Senin, 26 November 2018

SYAFA'AT



ilustrasi hiasan:



PENGARANG: MARKAZ AL RISALAH

Prakata Penyusun
Di masa hidup Nabi Muhammad SAWW, semua persoalan akidah merupakan masalah yang jelas dan gamblang serta tidak diperumit oleh pembuktian-pembuktian teologis atau filosofis. Hal demikian itu disebabkan oleh belum adanya sumber fitnah yang dapat mencabik-cabik persatuan kaum muslimin pada masa itu. Sedangkan permasalahan seputar akidah, biasanya muncul dari syubhah (isu) yang dilontarkan oleh kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), kesalahpahaman sebagian kaum muslimin akan makna yang dimaksud oleh beberapa ayat Al-Quran, kedangkalan berpikir sebagian dari mereka, atau ketidaktahuan mereka tentang banyak hal yang telah diajarkan oleh Nabi SAWW.

Semua faktor di atas tidak banyak mempengaruhi akidah murni Islam pada masa itu karena Nabi SAWW hadir di tengah-tengah kaum muslimin dan selalu tanggap terhadap segala hal yang mungkin dapat merongrong persatuan umatnya. Setiap kali ada permasalahan, beliau akan bergegas menjelaskan segala sesuatunya kepada mereka.

Namun, sunnah Allah yang berlaku untuk semua hamba-Nya menentukan bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan berpulang kepada-Nya, termasuk kekasih dan nabi-Nya. Di lain pihak, ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi SAWW menjelaskan bahwa risalah Islam adalah agama dan syariat terakhir yang diturunkan Allah untuk umat manusia dan akan selalu relevan hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah mustahil jika dikatakan bahwa Nabi SAWW wafat dengan membiarkan agamanya menjadi sasaran tipu daya para musuhnya. Sangat mustahil bila beliau wafat tanpa menunjuk seorang pengganti yang siap melanjutkan misi beliau dalam menjaga keutuhan risalah, menolak semua gangguan, dan menjawab semua tudingan yang mengarah kepadanya. Dari sini, kita dapat memahami mengapa beliau SAWW begitu memberi penekanan secara berulang-ulang ketika mengenalkan kedudukan tinggi Ahlul Bait a.s. --keluarga suci Nabi SAWW-- kepada umatnya berikut tugas agung mereka sepeninggalnya. Di antara hadis beliau dalam hal ini adalah hadis tsaqalain yaitu sebagai berikut.

إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل بيتي ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبدا

Artinya: Kutinggalkan untuk kalian dua buah pusaka, yaitu kitabullah dan keluargaku. Jika kalian berpegangan pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.

Nabi Muhammad SAWW berhasil menyampaikan misi kenabiannya dalam menyampaikan ajaran risalah Islam dan menjaganya dari penyimpangan yang sangat mungkin terjadi. Namun, saat beliau SAWW hendak berpamitan dengan umat dan pergi menghadap Sang Penguasa Alam, arus perselisihan pada tubuh kaum muslimin datang dengan bergelombang dan membesar setelah beliau wafat. Perselisihan itu sedemikian hebatnya sehingga merambat ke berbagai permasalahan prinsipil yang menyangkut akidah Islamiah. Keadaan ini diperparah oleh interaksi antarbangsa akibat dari semakin luasnya wilayah teritorial negeri Islam dan masuknya berbagai pemikiran filosofis bangsa Persia dan Romawi ke dalamnya. Gerakan penerjemahan dan perkembangan ilmu kalam (teologi) adalah buah yang dihasilkan oleh keadaan tersebut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan bahwa bibit ilmu teologi sudah ada sejak awal masa kemunculan Islam.

Akibat yang wajar dari interaksi yang terjadi antara ideologi Islam dan ideologi lainnya adalah masuknya berbagai istilah dan argumentasi teologi di luar Islam ke dalam pemikiran kaum muslimin. Dari sinilah muncul perselisihan dan pertentangan hebat --menyangkut berbagai masalah teologi-- di kalangan umat Islam yang menunjukkan betapa kaum muslimin telah jauh dari Ahlul Bait Nabi SAWW, pusaka peninggalan Rasul SAWW yang kedua setelah Al-Quran. Padahal, beliau SAWW telah berwasiat kepada kaum muslimin semua untuk berpegangan pada keduanya demi memahami hakikat agama Islam.

Banyak permasalahan teologi yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin sejak dahulu. Namun, di masa-masa berikutnya muncul sekelompok orang yang menentang kesepakatan tersebut, baik karena telah termakan oleh rayuan hawa nafsu, ataupun karena mereka sama sekali asing dari metode yang benar dalam sebuah pengkajian dan penelitian ilmiah. Salah satu dari permasalahan teologi ini adalah masalah syafaat.

Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Ilahi yang diperoleh melalui doa mustajab (yang dikabulkan) Nabi SAWW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAWW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama. Namun, perlu dicatat bahwa syafaat di hari kiamat ini tidak diberikan kepada semua orang yang berdosa. Mereka yang kelak akan mendapatkan syafaat harus memiliki beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan demikian, jangan disalahpahami bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat.

Buku kecil ini merupakan sebuah usaha untuk menjelaskan hakikat syafaat lengkap dengan dalil-dalilnya dan menjawab semua permasalahan yang menyangkut hal ini dengan menggunakan metode ilmiah. Semoga Allah menjadikan buku ini bermanfaat bagi para pembacanya. Amin.

Allahlah yang menunjukkan kita ke jalan yang benar.

Markaz Al-Risalah


Mukadimah
Sebenarnya, syafaat adalah sebuah permasalahan yang telah disinggung dalam nash-nash Al-Quran Al-Karim dan hadis mutawatir. Selain itu, para ulama pun telah menekankan kebenarannya dalam kajian-kajian ilmu kalam (teologi) mereka. Karena itu, tidak ada lagi alasan bagi seorang muslim pun untuk mengingkarinya. Namun sayangnya, pada beberapa abad terakhir, khususnya di zaman kita sekarang, muncul sebuah aliran yang mencoba mengaburkan permasalahan ini dengan menebarkan serangkaian isu yang dapat membuat sebagian orang meragukan realitas syafaat ini.

Melihat pentingnya permasalahan ini dan demi menghilangkan segala keraguan yang mungkin ada, kami berusaha untuk mengetengahkan sebuah kajian mengenai syafaat dan segala permasalahan yang berkenaan dengannya.

Dalam studi ini, kami berusaha semampu kami untuk menjadikan ayat-ayat suci Al-Quran Al-Karim dan hadis-hadis Nabi SAWW yang kebenarannya telah disepakati oleh kaum muslimin secara umum sebagai landasan dan argumen kajian.

Selain itu, kami juga berusaha untuk menjelaskan permasalahannya dengan baik sehingga mudah dipahami dan tidak terkesan mengada-ada seperti yang sering kita dapatkan dalam pembahasan mengenai syafaat ini, baik dari pihak yang menerima, ataupun yang menolak konsep syafaat ini.

Seperti yang akan Anda saksikan sendiri, buku ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.

Bagian pertama adalah mengenai pengertian syafaat dalam bahasa Arab dan dalam Al-Quran Al-Karim. Dalam bagian ini kami bawakan beberapa ayat suci Al-Quran dan hadis Nabi SAWW yang berkenaan dengan masalah syafaat.

Dalam bagian kedua, akan kami ketengahkan pendapat beberapa ulama besar dari kalangan Ahlus-Sunnah dan Syi’ah, lalu akan didiskusikan kritik yang mungkin dilontarkan dalam hal ini.

Bagian ketiga memuat fenomena syafaat di dunia dan alam akhirat.

Sedangkan di bagian akhir, kami membahas mengenai para pemberi syafaat dan kriteria mereka yang berhak mendapatkannya.

Dalam seluruh kajian ini, kami berusaha untuk mempergunakan metode yang mudah dan benar dalam sebuah telaah dengan tetap menjaga nilai keilmiahan sebuah penelitian.

Semoga Allah selalu menuntun kita semua ke jalan yang lurus.




BAGIAN PERTAMA

Syafaat dalam Bahasa, Al Quran, dan Sunnah

Pertama: Syafaat dalam Bahasa dan Istilah
Dalam Bahasa Arab, شفع berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Syafaat, yang diambil dari kata syafa‘a ini, dalam istilah berarti memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Jadi, syafaat Nabi SAWW atau manusia-manusia suci lainnya untuk sekelompok umat berarti doa, permohonan ampun, atau juga permintaan atas sebuah hajat ke hadirat Allah SWT untuk umat yang menerima syafaat. Ringkasnya, makna syafaat tidak jauh berbeda dari doa.

Kedua: Syafaat dalam Al Quran Al-Karim
Dalam kitab suci Al Quran Al-Karim, kata syafaat dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berlainan. Jumlah seluruh ayat yang secara langsung menyebut masalah syafaat ini adalah 25 ayat yang tersebar di delapan belas surat Al Quran. Semua ayat tadi menunjukkan arti permohonan ampun atas dosa-dosa seperti yang disebutkan dalam arti istilah syafaat yang pertama dan tidak mengacu pada permohonan akan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.

Tema syafaat dalam Al Quran Al-Karim dapat kita bagi ke dalam dua permasalahan, yaitu sebagai berikut.

Pertama, permasalahan mengenai pemberi syafaat.

Kedua, permasalahan mengenai kelompok yang berhak menerima syafaat dan mereka yang tidak berhak mendapatkannya.

Perlu dicatat, ketika Al Quran menjelaskan sebuah kriteria tertentu, berarti ia menerangkan sebuah sifat tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang pada kehidupan mereka di dunia.

Selain kedua permasalahan di atas, sebagian orang berpendapat bahwa ada permasalahan ketiga dalam Al Quran mengenai syafaat, yaitu bahwa Al Quran menafikan adanya syafaat sama sekali.

Menurut kami, dalam kitab suci Al Quran tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan penafian syafaat secara mutlak. Penafian yang ada hanya menunjuk kepada sekelompok orang yang disebut oleh Allah SWT sebagai kelompok yang memiliki sifat kekafiran. Sifat inilah yang menyebabkan mereka tidak berhak mendapatkan syafaat. Dengan kata lain, syafaat yang dinafikan oleh Al Quran adalah yang berhubungan dengan kaum kafir.

Di saat Al Quran menafikan syafaat bagi sekelompok orang dengan kriteria tertentu, pada saat yang sama, ia menegaskan realitas syafaat bagi kelompok yang menyandang gelar kaum mukminin.

Coba kita simak ayat di bawah ini.

وذر الّذين اتّخذوا دينهم لعبا ولهوا وغرّتهم الحياة الدّنيا وذكّر به أن تبسل نفس بما كسبت ليس لها من دون الله وليّ ولا شفيع وإن تعدل كلّ عدل لا يؤخذ منها ...

Artinya: Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau sedangkan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat baginya selain dari Allah. Dan jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun maka tebusan itu tidak akan diterima….[1]

Kita bisa saksikan bahwa ayat ini mengecualikan syafaat bagi orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau dan bagi mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia.

Lihat juga ayat berikut ini.

يا أيّها الّذين آمنوا أنفقوا ممّا رزقناكم من قبل أن يأتي يوم لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة والكافرون هم الظّالمون

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zalim.[2]

Meskipun ayat ini diawali dengan panggilan kepada kaum mukminin, tetapi itu tidak berarti bahwa ayat ini menafikan syafaat sama sekali. Akhir ayat yang menyebutkan bahwa kaum kafir adalah orang-orang yang zalim menunjukkan bahwa ayat ini menafikan syafaat bagi mereka. Jadi, ayat ini menganjurkan kepada kaum mukminin untuk menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah SWT seraya memperingatkan mereka bahwa keengganan berinfak di jalan Allah sama dengan kekufuran. Dengan demikian, orang yang tidak mau berinfak termasuk kelompok kaum kafir dan tidak berhak mendapatkan syafaat di hari kiamat kelak. Demikianlah Allamah Thabathaba’i menafsirkan ayat di atas.[3]

Perlu kami jelaskan di sini, ayat ini adalah salah satu argumen yang sering digunakan untuk menafikan syafaat. Menurut kami, bergumen dengan ayat ini benar jika saja ayat tersebut tidak diakhiri dengan kalimat,

والكافرون هم الظّالمون

Artinya: Dan kaum kafir adalah orang-orang yang zalim.

Kalimat terakhir ini berarti bahwa mereka yang tidak menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah tidak akan menerima syafaat karena mereka masuk ke dalam kelompok kaum kafir, sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Dari sinilah kita katakan bahwa Al Quran Al-Karim tidak pernah menafikan syafaat secara mutlak. Penafian yang kita dapatkan adalah berkenaan dengan syafaat bagi sekelompok umat manusia yang memiliki kriteria tertentu, yang jika kriteria itu hilang maka hilanglah penafian tersebut.

Sebaliknya, banyak sekali kita temukan ayat-ayat suci Al Quran yang menunjukkan adanya syafaat, seperti ayat di bawah ini,

هل ينظرون إلاّ تأويله يوم يأتي تأويله يقول الذين نسوه من قبل قد جاءت رسل ربّنا بالحقّ فهل لنا من شفعاء فيشفعوا لنا أو نردّ فنعمل غير الّذي كنّا نعمل قد خسروا أنفسهم وضلّ عنهم ما كانوا يفترون

Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sesungguhnya mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.[4]

Ayat ini menceritakan tentang keadaan yang dialami oleh mereka yang telah mendustakan Allah. Pada hari kiamat, mereka tidak mendapatkan syafaat karena mereka adalah orang-orang telah merugikan diri sendiri. Artinya, pada saat yang sama, ayat ini menjelaskan akan adanya syafaat yang tidak bakal mereka terima.

Allah SWT berfirman,

لا يملكون الشّفاعة إلاّ من اتّخذ عند الرحمن عهدا

Artinya: Tidak ada orang yang mendapatkan syafaat kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.[5]

Pada ayat lain, Allah berfirman,

يومئذ لا تنفع الشّفاعة إلاّ من أذن له الرّحمن ورضي له قولا

Artinya: Di hari itu, syafaat tidak akan berguna kecuali bagi orang yang telah diberi izin oleh Allah dan diridhai perkataannya.[6]

Simak pula ayat berikut ini.

ولا يملك الّذين يدعون من دونه الشّفاعة إلاّ من شهد بالحقّ وهم يعلمون

Artinya: Dan sesembahan yang mereka sembah tidak dapat memberi syafaat. Akan tetapi (yang dapat memberi syafaat adalah) orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.[7]

Semua ayat di atas (dan masih banyak ayat lainnya) menunjukkan akan adanya syafaat di hari kiamat nanti. Hanya saja, pemberi syafaat haruslah memiliki beberapa kriteria seperti,

من اتّخذ عند الرحمن عهدا

Mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.

من أذن له الرّحمن

Orang yang telah diberi izin oleh Allah.

من شهد بالحقّ وهم يعلمون

Orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.

Mereka yang memiliki tiga sifat tersebut adalah hamba-hamba Allah yang berhasil mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya sehingga bisa memberi syafaat kepada orang-orang yang mereka kehendaki, tentunya setelah mendapat izin dari Allah SWT.

Kesimpulan dari seluruh pembahasan di atas adalah bahwa syafaat merupakan fakta yang benar-benar ada di hari kiamat nanti. Hanya saja, baik pemberi syafaat maupun yang menerimanya haruslah memiliki kriteria-kriteria tertentu dan syafaat ini tidak akan didapatkan oleh sebagian orang.

Untuk lebih jelasnya, kami anjurkan pembaca yang budiman untuk menelaah ayat-ayat yang berkenaan dengan hal ini, yang nantinya juga akan kami singgung pada pembasahan-pembahasan yang akan datang. Ayat-ayat tersebut adalah:

Surat Al-Baqarah ayat 48, 123, 254, dan 255, Surat Al-Nisa’ ayat 85, Surat Al-A’raf ayat 53, Surat Al-Anbiya’ ayat 28, Surat Al-Syu’ara’ ayat 100, Surat Al-Muddatstsir ayat 48, Surat Al-An’am 5 ayat 1, 70, dan 94, Surat Yunus ayat 3 dan 18, Surat Maryam ayat 87, Surat Thaha ayat 109, Surat Saba’ ayat 23, Surat Al-Zumar ayat 43 dan 44, Surat Al-Zukhruf ayat 86, Surat Yasin ayat 23, Surat Al-Najm ayat 26, Surat Al-Fajr ayat 3, Surat Ghafir ayat 18, dan Surat Al-Rum ayat 13.

Ayat-ayat tentang Orang yang Tidak Memperoleh Syafaat
Telah kami jelaskan bahwa di dalam kitab suci Al Quran, tidak ada satu ayat pun yang menafikan syafaat secara mutlak. Bahkan sebaliknya, banyak ayat suci Al Quran yang menjelaskan tentang syafaat. Sedangkan orang-orang yang tidak berhak mendapatkan syafaat adalah kaum kafir dengan segala macam bentuk kekafi-rannya.

Bentuk-bentuk kekafiran yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan syafaat telah diterangkan di dalam Al Quran. Al Quran menyebut kaum kafir dengan sifat yang bermacam-macam, di antaranya sebagai berikut.

الّذين نسوه من قبل

(Orang kafir adalah) mereka yang sebelum ini melalaikannya (melalaikan hari kiamat).

المكذّبون بيوم الدّين

(Orang kafir adalah) orang-orang yang mendustakan hari kiamat.

Masih ada sebutan-sebutan lain yang semuanya mengandung arti kekufuran mereka terhadap nikmat yang telah Allah berikan.

Orang-orang yang tidak akan menerima syafaat dikelompokkan ke dalam beberapa golongan sebagaimana yang diterangkan oleh ayat-ayat Al Quran sebagai berikut.

1. Kufur Nikmat
يا أيّها الّذين آمنوا أنفقوا ممّا رزقناكم من قبل أن يأتي يوم لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة والكافرون هم الظّالمون

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zalim.[8]

Keengganan dalam mengeluarkan sebagian harta pemberian Allah merupakan salah satu perwujudan sikap kekafiran dan kezaliman seseorang. Jika akhir ayat ini kita hubungkan dengan awalnya maka makna yang dapat kita petik darinya adalah bahwa mereka yang tidak menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah termasuk dari kelompok kaum kafir yang sudah tentu tidak akan menerima syafaat di hari kiamat nanti.

2. Pengikut Setan
Allah SWT berfirman,

هل ينظرون إلاّ تأويله يوم يأتي تأويله يقول الذين نسوه من قبل قد جاءت رسل ربّنا بالحقّ فهل لنا من شفعاء فيشفعوا لنا أو نردّ فنعمل غير الّذي كنّا نعمل قد خسروا أنفسهم وضلّ عنهم ما كانوا يفترون

Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sungguh mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.[9]

فكبكبوا فيها هم والغاوون , و جنود إبليس أجمعون , قالوا وهم فيها يختصمون , تالله إن كنّا لفي ضلال مبين , إذ نسوّيكم بربّ العالمين , وما أضلّنا إلاّ المجرمون , فما لنا من شافعين , ولا صديق حميم .

Artinya: Maka mereka (sesembahan-sesembahan) itu dijungkirkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang sesat dan seluruh bala tentara Iblis. Mereka berkata ketika sedang bertengkar di dalam neraka, “Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata karena kita telah mempersamakan kalian dengan Tuhan semesta alam. Tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang pendosa. Kini tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat kepada kami, dan kami juga tidak lagi memiliki teman yang akrab...”[10]

Kedua ayat suci di atas menjelaskan bahwa mereka yang melalaikan agamanya dan memilih untuk menjadi pengikut setan serta tenggelam di dalam lumpur kedurjanaan, tidak akan mendapatkan syafaat di hari akhir nanti.

3. Pendusta Hari Kebangkitan
Ayat berikut ini menceritakan bahwa orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan serta mengingkari hari kiamat dan hari penghitungan tidak akan menerima syafaat.

… وكنّا نكذّب بيوم الدّين , حتى أتانا اليقين , فما تنفعهم شفاعة الشّافعين

Artinya: "…dan kami telah mendustakan hari pembalasan hingga maut datang menjemput kami." Maka (saat itulah) syafaat para pemberi syafaat tidak berguna lagi untuk mereka. [11]

4. Orang yang Mempermainkan Agama
Allah SWT dalam sebuah ayat menjelaskan tentang nasib orang-orang yang menjadikan agama sebagai sasaran olok-olok dan main-main di hari kiamat nanti. Ayat tersebut adalah,

وذر الّذين اتّخذوا دينهم لعبا ولهوا وغرّتهم الحياة الدّنيا وذكّر به أن تبسل نفس بما كسبت ليس لها من دون الله وليّ ولا شفيع وإن تعدل كلّ عدل لا يؤخذ منها أولئك الّذين أبسلوا بما كسبوا لهم شراب من حميم و عذاب أليم بما كانوا يكفرون

Artinya: Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai sasaran olok-olok dan senda gurau dan mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat bagi mereka selain dari Allah. Jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun maka tebusan itu tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka karena perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka telah tersedia minuman dari air yang mendidih dan azab yang sangat pedih disebabkan oleh kekafiran mereka dahulu. [12]

5. Kaum Zalim
Allah SWT berfirman,

وأنذرهم يوم الأزفة إذ القلوب لدى الحناجر كاظمين ما للظّالمين من حميم ولا شفيع يطاع ..

Artinya: Peringatkanlah mereka tentang hari yang dekat itu (hari kiamat). Ketika itu, hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak memiliki teman setia seorang pun dan tidak ada pula orang yang dapat memberi syafaat kepada mereka.[13]

6. Penyekutu Allah
Dalam banyak ayatnya, Al Quran Al-Karim dengan sangat jelas menyebut bahwa kaum musyrik --mereka yang menyekutukan Allah-- tidak akan mendapat syafaat di hari kiamat. Pada saat yang sama semua sesembahan mereka selain Allah tidak dapat memberikan bantuan apapun kepada mereka. Allah SWT berfirman,

ويعبدون من دون الله مالا يضرّهم ولا ينفعهم و يقولون هؤلاء شفعاؤنا عند الله قل أتنبئون الله بما لا يعلم في السّموات ولا في الأرض سبحانه وتعالى عمّا يشركون

Artinya: Dan mereka menyembah selain Allah apa-apa yang tidak dapat mendatangkan petaka bagi mereka dan tidak pula memberikan manfaat, dan mereka berkata, “Mereka inilah yang akan memberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah, “Apakah kalian memberitahu Allah sesuatu yang tidak dikenal oleh-Nya baik di langit maupun di bumi?” Mahasuci Allah dari apa-apa yang mereka persekutukan. [14]

ولم يكن لهم من شركائهم شفعاء وكانوا بشركائهم كافرين ..

Artinya: Dan tidak ada di antara sesembahan itu yang dapat memberi syafaat kepada mereka, dan mereka mengingkari persekutuan itu. [15]

… وما نرى معكم شفاءكم الذين زعمتم أنّهم فيكم شركاء لقد تقطّع بينكم وضلّ عنكم ما كنتم تزعمون

Artinya: …dan Kami tidak melihat adanya pemberi syafaat bagi kalian dari sesembahan-sesembahan ini yang telah kalian jadikan sebagai sekutu (Allah). Sungguh telah terputuslah (hubungan) di antara kalian dan lenyaplah apa kalian dakwakan sebelum ini. [16]

أم اتّخذوا من دون الله شفعاء قل أو لو كانوا لا يملكون شيئا ولا يعقلون

Artinya: Bahkan mereka memilih pemberi syafaat selain dari Allah. Katakanlah, “Apakah hal ini kalian lakukan padahal mereka tidak memiliki apapun dan tidak berakal?” [17]

ءأتخذ من دونه آلهة إن يردن الرّحمن بضرّ لا تغن عنّي شفاعتهم شيئا ولا ينقذون

Artinya: Mengapa aku mesti memilih tuhan-tuhan lain selain Dia. Jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghen-daki suatu petaka bagiku, niscaya mereka tidak akan dapat memberiku syafaat dan mereka tidak dapat menyelamatkanku.[18]

Jika kita memperhatikan makna dari masing-masing ayat mengenai orang-orang kafir di atas, kita akan dapat menyimpulkan bahwa pertama, ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa segala hal yang mereka sekutukan dengan Allah, baik berhala maupun yang lainnya, tidak dapat memberikan syafaat untuk mereka, ketika harus masuk ke dalam api neraka karena kemusyrikan mereka. Kedua, ayat-ayat tadi juga menjelaskan bahwa kaum kafir tidak akan mendapat syafaat dari para pemberi syafaat --seperti Nabi dan manusia-manusia suci lainnya-- karena mereka memang tidak berhak untuk memperoleh ampunan.

Dari sini jelaslah, bahwa syafaat adalah pertolongan di hari kiamat yang tidak akan didapatkan oleh mereka yang masuk di dalam kategori kaum kafir dengan berbagai macam bentuknya.

Semua ayat yang kami sebutkan tadi, meskipun menafikan adanya syafaat untuk sekelompok umat manusia dengan kriteria-kriteria tertentu, namun tidak menafikannya secara mutlak, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Ketiga: Syafaat dalam Hadis Suci
Berbeda dengan banyak permasalahan lainnya dalam ilmu kalam, syafaat merupakan satu permasalahan yang dengan jelas telah disebutkan dalam ayat-ayat suci Al Quran Al-Karim dan hadis suci yang telah disabdakan oleh Nabi SAWW dan para Imam Ma’sum Ahlul Bait a.s. Di bawah ini kami nukilkan beberapa hadis berkenaan dengan masalah syafaat ini.

1. Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. berkata bahwa Rasulullah SAWW bersabda,

أُعطيتُ خمسا لم يعطهنّ أحد قبلي .. و أعطيت الشّفاعة ولم يعط نبي قبلي ..

Artinya: Allah SWT telah memberi lima hal yang tidak Dia berikan kepada selainku…Aku dianugerahi hak untuk memberikan syafaat padahal tidak ada seorang nabi pun selainku yang mendapatkan hak ini… [19]

2. Rasulullah SAWW bersabda,

.. فمن سأل لي الوسيلة حلّت له الشّفاعة

Artinya: …Jika seseorang memohonkan wasilah untukku, maka ia akan mendapatkan syafaat. [20]

3. Dalam hadis yang lain beliau SAWW bersabda,

... إنّما شفاعتي لأهل الكبائر من أمّتي

Artinya: …Syafaatku akan kuberikan kepada umatku yang melakukan dosa besar. [21]

4. Beliau SAWW juga bersabda,

...

اشفعوا تشفّعوا و يقضي الله عزّ وجلّ على لسان نبيّه ما شاء

Artinya: …Mintalah syafaat, niscaya kalian akan mendapatkannya dan Allah SWT akan mengabulkan semua permintaan Nabi-Nya. [22]

5. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Nabi SAWW bersabda,

أنا أوّل شفيع في الجنّة ...

Artinya: Aku adalah orang pertama yang memberi syafaat di surga…[23]

6. Ka’ab Al-Ahbar membawakan hadis yang sama dengan riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah Muhammad SAWW bersabda,

لكلّ نبي دعوة يدعوها فأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمّتي يوم القيامة

Artinya: Semua nabi memiliki doa yang dikabulkan oleh Allah dan aku menyimpan doa ini sebagai syafaat untuk umatku di hari kiamat.[24]

7. Abu Nadhrah berkata, “Suatu hari Ibnu Abbas r.a. berkhotbah di mimbar masjid kota Bashrah. Ia berkata bahwa Rasulullah SAWW pernah bersabda,

إنّه لم يكن نبي إلاّ له دعوة قد تنجزها في الدّنيا وإنّي قد اختبأت دعوتي شفاعة لأمتي وأنا سيّد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر ... فيقال ارفع رأسك وقل تُسمع وسل تُعط واشفع تشفّع ، قال صلى الله عليه وآله وسلّم :

فارفع رأسي فأقول أي ربي أمتي أمتي فيقال لي أخرج من النّار من كان في قلبه كذا وكذا فأخرجهم

Artinya: Semua nabi mempunyai sebuah doa mustajab di dunia. Namun aku menyimpannya untuk hari kiamat kelak sebagai syafaat bagi umatku. Tanpa menyombongkan diri, aku adalah penghulu seluruh anak cucu Adam…(di hari kiamat kelak) aku akan mendengar suara yang mengatakan, “Angkatlah kepalamu. Katakan sesuatu pasti kata-katamu akan didengar. Mintalah sesuatu, pasti permintaanmu akan terkabul dan berilah syafaat niscaya syafaatmu akan diterima.” Lalu aku mengangkat kepalaku seraya mengatakan, “Wahai Tuhanku, umatku-umatku.” Allah SWT menjawab, “Keluarkanlah siapa saja yang memiliki sifat ini dan ini di hatinya.” Lantas aku pun mengeluarkan mereka dari neraka.” [25]

8. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAWW bersabda,

أُعطيتُ خمسا لم يعطهنّ نبي قبلي ولا أقولهن فخرا بعثت إلى الناس كافة الأحمر و الأسود ، و نُصرتُ بالرعب مسيرة شهر ، وأحلت لي الغنائم ولم تحل لأحد قبلي ، وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا ، وأعطيت الشفاعة فاخرتها لأمتي فهي لمن لا يشرك بالله شيئا

Artinya: Aku telah diberi oleh Allah lima perkara yang tidak pernah Dia berikan kepada seorang nabi pun selainku, dan (ketahuilah) bahwa aku mengatakannya kepada kalian bukan karena rasa sombongku. (1) Aku diutus kepada seluruh umat manusia, baik mereka yang berkulit merah maupun yang berkulit hitam. (2) Aku telah diberi kemenangan atas musuh-musuhku dengan perasaan takut yang menghantui mereka terhadapku, dari jarak perjalanan satu bulan. (3) Harta ghanimah (rampasan perang) halal bagiku, padahal sebelumnya tidak. (4) Seluruh permukaan bumi adalah masjid (tempat bersujud) dan suci dalam syariat yang kubawa ini. (5) Aku juga dianugerahi oleh Allah hak memberi syafaat yang aku simpan untuk umatku di hari kiamat dan akan kuberikan kepada siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya.[26]

9. Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAWW bersabda,

إذا سمعتم مؤذنا فقولوا مثل ما يقول ثمّ صلّوا عليّ فإنّه من صلّى عليّ صلّى الله عليه بها عشرا ثمّ سلوا لي الوسيلة فإنّها منزلة في الجنة لا تنبغي إلاّ لعبد من عباد الله , و أرجو أن أكون أنا هو , فمن سأله لي الوسيلة حلّت عليه الشفاعة

Artinya: Jika kalian mendengar seorang muazin mengumandangkan azan maka tirukanlah setiap kata yang ia ucapkan. Lalu bacalah shalawat kepadaku. Karena jika seseorang membaca shalawat kepadaku maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali karena shalawatnya tersebut. Kemudian, mintalah wasilah untukku, karena wasilah itu adalah sebuah kedudukan yang tinggi di surga yang hanya berhak didapatkan oleh seorang hamba Allah yang sebenarnya, dan aku berharap semoga aku dijadikan sebagai hamba Allah yang sebenarnya itu. (Ketahuilah) jika seseorang memohonkan washilah untukku, ia pasti akan mendapatkan syafaatku. [27]

10. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAWW saat menafsirkan ayat, عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا
bersabda,

الشفاعة

Artinya: (Maksudnya adalah) syafaat.[28]

11. Rasulullah SAWW bersabda,

رأيت ما تلقى أمتي بعدي ... فسألت أن يوليني شفاعة يوم القيامة فيهم ففعل

Artinya: Aku telah mengetahui apa yang kelak akan dilakukan oleh umatku…Karena itulah aku memohon kepada-Nya untuk memberiku hak memberi syafaat kepada mereka, dan Dia mengabulkannya.[29]

12. Dalam hadis yang lain beliau SAWW bersabda,

ليخرجنّ قوم من أمتي من النار بشفاعتي يسمّون الجهنميين

Artinya: Kelak di hari kiamat akan ada sekelompok orang dari umatku yang keluar dari siksa api neraka berkat syafaatku, mereka inilah yang disebut dengan Jahanna-miyyun (orang-orang dari neraka jahannam). [30]

13. Rasulullah SAWW bersabda,

شفاعتي نائلة إنشاء الله من مات ولا يشرك بالله شيئا

Artinya: Syafaatku, insya Allah, akan didapatkan oleh siapa saja yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan selain-Nya. [31]

14. Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. berkata,

لنا شفاعة ولأهل مودتنا شفاعة

Artinya: Kami memiliki syafaat yang akan diberikan kepada mereka yang mencintai kami.[32]

15. Imam Ali Zainal Abidin a.s. dalam doa beliau mengatakan,

اللهمّ صلّ على محمد وآل محمد و شرّف بنيانه و عظّم برهانه , وثقّل ميزانه و تقبل شفاعته

Artinya: Ya Allah, limpahkalah shalawat atas Muhammad dan keluarganya. Muliakanlah kedudukan-nya, kuat-kanlah agamanya, beratkanlah neraca amalnya dan terimalah syafaatnya. [33]

16. Rasulullah SAWW bersabda,

يا بني عبد المطلب إنّ الصدقة لا تحلّ لي ولا لكم , ولكني وعدت الشفاعة

Artinya: Wahai Bani Abdul Muththalib, sedekah haram bagiku dan bagi kalian semua, dan (sebagai gantinya) aku menjanjikan syafaat (untuk kalian).[34]

17. Imam Zainal Abidin a.s. dalam doanya berkata,

... وتعطف عليّ بجودك وكرمك , وأصلح منّي ما كان فاسدا , وتقبل مني ما كان صالحا , وشفّع فيّ محمدا وآل محمد , واستجب دعائي وارحم تضرّعي وشكواي ...

Artinya: (Ya Allah) perlakukanlah aku dengan kemurahan dan kebaikan-Mu. Luruskanlah semua hal buruk yang ada pada diriku dan terimalah amal kebaikan yang kulakukan. Jadikanlah Muhammad dan keluarganya sebagai para pemberi syafaatku (di hari akhir). Kabulkan doaku dan kasihanilah kerendahan dan pengaduanku ini…[35]

18. Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

المؤمن مؤمنان : مؤمن وفى لله بشروطه التي شرطها عليه , فذلك مع النبيـين و الصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا وذلك من يشفع ولا يشفع لـه وذلك ممن لا تصيبه أهوال الدنيا ولا أهوال الآخرة , ومؤمن زلت به قدم فذلك كخامة الزرع كيفما كفئته الريح انكفأ و ذلك ممن تصيبه أهوال الدنيا و الآخرة و يشفع له و هو على خير

Artinya: Mukmin ada dua macam. Pertama adalah orang mukmin yang telah menepati semua janji suci keimanannya dengan Allah. Orang yang demikian ini akan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang saleh; sungguh kebersamaan yang terbaik. Ia kelak akan dapat mensyafaati dan tidak lagi memerlukan syafaat orang lain. Di hari kiamat, ia akan terbebas dari segala kekalutan yang ada saat itu. Sedang mukmin jenis kedua adalah orang mukmin yang tergoda hawa nafsunya sehingga melakukan kesalahan dan dosa. Ia laksana sebatang ranting patah yang dipermainkan oleh tiupan angin. Di hari kiamat ia tidak akan lepas dari ketakutan yang menimpa penghuni mahsyar, namun ia akan mendapat syafaat yang membawanya kepada kebaikan.[36]

19. Rasulullah SAWW bersabda,

إنّ ربكم تطوّل عليكم في هذا اليوم فغفر لمحسنكم و شفّع محسنكم في مسيئكم فأفيضوا مغفورا لكم

Artinya: Sesungguhnya pada hari ini Tuhan melihat kepada kalian dengan pandangan rahmat-Nya. Dia telah mengampuni mereka yang melakukan kebajikan dari kalian dan menjadikannya sebagai pemberi syafaat bagi siapa saja yang telah melakukan dosa di antara kalian. Kini, pergilah dalam keadaan dosa kalian telah diampuni oleh-Nya.

Dalam sebagian riwayat disebutkan tambahan ini,

إلاّ أهل التبعات فإن الله عدل يأخذ للضعيف من القوي

Artinya: ...kecuali mereka yang berbuat zalim, karena Allah akan mengambil hak bagi orang lemah dari yang kuat.

Ketika malam tiba, sekelompok orang tengah asyik bermunajat dengan Tuhan mereka dan memohonkan ampunan bagi para pendosa. Pada saat Nabi SAWW sampai di antara mereka, beliau bersabda kepada Bilal, “Wahai Bilal perintahkan semuanya untuk diam sejenak!”. Setelah semuanya diam, beliau bersabda,

إنّ ربكم تطوّل عليكم في هذا اليوم فغفر لمحسنكم و شفّع محسنكم في مسيئكم فأفيضوا مغفورا لكم

Artinya: Sesungguhnya pada hari ini Tuhan melihat kepada kalian dengan pandangan rahmat-Nya. Dia telah mengampuni mereka yang melakukan kebajikan dari kalian dan menjadikannya sebagai pemberi syafaat bagi siapa saja yang telah melakukan dosa di antara kalian. Kini, pergilah dalam keadaan dosa kalian telah diampuni oleh-Nya. Dan beliau SAWW memberikan jaminan keridhaannya untuk para pelaku maksiat.[37]

20. Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. ketika menjelaskan keutamaan Al Quran berkata,

إنه ما توجّه العباد إلى الله تعالى بمثله , واعلموا أنه شافع مشفّع وقائل مصدّق , و أنه من شفع له القرآن يوم القيامة شفّع فيه

Artinya: Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalihkan perhatian seorang hamba kepada Allah SWT lebih dari Al Quran. Ketahuilah bahwa ia adalah pemberi syafaat dan pembicara yang benar. Jika seseorang diberi syafaat oleh Al Quran, maka Allah SWT pasti menerima syafaat tersebut.[38]

Semua hadis di atas (dan masih banyak hadis lainnya yang tidak bisa kami nukilkan seluruhnya di sini) dengan sangat jelas menunjukkan bahwa masalah syafaat telah dikenal di kalangan kaum muslimin sejak awal masa Islam dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari akidah Islamiah, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAWW dan para Imam Ma’sum Ahlul Bait a.s.

Lebih jauh lagi, sejarah kenabian menceritakan kepada kita bahwa pada masa hidup Rasulullah SAWW kaum muslimin menaruh perhatian khusus pada permasalahan ini dan mereka sering meminta kepada beliau untuk memberi syafaat kepada mereka kelak di hari kiamat.

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Aku pernah meminta Nabi SAWW untuk memberiku syafaat di hari kebangkitan nanti.” Nabi SAWW dalam menjawab permintaan sahabatnya ini bersabda, “Aku pasti akan mengabulkan permintaanmu ini”. Lalu ia berkata lagi, “Ya Rasulullah, di manakah aku dapat menjumpai Anda?” Beliau SAWW menjawab,

اطلبني أول ما تطلبني على الصراط

Artinya: Carilah aku pertama kali di sirat. [39]

Dalam kitab Matn Al-Washithiyyah disebutkan, “Yang pertama kali membuka pintu surga adalah Nabi Muhammad SAWW. Sedangkan umat pertama yang masuk ke dalam surga adalah umat Muhammad. Beliau SAWW di hari kiamat nanti memiliki tiga syafaat. Syafaat pertama adalah syafaat yang diberikan di padang mahsyar setelah seluruh umat manusia mendatangi para nabi seperti Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam a.s., dan berakhir pada beliau SAWW. Adapun syafaat kedua, adalah syafaat yang diberikan kepada para penghuni surga untuk dapat memasukinya. Kedua syafaat ini adalah hak khusus yang hanya dimiliki oleh Nabi Muhammad SAWW. Sedangkan syafaat ketiga adalah syafaat yang diberikan kepada mereka yang semestinya masuk ke dalam api neraka. Syafaat ini selain hak beliau juga dapat diberikan oleh para nabi lainnya, juga para shiddiqin (orang-orang yang benar) dan orang-orang saleh yang lain. Dengan syafaat ketiga ini, mereka yang semestinya masuk ke neraka bisa diampuni dan lolos dari siksa sedangkan mereka yang telah memasukinya akan dikeluarkan dari sana.”[40]

Sirah Al-Halabiyyah menceritakan bahwa setelah Rasulullah SAWW wafat, Abu Bakar berdiri di sisi jenazah suci Nabi SAWW dan sembari membuka kain penutup wajah utusan terakhir Tuhan ini berkata, “Demi ayah dan ibuku, sungguh mulia hidup dan matimu. Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, ya Rasulullah. Semoga kami tetap mendapat tempat di hatimu.” [41]




BAGIAN KEDUA

Syafaat Menurut Ulama Islam
Hampir seluruh ulama Islam bersepakat bahwa syafaat memang ada di hari kiamat dan akan diberikan kepada kaum mukminin. Hanya saja, sebagian dari mereka berselisih pendapat mengenai seberapa luas makna syafaat ini. Mayoritas ulama dari berbagai mazhab dan aliran dalam Islam berpendapat bahwa syafaat akan berguna untuk menghindarkan seseorang dari bahaya dan siksa neraka.

Pertama: Pendapat Ulama Mengenai Makna Syafaat
1. Syeikh Mufid, Muhammad bin Nu’man Al-‘Akbari (wafat tahun 413 H) berkata,

“Syi’ah Imamiyyah bersepakat bahwa Rasulullah kelak di hari kiamat akan memberikan syafaatnya kepada sekelompok orang dari umatnya yang berlumuran dengan dosa besar. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa Amirul Mukminin Ali a.s. akan memberikan syafaatnya kepada para pecinta dan pengikutnya yang memikul dosa, demikian juga para Imam Ma’sum lainnya dari Ahlul bait a.s. Berkat syafaat manusia-manusia suci ini, Allah SWT menyelamatkan banyak orang yang semestinya masuk ke neraka karena dosa yang mereka perbuat.”

Di bagian lain beliau mengatakan, “Seorang mukmin yang saleh dapat memberikan syafaat untuk sabahat mukminnya yang berdosa. Allah akan menerima syafaat yang ia berikan itu. Demikianlah keyakinan seluruh kaum Syi’ah Imamiyyah kecuali beberapa gelintir orang.” [42]

2. Syeikh Muhammad bin Al-Hasan Al-Thusi (wafat tahun 460 H) dalam kitab tafsir Al-Tibyan mengatakan,

“Hakikat syafaat menurut kami adalah menghindar-kan bahaya bukan mendatangkan keuntungan. Di hari kiamat nanti, kaum mukminin akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAWW. Dengan diterimanya syafaat tersebut oleh Allah, banyak sekali orang yang semestinya masuk ke neraka akan selamat dari siksa, seperti yang telah disabdakan oleh Nabi SAWW,

إدّخرت شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي

Artinya: Aku menyimpan syafaatku untuk kuberikan nanti kepada umatku yang berdosa.

Kami meyakini bahwa syafaat adalah hak yang dimiliki oleh Nabi SAWW, sebagian sahabat beliau, seluruh Imam Ma’sum, dan banyak hamba Allah yang saleh…” [43]

3. Allamah Muhaqqiq Fadhl bin Al-Hasan Al-Thabarsi (wafat tahun 548 H) berkata,

“…Menurut kami kewenangan memberi syafaat adalah hak yang dimiliki oleh Nabi SAWW, para sahabatnya yang setia, Imam-Imam ma’sum Ahlul bait a.s., dan kaum mukminin yang saleh. Dengan syafaat mereka ini, Allah akan menyelamatkan banyak sekali orang yang seharusnya masuk ke dalam neraka karena dosa mereka…” [44]

4. Allamah Syeikh Muhammad Baqir Al-Majlisi (wafat tahun 1110 H) mengatakan,

“Ketahuilah, bahwa syafaat adalah satu hal yang telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai masalah yang prinsipil dalam agama Islam. Mereka bersepakat bahwa Rasulullah SAWW di hari kiamat nanti akan memberikan syafaat kepada umatnya, bahkan umat-umat yang lain. Sedangkan hal yang menjadi ajang perselisihan pendapat adalah mengenai makna syafaat ini dan hasil yang didapatkan darinya, apakah syafaat berarti bertambahnya pahala seseorang ataukah hanya berarti penghapusan dosa?

Kaum Syi’ah Imamiyyah berpendapat bahwa syafaat berarti penghapusan dosa meskipun dosa itu tergolong sebagai dosa besar. Mereka juga meyakini bahwa hak memberi syafaat ini tidak hanya dimiliki oleh Nabi SAWW dan para Imam a.s. saja, tapi orang-orang saleh juga bisa memberi syafaat kepada orang lain dengan izin Allah SWT…” [45]

Apa yang telah kami sebutkan di atas adalah pernyataan beberapa ulama terkenal dari kalangan Syi’ah Imamiyyah mengenai syafaat. Berikut ini kami nukilkan pernyataan dari beberapa ulama besar mazhab-mazhab Islam lainnya.

1. Abu Mansur Al-Maturidi Al-Samarqandi (wafat tahun 333 H) saat menafsirkan ayat ولا يقبل منها شفاعة “Syafaat mereka tidak akan diterima”[46] dan ayat ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى “Mereka tidak akan bisa memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah diridhai” [47] mengatakan,

“Ayat pertama meskipun menafikan syafaat, akan tetapi kita meyakini adanya syafaat yang diterima dalam Islam yaitu syafaat yang dimaksudkan oleh ayat ini.” [48] (Yang beliau maksudkan dengan ayat ini adalah ayat ke-28 dari surat Al-Anbiya’.)

2. Abu Hafsh Al-Nasafi (wafat tahun 538 H) dalam kitabnya yang dikenal dengan Al-‘Aqaid Al-Nasafiyyah mengatakan,

“Syafaat adalah fakta yang tidak dapat diragukan lagi dan merupakan hak yang dimiliki oleh para rasul dan orang-orang saleh sesuai dengan apa yang disebutkan dalam banyak hadis.” [49]

3. Nashiruddin Ahmad bin Muhammad bin Al-Munir Al-Iskandari Al-Maliki dalam kitab Al-Intishaf menulis,

“Mereka yang mengingkari syafaat sangat layak untuk tidak menerimanya di hari kiamat nanti. Sedangkan yang percaya dan meyakininya, yaitu kelompok Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, mereka adalah orang-orang yang selalu berharap akan rahmat Allah. Mereka percaya bahwa syafaat bisa diberikan kepada orang-orang mukmin yang telah melakukan dosa, dan syafaat ini adalah hak Nabi Muhammad SAWW yang disimpan untuk mereka…” [50]

4. Qadhi ‘Iyadh bin Musa (wafat tahun 544 H) mengatakan,

“Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa masalah syafaat secara akal bisa diterima dan kebenarannya didukung oleh banyak ayat dan riwayat. Banyak sekali hadis, yang jumlahnya telah sampai ke batas hadis mutawatir, menyebutkan bahwa syafaat bakal diterima oleh kaum mukminin yang berlumuran dosa. Salaf Shalih (mereka yang hidup di awal Islam) dan ulama-ulama Ahlus Sunnah setelah mereka bersepakat akan kebenaran hal ini….”[51]

Masih banyak lagi ulama-ulama Islam dari kalangan Ahlus-Sunnah dan Syi’ah yang menekankan akan kebenaran syafaat di hari kiamat, yang tentunya tidak dapat kami nukilkan semuanya di sini.

Dengan melihat ayat-ayat Al Quran Al-Karim, hadis-hadis Nabi Muhammad SAWW dan para Imam Ahlul Bait a.s., juga pernyataan-pernyataan para ulama di atas, dapat kita simpulkan bahwa masalah syafaat termasuk dari serangkaian permasalahan yang telah diterima dan diyakini oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab yang berbeda. Meski demikian, tidak dapat kita pungkiri adanya perselisihan di kalangan para ulama mengenai makna syafaat.

Berbeda dengan pendapat para ulama di atas, kelompok Mu’tazilah menolak konsep syafaat. Abul Hasan Al-Khayyath, salah seorang tokoh kelompok ini, saat menafsirkan ayat berikut ini,

أفمن حقّ عليه كلمة العذاب أفأنت تنقذ من في النار ...

Artinya: Apakah (engkau hendak merubah nasib) orang yang telah pasti akan disiksa? Apakah engkau akan menyelamatkan orang yang berada di dalam neraka?[52]

mengatakan,

“Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa Rasulullah SAWW tidak mungkin dapat menyelamatkan orang yang sudah pasti masuk ke dalam api neraka….”

Syeikh Mufid dalam menjawab pernyataan tersebut mengatakan,

“Semua orang yang menerima konsep syafaat tidak pernah mengklaim bahwa Rasulullah SAWW dapat menyelamatkan orang yang berada di neraka. Mereka hanya mengatakan bahwa Allahlah yang menyelamatkan orang tersebut dari siksaan-Nya sebagai penghormatan atas Nabi SAWW dan keluarganya yang suci (yang memberinya syafaat). Di sisi lain, para mufassir (ahli tafsir Al Quran) berpendapat bahwa yang dimaksud oleh ayat ini dengan “mereka yang pasti masuk neraka” adalah kaum kafir, dan dalam pembahasan-pembahasan yang lalu telah dijelaskan bahwa Nabi SAWW tidak akan memberikan syafaatnya kepada mereka.” [53]

Dengan penjelasan ini, dapat disimpulkaan bahwa ayat tersebut tidak tepat untuk menjadi argumen dalam menolak konsep syafaat.

Kedua: Diskusi Seputar Masalah Syafaat
Meskipun konsep syafaat dengan jelas telah disebutkan di dalam Al Quran Al-Karim, akan tetapi dengan semakin berkembangnya ilmu kalam, diskusi dan perbincangan seputar masalah syafaat ini semakin marak pula dan permasalahannya merambah ke banyak sisi. Dari sinilah muncul beberapa kritik atas konsep syafaat ini yang semuanya berpulang kepada konsep-konsep yang telah diyakini dan diterima oleh mayoritas kaum muslimin dengan berbagai mazhabnya.

Dalam buku kecil ini, setelah menyebutkan beberapa kritik tersebut, kami berusaha untuk menjawab dan menunjukkan kelemahannya.

Kritik Pertama
Dosa yang diperbuat oleh seorang mukmin sama dengan dosa yang diperbuat oleh orang kafir. Sedangkan pahala atau siksa Allah diberikan kepada hamba-Nya karena perbuatan yang ia lakukan. Jika kita katakan bahwa dengan perantaraan syafaat, seorang mukmin yang telah berbuat dosa akan terbebas dari siksa, sedangkan orang kafir tidak akan selamat, hal ini bertentangan dengan keadilan Allah, Mahasuci Allah dari ketidakadilan. Kritik pertama ini dapat kita sebut dengan “problem dualisme balasan untuk satu dosa”.

Jawaban atas Kritik Pertama
Ada dua permasalahan yang harus kita jelaskan di sini. Pertama, apakah dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin sama dengan yang dilakukan oleh orang kafir? Kedua, apakah dengan diterimanya syafaat Nabi SAWW kepada seorang mukmin yang berdosa padahal orang kafir yang melakukan hal sama tidak berhak mendapatkannya, berarti ada dualisme dalam pembalasan ataukah tidak?

Jelas bahwa sebuah dosa, siapapun pelakunya, adalah sebuah hal tercela dan pelakunya pantas untuk mendapat siksa. Sebagaimana halnya perbuatan baik, siapapun pelakunya, adalah hal terpuji dan pelakunya berhak untuk mendapatkan pahala. Jika tidak demikian tidak ada lagi perbedaan antara orang yang baik dan orang yang berdosa.

Hanya saja, Allah SWT membedakan antara dosa --di sini pembicaraan kita mengenai masalah dosa-- yang dilakukan oleh orang mukmin dengan yang dilakukan oleh orang kafir. Allah memberikan kesempatan bagi orang mukmin yang berdosa untuk mendapatkan syafaat sebagaimana juga membuka pintu taubat baginya. Di saat yang sama orang kafir bisa mendapatkan dua kesempatan tersebut dengan syarat harus terlebih dahulu beriman kepada-Nya. Sama halnya dengan kebajikan yang mereka lakukan. Selagi mereka belum beriman, seluruh amal kebajikannya tidak akan dibalas dengan pahala sama sekali.

Memang, kebohongan yang dilakukan oleh seorang mukmin dengan yang dilakukan oleh orang kafir bisa saja sama, tetapi dalam hukumnya tetap berbeda. Perbedaan hukum ini telah dijelaskan oleh Sang Pembuat Syariat, Allah SWT. Ketika Dia mengatakan bahwa bohong merupakan dosa dan maksiat kepada-Nya, Dia juga menjelaskan bahwa hukum orang mukmin berbeda dengan hukum orang kafir.

Sebenarnya, kritik ini berasal dari anggapan bahwa dosa kedua orang tadi sama. Padahal seperti yang telah kami jelaskan, meskipun secara lahiriah keduanya sama, akan tetapi dari sisi hukumnya berbeda dan yang menentukan perbedaan tersebut adalah Allah.

Al-Qur’an Al-Karim melalui ayat-ayat sucinya membagi umat manusia di hari kiamat nanti ke dalam beberapa kelompok, diantaranya, kelompok mukminin dan kelompok kafirin.

Orang-orang kafir adalah mereka yang selama hidup di dunia tidak beriman kepada Allah SWT atau menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Al Quran dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak akan memperoleh syafaat.

أم اتخذوا من دون الله شفعاء قل أَوَلَوْ كانوا لا يملكون شيئا ولا يعقلون

Artinya: Apakah mereka menjadikan selain Allah sebagai pemberi syafaat bagi mereka. Katakanlah, apakah kalian melakukannya meskipun mereka ini tidak bisa berbuat apa pun dan mereka tidak bisa berpikir? [54]

والذين كفروا أولياؤهم الطاغوت يخرجونهم من النور إلى الظلمات أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan orang-orang kafir, pelindung mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [55]

Jelas, bahwa kekekalan di dalam neraka bertentangan dengan makna yang terkandung dalam syafaat. Masih banyak lagi ayat Al Quran yang menekankan hal yang sama.

Penentuan balasan bagi orang mukmin dan kafir adalah hak mutlak yang dimiliki oleh Allah SWT semata. Selain itu, Allah SWT juga telah menentukan bahwa orang mukmin akan mendapatkan pahala dan orang kafir akan mendapat siksa karena perbuatan masing-masing. Di lain pihak, tidak ada satu pun ayat Al Quran Al-Karim yang menyebutkan bahwa orang kafir memiliki kesempatan untuk mendapat syafaat, bahkan sebaliknya, yang kita dapatkan adalah ayat yang menyebutkan bahwa mereka kekal di dalam neraka.

Dari sini kita katakan bahwa tidak adanya kesempatan bagi orang kafir untuk mendapatkan syafaat dikarenakan Allah SWT menepati janji yang Dia berikan melalui lisan para nabi dan utusan-Nya untuk menyiksa mereka di hari akhir nanti.

Sedangkan untuk orang mukmin, Allah SWT telah memberinya kesempatan untuk bertaubat. Jika berbuat dosa, ia memiliki kesempatan untuk bertaubat. Tentu saja, taubat yang benar dan diterima adalah jika disertai dengan rasa penyesalan atas perbuatannya dan bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya lagi. Hal ini dikarenakan penyesalan atas perbuatan maksiat akan membuat orang jera untuk mengulanginya. Sebaliknya, mengulangi perbuatan dosa berarti senang terhadapnya. Jika orang mukmin meninggal dunia dalam keadaan berlumuran dosa, ia masih dapat diampuni dengan perantaraan syafaat yang disediakan oleh Allah SWT untuk orang-orang yang beriman. Dengan demikian, syafaat yang hanya dikhususkan bagi kaum mukminin yang berlumuran dosa adalah termasuk janji Ilahi yang dibawa oleh para nabi dan rasul.

Di bawah ini, kami bawakan beberapa contoh ayat suci Al Quran mengenai dua macam janji Tuhan tersebut.

إنّ الذين كفروا وماتوا وهم كفّار أولئك عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين خالدين فيها لا يخفّف عنهم العذاب ولا هم ينظرون

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka yang mati dalam keadaan kafir akan mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat tersebut. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan siksa dan tidak akan dilihat dengan pandangan rahmat. [56]

... ومن يرتدد منكم عن دينه فيمت وهو كافر فأولئك حبطت أعمالهم في الدنيا و الآخرة و ألئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: …Jika seorang di antara kalian keluar dari agamanya lalu ia mati dalam kekafiran maka orang-orang seperti itulah yang amalannya sia-sia di dunia dan di akhirat. Merekalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya. [57]

Kedua ayat di atas menjelaskan janji Tuhan kepada mereka yang mati dalam keadaan kafir. Tuhan menyatakan bahwa mereka akan kekal di neraka. Tentunya, kekekalan di neraka tidak sesuai dengan makna syafaat.

Allah SWT berfirman,

إنّما التوبة على الله للّذين يعملون السّوء بجهالة ثم ّيتوبون من قريب فأولئك يتوب الله عليهم

Artinya: Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang melakukan kejahatan lantaran kebodohan mereka dan kemudian mereka segera bertaubat. Taubat mereka itulah yang diterima oleh Allah.[58]

فمن تاب من بعد ظلمه وأصلح فإنّ الله يتوب عليه إنّ الله غفور رحيم

Artinya: Seseorang yang bertaubat setelah melakukan kesalahannya dan memperbaiki diri pasti akan diterima Allah taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [59]

Banyak ayat lainnya mengenai taubat yang tidak mungkin kami sebutkan semuanya di sini.

Setelah menyebutkan dalil-dalil di atas, kita kembali kepada kritik pertama ini. Kini, bisa kita katakan bahwa dualisme dalam pembalasan terjadi karena dosa yang dilakukan oleh dua orang tadi berbeda hukumnya. Sejak semula, Allah SWT telah membedakan antara dosa orang mukmin dan dosa orang kafir. Dengan begitu, orang kafir tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan syafaat. Sebaliknya, bagi orang mukmin pintu syafaat terbuka lebar, sebagaimana ia juga bisa bertaubat akan dosa-dosanya. Singkatnya, pembalasan yang akan diterima oleh keduanya itu sesuai dengan janji-Nya kepada seluruh umat manusia melalui lisan para nabi dan para imam a.s..

Dalam hadis nabawi disebutkan bahwa syafaat tidak akan didapatkan oleh mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Abu Dzarr meriwayatkan bahwa suatu malam Rasulullah SAWW salat dengan membaca sebuah ayat sampai waktu subuh tiba, lalu ruku’ dan sujud dengan membaca ayat yang sama yang berbunyi,

إنّ تعذّبهم فإنّهم عبادك وإن تغفر لهم فإنّك أنت العزيز الحكيم

Artinya: Jika Engkau menyiksa mereka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Namun jika Engkau mengampuni mereka maka itu karena Engkau Mahamulia lagi Mahabijaksana. [60]

Pagi harinya, Abu Dzar berkata kepada Rasulullah SAWW, “Ya Rasulullah, Anda selalu mengulangi ayat ini dalam salat, ruku’ dan sujud sampai pagi.” Beliau SAWW menjawab,

... إنّي سألت ربّي عزّ وجل الشفاعة لأمتي فأعطانيها فهي نائلة إن شاء الله لمن لا يشرك بالله عزّ وجل شيئا

Artinya:…Aku memohon kepada Tuhanku SWT untuk memberiku hak syafaat bagi umatku dan Allah mengabul-kan permintaanku itu. Syafaatku akan didapatkan oleh umatku yang tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya, Insya Allah. [61]

Diriwayatkan juga bahwa Rasululah SAWW pernah bersabda,

شفاعتي لمن شهد أن لا اله إلاّ الله مخلصا يصدق قلبه لسانه ولسانه قلبه ..

Artinya: Syafaatku akan didapatkan oleh mereka yang bersaksi dengan sepenuh hatinya bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang kesaksian hatinya sama dengan kata-katanya…[62]

Kritik Kedua
Penghapusan siksa yang semestinya menimpa orang mukmin yang berdosa pada hari kiamat, padahal sebelumnya Allah telah menjanjikannya, tidak keluar dari dua kemungkinan. Pertama, hal itu sebagai perwujudan sifat keadilan, atau kedua, terhitung sebagai tindakan zalim dan semena-mena.

Jika penghapusan siksa tersebut dianggap sebagai perbuatan adil, berarti dengan menyiksa hamba-Nya, Allah SWT bertindak semena-mena. “Mahasuci Allah dari tindakan yang demikian itu.”

Namun, jika penghapusan siksa adalah tindakan yang tidak benar (zalim) --dengan memohonkan syafaat bagi mereka yang berdosa-- berarti para nabi, rasul, dan orang-orang saleh melakukan suatu tindakan yang tidak benar dan zalim. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kesucian dan ke-maksum-an mereka dari segala kesalahan.

Jawaban atas Kritik Kedua
Kritik kedua ini berpulang kepada kontradiksi antara dua hal yang bisa terjadi jika konsep syafaat ini kita terima. Hal yang pertama, penghapusan siksa adalah suatu tindakan bijaksana dan menyiksa hamba yang berdosa berarti suatu kezaliman yang tidak mungkin dilakukan oleh Allah SWT. Kedua, penghapusan siksa adalah tindakan yang tidak benar (zalim) --karena di dunia, ancaman akan siksaan akhirat sudah diberikan-- dan ini berarti bahwa permohonan ampunan di akhirat (syafaat) yang dilakukan oleh para nabi dan syafi’ (pemberi syafaat) lainnya tergolong permohonan atas suatu kezaliman dan hal ini tidak sesuai dengan kepribadian mereka.

Pada pembahasan yang lalu, telah kami singgung bahwa perbuatan dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin bukan merupakan kausa atau sebab yang sempurna untuk mendapat siksaan. Dosa hanya merupa-kan sebuah jalan menuju siksa. Jika antara dosa tersebut dan turunnya siksaan tidak ada penghalang yang telah ditetapkan sendiri oleh Allah SWT, seperti taubat dan syafaat, maka dosa itu akan meninggalkan kesannya, yang berbentuk siksaan bagi sang pelaku.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda,

إذا قمت المقام المحمود تشفّعت في أصحاب الكبائر من أمتي فيشفّعني الله فيهم والله لا تشفّعت فيمن آذى ذريتي

Artinya: Saat aku berada di kedudukan yang mulia, aku berikan syafaatku kepada semua orang dari umatku yang telah melakukan dosa besar dan Allah akan menerima syafaatku untuk mereka. Demi Allah, aku tidak akan memberikan syafaatku kepada orang yang telah menyakiti keturunanku. [63]

Atas dasar ini kita katakan bahwa tindakan Allah menyiksa seorang hamba yang mukmin karena dosa yang ia lakukan merupakan tindakan yang benar dan sesuai dengan keadilan-Nya, sama seperti saat Dia memberikan pahala kepada seorang mukmin yang berbuat kebajikan. Jika seorang pendosa tidak berhak untuk disiksa maka tidak akan ada perbedaan antara dia dengan orang yang taat. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa meskipun ia berhak untuk disiksa, tapi terkadang siksaan tersebut tidak jadi ia terima karena adanya suatu penghalang, seperti taubat dan syafaat.

Dengan demikian, jelaslah bahwa antara teori keadilan Ilahi dengan konsep syafaat tidak terdapat satupun sisi kontradiktif.

Kesimpulannya, syafaat adalah kemurahan dan rahmat dari Allah SWT untuk kaum mukminin dan merupakan pembeda antara mukmin dan kafir. Syafaat adalah rahmat. Adakah kontradiksi antara rahmat dan keadilan?

Janji Allah untuk menerima syafaat bagi sebagian hamba-Nya hanya dikhususkan bagi mereka yang memiliki kriteria tertentu yang telah Dia tetapkan, yaitu mereka yang beriman kepada-Nya serta beriman kepada kitab-kitab dan para utusan-Nya.

Rasulullah SAWW bersabda,

خيّرت بين الشفاعة و بين أن يدخل نصف أمتي الجنة فاخترت الشفاعة لأنها أعم و أكفى أترونها للمتقين ؟ لا , ولكنّها للمذنبين الخطائين المتلوّثين

Artinya: Aku diberi dua pilihan, hak syafaat ataukah separuh dari umatku masuk ke dalam surga. Aku memilih syafaat karena lebih umum dan lebih luas jangkauannya. Apakah kalian mengira bahwa syafaat akan diberikan kepada mereka yang bertakwa? Tidak, syafaat hanyalah untuk mereka yang berdosa dan kotor oleh noda maksiat.[64]

Imam Hasan a.s. berkata,

إنّ النبي قال في جواب نفر من اليهود سألوه عن مسائل : و أما شفاعتي ففي أصحاب الكبائر ما خلا أهل الشرك و الظلم

Artinya: Dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sekelompok orang Yahudi, Nabi SAWW bersabda, “Mengenai syafaatku, kelak di hari kiamat aku akan memberikannya kepada mereka yang berlumuran dosa kecuali orang-orang musyrik dan zalim.”[65]

Mengenai siksaan atas orang-orang kafir dan musyrik, kita katakan bahwa hal tersebut sesuai dengan ancaman yang telah Allah berikan sebelumnya. Karena itu, para nabi, rasul, dan washi serta mereka yang diberi izin oleh Allah SWT untuk menjadi syafi’ di hari kiamat tidak akan memohon syafaat dan ampunan bagi kaum kafir dan musyrik, serta mereka yang disebut oleh Al Quran sebagai penghuni abadi neraka jahanam. Ringkasnya, dalam masalah ini ada dua golongan, yaitu mereka yang beriman tapi berlumuran dosa dan mereka yang kafir dan ingkar kepada Allah SWT. Menyamakan kedua golongan ini dalam menerima hasil perbuatan di akhirat nanti adalah tindakan yang keliru.

Kritik kedua ini bisa dibenarkan jika seseorang dari golongan pertama selamat dari siksaan karena syafaat namun di saat yang sama orang lain dari kelompok yang sama tidak mendapatkan syafaat tersebut, padahal keduanya memiliki kriteria yang sama.

Di sisi lain, “Adanya syafaat dan penghapusan siksa setelah melewati banyak sebab seperti rahmat, ampunan, hukuman, pengadilan, pengembalian hak kepada orang yang berhak, semuanya itu tidak bertentangan dengan sunnah Allah dan tidak membuka pintu kesesatan.”[66]

Kritik Ketiga
Dalam kacamata masyarakat pada umumnya, syafaat dipahami sebagai permintaan syafi’ kepada yang menerima permohonan itu untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan berkenaan dengan orang yang diberi syafaat. Hal ini tidak mungkin terjadi, kecuali jika si penerima permohonan syafaat tadi kemudian menjadi tahu akan sesuatu yang membuatnya menerima permohonan sang syafi’. Makna kedua syafaat seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang adalah bahwa penerima permohonan syafaat (dalam hal syafaat di akhirat berarti Allah SWT) menahan diri untuk memberlakukan suatu ketentuan terhadap seseorang demi menghargai kedudukan si pemberi syafaat, meskipun ketentuan yang semestinya ia berlakukan itu sangat tepat, adil, dan bijaksana. Kedua makna syafaat ini tidak layak kita nisbatkan kepada Allah SWT.

Jawaban atas Kritik Ketiga
Apa yang disebutkan dalam kritik ketiga ini sudah salah dari dasarnya. Sebab, ketentuan (baca: azab atau siksaan) yang semestinya diberlakukan oleh Allah SWT bukannya sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari dosa. Sebagimana yang telah kami jelaskan sebelum ini, dosa hanyalah jalan menuju siksa. Sedangkan syafaat adalah sesuatu yang telah dijanjikan dan Al Quran Al-Karim sendiri dalam banyak ayatnya telah menjelaskan bentuk, batasan, dan kriteria mereka yang berhak menerimanya.

Jadi, dengan menerima permohonan syafaat, tidak berarti Allah SWT mengurungkan niat menyiksa hamba-Nya yang berdosa. Tetapi hal itu berarti bahwa Dia menepati janji kepada para hamba-Nya. Dengan demikian syafaat juga tidak berarti bahwa dengan permohonan syafaat yang diajukan oleh para syafi’ berarti Allah mendapat pengetahuan yang baru akan hal itu. Sebab, jauh hari Allah telah mengetahui fenomena syafaat, bahkan Dia sendirilah yang menyebutkan hal itu dan menjelaskan bagaimana seorang mukmin yang berdosa bisa meraihnya untuk kemudian sampai kepada ridhwan (keridhaan) Allah SWT.

Di sisi lain, Allah SWT Yang Mahatahu telah mengetahui segala hal yang terjadi pada hamba-hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu maka tidak ada lagi arti ilmu yang baru bagi Allah dengan menerima syafaat.

Penjelasan di atas bisa kita simpulkan dari ayat yang berbunyi,

.. يمحو الله ما يشاء ويثبت وعنده أمّ الكتاب

Artinya: Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menentukan (apa yang Dia mau). Dan di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab.[67]

Allamah Thabathaba’i mengatakan, “…Perubahan ilmu dan kehendak yang mustahil terjadi pada Allah SWT adalah ketidakcocokan ilmu dan kehendak tadi dengan obyeknya masing-masing, padahal keduanya tidak mengalami perubahan sama sekali. Ketidakcocokan yang berkenaan dengan ilmu dapat disebut dengan kesalahan sedangkan yang berkenaan dengan kehendak kita sebut dengan faskh (pembatalan). Misalnya, dari kejauhan seseorang melihat sebuah bayangan yang ia yakini sebagai bayangan manusia. Namun setelah mendekat, tampaklah bahwa bayangan itu bukan manusia melainkan seekor kuda. Atau, seseorang hendak melakukan suatu pekerjaan untuk suatu mashlahah (kebaikan). Tapi, tidak lama kemudian ia sadar bahwa lebih baik ia meninggalkannya. Kedua perubahan (ilmu dan kehendak) seperti ini mustahil terjadi pada Allah SWT. Sedangkan syafaat dan penghapusan siksa melalui syafaat tidak termasuk dari dua hal di atas, seperti yang telah Anda ketahui.”[68]

Kritik Keempat
Jika masyarakat umum mengetahui bahwa di akhirat nanti para nabi, rasul, dan orang-orang saleh akan memohonkan ampunan bagi mereka yang telah melakukan dosa selama hidupnya di dunia lewat syafaat, niscaya mereka akan berani melakukan maksiat dan menumpuk dosa dengan harapan akan mendapatkan syafaat di hari kiamat. Dan bila ini terjadi maka semua hukum dan aturan yang telah ditetapkan oleh agama akan menjadi sia-sia. Hal ini akan mengakibatkan tergoncangnya kondisi sosial kemasyarakatan, tercabiknya norma-norma yang ada di tengah masyarakat, dan terinjak-injaknya hukum Allah.

Jawaban atas Kritik Keempat
Kelemahan dan masalah terbesar yang ada pada kritikan di atas adalah ketidaktelitian dalam menangkap satu poin penting pada ayat-ayat Al Quran yang menerangkan masalah syafaat secara langsung dan ayat-ayat yang menyebutkan tentang kekalnya kaum kafir di neraka. Poin yang kami maksudkan itu adalah bahwa semua ayat tadi tidak menyebutkan secara jelas siapa saja yang bakal menerima syafaat. Selain itu, ayat-ayat tersebut juga tidak menjelaskan jenis dosa yang bisa disyafaati.

Jika demikian keadaannya, bagaimana mungkin seseorang bisa merasa yakin akan menerima syafaat dan bagaimana mungkin ia yakin bahwa dosa yang ia lakukan adalah dosa yang bisa disyafaati?

Keadaan yang seperti ini menuntut orang untuk bersikap hati-hati, jangan sampai melakukan maksiat. Karena, mungkin saja ia tidak termasuk mereka yang berhak mendapatkannya atau mungkin saja dosanya tidak termasuk dosa yang bisa disyafaati.

Ayat-ayat suci Al Quran yang menerangkan bahwa orang-orang kafir kekal di neraka dengan segala macam siksaan yang akan mereka alami dan bahwa dosa-dosa mereka tidak akan diampuni, semuanya menerangkan kriteria umum mereka yang kelak akan masuk ke dalam neraka. Sebagai contoh, Allah SWT berfirman,

إنّ الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء

Artinya: Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki. [69]

Sebagaimana yang Anda saksikan, ayat ini berbicara mengenai ampunan di hari kiamat yang tidak akan didapat oleh mereka yang mati dalam keadaan musyrik (syirik/menyekutukan Allah SWT).

Dengan melihat kenyataan yang demikian ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa konsep syafaat dapat mendorong banyak orang untuk berani melakukan perbuatan maksiat? Sementara itu, seorang mukmin berkewajiban untuk segera bertaubat setelah melakukan perbuatan dosa demi mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhir akan memiliki perilaku suka bertaubat dan selalu menjaga dirinya agar tidak jatuh ke jurang maksiat. Oleh karena itu, jika suatu saat setan berhasil menggodanya sehingga melakukan perbuatan dosa maka ia akan segera sadar dan bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya dan tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut.

Iman bukanlah sebuah warna yang kita lekatkan pada diri seseorang, tetapi ia merupakan bagian dari jiwa insan mukmin dan wujud dari hubungannya dengan Tuhan. Keimanan seseorang dan akan tampak dalam perilaku sosialnya dengan ketaatannya dalam melakukan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Mungkin, hal inilah yang dimaksudkan oleh ayat berikut ini.

والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلاّ الله ولم يصرّوا على ما فعلوا وهم يعلمون

Artinya: Dan mereka yang jika telah melakukan dosa atau menzalimi diri sendiri segera mengingat Allah dan meminta ampun atas dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu sedang mereka mengetahui. [70]

Ayat ini menjelaskan tentang adanya sekelompok orang dengan kriteria tertentu tanpa menyebutkan identitas mereka dengan jelas. Ayat ini juga tidak menyebutkan dengan jelas jenis dosa dan kezaliman tersebut. Hanya saja, Allah menjelaskan bahwa kelompok ini setelah melakukan perbuatan dosa segera mengingat Allah dan meminta ampunan-Nya dengan tidak meneruskan perbuatan keji tersebut. Mereka adalah orang-orang yang dosa-dosanya pasti akan diampuni Allah SWT. Jika mereka tidak ber-istighfar (memohon ampunan), maka janji ampunan dari Allah ini tidak akan mereka terima.

Hal yang sama juga disinggung oleh hadis berikut ini. Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari Muhammad bin Isa dari Yunus, dari Abdullah bin Sinan. Dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. mengenai seorang yang melakukan perbuatan dosa besar lalu meninggal dunia. Apakah dosanya itu bisa mengeluarkannya dari agama Islam? Jika kelak ia mendapat siksa, apakah siksaannya sama dengan siksaan kaum kaum kafir dan musyrik, atau mungkin ia hanya sementara berada di neraka? Beliau a.s. menjawab,

من ارتكب كبيرة من الكبائر فزعم أنّها حلال أخرجه ذلك من الإسلام وعذّب أشدّ العذاب , وإن كان معترفا أنّه أذنب ومات عليه -أي مصرّا على الذنب- أخرجه من الإيمان ولم يخرجه من الإسلام وكان عذابه أهون من عذاب الأول

Artinya: Jika seorang melakukan dosa besar dan menganggapnya sebagai suatu perbuatan halal, ia sudah keluar dari Islam dan akan mendapat siksaan yang sangat pedih. Namun, jika ia melakukannya dengan mengakui bahwa perbuatannya itu salah, lalu meninggal dunia –dalam keadaan terus-menerus melakukannya-- dia telah kehilangan keimanannya tapi tidak keluar dari agama Islam. Siksaan yang akan ia dapat lebih ringan dari siksaan orang yang pertama. [71]

Kritik Kelima
Memang secara logis, konsep syafaat bisa dibenarkan dengan merujuk ayat-ayat suci Al Quran Al-Karim. Tetapi, dalam prakteknya hal itu tidak mungkin terjadi. Sebab, Al Quran dalam ayat yang lain menafikan syafaat secara mutlak, seperti firman Allah SWT,

..لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة

Artinya: …hari itu tidak ada jual-beli, persahabatan dan syafaat.[72]

Ayat yang lain memberikan catatan bahwa syafaat harus disertai izin Allah, (إلاّ بإذنه .. ) [73] atau dengan catatan bagi mereka yang telah Dia ridhai ( إلاّ لمن ارتضى .. ) [74]. Ayat-ayat tersebut tidak dengan jelas menunjukkan bahwa dalam prakteknya syafaat memang akan ada di akhirat nanti. Singkatnya, Al Quran Al-Karim terkadang menafikan syafaat secara mutlak dan terkadang dengan catatan keridhaan Allah SWT, dan ada pula ayat yang menyebutkan bahwa syafaat tidak berguna sama sekali di akhirat, seperti firman Allah,

... فما تنفعهم شفاعة الشّافعين

Artinya: …maka tidak berguna bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat.[75]

Jawaban atas Kritik Kelima
Jawaban singkat untuk kritik kelima ini adalah bahwa ayat-ayat tersebut di atas tidak menafikan syafaat secara mutlak. Ayat-ayat tadi hanya mengecualikan syafaat bagi sebagian orang. Pengecualian seperti ini kita dapatkan dalam banyak ayat suci Al Quran Al-Karim.

Berkenaan dengan pernyataan bahwa syafaat hanya bisa berlaku dengan izin Allah dan diberikan kepada orang yang Dia ridhai, hal ini justeru menguatkan klaim kita tentang syafaat yang benar-benar akan diperoleh di hari kiamat. Kesimpulan yang kita ambil ini, berlawanan dengan apa yang dipahami oleh mereka yang menafikan syafaat, dengan berdalilkan ayat, فما تنفعهم شفاعة الشّافعين “…maka tidak berguna bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat."

Berargumen dengan ayat ini untuk menafikan syafaat adalah tindakan yang salah. Sebab, ayat-ayat sebelumnya menerangkan tentang keadaan kaum durjana yang berada di neraka Saqar. Mari kita simak bersama-sama ayat-ayat tersebut.

كلّ نفس بما كسبت رهينة , إلاّ أصحاب اليمين , في جنّات يتساءلون عن المجرمين , ما سلككم من سقر , قالوا لم نك من المصلّين , و لم نك نطعم المسكين , و كنّا نخوض مع الخائضين , وكنّا نكذّب بيوم الدّين , حتى أتانا اليقين , فما تنفعهم شفاعة الشّافعين .

Artinya: Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, kecuali Ashhabul Yamin (golongan kanan). Mereka di dalam surga bertanya-tanya mengenai keadaan orang-orang yang durjana. “Apakah gerangan yang memasukkan kalian ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat. Kami tidak pula memberi makan orang-orang miskin. Kami selalu membicarakan sesuatu yang bathil. Dan kami telah mendustakan hari pembalasan, hingga kematian datang kepada kami.” Maka tidaklah berguna bagi mereka syafaat para pemberi syafaat. [76]

Dengan melihat kesemua ayat ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ayat “Maka tidak berguna syafaat para pemberi syafaat” adalah orang-orang yang tinggal di Saqar. Mereka adalah kaum durjana yang tidak mengerjakan salat dan mendustakan hari pembalasan sampai ajal menjemput mereka. Setelah masuk ke dalam Saqar karena dosa-dosa tersebut, saat itu syafaat tidak lagi berguna bagi mereka.

Kesimpulan dari semua kritik dan jawaban yang telah kami berikan adalah bahwa syafaat tidak berarti dualime dalam balasan yang diberikan Tuhan atas satu perbuatan. Seperti halnya syafaat juga tidak bertentangan dengan keadilan Allah, bahkan syafaat menunjukkan akan keadilan Ilahi tersebut sebab ia adalah janji-Nya. Dengan menepati janji tersebut berarti Allah telah bersikap adil.

Selain itu, syafaat tidak berarti adanya ilmu baru bagi Allah atau urungnya niat Allah dalam melakukan sesuatu. Syafaat telah telah diketahui oleh Allah SWT sejak azal (awal). Mengetahui konsep syafaat tidak mendorong seseorang untuk berbuat maksiat bahkan menuntutnya untuk selalu berhati-hati agar tidak terjatuh ke dalam lumpur maksiat dan dosa, sebab Al Quran tidak menerangkan dengan jelas dosa-dosa apakah yang dapat disyafaati.

Selain secara konsep syafaat bisa diterima, juga dalam prakteknya hal itu pasti akan terjadi. Namun, ada beberapa kelompok yang disebut oleh Al Quran sebagai kelompok yang tidak akan menerimanya. Syafaat tidak akan berguna atau diberikan kecuali dengan izin dan keridhaan Allah SWT.

Imam Ali bin Musa Al-Ridha a.s. meriwayatkan dari ayah dan kakeknya bahwa Rasulullah SAWW bersabda,

من لا يؤمن بشفاعتي فلا أناله شفاعتي - إلى قوله - إنما شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي فأما المحسنون فما عليهم من سبيل

Artinya: Orang yang tidak percaya akan syafaatku, ia tidak akan mendapatkannya –sampai kemudian beliau SAWW bersabda- Sesungguhnya syafaatku diperuntukkan bagi para pendosa dari umatku. Sedangkan umatku yang baik dan tidak berdosa, mereka tidak lagi memerlukannya.

Husain bin Khalid berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ridha a.s., “Wahai putra Rasulullah, lalu apa arti dari firman Allah SWT ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى “Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah diridhai”.[77] Beliau menjawab,

لا يشفعون إلاّ لمن ارتضى الله دينه

Artinya: Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang Allah telah meridhai agamanya. "[78]





BAGIAN KETIGA

Syafaat dan Pengaruhnya di Dunia
Seluruh pembahasan kita yang telah lalu adalah mengenai syafaat di akhirat. Saat itu, orang yang mendapatkan syafaat akan diampuni semua dosanya dan selamat dari siksaan neraka.

Selain itu, kita juga telah menjelaskan beberapa kritik terhadap konsep syafaat dan jawabannya. Akhirnya, dengan berdasarkan dalil-dalil yang ada, baik yang diambil dari Al-Quran Al-Karim maupun hadis Nabi SAWW, kita berkesimpulan bahwa syafaat selain secara teoritis bisa diterima, di hari akhir juga akan terealisasi karena ia merupakan janji Allah SWT.

Kini, kita dihadapkan pada permasalahan syafaat dan pengaruhnya terhadap kehidupan duniawi kita. Permasalahan ini bisa kita jabarkan dalam bentuk pertanyaan berikut ini.

Apakah meminta syafaat kepada selain Allah SWT untuk hal-hal yang bersifat duniawi dibenarkan dalam syariat Islam? Syafaat semacam ini, seperti meminta rezeki, memohon kesembuhan dari penyakit, keberhasilan dalam usaha, atau keselamatan dari bahaya dan semua hal lainnya yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, bisakah mendatangkan manfaat bagi seseorang? Singkatnya, apakah hal itu diperbolehkan dalam agama dan adakah faedah dibaliknya?

Mengenai pertanyaan “Apakah hal itu dibenarkan dalam agama?”, sebelum ini telah kami jelaskan bahwa Allah memberi izin kepada sekelompok manusia yang Dia ridhai untuk memberikan syafaat kepada siapa saja yang Dia ridhai. Banyak juga riwayat hadis yang menguatkan hal tersebut dan sudah kami jelaskan sebelumnya. Jadi, untuk pertanyaan pertama, jawabannya sudah jelas.

Dalam menjawab pertanyaan kedua yaitu, “Apakah syafaat bisa berguna untuk mendatangkan kebaikan dan keberuntungan di dunia?” kami katakan bahwa, salah satu arti syafaat, seperti yang telah kami utarakan pada bagian pertama buku ini, adalah doa. Nabi SAWW memberikan syafaat kepada seorang mukmin artinya bahwa beliau SAWW memohon kebaikan dari Allah untuk orang tersebut.

Sayyid ‘Amili berkata, “Syafaat Nabi SAWW atau syafaat orang selain beliau adalah permohonan dan doa yang mereka mintakan kepada Allah SWT untuk orang lain demi pengampunan dosa atau tersampaikannya hajat.” Jadi, syafaat adalah salah satu bentuk doa dan pengharapan. Mengenai ayat,

من يشفع شفاعة حسنة يكن له نصيب منها و من يشف ع شفاعة سيئة يكن له كفل منها
[79] Naisaburi meriwayatkan dari Muqatil, bahwa ia berkata,

“Memohonkan syafaat kepada Allah adalah dengan cara berdoa untuk seorang muslim. Diriwayatkan bahwa Nabi SAWW pernah bersabda,

من دعا لأخيه المسلم بظهر الغيب استجيب له وقال له الملك ولك مثل ذلك

Artinya: Jika seseorang berdoa untuk seorang muslim tanpa sepengetahuannya maka doa tersebut pasti akan dikabulkan oleh Allah, dan malaikat akan berkata kepadanya: Semoga Allah memberimu apa yang kau mintakan untuknya.” [80]

Dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa doa seorang mukmin untuk mukmin lainnya dalam segala hal yang menyangkut urusan duniawi dapat dilakukan dan ada faedahnya. Hal ini ditegaskan lagi oleh hadis Nabi yang memerintahkan kaum mukminin untuk saling mendoakan satu sama lain. Ibrahim bin Abi Al-Bilad berkata, “Rasulullah SAWW pernah bersabda,

من سألكم بالله فأعطو , ومن أتاكم معروفا فكافوه , وإن لم تجدوا ما تكافونه فادعو الله له حتى تظنّوا أنكم قد كافيتموه

Artinya: Jika ada orang yang meminta sesuatu dari kalian dengan menyebut nama Allah, penuhilah permintaannya. Jika seseorang melakukan suatu kebaikan untuk kalian, balaslah budinya. Namun, bila kalian tidak bisa memba-lasnya dengan apa yang sesuai dengan kebaikannya, mintalah kepada Allah untuk membalasnya. Dengan begitu, berarti kalian telah membalas budi orang tersebut.” [81]

Kata-kata seperti جزاك الله خيرا (Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) yang diucapkan sebagai pengungkapan rasa terima kasih termasuk doa dan syafaat yang dimohonkan kepada Allah SWT untuk orang tersebut. Masih banyak lagi kalimat lainnya yang sering kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada sanak keluarga dan para sahabat. Doa dan syafaat seperti ini bisa diterima oleh semua kalangan, tanpa ada yang memperselisihkannya.

Permasalahan yang ada dan telah menjadi polemik seru antara kelompok yang setuju dengan syafaat dan mereka yang tidak menerimanya adalah mengenai syafaat dan permintaan seseorang kepada mereka yang telah meninggal dunia, atau dengan kata lain meminta sesuatu kepada orang mati.

Pendapat Ibnu Taimiyyah dan Kritik Atasnya
Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya berpendapat bahwa meminta sesuatu berhubungan dengan kebutuhan duniawi atau lainnya kepada orang yang sudah mati sama dengan syirik.

“…Jika ada orang yang mengatakan, “Aku meminta kepada orang ini karena ia adalah orang yang lebih dekat dengan Allah daripada aku, supaya dia menjadi syafi’-ku dalam hal-hal ini. Apa yang kulakukan dengan menjadikan orang yang dekat dengan Allah itu sebagai penghubung antara aku dengan-Nya sama dengan apa yang biasanya dilakukan orang dengan menjadikan orang yang dekat dengan raja sebagai penghubung.” Ketahuilah, bahwa apa yang ia lakukan itu sama dengan perbuatan mereka yang menjadikan para rahib sebagai pemberi syafaat dalam urusan-urusan mereka. Ia juga sama dengan kaum musyrikin yang mengatakan,

ما نعبدهم إلاّ ليقربونا إلى الله زلفى ...

Artinya: Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…”[82]

Kesalahan pertama yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah adalah menyamakan doa dan syafaat dengan ibadah kepada selain Allah SWT. Padahal syafaat tidak memiliki arti penyembahan sama sekali, baik dilihat dari sudut bahasa maupun dari sisi istilahnya. Selain itu, faktor yang mendorong seseorang untuk meminta syafaat berbeda sekali dengan faktor yang mendorong orang untuk menyembah berhala, manusia, atau lainnya yang oleh kaum kafir dan musyrik diklaim sebagai penghubung kedekatan mereka dengan Allah SWT.

Pada pembahasan yang lalu juga telah kami sebutkan riwayat yang menceritakan bahwa khalifah Abu Bakar setelah Nabi SAWW wafat mendatangi jenazah manusia suci itu. Setelah menyingkap kain yang menutupi wajah Nabi SAWW dan mengucapkan salam kepadanya, ia meminta agar beliau SAWW mendoakannya di sisi Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan oleh Imam Ali a.s. Jika Ali a.s. yang disebut oleh Nabi SAWW sebagai pintu kota ilmu telah melakukan hal demikian, berarti agama memperbolehkan kita untuk memohon sesuatu kepada Rasulullah SAWW meskipun beliau SAWW telah wafat.

Coba kita perhatikan dua ayat di bawah ini.

ولا تحسبنّ الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربّهم يرزقون ..

Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka itu hidup di sisi Tuhan dan mendapat rezeki...[83]

ولا تقولوا لمن يقتل في سبيل الله أموات بل أحياء ولكن لا تشعرون ...

Artinya: Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka) itu mati, (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kalian tidak menyadarinya…[84]

Kedua ayat di atas dengan sangat jelas menyebutkan adanya kehidupan pascakematian. Hanya saja, manusia sebagai makhluk yang akrab dengan unsur materi, tidak dapat merasakan dan mengenalnya secara benar kecuali setelah ia mati.

Allamah Thabathaba’i dalam menafsirkan ayat kedua di atas mengatakan, “Ayat ini dengan jelas menunjukkan akan adanya kehidupan di alam barzakh (alam kubur), sama seperti ayat yang mirip dengannya yaitu ayat,

ولا تحسبنّ الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربّهم يرزقون ..

Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki...[85]

Sedangkan mengenai kaum mukminin lain yang tidak terbunuh di jalan Allah, banyak hadis dan riwayat yang menyebutkan bahwa mereka juga hidup di alam barzakh dan mengunjungi keluarga mereka di dunia.

Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya dari Ibn Abi ‘Umair dari Hafsh bin Al-Bukhturi dari Abu Abdillah Imam Ja’far Sadiq a.s., beliau berkata,

إنّ المؤمن ليزور أهله فيرى ما يحب ويستر عنه ما يكره , وإنّ الكافر ليزور أهله فيرى ما يكره ويستر عنه ما يحب , ... ومنهم من يزور كل جمعة , ومنهم من يزور على قدر عمله

Artinya: Sesungguhnya orang mukmin yang telah meninggal dunia akan datang mengunjungi keluarganya untuk melihat apa yang mereka perbuat. Ia hanya dapat melihat apa-apa yang bisa membuatnya senang, karena Allah telah menutup untuknya apa yang ia benci. Sedangkan orang kafir ketika mendatangi keluarganya ia hanya akan melihat apa-apa yang ia benci karena Allah telah menutup baginya semua hal yang membuat hatinya senang…Sebagian dari mereka yang telah mati ini berkunjung setiap hari Jum’at dan ada pula yang berkunjung sesuai dengan amal perbuatannya dahulu. [86]

Setelah melihat penjelasan ayat dan riwayat di atas, tidaklah salah bila kita katakan bahwa mereka yang telah meninggalkan alam dunia ini dan berada di alam sana mendengar, melihat, dan mendoakan orang-orang mukmin lain yang masih berada di dunia demi terkabulnya hajat dan kebutuhan mereka. Dalam hal ini Allah SWT berfirman,

فرحين بما آتاهم الله من فضله و يستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألاّ خوف عليهم ولا هم يحزنون , يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأنّ الله لا يضيع أجر المؤمنين ..

Artinya: Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka memberi kabar gembira kepada orang-orang yang masih hidup setelah mereka, bahwa tiada sesuatu yang mesti mereka khawatirkan dan tidak pula ada sesuatu yang menggelisahkan hati. Mereka bergembira atas nikmat dan karunia besar yang Allah berikan. Allah tidak menyia-nyiakan pahala mereka yang beriman.[87]

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari semua penjelasan di atas adalah bahwa ada kehidupan pasca- kematian. Dalam kehidupan tersebut, orang kafir akan disiksa sedangkan orang mukmin akan mendapat kenikmatan dari Allah sehingga mereka bergembira dan memberi kabar gembira akan kenikmatan tersebut kepada mereka yang masih hidup. Dengan demikian, jelaslah bahwa apa yang dikatakan oleh sementara orang mengenai terputusnya semua hubungan orang yang telah meninggal dunia dengan mereka yang masih hidup, seperti yang dikatakan oleh mereka yang mengharamkan ber-tawassul dengan orang mati, adalah pendapat yang salah karena bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran.

Sebelum mengakhiri bagian ketiga ini, ada baiknya kami nukilkan sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari Rasulullah SAWW berkenaan dengan masalah yang kita bahas ini.

Setelah berakhirnya perang Badr Kubra dengan kemenangan di pihak kaum muslimin, Rasulullah SAWW berdiri menghadap mayat-mayat korban perang dari pihak kaum kafir Mekah seraya bersabda,

يا أهل القليب بئس عشيرة النبي كنتم لنبيكم كذّبتموني وصدّقني الناس , وأخرجتموني وآواني الناس , وقاتلتموني ونصرني الناس ... - حتى قال - هل وجدتم ما وعدكم ربي حقا

Artinya: Wahai tubuh-tubuh yang tak bernyawa, kalian adalah kaum kerabat terburuk bagi seorang nabi. Kalian telah mendustakan kenabianku padahal orang lain menerimaku. Kalian musuhi aku sedangkan orang lain memberiku perlindungan. Kalian pun memerangi aku padahal orang lain mau membelaku…--Kemudian beliau bersabda-- Apakah kalian sudah mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Tuhanku?[88]

Jika mereka yang telah mati dan meninggal dunia tidak bisa mendengar, apakah berarti Rasulullah SAWW telah melakukan perbuatan yang sia-sia dengan mengajak mereka berbicara, padahal beliau tidak pernah berkata sesuatu dari dirinya sendiri melainkan wahyu yang diterimanya dari Allah?





BAGIAN KEEMPAT

Pemberi dan Penerima Syafaat

Pertama: Pemberi Syafaat
Berapakah jumlah para pemberi syafaat menurut versi Al Quran Al-Karim? Apakah kitab suci ini menyebutkan nama dan sifat mereka secara jelas?

Jika kita meneliti ayat-ayat Al Quran Al-Karim dengan cermat, kita akan berkesimpulan bahwa Allah SWT dalam kitab suci terakhir-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafaat. Namun, dengan menyebutkan beberapa sifat dan kriteria syafi’ (pemberi syafaat) Al Quran menjelaskan bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut berarti ia adalah syafi’ di hari kiamat.

Ada beberapa kelompok yang disebut oleh Al Quran Al-Karim sebagai syafi’. Di antaranya adalah para nabi a.s., malaikat, dan kaum mukminin yang saleh. Selain itu amal perbuatan yang baik juga dapat memberikan syafaat kepada pelakunya.

Rasulullah SAWW dalam sebuah hadis bersabda,

يشفع النبيّون والملائكة والمؤمنون فيقول الجبّار : بقيت شفاعتي

Artinya: Di hari kiamat, para nabi, malaikat, dan kaum mukminin memberikan syafaat mereka. Lalu Allah SWT berfirman, “Kini hanya syafaat-Ku yang tersisa.” [89]

Selain itu Rasulullah SAWW juga bersabda,

يشفع يوم القيامة الأنبياء ثم العلماء ثم الشهداء

Artinya: Para nabi di hari kiamat kelak akan memberikan syafaat mereka, yang lalu disusul oleh para ulama, kemudian para syuhada’ (mereka yang mati di jalan Allah).[90]

Selain dari hal di atas, mempelajari kitab suci Al Quran dapat mengangkat derajat seseorang ke suatu tingkat yang memungkinkannya untuk memberikan syafaat kepada orang lain. Rasulullah SAWW bersabda,

من تعلم القرآن فاستظهره فأحلّ حلاله وحرّم حرامه أدخله الله به الجنة وشفعّه في عشرة من أهل بيته كلهم قد وجبت له النار ...

Artinya: Orang yang mempelajari Al Quran lalu mengamalkannya dengan menghalalkan bagi dirinya apa dihalalkan oleh Al Quran dan mengharamkan segala yang diharamkannya, akan dimasukkan Allah ke dalam surga dan dia diberi Allah kesempatan untuk memberi syafaat kepada sepuluh orang dari keluarganya yang semestinya masuk ke neraka….[91]

Imam Ali bin Abi Thalib dalam Nahj Al-Balaghah berkata,

إنه من شفع له القرآن يوم القيامة شفع فيه

Artinya: Orang yang diberi syafaat oleh Al Quran akan dapat memberikan syafaat. [92]

Perbuatan baik dan konsekuen terhadap ajaran-ajaran Islam juga bisa menjadikan seseorang itu syafi’di hari kiamat. Dalam hal ini Rasulullah SAWW bersabda,

إنّ أقربكم مني غدا و أوجبكم عليّ الشفاعة : أصدقكم لسانا , وأدّاكم لأمانتكم , و أحسنكم خلقا , و أقربكم من الناس

Artinya: Orang yang paling dekat kepadaku di hari kiamat dan yang paling pantas untuk menerima hak syafaat dariku adalah orang yang paling benar tutur katanya, paling jujur terhadap amanat, paling bagus budi pekertinya, dan paling dekat dengan masyarakat. [93]

Beliau SAWW juga bersabda,

الشفعاء خمسة : القرآن والرحم والأمانة ونبيكم وأهل بيت نبيكم

Artinya: Orang yang kelak akan bisa memberikan syafaat kepada kalian ada lima: Al Quran, hubungan kekerabatan, amanat, nabi kalian, dan Ahlul Bait. [94]

Dalam doanya, Imam Ali bin Al-Husain Zainal Abidin a.s. mengatakan,

اللهمّ اجعل نبينا صلواتك عليه وعلى آله يوم القيامة أقرب النبيين منك مجلسا وأمكنهم منك شفاعة ..

Artinya: Ya Allah, jadikanlah nabi-Mu --shalawat dan salam-Mu atasnya dan atas keluarganya-- nabi yang paling dekat kepada-Mu di hari kiamat nanti dan jadikanlah ia nabi yang paling layak untuk memberikan syafaat dari-Mu...[95]

Pada bagian ini, akan kami nukilkan secara singkat beberapa ayat suci Al Quran yang menjelaskan kelompok-kelompok pemberi syafaat tersebut.

a. Para Nabi
Ayat di bawah ini menegaskan bahwa para nabi a.s. memiliki hak untuk memberi syafaat di hari kiamat. Allah SWT berfirman,

و ما أرسلنا منّ رسول إلاّ ليطاع بإذن الله ولو أنّهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توّابا رحيما

Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasul pun kecuali untuk ditaati (oleh kaumnya) dengan izin Allah. Dan sesungguhnya jika setelah berbuat kesalahan dan menzalimi diri sendiri, mereka lantas mendatangimu dan memohon ampunan daripada Allah, dan Rasul pun memintakan ampunan untuk mereka, pasti mereka akan menemukan Allah sebagai Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.[96]

Ada beberapa poin penting di ayat ini yang layak untuk kita perhatikan. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa “menzalimi diri sendiri” berarti merampas hak yang dimiliki oleh diri mereka dengan cara melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya melalui perbuatan maksiat, sehingga ia berhak mendapatkan siksa, atau dengan meninggalkan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan pahala. Sebagian lagi berpendapat bahwa menzalimi diri sendiri itu adalah ketika seseorang berperilaku munafik dan kafir.

Makna “mendatangimu” adalah mereka (orang yang zalim terhadap diri sendiri itu) dalam keadaan bertaubat dan beriman kepada Rasul, “…dan memohon ampunan dari Allah” atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Makna “..dan Rasul pun memintakan ampunan untuk mereka”, yakni, bahwa Rasul juga memohon kepada Allah untuk mengampuni mereka. “Mereka akan menemukan Allah”, berarti bahwa mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah atas dosa-dosa mereka.[97]

Selain ayat di atas, ayat berikut ini menyebutkan dengan jelas syafaat yang akan diberikan oleh para rasul. Allah SWT berfirman,

وقالوا اتخذ الرحمن ولدا سبحانه بل عباد مكرمون , لا يسبقونه بالقول وهم بأمره يعملون , يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى وهم من خشيته مشفقون

Artinya: Mereka berkata, "Allah Yang Maha Pemurah itu memiliki anak." Mahasuci Dia. Tidak, sebenarnya (mereka) hanyalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak pernah mendahului-Nya dalam perkataan dan selalu bertindak atas perintah-Nya. Dia Maha Mengetahui segala apa yang ada di depan dan di belakang mereka. Mereka tidak akan memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah Dia ridhai dan mereka takut kepada-Nya. [98]

Ayat di atas menunjukkan bahwa kaum kafir menyebut para rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi Al Quran dengan tegas membantah perkataan mereka dan menyebut para rasul itu sebagai hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan tugas kenabian dan mereka tidak akan memberikan syafaat yang merupakan hak yang mereka dapatkan dari Allah kecuali kepada mereka yang telah diridhai oleh-Nya.

Makna yang dikandung oleh ayat ini juga sesuai untuk para malaikat. Sebab dalam banyak ayat suci Al Quran disebutkan bahwa kaum kafir dan musyrik sering menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. Maha- suci Allah dari segala yang mereka tuduhkan itu.

b. Para Malaikat
Ayat Al Quran yang menyebutkan bahwa para malaikat adalah para pemberi syafaat adalah firman Allah yang berbunyi,

و كم من ملك في السموات لا تغني شفاعتهم شيئا إلاّ من بعد أن يأذن الله لمن يشاء و يرضى ..

Artinya: …Dan berapa banyak malaikat di langit yang syafaat mereka tidak berguna sama sekali kecuali setelah mendapat izin dari Allah bagi mereka yang Dia kehendaki dan ridhai...[99]

c. Mukminin
Ayat di bawah ini menjelaskan bahwa orang-orang mukmin dan mereka yang terbunuh di jalan Allah adalah syafi’ yang kelak akan memberi syafaat. Allah SWT berfirman,

ولا يملك الذين يدعون من دونه الشفاعة إلاّ من شهد بالحق و هم يعلمون ...

Artinya: Dan para sesembahan selain Allah tidak dapat memberikan syafaat. (Yang dapat memberi syafaat hanyalah) mereka yang bersaksi atas kebenaran dan mereka yang mengetahui.[100]

Mereka yang bersaksi atas kebenaran adalah orang-orang mukmin yang saleh. Merekalah yang kelak akan dijadikan oleh Allah sebagai saksi atas semua umat bersama para nabi dan para washi (penerus misi para nabi).

Dalam ayat yang lain, Allah SWT menyebut kaum mukminin sebagai para saksi. Allah SWT berfirman,

والذين آمنوا بالله ورسله أولئك هم الصديقون والشهداء عند ربّهم ...

Artinya: Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang yang benar dan para saksi di sisi Tuhan mereka....[101]

Banyak riwayat yang mendukung ayat ini dan menerangkannya lebih jauh lagi, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Shaduq dari Rasul SAWW. Beliau SAWW bersabda,

ثلاثة يشفعون إلى الله عزّ وجل فيشفّعون : الأنبياء , ثم العلماء , ثم الشهداء

Artinya: Ada tiga kelompok yang syafaat mereka di hari kiamat akan diterima oleh Allah SWT, yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada’ (syuhada: mereka yang menjadi saksi, termasuk mereka yang terbunuh di jalan Allah. pent).[102]

Sebelum beranjak meninggalkan bagian ini, kami ingin mengajak pembaca untuk memperhatikan sebuah poin penting yang sering disebut di dalam ayat-ayat yang menyebutkan tentang pemberi atau penerima syafaat, yaitu ridha Allah. Al Quran telah menyebutkan bahwa mereka yang bisa memberi atau mendapat syafaat adalah orang-orang yang diridhai Allah. Dengan demikian, tanpa ridha ini, syafaat tidak akan berguna. Singkatnya, syafi’ haruslah orang yang diridhai oleh Allah sehingga ia bisa memberikan syafaat dan penerima syafaat haruslah orang yang diridhai Allah sehingga syafaat yang ia terima dari syafi’ bisa berguna untuk dirinya.

Ayat-ayat suci Al Quran Al-Karim yang menyebutkan tentang ridha Allah kepada sebagian hamba-Nya menunjukkan bahwa mereka adalah hamba yang memiliki sifat-sifat mulia. Di bawah ini, kami bawakan beberapa contoh ayat suci Al Quran yang dengan jelas menyebut ridha Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh.

Allah SWT berfirman,

قال الله هذا يوم ينفع الصادقين صدقهم لهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم و رضوا عنه ذلك الفوز العظيم

Artinya: Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari di mana kebenaran para shadiqin (orang-orang yang benar) bermanfaat bagi mereka. Mereka mendapatkan surga dan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" .[103]

Ayat ini menunjukkan bahwa kaum shadiqin --yaitu yang memiliki sifat jujur yang sebenarnya-- adalah kaum yang diridhai Allah SWT.

Ayat kedua adalah firman Allah SWT berikut ini.
والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعدّ لهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم

Artinya: Mereka yang pertama kali (masuk Islam) dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya, akan diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah telah menyediakan bagi mereka surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di surga selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.[104]

Ayat ketiga adalah,

لا تجد قوما يؤمنون بالله و اليوم الآخر يوادّون من حادّ الله ورسوله ولو كانوا آباءهم أو أبناءهم أو إخوانهم أو عشيرتهم أولئك كتب في قلوبهم الإيمان وأيّدهم بروح منه ويدخلهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها رضي الله عنهم ورضوا عنه أولئك حزب الله ألا إنّ حزب الله هم المفلحون

Artinya: Tidak akan engkau jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak, anak, saudara ataupun keluarga mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan di dalam hati mereka dan membantu mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya. Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah kelompok Allah (hizbullah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kelompok Allah adalah kelompok yang beruntung.[105]

Ayat di atas dengan jelas menyebutkan bahwa salah satu sifat mulia yang dimiliki oleh mukmin sejati adalah tidak berkasih-sayang dengan musuh Allah dan musuh Rasul-Nya, meskipun ia adalah ayah, anak atau saudara mereka sendiri. Sifat yang mulia ini termasuk sifat utama yang mesti dimiliki oleh seorang insan mukmin.

Ayat berikutnya adalah firman Allah SWT berikut ini.

إنّ الذين آمنوا و عملوا الصالحات أولئك هم خير البرية , جزاؤهم عند ربهم جنّات عدن تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذلك لمن خشي ربّه

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah makhluk terbaik. Balasan mereka di sisi Tuhan ialah surga ‘Adn dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di surga selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi mereka yang takut kepada Tuhannya. [106]

Semua ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa mereka yang kekal di dalam surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya adalah orang-orang yang diridhai oleh Allah SWT dan merekapun ridha kepada-Nya. Di sinilah letak keagungan ungkapan Ilahi dalam ayat-ayat tersebut. Lalu siapakah gerangan orang-orang yang ridha kepada Tuhan?

Mereka adalah orang-orang yang benar dan jujur kepada Allah dalam keimanan dan perbuatan mereka. Mereka adalah orang-orang yang melakukan amal kebajikan dan takut kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali beriman dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar, dan yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya. Mereka adalah kaum mukminin yang tidak berkasih sayang dengan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh Rasul-Nya.

Kedua: Orang yang Mendapat Syafaat
Pada pembahasan yang lalu, telah dijelaskan bahwa kaum kafir dan mereka yang ditetapkan Allah akan kekal di neraka tidak akan mendapatkan syafaat di hari kiamat nanti. Karena itu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah: siapakah orang-orang yang berhak untuk mendapatkan syafaat dan siapa pula yang tidak berhak memperolehnya?

a. Mukminin yang Berdosa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, syafaat berarti pengampunan dosa dan penghapusan siksa. Di sini muncul pertanyaan, mungkinkah keimanan kepada Allah dan hari akhir berkumpul menjadi satu pada diri seorang mukmin dengan kemaksiatan dan pelanggaran?

Jawabnya adalah: tingkat keimanan kaum mukminin berbeda-beda karena sifat dan kepribadian mereka masing-masing. Al Quran Al-Karim telah menjelaskan hal ini dalam banyak kesempatan. Di antaranya firman Allah berikut ini.

.. لا يستوي القاعدون من المؤمنين غير أولي الضرر و المجاهدون في سبيل الله بأموالهم و أنفسهم فضّل الله المجاهدين بأموالهم و أنفسهم على القاعدين درجة و كلاّ وعد الله الحسنى و فضّل الله المجاهدين على القاعدين أجرا عظيما

Artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang tidak ikut berperang tanpa alasan yang tepat dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa satu derajat di atas orang-orang yang tidak berjihad. Untuk mereka masing-masing Allah telah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tidak berjihad dengan pahala yang besar.[107]

Ada beberapa poin penting dalam ayat ini. Di antaranya adalah bahwa mereka yang tidak ikut serta dalam jihad dengan harta dan jiwa mereka tanpa alasan yang jelas -seperti cacat badan atau fakir- derajat mereka di sisi Allah tidak sama dengan derajat para mujahidin. Akan tetapi, Allah tetap menjanjikan surga kepada kedua kelompok ini. Bedanya, pahala yang akan didapatkan oleh mereka yang berjihad lebih besar yang oleh Allah disebut sebagai Ajrun ‘Adzim (pahala yang agung).

Orang mukmin terkadang bersalah hingga melakukan dosa, namun ia akan segera memohon ampun kepada Allah dan bertaubat. Ia juga memerlukan syafaat untuk hari kiamat nanti.

‘Ubaidah bin Zurarah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah a.s. tentang ihwal orang mukmin, "Apakah ia memerlukan syafaat?" Beliau menjawab, “Ya.” Lantas seseorang berdiri dan bertanya, "Apakah seorang mukmin masih memerlukan syafaat Nabi Muhammad SAWW?" Beliau menjawab,

نعم , إنّ للمؤمنين خطايا وذنوبا وما من أحد إلاّ يحتاج إلى شفاعة محمد يومئذ

Artinya: Ya, seluruh kaum mukminin mempunyai banyak kesalahan dan memikul banyak dosa. Mereka semua akan memerlukan syafaat dari Nabi Muhammad SAWW di hari itu.[108]

Dengan penjelasan di atas, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa orang bisa disebut mukmin jika seluruh perbuatannya sesuai dengan keimanannya. Sebab, dengan mengatakan hal itu berarti kita telah melupakan tabiat manusia. Allah Maha Mengetahui tentang keadaan hamba-Nya. Apa yang telah Allah firmankan dalam Al Quran tersebut merupakan penjelasan tentang hukum penciptaan manusia. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa perbedaan tingkatan yang ada di antara umat manusia ini adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri.

Lebih dari itu, hadis dari Imam Ja’far Shadiq a.s. di atas juga menegaskan akan adanya dosa yang dipikul oleh orang-orang mukmin sehingga mereka memerlukan syafaat Rasulullah SAWW di hari kiamat.

Kami ajak pembaca yang budiman untuk menyimak ayat di bawah ini.

وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والأرض أعدّت للمتقـين , الذين ينفقون في السّرّآء والضّرّآء و الكاظمين الغيظ و العافين عن الناس و الله يحب المحسنين , و الذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلاّ الله ولم يصرّوا على ما فعلوا وهم يعلمون , أولئك جزآؤهم مغفرة من ربهم وجنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ونعم أجر العاملين

Artinya: Dan bergegaslah kalian kepada ampunan dari Tuhan dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu, mereka yang menafkahkan hartanya, baik di saat lapang maupun di saat membutuhkan, orang-orang yang menahan amarahnya, dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Allah juga menyukai) mereka yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, segera ingat kepada Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui. Balasan yang akan mereka terima adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal. [109]

Poin penting dalam ayat ini yang bisa kita paparkan di sini adalah bahwa Allah SWT telah menyediakan surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya bagi kaum mukminin yang ber-istighfar dan meminta ampunan kepada-Nya setelah mereka melakukan perbuatan yang keji atau menzalimi diri sendiri dan mereka tidak terus-menerus melakukan kesalahan tersebut. Mereka akan kekal di dalam surga. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa salah satu sifat orang mukmin sejati adalah tidak terus-menerus berada dalam lumpur maksiat, melainkan ber-istighfar dan bertaubat. Allah SWT tidak mungkin akan menjanjikan surga bagi seseorang kecuali jika ia adalah orang yang beriman dan diridhai oleh-Nya.

Jika seorang mukmin melakukan perbuatan maksiat dan terus-menerus melakukannya, apakah ia masih bisa dikatakan sebagai seorang mukmin sejati yang seluruh perbuatan, tindakan, dan perilakunya didasari oleh imannya dan bukan sekedar klaim keimanan semata?

Terus-menerus dalam melakukan perbuatan maksiat dapat mengeluarkan seseorang dari sifat keimanan yang sebenarnya. Sebab, “Terus-menerus berada dalam lumpur dosa berarti menggampangkan perintah Allah SWT dan meremehkan kedudukan-Nya sebagai Tuhan, baik dosa tersebut tergolong sebagai dosa kecil ataupun besar...”[110] Demikian sabda Imam Shadiq a.s. dalam menjawab pertanyaan Abdullah bin Sinan. Beliau juga menegaskan bahwa terus-menerus dalam melakukan perbuatan maksiat dapat mengeluarkan seseorang dari iman.

Pertanyaan kami, adakah orang berakal yang mau mengatakan bahwa orang yang meremehkan perintah Allah SWT sama persis dengan orang mengerjakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan-Nya?

Setelah mengajak pembaca untuk merenungkan ayat-ayat suci Al Quran di atas, kami ajak Anda untuk menyimak hadis-hadis suci yang diriwayatkan dari Nabi SAWW dan Ahlu Baitnya a.s. di bawah ini.

Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. dalam surat yang beliau kirimkan kepada sekelompok sahabatnya menulis,

وإياكم أن تشره أنفسكم إلى شيء حرّم الله عليكم , فإن من انتهك ما حرّم الله عليه ههنا في الدنيا , حال الله بينه وبين الجنة ونعيمها ولذتها وكرامتها القائمة الدائمة لأهل الجنة أبد الآبدين ..و إياكم والإصرار على شيء مما حرّم الله في القرآن ..

Artinya: Hati-hatilah, jangan sampai kalian terdorong untuk melakukan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Sebab, jika seseorang melakukan apa yang Dia haramkan di dunia ini, niscaya Allah SWT akan menghalanginya untuk masuk ke dalam surga dan kenikmatan, serta kehormatan abadi yang telah disediakan bagi penghuni surga. Hati-hatilah kalian, jangan sampai terus-menerus melakukan apa yang telah Allah haramkan di dalam kitab suci Al Quran…[111]

Rasulullah SAWW dalam wasiatnya kepada sahabat beliau yang setia, Abu Dzar Al-Ghiffari RA, bersabda,

يا أبا ذرّ إن المؤمن ليرى ذنبه كأنه تحت صخرة يخاف أن تقع عليه , و الكافر يرى ذنبه كأنه ذباب مرّ على أنفه

Artinya: Wahai Abu Dzar, orang mukmin melihat dosa bagai sebongkah batu besar yang berada tepat di atas kepalanya, sehingga ia takut batu itu akan menimpanya. Namun, orang kafir menganggap dosa bagai seekor lalat yang hinggap di batang hidungnya.[112]

Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibn Abi Umair, dari Manshur bin Yunus, dari Abu Bashir, dia berkata, “Aku pernah mendengar Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

لا و الله لا يقبل الله شيئا من طاعته على الإصرار على شيء من معاصيه

Artinya: Aku bersumpah demi Allah bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan seseorang yang terus-menerus melakukan maksiat. [113]

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa dengan melakukan dosa terus-menerus, seseorang bisa keluar dari kriteria iman yang sejati. Selain itu, seorang mukmin terkadang berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Tetapi, ia akan segera ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah SWT. Hadis-hadis di atas juga menjelaskan bahwa syafaat diperuntukkan bagi orang-orang yang berdosa.

Husain bin Khalid berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ridha a.s., "Wahai putra Rasulullah, lalu apa arti dari firman Allah SWT ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى “Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah diridhai.” [114] Beliau menjawab,

لا يشفعون إلاّ لمن ارتضى الله دينه

Artinya: Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang Allah telah meridhai agamanya.[115]

Al-Barqi meriwayatkan dari Ali bin Hasan Al-Ruqy, dari Abdullah bin Jibillah, dari Hasan bin Abdillah, dari ayah dan kakeknya, Imam Hasan bin Ali a.s., bahwa beliau dalam sebuah hadis yang cukup panjang berkata,

إن النبي صلى الله عليه و آله و سلم قال في جواب نفر من اليهود سألوه عن مسائل : وأما شفاعتي ففي أصحاب الكبائر ما خلا أهل الشرك والظلم

Artinya: Dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sekelompok orang Yahudi, Nabi SAWW bersabda, “Mengenai syafaatku, kelak di hari kiamat aku akan memberikannya kepada mereka yang berlumuran dosa kecuali orang-orang musyrik dan zalim”.[116]

Kedua hadis di atas menjelaskan bahwa Allah SWT tidak meridhai mereka yang mati dalam keadaan kafir atau zalim. Oleh karena itu, mereka tidak berhak untuk mendapatkan syafaat.





b. Mukminin yang Berada di Neraka
Pada pembahasan yang lalu, telah kami jelaskan bahwa syafaat akan didapatkan oleh kaum mukminin yang berdosa di hari kiamat nanti sehingga dengan itu mereka bisa masuk ke dalam surga. Namun, di sini perlu juga kami jelaskan bahwa ada sekelompok orang beriman yang terpaksa harus masuk ke dalam neraka. Kelompok kedua ini juga akan memperoleh syafaat untuk dapat keluar dari azab Ilahi. Banyak hadis Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. yang menyebutkan tentang adanya sekelompok orang mukmin yang akan keluar dari neraka dengan syafaat Rasulullah SAWW dan orang-orang saleh.

Rasulullah SAWW bersabda,

يشفع الأنبياء في كل من يشهد أن لا إله إلاّ الله مخلصا , فيخرجونهم منها ..

Artinya: Para nabi kelak akan memberikan syafaat mereka kepada siapa saja yang bersaksi dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mengeluarkan mereka dari neraka...[117]

Beliau SAWW juga bersabda,

إن الله يخرج قوما من النار بالشفاعة

Artinya: (Di hari kiamat) Allah akan mengeluarkan sekelompok manusia dari neraka berkat syafaat.[118]

Hadis beliau SAWW yang lain menyatakan,

ليخرجن قوم من أمتي من النار بشفاعتي يسمون الجهنميين ..

Artinya: Kelak akan ada sekelompok umatku yang keluar dari neraka berkat syafaatku. Mereka disebut dengan jahannamiyyun.[119]

Rasulullah SAWW dalam riwayat lain bersabda,

أمّا أهل النار الذين هم أهلها فلا يموتون فيها فلا يحيون ولكن ناس أصابتهم نار بذنوبهم أو بخطاياهم فأماتتهم إماتة حتى إذا كانوا فحما أذن في الشفاعة فيخرجون ضبائر ضبائر

Artinya: Penghuni neraka adalah mereka yang tinggal dan kekal di dalamnya. Di dalam neraka, mereka tidak hidup dan tidak pula mati. Akan tetapi, ada sebagian orang yang masuk neraka karena kesalahan dan dosa mereka. Mereka akan dimatikan di dalamnya. Setelah menjadi arang, Allah mengizinkan mereka untuk mendapat syafaat sehingga mereka keluar dari neraka kelompok demi kelompok.[120]

Imam Ali Ridha a.s. berkata,

مذنبوا أهل التوحيد لا يخلدون في النار ويخرجون منها والشفاعة جائزة لهم ...

Artinya: Kaum muslimin yang berdosa tidak akan tinggal selamanya di dalam neraka. Mereka pasti akan keluar dari sana, sebab mereka berhak untuk mendapatkan syafaat...[121]

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda,

... فإذا فرغ الله عزّ وجل من القضاء بين خلقه و أخرج من النار من يريد أن يخرج , أمر الله ملائكته والرسل أن تشفع فيعرفون بعلاماتـهم : إنّ النار تأكل كلّ شيء من ابن آدم إلاّ موضع السجود ..

Artinya: Setelah pengadilan akbar Tuhan di hari kiamat selesai dan Allah telah mengeluarkan sebagian orang dari neraka, Dia akan memerintahkan para malaikat dan rasul-Nya untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang beriman melalui tanda yang mereka miliki. Sebab api neraka akan melahap habis tubuh anak Adam kecuali tempat sujudnya…[122]

Diriwayatkan juga bahwa beliau bersabda,

إذا ميّز أهل الجنة و أهل النار , فدخل أهل الجنة الجنة , و أهل النار النار قامت الرسل و شفعوا ...

Artinya: Setelah penghuni surga dipisahkan dari penghuni neraka, mereka akan masuk ke tempat yang telah ditentukan untuk mereka masing-masing. Saat itulah para nabi dan rasul memberikan syafaat mereka…[123]

Hadis Nabi SAWW berikutnya,

يقول الرجل من أهل الجنة يوم القيامة أي ربي عبدك فلان سقاني شربة من ماء في الدنيا فشفعني فيه , فيقول : إذهب فأخرجه من النار فيذهب فيتجسس في النار حتى يخرجه منها ...

Artinya: Pada hari kiamat nanti, akan ada seseorang dari penghuni surga yang berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, si fulan dahulu di dunia pernah memberiku seteguk air. Berilah aku kesempatan untuk memberinya syafaat.” Tuhan menjawab, “Carilah dan keluarkanlah ia dari neraka!” Ia pun pergi mencari kawannya itu di neraka lalu mengeluarkannya dari sana.[124]

Allamah Thabathaba’i berkata, “Kesimpulannya adalah bahwa syafaat merupakan fenomena yang pasti akan terjadi di babak akhir dari drama kiamat. Ketika itu ampunan Allah SWT yang Mahaluas menjadi penghalang bagi seseorang untuk masuk ke dalam neraka atau ampunan itu akan mengangkat dan menyelamatkan mereka yang telah memasukinya…” [125]

Semua riwayat di atas menjelaskan bahwa syafaat akan diberikan setelah penghitungan amal umat manusia selesai dan berguna untuk menyelamatkan orang mukmin dari siksa api neraka atau mengeluarkannya dari sana.

Ketiga: Mereka yang Tidak Mendapat Syafaat
Sampai di sini, kita telah mengetahui bahwa syafaat adalah anugerah yang hanya akan diterima oleh kaum mukminin dan syafaat tidak berguna bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir. Al-Quran Al-Karim dalam banyak ayatnya telah menjelaskan ancaman Tuhan terhadap beberapa kelompok umat manusia bahwa mereka akan kekal di dalam neraka dan tidak akan mendapat syafaat.

Ancaman bahwa mereka akan kekal di neraka bisa kita temukan dalam tiga puluh delapan ayat yang tersebar di delapan belas surat Al Quran.

Sayangnya, kajian singkat ini tidak mengizinkan kami untuk membahas ayat-ayat tersebut satu-persatu. Namun, dengan menelaahnya secara cermat dan teliti kita akan mendapatkan keuntungan dalam menguatkan klaim kita di atas bahwa kaum mukminin tidak termasuk mereka yang diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya.

Ketidakkekalan tersebut memberikan indikasi bahwa orang mukmin yang mungkin masuk ke neraka, nantinya pasti akan dikeluarkan dari sana, dan ini berarti jalan kita untuk mengimani konsep syafaat lebih terbuka lagi.

Di bawah ini, kami nukilkan ayat-ayat tersebut yang kami kelompokkan menurut kategori yang kami buat sendiri.

a. Orang-Orang Kafir
- والذين كفروا و كذّبوا بآياتنا أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. [126]

- إنّ الذين كفروا وماتوا وهم كفّار أولئك عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين , خالدين فيها لا يخفّف عنهم العذاب ولا هم ينظرون .

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka yng mati dalam keadaan kafir akan mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat tersebut. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan siksa dan mereka tidak akan dilihat dengan pandangan rahmat. [127]

- .. والذين كفروا أولياؤهم الطاغوت يخرجونهم من النور إلى الظلمات أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan orang-orang kafir, pelindung mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, yang kekal di dalamnya selama-lamanya.[128]

- إنّ الذين كفروا لن تغني عنهم أموالهم ولا أولادهم من الله شيئا و أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Sesungguhnya bagi orang-orang kafir, baik harta maupun anak-anak mereka tidak akan dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. Mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya. [129]

- إنّ الذين كفروا و ظلموا لم يكن الله ليغفر لهم ولا ليهديهم طريقا , إلاّ طريق جهنم خالدين فيها أبدا و كان ذلك على الله يسيرا .

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman tidak akan diampuni dosanya oleh Allah dan Allah tidak akan menunjukkan jalan kepada mereka.[130]

- و إن تعجب فعجب قولهم أءذا كنّا ترابا أءنّا لفي خلق جديد أولئك الذين كفروا بربهم و أولئك الأغلال في أعناقهم و أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan jika ada sesuatu yang kamu herankan maka yang patut kamu herankan adalah ucapan mereka, “Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan dikembalikan menjadi makhluk yang baru?” Orang-orang itulah yang kafir kepada Tuhannya dan orang-orang itulah yang kelak akan dibelenggu lehernya. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.[131]

- إن الله لعن الكافرين وأعدّ لهم سعيرا , خالدين فيها أبدا لا يجدون وليّا ولا نصيرا .

Artinya: Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong.[132]

- و سيق الذين كفروا إلى جهنم زمرا حتى إذا جآؤها فتحت أبوابها وقال لهم خزنتها ألم يأتكم رسل منكم يتلون عليكم آيات ربكم و ينذرونكم لقاء يومكم هذا قالوا بلى ولكن حقّت كلمة العذاب على الكافرين , قيل ادخلوا أبواب جهنم خالدين فيها فبئس مثوى المتكبرين .

Artinya: Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berkelompok-kelompok. Apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkata kepada mereka penjaga-penjaganya, “Apakah rasul-rasul dari golongan kalian sendiri belum pernah datang dan membacakan ayat-ayat Tuhan kepada kalian serta memperingatkan kalian akan pertemuan hari ini?” Mereka menjawab,“Benar (telah datang).” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan kepada orang-orang yang kafir. Dikatakan kepada mereka, “Masuklah ke pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kalian kekal di dalamnya.” Maka, neraka Jahannam itulah tempat terburuk bagi orang-orang yang menyombongkan diri.[133]

- كمثل الشيطان إذ قال للإنسان اكفر فلما كفر قال إني بريء منك إني أخاف الله رب العالمين , فكان عاقبتهما أنهما في النار خالدين فيها وذلك جزاء الظالمين

Artinya: Bujukan orang-orang munafik itu adalah seperti bujukan setan ketika dia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu.” Maka, tatkala manusia itu telah kafir ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan Semesta Alam." Maka, nasib keduanya adalah bahwa mereka akan masuk ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat zalim.[134]

- والذين كفروا وكذّبوا بآياتنا أولئك أصحاب النار هم فيها خالدين فيها وبئس المصير

Artinya: Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya dan itulah tempat kembali yang terburuk.[135]

- إن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين في نار جهنّم خالدين فيها أولئك هم شرّ البريّة

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik, (akan masuk) ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah makhluk yang terburuk.[136]

- وعد الله المنافقين والمنافقات والكفّار نار جهنّم خالدين فيها هي حسبهم ولعنهم الله ولهم عذاب مقيم

Artinya: Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka. Allah melaknat mereka dan bagi mereka azab kekal. [137]

- لعن الذين كفروا من بني إسرائيل على لسان داود و عيسى ابن مريم ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون , كانوا لا يتناهون عن منكر فعلوه لبئس ما كانوا يفعلون , ترى كثيرا منهم يتولّون الذين كفروا لبئس ما قدّمت لهم أنفسهم أن سخط الله عليهم وفي العذاب هم خالدون .

Artinya: Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dikutuk melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu dikarenakan mereka telah membangkang dan melampui batas. Mereka tidak saling melarang dari perbuatan keji yang mereka perbuat. Sungguh buruk sekali perbuatan mereka itu. Kalian menyaksikan kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir dan musyrik. Sungguh amat buruklah apa yang mereka perbuat untuk diri mereka sendiri dengan membuat Allah murka atas mereka. Kelak mereka akan berada di neraka dan kekal di dalamnya.[138]

b. Orang-Orang yang Murtad
- ... ومن يرتدد منكم عن دينه فيمت وهو كافر فأولئك حبطت أعمالهم في الدنيا والآخرة وألئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: …Jika seseorang di antara kalian keluar dari agamanya lalu ia mati dalam kekafiran maka sia-sialah amal perbuatan mereka di dunia dan di akhirat. Merekalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya.[139]

- كيف يهدي الله قوما كفروا بعد إيمانهم وشهدوا أن الرسول حقّ وجاءهم البيّنات والله لا يهدي القوم الظالمين , أولئك جزاؤهم أنّ عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين , خالدين فيها لا يخفّف عنهم العذاب ولا هم ينظرون

Artinya: Bagaimana Allah akan memberi hidayah kepada orang-orang yang kafir setelah sebelumnya mereka beriman serta telah mengakui kebenaran risalah Muhammad dan telah datang kepada mereka keterangan tentang kebenaran. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Balasan yang akan mereka terima adalah bahwa mereka mendapat kutukan Allah, kutukan para malaikat, serta kutukan manusia seluruhnya. Mereka kekal dalam kutukan tersebut. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan siksaan dan tidak pula mereka diberi tangguh (kesempatan).[140]

c. Orang-Orang Musyrik
- ما كان للمشركين أن يعمروا مساجد الله شاهدين على أنفسهم بالكفر أولئك حبطت أعمالهم و في النار هم فيها خالدون

Artinya: Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu meramaikan masjid-masjid, padahal mereka mengakui bahwa mereka adalah kafir. Mereka adalah orang-orang yang amal perbuatannya sia-sia dan mereka kekal di dalam api neraka.[141]

- إنكم وما تعبدون من دون الله حصب جهنّم أنتم لها واردون , لو كان هؤلاء ألهة ما وردوها وكلّ فيها خالدون

Artinya: Sesungguhnya kalian dan sesembahan kalian selain Allah, adalah umpan Jahannam. Kalian pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Mereka semua kekal di dalamnya.[142]

- والذين لا يدعون مع الله إلها آخر ولا يقتلون النفس التي حرّم الله إلاّ بالحق ولا يزنون ومن يفعل ذلك يلق أثاما , يضاعف له العذاب يوم القيامة ويخلد فيه مهانا

Artinya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan selain Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina; jika seseorang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapatkan (pembalasan) dosa(nya), (yakni) azab untuknya akan dilipatgandakan pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.[143]

- إن الذين كفروا من أهل الكتاب و المشركين في نار جهنّم خالدين فيها أولئك هم شرّ البريّة

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah makhluk terburuk.[144]

- ويوم يحشرهم جميعا يا معشر الجنّ قد استكثرتم من الإنس وقال أولياؤهم من الإنس ربّنا استمتع بعضنا ببعض و بلغنا أجلنا الذي أجّلت لنا قال النار مثواكم خالدين فيها إلاّ ما شاء الله إن ربّك حكيم عليم

Artinya: Dan ingatlah hari di waktu Allah menghimpun mereka semuanya, (dan Allah berfirman), “Wahai bangsa jin, sesungguhnya kalian telah banyak menyesatkan manusia.” Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari umat manusia, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian yang lain dan kami telah sampai pada waktu yang Engkau tentukan bagi kami.” Allah berfirman, “Neraka adalah tempat tinggal kalian untuk selama-lamanya sampai Allah menghendaki (hal yang lain).” Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.[145]

d. Pemakan Riba
الذين يأكلون الربا لا يقومون إلاّ كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المسّ ذلك بأنّهم قالوا إنّما البيع مثل الربا و أحلّ الله البيع وحرّم الربا فمن جاءه موعظة من ربّه فانتهى فله ما سلف و أمره إلى الله ومن عاد فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata,, "Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba." Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), sedang urusannya kembali (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[146]

e. Para Penentang Allah dan Rasul-Nya
- ومن يعص الله ورسوله و يتعدّ حدوده يدخله نارا خالدا فيها و له عذاب مهين

Artinya: Dan jika seseorang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka dan ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.[147]

- ألم يعلموا أنه من يحادد الله ورسوله فانّ له نار جهنم خالدا فيها ذلك الخزي العظيم

Artinya: Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya jika seseorang menentang Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar.[148]

- ... ومن يعص الله ورسوله فإن له نار جهنم خالدين فيها أبدا

Artinya: …Dan jika seseorang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.[149]

f. Orang-orang Congkak dan Pendusta Kebenaran
- والذين كذّبوا بآياتنا واستكبروا عنها أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.[150]

- ... وقد آتيناك من لدنّا ذكرا , من أعرض عنه فإنه يحمل يوم القيامة وزرا , خالدين فيها وساء لهم يوم القيامة حملا

Artinya: …dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Qur’an). Jika seseorang berpaling dari (kitab suci) Al-Qur’an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat dan mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat. [151]

- الذين كذّبوا بالكتاب وبما أرسلنا به رسلنا فسوف يعلمون , إذ الأغلال في أعناقهم والسلاسل يسحبون , في الحميم ثمّ في النار يسجرون , ثمّ قيل لهم أين ما كنتم تشركون , من دون الله قالوا ضلّوا عنّا بل لم نكن ندعوا من قبل شيئا كذلك يضلّ الله الكافرين , ذلكم بما كنتم تفرحون في الأرض بغير الحق وبما كنتم تمرحون , ادخلوا أبواب جهنم خالدين فيها فبئس مثوى المتكبرين .

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mendustakan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan wahyu yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, dan mereka diseret ke dalam air yang sangat panas, kemudian dibakar dalam api. Lalu dikatakan kepada mereka, “Di manakah berhala-berhala (yang kalian sembah) yang telah kalian jadikan sebagai sekutu Allah?” Mereka menjawab, “Mereka telah hilang lenyap dari kami bahkan kami dahulu tiada pernah menyembah sesuatu.” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang kafir. Yang demikian itu disebabkan karena kalian bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kalian selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan). Dikatakan kepada mereka, “Masuklah kalian ke pintu-pintu neraka Jahannam, (dan tinggallah) di dalamnya untuk selama-lamanya. Itulah tempat bagi orang-orang yang sombong.“ [152]

- .. فذوقوا بما نسيتم لقاء يومكم هذا إنّا نسيناكم و ذوقوا عذاب الخلد بما كنتم تعملون

Artinya: Maka rasakanlah (siksaan ini) sebagai balasan atas kelalaian kalian akan pertemuan dengan hari ini (Hari Kiamat). Sesungguhnya Kami telah melupakan kalian (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, sebagai balasan atas apa yang telah kalian lakukan.[153]

- ذلك جزاء أعداء الله النار لهم فيها دار الخلد جزاء بما كانوا بآياتنا يجحدون

Artinya: Demikianlah balasan (terhadap) musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya sebagai pembalasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami.[154]

g. Munafikin
- وعد الله المنافقين والمنافقات والكفّار نار جهنّم خالدين فيها هي حسبهم ولعنهم الله ولهم عذاب مقيم

Artinya: Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka. Allah melaknat mereka dan bagi mereka azab kekal.[155]

- ألم تر إلى الذين تولّوا قوما غضب الله عليهم ما هم منكم ولا منهم ويحلفون على الكذب وهم يعملون , أعدّ الله لهم عذابا شديدا إنهم ساء ما كانوا يعملون , اتخدوا أيمانهم جنّة فصدّوا عن سبيل الله فلهم عذاب مهين , لن تغني عنهم أموالهم ولا أولادهم من الله شيئا أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Tidakkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman padahal orang-orang tersebut bukan dari golongan kalian dan bukan (pula) dari golongan mereka. Mereka bersumpah untuk mendukung kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Mereka menjadikan sumpah sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah. Karena itulah mereka kelak akan mendapat azab yang menghinakan. Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.[156]

h. Pembunuh Orang Mukmin
و من يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها و غضب الله عليه و لعنه وأعدّ له عذابا عظيما

Artinya: Dan jika seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka Jahannam. Ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, mengutuknya, serta menyediakan baginya azab yang besar.[157]

i. Orang-Orang yang Zalim
- ثم قيل للذين ظلموا ذوقوا عذاب الخلد هل تجزون إلاّ بما كنتم تكسبون

Artinya: Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zalim (musyrik) itu, "Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal. Kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan." [158]

- الذين تتوفّاهم الملئكة ظالمي أنفسهم فألقوا السلم ما كنّا نعمل من سوء بلى ان الله عليم بما كنتم تعملون , فادخلوا أبواب جهنم خالدين فيها فلبئس مثوى المتكبرين

Artinya: Orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri sendiri, mereka menyerah diri (sambil berkata), “Kami tidak pernah mengerjakan satu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab), "Ya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan. Maka laluilah pintu-pintu neraka Jahannam. Kalian kekal di dalamnya." Betapa buruknya tempat bagi mereka yang menyombongkan diri itu.[159]

j. Para Pendosa
إن المجرمين في عذاب جهنم خالدون

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam neraka Jahannam.[160]

k. Mereka yang Berbuat Kejahatan
والذين كسبوا السيئات جزاء سيئة بمثلها وترهقهم ذلّة ما لهم من الله من عاصم كأنما أغشيت وجوههم قطعا من الليل مظلما أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya: Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (akan mendapat) balasan yang setimpal dan mereka dipenuhi oleh rasa kehinaan. Mereka tidak memiliki pelindung apa pun dari (azab) Allah. Seakan-akan muka mereka ditutupi oleh kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[161]

l. Mereka yang Timbangan Amalnya Ringan
ومن خفّت موازينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم في جهنم خالدون

Artinya: Dan barang siapa yang timbangan amalnya ringan, mereka itulah orang-orang yang merugi. Mereka kekal di dalam neraka Jahannam.[162]

Dari uraian dan pembagian di atas, dapat kita simpulkan bahwa mereka yang kekal di dalam neraka tidak termasuk golongan kaum mukminin. Hal ini disebabkan karena orang yang beriman telah lebih dahulu bertaubat dan memperbaiki diri serta memohon ampun kepada Allah atas semua dosa sebelum malaikat maut datang mencabut nyawa mereka. Kesimpulan ini mendukung teori yang kita yakini bahwa kaum mukminin kelak akan mendapatkan syafaat di hari kiamat baik untuk menyelamatkan diri dari siksa atau mengeluarkan mereka dari neraka.

Singkatnya, ada dua cara untuk membuktikan kebenaran konsep syafaat, yaitu sebagai berikut.

Pertama, dengan mengkaji ayat-ayat Al-Quran yang menyebut permasalahan ini.

Kedua, dengan membawakan bukti-bukti yang akurat bahwa orang mukmin yang berdosa tidak akan kekal berada di dalam neraka. Mereka pasti akan keluar dari sana suatu saat. Dan untuk keluar dari neraka mereka membutuhkan sarana yang tidak lain adalah syafaat. Syafaat kelak akan diberikan oleh mereka yang telah diridhai oleh Allah, seperti para nabi, rasul, washi malaikat, hamba-hamba Allah yang saleh, dan amal kebajikan.

Kesimpulan akhir dari telaah kita ini adalah bahwa syafaat ada dan akan didapatkan oleh kaum mukminin yang Allah SWT telah meridhai keimanannya. Syarat ini adalah syarat terpenting bagi terwujudnya syafaat. Kelak di hari kiamat, Rasulullah SAWW, para imam dari keluarga suci beliau a.s., orang-orang saleh, amal kebajikan, Al-Quran, dan malaikat akan memberikan syafaat kepada siapa saja yang berhak mendapatkannya. Perlu pula diingat bahwa syafaat tidak akan terwujud kecuali setelah seluruh syaratnya terpenuhi. Semoga Allah SWT memasukkan kita ke dalam golongan mereka yang berhak mendapatkan syafaat dari Rasulullah Muhammad SAWW dan keluarganya yang suci a.s. Amin.




و آخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
[1] QS. Al-An’am : 70.

[2] QS. Al-Baqarah : 254.

[3] Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran 2 hal. 323.

[4] QS. Al-A’raf : 53.

[5] QS. Maryam : 87.

[6] QS. Thaha : 109.

[7] QS. Al-Zukhruf : 86.

[8] QS. Al-Baqarah : 254.

[9] QS. Al-A’raf : 53

[10] Al-Syu’ara’ : 94-101.

[11] QS. Al-Muddatstsir : 46–48.

[12] QS. Al-An’am : 70.

[13] QS. Ghafir : 18.

[14] QS. Yunus : 18.

[15] QS. Al-Rum : 13.

[16] QS. Al-An’am : 94

[17] QS. Al-Zumar : 43.

[18] QS. Yasin : 23.

[19] Sahih Bukhari 1 hal. 86–113.

[20] Sunan An-Nasa`i 2 hal. 26.

[21] Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3 hal. 376.

[22] Sunan Al-Nasa’i 5 hal. 78.

[23] Sahih Muslim 1 hal. 130.

[24] Sahih Muslim 1 hal. 130–132, Sahih Bukhari 7 hal. 145 dan 8 hal. 193, Musnad Ahmad 2 hal. 313 dan 396.

[25] Musnad Ahmad 1 hal. 295–296.

[26] Musnad Ahmad 1 hal. 301.

[27] Musnad Ahmad 2 hal. 168.

[28] Musnad Ahmad 2 hal. 444.

[29] Musnad Ahmad 2 hal. 428.

[30] Sunan Al-Turmudzi 4 hal. 114, dan Sunan Ibnu Majah 2 hal. 1443.

[31] Musnad Ahmad 2 hal. 426.

[32] Amali Al-Shaduq hal. 291.

[33] Shahifah Sajjadiyyah, doa nomer 43.

[34] Kulaini, Al-Kafi 4 hal. 58.

[35] Shahifah Sajjadiyyah 2 hal. 282, cetakan dengan catatan kaki.

[36] Kulaini, Al-Kafi 2 hal. 248.

[37] Kulaini, Al-Kafi 2 hal. 258.

[38] Nahjul Balaghah khotbah nomer 176.

[39] Sunan Al-Turmudzi 4 hal. 621 kitab Sifah Al-Qiyamah bab 9.

[40] Ibnu Taimiyyah, Matn Al-‘Aqidah Al-Washithiyyah hal. 58 –59, diterbitkan oleh Maktabah Al-Sawadi, Saudi Arabia.

[41] Halabi, Al-Sirah Al-Nabawiyyah 3 hal. 474.

[42] Syeikh Mufid, Awail Al-Maqalat fi Al-Madzahib wa Al-Mukhtarat hal. 29, dengan tahqiq Mahdi Muhaqqiq.

[43] Syeikh Thusi, Tafsir Al-Tibyan hal. 213 – 214.

[44] Syeikh Tabarsi, Tafsir Majma’ Al-Bayan hal. 103.

[45] Syeikh Majlisi, Bihar Al-Anwar 8 hal. 29 – 63.

[46] QS. Al-Baqarah : 48.

[47] QS. Al-Anbiya` : 28.

[48] Abu Mansur Al-Samarqandi, Ta’wilat Ahlu Al-Sunnah hal. 148.

[49] Abu Hafsh Al-Nasafi, Al-Aqaid Al-Nasafiyyah hal. 148.

[50] Imam Nashiruddin Ahmad bin Muhmmad Al-Iskandari Al-Maliki, Al-Intishaf fima Tadhammanahu Al-Kasysyaf min Al-I’tizal, dicetak di pinggir kitab Al-Kasysyaf jilid 1 hal. 214.

[51] Dinukil dari syarh Sahih Muslim karya Syeikh Nawawi 3 hal. 35.

[52] QS. Az-Zumar : 19.

[53] Hasyim Maruf Al-Hasani, Al-Syi’ah bain Al-Asya’irah wa Al-Mu’tazilah hal. 212 – 213, dinukil dari kitab Al-fushul Al-Mukhtarah hal. 50.

[54] QS. Az-Zumar : 43.

[55] QS. Al-Baqarah : 257.

[56] QS. Al-Baqarah : 161 –161.

[57] QS. Al-Baqarah : 217.

[58] QS. Al-Nisa` : 17.

[59] QS. Al-Maidah : 39.

[60] QS. Al-Ma`idah : 118.

[61] Musnad Ahmad 5 hal. 149.

[62] Musnad Ahmad 2 hal. 307 dan 518.

[63] Amali Al-Shaduq hal. 177.

[64] Sunan Ibn Majah 2 hal. 1441/ 3411, Musnad Ahmad 6 hal. 23, 24, dan 28.

[65] Shaduq, Al-Khishal hal. 355.

[66] Allamah Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan 1 hal. 164.

[67] QS. Ar-Ra’d : 39.

[68] Al-Mizan 1 hal. 165.

[69] QS. An-Nisa’: 48.

[70] QS. Ali Imram: 135.

[71] Ushulul Kafi 2 hal. 285/ 23 kitab Al-Iman wa Al-Kufr bab Al-Kabair.

[72] QS. Al-Baqarah: 254.

[73] QS. Al-Baqarah: 255.

[74] QS. Al-Anbiya’: 28.

[75] QS. Al-Muddatstsir: 48.

[76] QS. Al-Muddatstsir : 38–48.

[77] QS. Al-Anbiya’ : 28.

[78] Amali Al-Shaduq hal. 5.

[79] Artinya: Orang yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya. Dan orang yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. ( QS. Al-Nisa’:85 )

[80] Sayyid Muhsin Al-‘Amili, Kasyf Al-Irtiyab hal. 196.

[81] Syeikh Hurr Al-‘Amili, Wasil Al-Syi’ah ila Tahshil Masa’il Al-Syari’ah 11 hal. 537/ kitab Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahy ‘an Al-Munkar, Abwab Fi’l Al-Ma’ruf.

[82] Ibn Taimiyyah, Ziarah Al-Qubur wa Al-Istinjad bi Al-Maqbur hal. 156. Ayat dari QS. Al-Zumar: 3.

[83] QS. Ali Imran : 169.

[84] QS. Al-Baqarah : 154.

[85] Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran 1 hal. 347 – 348.

[86] Al-Kafi 3 hal. 230/1 bab Inna Al-Mayyita Yazuru Ahlahu.

[87] QS. Ali Imran : 170–171.

[88] Al-Sirah Al-Nabawiyyah 1 hal. 639, Al-Sirah Al-Halabiyyah 2 hal. 179 – 180. Kitab terakhir ini juga menceritakan bahwa setelah Nabi Muhammad SAWW bersabda demikian kepada korban-korban perang tersebut, sebagian dari sahabat beliau berkata, “Ya Rasulullah, mengapa Anda berbicara dengan mereka padahal mereka sudah mati?” Beliau menjawab, “Pendengaran kalian tidak lebih peka dari pendengaran mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab kata-kataku.” Kisah ini direkam oleh banyak ahli hadis dan pakar sejarah Islam baik dari kalangan Ahlus-Sunnah maupun Syi’ah. Kisah ini dapat juga Anda temukan dalam kitab Shahih Al-Bukhari 5 hal. 76–77, 86- 87 dalam kisah perang Badr. Juga kitab Shahih Muslim 8 hal. 163 kitab Al-Junnah bab Maq’ad Al-Mayyit, Sunan Al-Nasa’i 4 hal. 89-90 bab Arwah Al-Mukminin, dan Bihar Al-Anwar 19 hal. 346.

[89] Sahih Al-Bukahri 9 hal. 160.

[90] Sunan Ibnu Majah 2hal. 1443/ 4313. Rujuk pula kitab Al-Khishal karya Syeikh Shaduq hal. 142. Dalam kitab ini hadis tersebut berbunyi demikian, “Di hari kiamat nanti ada kelompok yang akan memberikan syafaat atas izin Allah, para nabi, para ulama dan syuhada`”.

[91] Sunan Al-Turmudzi 4 hal. 245.

[92] Ibn Abi Al-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah 2 hal. 92.

[93] Sayyid Yahya bin Husain, Taisir Al-Mathalib fi Amali Al-Imam Ali ibn Abi Thalib hal. 442–443.

[94] Ibn Syahr-asyub, Al-Manaqib 2 hal. 14

[95] As-Shahifah As-Sajjadiyyah 2 hal. 198.

[96] QS. Al-Nisa : 64.

[97] Tabarsi, Majma’ Al-Bayan 1 hal. 78.

[98] QS. Al-Anbiya’ : 26–28.

[99] QS. Al-Najm: 26.

[100] QS. Al-Zukhruf : 86.

[101] QS. Al-Hadid : 19.

[102] Al-Khishal hal. 142.

[103] QS. Al-Ma`idah : 119.

[104] QS. Al-Taubah : 100.

[105] QS. Al-Mujadalah : 22.

[106] QS. Al-Bayyinah : 7 – 8.

[107] QS. Al-Nisa’ : 95.

[108] Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar 8 hal. 48.

[109] QS. Ali Imran : 133 –136.

[110] Thabathba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran 4 hal. 21.

[111] Hurr Al-‘Amili, Wasail Al-Syi’ah 6 hal. 201.

[112] Dailami, A’lam Al-Diin fi Shifat Al-Mukminin hal. 191 – dengan telaah yang dilakukan oleh lembaga penelitian Muassasah Aal Al-Bait a.s. li Ihya’ Al-Turats.

[113] Kulaini, Al-Kafi 2 hal. 288/ 3 kitab Al-Iman wa Al-Kufr bab Al-Ishhrar ‘ala Al-Dzanb.

[114] QS. Al-Anbiya’ : 28.

[115] Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar 8 hal. 34.

[116] Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar 8 hal. 39.

[117] Musnad Ahmad 3 hal. 12.

[118] Shahih Muslim 1 hal. 122.

[119] Sunan Ibn Majah 2 hal. 1443.

[120] Musnad Ahmad 3 hal. 79.

[121] ‘Uyun Akhbar Al-Ridha 2 hal. 125.

[122] Sunan Al-Nasa’i 2 hal. 18 bab Maudhi’ Al-Sujud.

[123] Musnad Ahmad 3 hal. 325.

[124] Tabarsi, Majma’ Al-Bayan fi tafsir Al-Quran 10 hal. 392.

[125] Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran 1 hal. 174.

[126] QS. Al-Baqarah : 39.

[127] QS. Al-Baqarah : 161–161.

[128] QS. Al-Baqarah : 257.

[129] QS. Ali Imran : 116.

[130] QS. Ar-Nisa’ : 168.

[131] QS. Ar-Ra’d : 5.

[132] QS. Al-Ahzab : 64-65.

[133] QS. Al-Zumar : 71–72.

[134] QS. Al-Hasyr : 16-17.

[135] QS. At-Taghabun : 10.

[136] QS. Al-Bayyinah : 6.

[137] QS. At-Taubah: 68.

[138] QS. Al-Maidah : 78–80.

[139] QS. Al-Baqarah : 217.

[140] QS. Ali Imram : 86–88.

[141] QS. At-Taubah : 17.

[142] QS. Al-Anbiya’ : 98–99.

[143] QS. Al-Furqan : 68–69.

[144] QS. Al-Bayyinah : 6.

[145] QS. Al-An’am : 128.

[146] QS. Al-Baqarah : 71–72.

[147] QS. Al-Nisa’ : 14.

[148] QS. At-Taubah : 63.

[149] QS. Al-Jinn : 23.

[150] QS. Al-A’raf : 36.

[151] QS. Thaha : 99–101.

[152] QS. Ghafir : 70–76.

[153]QS. Al-Sajdah : 14.

[154] QS. Fushshilat : 28.

[155] QS. At-Taubah : 68.

[156] QS. Al-Mujadalah : 14–17.

[157] QS. An-Nisa’ : 93.

[158] QS. Yunus : 52.

[159] QS. Al-Nahl : 28–29.

[160] QS. Al-Zukhruf : 74.

[161] QS. Yunus : 27.

[162] QS. Al-Mukminun : 103.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...