata, "Ketika Allah menciptakan singgasananya, singgasana tersebut berkata,'Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih besar daripada aku.'Singgasana tersebut kemudian mengguncangkan dirinya untuk menunjikan kesabarannya. Allah mengikat singgasana itu dengan seekor ular yang memiliki tujuh puluh sayap. Setiap sayap memiliki tujuh puluh bulu. Setiap bulu memiliki tujuh puluh wajah. Setiap wajah memiliki tujuh puluh mulut, dan setiap mulut memiliki tujuh puluh ribu lidah. Dari mulut-mulut ini, keluar pujian bagi Allah yang jumlahnya sama dengan tetesan air hujan yang turun, daun-daun yang gugur, bebatuan dan tanah, jumlah hari di dunia, dan jumlah malaikat. Ular tersebut membelit singgasana karena singgasana tersebut lebih kecil daripada ular. Singgasana tersebut tertutupi oleh sebagian tubuh ular.
Sikap Ali bin Abi Thalib Terhadap Ka'b
Umar dan sejumlah sahabat utama memiliki sikap yang positif terhadap Ka'b. Tetapi sahabat yang berilmu dan berwawasan luas, yakni Ali bin Abi Thalib, tidak menghormatinya. Ka'b tidak berani mendekat kepada Abi bin Abi Thalib, meskipun Ali di Madinah ketika Ka'b tinggal di sana. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata mengenai Ka'b, " Sesungguhnya, ia adalah seorang penipu yang handal."
Sikap Ibnu Abbas Terhadap Ka'b
Thabari menuliskan dalam sejarahnya bahwa Ibnu Abbas mendengar cerita bahwa Ka'b berkata bahwa pada hari Perhitungan, matahari dan bulan akan dibawa bersama sama seperti banteng yang dibius dan dilemparkan ke dalam neraka. Mendengar hal itu, Ibnu Abbas berseru marah tiga kali,"Ka'b pendusta!"
Ini adalah gagasan orang Yahudi, dan Ka'b ingin memasukkannya kedalam ajaran Islam. Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang dikait-kaitkan kepada-Nya. Ia tidak pernah menghukum orang-orang yang taat. Tidakkah Allah berkata dalam Quran, Dan ia telah menjadikan matahari dan bulan untuk tunduk kepadamu, keduanya berjalan sesuai jalanya.(QS. Ibrahim : 33).
Ibnu Abas menyatakan bahwa kata 'daibain' yang di gunakan dalam ayat tersebut menunjikan kertaat yang terus menerus kepada Allah. Lalu ia melanjutkan,
"Bagaimana mungkin Ia hukum dua bintang yang dengannya Ia sendiri memuji ketaatan. Allah mengutuk ulama Yahudi dan ajarannya. Betapa lancang membuat kebohongan terhadap Allah, dan menyalahkan dua mahkluk yang taat."
Setelah berkata demikian, Ibnu Abas,"Kepada Allah lah dan hanya kepada-Nya kita kembali." (sebanyak tiga kali)
Kemudian Ibnu Abas meriwayatkan apa yang telah dinyatakan Rasulullah tentang matahari dan bulan:
Allah menciptakan dua sumber cahaya. Sumber cahaya yang bernama matahari, sama dengan bumi, di antara dua titik dan terbenam. Dan sumber cahaya yang telah Ia perintahkan untuk kadang-kadang tak bercahaya, Ia sebut bulan dan Ia menjadikannya lebih kecil daripada matahari. Keduanya nampak kecil karena tingginya mereka di langit dan jauhnya sumber-sumber itu dari bumi.66
Ka'b Turut Campur dalam Kekhalifahan
Ka'b mengambil keuntungan dari kebaikan hati Umar dan menggunakan semua kelihaiannya untuk membuat Ali bin Abi Thalib jauh dari kekhalifahan. Ka'b terpicu kebenciannya terhadap Islam dan Ali bin Abi Thalib. Sesungguhnya, Ali bin Abi Thalib lah yang memadamkan pengaruh Yahudi di Hijaz dalam Perang Khaibar.
Menarik sekali bahwa khalifah percaya kepada Ka'b, ia bahkan meminta nasehatnya tentang masa depan kekhalifahan. Ibnu Abas meriwayatkan bahwa Umar berkata Ka'b, ketika Ibnu Abas hadir di sana:
Umar berkata,"Aku ingin menyebutkan penerus kekhalifahanku karena kematianku semakin dekat. Apa pendapatmu tentang Ali? Berikan pendapatmu dan beritahu aku apa yang kau temukan dalam 'Kitabmu' karena engkau telah menyatakan bahwa kami disebutkan dalam 'Kitab' itu?"
Ka'b menjawab,"Mengenai kebijaksanaan pendapat anda, tidaklah 'bijaksana' menunjuk Ali sebagai pengganti karena ia 'sangat taat'. Ia mengetahui setiap penyimpangan dan tidak memberikan kelonggaran pada setiap ketidakjujuran. Ia mengikuti hanya pendapatnya dalam aturan Islam, dan ini adalah bukan kebijakan yang baik. Sejauh yang diberitakan 'kitab kami', kami menemukan bahwa ia dan keluarganya tidak akan berkuasa. Karena apabila demikian, akan terjadi kekacauan."
Umar bertanya lagi,"Mengapa ia akan tidak berkuasa?"
Ka'b menjawab,"Karena ia telah menumpahkan darah dan Allah telah mengambil haknya. Ketika Daud ingin mendirikan bangunan di Yerusalem, Allah berkata kepadanya,'engkau tidak akan membangunnya karena engkau telah menumpahkan darah. Hanya Sulaiman lah yang akan mendirikannya."
Umar bertanya,"Bukankah Ali menumpahkan darah secara benar dan demi kebenaran?"
Ka'b menjawab,"Amirul Mukminin, Daud juga menumpahkan darah demi kebenaran."
Umar bertanya,"Siapa yang akan berkuasa menurut 'kitabmu'?"
Ka'b menjawab,"Kami melihat bahwa setiap Nabi Muhammad dan dua sahabat (Abu Bakar dan Umar), kekuasaan akan berpindah tangan kepada musuhnya, dan mereka akan berjuang demi agama."
Ketika Umar mendengar hal ini, ia berkata,"Kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita kembali." Kemudian ia berkata kepada Ibnu Abas,"Ibnu Abas, apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Ka'b? Demi Allah aku mendengar Rasulullah menyatakan hal yang sangat sama. Aku mendengarnya berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku. Aku melihat mereka dalam mimpiku berlompatan di mimbarku seperti kera."Kemudian, Rasulullah menyatakan ayat berikut tentang Umayah, Dan kami jadikan mimpi itu nyata, yang telah Kami tunjukkan kepadamu, hanya sebagai cobaan bagi orang-orang dan pohon terkutuk dalam al-Qur'an"67
Dialog tersebut harus membuat kita waspada terhadap usaha tipu daya setan melalui Ka'b untuk mempengaruhi kejadian di masa datang. Dialog tersebut mengandung banyak penyimpangan yang menyebabkan banyak merugikan bagi Islam dan umat Islam.
Pertama, Ka'b sangat benci kepada Ali bin Abi Thalib karena ia adalah orang yang meruntuhkan pertahanan kuat bangsa Yahudi di Semenanjung Arab. Ka'b berpikir, Ali akan membumihanguskan pengaruh Yahudi dari masyarakat Arab. Oleh karena itu, Ka'b sangat ingin agar kepemimpinan berada ditangan Umayah yang tidak peduli terhadap masa depan Islam. Mereka hanya peduli pada diri sendiri dengan aspek materialistis dunia ini. Selain itu, mereka juga sangat membenci Ali bin Abi Thalib seperti halnya Ka'b. Bani Umayah dan Ka'b menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai musuh bebuyutan mereka. Ia membinasakan pemimpin-pemimpin mereka dalam perjuangan menegakkan Islam.
Kedua, Ka'b berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat taat dan ia tidak menutupi matanya pada setiap ketidakjujuran ataupun setiap penyimpangan dari jalan Islam. Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa Ka'b lupa dan juga secara sengaja menghilangkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling taat dan pemimpin yang paling sempurna di panggung sejarah dunia.
Ketiga, Ka'b juga menemukan dalam 'kitabnya' bahwa Ali bin Abi Thalib atau pun keluarganya tidak akan berkuasa karena ia telah menumpahkan darah. Selain itu, Ka'b berkata bahwa kitabnya Daud tidak mendirikan Mesjid Yerusalem karena ia telah menumpahkan darah putranya, dan Sulaiman ditetapkan sebagai orang yang mendirikan bangunan itu. Ka'b tidak menyebutkan dan ia membuat Khalifah lupa bahwa Daud, meskipun menumpahkan darah dan dicegah untuk mendirikan bangunan, ia berkuasa dan menjadi Raja. Quran menyatakan bahwa Allah berkata Daud, Wahai Daud sesungguhnya kami telah menjadikanmu sebagai pemimpin. Engkau harus memberi keputusan di antara umat dengan adil…(QS. Al-Qashash : 26). Ka'b juga lupa bahwa Rasulullah SAW juga menumpahkan darah musuh demi kebenaran. Sebenarnya ia memimpin banyak peperangan dan hal ini tidak membuatnya tidak berkuasa dan mengatur urusan umat Islam, ataupun dicegah untuk mendirikan negara Islam.
Ke empat, lebih jauh lagi, dengan menyatakan bahwa menumpahkan darah tidak dapat menjadikan seorang berkuasa, hal ini menjadikan orang yang berjuang di jalan Allah tidak berharga dibandingkan orang-orang yang berjuang. Hal ini bertentangan dengan ayat Quran;
Orang-orang beriman yang duduk tenang, dengan orang-orang yang memiliki penyakit, tidak sama dengan orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan kekayaan dan 'jiwa' mereka. Allah telah menganugerahkan kemuliaan kepada mereka yang berjuang demi agama dengan nyawa dan kekayaan dibandingkan dengan orang-orang yang duduk di rumah-rumah mereka. Dan bagi setiap orang yang berjuang, Allah telah menetapkan balasan yang besar, kemuliaan dari-Nya, ampunan, dan karunia. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.(QS. An-Nisa : 95).
Tidaklah logis jika kita berpikir bahwa Allah memerintahkan orang-orang untuk berjuang di jalan-Nya kemudian menghukum usaha mereka dengan mencegah mereka untuk tidak berkuasa.
Kelima, tentu saja aneh ketika Ka'b menyatakan bahwa kitab Yahudi menyebutkan bahwa kepemimpinan Islam akan beralih dari Rasulullah dan kedua sahabatnya lalu kemusuhnya. Tidak disebutkan hal ini dalam Kitab Perjanjian Lama meskipun Ka'b telah berkata kepada Qais Ibnu Kharysah,"Tidak ada tempat di dunia ini yang tidak disebutkan dalam Kitab, beserta peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di tempat itu hingga Hari Perhitungan."
Ka'b sebenarnya tidak menemukan peristiwa apapun dalam kitab Perjanjian lama yang ia buat-buat itu. Ia hanya mencurinya dari apa yang ia dengar dari sahabat-sahabat Nabi. Mereka, termasuk Umar, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku dan aku melihat mereka dalam mimpiku berlompat seperti kera."68
Mengherankan bahwa khalifah tersebut mendengar perkataan nabi Muhammad tetapi masih tidak menyangka bahwa Ka'b telah mengambilnya dari Kitab Yahudi. Selain itu, Ka'b berkata bahwa ia menemukan dalam kitab Yahudi bahwa kekuasaan akan diserahkan kepada Nabi Muhammad dan dua sahabatnya kepada musuh Rasulullah. Hal ini, bagaimanapun juga tidak terjadi. Kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman setelah Umar, dan Utsman bukanlah musuh Rasulullah SAW. Ia adalah sahabat utama Nabi. Selain itu, anehnya pernyataan yang dibuat Ka'b tidak berarti lagi ketika Ali bin Abi Thalib menerima tampuk kekhalifahan.
Lebih aneh lagi, khalifah mendengar semua pernyatan palsu yang telah Ka'b sebutkan berasal dari Kitab Perjanjian Lama dan bahkan tidak memerintahkan Ka'b untuk menunjikan kitab Yahudi yang darinya ia mendapatkan informasi.
Khalifah kedua, dengan segala keutamaanya, keimanan serta kecerdasannya, menganggap ucapan Ka'b berasal dari langit. Ia lupa bahwa persoalan kepemimpinan berada ditangannya. Semuanya berpulang kepadanya untuk memilih Ali bin Abi Thalib atau orang lain. Diharapkan, khalifah kedua ini akan membuat ridha Rasulullah SAW dengan mencegah Bani Umayah agar tidak berkuasa setelah Rasulullah terganggu melihat dalam mimpinya di mana Umayah berlompatan di mimbarnya seperti kera. Satu kata dari Umar akan mengubah jalan sejarah.
Khalifah kedua mungkin dapat memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan mencegah Umayah berkuasa. Sayangnya, ia menjauhkan Ali dari kekhalifahan dengan membentuk enam orang panitia, yang sebagian besarnya sangat tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib dan lebih menyukai kepada Utsman, Bani Umayah yang setia yang sangat dekat dengan sukunya. Bertentangan dengan apa yang diharapkan, khalifah kedua melakukan apa yang disukai Ka'b dan tidak disukai Nabi Muhammad SAW.69
Dengan demikian, mualaf Islam yang menyatakan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang segala hal yang terjadi di masa lalu dan di masa depan, telah mengubah jalan sejarah Islam melalui pengaruhnya terhadap khalifah terkenal, Umar bin Khatab.
Ka'b Selama Masa Kekhalifahan Utsman
Pengaruh Ka'b terus berlanjut hingga setelah Umar wafat. Selama pemerintahan khalifah ke tiga, Ka'b dapat memberikan ketetapan pada urusan-urusan umat Islam. Khalifah 'sering' setuju dengannya, dan tidak ada di antara peserta pertemuan yang menentangnya, kecuali Abu Dzar yang menjadi sangat kesal ketika mendengar keputusan Ka'b dalam Islam hingga ia memukulnya dengan tongkatnya sambil berkata,"Hai putra wanita Yahudi! Apakah engkau akan mengajari agamamu?"
Untuk memperluas pengaruhnya dan masa depan yang lebih baik setelah kematian Utsman, Ka'b berusaha menyenangkan hati Muawiyah dengan meramalkan kedatangannya dimasa depan dengan mahkota kekuasaan Islam. Khalifah Utsman kembali dari hajinya ditemani Muawiyah dan pemimpin kafilah menyanyikan lagu yang isinya meramalkan Ali sebagai pengganti Utsman. Ka'b menyangkal penyanyi itu,"Demi Allah, engkau berdusta! Penngganti setelah Utsman adalah penunggang kedelai berbulu kuning."
Di sini Ka'b merujuk kepada Muawiyah, dan dengan salah ia menyebutkan bahwa hal ini berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Muawiyah juga 'memerintahkan' Ka'b untuk membuat pernyataan kepada masyarakat Damaskus apa saja yang membuat Damaskus dan masyarakatnya ada di pengawasan propinsi lain.70
Peristiwa-peristiwa Lain
Ahmad meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Umar datang menemui Rasulullah dengan sebuah kitab yang ia dapat dari pengikut Ahlul Kitab. Ia membacanya di hadapan Nabi. Nabi menjadi sangat marah dan berkata,"Putra Khattab, demi Dia yang jiwaku berada ditangan-Nya, apabila Musa masih hidup, ia akan mengikutiku."
Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abas berkata,"Mengapa engkau bertanya kepada Ahlul Kitab tentang segala sesuatu, sedangkan Kitabmu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya adalah Kitab yang paling baru? Engkau membacanya tanpa penambahan kalimat yang bukan ayat-ayat Quran. Quran telah memberitahukan bahwa Ahlul Kitab merusak dan mengubah kitab mereka."
Sebaliknya, sahabat yang lain seperti Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Ambillah dari Bani Israil itu, dan engkau tidak akan melakukan suatu dosa!"
Selain itu Bukhari menyebutkan dalam Shahih-nya bahwa Abdullah bin Amru Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Sampaikanlah kepada umat meskipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kepada yang lain tentang kisah Bani Israil, karena hal itu bukan perbuatan dosa!"71
Patut diperhatikan bahwa Abu Hurairah dan Abdullah adalah 'murid-murid' Ka'b. diriwayatkan juga bahwa Abdullah bin Amru bin Ash memperoleh dua unta penuh dengan kitab para Ahlul Kitab, dan sering memberi informasi kepada umat dari kitab-kitab ini.
Ibnu Hajar Asqalani, yang merupakan 'sumber' utama hadis-hadis Bukhari berkata,"Karena hal ini (yang disebutkan di atas), banyak ulama terkemuka di kalangan murid-murid Rasulullah 'menghindar' untuk mengambil informasi dari Abdullah bin Amru bin Ash.72[]
Catatan Kaki :
1. Al-Mugni fi al-Dhua'afa',Dzahabi, hal. 292.
2. Rijal, Kusysyi
3. Rijal, Kusysyi
4. Rijal, Kusysyi
5. Rijal, Kusysyi
6. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
7. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
8. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
9. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
10. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
11. Al-Farq, Abdul Qahir Ibnu Tharir Baghdadi.
12. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5552, 5744, dan 5745
13. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, Ibnu Asakir, diriwayatkan oleh Saif, peristiwa tahun 11 H.
14. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 195-196, riwayat dari Saif dan Umar.
15. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5546
16. Perlu disebutkan bahwa Askari memiliki hadis yang sangat terkenal dan tidak diragukan dalam bukunya 'Abdullah bin Saba dan Mitos Lainnya', ia menyatakan bahwa Ibnu Saba tidak pernah ada, dan bahwa tokoh ini dikarang oleh Saif bin Umar. Apabila ada orang bernama Abdullah bin Saba pada masa itu, ceritanya sangat bertentangan dengan cerita yang dimanipulasi Saif. Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai Abdullah bin Saba beserta cerita fiksinya, anda dapat membaca buku berjudul Abdullah bin Saba and Other Myths karya Askari S.M, beserta The Shi'ites Under Attack karya Chirri M.J.
17. Refensi hadis Sunni : as-Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, jilid 2, hal. 655.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88-92 (dua hadis); Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hsal. 85; Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal.97; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 311; Syawahid at-Tanzil, hasakani, jilid 1, hal. 371; Kanz al-Ummal, Muttaqin Hindi, jilid 15, hal. 15, hal. 100-177; Tafsir al-Khazin, auladin Sayafi'I, jilid 3, hal. 371; Dala'il Nabawiyah, Baihaqi, jilid 1, hal. 4328-430; al-Mukhtasar, Abu Fida, jilid 1, hal.116-117, Nabi Muhammad, Hasan Haikal, jilid 104 (hanya edisi pertama, pada edisi kedua, kalimat terakhir yang diucapkan Rasulullah dihilangkan); Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 62-63. Hadis di atas juga diriwayatkan oleh tokoh-tokoh Sunni terkemuka seperti Muhammad Ibnu Ishaq (sejarahwan Sunni yang paling terkenal), Ibnu Hatim, dan Ibnu Mardawih. Hadis ini juga dicatat oleh para orientalis seperti T. Carlyle, E.Gibbon, J. Davenport, dan W. Irving.
19. Referensi hadis : Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, hadis 556 dan 5700; Shahih Muslim, bahasa Arab, jilid 4, hal. 1870-1871; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; al-Khas'is, Nasa'I, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Referensi hadis Sunni: Shahih, Tirmidzi, jilid 2, hal. 298, jilid 5, hal. 63; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84,118,119,152, 330; jilid 4, hal. 281, 368, 370, 372, 378; jilid 5, hal. 35, 347, 358, 361, 366, 419 (berasal dari 40 rangkaian perawi); Fada'il ash-Shnhabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 563, 572; al-Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal. 129, jilid 3, hal. 109-110, 116, 371; Kasa'is, Nasa'i, hal. 4, 21; Majma' az-Zawaid, Haitsami, jilid 9, hal. 103 (dari banyak perawi); Tafsir al-Kabir, Fakhrurrazi, jilid 12, hal. 49 -50; al-Durr al-Mantsur, Hafizh Jalaluddin Suyuthi, jilid 3, hal. 19; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, hal. 169, 173; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 213, jilid 5, hal. 208; Musykii al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 307-308; Habib as-Siyar, Mir Khand, jilid 3, bag. 3, ha1.144; Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, hal. 26; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 509; jilid 1, bag. l, hal. 319; jilid 2, bag. 1, hal. 57; jilid 3, bag. 1, hal. 29; jilid 4, bag. l, hal. 14, 16, 143; Tabarani, yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Ibnu Umar, Malik bin Hawirath, Habasyi bin Junadah, Jari, Sa'd bin Abi Waqash, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Amarah, Buraidah, …; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 8, hal. 250; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 4, hal. 23; jilid 5, hal. 26-27; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, bab mengenai kata 'ayn' (Ali), jilid 2, hal. 462; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 154, 397; al-Mirqat, jilid 5, hal. 568; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 172; Dhaka'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 68; Fayd al-Qadir, ManaaTi, jilid 6, hal. 217; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal. 114; Yanabi' al-Niawaddah, Qunduzi Hanafi, hal. 297 dan banyak lagi.
21. Referensi hadis Sunni: Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 8, hadis 817.
22. Referensi hadis Sunni: Ahmad bin Hanbal, jilid l, hal. 55; Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, jilid 4, hal. 309; Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
23. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 188-189.
24. Lihat al-Istiab, jilid 1, hal. 235; Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 79; Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
25. Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid l, hal. 52-53, hadis 149; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 130; Musnad Ahntad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 356; Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 648, Hadis 1130; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 172.
26. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 109, 277; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, 662; Musnad Ahmad bir2 Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al Kabir, Tabarani, jilid 6, hal. 264, 265; Hilyat al-Aaoliya', Abu Nu'aim, jilid l, hal. 128.
27. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 158-161; Musnad, Ahmad bin Hanbal, 6519, 6630, 7078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'ad, jilid 4, bag. 1, hal. 167-168; Majma' az-Zazon'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
28. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 1205, hal. 1508-1509, hadis 6966-6970 (lima hadis); al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383.
29. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir, 1952), hadis 6538, 6929; Tab-aqat, Ibnu Sa'ad, jilid 3, hal. 253.
30. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3884.
31. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
33. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 199-200.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
35. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
36. Referensi hadis: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
37. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15,hal. 180-181.
38. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250
39. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250.
40. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
41. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisan al-Arab, jilid 14, hal. 141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abul Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
42. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri; bag. l, jilid 4, hal. 75.
43. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1. 171-172.
44. Referensi hadis Sunni: al-Isti'aab, Yusuf bin Abdul Barr, jilid l, hal. 359-360.
45. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 173.
46. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 176-179.
47. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 198.
48. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 141-144.
49. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 312. (versi bahasa Inggris bagian ini belum diterbitkan ketika artikel ini ditulis).
50. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thahari, versi bahasa Arab, peristiwa 36 H, jilid 4, hal. 501-502; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 240; al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 515; Usd al-Ghabah; jilid 2, hal. 252; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 557.
51. Referensi hadis Sunni; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, dan 371; Musnad Ahmad ibn Hanbal, berdasarkan Ilyas Szabbi; Muruj adz-Dzahab, Mas'udi jilid 4 hal. 321; Majma' az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 107.
52. Referensi hadis Sunni; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Isti'ad, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat yang sama diceritakan dalam al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
53. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa di tahun 36 H, jilid 4, hal. 905
54. Dr. Hafni Daud, 12 Oktober 1961, Kairo Mesir.
55. Referensi: Tarikh at-Thabaari, jilid 15, hal. 15-17.
56. Mengenai Mihnah itu sendiri, lihat Traikh at-Thabari, jilid 3, hal. 517,522,548-511,604,605; dan kitab berjudul Zindiqs ditulis Vajjda, hal. 173-229. mengenai tuduhan terhadap Saif. Lihat Majruhin, Ibnu Hibban, jilid 1, hal. 345-346; Mizan, Dzahabi, jilid 2, hal. 255-256, Tahdzib, Ibnu Hajar, jilid 4, hal. 296
57. Lihat Skizzen, hal. 3-7.
58. Hal ini juga ditunjukkan di kutipannya dari sumber yang terlibat dalam pembunuhan Husain. Lihat contohnya pada jilid 11, hal. 204, 206, 216, 222.
59. Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1844-1850.
60. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 3049-3050.
61. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 2858-2859, 2922, 2928, 2942-2944, 2954, 3027, 3163-3165, 3180.
62. Dalam jilid ini, hal. 8, 24, 36, 40, 42-43, 45, 48, 60-63, 65, 90, 95, 166, 168.
63. Referensi: Tarikh at-Thabari, jilid 11, hal. 15-29.
64. Referensi hadis Sunni: Ibnu Abdul Bar, Istiab, jilid 3, hal. 1287, dicetak di Kairo, 1380.
65. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 191, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo.
66. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 62-63, Edisi Eropa.
67. Referensi hasi Sunni: Ibnu Abil Hadid, dalam syarahnya, jilid 3, hal. 81, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Fakhurddin Razi dalam tafsir Quran surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak oleh Matbaah Sarafiyah, 1304 h.
68. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuti, diterjemahkan oleh Major H.S. Barret, hal. 12, diterbitkan oleh J.W. Thomas, Baptists Mission Press, Calcutta; Fakhruddin Razi dalam tafsir Qurannya, surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak kedua kalinya oleh Matbah Sarafiyah, 1304 H.
69. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 35, diterbitkan oleh Darul Kitab Lubnanai, 1973.
70. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 76, dikenal sebagai Ali bin Sahibani, cetakan kedua (mengenai keledai); Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 343, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo (mengenai keledai); al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 323 (Muawiyah yang memberi perintah).
71. Shahih-nya Bukhari, hadis 4667.
72. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 1, hal. 167.
Saya ingin memberi komentar tentang Thabari yang tidak memiliki keraguan untuk mengutip hadis dari Saif: Sejarahnya bukanlah karya sejarah dalam cara penulisan modern, karena tujuan utamanya nampaknya mencatat semua informasi yang ia miliki tanpa mengungkapkan pendapat tentang nilainya. Seseorang, oleh karena itu, disiapkan untuk mencari bahwa beberapa materinya tidak dapat diandalkan dibandingkan materi yang lain. Dengan demikian, kita dapat memaafkannya karena menggunakan metode yang tidak diakui di zaman sekarang. Sekurang-kurangnya ia telah memberikan informasi yang sangat banyak. Materi tersebut masih ada bagi para ulama-ulama yang harus membedakan yang asli dan yang palsu.
Nampaknnya Saif sering mengutip dari lelaki yang tidak dikenal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa tidak ada seorang pun dari mereka dikutip oleh perawi-perawi hadis lainnya, dan hal ini membuat kita berpikir bahwa Saif telah membuat-buat hadis tersebut. Tuduhan serius ini merupakan asumsi yang masuk akal dengan membandingkan hadis-hadis Saif dengan hadis yang lain.
Diceritakan bahwa Saif memiliki kisah-kisah ajaib yang sulit untuk dipercayai, seperti gurun pasir berubah menjadi air hagi pasukan Islam, laut menjadi pasir, hewan ternak yang berbicara dan memberi tahu kepada pasukan Islam di mana mereka bersembunyi, dan lain-lain. Di zaman Saif, mungkin baginya menggunakan kisah-kisah tersebut sebagai sejarah, letapi hada zaman sekarang, pelajar-pelajar yang kritis langsung mengetahui bahwa cerita-cerita tersebut tidak masuk akal. Argumen yang efektif juga digunakan untuk menunjukkan bagaimana informasi Saif tentang Ibnu Saba dan kaum Sabaiyyah sangat tidak dapat diandalkan.
Saif yang hidup pada perempat awal abad kedua, berasal dari suku Tamin, salah satu suku Mudar yang hidup di Kufah. Hal ini dapat membuat kita mempelajari kecenderungan serta pengaruh-pengaruhnya terhadap legenda ini. Dalam ceritanya, ada diskusi tentang zindiq. Dinyatakan bahwa semangat kesukuan berlangsung dari zaman Rasulullah, hingga zaman Abbasiah. Saif mengagungagungkan suku dari bagian utara, menciptakan pahlawan-pahlawan, puisi-puisi yang memuji pahlawan suku tersebut, para sahabat Nabi yang berasal dari Tamim, perang dan pertempuran yang tidak pernah ada, jutaan orang terbunuh dan banyak tawanan dengan tujuan untuk memuji pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat, puisi-puisi ditujukan kepada pahlawan-pahlawan imajiner memuji-muji suku Mudar, lalu Tamim, kemudian Ibnu Amar, suku di mana Saif berasal. Saif menyebutkan bahwa kaum lelaki dari Mudar adalah pemimpin pertempuran yang dipimpin oleh lelaki dari suku lain, pemimpin-pemimpin khayalan yang kadang-kadang adalah nama orang sebenarnya atau nama buatan. Dinyatakan bahwa kesalahan informasinya ini adalah untuk menggugurkan keimanan banyak umat dan memberikan konsep yang salah kepada non-Muslim. Ia sangat ahli dalam pemalsuannya sehingga cerita-cerita itu diterima sebagai sejarah yang asli.
Ada perbedaan yang besar antara karya sebuah hadis, seperti Shahih al-Bukhari, dan karya sejarah seperti sejarah Thabari. Bukhari sangat selektif terhadap hadis dan mungkin mencatat satu atau sepuluh hadis yang disampaikan kepadanya, karena ia tidak mengambil hadis-hadis yang menurut pendapatnya lemah. Tetapi Thabari, meskipun juga selektif dalam karya lainnya, tetapi sejarahnya mencatat sembilan atau sepuluh dari apa yang ia dengan dan ini dikarenakan sifat dokumentasi sejarah yang pada intinya tidak seakurat koleksi hadis.
Akibatnya, Bukhari tidak meriwayatkan bahkan satu hadis pun tentang Abdullah bin Saba dalam sembilan jilid kitab hadis sahihnya. Tetapi para sejarahwan yang menerima lebih banyak dokumentasi dibandingkan keotentikan perawi, banyak mencatat tentang Abdullah bin Saba melalui Saif.
Sejarahwan Syi'ah tidak lepas dari pemikiran di atas. Mereka juga mencatat banyak hal yang mereka miliki. Di antaranya riwayat yang mereka ragukan. Penelitian akhir oleh Syi'ah mengenai Abdullah bin Saba dikeluarkan hanya pada tahun 1955, dan hal itu tidak sejelas sebelum masa itu sehingga kisah-kisah Ibnu Saba merupakan manipulasi Saif dengan motif-motif politik. Dua orang sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba, hidup sepuluh abad sebelum diterbitkannya penelitian ekstensif tentang Abdullah bin Saba. Seseorang disebut ahli dalam sejarah Islam apabila telah membaca semua buku-buku sejarah awal Islam. Sebenarnya, banyak buku-buku sejarah awal ditulis oleh penulis-penulis Sunni atas sokongan Umayah dan kemudian penguasa Abbasiah.
Seorang sejarahwan Syi'ah tidak melarang sumber-sumber Sunni, sehingga karyanya terpengaruhi oleh karya sebelumnya. Jelas bagi kita jika dua sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tidak menyebutkan nama perawi untuk riwayat mereka, artinya mereka mendapatkannya dari kabar angin orang-orang akibat propaganda besar-besaran.
Sedangkan beberapa hadis yang perawinya (bukan dari Saif), memiliki cerita berbeda yang tidak mendukung satupun pernyataan Syaf. Hadis-hadis ini menceritakan tentang seorang lelaki terkutuk yang telah Ahlulbait jelaskan tentang ketidak bersalahan mereka dari apa yang ia kait-kaitkan kepada Ali bin Abi Thalib (menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan). Syi'ah, Imam-imam mereka dan ulama-ulamanya menyatakan murka Allah SWT kepada orang itu (jika pernah ada) bahwa ia sesat, menyimpang dan dikutuk. Tidak ada kesamaan antara Syi'ah dan namanya kecuali Syi'ah mengutuknya dan semua orang-orang ekstrim yang mempercayai bahwa Ahlulbait adalah Tuhan.
Pengikut Ahlulbait tidak pernah menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan, atau menyatakan bahwa duabelas Imam adalah Tuhan. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa orang-orang yang menghidupkan cerita Abdullah bin Saba adalah pembenci Syi'ah dan berusaha menyalahartikan pengikut keluarga Nabi. Apabila Syi'ah adalah pengikut Yahudi yang misterius itu, mereka pasti telah meyakini ketuhanan Ali bin Abi Thalib dan tentunya menghormati guru mereka, Abdullah bin Saba, bukannya mengutuknya.
Apabila Abdullah bin Saba adalah orang yang sangat berpengaruh dan penting bagi Syi'ah, mengapa Syi'ah tidak pernah mengutip darinya sebagaimana mereka mengutip dari para Imam Ahlulbait. Apabila Abdullah bin Saba adalah pemimpin mereka, mereka pasti mengutip darinya dan bangga melakukan hal itu. Seorang murid yang taat selalu mengutip gurunya, tetapi mengapa Syi'ah tidak demikian? Mengapa mereka malah mengutuknya? Apabila kita menjawab bahwa alasan Syi'ah tidak mengutip darinya adalah ia seorang Yahudi yang masuk Islam, pertanyaan yang muncul adalah agama apa yang dianut para sahabat sebelum mereka masuk Islam? Bukankah Abu Hurairah adalah seorang Yahudi yang membunuh orang Islam sebelum masuk Islam? Bukankah ia masuk Islam dua tahun sebelum Rasulullah SAW wafat? Lalu mengapa banyak hadis dalam koleksi hadis Sunni berasal darinya? Sedangkan hadis-hadis yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib (yang merupakan lakilaki pertama yang memeluk Islam) dalam koleksi hadis Sunni, kurang dari satu persen dari apa yang diriwayatkan Abu Hurairah?
Selain itu, bagi Syi'ah, merayakan kelahiran Nabi dan duabelas Imam serta Fathimah adalah suatu kebiasaan. Mereka juga berkabung ketika mengingat kesyahidan mereka. Mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama kepada Abdullah bin Saba apabila ia memang pemimpin mereka?
Lagipula, apakah orang-orang Syi'ah begitu bodoh dan dungu sehingga setelah 1400 tahun, mereka tidak pernah mengetahui jika keyakinan dan agama mereka didasarkan pada hadis-hadis palsu dan cerita-cerita Abdullah bin Saba? Kami ragu, jika Syi'ah memang bodoh dalam meyakini seorang munafik dalam agama, filsafat, fiqih, sejarah, dan tafsir Qur'an, bagaimana Syi'ah tetap eksis hingga kini? Tentunya jika pengetahuan Syi'ah didasarkan pada dasar yang tidak kuat seperti Abdullah bin Saba itu, mereka sudah tidak ada sejak dahulu. Menarik sekali jika kita lihat bahwa para Imam Syi'ah (Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq). Tentu kita dapat mengatakan bahwa mazhab Sunni mendasarkan fiqih mereka dari Syi'ah yang berarti Sunni dan Syi'ah adalah pengikut orang yang sama, Abdullah bin Saba.
Selain itu, apabila Abdullah bin Saba memang ada dengan kisah-kisahnya yang diceritakan saif, berarti ada jarak 150 tahun antara kelahirannya dan penyebarluasan kisah Saif dan Umar Tamimi. Selama kurun waktu 150 tahun itu, banyak ulama, penulis wahyu, sejarahwan, dan filsuf yang menyumbangkan banyak buku. Mengapa mereka tidak pernah menyebutkan Abdullah bin Saba? Tentunya jika ia adalah tokoh penting bagi Syi'ah, tentunya Sunni mengenalnya sebelum Saif bin Umar Tamimi. Kenyataannya adalah bahwa ia tidak pernah disebutkan di kitab manapun sebelum kitab Saif bin Umar Tamimi menciptakan keraguan pada seluruh cerita yang ditujukan kepadanya dan bahkan keberadaannya. Percayalah bahwa tahun 150 yahun atau antara kurun waktu itu kelahiran Abdullah bin Saba dan terbitnya Saif bin Umar Tamimi, tidak ada buku yang menyebutkan Ibnu Saba? Tetapi beberapa orang masih mengatakan bahwa cerita itu ada.
Hal aneh lainnya adalah bahwa bahkan setelah 150 tahun penerbitan Saif bin Umar Tamimi, tidak banyak orang mengetahui cerita Abdullah bin Saba. Cerita tersebut tidak tersebar hingga cerita Ibnu Saba secara luas muncul dalam Tarikh at-Thabari (160 tahun setelah diterbitkannya karya Saif) dan pada saat itulah fitnah mulai mengemuka sebagai cara untuk melawan Syi'ah.
Para Sahabat Nabi dan Pengaruh Yahudi
Kita kesampingkan dahulu pembahasan Ibnu Saba. Ada banyak Yahudi yang memang telah mempengaruhi para sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib bersikap sangat hati-hati demi kesucian ajaran Islam terhadap mualaf Islam dari Ahlul Kitab. Mereka tidak mendengar pernyataan dari orang-orang yang memeluk Islam dan menyatakn diri memiliki ilmu agama melalui Kitab Perjanjian lama dan ingin menyebarkannya kepada Islam.
Sikap Ali bin Abi Thalib sangat bijaksana, sedangkan para sahabat utama (menurut pandangan Sunni), terpedaya oleh ulama-ulama Ahlul Kitab ini. Berikut ini penjelasan tentang mereka.
Ka'b Ahbar
Ia adalah seorang lelaki dari Yaman bernama Ka'b bin mati Humyari, dikenal juga sebagai Abu Ishaq, yang berasal dari suku Thi Rain (atau Thi al-Killa). Ia datang ke Madinah ketika Umar menjabat sebagai Khalifah. Ia adalah seorang ulama Yahudi yang terkenal dan datang dengan nama Ka'b Ahbar. Ia menyatakan ke Islamannya dan tinggal di Madinah hingga Utsman menjadi Khalifah. Inilah bagian pertama yang akan membahas beberapa pernyataan yang ia buat, penipuannya yang dilakukan kepada khalifiah Umar, dan keterlibatnya dalam pembunuhan khalifah, dan sikap Ali bin Abi Thalib terhadapnya.
Mualaf muslim ini bukanlah tokoh fiktif sebagaimana Abdullah bin Saba. Ia ada karena ia tinggal di Madinah dan dihormati oleh khalifah kedua dan ketiga. Ia banyak meriwayatkan cerita-cerita yang menyatakan bahwa kisah tersebut berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Banyak sahabat yang terkenal seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amru bin Ash, dan Muawiyah bin Abu Sufyan meriwayatkan cerita darinya. Ulama Yahudi ini telah banyak meriwayatkan cerita aneh, yang isinya menunjikan banyak ketidakotentikan. Salah satu ceritanya adalah sebagai berikut :
Seorang sahabat Nabi bernama Qais bin Kharsyah Qaisi meriwayatkan bahwa Ka'b Ahbar berkata,"setiap peristiwa yang terjadi atau akan terjadi di muka bumi manapun, telah tertulis dalam kitab Taurat (Kitab Perjanjian Lama), di mana Allah menurunkannya kepada Musa."64
Riwayat itu pasti menarik perhatian pembaca karena menyatakan sesuatu hal yang tidak masuk akal. Bumi terdiri dari milyaran mil luasnya, setiap mil terdiri dari milyaran kaki, dan setiap bagian bumi ini menjadi tempat ribuan peristiwa zaman Nabi Musa hingga Hari Kiamat. Tetapi Ka'b menyatakan bahwa semua peristiwa dicatat dalam Kitab Perjanjian Lama.
Banyak Kitab Perjanjian Lama yang didiktekan atau ditulis oleh Nabi Musa, tidak lebih dari 400 halaman. Mencatat semua peristiwa di dunia dari zaman Musa hingga hari Kiamat, membutuhkan milyaran halaman. Selain itu, halaman-halaman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak mencatat peristiwa-peristiwa yang akan datang. Semua isinya terdiri dari peristiwa lama yang terjadi sebelum pembawa Kitab Injil datang. Dengan mempertimbangkan hal ini, menyatakan yang dibuat Ka'b gugur dengan sendirinya.
Ka'b Ahbar Menghitung Waktu Hidup Khalifah Umar
Ulama Yahudi ini telah memperdaya banyak sahabat melalui tipu dayanya. Bahkan sahabat utama seperti Umar bin Khattab tidak dapat terlewat dari tipuanya.
Pengaruh Ka'b telah berkembang selama zaman kekhalifahan Umar hingga ia berani berkata kepada Umar, "Amirul Mukminin, engkau harus menuliskan wasiatmu karena engkau akan wafat dalam tiga hari ini!"
Umar bertanya,"Bagaimana engkau tahu?"
Ka'b menjawab," Aku menemukannya dalam kitab Allah, Taurat."
"Demi Allah, engkau menemukan Umar bin Khattab dalam Kitab Taurat?"
"Tidak, tetapi aku menemukan gambaran tentang dirimu dalam Kitab dan waktumu sudah semakin dekat."
"Tetapi aku tidak merasa sakit," balas Umar.
Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar lagi dan berkata "Amirul Mukmin, satu hari telah berlalu dan engkau hanya memiliki waktu tersisa dua hari lagi."
Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar dan berkata "Amirul Mukmin, dua hari telah lewat dan engkau hanya memiliki satu hari dan satu malam."
Hari berikutnya, Umar keluar untuk memimpin shalat di mesjid. Ia biasa mempersiapkan orang-orang untuk mengatur barisan yang akan shalat. Ketika barisan itu telah lurus, ia mulai shalat. Abu Lulu memasuki masjid sambil membawa belati dengan dua mata dan satu pegangan ditengahnya. Ia menusuk Umar sebanyak enam kali, salah satunya menusuk perut khalifah sehingga membuat wafat.65
Dengan melihat Kitab Perjanjian Lama, kita tidak menemukan adanya nama atau ramalan tentang Umar. Tidak ada ulama Yahudi manapun selain Ka'b, menyatakan bahwa Kitab tersebut meramalkan hidup Umar, pembunuhannya, atau menjelaskan waktu kematiannya. Apabila informasi seperti ini terkandung dalam Taurat, orang-orang Yahudi pasti bangga dengannya dan akan menggunakannya untuk membuktikan bahwa agama Yahudi adalah agama yang benar.
Bagian dari Konspirasi
Nampak jelas bahwa pembunuhan Umar adalah sebuah konspirasi, dan Ka'b terlibat didalamnya. Pembunuhan Umar akan melemahkan umat Islam karena ledakan kekerasan terhadap khalifah akan menggoyahkan keyakinan negara Islam dan menciptakan kekacauan. Meramalkan peristiwa tersebut sebelum terjadi, membuat para sahabat percaya apa yang diramalkan Ka'b dan apa yang ia nyatakan dicatat dalam Kitab Taurat, sehingga membuatnya menjadi sumber yang dipercaya untuk informasi di masa datang. Keyakinan seperti itu membuatnya mampu terlibat dalam peristiwa besar dan menyarankan nama khalifah selanjutnya. Sejumlah sahabat Nabi percaya bahwa informasi yang dibuat-buat Ka'b berkenaan dengan masa lalu dan masa datang.
Ka'b tidak hanya berbicara tentang peristiwa yang terjadi pada bumi, tetapi ia juga memberikan informasi tentang langit dan singgasana Ilahi. Qurthubi dalam tafsir Qur'annya pada Surah Ghafir meriwayatkan bahwa Ka'b berkata, "Ketika Allah menciptakan singgasananya, singgasana tersebut berkata,'Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih besar daripada aku.'Singgasana tersebut kemudian mengguncangkan dirinya untuk menunjikan kesabarannya. Allah mengikat singgasana itu dengan seekor ular yang memiliki tujuh puluh sayap. Setiap sayap memiliki tujuh puluh bulu. Setiap bulu memiliki tujuh puluh wajah. Setiap wajah memiliki tujuh puluh mulut, dan setiap mulut memiliki tujuh puluh ribu lidah. Dari mulut-mulut ini, keluar pujian bagi Allah yang jumlahnya sama dengan tetesan air hujan yang turun, daun-daun yang gugur, bebatuan dan tanah, jumlah hari di dunia, dan jumlah malaikat. Ular tersebut membelit singgasana karena singgasana tersebut lebih kecil daripada ular. Singgasana tersebut tertutupi oleh sebagian tubuh ular.
Sikap Ali bin Abi Thalib Terhadap Ka'b
Umar dan sejumlah sahabat utama memiliki sikap yang positif terhadap Ka'b. Tetapi sahabat yang berilmu dan berwawasan luas, yakni Ali bin Abi Thalib, tidak menghormatinya. Ka'b tidak berani mendekat kepada Abi bin Abi Thalib, meskipun Ali di Madinah ketika Ka'b tinggal di sana. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata mengenai Ka'b, " Sesungguhnya, ia adalah seorang penipu yang handal."
Sikap Ibnu Abbas Terhadap Ka'b
Thabari menuliskan dalam sejarahnya bahwa Ibnu Abbas mendengar cerita bahwa Ka'b berkata bahwa pada hari Perhitungan, matahari dan bulan akan dibawa bersama sama seperti banteng yang dibius dan dilemparkan ke dalam neraka. Mendengar hal itu, Ibnu Abbas berseru marah tiga kali,"Ka'b pendusta!"
Ini adalah gagasan orang Yahudi, dan Ka'b ingin memasukkannya kedalam ajaran Islam. Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang dikait-kaitkan kepada-Nya. Ia tidak pernah menghukum orang-orang yang taat. Tidakkah Allah berkata dalam Quran, Dan ia telah menjadikan matahari dan bulan untuk tunduk kepadamu, keduanya berjalan sesuai jalanya.(QS. Ibrahim : 33).
Ibnu Abas menyatakan bahwa kata 'daibain' yang di gunakan dalam ayat tersebut menunjikan kertaat yang terus menerus kepada Allah. Lalu ia melanjutkan,
"Bagaimana mungkin Ia hukum dua bintang yang dengannya Ia sendiri memuji ketaatan. Allah mengutuk ulama Yahudi dan ajarannya. Betapa lancang membuat kebohongan terhadap Allah, dan menyalahkan dua mahkluk yang taat."
Setelah berkata demikian, Ibnu Abas,"Kepada Allah lah dan hanya kepada-Nya kita kembali." (sebanyak tiga kali)
Kemudian Ibnu Abas meriwayatkan apa yang telah dinyatakan Rasulullah tentang matahari dan bulan:
Allah menciptakan dua sumber cahaya. Sumber cahaya yang bernama matahari, sama dengan bumi, di antara dua titik dan terbenam. Dan sumber cahaya yang telah Ia perintahkan untuk kadang-kadang tak bercahaya, Ia sebut bulan dan Ia menjadikannya lebih kecil daripada matahari. Keduanya nampak kecil karena tingginya mereka di langit dan jauhnya sumber-sumber itu dari bumi.66
Ka'b Turut Campur dalam Kekhalifahan
Ka'b mengambil keuntungan dari kebaikan hati Umar dan menggunakan semua kelihaiannya untuk membuat Ali bin Abi Thalib jauh dari kekhalifahan. Ka'b terpicu kebenciannya terhadap Islam dan Ali bin Abi Thalib. Sesungguhnya, Ali bin Abi Thalib lah yang memadamkan pengaruh Yahudi di Hijaz dalam Perang Khaibar.
Menarik sekali bahwa khalifah percaya kepada Ka'b, ia bahkan meminta nasehatnya tentang masa depan kekhalifahan. Ibnu Abas meriwayatkan bahwa Umar berkata Ka'b, ketika Ibnu Abas hadir di sana:
Umar berkata,"Aku ingin menyebutkan penerus kekhalifahanku karena kematianku semakin dekat. Apa pendapatmu tentang Ali? Berikan pendapatmu dan beritahu aku apa yang kau temukan dalam 'Kitabmu' karena engkau telah menyatakan bahwa kami disebutkan dalam 'Kitab' itu?"
Ka'b menjawab,"Mengenai kebijaksanaan pendapat anda, tidaklah 'bijaksana' menunjuk Ali sebagai pengganti karena ia 'sangat taat'. Ia mengetahui setiap penyimpangan dan tidak memberikan kelonggaran pada setiap ketidakjujuran. Ia mengikuti hanya pendapatnya dalam aturan Islam, dan ini adalah bukan kebijakan yang baik. Sejauh yang diberitakan 'kitab kami', kami menemukan bahwa ia dan keluarganya tidak akan berkuasa. Karena apabila demikian, akan terjadi kekacauan."
Umar bertanya lagi,"Mengapa ia akan tidak berkuasa?"
Ka'b menjawab,"Karena ia telah menumpahkan darah dan Allah telah mengambil haknya. Ketika Daud ingin mendirikan bangunan di Yerusalem, Allah berkata kepadanya,'engkau tidak akan membangunnya karena engkau telah menumpahkan darah. Hanya Sulaiman lah yang akan mendirikannya."
Umar bertanya,"Bukankah Ali menumpahkan darah secara benar dan demi kebenaran?"
Ka'b menjawab,"Amirul Mukminin, Daud juga menumpahkan darah demi kebenaran."
Umar bertanya,"Siapa yang akan berkuasa menurut 'kitabmu'?"
Ka'b menjawab,"Kami melihat bahwa setiap Nabi Muhammad dan dua sahabat (Abu Bakar dan Umar), kekuasaan akan berpindah tangan kepada musuhnya, dan mereka akan berjuang demi agama."
Ketika Umar mendengar hal ini, ia berkata,"Kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita kembali." Kemudian ia berkata kepada Ibnu Abas,"Ibnu Abas, apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Ka'b? Demi Allah aku mendengar Rasulullah menyatakan hal yang sangat sama. Aku mendengarnya berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku. Aku melihat mereka dalam mimpiku berlompatan di mimbarku seperti kera."Kemudian, Rasulullah menyatakan ayat berikut tentang Umayah, Dan kami jadikan mimpi itu nyata, yang telah Kami tunjukkan kepadamu, hanya sebagai cobaan bagi orang-orang dan pohon terkutuk dalam al-Qur'an"67
Dialog tersebut harus membuat kita waspada terhadap usaha tipu daya setan melalui Ka'b untuk mempengaruhi kejadian di masa datang. Dialog tersebut mengandung banyak penyimpangan yang menyebabkan banyak merugikan bagi Islam dan umat Islam.
Pertama, Ka'b sangat benci kepada Ali bin Abi Thalib karena ia adalah orang yang meruntuhkan pertahanan kuat bangsa Yahudi di Semenanjung Arab. Ka'b berpikir, Ali akan membumihanguskan pengaruh Yahudi dari masyarakat Arab. Oleh karena itu, Ka'b sangat ingin agar kepemimpinan berada ditangan Umayah yang tidak peduli terhadap masa depan Islam. Mereka hanya peduli pada diri sendiri dengan aspek materialistis dunia ini. Selain itu, mereka juga sangat membenci Ali bin Abi Thalib seperti halnya Ka'b. Bani Umayah dan Ka'b menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai musuh bebuyutan mereka. Ia membinasakan pemimpin-pemimpin mereka dalam perjuangan menegakkan Islam.
Kedua, Ka'b berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat taat dan ia tidak menutupi matanya pada setiap ketidakjujuran ataupun setiap penyimpangan dari jalan Islam. Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa Ka'b lupa dan juga secara sengaja menghilangkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling taat dan pemimpin yang paling sempurna di panggung sejarah dunia.
Ketiga, Ka'b juga menemukan dalam 'kitabnya' bahwa Ali bin Abi Thalib atau pun keluarganya tidak akan berkuasa karena ia telah menumpahkan darah. Selain itu, Ka'b berkata bahwa kitabnya Daud tidak mendirikan Mesjid Yerusalem karena ia telah menumpahkan darah putranya, dan Sulaiman ditetapkan sebagai orang yang mendirikan bangunan itu. Ka'b tidak menyebutkan dan ia membuat Khalifah lupa bahwa Daud, meskipun menumpahkan darah dan dicegah untuk mendirikan bangunan, ia berkuasa dan menjadi Raja. Quran menyatakan bahwa Allah berkata Daud, Wahai Daud sesungguhnya kami telah menjadikanmu sebagai pemimpin. Engkau harus memberi keputusan di antara umat dengan adil…(QS. Al-Qashash : 26). Ka'b juga lupa bahwa Rasulullah SAW juga menumpahkan darah musuh demi kebenaran. Sebenarnya ia memimpin banyak peperangan dan hal ini tidak membuatnya tidak berkuasa dan mengatur urusan umat Islam, ataupun dicegah untuk mendirikan negara Islam.
Ke empat, lebih jauh lagi, dengan menyatakan bahwa menumpahkan darah tidak dapat menjadikan seorang berkuasa, hal ini menjadikan orang yang berjuang di jalan Allah tidak berharga dibandingkan orang-orang yang berjuang. Hal ini bertentangan dengan ayat Quran;
Orang-orang beriman yang duduk tenang, dengan orang-orang yang memiliki penyakit, tidak sama dengan orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan kekayaan dan 'jiwa' mereka. Allah telah menganugerahkan kemuliaan kepada mereka yang berjuang demi agama dengan nyawa dan kekayaan dibandingkan dengan orang-orang yang duduk di rumah-rumah mereka. Dan bagi setiap orang yang berjuang, Allah telah menetapkan balasan yang besar, kemuliaan dari-Nya, ampunan, dan karunia. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.(QS. An-Nisa : 95).
Tidaklah logis jika kita berpikir bahwa Allah memerintahkan orang-orang untuk berjuang di jalan-Nya kemudian menghukum usaha mereka dengan mencegah mereka untuk tidak berkuasa.
Kelima, tentu saja aneh ketika Ka'b menyatakan bahwa kitab Yahudi menyebutkan bahwa kepemimpinan Islam akan beralih dari Rasulullah dan kedua sahabatnya lalu kemusuhnya. Tidak disebutkan hal ini dalam Kitab Perjanjian Lama meskipun Ka'b telah berkata kepada Qais Ibnu Kharysah,"Tidak ada tempat di dunia ini yang tidak disebutkan dalam Kitab, beserta peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di tempat itu hingga Hari Perhitungan."
Ka'b sebenarnya tidak menemukan peristiwa apapun dalam kitab Perjanjian lama yang ia buat-buat itu. Ia hanya mencurinya dari apa yang ia dengar dari sahabat-sahabat Nabi. Mereka, termasuk Umar, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku dan aku melihat mereka dalam mimpiku berlompat seperti kera."68
Mengherankan bahwa khalifah tersebut mendengar perkataan nabi Muhammad tetapi masih tidak menyangka bahwa Ka'b telah mengambilnya dari Kitab Yahudi. Selain itu, Ka'b berkata bahwa ia menemukan dalam kitab Yahudi bahwa kekuasaan akan diserahkan kepada Nabi Muhammad dan dua sahabatnya kepada musuh Rasulullah. Hal ini, bagaimanapun juga tidak terjadi. Kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman setelah Umar, dan Utsman bukanlah musuh Rasulullah SAW. Ia adalah sahabat utama Nabi. Selain itu, anehnya pernyataan yang dibuat Ka'b tidak berarti lagi ketika Ali bin Abi Thalib menerima tampuk kekhalifahan.
Lebih aneh lagi, khalifah mendengar semua pernyatan palsu yang telah Ka'b sebutkan berasal dari Kitab Perjanjian Lama dan bahkan tidak memerintahkan Ka'b untuk menunjikan kitab Yahudi yang darinya ia mendapatkan informasi.
Khalifah kedua, dengan segala keutamaanya, keimanan serta kecerdasannya, menganggap ucapan Ka'b berasal dari langit. Ia lupa bahwa persoalan kepemimpinan berada ditangannya. Semuanya berpulang kepadanya untuk memilih Ali bin Abi Thalib atau orang lain. Diharapkan, khalifah kedua ini akan membuat ridha Rasulullah SAW dengan mencegah Bani Umayah agar tidak berkuasa setelah Rasulullah terganggu melihat dalam mimpinya di mana Umayah berlompatan di mimbarnya seperti kera. Satu kata dari Umar akan mengubah jalan sejarah.
Khalifah kedua mungkin dapat memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan mencegah Umayah berkuasa. Sayangnya, ia menjauhkan Ali dari kekhalifahan dengan membentuk enam orang panitia, yang sebagian besarnya sangat tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib dan lebih menyukai kepada Utsman, Bani Umayah yang setia yang sangat dekat dengan sukunya. Bertentangan dengan apa yang diharapkan, khalifah kedua melakukan apa yang disukai Ka'b dan tidak disukai Nabi Muhammad SAW.69
Dengan demikian, mualaf Islam yang menyatakan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang segala hal yang terjadi di masa lalu dan di masa depan, telah mengubah jalan sejarah Islam melalui pengaruhnya terhadap khalifah terkenal, Umar bin Khatab.
Ka'b Selama Masa Kekhalifahan Utsman
Pengaruh Ka'b terus berlanjut hingga setelah Umar wafat. Selama pemerintahan khalifah ke tiga, Ka'b dapat memberikan ketetapan pada urusan-urusan umat Islam. Khalifah 'sering' setuju dengannya, dan tidak ada di antara peserta pertemuan yang menentangnya, kecuali Abu Dzar yang menjadi sangat kesal ketika mendengar keputusan Ka'b dalam Islam hingga ia memukulnya dengan tongkatnya sambil berkata,"Hai putra wanita Yahudi! Apakah engkau akan mengajari agamamu?"
Untuk memperluas pengaruhnya dan masa depan yang lebih baik setelah kematian Utsman, Ka'b berusaha menyenangkan hati Muawiyah dengan meramalkan kedatangannya dimasa depan dengan mahkota kekuasaan Islam. Khalifah Utsman kembali dari hajinya ditemani Muawiyah dan pemimpin kafilah menyanyikan lagu yang isinya meramalkan Ali sebagai pengganti Utsman. Ka'b menyangkal penyanyi itu,"Demi Allah, engkau berdusta! Penngganti setelah Utsman adalah penunggang kedelai berbulu kuning."
Di sini Ka'b merujuk kepada Muawiyah, dan dengan salah ia menyebutkan bahwa hal ini berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Muawiyah juga 'memerintahkan' Ka'b untuk membuat pernyataan kepada masyarakat Damaskus apa saja yang membuat Damaskus dan masyarakatnya ada di pengawasan propinsi lain.70
Peristiwa-peristiwa Lain
Ahmad meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Umar datang menemui Rasulullah dengan sebuah kitab yang ia dapat dari pengikut Ahlul Kitab. Ia membacanya di hadapan Nabi. Nabi menjadi sangat marah dan berkata,"Putra Khattab, demi Dia yang jiwaku berada ditangan-Nya, apabila Musa masih hidup, ia akan mengikutiku."
Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abas berkata,"Mengapa engkau bertanya kepada Ahlul Kitab tentang segala sesuatu, sedangkan Kitabmu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya adalah Kitab yang paling baru? Engkau membacanya tanpa penambahan kalimat yang bukan ayat-ayat Quran. Quran telah memberitahukan bahwa Ahlul Kitab merusak dan mengubah kitab mereka."
Sebaliknya, sahabat yang lain seperti Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Ambillah dari Bani Israil itu, dan engkau tidak akan melakukan suatu dosa!"
Selain itu Bukhari menyebutkan dalam Shahih-nya bahwa Abdullah bin Amru Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Sampaikanlah kepada umat meskipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kepada yang lain tentang kisah Bani Israil, karena hal itu bukan perbuatan dosa!"71
Patut diperhatikan bahwa Abu Hurairah dan Abdullah adalah 'murid-murid' Ka'b. diriwayatkan juga bahwa Abdullah bin Amru bin Ash memperoleh dua unta penuh dengan kitab para Ahlul Kitab, dan sering memberi informasi kepada umat dari kitab-kitab ini.
Ibnu Hajar Asqalani, yang merupakan 'sumber' utama hadis-hadis Bukhari berkata,"Karena hal ini (yang disebutkan di atas), banyak ulama terkemuka di kalangan murid-murid Rasulullah 'menghindar' untuk mengambil informasi dari Abdullah bin Amru bin Ash.72[]
Catatan Kaki :
1. Al-Mugni fi al-Dhua'afa',Dzahabi, hal. 292.
2. Rijal, Kusysyi
3. Rijal, Kusysyi
4. Rijal, Kusysyi
5. Rijal, Kusysyi
6. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
7. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
8. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
9. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
10. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
11. Al-Farq, Abdul Qahir Ibnu Tharir Baghdadi.
12. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5552, 5744, dan 5745
13. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, Ibnu Asakir, diriwayatkan oleh Saif, peristiwa tahun 11 H.
14. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 195-196, riwayat dari Saif dan Umar.
15. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5546
16. Perlu disebutkan bahwa Askari memiliki hadis yang sangat terkenal dan tidak diragukan dalam bukunya 'Abdullah bin Saba dan Mitos Lainnya', ia menyatakan bahwa Ibnu Saba tidak pernah ada, dan bahwa tokoh ini dikarang oleh Saif bin Umar. Apabila ada orang bernama Abdullah bin Saba pada masa itu, ceritanya sangat bertentangan dengan cerita yang dimanipulasi Saif. Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai Abdullah bin Saba beserta cerita fiksinya, anda dapat membaca buku berjudul Abdullah bin Saba and Other Myths karya Askari S.M, beserta The Shi'ites Under Attack karya Chirri M.J.
17. Refensi hadis Sunni : as-Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, jilid 2, hal. 655.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88-92 (dua hadis); Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hsal. 85; Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal.97; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 311; Syawahid at-Tanzil, hasakani, jilid 1, hal. 371; Kanz al-Ummal, Muttaqin Hindi, jilid 15, hal. 15, hal. 100-177; Tafsir al-Khazin, auladin Sayafi'I, jilid 3, hal. 371; Dala'il Nabawiyah, Baihaqi, jilid 1, hal. 4328-430; al-Mukhtasar, Abu Fida, jilid 1, hal.116-117, Nabi Muhammad, Hasan Haikal, jilid 104 (hanya edisi pertama, pada edisi kedua, kalimat terakhir yang diucapkan Rasulullah dihilangkan); Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 62-63. Hadis di atas juga diriwayatkan oleh tokoh-tokoh Sunni terkemuka seperti Muhammad Ibnu Ishaq (sejarahwan Sunni yang paling terkenal), Ibnu Hatim, dan Ibnu Mardawih. Hadis ini juga dicatat oleh para orientalis seperti T. Carlyle, E.Gibbon, J. Davenport, dan W. Irving.
19. Referensi hadis : Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, hadis 556 dan 5700; Shahih Muslim, bahasa Arab, jilid 4, hal. 1870-1871; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; al-Khas'is, Nasa'I, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Referensi hadis Sunni: Shahih, Tirmidzi, jilid 2, hal. 298, jilid 5, hal. 63; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84,118,119,152, 330; jilid 4, hal. 281, 368, 370, 372, 378; jilid 5, hal. 35, 347, 358, 361, 366, 419 (berasal dari 40 rangkaian perawi); Fada'il ash-Shnhabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 563, 572; al-Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal. 129, jilid 3, hal. 109-110, 116, 371; Kasa'is, Nasa'i, hal. 4, 21; Majma' az-Zawaid, Haitsami, jilid 9, hal. 103 (dari banyak perawi); Tafsir al-Kabir, Fakhrurrazi, jilid 12, hal. 49 -50; al-Durr al-Mantsur, Hafizh Jalaluddin Suyuthi, jilid 3, hal. 19; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, hal. 169, 173; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 213, jilid 5, hal. 208; Musykii al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 307-308; Habib as-Siyar, Mir Khand, jilid 3, bag. 3, ha1.144; Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, hal. 26; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 509; jilid 1, bag. l, hal. 319; jilid 2, bag. 1, hal. 57; jilid 3, bag. 1, hal. 29; jilid 4, bag. l, hal. 14, 16, 143; Tabarani, yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Ibnu Umar, Malik bin Hawirath, Habasyi bin Junadah, Jari, Sa'd bin Abi Waqash, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Amarah, Buraidah, …; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 8, hal. 250; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 4, hal. 23; jilid 5, hal. 26-27; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, bab mengenai kata 'ayn' (Ali), jilid 2, hal. 462; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 154, 397; al-Mirqat, jilid 5, hal. 568; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 172; Dhaka'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 68; Fayd al-Qadir, ManaaTi, jilid 6, hal. 217; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal. 114; Yanabi' al-Niawaddah, Qunduzi Hanafi, hal. 297 dan banyak lagi.
21. Referensi hadis Sunni: Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 8, hadis 817.
22. Referensi hadis Sunni: Ahmad bin Hanbal, jilid l, hal. 55; Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, jilid 4, hal. 309; Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
23. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 188-189.
24. Lihat al-Istiab, jilid 1, hal. 235; Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 79; Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
25. Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid l, hal. 52-53, hadis 149; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 130; Musnad Ahntad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 356; Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 648, Hadis 1130; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 172.
26. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 109, 277; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, 662; Musnad Ahmad bir2 Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al Kabir, Tabarani, jilid 6, hal. 264, 265; Hilyat al-Aaoliya', Abu Nu'aim, jilid l, hal. 128.
27. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 158-161; Musnad, Ahmad bin Hanbal, 6519, 6630, 7078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'ad, jilid 4, bag. 1, hal. 167-168; Majma' az-Zazon'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
28. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 1205, hal. 1508-1509, hadis 6966-6970 (lima hadis); al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383.
29. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir, 1952), hadis 6538, 6929; Tab-aqat, Ibnu Sa'ad, jilid 3, hal. 253.
30. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3884.
31. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
33. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 199-200.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
35. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
36. Referensi hadis: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
37. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15,hal. 180-181.
38. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250
39. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250.
40. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
41. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisan al-Arab, jilid 14, hal. 141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abul Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
42. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri; bag. l, jilid 4, hal. 75.
43. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1. 171-172.
44. Referensi hadis Sunni: al-Isti'aab, Yusuf bin Abdul Barr, jilid l, hal. 359-360.
45. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 173.
46. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 176-179.
47. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 198.
48. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 141-144.
49. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 312. (versi bahasa Inggris bagian ini belum diterbitkan ketika artikel ini ditulis).
50. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thahari, versi bahasa Arab, peristiwa 36 H, jilid 4, hal. 501-502; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 240; al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 515; Usd al-Ghabah; jilid 2, hal. 252; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 557.
51. Referensi hadis Sunni; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, dan 371; Musnad Ahmad ibn Hanbal, berdasarkan Ilyas Szabbi; Muruj adz-Dzahab, Mas'udi jilid 4 hal. 321; Majma' az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 107.
52. Referensi hadis Sunni; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Isti'ad, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat yang sama diceritakan dalam al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
53. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa di tahun 36 H, jilid 4, hal. 905
54. Dr. Hafni Daud, 12 Oktober 1961, Kairo Mesir.
55. Referensi: Tarikh at-Thabaari, jilid 15, hal. 15-17.
56. Mengenai Mihnah itu sendiri, lihat Traikh at-Thabari, jilid 3, hal. 517,522,548-511,604,605; dan kitab berjudul Zindiqs ditulis Vajjda, hal. 173-229. mengenai tuduhan terhadap Saif. Lihat Majruhin, Ibnu Hibban, jilid 1, hal. 345-346; Mizan, Dzahabi, jilid 2, hal. 255-256, Tahdzib, Ibnu Hajar, jilid 4, hal. 296
57. Lihat Skizzen, hal. 3-7.
58. Hal ini juga ditunjukkan di kutipannya dari sumber yang terlibat dalam pembunuhan Husain. Lihat contohnya pada jilid 11, hal. 204, 206, 216, 222.
59. Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1844-1850.
60. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 3049-3050.
61. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 2858-2859, 2922, 2928, 2942-2944, 2954, 3027, 3163-3165, 3180.
62. Dalam jilid ini, hal. 8, 24, 36, 40, 42-43, 45, 48, 60-63, 65, 90, 95, 166, 168.
63. Referensi: Tarikh at-Thabari, jilid 11, hal. 15-29.
64. Referensi hadis Sunni: Ibnu Abdul Bar, Istiab, jilid 3, hal. 1287, dicetak di Kairo, 1380.
65. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 191, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo.
66. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 62-63, Edisi Eropa.
67. Referensi hasi Sunni: Ibnu Abil Hadid, dalam syarahnya, jilid 3, hal. 81, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Fakhurddin Razi dalam tafsir Quran surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak oleh Matbaah Sarafiyah, 1304 h.
68. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuti, diterjemahkan oleh Major H.S. Barret, hal. 12, diterbitkan oleh J.W. Thomas, Baptists Mission Press, Calcutta; Fakhruddin Razi dalam tafsir Qurannya, surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak kedua kalinya oleh Matbah Sarafiyah, 1304 H.
69. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 35, diterbitkan oleh Darul Kitab Lubnanai, 1973.
70. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 76, dikenal sebagai Ali bin Sahibani, cetakan kedua (mengenai keledai); Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 343, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo (mengenai keledai); al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 323 (Muawiyah yang memberi perintah).
71. Shahih-nya Bukhari, hadis 4667.
72. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 1, hal. 167.
BAB 13 : TAUHID MENURUT SYI'AH DAN SUNNAH
Tidak ada perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab Muslim bahwa agama (disisi) adalah Islam. Satu-satunya cara untuk mengetahui Islam. Satu-satunya cara cara untuk mengetahui Islam adalah Kitabullah dan Sunnah Nabi. Dan bahwa Kitabullah itu apa yang dikenal dengan nama Quran, tanpa ada 'penambahan' atau 'pengurangan. Perbedaan terletak pada masalah penafsiran sejumlah ayat Quran dan dalam meyakini atau tidak meyakini sejumlah sunnah sebagai shahih, atau dalam penafsirannya. Perbedaaan pendekatan ini telah mengantarkan kepada perbedaan dalam sejumlah prinsip dasar dan jumlah hukum agama. Karena prinsip-prinsip dasar Islam sudah masyhur, maka kami tidak perlu lagi menyebutkan satu demi satu semua prinsip tadi. Kiranya memadai apabila sebagian dari perbedaan-perbedaan penting diandarkan disini untuk memberikan kepada pembaca ide komprehensif secara jujur dari karakteristik utama yang membedakan kaum Syi'ah dan Sunni.
Seluruh muslim sepakat bahwa Allah SWT adalah satu, Muhammad SAW adalah Nabi-Nya yang terakhir, dan pada suatu hari Allah membangkitkan kembali semua umat manusia, dan semuanya akan ditanyai perihal keimanan dan amal perbuatan mereka. Mereka semua sepakat bahwa semua orang yang mengimani pada salah satu tiga prinsip dasar tersebut bukanlah seorang muslim. Juga, mereka sepakat bahwa siapapun yang mengingkari ajaran-ajaran Islam yang terkenal seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan seterusnya atau percaya bahwa dosa-dosa masyhur seperti meminum minuman keras, berzina, mencuri, berdusta, berjudi, membunuh dan seterusnya bukan (perbuatan) dosa, bukanlah seorang muslim, sekalipun ia pasti telah mengimani Allah dan Nabi-Nya, Muhammad SAW. Hal itu disebabkan mengingkari perkara-perkara tersebut sama halnya menolak kenabian Muhammad dan syariahnya.
Ketika kita melangkah lebih jauh, kita temukan subjek-subjek tersebut yang tidak disepakati kaum Muslim dan perbedaan-perbedaan antara berbagai mazhab Islam mulai di sini. Kebanyakan orang beranggapan bahwa perbedaan antara Syia'ah dan Sunni terletak pada masalah kepemimpinan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ini benar adanya, namun sesugguhnya para pemimpin yang berbeda memerintahkan cara-cara pendekatan yang berbeda terhadap setiap isu. Barang kali menghasilkan banyak perbedaan seiring dengan berlalunya waktu. Kami menguraikan secara ringkas perbedaan-perbedaan dasar ini di sini.
Gambaran Tuhan
Sejumlah ulama Sunni berkeyakinan bahwa Allah memiliki tubuh, namun tidak seperti tubuh-tubuh yang kita tahu, tentunya. Terdapat banyak hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menggambarkan bahwa Allah mempunyai sebuah tanda kaki-Nya, dan Dia meletakkan kaki-Nya kedalam neraka dan seterusnya. Misalnya, lihat Shahih al-Bukhari, versi Arab - Inggris, 9532 dalamnya menggambarkan Allah mempunyai tanda di betis-Nya dan ketika Dia menyingkap betis-Nya manusia akan mengenali-Nya.atau dalam jilid yang sama lihat hadis 9604 dan 9510 dimana dikatakan bahwa Allah mempunayi jari jemari! Silakan juga lihat artikel-artikel yang terkait diberikan oleh Kamran yang dirujuk oleh Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Golongan Wahabi yang mengikuti Ibnu Taimiyah (a.728/1328) membenarkan bahwa organ-organ tubuh Allah merupakan entisitas fisik dan Allah duduk disinggasana. Akan tetapi golongan Asy'ariyyah (para pengikut Abu Hasan Asy'ari) yang meliputi sejumlah besar Sunni, tidak menafsirkan wajah, tangan, dan kaki-Nya sebagai organ-organ fisik, tetapi mereka mengatakan," kita tidak tahu bagaimana (bi la kaif)."
Syi'ah meyakini kuat bahwa Allah tidak memiliki tubuh, wajah, tanga, jari jemari, ataupun kaki. Syekh Shaduq, salah seorang ulama Syi'ah terkemuka, dalam kitabnya al-I'tiqadat al-Imamiyyah (Shi'ite Creed) mengatakan :
Sesungguhnya Allah itu Maha Satu, Maha Unik, tidak sesuatupun menyerupai-Nya, Dia Maha Abadi, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Hidup, Maha Kuasa, jauh dari segala kebutuhan. Dia tidak bisa digambarkan dalam kerangka subtansi, tubuh, bentuk, akside, garis, permukaan, berat, ringan, warna, gerakan, istirahat, waktu ataupun ruang. Dia di atas segala gambaran yang bisa diterapkan kepada makhluk-makhluknya-Nya. Dia jauh dari kutub. Dia tidak sekedar non entisitas (sebagaimana golongan ateis dan, dalam tingkatan yang lebih rendah, Mu'tazilah lakukan) ataupun Dia sama seperti benda-benda lainnya. Dia Maujud, tidak seperti benda-benda lainnya.
Tentu saja, ada sejumlah ayat Quran yang menganggap kata-kata yang digunakan bagi anggota-anggota tubuh dari tubuh Tuhan. Namun menurut penafsiran para Imam Syi'ah, kata-kata tersebut digunakan dalam makna metaforis dan simbolis, bukan makna literal. Umpamanya ayat 88 surah al-Qashash yang berbunyi, Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya, artinya 'kecuali Diri-Nya.' Sesungguhnya para Ulama Sunni sekalipun tidak bisa mengatakan bahwa hanya wajah Allah yang akan abadi, sementara apa yang dinamakan anggota-anggota tubuh lainnya (baik fisik maupun bukan) akan binasa! Demikian pula Allah telah menggunakan kata 'tangan' (yad) di beberapa tempat dalam Quran. Namun itu artinya 'kekuasaan dan rahmat-Nya', sebagaimana surah al-Maidah ayat 54, … tetapi kedua tangan Allah Terbuka.
Sebenarnya dalam Quran dan hadis Nabawi makna-makna metaforis itu banyak digunakan. Misalnya, Allah menggambarkan para nabi-Nya sebagai ulil aydi wal abshar (yang mempunyai perbuatan-pebuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi; QS. Shad : 45)
Bahkan semua ulama Sunni setuju bahwa kata 'tangan' (aydi) disini artinya kekuasaan dan kekuatan. Kami harus menyebutkan bahwa pandapat Syi'ah juga bebeda dengan golongan Mu'tazilah yang membawa Tuhan kepada batasan-batasan nirwujud (non-existence).
Bisakah Allah Dilihat?
Sebagai dampak langsung dari perbedaan tersebut di atas, para ulama Sunni percaya bahwa Allah SWT bisa dilihat. Sebagian dari mereka, nampaknya Imam Ahmadi bin Hanbal, mengatakan bahwa Dia bisa dilihat di dunia ini juga di akhirat kelak. Yang lain mengatakan bahwa Dia hanya bisa dilihat di akhirat.1
Di sisi lain, Syi'ah berpendapat bahwa Dia tidak bisa dilihat secara fisik di manapun, karena Dia tidak memiliki tubuh dan karena Allah berfirman dalam kitab-Nya, Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan.(QS. Al-An'am :103)
Para ulama Sunni menggunakan ayat berikut sebagai hujah mereka, Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu (hari pengadilan) tampak segar berseri, kepada Tuhannya lah mereka memandang. (QS. Al-Qiyamah :22-23)
Akan tetapi dalam bahasa Arab kata nazhar (memandang) tidak berarti 'melihat'. Acap dikatakan bahwa nazhartu ilal hilal falam arahu yang artinya 'saya memandang bulan baru (sabit) namun saya tidak melihatnya.' Karena itu, ayat tersebut tidak berarti mereka akan menanti-nanti rahmat Allah.
Sifat-sifat Allah
Menurut keyakinan Syi'ah, sifat-sifat Allah bisa dimasukkan kedalam dua kelompok yang berbeda; pertama, sifat-sifat yang mewakili Diri-Nya (sifat Zat); dan kedua, sifat-sifat yang melambangkan perbuatan-perbuatan-Nya (sifat perbuatan). Syekh Shaduq berkata :
Umpanya kita katakan bahwa Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, Maha Satu dan Maha Abadi. Dan ini merupakan kualitas-kualitas pribadi-Nya. Dan kita tidak mengatakan bahwa Dia sejak dulu menciptakan, melakukan, berniat, puas, tidak puas, memberi rezeki, berfirman, karena kualitas-kualitas ini melukiskan perbuatan-Nya, dan mereka itu tidaklah abadi, tidak perlulah Allah melakukan perbuatan-perbuatan ini sejak azali. Alasan perbedaan ini adalah jelas. Perbuatan-perbuatan membutuhkan objek. Misalnya, bila kita katakan Allah memberi rezeki sejak awal, maka kita harus mengetahui eksistensi objek yang diberi rezeki sejak awal. Dalam madah lain, kita harus mengkaui bahwa dunia itu ada sejak azali (sebagaiman Tuhan - pen). Padahal itu semua bertolak belakang dengan keyakinan bahwa tidak ada sesuatupun selain Tuhan yang Abadi."2
Nyatalah bahwa para ulama Sunni tidak punya pandangan bening ihwal perbedaan ini sehingga mereka mengatakan bahwa semua sifat-sifat-Nya itu abadi. Ini lah alasan sesungguhnya dari kayakinan mereka bahwa Quran, sebagai kalam (firman) Allah, adalah abadi dan tidak tercipta (makhluk). Karena mereka mengatakan bahwa Dia Mutakallim (berbicara) sejak azali.
Golongan Hanbaliyyah (dinisbatkan kepada Ahmad bin Hanbal) sedemikian jauh mengatakan bahwa, " Bukan kata-kata dan makna-makna dari Quran itu abadi, sehingga bacaan sekalipun tidak tercipta, namun kertas dan jilidnyapun memiliki kualitas-kualitas yang sama." Dalam Naskah Abu Hanifah suatu pandangan yang lebih moderat diungkapkan, "Kita mengetahui Quran adalah kalam Allah, tidak tercipta, ilham-Nya, dan wahyu, bukan Dia, melainkan kualitas nyata-Nya, tertulis dalam salinan-salinan, diucapkan dengan lidah. (sementara) tinta, kertas, tulisannya adalah diciptakan (makhluk), karena mereka adalah karya manusia."3
Akan tetapi karena Syi'ah membedakan antara kualitas-kualitas personnya dan perbuatan-perbuatan-Nya, mereka mengatakan,"Keyakinan kami tentang Quran adalah bahwa ia merupakan ucapan Tuhan, dan wahyu-Nya dikirimkan oleh-Nya, dan firman-Nya dan kitab-Nya… Dan bahwa Allah adalah Penciptanya, Pengirimnya, dan Penjaganya …"4
Di antara kaum Sunni, telah terjadi perdebatan hebat ihwal topik ini antara golongan Mu'tazilah dan Asu'ariyyah. Di sini hal tersebut tidak perlu dipaparkan lagi.
Sebagian mengklaim bahwa segala sesuatu yang diciptakan mempunyai kekurangan dalamnya dan karena itu Quran pastilah abadi karena ia tanpa kekurangan. Argumen tersebut tidak berdasarkan karena kita kaum Muslimin percaya bahwa malaikat, sekalipun diciptakan, adalah suci dari kekurangan. Jika tidak, bagaimana bisa mempercayai Jibril ketika ia membawa Quran kepada Nabi? Bagaimana bisa anda mempercayai Nabi sendiri? Apakah Allah tidak mempercayai makhluk yang suci? Karena itu, kita percaya bahwa Quran juga semua benda lainnya di alam semesta adalah diciptakan. Tidak ada sesuatu pun yang abadi kecuali Allah. Ada sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa,"(Zaman ketika) Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain Dia."
Fungsi Akal dalam Agama
Ini merupakan salah satu perbedaan paling antara Sunni di satu sisi, dan kaum Syi'ah di lain pihak. Kami harus menggunakan kata 'Asy'ariyyah', sebagai ganti Sunni, karena sebagian besar Sunni dewasa ini adalah (berpahamkan teologi) Asy'ariyyah; Mu'tazillah telah lama musnah, meskipun sebagian dari para ulama besar di zaman ini, seperti Amir Ali, adalah Mu'tazilah.
Nah, kaum Syi'ah mengatakan bahwa terlepas dari perintah-perintah keagamaan (syariat), ada kebaikan ataupun keburukan nyata (rasional) dalam berbagai rangkaian tindakan. Sesuatu dikatakan baik karena Allah memrintahkannya dan disebut buruk karena Dia melarangnya. Para ulama Sunni mengingkari konsepsi ini. Mereka mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang baik dan buruk dalam dirinya sendiri. (Sementara Syi'ah berpendapat) apa yang Allah perintahkan kepada kita adalah baik dan apa yang telah larang Allah kepada kita adalah buruk. Jika sesuatu yang dilarang Allah itu buruk, maka jika Allah membatalkan perintah pertama, dan mebiarkannya, itu akan menjadi baik, setelah sebelumnya buruk. Dalam madah lain, Syi'ah berpandangan bahwa Allah telah melarang kita berkata dusta lantaran ia buruk, sementara Sunni berpendapat bahwa dusta telah menjadi buruk karena Allah melarangnya. Syi'ah mengkaui hubungan sebab-akibat, Sunni mengingkarinya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada sebab kecuali Allah. Adalah hanya kebiasaan dari Allah bahwa setiap kali, misalnya, kita minum air Dia melepaskan rasa dahaga kita.
Berpijak pada perbedaan sikap di atas ihwal kedudukan akal dalam agama adalah perbedaan-perbedaan berikut; Syi'ah mengatakan bahwa Allah tidak pernah berbuat tanpa tujuan. Seluruh perbuatan-Nya didasarkan pada hikmah dan tujuan rasional (misalnya, karena tidak terpuji secara rasional bertindak tanpa suatu tujuan). Ulama Sunni di sisi lain, karena pencelaan pada keburukan dan kebaikan rasional, mengatakan bahwa sangatlah mungkin bagi Allah untuk bertindak tanpa tujuan. Itu artinya bahwa, menurut Syi'ah, Tuhan tidak berbuat sesuatu apa pun memiliki keburukan inheren dalamnya. Sunni menolaknya. Syi'ah menyatakan bahwa seluruh perbuatan Allah dimaksudkan demi kebaikan makhluk-makhluk-Nya. Pasalnya Dia sendiri tidak membutuhkan (kebaikan-kebaikan bagi makhluk-makhluk-Nya. Pasalnya Dia sendiri tidak membutuhkan (kebaikan itu), dan andaikata perbuatan-perbuatan-Nya hampa dari kebaikan-kebaikan bagi makhluk-Nya juga, niscaya perbuatan tersebut sia-sia belaka, yang secara rasional tercela. Sunni menyangkalnya lantaran pendirian mereka perihal kebaikan atau keburukan rasional.
Anugerah (Luthf atau Tafadhadhul)
Berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas ada perbedaan perihal sikap mereka terhadap anugerah Allah. Syi'ah mengatakan bahwa anugerah secara moral diwajibkan kepada Allah. Mereka menyatakan bahwa anugerah Allah yang akan membantu membawa makhluk-makhluk-Nya lebih dekat kepada ketaatan dan pengabdian kepada-Nya dan memudahkan perbaikan moral mereka (yang) secara moral diwajibkan kepada-Nya. Allah telah memerintahkan kita untuk berlaku adil, sementara Dia sendiri memperlakukan kita dengan sesuatu yang lebih baik, yakni anugerah (grace, tafadhdhul). Di sisi lain para ulama Sunni berkata :
Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan tidak wajib bagi Allah Yang Maha Tinggi untuk melakukann sesuatu yang mungkin merupakan yang terbaik bagi makhluk.5
Janji-janji Allah
Berdasarkan kedudukan Syi'ah tentang Keadilan dan Anugerah, mereka mengatakan:
Apa saja yang telah Allah janjikan sebagai ganjaran bagi suatu kerja mulia, Dia akan memenuhinya. Namun apa saja yang telah Dia ancamkan sebagai siksa untuk pekerjaan buruk, hal itu dilambari keputusan-Nya. Apabila Dia melaksanakan siksaan tersebut, hal itu berdasarkan keadilan-Nya. Namun apabila Dia memaafkannya, hal itu menurut anugerah-Nya.
Syi'ah berlawanan dengan aliran Khawarij dan Mu'tazilah di satu sisi dan dengan Asy'ariyyah di sisi lainnya. Khawarij dan Mu'tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Allah guna memenuhi ancaman-Nya juga. Dia tidak mempunyai kekuasaan untuk mengampuni.
Asy'ariyyah di pihak lain mengatakan bahwa tidaklah wajib bagi - Nya untuk memenuhi janji-janji ganjaran-Nya sekalipun. Mereka lebih jauh mengatakan,"Bahkan sekiranya Allah ingin memasukkan para nabi ke dalam neraka, dan setan masuk surga itu berlawanan dengan nilai kebajikan, karena tidak ada keburukan inheren dalam setiap perbuatan.
Mengapa Beriman Kepada Allah
Syi'ah berpendapat bahwa manusia diperintahkan oleh nalarnya untuk mengenal Allah dan menaati segala perintah-Nya. Dengan kata lain, kebutuhan akan agama dibuktikan, pertama-tama dengan akal. Ulama Sunni menyatakan, adalah penting mengimani Allah, namun tidak berdasarkan akal. Hal ini penting karena Allah telah memerintahkan kita untuk mengenali-Nya. Menurut persepektif Syi'ah, corak pembuktian ini menciptakan daur yang tidak berujung. Imanilah Allah! Mengapa? Karena Allah telah memerintahkanya. Padahal kita tidak tahu siapakah Allah itu. Mengapa kita harus menaati-Nya?
Batasan Hukum
Syi' mengatakan: Allah tidak bisa menurunkan kepada kita sebuah di luar kekuatan kita, karena itu secara rasional (la yukalliffullahu nafsan illa wus'aha). Sejumlah ulama Sunni tidak menyepakatinya.
Perbuatan-perbuatan Kita:Takdir
Apakah perbuatan-perbuatan kita benar-benar milik kita? Ataukah sekadar suatu alat di tangan Allah? Ulama Syi'ah berpendapat, "Takdir artinya bahwa Allah memiliki pengetahuan sebelumnya atas perbuatan manusia, namun Dia tidak memaksa siapapun untuk bertindak dalam cara tertentu."7
Kutipan diatas memberikan bukti atas fakta bahwa menurut Syi'ah, manusia mempunyai pilihan entah menaati peraturan-peraturan Allah, ataukah durhaka. Untuk menjabarkannya, disini harus menjelaskan bahawa kondisi atau perbuatan manusia ada dua jenis; 1) Perbuatan-perbuatan yang tentangnya ia bisa dinasehati, diperintah, dipuji atau dicela. Perbuatan-perbuatan tersebut dalam kekuasaannya dan tergantung pada kehendaknya; 2) Kondisi-kondisi yang tentangnya ia tidak bisa dipuji ataupun dicela, seperti kehidupan, lain-lain. Kondisi-kondisi tersebut berada diluar wilayah kehendak atau kekuasaannya.
Umpamanya, kita menasehati seorang pasien untuk berkonsultasi kedokter ini atau itu dan tetap berada di bawah perawatannya. Namun kita tidak dapat menasehatinya menjadi sembuh. Mengapa perbedaan ini? Karena mendapatkan perawatan di bawah kekuasaannya, namun mendapatkan kesembuhan bukanlah kekuasaannya. Ini merupakan sesuatu yang datang dari Allah.
Kebebasan bertindak merupakan karunia dari Allah. Dia telah memberi kita kekuatan, kebebasan, kekuasaan, anggota tubuh, hikmah, dan segala sesuatu yang denganya kita melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, kita tidak terlepas dari Allah, karena kebebasan kita tidak hanya diberikan melainkan disiapkan oleh-Nya.
Akan tetapin seluruh perbuatan kita tidak dipaksakan oleh Allah, karena Dia, setelah Dia menunjikan kepada kita jalan yang benar dan jalan yang salah, dan setelah dorongannya kepada kita untuk berbuat benar, telah membiarkan kita kepada karsa bebas kita sendiri. Jika kita tersesat, itu merupakan pilihan kita sendiri.
Syekh Shaduq menyatakan :
Keyakinan kita dalam hal ini adalah apa yang diajarkan oleh Imam Ja'far Shadiq, "Tidak ada paksaan (oleh Allah) dan tidak ada pelimpahan kekuasaan (dari Allah). Namun satu kondisi di antara dua kondisi." Kemudian Imam bertanya,"Apakah itu?" Beliau menjawab,"Anggaplah engakau melihat seseorang berniat untuk melakukan sebuah dosa, dan engkau melarangnya. Akan tetapi ia tidak mendengarkanmu. Lalu engkau meninggalkannya dan ia melakukan dosa tersebut. Kini ketika ia tidak memperhatikanmu dan engkau meninggalkannya, tak seorangpun bisa mengatakannya berbuat dosa."8
Dalam madah lain, kita percaya bahwa Allah telah memberikan kita kekuatan dan kehendak , lalu membiarkan kita bebas melakukan apa yang kita suka. Di saat yang sama, Dia telah mengajari kita melalui para nabi, apa yang benar dan apa yang salah. Sekarang, karena Dia Maha Berilmu, Dia mengetahui apakah yang akan menjadi perbuatan-perbuatan kita di masa-masa yang berbeda dari kehidupan kita. Namun pengetahuan ini tidak menjadikan Dia bertanggung jawab atas tindakan-tindakan kita lebih dari seorang meteorlog yang bisa bertanggung jawab atas topan dan badai, jika ramalannya terbukti benar. Ramalan yang benar adalah hasilnya, bukan sebab dari peristiwa yang menjelang. Para ulama Sunni di sisi lain mengatakan bahwa Allah adalah Pencipta semua perbuatan kita:
Tak satu perbuatan pun dari seorang individu, meskipun dilakukan secara murni demi kepentingannya terlepas dari kehendak Allah bagi keberadaannya, dan tidak terjadi baik dalam tataran dunia fisik ataupun ruhani kedipan mata, lintasan pikiran, ataupun pandangan tiba-tiba, kecuali karena perintah Allah … dari kekuasaan, kehendak, dan rasa-Nya. Ini mencakup baik dan buruk, manfaat dan mudarat, keberhasilan dan kegagalan, dosa dan kebajikan, ketaatan dan kedurhakaan, serta kemusyrikan dan keimanan.9
Melihat Allah
Syi'ah mengatakan bahwa Allah tidak punya tubuh. Maka tidak dapat dilihat. Jika Sunni mengatakan bahwa Dia bisa dilihat, mereka harus mengkaui bahwa Dia memiliki tubuh. Jika tidak, bagaimana bisa dilihat?
Seorang saudara Sunni menulis, jawabannya sangat sederhana; Quran membicarakan akhirat sebagai suatu jenis lain dari alam semesta yang berjalan dengan cara yang berbeda. Jika anda bisa memahami ayat di bawah ini, anda pun akan mampu memahami 'tangan' Allah (Maha Suci Allah dari apa yang mereka nisbatkan kepada-Nya). Karena sesungguhnya bukanlah mata yang menjadi buta, melainkan hatinya, yang berada dalam dada, yang menjadi buta (QS. Al-Hajj : 46).
Kami menjawab : Ayat-ayat Quran yang anda kutipan tidak berkaitan apapun dengan pertanyaan kami. Memang alam akhirat mempunyai hukum yang berbeda, namun hal itu tidak mengubah jati diri Allah. Jika anda ingin melihat Allah, anda akan melihat seluruh Allah (artinya mata anda akan menangkap Allah secara keseluruhan) yang artinya anda telah membatasi Allah, atau anda akan melihat sebagian Allah (yakni mata anda telah menangkap sebagian dari-Nya) yang artinya anda telah membagi-bagi Allah.
Kedua hal tadi berlawanan dengan akidah Islam bahwa Allah Yang Maha Mulia tidak terbatas dan tidak mempunyai bagian atau organ lain. Lagi pula keyakinan anda dalam melihat Allah bertolak belakang dengan teks Quran yang jelas yang dalamnya Allah berfirman, Pandangan tidak mampu menangkap-Nya.(QS. Al-An'am : 103). Ayat tersebut tidak mengecualikan akhirat dari aturan ini, oleh sebab itu berlaku di mana-mana.
Tak syak lagi bahwa Ulama Sunni percaya bahwa Allah bisa dilihat (setidaknya di akhirat). Guna membuktikan bahwa secara logika itu salah, kami menggunakan argumen sebaliknya (kontra argument). Yakni, jika Sunni percaya bahwa Allah bisa dilihat, maka mereka harus mengkaui bahwa Allah mempunyai tubuh. Mereka harus mengkaui bahwa Dia itu terbatas atau Dia memiliki bagian-bagian dan organ-organ tubuh.
Syi'ah percaya bahwa Allah tidak mempunyai tubuh. Demikian pula Dia tidak bisa dilihat di mana pun. Dia tidak mempunyai bagian, ataupun organ tubuh. Dia tidak terbatas.
Saudara kita Sunni mungkin bertanya: Apakah itu pilihan pribadi anda ataukah suatu bagian dari ajaran Syi'ah sehingga pertimbangan logika dikesampingkan? Sebagaimana anda lihat, ketika anda terlalu banyak menggunakan logika, anda mungkin menyesatkan manusia.
Kami menjawab: Tepatnya, anda tengah menunjuk pada salah satu perbedaan terpenting di antara mazhab Sunni dan Syi'ah. Seperti disebutkan dalam artikel 'Perbedaan Pokok …' posisi akal dalam agama merupakan salah satu masalah paling penting yang membedakan Syi'ah dari Sunni. Menurut ajaran kami, semua kepercayaan dasar (ushuluddin) harus dipahami dengan kemampuan rasional seseorang. Kita tidak mampu mengikuti apa perkataan para ulama kita seputar kepercayaan-kepercayaan dasar kecuali jika minta kita mengetahui mereka sebagai benar dan rasional. Kepercayaan dasar ini mencakup keimanan pada Allah, mengimani keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, mengimani keharusan pengutusan para nabi dan pengganti-pengganti mereka (iman), mengimani kemestian keadilan dan kasih sayang (Lutf) Allah dan seterusnya.
Untuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut peniruan apapun (taklid) tidak diakui oleh Allah SWT. Artinya, seseorang dalam mengimani Tuhan tidak diperbolehkan bertaklid kepada siapapun. Ia harus mempelajarinya dan membuktikannya sendiri tentang eksistensi Tuhan meski dengan dalil sederhana. Bagi seseorang yang meniru ibu dan ayahnya dan para ulama tentang jenis masalah ini, identitasnya sebagai Muslim dipertanyakan. Sudah barang tentu, setiap orang bertanggung jawab terhadap masalah ini sejauh menurut kemampuan berpikir dan menalarnya. Bukti-bukti ini perlu lebih canggih bagi seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dari berpikir logis.
Ketika kepercayaan-kepercayaan dasar dibuktikan oleh minda, maka orang itu bisa mengikuti perintah-perintah Allah lainnya tanpa mempersoalkannya, lantaran semua itu tidak termasuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut. Kita tidak perlu bertanya tentang mengapa shalat fajar itu dua rakaat, mengapa kita harus melakukan wudhu sebelum shalat, mengapa kita harus puasa Ramadhan. Kita hanya mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepada kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut tanpa bertanya mengapa.
Maka kami kira sekarang jelaslah mengapa kita perlu menggunakan logika untuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut. Inilah perbedaan antara manusia dengan binatang, bahwa manusia dapat berpikir, dan kita harus menggunakan kemampuan ini. Jika tidak, kita tidak jauh beda dari binatang. Dalam ratusan tempat dalam ayat Quran, Allah mengajak kita untuk berpikir dan tidak meniru atau mengikuti orang lain karena kita bisa tersesat.
Dalam Quran Allah berfirman,Mereka menjawab,"Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakan."Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk.(QS. Al-Maidah : 104)
Allah juga berfirman,
Sesungguhnya binatang (mahkluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang peka dan bisu yang tidak mengerti apa-apa. (QS. Al-Anfal : 22)
Juga,
Dan mereka berkata (dalam neraka,"Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Al-Mulk : 10)
Demikianlah, Allah mendorong kita untuk berpikir ketimbang mengikuti secara buta. Sekarang, tema melihat Allah juga merupakan salah satu perkara yang anda seharusnya tidak ragu-ragu untuk bertanya kepada para ulama anda mengapa.
Saudara Sunni bertanya: Adakah jenis pengajaran lain dimana umat manusia harus memiliki batasan-batasan yang sama diakhirat? Jawaban-jawaban anda dalam beberapa konteks menyarankan bahwa para penghuni surga berfungsi sebagaimana mereka digunakan di dunia ini.
Kami menjawab: Kami tidak pernah berkata demikian. Kami membenarkan bahwa ada hukum-hukum lanjutan yang mengatur akhirat. Namun pribadi Tuhan akan tetap sama. Hukum-hukum tersebut tidak akan berimpak pada Allah dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman,
.. bagi mereka berita gembira. Sebab itu,sampaikanlah berita kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya! . (QS. Az-Zumar : 17 - 18)
Apakah Allah Mempunyai Jari dan Kaki?
Syi'ah Dua Belas Imam percaya bahwa Allah tidak mempunyai bentuk, tangan fisik, kaki fisik, dan tampilan-tampilan yang bisa dilihat lainnya. Dia tidak berubah bersama dengan waktu, atau tidak menempati tempat fisik manapun. Allah tidak berubah dalam kondisi apapun. Tidak ada bingkai waktu yang mengungkungi-Nya. Dialah yang menciptakan waktu dan tempat-tempat fisik. Ini merupakan landasan-landasan keyakinan yang paling penting dalam mazhab Syi'ah. Bagaimanapun, ada sangat sedikit hadis-hadis shahih (khusunya Bukhari dan Muslim) yang dalamnya diasumsikan bahwa Allah telah memiliki sifat-sifat semacam itu. Karena Syi'ah tahu sesuatu yang keliru dalam hadis, Syi'ah sangat lembut untuk tidak menyatakan mazhab Sunni ini sebagai sesat (atau kafir) sedemikian jauh (lantaran hanya subjek ini, subjek-subjek ini mempunyai tempat tersendiri). Artikel ini relative panjang karena referensi yang kami berikan.
Hanya sejumlah pertanyaan telah menyertai dengan Rujukan-Rujukan ini dan diskusi bagi masa depan.
1) Apakah Allah mempunyai jari jemari? Dalam hadis pertama dan keempat, Nabi Muhammad SAW tersenyum dan membenarkannya (dari sumber-sumber Sunni). Sedangkan dalam hadis kedua dan ketiga, Nabi Muhammad SAW hanya tersenyum, yang dikenal sebagai pembenaran dari Nabi Muhammad SAW terhdap sebuah subjek.
Untuk informasi anda, semua hadis ini dideklarasikan sebagai Israiliyah (yang disusupkan oleh orang Yahudi dalam teologi Islam) dan tertolak karena satu alasan sederhana; semua itu tidak bersesuai logis dengan kitab Allah.10
Diriwayatkan oleh Abdullah:
Seorang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata,"Wahai Muhammad! Allah akan memegang langit pada satu jari dan gunung pada satu jari, dan pohon-pohon pada satu jari, dan semua makhluk pada satu jari, dan Dia akan mengatakan 'Akulah Raja'!" Mendengar hal itu, Nabi Muhammad SAW tersenyum sampai gigi serinya terlihat dan kemudian membacakan, …' dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)
Abdullah menambahkan : Rasulullah SAW tersenyum (atas pernyataan Yahudi itu) mengungkapkan keheran dan keyakinannya pada apa yang dikatakan.
Diriwayatkan oleh Abdullah:
Seorang lelaki dari Ahlul Kitab datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Abul Qasim, Allah akan memegang langit dengan satu jari, dan bumi dengan satu jari, dan daratan dengan satu jari, dan semua makhluk dengan satu jari dan akan mengatakan ,'Akulah Raja!Akulah Raja!'" Aku melihat Nabi Muhammad SAW (setelah mendengar itu), tersenyum sampai gigi serinya terlihat. Kemudian beliau membacakan ayat,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)
Diriwayatkan oleh Abdullah:
Seorang Rabbi Yahudi datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Muhammad! Allah akan meletakan langit di atas sati jari dan bumi di atas satu jari, pohon-pohon pada satu jari, dan semua makhluk pada satu jari, dan kemudian berkata seraya menunjuk tangan-Nya,'Akulah Raja!'" Mendengar hal itu Rasulullah SAW tersenyum dan berkata,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)
Diriwayatkan oleh Abdullah:
Sekelompok pendeta Yahudi datang kepada Nabi dan berkata, "Pada hari kiamat, allah akan menempatkan seluruh langit pada satu jari dan bumi pada satu jari, air dan daratan padea satu jari, dan semua penciptaan pada satu jari dan Dia akan mengguncang mereka dan berkata,'Akulah Raja! Akulah Raja!" aku melihat Nabi Muhammad tersenyum sampai gigi serinya terlihat mengungkapkan ketakjuban dan keyakinannya pada apa yang telah dia katakan. Kemudian nabi Muhammad SAW membacakan ayat,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya… Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.' (QS. Az-Zumar : 67)
Sufisme hampir ada dalam setiap agama. Baik dalam agama Yahudi, Kristen, mazhab Sunni, ataupun mazhab Syi'ah. Akan tetapi, Syi'ah Dua Belas Imam tidak sepakat dengan teologi ini. Sekalipun sejumlah orang yang berilmu dari mazhab ini telah menerima teologi ini, ia sepenuhnya ditolak.
2 ) Dalam hadis berikut, Allah mengubah bentuk-Nya untuk mebiarkan orang-orang yang mengimani-Nya melihat-Nya dan menerima-Nya sebgai Tuhan yang sejati. Ada sejumlah pertanyaan yang muncul; a) Bagaimana anda mengetahui Tuhan di dunia ini (persis ketika anda tengah membaca artikel ini)? Anggaplah bahwa anda seorang yang beriman dan anda tentunya akan masuk surga. Pertanyaan kami didasarkan pada hadis ini, anda tahu bentuk Allah di dunia ini.
Anda tidak akan mengetahui Allah ketika anda melihat-Nya pertama kali dan anda akan mengatakan kepada kami bagaimana Tuhanmu?; b) Apakah Tuhan bisa dilihat sebagaimana bisa dilihatnya bulan dan matahari?; c) Apakah Allah mengubah bentuk-Nya agar sesuai dengan definisi anda di hari lain?; d) Mengapa Allah datang dan pergi dan kemudian kembali. Pertanyaan kami adalah mengapa waktu mengantarkan-Nya pada hari lain? (Cukuplah sampai di sini. Lihatlah komentar kami pada hadis kedua).
Shahih al-Bukhari, jilid 9, hal. 390, bagian (A): 9532A;11 diriwayatakan dari Atha bin Yazid Laitsi bahwa berdasarkan otoritas dari Abu Hurairah:
Orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah kami melihat Tuhan kami pada hari kebangkitan?" Nabi Muhammad SAW menjawab," Apakah kalian mempunyai kesulitan dalam melihat bulan di malam bulan purnama?" Mereka berkata,"Tidak, wahai Rasulullah."Beliau berkata."Apakah engkau mempunyai kesulitan melihat matahari ketika tidaki ada awan?" Mereka berkata,"Tidak, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,"Maka kalian akan melihat-Nya, seperti itu. Allah akan mengumpulkan seluruh manusia pada hari kiamat dan berkata,'Barangsiapa menyembah sesuatu (di dunia) akan mengikuti (sesuatu itu), maka barangsiapa yang menyembah bulan akan mengikuti bulan, dan barangsiapa biasa menyembah tuhan-tuhan (tuhan palsu) tentu lainnya, ia akan mengikuti tuhan-tuhan palsu tersebut.' Dan hanya akan ada tersisa umat ini dengan manusia-manusia baiknya (atau kaum munafiknya)."
"Allah akan datang kepada mereka dan berkata.'Akulah Tuhanmu!' Mereka akan (menolak-Nya dan) berkata,"Kami akan tetap di sini sampai Tuhan kami datang, karena ketika Tuhan kami datang, kami akan mengenali-Nya."Maka Allah akan mendatangi mereka dengan tampilan-Nya yang mereka kenali, dan berkata, 'Akulah Tuhanmu!' Mereka akan berkata,'Engkaulah Tuhan kami.' Maka mereka akan mengikuti-Nya.
"Maka sebuah jembatan akan terletak melintang menuju neraka. Aku dan para pengikutku akan menjadi orang pertama yang melintasinya dan tak seorangpun akan berbicara pada hari itu selain para rasul. Dan doa para rasul pada hari itu adalah,'Wahai Allah, selmatkanlah! Selamatkanlah!' Di neraka (atau di atas jembatan) terdapat tonjolan seperti duri-duri as-Sa'dan (tanaman berduri). Sudahkah kalian melihat as-Sa'dan? (Mereka menjawab, "Sudah wahai Rasulullah!" Rasulullah bersabda). Begitulah, tonjolan-tonjolan seperti itu duri-duri as-Sa'dan. Namun tak seorangpun yang mengetahui betapa besarnya mereka kecuali Allah. Tonjolan-tonjolan itu akan mematahkan manusia sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka. Sejumlah orang akan tinggal di neraka (dihancurkan) karena perbuatan-perbuatan (buruk) mereka sendiri, dan sebagian akan dipotong dan dirobek-robek oleh tonjolan-tonjolan (dan masuk ke dalam neraka) dan sebagian akan dihukum dan dibebaskan. Ketika Allah telah menyelesaikan hukuman-Nya kepada manusia, Dia akan mengelurkan siapapun yang dia kehendaki melalui rahmat-Nya. Dia akan memerintahkan para malaikat untuk mengeluarkan semua orang dari neraka yang selalu beribadah kepada Allah bukan selain-Nya di antara orang-orang yang membenarkan (di dunia) bahwa tak seorangpun berhak disembah selain Allah. Para malaikat akan mengenali mereka di neraka dengan tanda bekas sujud, karena neraka akan melalap habis seluruh tubuh manusia kecuali tanda yang disebabkan oleh sujud karena Allah telah melarang neraka untuk melalap habis tanda bekas sujud. Mereka akan tampak keluar dari neraka, sepenuhnya terbakar, dan kemudian air kehidupan akan dicurahkan kepada mereka dan mereka akan tumbuh sebagai benih tumbuhan yang muncul dalam lumpur yang deras.
"Kemudian Allah akan menyelesaikan hukuman di tengah-tengah manusia dan tinggal satu orang yang menghadap neraka dan ia adalah terakhir di antara penghuni neraka yang masuk surga. Dia akan berkata,'Wahai Tuhanku, palingkan wajahku dari api karena udaranya telah menyakitiku dan panasnya yang sangat telah membakariku!' Maka dia akan memohon kepada Allah sebagaimana Allah kehendaki menginginkan berdoa, dan kemudian Allah akan berkata kepadanya,'Jika aku memberimu itu, akankah engkau meminta sesuatu yang lain?' Dia akan menjawab,'Tidak, demi kekuatan-Mu (kemuliaan-Mu) aku tidak akan meminta sesuatu yang lain kepada-Mu.'Dia akan memberikan kepada Tuhannya apapun janji dan kesepakatan yang Allah akan tawarkan. Maka Allah akan malingkan wajahnya dari api neraka. Ketika ia akan menghadap surga dan akan melihatnya, ia akan tetap diam selama Allah menghendakinya untuk tetap diam, maka ia akan berkata,'Wahai Tuhanku, dekatkanlah aku ke pintu surga.'Allah akan berkata kepadanya,'Tidakkah engkau memberikan janji-janjimu bahwasanya engkau tidak akan pernah meminta sesuatu yang telah lebih dari apa yang telah kau berikan? Celakalah engkau, wahai putra Adam, alangkah liciknya engkau!' Ia akan berkata,'Wahai Tuhanku,' dan akan terus memohon kepada Allah sampai Dia berkata kepadanya, 'Jika Aku memberimu apa yang kau minta, apakah engkau akan meminta sesuatu yang lain?'Dia akan menjawab, 'Tidak, demi kekuatan (kemualiaan)-Mu, aku tidak akan meminta sesuatu yang lain."
"Maka ia akan memberikan janjinya kepada Allah dan kemudian Allah akan mendekatkannya ke pintu surga. Ketika ia berdiri di depan pintu surga, surga akan terbuka lebar di depannya, dan dia akan menyaksikan keagungan dan kesenangan dimana ia akan tetap diam selama Allah akan menghendakinya untuk tetap diam, dan lalu ia akan berkata,'Wahai Tuhanku, izinkanlah aku kedalam surga!' Allah akan berkata,Bukankah engkau berjanji bahwa engkau tidak akan meminta sesuatu yang lain lebih dari apa yang engkau janjikan?'Allah akan berkata,'Celakalah engkau, wahai putra Adam! Betapa liciknya engkau!' Orang itu akan berkata,'Wahai Tuhanku, janganlah engkau jadikan aku sebagai sengsara-sengsaranya makhluk-Mu!' Dan ia akan terus memohon kepada Allah hingga Allah akan tertawa karenya, Dia akan berkata,'Masukilah surga!' Dan ketika ia akan memasukinya, Allah akan berkata kepadanya, 'Harapkanlah sesuatu!' Maka ia akan meminta kepada Tuhannya, dan ia akan meminta banyak hal, karena Allah sendiri akan mengingatkannya untuk meminta hal-hal tertentu dengan ucapan dengan mengatakan, '(Mintalah) wahai fulan!' Ketika tidak ada lagi yang diminta, Allah akan mengatakan, 'Ini untukmu, dan pasangannya (adalah untukmu) juga."'
Atha bin Yazid menambahkan: Abu Sa'id Khudri yang sedang bersama Abu Hurairah tidak menolak apapun yang dikatakan oleh yang ke dua, namun ketika Abu Hurairah mengatakan bahwa Allah telah mengatakan, "Ini untukmu dan pasangannya juga," Abu Sa'id Khudri berkata, "Dan sepuluh kali lipat, wahai Abu Hurairah!" Abu Hurairah berkata, 'Aku tidak ingat, selain dengan mengatakan, 'Itu untukmu dan pasangannya juga."' Abu Sa'id Khudri kemudian berkata, 'Aku bersaksi bahwa aku ingat akan perkataan Nabi, 'Itu untukmu, dan sebanyak sepuluh kali."' Abu Hurairah kemudian menambahkan, "Orang itu adalah orang terakhir penduduk surga yang masuk surga."
Dalam hadis berikut yang sangat mirip dengan hadis yang disebutkan di atas, Allah mempunyai suatu tanda khusus pada kaki (atau betisnya). Sudikah anda mengatakan kepada kami apabila anda telah melihal tanda seperti itu, apakah tanda ini dan bagaimana orang-orang Syi'ah sesat bisa melihal tanda ini sehingga mereka bisa mengenali Tuhan mereka juga? Diriwayatkan oleh Abu Sa'id Khudri:
Kami berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah kami akan melihal Tuhan kami di hari kebangkitan?" Beliau menjawab, "Apakah engkau punya kesulitan dalam melihal matahari dan bulan ketika langit cerah?" Kami menjawab, "Tidak." Beliau menjawab, "Engkau tidak akan memiliki kesulitan dalam melihal Tuhanmu pada hari itu sebagaimana engkau tak punya kesulitan dalam melihal matahari dan bulan (di langit yang cerah)." Nabi Muhammad SAW kemudian berkata, "Seseorang kemudian akan berkata, 'Hendaknya setiap kaum mengikuti apa yang mereka sembah."' Maka para sahabat berduyun-duyun akan bersama rombongan mereka, dan para penyembah berhala (akan pergi) bersama sembahan-sembahan mereka, dan para sahabat setiap Tuhan (tuhan-tuhan palsu) akan pergi bersama tuhan. mereka, sampai hanya tersisa mereka yang biasa menyembah Allah, baik mereka yang taat maupun durhaka, dan sebagian dari Ahlul Kitab.
Kemudian neraka akan dihadirkan kepada mereka seolah-olah ada sebuah bayangan. Kemudian akan dikatakan kepada kaum Yahudi, Apa yang biasa kau sembah?' Mereka berkata, 'Kami biasa menyembah Uzair, putra Allah.' Dikatakan kepada mereka, 'Kalian adalah para pendusta, karena Allah tidak punya seorang istri atau pun anak. Apa yang kalian inginkan (sekarang)?' Mereka akan menjawab, 'Kami ingin Engkau menyediakan kami dengan air.' Maka akan dikatakan kepada mereka, 'Minumlah!' Dan mereka akan dimasukkan ke dalam neraka sebagai gantinya.
Kemudian akan dikatakan kepada kaum Kristen, 'Apa yang biasa kalian sembah?' Mereka akan menjawab, 'Kami biasa menyembah al-Masih, putra Allah.' Dikatakan kepada mereka, 'Kalian adalah para pendusta, karena Allah tidak memiliki seorang istri atau pun anak. Apa yang kalian inginkan (sekarang)?' Mereka akan mengatakan, 'Kami ingin Engkau menyediakan kami air.' Dikatakan kepada mereka, `Minumlah!' Dan mereka akan masuk ke dalam neraka (sebagai gantinya). Ketika hanya tinggal orang-orang yang menyembah Allah (saja), baik mereka yang taat maupun yang durhaka, Apa yang menahan Anda di sini ketika semua orang telah pergi?' Mereka akan berkata, 'Kami berpisah dengan mereka (di dunia) ketika kami sangat membutuhkan mereka ketimbang kami hari ini, kami mendengar seruan dari orang yang menyatakan, 'Biarkanlah setiap kaum mengikuti apa yang biasa mereka sembah,' dan kini kami tengah menantikan Tuhan kami.' Maka Yang Mahakuasa akan datang kepada mereka dalam satu bentuk lain dari apa yang mereka lihal pertama kali, dan Dia akan berkata kepada mereka, Akulah Tuhanmu!' Dan mereka akan mengatakan, 'Engkaulah bukan Tuhan kami.' Dan tak seorang pun yang berbicara kepada-Nya, selain para nabi, dan kemudian akan dikatakan kepada mereka, 'Apakah kalian mengetahui tanda-tanda yang dengannya kalian bisa mengenali-Nya?'
Mereka akan berkata, 'Betis!' Dan kemudian Allah akan menyingkapkan betis-Nya dimana setiap orang yang bersujud kepada-Nya dan akan tersisa dari mereka orang-orang yang bersujud hanya untuk pamer dan untuk mendapatkan nama baik. Orang-orang ini akan mencoba untuk bersujud namun punggung mereka begitu kaku seperti sebatang kayu (dan mereka tidak akan mampu untuk bersujud). Kemudian jembatan akan melintasi neraka. (Kami para sahabat Nabi berkata, 'Wahai Rasulullah! Apakah jembatan itu?') Beliau menjawab, 'Itu adalah (jembatan) licin yang di atasnya ada penjepit dan, (tonjolan ) seperti biji yang berduri yang luas di satu sisi dan sempit di sisi lain dan mempunyai duri-duri dengan ujung-ujung bengkok. Biji berduri seperti itu ditemukan di Najd dan disebut as-Sa'dan. Sebagian orang beriman akan melintasi jembatan itu secepat kedipan mata, sebagian lain secepat kilat, angin yang kuat, kuda-kuda atau unta-unta betina yang kencang. Juga sebagian akan selamat tanpa gangguan apapun. Sebagian akan selamat setelah menerima sejumlah goresan, dan sebagian akan jatuh masuk ke dalam api neraka. Orang terakhir akan menyeberang dengan diseret (di atas jembatan). Kalian (Muslim) tidak bisa lebih menekan dalam mengklaim dariku suatu hak yang secara jelas telah dibuktikan sebagai milikmu ketimbang orang-orang beriman dalam memberikan syafaat Yang Maha Kuasa bagi saudara-saudara (Muslim) mereka pada hari itu, ketika mereka melihal diri mereka sendiri selamat.
Mereka akan mengatakan, 'Ya Allah, (selamatkanlah) saudara-saudara kami (karena mereka) biasa berdoa dengan kami, berpuasa dengan kami, dan berbuat kami dengan kami!' Allah akan berfirman,'Pergi dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang halinya engkau temukan keimanan yang setara bobotnya dengan satu koin (emas) dinar!' Allah akan melarang neraka membakar wajah-wajah para pendosa tersebut. Mereka akan pergi bersama para pendosa dan menemukan sebagian dari mereka di neraka sampai kaki mereka, dan sebagian dari mereka hingga ke pertengahan kaki-kaki mereka. Mereka akan mengeluarkan orang-orang yang mereka akan kenali dan kemudian mereka akan kembali, dan Allah akan berkata kepada mereka, 'Pergilah dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang di halinya engkau temukan keimanan yang bobotnya satu setengah dinar!' Mereka akan mengeluarkan orang-orang yang mereka kenali dan kembali lagi. Kemudian Allah akan berkata,'Pergi dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang di halinya engkau temukan keimanan yang setara dengan atom (atau seekor semut terkecil)! Dan mereka pun akan mengeluarkan orang-orang yang mereka kenali.' Abu Sa'id berkata, 'Jika engkau tidak mempercayaiku, maka bacalah ayat suci,
Sesungguhnya Allah tiada melakukan kezaliman walaupun sebesar atom dan jika ada perbuatan baik maka Dia melipatgandakannya dan memberikan pahala menurut yang dikehendakinya
(QS. an=Nisa : 40)!"
(Nabi Muhammad SAW menambahkan), "Maka para nabi dan malaikat dan orang-orang beriman akan memberi syafaat, dan (terakhir dari semuanya) Allah Yang Maha kuasa akan berkata,'Kini tinggal syafaat-Ku.' Kemudian Dia akan menahan segenggam api yang darinya Dia akan mengeluarkan sejumlah orang yang tubuh-tubuhnya telah terbakar, dan mereka akan dilemparkan ke dalam sungai di pintu masuk surga, yang bernama air kehidupan.
Mereka akan tumbuh pada tepi-tepinya, seperti sebulir benih yang dibawa oleh arus deras. Kalian telah melihal bagaimana ia tumbuh di samping batu karang atau di samping pohon, dan bagaimana sisi yang menghadap matahari biasanya berwarna hijau, sementara sisi yang menghadap bayangan berwarna putih. Orang-orang tersebut akan keluar (dari Sungai Kehidupan) seperti mutiara-mutiara, dan mereka akan menjadi kalung emas. Kemudian mereka akan memasuki surga sementara penghuni surga akan berkata, 'Inilah orang-orang yang dibebaskan dengan rahmat. Dia telah membiarkan mereka memasuki surga tanpa mereka melakukan perbuatan baik apapun dan tanpa mengirimkan kebaikan apapun (bagi diri mereka sendiri).' Maka akan dikatakan kepada mereka, 'Untuk kalian adalah apa yang telah kalian lihal dan sejenisnya juga."'
Hadis-hadis berikut juga diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, 9529, bahwa diriwayatkan oleh Jarir:
Kami tengah duduk-duduk bersama Nabi dan beliau memandang bulan di malam bulan pumama dan berkata, "Kalian, manusia, akan melihal Tuhan kalian sebagaimana kalian melihal bulan purnama ini, dan niscaya kalian tidak menemukan kesulitan dalam melihal-Nya, maka jika kalian bisa menghindari ketinggalan (melalui tidur atau bisnis dan seterusnya) shalat sebelum fajar dan shalat sebelum (Ashr) kalian harus berbuat demikian!"'12
Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 9530, diriwayatkan dari Jarir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Kalian akan melihal Tuhanmu secara pasti dengan matamu sendiri!"
Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 9531, diriwayatkan dari Jarir: Rasulullah SAW hadir di depan kami di malam bulan purnama dan berkata, "Kalian akan melihal Tuhanmu pada hari kiamat sebagaimana engkau melihal ini (bulan purnama) dan niscaya kalian tidak punya kesulitan dalam melihal-Nya!"'13
Dimanakah Tuhan? Dimanakah Manusia?
Jika anda ingat, kita menemukan bahwa Allah mempunyai sejumlah jari, dua betis, yakni betis kiri dan betis kanan, dan tanda khusus pada salah satu kaki-Nya yang hanya diketahui oleh saudara Sunni dan mereka akan mengetahui Allah di hari kiamat menggunakan tanda khusus ini pada betis Allah.
Ketika menyelidiki penciptaan Hawa (wanita) dan Adam (lelaki), kami akhirnya menemukan hal-hal yang lebih tentang Allah Yang Maha Kuasa. Dia lebih kecil daripada salah satu bangunan di kota New York atau malah sebatang pohon. Tinggi-Nya hanya sekitar tiga puluh meter. Menggabungkan tanda-tanda ini dari Yang Maha Kuasa, kami harap lebih dekat lagi dengan Allah Yang Maha Tinggi.
Kami juga mendorong para ilmuwan Islam dan non-Islam untuk meneliti manusia pertama di muka bumi, yakni Adam. Tinggi Adam adalah tiga puluh meter.
Demikian juga, apabila para ilmuwan secara cermat memeriksa tulang-belulang yang tersisa sepanjang sejarah, mereka harus mampu menemukan suatu pola linier bagi tinggi manusia hingga ke ayah mereka. Pasalnya, umat manusia menurun tinggi tubuhnya dari 30 meter hingga 1,7 meter dewasa ini. Kami jamin para ilmuwan bahwa hasil-hasil lain adalah salah, dan mereka harus lebih menyelidiki tentang ini sebelum menyelesaikan penelitian mereka. Umpamanya, apabila mereka menemukan manusia es hampir setinggi manusia sekarang, pasti mereka salah. Semakin tua, semakin tinggi tulang-belulangnya. Semoga Allah membimbing para ilmuwan kita ke jalan yang benar.
Sesungguhnya, kami heran mengapa mereka tidak melakukan riset apapun. Mereka harus menaati hadis-hadis ini dan menurunkan hukum-hukum ilmiah mereka segera. Sekalipun sebuah hadis tidak sama dengan sebuah ayat Quran, apakah kita tidak membayangkan untuk mendengarkan hadis-hadis dan menaati mereka?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 8246, diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Allah menciptakan Adam dalam citra-Nya, enam puluh cubit (ukuran panjang zaman dulu, kira-kira 30 cm - penerj.) Ketika Dia menciptakannya, Dia berkata (kepadanya),'Pergilah dan salamilah barisan malaikat yang duduk di sana, dan dengarkanlah apa yang mereka akan katakan sebagai jawaban kepadamu, karena itu merupakan salammu dan salam keturunanmu!" Adam (pergi dan berkata) berkata, 'Assalamu 'alaikum (kesejahteraan atas kalian)!' Mereka menjawab, 'Assaldmu 'alaika wa rahmatullahi (kesejahteraan dan rahmat Allah atasmu)!' Begitu mereka tambahkan, 'Wa rahmatullah.' Nabi Muhammad SAW mengimbuhkan, 'Maka barangsiapa yang akan masuk surga, termasuk dari bentuk dan gambaran Adam karena kemudian penciptaan keturunan Adam (yakni postur tinggi manusia berkurang secara tunak /terus menerus) hingga sekarang ini."'
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4543, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Allah menciptakan Adam, dengan tinggi tubuhnya sekitar 60 cubit. Ketika Dia menciptakannya, Dia berfirman kepada Adam, 'Pergilah dan salamilah barisan malaikat dan simaklah jawaban mereka, karena ia merupakan salammu dan salam (dari keturunanmu)!' Maka, Adam berkata (kepada para malaikat), 'Assalamu 'alaikum.'Para malaikat menjawab, 'Assalamu 'alaika wa rahmatullahi.' Jadi para malaikat menambahkan ucapan salam Adam dengan ungkapan, 'Wa rahmatullahi: Setiap orang yang akan masuk surga akan menyerupai Adam (dalam penampilan dan postur). Manusia telah mengalami penurunan tinggi badan sejak penciptaan Adam.
Allah Tidak Menyerupai Makhluk-makhluk-Nya
Kemudian anda berkata berdasar riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Allah menciptakan Adam menurut gambar-Nya, enam puluh cubit (sekitar 30 meter). Ketika Dia menciptakannya, Dia berkata (kepadanya).."
Artikel 'Nya' di sini maksudnya Adam, yang berarti bahwa Allah menciptakan Adam menurut gambar-Nya, yakni Adam bukanlah seorang anak kecil yang kemudian tumbuh menjadi dewasa seperti manusia lain. Ini artinya juga menolak teori Darwinisme: Adam diciptakan menurut gambarnya sendiri (60 cubit...) dan tidak bersumber dari makhluk binatang lainnya.
Dalam hadis, kata yang digunakan sebagai 'gambarnya' adalah 'ala shuratihi.
Kita mafhum bahwa Allah mengetahui rencana-Nya untuk seluruh alam sejak awal dimana umat manusia tidak menyadari rencana tersebut. Rencana tersebut adalah rencana, ia bukan gambaran sesuatu. Saat anda mengatakan bahwa anda memiliki sebuah gambar, itu artinya anda benar-benar ada. Dengan demikian, anda ada, anda punya sebuah gambar. Jadi, gambar merupakan sifat dari sesuatu atau manusia yang ada. Itulah sebabnya selembar foto disebut sebuah 'gambar'. Apabila anda melihat gambar seekor hewan, anda akan mengatakan bahwa hewan tersebut benar-benar ada (sekarang) atau ia benar-benar ada (dulunya). Ketika Allah hendak menciptakan Adam, (sebelumnya) tidak ada Adam. Tidak ada gambar Adam, karena (sebelumnya) tidak ada Adam. Akibat dari penalaran ini, 'Nya' dalam 'gambar-Nya' merujuk pada Allah, dan bukan merujuk pada Adam.
Sebaliknya, sebuah rencana yang tidak diterapkan bagaimanapun tetap sebuah rencana dan tidak pernah dirujuk sebagai gambar. Hadis yang telah dibicarakan sebagai berikut; "Dan Allah menciptakan Adam berdasarkan rencana-Nya," atau "Dan Allah menciptakan dengan ilmuNya," atau "Dan Allah menciptakan Adam dengan kekuasaan-Nya."
Anda tidak pernah bisa menemukan satu hadis pun (sekalipun hadis sampah) yang berbunyi, "Dan Allah menciptakan bumi menurut gambarnya.", atau "Dan Allah menciptakan seekor sapi menurut gambarnya."
Tidak ada satu ayat pun dalam apa yang disebut Injil atau buku hadis dimana Allah telah menciptakan seekor keledai menurut gambamya. Bagaimanapun ada sejumlah hadis di awal Perjanjian Lama seperti "Dan Tuhan menciptakan Adam menurut gambarannya."
Alasannya sederhana, ketika kita membincangkan rencana, ia adalah rencana dan bukan suatu gambar. Anda ragu, tanyalah lima milyar manusia normal dan mereka akan mengatakan kepada anda apa yang mereka pahami dari pernyataan ini!
Cara Allah Memenuhi Neraka
Sebagaimana telah anda ketahui sejak sekarang, Allah mempunyai sosok seperti manusia dengan tinggi 30 meter, dua betis dengan suatu tanda khusus pada salah satu betisnya. Betis ini sangatlah berguna. Suatu waktu ia bisa membungkam neraka. Kami pun penasaran ingin mengetahui berapa banyak anda akan menggunakan kaki anda untuk memadamkan api.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6372, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Dikatakan kepada neraka, "Apakah engkau sudah penuh?" Neraka akan mengatakan, "Apakah ada tambahan?" Pada saat itu Allah akan meletakkan kaki-Nya ke dalam neraka, dan neraka akan berkata, "Cukup, cukup!"
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6373, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Surga dan neraka saling berdebat. Neraka berkata, "Aku telah diberi hak istimewa untuk menerima orang-orang yang sombong dan para penguasa." Surga berkata, "Apa yang terjadi padaku? Mengapa hanya orang yang lemah dan rendah di antara manusia yang memasukiku?" Pada saat itu Allah berkata kepada surga, "Engkaulah rahmat-Ku yang Aku limpahkan pada siapapun yang Aku kehendaki dari hamba-hamba-Ku." Kemudian Allah berkata kepada neraka,
"Engkaulah (sarana) azab-Ku yang dengannya Aku menyiksa siapapun yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu. Dan masing-masing kalian akan terisi penuh." Adapun neraka ia tidak terisi penuh sampai Allah meletakkan kaki-Nya dalamnya dan kemudian neraka akan berkata, "Qath, qath! (cukup, cukup)." Pada saat itu, neraka akan terisi penuh dan bagian-bagiannya yang berbeda akan saling mendekati, dan Allah tidak akan menyalahkan salah satu makhluk-Nya. Berkaitan dengan surga, Allah menciptakan penciptaan baru untuk mengisi surga.
Demikian pula, neraka ini tidak bisa menahan lingkungan panasnya pada dirinya sendiri. Kami sungguh tidak memahami bagaimana lingkungan semacam itu bisa menciptakan udara dingin juga.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4482, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Neraka mengeluhkan kepada Tuhannya dengan mengatakan, "Wahai Tuhanku! bagian-bagianku yang berbeda saling memakan." Maka, Dia membiarkannya untuk menarik napas dua kali, satu di musim dingin, dan satu lagi di musim panas, dan ini merupakan alasan bagi panas yang menyengat dan dingin yang menggigit yang anda temukan (di musim-musim tersebut).' 14
Abu Hurairah atau Paul?
Barangkali anda telah mendengar nama Paulus. Ada seorang Paulus sebagai murid Yesus (Isa). Namun Paulus yang sohor ini bukanlah yang dimaksud. Dialah orang yang (sebagian mengatakan) tidak melihat Yesus sendiri kecuali dalam mimpinya. Dia menentang agama Kristen pada saat-saat tersebut, dan setelah turunnya wahyu dalam sebuah mimpi, ia menjadi seorang Kristen, dan ia menjadi bapaknya orang-orang Kristen sekarang ini. Tak seorang pun menanyakan kepadanya pada saat tersebut; Dimanakah anda putraku ketika Yesus berada di atas salib? Mengapa anda mengklaim bahwa anda bisa mengembangkan, menjelaskan, dan membela sekarang ini yang anda perjuangkan selama beberapa tahun?
Maksud kami adalah: Dia menjadi pilar agama Kristen dan sumber wahyu. Segala sesuatu, kemudian, muncul melaluinya. Beberapa peraturan dan teologi Kristen, semuanya muncul melalui ujaran-ujaran kalimatnya yang tidak termasuk pada agama asli di permulaan. Berapa banyak kalimat, anda pikir, yang menyebabkan orang-orang Kristen menyimpang dari akar-akar sejati mereka?
Ada seseorang yang bernama Abu Hurairah yang sejarahnya akan kami bawakan beberapa saat lagi. Orang ini menceritakan dirinya sendiri seperti ini:
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 1113, diriwayatkan oleh Abu Hurairah; "Tidak ada seorang pun di antara para sahabat Nabi yang telah meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang aku kecuali Abdullah bin Amri (Ibnu Ash) yang biasa menuliskan hadis-hadis dan aku tidak pernah melakukan hal yang sama."
Dari keseluruhan Shahih al-Bukhari yang jumlahnya sembilan jilid memuat sekitar 7068 hadis. Dari hadis-hadis ini, sekitar 1100 hadis diriwayatkan dari orang ini. Dalam madah lain, 15.56% dari seluruh hadis dalam Shahih al-Bukhari (sekitar 1/6). (Kami akan memberikan kepada anda sejumlah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Shahih Muslim).
Sebagaimana yang kami tunjukkan, Abu Hurairah sendiri menentang ilmu. Hadis berikut merupakan hadis lain dimana ia secara jelas meriwayatkan sebuah hadis yang tidak senafas dengan apa yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu Salamah. Jika kita menerima bahwa Aisyah dan Ummu Salamah berada dalam rumah Nabi lebih daripada istri-istri lainnya, dengan mudah kita bisa menyaksikan masalah di sini. Hadis ini diterjemahkan oleh penerjemah hanya sampai akhir dari paragraf pertama. Kemudian ia berhenti menerjemahkan. Akan tetapi teks Arabnya masih ada. Sisanya merupakan terjemahan kami sendiri. Apabila anda tidak percaya, kami sarankan anda untuk merujuk teks Arabnya. Sebagai tambahan, kami akan menyampaikan kepada anda sumber-sumber lain untuk penjelasan dan terjemahan yang kami buat.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 3148, diriwayatkan Aisyah dan Ummu Salamah:
Kadang-kadang Rasulullah SAW biasa bangun pagi hari masih dalam keadaan janabah setelah melakukan hubungan seksual dengan istriistrinya. Baru kemudian ia mandi dan berpuasa. Marwan berkata kepada Abdurrahman bin Harits, "Bersumpahlah kepada Allah bahwa dengan (mendengar) ini, Abu Hurairah akan berteriak!" Pada saat itu, Marwan berada di Madinah dan Abu Bakar berkata tidak menyukai hal ini. Kemudian kami berkumpul di Dzi Hulaifah dimana Abu Hurairah memiliki sepetak tanah. Abdurrahman berkata kepada Abu Hurairah, "Aku sedang mengatakan kepadamu hal ini, dan jika Marwan tidak menyuruhku (dengan bersumpah) untuk hal ini, niscaya aku tidak akan menyebutkan hal ini kepadamu." Kemudian ia mulai meriwayatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu salamah. Ia (Abu Hurairah) berkata, "Fadhl bin Abbas meriwayatkan kepadaku demikian dan ia lebih berilmu." Hammam dan Abdullah bin Umar meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk berbuka puasa, (secara jelas) rantai pertama (dari Aisyah dan Ummu Salamah) lebih terpercaya.'15
Sekali lagi saudara Sunni menyampaikan miskonsepsinya. Dia berargumen bahwa Abu Hurairah tinggal sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW selama beberapa tahun, ia tidak pergi ke pasar (sebagaimana para sahabat lain).
Kami menjawab: Apakah anda tahu berapa lama Abu Hurairah tinggal bersama Nabi Muhammad SAW? Jawabannya didapatkan dalam referensi-referensi Sunni berikut: AI-Milal wa an-Nihal oleh Ibnu Jawziah, dan Sirahi ibn Hisyam. Dikatakan dalamnya, Abu Hurairah menjadi seorang Muslim hanya dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW wafat. Oleh karenanya, bagaimana bisa ia melaporkan sekitar 2000 hadis dalam Shahih al-Bukhari, sementara hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, atau Fathimah Zahra jumlahnya sangat sedikit? Bagaimana anda menerangkan hal ini? Kami tertarik pada jawaban objektif dan ilmiah anda yang didukung oleh sejumlah Rujukan.'16
Di antara semua sahabat dan orang-orang yang mengunjungi Nabi, hanya sedikit hadis yang diriwayatkan di antara sebagian besar hadis-hadis dalam Shihah. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Sementara hadis-hadis lain menyebutkan bahwa setidaknya 1400 orang menyertai Nabi di Hudaibiyah. Madinah sendiri mempunyai lebih dari 3000 penduduk. Dalam peristiwa Penaklukan Mekkah (fath al-mubin), lebih dari 10.000 orang ikut mendukung. Dalam haji terakhir Nabi, lebih dari jumlah yang sama ada bersama Nabi. Dari semua orang ini, hanya sedikit orang yang telah disebutkan dalam Shihah. Sebagian dari orang ini, seperti Abu Hurairah -baru masuk Islam hanya dua sampai tiga tahun sebelum wafatnya Nabi. Contoh lain, misalnya, Ummul Mukminin Aisyah. Dia meriwayatkan banyak hadis juga. Mari kita lihat berapa umurnya saat itu.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5236, diriwayatkan oleh ayahnya Hisyam bahwa Khadijah meninggal tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Beliau tinggal di sana selama lebih kurang dua tahun dan kemudian ia menikahi Aisyah sewaktu ia berusia 6 tahun dan beliau menjalankan pernikahan tersebut ketika Aisyah berusia sembilan tahun.
Sebagian perhitungan sederhana menyatakan bahwa: Pertama, Nabi berhubungan dengan Aisyah satu tahun sebelum hijrah ke Madinah. Pada saat itu, Aisyah berumur enam tahun. (Hadis lain diriwayatkan oleh Aisyah sendiri bahwa ia masih bermain-main dengan boneka pada usia-usia tersebut); Kedua, Nabi menikahinya pada tahun kedua hijrah, ketika Aisyah berusia sembilan tahun; Ketiga, anggaplah bahwa Nabi tinggal hanya sepuluh tahun setelah hijrah, berarti Aisyah hanya hidup selama delapan tahun bersama Nabi dalam usia dewasanya. Satu hal lagi yang harus dicatat bahwa sebagaimana kami akan memberikan referensi-referensi yang tepat, seorang perempuan mudah melupakan perkataan, atau kata-kata mereka sendiri. Ini hal yang alamiah pada diri perempuan. Di samping itu, Aisyah tidak mempunyai suatu watak kemanusiaan yang unggul. Adalah lumrah menduga bahwa ia mungkin telah mengalpakan sejumlah hadis dalam bentuk hakikinya.
Sekarang mari kita lihat beberapa di antaranya. Kami akan memberi anda sejumlah statistik berkenaan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang berbeda. Kami tidak mendakwa bilangan-bilangan ini akurat, karena kami tidak menghitung mereka dengan jari.
Satu-satunya orang yang hadis-hadisnya dihitung oleh kami dan secara pribadi adalah Ali bin Abi Thalib dan putra-putranya. Sebagian hadis yang ditulis secara berulang-ulang oleh Bukhari juga dipertimbangkan dalam bilangan-bilangan berikut. Sebagai hasilnya, anda harus mengurangi 100 dari semua sejenak.
Jumlah hadis dalam 9 jilid kitab Bukhari sebanyak 7068 buah, dimana dari riwayat Aisyah sebanyak 1250 (17,68%), Abu Hurairah sebanyak 1100 (15,56%), Abdullah bin Umar sebanyak 1100 (15,56%), Anas bin Malik sebanyak 900 (12,73%), Abdullah bin Abbas sebanyak 700 (9,9%), Jabir bin Abdillah sebanyak 275 (3,89%), Abu Musa Asy'ari =165 (2,33%), Abu Said Khudri sebanyak 130 (1,84%), Ali bin Abi Thalib sebanyak 79 (1,11%), Umar bin Khathab sebanyak 50 (0,71%), Ummu Salamah sebanyak 48 (0,68%), Abdullah bin Mas'ud sebanyak 45 (0,64%), Muawiyah bin Abu Sufyan sebanyak 10 (0,14%), Hasan bin Ali sebanyak 8 (0,11%), Ali bin Husain sebanyak 6 (0,08%), Husain bin Ali sebanyak 2 (0.03%)
Sebagaimana yang bisa anda lihat, hanya sedikit hadis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan, apalagi, dari putranya-putranya. Kami belum memberikan data lain dari para perawi lainnya. Penulis kitab ini, Bukhari hidup sezaman dengan Imam Muhammad Baqir bin Ali bin Husain, dan Imam Ja'far bin Muhammad. Dia tidak meriwayatkan satu hadis pun dari mereka berdua. Padahal, Imam Ja' far dan Imam Baqir tengah meriwayatkan hadis dari ayah-ayah mereka hingga Ali bin Abi Thalib, dan akhirnya dari Nabi sendiri. Dalam madah lain, Bukhari tidak mengkaui putra-putra Ali bin Abi Thalib ini yang pantas untuk meriwayatkan hadis, dan ia beranggapan bahwa mereka adalah para pendusta.
Apabila anda melihal sumber-sumber hadis Syi'ah, anda akan temukan bahwa orang-orang ini tidaklah diam. Mereka meriwayatkan banyak hadis dari datuk-datuk mereka hingga Ali bin Abi Thalib, dan akhirnya dari Nabi. Apakah itu tidak menarik?
Hadis berikut tidaklah asing sejauh kandungannya diperhatikan. Di awal, Abu Hurairah meriwayatkan hadis dari Nabi. Ketika orang-orang bertanya kepadanya apakah ia mendengar hadis ini dari Nabi ataukah tidak, ia menjawab bahwa ia tidak mendengar dan ia meriwayatkan dari dirinya sendiri.
Pertama, apa yang kami inginkan anda agar melakukan hal itu untuk kami adalah anda menggunakan papan tulis anda dan secara jelas memisahkan hadis pertama dalam dua bagian; bagian pertama adalah yang diucapkan oleh Nabi, dan bagian kedua yang dibicarakan hanya oleh Abu Hurairah.
Ke dua, kami ingin anda mengatakan kepada kami secara jelas mengapa orang-orang bertanya kepadanya mengenai apakah kata-kata tersebut dilontarkan oleh Nabi? Sejauh pengetahuan kami, orang-orang mengajikan pertanyaan ini hanya jika kandungan hadis tersebut benar-benar ganjil bagi mereka, seperti hadis-hadis yang membicarakan masa depan dan sejumlah peristiwa yang tidak dapat dipercayai oleh mereka dan terjadi pada masa-masa tersebut. Apakah yang ganjil dalam hadis ini dan mengapa orang-orang bertanya kepada Abu Hurairah tentang apakah yang ia katakan itu berasal dari Nabi ataukah tidak.
Ke tiga, kami ingin anda mengatakan kepada kami dengan jelas apakah yang akan terjadi apabila orang-orang tidak bertanya kepada Abu Hurairah apakah setiap bagian dari hadis itu benar-benar dikatakan oleh Nabi ataukah tidak.
Ke empat, jika orang-orang tidak bertanya kepada Abu Hurairah, apakah hadis itu dikatakan oleh Nabi ataukah tidak, tampaknya orang-orang akan menganggap seluruh hadis itu sebagai kata-kata Nabi. Nyatanya, di samping itu, bahwa Abu Hurairah mengatakan sesuatu tentang dirinya sendiri dan menyisipkan kata-kata tambahan ke dalam sebuah hadis yang diriwayatkan (barangkali) oleh Nabi. Kami ingin anda secara jelas mengatakan kepada kami mengapa anda mempercayai seseorang yang telah menambahkan sejumlah kata dari dirinya sendiri ke dalam kata-kata Nabi:
Ke lima, sudikah anda menukilkan semua hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang diterima oleh Bukhari dan Muslim dan secara jelas menggambarkan sebuah garis antara bagian-bagian yang dibicarakan oleh Nabi dan kata-kata yang diucapkan oleh Abu Hurairah?
Sesungguhnya kami tidak mengerti bagaimana seorang manusia membiarkan dirinya sesuatu yang belum mendengar dari hTabi dan menisbatkannya pada
Nabi kata-kata tanpa peringatan sekalipun sebelumnya. Atau, mengapa ia mengatakan sesuatu dari dirinya sendiri sebelum secara jelas menyatakan di permulaan tentang kata-katanya sendiri bahwa ini (kata-kata tambahan tersebut) adalah kata-katanya sendiri dan bukan kata-kata Nabi?
Contoh kedua secara gamblang menunjukkan bahwa Abu Hurairah telah menambahkan sesuatu pada perkataan Nabi. Bagaimana halnya atas kasus-kasus dimana tak seorang pun telah meriwayatkan sesuatu yang diberikan oleh Abu Hurairah?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7268, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Nabi bersabda, "Sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah yang diberikan ketika seseorang sedang kaya, dan tangan yang terulur lebih baik dari tangan yang menerima dan anda harus memulai pertama-tama mendukung para pembelamu." Kemudian Abu Hurairah melanjutkan, 'Seorang istri berkata, 'Anda seharusnya menyediakanku makanan atau menceraikan aku." Seorang budak berkata, "Berilah saya makanan dan nikmatilah pelayananku!" Seorang anak berkata, "Berilah aku makanan! Kepada siapakah engkau meninggalkanku?" Orang-orang berkata, "Wahai Abu Hurairah, apakah engkau mendengar itu dari Rasulullah?" Dia berkata, "Tidak, itu dari diriku sendiri."'
Kami ingin anda mengetahui mengapa Abu Hurairah sering menambah-nambah di beberapa tempat lainnya juga?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7492, dari Anas bin Malik yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Jangan minum di ad-Dubba' atau di al-Muzhaffaf!" Abu Hurairah biasa menambahkan kepada keduanya al-Hantam dan Naqir."
Asal-usul Abu Hurairah
Saudara-saudara Sunni biasanya menukil sejumlah ayat Quran guna memperlihatkan bahwa para sahabat yang turut andil dalam perjanjian Hudaibiyah telah mempunyai standar (kebaikan) tinggi dan dipandang sangat terhormat. Baiklah, kami tidak ingin mendiskusikan kebenaran interpretasi dan pemahaman di sini.
Apakah anda mengetahui bahwa Abu Hurairah bukanlah seorang Muslim pada saat-saat tersebut dan tentu saja tidak menyaksikan perjanjian Hudaibiyah?
Benar, Abu Hurairah tidak pernah menyaksikan perjanjian Hudaibiyah.
Abu Hurairah adalah seorang Yahudi, menjadi Muslim pada hari Khaibar yang terjadi satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah dan hanya tiga tahun hidup bersama Nabi.
Abu Hurairah menjadi Muslim pada hari Khaibar. Ini dibenarkan oleh Jabir bin Abdillah (hadis kedua). Abu Hurairah datang kepada Nabi selama perang Khaibar.
Kami tak perlu menekankan noktah ini bahwa perang Khaibar terjadi antara kaum Muslim dan Yahudi. Abu Hurairah adalah seorang Yahudi sebelum ia menjadi Muslim.
Abu Hurairah bersama Nabi hanya tiga tahun. Dia sendiri membenarkan dalam hadis pertama, "Saya menikmati persahabatan dengan Rasulullah selama tiga tahun."
Barangkali, anda mengetahui lebih baik bagaimana yang lainnya menyalaminya'ketika ia menjadi Muslim pada hari itu.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4789, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Saya menikmati persahabatan dengan Rasulullah selama tiga tahun, dan selama tahun-tahun kehidupan lain dari kehidupan saya, tidak pernah saya sedemikian antusias untuk memahami hadis-hadis (Nabi) sebagaimana yang saya alami selama tiga tahun tersebut. Saya mendengarnya berkata, mengisyaratkan dengan tangannya dalam hal ini, "Sebelum kiamat anda akan berperang dengan orang-orang yang mempunyai sepatu berambut dan tinggal di Bariz." (Sufyan, periwayat lain suatu ketika berkata, 'Dan mereka adalah penduduk Bazir.')
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5458, diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:
Bahwa ia berperang dalam sebuah ghazwah (ekspedisi perang bersama Nabi) menuju Najd bersama Rasulullah SAW dan ketika Rasulullah kembali, ia pun pulang bersama beliau. Saat tidur siang menimpa mereka ketika mereka berada dalam sebuah lembah yang penuh dengan pohon berduri. Rasulullah SAW turun dan orang menyebar di antara pohon-pohon berduri, mencari naungan di bawah pohon.
Rasulullah SAW berhenti di bawah sebuah pohon Samura dan mengayunkan pedangnya pada pohon tersebut. Kami tidur untuk beberapa saat ketika Rasulullah SAW tiba-tiba memanggil kami dan kami pun segera mendatanginya. Sesampainya kami di hadapan beliau, kami menemukan seorang Badui duduk bersamanya. Rasulullah SAW berkata, "Orang Badui ini mengeluarkan pedangku ketika aku tertidur. Saat aku bangun, pedang yang terhunus ada dalam genggamannya dan ia berkata kepadaku, 'Siapa yang bisa menyelamatkanmu dariku?' Aku jawab, 'Allah!' Kini di sini ia duduk." Rasulullah SAW tidak menghukumnya (karena itu).
Melalui para perawi lain, Jabir berkata:
Kami bersama Nabi (selama perang) Dzat ar-Riqa', dan kami menemukan sebatang pohon yang teduh dan kami meninggalkannya untuk Nabi (untuk beristirahat di bawah teduhnya). Seorang lelaki musyrik datang ketika pedang Nabi tergantung di atas pohon. Dia mengeluarkan pedang itu dari sarungnya secara diam-diam dan berkata (kepada Nabi), "Takutkah engkau kepadaku?" Nabi Muhammad SAW berkata, "Tidak." Dia berkata, "Siapa yang biasa menyelamatkanmu dariku?" Nabi Muhammad SAW menjawab, "Allah." Para sahabat Nabi Muhammad SAW mengancamnya, kemudian lantunan iqamah dikumandangkan dan Nabi Muhammad SAW pun mendirikan dua rakaat shalat khawf dengan salah satu dari dua shaf, dan shaf itu meluber dan ia mendirikan shalat dua rakaat dengan shaf lain. Maka Nabi Muhammad SAW mendirikan shalat empat rakaat namun orang-orang hanya melakukan dua rakaat.
Abu Basyir menambahkan, "Orang itu adalah Ghaurats bin Harits dan perang itu dijalankan untuk menghadapi Muharib Khasafah." Jabir menambahkan, "Kami bersama Nabi di Nakhl dan ia melakukan shalat khawf." Abu Hurairah berkata, "Saya mendirikan shalat khawf bersama Nabi selama ghazwah (yakni perang) Najd." Abu Hurairah datang kepada Nabi selama hari Khaibar.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5544 diriwayatkan oleh Anbasa bin Sa'id:
Abu Hurairah datang kepada Nabi dan meminta kepadanya bagian dari perang Khaibar. Pada saat itu, salah seorang putra Said bin As berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, jangan memberinya!" Abu Hurairah kemudian berkata (kepada Nabi), "Inilah pembunuh Ibnu Qauqal!" Putra Said berkata, "Alangkah anehnya! Seekor kelinci (guinea pig, yakni sejenis kelinci yang mempunyai kepala yang besar, telinga yang bundar kecil, tubuh yang gemuk dan bulu kaku yang pendek atau panjang, digunakan untuk penelitian biologi penerjemah datang dari Qadum ad-Dan!"
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Rasulullah mengutusAban dari Madinah ke Najd sebagai pemimpin Suriah. Aban dan para sahabatnya datang kepada Nabi di Khaibar setelah Nabi menaklukannya dan tali kekang kuda-kuda mereka terbuat dari batang pohon kurma. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, jangan memberi mereka bagian dari pampasan perang (ghanimah)!" Pada saat itu Aban berkata kepadaku,'Aneh, engkau menyarankan sesuatu meskipun engkau adalah apa yang engkau pikirkan, wahai kelinci, turunlah dari puncak adh-Dhal (pohon bunga teratai)!" Pada saat itu Nabi Muhammad SAW berkata, "Wahai Aban, duduklah!" dan beliau tidak memberi mereka bagian apapun.
Dalam Shallih al-Bukhari hadis 5545,diriwayatkan oleh Said:
Aban bin Said datang kepada Nabi dan menyalaminya. Abu Hurairah berkata, "Wahai Rasulullah, orang ini (Aban) adalah pembunuh Ibnu Qauqal." (Mendengar itu), Aban berkata kepada Abu Hurairah, "Alangkah ganjilnya ucapanmu! Engkau, kelinci, turun dari Qadum Dan, menyalahkanku karena membunuh seseorang yang kepadanya Allah bantu (dengan kesyahidan) dengan tanganku, dan kepadanya ia larang untuk merendahkanku dengan tangannya!"
Kondisi Mental dan Fisik Abu Hurairah
Setelah Abu Hurairah masuk Islam, ia tidak punya apa-apa. Ia biasa meminta orang-orang untuk membaca ayat Quran, bukan karena ia ingin memperoleh kebaikan dari Quran. Ia ingin orang tersebut merasakan secara keagamaan dekat dan meminta Abu Hurairah untuk ikut makan malam atau makan siang dengannya. Ini merupakan fenomena terkenal sebagai 'menggabungkan perut dan agama' (menggabungkan agama dengan uang, perut, kekuatan,...atau dengan hal-hal yang remeh).
Bahkan orang-orang tidak percaya bahwa orang tersebut bisa meriwayatkan sedemikian banyak hadis. Telah diceritakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan empat puluh ribu hadis selama masa hayatnya. Mengumpulkan hadis-hadis semacam itu selama tiga tahun persahabatannya (dengan Nabi) akan menghasilkan 36 hadis per hari.
Sebuah referensi yang kamiberikan beberapa waktu lalu membenarkan bahwa ia sendiri telah mengkaui bahwa tak seorang pun dari sahabat Nabi telah meriwayatkan hadis sebanyak yang ia lakukan. Mengetahui fakta ini bahwa ia adalah orang kedua dalam tingkatan periwayatan hadis dalam Bukhari dan Muslim, kita simpulkan bahwa ia pastinya telah meriwayatkan banyak hadis ketimbang yang tercatat dalam dua buku hadis ini.
Dalam salah satu hadis yang disebutkan, ia sendiri telah mengkaui bahwa orang-orang menuduhnya sebagai gila.
Hal menarik yang bisa dicatat di sini adalah tidak satu hadis pun yang diriwayatkan oleh orang lain sebagai prestasi Abu Hurairah. Jika anda teliti seluruh kitab Bukhari dan Muslim sebagai prestasi Abu Hurairah, apapun hadis yang anda lihat mengenai pertemanannya dengan Nabi, dan pengetahuannya, katakanlah begitu, diriwayatkan oleh dirinya sendiri. Di sisi lain, tatkala anda membaca prestasi Ali bin Abi Thalib, Salman, Umar, Zubair, maka anda bisa melihat bahwa banyak perawi menyebutkan satu hadis dari Ali bin Abi Thalib (atau yang lainnya). Hal ini tidak terjadi sama sekali pada Abu Hurairah. Semua hadis seperti;
"...saya seorang anak yang baik, ...saya melakukan ini dan itu...," hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Kami meminta anda untuk mengatakan kepada kami apakah anda menerima kesaksian orang itu di pengadilan yang mengatakan bahwa ia seorang anak yang baik?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 557, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Orang-orang biasa mengatakan, "Abu Hurairah meriwayatkan terlalu banyak hadis." Sesungguhnya, saya biasa mendekati Rasulullah dan dipuaskan dengan dengan apa yang memenuhi perutku. Saya tidak makan roti yang tersisa dan tidak berbusana pakaian-pakaian yang bercorak, dan tidak pemah seorang lelaki atau perempuan melayaniku, dan saya sering menekan perutku dengan batu kerikil karena lapar, dan saya biasa meminta orang untuk membacakan ayat Quran untukku sekalipun saya mengetahuinya, sehingga ia akan mengajakku ke rumahnya dan menjamuku. Dan orang yang paling pemurah kepada orang miskin di antara semuanya adalah Ja'far bin Abi Thalib. Dia biasa mengajak kami ke rumahnya dan memberi kami apa yang tersedia dalamnya. Dia bahkan memberi kami wadah (mentega) dari kulit yang kosong yang kami akan belah dan jilat apa yang ada dalamnya.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7343, diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
Aku biasa menemani Rasulullah untuk mengisi perutku, dan ketika itu aku tidak makan roti yang dipanggang, atau mengenakan sutra. Tidak ada pelayan lelaki ataupun perempuan yang melayaniku. Aku baisa mengikatkan batu-batu pada perutku dan meminta seseorang untuk membaca ayat-ayat Quran untukku sekalipun aku mengetahuinya, agar ia mengajakku ke rumahnya dan memberiku makan. Ja'far bin Abi Thalib sangat baik peada orang miskin, dan ia biasa mengajak kami dan memberi makan kami dengan apapun yang ada di dalam rumahnya (dan jika tidak ada sesuatu pun yang tersedia), ia biasa memberi kami wadah kosong (madu atau mentega) yang alan kami robek dan jilati apapun yang ada di dalamnya.
Dalam Shahih al-Bukhari 9425, diriwayatkan oleh Muhammad:
Kami bersama Abu Hurairah ketika ia mengenakan dua lembar pakaian dari linen yang dicelup dengan tanah liat merah. Ia membersihkan hidungnya dengan pakaiannya seraya berkata, "Selamat, selamat!" Abu Hurairah membersihkan hidungnya dengan linen. Kelak akan datang suatu zaman ketika aku akan jatuh sia-sia di antara mimbar Rasullullah dan rumah Aisyah di mana seorang penonton akan datang dan meletakkan kakinya di atas leherku, menganggapku seorang yang gila, namun sesungguhnya aku tidak majnun, aku tidak mengalami apa-apa kecuali lapar.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7287, diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
Suatu ketika aku berada dalam keletihan yang sangat (karena rasa lapar yang menggila). Aku bertemu Umar bin Khattab, maka aku meminta kepadanya untuk membacakan suatu ayat dari kitab Allah (Quran) untukku. Ia masuk ke rumahnya dan menafsirkannya untukku. (Lalu aku pergi dan) setelah berjalan beberapa saat, aku jatuh limbung lantaran kelelahan dan lapar yang sangat. Tiba-tiba aku melihat Rasulullah berdiri di samping kepalaku. Beliau berkata, "Wahai Abu Hurairah!" Aku menjawab, "Labbaik,ya Rasulullah!" Lantas beliau memegangku dengan tangannya dan membantuku bangun. Akhirnya beliau tahu apa yang aku derita. Beliau membawaku ke rumahnya dan membawakan semangkuk besar susu untukku. Segera aku minum dan beliau berkata, "Tambah lagi, wahai Abu Hirr!" Maka aku minum lagi dimana beliau berkata lagi, "Tambah lagi." Maka aku minum lagi hingga perutku menjadi penuh dan tampak seperti sebuah mangkuk.
Setelah itu aku menemui Umar dan menyebutkan kepadanya, "Seseorang yang lebih mempunyai hak daripada engkau, wahai Umar, telah mengatasiku. Demi Allah, aku memintamu untuk membacakan sebuah ayat untukku sementara aku mengetahuinya lebih baik daripada kalian!" Pada saat itu Umar berkata kepadaku, "Demi Allah, jika aku mengakui dan menghiburmu, niscaya itu lebih baik dariku ketimbang memiliki unta-unta merah yang bagus!"18
Tanggapan
Seorang saudara Muslim telah melayangkan suatu posting tentang Abu Hurairah yang menuntut tanggapan. Jika seorang mempunyai kemampuan adi insani (superhuman) secara tiba-tiba niscaya anda tidak akan percaya. Kita tidak mendengar bahwa Abu Hurairah adalah orang yang memiliki daya ingat yang super sebelum ia bertemu dengan Nabi. Tiba-tiba, ia mendatangi Nabi Muhammad SAW, menghabiskan hidup selama tiga tahun bersama beliau dan bisa mengingat segala sesuatu dengan sejumlah kekuatan magis.
Ia tidak berkaitan dengan seseorang yang mencoba menjadikan orang-orang sebagai Syi'ah atau Sunni dengan mempertanyakan omong kosong yang Abu Hurairah lontarkan. Orang ini memanfaatkan masa singkatnya bersama Nabi Muhammad SAW untuk kepentingan pribadi dan terus menerus mendapatkan pengaruh setiap kali sesuatu datang yang membutuhkan sebuah pendapat. Ia adalah orang yang datang dengan sejumlah hadis yang tiba-tiba ia ingat sepenuhnya.
Secara khusus ia membenci Aisyah dan hadis-hadis yang ia riwayatkan berlawanan dengan Aisyah secara langsung. Ingatan super orang ini terjadi setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, ketika pikirannya menjadi seperti komputer super dengan hard-disk seluruh ensiklopedia hadis. Setiap subjek, setiap saat, ia akan mengingat sesuatu yang tak seorang pun mengetahui atau mendengar sebelumnya.
Kemungkinan orang ini melakukannya demi keuntungan pribadi, pengaruh, dan motivasi politik / sosial sangatlah tinggi dan kita harus mengkhawatirkan hal itu alih-alih mempertanyakan motif seseorang yang memunculkan poin-poin.
Misalnya mereka bertanya: Bagaimana bisa seorang individu meriwayatkan banyak hadis?
Aisyah (dihormati sebagai Ummul Mukminin meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang Abu Hurairah dalam Shahih al-Bukhari. Ibnu Umar sama jumlah hadisnya dengan Abu Hurairah dalam Bukhari. Kami memberikan sebuah angka ini dalam sebuah artikel.
Kami tidak bertanya mengapa Aisyah meriwayatkan demikian banyak hadis dari para Nabi Muhammad SAW. Kami tidak bertanya mengapa Ibnu Umar meriwayatkan demikian banyak hadis atau Ibnu Abbas atau yang lainnya. Kami bertanya: Bagaimana seseorang yang tinggal bersama selama kurang dari tiga tahun lebih meriwayatkan banyak hadis? Separuhnya diabaikan karena anda salah satu memahami pertanyaan orisinal tersebut dari pokoknya.
Abu Hurairah hanya meriwayatkan 5374 hadis.
Mari kita asumsikan bahwa Abu Hurairah bersama Nabi selama tiga tahun penuh. Itu artinya 5374/3 = 1791,33 hadis per tahun, 1791,33/(365-11) = 5,06 hadis per harinya.
Katakan kepada kami, bagaimana bisa? Bagaimana seorang individu melakukan hal ini setiap harinya? Mengapa ia sedemikian mendedikasikan diri sementara masih banyak orang yang diri sementara masih banyak orang yang lebih baik dari dirinya seperti Umar, putranya, Ibnu Abbas, dan Abu Bakar tidak mengerjakan hal yang sama? (Dengan intensitas yang sama sebagaimana Abu Hurairah meriwayatkan lima hadis per harinya?).
Tak perlulah menyebutkan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang para sahabat lainnya berdasarkan kesaksian ini. Sebagian menyebutkan bahwa ia meriwayatkan sekitar 40 ribu hadis. Bahkan orang-orang yang hidup disekitarnya pada masa itu dikejutkan oleh orang ini dan hadis-hadisnya (berdasarkan kesaksian Abu Hurairah sendiri).
Bagian lain adalah mengapa orang seperti ia telah meriwayatkan hadis-hadis yang sama dengan Perjanjian Lama? (Bagian-bagian yang secara jelas ditolak oleh teologi Islam).
Apakah anda mengetahui bahwa sahabat dan sepupu Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abbas, telah mendapatkan dari Nabi rahmatnya dan ketika beliau menyapu dada Abdullah bin Abbas dengan tannya dan berdoa kepada Allah dengan mengatakan, Allahumma faqqihhu fi al-dini wa' alluimhu min ta'wili al-kitabi! (Ya Allah, pahamkan ia dalam agamaku dan ajarkan kepadanya takwil dari kitabku!) Dan dengan sejumlah mukjizat Ibnu Abbas menjadi hibr al-ummah (imam umat), yang merupakan salah satu mukjizat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan cara yang hampir sama Nabi Muhammad SAW mengucapkan doa sekali untuk Abu Hurairah ketika ia mengeluh kepada Nabi Muhammad SAW karena kekurangannya dalam hapalan.
Sebagiamana anda perhatikan, Ibnu Abbas, bahkan oleh sahabat lain, bahwa ia mengatahui takwil (interpretasi) Quran. Sampai sekarang ini, banyak orang yang dapat menghapal seluruh Quran namun tidak mengetahui pengertian hakiki di balik semua yang ada di dlaamnya. Ali bin Abi Thalib adalah lain yang mengatakan bahwa tidak ada satu ayat pun dalam Quran yang tidak ia ketajhui kapan ia diturunkan atau mengapa ia diturunkan dan apakah maknanya. Sahabat lain mengetahui ini tentang orang-orang tersebut dan ini merupakan hadis-hadis mutawatir yang mendukung pengetahuan mereka.
Sekarang, tentang Abu Hurairah. Sekalipun tak seorang pun mengira / mendakwa bahwa ia mengetahui takwil Qur'an, anda tidak menunjukkan bukti apapun bahwa ia memiliki kekuatan memorinya setelah Nabi Muhammad SAW berdoa untuknya. Kami akan meminta anda untuk melampirkan referensi-referensi dalam hal ini, jika mungkin menyebutkan sahabat lain tentang sifat-sifat istimewa Abu Hurairah ini, alih-alih menjelaskan dirinya sendiri.
Kami ingin melakukan koreksi yang lebih jauh. Abu Hurairah setelah kurang dari tiga tahun tinggal bersama Nabi Muhamad SAW, tidak, atau menghindar dari, menyampaikan hadis-hadis selama periode tiga khalifah yang pertama, setidaknya. Hadisnya baru tersebar di masa Muawiyah dan kemudian; ini setidaknya 30 tahun setelah wafatnya Nabi. Ia menyimpan lebih kurang 3000 hadis dalam hatinya tanpa menyampaikan kepada orang lain tentang hadis-hadis tersebut selama waktu ini. Bukti tentang apa yang kami katakan adalah bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak mengizinkan untuk menyampaikan dan mencatat hadis-hadis. Ada sebuah riwayat yang dalamnya Abu Hurairah ditanya apakah ia menyampaikan hadis tersebut di masa Utsman. Ia mengatakan bahwa ia tidak berani melakukannya dan bahwa mereka akan menendangnya jika ia melakukannya.
Tidak ada yang suci mengenai pribadi-pribadi sahabat ini, secara khusus Abu Hurairah, yang harus mencegah seseorang mencari kebenaran dengan menyelidiki dan mengevaluasi perbuatan-perbuatan mereka. Mereka adalah manusia-manusia yang mampu berbuat salah dalam berbagai tingkatan. Ini tidak perlu mengatakan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahan mereka, jika Dia berkehendak. Akan tetapi, jika kita bersungguh-sungguh mengikuti perbuatan mereka dalam kehidupan ini, kita pasti jelas dalam kesadaran bahwa mereka tidak pantas menjadi bukti bahwa mereka seharusnya tidak dipercaya, maka otak seseorang (sebuah karunia dari Allah) akan (harus) mengarahkan kita untuk menjadikan mereka sebagai seorang pembimbing, khususnya pada sesuatu yang mengejutkan.
Catatan Kaki :
1. Referensi: Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 9530-9532 yang secara jelas menyatakan bahwa Tuhan bisa dilihat dan Tuhan mengubah penampilannya agar dikenali oleh manusia).
2. Referensi Syi'ah: Shi'ite (al-I'tiqadat al-Imamiyyah)oleh Syekh Shaduq. Dengan kata lain, sifat Zat berkenaan dengan Diri-Nya sehingga ada 'sejak awal', sementara sifat Perbuatan Tuhan ada ketika dihubungkan dengan objek (makhluk). Seperti Maha Pemberi Rezeki baru ada ketika dikaitkan dengan perbuatan Tuhan yang memberi rezeki kepada segenap makghluk-Nya (-penerj).
3. Revelation and Reason in Islam oleh A.J. Arberry, hal. 26-27.
4. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
5. Referensi Sunni: Akidah dari Nasadi (Creed of Nasfi).
6. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
7. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
8. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
9. Referensi Sunni: Ghazali (sebagaimana dikutip dalam Shia of India, hal. 43).
10. Hadis-hadis berikut telah diambul dari : The Translation of the Meaning of Shahih Bukhari Arabic-English olehs Dr. Mohammad Mushin Khan, Universitas Islam, Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), direvisi ke tiga kali, 1977, (edisi revisi ke empat, Maret 1979).
11. Hadis ini dan hadis berikutnya diriwayatkan dalam Shahih Muslim juga pada bab 81, hal. 115-119; 349-354, dan 1533, 7078.
12. Lihat hadis no. 529, VI.
13. Hadis-hadis di atas diambil dari: Terjemahan dari pengertian Shahih al-Bukhari, Bahasa Arab-Inggris, Dr. Muhammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Kaze Publication, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979). Hadis-hadis dari Shahih Muslim bisa ditemukan dalam Shahih Muslim, dialihkan ke bahasa Inggris oleh Abdul Hamid Shidiqqi dicetak di Hafizh Press. Sh. Muhammad Asyraf, Kashmiri Bazar, Lahore (Pakistan), Call Number (di perpustakaan Universitas Waterloo): BP135.A144E57.
14. Semua hadis dari Shahih al-Bukhari berasal dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
15. Hadis-hadis di atas diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), revisi ke-3, 1977, edisi revisi ke-4, Maret 1979.
16. Terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
17. Hadis di atas diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
18. Hadis-hadis diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
BAB 14: KEYAKINAN SYI'AH TERHADAP KELENGKAPAN QUR'AN
Seorang Wahabi menyebutkan bahwa kaum Syi'ah meyakini bahwa Quran tidak lengkap. Berikut ini ayat Quran untuk menjawab peryataan tersebut, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar! (Qs. An-Nur: 16).
Syi'ah tidak meyakini bahwa terdapat kekurangan dalam Quran. Ada beberapa hadis lemah yang barangkali menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya. Hadis-hadis itu ditolak dan tidak dapat diterima.
Ada hal menarik yaitu bahwa terdapat banyak hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim yang menyatakan (tanpa bukti) bahwa banyak ayat Quran hilang. Dan tidak hanya itu, bahkan riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa dua buah surah dari Quran hilang dan salah satu di antaranya, memiliki panjang yang hampir sama dengan Surat at-Taubah. Beberapa hadis Sunni bahkan menegaskan bahwa surat al-Ahzab sama panjangnya dengan surah al-Baqarah.
Surah al-Baqarah adalah surah terpanjang dalam Quran yang sekarnag. Hadis-hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahkan menyebutkan beberapa ayat yang hilang. (Beberapa dari hadis-hadis ini akan disebutkan dalam artikel selanjutnya dengan referensi yang lengkap). Akan tetapi, untungnya, Syi'ah tidak pernah menuduh bahwa kaum Sunni percaya bahwa Quran tidak lengkap. Syi'ah hanya mengatakan bahwa riwayat-riwayat Sunni ini lemah atau palsu.
Kelengkapan Quran tidak diperdebatkan di kalangan Syi'ah sehingga ulama hadis besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, dikenal sebagai Syekh Shaduq (309/919-381/991), menulis:
Keyakinan kami adalah bahwa Quran yang diturunkan Allah, kepada Nabi-Nya, Muhammad, adalah (sama dengan) Quran di antara dua pembungkus (daffatain). Dan (Quran) ini adalah Quran yang berada di tangan umat dan tidak lebih besar daripada Quran yang itu. Jumlah surah sebagaimana umumnya diterima adalah seratus empat belas…. Dan barang siapa yang menyatakan bahwa Quran yang ini lebih besar dari pada yang itu, maka ia adalah pendusta. 1
Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq adalah ulama hadis terbesar di antara Iman Syi'ah dan diberi gelar Syekh al-Muhadditsin (artinya yang paling utama di antara-antara ulama-ulama hadis). Dan karena dia menulis pernyataan di atas dala sebuah kitab yang diberi nama 'Keyakinan Imam Syi'ah,' sangat tidak mungkin bahwa ada hadis shahih lain yang berlawanan dengan itu. Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi dan dia merupakan ulama Syi'ah paling awal.
Ulama Syi'ah ternama lainnya adalah Allamah Muhammad Ridha Muzhaffar. Dia menulis dalam buku tentang ajaran Syi'ah, bahwa :
Kami meyakini bahwa, Kitab Suci Quran diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad yang Suci berkaitan dengan segala hal yang penting untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Kitab Suci ini merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad yang tidak dapat diciptakan oleh pikiran manusia. Kitab ini adalah kitab yang paling utama dalam kefasihan bahasanya, kejelasannya, keberannya, dan ilmu yang terkandung dalamnya. Kitab Allah ini tidak pernah diubah oleh siapapun. Kitab Suci yang kita baca sekarang ini adalah Kitab Suci yang sama dengan kitab yang telah diturunkan kepada Nabi Suci. Barangsiapa yang mengklaimnya sebagai kitab yang lain, ia adalah orang jahat, orang yang sesat pandangannya, atau orang yang sangat keliru. Semua orang yang berpikiran seperti ini telah tersesat, sebagaimana Allah mengatakan dalam Quran, Kebatilan tidak dapat menyentuh Quran dari sisi manapun. (QS. Al-Fushilat : 42).2
Sayid Murtadha, ulama Syi'ah terkemuka lainnya mengatakan :
Keyakinan kami akan kesempurnaan Quran sama dengan keyakinan kami akan keberadaan negeri-negeri atau peristiwa-peristiwa besar di dunia ini yang terbukti sendiri. Terdapat banyak alasan dan motif untuk menyalin dan menjaga Quran yang Suci. Karena Quran adalah mukjizat kenabian dan sumber pengetahuan keislaman serta kaidah keagamaan, perhatian para ulama Islam terhadap Quran menjadikan mereka sangat berhati-hati dengan tata bahasa, baca, dan ayat-ayatnya.
Dengan berbagai perhatian pada ulama Syi'ah yang paling ahli, tidak ada kemungkinan bahwa beberapa bagian Quran ditambah atau dihilangkan. Di samping itu, apa yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam Quran tentang perlindungan terhadapnya, kita bias menggunakan logika kita untuk memperoleh hasil yang sama. Allah telah mengirim utusan terakhir-Nya untuk menunjukkan kepada manusia, jalan-Nya Yang Benar (akhir sang waktu). Oleh karena itu, jika Allah tidak menjaga perintah suci-Nya, Dia akan bertentangan dengan maksud-Nya sendiri. Jelaslah bahwa menurut akal, kelalaian seperti itu adalah kejahatan. Pada intinya, Allah menjaga perintah suci-Nya sebagaimana Dia melindungi Nabi Musa di tempat tinggal musuhnya, Fir'aun.
Susunan Quran yang Berbeda
Seorang Wahabi mengatakan bahwa dalam al-Kafi (salah satu kumpulan hadis Syi'ah), Imam Syiah berkata, "Tak ada seorang pun yang menyusun Quran dengan lengkap kecuali para Imam Ahlulbait."
Tidak ada hadis seperti itu dalam Ushul al-Kafi. Kebenaran kitab-kitab kecil yang telah salah mengutip hadis-hadis itu perlu dipertanyakan. Hadis yang tertulis dalam Ushul al-Kafi adalah sebagai berikut.
Aku mendengar Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorang pun (di antara mahusia biasa) yang menyatakan bahwa dia mengumpulkan Quran dengan susunan Quran yang telah diturunkan (kepada Muhammad) kecuali bahwa ia adalah seorang pendusta, (karena) tidak ada seorang pun yang telah mengumpulkan dan mengingatnya dengan sempurna sebagaima diturunkan oleh Allah, Yang Maha Tinggi, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudahnya."3
Ada dua hadis lain yang akan disebutkan di bawah ini. Hadis di atas tidak mengatakan bahwa Quran tidak lengkap. Akan tetapi, dinyatakan bahwa dalam penyusunannya, Quran tidak sesempurna sebagaimana ia diturunkan. Hadis di atas bukan sesuatu yang baru. Sesungguhnya, Quran yang kita gunakan sekarang yang telah dihimpun oleh para sahabat susunan suratnya tidak berurutan sebagaimana ia telah diturunkan. Sebenarnya, para ulama Sunni menegaskan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra' (al-Alaq, Surah 96).4
Sebagaimana kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada di bagian awal Quran yang ada sekarang. Umat Islam juga sepakat bahwa ayat itu (QS. Al-Maidah : 3), ada di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tapi bukan yang paling akhir). Ini membuktikan bahwa meskipun Quran yang kita miliki sekarang lengkap, tapi susunannya tidak seperti ketika diturunkan.
Perlu dijelaskan bahwa Imam Ali bukan satu-satunya orang yang memiliki Quran dengan susunan berbeda. Menurut riwayat-riwayat hadis Sunni, beberapa sahabat mempunyai susunan Quran yang berbeda, salah seorang di antaranya adalah Abdullah bin Mas'ud. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518 disebutkan dari riwayat Syahiq bahwa Abdullah berkata,
"Aku belajar an-Naza'ir yang digunakan oleh Rasulullah untuk dibaca berpasangan dalam tiap raka'at." Kemudian Abdullah berdiri dan Alqama menemaninya ke rumahnya. Dan saat Alqama keluar, kami mengenalinya (tentang surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah, menurut penyusunan yang dikerjakan oleh Ibnu Mas'ud, yang dimulai dari permulaan al-Mufassal, dan diakhiri dengan surah-surah yang diawali dengan Ha Mim, misalnya; Ha Mim (asap), dan apa yang saling mereka persoalkan?"
(QS. 78:1).
Jadi, tidak ada sesuatu pun yang eksklusif pada Imam Ali berkaitan dengan hal ini. Kami harus menyebutkan bahwa Nabi Muhamamd telah menyatakan dengan jelas dalam sumber-sumber Sunni bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang harus dipercaya berkaitan dengan Quran :
Dalam Shahih al-Bukhari hadis: 6521, diriwayatkan oleh Masyriq:
Abdullah bin Amri menyebut Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena Rasulullah bersabda, 'Pelajarilah Quran dari empat orang ini; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz dan Ubay bin Ka'b!".
Abdullah bin Mas'ud tidak hanya memiliki Quran yang berbeda, berdasarkan sumber Sunni, tetapi dia juga memiliki susunan surah-surah yang berbeda dan kumpulan ayat yang berbeda. Dia mengatakan bahwa Quran yang sekarang mempunyai kata-kata tambahan, dan dia bersumpah dengan nama Allah untuk pernyataan ini."5 dia juga menyatakan bahwa dua surat terakhir dalan Quran bukan surat - surat Quran yang sebenarnya dan kedua surat itu hanya merupakan doa.6
Menutur Syi'ah, pernyataan para sahabat yang diriwayatkan dalam Shahih al- Bukhari yang menyatakan bahwa Quran memiliki kata - kata tambahan adalah bohong. Tidak ada satu pun ayat Quran yang merupakan tambahan.
Nampaknya Aisyah juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang surat yang diturunkan pertama kali. Dalam Shahih al- Bukhari hadis 6515, diriwayatkan oleh Yusuf bin Mahk :
Ketika saya sedang bersama Aisyah, Ummul Mukminin, datanglah seorang dari Iraq dan bertanya, "Kain kafan jenis apa yang paling baik?" Aisyah berkata, "Semoga Allah mengasihimu! Apa yang terjadi?" Dia berkata, "Wahai Ummul Mukminin! Tunjukkan kepadaku (salinan) Quran milikmu!" Aisyah bertanya, "Mengapa?" Dia berkata, "Untuk menghimpun dan menyusun Quran sesuai dengannya, karena orang-orang membacanya dengan susunan surah yang tidak tepat." Aisyah berkata, "Apakah menjadi persoalan dari bagian ayat yang kamu baca pertama kali? (ia memberi tahu) bahwa yang pertama diturunkan adalah adalah surah dari al-Mufassal, dan dalamnya disebutkan mengenai surga dan neraka."
Hadis ke dua dalam Ushul al-Kafi yang telah disalahartikan kaum Sunni, menyatakan bahwa Quran yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, memiliki ayat sejumlah tujuh belas ribu. Meskipun hadis ini termasuk ke dalam hadis lemah, ada penjelasan untuk hal itu yang diberikan berikut ini oleh Syekh Shaduq yang merupakan ulama Syi'ah paling utama dalam bidang hadis.
Kami mengatakan bahwa begitu banyak wahyu yang telah diturunkan yang tidak dimasukkan ke dalam Quran sekarang, yang kila dikumpulkan, tidak diragukan lagi jumlahnya tujuh belas ribu ayat. Meskipun semua itu wahyu, tetapi ayat-ayat tambahan itu bukan bagian dari Quran. Jika ayat-ayat itu bagian Quran, pastilah akan dimasukkan ke dalam Quran yang kita miliki?
Transkrip Quran yang ditulis oleh Imam Ali bin Abi Thalib berisi komentar dan tafsiran hermeneutik (tafsir dan takwil) dari Nabi Suci SAW, sebagian diantaranya diturunkan sebagai wahyu tetapi tidak merupakan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis Ushul al-Kafi dan yang lainnya. Bagian-bagian informasi ini adalah penjelasan Ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama dengan ayat-ayat Quran tetapi bukan bagian dari Quran. Jadi, ayat-ayat yang berupa penjelasan dan ayat-ayat Quran seluruhnya berjumlah tujuhbelas ribu ayat. Sebagaimana diketahui oleh kaum Sunni, hadis Qudsi juga merupakan wahyu, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesuangguhnya Quran memberi kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Nabi adalah wahyu. Allah Yang Maha Kuasa berfirman dalam Quran tentang Nabi Muhammad bahwa Dan dia (Muhammad) tidak mengucapkan sesuatu berdasarkan kemauannya. Ucapannya itu tidak lain adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya). (QS. an-Najm : 3-4).
Jadi, semua perkataan Rasulullah adalah wahyu dan tentu saja, ucapan atau perkataannya tidak terbatas pada Quran. Perkatannya itu termasuk tafsiran Quran, sebagian di antaranya merupakan wahyu yang langsung diturunkan, sebagaimana juga sunnahnya, sebagian di antaranya merupakan wahyu tidak langsung.
Hadis ketiga dalam Ushul al-Kafi yang sering disalahartikan adalah sebagai berikut. Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan bahwa dia memiliki Quran dengan penampilan fisiknya (zahir) dan maknanya (batin) secara lengkap, kecuali para wali (awliyya)." (Ushul al-Kafi, hadis 608)
Hadis ini juga berkaitan dengan fakta bahwa penjelasan Quran tidak ada. Meskipun secara fisik kita memiliki Quran tetapi maknanya (penjelasan dari Tuhan), tidak bersamanya. Hadis-hadis yang merujuk pada Quran yang dihimpun oleh Imam Ali lah yang memiliki penjelasan.
Dalam artikel selanjutnya, kami akan membahas tentang Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as yang memasukkan semua penjelasan-penjelasan yang disebutkan di atas.
Perlu ditekankan di sini bahwa semua ulama Imam Syi'ah sepakat bahwa Quran yang sekarang ada di antara umat Islam adalah Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci, dan tidak diubah. Tak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatu pun yang hilang darinya. Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as, tidak termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yang ada di tangan umat sekarnag ini, sama dalam kata-kata dan kalimat-kalimatnya. Tidak ada kata, ayat, dan surah yang hilang.
Seorang Wahabi menyebutkan bahwa al-Kafi adalah kitab hadis shahih bagi kaum Syi'ah, dan karena itu Syi'ah percaya bahwa Quran tidak lengkap.
Kesimpulan di atas berdasarkan pada dua hipotesa yang salah. Pertama, apa yang disebutkan dalam al-Kafi tidak menyatakan bahwa Quran tidak lengkap (lihat penjelasan di atas). Kedua, kaum Syi'ah tidak mengganggap al-Kafi sebagi kitab hadis yang seluruhnya shahih, penulisnya pun tidak pernah mengatakan demikian.
Memang benar al-Kafi adalah satu di antara kumpulan hadis Syi'ah yang paling penting. Hadis-hadis al-Kafi meliputi semua cabang keyakinan dan etika, semua pokok fiqih (yurisprudensi). Kitab ini memasukkan lebih banyak hadis dari pada jumlah hadis dari jumlah seluruh enam kumpulan hadis Sunni (asal saja kita menghilangkan perulangannya). Misalnya, al-Kafi memiliki 16121 hadis, sementara Shahih al-Bukhari yang berisi banyak perulangan dalamnya, hanya memiliki 7275 hadis. Jadi kita menghilangkan perulangan-perulangan hadis itu, al-Kafi berisi 15176 hadis sedangkan Shahih al-Bukhari hanya berisi 4000 hadis.
Hadis-hadis yang disebutkan di sini adalah dalam Ushul al-Kafi dan Furu' al-Kafi.
Penulis al-Kafi, Syekh Muhammad bin Yaqub Kulaini Razi (329/941), semoga Allah mengasihinya, dianggap sangat jujur dan sangat dapat dipercaya. Akan tetapi, harus kita tekankan bahwa hadis-hadis itu tidak sama dalam nilai dan artinya, juga dalam bukti yang mendukung riwayatnya. Kredibilitas dan reliabilitas sanad dan hadis-hadis itu juga tidak sama, dan kita tidak bias menganggap sanad-sanad itu sama-sama dapat diandalkan.
Kitab yang berjudul Mir'at al'Uqul (refleksi jiwa) akan mengungkapkan hal ini kepada para peneliti secara lebih terperinci. Mir'at al'Uqul adalah sebuah kita penjelasan terhadap al-Kafi yang ditulis oleh ulama hadis besar Syi'ah lainnya, Muhammad Baqir Majlisi (1111/1700) yang merupakan salah seorang diantara mereka yang sangat loyal dan percaya kepada kitab al-Kafi. Majlisi telah mengumpulan beberapa hadis al-Kafi yang dianggap lemah.
Meskipun kaum Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, kaum Syi'ah percaya bahwa, bagi Syi'ah hanya Quran yang merupakan kitab paling shahih. Semua hadis yang dianggap berasal dari Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila ditemukan hadis yang tidak sesuai dengan Quran, logika, dan kenyataan sejarah, Syi'ah menolak hadis-hadis tersebut. Meskipun al-Kafi meupakan kitab hadis yang dapat dipercaya bagi Syi'ah, hadis-hadis dalamnya tidak semuanya shahih.
Selain kitab hadis yang ditulis Allamah Majlisi, masih banyak kitab hadis lain yang ditulis oleh kaum Syi'ah yang menggolongkan dan mengklasifikasikan hadis serta riwayat-riwayat al-Kafi. Contohnya adalah kitab Masadir al-Hadist Inda as-Syiah al-Imamiyyah yang ditulis oleh Allamah Muhaqqiq Sayid Muhammad Husain Jalali. Ia mengklasifikasikn hadis-hadis dalam al-Kafi dan memberikan data berikut ini:
Jumlah hadis secara keseluruhan 16121 (termasuk riwayat dan cerita); hadis lemah (dha'if) 9485; hadis yang benar (hasan) 114; hadis yang dapat dipercaya (mawtsuq) 118; hadis yang kuat (qawi) 302; hadis shahih (shahih) 5702.
Seperti kita lihat, ada beberapa hadis dalam al-Kafi yang diklasifikasikan ke dalam hadis lemah olehnya. Akan tetapi, lemah di sini tidak berarti bahwa hadis itu palsu. Jika salah satu seorang dari rantai penulis hadis itu tidak ada, maka hadis itu lemah dalam isnad tanpa melihat isinya. Sesungguhnya ada sejumlah hadis dalam al-Kafi yang salah satu atau beberapa unsur dari rangkaian periwayatnya tidak ada. Oleh sebab itu, hadis-hadis itu, isnadnya di anggap lemah. Mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkanya dari iman dan mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkannya dari Imam, dan mungkin tidak bagi yang lainnya. Hal itu juga disebutkan dalam Ushul al-Kafi sendiri. Ibnu Abi Ya'fur berkata,
"Aku bertanya kepada Abu Abdillah mengenai hadis-hadis berbeda sehubungan dengan yang kami percayai dan juga kami tidak percayai. Mendengar ini, Imam menjawa, "Kapanpun engkau menerima hadis baik yang diperkuat dengan ayat mana saja dari kitab Allah atau dengan perkataan Nabi Muhammad SAW, maka terimalah ia! Kalau tidak, hadis ini hanya diperuntukkan bagi orang yang membawanya kepadamu."8
Klasifikasi hadis yang dibuat oleh seorang ulama, tidak membuat ulama lain tidak melakukan analisis serta modifikasi lebih jauh terhadap jumlah hadis-hadis ini di masa mendatang, karena lebih banyak data atau pengetahuan dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena kami tidak mengotoritaskan secara mutlak kepada seorang ulama.
Syekh Kulaini, dalam pengantar kitabnya al-Kafi, menyebutkan:
Saudaraku, semoga Allah menuntunmu ke jalan yang benar. Engkau harus mengetahui bahwa mustahil untuk membedakan kebenaran dan kebatilan ketika para ulama berbeda pendapat terhadap pernyataan-pernyataan yang dinyatakan berasal dari para imam. Hanya ada satu cara memisahkan riwayat yang benar dan yang salah, yakni melalui standar yang dinyatakan oleh para imam. Ujilah hadis-hadis itu dengan kitab Allah! Ambillah hadis-hadis yang sesuai dengannya dan tinggalkanlah hadis-hadis yang bersebrangan dengannya! Terimalah hadis yang dipegang oleh semua perawi yang mengutip dari kami (ijma), karena tidak ada keraguan atas hadis yang secara sepakat dipegang oleh semua perawi hadis! Tetapi sepengetahuan kami, hadis-hadis yang bertolak belakang hanya sedikit, yang dapat diselesaikan berdasarkan standar yang disebut di atas.9
Adakah penjelasan yang lebih baik daripada penjelasan penulis hadis ini? Dia menyebutkan bahwa dia tidak yakin bahwa semua hadis itu shahih. Dia menyatakan bahwa ada beberapa hadis yang bertolak belakang di kitab hadisnya, al-Kafi, dan mengatakan bahwa kita harus meninggalkan hadis-hadis tersebut dan semua hadis yang tidak diyakini oleh semua perawi. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah apakah mereka yang bersebrangan dengan Syi'ah mengharapkan bahwa Syi'ah meninggalkan apa yang disebutkan penulis kitab hadis al-Kafi dan menyakini pertanyaan mereka bahwa al-Kafi seluruhnya shahih? Sebenarnya, salah satu muridnya menyatakan bahwa Kualini menyusun hadis setiap babnya dalam runutan keshahihannya. Ia mencatat banyak hadis shahih pada awal setiap bab dan meletakkan hadis terlemahnya pada akhir bab karena hadis-hadis ini memiliki makna ganda.
Seorang Wahabi juga menyebutkan bahwa dalam pengantar untuk al-Kafi, tertulis bahwa Imam Mahdi telah memeriksa kitab itu dan berkata bahwa kitab itu adalah kitab yang baik untuk para pengikutnya.
Dalam pengantar yang ditulis oleh Kuliani sendiri, tidak ada keterangan seperti itu. Akan tetapi, ini merupakan tulisan orang lain yang ditulis dalam pengantar tulisannya sendiri untuk memperkenalkan al-Kafi dan penulisnya, yang diletakkan sebelum kata pengantar dari penulis al-Kafi. Juga tidak menyebutkan dengan benar apa yang dihubungkan dengan Imam Mahdi as. Jika berita seperti itu benar, Imam Mahdi as niscaya berkata, "Al-Kafi cukup untuk Syi'ah kita!"
Pernyataan ini tidaklah salah. Sebenarnya, sebagaimana yang disebutkan, hadis-hadis al-Kafi mencakup semua cabang keyakinan dan etika, dan semua dasar fiqih. Imam Mahdi tidak mengatakan bahwa apapun yang tertulis dalamnya adalah benar. Akan tetapi, diriwayatkan bahwa beliau mengatakan, kitab ini cukup, dan berisi semua yang diperlukan para pengikutnya dalam hal hadis. Sekali lagi, hadis seperti itu tidak disebutkan oleh Kulaini secara pribadi.
Al-Kafi berarti sesuatu yang cukup. Artinya bukan segala isinya sempurna benar, karena para perawinya tidak sempurna. Sesungguhnya, alasan mengapa penulisnya menamai kitabnya al-Kafi dijelaskan di pengantarnya dalam kitab itu. Para ulama pada saat itu meminta dia untuk menghimpun sebuah kitab berisi hadis-hadis yang meliputi semua cabang penting agama Islam.
…. dan kalian mengeluh bahwa tiada kitab yang dapat mencakup semua cabang pengetahuan agama untuk menyelamatkan pencari kebenaran agar tidak merujuk pada banyak kitab dan pada kitab-kitab yang tidak cukup untuk dijadikan petunjuk dan sumber cahaya spiritual dalam hal keagamaan serta hadis-hadis pada Imam, semoga keselamatan bagi mereka. Kalian menyatakan pentingnya kitab seperti itu dan aku berharap bahwa kitab ini dapat memenuhi tujuan tersebut.10
Kulaini bukan salah seorang di antara dua belas Imam Syi'ah. Dia hanya seorang pencatat hadis yang menyampaikan apa yang disampaikan kepadanya melalui satu sumber atau lebih. Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia mendengar dari Imam Ja'far Shadiq, dan dia hanya menyatakan sebuah hadis yang sampai kepadanya melalui beberapa perawi. Hadis al-Kafi atau kitab Syi'ah atau Sunni lainya tidak akan dapat diterima oleh para Imam Syi'ah jika kitab-kitab itu ingin menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Beberapa hadis ini dinilai lemah. Bahkan jika kita mengira bahwa hadis-hadis itu benar, maka ayat-ayat tambahan akan berarti penjelasan tentang Quran dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bersama dengan Quran tetapi bukan sebagai bagian Quran seperti yang telah dijelaskan oleh Syekh Shaduq dan para ulama lain.
Jadi, jika seseorang membawa sebuah hadis yang lemah dari Ushul al-Kafi dan kemudian salah mengartikan hadis, hal ini tidak menggambarkan keyakinan Syi'ah. Akan tetapi, ketika Sunni mengatakan bahwa Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim seluruhnya shahih, mereka akan mendapat masalah besar saat mereka melihat hadis-hadis itu dalam kitab-kitab ini yang menyakan ketidaklengkapan Quran.
Dalam kitab yang berjudul Ilmu Hadis, ditulis oleh Zainal Abidin Qurbaini, dibahas secara panjang lebar hadis-hadis yang isinya menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Berikut ini salah satu paragraf dari pembahasan tersebut.
Lebih dari sembilan puluh lima persen ulama Syi'ah meyakini bahwa sama sekali tidak ada pengrusakan terhadap Quran dan bahwa Quran yang kita pegang di atangan kita sekarang benar-benar Quran yang sama dengan Quran yang diturunkan kepada Muhammad SAW, tanpa ada satu kata pun yang hilang atau ditambahkan. Untuk mengutip kata-kata ulama-ulama Syi'ah berkaitan dengan hal ini, kita memerlukan sebuah pembahasan tersendiri. Tetapi berikut ini beberapa ulama Syi'ah yang dapat disebutkan, dimulai dari Syekh Shaduq, yang kata-katanya telah kita kutip, lalu Syekh Mufid, Sayid Murtadha, Syekh Thusi,
Allamah Hilli, Muqaddas Aridibili, Kasyf Ghita, Syekh Bahai, Fayz Kasyani, Syekh Hurr Amuli, Muhaqqiq Kurki, Sayid Mahdi Bahru Ulum Sayid Muhammad Mujahid Thabathaba'i, Syekh Muhammad Husain Asytiani, Syekh Abdullah Mamqani, Syekh Jawad Balaghi, Sayid Hibbatuddin Syahristani, Syarif Radhi, Ibnu Idris, Sayid Muhsin Amin Amuli, Sayid Abdul Husain Syarifuddin, Sayid Hadi Milani, Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i, Sayid Abu Qasim Khu'I, Sayid Muhammad Ridha Gulfaighani, Sayid Syihabuddin Mar'asyi Najafi, Sayid Ruhullah Khomaini, dan lain-lain.
Penulis kemudian mengutip beberapa halaman pernyataan ulama-ulama Syi'ah terkemuka mengenai kelengkapan Quran dan kesempurnaan Quran yang suci.
Diharapkan bahwa apa yang telah dikemukakan mengenai hal ini, cukup bagi mereka yang berusaha mendapatkan kebenaran, bahwa Syi'ah adalah para mukminin Quran sejati. Tidak sepantasnya mereka yang mencari kebenaran, menuduh orang lain atas sesuatu yang tidak dilakukannya.11
Beberapa Riwayat Sunni tentang Ketidaklengkapan Quran
Ada beberapa hadis dalam Shahih Sittah (enam kumpulan hadis shahih Sunni) yang tidak diterima oleh para ulama Syi'ah. Di antara hadis-hadis itu, sebagian dari hadis membicarakan tentang perubahan dalam Quran sesudah wafatnya Rasulullah. Seperti yang akan dibahas berikut ini, dalam beberapa riwayat Sunni disebutkan 345 ayat, dua surah Quran (satu di antaranya memiliki panjang sama dengan surah ke-9), hilang dari Quran. Berikut ini beberapa referensi dalam Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan kumpulan hadis penting lainnya yang mengatakan tanpa bukti bahwa Quran tidak lengkap, dimulai dari Shahih Muslim.
Shahih Muslim
Di bagian ke tujuh, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut. Muslim meriwayatkan bahwa Abu Aswad menceritakan bahwa ayahnya berkata,
"Abu Musa Asy'ari mengundang para pembaca Quran dari Bashrah. Tiga ratus orang pembaca memenuhi undangannya. Dia mengatakan kepada mereka, 'Kalian semua para pembaca Quran dan pilihan orang-orang Bahrah. Bacalah Quran dan jangan melalaikannya! Kalau tidak waktu akan berlalu dan hati kalian akan mengeras seperti mengeraskan hati-hati mereka yang datang sebelum kalian. Kami dulu biasa membaca sebuah surah at-Taubah, tetapi aku lupa surah tersebut. Yang aku ingat dari surah ini hanya kalimat berikut, Sekiranya seorang anak Adam yang memiliki dua lembah berisi kekayaan, ia akan mencari lembah ke tiga dan tak ada sesuatu pun yang akan mengisi perutnya kecuali tanah.' Kami juga dulu seirang membaca sebuah surah yang sama dengan surah mutasyabihat dan aku lupa surah ini. Yang aku ingat hanya sebagai berikut, Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan? (yang sekarang terdapat dalam surah as-Shaff ayat 12) Sehingga sebuah kesaksian akan tertulis pada leher kalian dan kalian akan ditanya tentang hal ini pada hari kiamat (yang agak berbeda dengan apa yang ada dalam surah al-Isra ayat 13).""12
Jelaslah bahwa kata-kata yang di atas yang disebutkan Abu Musa bukan berasal dari Quran dan juga tidak sama dengan ayat-ayat Allah manapun dalam Quran. Mengherankan bahwa Abu Musa mengatakan dua surah dari Quran hilang dan salah satu surah panjangnya sama dengan surah at-Taubah. Berikut ini hadis yang disebutkan sebelum hadis di atas dalam Shahih Muslim:
Anas menyampaikan Rasulullah SAW bersabda, "Jika anak Adam memiliki dua lembah kekayaan, dia akan menginginkan yang ketiga. Dan perut anak Adam itu tidak akan merasa penuh kecuali dengan debu. Dan Allah akan kembali kepada orang yang bertaubat."13
Anak bin Malik meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah SAW mengatakan ini (kalimat-kalimat dalam hadis di atas), tetapi aku tidak mengetahui apakah hal ini diwahyukan kepadanya atau tidak, tetapi dia mengatakan demikian.14
Anas bin Malik meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, "Jika ada dua lembah emas untuk Anak Adam, dia akan menginginkan lembah yang lain, dan mulutnya akan dipenuhi apapun kecuali dengan debu, dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat"15
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata "Sekiranya tersedia satu lembah penuh kekayaan bagi anak Adam, dia akan menginginkan lembah lain yang seperti itu, dan dia tidak merasa puas kecuali dengan debu. Dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat (kepada-Nya)." Ibnu Abbas berkata, "Aku tidak mengetahui apakah ini dari Quran atau bukan, dan dalam riwayat yang disampaikan Zubair dikatakan, Aku tidak mengetahui apakah ayat ini berasal dari Quran atau bukan, dia tidak menyebutkan tentang Ibnu Abbas."16
Muslim juga menyampaikan dalam kitab tentang menyusui anak (ar-Ridha), bahwa Aisyah mengatakan sebagai berikut :
Tercantum dalam apa yang diturunkan dalam Quran bahwa apabila seorang wanita menyusui sebanyak sepuluh kami, maka ia menjadi seorang ibu bagi anak yang disusuinya. Jumlah (sekian kali) menyusukan ini akan membuat wanita itu haram bagi anak yang disusuinya. Kemudian ayat ini diganti dengan 'lima kali menyusukan' untuk menjadikan seorang wanita yang menyusukan seorang anak haram bagi anak yang disusui. Rasulullah wafat ketika kata-kata ini dicatat dan dibacakan dalam Quran.
Zamakhsyari juga mencatat bahwa Aisyah mengatakan bahwa ayat Quran yang memerintahkan hukuman rajam kepada orang berzina ditulis di atas sebuah daun, tetapi dengan tidak sengaja daun itu termakan seekor kambing menjelang nabi wafat. Dengan demikian, ayat ini hilang.
Menurut riwayat, Umar bin Khattab mengatakan bahwa surah al-Ahzab tidak lengkap.
Muttaqi Ali bin Husamuddin dalam kitabnya Mukhyasar Kanz al-Ummal, (tercetak dalam Musnad Ahmad, ayat 2 hal. 2) dalam hadisnya mengenai surah 33 yang dinyatakan bahwa Ibnu Mardawaih, meriwayatkan bahwa Hufzaifah berkata :
Umar berkata kepadaku, "Berapa banyak anak yng ada dalam surah al-Ahzab?" Aku menjawab 72 atau 73 ayat. Dia berkata, "Surah ini hampir sepanjang surat al-Baqarah, yang berisi 287 ayat, dan dalamnya ada ayat tentang hukuman rajam (bagi orang yang berzina)."
Jika kita memperhatikan riwayat Ibnu Mardawih yang disebutkan Hdzaifah berasal dari Umar bahwa surah al-Ahzab, yang berjumlah 72 ayat, sama panjangnya dengan surah al-Baqarah (yang berjumlah 287 ayat), dan jika melihat riwayat Abu Musa yang mengatakan bahwa sebuah surah yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah (berjumlah 130 ayat) dihilangkan dari Quran, maka menurut riwayat-riwayat ini terdapat 345 ayat yang dihilangkan.
Shahih al-Bukhari
Bukhari mencatat dalam Shahih-nya, Ibnu Abbas menyampaikan bahwa Umar bin Khattab mengatakan hal berikut dalam sebuah khutbah yang disampaikannya selama bertahun-tahun terkahir kekhalifahannya. Ketika Umar melaksanakan Haji terakhirnya, dia berkata :
Sesungguhnya Allah mengirim Muhammad dengan kebenaran dan menurunkan kitab (Quran) kepadanya. Salah satu wahyu yang datang kepadanya adalah ayat tentang rajam. Kami membacanya dan memahaminya. Rasulullah menerapkan aturan rajam dan kami mengikutinya. Aku khawatir bahwa dengan berjalannya waktu, seseorang mungkin berkata, "Demi Allah, kami tidak menemukan ayat tentang rajam dalam Kitab Allah." Jika demikian, kaum Muslim akan menyimpang karena mengabaikan firman yang telah diturunkan Yang Maha Kuasa.
Selain itu, kami dulu sering membaca apa yang kami temukan dalam Kitab Allah: Jangan menyangkal keabsahan ayah-ayah kalian sebagai ayah, dengan memandang rendah kepada mereka. Karena, jika kalian merasa malu kepada mereka, yang demikian adalah kekafiran.17
Kita perlu memperhatikan kapan hadis ini disebutkan, berapa lama waktu yang telah berlalu sejak wafatnya Nabi Muhammad, atau berapa lama dari saat pengumpulan lembaran-lembaran Quran. Selain itu, ayat yang dibaca oleh Umar dalam hadis di atas, tidak terdapat dalam Quran sekarang.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan dalam bab 21 Jika seorang hakim harus bersaksi untuk kepentingan seseorang penggugat saat dia sedang menjadi hakim atau dia mendapat tugas ini sebelum dia menjadi hakim (dapatkan dia memberikan pertimbangan untuk kepentingannya sesuai dengan itu atau haruskah dia merujuk kasus itu kepada hakim lain sebelum dia memberikan kesaksian?)
Hakim Syuraih berkata kepada orang yang meminta kesaksiannya, "Pergilah kepada penguasa sehingga aku bisa memberi kesaksian untukmu!" Dan Ikrimah berkata kepada Abdurrahman bin Auf, 'Jika aku melihat seseorang sedang melakukan perzinahan atau pencurian, dan engkau adalah seorang penguasa (apa yang akan engkau lakukan)?' Abdurrahman berkata, 'Aku akan menganggap kesaksianmu sama dengan kesaksian orang lain di antara umat Muslim. 'Umar berkata, 'Engkau telah mengatakan kebenaran.' Umar menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.""
Ma'iz mengaku di hadapan Rasulullah bahwa dia telah melakukan zina, kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk dirajam hingga meninggal. Tidak disebutkan bahwa Rasulullah meminta kesaksian dari mereka yang hadir di sana.
Hammad berkata, "Jika seorang pezinah mengaku di hadapan seorang penguasa sekali saja, dia harus dirajam sampai mati." Tetapi Hakam berkata, "Dia harus mengaku empat kali."18
Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah Umar menyatakan dengan jelas bahwa ayat yang dikenal sebagai ayat 'rajam' semula ada dalam Quran, atau asli diwahyukan? Untuk membahas bagian kedua, berikut ini pernyataan Umar dengan lebih jelas:
Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.
Apakah Umar takut orang-orang mengatakan begini dan begitu di belakangnya? Apakah dia pada saat mengatakan itu lebih takut kepada Tuhan, atau lebih takut kepada orang-orang daripada kepada Tuhan? Apakah semua orang diperbolehkan untuk merasa takut kepada orang lain saat mengatakan kebenaran tentang Quran yang lebih penting? Jika Umar tidak takut kepada orang-orang, apakah ia menuliskan ayat dalam Quran dengan tangannya sendiri atau tidak? Andaikata kita adalah Umar, dengan pengetahuan dan keberanian yang sama, bolehkah kita menambahkan ayat ini pada Quran dengan tangan kita sendiri atau tidak?
Apakah Umar mengetahui tentang pembatalan ayat atau tidak? Apakah ia lebih mengetahui tentang pembatalan ini dari pada ulama-ulama sekarang atau tidak?
Apakah dia tahu bahwa bolehkah dia menambahkan ayat dalam Quran jika ayat ini sekarang telah dibatalkan, ataupun tidak?
Bagi Syi'ah, hal ini tidak dapat diterima. Penjelasan singkat mengenai hal ini adalah sebagai berikut;
Sebagian Sunni mengatakan bahwa ayat ini praktiknya dapat dibatalkan, dan tetap bukan bagian dari Quran. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah dia mengetahui bahwa seharusnya dia tidak boleh menambahkan ayat ini ke dalam Quran karena ayat ini secara praktik dibatalkan? Dengan kata lain, jika dia mengatahui aturannya, mengapa dia bersikeras untuk menambahkan ayat? Jika dia tidak mengetahui hal itu, apakah aturan di atas merupakan sebuah ciptaan orang-orang Suni yang ingin membenarkan hilangnya ayat ini?
Contoh lain adalah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dinyatakan bahwa frase 'Dia yang menciptakan' ditambahkan pada ayat 3 surah al-Lail. Salah seorang perawi kontroversi ini adalah Abdullah bin Mas'ud. Seperti yang telah disebutkan, Rasulullah dengan jelas menyatakan (menurut sumber-sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah salah seorang yang harus dipercaya berkenaan dengan Quran.
Para sahabat dan Abdullah (Ibnu Mas'ud), datang untuk menemui Abu Darda, (dan sebelum mereka tiba di rumahnya) dia melihat mereka dan menemui mereka. Kemudian Abu Darda bertanya kepada mereka, "Siapa diantara kalian yang dapat membaca Quran seperti yang dibaca Abdullah?" Mereka menjawab, "Kami semua." Dia bertanya lagi, "Siapa diantara kalian yang mengetahuinya di luar kepala?" Mereka menunjuk kepada Alqama. Lalu dia bertanya kepada Alqama, "Bagaimana engkau mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca surah al-Lail (Malam hari)?" Alqama membacakan, "Demi laki-laki dan perempuan," Abu Darda berkata, "Aku memberi kesaksian bahwa aku mendengar Rasulullah membacanya seperti itu, tetapi orang-orang ini menginginkan aku untuk membacanya, "Dan demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan! Tetapi demi Allah, aku tidak akan mengikuti mereka."
Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 585, diriwayatkan oleh Alqama:
…..Abu Darda selanjutnya bertanya, "Bagaimana Abdullah membaca surah yang dimulai dengan Demi malam apabila ia menutupi (cahaya siang) (QS. Al-Lail :
1)" Kemudian aku membaca di hadapannya, Demi malam saat ia datang . Dan demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Lail : 1-3). Tentang ini Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca surah seperti ini ketika aku mendengarkan beliau (membacanya)".
Aku melakukan perjalanan ke Syam dan ketika sedang melaksanakan shalat dua raka'at, aku berkata, "Ya Allah! Berkahi aku dengan seorang sahabat (yang shaleh)!" Kemudian aku melihat seorang lelaki tua datang ke arahku dan ketika dia mendekat aku berkata (kepada diriku sendiri), "Aku berharap Allah mengabulkan permintaanku!" Orang tua itu bertanya (kepadaku), "Darimana engkau berasal?" Aku menjawab, "aku berasal dari Kufah." Dia berkata, "Bukankah di antara kalian ada pembawa sepatu milik Rasulullah), siwak dan tempat air wudhu? Bukankah di antara kalian ada orang yang diberi perlindungan oleh Allah dari setan? Dan bukankah di antara kalian terdapat orang yang menjaga rahasia-rahasia (Rasulullah) yang tidak diketahui orang lain? Bagaimana Ibn Um 'Abd (Abdullah bin Mas'ud) baisa membaca surah al-Lail?" Aku membaca, Demi malam saat ia datang. Demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perampuan. (QS. Al-Lail: 1-3). Tentang ini, Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca ayat ini seperti setelah aku mendengarkan dia, tetapi orang-orang ini (penduduk Syam) berusaha keras untuk membuatku mengatakan sesuatu yang berbeda."
Marilah kita mengamati ayat ini! Demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (QS. Al-Lail :3). Apakah ada kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dalam ayat tersebut? Jika tidak, saudara Wahabi perlu memeriksanya dalam Quran yang saudara Wahabi miliki. Jika benar, apakah kata-kata ini ditambahkan ke dalam Quran atau tidak? Seperti yang kita lihat, apa yang tertulis dalam tanda kurung tadi tidak ada dalam hadis, sementara dalam Quran ada. Apakah ayat tersebut dibatalkan? Jika benar apa arti sebenarnya dari kata 'pembatalan'.19
Apakah ini kata-kata yang bersifat menjelaskan? Sekiranya jawabannya adalah benar, apakah para perawi hadis-hadis kini mengetahui apa artidari ayat dan apa arti pernyataan yang menjelaskan? Para perawi hadis-hadis ini mengatakan bahwa orang-orang pada masa itu tidak membaca dengan cara yang mereka lakukan, akan tetapi, mereka tidak akan mengubah apapun, dan mereka akan terus membaca Quran dengan cara seperti itu. Selain itu, pernyataan penjelasan tidak ada dalam Quran itu sendiri tetapi ada dalam tafsir. Akan tetapi, Quran sekarang berisi kata-kata 'Dia yang telah menciptakan' dalamnya. Sekaragn, apakah Quran sekarang berisi kata-kata penjelasan para sahabat atau tidak?
Kaum Sunni meriwayatkan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah, Quran dihimpun dengan cara yang berbeda, dan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Mereka tidak menerima Quran pemerintah (yang dihimpun oleh abu Bakar), tetapi menyimpan Quran versi mereka di rumah dan tidak menunjukkannya kepada masyarakat umum. Akan tetapi, mereka membacanya seperti yang mereka inginkan.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6521, diriwayatkan oleh Masyriq "
Abdullah bin Umar menyebut nama Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena aku mendengar Rasulullah mengatakan, 'Pelajari Quran dari empat orang; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz, dan Ubay bin Ka'b!"
Rasulullah dengan jelas mengatakan (menurut sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang dapat dipercaya berkenaan dengan Quran. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6524, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud sendiri mengatakan bahwa:
Demi Allah yang tak ada selain Dia yang berhak untuk disembah. Tidak ada satu surat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui di mana surah itu diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui tentang siapa ayat itu bercerita.
Dia memiliki Quran yang berbeda (berdasarkan sumber-sumber Sunni) dengan ssuunan surah-surah yang berbeda dan rangkaian ayat-ayat yang berbeda pula. Seperti yang akan diperlihatkan, dia menyatakan bahwa sebuah ayat dalam Quran sekarang mendapat penambahan 'Dia yang telah menciptakan'. Dan dia mengatakan ini kepada orang-orang di tempat yang berbeda. Salah satu dari perbedaan ini adalah dua surah terakhir dalam Quran. Dia yakin bahwa kedua surah ini bukan surah-surah dan kedua surah ini hanya merupakan doa.
Bacalah hadis berikut dengan teliti. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6501, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:
Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b, "Ya Abu Munzir! Saudaramu, Ibnu Mas'ud mengatakan begini dan begitu (dua Mu'awwidhat tidak termasuk dalam Quran)." Ubay berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu dan beliau berkata, "Kedua surah itu telah diwahyukan kepadaku, dan aku telah membacanya (sebagai bagian dari Quran), "Lalu, Ubay menambahkan, "Oleh karenanya, kami mengatakan seperti yangtelah dikatakan oleh Rasulullah."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6500, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:
Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b berkenaan dengan ke dua Mu'awwidhat (surah-surah yang berisi tentang perlindungan kepada Allah). Dia mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Dia berkata, "Kedua surah ini telah dibacakan kepadaku dan aku telah membacanya (dan merupakan bagian dalam Quran)." Jadi kami mengatakan seperti yang telah dikatakan Rasulullah (Kedua surah itu adalah bagian dari Quran).20
Pertanyaan yang muncul adalah: 1) Apakah orang yang menyebutkan kedua hadis ini adalah Ubay bin Ka'b?; 2) Apakah dia membahas kedua surah Qur'an ini?; 3) Apakah bahwa dalam hadis yang pertama, yang berkata adalah Ibnu Mas'ud?; 4) Apakah Ubay bin Ka'ab mengatakan bahwa kedua surah ini ada dalam Quran, dan Ibnu Mas'ud berpikir bahwa keduanya tidak ada dalam Quran?; 5) Dalam hal ini, apakah kita mempercayai Ubay bin Ka'b atau Ibnu Mas'ud?; 6) Jika menolak keduanya, bagaimana kita membenarkan penolakan kita dengan hadis yang pertama dalam artikel ini yang mana keduanya dipercaya oleh Rasulullah? Bagaimana kita dapat menghapuskan serta tidak menghapuskan kedua surah ini dari Quran? Seperti yang telah disebutkan, Syi'ah menolak hadis-hadis ini karena tidak masuk akal, dan berlawanan dengan isi Quran yang benar. Abdullah bin Mas'ud memunyai seperangkat Quran yang berbeda pula.
Mari kita membaca hadis berikut. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518, diriwayatkan oleh Syahiq:
Abdullah mengatakan, "Aku mempelajari an-Naza'ir yang sering dibaca berpasangan oleh Rasulullah dalam tiap rakaat." Kemudian Abdullah bangkit dan Alqama menemani dia ke rumahnya, dan ketika Alqama keluar, kami bertanya kepadanya (mengenai surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah yang dimulai dari awal al-Mufassal, menurut susunan yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan berakhir dengan surah-surah yang dimulai dengan Ha Mim, contohnya; Ha Mim (asap), tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?" (QS. An-Naba: 1).
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6514, diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:
Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan semasa Rasulullah hidup dan aku mendengarkan bacaannya dan memperhatikan bahwa dia membaca dengan cara yang berbeda-beda dan tidak diajarkan Rasulullah kepadaku. Aku ingin melabraknya ketika dia sedang shalat, tetapi aku tahan kemarahanku, dan ketika dia telah menyelesaikan salatnya, aku menarik baju bagian atas ke lehernya dan mencengkramnya dan berkata, "Siapa yang telah mengajarimu surah yang ku dengar ini waktu engkau membacanya?" Dia menjawab, "Rasulullah telah mengajarkannya kepadaku." Aku berkata, "Engkau telah berdusta, karena Rasulullah telah mengajarkan ini kepadaku dengan cara yang berbeda denganmu. "Kemudian, aku menyeretnya ke hadapan Rasulullah dan berkata (kepada Rasulullah), "Aku mendengar orang ini membaca Quran dengan cara yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku!" Untuk itu Rasulullah bersabda, "Lepaskan dia, Bacalah, Hisyam!" Kemudian, dia membaca dengan cara yang sama seperti yang ku dengar waktu dua sedang membacanya. Lalu Rasulullah bersabda, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu," dan menambah, "Bacalah, Wahai Umar!" Aku membacanya seperti yang telah beliau ajarkan kepadaku. Rasulullah kemudian berkata, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu. Quran itu diturunkan untuk dibaca dalam tujuh cara yang berbeda, jadi bacalah dengan cara yang mudah bagimu!"
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 653, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair:
Aku berkata kepada Utsman bin Affan berkaitan dengan ayat Orang-orang di antara kamu yang meninggal dan meninggalkan isteri. (QS. Al-Baqarah: 240). Ayat ini dibatalkan oleh sebuah ayat lain. Jadi mengapa engkau harus menuliskannya?" Utsman berkata "Wahai anak saudaraku! Aku tidak akan mengubah apapun dari tempatnya."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 660, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair :
Aku berkata kepada Utsman, "Ayat ini yang ada dalam surah al-Baqarah, 'Orang-orang di antaramu yang meninggal dan meninggalkan janda-janda… tanpa menjaga mereka' telah dibatalkan dengan ayat lain. Lalu mengapa engkau menuliskannya (dalam Quran)?" Utsman berkata, "Biarkan ia (ditempatnya), wahai anak saudaraku, karena aku tidak akan mengubah apapun darinya (Quran) dari posisi aslinya!"
Jika ayat-ayat yang disebutkan di awal yang dikatakan ada dalam Quran menurut Shahih al-Bukhari dibatalkan, lalu mengapa ayat-ayat itu tidak ada dalam Quran? Bagaimana kita dapat membenarkan kedua hadis terakhir? Dan lagi, bagaimana sesuatu dapat dibatalkan sesudah Rasulullah meninggal? Jika suatu ayat dibatalkan, harus ada ayat yang lebih baik atau sebanding dengan yang terdahulu. Berikut ini apa yang dinyatakan Quran, Tidak ada satupun dari wahyu-Ku yang Kami batalkan atau menyebabkan (manusia) melupakannya, karena kami menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik atau sebanding. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah memiliki kekuasaan atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah : 106). Jadi, ayat-ayat yang dibatalkan dan ayat-ayat yang membatalkan selalu berpasangan.
Seperti yang ditegaskan oleh hadis-hadis Sunni di atas, ayat yang dibatalkan pasti ada dalam Quran. Sangat sedikit ayat dalam Quran sekarang yang dinyatakan dengan jelas dalam tafsir, baik Sunni maupun Syi'ah, bahwa ayat-ayat tertentu dibatalkan oleh ayat ini dan ayat itu. Ayat-ayat yang dibatalkan yang tidak ada dalam Quran adalah ayat-ayat yang disengaja oleh Allah SWT untuk dilupakan manusia. Karena ayat-ayat yang dilupakan tidak ada dalam ingatan Nabi dan manusia, wajar jika ayat-ayat ini tidak ada dalam Quran sekarnag, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengingatnya disebabkan oleh kehendak Allah.
Hadis-hadis yang disebutkan alam Shihah Sittah mengatakan bahwa beberapa ayat dalam Quran hilang dan para sahabat tidak hanya mengingat ayat-ayat itu tetapi juga membacanya di depan umum.Dengan demikian, ayat-ayat itu tidak dapat dibatalkan karena tidak dilupakan ataupun kita tidak mempunyai ayat-ayat yang sama (pasangan yang membatalkan) dalam Quran untuk mengganti ayat-ayat itu. Selain itu, pembatalan ini hanya terjadi pada saat Rasulullah masih hidup, dan bukan sesudah Rasulullah wafat.
Akan tetapi, beberapa hadis di atas mengatakan bahwa beberapa orang sahabat percaya bahwa sesudah wafatnya Rasulullah orang-orang mengubah kata-kata dalam Quran. Bagaimanapun, mereka tidak akan mengubah ayat mana pun, dan mereka akan terus membaca Quran versi mereka sendiri. Pembatalan tidak bisa menjadi penyelesaikan untuk perselisihan seperti itu.
Selain itu, Hakim Naisaburi dalam al-Mustadrak ketika menafsirkan Quran, bagian dua, halaman 224, meriwayatkan bahwa Ubay bin Ka'b (yang disebut Nabi sebagai pemimpin kaum Anshar), yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:
"Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa telah memerintahkanku untuk membaca Quran di hadapan kalian." Lalu, dia membaca, 'Orang-orang kafir dan para penyembah berhala tidak akan mengubah cara mereka hingga mereka melihat bukti yang nyata. Mereka yang tidak beriman di antara ahli-ahli kitab dan para penyembah berhala tidak dapat berubah hingga bukti yang jelas datang kepada mereka seorang utusan Allah, membaca halaman-halaman yang disucikan…' Dan bagian terindah dari halaman-halaman itu adalah, 'Andai Bani Adam meminta satu lembah yang penuh dengan harta dan Aku memberikannya kepadanya, dia akan meminta lembah lainnya. Dan jika aku memberinya, dia akan meminta lembah yang ke tiga. Tidak ada sesuatu pun yang akan memenuhi perut Bani Adam kecuali tanah. Tuhan menerima taubat dari orang-orang yang bertaubat. Agama yang ada di mata Tuhan adalah Hanafiyah (Islam) dan bukan Yahuddiyah (Yahudi) atau Nasriyah (Kristen). Siapapun yang mengerjakan kebaikan, kebaikannya tidak akan diingkari.""21
Hakim menulis, "Ini adalah sebuah hadis yang shahih." Dzahabi juga menggapa hadis ini shahih dalam tafsir Qurannya. Hakim menyampaikan bahwa Ubay bin Ka'b biasa membaca:
Mereka yang kafir telah membangun kefanatikan jahiliyah dalam hati mereka; dan jika kalian memiliki kafanatikan seperti itu, Masjid Suci pasti telah dirusak, dan Tuhan (telah) menurunkan kedamaian yang menentramkan hati kepada Utusan-Nya.
Ketua hakim mengatakan hadis ini shahih menurut standa kedua Syekh (Bukhari dan Muslim), dan juga ketika Dzahabi menganggapnya shahih dalam komentarnya pada Mustadrak (jilid 2, hal 225-226) serta ketika muslim meriwayatkan hal yang sama dengan hadis ini dari Abu Musa Asy'ari yang kami sebutkan lebih dahulu, kesimpulan apa yang dapat kita ambil dari semua ini?
Mereka yang mengatakan bahwa siapa saja yang mencatat hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran adalah orang kafir, ia berarti harus menerapkan juga aturan ini kepada Bukhari, Muslim, dan Hakim karena mereka memberikan kesaksian bahwa hadis-hadis absurd seperti itu shahih dan mereka telah menyebut kitab mereka sebagai kitab shahih. Sementara itu, penulis al-Kafi tidak pernah mengatakan bahwa isi kitab hadisnya seluruhnya shahih, dan menyebutkan bahwa hadis-hadis yang berlawanan dengan Quran harus ditolak.
Selanjutnya, mari kita andaikan bahwa Kulaini dalam kitabnya al-Kafi telah mencatat beberapa hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Mengapa semua Syi'ah harus dituduh bahwa mereka meyakini ketidaklengkapan Quran? Kulaini bukan seorang yang sempurna, dan jika seorang ulama seperti dia membuat suatu kesalahan dalam mencatat hadis yang kemudian diketahui hadis itu lemah, mengapa kita harus menimpakan kesalahan itu kepada jutaan orang Syi'ah? Jika tuduhan seperti itu mungkin untuk dilakukan dan diperbolehkan, mengapa kita tidak boleh menuduh semua Sunni percaya akan ketidaklengkapan Quran karena mereka adaah para pengikut Umar, yang dikutip oleh Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal dan Ibny Mardawih bahwa ia telah mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, dan bahwa lebih dari 200 ayat dihilangkan? Mengapa Umar, Aisyah, Abu Musa tidak boleh dituduh atas hal yang sama karena mereka semua menyatakan tentang ketidaklengkapan Quran?
Kami percaya bahwa Quran yang ada sekarang adalah Quran yang lengkap tanpa pengurangan atau penambahan apapun. Ini adalah Quran yang tidak memiliki kepalsuan. Quran ini adalah wahyu dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Terpuji. Allah berjanji bahwa Dia akan melindungi Quran. Dia berkata, Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan al- Quran, dan sesungguhnya Kami akan melindunginya! (QS. Al-Hijr : 9).
Melalui Quran, Rasulullah dan Ahlulbaitnya menyuruh kita untuk menguji keaslian setiap hadis, dan menerima hadis yang sesuai dengan Quran dan menolak hadis yang berlawanan dengan Quran. Kami percaya bahwa siapapun yang mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, atau telah ditambah adalah suatu kesalahan besar. Apa yang diriwayatkan Umar, Abu Musa, Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Hakim, dan Kulaini tentang masalah ini ditolak sama sekali dan benar-benar tidak dapat diterima, jika yang mereka maksudkan itu adalah ketidaklengkapan Quran.
Meskipun saudara-saudara Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, Syi'ah yakin bahwa hanya Quran yang sangat shahih, dan semua hadis yang berkaitan dengan Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila hadis tersebut terbukti bertentangan dengan Quran, logika dan fakta sejarah maka hadis-hadis itu tertolak. Hal ini disebabkan karena kaum Syi'ah tidak memberi otoritas mutlak pada seorang ulama. Otoritas mutlak hanya diberikan kepada Quran, semua hadis yang dinyatakan berasal dari mereka harus disesuaikan dengan Quran, logika, dan fakta sejarah.22
Quran yang Dihimpun oleh Imam Ali Ibnu Abi Thalib
Tidak ada perselisihan di antara para ulama Muslim, baik ulama Syi'ah atau Sunni, berkaitan dengan fakta bahwa Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as, memiliki transkip teks Quran khusus yang telah dikumpulkannya sendiri, dan dia adalah orang pertama yang menghimpun Quran. Ada sejumlah besar hadis dari Sunni dan Syi'ah yang menyatakan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah SAW Imam Ali duduk di rumahnya dan mebngatakan bahwa dia telah bersumpah tidak akan mengenakkan pakaian bepergian atau meninggalkan rumahnya hingga dia mengumpulkan Quran.23
Transkrip Quran yang disusun oleh Imam Ali as ini mempunyai spesifikasi-spesifikasi yang khusus. Pertama, transkrip Quran ini dikumpulkan sesuai dengan turunnya wahyu, yaitu disusun menurut turunnya wahyu. Inilah alasan mengapa? Muhammad bin Sirin (33/653-110/729), ulama terkenal dan Tabi'in (murid-murid para sahabat Rasulullah), menyesali bahwa transkrip ini tidak sampai ke tangan kaum Muslimin, dan dia mengatakan, "Jika transkrip itu berada di tangan kita, kita akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan dalamnya."24 Sesuai dengan transkrip ini, pada ulama Sunni menghubungkan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra (QS. Al-Alaq).25
Sebagaimana yang kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada pada awal Quran yang sekarang. Kaum muslimin juga sepakat bahwa ayat 3 QS. Al-Maidah diturunkan [5] adalah salah satu di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tetapi bukan ayat yang terakhir), dan ayat ini tidak berada dibagian akhir Quran yang sekarang. Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa meskipun Quran yang dipakai sekarang lengkap, kitab suci ini tidak tersusun dalam urutan sebagaimana telah diturunkan. Beberapa kesalahan penempatan ini dilakukan oleh beberapa sahabat, baik dengan sengaja atau sedikitnya dikarenakan ketidaktahuan.
Untuk alasan inilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sering berkata dalam khutbah-khutbahnya:
Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku! Demi Allah, jika kalian bertanya kepadaku mengenai apa saja yang dapat terjadi sampai Hari Kiamat, aku akan memberitahu kalian tentangnya. Bertanyalah kepadaku, karena, demi Allah, kalian tidak akan dapat bertanya kepadaku tentang segala sesuatu tanpa aku memberitahukanmu! Bertanyalah kepadaku tentang Kitab Allah, karena, demi Allah, tak ada satu ayat pun yang tidak aku ketahui dan dimana diturunkannya, apakah ia malah hari ataupun siang hari, dan apakah di sebuah dataran ataukah di pegunungan.!26
Kedua, transkrip ini berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutik (taksir dan takwil) dari Rasulullah yang beberapa di antaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis dalam Ushul al-Kafi. Bagian informasi ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama ayat-ayat Quran. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Quran jika dijumlahkan mencapai tujuh belas ribu ayat. Seperti yang diketahui oleh Sunni, hadis Qudsi (hadis yang diucapkan oleh Allah) juga merupakan wahyu langsung, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesungguhnya Quran memberikan kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Rasulullah (baik langsung maupun tidak langsung) adalah wahyu (lihat surat an-Najm ayat 3-4). Wahyu langsung di antaranya termasuk tafsiran terhadap Quran. Selain itu, transkrip yang khusus ini berisi keterangan dari Rasulullah mengenai ayat mana yang dibatalkan dan ayat mana yang membatalkan, ayat mana yang jelas (muhkam) dan mana yang bermakna ganda (mutasyabih), serta ayat mana yang bersifat umum dan mana yang spesifik.
Ketiga, transkrip yang khusus ini juga berisi keterangan mengenai orang-orang, tempat-tempat, dan lain-lain di mana ayat-ayat itu diturunkan, yang disebut Asbabun Nuzul. Karena Amirul Mukminin sadar akan fakta-fakta ini, beliau sering mengatakan :
Demi Allah, tidak ada satu ayat yang telah diturunkan tanpa sepengetahuanku tentang siapa atau apa ayat ini diturunkan serta dimana ia diturunkan. Tuhanku telah memberiku pikiran yang bisa memahami dengan cepat dan kuat dan lidah yang mampu berbicara dengan fasih.27
Sesudah beliau menghimpun transkrip ini, Imam Ali as membawanya dan menunjukkannya kepada para penguasa yang berkuasa setelah Rasulullah, dan berkata: "Ini adalah kitab Allah, Tuhanmu, yang disusun sesuai dengan yang diturunkannya kepada Rasulmu." Tetapi mereka tidak menerimanya dan menjawab, "Kami tidak memerlukannya. Kami memiliki apa yang engkau miliki!" Setelah itu, Imam Ali as membawa kembali transkrip itu dan memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah melihatnya lagi. Disebutkan bahwa Imam Ali membaca bagian akhir dari ayat Quran berikut.
Dan ketika Allah mengambil janji dai orang-orang yang telah diberi kitab untuk menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan tidak menyembunyikan (penjelasan)nya, mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan nilai yang sangat sedikit! Amatlah buruk tukaran yang mereka buat!" (QS. Ali Imran : 187).
Yang dimaksud oleh Imam Ali dengan 'penjelasannya' adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul Mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya. Transkrip itu diberikan kepada para Imam yang juga menyembunyikannya. Quran disembunyikan oleh para Imam hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Quran di antara kaum Muslimin. Karena jika orang-orang mempunyai dua Quran yang berbeda, akan terjadi beberapa perubahan dalam Quran yang dilakukan oleh orang-orang yang berpikiran jahat. Mereka berharap orang-orang mempunyai satu rangkaian Quran. Quran dan tafsirnya yang dikumpulkan oleh Imam Ali as tidak terdapat di kalangan Syi'ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Amirul Mukminin dulu diterima, maka sekarang ini Quran dengan tafsir yang khusus itu sudah berada di tangan umat, tetapi kenyataannya tidak begitu.
Fakta ini memberikan arti pada hadis dalam Ushul al-Kafi yang mengatakan bahwa, tidak ada seorangpun kecuali Amirul Mukminin dan para Umam sesudahnya yang memiliki Quran dengan susunan sesuai dengan diturunkannya, dan bahwa Quran yang mereka miliki berisi segala sesuatu tentang surga dan lain-lain serta semua Ilmu Kitab, karena dalam transkrip Imam Ali terdapat penjelasan dan tafsir-tafsir yang langsung berasal dari Rasulullah SAW. Allah, pemilik Kekuasaan dan Kerajaan berfirman, Dan Kami telah menurunkan kepadamu sebuah Kitab yang dalamnya (berisi) penjelasan tentang segala sesuatu" (QS. An-Nahl : 89) Kadang-kadang kata 'tahrif' dipergunakan dalam beberapa hadis, dan harus diperjelas bahwa arti kata ini berubah dari satu makna ke makna lainnya, seperti mengubah posisi yang benar sebuah kalimat atau memberinya arti yang lain di samping arti sebenarnya atau arti yang dimaksudkan.
Oleh karena itu, kata ini betul-betl tidak memiliki hubungan apapun dengan penambahan atau pengurangan teks. Jadi dengan arti ini Quran menyatakan, Sebagian orang-orang Yahudi mengubah (yuharrifuna) kata -kata dari arti-artinya." (QS. An-Nisa : 46) Tahrif artinya mengubah arti atau mengubah konteks, sebagaimana ia disebutkan dengan makna tersebut dalam Quran, tidak hanya diterapkan dalam komunitas Muslim pada ayat-ayat Quran tetapi juga pada hadis Quran, bahkan oleh para penguasa berniat memperalat agama Islam untuk kepentingan pribadinya. Tahrif dengan makna ini adalah tahrif yang oleh para Imam Ahlulbait senantiasa ditentang. Contohnya, Imam Baqir as mengeluh tentang situasi kaum Muslimin dan para penguasa merka yang korup, dan mengatakan;
Salah satu perwujudan penolakan mereka terhadap Kitab (QS. Al-Baqarah : 101) adalah bahwa merka telah menentukan kata-katanya, tetapi mereka telah mengubah batas-batas (perintahnya atau harafu hududah). Mereka menyampaikannya (dengan benar), tetapi mereka tidak mengamati (apa yang dikatakan kitab itu). Orang-orang yang bodoh senang menjaga cara mengatakannya, tetapi orang-orang yang berilmu menyesali bahwa mereka mengabaikan untuk memperhatikan apa yang dimaksud kita itu."28
Penggunaan tahrif ini diambil sebagai suatu definisi untuk kata uang mucnul dalam hadis para Iam, sama seperti kata yang telah digunakan (QS. An-Nisa : 46). Perlu ditekankan bahwa semua ulama besar Syi'ah Imamiyah sepakat bahwa Quran yang sekarang berada di antara kaum Muslimin adalah benar-benar Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad SAW, dan bahwa kitab ini tidak diubah. Tidak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatupun yang hilang darinya. Quran yang dihimpun oleh Imam Ali, termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yangberada di tangan umat sekarang ini, identik baik dalam istilah kata-kata atau pun kalimat-kalimat. Tidak ada satu kata, ayat, atau surah yang hilang. Satu-satunya perbedaan yang ada yaitu bahwa Quran sekarang (dikumpulkan oleh para sahabat) tidak tersusun sesuai dengan diturunkannya.
Kelengkapan Quran tidak dapat dibantah di antara kaum Syi'ah sehingga para ulama besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, yang terkenal sebagai Syekh Shaduq (309/919/-381/991), menulis:
Kami meyakini bahwa Quran yang diturunakn Allah kepada Rasul-Nya Muhammad adalah (sama dengan) satu diantara dua pembungkus (dafftayn). Dan ini adalah kitab yang berada di tangan umat, dan isinya tidak lebih besar dari itu. Jumlah surah sebagaimana diterima adalah seratus empat belas.. Dan dia yang menyatakan bahwa kami mengatakan kitab ini lebih besar isinya daripada yang itu, adalah seorang pendusta.29
Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq merupakan ulama hadis terbesar di antara Imam Syi'ah, dan diberi julukan Syekh Muhadditsin (yang paling terkemuka di antara ulama-ulama hadis). Beliau hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi as dan dia adalah salah seorang diantara ulama-ulama Syi'ah paling awal.
Untuk pembahasan lebih rinci mengenai kelengkapan Quran begitu juga dengan pendapat Syi'ah, pada pembaca yang tertarik bisa melihat al-Bayan, yang ditulis oleh Abu Qasim Khu'I (hal. 214-278).
Sebagian orang yang antipati terhadap Syi'ah menyebutkan bahwa Syi'ah melakukan taqiyah (menyembunyikan keyakinan) dan tidak mendasarkan keyakinan yang sebenarnya pada Quran. Mereka tidak pernah berusaha untuk memahami bahwa taqiyah dipergunakan ketika nyawa seseorang berada dalam bahaya.
Tidak perlu kiranya menyembunyikan keyakinan bila tidak berada dalam bahaya. Artikel di atas merupakan bukti bahwa taqiyah bukan sebuah alasan yang benar bagi orang-orang yang antipati terhadap Syi'ah di hadapan Allah untuk merendahkan apa dikemukakan Syi'ah. Mereka memiliki kebebasan untuk memeriksa hadis-hadis yang telah disebutkan dalam artikel-artikel yang berbeda, atu mereka bisa juga bertanya kepada ulama-ulama mereka yang jujur untuk melakukan itu. Dan kebenaran adalah yang paling baik untuk diikuti…
Thabarasi dan Ketidaklengkapan Quran
Seorang saudara Wahabi menulis, dalam bukunya al-Hukumat al-Islamiyah, Ayatullah Khomaini banyak membicarakan tentang Nuri Thabarsi. Dia bahkan mengutip dari bagian tertentu dari bukunya untuk mendukung teori-teorinya itu. Thabarasi adalah orang yang sama yagn menulis buku berjudul Fasil al-Khitab fi Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab (perkataan yang menentukan tentang bukti perubahan kitab Allah) yang dicetak di Iran, 1298 H, untuk melihat bahwa dia tidak hanya menegaskan Quran tidak lengkap tetapi juga dia mengemukakan contoh-contoh surah yang dihilangkan dari Quran.
Pernyataan di atas ini merupakan contoh lainnya dari kebohongan dan kerusakan, yang merupakan cirri kaum Wahabi dan guru-guru mereka yang telah begitu banyak menimpakan penderitaan kepada Syi'ah dari pada kepada Sunni. Mereka menyerang Syi'ah semata-mata karena pendukung mereka (rezim Saudi) memiliki konflik politik dengan Iran. Agenda politik mereka begitu jelas terlihat dari pernyataan di atas.
Ada tiga orang dengan nama Thabarsi di kalangan Syi'ah. Secara sengaja Wahabi menyatukan orang yang terkenal dan orang biasa. Orang yang disebutkan menulis sebuah kitab kecil mengenai ketidaklengkapan Quran, adalah Nuri Thabarsi (Husain bin Muhammad Tawi Nur Tabarasi, 1254/1838/1320/1902) yang tidak dijadikan otoritas bagi Syi'ah untuk hal apapun. Sebenarnya, ulama-ulama Syi'ah secara sepakat mengutuk pendapat orang ini ketika ia menyatakan pendapat seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah meyakini bahwa tidak ada satu ayat pun yang hilang dari Quran.
Satu catatan adalah bahwa kita tidak dapat menyebut seseorang seperti dia yang menyatakan bahwa Quran tidak lengkap, sebagai orang kafir. Alasannya semata-mata karena meyakini kelengkapan Quran bukan suatu rukun iman, atau tidak hadis yang menyatakan bahwa orang yang menyatakan Quran tidak lengkap adalah kafir. Selan itu, ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah adalah pelindung Pemberi Peringatan, dapat ditafsirkan secara berbeda. Tetapi, kita hanya dapat mengatakan bahwa orang seperti itu mungkin telah salah jalan atau telah disesatkan. Selan itu, kita harus membedakan antara orang yang yakin bahwa Quran tidak lengkap dengan orang yang mencatat hadis lemah di antara hadis-hadis dalam kitabnya, semata-mata karena ia ingin mewariskan semua informasi yang telah ia dapat (yang bisa mendapat pembenaran di masa mendatang).
Orang kedua dengan nama Thabarsi adalah Abu Mansyur Ahmad bin Ali yang hidup di abad ke enam sesudah Hijrah. Dia terkenal karena beberapa karyanya. Dia tdiak pernah menulis kitab apapun untuk membuktikan bahwa Quran tidak lengkap. Ayattullah Khomaini mengutip perkataan dari orang ini dalam bukunya, dan bukan orang pertama seperti dikatakan tadi.
Thabarsi yang sangat dikenal di dunia Syi'ah adalah orang yang lain. Beliau bernama Abu Ali Fadhl Thabarsi (486/1093-548/1154), yang merupakan salah seorang dari ahli hadis Imam dan penafsir Quran terkemuka. Kitab tentang tafsir yang ditulis olehnya sangat terkenal. Dia percaya akan kelengkapan Quran sebagaimana ulama-ulama Syi'ah lainnya. Abu Ali Thabarsi menyebutkan :
Tidak ada satu kata pun ditambakan pada Quran. Perkataan apapun mengenai kata-kata yang ditambahkan disangkal oleh kaum Syi'ah. Sementara mengenai penghilangan dari Quran, sebagian Syi'ah dan sebagian Sunni mengatakan demikian ettapi ulama-ulama kami menyangkal hal itu.
Pertama, Thabarsi telah menegaskan bahwa tidak ada sesuatupun ditambahkan ke dalam Quran, bertentangan dengan beberapa hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menyatakan sebaliknya. Kedua, dia telah menyebutkan bahwa ulama-ulama Syi'ah menolak gagasan bahwa ada bagian yang telah dihapus atau dihilangkan dari Quran. Perkataannya dengan jelas menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah tidak setuju dengan gagasan apapun yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari Quran. Oleh karena itu sejumlah kecil hadis yang menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya pastilah lemah dan tidak dapat diterima. Selain itu Thabarsi juga menyebutkan bahwa hadis-hadis yang menyatakan secara tidak langsung tentang penghapusan ayat atau surah dalam Quran, tidak terdapat dalam kitab-kitab Syi'ah, dan dapat ditemukan dalam kumpulan-kumpulan hadis Sunni yang paling utama seperti Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari.
Lebih lanjut Syi'ah menulis: Nuri Thabarsi mengemukakan contoh-contoh surah yang dihapus dari Quran, seperti surah Wali, "Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada nabi dan wali! Keduanya Kami utus untuk membimbing kalian ke jalan yang lurus. Nabi dan wali berasal satu sama lain …. memuji Tuhanmu, dan Ali adalah salah satu saksinya."
Semua ulama Syi'ah terkemuka menolak pendapat Nuri Thabaris di atas bahwa ada sebuah surah yang disebut surah Wali. Tetapi karena saudara Wahabi mencoba untuk menyelesaikan semua masalah berkaitan dengan banyaknya hadis riwayat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tentang penghilangan atau penghapusan dua surah Quran yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah dengan mengatakan bahwa surah-surah itu dibatalkan bahkan sesusah wafatnya Rasulullah. Maka, bagaiman seandainya surah kecil di atas yang disebut surah Wali telah diturunkan kemudian dibatalkan?
Berkenaan dengan konsep Wali, tidak diperlukan pembahasan panjanguntuk membuktikannya. Konsep tentang Wali telah disebutkan dalam Quran dengan arti umum maupun khusus. Berikut ini salah satu surah dengan arti khusus;
Satu-satunya wali bagimu adalah Allah, Rasul-Nya, dan mereka di antara orang-orang yang beriman yang tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta tunduk (kepada-Nya). (QS. al-Maidah : 55) ayat di atas dengan jelas mengatakan bahwa tidak semua orang beriman adalah wali dengan makna 'penguasa' dan 'pemimpin' sebagai arti khusus wali dalam ayat ini. Pada ayat ini juga, wali tidak hanya berarti sahabat, karena semua orang beriman adalah sahabat bagi yang lain. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya ada tiga wali khusus; Allah, Nabi Muhammad, dan Imam Ali karena hanya dia pada zaman Rasulullah yang membayar zakat ketika dia sedang bersujud (ruku'). Banyak ulama-ulama Muslim meriwayatkan hal ini.31
Quran Versi Fathimah
Beberapa selebaran anti Syi'ah yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok Wahabi menuduhkan bahwa berdasarkan kitab Ushul al-Kafi, Syi'ah percaya akan adanya sebuah Quran yang disebut 'Quran Fathimah'. Ini adalah sebuah tuduhan yang keji. Tidak ada satu pun hadis dalam Ushul al-Kafi yang menyatakan bahwa Fathimah as menulis sebuah kitab (mushaf). Hadis itu mengatakan 'Mushaf Fathimah'. Tentu saja Quran adalah sebuah (mushaf), tetapi kitab yang lain bukan Quran. Tuduhan ini sama bodohnya adalah dengan mengatakan 'Quran Bukhari', bukan kitab Bukhari. Juga beberapa hadis dalam al-Kafi dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada satu ayat Quran pun dalam Mushaf Fathimah. Ini menunjukkan bahwa Mushaf Fathimah benar-benar berbeda dari Quran. Tentu saja, panjangnya tiga kali lebih besar daripada Quran.
Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa Fathimah as, sesudah Rasulullah wafat, biasa menulis apa yang sudah diberitahukan kepadanya tentang apa yang akan terjadi pada anak cucunya dan kisah-kisah mengenai para penguasa selanjutnya (hingga hari kebangkitan). Fathimah as mencatat atau meminta Imam Ali untuk mencatatkan informasi-informasi tersebut, yang disimpan keluarga para imam, dan disebut kitab (Mushaf) Fathimah. Sebuah hadis yang berkaitan ddengan hal ini secara jelas mengatakan bahwa apa yang disebut Mushaf Fathimah bukan bagian dari Quran dan tidak ada hubungannya dengan firman-firman Allah SWT, dan tentang halal atau haramnya sesuatu menurut Allah. Kitab ini tidak ada kaitannya dengan Syari'ah (hukum Tuhan) dan praktik-praktik keagamaan. Berikut ini beberapa hadis tersebut. Abu Abdullah as mengatakan, "Kami memiliki mushaf Fathimah, tetapi aku tidak menyatakan bahwa segala sesuatu tentang Quran ada di dalamnya."32
Abu Abdillah as juga mengatakan tentang Mushaf Fathimah, "Tidak ada sesuatu pun tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam kitab ini, tetapi dalamnya terdapat pengetahuan tentang apa yang akan terjadi."33
Abdul Malik bin Ayan berkata kepada Abu Abdillah as, "Zaidiyah dan Mu'tazilah telah berkumpul bersama Muhammad bin Abdillah (Ibnu Hasan, yang kedua). Akankah mereka membuat aturan?" Dia berkata, "Demi Allah, aku memiliki dua kitab dimana dalamnya terdapat nama-nama setiap nabi dan setiap penguasa yang memerintah di bumi ini (dari awal hingga hari Kiamat). Tidak, demi Allah, Muhammad bin Abdillah bukan salah seorang di antara mereka.
Mushaf maksudnya suatu kumpulan syahifah yang merupakan bentuk tunggal untuk kata 'halaman' (shuhuf). Arti literal dari kata mushaf adalah naskah yang terikat di antara dua papan. Pada jaman itu orang-orang biasa menulis di atas kulit dan benda-benda lain. Mereka menggulung tulisan-tulisan itu dikenal sebagai gulungan surah, atau mereka memakai lembaran-lembaran terpisah dan mengikatnya bersama-sama, karena itu disebut Mushaf. Sekarang ini kita menyebutnya buku. Kata yang sebanding dengan buku adalah 'kitab' yang dulu (dan sekarang pun masih) biasa ditujukan untuk korespondensi atau untuk suatu dokumen tertulis atau tercatat. Kata menulis dalam bahasa Arab 'kataba' adalah sebuah kata bentukan dan kata yang sama.
Meskipun sekarang ini Quran biasa disebut Mishaf, mungkin merujik pada 'kumpulannya' setelah sebelumnya terpisah-pisah (surah-surah turunnya tidak bersamaa). Quran adalah sebuah Mushaf (buku / kitab), tetapi sembarang mashaf tidak bisa disebut Quran. Tidak ada yang namanya Quran Fathimah, sebagaimana yang dikatakan di mata dan dalam beberapa hadis lainnya, Mushaf Fathimahs memang tidak ada kaitannya dengan Quran. Konsep ini biasa disalah artikan dari konteksnya dan diterbitkan oleh kelimpok-kelompok anti Syi'ah sehubungan dengan kebencian mereka kepada para pengikut Ahlulbait Rasulullah SAW.
Hal lain yang juga sangat pentinguntuk diketahui dan dipahami adalah bahwa mempercayai Mushaf Fathimah bukan sebuah syarat keyakinan Syi'ah. Hanya saja beberapa hadis meriwayatkan hal seperti itu. Mushaf ini bukan sesuatu yang sangat penting, dan tidak ada seorangpun (kecuali Imam Mahdi) yang mengetahui tentagnya.
Ada sebuah ayat dalam Quran dimana Allah mengatakan; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Quran, dan Kami akan benar-benar menjadi penjaganya. (QS. al-Hijr : 9). Seperti yang dinyatakan ayat ini, Quran dilindungi oleh Allah sendiri.
Ayat ini menyatakan secara tidak langung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya oleh Allah sendiri.
Ayat ini menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya dai Syiah Itsna Asyu'arriyyah.
Syi'ah Itsna Asy'ariyyah mengatakan bahwa kitab Allah dilindungi Allah sendiri beserta sejarahnya. Bahkan tiada seorang manusia yang dapat menambahkan, mengurangi, atau mengubah huruf-hurufnya. Hal ini meliputi semua golongan manusia. Dalam kehidupan nyata, hal ini berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Singkatnya, tiada satupun manusia yang mampu mengubah Quran dengan cara apapaun. Di sisi lain, ada kaum Sunni yang mengatakan bahwa Syi'ah mempunyai Quran yang berbeda.
Mari kita perhatikan pernyataa berikut ini, "Jika kita menerima sekelompok orang separti Syi'ah (atau kulkumpulan lain yang bernama X) yang telah mengubah Quran, kita mempertanyakan kemampuanAllah dalam menjaga Quran. Kita berkata bahwa sekelompok umat mampu mengubah Quran dan menyebarluaskan Quran itu pada kelompoknya. Bukankah Allah yang seharusnya melindungi Quran? Sekiranya Quran demikian itu ada, berarti kita telah mengganggap bahwa Allah tidak mampu. "Dengan kata lain, kaum Sunni percaya pada versi yang menyatakan tentang lemahnya perlindungan Allah terhadap Quran. Sementara orang-orang Syi'ah Itsna Asy'ariyyah tidak menerima kelemahan seperti itu: Artinya, barangsiapa yang mengatakah hal. Seperti ini, brrarti ia benar-benar percaya bahwa segelintir orang (bahkan satu orang) telah mengubah Quran. Dengan kata lain, ia sendiri percaya pada perubahan yang terjadi pada Quran yang bukan dilakukan olehnya, tetapi oleh orang lain.
Kita mungkin mengatakan bahwa secara fisik semua Quran sama. "tetapi, Syi'ah mempercayai hal itu hanya dalam benak mereka. Pernyataan ini pastilah lelucon belaka. Apakah kita berpikir bahwa Syi'ah seperti itu hanya ada dalam benak saja? Sejumlah kecil hadis yang menyebutkan tentang Quran yang berbeda juga menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran yang berbeda terlihat oleh perawi hadis. Seperti yang anda lihat adanya penambahan frase 'Yang Menciptakan dalam Quran, para perawi hadis bahkan memberikan kata-kata yang sudah ada dalam Quran, kadang-kadang mereka menyajikan ayat lengkap yang dihapus atau ditambahkan, atau bahkan membicarakan tentang surah-surah Quran yang lengkap. Kedua hal ini tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Jika Quran seperti itu ada, maka Allah pasti berbohong kepada umat manusia. Jika Quran adalah yang paling kuat dan benar, maka Quran semacam itu tidak ada. Dengan kata lain, jika kita katakan bahwa Quran seperti itu ada, artinya kita menyerang kaum muslimin, Quran yang ada sekarang ini dan menyerang Tuhan.
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Apakah seorang penyembah berhala India dapat mengubah Quran?
Sebelum berakhirnya pembahasan artikel ini, kita perhatikan perumpamaan berikut ini. Seorang bernama A sangat ahli bermain catur. Dia bermain dengan B.
Saat B kalah dan hanya tinggal dua langkah bagi B untuk kalah dalam permainan itu, A menyarankan sesuatu yang menarik. Dia memutar papan catur 180 derajat. Dengan ini, tempat pemenang dan yang kalah berganti. A yang sebelumnya menang, sekarang kalah, dan B yang sebelumnya kalah sekarang hampir menjadi pemenang. Tetapi cerita tidak berakhir sampai di sini. A begitu lihai sehingga dia menang lagi. Dia bisa menghadapi masalah, menyelesaikannya, dan mendapatkan kekuatan serta merupakan kunci dalam permainan catur tersebut. Kisah Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat mirip dengan cerita ini.
Jika kita menghadiri pelajaran-pelajaran keagamaan (bukan sembarang pelajaran), kita akan menemukan permainan yang sama. Pengajar membuktikan kepada kita bahwa subjek ini begini dan begitu. Kita menjadi yakin sehingga berniat meniggalkan agama ini. Lalu dia mulai menjelaskan semua alasan-alasan terdahulu dan membuka setiap masalah, dan membawa sumber-sumber dan alasan-alasan lain. Kita dapat melihat betapa menakjubkannya definisi subjek itu berubah.
Kita menjadi bahagia karena telah mendapatkan kebenaran. Perbedaannya sekarang adalah bahwa kita berpikir bahwa keimanan kita menjadi lebih kuat.
Perilaku ini bahkan tersimpan dalam buku-buku. Jika seorang pembaca tidak mengenal metode ini, dia berpikir si penulis atau pengarang adalah kafir. Jika dia tidak membaca seluruh isi buku tersebut, dia pasti akan kesal sekali terhadap isi beberapa bagian buku tersebut. Disisi lain, jika si pembaca sabar, dalam sesaat dia akan melihat bahwa irama si penulis berubah. Metode ini menyebabkan banyak persoalan. Salah satunya adalah bagi para pembaca yang membaca sebagian buku itu. Mereka langsung menuduh penulis di depan umum bahwa dia kafir. Jika orang lain telah membaca buku ini sebelumnya, dia akan mentertawakan orang pertama karena kurangnya membaca.
Subjek mengenai perubahan Quran merupakan salah satu di antara subjek-subjek ini. Bagi para pembaca, bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa Quran diubah dengan menggunakan Quran sendiri. Masalahnya adalah bahwa metode ini sangat berbahaya. Jika seseorang gagal untuk menyampaikan subjek itu kepada kita, sebagian besar di antara kita pastilah akan kehilangan keimanan kita terhadap Quran. Perlu diketahui bahwa Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat ahli dalam hal ini Syi'ah Itsna Asy'arriyah sangat ahli dalam hal ini sehingga tidak ada mazhab Islam lainnya yang telah mengikuti mereka dalam hal tadi. Mereka menunjukkan bahwa Quran tidak diubah dengan Quran, hadis dan cerita-cerita historis. Ketika pelajaran usai, kita akan mendapatkan sebuah sistem pemikiran yang sangat kokoh tentang subjek yang spesial. Kita akan menemukannya berada sangat dekat dalam diri kita.
…..Abu Darda selanjutnya bertanya, "Bagaimana Abdullah membaca surah yang dimulai dengan Demi malam apabila ia menutupi (cahaya siang) (QS. Al-Lail :
1)" Kemudian aku membaca di hadapannya, Demi malam saat ia datang . Dan demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Lail : 1-3). Tentang ini Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca surah seperti ini ketika aku mendengarkan beliau (membacanya)".
Aku melakukan perjalanan ke Syam dan ketika sedang melaksanakan shalat dua raka'at, aku berkata, "Ya Allah! Berkahi aku dengan seorang sahabat (yang shaleh)!" Kemudian aku melihat seorang lelaki tua datang ke arahku dan ketika dia mendekat aku berkata (kepada diriku sendiri), "Aku berharap Allah mengabulkan permintaanku!" Orang tua itu bertanya (kepadaku), "Darimana engkau berasal?" Aku menjawab, "aku berasal dari Kufah." Dia berkata, "Bukankah di antara kalian ada pembawa sepatu milik Rasulullah), siwak dan tempat air wudhu? Bukankah di antara kalian ada orang yang diberi perlindungan oleh Allah dari setan? Dan bukankah di antara kalian terdapat orang yang menjaga rahasia-rahasia (Rasulullah) yang tidak diketahui orang lain? Bagaimana Ibn Um 'Abd (Abdullah bin Mas'ud) baisa membaca surah al-Lail?" Aku membaca, Demi malam saat ia datang. Demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perampuan. (QS. Al-Lail: 1-3). Tentang ini, Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca ayat ini seperti setelah aku mendengarkan dia, tetapi orang-orang ini (penduduk Syam) berusaha keras untuk membuatku mengatakan sesuatu yang berbeda."
Marilah kita mengamati ayat ini! Demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (QS. Al-Lail :3). Apakah ada kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dalam ayat tersebut? Jika tidak, saudara Wahabi perlu memeriksanya dalam Quran yang saudara Wahabi miliki. Jika benar, apakah kata-kata ini ditambahkan ke dalam Quran atau tidak? Seperti yang kita lihat, apa yang tertulis dalam tanda kurung tadi tidak ada dalam hadis, sementara dalam Quran ada. Apakah ayat tersebut dibatalkan? Jika benar apa arti sebenarnya dari kata 'pembatalan'.19
Apakah ini kata-kata yang bersifat menjelaskan? Sekiranya jawabannya adalah benar, apakah para perawi hadis-hadis kini mengetahui apa artidari ayat dan apa arti pernyataan yang menjelaskan? Para perawi hadis-hadis ini mengatakan bahwa orang-orang pada masa itu tidak membaca dengan cara yang mereka lakukan, akan tetapi, mereka tidak akan mengubah apapun, dan mereka akan terus membaca Quran dengan cara seperti itu. Selain itu, pernyataan penjelasan tidak ada dalam Quran itu sendiri tetapi ada dalam tafsir. Akan tetapi, Quran sekarang berisi kata-kata 'Dia yang telah menciptakan' dalamnya. Sekaragn, apakah Quran sekarang berisi kata-kata penjelasan para sahabat atau tidak?
Kaum Sunni meriwayatkan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah, Quran dihimpun dengan cara yang berbeda, dan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Mereka tidak menerima Quran pemerintah (yang dihimpun oleh abu Bakar), tetapi menyimpan Quran versi mereka di rumah dan tidak menunjukkannya kepada masyarakat umum. Akan tetapi, mereka membacanya seperti yang mereka inginkan.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6521, diriwayatkan oleh Masyriq "
Abdullah bin Umar menyebut nama Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena aku mendengar Rasulullah mengatakan, 'Pelajari Quran dari empat orang; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz, dan Ubay bin Ka'b!"
Rasulullah dengan jelas mengatakan (menurut sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang dapat dipercaya berkenaan dengan Quran. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6524, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud sendiri mengatakan bahwa:
Demi Allah yang tak ada selain Dia yang berhak untuk disembah. Tidak ada satu surat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui di mana surah itu diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui tentang siapa ayat itu bercerita.
Dia memiliki Quran yang berbeda (berdasarkan sumber-sumber Sunni) dengan ssuunan surah-surah yang berbeda dan rangkaian ayat-ayat yang berbeda pula. Seperti yang akan diperlihatkan, dia menyatakan bahwa sebuah ayat dalam Quran sekarang mendapat penambahan 'Dia yang telah menciptakan'. Dan dia mengatakan ini kepada orang-orang di tempat yang berbeda. Salah satu dari perbedaan ini adalah dua surah terakhir dalam Quran. Dia yakin bahwa kedua surah ini bukan surah-surah dan kedua surah ini hanya merupakan doa.
Bacalah hadis berikut dengan teliti. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6501, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:
Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b, "Ya Abu Munzir! Saudaramu, Ibnu Mas'ud mengatakan begini dan begitu (dua Mu'awwidhat tidak termasuk dalam Quran)." Ubay berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu dan beliau berkata, "Kedua surah itu telah diwahyukan kepadaku, dan aku telah membacanya (sebagai bagian dari Quran), "Lalu, Ubay menambahkan, "Oleh karenanya, kami mengatakan seperti yangtelah dikatakan oleh Rasulullah."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6500, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:
Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b berkenaan dengan ke dua Mu'awwidhat (surah-surah yang berisi tentang perlindungan kepada Allah). Dia mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Dia berkata, "Kedua surah ini telah dibacakan kepadaku dan aku telah membacanya (dan merupakan bagian dalam Quran)." Jadi kami mengatakan seperti yang telah dikatakan Rasulullah (Kedua surah itu adalah bagian dari Quran).20
Pertanyaan yang muncul adalah: 1) Apakah orang yang menyebutkan kedua hadis ini adalah Ubay bin Ka'b?; 2) Apakah dia membahas kedua surah Qur'an ini?; 3) Apakah bahwa dalam hadis yang pertama, yang berkata adalah Ibnu Mas'ud?; 4) Apakah Ubay bin Ka'ab mengatakan bahwa kedua surah ini ada dalam Quran, dan Ibnu Mas'ud berpikir bahwa keduanya tidak ada dalam Quran?; 5) Dalam hal ini, apakah kita mempercayai Ubay bin Ka'b atau Ibnu Mas'ud?; 6) Jika menolak keduanya, bagaimana kita membenarkan penolakan kita dengan hadis yang pertama dalam artikel ini yang mana keduanya dipercaya oleh Rasulullah? Bagaimana kita dapat menghapuskan serta tidak menghapuskan kedua surah ini dari Quran? Seperti yang telah disebutkan, Syi'ah menolak hadis-hadis ini karena tidak masuk akal, dan berlawanan dengan isi Quran yang benar. Abdullah bin Mas'ud memunyai seperangkat Quran yang berbeda pula.
Mari kita membaca hadis berikut. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518, diriwayatkan oleh Syahiq:
Abdullah mengatakan, "Aku mempelajari an-Naza'ir yang sering dibaca berpasangan oleh Rasulullah dalam tiap rakaat." Kemudian Abdullah bangkit dan Alqama menemani dia ke rumahnya, dan ketika Alqama keluar, kami bertanya kepadanya (mengenai surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah yang dimulai dari awal al-Mufassal, menurut susunan yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan berakhir dengan surah-surah yang dimulai dengan Ha Mim, contohnya; Ha Mim (asap), tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?" (QS. An-Naba: 1).
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6514, diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:
Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan semasa Rasulullah hidup dan aku mendengarkan bacaannya dan memperhatikan bahwa dia membaca dengan cara yang berbeda-beda dan tidak diajarkan Rasulullah kepadaku. Aku ingin melabraknya ketika dia sedang shalat, tetapi aku tahan kemarahanku, dan ketika dia telah menyelesaikan salatnya, aku menarik baju bagian atas ke lehernya dan mencengkramnya dan berkata, "Siapa yang telah mengajarimu surah yang ku dengar ini waktu engkau membacanya?" Dia menjawab, "Rasulullah telah mengajarkannya kepadaku." Aku berkata, "Engkau telah berdusta, karena Rasulullah telah mengajarkan ini kepadaku dengan cara yang berbeda denganmu. "Kemudian, aku menyeretnya ke hadapan Rasulullah dan berkata (kepada Rasulullah), "Aku mendengar orang ini membaca Quran dengan cara yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku!" Untuk itu Rasulullah bersabda, "Lepaskan dia, Bacalah, Hisyam!" Kemudian, dia membaca dengan cara yang sama seperti yang ku dengar waktu dua sedang membacanya. Lalu Rasulullah bersabda, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu," dan menambah, "Bacalah, Wahai Umar!" Aku membacanya seperti yang telah beliau ajarkan kepadaku. Rasulullah kemudian berkata, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu. Quran itu diturunkan untuk dibaca dalam tujuh cara yang berbeda, jadi bacalah dengan cara yang mudah bagimu!"
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 653, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair:
Aku berkata kepada Utsman bin Affan berkaitan dengan ayat Orang-orang di antara kamu yang meninggal dan meninggalkan isteri. (QS. Al-Baqarah: 240). Ayat ini dibatalkan oleh sebuah ayat lain. Jadi mengapa engkau harus menuliskannya?" Utsman berkata "Wahai anak saudaraku! Aku tidak akan mengubah apapun dari tempatnya."
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 660, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair :
Aku berkata kepada Utsman, "Ayat ini yang ada dalam surah al-Baqarah, 'Orang-orang di antaramu yang meninggal dan meninggalkan janda-janda… tanpa menjaga mereka' telah dibatalkan dengan ayat lain. Lalu mengapa engkau menuliskannya (dalam Quran)?" Utsman berkata, "Biarkan ia (ditempatnya), wahai anak saudaraku, karena aku tidak akan mengubah apapun darinya (Quran) dari posisi aslinya!"
Jika ayat-ayat yang disebutkan di awal yang dikatakan ada dalam Quran menurut Shahih al-Bukhari dibatalkan, lalu mengapa ayat-ayat itu tidak ada dalam Quran? Bagaimana kita dapat membenarkan kedua hadis terakhir? Dan lagi, bagaimana sesuatu dapat dibatalkan sesudah Rasulullah meninggal? Jika suatu ayat dibatalkan, harus ada ayat yang lebih baik atau sebanding dengan yang terdahulu. Berikut ini apa yang dinyatakan Quran, Tidak ada satupun dari wahyu-Ku yang Kami batalkan atau menyebabkan (manusia) melupakannya, karena kami menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik atau sebanding. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah memiliki kekuasaan atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah : 106). Jadi, ayat-ayat yang dibatalkan dan ayat-ayat yang membatalkan selalu berpasangan.
Seperti yang ditegaskan oleh hadis-hadis Sunni di atas, ayat yang dibatalkan pasti ada dalam Quran. Sangat sedikit ayat dalam Quran sekarang yang dinyatakan dengan jelas dalam tafsir, baik Sunni maupun Syi'ah, bahwa ayat-ayat tertentu dibatalkan oleh ayat ini dan ayat itu. Ayat-ayat yang dibatalkan yang tidak ada dalam Quran adalah ayat-ayat yang disengaja oleh Allah SWT untuk dilupakan manusia. Karena ayat-ayat yang dilupakan tidak ada dalam ingatan Nabi dan manusia, wajar jika ayat-ayat ini tidak ada dalam Quran sekarnag, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengingatnya disebabkan oleh kehendak Allah.
Hadis-hadis yang disebutkan alam Shihah Sittah mengatakan bahwa beberapa ayat dalam Quran hilang dan para sahabat tidak hanya mengingat ayat-ayat itu tetapi juga membacanya di depan umum.Dengan demikian, ayat-ayat itu tidak dapat dibatalkan karena tidak dilupakan ataupun kita tidak mempunyai ayat-ayat yang sama (pasangan yang membatalkan) dalam Quran untuk mengganti ayat-ayat itu. Selain itu, pembatalan ini hanya terjadi pada saat Rasulullah masih hidup, dan bukan sesudah Rasulullah wafat.
Akan tetapi, beberapa hadis di atas mengatakan bahwa beberapa orang sahabat percaya bahwa sesudah wafatnya Rasulullah orang-orang mengubah kata-kata dalam Quran. Bagaimanapun, mereka tidak akan mengubah ayat mana pun, dan mereka akan terus membaca Quran versi mereka sendiri. Pembatalan tidak bisa menjadi penyelesaikan untuk perselisihan seperti itu.
Selain itu, Hakim Naisaburi dalam al-Mustadrak ketika menafsirkan Quran, bagian dua, halaman 224, meriwayatkan bahwa Ubay bin Ka'b (yang disebut Nabi sebagai pemimpin kaum Anshar), yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:
"Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa telah memerintahkanku untuk membaca Quran di hadapan kalian." Lalu, dia membaca, 'Orang-orang kafir dan para penyembah berhala tidak akan mengubah cara mereka hingga mereka melihat bukti yang nyata. Mereka yang tidak beriman di antara ahli-ahli kitab dan para penyembah berhala tidak dapat berubah hingga bukti yang jelas datang kepada mereka seorang utusan Allah, membaca halaman-halaman yang disucikan…' Dan bagian terindah dari halaman-halaman itu adalah, 'Andai Bani Adam meminta satu lembah yang penuh dengan harta dan Aku memberikannya kepadanya, dia akan meminta lembah lainnya. Dan jika aku memberinya, dia akan meminta lembah yang ke tiga. Tidak ada sesuatu pun yang akan memenuhi perut Bani Adam kecuali tanah. Tuhan menerima taubat dari orang-orang yang bertaubat. Agama yang ada di mata Tuhan adalah Hanafiyah (Islam) dan bukan Yahuddiyah (Yahudi) atau Nasriyah (Kristen). Siapapun yang mengerjakan kebaikan, kebaikannya tidak akan diingkari.""21
Hakim menulis, "Ini adalah sebuah hadis yang shahih." Dzahabi juga menggapa hadis ini shahih dalam tafsir Qurannya. Hakim menyampaikan bahwa Ubay bin Ka'b biasa membaca:
Mereka yang kafir telah membangun kefanatikan jahiliyah dalam hati mereka; dan jika kalian memiliki kafanatikan seperti itu, Masjid Suci pasti telah dirusak, dan Tuhan (telah) menurunkan kedamaian yang menentramkan hati kepada Utusan-Nya.
Ketua hakim mengatakan hadis ini shahih menurut standa kedua Syekh (Bukhari dan Muslim), dan juga ketika Dzahabi menganggapnya shahih dalam komentarnya pada Mustadrak (jilid 2, hal 225-226) serta ketika muslim meriwayatkan hal yang sama dengan hadis ini dari Abu Musa Asy'ari yang kami sebutkan lebih dahulu, kesimpulan apa yang dapat kita ambil dari semua ini?
Mereka yang mengatakan bahwa siapa saja yang mencatat hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran adalah orang kafir, ia berarti harus menerapkan juga aturan ini kepada Bukhari, Muslim, dan Hakim karena mereka memberikan kesaksian bahwa hadis-hadis absurd seperti itu shahih dan mereka telah menyebut kitab mereka sebagai kitab shahih. Sementara itu, penulis al-Kafi tidak pernah mengatakan bahwa isi kitab hadisnya seluruhnya shahih, dan menyebutkan bahwa hadis-hadis yang berlawanan dengan Quran harus ditolak.
Selanjutnya, mari kita andaikan bahwa Kulaini dalam kitabnya al-Kafi telah mencatat beberapa hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Mengapa semua Syi'ah harus dituduh bahwa mereka meyakini ketidaklengkapan Quran? Kulaini bukan seorang yang sempurna, dan jika seorang ulama seperti dia membuat suatu kesalahan dalam mencatat hadis yang kemudian diketahui hadis itu lemah, mengapa kita harus menimpakan kesalahan itu kepada jutaan orang Syi'ah? Jika tuduhan seperti itu mungkin untuk dilakukan dan diperbolehkan, mengapa kita tidak boleh menuduh semua Sunni percaya akan ketidaklengkapan Quran karena mereka adaah para pengikut Umar, yang dikutip oleh Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal dan Ibny Mardawih bahwa ia telah mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, dan bahwa lebih dari 200 ayat dihilangkan? Mengapa Umar, Aisyah, Abu Musa tidak boleh dituduh atas hal yang sama karena mereka semua menyatakan tentang ketidaklengkapan Quran?
Kami percaya bahwa Quran yang ada sekarang adalah Quran yang lengkap tanpa pengurangan atau penambahan apapun. Ini adalah Quran yang tidak memiliki kepalsuan. Quran ini adalah wahyu dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Terpuji. Allah berjanji bahwa Dia akan melindungi Quran. Dia berkata, Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan al- Quran, dan sesungguhnya Kami akan melindunginya! (QS. Al-Hijr : 9).
Melalui Quran, Rasulullah dan Ahlulbaitnya menyuruh kita untuk menguji keaslian setiap hadis, dan menerima hadis yang sesuai dengan Quran dan menolak hadis yang berlawanan dengan Quran. Kami percaya bahwa siapapun yang mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, atau telah ditambah adalah suatu kesalahan besar. Apa yang diriwayatkan Umar, Abu Musa, Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Hakim, dan Kulaini tentang masalah ini ditolak sama sekali dan benar-benar tidak dapat diterima, jika yang mereka maksudkan itu adalah ketidaklengkapan Quran.
Meskipun saudara-saudara Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, Syi'ah yakin bahwa hanya Quran yang sangat shahih, dan semua hadis yang berkaitan dengan Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila hadis tersebut terbukti bertentangan dengan Quran, logika dan fakta sejarah maka hadis-hadis itu tertolak. Hal ini disebabkan karena kaum Syi'ah tidak memberi otoritas mutlak pada seorang ulama. Otoritas mutlak hanya diberikan kepada Quran, semua hadis yang dinyatakan berasal dari mereka harus disesuaikan dengan Quran, logika, dan fakta sejarah.22
Quran yang Dihimpun oleh Imam Ali Ibnu Abi Thalib
Tidak ada perselisihan di antara para ulama Muslim, baik ulama Syi'ah atau Sunni, berkaitan dengan fakta bahwa Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as, memiliki transkip teks Quran khusus yang telah dikumpulkannya sendiri, dan dia adalah orang pertama yang menghimpun Quran. Ada sejumlah besar hadis dari Sunni dan Syi'ah yang menyatakan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah SAW Imam Ali duduk di rumahnya dan mebngatakan bahwa dia telah bersumpah tidak akan mengenakkan pakaian bepergian atau meninggalkan rumahnya hingga dia mengumpulkan Quran.23
Transkrip Quran yang disusun oleh Imam Ali as ini mempunyai spesifikasi-spesifikasi yang khusus. Pertama, transkrip Quran ini dikumpulkan sesuai dengan turunnya wahyu, yaitu disusun menurut turunnya wahyu. Inilah alasan mengapa? Muhammad bin Sirin (33/653-110/729), ulama terkenal dan Tabi'in (murid-murid para sahabat Rasulullah), menyesali bahwa transkrip ini tidak sampai ke tangan kaum Muslimin, dan dia mengatakan, "Jika transkrip itu berada di tangan kita, kita akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan dalamnya."24 Sesuai dengan transkrip ini, pada ulama Sunni menghubungkan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra (QS. Al-Alaq).25
Sebagaimana yang kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada pada awal Quran yang sekarang. Kaum muslimin juga sepakat bahwa ayat 3 QS. Al-Maidah diturunkan [5] adalah salah satu di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tetapi bukan ayat yang terakhir), dan ayat ini tidak berada dibagian akhir Quran yang sekarang. Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa meskipun Quran yang dipakai sekarang lengkap, kitab suci ini tidak tersusun dalam urutan sebagaimana telah diturunkan. Beberapa kesalahan penempatan ini dilakukan oleh beberapa sahabat, baik dengan sengaja atau sedikitnya dikarenakan ketidaktahuan.
Untuk alasan inilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sering berkata dalam khutbah-khutbahnya:
Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku! Demi Allah, jika kalian bertanya kepadaku mengenai apa saja yang dapat terjadi sampai Hari Kiamat, aku akan memberitahu kalian tentangnya. Bertanyalah kepadaku, karena, demi Allah, kalian tidak akan dapat bertanya kepadaku tentang segala sesuatu tanpa aku memberitahukanmu! Bertanyalah kepadaku tentang Kitab Allah, karena, demi Allah, tak ada satu ayat pun yang tidak aku ketahui dan dimana diturunkannya, apakah ia malah hari ataupun siang hari, dan apakah di sebuah dataran ataukah di pegunungan.!26
Kedua, transkrip ini berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutik (taksir dan takwil) dari Rasulullah yang beberapa di antaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis dalam Ushul al-Kafi. Bagian informasi ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama ayat-ayat Quran. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Quran jika dijumlahkan mencapai tujuh belas ribu ayat. Seperti yang diketahui oleh Sunni, hadis Qudsi (hadis yang diucapkan oleh Allah) juga merupakan wahyu langsung, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesungguhnya Quran memberikan kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Rasulullah (baik langsung maupun tidak langsung) adalah wahyu (lihat surat an-Najm ayat 3-4). Wahyu langsung di antaranya termasuk tafsiran terhadap Quran. Selain itu, transkrip yang khusus ini berisi keterangan dari Rasulullah mengenai ayat mana yang dibatalkan dan ayat mana yang membatalkan, ayat mana yang jelas (muhkam) dan mana yang bermakna ganda (mutasyabih), serta ayat mana yang bersifat umum dan mana yang spesifik.
Ketiga, transkrip yang khusus ini juga berisi keterangan mengenai orang-orang, tempat-tempat, dan lain-lain di mana ayat-ayat itu diturunkan, yang disebut Asbabun Nuzul. Karena Amirul Mukminin sadar akan fakta-fakta ini, beliau sering mengatakan :
Demi Allah, tidak ada satu ayat yang telah diturunkan tanpa sepengetahuanku tentang siapa atau apa ayat ini diturunkan serta dimana ia diturunkan. Tuhanku telah memberiku pikiran yang bisa memahami dengan cepat dan kuat dan lidah yang mampu berbicara dengan fasih.27
Sesudah beliau menghimpun transkrip ini, Imam Ali as membawanya dan menunjukkannya kepada para penguasa yang berkuasa setelah Rasulullah, dan berkata: "Ini adalah kitab Allah, Tuhanmu, yang disusun sesuai dengan yang diturunkannya kepada Rasulmu." Tetapi mereka tidak menerimanya dan menjawab, "Kami tidak memerlukannya. Kami memiliki apa yang engkau miliki!" Setelah itu, Imam Ali as membawa kembali transkrip itu dan memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah melihatnya lagi. Disebutkan bahwa Imam Ali membaca bagian akhir dari ayat Quran berikut.
Dan ketika Allah mengambil janji dai orang-orang yang telah diberi kitab untuk menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan tidak menyembunyikan (penjelasan)nya, mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan nilai yang sangat sedikit! Amatlah buruk tukaran yang mereka buat!" (QS. Ali Imran : 187).
Yang dimaksud oleh Imam Ali dengan 'penjelasannya' adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul Mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya. Transkrip itu diberikan kepada para Imam yang juga menyembunyikannya. Quran disembunyikan oleh para Imam hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Quran di antara kaum Muslimin. Karena jika orang-orang mempunyai dua Quran yang berbeda, akan terjadi beberapa perubahan dalam Quran yang dilakukan oleh orang-orang yang berpikiran jahat. Mereka berharap orang-orang mempunyai satu rangkaian Quran. Quran dan tafsirnya yang dikumpulkan oleh Imam Ali as tidak terdapat di kalangan Syi'ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Amirul Mukminin dulu diterima, maka sekarang ini Quran dengan tafsir yang khusus itu sudah berada di tangan umat, tetapi kenyataannya tidak begitu.
Fakta ini memberikan arti pada hadis dalam Ushul al-Kafi yang mengatakan bahwa, tidak ada seorangpun kecuali Amirul Mukminin dan para Umam sesudahnya yang memiliki Quran dengan susunan sesuai dengan diturunkannya, dan bahwa Quran yang mereka miliki berisi segala sesuatu tentang surga dan lain-lain serta semua Ilmu Kitab, karena dalam transkrip Imam Ali terdapat penjelasan dan tafsir-tafsir yang langsung berasal dari Rasulullah SAW. Allah, pemilik Kekuasaan dan Kerajaan berfirman, Dan Kami telah menurunkan kepadamu sebuah Kitab yang dalamnya (berisi) penjelasan tentang segala sesuatu" (QS. An-Nahl : 89) Kadang-kadang kata 'tahrif' dipergunakan dalam beberapa hadis, dan harus diperjelas bahwa arti kata ini berubah dari satu makna ke makna lainnya, seperti mengubah posisi yang benar sebuah kalimat atau memberinya arti yang lain di samping arti sebenarnya atau arti yang dimaksudkan.
Oleh karena itu, kata ini betul-betl tidak memiliki hubungan apapun dengan penambahan atau pengurangan teks. Jadi dengan arti ini Quran menyatakan, Sebagian orang-orang Yahudi mengubah (yuharrifuna) kata -kata dari arti-artinya." (QS. An-Nisa : 46) Tahrif artinya mengubah arti atau mengubah konteks, sebagaimana ia disebutkan dengan makna tersebut dalam Quran, tidak hanya diterapkan dalam komunitas Muslim pada ayat-ayat Quran tetapi juga pada hadis Quran, bahkan oleh para penguasa berniat memperalat agama Islam untuk kepentingan pribadinya. Tahrif dengan makna ini adalah tahrif yang oleh para Imam Ahlulbait senantiasa ditentang. Contohnya, Imam Baqir as mengeluh tentang situasi kaum Muslimin dan para penguasa merka yang korup, dan mengatakan;
Salah satu perwujudan penolakan mereka terhadap Kitab (QS. Al-Baqarah : 101) adalah bahwa merka telah menentukan kata-katanya, tetapi mereka telah mengubah batas-batas (perintahnya atau harafu hududah). Mereka menyampaikannya (dengan benar), tetapi mereka tidak mengamati (apa yang dikatakan kitab itu). Orang-orang yang bodoh senang menjaga cara mengatakannya, tetapi orang-orang yang berilmu menyesali bahwa mereka mengabaikan untuk memperhatikan apa yang dimaksud kita itu."28
Penggunaan tahrif ini diambil sebagai suatu definisi untuk kata uang mucnul dalam hadis para Iam, sama seperti kata yang telah digunakan (QS. An-Nisa : 46). Perlu ditekankan bahwa semua ulama besar Syi'ah Imamiyah sepakat bahwa Quran yang sekarang berada di antara kaum Muslimin adalah benar-benar Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad SAW, dan bahwa kitab ini tidak diubah. Tidak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatupun yang hilang darinya. Quran yang dihimpun oleh Imam Ali, termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yangberada di tangan umat sekarang ini, identik baik dalam istilah kata-kata atau pun kalimat-kalimat. Tidak ada satu kata, ayat, atau surah yang hilang. Satu-satunya perbedaan yang ada yaitu bahwa Quran sekarang (dikumpulkan oleh para sahabat) tidak tersusun sesuai dengan diturunkannya.
Kelengkapan Quran tidak dapat dibantah di antara kaum Syi'ah sehingga para ulama besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, yang terkenal sebagai Syekh Shaduq (309/919/-381/991), menulis:
Kami meyakini bahwa Quran yang diturunakn Allah kepada Rasul-Nya Muhammad adalah (sama dengan) satu diantara dua pembungkus (dafftayn). Dan ini adalah kitab yang berada di tangan umat, dan isinya tidak lebih besar dari itu. Jumlah surah sebagaimana diterima adalah seratus empat belas.. Dan dia yang menyatakan bahwa kami mengatakan kitab ini lebih besar isinya daripada yang itu, adalah seorang pendusta.29
Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq merupakan ulama hadis terbesar di antara Imam Syi'ah, dan diberi julukan Syekh Muhadditsin (yang paling terkemuka di antara ulama-ulama hadis). Beliau hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi as dan dia adalah salah seorang diantara ulama-ulama Syi'ah paling awal.
Untuk pembahasan lebih rinci mengenai kelengkapan Quran begitu juga dengan pendapat Syi'ah, pada pembaca yang tertarik bisa melihat al-Bayan, yang ditulis oleh Abu Qasim Khu'I (hal. 214-278).
Sebagian orang yang antipati terhadap Syi'ah menyebutkan bahwa Syi'ah melakukan taqiyah (menyembunyikan keyakinan) dan tidak mendasarkan keyakinan yang sebenarnya pada Quran. Mereka tidak pernah berusaha untuk memahami bahwa taqiyah dipergunakan ketika nyawa seseorang berada dalam bahaya.
Tidak perlu kiranya menyembunyikan keyakinan bila tidak berada dalam bahaya. Artikel di atas merupakan bukti bahwa taqiyah bukan sebuah alasan yang benar bagi orang-orang yang antipati terhadap Syi'ah di hadapan Allah untuk merendahkan apa dikemukakan Syi'ah. Mereka memiliki kebebasan untuk memeriksa hadis-hadis yang telah disebutkan dalam artikel-artikel yang berbeda, atu mereka bisa juga bertanya kepada ulama-ulama mereka yang jujur untuk melakukan itu. Dan kebenaran adalah yang paling baik untuk diikuti…
Thabarasi dan Ketidaklengkapan Quran
Seorang saudara Wahabi menulis, dalam bukunya al-Hukumat al-Islamiyah, Ayatullah Khomaini banyak membicarakan tentang Nuri Thabarsi. Dia bahkan mengutip dari bagian tertentu dari bukunya untuk mendukung teori-teorinya itu. Thabarasi adalah orang yang sama yagn menulis buku berjudul Fasil al-Khitab fi Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab (perkataan yang menentukan tentang bukti perubahan kitab Allah) yang dicetak di Iran, 1298 H, untuk melihat bahwa dia tidak hanya menegaskan Quran tidak lengkap tetapi juga dia mengemukakan contoh-contoh surah yang dihilangkan dari Quran.
Pernyataan di atas ini merupakan contoh lainnya dari kebohongan dan kerusakan, yang merupakan cirri kaum Wahabi dan guru-guru mereka yang telah begitu banyak menimpakan penderitaan kepada Syi'ah dari pada kepada Sunni. Mereka menyerang Syi'ah semata-mata karena pendukung mereka (rezim Saudi) memiliki konflik politik dengan Iran. Agenda politik mereka begitu jelas terlihat dari pernyataan di atas.
Ada tiga orang dengan nama Thabarsi di kalangan Syi'ah. Secara sengaja Wahabi menyatukan orang yang terkenal dan orang biasa. Orang yang disebutkan menulis sebuah kitab kecil mengenai ketidaklengkapan Quran, adalah Nuri Thabarsi (Husain bin Muhammad Tawi Nur Tabarasi, 1254/1838/1320/1902) yang tidak dijadikan otoritas bagi Syi'ah untuk hal apapun. Sebenarnya, ulama-ulama Syi'ah secara sepakat mengutuk pendapat orang ini ketika ia menyatakan pendapat seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah meyakini bahwa tidak ada satu ayat pun yang hilang dari Quran.
Satu catatan adalah bahwa kita tidak dapat menyebut seseorang seperti dia yang menyatakan bahwa Quran tidak lengkap, sebagai orang kafir. Alasannya semata-mata karena meyakini kelengkapan Quran bukan suatu rukun iman, atau tidak hadis yang menyatakan bahwa orang yang menyatakan Quran tidak lengkap adalah kafir. Selan itu, ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah adalah pelindung Pemberi Peringatan, dapat ditafsirkan secara berbeda. Tetapi, kita hanya dapat mengatakan bahwa orang seperti itu mungkin telah salah jalan atau telah disesatkan. Selan itu, kita harus membedakan antara orang yang yakin bahwa Quran tidak lengkap dengan orang yang mencatat hadis lemah di antara hadis-hadis dalam kitabnya, semata-mata karena ia ingin mewariskan semua informasi yang telah ia dapat (yang bisa mendapat pembenaran di masa mendatang).
Orang kedua dengan nama Thabarsi adalah Abu Mansyur Ahmad bin Ali yang hidup di abad ke enam sesudah Hijrah. Dia terkenal karena beberapa karyanya. Dia tdiak pernah menulis kitab apapun untuk membuktikan bahwa Quran tidak lengkap. Ayattullah Khomaini mengutip perkataan dari orang ini dalam bukunya, dan bukan orang pertama seperti dikatakan tadi.
Thabarsi yang sangat dikenal di dunia Syi'ah adalah orang yang lain. Beliau bernama Abu Ali Fadhl Thabarsi (486/1093-548/1154), yang merupakan salah seorang dari ahli hadis Imam dan penafsir Quran terkemuka. Kitab tentang tafsir yang ditulis olehnya sangat terkenal. Dia percaya akan kelengkapan Quran sebagaimana ulama-ulama Syi'ah lainnya. Abu Ali Thabarsi menyebutkan :
Tidak ada satu kata pun ditambakan pada Quran. Perkataan apapun mengenai kata-kata yang ditambahkan disangkal oleh kaum Syi'ah. Sementara mengenai penghilangan dari Quran, sebagian Syi'ah dan sebagian Sunni mengatakan demikian ettapi ulama-ulama kami menyangkal hal itu.
Pertama, Thabarsi telah menegaskan bahwa tidak ada sesuatupun ditambahkan ke dalam Quran, bertentangan dengan beberapa hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menyatakan sebaliknya. Kedua, dia telah menyebutkan bahwa ulama-ulama Syi'ah menolak gagasan bahwa ada bagian yang telah dihapus atau dihilangkan dari Quran. Perkataannya dengan jelas menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah tidak setuju dengan gagasan apapun yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari Quran. Oleh karena itu sejumlah kecil hadis yang menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya pastilah lemah dan tidak dapat diterima. Selain itu Thabarsi juga menyebutkan bahwa hadis-hadis yang menyatakan secara tidak langsung tentang penghapusan ayat atau surah dalam Quran, tidak terdapat dalam kitab-kitab Syi'ah, dan dapat ditemukan dalam kumpulan-kumpulan hadis Sunni yang paling utama seperti Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari.
Lebih lanjut Syi'ah menulis: Nuri Thabarsi mengemukakan contoh-contoh surah yang dihapus dari Quran, seperti surah Wali, "Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada nabi dan wali! Keduanya Kami utus untuk membimbing kalian ke jalan yang lurus. Nabi dan wali berasal satu sama lain …. memuji Tuhanmu, dan Ali adalah salah satu saksinya."
Semua ulama Syi'ah terkemuka menolak pendapat Nuri Thabaris di atas bahwa ada sebuah surah yang disebut surah Wali. Tetapi karena saudara Wahabi mencoba untuk menyelesaikan semua masalah berkaitan dengan banyaknya hadis riwayat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tentang penghilangan atau penghapusan dua surah Quran yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah dengan mengatakan bahwa surah-surah itu dibatalkan bahkan sesusah wafatnya Rasulullah. Maka, bagaiman seandainya surah kecil di atas yang disebut surah Wali telah diturunkan kemudian dibatalkan?
Berkenaan dengan konsep Wali, tidak diperlukan pembahasan panjanguntuk membuktikannya. Konsep tentang Wali telah disebutkan dalam Quran dengan arti umum maupun khusus. Berikut ini salah satu surah dengan arti khusus;
Satu-satunya wali bagimu adalah Allah, Rasul-Nya, dan mereka di antara orang-orang yang beriman yang tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta tunduk (kepada-Nya). (QS. al-Maidah : 55) ayat di atas dengan jelas mengatakan bahwa tidak semua orang beriman adalah wali dengan makna 'penguasa' dan 'pemimpin' sebagai arti khusus wali dalam ayat ini. Pada ayat ini juga, wali tidak hanya berarti sahabat, karena semua orang beriman adalah sahabat bagi yang lain. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya ada tiga wali khusus; Allah, Nabi Muhammad, dan Imam Ali karena hanya dia pada zaman Rasulullah yang membayar zakat ketika dia sedang bersujud (ruku'). Banyak ulama-ulama Muslim meriwayatkan hal ini.31
Quran Versi Fathimah
Beberapa selebaran anti Syi'ah yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok Wahabi menuduhkan bahwa berdasarkan kitab Ushul al-Kafi, Syi'ah percaya akan adanya sebuah Quran yang disebut 'Quran Fathimah'. Ini adalah sebuah tuduhan yang keji. Tidak ada satu pun hadis dalam Ushul al-Kafi yang menyatakan bahwa Fathimah as menulis sebuah kitab (mushaf). Hadis itu mengatakan 'Mushaf Fathimah'. Tentu saja Quran adalah sebuah (mushaf), tetapi kitab yang lain bukan Quran. Tuduhan ini sama bodohnya adalah dengan mengatakan 'Quran Bukhari', bukan kitab Bukhari. Juga beberapa hadis dalam al-Kafi dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada satu ayat Quran pun dalam Mushaf Fathimah. Ini menunjukkan bahwa Mushaf Fathimah benar-benar berbeda dari Quran. Tentu saja, panjangnya tiga kali lebih besar daripada Quran.
Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa Fathimah as, sesudah Rasulullah wafat, biasa menulis apa yang sudah diberitahukan kepadanya tentang apa yang akan terjadi pada anak cucunya dan kisah-kisah mengenai para penguasa selanjutnya (hingga hari kebangkitan). Fathimah as mencatat atau meminta Imam Ali untuk mencatatkan informasi-informasi tersebut, yang disimpan keluarga para imam, dan disebut kitab (Mushaf) Fathimah. Sebuah hadis yang berkaitan ddengan hal ini secara jelas mengatakan bahwa apa yang disebut Mushaf Fathimah bukan bagian dari Quran dan tidak ada hubungannya dengan firman-firman Allah SWT, dan tentang halal atau haramnya sesuatu menurut Allah. Kitab ini tidak ada kaitannya dengan Syari'ah (hukum Tuhan) dan praktik-praktik keagamaan. Berikut ini beberapa hadis tersebut. Abu Abdullah as mengatakan, "Kami memiliki mushaf Fathimah, tetapi aku tidak menyatakan bahwa segala sesuatu tentang Quran ada di dalamnya."32
Abu Abdillah as juga mengatakan tentang Mushaf Fathimah, "Tidak ada sesuatu pun tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam kitab ini, tetapi dalamnya terdapat pengetahuan tentang apa yang akan terjadi."33
Abdul Malik bin Ayan berkata kepada Abu Abdillah as, "Zaidiyah dan Mu'tazilah telah berkumpul bersama Muhammad bin Abdillah (Ibnu Hasan, yang kedua). Akankah mereka membuat aturan?" Dia berkata, "Demi Allah, aku memiliki dua kitab dimana dalamnya terdapat nama-nama setiap nabi dan setiap penguasa yang memerintah di bumi ini (dari awal hingga hari Kiamat). Tidak, demi Allah, Muhammad bin Abdillah bukan salah seorang di antara mereka.
Mushaf maksudnya suatu kumpulan syahifah yang merupakan bentuk tunggal untuk kata 'halaman' (shuhuf). Arti literal dari kata mushaf adalah naskah yang terikat di antara dua papan. Pada jaman itu orang-orang biasa menulis di atas kulit dan benda-benda lain. Mereka menggulung tulisan-tulisan itu dikenal sebagai gulungan surah, atau mereka memakai lembaran-lembaran terpisah dan mengikatnya bersama-sama, karena itu disebut Mushaf. Sekarang ini kita menyebutnya buku. Kata yang sebanding dengan buku adalah 'kitab' yang dulu (dan sekarang pun masih) biasa ditujukan untuk korespondensi atau untuk suatu dokumen tertulis atau tercatat. Kata menulis dalam bahasa Arab 'kataba' adalah sebuah kata bentukan dan kata yang sama.
Meskipun sekarang ini Quran biasa disebut Mishaf, mungkin merujik pada 'kumpulannya' setelah sebelumnya terpisah-pisah (surah-surah turunnya tidak bersamaa). Quran adalah sebuah Mushaf (buku / kitab), tetapi sembarang mashaf tidak bisa disebut Quran. Tidak ada yang namanya Quran Fathimah, sebagaimana yang dikatakan di mata dan dalam beberapa hadis lainnya, Mushaf Fathimahs memang tidak ada kaitannya dengan Quran. Konsep ini biasa disalah artikan dari konteksnya dan diterbitkan oleh kelimpok-kelompok anti Syi'ah sehubungan dengan kebencian mereka kepada para pengikut Ahlulbait Rasulullah SAW.
Hal lain yang juga sangat pentinguntuk diketahui dan dipahami adalah bahwa mempercayai Mushaf Fathimah bukan sebuah syarat keyakinan Syi'ah. Hanya saja beberapa hadis meriwayatkan hal seperti itu. Mushaf ini bukan sesuatu yang sangat penting, dan tidak ada seorangpun (kecuali Imam Mahdi) yang mengetahui tentagnya.
Ada sebuah ayat dalam Quran dimana Allah mengatakan; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Quran, dan Kami akan benar-benar menjadi penjaganya. (QS. al-Hijr : 9). Seperti yang dinyatakan ayat ini, Quran dilindungi oleh Allah sendiri.
Ayat ini menyatakan secara tidak langung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya oleh Allah sendiri.
Ayat ini menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya dai Syiah Itsna Asyu'arriyyah.
Syi'ah Itsna Asy'ariyyah mengatakan bahwa kitab Allah dilindungi Allah sendiri beserta sejarahnya. Bahkan tiada seorang manusia yang dapat menambahkan, mengurangi, atau mengubah huruf-hurufnya. Hal ini meliputi semua golongan manusia. Dalam kehidupan nyata, hal ini berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Singkatnya, tiada satupun manusia yang mampu mengubah Quran dengan cara apapaun. Di sisi lain, ada kaum Sunni yang mengatakan bahwa Syi'ah mempunyai Quran yang berbeda.
Mari kita perhatikan pernyataa berikut ini, "Jika kita menerima sekelompok orang separti Syi'ah (atau kulkumpulan lain yang bernama X) yang telah mengubah Quran, kita mempertanyakan kemampuanAllah dalam menjaga Quran. Kita berkata bahwa sekelompok umat mampu mengubah Quran dan menyebarluaskan Quran itu pada kelompoknya. Bukankah Allah yang seharusnya melindungi Quran? Sekiranya Quran demikian itu ada, berarti kita telah mengganggap bahwa Allah tidak mampu. "Dengan kata lain, kaum Sunni percaya pada versi yang menyatakan tentang lemahnya perlindungan Allah terhadap Quran. Sementara orang-orang Syi'ah Itsna Asy'ariyyah tidak menerima kelemahan seperti itu: Artinya, barangsiapa yang mengatakah hal. Seperti ini, brrarti ia benar-benar percaya bahwa segelintir orang (bahkan satu orang) telah mengubah Quran. Dengan kata lain, ia sendiri percaya pada perubahan yang terjadi pada Quran yang bukan dilakukan olehnya, tetapi oleh orang lain.
Kita mungkin mengatakan bahwa secara fisik semua Quran sama. "tetapi, Syi'ah mempercayai hal itu hanya dalam benak mereka. Pernyataan ini pastilah lelucon belaka. Apakah kita berpikir bahwa Syi'ah seperti itu hanya ada dalam benak saja? Sejumlah kecil hadis yang menyebutkan tentang Quran yang berbeda juga menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran yang berbeda terlihat oleh perawi hadis. Seperti yang anda lihat adanya penambahan frase 'Yang Menciptakan dalam Quran, para perawi hadis bahkan memberikan kata-kata yang sudah ada dalam Quran, kadang-kadang mereka menyajikan ayat lengkap yang dihapus atau ditambahkan, atau bahkan membicarakan tentang surah-surah Quran yang lengkap. Kedua hal ini tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Jika Quran seperti itu ada, maka Allah pasti berbohong kepada umat manusia. Jika Quran adalah yang paling kuat dan benar, maka Quran semacam itu tidak ada. Dengan kata lain, jika kita katakan bahwa Quran seperti itu ada, artinya kita menyerang kaum muslimin, Quran yang ada sekarang ini dan menyerang Tuhan.
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Apakah seorang penyembah berhala India dapat mengubah Quran?
Sebelum berakhirnya pembahasan artikel ini, kita perhatikan perumpamaan berikut ini. Seorang bernama A sangat ahli bermain catur. Dia bermain dengan B.
Saat B kalah dan hanya tinggal dua langkah bagi B untuk kalah dalam permainan itu, A menyarankan sesuatu yang menarik. Dia memutar papan catur 180 derajat. Dengan ini, tempat pemenang dan yang kalah berganti. A yang sebelumnya menang, sekarang kalah, dan B yang sebelumnya kalah sekarang hampir menjadi pemenang. Tetapi cerita tidak berakhir sampai di sini. A begitu lihai sehingga dia menang lagi. Dia bisa menghadapi masalah, menyelesaikannya, dan mendapatkan kekuatan serta merupakan kunci dalam permainan catur tersebut. Kisah Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat mirip dengan cerita ini.
Jika kita menghadiri pelajaran-pelajaran keagamaan (bukan sembarang pelajaran), kita akan menemukan permainan yang sama. Pengajar membuktikan kepada kita bahwa subjek ini begini dan begitu. Kita menjadi yakin sehingga berniat meniggalkan agama ini. Lalu dia mulai menjelaskan semua alasan-alasan terdahulu dan membuka setiap masalah, dan membawa sumber-sumber dan alasan-alasan lain. Kita dapat melihat betapa menakjubkannya definisi subjek itu berubah.
Kita menjadi bahagia karena telah mendapatkan kebenaran. Perbedaannya sekarang adalah bahwa kita berpikir bahwa keimanan kita menjadi lebih kuat.
Perilaku ini bahkan tersimpan dalam buku-buku. Jika seorang pembaca tidak mengenal metode ini, dia berpikir si penulis atau pengarang adalah kafir. Jika dia tidak membaca seluruh isi buku tersebut, dia pasti akan kesal sekali terhadap isi beberapa bagian buku tersebut. Disisi lain, jika si pembaca sabar, dalam sesaat dia akan melihat bahwa irama si penulis berubah. Metode ini menyebabkan banyak persoalan. Salah satunya adalah bagi para pembaca yang membaca sebagian buku itu. Mereka langsung menuduh penulis di depan umum bahwa dia kafir. Jika orang lain telah membaca buku ini sebelumnya, dia akan mentertawakan orang pertama karena kurangnya membaca.
Subjek mengenai perubahan Quran merupakan salah satu di antara subjek-subjek ini. Bagi para pembaca, bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa Quran diubah dengan menggunakan Quran sendiri. Masalahnya adalah bahwa metode ini sangat berbahaya. Jika seseorang gagal untuk menyampaikan subjek itu kepada kita, sebagian besar di antara kita pastilah akan kehilangan keimanan kita terhadap Quran. Perlu diketahui bahwa Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat ahli dalam hal ini Syi'ah Itsna Asy'arriyah sangat ahli dalam hal ini sehingga tidak ada mazhab Islam lainnya yang telah mengikuti mereka dalam hal tadi. Mereka menunjukkan bahwa Quran tidak diubah dengan Quran, hadis dan cerita-cerita historis. Ketika pelajaran usai, kita akan mendapatkan sebuah sistem pemikiran yang sangat kokoh tentang subjek yang spesial. Kita akan menemukannya berada sangat dekat dalam diri kita.
Perdebatan-perdebatan Awal Mengenai Keutuhan Quran.35
Artikel singkat ini mencoba untuk mengungkap asal mula kontroversi Syi'ah-Sunni mengenai integritas teks Quran. Perkembangan perdebatan ini pada abad pertama Islam menggambarkan sebuah contoh menarik tentang bagaimana gagasan-gagasan berkembang pada periode awal melalui perselisihan mazhab, juga hubungan dan komunikasi di antara mazhab-mazhab Islam dan mazhab pemikiran yang beraneka ragam. Meskipun ada ketidakpercayaan yang sangat kuat, banyak faktor memfasilitasi sikap memberi dan menerima di antara mazhab yang berbeda. Kelompok yang paling terkemuka pada saat itu adalah sekelompok perawi hadis yang sering mengunjungi mazhab-mazhab yang berbeda tersebut sehingga mengenalkan banyak literatur setiap mazhab kepada mazhab lainnya.
Seringkali, dua kutub riwayat hadis yang membingungkan ini membantu 'menaturalisasikan' segmen-segmen literatur suatu mazhab ke dalam literatur mazhab lainnya.
Dalam mazhab Syi'ah hal ini terjadi. Banyak perawi hadis mendengar hadis dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, kemudian salah menghubungkan banyak hadis yang mereka dengar.36 Mutakallimun Syi'ah terdahulu juga mengutip pernyataan-pernyataan dari sumber-sumber Sunni dalam polemik mereka melawan kaum Sunni sebagai argumentum ad hominem. Tetapi dari pertengahan abad ke-3 sampai ke-9, adalah biasa bagi sebagian penulis dan ahli hadis Syi'ah untuk mengaitkan asal Syi'ah pada materi ini, karena orang-orang berpikir bahwa apapun yang dikatakan atau ditulis oleh sahabat-sahabat para imam dan mutakalimun Syi'ah terdahulu, bahkan apa mereka gunakan dalam polemik-polemik mereka, menggambarkan sudut pandang dan pernyataan para Imam." Asumsi ini menyebabkan masuknya banyak materi-materi asing ke dalam pemikiran Syi'ah.
Banyak dari ketertukaran masa awal ini terlupakan oleh waktu. Karena itu tidak diketahui bahwa banyak gagasan yang kemudian diberi label Sunni, Syi'ah, atau semacamnya yang dipegang oleh kelompok yang berbeda atau, sedikitnya pada periode awal sebelum mazhab-mazhab menentukan bentuk akhir mereka, sebenarnya dipakai oleh beragam elemen utama masyarakat Islam. Persoalan integritas teks Quran Utsmani dan kontroversi di seputar hal itu adalah contoh utama fenomena tersebut. Isu sentral perdebatan-perdebatan itu adalah apakah teks Utsman meliputi seluruh materi yang sudah diturunkan kepada Rasulullah, atau apakah ada materi selanjutnya yang hilang dari teks Quran Utsmani. Pada halaman-halaman berikut, akan dibahas tentang ketertukaran Syi'ah Sunni berkaitan dengan persoalan ini.
Bukti yang ada dalam Quran itu sendiri seperti juga dalam hadis menyatakan bahwa Rasulullah menghimpun naskah tertulis untuk Islam semasa hidupnya, kemungkinan besar pada tahun-tahun pertamanya di Madinah." Menurut riwayat, Rasulullah terus mengumpulkan Quran hingga suatu waktu, secara pribadi memerintahkan para juru tulis dimana mereka harus membuka halaman baru wahyu yang diturunkan dalam naskah tersebut.39 Ada juga petunjuk-petunjuk bahwa bagian-bagian wahyu yang lebih dulu diturunkan tidak dimasukkan ke dalam naskah itu.
Sebuah ayat dalam Quran menyatakan tidak adanya satu bagian wahyu yang dibatalkan atau 'dilupakan',40 ayat lainnya berbicara mengenai ayat-ayat yang berisi bahwa Allah mengganti yang lainnya.41 Menurut riwayat, kaum Muslim masa itu biasa mengingat ayat-ayat dari wahyu yang tidak mereka temukan dalam naskah yang baru. Akan tetapi, mereka menyadari bahwa bagian-bagian itu sengaja tidak dimasukkan oleh Rasulullah, karena kaum Muslimin sering menyebut ayat-ayat itu sebagai wahyu yang 'dibatalkan (nusikha), 'diangkat' (rufi'a), 'untuk dilupakan' (unsiya), atau 'diturunkan (usqita).42 Konsep pembatalan wahyu (naskh al-Quran) rupanya merujuk pada bagian-bagian yang tidak dimasukkan oleh Rasulullah ke dalam naskah tersebut.43 Akan tetapi kemudian, konsep itu dikembangkan dalam hadis Sunni untuk memasukkan beberapa kategori hipotesis, sebagian besarnya disertai contoh-contoh yang ada dalann trks Quran sekarang. Akan tetapi, dengan satu kekecualian yang mungkin," sangat disangsikan bahwa Quran memasukkan ayat-ayat yang dibatalkan.
Riwayat Sunni tentang kumpulan Quraa benar-benar berbeda dari apa yang dipaparkan di atas. Dikatakan bahwa Quran tidak dihimpun dalam satu jilid hingga sesudah Rasulullah wafat pada tahun 11/632.45 Para pencatat wahyu (kuttab al-wahy) masa itu, biasanya langsung menuliskan ayat-ayat setelah Rasulullah menerima dan membacakannya. Sebagian lainnya di antara kaum mukminin, menghapalkan bagian-bagian wahyu tersebut atau kadang-kadang mencatatnya pada media tulis apa saja yang masih primitif. Menurut para pendukung riwayat ini, fakta bahwa Quran tidak dihimpun sebagai sebuah kitab hingga wafatnya Rasulullah sangat logis. Selama beliau hidup, selalu ada perkiraan tentang turunnya wahyu dan selanjutnya dan wahyu pembatalan yang tidak sering turun. Kumpulan ayat-ayat atau wahyu yang telah diturunkan, tidak dapat dianggap sebagai sebuah teks yang lengkap.46 Banyak orang menghapal sebagian besar wahyu, yang dibaca berulang kali dalam shalat-shalat mereka dan dibacakan kepada orang-orang lainnya. Ketika Rasulullah masih ada di tengah-tengah kaum mukminin sebagai satu-satunya orang yang berwenang, kitab atau buku referensi agama atau undang-undang tidak diperlukan. Setelah beliau wafat, semua pertimbangan ini berubah dan keadaan yang baru mengharuskan adanya kumpulan Quran ini. Riwayat yang disampaikan oleh sumber-sumber Sunni adalah sebagai berikut.
Dua tahun sesudah wafatnya Rasulullah, kaum Muslimin terlibat dalam sebuahpertumpahan darahdengankomunitas musuh diYamama di daerah gurun pasir Arab. Banyak para penghapal (qurra) Quran gugur saat itu.47 Karena khawatir sebagian besar Quran hilang dan lebih banyak para penghapal Quran wafat dalam perang, Abu Bakar, pengganti Rasulullah yang pertama, memerintahkan agar Quran dikumpulkan.
Untuk tujuan ini, para sahabat dan para penghapal Quran diminta untuk datang memberikan bagian-bagian wahyu mana saja yang diingat atau telah ditulis oleh mereka dalam bentuk apapun. Abu Bakar memerintahkan Umar, penggantinya di kemudian hari, dan Zaid bin Tsabit, seorang pencatat wahyu yang masih muda ketika Rasulullah masih hidup, untuk duduk di pintu masuk masjid Madinah dan mencatat ayat atau bagian yang sedikitnya ada dua orang saksi menyatakan bahwa mereka telah mendengarnya dari Rasulullah. Meskipun demikian, untuk kasus tertentu, kesaksian dari hanya seorang saksi pun diterima.48
Semua materi yang dikumpulkan dengan cara ini dicatat pada lembaran-lembaran kertas,49 atau perkamen, tetapi belum dihimpun ke dalam satu jilid Lebih lanjut, pada saat itu materi-materi ini diperuntukkan bagi kaum Muslimin, yang masih terus memiliki Quran dalam bentuk sederhana yang terpisah-pisah. Lembaran-lembaran kertas atau perkamen itu disimpan oleh Abu Bakar dan setelah Umar wafat, mereka memberikannya kepada putrinya, Hafsah. Utsman mengambil lembaran-lembaran itu dari Hafsah selama masa kekhalifahannya dan membuatnya dalam bentuk satu jilid Dia mengirimkan beberapa salinan kepada kelompok-kelompok Muslim yang berbeda di dunia dan memerintahkan agar kumpulan-kumpulan lain atau bagian Quran yang diketemukan di mana saja dibakar.50
Seluruh riwayat mengenai kumpulan Quran ini diterima oleh ulama-ulama Sunni sebagai hal yang dapat dipercaya dan digunakan, seperti yang akan dibahas di bawah ini, sebagai dasar dari gagasan tentang ketidaklengkapan Quran.
Literatur Sunni berisi banyak hadis yang mengatakan bahwa sebagian wahyu telah hilang sebelum dilaksanakannya penghimpunan Quran yang diprakarsai oleh Abu Bakar. Contohnya, ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu waktu Umar mencari teks ayat tertentu Quran yang dia ingat secara samar-samar. Betapa menyesalnya dia ketika akhirnya mengetahui bahwa satu-satunya orang yang memiliki catatan ayat itu telah meninggal dalam perang Yamama dan karenanya ayat itu hilang.51 Umar diriwayatkan telah mengumpulkan kembali ayat Quran tentang hukuman rajam untuk orang yang berzinah 52 Tetapi dia tidak dapat meyakinkan rekan-rekannya untuk memasukkan ayat ini ke dalam Quran karena tidak ada seorangpun yang mendukungnya,53 dan syarat bahwa harus ada dua saksi untuk diterimanya teks Quran manapun sebagai bagian dari Quran, tidak terpenuhi. Akan tetapi, kemudian beberapa sahabat mengingat ayat yang sama,54 termasuk Aisyah, isteri Rasulullah yang termuda.
Dia diduga telah mengatakan bahwa lembaran di mana dua ayal dicatat, termasuk ayat tentang rajam, disimpan di bawah sepreinya dan kemudian sesudah Rasulullah wafat, seekor binatang piaraan55 masuk ke kamarnya dan menelan habis lembaran tersebut saat penghuni rumah sedang sibuk dengan upacara pemakaman beliau.56 Umar juga mengingat ayat-ayat lain yang dia kira dikeluarkan (saqata) dari Quran57 atau hilang, termasuk satu ayat tentang kepatuhan kepada orang tua58I dan ayat lain tentang jihad59 Pernyataannya mengenai ayat pertama dari dua ayat tadi, didukung oleh tiga ahli Quran sebelumnya, yaitu: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka'b.60 Anas bin Malik mengingat sebuah ayat yang diturunkan pada saat ketika sejumlah kaum Muslimin gugur dalam sebuah peperangan, tetapi kemudian ayat itu dicabut.61 Anak didik Umar, Abdullah 62 dan sejumlah ulama sesudahnya63 berpendapat bahwa banyak Quran telah musnah sebelum dilakukan penghimpunan teks Quran.
Riwayat-riwayat yang sama, khususnya ditujukan kepada resensi Quran Utsmani yang resmi. Mereka menyatakan bahwa sebagian di antara para sahabat terkemuka tidak dapat menemukan bagian naskah resmi wahyu yang telah mereka dengar sendiri dari Rasulullah, atau mereka mendapatkan wahyu-wahyu tersebut dalam bentuk yang berbeda. Ubay bin Ka'b, misalnya, membaca surah al-Bayyinah dalam bentuk yang ia nyatakan telah didengarnya dari Rasulullah.
Surah ini termasuk dua ayat yang tidak ditulis dalam teks Utsmani.64 Dia juga berpikir bahwa versi asli dari surah al-Ahzab lebih panjang dari surah yang secara khusus dia ingat tentang ayat hukuman rajam yang hilang dari teks Utsmani:65 Pernyataannya didukung oleh Zaid bin Tsabit.66 Aisyah mengatakan bahwa ketika Rasulullah masih hidup, surah tersebut kira-kira tiga kali panjangnya, meskipun ketika Utsman menghimpun Quran, dia hanya menemukan apa yang akhirnya ada dalam naskahnya,67 dan oleh Hudzaifah bin Yaman (yang menemukan sekitar tujuh puluh ayat yang hilang dalam naskah resmi yang baru, ayat-ayat yang biasa dibacanya ketika Rasululullah masih hidup).68 Hudzaifah juga berpendapat bahwa panjang surah at-Taubah dalam bentuk Quran Utsmani mungkin seperempat 69 atau sepertiga70 dari panjang surah at-Taubah semasa Rasulullah hidup.
Ini adalah pendapat yang didukung oleh ahli fiqih abad ke delapan dan ahli hadis terkemuka Malik bin Anas, pendiri mazhab hukum Islam Maliki.71 Di samping itu, ada juga sejumlah riwayat bahwa surah al-Hijr dan surah an-Nur suatu waktu panjangnya pernah tidak sama.' Dan Abu Musa Asy'ari ingat adanya dua surah yang panjang (salah satu suratnya masih ia ingat) yang tidak dapat ditemukannya dalam teks Quran sekarang.73 Salah satu dari kedua ayat yang diingatnya ("Jika seorang Bani Adam memiliki dua ladang emas, dia akan mencari ladang yang ketiga..."), juga dikutip dari para sahabat lain seperti Ubay,74 Ibnu Mas'ud,75 dan Ibnu Abbas.76
Maslamah bin Mukhallad Anshari memberikan dua ayat-selanjutnya yang tidak ada dalam teks Quran Utsmani 77 dan Aisyah memberikan ayat yang ketiga77 Dua surah pendek yang dikenal sebagai surah Hafd dan surah Khal ditulis Quran yang dihimpun Ubay,78 Ibnu Abbas dan Abu Musa.79 Ayat-ayat itu mereka nyatakan diketahui Umar 80 dan sahabat-sahabat lainnya 81 meskipun surah lainnya tidak ditemukan dalam teks resmi tersebut. Ibnu Mas'ud tidak memiliki surah 1, 113, dan 114 dalam teks yang dihimpunnya82 tetapi dia mempunyai sejumlah kata-kata dan frase tambahan yang hilang dari naskah Utsmani.83 Dia dan beberapa sahabat lainnya juga menyimpan beberapa ayat yang berbeda dari naskah yang resmi.84 Selain itu terdapat riwayat-riwayat yang disebarluaskan bahwa sesudah Rasulullah wafat, Ali menyimpan semua bagian Quran bersama-sama 85 dan memberikannya kepada para sahabat; tetapi mereka menolaknya, dan Ali harus membawanya kembali ke rumah.86 Riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa ada perbedaan substansial di antara versi-versi Quran yang bermacam-macam itu.
Dalam hadis Islam yang didasarkan pada ingatan umat Islam generasi terdahulu, dan bukan semata-mata didasarkan pada ingatan sejumlah riwayat asing, diakui secara universal bahwa bahwa Utsman menyebarluaskan resensi Quran yang resmi dan melarang semua versi-versi lainnya. Tentu saja ada perbedaan-perbedaan di antara naskah-naskah kuno tersebut. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan itu mengharuskan pembentukan sebuah standar dan teks yang diterima secara universal.
Adalah masuk akal jika sahabat-sahabat dekat Rasulullah, khususnya mereka yang bergabung dengan beliau selama berada di Mekkah, masih mengingat bagian wahyu yang tidak dimasukkan ke dalam Quran oleh Rasulullah. juga, sesuatu yang masuk akal jika kita berspekulasi bahwa Ali yang versi Kitab Suci-nya mungkin merupakan salah satu kitab yang terlengkap dan otentik, telah menawarkannya kepada Utsman untuk ditahbiskan sebagai teks resmi, tetapi penawarannya itu ditolak oleh khalifah yang lebih memilih untuk menyeleksi dan menggabungkan unsur-unsur semua naskah yang bersaing. Hal ini mungkin telah menyebabkan Ali menarik naskahnya sebagai dasar untuk menyusun resensi yang resmi. Sahabat yang lain, Abdullah bin Mas'ud, juga diriwayatkan telah menjauhkan diri dari proses tersebut dan menolak untuk menawarkan teks-nya sendiri 87
Sebaliknya, riwayat sebelumnya dari penyusunan Quran yang pertama sangat problematis.88 Meskipun riwayat ini signifikan, riwayat ini tidak muncul dalam karya manapun yang ditulis oleh para ulama abad ke-2/ke-8 dan awal abad ke-3/ke-9.89 Menurut riwayat, sejumlah detil riwayat ini terjadi kemudian pada saat Utsman memerintahkan pembentukan sebuah Quran standar.90 Beberapa riwayat menolak mentah-mentah bahwa ada sejumlah usaha resmi yang dilakukan sebelum masa Utsman.91 Menurut riwayat, ini adalah pernyataan yang didukung oleh banyak umat Muslim yang mengingatnya.92 Versi-versi yang berbeda mengenai riwayat ini mengungkapkan kontradiksi utama berkaitan dengan beberapa keterangan pokoknya. Nama sahabat yang kesaksiannya diterima93 dan ayat-ayat yang benar yang dibicarakan94 ada bermacam-macam.
Di samping itu, ada juga keterangan-keterangan yang kontradiktif tentang peranan Zaid bin Tsabit dalam proses penghimpunan Quran95 Pencantuman ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan satu orang saksi merupakan upaya yang nyata untuk membuat cerita tersebut dapat lebih diterima melalui referensi-referensi untuk riwayat yang dikutip Khuzaimah Dzul Syahadatain, orang yang kesaksian tunggalnya diterima oleh Rasulullah sama dengan kesaksian dua orang saksi.96 Dalam versi lain riwayat ini dimana saksinya adalah seorang lelaki Anshar yang tidak diketahui namanya, Umar diriwayatkan telah menerima kesaksian satu orang saksi ini atas dasar bahwa isi dari ayat yang diberikan lelaki tadi, menurut penilaian Umar, adalah benar, karena ayat itu menjelaskan Rasulullah dengan sifat-sifat yang dimiliki beliau.97
Dalam versi lain, satu ayat atau beberapa ayat ini disebutkan telah diterima karena Umar,98 Utsman,99 atau Zaid 100 bersaksi bahwa mereka juga telah mendengar ayat-ayat itu dari Rasulullah. Atau kemungkinan lainnya adalah karena khalifah telah memerintahkan agar kesaksian setiap orang diterima asal dia bersumpah bahwa dia telah mendengar sendiri dari Rasulullah tentang ayat atau bagian yang ditawarkan untuk dimasukkan ke dalam Quran.101
Lagipula, dalam usaha yang nyata untuk membersihkan riwayat tersebut dari kontradiksi-kontradiksi yang buruk, sebuah versi lain riwayat ini ditulis oleh para perawi selanjutnya yang menyebutkan bahwa, pertama, penghimpunan Quran dimulai pada masa pemerintahan Abu Bakar tetapi tidak dapat diselesaikan sebelum dia wafat dan disatukan pada zaman pemerintahan Umar. Kedua, Zaid merupakan salah seorang yang menulis Quran pertama kali pada zaman pemerintahan Abu Bakar di sebuah media tulisan kuno dan kemudian menuliskannya di atas kertas pada masa Umar. Ketiga, tidak ada kesangsian mengenai kesaksian atau saksi, tetapi Zaid sendiri sesudah menyelesaikan naskah tersebut membacanya sekali lagi dan ia tidak menemukan surah 33 ayat 23. Ia kemudian mencari di sekitarnya, hingga ia menemukan catatan tentang itu pada Khuzaimah bin Tsabit. Ia kemudian memeriksa lagi teks tersebut dan kali ini mendapatkan ayat 12-129 dari surat 9 hilang, jadi ia mencarinya hingga menemukan catatan itu pada orang yang kebetulan bernama Khuzaimah juga.
Ketika ia memeriksa teks itu untuk ketiga kalinya, ia tidak menemukan adanya masalah dan dengan demikian penghimpunan dan penyusunan naskah tersebut selesai.102 Kisah itu berlawanan dengan sejumlah riwayat yang disampaikan103 yang menegaskan bahwa sejumlah sahabat, terutama Ali, Abdullah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'b, telah menghimpun Quran pada zaman Rasulullah.104 Selanjutnya, sebuah upaya yang terang-terangan dan mencurigakan nampaknya dilakukan untuk entah bagaimana, menghargai ketiga khalifah pertama atas keberhasilan mereka menyusun kitab suci Islam dengan tidak mengikutsertakan khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib.
Poin terakhir ini, jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas tentang pengumpulan naskah Quran oleh Ali sesudah wafatnya Rasulullah, mungkin dapat memberi keterangan mengenai asal-usul kisah tersebut. Bila kita perhatikan perselisihan politik masa awal, kemudian polemik, perdebatan-perdebatan di antara komunitas Muslim, kita dapat mengatakan bahwa ada proses bertahap dalam pembentukan cerita itu. Rupanya ada isu yang beredar secara luas pada abad pertama Hijriah yang kurang lebih mengatakan bahwa Ali tidak menghadiri pertemuan dimana pada kesempatan itu Abu Bakar dinyatakan sebagai penguasa setelah wafatnya Rasulullah, dan bahwa ada selang waktu sebelum Ali bersumpah setia kepada Abu Bakar.
Sejak awal, para pendukung Ali telah menafsirkan ini sebagai sebuah gambaran atas ketidakpuasan Ali dengan dipilihnya Abu Bakar dan menggunakan kesimpulan ini sebagai dasar untuk menyerang konsensus para sahabat yang telah diajikan oleh para pendukung khalifah sebagai dasar yang sah untuk validitas penggantian khalifah oleh Abu Bakar. Argumen ini nampaknya muncul sudah cukup lama; bahkan mungkin sebelum turunnya Bani Umayah di awal abad ke-2/ke-8 ketika perdebatan mazhab mulai berkembang di antara komunitas Muslim." Dengan turunnya Bani Umayah, Ali tidak bisa lagi diabaikan dan sebuah jawaban harus ditemukan.
Sejumlah riwayat yang mengatakan bahwa Ali mengundurkan diri dari kehidupan bermasyarakat sesudah Rasulullah wafat dengan maksud untuk menghimpun naskah Quran, menyebutkan hal ini sebagai penjelasan atas keenggangannya untuk memberikan sumpah setia sejak awal kepada khalifah.106
Sepertinya mungkin sekali,107 riwayat-riwayat ini digunakan sebagai latar belakang sejumlah cerita dan riwayat yang berkaitan dengan Ali108; tujuan kaum sektarian mengatakan bahwa kelambatan Ali bukan tanda dari ketidak puasannya. Bahkan, dikatakan bahwa ketika Ali sedang berbicara kepada Abu Bakar (saat Khalifah bertanya kepada Ali apakah ia tidak langsung bersumpah setia kepadanya dikarenakan tidak senang atas pemilihannya sebagai khalifah) Ali 'telah bersumpah kepada Tuhan untuk tidak mengenakan pakaian luarnya kecuali untuk menghadiri shalat berjamaah, hingga beliau selesai menghimpun Quran.109
Akan tetapi, episode itu menimbulkan masalah lain bagi para pendukung ortodoks, karena hal itu menambah poin lain pada daftar hak-hak istimewa Ali yang digunakan oleh kaum Syi'ah untuk menuntut haknya kepada khalifah. Sebagai tambahan untuk semua jasanya yang lain, sekarang ini Ali adalah satu-satunya orang yang menyandang tugas penting menyatukan naskah Quran setelah Rasulullah wafat." Kemungkinan besar, ini merupakan senjata yang berbahaya di tangan para pendukungnya dalam perdebatan-perdebatan sektarian.
Para pendukung Ali mungkin telah menggunakannya ketika melawan islamiyyah, untuk membalas argumen yang mendukung Utsman dengan dasar bahwa dialah orang yang membuat Quran standar dan resmi. Bagi Utsmaniyyah hal itu merupakan sebuah tantangan besar yang mereka hadapi, sebagaimana dalam kasus-kasus lainnya, dengan mencari cara untuk menjatuhkan tuntutan-tuntutan Syi'ah atas kualitas istimewa Ali atau keluarga dari Rasulullah. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:111
Pertama, banyak riwayat mengatakan bahwa Rasulullah telah memilih Ali sebagai saudaranya 112 pada saat beliau menetapkan 'persaudaraan' di antara para pengikutnya.113 Riwayat, yang menentangnya mengatakan bahwa status ini dipenzntukkan bagi Abu Bakar114 dan saudara-saudara Umar.115 Sejumlah riwayat lain mengutip Rasulullah ketika mengatakan bahwa, "jika aku dapat mengangkat seorang sahabat, aku akan mengangkat Abu Bakar, tetapi sahabat kalian (Rasulullah) telah diambil oleh Allah sebagai kekasih-Nya."116 Sepertinya, riwayat ini dibuat untuk melawan pernyataan dipilihnya Ali sebagai saudara Rasulullah.
Kedua, para pendukung Ali menganggapnya sebagai orang yang paling utama di antara sahabat-sahabat Rasulullah. Susungguhnya, dalam sejarah, terdapat sejumlah indikasi bahwa Ali sesungguhnya merupakan salah seorang sahabat yang paling utama. Akan tetapi, sebuah riwayat yang jelas pro-Utsmaniyyah, menegaskan bahwa selama Rasulullah hidup, hanya Abu Bakar, Umar, dan, Utsman lah sahabat yang utama. Semua yang lain menjadi sahabat dengan tidak ada perbedaan status atau keutamaan.117
Ketiga, dalam sebuah pernyataan yang dianggap berasal dari Rasulullah yang sering dikutip, diriwayatkan bahwa beliau memanggil kedua cucunya dari Fathimah; Hasan dan Husain, dua penghulu pemuda di Surga.118 Riwayat lain dari Rasulullah mempergunakan julukan yang sama untuk Ali.119 Sebuah riwayat balasan menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai para penguasa orang-orang setengah baya di surga.120
Ke empat, sebuah pernyataan yang beredar luas berkaitan dengan pernyataan Rasulullah bahwa 'beliau adalah kota ilmu pengetahuan sedangkan Ali merupakan pintu gerbangnya.'121 Sebuah pernyataan balasan menjelaskan Abu Bakar sebagai pondasi kota itu, Umar sebagai dindingnya dan Utsman sebagai langit-langitnya.'122
Ke lima, diriwayatkan bahwa selama tahun-tahun pertama Rasulullah tinggal di Madinah, para sahabat yang telah memiliki rumah di sekeliling mesjid Nabi, membuka pintu-pintu keluar dari rumah-rumah mereka ke masjid supaya mudah bagi mereka untuk menghadiri shalat berjamaah di sana bersama Rasulullah. Menurut sebuah riwayat yang dikutip secara luas, Rasulullah selanjutnya memerintahkan agar semua pintu itu ditutup, kecuali pintu dari rumah Ali, yang merupakan pintu dari rumah putri beliau.123 Akan tetapi, sebuah riwayat balasan berusaha menyatakan bahwa pintu dari rumah Abu Bakar lah yang merupakan pintu yang tidak ditutup.124
Ke enam, umat Muslim secara sepakat meyakini bahwa selama peristiwa mubahalah (peristiwa saling mengutuk antara dua keluarga) yang terjadi di antara Rasulullah dan umat Kristen Najran di akhir kehidupan Rasulullah,125 Rasulullah membawa para anggota keluarganya: Ali, Fathimah, dan kedua putra mereka.126 Dengan jelas terlihat bahwa Rasulullah mengikuti aturan tradisional dalam adat Arab dalam upacara pengutukan, dimana masing-masing pihak harus membawa keluarganya. Akan tetapi, sebuah riwayat balasan menegaskan bahwa Rasulullah pergi ke upacara itu dengan ditemani oleh Abu Bakar beserta keluarganya, Umar beserta keluarganya, dan Utsman beserta keluarganya.127
Ke tujuh, menurut sebuah riwayat yang beredar, Rasulullah menyatakan bahwa Fathimah, Ali dan kedua putra mereka merupakan anggota keluarganya.128
Definisi keluarga Rasulullah ini didukung oleh hampir seluruh otoritas Muslim masa-masa awal.129 Akan tetapi, sebuah riwayat yang nyata pro-Utsman mengutip Rasulullah mengatakan bahwa Ali, Hasan, Husain, dan Fathimah, adalah anggota keluarganya sementara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah merupakan anggota keluarga Allah.130
Nampaknya tidak menjadi masalah jika kita berasumsi bahwa riwayat-riwayat yang selama ini dihormati tentang penghimpun Quran yang dilakukan Ali dan cerita yang sedang dibicarakan itu, dibuat sebagai bagian polemik anti Syi'ah. Proses itu nampaknya diawali dengan pernyataan bahwa, dengan Utsman sebagai pengecualian, tidak seorangpun dari khalifah atau para sahabat yang telah menghimpun naskah Quran,131 beberapa di antaranya memastikan dan menegaskan bahwa Ali, khususnya, telah wafat sebelum ia dapat menghimpunnya.132
Riwayat lain menegaskan bahwa orang yang pertama menghimpun Quran adalah Salim, seorang klan Abu Hudzaifah, orang yang setelah Rasulullah wafat 'bersumpah kepada Allah untuk tidak mengenakan pakaian luarnya hingga saat dia selesai menghimpun Quran.'133 Pernyataan ini, pada riwayat lain justru merujuk kepada Ali. Salim adalah salah satu di antara mereka yang wafat pada Perang Yamama.134 Pernyataan lainnya muncul dengan lebih terus terang bahwa orang pertama yang menghimpun Quran adalah Abu Bakar.135
Dengan mempergunakan kepercayaan-kepercayaan populer di antara kaum Muslimin berkaitan dengan pembuatan Quran standar oleh Utsman - termasuk peranan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator utama proyek tersebut - peranan Abu Bakar dalam penghimpunan Quran kemudian berkembang seperti yang disebutkan di atas, dimana pada saat yang sama, dalam proses itu juga menyebutkan peranan utama Umar dalam penghimpunan Quran.
Catatan Kaki
1. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
2. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Muhammad Ridha Muzhaffar, versi Bahasa Inggris, hal. 50-51.
3. Ushul al-Kafi, ayat 1, 228, hadis 1.
4. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
5. Lihat Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Inggris, 6468, 5105, 585.
6. Lihat Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, 6501.
7. Al-Itiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 7879.
8. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, hadis 202.
9. Ushul al-Kafi, edisi Bahasa Arab, bag.l, hal. 18-19.
10. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, pengantar oleh Kulaini, bag. 1, hal. 17-18.
11. Beberapa referensi hadis artikel ini: Shahih al-Bukhari, versi Arab Inggris; al-Imam ash-Shadiq, dicetak oleh Darul Fikr Arabi, Mesir; al-Burhan, Zarkasyi; al-Itqan, Suyuthi; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani; Irsyad as-Sari, Qastalani; al-Kafi, dicetak oleh Haidari Printings, Teheran, Iran; al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq; Masadir al-Hadits 'Inda as-Syi'ah al-Imamiyyah, Muhammad Husain Jalali; Ulum al-Hadits, Zainal Abidin Qurbani.
12. Di bagian ke tujuh Shahihnya, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut, hal. 139-140 (dalam Bahasa Arab, untuk Shahih Muslim Bahasa Inggris lihat bab 391, hal. 500, hadis 2286.
13. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2282.
14. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2283.
15. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, bab 391, hadis 2284.
16. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2285.
17. Shahih al-Bukhari, jilid 8, hal. 209-210. Untuk versi Arab-Inggris, lihat hadis 8817. Referensi lain untuk hadis yang sama: Musnad Ahmad, di bawah judul hadis as-Saqifah, hal. 47,55; Sirah Ibnu Hisyam, diterbitkan oleh Isa Babi Halabi, Mesir, 1955, jilid 2, hal. 658. Hadis di atas dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8817) sebagaimana hadis-hadis yang sama dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8816 dan 9424), semua mengatakan 'haji terakhir Umar.'
18. Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan tanpa nomor hadis. Hadis ini merupakan judul salah satu bab hadis Bukhari. Untungnya, hadis ini diterjemahkan oleh penerjemahnya. Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, vol. 9, hal. 212, antara hadis 9281 dan 9282.
19. Pembatalan adalah menghapus sesuatu dari Quran atas perintah Rasulullah sendiri. Misalnya, ada suatu aturan sementara, kemudian Rasulullah membawa perintah Allah bahwa aturan itu diperpanjang dan aturan sebelumnya tidak dipergunakan lagi. Oleh karena itu, aturan sebelumnya dihapus. Sekarang, apakah kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dibatalkan? Jika demikian, apa yang dapat dipahami dari kata 'pembatalan'? Karena kata-kata ini ditambahkan, tidak ada tempat untuk istilah pembatalan di sini. Jika ada yang dihapus, kita dapat mengatakan hal itu. Tidak ada sesuatupun yang dihapus dari Quran sekarang. Sebelumnya telah ada penambahan ayat berdasarkan hadis-hadis di atas.
20. Catatan: Penjelasan yang ada dalam tanda kurung berasal dari penerjemah (Muhammad Muhsin Khan, Universitas Madinah, Arab Saudi).
21. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, bab penafsiran Quran, jilid 2, hal. 224.
22. Beberapa referensi hadis mengenai artikel ini: Shahih al-Bukhari, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Bahasa Inggris; Shahih Muslim, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih, Mesir; Shahih Muslim, versi Bahasa Inggris; Mustadrak, Hakim, Riyadh: Nasr, 1335; Musnad Ahmad ibn Hanbal, Beirut: Sadr, 1969.
23. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal.. 386; al-Fihrist, Ibnu Nadim, hal. 30; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, ha1.165; al-Masahif, Ibnu Abu Dawud, ha1.10; Hilyat a-lAwliya', Abu Nu'aim, jilid, hal. 67; as-Sahibi, Ibnu Faris, hal. 79; 'Umdat al-Qari, Aini, jilid 20, hal. 16; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 112-113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid 1, hal. 31. Ada juga hadis-hadis dari para Imam Ahlulbait yang memberitahu kita bahwa pengumpulan teks Quran dilakukan oleh Imam Ali atas perintah Rasulullah. Lihat al-Bihar, jilid 92, hal. 40-41, 48, 51-52.
24. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Ansab al-Asyraf, Baladzuri, jilid 1, hal. 587; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 973-974; Syarah Ibnu Abul Hadid, jilid 6, hal. 40-41; at-Tas'hil, Ibnu Juzzi Kalbi, jilid 1, hal. 4; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid l, hal. 32.
25. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
26. Referensi hadis Sunni: ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 198; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 101; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 4, hal. 568; Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 7, hal. 337-338; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal. 485; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 1107; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, ha1.124; al-Itqan, Suyuthi, jilid 2, hal. 319.
27. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliyya, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 67-68; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, ha1.197.
28. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, jilid 8, hal. 53; al-Wafi, jilid 5, hal. 274 dan jilid 14, hal. 214.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
30. Referensi hadis Syi'ah: Dikutip dari Thabarsi, dalam tanggapan Kitab Suci Quran, ditulis oleh Safi; Referensi hadis Sunni: Dikutip dari Thabarsi, ditulis oleh Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Imam ash-Shadiq.
31. Ini hanya sebagian referensi hadis Sunni yang menyebutkan wahyu tentang ayat Quran di atas untuk menghormati Imam Ali as: Musnad Ahmad ibn Hanbal, ayat 5, hal. 38; Tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 1, hal. 505 dan 649, Mesir 1373; Tafsir al-Kabir, Ahmad bin Muhammad Tsa'labi; Tafsir al-Bayan, Ibnu Jarir Thabari, jilid 6, ha1.186 dan 288-289; Tafsir jami al-Hukam Quran, Muhammad bin Ahmad Qurthubi, jilid 6 hal. 219; Tafsir al-Khazin, jilid 2, hal. 68; al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 2, hal. 293-294; Asbab an-Nuzul, Jalaluddin Suyuthi, dari Ibnu Abbas, jilid 1, hal. 73, Mesir 1382; Asbab an-Nuzul, Wahidi; Syarh atTajrid, Allam Qushji; Ahkam al-Quran, Jassas, jilid 2, hal. 542-543; Kanz al-Llmmal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 391; al-Awsat, Thabarini, riwayat dari Ammar bin Yasir; Ibnu Mardawaih, dari Ibnu Abbas, dll.
32. Ushul al-Kafi, hadis 637.
33. Ushul al-Kafi, hadis 636.
34. Ushul al-Kafi, hadis 641.
35. Artikel ini ditulis oleh Profesor Hossein Modarresi dari Princeton University, NJ.
36. Kasysyi, Marifat an-Naqilin atau Kitba ar-Rijal, diringkas oleh Muhammad bin Hasan sebagai Ikhtiyar Marifat ar-Rijal; hal. 590-591. Dalamnya Shadhan bin Khalil Naisaburi bertanya kepada perawi hadis ternama, Abu Ahmad Muhammad bin Abu Umair Azdi, yang mendapat hadis ini dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, mengapa dia tidak pemah menyampaikan hadis Sunni kepada muridnya. Dia menjawab bahwa dia sengaja menghindari hal itu karena dia menemukan banyak orang-orang Syi'ah yang mempelajari hadis-hadis Syi'ah dan Sunni kemudian bin gung dan menganggap sumber-sumber Sunni sebagai sumber Syi'ah dan sebaliknya.
37. Al-Kafi, Kulaini, jilid 1 hal. 99; Mahabits fi' 'Ulum Quran, Subhusshahih, hal. 134.
38. Zarkasyi, al-Burhan fi 'Ullum Quran, jilid 1, hal. 235, 237-238, 256, 258; Suyuthi, al-Itqan fi 'Ullum, Quran, jilid 1, hal. 212-213,216.
39. Ahmad bin Hanbal, jilid 1, hal. 57; Tirmidzi, Sunan, jilid, 4 hal. 336337; Hakim Naisaburi, al-Mustadrak, jilid 2, hal. 229.
40. QS. al-Baqarah ayat 106.
41. QS. al-Baqarah, an-Nahl ayat 101.
42. Abu Biad, an-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Qur'an al-Karim, ed. John Burton (Cambridge 1987), hal. 6; Muhasibi, Fahm al-Qur'an wa Manih, ed. H. Quwwatli (dalam kumpulan al-'Aql wa Fahm al-Quran (n.p., 1971] hal. 261-502), hal. 399 (mengutip Anas bin Malik), hal. 400 dan 408 (mengutip Amru bin Dinar), hal. 403 (mengutip Abdurrahman bin Auf), hal. 405 (mengutip Abu Musa Asy'ari), 406; Thabari, Jami al-Bayan, jilid 3 hal. 472-474, 476, 479-480; Ibnu Salamah, an-Nasikh wa al-Mansukh, hal. 21 (mengutip Abdullah Ibnu Mas'ud); Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 hal. 179 (mengutip Ubay bin Ka'b).
43. Abu Ubaid, an-Nasikh, hal. 6; Baihaqi, Dalail an-Nubuwwah, jilid 7, hal. 154 (dimana hal ini dibantah bahwa Rasulullah tidak pernah menyimpan teks Quran bersama-sama karena selalu ada dugaan bahwa sejumlah ayat-ayat itu mungkin dibatalkan dan beberapa modifikasi selanjutnya tidak dapat dihindarkan dalam kumpulan Quran yang disimpan bersama-sama semasa hidupnya. Yang menggarisbawahi argumen ini adalah asumsi bahwa ayat-ayat yang dibatalkan harus dihilangkan dari naskah tersebut; Zarkasyi, jilid 2, hal. 30 (tafsiran pertama mengenai konsep naskh).
44. Abu Qasim Khui, al-Bayan, hal. 305-403.
45. Ibnu Sa'd, Kitab at-Tabaqat al-Kabir, jilid 3, hal. 221, 28, Ibnu Abi Dawud, Kitab al-Masahif, hal. 10, Ibnu Babwaih, Kamal ad-Din, hal. 31-32, Baihaqi, Dalail , jilid 7, hal. 147-148; Zarkasyi, jilid 1, hal. 262, Ibnu Hadid, Syarah Nahj al-Balaghah, hal. 27; Ibnu Juzay, at-Tashil Ii 'Lllum at-Tanzil, jilid 1, hal. 4; Suyuthi, al-Itqan, jlid 1, hal. 202, Ibrahim Harbi, Gharib al-Hadits, jilid 1, hal. 270.
46. Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 154; Zarkasyi, jilid l, hal. 235 dan 262; Suyuthi, al-Itqan, jilid 1, hal. 202, Ahmad Naraqi, Manahij al-Ahkam, hal. 152.
47. Yaqubi, Kitab at-Tarikh, jilid 2, hal. 15, sebagian besar penghapal Quran gugur dalam peperangan itu. Disamping mereka, sekitar 360 orang di antara para sahabat Rasulullah yang terkemuka, syahid dalam kejadian itu. Thabari, Tarikh; jilid 3, hal. 296. Jumlah yang lebih besar hingga 500 orang meninggal diriwayatkan Ibnu Jazari, Ashr, hal. 7, Ibnu Katsir, Tafsir Quran, jilid 7, hal. 439, Qurthubi, al-Jami li Ahkam Quran, jilid l, hal. 50. Dan jumlah sekitar 1200 diriwayatkan Abdul Qahir Baghdadi, serta dalam Ushul ad-Din, hal. 283. Akan tetapi jumlah yang terakhir ini adalah jumlah semua Muslimin yang meninggal dalam peperangan, para sahabat dan yang lain-lainnya. Lihat Thabari, jilid 3, hal. 300.
48. Kasus yang menjadi persoalan adalah dua ayat terakhir surah 9 dalam Quran sekarang yang ditambahkan pada masa kekuasaan Khuzaimah bin Tsabit Anshari (atau Abu Khuzaimah menurut beberapa riwayat). Bukhari, Shahih, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 346-347; Abu Bakar Marwazi; Musnad Abu Bakar Shiddiq, hal. 97-99, 102-104; Ibnu Abu Daud, hal. 6-7,9,20; Ibnu Nadim, hal. 27, Khatib Baghdadi, Mudih Awham al-Jam wa at-Tafrig, jilid 1 hal. 276; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149-150.
49. Yaqubi, jilid 2, hat. 135; al-Itqan, jilid 1, ha1.185, 207, 208.
50. Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347-348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99-101; Ibnu Abu Dawud, hal. 18-21; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.15051; Abu Hilal Askari, Kitab al-Awail, jilid 1, hal. 218. 51. Ibnu Abu Dawud, hal. 10; al-Itqan, jilid 1, hal. 204.
52. Malik bin Anas, al-Muwaththa, jilid 2, hal. 824; Ahmad, Musnad, jilid 1, hal. 47, 55; Muhasibi, hal. 398, 455; Bukhari, jilid 4, hal. 305; Muslim, Shahih, jilid 2, hal. 1317; Ibnu Majah, Sunan, jilid 2, hal. 853; Tirmidzi, jilid 2 hal. 442-443; Abu Daud, Sunan, jilid 4, hal. 145; Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mikhtalif al-Hadits, hal. 313; Ibnu Salamah, hal. 22; Baihaqi, asSnnan al-Kubra, jilid 8, hal. 211, 213.
53. Al-Itqan, jilid 1 hal. 206.
54. Ahmad, jilid 5, hal. 183 (mengutip Zaid bin Tsabit dan Said As Abdurrazzaq, al-Musannaf, jilid 7 hal. 330); al-Itqan, jilid 3, hal. 82, 86; al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180 (mengutip Ubay bin Ka'b dan Ikrimah).
55. Dajin bisa berarti binatang piaraan apa saja, termasuk unggas, domba, atau kambing. Sebuah riwayat dalam Ibrahim.bin Ishaq, al-Harbis Gharib al-Hadits, menjadikannya lebih spesifik, dengan menggunakan kata shal, yaitu domba atau kambing (lihat Zamakhsyari, al-Kasysyaf, jilid 3, hal. 518 catatan kaki). Arti yang sama diungkapkan oleh Qutaibas yang mengambil kata dajin dalam Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, hal. 310, yang nampaknya dikarenakan konteks, karena disebutkan bahwa binatang itu memakan lembaran kertas; lihat juga Sulaim bin Qais Hilali, Kitab Sulayman bin Qays, hal. 108; Fadhul bin Syadahin, al-Idah, hal. 211; Abdul Jalil Qazwini, ha1.133
56. Ahmad, jilid 4, hal. 269; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 626; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 310; Syafi'i, Kitab al-Llmm, jilid 5, hal. 23, jilid 7, hal. 208
57. Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84 (lihat juga Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 379-380; Ibnu Abu Shaibah, jilid 14, hal. 564, dimana Faqadnah menggunakan pernyataan, 'kami kehilangan ayat itu'). Ungkapan 'saqata' juga digunakan oleh Aisyah berkaitan dengan ayat lainnya yang diduga `dikeluarkan' dari Quran. Lihat Ibnu Majah, jilid l, hal. 625 (lihat juga al-Itqan, jilid 3, hal. 70). Ungkapan ini juga digunakan oleh Malik (Zarkasyi, jilid 1, hal. 263).
58. Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 50; A1i.mad, jilid 1, hal. 47,55; Ibnu Abu Shaibah, jilid 7, hal. 431; Bukhari, jilid 4, hal. 306; Ibnu Salamah, hal. 22; al-Itqan, jilid 3, hal. 84; Zarkasyi, jilid 1, hal. 39 (juga dikutip dari Abu Bakar). 59. Muhasibi, hal. 403; Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
60 Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 52; Muhasibi, hal. 400; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
61. Muhasibi, hal. 399; Thabari, Jami, jilid 2, hal. 479.
62. Al-Itqan, jilid 3, hal. 81-82.
63. Ibnu Abu Dawud, hal. 23 mengutip Ibnu Shihab (az-Zuhri); al-Itqan, jilid 5, hal. 179 mengutip Sufyan Tsauri; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 313; Ibnu Lubb, Falh al-Bab, hal. 92.
64. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224; Itqan, jilid 3, hal. 83.
65. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Muhasibi, hal. 405; Baihaqi, jilid 8, hal. 211; Hakim, jilid 2, hal. 415; al-Itqan , jilid 3, hal. 82 (pernyataan yang sama mengenai panjang surah itu serta bahwa dalam surah itu ada ayat tentang hukuman rajam bagi orang yang berzinah dikutip dari Umar dan Ikrimah dalam Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180); Zarkasyi, jilid 2, hal. 35, dimana ayat itu dikatakan ada dalam surah an-Nur, dan bersama Mabani, hal. 82, ia malah menyebutkan surah al-Araf. Akan tetapi, surah ini merupakan kesalahan tulis atau salah ejaan sebagaimana dibuktikan oleh penulis dimana pada hal. 83 dan 86, ia menyebut surah itu, surah al-Ahzab. ,
66. Raghib Isfahani, Muhadarat al-Udabah, jilid 4, hal. 434; Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 ha1.180; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1 hal. 226.
67. Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180, mengutip dari Kitab Tarikh Bukhari.
68. Hakim, jilid 2, hal. 331; Haitami, Majam az-Zawaid, jilid 7, hal. 28-29; at-Itqan, jilid 3, hal. 84.
69. Zarkasyi, jilid 1, hal. 263; al-Itqan, jilid l, hal. 226.
70. Sulaim, hal. 108; Abu Mansyur Tabrisi, al-Intijaj, jilid 1, hal. 222, 286; Zarkasyi, jilid 2 hal. 35.
71. Muslim, jilid 2, hal. 726; Muhasibi, hal. 405; Abu Nuaim, Hilyat alAwliya, jilid 1, hah 257; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 156; al-Itqan, jilid 3, hal. 83.
72. Ahmad, jilid 5, hal. 131-132; Muhasibi, hal. 400-401; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224.
73. Raghib, jilid 4, hal. 433.
74. Al-Itqan, jilid l, hal. 227.
75. Al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
76. Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 470; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 625, 626.
77. Muhasibi, hal. 400-401; Ibnu Nadim, hal. 30; Raghib, jilid 4, hal. 433; Zarkasyi, jilid 2, hal. 37; Haitami, jilid 7, hal. 157; al-Itqan, jilid l, hal. 226, 227.
78. Al-Itqan, jilid 1, hal. 227.
79. Al-Itqan, jilid 1, hal. 226-227.S
80. Al-Itqan, jilid l, hal. 227, jilid 3 hal. 85.
8l. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 146-147; Ahmad, jilid 5, hal. 129-130; Ibnu Qutaibah, Tawail Musykil Quran, hal. 33-34; Ibnu Nadir, hal. 29; Baqillani, al-Intisar, hal. 184; Raghib, jilid 4, hal. 434; Zarkasyi, jilid 1, hal. 251, jilid 2 hal. 128; Haitami, jilid 7, hal. 149-150; al-Itqan, jilid 1, hal. 224, 226, 270-273.
82. Arthur Jeffrey, Materials for the History of the Text of the Quran, the,Old Codices, hal. 20-113.
83. Lihat daftar, Ibid, hal. 114-238.
84. Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 338; Ibnu Abu Shaibah, jilid 6, hal. 148; Yaqubi, jilid 2, ha1.135; Ibnu Abu Daud, ha1.10; Ibnu Nadim, hal. 30; Abu Hilal Askari, jilid ,1 hal. 219-220; Abu Buaim, jilid 1, hal. 67; Ibnu Abdul Barr, al-Istiab, hal. 333-334; Ibnu Juzay, jilid 1, hal. 4; Ibnu Abil Hadid, jilid 1, hal. 27; al-Itqan, jilid 1, hal. 204, 248; al-Kafi, Kulayni, jilid 8, ha1.18.
85. Sulaim, hal. 72, 108; Basair al-Darajat, hal. 193; Kulaini, jilid 2, hal. 633; Abu Mansyur Tabrisi, jilid l, hal. 107, 255-258; Ibnu Shahrashub; Manaqib Aii ibn Abi Talib, jilid 2, hal. 42; Yaqubi, jilid 2, ha1.135-136.
86. Ibnu Abu Dawud, hal. 15-17; Ibnu Asakair, Tarikh Madinat Dimashq, jilid 39, hal. 87-91.
87. AT. Welch, hal. 404-405 dan sumber-sumber yang dikutip dalamnya.
88. Dengan demikian riwayat itu tidak ada misalnya dalam Tabaqat ibn Sa'd dalam pembahasan tentang Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit, ataupun dalam Musnad Ahmad ibn Hnnbal atau Fadhail ash Shahabah dimana beliau mengumpulkan begitu banyak riwayat mengenai kebaikan mereka dan jasa-jasa baik mereka untuk agama Islam.
89. Bukhari, jilid 3, hal. 392-393, jilid 4 hal. 398-399; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Ibnu Abu Dawud, hal. 7-9, 20, 29 dengan Bukhari jilid 3,hal. 393394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 17, 19, 24-26, 31; Ibnu Asakir, Tarikh, Biografi Litsman, hal. 236.
90. Ibnu Asakir; Biografi Utsman, hal. 170; Zarkasyi, jilid 1, hal. 241; Riwayat-riwayat lain yang mengatakan bahwa penghimpunan Quran sudah dimulai pada zaman Umar, tetapi beliau wafat sebelum proyek itu sempurna pada masa khalifahan Utsman (Abu Hilal Askari, jilid 1, hal. 219).
91. Zarkasyi, jilid 1, hal. 235; al-Itqan, jilid 1, hal. 211; Ibnu Asakir, hal. 243-246.
92. Beliau adalah (a) Khuzaimah bin Tsabit Anshari dalam Bukhari jilid , 3, hal. 310, 394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 103; Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 8, 9, 20, 29, 31; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 150; Dan (b) Abu Khuzaimah (Awus bin Yazid) dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99; Ibnu Abu Dawud, hal. 19; Bayhaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149; dan (c) seorang laki-laki Anshar yang tidak dikenal dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 8; Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588, dan (d) Unay dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 9, 30; Khatib, Talkhis al-Mustadrak, jilid 1, hal. 403. Ada juga riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa Ubay tidak hanya mengetahui ayat-ayat ini tetapi juga dia tahu bahwa itu adalah ayatayat terakhir yang juga telah diturunkaa kepada Rasulullah (Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588-589).
93. Ini adalah dua ayat terakhir Surah 9 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 99, 103 Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 9, 11, 20, 29, 30, 31; Thabari, Jami, jilid 14, hal. 558; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149 dan ayat 23 surah 33 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 310,393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 8,19; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.150; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276.
94. Dalam riwayat tentang penghimpunan Quran yang disebutkan di atas, beliau adalah orang yang mendapat tugas mengumpulkan Quran dalam dua tahap pada masa Abu Bakar dan Utsman. Beberapa riwayat lain yang menyebutkan tentang penghimpunan Quran, memasukkan keikutsertaan Zaid, hingga periode Utsman (Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 31; Ibnu Asakir, Biografi' Lltsmau, hal. 234-236). Riwayat-riwayat lainnya sama sekali tidak menyebut namanya (Ibnu Abu Dawud, hal. 10-11). Akan tetapi, pada riwayat yang lain, disebutkan bahwa ia telah menghimpun Quran semenjak jaman Rasulullah, menyatukan semua penggalan-penggalannya yang ditulis dalam beragam media tulisan kuno, sebagaimana disebutkan dalam Tirmidzi, jilid 5, hal. 390; Hakim, jilid 2, hal. 229, 611. Dalam riwayat lain, dikutip bahwa ia mengatakan bahwa pada saat Rasulullah wafat, Quran belum dihimpun, sebagaimana ditulis dalam al-Itqan, jilid 1, hal. 202. 95. Bukhari, jilid 3, hal. 310; Ibnu Abu Dawud, hal. 29; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276; al-Itqan, jilid 1, hal. 206.
96. Thabari, Jami', jilid 16, hal. 588.
97. Ibnu Abu Dawud, hal. 30.
98. Ibid, hal. 31.
99. Ibid, hal. 8, 19, 29.
100. Ibnu Asakir, hal. 236, dimana episode itu dianggap berasal dari masa Utsman yang meminta kaum Muslimin untuk memberikan bagian Quran manapun yang mereka miliki. Kaum Muslimin datang membawa kertas, kulit, atau apapun yang menjadi sarana mereka mencatat bagian-bagian Quran. Utsman meminta setiap orang untuk bersumpah bahwa mereka secara personal telah mendengar ayat yang mereka tawarkan sebagai bagian Quran yang berasal dari Rasulullah. Beliau kemudian memerintahkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan itu untuk disatukan menjadi Kitab Suci.
101. Daftar nama para penghimpun Quran berbeda dalam sumber-sumber yang berbeda, misalnya, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 112-114; Ibnu Nadim, Kitab al-Fihrist, hal. 30; Tabarani, al-Mujam al-Kabir, jilid 2, ha1. 292; Baqillani, hal. 88-90; Dzahabi, al-Maridat al-Qurra al-Kibar, jilid 1, hal. 27; Zarkasyi, jilid 1, hal. 242-243; Qurthubi, jilid 1, hal. 57; al-Itqan, jilid 1, hal. 248-249, mengutip Abu Ubaid dalam Kitab Qiraya.
102. Thabari, jilid 1, hal. 59-61.
103. Dengan maksud untuk menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang nyata di antara riwayat-riwayat dan cerita yang dipersoalkan, para pendukung cerita itu telah mengajikan dua saran. Menurut pendukung pertama, mereka yang disebut telah menghimpun
121. Dailami, jilid 1, hal. 76.
122. Ahmad, Fadhail, hal. 581-582; Tustari, jilid 5, hal. 540-586; jilid 16, hal. 332-375, jilid 19, hal. 243-255; Amini, jilid 6, hal. 209-216.
123. Bukhari, jilid 2, hal. 418; Ahmad, Fadhail, hal. 70-71, 98, 152, 379.
124. Tustari, Jilid 3, hal. 46-62; jilid 9, hal. 70-91; jilid 14, ha1.131-47 jilid 20, hal. 84-87.
125. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 168-189, mengutip atas nama Imam Ja'far Shadiq, yang mendapatkannya dari ayahnya. Seperti sudah dikemukakan di atas, ini merupakan fenomena umum yang dikarang untuk tujuan-tujuan polemik anti Syi'ah.
126. Tustari, jilid 2, hal. 501-562; jilid 3, hal. 513-531; jilid 9, hal. 1-69; jilid 14, hal. 40-105; jilid 18, hal. 359-383.
127. Jami al-Bayan, Thabari, jilid 22, hal. 6-8.
128. Dailami, jilid 1, hal. 532; Thabari, Jami, jilid 22, hal. 8 mengutip bahwa Ikrimah, seorang tabi'in yang terkenal karena kecenderungan anti Ali menangis di pasar, karena anggota keluarga Rasulullah hanya isteriisteri beliau sendiri.
129. Lihat catatan kaki 57 di atas.
130. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 170.
131. Itqan, jilid 1, hal. 205, mengutip Ibnu Asyta dalam Kitab al-Masahif
132. Ibnu Abdul Barr, hal. 562.
133. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 148; Ibnu Abu Dawud, Keduanya mengutip riwayat itu dari Ali.
BAB 15 : ISU-ISU SEPUTAR IBADAH
A. Tawassul (Memohon Melalui Perantara)
Beberapa orang mengklaim bahwa meminta bantuan kepada selain Allah adalah perbuatan politeisme. Orang-orang ini tidak pernah pergi ke dokter apabila mereka sakit, karena itu adalah perbuatan syirik. Pergi menemui dokter adalah salah satu cara mencari bantuan kepada seorang ahli meskipun mereka tidak mengatakan dengan lidah mereka bahwa mereka mendapat pertolongan dari dokter. Perbuatan syirik sudah mencukupi. Mereka juga tidak harus bertanya apapun kepada orang lain atau meminta sesuatu pun karena semua ini adalah perbuatan syirik. Kalau begitu, mereka tidak harus makan karena mereka tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah.
Apabila mereka mengatakan bahwa kami melakukan hal tersebut karena Allah memerintahkan kami melakukannya, kalau begitu menurut ajaran mereka Allah juga musyrik. Naudzubillah.
Ini adalah sesuatu yang ganjil. Apabila kami meminta bantuan dari orang lain, kami melakukan ruzya dengan mengetahui bahwa ia sendiri Jika Allah tidak berkehendak demikian. Apabila seseorang memohon bantuan kepada Nabi Muhammad atau Iman Ali, ia sebenarnya memohon bantuan kepada Allah melalui perantara Nabi Muhammad atau para Imam, atau ia melakukannya dengan mengetahui bahwa Nabi atau Imam tidak memiliki kekuatan sendiri, tetapi yang mereka miliki ( yang tidak di miliki orang lain ) adalah kedudukan ruhani di mata Allah dan Allah tidak mengabaikan permohonannya mereka apabila mereka berdoa Kepada Allah atas diri kita. Imam Ali dan seluruh Syhuada masih hidup, sebagaimana yang di nyatakan dalam Quran dengan jelas. Meskipun mereka tidak ada di muka bumi ini, Maka. Janganlah memperlakukan mereka seperti mereka memperlakukan seperti mereka tidak mati. Allah bersabda dalam Quran, janganlah kalian kira bahwa orang - orang yang mati di jalan Allah itu telah mati. Mereka masih hidup dan mendapatkan penghidupan dari sisi Allah mereka. ( Qs. Ali Imran : 169 )
Sebenarnya para Imam kami, kecuali Imam Mahdi, telah menjadi Syuhada baik ditebas pedang atau diracuni, selain itu mereka adalah bukti yang sangat kuat dalam mazda Syi'ah maupun sunni bahwa Nabi Muhammad sendiri di racuni oleh orang yahudi di perang Khaibar. Dan secara berlahan - lahan racun itu bekerja di tubuhnya hingga akhirnya racun itu membunuhnya. Kami ketengahkan hadis dari Shahih al - Buchori Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ketika benteng Khaibar ditaklukan, semangkuk daging kambing yang berisi racun diberikan kepada Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Asiyah. Nabi dalam sakit yang mematikannya, karena mereka, menutur Quran, masih hidup. dengan demikian kita dapat bertawassul kepada mereka sebagaimana pengkikut Nabi Musa bertawassul kepadanya.
Dan takkala Musa memasuki kota. Pada saat ini penduduk kota tidak melihatnya. Ia melihat dua orang yang sedang berkelahi. Salah satunya adalah pengikutnya dan yang satunya dalah musuhnya. Pengikut musa itu berteriak meminta pertolongan kepada musa untuk melawan musuhnya
(Qs. Al-Qashash ; 15 )
Dua hal yang membedakan tawassul dan syirik perlu di perhatikan. Pertama. kita tidak percaya bahwa Nabi Muhammad SAW dan para Imam as memiliki kekuatan sendiri selain dari Allah. Kedua. Allah adalah satu - satunya yang menunjuk perantara. Para penyembah berhala sering menggunakan perantara yang salah. Dan itulah alasan lain mengapa hal itu di larang. Selai itu para penyembah berhala yakin bahwa berhala yang di semahnya dapat menyebabkan kehancuran atau dapat mendatangkan manfaat. Tetapi menyebut Nabi Muhammad dan para Imam dengan mengetahui bahwa mereka hanya dapat menjadi perantara kepada Allah. Bukanlah perbuatan syirik. Seluruh umat muslim sepakat pada hal ini semenjak zaman Nabi Muhammad hingga saat ini, kecuali kaum Wahabi. Ajaran mereka bertentangan dengan seluruh umat Muslim dan mereka menfitnah kau, muslimin. Mereka tidak mengijinkan siapa pun menyentuh makam nabi Muhammad SAW yang diberkahi.
Lebih jauh lagi, Quran memberi dukungan terhadap tawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hai Orang - orang yang beriman! Ingatlah kewajiban kalian kepada Allah, dan berusahalah mencari cara mendekatkan diri pada-nya. ( Qs. Al-Maidah : 35 )
Qurab menyatakan kepada kita bahwa ada suatu cara pendekatan al-wasilah bagi kita di setiap zaman. Yang berbeda - beda dan kita harus mencarinya apabila kita ingin memdekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya. Tawassul dan wasilah berasal dari akar yang sama. Ketika kita bertawassul, hal itu bahwa kita berharap karunia Allah melalui perantara yang lebih taat kepada Allah. Dengan demikian Allah akan lebih cepat mengijabahkan doanya dari pada doa kita. Allah akan mengampuni kita Karena keimanan dan kedudukan lelaki/wanita itu.
Walau demikian, Tawassul tergantung kepada Allah. Siapakah yang dapat menjadi perantara kepada-nya kecuali orang yang di kehendakinya ? mereka ( para rasul dan para Imam ) tidak menyatakan sesuatu sebelum diperintah oleh-nya dan mereka berbuat sesuatu atau perintah-nya.ia lebih mengetahui segala sesuatu yang ada di depan dan belakang mereka dan mereka ( orang - orang suci ini ) tidak memberi syafaat kecuali pada orang - orang yang dikehendaki Allah, dan mereka takjub dan tunduk kepada kebesaran-Nya (Qs. Al- Anbiya : 27-28) sebagai mana yang anda lihat, terdapat kekecualian. Beberapa orang tentu akan memberikan syafaat atau menjadi perantara kepada Allah atas izin-nya. Tetapi hal ini tidak diberikan kepada setiap orang.
Sekarang kami ingin juga memberi referensi yang lebih banyak dari koleksi hadis Sunni mengenai hal ini. Referensi pertama adalah tawassul yang di lakukan oleh Imam Ali. Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas mengucapkan kalimat berikut setelah imam Ali syahid. Ia memohon pertolongan kepada orang yang telah di anggap meninggal. Ketika kematian Abdullah bin Abas mendekati ia berkata " Ya. Allah Aku mendekatkan diri kepadamu dengan berwilayah kepada Ali bin Abi Thalib. " 3
Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas wafat pada tahun 68/687. dua puluh delapan tahun setelah Imam Ali wafat. Apabila bertawassul kepada orang yang sudah meninggal dianggap perbuatan syirik. Ibnu Abas tidak akan berkata demikian dan Ahmad bin Hanbal tidak akan meriwayatkan peristiwa itu. Mengenai tawassul kepada orang yang masih hidup, Buchari meriwayatkan bahwa umar sering bertawassul kepada Abba untuk meminta hujan.
Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 559, diriwayatkan oleh Anas :
Tatkala kekeringan melanda, Umar bin Khatab sering meminta diturunkannya hujan kepada Allah melalui Abbas bin Abdul Muthalib. Ia berkata " Ya Allah, kami sering kali meminta hujan kepada Rasul kami untuk memohonkan kepada-Mu agar diturunkan hujan dan engkau kan mengabulkannya. Saat ini, kami meminta agar diturunkan hujan. Turunkanlah hujan kepada kami!" Dan hujan akan turun kepada mereka.
Persoalan yang berkaitan lainya adalah apakah mencium makam Nabi Muhammad dianggap berbuatan syirik? Apakah menghormati barang milik nabi juga perbuatan syirik? Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 1373,7250 diriwayatkan oleh Abu Juhaifah:
Aku melihat Rasulullah berada dalam tenda berwarna kulit merah dan aku melihat Bilal tengah mengambil air bekas wudu yang digunakan Nabi. Aku melihat orang - orang berebut mengambil airnya dan menggunakannya. Siapa saya orang mendapatkan air itu. Ia akan mengusapakannya pada tubuhnya dan mereka tidak akan mendapatkannya. Kemudian aku melihat Bilal membawa sebilah Azna ( tongkat berujung tombak) dan menancapkanya pada tanah. Nabi melipat jubahnya dan memimpin orang - orang yang sholat dan melakukan sholat dua rakaat dan menjadikanya Azna itu sebagai - pembatas dalam shalatnya. Aku menyaksikan orang - orang dan hewan melintas di depan Nabi melebihi Azna.
Kita lihat, betapa para sahabat terkemuka sangat menghormati setiap tetes air yang telah di sentuh oleh Nabi Muhammad SAW. Sayid Syarifuddin MuSAWi; seorang ulama Syi'ah terkemuka, pergi melaksanakan ibadah Haji ke Kabah ketika pemerintahan di pegang oleh Raza Abdul Aziz bin Saud. Sayid adalah salah seorang yang di undang ke istana Raja untuk merayakan hari Idul Adha. Ketika giliran untuk berjabat tangan raja tidak, ia menghadiahi sebuah Quran yang terbungkus kulit domba. Raja mengambil Quran tersebut dan menyentuhnya ke dahi dan menciumnya. Sayid Syariffudi berkata " Engkau benar! Kami melakukan hal yang sama ketika mencium jendela atau pintu rumah nabi. Kami tahu, jendela dan pintu itu terbuat dari besi dan tidak dapat mendatangkan mudharat atau manfaat, tetapi yang kami tuju adalah apa yang berada dalam besi dan kayu tersebut kami bermaksud menghormati Rasulullah dengan cara yang sama ketika anda mencium pembungkus Quran yang terbuat dari kulit domba " orang - orang yang hadir terkesan dengan khutbah itu dan berkata " Engkau benar ". Raja terpaksa mengizinkan para khalifah mendapatkan berkah dari bangunan Nabi, hinggan perintah ini di tarik oleh penggantinya.
Persoalannya bukannya orang - orang takut menyamakan sesuatu dengan Allah tetapi hal ini lebih merupakan persoalan politik yang bertujuan untuk membenci umat islam agar dapat menggabungkan kekuatan mereka dan menguasai umat Islam. Sejarah adalah Saksi atas apa yang telah mereka perbuat .
Diskusi mengenai tawassul akhir - akhir ini banyak di gelar dan hanya sedikit sekali orang - orang bodoh yang telah mengeluarkan fatwa pengutukan praktik tawassul, bahwa tawassul adalah perbuatan syirik, dari bukti - bukti, nampaknya Nabi Muhammad SAW mengajari umatnya untuk melakukan perbuatan syirik, demikian juga Khalifah Utsman bin Affan.
Memohon kepada Allah Melalui Perantara
Definisi tawassul adalah memohon kepada Allah melalui perantara. Baik melalui orang yang masih hidup, sudah meninggal, sebuah nama atau sifat Yang Maha Tinggi.
Kami ingin menyampaikan kedudukan tawassul, yang dibenarkan dengan adanya bukti hukum dari mayoritas kaum Sunni ortodoks mengenai tawassul. bahwa mereka tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa memohon kepada Allah melalui perantara, secara prinsip adalah sah. Pembahasan detail - detailnya hanya berkaitan dengan penguasaan yang melibatkan perbedaan antara mazhab, petanyan tentang keimanan dan kekafiran yang tidak di miliki kaitan, monoteisme atau syirik, persoalan yang terbatas pada boleh atau tidaknya bertawassul, serta tentang aturannya apakat tawassul di benarkan atau tidak. Tidak ada perbedaan dikalangan umat islam mengenai bolehnya tiga jenis tawassul kepada Allah; 1) Bertawassul kepada orang yang sangat dekat dengan Allah yang masih hidup. Contohnya pada hadis lelaki buta dan Nabi Muhammad SAW, yang akan kami jelaskan; 2) Bertawassul seseorang kepada Allah melalui perbuatan baiknya. Contohnya pada tiga orang yang terkurung oleh batu besar di sebuah gua Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya ( jilid 3, No. 418);3) Bertawassulnya seseorang kepada Allah melalui Zat-Nya, sifat - sifatnya dan lain- lain.
Karena legalitas tiga jenis tawassul ini telah di sepakati, tidak ada alasan untuk mengajikan bukti. Ketidak sepakatannya adalah bertawassul kepada seorang beriman yang telah meninggal mayoritas masyarakat Sunni Ortodoks percaya bahwa tawassul ini dibolehkan dan memiliki hadis yang membenarkanya. Kami merasa cukup dengna hadis tentang lelaki buta dan Nabi Muhammad, Karena hadis ini merupakan poros sentral pembahasan tawassul.
Tarmizi meriwayatkan melalui rangkaian perawi dari Usman bin Hunaif. Seorang lelaki buta dan menemui Nabi dan berkata " Mataku tidak dapat melihat, aku memohon agar engkau mendoakanku". Nabi Muhammad berkata" Ambillah air wudhu dan lakukan shalat dua rakaat lalu berdoa seperti ini; " Ya Allah aku memohon dan menghadap kepadamu melalui perantara Nabi Muhammad, karunia semesta Allah! Wahai Nabi, aku bertawassul kepadamu agar Allah mengembalikan penglihatanku!( dan dalam versi lain' agar terpenuhi hajatku. Ya Allah berikanlah syaf'aat kepadaku!") nabi Muhammad menambahkan, " Dan sekiranya engkau memiliki hajat, lakukanlah yang sama!"
Para ahli Quran menyimpulkan tentang sifat kebutuhan yang dianjurkan, ketika seseorang sangat membutuhkan sesuatu dari Allah Yang Maha Tinggi, melakukan sholat dan menghadap Allah dengan berdoa serta permohonan lain yang sesuai, yang lama atau sebaliknya menurut kebutuhan dan perasaan orang tersebut. Isi ungkapan hadis tersebut membuktikan keabsahan secara legal tawassul melalui orang yang masih hidup. (seperti Nabi Muhammad yang saat itu masih hidup). Secara implicit hal ini membenarkan keabsahan tawassul melalui orang masih hidup atau sudah meninggal bukan melalui tubuh fisik, kehidipan atau kematian tetapi melalui makna positif (Ma'na tayyib) yang melekat pada orang itu baik dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal Tubuh tidak lain merupakan kendaraan yang memuat makna, perlu dihormati baik ia masih hidup atau sudah meninggal; kata lain " Yaa Muhammad" merupakan panggilan untuk seseorang yang secara fisik tidak ada. Dimana pernyataan masih hidup atau sudah meninggal sama saja; panggilan kepada makna, merasa cinta kepada Allah, terhubung dengan ruhnya, sebuah makna yang mendasari tawassul, baik melalui orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal.
Hadis Mengenai Lelaki yang sangat Mebutuhkan
Lebih jauh lagi Tabarani, dalam bukunya al-Mu'jam as-Saghir, meriwayatkan sebuah hadis dari Utsman bin Hunaif bahwa lelaki mengunjungi Utsman bin affan berulang kali untuk mendapatkan sesuatu yang ia butuhkan. Tetapi Utsman dapat memperhatikan dan memperdulikan kebutuhanya, Lelaki itu bertemu dengan Ibnu Hunaif dan mengeluhkan persoalannya. Hal ini berhasil setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan setelah kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. Dengan demikian Utsman bin Hunaif, salah satu sahabat pengumpulkan hadis dan sahabat yang ahli dalam berkata :
Berwudulah, lalu pergi ke masjid. Lakukanlah sholat dua rakaat dan bacalah doa ini " Ya Allah! Aku memohon kepadamu dan aku menghadapmu melalui Rasul Kami, Muhammad karunia serta Alam! Wahai Muhammad, aku minta tolong kepadamu agar engkau sampaikan kepada Tuhanku agar ia dapat memenuhi hajarku!" lalu sebutkanlah hajatmu. Setelah itu temuilah aku agar aku dapar pergi bersamamu (menemui Khalifah Utsman).
Lelaki itu pun pergi melakukan apa yang ia katakan. Kemudian ia menuju pintu rumah Utsman. Seorang penjaga menggandeng tanganya dan membawanya kepada Utsman Ibnu Affan lalu mendudukanya pada sebuah bantal di sisinya. Utsman berkata " Apa keperluanmu?" Lalu lelaki itu menyebutkan apa yang ia butuhkan dan Utsman memenuhi kebutuhannya seraya berkata " Aku tidak ingat kepeluanmu hingga tadi. Apapun yang engaku butuhkan, sebutka saja!" tambahnya. Lalu lelaki itu pergi, bertemu Utsman bin Hunaif dan berkata kepadanya " semoga Allah membalas kebaikanmu! Ia tidak memperhatikan kebutuhanku atau pun memperdulikannya hingga engkau berbicara padanya". Utsman bin Hunaif menjawab " Demi Allah aku tidak berbicara padanya tetapi aku pernah melihat lelaki buta menemui Rasulullah dan mengeluhkan kebutaannya. Nabi Muhammad SAW Berkata " Tidaklah engaku dapat bertahan dengan keadaanmu?" dan lelaki itu menjawab " wahai Rasulullah, aku tidak memuliki siapapun untuk menyadi pengaruh jalanku dan ini sangat menyulitkanku!" Rasulullah bersabda padanya " Pergilah berwudu dan laukan sholat dua rakaat. Lalu berdo'alah dan memohon permintaanmu!" Ibnu Hunaif melnjutkan. " Demi Allah, kami pergi dan belum berbicara lama ketika lelaki itu kembali seolah - olah perhah terjadi sesuatu kepadanya. "
Hadis ini merupakan teks yang tegas ia jelas dari sahabat Nabi yang membuktikan keabsahan secara legal tawasul kepada orang yang telah wafat. Cerita ini diklasifikasikan ke dalah hadis yang sangat shahih oleh Baihaqi, Mundhiri dan haitami.
Syeh Muhammad Hamid, seorang ulama terkemuka Mazda Hanafi, menyatakan dalan Rudud'ala Abatil wa Rasa'il :
Sesungguhnya diperolehkan menyebutkan ( nida') orang beriman yang secara fisik tidak ada dan bertawassul dan berdoa kepada Allah Yang Maha Besar melalui mereka, karena terdapat banyak bukti tentang kebolehan melakukan hal tersebut. Orang yang memanggil mereka untuk bertawassul tidak dapar di salahkan. Mengenai seseorang yang menyakini bahwa orang yang dipangil itu dapat memberikan pengaruh, manfaat atau mudharat. Yang mereka ciptakan sebagaimana yang dilakukan Allah, mereka adalah kafir dan telah berpaling dari Islam: semoga Allah menjadi pelindung kita! Selanjutnya, dan orang tertentu yang telah menulis artikel bahwa bertawassul kepada Allah melalui orang - orang saleh diharamkan tanpa bukti pendukung, sedang sebagian besar umat meyakininya. Halal sesunguhnya mereka adalah kosong. Ketika menyakini bahwa tawassul adalah hal yang diperbolehkan, kami tidak mendekati tepian jurang kemusyrikan ataupun mendekatinya. Karena keyakinan bahwa Allah maha Besar itu sendiri yangtelah mendekati pengaruh pad segala sesuatu secara lahir, merupakan suatu keyakunan yang mengalir kepada diri kami seperti aliran darah. Apabila tawassul adalah perbuatan syirik atau apabila terdapat kecurangan adanya syirik didalamnya. Nabi Muhammad tidak mengajari itu kepada lelaki buta ketika lelaki itu memintanya untuk berdo'a kepada Allah untuk dirinya, meskipun pada kenyataannya ia mengajari tawassul kepada Allah melalui dirinya Dan pernyataan bahwa tawassul hanya boleh di lakukan ketika Nabi masih ada yang melaluinya tawassul dilakukan tetapi tidakdi lakukan setelah ia wafat, tidak di dukung oleh dasar kuat dari Quran.4
B. Taqiyah
Saat ini, kami ingin menyajikan 'konsep taqiyah' (selanjutnya ditulis taqiytah) dalam pembahasan berikui ini. Topik ini sama sulitnya dengan topik sebelumnya, dan banyak orang mengalami kesulitan dalam memahaminya. Kami berdoa kepada Allah SWT semoga diskusi ini dapat membantu mengikis karat pemikiran yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun dalam pikiran orang - orang. Propoganda negatef yang berkelanjutan yang digembar-gemborkan oleh media masa membantu memupuk rasa kebencian kepada kekafiran trehadap Syi'ah. Selain itu. Hal tersebut pun meningkatkan penolakan secara terang - terangan terhadap kenyataan yang telah terbukti dan benar. Bagaimanapun, anda berkewajiban mencari berkewajiban mencari kebenaran. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan anda untuk mencari kebenaran. Namun, adalah hak anda untuk meyakini atau menyangkal segala sesuatu yang dinyatalan Syi'ah. Akan anda, atau di tempat lain pada suatu hari nanti, ingatlah diri kami, dan pertanyan orang yang sedang mendiskusikan topik ini. Hanya dengan itu anda akan memahami maksud kami, Insya Allah.
Kami ingin menunjukan dan membuktukan bahwa " konsep taqiyah" adalah sebuah bagian dari Islam yang intergral, dan bukan sesuatu yang diciptakan kaum Syi'ah.
Seperti biasa, kami akan mengetengahkan dari sudut pandang, yakni dari kaum Sunni dan Syi'ah untuk menjaga tingkat kemurnian dan keutuhan dalam menjelaskan topik ini.
Istilah taqiyah secara harfiah berarti "menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan
47
tau mental. "Terjemahaannya adalah menyembunyikan ".
Definisi di atas haruslah dijelaskan secara rinci sebelum melanjutkan pendiskusian topik ini. Meskipun definisinya benar, tetapi tampaknya masih mengandung makna secara general dan kurang memiliki makna - makna sedtail mendasar yang harus diuraikan.
Pertama, Menyembunyikan keyakinan tidak berarti tidak mengharuskan peniadaan keyakinan tersebut. Perbedaan antara " menyembunyikan : dan " meniadakan " harus di perhatikan.
Kedua, ada sejumlah kekecualian pada definisi di atas, dan kekecualian tersebut harus dinilai berdasarkan situasi ketika salah satu makna digunakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh membuat sebuah generaliassi yang sempit yang mencakup seluruh situasi, agar mendapatkan makna sepenuhnya dari definisi itu.
Ketiga. Istilah 'keimanan' dan
Definisi di atas haruslah dijelaskan secara rinci sebelum melanjutkan pendiskusian topik ini. Meskipun definisinya benar, tetapi tampaknya masih mengandung makna secara general dan kurang memiliki makna - makna sedtail mendasar yang harus diuraikan.
Pertama, Menyembunyikan keyakinan tidak berarti tidak mengharuskan peniadaan keyakinan tersebut. Perbedaan antara " menyembunyikan : dan " meniadakan " harus di perhatikan.
Kedua, ada sejumlah kekecualian pada definisi di atas, dan kekecualian tersebut harus dinilai berdasarkan situasi ketika salah satu makna digunakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh membuat sebuah generaliassi yang sempit yang mencakup seluruh situasi, agar mendapatkan makna sepenuhnya dari definisi itu.
Ketiga. Istilah 'keimanan' dan
48
tau 'keyakinan' tidak harus berarti keimanan dan
49
tau keyakinan 'beragama'
Dengan penjelasan di atas, definisi yang lebih baik dan lebih tepar dari kata " Taqiyah" adalah " diplomasi". Makna takiyah sesungguhnya lebih terwujud dalam sebuah kata " diplomasi" karena kata itu mencakup spektrum prilaku yang luas yang dapat digunakan lebih jauh oleh seluruh pihak yang berkepantingan.
Taqiyah Menurut Kaum Sunni
Beberapa orang kaun Sunni menegaskan bahwa taqiyah merupakan tindakan keminafikan yang berfungsi untuk menyembunyikan kebenaran, dan menampaknan sesuatu yang sangat bertentang ( dengan kebenaran) lebih jauh lagi menurut orang - orang Sunni ini. Taqiyah mengandung arti minimnya keimanan dan keyakinannya untuk menyelamatkan siri dari ancaman bahaya laten adalah manusia yang penakut. Yang sebenarnya ia hanya harus takut kepada Allah SWT. Dengan demikian, orang seperti ini adalah seorang pengecut.
Penjelasan berikutnya, Insya Allah, menunjukan keberadaan ayat taqiyah dalam Quran, hadis, sunnah Nabi dan sunnah para sahabat Seperti biasa. Kitab - kitab kaum Sunni akan dijadikan argument selanjutnya. Hal ini sesuai dengan komitmen untuk mengungkapkan kebenaran dengan menunjukan bahwa kaum Sunni menolak argument kaum Syi'ah, padahal kitab mereka sendiri banyak memuat idiologi yang sama yang di pegang kaum Syi'ah! Meskipun beberapa kaum Wahabi menyangkal pernyataan mereka sebelumnya dan secara agresif mencemarkan nama Syi'ah dan menolak doktrin-dokrin mereka, mereka tidak dapat menjelaskan kebenaran argument mereka melalui keberadaan mereka doktrin-doktrin yang sama dalam kitab mereka sendiri, sebagiamana yang telah di tunjikan di seluruh bagian sebelumnya. Mereka yang menganggap diri sebagai pemeliharaan sejati sunnah Nabi Muhammad SAW dan satu - satunya penjaga agama islam, bagaimana mungkin menampakkan penyanghkalan mereka terhadapa upaya yang seharusnya mereka jaga? Menyangkal taqiyah berarti menyangkal Quran, sebagaimana yang akan ditunjuk berikui ini.
Sumber 1
Jalaluddin Suyuthi dalan kitabnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas, perawi hadis yang paling di hormati
dan di percaya menurut pandangan Sunni, mengenai taqiyah dalam ayat Quran,
janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan pelindung lebih dari orang-orang beriman. Siapa yang melakukan hal itu, putuslah hubungan dengan Allah kecuali mereka siasat (tat-taqun)untuk melindungi diri (tuqatan)dari mereka (QS, Ali Imran : 28)4
Ibnu Abbad Berkata :
Taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja; orang yang telah di paksa menyatakan sesuatu yang yang membuat murka Allah SWT tetapi hatinya tetap beriman, maka ( ucapan yang terpaksa tersebut) tidak akan dirugikannya (sama sekali), Karena taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja ( bukan dengan hati)
'Hati' yang dinyatakan di atas dan setelahnya dalam pusat keimanan dalam diri seseorang. Hal ini banyak di sebutkan dalam Quran.
Sumber 2
Ibnu Abbas juga memberi penfsiran pada ayat di atas, sebagaimana yang riwayatkan dalam Sunan Baihaqi dan Mustadrak Hakim. Ia menyatakan, " Taqiyah adalah ucapan dengan lidah, sedang hatinya tetap tehug beriman." Artinya, adalah kita boleh mengucapkan sesuatu dengan lidah ketika diperlukan, sepanjang hati kita tidak terpengaruh, dan hari masih tetap teguh beriman.
Sumber 3
Abu Akarak Razi dalam Ahkam al-Quran menjelaskan ayat tersebut di atas " … Kecuali karena siasat ( tat-taqun) untuk melindungi dir (tuqatan) dari mereka….( QA. Ali Imran : 28) dengan membenarkan bahwa taqkiyah harus dilakukan apabila seseorang takut jika hidup atau anggota tubunnya terancam bahaya. Selain itu, ia meriwayatkan bahwa Qutadah menyatakanlah berikut berkenaan dengan ayat di atas "seseorang boleh mengucapkan kata - kata ketidak berimanan saat taqiyah wajib dilakukan"
Sumber 4
Diriwayatkan oelh Abdurrazak, Ibnu Sa'd. Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim . Ibnu Mardawaih, Baihaqi dalam kitabnya al-Dalail. Dan dikoreksi oleh Hakin dalam kitabnya al-Mustadrak bahwa," Orang-orang kafir menahan Ammar bin Yasin dan ( Menyiksa) hingga Ammar mengucapkan kata-kata selaan terhadap Nabi Muhammad SAW bertanya " Apakah ada sesuatu yang ingin engkau utarakan? " Ammar bin Yasin berkata " Aku membawa berita buruk! Mereka tidak akan melepaskanku apabila aku tidak mencela dirimu dan memuji-muji Tuhan mereka!" Nabi Muhammad berkata " Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab " Aku tetapberiman. Lalu Nabi melanjutkan " Kalau begitu, apabila mereka datang padamu. Lakukan hal yang sama!" Allah SWT pada saat itu menurunkan ayat, "….. Kecuali karena dipaksa, sedang hatinya masih tetap beriman …..(Qs. An-NAhl : 106 )"
Ayat - ayat seluruhnya yang dikutif sebagaiannya sebagai bagian dari hadis di atas adalah :
Orang yang mengucapkan kekafiran setelah beriman kepada Allah, kecuali mereka di paksa, sedang hatinya tetap teguh beriman, tetapi barang siapa yang melapangkan hatinya dengan kekufuran, murka Allah menimpa mereka, dan bagi mereka siksaan yang sangat pedih ( Qs. An-Sahl : 160)
Sumber 5
Diriwayatkan dalam dalam sunah baihaqi bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ayat di atas. " Orang yang mengucapkankekafiran setelah beriman kepada Allah, Menyatakan :
Makna ayat yang Allah sampaikan adalah bahwa orang yang menyatakan kekafiran setelah beriman, akan mendapatkan murka Allah SWT dan azab yang perih. Tetapi bagi orang - orang yang terpaksa, dan mereka mengucapkan kata - kata itu hanya di lidah mereka tetapi hati mereka mengucapkan kata - kata itu hanya dengan lidah mereka tetapi hati mereka tidak demikian, mereka tidak akan mendapat azab, tidak perlu merasa takut, karena Allah meminta tanggung jawab atas apa yang telah dinyatakan hatinya".
Sumber 6
Penjelasan lain dari ayat di atas diberika oleh Jalaludin Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Ia menyatakan, Ibnu Abu Shaibah, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Mujtahid, bahwa ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa berikut :
Sekelompok orang Mekhah masuk Islam dan menyatkan keimanan mereka. Kemudian . para sahabat di Madinah menulis surat kepada mereka yang isinya meminta mereka untuk hijrah ke Medinah. Apabila mereka tidak berhijrah, mereka tidak termasuk pada orang - orang yang beriman. Sebagai jawabannya. Sekelompok orang itu pergi tetapi sebelum sampai tujuan, mereka langsung di serang oleh orang - orang kafir. Mereka dipaksa untuk keluar dari agama Islam dan mereka melakukannya. Oleh Karena itu, ayat " kecuali karena dipaksa, sedangkan hari mereka tetap teguh beriman 16:106) diturunkan
Sumber 7
Ibnu Sa'd dalam kitabnya at-Tabaqat al-Kubra, meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Nabi Muhammad melihat Ammar bin Yasin menangis. Lalu, ia menghapus air matanya dan berkata :
Orang - orang itu menahanmu dan membenamkanmu ke dalam air sehingga engkau berkata seperti ini dan itu (ucapan kotor mengenai Nabi dan pujian kepada Tuhan - tuhan mereka untuk menghindari diri dari penganiayaan). Apabila mereka kembal. Katakanlah hal yang sama lagi!
Sumber 8
Diriwayatkan dalam as-Sirah al-Halabiyyah. 8 bahwa :
Setelah kota Khaibar ditaklukan oleh umat Islam. Hajaj Bin Alat memui Nabi Muhammad dan berkata. " Wahai Rasulullah! Aku memiliki harta berlimpah dan keluarga dari Mekkah da aku ingin semua itu kembali kepadaku, apakah aku berdosa apabila aku berkata buruk tentangmu ( agar aku tidak dianiaya ) ". Nabi mengizinkan dan berkata " katakanlah apa saya yang harus engkau katakana!"
Sumber 9
Diriwayatkan oleh Ghazali dalam kitabnya. Ihya Ulum ad-Din, bahwa :
" Melindungi nyawa seorang muslim adalah kewajiban yang harus di perhatikan, dan berkata bohong diperbolehkan apabila nyawa seorang Muslim terancam."
Sumber 10
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, ash-Ashbah wa an-Nazha'ir", menegaskan bahwa :
Di perbolehkan bagi seorang muslim untuk memakai bangkai dalam keadaan yang sangat lapar, melancarkan sepotong makanan yang masuk ke tonggorokan dengan alkohol ( karena takut tersendak dan takut meninggal ), mengucapkan kata - kata kekafiran, dan apabila seseorang tinggal di sebuah lingkungan di mana kejaharan dan kerusakan menjadi aturan measyarakatnya, sedang sesuatu yang halal dilarang dan jatrang ada, maka ia dapat menggunakan ssegala sesuatu yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sumber tentang memakan bangkai hewan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa hal - hal yang di larang pun menjadi halal pada waktunya darurat
Sumber 11
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, al - Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'atsur, meriwayatkan bahwa Abdu bin Hamid dari Hasan berkata : Taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat.
Sumber 12
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Abu Darda berkata, " Sesungguhnya kami tersenyum kepada beberapa orang, padahal hati - hati kami mengutuk ( Mereka ) 10
Sumber 13
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, " Wahai Aisyah! Orang yang paling buruk menutup pandangan Allah adalah orang - orang yang dijauhi oleh orang lain Karena kekerasan mereka yang sangat besar. 11
Artinya bahwa seseorang boleh melakukan diplomasi agar dapat bersama - sama dengan masyarakat. Hadist di atas diriwayatkan ketika seseorang meminta izin untuk bertemu Nabi Muhammad SAW dan sebelum beliau meminta izin, nabi berkata bahwa ia bukan orang baik, tetapi Nabi tetap akan menemuinya. Nabi bercakap-calap dengannya dengan penuh hormat. Karenanya, Aisyah bertanya kepadanya mengapa Nabi berbicara sifat yang buruk. Lalu nabi menjawab dengan kalimat di atas.
Sumber 14
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa Inggris), bab 1527,jilid 4, hal. 1373, hadis 6303 :
Humaidah bin Addurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa ibunya, ummu Kutsum binti Uqbah bin Abu Mu'ait, salah satu orang Muhajirin yang pertama kali mambait Nabi Muhammad SAW, berkata bahwa ia mendengarkan Nabi berkata " Seorang pendusta adalah seseorang yang tidak berusaha membawa kedamaian di antara umat dan berbicara hal - hal yang baik ( untuk mencegah timbulnya pertengkaran ), atau tidak menyampaikan kebaikan". Ibnu Syihab berkata " saya tidak mendengarkan bahwa pengecualian diberlakukan pada apapun yang orang katakana sebagai kesombongan kecuali pada tiga hal : dalam peperangan, mendamaikan orang dan pernyataan suami kepada isterinya dan pernytaan seorang isteri kepada suaminya ( dalam bentuk pernytaan sebaliknya untuk mendamaikan suami istrei itu ).12
Ahli tafsir Sunni, Abdul hamid Siddiqi, pada kitab Shahih Muslim, menyatakan penafsiran sebagai berikut :
Berbohong adalah sebuah dosa besar. Tetapi seorang Muslim boleh berbohong dalam beberapa kasus tertentu dan diperbolehkanya berbohong dilakukan pada tiga keadaan pada peperangan untuk mendamaikan umat Islam yang saling memusuhkan, dan mendamaikan suami dan isteri. Berdasarkan analogi dari ketiga keadaan ini para ulama hadist memberikan beberapa kekecualian lainya; menyelamatkan nyawa dan kehormatan orang tak berdosa dari tangan penguasa zalim dan penindas apabila seseorang tidak menemukan cara lain untuk menyelamatklan mereka.
Perhatikan bahwa hadis atua penafsiran Quran di atas tidak berhubungan dengan penerangan taqiyah kepada non-Muslim saja!13
Taqiyah Menurut Kaum Syi'ah
Kaum Syi'ah tidak menciptakan atau membuat - buat hal baru. Mereka hanya mengikuti perintah Allah SWT. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Quran, hadis penghulu Nabi Muhammad SAW. Bagaimanapun, harus di teliti juga apa pendapat kaum Syi'ah tentang taqiyah .
Syeh Muhammad Ridha Muzhaffat dalam kitabnya Aqa'id al Imamuyah, menuliskan bahwa :
Taqiyah harus sesuai dengan aturan khusus berdasarkan kondisi dimana bahaya besar mengancam. Aturan - aturan ini tercantum dalam banyak kitab fiqih, beserta seberapa besarnya atau kecinya bahaya yang menentukan keabsahan taqiyah sendiri. Taqiyah tidak wajib di lakukan setiapwaktu. Sebaliknya. Taqiyah bileh di lakuka kadang - kadang perlu untuk tidak bertaqiyah. Contohnya pada kasus dimana mengungkapkan kebenaran akan kelancaran tuhan agama, dan memberikan manfaat langsung bagi Islam, dan berjuang demi Islam. Sesungguhnya pada posisi demikian, hanya benda dan nyawa harus di korbankan. Selain itu, taqiyah boleh tidak dilakukan pada kasus yang berakibat pada tersebarnya kerusakan dan terbunuhnya orang - orang yang tidak berdosa, dan pada kasus yang akan mengakibatkan hancurnya agama, dan kerugian yang nyata akan menimpa umat Islam, baik menyesatkan mereka atau merusak dan menindas mereka.
Selain itu, sebagaimana yang di yakini kaum Syi'ah, taqiyah tidak menjadikan kaum Syi'ah sebagia organisasi rahasia yang berusaha mengahncurkan dan merusak, sebagaimana yang coba ditampilkan pembenci Syi'ah, kritik - kritik ini memperlihatkan serangan mereka secara verbal tanpa benar - benar memperhatikan persoalah dan berusaha memahami pendapat kami mengenai taqiyah.
Taqiyah juga tidak menjadikan bahwa agama beserta perintah - perintahnya menjadi sebuah rahasi dalam rahasia yang tidak dapat di ungkapkan pada orang - orang yang tidak menganut ajaran - ajaranya. Lalu bagaimana dapat, keyika kitab - kitab Imamiyah kaum Syi'ah yang membahas persoalan fikih kalam dan agama jumlahnya begitu banyak, dan telah melebihi batas publikasi mengharapkan negara lain menyatakan keyakinannya.
Imam Khomaini dalam bukunya " pemerintahan Islam " juga memberikan pendapatnya mengenai taqiyah. Ia menyakini bahwa taqiyah boleh dilakukan hanya apabila nyawa seseorang terancam. Sedangkan pada kasus dimana agama Allah SWT Islam, dalam keadaan terancam, taqiyah tidak boleh dilakukan walau akan menyebabkan menatian orang itu.
Para Imam, semoga kesejahteraan tercurah pada, mereka, memberikan peratura yang sangat penting bagi fikih dan memerintahkan untuk memikul tanggung jawab dan menjaga kepercayaan. Tidak dibenarkan untuk melakukan taqiyah dilakukan untuk melindung nyawa seseorang atau menjaga masalah pada cabang hokum. Tetapi. Apabila islam secara keselutuhan dalam bahaya. Taqiyah atau berdiam diri tidak boleh di lakukan. Apa yang harus di lakukan dsebuah aturan fikih apabila mereka memaksakan untuk membuat atau menciptakan hal - hal baru? Apabila taqiyah memaksa kita untuk, menhgikuti pihak penguasa maka taqiyah tidak boleh di lakukan meskipun hal tersebut akan menyebabkan kematian orang itu. Kecuali jika keberpihakannya kepada penguasa kan membantu memenangkan Islam dan umat Islam. Seperti pada kasus Ali bin Yaqiyah dan Nashirudin Thusi, semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada jiwa - jiwa mereka.
Dalam bukunya, Islam Syi'ah ( diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Seyyed Hoessein Nast ) ulama Syi'ah Allamag Sayid Muhammad Husain Thabathaba'I mendifinisikan saebagia suatu kondisi dimana seseorang " menyembunyikan agamanya atau amalan tertentu agamanya dalam situasi yang menimbulkan bahaya sebagia akibat dari tindakan orang - orang yang menentang agamanya atau amalan tertentu agamanya"
Bahaya besar yang menjadikan taqiyah menjadi boleh di lakukan merupakan persoalan yang telah di perdebatkan di antara banyak ulama - ulama Syi'ah. Menurut pandangan kami, praktik taqiyah di perbolehkan apabila ada bahaya yang nyata akan mengancam nyawa seseorang atau nyawa seseorang, aatua kemungkinan hilangnya kehormatan dan harga dirri isteri seseorang, atua kemungkinan hilangnya harta benda seseorrang sedemikian rupa sehingga menyebabkan kemiskinan dan membuat seorang lelaki dapat menopang dirinya dan keluarhganya.
Thabathaba'I meutip du ayat Quran sebagai rujuan taqiyah :
" kecuali karena siasat ( ta'taqun ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka ( Qs. Ali Imran : 28 ) . mengenai ayat ini, Ulama sunni terkenal. Maududi, memberikan penafsirannya dalam mendukung taqiyah. Perhatikanlah pada ayat di atas . kata " ttaqun " dan " tuqan " memiliki akar kata yang sama, seperti taqaiyah. Ayat kedua. Barangsiapa yang kafir setelah beriman. Tetapi barangsiapa yang tetap teguh dalam kekafirannya, muria Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (Qs. An-Nahl : 106)
kemudian Thabathaba'I menjelaskan :
Sebagiamana yang disebutkan dalam sumber hadis kaum Sunni maupun kaum Syi'ah, ayat ini turun berkenaan dengan Ammat bin Yasin. Setelah hijrahnya nabi Muhammad SAW. Orang - orang kafir mekkah memenjarakan beberapa orang Muslim kota itu menganiaya mereka. Mereka memaksa orang - orang untuk meninggalkan Islam dan kembali kepada Tuhan mereka sebelumnya . Di antara orang - orang yang teraniaya di kelompok ini terdapat Ammar, ayahnya dan Ibunya. Orang tua Ammar menolak untuk keluar dari islam dan mereka meninggal dalam keadaan teraniaya. Tetapi Ammar, untuk menghindari diri dari penganiayaan dan kematian, pura - pura berpaling dari Islam dan menerima Tuhan - tuhan berhala. Ia, oleh karenanya menghindari dari bahaya. Setelah bebas ia meninggalkan Mekkah secara sembunyi - sembunyi untuk pergi ke Madinah. Di Madinah, Ia menemui Nabi Muhammad SAW apakah berbuatanya telah mengeluarkannya dari agama Islam. Kemudian Nabi Muhammad berkata bahwa kewajibannya adalah apa yang telah ia lakukan. Ayat di atas lalu diturunkan
Dua ayat yang di sebut diatas turun berkenaan dengan kasus - kasus khusus tetapi maknanya maliputi seluruh keadaan dimana pernyataan keyakinan agama atau praktek - praktek agama secara terang - terangan akan menimbulkan bahaya. Selain ayat - ayat ini, ada banyak hadis yang berasal dari anggota keluarga Nabi Muhammad, yang memerintahkan untuk melakukan taqiyah apabila ada bahaya yang mengancam
Beberapa orang mengkritik kaum Syi'ah bahwa bertaqiyah dalam agama bertentangan dengan keberanian. Dengan mempertimbangkan tuduhan ini, akan menjelaskan ketidak sahannya, karena taqiyah dilakukan pada suatu kondisi dimana seseorang menghadapi bahaya yang tidak dapat ia tanggung dan ia lawan.
Melindungi diri dari bahaya semacam itu dan ketidak mampuan melakukan taqiyah dalah situasi tersebut menujikan kecerobohan dan kebodohan, buka keteguhan hati atau keberanian. Kualitas keteguhan hati dan keberanian hanya brelaku ketika adanya bahaya yang nyata dimana tidak ada kemungkinan selamat, seperti minum air yang mungkin berisi racun atau melemparkan diri ke kayu yang sedang menyala atau berbaring di rel dimana kereta api sedang melintas. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang gila dan bertentangan dengan logika dan akal sehat. Oleh karena itu, kita dapat meringkasnna bahwa taqiyah harus dilakukan ketika dapat dihindari dan tidak ada harapan selamat dari usaha kita14
Dengan demikian, jelaslah dari kutipan di atas, bahwa kauk Syi'ah tidak menganjurkan kemunafikan, rahasia, dan kepengecutan, sebagaimana yang di atrikan segelintir kaum Wahabi.
Berikut ini breasal dari buku Mujan Momen, yang brejudul pengantar Menuju Islam Syi'ah Sejarah dan Doktrin Dua Belas Imam Syi'ah. Ketika membahas Imam ke enam ( Imam Penerus Nabi Muhammad ), Imam ja'far Shadiq. Ia menuliskan :
Ajaran taqiyah secara luas digunakan pada waktu itu. Taqitah berfungsi melindungi para pengikut Imam Shadiq sat itu berkata Khalifah Mansyur melakukan kampanye penindasan yang brutal terhadap para mengikut anggota keluarga Nabi Muhammad dan para pendukungnya.
Dengan penjelasan di atas, definisi yang lebih baik dan lebih tepar dari kata " Taqiyah" adalah " diplomasi". Makna takiyah sesungguhnya lebih terwujud dalam sebuah kata " diplomasi" karena kata itu mencakup spektrum prilaku yang luas yang dapat digunakan lebih jauh oleh seluruh pihak yang berkepantingan.
Taqiyah Menurut Kaum Sunni
Beberapa orang kaun Sunni menegaskan bahwa taqiyah merupakan tindakan keminafikan yang berfungsi untuk menyembunyikan kebenaran, dan menampaknan sesuatu yang sangat bertentang ( dengan kebenaran) lebih jauh lagi menurut orang - orang Sunni ini. Taqiyah mengandung arti minimnya keimanan dan keyakinannya untuk menyelamatkan siri dari ancaman bahaya laten adalah manusia yang penakut. Yang sebenarnya ia hanya harus takut kepada Allah SWT. Dengan demikian, orang seperti ini adalah seorang pengecut.
Penjelasan berikutnya, Insya Allah, menunjukan keberadaan ayat taqiyah dalam Quran, hadis, sunnah Nabi dan sunnah para sahabat Seperti biasa. Kitab - kitab kaum Sunni akan dijadikan argument selanjutnya. Hal ini sesuai dengan komitmen untuk mengungkapkan kebenaran dengan menunjukan bahwa kaum Sunni menolak argument kaum Syi'ah, padahal kitab mereka sendiri banyak memuat idiologi yang sama yang di pegang kaum Syi'ah! Meskipun beberapa kaum Wahabi menyangkal pernyataan mereka sebelumnya dan secara agresif mencemarkan nama Syi'ah dan menolak doktrin-dokrin mereka, mereka tidak dapat menjelaskan kebenaran argument mereka melalui keberadaan mereka doktrin-doktrin yang sama dalam kitab mereka sendiri, sebagiamana yang telah di tunjikan di seluruh bagian sebelumnya. Mereka yang menganggap diri sebagai pemeliharaan sejati sunnah Nabi Muhammad SAW dan satu - satunya penjaga agama islam, bagaimana mungkin menampakkan penyanghkalan mereka terhadapa upaya yang seharusnya mereka jaga? Menyangkal taqiyah berarti menyangkal Quran, sebagaimana yang akan ditunjuk berikui ini.
Sumber 1
Jalaluddin Suyuthi dalan kitabnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas, perawi hadis yang paling di hormati
dan di percaya menurut pandangan Sunni, mengenai taqiyah dalam ayat Quran,
janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan pelindung lebih dari orang-orang beriman. Siapa yang melakukan hal itu, putuslah hubungan dengan Allah kecuali mereka siasat (tat-taqun)untuk melindungi diri (tuqatan)dari mereka (QS, Ali Imran : 28)4
Ibnu Abbad Berkata :
Taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja; orang yang telah di paksa menyatakan sesuatu yang yang membuat murka Allah SWT tetapi hatinya tetap beriman, maka ( ucapan yang terpaksa tersebut) tidak akan dirugikannya (sama sekali), Karena taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja ( bukan dengan hati)
'Hati' yang dinyatakan di atas dan setelahnya dalam pusat keimanan dalam diri seseorang. Hal ini banyak di sebutkan dalam Quran.
Sumber 2
Ibnu Abbas juga memberi penfsiran pada ayat di atas, sebagaimana yang riwayatkan dalam Sunan Baihaqi dan Mustadrak Hakim. Ia menyatakan, " Taqiyah adalah ucapan dengan lidah, sedang hatinya tetap tehug beriman." Artinya, adalah kita boleh mengucapkan sesuatu dengan lidah ketika diperlukan, sepanjang hati kita tidak terpengaruh, dan hari masih tetap teguh beriman.
Sumber 3
Abu Akarak Razi dalam Ahkam al-Quran menjelaskan ayat tersebut di atas " … Kecuali karena siasat ( tat-taqun) untuk melindungi dir (tuqatan) dari mereka….( QA. Ali Imran : 28) dengan membenarkan bahwa taqkiyah harus dilakukan apabila seseorang takut jika hidup atau anggota tubunnya terancam bahaya. Selain itu, ia meriwayatkan bahwa Qutadah menyatakanlah berikut berkenaan dengan ayat di atas "seseorang boleh mengucapkan kata - kata ketidak berimanan saat taqiyah wajib dilakukan"
Sumber 4
Diriwayatkan oelh Abdurrazak, Ibnu Sa'd. Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim . Ibnu Mardawaih, Baihaqi dalam kitabnya al-Dalail. Dan dikoreksi oleh Hakin dalam kitabnya al-Mustadrak bahwa," Orang-orang kafir menahan Ammar bin Yasin dan ( Menyiksa) hingga Ammar mengucapkan kata-kata selaan terhadap Nabi Muhammad SAW bertanya " Apakah ada sesuatu yang ingin engkau utarakan? " Ammar bin Yasin berkata " Aku membawa berita buruk! Mereka tidak akan melepaskanku apabila aku tidak mencela dirimu dan memuji-muji Tuhan mereka!" Nabi Muhammad berkata " Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab " Aku tetapberiman. Lalu Nabi melanjutkan " Kalau begitu, apabila mereka datang padamu. Lakukan hal yang sama!" Allah SWT pada saat itu menurunkan ayat, "….. Kecuali karena dipaksa, sedang hatinya masih tetap beriman …..(Qs. An-NAhl : 106 )"
Ayat - ayat seluruhnya yang dikutif sebagaiannya sebagai bagian dari hadis di atas adalah :
Orang yang mengucapkan kekafiran setelah beriman kepada Allah, kecuali mereka di paksa, sedang hatinya tetap teguh beriman, tetapi barang siapa yang melapangkan hatinya dengan kekufuran, murka Allah menimpa mereka, dan bagi mereka siksaan yang sangat pedih ( Qs. An-Sahl : 160)
Sumber 5
Diriwayatkan dalam dalam sunah baihaqi bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ayat di atas. " Orang yang mengucapkankekafiran setelah beriman kepada Allah, Menyatakan :
Makna ayat yang Allah sampaikan adalah bahwa orang yang menyatakan kekafiran setelah beriman, akan mendapatkan murka Allah SWT dan azab yang perih. Tetapi bagi orang - orang yang terpaksa, dan mereka mengucapkan kata - kata itu hanya di lidah mereka tetapi hati mereka mengucapkan kata - kata itu hanya dengan lidah mereka tetapi hati mereka tidak demikian, mereka tidak akan mendapat azab, tidak perlu merasa takut, karena Allah meminta tanggung jawab atas apa yang telah dinyatakan hatinya".
Sumber 6
Penjelasan lain dari ayat di atas diberika oleh Jalaludin Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Ia menyatakan, Ibnu Abu Shaibah, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Mujtahid, bahwa ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa berikut :
Sekelompok orang Mekhah masuk Islam dan menyatkan keimanan mereka. Kemudian . para sahabat di Madinah menulis surat kepada mereka yang isinya meminta mereka untuk hijrah ke Medinah. Apabila mereka tidak berhijrah, mereka tidak termasuk pada orang - orang yang beriman. Sebagai jawabannya. Sekelompok orang itu pergi tetapi sebelum sampai tujuan, mereka langsung di serang oleh orang - orang kafir. Mereka dipaksa untuk keluar dari agama Islam dan mereka melakukannya. Oleh Karena itu, ayat " kecuali karena dipaksa, sedangkan hari mereka tetap teguh beriman 16:106) diturunkan
Sumber 7
Ibnu Sa'd dalam kitabnya at-Tabaqat al-Kubra, meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Nabi Muhammad melihat Ammar bin Yasin menangis. Lalu, ia menghapus air matanya dan berkata :
Orang - orang itu menahanmu dan membenamkanmu ke dalam air sehingga engkau berkata seperti ini dan itu (ucapan kotor mengenai Nabi dan pujian kepada Tuhan - tuhan mereka untuk menghindari diri dari penganiayaan). Apabila mereka kembal. Katakanlah hal yang sama lagi!
Sumber 8
Diriwayatkan dalam as-Sirah al-Halabiyyah. 8 bahwa :
Setelah kota Khaibar ditaklukan oleh umat Islam. Hajaj Bin Alat memui Nabi Muhammad dan berkata. " Wahai Rasulullah! Aku memiliki harta berlimpah dan keluarga dari Mekkah da aku ingin semua itu kembali kepadaku, apakah aku berdosa apabila aku berkata buruk tentangmu ( agar aku tidak dianiaya ) ". Nabi mengizinkan dan berkata " katakanlah apa saya yang harus engkau katakana!"
Sumber 9
Diriwayatkan oleh Ghazali dalam kitabnya. Ihya Ulum ad-Din, bahwa :
" Melindungi nyawa seorang muslim adalah kewajiban yang harus di perhatikan, dan berkata bohong diperbolehkan apabila nyawa seorang Muslim terancam."
Sumber 10
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, ash-Ashbah wa an-Nazha'ir", menegaskan bahwa :
Di perbolehkan bagi seorang muslim untuk memakai bangkai dalam keadaan yang sangat lapar, melancarkan sepotong makanan yang masuk ke tonggorokan dengan alkohol ( karena takut tersendak dan takut meninggal ), mengucapkan kata - kata kekafiran, dan apabila seseorang tinggal di sebuah lingkungan di mana kejaharan dan kerusakan menjadi aturan measyarakatnya, sedang sesuatu yang halal dilarang dan jatrang ada, maka ia dapat menggunakan ssegala sesuatu yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sumber tentang memakan bangkai hewan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa hal - hal yang di larang pun menjadi halal pada waktunya darurat
Sumber 11
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, al - Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'atsur, meriwayatkan bahwa Abdu bin Hamid dari Hasan berkata : Taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat.
Sumber 12
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Abu Darda berkata, " Sesungguhnya kami tersenyum kepada beberapa orang, padahal hati - hati kami mengutuk ( Mereka ) 10
Sumber 13
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, " Wahai Aisyah! Orang yang paling buruk menutup pandangan Allah adalah orang - orang yang dijauhi oleh orang lain Karena kekerasan mereka yang sangat besar. 11
Artinya bahwa seseorang boleh melakukan diplomasi agar dapat bersama - sama dengan masyarakat. Hadist di atas diriwayatkan ketika seseorang meminta izin untuk bertemu Nabi Muhammad SAW dan sebelum beliau meminta izin, nabi berkata bahwa ia bukan orang baik, tetapi Nabi tetap akan menemuinya. Nabi bercakap-calap dengannya dengan penuh hormat. Karenanya, Aisyah bertanya kepadanya mengapa Nabi berbicara sifat yang buruk. Lalu nabi menjawab dengan kalimat di atas.
Sumber 14
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa Inggris), bab 1527,jilid 4, hal. 1373, hadis 6303 :
Humaidah bin Addurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa ibunya, ummu Kutsum binti Uqbah bin Abu Mu'ait, salah satu orang Muhajirin yang pertama kali mambait Nabi Muhammad SAW, berkata bahwa ia mendengarkan Nabi berkata " Seorang pendusta adalah seseorang yang tidak berusaha membawa kedamaian di antara umat dan berbicara hal - hal yang baik ( untuk mencegah timbulnya pertengkaran ), atau tidak menyampaikan kebaikan". Ibnu Syihab berkata " saya tidak mendengarkan bahwa pengecualian diberlakukan pada apapun yang orang katakana sebagai kesombongan kecuali pada tiga hal : dalam peperangan, mendamaikan orang dan pernyataan suami kepada isterinya dan pernytaan seorang isteri kepada suaminya ( dalam bentuk pernytaan sebaliknya untuk mendamaikan suami istrei itu ).12
Ahli tafsir Sunni, Abdul hamid Siddiqi, pada kitab Shahih Muslim, menyatakan penafsiran sebagai berikut :
Berbohong adalah sebuah dosa besar. Tetapi seorang Muslim boleh berbohong dalam beberapa kasus tertentu dan diperbolehkanya berbohong dilakukan pada tiga keadaan pada peperangan untuk mendamaikan umat Islam yang saling memusuhkan, dan mendamaikan suami dan isteri. Berdasarkan analogi dari ketiga keadaan ini para ulama hadist memberikan beberapa kekecualian lainya; menyelamatkan nyawa dan kehormatan orang tak berdosa dari tangan penguasa zalim dan penindas apabila seseorang tidak menemukan cara lain untuk menyelamatklan mereka.
Perhatikan bahwa hadis atua penafsiran Quran di atas tidak berhubungan dengan penerangan taqiyah kepada non-Muslim saja!13
Taqiyah Menurut Kaum Syi'ah
Kaum Syi'ah tidak menciptakan atau membuat - buat hal baru. Mereka hanya mengikuti perintah Allah SWT. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Quran, hadis penghulu Nabi Muhammad SAW. Bagaimanapun, harus di teliti juga apa pendapat kaum Syi'ah tentang taqiyah .
Syeh Muhammad Ridha Muzhaffat dalam kitabnya Aqa'id al Imamuyah, menuliskan bahwa :
Taqiyah harus sesuai dengan aturan khusus berdasarkan kondisi dimana bahaya besar mengancam. Aturan - aturan ini tercantum dalam banyak kitab fiqih, beserta seberapa besarnya atau kecinya bahaya yang menentukan keabsahan taqiyah sendiri. Taqiyah tidak wajib di lakukan setiapwaktu. Sebaliknya. Taqiyah bileh di lakuka kadang - kadang perlu untuk tidak bertaqiyah. Contohnya pada kasus dimana mengungkapkan kebenaran akan kelancaran tuhan agama, dan memberikan manfaat langsung bagi Islam, dan berjuang demi Islam. Sesungguhnya pada posisi demikian, hanya benda dan nyawa harus di korbankan. Selain itu, taqiyah boleh tidak dilakukan pada kasus yang berakibat pada tersebarnya kerusakan dan terbunuhnya orang - orang yang tidak berdosa, dan pada kasus yang akan mengakibatkan hancurnya agama, dan kerugian yang nyata akan menimpa umat Islam, baik menyesatkan mereka atau merusak dan menindas mereka.
Selain itu, sebagaimana yang di yakini kaum Syi'ah, taqiyah tidak menjadikan kaum Syi'ah sebagia organisasi rahasia yang berusaha mengahncurkan dan merusak, sebagaimana yang coba ditampilkan pembenci Syi'ah, kritik - kritik ini memperlihatkan serangan mereka secara verbal tanpa benar - benar memperhatikan persoalah dan berusaha memahami pendapat kami mengenai taqiyah.
Taqiyah juga tidak menjadikan bahwa agama beserta perintah - perintahnya menjadi sebuah rahasi dalam rahasia yang tidak dapat di ungkapkan pada orang - orang yang tidak menganut ajaran - ajaranya. Lalu bagaimana dapat, keyika kitab - kitab Imamiyah kaum Syi'ah yang membahas persoalan fikih kalam dan agama jumlahnya begitu banyak, dan telah melebihi batas publikasi mengharapkan negara lain menyatakan keyakinannya.
Imam Khomaini dalam bukunya " pemerintahan Islam " juga memberikan pendapatnya mengenai taqiyah. Ia menyakini bahwa taqiyah boleh dilakukan hanya apabila nyawa seseorang terancam. Sedangkan pada kasus dimana agama Allah SWT Islam, dalam keadaan terancam, taqiyah tidak boleh dilakukan walau akan menyebabkan menatian orang itu.
Para Imam, semoga kesejahteraan tercurah pada, mereka, memberikan peratura yang sangat penting bagi fikih dan memerintahkan untuk memikul tanggung jawab dan menjaga kepercayaan. Tidak dibenarkan untuk melakukan taqiyah dilakukan untuk melindung nyawa seseorang atau menjaga masalah pada cabang hokum. Tetapi. Apabila islam secara keselutuhan dalam bahaya. Taqiyah atau berdiam diri tidak boleh di lakukan. Apa yang harus di lakukan dsebuah aturan fikih apabila mereka memaksakan untuk membuat atau menciptakan hal - hal baru? Apabila taqiyah memaksa kita untuk, menhgikuti pihak penguasa maka taqiyah tidak boleh di lakukan meskipun hal tersebut akan menyebabkan kematian orang itu. Kecuali jika keberpihakannya kepada penguasa kan membantu memenangkan Islam dan umat Islam. Seperti pada kasus Ali bin Yaqiyah dan Nashirudin Thusi, semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada jiwa - jiwa mereka.
Dalam bukunya, Islam Syi'ah ( diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Seyyed Hoessein Nast ) ulama Syi'ah Allamag Sayid Muhammad Husain Thabathaba'I mendifinisikan saebagia suatu kondisi dimana seseorang " menyembunyikan agamanya atau amalan tertentu agamanya dalam situasi yang menimbulkan bahaya sebagia akibat dari tindakan orang - orang yang menentang agamanya atau amalan tertentu agamanya"
Bahaya besar yang menjadikan taqiyah menjadi boleh di lakukan merupakan persoalan yang telah di perdebatkan di antara banyak ulama - ulama Syi'ah. Menurut pandangan kami, praktik taqiyah di perbolehkan apabila ada bahaya yang nyata akan mengancam nyawa seseorang atau nyawa seseorang, aatua kemungkinan hilangnya kehormatan dan harga dirri isteri seseorang, atua kemungkinan hilangnya harta benda seseorrang sedemikian rupa sehingga menyebabkan kemiskinan dan membuat seorang lelaki dapat menopang dirinya dan keluarhganya.
Thabathaba'I meutip du ayat Quran sebagai rujuan taqiyah :
" kecuali karena siasat ( ta'taqun ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka ( Qs. Ali Imran : 28 ) . mengenai ayat ini, Ulama sunni terkenal. Maududi, memberikan penafsirannya dalam mendukung taqiyah. Perhatikanlah pada ayat di atas . kata " ttaqun " dan " tuqan " memiliki akar kata yang sama, seperti taqaiyah. Ayat kedua. Barangsiapa yang kafir setelah beriman. Tetapi barangsiapa yang tetap teguh dalam kekafirannya, muria Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (Qs. An-Nahl : 106)
kemudian Thabathaba'I menjelaskan :
Sebagiamana yang disebutkan dalam sumber hadis kaum Sunni maupun kaum Syi'ah, ayat ini turun berkenaan dengan Ammat bin Yasin. Setelah hijrahnya nabi Muhammad SAW. Orang - orang kafir mekkah memenjarakan beberapa orang Muslim kota itu menganiaya mereka. Mereka memaksa orang - orang untuk meninggalkan Islam dan kembali kepada Tuhan mereka sebelumnya . Di antara orang - orang yang teraniaya di kelompok ini terdapat Ammar, ayahnya dan Ibunya. Orang tua Ammar menolak untuk keluar dari islam dan mereka meninggal dalam keadaan teraniaya. Tetapi Ammar, untuk menghindari diri dari penganiayaan dan kematian, pura - pura berpaling dari Islam dan menerima Tuhan - tuhan berhala. Ia, oleh karenanya menghindari dari bahaya. Setelah bebas ia meninggalkan Mekkah secara sembunyi - sembunyi untuk pergi ke Madinah. Di Madinah, Ia menemui Nabi Muhammad SAW apakah berbuatanya telah mengeluarkannya dari agama Islam. Kemudian Nabi Muhammad berkata bahwa kewajibannya adalah apa yang telah ia lakukan. Ayat di atas lalu diturunkan
Dua ayat yang di sebut diatas turun berkenaan dengan kasus - kasus khusus tetapi maknanya maliputi seluruh keadaan dimana pernyataan keyakinan agama atau praktek - praktek agama secara terang - terangan akan menimbulkan bahaya. Selain ayat - ayat ini, ada banyak hadis yang berasal dari anggota keluarga Nabi Muhammad, yang memerintahkan untuk melakukan taqiyah apabila ada bahaya yang mengancam
Beberapa orang mengkritik kaum Syi'ah bahwa bertaqiyah dalam agama bertentangan dengan keberanian. Dengan mempertimbangkan tuduhan ini, akan menjelaskan ketidak sahannya, karena taqiyah dilakukan pada suatu kondisi dimana seseorang menghadapi bahaya yang tidak dapat ia tanggung dan ia lawan.
Melindungi diri dari bahaya semacam itu dan ketidak mampuan melakukan taqiyah dalah situasi tersebut menujikan kecerobohan dan kebodohan, buka keteguhan hati atau keberanian. Kualitas keteguhan hati dan keberanian hanya brelaku ketika adanya bahaya yang nyata dimana tidak ada kemungkinan selamat, seperti minum air yang mungkin berisi racun atau melemparkan diri ke kayu yang sedang menyala atau berbaring di rel dimana kereta api sedang melintas. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang gila dan bertentangan dengan logika dan akal sehat. Oleh karena itu, kita dapat meringkasnna bahwa taqiyah harus dilakukan ketika dapat dihindari dan tidak ada harapan selamat dari usaha kita14
Dengan demikian, jelaslah dari kutipan di atas, bahwa kauk Syi'ah tidak menganjurkan kemunafikan, rahasia, dan kepengecutan, sebagaimana yang di atrikan segelintir kaum Wahabi.
Berikut ini breasal dari buku Mujan Momen, yang brejudul pengantar Menuju Islam Syi'ah Sejarah dan Doktrin Dua Belas Imam Syi'ah. Ketika membahas Imam ke enam ( Imam Penerus Nabi Muhammad ), Imam ja'far Shadiq. Ia menuliskan :
Ajaran taqiyah secara luas digunakan pada waktu itu. Taqitah berfungsi melindungi para pengikut Imam Shadiq sat itu berkata Khalifah Mansyur melakukan kampanye penindasan yang brutal terhadap para mengikut anggota keluarga Nabi Muhammad dan para pendukungnya.
Quran: Taqiyah versus Kemunafikan
Segelintir orang telah menjadi korban yang menyatakan artikan makna taqiyah dengan kemunafikan. Sebenarnya taqiyah dan kemunafikan adalah menyembunyikan keyakinan dan menampakan kekafiran, sedangkan kemunafikan adalah menyembunyikan kemunafikan dan menampakkan keyakinan, keduanya sangat bertentangan dalam fungsi, bentuk dan maknanya.
Quran menyatakan kemunafikan dengan ayat berikut :
" ketika mereka bertemu dengan orang - orang yang telah beriman, mereka berkata " kami telah Beriman !" tetapi tetapi ketika mereka kembali kepada setan - setan mereka, mereka berkata " saesunguhnya kami berada di pihak dan kami hanya berolok - olok terhadap mereka. ( Qs. Al- Baqarah : 14 )
Quran kemudian menyatakan taqiyah deengan ayat berikut :
Seorang mukmin dari kalangan Fir'aun, yang menyembungikan keimanan berkata. " Apakah kalian akan membunuh seseorang Karena ia mengatakan, Tuhanku adalah Allah ?"
( Qs. Al-Mu'min : 28 )
Selain itu :
Barangsiapa yang kafir setelah beriman, kecuali orang - orang ayang dipaksa sedangkan hatinya tetap beriman. Barang siapa yang teguih dalam kekafiran murka Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (QS, an-Nahl : 160 )
Dan ayat lain menyatakan :
Orang - orang beriman tidak boleh memiliki orang - orang kafir dari pada orang - orang yang beriman sebagai kawan dan pelindung. Siapa yang melakukan hal itu. Putusklah hubungna antara Allah kecuali karena siasat (tat'taqu ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka (Qs, Ali Imran : 28)
Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya dengan marah bercampur sedih ia berkata. " Betapa buruknya perbuatan kalian setelah aku meninggalkanmu. Apakah kalian akan mendahului urusan Tuhanmu ?" lalu ia meletakkan kepingan - kepingan batu, dan di pegangnya rambut kepala saudaranya, lalu direnggukan. Harun berkata "wahai putra Ibuku! Kaummu telah menindasku dan mereka akan membunuhnya! Janganlah engkau membuat senang musuh karena kemalanganku dan janganlah aku disamakan dengan orang - orang yang durhaka itu!
( Qs. Al-Raf : 15 )
Sekarang kita melihat bahwa Allah SWT sendiri telah berfirman bahwa salah satu hambanya yang setia menyembunyikan keyakinannya dan berpura - pura seolah ia dalah pengikut agama Fir'aun untuk menghindari diri dari penganiayaan, Kita juga melihat bahwa Nabi harum melakukan taqiyah ketika nyawanya dalam bahaya. Kita juga telah melihat bahwa taqiyah dengan nyata di perbolehkan ketika diperlukan. Sebenarnya Kitab Allah memberi perintah agar kita menghindari diri dari situasi yang menyebabkan kehancuran secara sia - sia, dan janganlah menjerumuskan dirimu ke dalam kebinasaa! (Qs. Al-Baqarah : 195 )
Alasan Logis dan Akal Sehat
Selain perintah Quran dan Hadis mengenai diperbolehkannya taqiyah, keharuskan itu juga datang dari sisi logis dan rasional. Bagi para peneliti cerdas manapun, adalah benar bahwa Allah SWT telah menganugrahkan ciptaan-nya mekanisme pertahanan khusus san nurani untuk melindungi dari dari bahaya yang mengancam. Meskipun taqiyah merupakan tingkah laku yang dipelajari. Bagaimana pun ia berasal untuk melanjutkan kelangsungan hidup yang melekat pada ciptaan. Artinya, tanpa rasa takut dan nurani untuk terus hidup, seseorang telah menyembunyikan sesuatu yang mungkin membahayakan keberadaannya.
Adalah suatu fakta bahwa seseorang dapat mengatasi takut pada dirinya . tetapi ia harus juga mengatur prioritas dan menilai kapan pernyataan kebenarannya akan menjadi tujuan yang lebih tinggi dan kapan hal itu kana tetap sama.
Apabila seseorang akan dibunuh karena ia seorang Syi'ah, menyembunyikan keyakinannya adalah hal yang sangat penting. Apabila menyembunyikan keyakinan tidak menjadi ketidakadilan bagi orang lain. Contohnya apabila kami seorang Syi'ahh, menyangkal keyakinan untuk melindungi diri, dan akibatnya, orang yang tidak berdosa di salahkan, maka kami harus mengaku, meskipun resikonya dibunuh, untuk melindungi orang itu, Tetapi apabila menyangkal kami tidak akan menjadi ketidakadilan bagi siapapun, maka kita harus menyembunyikan keyakinan untuk melindungi diri.
Mekamisme pertahana diri adalah anugrah Allah SWT krpada makhluk ciptaannya. Dan Allah tidak akan membiarkan makhluknya tidak memiliki perlindungan. Demikian juga taqiyah adalah mekanisme pertahanan diri secara natural yang terlah Allah berikan kepada Manusia. Kemampuan menggunakan lidah seseorang untuk menghindari penganiayaan tentunya merupakan satu contoh perlindungan diri.
Kita pernah membaca pada sebuah buku Sufi bahwa " islam adalah kebenaran tanpa bentuk " memang islam demikian adanya dan Islam adalah agama Allah SWT yang alami. Ini adalah kebenaran primordial, satu - satunya agama yang sesuai dengan naluri mausia dan kecendungannya. Dengan demikian taqiyah merupaka kebenaran yang tidak dapat di sangkal karena memenuhi kebutuhan nalurinya untuk kelangsungan san kesejahteraan hidup.
Penafsiran
Telah ditunjikan dalam pembahasan Rujukan kaum Sunni sebagai landasan Taqiyah bahwa seseorang diperbolehkan berbohong untuk menyelamatkan diri.
Sebagaimana yang dibenarkan Ghazali; 'diperbolehkanya mengucapkan kalimat kekafiran' seprerti yang dinyatakan Suyuthi; dan 'tersenyum kepada seseorang padahal hatimu mengutuknya seperti yang ditegaskan Buckhori; dan bahwa taqiyah versus kemunafikan, dan taqiyah di peraktikan oleh salah seorang sahabat Nabi Muhammada SAW yang paling terkenal. Ammar bin Yasin (Semoga Allah memberikan pahala yang berlimpah!), dan kita telah melihat bahwa Suruti meriwayatkan bahwa taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat, dan seseorang dapat, mengatakan apapun yang ia inginkan, bahwa mencela Nabi Muhammad SAW apabila ia dalam keadaan bahaya dan keadaan mengancam, dan kita telah melihat bahwa Nabi Muhammad sendiri melakukan taqiyah dengan cara taqiyah dengan maksud menjalin hubungan yang baik antar umat. Selain itu, nabi Muhammad SAW tidak menyatakan misinya pada tiga tahun pertama kenabiannya, yang, sebenarnya, merupakan cara taqiyah lainya untuk menyelamatkan Islam ayng masih muda dari kehancuran.
Sekarang, pertanyaan kepada yang menentang kami adalah: Apabila sebagian besar kitab - kitab shahih anda secara eksplitis menganjurkan taqiyah , seperti yang telah di tunjukan, mengapa anda mengolok - olok kaum Syi 'ah dan menuduhnya sebagai orang munafik ? Demi allah SWT, siap yang munafik sekarang?
Sekarang jelas bahwa tidak ada perbedaan antara kaum Sunni dan Syi'ah mengenai taqiyaha, kecuali bahwa kaum Syi'ah melakukan taqiyah karena takut dianianya, sedangkan kaum Sunni tidak.
Kau Syi'ah harus bertaqiyah sebagai bagian dari penganiayaan yang telah mereka derita sejak pertama wafatnya karunia Semesta Alam, Muhammad SAW. Cukuplah mengatakan " Aku adalah seorang Syi'ah!" dan kepala anda di penggal bahkan saat ini di Negara - Negara seperti Saudi Arabia, mengenai kaum Sunni mereka tidak pernah melakukan apa yang di lakukan Syi'ah karena mereka selalu menjadi teman dari pemerintahan yang disebut pemerintahan Islam berabad - abad lamanya.
Komentar kami adalah bahwa kaum Wahabi sendiri melakukan taqiyah tetapi secara psikologis mereka telah diprogram oleh para pemimpin mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak mengenali taqiyah ketika mereka melakukannya. Ahmad Deedat berkata kepada umat kristiani telah diprogram sedemikian rupa sehingga mereka membaca kitab injil berjuta - juta kali tetapi mereka tidak pernah melakukan kesalahan! Mereka tetap menyakininya Karena para ulama mereka mengatakan demikian dan mereka membacanya pada permukaannya saja. Kami menyatakan hal ini juga terjadi terhadap orang - orang yang menentang taqiyah.
Dr. Tijani menulis peristiwa singkat saat di duduk bersebelahan dengan seorang ulama Sunni di kapal terbang ketika menuju London., keduanya akan menghadiri Konfrensi Islam, pada saat itu, ketegangan masih terasa karena persolan Salman Rusdie. Percakapan keduanya, mengalir membicarakan persatuan persatuan umat. Selanjutnya persoalan Sunni dan Syi'ah pun mengemukakan sebagai bagian dari percakapan itu. Ulama Sunni bertanya " kaum Syi'ah harus melepaskan keyakinan dan kepercayaan tertentu yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan di kalangan umat muslimin!" Dr. Tijani bertanya " Seperti apa ?" Ulama Sunni itu menjawab " Seperti gagasan taqiyah dan mut'ah"
Dr. Tijani segera memberikan banyak bukti dalam mendukung pernyataan ini tetapi imat Sunni tidak percaya. Ia berkata meskipun semua bukti tersebut semuanya shahih dan benar, kita harus membuang hadis - hadis itu demi persatuan umat. Ketika mereka tiba di London, petugas imigran bertanya kepada ulama Sunni " apa tujuan kedatangan anda, Tuan ?" Ulama Sunni menjawab " Berobat !" Kemudian Dr. Rijani ditanya dengan pertanyaan yang sama, dan ia menjawab " mengunjungi teman " Dr. Tijani berjalan disamping ulama Sunni itu dan berkata " Bukannya benar kalau taqiyah dilakukan di sepanjang waktu dan untuk semua keadaan?" Ulama Sunni berkata " bagaimana bisa ?" Dr. Tijani menjawab " Karena kita berdua berdusta kepada pihak bandara, aku mengatakan bahwa kau akan mengunjungi teman dan engkau berkata akan 'berobat'. Padahal kita kemari untuk menghadiri Konfrensi Islam", Ulama Sunni tersenyum Bukannya Konfrensi Islam memberi penyembuh pada jiwa ?" Dr. Tijani langsung membalas,' Dan bukankah juga memberi kesempatan kita untuk bertemu teman?".
Anda lihat bahwa kaum Sunni mempraktekkan taqiyah, baik mereka mengakui pernyataannya ataupun tidak. Taqiyah merupakan bagian pembawaan fitnah manusia untuk menyelamatkan diri, dan kita sering melakukannya tanpa kita sadari.
Komentar kami mengenai hal ini adalah; siapakah dengan nama Allah SWT, ulama ini yang menyatakan bahwa meskipun banyak bukti diberikan kepadanya oleh Dr. Tijani semuanya shahih. Bukti - bukti itu harus disingkirkan dari kesatuan umat? Apakah anda benar - benar yakin bahwa umat akan bersatu dengan menyingkirkan perintah Allah? Apakah pertanyaan di atas memperlihatkan bahwa keutamaan pendidikan atau ungkapan lidah semata, kemasan bodohan dan kemunafikan ulama tersebut? Apakah kata - kata ulama yang menyatakan kata-kata ketidak pedulian tersebut pantas ditaati dan didengar? Siapakah dia, yang menyatakan kepada Allah, pencipta alam semesta, dan kepada Rasulullah SAW tentang yang benar dan yang salah? Apakah ia lebih mengetahui dari pada Allah SWT mengenai taqiyah? Yang maha tinggi Allah dari ketercelaan yang berasal dari mereka yang tidak sempurna akalnya untuk mengenali agama-Nya.
Imam Ja'far Shadiq berkata " Taqiyah adalah agamaku, dan agama nenek moyangku!" Imam juga berkata, " barang siapa yang tidak melakukan taqiyah berarti ia tidak menjalankan agamanya!".
Kesimpulannya, kami sekali lagi mengajak anda untuk memahami apa yang kami nyatakan pada diskusi ini. Kaum Syi'ah adalah umat Islam, tidak ada keraguan tentang hal ini. Pikirkanlah dan buktikanlah apa yang kami nyatakan di sini! Lebih baik lagi, ingatkah semua ini dan temuilah ulama yang paling anda percaya! Mintalah ia untuk menyangkal apa yang di klaim kaum Syi'ah dan nilailah apa dia jujur atau tidak! Ingatlah, janganlah sampai ada kebingungan dalam beragama! Kebenaran sangat jauh dari kesalahan; barang siapa yang menolak taghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah mendapatkan pegangan yang kuat, yang tidak akan hancur ( Qs. Al- Bagarah : 256)
Komentar Lain mengenai Taqiyah
Seorang penanya dari mazhab menyatakan " taqiyah artinya berpura - pura melakukan atau mengatakan sesuatu yang benar - benar bertentangan dengan keyakinan atau perasaan. "
Ini bukan definisi yang benar. Taqiyah tidak semata - mata sesuatu yang benar - benar bertentangan, meskipun untuk beberapa hal, memang dimiliki taqiyah adalah menyembunyikan keyakinan, Anda mungkin ingin menyegarkan ingatan dengan membaca artikel kami. Dimana kami menyatakan definisi taqiyah sebagai menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan
51
tau strategi pada saat terancam bahaya laten, baik ini atau nanti, untuk menyelamatkan diri dari penganiayaan secara fisik dan atau mental.
Kami tidak memiliki hadis shahih yang menyatakan anda dapat bertaqiyah tanpa ada bahaya yang sedang mengancam. Jika anda berfikir sebaliknya, kutiplah hadis secara eksplisit menyatakan demikian! Ini adalah semua penafsiran guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada hadis yang secara eksplisit guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada yang secara eksplisit menyatakan demikian.
Keadaan bahaya mungkin ada saat itu atau saat yang akan datang. Selain itu, keadaan bahaya bisa terjadi pada anda atau pada orang lain yang berhubungan dengan anda hal demikian, Imam mungkin akan menyembunyikan beberapa informasi dari pada pengikutnya sendiri, jika ia mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal itu mereka akan terperangkap ke tangan penguasa. Sebenarnya, kami telah melihat beberapa orang Wahabi mengolok - olok Syi'ah dalam konsep taqiyah ini dengan merujuk dalam Ushul al-Kafi dan mengutip sebagian hadisnya di luar konteks untuk menyalah artikan konsep taqiyah bagi saudara Sunni. Hadis yang benar dari hadis yang mereka rujuk adalah sebagai berikut :
Ushul al-kafi hadis 195; Zurarah berkata.
"Saya menanyakan sesuatu kepada Abu Ja'far dan Imam menjawabnya. Setelah itu ada orang lain yang menemui Imam memberi jawaban yang berbeda. Kemudian orang ketiga datang dan menanyakan hal yang sama. Imam memberi jawaban yang masih berbeda dari pada jawaban yang diberikan kepadaku dan kepada orang kedua. Setelah keduanya telah pergi, saya berkata " wahai putra nabi! Dua orang pengikutmu berasal dari Iraq bertanya padamu dan engkau memberi jawaban yang berbeda." Mendengar hai ini, Imam menjawab " Wahai Zurarah! Kedua jawaban yang berbeda itu adalah demi kepentingan kita dan mereka memberikan sumbangsih bagi stabilitas kami berdua (aku dan pengikutku). (pada kondisi - kondisi bahaya) jika kalian semua bersatu, hal ini akan memudahkan orang - orang itu, (para musuh dan penguasa) membenarkan ketaatan kalian kepada kami dan hal ini akan membahayakan diri kalian dan memperpendek hidup kalian (Syi'ah) juga hidup kita."
Kami telah melihat bahwa orang - orang Wahabi ini mengutip bagian pertama hadis tersebut dan mengabaikan penjelasan Imam untuk menunjukan bahwa Imam melakukan taqiyah kepada para pengikutnya tanpa alasan. Dari hadis tersebut, tidak jelas apa sebenarnya pertanyaan dari pada pengikut Imam itu. Bagaimanapun penjelasan Imam pada bagian akhir menyiratkan bahwa pertanyaan tersebut berkaitan dengan tindakan sosial dan politik yang digunakan penguasa saat itu untuk mengenali dan menjebak kaum Syi'ah. Untuk inilah sebenarnya taqiyah digunakan. Perhatikan bahwa Imam memberi penekanan bahwa ia tengah menyelamatkan nyawa para pengikutnya dan Ahlulbait!
Contoh lain dijelaskan oleh hadis lain; Imam ikut serta dalam shalat jenazah seorang pegawai pemerintahan Umayah yang munafik untuk mengecoh penguasa yang akan mengurangi penganiayaan terhadap Nabi Muhammad. Pernahkan anda berfikir mengapa Nabi taqiyah dan tidak mengutarakan misinya pada tiga tahun pertama kenabian? Karena apabila demikian, Islam sudah akan dihancurkan sejak awal. Tujuan utama taqiyah adalah menjaga Islam dan Mazhab pemikiran Syi'ah apabila mereka tidak terpaksa taqiyah, mazhab kami telah dihancurkan. Apabila Nabi Muhammad taqiyah pada tiga tahun kenabian dan menyembunyikan misinya, lalu mengapa kaum Syi'ah tidak boleh melakukan taqiyah untuk menghindari diri dari penganiayaan oleh pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan Islam? Apakah Nabi seorang pengecut? Atau apakah ia ingin menjaga Islam dari kehancuran?
Mengenai hal ini pula, kami akan memberikan contoh lain kepada anda dari rosul lain yang menyembunyikan keyakinannya. Quran mengatakan, atas perintah Allah. Musa menunjuk harun sebagai penggantinya (pemimpin) dan menyerahkan umat kepadanya untuk berangkat ke Miqqat (bertemu dengn Allah) selama empat puluh hari. Setelah Musa pergi, seluruh sahabatnya kecuali sedikit dari mereka berbalik melawan harun. Mereka diperdaya oleh Samiri, dan menjadi penyembah sapi emas (lihat Qs. Al-A'raf : 142 Thaha : 85-98).
Sepulangnya Musa dari Miqat, ia sangat murka karena Allah memberitahunya bahwa umatnya telah sesaat ketika ia pergi. Musa tiba dan mulai menghujani pertanyaan kepada saudaranya, Harun. Mengapa ia tidak mengambil tindakan untuk mencegah kehancuran ini, Quran menyatakan bahwa Nabi Harun menjawab " wahai Musa, umat telah menindasmu dan mereka berusaha membunuhku. "
Apabila anda yakin bahwa Harun adalah nabi Allah, anda tidak akan menyebutnya seorang pengecut. Atau anda berpikir bahwa Harun adalah seorang Syi'ah? Sebenarnya ia adalah seorang Syi'ah (pengikut) Nabi Musa. Tugasnya menyelamatkan diri meskipun nampaknya kaum Wahabi berpikir bahwa seharusnya ia membunuh dirinya sendiri.
Sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah mengenai surat Ali Imran ayat 28, taqiyah dapat diterapkan kepada seorang non-Muslim hanya kepada sesama Muslim.
Seseorang yang disebut muslim yang menganiaya orang tak berdosa, tidak lebih baik orang yang non -Muslim. Apabila anda berkeliling dunia, mengunjungi Negara Arab Saudi, Iraq, Afganistan mayoritas orang - orang yang menganiaya umat Muslim menyebut dirinya Muslim juga. Juga, apabila anda melihat sejarah, mayoritas penguasa muslim yang menyebut dirinya orang Islam dan sebagai khalifah, adalah para penindas dan para tiran (seperti khalifah Umayah dan Abbasiyyah). Apakan anda menyarankan bahwa kami sebaiknya tidak menyelamatkan nyawa kami dari orang - orang zalim yang menanamkan dirinya sebagai umat Islam?
Selain itu, dengan pernyataan di atas, Ibnu Taimiyah tidak menganggap hadis shahih Muslim sebagai hadis yang shahih atau Ibnu Taimiyah telah menyangkal kesaksian Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun melakukan taqiyah dalam bentuk diplomasi sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan yang baik dengan masyatakat. Dalam shahih Muslim disebutkan hadis tentang kasus dimana ada pertengkaran antara dua orang Muslim sedemukian rupa sehingga dianggap sebagai bahaya yang besar, dan apabila usaha untuk mendamaikan mereka tidak berhasil, diperbolehkan untuk memutar balikan ucapan untuk mendamaikan mereka. Anda lihat, selalu ada kondisi bahaya dalam taqiyah. Contohnya, bahaya perceraian sepasang suami isteri yang bertengkar.
Seorang Sunni mengatakan: Surat an-Nahl ayat 106 hanya dapat di terapkan dalam ketika seorang muslim menghadapi situasi yang sama dengan situasi yang dihadapi Ammar bin Yasir, saat ia harus memilih antara mati dibawah penyiksaan seperti kedua orang tuanya atau berpura - pura menjadi orang kafir melalui mulut saja. Kasus ini aturan mati dibawah penyiksaan seperti mulut saja. Kasus ini bukan aturan dasar tetapi hanya kekecualian.
Kami menjawab: itulah aturan dasarnya! Apabila tidak, Allah tidak akan menyebutnya dibanyak surat salam Quran. Apabila seorang Muslim tidak terancam bahaya, ia tidak boleh taqiyah. Sebagaimana kami tidak taqiyah saat ini, tetapi sekiranya kami berada di Negara seperti Arab Saudi yang bisa mengancam jiwa, kami harus melakukannya.
Seorang Sunni mengatakan : Apabila seseorang, menganggap bahwa berdusta tentang Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan yang tidak jelas dan sesat adalah bagian penting dari keyakinannya. Apakah kita dapat mempercayainya? Dalam surat Ali Imram ayat 28 bukan hanya sebuah kekecualian yang dibatasai. Taqiyah tidak hanya dilarang dilakukan kepada kaum Muslimin, tetapi juga tidak dibenarkan berdusta kepada orang lain. Artinya, apabila anda menantang prilaku tertentu dan anda berada pada situasi dimana pengutukan dapat membahayakan Islam atau umat Islam, anda dapat berdiam diri tetapi anda tidak boleh berdusta.15
Kami menjawab; Ucapan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir bertentangan dengan firman Allah, barang kali yang mengucapkan kekafiran, setelah ia beriman kepada Allah, kecuali dalam keterpaksaan, sedang hatinya tetap beriman ( Qs. An-nahl : 106 ). Seperti yang anda lihat, Quran menyatakan, mengucapkan kekafiran ". Hal ini tidak berarti berdiam diri. "Mengucapkan" artinya berkata atau melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan keyakinan, Dusta apa yang lebih besar dari pada mengucapkan kekafiran? Selain itu juga apabila sebagian besar koleksi hadis Sunni yang Shahih seperti Bukhari dan Muslim mengajikan taqiyah, lalu mengapa kaum Wahabi bersikukuh sebaliknya? Bukankah ini merupakan anda kemunafikan itu sendiri?
C. Khumus ( Seperlima Bagian )
Ketahuilah bahwa dari segal sesuatu yang kamu peroleh. Seperlimanya adalah untuk Allah. Rasul-Nya, keluargannya, anak yatim, fakir miskin dan muisafir.. (Qs al-Anfal : 41)
Khumus ( yang artinya seperlima dari penghasilan) harus diberi kepada lima pihak berikut; Allah. Rasul-nya anak yatim, fakir miskin, orang yang jauh di kampung halaman (tidak memiliki uang untuk kembali ke tempat asalnya).
Banyak milik Allah diserahkan kepada Nabi untuk digunakan di jalan Allah. Setelah Nabi wafat, pada masa - masa kepemimpinan sebelas imam pertama, tiga bagian pertama diserahkan kepada para Imam Alhubait untuk digunakan di jalan Allah. Saat ini, kita tidak memiliki hubungan dengan Imam Mahdi as, maka tiga bagian pertama (yang merupakan setengah bagian dari keseluruhan jumlah khumus) diserahkan kepada ulama untuk digunakan di jalan Allah Rasul-Nya, Alhubait-Nya di jalan Allah seprti mengeluarkannya untuk kepentingan agama atau hal lain yang mereka rasa perlu untuk urusan agama. Selain itu apabila ulama tersebut tidak memiliki sember pendapatan dari manapun dan seluruh kerjanya hanya untuk kepentingan agama, ia dapat mengeluarkan satu bagian dari apa yang dia terima sebagai khumus untuk keperluan pribadinya yang memberinya sejumlah kebutuhan hidup standar atau hidup di bawah standar. Ulama tersebut tidak harus menjadi penerus Nabi yang menerima Khumus.
Sedangkan tiga bagian lain diserahkan kepada ulama. Bagian ini secara langsung dapat diberikan kepada fakir miskin yang tentunya harus berasal dari keturunan Nabi. Perhatikanlah bahwa tidak diperbolehkan memberikan zakat (pajak lainnya untuk kepentingan agama baik di Sunni maupun din Syi'ah ) dan sedekah kepada keturunan Nabi Muhammad. Harus di perhatikan bahwa selama zaman sejarah Islam hingga kini. Keturunan Nabi Muhammad dimanapun teraniaya dan terampas haknya. Di samping itu, hanya sedikit kaum muslim yang masih membayar Khumus yakni para Syi'ah yang mengikuti sunah Nabi ini) Dengan kata lain, hanya 20% dari seluruh kaum Muslimin yang masih membayar khumus yang mengurangi secara dramatis jumlah yang diterima fakir miskin dari keturunan Nabi (yakni 20% x ½ x 1/5 = 2% ) apabila dibandingkan dengan jumlah yang diterima fakir miskin yang bukan keturunan Nabi dari zakat keseluruhan kaum Muslimin (2,5%) ditambah seluruh sedekah yang jumlahnya melebihi 2,5%.
Pada ayat tentang khumus yang tersebut di atas. Kata "ghanimah" yang digunakan diterjemahkan dengan artinya "yang kamu peroleh" sebagaimana yang di sebut di atas, Ghanimah artinya harta perolehan tertentun yang di peroleh seseorang sebagai kekayaan. Menurut para Imam Ahlubait harta perolehan tertentu tersebut adalah harta yang darinya perlu dikeluarkan biaya untuk khumus terdiri dari tujuh kategori; 1) Keuntungan atau kelebihan dari pendapatan; 2) Harta halal yang bercampur dengan harta yang haram; 3) Bahan tambang dan mineral; 4) Batu berharga yang terdapat di laut; 5) harta karun: 6) Tanah yang dibeli seorang kafir zhimmi dari seorang Muslim; 7) harta rampasan perang.
Tetapi ada segelintir orang yang mengartikan kata " Ghanimtum " dengan artinya "harta rampasan perang " sehingga membatasi khumus sendiri. Tentu saja. Penafsiran ini dilakukan tanpa mengetahui kaidah bahasa arab, sejarah tentang khumus. Hukum Islam. Dan tafsir Quran. Ingatlah bahwa kata " ghanimtum " berasal dari kata 'al-Ghanimmah "
Makna Kata Ghanimtum
Kamus bahasa arab al-Munjid ( Louis maluf dari Beirut) memberi definisi bahwa al-Ghanim dan al-Ghanimah artinya 1) harta yang terdapat dari pertempuran melawan musuh dari peperangan; dan 2) Seluruh pendapatan secara umum. Selain itu kalimat al-Ghunm bin Ghurm" (keuntungan terisah dari biaya) yang artinya orang yang memiliki harta dari satu - satunya pemilik keuntungan dan ia tidak berbagi dengan orang lain, oleh karenanya ia menanggung semua biaya dan resiko. Anda juga dapat melihat kamus seperti Lisan al-Arab dan al-Qamus.
Hal ini berarti bahwa bahasa arab, kata 'al-Ghanimah' memiliki dua makna: harta rampasan peperangan dan keuntungan. Kutipan pribahasa di atas juga membuktikan bahwa keuntungan bukan makna yang tidak umum. Ketika sebuah kata dalam Quran memiliki makna lebih dari satu, wajib bagi orang Muslim meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW dan Ahlubait as.
Sejarah khumus
Khumus adalah harta yang diperkenalkan oleh Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad. Dan hal ini terus berlangsung terus dalam Islam ketika di turunkan dalam Quran. Abdullah Muthalib melaksanakan perintah Allah yang ia terima lewat mimpi. Ketika ia menemukan sebuah sumur Zamzam, Ia menemukan banyak harta berharga di dalamnya yang terkubur pada masa lalu oleh keluarga Ismail ketika mereka merasa takut musuh akan merampas harta mereka. Ketika Abdullah Muthtalib menemukan harta terpendam itu. Ia mengeluarkan seperlima bagian ( secara literal di sebut khumus) di jalan Allah dan menyimpan seperlima bagian untuk dirinya sendiri. Lalu hal tersebut menjadi kebiasaan dalam keluarganya. Dan setelah Nabi Muhammad hijrah, sistem yang sama diberlakukan dalam Islam. Dengan demikian, harta khumus pertama kali bukan dikeluarkan dari harta rampasan perang, tetapi dari harta karun yang terpendam.
Hukum Islam
Tidak ada mukzijat Islam manapun yang mengartikan " ghanimah" sebagai harta rampasan perang. Selain harta rampasan perang. Khumus diperoleh dari harta - harta berikut :
Barang tambang; memenuhi syarat dalam mazhab Hanafi dan Syi'ah, dan harat karun memenuhi syarat bagi umat muslim. Istilah ghanimah pada ayat yang tengah didiskusikan, dengan jelas di tafsirkan oleh Imam kami dengan artian " hasil keuntungan " (fa'datul muktasabah).
Untuk menyimpulkan pembahasan ini, dapat kami nyatakan bahwa kata ghanimah tidak pernah diartikan sebagai harta rampasan perang oleh mazhab Islam manapun. Dan sejauh yang ditafsirkan Imam kami, istilah ini bermakna harta apapun selain harta rampasan perang sejak kekhalifahan Imam Ali, sebagaimana yang di tunjuk oleh banyak hadis shahih.
Kutipan diatas juga mendukung oleh praktek yang di lakukan Nabi Muhammad saw. Contohnya, Ketika mengurus Amat bin Hazm ke Yaman, Rasulullah memberikan perintah - perintah, dan salah satunya adalah mengumpulkan khumus.16 Dan ketika Kilal di Yaman mengirimkan khumus kepada Nabi Muhammad, Nabi menerimannya dan berkata " Utusanmu telah kembali dan engaku telah membayar khumus dari harta kalian (al-Ghanaim).17 Sangat menarik untuk di perhatikan bahwa Bani Kilal mematuhi perintah Rasulullah dan mengirim Khumus dari pendapatan mereka padahal tidak ada peperangan yang terjadi antara kaum Muslim dengan orang - orang kafir, ini adalah petunjuk yang jelas bahwa khumus tidak di batasi hanya untuk harta rampasan perang oleh nabi Muhammad.
Pentingnya persoalan khumus menurut, Nabi dapat pula di lihat pada nasehatnya kepada utusan bani Abdul Qais. Tampaknya Bani Abdullah Qais (salah satu cabang dari suku Rabiah) bukan suku yang kuat. Untuk pergi ke Madinah mereka harus melintasi daerah ayang di huni oleh suku Muzar, suku yang sangat memusuhi kaum muslimin. akibatnya suku Abdul Qais tidak dapat melakukan perjalanan dengan aman ke Madinah kecuali pada bulan-bulan haram, bulan dimana perang diharamkan menurut tradisi bangsa Arab.
Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
Utusan suku Abdul Qais menemui Nabi dan berkata " Ya. Rasulullah! Kami berasal dari suku Rabiah dan di antar kami dan engkau terdapat penghalang dari suku Muzar, karenanya kami tidak dapat menemuimu kecuali di bulan-bulan haram. Oleh karena itu berilah kami perintah yang dapat kami lakukan untuk diri kami dan mengajak kamu kami untuk melakukannya!" Nabi Muhammad berkata " aku perintahkan kalian beriman kepada Allah (Rasulullah menunjukkan tangannya), melaksanakan sholat lima waktu. Membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus"
Dengan melihat kenyataan ini, bahwa mereka melakukan perjalanan di bulan - bulan haram (ketika perang diharamkan), suku Abdul Qais yang lemah dan berjumlah sedikit (terbukti dari perjalanan yang mereka lakukan di bulan haram) tidak ada ruang sedikitpun untuk mengartikan pengapliasian khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang. 18
Hal lain mengenai khumus
Diskusi berikut ini diambil dari buku Tijani, Ma'a ash-shadiqin ( bersama orang - orang yang benar) Di samping itu, kami memakai sebuah kitab fiqih berdasarkan ajaran Ayatullah Khomaini untuk beberapa hal yang mendetail, kami juga memberi pendapat sendiri demi kejelasan.
Dan ketahuilah, dari harta yang kamu peroleh. Sesungguhnya seperlima bagiannya adalah milik Allah dan Rasulnya, keluarganya, anak yatim. Fakir miskin dan musafir… Apabila kamu benar - benar beriman kepada Allah dan kepada yan kami turunkan kepada hamba - hamba kami "
( Qs. Al-Anfal : 41 )
Ayat di atas merupakan perintah Allah SWT, pencipta alam semesta untuk mengeluarkan seperlima ( khumus ) dari harta yang di gunakan di jalan Allah kepada fakir miskin, anak yatim dll. Selanjutnya Nabi bersabda " aku perintahkan kepada kalian untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut : Beriman kepada Allah SWT mendirikan sholat, mengeluarkan zakat berpuasa di bulan ramadhan dan mengeluarkan seperlima dari harta yang kamu peroleh untuk dipergunakan di jalan Allah.
Persoalannya, penafsiran kalimat di atas adalah pada istilah " ghanimah harta " Kaum sunni menafsirkan kata ini sebagian " harta rampasan perang " artinya ini adalah bukan bahasa arab yang tepat. Bahasa Semit asal dari bahasa arab, didasarkan pada bentuknya kata kerja, bukan kata benda. Oleh karenanya, terjemahan kata "ghaniman ' tidak seluruhnya tepat apabila artinya " harta rampasan " digunakan.
Kaum Syi'ah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya mengeluarkan 20% dari harta yang mereka dapat setiap akhir tahun. Selain itu. Penggunaan tata bahasa dari kata " ghinimah" dalam bahasa Arab. Seperti yang di artikan kaum Syi'ah mengandung arti bahwa pendapatan tertentu yang di peroleh akum Muslimin dari keuntungan yang di hasilkan dari usaha yang halal atau usaha lainnya dianggap sebagai " ghanimah" dan tunduk kepada aturan hukum.
Tentunya dalah hal tersebut ada kekhususan. Sebenarnya, khumus hanya dapat diberikan dalam dua bidang berikut; semua yang berasal dari tanah seperti emas, perak, besi, minyak dan hasil - hasil alam lain yang darinya harus di keluarkan untuk khumus. Nilai minimum harta yang berasal dari tanah adalah 20 dinat. Dan satu dinat = 3.45 gram emas apabila nilai minimum, tidak memenuhi syarat. Khumus tidak perlu dibayarkan 2) semua harta yang berasal dari karun. Apabila jumlahnya sesuai dengan syarat nilai minimum, darinya harus ada yang dikeluarkan untuk khumus. 3) kekayaan yang berasal dari laut seperti mutiara,batu karang dll. Apabila sesuai dengan syarat nilai minimum, dari harta ini harus ada yang di keluarkannya khumus di antaranya hadiah, pemberian, warisan, mahar, dll
Rincian khumus sangat rumit dan harus selalu ditanyakan kepada seorang mujtahid sebelum mengeluarkan khumus.
Kaum Sunni menolak ketentuan tersebut meskipun terdapat dalam kirab Allah SWT. Selain itu hal tersebut di riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari jilid 2. hal 136-137 bahwa Nabi Muhammad bersabda " harta yang terkubur dalam tanah pada zaman jahiliah berlaku ketentaun khumus " selain itu. Ibnu Abbad. Perawi hadis paling terkenal dalam pandangan kaum Sunni, berkata bahwa mutiara yang berasal dari dalam laut terkena kewajidan khumus. Jelaslah bahwa khumus tidak terbatas pada harta rampasan perang semat. Sebagimana yang diklaim kaum Sunni, tetapi meliputi seluruh persoalan di atas.
Apabila sebuah negara Islam Sunni yang benar di tegakan, ia tidak akan dapar memenuhi kewajiban financialnya karena tergantung hanya pada zakat. Yakni hanya 25% dari kekayaan seseorang. Secara realitas, dapatkah sebuah Negara Islam. Sebagaimana yang diidamkan kaum Sunni. Bertahan dengan pendapatan 2.5% setahun dari umat Islam? Dapatkah Negara ini membangun infrastruktur yang akan mengokong dan lain- lain? Tentu tidak, karena 2.5% tidaklah mencukupi, walau hanya dalam selintas imajinasi saja.
Khumus juga menjadi tujuan yang sangat penting dalam masyarakat Syi'ah saat ini. Khumus membantu para mujtahis mempertahankan kemerdekaan dan keterlepasan dari implikasi politik yang akan terjadi apabila seorang ulama menjadi tergantung kepada pemerintahan untuk memenuhi kebutuhannya. Para ulama Sunni di Negara - Negara Islam menerima pendapatan dari pemerintahan yang artinya mereka tidak dapat mengucapkan sepatah kata keberatan kepada kebijakan penguasa karena sumber pendapatan mereka akan terancam. Para ulama Syi'ah di sisi lain. Tidak menerima dana dari pemerintahan. Dengan cara ini, mereka bebas untuk mengabdikan hidup mereka bagi kaum keadilan umat.
Berikut ini pembahasan bagaimana kaum Syi'ah mengatur harta Zakar. Zakat menutur. Fikih Syi'ah hanya dalam kategori berikut, hewan ternak (unta, sapi, kambing, domba) perak, emas, kurma, gandum, Perlu diperhatikan meskipun zakat tidak wajib dalam bentuk yang seperti yang dikeluarkan untuk khumus, bagi kaum Asyi'ah, dianjurkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk benda - benda selain bentuk yang disebutkan di atas dengan cara yang sama sebagaimana kaum Sunni mengatur zakat ( 2.5%).
Rincian zakat tidak serumit seperti khumus, tetapi ada detail yang harus di perhatikan. Contohnya, sejak kapan ladang gandum di panen. Diairi air hujan atau air biasa? Selain itu ada jumlah minimum untuk jumlah hewan ternak yang harus memenuhi syarat dikeluarkannya zakat. Ada juga zakat fitrah, yang di bayar pada hari pertama setelah puasa Ramadhan usai.
Kesimpulannya, kami ingin menggugat rasa keadilan, objektifitas serta rasa takwa anda kepada Allah SWT untuk mengetahui bahwa kaum Syi'ah adalah pengikut agama Islam sebagiamana agama ini harus di laksanakan. Ahli hukum Sunni telah mengubah banyak aspek agama Allah SWT, dan kami tidak membahasnya di sini untuk dicaci maki, tetapi berusahalah untuk berlaku adil dan menilai Syi'ah dengan objektif! Bukanlah kami melaksanajan Quran lebih baik daripada orang lain! Bukankah kami mematuhi Sunnah Nabi Muhammad daripada orang lain? Kami menggunakan alasan untuk menjelaskan keyakinan kami, dan bukan pengikut yang membabi buta? Bukankah demikian?
Catatan kaki :
1. Shahih al-Bukhari, hadis 5551
2. Shahih al-Bukhari, hadis 5713
3. Referensi hadis Sunni: fada'il ash-Shahabah,Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal 662,. Hadis 1129; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, bal. 167;Manaqib Ahmad
4. Sebagian besar diambil dari buku Reliance of the Traveller (Umdat as-salak) oleh Ahmad bin Naqib Misri (702/1302-769/13681), diterjemahkan oleh Noah Ha Min Keller.
5. Dua kata " Tat-taquh" dan " tuqatan" sebagimana yang disebutkan dalam bahasa Quran-nya, berasal dari kata yang sama, " taqiyah"
6. Abu Bakar razi, Ahkam al-Quran, Jilid 2, hal 10
7. Jalaluddin Suyuthi, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athun, jilid 2, hal 178
8. as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 3, hal 61
9. Jalaluddin Suyuthi dalam kitavbnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Jilid 2 hal 176
10. Shahih al-Bukhari, jilid 7, hal 102
11. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Julis 7 hal 81
12. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa inggri ) bab 1527, jilid 4 hal 1373 hadis 1303
13. Lihatlah Shahih Muslim, jilid 4 bab 1927, hadis 1303, hal 1373, hanya versi bahasa Inggris Abdul hamis Siddiqi
14. Islam Syi'ah Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i diterjemahkan oleh Sayid Husein Nasir, hal 223-225
15. Ibnu Taimiyah, Minhaj, jilid 213 dan Tafsir Ibnu Katsir
16. Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 2, bag. II hal, 54 ( Beirut, 1971); Ibnu Katsir al-Bidatyah wa an-Nihayah, jilid 5, hal 76-77 ( Beirut, 1966); Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4. hal 179 ( Beirut 1975)
17. Abu Ubaid, al-Ammal, hal 13 ( Beirut, 1981); Haklim al-Mustadrak, jilid 1, hal 395 ( Hyderabad, 1340H); Ja' far Murtadha Amili, Ash-Shahih if Sirat an-Nabi, jilid 3, hal 309 ( Qum, 1983)
18. Shahih al-Bukhari, Hadis 4327, jilid 4. hal. 212-213 ( Beirut); Abu Ubaid, al-Amwal. Hal 12 ( Beirut, 1981)
19. Shahih al-Bukhari, jilid 4, hal 44.
Kami tidak memiliki hadis shahih yang menyatakan anda dapat bertaqiyah tanpa ada bahaya yang sedang mengancam. Jika anda berfikir sebaliknya, kutiplah hadis secara eksplisit menyatakan demikian! Ini adalah semua penafsiran guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada hadis yang secara eksplisit guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada yang secara eksplisit menyatakan demikian.
Keadaan bahaya mungkin ada saat itu atau saat yang akan datang. Selain itu, keadaan bahaya bisa terjadi pada anda atau pada orang lain yang berhubungan dengan anda hal demikian, Imam mungkin akan menyembunyikan beberapa informasi dari pada pengikutnya sendiri, jika ia mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal itu mereka akan terperangkap ke tangan penguasa. Sebenarnya, kami telah melihat beberapa orang Wahabi mengolok - olok Syi'ah dalam konsep taqiyah ini dengan merujuk dalam Ushul al-Kafi dan mengutip sebagian hadisnya di luar konteks untuk menyalah artikan konsep taqiyah bagi saudara Sunni. Hadis yang benar dari hadis yang mereka rujuk adalah sebagai berikut :
Ushul al-kafi hadis 195; Zurarah berkata.
"Saya menanyakan sesuatu kepada Abu Ja'far dan Imam menjawabnya. Setelah itu ada orang lain yang menemui Imam memberi jawaban yang berbeda. Kemudian orang ketiga datang dan menanyakan hal yang sama. Imam memberi jawaban yang masih berbeda dari pada jawaban yang diberikan kepadaku dan kepada orang kedua. Setelah keduanya telah pergi, saya berkata " wahai putra nabi! Dua orang pengikutmu berasal dari Iraq bertanya padamu dan engkau memberi jawaban yang berbeda." Mendengar hai ini, Imam menjawab " Wahai Zurarah! Kedua jawaban yang berbeda itu adalah demi kepentingan kita dan mereka memberikan sumbangsih bagi stabilitas kami berdua (aku dan pengikutku). (pada kondisi - kondisi bahaya) jika kalian semua bersatu, hal ini akan memudahkan orang - orang itu, (para musuh dan penguasa) membenarkan ketaatan kalian kepada kami dan hal ini akan membahayakan diri kalian dan memperpendek hidup kalian (Syi'ah) juga hidup kita."
Kami telah melihat bahwa orang - orang Wahabi ini mengutip bagian pertama hadis tersebut dan mengabaikan penjelasan Imam untuk menunjukan bahwa Imam melakukan taqiyah kepada para pengikutnya tanpa alasan. Dari hadis tersebut, tidak jelas apa sebenarnya pertanyaan dari pada pengikut Imam itu. Bagaimanapun penjelasan Imam pada bagian akhir menyiratkan bahwa pertanyaan tersebut berkaitan dengan tindakan sosial dan politik yang digunakan penguasa saat itu untuk mengenali dan menjebak kaum Syi'ah. Untuk inilah sebenarnya taqiyah digunakan. Perhatikan bahwa Imam memberi penekanan bahwa ia tengah menyelamatkan nyawa para pengikutnya dan Ahlulbait!
Contoh lain dijelaskan oleh hadis lain; Imam ikut serta dalam shalat jenazah seorang pegawai pemerintahan Umayah yang munafik untuk mengecoh penguasa yang akan mengurangi penganiayaan terhadap Nabi Muhammad. Pernahkan anda berfikir mengapa Nabi taqiyah dan tidak mengutarakan misinya pada tiga tahun pertama kenabian? Karena apabila demikian, Islam sudah akan dihancurkan sejak awal. Tujuan utama taqiyah adalah menjaga Islam dan Mazhab pemikiran Syi'ah apabila mereka tidak terpaksa taqiyah, mazhab kami telah dihancurkan. Apabila Nabi Muhammad taqiyah pada tiga tahun kenabian dan menyembunyikan misinya, lalu mengapa kaum Syi'ah tidak boleh melakukan taqiyah untuk menghindari diri dari penganiayaan oleh pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan Islam? Apakah Nabi seorang pengecut? Atau apakah ia ingin menjaga Islam dari kehancuran?
Mengenai hal ini pula, kami akan memberikan contoh lain kepada anda dari rosul lain yang menyembunyikan keyakinannya. Quran mengatakan, atas perintah Allah. Musa menunjuk harun sebagai penggantinya (pemimpin) dan menyerahkan umat kepadanya untuk berangkat ke Miqqat (bertemu dengn Allah) selama empat puluh hari. Setelah Musa pergi, seluruh sahabatnya kecuali sedikit dari mereka berbalik melawan harun. Mereka diperdaya oleh Samiri, dan menjadi penyembah sapi emas (lihat Qs. Al-A'raf : 142 Thaha : 85-98).
Sepulangnya Musa dari Miqat, ia sangat murka karena Allah memberitahunya bahwa umatnya telah sesaat ketika ia pergi. Musa tiba dan mulai menghujani pertanyaan kepada saudaranya, Harun. Mengapa ia tidak mengambil tindakan untuk mencegah kehancuran ini, Quran menyatakan bahwa Nabi Harun menjawab " wahai Musa, umat telah menindasmu dan mereka berusaha membunuhku. "
Apabila anda yakin bahwa Harun adalah nabi Allah, anda tidak akan menyebutnya seorang pengecut. Atau anda berpikir bahwa Harun adalah seorang Syi'ah? Sebenarnya ia adalah seorang Syi'ah (pengikut) Nabi Musa. Tugasnya menyelamatkan diri meskipun nampaknya kaum Wahabi berpikir bahwa seharusnya ia membunuh dirinya sendiri.
Sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah mengenai surat Ali Imran ayat 28, taqiyah dapat diterapkan kepada seorang non-Muslim hanya kepada sesama Muslim.
Seseorang yang disebut muslim yang menganiaya orang tak berdosa, tidak lebih baik orang yang non -Muslim. Apabila anda berkeliling dunia, mengunjungi Negara Arab Saudi, Iraq, Afganistan mayoritas orang - orang yang menganiaya umat Muslim menyebut dirinya Muslim juga. Juga, apabila anda melihat sejarah, mayoritas penguasa muslim yang menyebut dirinya orang Islam dan sebagai khalifah, adalah para penindas dan para tiran (seperti khalifah Umayah dan Abbasiyyah). Apakan anda menyarankan bahwa kami sebaiknya tidak menyelamatkan nyawa kami dari orang - orang zalim yang menanamkan dirinya sebagai umat Islam?
Selain itu, dengan pernyataan di atas, Ibnu Taimiyah tidak menganggap hadis shahih Muslim sebagai hadis yang shahih atau Ibnu Taimiyah telah menyangkal kesaksian Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun melakukan taqiyah dalam bentuk diplomasi sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan yang baik dengan masyatakat. Dalam shahih Muslim disebutkan hadis tentang kasus dimana ada pertengkaran antara dua orang Muslim sedemukian rupa sehingga dianggap sebagai bahaya yang besar, dan apabila usaha untuk mendamaikan mereka tidak berhasil, diperbolehkan untuk memutar balikan ucapan untuk mendamaikan mereka. Anda lihat, selalu ada kondisi bahaya dalam taqiyah. Contohnya, bahaya perceraian sepasang suami isteri yang bertengkar.
Seorang Sunni mengatakan: Surat an-Nahl ayat 106 hanya dapat di terapkan dalam ketika seorang muslim menghadapi situasi yang sama dengan situasi yang dihadapi Ammar bin Yasir, saat ia harus memilih antara mati dibawah penyiksaan seperti kedua orang tuanya atau berpura - pura menjadi orang kafir melalui mulut saja. Kasus ini aturan mati dibawah penyiksaan seperti mulut saja. Kasus ini bukan aturan dasar tetapi hanya kekecualian.
Kami menjawab: itulah aturan dasarnya! Apabila tidak, Allah tidak akan menyebutnya dibanyak surat salam Quran. Apabila seorang Muslim tidak terancam bahaya, ia tidak boleh taqiyah. Sebagaimana kami tidak taqiyah saat ini, tetapi sekiranya kami berada di Negara seperti Arab Saudi yang bisa mengancam jiwa, kami harus melakukannya.
Seorang Sunni mengatakan : Apabila seseorang, menganggap bahwa berdusta tentang Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan yang tidak jelas dan sesat adalah bagian penting dari keyakinannya. Apakah kita dapat mempercayainya? Dalam surat Ali Imram ayat 28 bukan hanya sebuah kekecualian yang dibatasai. Taqiyah tidak hanya dilarang dilakukan kepada kaum Muslimin, tetapi juga tidak dibenarkan berdusta kepada orang lain. Artinya, apabila anda menantang prilaku tertentu dan anda berada pada situasi dimana pengutukan dapat membahayakan Islam atau umat Islam, anda dapat berdiam diri tetapi anda tidak boleh berdusta.15
Kami menjawab; Ucapan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir bertentangan dengan firman Allah, barang kali yang mengucapkan kekafiran, setelah ia beriman kepada Allah, kecuali dalam keterpaksaan, sedang hatinya tetap beriman ( Qs. An-nahl : 106 ). Seperti yang anda lihat, Quran menyatakan, mengucapkan kekafiran ". Hal ini tidak berarti berdiam diri. "Mengucapkan" artinya berkata atau melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan keyakinan, Dusta apa yang lebih besar dari pada mengucapkan kekafiran? Selain itu juga apabila sebagian besar koleksi hadis Sunni yang Shahih seperti Bukhari dan Muslim mengajikan taqiyah, lalu mengapa kaum Wahabi bersikukuh sebaliknya? Bukankah ini merupakan anda kemunafikan itu sendiri?
C. Khumus ( Seperlima Bagian )
Ketahuilah bahwa dari segal sesuatu yang kamu peroleh. Seperlimanya adalah untuk Allah. Rasul-Nya, keluargannya, anak yatim, fakir miskin dan muisafir.. (Qs al-Anfal : 41)
Khumus ( yang artinya seperlima dari penghasilan) harus diberi kepada lima pihak berikut; Allah. Rasul-nya anak yatim, fakir miskin, orang yang jauh di kampung halaman (tidak memiliki uang untuk kembali ke tempat asalnya).
Banyak milik Allah diserahkan kepada Nabi untuk digunakan di jalan Allah. Setelah Nabi wafat, pada masa - masa kepemimpinan sebelas imam pertama, tiga bagian pertama diserahkan kepada para Imam Alhubait untuk digunakan di jalan Allah. Saat ini, kita tidak memiliki hubungan dengan Imam Mahdi as, maka tiga bagian pertama (yang merupakan setengah bagian dari keseluruhan jumlah khumus) diserahkan kepada ulama untuk digunakan di jalan Allah Rasul-Nya, Alhubait-Nya di jalan Allah seprti mengeluarkannya untuk kepentingan agama atau hal lain yang mereka rasa perlu untuk urusan agama. Selain itu apabila ulama tersebut tidak memiliki sember pendapatan dari manapun dan seluruh kerjanya hanya untuk kepentingan agama, ia dapat mengeluarkan satu bagian dari apa yang dia terima sebagai khumus untuk keperluan pribadinya yang memberinya sejumlah kebutuhan hidup standar atau hidup di bawah standar. Ulama tersebut tidak harus menjadi penerus Nabi yang menerima Khumus.
Sedangkan tiga bagian lain diserahkan kepada ulama. Bagian ini secara langsung dapat diberikan kepada fakir miskin yang tentunya harus berasal dari keturunan Nabi. Perhatikanlah bahwa tidak diperbolehkan memberikan zakat (pajak lainnya untuk kepentingan agama baik di Sunni maupun din Syi'ah ) dan sedekah kepada keturunan Nabi Muhammad. Harus di perhatikan bahwa selama zaman sejarah Islam hingga kini. Keturunan Nabi Muhammad dimanapun teraniaya dan terampas haknya. Di samping itu, hanya sedikit kaum muslim yang masih membayar Khumus yakni para Syi'ah yang mengikuti sunah Nabi ini) Dengan kata lain, hanya 20% dari seluruh kaum Muslimin yang masih membayar khumus yang mengurangi secara dramatis jumlah yang diterima fakir miskin dari keturunan Nabi (yakni 20% x ½ x 1/5 = 2% ) apabila dibandingkan dengan jumlah yang diterima fakir miskin yang bukan keturunan Nabi dari zakat keseluruhan kaum Muslimin (2,5%) ditambah seluruh sedekah yang jumlahnya melebihi 2,5%.
Pada ayat tentang khumus yang tersebut di atas. Kata "ghanimah" yang digunakan diterjemahkan dengan artinya "yang kamu peroleh" sebagaimana yang di sebut di atas, Ghanimah artinya harta perolehan tertentun yang di peroleh seseorang sebagai kekayaan. Menurut para Imam Ahlubait harta perolehan tertentu tersebut adalah harta yang darinya perlu dikeluarkan biaya untuk khumus terdiri dari tujuh kategori; 1) Keuntungan atau kelebihan dari pendapatan; 2) Harta halal yang bercampur dengan harta yang haram; 3) Bahan tambang dan mineral; 4) Batu berharga yang terdapat di laut; 5) harta karun: 6) Tanah yang dibeli seorang kafir zhimmi dari seorang Muslim; 7) harta rampasan perang.
Tetapi ada segelintir orang yang mengartikan kata " Ghanimtum " dengan artinya "harta rampasan perang " sehingga membatasi khumus sendiri. Tentu saja. Penafsiran ini dilakukan tanpa mengetahui kaidah bahasa arab, sejarah tentang khumus. Hukum Islam. Dan tafsir Quran. Ingatlah bahwa kata " ghanimtum " berasal dari kata 'al-Ghanimmah "
Makna Kata Ghanimtum
Kamus bahasa arab al-Munjid ( Louis maluf dari Beirut) memberi definisi bahwa al-Ghanim dan al-Ghanimah artinya 1) harta yang terdapat dari pertempuran melawan musuh dari peperangan; dan 2) Seluruh pendapatan secara umum. Selain itu kalimat al-Ghunm bin Ghurm" (keuntungan terisah dari biaya) yang artinya orang yang memiliki harta dari satu - satunya pemilik keuntungan dan ia tidak berbagi dengan orang lain, oleh karenanya ia menanggung semua biaya dan resiko. Anda juga dapat melihat kamus seperti Lisan al-Arab dan al-Qamus.
Hal ini berarti bahwa bahasa arab, kata 'al-Ghanimah' memiliki dua makna: harta rampasan peperangan dan keuntungan. Kutipan pribahasa di atas juga membuktikan bahwa keuntungan bukan makna yang tidak umum. Ketika sebuah kata dalam Quran memiliki makna lebih dari satu, wajib bagi orang Muslim meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW dan Ahlubait as.
Sejarah khumus
Khumus adalah harta yang diperkenalkan oleh Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad. Dan hal ini terus berlangsung terus dalam Islam ketika di turunkan dalam Quran. Abdullah Muthalib melaksanakan perintah Allah yang ia terima lewat mimpi. Ketika ia menemukan sebuah sumur Zamzam, Ia menemukan banyak harta berharga di dalamnya yang terkubur pada masa lalu oleh keluarga Ismail ketika mereka merasa takut musuh akan merampas harta mereka. Ketika Abdullah Muthtalib menemukan harta terpendam itu. Ia mengeluarkan seperlima bagian ( secara literal di sebut khumus) di jalan Allah dan menyimpan seperlima bagian untuk dirinya sendiri. Lalu hal tersebut menjadi kebiasaan dalam keluarganya. Dan setelah Nabi Muhammad hijrah, sistem yang sama diberlakukan dalam Islam. Dengan demikian, harta khumus pertama kali bukan dikeluarkan dari harta rampasan perang, tetapi dari harta karun yang terpendam.
Hukum Islam
Tidak ada mukzijat Islam manapun yang mengartikan " ghanimah" sebagai harta rampasan perang. Selain harta rampasan perang. Khumus diperoleh dari harta - harta berikut :
Barang tambang; memenuhi syarat dalam mazhab Hanafi dan Syi'ah, dan harat karun memenuhi syarat bagi umat muslim. Istilah ghanimah pada ayat yang tengah didiskusikan, dengan jelas di tafsirkan oleh Imam kami dengan artian " hasil keuntungan " (fa'datul muktasabah).
Untuk menyimpulkan pembahasan ini, dapat kami nyatakan bahwa kata ghanimah tidak pernah diartikan sebagai harta rampasan perang oleh mazhab Islam manapun. Dan sejauh yang ditafsirkan Imam kami, istilah ini bermakna harta apapun selain harta rampasan perang sejak kekhalifahan Imam Ali, sebagaimana yang di tunjuk oleh banyak hadis shahih.
Kutipan diatas juga mendukung oleh praktek yang di lakukan Nabi Muhammad saw. Contohnya, Ketika mengurus Amat bin Hazm ke Yaman, Rasulullah memberikan perintah - perintah, dan salah satunya adalah mengumpulkan khumus.16 Dan ketika Kilal di Yaman mengirimkan khumus kepada Nabi Muhammad, Nabi menerimannya dan berkata " Utusanmu telah kembali dan engaku telah membayar khumus dari harta kalian (al-Ghanaim).17 Sangat menarik untuk di perhatikan bahwa Bani Kilal mematuhi perintah Rasulullah dan mengirim Khumus dari pendapatan mereka padahal tidak ada peperangan yang terjadi antara kaum Muslim dengan orang - orang kafir, ini adalah petunjuk yang jelas bahwa khumus tidak di batasi hanya untuk harta rampasan perang oleh nabi Muhammad.
Pentingnya persoalan khumus menurut, Nabi dapat pula di lihat pada nasehatnya kepada utusan bani Abdul Qais. Tampaknya Bani Abdullah Qais (salah satu cabang dari suku Rabiah) bukan suku yang kuat. Untuk pergi ke Madinah mereka harus melintasi daerah ayang di huni oleh suku Muzar, suku yang sangat memusuhi kaum muslimin. akibatnya suku Abdul Qais tidak dapat melakukan perjalanan dengan aman ke Madinah kecuali pada bulan-bulan haram, bulan dimana perang diharamkan menurut tradisi bangsa Arab.
Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
Utusan suku Abdul Qais menemui Nabi dan berkata " Ya. Rasulullah! Kami berasal dari suku Rabiah dan di antar kami dan engkau terdapat penghalang dari suku Muzar, karenanya kami tidak dapat menemuimu kecuali di bulan-bulan haram. Oleh karena itu berilah kami perintah yang dapat kami lakukan untuk diri kami dan mengajak kamu kami untuk melakukannya!" Nabi Muhammad berkata " aku perintahkan kalian beriman kepada Allah (Rasulullah menunjukkan tangannya), melaksanakan sholat lima waktu. Membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus"
Dengan melihat kenyataan ini, bahwa mereka melakukan perjalanan di bulan - bulan haram (ketika perang diharamkan), suku Abdul Qais yang lemah dan berjumlah sedikit (terbukti dari perjalanan yang mereka lakukan di bulan haram) tidak ada ruang sedikitpun untuk mengartikan pengapliasian khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang. 18
Hal lain mengenai khumus
Diskusi berikut ini diambil dari buku Tijani, Ma'a ash-shadiqin ( bersama orang - orang yang benar) Di samping itu, kami memakai sebuah kitab fiqih berdasarkan ajaran Ayatullah Khomaini untuk beberapa hal yang mendetail, kami juga memberi pendapat sendiri demi kejelasan.
Dan ketahuilah, dari harta yang kamu peroleh. Sesungguhnya seperlima bagiannya adalah milik Allah dan Rasulnya, keluarganya, anak yatim. Fakir miskin dan musafir… Apabila kamu benar - benar beriman kepada Allah dan kepada yan kami turunkan kepada hamba - hamba kami "
( Qs. Al-Anfal : 41 )
Ayat di atas merupakan perintah Allah SWT, pencipta alam semesta untuk mengeluarkan seperlima ( khumus ) dari harta yang di gunakan di jalan Allah kepada fakir miskin, anak yatim dll. Selanjutnya Nabi bersabda " aku perintahkan kepada kalian untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut : Beriman kepada Allah SWT mendirikan sholat, mengeluarkan zakat berpuasa di bulan ramadhan dan mengeluarkan seperlima dari harta yang kamu peroleh untuk dipergunakan di jalan Allah.
Persoalannya, penafsiran kalimat di atas adalah pada istilah " ghanimah harta " Kaum sunni menafsirkan kata ini sebagian " harta rampasan perang " artinya ini adalah bukan bahasa arab yang tepat. Bahasa Semit asal dari bahasa arab, didasarkan pada bentuknya kata kerja, bukan kata benda. Oleh karenanya, terjemahan kata "ghaniman ' tidak seluruhnya tepat apabila artinya " harta rampasan " digunakan.
Kaum Syi'ah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya mengeluarkan 20% dari harta yang mereka dapat setiap akhir tahun. Selain itu. Penggunaan tata bahasa dari kata " ghinimah" dalam bahasa Arab. Seperti yang di artikan kaum Syi'ah mengandung arti bahwa pendapatan tertentu yang di peroleh akum Muslimin dari keuntungan yang di hasilkan dari usaha yang halal atau usaha lainnya dianggap sebagai " ghanimah" dan tunduk kepada aturan hukum.
Tentunya dalah hal tersebut ada kekhususan. Sebenarnya, khumus hanya dapat diberikan dalam dua bidang berikut; semua yang berasal dari tanah seperti emas, perak, besi, minyak dan hasil - hasil alam lain yang darinya harus di keluarkan untuk khumus. Nilai minimum harta yang berasal dari tanah adalah 20 dinat. Dan satu dinat = 3.45 gram emas apabila nilai minimum, tidak memenuhi syarat. Khumus tidak perlu dibayarkan 2) semua harta yang berasal dari karun. Apabila jumlahnya sesuai dengan syarat nilai minimum, darinya harus ada yang dikeluarkan untuk khumus. 3) kekayaan yang berasal dari laut seperti mutiara,batu karang dll. Apabila sesuai dengan syarat nilai minimum, dari harta ini harus ada yang di keluarkannya khumus di antaranya hadiah, pemberian, warisan, mahar, dll
Rincian khumus sangat rumit dan harus selalu ditanyakan kepada seorang mujtahid sebelum mengeluarkan khumus.
Kaum Sunni menolak ketentuan tersebut meskipun terdapat dalam kirab Allah SWT. Selain itu hal tersebut di riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari jilid 2. hal 136-137 bahwa Nabi Muhammad bersabda " harta yang terkubur dalam tanah pada zaman jahiliah berlaku ketentaun khumus " selain itu. Ibnu Abbad. Perawi hadis paling terkenal dalam pandangan kaum Sunni, berkata bahwa mutiara yang berasal dari dalam laut terkena kewajidan khumus. Jelaslah bahwa khumus tidak terbatas pada harta rampasan perang semat. Sebagimana yang diklaim kaum Sunni, tetapi meliputi seluruh persoalan di atas.
Apabila sebuah negara Islam Sunni yang benar di tegakan, ia tidak akan dapar memenuhi kewajiban financialnya karena tergantung hanya pada zakat. Yakni hanya 25% dari kekayaan seseorang. Secara realitas, dapatkah sebuah Negara Islam. Sebagaimana yang diidamkan kaum Sunni. Bertahan dengan pendapatan 2.5% setahun dari umat Islam? Dapatkah Negara ini membangun infrastruktur yang akan mengokong dan lain- lain? Tentu tidak, karena 2.5% tidaklah mencukupi, walau hanya dalam selintas imajinasi saja.
Khumus juga menjadi tujuan yang sangat penting dalam masyarakat Syi'ah saat ini. Khumus membantu para mujtahis mempertahankan kemerdekaan dan keterlepasan dari implikasi politik yang akan terjadi apabila seorang ulama menjadi tergantung kepada pemerintahan untuk memenuhi kebutuhannya. Para ulama Sunni di Negara - Negara Islam menerima pendapatan dari pemerintahan yang artinya mereka tidak dapat mengucapkan sepatah kata keberatan kepada kebijakan penguasa karena sumber pendapatan mereka akan terancam. Para ulama Syi'ah di sisi lain. Tidak menerima dana dari pemerintahan. Dengan cara ini, mereka bebas untuk mengabdikan hidup mereka bagi kaum keadilan umat.
Berikut ini pembahasan bagaimana kaum Syi'ah mengatur harta Zakar. Zakat menutur. Fikih Syi'ah hanya dalam kategori berikut, hewan ternak (unta, sapi, kambing, domba) perak, emas, kurma, gandum, Perlu diperhatikan meskipun zakat tidak wajib dalam bentuk yang seperti yang dikeluarkan untuk khumus, bagi kaum Asyi'ah, dianjurkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk benda - benda selain bentuk yang disebutkan di atas dengan cara yang sama sebagaimana kaum Sunni mengatur zakat ( 2.5%).
Rincian zakat tidak serumit seperti khumus, tetapi ada detail yang harus di perhatikan. Contohnya, sejak kapan ladang gandum di panen. Diairi air hujan atau air biasa? Selain itu ada jumlah minimum untuk jumlah hewan ternak yang harus memenuhi syarat dikeluarkannya zakat. Ada juga zakat fitrah, yang di bayar pada hari pertama setelah puasa Ramadhan usai.
Kesimpulannya, kami ingin menggugat rasa keadilan, objektifitas serta rasa takwa anda kepada Allah SWT untuk mengetahui bahwa kaum Syi'ah adalah pengikut agama Islam sebagiamana agama ini harus di laksanakan. Ahli hukum Sunni telah mengubah banyak aspek agama Allah SWT, dan kami tidak membahasnya di sini untuk dicaci maki, tetapi berusahalah untuk berlaku adil dan menilai Syi'ah dengan objektif! Bukanlah kami melaksanajan Quran lebih baik daripada orang lain! Bukankah kami mematuhi Sunnah Nabi Muhammad daripada orang lain? Kami menggunakan alasan untuk menjelaskan keyakinan kami, dan bukan pengikut yang membabi buta? Bukankah demikian?
Catatan kaki :
1. Shahih al-Bukhari, hadis 5551
2. Shahih al-Bukhari, hadis 5713
3. Referensi hadis Sunni: fada'il ash-Shahabah,Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal 662,. Hadis 1129; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, bal. 167;Manaqib Ahmad
4. Sebagian besar diambil dari buku Reliance of the Traveller (Umdat as-salak) oleh Ahmad bin Naqib Misri (702/1302-769/13681), diterjemahkan oleh Noah Ha Min Keller.
5. Dua kata " Tat-taquh" dan " tuqatan" sebagimana yang disebutkan dalam bahasa Quran-nya, berasal dari kata yang sama, " taqiyah"
6. Abu Bakar razi, Ahkam al-Quran, Jilid 2, hal 10
7. Jalaluddin Suyuthi, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athun, jilid 2, hal 178
8. as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 3, hal 61
9. Jalaluddin Suyuthi dalam kitavbnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Jilid 2 hal 176
10. Shahih al-Bukhari, jilid 7, hal 102
11. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Julis 7 hal 81
12. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa inggri ) bab 1527, jilid 4 hal 1373 hadis 1303
13. Lihatlah Shahih Muslim, jilid 4 bab 1927, hadis 1303, hal 1373, hanya versi bahasa Inggris Abdul hamis Siddiqi
14. Islam Syi'ah Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i diterjemahkan oleh Sayid Husein Nasir, hal 223-225
15. Ibnu Taimiyah, Minhaj, jilid 213 dan Tafsir Ibnu Katsir
16. Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 2, bag. II hal, 54 ( Beirut, 1971); Ibnu Katsir al-Bidatyah wa an-Nihayah, jilid 5, hal 76-77 ( Beirut, 1966); Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4. hal 179 ( Beirut 1975)
17. Abu Ubaid, al-Ammal, hal 13 ( Beirut, 1981); Haklim al-Mustadrak, jilid 1, hal 395 ( Hyderabad, 1340H); Ja' far Murtadha Amili, Ash-Shahih if Sirat an-Nabi, jilid 3, hal 309 ( Qum, 1983)
18. Shahih al-Bukhari, Hadis 4327, jilid 4. hal. 212-213 ( Beirut); Abu Ubaid, al-Amwal. Hal 12 ( Beirut, 1981)
19. Shahih al-Bukhari, jilid 4, hal 44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar