ilustrasi hiasan : duka zahra, manusia suci tanpa pusara
Judul : Untaian Mutiara Keluarga Rasulullah saw.; Riwayat Hidup Para Imam Suci Ahlul Bait as.; diterjemahkan dari Nafahât Min Sîrah A'immah Ahlil Bait, Bâqir Syarîf Al-Qurasyî.
Penulis : Baqir Syarîf Al-Qurasyî.
Penerjemah : A. Marzuqi Amin dan Tim.
Penyunting : M. Syamsul Arif.
Layout :
Ilustrasi & desain sampul :
Penerbit : Lembaga Internasional Ahlul Bait (Majma' Jahani Ahlul Bait)
Cetakan Pertama : 1385 Syamsiah/1427 Hijriah/2007 M.
Jumlah : 5000 eks.
Percetakan : Laila.
Website : www.ahl-ul-bait.org
ISBN : 964
Hak cipta Lembaga Internasional Ahlul Bait as. dilindungi oleh undang-undang
DAFTAR ISI BUKU
PENGANTAR PENERBIT 11
KATA PENGANTAR 12
PROLOG 13
PARA IMAM SUCI AHLUL BAIT 20
IMAM ALI BIN ABI THALIB 21
Putra Ka'bah 21
Gelar Imam Ali bin Abi Thalib 21
Perkembangan Hidup Imam Ali bin Abi Thalib 23
a. Di Bawah Asuhan Rasulullah saw. 23
b. Pembelaan Imam Ali Terhadap Rasulullah saw. 24
c. Ali, Pemeluk Islam Pertama 24
d. Kecintaan Ali as. kepada Nabi Muhammad saw. 24
e. Yawm Ad-Dâr (Hari Pembelaan) 25
f. Di Syi'ib (Lembah) Abu Thalib 26
g. Bermalam di Atas Ranjang Nabi saw. 27
h. Hijrah ke Yatsrib 28
Ali as. dalam Kaca Mata Al-Qur'an 28
a. Kategori Ayat Pertama 28
b. Kategori Ayat Kedua 31
c. Kategori Ayat Ketiga 33
d. Kategori Ayat Keempat 33
Ali as. dalam Kaca Mata Sunah 34
1. Kelompok Hadis Pertama 34
2. Kelompok Hadis Kedua 39
Jihad Ali as. Bersama Nabi saw. 41
1. Perang Badr 41
2. Perang Uhud 42
3. Perang Khandak 45
4. Penaklukan Benteng Khaibar 47
5. Penaklukan Kota Mekah 49
Haji Wadâ' 51
Muktamar Ghadir Khum 52
Duka Abadi 53
Tragedi Hari Kamis 54
Rasulullah saw. Menghadap ke Haribaan Ilahi 55
Menangani Proses Pemakaman Jenazah yang Agung 56
Menyalati Jenazah Rasulullah saw. 56
Menguburkan Jenazah Rasulullah saw. 57
Muktamar Tsaqîfah 57
Sikap Imam Ali as. Terhadap Pembaiatan Abu Bakar 58
Az-Zahrâ' Menuju ke Alam Baka 60
Pemerintahan Umar 61
Umar Terbunuh 61
Konsep Syûrâ 62
Pemerintahan 'Utsmân 62
Kelompok Penentang 'Utsmân 64
Penyerbuan atas 'Utsmân 64
Kekhalifahan Imam Ali as. 65
Imam Ali as. Menerima Kekhalifahan 66
Keputusan yang Tegas 66
1. Perang Jamal 67
2. Perang Shiffin 67
Mempermainkan Mushhaf 68
Penentuan Abu Mûsâ Al-Asy'arî 69
3. Melawan Khawârij 69
Syahadah Imam Ali as. 69
IMAM HASAN BIN ALI BIN ABI THALIB 71
Perkembangan Hidup Imam Hasan as. 72
Teladan Yang Agung 72
Imâmah 72
a. Arti Imâmah 72
b. Perlu Kepada Imâmah 72
c. Tugas-Tugas Seorang Imam 73
d. Karakteristik Imam 73
e. Penentuan Imam 74
Ketinggian Akhlak Imam Hasan as. 75
Kesabaran Imam Hasan as. yang Luas 75
Kedermawanan Imam Hasan as. 76
Kezuhudan Imam Hasan as. 77
Ilmu Pengetahuan Imam Hasan as. 77
Kata Mutiara Imam Hasan as. 78
Ceramah Imam Hasan as. 78
Ibadah Imam Hasan as. 79
Wudu dan Salat Imam Hasan as. 79
Ibadah Haji Imam Hasan as. 80
Imam Hasan as. Bersedekah 80
Imam Hasan as. Menghadapi Tuduhan 80
Kekhalifahan Imam Hasan as. 80
IMAM HUSAIN BIN ALI 83
Kecintaan Rasulullah saw. kepada Husain as. 83
Rasulullah saw. Memberitakan Syahadah Husain as. 84
Husain as. Bersama Sang Ayah 87
Imam Ali as. Memberitakan Syahadah Putranya 87
Kepribadian Imam Husain as. 88
1. Tekad yang Kuat 89
2. Menolak Kezaliman 89
3. Keberanian 90
4. Sikap Terus Terang 91
5. Teguh dalam Mengemban Kebenaran 92
6. Kesabaran 92
7. Kemurahan Hati 94
8. Kerendahan Hati 94
Nasihat dan Petunjuk 95
Mutiara Hikmah 95
Imam Husain as. bersama Umar 96
Imam Husain bersama Mu'âwiyah 96
Peringatan Imam Husain as. kepada Mu'âwiyah 97
Seminar Politik di Mekah 97
Penolakan Imam Husain as. Terhadap Kekhalifahan Yazîd 97
Kematian Mu'âwiyah 98
Revolusi Imam Husain as 98
Syahadah 99
Permohonan Imam Husain as. 100
Pembantaian Seorang Bayi 100
Keteguhan Imam Husain as. 101
Perpisahan dengan Keluarga 102
Munajat Imam Husain as. 104
Imam Husain as. Dibantai 105
IMAM ALI AS-SAJJAD 107
Gelar Imam As-Sajjâd 107
1. Zainul Abidin (Hiasan Para 'Abid) 107
2. Sayyidul Abidin (Junjungan Para 'Abid) 107
3. Dzuts Tsafanât 107
4. As-Sajjad 108
5. Az-Zakî 108
6. Al-Amîn 108
7. Ibn Al-Khairatain 108
Karakteristik Kejiwaan 108
Kesabaran (Al-Hilm) 109
Ketabahan (Ash-Shabr) 109
Berbuat Kebajikan kepada Orang Lain 111
Kedermawanan 111
Kasih Sayang kepada Fakir Miskin 112
Infak dan Sedekah 113
Keberanian 115
Imam Zainul Abidin di Madinah 116
Ibadah Imam Zainul Abidin 116
Bersama Para Budak 126
Wasiat kepada Anak Keturunan 128
Doa untuk Anak Keturunan 129
Hikmah dan Ajaran 129
Syahadah 130
IMAM MUHAMMAD Al-BAQIR 132
Kesabaran (Al-Hilm) 135
Ketabahan (Ash-Shabr) 135
Kasih Sayang kepada Fakir Miskin 136
Ibadah 137
Kezuhudan 138
Mutiara Hikmah 138
Nasihat Imam Al-Bâqir as. kepada Para Pengikut Syi'ah 139
Syahadah 139
IMAM JA'FAR ASH-SHADIQ 140
Biografi Kehidupan 140
Keluasan Ilmu Pengetahuan 142
Univertas Imam Ash-Shâdiq as. 142
Metode Ilmiah 144
Pembukuan Ilmu 145
Kriteria dan Karakteristik 145
Mutiara Hikmah 149
Menuju Surga Abadi 150
IMAM MUSA Al-KAZHIM 152
Keluasan Ilmu 152
Dialog Imam Mûsâ as. 152
1. Dialog Imam Mûsâ as. dengan Nafî' Al-Anshârî 152
2. Dialog Imam Mûsâ as. dengan Abu Yusuf 153
3. Bersama Hârûn Ar-Rasyîd 153
Karakter dan Jati Diri Imam Mûsâ Al-Kâzhim as. 156
1. Kehebatan Ilmu 156
2. Zuhud Terhadap Dunia 157
3. Kedermawanan 157
4. Memenuhi Kebutuhan Orang Lain 157
5. Ibadah dan Ketaatan kepada Allah swt. 158
6. Kesabaran dan Menahan Amarah 159
7. Kemuliaan Akhlak 160
Mutiara Hikmah 162
Di Dalam Penjara Hârûn 162
Di Penjara Bashrah 163
Perintah kepada Isa untuk Membunuh Imam Al-Kâzhim as. 163
Penawanan Imam Al-Kâzhim as. di Rumah Fadhl 163
Kejenuhan Imam Al-Kâzhim as. 165
Penawanan Imam Al-Kâzhim as. di dalam Penjara Fadhl bin Yahyâ 165
Di Penjara As-Sindî 165
Jenazah Imam Al-Kâzhim as. Dicampakkan di Atas Jembatan 167
IMAM ALI AR-RIDHA 168
Pertumbuhan 168
Perangai dan Perilaku 168
Akhlak yang Tinggi 168
Kezuhudan 169
Keluasan Ilmu Pengetahuan 169
Mutiara Wejangan 170
Wasiat dan Nasihat 171
Mutiara Hikmah 172
Pengetahuan Imam Ar-Ridhâ atas Semua Bahasa 173
Fitnah dan Peristiwa 173
Kedermawanan dan Kemurahan Hati 174
Ibadah 175
Menjadi Putra Mahkota 176
Surat Fadhl kepada Imam Ar-Ridha 177
Para Delegasi Ma'mûn kepada Imam Ar-Ridhâ as. 178
Menuju ke Baitullah Al-Haram 178
Menuju ke Khurasan 179
Di Nisyabur 179
Ma'mûn Menyambut Imam Ar-Ridha 180
Ma'mûn Menawarkan Kekhalifahan kepada Imam Ar-Ridhâ as. 180
Kedudukan Putra Mahkota Ditawarkan kepada Imam Ar-Ridha 181
Imam Ar-Ridhâ Dipaksa untuk Bersedia Menjadi Putra Mahkota 181
Syarat-syarat yang Diajukan oleh Imam Ar-Ridhâ as. 181
Pembaiatan Imam Ar-Ridhâ as. 182
Keputusan-Keputusan Penting 182
Ketakutan Ma'mûn Terhadap Imam Ar-Ridha 182
Imam Ar-Ridhâ Dibunuh 183
Acara Ritual Pemakaman Tubuh Imam Ar-Ridha 183
IMAM MUHAMMAD AL-JAWAD 185
Di Bawah Asuhan Sang Ayah 185
Perhatian Keluarga Nabawi 186
Kezuhudan 186
Kedermawanan 187
Keluasan Ilmu Pengetahuan 188
Dari Kedalaman Iman 189
Akhlak yang Mulia 189
Tata Krama Berperilaku 190
Nasihat 190
Al-Ma'mûn Memohon kepada Imam Al-Jawâd 191
Imam Al-Jawâd as. Dibunuh 193
Ritual Pemakaman 195
Usia Imam Al-Jawâd 195
IMAM ALI AL-HADI 196
Kelahiran 196
Nama 196
Pertumbuhan 196
Anak Kecil yang Jenius 197
Pengagungan Bani Ali 198
Kedermawanan 199
Bekerja di Kebun 200
Kezuhudan 200
Ilmu Pengetahuan 201
Mutiara Hikmah Berharga 202
Mutawakkil Menyuruh Ibn Sikkît untuk Menguji Imam Al-Hâdî 203
Ibadah 204
Bersama Mutawakkil 204
a. Fitnah terhadap Imam Al-Imam Al-Hâdî 205
b. Imam Al-Hâdî Menggagalkan Tindak Provokasi 205
c. Surat Mutawakkil untuk Imam Al-Hâdî 205
d. Imam Ali Al-Hâdî Dihadirkan ke Samirra' 206
e. Di Gubuk Sha'âlîk 207
f. Imam Al-Hâdî Hidup Bersama Mutawakkil 207
g. Mutawakkil Menanyakan Siapakah Penyair Termahir? 208
h. Doa Imam Al-Hâdî Demi Kecelakaan Mutawakkil 210
i. Imam Al-Hâdî Memberitahukan Kematian Mutawakkil 211
j. Kematian Mutawakkil 211
Imam Ali Al-Hâdî Dibunuh 213
Menuju Surga Abadi 213
Ritual Pemakaman 214
Pengantaran Jenazah 214
Persemayaman Terakhir 214
IMAM HASAN AL-'ASKARI 215
Silsilah Keturunan 215
Kelahiran 215
Acara Ritual Kelahiran 216
Pertumbuhan dan Perkembangan 216
Bersama Sang Ayah 217
Ibadah 217
Kesabaran 217
Kedermawanan 217
Ilmu Pengetahuan 218
Ketinggian Akhlak 219
Mutiara Hikmah Pendek 219
Bukti-Bukti Imâmah 220
Surat Imam Al-'Askarî kepada Ali bin Husain 221
Bersama Para Penguasa 223
1. Pemerintahan Mutawakkil 223
2. Pemerintahan Muntashir 227
3. Pemerintahan Musta'în 227
4. Pemerintahan Mu'taz 228
5. Pemerintahan Mahdi 228
6. Pemerintahan Mu'tamid 229
Imam Al-'Askarî Dibunuh 230
Menuju Surga Abadi 230
Persiapan Pemakaman 230
Ke Liang Lahat 230
Di Persemyaman Terakhir 231
IMAM MAHDI AL-MUNTAZHAR 232
Sang Putra yang Agung 232
Acara Ritual Kelahiran 233
Undangan Makan Massal 233
Kebahagiaan Para Pengikut Syi'ah 234
Nama Sang Putra 234
Perjumpaan dengan Syi'ah 234
Karakter yang Tinggi 234
a. Keluasan Ilmu Pengetahuan 235
b. Kezuhudan
c. Kesabaran 236
d. Keberanian 236
e. Kedermawanan 237
f. Kokoh dalam Memegang Kebenaran 237
Ibadah 238
Periode Ghaibah Shughra 238
a. Masa Periode Ghaibah Shughra 238
b. Tempat Imam Mahdî as. Gaib 238
c. Para Duta Khusus 239
d. Wilayah Para Fuqaha 241
Periode Ghaibah Kubra 242
Pertanyaan dan Kritikan 242
1. Usia yang Panjang 242
2. Rahasia Usia Panjang 243
3. Mengapa Tidak Muncul? 243
4. Bagaimana Mungkin Ia Melakukan Perbaikan untuk Seluruh Dunia ini? 243
Tanda-tanda Kemunculan Imam Al-Muntazhar 244
1. Kezaliman Tersebar 244
2. Kemunculan Dajjâl 245
3. Kemunculan Sufyânî 246
4. Bendera Berwarna Hitam Berkibar 246
5. Seruan dari Langit 246
6. Al-Masih Turun dari Langit 247
Masa Kemunculan 248
PENGANTAR PENERBIT
Peninggalan berharga Ahlul Bait as. yang sampai sekarang tetap
tersimpan rapi dalam khazanah mereka merupakan universitas lengkap yang
mengajarkan berbagai cAbâng ilmu Islam. Universitas ini telah mampu
mendidik jiwa-jiwa yang berpotensi untuk menguasai pengetahuan dari
sumber tersebut. Mereka mempersembahkan kepada umat Islam ulama-ulama
besar yang membawa risalah Ahlul Bait as., di mana mereka mampu menjawab
secara ilmiah segala keraguan dan persoalan yang dikemukakan oleh
berbagai mazhab dan aliran pemikiran, baik dari dalam maupun luar Islam.
Berangkat dari tugas-tugas yang diembannya, Majma' Jahani Ahlul Bait
(Lembaga Internasional Ahlul Bait) berusaha membela kemuliaan risalah
dan hakikatnya dari serangan tokoh-tokoh firqah (kelompok), mazhab, dan
berbagai aliran yang memusuhi Islam. Dalam hal ini, kami berusaha
mengikuti jejak Ahlul Bait as. dan penerus mereka yang sepanjang masa
senantiasa tegar dalam menghadapi tantangan dan tetap kokoh di garis
depan perlawanan.
Khazanah intelektual yang terdapat dalam buku-buku
ulama Ahlul Bait as. tidak ada tandingannya. Karena buku-buku tersebut
berpijak pada landasan ilmiah dan didukung oleh logika dan argumentasi
yang kokoh, serta jauh dari pengaruh hawa nafsu dan fanatik buta.
Karya-karya ilmiah yang dapat diterima oleh akal dan fitrah yang sehat
tersebut juga mereka peruntukkan kepada para ulama dan pemikir.
Dengan berbagai pengalaman yang melimpah, Lembaga Internasional Ahlul
Bait berupaya mengetengahkan metode baru kepada para pencari kebenaran
melalui berbagai tulisan dan karya ilmiah yang disusun oleh para penulis
kontemporer yang mengikuti dan mengamalkan ajaran mulia Ahlul Bait as.
Di samping itu, Lembaga ini berupaya meneliti dan menyebarkan berbagai
tulisan bermanfaat dari hasil karya ulama Syi'ah terdahulu. Tujuannya
adalah agar kekayaan ilmiah ini menjadi sumber mata air bagi setiap
pencari kebenaran di seluruh penjuru dunia. Perlu dicatat bahwa era
kemajuan intelektual telah mencapai kematangannya dan relasi antar
individu semakin terjalin demikian cepatnya. Sehingga pintu hati terbuka
untuk menerima kebenaran ajaran Ahlul Bait as.
Akhirnya, kami
mengharap kepada para pembaca yang mulia agar sudi kiranya menyampaikan
berbagai pandangan berharga dan kritik konstruktifnya demi kemajuan
Lembaga ini di masa mendatang. Kami juga mengajak kepada berbagai
lembaga ilmiah, ulama, penulis, dan penerjemah untuk bekerja sama dengan
kami dalam upaya menyebarluaskan ajaran dan budaya Islam yang murni.
Semoga Allah swt. berkenan menerima usaha sederhana ini dan melimpahkan
taufik-Nya serta senantiasa menjaga Khalifah-Nya (Imam Al-Mahdi as.) di
muka bumi ini.
Kami ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Syaikh Baqir Syarif Al-Qurasyi yang telah
berupaya menulis dan menyusun buku ini. Demikian juga, kami sampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ustadz Ahmad Marzuqi Amîn
yang telah bekerja keras menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa
Indonesia. Tak lupa, kami sampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan
buku ini.
Lembaga Internasional Ahlul Bait
Divisi Budaya
KATA PENGANTAR
Allah swt. telah memilih Ahlul Bait as. sebagai penjaga rahasia-Nya,
gudang ilmu pengetahuan-Nya, pelita wahyu-Nya, dan petunjuk menuju
jalan-Nya. Dia memelihara mereka dari kesalahan, menyucikan mereka dari
segala kotoran, dan menghilangkan dari diri mereka segala bentuk
kenistaan. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah hendak
menghilangkan segala kenistaan darimu Ahlul Bait dan menyucikan kamu
sesuci-sucinya." (QS. Al-Ahzâb [33]:33)
Al-Qur'an menekankan supaya
umat manusia menaati, ber-wilâyah, dan mencintai Ahlul Bait as. Allah
swt. berfirman: "Taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan ulil amri
[para pemimpin] dari kalangan kamu." (QS. An-Nisâ' [4]:59)
Dalam
ayat yang lain, Allah berfirman: "Katakanlah [hai Muhammad], 'Aku tidak
meminta upah kepadamu atas dakwahku [ini] selain kecintaan kepada
keluarga[ku]." (QS. Asy-Syûrâ [42]:23)
Dan masih banyak lagi
ayat-ayat lain yang mengIsya'ratkan tentang Ahlul Bait as. Lebih dari
itu, Rasulullah saw. juga sangat menekankan hal ini dalam hadis-hadis
yang mutawâtir. Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya kutinggalkan
untukmu dua pusaka yang sangat berharga. Apabila kamu berpegang teguh
pada keduanya, kamu tidak akan tersesat sepeninggalku nanti. Salah
satunya adalah lebih agung dari yang lain. Yang pertama adalah kitab
Allah sebagai tali yang menjulur dari langit ke bumi, dan yang kedua
adalah 'Itrahku, Ahlul Baitku. Kedua pusaka ini tidak akan pernah
berpisah hingga menjumpaiku di telaga surga. Maka perhatikanlah
bagaimana kamu memperlakukan kedua pusaka itu sepeninggalku."
Itu
semua karena mereka adalah hujah Allah atas para hamba-Nya, khalifah
penutup para nabi, pembawa bendera Islam, dan gudang ilmu dan cahaya.
Mereka adalah suri teladan yang baik dan figur yang benar dalam
penghambaan mutlak kepada Allah swt., baik dari sisi ucapan maupun
perilaku. Riwayat hidup mereka penuh berkah, sarat dengan nilai yang
tinggi dan berharga, dan contoh yang luhur. Semua itu adalah sumber ilmu
pengetahuan Islam dan manifestasi pengorbanan, semangat mengutamakan
orang lain (îtsâr), kezuhudan, kerendahan hati, membantu fakir miskin
dan kaum tertindas, dan lain sebagainya. Seluruh manifestasi akhlak dan
budi perkerti yang mulia ini akan dipaparkan dalam buku ini.
Akhirnya, kami bersyukur dan menghaturkan puji kepada Allah swt. yang
telah menganugerahkan taufik kepada kami sehingga kami dapat melakukan
perujukan ulang kepada nas dan buku-buku referensi-referensi yang ada
demi (penyempurnaan) buku tersebut. Tak lupa, kami sampaikan ribuan
terima kasih kepada Yayasan Islam Penelitian dan Ilmu Pengetahuan
(Al-Mu'assassah Al-Islamiyah li Al-Buhûts wa Al-Ma'lumât) yang telah
bersedia menyebarkan harta peninggalan Ahlul Bait as. yang sangat
berharga.
Segala puji bagi Allah swt., salawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan atas Nabi Muhammad saw. dan keluarganya yang
mulia dan suci.
13 Muharram 1324 H.
Mahdi Baqir Al-Qurasyi
PROLOG
(1)
Salah satu esensi jiwa manusia adalah pengetahuan yang kuat dan
mendalam terhadap keyakinan yang dimilikinya dalam menempuh kehidupan
sehari-hari. Di bawah naungan keyakinan ini, ia merasa tenang menanti
berbagai peristiwa mendatang yang belum ia ketahui, terutama setelah ia
meninggal dunia. Dan pada waktu yang sama, ia akan berusaha memuaskan
jiwanya yang haus untuk mengenal dan mengetahui jati diri Dzat yang
telah menciptakannya dalam kehidupan dunia yang penuh teka-teki ini.
Perbedaan pandangan yang terjadi dalam dunia pemikiran tentang Pencipta
Agung alam semesta ini telah merambak begitu jauh. Satu perbedaan
pendapat yang sangat mustahil muncul secara spontanitas, spontanitas
yang tak berperasaan dan tak berakal.
Sebagian orang meyakini bahwa
pencipta alam semesta ini adalah matahari sebagai sumber energi dan
kekuatan panas. Sebagian yang lain meyakini bahwa pencipta alam semesta
ini adalah rembulan. Karena rembulan memiliki aneka ragam faedah dan
keajaiban. Semua faedah dan keajaiban itu nampak ketika rembulan itu
muncul membesar dan membulat sempurna, kemudian sirna dan menghilang.
Sementara itu, sekelompok orang bodoh melakukan penyembahan terhadap
patung dan berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri. Mereka
menjadikan patung dan berhala itu sebagai tuhan yang layak disembah
selain Allah swt.
Pada era jahiliah, di sekitar tembok-tembok Ka'bah
yang suci terdapat sebanyak 360 buah patung. Salah satunya bernama
Hubal. Patung Hubal ini adalah tuhan Abu Sufyân, ayah Mu'âwiyah dan
kakek Yazîd. Patung-patung yang lain adalah milik seluruh bangsa Qurais
yang hidup di dalam dan di luar Mekah.
(2)
Para nabi yang agung diutus oleh Allah swt. kepada umat manusia sebagai
hujah atas mereka. Para nabi ini telah berusaha meluruskan pemikiran
dan membersihkan cara pandang mereka dari berbagai kotoran, penyimpangan
jahiliah, dan keyakinan-keyakinan yang menyimpang. Di samping itu, para
nabi agung ini juga mengajak umat manusia meraih kemerdekaan yang
sempurna demi memerdekakan kehendak, tingkah laku, dan keyakinan.
Salah satu tujuan penting dari pengutusan para nabi itu adalah mengajak
umat manusia menyembah dan mengesakan Allah swt. Karena Dia-lah pencipta
alam semesta dan sumber kehidupan. Mengenal dan mengetahui-Nya adalah
sumber segala kebaikan dan keselamatan di muka bumi ini. Selain itu,
tugas penting mereka yang lain adalah membangun sebuah masyarakat yang
bebas dan bersih dari aneka ragam khurafat, sebuah fenomena yang dapat
menjerumuskan umat manusia ke dalam lembah kesesatan dan kehinaan.
Salah seorang reformer yang pernah muncul di dataran Arab adalah
Syaikhul Anbiyâ', Ibrahim as. Ia telah berusaha keras untuk mengangkat
dan meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini. Ia telah melakukan
perlawanan terhadap para propagandis kemusyrikan dan paham ateisme (anti
Tuhan) dengan gigih. Ia juga memiliki peran aktif dalam menghancurkan
berhala-berhala sesembahan kaumnya. Setelah berhala-berhala itu
dihancurkan, umat Nabi Ibrahim as. murka dan menyimpan rasa dendam
terhadapnya. Raja Namrud, sang tagut, menjatuhkan aneka ragam sanksi dan
penyiksaan yang berat atasnya. Ia menyalakan api panas yang menggunung
dan melemparkan Nabi Ibrahim as. ke tengah-tengah api yang sedang
mengamuk itu dengan menggunakan manjanik. Tetapi Allah menjadikan api
itu dingin dan sumber keselamatan bagi Nabi Ibrahim.
Demikianlah,
nabi Allah ini telah berjuang dan berusaha keras demi menyebarkan
kalimat Allah di muka bumi. Tujuannya adalah agar umat manusia terlepas
bebas dari jerat-jerat penyembahan selain Allah, baik dari sisi
pemikiran maupun perbuatan.
(3)
Mubalig terbesar dan juru penyelamat teragung, Nabi Muhammad saw., lahir
dan muncul di atas medan tauhid dan pembebasan. Ia datang membawa
pancaran sinar, dan kemudian menciptakan goncangan yang meruntuhkan
sendi-sendi keyakinan khurafat jahiliah yang telah mendarah daging di
dalam tubuh masyarakat. Pancaran cahaya Ilahi ini bermula dari kota
Mekah, kota pusat patung dan berhala. Tidak ada satu kabilah pun
melainkan mempunyai patung, dan tidak ada sebuah rumah pun melainkan
memiliki berhala. Mereka menyembahnya selain Allah swt. Dengan tekad
yang kokoh dan semangat membaja yang tidak dapat dihalangi oleh apapun,
Muhammad saw. bekerja keras menyebarkan risalah tauhid dan membentuk
bangunan penghambaan kepada Allah swt. Ia telah berhasil mengubah arah
perjalanan sejarah dan menyelamatkan umat manusia dari kehinaan.
Patut disebutkan di sini bahwa sebagian besar surah dan ayat Al-Qur'an
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. di kota Mekah. Ayat dan
surah-surah tersebut didominasi oleh dalil dan argumentasi yang kuat nan
kokoh atas keberadaan Pencipta Yang Maha Agung. Argumentasi yang tidak
mungkin dapat diingkari oleh siapa pun, betapa pun ia bodoh dan memiliki
taraf pemikiran yang rendah.
(4)
Akhirnya, Nabi Muhammad saw. terpaksa melakukan hijrah dari kota Mekah
ke kota Yastrib (Madinah). Allah swt. menganugerahkan kepadanya
kemenangan yang nyata, dan menundukkan serta menghinakan musuh-musuhnya,
termasuk para tagut bangsa Quraisy dan pembesar-pembesar Arab. Di
Yatsrib, Rasulullah saw. mendirikan sebuah negara yang agung berdaulat
dan memberlakukan undang-undang yang luhur dan maju untuk masyarakat.
Dengan undang-undang itu, ia telah berhasil menciptakan pondasi sebuah
kultur dan kebudayaan yang sangat maju. Undang-undang tersebut berhasil
menjamin seluruh hak masyarakat dengan adil dan mengatasi berbagai
problema kehidupan sosial. Tidak ada satu dimensi kehidupan manusia pun
melainkan termaktub di dalam undang-undang yang luhur tersebut. Bahkan
sangsi menggores kulit seseorang sekalipun.
Syariat Islam mencakup
aneka ragam hukum yang sejalan dengan tabiat alam. Syariat ini penuh
dengan kebaikan dan keberkahan, serta sejalan dengan fitrah manusia.
Undang-undang ini sedikit pun tidak menyimpang dari garis jalan hidup
manusia.
Sepeninggal Nabi Muhammad saw., syariat dan undang-undang
tersebut diemban oleh para khalifah dan washînya untuk disampaikan
kepada umat manusia. Para khalifah dan washî ini adalah para imam
pemberi petunjuk dan pelita Islam.
(5)
Satu hal penting yang mendapat perhatian Rasulullah saw. secara serius
pada waktunya masih hidup adalah masalah kepemimpinan umat manusia
sepeninggalnya, dan penentuan figur-figur yang berhak menggantikan
posisinya. Semua itu agar seluruh nilai, prinsip, dan petunjuk yang
telah ia bawa dapat disebarkan kepada seluruh lapisan umat manusia. Dari
sejak permulaan missi dan dakwahnya, Nabi Muhammad saw. senantiasa
menyertakan iman kepada missi Ilahi dengan keyakinan terhadap khalifah
sepeninggal dirinya. Para ahli sejarah sepakat bahwa di antara
keluarganya yang siap memenuhi seruan tersebut hanyalah Imam Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Padahal, pada saat itu Amirul Mukminin
masih berusia sangat muda. Rasulullah saw. mengangkat Amirul Mukminin
as. sebagai washî dan khalifah sepeninggalnya. Rasulullah saw.
senantiasa memperhatikan dan menilai keluarga dan para sahabatnya.
Tetapi, ia tidak menemukan seorang pun di antara mereka yang bisa
menandingi anak paman, saudara, dan ayah kedua cucunya itu, yaitu Imam
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Hal ini karena Amirul Mukminin
as. memiliki keimanan yang tinggi dan tulus kepada Allah swt. Lebih dari
itu, ia kokoh dalam menjalankan agama dan memiliki potensi ilmiah yang
sangat tinggi. Seluruh ilmu pengetahuan itu adalah hasil ajaran
Rasulullah saw. Dengan ini, pantas jika Amirul Mukminin as. menjadi
cermin kebenaran Rasulullah saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw.
menetapkan Amirul Mukminin as. sebagai pemimpin umat sepeninggalannya
demi menegakkan syariat, memperbaiki kondisi hidup umat, dan membimbing
mereka menuju jalan yang benar.
Rasulullah saw. telah menetapkan
imâmah dan kepemimpinan Amirul Mukminin Ali as. dalam berbagai peristiwa
dan kesempatan. Banyak sekali hadis yang menegaskan bahwa Rasulullah
saw. mengangkat Ali as. sebagaimana anak didik. Dalam beberapa hadis
yang lain juga disebutkan bahwa Ali as. memiliki kedudukan di sisi
Rasulullah saw. seperti kedudukan Nabi Hârûn di sisi Nabi Mûsâ; Ali
selalu bersama kebenaran dan kebenaran senantiasa bersama Ali; Ali
adalah pintu kota ilmu Rasulullah saw. Kemudian, Rasulullah saw.
mengokohkan kepemimpinan Ali dengan mengambil baiat dari umat Islam di
Ghadir Khum. Pada peristiwa ini, Rasulullah saw. betul-betiul menobatkan
Ali sebagai pemimpin seluruh muslimin. Rasulullah saw. mewajibkan
setiap muslim dan muslimah untuk ber-wilâyah kepada Ali. Rasulullah saw.
memerintahkan setiap orang yang ikut serta dalam kafilah haji yang akan
kembali ke negeri mereka masing-masing itu untuk membaiat kepemimpinan
dan kekhalifahan Ali. Bahkan, Rasulullah saw. juga memerintahkan
istri-istrinya sendiri untuk berbaiat kepada Ali. Hari itu adalah hari
yang sangat agung dan abadi bagi dunia Islam. Oleh karena itu, hari itu
dinamakan "Hari Keimanan" dan "Hari Anugerah Besar".
(6)
Apabila kita merenungkan riwayat hidup para imam suci Ahlul Bait as.,
kita akan menemukan nilai yang luhur dan teladan yang agung di dalamnya.
Sungguh mereka adalah mata air kenabian dan pusat wahyu.
Alhamdulillah, saya merasa bangga dan besar hati. Lantaran lebih dari
empat puluh tahun saya telah mengadakan kajian dan penelitian tentang
hadis-hadis Ahlul Bait as. Kemudian saya telah berhasil menyebarkan
riwayat hidup dan sirah mereka di tengah-tengah kehidupan umat manuisa.
Allah swt. menjadi saksiku! Tak selembar pun dari kehidupan imam suci
yang kubuka untuk kutulis melainkan kudapati cahaya petunjuk dan
kemuliaan di dalamnya. Semua ini adalah refleksi seluruh aspek kehidupan
mereka dan pancaran cahaya Ilahi yang dapat memberi petunjuk kepada
orang-orang yang sesat dan bimbingan bagi orang-orang yang diterpa
kebingungan.
Sirah dan riwayat hidup para imam suci as. terjauhkan
dari kegemerlapan dunia, dan terhiasi oleh konsentrasi dan penghambaan
kepada Allah swt. yang mutlak. Mereka menghabiskan malam-malam mereka
dengan ibadah, mendekatkan diri kepada Allah swt., dan membaca kalam
Ilahi. Sementara itu, para musuh mereka melalui malam-malamnya yang
gemerlap dalam pangkuan wanita jalang sembari bermabuk-mabukan dan
berbuat aneka ragam kemaksiatan.
Dalam sebuah syairnya, Abu Firâs
pernah membandingkan kehidupan para raja dinasti Bani Abbâsiah dengan
kehidupan dan keluarga Rasulullah saw. Ia berkata,
Al-Qur'an senatiasa menghias rumah keluarga suci Nabi.
Tapi, rumahmu, hai Bani Abbâs, didendang lagu dan kecapi.
Demikianlah, para imam suci Ahlul Bait as. menjadi tonggak ketakwaan
dan teladan keimanan. Sementara musuh-musuh mereka menjadi lambang
kebejatan dan pelecehan atas seluruh nilai etika dan kemanusiaa.
(7)
Dari sejak kemunculannya hingga hari ini, mazhab Syi'ah Imamiah
mempunyai sebuah keyakinan yang sangat kokoh. Yaitu, para pemimpin dan
imam yang suci itu adalah pemelihara Islam dan washî Rasulullah saw.,
sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an. Keyakinan mereka ini tidak
terbangun tanpa alasan atau terbentuk atas dasar fanatisme dan taklid
buta. Tetapi, keyakinan ini terbentuk atas dasar dalil-dalil dan
argumentasi yang kokoh. Semua dalil dan argumentasi itu termaktub dalam
Al-Qur'an dan hadis-hadis nabi yang sangat gamblang, sehingga tak
seorang muslim pun berhak mengabaikannya. Lantaran hadis-hadis tersebut
memiliki indikasi yang jelas dan maksud yang gamblang, serta mewajibkan
seluruh muslimin untuk mencintai Ahlul Bait as. Salah satu dalil
tersebut adalah firman Allah swt. yang berbunyi: "Katakanlah [hai
Muhammad], 'Aku tidak meminta upah apapun atas tabligku selain kecintaan
kepada keluargaku.'" (QS. Asy-Syûrâ [42]:23)
Ayat ini mewajibkan
umat manusia untuk ber-wilâyah dan mencintai Ahlul Bait Rasulullah saw.
Salah satu bentuk kecintaan yang paling nyata adalah mengikuti
ajaran-ajaran mereka yang terjelma dalam syariat Islam.
(8)
Perlu ditegaskan di sini bahwa Ahlul Bait as. tidak memiliki metode
khusus yang berbeda dengan metode kakek mereka, Rasulullah saw., dalam
mensyariatkan ajaran Islam. Seluruh ajaran yang mereka sampaikan, baik
yang berhubungan dengan masalah ibadah, transaksi, akad maupun îqâ'ât,
bersumber dari Rasulullah saw., sebuah sumber yang penuh dengan hikmah
dan cahaya yang gemilang. Pelopor fiqih Islam, Imam Ja'far Ash-Shâdiq
as., menegaskan tentang hal ini. Ia menekankan bahwa seluruh hukum
syariat Islam, ajaran akhlak yang mulia, sopan santun Islami, dan lain
sebagainya, itu semua diterima dari Rasulullah saw. melalui perantara
nenek moyangnya yang mulia. Oleh karena itu, hadis-hadis mereka
mencerminkan mutiara Islam, berikut hakikatnya yang turun dari Allah
swt. Dengan statemen ini, kami sama sekali tidak bermaksud menikam
mazhab-mazhab Islam yang lain. Yang jelas, mazhab-mazhab ini juga
memiliki jalur-jalur ilmiah yang dapat dijadikan sebagai sumber
legitimasinya.
(9)
Seluruh ajaran
Islam yang ditinggalkan oleh para imam Ahlul Bait as. yang suci telah
dibangun atas dasar kebenaran yang murni dan keadilan yang suci. Karena
itu, tidak terdapat kesalahan dan kekaburan di dalamnya.
Salah satu
prinsip yang digunakan sebagai sandaran oleh para fuqaha Syi'ah adalah
prinsip raf' Al-'usr wa Al-haraj. Prinsip ini menegaskan bahwa kesulitan
(al-'usr wa Al-haraj) dapat menjadi legitimasi pembatalan sebuah hukum.
Dalil-dalil prinsip ini dapat dimenangkan atas dalil-dalil primer
(Al-Adillah Al-Awwaliyah), apabila pelaksanaan dalil-dalil primer
tersebut menimbulkan kesulitan. Prinsip yang lain adalah prinsip raf'
adh-dharar. Prinsip ini menegaskan bahwa kemudaratan (dharar) dapat
menjadi legitimasi pembatalan sebuah hukum. Dan dalil-dalil prinsip ini
juga dimenangkan atas dalil-dalil primer, apabila pelaksanaan
dalil-dalil primer ini menimbulkan kemudaratan. Dari uraian ini dapat
dipahami bahwa mazhab Ahlul Bait as-pada seluruh aspek syariatnya-sesuai
dengan tabiat alam dan sejalan dengan perkembangan masa. Lebih dari
itu, mazhab ini juga senapas dengan kemajuan yang dicita-citakan oleh
umat manusia dalam meniti sebuah peradAbân.
(10)
Banyak sahabat Rasulullah saw. yang setia mengikuti mazhab Ahlul Bait
as., seperti Ammar bin Yâsir, Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, dan
mayoritas suku Aus dan Khazraj. Mereka membela dan menegakkan Islam
dengan penuh kesungguhan dan keseriusan. Karena mereka meyakini bahwa
Nabi Muhammad saw. telah menobatkan 'Itrah sebagai bahtera penyelamat,
mandataris Al-Qur'an, dan pintu Hiththah (pengampunan). Lebih dari itu,
penghulu mereka, Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as., senantiasa
bersama kebenaran dan kebenaran juga senantiasa bersama beliau;
kedudukannya di sisi Nabi Muhammad saw. seperti kedudukan Nabi Hârûn as.
di sisi Nabi Mûsâ as. Dengan demikian, mazhab Ahlul Bait as. dikenal
sebagai mazhab yang benar.
Al-Kumait, seorang penyair muslim, berkata,
Tiada bagiku selain Syi'ah keluarga Ahmad yang kuikuti,
dan tiada pula selain mazhab hak yang kutaati.
(11)
Seandainya politik jahat Mu'âwiyah dan Bani Abbâsiyah tidak pernah
menguasai dunia Islam, niscaya mazhab Ahlul Bait as. diikuti oleh
mayoritas muslimin. Karena mazhab ini adalah satu-satunya mazhab yang
bersambung langsung dan bersumber dari Rasulullah saw. Tetapi, para
khalifah dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbâsiyah senantiasa memusuhi
mazhab Ahlul Bait as. dengan tujuan untuk memusnahkannya. Karena menurut
hemat mereka, Ahlul Bait yang suci as. itu adalah bahaya serius yang
selalu mengancam kekuasaan dan pemerintahan yang ditegakkan atas dasar
kezaliman dan kediktatoran itu. Oleh karena itu, para khalifah zalim itu
mencurahkan seluruh perhatian dan sarana politik dan ekonominya untuk
melawan Ahlul Bait as. dan pengikut setia mereka. Melihat realita ini,
para imam Syi'ah terpaksa menekankan kepada para pengikutnya untuk
melakukan taqiyah dan menyembunyikan mazhab mereka, karena takut pada
ancaman dan permusuhan para khalifah yang senanitasa mengintai dan
mengancam keselamatan mereka. Tidak sampai di sini saja. Para khalifah
itu juga melecehkan hak-hak wajar mereka dan tidak menerima kesaksian
mereka di mahkamah syar'î.
(12)
Pada
masa kekuasaan dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbâsiyah, para pengikut
mazhab Syi'ah mengalami penyiksaan dan penganiayaan yang sangat berat.
Sebagian dari mereka ada yang dipotong tangannya, sebagian yang lain
dicongkel matanya, dan ada juga yang dibunuh hanya atas dasar dugaan dan
tuduhan belaka.
Syaikh Thusi berkata: "Tidak ada satu golongan pun
dari kaum muslimin yang mengalami tekanan, ancaman, dan siksaan seperti
yang dialami oleh pengikut Ahlul Bait as. Hal itu tiada lain karena
keyakinan mereka terhadap konsep imâmah dengan ketentuan bahwa seorang
imam harus memiliki karakteristik mulia. Dan karakteristik ini sama
sekali tidak dimiliki oleh para khalifah dan raja mereka yang telah
berkuasa atas kaum muslimin dengan kekuatan pedang, bukan dengan
semangat keadilan. Oleh karena itu, kaum muslimin menganggap para
khalifah dan raja tersebut sebagai pencuri dan perampok. Dengan
demikian, kaum muslimin mengadakan perlawanan bersenjata untuk
menggulingan takhta kerajaan mereka. Syi'ah layak berbangga diri, karena
mazhab ini telah dibangun di atas pondasi keadilan politik dan sosial.
Ajaran Syi'ah menuntut supaya harta kekayaan negara dibagi-bagikan
kepada kaum muslimin secara adil, bukan berdasarkan kehendak dan nafsu
para penguasa. Atas dasar ini, para khalifah dinasti Bani Umayyah dan
Bani Abbâsiyah memberantas kebangkitan para pengikut Ahlul Bait as.
dengan segenap sarana dan prasarana yang mereka miliki untuk menekan,
menyiksa, dan mengancam mereka dengan kekekerasan."
(13)
Mazhab Syi'ah senantiasa mendapat berbagai macam tuduhan dan fitnah
murahan yang tidak berdasar sama sekali. Hal ini membuktikan betapa para
penuduh itu sangat berpikiran dangkal. Salah satu tuduhan dan fitnah
itu adalah, bahwa Syi'ah melakukan sujud kepada patung berupa Turbah
Husainiyah atau tanah Karbala. Tuduhan ini telah kami jawab secara
tematis dan mendetail dalam buku kami yang berjudul Sujud Di Atas Turbah
Husainiyah Dalam Ajaran Syi'ah. Buku ini telah dicetak ulang beberapa
kali, bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan
bahasa-bahasa dunia yang lain. Dalam buku ini kami jelaskan bahwa Syi'ah
meyakini Turbah Husainiyah itu sebagai tanah yang suci, dan sujud di
atasnya pada saat mengerjakan salat karena semata tetesan darah seorang
putra Islam termulia dan cucu Rasulullah saw., Imam Husain as., yang
telah gugur sebagai syahid di situ. Lebih dari itu, menurut beberapa
riwayat, malaikat Jibril as. mengambil segenggam tanah dari sebuah
lembah yang suci dan mulia. Lalu ia memberikannya kepada Rasulullah saw.
sembari memberitahukan bahwa Imam Husain as. akan meneguk cawan
syahadah di tempat itu. Mendengar berita ini, Rasulullah saw. menerima
segenggam tanah pemberian Jibril as. itu seraya mencium dan mengecupnya.
Dengan uraian ini, para pengikut Syi'ah Imamiah bersujud kepada Allah
Yang Maha Kuasa di atas tanah yang pernah dicium oleh Rasulullah saw.
Dan masih banyak lagi fitnah murahan lainnya yang dituduhkan kepada
mazhab Syi'ah. Tuduhan-tuduhan semacam ini hanya dilontarkan oleh
orang-orang yang tidak mempunyai dasar agama dan keislaman yang kokoh.
(14)
Kami telah menyusun riwayat hidup para imam suci Ahlul Bait as. dalam
buku ini secara ringkas. Kami akui dengan terus terang, ini semua adalah
sebuah usaha dakwah dan ajakan untuk tunduk kepada kebenaran dan
realita sejarah. Melalui buku ringkas ini, kami berusaha mengajak
seluruh umat manusia untuk mencintai dan mengikuti Ahlul Bait as.
Seluruh kandungan buku ini bertujuan untuk menghimpun dan mempersatukan
umat, bukan untuk memecah belah barisan mereka. Kami sedikit pun tidak
bermaksud untuk menipu, apalagi menyesatkan. Kami telah merangkum
seluruh isi buku ini dari ilham-ilham Al-Qur'an sebagai sumber utama dan
dari hadis-hadis Rasulullah saw. sebagai tonggak dakwah. Kami telah
berusaha semaksimal mungkin untuk membersihkannya dari setiap dorongan
hawa nafsu dan perasaan subyektif. Karena hal ini dapat merusak hakikat
dan realita, serta menyembunyikan fakta sejarah.
(15)
Kami memiliki pengalaman dan aneka ragam riset dan penemuan dalam
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Berdasarkan pengalaman ini, kami
tegaskan dengan jujur, tak seorang pun dapat menguak penemuan atau
menggapai kemajuan yang telah dicapai oleh mazhab Syi'ah, baik dalam
bidang hukum maupun politik. Alasannya, seorang pemimpin dan imam suatu
umat harus memiliki kesempurnaan dan karakteristik mulia, serta
sepenuhnya menguasai hukum dan prinsip-prinsip kepemimpinan. Lebih dari
itu, secara kontinyu, serius, dan sungguh-sungguh, ia juga harus
berusaha memajukan umatnya dalam segala bidang dan aspek kehidupan, baik
ekonomi maupun pendidikan, serta menebarkan keamanan dan ketentraman di
seluruh penjuru negeri. Dan jelas, seluruh persyaratan dan
karakteristik ini tidak mungkin terpenuhi melainkan dalam diri para imam
Ahlul Bait as. Hal ini lantaran mereka adalah pelita petunjuk yang
tersucikan dari noda-noda kecintaan kepada materi dan tulus memegang
tongkat estafet kebenaran. Contoh gamblangnya adalah kehidupan dunia
Islam pada masa kekhalifahan Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
sebagai pemimpin tertinggi umat Islam kala itu.
Imam Ali bin Abi
Thalib as. mendeklarasikan persamaan hak terhadap seluruh penduduk, baik
mereka yang muslim maupun yang non-muslim. Ia membagi-bagikan harta
Baitul Mal kepada mereka secara sama rata dan adil. Ia tidak pernah
memberikan bagian lebih kepada keluarga dekatnya atau mengutamakan
mereka atas orang lain. Peristiwa yang pernah terjadi pada saudaranya,
Aqil dan pada kemenakan sekaligus menantu Aqil, Abdullah bin Ja'far,
adalah sebuah contoh yang sangat nyata. Kedua orang ini adalah kerabat
dekat Amirul Mukminin Ali as. Tapi, kekerabatan ini tidak mempengaruhi
Amirul Mukminin as. untuk memberikan bagian lebih kepada mereka. Bahkan,
ia sendiri sangat ketat dalam menggunakan harta Baitul Mal, sekalipun
untuk keperluannya sendiri. Oleh karena itu, ia sangat berhati-hati
dalam mengawasi dan mengurusi harta amanat tersebut.
Imam Ali as.
telah mengajarkan aspek hukum ajaran Islam dalam bobot yang tinggi. Hal
itunya tuangkan dalam surat-surat instruksi dan perjanjian yang
dikirimkan kepada para gubernurnya. Dalam surat-surat tersebut, ia
menorehkan aneka ragam ajaran dan prinsip. Ajaran dan prinsip yang dapat
meninggikan harga diri umat Islam dan menjayakan mereka dalam seluruh
aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan
lain sebagainya. Surat-surat instruksi dan perjanjian ini harus dikaji
dan dipelajari secara serius, dan dijadikan sebagai bagian dari ajaran
mazhab Ahlul Bait as. Karena menurut pandangan mazhab Syi'ah, hal ini
adalah tanggung jawab bagi setiap pemimpin umat.
(16)
Sebelum mengakhiri pengantar ini, kami ingin menyampaikan satu hal
kepada pembaca budiman. Sebenarnya kami menulis pengantar ini untuk
sebuah kajian tentang mazhab Ahlul Bait as. Dalam kajian ini, kami
uraikan prinsip-prinsip pendidikan, etika, undang-undang, dan
nilai-nilai luhur yang datang dari Ahlul Bait as. Tidak lupa juga kami
mengadakan studi kritis atas tulisan-tulisan Ibn Khaldun, Ahmad Amîn
Al-Mishrî, dan beberapa penulis yang lain. Mereka menulis tentang
riwayat hidup para imam suci Ahlul Bait as. dan Syi'ah secara tidak
jujur dan tanpa kajian yang mendalam. Mereka menulis semua itu atas
dasar semangat fanatisme dan taklid buta. Hasilnya, mereka hanya
melemparkan fitnah dan tuduhan murahan yang tidak memiliki realita
terhadap Syi'ah.
Setelah memasuki pembahasan asli, kami menjadikan
riwayat hidup Ahlul Bait as. sebagai satu kajian khusus. Tapi, setelah
itu kami mengambil sebuah inisiatif, alangkah baiknya kalau kami menulis
sebuah buku khusus tentang riwayat hidup mereka. Akhirnya, terwujudlah
buku ini, dan kami memberinya judul Nafahât min Sîrah A'immah Ahlil Bait
as. (Semerbak Wangi Riwayat Hidup Para Imam Suci Ahlul Bait as.). Dalam
pengantar ini, pembaca yang budiman dapat melihat sebuah kajian ringkas
tentang mazhab Ahlul Bait as. (secara global).
Sebagai penutup,
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada yang mulia, Sayid Abdullah
dan Sayid Hâsyim Al-Mûsâw.i yang telah banyak membantu kami menyusun dan
menerbitkan buku ini. Semoga Allah swt. senantiasa menambah pahala dan
membalas jerih payah mereka berdua. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Najaf Asyraf, 28 Rabî'ul Akhir 1421 H.
Baqir Syarif Al-Qurasyi
PARA IMAM SUCI AHLUL BAIT
Kini kita berada di haribaan Ahlul Bait as. Mereka adalah pelopor islah
(perbaikan) dan keadilan sosial, dan pelita benderang menuju kesadaran
dan perombakan ideologi di dunia Arab dan Islam. Mereka telah berhasil
membangun pondasi kebebasan berpikir, berkehendak, dan berperilaku bagi
umat manusia secara sempurna. Dengan itu, para imam Ahlul Bait as. telah
berhasil menyelamatkan mereka dari penghambaan kepada selain Allah
menuju penghambaan kepada Allah swt. secara murni.
Para Imam suci
Ahlul Bait as. adalah kepanjangan tangan kenabian dan cahaya cemerlang
yang memancar darinya. Mereka berasal dari sebuah pohon yang penuh
berkah. Akar-akar pohon ini menghujam kokoh ke dalam tanah dan
ranting-rantingnya menjulang tinggi ke langit. Pohon yang penuh berkah
ini senantiasa menghasilkan buah pada setiap masa dengan izin Tuhannya.
Para imam Ahlul Bait as. adalah bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan Rasulullah saw., seorang figur yang telah berhasil mengentas
umat manusia dari kehidupan yang hina menuju kehidupan yang penuh dengan
cahaya dan kesadaran. Marilah kita mulai pembahasan ini dengan
memaparkan riwayat hidup penghulu para imam Ahlul Bait as., Imam Ali bin
Abi Thalib as.
Catatan Kaki:
1. Sebuah
kuburan ditemukan di sebuah daerah yang terletak di dekat 'Ain At-Tamr,
Irak. Di tembok yang mengelilingi kuburan tersebut terpampang lukisan
matahari, bulan, dan sebagian planet yang lain. hal. ini mengindikasikan
adanya penyembahan terhadap benda-benda tersebut.
2. Silakan Anda rujuk surah Al-Anbiyâ', ayat 51-67.
1. Allah telah mengganti unsur api yang panas dan bersifat membakar itu
menjadi dingin. Ini adalah sebuah penafsiran atas hakikat mukjizat yang
Allah anugerahkan kepada para nabi-Nya.
1. Muqadimah Ibn Khaldûn, hal. 196-202.
IMAM ALI BIN ABI THALIB
Imam Ali bin Abi Thalib as. adalah seorang figur dan pribadi agung di
kalangan umat manusia. Ia dikenal dengan kedermawanan, kecerdasan,
keadilan, kezuhudan, dan jihad. Dalam dunia Islam, tak seorang dari
sahabat Rasulullah saw. yang dapat menandingi sebagian karakteristiknya
ini, apalagi seluruh karakteristik tersebut. Karakteristik dan
sikap-sikapnya mengungguli seluruh bangsa dunia, baik dari kalangan
muslimin maupun selain muslimin. Mereka seluruhnya sepakat bahwa di
sepanjang sejarah dunia Arab maupun non-Arab, tak ada seorang pun yang
dapat menandinginya kecuali saudara dan putra pamannya, Nabi Muhammad
saw.
Berikut ini akan kami paparkan sebagian dimensi kehidupan dan karakteristik Imam Ali bin Abi Thalib as. secara ringkas.
Putra Ka'bah
Sejarawan sepakat bahwa Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
lahir di dalam Ka'bah yang suci. Tak seorang pun di dunia ini yang lahir
di dalam Ka'bah. Hal ini adalah pertanda keagungan dan ketinggian
kedudukannya di sisi Allah swt. Sehubungan dengan itu, Abdul Bâqî
Al-'Amrî, seorang penyair berkata,
Engkaulah sang agung dijunjung tinggi,
lebih agung darimu di kota Mekah tiada lagi,
engkau dilahirkan di Baitullah yang suci.
Saudara Rasulullah saw. dan pintu kota ilmunya ini lahir di dalam rumah
Allah yang paling suci. Tujuannya, supaya Imam Ali as. dapat menerangi
jalan penduduk sekitarnya, menegakkan bendera tauhid, dan menyucikan
Baitullah itu dari setiap berhala dan patung. Pengayom orang-orang
asing, saudara orang-orang fakir, dan tempat berlindung orang-orang yang
ditimpa kesusahan ini lahir di dalam rumah yang agung dan suci.
Tujuannya, supaya ia dapat menebarkan keamanan, ketentraman, dan
kebahagiaan dalam kehidupan mereka, serta memusnahkan kemiskinan dari
dunia mereka. Ayahnya, sang mukmin Quraisy dan singa padang pasir,
menamainya Ali. Sebuah nama yang paling bagus dan indah. Sebuah nama
yang tinggi dalam kedermawanan dan kejeniusan, dan tinggi pula dalam
kekuatan dan potensi cemerlang di bidang ilmu pengetahuan, adab, dan
keutamaan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Penegak keadilan Islam ini
dilahirkan pada hari Jumat, 13 bulan Rajab 30 tahun setelah tahun Gajah
dan 12 tahun sebelum pengangkatan Rasulullah saw. menadi nabi.
Gelar Imam Ali bin Abi Thalib
Imam Ali bin Abi Thalib as. memiliki banyak gelar. Semua itu
merefleksikan ketinggian karakteristiknya. Di antara gelar-gelar itu
adalah berikut ini:
1. Ash-Shiddîq (Orang yang Jujur)
Imam Ali bin Abi Thalib as. memiliki delar Ash-Shiddîq (orang yang
jujur), karenanya adalah orang pertama yang membenarkan Rasulullah saw.
dan yang beriman kepada seluruh ajaran yang dibawanya dari sisi Allah
swt.
Imam Ali as. pernah berkata: "Aku adalah Ash-Shiddîq Al-Akbar
(orang jujur yang teragung). Aku telah beriman sebelum Abu Bakar beriman
dan aku masuk Islam sebelum ia masuk Islam."
2. Al-Washî (Penerima Wasiat)
Imam Ali as. juga memiliki gelar Al-Washî (penerima wasiat), karenanya
adalah washî Rasulullah saw. Gelar ini diberikan langsung oleh
Rasulullah saw. kepadanya. Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya
washî-ku, tempat rahasiaku, orang yang terbaik dan terutama yang
kutinggalkan setelahku, pelaksana janjiku, dan yang melunasi
utang-utangku adalah Ali bin Abi Thalib as."
3. Al-Fârûq (Pembeda Hak dan Batil)
Imam Ali as. diberi gelar Al-Faruq, karena beliaulah pembeda antara
yang hak dan yang batil. Gelar ini disimpulkan dari beberapa hadis
Rasulullah saw. yang menekankan masalah ini.
Abu Dzar dan Salman
Al-Farisi meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. menggandeng tangan Ali
seraya bersabda: "Sesunguhnya orang ini-yaitu Ali bin Abi Thalib-adalah
orang pertama yang beriman kepadaku. Ia adalah orang pertama yang akan
bersalaman denganku di Hari Kiamat nanti. Ia adalah Ash-Shiddîq
Al-Akbar, dan ia adalah Al-Faruq umat ini yang membedakan antara yang
hak dan yang batil."
4. Ya'sûbuddin (Tonggak Agama)
Secara etimologis, Al-ya'sûb berarti pemimpin lebah. Kemudian nama ini
diberikan kepada seseorang yang menjadi pemimpin sebuah kaum. Ya'sûb
adalah sebuah gelar yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada Imam Ali
bin Abi Thalib as. Rasulullah saw. pernah bersabda: "Orang ini-sembari
menunjuk Ali bin Abi Thalib-adalah tonggak dan pemimpin (ya'sûb)
orang-orang yang beriman, sedang harta adalah tonggak dan pemimpin
orang-orang yang zalim."
5. Amirul Mukminin (Pemimpin Orang-Orang Beriman)
Salah satu gelar Ali bin Abi Thalib as. yang terkenal adalah Amirul
Mukminin. Gelar ini diberikan oleh Rasulullah saw. kepadanya.
Abu
Nu'aim meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bahwa Rasulullah saw.
bersabda: "Hai Anas, tuangkanlah air wudu untukku." Setelah berwudu,
Rasulullah saw. mengerjakan salat dua rakaat. Setelah usai salat, ia
bersabda: "Hai Anas, orang yang pertama kali masuk menjumpaimu melalui
pintu ini adalah Amirul Mukminin, Sayidul Muslimin, pemimpin orang-orang
yang putih bercahaya, dan penutup para washî."
Anas berkata: "Aku
memanjatkan doa, 'Ya Allah, pilihlah ia dari salah seorang kaum Anshar.'
Aku menyembunyikan keinginanku itu. Tidak lama berselang, datanglah Ali
bin Abi Thalib as. Rasulullah saw. bertanya, 'Siapakah orang itu, hai
Anas?' 'Ali bin Abi Thalib, ya Rasulullah', jawabku pendek. Mendengar
jawAbânku itu, Rasulullah saw. segera bangkit untuk menyambut dan
memeluk Ali bin Abi Thalib. Lantasnya mengusap seluruh keringat yang
mengalir di wajahnya dan juga mengusap seluruh keringat yang mengucur di
wajah Ali bin Abi Thalib. Ali as. bertanya (terheran-heran), 'Hai
Rasulullah, kali ini aku melihat Anda melakukan suatu perbuatan
terhadapku yang belum pernah kulihat sebelumnya?' Rasulullah saw.
Menjawab, 'Apakah yang menghalangiku untuk melakukan itu? Engkau adalah
orang yang akan memenuhi seluruh amanatku, menyampaikan seruanku kepada
masyarakat, dan menjelaskan segala pertikaian yang mereka lakukan
sepeninggalku.'"
6. Hujjatullah (Hujah Allah)
Salah satu gelar agung Ali bin Abi Thalib as. yang lain adalah
Hujatullah (hujah Allah). Ia adalah hujah Allah swt. untuk seluruh umat
manusia yang bertugas memberi petunjuk mereka ke jalan yang lurus. Gelar
ini pun juga diberikan langsung oleh Rasulullah saw. kepadanya.
Rasulullah bersabda: "Aku dan Ali adalah hujah Allah swt. untuk seluruh
hamba-Nya."
Itu adalah sebagian gelar mulia yang dimiliki oleh Imam
Ali bin Abi Thalib as. Kami telah menyebutkan enam gelarnya yang lain
dalam kitab kami yang berjudul Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin
(Ensiklopedia Imam Ali bin Abi Thalib as.), jilid 1. Dalam buku ini,
kami juga memaparkan julukan dan karakteristiknya secara mendetail.
Perkembangan Hidup Imam Ali bin Abi Thalib
Pada masa kanak-kanak, Imam Ali bin Abi Thalib as. diasuh oleh ayahnya,
Abu Thalib, sang singa padang pasir dan mukmin Quraisy itu. Sang ayah
adalah seorang figur dalam setiap kemuliaan, keutamaan, dan keagungan.
Di samping itu, Imam Ali as. juga mengenyam pendidikan dari Ibunda
tercinta, Fathimah binti Asad. Pada masa hidupnya, Fathimah binti Asad
adalah teladan kaum wanita dalam kehormatan, kesucian, dan keluhuran
budi pekerti. Sang ibunda telah mendidik anaknya dengan akhlak yang
mulia, adat istiadat yang terpuji, dan tata krama yang luhur.
a. Di Bawah Asuhan Rasulullah saw.
Nabi Muhammad saw. mengasuh Imam Ali as. darinya masih kanak-kanak.
Ketika Abu Thalib, paman Rasulullah saw., tengah mengalami kesulitan
ekonomi, Rasulullah pergi menjumpai dua pamannya yang lain, Hamzah dan
Abbâs. Rasulullah saw. menjelaskan kondisi ekonomi Abu Thalib kepada
kedua paman itu. Ia meminta agar mereka dapat membantu menanggung beban
hidup yang sedang diderita oleh Abu Thalib. Kedua paman memenuhi
permintaan Rasulullah. Abbâs mengambil Thalib dan Hamzah mengambil
Ja'far. Sedangkan Rasulullah saw. sendiri mengambil Ali untuk diasuh.
Sejak saat itu, Ali berada di bawah asuhan dan kasih sayang Rasulullah
saw. Rasulullah saw. menanamkan dasar-dasar keyakinan, nilai-nilai yang
luhur, dan suri teladan yang terpuji dalam jiwa Ali as. Dengan demikian,
Ali as. telah mengenal Islam dengan baik dan beriman kepadanya dari
sejak usia muda.
Ali as. adalah orang yang paling dekat dengan
Rasulullah saw. Karena itu, ia memiliki akhlak yang dimiliki oleh
Rasulullah saw. dan paling mengerti tentang risalah yang ia emban. Ali
as. pernah menceritakan bagaimana Rasulullah merawat dirinya dan betapa
dekat hubungannya dengannya. Ali as. berkata: "Sesungguhnya kamu telah
mengetahui kedudukanku di sisi Rasululah. Aku memiliki hubungan
kekerabatan yang sangat dekat dan kedudukan yang istimewa di sisinya. Ia
meletakkanku di pangkuannya ketika aku masih kecil. Ia mendekapku ke
dadanya, menidurkanku di tempat tidurnya, menempelkanku ke badannya, dan
mencium keningku. Ia mengunyah makanan untukku kemudian menyuapkannya
ke mulutku. Aku sama sekali tidak pernah mendapati ia berdusta dan
melakukan kesalahan dalam tingkah lakunya. Aku senantiasa mengikutinya
seperti seekor anak unta mengikuti induknya. Setiap hari, ia menunjukkan
kepadaku akhlak-akhlaknya yang mulia dan menyuruhku untuk
mengikutinya."
Betapa erat hubungan Rasulullah saw. dengan Imam Ali
as. Nabi Muhammad saw. telah mengasuh Imam Ali as. dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang, dan dengan pendidikan yang luhur.
b. Pembelaan Imam Ali Terhadap Rasulullah saw.
Ketika Rasulullah saw. menciptakan sebuah revolusi spektakuler yang
memporak-porandakan dan menghancurkan kultur dan adat istiadat jahiliah,
bangsa Quraisy bangkit untuk menentangnya. Mereka berusaha untuk
memadamkan revolusi ini dengan berbagai sarana dan prasarana yang mereka
miliki. Bahkan, mereka pun menggerakkan anak-anak kecil untuk melempari
Rasulullah saw. dengan batu. Ketika itu, Imam Ali as-yang masih
kanak-kanak-berada di sisi Rasulullah saw. Ia berusaha menjaga
Rasulullah dari serangan mereka sembari menghalau mereka dengan pukulan
dan tangkisan. Begitu anak-anak kecil itu melihat Imam Ali berada di
sisi Rasulullah sedang membelanya, mereka kabur menjumpai ayah mereka
dengan perasaan takut dan malu.
c. Ali, Pemeluk Islam Pertama
Para sejarawan dan perawi hadis sepakat bahwa Imam Ali as. adalah orang
pertama yang beriman kepada Rasulullah saw. dan memenuhi panggilannya
dengan suara lantang. Ali as. mendeklarasikan kepada masyarakat bahwa ia
adalah orang pertama yang menyembah Allah swt. kala itu. Ia berkata:
"Sungguh aku menyembah Allah swt. sebelum seorang pun dari umat ini
menyembah Allah."
Para sejarawan dan perawi hadis juga sepakat
bahwa Imam Ali sama sekali tidak pernah disentuh oleh kotoran jahiliah.
Ia juga sama sekali tidak pernah sujud kepada berhala, sedangkan
selainnya pernah sujud kepada berhala.
Al-Muqrizî berkata: "Ali bin
Abi Thalib Al-Hâsyimî sama sekali tidak pernah menyekutukan Allah swt.
Hal itu karena Allah swt. menghendaki kebaikan atasnya. Karena itu, Dia
menentukan supaya Ali diasuh oleh putra pamannya, junjungan para nabi,
Rasulullah saw."
Perlu ditegaskan di sini bahwa Ummul Mukminin
Sayidah Khadijah memeluk Islam bersamaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib
as. menganut Islam. Ali as. bercerita tentang keimanan dirinya dan
keimanan Khadijah kepada Islam seraya berkata, "Ketika itu, tidak ada
satu rumah pun yang menghimpun penghuninya untuk memeluk Islam selain
Rasulullah dan Khadijah, dan aku adalah orang yang ketiga."
Ibn Ishâq berkata: "Ali as. adalah orang pertama yang beriman kepada Allah swt. dan kepada Muhammad Rasulullah saw."
Ketika memeluk agama Islam, Ali as. masih berusia tujuh tahun. Menurut sebagian pendapat, ia sudah berusia sembilan tahun.
Dengan uraian ini jelas bahwa Imam Ali as. adalah orang pertama yang
memeluk Islam, dan hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Ini adalah
sebuah kemuliaan dan kebanggaan tersendiri baginya.
d. Kecintaan Ali as. kepada Nabi Muhammad saw.
Imam Ali bin Abi Thalib as. sangat mencintai Rasulullah saw. Seseorang
pernah bertanya kepada Ali as. tentang sejauh mana kecintaannya kepada
Rasulullah saw. Ali as. menjawab: "Demi Allah, Rasulullah saw. adalah
orang yang lebih kami cintai daripada harta, anak, dan ibu kami. Bahkan,
daripada air yang sejuk kami miliki ketika kehausan."
Salah satu manifestasi kecintaan Imam Ali as. kepada Nabi Muhammad saw. adalah peristiwa berikit ini:
Pada suatu hari, Imam Ali as. memasuki sebuah kebun kurma. Pemilik
kebun kurma berkata kepadanya: "Maukah kamu menyirami pohon-pohon kurma
ini, dan untuk setiap satu ember air, kamu akan mendapatkan upah satu
biji kurma?" Imam Ali as. bergegas menyirami pohon-pohon kurma itu.
Pemilik pohon kurma memberikan upahnya, dan upah itu terkumpul sebanyak
segenggam kurma. Lantas, Imam Ali as. bergegas menghadap Rasulullah saw.
dan memberikan segenggam kurma itu kepadanya.
Bukti kecintaan Imam
Ali as. kepada Rasulullah saw. yang lain adalah Imam Ali as. senantiasa
berkhidmat dan berusaha untuk memenuhi seluruh hajat Rasulullah saw.
Kami telah memaparkan sebagian bukti ini dalam buku kami yang berjudul
Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin (Ensklopedia Imam Amirul Mukminin as.).
e. Yawm Ad-Dâr (Hari Pembelaan)
Imam Ali
as. senantiasa mengikuti Rasulullah saw. hingga ia dewasa. Pada suatu
hari, Rasulullah saw. mendeklarasikan dakwah Islam dan mendapat perintah
dari Allah swt. untuk memyampaikan risalah Ilahi kepada sanak
keluarganya. Rasulullah saw. memanggil Ali as. dan menyuruhnya untuk
mengundang mereka. Di antara para undangan itu terdapat paman-pamannya.
Yaitu Abu Thalib, Hamzah, Abbâs, dan Abu Lahab. Ketika mereka telah
hadir dan berkumpul, Ali as. menyajikan hidangan. Para undangan
menikmati hidangan, dan hidangan itu tak sedikit pun berkurang. Setelah
usai menikmati hidangan, Rasulullah saw. bangkit dan mengajak mereka
untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan penyembahan berhala. Ucapan
Rasulullah diputus oleh Abu Lahab. Ia berkata kepada hadirin:
"Sesungguhnya kamu semua telah disihir oleh Muhammad."
Pertemuan ini
berakhir tanpa membuahkan suatu hasil apapun. Pada hari berikutnya,
Rasulullah saw. mengadakan pertemuan untuk yang kedua kalinya. Ketika
para undangan telah hadir dan berkumpul, mereka menikmati hidangan yang
disuguhkan. Setelah usai menikmati hidangan itu, Rasulullah saw. berdiri
untuk menyampaikan pidato. Ia berkata: "Hai Bani Abdul Muthalib, demi
Allah, sungguh aku belum pernah mengenal seorang pemuda Arab yang datang
kepada kaumnya dengan membawa missi yang lebih baik daripada missi yang
telah kubawa untuk kamu semua. Aku datang membawa kebaikan dunia dan
akhirat untukmu. Allah swt. telah memerintahkan kepadaku untuk
mengajakmu menggapai kebaikan itu. Siapakah di antara kamu yang siap
membantuku atas urusan ini dan ia akan menjadi saudara, washî, dan
khalifahku untuk kamu semua?"
Para hadirin diam seribu bahasa
seolah-olah di atas kepala mereka terdapat seekor burung. Imam Ali as.
bergegas memberikan jawAbân, sekalipun usianya pada saat itu masih
sangat muda. Ia berkata dengan penuh semangat: "Aku, wahai nabi Allah.
Aku siap menjadi pembelamu."
Lantas Rasulullah saw. memegang pundak
Ali seraya berkata kepada hadirin: "Sesungguhnya orang ini adalah
saudara, washî, dan khalifahku untuk kamu semua. Karena itu, dengarkan
dan taatilah segala perintahnya."
Mendengar ucapan itu, seluruh
hadirin serentak berteriak sembari mengejek Abu Thalib seraya berkata:
"Muhammad telah menyuruhmu untuk mendengar dan menaati anakmu."
Para perawi hadis sepakat atas kesahihan peristiwa ini. Peristiwa ini
adalah dalil yang gamblang atas kepemimpinan (imâmah) Imam Ali bin Abi
Thalib as. Hadis Rasulullah saw. dalam peristiwa ini menegaskan bahwa
Imam Ali as. adalah wazir dan pembantu, washî dan khalifah Rasulullah
saw. Kami telah memaparkan penjelasan hadis ini secara mendetail dalam
buku kami yang berjudul Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin (Ensklopedia
Imam Amirul Mukminin as.), jilid 1.
f. Di Syi'ib (Lembah) Abu Thalib
Bangsa Quraisy yang kafir sepakat untuk memboikot Nabi Muhammad saw. di
Syi'ib Abu Thalib. Mereka memaksanya untuk tinggal di sana agar tidak
dapat melakukan interaksi dengan masyarakat. Tujuannya, agarnya tidak
memiliki kesempatan untuk merubah keyakinan dan membersihkan otak
masyarakat Arab dari kotoran jahiliah. Untuk melancarkan permusuhan
terhadap Bani Hâsyim, bangsa Quraisy telah mengambil beberapa keputusan
berikut ini:
a. Tidak menikahkan anak-anak perempuan mereka dengan laki-laki yang berasal dari kalangan Bani Hâsyim.
b. Orang laki-laki dari kalangan mereka tidak boleh menikah dengan wanita yang berasal dari kalangan Bani Hâsyim.
c. Mereka tidak boleh melakukan transaksi jual beli dengan Bani Hâsyim.
Bangsa Quraisy menggantungkan surat keputusan tersebut di tembok Ka'bah.
Rasulullah saw. terpaksa tinggal di Syi'ib Abu Thalib dengan disertai
orang-orang mukmin dari kalangan Bani Hâsyim, termasuk di antaranya
adalah Imam Ali as. Mereka mengalami berbagai tekanan dan siksaan di
Syi'ib tersebut. Ummul Mukminin Khadijah senantiasa memberikan bantuan
yang mereka butuhkan, hingga harta kekayaannya yang melimpah habis.
Rasulullah saw. tinggal di Syi'ib Abu Thalib bersama para pengikut
setianya selama dua tahun lebih. Akhirnya, Allah swt. mengutus rayap
untuk melahap surat keputusan yang telah digantung di tembok Ka'bah itu.
Rasulullah saw. memberitahukan peristiwa ini kepada Abu Thalib.
Mendengar informasi itu, Abu Thalib bergegas menjumpai orang-orang kafir
Quraisy dan memberitahukan peristiwa tersebut. Mereka tersentak kaget
dan segera pergi untuk melihat surat keputusan itu. Ternyata peristiwa
itu benar sesuai informasi yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Akhirnya, masyarakat menuntut agar Rasulullah saw. berserta para
pengikutnya dibebaskan dari pemboikotan itu. Bangsa kafir Quraisy pun
terpaksa memenuhinya. Dengan kondisi fisik yang sangat lemah, Rasulullah
saw. dan para pengikutnya keluar dari tempat pemboikotan itu.
Setelah bebas dari pemboikotan ini, Rasulullah saw. mulai mengajak umat
manusia kepada tauhid dan menyingkirkan seluruh tradisi jahiliah. Di
jalan ini, ia tidak merasa gentar sedikit pun terhadap ancaman dan
kesepakatan orang-orang kafir Quraisy untuk menghabisi dirinya. Hal ini
karenanya mendapat perlindungan dari pamannya, Abu Thalib, Imam Ali as.,
dan putra-putra Abu Thalib yang lain. Abu Thalib dan keluarganya adalah
benteng dan tempat berlindung Rasulullah saw. yang kokoh. Bahkan, Abu
Thalib senantiasa mendorong Rasulullah saw. untuk meneruskan
perjuangannya menyebarkan risalah Islam. Dalam sebuah syair yang indah,
Abu Thalib berkata kepada beliau:
Pergilah, anakku, dan sedikit pun jangan gusar, pergilah dengan gembira dan senang hati.
Demi Allah, mereka tak akan berani menyentuhmu, hingga aku terkubur dalam tanah nanti.
Kau mengajakku dan kutahu engkau penasihatku, kau benar dan sebelum itu engkaulah sang Amîn.
Aku tahu bahwa agama Muhammad adalah sebaik-baik agama, untuk manusia di dunia ini.
Laksanakanlah urusanmu dan sedikit pun jangan gusar, bergembira dan senang hatilah atas hal ini.
Syair ini mengungkapkan kedalaman imam Abu Thalib. Ia adalah pengayom
Islam dan pejuang muslim pertama. Sungguh celaka orang yang berpendapat
bahwa ia bukan muslim dan berada dalam siksa neraka. Padahal jelas bahwa
putranya adalah pembagi (qâsim) surga dan nereka. Abu Thalib adalah
tonggak akidah Islam. Seandainya bukan karena sikap dan pembelaannya
yang sangat berani, niscaya Islam tidak berwujud lagi, melainkan namanya
saja, dan orang-orang kafir Quraisy sudah dapat memberangus Islam sejak
awal kemunculannya.
g. Bermalam di Atas Ranjang Nabi saw.
Salah satu kemuliaan Imam Ali as. yang paling menonjol adalah
pengorbanannya untuk Nabi Muhammad saw. dengan mempertaruhkan nyawanya
sendiri. Di dunia Islam, Imam Ali as. adalah orang pertama yang
mempertaruhkan jiwanya (demi kepentingan dakwah Islam). Saat itu
orang-orang kafir Quraisy bertekad untuk membunuh dan mencabik-cabik
tubuh Rasulullah saw. dengan tombak dan pedang. Di tengah malam yang
gulita, mereka mengepung rumah Rasulullah saw. dengan tombak dan pedang
yang terhunus. Rasulullah saw. telah mengetahui makar mereka sebelumnya.
Untuk itunya memanggil putra pamannya dan memberitahu tentang rencana
jahat bangsa Quraisy. Ia menyuruh Ali untuk tidur di atas ranjangnya.
Ali as. menggunakan selimut berwarna hijau yang biasa dipakai Rasulullah
saw. agar mereka menduga bahwa yang sedang tidur di atas ranjang itu
adalah Rasulullah saw. Dengan senang hati, Ali as. menerima dan mematuhi
perintah Rasulullah yang belum pernah terbersit di benaknya itu. Hal
itu karena ia akan menjadi tebusan jiwa Rasulullah saw. Sementara itu,
Rasulullah saw. keluar tanpa sepengetahuan para pengepung sedikit pun.
Ia melemparkan segenggam debu ke wajah mereka yang keji sembari berkata:
"Terhinalah wajah mereka itu." Setelah berkata demikian, ia membaca
ayat Al-Qur'an yang berbunyi: "Dan Kami jadikan di hadapan dan di
belakang mereka dinding, kemudian Kami tutupi mereka sehingga mereka
tidak dapat melihat." (QS. Yâsîn [36]:9)
Tindakan Ali as. bermalam
di tempat tidur Rasulullah saw. ini adalah sebuah jihad dan perjuangan
cemerlang yang tidak ada tandingannya. Sehubungan dengan ini Allah swt.
menurunkan ayat Al-Qur'an yang berbunyi: "Di antara manusia ada yang
menjual jiwanya demi meraih keridaan Allah." (QS. Al-Baqarah [2]:207)
Peristiwa ini adalah babak penting dalam dakwah Islam yang belum pernah dilakukan oleh seorang muslim pun.
Seorang penyair besar dan tenar, Syaikh Hâsyim Al-Ka'bî pernah
melantunkan beberapa bait syair yang ditujukan kepada Imam Ali as. Ia
berkata:
Sungguh pembelaanmu terhadap Ahmad tak mungkin terlukis dengan kata.
Engkau tidur malam di ranjangnya sementara musuh mengintai dan mengancam.
Engkau tidur dengan hati yang tenang seakan asyik mendengar kicauan burung.
Engkau bak gunung kokoh dan penunggang kuda pemberani, telah kau lengkapi malamnya dengan tegar.
Menjelang pagi mereka menyerang bendera hidayah, mereka tak tahu bendera hidayah terjaga.
Imam Ali as. tidak tidur malam sembari berdoa kepada Allah swt. demi
keselamatan saudaranya dari bencana yang dahsyat dan kejahatan para
musuh. Ketika cahaya pagi muncul, mereka segera menyerang tempat tidur
Rasulullah saw. sambil menghunuskan pedang. Ali as. segera bangkit dari
tidurnya bak harimau yang geram dengan menggenggam pedang terhunus.
Melihat Ali as., mereka gemetar ketakutan seraya berteriak: "Mana
Muhammad?" Ali as. menjawab dengan suara lantang: "Kamu telah
menjadikanku penjaganya."
Akhirnya, mereka mundur dengan penuh rasa
malu dan kekesalan. Rasulullah saw. yang lahir untuk membebaskan mereka
dan membangun kemuliaan yang agung itu telah terlepas dari incaran
kejahatan mereka. Bangsa Quraisy betul-betul menaruh kedengkian yang
dalam terhadap Ali as. Mereka memandangnya dengan mata yang tajam,
tetapi Ali as. tidak menggubris dan berjalan di hadapan mereka dengan
tenang sambil menghina dan mengejek mereka.
h. Hijrah ke Yatsrib
Ketika Rasulullah saw. berangkat meninggalkan kota Mekah menuju kota
Madinah, Ali as. menyampaikan semua amanatnya saw. kepada orang-orang
yang berhak menerimanya dan membayar seluruh utangnya, seperti
diperintahkan oleh Nabi saw. Tidak lama kemudian, Ali as. menyusul
saudara dan putra pamannya berhijrah ke Madinah. Bersama Ali as. turut
serta beberapa orang wanita mulia yang bernama Fathimah. Di tengah
perjalanan, ia dihadang oleh tujuh orang kafir Quraisy. Ali mengadakan
perlawanan terhadap mereka dengan penuh keberanian. Ketika ia berhasil
membunuh salah seorang dari mereka, tak ayal lagi para penghadang yang
masih hidup itu lari tunggang langgang. Ali as. melanjutkan perjalanan
bersama rombongannya, sementara kalbunya dipenuhi oleh rasa rindu kepada
Rasulullah saw. Setibanya di Madinah, ia berjumpa dengan Rasulullah
saw. Menurut sebuah riwayat, ia berjumpa Rasulullah saw. di kota Quba
sebelum memasuki kota Madinah. Nabi saw. sangat gembira dengan
kedatangan saudara dan pembela setianya di setiap kesulitan dan
peristiwa itu.
Ali as. dalam Kaca Mata Al-Qur'an
Tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur'an yang menegaskan keutamaan Amirul
Mukminin Ali as. dan memperkenalkannya sebagai peribadi Islami yang
tinggi dan mulia setelah Rasulullah saw. Ini menunjukkan bahwa ia
mendapat perhatian yang tinggi di sisi Allah swt. Banyak sekali
buku-buku literatur Islam yang menegaskan bahwa terdapat tiga ratus ayat
Al-Qur'an yang turun berkenaan dengan keutamaan dan ketinggian pribadi
Iman Ali as.
Perlu ditegaskan di sini bahwa jumlah ayat yang sangat
banyak seperti itu tidak pernah turun berkenaan dengan seorang tokoh
Islam manapun.
Ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori berikut ini:
Kategori pertama: Ayat yang turun khusus berkenaan dengan Imam Ali secara pribadi.
Kategori kedua: Ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali as. dan keluarganya.
Kategori ketiga: Ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali dan para sahabat pilihan Rasulullah saw.
Kategori keempat: Ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali as. dan mengecam orang-orang yang memusuhinya.
Berikut ini adalah sebagian dari ayat-ayat tersebut.
a. Kategori Ayat Pertama
Ayat-ayat yang turun menjelaskan keutamaan, ketinggian, dan keagungan pribadi Imam Ali as. adalah sebagai berikut:
1. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi
peringatan . Dan bagi setiap kaum ada orang yang memberi petunjuk." (QS.
Ar-Ra'd [13]:7)
Ath-Thabarî meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad
dari Ibn Abas. Ibn Abbâs berkata: "Ketika ayat ini turun, nabi saw.
meletakkan tangannya di atas dadanya seraya bersabda, 'Aku adalah
pemberi peringatan. Dan bagi setiap kaum ada orang yang memberi
petunjuk.' Lalunya memegang pundak Ali as. sembari bersabda: 'Engkau
adalah pemberi petunjuk itu. Dengan perantara tanganmu, banyak orang
yang akan mendapat petunjuk setelahku nanti.'"
2. Allah swt. berfirman:.".. dan (peringatan itu) diperhatikan oleh telinga yang mendengar." (QS. Al-Hâqqah [69]:12)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Amirul Mukminin Ali as. berkata:
"Rasulullah saw. berkata kepadaku, 'Hai Ali, aku memohon kepada Tuhanku
agar menjadikan telingamu yang menerima peringatan.' Lantaran itu, aku
tidak pernah lupa apa saja yang pernah kudengar dari Rasulullah saw."
3. Allah swt. berfirman: "Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada
malam dan siang hari, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
rasa takut bagi mereka dan mereka tidak pula bersedih hati." (QS.
Al-Baqarah [2]:274)
Pada saat itu, Imam Ali as. hanya memiliki empat
dirham. Satu dirham ia infakkan di malam hari, satu dirham ia infakkan
di siang hari, satu dirham ia infakkan secara rahasia, dan satu dirham
sisanya ia infakkan secara terang-terangan. Rasulullah saw. bertanya
kepadanya: "Apakah yang menyebabkan kamu berbuat demikian?" Ali as.
menjawab: "Aku ingin memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepadaku."
Kemudian ayat tersebut turun.
4. Allah swt. berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, mereka itu
adalah sebaik-sebaik makhluk." (QS. Al-Bayyinah [98]:7)
Ibn 'Asâkir
meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Jâbir bin Abdillah. Jâbir
bin Abdillah berkata: "Ketika kami bersama nabi saw., tiba-tiba Ali as.
datang. Seketika itu itu Rasulullah saw. bersabda, 'Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya Ali as. dan Syi'ah (para
pengikut)nya adalah orang-orang yang beruntung pada Hari Kiamat.'
Kemudian turunlah ayat itu. Sejak saat itu, setiap kali Ali as. datang,
para sahabat Nabi saw. mengatakan, 'Telah datang sebaik-baik makhluk.'"
5. Allah swt. berfirman:.".. maka bertanyalah kepada orang-orang yang
mempunyai pengetahuan [Ahl Adz-Dzikr] jika kamu tidak mengetahui." (QS.
An-Nahl [16]:43)
Ath-Thabarî meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad
dari Jâbir Al-Ju'fî. Jâbir Al-Ju'fî berkata: "Ketika ayat ini turun, Ali
as. berkata: "Kami adalah Ahl Adz-Dzikr."
6.Allah swt.
berfirman: "Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu. Jika hal itu tidak engkau lakukan, maka berarti engkau
tidak menyampaikan risalahmu. Sesungguhnya Allah menjagamu dari
kejahatan manusia." (QS. Al-Mâ'idah [5]: 67)
Ayat ini turun kepada
Rasulullah saw. Ketika ia berada di Ghadir Khum dalam perjalanan pulang
dari haji Wadâ'. Rasulullah saw. diperintahkan oleh Allah untuk
mengangkat Ali as. sebagai khalifah sepeninggalnya. Nabi saw.
melaksanakan perintah tersebut. Ia menobatkan Ali as. sebagai khalifah
dan pemimpin bagi umat sepeninggalnya. Rasulullah saw. mengumandangkan
sabda yang masyhur di hadapan khalayak: "Barang siapa yang aku adalah
pemimpinnya, maka Ali as. adalah pemimpinnya. Ya Allah, cintailah orang
yang mencintainya, musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang
yang menolongnya, dan hinakanlah orang yang menghinakannya."
Setelah
itu, Umar bangkit dan berkata kepada Ali as.: "Selamat, hai Ali bin Abi
Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin dan
mukminah."
7. Allah swt. berfirman: "Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu dan telah Aku lengkapi nikmat-Ku atasmu dan Aku pun
rela Islam sebagai agamamu." (QS. Al-Mâ'idah [5]: 3)
Ayat yang mulia
ini turun pada tanggal 18 Dzulhijjah setelah nabi saw. mengangkat Ali
as. sebagai khalifah sepeninggalnya. Setelah ayat tersebut turun, nabi
saw. bersabda: "Allah Maha Besar lantaran penyempurnaan agama,
pelengkapan nikmat, dan keridaan Tuhan dengan risalahku dan wilâyah Ali
bin Abi Thalib as."
8. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya
pemimpinmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang
mendirikan salat dan mengeluarkan zakat ketika sedang rukuk." (QS.
Al-Mâ'idah [5]: 55)
Seorang sahabat nabi terkemuka, Abu Dzar
berkata: "Aku mengerjakan salat Zhuhur bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba
datang seorang pengemis ke masjid, dan tak seorang pun yang memberikan
sedekah kepadanya. Pengemis tersebut mengangkat kedua tangannya ke
langit seraya berdoa, 'Ya Allah, saksikanlah bahwa aku meminta di masjid
Rasul saw., tetapi tak seorang pun yang memberikan sesuatu kepadaku.'
Pada saat itu Ali as. sedang mengerjakan rukuk. Kemudian ia memberikan
Isya'rat kepadanya dengan kelingking kanan yang sedang memakai cincin.
Pengemis itu datang menghampirinya dan segera mengambil cincin tersebut
di hadapan Nabi saw. Lalunya saw. berdoa, 'Ya Allah, sesungguhnya
saudaraku, Mûsâ as. memohon kepadamu sembari berkata, 'Wahai Tuhanku,
lapangkanlah untukku hatiku, mudahkanlah urusanku, dan bukalah ikatan
lisanku agar mereka dapat memahami ucapanku. Dan jadikanlah untukku
seorang wazîr dari keluargaku; yaitu saudaraku, Hârûn. Kokohkanlah aku
dengannya dan sertakanlah dia dalam urusanku.' (QS. Thaha [20]:25-32)
Ketika itu Engkau turunkan ayat yang berbunyi, 'Kami akan kokohkan
kekuatanmu dengan saudaramu dan Kami jadikan engkau berdua sebagai
pemimpin.' (QS. Al-Qashash [28]:35) Ya Allah, aku ini adalah Muhammad
nabi dan pilihan-Mu. Maka lapangkanlah hatiku, mudahkanlah urusanku, dan
jadikanlah untukku seorang wazîr dari keluargaku, yaitu Ali. Dan
kokohkanlah punggungku dengannya.'"
Abu Dzar melanjutkan: "Demi
Allah, Jibril turun kepadanya sebelumnya sempat menyelesaikan doanya
itu. Jibril berkata, 'Hai Muhammad, bacalah, 'Sesungguhnya walimu adalah
Allah, Rasul-Nya dan ....'"
Ayat ini membatasi wilâyah universal
(Al-Wilâyah Al-'?mmah) hanya untuk Allah swt., Rasul-Nya yang mulia, dan
Ali as. Ayat ini menggunakan bentuk jamak lantaran untuk mengagungkan
kemuliaan Imam Ali as. dan menghormati kedudukannya. Di samping itu,
ayat ini berbentuk jumlah ismiyyah dan menggunakan kata pembatas (hashr)
'innamâ' (yang berarti hanya). Dengan demikian, ayat ini telah
mengukuhkan wilâyah tersebut untuk Imam Ali as.
Seorang penyair
tersohor, Hassân bin Tsâbit, telah menyusun sebuah bait syair sehubungan
dengan turunnya ayat tersebut. Ia berkata:
Siapakah gerangan yang ketika rukuk menyedekahkan cincin,
sementara ia merahasiakannya untuk dirinya sendiri.
b. Kategori Ayat Kedua
Al-Qur'an Al-Karim dihiasi dengan banyak ayat yang turun berkenaan
dengan Ahlul Bait as. Ayat-ayat ini secara otomatis juga ditujukan
kepada junjungan mereka, Amirul Mukminin Ali as. Berikut ini sebagian
dari ayat-ayat tersebut:
1. Allah swt. berfirman: "Katakanlah,
'Aku tidak meminta kepadamu upah apapun atas dakwahku itu selain
mencintai Al-Qurbâ. Dan barang siapa yang mengerjakan kebajikan akan
Kami tambahkan kepadanya kebajikan itu. Sesungguhnya Allah Maha
Penghampun lagi Maha Mensyukuri.'" (QS. Asy-Syûrâ [42]:23)
Mayoritas
ahli tafsir dan perawi hadis berpendapat bahwa maksud dari "Al-Qurbâ"
yang telah diwajibkan oleh Allah swt. kepada segenap hamba-Nya untuk
mencintai mereka adalah Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain as., dan maksud
dari "iqtirâf Al-hasanah" (mengerjakan kebaikan) dalam ayat ini ialah
mencintai dan menjadikan mereka sebagai pemimpin. Berikut ini beberapa
riwayat yang menegaskan hal ini.
Dalam sebuah riwayat, Ibn Abas
berkata: "Ketika ayat ini turun, para sahabat bertanya, 'Ya Rasulallah,
siapakah sanak kerabatmu yang kami telah diwajibkan untuk mencintai
mereka?' Rasulullah saw. menjawab, 'Mereka adalah Ali, Fathimah, dan
kedua putranya.'"
Dalam sebuah hadis, Jâbir bin Abdillah berkata:
"Seorang Arab Badui pernah datang menjumpai Nabi saw. seraya berkata,
'Jelaskan kepadaku tentang Islam.' Rasulullah saw. menjawab, 'Islam
adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa yang
tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad itu adalah hamba dan rasul-Nya.'
Arab Badui itu segera menimpali, 'Apakah engkau meminta upah dariku?'
Rasul menjawab: "Tidak, selain mencintai Al-Qurbâ'. Orang Arab Badui itu
bertanya lagi, 'Keluargaku ataukah keluargamu?' Nabi saw. menjawab,
'Tentu keluargaku.' Kemudian orang Arab Badui itu berkata lagi: "Jika
begitu, aku membaiatmu bahwa barang siapa yang tidak mencintaimu dan
tidak juga mencintai keluargamu, maka Allah akan mengutuknya.' Nabi
segera menimpali, 'Amîn.'"
2. Allah swt. berfirman: "Barang
siapa yang menghujatmu tentang hal itu setelah jelas datang kepadanya
pengetahuan, maka katakanlah, 'Mari kami panggil putra-putra kami dan
putra-putra kamu, putri-putri kami dan putri-putri kamu, dan diri kami
dan diri kamu, kemudain kita ber-mubâhalah agar kita jadikan kutukan
Allah atas orang-orang yang dusta.'" (QS. Ali 'Imrân [3]:61)
Para
ahli tafsir dan perawi hadis sepakat bahwa ayat yang mulia ini turun
berkenaan dengan Ahlul Bait Nabi saw. Ayat tersebut menggunakan kata
abnâ' (anak-anak) dan maksudnya adalah Hasan dan Husain as., kedua cucu
Nabi yang dirahmati dan kedua imam pemberi hidayah. Ungkapkan kata
an-nisâ' (wanita) mengindikasikan Sayidah Az-Zahrâ' as., penghulu
seluruh wanita dunia dan akhirat. Dan tentang pemuka dan junjungan Ahlul
Bait, Imam Amirul Mukminin as., diungkapkan dengan kata anfusanâ (diri
kami).
3. Allah swt. berfirman: "Bukankah telah datang atas
manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum menjadi
sesuatu yang dapat disebut ...." (QS. Ad-Dahr [76])
Mayoritas ahli tafsir dan para perawi hadis berpendapat bahwa surat ini diturunkan untuk Ahlul Bait nabi saw.
4. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan
segala kotoran hanya dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzâb [33]:33)
Para ahli tafsir dan
perawi hadis sepakat bahwa ayat yang penuh berkah ini turun berkenaan
dengan lima orang penghuni Kisâ'. Mereka adalah Rasulullah saw.;
junjungan para makhluk, Ali as.; jiwa dan dirinya, Sayyidah Fathimah;
buah hatinya yang suci dan penghulu para wanita di dunia dan akhirat
yang Allah rida dengan keridaannya dan murka dengan kemurkaannya, dan
Hasan dan Husain as.; kedua permata hatinya dan penghulu para pemuda
ahli surga. Tak seorang pun dari keluarga Rasulullah saw. yang lain dan
tidak pula para pemuka sahabatnya yang ikut serta dalam keutamaan ini.
Hal ini dikuatkan oleh beberapa hadis berikut ini:
Pertama, Ummul
Mukminin Ummu Salamah berkata: "Ayat ini turun di rumahku. Pada saat itu
ada Fathimah, Hasan, Husain, dan Ali as. di rumahku. Kemudian
Rasulullah saw. menutupi mereka dengan Kisâ' (kain panjang dan lebar),
seraya berdoa: "Ya Allah, mereka adalah Ahlul Baitku. Hilangkanlah dari
mereka segala kotoran dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.'" Ia
mengulang-ulang doa tersebut dan Ummu Salamah mendengar dan melihatnya.
Lantas dia berkata: "Apakah aku masuk bersama Anda, ya Rasulullah?" Lalu
dia mengangkat Kisâ' tersebut untuk masuk bersama mereka. Tetapinya
menarik Kisâ' itu sembari bersabda: "Sesungguhnya engkau berada dalam
kebaikan."
Kedua, dalam sebuah riwayat Ibn Abbâs berkata: "Aku
menyaksikan Rasulullah saw. setiap hari mendatangi pintu rumah Ali bin
Abi Thalib as. setiap kali masuk waktu salat selama tujuh bulan
berturut-turut. Ia mendatangi pintu rumah itu sebanyak lima kali dalam
sehari sembari berkata, 'Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh, hai
Ahlul Bait. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan segala kotoran
hanya dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya. Mari kita kerjakan salat,semoga Allah merahmati
kalian."
Ketiga, dalam sebuah riwayat Abu Barazah berkata: "Aku
mengerjakan salat bersama Rasulullah saw. selama tujuh bulan. Setiap
kali keluar dari rumah, ia mendatangi pintu rumah Fathimah as. seraya
bersabda, 'Salam sejahtera atas kalian. Sesungguhnya Allah bermaksud
menghilangkan segala kotoran hanya dari kamu, hai Ahlul Bait, dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.'"
Sesungguhnya
tindakan-tindakan Rasulullah saw. ini merupakan sebuah pemberitahuan
kepada umat dan seruan kepada mereka untuk mengikuti Ahlul Bait as.
Lantaran Ahlul Bait as. adalah pembimbing bagi mereka untuk meniti jalan
kemajuan di kehidupan duniawi maupun ukhrawi.
c. Kategori Ayat Ketiga
Terdapat beberapa ayat yang turun berkenaan dengan Amirul Mukminin Ali
as. dan juga berkenaan dengan para sahabat Nabi pilihan dan terkemuka.
Berikut ini ayat-ayat tersebut:
1. Allah swt. berfirman: "Dan
di atas Al-A'râf tersebut ada orang-orang yang mengenal masing-masing
dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka." (QS. Al-A'raf [7]:46)
Ibn Abbâs berkata: "Al-A'râf adalah sebuah tempat yang tinggi dari
Shirât. Di atas tempat itu terdapat Abbâs, Hamzah, Ali bin Abi Thalib
as., dan Ja'far pemilik dua sayap. Mereka mengenal para pecinta mereka
dengan wajah mereka bersinar dan juga mengenal para musuh mereka dengan
wajah mereka yang hitam pekat."
2. Allah swt. berfirman: "Di
antara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menepati apa
telah yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang
gugur. Dan di antara mereka ada [pula] yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikit pun tidak mengubah janjinya." (QS. Al-Ahzâb [33]:23)
Ali as.
pernah ditanya tentang ayat ini, sementara ia sedang berada di atas
mimbar. Dia berkata: "Ya Allah, aku mohon ampunanmu. Ayat ini turun
berkenaan denganku, pamanku Hamzah, dan pamanku 'Ubaidah bin Hârist.
Adapun 'Ubaidah, ia telah gugur sebagai syahid di medan Badar dan Hamzah
juga telah gugur di medan perang Uhud. Sementara aku masih menunggu
orang paling celaka yang akan mengucurkan darahku dari sini sampai ke
sini-sembari ia menunjuk jenggot dan kepalanya."
d. Kategori Ayat Keempat
Berikut ini kami paparkan beberapa ayat yang turun memuji Imam Ali as.
dan mengecam para musuhnya yang senantiasa berusaha untuk menghapus
segala keutamaannya.
1. Allah swt. berfirman: "Apakah kamu
menyamakan pekerjaan memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan
haji dan mengurus Masjidil Haram dengan (amal) orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka
tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
kaum yang zalim." (QS. At-Taubah [9]:19)
Ayat ini turun berkenaan
dengan Imam Ali as., Abbâs, dan Thalhah bin Syaibah ketika mereka saling
menunjukkan keutamaan masing-masing. Thalhah berkata: "Aku adalah
pengurus Ka'bah. Kunci dan urusan tabirnya berada di tanganku." Abbâs
berkata: "Aku adalah pemberi minum orang-orang yang beribadah haji." Ali
as. berkata: "Aku tidak tahu kalian ini berkata apa? Sungguh aku telah
mengerjakan salat menghadap ke arah Kiblat selama enam bulan sebelum ada
seorang pun yang mengerjakan salat dan akulah orang yang selalu
berjihad." Kemudian turunlah ayat tersebut.
2. Allah swt.
berfirman: "Maka apakah orang yang telah beriman seperti orang yang
fasik? Tentu tidak sama." (QS. As-Sajdah [32]:18)
Ayat ini turun
memuji Imam Ali as. dan mengecam Walîd bin 'Uqbah bin Abi Mu'îth. Walîd
berbangga diri di hadapan Ali as. seraya berkata: "Lisanku lebih fasih
daripada lisanmu, gigiku lebih tajan daripada gigimu, dan aku juga lebih
pandai menulis." Ali as. berkata: "Diamlah. Sesungguhnya engkau adalah
orang fasik". Kemudian turunlah ayat tersebut.
Ali as. dalam Kaca Mata Sunah
Buku-buku literatur hadis, baik Shihâh maupun Sunan, dipenuhi oleh
hadis-hadis Nabi saw. yang bagaikan bintang-gumintang gemilang
menegaskan keutamaan pelopor keadilan Islam, Imam Ali as., dan
mengangkatnya tinggi di tengah-tengah masyarakat Islam.
Setiap orang
yang mau merenungkan hadis-hadis yang masyhur dan telah tersebar di
kalangan para perawi hadis itu pasti memahami tujuan utama Nabi saw. di
balik hadis-hadis tersebut. yaitu ia ingin mengangkat Ali as. sebagai
khalifah sepeninggalnya sehingga ia menjadi penerus tongkat estafet
kenabian dan tempat rujukan umat yang bertugas menegakkan tonggak
kehidupan mereka, memperbaiki kondisi mereka, dan menuntun mereka
menapak jalan kehidupannya sehingga umat Islam menjadi pelopor bagi
bangsa-bangsa dunia yang lain.
Bila kita mencermati hadis-hadis Nabi
saw. mengenai keutamaan Imam Ali as. itu, niscaya kita temukan
sekelompok hadis dikhususkan untuk dia secara khusus dan sekelompok
hadis yang lain dikhususkan untuk Ahlul Bait Nabi as., yang secara
otomatis kelompok hadis kedua ini juga meliputi Imam Ali as. Hal itu
lantaran ia adalah junjungan 'Itrah.
Berikut ini kami nukilkan beberapa hadis tersebut.
1. Kelompok Hadis Pertama
Hadis-hadis kelompok ini memuat berbagai macam bentuk pemuliaan dan
pengagungan terhadap Imam Ali as. dan penegasan atas keutamaannya.
Hadis-hadis tersebut adalah berikut ini:
a. Kedudukan Ali as. di Sisi Nabi saw.
Amirul Mukminin Ali as. adalah satu-satunya orang yang paling dekat
dengan Rasulullah saw. Ali as. adalah ayah untuk kedua cucunya dan pintu
kota ilmunya. Nabi saw. sangat menghormati dan mencintai Ali as.
Beberapa hadis Nabi saw. menegaskan betapa kecintaannya saw. kepada Ali
as. sangat besar. Mari kita simak bersama beberapa hadis berikut ini.
Ali as., Diri Nabi saw.
Ayat Mubâhalah menegaskan kepada kita bahwa Imam Ali as. adalah diri
dan jiwa Nabi saw. Kami telah memaparkan hal ini pada pembahasan yang
lalu. Nabi saw. sendiri telah menjelaskan dalam berbagai hadis bahwa Ali
as. adalah diri dan jiwanya.
Pada suatu hari, Walîd bin 'Uqbah
memberikan informasi kepda Nabi saw. bahwa Bani Walî'ah telah murtad
dari Islam. Mendengar informasi tersebut, Nabi saw. sangat murka seraya
bersabda: "Apakah Bani Walî'ah menghentikan perbuatan mereka itu atau
aku akan utus kepada mereka seorang laki-laki yang merupakan diri dan
jiwaku; ia akan memerangi mereka dan menyandera kaum wanita mereka.
Laki-laki itu adalah orang ini." Setelah bersabda demikian, Nabi saw.
menepuk pundak Imam Ali as.
Dalam sebuah hadis, 'Amr bin 'Ash
berkata: "Ketika aku kembali dari perang Dzâtus Salâsil, aku mengira
bahwa tidak seorang pun yang lebih dicintai oleh Rasulullah saw.
daripada aku. Aku bertanya kepadanya, 'Ya Rasulallah, siapakah yang
paling Anda cintai?' Rasulullah saw. menyebutkan nama beberapa orang.
Aku bertanya lagi, 'Ya Rasulallah, di manakah Ali?' Nabi saw. menoleh
kepada para sahabat seraya bersabda, 'Sesungguhnya ia bertanya kepadaku
tentang jiwaku.'"
Ali as., Saudara Nabi saw.
Nabi saw. pernah mengumumkan di hadapan para sahabat bahwa Ali as.
adalah saudaranya. Masalah ini telah direkam oleh banyak hadis. Antara
lain ialah:
At-Turmudzî meriwayatkan dengan sanad dari Ibn Umar. Ibn
Umar berkata: "Rasulullah saw. telah mempersaudarakan para sahabatnya.
Kemudain datanglah Ali as. dengan air mata yang berlinang seraya
berkata, 'Ya Rasulallah, engkau telah mempersaudarakan para sahabatmu.
Tetapi mengapa Anda tidak mempersaudarakanku dengan siapa pun?'
Rasulullah saw. bersabda, 'Engkau adalah saudaraku di dunia dan di
akhirat.'"
Nabi saw. mempersaudarakan Ali dengan dirinya bukan
hanya di dunia ini saja. Tetapi persaudaraan antaranya Imam Ali as. ini
berlanjut hingga hari akhirat yang tak berbatas.
Anas bin Malik
berkata: "Rasulullah saw. naik ke atas mimbar. Setelah usai berpidato,
ia bertanya, 'Di manakah Ali bin Abi Thalib?' Ali as. segera bangkit dan
berkata: "Aku di sini, ya Rasulullah.' Tak lama kemudian Nabi saw.
memeluk Ali as. dan mencium keningnya seraya bersabda dengan suara yang
lantang: "Wahai kaum Muslimin, Ali adalah saudaraku dan putra pamanku.
Dia adalah darah dagingku dan rambutku. Dia adalah ayah kedua cucuku
Hasan dan Husain, penghulu para pemuda penghuni surga.'"
Dalam
sebuah riwayat, Ibn Umar berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda pada saat melaksanakan haji Wadâ' sementaranya menunggangi unta
sembari menepuk pundak Ali as.: "Ya Allah, saksikanlah. Ya allah, aku
telah menyampaikan seruan-Mu bahwa orang ini adalah saudaraku, putra
pamanku, menantuku, dan ayah kedua cucuku. Ya Allah, sungkurkanlah orang
yang memusuhinya ke dalam api neraka.'"
Nabi saw. dan Ali as. Berasal dari Satu Pohon
Nabi saw. pernah menegaskan bahwa ia saw. dan Ali as. berasal dari satu
pohon yang sama. Hal ini telah disebutkan dalam beberapa hadis. Berikut
ini adalah contoh dari hadis-hadis tersebut:
Dalam sebuah hadis,
Jâbir bin Abdillah berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda kepada Ali as., 'Hai Ali, sesungguhnya umat manusia berasal
dari berbagai pohon yang berbeda. Sementara engkau dan aku berasal dari
satu pohon yang sama.' Kemudannya membacakan ayat yang berbunyi: "Dan di
atas bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan (tapi
berbeda-beda), dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma
yang bercAbâng dan yang tidak bercAbâng, disirami dengan air yang sama
..." (QS. Ar-Ra'd [13]:4)
Rasulullah saw. bersabda: "Aku dan Ali as. berasal dari satu pohon, sedang umat manusia berasal dari pohon yang berbeda-beda."
Sungguh betapa agung dan mulia pohon tersebut yang telah melahirkan
junjungan alam semesta, Rasulullah saw., dan pintu kota ilmunya, Amirul
Mukminin Ali as. Pohon ini adalah pohon yang penuh berkah; pohon yang
akarnya menghujam ke dalam bumi dan ranting-rantingnya menjulang ke
langit, dan membuahkan hasil bagi umat manusia pada setiap generasi.
Ali as., Wazîr Nabi saw.
Dalam beberapa hadis, Nabi saw. sangat menekankan bahwa Ali as. adalah
wazîrnya. Di antara hadis-hadis tersebut ialah berikut ini:
Dalam
sebuah hadis, Asmâ' binti 'Umais berkata: "Aku pernah mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'Ya Allah, sesungguhnya aku berkata
sebagaimana saudaraku, Mûsâ berkata, 'Ya Allah, jadikanlah untukku
seorang wazîr dari keluargaku, yaitu saudaraku Ali. Kokohkanlah aku
dengannya, sertakanlah dia dalam urusanku agar kami banyak bertasbih
kepada-Mu dan senantiasa mengingat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui kondisi kami".
Ali as., Khalifah Nabi saw.
Nabi saw. memproklamasikan bahwa Ali as. adalah khilafah sepeninggalnya
dari sejaknya memulai dakwah. Hal itu terjadi Ketika ia mengundang kaum
Quraisy agar memeluk Islam. Di akhir pertemuan tersebut, ia saw.
berkata kepada mereka: "Dengan demikian, orang ini-yaitu Ali as.-adalah
saudaraku, washî-ku, dan khalifahku setelahku untuk kalian. Dengarkan
dan taatilah dia."
Rasulullah saw. telah menggandengkan
kekhalifahan Ali as. sepeninggalannya dengan permulaan dakwah Islam. Ia
juga telah menyingkirkan kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala.
Banyak sekali riwayat yang telah menegaskan kekhalifahan Ali as. ini.
Berikut ini sebagian darinya:
Rasululllah saw. bersabda: "Hai Ali, engkau adalah khalifahku untuk umatku."
Beliau saw. juga bersabda: "Di antara mereka, Ali bin Abi Thalib paling
dahulu memeluk Islam, paling banyak ilmu pengetahuannya, dan dia adalah
imam dan khalifah setelahku."
Ali as. di Sisi Nabi saw. Seperti Hârûn di Sisi Mûsâ
Banyak sekali hadis dan riwayat telah diriwayatkan dari Nabi saw. yang
memiliki kandungan yang sama. yaitu ia bersabda kepda Ali as.: "Engkau
di sisiku seperti kedudukan Harus di sisi Mûsâ as. ...."
Berikut ini kami nukilkan sebagian hadis tersebut:
Nabi saw. bersabda kepada Ali as.: "Tidakkah engkau rela bahwa engkau
di sisiku sebagaimana kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as., hanya saja tidak
ada nabi lagi setelahku?"
Sa'îd bin Mûsâyyib meriwayatkan hadis
dari '?mir bin Sa'd bin Abi Waqqâsh, dari ayahnya, Sa'd. Sa'd berkata:
"Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Ali as.: "Engkau di sisiku
seperti kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as., hanya saja tidak ada nabi lagi
setelahku.'"
Sa'îd berkata: "Aku ingin menyampaikan informasi
tersebut kepada Sa'd. Aku menjumpainya dan kuceritakan apa yang
diceritakan oleh '?mir. Sa'd berkata: "Aku pun telah mendengarnya.' Aku
bertanya: "Sungguh engkau telah mendengarnya?" Ia meletakkan jarinya di
kedua telinganya seraya berkata: "Ya, aku telah mendengarnya. Jika
tidak, berarti aku tuli.'"
Ali as., Pintu Kota Ilmu Nabi saw.
Satu hal lagi tentang ketinggian dan keagungan kedudukan Ali as. yang
ditegaskan oleh Nabi saw. adalah bahwa ia telah menjadikannya sebagai
pintu kota ilmunya. Hadis-hadis mengenai hal ini telah diriwayatkan
melalui beberapa jalur sehingga mencapai peringkat qath'î (meyakinkan).
Hadis-hadis ini telah diriwayatkan dari Rasulullah saw. pada beberapa
kesempatan. Di antaranya adalah berikut ini:
Jâbir bin Abdillah
berkata: "Pada peristiwa Hudaibiyah, aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda sambil memegang tangan Ali as.: "Orang ini adalah pemimpin
orang-orang saleh, pembasmi orang-orang zalim, akan ditolong siapa yang
membelanya, dan akan terhina siapa yang menghinanya.' Lalunya
mengeraskan suaranya: "Aku adalah kota ilmu, sedang Ali adalah pintunya.
Barang siapa yang ingin memasuki rumah, hendaklah ia masuk melalui
pintunya.'"
Ibn Abbâs berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Aku
adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Barang siapa yang ingin
memasuki kota, maka hendaklah ia mendatangi pintunya."
Rasulullah
saw. bersabda: "Ali adalah pintu ilmuku dan penjelas risalahku kepada
umatku sepeninggalku nanti. Mencintainya adalah iman, memurkainya adalah
kemunafikan, dan memandangnya adalah kasih sayang."
Amirul
Mukminin Ali as. adalah pintu kota ilmu Nabi saw. Setiap ajaran agama,
hukum syariat, akhlak yang mulia, dan tata krama luhur yang datang
darinya, semua itu bersumber dari Nabi saw. Konsekuensinya, kita harus
mematuhi dan mengikutinya.
Sesungguhnya Nabi saw. telah meninggalkan
sumber ilmu pengetahuan untuk memenuhi kehidupan ini dengan hikmah dan
kesejahteraan. Sumber itunya titipkan kepada Ali as. agar umat ini dapat
menimba darinya. Tetapi sangat sekali, kekuatan zalim yang dengki
kepada Imam Ali as. telah menutup jendela cahaya tersebut, mencegah umat
untuk mengambil manfat darinya, dan membiarkan mereka terperosok ke
dalam kebodohan hidup ini.
Ali as., Serupa dengan Para Nabi
Suatu ketika Nabi saw. berada di tengah-tengah para sahabat. Ia berkata
kepada mereka: "Jika kalian ingin melihat ilmu pengetahuan Adam as.,
kesedihan Nuh as., ketinggian akhlak Ibrahim as., munajat Mûsâ as., usia
Isa as., dan petunjuk serta kelembutan Muhammad saw., maka hendaklah
kalian melihat orang yang akan datang sebentar lagi." Setelah agak lama
mereka menanti-nanti siapa yang akan datang, tiba-tiba Amirul Mukmini
Ali as. muncul."
Seorang penyair terkenal, Abu Abdillah Al-Mufajji',
telah banyak menyusun bait- bait syair tentang keagungan dan kemuliaan
Imam Ali as. Ketika mengungkapkan realita tersebut di atas, ia menulis:
Wahai pendengki kekasihku Ali, masuklah ke dalam neraka Jahim dengan terhina.
Masihkah engkau menyindir manusia terbaik, sedang engkau tersingkirkan dari petunjuk dan cahaya?
Dialah yang mirip para nabi di kala kanak dan muda, di kala menyusu, disapih dan di kala makan.
Ilmunya bagai Adam di kala ia menjelaskan nama-nama dan alam semesta.
Bagai Nuh di kala selamat dari maut ketika ia turun di bukit Jûdî.
Mencintai Ali as., Keimanan; Membencinnya, Kemunafikan
Nabi Muhammad saw. menegaskan kepada umat bahwa mencintai Ali as.
adalah tanda keimanan dan ketakwaam. Sementara membencinya adalah
kemunafikan dan maksiat. Beriktu ini sebagian riwayat yang telah
diriwayatkan darinya tentang hal ini:
Ali as. berkata: "Demi Dzat
yang membelah biji-bijian dan menciptakan manusia, sesungguhnya janji
Nabi yang ummî kepadaku adalah bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali
orang mukmin dan tidak membenciku melainkan orang munafik."
Al-Musâwir Al-Humairî meriwayatkan hadis dari ibunya. Ibunya berkata:
"Ummu Salamah datang menjumpaiku dan aku mendengar ia mengatakan bahwa
Rasulullah saw. bersabda: "Orang munafik tidak akan mencintai Ali dan
orang mukmin tidak akan membencinya.'"
Ibn Abbâs pernah
meriwayatkan sebuah hadis. Ia berkata: "Rasulullah saw. memandang kepada
Ali as. seraya bersabda: "Tidak mencintaimu melainkan orang mukmin dan
tidak membencimu kecuali orang munafik. Barang siapa yang mencintaimu,
berarti ia mencintaiku. Barang siapa yang membencimu, berarti ia
membenciku. Kekasihku adalah kekasih Allah dan pendengkiku adalah
pendengki Allah. Sungguh celaka orang yang mendengkimu setelahku
nanti.'"
Dalam sebuah riwayat, Abu Sa'îd Al-Khudrî berkata:
"Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Ali as., 'Mencintaimu adalah
keimanan dan membencimu adalah kemunafikan. Orang yang pertama masuk
surga adalah pecintamu dan orang pertama yang masuk neraka adalah
pendengkimu.'"
Hadis-hadis di atas telah tersebar luas di kalangan
para sahabat nabi saw. Mereka menerapkan hadis-hadis tersebut kepada
orang yang mencintai Ali as. dan menyebutnya sebagai orang mukmin.
Sementara orang yang mendengkinya mereka sebut sebagai orang munafik.
Seorang sahabat terkemuka yang bernama Abu Dzar Al-Gifârî pernah
berkata: "Kami tidak mengenal orang-orang munafik, kecuali ketika mereka
berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan salat, dan mendengki
Ali bin Abi Thalib as."
Seorang sahabat Nabi terkemuka lainnya yang
bernama Jâbir bin Abdillah Al-Anshârî juga pernah berkata: "Kami tidak
pernah mengenal orang-orang munafik kecuali ketika mereka mendengki Ali
bin Abi Thalib as."
b. Kedudukan Ali as. di Sisi Allah swt.
Selanjutnya kita beralih menjelaskan sebagian hadis yang telah
diriwayatkan dari Nabi saw. berhubungan dengan keagungan Imam Ali as. di
sisi Allah swt. dan kemuliaan-kemuliaan yang ia miliki.
Sejumlah
hadis yang telah diriwayatkan dari Rasulullah saw. berhubungan dengan
kemuliaan Imam Ali as. di sisi Allah di akhirat kelak. Sebagian hadis
tersebut adalah berikut ini:
Imam Ali as., Pembawa Bendera Pujian
Banyak sekali hadis sahih dari Nabi saw. yang menjelaskan bahwa Imam
Ali as. pada Hari Kiamat kelak akan diberikan kemuliaan oleh Allah swt.
untuk membawa bendera pujian. Hal ini adalah anugerah khusus yang tidak
diberikan kepada siapa pun selainnya. Di antara hadis-hadis tersebut
adalah hadis berikut ini:
Rasulullah saw. bersabda kepada Imam Ali
as.: "Pada Hari Kiamat kelak, engkau akan berada di hadapanku. Ketika
itu aku diberi bendera pujian, lalu bendera tersebut kuserahkan
kepadamu. Sementara engkau sedang mengusir orang-orang (yang tidak
berhak) dari telagaku."
Imam Ali as., Pemilik Telaga Haudh Nabi saw.
Banyak sekali hadis Nabi saw. yang menjelaskan bahwa Imam Ali as.
adalah pemilik telaga Haudh Nabi saw., sungai di surga yang paling
sejuk, paling manis, dan sangat indah dipandang mata itu. Tak seorang
pun dapat meneguk airnya kecuali orang yang ber-wilâyah dan mencintai
Imam Ali as. Berikut ini kami paparkan sebagian hadis tersebut:
Rasulullah saw. bersabda: "Ali bin Abi Thalib as. adalah pemilik telaga
Haudh-ku kelak di Hari Kiamat. Di sekelilingnya berjejer gelas-gelas
sebanyak bilangan bintang di langit. Luas telaga Haudh-ku itu sejauh
antara Jâbiyah dan Shan'a."
Imam Ali as., Pemilah Surga dan Neraka
Di antara posisi agung dan mulia yang diberikan oleh Rasulullah saw.
kepada pintu kota ilmunya ini adalah bahwa ia adalah pemilah surga dan
nereka. Ibn Hajar pernah meriwayatkan sebuah hadis bahwa Imam Ali as.
pernah berkata kepada anggota Dewan Syura yang telah dipilih oleh Umar:
"Demi Allah, apakah di antara kalian ada seseorang yang pernah disebut
oleh Rasulullah saw. dengan sabda, 'Wahai Ali, engkau adalah pemilah
surga dan neraka pada Hari Kiamat kelak', selainku?"
"Tak seorang pun", jawab mereka pendek.
Ibn Hajar memberikan catatan atas hadis ini. Ia menulis: "Maksudnya
ialah ucapan yang pernah diriwayatkan dari Imam Ar-Ridhâ as. Sabda Nabi
saw. kepada Ali as., 'Engkau adalah pemilah surga dan neraka pada Hari
Kiamat kelak', berarti engkau, hai Ali, berkata kepada neraka, 'Ini
adalah bagianku dan yang ini adalah bagianmu.'"
Dapat dipastikan
bahwa tak seorang wali Allah pun, baik sebelum maupun setelah Islam,
yang pernah memperoleh kemuliaan tak berbatas ini seperti yang pernah
diperoleh oleh Imam Ali as. Allah swt. telah menganugerahkan kemulian
itu kepadanya sebagai penghargaan atas jerih payah dan jihadnya di jalan
Islam, dan atas usahanya dalam mengikis habis egoisme dan kerelaannya
berkhidmat kepada kebenaran.
2. Kelompok Hadis Kedua
Tidak sedikit hadis yang telah diriwayatkan dari Nabi saw. tentang
keutamaan Ahlul Bait Nabi saw. yang suci, keharusan mencintai dan
berpegang teguh kepada mereka. Berikut ini adalah sebagian dari
hadis-hadis tersebut:
Hadis Tsaqalain
Hadis Tsaqalain termasuk hadis Nabi saw. yang paling indah, paling
sahih, dan paling tersebar luas di kalangan muslimin. Hadis ini telah
diabadikan oleh Enam Kitab Sahih (Al-Kutub As-Sittah), dan para ulama
juga menerimanya.
Perlu diingatkan di sini bahwa Nabi saw. telah
menyampaikan hadis tersebut di beberapa tempat dan kesempatan. Di
antaranya ialah berikut ini:
Zaid bin Arqam meriwayatkan bahwa Nabi
saw. bersabda: "Sesungguhnya aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk
kalian. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak
akan tersesat selamanya sepeninggalku nanti. Salah satunya lebih agung
daripada yang lainnya. Yaitu Kitab Allah, tali yang membentang dari
langit ke bumi, dan yang kedua adalah 'Itrahku, Ahlul Baitku. Keduanya
itu tidak akan pernah berpisah sampai menjumpaiku di telaga Haudh kelak.
Perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan keduanya itu sepeninggalku
kelak."
Nabi saw. juga pernah menyampaikan hadis ini ketika sedang
melaksanakan haji Wada' pada hari Arafah. Jâbir bin Abdillah Al-Anshârî
meriwayatkan hadis seraya berkata: "Aku melihat Rasulullah saw. pada
haji Wada' pada hari Arafah. Ketika itunya berpidato sedangnya berdiri
di atas punggung untanya yang bernama Al-Qashwâ'. Aku mendengarnya
berkata, 'Wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian
sesuatu yang jika kalian mengikutinya, niscaya kalian tidak akan
tersesat, yaitu Kitab Allah dan 'Itrahku, Ahlul Baitku.'"
Rasulullah saw. juga pernah berpidato di hadapan para sahabat Ketika ia
berada di atas ranjang pada saat mendekati wafat. Ia saw. bersabda:
"Wahai manusia, sebentar lagi nyawaku akan diambil dengan cepat, lalu
aku pergi. Dan sebelum ini aku pernah menyampaikan suatu ucapan kepada
kalian. Yaitu aku tinggalkan untuk kalian Kitab Tuhanku Yang Mulia nan
Agung dan 'Itrahku, Ahlul Baitku." Kemudian ia saw. memegang tangan Ali
as. seraya berkata: "Inilah Ali yang selalu bersama Al-Qur'an dan
Al-Qur'an pun senantiasa bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah
hingga mendatangiku di telaga Haudh."
Hadis Bahtera Nuh as.
Dalam sebuah riwayat, Abu Sa'îd Al-Khudrî berkata: "Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya perumpamaan Ahlul
Baitku di tengah-tengah kalian adalah bagaikan bahtera Nuh as. Barang
siapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat. Dan barang siapa yang
meninggalkannya, maka ia akan tenggelam. Dan perumpamaan Ahlul Baitku di
tengah-tengah kalian bagaikan pintu Hiththah (pengampunan) bagi Bani
Isra'il. Barang siapa yang memasukinya, maka dosanya akan diampuni."
Hadis tersebut menegaskan agar umat manusia berpegang teguh kepada
'Itrah suci. Karena mereka adalah kunci keselamatan mereka dari
tenggelam dan kebinggungan hidup ini. Ahlul Bait adalah bahtera
penyelamat dan pengaman bagi umat manusia.
Imam Syarafuddin menulis:
"Anda ketahui bahwa maksud dari penyerupaan mereka dengan bahtera Nuh
as. adalah bahwa barang siapa yang bersandar kepada mereka di dunia dan
akhirat; yaitu mengambil ajaran agama, baik pondasi maupun cAbângnya,
dari para imam suci, maka ia akan selamat dari azab api neraka. Dan
barang siapa membelakangi mereka, maka ia seperti orang yang berlindung
kepada bukit ketika topan bergemuruh kencang agar selamat dari ketentuan
Allah. Perbedaannya, ia hanya tenggelam di air. Sedangkan orang yang
meninggalkan para imam suci akan terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
Semoga Allah melindungi kita.
Adapun sisi penyerupaan mereka dengan
pintu pengampunan, artinya adalah Allah swt. menjadikan pintu tersebut
sebagai salah satu lambang kerendahan diri terhadap keagungan-Nya dan
ketundukan kepada ketentuan-Nya. Dengan demikian pintu itu menjadi
faktor pengampunan dosa. Ini adalah rahasia penyerupaan tersebut. Tetapi
Ibn Hajar berupaya mengutarakan rahasia yang lain di balik penyerupaan
itu setelah ia memaparkan hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang
serupa. Ia menulis, 'Sisi penyerupaan mereka dengan bahtera Nuh as.
adalah bahwa barang siapa yang mencintai dan menghormati mereka karena
mensyukuri nikmat kemuliaan mereka dan mengikuti petunjuk ulama mereka,
maka ia akan selamat dari kegelapan pertentangan. Dan barang siapa yang
meninggalkan mereka, maka ia akan tenggelam di lautan pengingkaran
nikmat dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan ... Adapun faktor
penyerupaan mereka dengan pintu Hiththah adalah bahwa sesungguhnya Allah
swt. telah menjadikan masuk ke pintu Araiha atau Baitul Maqdis dengan
rasa rendah hati dan beristrigfar sebagai faktor pengampunan dosa, dan
juga menjadikan kecintaan kepada Ahlul Bait sebagai sebab pengampunan
dosa bagi umat ini, (tidak lebih dari itu).'"
Ahlul Bait Pengaman Umat
Nabi saw. mewajibkan kecintaan kepada Ahlul Bait atas umat ini. Ia
menegaskan bahwa berpegang teguh kepada mereka adalah faktor pengaman
dari kehancuran. Ia saw. bersabda: "Bintang-bintang adalah pengaman bagi
penduduk bumi dari tenggelam. Dan Ahlul Baitku adalah pengaman bagi
umatku dari pertentangan dan pertikaian. Apabila salah satu kabilah Arab
menentang mereka, ini berarti mereka telah bertikai. Akibatnya, mereka
menjadi pengikut Iblis."
Jihad Ali as. Bersama Nabi saw.
Secara positif, landasan dakwah Nabi saw. adalah mengajak umat manusia
kepada perdamaian dan membebaskan mereka dari setiap ancaman kehancuran
dan kerugian perang. Ia memulai dakwah dari kota Mekah, kota sentral
kekuatan jahiliah yang dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Dasar
gerakan dan pemikiran mereka adalah kebodohan, kecongkakan, dan egoisme.
Mereka adalah kaum yang keras kepala, sombong, dan bersikeras untuk
mengadakan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Di samping itu, mereka
melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang beriman kepada missi Nabi
saw. Kondisi ini menyebabkan mereka harus berhijrah ke Habasyah demi
menyelamatkan diri mereka dari kekerasan dan tekanan kaum kafir Quraisy.
Pada saat itu, Rasulullah saw. dilindungi oleh Singa Padang Pasir, Abu
Thalib, dan putranya, Imam Ali as. Setelah Sang Singa ini kembali ke
haribaan Ilahi untuk selamanya, ia tidak memiliki lagi pendukung untuk
berlindung diri. Kesempatan tersebut digunakan oleh kaum kafir Quraisy
untuk bersekongkol membunuhnya. Mengetahui rencana dan makar jahat ini,
ia segera berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Di Madinahnya memperoleh
sambutan yang hangat dan perlindungan dari penduduknya. Mengetahui
peristiwa ini, kaum kafir Quraisy bertambah berang dan marah seperti
orang kebakaran jenggot. Mereka sepakat untuk menyulut api peperangan
dengan penduduk Yatsrib dan berupaya mengerahkan seluruh sarana dan
kekuatan ekonomi untuk menyerang dan melumpuhkan mereka.
Ali as.
senantiasa siap siaga di samping Rasulullah saw. untuk melindunginya dan
melakukan serangan balik dalam seluruh peperangan yang disulut oleh
kaum kafir Quraisy itu. Rasulullah saw. menjadikan Ali as. sebagai
komandan perang yang bertugas di garis depan.
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
1. Perang Badr
Dalam sejarah, peristiwa Badr telah mencatat kemenangan yang gemilang
bagi Islam dan muslimin. Perang ini adalah pukulan yang telak bagi
musyrikin. Dalam perang ini, Allah swt. telah memuliakan hamba dan
Rasul-Nya, Muhammad saw., menghinakan dan menaklukan para musuhnya.
Pahlawan ksatria pada perang ini adalah Imam Amirul mukminin Ali as.
Pedang Ali menghantarkan mereka ke ambang kematian. Kepala musyrikin dan
para penentang Tuhan tertebas habis oleh pedang tersebut. Ketangkasan
dan kegigihan Ali dalam perang tidak diragukan lagi sehingga Jibril
turun dan menyampaikan pujian untuknya dengan ungkapan: "Tidak ada
pedang selain Dzul Fiqâr dan tidak ada pemuda selain Ali."
Kami
telah menjelaskan perang Badr ini dan peran positif Imam Ali as. secara
rinci pada Mawsû'ah Al-Imam Amirul Mukminin Ali as., jilid ke-2.
2. Perang Uhud
Dengan penuh duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy menerima informasi
kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda di front
pertempuran Badar. Hindun, ibu Mu'âwiyah, termasuk salah seorang yang
begitu merasa terpukul dan berduka dengan kekalahan itu. Ia melarang
orang-orang Quraisy, baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, untuk
menangisi para perajurit yang terbunuh di medan Badar. Duka dan
kesedihan itu tidak akan pernah padam di dalam lubuk hati mereka sebelum
mereka dapat melakukan balas dendam.
Abu Sufyân bertindak sebagai
panglima tertinggi pasukan pada perang Uhud. Dialah yang memberikan
semangat kepada masyarakat jahiliah Quraisy untuk memerangi Rasulullah
saw. Mereka mengumpulkan harta benda dan dana untuk membeli peralatan
dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân itu disambut baik oleh
masyarakat demi memerangi Rasulullah saw.
Pasukan Abu Sufyân keluar
menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati yang menggelora
disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun
memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh
genderang dan mendendangkan syair:
Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus yang ia tujukan kepada pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:
Jika kalian maju berperang, kami akan peluk kalian dan gelar permadani.
Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga ribu orang.
Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.
Seorang prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi Thalhah maju ke
depan dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat suranya
tinggi-tinggi: "Hai para sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa
Allah akan mempercepat kami pergi ke neraka dengan pedang-pedang kalian,
dan mempercepat kalian menuju ke surga dengan pedang-pedang kami?
Siapakah yang berani duel denganku?"
Pejuang Islam, Imam Ali as.,
segera menimpali dan menyerangnya. Dengan sabetan pedangnya, lelaki itu
jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Ali as. membiarkannya jatuh dan
tidak meneruskan perlawanannya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah dan
ia binasa. Kaum muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan penuh
gembira, sementara kaum musyrikin menjadi hina dan nyali mereka surut.
Bendera komando pasukan musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang lain.
Imam Ali as. menyambut dan melakukan serangan kepada beberapa orang
Quraisy seraya menebas kepala-kepala mereka dengan pedangnya yang tajam.
Hindun selalu membangkitkan semangat jiwa prajurit kaum musyrikin dan
mendorong mereka agar menyerang kaum muslimin. Setiap kali seorang dari
mereka gugur, ia menawarkan celak sembari berseloroh: "Kamu ini hanyalah
seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini."
Sangat
disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin mengalami kekalahan yang
pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera Islam jatuh
karena itu. Hal itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan Islam
yang berani menyalahi pesan Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw.
memerintahkan sekelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair
agar tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum muslimin dari arah
belakang. Ia sangat menekankan agar mereka tidak bergeser sedikitpun
dari tempat tersebut. Ketika pertempuran sedang terjadi, para pemanah
itu berhasil membidikkan panah-panah mereka ke arah pasukan kafir
Quraisy dan banyak membunuh mereka. Pasukan Quraisy mengalami kekalahan
telak dan mereka kabur tunggang-langgang dengan meninggalkan berbagai
senjata dan barang-barang berharga. Kaum muslimin mulai mengumpulkan
harta rampasan perang. Melihat harta kekayaan yang melimpah itu,
sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk turut serta
berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan pesan Nabi saw.
untuk tetap tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, pimpinan pasukan
kafir Quraisy, melihat kondisi para pemanah tersebut dan merasa memiliki
kesempatan emas. Ia segera melakukan serangan terhadap para pemanah
yang masih tersisa di atas bukit itu sehingga banyak pasukan muslimin
yang terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya menyerang para sahabat
Nabi saw. dari arah belakang dan berhasil memporak-porandakan dan
membunuh prajurit muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin
banyak membunuh tokok-tokoh pasukan muslimin.
Pembelaan Ali as. Terhadap Nabi saw.
Kekalahan yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin. Sebagian
pasukan mereka kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar menghadapi
kaum musyrikin. Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi saw.
yang telah dikepung oleh musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami
luka-luka parah dan jatuh terjerembab ke dalam lubang yang dibuat oleh
Abu Amir dan sengaja ia sembunyikan agar kaum muslimin jatuh ke
dalamnya. Ketika itu, Ali as. berada di samping Rasulullah saw. Ia
segera memegang tangan Nabi saw., sementara Thalhah bin Abdullah
mengangkatnya sehingga ia dapat berdiri. Pada saat itu, Nabi saw.
menoleh kepada Ali as. seraya bertanya: "Hai Ali, apa yang telah mereka
lakukan?" Ali as. menjawab dengan hati yang tersayat: "Ya Rasulallah,
mereka menyalahi janji dan kabur tunggang langgang."
Sekelompok
orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia
terpojok. Ia berkata kepada Ali: "Halaulah mereka, hai Ali." Ali as.
menyerang mereka tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat
orang anak Abu Sufyân bin 'Auf dan enam orang dari kelompok penyerang
tersebut. Setelah berusaha dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as.
berhasil menghalau dan mempermalukan mereka. Kemudian datang lagi
kelompok yang lain untuk menyerang Nabi saw. Di antara mereka terlihat
Hisyâm bin Umayyah. Ali as. pun berhasil membunuhnya, dan mereka yang
masih tersisa kabur. Setelah itu, kelompok ketiga datang menyerang
Rasulullah saw. Di tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin Mâlik. Ali
as. juga berhasil membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur dengan
kekalahan yang memalukan.
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali
as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada
Nabi saw.: "Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat."
Rasulullah saw. bersabda kepadanya: "Kenapa tidak, karena Ali dariku dan
aku darinya." Jibril menimpali: "Dan aku dari kalian berdua."
Dengan penuh keperkasaan dan ketangkasan, Ali as. senantiasa teguh
membela Nabi saw. Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang sebanyak enam
belas tebasan. Setiap tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali as.
jatuh tersungkur ke atas tanah. Tetapi tak seorang pun yang
membangunkannya selain Jibril.
Seluruh musibah dan bencana gala
yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa
ini hanyalah demi membela Islam semata.
Dalam perang Uhud ini,
pejuang Islam abadi yang bernama Hamzah, paman Nabi saw. meneguk cawan
syahadah. Ketika mengetahui kesyahidannya, Hindun sangat gembira dan
berusaha mencari jenazahnya. Tatkala berhasil menemukan jenazahnya,
bagaikan anjing hutan ia merobek perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya,
kemudian mengunyahnya dan memuntahkannya kembali. Ia juga mengiris
hidung dan kedua telinga Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia itu ia
jadikan kalung. Hal itu menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan
Hindun yang sangat mendalam serta fanatismenya yang sangat tinggi.
SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak mau ketinggalan. Ia bergegas menuju
jenazah Hamzah dan berbicara kepadanya dengan penuh caci maki dan
kedengkian seraya berkata: "Hai Abu Amârah, masa telah berganti. Kini
telah tiba saatnya, dan dendam nafsuku menjadi reda." Kemudian Abu
Sufyân mengangkat tombaknya dan menancapkannya ke badan Hamzah yang
sudah tak bernyawa lagi itu sembari berkata: "Rasakanlah, rasakanlah!"
... Setelah berbuat demikian, ia berpaling dengan hati gembira dan suka
ria. Hatinya yang penuh dengan kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-sifat
buruk itu merasa puas dengan terbunuhnya Hamzah.
Setelah peperangan
usai, Nabi saw. menghampiri jenazah pamannya, Hamzah, yang telah
dirobek-robek perutnya oleh Hindun. Dengan hati yang sangat sedih dan
pilu, ia memandang jasad pamannya itu seraya berkata: "Hai Hamzah, aku
belum pernah ditimpa musibah seperti musibah yang kualami lantaran
kepergianmu ini. Aku tidak pernah merasa murka sebagaimana kemurkaanku
atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah tidak berduka dan setelah wafatku
nanti tidak dijadikan tradisi, niscaya sudah aku tinggalkan tubuhmu
sehingga menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung ganas.
Jika sekiranya Allah memenangkanku atas orang-orang kafir Quraisy dalam
sebuah peperangan nanti, maka aku akan mencacah-cacah tiga puluh orang
dari mereka."
Muslimin yang lain pun bangkit menuju jasad Hamzah.
Mereka berkata: "Jika kami dapat mengalahkan orang-orang kafir itu pada
suatu hari nanti, pasti kami akan mencacah-cacah badan mereka dengan
cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Arab pun."
Melihat hal
ini, Jibril turun menyampaikan ayat yang berbunyi: "Jika engkau
menyiksa mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang mereka lakukan
terhadapmu. Tetapi jika kamu bersabar, maka hal itu lebih baik bagi
orang-orang yang sabar. Bersabarlah, kesabaranmu tiada lain kecuali
hanya karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka dan janganlah merasa
sempit hati terhadap tipu daya mereka." (QS. An-Nahl [16]:129-127)
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan
juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh
musuh. Ia bersabda: "Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun
tubuh anjing galak."
Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan
telah bagi kaum muslimin adalah perang Uhud. Ibn Ishâq berkata:
"Sesungguhnya Uhud merupakan hari duka, bencana, ujian berat. Allah
menguji orang yang beriman dengannya dan menampakkan orang munafik yang
melahirkan keimanan pada lisannya, sementara ia menyimpan kekufuran
dalam hatinya. Lebih dari itu, Uhud adalah hari kehormatan bagi
orang-orang yang dimuliakan dengan mati syahid."
Seusai peperangan,
Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan
Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin
hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang
Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan
dalam buku kami, Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
3. Perang Khandak
Nama lain perang Khandak adalah perang Ahzab. Hal itu lantaran beberapa
kelompok kaum musyrikin bergabung membentuk satu kekuatan tunggal untuk
menyerang pasukan Rasulullah saw. Pada peristiwa perang ini, kaum
muslimin betul-betul merasa khawatir dan diliputi rasa takut yang
dahsyat. Faktor utamanya adalah karena pasukan musyrikin yang sangat
kuat dan orang-orang Yahudi juga turut bergabung dengan mereka. Seluruh
pasukan mereka berjumlah sepuluh ribu prajurit. Sementara pasukan
muslimin hanya berjumlah tiga ribu prajurit saja.
Ketika melukiskan
sejauh mana rasa takut yang dialami oleh kaum muslimin dalam peperangan
ini, Al-Qur'an berfirman: "Ketika mereka mendatangimu dari bagian atas
dan bagian bawah kalian dan ketika mata-matamu terbelalak dan rasa
takutmu sampai menembus hati." (QS. Al-Ahzâb [33]:10)
Pada perang
ini, Allah telah memberikan kemenangan bagi Islam melalui tangan Ali bin
Abi Thalib as. Dialah orang yang telah berhasil menghancurkan dan
memporak-porandakan barisan kaum musyrikin.
Menggali Parit
Ketika Nabi saw. mengetahui pasukan Quraisy dan Bani Ghathafân ingin
melakukan serangan terhadap muslimin, ia saw. mengumpulkan para sahabat
dan memberitahukan kepada mereka rencana musuh tersebut. Ia saw. meminta
pendapat mereka masing-masing demi menghalau musuh Islam itu. Salman
Al-Fârisî, salah seorang sahabat terkemuka, mengusulkan untuk menggali
parit di sekitar kota Madinah. Nabi saw. menyetujui pandangannya itu dan
memerintahkan para sahabat untuk menggali parit. Ide tersebut merupakan
taktik perang yang jitu untuk menyelamatkan pasukan muslimin dari
serangan musuh Islam. Melihat parit digali di sekitar kota itu, pasukan
musuh bingung dan tidak memiliki jalan lain untuk melancarkan serangan
terhadap muslimin. Dengan terpaksa, mereka hanya dapat menggunakan anak
panah. Kaum muslimin pun menjawab serangan mereka dengan serangan yang
sama. Saling-melempar anak panah pun terjadi antara kedua pasukan
tersebut tanpa terjadi perangan terbuka di antara mereka.
Imam Ali as. Bertanding dengan 'Amr
Orang-orang kafir Quraisy merasa jengkel dengan kondisi perang semacam
ini. Karena hal itu tidak memberi kemenangan kepada mereka. Mereka
berusaha mencari ukuran lebar parit yang agak sempit agar kuda-kuda
mereka dapat melompati dan menyeberangi parit. Di tengah-tengah mereka
terlihat 'Amr bin Abdi Wud. Dia adalah ksatria Quraisy dan penunggang
kuda Kinânah yang tangguh pada masa jahiliah.
'Amr menggenggam
pedang. Ia laksana benteng kokoh. Ia menaiki kudanya dengan penuh bangga
dan congkak. Dengan segenap kekuatan ia dapat melompati parit. Kaum
muslimin yang menyaksikan hal itu merasa ciut, kerdil, dan gemetar. 'Amr
maju menghadap mereka dengan perlahan tapi pasti. Dengan suara yang
lantang dan penuh penghinaan ia berkata: Hai perajurit Muhammad, adakah
yang berani melawanku?"
Hati kaum muslimin bak tercabut dari
tempatnya. Mereka diliputi rasa takut. Untuk kedua kalinya 'Amr angkat
suara: "Adakah yang berani melawanku?"
Tak seorang pun berani menjawab. Tetapi pejuang Islam, Imam Amirul Mukminin as. menjawab: "Aku yang melawannya, ya Rasulullah."
Rasulullah saw. merasa khawatir atas keselamatan putra pamannya itu. Ia berkata: "Ketahuilah, dia adalah 'Amr!"
Imam Ali as. menaati perintah Rasulullah saw. dan segera duduk kembali.
Kembali 'Amr mengejek kaum muslimin dan berkata: "Hai para sahabat
Muhammad, mana surga yang kalian duga akan memasukinya jika kalian
terbunuh? Siapakah di antara kalian yang menginginkannya?"
Pasukan
muslimin membisu seribu bahasa. Imam Ali as. tetap memaksa Nabi saw.
agar memberi izin untuk melawannya. Tak ada lagi alasan bagi Nabi untuk
menolak desakan Ali as. Nabi saw. menetapkan sebuah predikat bagi Ali
as. sebagai tanda keagungan dan kehormatan. Ia saw. bersabda: "Seluruh
iman telah keluar untuk menentang seluruh kekufuran."
Sungguh betapa
predikat kehormatan yang kekal abadi dan bersinar bak matahari.
Rasulullah saw. telah memberikan predikat "seluruh imam dan Islam" bagi
Abul Husain dan predikat "seluruh kekufuran" bagi 'Amr. Setelah itu Nabi
saw. mengangkat kedua tangan seraya memanjatkan doa dan harapan kepada
Allah swt. agar menjaga putra pamannya itu. Ia saw. berkata: "Ya Allah,
Engkau telah mengambil Hamzah dariku di perang Uhud dan mengambil
'Ubaidah di perang Badar. Maka jagalah Ali pada hari ini. Wahai tuhanku,
janganlah Engkau biarkan aku sendirian. Sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pewaris."
Ali as. maju menyerang dengan penuh semangat.
Ia tidak merasa takut dan gentar sedikitpun terhadap 'Amr bin Abdi Wud.
Ia bangkit dengan tekad yang kokoh membaja bak ksatria yang tak ada
bandingannya. 'Amr terkejut dengan pemuda yang berani maju untuk melawan
dan tak gentar.
'Amr bertanya: "Siapa kamu?"
Imam Ali menjawab dengan meremehkannya: "Aku adalah Ali bin Abi Thalib."
'Amr menampakkan rasa kasihan kepadanya seraya berkata: "Dahulu, ayahmu adalah teman baikku."
Imam Ali as. tidak bergeming sedikit pun dengan celotehan 'Amr itu. Ia
malah menjawab: "Hai 'Amr, engkau telah berjanji kepada kaummu bahwa
tidak seorang pun dari Quraisy yang mengajakmu kepada tiga karakter
melainkan engkau pasti menerimanya?"
'Amr menjawab: "Ya, itulah janjiku."
Ali as. berkata: "Aku mengajakmu kepada Islam."
'Amr tertawa seraya berkata kepada Imam Ali sembari menghina: "Jadi,
aku harus meninggalkan agama nenek moyangku? Jangan usik masalah ini!"
Ali as. berkata: "Aku akan menahan tanganku untuk membunuhmu, dan engkau bebas kembali."
Mendengar ucapan lancang itu, 'Amr marah dan berkata: "Jika begitu, bangsa Arab pasti membincangkan kepengecutanku."
Imam Ali as. melontarkan tawaran ketiga yang 'Amr sendiri telah
berjanji untuk menerimanya. Imam Ali berkata: "Kalau begitu, aku
mengajakmu duel."
'Amr sangat terkejut dengan keberanian pemuda
yang telah berani menantang dan menginjak-injak kehormatannya. 'Amr
turun dari kudanya dan dengan cepat melayangkan pedangnya ke arah leher
Imam Ali as. Imam menangkis serangannya dengan prisai. Tetapi pedang
'Amr dapat menembus ke bagian kepala Imam Ali as. dan menciderainya.
Muslimin yakin bahwa Imam Ali as. telah menjumpai ajal. Tetapi Allah
swt. menolong dan menjaganya. Imam Ali as. kembali menyerang 'Amr dengan
pedang hingga ia roboh. Ksatria Quraisy dan simbol kemusyrikan itu
jatuh tersungkur di atas tanah dengan berlumuran darah seperti seekor
sapi yang disembelih berlumuran darah.
Imam Ali as. mengucapkan
takbir yang diikuti oleh pasukan muslimin. Tulang punggung kemusyrikan
telah runtuh dan kekuatannya telah lumpuh. Sementara Islam telah
menggapai kemenangan yang gemilang melalui kegagahan Imam Al-Muttaqîn
as. Sekali lagi Nabi saw. menghadiahkan predikat agung kepada Imam Ali
as. di sepanjang sejarah. Ia bersabda: "Sesungguhnya pertempuran Ali bin
Abi Thalib atas 'Amr bin Abdi Wud pada perang Khandak adalah lebih
utama daripada amal umatku hingga Hari Kiamat."
Salah seorang
sahabat Nabi saw. yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman berkata:
"Seandainya keutamaan Ali as. dengan membunuh 'Amr pada perang Khandak
itu dibagi-bagikan kepada seluruh kaum muslimin, niscaya keutamaan itu
akan mencukupi mereka."
Kemudian turun ayat kepada Rasulullah
saw.:.".. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan
(dengan memberikan kemenangan kepada mereka) ...." (QS. Al-Ahzâb
[33]:25)
Tentang tafsir ayat ini Ibn Abbâs berkata: "Sesungguhnya Allah mencukupkan kaum mukminin dengan pertempuran Ali as."
Di samping itu, Imam Ali as. juga berhasil membunuh seorang prajurit
Quraisy lainnya yang bernama Naufal bin Abdullah. Dengan demikian,
Quraisy mengalami kekalahan yang telak. Ketika itu Rasulullah saw.
bersabda: "Kini kita telah mengalahkan mereka, dan mereka tidak akan
mampu mengalahkan kita."
Akhirnya, pasukan kafir Quraisy mengalami
kerugian dan kegagalan yang fatal. Sebaliknya, muslimin tidak mengalami
kekalahan sedikit pun dalam peperangan ini.
4. Penaklukan Benteng Khaibar
Setelah Allah swt. memuliakan Nabi-Nya dan menghinakan kaum kafir
Quraisy, ia berpikir bahwa program kaum muslimin tidak akan berjalan
lancar, negara Islam tidak akan damai, dan slogan muslimin tidak akan
terangkat tinggi di muka bumi ini selama kekuatan Yahudi sebagai musuh
bebuyutan Islam dari sejak dulu hingga saat itu masih bercokol. Pusat
kekuatan dan eksistensi mereka terletak di benteng Khaibar. Benteng ini
adalah pusat produksi senjata modern pada masa itu. Di antara senjata
yang mereka produksi adalah manjanik yang mampu menembakkan
peluru-peluru api. Ketika itu Yahudi adalah sebuah kekuatan yang siap
membantu setiap golongan yang ingin memerangi Islam dengan berbagai
senjata dari pedang, panah, hingga prisai.
Nabi saw. memerintah
pasukan muslimin agar melakukan serangan terhadap benteng Khaibar. Ia
menyerahkan komando pasukan kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar tiba di
benteng Khaibar dengan pasukannya, orang-orang Yahudi melemparinya
dengan manjanik sehingga Abu Bakar merasa kalah dan kembali dengan
ketakutan dan gemetar. Pada hari kedua, Rasulullah saw. menyerahkan
komando pasukan kepada Umar bin Khattab. Ternyata Umar tidak berbeda
dengan sahabatnya itu. Ia kembali dengan membawa kegagalan. Selama
benteng Khaibar tetap tegar dan tertutup rapat, tak seorang pun yang
akan berhasil menguasai benteng tersebut.
Setelah muslimin tidak
mampu menumbangkan benteng Khaibar dan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
dianggap gagal, Nabi saw. mengumumkan bahwa ia akan mengangkat seorang
komandan perang yang Allah swt. akan memberikan kemenangan di tangannya.
Ia bersabda: "Besok aku akan berikan bendera komando perang kepada
seorang laki-laki yang mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah dan
Rasul-Nya juga mencintainya. Dia tidak akan mundur sampai Allah
memberikan kemenangan kepadanya."
Mendengar maklumat tersebut,
muslimin tidak sabar lagi ingin mengetahui siapakah komandan pasukan
yang Allah akan menganugerahkan kemenangan kepadanya itu. Mereka tidak
menduga bahwa ia adalah Imam Ali as. Karena pada saat itu ia sedang
menderita sakit mata. Ketika sinar matahari pagi mulai menyingsing, Nabi
saw. memanggil Ali as. Ketika itu kedua matanya dibalut dengan kain.
Setelah berada di hadapan Nabi saw., ia melepaskan kain pembalut itu
dari kedua mata Ali as. Lalu Nabi saw. memoleskan ludahnya kepada kedua
matanya. Seketika itu juga sakit mata Ali as. sembuh. Rasulullah saw.
berkata: "Hai Ali, ambillah bendera ini sehingga Allah memberikan
kemenangan kepadamu!"
Pejuang Islam itu menerima bendera komando
tersebut dari Nabi saw. dengan tekad yang kuat membaja dan gagah
perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.: "Apakah aku
perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?"
Nabi saw. menjawab:
"Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan mereka. Lalu
ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban
mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja
dari mereka melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada
memiliki unta merah."
Sang panglima perang, Ali as., segera
melakukan serangan dengan gagah berani. Tak sebersit pun rasa takut dan
gentar tergores di dalam hatinya. Ia mengangkat bendera komando itu
tinggi-tinggi menuju benteng Khaibar. Ia berhasil mencabut pintu benteng
Khaibar dan menjadikannya sebagai prisai untuk menangkal serangan
orang-orang Yahudi. Pasukan Yahudi pun merasa gentar ketakutan dan pucat
pasi. Gerangan ksatria apakah ini?! Ia mampu mencopot pintu benteng
Khaibar dan menjadikannya sebagai perisai! Padahal pintu itu tidak dapat
dicopot kecuali oleh empat puluh orang kuat. Bagaimana mungkin pintu
itu dapat dicopot oleh satu orang saja?! Sungguh hal itu merupakan
keajaiban yang sangat menakjubkan.
Imam Ali as. Melawan Marhab
Marhab adalah seorang ksatria Yahudi yang gagah berani. Ia menantang
Imam Ali as. untuk bertanding. Marhab maju dengan mengenakan penutup
wajah pelindung buatan Yaman dan batu berlobang yang ia letakkan di
kepalanya seraya bersyair:
Khaibar tahu aku adalah Marhab.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Imam Ali as. menyambutnya. Ia mengenakan jubah berwarna merah. Sebagai jawAbân syair Marhab, ia bersyair:
Akulah yang dinamai oleh ibuku Haidar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
'Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
'Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
'Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Tidak seorang perawi pun yang berbeda pendapat bahwa syair tersebut
adalah syair Imam Ali as. Dalam bait-bait syairnya itu, Imam Ali as.
menjelaskan kegagahan, kekuatan, ketangkasan, keberanian, dan
ketegarannya dalam menghadapi orang-orng kafir dan para pembangkang.
Imam Ali as. maju menghadapi Marhab dengan keberaniannya yang luar
biasa. Dengan cepatnya menyabetkan pedangnya ke arah kepala Marhab
hingga menembus penutup kepalanya. Marhab pun terhuyung jatuh ke atas
tanah dengan darah yang bersimbah. Kemudian ia menyeret mayat Marhab dan
membiarkannya terkapar menjadi mangsa binatang-binatang buas dan
burung-burung pemakan bangkai. Dengan itu, Allah swt. telah menetapkan
kemenangan yang gemilang bagi Islam. Benteng Khaibar telah ditaklukkan
dan Allah telah menghinakan kaum Yahudi. Peperangan berakhir dan Imam
Ali as. memberikan pelajaran keberanian yang senantiasa dikenang di
sepanjang sejarah.
5. Penaklukan Kota Mekah
Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang nyata atas hamba dan
rasul-Nya, Muhammad saw. dan menghinakan kekuatan syirik dan tiran.
Kekuatan musuh-musuh Islam telah mengalami kegagalan dan kerugian yang
besar. Sementara kekuasaan Islam terbentang di semanjung jazirah Arabia
dan bendera tauhid berkibar megah.
Rasulullah saw. melihat bahwa
kemenangan yang gemilang bagi Islam tidak akan terealisasi sepenuhnya,
kecuali dengan penaklukan kota Mekah sebagai benteng kemusyrikan dan
kekufuran kala itu yang senantiasa memeranginya selama masih berada di
sana. Nabi saw. meninggalkan kota Mekah dan telah memiliki kekuatan. Ia
bergerak menuju kota itu dengan bala tentara yang terlatih sebanyak
sepuluh ribu atau lebih prajurit bersenjata lengkap. Tetapinya
menyembunyikan tujuan keberangkatan itu kepada para prajuritnya.
Karenanya khawatir jika orang-orang kafir Quraisy tahu, mereka akan
mengadakan perlawanan dan terjadi pertumpahan darah di tanah Haram. Oleh
karena itu, ia merahasiakan tujuan perjalanan tersebut sehingga
kedatangan pasukan muslimin yang secara tiba-tiba tersebut dapat
mengejutkan penduduk Mekah.
Pasukan muslimin bergerak dengan cepat
dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan sedikitpun hingga mereka memasuki
daerah pinggiran kota Mekah, sementara penduduknya tengah lelap dan
lalai. Rasulullah saw. segera memerintahkan para sahabat agar
mengumpulkan kayu bakar. Seketika itu juga, setumpuk besar kayu bakar
telah terkumpul menggunung.
Pada malam gelap gulita itu, Nabi saw.
memerintahkan agar para sahabat menyulut kayu bakar-kayu bakar itu,
sehingga jilatan-jilatan api terlihat dari dalam kota Mekah. Melihat
kejadian itu, Abu Sufyân betul-betul terkejut dan khawatir atas jiwa
raganya. Ia berkata kepada Badîl bin Warqâ' yang tengah berada di
sampingnya: "Aku belum pernah melihat sinar api seterang malam ini sama
sekali." Badîl segera menimpali: "Demi Allah, ini adalah kobaran api
peperangan."
Abu Sufyân mencemooh Badîl sembari berkata: "Kobaran
api peperangan! Cahaya api dan bala tentaranya tidak mungkin sesedikit
ini."
Rasa takut menyelimuti Abu Sufyân. Abbâs segera mendatanginya.
Ia mengetahui kedatangan pasukan Islam untuk menguasai kota Mekah. Ia
berkata kepada Abu Sufyân: "Hai Abu Hanzhalah!"
Abu sufyân yang mengenalnya segera berkata: "Apa ini Abul Fadhl?"
"Ya", jawab Abbâs pendek.
"Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu", tegas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: "Celaka engkau, hai Abu Sufyân. Itu adalah Rasulullah
di tengah-tengah khalayak. Esok paginya akan menaklukkan Quraisy."
Darah Abu Sufyân seketika itu membeku. Ia sangat khawatir terhadap diri
dan kaumnya. Dia berkata dengan nada gemetar: "Apa yang harus kita
lakukan?"
Abbâs segera memberikan solusi sehingga darahnya terjaga.
Ia berkta: "Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, ia pasti
akan menebas batang lehermu. Naikilah ke punggung keledai tua ini. Aku
akan mendatangi Rasulullah untuk mohon perlindungan untukmu."
Abbâs
membonceng Abu Sufyân yang sedang gemetar ketakutan. Abu Sufyân tidak
bisa tidur semalam suntuk. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi atas
dirinya karena berat dan banyaknya kejahatan yang telah ia lakukan atas
kaum muslimin. Setibanya di hadapan Rasulullah saw., ia berkata
kepadanya: "Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Apakah hingga kini belum tiba
waktunya untuk kamu mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah?"
Nabi saw. tidak menampakkan dendam atas berbagai kejahatan yang telah
dilakukan oleh Abu Sufyân terhadapnya. Ia telah mengulurkan tirai atas
kejadian-kejadian tersebut demi menyebarkan ajaran Islam yang tidak
menaruh dendam terhadap kejahatan musuh-musuhnya. Abu Sufyân merengek di
hadapan Nabi saw. untuk memohon maaf seraya berkata: "Demi ayah dan
ibuku, betapa engkau pemaaf, berkepribadian mulia, dan penyambung
persaudaraan. Demi Allah, sungguh aku mengira bahwa sekiranya ada tuhan
lain selain Allah, pasti ia tidak akan membutuhkanku."
Nabi saw.
menoleh ke arah Abu Sufyân seraya berkata dengan lemah lembut: "Celaka
engkau, hai Abu Sufyân! Belumkah tiba waktunya untuk kamu mengenal bahwa
aku adalah utusan Allah?"
Ketika itu Abu Sufyân tidak mampu lagi
menyembunyikan kemusyrikan dan kekufuran yang sudah terukir dalam relung
hatinya. Dia berkata kepada Rasulullah saw.: "Demi ayah dan ibuku,
betapa lembutnya engkau dan betapa mulia dan penyambung persaudaraan
engkau. Adapun masalah ini, hingga saat ini di dalam hatiku masih
terdapat sesuatu."
Abbâs yang mendengar hal itu segera memberikan
peringatan kepadanya bila ia tidak bersaksi atas kenabian dan tidak
masuk Islam. Abbâs berkata: "Celakalah engkau. Masuklah Islam!
Bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamd adalah
Rasulullah sebelum lehermu ditebas!
Lelaki kotor dan keji itu tidak
memiliki jalan lain. Ia terpaksa masuk Islam dengan lisannya. Sementara
kekufuran dan kemusyrikan masih tetap terpendam di dalam relung
hatinya.
Nabi saw. memerintahkan pamannya, Abbâs, agar menahan Abu
Sufyân di sebuah lembah yang sempit sehingga prajurit Islam melewatinya
dan ia menyaksikan mereka. Hal itu agar Quraisy merasa takut untuk
mengadakan perlawanan. Abbâs melaksanakan perintah Nabi saw. Para
prajurit Islam melaluinya dengan membawa aneka ragam senjata.
Abu Sufyân bertanya kepada Abbâs: "Siapakah ini?"
"Sulaim", jawab Abbâs pendek.
"Aku tidak ada urusan dengan Sulaim", tukas Abu Sufyân.
Tidak lama kemudian sekelompok pasukan berkuda lainnya lewat. Abu Sufyân bertanya lagi: "Siapakah ini?"
"Mazînah", jawab Abbâs singkat.
"Aku tiak ada urusan dengan Mazînah", tukas Abu Sufyân.
Kemudian Nabi saw. lewat dengan membawa pasukan berkuda yang berpakain
hijau dengan pedang terhunus. Ia dikelilingi para sahabatnya yang
pemberani. Melihat itu, Abu Sufyân merasa gentar. Ia bertanya: "Siapakan
pasukan berkuda itu?"
"Itu adalah Rasulullah bersama Muhajirin dan Anshar", jawab Abbâs pendek.
"Sungguh kerajaan kemenakanmu telah hebat", tukas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: "Hai Abu Sufyân, itulah kenabian."
Abu Sufyân menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata dengan menghina: "Ya, kalau begitu."
Lelaki jahiliah ini tidak beriman kepada Islam. Ia hanya mengerti
tentang kerajaan dan kekuasaan. Setelah itu Abbâs membebaskannya. Abbâs
segera masuk ke dalam kota Mekah dan berteriak dengan keras: "Hai kaum
Quraisy, Muhammad telah datang kepada kalian dengan pasukan yang kalian
tidak mungkin dapat melawannya. Barang siapa yang memasuki rumah Abu
Sufyân, maka ia akan aman."
Orang-orang Quraisy berkata kepada Abbâs: "Rumahmu tidak dapat menjamin kemanan kami?"
"Barang siapa yang menutup pintunya, maka ia akan aman. Dan barang
siapa yang masuk ke dalam masjid, maka ia akan aman", teriak Abbâs lagi.
Hati kaum Quraisy menjadi tenang. Mereka segera masuk ke dalam rumah
mereka dan masjid. Sementara itu, Hindun menentang Abu Sufyân. Hatinya
dipenuhi kekecewaan. Ia berteriak dengan keras untuk membangkitkan
amarah kaum Quraisy terhadap Abu Sufyân: "Bunuhlah lelaki keji dan kotor
ini! Tindakannya tidak sesuai dengan tindakan seorang pemimpin suatu
kaum."
Abu Sufyân memperingatkan kaum Quraisy agar tidak melawan dan
mengajak mereka untuk menyerah. Nabi saw. memasuki kota Mekah bersama
bala tentara Islam. Allah swt. telah menghinakan Quraisy dan
membahagiakan muslimin yang tertindas selama ini. Nabi saw. segera
menuju ke Ka'bah untuk menghancurkan patung-patung sembahan orang-orang
kafir Quraisy. Ia saw. menikamkan tombak di bagian mata Hubal sambil
berkata: "Telah datang kebenaran dan telah sirna kebatilan. Sesungguhnya
kebatilan itu pasti sirna."
Kemudiannya saw. memerintahkan Ali as.
agar menaiki pundaknya untuk menghancurkan patung-patung dan
membersihkan Baitullah yang suci itu darinya. Ali as. mengangkat
patung-patung itu dan melemparkannya ke atas tanah hingga hancur. Dengan
itu, patung-patung itu telah hancur di tangan pahlawan Islam,
sebagaimana patung-patung pernah dihancurkan oleh kakeknya, Ibrahim
Khalîlullâh.
Haji Wadâ'
Nabi saw. merasa
bahwa ia tidak lama lagi akan berangkat menghadap ke haribaan suci
Ilahi. Karena itu, ia merasa perlu untuk melakukan haji ke Baitullah
untuk menetapkan jalan-jalan keselamatan buat umat manusia. Pada tahun
ke-10 Hijriah, ia berangkat menunaikan ibadah haji. Ia mengumumkan
kepada segenap penduduk bahwa tidak lama laginya akan berangkat menuju
ke alam akhirat dan meninggalkan dunia fana ini untuk selamanya. Ia
bersabda: "Aku tidak tahu, barangkali setelah tahun ini aku tidak dapat
berjumpa lagi dengan kalian untuk selamanya dalam kondisi seperti ini."
Dengan informasi itu, jamaah haji merasa takut dan khawatir. Mereka
melakukan tawaf dengan perasaan sedih sembari berguman: "Nabi saw. telah
memberitahukan kematian dirinya."
Nabi saw. menetapkan jalan-jalan
keselamatan yang dapat menjaga umat dari segala fitnah dan menjamin
kehidupan mereka yang mulia. Ia saw. bersabda: "Hai manusia, aku
tinggalkan buat kalian dua pusaka yang sangat berharga, yaitu kitab
Allah dan 'Itrahku, keluargaku."
Ya, berpegang teguh kepada kitab
Allah, mengamalkan isinya, dan ber-wilâyah kepada Ahlul Bait as. adalah
sebuah jaminan bagi umat dari penyimpangan dalam kehidupan dunia ini.
Setelah selesai melakukan ibadah haji, Rasulullah saw. menyampaikan
sebuah ceramah yang sangat indah. Dalam ceramah ini ia telah menjelaskan
poin-poin yang sangat penting dan ajaran-ajaran Islam yang sangat
benderang. Ia mengakhiri ceramah itu dengan pesan: "Sepeninggalku nanti,
jangan sampai kalian kembali kepada kekufuran dan kesesatan sehingga
segolongan dari kalian membunuh segolongan yang lain. Sesungguhnya aku
telah meninggalkan untuk kalian dua buah pusaka yang kalian pasti tidak
akan tersesat untuk selamanya bila berpegang teguh kepadanya. Yaitu
kitab Allah dan 'Itrahku, keluargaku. Apakah aku telah menyampaikan hal
ini kepada kalian?"
"Ya", jawab mereka serentak.
Kemudian Nabi
saw. bersabda lagi: "Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kalian akan
dimintai tanggung jawab. Hendaknya kalian yang hadir di sini
menyampaikan kepada yang gaib."
Kami telah memaparkan teks ceramahnya saw. ini dalam Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 2.
Muktamar Ghadir Khum
Setelah Nabi saw. menunaikan ibadah haji, ia kembali ke kota Madinah
bersama rombongan jamaah haji. Ketika ia sampai di Ghadir Khum, malaikat
Jibril turun kepadanya dengan membawa perintah Allah swt. yang maha
penting. Allah swt. memerintahkan agarnya menghentikan rombongan di
tempat tersebut guna mengangkat Ali as. sebagai khalifah dan imam atas
umat setelahnya wafat. Juga ditekankan bahwa ia tidak boleh
menunda-nunda pelaksanaan perintah itu. Ketika itu turun ayat: "Hai
Rasulullah, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika
engkau tidak melakukannya, maka berarti engkau belum menyapaikan semua
risalah-Nya. Dan Allah menjagamu dari kejahatan manusia." (QS.
Al-Mâ'idah [5]:67)
Rasulullah saw. menerima perintah tersebut dengan
penuh perhatian. Dengan tekad yang kuat membaja dan kehendak yang
bulat, ia menghentikan perjalanan di tengah-tengah terik matahari padang
pasir. Ia memerintahkan agar kafilah jamaah haji berhenti untuk
mendengarkan ceramah yang akannya sampaikan kepada mereka. Nabi saw.
mengerjakan salat. Setelah usai salat, ia memerintahkan supaya
pelana-pelana unta disusun menjadi mimbar. Setelah itu, ia saw.
menyampaikan ceramah dengan penuh semangat. Ia menyampaikan berbagai
kesulitan dan rintangan yang melitang jalan dakwah Islam yang pada saat
itu umat manusia beada dalam kesesatan. Kemudian ia menyelamatkan
mereka. Ia telah menanamkan pondasi kultur (Islam) dan kemajuan umat
manusia. Kemudian ia saw. menoleh kepada mereka seraya berkata:
"Lihatlah bagaimana kalian memperlakukan dua puaka berharga ini."
Ketika itu sebagian orang bertanya: "Apakah dua pusaka itu, ya Rasulullah?"
Rasulullah saw. menjawab: "Pusaka yang lebih besar adalah kitab Allah;
satu bagian jungnya berada di tangan Allah dan satu ujungnya yang lain
berada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kepadanya dan janganlah
kalian tersesat. Pusaka lainnya adalah lebih kecil, yaitu keluargaku.
Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut dan Mengetahui memberitahukan
kepadaku bahwa kedua pusaka itu tidak akan berpisah hingga keduanya
menjumpaiku di telaga Haudh. Kemudian aku mohon hal itu kepada Tuhanku.
Maka janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian pasti akan
binasa, dan janganlah kalian lalai dari keduanya, niscaya kalian akan
hancur …."
Kemudian Nabi saw. mengangkat tangan washî dan pintu kota
ilmunya, Ali as. dan mewajibkan muslimin untuk ber-wilâyah kepadanya.
Ia telah menobatkan dia sebagai pemimpin umat untuk menunjukkan mereka
kepada jalan yang lurus.
Beliau saw. bersabda: "Hai manusia, siapakah yang lebih utama terhadap orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?"
Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku
adalah pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama terhadap mereka
daripada diri mereka sendiri. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai
pemimpinnya, maka Ali ini adalah pemimpinnya." Ia mengulangi ucapan ini
sampai tiga kali.
Setelah itunya melanjutkan: "Ya Allah, bimbinglah
orang yang ber-wilâyah kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya.
Cintailah orang yang mencintainya dan murkailah orang yang memurkainya.
Tolonglah orang yang menolongnya dan hinakanlah orang yang
menghinakannya. Dan sertakanlah hak bersamanya di mana saja dia berada.
Hendaknya yang hadir menyampaikan hal ini kepada yang gaib …."
Dengan ucapan tersebut, Nabi Muhammad saw. mengakhiri pidatonya, sebuah
pidato yang menentukan Ali as. sebagai rujukan seluruh umat manusia
sepeninggalnya saw. Ia telah menentukan seorang pemimpin yang mengatur
seluruh urusan kamu muslimin setelahnya.
Kaum muslimin menyambut hal
itu dengan membaiat Imam Ali as. dan menyampaikan ucapan selamat atas
jabatannya sebagai pemimpin muslimin. Nabi saw. memerintahkan para Ummul
Mukminin agar membaiatnya. Umar bin Khaththab pun maju menghadap Ali
as. untuk mengucapkan selamat dan menyalAmînya. Ketika itu Umar
mengucapkan ucapannya yang masyhur: "Selamat, hai putra Abi Thalib,
engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin laki-laki dan
perempuan."
Hassân bin Tsâbit pun bangkit untuk membacakan bait-bait syairnya:
Nabi memanggil mereka pada hari Ghadir Khum, dengarkanlah Rasul memanggil.
Dia berkata: "Siapaklah maula dan nabi kalian?" Mereka menjawab dan
tidak seorang pun buta: "Tuhanmu adalah maula kami, dan engkau adalah
nabi kami. Tak seorang pun di antara kami yang menentang."
Dia bekata: "Bangkitlah, hai Ali. Aku rela engkau sebagai imam dan penunjuk jalan setelahku.
Barang siapa aku adalah walinya, maka Ali adalah walinya. Hendaklah kalian menjadi pengikutnya yang jujur."
Dia berdoa: "Ya Allah, cintailah orang yang membantunya dan musuhilah orang yang mendengkinya."
Sesungguhnya membaiat Imam Ali as. pada peristiwa Ghadir Khum adalah
bagian dari missi Islam. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti ia
telah mengingkari Islam, seperti ditegaskan Allamah Al-'Alâ'ilî.
Duka Abadi
Setelah Nabi saw. menyampaikan risalah Tuhan dan menjadikan Ali as.
sebagai pemimpin umat, kesehatannya mulai menurun hari demi hari. Ia
terjangkit penyakit demam berat seperti panas yang membakar. Ia
mengenakan sehelai selimut. Jika istri-istrinya dan para penjenguk
meletakkan tangan mereka di atas selimut tersebut, mereka pasti
merasakan panasnya.
Kaum muslimin berbondong-bondong menjenguknya.
Ia memberitahukan kepada mereka tentang ajalnya dan menyampaikan
wasiatnya yang abadi. Ia berkata: "Hai manusia, sebentar lagi nyawaku
segera akan diambil, lalu aku akan dibawa. Aku sampaikan kepada kalian
sebuah amanat demi menyempurnakan hujah bagi kalian. Aku tinggalkan
untuk kalian kitab Allah dan 'Itrahku, Ahlul Baitku."
Ajal begitu
cepat mendekat kepadanya. Pada waktu itu, ia membaca ada glagat-glagat
fanatisme golongan di dalam diri para sahabat untuk berusaha keras
mengalihkan kekhalifahan dari Ahlul Baitnya as. Ia berpikir bahwa jalan
yang paling tepat adalah mengosongkan kota Madinah dari mereka dengan
cara mengutus mereka untuk memerangi bangsa Romawi. Ia menyiapkkan satu
pasukan perang di bawah komando Usâmah bin Zaid yang masih berusia muda.
Ia saw. tidak menyerahkan kepemimpinan pasukan kepada sahabat yang
sudah berumur. Bahkan ia malah memerintahkan mereka menjadi prajurit
Usâmah. Mereka merasa keberatan untuk bergabung dalam pasukan perang
Usâmah itu.
Mengetahui hal itu, Rasulullah saw. segera naik ke atas
mimbar dan menyampaikan pidato. Ia berkata: "Laksanakanlah perintah
Usâmah! Semoga Allah melaknat orang-orang yang membelot dari pasukan
Usâmah."
Perintahnya yang tegas ini tidak menyenangkan hati mereka.
Mereka malah memasukkan ucapannya itu ke telinga kanan dan
mengeluarkannya dari telinga kiri. Mereka tidak menaati perintahnya. Ada
beberapa pembahasan penting lain dari bagian sejarah Islam ini, dan
kami telah memaparkannya dalam kitab Hayâh Al-Imam Hasan as.
Tragedi Hari Kamis
Sebelum meninggal dunia, Rasulullah saw. melihat pentingnya memperkokoh
baiat terhadap washî dan pintu kota ilmunya yang telah terlaksana di
Ghadir Khum untuk menutup kesempatan bagi para pengkhianat. Ia saw.
berkata: "Ambilkan secarik kertas dan pena untukku. Aku akan menulis
untuk kalian sebuah wasiat agar kalian tidak tersesat untuk selamanya."
Betapa besar nikmat tersebut bagi kaum muslimin. Karena hal itu adalah
sebuah jaminan dari penghulu alam, Rasulullah saw. bahwa umat manusia
tidak akan tersesat sepeninggalannya. Mereka senantiasa dapat berjalan
di atas jalan lurus yang tidak tercerabuti oleh penyimpangan sedikit
pun. Wasiat apakah yang dapat menjamin petunjuk dan kebaikan bagi umat
Islam itu? Wasiat itu tidak lain adalah kepemimpinan Ali as. atas umat
manusia sepeninggalnya.
Sebagian sahabat mengetahui bahwa Nabi
Muhammad saw. bermaksud ingin menulis wasiat mengenai kekhalifahan Ali
as. sepeninggalnya. Oleh karena itu, mereka menolak permintaannya itu
sembari berteriak: "Cukup bagi kita kitab Allah!"
Setiap orang yang
merenungkan penolakan tersebut pasti mengetahui apa maksud ucapan itu.
Sahabat yang menolak itu merasa yakin bahwa Nabi saw. akan mengangkat
Imam Ali as. sebagai khalifah sepeninggalnya melalui wasiat tersebut.
Seandainya sahabat itu tahu bahwa ia hanya ingin berwasiat supaya
perbatasan-perbatasan wilayah negara Islam dijaga atau ajaran-ajaran
agama Islam diperhatikan, pasti ia tidak akan menolak permintaannya
seberani itu.
Yang jelas, ketika itu terjadi keributan di antara
orang-orang yang hadir di rumah Rasulullah saw. Sekelompok dari mereka
berusaha agar permintaannya itu segera dilaksanakan. Sementara
sekelompok yang lain berusaha menghalanginya menulis wasiat tersebut.
Beberapa Ummul Mukminin dan para wanita yang lain melawan sikap para
penentang yang telah berani menghalang-halanginya di saat-saat terakhir
Hayâhnya itu. Mereka berkata dengan nada protes: "Tidakkah kalian
mendengar ucapan Rasulullah saw.? Tidakkah kalian ingin melaksanakan
keinginan Rasulullah saw.?"
Khalifah Umar, dalang dan otak
penentangan itu, bangkit dan berteriak kepada para wanita itu. Ia
berkata: "Sungguh kalian adalah wanita-wanita yusuf. Apabila ia sakit,
kalian hanya bisa menangis. Dan Jika ia sehat, kalian senantiasa
membebaninya".
Mendengar teriakan itu, Rasulullah saw. berkata
seraya membidikkan pandangan matanya yang tajam ke arah Umar: "Biarkan
para wanita itu. Sungguh mereka lebih baik dibandingkan dengan kalian
semua!"
Pertikaian di antara orang-orang yang hadir pun bertambah
sengit. Hampir saja kelompok yang mendukung Nabi saw. untuk menulis
wasiat itu memenangkan pertikaian. Tetapi seorang penentang segera
bangkit dan membidikkan panahnya untuk menghancurkan taktiknya. Orang
itu berkata: "Sesungguhnyanya sedang mengigau."
Betapa lancangnya
orang itu berkata demikian kepada Rasulullah saw. dan sungguh berani ia
menentang poros kenabian. Dia berani mengatakan bahwa Rasulullah saw.
sedang mengigau, padahal Al-Qur'an berfirman: "Sahabat kalian itu tidak
tersesat dan juga tidak menyimpang. Dia tidak berbicara atas dasar hawa
nafsu, melainkan atas dasar wahyu yang diturunkan kepadanya. Dia dididik
oleh Dzat Yang Maha Perkasa." (QS. An-Najm [53]:2-5)
Nabi Muhammad
saw. mengigau? Padahal Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya itu adalah
ucapan seorang rasul yang mulia, yang memiliki kekuatan di sisi 'Arsy
yang tersembunyi." (QS. At-Takwîr [81]:19-20)
Kita harus melihat
peristiwa tersebut secara obyektif dan dengan kesadaran yang bukan
penuh, bukan dengan perasaan dan emosi. Karena hal itu berkaitan erat
dengan realitas agama kita dan dapat mengungkap bagi kita suatu realitas
yang menunjukkan tipu daya musuh terhadap Islam.
Ala kulli hal,
taktkala Ibn Abbâs, panutan umat yang alim itu, menyebutkan peristiwa
yang mengenaskan itu, hatinya pilu bak tersayat sembilu dan melinangkan
air mata bagaikan butiran-butiran permata. Dia berkata: "Hari Kamis! Oh
betapa memilukan tragedi hari Kamis. Pada hari Kamis itu Rasulullah saw.
bersabda: 'Ambilkan kertas dan pena untukku. Aku ingin menulis sebuah
wasiat untuk kalian, agar kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.'
Tetapi mereka berkata: 'Sesungguhnya Rasulullah sedang mengigau.'"
Satu-satunya kemungkinan yang bisa kita ungkapkan berkenaan dengan
masalah ini adalah sekiranya Rasulullah saw. sempat menulis wasiat
berkenaan dengan hak Imam Ali as. itu, wasiat itu tidak akan bermanfaat
sama sekali. Mereka akan menuduhnya saw. sedang mengigau dan tidak
sadarkan diri. Padahal tuduhan semacam ini adalah sebuah tikaman yang
sangat telak atas kesucian kenabian.
Rasulullah saw. Menghadap ke Haribaan Ilahi
Kini tiba saatnya manifestasi kelembutan Ilahi itu harus berangkat ke
langit yang tinggi. Kini tiba saatnya cahaya yang menerangi alam semesta
ini harus pindah ke haribaan suci Ilahi. Malaikat maut telah mendekat
menghampirinya saw. untuk menerima roh yang agung itu. Pada saat itu, ia
saw. menoleh ke washî dan pintu kota ilmunya. Ia saw. bersabda:
"Letakkanlah kepalaku di atas pangkuanmu. Utusan Allah telah tiba.
Apabila rohku telah keluar, maka raih roh itu dan usaplah wajahmu
dengannya. Kemudian hadapkanlah aku ke arah kiblat, uruslah jenazahku,
dan salatilah aku. Engkaulah orang pertama yang menyalatiku. Janganlah
engkau tinggalkan aku hingga engkau kuburkan aku di dalam tanah, dan
mintalah bantuan kepada Allah swt."
Imam Ali as. segera meraih
kepala Rasulullah saw. dan meletakkan kepala suci itu di atas
pangkuannya, lalu ia meletakkan tangan kanannya di bawah dagunya. Tidak
lama kemudian, roh Rasulullah saw. yang agung pun berangkat. Imam Ali
mengusap wajahnya dengan rohnya itu.
Bumi bergoncang dan cahaya
keadilan pun lenyap. Oh, betapa hari-hari yang panjang ini penuh dengan
kesedihan, hari yang gelap gulita tidak ada tandingannya. Telah sirna
mimpi-mimpi kaum muslimin. Kaum wanita Madinah pun keluar sambil
menampar-nampar pipi mereka. Suara duka dan kesedihan mereka terdengar
nyaring. Para Ummul Mukminin menghempaskan jilbab-jilbab dari atas
kepala sembari memukul-mukul dada. Sementara tenggorokan kaum wanita
Anshar parau karena berteriak histris.
Di antara keluarga
Rasulullah saw. yang paling terpukul dan sedih adalah buah hati dan
putri semata wayangnya, Sayyidah Az-Zahrâ' as. Ia merebahkan diri ke
atas jenazah ayahanda tercinta sembari berkata dengan suara yang pilu:
"Oh, ayahku! Oh, nabi rahmatku! Kini wahyu tak 'kan datang lagi. Kini
terputuslah hubungan kami dengan Jibril. Ya Allah, susulkanlah rohku
dengan rohnya. Berikanlah aku syafaat untuk dapat melihat wajahnya.
Janganlah Engkau halangi aku untuk memperoleh pahala dan syafaatnya pada
Hari Kiamat kelak."
Az-Zahrâ' as. berjalan mondar-mandir di
seputar jenazah ayahandanya yang agung itu dengan duka yang mendalam.
Peristiwa itu telah membungkam lidahnya. Ia hanya dapat berkata: "Oh,
ayahku! Kepada Jibril aku menyampaikan bela sungkawa ini. Oh, ayahku!
Surga Firdaus tempat ia berteduh. Oh, ayahku! Ia telah memenuhi
panggilan Tuhan yang telah memanggilnya."
Kewafatan ayahanda
tercinta telah membuat Sayyidah Az-Zahrâ' bisu bagaikan mayat yang tak
bernyawa lagi. Betapa sedihnya Az-Zahra as., buah hati Rasulullah saw.
itu.
Menangani Proses Pemakaman Jenazah yang Agung
Imam Ali as. menangani proses pemakaman jenazah saudara dan putra
pamannya itu sambil mencucurkan air mata yang deras. Ali as. memandikan
jasad yang suci itu sambil berkata dengan suara yang lirih: "Demi ayah
dan ibuku, ya Rasulullah, dengan kepergianmu ini telah terputus kenabian
dan berita langit yang tidak pernah terputus dengan kematian orang lain
selainmu. Engkau dikhususkan (dengan kenabian) sehingga engkau
senantiasa menjadi pelipur lara bagi orang lain, dan missimu bersifat
umum sehingga seluruh manusia sama di hadapanmu. Sekiranya engkau tidak
menyuruhku untuk bersabar dan tidak melarangku untuk berkeluh-kesah,
niscaya telah kutumpahkan seluruh kesedihanku, problem pun
berkepanjangan, dan kesedihan pun berkelanjutan."
Setelah selesai
memandikan jasad Rasulullah saw., Ali as. mengkafaninya dan meletakkan
jazad mulia itu di atas keranda untuk dimakamkan.
Menyalati Jenazah Rasulullah saw.
Orang pertama yang menyalati jenazah Rasulullah saw. yang suci adalah
Allah swt. di atas 'Arsy-Nya, kemudian Jibril as., kemudian Israfil as.,
dan kemudian para malaikat serombongan demi serombongan. Setelah itu,
kaum muslimin berbondong-bondong menyalati jenazah nabi mereka. Imam Ali
as. berkata: "Tak seorang pun yang menjadi imam dalam salat ini. Ia
adalah imam kalian, baik ketika hidup maupun setelah wafat."
Mereka
masuk ke dalam ruangan sekelompok demi sekelompok dan menyalati
jenazahnya dengan berbaris tanpa imam. Salat tersebut dilakukan secara
khusus. Imam Ali as. membacakan bacaan-bacaan salat, sementara mereka
mengikuti bacaan terebut. Bacaan itu adalah
?لسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَشْهَدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْهِ، وَ نَصَحَ لِأُمَّتِهِ، وَ جَاهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَتىَّ أَعَزَّ اللهُ دِيْنَهُ وَ تَمَّتْ كَلِمَتُهُ،
اللَّهُمَّ فَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَتَّبِعُ مَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ، وَ ثَبِّتْنَا بَعْدَهُ وَ اجْمَعْ بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُ
Salam sejahtera, juga rahmat, dan seluruh berkah Allah untukmu, wahai
nabi Allah. Ya Allah, kami bersaksi bahwa ia telah menyampaikan apa yang
telah diturunkan kepadanya, telah menasihati umatnya, dan telah
berjuang di jalan Allah sehingga Allah memuliakan agama-Nya dan
menyempurnakan kalimat-Nya. Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang
mengikuti apa yang telah diturunkan kepadanya. Teguhkanlah kami
sepeninggalnya dan himpunlah kami dengannya.
Sementara seluruh masyarakat yang menyalatinya itu mengucapkan: "Amîn."
Kaum muslimin berjalan melalui jenazah nabi yang agung itu sembari
menatapnya dengan kesedihan dan rasa duka yang sangat dalam. Mereka kini
telah kehilangan penyelamat dan pembimbing. Pembangun negara dan
peradAbân yang tinggi itu telah wafat meninggalkan mereka.
Menguburkan Jenazah Rasulullah saw.
Seusai kaum muslimin menyalati jenazah Rasulullah saw., Imam Ali as.
menggali kuburan untuknya. Setelah itu, ia menguburkan jenazah
saudaranya itu.
Kekuatan Ali telah melemah. Ia berdiri di pinggiran
kubur sembari menutupi kuburan itu dengan tanah dengan disertai linangan
air mata. Ia mengeluh: "Sesungguhnya sabar itu indah, kecuali
terhadapmu. Sesungguhnya berkeluh-kesah itu buruk, kecuali atas dirimu.
Sesungguhnya musibah atasmu sangat besar. Dan sesungguhnya sebelum dan
sesudahmu terdapat peristiwa besar."
Pada hari bersejarah itu,
bendera keadilan telah terlipat di alam kesedihan, tonggak-tonggak
kebenaran telah roboh, dan cahaya yang telah menyinari alam telah
lenyap. Beliaulah yang telah berhasil mengubah perjalanan hidup umat
manusia dari kezaliman yang gelap gulita kepada kehidupan sejahtera yang
penuh dengan peradAbân dan keadilan. Dalam kehidupan ini, suara para
tiran musnah dan jeritan orang-orang jelata mendapat perhatian. Seluruh
karunia Allah terhampar luas untuk hamba-hamba-Nya dan tak seorang pun
memiliki kesempatan untuk menimbun harta untuk kepentingannya sendiri.
Muktamar Tsaqîfah
Dalam sejarah dunia Islam, muslimin tidak pernah menghadapi tragedi
yang sangat berat sebagai cobaan dalam kehidupan mereka seberat
peristiwa Tsaqîfah yang telah menyulut api fitnah di antara mereka dan
membuka pintu kehancuran bagi kehidupan mereka.
Kaum Anshar telah
melangsungkan muktamar di Tsaqîfah Bani Sâ'idah pada hari Rasulullah
saw. wafat. Muktamar itu dihadiri oleh dua kubu, suku Aus dan Khazraj.
Mereka berusaha mengatur siasat supaya kekhalifahan tidak keluar dari
kalangan mereka. Mereka tidak ingin muktamar tersebut diikuti oleh kaum
Muhajirin yang secara terus terang telah menolak untuk membaiat Imam Ali
as. yang telah dikukuhkan oleh Rasulullah saw. sebagai khalifah dan
pemimpin umat pada peristiwa Ghadir Khum. Mereka tidak ingin bila
kenabian dan kekhalifahan berkumpul di satu rumah, sebagaimana sebagian
pembesar mereka juga pernah menentang Rasulullah saw. untuk menulis
wasiat berkenaan dengan hak Ali as. Ketika itu mereka melontarkan
tuduhan bahwa Rasulullah saw. sedang mengigau sehingga mereka pun
berhasil melakukan makar tersebut.
Ala kulli hal, kaum Anshar
merupakan tulang punggung bagi kekuatan bersenjata pasukan Rasulullah
saw. dan mereka pernah menebarkan kesedihan dan duka di rumah-rumah kaum
Quraisy yang kala itu hendak melakukan perlawanan terhadap Rasulullah
saw. Ketika itu orang-orang Quraisy betul-betul merasa dengki terhadap
kaum Anshar. Oleh karena itu, kaum Anshar segera mengadakan muktamar,
karena khawatir terhadap kaum Muhajirin.
Hubâb bin Munzdir berkata:
"Kami betul-betul merasa khawatir bila kalian diperintah oleh
orang-orang yang anak-anak, nenek moyang, dan saudara-saudara mereka
telah kita bunuh."
Kekhawatiran Hubbâb itu ternyata menjadi
kenyataan. Setelah usia pemerintahan para khalifah usai, dinasti Bani
kaum Umayyah berkuasa. Mereka berusaha untuk merendahkan dan menghinakan
mereka. Mu'âwiyah telah berbuat zalim dan kejam. Ketika Yazîd bin
Mu'âwiyah memerintah, ia juga bertindak sewenang-wenang dan
menghancurkan kehormatan mereka dengan berbagai macam siksa dan
kejahatan. Yazîd menghalalkan harta, darah, dan kehormatan mereka pada
tragedi Harrah. Sejarah tidak pernah menyaksikan kekejian dan kekezaman
semacam itu.
Ala kulli hal, pada muktamar Tsaqîfah tersebut, kaum
Anshar mencalonkan Sa'd sebagai khalifah, kecuali Khudhair bin Usaid,
pemimpin suku Aus. Ia enggan berbaiat kepada Sa'd karena kedengkian yang
telah tertanam antara sukunya dan suku Sa'd, Khazraj. Sudah sejak lama,
memang hubungan antara kedua suku ini tegang.
'Uwaim bin Sâ'idah
bangkit bersama Ma'n bin 'Adî, sekutu Anshar, untuk menjumpai Abu Bakar
dan Umar. Mereka ingin memberitahukan kepada Abu Bakar dan Umar
peristiwa yang sedang berlangsung di Tsaqîfah. Abu Bakar dan Umar
terkejut. Mereka segera pergi menuju ke Tsaqîfah secara tiba-tiba.
Musnahlah seluruh cita-cita yang telah dirajut oleh kaum Anshar. Wajah
Sa'd berubah. Setelah terjadi pertikaian yang tajam antara Abu Bakar dan
kaum Anshar, kelompok Abu Bakar segera bangkit untuk membaiatnya. Umar
yang bertindak sebagai pahlawan dalam baiat itu telah memainkan
peranannya yang aktif dalam ajang pertikaian kekuasaan itu. Dia
menggiring masyarakat untuk membaiat sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar
keluar dari Tsaqîfah diikuti oleh para pendukungnya menuju ke masjid
Rasulullah saw. dengan diiringi oleh teriakan suara takbir dan tahlil.
Dalam baiat ini, pendapat keluarga Nabi saw. tidak dihiraukan. Begitu
pula pendapat para pemuka sahabatnya, seperti Ammâr bin Yâsir, Abu Dzar,
Miqdâd, dan sahabat-sahabat yang lain.
Sikap Imam Ali as. Terhadap Pembaiatan Abu Bakar
Para sejarawan dan perawi hadis bersepakat bahwa Imam Ali as. menolak
dan tidak menerima pembaiatan atas Abu Bakar. Ia lebih berhak untuk
menjadi khalifah. Karena beliaulah orang yang paling dekat dengan
Rasulullah saw. Kedudukan Ali as. di sisi Rasulullah saw. adalah seperti
kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as. Islam tegak karena perjuangan dan
keberaniannya. Dia mengalami berbagai macam bencana dalam menegakkan
Islam. Nabi saw. menjadikan Ali as. sebagai saudaranya. Rasulullah saw.
pernah bersabda kepada kaum muslimin: "Barang siapa yang aku adalah
pemimpinnya, maka Ali adalah juga pemimpinnya."
Atas dasar ini, Ali
as. menolak untuk membaiat Abu Bakar. Abu Bakar dan Umar telah
bersepakat untuk menyeret Ali as. dan memaksanya berbaiat. Umar bin
Khaththab bersama sekelompok pengikutnya mengepung rumah Ali as. Umar
menakut-nakuti, mengancam, dan menggertak Ali as. dengan menggenggam api
untuk membakar rumah wahyu itu. Buah hati Rasulullah saw. dan penghulu
para wanita semesta alam keluar dan bertanya dengan suara lantang: "Hai
anak Khaththab, apa yang kamu bawa itu?" Umar menjawab dengan keras:
"Yang aku bawa ini lebih hebat daripada yang telah dibawa oleh ayahmu."
Sangat disayangkan dan menggoncang kalbu setiap muslim! Mereka telah
berani bertindak keras seperti itu terhadap Az-Zahrâ' as., buah hati
Rasulullah saw. Padahal Allah rida karena keridaan Az-Zahrâ' dan murka
karena kemurkaannya. Melihat kelancangan ini, tidak ada yang layak kita
ucapkan selain innâ lillâh wa innâ ilaihi râji'ûn.
Akhirnya, mereka
memaksa Imam Ali as. keluar dari rumahnya dengan paksa. Para pendukung
Khalifah Abu Bakar menyeret Imam Ali as. untuk menghadap dengan pedang
terhunus. Mereka berkata dengan lantang: "Baiatlah Abu Bakar! Baiatlah
Abu Bakar!"
Imam Ali as. membela diri dengan hujah yang kokoh dan
tanpa rasa takut sedikit pun terhadap kekerasan dan kekezaman mereka. Ia
berkata: "Aku lebih berhak atas masalah ini daripada kalian. Aku tidak
akan membaiat kalian, tetapi kalian sebenarnya yang harus membaiatku.
Kalian telah merampas urusan ini dari kaum Anshar dengan alasan bahwa
kalian memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw. Tetapi kalian
telah menggasab kekhalifahan itu dari kami Ahlul Bait secara paksa.
Bukankah kamu telah mengaku di hadapan kaum Anshar bahwa kamu lebih
utama dalam urusan ini daripada mereka karena Nabi Muhammad saw. berasal
dari kalangan kalian, sehingga mereka rela memberikan dan menyerahkan
kepemimpinan itu kepadamu? Kini aku juga ingin berdalih kepadamu seperti
kamu berdalih kepada kaum Anshar. Sesungguhnya aku adalah orang yang
lebih utama dan lebih dekat dengan Rasulullah saw., baik Ketika ia masih
hidup maupun setelah wafat. Camkanlah ucapanku ini, jika kamu beriman.
Jika tidak, maka kamu telah berbuat zalim sedang kamu mengetahuinya."
Betapa indah hujah dan dalil tersebut. Kaum Muhajirin dapat mengalahkan
kaum Anshar lantaran hujah itu, karena mereka merasa memiliki hubungan
kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi saw. Argumentasi Imam Ali as.
lebih tepat, lantaran suku Quraisy yang terdiri dari banyak kabilah dan
memiliki hubungan kekeluargaan dengan Nabi saw. itu bukan anak-anak
paman atau bibinya. Sementara hubungan kekerabatan antara Nabi saw.
dengan Imam Ali as. terjelma dalam bentuk yang paling sempurna. Karena
Ali as. adalah sepupu Nabi saw., ayah dua orang cucunya, dan suami untuk
putri semata wayangnya.
Walau demikian, Umar tetap memaksa Imam Ali as. Umar berkata: "Berbaiatlah!"
"Jika aku tidak melakukannya?", tanya Imam Ali pendek.
"Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, jika engkau tidak membaiat, aku akan penggal lehermu", jawab Umar pendek.
Imam Ali as. diam sejenak. Ia memandang ke arah kaum yang telah
disesatkan oleh hawa nafsu dan dibutakan oleh cinta kekuasaan itu. Imam
Ali as. melihat tidak ada orang yang akan menolong dan membelanya dari
kejahatan mereka. Akhirnya ia menjawab dengan nada sedih: "Jika
demikian, kamu telah membunuh hamba Allah dan saudara Rasulullah."
Umar segera menimpali dengan berang: "Membunuh hamba Allah, ya. Tetapi saudara Rasulullah, tidak."
Umar telah lupa dengan sabda Rasulullah saw. bahwa Imam Ali as. adalah
saudaranya, pintu kota ilmunya, dan kedudukannya di sisinya adalah sama
dengan kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as. Ali as. adalah pejuang pertama
Islam. Semua realita dan keutamaan itu telah dilupakan dan diingkari
oleh Umar.
Kemudian Umar menoleh ke arah Abu Bakar seraya
menyuruhnya untuk mengingkari hal itu. Umar berkata kepada Abu Bakar:
"Mengapa engkau tidak menggunakan kekuasaanmu untuk memaksanya?"
Abu
Bakar takut fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Dia
akhirnya menentukan sikap: "Aku tidak akan memaksanya, selama Fathimah
berada di sisinya."
Akhirnya mereka membebaskan Imam Ali as. Ia
berlari-lari menuju ke makam saudaranya, Rasulullah saw. untuk
mengadukan cobaan dan aral yang sedang menimpanya. Ia menangis
tersedu-sedu seraya berkata: "Wahai putra ibuku, sesungguhnya kaum ini
telah meremehkanku dan hampir saja mereka membunuhku."
Mereka telah
meremehkan Imam Ali as. dan mengingkari wasiat-wasiat Nabi saw.
berkenaan dengan dirinya. Setelah itu ia kembali ke rumah dengan hati
yang hancur luluh dan sedih. Benar telah terjadi apa yang telah
diberitakan oleh Allah swt. akan terjadi pada umat Islam setelah
Rasulullah saw. wafat. Mereka kembali kepada kekufuran. Allah swt.
berfirman: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau
dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik
ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah
sedikit pun ...." (QS. ?li 'Imrân [3]:144)
Sungguh mereka telah
kembali kepada kekufuran, kekufuran yang dapat menghancurkan iman dan
harapan-harapan mereka. Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji'ûn.
Kita
tutup lembaran peristiwa-peristiwa yang mengenaskan dan segala kebijakan
pemerintah Abu Bakar yang tiran terhadap keluarga Nabi saw. ini,
seperti merampas tanah Fadak, menghapus khumus, dan kebijakan-kebijakan
yang lain. Seluruh peristiwa ini telah kami jelaskan secara rinci dalam
Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin as.
Az-Zahrâ' Menuju ke Alam Baka
Salah satu peristiwa yang sangat menyedihkan Imam Ali as. adalah
kepergian buah hati Rasulullah saw., Az-Zahrâ' as. Ia jatuh sakit,
sementara hatinya yang lembut tengah merasakan kesedihan yang mendalam.
Rasa sakit telah menyerangnya. Dan kematian begitu cepat menghampirinya,
sementara usianya masih begitu muda. Oh, betapa beratnya duka yang
menimpa buah hati dan putri semata wayang Rasulullah saw. itu. Ia telah
mengalami berbagai kekezaman dan kezaliman dalam masa yang sangat
singkat setelah ayahandanya wafat. Mereka telah mengingkari kedudukannya
yang mulia di sisi Rasulullah, merampas hak warisannya, dan menyerang
rumahnya.
Az-Zahrâ' telah menyampaikan wasiat terakhir yang maha
penting kepada putra pamannya. Dalam wasiat itu ditegaskan agar
orang-orang yang telah ikut serta merampas haknya tidak boleh menghadiri
pemakaman, jenazahnya dikuburkan pada malam hari yang gelap gulita, dan
kuburannya disembunyikan agar menjadi bukti betapa ia murka kepada
mereka.
Imam Ali as. melaksanakan wasiat istrinya yang setia itu di
pusaranya yang terakhir. Ia berdiri di pinggir makamnya sambil
menyiramnya dengan tetesan-tetesan air mata. Ia menyampaikan ucapan
takziah, bela sungkawa, dan pengaduan kepada Rasulullah saw. setelah
menyampaikan salam kepada beliau:
Salam sejahtera untukmu dariku, ya
Rasulullah, dan dari putrimu yang telah tiba di haribaanmu dan yang
begitu cepatnya menyusulmu. Ya Rasulullah, betapa sedikitnya kesabaranku
dengan kemangkatanmu dan betapa beratnya hati ini. Hanya saja, dalam
perpisahan denganmu dan besarnya musibahmu ada tempat untuk berduka. Aku
telah membaringkanmu di liang kuburmu. Dan jiwamu telah pergi
meninggalkanku ketika kepalamu berada di antara leher dan dadaku. Innâ
lillâh wa innâ ilaihi râji'ûn. Titipan telah dikembalikan dan gadai pun
telah diambil kembali. Tetapi kesedihanku tetap abadi. Malam-malamku pun
menjadi panjang, hingga Allah memilihkan untukku tempatmu yang kini
engkau singgahi. Putrimu akan bercerita kepadamu tentang persekongkolan
umatmu untuk berbuat kejahatan. Tanyakanlah dan mintalah berita mengenai
keadan mereka! Padahal perjanjian itu masih hangat dan namamu masih
disebut-sebut. Salam sejahtera atasmu berdua, salam selamat tinggal,
tanpa lalai dan jenuh. Jika aku berpaling, maka bukan karena bosan. Jika
aku diam, maka bukan karena aku berburuk sangka terhadap apa yang
dijanjikan Allah kepada orang-orang yang sabar.
Ungkapan-ungkapan
Imam Ali as. di atas menunjukkan betapa ia mengalami kesedihan yang
mendalam atas kepergian titipan Rasulullah saw. itu. Ungkapan-ungkapan
itu juga menunjukkan betapa dalamnya sakit hati dan duka yang dialAmînya
akibat perlakuan umat Islam. Imam Ali as. juga minta kepada Rasulullah
saw. agar memaksa putrinya bercerita dan memberikan informasi tentang
seluruh kejahatan dan kezaliman yang telah dilakukan oleh umatnya itu.
Seusai menguburkan jenazah buah hati Rasulullah saw., Imam Ali as.
kembali ke rumah dengan rasa duka dan kesedihan yang datang silih
berganti. Para sahabat telah mengasingkannya. Imam Ali as. berpaling
sebagaimana mereka juga berpaling darinya. Ia bertekad untuk menjauhi
seluruh urusan politik dan tidak ikut campur tangan tentang hal ini.
Pemerintahan Umar
Masa kekuasaan Abu Bakar tidak berlangsung lama. Setelah dua tahun
berkuasa, ia mengalami sakit parah. Pada saat-saat menjelang
kematiannya, ia menyerahkan kekhalifahan kepada sahabatnya, Umar.
Keputusan ini mendapat kritikan dan kecaman keras dari para sahabat
besar. Tetapi ia tidak bergeming. Ia tetap menjalankan tekadnya itu
melalui sebuah surat wasiat. Wasiat ini ditulis oleh 'Utsmân bin 'Affân.
Dia juga yang mengumumkan di hadapan khalayak ramai dan mengajak mereka
untuk membaiat Umar.
Ala kulli hal, Umar telah menerima jabatan
kekhalifahan dengan mudah dan tanpa bersusah payah. Dia menjalankan
pemerintahan dengan tangan besi dan mengatur urusan Negara dengan
kekerasan dan kekezaman. Tindakannya menuai kritikan pedas dari para
sahabat besar. Para sejarawan menulis, sebenarnya perlakuan Umar (selama
menjadi khalifah) itu lebih kejam dan keras daripada pedang Hajjâj bin
Yusuf. Setiap orang yang beroposisi dengannya, ia hadapi dengan kejam
dan bengis. Umar telah menguasai negara sepenuhnya. Dan ia memiliki cara
tersendiri dalam menjalankan roda pemerintahan. Sepak terjang Umar
dalam bidang politik, baik dalam maupun luar negeri, dan bidang ekonomi
telah kami paparkan secara rinci dalam buku kami, Mawsû'ah Al-Imam
Amirul Mukminin as., jilid 2.
Umar Terbunuh
Umar memiliki politik tersendiri untuk imperium Persia. Dia begitu
dengki terhadap imperium ini, sebagaimana juga bangsa Persia
membencinya. Abu Lu'lu'ah adalah seseorang berkebangsaan Persia yang
sangat membenci Umar. Tetapi ia menyembunyikan isi hatinya itu. Pada
suatu hari, ia pernah berlalu di hadapan Umar. Umar berkata kepadanya
sembari mengejek: "Aku dengar engkau mampu membuat gilingan tepung yang
digerakkan dengan tenaga angin?"
Abu Lu'lu'ah merasa tersengat oleh
ucapan Umar yang bernada ejekan itu. Ia emosi seraya berkata: "Aku akan
membuat gilingan tepung yang dapat berbicara dengan manusia."
Pada
hari kedua, Abu Lu'lu'ah behasil membunuh Umar. Ia menikamnya dengan
tiga kali tikaman. Salah satu tikaman itu mengenai bagian bawah perutnya
hingga kulitnya robek. Setelah itu, Abu Lu'lu'ah menyerang orang-orang
yang berada di dalam masjid. Ia berhasil menikam sebanyak sebelas orang.
Kemudian ia melakukan bunuh diri. Umar segera dibawa ke rumahnya,
sementara lukanya banyak mengeluarkan darah. Ia bertanya kepada
orang-orang yang ada di sekitarnya: "Siapakah yang menikamku?"
"Budak Mughîrah", jawab mereka singkat.
Umar menimpali: "Bukankah aku telah berkata kepada kalian, 'Jangan bawa
aku ke hadapan orang dungu sehingga kalian melengahkanku?'"
Kemudian keluarga Umar memanggil seorang tabib. Tabib bertanya kepada Umar: "Minuman apa yang paling kamu sukai?
"Nabîdz (anggur)", jawab Umar pendek.
Umar diberi minum anggur. Cairan anggur itu keluar dari salah satu
tikamannya. Orang-orang yang hadir berkata: "Telah keluar nanah." Lalu
ia diberi minum susu. Keluar lagi nanah dari salah satu tikaman yang
lain. Tabib pun merasa putus asa. Tabib berkata: "Aku menduga engkau
tidak dapat hidup lagi sampai sore hari."
Konsep Syûrâ
Penyakit Umar semakin parah. Ia lama berpikir kepada siapakah
kekhalifahan ini harus diserahkan. Ia teringat kepada para pendukungnya
yang pernah membantunya mengeluarkan kekhalifahan dari keluarga
Rasulullah saw. Ia naik ke atas mimbar dan menampakkan kesedihan kepada
masyarakat. Ia berkata: "Sekiranya Abu 'Ubaidah masih hidup, pasti aku
berikan kekhalifahan ini kepadanya. Karena ia orang jujur di antara umat
ini. Sekiranya Sâlim budak Abi Hudzaifah masih hidup, pasti aku
serahkan kekhalifahan ini kepadanya. Karena ia sangat mencintai Allah
swt."
Padahal, jika kita membuka kembali lembaran sejarah Islam,
kita tidak akan menemukan sedikitpun peran Abu 'Ubaidah di medan jihad
atau khidmatnya kepada dunia Islam. Sâlim budak Abi Hudzaifah adalah
rakyat biasa yang tidak dikenal. Ia hanya memiliki peran ketika
menyerang rumah Imam Ali as. Peristiwa tersebut harus dikaji secara
seksama dan tanpa ada unsur semangat golongan dan fanatisme suku
sehingga muslimin dapat mengetahuinya secara obyektif.
Ala kulli
hal, Umar telah menetapkan konsep Syûrâ, sebuah konsep yang sangat goyah
dan lemah. Tujuan Umar adalah untuk menyingkirkan Imam Ali as. dari
kekhalifahan dan menyerahkannya kepada 'Utsmân bin Affân, pemuka Bani
Umwiyah. Sikap ini menyenangkan hati orang-orang Quraisy yang memiliki
kedengkian dan kebencian yang mendalam kepada Imam Ali as.
Akhirnya,
'Utsmân bin 'Affân memperoleh jabatan kepemimpinan umat Islam sesuai
dengan ketetapan Syûrâ, Syûrâ yang telah menimpakan musibah dan berbagai
fitnah atas kaum muslimin dan menjerumuskan mereka ke lembah
kehancuran. Kami telah menjelaskan konsep Syûrâ yang telah ditetapkan
oleh Umar ini dalam buku kami, Mawsû'ah Al-Imam Amiril Mukminin as. Pada
kesempatan ini, kami hanya menyinggung masalah ini secara sekilas.
Pemerintahan 'Utsmân
Mayoritas kaum muslimin menerima kekhalifahan 'Utsmân dengan penuh
kerisauan dan keraguan. Mereka menilai bahwa naiknya 'Utsmân ke takhta
kekuasaan adalah kemenangan bagi keluarganya yang tidak pernah ikut
andil dalam peperangan melawan musuh-musuh Islam. Dawzî melihat bahwa
kemenangan keluarga Umayyah sebenarnya adalah kemenangan sekelompok
orang yang menyimpan permusuhan terhadap Islam.
Kenyataannya,
'Utsmân mengangkat Bani Umayyah sebagai aparat negara. Mereka menguasai
perekonomian umum demi kepentingan mereka sendiri dan untuk membangun
kembali keluarga mereka yang telah dihancurkan oleh Islam. Mereka telah
membelenggu kepribadian 'Utsmân yang lemah dan memanfaatkan kecintaannya
kepada mereka. Dengan jalan ini, mereka mengeruk harta negara,
sebagaimana unta melahap tumbuh-tumbuhan di musim bunga. Menurut
perspektif Imam Ali as: "Dengan itu, mereka menyebarkan kefakiran dan
kesengsaraan di tengah-tengah masyarakat Islam. Hal itu menyebabkan
kemarahan umat tersebar dan negara hancur luluh."
Faktor penting
lain yang membuat pemerintahan 'Utsmân runtuh adalah ia memberikan
wewenang kepada Bani Umayyah dan Abi Mu'îth atas daerah-daerah kekuasaan
Islam, padahal mereka tidak memiliki kelayakan dan kepandaian sama
sekali dalam mengatur negara. Sebagian dari mereka malah diangkat untuk
menangani masalah-masalah besar negara. Misalnya Walîd bin 'Uqbah
diangkat menjadi gubernur Kufah. Ia menghabiskan kekayaan negara untuk
bermabuk-mabukan setiap malam bersama para wanita penyanyi hingga pagi
hari. Ia pernah mengerjakan salat Shubuh sebagai imam sambil mabuk
sebanyak empat rakaat. Ketika rukuk dan sujud, ia berkata: "Aku ingin
menenggak arak. Berikanlah!" Kemudian ia memuntahkan arak di mihrab
salat dan mengucapkan salam. Setelah itu ia menoleh ke arah orang-orang
yang salat di belakangnya seraya berkata: "Apakah aku perbanyak rakaat
salat ini untuk kalian?" Ibn Mas'ûd menjawab: "Semoga Allah tidak
menambahkan kebaikan padamu dan juga kepada orang yang mengutusmu." Ibn
Mas'ûd mengambil sandal dan memukul wajah Walîd dengan pangkal sandal
itu. Kemudian orang-orang berkumpul. Walîd memasuki istana sambil mabuk
yang diikuti oleh jamaah. Walîd betul-betul bejad dan telah keluar dari
agama.
Para wakil kota Kufah segera pergi ke Yatsrib untuk
mengadukan kelakuan Walîd kepada 'Utsmân. Mereka membawa cincin yang
mereka copot ketika Walid sedang mabuk untuk diperlihatkan kepada
'Utsmân. Sesampainya di sana, mereka mengadukan perbuatan Walîd yang
suka minum arak. Tetapi mereka tidak mendapatkan jawAbân apa-apa. Bahkan
'Utsmân menghadapi mereka dengan ketus dan kejam seraya berkata: "Dari
mana kalian tahu bahwa yang ia minum itu adalah arak?"
"Yang ia minum itu adalah arak yang biasa kita minum pada masa jahiliah", tukas mereka pendek.
'Utsmân naik pitam. Dia mendorong mereka sambil mengeluarkan kata-kata
yang pedas. Akhirnya mereka keluar meniggalkan 'Utsmân setelah menerima
murkanya. Mereka segera menjumpai Imam Ali as. dan menceritakan
peristiwa yang terjadi antara mereka dengan 'Utsmân. Imam Ali as. segera
bangkit menuju 'Utsmân dan berkata kepadanya: "Engkau telah menolak
para saksi dan membatalkan sanksi."
'Utsmân merasa takut atas akibat yang akan terjadi. Ia berkata kepada Imam Ali as.: "Lalu, apa pendapatmu?"
Imam Ali as. menjawab: "Pendapatku adalah utuslah seseorang menemui
sahabatmu itu. Jika ada dua orang yang siap bersaksi atas perbuatannya
itu dan ia tidak memiliki dalih, maka perlakukanlah sanksi atasnya."
'Utsmân menerima pendapat Imam Ali as. Ia segera mengutus seseorang
menjumpai Walîd. Ketika utusan itu tiba di hadapannya, ia memanggil para
saksi. Para saksi bersaksi atas perbuatan Walîd itu. Walîd diam dan
tidak mampu beralasan untuk membela diri. Iapun pasrah untuk menerima
sanksi. Tetapi ia menolak hadir untuk dicambuk karena takut kepada
'Utsmân. Akhirnya Imam Ali as. melakukan sanksi atasnya. Walîd mencerca
Imam Ali as. seraya berkata: "Hai si zalim." 'Aqîl bangkit dan menjawab
cercaannya itu. Mulailah Imam Ali as. mengangkat cambuk tinggi-tinggi
dan memukulnya. 'Utsmân nampak murka dan tidak tega melihat itu. Ia
berteriak kepada Imam Ali as.: "Tidak seharusnya engkau berbuat begitu!"
Imam Ali as. menjawab sesuai dengan hukum syariat yang menegaskan:
"Bahkan lebih keras dari ini bila ia telah berbuat fasik dan melarang
hak Allah dituntut darinya."
Sikap 'Utsmân seperti itu menunjukkan
betapa ia meremehkan pelaksanaan hukum Allah, dan betapa ia menaruh
kasihan terhadap keluarganya yang congkak dan dimurkai Allah.
Kelompok Penentang 'Utsmân
Kaum muslimin pilihan dan yang saleh sangat murka terhadap 'Utsmân dan
para gubernurnya. Mereka mengecam dan melontarkan kritikan-kritikan yang
pedas kepadanya.
Perlu disebutkan di sini, bahwa para penentang
'Utsmân memiliki haluan pemikiran yang berbeda-beda. Mereka terbagi
dalam kelompok kanan dan kelompok kiri. Thalhah, Zubair, 'AIsya'h, dan
'Amr bin 'Ash berdiri di kelompok yang berambisi ingin mencapai
kepentingan pribadi yang sangat sempit. Sedangkan kelompok lainnya
terdiri dari para pembesar Islam seperti 'Ammâr bin Yâsir (anak
keturunan orang-orang yang baik), Abu Dzar Al-Ghifârî sang mujahid
agung, Abdullah bin Mas'ûd sang qârî, dan sahabat-sahabat lainnya yang
telah mendapatkan ujian di jalan dan berhasil lulus dengan rapor yang
memuaskan. Mereka melihat bahwa Sunah Rasulullah saw.telah dibunuh dan
bidah telah dihidupkan kembali, kebenaran telah didustakan dan
pengutamaan telah dilimpahkan kepada orang-orang yang tidak berhak.
Mereka berdiri di hadapan 'Utsmân untuk menentang politiknya dan
menuntut agar ia mengubah perilakunya dan menjauhkan keluarga Umayyah
dari kekuasaan. Mereka tidak mempunyai kepentingan apapun dalam
penentangan tersebut, selain berkhidmat kepada Islam. Tetapi 'Utsmân
tidak mengindahkan keinginan mereka.
Penyerbuan atas 'Utsmân
Setelah berbagai macam cara yang diusulkan kepada 'Utsmân untuk
melakukan perbaikan dalam tubuh sistem pemerintahan tidak berhasil, api
pemberontakan berkobar untuk menentangnya. Para pemberontak mengepung
rumahnya. Mereka menuntut agar ia mengundurkan diri. Tetapi ia menolak.
Mereka menuntut agar ia menjatuhkan hukuman kepada Marwân dan Bani
Umayyah. Tapi 'Utsmân pun tetap acuh tak acuh. Bani Umayyah telah
meninggalkan 'Utsmân sendirian. Sekelompok orang yang dipimpin oleh
Muhammad bin Abu Bakar melakukan penyerbuan terhadap 'Utsmân. Ia
menjambak jenggot 'Utsmân seraya berkata kepadanya: "Allah telah
menghinakanmu, hai Na'tsal."
'Utsmân menjawab: "Aku bukan Na'tsal. Tetapi aku adalah hamba Allah dan Amirul Mukminin."
Muhammad bin Abu Bakar menimpali: "Mu'âwiyah tidak lagi membutuhkanmu."
Muhammad pun menyebutkan beberapa orang dari Bani Umayyah yang turut
mengepung rumahnya.
'Utsmân merengek kepadanya seraya berkata: "Hai
putra saudaraku, lepaskan jenggotku. Ayahmu tidak pernah melakukan
seperti ini."
Muhammad menjawab: "Aku tidak menginginkan atasmu lebih keras dari pegangan tanganku terhadap jenggotmu ini."
Setelah berkata begitu, Muhammad menikamnya dengan belati yang
digenggamnya. Tak ayal lagi, tubuh 'Utsmân menjadi sasaran para
pemberontak dan tubuh tak bernyawa itu dicampakkan ke atas tanah. Tak
seorang pun dari Bani Umayyah dan keluarga Abi Mu'îth yang berani
menolongnya. Para pemberontak telah bertindak keterlaluan dalam
menghinakannya. Mereka mencampakkan tubuh 'Utsmân itu di tempat yang
terhina dan tidak mengizinkan untuk dikuburkan. Hal ini berlanjut hingga
Imam Ali as. menyuruh agar 'Utsmân dikuburkan. Mereka pun mengizinkan
untuk dikuburkan.
Kehidupan 'Utsmân telah berakhir dengan cara yang
sangat mengenaskan. Dengan membunuh 'Utsmân ini, muslimin telah
memperoleh ujian yang sangat berat. Berbagai musibah dan fitnah telah
mengintai dan akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang keburukan yang
sangat besar. Karena Bani Umayyah merasa beruntung dengan terbunuhnya
'Utsmân. Mereka memperoleh celah untuk menuntut darahnya, sebagaimana
kekuatan oposisi seperti Thalhah, Zubair, dan 'AIsya'h juga memperoleh
kesempatan untuk menuntut darahnya. Mereka menjadikan pertikaian ini
sebagai kartu kemenangan bagi diri mereka, padahal mereka sendirilah
yang telah ikut bersekongkol untuk mengepung rumah 'Utsmân.
Kekhalifahan Imam Ali as.
Imam Ali as. merasa sangat gelisah menghadapi peristiwa pembunuhan
'Utsmân. Hal itu lantaran ia tahu tentang peristiwa-peristiwa yang bakal
terjadi. Bani Umayyah dan orang-orang yang rakus kekuasaan pasti akan
menuntut darah 'Utsmân sebagai alasan atas penolakan dan pembangkangan
mereka, bila Imam Ali as. bersedia memegang tampuk kekuasaan.
Ada
hal lain yang membuat Imam Ali as. tidak tenang dan gelisah. Yaitu ia
adalah satu-satunya figur yang dicalonkan sebagai pemimpin umat.
Tentunya ketika ia menduduki jabatan kekhalifahan, ia akan menjalankan
politik atas umat Islam berdasarkan hak, kebenaran, dan keadilan yang
murni, dan menjauhkan para koruptor dan orang-orang yang tamak dunia
dari kursi kekuasaan. Sudah pasti, kelompok oposisi akan menjadi
penghalang bagi strategi politiknya dan akan melakukan perlawanan
bersenjata.
Pada mulanya, Imam Ali as. menolak untuk menjadi
khalifah. Tetapi mayoritas muslimin memaksanya. Mereka menuntut agar ia
memimpin umat Islam. Imam Ali as. menjawab: "Aku tidak memerlukan
kekuasaan. Siapa saja yang kalian pilih, aku akan merestuinya."
Mereka tidak mau mengerti ucapan Imam Ali as. dan tetap memilihnya
sebagai khalifah. Mereka berkata: "Kami tidak memiliki pemimpin selain
dirimu."
Mereka memohon lagi untuk kedua kalinya: "Kami tidak akan memilih selain dirimu."
Imam Ali as. tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau menerima permohonan
mereka. Karena ia tahu bencana dan aral yang akan melintang. Sementara
itu, sekelompok pasukan bersenjata mengadakan sebuah pertemuan setelah
mereka tahu bahwa Imam Ali as. tetap pada pendiriannya; tidak mau
menerima kekhalifahan. Mereka sepakat untuk menghadirkan para tokoh
Madinah dan orang-orang yang memiliki pengaruh, dan mengancam untuk
membunuh Imam Ali as., Zubair dan Thalhah, bila mereka tidak berhasil
mengangkat seorang pemimpin untuk kaum muslimin.
Para pemuka
Madinah segera mendatangi Imam Ali as. Dengan penuh cemas mereka memohon
kepadanya: "Terimalah baiat kami! Terimalah baiat kami! Apakah Anda
tidak melihat apa yang akan terjadi atas Islam dan ancaman para penduduk
terhadap kami?"
Imam Ali as. tetap menolak seraya berkata:
"Biarkanlah aku dan carilah orang selainku." Imam berusaha memberikan
pengertian kepada mereka atas berbagai bencana yang akan ia hadapi. Ia
berkata: "Wahai hadirin, kita akan menghadapi problema yang beraneka
agam sehingga hati ini tidak akan tentram dan akal pikiran tidak akan
tegak."
Mereka tetap tidak memahami ucapan Imam Ali as. Malah mereka
memohon dengan menggunakan gelarnya. Mereka berkata: "Amirul Mukminin
adalah Anda! Amirul Mukminin adalah Anda!"
Akhirnya, Imam Ali as.
menjelaskan kepada mereka sistem pemerintahan yang akan ia jalankan. Ia
menegaskan: "Ketahuilah, jika aku menerima permohonan kalian, aku akan
memperlakukan kalian sesuai dengan ilmuku. Aku tidak akan menggubris
ucapan siapa pun dan tidak menerima kecaman siapa pun. Jika kalian
meninggalkanku, maka aku adalah sama dengan kalian. Barangkali aku akan
mendengarkan kalian dan menaati orang yang kalian serahi urusan ini. Aku
menjadi pembantu kalian adalah lebih baik bagi kalian daripada aku
sebagai pemimpin kalian."
Imam Ali as. telah menjelaskan kepada
mereka sistem pemerintahan yang akan ia jalankan. Yaitu hak, kebenaran,
dan keadilan. Mereka menerima seluruh penjelasan yang telah diberikan
oleh Imam Ali as. Mereka berkata: "Kami tidak akan meninggalkanmu
sebelum kami membaiatmu."
Mereka mengerumuni Imam Ali as. dari
seluruh arah dan menuntut agar ia menerima kekhalifahan. Ketika
menjelaskan pemandangan yang ada pada saat pembaiatan itu, Imam Ali as.
berkata: "Dengan serentak, mereka berdesak-desakan bagai rambut tebal
anjing hutan yang ada di lehernya. Mereka mengerumuniku dari semua arah
hingga Hasan dan Husain terinjak-injak dan bajuku sobek. Mereka
berkumpul di sekelilingku bagaikan kerumunan domba."
Imam Ali as. Menerima Kekhalifahan
Tidak ada alasan lagi bagi Imam Ali as. untuk tidak menerima
kekhalifahan. Ia terpaksa menerima kedudukan ini. Hal itu karena ia
khawatir kepemimpinan umat Islam akan dipegang oleh Bani Umayyah yang
fasik. Ia berkata: "Demi Allah, aku tidak menerima kekhalifahan ini,
melainkan karena aku takut umat Islam ini akan dipermainkan oleh seorang
durjana dari Bani Umayyah yang akan mempermainkan kitab Allah swt."
Masyarakat muslim beramai-ramai menuju ke masjid. Imam Ali as. maju ke
depan sembari diiringi dengan gemuruh takbir dan tahlil. Thalhah maju ke
depan dan membaiat Imam Ali as. dengan tangannya yang lumpuh, tangan
yang cepat sekali akan melanggar janji Allah itu. Imam Ali as. telah
membaca sikapnya itu. Ia berkata: "Betapa cepatnya ia akan melanggar
baiatnya."
Setelah itu, kaum muslimin beramai-ramai membaiat Imam
Ali as. Hal itu berarti mereka telah membaiat Allah dan Rasul-nya.
Pembaiatan umum terhadap Imam Ali as. telah selesai, sebuah pembaiatan
yang tidak pernah terjadi pada masa khalifah-khalifah lainnya. Kaum
muslimin merasa senang dan bahagia dengan itu. Imam Ali as. berkata:
"Begitu gembiranya kaum muslimin dengan pembaiatan terhadapku, sehingga
anak kecil pun merasa gembira. Orang-orang tua tertatih-tatih datang
membaiat, orang-orang yang sakit turut untuk membaiat sambil menahan
derita sakitnya, dan kaki mereka pun lemah lunglai karena ingin
membaiat."
Pada hari bersejarah itu, bendera keadilan dan kebenaran
di dunia Islam telah berkibar. Islam telah kembali kepada kegemilangan
dan kejayaannya.
Keputusan yang Tegas
Setelah Imam Ali as. menduduki kursi kekhalifahan, ia langsung mengeluarkan beberapa keputusan penting sebagai berikut:
1. Mengambil alih tanah-tanah yang pernah diberikan 'Utsmân kepada Bani Umayyah.
2. Mengembalikan alih harta kekayaan negara melimpah yang pernah diberikan 'Utsmân kepada Bani Umayyah dan Bani Abi Mu'îth.
3.Mengambil alih harta kekayaan 'Utsmân, termasuk juga pedang dan perisainya.
4.Memecat seluruh gubernur, karena mereka telah berbuat kezaliman dan kerusakan di muka bumi ini secara terang-terangan.
5.Menyamakan hak antara muslimin dan non-muslim yang tinggal di negara
Islam tapi tidak belum memeluk agama Islam. Persamaan hak ini mencakup:
o Persamaan dalam pemberian tunjangan.
o Persamaan di hadapan undang-undang.
o Persamaan dalam hak dan tugas.
Orang-orang Quraisy merasa sangat jengkel dan kecewa dengan
keputusan-keputusan tersebut. Mereka merasa khawatir terhadap harta
kekayaan yang selama ini telah mereka tunai dari hasil korupsi. Karena
itu, mereka melakukan penentangan dan berusaha menghalangi dan
membendung setiap strategi politik Imam Ali as. yang bertujuan
menegakkan keadilan sosial dan politik di dalam masyarakat Islam.
Akhirnya, berbagai kekuatan oposisi berusaha menyulut api peperangan
melawan Imam Ali as. untuk menjatuhkan pemerintahannya. Secara ringkas,
kami akan menjelaskan beberapa peperangan yang telah berhasil disulut
oleh mereka untuk menentang pemimpin keadilan Islam dan sahabat kaum
tertindas ini.
1. Perang Jamal
Perang Jamal
ini lahir akibat ketamakan politik dan kekuasaan. Mu'âwiyah telah
menipu Zubair dan Thalhah dengan mengiming-imingi kekhalifahan dan
pembaiatan kepada mereka setelah kekuasaan Imam Ali as. berhasil
diruntuhkan. Adapun 'AIsya'h, hatinya telah dikuasai oleh kedengkian dan
kebencian terhadap Imam Ali as. Akhirnya, terbentuklah sebuah fron
oposisi penentang Imam Ali as. yang dikepalai oleh ketiga orang tersebut
di Mekah. Orang-orang yang memiliki sifat tamak, congkak, dan pikiran
dangkal turut mendukung fron ini. 'AIsya'h segera membentuk pasukan,
sementara Bani Umayyah melengkapi mereka dengan senjata dan sarana
perang. Mereka telah mengeluarkan harta melimpah. Harta ini telah
berhasil mereka korupsi dari Baitul Mâl muslimin pada saat mereka
menjadi gubernur selama 'Utsmân memegang tampuk kepemimpinan.
Pasukan yang dipimpin oleh 'AIsya'h, Thalhah, dan Zubair itu berangkat
menuju ke Bashrah. Mereka berhasil menguasai kota Bashrah setelah
melakukan pertempuran sengit dengan pasukan Bashrah. Mengetahui serangan
para pembangkang ini, Imam Ali as. keluar dengan bala tentaranya untuk
menumbangkan mereka. Kedua pasukan tersebut bertempur dengan sengit.
Imam Ali as. berhasil membunuh Thalhah dan Zubair. Komando perang
diambil alih oleh 'AIsya'h. Unta yang ditungganginya dikelilingi oleh
bala tentara yang tak terhitung. Mereka dapat menebas tangan-tangan dan
menghabiskan nyawa-nyawa yang ada di sekelilingnya. Setelah pertempuran
sengit terjadi, unta 'AIsya'h tersungkur jatuh ke atas tanah dan
pasukannya kalah.
Missi peperangan ini pun mengalami kegagalan dan
kerugian yang besar. Peperangan ini telah menimbulkan kerugian yang
memalukan di barisan muslimin dan menebarkan perpecahan dan permusuhan
di antara mereka. Sementara rumah-rumah penduduk Bashrah dipenuhi oleh
duka, kesedihan, dan nestapa.
2. Perang Shiffin
Belum lagi sempat beristirahat untuk menghilangkan kepenatan akibat
perang Jamal, Imam Ali as. telah mendapat ujian berat dari musuh pemakar
yang tidak pernah memiliki satu pun nilai-nilai insani. Dia menggunakan
taktik kemunafikan, tipu daya, dan khianat. Dia mahir dan terbiasa
dengan karakrer buruk ini. Dia adalah Mu'âwiyah bin Abu Sufyan yang
dijuluki oleh para pendukungnya dengan sebutan Kisra Arab. Mereka
menyerahkan kekuasaan Syam kepadanya, sedang mereka tidak memperhatikan
lembaran-lembaran tingkah lakunya yang hitam. Mereka juga tidak
memperhatikan bahwa ia berasal dari pohon yang terkutuk seperti
ditegaskan oleh Al-Qur'an. Apakah mereka tidak pernah mendengar tentang
berbagai peperangan destruktif yang telah disulut oleh Abu Sufyân dan
Bani Umayyah untuk menentang Rasulullah saw., padahal realita itu belum
berlalu terlalu lama? Kemaslahatan apa yang diperoleh kaum muslimin
dengan mengangkat srigala bodoh itu sebagai penguasa Syam sebagai daerah
terpenting bagi negara Islam? Mengapa mereka tidak menyerahkan
kedudukan yang berharga itu kepada putra-putra Rasulullah saw. atau
kepada orang-orang pilihan dan terdidik dari putra-putra suku Aus dan
Khazraj yang telah rela berjuang dengan baik untuk menegakkan ajaran
Islam?
Ringkasnya, Mu'âwiyah telah mengerahkan pasukannya menuju ke
Shiffin untuk memerangi saudara dan pintu kota ilmu Rasulullah saw.
Pasukan Mu'âwiyah berhasil menguasai sungai Furat dan mencegah pasukan
Imam Ali as. untuk mengambil sir minum. Pasukan Mu'âwiyah menganggap hal
ini sebagai sebuah prolog kemenangan.
Imam Ali as. mengerahkan
pasukannya untuk membasmi musuh penipu yang telah mencabut ketaatan dan
bergegas kepada fitnah itu. Pasukan Imam Ali as. percaya dan yakin betul
bahwa mereka sedang memerangi musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
Pasukan Imam Ali as. tiba di Shiffin. Mereka melihat sungai Furat telah
dikelilingi dan dikuasai oleh pasukan Mu'âwiyah. Pasukan Islam tidak
memiliki jalan lain untuk memperoleh air minum. Sementara pasukan
Mu'âwiyah tetap menghalangi mereka untuk mengambil air minum. Seorang
komandan pasukan Imam Ali bertekad untuk menyerang dan
memporak-porandakan barisan pasukan Mu'âwiyah. Sekelompok pasukan Imam
Ali menyerang pasukan Mu'âwiyah dengan ksatria. Pasukan Imam Ali
berhasil menyingkirkan mereka dari sungai Furat dan menimpakan kerugian
yang memalukan kepada mereka. Sebagian pasukan Imam Ali meminta supaya
Imam Ali as. memperlakukan pasukan Mu'âwiyah seperti itu pula. Imam Ali
as. menolak permohonan pasukannya itu. Karena syariat Islam tidak
membenarkan tindakan semacam itu. Sesungguhnya air itu diperbolehkan
untuk diminum sekalipun kepada anjing dan babi.
Imam Ali as.
mengutus beberapa orang kepada Mu'âwiyah untuk melakukan perdamaian dan
menghindari pertumpahan darah. Tetapi Mu'âwiyah menolak usulan itu. Dia
tetap membangkang dan menentang. Api peperangan pun berkobar antara
kedua pasukan dan berlangsung hingga dua tahun lamanya. Pertempuran yang
paling dahsyat terjadi adalah pertempuran yang terjadi pada malam
Al-Harîr. Pertempuran ini telah menelan korban sebanyak 70.000 prajurit
dari kedua belah pihak. Dalam peperangan ini pasukan Mu'âwiyah mengalami
kekalahan telak. Pasukannya porak poranda dan ia hendak melarikan diri.
Tetapi ia mengurungkan niatnya itu setelah ingat syair Ibn Ithnâbah.
Mempermainkan Mushhaf
Pasukan Imam Ali as. melakukan penyerangan di bawah komando Malik
Al-Asytar. Ia hampir saja meraih kemenangan. Jarak antara mereka dengan
kemenangan atas Mu'âwiyah hanyalah seukuran memerah susu kambing. Tetapi
'Amr bin 'Ash, sang penipu ulung, telah mengatur siasat untuk
memporak-porandakan pasukan Imam Ali as. dan menggulingkan
kepemimpinannya. Ibn 'Ash telah menjalin hubungan dengan Asy'ats bin
Qais dan beberapa komandan pasukan Imam Ali as. secara rahasia.Dia telah
berhasil menipu, mengiming-imingi, dan memberikan uang sogok kepada
mereka. Mereka sepakat untuk mengangkat mushhaf Al-Qur'an dan mengajak
muslimin untuk tunduk kepada hukum Al-Qur'an berkenaan dengan perkara
yang sedang mereka perselisihkan itu. Pengangkatan mushhaf dimulai dan
seruan pasukan Mu'âwiyah untuk bertahkim kepada Al-Qur'an terdengar
nyaring. Tipu daya ini laksana halilintar bagi pasukan Imam Ali as.
Sebanyak lebih dari dua puluh ribu prajurit yang berteriak mengajak
untuk bertahkim kepada Al-Qur'an. Imam Ali as. memperingatkan dan
menasihati mereka bahwa semua itu hanyalah sebuah tipu daya belaka.
Mu'âwiyah terpaksa melakukan siasat ini karena pasukannya telah lemah
dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Tetapi pasukan Imam Ali as. tidak
mau mengerti. Bahkan mereka mengancam bila Imam Ali as. tidak
mengabulkan permohonan mereka itu. Akhirnya Imam Ali as. terpaksa
mengabulkan permintaan mereka. Pada saat-saat yang genting dan
mengkhawatirkan itulah kekhalifahan Imam Ali as. berakhir dan tenggelam
cahayanya.
Penentuan Abu Mûsâ Al-Asy'arî
Setelah peristiwa itu, berbagai peristiwa besar berturut-turut menimpa
Imam Ali as. Di antaranya adalah penentuan Abu Mûsâ Al-Asy'arî sebagai
wakil pasukan Irak (untuk menghadiri proses tahkim). Imam Ali as.
menolak penentuan tersebut. Tetapi mereka memaksa Imam Ali as. untuk
memilihnya sebagai wakil mereka. Pasukan Syam memilih 'Amr bin 'Ash
sebagai wakil mereka. Ia berhasil menipu Al-Asy'arî. Sebelumnya, 'Amr
dan Al-Asy'arî telah sepakat untuk mencopot kekhalifahan Imam Ali as.
dan Mu'âwiyah, dan memilih Abudullah bin Umar sebagai pemimpin kaum
muslimin. Al-Asy'arî merasa gembira dengan keputusan ini. Ketika tiba
waktu bertahkim, Al-Asy'arî mencopot kekhalifahan Imam Ali as., tetapi
'Amr bin 'Ash menetapkan kekhalifahan Mu'âwiyah.
3. Melawan Khawârij
Setelah peristiwa tahkim itu, fitnah terjadi di kalangan pasukan Imam
Ali as. Sekelompok orang melakukan pembangkangan. Mereka mengumumkan
akan mengangkat senjata dan menilai bahwa Imam as. telah kafir, karena
ia mau menerima ajakan bertahkim. Padahal sebenarnya, merekalah yang
memaksa Imam Ali as. untuk menerima tahkim. Yel-yel yang mereka
teriakkan adalah lâ hukma illa lillâh (tiada hukum selain hukum Allah).
Tetapi, begitu cepatnya syiar ini berubah menjadi sarana penumpahan
darah dan angkat senjata. Imam Ali as. menghujat dan menyadarkan mereka
atas kekeliruan pandangan mereka itu. Sekelompok dari mereka menerima
pandangannya. Tetapi sekelompok yang lain tetap bersikeras atas
kesesatan dan kebodohan mereka dan menebarkan kerusakan di muka bumi.
Mereka banyak membunuh orang-orang yang tidak berdosa dan menyebarkan
rasa takut di tengah-tengah masyarakat Islam. Akhirnya Imam Ali as.
terpaksa mengadakan perlawanan terhadap mereka. Meletuslah perang
Nahrawan. Dalam peperangan ini, sebagian besar mereka telah tewas.
Peperangan tersebut belum berakhir sampai di situ. Tampak lagi
pembangkangan yang lebih buruk di dalam tubuh pasukan Imam Ali as.
Mereka mengajak untuk memerangi Mu'âwiyah. Tetapi tidak seorang pun yang
mengikuti ajakan mereka itu.
Kekuatan Mu'âwiyah mulai nampak di
panggung politik sebagai kekuatan yang besar. Mulailah mereka menguasai
daerah-daerah Islam dan memerangi daerah-daerah yang taat kepada
kepemimpinan Imam Ali as. Hal itu mereka lakukan untuk menunjukkan bahwa
Imam Ali as. tidak mampu melindungi mereka. Akhirnya sinar kewibawaan
Imam Ali as. mulai pudar dan bencana pun datang menghantuinya silih
berganti. Imam Ali melihat kebejatan Mu'âwiyah semakin kokoh dan sinar
harapan dan angan-angannya pun telah sempurna, sedangkan ia tidak
memiliki satu kekuatan pun yang mampu menegakkan kebenaran dan
menumbangkan kebatilan.
Syahadah Imam Ali as.
Imam Ali as. mulai berdoa, bersimpuh, dan bermunajat kepada Allah swt.
agar Dia segera memnyelamatkan dirinya dari masyarakat yang sesat itu
dan memindahkannya ke alam baka. Di sana ia akan mengadukan kepada putra
pamannya segala bencana dan musibah yang telah menimpanya. Allah swt.
mengabulkan doanya itu. Seorang durjana dan pendurhaka yang bernama
Abdurrahman bin Muljam telah menebas kepala Imam Ali as., seperti
pembunuh unta Nabi Saleh membunuh untanya. Pada waktu itu Imam Ali as.
sedang berdiri di hadapan Allah swt. di mihrabnya mengerjakan salat di
dalam sebuah rumah Allah. Si durjana itu menghunus dan menebaskan
pedangnya. Ketika merasakan pedihnya tebasan pedang itu, ia berteriak:
"Demi Tuhan Ka'bah, sungguh aku telah beruntung."
Penghulu
orang-orang yang bertakwa telah beruntung. Hayâhnya telah berakhir
dengan jihad di jalan Allah dan meninggikan kalimat hak.
Salam
sejahtera Allah atasnya pada hari ia dilahirkan di dalam Ka'bah dan pada
hari ia meneguk cawan syahadah di dalam rumah Allah.
Dengan
syahadahnya itu, bendera hak, kebenaran, dan keadilan terlipat, sinar
hidayah dan cahaya petunjuk yang selama ini telah menyinari dunia Islam
telah padam.
Catatan Kaki:
Murûj
Adz-Dzahab, jilid 2, hal. 3; Al-Fushûl Al-Muhimmah, karya Ibn Shabbâgh,
hal. 24; Mathâlib As-Sa'ûl, hal. 22; Tadzkirah Al-Khawwash, hal. 7;
Kifâyah Ath-Thâlib, hal. 37; Nûr Al-Abshâr, hal. 76; Nuzhah Al-Majâlis,
jilid 2, hal. 204; Syarh asy-Syifâ', jilid 2, hal. 15; Ghâyah
Al-Ikhtishâr, hal. 97; 'Abqariyyah Al-Imam, oleh Al-'Aqqâd, hal. 38;
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 483. Dalam Al-Mustadrak, Al-Hakim
menegaskan: "Terdapat hadis-hadis mutawâtir yang manyatakan bahwa
Fathimah binti Asad melahirkan Ali bin Abi Thalib di dalam Ka'bah."
Hayâh Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 1, hal. 32, menukil dari Manâqib Ali bin Abi Thalib, jilid 3, hal. 90.
Târîkh Al-Khamîs, jilid 2, hal. 275.
Al-Ma'ârîf, hal. 73; Adz-Dzakhâ'ir, hal. 58; Ar-Rriyâdh An-Nâdhirah, jilid 2, hal. 257.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 154.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 102; Faidh Al-Qadîr, jilid 4, hal.
358; Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 156; Fadhâ'il Ash-Shahâbah, jilid 1,
hal. 296.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 102.
Hilyah Al-Awliyâ', jilid 1, hal. 63.
Kunûz Al-Haqâ'iq, karya Al-Manâwî, hal. 43.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 1, hal. 162.
Imtâ' Al-Asmâ', jilid 1, hal. 16.
Hayâh Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 1, hal. 54.
Syarh Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, jilid 4, hal. 116.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 2, hal. 301; Thabaqât Ibn Sa'd, jilid 3, hal.
21; Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 400; Târîkh At-Thabarî, jilid 2, hal.
55.
Khazânah Al-Adab, jilid 3, hal. 213.
Târîkh At-Thabarî,
jilid 2, hal. 63; Târîkh Ibn Al-Atsîr, jilid 2, hal. 24; Musnad Ahmad
bin Hanbal, hal. 263. Peristiwa ini diriwayatkan oleh banyak perawi
hadis.
Târîkh At-Thabarî, jilid 2, hal. 63; Târîkh Ibn Al-Atsîr, jilid 2 hal. 24; Musnad Ahmad, hal. 263.
Târîkh Bagdad, jilid 6, hal. 221; Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 76; Nûr Al-Abshâr, hal. 76.
Tafsir At-Thabarî, jilid 13, hal. 72; Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal.
157; Tafsir Al-Haqâ'iq, hal. 42; Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 129.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 108; Asbâb An-Nuzûl, karya Al-Wâhidî,
hal. 329; Tafsir At-Thabarî, jilid 4, hal. 600; Ad-Durr Al-Mantsûr,
jilid 8, hal. 267.
Usud Al-Ghâbah, jilid 4, hal. 25; Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 78; Asbâb An-Nuzûl, karya Al-Wâhidî, hal. 64.
Ad-Durr Al-Mantsûr, jilid 8, hal. 589; Tafsir At-Thabarî, jilid 30, hal. 17; Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 96.
Tafsir At-Thabarî, jilid 8, hal. 145.
Asbâb An-Nuzûl, hal. 150.
Târîkh Baghdad, jilid 8, hal. 19; Ad-Durr Al-Mantsûr, jilid 6, hal. 19.
Dalâ'il Ash-Shidq, jilid 2, hal. 152.
Tafsir Ar-Râzî, jilid 12, hal. 26; Nûr Al-Abshâr, hal. 170; Tafsir Ath-Thabarî, jilid 6, hal. 186.
Ad-Durr Al-Mantsûr, jilid 3, hal. 106; Tafsir Al-Kasysyâf, jilid 1,
hal. 692; Dzakhâ'ir Al-'Uqbâ, hal. 102; Majma'Az-Zawâ'id, jilid 7, hal.
17; Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 305.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 7,
hal. 103; Dzakhâ'ir Al-'Uqbâ, hal., 25; Nûr Al-Abshâr, hal. 101; Ad-Durr
Al-Mantsûr, jilid 7, hal. 348.
Hilyah Al-Awliyâ', jilid 3, hal. 102.
Tafsir Ar-Râzî, jilid 2, hal. 699; Tafsir Al-Baidhâwî, hal. 76; Tafsir
Al-Kasysyâf, jilid 1, hal. 49; Tafsir Rûh Al-Bayân, jilid 1, hal. 457;
Tafsir Al-Jalâlain, jilid 1, hal. 35; Shahîh Muslim, jilid 2, hal. 47;
Shahîh At-Turmuzî, jilid 2, hal. 166; Sunan Al-Baihaqî, jilid 7, hal.
63; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, hal. 185; Mashâbîh As-Sunnah,
karya Al-Baghawî, jilid 2, hal. 201; Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 3,
hal. 193.
Tafsir Ar-Râzî, jilid 10, hal. 243; Asbâb An-Nuzûl, karya
Al-Wâhidî, hal. 133, Rûh Al-Bayân, jilid 6, hal. 546; Yanâbî'
Al-Mawaddah, jilid 1, hal. 93; Ar-Riyâdh An-Nâdhirah, jilid 2, hal. 227;
Imtâ' Al-Asmâ', hal. 502.
Tafsir Ar-Râzî, jilid 6, hal. 783; Shahîh
Muslim, jilid 2, hal. 331; Al-Khashâ'ish Al-Kubrâ, jilid 2, hal. 264;
Ar-Riyâdh An-Nâdhirah, jilid 2, hal. 188; Tafsir Ibn Jarîr, jilid 22,
hal. 5; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal. 107; Sunan Al-Baihaqî,
jilid 2, hal. 150; Musykil Al-Atsar, jilid 1, hal. 334; Khashâ'ish
An-Nisa'î, hal. 33.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 2, hal. 416; Usud Al-Ghâbah, jilid 5, hal. 521.
Ad-Durr Al-Mantsâr, jilid 5, hal. 199.
Dzakhâ'ir Al-'Uqbâ, hal. 24.
Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 101.
Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 80; Nûr Al-Abshar, hal. . 80.
Tafsir Ath-Thabarî, jilid 10, hal. 68; Tafsir Ar-Râzî, jilid 16, hal.
11; Ad-Durrul Mantsur, jilid 4, hal. 146; Asbâb An-Nuzûl, karya
Al-Wâhidî, hal. 182.
Tafsir Ath-Thabarî, jilid 21, hal. 68; Asbâb
An-Nuzûl, hal. 263; Târîkh Bagdad, jilid 13, hal. 321; Ar-Riyâdh
An-Nâdhirah, jilid 2, hal. 206.
Majma'Az-Zawâ'id, jilid 7, hal. 110.
Tetapi ternyata Walîd berdusta. Kemudian turunlah ayat: "Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan ...." (QS. Al-Hujurât
[49]:6)
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 400.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 2, hal. 299; Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 14.
Dzakhâ'ir Al-'Uqbâ, hal. 92.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 3, hal. 61.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 154.
Ar-Riyâdh An-Nâdhirah, jilid 2, 163.
Târîkh At-Thabarî, jilid 2, hal. 127; Târîkh Ibn Atsîr, jilid 2, hal.
22; Târîkh Abi Al-Fidâ', jilid 1, hal. 116; Musnad Ahmad, jilid 1, hal.
331; Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 399.
Al-Murâja'ât, hal. 208.
Musnad Abu Daud, jilid 1, hal. 29; Hilyah Al-Awliyâ', jilid 7, hal. 195;
Musykil Al-?tsâr, jilid 2, hal. 309; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1,
hal. 182; Târîkh Bagdad, jilid 11, 432; Khashâ'ish An-Nasa'î, hal. 16.
Usud Al-Ghâbah, jilid 4, hal. 26; Khashâ'ish An-Nisa'î, hal. 15; Shahîh Muslim, kitab Fadhâ'il Al-Ashhâb, jilid 7, hal. 120.
Târîkh Bagdad, jilid 2, hal. 377.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 401.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 156; As-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 73.
Mu'jam Al-Udabâ', jilid 17, hal. 200.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 1, hal. 301; Shahîh Ibn Mâjah, jilid 12;
Târîkh Baghdad, jilid 1, hal. 255; Hilyah Al-Awliyâ', jilid 4, hal. 185.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 1, hal. 299.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 133.
Nûr Al-Abshâr, hal. 72.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 129.
Al-Istî'âb, jilid 2, hal. 464.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 400.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 1, hal. 367.
Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 75.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 2, 308.
Shahîh At-Turmudzî, jilid 2, hal. 308; Kanz Al-'Ummâl, jilid 1, hal. 84.
Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah, hal. 75.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, 168; Al-Mustadrak, jilid 2, hal. 43; Târîkh
Baghdad, jilid 2, hal. 120; Al-Hilyah, jilid 4, hal. 306; Adz-Dzakâ'ir,
hal. 20.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 149; Kanz Al-'Ummâl,
jilid 6, hal. 116. Dalam kitab Faidh Al-Qadîr dan Majma' Az-Zawâ'id,
Nabi saw. bersabda: "Bintang-bintang adalah pengaman bagi penduduk bumi
dan Ahlu Baitku adalah pengaman bagi umatku."
Ar-Riyâdh An-Nâdhirah,
jilid 2, hal. 252. Serupa dengan hadis itu, hadis yang terdapat dalam
Shahîh At-Turmudzî, jilid 2, hal. 319 dan Sunan Ibn Mâjah, jilid 1, hal.
52.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 3, hal. 154.
Al-Mîzân, jilid 14, hal. 12.
As-Sîrah An-Nabawiyah, hal. 74.
Hayâh Al-Imâm Amirul Mukminin, jilid 2, hal. 20.
Usud Al-Ghâbah, jilid 4, hal. 93.
Al-Imam Ali bin Abi Thalib, jilid 1, hal. 82.
As-Sîrah An-Nabawiyah, jilid 2, hal. 105.
Târîkh Ibn Katsîr, jilid 4, hal. 47.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 32.
Târîkh Baghdad, jilid 13, hal. 19; Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 32.
Rasâ'il Al-Jâhizh, hal. 60.
Hayâh Al-Imam Amirul Mukminin as., jilid 2, hal. 27.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 3, hal. 113.
Hilyah Al-Awliyâ', jilid 1, hal. 62; Shifah Ash-Shafwah, jilid 1, hal. 163; Musnad Ahmad, Hadits ke-778.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 1, hal. 164; Shahîh Al-Bukhârî, jilid 7, hal. 121.
Hayâh Al-Imam Amirul Mukminin as., jilid 2, hal. 30.
Târîkh Baghdad, jilid 1, hal. 324; Mîzân Al-I'tidâl, jilid 2, hal. 218;
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 368. Dalam kitab Ar-Riyâdh An-Nâdhirah,
jilid 2, hal. 188 disebutkan bahwa tujuh puluh orang lelaki telah
bergotong royong untuk mengembalikan pintu benteng tersebut ke tempatnya
semula dengan susah payah.
Khazânah Al-Adab, jilid 6, hal. 56.
Hayâh Al-Imam Amirul Mukminin as., jilid 2, hal. 30.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 195, menukil dari Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 2, 90.
Al-Ghadîr, jilid 2, hal. 34.
Nusnad Ahmad, jilid 4, hal. 281.
Al-Ghadîr, jilid 1, hal. 271.
Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jlid 5, hal. 226.
Semua sejarahwan mencatat peristiwa yang menyedihkan ini. Al-Bukhârî
sendiri menyebutkannya beberapa kali pada jilid 4, hal. 68 dan 69, dan
juga pada jilid 6, hal. 8. Dia menyembunyikan nama penentang itu.
Sementara dalam kitab An-Nihâyah, karya Ibn Atsîr, Syarah Nahjul
Balagah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 3, hal. 114, dan juga dalam
kitab-kitab yang lain, nama orang itu disebutkan.
Musnad Ahmad, jilid 1, hal. 355.
Al-Manâqib, jilid 1, hal. 29. Terdapat banyak hadis mutawatir yang
menegaskan bahwa Nabi saw. wafat sementara kepala beliau berada di
pangkuan Imam Ali as. Silakan Anda rujuk Thabaqât Ibn Sa'd, jilid 2,
hal. 51, Majma' Az-Zawâ'id, jilid 1, hal. 293, Kanz Al-'Ummâl, jilid 4,
hal. 55, Dzakhâ'ir Al-'Uqbâ, hal. 94, dan Ar-Riyâdh An-nâdhirah, jilid
2, hal. 219.
Ansâb Al -Asyrâf, jilid 1, hal. 574.
Târîkh Al-Khamîs, jilid 2, hal. 192.
Nahjul Balâghah, jilid 2, hal. 255.
Hilyah Al-Awliyâ', jilid 4, hal. 77.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 4, hal. 54.
Nahjul Balaghah, khotbah ke-409.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 235.
Ansâb Al-Asyrâf, karya Al-Balâdzurî. Para sejarahwan sepakat tentang
adanya ancaman Umar kepada Ali as. untuk membakar rumahnya itu. Silahkan
Anda rujuk Târîkh Ath-Thabarî, jilid 3, hal. 202, Târikh Abi Al-Fidâ',
jilid 1, hal. 156, Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 2, hal. 105, Murûj
Adz-Dzahab, jilid 1, hal. 414, Al-Imâmah wa As-Siyâsah, jilid 1, hal.
12, Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 1, hal. 34,
Al-Amwâl, karya Abu 'Ubaidah, hal. 131, A'lâm An-Nisâ', jilid 3, hal.
205, dan Al-Imam Ali, karya Abul Fattâh Maqshûd, jilid 1, hal. 213.
Al-Imâmah wa As-Siyâsah, hal. 28-31.
Nahjul Balâghah, jilid 2, hal. 182.
Di antara sahabat besar yang mengkritik penyerahan kekhalifahan dari
Abu Bakar kepada Umar adalah Thalhah dan para sahabat yang lain. Silakan
Anda rujuk Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 9, hal.
343.
Murûj Adz-Dzahab, jilid 2, hal. 262.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 2, hal. 185.
Al-Istî'âb, catatan atas Al-Ishâbah, jilid 2, hal. 461; Al-Imâmah wa As-Siyâsah, jilid 1, hal. 21.
Târîkh Asy-Syi'r Al-Arabî, hal. 26.
As-Sîrah Al-Halabiyah, jilid 2, hal. 314.
Hayâh Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 2, hal. 215.
Târîkh Ibn Al-Atsîr, jilid 3, hal. 80.
Al-'Iqd Al-Farîd, jilid 2, hal. 92.
IMAM HASAN BIN ALI BIN ABI THALIB
Imam Hasan as. adalah cucu kesayangan Rasulullah saw. Dia menyerupai
Rasulullah saw. dalam kelembutan hati, kesabaran, kepribadian, dan
kedermawanan. Rasulullah saw. telah mencurahkan kecintaan dan kasih
sayang kepadanya di tengah-tengah kaum muslimin. Banyak hadis yang telah
diriwayatkan darinya mengenai kedudukan dan ketinggian kedudukan Imam
Hasan as. ini. Antara lain:
1. Diriwayatkan bahwa 'AIsya'h
berkata: "Sesungguhnya Nabi saw. pernah mengambil Hasan dan memeluknya
seraya berkata, 'Ya Allah, sesungguhnya ini adalah anakku dan aku
mencintainya dan mencintai orang yang mencintainya.'"
2. Menurut
sebuah riwayat, Al-Barâ' bin '?zib pernah berkata: "Aku pernah melihat
Rasulullah saw., sedang Hasan berada di atas pundaknya sambil berkata,
'Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah orang yang
mencintainya.'"
3. Diriwayatkan bahwa Ibn Abbâs berkata:
"Rasulullah saw. datang sambil memanggul Hasan di pundaknya. Seorang
laki-laki yang menjumpainya berkata, 'Hai anak, kamu telah menunggangi
tunggangan yang paling baik.' Rasulullah pun menimpali, 'Dan penunggang
yang paling baik penunggang adalah dia (Hasan).'"
4. Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang ingin melihat penghulu pemuda ahli surga, maka lihatlah Hasan."
5. Rasulullah saw. bersabda: "Hasan adalah buah hatiku di dunia ini."
6. Menurut sebuah riwayat, Anas bin Malik pernah berkata: "Hasan datang
menemui Rasulullah saw. Aku menahannya. Rasulullah saw. lantas berkata,
'Celaka engkau hai Anas, lepaskanlah anak dan buah hatiku itu. Barang
siapa yang menyakitinya, maka ia telah menyakitiku, dan barang siapa
yang menyakitiku, berarti ia telah menyakiti Allah.'"
7. Ketika
Rasulullah saw. sedang mengerjakan salah satu salat Maghrib atau Isya'',
ia saw. memperpanjang sujud. Setelah selesai salam, orang-orang
bertanya mengapa ia melakukan hal itu. Ia menjawab: "Ini (Hasan) adalah
anakku. Ia menaikiku. Maka aku tidak ingin mengusiknya."
8.
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Abdurahman bin Zubair berkata: "Di
antara keluarga Nabi saw. yang paling mirip dengannya dan yang palingnya
cintai adalah Hasan. Aku melihat Rasulullah saw. sujud dan Hasan naik
ke atas punggungnya. Ia tidak mau menurunkannya hingga ia sendiri yang
turun. Dan aku melihat Rasulullah saw. sedang rukuk, dan Rasulullah
merenggangkan celah-celah kedua kakinya, sehingga Hasan dapat keluar
dari arah lain."
Banyak sekali hadis seperti itu yang telah
disabdakan oleh Rasulullah saw. tentang keutamaan cucu kesayangan dan
buah hatinya itu. Para perawi menukil sekelompok hadis lain yang
menjelaskan keutamaannya, keutamaan saudaranya; Imam Husain as. penghulu
para syahid, dan keutamaan Ahlul Bait as. Dan Imam Hasan termasuk salah
seorang dari mereka. Hal itu telah kami jelaskan dalam buku kami, Hayâh
Al-Imam Hasan as., jilid 2.
Perkembangan Hidup Imam Hasan as.
Rasulullah saw. mengasuh dan memberikan teladan yang baik kepada Imam
Hasan as. Ia mencurahkan seluruh perhatian kepada cucunya yang satu ini.
Ayahnya, Amirul Mukminin as. sebagai pendidik terbaik dalam dunia Islam
juga telah mendidiknya dengan baik. Ia telah menanamkan suri teladan
yang mulia dan karakter yang agung di dalam lubuk hatinya sehingga Hasan
menjadi manifestasi yang sempurna untuk seluruh karakter tersebut.
Hasan juga dididik oleh penghulu semesta alam, Sayyidah Az-Zahrâ' as.
Ibunya ini telah menanamkan jiwa keimanan yang murni dan kecintaan yang
mendalam kepada Allah swt.
Imam Hasan as. tumbuh di dalam rumah
kenabian, curahan wahyu, dan pusat kontrol imâmah. Oleh karena itu, ia
pantas menjadi teladan terbaik untuk pendidikan Islam dalam tingkah laku
dan kepribadiannya yang agung.
Teladan Yang Agung
Dalam diri Imam Hasan as., tercermin sifat yang luhur dan teladan yang
agung. Dalam dirinya terjelma karakteristik kakek dan ayahnya yang telah
berhasil menegakkan simbol-simbol kesadaran dan kemuliaan di muka bumi
ini.
Imam Hasan as. telah mencapai puncak kemuliaan, kehormatan,
pandangan yang dalam, pemikiran yang tinggi, kewarakan, kesabaran yang
luas, dan budi pekerti yang luhur. Semua itu adalah butir-butir mutiara
kemuliaannya.
Imâmah
Sifat utama Imam Hasan
as. yang paling menonjol adalah imâmah (kepemimpinan). Hal itu, karena
ia memiliki keutamaan dan potensi yang tidak dimiliki kecuali oleh orang
yang telah dipilih oleh Allah swt. di antara hamba-hamba-Nya. Dan Allah
swt. telah menganugerahkan hal itu kepadanya. Rasulullah saw. pernah
menegaskan kepemimpinan Imam Hasan as. dan Imam Husain as. seraya
bersabda: "Hasan dan Husain adalah pemimpin, baik ketika mereka berkuasa
maupun ketika diam."
Hendaknya kita merenung sejenak untuk
memikirkan arti imâmah dan seluruh partikel yang bertalian dengannya.
Semua itu akan mengungkap bagi kita kemuliaan kedudukan dan keagungan
Imam Hasan as.
a. Arti Imâmah
Definisi
imâmah menurut persepsi para teolog adalah kepemimpinan umum seseorang
yang menyangkut urusan agama dan dunia. Menurut definisi ini, imam
adalah pemimpin umum yang wajib ditaati. Ia memiliki kekuasaan mutlak
atas umat manusia dalam semua urusan agama dan dunia.
b. Perlu Kepada Imâmah
Kepemimpinan adalah salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan umat
manusia. Dan kebutuhan ini tidak dapat diabaikan dalam kondisi apapun.
Dengan imâmah, tatanan dunia dan agama yang bengkok dapat diluruskan.
Dengan imâmah, keadilan yang telah dicanangkan oleh Allah akan
terealisai di muka bumi ini, stabilitas umum dan ketentraman di kalangan
umat manusia akan terwujud, berbagai kesulitan dan bencana akan dapat
diatasi, dan kesewenang-wenangan orang yang kuat atas orang yang lemah
dapat dicegah.
Faktor paling urgen yang menuntut kehadiran seorang
imam adalah menuntun umat manusia kepada penghambaan kepada Allah swt.,
menyebarkan hukum-hukum dan ajaran-Nya, dan menanamkan roh iman dan
takwa di dalam diri masyarakat, agar mereka dapat menepis kejahatan dan
merangkul kebaikan. Seluruh umat manusia wajib mengikutinya dan
menjalankan perintahnya agar ia dapat menegakkan pondasi kehidupan
mereka dan memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
c. Tugas-Tugas Seorang Imam
Tugas-tugas seorang pemimpin dan wali kaum muslimin adalah sebagai berikut:
1. Menjaga dan memelihara agama Islam dari orang-orang yang ingin merongrong nilai-nilai akhlak.
2. Menjalankan hukum, menyelesaikan pertikaian masyarakat, dan membela orang yang teraniaya.
3. Menjaga negara Islam dari serangan musuh, baik berupa serangan militer maupun pemikiran.
4. Melaksanakan sanksi dan hukuman atas seluruh tindak kejahatan yang menyebabkan umat menjadi sengsara.
5. Membentengi daerah-daerah perbatasan negara Islam.
6. Jihad.
7. Mengumpulkan dan menyalurkan harta negara, seperti zakat, pajak, dan lain sebagainya, sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
8. Menggunakan orang-orang yang jujur sebagai aparatur negara dan tidak
mengangkat seorang pegawai hanya karena ia mencintai atau
mengutamakannya.
9. Mengontrol urusan rakyat secara langsung dan
tidak menyerahkannya kepada orang lain. Karena hal itu merupakan hak
rakyat atasnya.
10. Mengikis pengangguran, meratakan kesejahteraan
sosial sehingga meliputi seluruh lapisan masyarakat, dan membebaskan
mereka dari kefakiran dan kepapaan.
Ini semua adalah sebagian tugas
yang wajib dijalankan oleh seorang imam untuk umatnya. Pembahasan ini
telah kami paparkan dalam buku, Nizhâm Al-Hukm wa Al-Idârah fi Al-Islam.
d. Karakteristik Imam
Seorang imam harus memiliki syarat-syarat berikut ini:
1. Adil dengan seluruh syaratnya; yakni menghindari dosa-dosa besar dan tidak melakukan dosa-dosa kecil secara terus menerus.
2. Memiliki ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam seluruh bidang dan mengetahui sebab-sebab turun dan hukum Al-Qur'an.
3. Panca indera yang sehat, seperti pendengaran, penglihatan, dan
lisan, agar ia dapat melakukan sesuatu yang ia ketahui secara langsung.
Begitu pula dIsya'ratkan supaya anggota badannya yang lain sehat.
4. Memiliki wawasan yang luas untuk mengatur rakyat dan kemaslahatan umum.
5. Berani, tegar, mampu menjaga negara Islam, dan berjuang melawan musuh.
6. Seorang imam harus berasal dari keturunan Quraisy.
Syarat-syarat dan karakteristik di atas telah dijelaskan oleh Al-Mâwardî dan Ibn Khaldûn.
7. 'Ishmah (keterjagaan dari dosa). Menurut para ahli teologi, defini
'ishmah adalah anugerah Ilahi (luthf) yang Dia berikan kepada hamba
pilihan-Nya. Dengan itu, ia tercegah dari perbuatan dosa dan kesalahan,
baik dosa yang dilakukan dengan sengaja maupun lupa.
Syi'ah sepakat
bahwa seorang imam harus memiliki karakter 'ishmah. Dalil mereka adalah
hadis Tsaqalain. Dalam hadis ini, Rasulullah saw. telah menggandengkan
Al-Qur'an dan 'Itrah. Sebagaimana Al-Qur'an terjaga dari kesalahan dan
kekeliruan, begitu pula dengan 'Itrah yang suci. Jika tidak demikian,
maka penggandengan dan penyamaan antara kedua pusaka itu tidak berarti,
seperti penjelasan yang sudah dipaparkan.
Seluruh karakter itu tidak
dapat terpenuhi kecuali pada diri para imam Ahlul Bait as. sebagai
pengayom dan pemelihara Islam serta penunjuk jalan kepada keridaan dan
ketaatan kepada Allah swt.
Sejarah dan perilaku para imam Ahlul Bait
as. sendiri membuktikan bahwa mereka terjaga dari setiap kesalahan dan
penyimpangan. Berbagai peristiwa telah membuktikan realita ini. Lebih
dari itu, seluruh peristiwa itu juga menegaskan bahwa mereka adalah
pribadi-pribadi agung yang tidak ada tandingannya dalam sejarah umat
manusia. Hal itu lantaran mereka memiliki kemuliaan yang agung,
ketakwaan, dan kepedulian yang tinggi terhadap agama.
e. Penentuan Imam
Syi'ah berpendapat bahwa penentuan seorang imam tidak berada di tangan
umat manusia dan tidak pula di tangan Ahl Al-Hall wa Al-'Aqd (Badan
Penentu Kemaslahatan dan Kesepakatan Bersama). Teori pemilihan dalam
mengangkat seorang imam tidak dapat dibenarkan. Kita mustahil dapat
memilihnya. Imâmah tak ubahnya seperti kenabian. Sebagaimana kenabian
tidak dapat ditentukan oleh umat manusia, demikian pula halnya dengan
imâmah. Hal itu lantaran 'ishmah sebagai syarat utama dalam imâmah tidak
dapat diketahui kecuali oleh Allah swt. yang mengetahui rahasia setiap
jiwa insan.
Hujah keluarga Muhammad dan Mahdî umat ini afs. telah
menjelaskan konsep ini dengan sebuah argumentasi ketika ia berdialog
dengan Sa'd bin Abdillah. Sa'd pernah bertanya kepadanya tentang sebab
mengapa umat manusia tidak boleh memilih imam mereka sendiri. Imam Mahdî
afs. menjawab: "Mereka memilih seorang penegak kebaikan ataukah
keburukan?"
"Tentu memilih penegak kebaikan", jawab Sa'd singkat.
"Mungkinkah pemilihan mereka itu jatuh kepada seorang pelaku keburukan,
lantaran tidak seorang pun dari mereka yang mengetahui apa yang
tersirat di dalam hati orang lain; kebaikan ataukah keburukan?", tukas
Imam Mahdî afs.
"Ya, bisa saja terjadi", jawab Sa'd pendek.
Imam
Mahdî afs. menimpali: "Itulah penyebabnya. Aku akan menjelaskan
kepadamu dengan dalil yang dapat dipercaya oleh akalmu. Jawablah
pertanyaanku ini. Terdapat para rasul yang telah dipilih oleh Allah dan
diturunkan kitab kepada mereka, lalu mereka diperkuat dengan wahyu dan
'ishmah. Karena itu mereka menjadi penuntun umat dan lebih jitu dalam
menentukan pilihan, seperti Mûsâ dan Isa. Sekarang dengan kesempurnaan
akal dan ilmu mereka berdua, apakah mungkin pilihan mereka jatuh kepada
seorang munafik, sementara mereka meyakini bahwa dia adalah seorang
mukmin?"
"Jelas tidak mungkin", jawab Sa'd.
Imam Mahdî afs.
menimpali: "Lihatlah Mûsâ. Ia adalah Kalîmullâh. Dengan akalnya yang
tinggi, ilmunya yang sempurna, dan wahyu pun turun kepadanya, ia telah
memilih orang-orang terkemuka di antara kaumnya dan para pembesar bala
tentaranya untuk menjumpai Tuhannya sebanyak 70 orang. Keimanan dan
keikhlsan para pembesar pilihan itu tidak diragukan lagi. Tetapi
ternyata pilihannya itu jatuh kepada orang-orang munafik. Allah swt.
berfirman, 'Dan Mûsâ memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
(memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.' Dalam
ayat lain Allah swt. berfirman, 'Mereka berkata, 'Perlihatkanlah Allah
kepada kami dengan nyata.' Maka mereka disambar petir karena kezaliman
mereka.' Jika kita melihat bahwa pilihan orang yang telah dipilih Allah
swt. untuk tugas kenabian ternyata jatuh kepada orang yang rusak, bukan
kepada orang yang baik, tetapi ia menduga bahwa orang itu adalah orang
baik, maka kita tahu bahwa pemilihan itu harus berada di tangan Dzat
yang mengetahui segala yang tersembunyi di dalam dada dan jiwa."
Sesungguhnya kemampuan manusia tidak mampu untuk mengetahui kemaslahatan
yang dapat membawa umat kepada kebahagiaan. Oleh karena itu, pemilihan
imam itu tidak mungkin berada di tangan manusia, tetapi di tangan Allah
yang mengetahui segala rahasia.
Inilah gambaran global mengenai imâmah. Untuk lebih detailnya, Anda dapat membaca buku-buku teologi.
Ketinggian Akhlak Imam Hasan as.
Imam Hasan as. mewarisi kakeknya yang memiliki kelebihan atas seluruh
nabi dengan ketinggian akhlaknya. Para perawi hadis banyak meriwayatkan
berbagai macam keutamaan akhlaknya. Di antaranya ialah kisah berikut
ini:
a. Pada suatu hari, seseorang yang berasal dari Syam
melewati Imam Hasan as. Orang itu mencela dan menghina Imam Hasan as.
Imam Hasan diam dan tidak membalasnya. Setelah orang itu selesai
lampiaskan celaannya, Imam Hasan mendatanginya dengan kelembutan dan
senyum yang lebar. Imam Hasan as. berkata kepadanya: "Hai Syaikh, aku
yakin Anda adalah orang asing. Jika Anda meminta sesuatu dari kami,
pasti kami akan berikan. Jika Anda memerlukan petunjuk, niscaya kami
akan beri petunjuk. Jika Anda meminta untuk memikul suatu barang, pasti
kami akan pikul. Jika Anda lapar, kami pasti beri makan. Jika Anda
memerlukan hajat, kami akan penuhi. Jika Anda terusir, kami siap
melindungi."
Imam Hasan selalu bersikap lemah lembut terhadap orang
Syam itu sehingga membuatnya tercengang. Orang itu tidak mampu menjawab
sepatah kata pun. Ia merasa bingung bagaimana harus meminta maaf kepada
Imam Hasan untuk menghapus kesalahan yuang telah dilakukannya. Akhirnya
ia berkata: "Allah lebih mengetahui di manakah Dia meletakkan
risalah-Nya."
b. Pada suatu ketika, Imam Hasan as. duduk di
suatu tempat. Ketika ia ingin meninggalkan tempat itu, tiba-tiba seorang
fakir datang kepadanya. Imam Hasan menyambutnya dengan lemah lembut
sembari berkata: "Kamu datang ketika kami hendak berdiri. Apakah kamu
izinkan saya meninggalkan tempat ini?"
Laki-laki fakir itu merasa
kagum dengan ketinggian akhlak Imam Hasan as. Akhirnya, ia mengizinkan
Imam Hasan untuk meninggalkan tempat tersebut.
c. Ketika Imam
Hasan as. melewati sekelompok orang-orang fakir yang telah meletakkan
sobekan-sobekan roti di atas tanah dan lantas melahapnya. Mereka
mengajak Imam Hasan untuk makan bersama. Imam Hasan turut serta duduk di
tengah-tengah mereka dan makan bersama mereka. Imam Hasan berkata:
"Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai orang-orang sombong." Kemudian
ia mengajak mereka untuk memenuhi undangannya. Maka mereka bergegas
pergi bersama Imam Hasan, dan ia memberi makan dan pakaian kepada mereka
hingga mereka puas.
Kesabaran Imam Hasan as. yang Luas
Salah satu karakter Imam Hasan as. yang menonjol adalah kesabarannya
yang luas. Ia senantiasa membalas setiap orang yang berbuat buruk dan
dengki kepadanya dengan kebaikan. Para ahli sejarah telah meriwayatkan
banyak kisah mengenai kesabaran Imam Hasan yang maha luas ini. Di
antaranya adalah kisah berikut ini:
a. Suatu hari Imam Hasan
as. ia melihat kaki kambing miliknya patah. Ia bertanya kepada budaknya:
"Siapakah yang melakukan hal itu?"
"Saya", jawab budak itu pendek.
"Mengapa kamu lakukan itu?", tanya Imam Hasan.
"Agar Anda merasa sedih", jawab budak itu.
Imam tersenyum seraya berkata: "Aku akan membahagiakanmu."
Setelah berkata begitu, Imam Hasan as. memberi hadiah kepadanya dan membebaskannya.
b. Seorang musuh bebuyutan Imam Hasan as. adalah Marwân bin Hakam.
Marwân telah mengakui luasnya kesabaran Imam Hasan. Pengakuan ini Marwân
tegaskan ketika Imam Hasan as. pulang ke haribaan Ilahi. Ketika itu
Marwân segera memikul jenazah Imam Hasan. Imam Husain terkejut dengan
sikap Warwân tersebut seraya bertanya: "Sekarang engkau memikul
jenazahnya, padahal kemarin engkau membuatnya murka?"
Marwân menjawab: "Aku lakukan ini kepada orang yang kesabarannya menyerupai gunung."
Imam Hasan as. adalah seseorang yang berkesabaran tinggi, berakhlak
luhur, dan berbudi pekerti agung. Ia dapat menarik hati orang lain
dengan sifat-sifat mulia seperti ini.
Kedermawanan Imam Hasan as.
Imam Hasan as. adalah orang yang paling murah tangannya dan paling
banyak berbuat baik kepada fakir miskin. Ia tidak pernah menolak
pengemis. Ada seseorang yang bertanya kepadanya: "Mengapa Anda tidak
pernah menolak pengemis?"
Imam Hasan as. menjawab: "Aku mengemis
kepada Allah dan mencintai-Nya. Aku malu menjadi pengemis kepada Allah,
sementara aku menolak seorang pengemis. Sesungguhnya Allah senantiasa
melimpahkan nikmat-Nya kepadaku. Dan aku berusaha untuk senantiasa
melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia. Aku takut, jika aku memutuskan
kebiasaan ini, Allah akan memutuskan kebiasaan-Nya."
Kemudian Imam Hasan menyenandungkan syair:
Apabila datang kepadaku seorang pengemis, kusambut dia dengan ucapan:
"Selamat datang, wahai yang karunianya segera dianugerahkan kepadaku
dengan pasti."
Dan karunianya adalah karunia bagi setiap pengutama, sebaik-baik hari bagi seseorang adalah ketika ia diminta.
Para utusan orang-orang kelaparan dan fakir miskin senantiasa datang
mengantri di depan pintu rumah Imam Hasan as. Dengan tangan terbuka dan
penuh anugerah, ia memberi santunan kepada mereka, dan memperbanyak
santunan itu.
Para ahli sejarah telah menulis berbagai kisah mengenai kedermawanan Imam Hasan as. sebagai berikut ini:
1. Seorang Arab Badui datang kepada Imam Hasan as. untuk meminta
sesuatu. Imam Hasan berkata: "Berikanlah kepadanya apa yang ada di dalam
lemari itu." Ketika itu, terdapat 10.000 dirham di dalam lemari
tersebut. Orang Badui berkata: "Bolehkah aku mengutarakan hajatku dan
menebarkan pujianku?"
Imam Hasan as. menjawabnya dengan ucapan:
Kamilah pemilik ladang yang subur, harapan dan cita datang untuk menggembala di sana.
Kamilah pemilik jiwa derma sebelum kau minta, menjaga kehormatan orang yang meminta.
Sekiranya laut tahu keutamaan orang yang meminta pada kami, pasti ia melimpahkan karunianya karena malu.
2. Suatu hari, Imam Hasan as. berlalu melewati seorang budak hitam
legam yang sedang menggengga sepotong roti. Satu suap ia makan dan satu
suap lainnya ia berikan kepada anjing. Imam Hasan bertanya kepadanya:
"Mengapa kamu berbuat seperti itu?" Budak itu menjawab: "Aku malu
memakannya bila aku tidak memberinya."
Imam Hasan as. melihat bahwa
pada diri budak itu terdapat sifat terpuji. Karena itu ia ingin membalas
perbuatan baiknya itu dengan kebaikan pula demi menebarkan keutamaan di
tengah-tengah masyarakat. Imam Hasan berkata kepadanya: "Jangan
beranjak dari tempat dudukmu."
Setelah berkata begitu, Imam Hasan
as. pergi dan membeli budak itu dari majikannya. Lebih dari itu, ia juga
membeli kebun yang budak itu duduk di situ. Kemudian Imam Hasan
membebaskan budak tersebut dan memberikan kebun itu kepadanya.
3. Suatu hari, Imam Hasan as. melewati sebuah gang di kota Madinah.
Tiba-tiba ia mendengar seorang lelaki tengah memohon kepada Allah agar
diberikan uang sebanyak 10.000 dirham. Imam segera pulang ke rumahnya
dan mengirim uang itu kepadanya.
Inilah sebagian contoh dari
kedermawanan Imam Hasan as. Kami telah menjelaskan berbagai contoh dan
kisah dari kedermawanannya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as.,
jilid 1.
Kezuhudan Imam Hasan as.
Buah hati
dan cucu Rasulullah saw. yang pertama ini memiliki kezuhudan dalam
semua sisi kehidupan. Ia memfokuskan diri kepada Allah swt. dengan
segenap jiwa raga dan merasa cukup dengan harta dunia yang sedikit. Ia
pernah berkata:
Secuil roti kering dapat mengenyangkan perutku, dan seteguk air putih dapat menghilangkan dahagaku.
Sehelai baju dapat menutupi badanku kala aku hidup, dan kain kafan pun cukup bagiku bila aku mati.
Imam Hasan as. mengukir dua bait syair pada cincinnya yang melukiskan ia adalah seorang yang zuhud. Dua bait itu adalah:
Hidangkanlah takwa untuk dirimu sebisamu, sungguh kematian akan datang padamu, hai pemuda.
Di pagi hari engkau bergembira seakan tak melihat para kekasih hatimu hancur luluh di dalam kubur dan hancur.
Muhammad bin Babawaeh telah menulis sebuah kitab tentang kezuhudan Imam
Hasan as. Buku itu ia beri judul Zuhd Al-Imam Hasan as. Para penulis
biografi juga sepakat bahwa Imam Hasan as. adalah figur manusia terzuhud
pada masanya, sebagaimana ayah dan kakeknya.
Ilmu Pengetahuan Imam Hasan as.
Imam Hasan as. adalah sumber ilmu pengetahuan dan hikmah dalam Islam.
Ketinggian ilmunya dan juga ilmu saudaranya, Imam Husain as., telah
dijelaskan dalam banyak riwayat. Imam Hasan dan Imam Husain as. adalah
penuang ilmu pengetahuan. Dan Imam Hasan as. menjadi tempat rujukan kaum
muslimin dalam fatwa. Para sahabat Rasulullah saw. datang
berduyun-duyun untuk menimba ilmu darinya. Banyak sahabatnya yang
meriwayatkan hadis dari Imam Hasan.
Perlu kami ingatkan di sini
bahwa Muhammad bin Ahmad ad-Dawlâbî (wafat 32 H.) pernah menulis sebuah
musnad yang ia masukkan dalam kitab Adz-Dzurriyyah Ath-Thâhirah. Dalam
kitab ini ia menghimpun riwayat-riwayat yang telah diriwayatkannya dari
Imam Hasan as. dari kakeknya, Rasululah saw.
Kata Mutiara Imam Hasan as.
1. Imam Hasan as. berkata: "Tinggallah di dunia ini dengan badanmu dan di akhirat dengan hatimu."
2. Imam Hasan as. berkata: "Anggaplah apa yang kamu inginkan tentang
dunia ini, tetapi kamu tidak memperolehnya, seakan-akan keinginan itu
tidak pernah terbersit di hatimu."
3. Imam Hasan as. berkata: "Yang lebih besar daripada sebuah musibah adalah akhlak yang buruk."
4. Imam Hasan as. berpesan: "Barang siapa yang memulai pembicaraan tanpa salam, maka janganlah kamu jawab."
5. Imam Hasan as. berkata kepada seorang laki-laki yang telah sembuh
dari sakitnya: "Sesungguhnya Allah swt. telah mengingatmu, maka ingatlah
Dia. Dan Dia telah memaafkanmu, maka bersyukurlah kepada-Nya."
6.
Imam Hasan as. berpesan: "Nikmat adalah sebuah ujian. Jika kamu
bersyukur, maka nikmat itu laksana harta karun. Jika engkau tidak
mensyukurinya, maka nikmat tersebut akan menjadi bencana."
Ceramah Imam Hasan as.
Imam Hasan as. adalah seorang orator ulung yang mampu berceramah secara
spontanitas dan pandai menyusun rangkaian kata yang indah. Berikut ini
sebagian dari ceramahnya:
1. Pernah Imam Ali as. menyuruh Imam
Hasan as. untuk menyampaikan ceramah di hadapan khalayak. Ia segera naik
mimbar dan menyampaikan ceramah berikut ini:
Wahai manusia,
pahamilah ketetapan Tuhan kalian. Sesungguhnya Allah swt. telah memilih
Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga 'Imrân atas semesta alam ini.
Mereka adalah keturunan dari sebagian yang lain. Dan Allah Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui. Kami adalah anak cucu Adam, keluarga Nuh,
pilihan dari keluarga Ibrahim, keturunan dari Isma'il, dan keluarga
Muhamamd saw. Kami di tengah-tengah kalian bagaikan langit yang tinggi,
bumi yang terhampar, matahari yang bersinar, dan laksana pohon zaitun
(tidak ke barat dan tidak ke timur) yang minyaknya diberkahi. Nabi
adalah pokoknya, Ali adalah cAbângnya, dan kami adalah buahnya. Barang
siapa yang berpegangan kepada salah satu cAbângnya, niscaya ia akan
selamat. Dan barang siapa yang meningalkannya, maka ia akan terjerumus
ke dalam neraka ...."
2. Salah satu ceramah Imam Hasan as.
yang sangat indah adalah ceramah berikut ini. Dalam ceramah ini, ia
memaparkan masalah akhlak dan budi pekerti yang mulia:
Ketahuilah
bahwa akal adalah benteng, kesabaran adalah hiasan, menepati janji
adalah kehormatan, ketergesa-gesaan adalah kebodohan, kebodohan itu
adalah kelemahan, berteman dengan ahli dunia adalah kehinaan, dan
bergaul dengan orang-orang fasik adalah kebinasaan. Barang siapa yang
meremehkan saudaranya, maka rusaklah harga dirinya. Tidak ada yang rusak
kecuali orang-orang ragu. Sementara orang-orang yang mendapat petunjuk
akan selamat. Yaitu mereka yang sedikit pun tidak pernah memprotes Allah
tentang ajal mereka dan tidak pula tentang rezeki mereka. Oleh karena
itu, kesucian mereka sempurna dan rasa malu mereka juga sempurna. Mereka
bersabar diri sehingga rezeki mereka datang sendiri. Mereka sama sekali
tidak menjual agama dan kehormatan mereka sedikit pun dengan harta
dunia. Mereka pun tidak mencari sedikit pun dari dunia itu dengan jalan
bermaksiat kepada Allah. Termasuk kesempurnaan akal dan kehormatan
seseorang adalah ia bersegera memenuhi hajat saudara-saudaranya
sekalipun mereka tidak mengutarakannya. Akal adalah pemberian Allah yang
paling baik kepada hamba-Nya. Karena dengan akal, ia akan selamat di
dunia dari mara bahayanya dan akan selamat dari siksa akhirat.
Dikisahkan bahwa para sahabat Rasulullah saw. pernah menceritakan
seseorang di hadapan Rasulullah saw. dengan ibadahnya yang bagus.
Rasulullah saw. bersabda: "Lihatlah akalnya. Karena sesungguhnya seorang
hamba akan diberi pahala pada hari kiamat kelak sesuai dengan kadar
akalnya. Berbudi luhur adalah tanda bahwa akalnya sehat ...."
Ibadah Imam Hasan as.
Imam Hasan as. figur yang paling abid pada masanya. Para perawi hadis
berkata tentang hal ini: "Kami tidak pernah melihat Imam Hasan pada
setiap waktu melainkan ia senantiasa berzikir kepada Allah swt."
Apabila disebutkan tentang surga dan neraka, Imam Hasan as. tampak
gemetar bagai disengat kalajengking. Kemudian ia memohon surga dan
berlindung dari api neraka. Apabila disebutkan tentang kematian dan
hal-hal yang mengiringinya seperti kebangkitan dan hari mahsyar, ia
menangis seperti orang yang takut dan bertobat. Dan apabila disebutkan
mengenai realita penampakkan amal di hadapan Allah, ia pingsan sejenak
saking takutnya.
Kisah-kisan ini melukiskan betapa ketaatan Imam Hasan as. sangat tinggi dan betapa ia takut kepada Allah swt.
Wudu dan Salat Imam Hasan as.
Apabila Imam Hasan as. ingin berwudu, kondisi fisik dan batinnya
berubah karena takut kepada Allah swt. sehingga wajahnya tampak pucat
pasi dan persendiannya gemetar. Ia pernah ditanya tentang hal itu. Ia
menjawab: "Sudah pasti persendian orang yang berdiri di hadapan Tuhan
'Arsy merasa gemetar dan wajahnya pucat pasi."
Apabila usai berwudu
dan hendak memasuki masjid, Imam Hasan as. berkata dengan suara keras:
"Ya Tuhanku, tamu-Mu berada di ambang pintu-Mu. Wahai Dzat yang berbuat
baik, telah datang orang yang berbuat buruk. Maka maafkanlah segala
keburukan yang ada pada diri kami dengan keindahan anugerah yang ada di
sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia."
Ketika Imam Hasan as. mulai
mengerjakan salat, ia tampak merrasa takut dan gemetar sehingga seluruh
persendian dan anggota tubuhnya tampak bergetar.
Manakala usai
mengerjakan salat Shubuh, Imam Hasan as. tidak berbicara sedikit pun
kecuali zikir kepada Allah hingga matahari terbit.
Ibadah Haji Imam Hasan as.
Salah satu manifestasi ibadah dan ketaatan Imam Hasan as. kepda Allah
swt. adalah ibadah haji ke Baitullah sebanyak dua puluh lima kali dengan
berjalan kaki. Sementara unta-unta dituntun di hadapannya.
Imam
Hasan as. pernah ditanya mengapa ia sering pergi haji dengan berjalan
kaki. Ia menjawab: "Aku merasa malu kepada Tuhanku, jika mendatangi
rumah-Nya tidak dengan berjalan kaki."
Imam Hasan as. Bersedekah
Imam Hasan as. menyedekahkan harta bendanya yang sangat berharga di
jalan Allah demi mencapai rida dan ketaatan kepada-Nya. Ia pernah
menyedekahkan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya sebanyak dua kali.
Malah ia pernah menyedekahkan seluruh hartanya karena Allah sebanyak
tiga kali, sehingga ia tidak memiliki cara lain untuk bersedekah kecuali
dengan menyedekahkan satu sandalnya dan menahan sandal yang lain untuk
dirinya.
Ini adalah sebagian contoh dari ketaatan Imam Hasan as.
kepada Allah swt. Dan ibadahnya ini adalah sebuah gambaran tentang
ibadah kakek dan ayahnya, Sayyidul Muttaqîn wal Muwahhidîn.
Imam Hasan as. Menghadapi Tuduhan
Imam Hasan as. dituduh banyak kawin. Menurut sebuah riwayat, ia pernah
kawin dengan tiga ratus orang wanita. Semua itu adalah merupakan fitnah
belaka yang tidak memiliki kenyataan. Tuduhan itu adalah rekayasa yang
dibuat oleh Manshûr Ad-Dawâniqî pada saat keturunan Imam Hasan as.
mengadakan perlawanan terhadapnya, dan hampir saja gerakan perlawanan
ini menggoyahkan dan meruntuhkan bangunan kerajaannya. Manshûr telah
berbuat dusta atas Imam Amirul Mukminin as. dan keturunannya dengan
tuduhan-tuduhan palsu.
Seandainya semua riwayat buatan itu benar,
tentunya Imam Hasan as. mempunyai anak yang sangat banyak sesuai dengan
bilangan istrinya itu. Namun kenyataannya, para ahli nasab berasumsi
bahwa putra-putri Imam Hasan as. hanya berjumlah dua puluh dua orang.
Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan jumlah wanita yang mereka duga
telah dikawini oleh Imam Hasan.
Selain itu, mereka juga menuduh Imam
Hasan as. dengan banyak melakukan perceraian. Seandainya tuduhan itu
benar, pasti ia telah mencerai istrinya yang bernama Ja'dah binti
Asy'ast. Kami telah membuktikan kepalsuan semua tuduhan itu dengan
argumentasi yang gamblang dalam kitab kami, Hayâh Al-Imam Hasan as.,
jilid 2.
Kekhalifahan Imam Hasan as.
Ketika
dunia Islam ditimpa musibah dan duka yang mendalam dengan syahadah Imam
Amirul Mukminin as., pelopor keadilan itu, Imam Hasan as. menduduki
kursi kekhalifahan Islam pada kondisi yang sangat genting dan kritis
itu. Bala tentara Imam Hasan as. dikenal sebagai prajurit pembangkang
dan tidak patuh. Mereka ingin hidup santai dan telah jenuh menghadapi
peperangan. Sikap seperti itu pernah dilakukan oleh kaum Khawârij yang
telah menjatuhkan hukum kafir dan keluar dari agama atas Imam Amirul
Mukminin Ali as. Mereka itu bagaikan ulat-ulat dan serangga yang
menggerogoti pasukan Imam Hasan as. dan menyeru untuk membelot dan
keluar dari wilayah ketaatan dan kepemimpinannya.
Peristiwa yang
paling menyakitkan dan menyedihkan Imam Hasan as. adalah pembelotan dan
pengkhianatan yang dilakukan oleh komandan pasukannya, yaitu 'Ubaidillah
bin Abbâs. 'Ubaidillah adalah komandan pasukan bersenjata. 'Ubaidillah
bin Abbâs bersama rekan-rekannya telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya
serta kaum muslimin. Mereka mengirim surat kepada Mu'âwiyah dan
menyatakan kesetiaan dan ketaatan untuk menjalankan segala perintah.
Bila Mu'âwiyah menginginkan, mereka siap untuk membunuh Imam Hasan as.
atau menyerahkannya kepada Mu'âwiyah sebagai tawanan.
'Ubaidillah
bin Abbâs, anak paman Imam Hasan as. itu, telah menerima uang suap dari
Mu'âwiyah. Pada suatu malam hari yang gelap gulita, 'Ubaidillah
menyelundup untuk menjumpai Mu'âwiyah. Secara diam-diam, ia meninggalkan
bala tentara Imam Hasan, padahal kondisi mental mereka tengah goncang
akibat berbagai fitnah. 'Ubaidillah telah membuka jalan pengkhianatan
bagi orang-orang yang berjiwa lemah dan beriman rapuh, sehingga dengan
mudah mereka menyeberang dan bergabung dengan pasukan tiran Mu'âwiyah.
Dengan terjadinya bencana dan musibah itu, bumi menjadi sempit bagi Imam
Hasan as. Ketika Imam Hasan tengah mengerjakan salat dan berdiri di
hadapan Allah swt., seorang pembelot dari pasukannya menikam bagian
pahanya.
Imam Hasan as. menghadapi berbagai ujian dan fitnah yang
berat ini dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Pada saat itu, ia
dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yang tidak ada ketiganya,
yaitu:
Pertama, mengadakan perlawanan terhadap Mu'âwiyah dengan bala
tentara yang sudah lemah dan tidak ada harapan untuk menang. Dengan
perlawanan ini, Imam Hasan as. tentunya harus rela mengorbankan dirinya,
seluruh Bani Hâsyim, dan para pengikut setianya yang selalu siap
membela agama dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan yang
jelas, apabila Imam Hasan as. diserahkan kepada Mu'âwiyah sebagai
tawanan, Mu'âwiyah pasti akan membebaskannya. Dengan perlakuan semacam
itu, Mu'âwiyah dapat membumihanguskan diri Imam Hasan dan keluarganya
seperti perlakuan Rasulullah saw. terhadap orang-orang yang telah ia
bebaskan pada hari pembebasan kota Mekah. Dengan demikian, Bani Umaiyyah
dapat memperoleh kemenangan yang gemilang. Sementara pengorbanan Imam
Hasan as. di mata masyarakat umum menjadi sia-sia dan tidak berarti sama
sekali.
Kedua, berdamai dengan Mu'âwiyah, walaupun hal itu bagaikan
kotoran yang mengganjal di mata dan segumpal makanan yang tersendat di
tenggorokan, dan membiarkan Mu'âwiyah dengan segala kedurjanaannya, lalu
menyingkap segala kedurjanaan itu di hadapan masyarakat Islam. Sebagai
akibatnya, kejahatan Mu'âwiyah terhadap Islam akan terungkap, pakaian
penutup aibnya akan tersingkap, dan kebusukan dan segala tipu dayanya
akan terbukti.
Kenyataanya memang demikian. Semua itu terbukti
dengan jelas dan tidak terdapat kesamaran sedikit pun. Setelah
menandatangani perdamaian, Mu'âwiyah naik ke atas mimbar dan berpidato
di hadapan masyarakat Irak. Ia menegaskan: "Hai penduduk Irak! Demi
Allah, sesungguhnya aku tidak memerangi kalian agar kalian mengerjakan
salat atau menunaikan zakat, tidak juga agar kalian berpuasa atau
menunaikan ibadah haji. Aku memerangi kalian hanya agar aku dapat
berkuasa dan memerintah kalian. Allah telah menganugerahkan kekuasaan
kepadaku, tetapi kalian tidak menyukainya. Ketahuilah sesungguhnya
setiap kesepakatan yang telah kuberikan kepada Hasan bin Ali, kini aku
letakkan di bawah kedua tapak kakiku ini."
Perhatikanlah Mu'âwiyah
yang busuk ini. Ia telah menyingkap kejahiliahannya sendiri dan
menelanjangi nilai-nilai Islam. Perdamaian dengan Imam Hasan as. tidak
memiliki manfaat kecuali kejahiliahan dan kebusukan hati Mu'âwiyah
terungkap; roh Islam dan hidayah tidak berbekas di dalam hatinya sama
sekali. Mu'âwiyah tak ubahnya seperti ayahnya, Abu Sufyân, musuh pertama
Rasulullah saw., dan juga ibunya, Hindun yang telah mencongkel hati
penghulu para syahid, Hamzah, dan mencacahnya dengan keji dan kejam.
Permusuhan terhadap Islam dan kedengkiannya kepada Rasulullah saw. telah
ia warisi dari kedua orang tuanya itu.
Yang jelas, Imam Hasan as.
telah memilih jalan damai yang merupakan ketentuan syariat. Sekiranya
tidak demikian, maka umat Islam telah mengalami berbagai bencana dan
petaka yang hanya diketahui oleh Allah swt.
Dalam perdamaian
tersebut, Imam Hasan as. mensyaratkan kepada Mu'âwiyah beberapa syarat
yang telah berhasil menegaskan bahwa ia tidak berhak memiliki kekuasaan
syar'î. Di antara syarat-syarat itu adalah hendaknya ia tidak menyebut
dirinya sebagai Amirul Mukminin. Ini berarti bahwa ia bukan penguasa
yang telah mendapatkan legitimasi syar'î dan bukan pemimpin bagi
orang-orang yang beriman. Ia hanyalah penguasa yang zalim dan tiran.
Syarat yang lain adalah ia tidak boleh melangkahi Al-Qur'an dan Sunah
sedikit pun, baik dalam urusan politik maupun tingkah lakunya
sehari-hari.
Seandainya Imam Hasan as. yakin dengan keislamannya,
tentu ia tidak akan memberikan syarat-syarat seperti itu. Imam Hasan as.
juga memberikan syarat-syarat lainnya yang bertentangan dengan hawa
nafsu Mu'âwiyah. Mu'âwiyah tidak menepati satu pun dari syarat-syarat
yang telah diajukan oleh Imam Hasan itu. Ia telah menginjak-injak semua
syarat itu. Hal ini telah kami uraikan dalam kitab kami,
Hayâh Al-Imam Hasan as.
Akhirnya, setelah peristiwa perdamaian tersebut terjadi, terbongkarlah
kedok politik Mu'âwiyah yang dengan terang-terangan menentang Al-Qur'an
dan Sunah Rasulullah saw. Ia membunuh orang-orang yang tidak berdosa dan
orang-orang saleh, seperti Hujr bin 'Adî, 'Amr bin Al-Hamaq Al-Khuzâ'î,
dan para sahabat yang lain dengan sewenang-wenang. Dia juga merusak
kehormatan kaum muslimin, menawan kaum wanita, merampas harta benda, dan
mengangkat orang-orang bejad sebagai aparat pemerintahan, seperti Ibn
'Ash, Ibn Syu'bah, Ibn Arthah, Ibn Hakam, Ibn Marjânah, dan Ibn
Sumayyah. Orang terakhir ini telah dipisahkan oleh Mu'âwiyah dari
ayahnya yang sah, yaitu 'Ubaid Ar-Rûmî, kemudian menisbahkan kepada
ayahnya sendiri yang durjana, Abu Sufyân. Mu'âwiyah telah memberikan
kekuasaan untuk memerintah penduduk Syi'ah Irak kepada anak durjana ini.
Dengan kekuasaannya itu, ia telah menimpakan berbagai kesengsaraan
kepada mereka, menyembelih anak-anak mereka, mempermalukan kaum wanita
mereka, membakar rumah-rumah mereka, dan merampas harta benda mereka
....
Salah satu kejahatan dan kezaliman Mu'âwiyah yang terbesar
adalah usahanya untuk membunuh cucu Rasulullah saw., Imam Hasan as.
Mu'âwiyah telah menyisipkan racun untuk Imam Hasan as. melalui tangan
istrinya yang bernama Ja'dah bin Asy'ats. Mu'âwiyah telah merayu Ja'dah
dan berjanji untuk menikahkannya dengan Yazîd. Ja'dah terkutuk itu
menyisipkan racun, sementara Imam Hasan as. sedang puasa. Racun itu
merobek-robek usus Imam Hasan as. dengan cepat. Tidak lama serelah itu,
rohnya yang suci segera kembali ke haribaan Tuhannya dengan membawa
berbagai musibah, duka, dan kesedihan yang ditimpakan oleh Mu'âwiyah.
Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn!
Mu'âwiyah mengakhiri kejahatan
dan kedurjanaannya dengan mengangkat anaknya yang terkutuk, Yazîd,
sebagai khalifah kaum muslimin. Yazîd telah merusak dan menghancurkan
agama dan dunia umat Islam. Tidak ada kejahatan pun melainkan ia telah
lakukan. Di antara kejahatan-kejahatan itu adalah tragedi Thuff di Mekah
dan tragedi Harrah, serta berbagai kejahatan lainnya yang telah
mengubah kehidupan muslimin menjadi neraka Jahanam yang sulit
dibayangkan.
Catatan Kaki:
Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 104; Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 176.
Shahîh Al-Bukhâri, bab Manâqib Al-Hasan wa Al-Husain, jilid 3, hal.
1370; Shahih At-Tirmidzî, jilid 2, hal. 207; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah,
jilid 8, hal. 34.
Ash-Shawâ'iq Al-Muhariqah, hal. 82; Hilyah Al-Awliyâ', jilid 2, hal. 35
Al-Istî'âb, jilid 2, hal. 369.
Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 35; Fadhâ'il Al-Ashhâb, hal. 165.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 6, hal. 222.
Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 33.
Al-Ishâbah, jilid 2, hal. 12.
As-Siyâsah Asy-Syar'iyah, hal. 7.
Al-Ahkâm As-Sulthâniyyah, hal. 4, mukadimah ke-135.
QS. Al-A'râf [7]:155.
QS. An-Nisâ' [4]:153.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 13, hal. 127.
Manâqib Ibn Syahri ?syûb, jilid 2, hal.149; Al-Kâmil, karya Al-Mubarrad, jilid 1 hal. 190.
Târîkh Al-Khulafâ', karya As-Suyûthî, hal. 73.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 24.
Maqtal Al-Husain, karya Al-Khârazmî, jilid 1, 147.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 4, hal. 5.
Nûr Al-Abshâr, hal. 111.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 89-90.
Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 38.
Ath-Thabaqât Al-Kubrâ, karya Asy-Sya'rânî, jilid 1, hal. 23; Ash-Shabbân, hal. 117.
Târîkh Ibn 'Asâkir, jilid 4, hal. 219.
Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1, hal. 330.
An-Nihâyah, karya Ibn Atsîr, jilid 3, hal. 321.
Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2, hal. 333.
hal. ini telah kami paparkan pada jilid ke-2 buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as.
Syarah Nahjul Balûghah, jilid 18, hal. 89.
Idem.
Nahj As-Sa'âdah, jilid 8, hal. 280.
Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, hal. 197.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 75, hal. 106.
At-Tadzkirah, karya Ibn Hamdûn, hal. 25.
Jalâ' Al-'Uyûn, jilid 1, hal. 328.
Irsyâd Al-Qulûb, hal. 239.
Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 11.
Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1, hal. 327.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 10, hal. 93.
Al-Lum'ah, kitab Al-Hajj, jilid 2, hal. 170.
A'yân asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 11.
Usud Al-Ghâbah, jilid 2, hal. 12.
Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2, hal. 453.
IMAM HUSAIN BIN ALI
Imam Husain as. adalah perintis Islam dan penyelamat agung syariat
Islam yang telah menjadi mangsa para penguasa Bani Umayyah. Mereka telah
melakukan berbagai siksaan terhadap Imam Husain, menyembelih
keturunannya, mempermalukan para wanita, menjadikan harta negara untuk
kepentingan pribadi, memperbudak rakyat, membantai orang-orang yang baik
dan saleh, menyebarkan rasa takut di tengah-tengah masyarakat, dan
menebarkan berbagai bentuk kejahatan, kefakiran, dan kepapaan di seluruh
pelosok negeri.
Menyaksikan kondisi seperti itu, Imam Husain as.
bangkit dengan tekad yang membaja demi mewujudkan harapan Rasulullah
saw. Ia meletuskan sebuah revolusi besar yang secara tidak langsung
telah disinggung oleh Al-Qur'an dan menjadikannya sebagai pelajaran bagi
orang-orang yang berakal. Revolusi tersebut telah berhasil
memporak-porandakan benteng kekuasaan Bani Umayyah, mengikis habis
kesombongan dan kecongkakan mereka, menebarkan kesadaran politik dan
agama di kalangan kaum muslimin dan menghilangkan rasa takut,
perbudakan, dan kehinaan dari dunia Islam. Berkat revolusi ini, mereka
terbebas dari seluruh keburukan yang menimpa mereka, kemudian bangkit
bagai seorang perkasa yang terbangun setelah sekian lama dimabukkan.
Mereka menyerukan hak-hak mereka dalam revolusi-revolusi berikutnya
sehingga mampu menumbangkan pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang telah
menghinakan dan memaksa mereka untuk menerima segala kondisi yang tidak
mereka inginkan.
Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan
sekelumit riwayat hidup seorang imam agung ini yang telah menjadi buah
bibir di sepanjang sejarah karena pengorbanan, ketabahan, kesabaran, dan
kemuliaannya.
Kecintaan Rasulullah saw. kepada Husain as.
Rasulullah saw. sangat mencintai cucunya yang satu ini. Kecintaannya
kepadanya tidak bisa digambarkan denga kata-kata. Banyak sekali hadis
yang menjelaskan ketinggian kedudukan Husain di sisinya saw. Sebagian
dari hadis-hadis tersebut ialah berikut ini:
1. Jâbir bin
Abdillah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang
ingin melihat penghulu ahli surga, maka hendaknya ia melihat Husain bin
Ali."
2. Abu Hurairah meriwayatkan: "Aku pernah melihat Rasulullah
saw. sedang menggendong Husain as., sembari berkata, 'Ya Allah, sungguh
aku mencintainya, maka cintailah dia.'"
3. Ya'lâ bin Murrah
meriwayatkan: "Kami pergi bersama Rasulullah untuk menghadiri undangan
makan. Di suatu gang, kami melihat Husain as. sedang bermain-main. Ia
mendekatinya seraya membentangkan kedua tangannya. Husain as. berlari
kesana kemari hingga membuatnya tertawa, sampainya berhasil
menangkapnya. Kemudian Rasulullah meletakkan satu tangannya di bawah
dagu Husain dan tangan yang lain di atas kepalanya. Rasulullah
mencium-ciumnya. Ia bersabda, 'Husain dariku dan aku darinya. Allah
mencintai orang yang mencintai Husain.
Husain adalah salah satu cucuku.'"
Hadis tersebut melukiskan betapa Rasulullah saw. memiliki hubungan yang
sangat mendalam dengan Husain as. Maksud ungkapan hadis "Husain adalah
dariku" bukan hubungan nasab antaranya dan Husain as. Karena hal ini
sudah jelas, dan tidak ada gunanya diungkapkan lagi. Tetapi maksudnya
adalah lebih dalam dari itu. Yaitu Husain as. mengemban risalah dan
missi Rasulullah saw. untuk memperbaiki dan membangun sebuah masyarakat
insani dan mengangkat martabat mereka.
Maksud sabda Rasulullah saw.
"dan aku dari Husain" adalah, bahwa segala pengorbanan yang akan
dihaturkan oleh Husain as. pada masa mendatang di jalan Islam ketika
musibah dan keterasingan menimpanya sehingga pengorbanan itu menjadi
urat nadi kehidupan di sepanjang sejarah betul-betul merefleksikan bahwa
Rasulullah saw. dari Husain. Hal itu lantaran Husain as. adalah
pembaharu dan penyelamat agamanya dari kejahatan penguasa zalim yang
selalu bertindak untuk menghancurkan Islam dan berusaha menghidupkan
kembali tradisi jahiliah. Melaui pengorbanan itu, Imam Husain as. telah
berhasil menghancurkan taktik Bani Umayyah dan menyelamatkan kaum
muslimin dari kejahatan dan kezaliman mereka.
4. Salmân Al-Fârisî
meriwayatkan: "Aku pernah menjumpai Rasulullas saw., sedangkan Husain
bin Ali berada di atas pahanya. Ia mengecup bibirnya seraya bersabda,
'Engkau adalah penghulu putra penghulu, imam putra seorang imam, saudara
seorang imam, dan ayah para imam. Engkau adalah hujah Allah putra
seorang hujah Allah dan ayah sembilan hujah dari keturunanmu. Yang
kesembilan adalah Imam Mahdî as.'"
5. Ibn Abbâs meriwayatkan:
"Ketika Rasulullah saw. memanggul Husain di atas pundaknya, seorang
laki-laki berkata kepada Husain, 'Paling baik tunggangan yang kau
tunggangi, wahai anak.' Rasulullah saw. pun menimpali, 'Paling baik
penunggang adalah dia (Husain).'"
6. Rasulullah saw. bersabda: "Anak ini (yakni Husain as.) adalah putra seorang imam dan ayah sembilan imam."
7. Yazîd bin Abi Ziyâd meriwayatkan: "Rasulullah saw. keluar dari rumah
'AIsya'h dan melewati rumah Fathimah. Ketika itu Rasulullah saw.
mendengar tangisan Husain. Rasulullah merasa gusar. Lalunya berkata
kepada Fathimah as., 'Tidakkah kau tahu bahwa tangisannya itu menyayat
hatiku?'"
Ini adalah sebagian hadis yang melukiskan kecintaan
Rasulullah saw. kepada cucunya, Imam Husain as. Hadis-hadis tersebut
menunjukkan kemuliaan dan kehormatan Husain as., pembela prinsip dan
nilai-nilai Islam dari kejahatan Bani Umayyah.
Rasulullah saw. Memberitakan Syahadah Husain as.
Rasulullah saw. telah menyampaikan berita tentang syahadah cucu
kesayangannya ini pada saat ia masih hidup, agar muslimin yakin dengan
syahadahnya itu. Ibn Abbâs berkata: "Kami tidak merasa ragu, sedang
Ahlul Bait masih hidup, bahwa Husain bin Ali akan dibunuh di daerah
Thuff."
Nabi saw. telah memperoleh berita dari langit bahwa cucunya
itu akan ditimpa berbagai musibah dan bencana yang dapat meruntuhkan
gunung. Mendengar berita itu, Nabi saw. menangis tersedu-sedu. Berikut
ini beberapa hadis yang dapat kami sampaikan:
1. Ummul Fadhl
binti Hârits meriwayatkan: "Husain as. berada di pangkuanku. Kemudian
aku masuk menjumpai Rasulullah saw. Sejenak aku menoleh kepadanya. Aku
lihat kedua matanya mencucurkan air mata. Aku bertanya, 'Wahai nabi
Allah, demi ayah dan ibuku, apa yang telah menimpa Anda?' Ia menjawab,
'Jibril telah datang menemuiku dan mengabarkan kepadaku bahwa umatku
akan membunuh anakku ini.' Ia memberi Isya'rat kepada Husain as. Aku
terkejut seraya bertanya heran, 'Anak ini akan dibunuh? Yakni Husain?'
Rasulullah saw. menjawab: 'Ya. Jibril datang kepadaku dengan membawa
tanah merah ini.'"
Ummul Fadhl pun tenggelam dalam tangisan mengikuti kesedihan Rasulullah.
2. Ummul Mukminin Ummu Salamah meriwayatkan: "Pada suatu malam,
Rasulullah tengah berbaring. Kemudian ia bangun dengan perasaan gusar.
Kemudian berbaring lagi dan bangun kembali dengan perasaan gusar,
berbeda dengan kondisi pertama. Setelah itu berbaring lagi dan bangun
kembali, sementara tangannya memegang tanah merah dan menciumnya. Aku
bertanya kepadanya, 'Tanah apa ini, ya Rasulullah?' Ia menjawab, 'Jibril
datang kepadaku dan berkata bahwa anak ini-yakni Husain-akan dibunuh di
bumi Irak. Aku berkata kepada Jibril, 'Tunjukkan kepadaku tanah tempat
ia akan dibunuh.' Dan inilah tanahnya.'"
3. Ummu Salamah
meriwayatkan: "Suatu hari Rasulullah saw. duduk di rumahku. Ia berkata,
'Jangan ada seorang pun yang menemuiku.' Aku pun menunggu. Kemudian
tiba-tiba Husain as. masuk, dan kudengar tangisannya saw. Aku lihat
Husain as. berada di pangkuan atau di sampingnya. Sementaranya
mengelus-ngelus kepalanya sambil menangis. Aku berkata kepadanya, 'Demi
Allah, aku tidak mengetahui bahwa Husain masuk.' Ia berkata kepadaku,
'Barusan Jibril bersamaku. Ia berkata kepadaku, 'Apakah engkau
mencintainya?' 'Ya', jawabku pendek. Dia melanjutkan, 'Ketahuilah,
umatmu akan membunuhnya di suatu daerah yang bernama Karbala.' Lalu
Jibril memberikan tanah itu.' dan ia pun memperlihatkan tanah itu
kepadaku."
4. 'AIsya'h meriwayatkan: "Husain bin Ali pernah
menjumpai Rasulullah saw. Ketika itu wahyu sedang turun kepadanya.
Kemudian Husain as. melompat kepada Rasulullah, sementaranya nampak
penuh duka. Jibril berkata, 'Apakah engkau mencintainya, hai Muhammad?'
Nabi saw. menjawab, 'Bagaimana mungkin aku tidak mencintai anakku?'
Jibril berkata, 'Umatmu akan membunuhnya sepeninggalmu.' Kemudian Jibril
menyerahkan tanah berwarna putih seraya berkata, 'Di tanah inilah
anakmu ini akan dibunuh. Daerah itu bernama Thuff. Setelah Jibril pergi
dan tanah itu berada di tangan Rasulullah saw., ia menangis dan berkata
kepada 'AIsya'h, 'Hai 'AIsya'h, sesungguhnya Jibril telah memberitahukan
kepadaku bahwa anakku Husain akan dibunuh di daerah Thuff, dan umatku
akan mendapat bencana besar setelah ku.'
Setelah berkata begitu,
Rasulullah saw. keluar menemui sahabatnya sambil menangis. Di antara
mereka tampak Ali, Abu Bakar, Umar, Hudzaifah, Ammâr, dan Abu Dzar.
Mereka bertanya, 'Apa yang Anda tangisi, ya Rasulullah?' Rasulullah saw.
menjawab, 'Jibril telah memberitahukan kepadaku bahwa anakku, Husain
akan dibunuh sepeninggalku di daerah Thuff, dan dia memberiku tanah ini.
Jibril juga memberitahukan kepadaku bahwa Husain akan dikuburkan di
tempat itu juga.'"
5. Zainab binti Jahsy, salah seorang istri
Rasulullah saw., meriwayatkan: "Ketika Rasulullah saw. tidur di rumahku,
Husain merangkak di dalam rumah. Aku lengah hingga Husain mendekatinya
dan naik ke atas perutnya. Kemudian ia bangun untuk mengerjakan salat
sembari menggendongnya. Ketika ia rukuk dan sujud, ia meletakkannya. Dan
ketika berdiri, ia menggendongnya kembali. Ketika duduk, ia mengangkat
kedua tangan untuk berdoa. Setelah selesai salat, aku bertanya
kepadanya, 'Ya Rasulullah, aku telah melihat Anda melakukan sesuatu pada
hari ini yang belum pernah Anda lakukan sebelum ini?' Ia menjawab,
'Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan memberitahukan kepadaku bahwa
anakku itu akan dibunuh.' Selanjutnya aku berkata, 'Jika begitu,
perlihatkanlah kepadaku sesuatu?' Kemudian ia memperlihatkan kepadaku
tanah berwarna merah."
6. Ibn Abbâs meriwayatkan: "Ketika
Husain berada di kamar Rasulullah saw., Jibril berkata, 'Apakah engkau
mencintainya?' Ia menjawab, 'Bagaimana aku tidak mencintainya? Dia
adalah buah hatiku.' Jibril menimpali, 'Sesungguhnya umatmu akan
membunuhnya. Maukah engkau aku perlihatkan kuburannya?' Dia menggenggam
sesuatu. Aku lihat, ia menggenggam tanah merah."
7. Abu Umâmah
meriwayatkan: "Rasulullah saw. berkata kepada para istrinya, 'Janganlah
kalian menangiskan anak ini-yaitu Husain.'"
Abu Umâmah melanjutkan:
"Pada suatu hari, tibalah giliran Ummu Salamah. Kemudian Jibril turun
dan Rasulullah masuk ke dalam rumah. Ia berkata kepada Ummu Salamah,
'Jangan engkau biarkan seseorang menemuiku.' Tidak lama kemudian, Husain
datang. Ketika melihat Rasulullah saw. berada di dalam rumah, Husain
hendak masuk. Ummu Salamah menggendong dan menimangnya sambil mendiamkan
tangisnya. Ketika tangisannya semakin keras, Ummu Salamah
melepaskannya. Kemudian Husain as. masuk ke dalam rumah dan duduk di
pangkuan Rasulullah saw. Jibril berkata kepadanya, 'Sesungguhnya umatmu
akan membunuh anakmu ini.' Nabi berkata: 'Mereka akan membunuhnya
padahal mereka beriman kepadaku?' 'Ya, mereka akan membunuhnya', jawab
Jibril pendek.
Lalu Jibril menyerahkan segumpal tanah kepada
Rasulullah saw. seraya berkata, 'Dia akan dibunuh di tempat itu.'
Setelah itu Rasulullah saw. keluar sambil menggendong Husain dan dalam
keadaan muram dan duka. Ummu Salamah menyangka Rasulullah marah karena
anak itu telah masuk. Ummu Salamah berkata kepadanya, 'Ya nabi Allah,
aku jadikan diriku sebagai tebusanmu, sesungguhnya Anda telah berkata,
'Janganlah menangiskan anak ini. Dan Anda juga menyuruhku untuk tidak
membiarkan seorang pun masuk menemui Anda. Tetapi Husain datang dan
terpaksa aku membiarkannya.'
Rasulullah saw. tidak menjawab sepatah
kata pun dan ia keluar menemui para sahabat, sementaranya tenggelam
dalam kesedihan dan kedukaan. Kemudian ia berkata kepada mereka,
'Sesungguhnya umatku akan membunuh anak ini', sambil menunjuk Husain.
Abu Bakar dan Umar segera bangkit dan bertanya kepadanya, 'Ya nabi
Allah, mereka akan melakukan hal itu sedang mereka adalah orang-orang
beriman?'
'Ya, inilah tanahnya', jawab Rasulullah saw. pendek."
8. Anas bin Hârist meriwayatkan: "Sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda, 'Sesungguhnya anakku ini-yakni Husain-akan dibunuh di tempat
yang bernama Karbala. Barang siapa yang mengalami peristiwa itu nanti,
maka hendaklah ia menolongnya.'" Ketika Husain berangkat menuju ke
Karbala, Anas menyertainya dan ia meneguk cawan syahadah di haribaan
Imam Husain.
9. Ummu Salamah meriwayatkan: "Suatu Hasan dan
Husain bermain-main di hadapan Nabi di rumahku. Ketika itu Jibril turun.
Ia berkata, 'Ya Muhammad, sesungguhnya umatmu akan membunuh anakmu ini
sepeninggalmu.' Jibril memberi Isya'rat kepada Husain. Rasulullah saw.
menangis dan langsung mendekap Husain, lalunya mencium tanah yang berada
di tangannya. Ia berkata: "Aduhai Derita dan nestapa!'" Lalu Rasulullah
saw. menyerahkan tanah itu kepada Ummu Salamah seraya berpesan
kepadanya: "Jika tanah ini telah berubah menjadi darah, maka ketahuilah
sesungguhnya anakku ini telah terbunuh." Ummu Salamah menyimpan tanah
itu di dalam botol dan setiap hari menunggu-nunggu peristiwa itu
terjadi. Ia berkata: "Sungguh hari di mana tanah ini berubah menjadi
darah adalah hari yang agung."
10. Rasulullah saw. pernah
bermimpi melihat seekor anjing yang berbercak bulunya tengah
menjilat-jilat darahnya sendiri. Ia menakwilkan mimpi itu bahwa seorang
laki-laki yang menderita penyakit kusta akan membunuh anaknya, Husain
as. Dan terbukti bahwa yang membunuh Husain as. adalah seorang yang keji
dan kotor bernama Syimr bin Dzil Jausyan. Ia memang menderita penyakit
kusta.
Ini adalah sebagian hadis yang pernah disampaikan oleh
Rasulullah saw. berkenaan dengan syahadah cucu kesayangannya, Imam
Husain as. Dari hadis-hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa betapa
sedih dan duka Rasulullah saw. atas musibah yang menyayat hati itu.
Husain as. Bersama Sang Ayah
Imam Husain as. pernah menikmati kasih sayang ayahnya. Sangat besar
sekali kecintaan dan kasih sayang sang ayah itu kepadanya, sehingga ia
tidak mengizinkan Husain dan saudaranya, Hasan as., untuk turut serta
dalam penyerangan-penyerangan militer pada saat perang Shiffîn
bergejolak supaya keturunan Rasulullah saw. tidak terputus. Imam Ali as.
telah membangun keutamaan Husain dan kemuliaan saudaranya, Hasan as. Ia
telah memberikan warisan pengetahuan dan kejeniusan kepada kedua
putranya itu, dan membekali mereka dengan adab dan hikmah sehingga
mereka menjadi manifestasi dirinya.
Imam Husain as. menyerupai
ayahnya dalam keberanian, kemuliaan, dan seluruh karakteristik yang
agung. Ia telah memilih mati syahid dengan cara dibantai oleh Bani
Umayyah daripada menyerah kepada mereka. Ia telah mengorbankan hidupnya
dan pasrah mati di jalan kemuliaan. Berikut ini beberapa hadis tentang
perjuangannya ini:
Imam Ali as. Memberitakan Syahadah Putranya
Imam Amirul Mukminin Ali as.-sebagaimana Rasulullah saw.-pernah
memberitakan tentang syahadah putranya, Imam Husain as. Berikuti ini
beberapa hadis yang pernah diriwayatkan darinya:
1. Abdullah
bin Yahyâ meriwayatkan dari ayahnya yang pernah ikut serta bersama Imam
Ali as. dalam perang Shiffîn. Ayahnya adalah sahabat dekat Imam Ali as.
Ketika sampai di Nainawâ, Imam Ali as. berteriak: "Sabarlah, hai Abu
Abdillah! Sabarlah, hai Abu Abdillah! (Sabarlah) mengingat tepi sungai
Furat!"
Yahyâ bangkit dan bertanya: "Apa gerangan yang akan terjadi
pada Abu Abdillah?" Imam Ali menjawab: "Suatu hari aku menjumpai
Rasulullah saw. sementara kedua matanya berlinang air mata. Aku bertanya
kepadanya: "Ya nabi Allah, apakah seseorang telah membuat Anda marah?
Apa yang membuat mata Anda berlinang?' Ia menjawab, 'Jibril telah datang
kepadaku dengan membawa berita bahwa Husain akan dibunuh di tepi sungai
Furat. Apakah kamu ingin mencium tanahnya?' 'Ya', jawabku pendek.
Lalunya mengambil segumpal tanah dan memberikannya kepadaku. Melihat
tanah itu, aku tidak kuasa menahan linangan air mataku."
2.
Hartsamah bin Salîm meriwayatkan: "Kami ikut serta berperang bersama Ali
bin Abi Thalib pada perang Shiffîn. Ketika sampai di wilayah Karbala,
kami menunaikan salat. Setelah usai salam, Imam Ali mengambil segumpal
tanah Karbala dan menciumnya seraya berkata, 'Sungguh mulia engkau, hai
tanah Karbala. Sungguh ada sekelompok orang yang akan dibangkitkan
darimu dan masuk surga tanpa dihisab.'"
Hartsamah terkejut dengan
ucapan Imam Ali itu, dan ucapan itu senantiasa mengiang di telinganya.
Setelah tiba di rumah, Hartsamah menceritakan kejadian itu kepada
istrinya yang bernama Jardâ' binti Samîr, dan ia adalah seorang pengikut
setia Amirul Mukminin as. Hartsamah menceritakan ucapan yang telah ia
dengar dari Imam Ali. Istrinya berkata: "Biarkan aku, hai suamiku.
Sesungguhnya Amirul Mukminin tidak mengatakan sesuatu kecuali benar."
Selang beberapa tahun, Ibn Ziyâd mengutus bala tentaranya untuk
memerangi buah hati Rasulullah saw., Imam Husain as. Hartsamah berada di
barisan bala tentara itu. Ketika sampai di Karbala, ia teringat akan
ucapan Imam Ali as. Seketika itu juga ia enggan untuk memerangi Imam
Husain as.
Hartsamah datang menghadap Imam Husain as. dan
menceritakan apa yang pernah ia dengar dari Imam Ali as. Imam Husain as.
bertanya kepadanya: "Kamu bersama kami atau ingin memerangi kami?"
Hartsamah berkata: "Aku tidak ingin bersama Anda dan juga tidak ingin
memerangi Anda. Aku telah meninggalkan istri dan anakku. Aku takut Ibn
Ziyâd akan menganiaya mereka."
Imam Husain as. menasihatinya sembari
berkata: "Jika begitu, lekaslah kabur sehingga kamu tidak menyaksikan
kami terbunuh. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, pada
hari ini tak seorang pun yang menyaksikan kami dibunuh lalu ia tidak
menolong kami, melainkan Allah pasti akan memasukannya ke dalam neraka."
Hartsamah pun kabur dan tidak menyaksikan Imam Husain as. dibantai.
3. Tsâbit bin Suwaid meriwayatkan dari Ghaflah: "Suatu ketika Ali as.
berpidato. Seorang laki-laki berdiri di bawah mimbar seraya berkata,
'Wahai Amirul Mukminin, aku telah melewati Wâdil Qurâ dan aku temukan
Khâlid bin 'Urfathah telah meninggal dunia. Maka mintakanlah ampunan
untuknya.'
Imam Ali as. berkata, 'Demi Allah, ia tidak mati, dan ia
tidak akan mati sehingga ia memimpin sebuah bala tentara yang sesat.
Pembawa benderanya adalah Habîb bin Himâr.'
Tiba-tiba seorang
laki-laki berdiri seraya mengangkat suaranya: 'Wahai Amirul Mukminin,
aku adalah Habîb bin Himâr, dan aku adalah pengikut dan pecintamu.'
Imam Ali as. berkata kepadanya: 'Kamukah Habîb bin Himâr itu?'
'Ya', jawabnya pendek.
Imam mengulangi pertanyaannya, dan Habîb kembali menjawab, 'Ya'.
Imam Ali as. berkata, 'Demi Allah, kamu adalah pembawa bendera itu dan
kamu pasti akan membawanya. Engkau pasti akan masuk melalui pintu ini.'
Imam Ali menunjuk pintu Al-Fîl di masjid Kufah."
Tsâbit melanjutkan:
"Demi Allah, aku tidak meninggal dunia hingga aku melihat Ibn Ziyâd. Ia
telah mengutus Umar bin Sa'd untuk memerangi Husain dan mengangkat
Khâlid bin 'Urfathah sebagai komandan pasukan dan Habîb bin Himâr
sebagai pembawa benderanya. Habîb masuk lewat pintu Al-Fîl dengan
membawa bendera itu."
4. Imam Amirul Mukminin Ali as. berkata
kepada Barrâ' bin '?zib: "Hai Barrâ', apakah Husain akan dibunuh
sementara kamu masih hidup, tetapi kamu tidak menolongnya?" Barrâ'
berkata: "Tidak seperti itu, ya Amirul Mukminin."
Ketika Imam Husain
as. terbunuh, Barrâ' merasa menyesal. Dia teringat akan ucapan Imam
Amirul Mukminin as. Barrâ' berkata: "Alangkah besarnya penyesalanku,
karena aku tidak sempat membantu Husain as. dan alangkah baiknya bila
aku terbunuh demi membelanya."
Banyak sekali hadis seperti ini yang
telah dijelaskan oleh Imam Amirul Mukminin as. tentang syahadah buah
hati Rasulullah saw. di Karbala itu. Kami telah memaparkan sebagian
besar darinya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Husain as.
Kepribadian Imam Husain as.
Karakteristik yang menonjol pada diri pemimpin orang-orang bebas, Imam
Husain as., ini dan yang telah menjadi bagian dari jati dirinya adalah
berikut ini:
1. Tekad yang Kuat
Salah satu
karakter Imam Husain as. adalah tekad yang kuat dan kemauan yang
membaja. Ia mewarisi karakter mulia ini dari kakeknya, Rasulullah saw.
yang telah berhasil mengubah perjalanan sejarah hidup umat manusia. Nabi
saw. teguh berdiri di hadapan kekuatan besar yang selalu merintanginya
untuk menegakkan kalimat Allah seorang diri. Ia saw. tidak peduli dengan
super power itu. Bahkan ia berkata kepada pamannya, Abu Thalib: "Demi
Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan
di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, niscaya aku tidak
akan meninggalkannya sehingga aku mati atau Allah akan memenangkannya."
Dengan tekad dan kehendak yang membaja inilahnya menghadapi kekuatan
syirik, dan ternyata mampu mengalahkannya dalam berbagai peristiwa.
Begitu pulalah sikap cucunya yang agung ini di hadapan kekuatan Bani
Umayyah. Imam Husain as. secara terang-terangan menolak untuk membaiat
Yazîd. Dengan jumlah pembela yang sedikit, ia berangkat ke medan jihad
untuk menegakkan kalimat Allah (kebenaran) dan menumpas kalimat batil.
Pemerintahan Bani Umayyah telah mengerahkan bala tentara yang banyak
untuk membantainya. Tetapi ia tidak peduli dengan jumlah pasukan itu. Ia
mendeklarasikan tekad dan kehendaknya yang kuat dengan slogannya yang
abadi: "Sesungguhnya aku tidak melihat kematian melainkan kebahagiaan
dan tidak hidup bersama orang-orang yang zalim melainkan kehancuran."
Imam Husain as. berangkat bersama keluarganya yang mulia dan para
sahabatnya ke medan perang demi mengibarkan bendera Islam dan
merealisasikan kemenangan yang paling agung bagi umat Islam hingga ia
meneguk cawan syahadah. Ia adalah orang yang memiliki kehendak paling
kuat dan keputusan paling kokoh yang tidak goyah dalam menghadapi
berbagai bencana yang membuat akal terkesima dan naluri takjub.
2. Menolak Kezaliman
Karakter lain yang menonjol pada diri Imam Husain as. adalah menolak
kezaliman sehingga ia diberi gelar Pelopor Penentang Kezaliman. Ini
adalah gelar Imam Husain as. yang paling agung dan banyak tersebar di
masyarakat. Ia adalah teladan utama dalam karakter ini. Ia telah
berhasil yang mengangkat syiar kemuliaan insani dan telah membentangkan
jalan kemuliaan dan kehormatan. Ia tidak pernah tunduk menyerah kepada
kera-kera Bani Umayyah. Bahkan ia memilih mati di bawah pedang dan
tombak.
Abdul Azîz bin Nabâtah As-Sa'dî pernah bekata:
Al-Husain melihat kematian dalam kemuliaan merupakan kehidupan, dan melihat kehidupan dalam kehinaan merupakan kematian.
Sejarawan masyhur, Al-Ya'qûbî, menjuluki Imam Husain as. dengan sebutan orang yang sangat mulia.
Ibn Abil Hadîd berkata: "Abu Abdillah Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib
adalah seorang pelopor penolakan atas kezaliman. Ia mengajarkan kepada
umat manusia kehormatan jiwa dan memilih kematian di bawah pedang
daripada hidup terhina. Ia dan para sahabatnya pernah ditawari jaminan
keamanan, dan ia menolak. Karena jika tidak, mereka akan tertimpa
kehinaan. Ibn Ziyâd sendiri merasa takut menimpakan kehinaan kepadanya
dan tidak akan membunuhnya. Tetapi Husain sendiri lebih memilih kematian
atas kehinaan tersebut ...."
Sungguh ungkapan Imam Husain as. pada
peristiwa Thuff adalah ungkapan paling indah dalam menggambarkan
kemuliaan dan kehormatan diri. Ia berkata: "Ketahuilah, sesungguhnya
pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara
mengangkat pedang atau kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah
swt., Rasul-Nya, dan orang-orang beriman menolaknya ...."
Pada
peristiwa Thuff, Imam Husain as. berdiri tegar bagaikan gunung yang
tidak goyah menghadapi serangan buas bala tentara Mu'âwiyah yang murtad.
Ia telah memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan diri
kepada generasi mendatang. Ia berkata: "Demi Allah, aku tidak akan
menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti
para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian
dari serangan kalian."
Imam Husain as. melontarkan ucapan yang
gemilang itu untuk menggambarkan sejauh mana kehormatan dan kemuliaan
yang diembannya. Dan tindakan ini adalah sebuah adegan kepahlawanan
terindah yang pernah dicatat oleh sejarah Islam di sepanjang masa.
Para penyair Ahlul Bait as. berlomba-lomba untuk melukiskan kemulian
Imam Husain as. Bait-bait syair yang mereka susun itu merupakan sumber
sastra Arab yang paling berharga. Sayyid Haidar Al-Hillî menaruh
perhatian penuh untuk memberi gambaran tentang kemuliaan Imam Husain as.
dalam bait-bait syairnya. Bait-bait syair itu dapat Anda rujuk dalam
buku Dîwân As-Sayyid Haidar. Dalam syair itu, ia memaparkan tekad busuk
dinasti Bani Umayyah yang ingin mencampakkan Imam Husain as. kepada
kehinaan dan membuatnya tunduk kepada kezaliman. Tetapi Allah swt.
menolaknya dan Imam Husain as. yang mewarisi kemuliaan kenabian itu
menolak pula untuk tunduk kepada kezaliman. Imam Husain as. tidak akan
tunduk menyerah kepada siapa pun selain kepada Allah swt. Bagaimana
mungkin ia akan tunduk kepada kezaliman Bani Umayyah?
3. Keberanian
Di sepanjang sejarah, umat manusia belum pernah menyaksikan seseorang
yang paling gagah, pemberani, dan bertekad kuat seperti Imam Husain as.
Ia berdiri kokoh pada peristiwa Thuff yang membuat akal setiap orang
takjub dan terkesima. Generasi demi generasi senantiasa menceritakan
keteguhan, keberanian, dan tekadnya yang kokoh. Keberaniannya yang luar
biasa merupakan warisan ayahandanya yang selalu menguasai medan
pertempuran dengan baik. Para musuhnya yang penakut bertekuk lutut
karena ketangkasannya yang tangguh. Imam Husain as. tidak pernah
menyerah menghadapi berbagai rintangan dan cobaan yang menimpanya.
Bahkan semakin bertambah besar cobaan yang ia hadapi, semakin kokoh dan
tegar pendiriannya. Setelah para sahabat dan keluarganya syahid di medan
Karbala, Imam Husain as. diserang oleh tentara musuh yang berjumlah
30.000 orang. Ia membalas menyerang mereka seorang diri, dan mereka
merasa takut dan gentar menghadapinya. Dengan serangan yang bertubi-tubi
dari berbagai arah, ia tetap tegar menghadapinya bagaikan gunung
menerima tikaman dari setiap arah. Ia tidak tunduk menyerah, tetapi ia
tetap bertahan dan menganggap kematian sebagai suatu yang ringan.
Setelah ia jatuh tersungkur ke atas tanah dengan luka parah yang
mengucurkan darah dan membuat fisiknya lemah, pasukan musuh tidak berani
menyerangnya karena merasa takut dan gentar memandangnya.
Para
sahabat dan keluarga Imam Husain as. telah memperoleh injeksi spiritual
yang agung darinya. Karena itu mereka berlomba-lomba menjemput kematian
dengan penuh kerinduan dan keikhlasan tanpa diliputi oleh rasa takut dan
gentar sedikit pun. Para musuh menyaksikan mereka sebagai figur-figur
pemberani dan ksatria.
Seorang lelaki yang turut serta pada
peristiwa Thuff bersama Umar bin Sa'd pernah ditanya: "Celaka engkau!
Apakah kalian memerangi cucu Rasulullah saw.?"
Orang itu menjawab:
"Aku telah menghadapi peperangan yang dahsyat. Sekiranya engkau
menyaksikan apa yang aku saksikan, pasti engkau melakukan apa yang aku
lakukan. Sekelompok orang menyerbu kami. Tangan mereka menggenggam
pedang bagaikan singa-singa buas menyerang. Mereka menebaskan pedangnya
ke kiri dan ke kanan dan melemparkan diri-diri mereka ke pangkuan
kematian. Mereka enggan menerima jaminan keamanan, tidak tergiur dengan
harta kekayaan, dan tidak ada satu tembok pun penghalang antara mereka
untuk memasuki telaga kematian. Apabila kami menahan mereka sejenak
saja, pasti mereka akan mampu menembus seluruh pertahanan tentara kami.
Karena itu, kami tidak membiarkan mereka."
Pelopor orang-orang
bebas ini telah menantang musuh-musuhnya dengan penuh keberanian yang
sulit ditemukan tandingannya di kalangan umat manusia. Ia telah
menundukkan kematian dan menghinakan kehidupan. Ia berkata kepada para
sahabatnya ketika dihujani oleh panah-panah musuh: "Bangkitlah
kalian-semoga Allah merahmati kalian-menuju kematian yang sudah pasti.
Sesungguhnya panah-panah itu merupakan delegasi mereka kepada kalian."
Imam Husain as. telah mengajak para sahabatnya kepada kematian, seakan
ia mengajak mereka kepada hidangan yang lezat. Sungguh kematian adalah
sebuah hidangan lezat baginya. Karena ia menumpas kebatilan dan
tergambar baginya bukti Tuhannya yang merupakan sumber wujud dirinya.
4. Sikap Terus Terang
Salah satu karakter mulia pelopor orang-orang bebas, Imam Husain as.,
ini adalah sikap terus terang dalam setiap perkataan dan perbuatan. Di
sepanjang hidupnya, ia tidak pernah berbohong dan menipu, serta tidak
pernah menempuh jalan penyelewengan. Ia senantiasa menempuh jalan yang
jelas yang sesuai dengan hati nuraninya, dan menjauhkan diri dari setiap
pembelotan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan akhlaknya.
Salah satu contoh yang menggambarkan ketinggian sikapnya itu adalah kisah berikit ini:
Suatu ketika Walîd, penguasa kota Yatsrib, mengundang Imam Husain as.
di tengah malam. Walîd memberitahu Imam Husain as. tentang kematian
Mu'âwiyah. Walîd meminta agar Imam Husain membaiat Yazîd di malam yang
gelap gulita itu. Imam Husain menolak dengan tegas seraya berkata "Hai
Amir, kami adalah Ahlul Bait Nabi dan sumber risalah. Dengan perantara
kami, Allah swt. telah membuka risalah ini dan dengan kami pula Dia
mengakhirinya. Yazîd adalah pemuda fasik dan durjana, peminum khamar,
pembunuh jiwa yang harus dihormati, dan dengan terus terang berbuat
fasik dan durjana. Orang sepertiku tidak akan membaiat orang seperti
dia."
Ucapan Imam Husain ini mengungkap sejauh mana keterusterangan,
ketinggian pribadi, dan kekuatan sikapnya untuk menolak kebatilan dalam
rangka membela kebenaran.
Contoh lain dari sikap terus terang yang
sudah menjadi jati diri Imam Husain as. adalah ketika ia pergi menuju ke
Irak. Di pertengahan jalan, ia memperoleh informasi bahwa delegasinya,
Muslim bin 'Aqîl, telah dibunuh dan penduduk Kufah menghinakannya. Imam
Husain as. berkata kepada para peserta rombongannya yang ikut hanya demi
mengharapkan keselamatan dan tidak menginginkan kebenaran: "Syi'ah kami
telah merendahkan kami. Barang siapa yang ingin keluar dari barisan
kami, maka keluarlah dan ia tidak memiliki tanggung jawab apapun."
Mendengar ucapan Imam Husain as. itu, orang-orang yang tamak dan rakus
dunia keluar dan hengkang dari barisannya. Yang tinggal hanyalah
orang-orang pilihan dari para sahabat dan keluarganya.
Pada kondisi
yang sulit seperti itu di mana ia membutuhkan penolong, Imam Husain as.
enggan membujuk dan merayu mereka untuk mengikuti jalannya. Karena
seorang yang beriman kepada Tuhan dan keadilan-Nya dan memiliki jiwa
yang agung tidak mungkin memiliki sifat demikian.
Contoh lain dari
sikap terus terang Imam Husain as. adalah ketika ia mengumpulkan
keluarga dan para sahabatnya pada malam sepuluh Muharam. Ia
memberitahukan kepada mereka bahwa besok hari ia akan terbunuh bersama
seluruh orang yang mengikutinya. Ia memberitahukan hal itu kepada mereka
dengan terus terang agar mereka dapat mengetahui dan memahami persoalan
yang mereka hadapi. Ia menyuruh mereka agar pergi di pertengahan malam
yang gulita. Tetapi mereka menolak untuk berpisah dengannya dan siap
menyongsong syahadah di haribaannya.
Masa silih berganti dan
kerajaan-kerajaan telah musnah. Tetapi akhlak Imam Husain as. yang luhur
itu tetap kekal abadi di sepanjang masa. Karena hal itu mencerminkan
nilai-nilai yang tinggi. Tanpa akhlak itu, seluruh kemuliaan insani
tidak akan tersisa lagi.
5. Teguh dalam Mengemban Kebenaran
Teguh dalam mengemban kebenaran adalah salah satu karakter dan jati
diri Imam Husain as. yang paling menonjol. Ia telah menaklukkan jalan
yang penuh dengan rintangan, meruntuhkan benteng-benteng kebatilan, dan
menghancurkan sarang-sarang kezaliman demi untuk menegakkan kebenaran.
Imam Husain as. telah membangun kebenaran dengan berbagai sisi dan
dimensinya. Ia terjun ke medan perjuangan demi menegakkan kebenaran di
seluruh penjuru negara Islam dan menyelamatkan umat manusia dari ancaman
aliran pemikiran garis keras yang bertujuan menciptakan pondasi-pondasi
kebatilan, sarang kezaliman dan pusat kejahatan, yang menjerumuskan
umat manusia ke dalam lembah kebodohan di kehidupan ini.
Imam Husain
as. melihat bahwa umat Islam telah ditenggelamkan oleh berbagai
kebatilan dan kesesatan. Sementara itu, tak sedikit pun kebenaran yang
teraktualisasi dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, ia segera
bangkit menuju ke medan perjuangan dan pengorbanan demi untuk
mengibarkan bendera kebenaran. Dalam sebuah pidato yang ia sampaikan di
hadapan para sahabatnya, Imam Husain telah menjelaskan tujuan mulianya
itu. Ia berkata: "Tidakkah kalian melihat bahwa kebenaran tidak lagi
diamalkan dan kebatilan tidak lagi dapat dihalang-halangi, agar orang
mukmin rindu untuk berjumpa dengan Allah."
Kebenaran adalah unsur
yang terjelma gamblang dalam pribadi pelopor orang-orang bebas ini.
Rasulullah saw. telah mengungkapkan karakter luhur ini pada diri cucunya
itu. Ia saw.-seperti dinukil oleh para ahli sejarah-sering mengecup
mulut cucundanya yang mulia itu; mulut yang telah berhasil menegakkan
kalimat Allah dan memancarkan mata air keadilan dan kebenaran di muka
bumi ini.
6. Kesabaran
Salah satu karakter
luhur yang menonjol dan telah menjadi jati diri penghulu syuhada ini
adalah kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan dunia dan ujian.
Imam Husain as. telah merasakan pahitnya kesabaran dari sejak masa
kanak-kanak. Ia menyaksikan tragedi yang menimpa kakek dan ibunya,
menyaksikan berbagai peristiwa mengerikan yang menimpa ayahandanya, dan
berbagai macam bencana dan cobaan lain yang menimpa dirinya. Ia juga
merasakan pahitnya kesabaran pada masa saudaranya masih hidup. Bahkan ia
menyaksikan sendiri bagaimana pasukan saudaranya menghina dan menipunya
sehingga ia terpaksa melakukan damai (dengan Mu'âwiyah). Ketika itu
Imam Husain as. tetap bersama saudaranya menghadapi berbagai cobaan dan
kepedihan, sehingga saudaranya itu dibunuh oleh Mu'âwiyah dengan cara
diracun. Ketika Imam Husain as. ingin menguburkan jenazah saudaranya itu
di sisi kakeknya, Bani Umayyah mencegahnya. Dan hal itu adalah bencana
lain yang paling menyakitkan hatinya.
Bencana besar yang pernah
dihadapi oleh Imam Husain as. dengan penuh kesabaran adalah ketika ia
melihat syariat Islam diinjak-injak; banyak hadis mungkar diriwayatkan
atas nama kakeknya yang dapat mengubah ajaran Islam. Dan di antara
kemungkaran yang pernah ia saksikan sendiri adalah ia senantiasa
mendengar caci maki dan penghinaan terhadap ayahandanya di atas
mimbar-mimbar, dan kediktatoran Ziyâd dalam membantai para pengikut
Syi'ah dan para pencinta Ahlul Bait as. Ia menghadapi semua ujian dan
bencana itu dengan penuh kesabaran.
Musibah berat lainnya yang
pernah menimpa Imam Husain as. dan betul-betul menuntut kesabaran yang
tinggi adalah peristiwa Asyura di bulan Muharam. Bencana-bencana itu
belum berakhir sehingga berbagai bencana dan kepedihan berkumpul menimpa
dirinya. Ia pun menyaksikan bintang-bintang kejora gemerlap, sanak
keluarganya, dihujani sabetan pedang dan anak panah-anak panah.
Menyakiskan semua itu, ia hanya mengeluarkan kata-kata lembut kepada
mereka dengan penuh ketenangan dan ketegaran: "Sabarlah, hai keluargaku!
Sabarlah, hai putra-putra pamanku! Sesungguhnya kalian tidak lagi akan
melihat kehinaan setelah hari ini."
Imam Husain as. melihat saudara
perempuan kandungnya, 'Aqîlah Bani Hâsyim, yang mengalami bencana berat
dan menyayat-nyayat hatinya. Ia segera menghampiri dan menyuruhnya untuk
tetap bersabar dan rela dengan ketentuan Ilahi.
Di antara bencana
yang dihadapi oleh Imam Husain as. dengan penuh kesabaran adalah Ketika
ia menyaksikan anak-anak kecil dan keluarganya yang berteriak-teriak
lantaran kepedihan rasa haus yang mencekik leher mereka. Mereka mohon
pertolongan kepadanya demi mengusir kepedihan rasa haus itu. Ia hanya
dapat menyuruh mereka tetap bersabar dan tegap berdiri. Ia memberikan
kabar gembira kepada mereka dengan kesenangan abadi yang merupakan titik
akhir perjalanan mereka setelah ujian dan cobaan yang berat ini.
Dengan penuh kesabaran, Imam Husain as. menghadapi musuh-musuhnya yang
secara serentak mengepungnya di tanah Karbala. Ia menerima sabetan
pedang dan tikaman tombak dari berbagai penjuru sementara lehernya
tercekik menahan dahaga. Ia tidak peduli dengan hal itu semua.
Kesabaran dan sikapnya yang tegar pada peristiwa Thuff sulit ditemukan
tandingannya dalam sejarah umat manusia. Al-Irbilî berkata: "Kesabaran
Husain telah menjadi pribahasa. Kesabarannya dalam peperangan tak dapat
dilukiskan oleh orang-orang terdahulu dan kemudian."
Sekiranya satu
bencana saja dari berbagai bencana yang telah menimpa Imam Husain as.
itu ditimpakan kepada seseorang dari kita, pasti ia akan tunduk menyerah
dan tidak mampu menghadapinya meskipun ia berperisai kesabaran dan
tekad yang kuat. Tetapi Imam Husain as. tidak peduli dengan segala
bencana yang menimpanya demi mewujudkan tujuannya yang mulia. Jiwanya
tetap tegar, tidak menyerah terhadap segala bencana, dan tidak juga
mengeluh karenanya.
Para ahli sejarah mengatakan bahwa hanya Imam
Husain as. yang memiliki karakter ini. Tekadnya tidak menjadi lemah
dengan berbagai peristiwa tersebut walau sebesar apapun. Seorang putra
kesayangannya telah meninggal dunia pada masa ia masih hidup. Tetapi
kesedihan tidak tampak di wajahnya. Ada orang yang bertanya: "Apa
sebabnya?" Ia menjawab: "Sesungguhnya kami adalah Ahlul Bait yang jika
kami memohon kepada Allah, Dia pasti memberi kami. Apabila Dia
menghendaki menimpakan sesuatu yang kami tidak sukai atas apa yang kami
cintai, maka kami rela."
Imam Husain as. rela dengan segala
ketentuan Allah dan pasrah kepada setiap urusan-Nya. Hal ini merupakan
hakikat Islam dan puncak keimanan.
7. Kemurahan Hati
Kemurahan hati adalah salah satu karakter dan jati diri Imam Husain as.
yang paling menonjol. Para perawi hadis sepakat bahwa Imam Husain as.
tidak pernah membalas orang yang berbuat buruk dengan keburukan pula dan
tidak membalas orang yang salah dengan sanksi. Tetapi sebaliknya, ia
malah memperlakukan mereka dengan penuh santun dan kebaikan. Karakter
luhurnya ini adalah sama seperti karakter kakeknya, Rasulullah saw.;
sebuah karakter yang telah berhasil membuat hati seluruh orang menjadi
tertarik kepadanya. Ia begitu dikenal dengan karakter mulia ini sehingga
sebagian budak pernah mengkhianatinya, dan mereka sengaja berbuat buruk
terhadapnya hanya agar dibalas dengan kebaikan dan kemurahan.
Para
ahli sejarah menulis: "Seorang budak Imam Husain as. telah melakukan
keburukan kepadanya dan berhak untuk diberikan pelajaran. Ia menyuruh
supaya budak itu diberi pelajaran. Budak itu segera bangkit dan berkata,
'Wahai tuanku, sesungguhnya Allah berfirman, 'Wal kâzhimîn(al) ghaizh
(Dan orang-orang yang menahan amarah).' Kemudian Imam menghadapinya
dengan penuh kemurahan seraya berkata, 'Biarkanlah dia. Aku telah
menahan amarahku.' Budak itu segera menimpali, 'Wal 'âfîna 'aninnâs (Dan
orang-orang yang memaafkan kesalahan manusia).' Imam Husain berkata:
'Aku telah memafkanmu.' Budak itu segera menambahkan untuk memperoleh
kebaikannya, 'Wallâhu yuhibbul muhsinîn (Dan Allah mencintai orang-orang
yang berbuat kebajikan).' Imam Husain as. berkata, 'Engkau bebas karena
Allah.' Kemudian Imam Husain as. menyuruh agar budak itu diberi hadiah
yang banyak supaya mencukupi biaya hidupnya sehingga ia tidak terpaksa
meminta-minta kepada orang lain."
Budi pekerti dan akhlak luhur ini
adalah jati diri Imam Husain as. yang tidak mungkin dapat dipisahkan
dari dirinya sepanjang masa.
8. Kerendahan Hati
Dalam diri Imam Husain as. telah tertanam karakter kerendahan hati
sehingga ia terjauhkan dari sifat egoisme dan sombong. Ia telah mewarisi
budi pekerti yang luhur ini dari kekeknya, Rasulullah saw., yang telah
berhasil menegakkan dasar-dasar keutamaan dan budi pekerti yang agung di
muka bumi ini. Para perawi hadis telah menukil banyak riwayat mengenai
ketinggian akhlak dan kerendahan hati Imam Husain as. Berikut ini kami
nukil sebagian riwayat itu:
1. Suatu hari, Imam Husain as.
lewat di hadapan orang-orang miskin yang sedang makan di shuffah
(pinggiran masjid). Mereka memanggilnya untuk makan bersama. Ia segera
turun dari kudanya dan makan bersama mereka. Setelah makan, ia berkata:
"Aku telah memenuhi undangan kalian. Maka sekarang penuhilah
undanganku." Mereka pun memenuhi undangannya dan pergi ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, ia berkata kepada istrinya yang bernama Rabâb:
"Keluarkanlah apa yang engkau simpan." Istrinya mengeluarkan uang yang
dimiliki. Imam Husain as. mengambil uang itu dan membagi-bagikannya
kepada mereka.
2. Suatu ketika, Imam Husain as. melewati
orang-orang fakir yang sedang makan roti kering hasil sedekah yang sudah
dihancurkan. Ia mengucapkan salam kepada mereka. Mereka mengajaknya
untuk makan bersama. Ia pun duduk bersama mereka dan berkata: "Sekiranya
roti ini tidak berasal dari sedekah, pasti aku ikut makan bersama
mereka." Kemudian ia mengundang mereka ke rumahnya dan memberi mereka
makan, pakaian, dan juga membagi-bagikan uang kepada mereka.
Imam
Husain as. telah meneladani dan mengikuti jejak langkah kakeknya,
Rasulullah saw. Para ahli sejarah menulis bahwa Imam Husain biasa
bergaul dan duduk bersama orang-orang miskin dan berbuat baik kepada
mereka, sehingga orang fakir tidak menjauh karena kefakirannya dan orang
kaya tidak congkak dengan kekayaannya.
Nasihat dan Petunjuk
Imam Husain as. sangat memberikan perhatian penuh untuk menasihati dan
memberi petunjuk kepada umat manusia. Tindakan ini juga pernah dilakukan
oleh ayahandanya sebelum itu. Tujuan utamanya adalah untuk
mengembangkan potensi kebaikan yang tersimpan di dalam jiwa mereka dan
mengarahkan mereka kepada kebenaran dan kebaikan serta menghindarikan
mereka dari berbagai sifat buruk seperti permusuhan, congkak, gegabah,
dan lain sebagainya.
Berikut ini kami paparkan sebagain riwayat yang telah diriwayatkah dari Imam Husain as:
Imam as. berkata:
Hai Bani Adam, berpikir dan katakanlah: "Manakah raja-raja dunia dan
orang-orang kaya yang telah membangun, menjaga, menanam pepohonan dan
meramaikan kota? Semua itu terpaksa mereka tinggalkan meskipun mereka
enggan, sementara kaum yang lain mewarisi mereka. Dan kita pun tidak
lama lagi akan menyusul meraka."
Hai Bani Adam, ingatlah kematianmu,
kuburan tempat berbaringmu, dan ingatlah tempatmu di sisi Allah.
Seluruh anggota tubuhmu akan bersaksi atas segala perbuatanmu pada hari
kaki tergelincir, rasa takut mencapai tenggorokan, sebagian wajah
bersinar dan sebagain lainnya hitam terbakar, rahasia menjadi terungkap,
dan timbangan pun diletakkan dengan penuh keadilan.
Hai Bani Adam,
ingatlah kematian nenek moyang dan keturunanmu, bagaimanakah keadaan
mereka ketika hal itu menimpa mereka. Tidak lama lagi kalian pun akan
menempati tempat mereka pula. Dan akhirnya kalian pun akan menjadi
pelajaran bagi orang yang ingin mengambil pelajaran.
Kemudian Imam Husain as. membawakan syair berikut ini:
Mana raja-raja yang lalai karena menjaganya, sehingga mereka meneguk cawan kematian?
Kota-kota yang mereka bangun telah kosong dan kembali hancur, pembangunnya telah direnggut kematian.
Harta-harta yang kita kumpulkan hanyalah sebagai warisan, dan rumah-rumah yang kita bangun hanyalah untuk kehancuran masa.
Mutiara Hikmah
Allah swt. telah menganugerahkan kepada Imam Husain as. hikmah yang
mendalam dan mutiara ucapan yang berharga. Dari lisan sucinya itu
memancar berbagai nasihat, budi pekerti, dan kata-kata mutiara. Berikut
ini sebagian dari hikmah-hikmahnya yang pendek:
1. Imam Husain as.
berkata: "Hindarilah perbuatan yang menyebabkan engkau memohon maaf.
Sesungguhnya orang mukmin itu tidak berbuat buruk dan tidak juga
terpaksa harus meminta maaf. Sedang orang munafik setiap hari berbuat
buruk dan terpaksa meminta maaf."
2. Imam Husain as. berkata:
"Orang yang berakal tidak akan berbicara dengan orang yang ia khawatir
mendustakannya, tidak memohon kepada orang yang ia khawatir mencegahnya,
tidak percaya kepada orang yang ia khawatir menipunya, dan tidak
menaruh harapan kepada seseorang yang tidak bisa ia harapkan."
3.
Imam Husain as. berkata: "Lima perkara yang bila tidak dimiliki oleh
seseorang, maka ia tidak memiliki apa-apa: akal, agama, adab, rasa malu,
dan akhlak yang mulia."
4. Imam Husain as. berkata: "Orang kikir adalah orang yang kikir dalam memberikan salam."
5. Imam Husain as. berkata: "Mati dalam kemuliaan lebih baik daripada hidup dalam kehinaan."
6. Imam Husain as. berkata kepada orang yang menggunjing orang lain:
"Hai kamu, berhentilah menggunjing, karena perbuatan menggunjing itu
adalah lauk makanan anjing neraka."
Imam Husain as. bersama Umar
Sejak usia dini, Imam Husain as. telah mengalami kesedihan dan duka
yang mendalam lantaran perlakukan Umar yang telah menduduki kursi
kekhalifahan ayahandanya. Ketika Umar menyampaikan ceramah di atas
mimbar, ia tidak menyadari bahwa Husain kecil telah naik ke atas mimbar
seraya berteriak: "Turunlah! Turunlah engkau dari mimbar ayahku. Naiklah
ke atas mimbar ayahmu sendiri."
Umar terbungkam dan merasa bingung
karena kebenaran ucapan Husain as. Umar pun membenarkannya dan berkata
kepadanya: "Engkau benar. Ayahku tidak mempunyai mimbar." Kemudian Umar
mengambil Husain dan mendudukkannya di sampingnya. Ia bertanya kepadanya
engenai siapa yang menyuruhnya berkata demikian. Umar bertanya:
"siapakah yang mengajarimu?"
Husain menjawab: "Demi Allah, tak seorang pun yang mengajariku."
Rasa sakit hati tersebut timbul lantaran kejeniusan Imam Husain as.,
padahal ia masih kanak-kanak. Ia melihat bahwa mimbar kakeknya tidak
layak bagi siapa pun selain ayahandanya sendiri; sang ayah pelopor
hikmah dan pintu kota ilmu Rasulullah saw.
Imam Husain bersama Mu'âwiyah
Umat Islam menjadi mangsa taring-taring kebuasan Mu'âwiyah dan pasrah
menyerah di bawah kekuasaannya yang tiran. Hari demi hari kebencian dan
kedengkiannya terhadap nilai-nilai luhur dan pondasi-pondasi pemikiran
dan sosial umat semakin tampak. Penguasa tiran itu juga berusaha
mengikis semua sisi pendidikan dan akhlak yang telah berhasil
direalisasikan oleh Islam.
Mu'âwiyah telah menetapkan beberapa jurus politiknya berikut ini:
1. Melakukan teror terhadap tokoh-tokoh Islam seperti Hujr bin 'Adî,
Maitsam At-Tammâr, Rasyîd Al-Hijrî, 'Amr bin Al-Hamaq Al-Khuzâ'î dan
tokoh-tokoh besar lainnya. Para tokoh Islam ini telah dibantai, karena
mereka adalah manifestasi kekuatan yang menentang kekuasaannya dan
menghalang-halangi alur politiknya yang telah ia tegakkan atas dasar
kezaliman dan diktatoris.
2. Menghapus kemuliaan Ahlul Bait yang
merupakan poros kesadaran sosial dalam Islam dan urat nadi yang penting
di dalam tubuh umat yang senantiasa membantu mereka untuk bangkit dan
malakukan perlawanan. Oleh karena itu, Mu'âwiyah mewajibkan umat Islam
untuk mencerca mereka dan menjadikan kebencian kepada mereka sebagai
bagian dari kehidupan Islam. Dalam hal ini, Mu'âwiyah telah menggunakan
sarana pendidikan dan pengajaran, juga sarana ceramah dan bimbingan demi
menghapus kemuliaan Ahlul Bait as. Bahkan Mu'âwiyah mewajibkan
masyarakat Islam untuk mengutuk Ahlul Bait di atas mimbar-mimbar pada
salat Jumat, salat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan pada
kesempatan-kesempatan lainnya.
3. Mengadakan perubahan atas realita
Islam dan seluruh ajaran dan pondasinya. Mu'âwiyah telah membentuk
lembaga untuk membuat hadis-hadis palsu atas nama Rasulullah saw. Para
pembuat hadis-hadis palsu itu telah berbuat dusta yang bertentangan
dengan akal dan jalur kehidupan. Dan sangat disayangkan bahwa
hadis-hadis palsu tersebut tercantum pula di dalam sebagian kitab-kitab
sahih dan lainnya sehingga para ulama yang memiliki kepedulian terhadap
ajaran Islam terpaksa menulis kitab yang menjelaskan hadis-hadis palsu
tersebut. Menurut anggapan saya, kejahatan ini merupakan tragedi yang
paling besar bagi umat Islam. Karena hingga saat ini, sebagian umat
Islam masih banyak yang berpegang teguh kepada hadis-hadis palsu
tersebut dan mereka meyakini bahwa hal itu merupakan bagian dari agama
mereka. Padahal agama berlepas tangan dari semua itu.
Peringatan Imam Husain as. kepada Mu'âwiyah
Imam Husain as. memberikan peringatan keras terhadap Mu'âwiyah. Dalam
peringatan itu, ia menolak politik kotor Mu'âwiyah yang menentang kitab
Allah dan sunah Nabi-Nya. Ia juga menegur pembunuhan yang dilakukannya
terhadap para pemuka Islam. Peringatan Imam Husain as. tersebut
merupakan dokumentasi politik penting yang menebarkan berbagai kejahatan
dan kezaliman Mu'âwiyah. Hal ini telah kami jelaskan dalam buku kami,
Hayâh Al-Imam Husain as.
Seminar Politik di Mekah
Imam Husain as. pernah mengadakan seminar politik umum tahunan di
Mekah. Dalam seminar itu, ia mengundang para jamaah haji, baik dari
kalangan Muhajirin maupun Anshar, dan jamaah haji lainnya. Ia
menyampaikan ceramah mengenai berbagai bencana dan cobaan yang menimpa
keluarga Rasulullah saw. pada masa pemerintahan Mu'âwiyah sang tiran.
Berikut ini adalah cuplikan pidato Imam Husain as. dalam seminar tersebut.
Imam Husain as. berkata: "Sesungguhnya si penguasa tiran ini-yakni
Mu'âwiyah-telah memperlakukan kami dan Syi'ah kami dengan kejahatan
sebagaimana yang kalian lihat, saksikan, dan ketahui. Pada kesempatan
ini, aku ingin menanyakan sesuatu kepada kalian. Jika aku benar, maka
benarkanlah aku, dan jika aku berdusta, maka dustakanlah aku.
Dengarkanlah ucapanku dan tulislah perkataanku, kemudian kembalilah
kalian ke tempat tinggal dan kabilah kalian. Ajaklah orang-orang yang
kalian percaya dan kalian anggap jujur untuk mengetahui hak-hak kami
sebagaimana yang kalian ketahui. Sesungguhnya aku merasa khawatir
persoalan ini akan sirna dan terkalahkan. Tetapi Allah swt. akan
menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya."
Seminar itunya akhiri dengan menjelaskan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait
as. dan upaya Mu'âwiyah untuk menghapuskannya. Muktamar ini adalah
muktamar pertama yang pernah diadakan dalam Islam.
Penolakan Imam Husain as. Terhadap Kekhalifahan Yazîd
Mu'âwiyah berusaha keras untuk mengangkat anaknya, Yazîd, untuk menjadi
khalifah muslimin. Ia memanfaatkan seluruh sarana negara agar
kekhalifahan dan kerajaan tersebut dapat dipegang oleh keturunannya.
Imam Husain as. adalah orang yang paling keras menolak dan menentang
upaya tersebut. Karena Yazîd sama sekali tidak memiliki kelayakan untuk
menjadi khalifah muslimin. Imam Husain as. menjelaskan sifat-sifat Yazîd
dengan ucapan: "Sesungguhnya dia (Yazîd) adalah peminum arak dan
pemburu binatang. Dia senantaisa menaati setan dan meninggalkan perintah
Ar-Rahmân. Dia menampakkan kerusakan, menghapus hukum-hukum Allah,
menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, dan mengharamkan apa yang
telah dihalalkan Allah."
Setiap kali Mu'âwiyah berusaha meyakinkan
Imam Husain as. untuk membaiat Yazîd, Mu'âwiyah tidak pernah menemukan
peluang untuk itu.
Kematian Mu'âwiyah
Ketika penguasa tiran Mu'âwiyah telah mati, Walîd, penguasa kota
Madinah, memanggil Imam Husain as. supaya berbaiat kepada Yazîd. Imam
Husain as. menolak permintaan tersebut seraya berkata: "Hai Amir,
sesungguhnya kami keluarga kenabian adalah sumber risalah dan tempat
para malaikat datang silih berganti. Dengan perantara kami Allah membuka
risalah kenabian dan dengan kami pula Dia menutup kenabian.
Sesungguhnya Yazîd adalah orang fasik, peminum khamar, pembunuh
orang-orang tak bersalah, dan berbuat kefasikan secara terang-terangan.
Orang sepertiku ini tidak akan membaiat orang seperti dia."
Imam
Husain as. menolak untuk membaiat Yazîd, sebagaimana seluruh keluarga
kenabian juga menolak untuk membaitnya karena mengikuti pemimpin mereka,
Imam Husain as.
Revolusi Imam Husain as
Imam Husain as. meletuskan sebuah revolusi yang besar untuk melawan
Yazîd untuk mengembalikan kemuliaan kaum muslimin dan menyelamatkan
mereka dari kejahatan dan kezaliman Mu'âwiyah. Imam Husain as. telah
menjelaskan tujuannya yang mulia ini dalam ucapannya: "Sesungguhnya aku
tidak keluar ke medan perang dengan congkak dan sombong, tidak pula
untuk berbuat zalim dan merusak. Tetapi aku keluar ke medan perang untuk
memperbaiki kondisi umat kakekku; aku ingin melakukan amar makruf dan
nahi mungkar, dan mengikuti langkah kakek dan ayahku."
Imam Husain
as. telah melandasi revolusinya dengan tujuan untuk menegakkan
tonggak-tonggak islah di atas bumi, merealisasikan keadilan sosial di
kalangan masyarakat, dan menghancurkan berbagai kejahatan dan kerusakan
yang telah ditebarkan oleh pemerintahan Bani Umayyah di dalam kehidupan
masyarakat Islam.
Ketika Imam Husain as. telah memastikan diri untuk
berangkat meninggalkan Hijaz menuju ke Irak, ia menyuruh untuk
mengumpulkan masyarakat. Kaum muslimin dengan jumlah yang banyak segera
berkumpul di Masjidil Haram. Imam Husain as. menyampaikan ceramah
legendarisnya sebagai berikut:
Segala puji bagi Allah dan apa yang
Dia kehendaki. Tidak ada kekuatan selain bantuan Allah swt. Salawat dan
salam semoga selalu tercurahkan atas Rasul-Nya saw. Sesungguhnya
kematian itu melingkari anak Adam sebagaimana kalung melingkari leher
seorang pemudi. Sungguh, betapa aku telah merasa rindu kepada para
pendahuluku, seperti Ya'qûb rindu kepada Yusuf. Aku telah diberi hak
memilih tempat kematianku yang pasti kualami. Aku melihat seluruh
jasadku dicacah-cacah oleh serigala-serigala padang sahara di antara
Nawâwîs dan Karbala. Mereka mengurungku dengan pasukan yang tak
terhingga jumlahnya. Tidak ada lagi kesempatan untuk lari dari hari yang
telah ditetapkan. Keridaan Allah adalah keridaan kami Ahlul Bait. Kami
sabar atas cobaan-Nya dan Dia akan memenuhi balasan kepada kami dengan
ganjaran orang-orang yang sabar. Keluarga Rasulullah tidak akan membelot
darinya. Mereka adalah sekelompok yang hadir di haribaan suci, sebagai
buah hati kesenangannya dan janjinya pun ditepati. Ketahuilah bahwa
barang siapa yang menyerahkan nyawanya demi membela kami dan
mengorbankan dirinya untuk menjumpai Allah, maka hendaklah ia pergi
bersama kami. Karena aku akan berangkat besok pagi, insya Allah.
Saya tidak pernah melihat sebuah ceramah yang lebih indah dan lebih
fasih dari ceramah Imam Husain as. ini. Ceramah ini menjelaskan tekadnya
untuk meneguk cawan syahadah dan menganggap ringan hidup di atas jalan
Allah. Ia telah menyambut kematian dengan gembira dan menganggapnya
sebagai hiasan bagi manusia, seperti kalung yang menghiasi leher seorang
pemudi. Ia telah menyinggung suatu tempat suci di mana darahnya yang
suci ditumpahkan. Tempat itu terletak antara Nawâwîs dan Karbala. Di
tempat itulah pedang dan anak panah-anak panah menyayat dan menancap di
tubuh Imam Husain as. Ceramah ini telah kami jelaskan sekaligus
poin-poin pentingnya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Husain as.
Setelah pagi hari menampakkan wajahnya, Imam Husain as. pergi menuju ke
Irak. Ia segera menaiki kudanya dan melaju menulusuri jalan-jalan hingga
tiba di Karbala. Di tempat tersebut, ia mengakhiri perjalanannya demi
menjemput kemuliaan syahadah. Dengan cara itu ia telah dapat
menghidupkan agama kakeknya, padahal serigala-serigala buas dari
binatang-binanga Bani Umayyah dan antek-antek mereka telah berusaha
untuk menghapuskannya.
Syahadah
Berbagai
ujian dan bencana datang silih berganti menimpa buah hati Rasulullah
saw. ini. Bencana-bencana itu tidak berakhir hingga ia menghalami
musibah dan bencana yang paling besar dan berat. Pada detik-detik yang
mengerikan itu, Imam Husain as. telah ditimpa cobaan berat yang tidak
pernah dialami oleh reformer manapun. Di antara bencana itu ialah
berikut ini:
1. Imam Husain as. menyaksikan keluarga wanita
Rasulullah saw. mengalami ketakutan yang tidak ada yang mengetahuinya
selain Allah swt. Setiap saat mereka menunggu seseorang dari keluarga
Rasulullah saw. yang suci bermandikan darah suci dan menyampaikan
kata-katanya yang terakhir di hadapan mereka. Satu hal yang menambah
rasa takut mereka adalah para musuh yang tidak lagi mempunyai rasa belas
kasih itu telah mengepung mereka. Mereka tidak tahu bencana apa yang
bakal terjadi atas diri mereka setelah kehilangan keluarga dan para
pelindung mereka. Imam Husain as. dapat menangkap dan merasakan rasa
pedih hati mereka karena ketakutan sehingga ia sendiri merasa sedih dan
luluh hatinya. Ia senantiasa menyuruh mereka agar tetap bersabar dan
tidak menampakkan kepanikan yang dapat mengurangi kehormatan mereka. Ia
memberi tahu kepada mereka bahwa sesungguhnya Allah swt. senantiasa
memelihara dan menyelamatkan mereka dari kejahatan musuh-musuh Islam.
2. Anak-anak kecil menjerit karena merasakan kepedihan rasa haus dan
dahaga yang sangat mencekik, sementara Imam Husain as. tidak mendapatkan
jalan untuk menolong mereka. Hatinya merasa luluh dan hancur karena
merasa belas dan kasihan kepada mereka dan keluarganya, karena mereka
mengalami ujian yang tidak mampu ditanggung oleh mereka.
3. Ketegaan
hari para penumpah darah dan pendurhaka itu untuk membunuh anak-anak
kecil dan orang-orang yang tidak berdosa dari kemenakan dan sepupu Imam
Husain as. setelah mereka berhasil membantai para sahabat dan
keluarganya.
4. Rasa dahaga dan haus yang betul-betul mencekik
lehernya. Dalam sebagian riwayat disebutkan, karena haus yang sangat
itu, Imam Husain as. tidak dapat lagi melihat langit kecuali bagaikan
asap tebal dan hatinya seakan tercabik-cabik karena beratnya menahan
rasa haus.
Syaikh At-Tustarî berkata: "Kehausan yang diderita oleh Imam Husain as. telah mempengaruhi empat anggota tubuhnya:
o Bibirnya nampak kering dan layu karena dahaga yang mencekik.
o Jantungnya tercabik-cabik karena tidak tersiram air; ketika ia
berdiri dan tidak berharap lagi akan hidup, ia tegaskan hal itu. Karena
ia tahu bahwa mereka yakin dirinya tidak akan hidup lagi setelah itu, ia
menampakkan rasa hausnya dan berkata kepada mereka, 'Berilah aku minum
setetes air. Hatiku telah tercabik-cabik karena menahan rasa haus.'
o Lidahnya telah luka karena sudah mengeras kekeringan, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadis.
o Matanya gelap karena kehausan."
5. Imam Husain as. telah kehilangan keluarga dan para sahabatnya yang
sangat ia cintai. Kala itu ia memandang kemah-kemah mereka telah kosong.
Hal itu menambah berat kesedihan dan dukanya.
Setiap jiwa manusia
pasti merasa luluh dan sedih menyaksikan bencana yang dialami oleh putra
Rasulullah saw. ini. Shafiyyuddîn berkata: "Imam Husain telah mengalami
berbagai cobaan dan bencana berat yang tak seorang muslim pun mampu
mendengarkannya kecuali hatinya akan hancur luluh."
Permohonan Imam Husain as.
Imam Husain as. memandang keluarga dan para sahabatnya dengan pandangan
yang penuh bels kasih dan duka yang mendalam. Ia menyaksikan mereka
telah dicacah-cacah bagaikan hewan kurban yang tergeletak di atas padang
pasir Karbala dan terjemur oleh sinar matahari. Ketika ia mendengar
jeritan dan suara tangisan keluarganya, ia meminta bantuan dan mencari
penolong agar menjaga kehormatan keluarga Rasulullah saw. Ia berkata:
"Adakah orang yang luluh hatinya untuk mau menjaga kehormatan keluarga
Rasulullah saw.? Adakah orang yang meyakini Tuhan Yang Maha Esa yang
takut kepada Allah tentang kami? Adakah penolong yang mengharapkan Allah
dengan menolong kami itu?"
Teriakan minta tolong tersebut tidak
sampai menembus ke relung hati mereka yang telah berkarat dengan
kebatilan dan tengelam dalam maksiat dan dosa. Ketika Imam Ali Zainal
Abidin as. mendengar teriakan minta tolong ayahandanya itu, ia segera
melompat dari tempat tidurnya. Ia mengenakan tongkat karena sakitnya
yang parah. Ketika Imam Husain as. mengetahui putra satu-satunya itu
keluar, ia berteriak dan memanggil saudara perempuannya, Ummu Kulsum:
"Tahanlah dia, agar bumi ini tidak kosong dari keturtunan Muhammad saw."
Ummu Kulsum segera berlari dan mengembalikan Imam Zainal Abidin ke
tempat istirahatnya.
Pembantaian Seorang Bayi
Kesabaran apakah yang dimiliki oleh Abi Abdillah as.? Bagaimana ia
dapat menanggung beban penderitaan ini? Sesungguhnya kesabarannya itu
tidak mungkin dapat ditanggung oleh alam semesta dan tidak pula dipikul
oleh gunung. Tragedi yang paling menyakitkan hatinya adalah peristiwa
yang menimpa bayinya, Abdullah, yang masih menyusu. Bayi itu bagaikan
bulan purnama. Ia menggendong dan menciumnya sembari mengucapkan selamat
tinggal terakhir kepadanya. Ia melihat putranya itu telah pingsan,
matanya telah mendelik, dan kedua bibirnya telah kering karena kehausan
yang mencekik. Melihat itu ia membawanya ke arah musuh agar mereka
menaruh rasa belas kasihan. Barang kali mereka akan memberikan air minum
walau hanya seteguk. Ia memperlihatkannya kepada mereka dan menaunginya
dengan selendang dari teriknya matahari. Ia memohon kepada mereka agar
memberikan setetes air minum. Tetapi hati mereka yang telah dirubah
menjadi hewan-hewan tidak menarus belas kasihan sama sekali. Bahkan
Harmalah bin Kâhil sang durhaka dan terkutuk segera bangkit dan
mengarahkan anak panahnya. Ia tertawa terbahak-bahak sambil berkata
dengan penuh kecongkakan di hadapan para sahabatnya yang terkutuk:
"Ambillah ini sebagai air minumnya."
Panah itu tepat menancap di
bagian leher sang bayi. Merasakan panasnya anak panah itu, Imam Husain
as. mengeluarkan kedua tangannya dari selimut yang menutupinya. Bayi itu
telah menggelepar-gelepar di dada ayahandanya bagaikan seekor burung
yang disembelih. Bayi itu telah melepaskan nyawanya di tangan
ayahandanya dengan kepala menengadah ke langit.
Sungguh ini adalah
pemandangan yang menyayat hati dan membukam lidah. Imam Husain as.
mengangkat kedua tangannya yang telah dipenuhi oleh darah yang suci.
Darah itunya lemparkan ke langit dan tak setetes pun yang jatuh ke bumi,
seperti dikatakan oleh Imam Al-Bâqir as. Ketika itu Imam Husain as.
bermunajat kepada Tuhannya seraya berkata: "Bencana yang menimpaku itu
ringan, karena semua itu terjadi dalam pengawasan Allah swt. Ya Allah,
kiranya hal itu di sisi-Mu tidak lebih ringan daripada peristiwa
penyembelihan unta Nabi Saleh. Wahai Tuhanku, apabila Engkau menunda
kemenangan untuk kami, maka jadikanlah kemenangan itu untuk sesuatu yang
lebih baik darinya. Timpakanlah balas dendam kami atas orang-orang yang
zalim dan jadikanlah musibah yang menimpa kami di dunia ini sebagai
simpanan di hari akhirat. Ya Allah, Engkau adalah saksi atas sekelompok
kaum yang telah membantai orang yang paling mirip dengan Rasul-Mu,
Muhammad saw."
Selesai bermunajat, Imam Husain as. turun dari
kudanya dan menggali lubang kubur dengan ujung pedangnya. Ia menguburkan
bayi yang berlepotan dengan darah yang suci itu. Menurut sebuah
riwayat, Ia menyatukan bayi itu dengan keluarganya yang terbunuh.
Semoga Allah swt. memberikan ganjaran besar, hai Abu Abdillah, atas
cobaan dan bencana yang menimpamu ini. Tak seorang nabi pun pernah
mengalami bencana seperti ini dan juga tak seorang reformer manapun di
muka bumi ini.
Keteguhan Imam Husain as.
Imam Husain as. bertahan seorang diri di medan pertempuran menghadapi
para musuhnya. Tragedi dan berbagai bencana yang menimpanya semakin
menambah kuat keimanan dan keyakinannya yang tampak di wajahnya yang
berseri-seri dalam meniti perjalanan menuju tangga-tangga surga Firdaus.
Imam Husain as. tetap tegar dan tabah. Tekadnya tidak menjadi lemah
dengan terbunuhnya anak, keluarga, dan para sahabatnya. Bahkan tekadnya
tetap kuat meskipun rasa dahaga begitu mencekik dan darah bercucuran di
tubuhnya. Demikianlah ketegaran para nabi dan Ulul 'Azmi yang telah
dipilih oleh Allah di antara para hamba-Nya.
Putranya, Imam Ali
Zainal Abidin as., pernah meriwayatkan tentang keteguhan dan kesabaran
ayahandanya. Ia berkata: "Setiap kali peperangan semakin dahsyat,
wajahnya nampak bersinar dan seluruh anggota tubuhnya nampak tenang.
Sebagian sahabat berkata, 'Perhatikanlah, betapa ia tidak takut mati.'"
Abdullah bin 'Ammâr berkata: "Aku melihat Husain ketika mereka
mengepungnya. Ia menyerang para musuh yang berada di sebelah kanannya
sehingga mereka kabur. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seseorang
selainnya yang pernah terkena bencana berat. Anak-anak dan para
sahabatnya telah terbunuh, tetapi ia tetap tegar dan tenang hatinya.
Demi Allah, aku tidak pernah melihat orang seperti dia sebelum dan
sesudahnya."
Imam Husain as. menyerang musuh-musuh Allah dengan penyerangan terdahsyat yang pernah disaksikan oleh manusia
Perpisahan dengan Keluarga
Imam Husain as. kembali menjumpai keluarganya untuk mengucapkan selamat
tinggal kepada mereka, sedang sekujur tubuhnya berlumuran darah. Ia
berwasiat kepada keluarga risalah dan wahyu untuk bersiap-siap
menghadapi cobaan dan bencana. Ia memerintahkan mereka supaya tegar,
bersabar, dan menerima segala ketentuan Allah swt. Ia berkata:
"Bersiaplah kalian untuk menghadapi cobaan dan bencana. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah swt. akan menjaga dan menyelamatkan kalian dari
kejahatan musuh, menjadikan akhir urusan kalian dengan kebaikan,
menimpakan azab yang pedih pada musuh-musuh kalian, dan menggantikan
cobaan atas kalian ini dengan nikmat dan kemuliaan. Jangan kalian
mengeluh dan jangan kalian mengatakan sesuatu yang dapat menurunkan
kehormatan dan harga diri kalian."
Seluruh pemerintahan telah
sirna, seluruh kerajaan telah lenyap, dan seluruh peradAbân telah
musnah. Tapi keimanan yang tidak ada batasnya ini lebih berhak untuk
lestari dan abadi dalam kehidupan ini. Di manakah jiwa yang bisa
merasakan dan menerima seluruh bencana ini dengan keridaan menerima
ketentuan Allah swt.? Tidak ada yang lain selain Imam Husain as., titik
harapan, buah hati, dan jati diri Rasulullah saw. itu.
Kesedihan
para putri Rasulullah saw. bertambah ketika melihat Imam Husain as.
dalam kondisi seperti itu. Mereka memegangnya dan mengucapkan selamat
tinggal kepadanya. Hati ini malu melihat mereka, sedangkan rasa takut
telah memucatkan warna kulit mereka. Imam Husain as. lemas lunglai
ketika melihat mereka, sedangkan sendi-sendi mereka telah luluh.
Imam Kâsyif Al-Ghithâ' berkata: "Siapakah yang mampu untuk menolong
Husain as., sedangkan berbagai macam cobaan dan aneka macam musibah
telah menyelubunginya? Dalam kondisi seperti, ia berusaha untuk
mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan anak-anaknya yang masih
tersisa. Maka ia mendekati kemah-kemah yang telah didirikan untuk
keturunan Ali dan Az-Zahrâ' as. itu. Kaum wanita keluar bagaikan
segerombolan burung pipit yang lemah lunglai. Mereka mengelilingi Imam
Husain as., sedangkan ia bermandikan darah. Apakah Anda mampu
menggambarkan kondisi Imam Husain as. dan kondisi mereka pada saat itu,
sedangkan hatimu tidak bergetar, nalurimu tidak bergemuruh, dan air
matamu tidak berlinang?"
Adegan perpisahan Imam Husain as. dengan
keluarganya adalah salah satu cobaan dan bencana paling berat dan pedih
yang telah dihadapinya. Putri-putri Rasulullah saw. itu memukul-mukul
wajah mereka dan suara tangisan mereka nyaring terdengar sembari
mengucapkan belasungkawa kepada Rasulullah saw. Mereka melemparkan diri
kepada Imam Husain as. untuk mengucapkan selamat tinggal. Adegan
menyayat hati ini menyayat hatinya dan tidak ada yang mengetahui
kepedihannya selain Allah swt.
Umar bin Sa'd yang keji itu
memberikan komanda kepada pasukan perangnya untuk menyerang Imam Husain
as. Ia berteriak: "Seranglah Husain selama ia masih sibuk dengan diri
dan keluarganya. Demi Allah, jika ia sempat menyerangmu, maka kalian
akan kehilangan arah kanan dan kiri kalian."
Orang-orang berhati
busuk itu menyerang Imam Husain as. Mereka melemparkan anak panah
kepadanya. Anak panah-anak panah itu mengenai sasaran tandu-tandu kemah.
Para kaum wanita melindungi diri mereka dan segera masuk ke dalam
kemah. Ketika itu, keluarlah Imam Husain as. laksana seekor singa yang
menerkam musuh-musuhnya dan menebas kepala mereka dengan pedangnya,
sedangkan anak panah-anak panah menyerang bagian kanan dan kiri
tubuhnya. Sementara itu, ia menyongsong anak panah-anak panah itu dengan
dada dan lehernya. Dan di antara anak panah-anak panah yang memiliki
andil menghabisi nyawanya adalah berikut:
1. Satu anak panah
mengenai mulut Imam Husain as. Sarah suci itu pun tersembur keluar. Ia
meletakkan tangannya di bawah luka itu. Setelah tangan itu penuh dengan
darah, ia mengangkatnya ke langit sembari berseru: "Ya Allah,
sesungguhnya semua ini di sisi-Mu adalah sedikit."
2. Satu anak
panah mengenai dahi mulia Imam Husain as. yang terpancar cahaya kenabian
dan imâmah. Darah segar nan suci pun tersembur dari dahi itu. Ia
mengangkat kedua tangannya seraya berdoa demi kecelakaan para pembunuh
durhaka itu: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau menyaksikan seluruh bencana
yang sedang kuhadapi dari para hamba penentang-Mu itu. Ya Allah,
hitungkah jumlah mereka, bunuhlah mereka, jangan Kau sisakan satu orang
pun dari mereka di muka bumi, dan janganlah Kau beri ampunan kepada
mereka selamanya."
Imam Husain as. berteriak ke arah bala tentara
Yazîd: "Hai umat yang keji, alangkah kejinya perbuatan yang telah kalian
lakukan terhadap keluarga Muhammad sepeninggalnya. Camkanlah baik-baik
bahwa kalian tidak akan membunuh seseorang pun setelahku, lalu kalian
merasa takut untuk membunuhnya. Bahkan perbuatan membunuh itu akan
terasa mudah bagi kalian setelah kalian tega membunuhku. Demi Allah, aku
sungguh memohon kepada Allah supaya Dia memuliakanku dengan syahadah,
kemudian Dia akan menuntut balasku kepada kalian dari jalan yang tidak
kalian sadari."
Balasan terhadap Rasulullah saw. yang telah
berhasil menyelamatkan mereka dari kesengsaraan hidup itu adalah mereka
memusuhi keturunannya. Mereka tega mengucurkan darah keluarganya itu dan
berbuat suatu aniaya terhadap mereka yang kulit bergetar melihatnya dan
wajah pun mengkerut karenanya.
Sungguh Allah telah mengabulkan doa
Imam Husain as. Dia menuntut balasnya dari para musuh durhaka itu. Tidak
lama mereka berkuasa, fitnah dan bencana pun datang mengancam mereka.
Seorang revolusioner agung, Al-Mukhtâr, melakukan perlawanan terhadap
mereka demi menuntut darah Imam Husain as. Al-Mukhtâr berhasil mengusir
mereka dan mereka melarikan diri pada peristiwa Al-Baidâ'. Bala tentara
Al-Mukhtâr berhasil memukul mundur mereka dan membunuh mayoritas bala
tentara mereka.
Az-Zuhrî menulis: "Tak seorang pun dari para
pembunuh Husain yang tersisa kecuali ia telah memperoleh balasan. Ada
yang dibunuh, ada yang ditimpa kebutaan, ada yang berubah wajahnya
menjadi hitam legam, dan ada juga yang dibalas langsung oleh malaikat
dalam tampo yang sekejap."
3. Anak panah ini adalah anak panah paling dahsyat yang menghabisi nyawa Imam Husain as.
Para ahli sejarah menulis: "Imam Husain as. sedang beristirahat setelah
terkena pendarahan yang membuat tubuhnya lemah. Seorang durjana
melemparkan sebuah batu dan mengenai keningnya yang mulia. Darah
bersimbah ke wajahnya. Ia mengambil baju untuk mengusap darah yang
menutupi kedua matanya. Seorang durjana yang lain melemparkan sebatang
tombak bermata tiga. Tombak itu mengenai jantung mulia yang penuh terisi
kasih sayang dan rahmat untuk seluruh umat manusia itu. Ketika itu ia
yakin bahwa ajal telah dekat. Ia mengangkat pandangannya ke langit
seraya berkata, 'Dengan nama Allah, demi Allah, dan demi agama
Rasulullah saw. Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa mereka
membunuh seorang laki-laki yang di muka bumi ini tidak ada lagi putra
dari putri seorang nabi kecuali dia."
Imam Husain as. mencabut
tombak itu. Dan darah pun mengucur keluar laksana sebuah pancuran air.
Ia menampung darah itu dengan kedua tangannya. Ketika kedua tangan itu
telah penuh dengan darah, ia melemparkannya ke langit seraya berkata:
"Sungguh mudah semua penderitaan ini lantaran semua itu terjadi di bawah
pengawasan Allah."
Imam Husain as. mengambil darah yang masih
tersisa. Ia melumuri wajah dan janggutnya dengan darah itu, sedang ia
tetap dalam posisi yang menggambarkan posisi para nabi as. Ia berkata:
"Beginilah kondisiku sehingga aku menemui datukku, Rasululah saaw.,
sedangkan aku berlumuran dengan darahku ...."
4. Hushain bin Namîr
juga melemparkan sebuah anak panah yang mengenai mulut Imam Husain as.
Darah pun mengucur keluar. Imam Husain as. menampung darah itu dengan
tangannya, lalu melemparkannya ke langit. Ia berdoa demi kebinasaan para
pembunuh durjana itu: "Ya Allah, hitungkah jumlah mereka, musnahkanlah
mereka, dan janganlah Kau sisakan seorang pun dari mereka di muka bumi
ini."
Semakin banyak anak panah-anak panah yang menusuk tubuh suci
Imam Husain as. Ia tampak lemah karena kekurangan darah dan kehausan
yang menyengat. Ia duduk di atas tanah sembari memegang lututnya untuk
menahan rasa sakit. Seorang durjana yang bernama Mâlik bin An-Nasîr
menyerangnya dalam kondisi seperti itu. Mâlik mencerca Imam Husain
sembari menebaskan pedang ke arahnya. Kepala Imam Husain memakai topi
perang, dan topi ini pun dipenuhi darah. Imam Husain meliriknya seraya
berdoa demi kebinasaannya: "Semoga engkau tidak dapat makan dan minum
dengan tangan kananmu dan tidak juga dengan tangan kirimu. Semoga Allah
mengumpulkanmu bersama orang-orang yang zalim."
Imam Husain as.
melemparkan topi perang itu dan membiarkan serban melengket di
kepalanya. Mâlik sang durjana itu bergegas untuk mengambil topi perang
Imam Husain itu, tapi tangannya telah lumpuh.
Munajat Imam Husain as.
Pada detik-detik akhir kehidupannya itu, Imam Husain as. berkesempatan
untuk bemunajat kepada Allah swt. Dengan hati yang luruh, ia bermunajat,
pasrah diri, dan mengadukan kepada-Nya segala bencana yang menimpa
dirinya. Ia berkata: "Bersabarlah atas ketentuan-Mu, tidak ada tuhan
selain-Mu, hai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan.
Bersabarlah atas ketentuan-Mu, hai Penolong orang yang tidak memiliki
penolong selain-Mu, hai Dzat yang maha abadi dan tak pernah musnah, hai
Dzat yang menghidupkan orang-orang yang telah mati, hari Dzat yang
menguasai seluruh jiwa, tetapkanlah ketentuan antara aku dan mereka, dan
Engkaulah sebaik-baik penentu."
Seluruh tindakan itu adalah
manifestasi keimanan yang telah berinteraksi dengan seluruh jati diri
Imam Husain as. sehingga keimanan itu menjadi unsur terpenting dalam
jiwanya. Ia telah bergantung kepada Allah swt. dan bersabar atas seluruh
ketentuan-Nya. Ia telah menyerahkan seluruh bencana dan cobaan yang
telah menimpa dirinya hanya kepada Allah. Keimanan itu telah
melupakannya dari seluruh bencana yang telah mengelili kehidupannya.
Imam Husain as. Dibantai
Kelompok durjana itu menyrang buah hati Rasulullah saw. dari segala
penjuru dengan tusukan pedang dan huzaman tombak. Zar'ah bin Syuraik
At-Tamîmî menebas pergelangan tangan kirinya dan durjana yang lain
menebas pundaknya.
Musuh Imam Husain as. yang paling dengki adalah
Sinân bin Anas. Kadang-kadang Anas menusuknya dengan pedang dan
kadang-kadang lagi dengan tombak. Ia merasa bangga dengan perbuatannya
itu. Pembantai ini pernah menceritakan perbuatannya itu kepada Hajjâj
dengan penuh kebanggaan seraya berkata: "Kutusuk dia dengan tombak dan
lalu kucincang-cincang dia dengan pedang." Hajjâj tersentak mendengar
ceritanya itu seraya berkata: "Ingatlah, kamu berdua tidak akan dapat
berkumpul dalam satu rumah."
Para musuh Allah itu membantai Imam
Husain as. dari segala penjuru. Pedang-pedang mereka mengalirkan
darahnya yang suci. Sebagian ahli sejarah menulis: "Tidak seorang pun di
sepanjang sejarah Islam yang dibunuh seperti Husain dibunuh. Ia
mengalami seratus dua puluh luka akibat tebasan pedang, goresan tombak,
dan tusukan anak panah."
Imam Husain as. terdiam beberapa saat di
atas tanah gersang itu. Seluruh penyerang merasa takut dan mengurungkan
niat untuk menyerangnya. Kharismatikanya mempengaruhi seluruh hati
sehingga sebagian dari mereka berkomentar: "Ketampanan wajah dan cahaya
kharismatikanya mencegah kami untuk membunuhnya." Tak seorang pun dari
mereka yang mendekati Imam Husain as. kecuali ia kembali mundur, karena
takut tanggung jawab pembunuhannya akan jatuh di atas pundaknya.
Cucu Rasulullah saw., Zainab, keluar dari kemahnya dengan perasaan luruh
menangisi saudara dan seluruh keuarganya. Dengan jiwa yang pasrah, ia
berkata: "Oh, seandainya langit jatuh ke atas bumi!" Ibn Sa'd
menghampirinya. Zainab berteriak kepadanya: "Hai Umar, apakah engkau
rela Abu Abdillah dibunuh, sedangkan kamu hanya melihatnya?" Umar bin
Sa'd memalingkan wajahnya dari Zainab, sedangkan air matanya bercucuran
membasahi jenggotnya yang sial itu. 'Aqîlah Ahlul Bait itu tidak mampu
lagi melihat saudaranya dalam kondisi yang membutakan mata seperti itu.
Akhirnya ia kembali ke kemah untuk menenangkan kaum wanita dan anak-anak
yang sedang dilanda ketakutan itu.
Imam Husain as. terdiam panjang
di bawah terik siang yang menyengat itu, sementara luka-luka di tubuhnya
telah melemahkannya dan kucuran darah yang keluar telah membuatnya
lunglai. Ia menyeru segerombolan pembunuh itu: "Apakah kalian berkumpul
untuk membunuhku? Ingatlah! Demi Allah, kalian tidak akan membunuh
seorang hamba Allah setelahku. Demi Allah, sesungguhnya aku berharap
semoga Allah memuliakanku dengan kehinaan kalian, kemudian Dia membalas
kalian untukku dari arah yang kalian tidak menyadarinya."
Orang yang
celaka dan pendosa, Sinân bin Anas, telah menghunus pedangnya. Ia tidak
mengizinkan orang lain untuk mendekati Imam Husain as. karena takut
orang itu mengalahkan dirinya dari menebas kepala Imam Husain. Dengan
itu, Sinân akan kehilangan hadiah yang telah dijanjikan oleh tuannya,
Ibn Marjânah. Sinân memenggal kepala Imam Husain, sedang di bibirnya
teruntai senyuman keridaan, kebanggaan, dan kemenangan yang akan
terkenang di sepanjang masa.
Imam Husain as. telah menghadiahkan
jiwanya sebagai harga Al-Qur'an dan harga bagi setiap kemuliaan yang
mampu mengangkat nilai insani. Alangkah mahalnya harga yang telah ia
haturkan itu. Ia telah dibunuh dalam keadaan terzalimi, terusir, dan
terasing, setelah keturunan, keluarga, dan para sahabatnya dianiaya. Ia
telah dibunuh dalam keadaan menahan dahaga di hadapan keluarganya. Harga
manakah yang lebih mahal dari harga yang telah diberikan oleh Imam
Husain as. sebagai sebuah pengorbanan yang tulus karena Allah semata
itu?
Imam Husain as. telah berniaga dengan Allah swt. dengan
persembahan dan pengorbanannya yang agung itu. Perniagaannya adalah
sebuah perniagaan yang beruntung. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya
Allah swt. telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah,
lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih
menempati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar."
(QS. At-Tawbah [9]:111)
Sesuatu yang pasti, Imam Husain as. sungguh
telah memperoleh untung dari perniagaannya itu dan mendapatkan
kebanggaan yang tidak akan diperoleh oleh orang selainnya. Tidak ada
keluarga syuhada pun yang pernah memperoleh kemuliaan, keagungan, dan
keabadian seperti yang telah diperoleh oleh Imam Husain as. Lihatlah
dunia selalu menyebut namanya. Lihatlah makamnya menjadi makam yang
paling mulia nan megah.
Imam Husain as. telah mengibarkan bendera
kemenangan Islam yang berlumuran dengan darahnnya dan darah keluarga dan
para sahabatnya tinggi-tinggi. Bendera itu senantiasa menerangi alam
semesta ini dan membuka cakrawala bagi masyarakat di seluruh penjuru
dunia untuk menyongsong kebebasan dan kemuliaan mereka.
Catatan Kaki:
Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 3, hal. 190; Târîkh Ibn 'Asâkir, jilid 3, hal. 50.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 177; Nûr Al-Abshâr, hal. 129.
Sunan Ibn Mâjah, jilid 1, hal. 56.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 95.
At-Tâj Al-Jâmi'li Al-Ushûl, jilid 3, hal. 218.
Minhâj As-Sunnah, jilid 4, hal. 210.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 201
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 179.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 176.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 106.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 106; Al-Mu'jam Al-Kabîr, jilid 3, hal. 106.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 187.
Ibid., hal. 189.
Ibid., hal. 191.
Târîkh Ibn Al-Wardî, jilid 1, hal. 173-174.
Mu'jamul kabir Tabrani jilid 3 hal. 108
Târîkh alkhamis jilid 2 hal. 334
Târîkh Ibn Asakir jilid 13 hal. 57-58
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 426.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 10, hal. 14.
Al-Ishâbah, jilid 1, hal. 187.
Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 2, hal. 293.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 3, hal. 249.
Syarah Nahjul Balâghah, jilid 3, hal. 263.
Al-Imam Al-Husain as., hal. 101.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 1, hal. 240
Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, hal. 229.
Al-Ishâbah, jilid 2, hal. 222.
QS. Ali Imran [3]:134.
Al-Imam Al-Husain, hal. 117.
Târîkh Ibn 'Asâkir, jilid 13, hal. 54.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 110.
Al-Irsyâd, karya Ad-Dailamî, jilid 1, hal. 28.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 246.
Raihânah Ar-Rasul, hal. 55.
Ibid.
Ibid.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 246.
Ibid.
Târîkh Ibn Al-Atsîr, jilid 2, hal. 553.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 2, hal. 255.
Al-Khashâ'ish Al-Husainiyyah, hal. 60.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 3, hal. 374.
Durar Al-Afkâr fî Washf Ash-Shafwah Al-Akhyâr, karya Abul Fath Ibn Shadaqah, hal. 38.
Manâqib Ibn Syahr ?syûb, jilid 4, hal. 222.
Maqtal Al-Husain, hal. 333.
Al-Khashâ'ish Al-Husainiyyah, hal. 39.
Târîkh Ibn Katsîr, jilid 8, hal. 188.
Maqtal Al-Husain, hal. 337.
Jannah Al-Ma'wâ, hal. 115.
Ad-Darr An-Nzhîm, hal. 168.
Maqtal Al-Husain, hal. 337.
'Uyûn Al-Akhbâr, karya Ibn Qutaibah, jilid 1, hal. 103-104.
Maqtal Al-Khârazmî, jilid 2, hal. 34.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 1, hal. 240.
Maqtal Al-Husain, hal. 345.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 194.
Al-Hada'iq Al-Wardiyah, jilid 1, hal. 126.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 3, hal. 203.
Jawâhir Al-Mathâlib fî Manâqib Al-Imam Ali bin Abi Thalib, hal. 139.
Ash-Shirâth As-Sawî fi Manâqib ?l An-Nabi saw., hal. 192.
IMAM ALI AS-SAJJAD
Imam Ali As-Sajjâd adalah seorang imam yang agung, reformer agama, dan
penghidup sunah kakeknya. Ia serupa dengan Nabi Isa as. dalam wara' dan
ketakwaan, dan serupa dengan Nabi Ayyûb as. dalam cobaan dan malapetaka
(yang dihadapi). Kewibawaannya membuat seluruh wajah tertunduk di
hadapannya. Di wajahnya bersinar cahaya para nabi dan terbersit
kewibawaan para washî.
Asy-Syaikhânî Al-Qâdirî menegaskan: "Mata
orang yang memandang tidak pernah puas untuk melihat cercahan cahaya
wajahnya." Kewibawaan Imam Ali As-Sajjâd menghikayatkan kewibawaan
kakeknya, Rasulullah yang agung saw. As-Saffâh Muslim bin 'Uqbah, sang
kriminalis yang senantiasa meremehkan seluruh nilai insani itu,
tercengang lantaran kewibawaan tersebut. Ketika ia melihat Imam
As-Sajjâd as., seluruh sendinya gemetar dan menyambutnya dengan penuh
penghormatan. Orang-orang yang berada di sekitarnya berkomentar:
"Sesungguhnya Ali Zainul Abidin adalah manifestasi para nabi."
Gelar Imam As-Sajjâd
Seluruh gelar yang dimiliki oleh Imam Ali As-Sajjâd menghikayatkan
karakter jiwa dan akhlak mulia yang telah disandangnya. Di samping itu,
seluruh gelar itu juga menceritakan ketaatan dan ibadahnya yang sangat
besar kepada Allah. Sebagian gelar tersebut adalah berikut ini:
1. Zainul Abidin (Hiasan Para 'Abid)
Gelar ini-seperti telah dijelaskan sebelum ini-dihadiahkan oleh kakek
Imam Ali As-Sajjâd as., Rasulullah saw. Imam Ali as. diberi gelar
tersebut lantaran ibadahnya yang tak terhitung banyaknya. Gelar ini
sangat terkenal dan tersebar (di tengah-tengah masyarakat) sehingga
gelar tersebut berubah menjadi namanya. Tak ada seorang pun yang pernah
mendapatkan gelar semacam ini. Dan sungguh ia adalah hiasan bagi setiap
'abid dan kebanggaan bagi setiap orang yang taat kepada Allah.
2. Sayyidul Abidin (Junjungan Para 'Abid)
Salah satu gelar Imam Ali As-Sajjâd yang menonjol adalah Sayyidul
Abidin. Hal itu lantaran ketaatannya kepada Allah. Tidak pernah ada
riwayat yang menceritakan ibadah seseorang diriwayatkan seperti riwayat
yang menggambarkan ibadah imam yang satu ini, selain kakeknya, Imam
Amirul Mukminin as.
3. Dzuts Tsafanât
Imam
Ali As-Sajjâd as. diberi gelar tersebut lantaran anggota-anggota
sujudnya yang mengeras seperti lutut unta. Imam Abu Ja'far Al-Bâqir as.
berkata: "Anggota-anggota sujud ayahku memiliki bekas-bekas yang sangat
menonjol. Ia selalu memotongnya sebanyak dua kali dalam setahun. Pada
setiap kalinya, ia memotong sebanyak lima potong. Oleh karena itu, ia
diberi julukan Dzuts Tsafanât."
Dalam sebuah riwayat juga
disebutkan bahwa Imam Ali As-Sajjâd mengumpulkan bekas-bekas sujud
tersebut dalam sebuah kantong dan berwasiat supaya kantong itu
dikuburkan bersama dirinya.
4. As-Sajjad
Salah satu lagi gelar Imam Ali yang menonjol dan terkenal adalah
As-Sajjâd. Hal itu lantaran ia selalu melakukan sujud. Ia adalah orang
yang paling banyak melakukan sujud dan ketaatan kepada Allah swt. Ketika
menceritakan sujud sang ayah yang sangat banyak, Imam Abu Ja'far
Muhammad Al-Bâqir as. berkata: "Ali bin Husain tidak mengingat sebuah
nikmat Allah 'Azza Wajalla kecuali ia melakukan sujud. Ia tidak membaca
ayat kitab Allah 'Azza Wajalla yang mengandung ayat sajdah kecuali ia
melakukan sujud. Allah tidak menyelamatkannya dari kejelekan yang
dikhawatirkannya kecuali ia melakukan sujud. Ketika usai mengerjakan
salat wajib, ia melakukan sujud. Bekas-bekas sujud terdapat di seluruh
anggota sujudnya. Oleh karena itu, ia diberi gelar As-Sajjâd."
5. Az-Zakî
Imam Ali diberi gelar Az-Zakî lantaran Allah telah menyucikannya dari
setiap kotoran, sebagaimana Dia juga telah menyucikan nenek moyangnya
dari setiap jenis kotoran.
6. Al-Amîn
Salah
satu gelar Imam Ali As-Sajjâd adalah Al-Amîn. Ia adalah teladan yang
tinggi untuk karakter yang satu ini. Pada sebuah kesempatan, ia pernah
berkata: "Seandainya pembunuh ayahku menitipkan kepadaku pedang yang
telah ia gunakan untuk membunuhnya, niscaya aku akan menyampaikan amanat
itu kepadanya."
7. Ibn Al-Khairatain
Salah
satu gelar Imam Ali As-Sajjâd as. adalah Ibn Al-Khairatain (putra dua
orang terbaik). Ia selalu merasa bangga dengan gelar ini. Ia berkata:
"Aku adalah Ibn Al-Khairatain." Ucapannya ini menunjuk sabda Rasulullah
saw. yang menegaskan: "Allah swt. memiliki dua orang terbaik dari
kalangan hamba-hamba-Nya. Hamba-Nya yang terbaik dari kalangan Arab
adalah Hâsyim dan dari kalangan bangsa 'Ajam adalah Fâris."
Karakteristik Kejiwaan
Allah tidak menciptakan sebuah keutamaan atau karunia yang dimiliki
oleh seseorang kecuali keutamaan atau karunia itu adalah jati diri Imam
Zainul Abidin as. Tak ada seorang pun yang dapat menandinginya dalam hal
ini. Seluruh karakter pembentuk jiwanya didominasi oleh adab yang
tinggi, akhlak yang mulia, dan kepeduliaan yang sangat tinggi terhadap
agama. Tak seorang pun yang membaca sejarah kehidupannya kecuali ia
bersimpuh di hadapannya dengan penuh penghormatan dan pengagungan. Lebih
dari itu, rasa takjub akan menguasainya. Ia akan menganggap seluruh
orang agung di dalam dunia Islam kecil di hadapan seluruh keutamaan yang
Imam Ali miliki ini.
Sa'îd bin Mûsâyyib, salah seorang ulama besar
Madinah berkomentar: "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama
daripada Ali bin Husain. Aku tidak melihatnya kecuali aku membenci
diriku ...."
Kepribadian Imam Ali As-Sajjâd as. yang tinggi ini
telah mengangkatnya ke atas puncak kemuliaan dan keagungan, suatu
kedudukan yang telah digapai oleh nenek moyangnya yang telah dibebani
tugas untuk mengadakan perombakan sosial. Pada kesempatan ini, kami akan
memaparkan sebagian karakter jiwanya ini.
Kesabaran (Al-Hilm)
Kesabaran adalah salah satu karakter para nabi dan rasul. Karakter ini
adalah salah satu karakter manusia yang paling agung dan berbeda. Hal
itu lantaran karakter ini dapat membantu seseorang untuk menguasai
dirinya dan tidak tunduk kepada setiap faktor yang dapat membangkitkan
amarah dan balas dendam. Ketika mendefinisikan kesabaran (al-hilm),
Al-Jâhizh menulis: "Kesabaran adalah enggan membalas dendam pada saat
amarah memuncak padahal kita mampu untuk melakukan balas dendam itu."
Imam Zainul Abidin as. adalah figur manusia yang paling sabar dan
paling dapat menahan amarah. Para perawi hadis dan ahli sejarah telah
menyebutkan banyak contoh tentang kesabarannya ini. Di antaranya adalah
contoh-contoh berikut ini:
1. Imam Ali Zainul Abidin as. pernah
memiliki seorang sahaya wanita. Sahaya ini selalu menuangkan air ke
atas tangannya ketika ia hendak berwudu sebelum mengerjakan salat. Pada
suatu hari, kendi air jatuh dari tangannya menimpa wajah Imam As-Sajjâd
dan wajahnya terluka. Sahaya itu segera berkata: "Sesungguhnya Allah
'Azza Wajalla berfirman, 'Dan orang-orang yang menahan amarah.'"
Imam As-Sajjâd as. bergegas menjawab: "Aku telah menahan amarahku ...."
Sahaya itu mengharapkan kesabaran dan keagungan Imam As-Sajjâd as.
Tidak sampai di situ saja, ia meminta tambahan seraya menambahkan: "Dan
orang-orang yang memaafkan manusia."
Imam Zainul Abidin as. berkata kepadanya dengan penuh kelembutan: "Semoga Allah memaafkanmu ...."
Sahaya itu pun bergegas menimpali: "Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan."
Imam Zainul Abidin as. menyambutnya dengan kelembutan dan kebajikan
yang melimpah seraya berkata: "Pergilah kamu. Kamu sekarang telah
merdeka ...."
2. Pada suatu hari, seorang budak yang keji
menyambut Imam Zainul Abidin as. dengan cercaan dan celaan tanpa sebab
yang jelas. Ia menghadapinya dengan penuh santun seraya berkata: "Wahai
pemuda, jalan yang sulit sedang menunggu di hadapan kita. Jika aku
berhasil melewatinya, aku tidak akan memperdulikan apa yang telah kamu
katakan itu, dan jika aku bingung melewatinya, sungguh aku adalah lebih
buruk daripada apa yang kamu katakan itu ...."
Seluruh wujud Imam
Zainul Abidin as. telah terfokus kepada Allah dan kedahsyatan dunia
akhirat yang tidak akan terselamatkan darinya kecuali orang-orang yang
bertakwa. Seluruh celaan dan cercaan yang timbul dari sebuah jiwa yang
tidak beretika dan beradab itu tidak membuatnya sakit hati sedikit pun.
Ketabahan (Ash-Shabr)
Salah satu karakter kejiwaan Imam Ali Zainul Abidin as. adalah
ketabahan menghadapi segala bentuk malapetaka dan cobaan. Satu hal yang
pasti adalah, bahwa tak seorang pun di dunia ini yang pernah mendapatkan
cobaan yang telah menimpa imam yang agung ini. Segala macam musibah dan
petaka telah menimpanya dari sejak ia menginjakkan kaki di dunia ini
hingga meninggal dunia. Ia telah harus berpisah dengan ibunda tercinta
pada saat ia masih kecil dan belum sempat mengenyam kasih sayangnya.
Pada saat ia masih berusia remaja, ia sudah harus menyaksikan kesedihan
yang telah menimpa keluarganya yang kehilangan kakeknya, Imam Amirul
Mukminin as. yang telah dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam.
Di
samping itu, Imam As-Sajjâd as. juga harus menyaksikan perdamaian paksa
yang telah dilakukan oleh pamannya, Imam Hasan as. dengan sang lalim,
Mu'âwiyah bin Abi Sufyân-simbol cela dan kehinaan dunia Arab dan Islam
itu. Ketika Mu'âwiyah berhasil berkuasa, karakter-karakter jahiliah dan
kedengkiannya yang dalam terhadap Islam dan muslimin mulai tampak. Ia
mengerahkan seluruh kekuatan negara untuk memusnahkan Islam dari peta
wujud. Ia juga mengambil sikap yang sangat keras dalam melawan Ahlul
Bait as. Ia mewajibkan supaya mereka dicela di atas mimbar-mimbar dan
menara-menara azan. Di samping itu, ia juga membantai para pengikut
mereka yang merupakan simbol kesadaran beragama dan berpolitik di dalam
agama Islam (kala itu).
Ketika Imam Ali Zainul Abidin as. telah
menginjak dewasa, ia harus kehilangan pamannya, Imam Hasan as. Imam
Hasan as. telah diracun oleh Kisra Arab, Mu'âwiyah bin Hindun. Peristiwa
ini telah meninggalkan kesedihan yang sangat pedih dalam diri Imam
Zainul Abidin as. dan seluruh keluarga nabawi saw.
Salah satu
musibah dan cobaan besar yang telah dialami oleh Imam Zainul Abidin as.
adalah ia melihat pedang-pedang terhunus di padang Karbala sedang
memanen kepala keluarga nabawi terpilih dengan cara yang sangat
menyakitkan, sebuah cara pembantaian yang belum pernah disaksikan oleh
sejarah umat manusia. Setelah peristiwa keji yang menimpa para corong
keadilan dan kebenaran itu, para lalim Kufah itu mengurung Imam Zainul
Abidin as. sembari membakar kemahnya dan kemah-kemah pahlawan wanita
keluarga nabawi saw. Lantas, mereka membawanya menghadap sang lalim yang
keji, Ibn Marjânah, dan Ibn Marjânah menyambutnya dengan seribu macam
olok dan cemooh. Imam Zainul Abidin as. tabah menghadapi semua itu dan
menyerahkan seluruh urusan kepada Allah. Setelah peristiwa itu berlalu,
ia dibawa menghadap anak buangan yang lain, yaitu Yazîd bin Mu'âwiyah.
Di tangan sang keji yang satu ini, Imam Zainul Abidin menghadapi cobaan
dan petaka lagi yang dapat melelehkan relung hati setiap orang. Ia
menghadapi seluruh petaka yang menyakitkan itu dengan penuh pasrah
terhadap segala ketentuan Allah. Jiwa manakah yang dapat menyerupai
jiwanya dan kalbu manakah yang dapat menyamai kalbunya? Jiwanya pasrah
kepada Sang Pencipta alam semesta dan Dzat penganugerah kehidupan dalam
menghadapi seluruh petaka dan kalbunya adalah sebuah kalbu suci yang
lebih kokoh dan lebih kuat dari segala sesuatu.
Ketabahan menghadap
musibah adalah jati diri Imam Zainul Abidin as. Ketika memuji sifat
tabah ini, ia pernah menegaskan bahwa ketabahan adalah kepala ketaatan
(kepada Allah). Salah satu contoh ketabahannya adalah, bahwa pada suatu
hari, ia mendengar sebuah jeritan dari dalam rumah. Pada waktu itu, ia
sedang duduk bersama para sahabat. Ia bangkit untuk melihat apa yang
sedang terjadi. Keluarganya memberitahukan bahwa salah seorang putranya
telah meninggal dunia. Setelah mendapatkan berita itu, ia kembali
menjumpai para sahabat dan memberitahukan apa yang telah terjadi kepada
mereka. Para sahabat takjub dengan ketabahan yang ia miliki. Ia berkata
kepada mereka: "Kami adalah sebuah keluarga yang menaati Allah atas apa
yang kami sukai dan memuji-Nya atas apa yang kami benci." Ia berpendapat
bahwa ketabahan adalah sebuah keuntungan dan mengeluh adalah sebuah
kelemahan.
Kepribadian kuat yang dimiliki oleh Imam Zainul Abidin
dan tidak terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang menyakitkan adalah
salah satu kepribadian yang paling langka di sepanjang sejarah.
Berbuat Kebajikan kepada Orang Lain
Salah satu karakter Imam Ali Zainul Abidin as. adalah berbuat kebajikan
kepada orang lain. Hatinya penuh oleh rahmat dan kasih sayang
kepadanya. Para ahli sejarah menegaskan bahwa Imam Zainul Abidin as.
tidak melihat seseorang memikul utang, sedangkan ia mencintai orang
tersebut, kecuali ia pasti akan melunasi seluruh utangnya.
Imam
Zainul Abidin as. selalu bergegas untuk memenuhi hajat orang lain supaya
ia tidak didahului oleh orang lain sehingga ia harus kehilangan pahala
apabila hal itu terjadi. Ia pernah berkata: "Salah seorang musuhku
datang kepadaku untuk memohon sebuah hajat. Maka, aku bergegas untuk
memenuhinya supaya aku tidak didahului oleh orang lain atau jangan
sampai musuhku itu sudah tidak memerlukannya lagi sehingga dengan itu,
aku harus kehilangan keutamaannya."
Kisah berikut ini dapat menggambarkan sampai sejauh mana rasa kasih sayang Imam Zainul Abidin as. kepada orang lain.
Az-Zuhrî meriwayatkan: "Pada suatu hari, aku berada di sisi Ali bin
Husain as. Tiba-tiba seorang sahabatnya datang seraya mengadu, 'Aku
memiliki utang sebesar empat ratus dinar dan aku tidak dapat
melunasinya. Sedangkan aku sendiri memiliki tanggungan keluarga.' Pada
waktu itu, Imam Zainul Abidin sendiri tidak memiliki sepeser pun uang
untuk dapat melunasi utang sahabat tersebut. Sembari menangis, ia
berkata, 'Musibah atau petaka manakah yang lebih besar daripada musibah
dan petaka ini? Seorang merdeka mukmin melihat saudaranya terlilit
utang, sementara itu ia tidak mampu melunasi utang saudaranya itu, dan
ia melihatnya tertimpa kemiskinan, sementara itu ia tidak dapat
mengatasi kemiskinan saudaranya itu?'"
Kedermawanan
Kedermawanan adalah salah satu karakter jiwa Imam Zainul Abidin as.
yang lain. Para ahli sejarah sepakat bahwa ia adalah figur manusia yang
paling dermawan terhadap orang-orang fakir dan miskin. Mereka telah
menukil banyak contoh tentang kedermawanannya ini. Di antaranya adalah
berikut ini:
Muhammad bin Usâmah pernah menderita penyakit. Imam
Zainul Abidin as. menjenguknya. Ketika ia telah duduk, Muhammad bin
Usâmah menangis terisak-isak.
Imam Zainul Abidin as. bertanya kepadanya: "Apa yang membuatmu menangis?"
Muhammad bin Usâmah menjawab: "Aku dililit oleh utang."
Ia bertanya lagi: "Berapa?"
"Lima belas ribu dinar", jawab Muhammad pendek.
Imam Zainul Abidin as. menimpali: "Aku yang akan melunasinya."
Sebelum berdiri dari tempat duduknya, Imam Zainul Abidin as. memberikan
uang itu kepada Muhammad. Dengan perlakuan ini, Imam Zainul Abidin
telah menghilangkan mimpi buruk utang dari tidur Muhammad bin Usâmah.
Undangan Makan Umum
Salah satu manifestasi kedermawanan Imam Ali Zainul Abidin as. adalah
ia selalu mengadakan undangan makan umum setiap hari selama masih berada
di Yatsrib. Undangan makan umum ini dilaksanakan pada waktu makan siang
di rumahnya.
Santunan untuk Seratus Keluarga
Salah satu
manifestasi kedermawanan Imam Zainul Abidin as. yang lain adalah ia
sering memberikan santunan kepada seratus keluarga di Madinah secara
diam-diam. Setiap keluarga itu beranggotakan beberapa orang.
Sesungguhnya kedermawanan menunjukkan kesucian jiwa seseorang dari
kekikiran, rasa belas kasih kepada orang lain, dan rasa syukur kepada
Allah lantaran anugerah-Nya itu.
Kasih Sayang kepada Fakir Miskin
Salah satu jati diri dan karakter jiwa Imam Ali Zainul Abidin as.
adalah rasa kasih sayang kepada fakir miskin dan orang-orang yang
tertindas. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa contoh dari
karakternya ini:
1. Memuliakan Orang-Orang Miskin
Imam Zainul Abidin as. selalu bergaul dengan orang-orang fakir miskin.
Ia senantiasa menjaga perasaan dan naluri mereka. Jika ia memberikan
sebuah pemberian kepada seorang yang meminta, ia membalikkan wajah
supaya peminta itu tidak merasa hina. Jika seorang peminta datang
menghampirinya, Imam Zainul Abidin as. menyambutnya sembari berkata:
"Selamat datang atas orang yang siap membawa bekalku menuju dunia
akhirat."
Menghormati kaum fakir miskin dengan cara seperti ini
adalah manifestasi kecintaan yang dapat mempererat hubungan antar
anggota sebuah masyarakat dan menyebarkan kasih sayang di kalangan
mereka.
2. Kecintaan yang Dalam kepada Orang-Orang Fakir
Imam Zainul Abidin as. sangat mencintai orang-orang fakir. Ia sangat
senang jika majelisnya dihadiri oleh anak yatim dan orang-orang fakir
miskin yang tidak berdaya lagi melawan kehidupan ini. Ia selalu
memberikan makanan kepada mereka dengan tangannya sendiri. Sebagaimana
juga ia senantiasa memikul bahan makanan atau kayu bakar di atas
pundaknya hingga sampai di setiap pintu rumah mereka dan memberikan
semua itu kepada mereka.
Rasa kasih sayang dan kecintaan Imam
Zainul Abidin as. kepada kaum fakir miskin ini telah sampai pada
puncaknya sehingga ia enggan untuk memetik kurma pada malam hari. Hal
itu lantaran mereka sudah berada di rumah masing-masing pada waktu itu,
dan karena itu mereka tidak akan memperoleh bagian.
Imam Zainul
Abidin as. pernah melarang penjaga kebunnya yang sedang memetik kurma
pada malam hari. Ia berkata: "Jangan kamu berbuat demikian. Apakah kamu
tidak tahu bahwa Rasulullah saw. melarang kita untuk mamanen di malam
hari? ia senantiasa bersabda, 'Buntalan hasil panen itu harus kamu
berikan kepada orang yang memintanya. Dan itulah haknya pada saat hasil
dipanen.'"
3. Larangan Menolak Peminta
Imam Zainul Abidin as. melarang kita menolak orang yang meminta. Hal
itu lantaran tindakan ini dapat menyebabkan akibat-akibat buruk. Di
antaranya adalah kemusnahan nikmat dan kedatangan malapetaka. Sa'îd bin
Mûsâyyib meriwayatkan: "Pada suatu hari, aku pernah bermalam di rumah
Ali bin Husain. Setelah usai mengerjakan salat Shubuh, seorang
peminta-minta berdiri di depan pintu rumahnya. Ia berkata, 'Berikanlah
permintaannya dan janganlah kamu tolak dia."
Imam Zainul Abidin as. sangat menekankan masalah ini dalam banyak hadis yang pernah diriwayatkan darinya.
Menolak permintaan seorang fakir yang membutuhkan adalah salah satu
faktor pemusnah nikmat dan pendatang amarah Allah. Banyak sekali hadis
yang telah diriwayatkan dari para imam maksum as. secara mutawâtir
tentang masalah ini. Atas dasar ini, barang siapa menghendaki kekekalan
nikmat Allah, tidak selayaknya ia menolak permintaan peminta-minta atau
mencegah seorang fakir untuk mendapatkan harta yang telah dititipkan
kepada dirinya.
Infak dan Sedekah
Perilaku
teragung yang sering dilakukan oleh Imam Ali Zainul Abidin as. selama
hidup adalah berinfak dan bersedekah kepada orang-orang fakir miskin
supaya mereka dapat menjalankan roda kehidupan mereka dan terselamatkan
dari kesusahan hidup. Ia juga sering menganjurkan kita untuk bersedekah.
Hal itu lantaran sedekah memiliki pahala yang tak terhingga. Ia pernah
berkata: "Tak seorang pun yang bersedekah kepada seorang miskin yang
lemah, dan lalu orang miskin tersebut berdoa untuknya pada saat itu juga
kecuali doanya pasti dikabulkan."
Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan aneka ragam bentuk sedekah Imam Ali Zainul Abidin as.:
1. Menyedekahkan Pakaian
Imam Ali Zainul Abidin as. selalu mengenakan pakaian yang bagus. Pada
saat musim dingin, ia mengenakan pakaian yang berbulu. Ketika musim
panas tiba, ia menyedekahkan pakaian tersebut atau menjualnya dan
menyedekahkan hasil penjualannya. Pada saat musim panas, ia mengenakan
dua lapis pakaian yang berasal dari Mesir, dan pada saat musim dingin
tiba, ia menyedekahkan kedua pakaian tersebut. Ia selalu berkata:
"Sesungguhnya aku merasa malu kepada Tuhanku untuk memakan harga pakaian
yang telah kugunakan untuk menyembah-Nya."
2. Menyedekahkan Harta yang Dicintai
Imam Zainul Abidin as. selalu menyedekahkan harta dan barang yang
sangat ia cintai. Para perawi hadis menyebutkan bahwa ia selalu
menyedahkan buah badam dan gula. Ketika ditanya tentang alasannya, ia
membaca ayat Al-Qur'an yang berfirman: "Kamu tidak akan dapat menggapai
kebaikan sehingga kamu menginfakkan apa yang kamu cintai." (QS. Ali
'Imrân [3]:92)
Para ahli sejarah menulis bahwa Imam Zainul Abidin
as. sangat menyukai buah anggur. Pada suatu hari, ia sedang berpuasa.
Ketika waktu berbuka puasa tiba, sahayanya menyuguhkan setangkai anggur.
Tiba-tiba seorang pengemis datang, dan ia memerintahkan supaya anggur
tersebut diberikan kepada pengemis itu. Sahaya Imam Zainul Abidin as.
menyuruh seseorang untuk membeli anggur lagi, dan menyuguhkan anggur itu
kepadanya. Tiba-tiba seorang pengemis yang lain mengetuk pintu. Ia pun
memerintahkan supaya anggur itu diberikan kepada pengemis itu. Sahaya
Imam Zainul Abidin as. menyuruh seseorang untuk membeli anggur lagi, dan
menyuguhkan anggur itu kepadanya. Tiba-tiba seorang pengemis ketiga
mengetuk pintu. Ia pun memberikan anggur itu kepada pengemis itu.
Dalam hal ini, Imam Zainul Abidin as. mengikuti jejak para nenek
moyangnya. Mereka pernah memberikan makanan kepada orang miskin, anak
yatim, dan orang tawanan selama tiga hari berturut-turut, sedangkan
mereka dalam kondisi berpuasa. Karena hal ini, Allah menurunkan surah
Ad-Dahr berkenaan dengan hak mereka, dan surah ini abadi menjadi lambang
kemuliaan bagi mereka di sepanjang masa hingga Allah dan para hamba-Nya
mewarisi bumi ini.
3. Membagi Harta
Imam Ali Zainul Abidin as. selalu membagi harta yang ia miliki dalam dua
bagian; ia mengambil setengahnya dan menyedekahkan sisanya kepada
orang-orang fakir miskin. Dalam hal ini, ia mengikuti jejak pamannya,
Imam Hasan as. Imam Hasan as. selalu membagi harta yang ia miliki dalam
dua atau tiga bagian.
4. Bersedekah Secara Diam-Diam
Satu hal yang sangat disukai oleh Imam Ali Zainul Abidin as. adalah
bersedekah secara diam-diam supaya tidak diketahui oleh orang lain.
Dengan itu, ia ingin mengadakan hubungan dengan orang-orang miskin atas
dasar semangat kecintaan karena Allah dan mempererat hubungan dengan
saudara-saudara seiman yang tidak mampu. Ia selalu menganjurkan kita
untuk bersedekah secara diam-diam. Ia pernah berpesan: "Sedekah secara
diam-diam dapat memadamkan murka Tuhan." Ia selalu keluar di malam hari
yang gelap gulita dan memberikan sedekah kepada orang-orang miskin. Ia
selalu menutupi wajahnya dengan kain (supaya tidak dikenal orang).
Mereka telah terbiasa menerima kunjungan seperti itu pada malam hari.
Oleh karena itu, mereka berdiri di depan pintu rumah mereka sembari
menunggu kedatangannya. Ketika mereka melihat ia sedang datang, mereka
merasa bahagia seraya berkata: "Pemikul karung telah tiba."
Imam
Ali Zainul Abidin as. memiliki seorang saudara sepupu laki-laki. Ia
datang menjumpainya pada setiap malam dan memberikan beberapa keping
dinar kepadanya. Saudara sepupu itu berkata kepadanya: "Ali bin Husain
tidak pernah mengunjungiku." Ia berdoa supaya Ali bin Husain celaka.
Imam Zainul Abidin mendengar semua itu dan tidak memperkenalkan jati
dirinya kepadanya. Ketika ia meninggal dunia, saudara sepupu itu tidak
pernah lagi menerima sedekah (di malam hari). Akhirnya, ia tahu bahwa
orang yang selalu mengujungi dirinya adalah Imam Zainul Abidin as. Untuk
itu, ia senantiasa mengunjungi makamnya sembari menangis dan memohon
maaf kepadanya.
Ibn 'AIsya'h berkata: "Aku pernah mendengar
penduduk Madinah sering berkata, 'Kami tidak pernah kehilangan sedekah
secara diam-diam sehingga Ali bin Husain meninggal dunia.'"
Para
ahli sejarah meriwayatkan bahwa penduduk Madinah dapat menjalankan roda
kehidupan sedangkan mereka tidak tahu siapa yang telah menjamin
kehidupan mereka itu. Ketika Ali bin Husain meninggal dunia, mereka
kehilangan pemberian yang selalu mereka terima pada malam hari.
Imam Ali Zainul Abidin as. sangat merahasiakan jati dirinya ketika
memberikan sedekah. Jika ia memberikan sebuah sedekah kepada seseorang,
ia menutupi wajahnya supaya orang itu tidak mengenalnya.
Adz-Dzahabî berkata: "Ia (Imam Ali Zainul Abidin as) selalu bersedekah secara diam-diam."
Imam Zainul Abidin as. meletekkan makanan yang akan dibagikannya kepada
orang-orang fakir miskin di dalam sebuah karung dan lantas memikulnya.
Karung itu meninggalkan bekas di pundaknya. Al-Ya'qûbî meriwayatkan
bahwa ketika Imam Zainul Abidin as. dimandikan, di pundaknya ditemukan
sebuah luka kering yang sudah mengeras seperti kulit lutut unta. Ketika
keluarganya ditanya tentang bekas tersebut, mereka menjawab seraya
berkata: "Bekas itu diakibatkan ia selalu memikul makanan pada malam
hari dan membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin."
Ala kulli
hal, sedekah-sedekah yang telah ia berikan secara diam-diam adalah
anugerah yang teragung dan memiliki pahala yang sangat besar di sisi
Allah.
Keberanian
Salah satu karakter
kejiwaan Imam Zainul Abidin as. adalah keberanian. Ia adalah figur
manusia yang paling berani. Ia adalah putra Husain, sang cucu Adam yang
paling pemberani. Di antara manifestasi keberanian Imam Zainul Abidin
as. adalah kisah berikut ini:
Ketika Imam Zainul Abidin as.
dihadapkan kepada 'Ubaidillah bin Marjânah sebagai tawanan perang, ia
menyambutnya dengan ucapan-ucapan yang mengejek dan mengolok-olok. Imam
Zainul Abidin as. menjawab ejekan dan olok-olokannya itu dengan ucapan
berapi-api yang lebih dahsyat dari goresan pedang dan sabetan cemeti. Ia
tidak gentar sedikit pun dengan kekuasaan dan kerajaan yang telah
digenggamnya itu. Ibn Marjânah murka dan seluruh urat lehernya tegang.
Ia memerintahkan supaya Imam Zainul Abidin dibunuh. Akan tetapi, Imam
Zanul Abidin tidak gentar sedikit pun dan berkata dengan tenang: "Kami
dibunuh adalah suatu hal yang biasa dan kemuliaan kami di sisi Allah
adalah syahadah."
Setelah itu, Ibn Marjânah mengirimnya dengan
disertai oleh kaum wanita keluarga wahyu sebagai tawanan kepada Yazîd
bin Mu'âwiyah. Imam Zainul Abidin as. menggunakan kesempatan untuk naik
ke atas mimbar demi melontarkan sebuah pidato yang memuat kemaslahatan
muslimin, padahal ia sedang sakit pada waktu itu. Yazîd menolak
permintaannya. Akan tetapi, penduduk Syam memaksa Yazîd (untuk
mengizinkannya berpidato). Mereka bertanya kepada Yazîd: "Apa
kesitimewaan orang ini?" Yazîd menjawab: "Ia berasal dari sebuah
keluarga yang telah mengarungi samudera ilmu pengetahuan." Setelah
berkata demikian, Yazîd mengizinkannya berpidato.
Imam Ali Zainul
Abidin as. melontarkan sebuah pidato yang membuat mata menangis dan hati
gemetar. Yazîd pun kebingungan dan kehilangan jejak. Ia tidak menemukan
jalan lain untuk menyelematkan diri dari seluruh cela yang telah
dibeberkan oleh Imam Zainul Abidin as. itu kecuali dengan memotong
pidatonya. Untuk itu, ia memerintahkan muazin untuk mengumandangkan azan
dan memotong pidato Imam Zainul Abidin as.
Aku tidak pernah
menemukan sebuah pidato yang lebih indah dan menawan dari pidato yang
telah dilontarkan oleh Imam Zainul Abidin itu. Di dalam pidato itu, ia
memperkenalkan kepada penduduk Syam jati diri dan kedudukannya di sisi
Rasulullah saw. yang selama ini tidak diketahui oleh mereka. Ia
meluruskan tuduhan terhadap Ahlul Bait yang telah disebarluaskan oleh
penguasa pada waktu itu bahwa mereka adalah kaum Khawarij yang telah
membangkang dan berpisah dari jamaah (muslimin). Yazîd sang lalim
khawatir akan terjadi fitnah dan perubahan opini masyarakat umum
terhadap dirinya. Oleh karena itu, ia bergegas mengusir Imam Zainul
Abidin as. beserta kaum wanita keluarga risalah Ilahiah itu dari Syam ke
Yatsrib (Madinah).
Imam Zainul Abidin di Madinah
Ketika Imam Zainul Abidin as. telah menetap di Madinah, ia melihat
bahwa penguasa dinasti Bani Umayyah berusaha sekuat tenaga untuk
memadamkan pelita syariat Islam. Ia tidak memiliki kepedulian sedikit
pun terhadap hukum-hukum syariat Islam dan malah mengajak masyarakat
untuk menghidupkan kembali slogan-slogan jahiliah dan memalingkan mereka
dari (ajaran) kitab Allah 'Azza Wajalla. Melihat itu, Imam Zainul
Abidin as. melakukan peran (aktif dan) positifnya untuk menghidupkan
kembali ajaran-ajaran Islam. Ia membangun sebuah hawzah ilmiah yang
mayoritas dihadiri oleh para budak yang telah ia beli dan ia bebaskan.
Ia melontarkan banyak ceramah berkenaan dengan hukum-hukum fiqih Islam,
adab-adab syariat, dan lain sebagainya di hadapan mereka. Para ulama
juga ikut menghadiri majelis-majelis (ilmiahnya). Mereka mencatat
seluruh hukum yang ia fatwakan dan hikmah-hikmah yang ia lontarkan.
Layak disebutkan di sini bahwa mayoritas fuqaha yang hidup kala itu
adalah alumni hawzahnya itu. Kami telah menyebutkan biografi ringkas
mereka dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Zainul Abidin as.
Imam Zainul Abidin as. memiliki sebuah peninggalan yang sangat berharga
dalam bidang ilmu pengetahuan dan etika yang tak kalah pentingnya
dengan hawzah ilmiah yang telah ia bangun itu. Harta peninggalan itu
adalah doa-doanya yang lebih dikenal dengan sebutan Ash-Shahîfah
As-Sajjâdiyah. Para ulama kadang-kadang menyebut kitab doa ini dengan
nama "Zabur Keluarga Muhammad" dan kadang-kadang juga dengan nama "Injil
keluarga Muhammad". Mereka meyakini bahwa kitab doa ini menduduki
ranking kedua setelah Al-Qur'an dan Nahjul Balâghah. Kitab doa
ini-sungguh-adalah sebuah metode kehidupan Islami yang sangat sempurna,
mata air etika, dan harta simpanan dunia pemikiran Islami. Harta warisan
ini memiliki tempat yang sangat tinggi di dalam lingkungan kehidupan
ilmiah (muslimin). Oleh karena itu, mereka selalu tekun mempelajari dan
menulis syarah untuknya. Buku-buku syarah kitab doa ini telah melampaui
angka enam puluh. Di samping itu, kitab doa itu juga telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman. Para ilmuwan Barat telah
berhasil mendapatkan harta melimpah dalam kitab ini berkenaan dengan
prinsip-prinsip pendidikan, etika yang tinggi, metode-metode sulûk, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan dunia pemikiran Islami.
Ibadah Imam Zainul Abidin
Muslimin sepakat bahwa Imam Zainul Abidin as. adalah figur manusia yang
paling 'abid dan paling taat kepada Allah swt. Umat manusia tidak
pernah melihat orang seperti dia dalam ibadahnya. Orang-orang bertakwa
dan saleh takjub dengan ibadahnya itu. Gelar Zainul Abidin dan Sayyidus
Sâjidîn dalam sejarah dunia Islam yang telah diberikan kepadanya sudah
cukup untuk membuktikan realita ini.
Ibadah Imam Zainul Abidin as.
tidak bersifat mengekor kepada orang lain. Ibadah ini tumbuh dari
keimanannya yang dalam kepada Allah swt., sama seperti pengetahuannya
kepada-Nya. Ia tidak menyembah-Nya lantaran rakus terhadap surga-Nya dan
takut akan api neraka-Nya. Ia menyembah-Nya lantaran Dia berhak untuk
disembah. Sikapnya ini tidak berbeda dengan sikap kakeknya, Imam Amirul
Mukminin as., junjungan para 'arif dan pemimpin orang-orang yang
bertakwa itu. Amirul Mukminin menyembah Allah seperti ibadah orang-orang
yang merdeka. Cucunya, Zainul Abidin as., mengikuti jejaknya. Imam
Zainul Abidin as. pernah menegaskan ketulusannya dalam beribadah kepada
Allah seraya berkata: "Aku tidak suka jika aku menyembah Allah,
sedangkan tujuanku hanyalah pahala-Nya. Dengan tujuan ini, aku tidaklah
berbeda dengan seorang hamba yang tamak; apabila ia suka, maka ia akan
bertindak dan apabila tidak suka, maka ia akan diam. Aku juga tidak suka
jika aku menyembah-Nya lantaran takut akan siksa-Nya. Dengan tujuan
ini, aku tidaklah berbeda dengan seorang budak yang berhati buruk; ia
tidak akan bertindak apabila tidak takut (akan hardikan tuannya)."
Sebagian sahabat yang duduk di situ menghadap kepadanya seraya bertanya: "Atas dasar apakah Anda menyembah-Nya?"
Imam Zainul Abidin as. menjawab: "Aku menyembah-Nya lantaran memang Dia
pantas untuk itu sehubungan dengan seluruh nikmat (yang telah
dilimpahkan-Nya)."
Ibadah Imam Zainul Abidin as. tumbuh dari sebuah
pengetahuan yang tidak dicampuri oleh keraguan sedikit pun. Ibadah itu
tidak dilahirkan oleh rasa tamak atau takut. Ibadah itu hanya dilahirkan
oleh keimanan yang dalam. Ia pernah membicarakan tentang aneka ragam
ibadah seraya berkata: "Ada sebagian kaum yang menyembah Allah lantaran
rasa takut, dan inilah ibadah para budak. Ada sebagian kaum yang
menyembah Allah lantaran mereka menginginkan sesuatu, dan itulah ibadah
kaum pedagang. Sementara itu, ada sebagian kaum yang menyembah Allah
lantaran hanya ingin menghaturkan rasa syukur, dan itulah ibadah
orang-orang yang merdeka."
Inilah aneka ragam ibadah (dalam kaca
mata Imam Zainul Abidin as). Ibadah yang memiliki timbangan yang paling
berat dan paling dicintai oleh Allah adalah ibadah orang-orang yang
merdeka yang hanya dilakukan hanya untuk menghaturkan rasa syukur kepada
Dzat Pemberi Nikmat Yang Maha Agung, bukan lantaran tamak kepada
pahala-Nya dan juga bukan karena takut terhadap siksa-Nya.
Imam
Zainul Abidin as. telah menekankan hal ini dalam sebuah hadis yang lain.
Ia berkata: "Ibadah orang-orang yang merdeka tidak akan terlaksana
kecuali hanya untuk menghaturkan rasa syukur, bukan lantaran takut dan
juga bukan karena menginginkan sesuatu."
Rasa cinta kepada Allah
telah melebur menjadi satu dengan kalbu Imam Zainul Abidin as. sehingga
rasa ini menjadi unsur utama pembentuk jiwanya. Para perawi hadis
berkata: "Dalam setiap waktu, ia selalu sibuk dalam ibadah kepada Allah
dan taat kepada-Nya."
Sahayanya pernah ditanya tentang ibadahnya. Ia malah balik bertanya: "Kuceritakan secara panjang atau kusingkat?"
Penanya menjawab: "Singkat saja."
Sahaya itu menjawab: "Di siang hari, aku tidak pernah menyuguhkan
makanan untuknya dan pada malam hari, aku tidak pernah menghamparkan
alas tidur untuknya."
Imam Zainul Abidin as. menjalani hidup ini
dengan berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari; kadang-kadang
ia sibuk mengerjakan salat dan pada kesempatan yang lain, ia sibuk
menyebarkan sedekah secara diam-diam.
Satu hal yang pasti adalah,
bahwa dalam sejarah orang-orang yang zuhud, tidak pernah ditemukan
seorang figur manusia seperti Imam Zainul Abidin as. dalam ketulusan dan
ketaatan kepada Allah.
Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan sebagian sisi ibadah Imam Zainul Abidin as.:
1. Wudu
Wudu adalah cahaya, kesucian dari segala macam dosa, dan mukadimah
pertama sebelum mengerjakan salat. Imam Zainul Abidin as. selalu dalam
kondisi suci. Para perawi hadis menceritakan kekhusyukannya dalam
berwudu. Mereka berkata: "Jika ia ingin berwudu, tubuhnya pucat.
Keluarganya pernah bertanya, 'Apa yang terjadi pada diri Anda ketika
Anda hendak berwudu?' Ia menjawab, 'Apakah kamu tahu di hadapan siapakah
aku sedang berdiri?'"
Imam Ali Zainul Abidin as. memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap masalah ini. Ia tidak pernah
dibantu oleh siapa pun ketika hendak berwudu. Untuk menyediakan air
wudu, ia menimba air sendiri dan kemudian menutupinya sebelum berangkat
tidur. Ketika bangun tidur di malam hari, ia menggosok gigi dan kemudian
berwudu. Setelah usai berwudu, ia mulai mengerjakan salat.
2. Salat
Salat-seperti ditegaskan dalam beberapa hadis-adalah mikraj seorang
mukmin dan korban setiap orang yang bertakwa. Salat adalah sebuah
keinginan terbesar yang tersimpan di dalam diri Imam Zainul Abidin as.
Ia menjadikan salat ini sebagai mikraj yang dapat mengangkat jiwanya
menuju ke haribaan Allah, Pencipta alam semesta. Apabila ia ingin
memulai salat, tubuhnya gemetar. Ia pernah ditanya tentang hal ini.
Dalam jawAbânnya, ia menegaskan: "Tahukah kamu di hadapan siapakah aku
sedang berdiri dan dengan siapakah aku sedang bermunajat?"
Pada
kesempatan ini, kami akan memaparkan sebagian tindakan yang dilakukan
oleh Imam Zainul Abidin as. ketika hendak mengerjakan salat:
a. Menggunakan Minyak Wangi
Apabila ia ingin mengerjakan salat, ia menggunakan minyak wangi di
dalam botol yang telah disediakan di tempat salatnya. Bau semerbak
minyak misik tercium dari dalam botol itu.
b. Pakaian Salat
Jika ia ingin mengerjakan salat, ia memakai pakaian berbulu kasar. Hal
ini ia lakukan lantaran ingin menunjukkan kehinaan dirinya di hadapan
Sang Maha Pencipta.
c. Khusyuk
Salat
Imam Zainul Abidin as. adalah sebuah manifestasi kepasrahan yang
sempurna terhadap Allah swt. dan keterputusan dari alam materi. Ia tidak
merasakan sesuatu yang berada di sekitarnya. Bahkan, ia tidak merasakan
keberadaan dirinya sendiri. Seluruh kalbunya terpaut kepada Allah
secara sempurna. Ketika ingin menjelaskan kondisi salatnya ini, para
perawi hadis berkata: "Ketika ingin mengerjakan salat, kulitnya berubah
warna. Seluruh anggota tubuhnya gemetar lantaran takut kepada Allah.
Pada saat berdiri, ia berdiri bak seorang budak yang hina di hadapan
tuannya. Ia mengerjakan salat seperti orang yang mengerjakan salat
perpisahan di mana ia tidak akan pernah mengerjakan salat lagi setelah
itu."
Ketika menceritakan kekhusyukan salat ayahnya, Imam Muhammad
Al-Bâqir as. berkata: "Ketika Ali bin Husain berdiri mengerjakan salat,
ia berdiri bak sepotong batang kayu yang tidak bergerak sama sekali
kecuali bagian-bagian kayu yang digerakkan oleh angin."
Salah satu
manifestasi lain dari kekhusyukan salat Imam Ali Zainul Abidin as.
adalah ketika sujud, ia tidak mengangkat kepalanya sehingga keringatnya
mengucur atau seakan-akan ia merendam di dalam air lantaran air matanya
yang mengucur deras.
Para perawi hadis meriwayatkan bahwa Abu
Hamzah Ats-Tsumâlî pernah melihat Imam Zainul Abidin as. mengerjakan
salat. Jubahnya terjatuh dari salah satu bahunya dan ia tidak
membenahinya. Abu Hamzah menanyakan hal itu kepadanya, dan ia menjawab:
"Celakalah kamu! Tahukah kamu di hadapan siapakah aku tadi berdiri?
Sesungguhnya salat seorang hamba tidak akan diterima kecuali sekadar
konsentrasi hati yang dimilikinya."
Keterpautan hatinya kepada
Allah pada saat mengerjakan salat sangat kuat. Ketika salah seorang
putranya jatuh ke dalam sumur, penduduk Madinah merasa khawatir dan lalu
mereka menyelamatkannya. Pada waktu itu, Imam Zainul Abidin as. sedang
mengerjakan salat di dalam mihrab dan tidak menyadari apa yang telah
terjadi. Ketika usai salat, ia diberitahukan tentang hal itu. Ia hanya
berkata: "Aku tidak merasakan apa-apa. Karena, aku tadi sedang
bermunajat dengan Tuhan Yang Maha Agung."
Pada suatu hari, pernah
terjadi kebakaran di rumahnya dan ia sedang mengerjakan salat. Ia tidak
merasakan hal itu. Ketika usai mengerjakan salat, ia diberitahukan apa
yang telah terjadi. Ia menjawab: "Api neraka yang maha dahsyat telah
membuatku lupa akan api tersebut."
Abdul Karim Al-Qusyairî memiliki
sebuah interpretasi untuk realita dahsyat yang senantiasa menyertai
Imam Zainul Abidil as. pada saat salat ini. Yaitu realita itu terjadi
lantaran hati tidak menyadari apa terjadi pada makhluk sekitar. Hal itu
karena panca indera sibuk mengamati apa yang sedang dihadapinya. Hati
kadang-kadang tidak menyadari perasaan dirinya sendiri dan hal itu
lantaran ia mengingat pahala atau memikirkan siksa.
d. Salat Seribu Rakaat
Para penulis biografi Imam Zainul Abidin as. sepakat bahwa ia selalu
mengerjakan salat sebanyak seribu rakaat dalam siang dan malam. Ia
memiliki lima ratus pohon kurma dan mengerjakan salat sebanyak dua
rakaat di bawah setiap pohon kurma itu. Karena banyaknya salat yang ia
kerjakan, seluruh anggota sujudnya mengeras seperti kulit lutut unta.
Setiap bagian yang sudah mengeras itu jatuh pada setiap tahun dan ia
mengumpulkannya dalam sebuah kantong. Ketika meninggal dunia, kantong
itu dikuburkan juga bersamanya.
e. Mengqadha Salat Sunah
Selama hidup, Imam Zainul Abidin as. tidak pernah meninggalkan salat
sunah. Ia senantiasa mengqadha di malam hari salat sunah siang hari yang
tidak sempat ia kerjakan. Ia selalu berwasiat kepada putra-putrinya
untuk melakukan hal ini. Ia berpesan kepada mereka: "Hai putra-putriku,
hal ini tidak wajib bagimu. Akan tetapi, aku ingin jika kamu telah
membiasakan diri dengan sebuah kebiasaan baik, hendaknya kamu
melakukannya secara kontinyu."
f. Banyak Bersujud
Kondisi terdekat yang dimiliki oleh seorang hamba kepada
Tuhannya-seperti ditegaskan oleh banyak hadis-adalah kondisi sujud. Imam
Ali Zainul Abidin as. adalah figur manusia yang banyak melakukan sujud
karena tunduk kepada Allah dan merasa hina di hadapan-Nya. Para perawi
hadis meriwayatkan bahwa pada suatu harinya pernah keluar menuju ke
gurun sahara. Salah seorang budaknya membuntuti ke mana ia pergi.
Tiba-tiba ia menemukan Imam Zainul Abidin as. sedang bersujud di atas
sebuah batu keras. Budak itu memperhatikan dan menghitung apa yang ia
baca dalam sujud itu. Imam Zainul Abidin as. membaca doa berikut ini
sebanyak seribu kali:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ حَقًّا
حَقًّا، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ تَعَبُّدًا وَ رِقًّا، لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ إِيْمَانًا وَ صِدْقًا
Imam Zainul Abidin as. senantiasa melakukan sujud syukur dan membaca bacaan berikut ini sebanyak seratus kali:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ شُكْرًا
Setelah itu, ia membaca doa berikut ini:
يَا
ذَا الْمَنِّ الَّذِيْ لاَ يَنْقَطِعُ أَبَدًا، وَلاَ يُحْصِيْهِ غَيْرُهُ
عَدَدًا، وَ يَا ذَا الْمَعْرُوْفِ الَّذِيْ لاَ يَنْفَدُ
أَبَدًا، يَا كَرِيْمُ يَا كَرِيْمُ
Setelah itu, ia merendahkan diri dan menyebutkan hajatnya.
g. Banyak Bertasbih
Imam Zainul Abidin as. senantiasa menyibukkan diri dengan berzikir
kepada Allah, bertasbih, dan memuji-Nya. Ia selalu membaca tasbih
berikut ini:
سُبْحَانَ مَنْ أَشْرَقَ نُوْرُهُ كُلَّ
ظُلْمَةٍ، سُبْحَانَ مَنْ قَدَّرَ بِقُدْرَتِهِ كُلَّ قُدْرَةٍ، سُبْحَانَ
مَنِ احْتَجَبَ عَنِ
الْعِبَادِ بِطَرَائِقِ نُفُوْسِهِمْ، فَلاَ شَيْءَ يَحْجُبُهُ، سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحْمَدِهِ
h. Selalu Mengerjakan Salat Malam
Salah satu salat sunah yang tidak pernah ia tinggalkan adalah salat
malam. Ia senantiasa mengerjakannya secara kontinyu, baik ia berada
dalam perjalanan atau tidak, hingga ia meninggal dunia.
i. Doa Setelah Salat Malam
Setelah usai mengerjakan salat malam, Imam Zainul Abidin as. selalu membaca doa berikut ini:
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمُلْكِ الْمُتَأَبِّدِ بِالْخُلُوْدِ وَ السُّلْطَانِ، الْمُمْتَنِعِ بِغَيْرِ جُنُوْدٍ وَلاَ أَعْوَانٍ، وَ
الْعِزِّ الْبَاقِيْ عَلَى مَرِّ الدُّهُوْرِ وَ خَوَالِي الْأَعْوَامِ وَ
مَوَاضِي الْأَزْمَانِ وَ الْأَيَّامِ، عَزَّ سُلْطَانُكَ
عِزًّا لاَ حَدَّ لَهُ بِأَوَّلِيَّةٍ، وَلاَ مُنْتَهَى لَهُ بِآخِرِيَّةٍ،
وَ اسْتَعْلَى مُلْكُكَ عُلُوًّا، سَقَطَتْ الْأَشْيَاءُ
دُوْنَ
بُلُوْغِ أَمَدِهِ، وَلاَ يَبْلُغُ أَدْنَى مَا اسْتَأْثَرْتَ بِهِ مِنْ
ذَلِكَ أَقْصَى نَعْتِ النَّاعِتِيْنَ. ضَلَّتْ فِيْكَ
الصِّفَاتُ، وَ تَفَسَّخَتْ دُوْنَكَ النُّعُوْتُ، وَ حَارَتْ فِيْ كِبْرِيَائِكَ لَطَائِفُ الْأَوْهَامِ، كَذَلِكَ أَنْتَ اللهُ
الْأَوَّلُ فِي أَوَّلِيَّتِكَ، وَ عَلَى ذَلِكَ أَنْتَ دَائِمٌ لاَ تَزُوْلُ، وَ أَنَا الْعَبْدُ الضَّعِيْفُ عَمَلاً الْجَسِيْمُ
أَمَلاً، خَرَجَتْ مِنْ يَدَيَّ أَسْبَابُ الْوَصَلاَتِ إِلاَّ مَا
وَصَلَهُ رَحْمَتُكَ، وَ تَقَطَّعَتْ عَنِّيْ عِصَمُ الْآمَالِ إِلاَّ
مَا أَنَا مُعْتَصِمٌ بِهِ مِنْ عَفْوِكَ، قَلَّ عِنْدِيْ مَا أَعْتَدُّ
بِهِ مِنْ طَاعَتِكَ، وَ كَثُرَ عَلَيَّ مَا أَبُوْءُ بِهِ مِنْ
مَعْصِيَتِكَ، وَلَنْ يَضِيْقَ عَلَيْكَ عَفْوٌ عَنْ عَبْدِكَ وَ إِنْ أَسَاءَ، فَاعْفُ عَنِّيْ ....
Frase doa ini memuat pengagungan dan pengesaan terhadap Allah swt. Ia
menyebutkan sebagian sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi. Di antara
sifat-sifat itu adalah kekekalan-Nya yang tidak berbatas dan
kerajaan-Nya yang maha kuat nan kokoh yang tidak memerlukan dukungan
bala tentara dan pendukung. Seluruh sifat (yang kita bayangkan) tidak
mampu mengungkapkan satu sifat-Nya. Maha tinggi Allah
setinggi-tinggi-Nya.
Imam Ali Zainul Abidin as. mengungkapkan
kehinaan, kekhusyukan, dan penghambaannya yang mutlak hanya kepada Allah
swt. Seluruh harapan dan cita-citanya hanya terpaut kepada-Nya. Ia
sungguh hanya berpegang teguh dan pasrah kepada-Nya. Marilah kita simak
bersama frase doa selanjutnya berikut ini:
اَللَّهُمَّ
وَقَدْ أَشْرَفَ عَلَى خَفَايَا الْأَعْمَالِ عِلْمُكَ، وَ انْكَشَفَ كُلُّ
مَسْتُوْرٍ دُوْنَ خُبْرِكَ، وَلاَ تَنْطَوِيْ
عَنْكَ دَقَائِقُ
الْأُمُوْرِ، وَلاَ تَعْزُبُ عَنْكَ غُيَّابُ السَّرَائِرِ، وَقَدِ
اسْتَحْوَذَ عَلَيَّ عَدُوُّكَ الَّذِي اسْتَنْظَرَكَ
لِغَوَايَتِيْ فَأَنْظَرْتَهُ، وَاسْتَمْهَلَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
لإِضِلاَلِيْ فَأَمْهَلْتَهُ، فَأَوْقَعَنِيْ، وَقَدْ هَرَبْتُ
إِلَيْكَ مِنْ صَغَائِرِ ذُنُوْبٍ مُوْبِقَةٍ وَ كَبَائِرِ أَعْمَالٍ
مُرْدِيَةٍ، حَتَّى إِذَا قَارَفْتُ مَعْصِيَتَكَ وَ اسْتَوْجَبْتُ
بِسُوْءِ سَعْيِيْ سَخَطَكَ فَتَلَ عَنِّيْ عِذَارَ عُذْرِهِ وَ
تَلَقَّانِيْ بِكَلِمَةِ كُفْرِهِ وَ تَوَلَّى الْبَرَاءَةَ مِنِّي وَ
أَدْبَرَ مُوَلِّيًا عَنِّيْ فَأَصْحَرَنِيْ لِغَضَبِكَ فَرِيْدًا وَ
أَخْرَجَنِيْ إِلَى فِنَاءِ نَقِمَتِكَ طَرِيْدًا، لاَ شَفِيْعَ
يَشْفَعُ لِيْ إِلَيْكَ وَلاَ خَفِيْرَ يُؤْمِنَنِيْ عَلَيْكَ وَلاَ حِصْنَ
يَحْجُبُنِيْ عَنْكَ وَلاَ مَلاَذَ أَلْجَأُ إِلَيْهِ مِنْكَ،
فَهَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ وَ مَحَلُّ الْمُعْتَرِفِ لَكَ، فَلاَ
يَضِيْقَنَّ عَنِّيْ فَضْلُكَ وَلاَ يَقْصُرَنَّ دُوْنِيْ عَفْوُكَ
وَلاَ أَكُنْ أَخْيَبَ عِبَادِكَ التَّائِبِيْنَ وَلاَ أَقْنَطَ
وُفُوْدِكَ الْآمِلِيْنَ، وَ اغْفِرْ لِيْ إِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ
...
Pada frase ini, Imam Zainul Abidin as.
mengungkapkan kelemahan jiwa manusia menghadapi hawa nafsu dan
ketidakmampuannya untuk melawan godaan setan terkutuk yang selalu
memanfaatkan sifat-sifat buruk yang terdapat di dalam diri manusia itu,
seperti rasa tamak, takabur dan lain sebagainya. Setan telah menguasai
seluruh perasaan dan naluri manusia. Dengan ini, setan dapat
menjerumuskan manusia ke dalam jurang dosa dan menjauhkannya dari setiap
jalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah swt. Imam Zainul
Abidin as. memohon perlindungan kepada Allah swt. dari godaan musuh
jahat dan pemakar ini. Marilah kita simak frase doa selanjutnya berikut
ini:
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ أَمَرْتَنِيْ فَتَرَكْتُ، وَ
نَهَيْتَنِيْ فَرَكِبْتُ، وَ سَوَّلَ لِيَ الْخَطَأَ خَاطِرُ السُّوْءِ
فَفَرَّطْتُ،
وَلاَ أَسْتَشْهِدُ عَلَى صِيَامِيْ نَهَارًا،
وَلاَ أَسْتَجِيْرُ بِتَهَجُّدِيْ لَيْلاً، وَلاَ تُثْنِيْ عَلَيَّ
بِإِحْيَائِهَا سُنَّةٌ،
حَاشَى فُرُوْضِكَ الَّتِيْ مَنْ
ضَيَّعَهَا هَلَكَ، وَلَسْتُ أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِفَضْلِ نَافِلَةٍ مَعَ
كَثِيْرِ مَا أَغْفَلْتُ مِنْ
وَظَائِفِ فُرُوْضِكَ،
وَتَعَدَّيْتُ عَنْ مَقَامَاتِ حُدُوْدِكَ إِلَى حُرُمَاتٍ انْتَهَكْتُهَا
وَكَبَائِرِ ذُنُوْبٍ اجْتَرَحْتُهَا،
كَانَتْ عَافِيُتُكَ لِيْ
مِنْ فَضَائِحِهَا سِتْرًا، وَهَذَا مَقَامُ مَنِ اسْتَحْيَى لِنَفْسِهِ
مِنْكَ وَسَخِطَ عَلَيْهَا وَرَضِيَ
عَنْكَ، فَتَلَقَّاكَ
بِنَفْسٍ خَاشِعَةٍ وَرَقَبَةٍ خَاضِعَةٍ وَظَهْرٍ مُثْقِلٍ مِنَ
الْخَطَايَا، وَاقِفًا بَيْنَ الرَّغْبَةِ إِلَيْكَ
وَالرَّهْبَةِ مِنْكَ، وَأَنْتَ أَوْلَى مَنْ رَجَاهُ وَأَحَقُّ مَنْ خَشِيَهُ وَاتَّقَاهُ، فَأَعْطِنِيْ يَا رَبِّ مَا رَجَوْتُ
وَآمِنِّيْ مَا حَذَرْتُ، وَعُدْ عَلَيَّ بِعَائِدَةِ رَحْمَتِكَ، إِنَّكَ أَكْرَمُ الْمَسْؤُوْلِيْنَ
Imam Zainul Abidin as. memaparkan kehinaan dan kekhusyukannya di
hadapan Allah swt. Ia melihat bahwa seluruh amal baik yang telah
dilaksanakannya, seperti menghidupkan malam dengan ibadah, berpuasa di
siang hari, mengerjakan seluruh salat sunah, menghidupkan kembali
sunah-sunah Islam, dan lain sebagainya tidak memiliki nilai yang
seberapa di sisi Allah swt. Tobat manakah yang serupa dengan tobat ini?
Dan kepasrahan manakah yang dapat menandingi kepasrahan ini? Sungguh
imam yang satu ini adalah figur yang unggul di dunia orang-orang
bertakwa dan saleh. Marilah kita menyimak frase doa selanjutnya berikut
ini:
اَللَّهُمَّ وَإِذْ سَتَرْتَنِيْ بِعَفْوِكَ
وَتَغَمَّدْتَنِيْ بِفَضْلِكَ فِيْ دَارِ الْفَنَاءِ بِحَضْرَةِ
الْأَكْفَاءِ فَأَجِرْنِيْ
مِنْ فَضِيْحَاتِ دَارِ الْبَقَاءِ
عِنْدَ مَوَاقِفِ الْأَشْهَادِ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ
وَالرُّسُلِ الْمُكَرَّمِيْنَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، مِنْ جَارٍ كُنْتُ أُكَاتِمُهُ سَيِّئَاتِيْ وَمِنْ ذِيْ رَحِمٍ كُنْتُ أَحْتَشِمُ مِنْهُ فِيْ
سَرِيْرَاتِيْ، لَمْ أَثِقْ بِهِمْ رَبِّ فِي السَّتْرِ عَلَيَّ،
وَوَثِقْتُ بِكَ رَبِّ فِي الْمَغْفِرَةِ لِيْ، وَأَنْتَ أَوْلَى مَنِ
وُثِقَ بِهِ وَأَعْطَى مَنْ رُغِبَ إِلَيْهِ وَأَرْأَفُ مَنِ اسْتُرْحِمَ، فَارْحَمْنِيْ
Pada frase doa ini, Imam Zainul Abidin as. mengungkapkan kepercayaan
dan harapannya yang besar terhadap ampunan dan karunia Allah. Ia memohon
kepada-Nya ampunan dan keridaan di hari akhirat. Ia juga memohon
hamparan tirai Allah yang senantiasa dibentangkan bagi para hamba-Nya
yang bermaksiat, sebagaimana juga memohon perlindungan dari seluruh cela
yang akan terungkap di hari pembalasan di hadapan para saksi yang
terdiri dari para malaikat muqarab, rasul, syuhada, dan orang-orang yang
saleh. Dengan ungkapan ini, ia telah memberikan pelajaran kepada
muslimin yang telah berbuat maksiat untuk bertobat kepada Allah dengan
sungguh-sungguh. Marilah kita menyimak kembali frase doanya selanjutnya
berikut ini:
اَللَّهُمَّ وَأَنْتَ حَدَرْتَنِيْ مَاءً
مَهِيْنًا مِنْ صُلْبٍ مُتَضَائِقِ الْعِظَامِ حَرِجِ الْمَسَالِكِ إِلَى
رَحِمٍ ضَيِّقَةٍ،
سَتَرْتَهَا بِالْحُجُبِ، تُصَرِّفُنِيْ حَالاً عَنْ حَالٍ حَتَّى انْتَهَيْتَ بِيْ إِلَى تَمَامِ الصُّوْرَةِ، وَأَثْبَتَّ فِي
الْجَوَارِحِ كَمَا نَعَتَّ فِي كِتَابِكَ ?نُطْفَةً ثُمَّ عَلَقَةً ثُمَّ
مُضْغَةً ثُمُّ عِظَامًا ثُمُّ كَسَوْتَ الْعِظَامَ لَحْمًا
ثُمَّ أَنْشَأْتَنِيْ خَلْقًا آخَرَ كَمَا شِئْتَ?، حَتَّى إِذَا احْتَجْتُ
إِلَى رِزْقِكَ وَلَمْ أَسْتَغْنِ عَنْ غِيَاثِ فَضْلِكَ
جَعَلْتَ لِيْ قُوْتًا مِنْ فَضْلِ طَعَامٍ وَشَرَابٍ أَجْرَيْتَهُ لِأَمَتِكَ الَّتِيْ أَسْكَنْتَنِيْ جَوْفَهَا وَأَوْدَعْتَنِيْ
قَرَارَ رَحِمِهَا، وَلَوْ تَكِلُنْيْ يَا رَبِّ فِيْ تِلْكَ الْحَالاَتِ
إِلَى حَوْلِي أَوْ تَضْطَرُّنِيْ إِلَى قُوَّتِيْ لَكَانَ
الْحَوْلُ عَنِّيْ مُعْتَزِلاً، وَلَكَانَتْ الْقُوَّةُ مِنِّيْ
بَعِيْدَةً، فَغَذَوْتَنِيْ بِفَضْلِكَ غِذَاءَ الْبِرِّ اللَّطِيْفِ،
تَفْعَلُ ذَلِكَ بِيْ تَطَوُّلاً عَلَيَّ إِلَى غَايَتِيْ هَذِهِ لاَ
أَعْدَمُ بِرَّكَ وَلاَ يُبْطِئُ بِيْ حُسْنُ صَنِيْعِكَ، وَلاَ
تَتَأَكَّدُ مَعَ ذَلِكَ ثِقَتِيْ فَأَتَفَرَّغُ لِمَا هُوَ أَحْظَى لِيْ
عِنْدَكَ، قَدْ مَلَكَ الشَّيْطَانُ عِنَانِيْ فِيْ سُوْءِ
الظَّنِّ وَضَعْفِ الْيَقِيْنِ، فَأَنَا أَشْكُوْ سُوْءَ مُجَاوَرَتِهِ
لِيْ وَطَاعَةَ نَفْسِيْ لَهُ، وَاَسْتَعْصِمُكَ مِنْ مَلَكَتِهِ،
وَأَتَضَرَّعُ إِلَيْكَ فِيْ صَرْفِ كَيْدِهِ عَنِّيْ، وَأَسْأَلُكَ فِيْ
أَنْ تُسَهِّلَ إِلَى رِزْقِيْ سَبِيْلاً، فَلَكَ الْحَمْدُ
عَلَى ابْتِدَائِكَ بِالنِّعَمِ الْجِسَامِ وَإِلْهَامِكَ الشُّكْرَ عَلَى
الْإِحْسَانِ وَالْإِنْعَامِ، فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ،
وَسَهِّلْ عَلَيَّ رِزْقِيْ، وَأَنْ تُقَنِّعَنِيْ بِتَقْدِيْرِكَ لِيْ،
وَأَنْ تُرْضِيَنِيْ بِحِصَّتِيْ فِيْمَا قَسَمْتَ لِيْ، وَأَنْ
تَجْعَلَ مَا ذَهَبَ مِنْ جِسْمِيْ وَعُمْرِيْ فِيْ سَبِيْلِ طَاعَتِكَ، إِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
Frase-frase doa ini dipenuhi oleh argumentasi yang paling kuat atas
keberadaan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Argumentasi tersebut adalah,
bahwa Allah menciptakan manusia dari setetes air yang hina. Setelah itu,
Dia meletakkannya di dalam sebuah rahim seorang wanita yang sangat
sempit. Kemudian, Dia mengembangkannya dari satu kondisi ke kondisi yang
lain hingga manusia itu sampai pada batas kesempurnaannya. Manusia ini
adalah salah satu makhluk Allah yang paling agung. Hal itu lantaran
makhluk ini memiliki komponen-komponen yang sangat menakjubkan, seperti
komponen berpikir, melihat, mendengar, dan lain sebagainya. Hal itu
semua membuktikan keberadaan Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana.
Doa
Imam Zainul Abidin as. ini sebenarnya terilhami oleh ayat Al-Qur'an.
Dalam sebuah ayat, Al-Qur'an memaparkan perkembangan penciptaan manusia.
Layak disebutkan di sini adalah Al-Qur'an telah memaparkan tata cara
penciptaan janin manusia dengan sangat teliti dan memberitahukan hal itu
kepada umat manusia.
Syaid Quthub menulis: "Seseorang pasti takjub
menyimak pemaparan Al-Qur'an tentang hakikat penciptaan janin manusia.
Hakikat ini tidak pernah tersingkap secara mendetail, kecuali
akhir-akhir ini setelah cAbâng ilmu pengetahuan embriologi berkembang
pesat. Hal itu lantaran sel-sel tulang berbeda dengan sel-sel daging.
Telah terbukti (secara medis) bahwa sel-sel tulang adalah sel-sel
pertama yang membentuk seorang janin. Tidak satu pun sel daging yang
terbentuk melainkan setelah sel-sel tulang itu terbentuk terlebih dahulu
dan seluruh bentuk tulang seorang janin telah terbentuk secara
sempurna. Realita ini adalah hakikat yang telah ditetapkan oleh ayat
Al-Qur'an ...."
Ala kulli hal, setelah Imam Zainul Abidin as.
memaparkan nikmat Allah yang sangat besar itu, ia memohon kepada-Nya
supaya menyelamatkan dirinya dari godaan setan. Karena, setan ini adalah
musuh pertama manusia. Marilah kita simak frase terakhir doanya berikut
ini:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ نَارٍ
تَغَلَّظْتَ بِهَا عَلَى مَنْ عَصَاكَ، وَتَوَعَّدْتَ بِهَا مَنْ صَدَفَ
عَنْ رِضَاكَ،
وَمِنْ نَارٍ نُوْرُهَا ظُلْمَةٌ وَهَيِّنُهَا
أَلِيْمٌ وَبَعِيْدُهَا قَرِيْبٌ، وَمِنْ نَارٍ يَأْكُلُ بَعْضَهَا بَعْضٌ،
وَيَصُوْلُ
بَعْضُهَا عَلَى بَعْضٍ، وَمِنْ نَارٍ تَذَرُ
الْعِظَامَ رَمِيْمًا، وَتَسْقِيْ أَهْلَهَا حَمِيْمًا، وَمِنْ نَارٍ لاَ
تُبْقِيْ عَلَى
مَنْ تَضَرَّعَ إِلَيْهَا، وَلاَ تَرْحَمُ مَنِ
اسْتَعْطَفُهَا، وَلاَ تَقْدِرُ عَلَى التَّخْفِيْفِ عَمَّنْ خَشَعَ لَهَا
وَاسْتَسْلَمَ
إِلَيْهَا، تُلْقِيْ سُكَّانَهَا بِأَحَرِّ مَا لَدَيْهَا مِنْ أَلِيْمِ النَّكَالِ وَشَدِيْدِ الْوَبَالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ
عَقَارِبِهَا الْفَاغِرَةِ أَفْوَاهَهَا، وَحَيَّاتِهَا الصَّالِقَةِ بِأَنْيَابِهَا، وَشَرَابِهَا الَّذِيْ يَقْطَعُ أَمْعَاءَ
وَأَفْئِدَةَ سُكَّانِهَا، وَيَنْزِعُ قُلُوْبَهُمْ، وَأَسْتَهْدِيْكَ
لِمَا بَاعَدَ مِنْهَا وَأَخَّرَ عَنْهَا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، وَأَجِرْنِيْ مِنْهَا بِفَضْلِ رَحْمَتِكِ،
وَأَقِلْنِيْ عَثْرَتِيْ بِحُسْنِ إِقَالَتِكَ، وَلاَ تَخْذُلْنِيْ يَا
خَيْرَ الْمُجِيْرِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَقِي الْكَرِيْهَةَ،
وَتُعْطِي الْحَسَنَةِ، وَتَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ
شَيْئٍ قَدِيْرٌ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، إِذَا
ذُكِرَ الْأَبْرَارُ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ مَا اخْتَلَفَ
اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، صَلاَةً لاَ يَنْقَطِعُ مَدَدُهَا، وَلاَ يُحْصَى
عَدَدُهَا، صَلاَةً تَشْحَنُ الْهَوَاءَ، وَتَمْلَأُ الْأَرْضَ
وَالسَّمَاءَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ حَتَّى يَرْضَى، وَصَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ بَعْدَ الرِّضَى، صَلاَةً لاَ حَدَّ لَهَا وَلاَ
مُنْتَهَى، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Frase-frase doa ini menggambarkan kondisi neraka Jahanam yang sangat
menakutkan, neraka Jahanam yang telah disediakan oleh Allah untuk
hamba-hamba-Nya yang durjana dan zalim. Yaitu, mereka yang menebarkan
kelaliman dan kerusakan di muka bumi ini. Mereka akan merasakan berbagai
ragam azab dan siksa yang sangat mengerikan. Semoga Allah menghindarkan
kita darinya.
Dengan ini, usailah pemaparan doa mulia yang selalu
dilantunkan oleh Imam Zainul Abidin as. setiap usai mengerjakan salat
malam. Doa ini adalah salah satu doa andalan Ahlul Bait as.
Keluarga
Imam Zainul Abidin as. merasa khawatir dan takut atas diri dan
kehidupannya lantaran terlalu banyak ibadah yang selalu ia lakukan
dengan melampaui batas. Oleh karena itu, mereka bergegas menjumpai Jâbir
bin Abdillah Al-Anshârî, lantaran Jâbir memiliki kedudukan yang
istimewa di sisinya. Fathimah, salah seorang putri Imam Zainul Abidin
as., berkata kepada Jâbir: "Hai sahabat Rasulullah, sesungguhnya kami
memiliki hak-hak atasmu. Di antara hak-hak tersebut adalah jika salah
seorang di antara kami sedang memusnahkan dirinya, hendaknya kamu
mengingatkannya supaya ia ingat kepada Allah dan mengajaknya untuk
memperhatikan dirinya. Kamu lihat Ali bin Husain, putra semata wayang
Al-Husain. Hidungnya telah bengkak dan dahi, kedua lutut, dan kedua
telapak tangannya telah mengeras. Hal itu lantaran ia selalu melakukan
ibadah."
Jâbir pun bergegas pergi untuk menjumpai Imam Zainul Abidin
as. Ia menemukannya sedang berada di dalam mihrab sedang disibukkan
oleh ibadah. Ketika Imam Zainul Abidin as. melihat ia datang, ia
menyambutnya dengan hangat dan penuh penghormatan. Ia mendudukkan Jâbir
di sampingnya sembari menanyakan kondisinya. Jâbir menolah ke arahnya
seraya berkata dengan penuh sopan: "Wahai putra Rasulullah, bukankah
Anda tahu bahwa surga telah diciptakan untuk Anda dan untuk orang-orang
yang mencintai Anda, serta menciptakan neraka untuk orang-orang yang
membenci dan memusuhi Anda. Jika demikian, mengapa Anda masih melakukan
ibadah mati-matian?"
Imam Zainul Abidin as. menjawab: "Hai sahabat
Rasulullah, bukankah kamu tahu bahwa Rasulullah saw. telah diampuni
dosa-dosanya, baik yang lalu maupun yang akan datang, tetapi ia tidak
pernah meninggalkan seluruh usaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan
melakukan ibadah-demi ayah dan ibuku-sehingga betis dan telapak kaki ia
bengkak? Pada suatu hari, ia pernah ditanya, 'Apakah Anda masih
melakukan ini semua, sedangkan Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda,
baik yang telah lalu maupun yang akan datang?' ia menjawab, 'Tidakkah
aku layak menjadi seorang hamba yang bersyukur?'
Ketika Jâbir merasa
ucapannya itu tidak dapat mempengaruhi pendirian Imam Zainul Abidin as.
tersebut, ia berkata lagi: "Wahai putra Rasulullah, paling tidak Anda
perhatikan diri Anda sendiri. Karena, Anda berasal dari sebuah keluarga
yang dengan mereka malapetaka ditangguhkan, seluruh obat penawar
tersingkap, dan langit mengucurkan air hujan."
Imam Zainul Abidin
as. menjawab dengan suara lirih dan menyedihkan: "Aku akan senantiasa
mengikuti jejak kedua ayahku sehingga aku menjumpai mereka."
Jâbir
takjub (dengan pendiriannya itu). Ia menoleh kepada orang-orang yang
hadir di sekitarnya seraya berkata: "Di antara keturunan para nabi,
tidak ada orang yang seperti Ali bin Husain, kecuali Yusuf bin Ya'qûb.
Demi Allah, keturunan Husain adalah lebih utama daripada keturunan Yusuf
bin Ya'qûb. Dari keturunan Husain ini, akan muncul seseorang yang akan
memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh
kezaliman."
Ya! Demi Allah, di antara keturunan para nabi, tidak
ada seorang pun yang menyamai Imam Ali bin Husain dalam wara',
ketakwaan, dan karakter-karakter mulia yang lain. Seperti diberitahukan
oleh Jâbir, salah seorang keturunan Husain as. akan muncul untuk
memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh
kezaliman. Dia adalah Imam Mahdî afs., sebagaimana pernah diberitahukan
oleh Rasulullah saw.
Salah seorang putra Imam Zainul Abidin as.
merasa khawatir terhadap ibadah yang selalu ia lakukan secara
berlebih-lebihan. Ia bertanya: "Wahai ayahku, mengapa Anda selalu
mengerjakan salat?"
Imam Zainul Abidin as. menjawab dengan penuh kasih sayang: "Aku ingin menghaturkan kecintaanku kepada Tuhanku."
Abdul Malik bin Marwân pernah merasa takjub dengan ibadah Imam Zainul
Abidin as. yang banyak tak terhingga itu. Hal itu terjadi ketika Abdul
Malik datang menjumpainya untuk membebaskan sekelompok muslimin yang
telah ditangkap oleh bala tentaranya. Ketika Abdul Malik melihatnya, ia
merasa takjub dengan bekas sujud yang terdapat di antara kedua matanya.
Ia berkata: "Sungguh jelas bahwa kamu adalah ahli ibadah dan Allah telah
menganugerahkan karunia kepadamu. Kamu adalah penggalan tubuh
Rasulullah. Nasabmu dengan ia sangatlah dekat dan hubunganmu dengan ia
sangatlah kuat. Sungguh kamu memiliki keutamaan yang sangat agung
terhadap keluarga dan masyarakat di masamu. Kamu telah diberi anugerah
keutamaan, ilmu, agama, dan wara' yang tidak pernah diberikan kepada
orang lain yang hidup semasa denganmu dan tidak juga kepada orang-orang
sebelummu, kecuali kepada nenek moyangmu."
Abdul Malik terus
menyebutkan keutamaan dan karunia agung yang ia miliki. Ketika ucapannya
usai, Imam Zainul Abidin as. hanya berkata: "Seluruh keutamaan yang
telah kamu sebutkan itu hanya berasal dari anugerah Allah swt.,
pengukuhan, dan taufik-Nya. Lalu, manakah syukur atas seluruh nikmat
ini? Rasulullah saw. senantiasa mengerjakan salat sehingga kedua telapak
kakinya bengkak dan berpuasa sehingga mulutnya kering. Ia pernah
ditanya, 'Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosa
Anda, baik yang telah lalu maupun yang akan datang?' Ia hanya menjawab,
'Tidakkah aku layak menjadi seorang hamba yang bersyukur?' Segala puji
bagi Allah atas segala karunia dan malapetaka yang telah ditimpakan-Nya,
serta segala puji bagi-Nya di dunia dan akhirat. Demi Allah, seandainya
seluruh anggota tubuhku terpotong-potong dan kedua kelopak mataku jatuh
keluar (lantaran banyak melakukan ibadah), niscaya aku belum dapat
mensyukuri seperdua puluh nikmat dari seluruh nikmat-Nya; nikmat-nikmat
yang tidak dapat dihitung oleh para penghitung dan tak seorang pun dapat
mensyukuri satu nikmat pun, meskipun ditambah dengan seluruh puji yang
telah dihaturkan oleh para pemuji. Tidak, demi Allah! Aku ingin Allah
melihatku tidak disibukkan oleh suatu apapun untuk mensyukuri dan
mengingat-Nya, baik di siang hari maupun di malam hari, secara rahasia
maupun secara terang-terangan. Seandainya bukan karena hak-hak yang
harus kulaksanakan atas keluargaku dan seluruh masyarakat sesuai dengan
kemampuan yang kumiliki, niscaya telah kulempar mataku ke langit dan
hatiku kepada Allah, lalu aku tidak akan pernah mengambilnya kembali
hingga Allah memungut jiwaku. Dan Dia adalah sebaik-baik penguasa
(langit dan bumi)."
Lantas, Imam Zainul Abidin as. menangis
terisak-isak. Ucapan dan kondisi (spiritual)nya itu telah mempengaruhi
hati sang lalim, Abdul Malik. Lalu, Abdul Malik berkata: "Sangatlah
berbeda seorang hamba yang hanya mengharapkan akhirat dan mengerahkan
seluruh usaha yang dimiliki untuk menggapainya dengan hamba yang hanya
menginginkan dunia, sedangkan ia tidak memiliki bagian di akhirat."
Abdul Malik tunduk terhadap seluruh titah Imam Zainul Abidin as. dan
bersedia membebaskan sekelompok muslimin (yang telah ditangkapnya)
tersebut.
Begitulah, ibadah Imam Ali Zainul Abidin as. menjadi
simbol spiritualitas para nabi as. yang sangat indah nan menakjubkan.
Ibadah ini menghikayatkan ketaatan, ketakwaan, dan keteguhannya
berpegang teguh kepada Allah swt. Ia sangat dalam mencintai-Nya dan
sangat tulus dalam menghamba kepada-Nya.
Bersama Para Budak
Salah satu tindakan Imam Zainul Abidin as. yang layak mendapatkan
pujian adalah pembebasan para budak dan anugerah kehidupan yang merdeka
kepada mereka. Padahal, para budak itu hidup bahagia di bawah naungannya
dan ia memperlakukan mereka sebagaimana layaknya anak-anaknya sendiri.
Ia selalu memaafkan setiap kesalahan yang telah mereka lakukan. Ketika
bulan Ramadhan tiba, ia membebaskan seluruh budak yang ia miliki.
Menurut sebuah, Imam Zainul Abidin as. tidak pernah menghukum budak
laki-laki maupun budak wanita yang telah melakukan kesalahan. Ia hanya
menulis hari di mana mereka berbuat kesalahan. Jika akhir bulan Ramadhan
tiba, ia mengumpulkan seluruh budak itu dan menunjukkan buku catatan
dosa-dosa mereka itu. Ia berkata kepada mereka: "Ucapkanlah dengan suara
lantang, 'Hai Ali bin Husain, sesungguhnya Tuhanmu telah menghitung
seluruh tindakan yang pernah kamu lakukan, sebagaimana kamu telah
menghitung seluruh tindakan yang pernah kami lakukan. Di sisi-Nya
terdapat sebuah kitab yang mencatat segala sesuatu dengan benar. Kitab
ini sedikit pun tidak meninggalkan setiap bentuk perbuatan, baik yang
kecil maupun yang besar, kecuali kitab itu pasti menghitungnya. Setiap
jiwa akan mendapatkan setiap kelakuannya hadir di hadapan-Nya,
sebagaimana kami telah mendapatkan setiap kelakuan kami hadir di
hadapanmu. Oleh karena itu, maafkan dan berlapang dadalah terhadap kami,
sebagaimana kamu mengharapkan ampunan dari Sang Raja Diraja dan kamu
menginginkan supaya Dia mengampunimu. Maka, ampunilah kami, niscaya
Tuhanmu akan memaafkanmu, mengasihanimu, dan mengampunimu, sedang
Tuhanmu tidak akan pernah menzalimi siapa pun. Sebagaimana juga kamu
memiliki sebuah kitab yang mencatat segala tindakan yang telah kami
lakukan dengan benar. Kitab itu tidak meninggalkan segala apapun yang
telah kami lakukan, baik yang kecil maupun yang besar. Oleh karena itu,
ingatlah, hai Ali bin Husain, kedudukanmu yang hina di hadapan Tuhanmu
Yang Maha Bijaksana nan Adil; Tuhan yang tidak pernah menzalimi sebiji
atom pun dan Dia pasti mendatangkannya pada hari kiamat. Cukuplah Allah
sebagai penghitung dan saksi. Maka, maafkan dan berlapang dadalah
terhadap kami, niscaya Sang Raja Diraja akan mengampunimu. Dia
berfirman, 'Hendaknya mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu
tidak ingin Allah mengampunimu?'" (QS. An-Nûr [24]:22)
Imam Ali
Zainul Abidin as. mendiktekan ucapan-ucapan tersebut kepada mereka;
ucapan-ucapan yang menghikayatkan kepasrahan dan keteguhannya memegang
tali Allah. Ia mendiktekan semua itu sambil menangis lantaran takut
kepada-Nya sembari berseru lirih: "Wahai Tuhan kami, Engkau telah
memerintahkan kami untuk memaafkan orang yang telah menzalimi kami. Kami
telah menzalimi diri kami sendiri. Kami telah memaafkan orang yang
telah menzalimi kami, seperti telah Engkau perintahkan. Oleh karena itu,
ampunilah kami, karena Engkau lebih utama untuk itu daripada kami
sendiri dan seluruh hamba yang telah mendapatkan perintah itu. Engkau
telah memerintahkan supaya kami jangan menolak peminta yang datang
mengetuk pintu rumah kami. Sekarang kami datang kepada-Mu dengan membawa
penuh permohonan. Kami telah bersimpuh di haribaan-Mu dan di depan
pintu-Mu. Kami memohon anugerah dan karunia-Mu. Oleh karena itu,
curahkanlah anugerah atas kami dan janganlah Kamu sia-siakan kami,
karena Engkau lebih utama untuk itu daripada kami sendiri dan daripada
seluruh hamba yang telah mendapatkan perintah itu. Ya Tuhanku, Engkaulah
pemilik karunia. Maka, curahkanlah karunia kepadaku ketika aku memohon
kepada-Mu. Dan Engkaulah penebar anugerah. Maka, masukkanlah kami ke
dalam golongan penerima karunia-Mu, wahai Dzat Pemberi karunia."
Setelah berkata demikian, ia menghadap ke arah mereka dengan wajah yang
dibasahi oleh air mata yang meleleh. Ia berkata dengan penuh santun dan
lemah lembut: "Aku telah memaafkanmu sekalian. Apakah kamu juga telah
memaafkanku? Jika aku pernah berbuat kesalahan, akulah pemilik kesalahan
yang zalim dan hamba Sang Raja Diraja Yang Maha Pemurah, Adil, nan
Pemberi karunia."
Jiwa malaikat agung apakah yang menghikayatkan spiritualitas dan karakteristik para nabi ini?
Para budak itu pun berkata: "Kami telah memaafkan Anda, wahai junjungan kami."
Lalu, ia berkata kepada mereka: "Ucapkanlah, 'Ya Allah, ampunilah Ali
bin Husain, sebagaimana ia telah memaafkan kami dan bebaskanlah ia dari
api neraka, sebagaimana ia telah membebaskan kami dari kebudakan.'"
Setelah mereka mengucapkan itu, ia menimpali: "Ya Allah, Tuhan semesta
alam, Amîn! Pergilah kamu semua. Aku telah memaafkan dan membebaskanmu
dari kebudakan, karena aku berharap Allah mengampuni dan membebaskanku
(dari api neraka)." Ketika hari raya Idul Fitri tiba, ia memberikan
hadiah yang berlimpah kepada mereka sehingga mereka tidak perlu
meminta-minta lagi dan merasa kecukupan.
Di dalam dunia kaum
bertakwa dan orang-orang saleh tidak pernah ditemukan seorang manusia
pun seperti imam yang agung ini, baik dalam wara', ketakwaan, maupun
ketaatan kepada Allah swt. Ia telah memenuhi seluruh relung kalbunya
dengan keimanan dan pengetahuan (yang sempurna) terhadap Allah.
Wasiat kepada Anak Keturunan
Imam Ali Zainul Abidin as. telah membekali putra putrinya dengan
wasiat-wasiat yang penuh dengan pendidikan. Seluruh wasiat itu adalah
hasil pengalamannya menjalani kehidupan ini dan dapat mereka jadikan
sebagai konsep dan prinsip hidup. Berikut ini adalah sebagian wasiatnya
tersebut:
1. Wasiat ini telah ia berikan kepada sebagian
anak-anaknya. Di dalam wasiat tersebut, ia memaparkan masalah sahabat
dan teman. Ia menekankan kepada mereka supaya menjauhi seluruh tipe
sahabat yang memiliki karakateristik buruk supaya karakteristik ini
tidak menular kepada teman-temannya. Ia berkata: "Hai anak-anakku,
camkanlah lima jenis manusia ini dan janganlah kamu mengadakan
persahabatan dan berbicara dengan mereka di jalan."
Anaknya bertanya: "Siapakah mereka itu?"
Imam Ali Zainul Abidin as. menjawab: "Janganlah kamu bersahabat dengan
seorang pembohong, karena ia bak fatamorgana. Ia akan mendekatkan
kepadamu sesuatu yang jauh dan menjauhkan darimu sesuatu yang dekat.
Janganlah kamu bersahabat dengan orang fasik, karena ia akan rela
menjualmu dengan harga sesuap nasi atau lebih sedikit dari itu.
Janganlah kamu bersahabat dengan orang kikir, karena ia akan menutupi
hartanya pada saat engkau sangat membutuhkannya. Janganlah kamu
bersahabat dengan orang yang tolol, karena ia akan mendatangkan mara
bahaya bagimu pada saat ia ingin mendatangkan manfaat bagimu. Dan
janganlah kamu bersahabat dengan orang yang memutus tali silaturahmi,
karena aku mendapatkannya terlaknat di dalam kitab Allah."
Bersahabat dengan mereka dapat mendatangkan kerugian dan kecelakaan,
serta bahaya. Alangkah banyaknya tipe orang-orang seperti ini, baik di
zaman dahulu maupun pada masa sekarang ini. Sebaliknya, alangkah
langkanya orang-orang suci dan bersih yang bersahabat dengan mereka
dapat mendatangkan manfaat.
2. Wasiat berharganya yang lain kepada anak-anaknya adalah berikut ini:
"Wahai anak-anakku, bersabarlah menghadapi malapetaka dan janganlah
menginjak-injak hak-hak (orang lain), serta janganlah kamu menerima
ajakan saudaramu untuk mengerjakan sesuatu yang bahayanya lebih besar
terhadap dirimu daripada manfaatnya."
Imam Zainul Abidin as.
berwasiat kepada anaknya untuk bersabar menghadapi malapetaka yang
sedang dihadapi dan tidak terhanyut oleh arusnya, karena hal ini dapat
mengokohkan jiwa dan mental. Di samping itu, ia juga berwasiat kepadanya
untuk tidak menginjak-injak hak-hak orang lain, karena hal itu lebih
dapat menjamin keselamatan seseorang dari permusuhan dan pembalasan
orang itu. Tidak lupa, ia juga berwasiat kepadanya untuk tidak menerima
ajakan seorang sahabat untuk melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan
kerugian dan bahaya.
Doa untuk Anak Keturunan
Doa Imam Ali Zainul Abidin as. untuk anak-anaknya menggambarkan
keagungan dan kemuliaan yang tiada tara. Seluruh doa itu menghikayatkan
tata caranya menghadapi mereka dan ketinggian adab atau akhlak mulia
yang ia harapkan untuk mereka.
Marilah kita simak bersama peninggalan metode pendidikan Islam yang sangat tinggi nan agung ini.
Imam Zainul Abidin as. berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah
tidak meridaimu untukku. Maka, Dia mewasiatkanmu kepadaku. Dan Dia
meridaiku untukmu. Maka, Dia memberikan peringatan kepadaku tentang
dirimu. Ketahuilah, sebaik-baik seorang ayah untuk anak-anaknya adalah
ayah yang tidak dipengaruhi oleh rasa cinta untuk mencintai anaknya
secara berlebihan. Dan sebaik-baik anak untuk seorang ayah adalah anak
yang kesalahan orang tuanya tidak membuat ia durhaka terhadap ayahnya."
Frase-frase ucapan Imam Zainul Abidin as. ini menghikayatkan sampai di
mana tata caranya dalam mendidik anak-anaknya. Metode pendidikannya
berdiri di atas tonggak pembenahan yang universal dan menyeluruh, serta
penyucian jiwa secara mutlak. Ia selalu berdoa untuk mereka berikut ini:
a. Supaya Allah menganugerahkan kesehatan tubuh, agama, dan akhlak yang sempurna kepada mereka.
b. Supaya Allah menyehatkan jiwa dan roh mereka, dan hal itu dengan
cara menyucikan jiwa tersebut dari segala kehinaan dan dosa.
c.
Supaya Allah melapangkan rezeki-Nya dan tidak menimpakan pahitnya
kemiskinan kepada mereka, karena kemiskinan adalah sebuah bencana yang
sangat menyedihkan.
d. Supaya Allah menganugerahkan petunjuk kepada
mereka untuk menggapai keridaan-Nya sehingga mereka bergegas mengerjakan
kebaikan dan melaksanakan segala perintah-Nya.
e. Supaya Allah mencintakan para wali-Nya dan membencikan para musuh-Nya kepada mereka.
Semua itu adalah faktor-faktor yang dapat mengokohkan keharmonisan dan
keserasian sebuah keluarga. Jika seorang anak telah terdidik dengan
prinsip etika yang tinggi semacam ini, pasti ia menjadi buah mata
ayahnya.
Hikmah dan Ajaran
Imam Ali Zainul
Abidin as. telah memaparkan banyak hikmah berharga dan ajaran-ajaran
yang sangat mulia. Semua itu muncul dari pengetahuannya yang sempurna
dan dalam terhadap realita kehidupan, unsur-unsur sosialnya, dan kondisi
masyarakat manusia. Berikut ini sebagian hadisnya berkenaan dengan hal
ini:
Karakteristik yang Tinggi
Imam
Zainul Abidin as. pernah memaparkan sebagian karakter tinggi yang harus
dimiliki oleh seorang muslim dan dapat menyempurnakan keislamannya. Ia
berkata: "Barang siapa yang memiliki empat hal ini, niscaya Islamnya
telah sempurna, dosa-dosanya akan dihapus, dan ia akan berjumpa dengan
Tuhannya sedangkan Dia rida terhadapnya: orang yang menepati janjinya
kepada orang lain karena Allah, orang yang lidahnya jujur terhadap orang
lain, orang yang merasa malu terhadap segala keburukan, baik di hadapan
Allah maupun di hadapan manusia, dan orang yang beretika baik terhadap
keluarganya."
Orang yang telah memiliki karakter-karakter ini
adalah mukmin sejati; imannya telah sempurna dan ia akan berjumpa dengan
Allah, sedangkan Dia rida terhadapnya.
Tanda-Tanda Orang Mukmin
Imam Ali Zainul Abidin as. pernah berkata: "Tanda-tanda seorang mukmin adalah lima hal."
Thâwûs Al-Yamânî bertanya: "Wahai putra Rasulullah, apakah tanda-tanda itu?"
Imam Zainul Abidin as. menjawab: "Wara' ketika sendirian, bersedekah
pada saat kekurangan, sabar menghadapi musibah, tabah pada saat marah,
dan bersedekah pada saat takut."
Kelima karakter ini menunjukkan
bahwa penyandangnya adalah orang mukmin dan termasuk hamba Allah yang
hatinya dipenuhi oleh ketakwaan.
Tutur Kata yang Baik
Imam Ali Zainul Abidin as. senantiasa mengajak para sahabatnya untuk
bertutur kata yang baik terhadap orang lain, dan ia menjelaskan
manfaat-manfaat tutur kata yang baik itu. Ia berkata: "Tutur kata yang
baik dapat menumbuhkan harta, melapangkan rezeki, menunda ajal, membawa
kecintaan kepada keluarga, dan memasukkan (kita) ke dalam surga ...."
Pesannya di atas menjelaskan manfaat-manfaat tutur kata yang baik. Di antaranya adalah berikut ini:
a. Tutur kata yang baik dapat menyebabkan harta mengalir dan rezeki
lapang. Hal itu nampak jelas bagi para ahli bisnis dan pedagang.
Masyarakat hanya akan melakukan transaksi jual beli dengan pedagang yang
menghadapi mereka dengan tutur kata dan ucapan yang baik. Dan sangat
lumrah sekali bahwa tutur kata yang baik ini pasti dapat mendatangkan
in-come yang melimpah bagi pedagang itu. Sebaliknya, naluri masyarakat
sangat membenci orang yang bertutur kata buruk dan berakhlak jelek,
suatu tindakan yang dapat menyebabkan barang dagangannya tidak laku dan
rezekinya macet.
b. Tutur kata yang baik dapat menunda ajal. Hal ini
terjadi pada saat ia menyingkirkan sebuah kezaliman dari wajah seorang
mukmin atau mendatangkan manfaat baginya. Oleh karena itu, Allah pasti
membalas pemilik tutur kata yang baik itu dengan menambah usianya di
dunia dan menganugerahkan pahala yang besar di akhirat.
c. Tutur
kata yang baik dapat menjadikan penuturnya dimuliakan dan dicintai oleh
keluarga dan masyarakat. Hal itu lantaran setiap naluri akan memihak
kepada orang yang memiliki tutur kata yang baik.
d. Tutur kata yang
baik dapat menyebabkan kita masuk surga. Hal ini ketika tutur kata yang
baik itu dapat mendamaikan dua saudara yang sedang bertengkar dan
melakukan amar makruh dan nahi mungkar.
Penyelamat Mukmin
Ketika menuturkan hal-hal yang dapat menyelamatkan seorang mukmin, Imam
Ali Zainul Abidin as. berkata: "Ada tiga hal yang dapat menyelamatkan
seorang mukmin: menahan lisan dari membicarakan dan menggunjing orang
lain, menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan
akhiratnya, dan menangis panjang (menyesali) kesalahannya."
Syahadah
Begitulah Imam Ali Zainul Abidin as. adalah seorang figur yang tak ada
duanya dalam sulûk, ibadah, dan seluruh perbuatan baik. Ia telah
berhasil menempati lubuk hati dan naluri masyarakat luas. Mereka sangat
mengagungkannya. Realita ini sangat pahit bagi Bani Umayyah yang hati
mereka telah dipenuhi oleh rasa iri dengki terhadap Ahlul Bait as. Salah
seorang yang sangat dengki terhadapnya adalah Walîd bin Abdul Malik.
Az-Zuhrî meriwayatkan bahwa Walîd pernah berkata: "Aku tidak pernah
tenang selama Ali bin Husain masih hidup di dunia ini." Ketika berhasil
memegang tampuk kekuasaan, ia mengambil keputusan untuk membunuhnya.
Oleh karena itu, ia membubuhkan racun membunuh ke dalam makanannya
melalui perantara gubernurnya untuk Yatsrib. Ketika Imam Zainul Abidin
as. memakan makanan tersebut, tidak lama ia bertahan dan ajal pun datang
menjemputnya. Hal itu lantaran tubuhnya sudah lemah karena banyak
beribadah. Ucapan terakhir yang ia ucapkan adalah: "Segala puji bagi
Allah yang telah membenarkan janji-Nya untuk kita dan mewariskan surga
kepada kita. Kita bertempat tinggal di dalamnya di manapun kita
kehendaki. Semua itu adalah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang
bertindak."
Roh Imam Zainul Abidin as. yang agung terbang menuju surga yang abadi setelah berhasil menerangi cakrawala dunia ini.
Salam atasnya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meneguk cawan syahadah, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.
Catatan Kaki:
Ash-Shirâth As-Sawî fi Manâqib ?l An-Nabi saw., hal. 192.
Tahdzîb At-Tahdzîb, jilid 7, hal. 306; Syadzarât Adz-Dzahab, jilid 1,
hal. 104. Di dalam buku ini ditegaskan: "Imam Ali disebut Zainul Abidin
lantaran ibadahnya yang sangat banyak."
Shubh Al-A'syâ, jilid 1,
hal. 452; Bahr Al-Ansâb, lembaran ke-25; Tuhfah Ar-Râghib, hal. 13;
Al-Adhdâd fi Kalâm Al-'Arab, jilid 1, hal. 129; Tsimâr Al-Qulûb, hal.
291. Di dalam buku ini ditegaskan: "Ali bin Husain dan Ali bin Abdillah
bin Abbas masing-masing mendapatkan julukan Dzuts Tsafanât. Hal itu
lantaran anggota-anggota sujud mereka mengeras seperti lutut unta. Dan
itu dikarenakan salat mereka yang tak terhingga."
'Ilal Asy-Syarâ'i', hal. 88; Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 6; Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 977.
'Ilal Asy-Syarâ'i', hal. 88.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 977; 'Ilal Asy-Syarâ'i', hal. 88.
Al-Fushûl Al-Muhimmah, karya Ibn Ash-Shabbagh, hal. 187; Bahr Al-Ansâb, lembaran ke-25; Nûr Al-Abshâr, hal. 137.
Al-Kâmil, karya Al-Mubarrad, jilid 1, hal. 222; Wafayât Al-A'yân, jilid 2, hal. 429.
Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 3, hal. 46.
Tahdzîb Al-Akhlâq, hal. 19.
Târîkh Dimasyq, jilid 36, hal. 155; Nihâyah Al-Arab, jilid 21, hal.
326. Ayat tersebut terdapat di dalam surah Ali 'Imran, ayat 134.
( ) Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 96.
Gelar ini diberikan oleh Khalifah Kedua kepada Mu'âwiyah.
Al-Imam Zainul Abidin, karya Al-Muqarram, hal. 19.
Hilyah Al-Awliyâ', jilid 3, hal. 138.
Ad-Durr An-Nazhîm, hal. 173.
Al-Imam Zaid, karya Abu Zuhrah, hal. 34.
Nâsikh At-Tawârîkh, jilid 1, hal. 13.
Amâlî Ash-Shadûq, hal. 453.
Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 9, hal. 105; Siyar A'lâm An-Nubalâ',
jilid 4, hal. 239; Târîkh Al-Islam, jilid 2, hal. 266; Al-Hilyah, jilid
3, hal. 141.
Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 3, hal. 6.
Tahdzîb Al-Lughât wa Al-Asmâ', hal. 343.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 88.
Al-Hilyah, jilid 3, hal. 137.
Shafwah Ah-Shafwah, jilid 2, hal. 53.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 62.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 62. Mirip dengan kandungan riwayat
tersebut, riwayat yang terdapat dalam buku Dâ'irah Al-Ma'ârif, karya
Al-Bustânî, jilid 9, hal. 355.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 6, hal. 138.
Al-Kâfî, jilid 4, hal. 15.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 6, hal. 296.
Târîkh Dimasyq, jilid 36, hal. 161.
Nâsikh At-Tawârîkh, jilid 1, hal. 67.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 89.
Al-Mahâsin, karya Al-Barqi, hal. 547; Furû' Al-Kâfî, jilid 6, hal. 350.
Khulâshah Tahdzîb Al-Kamâl, hal. 231; Al-Hilyah, jilid 3, hal. 140;
Jamharah Al-Awliyâ', jilid 2, hal. 71; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid
9, hal. 105; Ath-Thabaqât, karya Ibn Sa'd, jilid 5, hal. 19.
Tadzkirah Al-Huffâzh, jilid 1, hal. 75; Akhbâr Ad-Duwal, hal. 110; Nihâyah Al-Arab fi Funûn Al-Adab, jilid 21, hal. 326.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 89.
Ibid., hal. 100.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 54; Al-Ithâf bi Hubb Al-Asyrâf, hal. 49.
Al-Aghânî, jilid 15, hal. 326.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 62.
Ibid.
Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 3, hal. 45.
Adz-Dzarî'ah fi Tashânîf Asy-Syi'ah, jilid 15, hal. 18.
Tafsir Al-'Askarî, hal. 132.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 53; Syadzarât Adz-Dzahab, jilid 1,
hal. 105; Al-Hilyah, jilid 3, hal. 134; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid
9, hal. 105; Durar Al-Abkâr, lembaran ke-70.
Al-Kawâkib Ad-Durriyah, jilid 2, hal. 139.
Al-Khishâl, hal. 488.
Durar Al-Abkâr, lembaran ke-70; Nihâyah Al-Arab, jilid 21, hal. 326;
Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 4, hal. 238; Al-Ithâf bi Hubb Al-Asyrâf,
hal. 49; Akhbâr Ad-Duwal, hal. 109.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 53.
Wasîlah Al-Ma'âl, lembaran ke-207; Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 4,
hal. 38; Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 52; Hilyah Al-Awliyâ', jilid
3, hal. 132; Al-'Iqd Al-Farîd, jilid 3, hal. 103.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 58.
Ibid., hal. 108.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 685.
Tahdzîb Al-Ahkâm, jilid 2, hal. 286; Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 79.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 108.
'Ilal Asy-Syarâ'i', hal. 88; Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 61; Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 688.
Akhbâr Ad-Duwal, hal. 110; Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 99.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 52; Al-Muntazhim 6, lembaran ke-141;
Nihâyah Al-Arab, jilid 21, hal. 325; Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 4,
hal. 238.
Ar-Risâlah Al-Qusyairiyah, jilid 1, hal. 214.
Tahdzîb
At-Tahdzîb, jilid 7, hal. 307; Nûr Al-Abshâr, hal. 136; Al-Ithâf bi Hubb
Al-Asyrâf, hal. 49; Tadzkirah Al-Huffâzh, jilid 1, hal. 71; Syadzarât
Adz-Dzahab, jilid 1, hal. 104; Al-Fushûl Al-Muhimmah, hal. 188; Akhbâr
Ad-Duwal, hal. 110; Târîkh Dimasyq, jilid 36, hal. 151; Ash-Shirâth
As-Sawi, lembaran ke-193; Iqâmah Al-Hujjah, hal. 171; Al-'Ibar fi Khabar
Man Ghabar, jilid 1, hal. 111; Dâ'irah Al-Ma'ârif, karya Al-Bustani,
jilid 9, hal. 355; Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 3, hal. 45; Al-Muntazhim 6,
lembaran ke-143; Târîkh Al-Islam, karya Adz-Dzahabî; Al-Kawâkib
Ad-Durriyah, jilid 2, hal. 131; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 9, hal.
105.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 61; Al-Khishâl, hal. 487.
Al-Khishâl, hal. 488.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 53.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 981.
Ibid., hal. 1079.
Ad-Da'awât, karya Quthb Ar-Râwandi, hal. 34.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 53; Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, hal. 263.
Ash-Shahîfah As-Sajjâdiyah, doa ke-32.
Fî Zhilâl Al-Qur'an, jilid 17, hal. 16.
Hayâh Al-Imam Ali bin Al-Husain as., jilid 1, hal. 200-201.
Bihâr Al-Anwâr, jilid 46, hal. 91.
Hayâh Al-Imam Ali Zainul Abidin as., jilid 1, hal. 201-202.
Ibid., hal. 209-211.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 279; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 9, hal. 106.
Al-Bayân wa At-Tibyân, jilid 2, hal. 76; Al-'Iqd Al-Farîd, jilid 3, hal. 88.
Al-'Iqd Al-Farîd, jilid 3, hal. 89.
Al-Khishâl, hal. 203.
Ibid., hal. 245.
Wasâ'il Asy-Syi'ah, jilid 5, hal. 531; Al-Khishâl, hal. 289.
Ad-Durr An-Nazhîm, hal. 174.
Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Baqir as., jilid 1, hal. 51.
Nûr Al-Abshâr, hal. 129; Al-Fushûl Al-Muhimmah, karya Ibn Al-Bustânî,
hal. 233; Al-Ithâf bi Hubb Al-Asyrâf, hal. 52; Ash-Shawâ'iq Al-Muhriqah,
hal. 53; Jadwal Al-Mishbâh, karya Al-Kaf'amî, hal. 276.
Al-Khishâl, hal. 185; Al-Amâlî, hal. 161.
IMAM MUHAMMAD Al-BAQIR
Imam Muhammad Al-Bâqir as. adalah salah satu tonggak para imam Ahlul
Bait as. yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk merealisasikan
risalah-Nya dan mengistimewakan mereka dengan menjadi washî Nabi-Nya.
Imam yang satu ini telah melakukan peran positif dan isitimewa dalam
mewujudkan kultur Islam dan membangun gebrakan ilmiah di seantero dunia
Islam. Dan hal ini terwujud pada saat stagnansi intelektual telah
mendominasi seluruh penjuru negara Islam dan tidak pernah terjadi sebuah
revolusi ilmiah pada periode itu. Ya, pada masa itu umat (Islam) telah
menyaksikan banyak revolusi yang terjadi silih berganti dan
pemberontakan-pemberontakan massa yang sumber utama penyulutnya-pada
satu kesempatan-adalah keinginan untuk membebaskan diri dari kezaliman
dan kelaliman para penguasa dinasti Bani Umayyah dan-pada kesempatan
yang lain-rasa tamak untuk berkuasa dan menguasai kekayaan negara. Dalam
pada itu, semangat revolusi ilmiah telah dilupakan secara total dan
tidak pernah mendapatkan perhatian sedikit pun dalam gemercik kehidupan
masyarakat umum.
Imam Muhammad Al-Bâqir as. menjadikan gebrakan
ilmiah sebagai tujuan langkahnya. Ia mengangkat menaranya, menegakkan
pilar-pilarnya, dan membentuk pondasi-pondasinya. Dengan demikian, ia
adalah pemimpin dan pengajar umat ini dalam meniti perjalanan
kebudayaannya. Ia telah berhasil membuka langkah-langkah yang luas dalam
bidang ilmu pengetahuan. Di antara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang
telah berhasil ia buka pada masa itu adalah ilmu ruang angkasa dan
astronomi-yang pada masa itu masih merupakan ilmu pengetahuan yang masih
misterius. Ia adalah founder bidang ilmu pengetahuan ini.
Di
antara ilmu-ilmu pengetahuan terpenting yang telah mendapatkan perhatian
(khusus) Imam Muhammad Al-Bâqir as. adalah penyebaran ilmu Fiqih Islam
yang bermuara dari (ajaran) Ahlul Bait as. dan memuat ruh dan substansi
agama Islam. Ia telah berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkan ilmu
yang satu ini dan menegakkan tonggak dan pondasi-pondasinya. Para fuqaha
tersohor dan kenamaan berkumpul di sekeliling (lilin)nya, seperti Abân
bin Taghlib, Muhammad bin Muslim, Buraid, Abu Bashîr, Fadhl bin Yasâr,
Ma'rûf bin Khurbuz, Zurârah bin A'yun, dan lain-lainnya-yang para perawi
hadis sepakat untuk membenarkan mereka dan mengakui kejeniusan mereka,
serta keutamaan menulis hadis-hadis Ahlul Bait as. telah dimiliki oleh
para fuqaha tersebut. Seandainya mereka tidak ada, niscaya harta
peninggalan ilmu Fiqih-yang menjadi kebanggaan dunia Islam-tersebut akan
musnah tak berbekas.
Sesuatu yang menjadi kebanggaan dan kemuliaan
dalam sejarah hidup imam yang satu ini adalah, bahwa ia telah berhasil
mendidik para fuqaha tersebut seperti putra-putranya sendiri. Ia
menyiarkan keutamaan mereka secara terang-terangan, memperkuat pusat
kegiatan mereka, dan menyuruh seluruh umat untuk mengikuti pendapat dan
fatwa-fatwa mereka. Ia pernah berkata kepada Abân bin Taghlib: "Duduklah
di masjid Madinah dan berikanlah fatwa kepada masyarakat. Karena, aku
ingin ada salah seorang sepertimu di kalangan Syi'ahku yang dikenal
...."
Imam Muhammad Al-Bâqir as. menjamin nafkah kehidupan para
fuqaha tersebut dan mencukupi segala kebutuhan ekonomi mereka supaya
mereka dapat meMûsâtkan konsentrasi untuk menimba ilmu, menegakkan
tonggak-tonggaknya, dan menyusun pondasi-pondasinya. Ketika ia harus
meninggalkan dunia ini, ia berwasiat kepada putranya, Imam Ja'far
Ash-Shâdiq as. untuk memperhatikan dan menjamin nafkah kehidupan mereka
supaya mereka tidak disibukkan oleh kebutuhan ekonomi sehingga mereka
tidak terhambat untuk meneruskan menimba ilmu dan menyebarkannya di
tengah-tengah masyarakat.
Para fuqaha ini telah melaksanakan peran
mereka dengan membukukan segala hadis yang telah mereka dengarkan dari
Imam as. dan mengajarkannya kepada delegasi-delegasi ilmiah (yang datang
ke kota mereka). Salah seorang murid ia yang bernama Jâbir bin Yazîd
Al-Ju'fî telah meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis darinya. Mayoritas
hadis yang telah diriwayatkannya itu berkisar pada bidang ilmu Fiqih.
Sebagaimana murid lain ia yang bernama Abân bin Taghlib telah
meriwayatkan banyak hadis yang tak terkira jumlahnya. Buku-buku
referensi Hadis dan Fiqih telah memuat banyak hukum yang berhubungan
dengan masalah ibadah, akad, dan îqâ' yang telah diriwayatkan darinya.
Atas dasar ini, sudah selayaknya apabila ia disebut sebagai pendiri dan
penyebar Fiqih Ahlul Bait as.
Berkenaan dengan bidang ilmu Tafsir
Al-Qur'an, Imam Muhammad Al-Bâqir as. telah memberikan perhatian yang
sangat serius. Ia mengkhususkan waktu khusus untuk itu. Para mufasir
telah banyak belajar darinya. Mereka telah membukukan hadis-hadis yang
telah diriwayatkan dari nenek moyangnya tentang tafsir sebagian
ayat-ayat kitab yang mulia ini. Ia pernah menulis sebuah buku khusus
tentang tafsir Al-Qur'an. Buku ini diriwayatkan oleh Ziyâd bin Mundzir,
tokoh utama aliran Al-Jârudiyyah. Dalam buku kami yang berjudul Hayâh
Al-Imam Muhammad Al-Bâqir as. (Biografi Imam Muhammad Al-Bâqir), kami
telah memaparkan beberapa ayat telah ditafsirkan olehnya sendiri.
Dalam sebagian hadis-hadisnya, Imam Muhammad Al-Bâqir as. memaparkan
sejarah hidup para nabi as. dan tekanan-tekanan yang telah menimpa
mereka dari para Fir'aun pada masa mereka, serta hikmah, nasihat, dan
adab sopan santun yang pernah diriwayatkan dari mereka. Sebagaimana juga
ia menjelaskan secara sempurna sejarah kehidupan Nabi saw. seperti
telah diriwayatkan oleh Ibn Hisyâm, Al-Wâqidî, Al-Halabî, dan para
penulis sejarah dan kisah-kisah peperangannya yang lain. Di samping itu,
banyak juga hadis dan riwayat yang telah diriwayatkan darinya tentang
etika, akhlak, dan amal-amal yang bajik.
Layak disebutkan di sini
bahwa Imam Muhammad Al-Bâqir as. pernah mengadakan dialog dengan
beberapa tokoh dan ulama dari kalangan pengikut agama Kristen, Azâriqah,
kaum Ateis, dan para Ghulat. Ia keluar sebagai pemenang dalam dialog
tersebut. Para lawan mengakui kemampuan ilmiah dan keunggulannya atas
diri mereka. Kami telah menyebutkan kisah ini dalam buku kami, Hayâh
Al-Imam Muhammad Al-Bâqir as.
Ala kulli hal, sejarah tidak pernah
mengenal seorang imam dan pemimpin seperti Muhammad Al-Bâqir as. Ia
telah mewakafkan seluruh hidupnya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan
menebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Ia-seperti diakui oleh para
perawi hadis-telah mendirikan sekolahnya yang agung di Yatsrib (Madinah
Al-Munawarah sekarang-pen.). Sekolah ini telah berhasil membekali para
ilmuwan dengan ilmu Fiqih, Hadis, Filsafat, Teologi, dan Tafsir
Al-Qur'an.
Suatu tindakan yang sangat penting dalam sejarah
kehidupan Imam Abu Ja'far as. ini adalah ia telah berhasil membebaskan
mata uang Islam dari dominasi Imperium Romawi. Mata uang Islam ini
sebelumnya dicetak di dalam negara Imperium Romawi dan memuat
syiar-syiarnya. Faktor yang memaksa Imam Al-Bâqir untuk bertindak
demikian-seperti diceritakan oleh para perawi hadis-adalah sebagai
berikut:
Abdul Malik melihat secarik mata uang kertas yang telah
dicetak di Mesir. Ia memerintahkan supaya (tulisan yang terdapat di
atas) mata uang itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Terjemahan
tulisan itu memuat syiar agama Kristen "Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan
Ruhul Kudus". Ia menolak sikap ini. Lantas, ia menulis sepucuk surat
kepada gubernurnya di Mesir, Abdul Aziz bin Marwan supaya menon-aktifkan
seluruh mata uang itu. Sebagai gantinya, mata uang yang ada hendaknya
dibubuhi syiar Tauhid "Tiada tuhan selain Dia". Ia juga menulis surat
keputusan resmi kepada seluruh gubernur wilayah kekuasaannya untuk
membatalkan setiap mata uang kertas yang telah dibubuhi stempel Imperium
Romawi dan menyiksa setiap orang yang ditemukan memiliki mata uang
tersebut. Para juru tulis negara menulis surat keputusan resmi negara
tersebut dan surat-surat resmi itu tersebar di seantero negara Islam.
Raja Imperium Romawi bak kebakaran jenggot ketika mengetahui hal itu.
Ia menulis surat kepada Abdul Malik memohon supaya mata uang yang telah
dicetak itu difungsikan kembali. Ia menyertakan hadiah (yang berlimpah)
dengan suratnya itu. Ketika surat itu sampai di tangan Abdul Malik, ia
memerintahkan supaya hadiah itu dikembalikan dan ia juga tidak menjawab
suratnya. Raja Romawi melipatgandakan hadiahnya, dan menulis surat
kepadanya untuk yang kedua kali seraya memohon supaya mata uang-mata
uang kertas itu difungsikan kembali. Abdul Malik tidak menjawab suratnya
dan mengembalikan hadiah tersebut. Kali ini, Raja Romawi menulis surat
kepadanya seraya mengancam untuk membubuhkan celaan terhadap Rasulullah
saw. di atas mata uang dinar dan dirham. Abdul Malik pun merasa
ketakutan. Ia mengumpulkan seluruh orang-orang dekatnya dan menceritakan
ancaman Raja Romawi tersebut.
Ruh bin Zanba' berkata: "Sesungguhnya
engkau mengetahui jalan keluar dari problema ini. Akan tetapi, engkau
sengaja tidak menghiraukannya."
Abdul Malik bertanya: "Celaka engkau! Apakah itu?"
Ia menjawab: "Hendaknya engkau meminta pendapat Al-Bâqir dari Ahlul Bait Nabi saw."
Abdul Malik menerima usulannya. Ia menulis surat kepada gubernurnya
untuk Yatsrib supaya menghadirkan Imam Al-Bâqir as. ke istananya dan
memperlakukannya dengan segala hormat. Ia juga memerintahkan supaya
gubernur Yatsrib menyiapkan perlengkapan dan keperluan perjalanan ia
dengan biaya sebesar seratus ribu dirham dan membekali ia dengan nafkah
sebesar tiga ratus ribu dirham. Gubernur Yatsrib melaksanakan segala
titak Abdul Malik.
Imam Muhammad Al-Bâqir as. keluar dari Madinah
menuju Damaskus. Ketika sampai di Damaskus, ia disambut oleh Abdul Malik
dengan penyambutan resmi negara dan memperlakukannya dengan penuh
hormat. Setelah itu, ia menceritakan problema negara yang sedang
dihadapinya.
Imam Al-Bâqir as. berkata kepadanya: "Jangan sampai
problema ini memberatkanmu. Karena problema ini tidak seberapa beratnya
dari dua sisi: pertama, sesungguhnya Allah 'Azza Wajalla tidak akan
membiarkan ancaman yang telah dilontarkan oleh Raja Romawi itu, dan
kedua, karena masih ada jalan keluar dan solusi untuk itu."
Abdul Malik bergegas bertanya: "Apakah jalan keluar dan solusi itu?"
Imam Muhammad Al-Bâqir as. menjawab: "Pada saat ini juga, panggilah
ahli-ahli pencetak uangmu. Perintahkanlah mereka untuk mencetak mata
uang dinar dan dirham di hadapanmu. Bubuhkanlah surah Tauhid di satu
sisi mata uang itu dan nama Rasulullah saw. di sisi mata uang yang lain.
Tuliskanlah negara tempat mata uang itu dicetak dan tahun pencetakannya
di pinggiran mata uang dirham dan dinar tersebut."
Imam Muhammad
Al-Bâqir as. mengajarkan kepadanya bagaimana mata uang itu harus
dicetak. Setelah itu usai, ia memerintahkan supaya seluruh transaksi di
seluruh antero negara Islam dilakukan dengan menggunakan mata uang
tersebut. Di samping itu, ia juga memerintahkan supaya mata uang pertama
yang pernah berlaku supaya dibatalkan dan orang-orang yang masih
menggunakan dalam suatu transaksi supaya dihukum sekeras-kerasnya. Abdul
Malik menyetujui keputusan Imam Al-Bâqir tersebut.
Ketika Raja
Romawi mengetahui hal itu, ia menjadi lemah lunglai dan segala usahanya
sia-sia bak diterpa angin topan. Mata uang pertama yang pernah berlaku
pun dibatalkan dan seluruh transaksi dilakukan dengan menggunakan mata
uang yang telah ditentukan oleh Imam Al-Bâqir as. itu. Mata uang ini
terus berlaku aktif hingga masa kekuasaan dinasti Bani Abbâsiyah.
Dunia Islam telah berutang budi kepada Imam Abu Ja'far as. lantaran
tindakannya telah menyelamatkannya dari mengekor kepada mata uang
Imperium Romawi dan menjadikan negara ini independen berdiri sendiri.
Akhirnya, mata uangnya bisa dicetak di dalam negeri muslimin dan memuat
syiar-syiar Islami.
Sebelum kami menutup lembaran halaman sejarah
kehidupan Imam Abu Ja'far Al-Bâqir as., kami ingin memaparkan sebagian
karakter dan etikanya yang telah menjadikan kebanggaan dan kemuliaan
tersendiri bagi dunia Islam.
Kesabaran (Al-Hilm)
Kesabaran adalah karakter dan akhlak Imam Abu Ja'far as. yang paling
nyata. Para penulis biografinya sepakat bahwa ia tidak pernah berbuat
jelek terhadap orang yang telah menzalimi dan melaliminya. Tetapi,
sebaliknya ia malah memperlakukannya dengan penuh maaf dan kebajikan.
Para ahli sejarah telah meriwayatkan gambaran yang beraneka ragam
tentang kesabarannya ini.
Di antara manifestasi kesabaran Imam Muhammad Al-Bâqir as. adalah kisah berikut ini:
Ada seorang penduduk Syam yang sering menghadiri majelis pertemuan Imam
Al-Bâqir dan mendengarkan ceramah-ceramahnya dengan seksama. Ia merasa
tertarik dengan seluruh ucapan Imam Al-Bâqir. Pada suatu hari, ia
menghadap kepada Imam Al-Bâqir dengan wajah yang masam seraya berkata:
"Hai Muhammad, aku selalu menghadiri majelismu bukan lantaran aku
mencintaimu dan juga bukan karena keyakinanku bahwa ada orang lain yang
lebih kubenci dari kamu sekalian, Ahlul Bait. Aku meyakini bahwa
ketaatan kepada Allah dan Amirul Mukminin tersembunyi di dalam kebencian
kepadamu. Akan tetapi, aku (selalu mendatangi majelismu) lantaran aku
melihat engkau adalah seorang yang fasih berbicara. Engkau memiliki adab
sopan santun dan ucapan-ucapan yang indah menawan. Aku sering
mengunjungimu hanya karena sopan santunmu."
Imam Al-Bâqir as.
menoleh kepadanya dengan penuh kasih sayang dan kelemah-lembutan. Ia
menghadap kepadanya dengan penuh kecintaan dan kebajikan. Ia mencurahkan
segala kebajikan dan kebaikan kepadanya sehingga orang Syam itu menjadi
berpikiran lurus dan kebenaran menjadi nyata baginya. Kebenciannya
kepada Imam Al-Bâqir as. telah berubah menjadi kecintaan yang kokoh
kepadanya. Orang Syam itu senantiasa berpegang teguh kepada kecintaan
tersebut sehingga ajal menjemputnya. Ia berwasiat supaya Imam Al-Bâqir
as. menyalati jenazah dirinya.
Imam Muhammad Al-Bâqir as. telah
mewarisi kakeknya, Rasulullah saw., untuk karakter ini. Dengan
ketinggian akhlaknya, Rasulullah saw. telah berhasil mempersatukan
hati-hati yang berbeda, menyatukan berbagai naluri yang beraneka ragam,
dan mengumpulkan umat manusia dalam kalimat Tauhid.
Ketabahan (Ash-Shabr)
Ketabahan atas seluruh cobaan dan musibah dunia adalah salah satu unsur
kepribadian dan substansi diri Imam Al-Bâqir as. Ia tabah menghadapi
musibah yang lebih pedih dari sayatan pedang. Ia tabah menghadapi
pelecehan penguasa terhadap nenek moyangnya dan cercaan atas mereka di
atas mimbar-mimbar masjid, sedangkan ia mendengar semua itu dan tidak
memungkinkan baginya untuk angkat bicara. Ia pun tabah menghadapinya dan
memendam amarah, serta menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah swt.,
karena Dia-lah yang akan menghukumi seluruh hamba-Nya dengan benar.
Di antara ujian-ujian berat yang telah dilalui oleh Imam Al-Bâqir as.
dengan penuh ketabahan adalah pembantaian mengerikan yang telah
dilakukan oleh penguasa terhadap para pengikut Ahlul Bait as. Ada
sebagian mereka yang dicongkel matanya, ada yang dipotong tangannya, dan
ada juga yang dibunuh hanya dengan sekedar tuduhan belaka. Sementara
itu, ia tidak memiliki kemampuan untuk menolong dan menyelamatkan mereka
dari seluruh musibah dan cobaan yang sedang mereka hadapi itu.
Di antara contoh-contoh ketabahan Imam Al-Bâqir as. adalah dua kisah berikut ini:
(Pertama), pada suatu hari ia sedang duduk-duduk bersama para
sahabatnya. Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan dari dalam rumah.
Sebagian sahabat bergegas menuju ke dalam rumah. Lalu, ia membisikkan
kepadanya bahwa seorang sahayanya sedang menggendong seorang bayi dan
bayi itu jatuh dari gendongannya. Bayi itu meninggal dunia seketika itu
juga.
Imam Al-Bâqir as. berseru: "Segala puji bagi Allah atas
segala pemberian-Nya, dan hanya bagi-Nyalah apa yang telah diambil
oleh-Nya. Cegahlah mereka dari menangis, siapkanlah acara pemakamannya,
dan mintalah kepada mereka untuk tenang. Katakanlah kepada sahaya itu,
'Engkau telah bebas karena Allah, lantaran wara' yang ada dalam
dirimu.'"
Setelah berkata demikian, Imam Al-Bâqir as. melanjutkan
pembicaraan dengan para sahabatnya. Seorang budaknya menghadap seraya
berkata: "Kami telah selesai mempersiapkan acara pemakamannya." Imam
Al-Bâqir memberitahukan kepada para sahabat tentang hal itu dan
memerintahkan mereka supaya menyalati, lalu menguburkannya.
(Kedua), Imam Al-Bâqir pernah memiliki seorang anak yang sangat ia
cintai. Anak itu jatuh sakit. Ia sangat sedih atas penyakit yang telah
menimpanya. Akhirnya, anak itu pun meninggal dunia. Ia menghadapi semua
itu dengan tenang dan tabah. Para sahabat berkata: "Wahai putra
Rasulullah, kami khawatir terhadap diri Anda."
Imam Al-Bâqir as.
menjawab mereka dengan segala ketenangan dan keridaan atas ketentuan
Ilahi sembari berkata: "Sesungguhnya kami memohon kepada Allah atas
segala sesuatu yang Dia cintai. Jika ternyata terjadi apa yang kami
tidak kami sukai, kami tidak akan pernah menentang Allah atas segala
sesuatu yang Dia cintai."
Imam Al-Bâqir as. telah mempersenjatai
diri dengan ketabahan dan menghadapi seluruh musibah dunia ini dengan
keimanan yang kokoh tanpa rasa penyesalan dan kebosanan hanya dengan
mengharap pahala dari Allah swt. semata.
Kasih Sayang kepada Fakir Miskin
Di antara akhlak Imam Al-Bâqir as. yang tinggi adalah ia senantiasa
berbuat kasih sayang terhadap golongan fakir miskin. Ia selalu
menghadapi mereka dengan penghormatan dan pemuliaan yang lebih. Ia
selalu berpesan kepada keluarganya, apabila seorang peminta mendatangi
mereka, jangan sampai mereka berkata kepadanya: "Hai peminta, ambillah
ini." Akan tetapi, hendaknya mereka berkata kepadanya: "Wahai hamba
Allah, semoga Allah senantiasa memberkatimu." Sebagaimana juga, ia
memerintahkan kepada mereka untuk memanggil para peminta itu dengan nama
mereka yang terbaik. Sungguh akhlak dan etika ini terilhami oleh akhlak
dan etika kakeknya, Rasulullah saw. sebagai seorang nabi yang memiliki
kelebihan atas seluruh nabi yang lain karena ketinggian akhlaknya.
Suatu perilaku yang lebih dicintai oleh Imam Abu Ja'far as. ini adalah
menyambung tali hubungan dengan saudara-saudaranya, menanggapi
orang-orang yang ingin bermaksud berjumpa dengannya, dan menjawab
harapan orang-orang yang menaruh harapan kepadanya.( ) Ia telah
diciptakan secara fitrah untuk mencintai segala kebajikan, menjalin
hubungan silaturahmi dengan masyarakat, dan memasukkan kebahagiaan ke
dalam kalbu mereka.
Ibn Ash-Shabbâgh pernah berkata: "Muhammad bin
Ali bin Al-Husain-dengan segala ilmu, keutamaan, figur kepemimpinan, dan
imâmah yang dimilikinya-tetap murah anugerahnya di kalangan orang-orang
khusus dan umum, masyhur dengan kedermawanan, dan dikenal dengan
berbuat keutamaan dan kebajikan, meskipun ia memiliki keluarga besar dan
dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan."
Imam Al-Bâqir as. sendiri
pernah menegaskan: "Segala yang ada di dunia tidak memiliki nilai
kebaikan kecuali mengadakan hubungan silaturahmi dengan saudara-saudara
seiman yang lain dan ilmu pengetahuan."
Ibadah
Imam Abu Ja'far Al-Bâqir as. adalah salah seorang imam dan pemimpin
orang-orang yang bertakwa dan junjungan para 'abid. Ia telah menumpahkan
penyembahannya kepada Allah swt. dengan bentuk keikhlasan yang paling
sempurna. Ketika ia sedang berdiri untuk mengerjakan salat, warna
tubuhnya berubah menjadi pucat lantaran takut kepada Allah swt. Ia
mengerjakan salat sebanyak seratus lima puluh rakaat dalam sehari dan
semalam, dan posisinya sebagai tempat rujukan umat dalam bidang keilmuan
dan kepemimpinan tidak menyita waktu dan kesempatannya untuk
mengerjakan salat sebanyak mungkin. Dalam sujud, ia selalu membaca doa
berikut ini:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ حَقًّا حَقًّا، سَجَدْتُ لَكَ يَا رَبِّ تَعَبُّدًا وَ رِقًّا. اَللَّهُمَّ إِنَّ عَمَلِيْ
ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِي. اَللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ وَ تُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الرَّحِيْمُ
"Maha Suci Engkau! Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku yang sejati. Aku
bersujud kepada-Mu dengan penuh arti penyembahan dan penghambaan. Ya
Allah, sesungguhnya amalku adalah sedikit. Maka, berlipat gandakanlah
untukku. Ya Allah, jagalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau
membangkitkan seluruh hamba-Mu dan ampunilah aku. Sesungguhnya Engkau
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Imam Muhammad Al-Bâqir
as. juga memiliki doa-doa lain ketika membaca qunut dan sujud, dan kami
telah memaparkannya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Bâqir as.
Kezuhudan
Imam Muhammad Al-Bâqir as. adalah termasuk figur-figur yang zuhud di
dunia. Ia selalu menghindarkan diri dari kegemerlapan dunia. Ia tidak
pernah menghampar permadani di rumahnya. Di majelis-majelis
(pertemuannya), ia selalu menghampar alas yang terbuat dari pelepah
kurma.
Imam Muhammad Al-Bâqir as. memandang dunia ini dengan
prinsip yang dalam dan menyeluruh. Oleh karena itu, ia menghindarkan
diri dari segala kelezatan dan kegemerlapannnya-kecuali segala sesuatu
yang berhubungan dengan kebenaran, serta menghadap kepada Allah dengan
kalbu yang khusyuk.
Jâbir bin Yazîd Al-Ju'fî berkata: "Muhammad bin
Ali pernah berkata kepadaku, 'Sesungguhnya aku sangat sedih dan
sesungguhnya hatiku tersibukkan ...'
Aku bertanya, 'Apakah kesedihan Anda dan apa yang telah menyibukkan hati Anda?'
Ia menjawab, 'Hai Jâbir, jika tanggung jawab terhadap Allah 'Azza
Wajalla telah mengusik ketenangan hati seseorang, tanggung jawab itu
akan menyibukkannya sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk
memikirkan tanggung jawab yang lain ... Hai Jâbir, Apakah gerangan dunia
ini? Akan menjadi apakah dunia ini? Bukankah dunia hanyalah sekadar
tunggangan yang kau tunggangi, pakaian yang kau kenakan, atau wanita
yang kau gunakan ...?'"
Banyak sekali ucapan dan pesan-pesan yang
telah diriwayatkan dari Imam Abu Ja'far as. berkenaan dengan konsep
zuhud dan peringatan terhadap masalah dunia dan tipu dayanya.
Mutiara Hikmah
Banyak sekali mutiara hikmah yang pendek telah diriwayatkan dari Imam
Abu Ja'far as. Mutiara-mutiara hikmah itu sungguh memuat nilai-nilai
yang tinggi, hikmah-hikmah yang benar, dan pengalaman-pengalaman yang
bermanfaat. Di antara mutiara-mutiara hikmah tersebut adalah sebagai
berikut ini:
a. Imam Al-Bâqir as. berkata: "Barang siapa tidak
menjadikan Allah sebagai penasihat dirinya, sungguh nasihat-nasihat
orang lain tidak akan bermanfaat sedikit pun baginya."
b. Imam
Al-Bâqir as. berkata: "Tidak akan bermaksiat kepada Allah orang yang
mengenal-Nya." Selanjutnya, ia melantunkan bait syair berikut:
Jika engkau jujur mencintai, niscaya engkau pasti menaati-Nya; lantaran pecinta selalu menaati titah kekasihnya.
c. Imam Al-Bâqir as. berkata: "Kenalilah kecintaan yang ada dalam kalbu
saudaramu dengan kecintaan yang terdapat di dalam kalbumu."
d. Imam
Al-Bâqir as. berkata: "Sesungguhnya seorang mukmin adalah saudara
mukmin yang lain; ia tidak akan pernah mencercanya, tidak akan pernah
memboikotnya, dan tidak akan pernah juga berburuk sangka terhadapnya."
e. Imam Al-Bâqir as. berkata: "Allah pernah berfirman, 'Wahai Adam,
jauhilah apa yang telah Kuharamkan atasmu, niscaya engkau akan menjadi
hamba yang paling wara'.'"
f. Imam Al-Bâqir as. berkata: "Tiada
musibah apapun yang menimpa seorang hamba kecuali lantaran dosa (yang
pernah dilakukannya)."
Nasihat Imam Al-Bâqir as. kepada Para Pengikut Syi'ah
Imam Abu Ja'far as. pernah mengutus sebagian sahabat kepada sekelompok
pengikut Syi'ah dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan pesan-pesan
berikut ini kepada mereka.
Imam Al-Bâqir as. berpesan: "Sampaikanlah
salamku kepada para pengikut kami dan berwasiatlah kepada mereka supaya
mereka bertakwa kepada Allah Yang Maha Agung, supaya orang kaya mereka
menjenguk orang-orang fakir, supaya orang yang sehat menjenguk orang
yang sakit, supaya orang yang masih hidup menghadiri acara ritual
pemakaman jenazah orang sudah meninggal dunia, dan supaya mereka
mengadakan pertemuan-pertemuan di rumah-rumah mereka; karena kunjungan
dan pertemuan antara sesama mereka dapat menghidupkan missi kami. Semoga
Allah merahmati orang yang menghidupkan missi kami dan mengamalkan
segala perintah kami sebaik mungkin. Katakanlah kepada mereka,
'Sesungguhnya kami tidak akan dapat menanggung tanggung jawab mereka di
hadapan Allah kecuali dengan amal saleh. Mereka tidak akan pernah
menggapai wilâyah kami kecuali dengan wara' dan usaha keras.
Sesungguhnya orang yang paling menyesal pada hari kiamat adalah orang
yang memuji sebuah amal, dan kemudian ia tidak mengerjakannya, lalu
mengerjakan amal yang lain.'"
Syahadah
Imam Abu Ja'far as. tidak meninggalkan dunia ini secara alamiah. Akan
tetapi, tangan-tangan berdosa yang tidak memiliki keyakinan terhadap
Allah dan konsep hari akhir telah membunuhnya dengan perantara racun
mematikan. Orang yang telah melakukan kejahatan ini adalah
Hisyâm-menurut sebuah pendapat-dan Ibrahim-menurut pendapat yang lain.
Menurut kemungkinan besar, pembunuhnya adalah Hisyâm. Lantaran, ia
memiliki rasa iri dengki yang dalam terhadap keluarga kenabian, dan
dialah yang memaksa syahid abadi, Zaid bin Ali, untuk mengadakan
perlawanan terhadap dirinya; Hisyâm memperlakukannya dengan segala
kezaliman dan penghinaan sehingga syahid abadi ini terpaksa mengadakan
perlawanan terhadap pemerintahannya hingga meneguk cawan syhahadah pada
masa ia masih berkuasa.
Adapun faktor mengapa Hisyâm membunuh Imam
Abu Ja'far as., hal itu karena keutamaan dan kekuatan ilmiah ia yang
telah tersebar di seantero jagad. Begitu juga, lantaran muslimin selalu
membicarakan tentang kejeniusan dan karunia-karunianya (yang tak pernah
habis).
Ketika Imam Al-Bâqir as. meminum racun tersebut, racun itu
bereaksi dalam tubuhnya dengan dahsyat. Maut pun mendekat kepadanya
dengan cepat, dan ia menghadap kepada Allah swt. dengan hati dan seluruh
perasaannya, sedangkan ia masih dalam keadaan membaca beberapa ayat
Al-Qur'an. Ketika ia sedang sibuk dengan zikir kepada Allah swt., ajal
yang pasti telah menjemput kedatangannya. Rohnya yang agung naik ke
haribaan Allah swt. dengan diiringi oleh para malaikat muqarrab. Dengan
kepergiannya ini, sebuah lembaran dari lembaran-lembaran sejarah risalah
Islam-yang telah berhasil menganugerahkan kesadaran dan kemajuan dalam
segala bidang ilmu pengetahuan kepada masyarakat Islam-telah tertutup.
Tubuh suci Imam Al-Bâqir as. dikebumikan di pemakaman Baqi' di samping
ayahnya, Imam Zainal Abidin as. dan Imam Hasan as. Dengan ini pula,
ilmu, kesantunan, dan kebajikan terhadap masyarakat telah terkuburkan
pula.
Catatan Kaki:
Al-Imam Ash-Shâdiq Kama
'Arafahu Ulama' Al-Gharb. Di dalam buku ini, dipaparkan penjelasan yang
sempurna tentang ilmu-ilmu pengetahuan yang telah berhasil dicetuskan
oleh Imam Al-Bâqir as. dan beliau ajarkan kepada murid-murid beliau.
An-Najâsyi, hal. 28; Jâmi' Ar-Ruwât, jilid 1, hal. 6.
Al-Fihrist, karya Syaikh Thusi, hal. 298.
Azâriqah adalah sebuah sekte sempalan dari sekte Khawarij. Sekte ini
dipimpin oleh Nâfi' bin Azraq. Menurut keyakinan mereka, setiap
penentang sekte Azâriqah layak dibunuh dan kaum wanita boleh untuk
dijadikan tawanan. Silakan Anda rujuk Al-Munjid, kosa kata [رزق]-pen.
Hayâh Al-Hayawan, karya Ad-Dumairi, jilid 1, hal. 63-64; Al-Muthâla'ah Al-'Arabiyah, jilid 1, hal. 31.
Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Bâqir as., jilid 1, hal. 131.
Ibid. hal. 122.
Târîkh Dimasyq (tulisan tangan), jilid 51, hal. 52; 'Uyûn Al-Akhbâr, karya Ibn Qutaibah, jilid 3, hal. 57.
'Uyûn Al-Akhbâr, karya Ibn Qutaibah, jilid 3, hal. 208.
Al-Bayân wa At-Tabyîn, hal. 158.
Al-Fushûl Al-Muhimmah, karya Ibn Ash-Shabbagh, hal. 277.
Syarah Syafiyah Abi Firas, jilid 2, hal. 176.
Shifah Ash-Shafwah, jilid 2, hal. 63; A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 506, bagian pertama.
Târîkh Ibn 'Asâkir, (tulisan tangan), jilid 51, hal. 44.
Furû' Al-Kafi, jilid 3, hal. 323.
Ibid.
Da'âim Al-Islam, jilid 2, hal. 158.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 292-300.
Ushûl Al-Kafi, jilid 2, hal. 269.
Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Bâqir as., jilid 1, hal. 253.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar