Minggu, 06 Januari 2019

KHADIJAH, ISTRI SETIA RASULULLAH SAW

ilustrasi hiasan:



Pada hari seperti sekarang, 10 Ramadhan 10 H, Sayyidah Khadijah as, istri Rasulullah saw dan perempuan pertama yang memeluk Islam itu berpulang ke rahmatullah. Peristiwa ini merupakan titik akhir masa kebersamaan Khadijah dengan Rasulullah saw selama 25 tahun. Dengan wafatnya sang istri, Rasulullah pun merasa sangat sedih, apalagi peristiwa tak berselang lama dengan wafatnya Abu Thalib, paman beliau. Sedemikian sedihnya beliau, hingga tahun itu dikenal dengan sebutan ‘Amul Khuzn', tahun duka. Ketika Khadijah as wafat, Rasulullah saw sangat menangisi kepergiannya. Beliau menuturkan, "Di mana lagi ada yang seperti Khadijah? Ketika masyarakat menafikanku, ia membenarkanku. Ia membantuku dalam (menyebarkan) agama Allah dan menolongku dengan hartanya".


Sayyidah Khadijah berasal dari keluarga terhormat di kalangan masyarakat Quraisy. Sebelum Rasulullah saw diutus menjadi nabi, Khadijah merupakan seorang penganut agama tauhid Ibrahimi. Selain dikenal sebagai perempuan yang mulia, ia juga memiliki kekayaan yang besar dan termasuk salah seorang niagawan terbesar di Hijaz.


Khadijah as adalah sosok perempuan yang bijaksana dan berwawasan luas. Ia sangat menyenangi persoalan spiritual dan cukup mengenal ajaran kitab-kitab samawi. Perempuan mulia ini juga merupakan salah seorang penanti kedatangan nabi akhir zaman yang dijanjikan kedatangannya dalam kitab-kitab samawi. Terkadang ia juga bertanya kepada pamannya, Waraqah bin Naufal dan para ilmuan lain tentang tanda-tanda kenabian.


Akhirnya, jauh hari sebelum Muhammad saw diangkat sebagai Rasulullah saw, Khadijah as telah terlebih dahulu mengenal beliau. Suatu ketika, ia menyerahkan tanggung jawab pimpinan kafilah dagangnya kepada Muhammad saw yang kala itu dikenal sebagai pemuda yang jujur dan amanah. Perjalanan niaga itu, membuat keelokan akhlak dan kepribadian Muhammad saw semakin tampak jelas di mata Khadijah. Ia pun akhirnya meyakini bahwa pemuda mulia itu merupakan seorang yang berhati suci dan sangat berbeda dengan yang lain. Muhammad saw adalah pemuda yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan jiwanya selalu terhiasi dengan keindahan spiritual. Khadijah juga tahu, Muhammad saw adalah seorang yang sangat menyayangi kaum fakir-miskin dan selalu membela orang-orang yang terzalimi. Karena itu, Muhammad begitu dihormati lantaran sifat-sifat kepribadiannya yang mulia seperti amanah, santun, jujur, dan sifat-sifat terpuji lain.


Sayyidah Khadijah juga sadar betul, kehidupan Muhammad telah menempatkan dirinya melangkah di jalan yang benar. Namun demikian, pujian Khadijah as terhadap Muhammad dan niatnya untuk menikahi beliau, menyulut reaksi keras masyarakat jahiliyah di Mekkah saat itu. Sebab, masyarakat jahiliyah selalu menjadikan kekayaan material sebagai tolak ukur kehormatan seseorang. Sementara Muhammad bukanlah pemuda kaya. Karena itu, setelah Khadijah as menikah dengan Muhammad saw, muncul sekelompok perempuan Quraisy yang selalu mencaci dan menghina Khadijah lantaran menikah dengan pemuda miskin.


Menjawab hinaan itu, Khadijah berkata, "Adakah seseorang seperti Muhammad di antara kalian? Adakah seorang manusia yang berakhlak mulia seperti dia di Negeri Hijaz ini? Aku menikah dengannya karena sifat-sifatnya yang mulia". Tentu saja, alasan yang dilontarkan Khadijah as itu merupakan hal yang tidak bisa dipahami oleh masyarakat jahiliyah di zaman itu. Karena itu, perempuan-perempuan Quraisy memusuhi Khadijah. Ironisnya, setelah Rasulullah saw diangkat sebagai nabi, tindakan jahat kalangan perempuan Quraisy terhadap Khadijah makin keras. Bahkan pada saat Sayidah Fatimah Az-Zahra as lahir, mereka tak juga sudi menolong Khadijah as. Tentu saja, hal itu menjadi ujian besar bagi istri pertama Rasulullah saw itu. Meski demikian, Allah swt senantiasa membantu Khadijah dalam memperjuangkan agama ilahi dan tak pernah membiarkannya sendiri. Sebagaimana yang terjadi saat kelahiran putrinya, Fatimah Az-Zahra. Allah swt mengirimkan para perempuan termulia, seperti Sarah, istri Nabi Ibrahim as; Asiah, istri Firaun; Maryam, ibu Nabi Isa; dan Kultsum, saudara perempuan Nabi Musa as untuk membantunya.


Meski Khadijah seorang perempuan kaya dan memiliki posisi terpandang, namun ia senantiasa bersikap rendah hati dan penuh hormat terhadap Muhammad saw. Ia juga tahu, Rasulullah saw sangat mencintai ibadah. Karena itu, ia selalu memberikan kesempatan bebas kepada beliau untuk beribadah. Sebelum diutus sebagai nabi, setiap bulannya Muhammad saw senantiasa pergi berkhalwat atau menyendiri untuk beribadah di gua Hirah yang terletak di gunung Nur. Selama berkhalwat, Khadijah selalu mengutus Ali bin Abi Thalib as untuk mengantar makanan kepada beliau. Bahkan Ali as terkadang juga turut menemani Rasulullah saw berkhalwat.


Setelah Muhammad saw diangkat sebagai nabi, banyak kalangan dan sanak famili yang meninggalkannya sendirian. Namun Khadijah as tak pernah menyerah untuk selalu mendampingi sang suami berjuang menyebarkan agama Islam. Dengan penuh keyakinan dan ikhlas, ia pun mengakui kenabian Muhammad dan menjalin sumpah abadi dengannya. Khadijah mengimani Islam bukan hanya dengan lisan. Ia bahkan menyerahkan seluruh harta kekayaannya untuk dibaktikan di jalan perjuangan Islam. Apalagi ketika umat Islam diasingkan dan diboikot oleh masyarakat kafir Quraisy di lembah tandus, Sya'b Abu Thalib, bantuan materi dan pemikiran Khadijah as sungguh terasa nyata. Bahkan pasca boikot pun, harta Khadijah berperan penting dalam menyelamatkan perjuangan dakwah Islam. Sampai-sampai Rasulullah saw berkata, harta Khadijah as sangat membantuku.


Selama hidup bersama dengan Rasulullah saw, Khadijah as selalu mengedepankan kesabaran dan ketabahan. Sebab ia sungguh meyakini jalan yang dipilih suaminya sebagai utusan Allah yang terakhir untuk menyelamatkan umat manusia. Baik sebelum maupun sesudah masa pengutusan, Khadijah as selalu mencintai Rasulullah saw dengan penuh ketulusan. Ia selalu mendampingi Rasulullah saw baik dalam keadaan suka maupun duka.


Khadijah sungguh percaya kepada Muhammad. Ia selalu meyakini apa yang dituturkannya dan membantu beliau. Allah saw menenangkan hati Rasulullah saw melalui perantara Khadijah. Dikisahkan, suatu hari sekelompok orang musyrik Mekah melempari Rasulullah saw dengan batu hingga beliau terluka dan terus mengejarnya hingga di rumah Khadijah, bahkan rumah Khadijah itu pun juga menjadi sasaran lemparan batu mereka. Menyaksikan hal itu, Khadijah pun keluar dan berkata kepada mereka, "Apakah kalian tidak malu melempari batu rumah seorang perempuan yang paling terpandang di antara kalian?". Mendengar ucapan itu, mereka pun akhirnya merasa menyesal dan menghentikan aksinya.


Khadijah pun segera mengobati luka Muhammad saw dan di saat itulah, Allah swt menyampaikan salam kepada Khadijah dan berjanji memberinya istana yang terbuat dari zamrud di surga yang bebas dari segala duka.


Saat umat Islam diblokade di lembah Sya'b Abu Thalib, boikot ekonomi kaum kafir Quraisy membuat tantangan yang dihadapi kaum muslimin begitu berat. Sedemikian beratnya, hingga Sayidah Khadijah as jatuh sakit dan akhirnya ia pun memenuhi panggilan ilahi. Menjelang wafatnya, saat ia terbaring lunglai, ia berkata, "Wahai Rasulullah saw, Aku belum memenuhi hak-hak mu secara penuh, dan aku tidak melaksanakan apa yang semestinya. Maafkanlah aku, kini tak ada yang kuinginkan selain kerelaanmu".


Maka, setelah 25 tahun hidup bersama Rasulullah dalam pasang surutnya kehidupan, Khadijah as pun akhirnya mengucapkan selamat jalan untuk selamanya dan berpulang ke hadirat ilahi.



KETIMPANGAN SEJARAH TENTANG UMUR SITI KHADIJAH


Malam kesepuluh Ramadhan ditahun kesepuluh bi’tsat adalah malam penuh duka cita bagi Rasulullah Saw. Malam telah berpulangnya istri terkasih beliau yang telah menemani kehidupannya selama 25 tahun, Hadhrat Khadijah Kubra (sa). Perempuan yang dalam catatan sejarah disebut sebagai perempuan pertama yang memeluk agama yang dibawa Nabi dan mengorbankan banyak hartanya dalam upaya penyebaran Islam.


Hari wafat Siti Khadijah hanya berselang beberapa hari dengan wafatnya Abu Thalib paman dan pelindung Nabi Saw. Karena kepergian dua orang yang begitu dikasihinya, Nabi menyebut tahun kesepuluh bi’tsat sebagai tahun kesedihan.


Namun berlepas dari musibah yang menimpa Rasulullah dengan kepergian istri terkasihnya dan paman yang sangat dicintainya, musibah turut pula menimpa kaum muslimin dengan adanya penyelewengan sejarah berkenaan dengan kehidupan dua kekasih Rasulullah tersebut dan perannya dalam penyebaran Islam. Abu Thalib oleh rekayasa sejarah disebut mati dalam keadaan kafir, sementara siti Khadijah dikecilkan keberadaannya.


Fakta-fakta sejarah yang sengaja disembunyikan berkenaan dengan keutamaan Hadhrat Khadijah sosok yang meninggalkan dunia fana pada tanggal kesepuluh Ramadhan.


Bismilllahirrahmanirrahim. Almarhum Syaikh Haji Abbas Qomi meriwayatkan dalam kitabnya Hadhrat Khadijah dimalam ia hendak berpulang, ia berkata kepada Rasulullah Saw suaminya tercinta, “Ya Rasulullah, saya hendak menyampaikan beberapa hal kepadamu. Pertama, maafkan saya karena keterbatasan pengetahuanku tentangmu sehingga saya sering memperlakukanmu tidak selayaknya, pengabdianku padamu banyak cela dan cacatnya.” Nabi menanggapi, “Tidaklah demikian istriku. Kamu telah melakukan semua yang semestinya kamu lakukan.”


Siti Khadijah melanjutkan, “Yang kedua, dengan kepergianku putri kita akan mejadi yatim. Saya amanahkan putri 3 tahun ini untuk anda jaga baik-baik.”


“Yang ketiga, saya malu menyampaikan langsung kepadamu. Dengan penuh rasa hormat, saya meminta kepadamu ya Rasulullah, bawa putriku kesini dan biarkan kami berdua, aku hendak menyampaikan satu hal padanya yang kemudian disampaikannya kepadamu.” Nabi memenuhi permintaan istrinya tersebut. Dibawanya Fatimah disisi istrinya itu. Lalu meninggalkan mereka berdua. Fatimah mendekatkan telinganya ke bibir bunda tercintanya. Dengan kekuatan yang tersisa siti Khadijah berkata, “Anakku, sampaikan kepada ayahmu. Saya telah menyerahkan semua yang saya miliki untuk perjuangan di jalan Islam, sampai saya tidak lagi memiliki uang yang tersisa untuk membeli kain kafan. Saya takut dengan azab kubur, saya ingin pakaian yang ayahmu kenakan digunakan sebagai pengganti kain kafan untuk membungkus jasadku sehingga saya bisa aman dari siksa kubur.”

Siti Fatimah menyampaikan permintan ibunya tersebut kepada Nabi. Dengan penuh rasa sedih, Nabi Saw menyanggupinya. Namun tiba-tiba Malaikat Jibril as datang dan berkata, “Allah Azza wa Jalla berfirman, karena Khadijah telah mengorbankan dan mempersembahkan semua harta yang dimilikinya di jalan-Ku, maka sudah selayaknya Kami berikan padanya kain kafan.” Demikianlah, sesaat setelah wafatnya, jasad mulia Siti Khadijah dibungkus dengan kain kafan yang berasal dari surga. Nabi Saw tetap memenuhi permintaan istrinya. Beliau mendirikan shalat malam dan menghadiahkan pahala-pahala ibadahnya untuk istrinya. Dengan demikian, siti Khadijah dibungkus dengan dua kain, kain dari surga dan kain dari pakaian Rasulullah, kemudian dimakamkan dengan penuh pemuliaan.

Hadhrat Khadijah adalah seseorang yang memiliki keutamaan yang sangat besar. Jika seseorang meninggal dunia, maka Nabi mengenang kematiannya di hari pertamanya, di hari ketujuhnya, dihari keempat puluhnya, namun ketika siti Khadijah meninggal dunia, Nabi menyatakan kesedihannya sepanjang tahun sampai menyebut tahun wafat siti Khadijah sebagai tahun kesedihan.


Siti Khadijah adalah perempuan pertama yang menyatakan keimanan terhadap aqidah yang dibawa Nabi. Beliaupun telah mengorbankan semua hartanya di jalan Islam sampai kemudian tidak ada yang lagi tersisa hatta untuk membeli kain kafan sekalipun. Dan kami katakan, perempuan teragung setelah siti Fatimah as adalah siti Khadijah sa.


Para Maksumin setelah memperkenalkan diri sebagai putera Fatimah mereka as juga menyebut diri sebagai putera-putera Khadijah sa. Para Aimmah maksum diri mereka sendiri sebenarnya adalah cahaya yang memiliki maqam yang sangat agung dan tinggi dan tidak ada orang biasa yang menyamai maqam mereka namun untuk mereka, mereka tetap menjadikan siti Khadijah sebagai kebanggaan dan sebuah keutamaan menjadi keturunannya.


Mengenai usia beliau tidaklah penting. Yang penting adalah peran beliau dalam penyebaran Islam. Namun karena anda mempertanyakan, maka saya katakan, selama ini ada manipulasi sejarah yang terus dipelihara dan disebarkan. Siti Khadijah diperkenalkan sebagai perempuan tua yang menikah dengan Muhammad muda. Meninggalnya pun disebutkan karena termakan usia. Namun bukan itu yang sebenarnya.

Yang benar menurut saya dan itu yang terkuat adalah usia beliau ketika menikah dengan Nabi dibawah 30 tahun, bukan 40 tahun. Azd Dzahabi, salah seorang ahli hadits Ahlus Sunnah menyatakan, usia siti Khadijah ketika menikah dengan Nabi berusia 28 tahun. Tidak berbeda dengan hasil analisa yang saya temukan, diriwayatkan dari Ibnu Abbas usia beliau dibawah 30 tahun. Sebagian lagi mengatakan usianya masih 25 tahun. Namun rekayasa sejarah usia beliau disebut 40 tahun, dikenal sebagai janda tua yang tidak menarik lagi.


Disayangkan dengan adanya pandangan bahwa sayidah Khadijah waktu itu sudah berumur 40 tahun, sepanjang sejarah musuh-musuh Islam dengan gigih menyebarkan kedustaan tersebut. Sampai pada tingkat, hadits-hadits keutamaan Ahlul Bait disingkirkan dan tidak diperkenalkan secara massif sebagaimana hadits-hadits keutamaan sahabat dikaji dan disampaikan. Kaum muslimin dihadapkan dengan perbandingan siti Khadijah yang tua dengan Aisyah yang masih muda dan cerdas. Nabi dikatakan menikah dengan Khadijah janda tua, dan bocah perempuan yang masih berusia dibawah 9 tahun –pendapat masyhur 7 tahun- yang saat dinikahi Nabi masih gemar bermain dengan bonekanya. Bukankah kesenjangan itu akan menjadi lelucon bagi musuh-musuh Islam?.


Jika kita memperhatikan dan menganalisa catatan sejarah secara seksama usia Aisyah tidak semuda itu. Kembali Adz Dzahabi menyatakan, Asma saudara perempuan Aisyah pada malam hijrah berusia 27 tahun. Selisih umur Asma dan adiknya Aisyah 10 tahun. Jadi usia Aisyah pada malam hijrah 17 tahun. Dan pada saat hijrah itu, Nabi belum menikahi Aisyah, melainkan beberapa tahun setelah hijrah. Yaitu usia pernikahannya dengan Nabi sekurang-kurangnya 19 tahun. Namun sebagian pihak secara gigih mengatakan usianya jauh lebih muda dari itu sementara usia siti Khadijah ditambahkan sehingga tampak terhitung perempuan tua.


Terkait munculnya rekayasa-rekayasa semacam itu banyak alasan yang bisa dikemukakan. Diantaranya adalah rekayasa Bani Umayyah. Kita tahu Bani Umayyah diawal penyebaran Islam berada dalam posisi sebagai musuh. Mereka berperang melawan Nabi dan kaum muslimin sampai akhirnya takluk dan menyerah saat fathul Makah. Pasca Fathul Makahpun tidak sedikit dari mereka yang termasuk golongan munafikin yang hendak merusak Islam dari dalam. Karenanya sesuatu yang bisa diduga ada upaya dari mereka yang tidak henti-hentinya untuk menciderai Islam. Ada dua jenis Islam yang hidup saat Bani Umayah yang berkuasa atas kaum muslimin. Islam Muhammadi sebagaimana Islam yang diusung siti Khadijah dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang menjadi penyokong dan pendukung setia dakwah Nabi dan Islam Umawi yang disponsori Muawiyah dan Marwan.  Dimasa kekuasaan Bani Umayyah urusan kaum muslimin ditangan mereka. Mereka punya kuasa penuh atas versi sejarah Islam yang harus beredar ditengah masyarakat. Mereka banyak melakukan manipulasi terhadap sejarah generasi awal, bukan hanya berkenaan dengan siti Khadijah melainkan juga istri-istri Nabi yang lain termasuk Ummu Salamah. Menurut kami, Ummu Salamah berada pada posisi kedua sebagai istri terbaik Nabi setelah Siti Khadijah. Namun diceritakan semua kecintaan dan perhatian Nabi seakan tertumpu dan terfokus hanya pada Aisyah, semua keutamaan ada pada Aisyah, keilmuan, kecerdasan, kecantikan, usia yang muda dan seterusnya. Bahkan secara ekstrim mereka memposisikan Nabi tidak berlaku adil terhadap istri-istrinya yang lain, karena lebih mengutamakan Aisyah. Apakah –nauzubillah- seseorang yang tidak bisa menegakkan keadilan dalam rumah tangganya mampu menegakkan keadilan dalam masyarakat?.


Oleh karena itu, kelompok Islam Umawi dan para pendukung mereka, mengecilkan peran dan posisi siti Khadijah, Imam Ali dan Sayyidah Fatimah dengan menyebarkan riwayat-riwayat palsu yang dengan itu akan mengokohkan kepentingan mereka.


Satu hal lain yang patut ditekankan adanya pernyataan kerinduan Nabi kepada Khadijah yang disampaikan berkali-kali dan terbuka. Diantara sabdanya, “Khadijah mempercayaiku disaat yang lain menolak dakwahku, disaat Khadijah mengimani apa yang kubawa, kamu dan ayahmu justru memerangiku.” Menurut Ibnu Abi al Hadid dan ulama besar Ahlus Sunnah lainnya menyatakan bahwa perkataan Nabi tersebutlah yang menimbulkan kedengkian dihati Muawiyah.

Keistimewaan lainnya siti Khadijah adalah beliau satu-satunya istri yang memberikan Nabi keturunan yang mampu hidup lebih lama sampai mempunyai keturunan, yaitu Siti Fatimah az Zahrah. Asbabun Nuzul turunnya surah al Kautsar berkenaan dengan lahirnya Sayyidah Fatimah tersebut. Siti Khadijah juga dikaruniai cucu, imam Hasan dan Husain yang keduanya adalah penghulu pemuda di surga. Keutamaan itulah yang tidak dimiliki yang lain.


Bayangkan, Siti Khadijah bersama Nabi selama kurang lebih 25 tahun. 15 tahun sebelum bi’tsat dan 10 tahun pasca bi’tsat. Sementara Aisyah hidup bersama Nabi ada berapa tahun? Nabi menikahi Aisyah tahun kedua Hijriyah dan wafat awal tahun 11 H, jadi hidup bersama Nabi sekitar 8 tahun. Dan juga Nabi saat itu tidak setiap hari bersama Aisyah, sebab juga memiliki istri-istri yang lain, yang bahkan bila dikumpulkan, bisa jadi untuk satu tahun penuhpun Nabi tidak selalu bersama Aisyah. Jika satu tahun itu, dalam satu hari Aisyah meriwayatkan satu hadits dari Nabi, maka akan ada 365 hadits dari periwayatan Aisyah, jika dua hadits perharinya ada 730 hadits dan jika 3 hadits perhari ada 1095 hadits. Namun yang kita dapati dalam kitab Shahih Bukhari misalnya, Aisyah meriwayatkan lebih dari 2000 hadits dari Nabi. Namun bandingkan dengan siti Khadijah yang hidup bersama Nabi, satu-satunya istri Nabi selama 25 tahun dan ada 10 tahun disaat Muhammad telah diangkat menjadi Nabi, dalam shahih Bukhari hadits yang beliau riwayatkan tidak lebih dari 25 buah hadits. Menurut kamu ada apa ini? Mengapa periwayatan dari siti Khadijah disensor sedemikian rupa? Tentu kita tidak mengatakan yang melakukan semua rekayasa ini adalah siti Aisyah, melainkan orang-orang setelah beliau. Yaitu dimasa kekuasaan Bani Umayyah.


Dalam kitab-kitab Syiahpun demikian, dalilnya, jika ulama-ulama hadits kita bersikeras untuk tetap meriwayatkan hadits melalui periwayatan Ahlul Bait khususnya siti Khadijah dan Sayyidah Fatimah maka kitab-kitab mereka akan dibakarnya, ulama dibunuhi dan sebagainya. Mengapa itu bisa terjadi? Pemerintahan dalam penguasaan mereka, dan itu sangat memungkinkan terjadi.


Jika mereka berargumentasi siti Khadijah ketika bersama Nabi hidupnya di Mekah disaat kaum muslimin berada dibawah tekanan dan saat itu kondisi umat Islam masih lemah, sementara tidak demikian dengan masa Aisyah, bersama Nabi di Madinah dan dalam kondisi aman dan Islam memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk tersebar, sehingga masyarakat Islam saat itu bisa dengan mudah mendapatkan periwayatan hadits melalui Aisyah, maka kami tanyakan kepada saudara kami Ahlus Sunnah, lantas dimana periwayatan dari Sayyidah Fatimah as?. Beberapa pendapat sejarahwan Ahlus Sunnah menyebutkan sayyidah Fatimah wafat diusia 28 tahun, 6 bulan kemudan setelah wafatnya Nabi. Jadi beliau tinggal bersama Nabi 27 tahun 6 bulan. Sebut saja jika dalam 1 tahun Sayyidah Fatimah hanya meriwayatkan 1 hadits dari Nabi, maka tentunya setidaknya ada 28 hadits dalam kitab mereka. Namun bisakah anda menemukan ke 28 hadits itu?. Atau sebut saja 1 hadits dalam 2 tahun, maka ada setidaknya 14 hadits. Dalam kitab paling mu’tabar mereka, tunjukkan saya ke 14 hadits itu.


Anda tidak akan bisa menemukan 14 hadits ataupun separuhnya dalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Sayyidah Fatimah az Zahrah. Dalam shahih Bukhari hanya 1 hadits dari Sayyidah Fatimah. Apakah mungkin putri Nabi sepanjang usianya hanya meriwayatkan satu hadits dari ayahnya?. Dalam kitab mu’tabar Ahlus Sunnah, hanya dalam Musnad Ahmad yang meriwayatkan 8 hadits, yang lima riwayat diantaranya berkenaan dengan Fatimah bukan dari Fatimah. Berarti dalam Musnad Ahmad pun riwayat dari Fatimah hanya ada 3 hadits.


Bayangkan dari istri paling utama Nabi dan dari putrinya, hadits yang dinukilkan dari keduanya bisa dihitung jari, sementara dari yang lain sampai ribuan hadits. Inilah yang membuat tugas kita menjadi sangat berat.

* Pakar sejarah Islam yang bermukim di Qom Iran
Diterjemahkan oleh : Ismail Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...