TATA CARA UMRAH MUFRADAH
Di Dalam Madzhab Ahlul Bait
Sesuai Fatwa
Ayatullah Udzma Imam Khomeini Ra,
Ayatullah Udzma Imam Ali Khamenei dan
Ayatullah Udzma Syeikh Mohammad Taqi Bahjat
Disusun oleh:
Muhammad Husain Falah Zadeh.
Kata Pengantar
Bismillahirahmanirrahim.
“Tingkatan maknawi haji yang merupakan modal bagi kehidupan abadi dan
dapat mendekatkan manusia kepada ufuk tauhid dan pensucian tidak akan
pernah berhasil kecuali dengan aturan-aturan ibadah haji yang dilakukan
secara benar dan teliti”
(Imam Khomeini Ra).
Haji merupakan ritual ibadah penuh keagungan, yang merupakan puncak kulminasi pelepasan insan muwahhid dari segala sesuatu selain Dia, medan pertempuran terhadap nafsu liar, manifestasi tiada banding dari kecintaan dan kesetiaan dan merupakan kesadaran serta tanggung jawab dalam keluasan kehidupan individu dan sosial. Oleh karena itu haji adalah kristalisasi dari keseluruhan standar hakikat dan nilai ajaran Islam.
Kaum muslimin meskipun telah lama mengenal ibadah Ilahi ini, dan setiap tahun dari seluruh penjuru dunia menghadiri acara ritual tersebut, mereka berbondong-bondong menghilangkan karat-karat jiwa dengan meneguk beningnya zam-zam tauhid dan memperbaharui baiat ubudiyah kepada Yang Mahakasih, dan meskipun warisan kebudayaan kita penuh dengan pelajaran-pelajaran yang menghidupkan (nilai-nilai) haji, namun masih terdapat begitu banyak dimensi-dimensi dari kewajiban penting ini yang belum diketahui dan diabaikan.
Kemenangan Revolusi Islami dalam naungan kemilau pemikiran Imam Khomeini (Ridhwanullah Ta’ala ‘Alaih) telah meletakkan haji dalam posisinya sendiri sebagaimana seluruh ma’arif dan hukum-hukum Islam lainnya, dan menampakkannya dengan ekspresi kebenaran dan kekayaan makna yang dikandungnya. Akan tetapi masih terdapat jalan panjang yang membentang untuk mengenal falsafah,berbagai dimensi, buah dan berkah ibadah haji ini, sehingga para mukmin pelaksana haji dengan kesadaran keagamaan akan melangkahkan kakinya di atas tempat-tempat mulia dan masy'ar-masy'ar agung yang merupakan tempat turunnya para malaikat Allah dan tempat tinggal para nabi dan kekasih (wali) Allah.
Untuk menggapai maksud yang agung ini, Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari (Kantor perwakilan urusan Haji Pemimpin Spiritual Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei), dengan diilhami oleh pemikiran tinggi dan melegenda Alm. Imam Khomeini, penghidup Haji Ibrahimi serta dengan memanfaatkan bimbingan berharga dari yang tercinta pemimpin Revolusi Islam, Hadhrat Ayatullah Khamenei Hf dengan mendirikan Divisi Pendidikan dan Penelitian, berupaya dalam rangka membuka babak baru untuk para pemikir muslimin, para pecinta ibadah haji, para pengunjung dan juga para penziarah Haramain yang mulia. Atas dasar ini upaya yang telah dilakukan adalah upaya dalam dimensi-dimensi penelitian, penyusunan dan penterjemahan beragam karya yang berkaitan dengan hakikat dan ma’arif haji, mengenal tempat-tempat suci, sejarah dan latar belakang profil-profil agung Islam, analisa laporan serta penyajian kenangan sejarah, khususnya pengajaran terhadap masalah dan adab-adab haji.
Apa yang berada di hadapan para pembaca ini merupakan lembaran-lembaran kecil dari sekian banyak ajaran, hikmah dan nilai-nilai haji di dalam agama Islam.
Tidak ragu lagi, bimbingan dan kebersamaan para pemikir akan mencerabut kelemahan yang ada, dan untuk hal ini Bagian Pendidikan dan Penelitian Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari, menyambut dan berjabat tangan erat atas kerjasama dan sambutan seluruh pecinta.
Hanya dari Allah SWT semata kita mengharapkan taufiq dan kepada Nya lah kita bertawakkal.
Divisi Pendidikan dan Penelitian
Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari.
Pesan Imam Khomeini Ra
Saya berharap dari para penziarah Baitullah Yang suci (semoga Allah SWT selalu membantu mereka), agar mempelajari semua praktek dan manasik haji secara detail dan teliti dari para pembimbing haji (Rohaniawan) yang mulia dan berada di setiap kloter. Janganlah melakukan amalan apapun tanpa bimbingannya, karena -jangan sampai terjadi- dengan menyepelekan masalah ini, amalan kalian akan menjadi batal dan kalian tidak mampu menggantinya hingga akhir musim haji atau kalian tetap berada dalam keadaan ihram dan ketika kembali (ke tanah air) akan menimbulkan kesusahan bagi diri kalian sendiri dan kerabat dekat kalian, dan hal ini merupakan sebuah kewajiban syar’i yang seorangpun tidak boleh lalai terhadapnya.[1]
Pengantar Penyusun
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
“Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.”[2]
Setiap tahun beribu-ribu kaum muslimin dari seantero dunia, dengan jiwa yang menggelora, menapakkan langkah mereka ke bumi Hijaz untuk berziarah ke “Ma’bad-e eshq wa marqad-e ma’shuq”[3] , mereka yang mempunyai istitha’at[4] untuk melakukan ibadah haji akan melakukan perjalanannya ke bumi suci tersebut pada musim tertentu untuk ikut serta dalam seremoni politik dan ibadah Islam paling besar. Bagi mereka yang tidak mempunyai kemampuan semacam ini, mereka bisa melakukan amalan dalam bentuk lain sepanjang tahun, yang dinamakan dengan “Haji Kecil” yaitu “Umrah”.
Umrah dan Haji merupakan salah satu dari aturan-aturan penting Islam dan mempunyai keistimewaan yang khas dan mempunyai perbedaan sangat banyak dengan keseluruhan ibadah lainnya. Umrah dan haji bukan hanya merupakan sebuah ibadah individual semata. Namun ibadah ini dilakukan dalam kumpulan masyarakat muslimin yang besar dan agung dan bukan pula merupakan sebuah gerakan sosial semata melainkan merupakan paling indahnya persoalan ibadah yang akan menumbuhkan jiwa manusia. Pentingnya ibadah ini hingga pada batas dimana jenis baju, makanan, minuman bahkan perbincangan dan pandangan sangat memberikan pengaruh.
Ketelitian kewajiban insan dalam melakukan seremoni ini hingga pada tempat dimana paling kecilnya ketidakpedulian terhadapnya, terkadang akan memunculkan denda yang sangat berat, yang mungkin akan tetap berada di atas pundaknya hingga akhir umurnya. Tetapi apabila penziarah rumah Allah ini mengenali dengan baik hukum-hukum dan adab-adabnya dan mengamalkannya dengan benar, bukan saja dia telah melakukan kewajiban syar’inya bahkan diapun akan mendapatkan pahala yang luar biasa banyaknya yang sangat sedikit ibadah-ibadah lain yang mampu menandinginya. Tetapi perlu diketahui bahwa tingkatan pengaruh dan efek spiritual dari safar Ilahi ini tidak akan pernah bisa dihasilkan kecuali dengan mengamalkan aturan-aturan ibadahnya dengan cara yang benar dan keterwujudan dimensi politik dan sosialnya pun bergantung pada dimensi maknawinya.
Oleh karena itu bagi para penziarah sebelum melakukan safar ini hendaklah mengenal masalah-masalah syar’i dan manasiknya, hingga mampu melakukan amalannya secara benar dengan kesadaran yang lebih tinggi dan mampu mengambil berkah dari jamuan menjadi tamu Allah SWT.
Tulisan ini yang menjelaskan tentang hukum-hukum umrah serta dilengkapi dengan gambar tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan serta tempat-tempat yang berkaitan dengannya merupakan sebuah langkah untuk menggapai maksud tersebut. Kami berharap hal ini dikabulkan oleh Allah SWT dan para tamu Allah akan bisa terbimbing dengannya.
Beberapa poin yang harus diperhatikan:
1. Tulisan ini terdiri dari tiga bagian: Bagian pertama, menjelaskan tentang amalan-amalan umrah yang wajib dikerjakan. Bagian kedua, menjelaskan tentang hal-hal yang haram dilakukan ketika ihram (larangan). Kemudian bagian ketiga, adalah ringkasan dari adab-adab dan mustahab-mustahab perjalanan suci ini.
2. Teks tulisan ini disusun sesuai dengan fatwa Imam Khomeini ra yang lebih banyak membahas tentang masalah-masalah asli dan urgensi. Jika Ayatullah Ali Khamenei atau Ayatullah Syeikh Bahjat memiliki fatwa yang berbeda, maka kami sebutkan di catatan kaki perbedaan fatwa tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para muqallid beliau.
3. Tulisan ini dibuat atas dasar keringkasan topik bahasan, maka bahasan yang ada di dalamnya hanya mencukupkan pada masalah-masalah umrah yang lebih krusial dan sebagian dari adab-adab dan hal-hal mustahabnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin mendapatkan kedetailan dari masalah ini atau terdapat hal-hal khusus yang terjadi dan jawabannya tidak didapatkan dalam tulisan ini, maka mereka bisa merujuk pada kitab manasik atau merujuk pada rohaniawan yang berada di dalam kelompoknya.
4. Dalam penyusunan teks ini, upaya yang dilakukan adalah menghindari penggunaan istilah-istilah yang rumit, hingga tulisan ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca, akan tetapi dalam beberapa persoalan terkadang kami terpaksa mempergunakan istilah-istilah yang rumit, akan tetapi penjelasanna kami sajikan pula di akhir halaman tersebut.
5. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada Divisi Audio dan Visual Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbary, yang membantu kami dengan melengkapi gambar –gambar untuk tulisan ini. Akhirnya kami menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kesempurnaan buku ini.
Yaa Allah terimalah dari kami sungguh Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui[5]
Muhammad Husain Falah Zadeh.
Musim Dingin, 1371 Hijriyah Syamsiyah.
Bagian Pertama:
Amalan-Amalan Wajib Umrah Mufradah
Arti Umrah
Umrah secara bahasa berarti ziarah dan dalam istilah fiqh berarti berziarah ke Ka’bah dengan adab-adab yang telah ditentukan.
Macam-macam Umrah
1. Umrah terbagi kepada dua bagian: yang pertama Umrah Tamattu’ dan yang kedua Umrah Mufradah. Umrah Tamattu’ terbagi menjadi dua yaitu Umrah Tamattu’ wajib dan umrah Tamattu’ Mustahab. Umrah Mufradah pun terbagi menjadi dua yaitu Umrah Mufradah Wajib dan Umrah Mufradah Mustahab.
2. Orang-orang yang tinggal di luar kota Makkah, sejauh 16 farsakh syar’i atau lebih[6] , maka tugas mereka sehubungan dengan masalah haji adalah melakukan Haji Tamattu’ bukan Haji Ifrad dan bukan pula Haji Qiran. Dan umrah yang harus mereka lakukan bersama Haji Tamattu’ tersebut dinamakan Umrah Tamattu’.
3. Barang siapa yang hendak pergi ke kota Makkah pada musim haji maka dia wajib memasuki kota Makkah dengan berpakaian ihram dan bersamaan dengan ihram tersebut dia juga diwajibkan untuk melakukan niat umrah atau haji. Dan apabila bukan pada musim haji, maka ia diwajibkan untuk mengenakan pakaian ihram dengan niat melakukan umrah mufradah kemudian melakukan amalan-amalan umrah yang lainnya.[7]
Amalan-amalan Umrah Mufradah
Umrah Mufradah terdiri dari beberapa amalan berikut:
1. Ihram.
2. Thawaf.
3. Shalat Thawaf.
4. Sa’iy.
5. Memotong atau mencukur rambut.
6. Thawaf Nisa.
7. Shalat Thawaf Nisa.
Waktu melakukan Umrah Mufradah
Umrah Mufradah tidak memiliki waktu tertentu, oleh karena itu dapat dilakukan sepanjang tahun. Tetapi apabila jarak antara dua umrah kurang dari satu bulan, maka secara hukum ihtiyat hendaknya (wajib) Umrah Mufradah yang kedua dilakukan dengan mengharap pahala dari Allah Swt (Rajaaan).[8]
Tempat melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah
1. Ihram, dilakukan di tempat yang paling dekat dengan kawasan haram, atau salah satu dari miqat haji yang telah ditentukan. Hal ini akan diterangkan lebih terperinci pada penjelasan nanti.
2. Thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dilakukan di dalam Masjidil Haram.
3. Shalat Thawaf, dilakukan di dalam Masjidil Haram, tepatnya di belakang Maqam Ibrahim as.
4. Sa’iy yaitu berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Safa dan bukit Marwa sebanyak tujuh kali.
5. Mencukur atau memotong rambut dan hal ini tidak memerlukan tempat khusus.
6. Thawaf Nisa, dilakukan di Masjidil Haram.
7. Shalat Thawaf Nisa juga dilakukan di dalam Masjidil Haram, tepatnya di belakang maqam Ibrahim as.
Urutan melakukan Amalan-amalan Umrah Mufradah
Miqat Haji atau Adnal Hil (Ihram)→ Masjidil Haram (Thawaf dan Shalat Thawaf)→ Tempat Sa’iy/Mas’a (Sa’iy dan memotong atau mencukur rambut)→ Masjidil Haram (Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa).
Ihram
Ihram merupakan pekerjaan pertama yang dilakukan di dalam Umrah Mufradah.
Tempat Ihram
Para penziarah yang ingin melakukan Umrah Mufradah, mereka biasanya terlebih dahulu datang ke kota Madinah untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. dan para Imam Ahlul Bayt yang berada di pemakaman Baqi’ yang terletak di kota Madinah al Munawarah. Seusai melakukan ziarah ke tempat tersebut dan ke tempat-tempat bersejarah yang lainnya, ketika mereka ingin melakukan Umrah Mufradah dan pergi ke kota Mekkah, mereka terlebih dahulu diwajibkan melakukan ihram atau mengenakan pakaian ihram di Masjid Syajarah yang letaknya beberapa kilometer dari kota Madinah, kemudian setelah itu barulah mereka melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah.
Adapun mereka yang ingin berangkat ke kota Makkah dari kota Jeddah, maka mereka dapat melakukan ihram di Juhfah. Sedangkan orang-orang yang dekat atau tinggal di sekitar kota Makkah mereka harus melakukan ihram di satu tempat di luar kawasan Haram dan yang paling dekat dengan kawasan Haram (Adnal Hil). Tetapi sebaiknya mereka melakukan ihram di Tan’im, Hudaibiyyah atau Ja’ranah.
Tan’im, Hudaibiyyah dan Jairanah ini merupakan nama-nama tempat yang berada di sekitar kota Mekkah.
Tata cara melakukan Ihram
Kaum laki-laki dalam melakukan ihram diwajibkan untuk melepaskan seluruh pakaian yang terjahit, sekalipun pakaian dalam dan pakaian yang kecil dan menggantikannya dengan pakaian yang tidak berjahit, yang biasanya terdiri dari dua lembar pakaian ihram, yang satu diselendangkan atau dilingkarkan di bagian atas pundak. Dan yang satu lembar lainnya dijadikan sebagai sarung yang menutupi bagian perut sampai betis.
Pakaian ihram tersebut dikenakan dengan niat melakukan Umrah Mufradah. Setelah itu mengucapkan talbiyah, yaitu:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْك، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْك
“Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaika laa syariyka laka labbaik”
Ihtiyat mustahabnya (disunnahkan) setelah itu mengucakan :
إِنَّ الْحَمْدَ وَال نعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْك
“ Innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa shyarika laka labbaik”.
Sedangkan kaum wanita dibolehkan mengenakan pakaian ihram yang berjahit dan tidak diwajibkan mengenakan pakaian ihram yang tidak berjahit.
Ketika mengenakan pakaian tersebut diwajibkan melakukan niat ihram untuk melakukan Umrah Mufradah. Amalan ini dan amalan-amalan setelahnya hendaklah dilakukan demi mentaati perintah Allah Swt.[9]
Niat ihram tidak perlu diucapkan dengan lisan walaupun pada dasarnya tidak ada larangan untuk mengucapkannya.
Dua masalah penting:
1. Pakaian ihram harus suci dari najis dan harus mubah atau halal.
2. Wanita ketika melakukan ihram secara ihtiyat wajib tidak boleh mengenakan pakaian ihram yang terbuat dari sutra.
Hal-hal yang diharamkan ketika Ihram
Penziarah Baitullah al Haram setelah mengenakan pakaian ihram dan berniat serta mengucapkan talbiyah, telah menjadi seorang muhrim dan hingga akhir atau selesainya amalan-amalan Umrah Mufradahnya, diwajibkan untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan di saat ihram.
Seluruh hal-hal yang diharamkan untuk mereka berjumlah dua puluh empat. Empat darinya khusus untuk laki-laki yang muhrim dua khusus untuk wanita yang muhrim dan selebihnya adalah untuk laki-laki maupun wanita artinya diharamkan bagi laki-laki dan diharamkan pula bagi wanita.
Berikut ini akan disampaiakan secara global hal-hal yang diharamkan tersebut yang pada akhir masalah akan dijelaskan satu per satu.
A. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang ihram baik laki-laki maupun perempuan:
1. Memburu binatang padang pasir.
2. Melakukan hubungan suami istri atau setiap perbuatan yang membangkitkan syahwat.
3. Melakukan akad nikah.
4. Onani.
5. Menggunakan wangi-wangian.
6. Menggunakan celak mata.
7. Melihat ke cermin.
8. Melakukan perbuatan kefasikan; seperti berdusta, mencerca atau mencaci maki dan lain sebagainya.
9. Berdebat dengan mengucapkan “Tidak, demi Alah” atau “Ya, demi Allah”.
10. Membunuh kutu yang ada di badan.
11. Memakai cincin sebagai hiasan.
12. Memakai krim atau minyak.
13. Mencabut bulu badan.
14. Mengeluarkan darah dari badan.
15. Memotong kuku.
16. Mencabut gigi.
17. Mencabut pohon atau tumbuhan yang berada di sekitar haram.
18. Membawa senjata.
B. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi laki-laki:
1. Mengenakan pakaian berjahit.
2. Mengenakan sandal atau sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki.
3. Menutupi kepala.
4. Memayungi kepala.
C. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi wanita:
1. Menggunakan perhiasan seperti gelang.
2. Menggunakan cadar penutup muka.
Thawaf
Amalan Umrah Mufradah yang kedua adalah Thawaf. Orang yang ingin melakukan Umrah Mufradah dan telah memakai pakaian ihram (muhrim) kemudian memasuki kota Mekkah, maka dia diwajibkan untuk melakukan thawaf yaitu mengelilingi Ka’bah yang berada di dalam Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran.
Hukum-hukum Thawaf
1. Thawaf hendaklah dilakukan dengan memulainya dari garis memanjang yang sejajar dengan Hajar Aswad dan pada garis itu pula hendaklah thawaf diakhiri.
2. Dalam thawaf hendaklah posisi Ka’bah berada di sebelah kiri si muthawif (orang yang melakukan thawaf). Oleh karena itu apabila ketika melakukan thawaf si muthawif menghadap ke arah Ka’bah atau membelakangi Ka’bah, maka thawafnya dianggap tidak sah.
3. Muthawif diharuskan memutari Hijir Ismail As., maksudnya ketika melakukan thawaf, Hijir Ismail as. tersebut dimasukkan ke dalam bagian yang dikelilingi.[10]
4. Batas tempat thawaf pada seluruh sisi Ka’bah yaitu jarak antara Ka’bah dan maqam Ibrahim as, kurang lebih selebar tiga belas meter. Oleh karena itu dari arah Hijir Ismail As. jarak ini akan berkurang menjadi enam setengah hasta.[11]
5. Apabila si muthawif karena memiliki penyakit atau karena tua atau karena banyaknya orang yang melakukan thawaf sehingga ia tidak bisa melakukan thawaf pada batas-batas tersebut, maka melakukan thawaf di luar batasan tersebut hukumnya boleh dan sah.
6. Muthawif hendaklah berada dalam keadaan suci artinya dia harus memiliki wudhu dan tidak mempunyai tanggungan atau kewajiban mandi, demikian pula badan dan pakaiannya harus suci sebagaimana ketika dia melakukan shalat.
Shalat Thawaf
Amalan ketiga dari amalan Umrah Mufradah adalah Shalat Thawaf. Setelah pelaku Umrah selesai melakukan thawaf, maka ia diwajibkan untuk melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat thawaf.
Tata cara shalat thawaf tidak berbeda dengan tata cara shalat Subuh hanya saja untuk bacaan Fatihah dan surahnya boleh dibaca dengan suara jelas (jahr) ataupun dengan suara pelan (tanpa dijelaskan bunyi masing-masing hurufnya atau tanpa dikeluarkan suaranya).
Waktu melakukan shalat thawaf adalah setelah selesai melaksanakan thawaf dan sebelum melakukan Sa’iy.
Sedangkan tempat melakukan shalat thawaf adalah di dalam Masjidil Haram yaitu di dekat maqam Ibrahim as. dan berdasarkan ikhtiyat wajib harus dilakukan di belakang maqam Ibrahim As. Menurut Ayatullah Khamenei wajib hukumnya melakukan shalat thawaf di belakang maqam Ibrahim As ketika keadaan memungkinkan, dan lebih baik apabila dapat dilakukan lebih dekat kepada maqam Ibrahim As. tersebut, tentu saja hal itu apabila tidak mengganggu orang lain. Apabila karena banyaknya orang yang sedang thawaf, sehingga menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan shalat thawafnya di belakang maqam Ibrahim as. maka dia boleh melakukannya dimana saja di Masjidil Haram.[12]
Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh dan berakal sehat diwajibkan mempelajari masalah shalat dengan baik agar dapat melakukan taklif Ilahi tersebut dengan benar dan sempurna khususnya bagi kaum muslimin yang hendak melakukan ibadah haji atau umrah, hendaklah mereka memperbaiki (mendapatkan kepastian akan keabsahan) shalatnya, sehingga seluruh shalat-shalatnya yang di antaranya adalah shalat thawaf dapat dilakukan dengan cara yang benar.
Agar dapat melakukan shalat thawaf wajib, maka diharuskan berdiri di belakang maqam Ibrahim sehingga 'urf mengatakan bahwa ia berdiri di belakang maqam tersebut.
Sa’iy Antara Bukit Shafa Dan Marwah
Amalan Umrah Mufradah yang keempat adalah Sa’iy. Setelah selesai melaksanakan shalat thawaf, maka kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh orang yang sedang melaksanakan Umrah Mufradah adalah melakukan Sa’iy yaitu berjalan (berlari-lari kecil/berjalan cepat) antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Bukit Shafa dan Marwah ini sekarang berada di dalam koridor bangunan memanjang yang letaknya di sebelah Masjidil haram.
Dalam melakukan Sa’i ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti berikut:
1. Sa’iy harus dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah.
2. Seseorang yang berjalan atau berlari-lari kecil dari bukit Safa menuju bukit Marwah dihitung satu kali sa'iy. Dan ketika ia kembali dari bukit Marwa ke bukit Shafa dihitung sa'iy yang kedua. Dengan demikian tujuh kali Sa’iy itu akan berakhir di bukit Marwah.
3. Beristirahat atau duduk sejenak di bukit Safa atau Marwa atau di tengah-tengah pelaksanan Sa’iy untuk menghilangkan rasa lelah diperbolehkan. Namun jika ia ingin melanjutkan kembali pelaksanaan sa’iy nya, maka hendaklah ia melanjutkannya dari tempat dimana dia berhenti.
4. Untuk melaksanakan Sa’iy antara bukit Safa dan Marwa tidak diwajibkan dalam keadaan suci atau memiliki wudhu, walaupun secara ihtiyat mustahab disyaratkan untuk berwudhu.
5. Sa’iy apabila dilakukan di lantai dua, mengingat bahwa posisi lantai dua tersebut lebih tinggi dari bukit Shafa dan Marwah, maka hukumnya tidak diperbolehkan.
Memotong Atau Mencukur Rambut
Amalan Umrah Mufradah yang kelima adalah memotong atau mencukur rambut. Setelah selesai melakukan Sa’iy antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali, maka pelaku Umrah diwajibkan untuk memotong atau mencukur rambutnya. Sebagaimana diperbolehkan (juga) baginya untuk memotong atau memendekkan kukunya. Bagi laki-laki dibolehkan memotong atau memendekkan bulu atau rambut yang berada di bagian muka seperti cambang atau jenggot. Lebih dari itu dalam Umrah Mufradah diperbolehkan memendekkan atau memotong rambut ini dengan menggunakan mesin atau alat cukur, sementara pada Umrah Tamattu’ menggunakan mesin atau alat cukur untuk memendekkan rambut tidak dibolehkan.
Setelah selesai memotong atau mencukur rambut atau kukunya maka hal-hal yang tadinya diharamkan baginya ketika ihram, menjadi halal baginya, kecuali satu hal yaitu: wanita atau istri. Dan bagi perempuan satu hal yang masih diharamkan baginya adalah suaminya. Dengan kata lain bahwa walaupun pemotongan atau pengguntingan rambut dan hal-hal seperti disebut di atas telah selesai dilakukan, tetapi satu hal ini, yaitu berhubungan badan antara suami istri masih tetap diharamkan sampai selesai melakukan Thawaf Nisa dan shalatnya. Setelah itu barulah hubungan antara suami istri tersebut dihalalkan kembali.
Waktu memotong atau mencukur rambut
Pemotongan atau pencukuran rambut dilakukan setelah selesai pelaksanaan Sa’iy, walaupun pelaksanaan hal tersebut tidak dituntut untuk dilakukan dengan segera, namun selama belum melakukan pemotongan atau pengguntingan rambut atau kuku, maka hal-hal yang diharamkan ketika ihram belum bisa menjadi halal bagi orang yang sedang melakukan umrah.
Tempat memotong atau memendekkan rambut
Tidak ada tempat khusus untuk hal tersebut, meskipun saat ini tempat yang biasanya dipakai oleh para jemaah haji untuk memotong atau menggunting rambutnya adalah di atas bukit Marwah.
Perlu diketahui bahwa seseorang yang belum melakukan pemotongan rambut atau kukunya, ia tidak dibolehkan menggunting atau mencukur rambut orang lain.
Thawaf Nisa Dan Shalatnya
Amalan terakhir dari Umrah Mufradah adalah Thawaf Nisa dan shalat Thawaf Nisa. Setelah selesai melakukan pemotongan atau pengguntingan rambut atau kuku, selanjutnya ia diwajibkan untuk melakukan thawaf sekali lagi, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dan thawaf ini dinamakan Thawaf Nisa.
Setelah Thawaf tersebut selesai ia lakukan, maka kewajiban selanjutnya adalah melaksanakan Shalat Thawaf Nisa, yang pelaksanaannya dilakukan di belakang maqam Ibrahim As., tentunya dengan niat Shalat Thawaf Nisa.
Hal-hal yang perlu untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan Thawaf Umrah dan Shalat Thawaf Umrah selain terletak pada niatnya. Dengan demikian Thawaf Nisa inipun dimulai dari garis panjang yang sejajar dengan Hajar Aswad dan di garis itu pula harus diakhiri. Begitu pula ketika melakukan thawaf nisa tersebut maka bagian kiri sebelah badan harus mengarah ke arah ka’bah dan juga harus memperhatikan syarat-syarat lainnya yang terdapat pada masalah thawaf yang telah dijelaskan di atas.
2. Thawaf Nisa meskipun berarti thawaf wanita tetapi thawaf ini tidak dikhususkan untuk laki-laki saja, namun diwajibkan pula untuk semua orang yang melakukan Umrah Mufradah termasuk wanita.
3. Setelah selesai melakukan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, hal-hal yang diharamkan di saat ihram, seperti hubungan suami isteri, kini menjadi halal dan dibolehkan.
4. Setelah menggunting atau memotong rambut atau kuku tidak diharuskan untuk segera melakukan Thawaf Nisa, bahkan boleh mengakhirkan atau menundanya, sekalipun hingga beberapa hari. Tetapi selama ia belum melaksanakan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, ia diharamkan melakukan hubungan suami istri atau melakukan akad nikah. Dengan demikian maka Thawaf Nisa dan shalatnya itu untuk menghalalkan hubungan suami dengan istrinya atau istri dengan suaminya.
Anak-Anak Dan Umrah Mufradah
Sehubungan dengan ibadah ini anak-anak dibagi menjadi dua bagian, yaitu: anak-anak mumayyiz dan anak-anak ghairu mumayyiz.
1. Anak mumayyiz adalah anak yang telah mengetahui baik dan buruk sesuatu dan diapun dapat melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah dengan benar.
2. Anak ghairu mumayyiz adalah anak yang belum mencapai tingkat mumayyiz atau belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan belum bisa melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah dengan baik.
Seorang anak yang telah mencapai tingkat mumayyiz, maka dia sendirilah yang harus melakukan ihram dan amalan-amalan lainnya. Dan dalam hal-hal yang dia tidak dapat melakukannya, maka bapak atau pembimbingnya dapat memberikan bantuan atau pertolongan kepadanya.
Adapun anak yang belum mumayyiz maka amalan-amalan Umrah Mufradahnya bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Ihram, dalam hal ini, pemandu atau ayahnya dapat memakaikan pakaian ihram kepadanya dan menyuruhnya untuk melakukan niat ihram. Apabila dia bisa membaca talbiyah, maka dia harus membacanya sendiri. Apabila tidak bisa, maka ayahnya atau pemandunya bisa mendiktenya, misalnya ayahnya membaca satu-satu kemudian anak tersebut mengikutinya. Dan apabila hal inipun masih belum dapat dia lakukan, maka ayah atau pemandunya itulah yang harus membacakan talbiyah dengan niat mewakili (menggantikan) kewajiban talbiyah anak yang belum mumayyiz tersebut.
2. Thawaf, pada saat melakukan thawaf, anak yang belum mumayyiz ini harus melakukan thawafnya sendiri apabila mampu, dan apabila dia tidak mampu melakukannya sendiri maka dia boleh digendong atau dibawa mengelilingi Ka’bah untuk melakukan Thawaf sebanyak tujuh kali putaran.
3. Shalat thawaf, apabila anak yang belum mumayyiz tersebut bisa melaksanakan shalat thawaf sendiri, hendaklah dia disuruh melaksanakannya, dan apabila dia belum mampu melakukan shalat thawaf maka ayah atau pemandunya bisa melaksanakan shalat thawaf tersebut sebagai wakil dari anak tersebut.
4. Sa’iy bisa dilaksanakan seperti pelaksanaan thawaf di atas, yaitu jika bisa dia yang harus melaksanakannya sendiri, jika tidak maka ayah/walinya mewakilinya dalam pelaksanaan sa’iy.
5. Memotong atau mencukur rambut atau kuku, yaitu dengan cara rambut atau kukunya dipendekkan atau dipotong setelah melaksanakan Sa’iy.
6. Thawaf Nisa serta Shalat Thawaf Nisa dapat dilaksanakan sebagaimana keterangan yang disebutkan pada Thawaf Umrah dan Shalat Thawaf Umrah di atas.
Catatan:
1. Membawa anak kecil untuk melakukan amalan umrah seperti ihram dan seterusnya hukumnya mustahab atau sunah. Oleh karena itu para jemaah yang membawa bersamanya anak kecil yang belum baligh ke kota Mekkah dan Madinah, apabila mereka menginginkan agar anaknya melakukan Umrah Mufradah juga, hendaklah diperhatikan dengan sebaik-baiknya sehingga amal ibadahnya dapat dilaksanakan dengan baik, benar, sempurna dan tidak ada problem, kekurangan atau cacat.
2. Anak-anak yang telah berihram untuk Umrah Mufradah, maka dia pun harus melakukan Thawaf dan Shalat Thawaf dalam keadaan yang suci atau mempunyai wudhu. Oleh karena itu apabila seorang anak mumayyiz telah mampu melakukan wudhu dengan benar dan sempurna, maka ia sendirilah yang harus mengambil air wudhu untuk melakukan Thawaf dan Shalat Thawaf tersebut. Apabila dia belum mumayyiz dan belum bisa mengambil air wudhu maka sang ayah/wali mengajarkan kepadanya bagaimana tata cara berwudhu sehingga dia bisa mengambil wudhu sendiri. Apabila setelah diajarkan masih tetap belum bisa melakukan wudhu, maka hendaklah orang tua atau pembimbingnya mewudhu’kannya atau membantunya dalam pelaksanaan wudhu’.
3. Seorang anak yang telah melakukan ihram untuk Umrah Mufradah, diharuskan baginya untuk melaksanakan Thawaf Nisa dan juga Shalat Thawaf Nisa. Apabila dia tidak melaksanakan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa maka ia tidak bisa melakukan akad nikah (perkawinan)
4. Thawaf yang dilakukan oleh anak laki-laki (yang belum baligh) atau orang laki-laki dewasa yang belum dikhitan, dianggap tidak sah. Oleh karena itu orang tua atau wali dari anak-anak tersebut, apabila dia mempunyai anak kecil laki-laki dan belum dikhitan, sebaiknya tidak melakukan ihram (tidak ber ihram), sekalipun dia belum mumayyiz.
5. Pembimbing atau wali dari anak kecil, hendaklah menjauhkan anak yang sedang ihram tersebut dari segala hal yang diharamkan selama pelaksanaan ihram, kecuali berjalan di bawah payung atau naungan dimana hal itu diharamkan bagi orang laki-laki dewasa saja, dan diperbolehkan bagi anak kecil.
6. Dalam melakukan Thawaf dan Sa’iy haruslah menjaga syarat-syarat yang telah ditentukan, misalnya ketika thawaf badan dan pakaian anak kecil tersebut diharuskan dalam keadaan suci dan hendaklah bagian badan sebelah kirinya mengarah ke Ka’bah dan ketika melakukan Thawaf atau Sa’iy hendaklah dalam keadaan terjaga atau sadar. Oleh karena itu sangat dipesan atau dianjurkan bagi mereka yang tidak mampu memperhatikan anak-anak kecil tersebut dengan baik, hendaknya jangan meng ihram kan mereka (artinya biarkan mereka dari awal tidak melakukan ihram dan umrah. Pent.).
Thawaf Mustahab
1. Salah satu amalan yang disunahkan untuk dilakukan di kota suci Mekkah adalah melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.
2. Thawaf Mustahab tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan Thawaf Wajib. Mengingat thawaf ini hukumnya sunah, maka shalat thawaf nya pun hukumnya sunah.
3. Pelaksanaan Shalat Thawaf Mustahab tidak harus dilakukan di belakang maqam Ibrahhim As., melainkan boleh dilakukan di mana saja selama masih berada di dalam Masjidil Haram, khususnya ketika terjadi desakan dan banyaknya pengunjung di dalam Masjidil Haram tersebut, sehingga hak-hak orang lain tetap terpelihara dan terjaga.
Thawaf Wada’
1. Para penziarah yang ingin keluar dan meninggalkan kota Makkah, disunahkan baginya untuk melakukan Thawaf Wada’.
2. Thawaf Wada’ pun harus dilakukan sebanyak tujuh kali putaran sebagaimana Thawaf Umrah dan setelah itu dianjurkan pula (sunnah) untuk melakukan shalat thawaf.
3. Di saat akan meninggalkan Masjidil Haram dianjurkan (sunah) untuk berdo’a kepada Allah SWT agar mendapat rizqi dan taufik untuk kembali lagi berziarah ke Baitullah tersebut.
Bagian Kedua:
Hal-Hal Yang Diharamkan Ketika Ihram
Hal-hal yang diharamkan ketika Ihram terbagi menjadi dua macam:
1. Hal-hal yang diharamkan dan ada kewajiban membayar denda (kafarah)
2. Hal-hal yang diharamkan ketika ihram namun tidak ada kewajiban untuk membayar denda (kafarah).
Melanggar atau melakukan hal-hal yang diharamkan dan memiliki kewajiban untuk membayar denda (kafarah) adalah ketika larangan tersebut dilakukan/dilanggar dengan sengaja. Adapun bila dilakukan dalam keadaan lupa, lalai atau tidak tahu, maka tidak ada kewajiban untuk membayar denda (kafarah) kecuali memburu binatang.
Berikutnya kami akan menjelaskan hal-hal yang diharamkan yang sering dihadapi oleh jemaah haji/umrah di saat ihram.
Hal-hal yang diharamkan dan memiliki kewajiban membayar kafarah:
Sesuai dengan urutan :
Pekerjaan Yang Diharamkan→Jenis Kaffarah Yang Harus Dilakukan→Keterangan
1 Melakukan hubungan intim suami istri→Menyembelih 1 ekor Onta→Dengan perincian seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih.
2 Menggunakan atau memakai wewangian→Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib
3 Memakai pakaian yang berjahit→Menyembelih 1 ekor kambing→Khusus Laki laki.
4 Mencukur rambut (kepala) →Menyembelih 1 ekor kambing
5 Menutup kepala→Menyembelih 1 ekor kambing→Khusus Laki-laki
6 Berjalan di bawah naungan/atap yang bergerak→Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib bagi Laki-laki
7 Memotong semua kuku jari-jari tangan→Menyembelih 1 ekor kambing
8 Memotong semua kuku jari-jari kaki→Menyembelih 1 ekor kambing
9 Memotong kurang dari sepuluh kuku jari→Memberi makan satu orang miskin untuk setiap kuku yang dipotong→Kadarnya 1 mud (kurang lebih 700 gram)
10 Menebang pohon besar di kawasan Haram→Menyembelih 1 ekor sapi→Ihtiyath Wajib
11 Menebang pohon kecil di kawasan Haram→Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib
12 Memotong sebagian pohon→Membayar sesuai dengan harga/nilai bagian yang dipotong/dipetik tersebut
13 Melakukan sumpah benar lebih dari tiga kali→Menyembelih 1 ekor kambing→Jika melakukannya tiga kali atau kurang, maka hukumnya haram, namun tidak kewajiban kaffarah
14 Melakukan sumpah benar
1 kali →Menyembelih 1 ekor kambing
2 kali →Menyembelih 1 ekor sapi
3 kali →Menyembelih 1 ekor Onta
15 Mencabut gigi[13] →Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib
16 Mencabut bulu di kedua ketiak→Menyembelih 1 ekor kambing
17 Mencabut bulu di salah satu ketiak→Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib
18 Mencabut rambut kepala→Menyembelih 1 ekor kambing→Ihtiyath Wajib
Hal-hal yang diharamkan, namun tidak ada kewajiban untuk membayar kafarah:
Sesuai dengan urutan : Jenis Pekerjaan→Keterangan
1 Menggunakan celak mata dengan sesuatu yang tidak mengandung bau atau wangi
2 Melihat cermin (bercermin)[14]
3 Menggunakan sandal, sepatu atau kaos kaki yang menutupi semua kaki→Khusus laki-laki
4 Melakukan kefasikan seperti bohong, dll
5 Berdebat dengan sumpah yang benar kurang dari tiga kali
6 Memakai cincin sebagai perhiasan
7 Mewarnai kuku dengan daun inai (pacar) atau lainnya
8 Memakai gelang
9 Memakai minyak pelumas badan (cream/lotion), walaupun tanpa aroma
10 Menutup muka[15]
→Khusus perempuan
11 Mengeluarkan darah dari badan
12 Memotong rerumputan di kawasan Haram
Penjelasan Tambahan Hal-Hal Yang Diharamkan Ketika Ihram
A. Hal-hal yang diharamkan bagi laki-laki dan perempuan yang sedang ihram
Memakai/mengkonsumsi minyak wangi/parfum mencakup beberapa hal berikut:
a. Mengkonsumsi parfum untuk pakaian.
b. Mengkonsumsi parfum untuk badan.
c. Memakai pakaian yang wangi/beraroma.
d. Mengkonsumsi sesuatu yang mengandung wewangian, seperti makan makanan yang mengandung za’faran. Begitu juga minyak goreng atau sejenisnya.
e. Menggunakan sabun dan pasta gigi yang mengandung bau wangi[16] .
f. Mencium bunga atau sayuran yang mempunyai bau/wangi dan bukan tumbuhan padang pasir[17] .
Mengkonsumsi buah-buahan yang beraroma/wangi seperti apel, safarjal dll tidak diharamkan[18] .
Melakukan transaksi jual beli parfum atau sesuatu beraroma lainnya tidak diharamkan.
Melihat air bersih/jernih dan benda-benda mengkilat tidak dihukumi seperti bercermin, oleh karena hukumnya boleh-boleh saja.
Melihat melalui kamera untuk mengambil gambar ketika ihram juga tidak termasuk bercermin, oleh karena itu tidak haram hukumnya.
Mewarnai kuku sebelum ihram tidak diharamkan, sekalipun warnanya masih ada hingga melakukan ihram. Namun sebaiknya (ihtiyat) dihindari.
Memoleskan cream, lotion ke badan sebelum dan baunya masih tetap ada hingga melakukan ihram tidak diperbolehkan. Adapun jika baunya hilang di saat ihram atau memang sama sekali tidak ada baunya, maka boleh-boleh saja digunakan sebelum ihram.
Diperbolehkan untuk memoleskan cream/lotion ke badan pada kondisi terpaksa. Namun jika mengandung wangi/aroma, maka dikenai kewajiban kafarah.
Keharaman mencabut/menghilangkan rambut atau bulu badan tidak ada bedanya antara rambut/bulu yang ada di kepala, wajah atau tempat lainnya. Sebagaimana juga tidak ada bedanya antara rambut/bulu sendiri atau orang lain. Dan tidak ada bedanya antara mencabutnya dengan tangan atau alat.
Apabila ketika berwudhu atau mandi rambut seseorang tercabut tanpa sengaja, maka tidak bermasalah (tidak haram dan tidak berdosa).
Menghilangkan atau mencabut bulu/rambut pada kondisi terpaksa, juga tidak apa-apa, seperti mencabut bulu mata yang mengganggunya.
Apabila seseorang mengusapkan tangannya ke kepala atau wajah di luar wudhu atau mandi sehingga rambutnya tercabut sebanyak satu helai atau lebih, maka ihtiyat wajib dia memberikan satu mud (genggam/700 gram) makanan sebagai sedekah.
Mengeluarkan darah dari badan mencakup hal-hal berikut:
a. Mengambil darah melalui suntikan.
b. Menyuntik badan yang menyebabkan keluarnya darah.
c. Menggunakan sikat gigi atau siwak yang menyebabkan keluarnya darah.
Mengeluarkan darah dari badan pada kondisi terpaksa seperti (dokter) yang mengambil darah pasen untuk mengetahui jenis penyakitnya tidak diharamkan. Begitu juga dokter yang (harus) mencabut gigi pasennya.
Menggaruk badan yang tidak menyebabkan keluarnya darah dan menggosok gigi dengan pasta gigi yang tidak beraroma/wangi, maka hukumnya tidak haram.
Melakukan suntikan (injeksi) dalam keadaan ihram tidak menjadi masalah dan dibolehkan jika tidak ada darah yang keluar. Apabila menyebabkan keluarnya darah dari badan, maka tidak boleh dilakukan, kecuali dalam keadaan yang sangat diperlukan dan darurat.[19]
Keharaman memotong kuku di saat ihram tidak ada perbedaan antara kuku tangan ataupun kuku kaki. Sebagaimana tidak ada perbedaan pula mengenai alat yang digunakan, baik alat tersebut berupa gunting, pisau ataupun gunting kuku.
Mencabut gigi, walaupun tidak mengeluarkan darah, bagi seseorang yang sedang ihram, secara ihtiyat wujubi hukumnya tidak diperbolehkan atau haram.[20]
Memotong atau menebang pohon atau tumbuhan di kawasan haram adalah haram hukumnya, baik bagi seseorang yang sedang ihram maupun tidak. Dengan kata lain hukum ini adalah khusus berlaku di kawasan haram.
Diperkecualikan dari hukum haram di atas beberapa hal berikut:
a. Pohon atau tumbuhan yang kita tanam sendiri
b. Pohon kurma atau buah-buahan lainnya.
c. Tumbuhan yang dikenal dengan nama idzkhir, yangmana orang-orang Arab mempergunakan bagian dari pohon ini untuk mencuci tangan.
Orang yang sedang berjalan secara wajar kemudian menyentuh tetumbuhan sehingga menyebabkannya tercabut, maka tidak dianggap sebagai perbuatan haram..
B. Hal-hal yang diharamkan bagi laki-laki saja
Keharaman memakai pakaian yang berjahit mencakup seluruh jenis pakaian, baik luar atau pun dalam, jubah ataupun lainnya.
Memakai ikat pinggang berjahit hendaknya ditinggalkan (ihtiyath wajib).[21]
Kantong uang berjahit yang kemudian dijadikan sebagai ikat pinggang tidak diharamkan.
Apabila seorang lak-laki yang sedang ihram merasa perlu (darurat) untuk memakai pakaian yang berjahit, maka dia dibolehkan mengenakannya, tetapi dia harus membayar kafarah berupa satu ekor kambing.[22]
Berselimut yang berjahit selama tidak menutup wajah tidak diharamkan.
Duduk di tikar, karpet atau selimut tidak diharamkan, walaupun berjahit.
Jika kaki tertutup kain ihram atau lainnya (seperti selimut), namun bukan kaos kaki, dan sepatu, maka tidak diharamkan.
Keharaman menutupi kepala atau sebagian dari kepala mencakup hal-hal berikut:
a. Menutupi kepala dengan sesuatu seperti topi.
b. Mengeringkan kepala dengan handuk yang menyebabkan seluruh/sebagian kepala tertutup dengannya.
c. Mencelupkan kepala ke dalam air.
d. Mengangkat barang di atas kepala (secara ihtiyat wajib).
Tidak termasuk dalam hukum haram melakukan hal-hal berikut:
a. Mengikat kepala dengan sapu tangan untuk mengurangi sakit kepala.
b. Mandi dengan menggunakan shower.
c. Meletakkan kepala di atas bantal ketika tidur.
d. Meletakkan tangan di atas kepala.
Telinga adalah bagian dari kepala, oleh karena itu tidak boleh juga menutupnya.
Keharaman berjalan di bawah naungan atau pun atap bergerak mencakup payung, mobil, kapal laut dan pesawat. Juga khusus di saat kita menempuh dua tempat, misalnya dari Madinah ke Mekkah atau dari Mekkah ke Arafah. Adapun di dalam Mekkah sendiri atau di dalam Arafah dan Mina, maka tidak diharamkan.[23]
C. Hal-hal yang diharamkan khusus untuk wanita
Keharaman memakai perhiasan bagi perempuan tidak ada perbedaan antara memakainya dengan tujuan berhias diri atau tidak.[24]
Perhiasan (dalam) yang biasa dipakai seorang perempuan, maka di saat ihram pun boleh untuk tidak dilepas, namun tidak boleh ditampakkan kepada orang lain (laki-laki) sekalipun suaminya sendiri.
Keharaman menutup wajah tidak ada perbedaan antara menutupnya dengan cadar atau lainnya, termasuk handuk di saat mengeringkannya.
Meletakkan wajah di atas bantal di saat tidur tidak termasuk di dalam keharaman menutup wajah. Begitu juga meletakkan tangan pada wajah.
Wanita yang ingin menutup sebagian wajahnya dari pandangan laki-laki non muhrim, boleh menutupkan kain kerudung (cadar) dari atas kepalanya sampai hidung atau dagu. Namun hendaknya (ihtiyat wajib) kerudung tersebut dipegang dengan tangannya atau sesuatu yang lain sehingga tidak menempel pada wajahnya.
Bagian Ketiga:
Adab-Adab Umrah Dan Hal-Hal Yang Disunahkan Ketika Umrah
Berikut ini kami sampaikan sebagian dari adab-adab umrah dan hal-hal yang disunnahkan ketika melakukan umrah sehingga para penziarah dapat mengetahui hal-hal tersebut dan dengan membawa catatan ini dapat mengamalkan amalan-amalan tersebut dengan baik dan dapat memperoleh pahala ziarah dari Allah Swt.
Meskipun sebenarnya adab-adab umrah tersebut sangat banyak sekali, namun demi menyingkat tulisan ini maka kami tidak menyampaikan seluruh hal-hal yang disunnahkan tersebut.
A. Hal-hal yang disunnahkan sebelum melakukan Ihram
1. Satu bulan sebelumnya, rambut kepala dan jenggot hendaklah jangan dipotong atau dipendekkan.
2. Membersihkan dan mensucikan badan.
3. Memotong kuku dan memendekkan kumis.
4. Mandi sunnah ihram ketika berada di miqat dan hendak memulai ihram.
B. Hal-hal yang disunnahkan ketika melakukan ihram
Apabila memungkinkan hendaklah ihram itu dilakukan setelah melakukan shalat dhuhur, tetapi apabila tidak memungkinkan hendaklah melakukannya setelah shalat wajib atau shalat fardhu yang lainnya. Apabila hal tersebut pun tidak mungkin dilakukan, hendaklah ihram dilakukan setelah melaksanakan enam atau dua rakaat shalat sunat dimana pada rakaat pertama setelah membaca surah Al Fatihah membaca surah Tauhid dan pada rakaat kedua setelah membaca surah Al Fatihah membaca surah Jahd atau Al Kafirun. Tentu melakukan shalat sunnah enam rakaat (dua rakaat tiga kali) adalah lebih afdhal.
Menyampaikan pujian-pujian kepada Allah Swt setelah melakukan shalat dan membacakan shalawat untuk Rasulullah dan keluarga suci beliau Saw.
Ketika mengenakan dua lembar kain ihram hendaklah membaca doa sebagai berikut:
اَلْحَمْدُ للهِ ا لذِيْ رَزَقَنِيْ مَا اُوَارِيْ بِهِ عَوْرَتِيْ، وَ اُؤَ دي فِيْهِ فَرْضِيْ، وَ اَعْبُدُ
فِيْهِ رَ بِيْ، وَ اَنْتًهِي فِيْهِ اِلَى مَا اَمَرَنِيْ ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ قَصَدْتُهُ فَبَلَّغَنِيْ،
وَاَرَدْتُهُ فَاَعَانَنِيْ وَ قَبِلَنِيْ وَلَمْ يَقْطَعْ بِيْ، وَوَجْهَهُ اَرَدْتُ فَسَلَّمَنِيْ، فَهُوَ حِصْنِيْ
وَ كَهْفِيْ وَ حِرْزِيْ وَ ظَهْرِيْ وَ مَلاَذِيْ وَ رَجَائِيْ وَ مُنْجَايَ وَ ذُخْرِيْ وَ
عُدَّتِيْ فِيْ شِدَّتِيْ وَ رَخَائِي
C. Hal-hal yang disunnahkan ketika membaca talbiyiah
1. Setelah membaca talbiyyah seukuran yang diwajibkan maka disunahkan membaca bacaan berikut ini:
لَبَّيْكَ ذَا الْمَعَارِجِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ دَاعِيًا اِلَى دَارِ السَّلاَمِ لَبَّيْك، لَبَّيْكَ غَفَّارَ
الذُّنُوْبِ لَبَّيْك، لَبَّيْكَ اَهْلَ التَّلْبِيَةِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلاِكْ اَ رمِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ
تُبْدِي وَ الْمَعَادُ اِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ تَسْتَغْنِيْ وَ يُفْتَقَرُ اِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ مَرْهُوْبًا وَ
مَرْعُوْبًا اِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ اِلَهَ الْحَ ق لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ ذَا النَّعْمَاءِ وَ الْفَضْلِ الْحَسَنِ
الْجَمِيْلِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ كَشَّافَ الْكُرَبِ الْعِظَامِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ عَبْدُكَ وَ ابْنُ عَبْدَيْكَ
لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ يَا كَرِيْمُ لَبَّيْكَ
2. Hendaklah bacaan talbiyah tersebut diulang-ulang ketika ihram terutama pada kondisi sebagai berikut:
a. Ketika bangun dari tidur.
b. Setiap kali menyelesaikan shalat wajib dan shalat sunah.
c. Ketika tiba di kendaraan.
d. Ketika naik atau turun dari bukit.
e. Ketika naik atau turun dari kendaraan.
f. Pada akhir malam.
g. Pada waktu sahur.
D. Menghentikan talbiyah
Barang siapa yang telah melakukan ihram untuk Umrah Mufradah, maka ketika ia telah memasuki daerah haram, hendaklah menghentikan bacaan talbiyahnya dan tidak boleh membaca labbaik. Dan apabila ia tinggal di sekitar haram, kemudian untuk melakukan ihram ia pergi keluar haram, maka ketika ia telah memakai pakaian ihram dan melihat Ka’bah, ia harus menghentikan bacaan talbiyahnya.
E. Hal-hal yang dimakruhkan ketika ihram
1. Menggunakan pakaian ihram yang berwarna hitam dan sebaiknya pakaian ihram yang dikenakan berwarna putih.
2. Menggunakan pakaian ihram yang kotor.
3. Mandi dan lebih utamanya, orang yang sedang
ihram ketika mandi hendaklah tidak menggosok badannya dengan alat yang
biasa dipakai untuk menggosok badan dan sejenisnya.
4. Mengucapkan “Labbaik”untuk menjawab panggilan seseorang.
F. Hal-hal yang disunnahkan di saat memasuki Masjidil Haram
1. Sebelum memasuki Masjidil Haram disunahkan melakukan mandi sunnah terlebih dahulu.
2. Memasuki Masjidil Haram dengan bertelanjang kaki dengan keadaan tenang dan penuh tunduk.
3. Masuk dari pintu “Bani Syaibah”[25] .
4. Ketika tiba di Babus Salam hendaklah berdiri di depan pintu dan mengucapkan bacaan berikut:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ، بِسْمِ اللهِ وَ مَا شَاءَ
اللهُ ، اَلسَّلاَمُ عَلَى اَنْبِيَاءَ اللهِ وَ رُسُلَهُ، اَل سلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ،
اَلسَّلاَمُ عَلَى اِبْ اَ رهِيْمَ خَلِيْلِ اللهِ، وَالحَمْدُ للهِ رَ ب الْعَالَمِيْن .
اَللَّهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِيْ مِنَ النَّارِ .
وَ اَوْسِعْ عَلَيَّ مِنْ رِزْقِكَ الْحَلاَلِ الطَّ يبِ وَادْ أَْ ر عَ نيْ شَرَّ شَيَاطِيْنِ
الْجِ ن وَ اْلاِنْسِ وَ شَرَّ فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَ الْعَجَمِ
5. Kemudian memasuki Masjidil haram dan ketika mendekati Ka’bah, hendaklah menengadahkan tangan dan berdoa sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اِ نيْ اَسْأَلُكَ فِيْ مَقَامِيْ هَذَا وَ فِي اَوَّلِ مَنَاسِكِيْ اَنْ تَقْبَلَ تَوْبَتِيْ وَ اَنْ
تَتَجَاوَزَ عَنْ خَطِيْئَتِيْ وَ اَنْ تَضَعَ عَ نيْ وِزْرِيْ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بَلَّغَنِيْ بَيْتَهُ
الْحَ اَ رمِ، اَللَّهُمَّ اِ نيْ اَشْهَدُ اَنَّ هَذَا بَيْتُكَ الْحَ اَ رمِ الَّذِيْ جَعَلْتَهُ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَ اَمْنًا
مُبَارَكًا وَ هُدًى لِلْعَالَمِيْن، اَللَّهُمَّ اِ نيْ عَبْدُكَ وَ الْبَ لدُ بَلَدُكَ وَ الْبَيْتُ بَيْتُكَ،
جِئْتُ اَطْلُبُ رَحْمَتَكَ وَاَؤُمُّ طَاعَتَكَ، مُطِيْعًا لاَمْرِكَ اَ رضِيًا بِقَدَرِكَ، اَسْاَلُكَ
مَسْاَلَةَ الْفَقِيْرِ اِلَيْكَ الْخَاِئفَ لِعُقُوْبَتِكَ، اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَ
اسْتَعْمِ لنِيْ بِطَاعَتِكَ وَ مَرْضَاتِكَ
6. kemudian menghadap ke arah Ka’bah dan mengucapkan:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ عَظَّمَكَ وَ شَرَّفَكَ وَ كَرَّمَكَ، وَ جَعَلَكَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَ اَمْنًا
مُبَارَكًا وَ هُدًى لِلْعَالَمِيْنَ
G. Adab & sunah-sunah thawaf
1. Ketika melakukan thawaf disunahkan mengucapkan:
اَللُّمََّه اِ نيْ اَسْاَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِيْ يُمْشَى بِهِ عَلَى طَلَلِ الْمَاءِ كَمَا يُمْشَى بِهِ
عَلَى جُدَدِ اْلأَرْضِ، وَ اَسْاَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِيْ يَهْتَزُّ لَهُ عَرْشُكَ، وَ اَسْاَلُكَ
بِاسْمِكَ الَّذِيْ تَهْتَزُّ لَهُ اَقْدَامُ مَلاَئِكَتِهِ ، وَ اَسْاَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِيْ دَعَاكَ بِهِ
مُوْسَى مِنْ جَانِبِ الطُّوْرِ فَاسْتَجَبْتَ لَهُ، وَأَلْقَيْتَ عَلَيْهِ مَحَ بَّةً مِنْكَ، وَ اَسْاَلُكَ
بِاسْمِكَ الَّذِيْ غَفَرْتَ بِهِ لِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَ مَا تَأَخَّرَ، وَ اَتْمَمْتَ عَلَيْهِ نِعْمَتَكَ .
Setelah itu utarakanlah hajat yang diinginkan kepada Allah Swt.
2. Di saat sedang melakukan thawaf dianjurkan untuk membaca doa berikut:
اَللَّهُمَّ اِ نيْ اِلَيْكَ فَقِيْرٌ وَ اِنِ يْ خَائِفٌ مُسْتَجِيْرٌ، فَلاَ تُغَ يرْ جِسْمِيْ وَ لاَ تُبَ دلِ
اسْمِيْ
3. Memperbanyak shalawat atas nabi Muhammad dan keluarga beliau Saw, khususnya ketika berada di dekat pintu Ka’bah lalu bacalah do’a berikut:
سَائِلُكَ فَقِيْرُكَ مِسْكِيْنُكَ بِبَابِكَ، فَتَصَدَّقْ عَلَيْهِ بِالْجَنَّةِ ، اَللَّهُمَّ اَلْبَيْتُ بَيْتُكَ ، وَ
الْحَرَمُ حَرَمُكَ ، وَ الْعَبْدُ عَبْدُكَ ، وَ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ ، اَلْمُسْتَجِيْرِ بِكَ مِنَ
النَّارِ، فَاَعْتِقْنِيْ وَ وَالِدِيْ وَاَهْلِيْ وَ وُلْدِيْ وَاِخْوَانِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنَ النَّارِ ،
يَا جَوَادُ يَا كَرِيْمُ
4. Pada saat sampai di Hijir Ismail dan menghadap ke arah talang air (Miyzaab) pada bagian atas Ka’bah maka tengadahkan kepala sambil berdoa seperti berikut:
اَللَّهُمَّ اَدْخِلْنِي الْجَنَّةَ ، وَ اَجِرْنِيْ مِنَ النَّارِ بِرَحْمَتِكَ ،
وَ عَافِنِيْ مِنَ السُّقْمِ وَ اَوْسِعْ عَلَيَّ مِنَ ال رِزْقِ الْحَلاَلِ ،
وَادْ أَْ ر عَ نيْ شَرَّ فَسَقَةِ الْجِ ن وَ اْلإِنْسِ وَ شَرَّ فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَ الْعَ جَمِ
5. Setelah melewati Hijir Ismail dan tiba di belakang Ka’bah, maka ucapkan bacaan:
يَا ذَا الْمَ ن وَ الطُّوْلِ ، يَا ذَا الْجُوْدِ وَ الْكَرَمِ ،
عَمَلِيْ ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِيْ ، وَ تَقَبَّلْهُ مِنِ يْ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
6. Pada saat berada di sebelah Rukun Al Yamani, hendaklah menengadahkan tangan sambil berdoa
seperti berikut:
يَا اَللهُ يَا وَلِيَّ الْعَافِيَةِ، وَخَالِقَ الْعَافِيَةِ ، وَ اَ رزِقَ الْعَافِيَةِ، وَالْمُنْعِمُ بِالْعَافِيَةِ،
وَالْمَنَّانُ بِالْعَافِيَةِ، وَالْمُتَفَ ضلُ بِالْعَافِيَةِ عَلَيَّ وَعَلَى جَمِيْعِ خَلْقِكَ ، يَا رَحْمَانَ
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَِة وَ رحِيْمَهُمَا صَ ل عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّ دٍ ، وَارْزُقْنَا الْعَافِيَةَ ، وَ
تَمَامَ الْعَافِيَةِ ، وَشُكْرَ الْعَافِيَةِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، يَا اَرْحَمَ ال اَّ رحِمِيْنَ
7. Kemudian tengadahkan/hadapkan kepala ke arah Ka’bah dengan mengangkat kedua tangan dan berdoa:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ شَرَّفَكَ وعَظَّمَكَ، وَالْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بَعَثَ مُحَمَّدًا نَبِيًّا وَ جَعَلَ
عَلِيًّا اِمَامًا، اَللَّهُمَّ اهْدِ لَهُ خِيَارَ خَلْقِكَ وَجَ نبْهُ شِ اَ ررَ خَلْقِكَ .
8. Di saat berada di antara Rukun Al Yamani dan Hajar Aswad, berdoa dengan doa berikut:
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
H. Hal-hal yang dianjurkan (mustahab) dalam shalat thawaf
Ketika melaksanakan shalat thawaf, disunahkan pada rakaat pertama setelah membaca Al Fatihah melanjutkannya dengan bacaan surah Tauhid, dan pada rakaat kedua setelah membaca Al Fatihah melanjutkannya dengan bacaan surah Qul Yaa Ayyuhal Kafirun.[26] Dan setelah selesai melaksanakan shalat Thawaf, disunahkan untuk menyampaikan puji-pujian kepada Allah Swt dan mengirimkan shalawat atas Muhammad Saw. Dan keluarga sucinya. Kemudian memohon dari Allah Swt. agar menerima segala permohonan dan do’anya dengan mengucapkan:
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِ نيْ ، وَلاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِ نيْ، اَلْحَمْدُ للهِ بِمَحَامِدِهِ كُ لِهَا عَلَى
نَعْمَائِهِ كُ لِهَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ الْحَمْدُ اِلَى مَا يُحِبُّ وَ يَرْضَى، اَللَّهُمَّ صَ ل عَلَى
مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّ دٍََ ، وَ تَقَبَّلْ مِ نيْ وَ طَ هِرْ قَلْبِيْ وَزَ ك عَمَلِيْ .
I. Hal-hal yang disunnahkan sebelum melakukan sa’i
1. Setelah melakukan shalat thawaf dan sebelum melakukan Sa’i, disunahkan minum air zam-zam ala kadarnya dan disunatkan pula menuangkannya/mengusapkannya ke bagian kepala, punggung dan perut sambil membaca:
ا َللَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْمًا نَافِعًا ، وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُ ل دَاءٍ وَ سُقْمٍ
2. Setelah itu berjalan menuju ke atas bukit Safa dengan hati dan badan yang tenang. Kemudian menujukan pandangan ke arah Ka’bah dan menghadap ke arah sudut tempat Hajar Aswad diletakkan sambil mengucapkan pujian kepada Allah Swt serta mengingat segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Nya. Pada saat itu ucapkanlah dzkir-dzikir berikut ini:
الله أكبر 7 x
الحمد لله 7 x
لا إله إلا الله 7 x
لاَ إِلَهَ إِلا الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَ
يُمِيْتُ وَ هُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَ هُوَ عَلَى كُ ل شَيْءٍ قَدِيْرٌ
3 x
3. Setelah itu sampaikanlah shalawat atas nabi Muhammad Saw. dan keluarga sucinya yang dilanjutkan dengan bacaan berikut:
الحمد لله 100 x
سبحان الله 100 x
J. Hal-hal yang disunnahkan ketika sa’iy
1. Mustahab (disunahkan) melakukan Sa’i dengan berjalan kaki mulai dari bukit Safa sampai di menara pertengahan (saat ini ditandai dengan lampu berwarna hijau). Dari batas lampu hijau tersebut hingga pasar Atharan (lampu berwarna hijau berikutnya) hendaklah melakukan sa’i dengan “harwalah” (berlari-lari kecil). Dan dari tempat tersebut hingga bukit Marwah hendaklah dilakukan dengan berjalan biasa (tidak cepat dan tidak lambat). Dan pada saat kembali dari bukit Marwah ke bukit Safa lakukan pula dengan cara yang sama. Sedangkan untuk wanita tidak disunatkan melakukan “harwalah”.
2. Ketika tiba di satu tempat yang disunatkan melakukan harwalah, hendaknya membaca doa berikut:
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ ، وَاللهُ اَكْبَرُ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَهْلِ بَ يتِهِ، اَلَّلهُمَّ اغْفِرْ
وَارْحَمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ، اِنَّكَ أَنْتَ اْلاَعَزُّ اْلاَجَلُّ اْلاَكْرَمُ، وَاهْدِنِيْ لِلَّتِيْ هِيَ
اَقْوَمُ، اَلَّلهُمَّ إِنَّ عَمَلِيْ ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِيْ، وَتَقَبَّلْهُ مِنِ يْ، اَلَّلهُمَّ لَكَ سَعْيِيْ،
وَبِكَ حَوْلِيْ وَقُوَّتِيْ، تَقَبَّلْ مِنِ يْ عَمَلِيْ يَا مَنْ يَقْبَلُ عَمَلَ الْمُتَّقِيْنَ
3. Pada saat tempat harwalah telah dilalui hendaklah membaca:
يَا ذَا الْمَ ن وَالْفَضْلِ وَالْكَرَمِ وَالنَّعْمَاءِ وَالْجُوْدِ، اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ
الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ
4. Ketika tiba di bukit Marwah hendaklah membaca apa yang telah dibaca di bukit Safa dan juga membaca do’a-do’anya secara tertib sebagaimana yang telah dijelaskan. Dan setelah itu ucapkanlah:
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ اَمَرَ بِالْعَفْوِ، يَا مَنْ يُحِبُّ الْعَفْوَ، يَا مَنْ يُعْطِي عَلَى الْعَفْوِ، يَا
مَنْ يَعْفُو عَلَى الْعَفْوِ ، يَا رَبَّ الْعَفْوِ ، اَلْعَفْوَ، اَلْعَفْوَ، اَلْعَفْوَ .
5. Ketika melakukan sa’i disunahkan banyak menangis dan sangat dianjurkan untuk berusaha dan memaksa diri agar dapat menangis serta memperbanyak do’a. Dianjurkan pula membaca do’a berikut ini:
اَللَّهُ م اِ نيْ اَسْاَلُكَ حُسْنَ الظَّ ن بِكَ عَلَى كُ ل حَالٍ، وَ صِدْقَ ال نيَّةِ فِى التَّوَكُّلِ
عَلَيْكَ
K. Anjuran dan Sunah-sunah lainnya
Diantara yang dianjurkan untuk dilakukan oleh jemaah haji/umrah di saat tinggal di Makkah Muazhamah dan Madinah Al Munawarh adalah sebagai berikut:
1. Memperbanyak membaca dzikir kepada Allah Swt dan membaca Al Qur’an.
2. Mengkhatamkan Al Qur’an Al Karim.
3. Minum air zam-zam dan setelah itu membaca do’a sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْمًا نَافِعًا ، وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُ ل دَاءٍ وَ سُقْمٍ .
بِسْمِ اللهِ وَ الشُّكْرُ لله
4. Banyak memandang Ka’bah dan mengulang-ulanginya.
5. Setiap sehari semalam disunnahkan melakukan thawaf sebanyak sepuluh kali, tiga kali thawaf pada awal malam, tiga kali thawaf pada akhir malam, dua kali thawaf setelah memasuki waktu subuh dan dua kali thawaf setelah zhuhur.
6. Pada saat berada di kota Mekkah disunnahkan melakukan thawaf sebanyak tiga ratus enam puluh kali. Apabila tidak mampu melakukan sebanyak ini, maka lakukanlah sebanyak lima puluh dua kali. Dan apabila hal inipun tidak bisa dilakukan, maka lakkukanlah berapapun yang bisa dilakukan.
7. Termasuk adab-adab di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi adalah banyak melakukan shalat dimana hal ini mempunyai pahala yang sangat besar. Bahkan di sebagian riwayat disebutkan bahwa pahala satu rakaat shalat yang dilakukan di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu rakaat shalat yang dilakukan di tempat lain. Dan pahala satu rakaat shalat yang dilakukan di Masjid Nabawi di Madinah sama dengan sepuluh ribu rakaat shalat yang dilakukan di tempat lainnya.[27] Oleh karena itu alangkah baiknya jika para penziarah bisa menggunakan waktu dan kesempatan yang bagus ini sebaik-baiknya. Dan apabila seseorang mempunyai hutang atau qadha shalat wajib, hendaklah qadha shalat tersebut dilakukan di tempat yang mulia ini sehingga dia bisa melakukan kewajiban syar’i-nya dan bisa pula memperoleh pahala yang begitu banyak.
L. Menghindari Ikhtilaf & Perpecahan
Dalam rangka menjaga persatuan dan persaudaraan kaum muslimin, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Tidak diperbolehkan keluar dari Masjidil Haram
atau dari Masjid Nabawi ketika shalat jamaah telah dimulai. Seluruh
Mukminin jemaah haji dan umrah diwajibkan mengikuti shalat jamaah
bersama mereka[28]
.
2. Mengikuti shalat jamaah bersama saudara-saudara
kita yang bermadzhab Ahlussunnah tidak hanya dikhususkan ketika berada
di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi saja, tetapi di masjid-masjid
lainnyapun ketika berada di kota Mekkah dan Madinah dianjurkan mengikuti
shalat jamaah bersama mereka dan hal itu dianggap sah.
3. Sah hukumnya melakukan sujud di atas batu marmer yang dihamparkan di dalam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
4. Di dalam Masjid Nabawi dibolehkan sujud di atas
karpet atau permadani dan tidak boleh meletakkan turbah untuk sujud di
atasnya. Oleh karena itu tidak ada kewajiban untuk mencari tempat yang
kosong dari karpet/permadani. Sebagaimana tidak ada kewajiban untuk
membawa tikar (daun/jerami) dan sejenisnya. Namun jika hal itu (membawa
tikar untuk dijadikan tempat sujud) bisa dilakukan dan tidak menimbulkan
penghinaan dari kaum muslimin yang lain, maka boleh-boleh saj
dilakukan. Yang harus diperhatikan adalah tidak boleh melakukan hal-hal
yang dapat menjadi bahan tudingan dan ejekan serta hinaan orang lain[29]
.
Beberapa masalah penting:
1. Musafir (Jemaah haji/umrah yang tidak niat tinggal lebih dari 10 ) di saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi boleh melakukan shalat wajib 4 rakaat (Dhuhur, Ashar dan Isya’) secara tamam atau sempurna dan boleh juga melakukannya secara qasar(2 rakaat). Hukum ini berlaku untuk mesjid asli atupun setelah perluasan[30] .
2. Tidak diperbolehkan membawa (pulang) Al Qur’an dari Masjidil Haram atau Masjid Nabawi atau dari masjid-masjid lainnya tanpa minta izin terlebih dahulu kepada pengurus masjid yang bersangkutan.
3. Apabila masa haid seorang wanita tiba ditengah-tengah amalan umrahnya, hendaklah ia merubah tugas dan kewajibannya. Dalam keadaan ini hendaklah dia merujuk pada kitab manasik haji atau bertanya kepada pemimpin rombongan agar taklif dan kewajibannya dapat dilaksanakan dengan baik dan benar[31] .
Saran-saran Divisi Haji Maqam Muadzam Rahbari
1. Amal ibadah dan manasik haji hendaklah dikaji dan dipahami dengan teliti. Hendaklah senantiasa mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh pimpinan rombongan sehingga tidak ada satu amal ibadahpun yang dilakukan tanpa adanya petunjuk dan bimbingan mereka, karena apabila terdapat sedikit saja dari hal-hal ini yang diremehkan, bisa jadi amalan hajinya menjadi rusak dan batal dan bisa jadi hal ini tidak bisa diganti atau diperbaiki hingga akhir ibadah haji, dan bisa jadi dia selamanya akan tetap menjadi seorang muhrim yaitu tetap dalam keadaan ihram, sehingga hal ini akan menyulitkan dirinya ketika kembali ke negaranya.
2. Para penziarah yang mulia, ketika berada di tempat-tempat shalat berjamaah, haruslah mengikuti shalat berjamaah tersebut bersama mereka dan tidak ada uzur atau alasan apapun untuk keluar dari masjid tersebut. Hal ini dilakuakan demi menjaga nama baik dan ukhuwah Islamiyah dalam pandangan orang-orang Ahlus Sunnah, begitu juga hendaklah jangan melewati atau berjalan di hadapan orang-orang yang sedang melakukan shalat.
3. Ketika membaca do’a-do’a dan ziarah, hendaklah jangan mengeraskan suara. Bacalah doa-doa dan ziarah tersebut dengan suara yang lirih dan pelan dan dengan hati yang khusyu’ serta dengan menghadirkan hati di hadapan Allah Swt.
4. Hendaklah jangan meletakkan uang atau benda lainnya di dalam makam Rasulullah Saw. dan tempat-tempat lainnya.
Apabila mempunyai nadzar sehubungan dengan hal ini, hendaklah bermusyawarah terlebih dahulu kepada pemimpin rombongan atau kepada ruhani lainnya.
5. Shalat-shalat wajib dan shalat-shalat mustahab hendaklah dilakukan di Masjid Nabawi. Dan demi menjaga kemuliaan dan kehormatan tasyayyu’, hendaklah jangan melakukan shalat di pinggiran atau di samping kuburan-kuburan Baqi’.
6. Saudari-saudari yang mulia ketika berada di tempat Haramain Syarifain yaitu dua tanah haram yang mulia yang merupakan tempat diturunkannya wahyu dan Al Qur’an al Karim, hendaklah menjaga hijab dan menutup auratnya sebaik mungkin. Sebagaimana mereka telah berziarah ke makam Hadhrat Fatimah Zahra Sa. maka hendaklah mereka mengambil suri tauladan dan contoh yang baik dari beliau. Jangan sampai –na'udzubillah- tingkah lakunya menyebabkan ketidaksenangan dan ketidakrelaan putri tercinta Rasulullah Saw tersebut.
7. Hindarilah menghisap rokok, memakan makanan dan melemparkan sesuatu di dalam masjid, terutama di dalam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Doa Ziarah Rasulullah Saw
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّ دًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُه وَ اَشْهَدُ اَنَّكً رَسُوْلُ اللهَ وَ اَنَّكَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ وَ اَشْهَدُ اَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ
رِسَالاَتِ رَ بِكَ وَ نَصَحْتَ لاُمَّتِكَ وَجَاهَدْتَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَعَبَدْتَ اللهَ حَتَّى
اَتاكَ الْيَقِيْنُ بِالْحِكْمِةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَاَدَّيْتَ الَّذِيْ عَلَيْكَ مِنَ الْحَ ق وَاَنَّكَ
قَدْ رَؤُفْتَ بِالْمُؤْمِنْيْنَ وَغَلَظْتَ عَلَى الْكَافِرِيْنَ فَبَلَّغَ اللهُ بِكَ اَفْضَلَ شَرَفِ مَحَ ل
الْمُكَرَّمِيْنَ اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اسْتَنْقَذَ نَا بِكَ مِنَ ال شرْكِ وَالضَّلاَلِ ، اَللَّهُمَّ فَاجْعَلْ
صَلَوَاتِكَ وَصَلَوَاتِ مَلاَئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَاَنْبِيَائِكَ الْمُرْسَلِيْنَ وَعِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
وَاَهْلِ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرَضِيْنَ وَمَنْ سَبَّحَ لَكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ مِنَ اْلاَوَّلِيْنَ
وَاْلآخِرِيْنِ ، عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ وَنَبِ يِكَ وَ اَمِيْنِكَ وَ نَجِ يِكً وَ حَبِيْبِكَ
وَصَفِ يِكَ وَخَاصَّتِكَ وَصِفْوَتِكَ وَخِيَرَتِكَ مِنْ خَلْقِكَ، اَللَّهُمَّ اَعْطِهِ الدَّرَجَةَ الرَّفِيْعَةَ
وَآتِهِ الْ وسِيْلَةَ مِنَ الْجَنَّةِ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَالآخِرُوْنَ،
اَللَّهُمَّ اِنَّكَ قُلْتَ وَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَلَمُوْا اَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوْا اللهَ وَ اسْتَغْفَرَ
لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوْا الله تَوَّابًا رَحِيْمًا وَاِ نيْ اَ تَيْتُكَ مُسْتَغْفِ اً ر تَائِبًا مِنْ ذُنُوْبِيْ
وَاِ نيْ اَتَوَجَّهُ بِكَ اِلَى اللهِ رَ بِيْ وَ رَ بِكَ لِيَغْفِرَ لِيْ ذً نُوْبِيْ [32]
Doa Ziarah Hadhrat Fatimah Zahra As
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا مُمْتَحَنَةُ، قَدِ امْتَحَنَكِ الَّذِيْ خَلَقَكِ قَبْلَ اَنْ يَخْلُقَكِ، فَوَجَدَكِ
لِمَا امْتَحَنَكِ صَابِرَةً، وَنَحْنُ لَكِ اَوْلِيَاءٌ صَابِرُوْنَ، وَمُصَ دقُوْنَ لِكُ ل مَا اَتاْنَا بِهِ
اَبُوْكِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ، وَ أَتَانَا بِهِ وَصِيُّهُ ، فَاِ نا نَسْأَلُكَ اِنْ كُنَّا صَدَّقْنَاكِ
اِلاَّ اَلْحَقْتِنَا بِتَصْدِيْقِنَا لَهُمَا لِنُبَ شرَ اَنْفُسَنَا اَنَّا قَدْ طَهُرْنَا بِوِلاَيَتِكِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ
يَا بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا بِنْتَ نَبِ ي اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَ ليْكِ يَا بِنْتَ
خَلِيْلِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا بِنْتَ اَمِيْنِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكِ يَا بِنْتَ خَيْرِ خَلْقِ
اللهِ، أُشْهِدُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَمَلاَئِكَتَهُ اَ نيْ اَ رضٍ عَمَّنْ رَضِيْتِ عَنْهُ، سَاخِطٌ عَلَى
مَنْ سَخِطْتِ عَلَيْهِ، مُ تَبَ رِئٌ مِمَّنْ تَبَ أَّْ رتِ مِنْهُ، مُوَالٍ لِمَنٍ وَالَيْتِ، مُعَادٍ لِمَنْ
عَادَيْتِ، مُبْغِضٌ لِمَنْ اَبْغَضْتِ، مُحِبٌّ لِمَنْ اَحْبَيْتِ، وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا
وَحَسِيْبًا وَجَازِيًا وَمُثِيْبًا
Setelah itu kirimkan shalawat kepada Rasulullah Saw. dan para Imam As.
Doa Ziarah Para Imam Ahlul Bayt as di Baqi’ Madinah
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةَ الْهُدَى ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَهْلَ التَّقْوَى، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَيُّهَا
الْحُجَجُ عَلَى اَهْلِ الدُّنْيَا، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَيُّهَا الْقُوَامُ فِى الْبَرِيَّةِ بِالْقِسْطِ، اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ اَهْلَ الصَّفْوَةِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ آلَ رَسُوْلِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَهْلَ
النَّجْوَى، اَشْهَدُ اَنَّكُمْ قَدْ بَلَّغْتُمْ وَنَصَحْتُمْ وَصَبَرْتُمْ فِى ذَاتِ اللهِ وَكُ ذبْتُمْ وَ أُسِيْئَ
اِلَيْكُمْ فَغَفَرْتُمْ، وَاَشْهَدُ اَنَّكُمُ اْلأ ئمَّةُ ال اَّ رشِدُوْنَ الْمُهْتَدُوْنَ، وَأَنَّ طَاعَتَكُمْ
مَفْرُوْضَةٌ، وَاَنَّ قَوْلَكُمُ ال صدْقُ، وَاَنَّكُمْ دَعَوْتُمْ فَلَمْ تُجَابُوْا، وَاَمَرْتُمْ فَلَمْ تُطَاعُوْا ،
وَاَنَّكُمْ دَعَائِمُ ال ديْنِ وَاَرْكَانُ اْلاَرْضِ، لَمْ تَ اَ زلُوْا بِعَيْنِ اللهِ يَنْسَخُكُمْ مِنْ اَصْلاَبِ
كُ ل مُطَهَّرٍ، وَيَنْقُلُكُمْ مِنْ اَرْحَامِ الْمُطَ هِ اَ رتِ ، لَمْ تُدَ نسْكُمُ الْجَاهِلِيَّةُ الْجَهْلاَء ،
وَ لَمْ تَشْرَكْ فِيْكُمْ فِتَنُ اْلاَهْوَاءِ، طِبْتُمْ وَ طَابَ مَنْبَتُكُمْ، مَنَّ بِكُمْ عَلَيْنَا دَ يانُ
ال ديْنِ، فَجَعَلَكُمْ فِى بُيُوْتٍ اَذِنَ اللهُ اَنْ تُرْفَعَ وَ يُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ، وَ جَعَلَ
صَلاَتَنَا عَلَيْكُمْ رَحْمَةً لَنَا وَ كَفَّارَةً لِذُنُوْبٍنَا، اِذِ اخْتَارَكُمُ اللهُ لَنَا، وَ طَيَّبَ خَلْقَنَا
بِمَا مَنَّ عَلَيْنَا مِنْ وِلا يَتِكُمْ، وَ كَنَا عِنْدَهُ مُسَ ميْنَ بِعِلْمِكُمْ، مُعْتَرِفِيْنَ بِتَصْدِيْقِنَا
اِيَّاكُمْ ، وَ هَذَا مَقَامُ مَنْ اَسْرَفَ وَاَخْطَأَ وَاسْتَكَانَ وَاَقَرَّ بِمَا جَنَى، وَ رَجَى بِمَقَامِهِ الْخَلاَصَ، وَ اَنْ يَسْتَنْقِذَهُ بِكُمْ مُسْتَنْقِذُ ا لهَلْكَى مِنَ الرَّدَى، فَكُوْنُوْا لِيْ
شُفَعَاءَ فَقَدْ وَ فَدْتُ اِلَيْكُمْ اِذْ رَغِبَ عَنْكُمْ اَهْلُ الدُّنْيَا وَ اتَّخَذُوْا آيَاتِ اللهِ هُزُوًا
وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَا، يَا مَنْ هُوَ قَائِمٌ لاَ يَسْهُو وَ دَائِمٌ لاَ يَلْهُو وَمُحِيْطٌ بِكُلَّ
شَيْءٍ، لَكَ الْمَنُّ بِمَا وَفَّقْتَنِيْ وَعَرَّفْتَنِيْ بِمَا اَقَمْتَنِيْ عَلَيْهِ، اِذْ صَدَّ عَنْهُ عِبَادُكَ
وَ جَهِلُوْا مَعْرِفَتَهُ وَ اسْتَخَفُّوْا بِحَ قِهِ وَ مَالُوْا اِلَى سَواهُ، فَكَانَتِ الْمِنَّةُ مِنْكَ عَلَيَّ
مَعَ اَقْوَامٍ خَصَصْتَهُ مْ بِمَا خَصَّصْتَنِيْ بِهِ، فَلَكَ الْحَمْدُ اِذْ كُنْتَ عِنْدَكَ فِيْ
مَقَامِيْ هَذَا مَذْكُوْ اً ر مَكْتُوْبًا فَلاَ تَحْرِمْنِيْ مَا رَجَوْتُ وَلاَ تُخَ يبْنِيْ فِيْمَا دَعَوْتُ،
بِحُرْمَةِ مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّ دٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ .
Setelah itu berdo’alah sesuai dengan hajat yang diinginkan, kemudian lakukanlah dua rakaat shalat ziarah untuk setiap Imam As. (untuk menjaga kemuliaan para Aimmah Baqi As. hendaklah para penziarah melakukan shalat ziarah ini di dalam Masjid Nabawi dan menghindari diri dari melakukan shalat ziarah tersebut di dalam pekuburan).
Doa Ziarah Jami’ Awwal (Jami’ah Shaghirah)
Ziarah ini dinukil dari Imam Ridha As. dan termuat di dalam kitab-kitab: Al Kafi, Tahdzib dan Kamil az Ziarah. Ziarah ini bisa dibaca di seluruh makam para Nabi dan Imam As.[33]
اَلسَّلاَمُ عَلَى اَوْلِيَاءٍ اللهِ وَ اَصْفِيَائِهِ ، اَلسَّلاَمُ عَلَى اُمَنَاءِ اللهِ وَ اَحِبَّائِهِ،
اَلسَّلاَمُ عَلَى اَنْصَارِ اللهِ وَخُلَفَائِهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى مَحَا ل مَعْرِفَةِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ
عَلَى مَسَاكِنِ ذِكْرِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى مُظْهِرِيْ اَمْرِ اللهِ وَ نَهْيِهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى
الدُّعَاتِ اِلَى اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى الْمُسْتَقَ رِيْنَ فِى مَرْضَاتِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى
الْمُخْلِصِيْنَ فِى طَاعَةِ الله ، اَلسَّلاَمُ عَلَى اْلأَدِلاَّءِ عَلَى اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى الَّذِيْنَ
مَنْ وَالاَهُمْ فَقَدْ وَالَى اللهَ، وَ مَنْ عَادَاهُمْ فَقَدْ عَادَى اللهَ، وَ مَنْ عَرَفَهُمْ فَقَدْ
عَرَفَ اللهُ ، وَ مَنْ جَهِلَهُمْ فَقَدْ جَهِلَ اللهَ، وَ مَنِ اعْتَصَمَ بِهِ مْ فَقَدِ اعْتَصَمَ
بِاللهِ، وَ مَنْ تَخَلَّى مِنْهُمْ فَقَدْ تَخَلَّى مِنَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ، وَ اُشْهِدُ اللهَ اَ نيْ سِلْمٌ
لِمَنْ سَالَمْتُمْ، وَ حَرْبٌ لِمَنْ حَارَبْتُمْ، مُؤْمِنٌ بِسِ رِكُمْ وَعَلاَنِيَّتِكُمْ، مُفَ وِضٌ فِى ذَلِكَ كُ لِهِ اِ ليْكُمْ، لَعَنَ اللهُ عَدُوَّ آلِ مُحَمَّدٍ مِنَ الْجِ ن وَ اْلإِنْسِ، وَ أَبْ أَ رُ اِلَى اللهِ
مِنْهُمْ، وَ صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ
Daftar Isi
TATA CARA UMRAH MUFRADAH 1
Di Dalam Madzhab Ahlul Bait1
Sesuai Fatwa 1
Ayatullah Udzma Imam Khomeini Ra,1
Ayatullah Udzma Imam Ali Khamenei dan 1
Ayatullah Udzma Syeikh Mohammad Taqi Bahjat1
Disusun oleh:1
Muhammad Husain Falah Zadeh 1
Kata Pengantar2
Bismillahirahmanirrahim 2
“Tingkatan maknawi haji yang merupakan modal bagi kehidupan abadi dan
dapat mendekatkan manusia kepada ufuk tauhid dan pensucian tidak akan
pernah berhasil kecuali dengan aturan-aturan ibadah haji yang dilakukan
secara benar dan teliti” 2
(Imam Khomeini Ra) 2
Pesan Imam Khomeini Ra 5
Pengantar Penyusun 6
Beberapa poin yang harus diperhatikan:7
Bagian Pertama:10
Amalan-Amalan Wajib Umrah Mufradah 10
Arti Umrah 10
Macam-macam Umrah 10
Amalan-amalan Umrah Mufradah 11
Waktu melakukan Umrah Mufradah 11
Tempat melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah 12
Urutan melakukan Amalan-amalan Umrah Mufradah 12
Ihram 12
Tempat Ihram 12
Tata cara melakukan Ihram 13
Dua masalah penting:14
Hal-hal yang diharamkan ketika Ihram 14
A. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang ihram baik laki-laki maupun perempuan:15
B. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi laki-laki:16
C. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi wanita:16
Thawaf16
Hukum-hukum Thawaf16
Shalat Thawaf17
Sa’iy Antara Bukit Shafa Dan Marwah 19
Memotong Atau Mencukur Rambut20
Waktu memotong atau mencukur rambut20
Tempat memotong atau memendekkan rambut21
Thawaf Nisa Dan Shalatnya 21
Anak-Anak Dan Umrah Mufradah 22
Catatan:24
Thawaf Mustahab 26
Thawaf Wada’26
Bagian Kedua:27
Hal-Hal Yang Diharamkan Ketika Ihram 27
Hal-hal yang diharamkan dan memiliki kewajiban membayar kafarah:27
Hal-hal yang diharamkan, namun tidak ada kewajiban untuk membayar kafarah:29
Penjelasan Tambahan Hal-Hal Yang Diharamkan Ketika Ihram 29
A. Hal-hal yang diharamkan bagi laki-laki dan perempuan yang sedang ihram 30
B. Hal-hal yang diharamkan bagi laki-laki saja 33
C. Hal-hal yang diharamkan khusus untuk wanita 34
Bagian Ketiga:36
Adab-Adab Umrah Dan Hal-Hal Yang Disunahkan Ketika Umrah 36
A. Hal-hal yang disunnahkan sebelum melakukan Ihram 36
B. Hal-hal yang disunnahkan ketika melakukan ihram 36
C. Hal-hal yang disunnahkan ketika membaca talbiyiah 37
D. Menghentikan talbiyah 38
E. Hal-hal yang dimakruhkan ketika ihram 38
F. Hal-hal yang disunnahkan di saat memasuki Masjidil Haram 38
G. Adab & sunah-sunah thawaf40
H. Hal-hal yang dianjurkan (mustahab) dalam shalat thawaf41
I. Hal-hal yang disunnahkan sebelum melakukan sa’i42
J. Hal-hal yang disunnahkan ketika sa’iy 43
K. Anjuran dan Sunah-sunah lainnya 44
L. Menghindari Ikhtilaf & Perpecahan 45
Beberapa masalah penting:46
Saran-saran Divisi Haji Maqam Muadzam Rahbari47
Doa Ziarah Rasulullah Saw 49
Doa Ziarah Hadhrat Fatimah Zahra As 49
Doa Ziarah Para Imam Ahlul Bayt as di Baqi’ Madinah 50
Doa Ziarah Jami’ Awwal (Jami’ah Shaghirah)51
Catatan:
[1]Shahife-ye Nur (Kumpulan Ceramah Imam Khomeini Ra) Volume 20, hal. 19 Disampaikan pada tangga16-5-1365
Hiriyah Syamsiyah.
[2]Q.S. Al Baqarah 193
[3]Diambil dari Psan Imam Khomeini Kepada Jemaah Haji (6-5-1365 Hsy.) Ma’bad-e Eshq adalah Ka’bah, dan Marqad-e
Ma’shuq adalah pusara suci Rasulullah Saw
[4]Istitha’at adalah kemampuan fisik dan finansial.
[5]Q.S. Al Baqarah 127
[6]Kurang lebih 90 Km (Pent.)
[7]Kecuali bagi mereka yang karena pekerjaan dan profisinya meniscayakan untuk keluar masuk kota Mekkah seperti sopir, maka mereka tidak ada kewajiban untuk melakukan umrah untuk setiap kali memasuki kota Mekkah.
[8]Ayatullah Khamenei: Tidak ada keharusan jarak atau senggang waktu tertentu antara dua Umrah Mufradah dan jarak tertentu itu bukan merupakan syarat antara dua Umrah Mufradah, akan tetapi secara ihtiyat istihbabi setiap bulan hendaklah seseorang hanya melakukan satu kali Umrah Mufradah saja, kecuali apabila Umrah Mufradah dilakukan untuk orang lain maka setiap orang bisa melakukan satu kali umrah untuk dirinya, kemudian melakukan umrah lagi untuk orang lain.
Ayatullah Bahjat: Yang afdhal dan utama bahkan berdasarkan ihtiyat adalah bahwa Umrah Mufradah yang kedua hendaklah dilakukan pada bulan yang lainnya, bukan pada bulan yang sama, dimana Umrah Mufradah pertama dilakukan atau jarak antara Umrah Mufradah yang pertama dengan Umrah Mufradah yang kedua adalah sebanyak sepuluh hari. Tetapi apabila seseorang ingin melakukan satu kali Umrah Mufradah untuk dirinya dan satu kali Umrah Mufradah untuk orang lain, maka jarak antara kedua umrah tersebut tidak lagi diperlukan. Demikian juga apabila dua umrah tersebut kesemuanya dilakukan untuk orang lain.
[9]Ayatullah Bahjat: Diwajibkan pula ketika itu untuk niat meninggalkan hal-hal yang diharamkan bagi orang-orang yang sedang melakukan ihram.
[10]Hijir Ismail adalah tembok kecil separoh lingkaran yang panjangnya kira-kira sepuluh meter yang dimulai dari pojokan utara Ka’bah sampai ke bagian barat Ka’bah. Di tempat inilah dimakamkan Nabiullah Ismail As. dan ibundanya Hadzrat Hajar dan banyak lagi para nabi yang lain.
[11]Ayatullah Khamenei: Thawaf tidak memiliki batas tertentu.
[12]Ayatullah Khamenei: Apabila karena banyaknya orang yang melakukan thawaf sehingga menyebabkan dia tidak bisa melakukan shalat thawaf di belakang makam Ibrahim As, maka dia bisa melakukan shalat thawafnya di bagian mana saja di dalam masjidil Haram, dan shalatnya dianggap sah.
[13]Ayatullah Khamenei: Jika tidak ada darah yang keluar, maka tidak haram dan tidak ada kewajiban membayar kaffarah
[14]Ayatullah Khamenei & Ayatullah Bahjat: Jika tidak untuk tujuan berhias tidak diharamkan, seperti sopir yang melihat cermin untuk mengetahui adanya mobil di belakang/di sampingnya.
[15]Ayatullah Bahjat: Wajib menyembelih 1 ekor kambing.
[16]Ayatullah Khamenei & Ayatullah Bahjat: Ihtiyath wajib hendaknya dihindari
[17]Ayatullah Khamenei : Ihtiyath wajib hendaknya dihindari mencium segala jenis tumbuhan yang beraroma, sekalipun tanaman padang pasir.
Ayatullah Bahjat: Wajib menghindari segala jenis yang beraroma (fatwa)
[18]Ayataullah Khamenei: namun wajib untuk tidak menciumnya.
[19]Ayatullah Khamenei: Pada dua kondisi di atas tidak ada kewajiban membayar kaffarah (denda), yaitu mengeluarkan darah akibat suntikan baik dalam kondisi darurat atau tidak.
[20]Ayatullah Khamenei: Tidak ada keharaman dan tidak ada kewajiban membayar kaffarah jika mencabut gigi tanpa mengeluarkan darah. Begitu juga tidak haram hukumnya mencabut gigi, walaupun meniscayakan keluarnya darah pada kondisi darurat. Namun ihtiyath mustahab (dianjurkan) untuk bersedekah dengan 1 ekor kambing.
Ayatullah Bahjat: Apabila pencabutan tersebut menyebabkan keluarnya darah, maka hukumnya haram, namun tidak ada kewajiban untuk membayar kaffarah. Jika tidak meniscayakan keluarnya darah atau memang pencabutan harus dilakukan (darurat) maka tidak diharamkan.
[21]Ayatullah Khamenei: tidak diharamkan memakai sesuatu yang bukan pakaian seperti ikat pinggang.
[22]Ayatullah Khamenei: Ihtiyath wajib.
[23]Ayatullah Khamenei & Ayatullah Bahjat: Sekalipun di dalam kota Mekkah, Mina dan Arafah tetap tidak diperbolehkan.
[24]Ayatullah Bahjat: Keharaman hanya berlaku jika dilakukan untuk berhias diri dengannya.
[25]Terdapat dalam riwayat bahwa setelah hancurnya patung-patung yang berada di Ka’bah dan sekitanya, patung Hubal dipendam di tempat tersebut. Masuk Masjidil Haram disunnahkan dari pintu tersebut sehingga patung yang merupakan manifestasi kesyirikan dan penyembahan kepada selain Allah terinjak di bawah telapak kaki kita, meskipun dikarenakan perluasan masjid, pintu tersebut saat ini tidak ada lagi, akan tetapi dikatakan bahwa pintu tersebut berada berhadapan dengan “Babus Salam”.
[26]Karena shalat thawaf harus dilakukan dengan benar, maka disarankan bagi para penziarah yang tidak bisa membaca surah tersebut dengan cara yang benar, agar membaca surah At Tauhid juga pada rakaat ke dua seperti rakaat pertama.
[27]Furu’ Kafi, J. 4, hal. 526 dan 556.
[28]Ayatullah Bahjat: Apabila tidak mempunyai hajat yang sangat urgen, hendaklah dia tidak keluar dari masjid tersebut, dan alangkah baiknya apabila dia juga mengikuti shalat berjamaah bersama mereka.
[29]Ayatullah Bahjat: Apabila pada saat berada di Masjid Nabawi memungkinkan untuk sujud di atas sesuatu yang dianggap sah (seperti kertas, dll), maka hendaklah ia melakukan sujud di atasnya. Dan apabila dia melakukan sujud di atas karpet atau permadani yang ada di dalam masjid tersebut, maka dia telah menyalahi ihtiyat.
[30]Ayatullah Khamenei : Bahkan di semua tempat di dua kota Mekkah dan Madinah berlaku hukum memilih tersebut.
[31]Secara ringkas jika darah haidh keluar pada saat:
a. Sebelum melakukan ihram dan dia ingin memulai ihram dari Masjid Syajarah, maka dia bisa niat (memulai) ihram dari luar mesjid dengan nadzar terlebih dahulu atau melakukannya di dalam mesjid, namun hanya berjalan saja dan tidak boleh berhenti. Artinya masuk dari satu pintu di dalam mesjid sambil jalan niat ihram dan keluar dari pintu yang lainnya. Jika dia memulai ihram dari miqat lain, maka dia bisa melakukannya tanpa masuk mesjid, namun cukup niat ihram di luar mesjid.
b. Setelah ihram namun belum melaksanakan thawaf umrah, maka dia harus menunggu sampai bersih (suci) kemudian melakukan thawaf dan amalan berikutnya. Jika hal itu tidak memungkinkan, misalnya karena rombongan yang bersamanya harus meninggal kota Mekkah sebelum dia suci, maka dia bisa meminta orang lain mewakili thawaf dan shalat thawaf, kemudian dia melakukan sa’iy sendiri dan menggunting sebagian rambutnya. Jika belum juga suci maka thawaf nisa’ dan shalatnya pun diwakili oleh orang lain.
c. Setelah thawaf umrah dan shalatnya, maka dia bisa melakukan sa’iy dan menggunting rambutnya, kemudian menunggu sampai suci untuk melakukan thawaf nisa’ dan shalatnya, jika tidak memungkinkan maka dia bisa mewakilkan kepada orang lain agar melakukan thawaf nisa’ dan shalatnya dengan niat niyabah (Pent.)
[32]Tahdzibul Ahkam, hal. 606; Kamilu al Ziyarah, hal. 16; Mafatihul Jinan, hal. 629; Tsawabul Haj, hal. 164.
[33]Kafi, J. 4, hal. 579; Tahdzibul Ahkam, J. 6, hal. 102 dan Kamal az Ziarah, hal. 331.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar