ilustrasi hiasan:
Para ahli geografi Muslim abad pertengahan telah menghabiskan banyak waktu untuk menetapkan batas-batas yang tepat khususnya antara Hijaz dan Najd, namun secara umum penetapan batas-batas bagian barat Najd di mana pegunungan barat dan tempat lava mulai mengarah ke lereng bagian timur, dan mengatur batas-batas timur Najd di jalur sempit bukit pasir merah yang dikenal dengan sebutan gurun Ad-Dahna, sekitar 100 km (62 mil) timur dari Riyadh modern. Perbatasan selatan Najd ditetapkan dengan laut besar bukit pasir yang sekarang dikenal dengan nama Rub 'al Khali (Perempatan Kosong), sedangkan batas-batas barat daya ditandai oleh lembah-lembah; Wadi Ranyah, Wadi Bisha, dan Wadi Tathlith.
Geografi Najd adalah dataran tinggi berbatu. Hal ini berbatasan dengan pegunungan Hijaz di sebelah selatan-barat; Yordania dan Irak di utara, pantai Saudi di Teluk Persia di bagian timur yang dikenal dengan nama al-Hasa; dan perempatan kosong semenanjung Arab yang dikenal dengan nama Rub al-Khali di bagian selatan.
Najd secara politis adalah jantung negeri Arab Saudi modern, seperti diketahui dari sinilah berasal keluarga Saud yang telah menaklukkan beberapa daerah yang sekarang mendominasi negara itu. Di masa Arab Saudi Modern, Najd disebut sebagai Wilayah Tengah, yang terdiri dari 3 provinsi; Ha'il, Buraydah dan Riyadh. Berikut sejarahnya:
1745: Munculnya gerakan Wahhabi, sebagian besar wilayah ini berada di bawah pemerintahan bersama keluarga Saud.
1824: Kontrol atas Riyadh kembali ke tangan Saudi.
1891: Keluarga Rashidi Saud keluar dari Riyadh dengan bantuan dari Kekaisaran Ottoman.
1902: Ibnu Saud mengalahkan Riyadh dengan sebuah pasukan yang terdiri dari 200 personil, dan mendeklarasikan dinasti Rashidi.
1903: Ibnu Saud menyatakan dirinya sebagai Sultan atau penguasa Najd.
1932: Setelah bertahun-tahun melakukan penaklukan, Arab Saudi menyatakan wilayahnya sebagai sebuah kerajaan dan Riyadh ditetapkan sebagai ibukota baru.
Kelompok Wahabi muncul dari Wilayah Najd [kini disebut Riyadh] di Arab Saudi
Hadis-Hadis Nabi Muhammad saw Seputar Kemunculan Tanduk Setan
Hadis Sahih # 1 : Sahih Bukhari, Buku 88, hadits ke 214
Dikisahkan oleh Ibn Umar: Nabi Saw bersabda, "Ya Allah limpahkan berkat-Mu pada wilayah Syam kami! Ya Allah! Limpahkan berkat-Mu pada wilayah Yaman kami." Mereka berkata, "Dan juga berkatilah sebagai wilayah Najd kami." Beliau bersabda, "Ya Allah limpahkan berkat-Mu pada wilayah utara Syam kami. Ya Allah limpahkan berkat-Mu pada Yaman kami." Mereka berkata, "Wahai Rasulullah dan juga wilayah Najd kami. Untuk ketiga kalinya Nabi Saw bersabda, "Najd adalah tempat gempa bumi dan penderitaan dan dari sana akan keluar Setan bertanduk."
Hadis Sahih # 1-a : Sahih Bukhari, Jilid 9, Buku 88, Nomor 212:
Abu Salim (ayah Salim) berkata: Nabi Saw berdiri di samping mimbar (dan menunjuk dengan jarinya ke arah Timur) dan bersabda, "Penderitaan terjadi! Penderitaan ada di sana, di mana Setan bertanduk akan keluar darinya,".
Hadis Sahih # 1-b :Sahih Bukhari, Jilid 9, Buku 88, Nomor 213:
Dikisahkan oleh Ibn Umar: Aku mendengar Rasulullah Saw ketika beliau sedang menghadap ke Timur beliau bersabda, "Penderitaan sesungguhnya ada di sana, di mana Setan bertanduk akan keluar dari sana."
Hadis Sahih # 1-c : Sahih Muslim, Buku 41, Hadis ke 6939
Ibnu Umar menceritakan bahwa Rasulullah Saw berdiri di depan pintu (dari rumahnya) dan sambil menunjuk ke arah timur (Najd), beliau saw bersabda: “Gejolak itu akan muncul dari sisi ini, di mana Setan bertanduk akan muncul dari sana, dan ia mengucapkan kata-kata tersebut dua atau tiga kali, dan Ubaidillah bin Sa'ad dalam hadis tersebut mengatakan. Rasulullah saw berdiri di depan pintu rumah 'Aisyah.
Hadis Sahih # 2 : Bukhari, Buku 17, Hadis ke 147
Dikisahkan oleh Ibn Umar: (Nabi Saw) bersabda, "Ya Allah Berkatilah Syam kami dan Yaman kami." Orang-orang berkata, "(berkatilah) Najd kami juga." Nabi Saw bersabda lagi, "Ya Allah! Berkatilah Syam kami dan Yaman kami." Mereka berkata lagi, "Berkatilah Najd kami juga." Pada saat itu Nabi saw bersabda, "Tidak akan muncul dari sana (kecuali, penj) gempa bumi dan penderitaan, dan dari sana akan keluar Setan bertanduk."
Hadis Sahih # 3: Bukhari, buku 61, Hadis ke 578
Diriwayatkan Abu Said Al-Khudri: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Akan muncul beberapa orang di antara kamu yang berdoa yang akan membuat Anda dipandang rendah, dan yang puasa yang akan membuat Anda dipandang rendah, mereka rajin membaca Al-Qur'an namun itu hanya sebatas di tenggorokan mereka (mereka tidak akan bertindak sesuai Al-Qur’an) dan mereka akan keluar dari Islam sebagaimana panah dalam sebuah permainan keluar dari busurnya, di mana pemanah akan memeriksa mata panahnya tapi tidak melihat apa-apa, ia melihat panah tapi tidak melihat apa-apa, melihat bulu-bulu panah tapi tidak melihat apa-apa, dan akhirnya ia berharap dapat menemukan sesuatu di bagian bawah tanda panah."
Hadis # 4 : Imam Malik, Buku 15, Hadis ke 15.4.10
Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari Yahya bin Said dari Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits at-Taymi dari Abu Salamah bin Abd ar Rahman bahwa Abu Said mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah Saw (semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai) bersabda, "Sekelompok orang akan muncul di antara kamu yang suka shalat, puasa dan amal lainnya yang akan membuat Anda berpikir (jika dibanding dengannya, penj) Anda lebih sedikit berdoa, bepuasa dan beramal. Mereka rajin membaca Alquran, tetapi itu hanya sebatas di kerongkongannyanya saja, dan mereka akan keluar dari agama seperti anak panah melewati busurnya. Anda melihat panah dan Anda tidak melihat apa-apa, Anda melihat poros dan Anda tidak melihat apa-apa, Anda melihat penerbangan dan Anda tidak melihat apa-apa. Dan Anda pun menjadi ragu tentang takikannya."
Hadis # 5 : Bukhari, Buku 55, Hadis ke 558
Dikisahkan oleh Ibn 'Abbas: Nabi Saw bersabda, "Aku telah memperoleh kemenangan atas As-Saba (yaitu angin timur) dan kaum 'Ad telah dihancurkan oleh Ad-Dabur (yaitu angin barat)." Dikisahkan oleh Abu Said: Ali mengirimkan sepotong emas kepada Nabi Saw dan beliau membagikannya di antara empat orang: Al-Aqra bin Habis Al-Hanzali dari suku Mujashi,' Zaid bin Uyaina Badr Al-Fazari, At-Ta'i dari Bani Nahban, dan 'Alqamah bin Ulatha Al-Amir dari Bani Kilab. Kelompok Quraish dan Ansar pun marah dan berkata, "Dia (yaitu Nabi Saw,) memberikannya kepala Najd saja dan tidak memberikan kepada kita." Nabi Saw bersabda, "Aku memberi mereka dengan tujuan menarik hati mereka (kepada Islam)." Kemudian seorang pria dengan mata cekung, pipi menonjol, dahi mengkerut, jenggot tebal dan kepala gundul, datang (di depan Nabi Saw) dan berkata, "Takutlah kamu kepada Allah, hai Muhammad!" Nabi Saw bersabda: "Siapa yang taat kepada Allah jika aku saja mendurhakai-Nya? (Apakah adil itu) sementara Allah telah mempercayakan semua penduduk bumi kepadaku, apakah Anda tidak mempercayaiku?" Seseorang -saya pikir itu Khalid bin Al-Walid- meminta Nabi untuk mengizinkannya memotong kepala orang itu, namun beliau tidak mengizinkannya. Ketika orang itu pergi, Nabi Saw bersabda, "Di antara keturunan dari orang ini akan muncul mereka yang rajin membaca Alquran tetapi Alquran tidak akan melampaui tenggorokan mereka (yaitu mereka akan membaca seperti burung beo saja, tidak akan mengerti maksudnya dan tidak bertindak sesuainya), dan mereka akan murtad dari agama seperti anak panah melewati busurnya. Mereka akan membunuh kaum Muslimin namun membiarkan orang-orang musyrik. Jika aku harus hidup sezaman dengan mereka aku akan membunuhnya sebagaimana kaum `Ad tewas dibunuh (yaitu saya akan membunuh mereka semua). "
Hadis # 6 : Bukhari, Buku 61, Hadis ke 577
Dikisahkan oleh Ali: Saya mendengar Nabi Saw bersabda, "Pada hari-hari terakhir dunia (akhir zaman, penj) akan muncul orang-orang muda dengan pikiran-pikiran bodoh. Mereka memiliki pembicaraan yang baik, tetapi mereka akan keluar dari Islam sebagaimana panah keluar dari busurnya, iman mereka tidak akan melebihi tenggorokannya. Jadi, di mana saja kamu jumpai mereka bunuhlah, karena telah disediakan hadiah bagi pembunuh mereka pada hari kiamat. "
Hadis # 7 : Bukhari, Buku 84, Hadis ke 65
Dikisahkan Amr Abdullah bin bin Yasar: Bahwa mereka mengunjungi Abu Sa'id Al-Khudri dan bertanya tentang Al-Harauriyya, sebuah sekte keagamaan tidak ortodoks, "Apakah Anda mendengar Nabi Saw bersabda tentang mereka?" Abu Sa'id berkata, "Kalau untuk Al-Harauriyya aku tidak tahu, tapi aku pernah mendengar Nabi Saw bersabda," Tidak akan muncul di bangsa ini ---- dia tidak mengatakan: Dari bangsa ini ---- sekelompok orang yang tampaknya saleh, Anda akan berpikir dan membandingkan doa-doa mereka jauh lebih banyak daripada doa-doa Anda, mereka rajin membaca Quran namun ajaran Qur`an hanya sebatas di tenggorokannya (hanya bacaan saja, penj) dan mereka akan keluar dari agamanya (Islam) sebagaimana anak panah melesat dari busurnya, di mana sang pemanah akan melihat panahnya apakah bernoda darah atau tidak (tidak ditemukan jejak-jejak di dalamnya).
Hadis # 8 : Bukhari, Buku 93, Hadis ke 651
Dikisahkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri: Nabi Saw bersabda, "Akan muncul dari wilayah Timur (Najd) beberapa orang yang akan membaca Al Qur'an tetapi bacaan mereka sebatas di lisan saja dan mereka akan keluar dari agama (Islam) sebagaimana panah melesat dari busurnya, dan mereka tidak akan pernah kembali lagi ke busurnya (dengan sendirinya) (itu mustahil). Orang-orang bertanya, "Apa tanda-tanda mereka?" Beliau bersabda, "Tanda mereka adalah kebiasaan cukur (kepala mereka).”
Hadis # 9 : Muslim, Buku 5, Hadis ke 2322
Abu Salamah dan Yasir bin 'Ata' datang menemui Abu Sa'id al-Khudri dan bertanya tentang Haruriya, ia berkata: Apakah Anda mendengar Rasulullah Saw pernah menyebut mereka? Ia (Abu Sai'd al-Khudri) berkata: Saya tidak tahu siapa Haruriya itu, tapi aku pernah mendengar Rasulullah saw berkata: Tidak akan timbul dalam bangsa ini (dan tidak mengatakan "dari mereka") seseorang dan Anda akan menyaksikan shalatnya jauh lebih rajin dibandingkan dengan shalatmu sendiri. Dan mereka rajin membaca Al-Qur'an namun itu hanya sebatas di tenggorokannya saja dan ia akan keluar dari agama seperti anak panah (dengan cepat) melesat menembus mangsanya.”
Hadis # 10
Allamah Dahlan meriwayatkan sebuah Hadis yang shahih dalam bukunya 'Addarus Sunniah', yang telah dikutip dari Sihaah (kitab-kitab Shahih). Nabi Saw bersabda: "Akan muncul sekelompok orang di Timur yang rajin membacakan Al Qur'an, tapi sayangnya Quran hanya sebatas di tenggorokannya saja. Kelompok ini akan terus berkembang hingga hari kiamat dan mereka akhirnya akan meningkat bersama Dajjal. Simbol utama mereka adalah bergabung dalam kelompok (Halaqa). " (Addarus Sunniah, hal. 50)
Balasan Dari Wahabi Dan Khawarij
Wahabi mengklaim bahwa daerah yang dimaksud Nabi saw adalah Irak dan bukannya Najd.
Pertama harus dikatakan bahwa Irak dan Najd tidaklah sama. Teks-teks sejarah maupun data pemetaan ini juga tidak dapat diterima akal sehat jika keduanya diaktakan sama, juga didukung oleh Hadis Sahih ahad marfu yang turut membuktikan ketidaklogisan klaim bodoh Wahabi bahwa Irak dan Najd adalah sama. Tapi sekarang mari kita kembali lagi ke hadis Sahih untuk memperoleh sebuah jawaban [meskipun peta dan bukti sejarah dari ensiklopedia dunia dan beberapa hadis sahih lainnya sangat jelas mendukung kesimpulan tersebut]
Hadis # 1 : Muslim, Buku 007, Hadis ke 2666
Abu Zubair telah mendengar Jabir bin Abdullah ra yang mengatakan ketika ia ditanya tentang tempat-tempat miqat dalam ihram: Saya mendengar (dan saya pikir ia membawakannya langsung dari Rasulullah Saw) dia mengatakan: bagi penduduk Madinah Dhu'l-Hulaifa adalah tempat untuk masuk (miqat) pada saat ihram, dan bagi (orang-orang yang datang melalui jalur lain, yaitu Suriah maka tempat masuknya melalui Juhfa, untuk penduduk Irak adalah Dbat 'Irqi; bagi penduduk Najd melalui Qarn (al-Manazil) dan untuk penduduk Yaman tempatnya adalah Yalamlam.”
Hadis # 2 : Bukhari, Buku 26, Hadis ke 599
Dikisahkan oleh Ibn Abbas: Rasulullah Saw telah menjadikan Dzul-Huiaifa sebagai tempat Miqat bagi jamaah haji yang berasal dari Madinah, Al-Juhfa bagi masyarakat dari Syam; Qarn al-Manazil bagi penduduk Najd, dan Yalamlam bagi penduduk Yaman; Tempat-tempat miqat ini adalah tempat orang-orang masuk dengan tujuan melakukan Haji dan 'Umrah, dan siapa pun yang tinggal di dalam batas-batas tersebut dapat melakukan lhram dari tempat ia mulai, dan orang Mekah dapat mengasumsikan melakukannya dari Mekah.”
Apa pendapat Ibnu Taimiyah tentang “Timur”? Apakah Ibnu Taimiyah memahami dalam hadis kalau Najd itu berarti Irak? Jawabannya, Tidak. ia menyatakan: "Teks-teks yang menegaskan keunggulan orang-orang Syam dengan yang Najd dan Irak dan seluruh rakyat Timur sangatlah banyak. [Ibnu Taimiyah, dalam Majmu'a al-Rasa'il Op. cit. (4:448)]
Ibnu Taimiyah juga mengatakan: "Mereka yang berkomitmen murtad setelah kematiannya - Allah memberkati dan menerimanya- hanya mereka yang masuk Islam dengan pedang, seperti para sahabat Musaylima dan rakyat Najd.” [Ibnu Taimiyah,. Minhaj al-Sunnah (1986 ed. 7:478)]
Lihat Ibnu Taimiyah [Sheikhul islam] sendiri mengakui Najd dan Irak sebagai dua wilayah yang berbeda.
BIOGRAFI MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB
Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah nama yang sering menjadi perbicangan di seluruh dunia Islam, tapi siapakah dia? Apakah ajaran-ajarannya? Apakah ajarannya benar-benar sesuai dengan Sunnah Nabi kita Muhammad Saw? Apa yang sebenarnya kita ketahui tentangnya? Apakah dia seorang tokoh agama Islam berdasarkan pengakuan beberapa orang atau dia salah satu dari tiga puluh Dajjal (musuh Islam, penj) dan salah satu tokoh dari ajaran terkutuk yang dikenal sebagai Khawaarij?
Untuk memahami pertanyaan-pertanyaan seperti itu kita wajib melihat dan mempelajari biografi Muhamamd Ibnu Abdul Wahhab sehingga benar-benar dapat memahami bagaimana keseluruhan kehidupan dan misinya. Oleh karena itu kita akan melihat perjalanan hidupnya dari lahir sampai meninggal, dan bagaimana dampak pemikirannya di dunia Islam sampai hari ini.
Tempat Kelahirannya
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, Lahir pada tahun 1115 AH di desa Uyainah al-Yamaamah, di provinsi Najd, di pusat Saudi, di bagian barat laut ke arah ibu kota Saudi, Riyaadh, kota yang sama persis sebagai tempat tinggal (rumah) Musaymiyah si pendusta.
Riwayat Pendidikan
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dibesarkan di rumah ayahnya, seorang Sunni ortodoks bernama Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman an-Najdi. Ia belajar fiqih Hambali di bawah asuhan ayahnya. Keseriusan dan kerja kerasnya dalam belajar sudah nampak terlihat oleh sang ayah pada usianya yang masih sangat muda sehingga beliau (Muhammad bin Abdul Wahhab) terpaksa mencarikan seorang guru lain, dan memusatkan perhatiannya kepada anaknya yang lain, yang kelak menjadi seorang syaikh yang rendah hati, Syaikh ul-Islam Sulaiman Ibnu ' Abdul Wahhab.
Dikisahkan, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab telah melakukan perjalanan bolak-balik antara Makkah dan Madinah dalam upaya mencarikan seorang guru yang cocok dan sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu ia mendatangi beberapa guru namun ia tidak pernah lama belajar dengan mereka dan tidak cukup puas dengan doktrin mereka.
Di Mekah ia belajar dengan seorang ulama Shaafi bernama Abdullah bin Saalim al-Basri, seorang ulama ahli hadis terkemuka di wilayah Hijaz saat itu. Ia juga belajar di bawah asuhan seorang pembesar ahli hukum Hanbali, Abu al-Muwahhib al-Baali, ia juga dikatakan pernah belajar di bawah bimbingan ulama besar lainnya seperti 'Ali al-Daghstani, Ismaa'el al-Ajaluni, dan seorang ulama besar hadits dan ahli hukum Hanbli', Abdullah bin Ibrahim al-Saif, juga kepada seorang ulama dari anak benua Indo-Pakistan Muhammad Hayaat as-Sindi, Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan masih banyak lagi ulama-ulama besar lainnya.
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab merasa tidak puas dengan para ulama fiqh (pemegang otoritas ilmiah yang valid), ketidakpuasan itu mendorongnya untuk belajar di Irak di bawah bimbingan seorang teolog Khawarij. Pada periode ini seorang Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menjadi sangat dipengaruhi oleh karya-karya besar Imam Ibnu Taimiyah dan muridnya yang bernama Imam Ibnu Qayyum. Sebenarnya dua Imam ini kebanyakan buah karyanya hanya melahirkan teori-teori saja, dan kemudian Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menterjemahkannya ke dalam bentuk praktek (amaliah).
Bukanlah kebiasaan Imam Ibnu Taimiyyah menghancurkan kuburan, menghancurkan kubah dan membunuh siapa pun yang dianggapnya musyrik, meskipun memang beliau telah menulis langkah-langkah ekstrem yang harus ditegakkan untuk mencegah orang dari melakukan syirik.
Kurangnya pengetahuan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab membuat Imam Ibnu Taimiyyah kemudian bertobat dan berlepas diri dari pandangan seperti itu setelah ia kalah dalam berbagai perdebatan tentang berbagai isu/tema, baik terkait wilayah teologis maupun yurisprudensi (fiqh).
Meski telah belajar di bawah ulama-ulama Hanbali, Syafii dan Hanafi, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menyatakan penentangannya terhadap empat madzhab tradisional tersebut dengan dalih adalah "haram" hukumnya mengikuti secara langsung dan percaya kepada seorang ulama manapun. Dikatakan "ia selalu bertentangan dengan ulama manapun". Jadi dia pikir pengetahuannya lebih baik dari semua ulama sebelumnya, atau ia tidak begitu merasa puas dengan pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan muridnya Imam Ibnu Qayyum.
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab akhirnya diusir dari Irak karena dianggap memiliki “penyakit” yaitu menyebut mereka yang “buta” akan pengetahuan Islam sebagai seorang musyrik, hanya karena seseorang tidak memiliki pengetahuan cukup tentang Islam. Dia terpaksa harus meninggalkan Irak di hari panas terik dan hampir saja meninggal karena kehausan. Karena kehabisan bekal ia menjadi seorang mengemis uang untuk ongkos ke menuju Suriah, namun setelah mengalami kondisi demikian Tuhan jua yang memutuskan dan kondisi itu membuatnya kembali ke Najd.
Meskipun Muhammad Ibnu Abdul Wahhab telah memperoleh studi dari berbagai ulama di lokasi yang berbeda di dunia Muslim yang terpelajar, dia tidak sampai pada penguasaan disiplin ilmu-ilmi tersebut, juga tidak memperoleh restu untuk mengajar di setiap disiplin ilmu dari salah satu ulama yang disebutkan di atas. Selain itu, tidak ada diantara guru-gurunya yang mendukung doktrinnya dan itu terbukti dari catatan-catatan para sejarawan bahwa guru-gurunya berbicara tentangnya dengan memberikan berbagai kritik negatif.
Seperti Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan Syekh Muhammad al-Sindi yang keduanya terkenal keras dan tidak mau mengakui otoritas keilmuannya dan berkata tentangnya; “Allah pasti mengizinkan orang yang satu ini untuk disesatkan, alangkah kasihan orang-orang yang telah disesatkan olehnya [Muhammad bin Abdul Wahhab]”. Kritik kedua guru tersebut akhirnya dikombinasikan oleh saudara Muhammad Ibnu Abdul Wahhab [Sulaiman Ibnu Abdul Wahhab] yang menulis teks klasik al-Sawaa'iq al-Ilahiyah fi ar-radd 'ala al-Wahhabiyah (Kilatan-kilatan cahaya ilahi sebaagi bantahan terhadap paham wahabi) di mana salah satu gurunya menulis "Dall mudlil", yaitu ia [Muhammad bin Abdul Wahhab] adalah "orang yang sesat dan menyesatkan".
Ulama Lain Berbicara Tentangnya
"Tampaknya Muhammad Ibnu Abdul Wahhab memang memiliki semangat membaca yang cukup tinggi, terutama terhadap tulisan-tulisan Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibn al-Qayyum (gurunya), al-Ajilaani bahkan mengatakan bahwa sebagian besar pengetahuannya adalah hasil dari belajar sendiri"!
Jadi dilihat dari fakta yang ada ia tidak memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai seorang pemilik otoritas (mufti atau mujtahid, penj), tidak ada seorang pun yang telah memberinya izajah (restu, penj), ia belajar secara otodidak dan dicuci otak dalam pendapat sesat Imam Ibnu Taimiyyah.
Setelah kembali, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab sering berusaha mengajak berdebat beberapa teolog besar yang akhirnya menyebabkan ia diusir dan dilarang berbicara di berbagai kota dan desa. Dia bahkan mencoba untuk berdebat dengan ayahnya sendiri sehingga terjadi perdebatan besar antara keduanya. Mata sang ayah mengalirkan air mata setelah membaca pikiran kotor dan pendapat ngawur yang dikemas dalam bentuk “makanan teologis cepat saji”, dalam karyanya "Kitaab ut-Tauhid”.
Sejak saat itu ayahnya tidak pernah lagi berbicara kepada Muhammad Ibnu Abdul Wahhab hingga meninggal pada 1153 AH, meskipun sebelum kematiannya dia berulang kali memberitahu orang-orang; "Anda akan melihat banyak kejahatan dari anak saya Muhammad"!
Sepeninggal ayahnya, Muhammad bin Abdul Wahhab merasa lebih bebas untuk mempublikasikan ajaran menyimpangnya secara lebih terbuka, meskipun itu cenderung meremehkan keilmuan saudaranya sendiri, Sulaiman Ibnu Abdul Wahhab yang telah dilatih oleh ayahnya semasa ketidakhadirannya di sisi sang ayah. Sang Ayah telah mendidik Sulaiman muda dengan baik, memberinya pelajaran dalam Aqidah, Fiqh dan ilmu terkait lainnya. Dan meskipun Sulaiman dihadapkan dengan tugas yang sulit secara keilmuan dia lebih matang dan mumpuni dibanding saudaranya.
Sementara itu, Muhammad bin Abdul Wahhab mulai mendapatkan dukungan dari seluruh warga Najd, bahkan diberi pasukan kecil berjumlah enam ratus orang. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab telah menimbulkan kematian dan kehancuran dengan justifikasi agamanya. Dia menghalalkan penumpahan darah orang yang telah mengucapkan Kalimah Syahadat, sehingga hartanya boleh diambil dan anak serta istri mereka boleh dijadikan tawanan. Dia mengatakan dalam bukunya “Kashf ash-Shubbahaat” sebagai berikut:
"Orang-orang yang meminta syafaat melalui para Nabi dan Malaikat, memanggil mereka dan membuat permohonan melalui wasilah/perantara mereka dalam upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah berarti mereka telah melakukan dosa paling besar. Jadi halal hukumnya membunuh dan mengambil harta mereka." Bahkan sebuah persatuan modern ulama Wahabi mengakui pandangan ini dan menegaskannya ketika mengatakan:
"Dia [Muhammad Abdul Ibnu Wahhab] juga menjelaskan kepada kita arti sebenarnya dari tauhid bahwa maknanya bukanlah hanya sekedar mengucapkan kesaksian keimanan "la ilaha illallah" (tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah). Memang seseorang bisa kembali menjadi kafir yang darahnya halal untuk ditumpahkan dan harta kekayaannya boleh diambil dan sekalipun ia mengucapkan kesaksian tauhid"
Jelas bahwa kalimah Tauhid tersebut tidak berarti secara otomatis akan menyelamatkan seseorang. Mereka mungkin akan tetap membunuh sekalipun ia seorang Muslim .
Pernyataan ini mencerminkan keyakinan yang sama dengan keyakinan kelompok Khawaarij yang memperbolehkan menumpahkan darah orang-orang yang mengucapkan Kalimah Syahadat namun tidak sependapat dengan pandangan mereka.
Banyak hadis membuktikan bahwa pengucapan kalimat tauhid sudah cukup bagi seseorang untuk menjadi orang Muslim, kami akan mengutip pernyataan mereka pada bab lain dan menjadi dasar keyakinan kami bahwa Muhammad Ibnu Abdul Wahhab percaya pada perbuatan yang bertentangan dengan pandangan Sunni, yaitu sikap tidak boleh putus asa dengan rahmat Allah.
Tindakannya yang sangat brutal pertama adalah untuk menyerbu/menyerang sebuah desa dengan enam ratus atau lebih pasukan untuk menghancurkan makam Zaid bin al-Khattab. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab sendiri yang mengambil kapak, membawanya dan menghancurkan kuburan tersebut secara membabi buta seperti orang gila. Ini adalah petaka pertama bagai orang desa yang berdiri ketakutan karena khawatir akan datangnya petaka susulan dan kejadian seperti ini belum pernah mereka alami dari sebelumnya.
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab terus menjarah wilayah tetangga seperti Zabir, Ahsa, Huraimala, dan kampung 'Uyainah, tanpa pandang bulu membunuh Muslim, Muslimat dan anak-anak jika mereka menolak ajarannya. Mereka yang menerima ajaranya dipaksa untuk mencukur janggut dan rambut mereka dengan dalih itu adalah jejak rambut kekufuran. Dia bahkan tidak menaruh belas kasihan sekalipun kepada para wanita atas putusannya ini.
Ketika Khalifah kaum muslimin Sulaiman Bin Urair'ar mendengar hal ini, mereka datang dengan tentara untuk merespon dan menghancurkan ancaman Wahhabi, yang membuat Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan kelompoknya melarikan diri ke wilayah Darriyah karena khawatir akan kehidupannya.
Sebuah Pakta Tentang Ibnu Sa'ud
Terkesan dengan doktrin dan tindakan Muhammad bin Abdul Wahhab, penguasa Darriyah, Muhammad Ibn Sa'ud memahami betul bahwa dia dapat menggunakan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan ajarannya untuk keuntungan sendiri, memberinya pembenaran agama. dia sangat dibutuhkan untuk mengambil alih wilayah Hijaaz dan kursi kekuasaan untuk dirinya sebagai raja 'Saudi. Salah seorang ulama Wahhabi mengakui:
“Pertemuan antara sang “Alim” dan sang "pangeran", Muhammad Ibn Sa'ud mungkin sebuah kebetulan yang satu sama lain memang saling membutuhkan, masing-masing memandang perlu menikahkan ide keduanya untuk membangun sebuah kekuatan [dengan senjata dan berbagai kekerasan] sebagai kunci untuk sebuah zaman baru dalam sejarah Islam.
Mereka tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengambil alih desa-desa tetangga adalah dengan kekuatan doktrin dan ancaman kekerasan. Mereka mempersiapkan kekuatan militer yang “bijaksana”. Bahkan dikatakan oleh beberapa sejarawan bahwa Muhammad Ibnu Abdul Wahhab mempercanggih perlengkapan militernya dengan menggantikan pedang tradisional dengan senapan yang dipasok pemerintah Inggris.
Sekarang bersama-sama dengan jumlah tentara yang jauh lebih besar ia menyerbu wilayah muslim terlepas dari mendengar Azaan (meskipun mereka shalat, penj). Faktanya, menurut Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, Shahaadah mereka tidaklah cukup sebagai jaminan atas kehormatan diri dan hartanya, sehingga ia tetap melakukan berbagai penjarahan ke beberapa wilayah Muslim sementara orang-orang kafir dibebaskan begitu saja melewati Saudi tanpa ada usaha untuk mengkonversi mereka. Kenyataannya memang ia tidak pernah menyerbu satu kali pun sebuah desa orang kafir.
Ciri-ciri Khawarij-nya menjadi lebih nampak ketika ia memimpin pemberontakan melawan penguasa Muslim, menewaskan orang-orang mukmin, memperbudak para wanita dan anak-anak, menghancurkan kuburan dan tempat-tempat warisan penting [sebagian diubah menjadi toilet umum] semua dengan dalih menyeru kaum muslimin kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Ia bahkan mengeksekusi seorang budak buta miliknya setelah sang budak mengumandangkan panggilan Azaan hanya karena ia menyampaikan salam dan shalawat kepada Nabi Saw. Ini semua ia lakukan dengan alasan melaksanakan kewajiban mempertahankan kemurnian tauhid kepada kaum muslimin seperti eksekusi terhadap budak buta tadi karena dianggap telah mempraktekkan perbuatan syirik.
Sebagian besar naskah sejarah karya ilmiah telah dihancurkan oleh sekte Wahhabi, perpustakaan dibakar dan dibumihanguskan, dan bahkan teks-teks Al-Qur'an tercecer di jalan-jalan dan dibiarkan begitu saja terinjak-injak tanpa peduli.
Sejak tahun 1159 AH, sentral Saudi tidak pernah sama. Panggilan “Jihaad” diserukan untuk mengeksekusi setiap orang Muslim yang tidak menerima panggilan Wahhabi: sebaiknya anda bergabung dengan kami atau anda akan mati. Seperti inilah apa yang telah dilakukan kelompok Khawaarij terhadap siapapun yang bertentangan dengan keyakinan teologis mereka. Seperti Sahaabi Khabaab yang dieksekusi hanya karena mengutip sebuah hadits berisi pembelaan kepada Ali bin Abi Thalib kw. Mereka tidak hanya membunuhnya, tapi juga membunuh istri dan anaknya yang belum lahir dengan membelah perutnya terbuka dan membiarkan sang bayi terjatuh ke lantai.
Para ulama kontemporer yang masih hidup melihat dan menyadari akan ancaman kelompok Wahhabi dan munculnya kembali karya-karya Khawarij tentang teologi korup, termasuk saudaranya sendiri Syaikh ul-Islam Sulaiman Ibnu Abdul Wahhab. Mereka adalah saksi pertama atas kejadian sejarah yang mendokumentasikan sekte Wahabi dan doktrin-doktrinnya.
Syaikh ul-Islam Sulaiman Ibnu Abdul Wahhab berkata kepada saudaranya sendiri berkata: "Yang dimaksud oleh Nabi saw sebaagi tanduk-tanduk setan adalah Anda" [Abdul Muhammad Ibnu Wahhab].
Seperti banyaknya fakta sejarah menunjukkan, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab bukanlah seorang pembela Islam. Sebagai bukti, dalam terjemahan Kitabut -Tauhid menginformasikan kepada kita dalam kata pengantar:
"Gerakan ini lahir dari" realisasi "bahwa umat Islam telah terlalu lama berada dalam ketertinggalan". Arogansi Muhammad Ibnu Abdul Wahhab yang tidak mengenal batas ketika ia berpendapat bahwa sebagian besar ulama yang mendahuluinya adalah para Penyembah berhala dan dengan demikian mereka adalah orang-orang kafir. Karena itu ia menolak delapan ratus tahun masa keemasan Islam dan menganggapnya sebaagi masa kesesatan dan bidah.
Klaim bahwa dia adalah Ibnu Taimiyyah kedua yang Allah utus di delapan ratus tahun terakhir sebagai seorang pembaharu bertentangan dengan hadis dari Rasulullah saw yang mengatakan: “Allah akan membangkitkan untuk umat ini setiap seratus tahun sekali seseorang yang akan melakukan pembaharuan pada agama.”
Namun, di antara para pembaharu yang pernah muncul di setiap abad yang telah didokumentasikan dengan baik, tidak satupun dari mereka pernah berbicara tentang ideologi yang sama seperti Muhammad bin Abdul Wahhab, atau seperti dalam kredo Imam Ibnu Taimiyyah.
Misalnya, siapa orang yang muncul sebelum Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyyah, yang merasa perlu untuk membagi dan mengkategorikan tauhid menjadi dua, tiga atau empat bagian. Tidak ada sama sekali! Hal yang sama dapat dikatakan dalam banyak bidang di mana keyakinan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan Imam Ibnu Taimiyyah telah bertentangan dengan kesepakatan para ulama Ahlus-Sunnah wal-Jamaa'ah.
Beberapa ahli bahkan mengatakan bahwa ia membuat klaim implisit kenabian, meskipun tidak mengklaim nabi secara lisan. Faktor-faktor berikut membantu menunjukkan hal ini:
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menamakan orang-orang Najd yang memilih menjadi pengikutnya [baik oleh kekuatan atau kehendak bebas] sebagai kelompok Anshar [para pembantu] sama seperti Nabi saw yang telah menyebut penduduk Madinah dengan panggilan kaum Anshar untuk membantu kelompok Muhajirin. Demikian juga Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menyebut para pengikutnya selain penduduk Najdi dengan sebutan Muhajirin. Pesan tersebut terdengar sangat jelas seperti Muhammad Ibnu Abdul Wahhab berpendapat bahwa penduduk Makkah dan Madinah berada dalam keadaan kekufuran yang mendalam dimana "ibadah berat" begitu banyak terjadi di sana sehingga ia menganggap Mekkah dan Madinah sebagai darul (rumah) -kufur dan kampung halamannya Najd sebaai darul -Mukminin. Bahkan ia menjadikan Najd [Al-Yamaamah] sebagai "jantung" Saudi dan pusat ajaran Wahhabi. Pengikut Jamal Zarabozo mengatakan dalam biografi Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa "Al-Yamaamah [bukan Makkah atau Madinah] adalah jantung semenanjung dunia Arab ". Dalam usia ini mereka menyebutnya Riyadh dan masih mengklasifikasikan sebagai "ibu kota Saudi", sehingga ketidakpedulian mereka terhadap dua tempat suci jelas dapat dilihat pada titik ini.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya dia tidak bertindak selazimnya penguasa [Qadhi] atau seorang ulama yang rendah hati. Muhammad Ibn Abdul Wahhab memberikan sikap sangat jelas bahwa siapapun yang dianggap menolak misinya berarti ia seorang kafir, hampir bisa dikatakan mereka telah berseberangan dengan Nabi Saw! Dia menginstruksikan kepada para pengkutnya sebagai "seorang mukmin baru" untuk menjadi saksi terhadap diri mereka bahwa mereka sebelum menjadi pengikutnya adalah kafir termasuk orang tua mereka juga terkategori sebagai orang kafir, kecuali jika mereka dapat dipastikan benar-benar sebagai seorang Wahabi tulen. Demikianlah vonisnya walaupun mereka itu sebelumnya telah menyatakan kesaksian atas keimanannya [yaitu pengucapan Shahaadah] "la ilaha illa Allah" - tidak ada Tuhan selain Allah! Muhmmad Ibnu Abdul Wahhab juga telah mengklaim dalam beberapa karyanya, bahwa pengucapan syahadat saja tidaklah cukup bagi seseorang untuk bisa masuk surga! Jika saja kelompok wahabi ini menemukan orang-orang muslim menolak panggilannya mereka akan memenggalnya di tempat.
Dia memerintahkan pria dan wanita untuk mencukur rambut kepala mereka rambut tersebut dianggap sebagai "rambut kekufuran". Ini merupakan sebuah kesalahan pentafsiran tentang sebuah hadits yang berbicara tentang rambut di bawah ketiak dan bulu-bulu kelamin. Tindakan ini adalah tindakan unik dan nyeleneh dari ajarannya dan Nabi kita saw bersabda, "Tanda mereka (wahabi) adalah bahwa mereka akan mencukur kepala mereka.”
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menentang banyak hadits Nabi saw tentang pertempuran di Hijaz [yang Nabi sendiri telah melarangnya] namun Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menganggap dirinya memiliki kewenangan untuk mengizinkan pembunuhan terhadap kaum Muslim, bahkan di sisi Ka'bah sekalipun.
Ini adalah di antara beberapa indikator klaim implisit kenabian/nubuwat. Para pengikutnya dalam seluruh karya kelompok Wahhabi terlihat jelas memberinya status nabi, seperti dalam buku “Kehidupan, Ajaran dan Pengaruh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab” ditulis oleh Jamal Zarabozo yang menyatakan dalam bab berjudul "Motivasi dibalik ini" adalah untuk "Membela kehormatan dan kebenaran agama mereka, Nabi mereka, dan saudara-saudara mereka".
Ini benar-benar mengacu pada kultus "Salafisme", "Salafi ‘Nabi’ Muhammad bin Abdul Wahhab!” Dalam salah satu terjemahan dari Mukhtasar Seerat ur-Rasul, pujian dan perhatian lebih banyak mereka berikan untuk memperkenalkan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dibanding dengan pujian dan perhatian yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw sendiri:
"Setelah universitas Islam Imam Muhammad bin Sa'ud memutuskan untuk mengadakan konferensi atas nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab [bukan atas nama Allah, atau Rasul-Nya], ia membentuk sebuah komite untuk mempersiapkan konferensi ini dan untuk memberikan konsep rinci untuk kemudian menerapkannya. Komite ini mulai bekerja dengan menegaskan kembali tujuan umum konferensi tersebut, yaitu untuk menginformasikan kepada orang-orang tentang Syekh [bukan Nabi Muhammad Saw, tetapi Syaikh] dan mengungkapkan kebenaran ajarannya [bukan ajaran Nabi Muhammad saw, tetapi dakwah Muhammad Ibn 'Abdul Wahhab]. Ada beberapa hal dapat dilihat dari pernyataan di atas;
Ini adalah buku yang seharusnya berbicara tentang biografi Nabi saw, namun entah bagaimana justru isinya berbicara tentang Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ini benar-benar sebuah konferensi yang diselenggarakan bukan atas nama Allah atau Rasul-Nya saw), tetapi murni atas nama Muhammad bin Abdul Wahhab. Apakah ini menandakan ketidakkonsistenan kelompok Wahabi dengan klaimnya, mereka akan dengan cepat menuduh kelompok lain berlaku syirik atau pengkultusan ketika mengadakan sebuah konferensi atau perayaan sejenis dengan atas nama seorang Syaikh Sufi, dll.
Sementara sebagian besar umat Islam di seluruh dunia terbiasa mengadakan konferensi seperti perayaan maulid Nabi saw dan berkumpul bersama untuk berbicara tentang sejarah kelahirannya dan lain sebagainya. kelompok Wahhabi akan memvonis kita secara amat cepat dengan vonis telah melakukan praktek bid'ah dan mengada-ada ajaran, namun anehnya mereka sendiri ternyata merayakan "Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab selama satu minggu. Inilah bukti kemunafikan mereka.
Tujuan umum konfrensi tersebut seperti yang dapat terlihat dari paparan atas adalah tidak untuk mempromosikan dakwah Rasulullah Saw, tetapi secara khusus untuk mempromosikan dakwahMuhammad Ibnu Abdul Wahhab.
Selama dan ketika sosok Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menempati posisi otoritas doktrinal di hati para pengikutnya (kelompok Wahhabi), tindakan mereka sebenarnya melakukan sebuah pengkultusan juga, dan itu berarti sebuah agama baru. Salah satu orang yang sering berkunjung ke Hijaz - setelah melihat usia keemasan era Sunni - mencatat bahwa di sana telah muncul sebuah agama baru dengan kemunculannya Muhammad Ibnu Abdul Wahhab.
Kematiannya
Dia meninggal secara menyedihkan pada usia sembilan puluh dua tahun pada tahun 1792 Masehi dan dimakamkan di sebuah makam tak bertanda, tidak ada yang bisa mengunjunginya atau berdoa baginya, tidak ada pula ranting di atas kuburnya yang merupakan salah satu sunnah kenabian agar mendapatkan rahmat yang Allah. Mana mungkin kuburnya dikenal orang karena kemungkinan besar orang-orang telah menjadikan sebagai jalan menjadikannya tempat pilihan pembuangan unta. Hanya Allah yang tahu mana yang terbaik.
Catatan Penting
Pada saat kematiannya, ia melihat ajaran-ajarannya menyebar ke seluruh seluruh Najd dan ke sebagian besar wilayah al-Ahsaa. Ibnu Abdul Wahhab juga melihat tanda-tanda awal potensi para pemimpin Hijaz.
Kematiannya menyebabkan serangan brutal terhadap tempat-tempat suci di Makkah dan Madinah di mana ulama ortodok banyak dihukum mati. Ini menunjukkan lagi bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya adalah sosok Khawaarij-Khawarij modern dan mereka melakukan Kharuj (pemberontakan) terhadap para amir dan Khalifah Hijaz saat itu. Ditambah lagi Muhammad Ibnu Abdul Wahhab mengizinkan berperang di sisi Ka'bah, padahal Nabi Saw dengan jelas mengatakan:
"Allah-lah dan bukan orang-orang yang telah menjadikan Mekah sebagai tempat suci. Jadi barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian (yaitu Islam) tidaklah diperkenankan menumpahkan darah di dalamnya dan tidak pula menebang pohon-pohonnya. Jika ada yang berpendapat pertempuran di Mekkah diperbolehkan sebagaimana Rasulullah Saw pernah melakukan pertarungan (di Mekkah), katakan kepadanya bahwa Allah telah memberikan izin untuk Rasul-Nya, tetapi Dia tidak memberikannya kepada Anda. Allah pun hanya mengizinkan saya untuk perperang selama beberapa jam saja pada hari itu (saat penaklukan Makkah) dan hari ini (sekarang) kesuciannya sama terjaga seperti sebelumnya. Jadi, adalah tugas mereka yang hadir untuk menyampaikannya kepada mereka yang tidak hadir. "
Buku-buku Karyanya
Ada lebih dari tiga puluh buku yang telah ditulis, diantaranya:
Kitaab ut-Tauhid
Al-Ushul ul-Thalatha
Kashf abu-Shubahaat
Kitaab al-Kabaa'ir
Mukhtasar Seerat ur-Rasul Saw
Banyak buku Muhammad Ibnu Abdul Wahhab masih dalam bentuk manuskrip dan belum diterbitkan, apalagi diterjemahkan ke bahasa lain. Mereka semua mengungkapkan kesamaan keyakinan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dengan Khawaarij jika kita mau coba membaca teks ajaran teologinya. Dengan penjelasan di bab ini saja saya dapat menunjukkan bahwa kultus Wahhabi modern adalah bukti munculnya kelompok Khawwarij akhir zaman Khawwarij seperti telah dinubuatkan dalam hadits-hadis Rasulullah Saw. Namun tentunya mereka akan terus berusaha menutupinya dengan berbagai cara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar