ilustrasi hiasan:
MEMAKNAI KEMBALI KHOTBAH HISTORIS SAYYIDAH ZAINAB DI HADAPAN YAZID
pengarang : Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’id
Peran Sayyidah Zainab as
Peran wanita dalam gerakan Tauhid dan Islam sama sekali tidak bisa dipungkiri. Puncaknya adalah gerakan dan kebangkitan Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as. Dalam kebangkitan Asyura Imam Husein as membawa semua keluarganya baik laki-laki maupun perempuan, besar dan kecil. Dalam kebangkitan Asyura peran perempuan di sini tidak kalah pentingnya dengan peran laki-laki. Ada beberapa perempuan yang karena keberanian, keimanan dan pengorbanannya mereka berhasil mencatat namanya dalam sejarah mulia kebangkitan Asyura dan yang terpenting adalah keberadaan saudara perempuan Imam Husein as yang bernama Zainab as.
Sayyidah Zainab as dalam kebangkitan Asyura selain sebagai jembatan penyambung dan pengemban risalah pasca syahadah Imam Husein as, beliau juga bertanggung jawab sebagai pemimpin para tawanan, perawat Imam Zainul Abidin as yang sedang sakit dan penjaga anak-anak dan para wanita.
Bila Sayyidah Khadijah as wanita pertama kali yang beriman kepada Rasulullah Saw. Ia juga berkorban selama sepuluh tahun dari awal kenabian sampai tahun kesepuluh hijriyah. Dengan setia mendampingi suaminya dalam menyebarkan ajaran Islam dengan segala beban dan kesulitan. Dalam peristiwa Karbala, Sayyidah Zainab as cucu beliau juga mendampingi saudaranya Imam Husein as menegakkan dan meluruskan ajaran kakeknya Rasulullah Saw. Ajaran yang sedang diselewengkan oleh manusia-manusia durjana seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.
Bila wanita harus ditawan dan dikelilingkan di tengah-tengah kota karena untuk menegakkan agama Allah, wanita mana yang lebih layak untuk memainkan peran ini, kalau bukan pewaris Khadijah as. Perempuan yang selama ini setia mendampingi Rasulullah Saw dalam segala kesulitan dan tantangan demi menegakkan agama Allah. Pasca syahadah Imam Husein as, Sayyidah Zainab mengambil alih tanggung jawab risalah kakaknya yang telah syahid.
Beliau benar-benar menggunakan kesempatan yang ada mulai dari berkhotbah di pasar Kufah sampai di istana Ibnu Ziyad dan di Syam di hadapan Yazid bin Muawiyah. Dengan khotbahnya yang lantang bak ayahnya Imam Ali as yang sedang berkhotbah, Sayyidah Zainab as membuka setiap hati yang buta dan membongkar kejahatan dan kezaliman pemerintahan Bani Umayyah. Bila ajaran murni Rasulullah Saw sampai kini menyebar luas di tengah-tengah umat manusia itu karena jasa, keberanian dan kesabaran Sayyidah Zainab as dalam melanjutkan risalah kakeknya.
Di Majlis Ibnu Ziyad
Ibnu Ziyad berusaha menghina Ahlul Bait as dengan melemparkan sebuah pertanyaan, “Siapa wanita yang terkucil ini?” tidak ada yang menjawab dan ia mengulangi lagi pertanyaannya, kemudian salah satu pembantu Sayyidah Zainab menjawab, “Ini adalah Zainab putri Fathimah putri Rasulullah Saw.” Ibnu Ziyad melanjutkan, “Aku bersyukur kepada Allah karena telah mempermalukan kalian, membunuh dan mengungkap kebohongan kalian.”
Penghinaan ini dijawab dengan tegas oleh Sayyidah Zainab as, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kami dengan wujud nabinya Muhammad Saw dan mensucikan kami dengan sesuci-sucinya. Kalau kamu bilang kami dipermalukan, sesungguhnya yang dipermalukan adalah orang yang fasik. Kalau kamu bilang kami berbohong, sesungguhnya pelaku kezalimanlah yang berbohong, bukan kami dan segala puji bagi Allah.”
Di Majlis Yazid bin Muawiyah
Kedengkian dan kekufuran Yazid bin Muawiyah terungkap ketika para tawanan Ahlul Bait berdiri di depannya dan dengan kecongkakannya Yazid mengutak-atik gigi Imam Husein as dengan kayu yang ada di tangannya seraya berkata, “Oh seandainya nenek moyangku yang terbunuh di perang Badar dalam kondisi musyrik sekarang ada di sini menyaksikan kondisi keluarga Muhammad. Mereka akan terlihat gembira dan mengatakan kepadaku, terima kasih Yazid! Bani Hasyim telah bermain kekuasaan, tidak ada kabar gaib dan juga tidak ada wahyu yang turun. Aku bukan tergolong Khunduf (nenek moyang bani Umayyah ) bila aku tidak membalas dendam perilaku Muhammad dari anak-anaknya.”
Di sini Yazid tidak saja membunuh Imam Husein as tapi juga berperang melawan Allah dan Rasulullah. Ia menganggap dirinya sebagai amirul mukminindan berposisi sebagai pengganti Rasulullah Saw tapi pada saat yang sama membalas dendam pekerjaan-pekerjaan Rasulullah yang membunuh para musyrikin di Badar. Ia mengagung-agungkan nenek moyangnya yang musyrik dan memusuhi Rasulullah Saw. Yazid mengutak-atik bibir Imam Husein as yang senantiasa diciumi oleh Rasulullah Saw. Mendengar kekufuran ini Sayyidah Zainab as tidak tinggal diam. Beliau segera mempermalukan dan membongkar kedok Bani Umayyah yang telah menyelewengkan Islamdengan pidato historisnya.
Sayyidah Zainab berkata:
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat Allah atas Rasul-Nya dan semua keluarganya. Benar Allah berfirman demikian, “Lantas kesudahan orang–orang yang melakukan bermacam-macam kejahatan adalah sikap kufur dan memperolok-olok ayat-ayat Allah.” (Surat ar-Rum: 10).
Hai Yazid! Kau pikir dengan menutup jalan darat dan udara untuk kami dan dengan mengelilingkan kami ke sana kemari bak tawanan, di hadapan Allah kami terhina dan kau terhormat? Kau pikir kemenanganmu atas kami karena kedudukanmu di hadapan Allah? Lantas kau bangga dan sombong memandang sekitarmu? Karena kau lihat dunia berpihak kepadamu, urusan berjalan sesuai dengan kehendakmu dan dengan mudah kau menguasai kami? Tunggu dulu pelan-pelan! Lupakah kau akan firman Allah yang berbunyi, “Dan jangan sekali-kali orang kafir menyangka bahwa tangguh yang Kami berikan kepada mereka lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami beri tangguh kepada mereka supaya bertambah-tambah dosa mereka. Dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Surat Ali Imran: 178)
Kemudian Sayyidah Zainab mengingatkan Yazid dan orang sekelilingnya akan status mereka sebagai orang-orang yang dibebaskan oleh Rasulullah Saw dalam peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah).
“Hai anak orang-orang yang dibebaskan! Adilkah peraturan ini, di mana kau letakkan perempuan-perempuan dan pembantu-pembantumu di balik tabir sementara putri-putri Rasulullah kau bawa kesana kemari bak tawanan?Kau buka kerudung dan wajah mereka dan musuh-musuh membawanya dari kota satu ke kota lain sehingga orang-orang asing dan hina memandang wajah-wajah mereka? Sementara tidak ada bagi mereka laki-laki yang menjadi pimpinannya dan tidak punya pelindung yang melindungi mereka.
Bagaimana bisa diharapkan kasih sayang dari seorang (Hindun) yang telah mengunyah hati orang-orang suci kemudian memuntahkannya dan dagingnya tumbuh dari darah-darah syuhada? Bagaimana bisa berhenti permusuhan orang yang pandangannya kepada kami Ahlul Bait senantiasa penuh dengan permusuhan dan kedengkian? Kemudian tanpa ada rasa dosa dan dengan congkak mengatakan, “Seandainya nenek moyangku hadir di sini dan saking gembiranya pasti berteriak, “Yazid, terima kasih!”
Kini kau berkatasambil mengutak-atik gigi Aba Abdillah, penghulu para pemuda ahli surga. Bagaimana mungkin kau tidak akan mengatakan hal itu? Dengan menumpahkan darah putra-putra Rasulullah Saw dan bintang-bintang keluarga Abdul Muthalib, kau telah melukai hati-hati dan membakar akarkeutamaan dan takwa. Sekarang kau panggil nenek moyangmu dan kau pikir kau sedang memanggil mereka dan minta pujian dari mereka sementara kau lupa bahwa kau secepatnya akan menyusul mereka. Pada saat itu kau akan berharap, “Seandainya kau lumpuh dan bisu, tidak mengatakan apa yang telah kau katakan dan tidak berbuat apa yang telah kau perbuat.”
Ya Allah tuntutlah hak kami dari mereka dan balaslah kejahatan orang-orang yang menzalimi kami! Turunkan kemarahan-Mu kepada orang-orang yang menumpahkan darah kami dan membunuh para sahabat kami!
Kemudian Sayyidah Zainab berkata kepada Yazid, “Hai Yazid, Demi Allah! dengan kejahatanmu ini kau telah menguliti kulitmu sendiri dan mencabik-cabik dagingmu sendiri. Dengan segera kau akan menghadap Rasulullah Saw dengan menanggung dosa. Dosa menumpahkan darah dan menodai kehormatan keluarganya. Pada hari itu Allah akan mengumpulkan Rasulullah Saw dengan keluarganya dan menuntut hak-hak mereka dari musuh-musuhnya.”
“Jangan kau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.” (Surat Ali Imran: 169).
Dan cukup bagimu, Allah Swt sebagai hakim, Rasulullah Saw sebagai penuntut dan Malaikat Jibril sebagai pendukung. Ketahuilah bahwa mereka yang menyiapkan sarana kejahatan ini dan menaikkan kamu di atas pundak kaum muslimin, akan segera menerima balasannya. Seburuk-buruk balasan bagi orang-orang zalim. Mereka akan segera tahu siapa yang lebih buruk dan pasukan mana yang lebih lemah.”
Yazid dalam pandangan Sayyidah Zainab adalah manusia yang sangat rendah dan hina sehingga tidak layak menjadi orang yang diajak bicara oleh beliau. Tapi beliau terpaksa berbicara dengan Yazid seraya mengatakan:
“Bila musibah menyeretku ke sini dan terpaksa harus bicara denganmu, ketahuilah posisimu di mataku sangat rendah dan terhina. Sehingga sulit bagiku untuk menegur dan mengritikmu. Tapi aku harus bagaimana? Mata-mata kami menangis dan dada-dada kami terbakar.
Oh…sungguh aneh kejadian ini dan benar-benar aneh! Tentara Allah terbunuh di tangan tentara setan yang dibebaskan. Tangan-tangan kalian berlumuran darah kami. Daging-daging kami keluar dari mulut-mulut kalian. Badan-badan yang suci diserahkan kepada serigala-serigala dan binatang buas sahara.
Bila hari ini dengan membunuh dan menawan kami kau merasa beruntung, di Hari Perhitungan dengan mahal kau akan segera membayarnya. Kau tidak akan menemukan sesuatu kecuali apa yang kau perbuat. “Sekali-kali Tuhanmu tidak akan menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Surat Fussilat: 46). Hanya kepada Allah kami mengeluh dan hanya kepada-Nya kami bersandar.
Hai Yazid, lakukan konspirasimu terhadap kami dan lakukan usahamu semaksimal mungkin! Demi Allah! Kau tidak akan bisa menghapus nama kami dan tidak bisa membunuh wahyu kami. Kau tidak akan bisa mencapai ketinggian kami. Kau tidak akan bisa mencuci perbuatan yang memalukan ini. Ketahuilah sesungguhnya pendapat dan pemikiranmu itu goyah dan masa-masamu pendek dan kelompokmu berceceran.
Pada hari itu seorang penyeru Allah berteriak, “Ingatlah sesungguhnya kutukan dan laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (Surat Hud:18)”
Diakhir khotbahnya Sayyidah Zainab berdoa:
“Maka segala puji bagi Allah yang menetapkan awal kehidupan kami dengan kebahagiaan dan ampunan. Menetapkan akhir kehidupan kami dengan syahadah dan rahmat. Kami memohon kepada Allah untuk menyempurnakan pahala kebaikannya atas syuhada kami. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Cukup bagi kami Allah, dan Dia adalah sebaik-baik wakil.” (Balaghat an-Nisa, Ibnu Thifur, Maktab Bashirati)
Begitu besar tantangan dan musibah yang harus dihadapi Sayyidah Zainab. Dengan keimanan dan keyakinannya kepada Allah beliau tidak gentar menghadapi manusia-manusia hina dan durjana seperti Yazid bin Muawiyah dan lain-lainnya.
Bahkan ketika Sayyidah Zainab as ditanya Yazid, “Apa yang kau lihat di Karbala?”
Beliau menjawab dengan tegas, “Tidak ada yang kulihat kecuali keindahan”.
Jawaban ini menunjukkan bahwa dengan segala kesulitan dan kesusahan, di depan musuh Sayyidah Zainab mengajarkan masalah keteguhan dan kesabaran bagi umat Islam.
SAYYIDAH ZAINAB AL-KUBRA SIMBOL KEINDAHAN
Sayyidah Zainab as lahir tanggal 5 Jumadil Awwal tahun ke-6 Hijriah di kota Madinah. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad saw sedang berada di perjalanan. Oleh karenanya, Sayyidah Fathimah meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menanti Nabi Muhammad saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliu begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini dan berkata, "Allah swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayyidah Khadijah as." Sejarah menjadi bukti bahwa Sayyidah Zainab as sama seperti Sayyidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.
Sayyidah Zainab as dibesarkan dalam keluarga yang penuh spiritual dan kemuliaan. Karena keluarga ini dihiasi oleh pribadi-pribadi agung seperti Rasulullah saw, Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Mereka adalah orang-orang suci dan yang membangun keutamaan manusia. Sayyidah Zainab as sejak kecil punya pemahaman yang dalam dan jiwa yang dipenuhi makrifat. Sayyidah Zainab as sejak kecil telah menghapal khutbah historis ibunya Sayyidah Fathimah as yang penuh dengan pengetahuan Islam, sekaligus sebagai perawi khutbah ini. Setelah dewasa dengan kematangan berpikirnya ia akhirnya dikenal dengan sebutan 'Aqilah yang berarti seorang ilmuwan wanita.
Berbagai kejadian dan peristiwa besar pernah disaksikannya. Sejak kecil Sayyidah Zainab as telah kehilangan kakeknya Nabi Muhammad saw dan tidak berapa lama beliau harus kehilangan ibu tercintanya Sayyidah Fathimah as. Setelah itu, tanggung jawab pendidikannya berada di pundak ayahnya Imam Ali as. Dalam didikan ayahnya Imam Ali as, beliau mencapai derajat keilmuan yang tinggi dan keutamaan akhlak.
Semua posisi itu diraihnya ketika mayoritas wanita dimasa itu buta huruf dan tidak punya kesempatan untuk belajar. Sayyidah Zainab as setelah menimba ilmu dari ayahnya kemudian mulai menyebarkan agama Islam dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya kepada kaum hawa waktu itu. Para wanita berduyun-duyun memintanya untuk diperbolehkan hadir dalam majelis pelajaran dan tafsir Al-Quran. Kehadirannya di Madinah dan setelah itu selama tinggal di Kufah berhasil menyampaikan ilmu-ilmu Islam kepada kaum hawa.
Ketika Sayyidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jakfar saudara misannya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayyidah Zainab as menjadi isterinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajatnya membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah. Beliau telah belajar untuk tidak pernah mengorbankan hakikat dalam kondisi apa pun. Itulah mengapa Sayyidah Zainab as senantiasa bersama saudaranya Imam Husein as demi menghidupkan kembali agama dan spiritual manusia serta berusaha untuk memperbaiki masyarakat.
Sayyidah Zainab as sewaktu menikah dengan suaminya Abdullah mensyaratkan untuk bisa tetap bersama saudaranya Imam Husein as. Abdullah menerima syarat tersebut dan menikahi cucu Rasulullah saw ini. Dengan syarat inilah Sayyidah Zainab as dapat mengikuti perjalanan bersejarah Imam Husein as dari kota Madinah hingga Karbala dan bangkit menghadapi Yazid penguasa zalim dan korup.
Kondisi paling tepat untuk mengenal lebih jauh kepribadian Sayyidah Zainab as adalah dengan mempelajari sejarah Asyura dan tertawannya keluarga Rasulullah saw. Kondisi paling genting bagi sejarah Islam terjadi dalam peristiwa Asyura di mana pada waktu itu siapa saja dapat menyaksikan keagungan semangat Sayyidah Zainab as. Seorang perempuan yang sulit dicari bandingannya dalam sejarah Islam. Mengingat Allah dan shalat menjadi penenangnya. Cahaya ilahi begitu menerangi hatinya, sehingga segala penderitaan yang dihadapinya menjadi tidak berarti.
Kepribadian hakiki seseorang oleh sains dan ilmu psikologi disebutkan bakal muncul di saat orang tersebut dalam kondisi marah atau sangat emosional. Sayyidah Zainab as di puncak kesulitan dan penderitaan setelah syahadah saudara dan orang-orang tercintanya masih tetap tegar berkata dan derajat kesabaran, keberanian, dan tawakkalnya kepada Allah yang telah tertanam dalam dirinya didemonstrasikan dengan indah.
Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah dinasti Umayyah, Sayyidah Zainab as berdiri dan tanpa takut mengecam sikap mereka serta membela kebenaran Ahlul Bait Nabi Muhammad saw. Beliau menilai Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid begitu mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya Imam Ali as.
Dengan tegas Sayyidah Zainab as berpidato dengan bersandarkan pada ayat-ayat Al-Quran. Kemampuan beliau dalam menjelaskan kebenaran begitu mempesonakan, sehingga pribadi seperti Ibnu Katsir terpengaruh ucapan-ucapan Sayyidah Zainab as. Beliau dengan suara lantang dan dalam kondisi menangis berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusan kalian orang-orang tua terbaik di antara mereka yang lanjut usia, anak-anak kecil terbaik di antara mereka yang masih kecil dan wanita-wanita kalian adalah yang terbaik. Generasi kalian lebih tinggi dan lebih baik dari semua generasi yang ada dan kalian tidak pernah terkalahkan."
Sayyidah Zainab as pernah mendengar dari ayahnya Imam Ali as bahwa "Manusia tidak akan pernah mampu mengenal hakikat iman tanpa memiliki tiga hal dalam dirinya; pengetahuan akan agama, kesabaran di tengah kesulitan dan pengelolaan yang baik urusan kehidupannya." Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Menurut Sayyidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah dan selamanya bakal dipuji oleh manusia. Demikianlah setelah peristiwa Asyura Sayyidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan."
Sayyidah Zainab as lahir tanggal 5 Jumadil Awwal tahun ke-6 Hijriah di kota Madinah. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad saw sedang berada di perjalanan. Oleh karenanya, Sayyidah Fathimah meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menanti Nabi Muhammad saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliu begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini dan berkata, "Allah swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayyidah Khadijah as." Sejarah menjadi bukti bahwa Sayyidah Zainab as sama seperti Sayyidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.
Sayyidah Zainab as dibesarkan dalam keluarga yang penuh spiritual dan kemuliaan. Karena keluarga ini dihiasi oleh pribadi-pribadi agung seperti Rasulullah saw, Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Mereka adalah orang-orang suci dan yang membangun keutamaan manusia. Sayyidah Zainab as sejak kecil punya pemahaman yang dalam dan jiwa yang dipenuhi makrifat. Sayyidah Zainab as sejak kecil telah menghapal khutbah historis ibunya Sayyidah Fathimah as yang penuh dengan pengetahuan Islam, sekaligus sebagai perawi khutbah ini. Setelah dewasa dengan kematangan berpikirnya ia akhirnya dikenal dengan sebutan 'Aqilah yang berarti seorang ilmuwan wanita.
Berbagai kejadian dan peristiwa besar pernah disaksikannya. Sejak kecil Sayyidah Zainab as telah kehilangan kakeknya Nabi Muhammad saw dan tidak berapa lama beliau harus kehilangan ibu tercintanya Sayyidah Fathimah as. Setelah itu, tanggung jawab pendidikannya berada di pundak ayahnya Imam Ali as. Dalam didikan ayahnya Imam Ali as, beliau mencapai derajat keilmuan yang tinggi dan keutamaan akhlak.
Semua posisi itu diraihnya ketika mayoritas wanita dimasa itu buta huruf dan tidak punya kesempatan untuk belajar. Sayyidah Zainab as setelah menimba ilmu dari ayahnya kemudian mulai menyebarkan agama Islam dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya kepada kaum hawa waktu itu. Para wanita berduyun-duyun memintanya untuk diperbolehkan hadir dalam majelis pelajaran dan tafsir Al-Quran. Kehadirannya di Madinah dan setelah itu selama tinggal di Kufah berhasil menyampaikan ilmu-ilmu Islam kepada kaum hawa.
Ketika Sayyidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jakfar saudara misannya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayyidah Zainab as menjadi isterinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajatnya membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah. Beliau telah belajar untuk tidak pernah mengorbankan hakikat dalam kondisi apa pun. Itulah mengapa Sayyidah Zainab as senantiasa bersama saudaranya Imam Husein as demi menghidupkan kembali agama dan spiritual manusia serta berusaha untuk memperbaiki masyarakat.
Sayyidah Zainab as sewaktu menikah dengan suaminya Abdullah mensyaratkan untuk bisa tetap bersama saudaranya Imam Husein as. Abdullah menerima syarat tersebut dan menikahi cucu Rasulullah saw ini. Dengan syarat inilah Sayyidah Zainab as dapat mengikuti perjalanan bersejarah Imam Husein as dari kota Madinah hingga Karbala dan bangkit menghadapi Yazid penguasa zalim dan korup.
Kondisi paling tepat untuk mengenal lebih jauh kepribadian Sayyidah Zainab as adalah dengan mempelajari sejarah Asyura dan tertawannya keluarga Rasulullah saw. Kondisi paling genting bagi sejarah Islam terjadi dalam peristiwa Asyura di mana pada waktu itu siapa saja dapat menyaksikan keagungan semangat Sayyidah Zainab as. Seorang perempuan yang sulit dicari bandingannya dalam sejarah Islam. Mengingat Allah dan shalat menjadi penenangnya. Cahaya ilahi begitu menerangi hatinya, sehingga segala penderitaan yang dihadapinya menjadi tidak berarti.
Kepribadian hakiki seseorang oleh sains dan ilmu psikologi disebutkan bakal muncul di saat orang tersebut dalam kondisi marah atau sangat emosional. Sayyidah Zainab as di puncak kesulitan dan penderitaan setelah syahadah saudara dan orang-orang tercintanya masih tetap tegar berkata dan derajat kesabaran, keberanian, dan tawakkalnya kepada Allah yang telah tertanam dalam dirinya didemonstrasikan dengan indah.
Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah dinasti Umayyah, Sayyidah Zainab as berdiri dan tanpa takut mengecam sikap mereka serta membela kebenaran Ahlul Bait Nabi Muhammad saw. Beliau menilai Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid begitu mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya Imam Ali as.
Dengan tegas Sayyidah Zainab as berpidato dengan bersandarkan pada ayat-ayat Al-Quran. Kemampuan beliau dalam menjelaskan kebenaran begitu mempesonakan, sehingga pribadi seperti Ibnu Katsir terpengaruh ucapan-ucapan Sayyidah Zainab as. Beliau dengan suara lantang dan dalam kondisi menangis berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusan kalian orang-orang tua terbaik di antara mereka yang lanjut usia, anak-anak kecil terbaik di antara mereka yang masih kecil dan wanita-wanita kalian adalah yang terbaik. Generasi kalian lebih tinggi dan lebih baik dari semua generasi yang ada dan kalian tidak pernah terkalahkan."
Sayyidah Zainab as pernah mendengar dari ayahnya Imam Ali as bahwa "Manusia tidak akan pernah mampu mengenal hakikat iman tanpa memiliki tiga hal dalam dirinya; pengetahuan akan agama, kesabaran di tengah kesulitan dan pengelolaan yang baik urusan kehidupannya." Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Menurut Sayyidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah dan selamanya bakal dipuji oleh manusia. Demikianlah setelah peristiwa Asyura Sayyidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan."
SAYIDAH ZAINAB DAN KETEGARAN SEJATI
Sayidah Zainab as adalah sosok perempuan yang tegar dalam menghadapi semua musibah dan penderitaan. Sejak kecil, beliau telah menghiasi diri dengan kemuliaan dan kesempurnaan. Perkataan dan perilaku beliau telah menjadi hiasan bagi ayahnya. Dalam riwayat disebutkan bahwa martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, kesucian dan kesederhanaan serta kesopanan beliau persis seperti Sayidah Fatimah as, kefasihan dan retorika beliau dalam berpidato mirip dengan Imam Ali as, kelembutan dan kesabaran beliau mirip Imam Hasan as, sedangkan keberanian dan kekuatan hati beliau mirip dengan Imam Husein as. Dapat dikatakan bahwa semua kebaikan Ahlul Bait as seakan-akan ada dalam diri beliau.
Sejak kecil, Sayidah Zainab as menghadapi beragam fitnah dan musibah. Meski demikian, beliau telah menyiapkan diri untuk menghadapi badai dahsyat yang dibuat oleh orang-orang zalim yang haus dengan kekuasaan. Di usia yang belum genap lima tahun, beliau telah kehilangan kakeknya, Rasulullah Saw, yang selalu memberikan kasih sayang. Wafatnya Rasulullah Saw adalah musibah pertama yang telah melukai jiwa lembut Sayidah Zainab as. Musibah ini bagi beliau, terutama bagi ibunya, Sayidah Fatimah as, adalah ujian yang sangat berat.
Dari masa kanak-kanak, Sayidah Zainab as telah menyaksikan penderitaan ibunya pasca wafatnya Rasulullah Saw, di mana kesedihan tersebut telah menyebabkan Sayidah Fatimah as jatuh sakit, dan beberapa bulan kemudian Putri Rasulullah Saw itu meninggal dunia. Dengan demikian, Sayidah Zainab as menikmati kecintaan ibunya tidak lebih dari lima tahun.
Kenangan-kenangan pahit dan manis di masa singkat tersebut telah menjadikan beliau siap untuk terus bergerak dan berjuang di jalan Allah Swt dan menyambut segala bentuk musibah dan persoalan kehidupan. Suatu hari, Sayidah Fatimah as menyampaikan pidato di masjid Rasulullah Saw untuk membela hak-hak Ahlul Bait as. Sayidah Zainab as hadir dalam pidato ibunya tersebut dan beliau mencatat semua perkataan ibundanya sehingga beliau terhitung sebagai salah satu perawi khutbah terkenal Sayidah Fatimah as.
Kesedihan Sayidah Fatimah as pasca wafat ayahandanya, Rasulullah Saw, sangat berat di hati mungil Sayidah Zainab as, namun semangat dan kemampuan beliau dengan cepat menempati hati Sayidah Fatimah as dan bahkan memulihkan hati ayahnya yang dipenuhi dengan kesedihan.
Meski lebih muda dari kedua saudaranya, namun Sayidah Zainab as mewarisi sifat-sifat ibundanya. Ikatan emosional antara beliau dengan Imam Hasan dan Husein as sulit untuk digambarkan. Hubungan emosional tersebut berlanjut hingga akhir usia beliau. Sedetikpun Sayidah Zainab as tidak dapat menjauh dari kedua saudaranya, beliau selalu memberikan cinta dan kasih sayang kepada kedua saudara itu seperti seperti halnya yang dilakukan ibunya.
Setelah wafatnya Sayidah Fatimah as, Sayidah Zainab as menyaksikan sikap diam ayahnya selama 25 tahun. Imam Ali as di masa itu terpaksa diam ketika hak-haknya dirampas demi kepentingan dan maslahat kaum Muslimin. Sayidah Zainab as juga melewati masa kekhalifahan ayahnya selama kurang lebih lima tahun hingga pada akhirnya Imam Ali as pada malam 19 Ramadhan 40 H meneguk cawan kesyahidan di mihrab masjid Kufah.
Pasca wafatnya Rasulullah Saw dan Sayidah Fatimah as, hati Sayidah Zainab as bergantung pada Imam Ali as. Kasih sayang ayahnya itu telah menjadi pelipur lara dalam kesedihan, namun setelah Imam Ali as tiada, maka tidak lagi seorang ayah yang menjadi tumpuannya, sehingga perpisahan dengan ayahnya itu sangat sulit bagi beliau.
Meski demikian, beliau tetap tegar dan sabar dalam menghadapi segala musibah. Beliau adalah teladan kesabaran dan ketegaran yang tidak akan runtuh hanya karena berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Beliau datang untuk membuat sebuah epik dan membuktikan hakikat dan kebenaran Ahlul Bait as. Beliau datang untuk memberikan pelajaran keteguhan dan ketegaran hingga mencapai kemuliaan dalam menghadapi semua fitnah dan musibah.
Setelah Imam Ali as wafat, Sayidah Zainab as menyaksikan kezaliman terhadap saudaranya, Imam Hasan as. Penindasan yang dialami Imam Hasan as sama seperti kezaliman yang menimpa ayahnya. Sayidah Zainab as menyaksikan pembelotan masyarakat dan konspirasi musuh serta propaganda luas Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap saudaranya. Dalam kondisi tersebut, beliau selalu menyertai Imam Hasan as dan pada akhirnya menyaksikan kesyahidan saudaranya itu.
Sayidah Zainab as tetap bersabar dalam menghadapi musibah besar tersebut. Pasca wafatnya Imam Hasan as, beliau menyertai saudaranya, Imam Husein as, pergi ke Karbala pada tahun 60 H. Peristiwa Karbala adalah puncak dari musibah yang dihadapi oleh Sayidah Zainab as. Tidak lama setelah 18 orang dari keluarganya, termasuk anak-anak dan saudaranya, gugur syahid, beliau menyaksikan kesyahidan Imam Husein as, yaitu sebuah musibah yang langit dan bumi pun tidak mampu menahannya. Dalam kondisi tersebut dan bahkan ketika beliau dan keluarganya ditawan oleh musuh, Sayidah Zainab as tetap bersabar, dan meyakini bahwa beliau harus melaksanakan kewajiban agama, politik, dan sosial terbesar.
Setelah kesyahidan Imam Husein as di padang Karbala, Sayidah Zainab as memikul sejumlah tugas penting: pertama, merawat dan melindungi Imam Sajjad as, putra Imam Husein as, dari serangan musuh. Kedua, melindungi para wanita dan anak-anak yang ditawan musuh. Ketiga, menyampaikan berita kesyahidan Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya, serta mengungkap skandal dan kezaliman Yazid di hadapan masyarakat.
Yazid dan pengikutnya menyebarkan propaganda luas supaya langkah Imam Husein as dianggap sebagai gerakan anti-agama dan bertentangan dengan kepentingan umat Islam. Yazid menyebarkan fitnah bahwa Imam Husein as sedang mengejar kekuasaan dan materi dalam revolusinya sehingga ia dengan mudah menumpas para penentangnya. Namun Sayidah Zainab telah menjadi penghalang propaganda itu, dan bahkan juga mengungkap kejahatan dan kebusukan Yazid dan pengikutnya.
Dalam pidatonya yang berapi-api, Sayidah Zainab telah mengguncang pemikiran keliru masyarakat di masa itu. Warga Kufah yang hampir 20 tahun tidak mendengar pidato Imam Ali as, mereka terhentak dengan suara Zainab as yang nadanya seperti perkataan Ali as. Perkataan Sayidah Zainab as yang begitu fasih dan keberanian beliau telah membuat takjub Hazlum Ibnu Katsir, seorang ahli balaghah. Ia mengatakan, "Seakan-akan Zainab berbicara dengan bahasa Ali."
Selain kefasihan dalam berbicara, Sayidah Zainab as juga menjaga kesuciannya sebagai seorang Muslimah. Salah satu perawi yang meriwayatkan pidato beliau mengatakan, "Aku bersumpah demi Allah, aku tidak melihat seorang perempuan pun yang lebih fasih dan lebih berilmu dari perempuan yang menjaga kesuciannya ini."
Dalam waktu yang singkat, Sayidah Zainab as mampu menyampaikan suara kebenaran dan anti-penindasan kepada masyarakat. Beliau juga menyampaikan ketertindasan Imam Husein as yang menuntut keadilan. Selain itu, tindakan beliau juga telah melindungi agama dari penyimpangan.
Dalam waktu singkat, kezaliman Yazid terungkap. Meski telah membantai Imam Husein as dan keluarganya serta menawan para wanita dan anak-anak Ahlul Bait as, Yazid tidak mampu mencapai tujuannya, bahkan sebaliknya kejahatannya terungkap. Setelah kejahatannya terungkap, Yazid berusaha melemparkan kesalahannya kepada Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah, dan berlepas tangan dari dosa-dosanya. Namun Ahlul Bait Rasulullah Saw telah mengungkap semua kebusukan Yazid dan antek-anteknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar