Kata-kata hiasan : KHOTBAH 222 Nahjul Balaghah
Tentang Menjauhkan Diri dari Kelaliman dan Penyelewengan Miskin dan Fakirnya 'Aqîl
Demi Allah, saya lebih suka melewatkan suatu malam dalam jaga di atas duri-duri as-sa'dân (tumbuhan yang mempunyai duri-duri lancip) atau digiring dalam keadaan terbelenggu sebagai tawanan daripada menemui Allah dan Rasul-Nya di Hari Pengadilan sebagai penindas terhadap seseorang atau sebagai penyerobot sesuatu dari kekayaan dunia. Dan bagaimana saya dapat menindas sesorang demi (suatu kehidupan) yang begerak cepat ke arah kehancuran dan akan tinggal di bawah bumi untuk waktu lama.
Demi Allah, saya sungguh melihat (saudara saya) 'Aqîl jatuh dalam kemiskinan dan ia meminta kepada saya satu sha' (seberat kka-kira 3 kg) (dari bagian) gandum Anda, dan saya pun melihat anak-anaknya dengan rambut kusut dan wajah berdebu karena kelaparan, seakan-akan wajah mereka dihitamkan oleh nila. la datang kepada saya beberapa kali dan mengulangi permohonannya berkali-kali. Saya mendengarkannya dan ia berpikir seakan-akan saya mau menjual iman saya kepadanya dan mengikuti langkahnya dengan meninggalkan jalan saya sendiri. Kemudian saya (hanya) memanaskan sepotong besi dan mendekatkannya ke tubuhnya supaya ia boleh mengambil suatu pelajaran dari hal itu, lalu ia menangis sebagai seseorang dalam keadaan sakit yang berkepanjangan menangis karena kesakitan dan ia sudah hampir terbakar dengan besi panas itu. Kemudian saya berkata kepadanya, "Perempuan-perempuan berkabung boleh berkabung atas Anda, wahai ‘Aqîl. Apakah Anda menangis karena besi (panas) ini yang telah dibuat oleh seorang manusia sebagai main-main, sementara Anda mendorong saya ke arah api yang dipersiapkan Allah Yang Mahakuasa untuk (perwujudan) kemurkaan-Nya? Haruskah Anda menangis karena sakit tetapi saya tak boleh menangis karena api?
Suatu kejadian yang lebih aneh lagi dari ini ialah seorang lelaki[1] datang kepada kami di malam hari dengan botol tertutup yang penuh dengan pasta madu, tetapi saya tidak menyukainya, seakan itu adalah liur atau muntah ular. Saya tanyakan kepadanya apakah itu suatu ganjaran, atau zakat atau sedekah, karena hal-hal ini terlarang bagi kami para anggota keluarga Nabi. la katakan hal itu bukan ini dan bukan itu melainkan suatu hadiah. Kemudian saya berkata, "Perempuan tak beranak boleh menangisi Anda. Apakah Anda datang untuk menyelewengkan saya dari agama Allah, atau apakah Anda gila, ataukah Anda telah ditaklukkan oleh suatu jin, atau apakah Anda berbicara tanpa makna?"
Demi Allah, sekalipun saya diberi semua wilayah tujuh (bintang) dengan segala yang ada di bawah langit agar saya melanggar perintah Allah sampai sekadar merebut sebutir gandum murahan dari seekor semut, saya tidak akan melakukannya. Bagi saya dunia Anda lebih enteng dari daun di mulut belalang yang sedang mengunyahnya. Apa hubungan 'Ali dengan hadiah yang akan lewat dan kesenangan yang tidak akan langgeng? Kami memohon perlindungan Allah dari tergelincimya kebijaksanaan dan jahatnya kekeliruan, dan dari Dia kami mengharap pertolongan.
BELAJAR FIKIH UNTUK TINGKAT PEMULA
Pengarang : Muhammad Husein Falah Zadeh
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian; Kitab Allah
dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya. Dan keduanya tidak akan terpisah hingga menjumpaiku di telaga
(kelak pada Hari Kiamat).”
(H.R. Sahih Muslim; Jil. 7:122, Sunan Ad-Darimi; Jil. 2:432, Musnad Ahmad; Jil. 3:14,
17, 26; Jil. 4:371; Jil. 5:182,189. Mustadrak Al-Hakim; Jil. 3:109, 147, 533, dan kitabkitab
induk hadis yang lain).
BELAJAR FIKIH
untuk tingkat pemula
Sesuai dengan Fatwafatwa
untuk tingkat pemula
Sesuai dengan Fatwafatwa
Para Marja’
Taklid Besar Syi’ah
Muhammad Husein Falah Zadeh
Penerjemah : Emi Nurhayati
Prakata Penerbit
Berbeda pendapat merupakan fitrah manusia. Sebagai Sang Pencipta, Allah swt. menghendaki
fitrah itu tetap berjalan dalam koridor keimanan yang benar. Oleh karena itu, adanya sebuah tolok
ukur yang menjadi rujukan semua pihak adalah satu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan lagi.
Allah swt. telah menurunkan kitab pedoman dengan kebenaran yang akan menjadi penengah
bagi umat manusia dalam berbagai hal yang diperselisihkan (QS.2:213).
Tanpa kenyataan di atas, kehidupan yang sehat tidak akan dapat berlangsung. Ini adalah
ketentuan yang telah ditegaskan oleh Al-Quran di atas Tauhid yang absolut. Lalu, penyimpangan,
mitos dan kebohongan terus menerus dilakukan oleh anak cucu Adam, hingga akhirnya mereka
mulai menjauh dari asas yang kuat ini. Dari sini jelas, bahwa manusia tidak akan sanggup
menjadi penengah antara kebenaran dan kebatilan selagi mereka masih menjadi abdi hawa nafsu
dan budak kesesatan. Al-Quran telah datang, namun hawa nafsu masih saja mencabik-cabik
manusia dari berbagai arah. Ambisi, maksiat, keresahan dan kesesatan telah jauh menyeret
manusia dari menerima hukum dan arahan Al-Quran dan memalingkan mereka dari merujuk
kebenaran yang telah jelas.
Menurut Al-Quran, maksiat adalah perbuatan yang telah menggiring manusia kepada
perselisihan, kecongkak-an dan ketidakacuhan (Ibid). Di samping itu, kebodohan turut pun
memperparah keadaaan buruk ini. Hanya saja, bukankah telah dipesankan bahwa seorang jahil
hendaknya bertanya kepada orang yang tahu, sebagaimana Allah swt. berfirman:
“Maka bertanyalah kalian kepada Ahlul kitab jika kalian tidak mengetahui”
(QS.21:7, 16:43).
Oleh karena itu, tindakan menerjang yang dilakukan oleh seorang yang bodoh terhadap asas yang
diterima akal dan diterapkan oleh para akil ini adalah pelanggaran terhadap kaidah dan jalan
paling jelas dalam rangka menutup celah perselisihan.
Islam adalah agama abadi yang terangkum dalam teks-teks Al-Quran dan sunah Rasulullah;
sosok yang tak pernah mengucapkan satu kata pun dari mulutnya kecuali wahyu Tuhan semata.
Allah swt. dan Rasul-Nya telah mengetahui bahwa umatnya akan bersilisih pendapat setelah
kepergian beliau, sebagaimana hal tersebut telah terjadi saat beliau masih hidup dan berada di
tengah-tengah mereka.
Atas dasar ini, Al-Quran telah menurunkan pedoman kepada umat yang dapat dipegang
selepas kepergian Ra-sulullah; pelita yang dapat menuntun manusia sehingga menapaki jejak
yang pernah ditinggalkan oleh beliau, dan dapat membantu mereka dalam rangka memahami
dan menafsir-kan arahan-arahannya. Pelita itu tak lain adalah Ahlul Bait a.s. Merekalah pribadipribadi yang telah di-sucikan dari segala kotoran dan noda, manusia-manusia yang kepada kakek mereka Al-Quran diturunkan. Mereka menerima langsung ajaran ilahi dari beliau dan memahaminya dengan penuh kesadaran dan amanah Dan mereka telah dianugerahi hal-hal yang tidak
diberikan kepada siapa pun.
Sebagaimana Rasulullah saw. telah menegaskan kepe-mimpinan mereka secara global dalam
hadis Tsaqalain yang sangat masyhur, mereka telah
berupaya semaksimal mung-kin menjaga syariat Islam dan Al-Quran dari
pemahaman dan interpretasi yang keliru. Mereka juga tekun
menjelaskan konsep-konsep agung agama. Maka itu, mereka aktif seba-gai rujukan umat Islam.
Ahlul Bait a.s. telah menepis segala kerancuan, menyam-but pertanyaan, meredam berbagai
provokasi dengan penuh ketabahan dan kemurahan hati. Riwayat dan kebajikan me-reka adalah
bukti atas sikap dan perlakuan mereka yang luar biasa agung terhadap para penanya dan tukang
omong, sebagaimana sejarah juga menunjukkan ketajaman dan ke-dalaman jawaban-jawaban
mereka sebagai bukti lain atas kepemimpinan unggulmereka di bidang intelektualitas.
Sebagai pusaka yang tersimpan utuh dalam madrasah mereka dan hingga sekarang tetap
terpelihara dengan baik, khazanah Ahlul Bait a.s. merupakan universitas lengkap yang meliputi
berbagai cabang ilmu-ilmu Islam; telah mampu mendidik jiwa-jiwa yang siap menggali pengetahuan
dari khazanah itu dan mengetengahkannya kepada umat dan ulama-ulama besar Islam,
dan tampil sebagai pembawa risalah Ahlul Bait a.s. yang mampu menjawab secara argumentatif
segala keraguan dan persoalan yang dilontarkan oleh berbagai mazhab dan aliran pemikiran, baik
dari dalam maupun dari luar Islam.
Berangkat dari tugas-tugas mulia yang diemban, Lembaga Internasional Ahlul Bait (Majma
Jahani Ahlul Bait) berusaha mempertahankan kemuliaan risalah dan hakikat-nya dari serangan
berbagai golongan dan aliran yang memusuhi Islam; dengan cara mengikuti jejak Ahlul Bait a.s.
dan penerus mereka yang senantiasa berusaha menjawab berbagai tantangan dan tuntutan, serta
berdiri tegak di garis depan perlawanan sepanjang masa.
Khazanah yang terpelihara di dalam kitab-kitab ulama Ahlul Bait a.s. itu tidak ada
tandingannya, karena kitab-kitab tersebut disusun di atas landasan logika dan argu-mentasi yang
kokoh, bebas dari sentuhan hawa nafsu dan fanatisme buta. Kepada kalangan ulama dan pakar,
Mereka pun mengetengahkan karya-karya ilmiah yang dapat dite-rima oleh akal dan fitrah yang
bersih.
Berbekal kekayaan pengalaman, Lembaga Internasional Ahlul Bait berupaya mengajukan
metode baru kepada para pencari kebenaran melalui berbagai tulisan dan karya ilmiah yang
disusun oleh para penulis kontemporer yang komit pada khazanah Ahlul Bait a.s., dan oleh para
penulis yang telah mendapatkan karunia Ilahi untuk mengikuti ajaran mulia tersebut. Di samping
itu, Lembaga ini berupaya meneliti dan menyebarkan berbagai tulisan bermanfaat dan karya
ulama Syi'ah terdahulu, agar kekayaan ilmiah ini men-jadi mata air bagi pencari kebenaran yang
mengalir ke segenap penjuru dunia, di era kemajuan intelektual yang telah mencapai
kematangannya, sementara interaksi an-tarindividu semakin terjalin demikian cepatnya, hingga
terbuka pintu hatinya dalam menerima kebenaran tersebut melalui madrasah Ahlul Bait a.s.
Akhirnya, kami mengharap kepada para pembaca yang mulia; kiranya sudi menyampaikan
berbagai pandangan, gagasan dan kritik konstruktif demi berkembangan lembaga ini di masamasa
mendatang. Kami juga mengajak kepada berbagai lembaga ilmiah, ulama, penulis dan
penerjemah untuk bekerja sama dengan kami dalam upaya menye-barluaskan ajaran dan
khazanah Islam yang murni. Semoga Allah swt. berkenan menerima usaha sederhana ini, melimpahkan taufik-Nya, serta senantiasa menjaga Khalifah-Nya, Imam Mahdi afs. di muka bumi
ini.
Kami ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Syeikh
Muhammad Husein Falah Zadeh yang telah berupaya menulis buku ini, dan kepada Sdri. Emi
Nurhayati yang telah bekerja keras mener-jemahkan ke dalam bahasa Indonesia, juga kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi di dalam penerbitannya.[]
Divisi Kebudayaan
Lembaga Internasional Ahlul Bait
Pengantar Penulis
Sepanjang sejarah, umat manusia senantiasa menyaksikan usaha orang-orang besar, para mujaddid
serta tokoh-tokoh dalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan makmur dan membina
sebuah umat yang unggul dan jauh dari keburukan. Dalam rangka ini, mereka selalu berfikir dan
berupaya mengetengahkan sistem dan undang-undang yang dapat mengatur masyarakat agar
dapat mencapai tujuannya. Sistem dan undang-undang tersebut ditata untuk dapat mengatur
kehidupan mereka; mulai dari yang bersifat pribadi sampai yang berkaitan dengan sisi sosial,
bahkan lebih luas dari sekedar itu, yakni mencakup alam semesta.
Sebagai agama terakhir yang menjamin kebahagiaan manusia, Islam turut menjadi salah satu
peletak gagasan-gagasan pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Islam memulai
gagasan-gagasan besarnya dengan keima-nan. Sebuah keimanan dan keyakinan yang benar dapat
menyelamatkan pemikiran manusia.
Keimanan Islam memberikan kepada manusia sebuah kaca mata untuk melihat awal dan
akhir dari kehidupan. Keimanan yang diinginkan Islam dapat membebaskan seseorang dari
kekosongan dan keterasingan. Pada puncak-nya, keimanan Islam menunjukkan kepada manusia
bentuk kehidupan yang kaya tujuan dan makna.
Namun demikian, Islam menolak bila sekadar memiliki keyakinan yang benar dianggap
sebagai satu-satunya penentu kebahagiaan manusia. Pada tataran teoretis, itu merupakan suatu
kelaziman yang tak terelakkan dari hidup seseorang. Namun, pada tataran praktis, pada akhirnya
dia harus memilah mana jalan yang benar, lalu mengamalkan kebenaran yang telah
ditemukannya.[1]
Di antara ajaran-ajaran Islam, fikih adalah bagian yang memikul tanggung jawab mulia ini.
Fikih adalah kumpulan hukum dan sistem praktis Islam untuk menyelesaikan masalah di atas.
Sistem praktis ini bersumber dari wahyu ilahi yang telah dijelaskan dan diuraikan oleh para imam
maksum a.s.; sistem yang mencakup seluruh permasalahan yang sedang atau akan dihadapi
manusia.[2]
Hukum dan undang-undang yang terkandung di dalamnya tidak dapat diubah-ubah
sesuka hati. Cakupannya yang luas tidak lan-tas membuat prinsip-prinsipnya mengalami
perubahan.[3]
Mengenal sistem hukum praktis ini (baca: fikih) ter-masuk salah satu dari pelajaran dasar dan
menjadi fondasi Hawzah Ilmiyah (pusat pendidikan agama dalam masya-rakat Syi’ah).
Perkembangan studi-studi keislaman di sana berawal dari ilmu Fikih. Dengan sendirinya, para
ahli fikih (fakih) merupakan kelompok ulama yang memiliki keisti-mewaan di atas sekalian ulama
yang menekuni ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sejarah juga mencatat nama-nama suci mereka
dengan tinta emas. Prestasi gemilang ini juga di-tegaskan oleh Imam Khomeini dalam catatannya:
“Selama ratusan tahun, kelompok ulama (fakih) menjadi tulang punggung kaum mustadh’afin.
Masyarakat Syi’ah senan-tiasa mendapatkan pemahaman keagamaan mereka melalui para
fakih”.[4]
Sejarah mencatat bagaimana para fakih yang sekaligus sebagai pengawal fikih dan hukum
syariat Islam menang-gung berbagai kesulitan dengan tingkat kesabaran dan jerih payah yang
luar biasa demi menyebarkan hukum-hukum suci agama seutuh mungkin.
Betapa banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para fakih dalam kondisi taqiyah atau di dalam
penjara.[5]
Betapa banyak perpustakaan yang dibangun berkat jerih payah dan usaha mereka
selama ratusan tahun akan tetapi begitu saja hangus dibakar karena kedengkian musuh, dan yang
terkejam dari segalanya adalah tangan penguasa-penguasa yangmeng-atasnamakan Islam.
Para fakih mengorbankan jiwa dan pikiran mereka demi menjaga cita-cita luhur dan agama.
Seringkali darah mereka harus membasahi kitab-kitab mereka sendiri, dan tidak jarang jasad
mereka pun ikut dibakar hangus.[6]
Meski begitu, mereka tidak akan pernah putus asa atau
menghentikan usaha, sekalipun harus terus berhadapan dengan segala kemungkinan bahaya dan
kesulitan. Usaha yang telah me-reka lakukan adalah menyimpulkan hukum-hukum fikih untuk
masalah-masalah yang muncul dan menatanya sede-mikian apik dan sistematis. Ya, hidup
mereka diinfak-kan demimemenuhi kebutuhan masyarakat pada agama.
Koleksium atau buku kumpulan fatwa yang kini beredar di tengah masyarakat—yang
umumnya dikenal dengan nama risalah amaliyah—adalah karya para marja’ taklid (mujtahid).
Usaha mereka dalam menyimpulkan sebuah hukum dari sumber-sumbernya terkadangmemakan
waktu yang cukup panjang. Namun, mengingat risalah-risalah amaliyah itu disusun dengan
tujuan agar menjadi rujukan masyarakat, dan kondisi ini telah berjalan lebih dari lima puluh
tahun sehingga buku-buku tersebut tidak dapat dijadikan materi pelajaran yang relevan bagi
tingkat pemula dan generasi muda, terutama kaum remaja. Kesulitan ini menjadi lebih mendesak
tatkala buku-buku itu mengguna-kan istilah-istilah teknis fikih dan gaya penulisan yang rumit
sehingga tidak mudah dipahami, meskipun amat berguna sebagai buku fikih dalam rangka
memenuhi kebutuhan kalangan khusus. Bila diandaikan risalah amaliyah yang ditulis selama ini,
ia tak ubahnya dengan toko obat yang tidak dibuat khusus untuk kelompok usia tertentu untuk
memanfaatkannya, tetapi dibuka untuk segala usia.
Dari dulu sampai sekarang pun di Hawzah Ilmiyah, sudah tertata secara baik kitab-kitab
khusus untuk setiap tingkat pendidikan dari masing-masing jurusan dan bidang ilmu, termasuk
ilmu Fikih. Sejak dahulu tidak ada pemula yang hendak mendalami fikih akan diajarkan
kepadanya kitab Makasib[7]
karya Syaikh Al-Anshari. Sebagaimana untuk mempelajari ilmu Ushul
Fikih, seorang pelajar pemula tidak langsung membaca kitab Kifayah Al-Ushul[8]
karya Al-Muha-qqiq Al-Khurasani.
Atau katakanlah mereka yang ingin mempelajari Filsafat tidak akan memulainya dengan
mem-baca kitab Al-Asfar Al-Arba’ah adikarya Mulla Shadra[9]
. Karena secara logis, setiap pelajar
pemula akan memulai studi dengan menelaah kitab-kitab yang sederhana sehingga mendapatkan
kerangka dasar dari ilmu yang akan dite-kuninya untuk kemudian mempelajari kitab yang lebih
spesifik dan detail.
Saat ini, materi pelajaran fikih di Hawzah Ilmiyah dibagimenjadi tiga level:
1. Fikih nirargumentasi seperti; Risalah Taudhih Al-Masail dan Al-‘Urwah Al-Wutsqa[10]
.
2. Fikih semiargumentatif seperti; Ar-Raudhah Al-Bahi-yah[11]
dan Syarayi’ Al-Islam[12]
.
3. Fikih murni argumentatif seperti; Jawahir Al-Kalam[13]
dan Al-Hadaiq An-Nadhirah[14]
.
Dengan demikian, sudah seharusnya risalah amaliyah diter-bitkan sesuai dengan tingkat
pemahaman masyarakat dan kebutuhan mereka sehingga proses belajar dan tugas-tugas syariat
dilakukan tanpa kesulitan, serta bisa menambah ilmu agama mereka dengan cara yang lebih
tepat.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaitan de-ngan penjelasan hukum, telah
diusahakan penerbitan buku-buku yang dapat dimanfaatkan. Namun tetap saja masih dirasakan
kekosongan, terutama berkaitan dengan penga-jaran fikih sesuai dengan tingkat pendidikan dan
untuk masyarakat umum. Kekosongan ini mendesak kami untuk berusaha memenuhi kebutuhan
kelompok usia remaja. Buku ini diusahakan dengan tidak mengubah fatwa, namun hanya dengan
mengganti bahasa agar lebih sederhana dan mudah dipahami serta dibawakan contoh-contoh
yang terkait.
Dengan mempertimbangkan adanya hukum-hukum yang khusus untuk wanita dan khusus
untuk pria, juga perbedaan kelompok usia, maka kami memisahkan masalah yang khusus
berkaitan dengan pria dengan menuliskan buku terpisah. Sementara untuk wanita, kami juga
menu-liskan buku terpisah karena kekhususannya. Buku-buku yang telah kami siapkan adalah
sebagai berikut:
1. Pelajaran fikih khusus anak-anak.
2. Pelajaran fikih tingkat pemula yang dikhususkan untuk tingkat sekolah menengah pertama
dengan dua kategori; khusus perempuan dan khusus lelaki.
3. Pelajaran fikih tingkat menengah yang dikhususkan untuk tingkat sekolah menengah atas
dengan dua kategori; khusus perempuan dan khusus lelaki.
4. Pelajaran fikih tingkat yang dikhususkan untuk untuk tingkat perguruan tinggi dengan dua
kategori; khusus perempuan dan khusus lelaki.
5. Metodologi pengajaran fikih yang khusus untuk para guru dan pelajar agama.
Sangat mungkin sekali ditemukan betapa banyak orang yang tidak mengenyam pendidikan yang
semestinya, bah-kan pendidikan tingkat dasar, namun mereka justru lebih mengerti masalahmasalah
agama daripada orang-orang terpelajar.
Meski demikian, buku ini disusun sesuai dengan kebu-tuhan dasar masyarakat secara umum.
Tentunya, semua yang termuat dalam buku ini tidak meliput semua permasalahan hukumhukum,
bahkan masih banyak per-masalahan dan hukum yang tidak kami bawakan di sini
mengingat—pada tahap dasar—tidak begitu dibutuhkan oleh mereka secara umum. Kami
berharap semoga kapasitas buku sekadar ini bisa memenuhi kebutuhan dasar kaum remaja dan
para pemula.
Beberapa Catatan:
1. Muatan buku sesuai dengan fatwa pendiri Republik Islam Iran; Ayatullah Imam Khomeini ra.
2. Di samping itu, kami membubuhkan fatwa-fatwa tiga marja’ taklid besar, yaitu Ayatullah
Araki, Ayatullah Gulpaigani, Ayatullah Khu’i, dan setiap perbedaan fatwa pada suatu
masalah hukum kami tandai dengan tanda bintang (*).
3. Dalam buku ini, kebanyakan masalah yang dipelajari lebih bersifat dasar dan umum, tidak
begitu mendetail dan tidak terlalu banyak perbedaan fatwa tentangnya. Di samping itu, tidak
semua perbedaan fatwa sede-mikian rupa sehingga mukallid (orang yang bertaklid) yang
mengamalkan isi buku ini tidak lagi sesuai amalan-amalannya dengan fatwa marja’ taklidnya,
atau mening-galkan suatu kewajiban. Misalnya, jika ada fatwa untuk suatu masalah dalam
buku ini lalu ada seoang marja’ taklid yang memberi
hukum ihtiyath wajib untuk masalah yang tersebut, maka mukallid dengan
meng-amalkan fatwa itu pun telah beramal sesuai
hukum ihtiyath wajib ini.
4. Pemilihan masalah dan hukum dalam buku ini diu-sahakan agar dapat memenuhi kebutuhan
utama pelajar pemula dan para remaja tingkat sekolah menengah, sedangkan rinciannya tidak
dibawakan. Peletakkan tema untuk suatu masalah dilakukan sejauh tidak mengubah fatwa
yang berkaitan. Sebagai contoh, dalam masalah “Hal-hal Yang Bisa Menyucikan”, kami hanya
menyebutkan lima dari sepuluh benda yang dapat menyucikan. Dan supaya tidak difahami
adanya pengu-rangan, kami meletakkan tema utama masalah menjadi demikian ini: “Segala
sesuatu yang najis bisa disucikan, dan hal-hal pokok dari yang bisa menyucikan ialah...”.
5. Buku ini dapat dipakai untuk mengajar, juga siswa dapat mempelajarinya bersama guru,
meskipun telah diupayakan agar buku ini bisa ditelaah sendiri.
6. Pembaca yang ingin mengetahui hukum secara lebih detail atau ingin merujuk sumbernya,
bisa melihat catatan-catatan kaki yang berkaitan dengannya. Juga dicantumkan catatan khas
dari para marja’ taklid sebagaimana terdapat dalam risalah amaliyah mereka.
7. Tanpa hendak mengurangi derajat mulia para marja’ taklid, kami hanya mencantumkan nama
terkenal me-reka tanpa gelar-gelar kehormatan masing-masing un-tuk mempersingkat
catatan-catatan kaki buku.
8. Sebelum naik cetak, buku ini sudah diajarkan dan kekurangannya telah diatasi sedapat
mungkin. Koreksi isi buku telah dilakukan oleh guru sekaligus sahabat saya yang telah sudi
meluangkan waktunya. Beberapa saran juga telah sampai kepada saya dari beberapa siswa
sekolah menengah atas yang telah membaca dan mem-pelajarinya. Dengan koreksi dan saran
itu diharapkan isi buku ini menjadi relevan dengan tujuan penyusu-nannya. Sekali lagi, saya
haturkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sampai terbitnya karya ini.
9. Buku inimerujuk kepada sumber-sumber di bawah ini:
o Tahrir Al-Wasilah, Imam Khomeini, Darul Anwar, Beirut.
o Risalah Taudhih Al-Masail, Imam Khomeini, Bunyad Pezhuhesha-ye Eslami-ye Ustane
Qudse Razavi, Masyhad.
o Istifta’at, Imam Khomeini, Daftar Entisharat Eslami, Qum
o Al-‘Urwah Al-Wutsqa, (2 jilid) dengan komentar para marja’ taklid, Intisharat Ilmiah
Islamiyah, Qum.
o Wasilat Al-Najah dengan komentar Ayatullah Al-‘Uzma Gulpaigani, Dar At-Ta’aruf lil
Mathbu’at, Beirut.
o Risalah Taudih Al-Masail, Ayatullah Al-‘Uzma Gul-paigani, Dar Al-Quran Al-Karim, Qum.
o Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-‘Uzma Ara-ki, Daftare Tablighate Eslami-ye
Hauzeye Elmiyeh, Qum.
o Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-‘Uzma Khu’i, Chapkhaneye Elmi, Qum.
Beberapa Arahan untuk Para Guru yang Mulia
1. Berangkat dari pengalaman, isi setiap pelajaran disusun untuk durasi 30 sampai 45 menit, ini
sudah termasuk penjelasan guru. Akan tetapi, ada beberapa pelajaran yang memuat materi
yang banyak seperti; pelajaran 35, 36, 39 dan 42. Sekiranya durasi ini tidak cukup, maka sisa
pelajaran bisa dipelajari pada pertemuan berikut-nya. Ada sebagian pelajaran yang sedikit
materinya dan bisa dituntaskan sebelum habis durasinya, maka waktu yang tersisa bisa
digunakan untuk pelajaran berikutnya, seperti pelajaran 22, 26, 32 dan 33.
2. Untuk mengajarkan buku ini, tidak cukup hanya mem-baca buku ini saja. Akan tetapi
sebelum mengajar, hendaknya guru yang mulia membaca buku fikih tingkat yang lebih tinggi
atau risalah Taudhih Al-Masail atau kitab fikih lain yang lebih rinci.
3. Di akhir setiap pelajaran, kami membubuhkan kesim-pulan pelajaran untuk kegunaan sebagai
berikut:
o Di akhir setiap pelajaran, guru dapat secara
singkat menyimpulkan pelajaran yang sudah diterangkan kepada para
pelajar yang hadir dalam beberapa menit.
o Apabila siswa tidak punya waktu yang cukup untuk membaca pelajaran secara
keseluruhan, dia bisa membaca kesimpulannya sehingga dapat mengingat poin-poin
pembahasan dan mengulang pelajaran yang lalu.
o Guru bisa menggunakan kesimpulan sebagai catatan kecil untuk mengajar di kelas
sehingga tidak perlu membawa kitab ketika hendak mengajar.
4. Kesimpulan pelajaran diambil dari teks pelajaran de-ngan tanpa rincian masalah dan
keterangan para marja’ taklid.
5. Setiap pelajaran diakhiri dengan beberapa pertanyaan latihan yang kebanyakan berupa kasus
nyata dan contoh konkret dari hukum-hukum fikih. Guru agar mengaju-kan pertanyaan itu
kepada para siswa dan membantu mereka untukmendapatkan jawabannya.
6. Guru agar menyisihkan sebagian waktunya untuk men-jawab pertanyaan siswa yang hadir.
7. Untuk memahamkan pelajaran kepada siswa-siswa, hendaknya guru menggunakan contohcontoh
yang te-pat dan mempraktekkan sebagian masalah di hadapan mereka seperti caracara
wudu dan tayamum.
Dengan mengharap ridha Allah Swt., semoga buku ini dapat membantu para remaja dalam usaha
mereka mema-hami hukum Islam. Semoga Allah membantu dan menolong mereka agar sukses
dalam semua jenjang kehidupan.
Akhir kata, terima kasih kepada seluruh sahabat-sahabat baik saya yang telah membaca dan
memberikan saran. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang telah mem-berikan taufik-
Nya sampai terbitnya karya ini. Kami me-nyambut pendapat dan saran-saran yang membangun
dari para pembaca.[15]
Robbana taqobbal minna, innaka Anta A-Sami’ Al-‘Alim![]
MuhammadHusein Falah Zadeh
Musim Panas, 1372 HS.
KEDUDUKAN FIKIH
Pelajaran 1
KEDUDUKAN FIKIH
DALAM ISLAM
Islam adalah agama terakhir dan paling sempurna. Ajaran dan hukumnya sesuai dengan fitrah
dan maslahat manusia. Menerapkan ajaran Islam merupakan jalan yang menjamin kebahagiaan,
dan sebuah lingkungan yang ideal ialah sebu-ah masyarakat yang menerapkan hukum-hukum
Islam. Dan fikih sebagai subjek rangkaian pelajaran-pelajaran ini meru-pakan salah satu dasar
utama undang-undang islami dan insani.
Secara umum, ajaran Islam terbagi kepada tiga bagian:
1. Ajaran-ajaran keyakinan yang disebut dengan ushu-luddin.
2. Aturan-aturan praktis yang disebut dengan furu-’uddin atau fikih.
3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kejiwaan dan perbuatan; yang disebut juga
dengan akhlak.
Bagian pertama: adalah ajaran yang berkaitan dengan pe-lurusan pikiran dan keyakinan manusia.
Ajaran ini harus diterima berdasarkan argumentasi; sekalipun sederhana. Karena ajaran ini
berupa kepercayaan yang memerlukan suatu keyakinan, maka di dalamnya tidak diperbolehkan
taklid dan ikut-ikutan orang lain.
Bagian kedua adalah ajaran-ajaran praktis yang menen-tukan tugas-tugas manusia sekaitan
dengan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan atau yang harus diting-galkan. Ajaran ini
disebut dengan hukum (baca: fikih). Berkenaan dengan hukum, tidak ada larangan untuk
bertaklid kepada orang lain (baca: marja’ atau mujtahid).
Pembagian Hukum
Dalam Islam, setiap pekerjaan manusia memiliki hukum tertentu. Hukum-hukum tersebut antara
lain:
1. Wajib: adalah pekerjaan yang harus dilakukan, dan jika seseorang meninggalkannya, ia akan
mendapatkan sik-sa, seperti salat dan puasa.
2. Haram: adalah pekerjaan yang harus ditinggalkan, dan jika seseorang mengerjakannya, ia
akan mendapatkan siksa, seperti bohong dan mendzalimi orang lain.
3. Sunah: adalah pekerjaan yang jika seseorang dila-kukannya, ia akan mendapatkan pahala, dan
jika ia meninggalkannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti salat tahajud dan bersedekah.
4. Makruh: adalah pekerjaan yang jika seseorang mening-galkannya, ia akan mendapatkan
pahala, dan jika ia melakukannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti me-niup makanan dan
memakan makanan panas.
5. Mubah: adalah pekerjaan yang hukumnya sama antara mengerjakannya dan
meninggalkannya, dan pelakunya tidak mendapatkan siksa ataupun pahala; seperti ber-jalan
dan duduk.[16]
Taklid
Taklid berarti mengikuti. Mengikuti dalam masalah
fikih yaitu mengikuti seorang fakih (seorang ahli fikih). Artinya,
seorang mukallaf (muslim) dalam melakukan perbuatan-perbuatannya sesuai
dengan fatwa-fatwa seorang atau mujtahid yang diyakininya.[17]
1. Kewajiban seorang yang bukan mujtahid—dan tentu-nya dia tidak mampu menyimpulkan
hukum-hukum Allah swt. secara langsung dari sumber-sumbernya—ialah bertaklid
(mengikuti) pendapat dan fatwa se-orang marja’ atau mujtahid.[18]
2. Tugas sebagian besar dari masyarakat dalam fikih Islam ialah bertaklid, karena hanya
sedikit orang yangmampu berijtihad di bidang fikih.[19]
3. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain disebut sebagai marja’ taklid.
4. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adil.
b. Hidup.
c. Laki-laki.
d. Baligh.
e. Syi’ah Imamiyah.
f. Berdasarkan ihtiyath wajib[20]
, hendaknya dia paling pandai (a’lam) di antara para mujtahid,
dan tidak rakus akan dunia.[21]
Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja'
1. Adil adalah orang yang berada pada tingkatan takwa. Artinya dia selalu mengerjakan
kewajiban-kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa. Tanda-tanda orang yang memiliki sifat
adil adalah tidak melakukan dosa-dosa besar[22]
dan tidakmengulangi dosa-dosa kecil.[23]
2. Orang yang baru baligh atau selama ini belum pernah bertaklid, dia harus menetapkan
seorang mujtahid yang masih hidup sebagai marja’-nya. Maka, untuk memulai bertaklid, dia
tidak boleh menjadikan seorangmujtahid yang sudah meninggal dunia sebagai marja’-nya.[24]
3. Seseorang yang bertaklid kepada seorang marja’ yang kemudian meninggal dunia sementara
dia masih ingin bertaklid kepadanya, dia harus mendapat izin dari muj-tahid yang masih
hidup yang diikutinya. Bila mendapat izin untuk itu, maka dia dapat tetap bertaklid kepada
marja’ sebelumnya yang telah meninggal dunia itu.[25]
4. Ada kondisi-kondisi dimana seseorang yang telah men-dapat izin untuk tetap bertaklid
kepada marja’-nya yang telah meninggal harus merujuk kepada marja’ kedua (yang masih
hidup). Kondisi-kondisi tersebut antara lain; bila marja’ pertama (yang telah meninggal) dalam
sebuah masalah tidak memiliki fatwa sementara marja’-nya yang sekarang memiliki fatwa,
dan dalam masalah-masalah baru yang tidak ada di masa marja’ sebelumnya seperti; perang
atau gencatan senjata dan lain-lainnya.[26]
5. Seorang mujtahid yang diikuti fatwanya oleh orang lain harus penganut Syi’ah Imamiyah;
yaitu mazhab Syi’ah yangmeyakini dua belas imam. Maka, seorangmukallaf yang bermazhab
Syi’ah Imamiyah tidak boleh menga-malkan fatwa-fatwa ulama dan para mujtahid yang tidak
bermazhab Syi’ah Imamiyah.[27]
6. Islam menetapkan tugas perempuan dan laki-laki sesuai dengan kodrat penciptaannya.
Perempuan tidak dibeba-ni tanggung jawab agar menjadi marja’. Tanggung jawab menjadi
marja’ sangatlah berat; sebuah posisi yang amat
penting. Namun, ini tidak berarti menghapus kebebasan mereka.
Ketidakbolehan perempuan menjadi marja’ tidak berarti ia kehilangan
peluang menjadi mujtahid. Islam mendorong perempuan mencapai puncak keilmu-an dengan
menjadi mujtahid, namun tidak menjadi marja’. Perempuan mujtahid dapat menggali sendiri
hukum-hukum Allah dari sumber-sumbernya, yakni Al-Quran, Sunah, Akal dan Ijma’. Pada
posisi ini, ia memang tidak perlu bertaklid kepada orang lain.
7. Yang dimaksudkan dari ‘paling pandai’ ialah ihwal seorang mujtahid yang lebih handal dari
mujtahid yang lain dalam menggali hukum-hukum fikih dari sumber-sumbernya.[28]
8. Seorang mukallaf[29]
wajib melakukan penelitian (tafahhush) dalam rangka menentukan mujtahid
paling pandai.[30]
9. Setiap pribadi memiliki kebebasan dalam bertaklid dan tidak harus sama dengan orang lain.
Seorang istri, misalnya, dalam hal bertaklid tidak harus sama dengan suaminya. Bila dia telah
menentukan seseorang sebagai mujtahid yang telah memiliki syarat-syarat untuk ditaklidi,
maka dia bisa bertaklid kepadanya sekalipun suaminya telah bertaklid kepada mujtahid yang
lain.[31]
Kesimpulan Pelajaran
1. Ajaran-ajaran Islam terdiri dari akidah, fikih dan akhlak.
2. Hukum praktis terdiri dari wajib, haram, sunah, makruh dan mubah.
3. Taklid adalah mengamalkan fatwa seorang marja’ taklid.
4. Tidak dilarang untuk tetap bertaklid pada mujtahid yang sudah meninggal dunia selagi ada
izin dari muj-tahid yangmasih hidup.
5. Seseorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalahmasalah
baru harus bertaklid kepada mujtahid yangmasih hidup.
6. Dalam bertaklid, setiap orang bebas dan tidak harus sama dengan orang lain.
Pertanyaan:
1. Sebutkan ushuluddin!
2. Apa tugas seorang mukallaf dalam ushuluddin dan furu’uddin? Jelaskan!
3. Sebutkan lima hukum dalam Islam!
4. Apakah seorang wanita yang telah mencapai derajat ijtihad boleh beramal atas dasar fatwanya
sendiri? Atau juga harus bertaklid kepada orang lain?
5. Siapakah orang yang adil itu? Dan bagaimana ia bisa diketahui?
6. Apa tugas seorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam
masalah-masalah baru; seperti perang dan jihad?
Pelajaran 2
IJTIHAD DAN TAKLID
1. Cara-cara mengetahui mujtahid dan orang yang paling pandai:
a. Seseorang dengan sendirinya yakin dan tahu mana mujtahid yang paling pandai.
Misalnya, dia sendiri termasuk orang yang berilmu dan bisa mengetahui bahwa si fulan
adalah mujtahid, dan mengetahui bahwa si fulan mujtahid terpandai di bidangnya.
b. Dua orang adil yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah mujtahid atau si fulan adalah
orang yang paling pandai.[32]
c. Sekelompok ilmuwan yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah mujtahid dan orang
yang paling pandai. Kesaksian-kesaksian mereka bisa dipercaya bahwa si fulan memang
seorang mujtahid atau si fulan memang orang yang paling pandai.[33]
2. Cara-cara untukmendapatkan fatwa mujtahid:
a. Mendengar sendiri dari sangmujtahid.
b. Mendengar dari dua orang atau seorang yang adil.
c. Mendengar dari seorang yang bisa dipercaya dan jujur.
d. Membaca risalah amaliyah (kumpulan fatwa) mujta-hid.[34]
3. Jika mujtahid yang paling pandai dalam masalah ter-tentu tidak memiliki fatwa, maka
seorang mukallid (yang bertaklid) bisa merujuk kepada mujtahid lain yang memiliki fatwa
sekaitan dengan masalah tersebut. Dan berdasarkan ihtiyath wajib, mujtahid yang menjadi
marja’ (tempat rujukan) masalah tersebut harus paling pandai dari yang lain.[35]
4. Jika fatwa mujtahid dalam masalah tertentu berubah, seorang mukallid harus mengamalkan
fatwanya yang baru dan tidak boleh mengamalkan fatwa yang lama.[36]
5. Manusia wajib belajar masalah-masalah yang selalu diperlukannya.
Siapakah Mukallaf?
Mukallaf yaitu orang yang berakal dan baligh. Yakni, dia orang yang memiliki tugas untuk
menjalankan hukum-hukum fikih. Oleh karena itu, anak-anak yang belum baligh dan orangorang
gila (tidak berakal) bukanlah mukallaf.
Usia Baligh
Usia baligh anak laki-laki adalah setelah genap berusia lima belas tahun, dan usia baligh anak
perempuan setelah genap usia sembilan tahun. Bila telah memasuki usia itu, mereka termasuk
orang-orang yang baligh dan harus menjalankan seluruh tugas-tugas syariat. Jika usia seorang
anak masih di bawah usia baligh lalu mengerjakan amalan-amalan yang baik, seperti salat secara
benar, dia akan mendapatkan pahala.
Perlu diperhatikan bahwa usia baligh dihitung ber-dasarkan tahun Hijriah Qomariyah; yang
jumlah setiap tahunnya adalah 354 hari 6 jam.
Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab
Ihtiyath mustahab selalu beriringan dengan fatwa. Artinya, berkenaan dengan sebuah masalah,
pertama-tama seorang mujtahid memberikan fatwa kemudian memberikan ihti-yath[37]
. Ihtiyath ini
dinamai sebagai ihtiyath mustahab. Sekaitan dengan ini, mukallid dapat mengamalkan fatwa atau
menga-malkan ihtiyath mustahab, namun dia tidak boleh merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya,
jika seseorang mengerjakan salat dan dia tidak tahu pasti apakah badan atau bajunya itu najis
ataukah tidak, seusai salat dia baru sadar bahwa ketika melakukan salat, badan atau bajunya najis,
maka salatnya sah. Akan tetapi, atas dasar ihtiyath mustahab, jika waktu salat masih tersisa,
hendaknya dia mengulangi salatnya.
Ihtiyath wajib tidak berdampingan dengan fatwa. Se-orang mukallid harus beramal sesuai
dengan ihtiyath tersebut atau bisa merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya, menurut ihtiyath wajib,
seorang mukallid tidak boleh bersujud di atas daun anggur yangmasih segar dan basah.
Kesimpulan Pelajaran
1. Cara-cara untukmengenalmujtahid dan orang yang paling pandai adalah sebagai berikut:
· Mukallid meyakini dan mengetahui dengan sendiri-nya.
· Dua orang adil yangmenyatakan demikian.
· Sekelompok ilmuwan yangmenyatakan demikian.
2. Cara-cara untukmendapatkan fatwa mujtahid adalah sebagai berikut:
· Mendengar langsung dari mujtahid.
· Mendengar dari dua atau satu orang yang adil atau minimal satu orang yang bisa
dipercaya dan jujur.
· Membaca langsung risalah amaliyah mujtahid.
3. Orang-orang yang baligh dan berakal harus menjalan-kan hukum-hukum agama.
4. Anak laki-laki yang genap berusia 15 tahun dan anak perempuan yang genap berusia 9 tahun
termasuk orang-orang yang sudah baligh.
5. Dalam ihtiyath wajib, seorang mukallid bisa merujuk ke fatwa mujtahid lain. Akan tetapi
dalam ihtiyath mustahab, dia tidak bisa merujuk demikian ini.
Pertanyaan:
1. Siapa saja orang-orang yang bisa menyatakan derajat kemujtahidan dan kelebihpandaian
seseorang?
2. Siapa saja orang-orang yang wajib melaksanakan hu-kum-hukum fikih?
3. Dalam sebuah masalah dinyatakan bahwa berdasarkan ihtiyath, seseorang tidak boleh
mengambil upah dalam mengajarkan kewajiban-kewajiban salat, tetapi dalam mengajarkan
sunah-sunahnya dia boleh mengambilnya. Tentukan jenis ihtiyath dalam masalah ini; apakah
termasuk ihtiyath wajib atau ihtiyath mustahab?
Pelajaran 3
BERSUCI
Sebagaimana pada Pelajaran1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut
dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting ialah menjalan-kan kewajibankewajiban.
Salah satu kewajiban yang paling penting dan utama adalah salat.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagimenjadi tiga:
· Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).
· Amalan-amalan salat (muqarinat).
· Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).
Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu seorang pelaku salat harus menjaganya
sebelum melakukan salat.
Maksud dari amalan-amalan salat adalah hal-hal yang berkaitan dengan bacaan salat; dari
takbirotul ihrom sampai pembacaan salam.
Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu apa saja yang berkaitan dengan segala
sesuatu yang bisa membatalkan salat.
Pendahuluan-pendahuluan Salat
Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah
bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk
bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis.
Oleh kare-na itu, kami akan menjelaskan ihwal najis
Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:
Apa saja yang di dalam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengannya
Benda-benda Najis:
1. Kencing.
2. Tinja.
3. Mani.
4. Bangkai.
5. Darah.
6. Anjing.
7. Babi.
8. Arak dan setiap cairan yangmemabukkan.
9. Fuqqa’; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (seje-nis gandum).
10. Orang kafir.
11. Keringat unta pemakan tinja manusia.
Keterangan:
Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.
Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka
darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.
Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air mani, bangkai dan
darah mereka najis.
Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut
tidak najis.
Kesucian (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demi-kian juga najis tidaklah sama dengan
kotor. Boleh jadi sesu-atu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu
dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, seseorang
harus memperhatikan kesucian dan kebersihan diri, lingkungan dan kehidupannya. Dan
pelajaran kita ini berkaitan dengan kesucian.
Masalah:
1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang da-gingnya haram dan darahnya
mengalir adalah najis.[38]
2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang halal dagingnya seperti: sapi, kambing dan seluruh
hewan yang darah-nya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.[39]
3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang makruh da-gingnya seperti: kuda dan keledai adalah
suci.[40]
4. Tinja seluruh burung yang haram dagingnya seperti; gagak, adalah najis.[41]
&[42]
Hukum Bangkai
[43]
Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan ba-dannya belum dingin (selain
anggotanya yang tidak bernyawa—yakni mati—seperti: kuku, rambut dan gigi), seluruh
badannya najis, kecuali:[44]
1. Meninggal dunia di medan perang (syahid).
2. Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).
Bangkai Binatang
1. Bangkai hewan yang darahnya tidakmengalir seperti; ikan, adalah suci.
2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka ang-gota-anggota tubuhnya yang tidak
bernyawa (mati) seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara ang-gota-anggota
tubuhnya yang bernyawa (hidup) seperti daging dan kulit, adalah najis.[45]
Hukum Bangkai Binatang
1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.
2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:
a. Yang darahnya memancur/mengalir:
· Anggota badannya yang hidup adalah najis.
· Anggota badannya yang mati adalah suci.
b. Yang darahnya tidak memancur/tidak mengalir; maka seluruh anggota badan mereka adalah suci.
Hukum-hukum Darah
1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam
dan kambing.
2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.
3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath
wajib, hendaknya tidak dimakan. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur sehingga
tidak tampak lagi, maka tidak ada larangan untukmemakan kuningnya.[46]
4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak
tampak lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan
air ludah tersebut.[47]
Kesimpulan Pelajaran
1. Untukmengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.
2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.
3. Jenazah manusia yang meninggal tidak di medan pe-rang dan belum dimandikan, maka
hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa (mati).
4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang ber-nyawa (hidup) dari seluruh bangkai
hewan yang da-rahnya mengalir adalah najis.
5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tak
bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.
6. Seluruh hewan yang darahnya mengalir, maka darah mereka najis.
7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya
tidak dimakan kecuali jika sedikit sehingga ketika dikocok tidak tam-pak lagi.
8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi,
hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.
Pertanyaan:
1. Apa hukum bangkai ular, kalajengking dan katak?
2. Apa hukum tinja keledai dan tinja burung gagak?
3. Apa hukumdarah yang tampak di mulut ketika meng-gosok gigi?
4. Manusia yang bagaimana sehingga badannya dihukumi suci tatkala meninggal dunia?
5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?
Pelajaran 4
BAGAIMANASESUATU YANGSUCI
BISAMENJADINAJIS?
Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci,
kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena
bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang
suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari
kedua benda itu telah berpindah ke yang lain.[48]
1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan
mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.
2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci:
· Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda
najis.
· Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.
· Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpe-ngaruh dan berpindah kepada yang lain
atau tidak.[49]
Beberapa Masalah
1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka
hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa dike-tahui kenajisannya
atau kesuciannya.[50]
2. Haram memakan dan meminum sesuatu yang najis.[51]
3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang
najis, dia tidak wajib memberitahukan kepadanya.[52]
Benda-benda yang Bisa Menyucikan
Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci? Semua yang terkena najis bisa kembali
suci dengan benda-benda penyuci. Benda-benda yang dapat menyucikan itu antara lain:
1. Air.
2. Tanah.
3. Sinar matahari.
4. Islam.
5. Hilangnya najis.[53]
Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak sekali macamnya. Mengetahui
macam-macam air sangat membantu kita untuk lebih mudah mempelajari masalah-masalah yang
berkaitan dengannya.
Macam-macam Air
1. Air mudhaf.
2. Air mutlaq:
· Air sumur
· Air mengalir
· Air hujan
· Air diam:
1. Kur (banyak).
2. Qalil (sedikit).
Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka,
atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air murni seperti:
sirup.
Dan air mutlaq yaitu air yang selain mudhaf.
Hukum-hukum Air Mudhaf
1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan ter-masuk benda yang bisa menyucikan).
2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan benda najis, walaupun bau atau warna atau
rasanya tidak berubah, ataupun benda najis itu sedikit.
3. Berwudu dan mandi dengannya tidak sah.[54]
Macam-macam Air Mutlaq
Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak
turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi,
kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air
sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air
diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut
sebagai qalil (sedikit).
Ukuran Air Kur (Banyak)[55]
1. Yaitu air yang berada dalam bak atau kolam yang ukurannya tiga jengkal setengah (kurang
lebih 70 cm panjang, lebar dan tingginya).[56]
2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kg.
Ukuran Air Qalil (Sedikit)
Air yang kurang dari kur disebut dengan air qalil. Hanya air mutlaq yang bisa menyucikan sesuatu
yang terkena najis. Boleh jadi air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi ia sama sekali
tidak akan bisa menyucikan najis.
Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlaq dan cara-cara
bersuci dengannya.
Kesimpulan Pelajaran
1. Sesuatu yang bisa menyucikan bisa menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya,
tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.
2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya
benda najis.
3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlaq; bukan air mudhaf.
4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan
tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit
adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit,
dia disebut qalil (sedikit).
5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia di-sebut air kur.
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan antara air mutlaq dan air mudhaf?
2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir?
3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal;
apakah mencapai kur atau tidak?
4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu
apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?
Pelajaran 5
HUKUM-HUKUM AIR
Air Qalil (Sedikit)
1. Jika air qalil bertemu dengan benda najis, maka ia men-jadi najis (misalnya, disiramkan ke
permukaan benda najis (atau benda yang ternajisi) atau benda yang najis bertemu
dengannya).[57]
2. Jika air qalil yang najis dan bercampur itu bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka
ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang
bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan
air qalil tersebut[58]
.[59]
Air Kur, Air Mengalir, Air Sumur
1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak berubah
karena benda najis, maka hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan benda najis sehingga
bau atau warna atau rasanya ber-ubah, maka dihukumi najis. Air-air yang memiliki hu-kum
di atas tadi adalah air mengalir, air sumur, air kur, begitu juga air hujan.[60]
2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu
sendiri.[61]
Ciri-ciri Air Hujan
1. Jika air hujan turun hanya sekali pada sesuatu yang najis yang sudah tidak ada benda najis
padanya,[62]
maka sesuatu itu menjadi suci.
2. Jika air hujan turun pada karpet dan baju yang najis, karpet dan baju menjadi suci dan tidak
perlu diperas.[63]
3. Jika hujan turun pada tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.
4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama
hujan masih ber-langsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya,
hukum air itu adalah suci.[64]
Hukum-hukum Keraguan tentang Air
1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak
najis, akan tetapi tidakmemiliki hukum-hukum air kur.
2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air
qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.
3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka dihukumi suci.
4. Air yang sebelumnya suci lalu diragukan; apakah masih suci atau sudah najis, maka hukumnya suci.
5. Air yang sebelumnya najis lalu belum jelas; sudah kembali suci ataukah masih najis, maka dihukumi najis.
6. Air yang sebelumnya adalah air mutlak lalu tidak jelas; apakah sudah menjadi air mudhaf atau
masih air mutlak, maka dihukumi tetap sebagai air mutlak.[65]
Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat
Kembali Suci dengan Air?
Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung
sebagai penyuci yang digu-nakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang,
mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.
Penyucian Sesuatu yang Ternajisi
[66]
1. Penyucian wadah:
· Dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.
· Dengan air qalil: tiga kali siraman.
2. Penyucian selain wadah:
· Najis oleh air kencing:
- Dengan air kur: sekali.[67]
- Dengan air qalil: dua kali.
· Najis oleh selain kencing:
- Dengan air kur: sekali.
- Dengan air qalil: sekali.
Keterangan:
a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, per-tama-tama hilangkan benda najisnya
kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, wadah yang najis dan setelah
benda najisnya dihilangkan; jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.
b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika
menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air
yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya
dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib
hendaknya diperas sam-pai airnya keluar.[68]
c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti
hukum air kur.
Masalah:
Cara menyucikan wadah yang najis adalah sebagai berikut:
· Dengan air kur: masukkan ke dalamnya lalu angkat.
· Dengan air qalil: penuhilah wadah dengan air sebanyak tiga kali lalu kosongkan. Atau
siramkan air ke wadah sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa
sehingga airnya sampai ke letak-letak wadah yang terkena najis kemudian buanglah airnya.
Kesimpulan Pelajaran
Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka
berubah karena bersen-tuhan dengan najis, maka semua air inimenjadi najis.
3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa
mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.
4. Air hujan bisa menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau,
warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.
5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan
dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.
6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.
7. Air tidak diketahui, apakah air mutlak atau air mudhaf? Maka dihukumi air mutlak.
8. Seluruh barang yang najis (selain wadah) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika
najisnya lantaran ter-kena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya
dicuci sebanyak dua kali.
9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacam-nya, maka pada setiap siraman
hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.
Pertanyaan:
1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?
2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah
berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?
3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya
sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?
4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena ter-kena darah dengan memakai air qalil
atau air parit?
Pelajaran 6
CARA MENYUCIKAN TANAH
YANG NAJIS
1. Dengan air kur: pertama-tama, buanglah tanah yang ter-kena najis lalu siramkan air kur atau
alirkan air ke per-mukaannya sampai ke seluruh letak-letak najis.
2. Dengan air qalil:
a. Kalaulah permukaan tanah itu membuat air tidak bisa mengalir di atasnya (yakni tanah
itu menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.[70]
b. Jika air bisa mengalir di atas tanah, maka hanya per-mukaan yang dialiri air saja menjadi
suci.
Beberapa Masalah
1. Dinding yang najis bisa menjadi suci seperti halnya per-mukaan tanah.[71]
2. Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu meng-alir dan masuk ke dalam sumur, atau
air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut
menjadi suci.
Tanah
1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis, dan karena bersentuhan
dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka ia menjadi suci. Dengan demikian, tanah
adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi bebe-rapa syarat:
a. Hendaknya tanah itu suci.
b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).
c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, pa-ving dan sebagainya.[72]
Masalah: bila persentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan
benda najisnya, maka ia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sam-pai lima belas
langkah.[73]
Sinar Matahari
Sinar matahari—dengan syarat-syaratnya yang akan dise-butkan—dapat menyucikan bendabenda
seperti:
1. Tanah.
2. Bangunan dan bagian-bagiannya, seperti pintu dan jendela.
3. Pohon dan tumbuhan.[74]
Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci
1. Benda yang terkena najis hendaknya masih basah; sede-mikian rupa sehingga benda lain akan
basah seketika bersentuhan dengannya.
2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena sinar matahari. Bila benda itu tetap basah
atau lembab, maka ia belumlah suci.
3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalau sinar matahari seperti awan atau gorden,
kecuali jika sangat tipis dan tidak sampaimenghalau sinarnya.
4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak
dibantu oleh angin, misalnya.
5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang
ternajisi.[75]
Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum terkena sinar matahari,
hendaknya benda najis tersebut dihi-langkan terlebih dahulu darinya.
6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Jadi, bila pada hari ini
bagian luarnya kering namun pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci
pada hari ini adalah bagian luarnya saja.
Masalah:
jika tanah dan sebagainya terkena najis akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah
sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, dan untuk menyucikannya biarkan
sinar matahari mengena padanya.[76]
Islam
Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, dia menjadi Muslim, dan dengan demikian,
seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:
اَشْه د اَنْ لاَ اِله اِلَّا اللهُ و اَشْه د اَنَّ م ح م د ا ر س و لُ الله
[77]
( Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muham-madan rasulullah)
Hilangnya Benda Najis
Pada dua perkara di bawah ini, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya
benda najis dan tidakmemerlukan siraman air, yaitu:
1. Anggota badan binatang. Misalnya, tatkala seekor ayam memakan benda najis; patuknya
menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.
2. Bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga.
Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah,
maka mulut itu suci dan tidak perlu membasuhnya.[78]
Kesimpulan Pelajaran
1. Tanah yang tidak bisa dialiri air tidak dapat disucikan dengan air qalil.
2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air saja menjadi suci, adapun
permukaan yang digenangi air adalah najis.
3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis dapat men-jadi suci hanya dengan berjalan di atas
tanah lalu benda najisnya hilang.
4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyuci-kan tanah, bangunan, pohon dan
tumbuhan.
5. Jika orang kafir menjadimuslim, maka dia menjadi suci.
6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dibasuh hanya dengan
hilangnya najis dari bagi-an-bagian dalam tersebut
Pertanyaan:
1. Sebagian dari dinding rumah ternajisi. Jelaskan bagai-mana cara menyucikannya!
2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya
berjalan kaki?
3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?
4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kali-mat syahadat dengan bahasa
Indonesia atau Inggris?
Pelajaran 7
WUDU
Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari halhal
najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mela-kukan salat,
hendaknya pelaku salat berwudu dan memper-siapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang
agung ini. Bahkan pada keadaan tertentu, diwajibkan mandi terlebih dahulu; artinya membasuh
seluruh badan. Bila tidak bisa wudu atau mandi, dia harus melakukan amalan pengganti, yaitu
tayamum sebagaimana akan diterangkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan
pelajaran yang akan datang.
Cara Berwudu
Untuk berwudu, mula-mula membasuh wajah lalu memba-suh tangan kanan kemudian tangan
kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang
tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan
mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri de-ngan air yang tersisa di tangan kiri.
Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:
Amalan-amalan Wudu
[79]
1. Membasuh:
a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran
lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dila-kukan dengan
meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.
b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.
c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.
2. Mengusap:
a. Kepala: bagian depan di atas dahi.
b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.[80]
c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.
Keterangan Amalan-amalan Wudu
Membasuh
1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan
tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.[81]
2. Berdasarkan ihtiyath wajib,[82]
membasuh wajah hendak-nya dari atas ke bawah. Bila membasuh
wajah dilakukan sebaliknya, maka wudu tidaklah sah.[83]
Mengusap
Mengusap Kepala
1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).
2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya
dan mengata-kan bahwa ia telah mengusap kepalanya).
3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.
4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.[84]
5. Mengusap tidak harus sampai kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala
sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah
wajah, maka pada kondisi demikian ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.
6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan
itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan
kepala.[85]
Mengusap Kaki
1. Letak usapan: punggung kaki.
2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.[86]
Lebarnya:
sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.
3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).
4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.[87]
Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.[88]
Hukum-hukum yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki
1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak
namun kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan
sedangmembasuh dan kepala atau kaki sedikit bergerak, demikian ini tidak apa-apa.[89]
2. Jika untuk mengusap tidak ada sisa air di telapak ta-ngan, maka tidak boleh membasah
tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu
lainnya.[90]
3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.[91]
4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya, bila letak
usapan itu basah, hen-daknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit
sekali sehingga tidak sampai meng-halangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan,
maka tidak apa-apa.[92]
5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau
kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit
usapan (kecuali bila terpaksa).[93]
6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk
disucikan, maka hendaknya bertayamum.[94]
Kesimpulan Pelajaran
1. Wudu yaitu membasuh wajah dan tangan dan mengu-sap kepala dan kaki dengan syaratsyarat
yang akan datang.
2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.
3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian
depan dan pung-gung kedua kaki.
4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar da-pat dikatakan bahwa pewudu telah
mengusap kepala.
5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.
6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya
satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sam-pai tonjolan
punggung kaki.
7. Dalam mengusap hendaknya:
a. Tangan yang ditarik bergerak.
b. Letak usapan suci.
c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.
Pertanyaan:
1. Sebutkan cara-cara wudu!
2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian de-pan kepala. Apakah kewajiban pelaku
wudu ketika dia harus mengusap kepala?
3. Jelaskan empat darimasalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!
4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan ber-jalan?
5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?
6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!
Pelajaran 8
SYARAT-SYARATWUDU
Wudu akan sah dengan syarat-syarat di bawah ini. Tentu-nya, dengan kurangnya salah satu dari
mereka, wudu sese-orangmenjadi tidak sah.
Syarat-syarat Wudu
1. Syarat-syarat air dan tempat air:
a. Air wudu harus suci (tidak najis).
b. Air wudu harus mubah; bukan hasil rampasan (gha-sab).[95]
c. Air wudu harus air mutlaq (bukan air mudhaf).
d. Tempat air wudu harus mubah, bukan barang ram-pasan (ghasab).
e. Tempat air wudu bukan dari emas dan perak.
2. Syarat-syarat anggota wudu:
a. Harus suci.
b. Tidak ada penghalang yangmenghalangi sampainya air ke anggota.
3. Syarat-syarat cara berwudu:
a. Menjaga tertib (keteraturan dan urutan antaramalan wudu sebagaimana telah kita simak
dalam amalan-amalan wudu).
b. Menjaga muwalat (di antara amalan-amalan wudu tidak ada renggang waktu sehingga
merusak keu-tuhan dan kesatuan wudu).
c. Mengerjakan wudu sendiri dan secara langsung (tidakmeminta tolong orang lain).
4. Syarat-syarat pelaku wudu:
a. Dia tidak berhalangan untukmenggunakan air.
b. Berniat wudu untukmendekatkan diri kepada Allah Swt. (bukan niat riya).
Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya
1. Tidak sah berwudu dengan air najis dan air mudhaf, baik pelaku tahu ataupun tidak, ataupun
lupa bahwa air itu najis atau mudhaf.[96]
2. Air wudu harus mubah. Maka, dalam keadaan-keadaan di bawah ini, wudu seseorang tidak
sah:
a. Berwudu dengan air yang pemiliknya tidak rela (ketidakrelaannya bisa diketahui dengan
jelas).
b. Air tidak jelas; apakah pemiliknya rela atau tidak.
c. Air yang diwakafkan secara khusus seperti; kolam di suatu sekolah dan tempat wudu di
sebagian hotel, losmen dan sebagainya.[97]
3. Berwudu di sungai-sungai besar tidaklah apa-apa, walaupun pelaku wudu tidak tahu pasti;
apakah pe-miliknya rela atau tidak, akan tetapi jika pemiliknya melarang, berdasarkan ihtiyath
wajib hendaknya ia tidak berwudu di sana.[98]
4. Jika air wudu berada di tempat hasil rampasan (ghasab), lalu berwudu dengannya, maka
hukum wudu demikian ini tidaklah sah[99]
.
Syarat-syarat Anggota Wudu
1. Anggota wudu harus suci ketika dibasuh dan diusap.[100]
2. Jika ada satu penghalang pada anggota wudu (anggota yang dibasuh) sehingga menghalangi
sampainya air kepadanya, atau pada anggota yang diusap, walaupun tidak menghalangi
sampainya air, maka penghalang itu harus dihilangkan terlebih dahulu.[101]
3. Coretan pena, bercak warna, minyak dan krem, kalau tinggal warnanya saja tanpa zatnya,
tidak dianggap sebagai penghalang air wudu. Akan tetapi jika masih ada zatnya (dan menghalangi kulit), harus dihilangkan.[102]
Syarat-syarat Cara Berwudu
1. Tertib[103] : amalan-amalan wudu harus dikerjakan berda-sarkan urutan di bawah ini:
a. Membasuh wajah
b. Membasuh tangan kanan
c. Membasuh tangan kiri
d. Mengusap kepala
e. Mengusap kaki kanan
f. Mengusap kaki kiri
Jika tertib wudu dia atas ini tidak dijaga, wudunya tidak sah, sekalipun kaki kanan dan kaki kiri
telah diusap secara bersamaan.[104]
2. Kesinambungan (Muwalat)
a. Muwalat yaitu mengerjakan secara bersambung dan tidak ada tenggat waktu pemisah diantara amalan-amalan wudu.
b. Jika di antara amalan-amalan wudu terdapat tenggat waktu pemisah—dimana ketika
hendak membasuh atau mengusap satu anggota wudu, anggota-angota wudu yang sudah
dibasuh atau diusap sebelumnya telah kering—maka wudu demikian ini tidak sah.[105]
3. Tidak Boleh Minta Tolong Orang Lain
a. Seseorang yang mampu berwudu, maka tidak boleh minta tolong orang lain. Oleh karena
itu, jika orang lain membasuh wajah dan kedua tangannya atau mengusap kepala dan
kakinya, wudunya tidak sah.[106]
b. Seseorang yang tidak mampu berwudu, hendaknya mencari pengganti agar berwudhu
untuknya. Jika pengganti minta upah dan dia mampu membayar, maka berikanlah
upahnya, akan tetapi dia sendiri tetap harus niat berwudu.[107]
Syarat-syarat Pelaku Wudu
1. Jika seseorang tahu atau kuatir bahwa berwudu akan membuatnya sakit, maka dia harus
bertayamum. Dan jika dia tetap saja berwudu, wudunya tidak sah. Namun, jika dia tidak tahu
bahwa air berbahaya bagi dirinya lalu dia berwudu
dengannya, kemudian dia tahu bahwa air itu ternyata berbahaya baginya,
maka wudunya sah.[108]
.[109]
2. Wudu harus dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yakni, berwudu
dengan niat menger-jakan perintah Allah Swt.[110]
3. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata atau di-lintaskan di dalam hati, bahkan sekedar
sadar bahwa dirinya sedang berwudu, ini sudah cukup. Yakni, se-kiranya dia ditanya, “Kamu
sedangmengerjakan apa?”, dia akan menjawab, “Saya sedang berwudu”.[111]
Masalah: Jika waktu salat sempit sehingga jika dia ber-wudu, seluruh atau sebagian dari salatnya
dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.[112]
Kesimpulan Pelajaran
1. Air wudu harus suci, mutlak dan mubah. Maka, hukum berwudu dengan air najis dan air
mudhaf dalam keadaan apapun tidak sah, baik najisnya air atau mudhaf-nya air itu diketahui
ataupun tidak.
2. Berwudu dengan air ghasab, jika diketahui bahwa air tersebut adalah air ghasab, maka
wudunya tidak sah.
3. Jika anggota wudu najis, maka wudunya tidak sah. Begitu juga, jika terdapat penghalang yang
menghalangi sampainya air ke anggota wudu.
4. Jika tertib dan muwalat wudu tidak dijaga, maka wudu-nya tidak sah.
5. Seseorang yang mampu berwudu, dia tidak boleh minta tolong orang lain dalam membasuh
dan mengusap.
6. Wudu harus dilakukan dengan niat menunaikan perin-tah Allah Swt.
7. Jika seseorang hendak berwudu dan akan mengakibat-kan seluruh atau sebagian dari salat
dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.
Pertanyaan:
1. Apa hukum berwudu di tempat wudu kantor pemerin-tahan bagi selain pejabat kantor
tersebut?
2. Apa hukum berwudu dengan air sumber atau air khu-sus untukminum?
3. Apa tugas orang yang tidakmampu berwudu dengan sendirinya?
4. Terangkan niat mendekatkan diri kepada Allah dalam berwudu!
5. Apa perbedaan antara tertib dan muwalat dalam ber-wudu?
Pelajaran 9
WUDU JABIROH
Definisi Jabiroh
Obat yang dibubuhkan di atas luka dan pembalut yangmembalutnya disebut dengan jabiroh.
1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara
normal, maka dia harus berwudu secara normal.[113]
Misalnya:
a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.
b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.
2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan per-mukaan luka terbuka dan air berbahaya
baginya,[114]
maka membasuh sekitarnya sudah cukup.[115]
3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (anggota usapan) dan
permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan
usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan.[116]
.[117]
Cara Wudu Jabiroh
Dalam wudu jabiroh, basuhlah atau usaplah secara normal anggota-anggota basuhan dan usapan
yang bisa dibasuh dan diusap. Jika tidak memungkinkan, maka usaplah jabiroh dengan tangan
yang basah.
Beberapa Masalah
1. Jika jabiroh melebihi ukuran biasa sampai menutupi sekitar luka dan tidak mungkin untuk
dibuka,[118]
maka harus berwudu jabiroh dan berdasarkan ihtiyath wajib, juga harus bertayamum.[119]
2. Seseorang tidak tahu tugasnya; apakah berwudu jabiroh atau bertayamum, maka berdasarkan
ihtiyath wajib dia harus melakukan kedua-duanya.[120]
3. Jika seluruh wajah dan seluruh salah satu dari dua tangan dibalut penuh dengan jabiroh, maka
berwudu jabiroh sudah cukup.[121]
4. Jika telapak tangan dan jari-jarinya tertutup jabiroh dan ketika berwudu, tangan yang basah
telah mengusapnya, maka dia bisa[122]
mengusap kepala dan kaki dengan sisa basahan dari tangan tersebut atau mengambil basahan dari anggota wudu yang lain.[123]
5. Jika pada wajah dan kedua tangan ada beberapa jabiroh, maka sela-sela di antara mereka harus
dibasuh. Jika terdapat beberapa jabiroh di kepala dan punggung ke-dua kaki, maka sela-sela di
antara mereka harus diusap. Sedangkan pada anggota-anggota wudu yang jabiroh berada di
atas mereka, harus beramal sesuai dengan hukum-hukum jabiroh tersebut di atas.[124]
Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu
1. Mengerjakan salat.
2. Mengerjakan tawaf di Ka’bah.
3. Menyentuh tulisan Al-Quran dan nama-nama Allah.[125]
&[126]
Beberapa Masalah
1. Tidak sah salat atau tawaf tanpa wudu.
2. Anggota badan seseorang yang tidak memiliki wudu tidak boleh bersentuhan dengan tulisantulisan
ini:
a. Tulisan Al-Quran. Akan tetapi terjemahannya boleh disentuh.
b. Nama Allah, ditulis dalam bahasa apapun; seperti: Allah, Khuda atau God.
c. Nama NabiMuhammad Saw. (berdasarkan ihtiyath wajib).
d. Nama-nama imam maksum a.s. (berdasarkan ihti-yath wajib).
e. Nama-nama Sayyidah Fathimah a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib)[127]
3. Sunah berwudu untuk pekerjaan di bawah ini.
a. Pergi ke masjid dan ke makam para imam maksum a.s.
b. Membaca Al-Quran.
c. Membawa Al-Quran.
d. Menyentuh sampul atau sekitar Al-Quran.
e. Berziarah ke pekuburan.[128]
Bagaimana Wudu Menjadi Batal?
1. Keluarnya air kencing atau tinja atau kentut.
2. Tidur; selama tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat.
3. Sesuatu yang bisa menghilangkan (kesadaran) akal se-perti: gila, mabuk, pingsan.
4. Keluarnya darah istihadhah bagi perempuan.[129]
5. Sesuatu yang mewajibkan mandi seperti: janabah dan menyentuh mayat.[130]
Kesimpulan Pelajaran
1. Seseorang yang pada anggota wudunya terdapat luka, borok atau patah, akan tetapi bisa
berwudu secara normal, dia harus berwudu secara normal.
2. Seseorang yang anggota wudunya tidak bisa dibasuh atau tidak bisa terkena air, maka jika
sekitar lukanya dapat dibasuh, ini sudah cukup dan tidak perlu berta-yamum.
3. Jika permukaan luka atau yang patah terbalut dengan jabiroh, akan tetapi bisa dibuka (tidak
menyulitkan), ma-ka jabiroh-nya harus dibuka dan berwudu secara normal.
4. Jika permukaan luka terbalut dan air berbahaya bagi-nya, dia tidak perlu membukanya walaupun dia bisa saja untukmembukanya.
5. Untuk mengerjakan salat dan tawaf dan untuk ber-sentuhan anggota badan dengan tulisan
Al-Quran dan nama Allah diharuskan berwudu terlebih dahulu.
6. Berdasarkan ihtiyath wajib, anggota badan orang yang tidak punya wudu tidak boleh
bersentuhan dengan nama Nabi Muhammad Saw., nama para imam maksum dan nama
Sayyidah Fathimah a.s.
7. Keluarnya air kencing dan tinja membatalkan wudu.
8. Tidur, gila, pingsan, mabuk, janabah, dan menyentuh mayat membatalkan wudu.
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara wudu seseorang yang tiga jari kakinya terbalut dengan jabiroh?
2. Jelaskan cara mengerjakan wudu jabiroh dengan memba-wakan contoh!
3. Apakah bisa mengusap dengan basahan yang ada pada jabiroh?
4. Apa yang harus dilakukan oleh orang yang lukanya di-balut jabiroh yang najis dan tidak
memungkinkan untuk dibuka?
5. Apakah kantukmembatalkan wudu?
6. Apakah wudu seseorangmenjadi batal setelah menyen-tuh mayat?
Pelajaran 10
MANDI
Ada kalanya untuk mengerjakan salat (dan seluruh peker-jaan yang harus disertai dengan wudu)
diwajibkan mandi terlebih dahulu. Artinya, untuk menunaikan perintah Allah Swt., seluruh
badan harus suci. Sekarang akan dijelaskan masalah-masalah mandi dan cara-caranya.
Macam-macam Mandi Wajib
1. Umum; bagi laki-laki maupun perempuan:
a. Janabah
b. Menyentuh mayat
c. Mayat
2. Khusus perempuan:
a. Haid
b. Istihadhah
c. Nifas
Setelah definisi dan pembagian macam mandi, segera kita menyimak masalah-masalah dari setiap
mandi wajib.
Mandi Janabah
1. Bagaimana seseorangmenjadi junub (mengalami jana-bah)?
Sebab-sebab janabah:
a. Keluarnya cairan mani
§ Sedikit ataupun banyak.
§ Dalam keadaan tidur ataupun terjaga.
b. Jima’ (bersetubuh)
§ Dengan cara halal ataupun haram.
§ Cairan mani keluar ataupun tidak.[131]
2. Sekedar bergerak cairan mani dari salurannya dan tidak sampai keluar tidaklah menyebabkan
janabah.[132]
3. Seseorang tahu bahwa cairan mani telah keluar dari dirinya, atau tahu bahwa yang keluar
adalah cairan mani, dia dihukumi sebagai junub dan wajib mandi.[133]
4. Seseorang tidak tahu; apakah yang keluar dari dirinya cairan mani atau bukan, sementara ciricirinya
adalah sebagaimana cairan mani, maka dia dihukumi sebagai junub. Namun, jika ciricirinya
bukan sebagaimana cai-ran mani, dia tidak dihukumi sebagai junub.[134]
5. Ciri-ciri cairan mani:[135]
a. Keluar dengan syahwat.
b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.
c. Setelah keluar, badan terasa lemas.[136]
Maka, orang yang dari dirinya keluar cairan dan dia tidak tahu; apakah itu mani atau bukan,
sementara cairan itu memiliki seluruh ciri-ciri di atas, maka dia dihukumi sebagai junub.
Namun, jika cairan itu tidak memiliki semua ciri-ciri di atas, atau bahkan tidak memiliki satu
dari ciri-ciri itu, maka dia bukan junub, kecuali perempuan dan orang yang sakit; dimana
dengan adanya satu ciri—yakni keluarnya cairan karena syahwat—mereka ini sudah cukup
(untuk dihukumi sebagai junub).[137]
6. Setelah keluarnya mani, seseorang disunahkan untuk kencing. Jika dia tidak kencing lantas
mandi dan setelah itu keluar cairan darinya yang dia sendiri tidak tahu; apakah itu mani atau
cairan lain, maka cairan itu dihu-kumi sebagaimani.[138]
Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi
Orang Junub[139]
1. Bersentuhannya anggota badan dengan tulisan Al-Qur-an, nama Allah dan—berdasarkan
ihtiyath wajib—nama para nabi dan para imam maksum serta nama Sayyidah Fathimah a.s.[140]
2. Masuk Masjidil Haram (di Mekkah) dan Masjid Nabawi (di Madinah), sekalipun masuk dari
suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain.
3. Menetap di dalam seluruh masjid.
4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid, walaupun dari luar masjid.[141]
5. Membaca surah-surah Al-Quran yangmengandung su-jud wajib, walaupun hanya satu huruf.[142]
6. Berhenti diam di pemakaman para imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).[143]
7. Jika seorang junub masuk masjid dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain (lewat tanpa
berhenti) tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; untuk lewat saja dia
tidak dibolehkan.[144]
8. Jika seseorang menentukan sebuah kamar di rumahnya sebagai musalla (tempat salat) begitu
juga di kantor, tempat tersebut hukumnya bukan sebagaimana hukum sebuah masjid.[145]
Surah-surah Al-Quran yang Mengandung
Sujud Wajib[146]
1. Surah ke-32: surah Al-Sajadah.
2. Surah ke-41: surah Fussilat.
3. Surah ke-53: surah Al-Najm.
4. Surah ke-96: surah Al-‘Alaq.
Kesimpulan Pelajaran
1. Mandi wajib dibagi menjadi dua macam:
a. Umum; baik untuk laki-lakimaupun perempuan.
b. Khusus untuk perempuan.
2. Jika dari seseorang keluar cairan mani atau dia mela-kukan persetubuhan, maka dia dihukumi
sebagai orang junub.
3. Seseorang tahu bahwa dia telah junub, maka dia wajib mandi janabah. Dan seseorang yang
tidak tahu; apakah junub atau tidak, maka dia tidak wajib mandi.
4. Ciri-ciri cairan mani antara lain:
a. Keluar dengan syahwat.
b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.
c. Setelah cairan mani keluar, badan terasa lemas.
5. Amalan-amalan ini haram untuk orang yang junub:
a. Menyentuh tulisan Al-Quran, nama-nama Allah Swt., nama para Nabi dan imam maksum
dan nama Sayyidah Fathimah a.s.
b. Masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dan berhenti di seluruh masjid.
c. Membaca surah-surah Al-Quran yang mengandung sujud wajib.
6. Lewat ke dalam seluruh masjid; jika tidak sampai berhenti, bahkan masuk dari satu pintu dan
keluar dari pintu yang lain tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Ha-ram dan Masjid Nabawi
yang sekalipun lewat saja tidak dibolehkan.
Pertanyaan:
1. Sebutkan macam-macam mandi yang umum; baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan!
2. Seseorang bangun dari tidur lalu dia melihat sesuatu pada pakaiannya, namun berulang kali
dia memikir-kannya, ingatannya masih juga tidak tertuju pada ciri-ciri cairan mani, lalu apa
yang harus dia lakukan?
3. Apa hukum atas seorang junub yangmasuk ke makam para anak cucu imam maksum?
4. Apakah orang junub bisa berhenti di dalam mushalla yayasan-yayasan dan kantor-kantor?
Pelajaran 11
PELAKSANAAN MANDI
Dalam pelaksanaan mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib,
seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jum’at. Dengan kata lain, dalam
melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali pada niat.
Mandi bisa dilaksanakan sebagai berikut:
Cara-cara Mandi
1. Mandi tartibi (secara berurutan):[147]
a. Pertama membasuh kepala dan leher.
b. Lalu membasuh setengah badan bagian kanan
c. Kemudian membasuh setengah badan bagian kiri.
2. Mandi irtimasi (menyelam):
a. Dengan niat mandi, membenamkan diri secara se-kaligus ke dalam air sehingga seluruh
badan dan kepala berada di dalam air.
b. Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air, sampai pada akhirnya seluruh
badan dan kepala berada di dalam air.
c. Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan dengan niat mandi.
Keterangan:
Mandi bisa dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi, pertama-tama
membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan, dan setelah itu setengah
badan bagian kiri.
Pada mandi irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus. Oleh
karena itu, untuk mela-kukan mandi irtimasi, diperlukan air yang cukup supaya bisa
memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.
Syarat Sahnya Mandi
1. Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu ju-ga berlaku pada sahnya mandi, kecuali
muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke bawah.
2. Orang yang berkewajiban beberapa mandi bisa melaku-kan satu mandi saja dengan beberapa
niat mandi wajib.[148]
3. Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan salat, maka dia
tidak perlu berwu-du. Akan tetapi pada selain mandi janabah, maka untuk menunaikan salat
dia harus berwudu terlebih dahulu.[149]
&[150]
4. Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh
badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan
terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup.[151]
&[152]
5. Mandi jabiroh seperti wudu jabiroh, hanya saja berda-sarkan ihtiyath wajib,[153]
mandi ini harus
dilakukan secara tartibi.[154]
6. Orang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang yang berpuasa
tidak boleh mema-sukkan seluruh kepalanya ke dalam air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi
karena lupa, puasanya tetap sah.[155]
7. Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan, tetapi cukup hanya
dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan.[156]
Mandi Menyentuh Mayat
1. Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah ber-sentuhan dengan badan mayat yang
sudah dingin dan belum dimandikan, dia harus mandimenyentuhmayat.[157]
2. Menyentuh badan mayat di bawah ini tidakmenye-babkan mandi:
a. Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang, yakni orang yang
menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.[158]
b. Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.
c. Mayat yang sudah dimandikan.[159]
3. Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi janabah. Akan tetapi, orang yang
menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus berwudu jika dia hendak melakukan salat.[160]
Mandi Mayat
1. Setiap orang mukmin[161]
yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan,
mengkafani, menya-lati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah melakukannya,
gugurlah kewajiban dari yang lain.[162]
2. Mayat harus dimandikan tiga kali:
Pertama, dengan air yang dicampur air bidara.
Kedua, dengan air yang dicampur kapur.
Ketiga, dengan air murni.[163]
3. Mandi mayat dilakukan seperti mandi janabah, dan berdasarkan ihtiyath wajib, sebisa
mungkin mayat di-mandikan secara tartibi dan tidak secara irtimasi.[164]
Mandi yang Khusus bagi Perempuan
Haid, Nifas, Istihadhah:
1. Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah darah nifas.[165]
2. Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari mens-truasi adalah darah haid.
3. Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yangme-merlukan kesucian.[166]
4. Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah istihadhah. Dan pada sebagian macam
dari darah isti-hadhah ini, dia harus mandi untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang
memerlukan kesucian.[167]
Kesimpulan Pelajaran
1. Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi atau irtimasi.
2. Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu, kecuali muwalat dan membasuh
anggota-anngota mandi dari atas ke bawah.
3. Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk salat, kecuali jika ketika atau
sesudah mandi terjadi hal-hal yangmembatalkan wudu.
4. Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi sekali saja dengan beberapa niat
(mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia bisa niat mandi sunah; sepertimandi Jum’at.
5. Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan tubuh mayat adalah penyebab
wajibnya mandimenyen-tuh mayat atasnya.
6. Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tu-buh mayat yang syahid, atau mayat
yang belum dingin, atau mayat yang sudah dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi
menyentuh mayat.
7. Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus di-mandikan tiga kali kemudian dikafani
lalu disalati, setelah itu dikuburkan.
8. Mandi mayat yaitu:
a. Mula-mula, mandi dengan air bidara.
b. Lalu, mandi dengan air kapur.
c. Lalu, mandi dengan air murni.
9. Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi yang diwajibkan khusus bagi
perempuan.
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara mandi tartibi?
2. Bisakah mandi irtimasi pada air yang kurang dari satu kur?
3. Seseorang junub pada hari Jum’at, lalu dia mandi sekali dengan niat mandi janabah dan niat
mandi Jum’at; apakah dia bisa salat dengan mandi tersebut atau juga harus berwudu?
4. Berikan penjelasan seputar niat mandi!
5. Apakah perbedaan antara mandi mayat dan mandi menyentuh mayat?
6. Dalam keadaan apakah mayat yang syahid tidak seha-rusnya dimandikan?
Pelajaran 12
TAYAMUM
(PENGGANTI WUDU
DANMANDI)
Tayamum diwajibkan atas seseorang pada kondisi-kondisi di bawah ini:
1. Tidak ada air atau tidakmenemukan air.
2. Air berbahaya bagi dirinya. Misalnya, karena menggu-nakan air, ia terjangkiti suatu
penyakit.
3. Jika air digunakan untuk berwudu atau mandi, dia atau istrinya atau anak-anaknya atau
temannya atau orang-orang yang ada hubungan dengannya akan mati atau sakit karena
kehausan (begitu pula hewan-hewan peliharaannya).
4. Badan atau pakaiannya najis sedangkan air tidak cu-kup untuk menyucikannya dan juga dia
tidak punya baju lain.
5. Tidak punya waktu untuk berwudu atau mandi.[168]
Bagaimana Cara Bertayamum?
Amalan-amalan tayamum:
1. Meletakkan kedua telapak tangan secara bersamaan pada sesuatu yang sah untuk dipakai
tayamum.
2. Mengusapkan kedua telapak tangan tadi ke seluruh dahi dan kedua sisinya; mulai dari
tempat tumbuhnya rambut sampai ke permukaan kedua alis dan ke ujung bagian atas
hidungnya.
3. Mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh pung-gung tangan kanan.
4. Mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh pung-gung tangan kiri.
Seluruh amalan tayamum harus dilakukan dengan niat tayamum dan untuk melaksanakan
perintah ilahi, begitu juga harus dijelaskan bahwa tayamum sebagai ganti wudu atau sebagai
ganti mandi.[169]
Hal-hal yang Bisa Digunakan untuk Bertayamum:
· Tanah.
· Kerikil
· Batu-batuan seperti: batu koral, batu marmer, batu tahu (sebelum dimasak), batu gamping
(sebelum di-masak).
· Tanah yang sudah dimasak; seperti batu bata, kendi dari tanah liat.[170]
[171]
Beberapa Masalah
1. Tidak ada beda antara tayamum sebagai pengganti wudu dengan tayamum sebagai penggantimandi ke-cuali pada niatnya.[172]
2. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti wudu lalu mengalami sesuatu yang
membatalkan wudu, maka tayamumnya batal.[173]
3. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi lalu mengalami salah satu
penyebab mandi wajib seperti: janabah atau menyentuh mayat, maka tayamumnya batal.[174]
4. Tayamum seseorang itu sah jika dia tidak bisa wudu atau mandi. Oleh karena itu, jika dia
bertayamum tanpa uzur, maka tayamumnya tidak sah. Begitu pula, jika dia bertayamum
karena ada uzur kemudian uzur-nya ini hilang, misalnya; tidak ada air kemudian dia
mendapatkan air, maka tayamumnya batal.[175]
5. Seseorang yang melakukan tayamum sebagai peng-ganti mandi janabah tidak perlu
berwudu untuk salat.[176]
Namun, jika tayamumnya sebagai pengganti selain mandi janabah,
dia tidak bisa salat dengan tayamum tersebut, bahkan dia juga harus berwudu. Dan jika dia
tidak bisa juga berwudu, maka dia harus bertayamum untuk yang kedua kalinya sebagai
pengganti wudu.[177]
Syarat-syarat Sahnya Tayamum
1. Anggota tayamum harus suci, yakni dahi dan kedua tangan.
2. Usaplah dahi dan kedua punggung tangan dari atas ke bawah.
3. Sesuatu yang dipakai untuk bertayamum harus suci dan mubah.
4. Menjaga tertib.
5. Menjaga muwalat.
6. Ketika mengusap, tidak ada penghalang antara tangan dan dahi, begitu juga antara telapak
tangan dengan punggung tangan.[178]
Kesimpulan Pelajaran
1. Seseorang tidak punya air, atau tidak bisa mendapatkan air, atau punya uzur dalam
menggunakan air, maka dia harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi-nya.
2. Dalam bertayamum, dahi dan kedua punggung tangan harus diusap dengan telapak tangan.
3. Bertayamum dengan tanah, kerikil, batu dan tanah yang sudah dimasak hukumnya sah.
4. Tayamum, baik sebagai pengganti mandi maupun peng-ganti wudu, tidak berbeda dengan
mandi dan wudu kecuali pada niatnya.
5. Jika tayamum sebagai pengganti wudu, maka apa saja yang membatalkan wudu akan
membatalkannya juga. Begitu pula, jika tayamum sebagai pengganti mandi, maka apa saja
yang menyebabkan mandi akan memba-talkannya juga.
6. Bertayamum tanpa uzur adalah tidak sah.
7. Dalam bertayamum, wajib menjaga tertib dan muwalat. Selain itu, anggota tayamum dan halhal
yang diguna-kan untuk bertayamum haruslah suci.
Pertanyaan:
1. Dalam kondisi apakah seseoang harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi?
2. Apakah bisa bertayamum karena takut dengan bina-tang buas?
3. Apa hukumnya bertayamum dengan batu bata yang belum dimasak?
4. Apa hukumnya bertayamum dengan kayu dan daun-daunan?
5. Orang junub yang malu untuk bermandi janabah, apakah dia bisa bertayamum atau tidak sebagai peng-gantimandi tersebut?
Pelajaran 13
WAKTU SALAT
Setelah belajar masalah-masalah kesucian, sedikit demi sedikit kita siap untuk melaksanakan
salat. Untuk mengenal masalah-masalah dan hukum salat, pertama-tama perlu kita ketahui
bahwa salat ada yang wajib dan ada yang sunah.
Salat wajib ada dua macam; macam pertama adalah salat wajib harian, dimana setiap hari
harus dikerjakan pada waktu-waktu tertentu, dan macam kedua adalah salat wajib yang
terkadang hukum wajibnya ini lantaran sebab-sebab tertentu dan bukan termasuk kewajiban
harian. Untuk mengenal salat-salat wajib perhatikan susunan di bawah ini:
Macam-macam Salat:
· Salat wajib:
a. Wajib harian:
1. Salat Subuh.
2. Salat Zuhur.
3. Salat Asar.
4. Salat Maghrib.
5. Salat Isya.
b. Wajib sewaktu-waktu:
1. Salat Ayat.
2. Salat Tawaf wajib.
3. Salat Jenazah (salat mayat).
4. Salat qodho ayah yang terbebankan ke atas anak laki-laki terbesar.
5. Salat-salat wajib karena nazar.
· Salat sunah; banyak sekali macamnya.[179]
Waktu Salat Harian
Salat harian ada lima macam, dan seluruhnya berjumlah tujuh belas rakaat:
1. Salat Subuh: dua rakaat.
2. Salat Zuhur: empat rakaat.
3. Salat Asar: empat rakaat.
4. SalatMaghrib: tiga rakaat.
5. Salat Isya: empat rakaat.
Sekaitan dengan salat harian ini, pertanyaan yang paling awal muncul ialah kapan salat-salat ini
harus dilaksanakan?
Jawab:
§ Waktu salat Subuh: dari azan Subuh sampai ter-bitnya matahari.
§ Waktu salat Zuhur dan salat Asar: dari waktu zuhur syar’i sampai Maghrib.
§ Waktu salat Maghrib dan salat Isya: dari Maghrib sampai pertengahan malam.[180]
Berikut ini waktu-waktu salat harian:
Keterangan:
Waktu Subuh
Menjelang azan Subuh, terdapat
cahaya putih dari arah timur dan
bergerak ke atas, ia disebut dengan
fajar awal. Dan tatkala cahaya putih
itu melebar disebut dengan fajar
kedua, dan ketika itulah tiba waktu
salat Subuh.[181]
Waktu Zuhur
Jika kita tancapkan sebatang kayu
atau sejenisnya di atas tanah secara tegak, dan bayangan kayu itu sampai pada ukuran yang
paling pendek lalu mulai bertambah panjang, ketika itulah mulai waktu zuhur syar’i dan telah
tiba waktu salat Zuhur.[182]
Waktu Maghrib
Maghrib adalah ketika hilangnya mega merah di langit bagian timur, dan biasanya muncul
setelah terbenamnya matahari.[183]
[184]
Waktu Pertengahan Malam
Jika kita membagi-dua rentang waktu antara terbenamnya matahari dan azan Subuh,[185]
maka titik
tengahnya adalah waktu pertengahan malam sekaligus sebagai akhir waktu salat Isya.[186]
[187]
Hukum-hukum Waktu Salat
1. Selain salat harian atau salat sewaktu-waktu tidak memiliki waktu tertentu, tetapi waktu
pelaksanaannya tergantung pada sebab wajibnya salat tersebut. Misal-nya, salat Ayat
tergantung pada terjadinya gempa, atau gerhana matahari, atau gerhana bulan, atau suatu
peris-tiwa alam yang masih berlangsung. Atau salat Jenazah menjadi wajib ketika ada seorang
muslim yangmening-gal dunia, dan penjelasannya akan tiba secara terinci pada saatnya nanti.
2. Jika seluruh salat (dari rakaat pertama sampai terakhir) dikerjakan sebelum waktunya atau
sengaja dimulai sebelum waktunya maka hukumnya batal.[188]
3. Sunah mengerjakan salat di awal waktunya; semakin dekat dengan awal waktu semakin lebih
baik, kecuali jika mengakhirkannya karena sebab yang lebih utama seperti: menunggu sejenak
karena hendakmengerjakan salat secara berjamaah.[189]
4. Jika waktu salat sempit sehingga dengan mengerjakan sunah-sunah salat, sebagian dari salat
dikerjakan di luar waktunya, maka tidak usah mengerjakan sunah-sunah salat. Misalnya, jika
membaca qunut akan menghabiskan waktu salatnya, maka tidak usah membaca qunut.[190]
Kesimpulan Pelajaran
1. Salat wajib ada dua macam:
a. Salat wajib harian.
b. Salat wajib sewaktu-waktu.
2. Salat wajib harian yaitu salat Subuh, salat Zuhur, salat Asar, salatMaghrib, dan salat Isya.
3. Salat wajib sewaktu-waktu yaitu salat Ayat, salat Tawaf, salat Jenazah, salat qodho ayah yang
telah meninggal dan menjadi kewajiban anak laki-laki yang paling besar, dan salat Nazar.
4. Waktu salat harian adalah sebagai berikut:
§ Waktu salat Subuh: mulai dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.
§ Waktu salat Zuhur dan Asar: mulai dari zuhur syar’i sampaiMaghrib.
§ Waktu salat Maghrib dan Isya: mulai dariMaghrib sampai pertengahan malam.
5. Waktu azan Subuh dan permulaan waktu salat Subuh adalah saat munculnya fajar kedua.
6. Tatkala bayangan suatu benda lurus yang ditegakkan di atas tanah sampai pada ukuran yang
paling pendek lalu mulai bertambah panjang, maka ketika itulah waktu zuhur syar’i tiba.
7. Setelah terbenamnya matahari lalu megah merah di langit bagian timur menghilang, ketika
itulah waktuMaghrib tiba.
8. Jika renggang waktu antara terbenamnya matahari dan azan subuh dibagi dua, maka titik
tengah pembagian ini adalah pertengahan malam dan habisnya waktu salat Isya.
9. Salat yang dikerjakan secara keseluruhan sebelum wak-tunya adalah batal.
10. Salat ada’an adalah salat yang dikerjakan pada waktu-nya, dan salat qodho adalah salat yang
dikerjakan selepas waktunya.
Pertanyaan:
1. Jelaskan perbedaan antara salat wajib dan salat sunah!
2. Sebutkan nama-nama salat yang harus dikerjakan pada malam hari!
3. Sebutkan dua contoh sebab wajibnya salat Ayat!
4. Tentukan waktu Zuhur syar’i untuk hari ini dengan menancapkan kayu di atas tanah!
5. Jika terbenamnya matahari jatuh pada pukul 06:15 dan azan subuh jatuh pada pukul 04:15,
lalu pukul berapa-kah pertengahan malam pada malam ini?
6. Untuk menentukan Maghrib (permulaan waktu Magh-rib), apakah kita harus melihat ke
timur atau ke barat?
Pelajaran 14
KIBLAT DAN PAKAIAN SALAT
KIBLAT
1. Ka’bah yang berada di kota Mekkah dan di dalam Masjidil Haram adalah kiblat, dan pelaku
salat harus melaksanakan salat dengan menghadap ke sana.
2. Orang yang berada di luar kota Mekkah dan berada jauh darinya; sekiranya berdiri dan bisa
dikatakan bahwa salatnya menghadap kiblat, maka demikian ini sudah cukup.[191]
PAKAIAN SALAT
Salah satu masalah yang harus diperhatikan sebelum salat adalah pakaian. Nah, kini mari kita
menyimak ukuran pa-kaian dan syarat-syaratnya.
Ukuran Pakaian
1. Laki-laki; harus menutup aurat,[192]
dan akan lebih baik bila menutupnya mulai dari pusar
sampai lutut.
2. Perempuan; harus menutupi seluruh badan kecuali:
a. Tangan sampai pergelangan.
b. Kaki sampai pergelangan.
c. Wajah sebatas yang harus dibasuh dalam wudu.[193]
3. Perempuan tidak diwajibkan dalam salatnya untuk me-nutup kedua tangan dan kedua kaki
serta wajah sebatas yang tersebut di atas tadi, walaupun menutu-pinya juga tidak apa-apa.[194]
4. Syarat-syarat pakaian salat adalah sebagai berikut:
a. Suci (tidak najis).
b. Mubah (bukan barang ghasab).
c. Bukan bagian dari anggota bangkai,[195]
misalnya bukan dari kulit hewan yang disembelih
tidak atas dasar syariat islam, walaupun sekadar ikat pinggang dan topi.
d. Bukan dari hewan yang dagingnya haram, misalnya dari kulit macan atau babi.
e. Jika pelaku salat adalah laki-laki, dia tidak boleh memakai pakaian yang terbuat dari
tenunan emas dan sutera asli.
Di antara syarat-syarat di atas, syarat pertama (pakaian harus suci dan tidak najis) mungkin sekali
menjadi masalah bagi siapa saja, karena jarang ada orang melakukan salat dengan pakaian ghasab
atau pakaian dari bagian tubuh bangkai. Oleh karena itu, berikutnya kami akan mene-rangkan
syarat pertama. Hanya saja perlu ditegaskan di sini bahwa selain pakaian, badan pelaku salat juga
harus suci.
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang najis adalah batal:
1. Sengaja salat dengan badan atau pakaian najis. Yakni, sekalipun tahu bahwa badan atau
pakaiannya najis, dia tetap salat dalam kondisi demikian.[196]
2. Memandang remeh belajar masalah-masalah atau hu-kum-hukum fikih[197]
sehingga dia salat
dengan badan atau pakaian najis karena tidak tahu hukumnya.[198]
3. Dia tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, lalu lupa sehingga melakukan salat dengan
badan atau pakaian najis.[199]
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang
najis adalah sah:
1. Dia tidak tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, seusai salat dia baru tahu kalau badan
atau pakaiannya itu najis.[200]
2. Badan atau pakaiannya najis karena luka yang ada pada badannya dan sulit untuk membasuh
atau menggan-tinya.[201]
3. Badan atau pakaiannya najis karena darah, akan tetapi ukuran bercak darah di pakaian itu
kurang dari uang logam satu dirham.[202]
[203]
4. Dia terpaksa melakukan salat dengan badan atau pa-kaian najis, misalnya tidak ada air untuk
bersuci.[204]
Beberapa Masalah
1. Jika pakaian-pakaian kecil pelaku salat najis seperti: sarung tangan, kaos kaki atau sapu
tangan kecil yang najis di sakunya; maka selama bukan dari anggota bangkai atau binatang
yang haram dagingnya tidaklah apa-apa.[205]
2. Memakai jubah, baju putih dan pakaian yang paling bersih dan memakai wangi-wangian
serta cincin ‘aqiq dalam salat adalah sunah.[206]
3. Memakai pakaian hitam, kotor, ketat dan pakaian yang bergambar wajah serta terbukanya
kancing-kancing pakaian adalah makruh.[207]
Kesimpulan Pelajaran
1. Ka’bah yang berada di dalam Masjidil Haram di kota Mekkah adalah kiblat, dan pelaku salat
harus melaku-kan salat dengan menghadap ke sana.
2. Sekiranya pelaku salat berdiri dan bisa dikatakan bahwa dia sedang melakukan salat dengan
menghadap kiblat, demikian ini sudah cukup.
3. Laki-laki dalam salatnya harus menutup aurat, dan akan lebih baik bila dia menutupnya
mulai dari pusar sampai lutut.
4. Perempuan dalam salat harus menutup seluruh badan kecuali wajah dan kedua tangan
sampai pergelangan dan kedua kaki sampai pergelangan.
5. Badan dan pakaian pelaku salat harus suci.
6. Pakaian pelaku salat harus mubah dan bukan dari ang-gota bangkai dan hewan yang haram
dagingnya.
7. Jika seseroang sebelumnya tidak tahu kalau badan atau pakaiannya najis, lalu seusai salat dia
baru tahu demi-kian, maka salatnya sah.
8. Jika dia sebelumnya tahu bahwa badan atau pakaiannya najis kemudian lupa sehingga dia
melakukan salat de-ngan badan atau pakaian najis tersebut, maka salatnya batal.
Pertanyaan:
1. Apa syarat-syarat bagi pakaian pelaku salat?
2. Apa hukum salat seseorang yang baru tahu—seusai salat—bahwa pakaiannya najis?
3. Dalam kondisi apakah seseorang bisa melakukan salat secara sah sekalipun dia tahu bahwa
pakaiannya najis?
4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang di tengah-tengah salatnya tahu bahwa
pakaiannya najis?
5. Berikan tiga contoh untuk keadaan terpaksa yang karenanya salat tetap sah meskipun dengan
badan atau pakaian najis!
Pelajaran 15
TEMPAT SALAT,AZAN
DAN IQOMAH
TEMPAT SALAT
Syarat-syarat Tempat Salat
1. Harus mubah (bukan hasil rampasan—ghasab).
2. Tidak bergerak (seperti: di dalam kendaraan, maka tidak boleh dalam keadaan bergerak).
3. Tidak sempit dan atapnya tidak pendek sehingga ia bisa berdiri dan rukuk serta sujud dengan
sempurna.
4. Tempat dahi (ketika sujud) harus suci.
5. Jika tempat salat najis, kadar basahnya tidak sampai ber-pengaruh pada badan atau pakaian
pelaku salat.
6. Tempat dahi (ketika sujud) tidak boleh lebih rendah atau lebih tinggi—selebar empat jari
rapat—dari tempat kedua lutut, dan berdasarkan ihtiyath wajib dari tempat jari-jari kaki.[208]
.[209]
Hukum Tempat Salat
1. Tidak sah salat di tempat ghasab (seperti: masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya).[210]
2. Terpaksa salat di tempat yang bergerak—seperti: kereta api dan pesawat—begitu juga di
tempat yang atapnya pendek atau ruangnya sempit—seperti: parit pertahanan dan tempat
yang tidak rata—tidaklah apa-apa.[211]
3. Seseorang harus menjaga tata krama dan tidak mela-kukan salat lebih depan dari makam
Rasulullah saw.[212]
.[213]
4. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid. Dalam Islam, banyak anjuran
sekaitan dengan masalah ini.[214]
5. Dari masalah-masalah yang tercantum di bawah ini, kita akan memahami pentingnya hadir di
masjid dan salat di dalamnya:
a. Sering pergi ke masjid adalah sunah.
b. sunah Pergi ke masjid yang tidak ada jemaahnya.
c. Tetangga masjid yang tidak punya uzur; jika dia melakukan salat di selain masjid tersebut,
maka hukum salatnya adalah makruh.
d. Disunahkan tidak melakukan hal-hal di bawah ini dengan orang yang tidak mau hadir di
masjid:
§ Makan bersama.
§ Memusyawarahkan suatu urusan dengannya.
§ Bertetangga dengannya.
§ Menikah dengan anggota keluarganya.
§ Menerimanya sebagai menantu.[215]
.[216]
AZAN DAN IQOMAH
Persiapan Salat
Setelah belajar masalah-masalah wudu, mandi, tayamum, waktu salat, pakaian dan tempat salat,
kini tiba saatnya persiapan kita untukmemulai salat.
1. Sebelum mengerjakan salat harian, sunah bagi seseorang untuk mengumandangkan azan
kemudian membaca iqomah, setelah itu dia memulai salat.[217]
Azan
Allahu akbar (4kali).
Asyhadu alla ilaha illallah ( 2 kali).
Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah (2 kali).
Hayya ‘alash sholah ( 2 kali).
Hayya ‘alal falah ( 2 kali).
Hayya ‘ala khoiril ‘amal ( 2 kali).
Allahu akbar ( 2 kali).
La ilaha illallah ( 2 kali).
Iqomah
Allahu akbar ( 2 kali).
Asyhadu alla ilaha illallah ( 2 kali).
Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( 2 kali).
Hayya ‘alash sholah ( 2 kali).
Hayya ‘alal falah ( 2 kali).
Hayya ‘ala khoiril ‘amal ( 2 kali).
Allahu akbar (2 kali).
La ilaha illallah ( 1 kali).
2. Kalimat “Asyhadu anna ‘Aliyyah waliyyullah” bukanlah bagian dari azan,
akan tetapi kalimat ini menjadi baik jika dibaca dengan niat mendekatkan diri kepada Allah
Swt., yaitu tepatnya setelah kalimat “Asyahadu anna Muhammadar Rosulullah”[218]
Hukum-hukum Azan dan Iqomah
1. Azan dan iqomah harus dibaca setelah tibanya waktu salat. Jika azan dan iqomah dibaca sebelum waktunya, maka tidak sah.[219]
2. Iqomah harus dibaca setelah pembacaan azan, dan tidak sah jika dibaca sebelumnya.[220]
3. Tidak boleh ada tenggat waktu yang lama di antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya
pada azan dan iqomah. Jika tenggat waktu di antara mereka lebih dari yang sewajarnya,
maka harus diulang pembacaannya.[221]
4. Jika azan telah dibacakan untuk salat berjamaah, maka orang yang mau ikut salat berjamaah
dengan jamaah ini tidak boleh membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.[222]
5. Tidak ada azan dan iqomah untuk salat sunah.[223]
6. Pada hari pertama kelahiran bayi, disunahkan untuk membaca azan di telinga kanannya dan
iqomah di telinga kirinya.[224]
7. Adalah sunah memilih muazin dari orang yang saleh, tahu waktu dan bersuara keras.
Kesimpulan Pelajaran
1. Tempat salat hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mubah.
b. Tidak bergerak.
c. Ruangnya tidak sempit dan atapnya tidak pendek.
d. Tempat sujud untuk dahi harus suci.
e. Tidak rendah, juga tidak tinggi.
f. Jika tempat salat najis, jangan sampai basahannya berpengaruh pada badan atau
pakaian pelaku sa-lat.
2. Hukum salat di tempat ghasab adalah tidak sah.
3. Dalam keadaan terpaksa, boleh melakukan salat di tem-pat yang bergerak, di raung yang
atapnya pendek dan di dataran yang tinggi atau yang rendah.
4. Adalah sunah bila seseorangmengerjakan salatnya di masjid.
5. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal berikut ini dengan orang yang tidak
mau hadir di masjid; makan bersama dengannya, bertetangga de-ngannya,
memusyawarahkan urusan kerja dengannya, menikah dengan salah satu keluarganya, dan
meneri-manya sebagai menantu.
6. Adalah sunah bila sebelum salat, membaca azan kemu-dian iqomah, setelah itu memulai salat.
7. Iqomah harus dibaca setelah azan.
8. Seseorang yang mau ikut salat berjamaah; jika azan dan iqomah sudah dibacakan, maka dia
tidak perlu mem-baca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.
9. Adalah sunah bila membaca azan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri bayi pada
hari pertama dari kelahirannya.
Pertanyaan:
1. Apa hukum salat di atas karpet yang najis?
2. Apakah kita boleh melakukan salat di atas sejadah yang digelar oleh orang lain untuk dirinya
sendiri? Mengapa?
3. Apa perbedaan antara azan dan iqomah?
4. hal-hal apa saja yang disunahkan untuk kita lakukan terhadap orang yang tidak mau hadir di
masjid?
Pelajaran 16
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
SALAT (1)
Pendahuluan
1. Salat dimulai dengan bacaan “Allahu akbar” dan diakhiri dengan salam.
2. Amalan apa saja yang dilakukan dalam salat; ada yang wajib dan ada yang sunah.
3. Kewajiban-kewajiban atau apa saja yang wajib dalam salat ada sebelas; sebagiannya rukun
salat, dan sebagian lainnya bukan rukun salat.
Kewajiban-kewajiban Salat[225]
1. Rukun salat:
a. Niat.
b. Berdiri.
c. Takbiratul ihram.
d. Rukuk.
e. Sujud.
2. Bukan-rukun salat:
a. Bacaan.
b. Zikir.
c. Tasyahud.
d. Salam.
e. Tertib.
f. Muwalat.
Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun
Rukun-rukun salat termasuk bagian utama dari salat, yang jika dikerjakan secara kurang atau
lebih, walaupun karena lupa, maka salatnya batal. Kewajiban-kewajiban salat yang bukan rukun,
walaupun harus dikerjakan, namun jika ter-jadi kekurangan atau kelebihan di dalamnya karena
lupa, salatnya tidaklah batal.[226]
Kini saatnya kita mempelajari kewajiban-kewajiban sa-lat, satu persatu:
NIAT
1. Dari awal sampai akhir salat, seseorang harus sadar; salat apa yang sedang dikerjakannya,
dan dia mengerja-kannya dalam rangka menunaikan perintah Allah Swt.[227]
2. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata. Akan te-tapi kalaupun diucapkan, tidaklah apaapa.[228]
3. Salat harus jauh dari segala bentuk riya dan
unjuk diri. Yakni, salat dikerjakan hanya untuk menunaikan perin-tah
ilahi. Jika seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan karena selain
Allah, maka salatnya batal.[229]
[230]
* * *
TAKBIROTUL IHROM
Sebagaimana yang telah diterangkan, salat dimulai dengan bacaan ‘Allahu akbar”
Bacaan ini disebut dengan takbirotul ihrom. Karena takbir inilah banyak pekerjaan yang
sebelumnya boleh dikerjakan menjadi haram bagi pelaku salat seperti: makan, minum, tertawa
dan menangis.
Kewajiban-kewajiban Takbirotul Ihrom
1. Dibaca dengan bahasa Arab secara benar.
2. Ketika membacanya, badan harus tenang.
3. Tidak boleh dibaca pelan sekali. Yakni, sekiranya tidak ada kendala, pelaku salat dapat
mendengarnya sendiri.
4. Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh disambung de-ngan bacaan sebelumnya.[231]
* * *
BERDIRI
Berdiri adalah bagian dari rukun salat. Jika ditinggalkan, salat menjadi batal. Akan tetapi bagi
orang-orang yang tidak mampu berdiri, tugas mereka akan diterangkan pada masalah-masalah
yang akan datang.
Macam-macam Berdiri
1. Rukun:
a. Berdiri ketika takbirotul ihrom.
b. Berdiri sebelum rukuk.[232]
2. Bukan rukun:
a. Berdiri ketika membaca surah.
b. Berdiri setelah rukuk.
Hukum-hukum Berdiri
1. Sebelum dan sesudah membaca takbirotul ihrom, pelaku salat wajib berdiri, supaya yakin
bahwa takbir tersebut dibaca dalam keadaan berdiri.[233]
2. Berdiri sebelum rukuk artinya pelaku salat harus dalam keadaan berdiri ketika hendak rukuk.
Dengan demikian, jika dia lupa rukuk—yakni setelah membaca surah, langsung saja bergerak
untuk sujud namun ingat sebe-lum sampai bersujud—maka dia harus kembali tegap secara
sempurna kemudian barulah rukuk, setelah itu sujud.[234]
3. Hal-hal yang harus dihindari ketika berdiri:
a. Menggerakkan badan.
b. Membungkuk.
c. Bersandar pada sesuatu.
d. Merentangkan kedua kaki.
e. Mengangkat kaki.[235]
4. Dalam keadaan salat, pelaku salat harus meletakkan kedua kakinya di tanah.[236]
Namun, tidak
perlu berat badan bertumpu pada kedua kaki; jika terpusat pada satu kaki saja tidaklah apaapa.[237]
5. jika seseorang sama sekali tidak bisa melakukan
salat dengan berdiri, maka dia harus melakukannya dengan duduk sambil
menghadap kiblat. Jika dia tidak bisa juga duduk, maka harus melakukan
salat dengan berba-ring.[238]
6. Setelah rukuk, harus berdiri secara sempurna
untuk kemudian bersujud. Jika setelahnya sengaja tidak ber-diri, maka
salatnya batal.[239]
Kesimpulan Pelajaran
1. Kewajiban salat ada sebelas; yang lima sebagai rukun dan selainnya bukan rukun.
2. Perbedaan kewajiban rukun dengan kewajiban bukan rukun adalah jika salah satu kewajiban
rukun dikurangi atau ditambahi—sekalipun karena lupa—maka salatnya batal, akan tetapi
jika kelebihan atau kekurangan itu terjadi pada kewajiban bukan rukun karena lupa, maka
salatnya tidaklah batal.
3. Niat salat harus bersih dari segala bentuk riya dan unjuk diri.
4. Takbirotul ihrom harus dibaca dengan bahasa Arab secara benar.
5. Berdiri dalam membaca takbiroatul ihrom dan berdiri yang bersambung dengan rukuk adalah
rukun salat. Dan, berdiri dalam membaca surah dan berdiri setelah rukuk bukanlah rukun
salat, akan tetapi kewajiban salat dan jika sengaja tidak dikerjakan maka salatnya batal.
6. Selama berdiri, tidak boleh menggerakkan badan atau bersandar pada sesuatu, dan kedua
kaki harus dile-takkan pada tanah dan tidak terlalu merenggangkan keduanya. Akan tetapi,
semua ini tidak apa-apa jika dalam keadaan terpaksa.
7. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan salat dengan duduk, dan seseorang
yang tidakmampu duduk harus melakukan salat dengan berbaring.
Pertanyaan:
1. Sebutkan rukun-rukun salat dan jelaskan perbedaannya dengan bukan rukun!
2. Mengapa “Allahu akbar” yang pertama dalam salat disebut sebagai takbirotul ihrom?
3. Berilah penjelasan tentang niat!
4. Berilah penjelasan tentang berdiri dan sebutkan macam-macamnya!
5. Berilah penjelasan tentang berdiri sebelum dan setelah rukuk serta jelaskan perbedaan antara
keduanya!
Pelajaran 17
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
SALAT (2)
BACAAN
Maksud dari bacaan di sini ialah membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain pada rakaat
pertama dan rakaat kedua salat, serta membaca surah Al-Fatihah (tanpa surah yang lain) atau
membaca tasbih yang empat pada rakaat ketiga dan keempat.
Surah Al-Fatihah:
Setelah membaca surah Al-Fatihah pada rakaat pertama dan kedua, pelaku salat harus membaca
surah yang lain, misal-nya surah Al-Ikhlas.
Surah Al-Ikhlas:
Pada rakaat ketiga dan keempat, pelaku salat harus mem-baca surah Al-Fatihah atau membaca
empat tasbih sebanyak tiga kali, ataupun satu kali saja sudah cukup.[240]
Empat Tasbih:
Subhanallahi walhamdu lillahi wala ilaha illahu wallahu akbar
Hukum-hukum Bacaan
1. Bacaan rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan. Akan tetapi, hukum surah Al-
Fatihah dan surah yang lain pada rakaat pertama dan kedua adalah seba-gai berikut:[241]
Salat Zuhur dan Asar Pria[242]
dan Wanita Harus membaca secara pelan
Salat Maghrib, Pria Harus membaca secara keras
Salat Isya dan Subuh Wanita Boleh mengeraskan suara jika
tidak terdengar oleh orang yangbukan-
muhrim. Namun jika terdengar,
maka berdasarkan ihtiyath
wajib harus membacanya
secara pelan.
2. Jika bacaan salat yang seharusnya dibaca keras tetapi sengaja dibaca pelan, atau yang
seharusnya dibaca pelan tetapi sengaja dibaca keras, maka salatnya batal. Akan tetapi, jika
semua itu karena lupa atau karena ketidak-tahuan akan masalah, maka salatnya sah.[243]
3. Jika di tengah salat, dia sadar akan kesalahannya dalam membaca surah Al-Fatihah dan surah
lainnya, misalnya; dia membacanya pelan padahal seharusnya dibaca keras, maka dia tidak
perlu mengulang bacaan yang sudah dibacanya.[244]
4. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah menger-jakannya, dan orang yang tidak bisa
belajar dengan benar harus mengerjakan semampunya, dan berdasar-kan ihtiyath mustahab[245]
hendaknya dia melaku-kan salat dengan berjamaah.[246]
5. Jika seseorang menganggap bahwa lafad yang benar dalam tasyahud adalah “’abdahu”
dan dalam ta-syahud dia pun membacanya demikian, kemudian dia baru paham bahwa
bacaannya ini salah dan kata yang harus dibacanya adalah “’abduhu” maka dia tidak
perlu mengulang salatnya.[247]
[248]
6. Dalam kondisi-kondisi di bawah ini, pelaku salat tidak perlu membaca surah pada rakaat
pertama dan kedua, tetapi cukup membaca Surah Al-Fatihah saja:
a. Waktu salat sempit.
b. Terpaksa tidak membaca surah, misalnya; dia kuatir sekiranya membaca surah, pencuri
atau binatang buas atau sesuatu yang lain akan membahayakan dirinya.[249]
7. Jika waktu salat sempit, empat tasbih harus dibaca sekali saja.[250]
Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan
1. Pada rakaat pertama, sebelum surah Al-Fatihah disu-nahkan untukmembaca :
اعود بالله من الشیطان الرجیم
2. Pada rakaat pertama dan kedua salat Zuhur dan Asar, disunahkan untuk membaca kalimat
basmalah dengan suara keras.
3. Sunah membaca ayat-ayat surah Al-Fatihah dan surah yang lain secara satu per satu dan
berhenti pada setiap akhir ayat, yakni bacaan satu ayat tidak disambung dengan bacaan ayat
berikutnya.
4. Dalam membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain, disunahkan untuk memperhatikan
maknanya.
5. Dalam semua salat dan setelah pembacaan surah Al-Fatihah, sunah membaca surah Al-Qadr
pada rakaat pertama dan surah Al-Ikhlas pada rakaat kedua.[251]
ZIKIR
Salah satu dari kewajiban dalam rukuk dan sujud adalah zikir, yaitu membaca “Subhanallah”
atau “Allahu akbar”
dan zikir lainnya yang penjelasannya akan tiba pada
pelajaran yang akan datang.
Kesimpulan Pelajaran
1. Bacaan salat yakni membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain dari Al-Quran pada rakaat
pertama dan kedua salat, dan membaca surah Al-Fatihah tanpa surah yang lain atau membaca
empat tasbih pada rakaat ketiga dan rakaat keempat.
2. Bacaan pada rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan.
3. Orang laki-laki harus membaca Al-Fatihah dan surah yang lain pada rakaat pertama dan
kedua dari salat Subuh, Maghrib dan Isya dengan bersuara.
4. Bacaan Al-Fatihah dan surah yang lain pada salat Zuhur dan Asar harus dibaca secara pelan.
5. Karena sempitnya waktu dan dalam keadaan terpaksa, harus membaca hanya surah Al-
Fatihah (tanpa surah yang lain) pada rakaat pertama dan kedua, dan harus membaca empat
tasbih sekali saja pada rakaat ketiga dan keeempat.
6. Jika seseorang menganggap bacaan suatu lafad itu benar lalu membacanya sesuai dengan
anggapannya ini, tetapi kemudian paham kalau yang dibaca selama ini keliru, maka ia tidak
perlu mengulangi salatnya.
7. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah me-ngerjakannya.
Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksudkan dengan bacaan? Jelaskan!
2. Apakah selama ini Anda pernah membaca bacaan salat di depan orang lain? Jika tidak,
bacalah bacaan salat di depan guru Anda dan mintailah koreksi!
3. Apakah empat tasbih bisa dibaca dengan bersuara (se-cara keras)?
4. Apakah hukum membaca Al-Fatihah dan surah yang lain dalam salat itu wajib?
5. Selama ini, seorang laki-laki membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain pada salat Subuh,
Maghrib dan Isya secara pelan, kemudian dia tahu akan kesalahannya se-lama itu. Lalu, apa
kewajibannya terhadap salat-salatnya yang sudah lalu?
6. Apakah selama ini terdapat kesalahan dalam salat kalian lalu kalian memahaminya?
7. Pada kondisi apa saja pelaku salat tidak boleh membaca surah selain surah Al-Fatihah dan
empat tasbih harus dibaca hanya satu kali?
Pelajaran 18
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
SALAT (3)
RUKUK
Pada setiap rakaat dan setelah bacaan, pelaku salat harus menundukkan badan sampai tangan
dapat diletakkan di lutut. Pekerjaan ini disebut sebagai rukuk.[252]
Kewajiban-kewajiban dalam Rukuk
1. Menundukkan badan sebatas yang telah dijelaskan di atas tadi.
2. Membaca “Subhanallah” minimal tiga kali.
3. Tuma’ninah (ketenangan) badan ketika membaca zikir.
4. Berdiri setelah rukuk.
5. Ketenangan badan dalam berdiri setelah rukuk.[253]
Zikir Rukuk
Dalam rukuk, membaca zikir apa saja sudah dinyatakan cukup. Akan tetapi, berdasarkan ihtiyath
wajib,[254]
membaca zikir “Subhanallah” sebanyak tiga kali, atau zikir “Subhana robbiyal
‘adhimi wa bihamdih” satu kali dan tidak boleh kurang dari itu.[255]
Ketenangan Badan Selama Rukuk
1. Pelaku salat menjaga badannya tetap tenang pada saat rukuk—yang lamanya sebatas
pembacaan zikir wajib dalam rukuk.[256]
2. Semasih dia belum merukuk secara sempurna juga badannya belum tenang lalu sengaja
membaca zikir rukuk,[257]
maka salatnya batal.
3. Jika zikir wajib belum selesai dibaca lalu sengaja me-ngangkat kepala (bangun dari rukuk
untuk berdiri), maka salatnya batal.[258]
Berdiri dan Tenang setelah Rukuk
Setelah membaca zikir rukuk, bangkitlah berdiri dan pastikan badan benar-benar tegap kemudian
bersujudlah. Jika sebelum berdiri atau sebelum badan tenang lalu sengaja bergerak untuk sujud,
maka salatnya batal.[259]
Tugas Orang yang tidak Mampu Rukuk secara Normal
1. Seorang yang tidak bisa menunduk sampai sebatas rukuk harus menunduk semampunya.[260]
2. Seseorang yang tidak bisa menunduk sama sekali[261]
harus melakukan rukuk dalam keadaan
duduk.
3. Seseorang yang tidak bisa rukuk dengan duduk hen-daknya salat berdiri dan rukuknya
dilakukan dengan isyarat kepala.[262]
Hal-hal yang Disunahkan dalam Rukuk
1. Membaca zikir rukuk sebanyak tiga, atau lima, atau tujuh kali, bahkan lebih dari itu.
2. Membaca takbir sebelum bergerak untuk rukuk dan kondisi badan masih tegak berdiri.
3. Dalam keadan rukuk, melihat ke bawah; tepatnya ke antara dua telapak kaki.
4. Membaca salawat sebelum atau sesudah membaca zikir rukuk.
5. Membaca “Sami’allahu liman hamidah” sesudah rukuk; yakni ketika telah
berdiri dan badan sudah tenang .[263]
* * *
SUJUD
1. Dalam setiap rakaat dari salat wajib dan salat sunah, setelah rukuk pelaku salat harus
melakukan sujud dua kali.[264]
2. Sujud ialah menempelkan dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung kedua ibu jari
kaki ke tanah.
Kewajiban-kewajiban dalam Sujud
1. Meletakkan tujuh anggota badan tadi di atas tanah.
2. Membaca zikir.
3. Menjaga badan dalam keadaan tenang ketika membaca zikir.
4. Bangun dari sujud dan duduk serta tetap tenang di antara dua sujud.
5. Ketika zikir tujuh anggota harus menempel di tanah.
6. Tempat sujud harus sama rata (tinggi rendahnya harus sama).
7. Meletakkan dahi di atas sesuatu yang sah untuk dipakai sujud.
8. Tempat dahi bersujud harus suci.
9. Menjaga muwalat di antara dua sujud.[265]
Perincian kewajiban-kewajiban sujud akan dipaparkan pada pelajaran yang akan datang.
Kesimpulan Pelajaran
1. Rukuk harus dilakukan setelah bacaan dari setiap rakaat salat.
2. Rukuk ialah menundukkan badan sebatas tangan dapat diletakkan di lutut.
3. Kewajiban dalam rukuk antara lain:
a. Menunduk sebatas yang telah tersebut di atas.
b. Membaca zikir dan badan tetap tenang ketika membacanya.
c. Berdiri dari rukuk dan tegak tenang.
4. Berdasarkan ihtiyath wajib, rukuk tidak boleh kurang dari pembacaan zikir “Subhanallah”
sebanyak tiga kali, atau zikir “Subhana robbiyal ‘adhimi wa bihamdih”
sebanyak satu kali.
5. Zikir rukuk harus dibaca ketika badan telah tenang, dan tidak boleh dibaca ketika sedang
bergerak untuk rukuk atau sedang bergerak untuk bangun dari rukuk.
6. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan rukuk dengan duduk. Jika duduk pun
tidakmampu, dia harus melakukan rukuk dengan isyarat kepala.
7. Setelah rukuk, pelaku salat harus bersujud dua kali.
8. Ketika bersujud, tuhuh anggota; dahi, kedua telapak tangan, ujung lutut, kedua ujung ibu jari
kaki, harus diletakkan di tanah.
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan antara rukuk dan zikir rukuk?
2. Berapa batas waktu untuk rukuk?
3. Apakah wajib berdiri setelah rukuk?
4. Apakah definisi sujud? Sujud termasuk dari macam apakah di antara kewajiban-kewajiban
salat?
5. Jelaskan empat hal dari kewajiban-kewajiban sujud!
Pelajaran 19
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SUJUD
Zikir
Dalam sujud, membaca zikir apa saja sudah cukup. Akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajibnya,[266]
hendaknya membaca zikir “Subhanallah” sebanyak tiga kali, atau zikir “Subhana Robbiyal
A’la wa bihamdih” sebanyak satu sekali dan tidak boleh kurang dari itu.
Ketenangan (Tuma’ninah)
1. Ketika sujud sebatas pembacaan zikir wajib, badan harus tenang.[267]
2. Jika sebelum dahi sampai ke tanah dan belum tenang lalu sengaja membaca zikir, maka
salatnya batal.[268]
Akan tetapi, jika itu dilakukan karena lupa, maka zikirnya harus diulangi
ketika sudah tenang.[269]
Bangun dari Sujud
1. Seusai zikir sujud pertama, hendaknya bangun untuk duduk sampai badan tenang kemudian
bersujud lagi.[270]
2. Jika zikir sujud belum selesai lalu sengaja bangun dari sujud, maka salatnya batal.[271]
Keberadaan Tujuh Anggota Sujud di atas Tanah
1. Jika saat membaca zikir sujud sengaja mengangkat salah satu anggota sujud dari tanah, maka
salatnya batal.[272]
Akan tetapi, jika tidak sedang membaca zikir sujud, tidaklah apa-apa pelaku
salat mengangkat salah satu anggota sujud selain dahi dan kemudian dia meletakkan kembali
ke tempatnya.[273]
2. Jika jari-jari kaki yang lain menyentuh ke tanah juga tidak apa-apa.[274]
Kesetaraan Tempat Sujud
1. Tempat sujud dahi pelaku salat tidak boleh lebih rendah juga tidak boleh lebih tinggi dari
empat jari rapat dari tempat sujud kedua lutut.[275]
2. Menurut ihtiyath wajib,[276]
tempat sujud dahi pelaku salat tidak boleh lebih rendah juga tidak
boleh lebih tinggi dari empat jari rapat dari tempat sujud jari-jari kaki.[277]
Meletakkan Dahi di atas Sesuatu yang Sah Dipakai Sujud
1. Dalam sujud, dahi harus diletakkan di atas tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah akan
tetapi bukan berupa bahan makanan dan pakaian.[278]
2. Beberapa contoh dari sesuatu yang sah untuk dipakai sujud:
a. Tanah.
b. Batu.
c. Batu bata atau genting.[279]
d. Kapur.
e. Kayu.
f. Rumput.
Hukum-hukum Sujud
1. Tidak sah bersujud di atas barang-barang tambang seperti; emas, perak, batu aqiq, dan batu
zamrud.[280]
2. Haram bersujud kepada selain Allah swt.[281]
3. Sah bersujud di atas sesuatu yang tumbuh dari tanah dan berupa bahan pangan hewan,
seperti rumput dan jerami.[282]
4. Sah bersujud di atas kertas, walaupun terbuat dari kapas dan semacamnya.[283]
.[284]
5. Yang paling utama untuk dipakai sujud adalah turbah[285]
Imam Husein a.s. (tanah Karbala)
kemudian selainnya yang urutannya sebagai berikut:
a. Tanah.
b. Batu.
c. Tumbuh-tumbuhan.[286]
6. Jika pada sujud pertama, turbah menempel di dahi sam-pai bangun kemudian sujud lagi
dengan tanpa melepas-nya, maka salatnya batal.[287]
Tugas Orang yang tidak Bisa Sujud secara Normal
· Seseorang yang tidak mampu meletakkan dahinya ke atas tanah harus merundukkan diri
semampunya dan menaruh turbah (misalnya) di atas sesuatu yang tinggi seperti bantal
kemudian bersujud, akan tetapi kedua telapak tangan dan kedua ujung lutut dan jari-jari kaki
harus diletakkan di atas tanah seperti biasa.[288]
· Jika tidak mampu merunduk, dia harus duduk dan bersujud dengan isyarat kepala,[289]
akan
tetapi berdasar-kan ihtiyath wajib, dia hendaknya mengangkat turbah dan menempelkan dahi
di atasnya.
Sunah-sunah dalam Sujud
1. Membaca takbirotul ihrom pada hal-hal di bawah ini:
a. Setelah rukuk dan sebelum bergerak untuk sujud pertama.
b. Setelah sujud pertama, tepatnya ketika duduk dan badan sudah tenang.
c. Sebelum sujud kedua, ketika duduk dan badan da-lam keadaan tenang.
d. Setelah sujud kedua.
2. Memperpanjang sujud.
3. Membaca “Astaghfirullaha wa atuhu ilaih” setelah sujud pertama dan
badan telah duduk dengan tenang.
4. Membaca salawatاللهم صل علی محمد و آل محمد
dalam setiap sujud.[290]
Sujud Wajib Al-Quran
· Di dalam Al-Quran, terdapat ayat sujud yang termaktub dalam empat surah. Yakni, jika
seseorang membaca ayat tersebut atau mendengar orang lain membacanya, maka seusai
bacaan ayat tersebut dia harus segera bersujud.[291]
· Surah-surah yang memuat ayat sujud antara lain:
a. Surah ke-32: Al-Sajadah.
b. Surah ke-41: Fussilat.
c. Surah ke-53: Al-Najm.
d. Surah ke-96: Al-‘Alaq.[292]
· Jika lupa bersujud, setiap kali ingat dia harus segera bersujud.[293]
· Jika mendengar ayat sujud dari rekaman kaset, dia tidak wajib bersujud.[294]
.[295]
· Jika ayat sujud diperdengarkan secara langsung melalui speaker, radio atau televisi—yakni
ada orang yangmembacanya pada saat itu dengan perantara alat-alat tersebut dan bukan dari
(rekaman) kaset—maka pen-dengarnya wajib bersujud.[296]
· Ketika bersujud untuk ayat sujud, dia harus meletakkan dahi di atas sesuatu yang sah untuk
dipakai sujud, akan tetapi tidak harus memenuhi syarat-syarat yang lain dari sujud.[297]
.[298]
· Tidak wajib membaca zikir pada sujud ini, tetapi sunah.[299]
Kesimpulan Pelajaran
1. Berdasarkan ihtiyath wajib, zikir rukuk tidak boleh ku-rang dari sekali membaca “Subhana
robbiyal ‘adhimi wa bihamdih” atau tiga kali membaca “Subhanallah”
2. Seluruh zikir sujud harus dibaca ketika badan dalam keadaan tenang.
3. Dalam sujud, tujuh anggota badan berikut ini harus berada di atas tanah: dahi, dua telapak
tangan, dua lutut, ujung jempol kaki.
4. Tempat sujud harus rata; tidak boleh lebih rendah dan lebih tinggi dari empat jari rapat.
5. Sah bersujud di atas kayu, tanah, batu, batu bata yang masih baku dan batu bata yang sudah
dimasak adalah sah.
6. Tidak sah bersujud di atas sesuatu yang tumbuh dari tanah yang menjadi bahan makanan dan
pakaian ma-nusia.
7. Yang paling utama untuk dipakai sujud adalah turbah (tanah) Karbala.
8. Surah-surah seperti Al-Sajadah, Fussilat, Al-Najm, Al-‘Alaq memuat ayat sujud yang apabila
seseorang mem-baca atau mendengarnya, dia wajib bersujud.
9. Tidak wajib bersujud jika mendengar ayat sujud dari rekaman. Akan tetapi, jika bacaan ayat
tersebut disiar-kan secara langsung melalui speaker, radio atau televisi (dan bukan rekaman),
maka wajib bersujud.
Pertanyaan:
1. Apakah definisi sujud? Dan ia termasuk dari yang mana di antara macam-macam kewajiban
salat?
2. Jelaskan ukuran zikir wajib dalam sujud!
3. Apa yang dimaksud dengan muwalat di antara dua sujud? Jelaskan!
4. Apa hukum bersujud di atas kayu, kulit kenari, kulit apel dan kulit jeruk?
5. Apa hukum bersujud di atas kertas dan bungkus korek api?
6. Jika seseorang tidak bisa bersujud secara normal, apa yang harus dia lakukan untuk kewajiban
sujudnya?
7. Sambilmerujuk ke Al-Quran, tulislah ayat-ayat yangmenyebabkan sujud wajib!
Pelajaran 20
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
SALAT (4)
TASYAHUD
Pada rakaat kedua dan rakaat terakhir dari salat-salat wajib, setelah sujud yang kedua pelaku salat
harus duduk dan—ketika badan telah tenang—harus membaca tasyahud sebagai berikut:
Asyhadu alla ilaha illallahu
wahdahu la syarikalah,wa
asyhadu anna Muhammadan
‘abduhu wa rosuluh,
Allahumma sholli ‘ala Muhammadin
wa ali Muhammad[300]
SALAM
1. Pada rakaat terakhir dari setiap salat, setelah tasyahud hendaknya pelaku salat membaca
salam, dan dengan salam tadi selesailah salatnya.
2. Batas wajibnya salam adalah salah satu dari kedua bacaan di bawah ini:
a.
Assalamu ’alaina wa ‘ala
‘ibadillahish sholihin[301]
b.
Assalamu ‘alaikum wa
rohmatullahi wa barokatuh[302]
3. Sebelum membaca dua salam tadi, sunah membaca salam berikut ini:
السلام علیک ایها النبی ورحمه الله و برکاته
Artinya, sunah membaca ketiga salam di atas ini dengan urutan sebagaimana di bawah ini:[303]
السلام علیک ایها النبی ورحمه الله و برکاته
السلام علینا و علی عباده الصالحین
السلام علیکم ورحمه الله و برکاته
TERTIB
Salat harus dikerjakan sesuai dengan urutan dan ketertiban sebagai berikut; pertama-tama
takbirotul ihrom, lalu bacaan, lalu rukuk, lalu sujud, lalu membaca tasyahud pada rakaat kedua
setelah sujud, dan membaca salam pada rakaat terakhir setelah tasyahud.
MUWALAT
1. Muwalat adalah berturut-turutnya semua pekerjaan salat, dan tidak ada selisih waktu di
antara pekerjaan-pekerjaan tersebut.
2. Jika di antara pekerjaan-pekerjaan salat terdapat selisih sehingga tidak dapat lagi dikatakan
bahwa itu adalah salat, maka salatnya batal.[304]
3. Memperlama rukuk dan sujud dan membaca surah-surah yang panjang tidaklah merusak
muwalat salat.[305]
* * *
QUNUT
1. Pada rakaat kedua, setelah membaca Al-Fatihah dan surah dan sebelum rukuk, disunahkan
membaca qunut, yaitu mengangkat tangan sejajar dengan wajah sambil membaca doa atau
zikir.[306]
2. Dalam qunut, boleh membaca zikir apa saja walaupun zikir “Subhanallah” sekali saja.
Bisa juga mem-baca doa berikut ini:
ربنا آتینا فی الدنیا حسنه و فی الاخره حسنه و قنا عذاب النار
[307]
TA’QIB SALAT
Ta’qib dalam kaitannya dengan salat yaitu membaca zikir dan doa seusai salat.
1. Ketika berzikir dan berdoa, sebaiknya menghadap kiblat.
2. Ta’qib tidak harus berbahasa Arab, akan tetapi apa saja yang dianjurkan dalam kitab-kitab doa
sebaik-nya dibaca.
3. Sunah membaca tasbih Zahra a.s. Yakni, “Allahu akbar” ( 34 kali ), “Alhamdu lillah”
33 ( kali ) dan “Subhanallah” ( 33 kali).[308]
Kesimpulan Pelajaran
1. Wajib membaca tasyahud pada rakaat kedua dan rakaat terakhir.
2. Salam adalah penutup salat dan dibaca pada rakaat terakhir setelah pembacaan tasyahud.
3. Wajib menjaga urutan di antara pekerjaan-pekerjaan dalam salat.
4. Tertib dan berurutannya pekerjaan-pekerjaan salat adalah berikut ini: takbirotul ihrom – bacaan
– rukuk – sujud – membaca tasyahud pada rakaat kedua setelah sujud kedua – membaca
salam pada rakaat terakhir setelah tasyahud.
5. Pekerjaan-pekerjaan salat harus dilakukan secara ber-turut-turut. Maka, jika di antara
pekerjaan-pekerjaan tersebut terdapat selisih waktu yang lama, maka salat tersebut batal.
Pertanyaan:
1. Jelaskan letak urutan tasyahud dalam salat!
2. Jelaskan hal-hal yang wajib dan hal-hal yang sunah dalam salat!
3. Jelaskan perbedaan antara tertib dan muwalat!
4. Tulislah doa dalam qunut selain yang disebutkan dalam pelajaran!
Pelajaran 21
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SALAT
Dengan membaca takbirotul ihrom, pelaku salat telah memu-lai salatnya, dan sampai akhir salat
ada beberapa hal yang diharamkan baginya; yang jika dia melakukan salah satu dari mereka,
salatnya menjadi batal. Hal-hal yangmem-batalkan salat antara lain:
1. Makan dan minum.
2. Berbicara.
3. Tertawa.
4. Menangis.
5. Menyimpang dari kiblat.
6. Mengurangi atau menambahi rukun salat.
7. Merusak cara salat.[309]
Hukum Hal-hal yang Membatalkan Salat
1. Berbicara
o Jika pelaku salat sengaja mengucapkan sebuah kata[310]
yang dengannya ingin
menyampaikan suatu makna, maka salatnya batal.[311]
o Jika dia sengaja mengucapkan kata yang tersusun dari dua huruf atau lebih, sekalipun
dengannya dia tidak ingin menyampaikan suatu makna, berdasar-kan ihtiyath wajib dia
harus (menyelesaikan salatnya lalu) mengulang dari awal.[312]
.[313]
o Selama dalam keadaan salat, dia tidak boleh meng-ucapkan salam kepada orang lain.
Akan tetapi, jika seseorang mengucapkan salam kepadanya, dia (pe-laku salat) wajib
menjawabnya dan harus mendahu-lukan kata salamnya, misalnya; “assalamu alaika”, atau
“assalamu alaikum”. Jadi, tidak boleh menjawab begini, “alaikum salam”.[314]
.[315]
2. Tertawa dan Menangis
o Jika pelaku salat sengaja tertawa dengan suara, maka salatnya batal.
o Senyum tidak membatalkan salat.
o Jika dia sengaja menangis dengan suara karena urusan dunia, maka salatnya batal.
o Menangis tanpa suara dan menangis karena takut Allah swt., atau menangis untuk urusan
akhirat tidak membatalkan sekalipun dengan suara salat.[316]
.[317]
3. Membelakangi Kiblat
o Jika sengaja sedikit menyimpang dari kiblat sehing-ga tidak dapat lagi dikatakan bahwa
dia masih menghadap kiblat, maka salatnya batal.
o Jika lupa menolehkan wajah secara keseluruhan ke kanan atau ke kiri kiblat,[318]
berdasarkan
ihtiyath wajib harus (menyelesaikan salat lalu) mengulangnya dari awal. Akan tetapi, jika
wajah tidak sampai ke kanan atau ke kiri kiblat, salatnya sah.[319]
4. Merusak Bentuk Salat
o Jika pelaku salat melakukan sesuatu di
tengah-tengah salatnya sehingga merusak bentuk salat, misalnya; bertepuk
tangan, melompat dan sebagai-nya, salatnya batal sekalipun karena lupa.[320]
o Jika dia diam di tengah-tengah salatnya sehingga tidak bisa dikatakan bahwa dia sedang salat, maka salatnya batal.[321]
o Membatalkan salat wajib adalah haram, kecuali dalam keadaan terpaksa seperti di bawah ini:
a. Menjaga jiwa
b. Menjaga hakmilik
c. Menghindari kerugian jiwa dan harta.
o Membatalkan salat untukmembayar hutang boleh-boleh saja dengan syarat:
a. Orang yangmenghutangi menagih haknya.
b. Waktu salat tidak sempit. Yakni setelah mem-bayar hutang, dia bisa mengerjakan salat ter-sebut pada waktunya.
c. Di tengah-tengah salat tidak bisa membayar hutang.[322]
o Membatalkan salat demi harta yang tidak penting hukumnya makruh.[323]
Hal-hal yang Makruh dalam Salat
1. Memejamkan mata.
2. Memainkan jari-jari dan kedua tangan.
3. Diam untuk mendengarkan pembicaraan orang lain ke-tika membaca Al-Fatihah, atau surah,
atau zikir.
4. Segala pekerjaan yangmerusak kekhusyukan dan ke-tundukkan dalam salat.
5. Menolehkan wajah sedikit ke kanan atau ke kiri, (karena bila berlebihan dapat membatalkan
salat).[324]
Kesimpulan Pelajaran
1. Pekerjaan-pekerjaan di bawah ini membatalkan salat:
a. Makan dan minum.
b. Berbicara.
c. Tertawa.
d. Menangis.
e. Membelakangi kiblat.
f. Mengurangi atau menambahi rukun-rukun salat.
g. Merusak cara salat.
2. Berbicara dalam salat, sekalipun satu kata yang terdiri dari dua huruf, membatalkan salat.
3. Tertawa dengan bersuara membatalkan salat.
4. Menangis dengan suara dan menangis karena urusan dunia membatalkan salat.
5. Jika pelaku salat menolehkan seluruh wajahnya ke ka-nan atau ke kiri kiblat atau
menyimpang dari arah kiblat, maka salatnya batal.
6. Jika pelaku salat melakukan sesuatu sehingga merusak bentuk salat, maka salatnya batal.
7. Boleh membatalkan salat untuk menjaga jiwa dan harta, atau untuk membayar utang kepada
seseorang dengan syarat orang tersebut menagih hak miliknya dan waktu salat masih luang,
atau dalam salat tidak bisa membayar hutang.
Pertanyaan:
1. Pekerjaan apa saja yang bisa membatalkan salat?
2. Apa yang harus dilakukan oleh pelaku salat jika sese-orangmengucapkan salam kepadanya?
3. Tawa dan tangis bagaimanakah yang bisa membatalkan salat?
4. Jika pelaku salat tahu bahwa anak kecil mendekati pemanas ruangan sehingga boleh jadi
badannya akan terbakar, apakah dia bisa membatalkan salatnya?
5. Seorang musafir tahu di tengah-tengah salatnya kalau kereta api siap bergerak, apakah boleh
membatalkan sa-latnya supaya tidak tertinggal kereta?
Pelajaran 22
ARTI BACAAN AZAN, IQOMAH
DAN SALAT[325]
Azan dan Iqomah
Allah Maha Besarالله اکبر
Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan selain Allahاشهد ان لا اله الا الله
Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullahاشهد ان محمد رسول الله
Aku bersaksi bahwa Ali
Amirul mukminin adalah wali
Allah
اشهد ان علیا ولی الله
Marilah kita mengerjakan
Salatحی علی الصلاه
Marilah kita menuju
kemenanganحی علی الفلاح
Marilah kita menuju sebaikbaiknya
amalحی علی خیر العمل
Salat akan ditegakkan
قد قامت الصلاه
Allah Maha Besarالله اکبر
Tidak ada tuhan selain Allahلا اله الا الله
Bacaan-bacaan Salat
Takbirotul Ihrom:
Allah Maha Besarالله اکبر
Surah Al-Fatihah:
Dengan menyebut nama Allah
yang maha pemurah lagi maha
penyayang
بسم الله الرحمان الرحیم
Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam
الحمد لله رب العالمین
Yang maha pemurah lagi maha
penyayangالرحمان الرحیم
Penguasa hari pembalasanمالک یوم الدین
Hanya kepada-Mu lah kami
menyembah dan hanya
kepadamu pula kami memohon
pertolongan
ایاک نعبد و ایاک نستعین
Tunjukkanlah kami ke jalan
yang lurus
اهدنا الصراط المستقیم
Yaitu jalan orang-orang yang
Engkau beri nikmat kepada
mereka
صراط الذین انعمت علیهم
Bukan jalan orang-orang yang
Engkau marah terhadap
mereka dan bukan jalan orangorang
yang sesat.
غیر المغضوب علیهم و لا الضالین
Surah Al-Ikhlas:
Dengan menyebut nama Allah
yang maha pemurah lagi maha
penyayang
بسم الله الرحمان الرحیم
Katakanlah Dialah Allah yang
Maha Esa
قل هو الله احد
Allah yang tidak membutuhkan
الله الصمد
Yang tidak memiliki anak juga
tidak dilahirkan
لم یلد و لم یولد
Dan tidak ada seorang pun yang
Menyerupainya
و لم یکن له کفوا احد
Zikir Rukuk:
Maha Suci Allah Yang Maha
Agung dan segala puji bagi-Nyaسبحان رب العظیم و بحمدک
Zikir Sujud:
Maha Suci Allah Yang Maha
Tinggi dan segala puji bagi-Nyaسبحان رب الاعلی و بحمدک
Empat Tasbih:
Maha Suci Allah. Segala puji bagi
Allah. Tidak ada tuhan selain
Allah. Dan Allah Maha Besar.
سبحان الله و الحمد لله ولا اله الا الله و الله اکبر
Tasyahud:
Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan selain Allah maha Esa
dan tidak ada sekutu bagi-Nya
اشهد ان لا اله الله وحده لا شریک له
Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya.
و اشهد ان محمدا عبده و رسوله
Ya Allah! Sampaikanlah salam
اللهم صل علی محمد و آل محمد
atas Muhammad dan keluarga
Muhammad saw.
Salam:
Salam dan rahmat serta
berkah Allah untukmu wahai
Nabi
السلام علیک ایها النبی و رحمه الله و برکاته
Salam untuk kami (para
pelaku salat) dan untuk
hamba-hamba Allah yang
saleh
السلام علینا و علی عباد الله الصالحین
Salam dan rahmat serta
berkah Allah
untuk kalian
السلام علیکم و رحمه الله و برکاته
Pertanyaan:
1. Terjemahkan kalimat yang ada pada iqomah namun tidak ada pada azan!
2. Terjemahkan empat tasbih!
3. Pilih dan terjemahkan surah yang pendek dari Al-Quran yang tidak tersebut dalam pelajaran!
4. Apa terjemahan kalimat yang paling awal dan paling akhir dalam salat?
5. Ada berapa jumlah kalimat yang ada dalam salat (selain azan dan iqomah) dengan
menghapus kalimat yang terulang-ulang?
Pelajaran 23 & 24
KERAGUAN-KERAGUAN
DALAM SALAT
Kadang-kadang pelaku salat—ketika mengerjakan suatu bagian dari salatnya—mengalami
keraguan, misalnya; dia tidak tahu apakah sudah membaca tasyahud atau belum, atau tidak tahu
apakah sudah sujud sekali atau sudah dua kali. Dan boleh jadi dia ragu tentang jumlah rakaat
yang dikerjakannya, misalnya; dia tidak tahu apakah sekarang sedang dalam rakaat ketiga atau
keempat.
Sekaitan dengan keraguan dalam salat, terdapat hukum-hukum secara khusus. Hanya saja,
menjelaskan semua masalah-masalahnya dalam buku ini tidak mungkin, namun kami akan
menjelaskan macam-macam keraguan dan hukumnya masing-masing secara ringkas.
Macam-macam Keraguan dalam Salat[326]
1. Keraguan dalam bagian–bagian salat:
a. Jika pelaku salat ragu tentang mengerjakan bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah
sudah mengerjakan bagian tersebut ataukah belum, maka jika belum memulai bagian
selanjutnya—artinya, belum keluar dari bagian tersebut—maka dia harus mengerjakan
bagian tersebut. Akan tetapi, jika kera-guannya terjadi setelah memasuki bagian selanjutnya—
yakni sudah keluar dari bagian ter-sebut—maka dia tidak perlu memperdulikan
kera-guan semacam ini dan lanjutkan salat dan salatnya sah.
b. Jika dia ragu tentang sahnya bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah bagian tertentu
darinya sudah dikerjakannya secara sah ataukah tidak, maka dalam kondisi ini dia tidak
perlu memperhatikan keraguan tersebut, yakni anggap saja bagian tertentu itu telah
dikerjakannya secara sah lalu lanjutkanlah salat dan salatnya sah.
2. Keraguan dalam rakaat salat:[327]
o Keraguan yang membatalkan salat:[328]
a. Jika terjadi keraguan tentang rakaat dalam salat yang dua rakaat seperti: salat Subuh
atau pada salat Maghrib, maka salatnya batal.
b. Ragu antara satu rakaat atau lebih, yakni apakah sudah mengerjakan satu rakaat atau
lebih, maka salatnya batal.
c. Jika dalam salat tidak tahu; berapa rakaatkah yang sudah dikerjakannya, maka
salatnya batal.
o Keraguan yang tidak perlu diperhatikan:[329]
a. Dalam salat sunah.
b. Dalam salat jamaah.
c. Setelah mengucapkan salam; jika seusai salat terjadi keraguan tentang rakaat atau
tentang bagian lain dari salat, tidak perlu mengulangi salatnya.
d. Setelah habis waktu salat; jika waktu salat sudah habis lalu ragu; apakah sudah
mengerjakan salat atau belum, maka tidak perlu mengerjakan salat.
o Keraguan pada salat empat rakaat (lihat tabel di halaman berikut ini![330]
)
Salat Ihtiyath
1. Jika pelaku salat mengalami hal-hal yang mewajibkan salat ihtiyath seperti; ragu antara rakaat
3 atau 4, maka seusai mengucapkan salam—dengan tidak sampai merusak bentuk salat atau
melakukan hal-hal yangmembatalkan salat—hendaknya berdiri kemudian ber-takbirotul ihrom
untukmengerjakan salat ihtiyath tanpa azan dan iqomah.
o Perbedaan salat ihtiyath dengan salat lainnya:
a. Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.
b. Dalamnya, tidak ada qunut dan surah selain Al-Fatihah, sekalipun salat ithtiyath itu
dua rakaat.
c. Berdasarkan ihtiyath wajib, Al-Fatihah harus dibaca pelan.[331]
2. Jika salat ihtiyath itu hanya satu rakaat, maka setelah sujud dua kali harus bertasyahud
kemudian mengu-capkan salam. Jika salat ihtiyath itu dua rakaat, maka pada rakaat pertama
tidak boleh bertasyahud dan membaca salam, akan tetapi lanjutkan dengan me-ngerjakan
rakaat kedua (tanpa takbirotul ihrom) dan di akhirnya bacalah tasyahud dan salam.[332]
* * *
Sujud Sahwi
1. Sekaitan dengan hal-hal yang mewajibkan sujud sahwi, misalnya jika dalam kondisi duduk,
pelaku salat ragu antara rakaat 4 atau 5, maka setelah membaca salam dia harus bersujud dan
membaca:
بسم الله و بالله اللهم صل علی محمد وآل محمد
Dan akan lebih utama bila membaca:
بسم الله و بالله
السلام علیک ایها النبی و رحمه الله و برکاته
[333]
Setelah itu, duduk lalu bersujud untuk kedua kali dengan membaca bacaan di atas, kemudian
duduk lagi dan membaca tasyahud lalu salam.[334]
2. Dalam sujud sahwi, tidak ada takbirotul ihrom.
Kesimpulan Pelajaran
1. Jika pelaku salat ragu tentang pelaksanaan bagian salat sementara dia belum masuk ke bagian
berikutnya, dia harus mengerjakan bagian yang diragukannya itu.
2. Jika dia ragu tentang bagian salat yang sudah dia lewati, maka tidak perlu memperhatikan
keraguan ini.
3. Jika dia ragu tentang sah atau tidaknya bagian dari salat, maka tidak perlu memperhatikan
keraguan ini.
4. Jika dia ragu tentang jumlah rakaat dalam salat dua rakaat atau tiga rakaat (seperti salat
Subuh dan salat Maghrib), maka salatnya batal.
5. Pada masalah-masalah di bawah ini tidak usah mem-perhatikan keraguan:
· Pada salat sunah.
· Pada salat jamaah.
· Setelah membaca salam.
· Setelah habisnya waktu salat.
6. Sekaitan dengan keraguan tentang jumlah rakaat salat yang tidak sampai membatalkan salat,
jika sisi yang lebih banyaknya tidak lebih dari empat, maka tetapkan saja jumlah rakaat pada
yang lebih banyak. Misalnya, ragu antara 3 atau 4, maka tetapkan saja 4.
7. Kegunaan salat ihtiyath ialah untuk menutupi keku-rangan yang mungkin terjadi pada salat.
Oleh karena itu, pada keraguan antara rakaat 3 atau 4, salat ihtiyath satu rakaat harus
dikerjakan. Juga pada keraguan antara rakaat 2 atau 4, salat ihtiyath dua rakaat harus dikerjakan.
8. Perbedaan antara salat ihtiyath dengan salat yang lain-nya adalah:
· Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.
· Di dalamnya, tidak ada surah (selain Al-Fatihah) ataupun qunut.
· Surah Al-Fatihah harus dibaca secara pelan.
9. Sujud sahwi harus dilakukan segera setelah usai salat. Sujud ini terdiri dari dua sujud tanpa
takbirotul ihrom.
Pertanyaan:
1. Jika dalam keadaan membaca empat tasbih ragu; apakah sudah bertasyahud ataukah belum,
apa yang harus dilakukan?
2. Berikan 4 contoh keraguan pada bagian-bagian salat!
3. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat Subuh atau salat Maghrib, apa yang
harus dilakukan?
4. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat empat rakaat (seperti; salat Isya) pada
saat rukuk, yakni ragu dalam keadaan rukuk; apakah sekarang ini rakaat ketiga atau keempat,
maka apa yang harus dilakukan?
5. Orang yang pada jam empat sore ragu; apakah sudah mengerjakan salat Zuhur dan Asar
apakah belum, apa yang harus dia lakukan?
6. Orang yang ragu setelah membaca takbirotul ihrom; apakah sudah benar membacanya ataukah
tidak, apa yang harus dia lakukan?
7. Orang yang dalam keadaan berdiri ragu; apakah ini rakaat 4 atau 5, apa yang harus dia
lakukan?
8. Apakah kamu tahu, kenapa Al-Fatihah dalam salat ihtiyath harus dibaca pelan?
9. Apakah selama ini kamu pernah mengalami keraguan dalam salat? Jika demikian, jelaskan
apa yang kamu lakukan ketika itu!
10. Terangkan cara-cara sujud sahwi!
Pelajaran 25
SALAT MUSAFIR
Bagi orang musafir (orang yang sedang bepergian), salat-salat empat rakaatnya harus dikerjakan
menjadi dua rakaat dengan syarat; jarak perjalanannya tidak kurang dari 8 farsakh, yaitu kira-kira
45 km (pulang-pergi, -peny.).[335]
Beberapa Masalah
1. Jika dari suatu tempat seperti tempat tinggal—yang salat di dalamnya yang harus dikerjakan
secara tamam (sempurna; 4 rakaat)[336]
—seorang musafir pergi ke tempat tujuan dengan
menempuh jarak sekurang-kurangnya4
farsakh dan kembali lagi dengan juga menempuh
jarak yang sama (4 farsakh), maka salatnya dalam bepergian ini harus dilakukan secara qoshr,
yakni meringkas salat-salat empat rakaatnya menjadi dua rakaat saja.[337]
2. Seorang musafir sudah bisa meng-qoshr (meringkas) salatnya jika perjalanannya telah sampai
batas dimana dia tidak melihat[338]
lagi dinding-dinding kota tempat tinggalnya dan tidak
mendengar[339]
lagi suara azannya. Jika ingin mengerjakan salat sebelum batas ini, maka dia
harus mengerjakannya secara tamam (sempurna).[340]
3. Jika dia bepergian dari suatu daerah yang di situ tidak ada lagi rumah dan dindingdindingnya,[341]
maka ketika sampai di sebuah tempat yang—sekiranya ada dinding di daerah
itu, darinya dinding ini sudah tidak tampak, dia harus mengerjakan salatnya secara qoshr.[342]
4. Jika dia pergi ke suatu tempat yangmemiliki dua jalan; jarak jalan pertama kurang dari 45 km,
sedangkan jarak jalan kedua 45 km atau bahkan lebih, maka dia harus meng-qoshr salatnya
jika dia pergi dan menempuh jalan yang kedua, dan harus menyempurnakan salatnya jika
menempuh jalan pertama.[343]
Pada keadaan-keadaan di bawah ini, salat dalam bepergian harus dikerjakan secara tamam (sempurna):
1. Sebelum mencapai 45 km, musafir melewati kota tempat tinggalnya, atau dia sampai di suatu
tempat dan ingin menetap di sana selama 10 hari.
2. Sejak awal, dia tidak berniat bepergian sejauh jarak 45 km, namun ternyata dia telah
menempuh jarak tersebut, seperti orang yangmencari sesuatu yang hilang.
3. Mengurungkan niat di tengah perjalanan. Yakni, sebe-lum mencapai jarak 4 farsakh (22,5 km),
dia membatalkan kepergiannya.
4. Orang yang pekerjaannya adalah bepergian, seperti ma-sinis, sopir bus antarkota, pilot dan
nakhoda kapal.
5. Orang yang hukum bepergiannya adalah haram, seperti bepergian yang dapat mengganggu
orang tua.[344]
Di tempat-tempat di bawah ini, salat harus dikerjakan secara tamam(sempurna):
1. Di tempat tinggal.
2. Di tempat yang dia tahu atau berniat mau tinggal se-lama 10 hari.
3. Di tempat yang setelah 30 hari dia dalam keadaan ragu untuk tinggal, yakni tidak menentu;
tetap tinggal atau pergi. Bila sampai 30 hari dia tinggal di sana dalam kondisi seperti ini dan
tidak pergi ke tempat lain, maka setelah 30 hari dia harus salat secara sempurna.[345]
Definisi Wathon (Tempat Tinggal)?
1. Wathon atau tempat tinggal adalah tempat yang dipilih oleh seseorang sebagai tempat tinggal,
baik dia lahir di sana di mana tempat itu adalah negeri orang tuanya, atau dia sendiri memilih
tempat tersebut sebagai tempat tinggalnya.[346]
2. Selama seseorang tidak berniat untuk tinggal selamanya di selain negerinya yang asli maka
tempat itu tidak ter-hitung sebagai wathon-nya.[347]
.[348]
3. Jika berniat tinggal untuk masa tertentu di satu tempat yang bukan wathon aslinya kemudian
pergi ke tempat lain, maka tempat itu tidak terhitung sebagai negerinya, seperti pelajar yang
tinggal di satu kota untuk sekolah.[349]
4. Jika seseorang tanpa berniat untuk tinggal selamanya di satu tempat, tetapi dia begitu lama
tinggal di tempat tersebut sehingga masyarakat menganggapnya bahwa dia adalah warga
setempat, maka tempat itu dihukumi sebagai wathon-nya.[350]
5. Jika dia pergi ke satu tempat yang sebelumnya adalah wathon-nya, akan tetapi sekarang dia
sudah tidak men-jadikannya tempat itu sebagai wathon-nya, maka dia tidak boleh melakukan
salatnya secara tamam (sempur-na), walaupun dia belum memilih tempat lain sebagai wathon
dan tempat tinggal untuk dirinya.[351]
6. Seorang musafir yang kembali ke wathon-nya; ketika dia melihat[352]
dinding-dindingnya dan
mendengar azan di sana, maka salatnya harus dikerjakan secara tamam (sempurna).[353]
Niat Sepuluh Hari
1. Seorang musafir yang berniat tinggal di satu tempat selama 10 hari; jika dia tinggal di sana
lebih dari 10 hari dan selama belum pergi ke tempat lain, maka salatnya harus tamam
(sempurna) dan tidak perlu niat lagi untuk tinggal selama 10 hari.[354]
2. Jika seorangmusafir membatalkan niat tinggal 10 hari:
a. Jika sebelum mengerjakan salat yang empat rakaat membatalkan niatnya, dia harus
mengqoshr salatnya.
b. Setelah mengerjakan satu salat yang empat rakaat dia membatalkan niatnya, maka selama
berada di tempat tersebut dia harus mengerjakan salat secara tamam (sempurna).[355]
Musafir yang Mengerjakan Salat secara Tamam
1. Jika dia tidak tahu bahwa musafir harus meng-qoshr salatnya, salat yang sudah dikerjakannya
adalah sah.[356]
2. Dia tahu hukum salat dalam bepergian, tetapi tidak tahu sebagian darinya (yakni, dari rincian
hu-kumnya) atau tidak tahu kalau dirinya sebagai musafir, maka salat yang sudah
dikerjakannya harus diulangi lagi.[357]
.[358]
Masalah: seseorang harus mengerjakan salatnya secara sempurna. Akan tetapi jika dia meng-qoshr
salat, maka da-lam kondisi apapun salatnya batal.[359]
.[360]
Kesimpulan Pelajaran
1. Seseorang dalam bepergian harus meng-qoshr salat yang empat rakaat (salatnya yang empat
rakaat harus dikerjakan dalam dua rakaat saja) dengan syarat; jarak bepergiannya tidak
kurang dari 45 km.
2. Dalam bepergian, seorang musafir bisa meng-qoshr salatnya jika sudah jauh sampai dia tidak
melihat lagi dinding-dinding kota tempat tinggalnya dan tidak lagimendengar azan di sana.
3. Jika dia pergi dari suatu tempat yang tidak memiliki dinding, maka dia harus mengandaikan
bahwa sekira-nya tempat tersebut memiliki dinding, maka sampai di daerah tertentu dinding
itu sudah tak terlihat lagi.
4. Pada beberapa hal di bawah ini, salat harus dikerjakan secara sempurna:
a. Bepergian di mana sebelum 45 km musafir sudah sampai di daerah tempat tinggalnya.
b. Musafir tidak berniat bepergian sejarak 45 km.
c. Pekerjaan musafir adalah bepergian.
d. Orang yang bepergiannya adalah haram.
5. Wathon (tempat tinggal) dan tempat yang di situ musafir berniat mukim selama sepuluh hari,
maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna.
6. Wathon (tempat tinggal) adalah tempat yang dipilih oleh seseorang untuk tinggal dan
hidupnya.
7. Selama seseorang tidak berniat tinggal untuk selamanya di tempat yang bukan wathon-nya,
maka tempat itu tidak bisa dihitung sebagai wathon-nya.
8. Musafir yang kembali ke tempat tinggalnya, ketika sam-pai di daerah yang dari situ dia bisa
melihat dinding-dinding tempat tinggalnya dan mendengar azannya, maka dia harus
mengerjakan salatnya secara sempurna.
9. Seorang musafir tidak tahu hukum qoshr salat musafir sehingga dia mengerjakan salatnya
secara tamam (sem-purna), maka salatnya sah. Akan tetapi, jika dia tahu pokok masalahnya
(bahwa musafir harus meng-qoshr salat yang empat rakaat) hanya saja dia tidak tahu
rinciannya, lalu dia mengerjakan salatnya secara sem-purna, maka dia harus mengulangi salat
tersebut.
10. Seseorang wajib mengerjakan salat secara sempurna. Apabila dia mengerjakannya secara
qoshr, maka dalam kondisi apapun salatnya batal.
Pertanyaan:
1. Salat harian yang berapa rakaatkah yang harus diring-kas selama bepergian?
2. Seseorang dari tempat tinggalnya pergi ke kota bagian timur yang jaraknya 32 km lalu
kembali ke tempat tinggalnya, kemudian dia pergi lagi ke kota bagian barat yang jaraknya
dari desa pertama (bagian timur) adalah 50 km, kemudian kembali lagi ke tempat tinggalnya.
Apakah salatnya harus tamam atau qoshr di dua desa itu dan di tengah perjalanannya?
3. seorang pegawai atau tentara yang karena tugas mereka tinggal di suatu tempat selama
bertahun-tahun; apakah tempat itu termasuk tempat tinggalmereka?
4. Jelaskan tolok ukur suatu tempat itu menjadi tempat tinggal seseorang!
5. Seorang petani pulang dan pergi ke sawahnya setiap hari, dan jarak antara rumah dan sawah
adalah 3 farsakh, bagaimana hukum salatnya?
6. Seseorang dari desa pergi ke kota untuk bekerja. Ketika sedang dalam perjalanan kembali ke
desa, apakah dia harus mengerjakan salat secara tamam atau qasar?
7. apakah sah salat seorangmusafir yang lupa sehingga mengerjakan salatnya secara tamam?
Pelajaran 26
SALAT QODHO
Pada pelajaran 13 telah dijelaskan bahwa salat qodho adalah salat yang dikerjakan setelah habis
waktunya. Jelas bahwa setiap orang harus mengerjakan seluruh salat wajib pada waktunya, dan
jika tanpa uzur salatnya menjadi qodho, maka dia terhitung sebagai pendosa dan harus bertaubat
serta mengerjakan salat qodho.
1. Pada dua hal mengerjakan salat qodho adalah wajib:
a. Jika salat wajibnya tidak dikerjakan pada waktunya.
b. Setelah lewat waktunya dia paham, bahwa salatnya tadi batal.[361]
2. Seseorang yang memiliki salat qodho tidak boleh mere-mehkannya, akan tetapi tidak wajib
untuk bersegera mengerjakannya.[362]
3. Macam-macam kondisi seseorang sekaitan dengan salat qodho:
a. Dia yakin bahwa dirinya tidak punya tanggungan salat qodho, maka tidak ada kewajiban
atas dirinya.
b. Dia ragu; apakah punya tanggungan salat qodho atau tidak, maka tidak ada kewajiban atas
dirinya.
c. Dia menduga ‘mungkin’ dirinya punya tanggungan salat qodho, maka sunah mengerjakan
salat qodho.
d. Dia yakin punya tanggungan salat qodho, akan tetapi tidak tahu berapa jumlahnya,
misalnya tidak tahu apakah 4 atau 5; jika dia mengerjakan 4 (yang lebih sedikit) maka itu
sudah cukup baginya.
e. Dia tahu jumlah salat qodho tetapi lupa, maka jika dia mengerjakan jumlah yang lebih
sedikit, ini sudah cukup baginya.
f. Dia tahu jumlah salat qodho-nya, maka dia harus me-ngerjakan sesuai jumlah tersebut.[363]
4. Meng-qodho salat harian tidak harus[364]
dikerjakan secara tertib, misalnya jika seseorang pada
hari ini tidak salat Asar lalu besoknya tidak salat Zuhur, dia tidak harus meng-qodho salat
Asar terlebih dahulu kemudian meng-qodho salat Zuhur.[365]
5. Salat qodho bisa dikerjakan secara berjamaah, baik salat imam jamaah itu salat qodho ataupun
salat ada’an (salat pada waktunya), dan tidak harus makmum dan imam mengerjakan salat
yang sama. Misalnya, jika makmum mengerjakan salat qodho Subuh secara berjamaah dengan
imam yang sedangmengerjakan salat Zuhur atau salat Asar, maka tidak ada masalah.[366]
6. Jika seorang musafir—yang wajib meng-qoshr salat—ternyata salat Zuhur, atau Asar, atau
Isyanya menjadi salat qodho, maka dia harus mengerjakan salat qodho-nya itu secara qoshr
(ringkas; menjadi dua rakaat), walaupun dia ingin mengerjakan salat qodho-nya pada saat
tidak sedang bepergian.[367]
7. Dalam bepergian, seorang musafir tidak boleh berpuasa, sekalipun puasa qodho, akan tetapi
dia bisa mengerjakan salat qodho.[368]
8. Jika dalam bepergian dia ingin mengerjakan salat-salat qodho yang tamam/bukan qoshr, maka
salat qodho Zuhur, Asar dan Isyanya harus dikerjakan juga secara tamam (sempurna), yakni 4
rakaat.[369]
9. Salat qodho bisa dikerjakan sewaktu-waktu. Misalnya, sa-lat qodho Subuh bisa dikerjakan pada
siang atau malam hari.[370]
Salat Qodho Ayah
1. Selama seseorang masih hidup, orang lain tidak boleh mengerjakan salat qodho-nya, sekalipun
dia tidakmam-pu mengerjakan salat.[371]
2. Setelah ayah wafat, anak laki-laki terbesar wajib menger-jakan salat qodho dan puasa qodho
ayahnya. Dan berda-sarkan ihtiyath mustahab[372]
, anak laki-laki terbesar itu juga hendaknya
mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ibunya yang sudah meninggal.[373]
3. Macam-macam kondisi anak laki-laki terbesar sekaitan dengan salat qodho ayahnya:
· Dia tahu bahwa ayahnya punya salat qodho:
a. Dia tahu berapa jumlahnya: maka dia wajib mengerjakan salat qodhonya sejumlah itu.
b. Dia tidak tahu berapa jumlahnya: jika dia me-ngerjakan jumlah yang lebih sedikit, ini
sudah cukup.
c. Dia ragu apakah ayahnya telah mengerjakan salat qodhonya sendiri atau belum: maka
ber-dasarkan ihtiyath wajib dia harus mengerjakan salat qodho ayahnya.[374]
· Dia ragu apakah ayahnya punya salat qodho atau tidak: maka tidak ada kewajiban mengqodho
salat tersebut atas dirinya.[375]
4. Jika anak laki-laki hendak mengerjakan salat qodho ayah atau ibunya, maka dia harus
mengerjakan sesuai dengan tugasnya. Misalnya, salat qodho Subuh, Maghrib dan Isya harus
dikerjakan dengan suara keras.[376]
5. Jika sebelum anak laki-laki terbesar meninggal sebelum dia sempat mengerjakan salat qodho
dan puasa qodho ayahnya, maka tidak ada kewajiban meng-qodho ke atas adik laki-laki
terbesarnya.[377]
.
[378]
Kesimpulan Pelajaran
1. Mengerjakan salat-salat qodho yang belum dikerjakan dan salat-salat yang tidak sah adalah
wajib.
2. Jika tidak tahu; apakah punya salat qodho atau tidak, maka tidak ada kewajiban meng-qodho
atas dirinya.
3. Jika dia tahu bahwa dia punya tanggungan salat qodho, hanya saja dia tidak tahu berapa
jumlahnya; jika dia mengerjakannya menurut jumlah yang dia bisa dia pas-tikan bahwa itu
tidak kurang dari jumlah sebenarnya, maka sudah cukup.
4. Salat qodho bisa dikerjakan secara berjamaah.
5. Salat qodho bisa dikerjakan sewaktu-waktu, baik malam atau siang, dalam bepergian atau
tidak.
6. Setelah wafatnya ayah, wajib atas anak laki-laki terbesar agar mengerjakan salat qodho dan
puasa qodho ayahnya.
7. Jika anak laki-laki terbesar tidak tahu apakah ayahnya punya tanggungan salat qodho atau
tidak, maka tidak ada kewajiban meng-qodho atas dirinya.
8. Jika seorang ayah tidak punya anak laki-laki, atau anak laki-laki terbesarnya wafat sebelum
mengerjakan salat dan puasa qodho ayahnya, maka tidak ada kewajiban meng-qodho ke atas
yang lain.
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan antara salat ada’an dan salat qodho?
2. Apa tugas orang yang tahu bahwa dia punya tang-gungan salat qodho, akan tetapi dia tidak
tahu berapa jumlahnya?
3. Jika setelah mengerjakan salat zuhur dan asar, ingin mengerjakan salat qodho subuh apakah
bacaannya harus di baca keras atau pelan?
4. Apa tugas seorang anak lelaki yang tidak tahu; apakah ayahnya punya tanggungan salat qodho
atau tidak, sementara dulu ayahnya tidakmengatakan apa-apa?
Pelajaran 27
SALAT JAMAAH(1)
Dari sekian banyak masalah yang mendapatkan
perhatian khusus dalam Islam ialah persatuan umat. Dalam rangka menjaga
dan membina persatuan ini, Islam memiliki prog-ram-program
khusus, di antaranya salat Jamaah.
Dalam salat jamaah, salah satu dari para pelaku
salat yangmemiliki kriteria dan syarat khusus berdiri di depan dan yang
lainnya berbaris secara teratur di belakangnya untuk mengerjakan salat
secara bersama-sama. Orang yang berdiri di depan disebut sebagai imam
jamaah, sedangkan orang yang berbaris di belakangnya untukmengikuti
salat disebut sebagai makmum.
Pentingnya Salat Jamaah
Dalam hadis-hadis, banyak sekali ditekankan pahala
salat Jamaah secara detil. Dan pada sebagian dari masalah fikih, kita
akan mendapatkan pentingnya ibadah ini, dan pada pelajaran inilah kita
akan mempelajari sebagian darinya. Yaitu:
1. Sunah mengerjakan salat secara berjamaah, khususnya bagi tetangga masjid.[379]
2. Seseorang disunahkan untuk bersabar sehingga menger-jakan salatnya secara berjamaah.
3. Salat Jamaah—sekalipun tidak dikerjakan di awal waktu –lebih baik daripada salat di awal waktu yang diker-jakan sendirian.
4. Salat Jamaah yang dikerjakan secara singkat lebih baik daripada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.[380]
5. Tidak seyogianya seseorang meninggalkan salat Jamaah tanpa uzur.
6. Tidak hadir dalam salat Jamaah lantaran acuh tak acuh tidaklah diperbolehkan.[381]
Syarat-syarat Salat Jamaah
1. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah, dan menurut ihtiyath wajib,
makmum berdiri lebih belakang dari imam.
2. Tempat salat imam jamaah tidak boleh lebih tinggi dari tempat salat makmum.
3. Tidak boleh ada jarak yang besar antara imam dengan makmum dan antara barisan-barisan
(shoff) makmum.
4. Tidak boleh ada pemisah antara imam jamaah dan makmum, begitu juga antara barisanbarisan
(shoff), seperti dinding atau tabir. Akan tetapi, adanya tabir pemisah antara barisan
laki-laki dan barisan perempuan tidak apa-apa.[382]
Imam salat jamaah harus adil, baligh dan bisa
mengerjakan salat dengan benar.[383]
Mengikuti Imam Salat Jamaah
Mengikuti imam untuk salat Jamaah bisa dilakukan dalam setiap rakaat,[384]
itu pun hanya pada saat
bacaan (Al-Fatihah dan surah) dan rukuk. Oleh karena itu, jika imam sudah selesai rukuk,
hendaknya makmum menunggu sampai imam memulai rakaat berikutnya kemudian barulah dia
bergabung dan mengikutinya. Dan, jika dia berjamaah pada saat imam dalam keadaan rukuk,
maka ini sudah terhitung satu rakaat.
Beberapa Kondisi Makmum untuk Berjamaah
1. Berjamaah pada Rakaat Pertama
a. Pada saat bacaan: makmum tidak boleh membaca Al-Fatihah dan surah, namun dia harus
mengerjakan amalan-amalan salat lainnya bersama imam jamaah.
b. Pada saat rukuk: makmum mengerjakan rukuk dan amalan lainnya bersama imam
jamaah.[385]
2. Berjamaah pada Rakaat Kedua
a. Pada saat bacaan: makmum tidak membaca Al-Fatihah dan surah, akan tetapi
mengerjakan qunut, rukuk dan sujud bersama imam jamaah. Dan, pada saat imam jamaah
membaca tasyahud, berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya makmum duduk dalam kondisi
jongkok[386]
, lalu jika salatnya jenis dua rakaat (misalnya salat Subuh) maka rakaatnya yang
kedua dilakukan sendirian dan menyelesaikannya, dan jika salatnya jenis tiga (salat
Maghrib) atau empat rakaat; dimana makmum mengerjakan rakaat kedua semen-tara
imam jamaah mengerjakan rakaat ketiga, maka makmum harus membaca Al-Fatihah dan
surah sekalipun imam sedangmembaca Empat Tasbih.
Dan tatkala imam jamaah telah menyelesaikan rakaat ketiga dan berdiri untuk rakaat
keempat, hen-daknya makmum—setelah melakukan dua sujud—membaca tasyahud
kemudian berdiri untuk menger-jakan rakaat ketiga. Dan manakala imam jamaah sedang
menyelesaikan rakaat terakhir dengan mem-baca tasyahud dan salam, makmum harus
berdiri untuk satu rakaat lagi secara sendirian.[387]
b. Pada saat rukuk: makmum melakukan rukuk ber-sama imam lalu melanjutkan salat
sebagaimana penjelasan di atas ini (2.a.).
3. Berjamaah pada Rakaat Ketiga
a. Pada saat bacaan: jika makmum tahu bahwa dia punya waktu cukup untuk membaca Al-
Fatihah dan surah lain atau Al-Fatihah saja, maka dia bisa mengikuti imam jamaah dan
harus membaca Al-Fatihah dan surah lainnya atau surah Al-Fatihah saja. Jika dia tahu
bahwa waktunya tidak cukup, maka berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya bersabar
sampai imam melakukan rukuk kemudian barulah dia berjamaah dan mengikuti imam
jamaah.
b. Pada saat rukuk: jika makmum mengikuti imam pada saat imam dalam keadaan rukuk,
maka mak-mum harus melakukan rukuk bersama imam dan gugurlah pembacaan Al-
Fatihah dan surah lainnya untuk rakaat ini, dan makmum melanjutkan salat-nya
sebagaimana telah dijelaskan (2.b.).[388]
4. Berjamaah pada Rakaat Keempat
a. Pada saat bacaan: hukumnya sama dengan ber-jamaah pada rakaat ketiga (3.a.). Dan
ketika imam jamaah—pada rakaat terakhir—duduk untuk mem-baca tasyahud dan salam,
makmum bisa berdiri dan melanjutkan salatnya sendirian atau tetap duduk dalam kondisi
jongkok sampai imam menyelesaikan bacaan tasyahud dan salam lantas dia (makmum)
berdiri.
b. Pada saat rukuk: makmum melakukan rukuk dan dua sujud bersama imam jamaah—
dimana ketika ini, imam pada rakaat keempat dan makmum pada rakaat pertama—lalu
makmum melanjutkan salat-nya sendirian sebagaimana telah dijelaskan (4.a.).[389]
Kesimpulan Pelajaran
1. Mengerjakan salat wajib secara berjamaah—khususnya salat harian—adalah sunah.
2. Salat Jamaah lebih utama daripada salat sendirian yang dikerjakan di awal waktu.
3. Salat Jamaah lebih utama daripada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.
4. Tidak hadir dalam salat Jamaah karena acuh tak acuh tidaklah diperbolehkan.
5. Tidak baikmeninggalkan salat Jamaah tanpa uzur.
6. Imam jamaah harus adil, baligh dan bisa mengerjakan salat dengan benar.
7. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah, begitu juga imam tidak boleh
berdiri lebih ting-gi tempatnya darimakmum.
8. Jarak antara imam dengan makmum dan jarak antara barisan-barisan tidak boleh jauh (kirakira
satu meter).
9. Mengikuti salat Jamaah pada setiap rakaat hanya boleh pada saat bacaan dan rukuk. Oleh
karena itu, jika mak-mum mulai berjamaah setelah imam jamaah rukuk, maka dia harus
memulai berjamaah pada rakaat beri-kutnya.
Pertanyaan:
1. Jelaskan kalimat ini, “Tidak boleh meninggalkan salat berjamaah karena acuh tak acuh”!
2. Dalam keadaan bagaimanakah bisa membaca tasyahud empat kali pada salat yang empat
rakaat?
3. Kewajiban salat yang manakah makmum tidak boleh melakukannya?
4. Apabila kamu berjamaah pada saat imam sedang mela-kukan rukuk rakaat kedua, bagaimana
kamu mengerja-kan kelanjutan salatmu?
5. Apa yang dimaksudkan dari keadilan? Jelaskan!
Pelajaran 28
SALAT JAMAAH(2)
Beberapa Hukum
1. Apabila imam jamaah mengerjakan salah satu salat wajib harian, makmum bisa mengikutinya
dengan salat wajib harian lainnya. Misalnya, jika imam mengerjakan salat Asar, makmum bisa
mengerjakan salat Zuhurnya secara berjamaah dengan imam tersebut. Atau, jika makmum
sudah salat Zuhur kemudian didirikan salat Zuhur berjamaah, maka makmum bisa
mengerjakan salat Asar bersama imam salat Zuhur tersebut.[390]
2. Makmum bisa mengerjakan salat qodho secara berjamaah dengan imam yang mengerjakan
salat ada’an. Walaupun salat qodho dari salat wajib harian yang lain, misalnya imam jamaah
mengerjakan salat Zuhur ada’an sementara makmum mengerjakan salat qodho Subuh.[391]
3. Salat Jamaah bisa didirikan sedikitnya oleh dua orang; satu orang sebagai imam dan lainnya
sebagai makmum, kecuali salat Jum’at, salat Id; Fitri dan Adha.[392]
4. Salat sunah tidak boleh dikerjakan secara berjamaah ke-cuali salat Istisqo’ (salat memohon
hujan).[393]
Tugas Makmum dalam Salat Jamaah
1. Makmum tidak boleh membaca takbirotul ihrom sebelum imam mengucapkannya. Bahkan
berdasarkan ihtiyath wajib, semasih imam membaca takbirotul ihrom, makmum tidak boleh
memulai membacanya.[394]
2. Makmum harus membaca semua apa yang ada dalam salat kecuali Al-Fatihah dan surah.
Akan tetapi jika makmum berada pada rakaat pertama atau kedua sementara imam pada
rakaat ketiga atau keempat, maka makmum harus membaca Al-Fatihah dan surah.[395]
Cara-cara Makmum Mengikuti Imam Jamaah
1. Kecuali pada bacaan takbirotul ihrom, makmum boleh mendahului atau tertinggal imam pada
bacaan-bacaan seperti Al-Fatihah, surah, zikir dan tasyahud.
2. Makmum tidak boleh mendahului imam pada gerakan-gerakan seperti rukuk, bangun dari
rukuk dan sujud. Yakni, makmum tidak boleh rukuk atau bangun darinya sebelum imam
melakukannya, begitu juga makmum tidak boleh sujud sebelum imam sujud. Akan tetapi,
jika makmum tertinggal dari amalan imam tidaklah apa-apa selama tidak jauh
ketertinggalannya.[396]
Masalah:
Jika makmum berjamaah pada saat imam dalam kondisi rukuk, akan terjadi satu dari keadaankeadaan
di bawah ini:
1. Makmum berjamaah pada saat imam rukuk dan belum selesai bacaan zikir rukuknya, salat
jamaahnya sah.
2. Makmum berjamaah sampai pada rukuknya imam ketika zikir rukuknya imam sudah pada
saat imam rukuk dan telah menyelesaikan bacaan zikir rukuknya namun masih dalam
keadaan rukuk, maka salat jama-ahnya tetap sah.
3. Makmum berjemaah dan segera rukuk namun tidak dapat mengejar rukuk imam, maka
salatnya secara sen-dirian (furoda) sah dan harus diselesaikan.[397]
Jika Makmum Bergerak Sebelum Imam karena Lupa:
1. Makmum bergerak rukuk sebelum imam rukuk; wajib bangun dari rukuk dan kembali rukuk
bersama imam.[398]
2. Makmum bergerak bangun dari rukuk sebelum imam bangun; hendaknya dia rukuk lagi dan
bangun dari rukuk bersama imam. Dalam kondisi seperti ini, kele-bihan rukuk—meskipun
sebagai rukun salat—tidaklah membatalkan salat.
3. Makmum bergerak sujud sebelum imam sujud; wajib bangun dari sujud dan sujud lagi
bersama imam.
4. Makmum bergerak bangun dari sujud sebelum imam bangun, dia harus sujud lagi.[399]
Jika tempat salat makmum lebih tinggi dari tempat salat imam, dan ketinggiannya seukuran
dengan yang umum pada zaman dahulu, maka tidak apa-apa. Misalnya, imam berada di lantai
satu masjid dan makmum berada di lantai dua. Akan tetapi, jika bangunan masjid seperti
bangunan zaman sekarang yang terdiri dari beberapa tingkat, maka salat jamaahnya
bermasalah.[400]
.[401]
Beberapa Sunah dan Makruh dalam Salat Jamaah
1. Adalah sunah imam jamaah berada di depan bagian tengah dan para ulama dan orang-orang
saleh berada di barisan (shoff) pertama.
2. Adalah sunah barisan jamaah teratur rapih dan tidak sampai ada jarak antara jemaah salat
yang berdiri di setiap barisan.
3. Jika masih ada tempat kosong di barisan salat Jamaah, maka makruh berdiri sendirian di
belakang.
4. Adalah makruh jika makmum membaca bacaan-bacaan zikir salat yang sampai terdengar oleh
imam jamaah.[402]
Kesimpulan Pelajaran
1. Tidak sah salat sunah yang dikerjakan secara berjamaah kecuali salat Istisqo’ (salat memohon
hujan).
2. Setiap salat wajib harian bisa dikerjakan secara berja-maah dengan salat wajib harian lainnya.
3. Salat qodho juga bisa dikerjakan secara berjamaah.
4. Minimalnya, pelaku salat Jamaah terdiri dari dua orang kecuali salat Jum’at, salai Id; Fitri dan
Adha.
5. Cara-cara mengikuti imam jamaah:
a. Dalam bacaan:
§ Takbirotul ihrom: tidak boleh dibaca sebelum atau seiring dengan imam.
§ Selain takbirotul ihrom: boleh mendahului atau tertinggal imam.
b. Dalam amalan (gerakan):
§ Mendahului: tidak boleh.
§ Tertinggal: boleh selama tidak ada jeda waktu yang lama.
6. Jika makmum dapat mengejar rukuk imam, jamaahnya sah sekalipun imam telah selesai
membaca zikir rukuk.
7. Jika makmum mendahului imam karena lupa:
a. Bergerak rukuk: harus bangun dari rukuk dan rukuk lagi bersama imam.
b. Bergerak bangun dari rukuk: harus rukuk lagi.
c. Bergerak sujud: harus bangun dari sujud dan kembali sujud bersama imam. Kalaupun dia
tidak bangun dari sujud, salatnya tetap sah.
d. Bergerak bangun dari rukuk: harus kembali sujud.
8. Tidak apa-apa jika tempat salat makmum lebih tinggi dari tempat salat imam.
Pertanyaan:
1 Musafir yang salatnya harus qashr; apakah salat Asarnya bisa dikerjakan secara berjamaah
dengan salat Zuhur imam pada dua rakaat (3 & 4) Zuhur yang terakhir?
2. Apakah makmum boleh bergerak rukuk atau sujud sebelum imam bergerak rukuk atau
sujud?
3. Apa tugas makmum jika dia bangun dari sujud dan melihat imam masih dalam keadaan
sujud?
4. Apa tugas makmum jika pada rakaat pertama salat Jum’at dia—karena lupa—rukuk sebelum
qunut?
5. Salat sunah apakah yang bisa dikerjakan secara ber-jamaah?
Pelajaran 29
SALAT JUM’AT DAN SALAT ID
SALAT JUM’AT
Salat Jum’at merupakan salah satu sarana perkumpulan mingguan kaum Muslimin. Para jemaah
salat pada hari Jum’at bisa mengerjakan salat Jum’at sebagai ganti dari salat Zuhur.[403]
.[404]
Pentingnya Salat Jum’at
Imam Khomeini ra. dalam tulisannya tentang pentingnya salat Jum’at mengatakan: ‘Salat Jum’at
dan dua khotbahnya merupakan peringatan hari besar bagi kaum Muslimin seperti musim haji
dan hari raya Idul Fitri serta hari raya Idul Adha. Sayangnya, kaum Muslimin telah lengah dan
tidak sadar akan pentingnya tugas ibadah-politik ini. Padahal, dengan sedikit pengetahuan dan
perhatian ter-hadap hukum kenegaraan, politik, sosial dan ekonomi Islam, seseorang akan
memahami bahwa Islam adalah agama politik. Seorang yang beranggapan bahwa agama terpisah
dari politik adalah orang bid’ah yang tidak tahu Islam juga tidakmengenal politik”.[405]
Cara-cara Salat Jum’at
Kewajiban-kewajiban
Salat Jum’at terdiri dari dua rakaat seperti halnya salat Subuh. Bedanya, dalam salat Jum’at
terdapat dua khotbah yang disampaikan oleh imam salat, tepatnya sebelum pelak-sanaan salat
Jum’at.
Sunah-sunah
1. Membaca Al-Fatihah dan surah yang lain dengan suara keras (dilakukan oleh imam salat).[406]
2. Membaca surah Al-Jumu’ah setelah bacaan Al-Fatihah pada rakaat pertama (dilakukan oleh
imam salat).
3. Membaca surah Al-Munafikun setelah membaca Al-Fatihah pada rakaat kedua (dilakukan
oleh imam salat).
4. Membaca dua qunut; yang pertama pada rakaat pertama sebelum rukuk, dan yang kedua
pada rakaat kedua sete-lah rukuk.[407]
Syarat-syarat Salat Jum’at
1. Seluruh syarat yang ada pada salat Jamaah juga harus dipenuhi pada salat Jum’at.[408]
2. Harus dikerjakan secara berjamaah, dan tidak sah jika dikerjakan sendirian.
3. Salat Jum’at dikerjakan sedikitnya oleh lima orang, yak-ni satu orang sebagai imam dan empat
orang sebagaimakmum.
4. Minimalnya, jarak antara dua (tempat pelaksanaan) salat Jum’at adalah satu farsakh.[409]
Tugas Imam Salat Jum’at dalam Menyampaikan Dua Khotbah
1. Memuji Allah Swt.
2. Bersalawat atas Nabi Saw. dan para imam maksum a.s.
3. Menganjurkan masyarakat untuk bertakwa dan meng-hindari dosa dan maksiat.
4. Membaca surah pendek dari Al-Quran.
5. Meminta ampunan kepada Allah Swt. untuk kaum muk-minin; laki-lakimaupun perempuan.[410]
Hal-hal yang Sepatutnya Disampaikan dalam Dua Khotbah[411]
1. Masalah-masalah yang diperlukan oleh kaum Muslimin sekaitan dengan urusan dunia
maupun akhirat.
2. Membicarakan situasi dunia terkini, baik yang meng-untungkan atau yang membahayakan
bangsa.
3. Membicarakan masalah politik dan ekonomi yang ber-pengaruh pada kemerdekaan dan
kemandirian kaum Muslimin dan berbagai cara interaksi dengan seluruh masyarakat dunia.
4. Membicarakan ikut campur negara-negara zalim dan penjajah dalam urusan politik dan
ekonomi kaum Muslimin yangmengakibatkan ketertindasan mereka.[412]
Tugas Jemaah Salat Jum’at
1. Berdasarkan ihtiyath wajib, mereka harus mendengarkan khotbah salat Jum’at.
2. Berdasarkan ihtiyath mustahab, hendaknya mereka
tidak berbicara. Dan jika pembicaraan mereka menyebabkan hilangnya kesan
khotbah atau membuat membuat mereka sendiri tidak mendengarkan khotbah,
maka wajib menghentikan pembicaraan.
3. Ketika Imam Jum’at menyampaikan khotbah,
berdasar-kan ihtiyath mustahab, para jemaah hendaknya duduk menghadap ke
arah Imam Jum’at dan tidak melihat ke sekitarnya lebih dari yang
diizinkan dalam salat.[413]
* * *
SALAT ID
Salat Id; Fitri dan Adul adalah sunah.
Waktu Salat Id
1. Waktu salat Id dari matahari terbit sampai tergelincir.[414]
2. Sunah mengerjakan salat Id Adha setelah matahari terbit.
3. Sunah memakan atau meminum sesuatu pada saat matahari telah terbit, lalu mengeluarkan zakat Fitrah[415]
, kemudian mengerjakan salat Id[416]
.[417]
Cara-cara Salat Id
Salat Id; Fitri dan Adha, terdiri dari dua rakaat dan sembilan qunut, dan dikerjakan sebagai
berikut:
1. Pada rakaat pertama: setelah membaca Al-Fatihah dan surah, bertakbir lima kali, dan setelah
setiap takbir bacalah qunut. Hingga seusai qunut yang kelima, ber-takbir lalu rukuk kemudian
sujud dua kali.
2. Pada rakaat kedua: setelah membaca Al-Fatihah dan surah, bertakbirlah empat kali, dan
setelah setiap takbir bacalah qunut. Hingga seusai qunut yang keempat, bertakbir lalu rukuk
kemudian sujud dua kali, lalu membaca tasyahud dan salam.
3. Pada qunut salat Id, membaca doa apa saja sudah cukup. Akan tetapi, dengan mengharap
pahala, sebaiknya membaca doa ini:
اللهم اهل الکبریاء و الغظمه و اهل الجود و الجبروت و
اهل العفو و الرحمه و اهل التقوی و المغفره اسألک بحق هذا الیوم الذی جعلته
للمسلمین عیدا و لمحمد صلی الله علیه و آله ذخرا و شرفا و مزیدا ان تصلی
علی محمد و آل محمد و ان تدخلنی فی کل خیر ادخلت فیه محمدا و آل محمد و ان
تخرجنی من کل سوء اخرجت منه محمدا و آل محمد صلواتک علیه و علیهم اللهم انی
اسألک خیر ما سدلک به عبادک الصالحون و اعوذ بک مما استعاذ منه عبادک
المخلصون
.
Kesimpulan Pelajaran
1. Salat Jum’at dikerjakan pada hari Jum’at sebagai ganti salat Zuhur.
2. Salat Jum’at terdiri dari dua rakaat, dan wajib didahului oleh dua khotbah.
3. Syarat-syarat salat Jum’at antara lain:
a. Semua syarat yang berlaku pada salat Jamaah.
b. Harus dikerjakan secara berjamaah.
c. Minimalnya, didirikan oleh lima orang.
d. Minimalnya, jarak antara dua tempat pelaksanaan salat Jum’at adalah satu farsakh.
4. Khatib Jum’at—selain membaca khotbah; memuji Allah swt., bersalawat atas Nabi Saw. dan
para imam maksum a.s.—hendaknya menyerukan masyarakat agar bertakwa dan menjauhi
dosa serta membaca surah pendek dari Al-Quran.
5. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya para makmum mendengarkan khotbah ketika
disampaikan, dan sunah menghindari pembicaraan.
6. Salat Id terdiri dari dua rakaat dan memiliki sembilan qunut.
7. Pada rakaat pertama salat Id, setelah membaca Al-Fatihah membaca enam takbir dan lima
qunut, Pada rakaat kedua empat qunut dan lima takbir.
Pertanyaan:
1. Sebutkan perbedaan salat Zuhur dengan salat Jum’at!
2. Minimalnya, berapakah makmum dalam salat Jum’at?
3. Dengan merujuk pelajaran yang lalu, sebutkan syarat-syarat imam salat Jamaah yang juga
berlaku pada imam Jum’at!
4. Apa pandangan Imam Khomeini ra. tentang orang yang beranggapan bahwa agama terpisah
dari politik?
5. Berapa kali takbir dan qunut dalam Salat Id?
Pelajaran 30
SALATAYAT DAN SALAT-SALAT SUNAH
SALAT AYAT
Salah satu dari salat-salat wajib adalah salat ayat. Ia menjadi wajib disebabkan peristiwa yang
terjadi di langit maupun di bumi seperti:
§ Gempa bumi
§ Gerhana bulan (khusuf)
§ Gerhana matahari (kusuf)
§ Petir, halilintar dan angin kuning serta merah dan semacamnya yang menakutkan masyarakat
umum.[418]
.[419]
Cara-cara Salat Ayat
1. Salat Ayat terdiri dari dua rakaat, dan setiap rakaatnya memiliki lima rukuk.
2. Dalam salat Ayat, setiap sebelum rukuk membaca surah Al-Fatihah dan surah, dan dengan
demikian dalam dua rakaat membaca sepuluh Al-Fatihah dan sepuluh surah. Akan tetapi,
satu surah bisa dibagi menjadi lima bagian dan setiap bagian dibaca sebelum rukuk, dan
dengan begini dalam dua rakaat membaca dua Al-Fatihah dan dua surah.
Rakaat Pertama
Membaca Al-Fatihah dan Bismillahirrohmanirrohim kemu-dian rukuk, lalu bangun dan membaca
ayat pertama surah Al-Ikhlas kemudian rukuk, lalu bangun dan membaca ayat kedua surah Al-
Ikhlas, lalu bangun dan membaca ayat ketiga surah Al-Ikhlas kemudian rukuk, lalu bangun dan
membaca ayat keempat surah Al-Ikhlas kemudian rukuk, lalu bangun dan sujud dua kali
kemudian bangun berdiri untuk rakaat kedua.
Rakaat Kedua
Rakaat kedua seperti rakaat pertama kemudian membaca tasyahud dan salam.[420]
Hukum-hukum Salat Ayat
1. Jika terjadi suatu kejadian yang menyebabkan wajibnya salat Ayat di satu kota, maka hanya
penduduk kota itu—tidak penduduk kota lain—yang wajib menger-jakan salat Ayat.[421]
2. Jika pada satu rakaat membaca lima kali Al-Fatihah dan surah, lalu pada rakaat lainnya
membaca satu kali Al-Fatihah dan satu surah yang dibagi menjadi lima bagian, maka salat
Ayatnya sah.[422]
3. Sunah membaca qunut sebelum rukuk yang kedua, keempat, keenam, kedelapan dan
kesepuluh. Dan hanya membaca satu qunut sebelum rukuk kesepuluh sudah mecukupi
(sunah).[423]
4. Setiap rukuk dalam salat Ayat adalah rukun; jika sengaja atau lupa dikurangi atau dilebihi,
salatnya batal.[424]
5. Salat Ayat bisa dikerjakan secara berjamaah, dan dalam kondisi ini, yang membaca Al-Fatihah
dan surah hanya imam jamaah.[425]
* * *
SALAT-SALAT SUNAH
1. Salat sunah disebut juga dengan nafilah.
2. Salat sunah macamnya banyak sekali, tetapi di sini kita akan belajar salat-salat sunah yang
lebih penting.[426]
Salat Tahajud (Salat Malam)
Salat Tahajud dikerjakan dalam 11 rakaat, yaitu demikian:
Dua rakaat dengan niat nafilah malam.
Dua rakaat dengan niat nafilah malam.
Dua rakaat dengan niat nafilah malam.
Dua rakaat dengan niat nafilah malam.
Dua rakaat dengan niat nafilah syafa’.
Satu rakaat dengan niat nafilah witir.[427]
Waktu Salat Tahajud
1. Waktu salat Tahajud yaitu dari pertengahan malam sampai azan Subuh, dan lebih baik
dikerjakan ketika mendekati azan Subuh.[428]
2. Seorang musafir atau orang yang baginya susah untuk mengerjakan salat Tahajud setelah
pertengahan malam, bisa mengerjakannya di permulaan malam.[429]
Salat Nafilah Harian
Salat wajib harian (sehari-semalam) ada 17 rakaat dan me-miliki nafilah sebanyak 23 rakaat yang
sunah dikerjakan. Di antara nafilah itu adalah nafilah salat Subuh yang diker-jakan sebelum salat
Subuh dan pahalanya sangat besar.[430]
Salat Ghufailah
Salat sunah lainnya adalah salat Ghufailah yang dikerjakan setelah salatMaghrib.
Cara Salat Ghufailah
Salat Ghufailah terdiri dari dua rakaat, dan pada rakaat pertama setelah membaca Al-Fatihah
hendaknya membaca ayat ini sebagai ganti surah:[431]
و ذا النون اذ ذهب مغاضبا فظن ان لن نقدر علیه فنادی فی
الظلمات ان لا اله الا انت سبحانک انی کنت من الظالمین فاستجبنا له و
نجیناه من الغم و کذالک ننجی المؤمنین
Dan pada rakaat kedua, setelah membaca Al-Fatihah hen-daknya membaca ayat ini sebagai ganti
surah:
و عنده مفاتیح الغیب لا یعلمها الا هو و یعلم ما فی البر
و البحر و ما تسقط من ورقة الا یعلمها و لا حبة فی ظلمات الارض و لا رطب و
لا یابس الا فی کتاب مبین
.
Dan untuk qunut salat Ghufailah, bisa membaca doa ini:
اللهم انی اسألک بمفاتیح الغیب التی لا یعلمها الا ان تصلی علی محمد و آل محمد و ان تغفر لی ذنوبی
[432]اللهم انت ولی نعمتی و القادر علی طلبتی تعلم حاجتی فأسألک بحق محمد و آل محمد علیه و علیهم السلام لما قضیتها لی
.
Kesimpulan Pelajaran
1. Jika terjadi gempa bumi atau gerhana bulan atau ger-hana matahari, maka salat Ayat menjadi
wajib.
2. Jika terjadi petir dan kilat atau angin kuning dan merah dan mayoritas masyarakat merasakan
ketakutan, maka mereka wajib mengerjakan salat Ayat.
3. Salat ayat terdiri dari dua ayat dan setiap rakaat memi-liki lima rukuk.
4. Dalam setiap rakaat dari salat Ayat, bisa membaca lima Al-Fatihah dan lima surah secara
sempurna, atau bisa membagi surah menjadi lima bagian dan setiap bagi-annya dibaca
sebelum rukuk.
5. Jika dalam sebuah kota terjadi sebab-sebab wajibnya salat Ayat, maka salat Ayat hanya wajib
atas penduduk kota tersebut.
6. Setiap rukuk dari salat Ayat merupakan rukun, maka dengan mengurangi atau
menambahinya, salat menjadi batal.
7. Salat Ayat bisa dikerjakan secara berjamaah.
8. Di antara salat-salat sunah adalah salat Tahajud, salat Ghufailah dan salat nafilah harian.
Pertanyaan:
1. Apakah kamu bisa menjelaskan kenapa salat yang di-kerjakan karena terjadi gempa dan
semacamnya disebut dengan salat Ayat?
2. Salat Ayat memiliki berapa rukuk dan berapa qunut?
3. Coba kerjakan salat Ayat dengan membagi surah men-jadi lima bagian!
4. berapakah semua rukun salat Ayat dari awal sampai akhir?
5. Apakah kamu bisa menyebutkan nama salat yang satu rakaat?
6. Berapa jumlah salat nafilah harian beserta salat Tahajud? Dan apa kaitannya dengan jumlah
rakaat salat wajib harian?
Pelajaran 31
PUASA
Definisi Puasa
Satu dari sekian kewajiban dan ritual tahunan dalam Islam untuk membina jiwa seseorang adalah
puasa. Puasa ialah meninggalkan hal-hal—yang akan tiba penjelasannya—dari azan Subuh
sampai Maghrib untuk menaati perintah Allah. Untuk mengenal hukum-hukum puasa, pertamatama
kita harus mengenal macam-macamnya.
Macam-macam Puasa
1. Puasa wajib
2. Puasa haram
3. Puasa sunah
4. Puasa makruh
Puasa-puasa Wajib
1. Puasa bulan Ramadhan.
2. Puasa qodho.
3. Puasa kaffarah.[433]
4. Puasa karena nazar.
5. Puasa qodho ayah[434]
yang wajib atas anak lelaki terbesar.[435]
Puasa-Puasa Haram
· Puasa pada hari raya Idul Fitri (hari pertama dari bulan Syawal).
· Puasa pada hari raya Idul Adha (hari kesepuluh dari bulan Zulhijah).
· Puasa sunah seorang anak yangmembuat orang tua ter-ganggu.
· Puasa sunah seorang anak yang dilarang oleh orang tuanya (berdasarkan ihtiyath wajib).[436]
Puasa-puasa Sunah
Berpuasa pada hari-hari dalam setahun—selain puasa-puasa haram dan makruh—adalah sunah.
Akan tetapi, ada hari-hari tertentu yang lebih ditekankan dan dianjurkan, antara lain:
· Setiap hari Senin dan hari Jum’at.
· Hari diutusnya Muhammad Saw. sebagai nabi (27 Rajab).
· Hari raya Ghadir (18 Zulhijah).
· Hari kelahiran NabiMuhammad Saw. (17 Rabi’ul Awal).
· Hari Arafah (9 Zulhijah), selama puasa tidak menjadi kendala dalam membaca doa-doa hari
itu.
· Sepanjang bulan Rajab dan bulan Syaban.
· Tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.[437]
Puasa-puasa Makruh
· Puasa tamu tanpa seizin tuan rumah.
· Puasa tamu yang dilarang tuan rumah.
· Puasa anak tanpa seizin ayahnya.
· Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharam).
· Puasa hari Arafah jika menjadi penghalang untukmem-baca doa-doa hari itu.
· Puasa seseorang pada hari yang dia tidak tahu apakah itu hari Arafah atau hari raya Idul
Adha.[438]
Niat Puasa
1. Puasa termasuk ibadah dan harus dikerjakan dalam rangka melaksanakan perintah Allah
Swt.[439]
2. Seseorang bisa berniat pada setiap malam bulan Rama-dhan untuk puasa esok harinya, dan
lebih baik berniat pada malam pertama bulan Ramadhan untuk puasa sebulan penuh.[440]
3. Pada puasa wajib, niat puasa tidak boleh terlambat sampai azan Subuh tanpa uzur.[441]
4. Pada puasa wajib, jika karena ada uzur—seperti lupa atau bepergian—tidak berniat puasa,
maka selama tidak mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa, bisa berniat untuk puasa
sebelum waktu Zuhur tiba.[442]
5. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata, bahkan sudah cukup sebatas kesadaran untuk
tidak me-ngerjakan hal-hal yang membatalkan puasa dari Subuh sampai Maghrib demi
melaksanakan perintah Allah Swt.[443]
Kesimpulan Pelajaran
1. Waktu puasa dimulai dari azan Subuh sampaiMaghrib.
2. Puasa bulan Ramadhan, puasa qodho, puasa kaffarah dan puasa nazar termasuk puasa-puasa
wajib.
3. Puasa qodho ayah, setelah meninggalnya, adalah wajib atas anak lelaki terbesar.
4. Puasa hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha serta puasa sunah anak yang menyebabkan
terusiknya kedua orang tua adalah haram.
5. Berpuasa pada hari-hari dalam setahun selain puasa-puasa haram dam makruh adalah sunah.
Akan tetapi, terdapat hari-hari yang lebih ditekankan seperti:
a. Setiap hari Kamis dan Jum’at.
b. Hari kelahiran dan hari pengangkatan Muhammad Saw. sebagai nabi dan utusan Allah
Swt.
c. Hari kesembilan dan kedelapan belas Zulhijah (hari Arafah dan hari raya Ghadir).
6. Puasa sunah anak tanpa seizin ayahnya adalah makruh.
7. Pada bulan Ramadhan, bisa berniat pada setiap malam untuk puasa esok harinya, dan lebih
baik berniat pada malam pertama bulan Ramadhan untuk puasa sebulan penuh.
Pertanyaan:
1. Apa hukum berpuasa pada hari-hari ini; 10 Muharam, 10 Zulhijah, 9 Zulhijah dan pertama
Syawal?
2. Apakah seorang anak boleh berpuasa jika ayahnya mengatakan kepadanya bahwa besok
jangan berpuasa?
3. Jika setelah Subuh seseorang bangun dari tidur, apakah dia bisa berniat puasa?
Pelajaran 32
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA (1)
Pelaku puasa dari azan Subuh sampai Maghrib harus menghindari hal-hal yang bisa
membatalkan salat, antara lain:
· Makan dan minum.
· Memasukkan debu tebal sampai ke tenggorokan.
· Merendam seluruh kepala ke dalam air.
· Muntah.
· Berhubungan seks.
· Istimna’ (onani).
· Membiarkan diri dalam keadaan junub sampai azan Subuh.[444]
Hukum-hukum Hal yang Membatalkan Puasa
· Makan dan Minum
1. Jika pelaku puasa sengaja memakan atau meminum sesuatu, maka puasanya batal.[445]
2. Jika pelaku puasa sengaja menelan sisa makanan yang ada di sela-sela gusi, maka puasanya
batal.[446]
3. Menelan ludah tidakmembatalkan puasa walaupun banyak.[447]
4. Jika pelaku puasa karena lupa (tidak tahu kalau dirinya lagi puasa) memakan atau meminum
sesuatu, puasanya tidak batal.[448]
5. Seseorang tidak boleh membatalkan puasanya karena lemas, tetapi jika karena lemas dia tidak
sanggup lagi, maka boleh membatalkan puasanya.[449]
· Suntik
Jika bukan sebagai pengganti makanan, suntikan tidak-lah membatalkan puasa,[450]
sekalipun
menjadikan bagian anggota badannya terbius.[451]
· Memasukkan Debu Tebal ke Tenggorokan
1. Jika pelaku puasa memasukkan debu tebal ke tenggorokan, puasanya batal,[452]
baik debu
makanan, seperti tepung atau selain makanan, seperti tanah.
2. Puasa tidak batal pada beberapa hal di bawah ini:
a. Debu tidak tebal.
b. Tidak sampai ke tenggorokan, tetapi hanya sampai di dalam mulut.
c. Masuk ke tenggorokan tanpa disengaja.
d. Tidak tahu kalau dalam keadaan berpuasa.
e. Ragu sampai atau tidaknya debu tebal ke teng-gorokan.[453]
· Merendam Seluruh Kepala di dalam Air
1. Jika pelaku puasa sengaja memasukkan kepala ke dalam air mutlak[454]
maka puasanya batal.
2. Puasa tidak batal pada beberapa hal di bawah ini:
a. Lupa merendam kepala ke dalam air.
b. Merendam sebagian kepala ke dalam air.
c. Merendam setengah dari kepala ke dalam air ke-mudian merendamkan setengah
lainnya.
d. Jatuh ke dalam air secara tak sengaja.
e. Orang lain merendamkan kepalanya ke dalam air dengan paksa.
f. Ragu apakah seluruh kepala telah masuk ke da-lam air atau tidak.[455]
· Muntah
1. Jika pelaku puasa sengaja muntah, sekalipun karena sakit, puasanya batal.[456]
2. Jika pelaku puasa tidak tahu hari puasa atau muntah tanpa disengaja, puasanya tidak
batal.[457]
· Istimna’ (Onani)
1. Jika pelaku salat ber-istimna’ yakni dia sendiri melakukan kebiasaan rahasia sehingga
cairan mani keluar darinya, maka puasanya batal.[458]
2. Jika mani keluar darinya tanpa disengaja, misalnya junub dalam keadaan tidur, puasanya
tidak batal.[459]
Kesimpulan Pelajaran
1. Makan dan minum, memasukkan debu tebal ke teng-gorokan, merendam kepala ke dalam air,
muntah, ber-hubungan seks, istimna’ (onani), membiarkan diri dalam keadaan junub sampai
azan Subuh, semua ini memba-talkan puasa.
2. Menelan ludah tidakmembatalkan puasa.
3. Jika seseorang memakan atau meminum sesuatu karena lupa, puasanya tidak batal.
4. Suntikan tidakmembatalkan puasa jika bukan sebagai pengganti makanan.
5. Jika debu tidak tebal atau tidak sampai ke tenggorokan atau pelaku puasa ragu apakah debu
sampai ke teng-gorokan atau tidak, puasanya tidak batal.
6. Jika seseorang lupa merendam kepala ke dalam air atau jatuh ke dalam air tanpa disengaja
atau direndamkan ke dalam air dengan paksa, maka puasanya tidak batal.
7. Jika pelaku puasa muntah tanpa disengaja atau tidak tahu hari puasa, puasanya tidak batal.
8. Jika pelaku puasa junub dalam keadaan tidur, puasanya tidak batal.
Pertanyaan:
1. Apa hukum membersihkan sisa makanan dalam mulut dengan tusuk gigi atau bersikat gigi
ketika sedang ber-puasa?
2. Apakah memakan permen karet membatalkan puasa?
3. Seseorang dalam keadaan meminum air ingat bahwa dia sedang berpuasa, apa yang harus dia
lakukan dan apa hukum puasanya?
4. Merokok termasuk bagian yangmana dari hal-hal yang membatalkan puasa?
5. Apa hukumnya berenang dalam keadaan berpuasa?
Pelajaran 33
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA (2)
· Membiarkan diri dalam Keadaan Junub Sampai Azan Subuh
Jika orang junub sampai azan Subuh belum mandi atau jika tugasnya itu tayamum lalu dia belum
juga bertayamum, maka pada beberapa keadaan puasanya batal:
1. Jika sampai azan Subuh sengaja tidak mandi atau jika tugasnya itu tayamum ternyata belum
bertayamum:
a. Pada puasa Ramadhan dan puasa qodho, puasanya batal.
b. Pada selain puasa Ramadhan dan puasa qodho, pua-sanya tidak batal.
2. Jika lupa tidakmandi atau tidak bertayamum dan ingat setelah sehari atau beberapa hari:
a. Pada puasa Ramadhan, puasanya pada hari-hari itu harus di-qodho.
b. Pada puasa qodho Ramadhan, berdasarkan ihtiyath wajib, puasanya pada hari-hari itu harus
di-qodho.[460]
c. Pada selain puasa Ramadhan dan qodho-nya seperti puasa nazar atau puasa kaffarah,
puasanya sah.[461]
3. Jika pelaku puasa dalam kondisi tidur junub, dia tidak wajib langsung mandi dan puasanya sah.[462]
4. Jika orang junub pada malam bulan Ramadhan tahu bahwa dia tidak bisa bangun sebelum
Subuh untuk mandi, maka dia tidak boleh tidur, dan jika dia tidur dan tidak bisa bangun,
maka puasanya batal.[463]
Hal-hal Makruh bagi Pelaku Puasa
1. Melakukan sesuatu yangmenyebabkan badannya jadi lemas seperti donor darah.
2. Mencium tumbuhan yang berbau harum, tetapi memakai parfum tidakmakruh.
3. Membasahi pakaian yang dipakai.
4. Bersikat gigi dengan kayu yang basah.[464]
* * *
PUASAN QODHO DAN KAFFARAH PUASA (1)
1. Puasa Qodho
Jika seseorang tidak berpuasa pada waktunya, maka dia harus berpuasa pada hari lain sebagai
gantinya. Oleh karena itu, puasa yang dikerjakan setelah habis waktunya disebut dengan puasa
qodho.
2. Kaffarah Puasa
Kaffarah adalah sangsi yang ditetapkan karena membatalkan puasa, yaitu:
a. Membebaskan seorang budak.
b. Berpuasa selama dua bulan, dan 31 hari dari dua bulan ini harus dilaksanakan secara
berturut-turut.
c. Memberi makan 60 orang fakir atau memberi satu mud[465]
makanan kepada masing-masing
darimereka.
Orang yang wajib kaffarah atasnya harus melaksanakan salah satu dari tiga di atas. Akan tetapi
karena budak pada zaman sekarang menurut fikih tidak dapat ditemukan, maka dia melakukan
yang kedua atau ketiga. Jika dia tidak mampu melaksanakan satu pun dari tiga di atas,
hendaknya mem-beri makanan kepada fakir sebatas kemampuannya. Dan jika ini pun tidak
mampu, hendaknya dia beristigfar.[466]
Pada beberapa hal di bawah ini, melakukan puasa qodho adalah wajib tetapi tidak ada kaffarah-nya:
1. Sengaja muntah.[467]
2. Pada bulan Ramadhan lupa tidak mandi janabah lalu berpuasa selama satu hari atau beberapa
hari dalam keadaan junub.
3. Pada bulan Ramadhan melakukan sesuatu yang mem-batalkan puasa—seperti minum air—
tanpa memeriksa terlebih dahulu; apakah sudah Subuh atau belum, kemudian tahu bahwa
ketika itu sudah Subuh.
4. Ada orang mengatakan bahwa belum Subuh dan atas dasar perkataannya pelaku puasa
melakukan sesuatu yangmembatalkan puasa, kemudian tahu bahwa ketika itu sudah Subuh.
5. Jika sengaja tidak berpuasa pada puasa bulan Rama-dhan atau sengaja membatalkannya,
maka wajib melak-sanakan puasa qodho dan melakukan kaffarah.[468]
Kesimpulan Pelajaran
1. Jika orang yang junub—pada puasa bulan Ramadhan dan puasa qodho—sengaja tidak mandi
sampai azan subuh, atau jika tugasnya adalah tayamum dan dia tidak bertayamum, maka
puasanya batal.
2. Jika pada puasa bulan Ramadhan lupa sehingga tidak mandi atau tidak bertayamum, dan
setelah sehari atau beberapa hari dia baru ingat, maka dia harus meng-qodho puasa-puasanya
pada hari-hari lupa itu.
3. Jika seseorang junub di siang hari dalam kondisi tidur, dia tidak wajib langsung mandi dan
puasanya sah.
4. Jika orang yang junub pada malam bulan Ramadhan tahu bahwa kalau dia tidur tidak bisa
bangun sebelum Subuh untuk mandi, maka dia tidak boleh tidur, dan jika dia tidur dan tidak
bisa bangun, maka puasanya batal.
5. Mencium tumbuhan yang harum dan membasahi pa-kaian yang dipakainya dalam keadaan
berpuasa adalah makruh.
6. Puasa setelah habis waktunya disebut dengan puasa qodho, dan sangsi karena membatalkan
puasa disebut de-ngan kaffarah.
7. Orang yang wajib melakukan kaffarah harus memer-dekakan budak, atau puasa selama dua
bulan, atau memberimakan kepada 60 orang fakir.
8. Jika sengaja muntah atau pada bulan Ramadhan lupa tidak mandi dan berpuasa sehari atau
beberapa hari tanpa mandi, maka harus meng-qodho puasa-puasanya pada hari-hari itu akan
tetapi tanpa kaffarah.
9. Jika seseorang makan tanpa memeriksa terlebih dahulu kemudian tahu bahwa dia makan
ketika Subuh sudah tiba, maka puasanya batal dan harus meng-qodho-nya tetapi tanpa kaffarah.
10. Jika sengaja tidak berpuasa Ramadhan, maka selain ha-rus meng-qodho puasa juga harus
menunaikan kaffarah.
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan antara puasa qodho dan kaffarah puasa?
2. Apa hukum puasa seseorang yang junub jika pada pu-asa sunah dia tidak mandi sampai azan
Subuh?
3. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang bangun dari tidur dan tidak memiliki waktu
untukmandi ja-nabah?
4. Apa hukum memakai wangi-wangian dalam keadaan berpuasa?
5. Seseorang yang jam dindingnya terlambat, lalu dia makan sahur sesuai dengan waktu jamnya
itu, kemu-dian tahu bahwa dia makan sahur setelah azan Subuh, apa tugasnya sekaitan
dengan qodho dan kaffarah?
Pelajaran 34
PUASA QODHO DAN KAFFARAH PUASA, PUASA MUSAFIR
DAN ZAKAT FITRAH
PUASA QODHO DAN KAFFARAH PUASA (2)[469]
Beberapa Hukum
1. Puasa qodho tidak harus dikerjakan langsung, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib[470]
harus
dikerjakan sebelum tiba bulan Ramadhan tahun depan.[471]
2. Jika seseorang punya puasa qodho untuk beberapa bulan Ramadhan, maka tidak apa-apa
mendahulukan puasa qodho bulan Ramadhan yang mana saja. Akan tetapi, jika waktu mengqodho
puasa bulan Ramadhan yang terakhir sempit—misalnya punya sepuluh hari puasa
qodho dari bulan Ramadhan tahun lalu, sementara sepuluh hari lagi bulan Ramadhan tahun ini
tiba, dia harus[472]
meng-qodho puasa sepuluh hari dari bulan Ramadhan tahun lalu.[473]
3. Seseorang tidak boleh meremehkan pelaksanaan kaffarah akan tetapi tidak harus langsung melaksanakan.[474]
4. Jika kaffarah wajub atas seseorang dan sudah
bertahun-tahun belum melaksanakannya, kaffarah-nya tetap sedia kala dan
tidak bertambah.[475]
5. Jika tidak berpuasa karena uzur bepergian, dan setelah bulan Ramadhan tidak ada uzur lagi,
akan tetapi sengaja tidak meng-qodho puasanya sampai bulan Ramadhan tahun berikutnya,
maka selain harus meng-qodho juga harus mengeluarkan satu mud (750 gram) makanan untuk
setiap hari puasa qodho-nya kepada fakir.[476]
6. Jika membatalkan puasa dengan perbuatan haram seperti istimna’, maka berdasarkan ihtiyath
wajib[477]
dia harus melaksanakan seluruh kaffarah; yakni memerde-kakan seorang budak, puasa
dua bulan dan memberi makan enam puluh orang fakir. Jika dia tidak mampu membayar
ketiga-tiganya, maka harus melaksanakan salah satunya yang dia mampu.[478]
Pada beberapa hal di bawah ini, tidak ada kewajiban qodho juga kewajiban kaffarah:
1. Puasa-puasa yang tidak dikerjakan sebelum usia baligh.[479]
2. Puasa-puasa ketika dalam keadaan kafir bagi orang yang baru masuk Islam, yakni jika
seorang kafir masuk Islam, dia tidak wajib meng-qodho puasa-puasa yang ditinggalkannyaa
pada masa kekafirannya.[480]
3. Orang tua yang tidak bisa berpuasa karena
usianya yang sudah lanjut dan setelah bulan Ramadhan juga tidak mampu
meng-qodho puasanya[481]
. Namun, jika puasa itu berat dan susah bagi dirinya, maka untuk setiap harinya dia harus mengeluarkan satu mud (750 gram)
makanan untuk orang fakir.[482]
Puasa Qodho Ayah dan Ibu
Setelah wafat ayah, anak lelaki terbesar harus mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ayahnya,
dan berdasarkan ihtiyath mustahab[483]
juga salat qodho dan puasa qodho ibunya.[484]
* * *
PUASA MUSAFIR
Musafir yang harus meng-qoshr salat yang empat rakaatnya menjadi dua rakaat tidak boleh
berpuasa. Akan tetapi dia harus mengerjakan puasa qodho. Adapun musafir yang harus
mengerjakan salat yang empat rakaatnya secara tamam (sempurna)—seperti musafir yang
pekerjaannya adalah bepergian—maka dia harus berpuasa.[485]
Hukum Puasa Musafir
· Dalam kondisi pergi:
1. Pergi sebelum Zuhur: maka ketika sampai di haddu tarakhus, puasanya batal. Akan tetapi
jika sebelum sampai haddu tarakhus[486]
dia membatalkan puasanya, berdasarkan ihtiyath
wajib harus membayar kaffarah.[487]
2. Pergi setelah Zuhur: maka puasanya sah dan tidak boleh membatalkannya.
· Dalam kondisi pulang:
1. Sebelum Zuhur dia sampai di tempat tinggalnya atau di tempat yang dia berniat tinggal
sepuluh hari di situ:
a. Jika dia tidak mengerjakan hal-hal yang memba-talkan puasa, maka harus
melanjutkan puasanya dan puasanya sah.
b. Dia telah mengerjakan hal-hal yang membatal-kan puasa, maka dia tidak wajib
berpuasa pada hari itu, akan tetapi harus meng-qodho-nya.
2. Setelah Zuhur dia sampai di tempat tinggalnya, maka puasanya batal dan harus mengqodho-
nya.[488]
Catatan: bepergian pada bulan Ramadhan tidak apa-apa. Akan tetapi, jika untuk menghindar
dari kewajiban puasa, maka hukum bepergian pada bulan itu adalah makruh.[489]
* * *
ZAKAT FITRAH
Seusai bulan suci Ramadhan, yakni pada hari raya Idul Fitri (1 Syawal) harus memberikan sedikit
hartanya kepada orang fakir sebagai zakat Fitrah.
Ukuran Zakat Fitrah
Untuk diri sendiri dan orang yang menjadi tanggungannya seperti istri dan anak, zakat Fitrah
setiap orang darimereka adalah 3 kg.[490]
Bahan Zakat Fitrah
Bahan yang dikeluarkan sebagai zakat Fitrah antara lain gandum, juw (sejenis gandum), kurma,
kismis, beras, ja-gung dan semacamnya. Juga boleh mengeluarkan uang senilai satu dari bahanbahan
itu sebagai zakat Fitrah.[491]
Kesimpulan Pelajaran
1. Berdasarkan ihtiyath wajib, puasa qodho bulan Ramadhan harus dikerjakan sebelum tiba
Ramadhan tahun berikut.
2. Jika punya puasa qodho beberapa bulan Ramadhan, bo-leh mengerjakan qodho-nya yang mana
saja, kecuali jika waktu untuk mengerjakan qodho tahun tidak tersisa lagi.
3. Jika menunda-nunda pelaksanaan kaffarah sampai ber-tahun-tahun, kaffarah-nya tetap sedia
kala dan tidak bertambah.
4. Jika tanpa uzur tidak meng-qodho puasa bulan Rama-dhan tahun lalu sampai bulan Ramadhan
berikutnya, maka selain harus meng-qodho juga harus mengeluarkan 750 gram makanan
kepada orang fakir untuk setiap harinya.
5. Jika membatalkan puasa dengan perbuatan haram, ma-ka harus melaksanakan kaffarah ketigatiganya.
6. Tidak ada qodho untuk puasa-puasa sebelum usia baligh dan puasa-puasa pada masa kafir
bagi orang yang baru masuk Islam.
7. Anak lelaki terbesar harus mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ayahnya setelah wafat
ayahnya.
8. Puasa menjadi batal pada bepergian yang mewajibkan salat qashr.
9. Puasa musafir yang pergi setelah Zuhur adalah sah.
10. Jika sebelum zuhur musafir sampai di tempat tinggalnya atau sampai di tempat yang berniat
tinggal sepuluh hari di sana, maka selama dia tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan
puasa harus melanjutkan puasanya dan puasanya sah.
Pertanyaan:
1. Jelaskan waktu-waktu meng-qodho puasa Ramadhan!
2. Jelaskan waktu kaffarah puasa!
3. Apa tugas seseorang yang sampai Ramadhan tahun berikutnya masih belum mengerjakan
qodho puasanya?
4. Apa tugas orang lelaki yang tidakmampu berpuasa karena usianya yang sudah lanjut?
5. Jika anak lelaki terbesar meninggal dunia, maka puasa qodho ayahnya menjadi tanggungan
siapa?
6. Siapa saja yang harus tetap berpuasa dalam bepergian?
Pelajaran 35
KHUMUS
Salah satu dari tugas-tugas ekonomi kaum muslimin adalah mengeluarkan khumus. Yakni pada
beberapa perkara, se-perlima dari hartanya harus diserahkan kepada pemimpin syar’i untuk
penggunaan yang sudah ditentukan.
Tujuh Hal yang Wajib Dikeluarkan Khumusnya
1. Apa yang diperoleh lebih dari biaya hidup setahun (hasil usaha).
2. Tambang.
3. Harta karun.
4. Harta rampasan perang.
5. Perhiasan yang didapatkan dari menyelam ke dalam laut.
6. Harta halal yang bercampur dengan harta haram.
7. Tanah yang dibeli kafir zimmi[492]
dari orang Muslim.[493]
Mengeluarkan khumus merupakan kewajiban sebagaimana salat dan puasa. Maka, setiap orang
baligh dan berakal yang memiliki salah satu dari tujuh hal di atas harus mengkhu-musinya
(mengeluarkan khumusnya).
Pada awal usia baligh, seseorang yang peduli pada kewajiban salat dan puasa juga harus pada
kewajiban me-ngeluarkan khumus dan zakat. Oleh karena itu, perlu sekali mengetahui masalahmasalahnya
sebatas kebutuhan. Pada pelajaran ini, kita hanya membahas salah satu dari tujuh hal
yang diwajibkan khumusnya dan menyangkut seluruh lapi-san masyarakat, yaitu khumus dari
sesuatu yang diperoleh seseorang dan melebihi biaya hidup dirinya dan keluar-ganya.
Agar lebih jelas, kita harus menjawab dua pertanyaan ini: pertama, apa maksud dari biaya
hidup setahun? Kedua, apakah satu tahun itu dihitung berdasarkan penanggalan Hijriyah dan
bulan-bulan Qomariyah ataukah penanggalan Masehi dan bulan-bulan Syamsiyah? Lalu, bulan
apakah sebagai permulaan tahun tersebut?
Biaya Setahun
Islam sangat menghargai usaha dan hasil seseorang dan amat mengutamakan kebutuhan
hidupnya daripada penge-luaran khumus. Oleh karena itu, dalam satu tahun, setiap orang bisa
memenuhi kebutuhannya dari hasil usahanya, dan di akhir tahun, jika tak ada lagi yang tersisa
darinya, dia tidak wajib mengeluarkan khumus. Akan tetapi, setelah dia dapat hidup sesuai
dengan standar kecukupan dan kebutu-hannya—yakni tidak berlebih-lebihan juga tidak irit, lalu
jika di akhir tahun ada kelebihan dari biaya hidup setahun, maka 1/5 dari kelebihan itu
dikeluarkan sebagai khumus dan sisanya disimpan untuk dirinya sendiri.
Dengan demikian maksud dari biaya hidup adalah segala macam kebutuhan yang diperlukan
dalam hidupnya; baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya seperti:
a.Makanan dan pakaian.
b. Barang-barang dan perabot rumah tangga.
c. Alat transportasi.
d. Biaya untuk tamu.
e. Biaya untuk nikah.
f. Buku-buku yang diperlukan.
g. Biaya bepergian.
h. Hadiah yang diberikan kepada orang lain.
i. Sedekah dan nazar atau mengeluarkan kaffarah.[494]
Tahun Mengeluarkan Khumus
Orang yang baligh, sejak hari pertama usia baligh, harus mengerjakan salat, dan pada bulan
Ramadhan pertama harus berpuasa, dan setelah lewat satu tahun dari peng-hasilannya yang
pertama—jika ada kelebihan dari biaya hi-dup yang dipakai selama setahun—maka 1/5 dari
kelebihan biaya setahun itu dikeluarkan sebagai khumus.
Oleh karena itu, awal penghitungan khumus adalah penghasilan yang pertama dan akhir
tahunnya adalah tanggal ulang tahun memperoleh penghasilan. Dengan demikian, awal tahun
bagi petani adalah panen yang per-tama, bagi pegawai adalah gaji yang pertama, bagi tukang
adalah bayaran yang pertama, dan bagi pedagang adalah transaksi pertama yang dia lakukan.[495]
Harta-harta yang tidak Dikhumusi
1. Harta warisan.
2. Sesuatu yang telah diberikan ke orang lain.
3. Hadiah yang diterima dari orang lain.
4. Sesuatu yang diberikan untuk orang lain sebagai tun-jangan hari raya.[496]
5. Harta yang diberikan kepada orang lain sebagai khumus atau zakat atau sedekah.[497]
Resiko-Resiko tidak Mengeluarkan Khumus
1. Selama seseorang belum mengkhumusi (mengeluarkan khumus) hartanya, dia tidak boleh
menggunakan harta-nya. Yakni dia tidak boleh memakan makanan yang belum dikhumusi
(belum dikeluarkan khumusnya), dia juga tidak boleh menggunakan uang yang belum dikhumusi
untukmembeli sesuatu.[498]
2. Jika melakukan jual beli dengan uang yang belum dikhumusi (tanpa izin pemimpin syar’i),
maka 1/5 dari jual beli itu tidak sah.[499]
.[500]
3. Jika hendak mandi (wajib atau sunah) di permandian umum dengan membayar uang yang
belum dikhumusi kepada pemilik permandian, maka mandinya batal.[501]
.[502]
4. Jika membeli rumah dengan uang yang belum dikhu-musi, maka salat di dalamnya batal.[503]
Hukum-hukum Khumus
1. Jika terdapat kelebihan dari biaya hidup setahun karena hidup qona’ah dan sederhana, maka
harus dikhumusi.[504]
2. Jika perabot rumah yang dibeli sudah tidak diperlukan lagi, berdasarkan ihtiyath wajib[505]
harus
dikhumusi. Misal-nya, membeli kulkas yang lebih besar sehingga kulkas sebelumnya tidak
diperlukan, maka kulkas sebelumnya harus dikhumusi.[506]
3. Bahan makanan untuk setahun yang dibeli dari uang penghasilan seperti; beras, minyak dan
teh, jika pada akhir tahun masih tersisa maka harus dikhumusi.[507]
4. Jika anak yang belum baligh memiliki modal dan dia mendapatkan labanya, maka
berdasarkan ihtiyath wajib[508]
dia setelah masuk usia baligh harus mengeluarkan khumusnya.[509]
.[510]
Penyerahan Khumus
Khumus harus dibagi menjadi dua bagian, setengahnya adalah milik (sahm) Imam Mahdi a.s.
yang harus diserahkan kepada marja’ taklid—yang kepadanya penunai khumus bertaklid—atau
kepada wakilnya, dan setengahnya lagi bisa diserahkan kepada marja’ taklid atau diberikan
dengan izin marja’ taklid tersebut kepada para sayyid yangmemiliki syarat-syarat tertentu.[511]
.[512]
Syarat-syarat Sayyid yang Berhak Menerima Khumus
1. Dia seorang fakir atau terlantar di perjalanan, sekalipun orang kaya di kotanya.
2. Dia bermazhab Syi’ah Imamiyah.
3. Berdasarkan ihtiyath wajib, dia tidak bermaksiat secara terang-terangan. Pemberian khumus
kepadanya jangan sampai membantu dia untuk berbuat maksiat.
4. Berdasarkan ihtiyath wajib, dia tidak termasuk orang-orang yang biaya hidupnya menjadi
tanggungan si pe-nunai khumus seperti istri dan anak.[513]
Kesimpulan Pelajaran
1. Salah satu dari tugas ekonomi kaum Muslimin adalah mengeluarkan khumus.
2. Pada beberapa hal di bawah ini wajib mengeluarkan khumus:
a. Hasil usaha.
b. Tambang.
c. Harta karun.
d. Rampasan perang.
e. Perhiasan laut.
f. Harta halal yang bercampur dengan harta haram.
g. Tanah yang dibeli oleh orang kafir zimmi dari orangMuslim.
3. Makanan, pakaian, rumah, perabot rumah, kendaraan, biaya tamu, nikah, ziarah, bepergian,
perhiasan, sede-kah, kaffarah adalah bagian dari biaya hidup setahun.
4. Tahun khumus dihitung sejak awal kali seseorang men-dapatkan kerja dan penghasilan, dan
setelah lewat satu tahun maka kelebihan atau sisa dari biaya hidupnya selama setahun itu
harus dikhumusi (dikeluarkan khu-musnya).
5. Tidak ada khumus pada harta seseorang yang dida-patkan dari warisan, dan sesuatu yang
diberikan kepada dirinya, dan hadiah yang dia peroleh.
6. Selama harta itu belum dikhumusi, seseorang tidak boleh menggunakannya, dan jika dia
menggunakannya untuk transaksi, maka 1/5 darinya tidak sah.
7. Setengah dari khumus seseorang adalah milik Imam Mahdi a.s. dan harus diserahkan kepada
marja’ taklid-nya dan setengahnya lagi dengan izin marja’ taklidnya bisa diberikan kepada
sayyid yangmemiliki syarat-sya-rat sebagai berikut:
a. Orang fakir.
b. Bermazhab Syi’ah Imamiyah.
c. Tidak bermaksiat secara terang-terangan.
d. Tidak termasuk orang yang menjadi tanggungan da-lam pembiayaan hidup seperti: istri
dan anak.
Pertanyaan:
1. Perhiasan apa yang ada khumusnya?
2. Jelaskan maksud hasil usaha!
3. Terangkan permulaan tahun khumus!
4. Apakah kado dan hadiah dikhumusi atau tidak?
5. Anak-anak yang bekerja dan menyimpan hasilnya, apa-kah khumus wajib atas mereka atau
tidak?
6. Apa yang dimaksud dengan penyerahan khumus?
Pelajaran 36
ZAKAT
Salah satu tugas ekonomi penting kaum Muslimin adalah zakat. Al-Quran menyebutkan zakat
setelah menyebutkan salat. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah zaka t, karena ia
merupakan tanda keimanan seseorang dan modal keselamatannya. Sebagian hadis-hadis imam
maksum a.s. menyatakan bahwa orang yang tidak menunaikan zakat sungguh telah keluar dari
agamanya.
Seperti juga Khumus, zakat memiliki beberapa macam, salah satunya zakat badan dan
kehidupan yang ditunaikan setiap tahun—tepatnya pada hari raya Idul Fitri—yang diwajibkan
ke atas orang yangmampu menunaikannya. Masalah ini sudah dibahas di akhir pelajaran puasa.[514]
Macam lain dari zakat ialah zakat harta. Akan tetapi tidak semua harta harus dizakati
(dikeluarkan zakatnya). hanya sembilan perkara yang harus dizakati.
Harta-harta yang Wajib Dizakati[515]
1. Pertanian
a. Gandum
b. Sya’ir (sejenis gandum yang tidak bagus).
c. Kurma
d. Kismis
2. Peternakan
a. Unta
b. Sapi
c. Kambing
3. Tambang
a. Emas
b. Perak
Nisab (Ukuran Penentu Kewajiban Zakat)
Zakat dari barang-barang yang sudah disebutkan di atas menjadi wajib jika sudah mencapai
ukuran tertentu yang disebut dengan haddu nisab. Oleh karena itu, jika hasil panen atau jumlah
hewan ternak tidak sampai haddu nisab, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
o Nisab Pertanian
Nisab empat pertanian di atas, yaitu gandum, sya’ir, kurma dan kismis, seluruhnya sama; yaitu
kurang lebih 850 kg[516]
. Oleh karena itu, jika hasil panen kurang dari 850 kg, tidak wajib
mengeluarkan zakat.[517]
o Nisab Zakat Pertanian
Jika salah satu dari keempat hasil panen ini mencapai nisab maka harus dibayar zakatnya, akan
tetapi bergantung pada cara pengairannya. Maka itu, menurut cara pengairan, ukuran zakat hasil
dibagimenjadi tiga macam:
1. Hasil panen yang pengairannya dari air hujan dan air sungai atau secara alami; di luar usaha
petani, maka ukuran zakatnya adalah 1/10.
2. Hasil panen yang pengairannya dengan alat seperti timba atau diesel, maka ukuran zakatnya
adalah 1/20.
3. Hasil panen yang pengairannya dengan kedua-duanya, yakni selain dengan air hujan dan air
sungai juga disiram dengan tangan dan alat lain, maka ukuran zakatnya adalah 1/10 untuk
setengahnya dan 1/20 untuk setengah lainnya.[518]
o Nisab Zakat Peternakan
1. Kambing
Nisabnya kambing yang paling rendah adalah 40 ekor dan zakatnya adalah satu ekor. Jika
jumlahnya tidak sampai 40 ekor maka tidak wajib zakat.[519]
2. Sapi
Nisabnya sapi yang paling rendah adalah 30 ekor dan zakatnya adalah satu anak sapi yang
umurnya sudah setahun masuk ke tahun kedua.[520]
3. Unta
Nisabnya unta yang paling rendah adalah 5 ekor dan zakatnya adalah satu kambing. Selama
jumlah unta tidak sampai 26 ekor maka setiap 5 ekor zakatnya satu kambing akan tetapi jika
jumlahnya sudah mencapai 26 ekor maka zakatnya satu unta.[521]
o Nisab Zakat Tambang
Nisab emas adalah 15 mitsqal[522]
. Dan nisab perak adalah 105 mitsqal. Adapun ukuran zakat dari
keduanya adalah 1/40.[523]
Hukum-hukum Zakat
1. Biaya yang digunakan untuk membeli benih gandum, juw, kurma dan kismis serta upah
pekerja dan lain-lainnya bisa diambil dari hasil panen. Akan tetapi, penghitungan ukuran
nisab dilakukan sebelum pengu-rangan biaya[524]
. Oleh karena itu, jika sebelum pengura-ngan
biaya ukuran (bobot) barang-barang itu sudah mencapai nisab-nya, maka zakat sudah menjadi
wajib, akan tetapi zakat yang dikeluarkan yaitu dari sisa pengurangan hasil panen untuk
pembiayaan tersebut.[525]
2. Zakat ternak (kambing, sapi, unta) menjadi wajib jika:
a. Sudah setahun memilikinya.[526]
Oleh karena itu, jika seseorang membeli sapi sebanyak 100
ekor dan 9 bulan kemudian menjual sapi-sapinya, maka dia tidak tidak wajib
mengeluarkan zakatnya.[527]
b. Binatang ternaknya tidak bekerja selama setahun. Maka itu, sapi atau unta yang
digunakan untuk bekerja di sawah atau mengangkut barang tidak ada zakatnya.[528]
c. Binatang ternaknya makan sendiri dari rumput liar selama setahun. Maka itu, jika selama
setahun atau kurang dari itu ternak itu makan dari rumput yang diarit atau rumput yang
ditanam, maka pemiliknya tidak wajib menzakatinya.[529]
3. Zakat emas dan perak itu wajib bila berupa logam yang biasa digunakan dalam muamalah.
Maka itu, emas dan perak yang digunakan sebagai perhiasan oleh para wanita tidak ada
zakatnya.[530]
4. Mengeluarkan zakat merupakan ibadah, dan apa-apa yang dikeluarkan hendaknya diniatkan
sebagai zakat dan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.[531]
Penggunaan Zakat
Zakat bisa digunakan untuk semua atau sebagian dari delapan kelompok di bawah ini:
1. Orang fakir, yaitu orang yang penghasilannya lebih rendah dari kebutuhan dirinya dan
keluarganya selama setahun.
2. Miskin adalah orangmelarat yang tidak punya apa-apa.
3. Orang yang diutus oleh imam maksum a.s. atau wakil beliau yang bertugas mengumpulkan,
menyimpan dan membagi-bagikan zakat.
4. Untuk membuat hati orang cenderung kepada Islam dan kaum Muslimin. Misalnya, jika
dengan zakat membantu orang nonmuslim akan membuatnya cenderung kepada Islam atau
membantu umat Islam dalam peperangan.[532]
5. Memerdekakan para budak.
6. Orang yang terlilit hutang dan tidakmampu melunasi.
7. Zakat digunakan di jalan Allah Swt. Yakni pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat untuk
masyarakat umum dan mendapat ridha Allah Swt. seperti untuk pemba-ngunan jalan,
jembatan dan masjid.
8. Orang yang bepergian yang kehabisan bekal sehingga tidak bisa pulang, sekalipun dia kaya di
kotanya.[533]
Kesimpulan Pelajaran
1. Harta-harta yang wajib dizakati (dikeluarkan zakatnya) yaitu: gandum, sya’ir (jenis gandum
yang tidak bagus), kurma, kismis, unta, sapi, kambing, emas dan perak.
2. Zakat akan menjadi wajib jika harta yang harus dizakati sudah mencapai ukuran nisab.
3. Zakat harus digunakan untuk delapan kelompok ter-tentu, di antaranya untuk pekerjaan yang
diridhoi Allah Swt. seperti membangun jalan, masjid, jembatan dan sebagainya.
Pertanyaan:
1. Hasil panen pertanian apa yang wajib dizakati?
2. Apa maksud dari nisab dalam masalah zakat?
3. Apakah nisab dihitung sebelum hasil panen dikurangi untuk pembiayaan atau sesudah
dikurangi?
4. Berapa nisab paling rendah untuk sapi dan kambing dan ukuran zakat masing-masing ternak
ini?
5. Berapa zakat dari 18 logam emas yang masing-masing logam itu seberat 10 mitsqal?
6. Zakat gandum yang pengairannya dengan air sungai yang disedot melalui mesin diesel
adalah 1/10 ataukah 1/20?
7. Seseorang pada awal bulan Februari membeli 25 ekor kambing, dan pada awal bulan Juli di
tahun yang sama dia membeli 20 ekor kambing lagi, kapankah pembaya-ran zakat kambingkambing
ini?
Pelajaran 37
AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR[534]
Setiap orang bertanggung jawab atas setiap perbuatan buruk yang dilakukan dan perbuatan baik
atau wajib yang ditinggalkan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh diam atau
masabodoh jika suatu perbuatan wajib ditinggalkan dan perbuatan haram dikerjakan. Semua
lapi-san masyarakat harus berusaha mengamalkan yang wajib dan mencegah yang haram. Inilah
yang disebut dengan amar makruf dan nahi munkar.
Pentingnya Amar Makruf dan Nahi Munkar
Pada sebagian hadis imam maksum a.s. dikatakan bahwa:
· Amar makruf dan nahimunkar termasuk kewajiban yang paling penting dan mulia.
· Kewajiban-kewajiban agama tetap kokoh karena ter-laksananya amar makruf dan nahi
munkar.
· Amar makruf dan nahi munkar termasuk ajaran agama yang tegas dan jelas. Dan barang
siapa yang mengingkarinya adalah kafir.
· Jika masyarakat meninggalkan amar makruf dan nahi munkar maka akan hilang
keberkahan hidup dan doa-doa tidak dikabulkan.
Definisi Makruf dan Munkar
Dalam hukum agama, seluruh kewajiban dan sunah disebut dengan makruf, dan seluruh yang
haram dan makruh disebut dengan munkar. Karenanya, mengajak masyarakat untuk
melaksanakan kewajiban dan sunah adalah amar makruf, dan mencegah mereka dari pekerjaan
haram dan makruh adalah nahi munkar.
Amar makruf dan nahi munkar adalah wajib kifayah, yakni kewajiban semua masyarakat yang
apabila salah satu dari mereka telah melakukannya secara baik dan cukup, maka kewajiban ini
gugur dari yang lain. Akan tetapi, jika semua orang meninggalkan dan tidak melakukan amar
makruf dan nahi munkar, sedangkan syarat-syaratnya telah terpenuhi, maka mereka semua
dihukumi telah mening-galkan kewajiban.[535]
Syarat-syarat Amar Makruf dan Nahi Munkar
Amar makruf dan nahi munkar itu wajib jika syarat-syaratnya terpenuhi, dan tentunya ia tidak
wajib jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi.
Syarat-syarat amar makruf dan nahimunkar ialah:
1. Pelaku amar makruf dan nahi munkar tahu bahwa apa yang dilakukan oleh orang lain adalah
perkara haram dan apa yang ditinggalkannya adalah perkara wajib. Oleh karenanya,
seseorang yang tidak tahu; apakah yang dilakukan orang lain itu perkara haram atau perkara
wajib, dia tidak wajib mencegahnya.
2. Dia melihat adanya kemungkinan amar makruf dan nahi munkarnya akan berpengaruh.
Namun, jika dia ragu demikian, atau tahu bahwa itu tidak ada penga-ruhnya, maka dia tidak
wajib beramar makruf dan nahimunkar.
3. Pelaku maksiat/munkar bersikeras dalam berbuat mak-siat. Oleh karena itu, jika diketahui
bahwa dia mening-galkan maksiatnya dan tidak mengulangi atau tidak berhasil untuk
mengulanginya, maka amar makruf dan nahi munkar terhadapnya tidaklah wajib.
4. Amar makruf dan nahi munkar tidak membahayakan secara serius jiwa, martabat dan harta
pelakunya, keluarga, dan teman-temannya, maupun orang-orang Mukmin yang lain.[536]
Tahap-tahap Amar Makruf dan Nahi Munkar
Terdapat tahap-tahap dalam beramar makruf dan nahi munkar. Jika dengan melakukan tahap
yang paling rendah sudah dapat mencapai tujuan amar makruf dan nahi munkar, maka tidak
boleh melakukan tahap berikutnya. Tahap-tahap itu adalah:
Tahap Pertama: yaitu melakukan sesuatu sehingga pemaksiat (peninggal kewajiban ataupun
pelaku maksiat) mengerti bahwa karena maksiatnya itu orang lain bersikap demikian, misalnya
memalingkan wajah, bermuka masam di hadapannya atau tidak berbicara dengannya.
Tahap Kedua: yaitu beramar makruf dan nahi munkar dengan ucapan,[537]
yakni mengajak
peninggal kewajiban untuk mengerjakannya dan mengajak pelaku maksiat untuk
meninggalkannya.
Tahap Ketiga: Menggunakan kekerasan, yaitu dengan melakukan pemukulan terhadap
pelaku maksiat dan peninggal kewajiban dalam rangka melaksanakan amar makruf dan nahi
munkar.[538]
Hukum-hukum Amar Makruf dan Nahi Munkar
1. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi munkar dan masalah-masalah yang terkait
dengannya adalah wajib supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memerintahkan yang makruf
dan melarang yang munkar.[539]
2. Jika tahu bahwa amar makruf dan nahi munkar tidak akan berpengaruh tanpa disertai
permohonan dan nasihat, maka wajib disertai permohonan dan nasihat. Jika tahu bahwa
permohonan dan nasihat saja—tanpa amar makruf dan nahi munkar—sudah berpengaruh,
maka wajib melakukan demikian saja.[540]
3. Jika tahu atau memperkirakan bahwa dengan berulang kali, amar makruf dan nahi
munkarnya akan berpe-ngaruh, maka wajib melakukannya dengan berulang kali.[541]
4. Maksud dari bersikeras dalam berbuat dosa tidak berarti berbuat maksiat secara terus
menerus, tetapi melakukan maksiat tersebut walaupun hanya untuk kali kedua. Oleh
karenanya, jika sekalimeninggalkan salat dan ada rencana untukmeninggalkannya lagi, maka
beramar makruf dan nahimunkar di sini adalah wajib.[542]
5. Dalam beramar makruf dan nahi munkar, tidak boleh melukai, mencederai dan membunuh
pemaksiat tanpa izin hakim syar’i, kecuali jika kemunkarannya betul-betul serius seperti;
pemaksiat hendak membunuh orang yang tak berdosa dan tidak bisa dicegah kecuali dengan
melukainya.[543]
.[544]
Kearifan Amar Makruf dan Nahi Munkar
Orang yangmelakukan amar makruf dan nahi munkar sebaiknya:
1. Layaknya seorang dokter yang baik dan seorang ayah yang penyayang.
2. Berniat ikhlas dan hanya karena Allah beramar makruf dan nahi munkar dan bukan karena
sombong.
3. Tidak menganggap dirinya seolah paling suci, karena betapa banyak orang hari ini berbuat
kesalahan sifat yang mulia yang membuatnya pantas disayangi oleh Allah Swt., walaupun
kesalahannya hari ini tidaklah terpuji dan dibenci oleh-Nya.[545]
Kesimpulan Pelajaran
1. Makruf adalah perkara-perkara wajib dan sunah, dan munkar adalah perkara-perkara haram
dan makruh.
2. Amar makruf dan nahimunkar adalah wajib kifayah.
3. Syarat-syarat amar makruf dan nahimunkar yaitu:
a. Pelaku amar makruf dan nahi munkar tahu mana yang makruf dan mana yangmunkar.
b. Melihat kemungkinan akan adanya pengaruh dalam amar makruf dan nahi munkarnya.
c. Pemaksiat berniat keras mengulangi maksiatnya.
d. Perintah dan larangan tidak berdampak negatif.
4. Tahap-tahap amar makruf dan nahi munkar adalah sebagai berikut:
a. Tidak berteman dan berinteraksi dengan pemaksiat.
b. Memerintah atau melarang dengan ucapan.
c. Melakukan pemukulan terhadap pemaksiat.
5. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi munkar serta tahap-tahap dan masalah-masalah
yang terkait dengannya adalah wajib.
6. Jika pengulangan perintah atau larangan dalam beramar makruf dan nahi munkar diperlukan
maka pengulangan wajib dilakukan.
7. Tidak boleh melukai dan membunuh pendosa tanpa izin pemimpin syar’i kecuali
kemunkarannya termasuk per-kara yang betul-betul serius.
Pertanyaan:
1. Berikan lima contoh dari perkara yangmakruf dan lima contoh dari perkara yangmunkar!.
2. Dalam kondisi apa saja amar makruf dan nahi munkar tidak wajib?
3. Jika seseorang sedang mendengarkan musik, dan kita tidak tahu musik itu haram atau tidak,
apakah wajib melarangnya atau tidak?
4. Jika melihat seseorang sedang salat dengan pakaian najis apakah wajib memberitahukan
kepadanya? Mengapa?
5. Bolehkah membeli sesuatu dari toko yang pemiliknya meninggalkan salat?
6. Dalam kondisi apakah boleh mencederai pemaksiat? Berikan dua contoh!
Pelajaran 38
JIHAD DAN PERTAHANAN
Dengan munculnya Islam, seluruh ajaran dan agama menjadi gugur dan tidak diterima. Seluruh
umat manusia harus siap menerima ajaran-ajaran Islam sekalipun mereka punya kebebasan
dalam penelitian dan penerimaan yang berkesadaran.
Pada tahap awal, Nabi Muhammad saw. dan para penggantinya menjelaskan ajaran-ajaran
Islam demi kesela-matan manusia dan menyerukan mereka agar meneri-manya. Sebaliknya,
orang-orang yang menentang ajaran Islam akan dibalas dengan siksa ilahi dan ancaman kaum
Muslimin. Usaha untuk memajukan Islam dan menghadapi para penentang ajarannya adalah
jihad.
Tentunya, jihad dalam strategi Islam memiliki bentuk-bentuk dan taktik-taktik tertentu yang
hanya dilakukan oleh Nabi Saw. dan para penggantinya sebagai manusia-manusia yang
terlindungi dari kekeliruan. Maka itu, jihad meru-pakan perkara yang secara khusus berlaku pada
masa hidup-hadir mereka yang maksum itu. Adapun pada masa kita sekarang ini—yaitu masa
kegaiban dan ketakhadiran imam maksum—jihad tidaklah wajib.
Namun, ada kewajiban lain untuk melawan musuh Islam yang disebut dengan difa’, yaitu
pertahanan dan mempertahankan diri, dan ini merupakan hak penuh seluruh kaum Muslimin;
yang di manapun dan kapanpun mereka berada—demi menjaga jiwa dan agama mereka—harus
melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh yang menyerang diri mereka atau
membahayakan agama mereka. Nah, dalam pelajaran ini, kita akan mengenal macam-macam dan
hukum-hukum kewajiban ilahi ini, yakni pertahanan (difa’).
Macam-macam Pertahanan
1. Mempertahankan agama Islam dan negara Islam.
2. Mempertahankan jiwa dan hak-hak pribadi.[546]
Mempertahankan Islam dan Negara Islam
Wajib atas kaum Muslimin untuk melakukan pertahanan di hadapan berbagai serangan musuh
dan menggagalkan ren-cana buruk mereka, yaitu apabila:
1. Musuh Islam menyerang negara-negara Islam.
2. Musuh berencana menguasai sumber-sumber ekonomi dan militer kaum Muslimin.
3. Musuh berencana menguasai kekuatan politik negara-negara Islam.
Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi
1. Jiwa dan harta kaum Muslimin kehormatan yang harus dijaga. Maka, jika seseorang
melakukan penyerangan terhadap orang lain atau keluarganya seperti; anak, ayah, ibu dan
saudara, maka orang ini wajib melakukan pertahanan dan perlawanan terhadapnya,
sekalipun berakhir pada tewasnya orang yangmenyerang itu.[547]
2. Jika ada pencuri dan menyerang dalam rangka mencuri harta, maka pemilik harta wajib
melakukan pertahanan dan perlawanan terhadapnya.[548]
3. Jika seseorang menengok rumah lain untuk melihat orang yang bukan muhrim di dalamnya,
maka wajib untukmelarangnya sekalipun dengan pukulan.[549]
Kesimpulan Pelajaran
1. Jihad dan perang dalam rangka memperjuangkan kemajuan Islam dan memperluas negeri
Islam berlaku secara khusus khusus pada zaman imam maksum a.s.
2. Pertahanan dan perlawanan pada setiap masa adalah wajib, dan tidak khusus pada masa
imam maksum a.s.
3. Ada dua macam pertahanan:
a. Pertahanan demi Islam dan negara Islam.
b. Pertahanan demi jiwa dan hak-hak pribadi.
4. Jika musuh menyerang negara Islam atau punya rencana menyerang, maka seluruh kaum
muslimin wajib untuk melakukan pertahanan dan perlawanan.
5. Jika seseorang menyerang orang lain atau keluarganya, maka orang ini harus melakukan
pertahanan dan perlawanan terhadap serangan orang penyerang.
6. Mempertahankan harta juga merupakan kewajiban.
7. Jika seseorang mengamati rumah orang lain untuk melihat orang yang bukan muhrimnya,
maka wajib melarangnya dari perbuatan tersebut.
Pertanyaan:
1. Jelaskan perbedaan antara jihad dan pertahanan!
2. Sebutkan macam-macam pertahanan dan bawakan con-tohnya masing-masing!
3. Dalam kondisi bagaimanakah melawan pencuri itu hu-kumnya wajib?
Pelajaran 39
JUAL BELI
Macam-macam Jual Beli
1. Wajib
2. Haram
3. Sunah
4. Makruh
5. Mubah
Jual Beli Wajib
Nganggur dan malas-malasan sangat dicela dalam Islam, sementara usaha mencari nafkah adalah
wajib. Orang yang tidak bisa mendapatkan nafkah hidupnya kecuali dengan berjual beli—yakni,
dia tidak punya cara lain kecuali dengan jalan berjual beli—maka dia wajib berjual beli guna
memperoleh nafkah hidup dan tidakmenjadi beban hidup orang lain.[550]
Jual Beli Sunah
Jual beli untuk menambah kecukupan keluarga dan untuk membagikan keuntungan kepada
kaum Muslimin adalah sunah. Misalnya, seorang petani yang bertani untuk men-dapatkan hasil,
akan tetapi pada waktu-waktu senggang dia melakukan jual beli agar dapat membantu orang
miskin, maka dia akan mendapatkan pahala.[551]
Jual Beli Haram
1. Jual beli barang najis seperti bangkai.
2. Jual beli barang yang kegunaan pada umumnya adalah haram seperti alat-alat judi.
3. Jual beli barang hasil dari perjudian dan pencurian.
4. Jual beli kitab-kitab yangmenyesatkan.
5. Jual beli dengan logam (alat tukar) yang tak berlaku lagi.
6. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh Islam yang dapat menambah kekuatan mereka dalam
memusuhi kaum Muslimin.
7. Menjual senjata kepada musuh-musuh Islam sehingga dapat menambah kekuatan mereka
dalam memusuhi kaum Muslimin.[552]
.[553]
Selain di atas ini, jual beli haram juga terdapat pada perkara-perkara yang kini tidak lagi dialami
oleh orang.
Jual Beli Makruh
1.Berjual beli dengan orang yang berperangai buruk.
2. Berjual beli di antara azan subuh dan terbitnya matahari.
3. Menjualbelikan barang yang hendak dibeli orang lain.[554]
Kearifan Jual Beli
· Sunah
1. Tidakmenawarkan harga yang berbeda kepada para pembeli.
2. Tidakmempersulit penawaran harga barang.
3. Apabila salah satu pihak transaksi menyesal dan ingin membatalkan transaksi, hendaknya
pihak lain menerimanya.[555]
· Makruh
1. Memuji-muji barang.
2. Menjelek-jelekkan pembeli.
3. Bersumpah benar dalam transaksi, adapun sumpah palsu tentu saja haram.
4. Lebih dahulu masuk pasar daripada yang lain untuk bertransaksi, dan lebih lambat keluar
dari pasar.
5. Menimbang atau mengukur barang, sementara dia tidak begitu tahu cara menimbang dan
mengukur.
6. Menawar harga setelah transaksi dilakukan.[556]
Hukum-hukum Jual Beli
1. Haram menjual dan menyewakan rumah atau barang lainnya untuk kegunaan yang haram.[557]
2. Haram berjual beli, menyimpan, menulis, membaca dan mengajarkan buku-buku yang
menyesatkan[558]
, kecuali untuk tujuan yang benar, misalnya untuk mengoreksi kesalahankesalahannya.[559]
3. Haram mencampur barang yang ditawarkan dengan barang yang tidak berharga atau barang
yang harganya lebih rendah. Misalnya, meletakkan buah yang jelek di bagian bawah kotak
dan menata buah yang bagus di bagian atasnya, lalu menawarkannya sebagai buah-buahan
yang bagus. Atau mencampur susu dengan air lalu menjualnya.[560]
4. Barang wakaf tidak bisa dijual kecuali dalam kondisi rusak dan tidak dapat dipergunakan
lagi, seperti karpet masjid yang sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi.[561]
.[562]
5. Jual beli rumah atau barang yang sedang disewakan kepada seseorang tidak apa-apa, akan
tetapi selama masih disewakan, hak penggunaannya berada di tangan orang yangmenyewa.[563]
6. Dalam transaksi, ciri-ciri barang yang diperjualbelikan harus diketahui secara jelas. Akan
tetapi, tidak perlu membicarakan ciri-ciri yang—baik dibicarakan ataupun tidak—tidak akan
mempengaruhi kecenderungan dan minat orang lain pada barang tersebut.[564]
7. Jual beli barang sejenis yang dijualbelikan dengan tim-bangan atau takaran yang tidak sama
(yakni yang satu lebih banyak dari yang lain) adalah riba dan hukumnya haram. Misalnya,
menjual gandum seberat satu ton dengan gandum seberat satu ton 200 kg. Begitu juga
meminjamkan barang atau uang kepada seseorang lalu
setelah beberapa lama mengambil kembali dengan jumlah yang lebih banyak,
misalnya menghutangi Rp. 10.000 dan setahun
kemudian mengambil kembali Rp. 12.000 dari pengutang.[565]
Membatalkan Transaksi Jual Beli
Pada beberapa keadaan, penjual atau pembeli bisa memba-talkan transaksinya, di antaranya:
1. Jika pihak pembeli atau pihak penjual tertipu.
2. Dalam transaksi mereka sepakat bahwa sampai waktu tertentu kedua pihak atau salah
satunya dapat mem-batalkan transaksi, misalnya ketika bertransaksi mereka menyatakan
bahwa pihakmana saja yang menyesal bisa mengembalikan barangnya dalam tiga hari.
3. Barang yang dibeli dalam keadaan cacat dan baru dike-tahui setelah dilakukannya transaksi.
4. Penjual menyebutkan ciri-ciri barangnya kemudian diketahui bahwa ciri-cirinya itu tidaklah
demikian, misalnya dia mengatakan bahwa buku ini setebal 200 halaman, tetapi kemudian
diketahui dan ternyata ku-rang dari itu.[566]
5. Jika kecacatan barang baru diketahui setelah dilakukan-nya transaksi dan tidak langsung
membatalkannya, maka setelah itu tidak ada hak untuk membatalkan transaksi tersebut.[567]
.[568]
Kesimpulan Pelajaran
1. Jika memperoleh nafkah hidup tidak dapat dilakukan kecuali hanya dengan cara berjual beli,
maka hukum jual beli di sini adalah wajib.
2. Pada beberapa hal berikut ini, hukum jual beli adalah haram:
a. Jual beli barang najis seperti bangkai.
b. Jual beli kitab-kitab yang menyesatkan.
c. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh Islam yang membuat mereka menjadi lebih kuat.
d. Menjual senjata kepada musuh-musuh Islam.
3. Pada sebagian hal, hukum jual beli adalah sunah, dan pada beberapa perkara, hukumnya
makruh.
4. Sunah agar penjual tidak membedakan harga kepada semua pembeli, dan tidak mempersulit
dalam menawar-kan harga, juga hendaknya menerima jika pembeli ingin membatalkan
transaksi.
5. Memuji-muji barang dan bersumpah benar dalam jual beli adalah makruh, begitu juga
menawar harga setelah dilakukannya transaksi.
6. Tidak boleh menjual dan menyewakan rumah untuk dipergunakan demi hal-hal yang haram.
7. Haram berjual beli, menulis, menyimpan, mengajar dan membaca buku dan kitab yang
menyesatkan, kecuali untuk tujuan yang benar.
8. Tidak boleh menjual barang wakaf.
9. Tidak boleh mencampur barang yang ditawarkan de-ngan barang yang nilainya rendah atau
yang tidak lagi bernilai.
10. Dalam transaksi, sifat-sifat dan ciri-ciri barang harus diketahui dengan jelas.
11. Riba dalam jual beli dan utang piutang adalah haram.
12. Jika penjual atau pembeli dalam transaksinya tertipu, maka ia bisa membatalkan transaksi.
13. Jika barang yang sudah dijual itu cacat, dan pembeli baru tahu demikian setelah transaksi
dilakukan, maka dia bisa membatalkan transaksi.
Pertanyaan:
1. Dalam kondisi bagaimanakah hukum jual beli itu sunah?
2. Apa hukumnya jual beli catur, kartu dan alat musik seperti gitar?
3. Sebutkan lima macam jual beli haram!
4. Apa hukumnya bersumpah dalam transaksi?
5. Jelaskan riba itu apa dan berilah tiga contoh!
Pelajaran 40
PERSEWAAN, PERHUTANGANDANPENITIPAN
PERSEWAAN
Jika pemilik barang sewaan mengatakan kepada penyewa, “Kusewakan barang ini kepadamu”,
dan penyewa men-jawab, “Aku terima”, maka persewaan mereka ini sah. Seandainya pun mereka
tidak mengatakan apa-apa, tetapi jika pemilik barang sewaan berniat untuk menyewakan dan
menyerahkannya kepada penyewa, begitu pula penyewa berniat untuk menyewa dan menerima
miliknya, maka persewaan mereka ini juga sah. Misalnya, pemilik rumah menyerahkan kunci
rumah kepada penyewa.[569]
Syarat-syarat Barang Sewaan
Barang yang hendak disewakan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Barang sewaan harus jelas. Maka itu, jika pemilik mengatakan, ”Kusewakan salah satu dari
kamar rumah ini kepadamu”, tanpa kejelasan kamar yang mana, maka tidak sah.
2. Penyewa harus melihat barangnya, atau ciri-cirinya harus diberitahukan kepada penyewa
sehingga benar-benar jelas.
3. Barang sewaan tidak kehilangan bentuk dasarnya. Oleh karenanya, menyewakan roti atau
buah dan seluruh makanan tidak sah.[570]
Hukum-hukum Persewaan
1. Dalam sewa-menyewa, batas waktu penggunaan barang harus ditentukan, misalnya satu tahun atau satu bulan.[571]
2. Jika pemilik barang sewaan telah menyerahkan barangnya kepada penyewa, baik penyewa
menerima-nya atau tidak, atau tidak menggunakannya sampai batas waktunya, maka penyewa tetap harus membayar uang sewaannya.[572]
3. Jika seseorang memanggil seorang kuli untuk menger-jakan sesuatu pada hari tertentu, misalnya untuk mengangkat batu bata ke dalam bangunan atau membuat kapur dan sebagainya, dan kuli itu datang pada hari yang telah ditentukan, maka dia harus mem-bayar upahnya, sekalipun pada hari itu tidak ada pekerjaan, misalnya tidak ada batu bata yang harus diangkat ke dalam bangunan.[573]
4. Jika ahli mekanik merusak barang yang dikerjakannya, maka dia harus membayar kerugiannya. Misalnya, seorang tukang bengkel merusakkan mobil, maka dia harus membayar kerugiannya.[574]
.[575]
5. Jika seseorang menyewa rumah atau toko atau sebuah kamar dan pemiliknya memberikan syarat bahwa hanya dia (penyewa) saja yang boleh menggunakannya, maka penyewa tidak berhak menyewakan kepada orang lain.[576]
* * *
PERHUTANGAN
Memberi hutang adalah perbuatan sunah yang dianjurkan dalam Al-Quran maupun hadis-hadis.
Orang pemberi hutang akan mendapatkan pahala yang banyak sekali di akhirat.
Macam-macam Hutang
1. Berjangka. Artinya, dalam perhutangan sudah ditentu-kan waktu pengembalian hutang.
2. Tak berjangka. Artinya, waktu pengembalian hutang tidak ditentukan.
Hukum-hukum Perhutangan
1. Pada hutang berjangka, pemberi hutang tidak bisa[577]
menagih sebelum habis waktunya.[578]
2. Pada hutang tak berjangka, pemberi hutang bisa me-nagih setiap saat.[579]
3. Jika pemberi hutang menagih dan pengutangmampu membayar, maka dia (pengutang) harus
segera mem-bayar, dan dia berdosa jika tidak bersegera.
4. Jika memberi hutang kepada seseorang dan mensya-ratkan—misalnya—setelah genap
setahun harus mem-bayar lebih banyak, maka ini termasuk riba dan hukum-nya haram.
Umpamanya, menghutangkan Rp. 100.000 dan mensyaratkan setelah genap setahun dia akan
meminta Rp. 120.000 dari pengutang.[580]
* * *
PENITIPAN
Jika seseorang menyerahkan barangnya kepada orang lain dan mengatakan ini sebagai amanat
atau barang titipan, dan orang kedua itu menerimanya, maka dia (orang kedua ini) harus
mengamalkan hukum-hukum yang berkaitan dengan penitipan atau amanat.[581]
Hukum-hukum Penitipan
1. Siapa saja yang tidak bisa menjaga barang titipan, maka berdasarkan ihtiyath[582]
wajib tidak boleh
menerima titipan orang lain.[583]
2. Penitip bisa mengambil barangnya kapan saja, dan penerima titipan—kapan saja
menginginkan—boleh mengembalikan titipan kepada pemilik/penitipnya.[584]
3. Jika penerima titipan tidak punya tempat yang
semes-tinya, dia harus menyiapkan tempat tersebut. Misalnya, jika
titipan itu berupa uang dan dia tidak bisa men-jaganya di rumah, maka
dia harus menyimpannya di bank.[585]
4. Penerima titipan harus menjaga titipannya sehingga masyarakat tidak sampai mengatakan bahwa dia berkhi-anat atau teledor.[586]
5. Jika barang titipan hilang:
a. Jika penerima titipan teledor dalam menjaganya, dia harus mengganti titipan dan
mengembalikannya ke-pada penitip/pemiliknya.
b. Jika penerima barang tidak teledor dalam men-jaganya, akan tetapi titipan itu hilang
begitu saja, misalnya hilang terbawa banjir, maka penerima titipan tidak bertanggung
jawab dan tidak wajib mengganti titipan tersebut.[587]
Kesimpulan Pelajaran
1. Barang yang akan disewakan harus jelas, dan penyewa harus melihatnya atau ia tahu betul
ciri-cirinya.
2. Tidak sah menyewakan barang yang bisa hilang bentuk dasarnya lantaran dipergunakan,
sepertimenyewakan makanan.
3. Dalam persewaan, jangka waktu hak guna harus jelas.
4. Jika pemilik barang telah menyerahkan barang sewaan-nya kepada penyewa, maka penyewa
harus membayar uang sewaan sekalipun belum atau tidakmengguna-kannya.
5. Jika dalam persewaan terdapat syarat bahwa hanya penyewa yang bisa menggunakan barang
sewaan, maka penyewa tidak boleh menyewakan barang tersebut ke-pada orang lain.
6. Dalam perhutangan berjangka, pemberi hutang tidak boleh meminta hutangnya sebelum
habis waktunya.
7. Dalam perhutangan tak berjangka, pemberi hutang bisa meminta barangnya kapan saja dia
menginginkan.
8. Jika pemberi hutang menagih dan pengutang mampu membayar, maka pengutang tidak
boleh menunda pem-bayarannya.
9. Riba dalam perhutangan juga haram.
10. Orang yang tidak bisa menjaga titipan, berdasarkan ihtiyath wajib tidak boleh menerima
titipan.
11. Pemilik barang bisa meminta barangnya dari penerima titipan, kapan saja pemilik itu menghendaki.
12. Jika penerima titipan tidak sungguh-sungguh dalam menjaga titipan sehingga mengalami
kerusakan atau kerugian padanya, maka dia bertanggung jawab atas akibat buruk ini.
Pertanyaan:
1. Berilah lima contoh untuk masing-masing barang yang bisa disewakan dan barang yang tidak bisa disewakan!
2. Seorang mandor bangunan membawa seorang pekerja untuk bekerja di bangunannya pada hari itu dengan upah Rp. 5000. Namun sesampainya di bangunan, tidak ada air sehingga dia tidak bisa bekerja. Apakah mandor bangunan boleh membiarkan pekerja tersebut tanpa upah untuk hari itu ataukah tidak?
3. Sebutkan macam-macam hutang dan berikan contoh-contohnya!
4. Jelaskan riba dalam perhutangan beserta contohnya!
5. Apa tugas penerima titipan jika titipan tersebut lantaran dicuri orang?
6. Apa perbedaan antara hutang dan titipan?
Pelajaran 41
PERPINJAMAN, SEDEKAH DAN BARANG TEMUAN
PERPINJAMAN
1. Perpinjaman yaitu seseorang memberikan barangnya kepada orang lain untuk dipergunakan tanpa mengam-bil ongkos sebagai gantinya. Misalnya, meminjamkan sepeda untuk dinaiki pulang ke rumahnya lalu kembali lagi.[588]
2. Peminjam harus menjaga barang pinjaman dengan baik.
3. Jika seseorang meminjam barang dan barang itu hilang atau cacat, maka:
a. Jika dia tidak teledor dalam menjaganya, atau tidak berlebihan dalam menggunakannya, maka dia tidakmenanggung kerugian.
b. Jika dia teledor dalam menjaganya, atau berlebihan dalam menggunakannya, maka dia harus mengganti kerugiannya.[589]
4. Jika sebelumnya disyaratkan bahwa peminjam harus bertanggung jawab bila terjadi kerusakan pada barang pinjaman, maka peminjam harus mengganti kerusakan itu.[590]
SEDEKAH[591]
Sedekah adalah perbuatan sunah yang sering dipesankan dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadishadis
para imam mak-sum a.s. Dijelaskan bahwa pahalanya besar sekali, sebagai-mana dikatakan,
“Di dunia, sedekah merupakan penolak bencana dan kematian mendadak, dan di akhirat sedekah
mengurangi dosa-dosa besar dan memudahkan hisab di Hari Kiamat”. Karena pentingnya masalah sedekah, pada pelajaran ini kita akan mempelajari beberapa hukum terkait.
Hukum-hukum Sedekah
1. Hendaknya sedekah disertai niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yakni, bersedekah
semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah Swt. Jangan sampai sedekah karena riya dan unjuk diri.[592]
2. Tidak boleh mengambil kembali sedekah.[593]
3. Sedekah juga halal untuk sayyid. Akan tetapi, zakat selain sayyid untuk sayyid adalah haram.[594]
4. Boleh bersedekah kepada orang kafir yang tidak sedang berperang dengan kaum Muslimin dan tidakmemusuhi Nabi Saw. atau para imam maksum a.s.[595]
5. Sebaiknya bersedekah secara diam-diam, kecuali jika ingin memberi semangat kepada orang
lain. Adapun zakat sebaiknya diberikan secara terang-terangan.[596]
6. Mengemis dan menolak pengemis (tidak memberi sesu-atu kepada pengemis) adalah makruh.[597]
BARANG TEMUAN
1. Mengambil barang temuan adalah makruh.
2. Jika seseorang menemukan sesuatu dan tidak meng-ambilnya, maka tidak ada tugas tertentu
baginya.
3. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, maka dia memiliki tugas tertentu dengan
keterangan sebagai berikut:
a. Jika barang itu memiliki tanda-tanda atau alamat yang menunjukkan indentitas pemiliknya, berdasar-kan ihtiyath wajib hendaknya dia bersedekah dan diniatkan dari pemilik barang.
b. Jika terdapat tanda-tanda atau alamat:
1) Nilai barang kurang dari 6/12 nukhud logam perak:[598]
§ Pemiliknya diketahui, maka dia harus me-nyerahkan kepadanya.
§ Pemiliknya tidak diketahui, maka dia bisa memilikinya.
2) Nilai barang sebesar 6/12 nukhud logam perak, maka dia harus mengumumkan sampai setahun. Ketika itu, jika pemiliknya ditemukan, maka dia harus menyerahkan barang itu kepadanya. Na-mun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka:
§ Dia bisa memiliki barang tersebut.
§ Dia menyimpannya sampai pemiliknya dite-mukan.
§ Menurut ihtiyath mustahab, dia bersede-kah dengan niat dari pemilik barang tersebut.[599]
4. Dalam masalah pengumuman untuk menemukan pemilik
barang temuan, hendaknya diumumkan setiap hari sekali sampai seminggu,
setelah itu diumumkan sekali dalam seminggu sampai setahun lamanya di
tempat berkumpulnya masyarakat seperti pasar dan tempat salat jamaah.[600]
.[601]
5. Berdasarkan ihtiyath wajib harus diumumkan langsung dan tidak boleh ditunda.[602]
6. Jika tahu bahwa pengumuman itu tidak ada
faedahnya atau sudah putus asa dari usaha menemukan pemilik-nya, maka
tidak perlu mengumumkan.[603]
7. Jika anak kecil belum baligh menemukan sesuatu maka walinya (ayah atau kakeknya) harus mengumumkan-nya.[604]
.[605]
Kehilangan Sepatu
Jika seseorang kehilangan sepatu atau alas kaki
lantaran dibawa-pergi oleh orang lain sehingga yang tertinggal adalah
sepatu orang lain itu. Di sini terdapat beberapa masalah:
1. Dia tahu bahwa sepatu yang tertinggal adalah milik orang pembawa-pergi[606]
sepatunya. Maka,
jika dia putus asa dari menemukan orang pemakai atau susah menemukannya, dia bisa mengambil sepatu tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri. Akan tetapi, jika sepatu itu lebih mahal harganya dari sepatunya sendiri sedangkan dia
sudah putus asa dari menemukan pemiliknya, maka dengan izin pemimpin
syar’i dia harus bersedekah kepada fakir dengan meniatkan (sedekah itu) dari pemilik sepatu tersebut.
2. Dia mengira sepertinya sepatu yang tertinggal bukan milik orang pembawa-pergi sepatunya.
Nah, jika dia (yang kehilangan sepatu) mengambil sepatu tersebut, maka dia wajib mencari
pemilik sepatu tersebut.[607]
Dan jika dia sudah putus asa dari menemukan pemilik sepatu, maka
dia bisa bersedekah kepada fakir dengan meniatkan sedekahnya dari pemilik sepatu tersebut.
Akan tetapi, sebaiknya dia tidak menyentuh (mengambil) sepatu tersebut.[608]
Kesimpulan Pelajaran
1. Orang yang meminjam barang harus menjaganya de-ngan baik.
2. Jika teledor menjaga barang pinjaman dan terjadi kerusakan atau hilang, dia harus bertanggung jawab.
3. Sedekah sunah juga halal untuk sayyid, sekalipun zakat selain sayyid bagi mereka adalah haram.
4. Sebaiknya, sedekah diberikan secara diam-diam, kecuali jika ingin memberi semangat kepada
orang lain.
5. Mengemis dan menolak pengemis adalah makruh.
6. Memungut barang temuan adalah makruh.
7. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, maka ia harus mengembalikan kepada pemiliknya.
8. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, namun pemiliknya tidak diketahui dan nilai barang tersebut kurang dari satu dirham[609]
, maka dia bisa memilikinya.
9. Jika nilai barang temuan itu lebih dari satu dirham dan ada tanda-tandanya sehingga pemiliknya dapat ditemu-kan, maka hendaknya mengumumkannya sampai satu tahun.
10. Jika dia tahu bahwa pengumuman tidak ada gunanya atau putus asa dari menemukan pemiliknya, maka dia tidak perlu mengumumkannya.
11. Jika anak belum baligh menemukan sesuatu, maka walinya harus mengumumkannya.
12. Jika sepatu seseorang dibawa-pergi orang lain dan dia tahu bahwa sepatu yang tertinggal adalah milik orang yang membawa-pergi sepatunya, maka dia bisa meng-ambil sepatu tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri.
Pertanyaan:
1. Jelaskan maksud dari perpinjaman dan perbedaannya dengan amanat!
2. Jika barang pinjaman mengalami keruskan, maka dalam kondisi apakah peminjam yang tidak
teledor dalam menjaganya tetap harus menanggung kerusakan ter-sebut?
3. Apa hukum mengambil kembali sedekah?
4. Apa hukum bersedekah kepada selain Muslim yang ter-timpa bencana gempa?
5. Apa tugas seseorang yang menemukan buku di sekolah?
Pelajaran 42
MAKAN DAN MINUM
Allah Swt. telah menghamparkan alam yang indah, men-ciptakan berbagai macam binatang dan
buah-buahan serta sayur-sayuran untuk manusia supaya mereka dapat me-manfaatkannya sebagai makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Akan tetapi, semua ini tidak lepas dari peraturan dan undang-undang agama guna menjaga jiwa
manusia, baik dari sisi keselamatan jasmani maupun rohani, dan guna menjaga keutuhan generasi
mereka dan menghormati hak-hak orang lain.
Pada pelajaran ini kami akan membahas sebagian yang berkaitan dengan masalah makanan dan minuman.
Macam-macam makanan
1. Tumbuh-tumbuhan
a. Buah-buahan
b. Sayur-sayuran
2. Binatang
a. Binatang berkaki empat
§ Binatang ternak
§ Binatang liar
b. Binatang unggas.
c. Binatang air.
Hukum-hukum Makanan[610]
· Makanan dari Macam Tumbuhan
Semua buah-buahan dan sayur-sayuran adalah halal kecuali jika berbahaya untuk keselamatan badan.
· Makanan dari Macam Binatang
1. Binatang berkaki empat
1.1. Binatang ternak berkaki empat:
a. Yang halal dagingnya:
§ Segala jenis kambing atau domba.
§ Sapi dan kerbau.
§ Unta.
b. Yang makruh dagingnya:
§ Kuda.
§ Bagal (hasil peranakan dari kuda dan ke-ledai).
§ Keledai.
c. Yang haram dagingnya:
§ Anjing.
§ Kucing.
§ Seluruh binatang lainnya.
1.2. Binatang liar berkaki empat:
a. Yang halal dagingnya:
§ Rusa.
§ Sapi.
§ Kambing gunung
§ Zebra
b. Yang haram dagingnya: yaitu seluruh bina-tang buas seperti seri-gala dan macan.[611]
Masalah:
o Daging semua binatang yang buas adalah ha-ram, sekalipun—dalam sifat kebuasannya—ada yang agak lemah seperti: serigala.
o Memakan daging kelinci adalah haram.
o Seluruh jenis serangga haram dimakan.[612]
2. Binatang Unggas
2.1. Yang halal dagingnya:
§ Berbagai jenis burungmerpati.
§ Berbagai macam burung-burung kecil.
§ Ayam betina dan jantan.
2.2. Yang haram dagingnya:
§ Kelelawar
§ Burungmerak
§ Burung gagak
§ Semua burung yang berkuku cengkram se-perti: elang.[613]
Masalah:
o Makruh memakan daging burung layang-layang dan burung hudhud[614]
.[615]
o Telur ayam dan telur seluruh burung yang daging-nya halal adalah halal. Dan telur burung yang dagingnya haram adalah haram.[616]
o Belalang termasuk binatang yang terbang dan dagingnya halal.[617]
3. Binatang Air
3.1. Dari binatang-binatang yang hidup di laut yang dagingnya halal adalah ikan-ikan yang bersisik dan sebagian dari burung laut.
3.2. Udang termasuk binatang laut yang halal.[618]
Masalah:
Masalah:
o Haram memakan tanah.[619]
o Tidaklah apa-apa memakan sedikit turbah Imam Husein a.s. untuk mendapatkan kesembuhan.[620]
o Haram memakan dan meminum sesuatu yang najis.[621]
o Haram memakan sesuatu yang berbahaya bagi dirinya,[622]
seperti makanan yang berlemak
bagi orang sakit; dimana itu berbahaya bagi dirinya.[623]
o Haram memakan telur binatang berkaki empat yang halal dagingnya.[624]
o Haram meminum arak dan cairan-cairan yangme-mabukkan.[625]
o Setiap Muslim wajib untuk memberi makan dan minum kepada saudara Muslim lainnya yang hampir mati karena kehausan atau kelaparan, dan menyelamatkannya dari kematian.[626]
Tata Krama Makan
· Hal-hal yang sunah dalam makan:
1. Mencuci kedua tangan sebelum dan sesudah makan.
2. Sebelum makan membaca Bismillah dan sesudah-nya membaca Alhamdulillah.
3. Makan dengan tangan kanan.
4. Suapan makan sedikit atau kecil.
5. Mengunyah makanan dengan baik.
6. Mencuci buah sebelum memakannya.
7. Jika makan bersama dalam satu hidangan, maka setiap orang disunahkan untuk mengambil makanan yang ada di hadapannya.
8. Tuan rumah lebih dahulu memulai makan dan lebih cepat menyelesaikannya dari yang lain.[627]
· Hal-hal yang makruh dalam makan:
1. Makan dalam keadaan kenyang.
2. Makan banyak.
3. Melihat ke wajah orang lain ketika sedang makan.
4. Makan makanan panas.
5. Meniup makanan yang siap dimakan.
6. Memotong roti dengan pisau belati.
7. Meletakkan roti di bawah tempat makanan.
8. Membuang buah sebelum dimakan bersih.[628]
Tata Krama Minum
· Perkara-perkara yang Sunah dalam Minum
1. Minum sambil berdiri di siang hari.
2. Sebelum minum membaca Basmallah dan sesudah minum membaca Alhamdulillah.
3. Minum dengan tiga kali nafas, yakni tidakmemi-num sekaligus tanpa nafas.
4. Setelah minum, sunah mengingat Imam Husein a.s., keluarganya dan sahabat-sahabatnya serta melaknat para pembunuhnya.[629]
· Perkara-perkara yang Makruh dalam Minum
1.Minum banyak.
2. Minum air setelah memakan makanan berlemak.
3. Minum dengan tangan kiri.
4. Minum sambil berdiri dimalam hari.[630]
Kesimpulan Pelajaran
1. Termasuk binatang ternak yang halal dagingnya ialah kambing, domba, sapi, kerbau dan unta. Daging kuda, bagal dan keledai adalah makruh. Daging anjing dan kucing serta hewan lainnya adalah haram.
2. Daging kijang, kambing gunung dan zebra adalah halal.
3. Seluruh binatang buas seperti serigala dan macan adalah haram.
4. Haram memakan daging kelinci.
5. Haram memakan semua jenis serangga.
6. Sebagian jenis binatang unggas seperti macam-macam burung merpati, burung-burung kecil,
ayam betina dan jantan adalah halal dimakan daging mereka.
7. Haram memakan kelelawar, burung merak, burung gagak dan burung yang berkuku cengkram.
8. Dari hewan-hewan air (yang hidup di laut), hanya ikan yang bersisik dan sebagian burung
laut halal dimakan.
9. Udang termasuk binatang yang halal.
10. Haram memakan tanah.
11. Haram memakan makanan yang najis.
12. Haram memakan sesuatu yangmembahayakan diri sendiri.
13. Wajib atas setiap Muslim untuk memberi makan dan minum kepada Muslim lainnya yang
hampir mati karena kelaparan atau kehausan dan wajib menyela-matkannya dari kematian.
14. Makan dan minum memiliki tata krama tersendiri. Siapa yang mengamalkannya akan mendapatkan keselamatan dirinya dan pahala ukhrawi.
Pertanyaan:
1. Di antara binatang ternak berkaki empat, mana saja yang haram dagingnya?
2. Apa hukum memakan daging kelinci?
3. Apakah binatang-binatang berikut ini halal ataukah haram; burung gagak, keledai, ular, semut, sapi, kucing, tikus dan domba betina?
4. Apa hukum telur burung merpati, telur burung gagak, telur burung-burung kecil dan telur kambing?
5. Apa hukum merokok?
6. Sebutkan lima hal dari sunah-sunahmakan dan mak-ruh-makruhnya!
Pelajaran 43
MELIHAT DAN PERNIKAHAN
MELIHAT
Kemampuan melihat adalah salah satu karunia Allah Swt. Manusia harus menggunakan karunia
yang besar ini guna mencapai kesempurnaan diri dan kesempurnaan sesamanya dan menjaganya
agar tidak sampai digunakan untuk ber-maksiat, misalnya untuk melihat orang yang bukan muhrimnya. Melihat alam dan menikmati keindahannya tidaklah apa-apa selama tidak sampai
melanggar hak-hak orang lain. Menjaga pandangan dan tidak melihat orang bukan muhrim dan
menjaga diri sehingga tidak dilihat oleh orang bukan muhrim memiliki hukum tersendiri yang
akan kami bahas sebagian darinya dalam pelajaran ini.
Muhrim dan Bukan Muhrim
Muhrim adalah orang yang tidak boleh menikah dengan-nya, dan dalam halmelihatnya tidak ada
batasan seba-gaimana yang ditetapkan pada orang-orang selainnya.
Orang-orang yang Muhrim bagi Lelaki
1. Ibu dan nenek.
2. Anak perempuan dan cucu perempuan.
3. Saudara perempuan.
4. Anak perempuan dari saudara perempuan.
5. Anak perempuan dari saudara lelaki.
6. Saudara perempuan ayah dan saudara perempuan ka-kek dari ayah maupun kakek dari ibu.
7. Saudara perempuan ibu dan saudara perempuan nenek dari ayah dan nenek dari ibu.[631]
Ketujuh macam orang-orang di atas ini adalah muhrim karena nasab atau keturunan. Mereka semua adalah muhrim bagi seorang lelaki dan tidak boleh dinikahi olehnya.
Di samping mereka, ada pula sekelompok orang yang menjadi muhrim karena pernikahan, yaitu:
1. Ibu istri dan nenek istri.
2. Anak istri, kendati bukan anaknya sendiri (anak tiri).
3. Istri ayah (ibu tiri).
4. Istri anak (menantu perempuan).[632]
Dengan demikian, maka setiap perempuan selain yang tersebut di atas adalah bukan-muhrim
bagi lelaki itu, termasuk istri saudara lelakinya dan saudara perempuan istrinya, walaupun dia
tidak boleh menikah dengannya selama saudara perempuannya berstatus sebagai istrinya (yakni,
walaupun hukum menikah dengan dua perempuan bersaudara adalah haram), kecuali jika
istrinya meninggal atau dicerai.[633]
Melihat Orang Lain
1. Suami boleh melihat seluruh badan istrinya. Begitu juga sebaliknya, istri boleh melihat seluruh badan suaminya, sekalipun untuk kenikmatan seksual.[634]
2. Selain suami dan istri, penglihatan seseorang kepada orang lain untuk kenikmatan seksual hukumnya haram; baik sesama jenis seperti; lelaki melihat lelaki lain, atau bukan sesama jenis
seperti; lelaki melihat perempuan, baik muhrim atau bukan-muhrim. Dan, hukum haram ini berlaku pada setiap penglihatan kepada semua ba-gian badan mereka.[635]
3. Terdapat hukum-hukum tertentu bagi seorang lelaki[636]
yang melihat badan perempuan tidak
untuk kenikmatan seksual, sebagaiman akan kami jelaskan di bawah ini.
Penglihatan Lelaki kepada Perempuan
1. Perempuan itu sebagai muhrimnya:
a. Haram melihat auratnya.
b. Boleh melihat selain auratnya.
2. Perempuan itu bukan muhrimnya:
a. Boleh melihat wajah dan tangan sampai pergela-ngannya.[637]
b. Kecuali dua bagian di poin a. tadi, haram melihat seluruh badannya.[638]
* * *
PERNIKAHAN
Pernikahan akan menjadi wajib atas seseorang apabila dia tidak lagi mampu menahan diri dari maksiat dan perbuatan dosa karena tidak menikah.[639]
Istri yang Baik
Seyogianya seseorang memperhatikan sifat-sifat calon istri-nya dan tidak merasa cukup hanya melihat keindahan paras dan kekayaannya. Nabi Muhammad Saw. telah mengajar-kan kepada kita sifat-sifat istri yang baik, di antaranya:
a. Penyayang.
b. Mulia dan menjaga kesucian dan kehormatan diri.
c. Terhormat dalam keluarganya.
d. Sopan dan santun di hadapan suaminya.
e. Berdandan dan merias diri hanya untuk suami.
f. Taat pada suami.[640]
Istri yang tidak Baik
Dalam riwayat, disebutkan sebagian sifat-sifat istri yang tidak baik; di antaranya:
a. Terhina dalam keluarganya.
b. Pendengki dan pendendam.
c. Tidak bertakwa.
d. Berdandan dan berias diri untuk orang lain.
e. Tidak taat pada suami.[641]
Akad Nikah
1. Kerelaan dua mempelai serta saling mencintai tidaklah cukup (untuk melangsungkan pernikahan mereka). Oleh karena itu, selama akad nikah belum dilakukan (diucapkan), lamaran atau masa tunangan tidak me-nyebabkan mempelai perempuan menjadi muhrim bagi mempelai lelaki, juga dia (mempelai perempuan) masih sama seperti semua perempuan bukan-muhrim yang lain bagi mempelai lelaki tersebut.[642]
2. Dalam pernikahan, akad nikah harus diucapkan sesuai dengan redaksi (kalimat akad) yang khusus.
3. Jika satu huruf saja dari kalimat akad nikah diucapkan secara keliru sehingga merubah maknanya, maka akad nikah menjadi tidak sah.[643]
Kesimpulan Pelajaran
1. Karena keturunan, orang-orang berikut ini menjadi muhrim bagi seorang lelaki: ibu, anak
perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara perem-puan, anak perempuan saudara laki, bibi dari ayah, bibi dari ibu.
2. Karena pernikahan, orang-orang berikut ini menjadi muhrim dengan seorang lelaki: istri, ibu
istri, anak perempuan istri, istri ayah, istri anak.
3. Saudara perempuan istri itu bukan-muhrim, walaupun kawin dengannya tidak boleh selama
saudaranya ber-status sebagai istrinya.
4. Selain suami istri, melihat bagian apa saja dari badan orang lain untuk kenikmatan seksual adalah haram.
5. Lelaki boleh melihat badan seluruh perempuan muh-rimnya tanpa kenikmatan seksual, kecuali aurat mereka.
6. Lelaki boleh melihat wajah dan tangan seluruh perem-puan bukan-muhrim tanpa kenikmatan
seksual.
7. Melihat seluruh anggota badan—selain wajah dan tangan—perempuan bukan-muhrim adalah haram.
8. Jika seseorang melakukan perbuatan maksiat dan dosa karena tidak menikah, maka dia wajib
menikah.
9. Dalam pernikahan, kalimat khusus akad nikah harus diucapkan, dan sekedar kerelaan kedua
mempelai tidak-lah cukup.
Pertanyaan:
1. Siapa saja yang menjadi salingmuhrim karena perni-kahan?
2. Berapa kelompok perempuan yangmenjadimuhrim le-laki?
3. Apa hukum melihat rambut bibi dari ayah maupun bibi dari ibu?
4. Apa hukum melihat badan istri paman dari ayah dan istri paman dari ibu?
5. Apakah menikah itu wajib?
Pelajaran 44
HUKUM-HUKUM MASJID,
AL-QURAN DAN MENGUCAPKAN SALAM
HUKUM-HUKUM MASJID
Perkara-perkara yang Haram
1. Menghiasimasjid dengan emas.[644]
2. Menjual masjid, sekalipun sudah rusak.
3. Menajisimasjid. Dan jika telah ternajisi, harus segera disucikan.
4. Membawa tanah dan kerikil darimasjid, kecuali jika tanah itu tanah lebih.
Perkara-perkara yang Sunah
1. Pergi ke masjid lebih dahulu dari jemaah yang lain, dan pulangnya lebih lambat dari mereka.
2. Menyalakan lampu masjid.
3. Membersihkan masjid.
4. Pertama-tama, menginjakkan kaki kanan untukmasuk ke masjid.
5. Pertama-tama, menginjakkan kaki kiri untuk keluar dari masjid.
6. Mengerjakan salat sunah dua rakaat (salat Tahiyat masjid).
7. Memakai wangi-wangian dan pakaian yang paling ba-gus ketika pergi ke masjid.
Perkara-perkara yang Makruh
1. Melewatimasjid. Maksudnya, masjid hanya sebagai tempat lewat; tanpa salat di dalamnya.
2. Meludah dan membuang ingus di masjid.
3. Tidur di masjid, kecuali dalam kondisi terpaksa.
4. Berteriak dan bersuara keras di masjid, kecuali untukmengumandangkan azan.
5. Melakukan jual beli di masjid.
6. Membicarakan urusan dunia di masjid.
7. Pergi ke masjid bagi orang yang baru makan bawang merah (atau bombai) atau bawang putih yang baunya mengganggu orang lain.[645]
* * *
HUKUM-HUKUM AL-QURAN
1. Al-Quran harus selalu bersih dan suci. Haram menajisi tulisan dan kertasnya. Dan jika telah
najis, harus segera disucikan.[646]
2. Jika sampul Al-Quran najis sehingga hilang kehormatan-nya, maka harus disucikan.[647]
Menyentuh Tulisan-tulisan Al-Quran
1. Bagi orang yang tidak punya wudu, haram menyen-tuhkan bagian dari badannya ke Al-Quran.[648]
2. Sekaitan dengan tulisan Al-Quran, tidak ada perbedaan antara hal-hal di bawah ini:
o Antara ayat-ayat dan kata-kata Al-Quran, bahkan antara huruf-huruf dan harokatharokatnya.
o Antara apa saja yang memuat tulisan Al-Quran, baik itu kertas, tanah, dinding atau kain.
Semua itu tidak ada bedanya lagi dengan tulisan Al-Quran.
o Antara apa saja yang ditulis dengan pena, alat cetak, kapur, atau dengan yang lainnya.[649]
o Haram menyentuh tulisan Al-Quran—sekalipun itu tidak di dalam Al-Quran. Yakni, jika suatu ayat ter-cantum dalam suatu buku, bahkan jika satu kata da-ri Al-Quran tertulis di sebuah kertas, atau sepenggal dari lafadz Al-Quran itu robek dan ter-pisah dari lembaran Al-Quran atau lembaran buku lainnya, maka hukum menyentuh semua ini tetap haram.
3. Beberapa hal di bawah ini tidak dianggap menyentuh tulisan Al-Quran dan tidak haram:
o Menyentuh tulisan Al-Quran dari balik kaca atau plastik.
o Menyentuh kertas Al-Quran, sampulnya dan sekitar tulisannya, walaupun hukumnya makruh.
o Menyentuh terjemahan Al-Quran dengan bahasa apapun, kecuali nama Allah dengan bahasa apapun. Maka, menyentuh nama Allah dengan bahasa apapun seperti kata Tuhan adalah haram bagi orang yang tidak punya wudu.[650]
4. Kata-kata yang sama dalam Al-Quran dengan selain Al-Quran, seperti kata mu’min atau alladzina; jika penulis-nya menulis dengan niat menulis Al-Quran, maka haram menyentuhnya tanpa wudu.[651]
5. Menyentuh tulisan-tulisan Al-Quran juga haram bagi orang junub.
6. Orang junub tidak boleh membaca surah-surah Al-Quran yang memuat sujud wajib (rincian
masalah ini telah diterangkan pada Pelajaran 10).[652]
7. Bagi orang junub, makruh mengerjakan pekerjaan yang terkait dengan Al-Quran:
a. Membaca lebih dari tujuh ayat dari surah-surah Al-Quran yang tidakmemuat sujud wajib.
b. Menyentuhkan anggota badan ke sampul Al-Quran dan sekitarnya serta ke sela-sela kosong di antara tulisan Al-Quran.
c. Membawa Al-Quran.
8. Disunahkan untuk berwudu selama membawa Al-Quran, membaca, menulis ayat-ayatnya dan menyentuh sekitarnya.[653]
* * *
HUKUM-HUKUM MENGUCAPKAN SALAM
1. Sunah mengucapkan salam kepada orang lain, namun wajib menjawab salam.[654]
2. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedangmelakukan salat.[655]
3. Jika seseorang mengucapkan salam kepada orang yang sedang melakukan salat, maka pelaku salat harus menja-wabnya dan mendahulukan kata “salamun”, yakni men-jawab begini: “salamun alaik”, atau “salamun alaikum”.[656]
[657]
4. Seseorang yang sedangmelakukan salat tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain.[658]
5. Seseorang harus segera menyampaikan jawaban salam seusai orang lain mengucapkan salam
kepadanya, dan dia berdosa jika sengaja tidak segera menjawabnya.[659]
6. Jika dua orang saling mengucapkan salam dalam waktu yang sama, maka masing-masing wajib menjawab salam kepada yang lainnya.[660]
7. Makruh mengucapkan salam kepada orang kafir. Dan jika seorang kafir mengucapkan salam kepada seorang Muslim, maka berdasarkan ihtiyath wajib orang muslim harus menjawabnya dengan mengucapkan “’alaik” saja atau “salam” saja.[661]
Tata Krama Mengucapkan Salam
1. Adalah sunah:
a. Pengendara kendaraan mengucapkan salam kepada pejalan kaki.
b. Yang berdiri bersalam kepada yang duduk.
c. Kelompok yang sedikit mengucapkan salam kepada kelompok yang lebih banyak.
d. Yang lebih kecilmengucapkan salam kepada yang lebih besar.[662]
2. Selain dalam keadaan salat, sunah menjawab salam dengan ucapan yang lebih baik. Oleh karenanya, jika seseorangmengucapkan “salamun alaikum”, maka sunah menjawabnya dengan
ucapan “salamun ‘alaikum waroh-matullah”.[663]
3. Adalah makruh mengucapkan salam kepada perem-puan, khususnya kepada perempuan muda.[664]
Kesimpulan Pelajaran
1. Haram menjual masjid dan menghiasinya dengan emas.
2. Haram menajisi masjid dan wajib menyucikannya.
3. Tidak boleh membawa tanah dan kerikil dari masjid kecuali jika tanah yang lebih.
4. Haram menajisi tulisan dan kertas Al-Quran dan wajib menyucikannya.
5. Orang yang tidak punya wudu haram menyentuhkan anggota badannya ke tulisan Al-Quran.
6. Sekaitan dengan tulisan Al-Quran, tidak ada perbedaan antara hal-hal di bawah ini:
a. Ditulis pada Al-Quran atau pada selain Al-Quran.
b. Ayat Al-Quran atau kata-katanya, bahkan huruf-hurufnya.
c. Tertulis pada kertas atau pada selain kertas.
d. Tertulis dengan pena atau dengan selainnya.
7. Tidak apa-apa menyentuh tulisan Al-Quran dari balik kaca atau plastik.
8. Tidak apa-apa menyentuh terjemahan Al-Quran kecuali semua terjemahan lafadz Allah.
9. Sunah mengucapkan salam kepada orang lain, dan wajib menjawab salam.
10. Beberapa kondiri bagi pelaku salat sekaitan dengan ucapan salam:
a. Dalam keadaan salat, dia tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain.
b. Jika ada yang mengucapkan salam kepadanya, dia wajib menjawabnya tetapi harus mendahulukan kata “salamun”.
c. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang mengerjakan salat.
11. Seseorang harus segera menjawab salam yang diucap-kan kepadanya.
12. Makruh mengucapkan salam kepada orang kafir.
Pertanyaan:
1. Apa hukumnya membawa turbah milik masjid untuk dipakai salat di rumah?
2. Sekaitan dengan menjaga masjid, pekerjaan apa saja yang hukumnya wajib, sunah dan makruh?
3. Apa hukumnya tidur di dalam masjid dan melewatinya?
4. Apa hukumnya menulis ayat Al-Quran di badan (tato)?
5. Apa hukumnya menyentuh tanpa wudu ayat-ayat Al-Quran yang tertulis pada batu nisan (kuburan)?
6. Sekaitan dengan Al-Quran, pekerjaan apa saja yang hukumnya haram?
7. Bagaimana menjawab salam dalam keadaan salat?
8. Apakah kamu tahu kenapa dalam kondisi salat kita ti-dak boleh mengucapkan salam kepada orang lain, tetapi kita harus menjawab salam orang yang mengucapkan-nya salam kepada kita?
Pelajaran 45
MERAMPAS, BERSUMPAH, BERBOHONGDANMENGUMPAT
MERAMPAS (GHASAB)
Definisi Merampas (Ghasab)
Merampas (gashab) yaitu perbuatan seseorang menguasai milik atau hak orang lain dengan cara yang tidak benar dan zalim.
Merampas termasuk sebagai dosa besar, dan perampas akan mendapatkan azab yang pedih di Hari Kiamat nanti.
Macam-macam Merampas
1. Merampas barang milik:
a. Barang milik pribadi seperti; mengambil pena dan buku orang lain, atau memecahkan kaca rumah orang lain.
b. Barang milik umum seperti; mengambil barang-barang sekolah, memecahkan lampu jalan, tidak mengeluarkan khumus, atau tidakmengeluarkan zakat.
2. Merampas hak guna:
a. Hak guna pribadi seperti; menduduki bangku du-duk orang lain di kelas, atau salat di tempat yang sudah dipilih oleh orang lain di masjid.
b. Hak guna umum seperti; mencegah orang lain dari menggunakan masjid, atau jembatan, atau jalan, atau mencegah orang lain dari melintasinya.[665]
Hukum-hukum Merampas
1. Hukum seluruh macam merampas adalah haram dan terhitung sebagai dosa besar.[666]
2. Jika seseorang merampas sesuatu, maka selain telah berbuat haram, dia harus mengembalikannya kepada pemiliknya, dan jika rampasan itu hilang, dia harus menggantinya.[667]
3. Jika dia merusakkan barang rampasannya, maka harus mengembalikan kepada pemiliknya
berikut ongkos per-baikan. Jika setelah perbaikan, harganya menjadi lebih murah dari harga sebelumnya, dia harus membayar selisih harganya.[668]
4. Jika dia mengubah barang rampasannya menjadi lebih bagus—misalnya dia memperbaiki sepeda rampasan menjadi lebih bagus—lalu pemiliknya menuntutnya agar mengembalikan barang rampasan dengan keadan yang sudah lebih bagus itu, maka dia harus menyerahkannya
kepada pemiliknya dan tidak boleh meminta ongkos perbaikan, juga tidak berhak untuk mengubahnya lagi menjadi seperti semula.[669]
* * *
BERSUMPAH
1. Jika seseorang bersumpah dengan menyebut salah satu nama Allah; bahwa dia akan mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, misalnya; demi Allah akan berpuasa, atau demi Allah tidak akan merokok, maka dia wajib mengamalkan sumpahnya.[670]
2. Jika sengaja tidak mengamalkan sumpahnya, dia harus membayar salah satu dari tiga kaffarah
berikut ini:
a. Memerdekakan seorang budak.
b. Memberi makan kepada sepuluh orang fakir.
c. Memberi pakaian kepada sepuluh orang fakir.
3. Jika tidak mampu membayar satu pun dari tiga macam kaffarah ini, dia harus berpuasa tiga hari.[671]
.[672]
4. Jika dia mengatakan sumpah yang benar, hukum sumpahnya makruh. Namun, jika dia mengatakan sum-pah palsu, maka hukum sumpahnya haram dan ter-masuk dosa besar.[673]
* * *
BERBOHONG
1. Berbohong termasuk perbuatan haram dan dosa besar.[674]
2. Jika berbohong untuk mencegah terjadinya masalah yang betul-betul serius seperti; untuk mencegah terbu-nuhnya jiwa seseorang, atau hancurnya kehidupan rumah tangga, maka tidaklah apa-apa.[675]
MENGUMPAT (GHIBAH)
Definisi Mengumpat
Jika seseorang mempunyai sifat yang tidak terpuji, atau dia telah melakukan suatu perbuatan
yang salah, dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya, sedangkan dia sendiri tidak suka bila
sifat dan perbuatan dirinya ini dibicarakan kepada orang lain, maka membicarakan orang tersebut
di depan orang lain adalah perbuatan mengumpat dan menggunjing (ghibah).[676]
Hukum-hukum Mengumpat
1. Mengumpat itu haram; baik bagi pengumpat juga bagi pendengar umpatannya.[677]
2. Jika seseorang mengumpat kejelekan orang lain, dia harus bertaubat dan tidak harus menceritakan umpa-tannya kepada orang yang diumpatnya.[678]
3. Jika seseorang tidak mendirikan salat namun dia tidak menampakkan kebiasaan buruknya ini
kepada orang lain, maka mengumpat orang seperti ini tetap tidak dibolehkan, walaupun wajib beramar makruf dan nahimunkar kepadanya.[679]
* * *
MENCUKUR JANGGUT
Berdasarkan ihtiyath wajib, hukum mencukur janggut—baik dengan silet maupun dengan mesin
cukur—adalah haram.[680]
Pertanyaan:
Bolehkah seorang lelaki yang berusia sekitar 18 sampai 19 tahun mencukur wajahnya sampai
dua atau tiga kali dengan maksud supaya bulu tumbuh di wajahnya atau supaya tumbuhnya lebih bagus, ataukah tidak boleh?
Jawab:
Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh mencukur janggut. Namun, selama janggut belum tumbuh, mencukur wajah dengan silet tidaklah apa-apa.[681]
Kesimpulan Pelajaran
1. Merampas merupakan dosa besar, dan perampas akan mendapatkan azab yang pedih di Hari Kiamat.
2. Merampas barangmilik dan hak guna pribadi dan umum adalah haram.
3. Seseorang yangmerampas sesuatu harus mengemba-likan kepada pemiliknya.
4. Seseorang yang merusakkan barang rampasannya harus mengembalikan kepada pemiliknya
beserta ongkos per-baikan.
5. Jika seseorang bersumpah dengan menyebut salah satu nama Allah; bahwa ia akan mengerjakan sesuatu atau akan meninggalkannya, dia wajib mengamalkannya.
6. Jika tidak mengamalkan sumpahnya, dia harus memer-dekakan seorang budak, atau memberi
makan sepuluh orang fakir, atau memberi pakaian sepuluh orang fakir. Jika dia tidak bisa mengerjakan satu pun dari tiga hal ini, dia harus berpuasa tiga hari.
7. Bersumpah jujur adalah makruh, dan bersumpah palsu adalah adalah haram.
8. Berbohong itu haram dan termasuk dosa besar.
9. Mengumpat (ghibah) adalah dosa; baik bagi pengumpat juga bagi pendengar umpatannya.
10. Mengumpat seorang pendosa yangmelakukan dosanya secara rahasia tetap tidak dibolehkan.
11. Berdasarkan ihtiyath wajib, haram mencukur janggut.
Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian dari merampas (ghasab) dan berikan dua contoh dari merampas hak guna!
2. Apa hukum mengambil barang orang lain untuk digu-nakan secara pribadi, misalnya; mengambil pena teman untuk menulis nomor telepon?
3. Menggunakan kapur dan papan tulis sekolah untuk latihan menulis, atau menulis yang tidak pada tempat-nya; termasuk yangmana darimacam-macam meram-pas (ghasab)?
4. Apakah pengertian darimengumpat (ghibah)?
5. Apakah membicarakan nilai ujian seseorang kepada orang lain termasuk mengumpat?
6. Apa tugas orang yang telah mengumpat?
7. Seorang remaja yang telah tumbuh sedikit bulu di wajahnya dan dia malu jika membiarkannya demikian; apakah dia boleh mencukur bulu tersebut?
Table of Contents
BELAJAR FIKIH 1
Untuk Tingkat Pemula 1
BELAJAR FIKIH 2
untuk tingkat pemula 2
Sesuai dengan Fatwafatwa 2
Para Marja’2
Taklid Besar Syi’ah 2
Muhammad Husein Falah Zadeh 2
Penerjemah:2
Emi Nurhayati2
Prakata Penerbit3
Pengantar Penulis 8
Beberapa Catatan:14
Pelajaran 1 20
KEDUDUKAN FIKIH 20
DALAM ISLAM 20
Pembagian Hukum 21
Taklid 21
Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja’22
Kesimpulan Pelajaran 25
Pertanyaan:25
Pelajaran 2 27
IJTIHAD DAN TAKLID 27
Siapakah Mukallaf? 28
Usia Baligh 28
Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab 29
Kesimpulan Pelajaran 29
Pertanyaan:30
Pelajaran 3 31
BERSUCI31
Pendahuluan-pendahuluan Salat31
Benda-benda Najis:32
Keterangan:32
Masalah:33
Hukum Bangkai33
Bangkai Binatang 34
Hukum Bangkai Binatang 34
Hukum-hukum Darah 34
Kesimpulan Pelajaran 35
Pertanyaan:36
Pelajaran 4 37
BAGAIMANASESUATU YANGSUCI37
BISAMENJADINAJIS? 37
Beberapa Masalah 37
Benda-benda yang Bisa Menyucikan 38
Macam-macam Air38
Hukum-hukum Air Mudhaf39
Macam-macam Air Mutlaq 39
Ukuran Air Kur (Banyak)40
Ukuran Air Qalil (Sedikit)40
Kesimpulan Pelajaran 40
Pertanyaan:41
Pelajaran 5 42
HUKUM-HUKUMAIR 42
Air Qalil (Sedikit)42
Air Kur, Air Mengalir, Air Sumur42
Ciri-ciri Air Hujan 43
Hukum-hukum Keraguan tentang Air43
Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat44
Kembali Suci dengan Air? 44
Penyucian Sesuatu yang Ternajisi44
Keterangan:45
Masalah:45
Kesimpulan Pelajaran 46
Pertanyaan:47
Pelajaran 6 48
CARAMENYUCIKAN TANAH 48
YANGNAJIS 48
Menyucikan Tanah 48
Beberapa Masalah 48
Tanah 48
Sinar Matahari49
Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci49
Masalah:50
Islam 50
Hilangnya Benda Najis 51
Kesimpulan Pelajaran 51
Pertanyaan:52
Pelajaran 7 53
WUDU 53
Cara Berwudu 53
Amalan-amalan Wudu 53
1. Membasuh:54
2. Mengusap:54
Keterangan Amalan-amalan Wudu 54
Membasuh 54
Mengusap 54
Hukum-hukum yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki56
Kesimpulan Pelajaran 57
Pertanyaan:57
Pelajaran 8 59
SYARAT-SYARATWUDU 59
Syarat-syarat Wudu 59
1. Syarat-syarat air dan tempat air:59
2. Syarat-syarat anggota wudu:59
3. Syarat-syarat cara berwudu:59
4. Syarat-syarat pelaku wudu:60
Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya 60
Syarat-syarat Anggota Wudu 61
Syarat-syarat Cara Berwudu 61
1. Tertib: amalan-amalan wudu harus dikerjakan berda-sarkan urutan di bawah ini:61
2. Kesinambungan (Muwalat)62
3. Tidak Boleh Minta Tolong Orang Lain 62
Syarat-syarat Pelaku Wudu 62
Kesimpulan Pelajaran 63
Pertanyaan:64
Pelajaran 9 65
WUDU JABIROH 65
Definisi Jabiroh 65
Cara Wudu Jabiroh 66
Beberapa Masalah 66
Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu 67
Beberapa Masalah 67
Bagaimana Wudu Menjadi Batal? 68
Kesimpulan Pelajaran 68
Pelajaran 10 71
MANDI71
Macam-macam Mandi Wajib 71
Mandi Janabah 71
Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi73
Orang Junub 73
Surah-surah Al-Quran yang Mengandung 74
Sujud Wajib 74
Pertanyaan:75
Pelajaran 11 76
PELAKSANAAN MANDI76
Cara-cara Mandi76
Keterangan:76
Syarat Sahnya Mandi77
Mandi Menyentuh Mayat78
Mandi Mayat79
Mandi yang Khusus bagi Perempuan 79
Kesimpulan Pelajaran 80
Pertanyaan:81
Pelajaran 12 82
TAYAMUM
(PENGGANTI WUDU 82
DANMANDI)82
Bagaimana Cara Bertayamum? 82
Hal-hal yang Bisa Digunakan untuk Bertayamum:83
Beberapa Masalah 83
Syarat-syarat Sahnya Tayamum 84
Kesimpulan Pelajaran 85
Pertanyaan:85
Pelajaran 13 87
WAKTU SALAT 87
Macam-macam Salat:87
Waktu Salat Harian 88
Berikut ini waktu-waktu salat harian:88
Waktu Subuh 88
Waktu Zuhur89
Waktu Maghrib 89
Waktu Pertengahan Malam 89
Hukum-hukum Waktu Salat89
Kesimpulan Pelajaran 90
Pertanyaan:91
Pelajaran 14 93
KIBLAT DAN PAKAIAN SALAT 93
KIBLAT 93
PAKAIAN SALAT 93
Ukuran Pakaian 93
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang najis adalah batal:94
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang 95
najis adalah sah:95
Beberapa Masalah 96
Kesimpulan Pelajaran 96
Pertanyaan:97
Pelajaran 15 98
TEMPAT SALAT,AZAN 98
DAN IQOMAH 98
TEMPAT SALAT 98
Syarat-syarat Tempat Salat98
Hukum Tempat Salat98
AZAN DAN IQOMAH 99
Persiapan Salat99
Azan 100
Iqomah 100
Hukum-hukum Azan dan Iqomah 101
Kesimpulan Pelajaran 101
Pertanyaan:102
Pelajaran 16 104
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN 104
SALAT (1)104
Pendahuluan 104
Kewajiban-kewajiban Salat104
Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun 104
NIAT 105
TAKBIROTUL IHROM 105
Kewajiban-kewajiban Takbirotul Ihrom 106
BERDIRI106
Macam-macam Berdiri106
Hukum-hukum Berdiri107
Kesimpulan Pelajaran 108
Pertanyaan:109
Pelajaran 17 110
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN 110
SALAT (2)110
BACAAN 110
Hukum-hukum Bacaan 110
Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan 112
Pelajaran 18 115
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN 115
SALAT (3)115
RUKUK 115
Kewajiban-kewajiban dalam Rukuk 115
Zikir Rukuk 115
Ketenangan Badan Selama Rukuk 116
Berdiri dan Tenang setelah Rukuk 116
Tugas Orang yang tidak Mampu Rukuk secara Normal116
Hal-hal yang Disunahkan dalam Rukuk 117
SUJUD 117
Kewajiban-kewajiban dalam Sujud 118
Kesimpulan Pelajaran 118
Pelajaran 19 120
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SUJUD 120
Zikir120
Ketenangan (Tuma’ninah)120
Bangun dari Sujud 120
Kesetaraan Tempat Sujud 121
Meletakkan Dahi di atas Sesuatu yang Sah Dipakai Sujud 121
Hukum-hukum Sujud 122
Tugas Orang yang tidak Bisa Sujud secara Normal123
Sunah-sunah dalam Sujud 123
Sujud Wajib Al-Quran 124
Kesimpulan Pelajaran 125
Pelajaran 20 127
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN 127
SALAT (4)127
TASYAHUD 127
SALAM 127
TERTIB 128
MUWALAT 128
QUNUT 129
TA’QIB SALAT 129
Kesimpulan Pelajaran 129
Pertanyaan:130
Pelajaran 21 131
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SALAT 131
Hukum Hal-hal yang Membatalkan Salat131
1. Berbicara 131
2. Tertawa dan Menangis 132
3. Membelakangi Kiblat132
4. Merusak Bentuk Salat133
Hal-hal yang Makruh dalam Salat134
Kesimpulan Pelajaran 134
Pertanyaan:135
Pelajaran 22 136
ARTI BACAAN AZAN, IQOMAH 136
DAN SALAT 136
Azan dan Iqomah 136
Bacaan-bacaan Salat136
Takbirotul Ihrom:136
Pertanyaan:139
Pelajaran 23 & 24 140
KERAGUAN-KERAGUAN 140
DALAM SALAT 140
Macam-macam Keraguan dalam Salat140
1. Keraguan dalam bagian–bagian salat:140
2. Keraguan dalam rakaat salat:141
Salat Ihtiyath 142
Sujud Sahwi143
Kesimpulan Pelajaran 143
Pertanyaan:145
Pelajaran 25 146
SALATMUSAFIR 146
Beberapa Masalah 146
Pada keadaan-keadaan di bawah ini, salat dalam bepergian harus dikerjakan secara tamam 147
(sempurna):147
Di tempat-tempat di bawah ini, salat harus dikerjakan secara tamam (sempurna):148
Definisi Wathon (Tempat Tinggal)? 148
Niat Sepuluh Hari149
Musafir yang Mengerjakan Salat secara Tamam 150
Kesimpulan Pelajaran 151
Pertanyaan:152
Pelajaran 26 154
SALAT QODHO 154
Salat Qodho Ayah 156
Kesimpulan Pelajaran 157
Pelajaran 27 159
SALAT JAMAAH(1)159
Pentingnya Salat Jamaah 159
Syarat-syarat Salat Jamaah 160
Mengikuti Imam Salat Jamaah 160
Beberapa Kondisi Makmum untuk Berjamaah 161
1. Berjamaah pada Rakaat Pertama 161
2. Berjamaah pada Rakaat Kedua 161
3. Berjamaah pada Rakaat Ketiga 162
4. Berjamaah pada Rakaat Keempat163
Kesimpulan Pelajaran 163
Pertanyaan:164
Pelajaran 28 165
SALAT JAMAAH(2)165
Beberapa Hukum 165
Tugas Makmum dalam Salat Jamaah 166
Cara-cara Makmum Mengikuti Imam Jamaah 166
Masalah:166
Jika Makmum Bergerak Sebelum Imam karena Lupa:167
Beberapa Sunah dan Makruh dalam Salat Jamaah 168
Kesimpulan Pelajaran 169
Pelajaran 29 171
SALAT JUM’AT DAN SALAT ID 171
SALAT JUM’AT 171
Pentingnya Salat Jum’at171
Cara-cara Salat Jum’at171
Syarat-syarat Salat Jum’at172
Tugas Imam Salat Jum’at dalam Menyampaikan Dua Khotbah 173
Hal-hal yang Sepatutnya Disampaikan dalam Dua Khotbah 173
Tugas Jemaah Salat Jum’at174
SALAT ID 174
Waktu Salat Id 174
Cara-cara Salat Id 175
Kesimpulan Pelajaran 175
Pertanyaan:176
Pelajaran 30 177
SALATAYAT DAN SALAT-SALAT SUNAH 177
SALAT AYAT 177
Cara-cara Salat Ayat177
Hukum-hukum Salat Ayat178
SALAT-SALAT SUNAH 179
Salat Tahajud (Salat Malam)179
Waktu Salat Tahajud 179
Salat Nafilah Harian 180
Salat Ghufailah 180
Cara Salat Ghufailah 180
Kesimpulan Pelajaran 181
Pertanyaan:181
Pelajaran 31 183
PUASA 183
Definisi Puasa 183
Macam-macam Puasa 183
Puasa-puasa Wajib 183
Puasa-Puasa Haram 184
Puasa-puasa Makruh 184
Niat Puasa 185
Kesimpulan Pelajaran 186
Pertanyaan:186
Pelajaran 32 188
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA (1)188
Hukum-hukum Hal yang Membatalkan Puasa 188
· Makan dan Minum 188
· Suntik 189
· Memasukkan Debu Tebal ke Tenggorokan 189
· Merendam Seluruh Kepala di dalam Air189
· Muntah 190
· Istimna’ (Onani)190
Kesimpulan Pelajaran 190
Pertanyaan:191
Pelajaran 33 192
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA (2)192
· Membiarkan diri dalam Keadaan Junub Sampai Azan Subuh 192
Hal-hal Makruh bagi Pelaku Puasa 193
PUASAN QODHO DAN KAFFARAH PUASA (1)193
1. Puasa Qodho 193
2. Kaffarah Puasa 193
Pada beberapa hal di bawah ini, melakukan puasa qodho adalah wajib tetapi tidak ada 194
kaffarah-nya:194
Kesimpulan Pelajaran 195
Pelajaran 34 197
PUASA QODHO DAN KAFFARAH PUASA, PUASA MUSAFIR 197
DAN ZAKAT FITRAH 197
PUASA QODHO DAN KAFFARAH PUASA (2)197
Beberapa Hukum 197
Pada beberapa hal di bawah ini, tidak ada kewajiban qodho juga kewajiban kaffarah:198
Puasa Qodho Ayah dan Ibu 199
PUASA MUSAFIR 199
Hukum Puasa Musafir199
· Dalam kondisi pergi:200
· Dalam kondisi pulang:200
ZAKAT FITRAH 201
Ukuran Zakat Fitrah 201
Bahan Zakat Fitrah 201
Kesimpulan Pelajaran 201
Pertanyaan:202
Pelajaran 35 203
KHUMUS 203
Tujuh Hal yang Wajib Dikeluarkan Khumusnya 203
Biaya Setahun 204
Tahun Mengeluarkan Khumus 205
Harta-harta yang tidak Dikhumusi205
Resiko-Resiko tidak Mengeluarkan Khumus 206
Hukum-hukum Khumus 207
Penyerahan Khumus 207
Syarat-syarat Sayyid yang Berhak Menerima Khumus 208
Kesimpulan Pelajaran 208
Pelajaran 36 211
ZAKAT 211
Harta-harta yang Wajib Dizakati211
1. Pertanian 211
2. Peternakan 212
3. Tambang 212
Nisab (Ukuran Penentu Kewajiban Zakat)212
o Nisab Pertanian 212
o Nisab Zakat Pertanian 212
o Nisab Zakat Peternakan 213
o Nisab Zakat Tambang 214
Hukum-hukum Zakat214
Penggunaan Zakat215
Kesimpulan Pelajaran 216
Pertanyaan:217
Pelajaran 37 218
AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR 218
Pentingnya Amar Makruf dan Nahi Munkar218
Definisi Makruf dan Munkar218
Syarat-syarat amar makruf dan nahimunkar ialah:219
Tahap-tahap Amar Makruf dan Nahi Munkar220
Hukum-hukum Amar Makruf dan Nahi Munkar221
Kearifan Amar Makruf dan Nahi Munkar222
Kesimpulan Pelajaran 222
Pertanyaan:223
Pelajaran 38 225
JIHAD DAN PERTAHANAN 225
Macam-macam Pertahanan 226
Mempertahankan Islam dan Negara Islam 226
Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi226
Kesimpulan Pelajaran 227
Pertanyaan:228
Pelajaran 39 229
JUAL BELI229
Macam-macam Jual Beli229
Jual Beli Wajib 229
Jual Beli Sunah 229
Jual Beli Haram 229
Jual Beli Makruh 230
Kearifan Jual Beli230
· Sunah 230
· Makruh 231
Hukum-hukum Jual Beli231
Kesimpulan Pelajaran 233
Pertanyaan:234
Pelajaran 40 236
PERSEWAAN, PERHUTANGANDANPENITIPAN 236
PERSEWAAN 236
Syarat-syarat Barang Sewaan 236
Hukum-hukum Persewaan 237
PERHUTANGAN 238
Macam-macam Hutang 238
Hukum-hukum Perhutangan 238
PENITIPAN 239
Hukum-hukum Penitipan 239
Kesimpulan Pelajaran 240
Pertanyaan:241
Pelajaran 41 243
PERPINJAMAN, SEDEKAH DAN BARANG TEMUAN 243
PERPINJAMAN 243
SEDEKAH 243
Hukum-hukum Sedekah 244
BARANG TEMUAN 245
Kehilangan Sepatu 246
Kesimpulan Pelajaran 247
Pertanyaan:248
Pelajaran 42 250
MAKANDANMINUM 250
Macam-macam makanan 250
Hukum-hukum Makanan 251
· Makanan dari Macam Tumbuhan 251
· Makanan dari Macam Binatang 251
Tata Krama Makan 254
· Hal-hal yang sunah dalam makan:254
· Hal-hal yang makruh dalam makan:254
Tata Krama Minum 254
· Perkara-perkara yang Sunah dalam Minum 254
· Perkara-perkara yang Makruh dalam Minum 255
Kesimpulan Pelajaran 255
Pertanyaan:256
Pelajaran 43 257
MELIHAT DAN PERNIKAHAN 257
MELIHAT 257
Muhrim dan Bukan Muhrim 257
Orang-orang yang Muhrim bagi Lelaki257
Melihat Orang Lain 258
Penglihatan Lelaki kepada Perempuan 259
PERNIKAHAN 259
Istri yang Baik 260
Istri yang tidak Baik 260
Akad Nikah 260
Kesimpulan Pelajaran 261
Pertanyaan:262
Pelajaran 44 263
HUKUM-HUKUM MASJID,263
AL-QURAN DAN MENGUCAPKAN SALAM 263
HUKUM-HUKUM MASJID 263
Perkara-perkara yang Haram 263
Perkara-perkara yang Sunah 263
Perkara-perkara yang Makruh 263
HUKUM-HUKUM AL-QURAN 264
Menyentuh Tulisan-tulisan Al-Quran 264
HUKUM-HUKUM MENGUCAPKAN SALAM 266
Tata Krama Mengucapkan Salam 267
Kesimpulan Pelajaran 268
Pertanyaan:269
Pelajaran 45 270
MERAMPAS, BERSUMPAH, BERBOHONGDANMENGUMPAT 270
MERAMPAS (GHASAB)270
Definisi Merampas (Ghasab)270
Macam-macam Merampas 270
Hukum-hukum Merampas 271
BERSUMPAH 271
BERBOHONG 272
MENGUMPAT (GHIBAH)272
Definisi Mengumpat273
MENCUKUR JANGGUT 273
Pertanyaan:273
Kesimpulan Pelajaran 274
Pertanyaan:275
Catatan
[1]Imam Ali bin Abi Thalib a.s. mengatakan: “Kesempurnaan iman adalah pengenalan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh”. (Syarh Nahjul Balaghah, Jil. 19/51).
[2]Ini sesuai dengan hadis dari Imam Mahdi a.s. yang menetapkan bahwa para perawi hadis li Bait adalah tempat rujukan segala kejadian semacam ini.(Wasail As-Syi’ah, Jil. 18/101).
[3]Imam Ash-Shadiq a.s. berkata: “… sampai Muhammad saw. diutus menjadi nabi, membawa Al-Quran, syariat dan jalannya. Maka, hukum halalnya adalah halal sampai Hari Kiamat, dan hukum haramnya adalah haram sampai Hari Kiamat ...” (Usul kafi, Jil. 2/17, hadis ke-2).
[4]Sahife-ye Nour, Jil. 21/89.
[5]Seperti kitab Al-Lum’ah Al-Dimasyqiyah, karya fakih besar bernama Muhammad bin Makki Al- ‘Amili yang terkenal dengan Syahid Awwal ‘syahid pertama’.
[6]Seperti Syahid Awwal.
[7]Buku fikih ini mengkaji muamalah, dan sampai sekarang menjadi materi kuliah tingkatan tinggi Hawzah Ilmiyah.
[8]Kitab Ushul Fikih yang hingga kini menjadi materi kuliah tingkatan tinggi Hawzah Ilmiyah.
[9]Kitab filsafat Islam karya Sadruddin Muhammad Al-Shirazi.
[10]Kitab fikih yang ditulis oleh Sayed Muhammad Kazem Al-Yazdi
[11]Kitab fikih karya Zainuddin Ali bin Ahmad Al-Amili terkenal dengan syahid kedua. Kitab ini adalah komentar atas kitab Al-Lum’ah Ad-Dimasyqiyah karangan fakih besar bernama Muhammad bin Makki Al-Amili yang terkenal dengan syahid pertama.
[12]Kitab fikih Allamah Muhaqqiq, Ja’far bin Hasan bin Yahya bin Said, terkenal dengan “Muhaqqiq Hilli” penulis telah menciptakan metode baru dalam masalah-masalah fikih dan kitab ini sebagai pelajaran di hawzah-hawzah ilmiah.
[13]Ensiklopedia besar fikih Syi’ah karya seorang fakih, Syekh Muhammad Hasan Najafi. Kitab ini sebagai rujukan dan sumber fikih Syi’ah.
[14]Karya seorang ahli hadis dan fakih Syekh Yusuf Bahrani dan termasuk fikih Syi’ah yang rinci.
[15]Kirimkan saran dan pendapat ke alamat: PO. Box: 3698-37185. Qom-Iran
[16]Al-Fatawah Al-Wadihah, Jil. 1, hal. 83.
[17]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 5.
[18]Ibid.
[19]Ibid. Jil. 1, hal. 5.
[20]Tentang pengertian dari ihtiyath wajib ini bisa dirujuk ke pelajaran setelah ini (peny.).
[21]Taudhih Al-Masail, masalah 2.
[22]Dosa besar adalah dosa yang balasannya adalah azab dan api neraka seperti; berbohong, memfitnah dan sebagainya. Dan selainnya adalah dosa kecil.
[23]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 10, masalah ke-28.
[24]Ibid, Jil. 1, hal. 7, masalah ke-13.
[25]Ibid.
[26]Istiftaat, Jil. 1, hal. 12, masalah ke-20.
[27]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2.
[28]Al Urwah Al wusqah, Jil. 1, hal. 7, masalah ke-17.
[29]Pada pelajaran berikutnya, mukallaf dijelaskan sebagai orang yang memiliki tugas untuk menjalankan hukum-hukum fikih (peny.).
[30]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 6, masalah ke-5.
[31]Istiftaat, Jil. 1, hal. 13, masalah ke-25.
[32]Khu’i: pernyataan satu orang ahli juga sudah cukup (masalah ke-3).
[33]Tahrir Al-Wasilah Jil. 1, hal. 8, masalah ke-19.
[34]Ibid, Jil. 1, hal. 8, masalah ke-21.
[35]Ibid, hal. 7, masalah ke-11.
[36]Al-’Urwah Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 12, masalah ke-31.
[37]Secara harfiyah, ihtiyath berarti kewaspadaan dan kehati-hatian (peny.).
[38]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya menghindari kencing dan tinja hewan yang dagingnya haram yang darahnya tidak mengalir, (masalah ke-85).
[39]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 55.
[40]Ibid.
[41]Taudhih Al-Masail, masalah ke-85.
[42]Seluruh marja’ taklid: suci (masalah ke-86).
[43]Bangkai adalah hewan yang mati dengan sendirinya atau hewan yang disembelih secara tidak sah (tidak berdasarkan syariat).
[44]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 58. Ar-Rabi’ dan hal. 61, masalah ke-12.
[45]Ibid, Jil. 1, hal. 58. Ar-Rabi’. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 115, Ar-Rabi’.
[46]Seluruh marja’: berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya menghindari telur yang ada darahnya, akan tetapi jika darah berada pada kuning telur, selama kulitnya yang tipis belum pecah, hukum putih telur itu adalah suci (masalah ke-99).
[47]Taudhih Al-Masail, masalah 96-101.
[48]Taudhih Al-Masail, masalah ke-125.
[49]Ibid, masalah ke-126. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 79, masalah pertama.
[50]Ibid, masalah ke-123.
[51]Ibid, masalah ke-141.
[52]Ibid, masalah ke-143.
[53]Ibid, masalah ke-148.
[54]Ibid, masalah ke-47 & 48.
[55]1. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 14, masalah ke-14; Taudhih Al-Masail, masalah ke-16.
[56]Khu’i: jika panjang, lebar dan tinggi kolam berukukran 3 jengkal, maka air sepenuh kolam itu sudah mencapai kur. (masalah ke-16).
[57]Taudhih Al-Masail, masalah ke-26.
[58]Syarat pada penyucian air adalah bau atau warna atau rasanya harus hilang. Jika air sudah bercampur dengan bau, warna dan rasa najis, hendaknya dicampur dengan air kur atau air mengalir sampai bau, warna dan rasanya hilang.
[59]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1 hal 14, masalah ke-11.
[60]Ibid, Jil. 1, hal. 13, masalah ke-4.
[61]Taudhih Al-Masail, masalah ke-35.
[62]‘Ain najis adalah sesuatu yang dengan sendirinya najis atau zatnya najis; seperti: kencing, darah.
[63]Pembahasannya akan sampai dalam mencuci karpet, baju dan sema-camnya harus diperas sehingga air yang merasuk bisa keluar.
[64]Ibid, masalah 37, 40, 41, 42.
[65]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1 hal. 49; Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 15, masalah ke-15.
[66]Taudhih Al-Masail, masalah ke-150-159-160.
[67]Khu’i: pakaian dan semacamnya yang najis karena terkena kencing harus dua kali diperas walaupun penyuciannya dengan air kur (masalah ke-160)
[68]Khu’i: harus memerasnya. Araki dan Gulpaigani: dalam air kur tidak perlu memerasnya, (masalah ke-161).
[69]Taudhih Al-Masail, masalah ke-179-180.
[70]Araki: permukaan tanah bisa suci (masalah ke-178). Khu’i: permukaan tanah juga suci, (masalah ke-180).
[71]Ibid, masalah ke-180.
[72]Ibid, masalah ke-183 & ke-192.
[73]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 125.
[74]Ibid, hal. 129. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 130.
[75]Maksud dari benda najis ialah segala suatu yang pada dzatnya adalah najis, seperti darah dan sepuluh benda najis lainnya yang telah kita simak sebelumnya. Ini berbeda dengan benda yang ternajisi, terkena atau ternodai najis.
[76]Al-‘Urwah Al-Wutsqa, hal. 129-131. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 130.
[77]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 131. Taudhih Al-Masail, masalah ke-207.
[78]Taudhih Al-Masail, masalah ke-216 & ke-217.
[79]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 21, masalah pertama.
[80]Seluruh marja’: berdasarkan ihtiyath wajib, usaplah sampai pergelangan kaki ( masalah ke-258)
[81]Ibid, Jil. 1, hal. 21, masalah pertama dan kedua.
[82]Seluruh marja’: membasuh harus dari atas ke bawah (masalah ke-249).
[83]Taudhih Al-Masail, masalah ke-243.
[84]Seluruh marja’: berdasarkan ihtiyath wajib, mengusap kepala harus dengan tangan kanan.( masalah ke-255).
[85]Taudhih Al-Masail, masalah ke-249, 250, 251, dan 257. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 23, masalah ke-14.
[86]Seluruh marja’: berdasarkan ihtiyath wajib, usaplah sampai benjolan punggung kaki, (masalah ke-249).
[87]Gulpaigani dan Araki: tidak boleh mengusap kaki kiri sebelum meng-usap kaki kanan. Khu’i: berdasarkan ihtiyath, usaplah kaki kiri setelah mengusap kaki kanan (syarat wudu yang kesembilan).
[88]Taudhih Al-Masail, masalah ke-252, 253. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 209.
[89]Ibid, masalah ke-255.
[90]Ibid, masalah ke-257.
[91]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 212, masalah ke-26.
[92]Ibid, Jil. 1, hal. 212, masalah ke-26.
[93]Ibid, masalah ke-27.
[94]Taudhih Al-Masail, masalah ke-260.
[95]Seluruh marja’: air wudu dan ruangan yang dipakai untuk berwudu harus mubah (setelah masalah Taudhih Al-Masail, masalah ke-272, syarat ketiga). Tentang rampasan atau ghasab bisa merujuk pelajaran 45.
[96]Taudhih Al-Masail, masalah ke-265.
[97]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 225, masalah ke-6, 7, 8, dan Taudhih Al-Masail, masalah 267- 272.
[98]Taudhih Al-Masail, masalah ke-271.
[99]Ibid, syarat-syarat wudu, syarat keempat.
[100]Ibid, hal. 35, syarat keenam.
[101]Taudhih Al-Masail, hal 37, syarat ketiga belas dan masalah ke-259.
[102]Istiftaat, Jil. 1 hal. 36 dan 37, pertanyaan 40-45.
[103]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 28.
[104]Lihat catatan kaki hal. 59.
[105]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 28 masalah ke-15. Taudhih Al-Masail, masalah ke-283.
[106]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 234
[107]Taudhih Al-Masail, masalah ke-286.
[108]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1 hal. 232. Taudhih Al-Masail, masalah ke-288 dan ke-672.
[109]Khu’i: jika setelah berwudu, dia tahu bahwa air itu berbahaya bagi dirinya, namun bahayanya menurut syariat tidak sampai haram, maka wudunya sah. Gulpaigani: jika setelah berwudu tahu bahwa air berba-haya bagi dirinya, maka berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya selain berwudu juga bertayamum (masalah ke-294).
[110]Taudhih Al-Masail, hal 31; syarat kedelapan.
[111]Ibid, masalah ke-282.
[112]Ibid, masalah ke-280.
[113]Taudhih Al-Masail, masalah ke-324-325.
[114]Araki: jika mengusapkan tangan yang basah di atas permukaan luka tidak berbahaya, maka usapkanlah. Jika tidak mungkin, maka letakkan kain suci di atas permukaan luka dan usapkan tangan yang basah di atas kain. Jika yang demikian ini juga berbahaya, atau luka itu najis dan tidak bisa dibasuh dengan air, maka basuhlah sekitar luka dari atas ke bawah, dan berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya dia bertayamum juga. Gulpaigani: usapkan tangan yang basah pada permukaan luka. Jika yang demikian ini berbahaya atau lukanya najis dan tidak bisa dibasuh dengan air, maka basuhlah sekitar luka dari atas ke bawah dan ini sudah cukup. (masalah ke-331).
[115]Ibid, masalah ke-324-325.
[116]Ibid, masalah ke-326.
[117]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya juga bertayamum. Khu’i: harus bertayamum, dan berdasarkan ihtiyath juga harus berwu-du jabiroh (masalah ke-332).
[118]Khu’i: harus bertayamum, kecuali jika jabiroh berada pada anggota tayamum, dalam kondisi seperti ini harus berwudu juga bertayamum (masalah ke-341).
[119]Ibid, masalah ke-335.
[120]Ibid, masalah ke-343 & 330.
[121]Khu’i: berdasarkan ihtiyath, harus bertayamum juga berwudu jabiroh. Gulpaigani: harus berwudu jabiroh dan berdasarkan ihtiyath wajib, jika seluruh atau sebagian anggota tayamum tidak tertutup jabiroh, maka harus juga bertayamum (masalah ke-336).
[122]Khu’i, Gulpaigani: kepala dan kaki harus diusap dengan basahan tersebut, (masalah ke-338).
[123]Ibid, masalah ke-332.
[124]Ibid, masalah ke-334.
[125]Ibid, masalah ke-316.
[126]Perincian masalah pada Pelajaran 44.
[127]Taudhih Al-Masail, masalah ke-317 dan ke-319.
[128]Ibid, masalah ke-322.
[129]Masalah ini berkaitan dengan perempuan. Untuk mendapatkan kete-rangan yang lebih rinci bisa merujuk ke Taudhih Al-Masail, masalah ke-329-520.
[130]Ibid, masalah ke-323.
[131]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 36.
[132]Ibid, Jil. 1, hal. 36, masalah pertama.
[133]Ibid, Jil. 1, hal. 136. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 378.
[134]Ibid, Jil.
[135]Ibid, Jil.
[136]Gulpaigani: jika keluar dengan syahwat dan pancaran atau keluar dengan pancaran dan setelah keluar badan menjadi lemas, cairan itu dihukumi mani (masalah ke-352).
[137]Khu’i: jika keluar dengan syahwat dan badan menjadi lemas, maka hukum cairan itu adalah mani (masalah ke-352).
[138]Taudhih Al-Masail, masalah ke-348
[139]Ibid, Jil. 1, hal. 38-39.
[140]Khu’i: nama-nama para nabi dan para imam maksum juga haram di-sentuh (masalah ke-361).
[141]Araki: jika tanpa berhenti, meletakkan sesuatu di dalam masjid tidak apa-apa. Khu’i: masuk ke masjid untuk mengambil sesuatu juga haram (masalah ke-352).
[142]Gulpaigani, Khu’i: hanya membaca ayat-ayat yang mengandung sujud wajib sebagai pekerjaan yang haram (masalah ke-361).
[143]Araki: hukum berhenti di makam-makam para imam maksum a.s. dalam keadaan janabah adalah haram (masalah ke-352).
[144]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 38-39.
[145]Al-’Urwah Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 288, masalah ke-3.
[146]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 38-39.
[147]Taudhih Al-Masail, masalah ke-361, 367, 368.
[148]Ibid masalah ke-380 & 389.
[149]Ibid, masalah ke-391.
[150]Khu’i: dengan mandi wajib yang lain, selain mandi istihadhah sedang dan mandi sunah, dia juga bisa menunaikan salat tanpa wudu, walau-pun ihtiyath mustahab juga harus berwudu (masalah ke 397).
[151]Ibid, masalah ke-372.
[152]Khu’i: untuk mandi irtimasi atau tartibi, kesucian seluruh badan se-belum mandi bukan sebuah keharusan. Bahkan jika dengan masuk ke dalam air atau menyiramkan air dengan niat mandi lalu badan menjadi suci, maka demikian ini sudah termasuk sebagai mandi (masalah ke-378).
[153]Araki: berdasarkan ihtiyath mustahab, laksanakan mandi secara tartibi; bukan mandi irtimasi. Khu’i: harus mandi secara tartibi, (masalah ke-337). Gulpaigani: menjadi lebih baik jika mandi dilakukan secara tartibi, walaupun mandi secara irtimasi itu juga sah (masalah ke-345).
[154]Ibid, masalah ke-339.
[155]Ibid, masalah ke-371.
[156]Istiftaat Jil. 1, hal. 56, pertanyaan ke-117.
[157]Taudhih Al-Masail masalah ke-521.
[158]Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, seorang yang memegang badan orang yang mati syahid harus mandi. (Al Al-’Urwah
Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 390, masalah ke-11).
[159]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 63. Taudhih
Al-Masail, masalah ke-522 & 526. Istiftaat, hal. 79. Al-Urwah
Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 390, masalah 11.
[160]Taudhih Al-Masail, masalah ke-530.
[161]Seluruh marja’: setiap orang muslim (masalah ke-548).
[162]Ibid, masalah ke-542.
[163]Ibid, masalah ke-550.
[164]Ibid, masalah ke-565.
[165]Ibid, masalah ke-508.
[166]Ibid, masalah ke-515 & 446.
[167]Ibid, masalah ke-395 dan ke-396.
[168]Taudhih Al-Masail, bab tayamum.
[169]Ibid, masalah ke-700.
[170]Ibid, masalah ke-684 dan ke-685. Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 485.
[171]Araki-Gulpaigani: tayamum dengan tanah yang sudah dibakar matang tidak sah. Khu’i: berdasarkan ihtiyath, tayamum dengan tanah yang sudah dibakar matang tidak sah ( Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 485).
[172]Ibid, masalah ke-701.
[173]Ibid, masalah ke-720.
[174]Ibid.
[175]Ibid, masalah ke-722.
[176]Gulpaigani: jangan berwudu. (masalah ke-731).
[177]Ibid, masalah ke-723.
[178]Al-’Urwah Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 495. Taudhih Al-Masail, masalah ke-692, 694, 704-706.
[179]Taudhih Al-Masail, salat-salat wajib.
[180]Ibid, masalah ke-731 dan ke-736.
[181]Taudhih Al-Masail, masalah ke-741.
[182]Ibid, masalah ke-729.
[183]Ibid, masalah ke-735.
[184]Seluruh marja’: telah melewati atas kepala, (masalah ke-743).
[185]Khu;i: harus dihitung dari permulaan terbenamnya matahari sampai permulaan terbitnya matahari, (masalah ke-747).
[186]Berdasarkan ihtiyath wajib, maka waktu untuk salat isya adalah sebagaimana yang tercantum dalam teks di atas, adapun waktu untuk salat malam (salat tahajud) dihitung sampai permulaan terbitnya mata-hari, (Ibid: masalah ke-739).
[187]Kira-kira sebelas jam lebih lima belas menit setelah waktu salat Zuhur adalah akhir waktu salat Maghrib dan Isya.
[188]Ibid, masalah ke-744.
[189]Ibid, masalah ke-751.
[190]Ibid, masalah ke-747.
[191]Taudhih Al-Masail, masalah ke-776.
[192]Aurat lelaki adalah penis, testis (biji pelir) dan lubang anus (peny.).
[193]Ibid, masalah ke-788 dan ke-889.
[194]Ibid, masalah ke-789.
[195]Rujuk Pelajaran 3.
[196]Taudhih Al-Masail, masalah ke-799.
[197]Gulpaigani: seseorang tidak tahu bahwa salat dengan badan atau pakaian najis adalah batal; jika dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, maka berdasarkan ihtiyath wajib salatnya batal, (masalah ke-7079). Araki: seseorang tidak tahu bahwa salat dengan badan atau pakaian najis adalah batal; lalu jika dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, maka salatnya batal (masalah ke-794).
[198]Ibid, masalah ke-800.
[199]Ibid, masalah ke-803.
[200]Ibid, masalah ke-802.
[201]Ibid, masalah ke-848.
[202]Ukuran logam satu dirham adalah lingkaran yang kira-kira tidak sampai satu ruas dari jari telunjuk, atau sebesar uang logam 100 rupiah.
[203]Ibid, masalah ke-484.
[204]Ibid.
[205]Ibid, masalah ke-861.
[206]Ibid, masalah ke-864.
[207]Ibid, masalah ke-865.
[208]Taudhih Al-Masail, bab tempat salat.
[209]Dalam Risalah seluruh marja’, juga terdapat syarat-syarat yang lain.
[210]Ibid, masalah ke-866.
[211]Ibid, masalah ke-880.
[212]Ibid, masalah ke-884.
[213]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh melakukan salat lebih depan atau sejajar dengan makam Rasulullah saw. dan makam imam-imam maksum a.s. (masalah ke-898).
[214]Ibid, masalah ke-893.
[215]Ibid, masalah ke-896 dan 897.
[216]Hukum-hukum masjid akan tiba pada Pelajaran 44 secara terinci.
[217]Ibid, masalah ke-926 dan ke-918.
[218]Ibid, masalah ke-919.
[219]Ibid, masalah ke-935.
[220]Ibid, masalah ke-931.
[221]Ibid, masalah ke-920
[222]Ibid, masalah ke-923.
[223]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 601.
[224]Taudhih Al-Masail, masalah ke-917.
[225]Ibid, bab kewajiban-kewajiban salat.
[226]Taudhih Al-Masail, masalah ke-942.
[227]Ibid.
[228]Ibid, masalah ke-943.
[229]Ibid, masalah ke-946, 947.
[230]Gulpaigani: jika riya terjadi pada hal-hal sunah dalam salat, maka salatnya—ber-dasarkan ihtiyath wajib—harus diselesaikan kemudian diulangi lagi (masalah ke-956).
[231]Ibid, masalah ke-948, 949, 951, 952.
[232]Ibid, masalah ke-958.
[233]Ibid, masalah ke-959.
[234]Ibid, masalah ke-960.
[235]Ibid, masalah ke-961, 963 dan 964.
[236]Khu’i: ihtiyath mustahab, kedua kaki harus berada di bumi, masalah ke-972.
[237]Ibid, masalah ke-963
[238]Ibid, masalah ke-970 & ke-971.
[239]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 162, masalah pertama. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 665.
[240]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1005.
[241]Ibid, masalah ke-992 sampai ke-994 dan ke-1007.
[242]Hukum ini berlaku baik atas orang dewasa maupun atas remaja dan anak-anak.
[243]Ibid, masalah ke-995.
[244]Ibid.
[245]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, salatnya dikerjakan secara berjamaah (masalah ke-1006).
[246]Ibid, masalah ke-997.
[247]Ibid, masalah ke-1001.
[248]Gulpaigani- Araki: dia harus mengulang salatnya (masalah ke-1010).
[249]Ibid, masalah ke-979.
[250]Ibid, masalah ke-1006.
[251]Ibid, masalah ke-1017 & 1018.
[252]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1022.
[253]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 664.
[254]Araki: sebatas ini adalah syarat (masalah ke-1020). Gulpaigani: harus sebatas tiga kaliسُبْحَانَ الله
(masalah ke-1037).
[255]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1028.
[256]Ibid, masalah 1030.
[257]Gulpaigani: setelah badan tenang, zikir harus diulangi lagi, dan berdasarkan ihtiyath wajib selesaikanlah salat lalu mengulanginya dari awal. Maka, jika dia hanya membaca zikir yang pertama itu, maka salatnya batal (masalah ke-1041).
[258]Ibid, masalah ke-1032 & 1033.
[259]Ibid, masalah ke-1040.
[260]Gulpaigani: dalam kondisi ini, berdasarkan ihtiyath wajib, harus meng-ulangi salatnya dan melakukan rukuk dengan duduk. Jika sama sekali tidak bisa menunduk, maka ketika rukuk harus duduk dan merukuk sambil duduk. Dan ihtiyath wajibnya adalah kerjakan salat yang lain dan lakukan rukuk dengan isyarat kepala. (masalah ke-1045)
[261]Khu’i: rukuknya harus dilakukan dengan isyarat kepala (masalah ke-1045).
[262]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1037
[263]Ibid, masalah ke-1043
[264]Ibid, masalah ke-1045.
[265]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 673.
[266]Araki: tidak boleh kurang dari batasan ini adalah syarat.
[267]Ibid, masalah ke-1049 & 1050.
[268]Setelah dahi sampai ke tanah dan badan sudah tenan, zikirnya harus diulangi lagi, dan berdasarkan ihtiyath wajib menyeselesaikan salatnya lalu mengulangi dari awal (mas-alah ke-1060).
[269]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1051-1052.
[270]Ibid, masalah ke-1056.
[271]Ibid, masalah ke-1052.
[272]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, setelah seluruh anggota sujud tenang, ulangi lagi bacaan zikir wajib dan selesaikan salat lalu ulangi salat dari awal (masalah ke-1063).
[273]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1054.
[274]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 173, masalah ke-2. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 676, masalah ke-7.
[275]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1057.
[276]Khu’i-Araki: tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah (masalah ke-1066).
[277]Ibid, masalah ke-1057.
[278]Ibid, masalah ke-1076
[279]Araki-Gulpaigani: tidak sah bersujud di atas kapur, gamping dan tanah yang sudah matang (masalah ke-1090).
[280]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1076
[281]Ibid, masalah ke-1090.
[282]Ibid, masalah ke-1078.
[283]Gulpaigani: tidak boleh bersujud di atas kertas yang terbuat dari kapas dan semacam-nya, begitu juga tidak boleh bersujud di atas kertas yang tidak diketahui; apakah terbuat dari sesuatu yang sah untuk dipakai sujud atau tidak (masalah ke-1091)
[284]Ibid, masalah ke-1082.
[285]Turbah: tanah Karbala atau tanah selain Karbala yang dibentuk seperti batu bata dan ukurannya dari yang paling kecil (2 cm) sampai yang besar (pent.).
[286]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1083.
[287]Ibid, masalah ke-1086.
[288]Ibid, masalah ke-1068.
[289]Ibid, masalah ke-1069.
[290]Ibid, masalah ke-1091.
[291]Ibid, masalah ke-1093.
[292]Ibid.
[293]Ibid.
[294]Ibid, masalah ke-1096.
[295]Gulpaigani: jika ayat sujud itu dibaca melalui speaker atau radio dan seseorang mendengarkannya, maka dia wajib bersujud, (masalah ke-1102). Araki: jika mendengar ayat sujud dari rekaman, berdasarkan ihtiyath wajib harus bersujud. Akan tetapi, jika mendengarnya dari bacaan orang melalui speaker, maka wajib bersujud, (masalah ke-1088).
[296]Ibid, masalah ke-1096.
[297]Ibid, masalah ke-1097.
[298]Seluruh marja’: memenuhi sebagian dari syarat-syarat sujud adalah sebuah keharusan. Silakan merujuk Taudhih Al- Masail, masalah ke-1089.
[299]Ibid, masalah ke-1099.
[300]Ibid, masalah ke-1100.
[301]Gulpaigani: Bila pelaku salat membaca salam ini, maka menurut ihtiyath wajib dia harus melanjutkan dengan membaca Assalamu ‘alaikum wa rohmatu-llahi wa barokatuh (masalah ke-1114).
[302]Ibid, masalah ke-1105.
[303]Ibid, masalah ke-1105.
[304]Ibid, masalah ke-1114.
[305]Ibid, masalah ke-1116.
[306]Ibid, masalah ke-1117.
[307]Ibid, masalah ke-1118.
[308]Ibid, masalah ke-1122.
[309]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1126.
[310]Gulpaigani-Araki: jika kata-kata itu terdiri dari dua huruf atau lebih, (Ibid, hal. 199).
[311]Ibid, hal. 154.
[312]Ibid.
[313]Khu;i: salatnya tidak batal, akan tetapi seusai salat dia harus bersujud sahwi, (masalah ke-1141).
[314]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1137.
[315]Araki- Gulpaigani: jawablah sebagaimana salam yang diucapkan oleh orang itu. Akan tetapi, ketika disalami dengan ucapan alaikum salam, jawablah dengan ucapan; salamun alaikum (masalah ke-1146). Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, jawablah sesuai dengan ucapan salamnya. Menjawab dengan alaikum salam boleh-boleh saja (masalah ke-1146).
[316]Ibid, hal. 156, tentang hal-hal ketujuh dan kedelapan yang membatalkan salat.
[317]Seluruh Marja’: berdasarkan ihtiyath wajib, untuk urusan dunia pun tidak boleh menangis, walaupun tanpa suara (Ibid, hal. 209).
[318]Gulpaigani: jika menolehkan kepala ke kanan atau ke kiri kiblat, baik sengaja ataupun lupa, salatnya tidaklah batal, akan tetapi makruh, (masalah ke-1140).
[319]Ibid, masalah ke-1131.
[320]Ibid, hal. 156, tentang hal kesembilan yang membatalkan salat.
[321]Ibid, masalah ke-1152.
[322]Ibid, masalah 1159-1161.
[323]Ibid, masalah ke-1160.
[324]Ibid, masalah ke-1157.
[325]Pelajaran ini cukup dibacakan saja.
[326]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 198-200.
[327]Sekaitan dengan keraguan dalam salat, juga ada masalah-masalah yang lain. Karena kemungkinan terjadinya keraguan tersebut sangatlah kecil, itu tidak diterangkan di sini. Akan tetapi, untuk mengenalnya bisa merujuk Risalah Taudhih Al-Masail, masalah ke-1165 s/d ke-1200.
[328]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1165.
[329]Ibid, masalah ke-1168.
[330]Ibid, masalah ke-1199. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 2, hal. 20, masalah ke-3.
[331]Gulpaigani-Khu’i: Al-Fatihah wajib dibaca secara pelan (masalah ke-1225).
[332]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1215 & 1216.
[333]Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya membaca bacaan yang kedua, (masalah ke-1259).
[334]Ibid, masalah ke-1250.
[335]Taudhih Al-Masail, hal. 173, bab salat musafir.
[336]Dalam pelajaran ini, salat-salat empat rakaat disebut juga dengan salat tamam (sempurna), sebagai bandingan dari salat-salat dua atau tiga rakaat.
[337]Ibid, masalah ke-1272-1273.
[338]Jarak ini dinamakan dengan haddu tarakhkhus.
[339]Khu’i dan Araki: dia meninggalkan kota sedemikian jauhnya sampai tidak terdengar lagi azan dari sana dan dia tidak terlihat lagi oleh penduduknya; yaitu dia sendiri tidak melihat lagi penduduk kota tersebut (masalah ke-1292).
[340]Ibid, salat musafir, syarat kedelapan.
[341]Khu’i-Arak: tempat yang tidak memiliki penduduk, jika sampai pada satu tempat sean-dainya tempat pertama memiliki penduduk maka penduduknya tidak melihat dia lagi,
[342]Ibid, masalah ke-1321
[343]Ibid, masalah ke-1279.
[344]Ibid, salat musafir.
[345]Ibid, syarat keempat dan masalah ke-1328- 1335- 1353.
[346]Ibid, masalah ke-1329.
[347]Ibid, masalah ke-1331.
[348]Gulpaigani-Khu’i: tempat yang dipilih oleh seseorang sebagai wathon (tempat tinggal) seperti orang yang tinggal di wathon asalnya sendiri di mana dia tinggal di situ; jika suatu saat dia bepergian dan kembali ke tempat tersebut, tempat itu terhitung sebagai wathon-nya walaupun dia tidak berniat menetap selamanya di situ (masalah ke-1340).
[349]Ibid, masalah ke-1330.
[350]bid, masalah ke-1331.
[351]Ibid, masalah ke-1334.
[352]Araki: ketika penduduk tempat tinggalnya melihatnya dan dia men-dengar azan tempat tersebut. Khu’i: ketika penduduk tempat tinggalnya melihatnya dan dia mendengar azan tempat tersebut, (masalah ke-1320).
[353]Ibid, masalah ke-1319.
[354]bid, masalah ke-1347.
[355]Ibid, masalah ke-1342.
[356]Ibid, masalah ke-1359.
[357]Ibid, masalah ke-1360-1361-1362.
[358]Gulpaigani-Khu’i: jika dia tahu setelah waktunya lewat maka tidak berkewajiban untuk meng-qodho-nya, (masalah ke-
1369).
[359]Ibid, masalah ke-1363.
[360]Khu’i: kecuali musafir yang berniat menetap selama sepuluh hari di satu tempat, dan karena tidak tahu hukum ia mengerjakan salat secara qoshr (masalah ke-1372).
[361]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1370-1371.
[362]Ibid, masalah ke-1372.
[363]Ibid, masalah ke-1374 dan ke-1383.
[364]Araki: harus dikerjakan secara tertib, masalah ke-1368).
[365]Ibid, masalah ke-1375,
[366]Ibid, masalah ke-1388.
[367]Ibid, masalah ke-1368.
[368]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 224, masalah 5. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal 734, masalah ke-10.
[369]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1368.
[370]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 293, masalah pertama. Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 734, masalah ke-10.
[371]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1387.
[372]Araki: anak laki-laki paling besar juga wajib mengerjakan qodho salat dan puasa ibunya, (masalah ke-1382). Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib anak laki-laki paling besar juga wajib mengerjakan qodho salat dan puasa ibunya, (masalah ke-1399).
[373]Ibid, masalah ke-1390.
[374]Ibid, masalah ke-1390-1392.
[375]Ibid, masalah ke-1391.
[376]Ibid, masalah ke-1395.
[377]Ibid, masalah ke-1398.
[378]Gulpaigani: jika jarak wafatnya ayah atau ibu dengan wafatnya anak laki-laki paling besar jauh yang sekiranya dia bisa mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ayah atau ibunya maka tidak ada kewajiban bagi anak laki-laki kedua, akan tetapi jika jaraknya dekat, berdasarkan ihtiyath wajib anak laki-laki kedua harus mengerjakan qodho-nya, (masalah ke- 1407).
[379]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1399
[380]Ibid, masalah ke-1402.
[381]Ibid, masalah ke-1401.
[382]Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 1, hal. 777.
[383]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1453
[384]Pada rakaat kedua juga bisa mengikuti imam dan bisa membaca qunut bersama imam.
[385]Ibid, masalah ke-1427.
[386]Yaitu meletakkan dada telapak kaki dan jari-jari tangan tetap di atas tempat salat sambil mengangkat kedua lutut (Taudhih Masail, masalah ke-1439).
[387]Ibid, masalah ke-1439 & 1440.
[388]Ibid, masalah 1442-1443. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 271-272, masa-lah ke-5, 6, 8.
[389]Ibid.
[390]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1408.
[391]Tahrir Al-Wasilah, jilijd 1, hal. 265, masalah pertama. Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 1, hal. 765, masalah ke-3.
[392]Al-Urwah Al-Wutsqo’, hal 766, masalah ke-8.
[393]Ibid, Jil. 1, hal. 764, masalah ke-2.
[394]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1467.
[395]Ibid, masalah ke-1461.
[396]Ibid, masalah ke-1467, 1469, 1470, Al-Urwah Al-Wutsqo’: Jil 1, hal. 789.
[397]Khu’i-Araki: salatnya batal, (masalah ke-1436). Gulpaigani: jamaahnya batal tetapi salatnya sah (masalah ke-1436).
[398]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, harus bangun dan rukuk lagi bersama imam ja-maah (Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil.1 hal 786).
[399]Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 1, hal. 786, masalah ke-12
[400]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1416.
[401]Gulpaigani-Khu’i: jika tempat salat makmum lebih tinggi dari tempat salat imam tidak apa-apa, akan tetapi jika batas ketinggiannya tidak bisa dikatakan bahwa mereka sedang berjamaah, maka salat jamaahnya tidak sah (masalah ke- 1425).
[402]Taudhih Al-Masail, hal. 197-198.
[403]Tahrir Al-Wasilah, hal. 231, masalah pertama.
[404]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, harus mengerjakan salat zuhur juga, Majma’ Al-Masail, Jil. 1, hal. 251.
[405]Ibid, Jil. 1, hal. 234, masalah ke-9.
[406]Gulpaigani-Araki: ihtiyath wajib membaca Al-Fatihah dan surah dalam salat Jum’at dengan suara keras (masalah ke-1848)
[407]Ibid, Jil. 1, hal. 232 , As-Tsani.
[408]Syarat-syarat salat Jum’at telah dijelaskan pada pelajaran 28.
[409]Ibid, Jil. 1, hal. 231. Tentang farsakh, lihat Pelajaran 25.
[410]Sebagian dari tugas-tugas ini adalah fatwa, sebagian lainnya adalah ihtiyath wajib, sebagian lain lagi berkaitan dengan dua khotbah, dan ada pula yang berkaitan dengan salah satu dari dua khotbah.
[411]Bagian ini dikutip dari Tahrir Al-Wasilah.
[412]Ibid, Jil. 1, hal. 233-234, masalah ke-8007-9.
[413]Ibid, Jil. 1, hal. 235, masalah ke-14.
[414]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1517.
[415]Zakat Fitrah adalah salah satu kewajiban dari sisi harta yang harus dibayar pada hari raya Idul Fitri, (rujuk Pelajaran 34).
[416]Gulpaigani: disunahkan makan dan minum sesuatu pada hari raya Idul Fitri, dan ihtiyath wajib membayar zakat Fitrah atau menyisihkan zakat dari harta yang lain kemudian salat Id (masalah ke-1527).
[417]Ibid, masalah ke-1518.
[418]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1491.
[419]Gulpaigani: jika kejadiannya luar biasa sekalipun tidak ada orang yang takut salat ayat tetap wajib (masalah ke-1500).
[420]Ibid, masalah ke-1508.
[421]Ibid, masalah ke-1494.
[422]Ibid, masalah ke-1509.
[423]Ibid, masalah ke-1512.
[424]Ibid, masalah ke-1515.
[425]Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 1, hal. 730, masalah ke-13.
[426]Taudhih Al-Masail, masalah ke-764.
[427]Ibid, masalah ke-765.
[428]Ibid, masalah ke-773.
[429]Ibid, masalah ke-774.
[430]Untuk mengetahui cara-cara nafilah harian dan waktunya bisa merujuk Taudhih Al-Masail, masalah ke-764, 768.
[431]Ibid, masalah ke-775.
[432]Sebagai ganti kalimat An tagfiro li (semoga Allah memberi ampunan kepadaku), bisa meminta hajat yang lain kepada- Nya.
[433]Penjelasan puasa qodho dan kaffarah dan beberapa hal yang berkaitan dengannya akan tiba pada pelajaran selanjutnya.
[434]Araki: dan puasa qodho ibu (masalah 1382). Gulpagani: berdasarkan ihtiyath wajib juga salat qodho ibu (masalah
1399).
[435]Al-’Urwah Al-Wutsqa, Jil. 2, hal. 240, Tauhih Al-Masail, masalah 1390.
[436]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1739-1742.
[437]Ibid, masalah ke-1748.
[438]Ibid, masalah ke-1747.
[439]Ibid, masalah ke-1550.
[440]Ibid.
[441]Ibid, masalah ke-1554-1561.
[442]Ibid.
[443]Ibid, maslah ke-1550.
[444]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1572.
[445]Ibid, masalah ke-1573.
[446]Ibid, masalah ke-1574.
[447]Ibid, masalah ke-1579.
[448]Ibid, masalah ke-1575.
[449]Ibid, masalah ke-1583.
[450]Gulpaigani: jika memang perlu disuntik, puasanya tidak batal, dan tidak ada perbedaan antara semua suntikan (masalah, ke-1585). Araki-Khu’i: suntik tidak membatalkan pua-sa; Istifta’, masalah ke-1585.
[451]Ibid, masalah ke-1576.
[452]Khu’i: debu tebal membatalkan puasa.
[453]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1/286. Taudhih Al-Masail, masalah 1608- 1618.
[454]Araki-Gulpagani: berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh merendam kepala ke dalam air mudhaf, (masalah 1648).
[455]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1609, 1910, 1913, 1615. Al-‘Urwah Al-Wutsqa, Jil. 2, hal. 187, masalah ke48.
[456]Ibid, masalah ke-1646.
[457]Ibid.
[458]Ibid, masalah ke-1588.
[459]Ibid, masalah ke-1589.
[460]Khu’i: puasanya batal, (masalah ke-1643). Gulpaigani: jika punya waktu yang cukup, puasanya batal. Tetapi jika waktunya sempit, berdasarkan ihtiyath wajib, puasanya hari itu harus diselesaikan dan meng-qodho-nya setelah bulan Ramadhan, (masalah ke-1643).
[461]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1622, 1634-1636.
[462]Ibid, masalah ke-1632.
[463]Ibid, masalah ke-1625.
[464]Ibid, masalah ke-1657.
[465]Ukurannya 750 gram gandum atau beras dan semacamnya yang diberikan kepada orang fakir miskin; Taudhih Al- Masail, masalah ke-1703.
[466] Ibid, masalah ke-1660-1661.
[467]Araki: berdasarkan ihtiyath wajib membayar kaffarah juga, (masalah ke-1691). Khu’i Gulpaigani: kaffarah juga wajib (masalah ke-1667).
[468]Muntah dan tertidurnya orang yang junub untuk mandi memiliki hukum yang lain, (rujuklah ke Taudhih Al-Masail, masalah ke-1658).
[469]Bagian pertama dari tema ini ada di Pelajaran 33. Silakan merujuk!
[470]Khu’i-Gulpagani: demikian berdasarkan ihtiyath mustahab. Al-‘Urwah Al-Wutsqa, Jil. 2, hal. 233, masalah ke-18.
[471]Al-‘Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 2/23, masalah ke-18. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 298, masalah ke-4.
[472]Khu’i-Gulpagani: lebih baik, ihtiyath mustahab (masalah ke-1707). Araki: ihtiyath wajib (masalah ke-1731).
[473]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1698.
[474]Ibid, masalah ke-1684.
[475]Ibid, masalah ke-1685.
[476]Ibid, masalah ke-1705.
[477]Araki-Gulpaigani: dia wajib melaksanakan semua kaffarah (masalah ke-1674-1698).
[478]Ibid, masalah ke-1665.
[479]Ibid, masalah ke-1694.
[480]Ibid, masalah ke-1695.
[481]Gulpaigani: dalam kondisi ini, berdasarkan ihtiyath wajib juga harus memberi makanan satu mud (750 gram) kepada orang fakir (masalah ke-1734).
[482]Ibid, masalah ke-1725 & 1726.
[483]Araki: salat qodho dan puasa qodho ibunya juga wajib dilakukannya (masalah ke-1746). Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, dia harus mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ibunya, (masalah 1721).
[484]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 227, masalah ke-16. Taudhih Al-Masail, masalah ke-1712 & 1390.
[485]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1714.
[486]Haddu Tarakhus: sebatas jarak yang darinya musafir tidak melihat lagi pagar tempat tinggalnya dan tidak mendengar lagi azan dari tempat tinggalnya, sebagaimana sudah dijelaskan pada Pelajaran 25.
[487]Khu’i: wajib membayar kaffarah, (masalah ke-1730).
[488]Ibid, masalah ke-1714, 1721, 1722-1723.
[489]Ibid, masalah ke-1715.
[490]Ibid, masalah ke-1991.
[491]Ibid.
[492]Zimmah: arti kata ini adalah perjanjian. Kafir zimmi yaitu orang non-muslim yang berdomisili di negara Islam dan mereka terikat perjanjian untuk menjaga dan mematuhi peraturan sosial-politik kaum Muslimin dan harus membayar pajak yang sudah ditentukan sebagai jaminan untuk keamanan harta dan jiwa mereka.
[493]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1751.
[494]Al-‘Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 2, hal. 394.
[495]Ibid, Jil. 2, hal. 394, masalah ke-6.
[496]Seluruh marja’ taklid: sekaitan dengan nomor 2 dan 4, jika ada kelebihan dari biaya hidupnya selama setahun, maka harus menge-luarkan khumusnya (masalah ke-1762).
[497]Al-‘Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 2, hal. 389, 390, masalah ke-51.
[498]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1790.
[499]Ibid, masalah ke-1760.
[500]Araki-Khu’i: transaksinya sah, akan tetapi harus mengeluarkan khumusnya (masalah ke-1794-1795).
[501]Ibid, masalah ke-383.
[502]Khu’i: walaupun telah berbuat haram, tetapi mandinya tidak batal. Gulpaigani: bila dia tahu bahwa pemilik permandian pun tahu masa-lahnya dan rela, atau dia lupa untuk meminta kerelaannya, mandinya sah (masalah ke-389).
[503]Ibid, masalah ke-873.
[504]Ibid, masalah ke-1756.
[505]Khu’i: ihtiyath mustahab.
[506]Ibid, masalah ke-1781.
[507]Ibid, masalah ke-1780.
[508]Gulpaigani: setelah baligh harus membayar khumusnya, (masalah ke-1803).
[509]Ibid, masalah ke-1794.
[510]Khu’i: tidak wajib membayar khumusnya, (masalah ke-1802).
[511]Ibid, masalah ke-1834. Sayyid yaitu orang yang nasabnya dari pihak ayah sampai kepada Hasyim; kakek Rasulullah Saw. (-peny.).
[512]Gulpaigani-Araki: penunai khumus bisa memberikannya kepada para sayyid yang memiliki syarat-syarat, (masalah ke-1843).
[513]Ibid, masalah ke-1835-1841.
[514]Rujuk Pelajaran 34!
[515]Taudhih Al-Masail, masalah ke-1853.
[516]Tepatnya, nisab gandum, sya’ir, kurma dan kismis adalah 847,207 kg.
[517]Ibid, masalah ke-1864.
[518]Ibid, masalah ke-1875-1879.
[519]Ibid, masalah ke-1913.
[520]Ibid, masalah ke-1912.
[521]Ibid, masalah ke-1910.
[522]Satu mitsqal sekitar 5 gram (-pen.).
[523]Ibid, masalah ke-1896-1897.
[524]Gulpaigani & Araki: penghitungan ukuran nisab dilakukan setelah pengurangan biaya (masalah ke-1909). Khu’i: biayabiaya tidak bisa dikurangi, (masalah ke-1889).
[525]Ibid, masalah 1880.
[526]Seluruh marja’ taklid: jika selama 11 bulan menjadi pemilik sapi, kambing, unta, emas dan perak, maka di awal bulan ke-11 harus mengeluarkan zakatnya, akan tetapi permulaan tahun berikutnya harus dihitung setelah selesainya bulan ke-12, (masalah ke-1886).
[527]Ibid, masalah ke-1856.
[528]Ibid, masalah ke-1908.
[529]Ibid.
[530]Ibid, masalah ke-1899.
[531]Ibid, masalah ke-1957.
[532]Gulpaigani: Tidak terlalu jauh bila dikatakan bahwa masalah ini khusus terkait dengan imam maksum a.s. (masalah ke-1933).
[533]Ibid, masalah ke-1925.
[534]Masalah amar makruf dan nahi munkar tidak dijelaskan dalam risalah amaliyah Ayatullah Araki dan Ayatullah Khu’i.
[535]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 463, masalah ke-2.
[536]Ibid, Jil. 1, hal. 465, 472, masalah pertama.
[537]Dalam Risalah Ayatullah Gulpaigani dinyatakan bahwa pada tahap kedua hendaknya mengajak pemaksiat untuk melakukan yang makruf dan meninggalkan yang munkar dengan akhlak mulia dan bahasa santun dan menjelaskan maslahatnya. Tahap kedua dan ketiga kitab ini adalah tahap ketiga dan keempat dalam risalah beliau.
[538]Ibid, Jil. 1, hal. 476.
[539]Ibid, masalah ke-8.
[540]Ibid, Jil. 1, hal. 467, masalah ke-3.
[541]Ibid , hal. 468, masalah ke-5.
[542]Ibid, hal. 470, masalah ke-4.
[543]Masalah ini tidak dijumpai dalam risalah amaliyah Ayatullah Gulpaigani.
[544]Ibid, hal. 481, masalah ke-11, 12.
[545]Ibid, Jil. 1, hal. 481, masalah ke-14.
[546]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 485.
[547]Ibid, Jil. 1, hal. 487-488.
[548]Ibid.
[549]Ibid, hal. 492, masalah ke-30.
[550]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2053.
[551]Ibid.
[552]Dari nomor 4 sampai nomor 7 tidak ada dalam risalah-risalah marja’ taklid.
[553]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 492 sampai 498. Taudhih Al-Masail, masa-lah ke-2055.
[554]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2054.
[555]Ibid, masalah ke-2051.
[556]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 501.
[557]Ibid, hal 496, masalah ke-10. Taudhih Al-Masail, masalah 2068.
[558]Gulpaigani: jika menyebabkan kesesatan dirinya maka haram (Hasyiah Wasilah An-Najah). Dalam risalah seluruh marja’ taklid tidak ditemukan.
[559]Ibid, Jil. 1, hal. 498, masalah ke15.
[560]Ibid, hal 499, masalah ke-17. Taudhih Al-Masail, masalah ke-2055.
[561]Ibid, hal 516, Ar-Rabi’. Taudhih Al-Masail, masalah ke-2094.
[562]Araki: menjualnya dengan izin pengurus resmi dan pemimpin syar’i tidak apa-apa, (mas-alah ke-2120).
[563]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2096.
[564]Ibid, masalah ke-2090.
[565]Ibid, masalah ke-2072 dan ke-2283. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 536.
[566]Ibid, masalah ke-2124.
[567]Ibid, masalah ke-2132.
[568]Gulpaigani:kecuali jika tidak tahu masalahnya maka ketiak tahu bah-wa barangnya cacat maka bisa membatalkan transaksinya. Khu’i: tidak harus segera membatalkan transaksi, dan setelah itu juga punya hak untuk membatalkannya (masalah ke-2140).
[569]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2177.
[570]Ibid, masalah ke-2184.
[571]Ibid, masalah ke-2187.
[572]Ibid, masalah ke-2196.
[573]Ibid, masalah ke-2197.
[574]Ibid, masalah ke-2200.
[575]Masalah ini tidak ada dalam risalah amaliyah Ayatullah Araki.
[576]Ibid, masalah ke-2180.
[577]Seluruh marja’ taklid: berdasarkan ihtiyath wajib, (masalah ke-2289).
[578]Ibid, masalah ke-2275.
[579]Ibid.
[580]Ibid, masalah ke-2288.
[581]Ibid, masalah ke-2327.
[582]Araki: dia tidak boleh menerimanya. Gulpaigani: dia tidak boleh mene-rimanya kecuali jika menyatakan kepada pemilik barang bahwa dia tidak bisa menjaga barangnya, (masalah ke-2339).
[583]Ibid, masalah ke-2330.
[584]Ibid, masalah ke-2332.
[585]Ibid, masalah ke-2334.
[586]Ibid.
[587]Ibid, masalah ke-2335.
[588]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2344.
[589]Ibid.
[590]Ibid.
[591]Hukum-hukum sedekah diambilkan dari kitab Tahrir Al-Wasilah.
[592]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 90, masalah pertama.
[593]Ibid, masalah ke-2.
[594]Ibid, hal 91, masalah ke-3
[595]Ibid, masalah ke-5.
[596]Ibid, masalah ke-6.
[597]Ibid, hal 92, masalah ke-9 & 10.
[598]6,12 nukhud logam perak kira-kira senilai 710 Riyal Iran (tahun 1372 HS./1993 M.).
[599]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2564-2568.
[600]Gulpaigani: tidak harus setiap hari mengumumkannya, bahkan sekira-nya sudah mengumumkan dan masyarakat mengakui bahwa ia telah mengumumkan, ini sudah cukup. Khu’i: harus mengumumkan sampai satu tahun di tempat berkumpulnya masyarakat, (masalah ke-2575).
[601]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 228, masalah ke-19 dan ke-31.
[602]Ibid, hal. 226, masalah ke-9.
[603]Ibid, Jil. 2, hal. 226, masalah ke-13.
[604]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2571.
[605]Khu’i: wali bisa mengumumkannya kemudian bisa mengambilnya untuk anaknya, atau bersedekah dengan niat dari pemiliknya.
[606]Araki: dia tahu bahwa orang itu sengaja membawa sepatunya (masalah ke-2595). Khu’i: jika dia rela dengan sepatu yang ada sebagai ganti sepatunya, dia bisa mengambilnya, begitu juga jika dia tahu sepatunya dicuri orang, akan tetapi dalam kondisi seperti ini harus mengamalkan sesuai hukum dalam teks di atas (masalah ke-2590).
[607]Hukumnya adalah hukum barang temuan.
[608]Ibid, masalah ke-2581.
[609]Satu dirham kira-kira senilai 4000 rupiah (tahun 2005, -pen)
[610]Yang kami bawakan pada pelajaran ini sesuai dengan keterangan Ayatullah Gulpaigani dalam kitab Wasilah An-Najah. Dan masalah-masalah yang dipaparkan dari kitab Taudhih Al-Masail sesuai dengan fatwa-fatwa Ayatullah Araki dan Ayatullah Khu’i.
[611]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 156, masalah ke-5.
[612]Ibid, Jil. 1, hal. 156, masalah ke-5.
[613]Ibid, masalah ke-6.
[614]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya tidak memakan da-ging burung hud’hud, (masalah ke-2633).
[615]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2624.
[616]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 158, masalah ke-12.
[617]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2622.
[618]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 155, masalah pertama.
[619]Ibid, hal. 164, masalah ke-7.
[620]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2628.
[621]Ibid, masalah ke-141.
[622]Khu’i: Makan sesuatu yang menyebabkan kematian atau berbahaya secara keseluruhan bagi manusia adalah haram, (masalah ke-2639)
[623]Ibid, masalah ke-2630.
[624]Ibid, masalah ke-2626.
[625]Ibid, masalah ke-111 & ke-2632
[626]Ibid, masalah ke-2635.
[627]Ibid, masalah ke-2636.
[628]Ibid, masalah ke-2637.
[629]Ibid, masalah ke-2638.
[630]Ibid, masalah ke-2639.
[631]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 263-264.
[632]Ibid, hal. 277, masalah pertama.
[633]Ibid, hal. 280, masalah ke-15.
[634]Ibid, hal 243, masalah ke-15 s/d ke-19.
[635]Ibid.
[636]Semua hukum yang berlaku pada lelaki dewasa juga berlaku pada anak lelaki, dan semua hukum yang berlaku pada perempuan dewasa juga berlaku pada anak perempuan.
[637]Gulpaigani: melihat wajah dan tangan juga haram. Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, ti-dak boleh melihat wajah dan tangan (masalah ke-2442).
[638]Ibid. Taudhih Al-Masail, masalah ke-2433.
[639]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2443.
[640]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 237.
[641]Ibid.
[642]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2663.
[643]Ibid, masalah ke-2371.
[644]Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh dihiasi. Khu’i: berdasarkan ihtiyath mustahab, hendaknya tidak dihiasi. (Hasyiah Al-Urwah Al-Wutsqo’).
[645]Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 455-456.
[646]Taudhih Al-Masail, masalah ke-135.
[647]Ibid, masalah ke-136.
[648]Ibid, masalah ke-317.
[649]Al-Urwah Al-Wutsqo’, Jil. 1, hal. 190-191.
[650]Ibid, Jil. 1, hal. 189-190.
[651]Ibid, hal. 190.
[652]Taudhih Al-Masail, masalah ke-355.
[653]Ibid, masalah ke-322.
[654]Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 715, masalah ke-30.
[655]Ibid, masalah ke-29.
[656]Seluruh marja’: harus menjawab sebagaimana salam yang ucapkan oleh orang tersebut. Yakni, jika dia mengucapkan “salamun alaik”, maka jawablah “salamun alaik” juga, (Hasyiah Al-‘Urwah Al-Wutsqa).
[657]Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 711, masalah ke-17.
[658]Ibid, masalah ke-15.
[659]Ibid, hal. 557, masalah ke-25.
[660]Ibid, hal. 716, masalah ke-36.
[661]Ibid, masalah ke-33.
[662]Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 716, masalah ke-33.
[663]Ibid, hal. 717, masalah ke-38.
[664]Ibid, Jil. 2, hal. 804, masalah ke-41.
[665]Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 173, masalah pertama.
[666]Ibid.
[667]Ibid, Jil. 2, hal. 173, masalah ke-3.
[668]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2553.
[669]Ibid, masalah ke-2554.
[670]Ibid, masalah ke-2670 & 2671.
[671]Gulpaigani: Ia harus berpuasa tiga hari berturut-turut, (masalah ke-2679).
[672]Taudhih Al-Masail, masalah ke-2670 & ke-2671.
[673]Ibid, masalah ke-2675.
[674]Istiftaat, Jil. 2, hal. 616, pertanyaan ke-4.
[675]Ibid, pertanyaan pertama.
[676]Ibid, hal. 617, pertanyaan ke-9.
[677]Ibid.
[678]Ibid, hal. 620, pertanyaan ke-15 & ke-16.
[679]Ibid, Jil. 2, hal. 620, pertanyaan ke-18.
[680]Ibid, hal. 30, pertanyaan ke-79.
[681]Ibid, pertanyaan ke-80.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar