Jumat, 11 Januari 2019

PUASA DAN ZAKAT FITRAH



ilustrasi hiasan:



Selamat datang Wahai Ramadhan yang penuh berkah. Semoga Taufiq dan Inayah Allah senantiasa dicurahkan kepada kita semua agar kita dapat mengisi hari-hari di bulan Ramadhan yang mulia ini dengan puasa dan menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan Qiyam al-Lail dan Tilawah al-Quran serta menghiasinya dengan perangai-perangai yang mulia. 

Puasa 

Zakat Fitrah 

||1192 

fatwa Ayatullah Khomeini Ayatullah 'Ali Khamene'i 

Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad 

AL-JAWAD 

Puasa 


Zakat Fitrah 

Fatwa : Ayatullah Khomeini Ayatullah 'Ali Khamene'i 

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL- JAWA D 

191971 

مؤسسة التربية الإسلامية الجواد 

Disarikan dari fatwa Marja' Ayatullah Khomeini (Risalah Nuwin, Tahrir al-Wasilah, Taudhih al-Masail) dan Ayatulah Ali 

Khamene i (.Ajwibah al-Istiftaat) 

Diterjemahkan dan disusun kembali oleh: 

Ahmad Subandi dan Husein Al-Kaff 

Editor: Tim Al-Jawad 

Hak terjmahan dilindungi Undang-undang 

All right reserved 

Cetakan Pertama, Januari 1994 M/Sya'ban 1414 H Cetakan Kedua, Desember 1998 M/Sya'ban 1419 H Cetakan Ketiga. Nopember 1999 M/Sya'ban 1420 H Cetakan Keempat, Oktober 2001 M/Sya'ban 1422 H 

Diterbitan oleh Divisi Publikasi dan Penerbitan 

Yayasan Pendidikan Islam l-Jawad 

PO. BOX 1536 Bandung 40122 Jl. Gegerkalong Girang 92 Bandung 40154 

Telp. (022)-2016679 

http://members.tripod.com/aljawad e-mail:aljawadi@bdg.centrin.net.id; al-jawad@gurlmail.com 

Disain Sampul : Tim Al-Jawad 

DAFTAR ISI 

Daftar isi - 5 

Pengantar Penerbit - 7 

Fatwa Ayatullah Khomeini 

• Puasa dan masalah-masalah yang berkaitan 

dengannya - 11 

mas 

mas 

Macam-macam Puasa - 37 

• Zakat Fitrah - 45 

Fatwa Ayatullah ‘Ali Khamene'i 

• Puasa dan masalah-masalah yang berkaitan 

dengannya – 53 

Kitab Rujukan - 79 

PENGANTAR PENERBIT 

Allahummu shalli ala Muhammad wa alih 

Assalamu'alaikum wr. wb. 

Puasa dan Zakat Fitrah merupakan ibadah utama yang di dalamnya terkandung berbagai aspek, spiritual. jasadiah maupun sosial. Seorang muslim yang hendak meningkatkan keimanannya bisa memperolehnya dengan meningkatkan penunaian ibadah puasa dan zakat fitrahnya. Peningkatan spiritual umumnya diawali dengan pengalaman-pengalaman lahiriah yang sesuai dengan syariah yang benar. Kemudian setahap demi setahap dirinya berusaha untuk mengungkap dan menapak kenikmatan spiritual suatu ibadah. 

Dalam rangka memperkaya khasanah risalah syari'ah amaliyah dari ajaran Ahlul Bait Nabi as. Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad dengan rendah hati menerbitkan risalah sederhana tentang Puasa dan Zakat Fitrah yang diterjemahkan dan disusun kembali dari fatwa Ayatullah Khomeini serta menambahkan fatwa Ayatullah Ali Khamene’i yang berkenaan dengan puasa. Semoga hal ini dapat memberikan manfaat bagi ikhwan-ikhwan pembaca yang budiman. 

Akhirnya kami pun menyadari bahwa yang kami lakukan ini senantiasa tidak luput dari kekurangan, untuk itu saran, maupun kritik yang membangun dari ikhwan-ikhwan pembaca yang budiman sangat kami tunggu. 

Wassalamu alaikum wr. wb. Bandung. Sya'ban 1422 H 

YPI Al-Jawad 

Fatwa: Avatullah Khomeini 

PUASA 

DAN ZAKAT FITRAH 

PUASA DAN MASALAH-MASALAH YANG BERKAITAN DENGANNYA 

Pengertian Puasa 

Puasa artinya menahan diri dari hal-hal yang akan membatalkannya mulai terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat menunaikan perintah Allah. 

Niat 

Hal-hal yang berkaitan dengan niat. 1. Seseorang tidak harus menuturkan niat puasa 

dengan lisannya seperti dengan mengatakan, “besok saya akan berpuasa.“ Cukup saja ia bermaksud puasa (dalam hatinya) untuk melaksanakan perintah Allah SWT dan tidak akan melakukan hal-hal yang akan membatalkannya. sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Tetapi untuk meyakinkan bahwa sepanjang hari itu ia berpuasa. hendaklah ia menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkannya sejak dari sesaat menjelang subuh hingga sesaat menjelang maghrib. (Taudhih al 

Musuil, masalah 1550) 

12 

2. Jika seseorang hendak berpuasa selain puasa 

Ramadhan. hendaklah (dalam niatnya) ia menentukan jenis puasanya, seperti "sava hendak puasa qadha atau nadzar." Tetapi pada bulan Ramadhan seseorang tidak wajib menyebutkan puasa Ramadhan (dalam niatnya). Bahkan bila ia tidak tahu atau lupa bahwa saat itu adalah bulan Ramadhan. kenudian ia berniat puasa yang lain. puasanya tetap dihitung sebagai puasa Ramadhan. 

(Taudhih al-Masail. masalah 1555) 3. Apabila seseorang berniat puasa untuk hari pertama 

Ramadhan, lalu ia tahu bahwa hari tersebut adalah hari kedua atau ketiga misalnya, puasanya tetap sah. 

(Taudhih al-Masail, masalah 1557) 4. Jika pada bulan Ramadhan seseorang berniat puasa 

sebelum masuk waktu subuh. lalu ia tidur dan bangun kembali ketika waktu sudah maghrib, maka 

puasanya sah. (Taudhih al-Masail, masalah 1560) 5. Seseorang tidak diwajibkan berpuasa pada hari syak 

(yaitu hari yang meragukan apakah hari terakhir Sya'ban atau awal Ramadhan). (Taudhih al-Masuil. masalah 1568) Pada puasa wajib (seperti puasa Ramadhan). jika seseorang berpaling dari niatnya semula. maka puasanya batal. Tetapi bila ia berniat melakukan suatu perbuatan yang dapat membatalkan puasa tersebut, kemudian ia tidak jadi melakukannya. maka puasanya tidak batal. (Taudhih al-Masail. masalah 1570) 

6. 

13 

Hal-Hal yang Berkaitan dengan Orang Sakit 1. Jika seseorang sembuh dari sakitnya sebelum waktu 

dzuhur dan sejak adzan subuh hingga saat sembuh ia belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, maka wajib baginya berniat puasa pada hari 

itu. 2. Jika ia sembuh setelah dzuhur, maka tidak wajib 

baginya berpuasa pada hari itu. (Taudhih al-Vasail, masalah 1570) 

Waktu Viat 

1. Seseorang dapat berniat puasa pada tiap-tiap 

malamnya, atau dapat pula ia berniat puasa pada malam pertama Ramadhan untuk sebulan penuh. 

(Taudhih al-Masail, masalah 1551) 2. Seseorang boleh berniat puasa kapan saja sejak 

awal malam hingga adzan subuh. (Taudhih al Masail, masalah 1568) Seseorang yang tidur sebelum adzan subuh (dalam keadaan) belum berniat puasa, maka : a. Jika bangun sebelum dzuhur lalu ia berniat 

puasa, maka puasanya sah, baik puasa wajib 

maupun sunah. b. Jika ia bangun setelah dzuhur, maka puasanya 

dianggap tidak sah. (Taudhih ul-Masail. masalah 1557) 

Hukum Puasa 

1. Jika seorang anak pada bulan Ramadhan mencapai 

usia baligh pada saat sebelum adzan subuh, maka wajib atasnya berpuasa pada hari itu. Tetapi bila ia mencapai usia baligh setelah adzan subuh, maka tidak wajib atasnya berpuasa pada hari itu. (Taudhih 

al-Masail, masa ah 1562) 2. Seseorang yang mempunyai kewajiban puasa qadha 

atau puasa wajiɔ lain (yang belum ditunaikannya). tidak boleh melakukan puasa sunat (sebelum menunaikan kewajiban puasa yang belum 

ditunaikannya itu). (Taudhih al-Masail, masalah 1563) 

Hal-hal yang dapat Membatalkan Puasa 

Terdapat 9 (Sembilan) macam hal yang dapat membatalkan puasa. yaitu : 

1. Makan: 2. Minum: 3. Jima (hubungan suami isteri); 4. Sengaja melakukan istimna' (perbuatan yang 

menyebabkan mani keluar): 5. Berdusta atas rama Allah SWT. Rasul dan para 

Imam Ma'shum as: 6. Memasukkan seluruh bagian kepala sekaligus ke 

dalam air: 7. Tetap berada dalam keadaan junub, haid, dan nifas 

hingga adzan subuh: 

15 

8. Memasukkan sesuatu berupa cairan ke dalam tubuh 

melalui dubur; 9. Muntah (secara sengaja). 

Makan dan Minum 

1. Bila dilakukan secara sengaja, maka puasanya batal, 

baik makan atau minum dengan sesuatu yang lazim (seperti roti, air) maupun dengan yang tidak lazim (seperti tanah, debu, lumpur dsb), baik sedikit maupun banyak. 

Jika seseorang mengeluarkan sikat gigi dari mulut kemudian memasukkannya kembali ke dalam mulut dan menelan air yang ada (terbawa pada sikat tersebut), maka puasanya batal. Kecuali apabila cairan tersebut telah bercampur dengan air ludah hingga tidak dapat dikatakan lagi sebagai cairan yang berasal dari luar. (Taudhih al-Masail, masalah 

1573) 2. Bila dilakukan secara tidak sengaja, maka puasanya 

tidak batal. (Taudhih al-Masail, masalah 1575) 

Hal-hal yang dikategorikan sebagai makan dan minum yang membatalkan puasa 1. Menelan sesuatu yang tertinggal di sela-sela gigi 

secara sengaja. (Taudhih al-Masail, masalah 1577) 2. Menelan dahak (yang berasal dari kepala atau dada) 

ketika sudah berada pada langit-langit mulut (ihtivut wajib). (Taudhih al-Masail, masalah 1580) 

3. Suntikan/infus yang berfungsi sebagai pengganti 

makanan. (Taudhih al-Masail, masalah 1576) 

Batasan mengenai dibolehkannya seseorang yang sedang berpuasa untuk membatalkan puasanya. 1. Jika seorang sangat kehausan sehingga ia merasa 

takut mati karenanya, maka di bolehkan baginya minum sekedar dapat menyelamatkan dari kematian, tetapi puasanya tetap batal. Bila hal itu terjadi pada bulan Ramadhan, maka wajib baginya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa pada sisa waktu hari itu. (Taudhih al-Masaii, 

masalah 1581) 2. Seseorang tidak dibolehkan membatalkan puasanya 

lantaran merasa lemah. Kecuali jika rasa lemahnya itu sampai tidak mampu ditanggungnya, maka dibolehkan atasnya membatalkan puasanya. (Tuudhih al-Masail, masalah 1583) 

Catatan: 

Mengunyahkan makanan untuk bayi atau burung dan mencicipi makanan atau sejenisnya (yang tidak sampai masuk kerongkongan), meskipun terkadang secara tidak sengaja makanan tersebut masuk ke dalam kerongkongan, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Tetapi jika sebelumnya ia mengetahui bahwa sesuatu yang ia kunyah atau cicipi itu akan masuk ke dalam kerongkongannya, dan ia 

17 

tetap melakukannya, maka puasanya batal dan wajib baginya mengqadha puasa dan membayar kafaratnya. ( Taudhih al-Ilasail, masalah 1582) 

Jima' (hubungan suami-istri) 

Jima' itu membatalkan puasa, baik disertai keluar air mani maupun tidak. 

Istimna' (mengeluarkan mani') 

Jika seseorang melakukan istimna' (perbuatan yang menyebabkan keluarnya mani'), maka puasanya batal. 

Hukum Mani' 

1. Jika pada seseorang tanpa sengaja (dengan 

sendirinya) mani' keluar, maka puasanya tidak 

batal. (Taudhih al-Masail masalah 1589). 2. Jika seseorang melakukan suatu perbuatan yang 

menurut kebiasaannya akan menyebabkan mani' keluar, maka puasanya batal. (Taudhih al Masail, masalah 1589 ). 

Jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud mengeluarkan mani', tetapi mani' tidak keluar, puasanya tidak batal. ( Tuudhih al-Masail, masalah 1594). 

3. 

18 

4. Jika seseorang tidur pada siang hari Ramadhan dan 

bermimpi (hingga keluar mani') maka puasanya 

tidak batal. ( Taudhih al-Masail, masalah 1590). 5. Jika ia bangun tidur dalam keadaan muni sedang 

keluar, maka ia tidak wajib mencegah keluarnya mani' tersebut. ( Taudhih al-Masail, masalah 1591) 

Berdusta atas Nama Allah SWT, Rasulullah dan Para Imam Ma'shumin as. Terdapat 3 (tiga) macam dusta: 1. Jika orang yang sedang puasa secara sengaja 

mengeluarkan suatu perkataan, tulisan atau isyarat lain yang dusta dengan mengatas-namakan Allah SWT, Rasulullah saww dan para Imam as, maka puasanya batal, walaupun ia telah mengakui kedustaannya atau bertaubat darinya. Demikian pula (menurut ihtiyat wajib) apabila berdusta dengan mengatas-namakan Sarriduh us-Zahru us. dan para 

Nabi yang lain. (Taudhih al-Masail, masalah 1596) 2. Jika pada mulanya ia yakin bahwa sesuatu yang 

dikatakan itu adalah firman Allah SWT atau sabda Rasulullah, tetapi kemudian ia tahu bahua perkataannya itu bukan firman Allah atau sabda Rasululah, maka puasanya tidak batal. (Tuudhih ul 

Masail, masalah 1598). 3. Seseorang telah memahami bahwa berdusta atas 

Nama Allah SWT dan Rasululah sawwi itu membatalkan puasa, serta ia tahu bahwa sesuatu 

19 

yang akan dikatakannya itu dusta, tetapi ia tetap mengatakan bahwa perkataan itu berasal dari Allah atau Rasul-Nya. Lalu ia mengetahui bahwa perkataannya itu ternyata benar (tidak dusta), maka puasanya tidak batal. Taudhih al-Masail, masalah 1599). 

Jika seseorang menukil suatu kabar (berita) yang tidak diketahui dusta tidaknya dan ia berkeingin agar puasanya tidak batal, maka ia bisa menempuh cara-cara berikut: 1. Venurut ihtivat Wajib, ia harus menyebutkan orang 

yang menjadi sumber kutipan nukilan beritanya 

tersebut. ?. Menurut ihtiyut wajib, ia harus menyebutkan kitab 

sumber berita yang dikutipnya. 3. Jika ia langsung mengemukakan khabar (berita) itu, 

maka puasanya tidak batal. (Taudhih al-Masail, masalah 1597). 

Memasukan Debu Pekat ke dalam Kerongkongan. 

I Vemasukan debu pekat ke dalam kerongkongan 

membatalkan puasa, baik debu yang halal di makan (seperti debu gandum) maupun yang haram di makan (seperti debu tanah). ( Taudhih al-Masail, 

masalah 1603). 2. Orang yang sedang berpuasa tidak boleh 

memasukkan uap air yang tebal ke dalam 

kerongkongan. Begitu pula (menurut ihtivul wajib) asap rokok dan tembakau. (Taudhih ul-Musail. 

masalah 1605). 3. Jika seseorang lupa bahwa dia sedang berpuasa. 

kemudian debu dan sejenisnya itu masuk ke dalam kerongkongannya, baik karena tidak hati-hati atau sengaja, maka puasanya tidak batal. Apabila debu tersebut bisa dikeluarkan, maka ia wajib mengeluarkannya. (Taudhih al-Masail. masalah 

1607) 

Memasukkan Kepala ke dalam Air. 

1. Jika seseorang dengan sengaja menenggelamkan 

seluruh bagian kepalanya ke dalam air walaupun sebagian badannya di luar air, maka inenurut ihtivar Wajib, wajib atasnya mengqadha puasanya pada hari itu. Tetapi apabila seluruh badannya (dari leher hingga kaki) berada di dalam air sementara sebagian kepalanya berada di luar air, maka puasanya tidak batal. ( Tuudhil ul-llasuil. masalah 1608 i. 

Jika seseorang tanpa sengaja jatuh ke dalam air dan seluruh kepalanya terendam air, atau karena lupa ia memasukkan seluruh bagian kepalanya ke dalam air, maka puasanya tidak batal (Taudhih ul-Masail. 

masalah 1613). 3. Seseorang yang sedang berpuasa memasukkan 

kepalanya ke dalam air dengan niat mandi (mandi wajib), maka 

a. Jika lupa bahwa ia sedang berpuasa maka puasa 

dan mandinya sah. (Taudhih al-Masail, masalah 

1616). b. Jika sadar bahwa ia sedang berpuasa dan 

sengaja menenggelamkan seluruh bagian kepalanya ke dalam air, maka jika ia sedang berpuasa wajib yang muayyan (ditentukan Waktunya. seperti puasa Ramadhan), maka ia harus mengulang mandinya dan mengqadha puasanya. Tetapi jika ia berpuasa mustahab (sunnat) atau puasa yang wajib bukan muayyan (seperti puasa kafarat), maka mandinya sah tetapi puasanya batal. (Taudhih (1l-llasuil. masalah 1617). 

Jika seseorang memasukkan hanya separuh kepalanya ke dalam air dan separuhnya lagi pada saat yang lain (tidak sekaligus), maka puasanya tidak batal.(Taudhih al-Masail, masalah 1609). 

Orang yang tetap berada dalam keadaan junub hingga adzan shubuh pada bulan Ramadhan. 

1. Jika seseorang yang dalam keadaan junub secara 

sengaja tidak mandi atau bagi yang mempunyai kewajiban tayamum, tidak bertayamum hingga masuk waktu subuh, maka puasanya batal (Taudhih ul-llusuil, masalah 1619). 

sa 

muavya 

asa 

2. Jika pada puasa wajib muayyan (misalnya puasa 

Ramadhan) ia tidak mandi dan tidak tayanum hingga masuk waktu subuh bukan karena sengaja. misalnya karena tidak ada kesempatan untuk mandi atau tayamum. maka puasanya sah. (Taudhih ul Vlasail, masalah 1620). 

Orang junub yang lupa mandi di bulan Ramadhan. 

1. Jika ingat setelah lewat sehari, maka wajib atasnya 

mengqadha puasa hari tersebut. 2. Seandainya baru ingat setelah lewat beberapa hari. 

maka wajib atasnya mengqadha semua hari yang divakini bahwa ia berada dalam keadaan ju14h. misalnya ragu apakah tiga atau empat hari ia berada dalam keadaan junub, maka ia harus mengqadha sebanyak tiga hari saja. (Taudhih al-Masuil. masalah 1622) 

Hukum junub di bulan Ramadhan. 

1. Seseorang yang dalam kedaan juruh dan bermaksud 

melakukan puasa ujih mualian pada hari itu : jika ja secara sengaja tidak mandi hingga waktu menjadi sempit (tidak cukup untuk melakukan mandi wajib), maka ia dapat bertayamum lalu berpuasa. Dengan demikian puasanya sah tetapi ia tergolong orang yang berbuat maksiat kepada Allah. (Tuudhili al-Musail, masalah 1621). 

isa. 

23 

2. Apabila seseorang berada pada malam-malam 

Ramadhan dalam keadaan junub dan mengetahui bahwa jika tidur, ia tidak mungkin bangun hingga subuh, lantaran itu ia tidak boleh tidur . Bila ia tidur dan tidak bangun hingga subuh, maka puasanya batal dan harus mengqadha puasanya serta membayar kafarat. Tuudhih al-Vasuil masalah 

1625). Seseorang yang dalam keadaan junub pada malanı Ramadhan dan ia terbiasa tidur dan bangun dalam tidurnya berkali-kali. Apabila ia tidur untuk kedua kalinya masih ada kemungkinan bisa bangun sebelum subuh untuk mandi, maka dibolehkan atasnya untuk tidur lagi. (Taudhih al-Vasail. 

masalah 1626) 7. Jika pada siang hari Ramadhan seseorang bermimpi 

(hingga keluar mani), naka tidak wajib atasnya 

bersegera mandi Tunchil ul-llasail,masalan 1632) 5. Seseorang yang hendak melakukan qadha puasa 

Ramadhan, jika tetap berada dalam keadaan junub hingga masuk waktu subuh meskipun bukan sengaja, maka puasanya batal. (Taudhih al 

Tasuil.masalah 16371 6. Jika seseorang yang berada dalam keadaan junub 

secara sengaja tidak mandi atau tidak bertayamum, bagi yang mempunyai kewajiban tayamum, dan dengan sengaja tidak melakukannya hingga masuk waktu subuh, maka puasanya batal. (Taudhih al Vlasail, masalah 1619) 

24 

Memasukan cairan ke dalam tubuh melalui dubur. 

Memasukkan cairan ke dalam tubuh melalui dubur untuk pengobatan walaupun karena terpaksa, itu membatalkan puasa. Tetapi jika obat yang di gunakan berbentuk padat serbuk, maka hal itu tidak membatalkan puasa. Menurut ihtiyat Hajib seseorang sepatutnya menahan diri dari menggunakan sesuatu yang berbentuk padat untuk tujuan kelezatan atau menghilangkan rasa (fly') seperti heroin, atau sebagai pengganti makanan dengan cara tersebut. (Taudhih al Masail, masalah : 645 dan al-Urwat al-Wutsqa jilid 1 bagian komentar imam Khomeini hal 28 masalah 66 67). 

Muntah 

1. Seandainya seseorang muntah secara sengaja. 

walaupun terpaksa karena sakit atau sejenisnya. 

maka puasanya. batal. 2. Jika ia muntah karena lupa'lalai atau karena tidak 

sengaja maka puasanya sah. ( Taudhih al-Masuil. masalah 1646) 

Hukum muntah 

1. Jika seseorang mampu menahan muntah yang tidak 

memberatkan dan membahayakan dirinya maka ia harus menahan agar tidak muntah. (Taudhih al Vasuil, masalah 16+8). 

25 

2. Jika seseorang lupa menelan sesuatu, kemudian 

sebelum itu sampai ke dalam perut ia ingat bahwa sedang berpuasa, maka apabila sesuatu itu telah sedemikian masuk ke dalam (kerongkongan) sehingga kalau terus dimasukkan ke dalam perut tidaklah di katakan sebagai "perbuatan makan, ia tidak perlu mengeluarkan memuntahkannya kembali dan puasanya sah. (Taudhih ul-Vasail. 

masalah1650). 3. Jika seseorang bersendawa (teurab(sunda) atau 

glege`an (jawa)] dan tanpa sengaja ada sesuatu yang keluar dari kerongkongan atau mulutnya maka sesuatu itu harus di keluarkan dari mulutnya. Tetapi apabila tanpa sengaja sesuatu itu masuk kembali ke dalam kerongkongannya, maka puasanya tetap sah. ( Taudhih al- Masail, masalah 1652). 

Catatan: 

Jahil Qasir adalah istilah untuk orang yang tidak tahu tentang hukum-hukum syariat dan tidak memiliki sarana dan kemungkinan untuk mengetahuinya, atau sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu. (Imam Khomeini, Taudhih al-Masail, halaman 523). 

Hal-hal yang mewajibkan Qadha Puasa dan Kafarat. 

1. Secara sengaja membatalkan puasa dengan makan 

dan minum, jima, tetap berada dalam keadaan junub 

26 

hingga masuk waktu subuh. menelan debu pekat. berdusta atas Nama Allah. Rasul dan para Imam as. Dan melakukan istimna. (Risalah 12 in jilid 1 hal. 181) Secara sengaja menenggelamkan seluruh bagian kepala secara sekaligus ke dalam air dan memasukkan cairan ke dalam tubuh melalui dubur. baik untuk pengobatan atau sebagai pengganti makanan. (Risalah Vuwin jilid 1 hal. 181; Taudhih 

al-Masail, masalah 1658). ?. Terdapat sesuatu yang keluar dari kerongkongan 

sampai ke mulutnya ketika bersendawa. kemudian dengan senga a sesuatu itu ditelannya kembali. 

Tuudhih al-Husail, masalah 16711. 1. Berbuka puasa berdasarkan kabar yang diterimanya 

dari orang yang tidak adil bahwa waktu maghrib sudah masuk. tetapi sebetulnya waktu maghrib belum masuk, sementara ia mampu meneliti kebenaran kabar tersebut. (Taudhih ul-Masail. masalah 16731 

Apabila seseorang karena tidak tahu masalah. melakukan hal-hal yang membatalkan puasa: 

1. Jika mampu mempelajari masalah tersebut, maka 

menurut ihtivat Wajib. wajib atasnya membayar kafarat. 

Jika tidak mampu mempelajari masalah tersebut atau sama sekali tidak terpikir olehnya, atau ia vakin bahwa hal itu tidak membatalkan puasa. maka 

kafarat tidak wajib atasnya. (Taudhih al-Masail, masalah 1659). 

Kafarat Puasa Wajib: 1. Membebaskan seorang budak. 2. Melakukan puasa dua bulan secara berturut-turut 

(dengan syarat sebanyak 31 hari puasa dilakukan secara berturut-turut, sisanya bisa dilakukan kapan 

saja / tidak usah berurutan). 3. Memberi makan kepada 60 orang fakir dengan cara 

memberikan 1 (satu) mud (sekitar 750 gram) makanan berupa gandum atau sejenisnya kepada setiap orang. Jika tidak mungkin memberikan sebanyak itu, di bolehkan memberi semampunya. (Taudhih al-Masail, masalah 1660) 

Jenis Kewajiban Kafarat: a. Kafarat Jama' 1. Seseorang membatalkan puasa dengan hal-hal yang 

haram, menurut ihtiyat wajib, ia wajib melakukan ketiga kafarat tersebut (membebaskan seorang budak, puasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan kepada sebanyak 60 orang fakir). (Taudhih 

al-Masail, masalah 1665 ). 2. Seseorang berdusta atas Nama Allah, Rasulullah 

saww. dan para Imam as. (Taudhih al-Masail, masalah 1666). 

3. Seseorang pada siang hari Ramadhan melakukan 

jima' yang haram. (Taudhih al-Masail, masalah 

1667). 4. Seseorang melakukan jima' yang haram yang 

dilanjutkan dengan jima' bersama istrinya. (Tuudhih 

al-Masail, masalah 1669) 5. Seseorang bersendawa dan keluar darah atau 

makanan yang telah keluar dari kategori ! bentuk makanan, kemudian sengaja ditelannya kembali secara sengaja. (Taudhih al-Masail, masalah 1671). 

b. Satu Kafarat: 1. Pada bulan Ramadhan berulang kali melakukan 

sesuatu yang membatalkan puasa, termasuk berjima dengan istrinva (Taudhih al-Masail. masalah 1668). Membatalkan puasa dengan melakukan sesuatu yang halal (misalnya minum air), dan dilanjutkan dengan sesuatu yang haram (misalkan makan 

daging babi).(Tuudhih al-Masail, masalah 1670). 3. Bernadzar akan berpuasa pada hari tertentu. 

kemudian pada hari yang telah ditentukan tersebut secara sengaja ia membatalkan puasanya.(Taudhih al-Masuil. masalah 1672) 

Sepuluh Hal yang Mewajibkan Qadha Puasa. 1. Sengaja muntah. 2. Tidur dalam keadaan junuh pada malam Ramadhan. 

kemudian bangun dan ia mengetahui adanya 

kemungkinan dapat bangun kembali sebelum subuh apabila ia tidur lagi dan telah berniat mandi wajib setelah ia bangun, lalu ia tidur lagi. Ternyata ia tidak bangun hingga subuh. Begitu pula jika ia bangun dari tidur yang kedua, lalu ia tidur lagi 

hingga subuh. 3. Tidak berniat puasa puasa karena riyu dan 

beranggapan bahwa tidak ada kewajiban berpuasa. walaupun sepanjang hari ia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Seseorang yang lupa mandi junabat kemudian sehari atau beberapa hari melakukan puasa dalam 

keadaan junub. 5. Seseorang, yang tidak meneliti terlebih dulu apakah 

sudah masuk waktu subuh atau belum, melakukan hal yang membatalkan puasa, lalu ia tahu ketika melakukannya ternyata masuk waktu subuh. 

Ada seseorang mengatakan pada orang lain bahwa waktu subuh belum masuk. Karena perkataan tersebut orang itu melakukan perbuatan yang membatalkan puasa, kemudian ia tahu bahwa 

sebenarnya waktu subuh sudah masuk. 7. Ada seseorang mengatakan kepada orang lain 

bahwa waktu subuh sudah masuk, tetapi orang itu sendiri tidak yakin dengan perkataan orang tersebut atau mengganggapnya bercanda. Kemudian ia melakukan perbuatan yang membatalkan puasa, dan akhirnya ia tahu bahwa bahwa waktu subuh telah masuk 

30 

8. Seseorang yang buta atau sejenisnya. karena 

mendengar perkataan orang lain (yang mengatakan bahwa maghrib telah tiba) ia berbuka, setelah itu 

ia baru tahu bahwa maghrib belum tiba. 9. Dalam keadaan cerah. karena suasana gelap 

seseorang merasa yakin bahwa waktu maghrib telah tiba kemudian ia berbuka. Setelah itu diketahuinya 

bahwa sebenarnya waktu maghrib belum tiba. 10. Seseorang berkumur-kumur dengan maksud 

berwudhu atau tanpa alasan tertentu lalu tanpa sengaja air tersebut tertelan . 

Catatan: 

Bila seseorang lupa bahwa ia sedang berpuasa. kemudian meminum air atau dengan maksud beruudhu ia berkumur-kumur dan tanpa sengaja airnya tertelan. maka ia tidak wajib mengqadha puasanya. 

Hukum tentang Puasa Qadha. 1. Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan 

lantaran sakit dan penyakitnya terus berlangsung hingga Ramadhan tahun berikutnya maka ia tidak wajib mengqadha puasa tersebut. Sebagai gantinya. ia harus memberikan satu mud (sekitar 750 gram) makanan berupa gandum atau sejenisnya kepada orang fakir sebanyak hari puasa yang ditinggalkannya. Namun jika ia tidak berpuasa disebabkan halangan lain (seperti bepergian) dan halangan tersebut berlangsung hingga Ramadhan 

berikutnya, maka dia tetap harus mengqadha puasa yang ditinggalkannya, dan ihtiyat mustahab ia (dianjurkan) memberikan satu mud makanan berupa gandum atau sejenisnya kepada orang fakir. 

(Taudhih al-Masail, masalah 1702). 2. Jika seseorang menangguhkan pelaksanaan puasa 

qadha Ramadhan hingga lewat beberapa tahun, maka selain ia harus mengqadha puasanya juga diharuskan memberikan satu mud makanan kepada fakir miskin sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkannya. (Taudhih al-Masail. masalah 

1709). 3. Anak laki-laki sulung harus mengqadhakan shalat 

dan puasa ayahnya yang sudah meninggal (yang di tinggalkan avahnya ketika masih hidup.( Taudhih al- Masail, masalah 1712). 

Hukum berkaitan dengan puasa Musafir (orang yang bepergian). Waktu berangkat 

1. Jika seseorang berangkat safar (bepergian) sebelum 

waktu dzuhur, maka ketika sampai di batas kota daerah, yang mana dinding kota daerah itu tidak terlihat atau suara adzan di daerah itu tidak terdengar lagi. maka ia harus membatalkan puasanya. Tetapi jika ia sudah berbuka sebelum sampai batas kota/daerah itu, maka menurut ihtiyat wajib wajib ia harus membayar kafarat dan 

mengqadha puasanya. (Tuudhih ul-llasail, masalah 

1721). 2. Jika seseorang berangkat safar setelah lewat dzuhur. 

maka ia harus melanjutkan puasanya. (Taudhih ul Masail, masalah 1714). 

Kembali clari sutur 1. Jika seseorang musatir sebelum masuk waktu 

dzuhur sudah tiba kembali di kampung halamannya atau tempat vang ditinggalinya selama sepuluh hari. maka: 

a. Jika belum melakukan hal yang membatalkan 

puasa, ia harus meneruskan puasanya. b. Jika telah melakukan hal yang membatalkan 

puasa, ia tidak wajib puasa pada hari tersebut. 

(Taudhih vi- Masail, masalah 1722). 2. Jika seseorang musafir tiba kembali di kampung 

halamannya setelah waktu dzuhur, maka ia tidak boleh meneruskan puasa. (Taudhih al-Masail, masalah 1723). 

Orang-orang yang Tidak Diwajibkan Puasa. 1. Orang yang karena terlalu tua tidak mampu 

berpuasa dan orang yang apabila berpuasa akan mendatangkan kesulitan yang sangat pada dirinya, tetapi sebagai gantinya mereka wajib memberikan satu mud gandum atau sejenisnya kepada orang fakir. (Taudhih al-Masail, masalah 1725). 


IS 

2. Jika seseorang mempunyai penyakit haus yang 

sangat sehingga tidak mampu menanggungnya atau akan menimbulkan kesulitan baginya bila ia berpuasa, maka ia harus memberikan satu mud gandum atau sejenisnya kepada orang fakir. Begitu juga jika puasa tersebut akan membahayakan 

dirinya saja. (Taudhih al-Masail, masalah 1728). 3. Seorang wanita yang melahirkan atau sudah dekat 

waktu melahirkan dan bila ia berpuasa akan membahayakan diri dan anaknya. maka ia harus mengeluarkan satu mud gandum atau sejenisnya kepada orang fakir. Begitu juga jika puasa tersebut akan membahayakan dirinya saja. (Taudhih al 

Masail. masalah 1728) 4. Seorang wanita yang sedang menyusui anak dan 

airnya sedikit, sementara bila ia berpuasa akan membahayakan diri atau anak yang sedang disusuinya, maka ia harus mengeluarkan satu mud makanan kepada orang fakir untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. (Taudhih al-Masail, masalah 1728) 

Catatan: 

Untuk orang kategori (1) dan (2) jika dikemudian hari ia mampu berpuasa, maka menurut ihtiyat wajib ia harus mengqadha puasa yang ditinggalkannya. Untuk orang kategori (3) dan (4), maka ia harus tetap mengqadha seluruh puasa yang ditinggalkannya. 

Enam Cara Menentukan Hilal Awal Ramadhan 1. Melihat bulan secara langsung. 2. Berdasarkan berita dari sekelompok orang yang 

mengatakan bahwa mereka telah melihat bulan, dan 

berita itu meyakinkan dirinya. 3. Berdasarkan berita dari dua orang adil yang 

mengatakan bahwa tadi malam mereka melihat bulan. Berdasarkan telah berlalunya 30 hari bulan Sva ban. maka dapat dipastikan bahwa hari ini adalah bulan Ramadhan. Demikian pula dengan telah berlalunya 30 hari dari awal Ramadhan, sehingga dapat dipastikan bahwa hari ini adalah bulan Syawal. Hakim Svar į menetapkan (mengeluarkan hukum) bahwa hari ini adalah awal bulan Ramadhan. Dalam hal ini seseorang yang tidak bertaqlid kepadanya juga harus mengamalkan hukum ini. kecuali kalau ia benar-benar mengetahui bahwa Hakim Syar'i tersebut berbuat salah dalam hal ini 

Telah tetapnya awal bulan Ramadhan di kota-kota yang terdekat atau satu utuk. (Risalah Nuwin, jilid 1 hal. 181) 

6. 

Jual Bulan Ramadhan Tidak Dapat Ditetapkun Dengan 3 Cura Berikut: 1. Berdasarkan perkiraan Ahli Astrologi, kecuali bila 

ia mendapatkan keyakinan dari perkataan ahli tersebut (dalarn hal ini, ia harus mengamalkan 

35 

keyakinannya tersebut). (Taudhih al-Masail. 

masalah 1731) 2. Ketinggian bulan atau ketelatan ghurub (terbenam 

matahari) bukanlah petunjuk bahwa malam kemarin adalah awal bulan Ramadhan.(Tuudhih al-Masail. 

masalah 1733) 3. Berdasarkan telegraf. kecuali apabila dua kota yang 

saling berkirin telegraf itu berdekatan atau satu ufuk dan orang-orang mengetahui bahwa berita melalui telegraf itu didasarkan atas hukum (ketentuan) Hakini Syar 'i atau kesaksian dua orang laki-laki yang adil.(Taudhih al-Masail, masalah 1736) 

Syarat-syarat Sah dan Wajib Puasa 1. Islam 2. Beriman 3. Berakal 4. Tidak dalam keadaan haidh dan nifas 

Islam dan Beriman 

Puasa seorang yang bukan mu'min dan muslim tidak sah. Kalau seorang muslim yang sedang menjalankan puasa wajib lalu murtad dan kembali masuk islam pada hari itu juga, puasanya tidak sah, sekalipun ia telah memperbaharui niat berpuasa sebelum uwal (tergelincir matahari). (Tahrir al Masilah masalah l). 

36 

Berakal 

Puasa orang gila (walaupun sewaktu-waktu). orang yang mabuk dan orang yang pingsan tidak sah. (Tuhrir ul-ll'usilah masalah I) 

Haid dan nifas 

Seorang perempuan yang haid atau nifas tidak diperkenankan puasa walaupun ia melihat darah sesaat sebelum maghrib, atau darah itu berhenti sesaat setelah Fajar (setelah subh). (Tahrir al-Wasilah masalah 1). Dan dia wajib meng-qadha puasanya.(Tuhrir ul Wasilah thkum ul-Huidh masalah II). 

MACAM-MACAM PUASA 

3. 

Puasa wajib 1. Puasa bulan Ramadhan 2. Puasa Qadha 

Puasa Kafarat (membayar kafarat) Puasa seorang yang tidak mampu membeli hewan 

kurban pada haji Tumattu 5. Puasa hari ketiga I'tikaf 6. Puasa Nadzar 

4. 

Puasa Mustahab (Sunat) 1. Puasa tiga hari setiap bulan (Hijriyah) 2. Puasa pada hari-hari putih (tiap tanggal 13, 14 dan 

15 Hijriyah) 3. Puasa pada hari al-Ghadir (18 Dzulhijjah) 

Puasa pada hari lahir Rasululah saww. (17 Rabiul Awal) Puasa pada hari Kenabian Rasululah saww. (27 

Rajab) 6. Puasa pada hari Arafah ( 9 Dhulhijjah ) 

Puasa pada hari Mubahalah (24 Dhulhijjah) 8. Puasa pada hari Kamis dan Jum'at 9. Puasa pada tanggal 1-9 Dhulhijah 

37 

38 

10. Puasa pada hari pertama dan ketiga bulan 

Muharram 11. Puasa pada seluruh hari dalam setahun. kecuali 

hari-hari yang diharamkan dan dimakruhkan berpuasa di dalamnya. (Taudhih al-Masuil, masa lah 1748) 

Puasa Makruh 1. Puasa sunat yang dilakukan seorang tamu tanpa 

seijin tuan rumah, atau tuan rumah melarangnya 

berpuasa. 2. Puasa seorang anak (yang belum akil baligh) tanpa 

seijin ayahnya dan puasa itu akan membahayakan 3. dirinya. 4. Puasa seorang anak yang dilarang ayahnya 

berpuasa, walaupun puasanya itu tidak akan 

membahayakan dirinya. 5. Puasa seorang anak yang dilarang ibunya berpuasa, 

walaupun jika puasa itu dilakukan tidak akan membahayakan dirinya. 

Puasa hari Arafah bagi orang yang bila ia berpuasa akan menyebabkan badannya lemah, sehingga tidak mampu membaca doa. 

Puasa Haram 1. Puasa pada Hari Raya Idul fitri 2. Puasa pada Hari Raya Idul Adha 3. Puasa pada hari ketiga puluh bulan Sya'ban dengan 

diniatkan sebagai bagian dari Puasa Ramadhan 

(ketika ia svak bahwa hari itu adalah akhir Sva ban atau awal Ramadhan). Puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 

Dzulhijjah). 5. Puasa tidak bicara (bila tanpa niat tertentu, tidak 

apa-apa). 6. Menyambung puasa, baik satu hari satu malam atau 

lebih. (Namun perbuatan mengakhirkan berbuka puasa hingga menjelang sahur atau hingga malam kedua tidaklah mengapa, bila tanpa niat tertentu). 

Menurut ihtivat Wajih, seorang isteri tidak boleh melakukan puasa sunat (mustuhab) tanpa ijin suaminya, jika hal itu akan mengurangi hak suaminya. Sama halnya apabila suaminya melarangnya berpuasa. (Risalah Vuwin, jilid 1 hal 

183-84 atau Tahrir ul-Wasilah jilid 1 hal. 300-304) 

Puasa seorang musafir (orang yang bepergian) Ukuran Jarak Safar 

Ukuran jarak Safar yang mengharuskan seseorang membatalkan puasa dan mengqashar shalatnya ialah 8 farsakh (sekitar 45 km), baik ditempuh untuk pergi saja atau pulang-pergi (dengan syarat. jarak yang ditempuh untuk pergi tidak kurang dari + farsakh atau 22.5 km), juga baik pulang-pergi tanpa berhenti ataupun diselingi berhenti pada suatu tempat selama satu malam atau beberapa malam yang kurang dari sepuluh hari. 

40 

Tujuan 

5 Farsakh pulang 

3 Farsakh berangkat 

Tempat tinggal 

Gambar 1 Seorang yang pergi sejauh tiga farsakh dan pulang lima farsakh, maka ia tidak boleh membatalkun puasa dan shalatnya harus sempurna (Risalah Nuwin jilid I hal 193 atau Tahrir al-Wasilah jilid 1 halaman 248). 

Tujuan 

3 Farsakh berangkat 

5 Farsakh pulang 

Tempat tinggal 

Gambar 2 Seseorang yang pergi sejauh lima farsakh dan pulang 

tiga fursakl, maku ia hurus membatalkan puasa dun menggashar shalatnya. (Risalah Nuwin jilid I hal. 193 

utuu Tahrir al-Wasilah jilid I hal. 248) 


Tempat Kerja (Kantor) 

Titik Awal Bergerak 

Titik Awal Bergerak 


:::.: 

Tempat tinggal 

Gambar 3 Perjulanan safar sejauh 8 farsukh (sekitar +5 km ) dengan julun yang berputar lung sebenarnya akan 

bergerak ke titik B. dapat membatalkan puasa dan mengharuskan gashar shalat walaupun belum sampai pada titik B. dengan syarat perjalanannya itu telah 

melampaui + farsukh hingga sampai ke tempat 

kerja kuntor. Vamun jika jaruk tempat bekerja seseorang tidak mencapai + farsakh, menurut Ihtiyat 

Mustahab, seseorang hendaknya melakukan shalar qashar dan shalat tamam (sempurna). (Risalah Nuwin, jilid I hal. 194 arau Tahrir al-Wasilah jilid I hal. 249) 

Seseorang yang bepergian sebelum waktu dzuhur dari tempat tinggalnya dan telah kembali ke tempat tinggalnya pada waktu dzuhur hari itu juga, maka bila perjalanannya itu dilakukan secara berkali kali karena tempat kerja yang jauh, apakah ia harus berpuasa atau tidak ? 

Dalam hal ini seseorang boleh tidak membatalkan puasanya. Bila tiba kembali di kampung halamannya sebelum masuk waktu dzuhur. maka ia dapat berniat puasa dan puasanya sah. (Risalah Vuwin, jilid I hal. 195) 

Salah satu syarat yang mengharuskan membatalkan puasa dan mengqashar shalat ialah safar (bepergian) yang bukan sebagai pekerjaan (rutinnya), tidak sebagaimana pedagang yang senantiasa berkeliling, penggembala, supir, kapten dan awak kapal, pramugari pesawat terbang, kereta api dan kapal laut serta pengembara yang safar menjadi rutinitas mereka. Oleh karena itu, mereka semua harus berpuasa dan menyempurnakan shalatnya (tamam). (Risalah Vun'in, jilid I hal. 195) 

Jika seorang musafir (baik perjalanan antar kota biasa atau dari satu kawasan ke kawasan lain yang berada di kota besar seperti Jakarta) yang dalam perjalanannya melalui . melewati tempat tinggalnya, kemudian bermaksud pergi lagi sejauh 8 farsakh, maka ia harus meng-qashar shalatnya. 

Yang dimaksud dengan tempat tinggal adalah tempat kelahiran atau tempat yang dipilihnya untuk 

14 

tinggal menetap walaupun di tempat tersebut tidak harus ada rumah pribadi atau tempat yang ditinggalinya selama 6 bulan. Tetapi bagi seseorang yang hendak menetapkan suatu tempat sebagai tempat tinggal. haruslah ia tinggal beberapa waktu di sana sehingga secara urf (kebiasaan umum) dikatakan bahwa tempat iru adalah tempat tinggalnya. (Risalah Vuwin, jilid I hal. 196 atau Tahrir al-Wasilah, jilid I hal. 257). 

Apakah keputusan (hukum) seorang Hakim Syar’i tentang melihat hilal berlaku juga untuk kota kotai daerah-daerah yang jauh dan tidak seufuk? 

Keputusan (hukum) seorang Hakim Svar: berlaku bagi kota-kota/daerah-daerah yang satu ufuk atau kota-kota yang dekat dengannya dan kota kota/daerah-daerah yang terletak di sebelah timur kota yang terkena hukum. (Risalah Vuwin, jilid I hal. 182). 

ZAKAT FITRAH 

Kewajiban Zakat Fitrah 1. Zakat fitrah wajib bagi setiap orang Islam yang 

telah baligh, berakal, merdeka (bukan budak) dan 

berkecukupan (bukan orang fakir) 2. Zakat fitrah tidak wajib bagi orang-orang berikut : 

a. anak-anak (belum baligh) b. orang gila (tidak berakal) c. orang yang pingsan menjelang masuk malam 

Idul Fitri. d. orang fakir 3. Syarat-syarat tersebut berlaku apabila sudah 

terpenuhi saat menjelang malam Idul Fitri. Maksudnya, jika seseorang belum ghurub (terbenam matahari) telah mencapai baligh, berakal, merdeka dan berkecukupan (bukan fakir), maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi setelah terbenam matahari (malam satu syawal), maka ia tidak wajib 

mengeluarkan zakat fitrah. 7. Seseorang yang memiliki persyaratan di atas harus 

membayarkan zakat fitrah untuk dirinya dan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya 

45 

(baik orang muslim atau kafir, dewasa atau anak anak, bahkan termasuk bayi yang lahir sebelum munculnya hilal satu Syawal ). Tamu yang datang ke rumah seseorang sebelum muncul hilal satu 

Syawal, juga termasuk tanggungan tuan rumah. 5. Seseorang yang kewajiban zakat fitrahnya berada 

pada tanggung jawab orang lain, tidak wajib membayar zakat fitrah, walaupun ia seorang yang kaya dan memenuhi syarat sebagai pembayar zakat fitrah. Kecuali jika ia tahu bahwa orang yang menjadi penanggungnya, misalnya tuan rumah belum membayarkannya. Dalam hal ini secara ihtiyat mustahab, ia sendiri yang membayar zakat 

fitrah tersebut, meskipun tidak wajib. 6. Zakat fitrah dari orang bukan Sayyid haram/tidak 

boleh diberikan kepada Sayyid. 7. Zakat fitrah sebagaimana ibadah-ibadah lainnya. 

perlu diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

an 

umum 

Barang yang Digunakan untuk Zakat Fitrah. 

Standar utama zakat fitrah adalah setiap jenis makanan pokok yang berlaku umum di suatu masyarakat. seperti gandum, kurma dan beras. Mengeluarkan zakat fitrah dapat pula dilakukan dengan biji-bijian seperti gandum, bulgur (sejenis gandum yang kualitasnya lebih rendah), kurma dan kismis, meskipun keempat jenis biji-bijian ini bukan merupakan makanan pokok masyarakat tersebut. Makanan yang umum 

digunakan oleh suatu masyarakat baik berupa jagung dan sejenisnya dapat digunakan untuk zakat fitrah sebagai pengganti empat jenis biji-bijian tersebut. Jika tidak ada (jagung dan sejenisnya). sebaiknya ia membayarkan zakat fitrahnya dengan menggunakan keempat jenis biji-bijian tadi. 

Seseorang dapat memberikan zakat fitrah berupa harga dari jenis makanan yang dapat digunakan untuk fitrah. Barang yang hendak dikeluarkan untuk zakat fitrah haruslah yang bagus dan tidak boleh dicampur dengan barang yang rusak. Yang paling utama adalah memberikan sesuatu yang lebih baik dan lebih berguna (bagi masyarakat setempat). 

Ukuran Zakat fitrah untuk setiap jenis makanan. jumlahnya sekitar 3 ( tiga ) kg. 

Waktu mengeluarkan Zakat Fitrah 

Kewajiban membayarkan zakat fitrah dimulai dari saat ghurub (terbenam matahari) malam Idul Fitri hingga menjelang waktu dzuhur hari tanggal satu Syawal. Bagi seseorang yang akan menunaikan shalat led, maka harus membayarkan zakat fitrahnya sebelum pergi ke tempat shalat Ied. 

Jika setelah masuk shalat led ia menyia-nviakan membavar zakat kepada mustahik, atau belum membayar zakat fitrahnya, menurut ihtiyat wajib ketika 

ia membayarkan zakat fitrahnya bukan dengan niat untuk menunaikan dan mengqadha zakat fitrah, 

48 

melainkan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Bersegera membayar zakat fitrah sebelum masuk bulan Ramadhan, bahkan sebelum tiba waktu kewajiban membayarkannya, menurut ihtiyat wajib itu tidak dibolehkan. Kecuali jika sebelumnya seseorang telah memberikan sesuatu kepada seorang fakir sebagai utang, kemudian ketika sampai pada waktu kewajiban mengeluarkan zakat fitrah, maka utang yang ada pada si fakir tersebut dihitung sebagai zakat fitrah dirinya yang diserahkan kepada si fakir tersebut. 

Orang yang berhak menerima Zakat Fitrah 

Zakat fitrah diberikan kepada 8 (delapan) kelompok manusia yang tersebut dalam Al-Qur'an. surat al-Taubah ayat 59. Walaupun menurut ihtivai mustahab. zakat fitrah tersebut harus diberikan hanya kepada orang-orang pengikut mazhab Ahlul Bait yang fakir dan miskin serta anak-anak mereka, meskipun mereka bukan orang yang adil. Apabila fakir miskin dari kalangan pengikut Ahlul Bait tidak ada, maka zakat fitrah tersebut dapat diberikan kepada kaum mustadh afin di luar mazhab Ahlul Bait. 

Menurut ihtiyat wajib seseorang tidak boleh memberikan zakat fitrah kepada seorang fakir kurang dari 3 kg, atau bila berupa uang tidak boleh kurang dari harga 3 kg barang tersebut. Dibolehkan memberikan zakat fitrah kepada orang fakir sampai batas jumlah keperluannya selama setahun. Menurut ihtivat wajib. 

19 

jumlah zakat fitrah yang diberikan kepada seorang fakir miskin tidak boleh melebihi keperluannya selama setahun. 

Zakat fitrah disunahkan diberikan secara khusus kepada kaum kerabat. tetangga. orang-orang yang hijrah di jalan Allah, para Fuqaha (ahli fiqih) dan orang-orang yang mempunyai keutamaan-keutamaan seperti ini. Tidak boleh memberikan zakat fitrah kepada para peminum arak, orang yang secara terang-terangan melakukan dosa besar dan orang yang membelanjakan zakat fitrah di jalan maksiat. (Risuluh luwin, jilid II hal.96-99 atau Turir ül-ll'asilah, jilid I hal.330)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...