Para pembaca tercinta!
Dalam kehidupan dunia ini, kita selalu memerlukan
manusia-manusia teladan yang berakhlak agung dan mulia, sehingga dengan
keteladanan mereka, kita dapat meniru akhlak luhur mereka. Para pemimpin
agama dan para Imam Ahlul Bait as. merupakan manusia-manusia teladan
bagi kita semua.
Untuk itu, kami telah melakukan penelaahan perihal
kehidupan mereka, dengan maksud untuk memperkenalkannya kepada antum
sekalian. Kami pun telah berusaha semaksimal mungkin guna menyusun
buku-buku ihwal kehidupan mereka dengan bahasa yang sederhana, sehingga
dapat dipahami dengan mudah.
Kumpulan kisah manusia-manusia suci ini disusun
seringkas mungkin dengan tidak melupakan keshahihan kisah-kisah teladan
Imam Ahlul Bait itu. Para ahli sejarah Islam telah mengkajinya secara
serius dan mereka mendukung usaha penyusunan buku ini. Kami berharap,
para pembaca sekalian sudi mempelajarinya secara serius pula. Di samping
hasil pelajaran ini, kami meminta kepada antum untuk dapat menyampaikan
kesan dan pandangannya.
Di akhir sambutan ini, kami sangat berterima kasih
atas perhatian antum. Dan semoga pembaca budiman mau bersabar menantikan
seri-seri selanjutnya.
Selamat membaca!
Qom Al-Muqaddasah
Riwayat Singkat Nabi Muhammad saw.
Nama : Muhammad
Ayah : Abdullah bin Abdul Muthalib
Ibu : Aminah binti Wahab
Kelahiran : Makkah, Sabtu 17 Rabiul Awal, Tahun Gajah
Wafat : Senin, 28 Safar 11 H
Makam : Madinah Al-Munawwarah
Bangsa Quraisy
Bangsa Quraisy dipandang sebagai salah satu bangsa
yang dihormati dan disegani di antara bangsa-bangsa yang ada di
semenanjung Arabia. Quraisy sendiri terbagi ke dalam berbagai suku. Bani
Hasyim adalah salah satu suku terhormat di antara suku-suku yang ada.
Qushai bin Kilab adalah nenek moyang mereka yang bertugas sebagai
penjaga Ka'bah.
Di tengah warga Makkah, Hasyim dikenal sebagai
orang yang mulia, bijaksana dan terhormat. Ia banyak membantu mereka,
memulai perniagaan pada musim dingin dan musim panas supaya mereka
mendapatkan penghidupan yang layak. Atas jasa-jasanya, warga kota
memberinya julukan "sayyid" (tuan). Julukan ini secara turun-temurun
disandang oleh anak keturunan Hasyim.
Setelah Hasyim, kepemimpinan bangsa Quraisy
dipercayakan kepada anaknya yang bernama Muthalib, kemudian dilanjutkan
oleh Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah seorang yang berwibawa. Pada
masanya, Abrahah Al-Habasyi menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka'bah.
Namun berkat pertolongan Allah swt., Abrahah dan pasukan gajahnya
mengalami kekalahan. Tahun penyerbuan itu kemudian dikenal dengan nama
Tahun Gajah. Dan sejak peristiwa itu, nama Abdul Muthalib pun semakin
terpandang di kalangan kabilah Arab.
Abdul Muthalib mempunyai beberapa anak. Di antara
mereka, Abdullah-lah anak yang paling soleh dan paling dicintainya. Pada
usia 24 tahun, Abdullah menikah dengan perempuan mulia bernama Aminah.
Dua bulan setelah Tahun Gajah, Aminah melahirkan
seorang anak. Ia memberinya nama Muhammad. Sebelum kelahiran Muhammad,
ayahnya Abdullah meninggal dunia. Tak lama setelah melahirkan, sang ibu
pun menyusul suaminya kembali ke alam baka. Maka, sejak awal kelahiran,
Muhammad sudah menjalani hidupnya sebagai anak yatim.
Setelah ditinggalkan oleh kedua orang tua yang
tercinta, Muhammad diasuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Berkat
anugerah dan rahmat Allah swt., Muhammad tumbuh menjadi dewasa dengan
kesucian jiwa yang terpelihara.
Warga kota Makkah begitu mencintai Muhammad, bahkan
merelakan barang-barang mereka di bawah pengawasannya. Atas kejujuran
dan sifat amanah yang ditunjukkannya, mereka memberinya gelar "Al-Amin",
yakni orang yang tepercaya.
Dengan bekal iman yang teguh, Muhammad membantu
orang-orang fakir, membela orang-orang yang tertindas, membagikan
makanannya kepada orang-orang yang lapar, mendengarkan keluhan-keluhan
mereka, dan berusaha memberikan jalan keluar atas masalah-masalah yang
mereka hadapi.
Ketika beberapa orang pemuda menggalang sebuah
gerakan yang dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda" (Hilful Fudhul), segera
Muhammad pun bergabung bersama mereka, karena gerakan itu sejalan
dengan perilaku luhur dan tujuannya.
Pada suatu waktu, Abu Thalib, paman Muhammad,
menganjurkannya untuk ikut berniaga dengan kafilah dagang Khadijah,
seorang wanita Makkah yang kaya dan terhormat. Kemudian, Muhammad pun
ditunjuk untuk memimpin kafilah dagang tersebut.
Selama bergabung dalam kafilah dagangnya, Khadijah
menyaksikan dari dekat kejujuran, keteguhan, dan keutamaan perilaku
Muhammad. Tak segan lagi Khadijah melamarnya. Muhammad menerima lamaran
itu. Dan tak lama kemudian, mereka pun melangsungkan pernikahan.
Dari perhikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak
perempuan yang diberi nama Fatimah, yang dari keturunannya lahirlah
manusia-manusia suci.
Hajar Aswad (Batu Hitam)
Sepuluh tahun setelah pernikahan itu, banjir besar
melanda kota Makkah yang merusak sebagian besar bangunan Ka'bah. Warga
kota bermaksud untuk memperbaikinya.
Untuk mencegah pertikaian yang bakal terjadi,
perbaikan itu dilakukan oleh berbagai suku yang ada di kota secara
gotong royong. Namun, tatkala perbaikan telah selesai, tibalah saatnya
untuk meletakkan Hajar Aswad. Ketika itu, masing-masing bangsa mengaku
paling berhak untuk meletakkan batu itu.
Perang hampir saja terjadi. Tiba-tiba Muhammad
muncul memberi sebuah usulan, dengan menanggalkan jubahnya dan
meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengahnya, lalu setiap kepala
suku memegang tepi jubah itu, lantas membawanya bersama-sama ke tempat
asalnya.
Wahyu Pertama
Menginjak usia 40 tahun, Muhammad diangkat sebagai
nabi. Suatu hari, ketika beliau sedang melakukan ibadah di gua Hira,
datanglah Malaikat Jibril as. membawa wahyu dari Allah dan menyapanya,
"Iqra!"
"Bacaralah dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari gumpalan darah. Bacalah
bersama Tuhanmu Yang Mahamulia. Dialah yang mengajarkan ilmu dengan
pena. Dialah yang telah mengajarkan kepada manusia akan segala yang
tidak diketahuinya."
Sejak itu, Muhammad terpilih untuk mengemban risalah Allah sebagai Rasulullah saw. di tengah umat manusia di seluruh dunia.
Di awal-awal kenabian, Muhammad saw. berdakwah
secara rahasia. Pada saat itu, hanya beberapa orang yang mau menerima
Islam. Orang pertama yang mengakui Muhammad sebagai Rasulullah saw.
ialah istri beliau Khadijah, kemudian sepupunya Ali bin Abi Thalib.
Tiga tahun lamanya Islam terus menyebar di kalangan
rakyat miskin kota Makkah. Setelah itu, Allah swt. memerintahkan
Rasulullah saw. untuk melakukan dakwah secara terang-terangan, mengajak
manusia menyembah Tuhan Yang Esa dan memulai perang suci melawan para
penyembah berhala.
Tugas dakwah merupakan tugas yang penuh resiko dan
bahaya. Sebab, para pemuka kabilah telah sekian lama larut dalam
kenikmatan berupa kedudukan dan menjadikan orang-orang sebagai budak
mereka.
Mereka khawatir bahwa dakwah Rasulullah saw. akan
merongrong kekuasaan mereka. Selain itu, tugas dakwah menjumpai
kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, karena berhala-berhala itu
telah lama dijadikan sesembahan oleh mereka.
Rasulullah saw. tidak mengenal toleransi. Beliau
memilih untuk memikul tugas ini demi mengesakan Tuhan dan menegakkan
undang-undang Tauhid di muka bumi.
Masyarakat yang sebelumnya menghormati dan santun
terhadap Nabi saw, kini berbalik membenci dan memusuhi dakwah beliau
dengan harta. Namun usaha mereka gagal.
Kemudian, permusuhan mereka berlanjut dengan
menyiksa dan menjarah harta-harta milik Nabi saw. Namun, usaha mereka
ini pun tidak berhasil untuk menahan laju dakwah suci beliau.
Kaum kafir Makkah tidak pernah lelah untuk mengubah
pendirian Rasulullah saw. Mereka meningkatkan permusuhannya dan
mengusir beliau beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya keluar dari
Makkah, lalu mengurungnya di ladang Abu Thalib, hingga sebagian mereka
yang bersama Rasul di dalamnya mati kelaparan.
Mereka bahkan memperketat pengurungan ladang itu
sehingga makanan dan minuman tidak dapat ditemui oleh Nabi beserta
pengikutnya yang setia. Beberapa penduduk yang ikut Nabi mempertaruhkan
hidupnya untuk menyelundupkan makanan dari kota di kegelapan malam.
Waktu berlalu begitu cepat. Kaum kafir menyerah
pada tekad dan kegigihan yang ditunjukkan oleh kaum muslimin. Mereka
memutuskan untuk membunuh Rasulullah saw.
Untuk itu, mereka memilih pemuda-pemuda terkuat
dari kalangan keluarga dan suku mereka dengan memberikan upah yang besar
kepada siapa yang berhasil membunuh beliau. Mereka memutuskan untuk
menyergap kediaman Nabi saw. pada malam hari.
Hijrah ke Madinah
Rencana keji itu diketahui oleh Rasulullah saw.
melalui wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril as. Beliau memilih
sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di atas ranjang
beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan beliau.
Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah di
kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul untuk membunuh Nabi saw.
Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di atas ranjang Rasul
saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu gagal. Mereka
pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, Nabi
saw. tiba di Quba, sebuah tempat di dekat kota Madinah. Penduduk desa
menyambut kedatangan beliau. Dengan suka cita beliau berencana membangun
tempat salat dan menyusun tugas-tugas dakwah.
Pembangunan masjid Quba berjalan lancar. Nabi saw.
turun langsung dalam menyelesaikan pembangunannya. Sesudah itu, beliau
melakukan salat Jum'at dan berdiri sebagai khatib. Inilah salat Jum'at
yang pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah saw. menetap di Quba untuk beberapa saat
sambil menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Di sana pula beliau menantikan
kedatangan Ali yang ditinggalkannya di kota Makkah untuk menunaikan
titipan dan amanat kepada pemiliknya masing-masing. Hingga akhirnya Ali
pun datang ke Quba bersama kaum wanita keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah saw. memasuki kota Yastrib. Sejak saat
itu pula nama kota itu berubah menjadi Madinatur-Rasul atau Madinah
Al-Munawarah. Penduduk kota menyambut beliau dan sebagian kaum Muhajirin
yang menyertainya dengan begitu hangat dan meriah. Setiap penduduk
berlomba meminta beliau untuk duduk di rumah mereka. Kepada mereka
semua, beliau berkata: "Berilah jalan kepada untaku ini. Aku akan
menjadi tamu orang yang di depan pintunya unta ini berhenti".
Si unta berjalan dan melintasi jalan-jalan kota
Madinah, hingga ia menghentikan langkahnya dan bersila di depan pintu
rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah itulah Rasulullah saw. dijamu.
Sesampainya di Madinah, pertama yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. ialah pembangunan masjid sebagai pusat dakwah dan
pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian serta persaudaraan
antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang telah berperang selama
bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi
Madinah.
Dalam rangka mengikis habis akar-akar pembeda
antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah dan kaum Anshor sebagai
penduduk asli Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan mereka satu
persatu, sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi beban kaum Anshor di
kemudian hari dan mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan damai.
Orang-orang Yahudi Madinah memandang persaudaraan
itu dengan penih kedengkian. Mereka selalu berusaha menyulut semangat
perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sementara Rasulullah saw.
memadamkan api pertikaian, mereka malah giat mengobarkannya.
Peralihan Kiblat
Pada awalnya, Rasulullah saw. melakukan solat dan
ibadah ke arah Masjid Al-Aqsa di Jerusalem (Palestina). Itu berlanjut
selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah.
Kaum Yahudi pun menghadap masjid Al-Aqsa dalam
solat-solat mereka. Karena ini pula mereka selalu mencemooh kaum
muslimin, "Jika benar kami dalam kesesatan, lalu mengapa kalian
mengikuti kiblat kami?!".
Hingga pada suatu hari, turunlah wahyu yang
memerintahkan Rasulullah saw. agar kaum muslimin menghadap Ka'bah
Masjidil Haram dalam setiap solat mereka.
Perintah ini sungguh memukul kaum Yahudi. Mereka
bertanya-tanya tentang sebab peralihan kiblat kaum muslimin. Mereka
tidak sadar bahwa peralihan kiblat ini merupakan ujian bagi kaum
muslimin sendiri, sehingga dapat dikenali siapa yang taat dan siapa yang
menentang Rasulullah saw.
Peperangan Rasulullah saw.
1. Perang Badar
Rasulullah saw. mengadakan perjanjian gencatan
senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna melindungi kota Madinah
dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara itu, Quraisy Makkah melakukan penjarahan
atas harta-harta umat Islam di kota itu. Rasulullah saw. pun berpikir
untuk merebut kembali harta-harta itu dari mereka. Untuk itu, beliau
memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang kafir Quraisy.
Demikianlah awal meletusnya bentrokan senjata
antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di suatu tempat dekat sumur
Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara mereka ini dinamai
Perang Badar.
Kaum muslimin mampu memenangkan peperangan itu
secara gemilang. Nama mereka pun mulai terpandang dan disegani di
semenanjung Arabia.
2. Perang Uhud
Bagi kaum musyrik Quraisy, kemenangan kaum muslimin
pada perang Badar itu malah membuat hati mereka terbakar kemarahan. Tak
ayal lagi, Abu Sufyan mulai mengitung hari untuk melancarkan pembalasan
dendam. Bahkan ia melarang perempuan-perempuan Quraisy menangisi korban
perang Badar, supaya api dendam tetap membara di dalam jiwa-jiwa
mereka.
Sementara di Madinah, kemenangan gemilang kaum
muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera mereka mendekati orang-orang
Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam atas kaum muslimin.
Dalam rangka itu, salah seorang Yahudi bernama
Ka'ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana, ia membacakan
syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk membakar emosi kaum
Quraisy.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di
Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka untuk menyerang Madinah. Di sana
mereka pun menghitung biaya yang akan dikeluarkan pada pertempuran
mendatang. Biayanya ditaksir mencapai 50.000 Dinar. Sejak itu, mereka
mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan dari
kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000 pasukan Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke
Madinah melalui padang sahara. Abu Sufyan menjadi panglima perang dan
Khalid bin Walid memimpin pasukan.
Abbas bin Abdul Muthalib yang merahasiakan
keislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal rencana
penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya, Rasulullah
saw. segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut lawan
di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya pada hari
sabtu pagi, pasukan kaum muslimin bergerak meninggalkan Madinah menuju
gunung Uhud. Atas perintah Rasulullah saw, mereka mendirikan tenda-tenda
tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah saw. menempatkan Abdullah bin Jabir
bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi busur dan anak panah untuk
berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka untuk tidak beranjak
dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah
menang atau kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan yang membawa
bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu
sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Umair dari Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung
dengan gagah berani dan membuat pasukan kafir hampir saja kalah. Namun
kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan panah yang mengawasi medan
perang itu melihat saudara-saudaranya memukul mundur pasukan musuh.
Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk memungut ghanimah (harta
rampasan perang). Mereka lalai terhadap perintah Rasulullah saw. untuk
tidak beranjak dari posisi mereka.
Khalid bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum
muslimin. Ia dan pasukannya berbalik mengitari gunung kemudian menyerang
kaum muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan ghanimah itu dari arah
belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena ketidaktaatan sebagian
mereka kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum muslimin
syahid, ada pula yang melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang berakhir dengan kemenangan berada di pihak
musuh. Rasulullah saw. dapat diselamatkan berkat kesetiaan Ali bin Abi
Thalib serta bantuan pasukan muslimin lainnya. Bersama mereka, Ali
berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh.
Dengan kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari
penyerbuan kaum kafir itu. Namun demikian, perang Uhud ini telah
memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan yang tak terlupakan oleh
kaum muslimin.
3. Perang Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari Madinah akibat
permusuhan dan pengkhianatan mereka sendiri, tidak tinggal diam melihat
keadaan kaum muslimin.
Pemimpin mereka melakukan pendekatan dengan
pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah, sambil melancarkan hasutan supaya
mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin. Pemimpin Yahudi itu
berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan segala kekuatan yang
ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini, berbagai bangsa,
suku dan kelompok bersekutu untuk mengangkat senjata melawan umat
Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab,
yaitu perang gabungan beberapa bangsa melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir
Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik dan pengkhianat Islam dari
Madinah. Mereka bertekad bulat untuk menghancurkan Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak
10.000 pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Di depan mereka
adalah Abu Sufyan sebagai panglima perang pasukan sekutu.
Beberapa pasukan berkuda dari kabilah Khuza'i
memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaan musuh kepada panglima besar
kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk
bersiaga dan para komandan diminta berkumpul untuk memusyawarahkan
segala sesuatu yang diperlukan.
Dalam musyawarah itu, sahabat Rasulullah saw,
Salman Al-Farisi, mengusulkan untuk menggali parit di sekeliling kota
Madinah dan kaum muslimin berlindung di balik galian parit itu. Usulan
itu diterima secara mufakat. Maka, sebanyak 3.000 sukarelawan Islam
bekerja siang dan malam untuk menggali parit sedalam 5 meter, selebar 6
meter, dan sepanjang 12.000 meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di atas parit
dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan musuh.
Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan yang di atasnya dijaga oleh
pasukan pemanah.
Pasukan kaum musyrikin pun tiba. Mereka melihat
galian parit mengelilingi kota yang menyulitkan mereka untuk melintasi
dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu Sufyan segera memanggil Hayy bin Ahthab,
pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir, dan memintanya untuk menemui Ka'ab bin
Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang sedang bermukim di dalam
Madinah. Ka'ab bin Asad diminta untuk membuka lapang jalan orang-orang
Yahudi. Makar ini dimaksudkan agar orang-orang musyrikin itu dapat
menyusup ke dalam kota melalui jalan tersebut lalu menyerang kaum
muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah diketahui
sebelumnya. Rasulullah saw. telah mengambil langkah-langkah pencegahan
dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di sekeliling kota.
Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam keadaan
siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi
dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota
dengan pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota berhasil
digagalkan dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang
parit. Mereka tidak berhasil mengecoh kaum muslimin.
Hingga tibalah suatu hari, lima orang gagah berani
dari pihak musuh melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu dipimpin
oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya ia berteriak lantang, "Hai
orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di mana kalian semua? Majulah,
sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga".
Tidak satu pun dari kaum muslimin yang menjawab
tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia begitu cepat bangkit dan
maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu tantangan, Ali
mengayunkan pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr. Setelah
Amr tersungkur tewas, Ali mengumandangkan takbir, "Allahu Akbar!" .
Salah satu kawan Amr bin Abdi Wud melarikan diri
dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan kepada
lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr yang lain
berhasil melarikan diri dari kejaran Ali.
Peristiwa di atas ini begitu menggugah keimanan dan
keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw.,
"Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih sebanding dengan ibadah 70 tahun
seluruh manusia dan jin".
Demi menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid
bersama beberapa pasukan berkuda, pada hari berikutnya, mencoba untuk
melewati parit. Namun, pasukan muslimin terlalu tangguh untuk mereka
hadapi. Mereka hanya berusaha dengan cara mengepung kota.
Di tangah pengepungan, Na'im bin Mas'ud yang
terkenal dengan kecerdikannya memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah
saw. menyuruhnya agar merahasiakan keimanannya, hingga ia bisa
memperdaya kaum musyrikin dan menebarkan perpecahan di antara mereka dan
kaum Yahudi.
Sama seperti Na'im, adalah Khuzaifah Yamani
menyusup di kegelapan malam ke dalam jajaran musuh sampai menembus
jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia berusaha mengendurkan tekad
perang, hingga berhasil mematahkan semangat juang mereka.
Sampai pada suatu malam, badai besar berhembus,
belum lagi udara yang semakin dingin menggigilkan. Tak pelak lagi,
semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak. Ditambah perselisihan
di antara mereka semakin meluas setelah melihat mengepungan yang tidak
membuahkan hasil.
Sebelum terjadi perkembangan pertempuran yang
mengecewakan, Abu Sufyan segera meninggalkan medan tempur secara
diam-diam di kegelapan malam. Panglima musyrikin itu beserta pasukannya
kembali ke Makkah dengan perasaan malu dan hina.
Ketika pasukan muslimin terbangun di subuh hari,
mereka menyaksikan lasykar kafir telah meninggalkan medan pertempuran.
Ketika Rasulullah saw. mendengarkan berita tentang kaburnya musuh,
beliau memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan pos-pos pertahanan
dan kembali ke kota.
Nasib Bani Quraizah
Setelah meraih kemenangan gemilang pada perang
Ahzab, Rasulullah saw. membawa pasukannya mendekati benteng pertahanan
Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka menyerah, setelah mengepung
benteng mereka selama dua puluh lima hari.
Karena menderita kekalahan, Bani Kuraizah memohon
agar dapat meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi Rasulullah saw.
menolaknya, sebab jika sampai lolos meninggalkan kota, mereka akan
membuat persekongkolan lagi dan menciptakan peperangan baru, sebagaimana
Bani Nadzir yang memicu untuk meletuskan perang Khandaq.
Akhirnya, orang-orang Yahudi yang licik itu harus
kecewa pada keputusan itu. Sa'ad bin Ma'adz menyampaikan maklumat bahwa
orang-orang yang berkhianat dan membantu pihak musuh selama pererangan
harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus dirampas.
Perjanjian Hudaibiyah
Derita kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum
Muslimin, khususnya penaklukan Bani Mustaliq sampai menyebabkan mereka
masuk agama Islam, telah menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi
Muhammad saw. beserta 14.000 lasykar Islam bergerak menuju Makkah untuk
menunaikan ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw. ke tanah suci tidak hanya
untuk keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik. Haji
beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum
muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan
demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab
tanpa harus takut diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah
saw. akan berkunjung ke Baitullah Ka'bah. Mereka bersumpah di hadapan
berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw. bersama pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw. telah sampai di daerah
Hudaibiyah melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan
peperangan yang mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus
salah seorang sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan
mereka, bahwa Rasulullah saw. beserta kaum muslimin datang hanya untuk
menunaikan ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan
para pemimpin Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw. kali ini tidak
untuk berperang. Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan
beliau.
Rasulullah saw. meminta baiat (sumpah setia) kepada
sahabat agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di bawah
pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram
sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk
berunding.
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin
memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan
segera pulang ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun
depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama
masa haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab atas keselamatan,
keamanan harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima butir
kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan
mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan
Rasulullah saw. Mereka mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu
adalah suatu aib yang memalukan umat Islam, khususnya pada satu butir
kesepakatan yang menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah
lalu sampai di Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya.
Sebaliknya, orang muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali
ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka
tidak mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya merupakan
awal dari penaklukan kota Makkah kelak.
4. Perang Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah,
Rasulullah saw. beserta 1.600 kaum muslimin bertolak dari Madinah menuju
Khaibar. Lasykar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan
tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji' yang terletak di antara
Khaibar dan Ghatafan.
Panglima besar laskar Islam Rasulullah saw.
menerapkan strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang
Yahudi Khaibar dengan orang-orang Arab Ghatafan tidak dapat saling
membantu satu sama yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar pada malam
hari. Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi di
balik tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar.
Kemudahan ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang menjadi markas
kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan
benteng mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah
pasukan muslimin.
Rasulullah saw. memerintahkan Abu Bakar memimpin
pasukan tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada hari
kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun tidak
juga berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja
memperolok kaum muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin menaklukkan benteng
tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Besok aku akan memberikan bendera
Islam ini kepada orang yang hanya kembali bila benteng pertahanan Yahudi
itu telah dikuasai".
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba untuk
menyaksikan siapa gerangan orang yang beruntung itu. masing-masing
memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw. memanggil Ali.
Beliau menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan menugaskannya untuk
menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw. berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh semangat. Ia
bersama pasukannya bergerak mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu
gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang gagah berani, Haris dan Marhab.
Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang sampai tunggang langgang
menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera menghadang
kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu
menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang Yahudi yang
berada di balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat
menutup pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang
tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali,
segera kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju
mendekati pintu gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang menyaksikan
kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali
melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan jembatan yang
kemudian dilintasi pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil dengan
mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi
itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub
di hadapan kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana
Ali bisa melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu itu,
namun tidak sedikitpun bergeser.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, "Aku tidak
mampu menjebol gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku
melakukannya dengan kekuatan Allah swt.".
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai seluruh
benteng yang ada di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi.
Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada Rasulullah saw. untuk
diperbolehkan tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut
untuk pertanian dan perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan
setengah dari hasil panen itu kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan
permohonan itu.
Tanah Fadak
Berita tentang penaklukan Khaibar terdengar oleh
orang-orang Yahudi yang bermukim di Fadak. Mereka menjadi sangat risau
dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu mengutus wakil mereka untuk bertemu
dengan Rasulullah saw. dengan membawa pesan akan perlunya dibuat suatu
perjanjian. Lalu mereka menyerahkan separuh wilayah Fadak kepada beliau
yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah agar dapat
dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan
orang-orang miskin.
Sesudah perang Khaibar, Rasulullah saw. bertolak
menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang menjadi pusat pemukiman Yahudi.
Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman itu dan begitu cepat
ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah Yahudi itu kepada
pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian itu harus
diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana
pengembalian tanah di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu
harus diserahkan kepada kaum muslimin.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengaktifkan sektor
ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan umat Islam, sehingga mereka
dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada seruan perang.
5. Perang Mu'tah
Sebelum meletusnya perang Mu'tah, Rasulullah saw.
mengutus Harits bin Umair kepada penguasa Syiria dengan maksud
mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa berlaku kurang ajar.
Mereka menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah peristiwa ini, Rasulullah saw. masih
mengutus 16 duta Islam (da'i) untuk mengajak penguasa Syiria dan
rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga dibunuh. Dari 16 orang
duta itu, hanya satu orang yang mampu meloloskan diri dan kembali ke
Madinah.
Sesampainya di Madinah, duta itu segera melapor
kepada Rasulullah saw. Beliau sangat terpukul mendengar hal itu.
Pembantaian terhadap para duta itu membuat beliau mengeluarkan perintah
untuk berjihad. Beliau menghimpun 3.000 pasukan pada Jumadil Tsani tahun
8 Hijriah.
Sebelum pasukan muslimin meninggalkan Madinah, Rasulullah saw. memberikan pengarahan kepada mereka:
"Yang akan memimpin pasukan pertama kali adalah
Ja'far bin Abi Thalib, jika sesuatu menimpanya, maka tampuk kepemimpinan
diserahkan pada Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada Zaid,
maka Abdullah bin Rawahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika
Abdullah bin Rawahah juga menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah
komandan di antara kalian".
Setelah mendapatkan pengarahan dari penglima besar
mereka, berangkatlah pasukan itu di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib.
Ketika pasukan muslimin sampai di dekat kota Ma'an, mereka mendapat
berita bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100.000 pasukannya ditambah
100.000 orang Arab yang berada di bawah kekuasaannya.
Perang Yang Tak Seimbang
Lasykar musuh yang berjumlah 200.000 pasukan itu
berhadapan dengan 3.000 pasukan muslimin. Maka perang pun tak lagi
terelakkan. Ja'far bin Abu Talib bertempur dengan gagah berani sampai
darah penghabisan. Ia gugur sebagai syahid.
Pucuk komando segera diambil oleh Zaid bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah berani.
Namun, ia pun mati syahid. Setelah gugurnya Zaid,
Pasukan muslimin dipimpin oleh Abdullah bin Rawahah yang juga berakhir
dengan kesyahidannya.
Dengan gugurnya para komandan mereka yang gagah
berani itu, kaum muslimin segera memilih Khalid bin Walid untuk memimpin
pasukan. Khalid segera menarik pasukannya dari medan pertempuran dan
menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada sore harinya, Khalid merencanakan penarikan
seluruh pasukan dari medan pertempuran dan memimpin mereka bergerak
kembali ke Madinah.
Penaklukan Kota Makkah
Penarikan mundur pasukan muslimin dari medan
pertempuran Mu'tah telah membuat kafir Quraisy semakin berani dan
congkak. Mereka berfikir bahwa kaum muslimin telah kehilangan daya dan
kekuatan tempur. Oleh karena itu, mereka mengkhianati perjanjian
Hudaibiyah. Dengan bantuan sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan
membunuh banyak kaum muslimin dari Bani Thaif.
Abu Sufyan tahu betul bahwa kaum muslimin tidak
akan tinggal diam dan mereka segera mengirimkan jawaban atas
pengkhianatan ini. Abu Sufyan pun berharap bisa bertemu dengan
Rasulullah saw. di Madinah dan meminta maaf atas aksi tersebut.
Masih di hadapan Rasulullah saw., Abu Sufyan
meminta agar beliau tetap mau memegang perjanjian Hudaibiyah. Akan
tetapi, beliau menampik permintaan itu, sehingga Abu Sufyan kembali ke
Makkah dengan kecewa.
Segera Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya
untuk siaga. Sebanyak 10.000 lasykar muslimin menyatakan siap sedia
untuk mengambil bagian dalam peperangan selanjutnya. Beliau menugaskan
sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di sekeliling kota untuk mencegah
siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan meyebarkan berita kepada
kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi, seorang pengkhianat keji bernama Hatib
membocorkannya kepada kaum musyrik Makkah. Dengan dalih risau akan
keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang kurir wanita untuk
menyebarkan berita ini.
Niat busuknya segera diketahui. Surat yang berisi
bocoran tentang persiapan kaum muslimin berhasil digeledah. Rasulullah
saw. memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk melakukan pemboikotan
sosial terhadap Hathib, si pengkhianat Islam. Sesungguhnya hukuman
boikot itu lebih berat daripada hukuman mati.
Pada hari ke-10 Ramadhan tahun ke-8 H, Rasulullah
saw. memerintahkan pasukannya dan sebagian kaum muslimin untuk bergerak
cepat. Mereka harus sampai di kota Makkah dalam waktu satu minggu.
Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum muslimin yang menyertai beliau
mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah saw. memberikan komando kepada pasukan
muslimin untuk berpencar pada malam hari dan menyalakan api unggun di
mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah pasukan besar telah tiba
dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka menyangka bahwa
pasukan dalam jumlah raksasa akan menyerang.
Malam harinya, gurun di sekeliling kota Makkah
menjadi terang benderang dengan nyala api unggun di mana-mana. Suara
riuh dan slogan-slogan kaum muslimin berkumandang, unta-unta dan
kuda-kuda meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta sekelompok Quraisy
menyaksikan hal ini, ia merinding ketakutan. Ia menyampaikan kepada
kaumnya bahwa ia tidak pernah menyaksikan pasukan sebesar ini selama
hidupnya.
Dari sana, Abu Sufyan menjumpai Abbas bin Abdul
Muthalib untuk meminta pendapatnya. Dengan maksud untuk berdamai, Abbas
membawanya datang untuk menemui Rasulullah saw., sang panglima tertinggi
kaum muslimin.
Demi kemaslahatan dan kejayaan Islam, Rasulullah
saw. mengatakan kepada Abu Sufyan agar dapat meyakinkan penduduk kota
Makkah, bahwa siapa saja yang mencari perlindungan hendaknya memasuki
rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar pandangan Rasulullah saw., ia
bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan dari beliau.
Sesampainya di Makkah, Abu Sufyan mengingatkan
warga kota bahwa kaum muslimin akan datang dengan pasukan raksasa. Untuk
menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya mereka menyerah dan
membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya kota Makkah dapat dikuasai dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Pengampunan Umum
Sekelompok kaum muslimin, khususnya para pengungsi
yang pernah diperlakukan secara kejam oleh Quraisy, berniat menuntut
balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa dan mengusir mereka dari
kota.
Akan tetapi, Rasulullah saw. mengumumkan
"Pengampunan Umum" untuk warga Makkah, bahkan untuk mereka yang telah
melakukan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.
Setelah merobohkan semua patung dan berhala satu
persatu, Rasul saw. memerintahkan Bilal untuk menaiki Ka'bah dan
mengumandangkan gema Tauhid di atasnya:
"Allahu Akbar,
"La ilaha illallah,
"Muhammad rasulullah".
6. Perang Hunain
Setelah kejatuhan pusat kekuatan kaum musyrikin di
tangan kaum muslimin, para penyembah berhala itu tetap diperbolehkan
tinggal di sekeliling Ka'bah. Mereka merasa malu dan bagitu ketakutan.
Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah masing-masing untuk
berkumpul.
Mereka memutuskan bahwa untuk mengalahkan kaum
muslimin, hendaknya mereka bersekutu dalam menghancurkan pasukan
muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah kepala kabilah Hawazan
sebagai panglima mereka.
Mendengar berita ihwal pertemuan itu, Rasulullah
saw. mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai keadaan musuh dan
mencari informasi tentang kesepakatan perang yang ditandatangani oleh
kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan informasi dan
segera melaporkannya kepada beliau.
Persiapan Menjelang Perang Hunain
Mendapatkan berita tentang rencana penyerangan
tersebut, Rasulullah saw. tidak tinggal diam. Panglima besar kaum
muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan bergerak
menuju lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal tahun 8
H.
Malik, panglima tentara kafir, mengutus tiga orang
prajuritnya untuk memata-matai pasukan muslimin. Mereka menyaksikan
kehebatan pasukan muslimin dan melaporkan hasil pengintaiannya itu
kepada Malik. Ia merasa bahwa mereka tidak memiliki daya untuk
menghadapi pasukan muslimin. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk
menaiki bukit yang berada di lembah itu, sehingga mereka mendapatkan
posisi yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka berencana untuk
menyergap jika pasukan musuh terlihat.
Pasukan muslimin tiba di lembah Hunain pada malam
Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan Islam beristirahat di tempat itu.
Rencananya, mereka akan bergerak memasuki lembah Hunain pada subuh hari.
Pihak musuh yang telah siaga menyambut kedatangan
mereka dengan bersembunyi di balik ilalang. Setelah melihat musuh
menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari empat arah.
Di tengah kegelapan malam, kuda-kuda yang
ditunggangi pasukan muslimin itu membuat kegaduhan. Kegaduhan ini
menjadi ramai oleh sekitar 2.000 muallaf (muslim baru). Para muallaf itu
melarikan diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri itu telah
membuat musuh menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan
muslimin.
Hanya 10 orang sahabat yang bersiaga di samping
Rasulullah saw. Merekalah yang membela beliau dari ancaman pedang musuh.
beliau memerintahkan mereka untuk lari mencari pertolongan. Abbas
berteriak dengan suara lantang, memanggil sahabat-sahabat yang melarikan
diri itu. Musuh yang pada awalnya meraih kemenangan itu, lambat laun
menjadi lemah akibat kembalinya pasukan muslimin yang melarikan diri
tadi.
Walhasil, benteng pertahanan musuh dihancurkan.
Musuh lari tunggang langgang meninggalkan peralatan tempur mereka.
Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang sahabat untuk mengejar
musuh yang melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Maksud
pengejaran ini adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan
perlawanan militer di kemudian hari.
Para sahabat yang mengejar musuh itu berhasil
menunaikan tugas mereka. Atas keberhasilan pasukan muslimin menaklukkan
musuh, Rasulullah saw. kemudian membagikan harta rampasan perang kepada
kaum muslimin.
7. Perang Tabuk
Pada bulan Rajab tahun ke-9 H, Rasulullah saw.
menerima laporan bahwa kaum muslimin yang bermukim di barat daya
perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran Romawi dan bermaksud
untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah mempersiapkan pasukan, Rasulullah saw.
mengumumkan rencananya kepada khalayak ramai. Cara ini berbeda dengan
kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya. Dahulu, beliau merahasiakan
niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada khalayak secara terbuka.
Masyarakat mempersembahkan segala sesuatu yang
diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka dengan antusias dan penuh
semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita merelakan simpanan
perhiasan mereka untuk digunakan dalam peperangan.
Makar Kaum Munafik
Bersamaan dengan bergeraknya pasukan muslimin,
orang-orang munafik mulai menebarkan hasutan, menciptakan semangat anti
perang dan menanamkan rasa takut dalam diri pasukan muslimin akan
kehebatan pasukan Romawi.
Mereka melakukan berbagai cara, di antaranya ialah
membangun sebuah masjid dengan nama "Masjid Dirar" sebagai pusat
penyebaran propaganda anti perang itu.
Mereka berharap agar orang-orang tidak ambil bagian dalam jihad itu.
Syukurlah, berkat kesigapan dan ketegasan, Rasulullah saw. berhasil menggagalkan persekongkolan orang-orang munafik itu.
Atas perintah Rasulullah saw, rumah tempat
berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik itu dibakar oleh massa.
Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka galang berhasil
ditumpas.
Persiapan Perang Tabuk
Sebanyak 30.000 pasukan muslimin meninggalkan kota
Madinah. Jumlah pasukan ini adalah yang terbesar dari yang sebelumnya.
Rasulullah saw. sendiri yang menjadi panglima pasukan itu. Beliau
memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah itu, panglima muslimin
itu berpidato di depan pasukannya.
Beliau menunjuk Ali bin Abi Talib sebagai wali kota di Madinah selama kepergiannya beserta pasukan muslimin ke Tabuk.
Mereka tiba di padang Tabuk yang panas membara
setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer. Namun, mereka terkejut
setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat tanda-tanda kedatangan
pasukan Romawi.
Sepertinya, pihak musuh telah mengetahui gerakan
pasukan muslimin yang penuh semangat untuk mati syahid. Pemimpin Romawi
memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari arah utara.
Pasukan muslimin berdiam di Tabuk selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa terjadi pertempuran apa pun.
Persekongkolan Kaum Munafik
Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok orang munafik
memendam niat jahat terhadap Rasulullah saw. Mereka bermaksud untuk
membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang
ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa
takut kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka hendak menakut-nakuti unta tunggangan
Rasulullah saw. dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau terjatuh,
mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat
orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera
menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw. meminta mereka
untuk membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw.
memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini
beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt.
Peperangan Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam pertempuran ini.
Melihat kekuatan yang begitu besar, negara-negara
tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan terlibat dalam
persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.
Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga tahun ke-9 H, orang-orang kafir masih
menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada
tahun yang sama, surat Al-Bara'ah atau At-Taubah diturunkan.
Rasulullah saw. mempercayakan surat itu kepada Ali
dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali
untuk menyampaikan, "Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki
rumah suci Ka'bah, terhitung sejak hari ini. Dan mulai hari ini, tidak
diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka'bah dengan
telanjang".
Sesuai perintah Rasulullah saw., Ali berangkat
menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara'ah yang baru saja diturunkan,
dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan
kemusyrikan mereka.
Di tengah para jemaah haji di sana, Ali menyerukan,
"Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga,
tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan
ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian
damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya
masa perjanjian itu".
Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah swt.)
Rasulullah saw. mulai mengirimkan surat kepada
penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau mengirimkan surat kepada
keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Nasrani yang ada di sana
untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk membayar
jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan Islam.
Sang uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang
nabi baru setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui kedatangannya
melalui Kitab Suci Nasrani (Injil). Kemudian dia segera mengirimkan
utusan ke Madinah untuk membuktikan kebenaran berita itu.
Sesampainya di Madinah, mereka memulai dialog
dengan Rasulullah saw. Pada kesempatan itu, beliau menjelaskan
ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal Nabi
Isa Al-Masih as., "Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam?
Rasul saw. menjawab, "Sesungguhnya Isa Al-Masih
tidak lain adalah rasul Allah, sama seperti rasul-rasul yang telah
mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita tepercaya. Mereka berdua memakan
makanan" (QS. Al-Imran:59), "Dan ihwal Isa di sisi Allah seperti Adam
yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu berkata kepadanya,
'Jadilah', maka terjadilah" (QS. Al-Imran: 61).
Namun, utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada Rasul saw.
Malaikat Jibril as. turun menyampaikan wahyu dari
Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut, Allah menyerukan
beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni memohon kepada
Allah swt. agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta.
Ketika saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw.
hanya membawa empat orang keluarganya dari Ahlul Bait: Ali, Fatimah,
Hasan dan Husein. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau datang
beserta rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata, "Demi Tuhan!
Saya meyaksikan wajah-wajah mereka, yang jika mereka (orang-orang
Nasrani) mengutuk Nabi bersama rombongannya, maka gurun sahara itu akan
menjadi neraka dan akan meluas sampai ke wilayah Najran. Orang-orang
Nasrani akan musnah oleh siksaan dan azab ini".
Akhirnya, mereka setuju untuk membayar pajak.
Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas
(jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.
Haji Wada' (Perpisahan)
Pada 25 Zulhijah tahun ke-10 Hijriah, Nabi saw.
mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu Beliau berpesan, bahwa siapa
saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri.
Berita ini menciptakan semangat dan kegembiraan di
kalangan kaum muslimin. Bersama Nabi saw., mereka mempersiapkan diri
menyambut pesan beliau itu. Beliau menunjuk Abu Dujana sebagai wakil
beliau di Madinah. Setelah itu, beserta sahabat-sahabat lainnya beliau
bergerak menuju Makkah.
Rasulullah saw. memulai pelaksanaan rukun ibadah
haji di Zulhulaifah dan melantunkan Labbaik. Dari Zulhulaifah beliau
bertolak menuju Makkah.
Setelah sepuluh hari tiba di Makkah, Rasulullah
saw. memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun haji lainnya.
Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda,
"Kita membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan Islam".
Ghadir Khum
Selekas menunaikan ibadah haji, tepatnya pada hari
Kamis, 18 Zulhijah, Rasul saw. tiba di dekat ladang Juhfa. Pada saat
itu, Malaikat Jibril as. menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau
sampaikan. Segera Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dengan
mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat
penting.
Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan
acara pidato Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk
mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau, "Segala puji dan puja
bagi Allah Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan
dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku (Muhammad saw.)
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya.
"Wahai kaum muslimin! aku (Muhammad) segera
meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat yang berharga
kepada kalian, yaitu Al-Qur'an dan Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan
terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar
(pada Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan
kalian tinggalkan. Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan
binasa."
Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib
dan mengangkatnya seraya bersabda: "Barang siapa yang menjadikan aku
sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya
Allah! cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah
orang-orang yang memusuhi Ali. Lindungilah orang-orang yang melindungi
Ali dan binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali".
Detik-detik Terakhir
Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu,
Rasulullah saw. jatuh sakit. Sekelompok orang memanfaatkan keadaan, dan
nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah saw. mendengar
berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka.
Suatu hari, Nabi saw. yang dalam keadaan payah
dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna berziarah ke kuburan
sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi. Setelah itu,
beliau meminta Ali untuk membawanya pulang.
Hari demi hari berlalu, sakit Rasul saw. bertambah
serius dan parah, hingga insan kamil itu menghembuskan nafasnya yang
terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah kembali menghadap
kekasihnya Yang Mahakasih pada hari Senin 28 Safar tahun ke-11 H.
Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.[]
Mutiara Hadis Rasulullah saw.
1."Seburuk-buruk manusia di hadapan Allah swt.
adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil
manfaat dari ilmu yang dimikinya".
2."Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di dalamnya anak-anak yatim disantuni dengan kasih sayang dan cinta".
3."Orang-orang yang beriman pada Allah swt, Hari Akhir dan janji-janji Allah swt. hendaknya menunaikan amanat dan janjinya".
4."Tatapan seorang anak kepada orang tuanya karena kasih sayang adalah ibadah".
5."Sahabat yang berbudi luhur dan mulia sungguh lebih berharga daripada harta benda".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar