GAK USAH BERGAYA MENGAKU SYIAH
sebelum bisa menepati kriteria SYIAH yang telah ditetapkan Sayyidina Ali as.
1. Dia pandai dan cerdas. wajahnya selalu ceria, walau hatinya sedang pilu dan gelisah.
2. Dia bukan orang yang hasud dan pendendam, dan bukan orang yang menyebarkan kemungkaran serta tidak mengunjing (ghibah) seseorang.
3. Dia tidak menyukai jabatan dan kepemimpinan, berjalan dengan tenang, serta selalu ingat kepada Allah swt.
4. Dia bersabar atas musibah dan bersyukur atas nikmat-nikmat Allah swt.
5. Jika Allah menguji dengan kefakiran dan kemiskinan, dia justru merasa senang gembira.
6. Akhlak dan perilakunya dalam bermasyarakat terpuji tidak menyakiti atau melecehkan orang.
7. Dia tersenyum dan tidak terbahak-bahak keras saat tertawa.
8. Ketika bertanya pada seseorang, tujuannya untuk mendapatkan manfaat dari orang tersebut, bukan untuk mengujinya apakah dia memiliki ilmu yang banyak ataukah tidak.
9. Hatinya penuh kasih sayang, tidak kikir, tidak terburu-buru dalam bertindak, dan manis tutur katanya.
10. Dia tidak menyusahkan atau merepotkan ketika mendatangi seseorang, dan jika kemarahan menguasainya, dia tetap bersikap terkendali.
11. Selalu menepati janji, tidak berbicara omong kosong ataupun obrolan tidak berarti.
12. Syukur dan ridho kepada seluruh pemberiaan Allah swt, menentang hawa nafsunya, dan tidak menyulitkan kawan-kawanya.
13. Seluruh hidupnya adalah untuk menolong agama dan selalu berfikir untuk membantu, menentramkan, dan menjadi tempat bergantung bagi kaum muslimin.
14. Jika seseorang memuji, dia tidak merasa tersanjung yang kemudian membanggakannya, ketamakan (keserakahan) tidak menyelimuti hatinya, sehingga berbuat di luar tugas dan tanggung jawab.
15. Pandangan (harapan)nya hanya untuk memberikan manfaat kepada ummat, dan merasa kecil (rendah hati) dihadapan semua.
16. Dia dermawan, namun tidak berlebihan dan tidak pernah menipu, atau memperdaya seorang pun, serta tidak meremehkan jerih payah orang lain.
17. Dia menjadi tempat mengadu orang-orang yang terdesak kesusahan, menolong orang-orang yang terzholimi ,dan tidak menyebarkan rahasia seseorang yang di sampaikan kepadanya.
18. Dia senantiasa menyebut kebaikan seseorang, dan tidak menyebarkan keburukan yang dilihatnya.
19. Dia memalingkan diri dari keburukan orang, namun jika seseorang minta maaf, dengan senang hati dia memaafkannya, selalu berprasangka baik terhadap siapapun serta menyalahkan diri sendiri.
20. Dia selalu mengenang para ulama dengan keutamaan ilmu dan pengetahuan ilahinya, jika datang kepadanya seorang bodoh, dia akan mengajarinya.
21. Tidak mencari aib dan kesalahan orang, tetapi selalu menyalahkan perbuatan serta tindakannya sendiri, sebab dengan melihat kesalahan diri sendiri dia tidak akan melihat kesalahan orang lain.
22. Selalu bersemangat dalam memperbaiki jiwanya, tidak mengurusi orang lain, dan tidak berharap kepada selain Allah.
23. Dia menjadi orang asing di tengah-tengah umat dan berusaha menjalankan perintah-perintah Allah, sehingga dapat mengamalkan apa yang menjadi keridhoannya.
24. Dia senang bergaul bersama fakir miskin, membantu umat dalam perkara yang baik, dan seperti seorang ayah yang penuh kasih sayang di hadapan anak-anak yatim.
25. Dalam setiap perkara dan masalah yang ingin dilakukannya, dia selalu memikirkan dan merenungkan dengan baik serta menjalankannya dengan penuh kehati-hatian.
26. Karena dia menjalankan hidup dengan kondisi selalu merasa cukup (qana’ah) dan menjaga harga diri, maka orang lain menganggapnya orang kaya.
27. Dia mengendalikan kekang hawa nafsunya, sehingga nafsu tidak dapat menjerumuskannya pada hal-hal yang tidak selayaknya.
28. Ucapan-ucapanya berdasarkan kebenaran serta hakikat, dan pakaiannya selalu sederhana.
29. Tidak merasa rugi dengan hilang dan perginya segala sesuatu yang dimilikinya, tidak pernah pula mengharapkan hal-hal yang tidak dimilikinya.
30. Ilmu dan pengetahuannya terkait dengan kesabaran dan keteguhan, akal dan ilmunya seiring dengan ketabahan dan ketegarannya.
31. Tidak tampak tanda-tanda kemalasan dan kelelahan dari fisik dan jiwanya; manusia selalu melihatnya dalam bugar, semangat dan gembira.
32. Angan-angannya sedikit dan selalu mempersiapkan diri dalam menanti kematian. Oleh karena itu, hatinya khusuk, lisannya berzikir, dan jiwanya merasa cukup (qana’ah).
33. Dia selalu mengingat dosa-dosa yang telah dilakukannya, dengan penuh penyesalan dan kesedihan.
34. Para tetangga merasa nyaman berdampingan denganya; dia menjalin hubungan dengan umat, agar dapat bermanfaat bagi mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka.
35. Ketika duduk bersama orang-orang, banyak diamnya, sehingga tidak menyakitkan mereka. Dan dia lebih banyak menyibukkan diri, sehingga mereka merasa nyaman dengannya.
36. Dia bersabar atas setiap kedzholiman yang menimpanya, sehingga Allah menolongnya dan mengembalikan haknya dari yang mendzholiminya.
Kemudian Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata
“Mereka adalah pelita-pelita yang benderang di atas bumi. Dan mereka adalah pengikut-pengikut (syiah) kami, juga terhitung sebagai sahabat-sahabat kami. Mereka bersama kami dan kami bersama mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar