Kamis, 29 November 2018

Ayatullâh al-Uzma Sayyid Muhammad Husain al-Husaini al-Mar’asyi an-Najafi




ilustrasi hiasan:



MUKADIMAH

Semenjak seribu tahun yang silam kota Najaf terhitung sebagai kota ilmu, kefaqihan, serta ijtihad. Dan sepanjang masa yang panjang itu telah muncul ribuah ulama’ yang telah memberikan khidmah kepada seluruh manusia dan khususnya kepada dunia Islam, di mana pendirian para ulama’ tersebut bagaikan karang yang kokoh untuk menjaga Islam sepanjang sepuluh abad yang lampau dari penyimpangan-penyimpangan fitrah yang sehat menuju pelataran eksistensi dan kesempurnaan. Para ulama' yang mulia itu telah berusaha keras dan terus-menerus sepanjang perjalanan sejarah demi mengisi kekosongan dan mempertahankan Hawzah Islam dari berbagai tipu daya yang dilancarkan oleh para musuh agama ini yang terdiri dari syaitan-syaitan, jin serta manusia, secara serentak. Mereka adalah orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mematikan cahaya Allah melalui lisan-lisan mereka.

Disini kita harus mengisyaratkan pada sesuatu yang fital, bahwasannya hal-hal yang kita peroleh sekarang ini yang berupa perluasan tujuan-tujuan islam, tidak lain kecuali berkat jasa para pembesar-pembesar tadi, yang mana mereka terjaga di malam harinya demi untuk menukil hadits dan riwayat serta do’a yang ma’tsur, atau menjaga unsur-unsur terpenting yang punya andil dalam menjaga agama ini, yaitu kecintaan terhadap Keluarga Suci Rasullah (Ahlul Bait As). Dan sekarang hasil kerja para ulama’ tersebut telah sampai kepada kita, kendatipun segala macam jenis kezaliman dan penindasan historis ditimpakan kepada para Ulama’ Syi’ah Imamiyyah Ra.

Sesunguhnya setiap amal di sisi Allah itu tidak dilihat dari ukuran lahiriahnya akan tetapi dilihat dari kadar ketakwaannya.

Di antara para 'ulama yang agung itu adalah seorang marja’ agama dan pemimpin spiritual A^yatullâh al-Uzma Sayyid Muhammad Husain al-Husaini al-Mar’asyi an-Najafi (Quddisa sirruhu As-syarif) yang bergelar Syihabuddin.




Bagian Pertama : Auto Biografi

Kelahiran dan Kehidupan
Sayyid Mar’asyi an-Najafi dilahirkan di kota Najaf, pagi hari, Kamis tanggal 20 Safar tahun 1315 H. ( bertepatan dengan empat puluh hari lahirnya Imam Khomaini) di dalam sebuah keluarga yang penuh dengan ilmu dan keilmuan. Nasab beliau dapat telusuri hingga Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib As melalui tiga puluh empat kakek, kesemuanya adalah para pemuka ulama’ mujahidin. Sedangkan ayahnya adalah salah seorang Ulama’ Najaf, yaitu A^yatullâh Sayyid Mahmud Syamsuddin Al-Mar’asyi, dan kakeknya adalah pemuka para hukama’ (orang-orang alim), yaitu Ayatullâh Sayyid Syarafuddin 'Ali yang lahir di daerah Karbala. Beliau merupakan salah seorang murid Syaikh Ansâri penulis kitab Al-Makâsib. Beliau juga salah seorang murid Syaikh Hasan penulis kitab Al-Jawâhir. Sayyid Syarafuddin adalah sahabat dekat Syaikh Muhammad Abduh Al-Mishri (Mesir), beliau memiliki karya-karya besar, dan beliau telah berkeliling di dunia Islam untuk menyebarluaskan agama Islam yang lurus.

Diriwayatkan bahwa beliau adalah termasuk orang-orang yang jenius dan luar biasa dizamannya dalam masalah fiqh, usul, hadits, rijâl (Ilmu yang membahas tentang para perawi hadits), sejarah, nasab, sandi, nujum, trigonometry, serta perwakafan. Beliau juga memiliki pandangan yang luas dalam ilmu-ilmu tata surya, bulan dan perbintangan (astronomi). Adapun paman-paman beliau juga termasuk para ulama’ yang mulia, terkenal, dan tersebar suara mereka di antara para ulama’.

Ayahnya telah mencatat di masa kelahirannya bahwa, setelah kelahirannya yang baru disucikan, beliau membawanya ke haram datuknya Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Tâlib As untuk mengambil berkah atau ber-tayammun, kemudian beliau membawanya kepada guru beliau A^yatullâh Hasan al-Khalily Ath-Thahrany. Kemudian setelah itu beliau memuliakannya dengan memberikan nama seperti nama beliau sendiri yaitu Muhammad Husain serta mendo'akan kepadanya. Kemudian dia dibawa ke hadapan ustazd beliau yaitu Syaikh Nuri salah seorang tokoh dan pakar para ahli hadits, beliau pun memuliakannya dan memberikan kuniyah Abil Ma'ali kepadanya. Lalu beliau membawanya ke tempat ustazd beliau yang bernama Sayyid Shadruddin, kemudian beliau pun memberikan gelar syihabuddin kepadanya.

Sayyid Syihabuddin hidup dan tumbuh besar di rumah yang penuh ilmu, kepemimpinan dan kemuliaan, di dalam keluarga yang terkemuka, dari mereka beliau memperoleh kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya Saw. dan Ahlul Bait As, cinta kebaikan dan kedamaian, serta berinteraksi dengan ilmu-ilmu agama dan amal-amal saleh. Dan beliau menukil bahwa ayahandanya menemani beliau belajar kepada Al-Akhun Ra seorang Muhaqqiq (peneliti) dan penulis kitab Al-Kifayah sedangkan beliau pada saat itu belum baligh. Beliau sangat terkesan dengan keagungan kajian serta kejelasan suara Muhaqqiq (Akhun) tersebut.


Tempat Yang Agung
Ayah beliau telah mengetahui bahwa beliau akan menjadi sosok yang memiliki tempat yang agung, dan hal tersebut adalah tampak tatkala beliau menyandang akhlak-akhlak mulia semenjak masa kecil. Pada saat ibundanya menyuruh supaya beliau membangunkan ayahandanya, permintaan ini dinilai sangat berat oleh beliau untuk memenuhinya, maka beliau pun mengusap pipi dan wajah beliau dengan telapak tangan ayahandanya maka terjagalah ayahandanya kemudian setelah merasakan sentuhan yang lembut ini, dan melihat sikap rendah diri dari putranya yang saleh ini ayahandanya pun segera mengangkat kedua tanganya ke langit dan mendo'akan anaknya supaya mendapat taufik dari Allah.

Ayatullâh Mar'asyi al-Najafi berkata: Sesungguhnya aku mendapatkan kedudukan ini dan Allah selalu memberikan taufik-Nya kepadaku adalah berkat do'a orang tuaku (Ra).


Belajar
Sayyid Al-Mar'asyi belajar dasar-dasar membaca dan menulis di kota Najaf dan menekuni pelajaran ilmu-ilmu alat Bahasa Arab seperti, nahwu, sharaf, balâghah, kemudian ilmu-ilmu naqli seperti fiqh dan usul, serta ilmu-ilmu aqli seperti mantiq (logika) dan filsafat. Beliau juga belajar kepada para 'ulama terkemuka di kota Najaf serta kota Kadzimiah yang suci.

Pada saat itu beliau tidak penah meninggalkan satu ilmupun dari ilmu-ilmu secara silih-berganti di Hawzah kecuali beliau telah memperolehnya. Di antara ilmu-ilmu yang diperolehnya adalah Ilmu perbintangan, astronomi, ilmu hitung, geometri dan seluruh cabang ilmu matematika. Sebagaimana halnya beliau juga belajar ilmu kedokteran dan mukadimah-mukadimahnya selama dua tahun dan beliau berkata: " Sesungguhnya aku belajar ilmu kedokteran agar aku dapat memenuhi pengobatan pada diriku sendiri disaat kondisi keterpaksaan dan aku telah mendapatkan manfaat yang banyak darinya".

Sayyid Mar'asyi memiliki kelebihan dibandingkan marja'-marja' saat itu di bidang ilmu nasab (geneologi), dan hal ini telah masyhur. Beliau adalah seorang marja' satu-satunya untuk kebanyakan manusia dalam ilmu ini sebagai pembatas seperti apa yang dimaksudkan oleh beliau.


Di Kota Suci Qum
Setelah mendapatkan syahadah (ijazah) ijtihad dari guru-gurunya, Sayyid Mar'asyi Najafi berhijrah dari kota Najaf dan menetap sementara di kota Tehran, kemudian pindah ke kota suci Qum untuk membantu Yayasan Hawzah Ilmiyyahnya Ayatullâh al-Uzma Syaikh Abdul Karîm al-Ha'iri dikota itu, sekaligus belajar dengan beliau hingga mulai mengajar fiqh dan usul di tingkatan Bahtsul Kharij (pendidikan pra ijtihad). Sebelum subuh beliau mengajar satu pelajaran, lalu mengimami shalat jama'ah subuh di haram (kuburan suci) Sayyidah al-Ma'shumah yang mulia, kemudian mengajar satu pelajaran lainnya. Setelah itu pulang ke rumah untuk sarapan pagi, kemudian kembali mengajar hingga malam hari, dan demikian seterusnya.

Beliau lalui aktivitas keseharian dan menjalankan takif-taklifnya semacam ini selama 40 tahun, yaitu mengajar di Hawzah Ilmiyah Qum yang berdekatan dengan makam yang mulia Sayyidah Fathimah al-Ma'sumah putri Imam Musa bin Ja'far As. Melalui tangan dan jerih payahnya sendiri yang mulia, beliau mengajar dan membina ratusan ustadz dan ulama' seperti Sayyid Syahid Mustafa Khomeini (putra Imam Khomaini), Syahid Murtada Mutahhari, Sayyid Mahmud Taliqâni, Syaikh Hâsyimi Rafsanjani dan lain-lainnya yang tidak dapat kami sebutkan namanya. Dan Sayyid Mar'asyi juga memulai pelajaran pertamanya dalam bidang tafsir Qur'an untuk tingkat umum di kediamannya sendiri di kota suci Qum.


Karya-karya beliau
Sayyid Mar'asyi memiliki banyak karya tulis yang bermanfaat yang memenuhi perpustakaan-perpustakaan khusus dan umum.

Sepanjang hayatnya Sayyid Mar'asyi telah disibukkan dengan menulis kitab dan penelitian. Pada masa musim panas ketika Hawzah menjalani masa libur para ulama' keluar dari kota suci Qum karena tidak kuat menahan panasnya cuaca, menuju ke tempat-tempat yang hijau yang memiliki iklim yang kondusif dengan tujuan untuk menghabiskan waktu musim panas, akan tetapi Sayyid (Mar'asyi) menahan panasnya musim panas yang mematikan dan menahan panasnya kota demi penulisan dan penelitiannya. Beliau bernaung di bawah dinding rumah, dan pada setiap satu jamnya selalu membawa pindah kitabnya untuk mencari tempat yang teduh, dan bertahun-tahun beliau dalam kondisi yang demikian ini, menulis dan menulis…..

Maka sudah seharusnya kalau sosok ini memiliki perhatian yang tinggi dan tekat yang begitu kuat untuk membuahkan ratusan karya tulis.

Beliau mewasiatkan kepada putranya supaya mencetak karya-karya yang telah ditulis sepanjang umurnya dan menghabiskan masa mudanya untuk menyusun ilmu terutama hal-hal yang gharib (hal-hal yang langka), dan per-nasab-an.


Guratan Pena Sayyid Al-Mar'asyi An-Najafi.
Beliau yang mulia berkata:

"Sebagian para pecinta dan ikhwan meminta agar aku menjelaskan tentang diriku, dan akupun memenuhinya, maka secara singkat aku mengatakan:"

"Aku adalah Syihabuddin Muhammad Husain Abul-Ma'ali yang masyhur dengan "An-Najafi” seorang pelayan ilmu-ilmu para Imam dari keluarga yang kudus.

Aku dilahirkan pagi hari Kamis pada tanggal 10 Safar 1315 H di Najaf Al-Asyraf. Najaf adalah bumi pertama kali yang aku jejaki. Sejumlah orang alim, yang bertaqwa, serta menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar mengumandangkan Adzan dan Iqamah ditelingaku, mereka diantaranya adalah: Para Ayatullâh yang jelas dan hujjah-hujjah yang tampak Hâji Mirza Husain al-Khalili al-Razi, Hâji Mirza Hasan An-Nuri Syaihkul Masyayikh (gurunya para guru) dalam masalah riwayat hadits, Hâji Ismâil as-Sadr al-Musawi al-Ishfahâni, dan Sayyid Murtada ar-Radawi al-Kasymiri – Semoga Allah mensucikan jiwa-jiwa mereka dan mengumpulkannya bersama para Imam. Dan Ayahku al-Allamah al-Marhum (Qs) membubuhi dahiku dengan turbah (tanah) suci Imam Husain –salam sejahtera Allah atas kemuliaannya – lalu mereka membawaku ke Haram datukku Amirul Mukminin As. Setelah dimandikan dan disucikan, mereka juga membawa aku untuk mengelilingi kawasan marqadnya yang suci dan mulia.

Setelah aku mencapai usia lima tahun, aku belajar al-Qur'an kepada nenekku Syarifah At-Thahirah yang mulia At-Thabathabaiyyah ibunda dari ibukku (Qs) dan aku juga belajar darinya kitab-kitab sastra (Arab). Aku mengambil pelajaran al-mizân, nahwu dan lain-lainnya dari Syaikh Syamsyuddin al-Isyqi A^bâdi, seorang tamu (pemondok) di kota Najaf al-Asyraf, Sayyid Mahmud al-Muallim al-Hasani al-Mar'asyi at-Tustari dan lain sebagainya. Kemudian aku belajar mukaddimah pelajaran fiqh dan usul dari seorang sastrawan, al-Allamah Muhammad Kazim al-Khuram Abadi an-Nahwi dan juga para Ayatullâh yang agung seperti Syaikh Murtada aAt-Taliqani, Syaikh Muhamad Husain al-Ishfahani as-Sadhi, Mirza Mahmud Syirâzi, Mirza A^ghâ al-Ishtahbanati, Syaikh Hasan ar-Risyti, Syaikh 'Abdul Hasan ar-Risyti, Mirza 'Ali A^ghâ Al-Irwani, Mirza Abil Hasan al-Misykini penulis kitab "Al-Hasyiah 'Alal Kifayah" serta Syaikh Muhammad Husain Ath-Tahrani al-Qajar dan lain-lainnya.

Dan aku menyelesaikan pelajaran selain usul dan fiqh kepada sejumlah (guru besar), diantaranya:

A^yatullâh al-Hâj Syaikh 'Abdul Karîm al-Hâiri, A^yatullâh Syaikh A^ghâ Dhiyauddin al-'Irâqi dan A^yatullâh A^ghA^ Rida al-Ishfahâni (Qaddasallahu Asrarahum).

Aku mendapatkan sebagian ilmu seperti matematika dan lainnya dari sejumlah guru, diantaranya:

Guruku Syaikh Mirza Mahmud al-Ahri, Syaikh Haidar 'Ali ar-Riqâ' an-Naini yang merupakan penduduk Tehran penulis "Al-Hawasyi" atas Syarah Al-Jahmini, al-Allamah A^yatullâh A^ghâ Hasan an-Najm A^bâdi, Mirza Bâqir al-Irwâni, Yasin 'Ali Syâh al-Hindi yang bermukim di pelataran mulia 'Alawi, serta al-Allamah Sayyid Hibatuddin Asy-Syahrastani dan lain-lainnya.

Aku mendapatkan pelajaran ilmu hitung, geometri, dan seluruh pengetahuan sekolah dari Syaikh 'Abdul Karîm al-Busyahri penulis kitab "Enam Ribu Masalah" di dalam perhitungan dan pendiri sekolah Sa'adat di Syirâz, dan Syaikh A^ghâ Muhammad al-Mahallati penulis kitab "Guftare Khusy Yâre Qelly" serta Syaikh Muhammad al-Munjim dan lain-lainya.

Aku mendapatkan pelajaran tafsir dari guru dan pembimbingku di rumah beliau yaitu Syaikh Muhammad Hasan bin Muhammad Khâlil as-Syirâzi seoarang pelajar yang bertempat tinggal di kota Surra man ra'a (Samura'), dan al-Allamah ayahku (semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan memberikan taufik kepadaku hingga aku dapat memenuhi hak-haknya), dan mendapatkan ilmu tajwid dari al-Allamah Sayyid Ibrâhim ar-Rawi, Syaikh Nuruddin asy-Syafi'i yang dikenal dengan nama Syaikh Nuri, al-Allamah Sayyid Ahmad yang dikenal dengan sebutan Sayyid A^ghâ at-Tasturi al-Jazairi serta al-Allamah Hâji Mirza Farajullâh at-Tabrizi tamu Najaf Al-Asyraf. Dan aku mendapatkan pelajaran ilmu per-nasab-an dari al-Allamah ayahku, dari dua pakar sanad dan âkhun, yaitu Sayyid Mahdi dan Sayyid Rida keduanya berkebangsaan Bahrain tamu Najaf Al-Asyraf. Dan aku membaca "al-Masalik, al-Mamalik, dan al-Jughrafiya" di hadapan Dr. Ali Khan – Andalib Zadeh- (Rahmatullah Alaih), aku belajar ilmu kalam (teologi) dan filsafat kepada sekelompok ulama' seperti Mirza Tâhir Attakabuni, Hâji Mullah 'Ali Muhammad an-Najafi A^bâdi – semoga Allah membalas kebaikan kepada mereka dariku dan mudah-mudahan aku dapat memenuhi hak-haknya – dan lain-lainnya (semoga Allah merahmati yang telah mendahuluhi kami dan memanjangkan umur kami yang masih hidup).

Aku juga telah berguru kepada sejumlah Ulama' Ahlussunnah dan Zaidiyyah di dalam fiqh mereka dan lainnya, diantaranya adalah: Syaikh Nuruddin Asy-Syafi'i yang dikenal dengan nama Syaikh Nuri al-Hâfiz al-Qari, aku mendapatkan pelajaran dari beliau tajwid dan tilawatul Qur'an dan aku membaca hampir sepertiga dari "Sahih Bukhâri" di hadapan Sayyid 'Ali, Khatib Najaf al-Asyraf, dan aku membaca "Sahih Muslim" di hadapan Syaikh Abdussalam al-Kurdistani, aku membaca "Syamailuttirmidzi" di hadapan Sayyid Abdul Wahhâb al-Hanafi, Mufti Karbala' dan kitab-kitab lainnya kepada ustazd-ustazd yang lain. Aku membaca "Sahifah al-Imâm 'Ali bin Musâ Ar-Rida As" dan "Amali al-Imâm Abil Hasan Al-Hâruni" dari para Imâm Zaidiyyah dan kitab Annafhatul Anbariyyah fi Sulalati Khairilbariyyah" dari Sayyid al-Allamah Jamaluddin Ahmad al-Hasani yang bermazdhab Zaidiyyah al-Kaukabani yang berasal dari al-Yamani dan bertempat tinggal di India yang melakukan kunjungan ke Iraq dan menjemput ajalnya di Masyhad al-Kazimiyyah dan dikebumikan, dan kebanyakan aku memanfaatkan ilmunya saat aku berkunjung ke Haram kakekku Amirul Mukminin As tempat kelahiranku.

Pada tahun 1339 aku berpindah ke Masyhad Sarra Man Ra'a (Samarra') dan aku jadikan sebagai tempat tinggal, aku menetap di sana satu masa dalam keadaan sibuk dengan belajar, menjauh dari bergaul dengan masyarakat, serta membangun keramahan dengan Tuhanku. Dan aku memanfaatkan dari berkah-berkah pintu dan tanah yang mulia dan tinggi tersebut, yang tidak mampu diucapkan melalui bahasa tulisan. Kemudian aku berziarah ke Masyhad dua Imam (As) beberapa saat dan aku berlindung di halamannya yang mulia. Dan di sela-sela masa mukimku disana, aku menyempatkan diri untuk belajar ilmu dirayah dan al-rijâl serta fiqh kepada A^yatullâh Sayyid Hasan as-Sadr, dalam pelajaran usul dari A^yatullâh Syaikh Mahdi al-Khalishi, dalam hadits dan tafsir secara umum dari Sayyid Ibrahib ar-Rawi asy-Syafi'i al-Baghdadi salah seorang dosen di Universitas Sayyid Sultan 'Ali di antara universitas-universitas yang ada di Baghdad. Kemudian aku kembali ke tempat sujudku dan tempat tinggal ketenanganku yang mulia, dan aku menetap disana untuk melanjutkan tugas-tugasku.

Kemudian aku meninggalkan tempat ini pada bulan Safar tahun 1342 H. menuju ke Iran dengan tekad yang kuat untuk berziarah ke Haram Imam 'Ali bin Musâ ar-Ridâ As, aku sampai di Tehran dan menetap di sana sekitar satu tahun, dengan mengambil manfaat dan mencari cahaya dari orang-orang yang mulia seperti A^yatullâh Syaikh Abdunnabi al-Hâj, A^yatullâh A^ghâ Hasan an-Najm dan A^bâdi, dan lain-lainnya.

Pada tahun 1343 H. aku mendapatkan taufik dari Allah dengan mencium tanah yang mulia dan suci Sayyidah Fatimah al-Ma'sumah As putri Imam Musâ bin Ja'far As, aku menemukan kehidupan pada jiwaku di Qum, menikmati pintu-pintunya, dan tempat aku mengadu di sisinya serta berlindung dengan kemuliaannya. Bagaimana tidak, beliau adalah Ahlul Bait (keluarga suci nabi) yang keseluruhannya dipenuhi dengan kemuliaan, tanda-tanda imamah (kepemimpinan) memancar di dahi mereka, tidak akan pernah sia-sia orang yang mengadu kepada mereka serta senang menziarahi mereka.

Pada tahun 1350 H. aku mendapatkan pertolongan Tuhan dengan kemuliaan untuk dapat menziarahi tuanku, putra dari para tuan, syaikh Al-Alawiyyin dizamannya, tuanku Ahmad al-Wara' al-Karim yang masyhur dengan sebutan "Syah Jarahg" yang dikuburkan di Syiraz, dan saudara Muhammad Al-'Abid putra Imam Musâ bin Ja'far (As), dan aku juga beruntung dengan menziarahi Imam Hammam yang merupakan mentarinya para matahari yang terbit dan rembulannya para purnama yang bercahaya tuanku Abil Hasan 'Ali bin Musâ Ar-Ridâ (salam sejahtera untuk keduanya), dan aku mencium tanahnya yang mulia dan suci sehingga betapa banyak anugerah-anugerah-Nya yang diberikan kepadaku di dalam perjalanan tersebut.

Ketika aku menetap di kota Qum yang mulia aku bepergian ke sejumlah kawasan 'Ajam (non-Arab) seperti: Arâk, Hamadan, Busyahr, Zanjân, Tabriz, Syahrud, Sabzawar, Qazwin, Ishfahan, Naisyabur, Syiraz, Abhar, Mayanj dan lain-lainnya, dan aku berkumpul dengan orang-orang mulia di sana sehingga kami bisa saling bertukar pengetahuan dan pengalaman serta saling mendo'akan kebaikan satu sama lainnya sebagai rasa syukur atas segala nikmat-Nya.

Adapun apa yang muncul dari karya-karya tulisku yang murni adalah banyak tulisan-tulisan yang baik adalah kitab-kitab fiqh, usul, sastra, teologi, matematika, rijâl (Ilmu tentang periwayat hadits), ilmu nasab (geneologi), hadits, târikh dan lain-lainnya. Dan di antara kitab-kitab yang paling penting yang aku tulis adalah "Musyajjarat Al-Hasyimiyyah (Nasab Keturunan Bani Hasyim) yang aku beri nama "Musyajjarat Alu rasulillah Al-Akram Saw" itu adalah di antara yang paling layak untuk aku persiapkan sebagai bekal di hari Kiamat nanti di saat aku membutuhkan. Aku telah meneliti dan menuturkan nasab-nasab keluarga Alawi (keluarga keturunan Ali dan Fathimah putri Rasul Saw) sesuatu yang tidak aku temukan di tempat lainnya, aku dengarkan langsung dan aku peroleh riwayat-riwayat itu dari almarhum ayahku sendiri, al-Allamah dan dari guruku Sayyid Muhammad Mahdi al-Ghuraifi al-Bahrâni serta dari saudara beliau, yaitu Sayyid Muhammad Ridâ.

Kitab 'Mishbah al-Hidayah" catatan kaki pada al-Kifayah Fil-Ushul dalam dua jilid.

"Masarihu al-Afkar fi halli matharihil-Anzhar" catatan kaki pada Taqrirât (penjelasan)-nya Syaikh Ansâri.

"At-Ta'liqat (catatan kaki)" pada kitab "Ihqâqul-Haq" milik pakar teologi Syi'ah al-Allamah al-Qâdi Nurullâh al-Mar'asyi yang telah syahid, dalam puncak keterbukaan di dalamnya aku menyebutkan referensi-referensi teman kami dalam pokok-pokok permasalahan akidah, usul dan fiqh yang terjadi perbedaan pendapat antara kami dan masyarakat. Dan Ta'liqat (catatan kaki) ini terdapat diantara sekian banyak jilid kitab yang memenuhi akal orang yang mengkajinya, Mudah-mudahan Allah berkenan menjadikannya sebagai bekal simpanan untukku dihari kelak nanti saat aku membutuhkannya.

"At-Ta'liqât (catatan kaki)" pada kitab "Umdah At-Tâlib" yang telah melelahkan diriku, dan aku menyebutkan Tarajul Alawiyyin, terutama orang-orang yang terlibat di dalam sanad-sanad riwayat hadits. Barang siapa merujuk kepadanya maka dia akan terhenti pada sebuah kelompok yang sangat besar dengan menyandarkan (mengambil sanad) dan meriwayatkan dari mereka, dan mereka tidak disebut-sebut di dalam beberapa kitab rijâl (kitab tentang periwayat hadits) dengan dipuji atau dicela, dan secara global akan kelemahan dari penjelasan. Semoga Allah memberikan taufik kepadaku untuk menyempurnakan serta membukukannya.

Kitab "Mazaraat Al-Alawiyyin" yang ada di berbagai belahan daerah dunia, maka jangan lagi engkau bertanya tentang bagaimana susah dan lelahnya dalam penulisan kitab tersebut, dan ditulis secara tematik.

Kitab "Thabaqât An-Nâsabin" yang tertulis dalam dua jilid dengan memuat sejumlah ulama' pakar nasab (geneolog) sejak abad pertama hingga di era sekarang ini, dan ia juga tersendiri dalam babnya.

"Risâlah" dalam istilah-istilah para fuqaha' (para pakar ilmu fikih) yang aku tulis menurut tipe buku-buku bahasa.

Kitab "Jadzbul Qulub ila Diyâril Mahbub" dalam masalah kehidupan-kehidupan yang sesuai dan baik.

Kitab "Al-Kasykul" dalam beberapa jilid.

Kitab "At-Ta'liqah ala Al-Fara'id" dalam pembahasan Ushul.

Kitab "At-Ta'liqah ala Al-Qawanin".

Kitab "At-Ta'liqah ala Syarhi Al-Lum'ah".

Kitab "At-Ta'liqah ala Hasyiyah" yang ditulis oleh Maula Abdullah dalam pembahasan tentang mantiq (logika).

"At-Ta'liqah (catatan kaki)" atas kitab Al-Muthawwal yang aku beri nama "Al-Mu'awwal fi Amril Muthawwal".

Kitab "At-Ta'liqah 'ala Nukhbatu Al-Maqal" yang membahas tentang ilmu rijâl (periwayat hadits), ditulis oleh al-Allamah Sayyid Hasan al-Burujurdi, dan aku mencetak catatan kaki (ta'liqah) ini beserta redaksi aslinya.

Kitab "Saja' Al-Balabil fi tarjamati Shahibil Wasail" yang telah dicetak bersama "Itsbat Al-Hudah" yang ditulis oleh beliau juga (penulis kitab Al-Wasail) Quddisa sirruh.

Kitab "Al-La'ali Ats-Tsaminah" terjemahan kitab yang ditulis oleh al-Alamah Muhammad Khudâ Pandeh dan al-Allamah Qâdi Nurullâh al-Mar'asyi at-Tasturi dan lain-lainnya. Dan kitab ini telah dicetak bersama kitab "Al-Ihqâq" jilid yang pertama.

Kitab "Risâlah" terjemahan kitab karangan seorang yang sangat alim yang masyhur dengan sebutan Ibnu al-fatal An-Naisyaburi penulis kitab "Raudhah Al-Wa'izhin" dan aku telah mencetaknya bersama-sama terakhir ini.

Kitab "Risâlah Mufarrijul Kurub" sebuah terjemahan dari seorang penulis "Irsyadul Qulub" yaitu al-Allamah Syaikh Hasan ad-Dailami yang telah aku cetak dengan terjemahan kitabnya di akhir-akhir.

Risalah tentang "Sair wa Suluk".

Kitab "Risalah fi Al-Jufr".

Tulisan terjemahan dari Sayyid Abul Fadl al-Yunani, seorang penulis kitab "Annafhatu Al-'Anbariyyah".

Kitab tentang penafian terhadap tahrif (perubahan terhadap al-Qur'an), semoga Allah memberikan taufik untuk menyempurnakan dan membukukannya, dan lainnya berupa kitab-kitab, risalah-risalah, matan-matan (redaksi-redaksi) serta catatan kaki-catatan kaki. Aku berharap dari anugerah-Nya yang merata mudah-mudahan berkenan membalasku dengan sebaik-baik balasan. Ini yang muncul dari tulisan.

Adapun, masalah pengajaran dan penyampaian ceramah, maka aku senantiasa sibuk dengan masalah ini sejak aku mengenal kanan dan kiriku. Dan terdapat ribuan alumnus dari majlis belajarku ini yang terdiri dari para pelajar ilmu fiqh, usul, tafsir, teologi dan lain-lainnya. Kebanyakan aku meridhai mereka, ada sebagian minoritas dari mereka yang telah dikuasai oleh syaitan lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah Swt, maka keluarlah mereka dari corak keruhanian mereka dan bergabung bersama para pegawai negeri, semoga Allah memperlihatkan mereka dengan amal-amal perbuatan buruk mereka, Insya Allah Ta'ala.


Madrasah-madrasah dan Bantuan-bantuan
Sayyid Al-Mar'asyi An-Najafi tidak memiliki harta benda dan tidak pula memiliki sejengkal tanah, akan tetapi Allah SWT telah memberikan padanya kebaikan yang merata, karena beliau ikhlas kepada Allah dan berjihad sepanjang umurnya yang mulia.

Masyarakat mendatanginya untuk meminta tanah dan sebagian bantuan-bantuan, maka beliaupun menginfakkannya semua di jalan Allah dan membantu para pelajar. Dan diantara karamah-karamah dan berkahnya adalah:


1- Madrasah al-Mar'asyiyyah
Terletak di jalan Eram yang berhadapan dengan Perpustakaan umum, Hâji 'Abbâs Fanayean mewakafkan tanahnya yang dibangun (madrasah ini) pada tahun 1383 H. Luasnya 420 meter persegi, 660 meter di bawah bangunan bertingkat tiga dan halaman sekolahnya 160 meter, kapasitas sekolah sebanyak 38 ruangan, dan di setiap tahunnya dilakukan Ma'tam Al-Husaini sebanyak sepuluh hari.

Sekolah ini dinamakan Al-Mar'asyiyyah karena mengikuti laqabnya Sayyid al-Mar'asyi An-Najafi.


2- Madrasah al-Mahdiyyah
Sekolah ini dibangun di jalan Behruz (Bâjek) pada tahun 1376 H yang memiliki luas hampir 450 meter persegi, 300 meter dibawah bangunan yang memuat 35 ruangan yang di dalamnya juga terdapat perpustakaan yang memuat 2000 kitab. Dan sekolah itu dinamakan Al-Mahdiyyah dengan tujuan untuk mengambil berkah dari nama Shahibuzzaman Imam Mahdi Afs dari keluarga suci Nabi Muhammad Saw, dan juga dikarenakan dia dibangun berdekatan dengan al-Marhum Hâji Mahdi al-Irâni, kemudian beliau menyerahkan urusannya kepada yang mulia Sayyid (al-Mar’asyi)- Quddisa Sirruh.


3- Madrasah al-Mukminiyyah
Bangunan sekolah yang besar dan baru ini dibangun dijalan Char mardan -Sajjadiyyah- pada tahun 1389 H. Dan sekolah yang bertingkat dua ini memuat 76 ruangan, luas tanahnya sebesar 2016 meter persegi, 1176 meter dibawah bangunan dan 840 meter adalah halaman sekolah yang telah ditanami pohon-pohon terlebih dahulu. Di dalamnya juga terdapat perpustakaan yang memuat 3500 kitab. Sekolah ini dinamakan al-Mukminiyyah karena sebelumnya merupakan sekolah agama yang dibangun oleh al-Marhum Mirza Mukmin Khân, kemudian dengan berjalannya masa bangunan itu dihancurkan dan dibangun lagi oleh Sayyid Mar'asyi -Quddisa sirruh.


4- Kantor-kantor pelajar
Diantara peningalan-peningalan bangunan yang dikelola dan dijaga di bawah tangan Sayyid adalah sejumlah gedung perkantoran untuk para pelajar ilmu pengetahuan yang mana di dalamnya terdapat sejumlah prasarana yang sangat penting, dan itu berada di jalan Adzar, dan gang tersebut diberi nama Kuye Ayatullah Al-Udzma Mar’asyi Najafi. Ini merupakan sebuah proyek yang sangat besar yang di dalamnya terdapat hiburan banyak yang bisa dimanfaatkan oleh para siswa yang belajar ke kota Qum yang suci sedangkan mereka tidak memiliki rumah atau tempat tinggal.


5- Klinik
Berkat kepedulian beliau maka sempurnalah pembangunan balai pengobatan bagi orang-orang yang tidak mampu dan sulit dalam hidupnya. Klinik tersebut diberi nama Balai Pengobatan Jiddan dijalan A^dzâr di rumah sakit Niku_i.


6- Husainiyyah dan masjid-masjid
Berkat perhatian dan kedermaan beliau dibangunlah sejumlah masjid yang banyak diberbagai kota, akan tetapi yang mebiayai sepertiga dari bangunannnya adalah al-Marhum Hâji Ghulam Hasan asy-Syakiri, yaitu berupa Husainiyyah yang berdekatan dengan rumah beliau, dan ini adalah tempat acara untuk para pecinta Sayyidus-Syuhada' Imam Husain As, terutama di hari-hari pada bulan Muharram dan Safar, sebagaimana juga berlangsung di dalamnya acara-acara religius berupa Ma'tam dan peringatan kelahiran-kelahiran serta wafatnya Ahlul Bait yang suci As, maka di tempat itu juga merupakan kantor untuk kajian-kajian keilmuan Islam. Dan Sayyid telah mewasiatkan tentang hal tersebut dalam wasiat beliau yang pertama.

Di sana juga terdapat puluhan masjid, sekolah-sekolah, apartemen-apartemen, dan husainiyyah-husainiyyah serta proyek-proyek kebaikan lainnya yang telah terbangun berkat tekad, spirit, bantuan serta perhatian beliau di sejumlah kota-kota, desa-desa serta beberapa wilayah lain.


7- Roti untuk para pelajar
Sepeninggal A^yatullâh al-Uzma Sayyid al-Burujurdi pada tahun 1380 H beliau yang mulia telah menanggung memberi makanan (roti) kepada sejumlah pelajar. Beliau memberikan bantuan roti kepada mereka melalui para wakil beliau sesuai dengan urutan nama mereka. Dan setiap tahunnya mencapai hingga dua juta Tuman (duapuluh juta Riyal Iran).

BantuaniIni adalah bantuan baru yang diberikan kepada para pelajar di setiap bulannya melalui urutan daftar bulanan yang dapat mereka terima melalui kantor-kantor perwakilan seluruh marja' yang mulia.



Bagian Kedua: Kisah-kisah Dalam Kehidupan Sayyid al-Marasyi'

Kisah-kisah Sebagai Sebuah Teladan Pribadi yang istimewa
Sejak semula para ustazd beliau telah mengetahui bahwa beliau akan menjadi sosok yang berilmu tinggi dan memiliki kepribadian besar di antara para ulama', para ilmuwan dan seluruh manusia. Dari sisi keilmuan dan kesungguhan beliau sangat dikenal, di dalam kezuhudan, kewara'an serta ketaqwaan sejak awal pertumbuhan beliau, dan hari demi hari ketenaran ini semakin menjadi bertambah terus. Karena begitu besarnya rasa rendah diri beliau –Quddisa Sirruhu Ay-Syarif- disetiap hari setelah selesai pelajaran beliau mengantarkan ustazd beliau, A^yatullâh al-Uzma al-Muhaqqin al-'Azim Syaikh A^ghâ Diyauddin al-'Irâqi –Quddisa sirruh- sampai ke rumahnya sembari bertanya-tanya dan berdiskusi dengan beliau.

Beliau sangat dikenal sebagai seorang yang suka bergurau dengan gaya semacam marah kepada murid-murid beliau. Suatu hari di saat berlangsungnya diskusi tiba-tiba ustazd marah maka dipukulah muridnya yang rajin tersebut di atas dadanya secara kuat-kuat, belum sampai ustazd tersebut sempat memukulnya, dengan segera murid ini meraih tangannya dan mencium tangannya, kemudian luruhlah air mata ustazd sambil berkata: "Engkau benar-benar telah mengajariku bertatakrama wahai Syihab (yakni Sayyid Al-Mar'asyi).


Sepuluh Sahabat
Di Najaf terdapat pertemuan kelompok dari sepuluh persahabatan atas dasar kecintaan kepada Allah dan mereka semua adalah para pelajar dimasa itu, diantara mereka ada Sayyid al-Hakim, Sayyid asy-Syahrudi, Sayyid al-Khu'i dan Sayyid al-Mar'asyi.

Kelompok ini bersepakat untuk melakukan ziarah ke makam Sayyidus-Syuhada' al-Imâm Husaîn As di sepanjang masa liburan dengan berjalan kaki dari Kota Najaf. Tugas-tugas dalam perjalanan suci ini di bagi-bagi di antara mereka, sebahagian dari mereka ada yang mengambil air, ada yang menyiapkan makanan, dan yang lainnya membuat teh, dan demikian seterusnya, masing-masing dari mereka memiliki tugas tertentu dalam perjalanan kecuali Sayyid asy-Syahrudi, dia berkata: "Aku punya tugas menghibur hati-hati kalian di tengah-tengah perjalanan dan meringankan beban perjalanan kalian".

Mereka memenuhi waktu-waktu mereka dengan cerita-cerita seloroh, mendeklamasikan puisi-puisi dan melempar gurau-gurau kecil sehingga mereka tidak merasakan lelahnya perjalanan hingga rombongan ini mampu melakukan ziarah sebanyak duapuluh lima tempat dengan berjalan kaki di sepanjang masa liburan belajar mereka, maka rombongan atau kelompok sepuluh orang ini mendapatkan berkah Imâm Husaîn As dan semua personal kelompok ini menjadi marja'-marja' taqlid dan mujtahid-mujtahid besar dunia Islam.


Sehingga Jiwa-Jiwa Menjadi Tenang
Di saat Saddam (yang terlaknat) membombandir kota Qum yang suci dan sejumlah kota-kota di Iran lainnya secara terang-terangan dan dengan pengakuannya, dan penduduk kota Qum pada keluar dari kota karena takut dan menjaga keselamatan jiwa mereka, Sayyid Mar'asyi tetap tingal di kota Qum bersama beberapa orang, beliau menaiki mobil menuju ke Haram yang mulia (Maqam Sayyidah Ma'sumah) untuk melaksanakan shalat jama'ah, akan tetapi di masa-masa sulit tersebut di usia tuanya beliau datang ke Haram yang mulia pada waktu-waktu shalat dengan berjalan kaki, lalu beliau ditanya tentang hal tersebut? Maka beliau menjawab: Aku ingin masyarakat melihatku hingga jiwa-jiwa mereka tenang (dan hati-hatinya menjadi gembira walaupun hanya sedikit).


Belas Kasih Terhadap Anak-Anak Yatim
Ada salah seorang anggota masyarakat (awam) yang telah lanjut usia mendatangi beliau, setelah mengucapkan salam dan hormat dia berkata: Tuanku, aku perkenalkan diriku padamu bahwa aku adalah seorang tukang pijat, dan aku ingin menuturkan satu kisah yang pernah terjadi dalam kehidupanmu, aku adalah seorang tukang pijat di kamar mandi umum, dan di masa-masa mudamu engkau sering mendatangi kamar mandi umum itu bersama putra-putramu yang masih kecil, dan suatu hari engkau masuk dan di sana engkau melihat anak-anak lalu engkau menanyakan kepadaku perihal anak-anak tersebut, maka aku beritahukan padamu bahwa mereka adalah anak-anak yatim, lalu engkau berkata kepada putra-putramu jangan memanggilku dengan kata (ayah) untuk menjaga perasaan anak-anak yatim ini, lalu engkau memberi uang kepadaku untuk membelikan peralatan sekolah buat mereka, maka akupun membelikannya.


Syafa'at Sayyid Al-Alawi
Aku tidak lupa saat berada di sisi beliau dua hari sebelum wafatnya, di saat datang seorang nenek tua untuk memberikan khumusnya, lalu nenek tua tadi meminta beliau untuk memberikan syafa'at padanya, beliau menjawab: Apabila aku termasuk yang bisa memberikan syafa'at, maka aku akan mensyafa'ati kamu.


Aku Shalat Sendirian
Beliau menegakkan salat Subuh, Duhur, Ashar, Maghrib , Isya' dan shubuh secara berjama'ah dalam tiga waktu di Haram Sayyidah al-Ma'sumah As.

Ketika beliau bermukim di Qum yang suci salat di waktu fajar belum didirikan secara berjama'ah (yang merupakan kelanjutan dari shalat malam atau tahajjud) di Haram yang mulia. Enam puluh tahun sebelumnya hanya beliau sendiri yang datang ke Haram satu jam sebelum munculnya fajar secara rutin, bahkan pada musim dingin, pada malam yang mengerat dan lorong-lorong telah berselimutkan salju, beliau membawa bajak salju kecil dan menyingkap jalan hingga tiba di Haram Sayyidah Ma'shumah, beliau duduk di belakang pintu menunggu pintu dibuka.

Beliau berkata: Aku salat sendirian pada awalnya, lalu ada seseorang yang bermakmum denganku, dan demikian seterusnya jama'ah semakin bertambah sampai ahir malam dari kehidupan beliau.


Shalat Malam
Beliau telah menegakkan salat malam sepanjang umurnya yang mulia dan selama delapan puluh tiga tahun dan disebutkan di dalam wasiat yang beliau tulis tiga belas tahun sebelum wafatnya, di dalamnya beliau berkata:

"Aku berwasiat agar sajadah yang selalu aku pakai untuk shalat malam selama tujuh puluh tahun dikuburkan bersamaku". Artinya sejak umur beliau tiga belas tahun beliau selalu melakukan shalat malam, mudah-mudahan Tuhannya membangkitkan beliau dimakam yang terpuji.

Dan beliau berkata: "Aku wasiatkan supaya tasbih turbah yang selalu aku pakai untuk beristighfar di waktu Sahur –sebanyak bilangannya- juga dikuburkan bersamaku".


Kisah Tentang Akhlak
Beliau berbicara tentang akhlak dan irfan, dan suatu hari beliau berbicara kepada pelajar-pelajarnya tentang hasad, beliau berkata: Hasad pada awalnya adalah bagaiakan titik hitam di dalam hati penghasud, jika dia tidak segera mengobati hasad yang ada didalam jiwanya dengan metode-metode yang disebutkan oleh para ulama' akhlak, seperti hendaknya dia berdo'a kepada Allah Swt supaya dihilangkan hasad tersebut darinya, dan berfikir tentang hal tersebut bahwa mengapa ia menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya padahal Allah yang memberinya nikmat tersebut dan Dia pula yang berhak mencegahnya, Dia Yang memberi manfaat dan Dia pula yang berhak memberi darar (bahaya), hendaklah dia memohon nikmat dari Tuhannya sebagaimana Allah memberikan nikmat kepada al-Mahsud-nya (yang dihasudi) dan dari situlah dia mengobati jiwanya. Karena sesungguhnya benih hasad bila tidak diobati dan dimatikan di dalam nutfah maka dia akan berkembang, dan benih tersebut suatu saat nanti akan tumbuh menjadi sebuah pohon atau tumbuhan yang gelap yang akan memenuhi seluruh wujud manusia.


Sayyid Mar'asyi (Quddisa Sirruhu) Dan Asyura'
Sayyid Al-Mar'asyi An-Najafi Qs adalah seorang ulama yang mempunyai kelebihan dan kecintaan yang yang khusus kepada Sayyidusy Syuhada' serta beliau selalu menghidupkan Ma'tam Husainiyyah.

Akan kami sebutkan sebagian kisah-kisah dan wasiat-wasiat beliau.

Suatu hari beliau berkata: Dimasa-masa remaja aku bersama sejumlah pelajar di antara mereka ada Sayyid al-Khomeini (Imâm Khomeini) menghidupkan malam-malam Muharram hingga waktu Sahur dengan menangis, menepuk-nepuk serta meratapi kemazluman Sayyidusy-Syuhada' dan Ahli Baytnya yang mulia As.

Dan beliau menasehati dan membimbing dengan mengatakan : Jika engkau menginginkan taufik di dalam kehidupan ilmiah dan amaliahmu maka hendaknya menegakkan tiga amalan : Pertama, Senantiasalah dalam keadaan suci dan wudu', karena hal itu akan menyinari hati dan menghilangkan kesedihan atau kesusahan. Kedua, mengiring janazah, yakni jenazah yang engkau lihat walaupun hanya dengan beberapa langkah. Ketiga, ikut serta di dalam acara Imam Husain As dengan cara bagaimanapun. Lalu beliau berkata: Aku pernah menjadi sebagai salah seorang guru Hawzah yang sangat terkenal, dan saat itu aku menyiapkan minuman teh pada orang-orang yang hadir di majlis dan ma'tam al-Husainiyyah.


Andaikan Tidak Ada Asyura' Tentu Tidak Akan Ada Shalat Jama'ah
Dinukil oleh salah seorang yang dekat dengan beliau.

Aku teringat sewaktu tenggelamnya matahari di hari Asyura' pada akhir-akhir kehidupan beliau, beliau datang ke pelataran Sayyidah Al-Ma'shumah As untuk menunaikan salat jama'ah, sedangkan rombongan ratapan Husainiyyah masih terus berlangsung, dan manusia masih terus-menerus menepuk-nepuk kepala dan dadanya serta memukulkan zanjir(rantai) ke atas punggungnya, tangisan dan ratapan mereka telah memuncak. Disaat al-mukabbir (pemberi aba-aba dalam shalat jama'ah) berdiri untuk melakukan shalat ia meminta para hadirin supaya tenang dengan kadar shalat jama'ah.

Seketika Sayyid mendengar hal tersebut darinya – dan aku berada di dekat beliau – langsung wajah beliau memerah karena marah sembari melarang mukabbir tersebut dari apa yang dikatakan, beliau melarangnya sambil berkata :Sâkit bâsy, agar in 'âzâdari nabud namâz_e jama'at nabut ( Diamlah, jika ma'tam ini tidak ada maka shalat jama'ah juga tidak ada). Artinya jikalau rombongan ratapan Imam Husain (ma'tam) ini tidak ada, maka shalat jama'ah juga tidak ada, yakni biarkan mereka melakukan al-'Aza' ke atas Imam Husain Sayyidusy-Syuhada', karena jikalau acara-acara dan ma'tam seperti ini tidak ada maka musuh-musuh kita akan mengingkari peristiwa Asyura', dan Yazid beserta pengikut-pengikutnya (la'natullah alaihim) akan senantiasa berbuat zalim, sebagaimana pengingkaran sebagian dari mereka terhadap peristiwa al-Ghadir.

Beliau berkata kepada salah seorang muridnya yang terdekat beberapa bulan sebelum wafatnya:

Sesungguhnya aku wasiatkan kepada anak-anakku dan juga kepadamu hendaknya engkau mengingatkan mereka di malam wafatku supaya mereka meletakkan aku di Husainiyyah di dekat mimbar, dan mengikatkan satu sisi dari amamah-ku dengan mimbar dan sisi lain dengan jenazahku supaya aku masuk pada Sayyidusy-Syuhada' As di malam pertama dari wafatku, dan kenyataannya ia menyebutkan hal tersebut pada anak-anak setelah sepeninggal beliau, dan mereka juga mengamalkan wasiat tersebut.

Sayyid Al-Mar'asyi Qs. senantiasa memberikan bantuan kepada orang-orang yang melakukan ma'tam husainiyyah dengan bantuan materi dan spritualnya ( dengan meyakini bahwa apa yang ada pada kita adalah hasil dari Muharram dan Safar).

Kami sebutkan apa yang ada di dalam wasiat pertamanya karena hal itu berkaitan dengan Maulana al-Husain As, dan bagi akal yang cerdas hendaknya berfikir secara mendalam agar dapat meraih berlian makna-makna dan hakikat yang dimaksudkan.

Beliau berkata: "….Dan kami wasiatkannya hendaknya sungguh-sungguh didalam melaksanakan syiar-syiar Husainiyyah yang telah dibangun di kota suci Qum".

"Dan aku wasiatkan hendaknya dikubur bersamaku sebuah kantong yang diisi turbah-turbah (tanah-tanah) pekuburan para Imam As dan putra-putra mereka, pekuburan para shahabat mereka serta para pembesar-pembesar ulama' untuk diambil berkahnya".

"Dan aku wasiatkan hendaknya dikubur bersamaku pakaianku yang hitam yang biasa aku pakai pada bulan-bulan Muharram dan Safar karena duka dalam musibah-musibah yang menimpa keluarga Nabi yang mulia Saw."

Dan aku wasiatkan kepadanya hendaknya meletakkan di atas dadaku di dalam kafanku sebuah sapu tangan yang biasa aku pakai untuk menyapu air mata-air mataku dalam meratapi kakekku al-Husain yang mazlum serta Ahlul Baitnya yang mulia Salamullah Alaihim Ajma'in. Dan aku wasiatkan kepadanya hendaknya ada seseorang yang saleh menggantikan aku untuk menghajikan dan berziarah ke makam Rasulullah Saw, karena sesungguhnya aku sangat mencintai keduanya sedangkan aku tidak memiliki harta benda, dan demikian pula aku berharap ada seoarang nâib (pengganti) juga untukku hamba yang saleh untuk melakukan ziarah ke masyhad-masyhad di kota Iraq, dan aku tidak memiliki harta benda untuk aku berikan kepada dua pengganti tadi kecuali beberapa jilid kitab fiqh, usul serta hadits. Dan aku berharap supaya anak-anakku memberikannya dalam hal ini , dan Tuhan Maha Mengetahui bahwa aku tidak memiliki sejengkal tanahpun, tidak pula uang dan harta benda".

"Dan aku wasiatkan kepadanya supaya meletakkankan jenazahku bersebelahan dengan makamnya Sayyidah Fâtimah al-Ma'sumah, dan disebutkan musibah perpisahan Maulana al-Husain yang mazlum bersama Ahlul Baitnya. Begitu juga aku wasiatkan supaya jenazahku dikuburkan di Husainiyyah yang telah aku dirikan peringatan ma'tam dan musibah perpisahan (Imam Husain) di dalamnya. Dan peringatan musibah perpisahan Imam Husain hendaknya juga disebutkan di saat menurunkan jasadku di kuburku yang aku tentukan dan aku siapkan untuk diriku di pintu perpustakaan umum yang aku bangun di kota suci Qum ini".

"Aku wasiatkan kepadanya dan seluruh anak-anakku yang mulia agar berkumpul di sekitar makamku pada malam Jum'at untuk membacakan ayat-ayat al-Qur'an dan mendengar musibah Sayyidusy-Syuhada' serta Ahlul Baitnya yang mazlum".

Pada wasiat yang terahir beliau berdo'a: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada-Mu terhadap segala hal yang lewat dariku, anak-anakku dan teman-temanku yang beriman, berikan catatan-catatan amalan kami dengan tangan kanan kami serta ketetapan disurga melalui tangan kiri kami. Dan aku memohon kepada-Mu untuk mengeluarkan kami dari dunia dengan berwilayah kepada keluarga rasul serta kecintaan terhadap mereka. Dan kami meminta kepada-Mu ya Allah, untuk lepas tangan dari musuh-musuh mereka, pencaci mereka, pembenci mereka, perampas hak-hak mereka, para pengingkar keutamaan-keutamaan mereka dan sifat-sifat mulia mereka serta para peragu dalam kedudukan-kedudukan yang Allah berikan kepada mereka".

Ya Allah, hidupkan kami seperti kehidupan mereka dan matikan kami sebagaimana kematian mereka, Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui kesungguhanku dalam mencintai mereka, maka balaslah aku sebagai mana balasan orang yang syahid dijalan mereka dan berjuang melawan musuh-musuh mereka, jadikanlah aku dalam golongan orang-orang yang tetap mengikuti serta membela mereka, dan jadikanlah aku termasuk orang yang menapak jalan mereka, berilah aku petunjuk dengan petunjuk mereka, mengikuti jejak mereka, serta berjalan dijalan mereka. Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang berpegang teguh dengan tali kecintaan mereka Amin amin…tiada bumi satupun melainkan terdapat seribu amin dan mudah-mudahan Allah merahmati setiap hamba yang mengucapkan amin.

Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk dan berusaha menjauhkan diri dari hawa nafsunya. Ditulis oleh seorang hamba yang fakir, pelayan (khâdimnya) ilmu-ilmu Ahlul Bait As (yakni al-Ma'ali Syihabuddin al-Husaini al-Mar'asyi



Bagian Ketiga : Karamah-karamah

Karamah

Allah Swt berfirman: "Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang dimuliakan"

Tidak diragukan lagi bahwa para wali Allah (kekasih Allah), hamba-hamba-Nya yang saleh serta orang-orang yang dekat (kepada-Nya) memiliki karamah (kemuliaan) yang tampak di masa hidup dan setelah wafatnya. Ini adalah termasuk salah satu hukum kausalitas Allah di permukaan bumi, supaya kekasih-kekasih Allah menjadi bintang-gemintang sebagai rambu yang memberikan petunjuk kepada manusia di dalam kegelapan dunia yang tak bernilai ini, dia adalah sang penunjuk dan pembimbing ke arah kebaikan serta kebahagiaan, yang senantiasa berada di garis para nabi dan para wasi (para Imam) serta menjaga risalah mereka.

Sesungguhnya para ulama' adalah pewaris para nabi di dalam ilmu dan keutamaannya, mereka adalah orang-orang kepercayaan para rasul diatas muka bumi. Jika seorang syahid (orang yang mati di jalan Allah) itu sebagai saksi bagi masyarakat dalam menjaga prinsip-prinsip yang lurus dan akidah-akidah yang tinggi yang karenanya ia meraih piagam kesyahidan, dan jika darah para syahid-lah yang melangsungkan kehidupan masyarakat, dan syahid adalah cahaya serta hati umat yang menyala-nyala, maka sesungguhnya tinta ulama' lebih utama dari darah para syuhada. Di antara sunnah Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui adalah tampaknya kemuliaan, pengaruh-pengaruh kepercayaan serta kemuliaan-kemuliaan tanggung jawab terhadap kepercayaan pada diri rasul dan risalah, supaya orang yang mencari petunjuk dapat mengambil petunjuk secara jelas dan dengan pandangan yang terbuka, dan bagi Allah hujjah yang jelas.

Diantara orang-orang yang shaleh dan para wali yang mulia adalah A^yatullâh Sayyid al-Mar'asyi an-Najafi, dan sebagian karamah-karamahnya telah dinukil sebagai publikasi nikmat "Wa amma binikmatirabbika fahaddits" (Adapun dengan nikmat Tuhanmu maka beritahukanlah) dan sebagai pengingat kasih sayang Allah yang murni terhadap hamba-Nya ketika hamba-Nya benar-benar menghadap kepada-Nya dengan tulus niat dan perbuatannya. Dan sebagian darinya telah dicatat di masa hidupnya serta dibacakan.

Aku telah mengambil sebagian tulisannya dan beliau mengatakan tidak setiap yang diketahui itu harus dicatat, dan kami menyebutkan karamah-karamah yang telah masyhur di kalangan masyarakat.


Pertolongan Ghaib
Dinukil oleh salah seorang muridnya:

Di masa Reza Pahlevi Khan (laknatullah alaih), ketika ia memerintahkan untuk melepas jilbab dan menyebarluaskan propaganda anti-hijab di seluruh negari Iran atas nama pembebasan kaum wanita dengan perintah dari orang-orang atasannya yang menjajah saat itu untuk menyebar luaskan kekejian dan kemungkaran, dari situ ia merampas kekayaan umat islam, menggoncang nilai-nilai akhlaknya, menghancurkan ideologi-ideologi kemanusiaan, serta mencerabut jiwa keagamaan dari orang-orang Mukmin, dengan tujuan untuk dapat mengexploitasi, menjajah dan memperalat mereka.

Di masa yang gelap tersebut seorang kepala polisi kota Qum yang merupakan intel yang zalim, berperawakan tinggi besar. Suatu hari di Haram Sayyidah al-Ma'sumah As setelah salat aku mendengar ratapan dan jeritan para wanita, lalu aku tanyakan tentang hal tersebut? Mereka menjawab: Bahwa si fulan kepala polisi memasuki ruangan wanita dengan tujuan untuk melucuti hijab-hijab mereka. Lalu aku bergegas ke sana dan aku dapati dia sedang membuka jilbab dari kepala-kepala, sedangkan para wanita itu menangis karena takut dan panik maka menggembunglah urat-urat leherku karena marah, tanpa sadar aku mengangkat tanganku dan aku tampar mukanya dengan tamparan yang memusingkan lalu aku berkata kepadanya: "Celaka wahai si pelaku buruk, di Haram Sayyidah Al-Ma'shumah kau berani berbuat seperti ini?!.

Lalu dia memandangiku dengan dongkol dan berkata: "Engkau bakal tahu siapa aklu ini wahai sayyid!! " dan aku tahu dia bermaksud untuk membunuhku.

Berkat kasih sayang Allah SWT, maka pada hari berikutnya aku diberitahu bahwa dia masuk pasar dan kejatuhan sebagian atap kemudian mati seketika – maka Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembalinya.

Aku melihat kasih sayang Allah dan pertolongan Sayyidah al-Ma'sumah, dan bantuan ghaib Allahlah yang membinasakannya, karena aku sangat lemah tidak mampu menghadapi tubuh sekekar itu, akan tetapi aku tidak mengerti bagaimana aku dapat memukul dengan pukulan yang tajam yang hampir-hampir lepas kedua matanya dari tempatnya, dan saat itu orang-orang berkata sesungguhnya si fulan binasa karena karamah Sayyid.


Syaikh Mufid Dan Al-Allamah Almajlisi
Dinukil oleh salah seorang yang dekat dengan beliau

Beliau berkata: Di masa mudaku – ketika beliau belum mencapai usia tiga puluh tahun- aku pernah bermimpi " Bahwa sepertinya telah terjadi hari Kiamat dan sangka-kala telah ditiup dalam pemandangan yang sangat menakutkan, hal tersebut sebagaimana terdapat didalam ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang mulia. Jari-jari menjadi kuning memucat, semua para wanita yang menyusui anaknya lalai dari anak yang disusukannya, wajah-wajah mejadi kusut karena penuh debu, dan manusia berkelompok-kelompok berdiri terdiam kebingungan, seakan burung-burung menghinggap diatas kepala mereka".

Mereka membawaku ketempat lain untuk di-hisab (diperhitungkan amal perbuatanya) yang mana tempat itu tidak terdapat manusia, mereka memberitahu kepadaku bahwa untuk menghormati orang-orang alim maka mereka tidak menghisabnya dihadapan manusia, seakan-akan aku masuk ruangan bawah tanah, lalu aku melihat Rasulullah Saw yang menghisabnya (menghitung amal-amal perbuatan manusia), beliau duduk di atas mimbar, di samping kanan dan kiri beliau terdapat dua orang saleh dan taqwa yang duduk, di hadapan masing-masing kedua orang tersebut terdapat beberapa kitab, akan tetapi salah satu diantara keduanya lebih banyak dari padanya, para ahli ilmu (orang-orang alim) ber-shaf-shaf, mereka berkata kepadaku: setiap shaf(baris) merupakan satu kurun waktu dari kurun-kurun yang ada, dan mereka mengkelompokkan aku dalam barisan yang ke empat belas, aku menunggu hisab-ku, hatiku berdebar, aku melihat Nabi yang mulia sedang meng-hisab dengan teliti, apabila ada seorang alim membutuhkan syafa'at dihadapan Rasulullah yang mulia, maka kedua orang tadi memberikan syafa'at kepadanya. Kemudia aku bertanya siapa kedua orang yang memberikan syafa'at tadi? Dan aku berkata pada diriku sendiri bahwa alangkah baiknya bila aku mengenal keduanya sehingga jika aku membutuhkan syafa'at-nya maka aku akan memanggil dengan namanya yang diberkahi. Lalu dia berkata: mereka adalah Syaikh Mufid dan al-Allamah Al-Majlisi Quddisa Sirruhuma, aku bertanya: Dan ini kitab-kitab apa yang didepannya? Dia menjawab: karangan-karangannya yang merupakan wasilah (sarana) syafa'at, aku melihat kitab-kitab yang didepan al-Allamah al-Majlisi lebih banyak dan beliau memberikan syafa'at-nya lebih banyak, lalu aku terbangun dan bersukur kepada Allah Tuhanku.


Bantuan Amirul Mukminin
Sayyid al-Alawi menukilkan:

Suatu hari beliau bercerita kepadaku tentang apa yang beliau alami di saat berziarah ke makam suci Hadrat Sayyidah Fâtimah al-Ma'sumah As:

"Beliau berkata: Hari itu aku berziarah ke dharikh ( jeruji-jeruji makam) Sayyidah Fâtimah al-Ma'sumah As, aku meletakkan aba'ahku (seperti pakaian jubah) di atas kepalaku dengan mengikatkan ujung bagian bawah amamahku (kain seperti surban yang dipakai diatas kepala dengan mengikatkannya) dengan dharikh yang suci supaya aku dapat masuk ke makam Sayyidah al-Ma'sumah sebagaimana yang dilakukan orang-orang awam, aku banyak menangis, mengadukan problema-problemaku, kesedihan-kesedihanku serta gangguan-gangguan masyarakat kepadaku, kemudian aku terlelap, maka aku melihat di alam mukasyafah seakan-akan aku berlari-lari di padang sahara dan musuh-musuhku melempari aku dengan batu-batu diri segala arah, aku menjerit : Duhai, Datukku Amirul Mukminin!!!! Selamatkanlah aku. Maka aku merasakan seperti lari ketakutan, kemudian aku didekap oleh tangan dari belakangku dan aku mengetahui bahwa itu adalah tangan Amirul Mukminin As lalu beliau mengangkatku ke atas permukaan bumi dan berkata: "Sabarlah, demikian inilah manusia memperlakukan datukmu Amirul Mukminin". Lalu aku terbangun dan aku merasakan ketenangan jiwa.


Wanita Mulia Dari Ahlulbait
Sayyid al-Mar'asyi meriwayatkan dari orang tuanya, A^yatullâh Sayyid Mahmud al-Mar'asyi Qs.:

Beliau (orang tua sayyid A-Mar'asyi) mencari-cari makam Sayyidatinisa'il 'Alamin Fâtimah az-Zahra, putri kinasih Rasulullah Saw, kemudia beliau mimpi melihat Imâm Ja'far as-Sâdiq bin Muhammad As, Imam berkata kepadanya: Pergilah engkau ketempat seorang wanita mulia dari Ahlul Bait. Ayahnya berkata: aku mengira yang dimaksudkan perkataan Imam tadi adalah Fâtimah az-Zahra' As. Maka berkatalah Imam As – untuk menghilangkan prasangkaku yang tidak benar tadi -: Fâtimah binti Musâ bin Ja'far As yang dimakamkan di Qum.


Di dalam Menjaga Kami
Sayyid Syihabuddin (qs) berkata:

Pada masa-masa muda, tatkala aku tertimpa problema-problema dan kesulitan-kesulitan, aku ingin menikahkan putriku' akan tetapi aku sama sekali tidak memiliki harta benda , dan tidak ada satupun tempat aku meminta kecuali hanya kepada Allah SWT, maka akupun menziarahi Haram Sayyidah al-Ma'sumah, wanita mulia dan pemurah, sambil mengeluh kepadanya, sedangkan air mataku bercucuran membasahi pipi dan hatiku risau sembari mengadu: Tuan Putriku, nampaknya engkau tidak memperdulikandaku dan tidak memperhatikan problemaku, bagaaimana mungkin aku akan menikahkan putriku sedangkan aku tidak memiliki apa-apa? Kemudian aku pulang ke rumah sambil terus bersedih dan akhirnya aku terlelap, pada saat itu aku melihat di alam mimpi (mukasyafah) ada seseorang yang mengetuk pintu, di saat aku membukakan pintu aku melihat seseorang dia berkata: Tuan Putri memanggilmu. Maka dengan segera aku menziarahinya tatkala aku masuk ke halaman mulia aku melihat tiga orang pembantu perempuan yang sedang menyapu permukaan-permukaan emas, lalu aku tanyakan kepada mereka tentang mengapa aku dipanggil oleh beliau? Mereka berkata: Sekarang Tuan Putri akan datang. Dan tidak lama kemudian aku melihat Tuan Putri Sayyidah al-Ma'sumah, beliau berbadan kurus, nampak kelihatan pucat, ciri-cirinya seperti Sayyidatunnisailalamin Fâtimah az-Zahra As sebagaimana yang pernah aku lihat tiga kali sebelumnya, lalu aku maju ke depan dan aku cium tangannya – karena beliau adalah bibiku secara nasab – kemudian beliau berkata: Hai Syihab, kapan aku tidak memperdulikan urusanmu hingga engkau mengeluh dan mengadu kepada kami, sejak engkau masuk ke kota Qum, senantiasa engkau dalam perhatian kami".

Kemudian aku paham dan mengerti bahwa sesungguhnya aku melakukan su'ul adab (buruk pekerti) maka akupun memohon maaf kepada beliau. Setelah itu aku terbangun dan aku segera bergegas pergi berziarah ke Haram yang mulia untuk memohon maaf, dan memohon supaya Allah memenuhi hajat-hajatku dengan segera serta memudahkannya.

Setelah aku keluar dari qubbah seseorang mendatangiku, kemudian mencium tanganku dan meletakkan sebuah tempat yang berisikan uang di dekat kakiku, sambil berkata :Ini hadiah murni untuk engkau langsung pergi. Kemudian aku menemui istriku, aku berkata kepadanya: Belilah dengan uang ini apa yang kamu suka untuk peralatan dan kebutuhan acara walimah pengantin putrimu, dan sisa uang itu aku taruh di dalam sakuku tanpa menghitungnya. Dengan uang itu mereka telah membeli kebutuhan-kebutuhannya, dan berkata kepadaku: Kami membeli kebutuhan-kebutuhan yang primer saja. Kemudian aku keluarkan tempat uang tadi dari sakuku yang terdapat sisa uang , tapi ternyata tidak ada apa-apa di dalamnya.

Sayyid al-Mar'asyi selalu berbicara tentang kedudukan dan derajat Sayyid al-Ma'sumah yang luhur dan tinggi serta keagungannya di haribaan Ahlul Bayt As, dan bahwa barang siapa menziarahi dalam keadaan mengenal haknya, maka wajib baginya masuk surga, kemudian beliau berkata: Aku masuk ke kota Qum karena mencintai keluarga suci Muhammad Saw tanpa memiliki apapun kecuali aba'ah dan selendang.

Sekarang ini (kata beliau) semua apa yang aku miliki adalah berkah dari keberadaan dan kemuliaan sayyidah yang suci (arwahuna fidaha).

4 Safar 1400 H.



Keberkahan Yang Agung
Dinukil oleh yang mulia Al-allamah Sayyid Al-Alawi (quddisa sirruh) ayah Sayyid Adil Al-Alawi, murid Sayyid Al-Mar'asyi di dalam kitabnya "Al-Rafid" yang dicetk semasa hidup beliau.

Tuanku, pembimbingku dan guruku yang agung, Ayatullah al-uzhma wal Hujjah Alkubra Al-Imam Al-Mar'asyi An-najafi (semoga Allah melanggengkan naungannya yang hijau diatas kepala-kepala manusia) berkata kepadaku pada pagi hari senin 15 syawal, tahun 1398 H, pukul 09.20 pagi.

Beliau yang mulia berkata:

Pada 1339 H aku termasuk diantara murid-murid sekolah Quwam di kota Najaf yang mulia.

Aku masih teringat bahwa saat itu aku mempelajari ilmu mantik dengan buku Al-Hasyiah karya Maula Abdullah Al-Yazdi.

Akan tetapi aku selalu sumpek, aku melihat diriku sendiri seakan-akan tidak adalagi jalan penyelesaiannya, kehidupanku menjadi sempit dimana aku merasakan semua pintu-pintu harapanku dan jendela-jendela keamananku tertutup, maka berkumpulah kebencian-kebencian dan penyakit-penyakit didalam jiwaku, hampir-hampir aku masuk kedalam jurang keputus asaan dan kekal didalam pengasingan alam hayal dan prasangka-prasangka hingga masya Allah Ta'ala.

Demikianlah problema tersebut menghujamku sedangkan aku berada didalam gudang ilmu dan wilayah ketaqwaan. Problema yang menimpaku ialah:

Pertama: Aku tertimpa penyakit cacar air , dan setelah sembuh aku terkena penyakit lemah ingatan, maka aku menjadi lupa tentang segala sesuatu dan tidak ada sesuatupun yang bisa aku ingat-ingat.

Kedua: Kedua mataku sangat lemah hingga sampai batas-batas yang sangat parah dimana tidak memungkinkan aku untuk dapat menggunakannya didalam membaca atau menulis sesuai dengan apa yang diinginkan

Ketiga: Aku sangat lemah dalam menulis cepat hingga sampai batas yang sangat jauh.

Keempat: Kemiskinan yang menghimpit dimana aku tidak dapat makan dalam sebagian malam. Saat itu yang sekamar denganku adalah Hujjatul Islam Al-Allamah Al-Haj Mirza Hasan Syirazi (Quddisa sirruh) dan Al-Allamah Husain cucu Al-Mirza Syirazi (quddisa sirruh), beliau kedua-duanya tidak mengetahui kondisi kefakiran dan kebutuhanku. Mereka menanyakan kepadaku tentang sebab menguningnya wajahku, dan aku tidak membeberkan rahasiaku kepada mereka.

Kelima: Aku merasakan penyakit yang langgeng didalam hatiku dan aku tidak bisa istirahat walaupun hanya satu jam.

Keenam: Akidahku goyah (sedikit demi sedikit) berkaitan dengan sebagian masalah-masalah ma'nawiah.

Ketujuh: Keinginanku saat itu untuk tidak membuyarkan hati seorangpun dengan lisanku terutama didalam pelajaran.

Kedelapan: Kebutuhanku untuk mengeluarkan cinta dunia dari dalam hatiku dengan segala macamnya, terutama cinta dinar dan dirham.

Kesembilan: Aku beangan-angan untuk bisa bergi haji ke baitullah yang mulia dengan syarat meninggal disana atu di madinah Al-Munawwarah, dan aku dikuburkan disalah satu dari kedua kota suci tersebut.

Kesepuluh: Aku memohon taufik dari Allah SWT untuk dapat memperoleh ilmu dan amal shaleh dari segala sisi kebaikan serta peninggalan-peninggalan kebaikan selagi aku masih hidup.

Semua hal itu menjadikan aku untuk berfikir untuk bertawasul kepada Allah SWT melalui Imam Husain (as).

Maka aku bertekad bulat untuk pergi, dan aku berangkat dari sekolah menuju ke tempat suci Karbala', waktu itu aku hanya memiliki satu rupiah, aku belikan dua potong roti dan satu botol air minum, saat itu adalah pertengahan masa pelajaran, aku rasa waktu itu tepat pada bulan syawal, dan aku berjalan tanpa alas kaki sambil menangis menuju masyhadnya Imam Husain Al-Mazhlum (as) lewat jalan Khan Hammad, aku sama sekali tidak memperdulikan capek, lemah serta kepayahan.

Aku memasuki karbala' menuju kearah kolam husainiyyah untuk keperluan mandi, maka akupun mandi sunnah untuk ziarah ke haram yang mulia. Setelah selesai ziarah dan baca do'a, mendekati ghurub (mendekati matahari tenggelam) aku pergi kekamar Khadim (penjaga makam), Al-Marhum Sayyid Abdul Husain penulis kitab Bughyatunnubala' fi tarikhi karbala' , beliau (Sayyid Abdul Husain) adalah termasuh diantara teman-teman Al-Marhum ayahku (Al-Allamah –Quddisa sirruhu-) lalu aku memohon kepada beliau untuk memberikan izin kepadaku bermalam di ruangan yang mulia itu satu malam, sebenarnya ketetapan undang-undangnya adalah tidak diperbolehkan sama sekali, akan tetapi beliau (rahmatullah alaih) memandang pada kedekatannya dengan Al-Maghfurlah ayahku, maka beliaupun mengizinkan aku untuk bermalam disisi kubur mulia tuanku Abu abdillah Al-Husain (as).

Ketika itu aku memperbaharui wudhu' (Tajdidul wudhu') dan aku memasuki haram yang suci dan mulia disaat mereka hendak menutup pintu-pintunya, disini aku mulai berfikir ditempat manakah yang paling sesuai untuk aku duduki, biasanya manusia duduk di ujung arah kepala mulia beliau (as), akan tetapi aku berfikir bahwa Imam (as) semasa hidupnya selalu memperhatikan kepada anaknya Ali Al-Akbar (as), akupun berkata pada diriku bahwa seharusnya aku juga melihat beliau setelah itu.

Oleh karena itu aku duduk berdekatan dengan kedua kaki Imam (Salawatullah alaih) disisi kubur mulia Ali bin Husain (as).

Setelah aku duduk tenang disana tiba-tiba aku mendengar suara baca'an Al-Qur'an Al-Karim dari sisi belakang hadhrat yang mulia, bacaannya dengan nada suara menyedihkan hingga mempesonaku, akupun segera memperhatikan arah datangnya suara tersebut, tiba-tiba terlihat ayahku (rahmatullah alaih) sedang duduk disisinya terdapat tiga belas tempat untuk Al-Qur'an Al-Karim, didepan beliau juga ada satu Al-Qur'an bersama tempatnya dan beliau sedang membacanya. Aku maju kedepan menghadap beliau, aku cium tangannya dan menanyakan tentang keadaannya, beliau menjawabku dengan kabar-kabar yang menggembirakan bahwa beliau ada dalam kondisi yang penuh tenang, enak dan nikmat. Kemudian aku bertanya: apa yang engkau lakukan disini? Beliau (qs) menjawab: kami disini bersama 14 orang senantiasa sibuk membaca Al-Qur'an Al-Majid diharam yang suci. Aku bertanya: Dimana mereka? Mereka pergi keluar haram untuk sebagian keperluan-keperluannya, kantung Al-Qur'an yang ada disampingku ini adalah milik Al-Allamah Syaikh Mirza Muhammad Taqi Syrazi –salah seorang tokoh pergerakan di Irak dan pembela syi'ah dimasa itu- , tempat Al-Qur'an yang berada ditempat setelahnya adalah kepunyaan Al-Allamah Al-Marhum Syaikh Zainul abidin Al-marandi termasuk salah satu dari ulama'-ulama' yang kokoh diNajaf Al-Asyraf, yang berada disisi beliau adalah milik Al-Allamah Syaikh Zainul Abidin Al-Mazandarani yang terkenal dengan sebutan pemilik kitab Dzakhiratul Ibad, kemudian beliau menghitung beliau-beliau yang mulia semuanya, akan tetapi sayangnya beliau tidak menyebutkan nama-nama yang lainnya.

Setelah itu, ayahku Al-Maghfurlah) menanyakan kepadaku: Mengapa engkau datang kemari dimasa aktif belajar? Kemudian aku memaparkan kebutuhan-kebutuhanku kepada beliau yang aku sebutkan diatas tadi dengan berwasilah kepada Imam Husain (as). Maka beliaupun memerintahkanku untuk pergi menghadap Imam dan menyampaikan segala hajatku kepada beliau (as).

Aku menanyakan kepada ayahku dimana keberadaan beliau (as), maka belaiupun mengisyaratkan sambil berkata: Beliau berada diatas Dharikh (makam) yang suci, bersegeralah karena Imam (as) hendak bepergian menjenguk orang sakit disalah satu (Khanat).

Kemudian aku berdiri dan pergi menuju dekat Dharikh yang mulia, aku mencoba melihatnya, tiba-tiba aku tak mamapu memandangi wajah beliau yang mulia karena lingkaran cahaya yang mengelilingi beliau menyilaukan mata, maka mataku menjadi silau oleh cahaya wajah beliau yang penuh berkah, aku berusaha dengan susah payah untuk memandangi sekitar cahaya yang melingkari beliau.

Aku ucapkan salam kepada beliau yang berada diatas Dharikh, beliaupun segera membalas salamku.

Kemudian beliau (as) berkata: naiklah keatas! Lalu aku katakana kepada beliau bahwa aku tidak layak untuk hal tersebut, kemudian beliau memerintahkan aku yang kedua kalinya agar naik, lagi-lagi aku menolak karena merasa sangat malu. Kemudian beliau mengizinkan aku untuk tetap ditempat dekat Dharikh.

Aku berusaha memandangi dengan segala daya penglihatan yang aku tidak mungkin dapat melihatnya, kemudian aku memandanginya dengan jerih payah, tiba-tiba terlihat olehku beliau (as) sedang tersenyum ramah dengan senyman yang sangat manis dan menyenangkan.

Lalu beliau menanyakan kepadaku: Apa yang engkau inginkan? Kemudian aku membaca sebuah sya'ir dengan berbahasa Parsi:

Disana adalah terang # apa perlunya pada penjelasan

yang artinya: sesungguhnya engkau mengetahui apa yang ada didalam hatiku, maka ulurkan kepadaku dengan sepotong dari (manis-manisan) sambil berkata: engkau adalah tamu kami maka maniskanlah mulutmu.

Kemudian beliau (salawat salam sejahtera semoga tercurah keatasnya) berkata: Apa yang engkau lihat dari hamba-hamba Allah sehingga engkau berburuk sangka?!

Maka akupun merasakan adanya perubahan yang mendasar didalam jiwaku, dan tidak diragukan lagi bahwa ini adalah termasuk dari tindakan Imam kepadaku melalui wilayahnya.

Sejak saat itu aku tidak pernah melihat sama sekali adanya tindakan buruk sangka terhadap orang lain pada diriku.

Dan aku melihat diriku sangat harmonis baik dengan masyarakat khusus maupun umum dimana aku menjadi selalu mengucapkan salam kepada setiap orang yang aku lihat dan aku juga bersalaman serta berpelukan dengannya. Disana terdapat seseorang yang secara lahiriyah baik, maka akupun shalat dibelakangnya setelah azan shubuh sedangkan aku rasa sama sekali belom pernah shalat dibelakangnya.

Imam (as) berkata kepadaku: konsentrasilah pada pelajaranmu, sesungguhnya sesuatu yang menghalangimu tidak akan pernah mampu menyakitimu dan memberhentikan belajarmu.

Ketika aku pulang ke Najaf Al-asyrah keluargaku mendatangiku sambil berkata: Wahai fulan engkau telah berfikir dan engkau lihat bahwa engkau harus belajar, maka belajarlah dengan syarat engkau tidak butuh pada uang dari kami.

Yang ketiga: beliau (as) berkata: kami memohonkan kepada Allah SWT untuk kesembuhanmu, maka aku merasakan pada diriku – mulai saat ini juga – bahwa tidak ada suatu penyakitpun yang menimpa pada diriku, dan penyakit hilang ingatanpun sirna dariku, maka aku menjadi penghafal yang istimewa hingga sekarang Walhamdulillah (segala puji bagi Allah).

Yang keempat: Beliau (as) berkata: Aku memohonkan kepada Allah SWT untuk diberikan cahaya yang kuat pada kedua matamu. Dari situ aku menjadi mampu melihat setiap gari-garis kendatipun kecil, dan hingga sekarang yang sudah dalam umur sembilan puluh tahun (semoga Allah memanjangkan umur beliau yang mulia).

Yang kelima: bahwa beliau (as) memberikan kepadaku pena, beliau (as) berkata: Ambillah itu dan tulislah dengan penuh kecepatan. Maka sejak saat itu secara ajaib aku bisa menulis dengan cepat.

Yang keenam: Beliau (as) berbicara kusus tentang kefakiran dan kekurangan –tanpa menghadirkan kata-kata kepadaku-.

Yang kedelapan: Beliau (as) mendo'akanku dengan ketetapan akidah berkaitan dengan masalah-masalah maknawiah.

Kesembilan: Beliau (as) berkata: Aku memohonkan kepada Allah SWT untukmu agar engkau dikaruniai kesabaran dalam menghadapi jerih payahmu bersama orang-orang ahli ilmu dan supaya tidak lagi membuyarkan hati orang lain terutama didalam belajar.

Yang kesepuluh: adalah do'a beliau (as) agar dikeluarkan rasa cinta dunia dari dalam hatiku terutama dari cinta dinar dan dirham (uang).

Yang kesebelas: Beliau (as) berkata aku pun mendo'akanmu agar diberikan taufik untuk sellau berkhidmat (membantu) kepada agama dan supaya diterima amalan-amalanku.


Ringkasan:
Bahwasannya beliau (as) memenuhi segala kebutuhan-kebutuhanku selain haji, maka dalam masalah haji beliau sama sekali tidak mengemukakan apa-apa dan aku juga tidak meminta dari beliau ( dan aku rasa ini dikarenakan aku membatasi keinginanku )

Kemudian aku mohon pamit kepada beliau (ruhi fidahu) dan aku kembali ke Al-Marhum ayahku (Quddisa sirruh), aku menanyakan kepada beliau: Apakah engkau ada keperluan atau suatu hal dariku? Beliau berkata: Bersungguh-sungguhlah didalam menuntut ilmu-ilmu nenek moyangmu yang suci dan sayangilah saudara-saudarimu.

Aku menanyakan kepada beliau yang kedua kalinya: Tidakkah engaku ada urusan khusus denganku?Beliau (ra) berkata: Aku bener-bener pada puncak kenyamanan, hanya saja ada sesuatu yang mengganjalku yaitu hutang sedikit yang ada pada Abdurrida Al-Baqali Al-Bahbani, maka aku tinggalkan pesan kepadamu.

Saat itu aku melihat pintu-pintu Al-hadhrah yang suci sudah pada dibuka, dan setelah azah subun terdengar aku segera memperbaharui wudhu' (Tajdidul wudhu') , kemudian aku mengerjakan shalat dan aku kembali. Sejak itu aku tahu bahwa segalanya telah usai, dan hajat-hajatku telah terpenuhi.

Kemudian aku menuju ke Najaf yang mulia dengan berjalan kaki, aku memasuki kota suci itu menuju kesekolah Qiwam, aku melihat para pelajar dan aku ucapkan salam kepada mereka, seakan-akan mereka semua adalah saudara-saudaraku, dan hal ini terjadi setelah sebelumnya aku pernah berburuk sangka terhadap mereka, aku memeluk mereka dan bersalaman dengannya sesuai dengan apa yang dikehendaki, dan aku menjadi selalu mengikuti shalat dengan berjamaah, kemudian aku pergi ketempat Abdul Ridha untuk menanyakan kepadanya mengenai masalah hutang ayahku (Quddisa sirruh) kepadanya, dan ternyata orang yang mempunyai nama seperti itu (Abdul Ridha) adalah tiga orang, lalu aku datangi semuanya satu persatu, ternyata orang yang ketigalah yang memberikan hutang.

Aku menanyakan kepada dia tentang tuntutanya: Dia berkata: Buku-buku ini milik kamu, maka periksalah. Buku tersebut sangat teratur, kemudian aku buka satu persatu hingga aku temukan nama ayahku –Thaba Tsarahu- beliau mempunyai hutang sejumlah 10 warakat uang receh yang saat itu adalah seharga susu. Kemudian aku memberikan kepadanya bayaran hutang tersebut dan aku menambahinya lebih dari itu untuk mendapatkan kerelaan dan kepuasan dia.

Dengan ini maka selesailah kisah yang sangat menarik ini , dan itu adalah termasuk diantara kemuliaan-kemuliaan (karamah) Sayyidusy-Syuhada' Husain bin Ali –salawat dan salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau, kedua orang tua beliau, kakek beliau (Rasulullah), putra-putra beliau serta dzurriyyah beliau. Dan laknat bagi orang-orang yang mengingkari dan memerangi mereka, tidak meyakini kemuliaan-kemuliaan mereka, serta mu'jizat-mu'jizat mereka hingga hari kiamat, amin amin.


PERPUSTAKAAN UMUM
Diantara salah satu dari karamah-karamah (kemuliaan) Sayyid Al-Mar'asyi An-Najafi -Quddisa sirruh- adalah Perpustakaan umum . Sayyid Al-Mar'asyi telah meraih beberapa keistimewaan yang lebih popular dibandingkan dengan marja'-marja' taqlid dan orang-orang alim yang besar lainnya dimasa itu. Diantaranya adalah:

Kecintaan beliau untuk menjaga barang-barang peninggalan dan manuskrip-manuskrip, yang mana kecintaan ini ahirnya membuahkan sebuah perpustakaan umum yang megah dan penuh berkah. Perpustakaan ini adalah termasuk diantara perpustakaan-perpustakaan yang terpenting didudnia islam khususnya yang ada kaitannya dengan masalah penjagaan terhadap ilmu-ilmu Ahlilbayt –salam sejahtera Allah semoga tercurah keatas mereka semuanya-.

Sayyid Al-Mar'asyi telah bersabar menahan susah payah dan kesusahan-kesusahan didalam mengumpulkan beberapa kitab yang belum pernah terdengar sebelumnya. Dan kami akan sebutkan diantara sebagian kisah-kisah tentang kesusahan dan jerih payah tersebut:
Pembelian kitab dengan melakukan shalat (Ijarah) selama empat tahun

Diantara beberapa kitab ada sebagian kitab-kitab yang dibeli oleh Sayyid Mar'asyi An-Najafi dimasa-masa muda beliau dikota Najaf yang mulia, dengan catatan sebagai berikut:

"Dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Tinggi : Aku membelinya dengan pembelian shalat ijarah selama empat tahun. Ustazku Al-Allamah Ayatullah majma' Al-Fadhail Al-Haj Syaikh Abdullah Al-Mamamqani –Dama zhilluh- mengijarahkan kepadaku, dan yang menjadi pengganti beliau adalah Al-Marhum Haji Husain At-Tajir Addahkhur aqani. Ditulis oleh Al-Haqir Al-Faqir Al-Majhur, Syihabuddin Al-Husaini Al-Mar'asyi An-Najafi dibulan Sya'ban tahun 1341 H .
Dengan berziarah setiap hari dalam jangka satu tahun

Dalam salah satu dari beberapa kitab ditemukan tulisan sebagai berikut:

"Saya membelinya dengan ijarah berziarah kemakam kakekku Maula Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib (as) –ruhi lahul fida'- setiap hari satu kali selama satu tahun, dan saya atas nama hamba yang lemah Syihabuddin Al-Husaini Al-Mar'asyi An-Najafi.
Ijarah shalat selama dua tahun



Didalam salah satu kitab juga ditemukan catatan sebagai berikut ini:

"Kitab Kasyful Lughah wa Al-Ishthilahat, karya Al_Allamah Abdurrahim bin Ahmad Al-Hindi Al-Hanafi yang terkenal, sesuai dengan pengakuan putra beliau yaitu Al-Allamah Syaikh Syihabuddin Al-Bahari pada tahun 1060 dan meninggal selang beberapa saat setelahnya. Saya membelinya dengan ijarah melakukan shalat selama dua tahun sebagai ganti dari Al-Marhum Mirza Muhammad Al-Bazzaz At-Thahrani dengan nilai uang sebesar duapuluh rupiah mata uang Inggris. Dan Allah telah memberikan taufik kepadaku untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Shalat tersebut dimulai sejak dari pagi hari pada tanggal duapuluh satu Dzulqa'dah, tahun 1342 H. dan saya sebagai penulis kalimat-kalimat ini derada didalam kondisi lapar, karena sesungguhnya aku tidak mamapu mendapatkan suatu makanan pokok selama duapuluh jam, Allah telah memberikan jalan keluar pada setiap kesusahan Syihabuddin Al-Husaini Al-Mar'asyi An-Najafi pada tahun 1342 di sekolah Al-Qiwam yang merupakan salah satu sekolah dari sekolah-sekolah yang berada di Masyhadnya kakekku Amirulmukminin –Ruhi lahul fida'- ". (Artinya umur beliau yang mulia telah mencapi 27 tahun ).


Sebuah kitab yang ajaib
Beliau berbicara mengenai masalah kisah-kisah yang menarik, diantaranya adalah kisah yang berhubungan dengan kitab dan bagaimana cara beliau bisa mendapatkan sebagian kitab-kitab yang berharga. Diantaranya beliau pernah berkata dalam salah satu pertemuan:

Suatu hari aku keluar dari sekolah yang aku tempati untuk belajar, yaitu sekolah Al-Qiwam yang terletak didaerah "Al-Misyraq" menghadap kearah pasar yang menempel pada pintu halaman Al-Alawi yang mulia, tiba-tiba ada seorang perempuan sedang duduk sambil menjual telur ayam, akupun mendatanginya untuk keperluan membeli telur. Ketika itu aku melihat kitab yangnampak yang sedikit telah rusak dari dalam chadornya, lalu aku menanyakan kepadanya tentang kitab itu. Dia berkata: kitab itu dijual. Kitab itu kemuadian aku ambil, ternyata itu adalah kitab Riyadhul Ulama' karya Al-allamah Mirza Abdullah effendi yang sama sekali tidak akan pernah didapatkan darinya. Kemudian aku tanyakan kepadanya berapa dia hendak menjualnya, dia berkata: "Lima ratus rupiah". Aku berkata kepadanya: "dapatkah aku membelinya dengan uang seratus rupiah, karena aku tidak punya selain itu?" diapun menyetujuinya.

Dimasa itu datang seseorang makelar kitab-kitab yang bernama Kazhim Ad-Dajili, dia membeli kitab-kitab klasik karya para penulis London, dan dia memberikannya kepada gubernur Inggris yang berada di Najaf Al-Asyraf . Nama gubernur tersebut adalah Almigr, seoarang gubernur Inggris pertamakali yang memerintah dikota Najaf Al-Asyraf, dia (Kazhim) mengambil kitab dari tanganku secara paksa dan berkata kepada perempuan tadi: aku akan membelinya dengan harga yang lebih mahal dan dia mulai menawar kitab itu lebih tinggi dariku.

Kemudian disana aku menghadapkan wajahku kerah haram yang mulia, dan aku mengadukan kepada Amirulmukminin Ali (as). aku berkata kepada diriku sendiri "Tuanku, jangan relakan sebuah kitab luput dari tanganku dan aku ingin berkhidmat kepadamu dengan kitab tersebut". Tiba-tiba perempuan tadi berkata kepada Kazhim: "Aku tidak akan jual kitab itu kepadamu, karena kitab itu sudah menjadi milik tuan ini.

Aku berkata kepadanya: "bangkitlah dan ikut aku, aku akan memberikan bayarannya kepadamu. Lalu diapun datang kesekolah bersama aku. Waktu itu aku hanya punya uang receh dua puluh rupiah, beberapa pakaian baru model klasik serta jam, aku mengambilnya dan membawa kepasar, dimana ada seoarang maklar pakaian yang bernama Haji Husain Syish, kemudian aku serahkan kepadanya, diapun mulai melelangnya dan ahirnya terjual. Orang perempuan yang bersamaku bersamaku tadi beberapa kali berkata kepadaku: "Tuan, engkau menunda-nundaku sedangkan orang tadi akan memberiku uang secara langsung". Kadang kala aku tidak menjawab perkataannya, dan terkadang aku mengatakan kepadanya: "sekarang ini, sekarang ini" sedangkan uang, nilai pakaian serta nilai jam tersebut belum mencukupi jika dihitung. Kemudian aku kembali bersama dia ke sekolah, dan ahirnya aku mengambil hutang dari teman-teman sekolahku ada yang sebanyak lima rupiah dan ada juga yang sepuluh rupiah hingga dapat mencapai pada harga kitab tadi, yaitu seratus sepuluh atau seratus duapuluh rupiah, kemudian aku pergi ketempat seorang perempuan tadi. Dan aku sangat gembira sekali dapat membeli kitab yang sangat berharga ini.

Tidak lama kemudian datang Kazhim bersama kepala polisi mendatangi sekolah, mereka membawaku ketempat penguasa Inggris, dia menuduhku dengan tuduhan mencuri kitab, lalu diapun berbicara dengan bahasanya sendiri, dan aku rasa sepertinya dia mencaci dan mengata-ngatai, maka dia memerintahkan untuk memenjarakan aku, kemudian akupun dipenjara malam itu juga. Aku bertawassul kepada Tuahnku agar menjaga kitab yang aku simpan tadi. Pada hari kedua Marja' tertinggi -dimasa itu- Al-Haj Mirza Fathullah An-Namazi yang terkenal dengan sebutan Syaikh syari'ah dan mirza Mahdi putra Al-Akhund penulis Al-Kifayah mengutus sekelompok orang untuk menghadap gubernur (penguasa), perbincangan kemudian berahir dengan natijah dikeluarkannya aku dari penjara dengan syarat menyerahkan kitab tadi kepada gubernur setelah satu bulan.

Aku datang ke sekolah dan aku kumpulkan teman-temanku, kemudian aku berkata kepada mereka: Sesungguhnya ini adalah pekerjaan dan khidmat yang sangat penting untuk menjaga syari'at, yaitu menyalin kitab sekarang juga. Dan itu adalah dua juz, yang ke dua dan ketiga dari potongan besar sepuluh juz yang ada, dimulai dari huruf ha dengan lafal yang bagus, maka para siswapun mulai menulis serta mencocokkannya, dan setelah beberapa lama kemudian maka sempurnalah penaskahan kitab tersebut, wal hamdu lillah. Akan tetapi disaat aku berfikir tentang bagaimana aku akan menyerahkannya kepada gubernur, aku tidak dapat melakukannya, maka akupun pergi ketempat Syaikh Syari'ah dan aku berkata kepada beliau: "Engkau adalah marja' (tempat rujukan) kaum muslimin sekarang ini, dan ini merupakan kitab yang tidak akan bisa didapatkan semisalnya dikalangan kaum muslimin, sedangkan orang Inggris itu berkeinginan untuk mengambilnya". Ketika beliau melihat kitab tersebut, seketika beliau berdiri dan duduk, kemudian berdiri dan duduk lagi, lalu berkata: adakah itu kitab ini? Aku berkata: "benar!" . Seketika beliau mengucapkan takbir dan tahlil seraya mengambil kitab dariku, dan kitab tersebut berada ditangan beliau hingga batas waktunya. Akan tetapi sebelum ahir masa gubernur berkegangsaan Inggris tadi telah terbunuh karena diserang oleh sekelompok masyarakat pimpinan Haji Najmulbaqal dan kitab tersebut tetap ada ditangan Syaik, setelah itu berpindah kepada ahli-ahli waris beliau dan hingga saat ini aku tidak tahu. Adapun naskah yang ada padaku maka telah dicetak dalam dua belas naskah, diantaranya adalah naskah Ayatullah Sayyid Hasan Ash-Shadr, naskah Ayatullah Sayyid Abdul Husain Syarafuddin serta orang-orang selain dari keduanya. Sedangkan naskah kami sekarang ini berada didalam perpustakaan umum –Qum- dan kami telah mendapatkan bagian yang lain darinya di kota Qum, dan itu juga ada diperpustakaan. Adapun sejarah kisah ini antara tahun 1340 dan 1341 H. Dan demikianlah seterusnya , kami mempunyai kisah-kisah yang ajaib didalam mendapatkan kitab-kitab[1].
Allah tidak berkembang (Segala sesuatu yang untuk Allah itu akan berkembang)

Beliau (Quddisa sirruh) sejak awal pertama kali hidup di kota Najaf yang mulia selalu berfikir untuk menjaga peninggalan-peningalan Islam yang berharga. Dan beliau telah mencurahkan segala daya upayanya didalam mengumpulkan manuskrip-manuskrip, mewakafkan serta mewasiatkannnya bersama perpustakaan yang khusus disekolahan beliau yang pertama – yang bertempat dijalan Eram- supaya para siswa memanfaatkannya.

Perpustakaan umum yang pertama kali dibuka disekolah adalah merupakan cikal bakal perpustakaan sekarang ini dibawah naungannya. Ia dibuka padatahun 1385 H. bertepatan dengan hari kelahiran Shahibuzzaman Maulana Al-Muntazhar (alaihissalam wa ajjalallah farajahusy syarif yaitu pada tanggal 15 Sya'ban.

Krena banyaknya orang-orang yang mengunjungi dan sempitnya tempat maka beliau membangung perpustakaan kedua yang baru ditempat yang berhadapan dengan sekolah dalam areal seribu meter persegi, serta memiliki empat tingkat. Dan dibuka juga oleh Sayyid tepat pada tanggal lima belas Sya'ban, tahun 1394 H. yang memuat enam ratus ribu kitab. Dan Allah menambahkan berkah hingga diperluas lagi dengan tambahan 500 meter persegi .

Kitab-kitab yangtelah dicetak itu berkembang lebih dari Duaratus Limapuluh Ribu kitab, manuskrip-manuskripnya mencapai Duapuluh Lima Ribu manuskrip dan Sayyid Ahmad Al-Husaini seorang peneliti telah membuat daftar isi bukunya serta mencetaknya hingga tahun sekarang ini (1411 H.) sebanyak sembilan belas jilid dan disetiap jilidnya terdapat empat ratus kitab yang tercatat.

Dan didalam manuskrip-manuskrip terdapat keindahan-keindahan tersendiri sejak dari abad ke tiga hijriyah, sebagaimana yang disusun oleh para penulis ulung klasik, seperti Syaikh At-Thaif Syaikh Thusi, Al-allamah Hilli seorang tokoh peneliti ulung yang pertama kali, Syahid Tsani, Al-allamah Al-majlisi, Syaikh Al-Hur Al-Amili, Mirdamad, Syaikh Baha-i, Syakh Shadrul muta-allihin Syirazi (Mulla Shadra), Faidh Kasyani, serta Syaikh Anshari, dan masih banyak lagi dari para penguasa ilmu pengetahuan, sastra dan seni dari berbagai mazdhab serta agama yang berbeda-beda.

Naskah yang paling tertua adalah terdiri dari dua juz Al-Qur'an Al-Karim yang ditulis dengan khath Ali bin Hilal yang terkenal dengan sebutan Ibnul-bawwab Al-Katib Al-Baghdadi, ditulis pada tahun 392 H.

Jumlah para penelaah (diperpustakaan) ini berkisar antara dua ribu disetiap harinya, sebagaimana terdapat pergantian budaya karena pergantian gambar-gambar, meker, filem dan lain sebagainya, besama dengan sekitar tigaratus lima puluh pusat kebudayaan didunia.

Perpustakaan ini juga memuat peralatan gambar yang terbesar, sebagaimana halnya juga terdapat ruangan yang besar untuk belajar yang disambung dengan auditorium-auditorium khusus untuk para peneliti, para penulis serta para pembuat bibliografi. Dan terdapat pula auditorium-auditorium khusus untuk peralatan-peralatan masa kini, kamera-kamera, serta mesin-mesin pembasmi kuman dan lain-lainnya.

Dengan bantuan Imam Ruhullah Al-Khomaini –Quddisa sirruh- dan penjagaan pemerintah Islam aku dapat membeli tanah didekat perpustakaan seluas 2400 meter persegi.

Yang mulia Sayyid –Quddisa sirruh- telah meletakkan batu pertama pada tahun terahir dari umurnya yang penuh berkah, tepatnya pada hari Jum'at, tanggal 20 Dzulhijjah, tahun 1410 H didalam acarayang sangat meriah yangdihadiri pribadi-pribadi yang unggul ditengah-tengah masyarakat.

Dan bangunan-bangunan yang baru itu direncanakan terdiri atas tujuh tingkat, tiga tingkat darinya berada dibawah tanah (ruangan bawah tanah) untuk dijadikan sebagai gudang-gudang manuskrip agar terhindar dari kemungkinan adanya beberapa bahaya, terutama adalah bahaya gempa, dan disiapkan juga untuk peralatan-peratalan elektrik yang terkini.

Kami memohon kepada Allah SWT mudah-mudahan memberikan taufik kepada para pekerja yang berkhidmat untuk agama, menghidupkan serta menjaga peninggalan-peninggalan kami yang besar ini. Dan semoga Allah SWT menyelimuti ruhnya Sayyid Al-Mar'asyi dengan rahmat-Nya yang luas, serta menyemayamkannya disurga-Nya yang luas.


Madrasah Syahabiyah

KISAH AL-ALLAMAH SAYYID ADIL AL-ALAWI.
Beliau berkata:

Dijalan Imam Khomeini yang sekarang ini (dulu bernama jalan Tehran) dimasa pemerintahan thaghut pahlevi yang telah terkubur terdapat sebuah gedung bioskop, adalah satu-satunya gedung bioskop yang ada di kota suci Qum. Suatu hal yang sangat memukul hati orang-orang mukmin dan para Ulama yang merdeka –dimasa itu- adalah dibagunnya sebuah gedung bioskop yang sewenang-wenang dengan tujuan menyajikan film-filem yang bernuansa pornografi untuk merusak para pemuda Qum, dan hal itu berada didepan kota. Hal ini adalah menodai kota ilmu pengetahuan dimasa revolusi Islam. Sebagian para pemuda mukmin yang bersemangat telah mendobraknya, dan menjebaknya dengan ranjau-ranjau dimalam hari, maka meledaklah ia hingga menjadi halaman yang rata. Kemudian Ustazd Sayyid Al-mar'asyi membelinya dan membangun diatas puing-puang bangunannya dengan sebuah madrasah ilmiah yang ramai, besar serta baru. Bangunan tersebut mencakup ruangan-ruangan yang sangat banyak, terdapat ruangan asrama untuk para pelajar, ruangan yang lainnya untuk perpustakaan, ruangan ketiga untuk belajar dan ceramah, ruangan keempat untuk percetakan dan lain-lainnya.

Perlu kami ingatkan bahwa beberapa bulan sebelum terjadi peledakan gedung bioskop aku pernah berbincang-bincang dengan beliau didalam mobil, disaat sampai dijalan tepat dengan gedung bioskop Sayyid Al-Mar'asyi guruku mengangkat kedua tangannya dengan menengadahkan kelangit, beliau berbisik-bisik membaca do'a yang tidak aku dengar sama sekali kalimat-kalimat do'a beliau. Akan tetapi setelah beberapa bulan disaat terjadi ledakan aku baru mengetahui bahwa hal tersebut adalah termasuk diantara hasil dari berkahnya doa beliau .

Sesungguhnya aku menamainya dengan Shahabiyyah karena dinisbatkan kepada nama Sayyid Al-Ustzd Syihabuddin –rahmatullah alaih-.




Catatan Kaki:
[1] . Hendaknya kita mengetahui nilai kitab, apapun jenis kitab, dan hendaknya kita mengetahui hak para ulama' kita terhadap kita. Kita harus mensyukuri dan berterimakasih



Bagian Keempat : Pertemuan-Pertemuan Dengan Shahibul-'Ashri Wa_Az-Zaman (Ajjalallah ta'ala farajahu As-Syarif)

Sayyid Al-Mar'asyi Mendapatkan Penghormatan-Penghormatan Dapat Berjumpa Dengan Shahibul Ashri Waz_Zaman (As).


Terdapat tiga kisah yang ditulis langsung melalui pena indah Sayyid Al-Mar'asyi –Quddisa sirruh- sendiri

Kisah Pertama
Dimasa aku menuntut ilmu-ilmu agama dan fiqih ahlulbayt –Alaihim as-salam- dikota Najaf yang mulia, aku sangat rindu sekali untuk dapat melihat keindahan Maulana Baqiyyatullah Al-A'dzam –Ajjalallah farajahu As-Syarif- dan aku berjanji pada diriku sendiri untuk pergi berjalan kaki disetiap malam rabu menuju ke masjid As-Sahlah dan hal tersebut berlangsung selama empat puluh hari, dengan berniat untuk menziarahi Maulana Shahibul amr (as) supaya dengan hal tersebut aku dapat meraih keberuntungan yang agung.

Aku lakukan amalan ini secara terus menerus hingga samapi tigapuluh enam atau tigapuluh lima malam disetiap malam rabu. Secara kebetulan aku terlambat keluar dari Najaf yang mulia malam itu, dan keadaan cuaca sedang mendung dan turun hujan. Didekat Masjid As-Sahlah situ terdapat parit, dan disaat aku sampai disana dimalam yang sangat gelap dan menakutkan serta takut dari gerombolan para penyamun (dimasa itu banyak sekali terjadi perampokan) aku mendengar suara langkah kaki dari belakangku yang mana kondisi ini semakin menambah rasa takutku. Kemudian aku menoleh kebelakang dan aku melihat seorang sayyid arab yang berpakaian orang desa. Dia mendekat kepadaku dan dengan bahasa yang fasih dia mengucapkan salam: Ya sayyid salam alaikum. Maka rasa takut dari dalam hatiku menjadi hilang semuanya dan aku menjadi tenang. Yang aneh adalah bagaimana dia bisa mengenali bahwa aku ini adalah sayyid dimalam yang sangat gelap gulita seperti itu? Akan tetapi aku tidak sadar tentang kondisi ini bahwa bagaimana dia bisa membedakan dimalam yang begitu gelap ini.

Ringkasnya, kami berbincang-bincang dan kami berjalan bersama-sama, maka beliau mulai menanyakan kemana tujuanmu? Aku berkata: kemasjid As-Sahlah. "Untuk tujuan apa?" sambung beliau bertanya lagi. Aku menjawab: aku bertujuan untuk memuliakan dengan berziarah kepada Waliyyul ashr (as).

Setelah beberapa langkah kami sampai pada di masjid Zaid bin Shuhan, yaitu sebuah masjid kecil yang dekat dengan masjid As-Sahlah. Sayyid arabi berkata: alangkah baiknya kalau kita masuk kedalam masjid ini terlebih dahulu, melakukan shalat didalamnya dan melaksanakan tahiyyat masjid. Kemudian kami masuk kedalamnya dan ia melakukan shalat, lalu sayyid membaca do'a khusus didalam masjid, dan seolah-olah tembok2 serta bebatuan juga ikut serta membaca do'a bersama beliau, maka aku merasakan revolusi yang ajaib didalah jiwaku yang tidak dapat aku berikan ciri-ciri kepadanya. Setelah membaca do'a kemudian Sayyid Arabi berkata: wahai sayyid, engkau lapar, alangkah baiknya kalau engkau makan malam terlebih dahulu. Setelah itu beliau mengeluarkan makanan dari dalam aba'ahnya. Disitu terdapat tiga potong roti dan dua atau tiga timun yang masih hijau dan segar, seolah-olah baru dipetik dari kebun. Saat itu adalah dinginnya yang mencekam mencapai hari empat puluhan musim dingin, dan aku tidak menyadari pada makna ini bahwa dari mana beliau membawa timun yang masih segar ini dimusim dingin seperti ini? Maka kamipun mulai menghidang makan malam, sebagaimana perintah sayyid. Kemudian beliau berkata: bangkitlah, mari kita pergi kemasjid As-Sahlah. Maka kamipun masuk kemasjid As-Sahlah, sayyid melakukan amalan-amalan yang telah tertera dibeberapa tempat, sedangkan aku mengikuti beliau, serta melakukan shalat maghrib dan Isya' , maka akupun mengikuti beliau lagi, seolah-olah aku tidak punya ikhtiar, dan anehnya aku tidak begitu perhatian bahwa siapakah sebenarnya sayyid ini?

Setelah selesai melakukan amalan-amalan, Sayyid arabi berkata: wahai sayyid, apakah engkau pergi menuju masjid Kufah sebagaimana orang-orang yang lain setelah selesai melakukan amalan-amalan, ataukah engkau menetap di masjid As-Sahlah ini. Aku menjawab: Aku menginab dimasjid ini, maka kamipun duduk ditengah masjid persis ditempatnya Imam Ja'far As-Shadiq (as).

Aku berkata kepada Sayyid: Apakah engkau suka teh atau kopi, atau suka merokok, agar aku dapat menyediakannya untuk engkau? Maka beliau menjawab dengan jawaban yang general: Ini semua adalah termasuk perkara-perkara dari kehidupan yang sekunder, sedangkan kami menjauhkan dari kehidupan-kehidupan yang bersifat lebih (sekunder)".

Perkataan ini sangat berpengaruh didalam relung hatiku, setiap kali aku tidak minum teh, dan mengingat posisi serta perkataan yang demikian itu dadaku menjadi berdebar.

Ala kulli hal, perbincangan kami menjadi lama hingga mendekati dua jam, dan dalam momen yang tepat itu aku dapat menngambil dan mengingat-ingat beberapa pokok permasalahan yang akan kami isyaratkan sebagiannya sebagai berikut:

1- Berlangsung perbincangan seputar istikharah, berkata Sayyid arabi: wahai sayyid, bagaimana engkau mengamalkan istikharah dengan tasbih?. Aku menjawab: membaca shalawat tiga kali, membaca "Astakhirullah birahmatihi khiyaratan fi 'Afiyah" tiga kali, kemudian aku mengambil segenggam tasbih dan aku menghitungnya, apabila sisanya genab maka hasilnya adalah tidah baik, dan jika sisanya ganjil maka hasilnya adalah bagus. Sayyid berkata: Pada istikharah seperti ini tidak sempurna dan kau belum tahu yaitu apabila ia sisa ganjil tidak dapat dihukumi secara langsung bahwa dia adalah bagus, akan tetapi terhentilah disitu, dan harus melakukan istikharah sekali lagi untuk meninggalkan pelaksanaan, apabila tersisa ganjil lagi maka baru terungkap bahwa istikharah yang pertama tadi adalah bagus, dan jika hasilnya genab, maka dapat terungkap bahwa hasil istikharahnya adalah tengah-tengah.

Dalam diriku aku berkata menurut kaidah ilmiah hendaknya aku harus meminta dalil, maka aku bertanya kepada beliau tentang hal tersebut. Beliau menjawab: kami telah sampai dari tempat yang tinggi. Maka hanya dengan ungkapan seperti ini aku mendapatkan penyerahan diri dan kepatuhan didalam diriku, dan dalam kondisi seperti ini aku tidak memperhatikan siapakah sebenarnya Sayyid ini

2- Dari pokok-pokok permasalahan dalam perbincangan tadi adalah penekanan Sayyid arabi untuk membaca ayat-ayat ini setelah melakukan shalat wajib lima waktu, setelah shalat shubuh membaca surat Yasin, setelah shalat dhuhur membaca surah Amma (An_naba'), setelah shalat maghrib membaca surah Al-Waqi'ah dan setelah shalat Isya' membaca surah Al-Muluk.

3- Diantara pokok-pokok permasalahannya adalah penekanan beliau untuk melakukan shalat dua rakaat diantara shalat maghrib dan Isya' pada rakaat pertama membaca surat apa saja yang kamu suka setelah membaca Al-Fatihah, adapun pada rakaat yang kedua membaca surah Al-Waqi'ah (setelah membaca Al-Fatihah). Beliau berkata: ini sudah cukup tanpa harus membaca surah Al-Waqi'ah lagi setelah shalat maghrib sebagai mana yang lalu. (artinya apabila engkau telah membacanya didalam shalat, maka tidak ada anjuran untuk membaca yang kedua kalinya setelah shalat maghrib.

4- Diantara pokok permasalahan yang ada adalah penekanan beliau terhadap do'a ini setelah shalat lima waktu: "Allahumma sarihni minalhumumi walghumumi wa wahsyatish-shadri[1] wa waswasatisy-syaithani birahmatika ya arhamarrahimin".

5- Diantara pokok permasalahannya adalah penekanan beliau untuk membaca do'a sebagai berikut ini setelah membaca dzikir ruku' dalam shalat-shalat wajib lima waktu terutama pada rakaat yang terahir: "Allahumma shalli 'Ala Muhammad wa Ali Muhammad wa tarahham 'ala 'ajzina wa aghitsna bihaqqihim".

6- Beliau telah memuji-muji kitab "Syara'i_ul Islam" karya seorang pakar peneliti Al-Hilli. Beliau berkata: Semuanya sesuai dengan kenyataan yang ada kecuali bebepara pokok permasalahan saja.

7- Penekanan beliau untuk membaca Al-Qur'an dan memberikan hadiah pahalanya kepada orang-orang syiah yang tidak memiliki warisa (keturunan) atau mempunyai keturunan akan tetapi mereka tidak ingat terhadap keluarga-keluarga yang sudah pada meinggal.

8- Didalam waktu shalat (sebuah surban) diletakkan dibawah dagu sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang arab, dan dilingkarkan pada dagu tersebut, serta diletakkan sebuah amamah (ikatan kepala sebagaimana yang dipakai oleh orang-orang arab atau para pembesar agama dan para santri diwilayah arab dan Iran) diatas kepalanya. Beliau berkata: hal itu terdapat didalam syari'at.

9- Penekanan beliau untuk berziarah ke makam Sayyyidusy-Syuhada' (as).

10- Do'a beliau kepada diriku, beliau berkata: Semoga Allah menjadikan engkau termasuk orang-orang yang selalu berkhidmat terhadap syari'at.

11- Aku berkata kepada beliau: Aku tidah tahu apakah ahir kehidupanku akan berahir dengan baik, dan apakah wajahku akan putih dihadapan Allah Pemilik syari'at yang suci. Beliau berkata: ahir hayatmu akan berahir dengan kebaikan dan amal-amal perbuatanmu akan diterima serta wajahmu akan putih.

Aku berkata: Aku tidak tahu apakah kedua orang tuaku, ustazd-ustazdku serta sanak familiku semuanya akan rela terhadap diriku? Beliau berkata: mereka semuanya ridha dengan kamu dan mendo'akanmu.

Kemudian aku memohon kepada beliau untuk mendo'akanku agar aku bisa sukses didalam berkarya tulis, maka beliaupun mendo'akan aku.

Disana terdapat beberapa pokok permasalahan yang lainnya yang tidak dapat aku jelaskan secara terperinci[2].

Kemudian aku ingin keluar dari masjid untuk keperluan tertentu. Aku pergi kekolam, kolam itu berada ditengah-tengah jalan, dan sebelum aku keluar dari masjid segera terlintas dalam benakku malam apakah ini? Dan siapakah Sayyid arabi yang memiliki segudang keutamaan tersebut? Barang kali beliau yang aku maksud? Tidak selang lama pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam benakku seketika aku balik kembali dengan kebingungan mencari beliau namun aku tidak menemukan bekas-bekas Sayyid tersebut dan tidak ada seorangpun didalam masjid. Maka akupun segera tahu bahwa aku menmukan seorang pribadi yang selama ini aku cari-cari , akan tetapi aku tak sadarkan diri, maka aku segera menangis dengan meratap-ratap bagaikan orang gila, dan aku berjalan mengelilingi masjid hingga subuh bagaikan orang yang sedang bingung karena dirundung cinta yang selalu menekan setelah sampai. Dan setiap kali aku teringat malam itu aku selalu tak sadarkan diri. Ini adalah ringkasan dari kisah yang terperinci.


Kisah Kedua
Disaat aku berziarah ke makam dua Askari (as), tepatnya ditengah-tengah perjalanan menuju ke haram Sayyid Muhammad[3] aku tersesat ditengah-tengah perjalanan. Dan karena pengaruh haus yang sangat mencekik serta tiupan angin yang sangat menyengat aku berputus asa dari kehidupanku, maka akupun jatuh terbanting keatas permukaan bumi dalam keadaan tak sadarkan diri. Disaat aku mencoba untuk membuka kedua mataku tiba-tiba aku dapati kepalaku telah berada di pangkuan sosok yang sangat perkasa. Beliau memeberikan minuman padaku dengan air yang segar, yang belum pernah aku rasakan seumur hidup karena manis dan segarnya. Setelah merasakan segarnya minum beliau membuka hidangan makanan yang terdiri dari dua atu tiga roti, maka akupun segera memakannya. Lalau orang yang berpenampilan arab tadi berkata: "Wahai sayyid, mandilah disungai sini". Aku berkata: Hai saudaraku didaerah sini tidak ada telaga, hampir saja aku mau meningal tadi karena kehausan, kemudian engkau yang menyelamatkan aku". Orang arab tadi berkata: "Ini adalah air yang segar dan bersumber". Tidak selang waktu dia berkata "ini" seketika itu juga aku melihat sungai yang penuh jernih dan segar. Aku merasa sangat heran, dalam diriku aku berkata: sungai ada didekat diriku sini saja, sementara aku hampir mati karena kehausan.

Ringkas cerita orang arab tadi berkata: "Wahai sayyid, engkau hendak pergi kemana? Aku menjawab: Aku hendak pergi ke haramnya sayyid Muhammad (as). Kata orangarab tadi: "Ini adalah haram sayyid Muhammad". Maka aku dapati diriku telah dibawah atap haram Sayyid Muhammad, padahal aku tersesat dijalan Al-Jadisiyyah dan Al-Qadisiyyah sedangkan jarak antara jalan tersebut dengan haramnya Sayyid Muhammad (as) sangat jauh sekali.

Ringkas cerita, diantara manfa'at-manfaat yang dituturkan oleh orang arab tadi disela-sela waktu singkat yang aku khidmatkan adalah sebagai berikut dibawah ini:

1. Penekanan beliau untuk membaca Al-Qur'an yang mulia dan pengingkaran yang sangat kuat terhadap orang yang mengatakan adanya tahrif pada Al-Qur'an. Hingga beliau mendo'akan buruk terhadap orang-orang yang membuat hadits-hadits tahrif.

2. Diantaranya lagi adalah penekanan beliau untuk meletakkan akik yang tertulis nama-nama suci para maksum , yang berjumlah empat belas manusia ma'shum – alaihim As-Salam- dibawah lidahnya orang yang meninggal.

3. Penekanan beliau untuk selalu berbuat bakti terhadap kedua orang tua dimasa mereka masih hidup dan setelah meninggal dunia.

4. Penekanan beliau untuk berziarah ke kubur-kubur mulia para Imam (as) dan putra-putra mereka serta memuliakannya.

5. Penekanan beliau untuk memuliakan keturunan alawi, beliau berkata: wahai sayyid kenalilah kadar nasabmu yang sampai ke ahlulbay (as) dan syukurilah nikmat yang banyak menyebabkan kebahagiaan serta kebanggaan ini.

6. Beliau juga menekankan untuk selalu membaca Al-Qur'an dan shalat malam. Beliau berkata: "wahai sayyid, celaka bagi para ahli ilmu(orang-orang alim) yang meyakini hubungan mereka dengan kami sedangkan mereka tidak menjalankan amalan ini".

7. Beliau menekankan untuk selalu mengamalkan tasbihat azzahra –salamullah alaiha-.

8. Beliau menekankan untuk selalu menziarahi sayyidus-syuhada dari dekat maupun dari kejahuan.

9. Menekankan untuk menziarahi para putra Imam, orang-orang shaleh serta para Ulama'.

10. Menekankan untuk menjaga dan menghafal khuthbahnya Ash-Shiddiqah Al-Thahirah Fathimah Azzahra' (as) dimasjid nabawi.

11. Begitu juga beliau menekankan untuk menjaga khuthbah Asy-Syaqsyaqiyyah oleh Amirulmukminin Ali (as) dan khuthbah tingginya Zainab Al-Kubra dimasa pertemuan dengan Yazid –Laknatullah alaih- , serta beberapa wasiat yang lainnya dari beliau.

Beluam terlintas dibenakku tentang siapakah orang arab ini sebenarnya? Tiba-tiba beliau telah hilang dari pandanganku.


Kisah Ketiga
Dimasa aku bertempat tinggal di kota surruman ra'a (Samura') disuatu malam pada musim dingin aku menginap di ruangan suci bawah tanah, di ahir-ahir malam aku mendengar suara langkah kaki padahal semua pintu ruangan terkunci, maka aku menjadi bingung ketakutan, karena bisa jadi diantara musuh-musuh ahlulbait (as) ingin membunuhku, dan lilin yang ada didekatku telah meleleh. Tiba-tiba ada suara indah berkata: ”Salamun alaikum ya sayyid" –dan menyebut namaku- kemudian aku menjawab salam beliau, dan aku berkata: siapakah engkau? Dia berkata: salah seorang dari keturunan paman-pamanmu. Aku berkata: Padahal pintu-pintu telah terkunci, maka dari mana engkau bisa datang? Beliau berkata: "Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". "Berasal dari daerah mana engkau?" tanyaku pada beliau. "Dari Hijaz" jawab beliau.

Kemudian Sayyid Al-Hijazi berkata: "Mengapa engkau datang ketempat ini dini hari?" Aku menjawab: "untuk keperluan tertentu". Beliau berkata: "hajatmu akan terpenuhi" kemudian beliau menekankan pada beberapa pokok permasalahan, diantaranya adalah:

1. Shalat berjama'ah, mempelajari ilmu fiqih, hadits serta tafsir.

2. Menekankan untuk menyambung hubungan famili serta menjaga hak-hak para guru dan ustazd.

3. Beliau menekankan untuk mengkaji dan menghafal Nahjul balaghah

4. Menghafal do'a-do'a Shahifah Sajjadiyyah, kemudian aku meminta agar beliau berkenan untuk mendo'akanku. Maka beliau segera mengangkat kedua tangannya seraya berdo'a untukku: "Tuhanku, demi kebenaran Muhammad dan keluarganya berikanlah taufik pada Sayyid ini agar selalu berkhidmat untuk syari'ah dan karuniailah dia dapat merasakan manisnya munajat dengan-Mu. Jadikanlah kecintaanya didalam hati manusia serta jagalan dia dari bahaya tipudaya syaitha terutama penyakit dengki.

Ditengah-tengah pembicaraan Sayyid Al-Hijazi berkata: "Aku punya turbah sayyidusy-Syuhada' (as) dan ia benar-benar asli tanpa campuran". Kemudian beliau memberikan padaku beberapa mistqal darinya. Sebagiannnya senantiasa ada padaku, sebagaimana juga beliau memberikan kepadaku cincin akik yang senantiasa ada padaku. Aku menyaksikan pengaruh-pengaruhnya yang sangat agung. Kemudian Sayyid Al-Hijazi menghilang setelah itu.

Hal ini tidak samar lagi bagi orang-orang yang berakal bahwa tiga hikayat ini telah ditulis langsung oleh Sayyid –Quddisa sirruh- dengan bahasa persi didalam dua naskah yang beliau kirim kepada pengarang yang handal Ustazd Hasan 'Imad Zadeh agar mencantumkannya didalam kitabnya yang sangat bernilai, yaitu kitab Muntaqem Haqiqi yang membahas tentang Shahibul Amr (Imam Mahdi) –alaihi As-Salam wa ajjalallah farajahu As-Syarif- , realitas Intiqam (pembalasan untuk menegakkan keadilan) terhadap para perampas hak-hak keluarga suci Muhammad saww.(as).

Sayyid menukilnya dengan ungkapan: Tuan yang agung dari para pemilik ilmu, memastikan dengan kebenaran, ketepatan serta ketaqwaannya, dari keluarga risalah dan keluarga Al-Murtadha (as). Beliau menukil bahwasannya semasa aku dikota Najaf yang mulia untuk menuntut ilmu pengetahuan agama dan fikih Ahlulbait (as).....sampai pada akir pembahasan yang aku tuturkan untukmu didalam kisah yang pertama tadi. Akan tetapi tiga hikayat tadi aku sanadkan langsung kepada beliau, beberapa bulan terahir sebelumbeliau pulang keharibaan rahmat-Nya, karena keyakinanku bahwa beliaulah Shahib At-Tasyarruf (orang yang mendapatkan kemuliaan bisa berjumpa dengan Imam zaman).

Salah satu dari murid-murid beliau menukil: Salah seorang pembesar Ishfahan memberikan khabar kepadaku, bahwa Sayyid (Al-Mar'asyi) adalah Shahib At-Tasyarruf. Dan sebagai tambahan untuk memperkuat aku datang langsung disaat beliau sedang berada diatas sajadah diruangan yang mulia, aku menanyakan langsung kepada beliau: Tuanku, apakah Antum adalah Shahib At-Tasyarruf didalam tiga hikayat yang disebutkan didalam kitab Muntaqim Haqiqi? Beliau –Quddisa sirruh- berkata: Jangan menukil cerita tersebut untuk kalangan anak-anak muda, karena tidak adanya kesabaran mereka. Maka akupun berkata: Tuanku, aku menukil untuk orang-orangtertentu dari teman-temanku dan murid-muridku. Kemudian beliau terdiam saat itu dan aku merasakan beliau telah meridhai.

Sebagaimana yang aku dengar bahwa beliau berkata kepada sebagian orang-orang tertentu: Jangan menukil hikayat-hikayat dariku kecuali setelah sepeninggalku. Dan sesungguhnya kami menyandarkan (memberikan sanad) langsung kepada Sayyid yang mulia dikarenakan kitab cetakan pada tahun 1332 H-Sy. Dan sekarang sudah tahun 1369 Hijriyyah Syamsiyyah yang bersamaan dengan tahun 1411 Hijriyyah Qamariyyah. Maka hikayat telah tertulis tiga puluh tuju tahun sebelumnya. Artinya umur Ustazd pada masa itu adalah 59 tahun. Dan ini berarti permulaan masa khidmat dan masa marja' beliau, serta puncak gelombang kedengkian serta permusuhan orang-orang yang yang diuji Allah dengan tirai kemoderanan. Tidak gampang bagi Ustazd (Sayyid Mar'asyi) untuk menukil kisah-kisah dari diri beliau sendiri karena khawatir dari para musuh serta para penghasud.

Disana terdapat tanda-tanda didalam hikayat itu sendiri yang menunjukkan dengan penuh jelas bahwa beliau adalah Shahib At-Tasyarryf (orang yang bertemu dengan Imam zaman as ), sebagaimana yang terdapat didalam wasiat beliau agar meletakkan turbah husainiyyah diatas dada beliau yang dijaga didalam kantongnya dan beliau sangat memuliakannya. Sebagaimana halnya juga beliau berwasiat agar diletakkan akik yang tertulis nama-nama suci lima orang Ash-habul Kisa' (as) dan yang lainnya tertulis empat belas nama-nama manusia suci (as). Turbah dan cincin khusus tersebut merupakan hadiah yang diberikan oleh Imam Zaman (as) kepada beliau sebagaiman yang telah kami sebutkan tadi.

Sebagaimana yang tertera didalam wasiat beliau yang pertama: Dan aku wasiatkan kepadanya supaya mensucikan diri (tazkiyatunnafs) dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan syari'at karena sesungguhnya aku telah meraih apa yang aku raih, dan Allah memberikan anugerah kepadaku sesuatu yang belum pernah terlihat oleh pandangan orang-orang dimasa sekarang ini, tidak pula didengar oleh telinga-telinga mereka. Maka segala puji bagi Allah SWT atas pemberian yang agung serta anugerah yang sangat berharga ini, aku telah mewasiatkan sebagian rahasia-rahasia ini didalam kitab khusus yang aku beri nama Salwatul hazin.



Catatan Kaki:

[1] Terdapat didalam kitab Muntaqim haqiqi, hal: 430, dan do'a tadi berahir hingga kalimat "As-Shadr".

[2] . Dalam tulisan yang ditulis sendiri oleh Sayyid Al-Mar'asyi kepada penulis kitab "Muntaqim Haqiqi" dan dicetak didalamnya sebagai tambahan dari apa yang telah disebutkan disini............yaitu bahwa sebagian perincian yang disebutkan oleh beliau yang mulia adalah tidak dapat dimuat. Aku menukilnya dari kitab tersebut supaya memberikan manfaat yang lebih luas: Diantara beberapa hal yang telah ditekankan oleh beliau adalah membaca do'a sebagai berikut ini didalam setiap qunut: "Allahumma shalli 'Ala Muhammad wa'alihi, Allahumma inni as'aluka bihaqqi Fathimata wa Abiha wa Ba'liha wa Baniha was- sirri Al-Mustauda'i fiha an tushalliya 'Ala Muhammadin wa Alih wa an Taf'ala bi ma Anta Ahlluh, birahmatika ya Arhamarrahimin".

(Muntaqim Haqiqi –yang ditulis dengan pengantar bahasa parsi- hal: 340).

[3] . Beliau adalah Sayyid Muhammad bin Imam Al-Hadi (as), pemilik karamah yang sangat terkenal, haramnya terletak di sebuah kota yang bernama Balad dekat dengan kota Samura' (Surra man ra'a).


Bagian Kelima : Wasiat-wasiat Perenial Wasiat-Wasiat Sayyid Al-Mar'asyi An-Najafi
Allah SWT berfirman didalam kitab-Nya yang mulia:

"Dan sesungguhnya Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah" (Q.S. Annisa:131).

Allah SWT berfirman:

"...Dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: tegakkanlah agama" (Q.S. Asy-Syra: 13)

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, maka jangan kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".(Q.S.Al-Baqarah: 132-133).



Rasulullah saww bersabda: “Barang siapa yang tidak berwasia dengan kebaiikan disaat menjelang wafat, makahal itu menunjukkan bahwa akal dan harga dirinya kurang”[1].

Imam Ja'far Ash-Shadiq (as) berkata:

"Wasiat adalah kewajiban bagi setiap orang Islam"[2].

Beliau (as) berkata: "Jika umurmu berkurang hingga tinggal dua hari maka jadikanlah salah satu dari keduanya untuk urusan akhiratmu dengan meminta tolong (berwasiat) didalam urusan kematianmu nanti. Dikatakan: Jenis pertolongan apakah itu? Beliau berkata: Supaya ia mengurusi hal-hal sepeninggalmu nanti"[3].

Wasiat merupan suatu ikatan yang menghubungkan antara kehidupan manusia dan kematiannya. Dan ini adalah termasuk diantara sunah-sunah Allah untuk hamba-Nya, maka setiap person hendaklah mewasiatkan dengan apa yang dia miliki setelah kematiannya. Akan tetapi wasiat bermacam-macam jenisnya tergantung siapa yang mewasiatkan tersebut. Tuhan kita umpamanya, mewasiatkan hamba-Nya supaya bertaqwa dan menegakkan agama, para nabi mewasiatkan supaya berpegang teguh dengan Islam dan beribadah kepada Allah, Muhammad saww sebagai penutup para nabi mewasiatkan kepada Ali (as) dengan empat ratus wasiat, dan para Washi (Imam) juga salang mewasiatkan antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan para Ulama' yang merupakan pewaris para nabi dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari para Washi (para Imam as) maka selalu mencontoh mereka, oleh karena itu mereka juga berwasiat kepada para putranya dan seluruh manusia setelah sepeninggalnya dengan wasiat-wasiat yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Yang pertama kalinya adalah berwasiat untuk bertaqwa, menjaga agama, serta menyembah Tuhan Pencipta alam semesta. Hal tersebut sebagaimana kami temukan didalam wasiat-wasiat para Ulama sedunia seperti wasiatnya Sayyid Ibnu Thawus kepada putra beliau yang bernama Muhammad, dan wasiat Al-Allamah Al-Hilli kepada putranya seorang tokoh para peneliti yang paling dibanggakan.

Diantara orang-orangalim tersebut adalah Sayyid Al-mar'asyi An-Najafi –Quddisa sirruh- dimana beliau telah mengikuti jalan mereka dana meninggalkan wasiat-wasiat yang nilainya harus ditulis diatas pipi bidadari dengan pena cahaya, yang telah ditulis didalam tiga risalah beliau.


Wasiat Pertama
Sepotong dari risalah Ath-Thariq wal-Mahajjah Litsamratil Muhjah :

1. Didalam penutup saya wasiatkan kepadanya untuk bersiap sedia menerima ejekan didalam menyebarkan agama yang lurus dan membela mazdhab yang benar. Beliau (Imam Husain as.) telah menjadi terasing seraya mamanggil-manggil dengan suara beliau yang lantang: Masih adakan orang yang sudi menolongku?adakah seorang pembela yang sudi membelaku?. Dan aku tidak melihat seorang yang memenuhi panggilan serta teriakan beliau kecuali hanya sedikit sekali –Semoga Allah berkenan menerima usaha atau jerih payah mereka, dan semoga berkenan membalas mereka dengan sebaik-baik balasan-.

2. Aku wasiatkan kepadanya untuk bertadabbur didalam kitab Allah dan mengambil nasihat darinya, berziarah kekubur dan berfikir bahwa bahwa mereka adalah orang-orang yang kemaren masih ada (hidup) namun apa yang terjadi sekarang ini, dan bagaimanakah sekarang mereka adanya? Mereka telah menjadi bagaimana serta dimana sekarang mereka berada?

3. Memperkecil sekup pergaulan, sesungguhnya pergaulan dan ikut campur didalam ajakan-ajakan manusia dimasa-masa sekarang ini adalah sangat berbahaya[4]. Sedikit sekali terlihat orang yang mengajak untuk menjauhkan diri dari berbuat dosa, membincangkan (menghibah) haknya orang-orang mukmin dan merugikan mereka, serta menyia-nyiakan hak-hak mereka dan saudara-saudara mereka.

4. Aku wasiatkan kepadanya agar menyambung hubungan sanak famili, karena hal itu adalah termasuh diantara sebab-sebab yang terkuat untuk mendapatkan pertolongan Allah, mendapatkan berkah didalam umur serta rirkinya.

5. Aku wasiatkan kepadanya hendaknya selalu berkreatif menulis, mengarang dan mencetak buku-buku teman-teman kami dulu, terutama kitab-kitab orang2 saleh, karena ia lebih kuat didalam menyebar luaskan mazhab dimasa-masa yang menyedihkan sekarang ini serta zaman yang sudah terbalik.

6. Aku wasiatkan kepadanya untuk berzuhud, menelusuru jalan-jalan kewara'an dan keteguhan serta kehati-hatian.

7. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu langgeng membaca ziarah Al-Jami'ah Al-Kabirah walaupun dalam satu minggunya hanya sekali saja.

8. Aku berwasiatkan kepadanya untuk selalu sibuk dan sungguh-sungguh didalam mengkaji ilmu-ilmu syari'ah

9. Aku wasiatkan kepadanya untuk menjauhkan diri dari membincangkan hamba-hamba Allah terutama ahli ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya menghibah mereka adalah sama halnya dengan memakan bangkai yang teracuni.

10. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu membaca surat Yasin setelah melakukan shalat shubuh setiap harinya satu kali, membaca surat An-Naba' setelah menjalankan shalat Dzuhur, membaca surat Al-Ashr setelah melakukan shalat ashar serta membaca surat Al-Waqi'ah setelah menjalankan shalat maghrib, dan yang terahir membaca surat Al-Muluk setelah menjalankan shalat fardhu Isya'. Dan aku tekankan kepadanya untuk selalu istiqamah didalam menjalankan apa-apa yang telah aku sebutkan tadi, karena sesungguhnya aku mendapatkan cara-cara ini dari para guruku yang mulia dan aku telah mencobanya berkali-kali.

11. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu beristiqamah didalam membaca do'a yang mulia sebagai berikut ini didalam qunut-qunut shalat fardhu "Allahumma inni as'aluka bihaqqi Fathimata wa Abiha wa Ba'liha wa Baniha wassirril mustauda'i fiha[5] an tushalliya 'ala Muhammadin wa'ali Muhammad wa antaf'ala bi ma Anta Ahluh wala taf'al bi ma ana ahluh".

12. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu beristiqamah membaca do'a sebagai berikut dibawah ini setelah membaca dzikir ruku' terutama didalam raka'at yang terahir: "Allahumma shalli 'ala Muhammadin wa ali Muhammad wa tarahham 'ala ajzina wa aghitsna bihaqqihim ya Arhamarrahimin"[6].

13. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu beristiqamah didalam membaca tasbihnya nenek kami Sayyidah Azzahra Al-Batul –ruhi laha Al-Fida'-[7]

14. Aku wasiatkan untuk selalu melanggengkan bertadabbur (merenungi) khuthbah Sayyidah zahra yang suci tersebut, yang mana beliau berkhuthbah dimasjid Nabi saww, sebuah khuthbah yang sangat masyhur dan mencengangkan para pakar bahasa fasih, para sastrawan serta para ulama'. Sejumlah orang dari kalangan para ulama' salaf telah meriwayatkannya, seperti Ibnu Thaifur al-Baghdadi didalam kitabnya yang berjudul Balaghatunnisa' dan lain-lainnya didalam kitab-kitab yang lainnya pula.

15. Begitu juga aku wasiatkan kepadanya untuk selalu merenungkan khuthbah Asy-syaqsyaqiyyah[8] yang dilontarkan oleh Amirul mukminin dan tuannya orang-orang yang mazhlum didalam masjid. Sekelompok para penukil telah meriwayatkannya pada ketetapan yang bermacam-macam dari dua mazhhab (Syi'ah dan Ahlussunnah penj.).

16. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu menegakkan shalat malam dan beristighfar diwaktu sahur (fajar).

17. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu menyambung sanak kekerabatan terutama saudara saudarinya serta berbuat baik didalam memenuhi hak-hak mereka. Karena sesungguhnya aku tidak meninggalkan apapun setelah sepeninggalku berupa barang-barang duniawi, setiap barang-barang itu sampai ketanganku, aku langsung membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukan terutama kepada orang-orang alim serta untuk nazar-nazar khusus. Aku akan meninggalkan dunia dalam keadaan tidak meninggalkan wasiat barang-barang dunia sekulit aripun kepada para ahli waris, dan aku pasrahkan urusan mereka kepada Tuhanku Yang Maha Mulia, aku bekali mereka dengan dzikir-dzikir yang bagus dan pujian-pujian (tsana') yang wangi. Karena sesungguhnya apabila aku sibuk dengan membagikan waris kepada mereka, tentunya berjuta-juta orang bebas diantara masyarakat akan tetap ditempatku karena kuatnya kepercayaan mereka kepada diriku, cobalah pikirkan wahai orang-orang yang berakal.

18. Aku wasiatkan kepadanya untuk mempelajari Al-Qur'an Al-Karim yang agung dan hadits-hadits yang mulia, karena ia merupakan obat untuk jenis-jenis penyakit hati serta penerang batin.

19. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu terus melakukan tawassul dan kelanggengan didalam berdo'a serta berzikir.

20. Aku wasiatkan kepadanya supaya menjahui perkara-perkara batil dan menghabiskan umur didalam hal-hal yang tidak berarti, karena telah diriwayatkan bahwa sesungguhnya Allah SWT membenci seorang pemuda yang menganggur.

21. Aku wasiatkan kepadanya untuk beristighfar dipertengahan malam, pagi-pagi dan sore hari.

22. Aku wasiatkan kepadanya untuk berbuat baik kepada murid-murid yang telah aku bimbing yang berjiwa suci dan orang2 yang selalu membantuku secara baik.

23. Aku wasiatkan kepadanya untuk selalu tidak lupa mendo'akan aku di masyhad-masyhad para Imam yang mulia, dimasyhad-masyhad para putranya, serta diwaktu haji dan umroh.

24. Aku wasiatkan kepadanya untuk bersungguh-sungguh didalam menjalankan syi'ar-syi'ar husainiyyah yang telah aku bangun di kota Qum yang suci ini.

25. Aku wasiatkan kepadanya untuk mengubur kantung yang telah aku isi dengan turbah-turbah (tanah-tanah) makam para Imam, putra-putra mereka, sahabat-sahabat mereka, serta kubur para pembesar Ulama' kita bersamaku sebagai tabarruk. Dan aku wasiatkan kepadanya hendaknya aku dikuburkan bersamaku pakaianku yang berwarna hitam yang selalu aku pakai di bulan Muharram dan shafar karena mengenang kesedihan musibah keluarga Nabi yang mulia saww.

26. Aku wasiatkan kepadanya hendaknya dikubur bersamaku sebuah sajadah yang selalu aku gunakan untuk menjalankan shalat malam selama empat puluh tahun [9].

27. Aku wasiatkan kepadanya hendaknya dikuburkan bersamaku sebuah tasbih yang terbuat dari turbah yang selalu aku gunakan untuk beristighfar setelahnya di waktu sahur (fajar kidzib).

28. Aku wasiatkan kepadanya hendaknya diletakkan diatas dadaku didalam kafan sebuah sapu tangan yang selalu aku pergunakan untuk menyapu air mataku dalam mengenang kesedihan-kesedihan kakekku Al-Husain yang mazhlum dan seluruh Ahlulbayt yang mulia –salamullah alaihim ajma'in-.

29. Aku wasiatkan kepadanya hendaknya menajadikan pengganti untukku seorang yang shaleh untuk melaksanakan ibadah haji dan ziarah ke makam rosulullah, karena sesungguhnya aku sangat cinta sekali dengan keduanya akan tetapi aku tidak memiliki kemampuan harta benda. Dan demikian juga hendaknya mengambil seorang hamba shaleh yang akan menggantikan aku untuk melakukan ziarah ke berbagai masyhad di Irak, akan tetapi aku tidak memiliki harta benda untuk aku berikan kepada kedua orang tersebut kecuali hanya dapat menggantikannya dengan sejumlah jilid kitab-kitab fikih, ushul serta hadits. Dan aku berharap kepada putra-putraku hendaknya berkenan untuk mencurahkan masalah tersebut, Tuhanku Maha Mengetahui bahwa aku tidak memiliki sejengkal tanahpun dan tidak pula memiliki harta benda ataupun uang.

30. Aku wasiatkan kepada dia untuk selalu dalam kondisi suci (wudlu) karena sesungguhnya hal itu merupakan penerang bagi batin dan menghilangkan kesumpekan serta kesusahan.

31. Aku wasiatkan kepada dia untuk menentukan seseorang yang menyuarakan keras didalam menggiring jenazahku, dan menentukan orang untuk memintakan kehalalan padaku dari setiap orang yang memiliki hak atas diriku sedangkan aku telah kelewatan menepatinya.

32. Aku wasiatkan kepada dia untuk berhias diri dengan akhlak yang baik, bertawadhu', meninggalkan arogansi, pemaksaan serta takabur terhadap orang-orang yang beriman.

33. Aku wasiatkan kedapa dia untuk selalu menghisab dan menginstropeksi diri didalam setiap minggunya secara jeli, karena sesunguhnya apabila terdapat suatu kesalahan darinya akan bisa digantinya dengan bertaubat, dan apabila terdapat amal perbuatan yang baik ia dapat bersyukur kepada Alloh swt atas nikmat tersebut serta memohon bertambahnya taufik dari-Nya .

34. Aku wasiatkan kepada dia agar selalu beristiqamah melakukan sunah-sunah dan meninggalkan hal-hal yang lebih baik ditinggalkan serta hal-hal yang makruh selagi masih mampu.

35. Aku wasiatkan kepada dia untuk selalu membaca Al-Qur'an yang mulia dan menghadiahkan pahalanya kepada segenab arwah orang-orang syi'ah (pembela) keluarga rasul yang tidak memiliki ahli waris, atau tidak memiliki orang-orang yang mau mengingat mereka, karena sesungguhnya aku telah mencoba mengamalkan kebaikan-kebaikan ini berkali-kali, dan Tuhanku Yang Maha Mulia telah sudi menolongku serta memberikan kesuksesan padaku dengan sebab hal tersebut.

36. Aku wasiatkan kepada dia untuk menjadikan sepertiga dari amal-amal sunnahnya dihadiahkan kepada orang tuanya, seper tiga lagi untuk ibunya, dan sepertiga yang lain untuk sanak kerabat. Arwah mereka akan merasa senang sekali dengan hal ini dan akan mendoakan kepada dia supaya diberikan rizki kebaikan dunia dan akhirat.

37. Aku wasiatkan kepadanya agar mensucikan jiwa, dan bersungguh-sunguh mengamalkan syari'at, karena sesungguhnya aku meraih segala apa yang aku dapatkan adalah berkat hal itu, dan Tuhanku menganugerahkan kepadaku sesuatu yang belum pernah terlihat oleh pandangan putra-putra masa kini, tidak pula terdengar oleh telinga mereka. Maka segala puji bagi-Nya SWT atas segala pemberian yang agung ini serta anugerah yang sangat besar. Sebagian rahasia-rahasia ini telah aku sangat wasiatkan didalam kitab khusus yang aku beri nama Salwatul Hazin, dan didalam kitab Mu'nisul Ka'ib Al-Mudh-Thahad dan selainnya didalam kitab Raudhathur-Riyahin serta didalam kitab nasimatush Shaba berilah nama apa saja yang kamu suka duhai anakku.....

38. Aku wasiatkan kepada dia untuk selalu menjaga hal-hal yang diharamkan oleh agama, menjauhkan diri dari perkara-perkara yang syubhat (samar hukumnya), serta berpendirian teguh dan berhati-hati. Dalam wasiat yang terahir kali aku memberikan izin kepada saudara-saudaramu yang mulia, anak-anak pamanmu, murid-muridku yang sukses serta seluruh manusia utama yang menjadi petunjuk dari (mazhab) keluarga suci para Imam untuk meriwayatkan dariku apa-apa yang aku riwayatkan dari mereka yang suci –'Alaihim As-Salam- (bith-Thariq walmahajjah Tsamratul Muhjah) sudah tiba saatnya kita untuk mencegah fitnahan orang-orang yang tidak berakal serta merahasiakan apa-apa yang kita maksudkan....

Ditulis oleh seorang hamba yang hina, pembantu ilmu-ilmu Ahlulbait (as) yaitu Abul Ma'ali Syihabuddin Al-Husaini Al-Mar'asyi An-Najafi –Semoga Allah berkenan untuk memaafkan beliau-. Beliau disetiap saatnya, dimalam kamis sepuluh terahir dari bulan Rabiul awwal dan Rabiuts-Tsani tahun 1398 hijriyah, selalu berada di Haram Sayyidah Fathimah Al-Ma'shumah yang agung salah seorang wanita mulia dari keluarga Rasulullah saww yang berada di kota Qum yang mulia, haramnya para Imam yang suci, haramnya para pecinta keluarga Muhammad saww dalam keadaan beribadah, bertahmid, melakukan shalat serta beristighfar.


Wasiat Kedua
Dari risalah ( Ath-Thuruq Wal-Asanid ila marwiyyat Ahlilbait –alaihimus salam- ) adalah:

Yang pertama:

39. Yang terakhir aku berwasiat kepada dia dan diriku sendiri yang penuh salah hendaknya senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT,baik ketika sendirian [di tempat yang sepi] maupun ketika di tempat yang ramai dan memperhatikan dan bersungguh-sungguh didalam masalah Wara' serta zuhud dalam menghadapi kegemerlapan dunia yang hina ini.

40. Hendaknya tidak meninggalkan ziarah kubur seraya mengambil pelajaran darinya bahwa kemaren mereka masih ada, maka apa yang telah terjadi pada mereka sekarang? Kemana mereka akan pergi? Bagaimana mereka sekarang adanya dan telah menjadi apa? Harta benda telah dibagi-bagikan, istri-istri (janda-jandanya) telah dinikah, rumah-rumah telah ditempati dan tidak ada lagi yang tersisa dari mereka kecuali apa yang telah mereka lakukan (hasil dari amal perbuatan mereka sendiri).

41. hendaknya ia tidak meninggalkan untuk membaca Al-Qur'an dan mengkaji hadits-hadits serta merenungkan keduanya, juga memanfaatkan cahaya-cahayanya.

42. Hendaknya ia mengurangi pergaulan bersama masyarakat, karena sesunguhnya jarang sekali engkau melihat majlis yang tidak terdapat perkara-perkara yang dilarang mulai dari membincangkan hamba Allah, memfitnah kehormatan-kehormatan mereka, menipu hal-hak mereka serta memakan daging mereka mati (menghibah mereka), apalagi kalau yang diperbincangkan adalah termasuk orang yang ahli ilmu, karena sesungguhnya membincangkan (Ghibah) Ulama itu sama halnya dengan memakan bangkai yang teracuni.

43. Hendaknya tidak melupakan sanak kerabat didalam hal ilmu pengetahuan, sastra, harta benda serta didalam berdo'a untuk kebaikan.

44. Hendaknya mereka bersungguh2 didalam menyebarkan agama dan menghidupkan mazhab. Karena sesungguhnya syari'at telah menjadi asing dan memanggil-manggil dengan suara kerasnya "adakah seorang penolong yang sudi menolongku, adakah seorang pembela yang mau membelaku?"

45. Hendaknya tidak meninggalkan shalat malam dan tahajjud dipertengahan malam, serta beristighfar diwaktu sahur (waktu fajar). Penghulu orang-orang yang mazhlum yaitu Amirulmukminin Ali (as) –ruhi lahul fida'- telah berkata didalam wasiat-wasiat beliau: "Hendaknya engkau melakukan shalat malam".

46. Hendaknya menghindari makan makanan-makanan yang syubhat, ingat bahwa sesungguhnya itu adalah hal yang sangat besar.

47. Aku wasiatkan kepada dia untuk berbuat baik kepada saudara-saudarinya, keluarga, para pelajar ilmu pengetahuan agama, serta para fakir miskinnnya orang-orang beriman, semoga Allah menjaga kami dan dia dari berbuat kesalahan didalam niat, ucapan serta perbuatan, sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha Kuasa atas hal itu semua.

Ya Allah hidupkanlah kami seperti kehidupan keluarga Muhammad (as) dan matikanlah kami sebagaimana mereka mati, dan anugerahilah kami didunia untuk dapat menziarahi mereka serta mendapatkan syafa'at mereka di akhirat kelak Amin amin, aku belum pernah akan merasa puas sekalipun kecuali jika dilipatkan kata amin seribu kali.

Ditulis langsung melalui pena seorang hamba yang terpaksa, Abul Ma'ali Syihabuddin Al-Husaini Al-Mar'asyi An-Najafi –semoga Allah sellau menghidupkan beliau dengan berzikir kepada-Nya, dan merasakan manisnya bermunajat dengan-Nya-.

Dipagi hari senin, lima hari yang terahir, bulan shafar, tahun 1389 H dikota Qum yang mulia, haramnya para Imam yang suci serta kehidupan keluarga Muhammad (as) dalam keadaan bertahmid, melakukan shalat, serta beristighfar.




Wasiat Ketiga
Diantara risalah (Ath-Thuruq wal-Asanid ila marwiyyat Ahlulbait –alaihimus salam-) adalah:

Yang kedua:

48. sebagai penutup aku wasiatkan kepadamu wahai saudaraku, Yang pertama: hendaklah bertaqwa kepada Alah SWT dalam kondisi tersembunyi maupun terang-terangan dan berpegagang teguh kepada-Nya dalam segala macam kondisi. Didalam sebagian kitab-kitab hadits diterangkan bahwa sesungguhnya Maulana Imam Husain –Assibth As-Syahid (as)- menulisi cincin beliau yang mulia dengan kalimat demikian "Berpegang teguhlah dengan Dzat Yang tidak pernah lupa padamu dan malulah kepada Dzat Yang selalu melihatmu".

49. Hendaklah engkau ikhlas didalam setiap amal perbuatanmu hanya karena Allah SWT dan Yang Maha Agung, karena sesungguhnya Dia sebaik-baik Obat Yang Agung sebagai penawar hati.

50. Hendaknya engkau selalu membaca kitab yang mulia (Al-Qur'an) dan merenungkan tanda-tanda kebesarannya serta mengambil cahaya dari cahaya-cahayanya yang suci.

51. Hendaknya engaku mengkaji hadits-hadits yang datang dari Nabi dan keluarganya yang bain-baik serta mulia, karena hal itu adalah termasuk sesuatu yang dapat menerangi hati-hati serta menghilangkan penyakit-penyakit darinya.

52. Hendaknya engaku menyambung hubungan dengan orang-orang keturunan nabi (Az-Dzurriyyat An-nabawiyyah), berbuat baik kepada mereka, dan membela mereka dengan tangan dan lisan, karena sesungguhnya mereka adalah peningalan-peningalan nabi dihadapan manusia. Hati-hati dan hati-hatilah berbuat zhalim terhadap mereka, membenci mereka, bergaul buruk terhadap mereka, mengumpat atau memfitnah mereka, tidak memperhatikan mereka, merendahkan mereka serta tidak menetapi hak-hak mereka adalah termasuh hal-hal yang menyebabkan dicabutnya taufik (pertolongan Allah). Jikalu engkau –naudzubillah- termasuk orang-orang yang hatinya tidak suka terhadap mereka maka engkau termasuk orang yang sakit, maka hendaklah segera berobat ketempat para dokter jiwa. Apakah masih diragukan mengenai keutamaan, keagungan serta ketinggian keudukan dan derajat mereka? Jauh jauh, tidak demikian, tidak akan ada yang meragukan kecuali orang yang buta mata hatinya serta keras hatinya....

53. Hendaknya engkau bergaul dengan baik, menyenangkan serta bersuluk baik terhadap sesama orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya mereka adalah para yatimnya keluarga Muhammad saww sebagaimana yang diriwayatkan didalam hadits, bahwa sesungguhnya mereka (as) telah menyerahkan urusan-urusan mereka kepada para ahli ilmu (orang-orang alim) dimasa ghaibat (Imam Mahdi –a.f-).

54. hendaknya engkau memerintah untuk berbuat hal-hal yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar, jika engkau mampu baik dengan lisanmu, penjelasanmu, tindakanmu serta hatimu. Dan hendaknya jangan lupa untuk mendo'akan islam agar problema-problemanya terselesaikan. Karena sesungguhnya ia telah menjadi asing, sebagaimana ia datang dalam keadaan asing. Seandainya engkau merenungkan dengan pandangan hati, tentu engaku akan melihat bahwa Al-Qur'an yang mulia memerangi kaum ateis dari satu sisi, dan kaum salibisme dari sisi yang lain. Dan bahwa ia memanggil-mangil dengan suara yang menyedihkan hati dan membangkitkan kesedihan : "Adakah orang yang sudi menolongku? Adakah orang yang sudi membelaku?" dan aku tidak mengerti apakah aku telah memenuhi panggilannya dimasa yang menyedihkan dan terbalik ini, ataukan belum memenuhinya? Bahkan sebagai ganti dari itu ia sibuk memfitnah kehormatan-kehormatan hamba-hamba Allah, dan memerangi atau menfitnah keluarga suci yang selalu bersama Al-Qur'an (Ahlul bait as), maka celakalah bagi semua hamba yang memusuhi para pribadi yang akan memberi syafa'at untuk mereka.

55. Hendahnya engkau berziarah ke kubur orang-orang mukmin dan mengambil pelajaran dari mereka bahwa sesungguhnya siapakah mereka kemaren dan sekarang telah menjadi apa, dimanakah mereka, akan pergi kemanakah mereka, dan bagaimanakah keberadaan mereka? Karena dengan berziarah kekubur akan dapat menghilangkan keinginan-keinginan dunia dan kesedihan-kesedihan serta kesumpekan-kesumpekan.

56. Hendaknya engkau benar-benar bersungguh-sungguh didalam penyebar luasankan peninggalan-peninggalan para Ma'shum (as) , menukil perkataan-perkataan mereka ditempat peretemuan-peretemuan acara, menyebut-nyebut dan menghidupkan syia'ar mereka. Karena sesungguhnya mereka adalah pribadi-pribadi yang mazhlum, diperas serta dipaksa terutama dimasa sekarang ini. Sesungguhnya manusia sibuk dengan urusan-urusan dan melanggar pelindung-pelindung dibelakang punggung, serta meminta izin terhadap sesuatu menurut kesukaan hawa nafsu mereka sendiri. Semoga Allah SWT membangunkan kondisi mereka dari tidur (ketidak sadaran) tersebut.

57. Hendaknya engkau bersungguh-sungguh didalam berkarya tulis, memberi dan mengambil manfaat serta tidak menyia-nyiakan umur dengan masalah-masalah yang tak berarti sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan manusia sekarang ini.

Semoga Allah berkenan memberikan taufik kepada kita dan semua orang-orang mukmin dengan menjalankan wasiat-wasiat spritual ini, berakhlak dengan sifat-sifat yang utama, akhlak-akhlak mulia, mengikuti warisaniwarisan para Imam, para sadah serta para pemberi syafa'at kita dihari pembalasan. Dan aku berharap dengan kemuliaan dan keutamaan Allah SWT mudah-mudahan Dia berkenan menjaga agama kita, menguatkan keimanan kita, menambah kuat keyakinan-keyakinan kita, serta menjadikan ahir urusan kita menjadi baik berkat Muhammad beserta keluarganya yang suci.

Telah selesai wasiat ini ditulis di kota Qum yang mulia dan kemuliaan para Imam serta kehidupan keluarga Muhammad dengan mengucapkan shalawat salam dan istighfar.

Risalah ini kami cetak pada tahun 1410 H maka dari itu wasiat-wasiat beliau ini merupakan wasiat-wasiat yang terahir beliau –Quddisa sirruh As-Syarif wa thaba ramsuhul munif- mudah-mudahan Dia menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mengikuti para kekasih Allah, mengamalkan wasiat-wasiat mereka didalam segala perangai dan sepak terjang mereka baik didalam keadaan tersendiri maupun terang-terangan, dan termasuk orang-orang yang mensucikan jiwa-jiwanya, berhias dengan sifat-sifat yang terpuji, serta akhlak yang utama sehingga hari perjumpaan dengan Allah Yang Maha Mulia, karena sesungguhnya hanya kepada Tuhan kamulah tempat berahir (kembali) "Dan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadanya kami akan kembali".


WAFAT BELIAU –Quddisa sirruh-
Beliau wafat pada malam kamis 7 Shafar, tahun 1411 setelah mengimami shalat Maghrib dan Isya' dihadapan manusia didalam ruangan haram Sayyidah Al-Ma'shumah di kota Qum.

Keranda beliau tetap hingga malam Jum'at di Husainiyyah, hal tersebut sebagaimana diwasiatkan oleh beliau, dan keranda tersebut diikat dengan mimbar Husainiyyah. Dihari jum'atnya masyarakat berjelal dijalan-jalan kota dalam keadaan berduka. Dan ahirnya beliau disemayamkan didekat perpustakaan beliau di kota suci Qum.

Maka dengan wafat beliau telah kehilangan sesuatu yang amat besar didalam Islam yang tidak akan bisa ditambal dengan sesuatu apapun.....

Dari Imam Al-Baqir (as) didalam menafsirkan sebuah ayat yang berbunti sebagai berikut: "Daa apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir) lalu kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya" (QS. Arra'd, ayat: 41)

Beliau (as) berkata: Sesungguhnya bumi berkurang dengan kematian seorang alim" . Salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau dihari lahirnya, wafatnya serta dihari kebangkitannya dalam keadaan hidup. 





Daftar Pustaka:
1. Al-Qur'an Al-Karim

2. Qabasat

3. Farazhayi az washiyatnameyye Ilahi, Akhlaqi

4. Ar-Rafid

5. Muntaqem Haiqi (berbahasa persi).

6. Bihar Al-Anwar.


[1] . Bihar Al-Anwar, jilid 103 hal, 193.

[2] . Ibit, jilid 103, hal, 195.

[3] . Ibit

[4] Sesungguhnya seseorang apabila imannnya belum kuat dan akidahnya belum kokoh berkeinginan untuk mempengaruhi didalam perbaikan masyarakat, maka dengan segera dia akan ikut serta melakukan penyelewengan-penyelewengan bersama orang-orang yang menuruti hawa nafsunya serta berfikir rusak. Dan umur akan hilang begitu saja secara sia-sia didalam pertemuan-pertemuan serta ajakan-ajakan mereka. Pergaulan yang semacam ini telah dilarang oleh Sayyi sebagaimana juga tertulis didalam beberapa hadits yang mulia, jikalau tidak demikian, maka barang kali amar ma'ruf dan penyebar luasan agama serta hal-hal yang semisal dengannya mengharuskan setiap individu untuk mencebur diri ketengah-tengah masyarakat, maka pikirkanlah masak-masak!. Sebagaiman halnya diperintahkan menghadiri ajakan mencari ilmu pengetahuan, berziarah, serta menyambung hubungan sanak famili dan setiap hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah SWT , yang demikian ini adalah menghadiri ajakan-ajakan serta pertemuan-pertemuan yang baik.

[5] . barangkali mengisyaratkan kepada Maulana Shahibuzzaman (as) atau sembilan para Imam yang maksum, atau wilayah, atau juga nama yang agung.

[6] . Didalam wasiat tidak terdapat kalimat Ya Arhamarrahimin.

[7] . Diantara dzikir-dzikir setelah shalat wajib adalah tasbihat Azzahra yaitu dengan membaca Allahu Akbar 34 kali, dan membaca Alhamdulillah 33 kali, serta Subhanallah 33 kali. Terdapat didalam hadits-hadits yang mulia beberpa anjuran kuat untuk membacanya, dan bahwasannya satu raka'at bersamanya sama dengan pahalanya seribu raka'at (tanpa dengan membacanya penj.).

[8] . Suatu Khuthbah yang sangat masyhur dari kitab Nahjul Balaghah.

[9] . Dengan melihat bahwa Sayyid Al-Mar'asyi dilahirkan pada tahun 1315 H. Sedangkan wasiat ini ditulis sejak tahun 1398 H pada umur beliau yang ke 83 tahun, maka apabila beliau melakukan shalat malam selama empat puluh tahun itu menunjukkan bahwa beliau mulai menegakkan shalat malam semenjak umur beliau 13 tahun artinya semenjak beliau belum mencapai umur baligh, maka seperti inilah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...