Suatu hari, kala Imam Ketujuh Syiah Imamiyyah, Imam Musa Al-Kazhim yang saat itu masih berusia 7 tahun sedang bermain sendirian
Salah seorang murid ayahnya yang belajar dalam riwayat sebentar hanya dua tahun Abu Hanifah datang berkunjung untuk bertanya beberapa masalah kepada ayah Imam Musa Al-Kazim as.
Imam Keenam , ayah Imam Musa al-Kazim as, yaitu Imam Ja’far as-Shadiq as saat itu sedang sibuk bersama dengan tamunya yang lain dan Abu Hanifah menunggu untuk beberapa waktu.
Lalu, matanya melihat Imam Musa Al-Kazhim as yg sedang bermain dengan seekor binatang
Ia berkata kepada binatang tersebut, “Bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakanmu.”
Abu Hanifah bertanya-tanya, Apakah si bocah belia ini yang akan menjadi Imam selanjutnya pengganti ayahnya ?
Kemudian terlintas ia memutuskan untuk coba bertanya kepada Imam Musa Al-Kazhim as beberapa pertanyaan yg akan diajukannya kpd gurunya yaitu Imam Jafar Shodiq as ayah sang bocah itu.
Abu Hanifah menghampiri sang bocah dan berkata kepada Sang Calon Imam ketujuh itu (Imam Musa Al-Kazhim as),: “Bolehkah aku mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu?”
Lalu Imam Musa Al-Kazhim berdiri dan dengan mantap berkata kepada Abu Hanifah, “Silahkan ajukan pertanyaan apa pun yang engkau sukai mudah mudahan Aku bisa menjawabnya .”
Kemudian Abu Hanifah mengajukan sebuah pertanyaan yang telah membuat Abu Hanifah merasa kebingungan selama ini.
Abu Hanifah bertanya, “ Wahai Anak aku ingin bertanya kepadamu Apakah seluruh perbuatan manusia terlaksana atas kebebasannya atau berada dalam kendali Tuhan sehingga membuatnya melakukan hal itu (dengan terpaksa)?”
Imam Musa Al-Kazhim menjawab : "ada tiga kemungkinan di balik pertanyaanmu itu:
Pertama . Allah Swt memaksanya untuk melakukan sebuah perbuatan.
Kedua Antara Allah Swt dan manusia bertanggung jawab atas perbuatan itu.
Ketiga Manusia melakukannya sendiri (perbuatannya), atas kehendak kebebasannya.
Imam Musa al-Kazim as melanjutkan bucara menjelaskan:
"Apabila kemungkinan atau anggapan pertama benar, maka manusia tidak seyogyanya diadili pada Hari Hisab dan dikirim ke surga atau neraka, Lantaran ia tidak pantas mendapatkan hal itu.Karena Manusia tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Anggapan ini tidaklah demikian adanya dan tidak masuk akal.
Apabila kemungkinan dan anggapan kedua yang benar bahwa antara Allah Swt dan manusia keduanya harus diadili pada Hari Hisab.Anggapan ini juga tentu saja tidak masuk akal.
Kemudian, tersisa kemungkinan dan anggapan yang ketiga dan menjadi anggapan satu-satunya yang tersisa.
Anggapan yang benar adalah anggapan yang ketiga, Lantaran manusia telah diberikan kebebasan setelah menerima bimbingan dan tuntunan tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Abu Hanifah bengong dan berkata :" alangkah luar biasanya rumah tangga suci kenabian ini !.
Bahkan bocah sekecil ini sekalipun dapat menjawab dan memberikan kepuasan atas kumpulan beberapa pertanyaan pelik yg berbulan bulan difikirkannya .
Ia akhirnya memutuskan tidak perlu lagi ia bertemu dengan Imam Keenam, Imam Ja’far As-Shadiq as, dan ia kembali ke rumahnya setelah mendapatkan jawaban dari Imam Musa Al-Kazhim as.
(Disarikan dari Kitab Al Imam itsna Asyariah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar