ilustrasi hiasan:
ABUL FADHL : KSATRIA KARBALA
Ketika kita menatap puncak tertinggi iman, keberanian, dan
kesetiaan, maka mata kita pun akan menatap wajah agung bernama Abbas,
putra Ali bin Abi Thalib. Ia merupakan tokoh utama sejarah dalam
keutamaan, kesempurnaan, dan kepahlawanan. Ia menjadi teladan dan guru
bagi para pecinta kebenaran, pembela keadilan, dan pejuang kebebasan.
Sejatinya, generasi umat manusia saat ini banyak berhutang budi pada
jasa dan perjuangan tokoh-tokoh mulia, layaknya, Abul Fadhl Abbas.
Kini, kendati peristiwa tragedi Karbala telah berlalu lebih dari 13
abad, namun hingga sekarang, sejarah masih terhiasi dengan aksi
kepahlawanan Abbas bin Ali. Wajah kepahlawanan dan kesetiaan ksatria
Karbala itu masih terus bersinar di hati setiap para pemuda yang haus
akan kebenaran.
Bila kita kembali melihat para tokoh besar
sejarah, di sana kita akan temukan sosok agung Abul Fadhl. Ia hadir
laksana pelita yang menerangi langkah generasi selanjutnya. Dan dari
jauh ia mengajak seluruh umat manusia menuju kemuliaan dan nilai-nilai
luhur kemanusiaan. Ia adalah teladan dalam keberanian, kepahlawanan,
ibadah, dan makrifat.
Fatimah Kalabiyah adalah istri Imam Ali
as setelah Sayyidah Fatimah Az-Zahra wafat. Ia adalah perempuan mulia
yang sangat mencintai keluarga Rasulullah saw. Rasa cinta dan kasih
sayangnya yang begitu tinggi terhadap Ahlul Bait Nabi as tak lain
merupakan bentuk pengamalan beliau terhadap perintah Al-Quran. Allah swt
dalam surat Al-Syura ayat 23, berfirman: Katakanlah: "Aku tidak meminta
kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam
kekeluargaan".
Setelah wafatnya Sayyidah Az-Zahra, Fatimah
Kalabiyah menjadi ibu bagi Hasan, Husein, Zainab, dan Ummi Kultsum. Di
mata Ahlul Bait as, sosok Fatimah Kalabiyah merupakan seorang perempuan
yang sangat dihormati dan dimuliakan. Sayyidah Zainab as kerap
mengunjungi rumahnya dan senantiasa berbagi suka dan duka dengan beliau.
Abbas bin Ali yang dikenal dengan sebutan Abul Fadhl adalah putra dari
perempuan mulia itu. Lantaran ibu beliau, Fatimah Kalabiyah memiliki
empat putra, maka ia mendapat julukan Ummul Banin, Ibu Anak-anak Lelaki.
Abbas adalah anak pertama Ummul Banin. Ia dilahirkan di kota Madinah
pada 4 Syaban 26 H. Kelahiranyya telah menambah terang cahaya rumah
Amirul Mu'minin as. Wajah Abbas begitu rupawan dan bercahaya, bagaikan
sinar rembulan. Karena itu, ia pun dijuluki, Qamar Bani Hasyim, Rembulan
Bani Hasyim.
Darah yang mengalir di tubuh Abbas, merupakan
darah mulia dan suci Imam Ali as. Sejak kecil ia dibesarkan di bawah
cahaya pemikiran dan kebijaksanaan ayah beliau, yang tak lain adalah Ali
bin Abi Thalib. Karena itu, karakter dan kepribadiaan Abbas sangat
dipengaruhi oleh didikan ayahnya.
Imam Ali as tidak hanya
mengajari Abbas tentang ilmu pengetahuan dan makrifat Islam tapi juga
mengajarinya dengan pelbagai keterampilan, seperti pertanian, teknik
penguasaan jasmani dan ruhani, seni memanah dan bermain pedang. Karena
itu, selain bertani, Abbas juga mengajar dan membimbing umat dengan
pengetahuan yang ia peroleh dari ayah dan saudara-saudara beliau. Ia
juga sebagaimana ayahnya, senantiasa datang membantu kaum papa. Karena
itulah ia dikenal sangat penyayang, begitu setia, jujur dan bersih.
Salah satu kekhasan kepribadian Abbas adalah perilakunya yang selalu
mencerminkan aklak yang mulia. Kepada putranya Imam Ali as pernah
berpesan: "Wahai anakku, adab dan akhlak akan memperkaya akal dan
menghidupkan hati, dan merupakan puncak keutamaan dan nilai-nilai
luhur".
Abul Fadhl adalah teladan ahklak yang mulia. Setelah
syahidnya ayah beliau, seluruh daya dan upayanya ia baktikan untuk
mendukung perjuangan saudara-saudara beliau, Imam Hasan as dan Imam
Husein as. Ia selalu menaruh hormat dan senantiasa setia kepada mereka.
Keberanian Abul Fadhl dalam pelbagai peristiwa senantiasa mengingatkan
siapaun yang memandangnya terhadap kepahlawanan Imam Ali as. Sejak masa
mudanya, ia senantiasa mendampingi ayah beliau dalam pelbagai
pasang-surutnya kehidupan. Saat perang Karbala di hari Asyura
berkecamuk, ia berjuang bersama Imam Husein dan menjadi pemegang bendera
pasukan. Di hadapan anggota keluarganya yang lain, Abbas berkata, "Hari
ini adalah hari di mana aku harus memilih surga dan mengorbankan jiwaku
demi pemimpin dan imamku. Wahai saudara-saudaraku, jangan kalian sangka
Husein adalah saudara kita dan kita adalah anak-anak dari satu ayah.
Jangan! Jangan demikian! Beliau adalah imam kita dan hujjah Allah di
muka bumi, putra Fatimah dan cahaya mata Rasulullah saw".
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi
lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali
menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalangi pasukan Imam
Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia
menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia
mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah
kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia
pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan
memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di
tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya
terpenggal dan gugur syahid.
Saat Abbas terjatuh dari kudanya,
Imam Husein as dengan hati penuh duka, segera mendekatinya dan memeluk
kepalanya, seraya berkata, "Wahai saudaraku, semoga Allah swt memberimu
ganjaran yang terbaik atas jihadmu yang sedemikian sempurnanya".
Imam Shadiq as kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Hamzah
Tsumali, menuturkan ungkapan yang begitu indah tentang keberanian dan
pengorbanan Abbas bin Ali, ia berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Abbas
bin Ali) telah melaksanakan tugas nasehat dan amar bil-ma'ruf dengan
sempurna, dan engkau telah menjalankan hal itu dengan seluruh
kemampuanmu. Aku bersaksi bahwa engkau tidak pernah membiarkan rasa
lemah, takut, dan ragu-ragu menguasai dirimu, dan engkau memilih jalanmu
hanya berdasarkan kesadaran dan pandangan hati. Engkau mengikuti jejak
orang-orang saleh dan para nabi".
Keberanian dan pengorbanan
Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan,
"Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang
orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya
untuk orang lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari
makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi.
Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong
beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya,
Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya
jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan
meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan
ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji
keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak
indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga
Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber
kesempurnaan dan kesucian.
Ketika kita menatap puncak tertinggi
iman, keberanian, dan kesetiaan, maka mata kita pun akan menatap wajah
agung bernama Abbas, putra Ali bin Abi Thalib. Ia merupakan tokoh utama
sejarah dalam keutamaan, kesempurnaan, dan kepahlawanan. Ia menjadi
teladan dan guru bagi para pecinta kebenaran, pembela keadilan, dan
pejuang kebebasan. Sejatinya, generasi umat manusia saat ini banyak
berhutang budi pada jasa dan perjuangan tokoh-tokoh mulia, layaknya,
Abul Fadhl Abbas.
Kini, kendati peristiwa tragedi Karbala telah
berlalu lebih dari 13 abad, namun hingga sekarang, sejarah masih
terhiasi dengan aksi kepahlawanan Abbas bin Ali. Wajah kepahlawanan dan
kesetiaan ksatria Karbala itu masih terus bersinar di hati setiap para
pemuda yang haus akan kebenaran.
Bila kita kembali melihat para
tokoh besar sejarah, di sana kita akan temukan sosok agung Abul Fadhl.
Ia hadir laksana pelita yang menerangi langkah generasi selanjutnya. Dan
dari jauh ia mengajak seluruh umat manusia menuju kemuliaan dan
nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ia adalah teladan dalam keberanian,
kepahlawanan, ibadah, dan makrifat.
Fatimah Kalabiyah adalah
istri Imam Ali as setelah Sayyidah Fatimah Az-Zahra wafat. Ia adalah
perempuan mulia yang sangat mencintai keluarga Rasulullah saw. Rasa
cinta dan kasih sayangnya yang begitu tinggi terhadap Ahlul Bait Nabi as
tak lain merupakan bentuk pengamalan beliau terhadap perintah Al-Quran.
Allah swt dalam surat Al-Syura ayat 23, berfirman: Katakanlah: "Aku
tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih
sayang dalam kekeluargaan".
Setelah wafatnya Sayyidah Az-Zahra,
Fatimah Kalabiyah menjadi ibu bagi Hasan, Husein, Zainab, dan Ummi
Kultsum. Di mata Ahlul Bait as, sosok Fatimah Kalabiyah merupakan
seorang perempuan yang sangat dihormati dan dimuliakan. Sayyidah Zainab
as kerap mengunjungi rumahnya dan senantiasa berbagi suka dan duka
dengan beliau.
Abbas bin Ali yang dikenal dengan sebutan Abul
Fadhl adalah putra dari perempuan mulia itu. Lantaran ibu beliau,
Fatimah Kalabiyah memiliki empat putra, maka ia mendapat julukan Ummul
Banin, Ibu Anak-anak Lelaki. Abbas adalah anak pertama Ummul Banin. Ia
dilahirkan di kota Madinah pada 4 Syaban 26 H. Kelahiranyya telah
menambah terang cahaya rumah Amirul Mu'minin as. Wajah Abbas begitu
rupawan dan bercahaya, bagaikan sinar rembulan. Karena itu, ia pun
dijuluki, Qamar Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim.
Darah yang
mengalir di tubuh Abbas, merupakan darah mulia dan suci Imam Ali as.
Sejak kecil ia dibesarkan di bawah cahaya pemikiran dan kebijaksanaan
ayah beliau, yang tak lain adalah Ali bin Abi Thalib. Karena itu,
karakter dan kepribadiaan Abbas sangat dipengaruhi oleh didikan ayahnya.
Imam Ali as tidak hanya mengajari Abbas tentang ilmu pengetahuan dan
makrifat Islam tapi juga mengajarinya dengan pelbagai keterampilan,
seperti pertanian, teknik penguasaan jasmani dan ruhani, seni memanah
dan bermain pedang. Karena itu, selain bertani, Abbas juga mengajar dan
membimbing umat dengan pengetahuan yang ia peroleh dari ayah dan
saudara-saudara beliau. Ia juga sebagaimana ayahnya, senantiasa datang
membantu kaum papa. Karena itulah ia dikenal sangat penyayang, begitu
setia, jujur dan bersih.
Salah satu kekhasan kepribadian Abbas
adalah perilakunya yang selalu mencerminkan aklak yang mulia. Kepada
putranya Imam Ali as pernah berpesan: "Wahai anakku, adab dan akhlak
akan memperkaya akal dan menghidupkan hati, dan merupakan puncak
keutamaan dan nilai-nilai luhur".
Abul Fadhl adalah teladan
ahklak yang mulia. Setelah syahidnya ayah beliau, seluruh daya dan
upayanya ia baktikan untuk mendukung perjuangan saudara-saudara beliau,
Imam Hasan as dan Imam Husein as. Ia selalu menaruh hormat dan
senantiasa setia kepada mereka.
Keberanian Abul Fadhl
dalam pelbagai peristiwa senantiasa mengingatkan siapaun yang
memandangnya terhadap kepahlawanan Imam Ali as. Sejak masa mudanya, ia
senantiasa mendampingi ayah beliau dalam pelbagai pasang-surutnya
kehidupan. Saat perang Karbala di hari Asyura berkecamuk, ia berjuang
bersama Imam Husein dan menjadi pemegang bendera pasukan. Di hadapan
anggota keluarganya yang lain, Abbas berkata, "Hari ini adalah hari di
mana aku harus memilih surga dan mengorbankan jiwaku demi pemimpin dan
imamku. Wahai saudara-saudaraku, jangan kalian sangka Husein adalah
saudara kita dan kita adalah anak-anak dari satu ayah. Jangan! Jangan
demikian! Beliau adalah imam kita dan hujjah Allah di muka bumi, putra
Fatimah dan cahaya mata Rasulullah saw".
Ketika tragedi Karbala
berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh
dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara
musuh yang berusaha menghalangi pasukan Imam Husein memperoleh air dari
sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air
sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya
untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein,
saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi
kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali
menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi
sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur
syahid.
Saat Abbas terjatuh dari kudanya, Imam Husein as dengan
hati penuh duka, segera mendekatinya dan memeluk kepalanya, seraya
berkata, "Wahai saudaraku, semoga Allah swt memberimu ganjaran yang
terbaik atas jihadmu yang sedemikian sempurnanya".
Imam Shadiq
as kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Hamzah Tsumali,
menuturkan ungkapan yang begitu indah tentang keberanian dan pengorbanan
Abbas bin Ali, ia berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Abbas bin Ali)
telah melaksanakan tugas nasehat dan amar bil-ma'ruf dengan sempurna,
dan engkau telah menjalankan hal itu dengan seluruh kemampuanmu. Aku
bersaksi bahwa engkau tidak pernah membiarkan rasa lemah, takut, dan
ragu-ragu menguasai dirimu, dan engkau memilih jalanmu hanya berdasarkan
kesadaran dan pandangan hati. Engkau mengikuti jejak orang-orang saleh
dan para nabi".
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini
menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman
yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman
lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang
lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan
pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan
yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk
rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as,
bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup
manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan
nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali
menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang
penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga Allah swt menyambungkan
jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian.
ABU FADHL : GURU PENGORBANAN DAN KEBEBASAN
Tanggal 4 Syaban 26 H, Abbas bin Ali bin Abi Thalib terlahir ke dunia. Ibunya bernama Fatimah dari Kabilah Bani Kilab. Kabilah Bani Kilab dikenal karena keberanian dan sikap ksatrianya. Ibu yang mulia ini, diperistri oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah wafatnya Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Pernikahannya dengan Imam Ali membuahkan empat putra. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Saat terjadinya tragedi Karbala, anak-anak Ummul Banin begitu banyak berkorban hingga gugur syahid demi membela keluarga nabi dan agama Allah.
Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamarul Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan ikhlasnya terpancar dari wajahnya".
Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia pun banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.
Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang kakak, Imam Husein as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kakaknya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kakaknya, Imam Husein terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.
Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Gairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga prilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berprilaku saleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya niscaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada belaiu.
Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat untuk meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki pula sebagai Babul-Khawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.
Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tak ada warisan yang lebih mulia kecuali akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta ijin di hadapan kakak-kakaknya seperti Imam Hasan as dan Imam Husein as. Dan selam 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.
Sikap rela berkorban adalah karakter utama kpribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husein. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husein as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husein dalam peristiwa kebangkitan Karbala.
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalagi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid.
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran Abbas bin Ali as.
Tanggal 4 Syaban 26 H, Abbas bin Ali bin Abi Thalib terlahir ke dunia. Ibunya bernama Fatimah dari Kabilah Bani Kilab. Kabilah Bani Kilab dikenal karena keberanian dan sikap ksatrianya. Ibu yang mulia ini, diperistri oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah wafatnya Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Pernikahannya dengan Imam Ali membuahkan empat putra. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Saat terjadinya tragedi Karbala, anak-anak Ummul Banin begitu banyak berkorban hingga gugur syahid demi membela keluarga nabi dan agama Allah.
Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamarul Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan ikhlasnya terpancar dari wajahnya".
Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia pun banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.
Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang kakak, Imam Husein as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kakaknya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kakaknya, Imam Husein terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.
Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Gairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga prilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berprilaku saleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya niscaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada belaiu.
Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat untuk meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki pula sebagai Babul-Khawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.
Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tak ada warisan yang lebih mulia kecuali akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta ijin di hadapan kakak-kakaknya seperti Imam Hasan as dan Imam Husein as. Dan selam 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.
Sikap rela berkorban adalah karakter utama kpribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husein. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husein as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husein dalam peristiwa kebangkitan Karbala.
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalagi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid.
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran Abbas bin Ali as.
Tanggal 4 Syaban 26 H, Abbas bin Ali bin Abi Thalib terlahir ke dunia. Ibunya bernama Fatimah dari Kabilah Bani Kilab. Kabilah Bani Kilab dikenal karena keberanian dan sikap ksatrianya. Ibu yang mulia ini, diperistri oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah wafatnya Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Pernikahannya dengan Imam Ali membuahkan empat putra. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Saat terjadinya tragedi Karbala, anak-anak Ummul Banin begitu banyak berkorban hingga gugur syahid demi membela keluarga nabi dan agama Allah.
Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamarul Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan ikhlasnya terpancar dari wajahnya".
Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia pun banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.
Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang kakak, Imam Husein as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kakaknya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kakaknya, Imam Husein terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.
Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Gairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga prilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berprilaku saleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya niscaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada belaiu.
Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat untuk meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki pula sebagai Babul-Khawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.
Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tak ada warisan yang lebih mulia kecuali akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta ijin di hadapan kakak-kakaknya seperti Imam Hasan as dan Imam Husein as. Dan selam 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.
Sikap rela berkorban adalah karakter utama kpribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husein. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husein as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husein dalam peristiwa kebangkitan Karbala.
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalagi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid.
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran Abbas bin Ali as.
ABUL FADHL : PURNAMA BANI HASYIM
Selamat Berbahagia ! atas kelahiran Abul Fadhl Abbas (Qomar Bani Hasyim) 4 Sya'ban 26 Hijriah. Putra Amirul Mukminin, Saudara Imam Husein as dari Ibunda Ummul Banin.
Ketika kita menatap puncak tertinggi iman, keberanian, dan kesetiaan, maka mata kita pun akan menatap wajah agung bernama Abbas, putra Ali bin Abi Thalib. Ia merupakan tokoh utama sejarah dalam keutamaan, kesempurnaan, dan kepahlawanan. Ia menjadi teladan dan guru bagi para pecinta kebenaran, pembela keadilan, dan pejuang kebebasan.
Sejatinya, generasi umat manusia saat ini banyak berhutang budi pada jasa dan perjuangan tokoh-tokoh mulia, layaknya, Abul Fadhl Abbas.
Kini, kendati peristiwa tragedi Karbala telah berlalu lebih dari 13 abad, namun hingga sekarang, sejarah masih terhiasi dengan aksi kepahlawanan Abbas bin Ali.
Wajah kepahlawanan dan kesetiaan ksatria Karbala itu masih terus bersinar di hati setiap para pemuda yang haus akan kebenaran.
Bila kita kembali melihat para tokoh besar sejarah, di sana kita akan temukan sosok agung Abul Fadhl. Ia hadir laksana pelita yang menerangi langkah generasi selanjutnya.
Dan dari jauh ia mengajak seluruh umat manusia menuju kemuliaan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ia adalah teladan dalam keberanian, kepahlawanan, ibadah, dan makrifat.
Fatimah Kalabiyah adalah istri Imam Ali a.s. setelah Sayyidah Fatimah Az-Zahra wafat. Ia adalah perempuan mulia yang sangat mencintai keluarga Rasulullah saw. Rasa cinta dan kasih sayangnya yang begitu tinggi terhadap Ahlul Bait Nabi a.s. tak lain merupakan bentuk pengamalan beliau terhadap perintah Al-Quran.
Allah swt dalam surat Al-Syura ayat 23 ; Allah berfirman: ―Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada alQurba (Ahlul Bayt As)".
Setelah wafatnya Sayyidah Az-Zahra, Fatimah Kalabiyah menjadi ibu bagi Al-Hasan, Al-Husein, Zainab, dan Ummi Kultsum.
Di mata Ahlul Bait a.s, sosok Fatimah Kalabiyah merupakan seorang perempuan yang sangat dihormati dan dimuliakan. Sayyidah Zainab a.s. kerap mengunjungi rumahnya dan senantiasa berbagi suka dan duka dengan beliau.
Abbas bin Ali yang dikenal dengan sebutan Abul Fadhl, adalah putra dari perempuan mulia itu. Lantaran ibu beliau, Fatimah Kalabiyah memiliki empat putra, maka ia mendapat julukan Ummul Banin, Ibu Anak- anak Lelaki.
Abbas adalah anak pertama Ummul Banin. Ia dilahirkan di kota Madinah pada 4 Syaban 26 H. Kelahiranyya telah menambah terang cahaya rumah Amirul Mu'minin a.s.
Wajah Abbas begitu rupawan dan bercahaya, bagaikan sinar rembulan. Karena itu, ia pun dijuluki, Qamar Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim.
Darah yang mengalir di tubuh Abbas, merupakan darah mulia dan suci Imam Ali a.s. Sejak kecil ia dibesarkan di bawah cahaya pemikiran dan kebijaksanaan ayah beliau, yang tak lain adalah Ali bin Abi Thalib. Karena itu, karakter dan kepribadiaan Abbas sangat dipengaruhi oleh didikan ayahnya. Imam Ali a.s. tidak hanya mengajari Abbas tentang ilmu pengetahuan dan makrifat Islam tapi juga mengajarinya dengan pelbagai keterampilan, seperti pertanian, teknik penguasaan jasmani dan ruhani, seni memanah dan bermain pedang.
Karena itu, selain bertani, Abbas juga mengajar dan membimbing umat dengan pengetahuan yang ia peroleh dari ayah dan saudara-saudara beliau.
Ia juga sebagaimana ayahnya, senantiasa datang membantu kaum papa. Karena itulah ia dikenal sangat penyayang, begitu setia, jujur dan bersih.
Salah satu kekhasan kepribadian Abbas adalah perilakunya yang selalu mencerminkan akhlak yang mulia.
Kepada putranya Imam Ali a.s. pernah berpesan: "Wahai anakku, adab dan akhlak akan memperkaya akal dan menghidupkan hati, dan merupakan puncak keutamaan dan nilai-nilai luhur".
Abul Fadhl adalah teladan akhlak yang mulia. Setelah syahidnya ayah beliau, seluruh daya dan upayanya ia baktikan untuk mendukung perjuangan saudara-saudara beliau, Imam Hasan dan Imam Husein a.s. Ia selalu menaruh hormat dan senantiasa setia kepada mereka.
Keberanian Abul Fadhl dalam pelbagai peristiwa senantiasa mengingatkan siapa pun yang memandangnya terhadap kepahlawanan Imam Ali a.s. Sejak masa mudanya, ia senantiasa mendampingi ayah beliau dalam pelbagai pasang-surutnya kehidupan.
Saat perang Karbala di hari Asyura berkecamuk, ia berjuang bersama Imam Husein dan menjadi pemegang bendera pasukan.
Di hadapan anggota keluarganya yang lain, Abbas berkata, "Hari ini adalah hari di mana aku harus memilih surga dan mengorbankan jiwaku demi pemimpin dan imamku.
Wahai saudara-saudaraku, jangan kalian sangka Husein adalah saudara kita dan kita adalah anak-anak dari satu ayah. Jangan! Jangan demikian! Beliau adalah imam kita dan hujjah Allah di muka bumi, putra Fatimah dan cahaya mata Rasulullah saw".
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalangi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat.
Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara- saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein.
Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid. Saat Abbas terjatuh dari kudanya, Imam Husein a.s. dengan hati penuh duka, segera mendekatinya dan memeluk kepalanya, seraya berkata, "Wahai saudaraku, semoga Allah swt memberimu ganjaran yang terbaik atas jihadmu yang sedemikian sempurnanya".
Imam Shadiq a.s. kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Hamzah Tsumali, menuturkan ungkapan yang begitu indah tentang keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali, ia berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Abbas bin Ali) telah melaksanakan tugas nasehat dan amar bil-ma'ruf dengan sempurna, dan engkau telah menjalankan hal itu dengan seluruh kemampuanmu.
Aku bersaksi bahwa engkau tidak pernah membiarkan rasa lemah, takut, dan ragu-ragu menguasai dirimu, dan engkau memilih jalanmu hanya berdasarkan kesadaran dan pandangan hati. Engkau mengikuti jejak orang- orang saleh dan para nabi".
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita- cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali a.s, bahwa hidup harus bertujuan.
Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan".
Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar