ilustrasi hiasan:
pengarang : Ayatullah Ibrahim Amini
Ta'lim wa Tarbiyat
Copyright © Ayatullah Ibrahim Amini
___________________________________________
Alih Bahasa
Ahmad Subandi & Salman Fadhlullah
___________________________________________
© Terjemahan Bahasa Indonesia
Penerbit Al-Huda
___________________________________________
Kulit Muka: Eja Assegai
Tata Letak: Ali Hadi
Cetakan Pertama, Sya'ban 1427 H/ September 2006 M
Penerbit Al-Huda
Jl. Buncit Raya Kav. 35 Jakarta 12073
Telepon 7996767
info@icc-jakarta.com
DAFTAR ISI
MUKADIMAH
1. " PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN
2. " Manusia dan Kebebasan
3. " Manusia dan Penerimaan Tanggung jawab
4. " Kecenderungan-kecenderungan Hewani dan Nilai-nilai Insani
5. " TUJUAN PENDIDIKAN
6. " PENDIDIKAN DAN FAKTOR GENETIK
7. " TUGAS BERAT PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
8. " PERIODE PENDIDIKAN
9. " PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN KEDUA USIA ANAK
10. " Memahat Jiwa Manusia
11. " Pelajari dengan Baik Karakter Anak Didik
12. " Tahapan-tahapan Perkembangan Manusia
13. " Jarak Antara Sang Pendidik dan Anak Didiknya
14. " Peranan Iman dalam Pendidikan
15. " Insting Seksualitas
16. " Ala Bisa Karena Biasa!
17. " MEDIA PENDIDIKAN
18. " Apresiasi, Penghormatan, Sikap Pemaaf dan Kebaikan dalam Pendidikan
19. " Katakan dengan Bahasa Kasih Sayang!
20. " CATATAN AKHIR
MUKADIMAH
Tujuan terpenting risalah para nabi terutama Nabi Muhammad saw adalah mengajar dan mendidik manusia. Allah Swt berfirman di dalam al-Quran: "Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah" (QS. Ali Imran:164).
Salah satu kelebihan terpenting yang dimiliki manusia ialah kemampuan menerima pendidikan. Pendidikan telah dimulai sejak pertama kali manusia ada dan akan terus berlangsung sepanjang sejarah dan selama manusia masih ada. Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan manusia yang terus menerus dalam bentuk generasi tua mengajarkan kepada generasi yang lebih muda berbagai hasil pelajaran dan pengalaman mereka dan orang-orang terdahulu dari mereka. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai dimensinya secara umum merupakan akibat dari pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan dan pengajaran dalam kurun waktu yang lama bukan merupakan sebuah profesi dan tidak mempunyai penanggung jawab khusus. Pada saat itu yang melaksanakan tanggung jawab ini adalah orangtua dan para pemimpin kabilah. Dengan bertambah banyaknya jumlah manusia dan bertambah luasnya disiplin ilmu dan seni, maka masalah pengajaran dan pendidikan pun menjadi bertambah rumit dan sulit, saat berbagai kesulitan yang timbul tidak dapat dipecahkan kecuali melalui penyusunan program dan kerja teliti seorang ahli saja.
Oleh karena itu, sekelompok ilmuwan menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian dalam masalah-masalah pendidikan dan pengajaran, kemudian mereka mempersembahkan berbagai hasil penelitiannya dalam bentuk lisan maupun tulisan kepada para pendidik. Dengan begitu, muncullah para ahli pendidikan, dan beribu-ribu buku tentang masalah pendidikan telah ditulis, sehingga pendidikan telah menjadi sebuah profesi.
Di antara para pakar pendidikan terjadi perbedaan pendapat dalam berbagai topik dan metode pendidikan, sehingga memunculkan berbagai macam mazhab pendidikan. Pada kesempatan yang terbatas ini saya tidak bisa mengkritisi satu persatu mazhab-mazhab pendidikan tersebut, namun secara umum dapat saya katakan bahwa semua mazhab pendidikan ini mempunyai satu kesamaan, yaitu semuanya mengabaikan dimensi kemanusiaan manusia dan menganggap manusia tidak lebih dari hewan yang telah mencapai kesempurnaan, yang akan lenyap dengan kematian.
Menurut mereka, dalam penciptaannya manusia tidak mempunyai tujuan selain dari mencari kesenangan dan melanjutkan kehidupan dunianya. Dengan dasar pandangan yang seperti inilah mereka kemudian menyusun program pendidikan dan pengajaran.
Berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran manusia, Islam mempunyai mazhab tersendiri yang bersumber dari cara pandang khas terhadap alam dan manusia. Mazhab pendidikan Islam berdiri di atas dasar-dasar berikut:
1. Alam mempunyai Pencipta. Dia-lah yang mencipta dan mengatur alam ini.
2. Kemanusiaan manusia tidak hanya terbatas pada unsur jasmani, berkembang biak, nafsu hewani, insting dan emosi, melainkan juga mempunyai ruh yang tidak akan lenyap dengan mati melainkan hanya berpindah dari alam ini kepada alam akhirat.
3. Penciptaan manusia bukan sesuatu yang sia-sia dan tanpa tujuan. Manusia diciptakan dengan tujuan supaya dia mengembangkan dan menyempurnakan jiwanya dengan ilmu, amal saleh dan akhlak yang baik, dan supaya dia mempersiapkan kehidupan yang baik bagi kehidupan sesudah mati.
4. Bagi manusia telah ditetapkan adanya kehidupan sesudah mati, supaya orang-orang yang saleh memperoleh pahala dan orang-orang durhaka mendapat siksa.
5. Di alam dunia ini manusia mempunyai dua kehidupan: kehidupan duniawi yang terkait dengan jasmani dan nafsu hewaninya, dan kehidupan spiritual yang terkait dengan ruh kemanusiaannya. Di alam ini, jiwa manusia bisa bergerak meniti ke arah kesempurnaan, keindahan dan cahaya mutlak, atau jatuh ke arah kehidupan hewani dan kegelapan. Dua jenis kehidupan ini bersumber dari jenis keyakinan khas, akhlak dan perbuatan manusia.
Oleh karena itu, dalam mazhab pendidikan Islam, berbagai dimensi jasmani dan rohani manusia, begitu juga kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual manusia mendapat perhatian.
Tidak diragukan bahwa dasar-dasar mazhab pendidikan Islam itu jelas dan terang, akan tetapi mengenai cara-cara dan metode-metode pendidikan secara terperinci sebagaimana yang terdapat dalam buku-buku pendidikan dan pengajaran belum dijelaskan. Namun begitu, di dalam al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw telah dijelaskan sebagian dari cara-cara tersebut, seperti metode dialog, argumentasi, debat, penghormatan, dan kecintaan. Tetapi sepertinya ini tidak mencukupi untuk dapat memecahkan berbagai persoalan pendidikan yang sulit dan rumit.
Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus menggunakan buku-buku pendidikan yang merupakan hasil percobaan dan penelitian para pakar. Namun kita harus senantiasa memperhatikan beberapa poin penting berikut:
1. Para penulis dan para pakar ilmu pendidikan, mereka hanya memperhatikan dimensi jasmani dan hewani para anak didik, dan biasanya mereka melalaikan dimensi kemanusiaan dan pengaruhnya. Di sini, kita harus waspada jangan sampai petunjuk-petunjuk mereka mendatangkan kerugian bagi dimensi kemanusiaan manusia dan kehidupan spiritual mereka.
2. Para pakar ilmu pendidikan memandang segala sesuatu termasuk akhlak dari sudut pandangan duniawi, mereka mengabaikan pengaruh faktor-faktor spiritual. Oleh karena itu, kita harus waspada jangan sampai para siswa terseret kepada paham materialisme.
3. Dalam mendidik manusia, para pakar ini hanya menaruh perhatian kepada perbuatan namun mengabaikan faktor keyakinan dan niat. Jelas, ini sebuah kesalahan. Singkatnya, kita dapat mengambil manfaat dari pendapat para pakar ini, kita tidak boleh menolaknya secara serta merta, namun tidak pada setiap tempat dan tidak bagi siapa saja, melainkan pemanfaatannya memerlukan sebuah keahlian Islami supaya kita dapat mengukurnya dengan nilai-nilai Islam, kemudian memperbaiki dan menyempurnakannya.
Di sini, perlu juga saya sebutkan bahwa di dalam buku-buku sekarang banyak ditemukan hadis-hadis yang menganjurkan kepada penggunaan beberapa metode pendidikan, namun itu tidak bisa digunakan secara mutlak, di setiap tempat dan kepada siapa saja, karena sebagian dari hadis-hadis tersebut merupakan hadis dhaif dan tidak bisa secara pasti dinisbahkan kepada Islam. Meskipun dari sisi sanad sahih, namun ia tetap tidak bisa diamalkan di setiap tempat dan pada setiap keadaan. Pemanfaatan hadis-hadis pendidikan pun memerlukan keahlian dalam bidang pendidikan Islam.
Sebagai contoh, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa memukul merupakan salah satu cara pendidikan yang dianjurkan, namun itu tidak bisa dan tidak boleh dipraktikkan secara umum pada setiap tempat dan kepada siapa saja. Karena, pada beberapa kasus tindakan tersebut bukan hanya tidak bermanfaat melainkan mendatangkan hasil yang sebaliknya dari yang diharapkan.
Buku ini ditulis dengan memperhatikan pandangan dunia dan antropologi Islam, dengan tujuan untuk menegakkan ajaran-ajaran Rasulullah saw, dengan mempertimbangkan berbagai pandangan dan pendapat para pakar ilmu pendidikan, dan menggunakan al-Quran, hadis-hadis, biografi Rasulullah saw dan para imam maksum, dan terkadang pula memanfaatkan pengalaman-pengalaman saya pribadi.
Perlu juga saya sebutkan bahwa pada bulan Deymah tahun 1372 buku ini pernah diterbitkan oleh Penerbit Anjuman_e Awliya wa Murabbiyan dalam dua jilid.
Pada tahun-tahun berikutnya buku ini mengalami beberapa kali cetak ulang, namun karena buku ini dicetak dalam edisi terbatas, akhirnya saya meminta izin kepada pihak penerbit supaya buku ini bisa dicetak dan diterbitkan juga oleh penerbit lain, sehingga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik dan lebih luas oleh masyarakat. Akhirnya, dengan lapang dada pihak penerbit menerima permintaan saya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak penerbit. Sekarang, dengan penyuntingan yang lebih teliti, buku ini diterbitkan kembali dalam bentuk satu jilid oleh Lembaga Bustan_e Kitab_e Qum.
Ardibehesyt 1383
Ibrahim Amini
1. PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN
Kata pengajaran dan pendidikan biasanya digunakan secara bersamaan, sehingga terkadang dianggap dua kata sinonim, padahal masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Pengajaran, menurut bahasa berarti mengajar, sedangkan pendidikan berarti mengembangkan dan menumbuhkan. Oleh karena itu, saya akan mendefinisikan masing-masing dari keduanya secara terpisah.
Definisi Pendidikan
Untuk mendefinisikan pendidikan secara benar dan sempurna, sebelumnya kita harus memperhatikan peranan pendidik dalam pendidikan dan melihat apa yang dilakukannya dalam praktik pendidikan. Untuk itu, sebagai contoh, kita perlu memperhatikan peranan seorang tukang kebun sebagai pendidik bagi pohon dan tumbuh-tumbuhan. Yang dilakukan seorang tukang kebun ialah, pertama-tama ia membajak tanah untuk persiapan menanam benih. Kemudian ia menyemai benih pohon sedemikian rupa sehingga benih itu mendapatkan udara dan sinar matahari yang cukup. Lalu, dengan tepat waktu benih itu disiram air dan diberi pupuk yang sesuai, begitu juga hama-hama diberantas, dan rumput dan tanaman pengganggu disingkirkan. Manakala tukang kebun tersebut mengerjakan semua pekerjaan yang diperlukan maka potensi kehidupan yang terkandung dalam benih tersebut akan tumbuh menjadi kehidupan riil dan secara perlahan-lahan akan tumbuh dan berkembang dan memberikan buah.
Dengan memperhatikan secara teliti contoh di atas akan menjadi jelas bahwa benihlah yang berkembang dan mengubah potensi kehidupan yang ada pada dirinya menjadi kehidupan riil, sementara peranan tukang kebun tidak lebih hanya mempersiapkan lahan dan menyediakan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.
Pendidikan manusia juga tidak berbeda seperti ini. Maksudnya, peranan seorang pendidik dalam mendidik seorang manusia, dengan menggunakan berbagai macam metode pendidikan tidak lebih dari hanya menyediakan semua fasilitas dan persyaratan yang diperlukan, supaya orang itu menemukan dirinya dan mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi kekuatan nyata.
Di sini, pelaku pendidikan sekaligus sebagai objek pendidikan. Adapun peranan pendidik tidak lebih dari hanya menyiapkan lahan dan menyediakan berbagai fasilitas dan persyaratan yang diperlukan. Dengan demikian, di sini, pendidik yang sesungguhnya adalah orang yang menjadi objek didik, akan tetapi kepada orang yang menyiapkan berbagai persyaratan yang diperlukan bagi pendidikannya juga disebut sebagai pendidik.
Di dalam al-Quran pendidikan (tarbiyah) dan penyucian (tazkiyah) dinisbahkan kepada orang yang menjadi objek didik dan kepada orang yang menyediakan syarat-syarat yang diperlukan bagi pendidikan seseorang.
Adapun berkenaan dengan kelompok yang pertama Allah Swt berfirman:
"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikannya, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya" (QS. asy-Syams:1-10).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
"Dan barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya ia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali(mu)" (QS. Fathir:18).
Allah Swt juga berfirman:
"Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya" (QS. al-A`la:14).
Sementara berkenaan dengan kelompok yang kedua Allah Swt berfirman:
"Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah" (QS. Ali Imran:164).
Allah Swt juga berfirman:
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih-sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidikku ketika aku kecil" (QS. al-Isra:24).
Sebagaimana dapat Anda lihat, ayat-ayat di atas menyebut Nabi, ayah dan ibu sebagai pendidik dan penyuci jiwa.
Kata tarbîyyah sedikit sekali digunakan dalam ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw, justru di sini kata tazkîyyah (penyucian) lebih banyak digunakan. Namun, kata tazkîyyah dan tarbîyyah mempunyai makna yang sama. Karena, kata tarbîyyah (pendidikan) menurut bahasa berarti mengembangkan dan menumbuhkan, yang juga merupakan arti dari kata tazkîyyah.
Raghib Isfahani menulis: "Asal kata zakat berarti tumbuh dan berkembang, yang juga digunakan berkaitan dengan berkembang dan sucinya diri. Terkadang tazkîyyah (tindak penyucian) dinisbahkan kepada hamba dikarenakan dia sendiri yang mendidik dan mengembangkan dirinya, sebagaimana firman-Nya,
'Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya.' Namun terkadang tazkîyyah dinisbahkan kepada Allah Swt, karena pada hakikatnya Dia-lah pelaku pendidikan dan penyucian sesungguhnya, sebagaimana firman-Nya, 'Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.' Terkadang pula tazkîyyah dinisbahkan kepada Nabi disebabkan dia merupakan perantara sampainya kesempurnaan kepada para hamba, sebagaimana firman-Nya, 'Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikanmu.' Namun terkadang pula tazkîyyah dinisbahkan kepada ibadah, karena ia merupakan alat bagi berkembang dan sempurnanya jiwa, sebagaimana firman-Nya, 'Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa).' "[1]
Oleh karena itu, dalam masalah pendidikan, manusia yang terimbas pendidikan mengalami perkembangan dan berbagai potensi yang ada dalam dirinya berubah menjadi kekuatan nyata. Di sini, ia menjadi pelaku langsung pendidikan. Namun, pendidikan juga dinisbahkan kepada individu dan sesuatu yang lain.
Pendidikan dinisbahkan kepada Allah Swt, karena Dia Pencipta kesempurnaan sesungguhnya, dan oleh karena itu Dia disebut sebagai Rabbul `Alamin.
Pendidikan juga dinisbahkan kepada orang-orang yang menyediakan faktor-faktor perkembangan seorang individu, seperti orangtua dan guru, dan juga orang-orang yang bukan merupakan faktor langsung perkembangan namun apa yang dilakukannya mempunyai andil terhadap tumbuh dan berkembangnya berbagai potensi diri seorang individu. Terkadang, pendidikan dan penyucian juga dinisbahkan kepada faktor-faktor perkembangan itu sendiri, karena dia mempunyai andil terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang individu.
Secara umum, pendidikan dan penyucian dinisbahkan kepada orang-orang yang menyediakan faktor-faktor dan syarat-syarat tumbuh berkembangnya potensi seorang individu. Dan mereka inilah yang akan menjadi objek pembahasan kita.
Oleh karena itu, definisi pendidikan yang paling sesuai ialah: memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.
Berkenaan dengan definisi pendidikan, kita menemukan banyak sekali definisi yang diajukan oleh para ahli, yang mana semuanya sejalan dengan spesialisasi dan cara pandang mereka tentang manusia dan tujuan hidup manusia. Sebagian besar dari definisi-definisi tersebut hanya menyentuh sebagian dimensi manusia, tidak mencakup dan tidak sempurna. Saya pikir definisi yang telah saya sebutkan di atas adalah definisi terbaik, dan kita tidak perlu lagi menyebutkan dan mempelajari definisi-definisi lainnya.
Jean Soto menulis, "Pendidikan dan pengajaran adalah pembuka wujud diri. Manusia yang sudah terdidik adalah manusia yang dengan akalnya mampu mengendalikan berbagai daya dan tabiat hewaninya dan membimbingnya ke arah kesempurnaannya… Oleh karena itu, mendidik adalah membantu anak untuk dapat menjadi pribadi yang bebas dan disiplin."
Definisi Pengajaran
Berkenaan dengan pengajaran, juga terdapat banyak definisi, namun definisi terbaik adalah mentransformasi ilmu kepada pelajar. Definisi ini tidak lepas dari kekurangan. Supaya jelas yang dimaksud kita perlu memperhatikan praktik belajar mengajar.
Seorang guru atau pengajar menyampaikan ucapan dan kata-kata kepada pelajar. Kemudian, kata-kata ini di dengar melalui telinga sehingga meninggalkan pengaruh spesifik bagi syaraf dan otak pelajar. Dan oleh karena pelajar mengetahui makna dari kata-kata yang disampaikan pengajar maka makna itu pun masuk ke dalam benaknya. Dengan begitu ia memahami maksud dan arti yang disampaikan, atau dengan kata lain ia telah menjadi berpengetahuan.
Di sini, yang menjadi berpengetahuan dan mengubah potensi kemampuan tahunya menjadi pengetahuan yang riil serta menyampaikan dirinya kepada kesempurnaan adalah pelajar itu sendiri. Adapun pengajar dia tidak memindahkan ilmu yang ada di benaknya ke benak pelajar, peranannya tidak lebih dari berbicara dan menyampaikan kata-kata. Atau dengan kata lain, dengan berbicara dan menyampaikan kata-kata, pengajar telah menyiapkan lahan supaya pelajar paham dan mengerti, sementara pelajar sendiri itulah yang mengubah potensi belajar yang ada dalam dirinya menjadi kemampuan riil sehingga ia menjadi berpengetahuan.
Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan pengajaran sebagai berikut: Berbicara dan menyampaikan kata-kata yang mempunyai arti sehingga pelajar mengerti arti kata-kata tersebut, dengan begitu dia dapat mengubah potensi kemampuan belajar dirinya menjadi kemampuan riil dan menjadi tahu.
Di sini tampak jelas bahwa pengajaran juga merupakan satu bentuk dari pendidikan. Perlu juga saya sebutkan di sini bahwa pengajar hakiki adalah Allah Swt, karena Dia-lah Pemberi wujud dan yang menganugerahkan berbagai kesempurnaan kepada makhluk. Ilmu juga termasuk kesempurnaan. Manusia mempunyai potensi mempelajari berbagai ilmu, dan manakala syarat-syarat yang diperlukan tersedia maka Allah Swt melimpahkan ilmu kepadanya.
Di dalam al-Quran, terkadang pengajaran dinisbahkan kepada Allah Swt: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS. al-`Alaq:1-5).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: "Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya" (QS. al-Baqarah:282).
Selanjutnya Allah Swt berfirman: "Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (QS. al-Baqarah:282).
Imam Muhammad Baqir as telah berkata: "Mengetahui tidak wajib bagi manusia sehingga Allah menjadi pengajar mereka, dan manakala Allah mengajar mereka, maka mereka wajib mengetahui."[2]
Imam Ja`far Shadiq as berkata: "Ilmu itu diperoleh bukan dengan belajar, melainkan ia adalah cahaya yang Allah limpahkan ke hati orang yang hendak diberi-Nya petunjuk."[3]
Rasulullah saw telah bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah pahamkan ia dalam agama."[4]
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa ilmu adalah cahaya yang Allah Swt limpahkan dengan syarat-syarat tertentu kepada jiwa-jiwa yang siap. Oleh karena itu, pengajar hakiki adalah Allah Swt, yang melimpahkan kesempurnaan ilmu kepada jiwa-jiwa yang siap, meski begitu sebutan guru atau pengajar dialamatkan juga kepada orang-orang yang dengan perkataannya menjadikan jiwa-jiwa siap menangkap karunia dan limpahan Ilahi.
Mereka yang senang menuntut ilmu harus bersungguh-sungguh di jalan ini, yaitu dengan belajar, membaca, bertanya, berdiskusi dan berpikir. Sehingga pada saat mereka telah siap maka Allah akan limpahkan kesempurnaan ilmu kepada jiwa mereka, dan dengan begitu mereka telah memperoleh kesempurnaan.
Objek Pendidikan dan Pengajaran
Kita telah katakan bahwa definisi pendidikan ialah mengembangkan dan mengantarkan maujud (makhluk) secara bertahap kepada kesempurnaan, dan mengubah potensi dirinya menjadi kemampuan nyata. Berdasarkan definisi ini maka seluruh maujud kasatmata, yaitu manusia, tumbuhan dan bahkan benda mati menjadi objek pendidikan. Karena mereka semua bergerak pada jalan menuju kesempurnaan dan merubah berbagai potensi dirinya menjadi kemampuan nyata. Dengan begitu, maka objek pendidikan meliputi binatang, tumbuhan, benda mati dan manusia, namun yang akan menjadi objek pembahasan kita dalam buku ini hanya manusia.
Adapun berkenaan dengan pengajaran, maka kita harus katakan bahwa benda mati dan tumbuhan sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk belajar, sementara binatang sebagian mereka seperti burung kakaktua, monyet dan gajah mempunyai kemampuan belajar namun terbatas.
Manusia, Objek Pendidikan dan Pengajaran
Mengajar dan mendidik merupakan sebuah pekerjaan yang sulit dan rumit, yang menuntut kecerdasan, keahlian, pengalaman dan pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, para pendidik harus mengetahui beberapa poin berikut:
1. Mengenal dengan baik esensi dan hakikat manusia.
2. Mengenal dengan baik berbagai potensi jiwa manusia.
3. Berdiri teguh pada tujuan mendidik manusia sempurna, dan mengetahui betul tujuan yang harus diraih dalam mendidik dan mengajar manusia.
4. Mengetahui faktor-faktor dan fasilitas-fasilitas apa saja yang harus digunakan dalam usaha mencapai tujuan.
5. Mengetahui hal-hal yang merintangi pencapaian tujuan dan sekaligus mengetahui cara-cara mengatasinya.
Hakikat Manusia
Banyak sekali definisi dan penjelasan yang diberikan kalangan ilmuwan tentang esensi dan hakikat manusia. Sebagai contoh, sebagian dari mereka menganggap manusia tidak lebih dari seekor binatang yang tidak mempunyai perbedaan substansial dengan binatang-binatang lain. Dalam keyakinan mereka, manusia adalah binatang yang telah memperoleh kesempurnaan namun belum melewati batas-batas kebinatangannya, sehingga seluruh perbuatan, perilaku, karakter dan bahkan ilmu dan pemikirannya tidak lebih bersumber dari pengaruh-pengaruh dan kebutuhan-kebutuhan materi. Mereka meyakini manusia itu maujud materi dan hanya mempunyai satu dimensi, dan tidak mempercayai sedikit pun akan adanya ruh, dan bahkan mereka mengatakan bahwa ruh dan jiwa manusia tidak lebih bersumber dari reaksi kimiawi materi.
Atas dasar keyakinan ini lalu mereka mendefinisikan manusia sebagai hewan pembuat alat, hewan pembangun, hewan penghasil barang dan hewan yang dapat berbicara. Namun di sini, kita tidak bermaksud mengritisi definisi-definisi tersebut.
Di sisi lain, sekelompok ilmuwan lain menganggap manusia sebagai maujud yang bebas, spesial, luhur dan mulia, yang memiliki kelebihan substansial dari seluruh hewan yang lain. Oleh karena itu, mereka mendefinisikan manusia sebagai berikut: Hewan yang mempunyai jiwa yang dapat berpikir dan memahami hakikat-hakikat universal. Jiwa dan akal inilah, yang merupakan zat dan hakikat manusia, yang menjadikannya berbeda dari seluruh hewan yang lain.
Seluruh nabi dan agama samawi mendefinisikan manusia seperti di atas, dan kita pun dalam pembahasan ini akan mengkaji manusia dari sudut pandang Islam.
Manusia, dari Sudut Pandang Filsafat
Manusia adalah maujud kompleks yang mempunyai beberapa dimensi wujud. Dari satu sisi, manusia adalah jisim unsur yang mempunyai sifat-sifat seperti: berat, panjang, lebar, kedalaman, bentuk, warna dan sifat-sifat lainnya. Dari sisi lain, ia adalah jisim yang dapat tumbuh dan berkembang (jisim nâmi), yaitu makan, tumbuh dan melahirkan. Oleh karena itu, selain manusia merupakan jisim unsur ia juga mempunyai ruh tumbuhan yang membedakannya dari benda-benda mati. Di sisi lain, ia juga seekor hewan yang mempunyai gerak, keinginan dan emosi. Dan, diri hewani inilah yang membuatnya berbeda dari benda mati dan tumbuhan. Untuk memahami dan berhubungan dengan objek luar ia juga mempunyai lima pancaindera lahir, yaitu kemampuan penglihatan, pendengaran, perabaan, perasaan dan penciuman.
Dari dimensi materi, manusia memiliki seluruh yang dimiliki jisim unsur, jisim nâmi dan hewan. Selain semua itu, manusia juga mempunyai permata yang sangat berharga yaitu yang dinamakan diri berakal (nafs 'âqilah). Diri berakal manusia adalah maujud yang terbebas dari materi dan sifat-sifatnya, yang dengannya manusia dapat berpikir dan memahami hakikat-hakikat dan pemahaman-pemahaman universal. Dengan permata yang sangat berharga inilah manusia memiliki kelebihan dari hewan-hewan lain, dan permata yang sangat berharga ini merupakan zat dan esensi manusia, bukan sifat yang dapat terlepas darinya. Oleh karena itu, manusia adalah spesies tersendiri yang dari sisi zat dan esensinya berbeda dari seluruh hewan lainnya.
Perlu saya sebutkan di sini bahwa manusia mempunyai banyak dimensi wujud, namun dari sisi zat ia tidak lebih dari satu hakikat. Bukan berarti bahwa diri berkembang (nafs nâmi), diri hewani dan diri insani pada manusia merupakan tiga wujud yang benar-benar ada dan manusia mempunyai tiga diri. Tidak demikian, melainkan yang dimaksud ialah manusia tetap hanya merupakan satu hakikat, namun hakikat yang mempunyai tiga peringkat wujud. Peringkat terendah diri manusia adalah melaksanakan pekerjaan tumbuhan, peringkat yang lebih tinggi dari itu melaksanakan pekerjaan hewan, dan peringkat tertinggi adalah berpikir dan mengerjakan segenap pekerjaan manusia.
Pada saat mengatakan berat, bentuk, warna dan dimensi materi, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat jasmani atau jisim unsurnya. Pada saat ia mengatakan makanan, pertumbuhan dan melahirkan, maka ia tengah menceritakan tentang peringkat jisim nâmi-nya. Pada saat ia mengatakan gerak, keinginan dan emosinya, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat hewaninya. Dan pada saat ia mengatakan pemikiran dan pemahamannya, maka ia sedang menceritakan tentang ruh abstrak (mujarrad) dan peringkat kemanusiaannya.
Oleh karena itu, di samping manusia itu merupakan satu hakikat namun ia mempunyai beberapa diri: diri jasmani, diri tumbuhan, diri hewani dan diri manusia, namun yang menjadi substansi dan kelebihan manusia ialah diri manusianya.
Ruh manusia adalah substansi mujarrad yang berasal dari alam malakut yang tidak akan terkena kerusakan dan ketiadaan, dan akan tetap ada untuk selamanya. Ruh manusia adalah maujud mujarrad namun bukan mujarrad sempurna melainkan mujarrad tidak sempurna, yang dari sisi peringkat rendah wujudnya mempunyai kaitan dengan jisim dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan materi. Oleh karena itu, manusia harus bergerak menuju kesempurnaan. Dari satu sisi manusia adalah hewan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan hewan, sementara dari sisi lain manusia adalah manusia dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan manusia.
Maujud yang mengagumkan ini pada awal wujudnya tidak sempurna, namun secara bertahap ia membangun dan mengembangkan dirinya. Keyakinan dan karakter yang bersumber dari perbuatan dan gerak akan menyampaikan wujud manusia kepada kesempurnaan.
Masalah-masalah yang disebutkan di atas dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan diri (nafs) telah dibahas dalam buku-buku filsafat dan buku-buku ilmu kalam, dan para cendekiawan dan filosof Islam telah membahas masalah-masalah ini secara rinci dan panjang lebar, namun memasuki pembahasan tersebut akan membuat kita terhalang melanjutkan apa yang menjadi pokok pembahasan kita yaitu mengenai pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam masalah ini alangkah baiknya bagi para pembaca budiman menelaah buku-buku filsafat dan ilmu kalam, dan pembahasan ini kita lanjutkan dengan menjelaskan pandangan Islam dan al-Quran tentang manusia.
Manusia dalam Pandangan Islam
Islam juga memandang manusia sebagai suatu maujud yang mempunyai beberapa dimensi, yang penciptaannya dimulai dari materi yang tidak mempunyai kecerdasan, namun setelah meniti peringkat-peringkat kesempurnaan ia berubah menjadi satu bentuk maujud yang lebih utama dari materi.
Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia sebagai berikut:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Maka Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik" (QS. al-Mukminun:12-14).
Pada ayat di atas, setelah menjelaskan tahapan-tahapan kesempurnaan materi manusia dan sampainya manusia kepada ujung batas potensinya dan menerima ruh mujarrad, Allah Swt berfirman, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Allah Swt menyebut makhluk baru itu dengan makhluk yang lain, yang berbeda dengan dasar ciptaan-ciptaan sebelumnya-yang merupakan ciptaan yang bersifat materi. Maksudnya, ciptaan baru yang berbentuk diri manusia lebih baik dari ciptaan-ciptaan sebelumnya. Dengan kata lain, lebih sempurna dan terbebas dari materi. Di sini, penciptaan sesuatu yang mujarrad dari sesuatu yang materi dan berubahnya suatu bentuk materi menjadi bentuk mujarrad sungguh sesuatu yang sangat penting dan amat mencengangkan. Pada akhir ayat di atas Allah Swt berfirman, Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik. Perlu diperhatikan, bahwa Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia dengan ungkapan ansya'ânu, yang berarti mencipta dengan tanpa perantara.
Pada ayat yang lain Allah Swt menjelaskan kisah penciptaan manusia sebagai berikut:
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur" (QS. as-Sajdah:7-9).
Ayat di atas memberi isyarat kepada satu poin penting: Pertama, pada saat ruh manusia hendak ditiupkan, tubuh ini disempurnakan terlebih dulu dan begitu juga kemampuan menerimanya. Kedua, ruh manusia sedemikian penting dan berharganya sampai Allah Swt menisbahkannya kepada Diri-Nya. Maksudnya, ruh itu berasal dari alam yang tinggi dan mujarrad.
Pada ayat lain Allah Swt juga memberi isyarat kepada dua poin penting di atas:
"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. al-Hijr:29).
Pada ayat ini pun Allah Swt menyebutkan kemampuan dan kelayakan materi sebagai syarat ditiupkannya ruh, dan memperkenalkan bahwa ruh adalah maujud luhur yang dinisbahkan kepada Diri-Nya. Dan disebabkan keistimewaan besar inilah manusia memperoleh kedudukan di mana para malaikat layak bersujud kepadanya.
Dalam ayat lain Allah Swt menyebut ruh manusia sebagai wujud terbaik:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" (QS. al-Isra:85).
Pada ayat di atas, Rasulullah saw diperintahkan bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh mengatakan, bahwa ruh adalah bersumber dari ciptaan khusus Tuhanku, yang tidak melalui tahapan waktu dan tidak membutuhkan perantara.
Berkenaan dengan ayat di atas, Almarhum Allamah Thabathaba'i melakukan pembahasan secara rinci dan mendalam tentang alam amr dan ruh. Beliau mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan ruh dan amr. Dengan meneliti dan membandingkan di antara ayat-ayat tersebut, beliau menarik kesimpulan, bahwa amr yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut adalah perbuatan dan penciptaan Allah Swt yang tidak memerlukan kepada sebab-sebab dan faktor-faktor tabiat, serta tidak memerlukan kepada gerak, proses dan waktu, melainkan tercipta hanya dengan penciptaan takwînî dan semata-mata dengan kata kun (jadilah),
Allah Swt berfirman dalam al-Quran Karim:
"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah", maka terjadilah ia. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan" (QS. Yasin:82-83).
Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
"Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti sekejap mata" (QS. al-Qamar:50).
Oleh karena itu, penciptaan dengan satu perintah adalah lebih tinggi dan lebih baik dari penciptaan secara bertahap dan alami, karena tidak memerlukan kepada gerak, potensi dan waktu, melainkan dengan serta merta tercipta. Dengan demikian, maka perkara yang seperti ini sudah tentu terlepas dari materi dan waktu.
Atas dasar itu, Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah saw bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh cukup dengan mengatakan, ruh itu termasuk kategori amr (perintah), yaitu lebih baik dari materi, gerak dan waktu.[5]
Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah maujud mulia dan istimewa, karena hakikat dirinya terbentuk dari ruh mujarrad, yang merupakan maujud yang lebih baik dan lebih utama dari materi.
Masalah ke-mujarrad-an diri dan ruh manusia adalah masalah filsafat yang pelik yang membutuhkan pembahasan yang panjang, yang tentunya berada di luar pembahasan buku ini. Bagi kalangan yang berminat, mereka dapat merujuk kepada buku-buku filsafat, tafsir dan ilmu kalam.
Keistimewaan-keistimewaan Manusia dalam Al-Quran
Al-Quran Karim memuji dan menyebutkan keistimewaan-keistimewaan manusia. Ayat-ayat berikut memberi isyarat kepada hal itu:
1. Manusia dimuliakan dan diutamakan oleh Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini Allah Swt berfirman:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan" (QS. al-Isra:70).
Manusia, disebabkan pengaruh penciptaannya yang khusus memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam ilmu, yang para malaikat pun tidak memilikinya.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." Allah berfirman, "Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. al-Baqarah:31-33).
2. Disebabkan keistimewaan wujudnya maka manusia pantas menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS. al-Baqarah:30).
3. Disebabkan kedudukan yang tinggi ini para malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia. Allah Swt berfirman:
"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya" (QS. Shad:71-72).
4. Penciptaan manusia sedemikian mengagumkan sehingga ia mampu menggunakan kekuatan akal dan kemampuan fisiknya, serta mengungkap rahasia-rahasia alam dan menundukkannya untuk kepentingan dirinya.
Allah Swt berfirman:
"Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi" (QS. al-Hajj:65).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi" (QS. Luqman:20).
Allah Swt juga berfirman:
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya" (QS. al-Jatsiyah:13).
Allah Swt berfirman:
"Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur" (QS. an-Nahl:14).
Pengetahuan Sempurna
5. Manusia, dari sisi ruh mujarrad memiliki pengetahuan yang sempurna, nurani akhlak, dan pemahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Jika manusia melihat kepada zat dan ruh malakut dirinya dan benar-benar mengenal dirinya, niscaya ia akan menemukan bahwa dirinya berasal dari alam qudrah, alam kemuliaan, alam ilmu, alam rahmat, alam cahaya, alam kebajikan, alam kebaikan, alam keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan mempunyai kesamaan dan kesesuaian dengan alam tersebut.
Di sini, manusia menemukan alam lain dan memandang ke alam yang lebih utama, serta menyaksikan kesempurnaan mutlak dan cenderung kepada nilai-nilai luhurnya, karena semua itu sesuai dengan maqam tinggi manusia. Manusia mengetahui kesesuaian alam tersebut dengan kebutuhan-kebutuhannya terhadap kesempurnaan, lalu ia berkata, "Saya harus menyempurnakan diri saya dengan perantaraannya, semua ini bermanfaat bagi kesempurnaan zat saya, dan saya harus sampai kepada ketinggian ini."
Seluruh manusia diciptakan sama dalam mengenal nilai-nilai luhur ini dan lawannya. Jika seorang manusia melihat kepada fitrah suci temannya dan juga memperhatikan kecenderungan hawa nafsunya, lalu ia pun mengenal dirinya, niscaya ia akan dapat mengenal nilai-nilai akhlak yang luhur dan begitu juga akhlak-akhlak yang buruk. Namun, ada sekelompok manusia yang kehilangan kemampuan memahami hal-hal yang suci ini, dan itu disebabkan nafsu hewaninya telah memadamkan cahaya akalnya dan menjadikan dirinya sesuatu yang asing. Al-Quran Karim juga menyebut pemahaman dan nurani yang seperti ini sebagai fitrah manusia,
"Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. asy-Syams:7-10).
Fitrah Tauhid
6. Manusia mempunyai fitrah mengenal Allah. Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga secara otomatis ia cenderung kepada Sumber Wujud dan Kekuatan Yang Mahadahsyat, dan tunduk di hadapan kebesaran-Nya. Manakala menghadapi krisis dan kesulitan ia berlindung kepada-Nya. Manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Kecenderungan kepada pencarian dan penyembahan Tuhan merupakan sebuah insting yang tertanam pada diri manusia.
Sekelompok cendekiawan menulis, bahwa semua manusia bahkan para penyembah berhala dan kalangan materialis sekalipun, mereka semua mempunyai kecenderungan kepada spiritual. Dalam batin mereka, mereka mengakui bahwa diri mereka bergantung kepada kekuatan tersembunyi dan tunduk di hadapannya. Hati manusia tidak akan merasa tenteram tanpa Tuhan, meskipun dalam menentukan siapa Tuhan terkadang mereka jatuh kepada kesalahan.
Al-Quran juga mengatakan bahwa kecenderungan kepada Tuhan merupakan fitrah manusia:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. ar-Rum:30).
Allah Swt juga berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keberadaan Tuhan)" (QS. al-A`raf:171).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata:
"Kemudian Allah Swt mengutus rasul-rasul-Nya dan sederetan nabi kepada mereka agar mereka memenuhi janji mereka terhadap penciptaan Allah, dan agar (para rasul dan nabi) mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang terlupakan dan berhujah kepada mereka dengan tablig, serta membukakan perbendaharaan akal kepada mereka…"[6]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as juga berkata:
"Dan Dia telah menciptakan hati pada fitrahnya, baik pada manusia celaka maupun manusia bahagia."
Al-Quran meyakini bahwa keyakinan dan pengakuan terhadap adanya Tuhan merupakan fitrah manusia. Seluruh manusia, bahkan orang-orang musyrik sekalipun mengakui yang demikian. Oleh karena itu, dalam banyak ayat al-Quran disebutkan bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapa pencipta langit dan bumi, mereka akan menjawab, Allah yang telah menciptakan. Sebagai contoh:
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:61).
Allah Swt berfirman:
Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:63).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. Luqman:25).
Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia pada fitrahnya mengakui keberadaan Pencipta alam ini. Meskipun terkadang di lidah mereka mengingkari-Nya, namun tatkala mereka diterpa cobaan dan kesulitan yang besar sementara semua jalan telah tertutup, maka mereka pun menghadapkan wajahnya kepada Kekuatan Gaib Yang Mahadahsyat dan memohon pertolongan kepada-Nya, dan bahkan mengakui keberadaan Allah dengan lidahnya.
Alhasil, fitrah mengenal Tuhan, fitrah untuk tunduk dan menyembah kepada-Nya telah ditanamkan pada diri manusia. Fitrah dan perasaan yang seperti ini sudah ada pada diri manusia sejak ia masih kecil, namun pada awalnya samar, lalu menjadi sebuah potensi, dan kemudian sedikit demi sedikit menjadi bangkit dan berkembang.
Seorang anak, di dalam dirinya dia merasakan bahwa dirinya butuh dan bergantung, dan secara fitrah dia cenderung kepada Sesuatu Yang dapat menyediakan segala kebutuhannya namun dia belum mempunyai kemampuan untuk menentukan. Terkadang, ia menyangka ibunya sebagai Kekuatan hebat tersebut.
Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, yaitu mengenal bahwa Allah itu Penciptanya. Dan itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, Dan sesungguhnya jika kamu tanya kepada mereka, 'Siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi', niscaya mereka akan menjawab, 'Allah'."[8]
Zurarah meriwayatkan:
"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Allah Swt telah menciptakan mereka pada fitrah mengenal dan mengetahui bahwa Allah Swt itu Penciptanya. Jika tidak begitu, maka tatkala mereka ditanya siapa Tuhanmu dan siapa yang memberi rezeki kepadamu maka mereka tidak akan bisa menjawab.'"[9]
Perawi yang sama meriwayatkan:
"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, Dengan hanif kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia, apa yang dimaksud dengan hanafiyyah. Beliau menjawab, 'Yaitu fitrah yang manusia diciptakan atasnya, dan Allah telah menciptakan manusia dalam fitrah mengenal Dia.'"[10]
Rasulullah saw bersabda:
"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani."[11]
Abdullah bin Sinan berkata:
"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut, apa yang dimaksud dengan fitrah pada ayat ini? Imam menjawab, 'Fitrah Islam. Pada saat Allah Swt mengambil janji dari mereka Allah Swt menciptakan mereka di atas fitrah tauhid, lalu bertanya, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Dan di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir.'"[12]
`Ala meriwayatkan:
"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang tafsir ayat, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Yaitu tauhid.'"[13]
Imam Ali as berkata:
"Kata ikhlas ialah fitrah."[14]
Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia diciptakan dengan fitrah mengenal Allah dan tauhid.
Penjelasan tentang Fitrah
Di sini, perlu kiranya saya memaparkan secara ringkas penjelasan tentang fitrah.
Kata fitrah banyak sekali disebutkan di dalam al-Quran dan hadis, dan disebut sebagai akar dan sumber berbagai perkara. Raghib Isfahani menulis:
"Kata fitrah menurut bahasa berarti merobek atau membelah, dan ungkapan Fatharallâhu al-Khalqa adalah berarti Allah menciptakan makhluk sedemikian rupa sehingga menjadi sumber berbagai perbuatan. Oleh karena itu, makna ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut, ialah Allah menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga makrifah kepada-Nya tertanam pada dirinya. Dengan begitu, maka fitrah Allah ialah potensi makrifat dan keimanan yang tersimpan pada diri maujud."[15]
Para cendekiawan menjelaskan fitrah ke dalam beberapa bentuk penjelasan:
1. Fitrah adalah tabiat dan karakter khusus yang digunakan dalam penciptaan manusia, yang karenanya manusia mempunyai potensi untuk menerima iman dan agama, dan jika ia kembali kepada tabiat pertamanya ia akan menjadi orang yang beragama dan menyembah Tuhan. Oleh karena itu, orang-orang yang keluar dari agama, maka itu tidak lain disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti taklid kepada kedua orangtua.
2. Seluruh manusia, di dalam dirinya mempunyai kecenderungan kepada Sumber wujud dan kecenderungan untuk menyembah dan tunduk di hadapan-Nya. Semua manusia di dalam dirinya mengakui keberadaan-Nya, meskipun terkadang dia salah dengan menyangka yang lain sebagai Dia dan tunduk di hadapannya. Karena kecenderungan kepada Sumber wujud dan keharusan menyembah-Nya terpatri dalam diri manusia, dan terkadang manusia salah dalam menentukan siapa Tuhan, maka muncullah praktek penyembahan berhala di tengah manusia.
3. Arti dari fitrah ialah manusia diciptakan untuk mengenal, bertauhid, beragama dan menyembah Tuhan.
4. Fitrah ialah janji dan pengakuan yang telah Allah Swt ambil dari seluruh manusia pada alam dzur dan awal penciptaan. Di alam dzur telah diambil pengakuan dari seluruh manusia akan keberadaan dan keesaan-Nya, dan mereka telah berjanji untuk menjadi penyembah Allah di alam dunia. Dengan demikian, maka seluruh manusia di dalam batinnya adalah penyembah Tuhan meskipun ada sebagian orang yang meletakkan tirai di atas panggilan batinnya dan mengingkari keberadaan Tuhan dengan lidahnya.
5. Yang dimaksud dengan menyembah Allah adalah fitrah ialah bahwa akal sendiri cenderung kepada Sumber wujud dan untuk membuktikan keberadaan Tuhan tidak memerlukan argumentasi dan perolehan berbagai macam premis. Dengan berpikir tentang tatanan wujud dan mempelajari rahasia-rahasia penciptaan maka dengan sendirinya, dengan tanpa memerlukan argumentasi, manusia akan terbimbing kepada pengakuan akan adanya Pencipta alam ini. Oleh karena itu, fitrah adalah penciptaan khusus akal dan diri manusia.
6. Bangunan khusus ruh manusia diciptakan sedemikian sehingga secara otomatis dia adalah pencari dan penyembah Tuhan, dan kecenderungan kepada Sumber ciptaan dan penyembahan Tuhan telah ditanam sedemikian rupa dalam diri manusia sehingga menjadi sebuah insting. Sebagaimana insting cenderung kepada makanan tertanam pada tabiat manusia, yang secara otomatis dia merasa lapar lalu mencari makanan, maka kecenderungan kepada Tuhan dan penyembahan kepada-Nya pun tertanam dalam dirinya dan secara otomatis tertarik kepada-Nya.
Beberapa dari definisi di atas mempunyai kesamaan dan tidak berbeda antara satu sama lain. Di sini, kita perlu mengkaji dan mempelajari definisi-definisi di atas.
Pada definisi pertama dan ketiga, sesuatu yang dinamakan fitrah belum ditetapkan ada pada diri manusia. Karena pada definisi pertama, fitrah diartikan sebagai potensi manusia untuk mengenal dan menyembah Tuhan, dan potensi mengenal dan menyembah Tuhan bukan merupakan sebuah wujud khusus.
Demikian juga pada definisi ketiga, fitrah diartikan bahwa tujuan dari penciptaan manusia ialah mengenal dan menyembah Tuhan, sehingga dengan begitu ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut, diartikan bahwa manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan. Oleh karena itu, di sini juga belum ditetapkan sesuatu yang bernama fitrah bagi manusia.
Sementara penjelasan kedua dan keenam mempunyai kedekatan, keduanya menyebutkan bahwa fitrah adalah satu bentuk insting, yaitu insting untuk mencari dan menyembah Tuhan, tidak ada bedanya dengan insting merasa lapar dan haus lalu mencari makanan dan minuman. Sekelompok cendekiawan mengklaim bahwa insting yang semacam ini ada pada diri manusia, dan untuk membuktikannya mereka juga bersandar kepada pendapat sebagian kalangan pakar psikologi. Akan tetapi, untuk membuktikan keberadaan insting yang semacam ini amat sulit.
Adapun pada penjelasan kelima, fitrah diartikan sebagai fitrah akal, dan disebutkan bahwa akal telah diciptakan sedemikian rupa sehingga dengan sendirinya menghadap dan mencari Sumber ciptaan, dan untuk itu tidak diperlukan argumentasi dan dalil demonstratif (burhan: dalil filosofis tak terbantahkan-peny.).
Begitu banyak terjadi manakala akal menyaksikan sekelumit rahasia alam maka dengan serta merta menjadi jelas baginya dan dia menemukan keyakinan akan keberadaan Pencipta alam, dengan tanpa menggunakan argumentasi. Oleh karena itu, akal mempunyai hubungan khusus dengan Pencipta alam, dan dia telah diciptakan sedemikian rupa sehingga terkadang dengan tanpa argumentasi pun dia dapat menerima keberadaan Pencipta dan beriman kepada-Nya.
Kita tetap perlu memberi catatan terhadap penjelasan ini. Meskipun benar dalam beberapa keadaan dengan tanpa argumentasi akal dapat memahami dan menerima keberadaan Pencipta alam, namun jika kita melihat dengan lebih teliti niscaya kita mendapati bahwa dalam keadaan ini pun sebenarnya bukan dengan tanpa argumentasi, hanya saja akal dengan cepat dan secara otomatis berargumentasi dengan tanpa disadari. Sebelumnya akal telah mengetahui bahwa setiap akibat (ma`lul) membutuhkan sebab (`illah), dan berbagai fenomena yang indah dan mengagumkan tentunya membutuhkan seorang pencipta yang pandai dan kuasa. Dengan mengetahui ini, maka tatkala akal menyaksikan keajaiban-keajaiban alam maka dengan cepat ia berargumentasi dan mengambil kesimpulan begini: fenomena yang mengagumkan ini tentu membutuhkan keberadaan Sebab Yang Mahapandai dan Mahakuasa, dan Itu adalah Tuhan Pencipta alam.
Alhasil dalam penjelasan fitrah kita dapat mengatakan, bahwa manusia dalam penyaksian tak berperantara (hudhûri)-nya terhadap diri, kekuatan dan perbuatan dirinya, secara otomatis ia akan memahami makna hukum sebab akibat. Manusia menyaksikan di dalam dirinya bahwa kekuatan dan perbuatan dirinya adalah maujud yang butuh dan tergantung kepada dirinya, yang dengan tanpa keberadaan dirinya maka mereka itu tidak akan ada, dan dirinya itu merupakan penyedia kebutuhan-kebutuhan mereka.
Dari sini, maka secara umum dia dapat memahami bahwa setiap wujud butuh dan bergantung kepada sebab. Oleh karena itu, di dunia luar dari dirinya pun, dia akan berusaha untuk dapat mengetahui sebab dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Di sisi lain, manusia juga mendapati dirinya adalah maujud yang bergantung, membutuhkan dan tidak bebas, dan mengetahui bahwa dia bukan pemilik wujud dirinya, dan untuk memenuhi segala kebutuhannya dia membutuhkan Wujud Yang bebas dan tidak bergantung. Seluruh manusia, secara hudhûri memiliki pemahaman yang seperti ini.
Insting mencari sebab dan fitrah menyembah Tuhan bersumber dari sebuah pemahaman seperti ini. Manusia mengetahui benar bahwa dia bukan pemilik dirinya dan tidak mempunyai kemampuan untuk menjaga dan mempertahankannya. Manusia juga mengetahui bahwa dia tidak bisa menghalangi kematian dirinya dan tidak bisa mencegah musibah dan rasa sakit yang menimpa dirinya. Manusia sadar betul bahwa dia tidak mandiri, dan untuk memenuhi kebutuhannya mau tidak mau ia harus meminta tolong kepada yang lain. Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhannya dia bersandar dan meminta tolong kepada orang atau sesuatu di luar dirinya.
Dari sini, dia pun kemudian mengetahui bahwa orang lain pun seperti dirinya, tidak mandiri, butuh dan bergantung kepada Wujud Yang Mahakaya dan Mahamerdeka. Kemudian, dia mengetahui bahwa Pencipta manusia dan alam ini adalah Wujud Yang Mahamerdeka, Mahakaya dan Mahamandiri, dan sekaligus mengakui keberadaan-Nya.
Seluruh manusia dapat memiliki ilmu dan pemahaman yang seperti ini. Adapun mereka yang mengingkari keberadaan Tuhan dengan lidahnya, berarti mereka telah berpaling dari fitrah mencari Tuhan yang ada dalam dirinya dan meletakkan tirai di atas fitrahnya itu.
Dengan demikian, fitrah mencari Tuhan dapat dijelaskan dengan insting mencari sebab, yang bersumber dari ilmu hudhûri tentang diri manusia. Begitu juga ayat-ayat dan hadis-hadis tentang alam dzur pengambilan janji dapat dijelaskan dengan makna ini.
Kelemahan-kelemahan Manusia dalam Pandangan Al-Quran
Allah Swt di dalam al-Quran menyebut manusia sebagai maujud yang mulia dan tinggi, namun di sisi lain Allah juga mencela manusia dengan menyebutkan kelemahan-kelemahannya. Berikut ini saya akan menyebutkan sebagian darinya:
1. Lupa Tuhan
Sudah merupakan tabiat manusia manakala ditimpa kesusahan dan kesulitan dia berdoa dan memohon kepada Allah Swt supaya diangkat dan dihilangkan kesulitannya, namun ketika kesulitan itu telah sirna dengan segera dia pun kembali kepada kebiasaan hidup semula dan melupakan Tuhan.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan (QS. Yunus:12).
2. Bangga dan Sombong
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana itu dariku." Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga (QS. Hud:10).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Namun apabila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku" (QS. al-Fajr:15-16).
3. Tidak bersyukur
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih (QS. Hud:9).
4. Kikir dan Berkeluh-kesah
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Katakanlah, "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya." Dan adalah manusia itu sangat kikir (QS. al-Isra:100).
Allah Swt juga berfirman:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (QS. al-Ma`arij:19-21).
5. Lemah
Allah Swt berfirman:
Dan manusia diciptakan lemah (QS. an-Nisa:28).
6. Melampaui Batas ketika Merasa Cukup
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup (QS. al-`Alaq:6-7).
7. Tergesa-gesa
Manusia terkadang memohon kejahatan dan bahaya, karena dia maujud yang tergesa-gesa.
Allah Swt berfirman:
Dan manusia memohon kejahatan sebagaimana dia memohon kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa (QS. al-Isra:11).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
Manusia telah diciptakan (bertabiat) tergesa-gesa (QS. al-Anbiya:37).
8. Suka Membantah
Allah Swt berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah (QS. al-Kahfi:54).
9. Zalim dan Tidak Bersyukur
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) (QS. Ibrahim:34).
10. Bodoh
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. al-Ahzab:72).
11. Tergoda Kesenangan Dunia
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS. Ali Imran:14).
12. Menyuruh kepada Keburukan
Al-Quran berkata:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya diri itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali diri yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS. Yusuf:53).
Menggabungkan Dua Kelompok Ayat
Dengan demikian, Islam menggambarkan manusia ke dalam dua bentuk yang bertentangan:
Satu sisi manusia diperkenalkan sebagai maujud pilihan dan mulia, yang memiliki ruh malakut dan tiupan Ilahi yang mengenal Tuhan dan mencari kesempurnaan, yang potensi kesempurnaan dan pemahaman ilmunya sampai batas di mana para malaikat pun tidak mampu mencapainya, dan oleh karena itu kedudukan yang sedemikian tinggi ini para malaikat diperintahkan untuk sujud di hadapannya. Dan terakhir manusia diperkenalkan sebagai Khalifah Allah.
Dalam hadis-hadis pun manusia digambarkan ke dalam dua bentuk ini:
Timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya hakikat manusia dan bagaimana kita bisa menggabungkan antara kedua kelompok ayat dan hadis ini? Jika fitrah manusia berada pada tauhid dan pencarian Tuhan, dan zatnya menginginkan kebaikan, kemuliaan dan keutamaan akhlak, lantas mengapa dia kufur kepada Allah, dan mengapa dia disebut sebagai makhluk yang bodoh, zalim dan tidak bersyukur?
Mungkin saja seseorang dalam usaha menjelaskan hal ini mengatakan, "Kelompok ayat dan hadis pertama berbicara tentang fitrah, yaitu bahwa demikianlah yang dituntut oleh fitrah dan penciptaan khusus manusia, sementara kelompok ayat dan hadis kedua berbicara tentang kenyataan luar yang bersifat menempel dan tidak tetap (`aridh)."
Penjelasan ini bisa saja dibantah dengan mengatakan, kelompok ayat dan hadis pertama dan kelompok ayat dan hadis kedua dalam tataran sedang menggambarkan dan memberitahukan tentang manusia, lantas dengan alasan apa kelompok ayat dan hadis pertama kita kaitkan dengan fitrah sementara kelompok ayat dan hadis kedua kita kaitkan dengan `aridh padahal kedua kelompok itu sama.
Kelompok ayat kedua pun yang berbunyi, Sesungguhnya diri itu selalu menyuruh kepada keburukan, Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah), Dan adalah manusia itu amat kikir, Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Sesungguhnya dia cepat putus asa lagi tidak berterima kasih, sedang memberitahukan zat manusia.
Atau, bisa saja dijelaskan bahwa pada tataran zat dan fitrah manusia, baik kebaikan maupun keburukan tidak tertanam pada diri manusia, melainkan manusia memiliki potensi keduanya. Dengan kata lain, bahwa manusia pada tataran zat tidak baik dan tidak buruk, namun dia dapat memilih jalan kebaikan dan jalan keburukan. Namun, penjelasan ini pun tidak sejalan dengan zahir ayat dan hadis, karena keduanya sedang memberitahukan tentang manusia bukan sedang memberitahukan potensi jiwanya.
Ada juga penjelasan ketiga yang mengatakan, manusia adalah maujud yang setengah zatnya berupa cahaya dan setengah zatnya lagi berupa kegelapan. Zat cahaya manusia menuntut kebaikan dan kesempurnaan, oleh karena itu mendapat pujian, sementara zat kegelapannya menuntut keburukan dan kerusakan, oleh karena itu mendapat celaan. Dengan demikian, maka sifat-sifat baik manusia bersumber dari zat cahaya sementara sifat-sifat buruk berasal dari zat kegelapan.
Namun, penjelasan ini pun bersifat samar, karena akan muncul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan dua zat di sini? Manusia tidak lebih dari satu hakikat, lantas bagaimana satu hakikat dapat menjadi sumber kebaikan dan sumber keburukan? Bagaimana satu hakikat dapat menjadi penyeru kebaikan dan kesempurnaan dan penyeru keburukan dan kerusakan? Bagaimana satu hakikat dapat menjadi bahan pujian dan bahan celaan?
Namun, dalam menjelaskan perkataan yang ketiga ini kita dapat mengatakan, benar manusia tidak lebih dari satu hakikat namun dia mempunyai dua peringkat wujud: satu sisi manusia adalah hewan dan mempunyai kecenderungan-kecenderungan hewani dalam wujudnya, dan keburukan dan kejahatan bersumber dari dimensi hewani ini. Dari sisi lain dia adalah manusia dan mempunyai diri malakut, yang memiliki kesesuaian dengan Alam Qudus dan sumber kebajikan. Dari sisi inilah manusia menuntut keutamaan, kebaikan dan kesempurnaan.
Oleh karena itu, dimensi manusia dia mendapat penghormatan dan dimensi hewani dia mendapat celaan. Dimensi manusia dia mengenal Tuhan sementara dimensi hewani dia adalah rakus, kufur nikmat, kikir, zalim dan bodoh. Dengan cara ini kita dapat menjelaskan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berbeda.[]
2. Manusia dan Kebebasan
Manusia adalah maujud merdeka yang melaksanakan aksinya atas dasar ilmu, kehendak dan kebebasannya. Kita semua tahu bahwa dalam berbuat dan bergerak kita tidak seperti batu yang menggelinding ke arah mana saja ia digelindingkan dan kemudian jatuh disebabkan daya gravitasi bumi. Kita tidak seperti pohon dan tumbuhan yang dalam seluruh proses pertumbuhan dan perbuatannya tidak mempunyai kebebasan.
Kita senantiasa berpikir dalam perbuatan yang kita lakukan, dan hanya melakukan pekerjaan yang kita inginkan. Sebelum melakukan suatu pekerjaan kita berpikir tentang untung dan ruginya. Jika kita melihat pekerjaan itu bermanfaat kita bertekad mengerjakannya. Ketika itulah kita menghendakinya, dan untuk itu kita menggerakkan anggota tubuh kita.
Secara nurani kita mengetahui bahwa kita bebas untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, dan oleh karena itu kita berpikir tentang perbuatan tersebut dan menimbang manfaat dan bahayanya. Karena, jika kita tidak merasa diri kita bebas maka tidak ada artinya berpikir dan menimbang di sini.
Akal menilai sebagian perbuatan itu baik dan memuji orang yang melakukannya, dan menilai sebagian perbuatan itu buruk dan mencela orang yang mengerjakannya. Jika perasaan bebas ini tidak ada maka pujian dan celaan tidak pada tempatnya (karena perbuatan baik dan buruk bukan atas dasar kehendak mandiri pribadi, tetapi dipaksakan oleh kekuatan eksternal-peny.), dan begitu juga nilai-nilai baik dan buruk tidak akan ada artinya lagi.
Islam juga memandang manusia itu bebas dan merdeka. Di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang berbicara tentang hal ini. Berikut ini saya kemukakan beberapa contoh darinya:
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir (QS. al-Insan:2-3).
Allah Swt juga berfirman:
Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia, dan barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat niscaya Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat (QS. Ali Imran:145).
Allah Swt berfirman:
Dan katakanlah, "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang hendak (beriman) maka berimanlah, dan barangsiapa yang hendak (kafir) biarlah ia kafir" (QS. al-Kahfi:29).
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang mengatakan manusia itu bebas dan punya kehendak, dan sekaligus sebagai penanggung-jawab seluruh perbuatannya, seperti:
Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya (QS. al-Insan:29).
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Fushshilat:40).
Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Quran itu adalah peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya dia mengambil pelajaran darinya (QS. al-Muddatstsir:54-55).
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS. al-Baqarah:286).
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri (QS. asy-Syura:30).
Dan barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri (QS. an-Nisa:111).
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS. al-Muddatstsir:38).
Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).
Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia (QS. ar-Rum:41).
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia maka Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia (QS. asy-Syura:20).
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah orang mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik (QS. al-Isra:18-19).
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ar-Ra`d:11).
Di samping ayat-ayat al-Quran banyak juga hadis-hadis yang berasal dari para Imam as yang berbicara tentang hal ini. Berikut ini beberapa contoh darinya:
Ibrahim meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ali Ridha as, 'Apakah Allah Swt memaksa hamba-Nya dalam melakukan maksiat?' Imam menjawab, 'Tidak, justru mereka dibebaskan dan diberi tempo hingga mereka bertobat.' Saya bertanya lagi, 'Apakah Allah membebani hamba-Nya dengan kewajiban (taklîf) yang tidak dapat ditanggungnya?' Imam Menjawab, 'Bagaimana mungkin Dia melakukan itu padahal Dia berfirman di dalam al-Quran, Dan tidaklah sekali-kali Tuhanmu menzalimi hamba-Nya.' Kemudian beliau as berkata, 'Ayah saya, Musa bin Ja`far telah meriwayatkan dari ayahnya, Ja`far bin Muhammad yang berkata, 'Siapa saja yang menyangka bahwa Allah Swt memaksa hamba-Nya dalam melakukan maksiat atau membebankan kepadanya kewajiban yang tidak dapat ditanggungnya, maka jangan kamu makan sembelihannya, jangan kamu terima kesaksiannya, jangan shalat di belakangnya, dan jangan berikan kepadanya zakat sedikit pun.'"[16]
Pada akhir pembahasan, saya perlu tekankan bahwa kebebasan pada manusia adalah satu perkara yang jelas, dan akal serta nurani kita memberikan kesaksian akan hal itu, namun perkara yang sedemikian jelas ini pun tidak terbebas dari pembahasan dan perdebatan. Bahkan, sekelompok para ulama sudah sejak awal mengingkari adanya kebebasan manusia dan berpegang kepada paham jabariyyah. Untuk memperkuat pandangan mereka, mereka juga berargumentasi dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw.
Pembahasan tentang keterpaksaan (jabr) dan kebebasan (ikhtiyâr), qadha qadar dan pendelegasian wewenang (tafwîdh) telah menjadi perdebatan sejak lama di antara para ahli kalam dan filsafat Islam. Para Imam as pun mengemukakan pandangan mereka dalam masalah ini. Para Imam as menolak konsep jabr dan tafwîdh, dan memilih posisi di antara jabr dan tafwîdh, namun di sini kita tidak akan memasuki pembahasan tersebut.[]
3. Manusia dan Penerimaan Tanggung jawab
Di antara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah kelebihan khusus, yaitu kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain tidak memiliki kelayakan ini.
Benda mati dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu, pemahaman dan kehendak, dan mereka tidak memiliki kelayakan untuk menerima kewajiban dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. Hewan pun demikian, meskipun ia mempunyai kehendak dan perasaan berkaitan dengan perbuatannya, namun karena ia tidak mempunyai akal maka ia tidak mampu berpikir akan akibat perbuatannya, sehingga ia mampu mengontrol instingnya.
Oleh karena itu, hewan tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kewajiban. Hewan tunduk sepenuhnya kepada kekuatan syahwat dan kekuatan marah, dan tidak bisa hidup di atas dasar hukum dan undang-undang.
Begitu juga dengan malaikat. Mereka tidak mempunyai kelayakan untuk menerima kewajiban, perintah dan larangan. Mereka adalah makhluk metafisik, bahkan akal semata, tidak mempunyai kekuatan syahwat dan marah, dan tidak mempunyai gerak menuju kesempurnaan dan gerak menuju kehinaan. Kewajiban mereka sudah jelas, dan mereka hanya berjalan di atas jalan itu, dan tidak mungkin melakukan pembangkangan. Oleh karena itu, mereka tidak butuh kepada petunjuk, penetapan hukum dan kewajiban. Allah Swt telah berfirman tentang mereka:
Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. at-Tahrim:6).
Allah Swt juga berfirman:
Tidak ada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah) (QS. ash-Shaffat:164-166).
Adapun manusia mempunyai penciptaan khusus. Maksudnya, satu sisi manusia adalah maujud materi yang mempunyai ruh tumbuhan dan hewan. Pada tingkatan ini, manusia merupakan sebuah jisim nâmi dan mempunyai sifat-sifat makan, berkembang dan berketurunan, dan juga merupakan seekor hewan yang memiliki sifat-sifat dan insting-insting hewan, seperti merasa, memahami, mempunyai kehendak, bergerak berdasarkan kehendak, insting syahwat dan insting marah.
Dari sisi lain, manusia mempunyai ruh mujarrad dan akal yang dengannya ia dapat berpikir tentang akibat-akibat perbuatannya, dan dari sini dia dapat mengontrol dan mengendalikan keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan nafsunya.
Sisi lainnya lagi, manusia adalah makhluk bebas yang dapat menemukan jalan kebahagiaan dan kesempurnaannya, yang kemudian dengan ilmu dan kehendaknya dia memilih dan mengikuti jalan tersebut.
Abdullah bin Sinan telah berkata, "Saya telah bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Mana yang lebih utama, malaikat atau anak Adam?' Imam menjawab, 'Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as telah berkata, 'Sesungguhnya Allah Swt telah menciptakan para malaikat dari akal tanpa syahwat, dan telah menciptakan hewan dari syahwat tanpa akal. Namun Allah Swt telah menggabungkan akal dan syahwat pada penciptaan manusia, maka siapa saja di antara manusia yang akalnya dapat menundukkan syahwatnya maka dia lebih baik dari malaikat, namun siapa saja yang syahwatnya dapat mengalahkan akalnya maka ia lebih buruk dari hewan.'"[17]
Karena penciptaan khusus ini manusia dapat mengemban kewajiban perintah dan larangan, dan menerima amanah dan tanggung jawab Ilahi.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. al-Ahzab:72).
Sebagian mufasir menafsirkan amanah yang disebutkan dalam ayat ini sebagai kewajiban. Maksudnya, Allah telah menawarkan kewajiban kepada langit dan bumi, namun karena mereka tidak memiliki kelayakan dan kemampuan untuk menerimanya, mereka enggan menolaknya. Penciptaan mereka sedemikian sehingga mereka tidak dapat hidup di bawah ruang-lingkup ketetapan hukum, perintah dan larangan, karena mereka tidak memiliki ilmu dan kehendak. Mereka tunduk pada kehendak Ilahi dan tidak mungkin melakukan pembangkangan. Namun manusia disebabkan penciptaan khususnya dia dapat menerima kewajiban dan telah menerimanya.
Manusia memiliki kelayakan dan kemampuan menerima kewajiban perintah dan larangan, untuk itu dia perlu memperoleh program hidup dan gerak kesempurnaannya dari Allah Swt. Karena itu, kasih sayang (lutf) Ilahi yang merupakan perantara kesempurnaan setiap maujud diletakkan pada diri manusia, yaitu dengan mengutus para nabi yang akan menjelaskan program kesempurnaan dan kebahagiaannya.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir (QS. al-Insan:2-3).
Masalah manusia memiliki tanggung jawab dan dibebani kewajiban (taklîf) adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi, dan para nabi diutus untuk meletakkan tanggung jawab besar ini ke atas pundak manusia dan membantu mereka dalam melaksanakannya.
Muhammad bin `Ammarah meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Kenapa Allah Swt menciptakan hamba-Nya?' Imam as menjawab, 'Sesungguhnya Allah Swt tidak menciptakan hamba-Nya dengan sia-sia, dan tidak membiarkannya tanpa guna, melainkan Dia menciptakan mereka untuk menampakkan kekuasaan-Nya, dan untuk membebani mereka dengan kewajiban ketaatan kepada-Nya, supaya dengan itu mereka layak mendapat keridhaan-Nya. Allah Swt tidak menciptakan hamba-Nya dengan tujuan untuk mendapat manfaat dari mereka atau untuk menolak bahaya dengan perantaraan mereka, melainkan Dia menciptakan mereka dengan tujuan supaya mereka mendapat manfaat dan menyampaikan mereka kepada kenikmatan abadi.'"[18]
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. al-Mukminun:115).
Oleh karena itu, manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap yang lain, terutama terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya.
Rasulullah saw bersabda, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Maka, seorang penguasa akan ditanya tentang rakyatnya, seorang laki-laki penanggung jawab atas keluarganya dan akan ditanya perihal mereka, seorang istri penanggung jawab rumah dan anak suaminya dan akan ditanya tentang perihal mereka, dan begitu juga seorang hamba penanggung jawab harta tuannya dan akan ditanya tentang perihalnya. Ingatlah, sesungguhnya setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang perihal yang dipimpinnya."[19]
Tanggung jawab Manusia
Banyak sekali kewajiban yang dibebankan pada pundak manusia, namun dapat dikelompokkan kepada empat kelompok: Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia terhadap dirinya, tanggung jawab manusia terhadap masyarakat, dan tanggung jawab terhadap Makhluk Tuhan.
Tanggung jawab Manusia terhadap Tuhan
Menurut akal dan agama, manusia wajib mengenal dan mengetahui Pencipta alam, yang merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada seluruh makhluk, dan tunduk serta beribadah kepada-Nya. Manusia wajib tunduk dan menerima perintah-perintah-Nya yang diturunkan dengan perantaraan para nabi, dan mengamalkannya dalam kehidupannya.
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. adz-Dzariyat:56).
Allah Swt juga berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah kamu merusak (pahala) amal-amalmu (QS. Muhammad:33).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah:21).
Imam Sajjad as berkata, "Adapun hak terbesar Allah atas kamu adalah kamu menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Jika kamu telah melakukan itu dengan ikhlas, maka Allah Swt pun akan mencukupkan urusan dunia dan akhiratmu, dan akan menjaga untukmu apa yang kamu senangi."[20]
Tanggung jawab Manusia terhadap Dirinya
Bagi setiap makhluk telah ditentukan kesempurnaan yang menjadi tujuannya. Dalam sistem penciptaan (nizhâm takwîn), seluruh fasilitas dan syarat yang diperlukan makhluk untuk mencapai tujuannya telah disediakan untuknya. Seluruh makhluk materi tentunya bergerak ke arah tujuannya, namun mereka tidak mempunyai ilmu tentang tujuan mereka dan bukan mereka yang memilih jalan mereka, melainkan Pencipta alam semesta yang telah mengatur sistem penciptaan, dan setiap makhluk secara penciptaan (takwîni) berjalan menuju ke arah tujuan dan kesempurnaannya, dan tidak ada pilihan lain selain ini.
Oleh karena itu, beberapa jenis makhluk dengan perantaraan petunjuk takwîni mereka sampai kepada tujuan dan kesempurnaan wujudnya, namun mereka tidak mempunyai tanggung jawab dan kebebasan dalam hal ini. Bahkan, binatang yang memiliki perasaan dan melakukan perbuatannya dengan kehendak juga tidak bebas dalam perbuatannya, melainkan tunduk kepada instingnya.
Dari semua makhluk, hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan dan menyempurnakan dirinya. Bagi manusia pun telah ditetapkan apa yang menjadi tujuannya, dan telah disediakan baginya fasilitas untuk menggapai tujuan tersebut. Allah Swt, Zat Yang tidak membiarkan seluruh makhluk dengan tanpa petunjuk kepada tujuannya, juga tidak mengabaikan manusia dalam hal ini, namun petunjuk yang diberikan kepada manusia adalah petunjuk yang berupa hukum (tasyri`i) bukan petunjuk penciptaan (takwîni). Untuk kebahagiaan dan kesempurnaan manusia, Allah Swt telah memberikan program dan undang-undang kepada mereka dengan perantaraan para nabi. Para nabi datang untuk menjelaskan jalan lurus kesempurnaan manusia, dan membantu mereka dalam meniti jalan ini, namun mereka bebas dalam memilih jalan kebahagiaan atau kesengsaraan. Dan manusia memikul tanggung jawab pengembangan dan penyempurnaan dirinya, dan itu hanya bisa dilakukan dengan jalan usaha dan kesungguhan.
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).
Allah Swt juga berfirman:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat (pahala) dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS. al-Baqarah:286).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (QS. al-Baqarah:281).
Allah Swt juga berfirman di dalam al-Quran:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS. at-Tahrim:6).
Imam Sajjad as berkata, "Adapun hak dirimu atas kamu adalah engkau menggunakannya dalam taat kepada Allah, engkau memberikan apa yang menjadi hak lidahmu, engkau memberikan apa yang menjadi hak telingamu, engkau memberikan apa yang menjadi hak matamu, dan engkau memberikan apa yang menjadi hak kakimu, apa yang menjadi hak perutmu, apa yang menjadi kemaluanmu, dan engkau memohon pertolongan kepada Allah dalam menunaikan semua ini."[21]
Alhasil, seluruh benda mati, tumbuhan dan binatang telah dibentuk dan memperoleh perkembangannya berdasarkan syarat-syarat penciptaan, dan dalam hal ini mereka sama sekali tidak memiliki peran dan kebebasan. Namun, berkenaan dengan manusia, dia sendirilah yang menjadi pembangun dirinya, dan dia memiliki kesadaran dan kebebasan dalam hal ini.
Dengan kekuatan akal yang dimilikinya manusia menemukan jalannya dan memilihnya sesuai dengan kehendaknya. Dari sisi sifat dan karakter, manusia adalah maujud potensial (bil quwwah). Pada saat dia dilahirkan manusia sama sekali kosong dari segala macam sifat namun dia makhluk yang mempunyai kemampuan menerima berbagai macam sifat.
Secara perlahan manusia menerima berbagai macam sifat, yang kemudian menjadi sesuatu yang menempel pada dirinya dan memberinya bentuk. Dengan demikian, manusia adalah pembangun dirinya, dan tanggung jawab besar ini telah dibebankan ke atas pundaknya. Masing-masing dari anggota tubuh manusia mempunyai hak yang harus dipenuhi olehnya.
Tanggung jawab Manusia terhadap Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mempunyai kecenderungan kepada masyarakat dan kehidupan sosial. Kehidupan sosial manusia memiliki sebuah bentuk hubungan khusus, dia tidak akan dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan tanpa kerjasama dan keikutsertaan yang lain. Berbagai aktivitas manusia memiliki esensi sosial, dan oleh karena itu, mau tidak mau, mereka harus membagi pekerjaan di antara mereka. Sehingga dengan begitu mereka dapat memberikan manfaat kepada yang lain dan sekaligus mengambil manfaat dari mereka.
Oleh karena itu, manusia harus terikat dengan peraturan sosial, karena perbuatan menyalahi peraturan sosial akan menghancurkan sistem dan merampas ketenangan anggota masyarakat lain.
Tidak diragukan bahwa kebaikan dan kerusakan masyarakat, begitu juga kemajuan dan kemunduran masyarakat berpengaruh besar terhadap kebaikan dan keburukan, dan juga kemajuan dan kemunduran individu. Karena individu-individu hidup secara berkelompok, menerima pendidikan dan mengambil contoh dari yang lain. Oleh karena itu, setiap individu harus mempertimbangkan keinginan dan kecenderungan yang lain.
Oleh karena itu, seorang manusia harus menganggap dirinya itu (bagian) dari masyarakat dan masyarakat itu dari (bagian) dirinya, dan bahwa kebahagiaan masyarakat adalah kebahagiaan dirinya dan begitu juga kemunduran masyarakat adalah kemunduran dirinya.
Mengenai tanggung jawab sosial manusia banyak sekali dijelaskan dalam hadis. Berikut ini di antaranya:
Tanggung jawab terhadap Makhluk Tuhan
Rasulullah saw telah bersabda, "Seluruh makhluk adalah keluarga Allah. Maka sebaik-baiknya makhluk di sisi Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada keluarga Allah dan membahagiakan mereka."[22]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Engkau harus memberi nasihat dan menginginkan kebaikan bagi hamba Allah, karena engkau tidak akan dapat membawa amal yang lebih baik dari itu di sisi Allah Swt."[23]
Rasulullah saw telah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia."[24]
Imam Musa bin Ja`far as telah berkata, "Allah mempunyai hamba di muka bumi yang senantiasa berusaha dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka inilah yang akan selamat dari siksa pada hari kiamat."[25]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Rasulullah saw pernah ditanya, 'Siapakah orang yang paling dicintai Allah?' Rasulullah saw menjawab, 'Orang yang paling bermanfaat bagi manusia.'"[26]
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. al-Maidah:2).
Tanggung jawab terhadap Orang Muslim
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang bangun di pagi hari dalam keadaan tidak menaruh perhatian terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan bagian dari mereka. Dan barangsiapa yang mendengar teriakan minta tolong dari seseorang namun dia tidak menolongnya maka dia bukan seorang Muslim."[27]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan seorang Muslim."[28]
Tanggung jawab terhadap Orang Mukmin
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran, Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujurat:10).
Pada ayat lain Allah Swt berfirman:
Dan orang-orang yang beriman, baik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. at-Taubah:71).
Rasulullah saw telah bersabda, "Engkau melihat orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang kepada sesama mereka adalah seperti sebuah tubuh, yang jika salah satu anggotanya sakit maka seluruh anggota tubuh yang lain turut demam dan tidak bisa tidur."[29]
Seorang perawi menceritakan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Apa hak seorang mukmin atas mukmin lainnya?' Imam menjawab, 'Aku takut engkau mengetahui tapi tidak mengamalkannya, malah menyia-nyiakan dan tidak menjaganya.' Saya berkata, 'La Hawla wala Quwwata illa Billah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah).' Beliau as melanjutkan perkataannya, 'Seorang mukmin mempunyai tujuh hak yang harus dilaksanakan atas orang mukmin lainnya, dan jika salah satu dari hak ini diabaikan maka dia telah keluar dari kepemimpinan Allah, sudah tidak taat lagi kepada-Nya, dan tidak lagi memiliki bagian dari kepemimpinan Allah.
Adapun yang paling kecil darinya ialah, apa yang engkau sukai untuk dirimu maka engkau juga harus sukai bagi saudaramu dan apa yang engkau benci untuk dirimu maka engkau juga harus benci untuknya.
Kedua, engkau harus membantunya dengan diri, harta, lidah, tangan dan kakimu.
Ketiga, mengikuti keinginannya, menghindari kemarahannya dan menuruti perintahnya.
Keempat, menjadi mata, petunjuk dan cermin baginya.
Kelima, jangan engkau kenyang sementara dia kelaparan atau kehausan, dan jangan engkau berpakaian sementara dia telanjang.
Keenam, jika kamu punya pembantu sementara dia tidak, maka kamu kirim pembantumu supaya mencucikan pakaiannya, memasakkan makanannya, dan mengamparkan permadaninya.
Ketujuh, membenarkan kesaksiannya, memenuhi undangannya, menjenguknya manakala sakit dan mengurusi jenazahnya. Jika ia mempunyai keperluan maka segeralah memenuhinya, dan jangan paksa ia sampai meminta-minta darimu.
Jika kamu telah memenuhi hak-haknya ini maka wilayah-mu dengan wilayah-nya, dan wilayah-nya dengan wilayah Allah telah tersambung.'"[30]
Tanggung jawab Manusia terhadap Keluarga
Allah Swt telah berfirman di dalam al-Quran:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. at-Tahrim:6).
Rasulullah saw telah bersabda, "Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya."[31]
Tanggung jawab terhadap Sanak-kerabat
Rasulullah saw bersabda, "Aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak hadir, maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim ibu mereka hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan sanak-kerabat mereka, karena silaturahmi merupakan bagian dari agama."[32]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Silaturahmi itu menyucikan amal perbuatan, menolak bencana, memperbanyak harta, memperbanyak umur, memperluas rezeki, dan menumbuhkan kecintaan di antara keluarga. Oleh karena itu, hendaklah engkau takut kepada Allah dan bersilaturahmi."[33]
Tanggung jawab terhadap Tetangga
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata tatkala hendak wafat, "Takutlah engkau kepada Allah, takutlah engkau kepada Allah dalam masalah tetangga, karena Nabi engkau senantiasa berpesan dalam masalah ini. Beliau sedemikian rupa berpesan dalam masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira beliau telah menempatkan mereka sebagai penerima waris."[34]
Imam Ja`far Shadiq as telah berkata, "Sungguh terkutuk, sungguh terkutuk orang yang menyakiti tetangganya."[35]
Rasulullah saw telah bersabda, "Siapa saja yang mengkhianati tetangganya meskipun hanya sejengkal tanah maka Allah akan jadikan tanah itu hingga tingkat ketujuhnya sebagai tali pelana di lehernya hingga Allah menghinakannya pada hari kiamat kecuali jika dia bertobat. Siapa saja yang menyakiti tetangganya maka Allah haramkan wangi surga baginya dan tempatnya adalah neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruknya tempat. Dan siapa saja yang menelantarkan hak tetangganya maka dia bukan dari kami. Jibril telah sedemikian rupa berpesan kepadaku tentang masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira mereka juga termasuk penerima waris."[36]
Tanggung jawab terhadap Ayah dan Ibu
Allah Swt telah berfirman di dalam al-Quran:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. al-Isra:23-24).
Tanggung jawab terhadap Anak
Imam Sajjad as telah berkata, "Adapun yang menjadi hak anakmu ialah, engkau harus tahu bahwa ia adalah darimu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dikaitkan kepadamu. Engkau juga berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan kepada-Nya. Maka berkenaan dengannya hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek kepadanya."[37]
Selain itu, masih terdapat berpuluh-puluh tanggung jawab sosial lainnya, seperti tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat dan tanggung jawab rakyat terhadap pemerintah, tanggung jawab guru terhadap murid dan tanggung jawab murid terhadap guru, tanggung jawab orang kaya terhadap orang miskin dan tanggung jawab orang miskin terhadap orang kaya, tanggung jawab ulama terhadap masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap ulama, tanggung jawab atasan terhadap bawahan dan tanggung jawab bawahan terhadap atasan, tanggung jawab yang tua terhadap anak-anak dan para muda dan sebaliknya, tanggung jawab di antara teman, tanggung jawab kaum Muslim terhadap kafir ahlu dzimmah, tanggung jawab terhadap anak-anak yatim dan para janda, dan tanggung jawab terhadap orang-orang cacat dan para lansia.
Tanggung jawab Manusia terhadap Alam
Dari sumber-sumber agama dapat ditarik kesimpulan bahwa alam ini diperuntukkan bagi manusia. Allah Swt telah menciptakan alam ini dan telah memberikan kemampuan kepada manusia, yang dengan kemampuan itu manusia dapat menyingkap berbagai rahasia alam, dan memanfaatkannya untuk membangun alam dan kehidupannya yang lebih baik.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir (QS. al-Jatsiyah:12-13).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin (QS. Luqman:20).
Allah Swt juga berfirman:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang (QS. Ibrahim:32-33).
Allah Swt berfirman:
Dan Dia-lah Yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS. an-Nahl:14).
Allah Swt juga berfirman:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS. al-Baqarah:29).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Takutlah kamu kepada Allah dalam urusan hamba Allah dan negerinya, karena kamu akan ditanya sampai tentang urusan sejengkal tanah dan urusan binatang."[38]
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada padanya, seperti gunung, sungai, berbagai macam bahan tambang dan benda logam, berbagai jenis pohon dan tumbuhan, dan berbagai jenis binatang daratan maupun lautan, baik yang jinak maupun yang buas, untuk dimanfaatkan oleh manusia. Allah Swt telah menciptakan alam semesta dengan susunan yang sangat teliti, di mana terdapat beribu-ribu rahasia dan keanehan di dalamnya. Allah Swt telah memberikan kepada manusia kemampuan, akal, dan jiwa pencarian, supaya dapat menyingkap berbagai rahasia dan keajaiban alam, mengubah wajah dunia, membangun bumi, dan memperoleh manfaat dari berbagai macam nikmat Tuhan. Manusia adalah makhluk pilihan dan merupakan Khalifah Tuhan, dan alam ini diciptakan untuk manusia.
Sungguh ini merupakan tanggung jawab besar pada pundak manusia. Oleh karena itu manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan menggunakannya pada tempatnya. Manusia harus menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah, yang telah diciptakan untuk dimanfaatkan oleh mereka, bukan untuk dihambur-hamburkan dan disia-siakan, dan air, udara, tumbuhan dan laut sebagai lingkungan hidup bagi seluruh manusia dan hewan yang harus dijaga dari segala macam bentuk perusakan dan pencemaran.
Manusia harus berusaha menjaga, memelihara dan mengembangkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan.
Manusia harus menganggap hewan darat dan laut sebagai makhluk hidup yang juga mempunyai hak hidup sebagaimana manusia. Manusia harus berusaha mengembang-biakan hewan yang bermanfaat dan memanfaatkannya sebatas kebutuhan mereka, karena mereka telah diciptakan untuk manusia. Namun mereka tidak boleh menyakiti dan berlebihan dalam memanfaatkan mereka sehingga punah.
Alhasil, tanggung jawab membangun dan memakmurkan bumi berada di atas pundak manusia, dan masalah ini harus mendapat perhatian dalam pendidikan dan pengajaran mereka.
Membangun Diri (Jiwa) Manusia
Sebagaimana telah kita jelaskan, meskipun manusia tidak lebih dari satu hakikat, namun ia tersusun dari berbagai dimensi: fisik, jisim yang bisa tumbuh dan berkembang, hewan dan diri mujarrad. Meski demikian, yang menjadi hakikat manusia adalah ruh mujarrad yang meskipun satu namun memiliki peringkat-peringkat yang lebih rendah darinya.
Perlu dijelaskan di sini, bahwa dalam ilmu-ilmu akal telah dibuktikan bahwa meskipun pada awal wujudnya diri manusia itu adalah sebuah substansi abstrak dan lebih unggul dari materi, namun pada saat itu ia merupakan sebuah hakikat yang belum sempurna, dan ia merupakan maujud abstrak yang memiliki potensi kepada kesempurnaan. Dari sisi wujudnya yang lebih rendah manusia terikat dengan badan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat materi, dan oleh karena itu manusia mempunyai gerak menuju kesempurnaan.
Manusia adalah makhluk yang mengagumkan yang berkenaan dengannya Allah Swt berfirman, Maka Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta (QS. al-Mukminun:14). Pada awal wujudnya manusia tidak memiliki semua kesempurnaan, namun secara bertahap ia diciptakan dan menjadi sempurna, lalu mengubah berbagai potensi yang dimilikinya menjadi kekuatan nyata. Manusia, dari awal wujudnya hingga akhir hidupnya senantiasa bergerak di jalan kesempurnaan. Pada akhirnya tidak seluruh manusia berada pada jalan yang sama dan menuju tujuan yang sama, melainkan secara umum manusia bergerak pada salah satu di antara dua jalan:
Bergerak pada jalan hewani dan sibuk dalam memuaskan berbagai insting hewaninya dan memperkuat sifat-sifat hewaninya, sehingga pada zatnya ia benar-benar telah menjadi seekor hewan bahkan lebih hewani dari hewan-hewan lainnya, karena telah menggunakan kekuatan akalnya untuk melayani insting hewaninya, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bahkan tidak dilakukan oleh seluruh hewan yang lain. Seorang manusia yang menjadi hewan dengan menggunakan kekuatan akalnya jauh lebih berbahaya dan lebih keji dari seluruh hewan yang lain.
Atau, berada pada jalan kemanusiaan dan pengembangan nilai-nilai utama, dan bergerak menuju menjadi manusia sempurna dan dekat kepada Allah, sehingga akhirnya mencapai satu kedudukan yang lebih dekat kepada Allah dibandingkan para malaikat, dan satu kedudukan yang para malaikat pun tidak mampu menggapainya.
Para nabi diutus dengan tujuan untuk mengajak manusia ke jalan ini. Para nabi berkata kepada manusia, "Kamu adalah manusia dan jangan sampai kamu mengabaikan diri kemanusiaanmu. Jangan sampai kamu hidup seperti kehidupan seekor hewan. Jika kamu mengorbankan kemanusiaanmu demi kecenderungan-kecenderungan nafsu hewanimu maka kamu akan celaka, Tidak ada bahaya yang lebih besar dari seseorang yang mengabaikan sisi kemanusiaannya dan sebagai gantinya ia memperturutkan nafsu hewaninya."
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat." Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (QS. az-Zumar:15).
Imam Ali as telah berkata, "Sungguh aku merasa heran dengan orang yang berusaha keras mencari barangnya yang hilang namun tidak berusaha mencari ketika ia kehilangan dirinya."[39]
Oleh karena itu, manusia harus menganggap dimensi kemanusiaannya sebagai pokok. Dia juga harus mengembangkan dimensi hewaninya untuk melayani diri malakut-nya, bukan untuk melemahkannya.[]
4. Kecenderungan-kecenderungan Hewani dan Nilai-nilai Insani
Manusia mempunyai dua diri: diri hewani dan diri insani, yang membentuk dua macam kehidupan, yaitu kehidupan hewani dan kehidupan insani. Masing-masing dari dua jenis kehidupan ini mempunyai kebutuhan yang bersumber dari zat manusia. Dari sisi sebagai hewan, manusia membutuhkan air, makanan, tempat tinggal dan udara; rasa lapar, haus, dan kesenangan kepada makan dan minum telah diciptakan pada diri manusia. Demikian juga untuk menjaga kelangsungan spesies manusia, di dalam dirinya telah diciptakan insting seksual.
Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dan menyediakan segala kebutuhan fisiknya manusia perlu bekerja dan berusaha. Yang demikian di dalam Islam tidak hanya tidak dilarang melainkan sangat ditekankan dan diperintahkan. Namun perlu diingat bahwa pemenuhan kebutuhan kehidupan hewani hanya merupakan sebuah pengantar, bukan tujuan.
Dengan demikian, jika seorang manusia menganggap kehidupan hewani sebagai pokok, dan dalam kehidupan ini tidak mempunyai tujuan selain dari makan, minum, tidur, mengenakan pakaian dan memperturutkan syahwat, maka ia telah terjerumus ke dalam kesesatan. Karena ia telah mencampakkan ruh malakut dan akal insaninya dari kedudukannya sebagai pemimpin dan memenjarakannya dalam penjara bawah tanah.
Orang yang seperti ini tidak bisa lagi disebut manusia, melainkan hewan yang berupa manusia. Dia mempunyai akal namun akalnya telah disingkirkan sedemikian rupa sehingga tidak bisa lagi mengenali nilai-nilai keutamaan insani. Manusia yang seperti ini bahkan lebih buruk dari binatang. Ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis mencela orang yang seperti ini:
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
Maka pernahkah kami melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat) Maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (QS. al-Jatsiyah:23).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sungguh rugi orang yang disibukkan oleh dunia sehingga ia kehilangan bagiannya dari kehidupan akhirat."[40]
Amirul Mukminin as juga berkata, "Sungguh buruk pedagang yang menganggap dunia sebagai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan menjadikannya sebagai penukar bagi apa yang ada di sisi Allah Swt."[41]
Di samping itu, manusia mempunyai satu diri insani, yang juga disebut dengan diri abstrak. Sebagai substansi abstrak yang lebih unggul dari materi, untuk kesempurnaannya ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan-kebutuhan hewani.
Jika manusia secara benar mengenal dirinya dan melihat kepada zat kemanusiaannya niscaya ia akan mendapati dirinya berasal dari alam abstrak, ilmu, qudrah, kemuliaan, rahmat, kedermawanan, cahaya, kebajikan dan keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan memiliki kesesuaian dengan alam tersebut.
Dalam perspektif inilah manusia cenderung kepada kesempurnaan mutlak dan nilai-nilai insani, dan mengetahui bahwa dengan mengamalkan nilai-nilai tersebut ia dapat menaikkan dirinya dari peringkat bawah hewani kepada maqam tinggi kemanusiaan, dan terus meniti jalan kesempurnaan hingga menggapai maqam qurb Ilahi (kedekatan kepada Allah).
Di sini, yang menjadi dasar nilai-nilai akhlak menjadi jelas, yaitu serangkaian kesempurnaan ruhani yang oleh ruh malakut dipandang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kesempurnaan diri dan ditetapkan wajib dilaksanakan. "Keharusan-keharusan" akhlak bersumber dari kemuliaan diri dan digunakan untuk mencapai kesempurnaan ruhani.
Sebagai contoh, jika diri seseorang berkata, saya harus berkorban pada jalan kebenaran, maka itu berarti berkorban bermanfaat bagi ketinggian dan kesempurnaan jiwa saya, dan saya harus menggapai ketinggian diri ini dengan berkorban.
Jika manusia kembali kepada fitrah pengenalan kesempurnaan diri dan benar-benar berpikir niscaya ia akan dapat memahami nilai-nilai akhlak yang utama dan nilai-nilai akhlak yang buruk.
Seluruh manusia mempunyai kemampuan memahami nilai-nilai ini, dan jika ada sebagian manusia yang tidak lagi mempunyai kemampuan memahami nilai-nilai ini maka berarti hawa nafsu dan kecenderungan-kecenderungan hewaninya telah memadamkan akalnya dan telah merebut kedudukannya.
Al-Quran juga memandang kemampuan memahami nilai-nilai luhur dan utama merupakan fitrah manusia, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya (QS. asy-Syams:7-11).
Jika seorang manusia mengenal dan memperkuat diri kemanusiaannya, menghidupkan nilai-nilai utama dalam dirinya, dan menjauhi nilai-nilai tercela, maka ia tidak akan rela melepaskan berkata benar dari dirinya dan mengotori dirinya dengan berdusta, melepaskan sifat amanah dari dirinya dan mengikuti sifat khianat, melepaskan kemuliaan dirinya dan mencampakkan dirinya kepada kehinaan, dan melepaskan sifat berbuat kebajikan dan sebagai gantinya menyakiti orang lain.
Amirul Mukminin as berkata, "Barangsiapa yang memuliakan dirinya maka ia memandang rendah nafsunya."[42]
Amirul Mukminin as juga berkata, "Diri adalah permata yang sangat berharga, barangsiapa yang menjaga dan memeliharanya maka ia telah mengangkatnya ke kedudukan yang tinggi, dan barangsiapa yang mengabaikannya maka ia telah merendahkannya."[43]
Beliau as juga berkata, "Barangsiapa yang mengetahui kemuliaan dirinya maka ia akan terpelihara dari kerendahan syahwatnya."[44]
Imam Ali as berkata, "Barangsiapa yang mempunyai kemuliaan diri maka ia tidak akan membiarkan dirinya merendah untuk meminta."[45]
Beliau as juga berkata, "Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia tidak akan menghinakan dirinya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang cepat sirna."[46]
Kita harus menggunakan dasar yang penting ini dalam mendidik manusia. Kita harus membantu manusia supaya mereka mengenal kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan dan memahamkan kepada mereka bahwa Anda adalah manusia dan Anda telah diciptakan untuk kesempurnaan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan, jangan sampai Anda mengira Anda ini hewan dan hanya mengerahkan tekad dan keinginan pada pemuasan hawa nafsu, karena Anda akan celaka. Anda adalah manusia dan pemegang amanah Tuhan. Anda datang ke alam ini untuk membangun diri Anda dengan perantaraan ilmu, amal dan akhlak mulia, dan untuk berjalan menuju Kesempurnaan Yang tidak terbatas.[]
5. TUJUAN PENDIDIKAN
Pada pembahasan-pembahasan yang lalu kita telah mengenal manusia dengan berbagai dimensi wujudnya menurut pandangan Islam, dan kita sudah mengetahui bahwa meskipun manusia itu satu hakikat namun dia mempunyai tiga dimensi wujud: wujud jasmani (fisik), wujud hewani dan wujud insani. Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Dari sisi ini pula manusia dapat sehat dan sempurna atau sakit dan tidak sempurna.
Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang.
Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang untuk memenuhinya telah diletakkan berbagai insting dalam dirinya dan untuk mencapainya telah diciptakan baginya anggota-anggota tubuh yang sesuai. Manusia memiliki perasaan, kehendak, kemampuan gerak, syahwat dan marah, yang jika ia kehilangan salah satu darinya maka kehidupan hewaninya menjadi terganggu. Insting-insting ini merupakan fasilitas bagi kehidupan hewaninya, dan jika salah satunya hilang atau tidak sempurna maka akan menyebabkan ketidaksempurnaan. Sikap ifrath dan tafrith dan keluar dari batas keseimbangan merupakan sebuah kekurangan dan akan menjadikan kehidupan manusia menjadi pincang.
Oleh karena itu, dalam mendidik anak para pendidik harus mengembangkan insting dan sifat-sifat hewani si anak secara seimbang. Atau dengan kata lain, mereka harus mendidik seorang individu sehingga menjadi seorang yang memiliki kehendak, aktif, semangat, penuh gerak, memiliki tubuh yang sehat dan anggota tubuh yang sempurna dan kuat.
Akan tetapi manusia tidak terbatas hanya pada dimensi-dimensi fisik, tumbuhan dan hewan saja, melainkan manusia juga mempunyai dimensi insani dan ruh malakut yang lebih unggul dari alam materi. Yaitu sebuah maujud mujarrad, pilihan dan merupakan khalifah Allah. Manusia memiliki kemampuan keilmuan yang tidak dimiliki hewan-hewan yang lain. Manusia diciptakan bebas, mempunyai kemampuan memilih dan mengemban kewajiban di pundaknya. Manusia mempunyai fitrah mencari dan menyembah Tuhan.
Makhluk pilihan Allah ini tidak akan lenyap dengan mati melainkan ia hanya berpindah dari alam ini ke alam akhirat dan kelak akan melihat hasil dari amal perbuatannya. Dengan perantaraan ilmu, iman, amal saleh dan berakhlak dengan akhlak-akhlak yang terpuji, diri manusia menjadi sempurna dan menjadi dekat dengan Allah Swt; sebaliknya keyakinan yang menyimpang, amal perbuatan buruk dan akhlak tercela akan menjatuhkan dan menjerumuskannya.
Untuk itu, para pendidik harus mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan anak dan mendidiknya supaya menjadi manusia. Para pendidik harus mendorong dan mengembangkan fitrah iman kepada Allah dan hari akhir pada diri anak, memperkuat akhlak terpuji yang ada pada dirinya dan mengikis akhlak yang tercela.
Para pendidik harus mendidik mereka menjadi manusia yang berakal, cerdas, beriman, berakhlak baik, menghendaki kebaikan, berbicara benar, dapat dipercaya, teguh, berani, mendambakan keadilan, berpegang pada janji, suka berkorban, mengenal kewajiban, disiplin, rendah hati, gigih dan ulet.
Pendidik tidak boleh mengabaikan sisi-sisi kemanusiaan anak dan hanya memperhatikan sisi-sisi fisik dan hewani anak saja. Pendidikan yang seperti ini jelas salah, tidak sempurna dan merupakan pengkhianatan kepada anak.
Oleh karena itu, target dan tujuan pendidikan itu luas dan harus mencakup seluruh dimensi wujud manusia terutama dimensi-dimensi insaninya. Seorang pendidik anak harus tahu bahwa ia sedang mendidik seorang manusia bukan sedang mendidik seekor hewan, dan untuk itu pendidikan terhadap dimensi-dimensi kemanusiaannya harus lebih diutamakan.[]
6. PENDIDIKAN DAN FAKTOR GENETIK
Peranan Genetik dalam Pendidikan
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan pendidikan kita perlu mengkaji masalah genetik dan peranannya dalam pendidikan dan pembentukan pribadi seseorang, namun sebelum itu ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan di sini:
Apakah sebagian dari sifat dan karakter seorang anak itu mereka warisi dari kedua orangtuanya dan dari kakek-kakek mereka atau tidak?
Jika jawabannya positif, lantas mana yang merupakan sifat bawaan dan mana yang bukan merupakan sifat bawaan?
Apakah sifat dan karakter genetik itu dapat dicegah?
Apakah dengan pendidikan seluruh sifat dan pengaruh genetik dapat diubah?
Apakah faktor genetik dapat bekerja secara sendirian atau untuk memberikan pengaruhnya ia memerlukan kepada faktor-faktor lain?
Yang kami maksud dengan genetik ialah sifat-sifat dan karakter-karakter individu-yang biasa terlihat pada manusia-yang terdapat pada sel-sel sperma kedua orangtua yang berpindah kepada anak-anak mereka. Karakteristik-karakteristik yang terdapat pada sperma inilah yang menentukan perjalanan, perkembangan dan pembentukan kepribadian masa depan anak, baik di dalam maupun di luar rahim.
Sudah sejak lama manusia mengetahui masalah faktor genetik. Mereka mengetahui bahwa seorang anak dalam bentuk tubuh, bentuk wajah, warna kulit dan beberapa sifat fisik dan kejiwaan mempunyai kesamaan dengan kedua orangtuanya, kakek-kakeknya, dan famili-familinya yang lain. Kelak, berdasarkan bentuk wajah mereka akan menentukan seseorang itu dari kelompok atau suku mana. Oleh karena itu, ilmu tentang wajah mempunyai kedudukan yang penting. Dalam pernikahan pun karakteristik fisik dan akhlak suatu suku dan kelompok menjadi bahan pertimbangan.
Secara umum keberadaan faktor genetik tidak dapat dipungkiri, karena sejak pertama kali seorang manusia dilahirkan dia sudah mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakannya dari seluruh hewan yang lain, seperti potensi untuk bisa berpikir, potensi untuk bisa berbicara, potensi untuk bisa berdiri dan berjalan, dan berbagai potensi lainnya.
Tidak diragukan bahwa karakter-karakter ini mereka warisi dari ayah dan ibu dan kakek-kakek mereka. Maksudnya, sel-sel sperma ayah dan ibu yang merupakan sumber pembentuk manusia, mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang akan membentuk dan mengembangkannya menjadi manusia, dan yang pada waktunya akan mengubah berbagai potensi yang tersembunyi dalam dirinya menjadi kemampuan nyata sehingga ia menjadi manusia sempurna. Seluruh binatang yang lain pun mempunyai karakteristik yang seperti ini, sehingga dengan begitu masing-masing dapat menjaga dan mempertahankan spesiesnya.
Demikian juga dengan keberadaan karakteristik genetik pada ras-ras manusia, sampai batas-batas tertentu manusia sudah mengetahuinya. Manusia etnis kulit hitam, sudah barang tentu mereka mewarisi warna kulit dan karakteristik-karakteristik etnisnya dari kedua orangtuanya dan kakek-kakek mereka. Demikian juga dengan etnis kulit merah dan etnis kulit kuning. Di sini kita harus katakan, bahwa sifat-sifat yang merupakan karakteristik etnis seseorang terpelihara di dalam sperma ayah dan ibu.
Yang menjadi pembahasan kita hanya mengenai perbedaan dan karakteristik-karakteristik di antara individu-individu manusia. Di antara individu-individu manusia sejak lahir sudah ada perbedaan-perbedaan, dan semakin besar mereka semakin tampak kelihatan perbedaan-perbedaan tersebut. Yang menjadi pembahasan kita ialah, apakah yang menjadi sumber berbagai perbedaan ini adalah faktor genetik atau faktor-faktor lain?
Kita dapat membagi perbedaan-perbedaan individu ke dalam beberapa kelompok: perbedaan lahir, perbedaan kecerdasan dan daya ingat, dan perbedaan akhlak. Di sini kami akan memberikan penjelasan kepada masing-masingnya.
Perbedaan Lahir
Yang dimaksud perbedaan lahir atau fisik ialah seperti perbedaan warna rambut, warna mata, bentuk wajah dan bentuk tubuh, bentuk mata, bentuk alis, bentuk mulut, bentuk hidung, bentuk telinga, bentuk jari-jari, bentuk kuku tangan dan kaki, bentuk telapak tangan, golongan darah, tinggi badan, dan karakteristik-karakteristik fisik lainnya yang dapat dilihat pada individu-individu manusia. Sekali lagi, yang menjadi pembahasan kita ialah, apakah yang menjadi sumber semua perbedaan ini adalah faktor genetik atau faktor-faktor lain?
Apakah karakter seorang individu telah ditentukan dalam sperma kedua orangtua, atau apakah sperma semua orang itu sama lalu disebabkan pengaruh faktor-faktor lain tercipta perbedaan?
Satu hal yang tidak diragukan ialah bahwa anak-anak lebih mirip ayah ibu dan keluarganya dibandingkan orang lain meskipun mereka dididik dalam sebuah lingkungan dan kondisi yang sama. Semua orang mengetahui hal ini dan para ayah dan ibu mengharapkan anak-anak mereka serupa dengan mereka.
Seorang ilmuwan menulis:
"Biasanya orang lebih mirip kepada kedua orangtuanya dibandingkan orang yang tidak mempunyai hubungan darah dengannya. Kemiripan ini lebih banyak disebabkan faktor kesamaan genetik di antara mereka. 50% gen anak mirip dengan ayahnya dan 50% lagi mirip dengan ibunya. Oleh karena itu, di antara anak dan kedua orangtuanya mempunyai kesamaan dalam beberapa sifat. Sebagai contoh, saya mempunyai hidung yang mancung, mata yang biru dan rambut yang pirang, dan kedua orangtua saya pun mempunyai sifat-sifat yang sama."[47]
Ilmuwan yang sama mengatakan:
"Setiap individu manusia mempunyai tabiat yang berbeda dengan tabiat individu-individu manusia lainnya. Setiap manusia tidak dilahirkan seperti sebuah lembaran kertas yang putih."[48]
Dia juga mengatakan:
"Sifat-sifat seperti bentuk wajah, mata, warna dan bentuk rambut dan sifat-sifat lahir lainnya, yang dengan itu kita dapat mengenali orang perorang, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik."[48]
Biasanya anak-anak mempunyai kemiripan dengan ayah dan ibunya, dalam beberapa sifat mirip ayahnya dan dalam beberapa sifat yang lain mirip ibunya, alhasil mereka mewarisi sifat-sifat kedua orangtuanya. Namun, seorang anak tidak senantiasa hanya mewarisi sifat-sifat dari kedua orangtuanya, karena terkadang terdapat beberapa sifat yang sama sekali tidak ada pada kedua orangtuanya. Di sini, berarti anak-anak mewarisi sifat-sifat tersebut dari kakek dan neneknya.
Seorang ilmuwan menulis:
"Individu-individu manusia, meskipun mereka mempunyai perbedaan-perbedaan individu di antara mereka namun mempunyai beberapa sifat dan karakter yang sama yang dipindahkan melalui mata rantai keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat biologis makhluk hidup yang baru lahir-sebagaimana telah kita katakan-merupakan hasil susunan gen-gen yang terdapat dalam sel-sel sperma. Adapun mana di antara sifat-sifat ini yang akan muncul pada anak, itu bersifat probabilitas. Maksudnya, sampai sekarang manusia belum mampu memperkirakannya. Seorang anak tidak mewarisi seluruh sifat genetiknya secara langsung dari kedua orangtuanya, melainkan ½ dari kedua orangtuanya, ¼ dari kakeknya, dan ¼ nya lagi dari kakek-kakek buyutnya. Oleh karena itu, ia juga mewarisi sifat-sifat dari kakek-kakek jauhnya. Hukum tabiat ini menjelaskan kepada kita mengapa pada beberapa kasus seorang anak berbeda dengan kedua orangtuanya, dengan saudara laki-lakinya dan saudara perempuannya."[50]
Alhasil, para ilmuwan biologi dan para pakar genetik setelah mereka melakukan penelitian dan percobaan selama bertahun-tahun mereka sampai kepada kesimpulan bahwa masalah genetika adalah masalah yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Mereka menjelaskan bahwa tumbuhan, binatang dan manusia memperoleh karakteristik-karakteristik spesiesnya dan sebagian sifat-sifat individunya dari generasi sebelumnya melalui turunan.
Mereka menjelaskan:
"Yang dimaksud dengan turunan (genetik) ialah perpindahan alami beberapa sifat dan karakteristik badan atau pikiran kedua orangtua dan kakek kepada anak, dan perpindahan ini berlangsung melalui sel-sel yang ada dalam sperma kedua orangtua. Pada setiap sel sperma ini terdapat kromosom-kromosom yang berpasangan yang terkait dengan terjadinya proses genetik".
Menurut para pakar biologi, kromosom-kromosom itu sendiri mengandung sel-sel yang sangat kecil yang disebut dengan "gen". Gen-gen inilah yang menentukan karakteristik-karakteristik badan, pikiran dan akal seseorang. Kromosom-kromosom ini terdapat di dalam pusat sel-sel sperma secara berpasang-pasangan, dan pasangan-pasangan ini serupa satu sama lainnya.
Jumlah kromosom pada setiap hewan berbeda-beda. Setiap makhluk hidup sejenis mempunyai jumlah kromosom yang sama, sebagai contoh, pada setiap sel tikus gurun terdapat 36 kromosom, pada sel sapi terdapat 38 kromosom, dan pada setiap sel manusia terdapat 46 kromosom yang membentuk 23 pasangan.
Gen-gen setiap kromosom berbentuk dua rangkaian yang berada di samping satu sama lain, dan berbentuk rangkaian biji tasbih yang berpasang-pasangan dan saling berhadapan. Dari 23 pasangan kromosom yang ada pada setiap laki-laki dan perempuan terdapat sepasang kromosom penentu jenis kelamin. Sepasang kromosom ini, pada laki-laki berbentuk dua kromosom yang berbeda, yang satu disebut kromosom x dan yang lainnya disebut kromosom y, namun pada perempuan sepasang kromosom ini berbentuk sama yaitu kromosom x. Jadi, jika dalam pembuahan kromosom laki-laki itu kromosom y maka janin akan berjenis kelamin laki-laki, dan jika kromosom laki-laki kromosom x maka janin berjenis kelamin perempuan.
Sebelumnya para pakar memandang bahwa kromosom itulah yang memindahkan sifat-sifat kedua orangtua kepada anaknya, namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dan pengkajian lebih teliti para ilmuwan sampai pada kesimpulan bahwa gen-genlah yang memikul tanggung jawab ini dan dialah yang mengontrol pertumbuhan badan baik pada masa sebelum lahir maupun sesudah lahir. Mereka memperkirakan pada setiap kromosom terdapat lebih dari 15.000 gen.
Munculnya sifat genetik kepada anak adalah ketika dua gen dari kedua orangtua itu sampai ke anak, jika keduanya mempunyai kesamaan dalam sifat tersebut maka sifat tersebut akan muncul pada anak. Di sini, kita katakan bahwa kedua gen itu muncul. Namun jika kedua gen itu mempunyai sifat yang berbeda, sebagai contoh, pada gen warna mata, warna mata ayah hitam sementara warna mata ibu biru, maka di sini gen yang kuat yang akan muncul dan gen itu disebut sebagai gen yang menang, sementara gen yang lemah yang tidak dapat menampakkan dirinya disebut gen yang tersembunyi atau gen yang kalah, namun ia tidak akan pernah lenyap melainkan tetap akan berpindah dari generasi ke generasi, dan ada kemungkinan ia akan menjadi gen yang menang pada generasi-generasi yang sesudahnya, namun sampai sekarang ilmu pengetahuan belum mampu mengungkap sebab dari semua ini."[51]
"Yang dilakukan gen-gen dalam cytoplasma ialah mengubah bentuk dan karakteristik sel-sel. Gen-gen bersama syarat-syarat internal menyebabkan sel-sel berubah dari bentuk asalnya menjadi bentuk yang bermacam-macam, seperti daging, tulang, saraf dan lainnya."[52]
Ilmuwan lain menulis:
"Faktor-faktor genetik yang berpindah dari satu generasi ke generasi berikut disebut gen. Gen-gen inilah faktor pokok munculnya sifat-sifat pada makhluk hidup, dan ia terdapat pada setiap sudut molekul yang disebut DNA."[53]
Islam dan Masalah Genetika
Secara umum Islam juga menerima masalah genetika. Al-Quran menjelaskan bahwa manusia tercipta dari sperma yang bercampur, Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (QS. al-Insan:1-2).
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari setetes air mani yang bercampur. Para mufasir dalam menjelaskan maksud dari "air yang bercampur" memberikan dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama, yang dimaksud ialah terbentuknya janin berasal dari sperma ayah dan sperma ibu.
Adapun kemungkinan kedua, yang dimaksud ialah bahwa terbentuknya janin berasal dari bagian yang bermacam-macam yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda.
Pada ayat lain Allah Swt berfirman, Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS. as-Sajdah:7-9).
Mungkin saja yang dimaksud dengan saripati (sulâlah) adalah air sperma yang berasal dari sperma kedua orangtua.
Yazid bin Salam meriwayatkan bahwa dirinya telah bertanya kepada Rasulullah saw:
"Apakah Adam telah diciptakan dari seluruh tanah atau dari satu tanah?" Rasulullah saw menjawab, "Dari berbagai macam jenis tanah. Karena jika dia diciptakan dari satu jenis tanah niscaya manusia tidak akan saling mengenal satu sama lainnya, karena mereka mempunyai wajah yang sama." Perawi bertanya lagi, "Apakah yang seperti ini ada contohnya di dunia?" Rasulullah saw menjawab, "Tentu, seperti pada tanah, ada tanah yang putih, tanah yang hijau, tanah yang kecoklat-coklatan, tanah yang hitam pekat, tanah yang biru, tanah yang merah, begitu juga ada tanah yang manis, tanah yang asin, tanah yang keras dan tanah yang lembut. Oleh karena itu di antara manusia ada yang lembut dan ada yang keras, ada yang putih, ada yang kuning, ada yang sawomatang dan ada yang hitam, persis seperti warna tanah yang bermacam-macam."[54]
Imam Ja`far Shadiq as berkata:
"Manakala Allah hendak menciptakan seorang anak manusia maka Dia mengumpulkan seluruh wajah yang ada di antara dirinya, ayahnya hingga Adam, lalu Dia menciptakannya berdasarkan salah satu di antara wajah mereka. Oleh karena itu, janganlah sampai seseorang di antara kamu berkata (berkenaan dengan anaknya), 'Anak (saya) ini tidak mirip saya dan orangtua saya.'"[55]
Abdullah bin Sinan meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Terkadang seorang anak tidak mempunyai kemiripan dengan ayah dan pamannya?'"
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Jika sperma laki-laki mendahului sperma wanita maka anak yang akan lahir akan mirip ayah dan saudara ayahnya, namun jika sperma wanita mendahului sperma laki-laki maka anak yang akan lahir akan mirip ibunya dan saudara ibunya."[56]
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum Islam juga mengakui adanya hukum genetik, meskipun mengenai cara dan batasannya Islam tidak membahas secara rinci disebabkan pada masa-masa itu pembahasan ini belum begitu dikenal dan pembahasan mengenai ilmu-ilmu alam bukan termasuk tanggung jawab dan tujuan dari para nabi.
Perbedaan Kecerdasan dan Daya Ingat
Jenis perbedaan kedua yang ada pada manusia ialah perbedaan dalam kecerdasan dan daya ingat. Dari sisi kecerdasan manusia mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Sebagian manusia berada pada tingkatan yang sangat tinggi dan berada pada taraf jenius sementara sebagian lagi berada pada tingkatan yang sangat rendah. Di antara dua tingkatan ini masih terdapat banyak lagi tingkatan-tingkatan yang lain. Demikian juga dengan kemampuan daya ingat.
Apa yang menjadi penyebab semua perbedaan ini? Menurut para ahli biologi dan ahli ilmu jiwa, yang menjadi faktor terpenting perbedaan ini adalah faktor keturunan atau genetik. Biasanya, sebagian dari kecerdasan anak mereka warisi dari ayah, ibu dan kakek-kakek mereka.
Salah seorang ilmuwan menulis:
"Eksperimen menunjukkan bahwa potensi kecerdasan yang tinggi atau pun yang rendah termasuk bagian dari sifat dan karakteristik sebuah keluarga dan lebih banyak berhubungan dengan faktor genetik. Piaget meyakini, seorang anak mempunyai kemampuan menyusun dan membentuk percobaan-percobaan dirinya, namun masing-masing anak mempunyai tingkat yang berbeda dalam kemampuan ini. Adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kecerdasan seorang anak, salah satunya ialah kecelakaan atau benturan yang menimpa otak anak pada saat dilahirkan. Sebagai contoh, bisa saja disebabkan kepala anak terbentur dengan benda keras akhirnya dia menderita kemunduran kecerdasan. Demikian juga dengan berbagai jenis penyakit, terutama penyakit kelamin dapat menyebabkan kelemahan pada kemampuan otak. Sebaliknya, kebersihan, kesehatan dan latihan dapat meningkatkan kecerdasan."[57]
Ilmuwan yang sama menukil perkataan seorang ilmuwan lainnya sebagai berikut:
"Tidak ada satu pun kemampuan kecerdasan dalam setiap tingkat pertumbuhan seseorang yang tidak bersandar kepada faktor genetik, hingga dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun perbedaan individu yang tidak berpijak pada dasar genetik."[58]
Ilmuwan yang lain menulis:
"Kecerdasan anak dipengaruhi turunan dan lingkungan. Makhluk hidup mewarisi anggota tubuh, otak dan bagian-bagian tubuhnya yang lain yang berpengaruh pada kecerdasannya dari orangtuanya. Jika anggota-anggota tubuh ini kurang atau cacat maka kecerdasannya pun akan kurang."[59]
Ilmuwan lain menulis:
"Manakala kedua orangtua mempunyai tingkat kecerdasan yang biasa atau tinggi maka kemungkinan besar anak yang dilahirkannya akan mempunyai kesempurnaan fisik dan kecerdasan normal. Biasanya anak dari orangtua yang seperti ini mempunyai kecerdasan normal. Begitu juga manakala salah seorang orangtua atau kedua-duanya mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari bilangan 70 maka tingkat kecerdasan anaknya pun akan seperti mereka. Namun, terkadang tingkat kecerdasan anak lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat kecerdasan orangtua."
Singkatnya, dalam masalah tingkat kecerdasan faktor genetik ikut berperan. Anak-anak yang kedua orangtuanya cerdas, biasanya lebih cerdas dari anak-anak yang lain. Demikian juga keluarga dan etnis ikut berperan dalam masalah ini. Sebagian keluarga secara keseluruhan lebih cerdas dibandingkan sebagian keluarga yang lain. Demikian juga sebagian etnis secara keseluruhan lebih rendah kecerdasannya dibandingkan sebagian etnis yang lain. Namun perlu diingat bahwa keturunan bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh pada kecerdasan melainkan terdapat juga faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti faktor lingkungan, pendidikan, kehidupan, latihan dan uji coba.
Pandangan Islam
Islam juga mengakui adanya pengaruh faktor keturunan pada kecerdasan. Oleh karena itu, Islam melarang menikahi orang idiot atau orang gila.
Amirul Mukminin as berkata:
"Hindarilah menikah dengan wanita idiot. Karena bergaul dengan istri yang semacam ini adalah bencana dan anak-anaknya adalah kehilangan."[60]
Muhammad bin Muslim berkata:
"Salah seorang sahabat Imam Muhammad Baqir as bertanya, 'Seorang Muslim jatuh hati kepada seorang wanita cantik yang gila, apakah ia boleh menikah dengannya?' Imam Muhammad Baqir as menjawab, 'Tidak boleh.'"[61]
Penyakit Turunan
Sebagian manusia sejak pertama dilahirkan mempunyai tubuh yang sehat dan kuat. Ia mempunyai jantung, otak, lever, pencernaan, ginjal dan saraf yang sehat dan normal, dan hingga akhir hidupnya ia tetap dikaruniai nikmat yang besar ini. Namun sebaliknya ada sekelompok manusia yang sejak dilahirkan ia sakit dan tidak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat, dan oleh karena itu ia terus menerus dilanda berbagai macam penyakit.
Sudah barang tentu kondisi tubuh kedua orangtua, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan pemeliharaan kebersihan mempunyai pengaruh pada kesehatan dan kekuatan anak. Hal-hal ini tidak termasuk faktor turunan, namun sedikit banyaknya faktor turunan pun ikut berperan pada kesehatan dan kekuatan anak.
Kalangan ilmuwan menganggap sebagian penyakit sebagai penyakit turunan, seperti penyakit buta sejak lahir, buta warna merah, buta warna hijau, bisu, buta yang disertai idiot, lumpuh, kanker mata, keterbelakangan mental, sebagian penyakit gula, gila dan mempunyai enam jari. Para ilmuwan mengatakan penyakit-penyakit ini adalah penyakit turunan dan yang menjadi penyebabnya adalah gen-gen cacat yang berasal dari kedua orangtua dan kakek-kakek mereka.
Meskipun data statistik menunjukkan anak-anak cacat jumlahnya sedikit dan merupakan minoritas dibandingkan anak-anak yang normal namun sedikit banyaknya mereka dapat ditemukan di kalangan beberapa keluarga terutama keluarga-keluarga yang mempunyai perkawinan antar famili, seperti perkawinan antar sepupu.
Pada pernikahan antar famili kemungkinan anak yang dilahirkan mengalami cacat lebih besar dibandingkan pernikahan antar orang lain. Pada keluarga yang mempunyai anak-anak yang cacat seperti ini kebahagiaan dan ketenangan terenggut dari mereka. Kondisi anak yang memprihatinkan membuat setiap orang yang melihat menjadi iba.
Seorang ilmuwan menulis:
"Kemungkinan terjadinya heterozigot pada suami istri yang mempunyai hubungan keluarga beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan pernikahan antar dua orang yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Semakin dekat hubungan keluarga di antara suami istri maka semakin besar kemungkinan terjadinya heterozigot."[62]
Masih ilmuwan yang sama menulis:
"Bukan hal yang mengherankan manakala sepasang suami istri yang mempunyai kakek yang sama (sepupu) mempunyai anak-anak yang sakit atau cacat, karena kemungkinan keduanya heterozigot menjadi jauh lebih besar."[63]
Salah seorang ahli ilmu jiwa menulis:
"Penelitian yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan bahwa banyak sekali pernikahan antar keluarga melahirkan anak-anak yang mempunyai keterbelakangan mental, namun itu tidak terjadi pada setiap pernikahan antar keluarga, karena sebagaimana yang disaksikan terdapat berjuta-juta orang yang sehat dan normal di luar sana yang lahir dari pernikahan antar keluarga. Sekarang ini di banyak negara terutama di negara-negara Skandinavia dan Amerika, sebelum sepasang calon suami istri menikah mereka menjalani pemeriksaan genetik secara teliti, dan manakala hasilnya positif baru mereka menikah. Sekelompok ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa sebagaimana pernikahan sedarah (antar kakak-adik) telah dilarang maka secara perlahan pernikahan antar saudara sepupu pun harus dilarang atau paling tidak harus mendapat persetujuan dari lembaga pemeriksaan genetik, untuk mencegah semaksimal mungkin lahirnya anak-anak yang cacat."[64]
Oleh karena itu, para ahli genetik percaya bahwa penyakit-penyakit seperti ini bersifat genetis, dan berbagai penelitian membuktikan, kemungkinan munculnya anak-anak yang cacat dari pernikahan antar keluarga jauh lebih besar dibandingkan pernikahan lain. Mereka menganjurkan untuk sedapat mungkin menghindari terjadinya pernikahan antar keluarga dekat, kecuali jika sebelumnya berkonsultasi dengan dokter ahli genetik dan dokter itu menyimpulkan bahwa tidak mengapa pernikahan mereka dilangsungkan.
Berkenaan dengan hal ini Islam tidak menetapkan apa-apa, Islam hanya mengharamkan pernikahan antar keluarga derajat pertama, seperti antar saudara sekandung (seibu sebapak, seibu maupun sebapak), antar bibi dengan keponakan dan antar paman dengan keponakan. Mungkin, salah satu yang menjadi sebab pengharamannya adalah masalah ini.
Begitu juga kepada orangtua yang mempunyai anak yang cacat, mereka menganjurkan agar sebelum mempunyai anak lagi hendaknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada seorang ahli genetik, mengemukakan masalah mereka dan melaksanakan nasihat-nasihat yang diberikannya, supaya jangan sampai lahir lagi anak yang cacat dari mereka sehingga mendatangkan banyak kesulitan pada kehidupan mereka.
Kesimpulan
Para ahli ilmu genetik, setelah melakukan berbagai penelitian dan percobaan secara mendalam mereka sampai pada kesimpulan bahwa masalah genetik pada spesies dan individu-individu manusia dan bahkan pada hewan dan tumbuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya, dan sampai kini mereka terus melanjutkan penelitian mereka. Namun, maksud dari perkataan para ilmuwan ini bukan berarti bahwa karakteristik-karakteristik yang terdapat pada sperma kedua orangtua adalah satu-satunya sebab bagi berbagai sifat dan karakteristik yang ada pada diri seorang anak sementara faktor-faktor lain seperti lingkungan dan pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadapnya, justru sifat-sifat tersebut untuk dapat muncul dan berkembang memerlukan lingkungan yang sesuai. Dengan kata lain, pada akhirnya lingkunganlah yang menentukan nasib berbagai sifat dan potensi tersebut.
Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan kondisi lingkungan tempat tumbuh dan berkembang tidak diragukan sangat memberikan pengaruh pada bagaimana munculnya potensi-potensi genetik seorang anak.
Manusia merupakan produk interaksi antara potensi-potensi genetiknya dengan kondisi lingkungannya tempat ia tumbuh dan berkembang. Masalah ini juga merupakan sesuatu yang diakui oleh para ahli genetik.
Seorang ahli genetik menulis:
"Beragamnya individu manusia bersumber dari perbedaan bawaan (genetis) mereka dan juga dari perbedaan lingkungan mereka. Faktor genetik tiap individu bukan penentu nasib mereka, ia hanya sebuah rancangan di mana manusia lahir dengannya."[65]
Ilmuwan yang sama menulis:
"Untuk dapat gen-gen membentuk kembarannya ia harus berinteraksi dengan lingkungan."[66]
Ilmuwan lain menulis:
"Setiap karakter berada dalam pengaruh lingkungan dan turunan. Manakala kedua faktor ini ada baru karakter tersebut dapat tumbuh, dan salah satu dari keduanya tidak dapat berperan tanpa yang lainnya."[67]
Masih ilmuwan yang sama menulis:
"Gen-gen yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda pada sebuah lingkungan yang sama, dan begitu juga gen-gen yang sama tidak akan tumbuh sama pada lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, setiap gen akan tumbuh sesuai dengan lingkungannya. Terkadang, lingkungannya sama namun gen-gennya berbeda, maka di sini gen-gen tersebut akan tumbuh berbeda-beda sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya."[68]
Ilmuwan lain menulis:
"Memisahkan sifat-sifat turunan dan sifat-sifat yang disebabkan lingkungan adalah tindakan yang salah, karena setiap sifat itu dipengaruhi turunan dan lingkungan sekaligus."[69]
Ilmuwan lain menulis:
"Sudah barang tentu anak-anak mewarisi banyak potensi dari kedua orangtuanya, namun untuk dapat muncul dan berkembangnya potensi-potensi tersebut diperlukan lingkungan yang sesuai, dan hanya dengan mewarisi potensi-potensi tersebut tidak cukup menjamin potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara baik."[70]
Hukum genetik mengatakan bahwa yang menjadi sumber semua sifat dan karakter turunan individu manusia ialah potensi-potensi yang terdapat pada gen-gen sperma kedua orangtua, namun ia tidak mengingkari pengaruh dan peran faktor-faktor lain, yang salah satunya adalah faktor lingkungan. Pada akhirnya, untuk dapat menampakkan pengaruhnya gen-gen tersebut membutuhkan lingkungan dan makanan yang sesuai, dan oleh karena janin mendapat makanan dari makanan ibu maka apa yang dimakan ibu akan memberikan pengaruh kepada cara dan bentuk kemunculan potensi-potensi yang dimilikinya.
Sebagai contoh, melalui sperma kedua orangtua sebuah gen yang akan menyebabkan rambut berwarna hitam berpindah kepada janin, namun gen tersebut tidak lebih hanya sebuah potensi yang untuk dapat tumbuh aktual ia memerlukan lingkungan dan kondisi yang sesuai. Bukan berarti bahwa dalam semua keadaan gen tersebut memberikan efek yang sama. Bisa jadi disebabkan makanan yang dikonsumsi rambutnya menjadi hitam legam atau hanya kehitam-hitaman, atau dapat juga pada beberapa kondisi tertentu menjadi berwarna hitam kecoklat-coklatan.
Oleh karena itu, hukum genetik tidak mengatakan bahwa sifat dan karakter setiap individu telah ditentukan pada sperma kedua orangtuanya dan sama sekali tidak dapat berubah, dan untuk dapat tumbuh dan berkembangnya tidak memerlukan faktor-faktor lain.
John Soto menulis:
"Jika faktor turunan dapat menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan dan pengajaran, maka faktor lingkungan pun secara mendasar dapat mengubah potensi anak ke arah yang diharapkan atau ke arah sebaliknya. Secara keseluruhan baik lingkungan materi maupun lingkungan sosial mempunyai peranan mendasar dalam kehidupan anak."[71]
Perbedaan Akhlak
Di antara individu-individu manusia terdapat berbagai perbedaan sifat dan kondisi kejiwaan. Sebagian orang bersifat tergesa-gesa dan sebagian lagi cermat dan teliti, sebagian pemarah sebagian lagi penyabar, sebagian cekatan dan sebagian lagi pemalas, sebagian penakut dan sebagian lagi tidak punya rasa takut, sebagian dermawan dan sebagian lagi kikir, sebagian selalu berkata benar dan sebagian lagi pembohong, sebagian bersifat amanah dan sebagian lagi bersifat khianat, sebagian rendah hati dan sebagian lagi sombong, sebagian mau mendengarkan perkataan orang dan sebagian lagi keras kepala, sebagian pemberani dan sebagian lagi lemah, sebagian bersikap disiplin dan sebagian lagi tidak disiplin, sebagian percaya diri dan sebagian lagi tidak percaya diri, sebagian senang bergaul dan sebagian lagi senang menyendiri, sebagian banyak gerak dan sebagian lagi tenang, sebagian egois dan sebagian lagi suka berkorban, sebagian mempunyai sifat tegar dan sebagian lagi cepat menyerah, yang mana semua itu merupakan sifat-sifat yang dapat kita temukan pada individu-individu manusia.
Perbedaan-perbedaan akhlak (kondisi kejiwaan) ini juga dapat kita saksikan pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Bahkan, pada individu-individu yang mempunyai sifat-sifat yang sama, biasanya mereka berbeda dalam intensitas sifat-sifat tersebut.
Sekarang, timbul pertanyaan, apa yang menjadi sumber perbedaan-perbedaan perilaku? Apakah semua perbedaan ini bersifat genetis, dalam arti bahwa seorang anak mewarisi semua sifat-sifat ini dari ayah ibunya atau dari kakek-kakeknya, dan kemudian secara perlahan-lahan sifat-sifat ini menampakkan dirinya? Atau sebaliknya, sebenarnya seluruh manusia pada awal penciptaannya sama dan yang menjadi sumber semua perbedaan kondisi kejiwaan (akhlak) adalah kondisi lingkungan dan pendidikan yang berbeda-beda? Atau kemungkinan yang ketiga, yaitu sebagian dari sifat-sifat tersebut telah tertanam pada tabiat manusia melalui jalan genetis sementara sebagian lainnya sebagai akibat dari faktor pendidikan dan lingkungan?
Khajah Nashiruddin Thusi menulis:
"Mereka berbeda pendapat apakah akhlak masing-masing individu itu tabiat, artinya tidak dapat hilang, seperti panas pada api, atau bukan tabiat. Sekelompok orang berpendapat, sebagian akhlak bersifat tabiat dan sebagian lagi diakibatkan sebab-sebab lain. Di sisi lain, ada kelompok yang mengatakan bahwa seluruh akhlak itu tabiat dan tidak dapat hilang. Sementara sekelompok yang lain mengatakan, tidak ada satu pun akhlak yang tabiat atau bertentangan dengan tabiat, melainkan manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga dapat menerima setiap akhlak, baik dengan mudah maupun susah. Akhlak yang sejalan dengan temperamennya maka dengan mudah dapat ia terima sementara yang tidak sejalan dengan temperamennya dengan susah ia terima. Adapun yang menjadi sebab sebuah akhlak menang atas tabiat sekelompok manusia, pada awalnya ia hanya berupa kehendak namun karena dilakukan secara terus menerus maka akhirnya menjadi sifat yang mendarah daging."[72]
Meskipun dalam redaksi di atas tidak ada penyebutan kata genetik atau turunan namun sebagai gantinya digunakan ungkapan "akhlak tabiat" yang mengandung arti yang sama.
Para ahli ilmu jiwa dan pakar genetik juga menyinggung masalah genetik dalam akhlak. Salah seorang dari mereka menulis,
"Adapun teori genetik mengatakan, manusia adalah makhluk yang terlahir ke dunia ini dengan sifat-sifat dan potensi-potensi yang tetap dan tidak dapat berubah. Apa yang mereka mampu laksanakan pada masa hidupnya maupun yang tidak mampu mereka lakukan telah ditetapkan sebelumnya."[73]
Pakar lain menulis:
"Sekarang ini sudah tidak diragukan bahwa hukum genetik tidak hanya berpengaruh pada pembentukan cikal bakal janin tetapi juga secara pasti berpengaruh pada kondisi kejiwaan janin yang akan lahir, dan anak-anak akan mewarisi kejiwaan dan sifat-sifat kedua orangtuanya, namun begitu lingkungan pun berpengaruh padanya."[74]
Pakar lain mengatakan:
"Perkembangan sosial anak dapat dijelaskan dari dua sisi: turunan dan lingkungan. Dengan kata lain, sebab perbedaan masing-masing anak dari sisi perkembangan sosial bisa dikarenakan faktor genetik, seperti dalam temperamennya, atau dikarenakan faktor lingkungan, tempat anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga akan berbeda dalam reaksi sosialnya dibandingkan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga miskin, demikian juga antara anak-anak yang dibesarkan di panti asuhan dengan anak-anak yang dibesarkan dalam pelukan orangtuanya."[75]
Aristoteles berkata:
"orang-orang yang terlahir dari orangtua yang lebih baik akan menjadi orang-orang yang lebih baik, karena asal keluarga adalah keunggulan keluarga."[76]
Penjelasan tentang Pewarisan Akhlak
Sebagaimana yang Anda lihat, para ahli ilmu jiwa dan para ulama akhlak mengakui bahwa masalah genetik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada perbedaan akhlak, namun hal ini masih perlu dibahas, dengan cara apa pewarisan di atas memberikan pengaruhnya? Apakah ini terjadi dengan perantaraan gen-gen? Dalam arti, gen-gen yang dengan perantaraan ayah dan ibu pindah ke anak membawa semua atau sebagian karakteristik akhlak yang terdapat pada diri mereka berdua atau kakek-kakek mereka?
Sampai sejauh ini yang saya ketahui masalah ini belum dibahas dalam buku-buku genetika, dan saya belum melihat ada seseorang yang mengetahui gen-gen pembawa karakteristik akhlak, namun ini tidak dapat meniadakan kemungkinan yang seperti ini. Meski demikian di dalam buku-buku psikologi, masalah pewarisan akhlak dapat dijelaskan melalui dua jalan:
Jalan pertama: pewarisan insting.
Seorang ilmuwan menulis:
"Setiap anak dilahirkan dengan membawa sejumlah insting, seperti insting takut, insting seksual, insting keibuan, insting taat, insting egois, rasa ingin tahu, ingin dikenal dan insting-insting lain yang sampai kepada mereka secara genetik. Masing-masing dari insting-insting ini ada yang lemah ada yang kuat, dan manakala sebuah insting bertemu dengan faktor-faktor lingkungan maka akan tercipta kondisi kejiwaan tertentu. Oleh karena itu, kondisi kejiwaan terbentuk dari dua faktor:
Pertama, lingkungan yang terjadi sehari-hari dan kecenderungan-kecenderungan individu. Kedua, genetik yang dinamakan dengan insting."[77]
Oleh karena itu, ilmuwan ini meyakini bahwa pewarisan terjadi pada insting. Dalam arti, semua insting yang ada pada diri seorang anak, yang menjadi sumber dari akhlak dan sifat kejiwaannya ia warisi dari ayah ibunya dan kakek-kakeknya. Semua anak manusia-dalam kondisi normal-sama dalam dasar pewarisan insting-insting ini, namun menurut keyakinan ilmuwan ini insting-insting di atas, dalam kuat dan lemahnya, tidak sama pada setiap individu, dan inilah yang menjadi sumber semua perbedaan di antara individu-individu manusia. Lantas, muncul lagi pertanyaan yang sama, apa yang menjadi faktor perbedaan kuat dan lemahnya insting-insting ini? Apakah faktor genetik atau faktor-faktor lain?
Jalan kedua : perbedaan-perbedaan jasmani.
Seorang ilmuwan menulis:
"Perilaku buruk seorang anak di sekolah bisa bersumber dari ketidaknormalan kelenjar-kelenjar yang ada dalam tubuhnya atau dari lingkungan keluarga yang tidak mengajarkan perilaku-perilaku baik. Ketidakmampuan seorang anak dalam menangkap pelajaran bisa disebabkan karena kekurangan beberapa jenis vitamin dan nutrisi yang diperlukan atau karena tidak adanya motivasi yang cukup untuk belajar."[78]
Ilmuwan lain menulis:
"Kerusakan sistem kerja kelenjar tiroid akan menyebabkan rangsangan pada saraf dan kejiwaan atau kelesuan dan kebodohan."[79]
Almarhum Khajah Nashiruddin Thusi menulis:
"Sebagian anak mempunyai kesiapan menerima etika dengan mudah dan sebagian lainnya menerimanya dengan susah."
Almarhum Mullah Muhammad Mahdi Naraqi mengatakan:
"Watak manusia mempunyai pengaruh besar terhadap sifatnya. Sebagian watak dari sejak awal memiliki kesiapan menerima akhlak-akhlak tertentu sementara sebagian yang lain cenderung kepada kebalikannya. Kami yakin ada pribadi-pribadi yang memiliki watak mudah marah, mudah takut, mudah sedih atau mudah tertawa meski karena sebab-sebab kecil sekalipun, namun sebagian lagi sebaliknya. Namun terkadang disebabkan keseimbangan pada berbagai kekuatan yang ada dalam diri, kekuatan akal dan keutamaan-keutamaan akhlak telah sampai pada tahap kesempurnaan dan telah mampu mengalahkan kekuatan marah dan syahwat, sebagaimana yang terjadi pada para nabi dan para imam. Hal yang sebaliknya terjadi pada sebagian orang, di mana mereka telah keluar dari batas-batas keseimbangan, yaitu kekuatan akal mereka melemah, akhlak mereka buruk, dan kekuatan akal mereka dikalahkan oleh kekuatan syahwat mereka."[80]
Dari semua paparan di atas kita dapat menyaksikan para ilmuwan mengakui adanya faktor keturunan pada sifat dan kondisi kejiwaan seseorang, namun itu terjadi melalui karakteristik-karakteristik yang terdapat pada bangunan tubuh seseorang. Dari sisi bahwa faktor keturunan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembentukan dan penyusunan tubuh seorang anak para ilmuwan tidak ragu sedikit pun.
Alasan yang Diajukan
Klaim para ilmuwan di atas didasarkan kepada dua alasan:
Alasan pertama: Bentuk tubuh, karakteristik saraf, karakteristik otak, karakteristik kelenjar, dan anggota-anggota utama badan mempunyai pengaruh terhadap bentuk akhlak dan kejiwaan seseorang.
Alasan kedua: Faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan berpengaruh pada bentuk dan susunan tubuh anak.
Dari alasan pertama dapat disimpulkan bahwa meskipun akhlak termasuk sifat dan karakteristik jiwa, dan jiwa merupakan sebuah maujud yang terbebas dari materi, namun keterkaitan jiwa dengan badan tidak dapat diingkari. Para peneliti filsafat Islam meyakini bahwa jiwa bukan sebuah hakikat abstrak yang tercipta lepas dari tubuh lalu bersatu dengan tubuh, melainkan jiwa adalah rupa spesifik tubuh yang dengan gerak substansial dan gerak kesempurnaan bertahap sampai ke tahapan abstrak dan melampaui batas materi (tajarud). Rupa spesifik (shurat nau`iyyah) terkait dengan materi dan bahkan menyatu baik sebelum maupun sesudah terbebas dari materi.
Pada tahapan ini jiwa manusia mempunyai dua dimensi atau dua peringkat wujud: satu sisi dia adalah sebuah hakikat yang lebih tinggi dan terlepas dari materi dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh materi, sementara dari sisi lain dia bersatu dengan badan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya.
Di antara dua peringkat wujud ini terjadi hubungan yang sempurna. Peringkat wujud yang lebih tinggi berpengaruh kepada peringkat yang lebih rendah dan memanfaatkannya untuk pekerjaan-pekerjaannya. Manakala jiwa manusia memahami hal-hal yang bersifat universal maka premis-premisnya diperoleh melalui saraf dan otak dan dengan menggunakan indera.
Saling pengaruh mempengaruhi di antara jiwa dan badan sebagaimana yang dibuktikan dalam ilmu jiwa adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Sebagai contoh, manakala seseorang sedang sangat emosi dan sedih, akan timbul reaksi-reaksi tertentu pada badan: nafsu makan menjadi berkurang dan begitu juga daya pencernaan tubuh menjadi melemah. Sebaliknya ketika seseorang sedang gembira-yang merupakan salah satu suasana kejiwaan-nafsu makannya menjadi bertambah dan alat pencernaannya dapat mencerna makanan dengan lebih cepat dan lebih baik. Atau, ketika seseorang sedang berpikir, yang merupakan pekerjaan jiwa, terjadi reaksi tertentu pada tubuh, yaitu lebih banyak membutuhkan makanan jenis tertentu.
Dari sisi lain, kesehatan berbagai organ tubuh mendatangkan ketenangan jiwa dan kemampuan lebih menghadapi berbagai ketidaknyamanan dan keteguhan dalam melakukan berbagai pekerjaan. Kesehatan badan dan saraf memberikan pengaruh dalam berpikir sehingga seseorang dapat berpikir dengan lebih baik dan lebih teliti. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan yang sangat terkenal "akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat". Oleh karena itu, individu-individu yang tidak memiliki pancaindera dan saraf yang sehat, maka dalam sifat-sifat kejiwaan dan bahkan dalam cara berpikir pun mereka kacau.
Dengan demikian, bentuk saraf dan otak seseorang sangat berpengaruh terhadap bentuk sifat kejiwaan dan akhlaknya dan bahkan berpengaruh kepada cara berpikirnya. Ini merupakan alasan yang pertama.
Sementara dari alasan kedua dapat disimpulkan bahwa sebagaimana seorang anak dalam kebanyakan sifatnya, karakteristik badannya dan karakteristik anggota-anggota utama tubuhnya seperti saraf dan otak, para-paru, lever, jantung, lambung, ginjal dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh mewarisi dari kedua orangtuanya, begitu juga bentuk watak, kesehatan dan penyakit, kekuatan dan kelemahan fisik, dan bentuk organ-organ penting tubuh mewarisi dari ibu bapak atau salah seorang kakek yang bersangkutan. Para ilmuwan telah melakukan penelitian yang mendalam dalam masalah ini dan telah menyebutkan beberapa penyakit turunan.
Kesimpulan
Dengan diterimanya kedua alasan ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bisa saja sebagian sifat ayah dan ibu berpindah kepada anak melalui faktor turunan. Artinya, bahwa sebagian sifat dan karakteristik ayah dan ibu merupakan akibat dari bentuk bangunan fisik mereka, dan bisa saja bentuk bangunan fisik mereka ini berpindah kepada anak mereka, sehingga dengan begitu sifat dan karakteristik mereka pun berpindah kepada anak mereka.
Akhlak (Perangai) Dapat Dirubah
Dari berbagai penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa perbedaan-perbedaan akhlak (perangai) yang dapat disaksikan pada anak-anak dapat terjadi disebabkan perbedaan watak tubuh mereka, yang perbedaan ini pun bersumber dari perbedaan watak tubuh ayah ibu mereka. Sebagian anak ada yang cepat marah sebagian lagi penyabar, sebagian tergesa-gesa dan sebagian lagi tenang, mungkin saja sifat ini sebagai akibat dari perbedaan bentuk bangunan fisik mereka.
Namun, ini bukan berarti bahwa sifat dan perangai tersebut tidak dapat dirubah, karena watak tubuh tertentu tidak lebih hanya berfungsi memberi lahan untuk tumbuh dan berkembangnya sifat-sifat tersebut. Dalam arti, bahwa sebagian anak mempunyai watak dan saraf tertentu yang dengan mudah tersulut emosinya sehingga ia kehilangan kontrol atas dirinya. Dari sisi seberapa cepat tersulut emosinya, orang-orang yang seperti ini tidak berada pada tingkatan yang sama melainkan mempunyai tingkatan-tingkatan.
Demikian juga kemungkinan seberapa besar dapat dirubahnya akhlak dan perangai mereka pun berbeda-beda, tergantung di tingkatan mana mereka berada, namun secara umum dapat dikatakan dapat dirubah. Kalau pun pada beberapa kasus merubah secara keseluruhan tidak dapat dilakukan namun setidaknya dapat dikurangi, dan seorang pendidik tidak boleh putus asa.
Para pendidik harus mengenal secara baik anak-anak yang hendak dididik, dan benar-benar memperhatikan berbagai potensi watak dan perangai masing-masing mereka, kemudian bersungguh-sungguh dalam mendidik dan memperbaiki akhlak dan perangai mereka. Oleh karena dari sisi potensi watak dan perangai masing-masing anak berbeda-beda maka jalan yang harus ditempuh untuk memperbaikinya pun berbeda-beda.
Seorang pendidik tidak boleh mempunyai anggapan semua anak sama dalam kemampuan menerima perbaikan. Potensi watak sebagian anak berkaitan dengan beberapa perangai sedemikian kuatnya sehingga untuk merubah dan meluruskannya diperlukan pengetahuan yang cukup, kesabaran dan kesungguhan. Bahkan terkadang sangat diperlukan berkonsultasi kepada seorang psikiater atau pun dokter ahli saraf.
Perbedaan dalam Kemampuan
Singkatnya, dari sisi penciptaan manusia terbagi kepada tiga kelompok: baik, buruk dan sedang. Kelompok pertama, mereka telah diciptakan sedemikian rupa sehingga wataknya cenderung kepada kebaikan, sehingga jika tidak ada faktor dari luar yang memalingkannya maka tentu ia condong kepada kebaikan.
Kelompok kedua, mereka telah diciptakan sedemikian rupa sehingga wataknya suka kepada keburukan, sehingga jika tidak ada faktor dari luar yang memberikan pengaruh kepadanya maka tentu ia condong kepada keburukan. Adapun kelompok ketiga berada di tengah-tengah, mereka mempunyai kesiapan yang sama untuk menerima baik dan buruk.
Mendidik dan merubah akhlak dan perangai kelompok pertama dan kedua sedikit susah dan pada beberapa keadaan sangat susah, namun masih tetap bisa dilakukan. Jika merubah dan memperbaiki akhlak itu tidak mungkin dilakukan tentunya para nabi tidak akan memerintahkannya, dan para ulama akhlak serta para pendidik tentu tidak akan berusaha memperbaikinya.
Seorang ilmuwan menulis:
"Masing-masing dari kita terlahir ke dunia ini ada yang baik, sedang dan buruk, namun sebagaimana kecerdasan, akhlak dan perangai pun dapat tumbuh dan berkembang melalui pengajaran, disiplin dan kemauan, dan ia dapat dididik."[81]
Ibnu Miskawaih menulis:
"Akhlak adalah kondisi kejiwaan saat seorang manusia tergerak melakukan sesuatu dengan tanpa berpikir terlebih dahulu, dan ini terbagi kepada dua bagian: sebagian berupa tabiat dan bersandar kepada bentuk bangunan watak, seperti seseorang yang dengan mudah tersulut amarahnya hanya karena perkara kecil yang tidak mengenakannya, atau seseorang yang dengan mudah tertawa terbahak-bahak hanya karena perkara yang tidak begitu lucu, atau seseorang yang begitu sedih hanya karena peristiwa kecil. Sebagian lagi bersumber dari kebiasaan. Bisa saja pada mulanya dilakukan dengan pikiran dan perhitungan namun karena dilakukan secara berulang-ulang maka secara perlahan-lahan ia berubah menjadi sifat diri yang tetap, yang dilakukan dengan tanpa berpikir dulu."[82]
Aristoteles mengatakan:
"Manusia yang berakhlak buruk terkadang dengan pengajaran menjadi baik, namun ini bukan sesuatu yang mutlak, karena pengulangan nasihat dan pengajaran dan digunakannya cara-cara yang baik pada individu yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Sebagian orang dengan cepat dapat menerima pengajaran yang baik dan bergerak ke arah keutamaan, namun sebagian lainnya dengan lambat menerimanya dan dengan lambat pula bergerak ke arah kebaikan."[83]
Khajah Nashiruddin Thusi menulis:
"Jiwa itu ada dua: yang pertama tabiat, yang kedua adat. Adapun yang disebut dengan tabiat adalah watak dasar seseorang menuntut dan cenderung kepada satu keadaan dari banyak keadaan. Sebagai contoh, seseorang yang hanya karena sebab kecil cepat menjadi marah, atau seseorang yang hanya karena mendengar teriakan kecil atau mendapat berita yang sedikit tidak menyenangkan diliputi rasa takut dan prasangka buruk, atau seseorang yang hanya karena gerakan kecil yang lucu akan tertawa terbahak-bahak, atau seseorang yang hanya karena sebab kecil sedemikian bersedih. Adapun yang disebut dengan adat, pada awalnya seseorang melakukannya dengan berpikir dan menimbang terlebih dahulu dan memulainya dengan berat, namun karena dilakukan secara berulang-ulang lantas perbuatan tersebut menjadi tidak asing lagi baginya, dan sesudah tidak asing lagi maka dengan mudah perbuatan tersebut keluar dari dirinya sehingga menjadi perangainya."[84]
Sayid Muhammad Ghiyatsi menulis:
"Setiap manusia berakal dapat memperbaiki dirinya dan menyucikan akhlaknya. Jadi, yang disebut dengan akhlak atau perangai adalah kebiasaan yang dengan mudah dan tanpa berpikir terlebih dahulu akan keluar dari diri seseorang. Sebagian kalangan menyangka akhlak atau perangai seperti penciptaan yang tidak dapat dirubah. Mereka mengatakan, akhlak mengikuti watak diri, sehingga seseorang yang berwatak panas adalah pemberani dan kebalikannya adalah penakut, demikian juga dengan akhlak-akhlak lainnya. Namun, pendapat ini lemah, adapun pendapat yang benar ialah akhlak dapat dirubah dan dapat bertambah dan berkurang, maka dengan begitu keseimbangan dan penyimpangan akhlak terjadi karena pengaruh berulang-ulangnya suatu perbuatan, perkataan, gerak, diam dan khayalan. Karena jika tidak demikian maka tentu para nabi, para wali, para orang bijak tidak akan bersungguh-sungguh menyeru manusia ke jalan Tuhan dan tidak mengajak mereka kepada akhlak yang mulia, padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.'"[85]
Almarhum Naraqi mengatakan:
"Para ulama dahulu berbeda pendapat mengenai bisa atau tidak bisanya menghilangkan suatu akhlak atau perangai. Adapun pendapat ketiga mengatakan, sebagian akhlak itu berupa tabiat dan tidak dapat dihilangkan dan sebagiannya lagi bukan berupa tabiat dan timbul karena faktor-faktor dari luar dan dapat dihilangkan. Namun, para ulama kontemporer lebih memilih pendapat yang pertama, mereka mengatakan, tidak ada satu pun akhlak, baik yang sesuai dengan tabiat maupun yang tidak sesuai yang tidak dapat dirubah, jika ia sejalan dengan watak maka dengan sulit dapat merubahnya namun jika tidak sejalan maka dengan mudah dapat merubahnya. Dengan demikian, perbedaan manusia dalam akhlak dan perangai adalah akibat pilihan mereka dan faktor-faktor dari luar. Adapun yang menjadi dalil pendapat pertama ialah, setiap akhlak dapat dirubah dan setiap yang dapat dirubah tidak akan menjadi tabiat. Kesimpulannya, tidak ada satu pun akhlak yang akan menjadi tabiat."[86]
Pandangan Islam
Islam juga memandang tabiat dan penciptaan khusus manusia berpengaruh kepada kemunculan berbagai macam akhlak, dan memandang akhlak sebagai sebuah karunia Ilahi yang diletakkan pada fitrah manusia, yang tentunya manusia condong kepadanya.
Imam Ja`far Shadiq as berkata:
"Sesungguhnya akhlak adalah pemberian Ilahi yang Allah berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sebagian dari akhlak itu bersifat fitri dan tabiat dan sebagian lagi muncul karena niat." Perawi bertanya, "Mana yang lebih utama?" Imam Ja`far as menjawab, "Seseorang yang akhlaknya telah diletakkan pada tabiatnya ia harus melakukannya dan tidak dapat merubahnya, sedangkan orang yang melakukan suatu perbuatan dengan niat, ia harus berusaha dan sabar untuk melakukannya, dengan demikian yang kedua lebih utama."[87]
Rasulullah saw juga bersabda:
"Jika engkau mendengar ada gunung yang hilang dari tempatnya maka percayailah, namun jika engkau mendengar ada seorang laki-laki yang telah melepaskan diri dari tabiatnya maka jangan engkau percaya, karena mungkin saja sebenarnya ia tengah kembali kepada tabiatnya."[88]
Mungkin, makna ini juga yang dimaksud dengan kata thinah (watak, pembawaan) yang terdapat dalam hadis-hadis.[89]
Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian akhlak telah diletakkan pada tabiat dan penciptaan manusia, sehingga upaya merubahnya sangat sulit dan bahkan menurut kebiasaan tidak dapat dilakukan.
Namun, Islam memandang upaya mendidik dan mengajar manusia dan merubah serta memperbaiki sifat-sifatnya dan juga menyucikan jiwanya adalah sesuatu yang mungkin, oleh karena Rasulullah saw menempatkan upaya penyucian jiwa sebagai program utamanya.
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Imran:164).
Rasulullah saw juga bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak."[90]
Dengan demikian, upaya menyucikan dan memperbaiki jiwa adalah sesuatu yang mungkin. Allah Swt juga berfirman, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. asy-Syams:7-10).
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw yang memerintahkan manusia kepada akhlak yang mulia dan memperingatkan mereka dari akhlak-akhlak yang tercela. Dari semua ini dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penyucian jiwa dan memperbaiki akhlak adalah sesuatu yang mungkin dilakukan, karena jika tidak maka semua usaha dan anjuran ini menjadi sia-sia.[]
7. TUGAS BERAT PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
Pendidikan anak dan remaja adalah tanggung jawab semua kalangan dan memerlukan kerja sama semua individu dan lembaga yang terkait. Jika semua kalangan melaksanakan kewajibannya maka akan tercipta lahan yang kondusif untuk berlangsungnya pendidikan yang benar bagi individu dan program-program pendidikan pun akan bergerak maju.
Namun, jika tidak ada kerja sama dan kesepahaman di antara semua kalangan dapat dipastikan program-program pendidikan tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai penanggung jawab pendidikan, dan berikut saya akan menunjukkan tugas-tugas berat mereka.
Keluarga
Yang disebut dengan keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga. Di antara mereka, ayah dan ibu disebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak dan yang menyebabkan si anak terlahir ke dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.
Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, karena yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orangtua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka bersunggung-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orangtua melalaikannya berarti mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai pertanggungjawabannya.
Rasulullah saw telah bersabda, "Allah menamakan mereka orang-orang yang berbuat baik (abrâr) dikarenakan mereka berbuat baik kepada kedua orangtua dan anak-anak mereka. Sebagaimana ayah ibumu mempunyai hak atas kamu maka anak-anakmu pun mempunyai hak atas kamu."[91]
Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Bantulah anak-anakmu pada kebaikan, karena setiap orang dapat mengeluarkan sikap durhaka dari anak-anaknya."[92]
Beliau saw juga bersabda, "Wahai Ali, Allah melaknat ayah dan ibu yang menyebabkan anaknya durhaka kepadanya. Wahai Ali, sebagaimana seorang anak dapat berbuat durhaka kepada kedua orangtuanya maka seorang ayah dan ibu pun dapat berbuat durhaka kepada anak-anaknya. Wahai Ali, Allah mengasihi kedua orangtua yang menjadikan anak-anaknya berbakti kepada keduanya."[93]
Imam Sajjad as berkata, "Adapun yang menjadi hak anakmu atas kamu ialah engkau harus tahu bahwa ia berasal darimu dan dinisbahkan kepadamu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dinisbahkan kepadamu. Engkau mempunyai tanggung jawab untuk mendidiknya, menunjukkannya kepada Tuhannya dan membantunya untuk taat kepada-Nya. Oleh karena itu, berbuatlah dalam urusannya seperti perbuatan orang yang tahu jika ia berbuat baik kepadanya maka ia mendapat pahala dan jika berbuat buruk kepadanya maka ia mendapat siksa."[94]
Rasulullah saw bersabda, "Semua kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya atas orang yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin dan penanggung jawab rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dan penanggung jawab keluarganya. Dan seorang wanita adalah pemimpin dan penanggung jawab rumah dan anak-anak suaminya."[95]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Ada tiga hak yang dimiliki anak atas ayahnya: Memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang baik, dan bersungguh-sungguh dalam mendidiknya."[96]
Rasulullah saw bersabda, "Hak anak atas ayahnya ialah mengajarkannya menulis, berenang dan memanah, dan tidak memberinya makan kecuali dengan rezeki yang halal."[97]
Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, "Hak anak atas ayahnya ialah memberinya nama yang baik, mendidiknya dengan baik dan mengajarkan al-Quran kepadanya."[98]
Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang mempunyai anak perempuan maka ia harus mendidiknya dengan baik, berusaha keras dalam mengajarnya, dan memberikan kepadanya berbagai nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya, karena kelak anak perempuannya itu akan mencegahnya dari masuk ke dalam neraka."[99]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Ketika ayat 'Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka' turun, orang-orang bertanya, Bagaimana caranya kita menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka? Rasulullah saw berkata, 'Kerjakanlah perbuatan-perbuatan yang baik, ingatkanlah keluargamu untuk mengerjakannya, dan didiklah mereka untuk taat kepada Allah.'"[100]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Seorang mukmin senantiasa mewariskan ilmu dan akhlak yang baik kepada keluarganya, sehingga mereka semua baik yang kecil maupun yang besar bahkan pembantu dan tetangga semuanya masuk surga; sementara seorang pendurhaka mewariskan akhlak yang buruk kepada keluarganya, sehingga mereka semua baik yang kecil maupun yang besar bahkan pembantu dan tetangga semuanya masuk neraka."[101]
Rasulullah saw telah bersabda, "Didiklah anakmu atas tiga karakter: mencintai Nabimu, mencintai Ahlulbait Nabimu dan membaca al-Quran."[102]
Amirul Mukminin as berkata, "Tidak ada warisan yang lebih utama yang diwariskan seorang ayah kepada anaknya dari akhlak yang baik."[103]
Rasulullah saw bersabda, "Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, niscaya Allah akan mengampunimu."[104]
Oleh karena itu, mendidik dan mengajar anak merupakan salah satu kewajiban yang sangat penting dan berat yang diletakkan di atas pundak kedua orangtua. Masa kanak-kanak, terutama pada dua tahun pertama dari usia seorang anak adalah masa yang sangat menentukan. Pada masa itu kepribadian anak belum terbentuk dan ia siap menerima segala macam bentuk pendidikan. Kebetulan, pada periode ini seorang anak berada dalam pelukan kasih sayang ibu dan pengawasan ayah, dan berbagai potensinya berkembang di bawah pengaruh perilaku dan perkataan keduanya, begitu juga kepribadian masa depannya.
Oleh karena itu, nasib seorang anak sampai batas tertentu berada di tangan kedua orangtuanya, dan ini terkait dengan tingkat pendidikan keduanya, dan sampai sejauh mana perhatian yang diberikan keduanya dalam mendidik dan mengajar anak-anaknya. Jika seorang ayah dan ibu benar-benar menunaikan kewajibannya maka ia telah melakukan pelayanan terbesar kepada anak-anaknya dan telah menjamin kebahagiaan dan masa depan yang cerah bagi mereka.
Di samping itu, mereka juga akan memperoleh keuntungan dengan memiliki anak-anak yang seperti ini, dan dengan itu berarti mereka telah melakukan pelayanan yang besar kepada masyarakat, karena mereka telah mendidik individu-individu yang berkualitas dan berguna, dan mempersembahkannya kepada masyarakat. Dengan demikian, orangtua yang semacam ini akan mendapat kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Sebaliknya, jika mereka bersikap lalai dan masa bodoh dalam menunaikan tanggung jawab besar ini, berarti mereka telah melakukan pengkhianatan dan tindak kejahatan besar kepada anak-anaknya, karena dengan memberikan pendidikan yang salah berarti mereka telah menyiapkan berbagai kesengsaraan bagi anak-anaknya, dan pengkhianatan yang seperti ini tidak akan dibiarkan tanpa balasan pada hari akhirat. Di samping itu, akibat dari pendidikan yang buruk terhadap anak akan dirasakan juga oleh kedua orangtua di dunia ini.
Berbagai problema yang dihadapi para pemuda, seperti penyimpangan seksual, tidak disiplin dan tidak taat pada peraturan, kecanduan narkotika, pengangguran, tindak pencurian, tindak kejahatan, bunuh diri, lari dari rumah, putus asa, resah dan gelisah, tidak mempunyai semangat hidup, mementingkan diri sendiri, tidak percaya diri, lemah kemauan, egois, merendahkan diri sendiri, dan berpuluh-puluh problema akhlak lainnya yang menimpa para pemuda, secara langsung bersumber dari pendidikan yang salah dari kedua orangtua atau setidaknya hal ini mempunyai peranan yang besar dalam masalah ini.
Melahirkan anak itu tidak wajib tetapi mendidik dan mengajar anak merupakan kewajiban seorang ibu. Apa perlunya manusia melahirkan anak jika ia tidak memperhatikan pendidikannya, sehingga hanya akan mempersembahkan individu-individu yang sengsara dan tidak terdidik ke tengah masyarakat, yang akan mencoreng wajahnya.
Amirul Mukminin as berkata, "Musibah terbesar adalah mempunyai anak yang buruk (jahat)."[105]
Seorang anak yang buruk akan menghancurkan kehormatan ayah dan ibunya dan meruntuhkan nama baik moyangnya. Pekerjaan mendidik anak tidak boleh dianggap sebagai perkara sepele yang dapat dilakukan dengan sambil lalu, justru ia merupakan kewajiban yang sangat penting yang harus mendapat perhatian besar dari ayah dan ibu.
Rosseau berkeyakinan,"Memperbaiki masyarakat bukan dimulai dari pemerintah melainkan harus dimulai dari keluarga. Jika ingin memperbaiki perilaku dan kebiasaan umum masyarakat maka harus dimulai dengan memperbaiki perilaku dan kebiasaan keluarga, dan ini mutlak merupakan kewajiban ayah dan ibu."[106]
Perlu saya ingatkan, bahwa kewajiban mendidik anak bukan hanya berlangsung pada masa kanak-kanak tetapi terus berlanjut hingga anak memasuki usia remaja, bahkan masa remaja dan masa muda adalah masa yang sangat sensitif yang perlu mendapat perhatian yang sangat besar dari kedua orangtua. Pada masa ini orangtua harus benar-benar mengawasi anaknya, namun cara pengawasan yang dilakukan pada masa ini berbeda dengan cara pengawasan yang dilakukan pada saat anak masih kanak-kanak.
Sekolah
Pada usia enam tahun biasanya seorang anak mulai masuk sekolah dan ia akan terus bersekolah hingga kira-kira berusia delapan belas tahun. Setiap harinya mereka berada di sekolah kurang lebih sekitar enam jam, ketika kembali ke rumah, selain pada jam-jam tidur, makan dan sedikit bermain, mereka sibuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Dengan demikian, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk urusan sekolah. Begitulah ia melalui masa kanak-kanak dan masa remajanya di sekolah.
Seorang anak, menghabiskan enam tahun umur pertamanya dalam lingkungan keluarga di sisi ayah ibunya, namun pada saat memasuki umur tujuh tahun ia mulai memasuki lingkungan yang lebih besar, lingkungan sekolah, yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru dan anak-anak seusianya atau sedikit lebih besar darinya.
Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang benar-benar baru dan penting bagi anak. Dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru dan menyaksikan perilaku anggota masyarakat barunya ia mulai mengkaji ulang semua pelajaran dan perilaku yang diperolehnya di lingkungan keluarga, untuk kemudian memilih bentuk yang tetap bagi dirinya. Oleh karena itu, masa kanak-kanak usia sekolah adalah masa yang sangat penting dan menentukan.
Masa remaja juga masa yang sangat penting dan menentukan. Pada usia ini hasrat seksual mulai tumbuh, sehingga ia sangat memerlukan bimbingan seorang yang bijak yang dapat merencanakan masa depan dan menunjukkan jalan yang benar baginya, dan menjauhkannya dari berbagai penyimpangan.
Pada usia ini seorang remaja mengalami perubahan pada fisik dan mental. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan keinginan akan kebebasan diri, pandangan akan masa depan, masa pembentukan diri, masa yang dipenuhi dengan semangat, cinta, harapan, aktivitas, imajinasi, usaha dan rasa ingin tahu.
Pada masa yang kritis dan penuh tantangan ini seorang remaja sangat membutuhkan seorang pembimbing yang berpengalaman, tulus dan penuh kasih, yang dapat memahami dengan baik segala perasaan dan keinginan-keinginannya dan kemudian dengan tulus menceritakan berbagai hasil pengalamannya, yang menjadi tempat konsultasi baginya dan mau menolong berbagai kesulitan yang dihadapinya.
Sayangnya, kebanyakan orangtua tidak mampu memahami dengan benar anak remajanya dan begitu juga perasaan-perasaan dan keinginan-keinginannya, sehingga mereka menjadi asing dan tidak akrab dengan anak-anaknya.
Satu-satunya lembaga terbaik yang dapat memenuhi kekurangan ini dan membantu remaja pada masa yang sangat sensitif ini adalah lembaga sekolah. Sekolah adalah lembaga penting yang memikul tanggung jawab yang berat. Sekolah tidak hanya berkewajiban mengajarkan ilmu kepada para anak didik, sekolah juga mempunyai kewajiban untuk mendidik mental dan akhlak para anak didik dan mencegah mereka supaya tidak terjerumus kepada berbagai tindak penyimpangan. Pihak sekolah telah menerima tanggung jawab besar yang suci, dan oleh karena itu mereka harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya.
Jika pihak sekolah melaksanakan kewajiban ini dengan benar maka mereka akan memperoleh sebaik-baiknya ganjaran di sisi Allah Swt, dan sebaliknya jika mereka melalaikan kewajiban ini maka mereka akan memperoleh siksa dari-Nya.
Jika dalam hadis-hadis disebutkan bahwa para guru mempunyai kedudukan yang sedemikian tinggi sehingga pada hari kiamat mereka diberikan hak untuk memberikan syafaat, maka itu bukan semata-mata karena mereka mengajarkan ilmu melainkan karena mereka juga mendidik para murid. Murid adalah amanah Ilahi yang diserahkan ke sekolah untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan, dan pada rentang masa ini tanggung jawab pendidikan dan pengurusannya berada di atas pundak kepala sekolah dan para guru.
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Kelak pada hari kiamat Allah akan membangkitkan orang ahli ilmu dan ahli ibadah. Manakala keduanya berada di hadapan Allah Swt, Allah Swt berkata kepada ahli ibadah, 'Pergilah engkau ke surga,' sementara kepada ahli ilmu Allah Swt berkata, 'Berhenti, dan berikanlah syafaat kepada orang-orang yang telah engkau didik dengan baik.'"[107]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Siapa saja yang mengajarkan jalan kebaikan kepada orang lain maka baginya pahala orang yang mengamalkannya, dengan tanpa mengurangi sedikit pun ganjaran orang yang mengamalkannya. Siapa saja yang mengajarkan jalan kesesatan kepada orang lain maka baginya siksa orang yang mengamalkannya, dengan tanpa mengurangi siksa orang yang mengamalkannya."[108]
Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah merahmati para khalifahku." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah para khalifahmu itu?" Rasulullah saw menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang menghidupkan Sunahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah."[109]
Alhasil, sekolah memikul tanggung jawab yang sangat berat dalam mendidik dan mengajar para remaja, dan mereka mempunyai peranan yang sangat menentukan.
Radio dan Televisi
Sekarang ini, radio dan televisi bisa dihitung sebagai media publik yang dapat dijumpai pada hampir seluruh keluarga. Terutama radio, bisa dikatakan tidak ada satu pun pada zaman sekarang ini rumah yang tidak memiliki radio. Di keluarga kaya maupun keluarga miskin, di kalangan berpendidikan maupun yang buta huruf, di kota-kota maupun di desa-desa, di pabrik-pabrik maupun di kantor-kantor, di warung-warung maupun di supermarket-supermarket, di kendaraan-kendaraan umum maupun di kendaraan-kendaraan pribadi, di persawahan maupun di pegunungan, di mesjid-mesjid maupun di majelis-majelis pengajian, di hotel-hotel maupun di warung-warung kopi, alhasil di semua tempat radio dapat dijumpai. Radio adalah media publik yang mengudara siang dan malam, yang kapan saja kita kehendaki dengan mudah kita dapat menggunakannya.
Radio telah menjadi salah satu kebutuhan pokok, telah menjadi sarana hiburan, telah menjadi pembimbing, guru, teman dekat, yang menjawab berbagai masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, radio termasuk salah satu sarana terpenting untuk mendidik dan mengajar masyarakat, dan dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan kebudayaan Islam.
Setelah radio, televisi menduduki peringkat berikutnya sebagai sarana yang sangat penting dalam pendidikan dan pengajaran. Meskipun televisi belum seperti radio dalam luas jangkauan cakupannya, dan tidak semua keluarga memilikinya, serta program-programnya belum berlangsung hingga 24 jam, namun ia mempunyai penggemar yang lebih banyak, dan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh yang lebih dalam kepada para pemirsa, karena program-program televisi biasanya ditayangkan dalam bentuk film, seni dan gambar, sehingga mempunyai daya tarik tersendiri, dan dari sisi ini televisi lebih unggul dari radio. Oleh karena itu, televisi pun dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menyebarluaskan kebudayaan Islam dan dalam mendidik dan mengajar masyarakat.
Radio dan televisi, di samping dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada Islam dan masyarakat, yaitu dengan cara menyusun dan menampilkan program-program yang menarik, bermanfaat dan sejalan dengan Islam, sehingga dapat memainkan peranan yang penting dalam menyucikan dan menyempurnakan jiwa manusia, mendidik dan mengembangkan akhlak yang baik, mencegah akhlak yang buruk, dan memajukan negara, ia juga dapat menjadi sarana hiburan semata yang kurang bermanfaat, yang bukan hanya tidak memainkan peranannya dalam pengembangan akhlak yang baik melainkan sebaliknya karena ketidakpedulian dan penayangan acara-cara yang salah malah menjadi sarana penyebaran berbagai penyimpangan dan akhlak yang buruk. Oleh karena itu, sangat penting untuk diperhatikan program-program apa yang mesti ditayangkan dan bagaimana cara mengemasnya.
Untuk itu, para penanggung jawab radio televisi harus memperhatikan beberapa poin berikut:
Pekerjaan mereka secara langsung atau tidak langsung adalah pekerjaan budaya yang sangat erat kaitannya dengan masalah pendidikan dan pengajaran masyarakat. Sehingga, dengan memilih pekerjaan ini berarti mereka telah siap memikul tanggung jawab penting, yaitu pendidikan dan pengajaran masyarakat.
Jika mereka menunaikan kewajiban ini dengan benar maka mereka berhak mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt, tetapi sebaliknya jika mereka melalaikan kewajiban ini maka mereka berhak mendapat siksa dari-Nya.
Pendidikan adalah sebuah seni yang rumit dan sensitif dan memerlukan pengetahuan yang cukup. Para seniman, para aktor dan para presenter harus sadar bahwa di sana terdapat berjuta-juta manusia, dengan tingkat usia yang berbeda-beda, pola pikir yang beraneka ragam dan kondisi sosial yang bermacam-macam, sedang memperhatikan omongan dan gerak-gerik tingkah laku mereka, menyerap pengaruh darinya dan kemudian menirunya. Para pemirsa, biasanya tidak begitu menaruh perhatian kepada tujuan para pelaku peran, dari keseluruhan acara mereka hanya menangkap poin-poin yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap mereka. Terkadang, bisa saja terjadi dengan hanya mendengar sebuah kalimat atau sebuah gambar dari program yang ditayangkan seseorang dapat berubah, meskipun sebenarnya para pelaku peran (aktor) sama sekali tidak mempunyai tujuan itu.
Sebagian besar anggaran biaya media massa ini dibiayai dari anggaran negara, yang tentunya berasal dari uang rakyat. Oleh karena itu, ia harus digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat, menyebarluaskan pendidikan dan pengajaran yang benar, dan tidak menempatkan program-program hiburan sebagai program yang utama.
Republik Islam Iran adalah sebuah pemerintahan Islam, ia harus menjadikan penyebarluasan Islam dan nilai-nilai akhlak yang utama sebagai program utama. Oleh karena itu, seluruh program televisi dan radio Republik Islam Iran harus bersumber dari nilai-nilai dan budaya Islam.
Untuk bisa mencapai tujuan besar ini maka seluruh penanggung jawab radio dan televisi harus terus senantiasa melakukan kontak dengan para ahli Islam dan para ahli pendidikan dan pengajaran Islam. Dengan terjalinnya kerja sama di antara kelompok ini maka akan dapat dihasilkan program-program yang mendidik dan sekaligus menarik, sehingga budaya Islam tidak hanya dapat disebarluaskan di Iran tetapi juga di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama dapat menangkal berbagai dekadensi moral.
Para Ahli Agama
Dalam masalah pendidikan dan pengajaran para ulama mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari yang lain, bahkan mereka yang pertama kali harus disorot dalam masalah ini. Karena, manakala seseorang telah memilih menjadi ulama berarti dia telah siap memikul tanggung jawab untuk menyebarluaskan agama dan nilai-nilai Islam. Para ulama adalah pengganti Nabi saw dan ahli ilmu-ilmu Islam, mereka mempunyai kewajiban melaksanakan pekerjaan Nabi saw dan Ahlulbaitnya as, yaitu mengajar dan menyucikan jiwa-jiwa manusia. Mereka memperoleh nafkah dari baitulmal dan melalui agama, oleh karena itu mereka harus bersungguh-sungguh di dalam menyebarluaskan nilai-nilai agama dan mendidik jiwa manusia. Sedemikian besar pujian dan penghargaan yang diberikan kepada para ulama di dalam hadis-hadis Nabi saw, hingga pada hari kiamat mereka diberi hak untuk memberikan syafaat kepada para pengikutnya.
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Kelak pada hari kiamat Allah membangkitkan ahli ilmu dan ahli ibadah. Manakala keduanya telah berdiri di hadapan Allah Swt, Allah Swt berkata kepada ahli ibadah, 'Pergilah engkau ke surga,' sementara kepada ahli ilmu Allah Swt berkata, 'Berhenti, dan berikanlah syafaat kepada orang-orang yang telah engkau didik dengan baik.'"[110]
Jika kedua orangtua adalah penanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya, maka para ulama?sebagai ahli pendidikan dan pengajaran Islam?mempunyai kewajiban memberitahukan materi dan metode pendidikan dan pengajaran Islam kepada para orangtua. Jika para guru mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan mengajar anak-anak dan para pemuda, maka para ulama pun mempunyai kewajiban untuk menjelaskan pandangan-pandangan Islam berkenaan dengan masalah pendidikan dan pengajaran kepada orang yang memerlukan. Para ulama, di samping harus berusaha mendidik dan mengajar anak-anak, para pemuda dan yang lainnya dengan tulisan, ucapan dan tingkah laku mereka, mereka juga harus membantu dan bekerja sama dengan pihak radio dan televisi.
Para guru dan pelajar agama tidak boleh bersikap acuh terhadap pengajaran program dan metode pendidikan dan pengajaran Islam dan bersikap seolah-olah Islam tidak mempunyai pandangan berkenaan dengan masalah pendidikan dan pengajaran.
Para Penulis
Sarana lain yang sangat penting dan efektif dalam pendidikan dan pengajaran adalah buku, majalah dan suratkabar.
Dapat dikatakan suratkabar dan majalah dapat ditemukan hampir pada setiap rumah, dan sebagian orang menghabiskan sebagian waktu luangnya dengan membacanya. Sebagian orang yang senang membaca sedikit banyaknya tentu membaca buku, sementara orang-orang yang berilmu senantiasa tidak lepas dari buku, majalah dan suratkabar, yang dengan itu mereka bisa menambah pengetahuan mereka.
Alhasil, kegiatan membaca buku, majalah dan surat kabar telah mengambil sebagian waktu anggota masyarakat, yang dengan begitu tentunya akan memberikan pengaruh kepada jiwa mereka baik pengaruh positif ataupun pengaruh negatif.
Atas dasar ini, kegiatan penerbitan harus dianggap sebagai salah satu sarana penting bagi pendidikan dan pengajaran masyarakat. Oleh karena itu, para penulis dan para penerbit, dalam kaitan ini mempunyai tanggung jawab yang sangat penting. Karena, nilai dan budaya apa saja yang mereka sebarkan, masyarakat akan terdidik dengan itu. Kalangan pegiat yang bergerak di bidang penerbitan dapat menjadi para penyebar budaya cinta ilmu, budaya sadar kewajiban, budaya kebajikan, kebebasan, cinta keadilan, senang membantu orang, suka berkorban, menjaga kesucian diri, budaya kerja keras, budaya tahan banting dan nilai-nilai kebajikan lainnya; namun mereka juga dapat menjadi penyebar budaya cinta materi, budaya mengejar keuntungan semata, egoisme, budaya konsumtif, hedonisme, tidak taat hukum, pikiran picik, lemah dan tidak tahan banting, suka ingkar janji dan sifat-sifat tercela lainnya.
Para penulis harus menyadari bahwa dengan tulisan-tulisan mereka, novel-novel mereka, analisa, pujian, kritikan dan bahkan kata-kata mereka telah memberikan pengaruh kepada berbagai lapisan masyarakat, baik pengaruh positif atau pengaruh negatif. Seorang penulis kelak akan mempertanggungjawabkan apa-apa yang ditulisnya di hadapan Allah Swt. Jika ia menjalankan kewajibannya dengan benar ia akan memperoleh ganjaran namun jika ia menulis karya-karya yang memberikan pengaruh yang negatif ia akan mendapat siksa dari Allah Swt.
Oleh karena itu, menulis bukan sebuah pekerjaan yang mudah melainkan sebuah pekerjaan yang sulit dan penuh tanggung jawab. Seorang penulis harus benar-benar teliti pada materi yang ditulis sehingga tidak bertentangan dengan kebenaran, dan ia harus benar-benar memperhatikan jangan sampai ia menulis sesuatu yang memberikan pengaruh yang negatif kepada masyarakat.
Pemerintahan Islam
Di antara para penanggung jawab pendidikan dan pengajaran, yang mempunyai kewajiban yang lebih berat dan lebih luas adalah pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam harus menjadi pembela Islam, ia harus menyebarkan dan melaksanakan seluruh program-program Islam dalam semua lapangan kehidupan.
Sebagai contoh, dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat ia harus bersandar kepada dasar-dasar pendidikan Islam. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai hak memperoleh pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan dasar-dasar pendidikan Islam, dan pemerintahan Islam mempunyai kewajiban atas hal ini.
Pemerintahan Islam harus memberikan perhatian yang serius dan melakukan investasi dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anggota masyarakat secara benar dan melindungi mereka dari kerusakan dan dekadensi moral. Ia harus mengundang para ahli pendidikan Islam dan para pakar Islam dan meminta mereka untuk menyusun dan merumuskan program-program yang menyeluruh dan saling mendukung bagi pendidikan dan pengajaran Islam. Setelah itu, menyerahkan program-program tersebut ke institusi-institusi pendidikan, seperti perguruan tinggi, pendidikan dasar dan menengah, para orangtua, lembaga radio televisi, para penyiar dan para penulis, para penanggung jawab suratkabar dan majalah, dan meminta mereka melaksanakan program-program tersebut secara terkoordinasi.
Di antara semua kewajiban ini, kewajiban mendidik anak-anak, remaja dan para pemuda adalah kewajiban yang paling perlu mendapat perhatian, karena mereka adalah penentu masa depan negara, sehingga bentuk pendidikan yang mereka terima akan sangat berpengaruh besar terhadap masa depan negara, dan setiap tenaga dan fasilitas yang dicurahkan di jalan ini akan sangat berarti. Dan, jika pemerintahan Islam bersikap acuh terhadap kewajiban ini kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Rasulullah saw bersabda, "Ketahuilah, sesungguhnya setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya. Maka seorang penguasa yang memimpin rakyat kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyat yang dipimpinnya."[111]
Ma`qal meriwayatkan, "Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Siapa saja yang memegang kendali urusan kaum Muslim namun ia tidak bersungguh-sungguh dalam memperbaiki keadaan mereka dan membimbing mereka maka ia tidak akan masuk surga bersama mereka.'"[112]
Ketika Rasulullah saw mengutus Mu`adz untuk menjadi Gubernur Yaman beliau bersabda kepadanya, "Wahai Mu`adz, ajarkanlah kepada mereka Kitab Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang baik."[113]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya aku mempunyai hak atas kamu dan kamu pun mempunyai hak atasku. Adapun hak kamu atasku ialah aku harus menasihatimu, membagikan harta pampasan perang secara benar di antara kamu, mengajarimu supaya kamu tidak bodoh, dan mendidikmu supaya kamu mengetahui berbagai macam ilmu."[114]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada kewajiban atas pemimpin kaum Muslim kecuali apa yang telah Allah Swt perintahkan kepadanya, yaitu menyampaikan peringatan, bersungguh-sungguh di dalam memberikan nasihat kepada masyarakat, menghidupkan Sunah, menegakkan hukum, dan menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."[115]
Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pendidikan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan dapat berlangsung manakala individu yang dididik mempunyai sejumlah syarat tertentu, dan ia dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Oleh karena itu, pendidikan bukan merupakan urusan individu yang dapat dilakukan sesuai dengan kehendak pendidik tetapi ia juga harus memperhatikan kondisi dan kemampuan objek didik dan menganggapnya sebagai salah satu faktor penting dalam pendidikan, di samping faktor-faktor lain, seperti faktor orangtua, anggota keluarga yang lain, teman sepermainan, lingkungan tempat tinggal, kondisi ekonomi keluarga, sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi, teman sekelas, mesjid, lembaga-lembaga agama lainnya, pusat-pusat rekreasi dan bermain, radio televisi, surat kabar dan majalah, buku dan bioskop. Di samping itu, cara berpikir dan bertindak para pesohor dan juga budaya yang berlaku di masyarakat sangat berpengaruh bagi pendidikan individu masyarakat.
Dalam pendidikan, seorang anak didik dipengaruhi oleh karakter, potensi dan kemampuan yang ada dalam dirinya. Tidak ada satu pun dari faktor-faktor di atas yang dengan sendirian dapat menyediakan pendidikan yang benar kepada anak. Pendidikan yang benar hanya dapat dilakukan melalui sebuah program pendidikan yang terkoordinasi di antara faktor-faktor yang ada.
Jika seluruh faktor yang berpengaruh bekerja sama dalam sebuah program pendidikan dan bekerja keras untuk mencapai sebuah tujuan maka peluang untuk mencapai keberhasilan akan sangat besar. Sebaliknya, jika sebagian faktor bekerja untuk mencapai suatu tujuan namun sebagian faktor yang lain melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan tersebut dan berusaha menggagalkannya maka dapat dipastikan tujuan akan sulit tercapai. Sebagai contoh, jika kedua orangtua memperlakukan seorang anak dengan satu cara sementara sekolah memperlakukannya dengan cara lain yang berbeda maka si anak akan merasa bingung jalan mana yang harus ia pilih, dan pada akhirnya akan muncul reaksi yang buruk dan bahkan terkadang berbahaya dari diri si anak.
Oleh karena itu, dalam mendidik dan memperbaiki perilaku seorang anak sangat penting dilakukan kerja sama antara orangtua dan guru. Demikian juga halnya jika para guru bekerja untuk mencapai tujuan tertentu namun program-program televisi dan radio, atau majalah dan surat kabar bergerak ke arah yang bertentangan dengan tujuan yang hendak diraih oleh para guru, maka para orangtua murid tidak dapat berharap banyak untuk dapat mencapai tujuannya.
Karena alasan itulah, pemerintahan Islam berkewajiban mengkoordinir dan menyelaraskan berbagai program kebudayaan dan pendidikan masyarakat, dan meminta kepada seluruh lembaga yang terkait untuk sungguh-sungguh bekerja sama melaksanakan program-program tersebut dalam satu koordinasi.[]
8. PERIODE PENDIDIKAN
Periode Pertama: Pendidikan Pra Natal
Peranan orangtua dalam mendidik anak bukan hanya dimulai setelah anak lahir tetapi telah dimulai pada dua periode sebelum anak dilahirkan: pada saat memilih istri dan pada saat istri hamil.
Memilih Istri
Seseorang yang memikirkan masa depan anaknya dan ingin anaknya cantik, sehat dan berakhlak baik, sebelum menikah ia harus menaruh perhatian kepada hal ini. Seorang laki-laki pada saat hendak memilih istri ia harus benar-benar sadar kepada wanita yang bagaimana ia akan letakkan nasib anaknya kelak, dan begitu juga sebaliknya seorang wanita harus benar-benar teliti laki-laki yang bagaimana yang ia harus pilih untuk menjadi bapak bagi anak-anaknya kelak.
Seorang anak, pada umumnya mempunyai sifat-sifat fisik dan kejiwaan dan bahkan jenis penyakit yang mirip dengan ayah dan ibunya. Sumber pembentuk janin adalah dua sel hidup yang berasal dari ayah dan ibu yang bersemayam dalam rahim ibu, yang kemudian membentuk menjadi sebuah makhluk baru yang berkembang dengan cepat sehingga menjadi seorang manusia dalam rupa yang baik dan sempurna.
Allah Swt berfirman: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (QS. al-Insan:2).
Oleh karena itu, pada umumnya seorang anak dalam warna kulit, bentuk badan, tinggi badan, bentuk mata, hidung, dan bahkan dalam kecerdasan dan sebagian perilaku mirip dengan ayah dan ibunya atau salah seorang keluarga dekatnya. Kesehatan dan keseimbangan fungsi tubuh, begitu juga kelemahan dan ketidakmampuan ayah dan ibu dapat memberikan pengaruh yang besar kepada bentuk seorang anak. Islam sangat menaruh perhatian kepada masalah yang sangat penting ini dan menyebut rahim ibu sebagai sumber dan permulaan bagi kebahagiaan dan kesengsaraan seorang anak manusia.
Rasulullah saw bersabda, "Orang yang beruntung adalah orang yang beruntung ketika berada dalam perut ibunya, dan orang yang sengsara adalah orang yang sengsara ketika berada dalam perut ibunya."[116]
Pada hadis yang lain Rasulullah saw bersabda, "Pilihlah wanita yang baik bagi tempat spermamu."[117]
Rasulullah saw juga bersabda, "Nikahilah wanita yang sederajat denganmu, dan pilihlah tempat yang baik bagi spermamu."[118]
Rasulullah saw bersabda, "Hindarilah olehmu menikahi wanita dungu, karena bergaul dengan istri yang seperti ini adalah bencana dan anak-anak yang lahir darinya akan lenyap."[119]
Seorang ilmuwan menulis, "Biasanya seseorang lebih mirip kepada kedua orangtuanya dibandingkan kepada orang-orang yang tidak mempunyai hubungan nasab dengannya. Kemiripan ini lebih banyak bersumber dari kesamaan faktor genetik di antara mereka. Karena lima puluh persen gen seorang anak sama dengan gen ayahnya dan lima puluh persen lagi sama dengan gen ibunya. Oleh karena itu, dapat diperkirakan di antara seorang anak dan kedua orangtuanya terdapat beberapa kemiripan yang dapat terlihat dengan jelas."[120]
Periode Hamil
Pendidikan di dalam janin adalah periode yang sangat sensitif dan menentukan, baik bagi si wanita itu sendiri maupun bagi bayi yang ada dalam kandungannya. Pada periode ini seorang wanita harus memperhatikan dua hal berikut:
Masa-masa Awal Kehamilan
Seorang wanita harus sadar bahwa sejak masa hamil ia telah menjadi seorang ibu dan mempunyai tanggung jawab yang berat sebagai seorang ibu.
Sesungguhnya umur seorang manusia telah dimulai sejak masa ini.
Seorang ilmuwan menulis, "Ketika seorang manusia lahir ke dunia berarti dia telah menjalani sembilan bulan dari umurnya, dan perjalanan masa sembilan bulan ini dari seluruh rangkaian hidupnya akan sangat berpengaruh dalam menentukan kehidupan selanjutnya. Di Cina, sudah biasa seorang anak yang baru lahir dihitung telah berumur setahun, dan periode satu tahun ini ditambahkan kepada jumlah umurnya."[121]
Seorang wanita yang hamil harus sadar bahwa ia sedang mendidik makhluk hidup dalam rahimnya dan sangat berpengaruh bagi masa depannya, karena rahim ibu adalah lingkungan pendidikan pertama bagi seorang anak yang akan sangat berpengaruh bagi masa depannya. Benar, bahwa sperma ayah dan ibu dan gen-gen berpindah kepada makhluk baru ini melalui hukum genetika dan mempunyai pengaruh pada pembentukan fisik dan rohaninya namun demikian makhluk hidup ini harus tumbuh dalam rahim ibu dan bagaimana pertumbuhannya pun sampai batas tertentu berada dalam genggaman seorang ibu.
Oleh karena itu, seorang wanita hamil jangan menganggap masa yang sedang dilaluinya ini sebagai masa biasa dan bersikap tidak peduli. Ia harus sadar jika ia lengah sedikit saja atau menganggap sebagai sesuatu yang enteng bisa saja ia akan kehilangan kesehatannya atau akan melahirkan seorang anak yang cacat, sakit dan lemah, seorang anak yang terpaksa menjalani hidup di dunia ini dengan kesengsaraan.
Seorang ilmuwan menulis:
"Badan seorang ibu dan segala peristiwa yang menimpa padanya sangat berpengaruh pada lingkungan perkembangan seorang janin. Setiap wanita mempunyai tanggung jawab menyediakan lingkungan terbaik bagi rumah pertama anaknya, dan itu baru akan berhasil apabila ia mengetahui peristiwa-peristiwa apa dari hidupnya yang akan berpengaruh pada perkembangan anaknya. Seorang ibu yang sedang hamil tidak boleh sedih karena itu akan menyebabkan perkembangan anak menjadi tidak normal dan merenggut kebahagiaannya. Kelalaian dan ketidaktahuan akan faktor-faktor-faktor ini akan menyebabkan penyakit ini sulit diobati."[122]
Ilmuwan lain menulis:
"Engels mengatakan, dari penelitian ilmiah akhir-akhir ini dapat diketahui secara pasti bahwa faktor lingkungan yang menjadi penyebab asli dari timbulnya berbagai bentuk kecacatan dan kelumpuhan anak. Oleh karena itu, perhatian harus lebih diberikan kepada lingkungan sebelum anak lahir, karena lingkungan manusialah yang dapat dirubah, bukan gen dan kromosom."[123]
Seorang ilmuwan menulis:
"Ketidaknormalan yang terjadi pada seorang anak dapat disebabkan benih yang baik namun berada pada lingkungan yang buruk atau benih yang buruk yang berada pada lingkungan yang baik. Banyak sekali fenomena cacat fisik yang terjadi pada anak, seperti bibir sumbing dan wajah Mongolia, yang dahulu dianggap sebagai akibat turunan, namun kini diketahui bahwa penyebabnya adalah faktor lingkungan terutama karena kekurangan oksigen pada masa kehamilan."[124]
Seorang ilmuwan lain menulis:
"Perlu diketahui bahwa lingkungan pada masa perkembangan awal janin memberikan pengaruh kepada janin yang pengaruhnya lebih besar dari pengaruh lingkungan luar."[125]
Pekanya Masa Kehamilan
Seorang wanita hamil harus menyadari akan pentingnya masa kehamilan bagi pertumbuhan janin yang ada dalam rahimnya. Ia harus tahu bahwa ia sedang mendidik seorang manusia kecil dalam rahimnya yang sama sekali tidak mempunyai peranan sekecil apapun bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya dan sepenuhnya bergantung kepada ibunya. Janin memperoleh makanan dari makanan ibunya, ia memperoleh kehangatan dan oksigen dari kehangatan dan oksigen yang dihirup ibunya. Benar, janin bukan merupakan anggota tubuh seorang ibu namun meski begitu ia memperoleh makanan dari tubuh ibunya.
Oleh karena itu, seorang wanita hamil dalam mengonsumsi makanan harus memperhatikan dirinya dan juga memperhatikan janin yang bergantung kepadanya.
Makanan yang dimakan seorang ibu hamil harus kaya dengan gizi sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuhnya dan memelihara kekuatan dan kesehatan dirinya, sehingga ia dapat menyediakan lingkungan yang baik dan aman bagi janin yang hidup dalam rahimnya dan pada sisi lain dapat memberikan zat-zat makanan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental si janin, sehingga ia dapat tumbuh dengan baik dan mengaktualisasikan segenap potensi yang ada pada dirinya.
Ia harus mengatur dan memprogram makanan yang dikonsumsinya secara teliti, karena kekurangan beberapa jenis zat makanan dan vitamin yang dibutuhkan dapat merusak kesehatannya dan menjadikan janin yang ada dalam kandungannya berada dalam bahaya. Coba perhatikan keterangan berikut:
"Berdasarkan survey, 80% anak yang cacat fisik di dunia dan anak-anak yang mempunyai keterbelakangan perkembangan otak adalah disebabkan tidak memperoleh makanan secara baik pada masa kehamilan."[126]
Sudah sejak lama diketahui bahwa makanan yang dimakan seorang ibu pada saat mengandung dan masa menyusui sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Seorang ibu harus menyediakan semua jenis vitamin, hidrokarbon, lemak dan berbagai zat besi yang dibutuhkan bagi perkembangan sel-sel hidup yang ada dalam tubuh anak.
Penelitian menunjukkan bahwa seorang ibu harus menjamin ketersediaan dalam jumlah yang cukup vitamin-vitamin yang diperlukan untuk aktivitas sel-sel hidup dalam tubuh janin, karena janin lebih sensitif dari kekurangan berbagai jenis vitamin dibandingkan ibunya. Oleh karena itu, bisa saja seorang ibu pada masa mengandung sehat-sehat saja namun janin yang ada dalam rahimnya mengalami kekurangan vitamin dan terhambat pertumbuhannya.[127]
Ketika individu baru memulai hidupnya ia membawa segenap energi dan karakteristik yang diperlukan, namun pertumbuhan semua itu hanya dapat terjadi manakala plasenta memperoleh makanan yang cukup. Meskipun faktor-faktor yang menjadikan janin menjadi manusia telah disediakan oleh ovum dan sperma namun sempurna dan tidak sempurnanya pertumbuhannya bergantung kepada cukup atau tidak cukupnya plasenta mendapat makanan. Janin bukanlah bagian anggota tubuh ibu, ia adalah sebuah tubuh yang untuk sementara waktu berdiam dalam rahim ibu. Esensi genetik seorang anak tidak identik dengan esensi genetik seorang ibu, karena terciptanya seorang anak di antara gen-gen ibu dan juga gen-gen ayah. Sangat mungkin kedua faktor gen tersebut sangat berbeda. Oleh karena itu janin senantiasa dalam keadaan mengalami perubahan. Kebutuhan-kebutuhan janin berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan ibu yang telah sempurna pertumbuhannya. Sehingga bisa saja zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ibu malah berbahaya bagi janin. Di plasenta perbedaan-perbedaan ini berhadapan dengan sel-sel pemberi makanan janin, dan sel-sel inilah yang menentukan mana zat-zat yang boleh masuk dari ibu ke janin atau sebaliknya dari janin ke ibu.[128]
Segala sesuatu yang berpengaruh pada kesehatan ibu akan berpengaruh pada kesehatan janin. Jika seorang ibu kekurangan zat kalsium maka keadaan itu akan berpengaruh pada pembentukan tulang dan gigi anak. Kelelahan berlebihan yang dialami ibu akan menyebabkan banyaknya zat racun di dalam darah, dan darah yang merupakan pembentuk makanan bagi janin tentunya akan berpengaruh pada pembentukan anak.
Seorang ibu hamil harus melakukan olah raga yang ringan, istirahat yang cukup, menghirup udara yang segar, dan mengonsumsi makanan yang sesuai yang sebagian besarnya terdiri dari susu dan hijau-hijauan. Suasana emosi yang berlebihan dan tekanan-tekanan batin yang dialami seorang ibu sudah barang tentu akan berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Karena, kondisi-kondisi yang seperti ini akan merusak sistem syaraf. Sangat mungkin satu-satunya sebab yang menyebabkan seorang anak labil emosinya dan rawan terkena penyakit-penyakit kejiwaan adalah tekanan-tekanan emosi yang dialami ibu pada saat hamil. Oleh karena itu, pada saat hamil seorang ibu harus benar-benar menjaga dan memperhatikan kesehatan dirinya, makanan yang dimakannya, melakukan istirahat yang cukup dan memperoleh udara yang segar, karena yang demikian itu sangat berpengaruh bagi kesehatan anak yang dikandungnya.[129]
Seorang ilmuwan menulis:
Jika aliran darah ibu tidak bisa mensuplai zat kalsium yang dibutuhkan kepada tubuh anak maka itu akan menyebabkan kerapuhan pada kerangka tulang anak. Jika seorang ibu menderita penyakit gula dan zat gula darahnya melebihi batas normal maka ini akan memaksa pankreas janin bekerja lebih keras, dan jika keadaan ini terus berlanjut setelah janin itu lahir maka gula darah anak menjadi sedikit, dan manakala tidak diobati maka anak itu akan mati karena kekurangan zat glukogen.[130]
Dr. Ali Akbar Syi`ari menulis:
"Makanan yang dimakan ibu akan sangat berpengaruh pada janin yang dikandungnya terutama pada masa menjelang dekat dengan kelahiran saat tingkat kebutuhannya pada jumlah dan kualitas makanan bertambah. Oleh karena itu, seorang ibu yang tidak mengonsumsi makanan sehat dan cukup pada masa kehamilan biasanya anak yang dilahirkannya akan mengalami kekurangan dari sisi fisik dan mental atau menderita penyakit-penyakit kejiwaan."[131]
Pandangan Islam
Islam juga sangat menaruh perhatian kepada dua masalah ini: masalah pemberian makan janin dari makanan ibu dan pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu hamil pada pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya. Berikut ini hadis-hadis yang mengisyaratkan akan hal itu:
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Makanan janin tersedia dari makanan yang dimakan ibunya, secara perlahan-lahan ia mengambil makanan dari ibunya."[132]
Pada hadis lain Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Salman bertanya kepada Amirul Mukminin as, 'Dari mana tersedia makanan bagi anak yang ada dalam perut ibunya?' Amirul Mukminin as menjawab, 'Allah menahan darah haid lalu menjadikannya makanan baginya.'"[133]
Rasulullah saw bersabda, "Makananlah buah safarjal (sejenis apel) dan berilah kepada temanmu sebagai hadiah, karena buah itu dapat mempertajam sinar mata dan menumbuhkan rasa cinta kasih pada hati. Suruhlah wanita hamil memakan buah itu, karena ia akan membuat cantik rupa anak yang akan dilahirkan. (Dalam riwayat lain disebutkan), supaya bagus akhlak anak yang akan dilahirkan."[134]
Untuk itu, bagi wanita yang sedang hamil dianjurkan:
1.Mengatur jumlah dan kualitas makanan sesuai dengan kebutuhan diri dan anak yang ada dalam kandungan.
2. Usahakan senantiasa menghirup udara yang segar dan oksigen yang cukup. Semaksimal mungkin hindari udara kotor dan berpolusi. Ketika tidur bukalah pintu atau jendela kamar supaya udara segar dapat masuk ke dalam kamar.
3. Lakukan olah raga ringan, seperti jalan kaki, terutama pada waktu pagi di mana udara masih segar. Sedapat mungkin hindari pekerjaan-pekerjaan berat dan melelahkan.
4. Usahakan untuk senantiasa gembira dan jangan bersedih. Hindari film-film atau pemandangan-pemandangan yang menegangkan dan menakutkan.
Pengaruh Makanan Ibu pada Akhlak Anak
Kondisi makanan yang dikonsumsi ibu pada masa-masa hamil bukan hanya berpengaruh pada kesehatan janin tetapi juga berpengaruh pada akhlaknya dan sejauh mana tingkat kecerdasannya. Karena seluruh organ tubuh janin, termasuk saraf dan otaknya terbentuk dari makanan yang berasal dari makanan yang dikonsumsi ibu. Hubungan keadaan akhlak seseorang dengan kondisi bentuk sarafnya adalah sesuatu yang tampak jelas bagi para peneliti.
Oleh karena itu, Islam menganjurkan kepada para wanita hamil untuk mengonsumsi beberapa jenis makanan dan buah-buahan, di antaranya:
Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan kurma wanita yang sedang hamil pada bulan-bulan terakhir kehamilannya supaya anaknya menjadi anak yang penyabar dan suci."[135]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Berilah makan barni (sejenis kurma) wanita yang telah melahirkan (pada masa nifas) supaya anaknya menjadi anak yang berakal dan murah hati."[136]
Amirul Mukminin as berkata, "Barni adalah sebagus-bagusnya kurma. Berilah ia kepada para wanita yang sedang dalam masa nifas, supaya anaknya menjadi anak yang penyabar dan bijak."[137]
Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan lubân (sejenis kemenyan khas Arab-peny.) wanita yang sedang hamil, karena janin yang memakan lubân dalam perut ibunya akan menjaiya di kuat akalnya. Jika ia laki-laki ia akan menjadi seorang pemberani, jika ia perempuan ia akan menjadi perempuan yang besar pinggulnya dan dicintai suaminya."[138]
Imam Ali Ridha as berkata, "Berilah makan lubân wanita yang sedang hamil. Karena, jika ia anak laki-laki ia akan menjadi laki-laki yang cerdas, pintar dan pemberani, dan jika ia anak perempuan ia akan menjadi perempuan yang berakhlak baik, cantik, berpinggul besar dan dicintai suaminya."[139]
Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan buah safarjal (sejenis apel) kepada wanita yang sedang hamil, karena ia dapat membuat bagus akhlak anak yang akan dilahirkan."[140]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada makanan dan obat yang lebih baik bagi wanita selain buah kurma matang. Allah Swt berfirman kepada Maryam di dalam al-Quran, Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."[141]
Rasulullah saw bersabda, "Setiap wanita hamil yang makan buah semangka maka anaknya akan cantik wajahnya dan baik akhlaknya."[142]
Dari hadis-hadis di atas dapat ditarik dua kesimpulan: pertama, sangat sensitifnya masa kehamilan bagi perkembangan janin; kedua, begitu besarnya pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu pada masa kehamilan pada kecerdasan dan akhlak anak yang akan dilahirkan.
Program Makan Wanita Hamil
Makanan yang dikonsumsi wanita hamil harus kaya dengan nutrisi, sempurna, dan mengandung semua zat yang dibutuhkan, seperti macam-macam vitamin, protein, zat besi dan zat garam. Pada kesempatan ini saya tidak akan membahas satu persatu macam-macam makanan, buah dan sayur-mayur beserta khasiat-khasiatnya. Untuk mengetahui itu para ibu dapat membaca buku-buku yang telah banyak ditulis khusus mengenai hal ini. Namun demikian, pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan poin berikut:
Salah satu kesulitan yang dihadapi para wanita yang sedang hamil ialah hilangnya selera makan. Meskipun pada masa kehamilan seorang wanita membutuhkan makanan lebih banyak dibandingkan masa-masa lainnya namun sayangnya kebanyakan mereka pada masa ini tidak mempunyai selera kepada makanan.
Sampai beberapa waktu para wanita yang sedang hamil biasanya menderita ngidam yang berat sehingga mereka tidak suka dengan berbagai jenis makanan.
Pada masa ini makanan yang diberikan kepada mereka hendaknya sedikit jumlahnya namun menguatkan.
Zat-zat yang dibutuhkan tubuh terdapat pada berbagai macam buah, sayuran, biji-bijian, daging, susu, yoghurt, mentega, lemak hewan dan tumbuh-tumbuhan, dan telur. Oleh karena itu, mengonsumsi secara berganti-ganti jenis makanan tersebut adalah upaya terbaik bagi para wanita hamil.
Seorang penulis berkata:
"Untuk memiliki tubuh yang sehat bukan hanya kita harus makan yang cukup tetapi juga harus mengonsumsi berbagai jenis makanan."[143]
Ilmuwan yang lain mengatakan:
"Seorang ibu yang sedang hamil harus menambahkan zat-zat mineral dan berbagai jenis vitamin pada makan siang dan makan malamnya, supaya janin yang ada dalam kandungannya dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna."[144]
Singkatnya, makanan terbaik bagi masyarakat umum, khususnya bagi para ibu hamil adalah berbagai jenis sayuran, baik yang mentah maupun yang masak, berbagai jenis buah-buahan dan biji-bijian, susu dan berbagai produk turunannya. Pohon dan tumbuh-tumbuhan memperoleh makanan dari tanah, air, udara dan sinar matahari, lalu mereka menyediakan makanan yang sehat dan alami bagi kita. Namun, masing-masing dari mereka tidak mencakup semua zat makanan yang dibutuhkan melainkan hanya mempunyai khasiat tertentu.
Seseorang yang menginginkan kesehatan dan keselamatan bagi dirinya ia harus mengonsumsi makanan yang bermacam-macam. Dari berbagai macam buah-buahan pohon, seperti apel, safarjal, pir, lobi-lobi, blueberri, kurma, anggur, sirsak, mangga, pisang, delima, jeruk dan pepaya. Di samping itu, dia juga harus mengonsumsi buah-buahan tanah, seperti, buah melon, semangka, ketimun suri dan ketimun.
Dia juga harus mengonsumsi berbagai jenis sayuran, seperti bawang putih, bawang merah, kol, lobak, kacang buncis, kangkung, bayam, sawi, kacang polong dan labuh. Dia juga harus mengonsumsi berbagai jenis biji-bijian, seperti gandum, jagung, kacang adas dan beras.
Hendaknya dia juga mengonsumsi berbagai macam daging: daging kambing, daging sapi, daging ayam dan telurnya, ikan, begitu juga berbagai jenis susu dan turunannya.
Zat-zat makanan yang dibutuhkan manusia terdapat di dalam berbagai jenis makanan di atas, sehingga jika kita mengonsumsi makanan beragam maka berbagai macam kebutuhan akan makanan akan terpenuhi dan kita tidak akan kekurangan nutrisi.
Yang kami maksud bukanlah berarti setiap hari seseorang harus mengonsumsi semua jenis makanan di atas, tetapi hendaknya disusun program makan yang mencakup berbagai jenis makanan meskipun sedikit. Melaksanakan program yang semacam ini tidaklah sulit hanya saja kita membutuhkan kemauan dan informasi. Melaksanakan program makan yang benar sangat perlu dan berguna bagi setiap orang terutama bagi para wanita hamil yang mempunyai tanggung jawab memelihara perkembangan janin yang ada dalam kandungannya.
Islam juga menaruh perhatian yang besar kepada masalah ini. Islam menjelaskan manfaat dan khasiat beberapa jenis buah dan menganjurkan orang untuk memakannya, terutama kepada para wanita yang sedang hamil dan menyusui.
Menyusun program makan yang sesuai dibebankan kepada suami wanita yang sedang hamil. Seorang suami mempunyai kewajiban memperhatikan keadaan istrinya yang sedang dalam periode sensitif, dan sedapat mungkin berusaha menyediakan berbagai jenis makanan yang dibutuhkan istrinya dan anak yang ada dalam kandungannya. Jika ia melihat istrinya yang sedang ngidam tidak suka kepada beberapa macam makanan maka ia harus menyediakan makanan lain yang sejenis dengannya yang mempunyai khasiat yang sama, sehingga dengan begitu ia dapat menjaga kesehatan dan selera makan istrinya dan juga menjaga perkembangan janin yang ada dalam perut istrinya.
Seorang suami harus tahu bahwa sikap tidak peduli dan tidak mau tahu dalam masalah ini dapat membahayakan kesehatan istri dan anak yang ada dalam kandungannya, dan ini merupakan sebuah kejahatan yang harus dia bayar di dunia ini juga, dan pada hari kiamat ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Hamil dan Mengonsumsi Zat-zat Adiktif
Mengonsumsi zat-zat adiktif seperti rokok, ganja, heroin, sabu-sabu dan lainnya sangat berbahaya bagi siapa saja dan kapan saja. Seseorang yang peduli pada kesehatan dirinya benar-benar harus menjauhi zat-zat semacam itu. Pada kesempatan ini kita tidak sedang menjelaskan berbagai macam bahaya fisik, kejiwaan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh zat-zat ini, tetapi tujuan kita di sini ialah hendak menjelaskan bahaya yang ditimbulkan zat-zat ini bagi janin yang ada dalam kandungan ibunya. Untuk mengetahui hal ini alangkah baiknya kita menelaah berbagai tulisan para ahli berikut:
Pertama, coba Anda simak ringkasan sebuah makalah yang dimuat dalam salah satu majalah asing yang cukup terkenal,
"Sebuah penelitian yang dilakukan di negara-negara Skandinavia terhadap 6363 orang ibu menunjukkan bahwa berat rata-rata tubuh anak yang lahir dari ibu yang kecanduan rokok 170 gram lebih ringan dibandingkan berat tubuh rata-rata seluruh anak. Demikian juga dengan ukuran kepalanya. Selanjutnya, tingkat kematian yang terjadi di antara anak-anak ini enam kali lebih banyak dibandingkan tingkat kematian yang terjadi di antara seluruh anak. Begitu juga cacat sejak lahir yang terjadi pada anak-anak ini jauh lebih banyak dibandingkan pada anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak kecanduan rokok. Mengonsumsi rokok akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen di dalam darah ibu dan janin. Penyakit jantung bawaan pada anak-anak yang terlahir dari ibu yang merokok 50% lebih banyak dibandingkan pada anak-anak yang terlahir dari ibu yang tidak merokok. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak ini akan tertinggal dibandingkan anak-anak seusianya di sekolah, dan tingkat ketertinggalannya ini terkait erat dengan seberapa banyak rokok yang dikonsumsi pada saat ibu mengandung. Karena rokok dapat menyebabkan berkurangnya sel-sel otak anak. Ini hanya merupakan sebagian kecil dari bahaya yang ditimbulkan rokok pada seorang anak."[145]
Dr. Jaza'iri menulis:
"Mengonsumsi rokok bukan hanya membahayakan bagi ibu tetapi juga membahayakan bagi anak yang ada dalam rahim. Minuman beralkohol pun sangat-sangat berbahaya bagi ibu yang sedang hamil. Karena alkohol, di samping memabukkan dia juga menghancurkan berbagai macam vitamin yang dibutuhkan ibu dan anak yang ada dalam kandungan, sehingga anak yang dilahirkan akan menjadi cacat."[146]
Dr. Jalali menyebutkan,
"Alkohol, morfin dan semua zat adiktif lainnya akan masuk ke dalam darah, dan pada gilirannya akan berpengaruh pada perkembangan janin. Bahkan, menurut keyakinan banyak pihak, penggunaan zat adiktif akan membahayakan pembentukan jantung janin."[147]
Sakit ketika Hamil
Jika wanita yang sedang hamil sakit, dan penyakit yang dideritanya itu penyakit yang ringan, seperti demam ringan, sebaiknya ia istirahat dan mengobati penyakitnya dengan obat tumbuh-tumbuhan dan sedapat mungkin menghindari obat-obat kimia. Akan tetapi jika penyakit yang dideritanya penyakit yang berat maka sesegera mungkin ia harus mendatangi seorang dokter yang ahli dan menaati segenap anjuran-anjurannya hingga ia benar-benar pulih dari penyakitnya.
Karena jika ia tidak berobat maka itu tidak hanya akan membahayakan kepada dirinya tetapi juga membahayakan keselamatan janin yang ada dalam kandungannya.
Seorang ibu hamil yang sakit harus memperhatikan dua hal penting berikut:
Pertama, dia harus memberitahukan kepada dokter bahwa dirinya sedang hamil, sehingga di dalam memberikan resep dan obat, dokter akan memperhatikan keadaan janin dan ia tidak akan memberikan obat yang akan membahayakan janin. Karena biasanya obat disediakan dan telah diuji coba bagi orang-orang yang lebih besar.
Oleh karena itu, bisa saja beberapa jenis obat berbahaya bagi janin yang ada dalam kandungan, karena para ilmuwan mengatakan bahwa obat sebagaimana juga makanan sampai ke tubuh janin melalui plasenta dan memberikan pengaruh kepadanya. Bisa saja sebuah obat yang bermanfaat bagi ibu namun berbahaya bagi tubuh kecil yang sedang dalam proses pertumbuhan. Oleh karena itu, di dalam mengonsumsi obat seorang wanita hamil harus memperhatikan keadaan janin yang ada dalam kandungannya.
Kedua, menghindari penggunaan obat tanpa seizin dokter, karena bisa saja obat tersebut dapat membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang ada dalam kandungannya.
Seorang ilmuwan mengatakan,
"Dalam kondisi tertentu virus dan mikroba dapat masuk melalui plasenta dan menyerang janin yang tidak berdaya sehingga ia menderita penyakit yang diderita ibunya."[148]
Penulis yang sama berkata,
"Perubahan pola makan ibu, obat-obat yang dikonsumsi dan penyakit yang diderita akan memberikan pengaruh kepada janin. Sebuah kerusakan kecil yang terjadi pada masa-masa awal kehidupan janin akan berpengaruh besar pada perkembangan janin. Oleh karena itu, kaum wanita mempunyai kewajiban khusus menjaga kesehatan dirinya pada masa-masa ketika diperkirakan ia hamil."[149]
Pengaruh Kondisi Kejiwaan Ibu pada Janin
Tidak ada sedikit pun keraguan di kalangan para ilmuwan akan besarnya pengaruh pola makan ibu terhadap perkembangan janin. Namun yang ingin dibahas di sini ialah, apakah pikiran, emosi dan kondisi kejiwaan ibu juga memberikan pengaruh kepada jiwa janin atau tidak? Sebagian ilmuwan mengatakan, kondisi kejiwaan dan emosi seorang ibu pada saat hamil, seperti rasa bimbang, gelisah, marah, dendam dan hasud juga berpengaruh kepada jiwa si janin, dan sangat mungkin sifat-sifat ini atau yang sejenisnya berpindah dari ibu kepada si anak.
Demikian juga dengan sifat-sifat baik dan ketenteraman jiwa ibu, seperti sifat percaya diri, optimis, iman dan penyayang. Sifat-sifat tersebut dapat memberikan pengaruh positif kepada perkembangan jiwa janin dan menjadikannya bersifat dengan sifat-sifat tersebut.
Di dalam menjelaskan perkataannya mereka mengatakan, "Janin yang hidup dalam rahim ibu dan memperoleh makanan dari makanan ibunya adalah bagian dari tubuh ibu. Oleh karena itu, suasana kejiwaan ibu, sebagaimana berpengaruh kepada anggota-anggota tubuhnya juga berpengaruh kepada janin yang ada dalam kandungannya."
Namun, para ahli janin dan para ahli jiwa anak membantah pernyataan ini dan mengatakan bahwa argumentasi yang dikemukakan tidak sempurna. Mereka mengatakan, benar bahwa janin hidup dalam rahim ibu, memperoleh makan dari makanan ibu dan mempunyai hubungan dengan alat pencernaan ibu, namun di antara keduanya tidak terdapat hubungan saraf (neurologis) hingga kondisi kejiwaan ibu dapat berpindah kepadanya.
Dr. Jalali berkata tentang hal ini,
"Tidak ada hubungan langsung di antara ibu dan janin. Hubungan antara ibu dan janin yang ada dalam kandungannya terjadi melalui tali pusar, dan pada tali pusar ini tidak terdapat urat saraf yang menuntun peristiwa-peristiwa emosi, ia hanya terdiri dari pembuluh-pembuluh darah. Oleh karena itu, suasana emosi tidak dapat berpindah kepada janin melalui tali pusar."[150]
Kebenaran ada pada pihak kedua yang mengatakan bahwa pikiran dan suasana emosi wanita hamil tidak dapat secara langsung memberikan pengaruh kepada jiwa janin, karena-sebagaimana mereka katakan-tidak adanya hubungan saraf di antara keduanya. Namun demikian, tidak benar juga jika dikatakan tidak ada pengaruh sedikit pun pikiran dan kondisi kejiwaan ibu meski secara tidak langsung terhadap pembentukan jiwa janin. Untuk lebih jelas coba simak tiga poin berikut:
1. Sudah terbukti bahwa jiwa dan tubuh manusia mempunyai hubungan yang sangat dekat, bahkan merupakan sebuah satu kesatuan di mana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Sehat dan sakitnya tubuh, kuat dan lemahnya saraf, dan bahkan kenyang dan laparnya seseorang sampai batas-batas tertentu memberikan pengaruh terhadap cara berpikir dan perilakunya. Akhlak dan kepribadian seseorang sampai batas tertentu banyak memberikan pengaruh kepada bentuk indera dan susunan saraf dan otaknya. Mereka mengatakan, jiwa yang kuat terdapat dalam tubuh yang sehat. Kekurangan sebagian zat makan dapat saja menjadikan otak dan saraf menjadi lahan subur bagi munculnya sifat-sifat tercela dan emosi yang meletup-letup. Oleh karena itu, beberapa penyakit kejiwaan dapat disembuhkan dengan obat dan makanan.
Selama janin hidup di dalam rahim ibu ia memperoleh makanan melalui alat pencernaan ibu. Artinya, seratus persen ia bergantung kepada ibu. Oleh karena itu, pola makan ibu memberikan pengaruh sempurna terhadap pertumbuhan tubuh, saraf dan jiwa janin.
Dr. Jalali berkata, "Segala sesuatu yang berpengaruh bagi kesehatan ibu maka ia juga berpengaruh bagi kesehatan janin. Jika makanan ibu kekurangan kalsium maka itu akan berpengaruh pada pembentukan tulang dan gigi anak."[151]
Sudah terbukti dan dapat dirasakan bahwa kegelisahan dan keresahan jiwa yang parah sangat berpengaruh terhadap seluruh tubuh, salah satunya organ alat pencernaan. Anda sendiri dapat merasakan pada saat Anda sedang sedih, resah dan takut maka nafsu makan Anda menjadi berkurang dan Anda tidak dapat mencerna makanan secara sempurna. Di sini, sistem alat pencernaan Anda menjadi terganggu dan keseimbangan organ saraf-saraf Anda menjadi kacau.
Dari penjelasan tiga poin di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Meskipun berbagai pikiran dan suasana jiwa ibu tidak dapat berpindah ke saraf dan otak anak secara langsung -karena tidak ada hubungan saraf- namun dikarenakan hal-hal tersebut memberikan pengaruh kepada tubuh ibu terutama organ pencernaannya, sementara makanan janin diperoleh melalui organ pencernaan ibu, dan begitu juga pola makan ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan saraf dan kejiwaan anak maka secara pasti dapat dikatakan bahwa suasana kejiwaan ibu pada saat hamil, yang buruk maupun baik banyak berpengaruh terhadap perkembangan saraf dan kejiwaan janin, dan begitu juga terhadap pembentukan sifat-sifat dirinya di masa yang akan datang.
Rasa sedih, emosi, gelisah dan rasa takut ekstrim yang dialami seorang ibu secara umum dapat merusak organ pencernaan dan sarafnya. Kondisi yang tidak normal ini bukan hanya berbahaya bagi tubuh dan jiwa ibu tetapi juga berakibat buruk terhadap kondisi proses pemberian makan janin yang berada dalam kandungannya, dan sangat mungkin saraf dan otak si anak nantinya akan tertimpa gangguan kejiwaan.
Seorang ibu hamil yang menjalani hidup dengan tenang dan memperoleh makanan yang cukup akan mempunyai tubuh dan jiwa yang sehat, dan pada akhirnya janin yang ada dalam kandungannya pun dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna baik fisik maupun jiwanya.
Sebaliknya, seorang ibu hamil yang menjalani hidup dengan sedih, gelisah, bimbang, menyesal dan akhlak yang jelek, tidak hanya akan membahayakan fisik dan jiwanya tetapi juga akan merusak kondisi pemberian makan janin dan ketenangan jiwanya, dan tentunya janin yang tumbuh dalam lingkungan yang seperti ini akan mempunyai nasib yang buruk. Coba perhatikan data statistik berikut:
" Para dokter jiwa membuktikan bahwa 66% dari anak-anak yang menderita penyakit jiwa mewarisi penyakitnya dari ibunya. Manakala seorang ibu sehat dan normal maka anaknya pun akan mempunyai jiwa yang sehat dan normal. Jika seorang ibu ingin mempunyai anak yang sehat, ceria dan mempunyai akal yang kuat maka sebelum anak itu lahir ia harus peduli akan kesehatan dirinya."[152]
Menghirup Udara Segar dan Cukup Istirahat
Janin yang hidup dalam perut ibu, di samping untuk makan bergantung kepada ibunya, dalam menghirup oksigen pun ia membutuhkan ibunya. Dengan cara bernafas manusia dapat memenuhi oksigen yang dibutuhkannya dan membuang karbondioksida yang ada pada tubuhnya. Dengan begitu ia dapat menjaga suhu tubuhnya dan melangsungkan hidupnya. Janin pun untuk dapat tumbuh memerlukan oksigen, namun alat pernafasannya masih belum bekerja, dan untuk itu ia memperoleh oksigen dari oksigen yang dihirup ibunya.
Oleh karena itu, kualitas udara yang dihirup ibu bukan hanya berpengaruh pada kesehatan tubuhnya tetapi juga berpengaruh pada pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya. Dengan menghirup udara yang segar, seorang ibu tidak hanya menjaga kesehatan tubuhnya tetapi ia juga membantu pertumbuhan dan perkembangan janin. Jika ibu menghirup udara yang kotor dan berpolusi maka itu akan membahayakan bagi dirinya dan juga bagi janin yang ada dalam kandungannya.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada para wanita yang sedang hamil untuk sedapat mungkin menghirup udara yang bersih dan segar. Cobalah berjalan kaki di udara yang bersih dan menarik nafas dalam-dalam, dan hindari begadang di tengah malam. Hindari merokok dan bernafas di ruangan yang dipenuhi asap rokok, karena udara yang kotor dan minim oksigen akan membahayakan kesehatan janin.
Para wanita yang sedang hamil dapat melakukan aktivitas hidupnya secara biasa namun ia harus menghindari mengangkat beban yang berat, melakukan gerakan yang cepat dan aktivitas yang melelahkan, karena hal itu akan mengganggu kenyamanan janin yang ada dalam kandungan dan bisa saja menyebabkan keguguran. Melakukan perjalanan dekat dan dengan kendaraan yang nyaman tidak membahayakan namun ia harus menghindari perjalanan jauh dan melelahkan kecuali dalam keadaan terpaksa, terutama pada bulan-bulan pertama dan bulan-bulan akhir masa kehamilannya.
Alhasil wanita hamil memerlukan istirahat yang lebih banyak. Namun demikian, aktivitas-aktivitas ringan seperti gerakan-gerakan perlahan dan jalan kaki bukan hanya tidak membahayakan malah sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kekuatan ibu dan janin, terutama nanti pada saat melahirkan.
Melahirkan
Sebagaimana yang Anda sudah ketahui bahwa kehidupan pada masa pra natal adalah kehidupan yang sangat sensitif dan menentukan, dan akan sangat berpengaruh pada masa depan kehidupan anak. Pada masa ini janin hidup dalam sebuah ruang yang pengelolaannya bukan berada pada dirinya. Dia berada di hadapan berbagai bahaya fisik dan kejiwaan yang tidak dapat dia hindari, dan tanggung jawab semua itu berada di pundak kedua orangtuanya, terutama ibu.
Namun akhirnya, periode ini-baik atau buruk-akan berakhir pada saat waktu melahirkan tiba, yang merupakan jenjang terakhir tanggung jawab periode kehamilan. Jenjang melahirkan juga adalah jenjang yang sangat penting baik bagi ibu maupun anak. Pada periode ini tubuh anak relatif sudah besar, terutama kepalanya dibandingkan anggota tubuh lainnya relatif mengalami perkembangan yang lebih cepat, dan sekarang sudah waktunya mau tidak mau ia harus keluar dari rahim ibu meskipun dengan susah payah.
Perjalanan bayi melewati lorong sempit pada saat lahir adalah perjalanan yang paling berbahaya yang dilakukan seorang manusia sepanjang hidupnya. Bisa saja pada saat proses kelahiran seorang bayi kehilangan nyawanya, bisa saja ia mengalami patah tulang, bisa saja tulang batok kepala yang masih lunak menerima tekanan sehingga merusak saraf-saraf otak yang ada di kepalanya.
Dr. Jalali menulis,
"Ketika lahir ke dunia seorang anak mengalami tekanan untuk beberapa waktu. Bagian kepala, yang merupakan bagian tubuh yang paling besar adalah bagian yang paling banyak kemungkinannya menderita kerusakan. Jika kelahiran berjalan tidak normal maka tingkat kesulitan untuk lahir ke dunia meningkat beberapa kali, dan anak di samping menerima tekanan yang biasa mau tidak mau ia juga harus menghadapi benturan alat-alat mekanik. Salah satu sebab meninggalnya anak pada saat dilahirkan atau beberapa saat setelah dilahirkan ialah tekanan-tekanan dan benturan-benturan tersebut. Sebagian cacat tubuh dan otak yang kita temukan pada anak-anak, seperti lumpuh, gila dan lainnya biasanya diakibatkan berbagai benturan dan tekanan yang dialami anak pada saat dilahirkan."[153]
Dengan memperhatikan penjelasan-penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa melahirkan bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sepele tetapi justru merupakan sebuah perkara yang sangat penting yang keselamatan ibu dan anak bergantung kepadanya. Jika terjadi kelalaian sekecil apa pun pada prosesnya dapat mendatangkan kerugian besar bagi ibu dan anak, atau bahkan mungkin dapat menyebabkan kematian bagi keduanya atau salah satunya.
Oleh karena itu, alangkah baiknya seorang ibu hamil melaksanakan kewajiban-kewajiban masa hamilnya dan melaksanakan nasihat-nasihat dokter, dan mempersiapkan dirinya untuk dapat melahirkan secara normal dan lancar dengan mengonsumsi makanan dengan benar, menjaga kebersihan, menghindari kegiatan-kegiatan yang melelahkan dan melakukan aktivitas-aktivitas ringan. Untungnya, banyak sekali buku-buku bagus yang telah ditulis mengenai hal ini sehingga para ibu dapat memanfaatkannya.
Kepada para ibu hamil dianjurkan untuk sedapat mungkin mendatangi seorang dokter spesialis atau rumah sakit secara berkala untuk memperoleh petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Demikian juga jika mengalami keluhan-keluhan baru maka segera pergi ke dokter supaya tidak mengalami kesulitan yang lebih besar. Manakala melihat tanda-tanda sudah dekatnya saat kelahiran maka harus segera pergi ke rumah sakit untuk dirawat, karena:
Pertama, di rumah sakit senantiasa ada dokter, obat dan bidan, yang senantiasa mengawasi ibu yang akan melahirkan, dan manakala diperlukan dengan segera mereka akan membantu. Jika terjadi kelahiran yang tidak normal dan diperlukan tindakan operasi, rumah sakit memiliki kesiapan dan dengan segera akan menolong ibu. Namun, jika proses kelahiran dilakukan di rumah, sementara proses kelahiran berjalan tidak normal, maka untuk memindahkan ibu yang melahirkan ke rumah sakit diperlukan waktu, yang bisa saja mengakibatkan nyawa ibu atau anak yang dilahirkan tidak dapat tertolong.
Kedua, dari sisi kebersihan. Kamar-kamar di rumah sakit lebih terjaga dibandingkan kamar-kamar di rumah, sehingga sangat bagus untuk istirahat.
Ketiga, dalam proses melahirkan tidak ada saudara, tetangga dan teman yang ikut campur dan memberikan pandangan dalam proses kelahiran sehingga mengganggu ibu yang hamil. Karena, campur tangan mereka yang tidak berdasarkan ilmu justru akan membahayakan. Namun, jika tidak mampu pergi ke rumah sakit atau dokter spesialis maka silahkan melahirkan di rumah dengan dibantu bidan-bidan yang berpengalaman. Dalam keadaan ini perlu diperhatikan poin-poin berikut:
1. Udara ruangan kamar untuk melahirkan harus sedang dan normal, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Karena seorang wanita hamil disebabkan berjam-jam menekan ia kehilangan keseimbangan dirinya dan biasanya banyak mengeluarkan keringat, dan pada keadaan yang seperti ini ia sangat mudah terserang flu. Jika udara ruangan kamar terlalu dingin maka sangat mungkin ibu yang melahirkan terserang penyakit flu. Di samping itu, udara dingin sangat berbahaya bagi bayi yang baru lahir, karena di dalam rahim ibu bayi tinggal di lingkungan yang bersuhu 35/5 derajat, dan perubahan suhu udara yang tiba-tiba sangat berbahaya baginya. Udara yang terlalu panas pun tidak baik, karena dapat membuat ibu yang melahirkan merasa tidak nyaman. Yang terbaik adalah suhu udara yang normal yang membuat ibu yang hendak melahirkan merasa nyaman.
2. Hati-hati, jangan sampai udara kamar tercemar oleh asap, bau minyak dan yang lainnya. Karena bernafas di udara yang tercemar ini bukan hanya berbahaya bagi keselamatan ibu tetapi juga bagi bayi yang baru saja belajar bernafas.
3. Ranjang, selimut dan pakaian salin yang digunakan harus bersih dan menggunakan disinfektan. Demikian juga, bidan harus mencuci tangannya dengan sabun dan kalau bisa juga menggunakan disinfektan. Karena dalam keadaan ini, ibu dan bayi yang baru lahir sangat rentan untuk terserang penyakit dan kuman, dan upaya menjaga kebersihan sangat membantu kesehatan dan keselamatan mereka.
4. Wanita yang akan melahirkan biasanya dihinggapi rasa bimbang dan sedih, dan bahkan ia merasa pesimis dengan keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Ia menderita rasa sakit, sedih dan takut. Dalam keadaan ini ia sangat membutuhkan dorongan semangat sehingga dapat menanggung tekanan-tekanan yang dia rasakan dan membantu cepat keluarnya anak. Oleh karena itu, perlu diberi pengertian kepada mereka bahwa proses melahirkan adalah sesuatu yang alami, hendaknya mereka diberi semangat dan dijauhkan dari perasaan takut, jangan sampai mereka dihinggapi perasaan tidak mampu melakukannya.
5. Wanita yang akan melahirkan, disebabkan kebimbangan dan perubahan pada suasana jiwanya, biasanya tidak mempunyai selera makan, dan memang mengonsumsi makanan berat dan banyak baginya itu tidak baik, karena itu jangan memaksa mereka memakan makan berat dan banyak. Namun demikian, untuk bisa menanggung rasa sakit dan kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam proses melahirkan dan membantu mengeluarkan anak sangat dibutuhkan energi yang banyak. Oleh karena itu, di sela-sela menahan rasa sakit alangkah baiknya diberikan kepada mereka makanan ringan yang penuh energi, seperti minuman sari buah, minuman madu, daging bakar, sup dan roti, namun tidak banyak-banyak, seukuran yang dibutuhkan. Karena jika tidak maka ia akan mengalami kesulitan dalam melahirkan.
6. Sedapat mungkin ruangan tempat melahirkan diusahakan tenang tidak berisik, dan anak-anak dan wanita-wanita yang tidak berkepentingan disuruh keluar. Karena, di samping mereka tidak bisa membantu apa-apa, keberadaan mereka pun akan membuat wanita yang hendak melahirkan malu. Di samping itu, haram hukumnya seorang wanita melihat aurat wanita lain dalam semua keadaan, salah satunya adalah pada saat melahirkan.
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Imam Ali bin Husain as, pada saat seorang wanita melahirkan berkata, 'Suruh para wanita keluar dari kamar, jangan sampai mereka melihat aurat wanita yang sedang melahirkan.'"[154]
Ada dua hal penting yang perlu diingatkan:
Pertama, benar, bahwa masa hamil dan melahirkan adalah sebuah pekerjaan sulit namun ia sebuah pekerjaan yang bagus dan bernilai. Jika seorang wanita hamil, lalu menunaikan kewajibannya pada masa ini, menjaga kandungannya dengan sempurna, melewati masa ini dengan selamat, dan mempersembahkan seorang anak yang baik dan sehat kepada masyarakat, maka ia telah melakukan sebuah pekerjaan yang sangat berharga. Ia telah melahirkan seorang anak yang normal yang akan selalu merasa berhutang kepada ibunya. Ia juga telah berkhidmat kepada masyarakat manusia, karena seorang anak yang sehat dan normal yang ia lahirkan bisa saja keberadaannya akan menjadi sumber bagi keberkahan dan kebaikan umat manusia. Tentu saja, pelayanan besar yang seperti ini tidak akan berlalu begitu saja tanpa ganjaran dari Allah Swt.
Zaid bin Ali meriwayatkan, "Pada suatu hari Rasulullah saw berbicara tentang keutamaan jihad. Lalu, seorang wanita berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita dapat memperoleh keutamaan jihad?' Rasulullah saw menjawab, 'Tentu, wanita memperoleh pahala jihad pada masa ia hamil hingga melahirkan, lalu setelah itu menyusui anaknya hingga ia menyapihnya. Pada seluruh masa ini ia tidak berbeda dengan seorang laki-laki yang sedang berperang di jalan Allah. Jika ia meninggal pada masa itu maka kedudukannya sama dengan kedudukan orang yang mati syahid.'"[155]
Kedua, para suami harus sadar bahwa masa kehamilan dan pekerjaan melahirkan bukan sesuatu yang mudah. Pada masa ini seorang wanita yang hamil sangat membutuhkan pengawasan dan kerjasama dari suami. Baik agama maupun nurani mewajibkan seorang suami melindungi dan membesarkan hati istrinya yang sedang hamil dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia harus lebih menunjukkan kasih sayangnya kepada istrinya dibandingkan sebelumnya, membesarkan hatinya, dan meyakinkannya bahwa ia akan membantu sepenuh hati pada saat melahirkan. Seorang suami, ketika merasa saat melahirkan istrinya sudah dekat, sesegera mungkin ia harus membawanya ke rumah sakit atau ke dokter spesialis. Jika dikarenakan kelalaian, ketidakpedulian atau pun kekikirannya lalu anak atau istrinya sampai celaka atau meninggal maka ia layak dihukum dalam pandangan agama dan nurani, dan pada hari kiamat pun ia akan diminta pertanggungjawabannya.
Periode Kedua: Setelah Melahirkan dan Tahun Pertama dan Kedua Usia Anak
Tahun pertama kehidupan anak adalah periode terpenting kehidupannya. Pada saat itu jiwanya tidak ubahnya seperti kertas putih yang siap menerima apa pun gambar yang ditorehkan di atasnya. Sebelumnya, belum ada satu pun gambar ilmu yang ditorehkan padanya, namun ia mempunyai potensi untuk memperoleh ilmu dan informasi secara bertahap. Begitu juga dengan alat pemahamannya (indera, rasa dan otak), ia merupakan alat yang sangat sensitif, yang belum pernah digunakan sebelumnya, dan bentuk serta cara penggunaannya akan sangat menentukan bagi masa depan anak yang bersangkutan. Jiwa yang sensitif dan halus, dan alat pemahaman yang rumit ini tentunya menerima pengaruh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode dan juga dari bentuk perlakuan keluarganya kepadanya. Namun, yang menjadi kesulitan terbesar ialah umumnya orang tidak mengetahui kecenderungan, keinginan dan perasaan bayi pada periode ini.
Allah Swt berfirman, Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS. an-Nahl:78).
Oleh karena itu, para pendidik harus benar-benar menaruh perhatian kepada masa yang sangat sensitif ini, dan memperlakukan mereka dengan cara yang benar, sehingga mereka terjaga dari kejadian-kejadian yang akan melukai jiwa mereka.
Kedua orangtua dari tiga sisi dapat memberikan pengaruh pada bentuk pendidikan anaknya secara benar: pemberian makan yang baik, menyediakan semua kebutuhan materinya, dan memperlakukannya dengan penuh sayang. Berikut ini kami bahas masing-masing dari ketiganya secara ringkas:
Pengaruh Pemberian Makan pada Pendidikan
Pemberian makan anak mempunyai pengaruh pada bentuk pendidikan anak dari dua sisi: dari sisi pembentukan jasmani dan dari sisi pengaruh kejiwaan dan emosi. Adapun dari sisi pertama, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa bentuk pemberian makan anak tidak diragukan akan sangat berpengaruh pada bagaimana bentuk dan susunan fisik, kesehatan dan penyakit, kekuatan dan kelemahan anak. Dari sisi lain, bentuk susunan fisik akan berpengaruh pada perilaku dan kepribadian anak. Jika seorang ibu, dengan program yang benar dan terencana menyediakan makanan yang dibutuhkan anak maka ia berarti membantu kesehatan fisik, saraf dan otak anak, yang tentunya juga akan berpengaruh juga pada perilaku dan kepribadiannya.
Oleh karena itu, pemberian makan yang benar kepada bayi adalah salah satu faktor penting pendidikan, dan para pendidik tidak boleh lalai akan hal ini. Ayah dan ibu yang menginginkan anaknya bahagia ia harus mengetahui makanan-makanan yang dibutuhkan anaknya, lalu dengan program yang benar dan terencana memberi anaknya makan. Di sini, kami tidak bisa menjelaskan secara rinci program pemberian makan anak, akan tetapi kami sarankan kepada yang ingin mengetahuinya untuk membaca buku-buku yang telah banyak ditulis tentang hal ini, namun demikian kami ingin menyinggung secara umum dua masalah yang kami anggap penting:
Peran Air Susu Ibu (ASI) pada Pendidikan
ASI adalah makanan sempurna, dan dari sisi kandungan gizi merupakan makanan terbaik. Di antara semua jenis susu, air susu ibu adalah yang paling sesuai dan paling menyehatkan bagi anak, terutama bagi anak yang baru lahir, karena memiliki kelebihan-kelebihan berikut:
1. Dari sisi nutrisi, air susu ibu adalah makanan yang paling sesuai dengan bangunan tubuh anak. Karena, selama sembilan bulan janin hidup di dalam rahim ibu ia memperoleh makan yang disediakan oleh alat pencernaan ibu, dan setelah lahir alat yang sama itu juga yang memproduksi air susu ibu.
2. Air susu ibu dikonsumsi secara alami dan langsung, dan oleh karena itu zat-zat nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak hilang. Berbeda dengan susu-susu lain, yang dari sisi higienis harus dilindungi, dan sebagai konsekuensinya ia kehilangan sebagian zat nutrisi yang dikandungnya.
3.Air susu ibu melalui puting susu langsung masuk ke dalam mulut anak dan tidak bersentuhan dengan wadah lain, oleh karena itu dari sisi kebersihan ia lebih utama dari makanan-makanan lain.
4.Air susu ibu terjaga dari berbagai jenis mikroba pembawa penyakit. Berbeda dengan susu binatang yang mempunyai kemungkinan tertular mikroba pembawa penyakit.
5.Air susu ibu senantiasa dikonsumsi dalam keadaan baru dan dengan suhu kehangatan yang sesuai. Berbeda dengan susu-susu lain yang bisa rusak karena lama disimpan.
6. Tidak ada tindak pemalsuan pada air susu ibu, sementara pada susu-susu lain bisa terjadi tindak pemalsuan.
Atas dasar itu, dengan pasti dapat dikatakan bahwa air susu ibu adalah makanan yang bagus dan paling sesuai bagi anak dibandingkan makanan-makanan yang lain. Oleh karena itu, anak-anak yang diberi air susu ibu biasanya lebih sehat dan lebih kebal menghadapi penyakit dibandingkan anak-anak yang tidak diberi air susu ibu. Hampir seluruh para ahli mendukung teori ini.
Islam dan Air Susu Ibu
Islam juga meyakini air susu ibu sebagai makanan terbaik bagi anak, dan merupakan sebuah hak alami.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu."[156]
Sedemikian pentingnya kedudukan air susu ibu dalam Islam, sehingga para ibu sangat dianjurkan untuk menyusui anaknya dan bagi mereka disediakan pahala yang besar manakala melakukannya.
Rasulullah saw bersabda, "Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, 'Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu.'"[157]
Oleh karena itu, para ibu yang menginginkan pendidikan yang benar bagi anaknya sedapat mungkin ia harus menyusui anaknya, karena hal itu akan sangat membantu bagi kesehatan fisik dan jiwa anaknya.
Islam dan Pengaruh Air Susu Ibu
Islam meyakini jenis susu sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Oleh karena itu, pertama, Islam menganjurkan untuk teliti dalam memilih istri-yang kelak akan menjadi ibu bagi anak-anak. Pilihlah seorang wanita yang berakal, cantik, berakhlak baik, sehat dan kuat, supaya kelak Anda mempunyai anak yang cantik, kuat, sehat, pintar dan berakhlak baik. Kedua, Islam menekankan agar sedapat mungkin anak diberi air susu ibu. Ketiga, jika terpaksa mengambil pengasuh bagi anak-anak Anda, pilihlah pengasuh yang berakal, cantik, berakhlak baik dan sehat, karena meski bagaimana pun air susu sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Sebagai contoh, perhatikanlah hadis-hadis berikut:
Rasulullah saw bersabda, "Hindarilah menikah dengan wanita bodoh. Karena bergaul dengannya adalah sebuah bencana dan anak-anak yang dilahirkannya akan menjadi generasi yang hilang."[158]
Rasulullah saw bersabda, "Jangan engkau susui anak-anakmu dari air susu wanita bodoh, karena air susu akan membentuknya sebagaimana keadaannya."[159]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Perhatikanlah, siapa yang menyusui anak-anakmu, karena anak akan tumbuh sebagaimana keadaannya."[160]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Jangan engkau suruh wanita bodoh menyusui anak-anakmu, karena air susu akan menular, sehingga anak-anakmu akan tertular bodoh."[161]
Rasulullah saw bersabda, "Jangan engkau minta wanita bodoh dan lemah penglihatannya menyusui anak-anakmu, karena air susu akan menular."[162]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sebagaimana untuk menikah engkau berusaha memilih wanita-wanita baik, maka untuk menyusui anakmu pun engkau harus menemukan wanita-wanita yang baik, karena air susu dapat merubah watak."[163]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Mintalah wanita-wanita cantik menyusui anakmu, dan hindari wanita-wanita jelek, karena air susu akan menulari."[164]
Pada hadis lain Imam Muhammad Baqir as berkata, "Mintalah wanita-wanita suci (yang senantiasa dalam keadaan wudhu) untuk menyusui anakmu, karena air susu itu menulari."[165]
Pengaruh Makanan pada Air Susu
Oleh karena air susu ibu terbuat dari makanan yang dikonsumsi ibu maka sudah barang tentu kualitas dan jumlah makanan yang dimakannya sangat berpengaruh pada kualitas dan jumlah air susunya, namun demikian watak khusus masing-masing wanita pun ada pengaruhnya di sini. Oleh karena itu, para ibu yang sedang menyusui anaknya harus memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Makanan yang dikonsumsi hendaknya beraneka ragam, dan jangan lupa mengonsumsi dari jenis buah-buahan, daun-daunan dan biji-bijian. Begitu juga, makanan-makanan cair sangat bermanfaat. Singkatnya, makanan ibu menyusui harus sempurna dan harus kaya dengan nutrisi, supaya ia tetap sehat dan air susu yang dihasilkannya kaya akan nutrisi. Dalam menyusun program makan ibu menyusui Anda dapat membaca buku-buku tentang makanan dan buku-buku yang berkenaan dengan kesehatan ibu menyusui.
Jadwal Pemberian Air Susu Ibu
Di antara para ahli terdapat perbedaan pendapat apakah pemberian air susu ibu kepada anak harus dijadwal atau tidak? Di sini, terdapat dua pendapat: sebagian berpendapat bahwa pemberian air susu ibu kepada anak secara terjadwal bukan hanya akan bermanfaat bagi anak tetapi juga bermanfaat bagi ayah dan ibunya, dan mereka menyebutkan beberapa kelebihannya, di antaranya:
1.Dengan cara ini anak menjadi terbiasa bahwa pada jam-jam tertentu ia minum susu, dan ini berarti sejak dini ia telah dibiasakan untuk menjaga keteraturan, sehingga di masa yang akan datang dalam kehidupannya ia sudah terbiasa memelihara keteraturan.
2.Dari sejak dini ia sudah tahu bahwa hidup punya perhitungan, dan ia tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain dengan berteriak, menangis atau membuat kekacauan.
3.Dengan cara ia belajar dan dilatih untuk dapat bersabar menghadapi tuntutan-tuntutan dirinya.
4.Dengan menjaga keteraturan, kesehatan alat pencernaannya akan terjaga dengan baik. Karena untuk tercernanya makanan dengan baik makanan perlu berada dalam lambung untuk beberapa waktu, dan selama jangka itu sebaiknya tidak ada makanan lain yang masuk. Karena, jika berbagai makanan masuk begitu saja ke dalam lambung secara tidak teratur dan menumpuk di sana, tentu akan sulit bagi lambung untuk mencernanya, dan hal ini akan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan.
5.Manakala anak sudah terbiasa meminum air susu ibu secara teratur tentu ayah dan ibunya akan merasa leluasa.
Dengan alasan-alasan ini mereka sangat menekankan supaya anak diberi air susu ibu secara terjadwal pada jam-jam yang telah ditentukan.
Sementara kelompok yang kedua tidak menerima pendapat ini, mereka tidak hanya mengatakan tidak perlu memberikan air susu ibu secara terjadwal bahkan lebih jauh mereka mengatakan bahwa pemberian air susu ibu secara terjadwal justru akan memberikan pengaruh negatif bagi anak.
Mereka mengatakan, tidak perlu diberlakukan jadwal secara ketat dalam memberikan air susu ibu kepada anak, karena setiap kali anak merasa lapar ia akan memberi isyarat dengan cara menangis, dan saat itu ibu harus segera memberikan air susu kepadanya. Mereka menyebutkan beberapa keuntungan dengan cara ini:
1.Dengan cara ini anak akan lebih merasa aman dan terlindungi.
2.Anak mempunyai harapan dan pandangan positif kepada ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan ia tahu bahwa ketika ia memerlukannya dengan segera mereka akan membantunya.
3. Karena pada saat ia merasa lapar ibu segera memberinya makan maka ia tidak merasa kekurangan dan merasa tidak perlu bimbang.
Dengan alasan-alasan ini, kelompok kedua berpendapat sebaiknya masalah pemberian air susu ibu diserahkan kepada para ibu karena merekalah yang lebih mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana seharusnya mereka memberikan air susu kepada anaknya.
Untuk mendukung pendapatnya masing-masing kelompok telah memberikan alasannya, namun menurut hemat kami pendapat pertama-meskipun untuk melaksanakannya diperlukan kesungguhan-lebih baik dari pendapat kedua baik dari sisi kesehatan anak, dari sisi pendidikan akhlaknya maupun dari sisi kemudahan dan keleluasaan bagi ibu.
Benar, sebagaimana menurut pendapat kedua bahwa ketika anak merasa lapar dengan segera ibu datang menolongnya dan anak tidak perlu merasa resah dan khawatir, dan ia akan mempunyai pandangan yang positif kepada ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya, namun tentunya anak akan menjadi terbiasa dengan keadaan ini, sehingga ketika sudah besar dan hidup di tengah-tengah masyarakat ia berharap semua orang bertindak seperti ibunya dalam menuruti semua keinginannya. Untuk mencapai tujuannya ia akan selalu berteriak sebagaimana yang biasa ia lakukan kepada ibunya, dan kalau bisa dengan cara memaksa, dan jika ia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya ia akan menganggap orang lain sebagai manusia-manusia yang tidak memiliki perasaan.
Sebaiknya sejak awal anak dibiasakan untuk menjaga keteraturan dan diberitahu bahwa hidup di dunia ada perhitungannya dan tidak senantiasa sejalan dengan keinginan seseorang. Di samping itu, dengan menjaga jadwal yang sudah diperhitungkan, maka aktivitas makan bukan hanya akan bermanfaat bagi orang-orang dewasa tetapi juga amat bermanfaat bagi sistem pencernaan bayi yang masih baru.
Islam mengecam makan berlebihan. Rasulullah saw bersabda,
"Hindari makan berlebihan, karena itu akan merusak pencernaan, mendatangkan penyakit dan membuat malas dalam beribadah."[166]
Amirul Mukminin as berkata, "Senantiasa kenyang akan mendatangkan berbagai penyakit."[167]
Akan menjadi kebaikan bagi anak jika sejak dini ia tidak dibiasakan untuk selalu kenyang dalam makan. Oleh karena itu, meminum air susu secara teratur dan terjadwal akan sangat bermanfaat bagi tubuh anak dan juga bagi pendidikan jiwanya.
Juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai jadwal dan jeda waktu pemberian air susu. Sekelompok dari mereka berpendapat sebaiknya setiap empat jam sekali anak diberi air susu, sementara yang lain merekomendasikan setiap tiga jam atau tiga jam setengah sekali. Sekelompok lain mengatakan, pada tiga bulan pertama sebaiknya diberikan setiap tiga jam sekali, dan setelah itu setiap empat jam sekali. Namun demikian semua mereka sepakat, pada malam hari jarak waktunya lebih lama, yaitu setiap enam atau lima jam sekali. Mereka juga sepakat bahwa pada setiap waktu pemberian air susu anak harus menyusu sampai kenyang.
Berikut ini ada beberapa poin penting yang ingin kami ingatkan:
1.Oleh karena tidak semua anak memiliki kondisi yang sama pada bangunan fisik dan alat pencernaannya, yang bisa saja pada kondisi-kondisi tertentu didapati keadaan-keadaan yang berbeda, maka alangkah baiknya jika dalam jadwal pemberian air susu para ibu berkonsultasi kepada dokter spesialis anak dan kemudian menaati petunjuk-petunjuknya.
2.Yang dimaksud bahwa anak harus diberi air susu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan bukan berarti bahwa ia harus diberi air susu tepat pada waktu yang telah ditentukan, tidak boleh lebih tidak boleh kurang, sehingga jika seandainya anak sudah merasa lapar setengah jam lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan dan ia menangis, ibu tetap harus sabar menunggu hingga tiba waktu menyusui, tetapi yang dimaksud ialah mengikuti sebuah jadwal yang teratur yang sekiranya terjadi percepatan atau keterlambatan beberapa menit pada keadaan tertentu tidak akan merusak jadwal.
3.Mungkin bagi sebagian ibu sangat sulit untuk terikat dengan jadwal menyusui secara teratur dan menganggap yang demikian itu tidak sesuai dengan perasaan seorang ibu, namun jika ibu-ibu ini mempunyai tekad dan sejak awal ia menyusui anaknya sesuai jadwal, tentunya secara perlahan-lahan mereka akan terbiasa dengan jadwal yang seperti ini dan mereka tidak akan sulit untuk mengikutinya.
Air Susu Ibu Tidak Mencukupi
Jika jumlah air susu ibu tidak cukup untuk mengenyangkan anak, seorang ibu tidak boleh menjadikan anaknya tidak memperoleh air susunya sama sekali dan menggantinya secara keseluruhan dengan susu lain, tetapi ia tetap harus memberikan air susu yang ada padanya dan untuk kekurangannya diganti dengan susu atau makanan lain.
Setelah air susu ibu, makanan yang terbaik bagi anak ialah susu sapi karena memiliki beberapa kesamaan dengan air susu ibu namun perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.Karena air susu sapi lebih kental dari air susu ibu maka sebaiknya ia ditambahkan terlebih dahulu dengan sedikit gula dan air mendidih hingga menyerupai air susu ibu dari sisi kekentalannya.
2.Hendaknya air susu sapi dididihkan terlebih dahulu selama dua puluh menit sehingga jika ada bakteri atau kuman ia akan mati.
3.Berikan air susu sapi kepada anak dalam keadaan tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin tetapi seukuran hangat air susu.
4.Usahakan sedapat mungkin memberikan air susu yang baru dan sehat.
5.Setiap kali hendak memberikan susu hendaknya botolnya dicuci terlebih dahulu dengan air panas, jangan sampai bercampur dengan sisa air susu sebelumnya.
6.Gendonglah anak pada saat memberi air susu sehingga seolah-olah ia meminum susu dari puting ibu, sehingga dengan begitu ia masih tetap dapat merasakan pelukan dan kasih sayang ibu.
Jika ingin menggunakan susu kering sebaiknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada seorang dokter spesialis anak dan memilih jenis susu sesuai dengan petunjuknya, karena susu kering mempunyai jenis yang bermacam-macam, yang belum tentu cocok bagi setiap anak dan bagi setiap usia. Hanya dokter yang dapat merekomendasikan kepada Anda dalam memilih jenis dan ukuran susu kering yang layak diberikan kepada anak. Jika setelah menggunakannya beberapa waktu lalu Anda merasa susu tersebut tidak cocok bagi anak Anda, Anda harus datang lagi ke dokter dan meminta jenis susu yang lain.
Larangan Memberikan Air Susu
Meskipun air susu ibu lebih bermanfaat bagi anak dibanding seluruh jenis makanan yang lain namun pada beberapa keadaan tertentu ibu tidak boleh memberikan air susu ibu kepada anaknya:
1.Pada saat ibu menderita penyakit menular berbahaya seperti penyakit paru-paru.
2.Pada saat ibu menderita penyakit berbahaya dan dokter mengatakan tindakan menyusui akan membahayakan diri si ibu, seperti penyakit jantung.
3.Seorang ibu yang mempunyai penyakit gila atau ayan.
4.Ibu-ibu yang suka minum minuman beralkohol atau kecanduan menggunakan zat-zat narkotika.
Pada keadaan-keadaan ini anak tidak boleh diberikan air susu ibunya dan sebagai gantinya ia diberi susu lain.
Makanan Tambahan
Sepanjang tahun pertama dan tahun kedua kehidupan anak yang menjadi makanan pokok anak adalah air susu ibu, dan itu harus terus berlangsung hingga akhir tahun kedua, karena air susu ibu adalah satu-satunya makanan yang paling sempurna dan cocok bagi pencernaannya, namun demikian anak juga tidak boleh hanya meminum air susu ibu tetapi secara bertahap ia juga harus mengenal makanan-makanan lain. Pada usia tiga bulan ke atas secara perlahan-lahan anak dikenalkan kepada makanan-makanan lain. Makanan yang diberikan kepadanya harus makanan yang sederhana, sempurna dan cair.
Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan memperkuat tulang perlu diberikan sup tulang yang dicampur wortel. Kepada anak perlu juga diberikan kentang dan telur yang direbus, biskuit, mentega, nasi, sup daging, daging ayam, buah-buahan segar, dan begitu juga sedikit minyak ikan.
Makanan anak harus beragam, sederhana, ringan, sesuai dengan pencernaannya dan sesuai dengan kebutuhannya, tidak boleh berlebihan. Untuk mula-mula, makanan yang diberikan harus makanan cair dan dengan porsi yang sedikit, baru setelah itu secara perlahan ditambah dan diberi makanan yang lebih berat.
Ketika gigi telah tumbuh boleh diberikan makanan-makanan yang perlu dikunyah. Namun, dalam periode ini air susu ibu tetap menjadi makanan yang terpenting bagi anak.
Menyapih Anak
Selama dua tahun anak menyusu kepada ibunya, dan ini merupakan hak alami anak yang telah ditetapkan Allah Swt, Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (QS. al-Baqarah:233).
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Menyusui itu selama dua puluh satu bulan, jika kurang dari itu maka itu merupakan kezaliman bagi anak."[168]
Manakala seorang ibu tidak mempunyai halangan ia harus menyusui anaknya selama dua tahun atau paling sedikit dua puluh satu bulan, dan jika telah sampai dua tahun ia dapat menyapih anaknya. Menyapih anak bukan sebuah pekerjaan yang mudah, karena selama dua tahun anak telah terbiasa menyusu sehingga sulit baginya jika harus tidak menyusu. Sudah barang tentu untuk beberapa hari anak akan resah dan terus menangis, dan keadaan ini dapat saja membuatnya mempunyai pandangan yang jelek kepada ibunya dan meninggalkan kesan negatif dalam jiwanya.
Oleh karena itu, terlebih dahulu harus disiapkan hal-hal yang diperlukan dan anak dipersiapkan untuk bisa tidak lagi menyusu kepada ibunya. Seorang ibu yang pintar, sepanjang dua tahun secara perlahan-lahan ia mengenalkan anaknya kepada makanan-makanan lain, dan pada bulan-bulan terakhir secara perlahan-lahan ia mengurangi intensitas pemberian air susu ibu dan sebagai gantinya memberinya makanan yang lain.
Kemudian, pada bulan terakhir ia memberikan air susu ibu sesedikit mungkin, sehingga secara alami anak akan melupakan air susu ibunya. Ibu bisa saja memberi warna hitam pada teteknya atau melumuri sesuatu yang pahit pada putingnya sehingga anak tidak ada selera lagi untuk menyusu. Usahakan supaya anak disibukkan dengan sesuatu yang lain sehingga ia lupa untuk menyusu lagi. Namun jangan sekali-kali menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang menyeramkan karena bisa meninggalkan bekas negatif pada tubuh dan jiwanya. Alhasil, hanya dengan kesabaran, kesungguhan dan perencanaan anak dapat disapih dengan baik, tanpa harus meninggalkan luka pada jiwa anak.
Pada akhir pembahasan ada satu poin penting yang ingin saya ingatkan kepada para ibu:
Sebelumnya, sebagian besar zat-zat makanan yang dibutuhkan anak Anda diperoleh dari air susu ibu, setelah disapih tentunya ia kehilangan sumber makanan ini, oleh karena itu program makanannya harus diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi semua kebutuhannya. Zat-zat makanan yang dibutuhkan anak Anda meliputi antara lain:
1.Zat gula, seperti buah-buahan segar, roti dan kentang.
2.Zat lemak, seperti berbagai macam minyak-minyakan.
3.Zat protein, seperti telur ayam, daging, ikan, daging ayam dan susu.
4.Zat besi, terdapat dalam sayur-sayuran dan mentega.
5.Berbagai macam vitamin, terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan lemak ikan.
Di sini, saya tidak bisa menjelaskan secara rinci khasiat macam-macam makanan, dan untuk mengetahui itu Anda dapat membaca buku-buku yang telah ditulis khusus mengenai hal ini, namun demikian secara umum saya telah kemukakan bahwa makanan anak Anda harus beragam.[]
9. PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN KEDUA USIA ANAK
Mungkin ada sebagian orang beranggapan tahun pertama dan kedua usia anak adalah periode tanpa komunikasi dan kemampuan menerima pendidikan. Mereka mengira pada periode ini program-program pendidikan tidak perlu dan tidak akan memberikan pengaruh, karena pada periode ini otak anak belum cukup berkembang dan belum bisa membedakan yang baik dan yang buruk sehingga belum mampu menerima pendidikan dan mengambil bentuk.
Maksudnya, pada periode ini seorang anak belum mampu berbuat apa-apa selain makan, tidur, bernafas, berak, kencing dan menggerakkan tangan dan kaki. Ia belum bisa bicara, belum bisa memahami kata-kata, dan kita pun tidak tahu secara pasti perasaan yang ada dalam jiwanya, sehingga bagaimana mungkin pendidikan dapat memberikan manfaat kepadanya?
Jelas, anggapan yang seperti ini salah, justru sebaliknya, tahun pertama dan kedua usia anak merupakan periode yang sangat penting dalam kehidupannya, karena pada saat itu ia belum terbentuk sehingga dapat menerima segala bentuk yang diberikan kepadanya. Ketika itu saraf dan otaknya masih belum digunakan sehingga bentuk penggunaannya pertama kali akan sangat berpengaruh besar pada masa depannya. Benar, ketika baru lahir otak seorang anak belum berkembang dengan sempurna, namun sedang berada dalam proses perkembangan.
Sejak pertama kali lahir seorang anak senantiasa berada dalam proses mencoba, belajar, mengenal dan berkembang otaknya. Dengan penuh semangat ia berusaha menambah pengetahuannya dan kemudian menyimpannya dalam memorinya, namun itu dilakukan secara perlahan-lahan sesuai dengan batas kemampuan indera, saraf dan otaknya.
Dalam masa dua tahun banyak sekali kemampuan yang telah diperoleh seorang anak, seperti mengunyah makanan padat, mengontrol dan menyeimbangkan leher, merayap dengan dada, duduk, berdiri, berjalan, berkata-kata, tersenyum, menyelaraskan kedua mata untuk melihat, mengenal segala sesuatu di sekelilingnya, mengenal ayah dan ibu dan orang-orang di sekelilingnya, menoleh ke arah datangnya suara, mengenal berbagai macam warna, mengenal dan memperhatikan anggota badan, mengenal dan membedakan berbagai macam rasa, mengambil sesuatu, dan berpuluh-puluh kemampuan lainnya.
Pada periode ini juga berkembang berbagai insting dan emosi pada diri anak, seperti rasa lezat, sakit, marah, sayang, rela, kaget, takut, gembira, sedih, suka, benci, prasangka baik, prasangka buruk, rasa percaya diri, perasaan tidak mampu, tenteram dan gelisah. Emosi-emosi ini dapat diketahui dari gerak dan tingkah laku anak yang dapat kita saksikan.
Dengan memperhatikan hal-hal ini maka dapat dikatakan bahwa masa dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa terpenting dalam hidupnya, dan oleh karena itu pendidikan kepadanya harus sudah dimulai sejak masa ini. Sikap tidak peduli dan tidak memanfaatkan masa yang sangat penting ini akan mendatangkan kerugian yang tidak akan tergantikan.
Namun demikian, harus diketahui bahwa metode pendidikan pada periode ini berbeda dengan metode pendidikan pada periode-periode lain, yaitu lebih sulit dan lebih membutuhkan ketelitian, karena untuk mengetahui emosi dan perasaan anak pada masa ini dan juga sampai sejauh mana pengaruh program pendidikan pada diri anak adalah sesuatu yang sulit, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan tenaga yang ahli.
Ketenangan Anak dan Prasangka-baik
Anak-terutama bayi-adalah makhluk yang sangat lemah. Ia butuh makanan dan kehangatan namun ia tidak mampu menyediakannya. Ia butuh kebersihan dan perlindungan. Ia benar-benar makhluk yang sangat tergantung kepada orang lain, jika tidak ada orang yang menyediakan makanan dan minuman baginya dan melindunginya dari udara panas dan dingin ia tidak akan dapat melanjutkan hidupnya.
Secara umum anak dapat merasakan kebutuhan-kebutuhannya ini, meskipun untuk beberapa waktu ia belum mengenal ayah dan ibunya sebagai orang yang selalu menyediakan segala kebutuhannya. Pada masa ini anak sangat membutuhkan ketenangan perasaan. Jika berbagai kebutuhannya terpenuhi secara lengkap dan teratur ia akan merasa tenang dan aman dan berprasangka baik kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia tahu tatkala ia membutuhkan dengan segera mereka menolongnya. Namun sebaliknya jika ia merasa kebutuhannya kurang terpenuhi ia akan selalu resah dan tidak percaya kepada sekelilingnya, dan ini akan berpengaruh buruk pada jiwa dan tubuhnya dan juga masa depannya.
Oleh karena itu, seorang ibu dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menenangkan perasaan anak. Jika jadwal pemberian air susu, makan dan tidurnya diatur secara baik, kebersihannya diperhatikan, pakaiannya diganti tepat waktu, dijaga dari udara panas dan dingin dan hal-hal lain yang menyakitkan, tentunya anak akan dapat berkembang dan melanjutkan hidupnya dengan tenang. Pada keadaan ini, rasa percaya diri dan sikap optimis akan tertanam pada jiwanya, dan ini akan berpengaruh besar pada masa depannya.
Oleh karena itu, dapat kita saksikan, seorang anak hingga akhir hidupnya memiliki rasa ketergantungan kepada ibunya dan mempunyai ikatan batin yang khusus kepadanya, yang tidak diberikan kepada orang lain dan bahkan kepada ayahnya.
Seorang ayah juga dapat memainkan peranan penting ini bekerja sama dengan ibu. Seorang ayah dapat bekerja sama dengan ibu dalam memberi makan anak, mengganti pakaian dan membersihkannya, dan anak pun akan menganggapnya sebagai sandaran yang penuh kasih dan dapat diandalkan. Tindakan yang seperti ini tidak hanya tidak akan menodai kedudukan seorang ayah tetapi sebaliknya anak akan menganggapnya sebagai tanda sayangnya ayah, sehingga anak pun mempunyai ikatan batin yang kuat dengan ayahnya.
Pendidikan Disiplin
Memelihara disiplin dan keteraturan harus sudah diterapkan sejak awal lahir dan masa menyusu. Untuk meraihnya dapat ditempuh dengan dua cara:
Cara pertama: Menyusun jadwal menyusui dan memberi makan anak.
Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa ibu dapat menyusui anaknya dengan dua cara: dengan jadwal atau tanpa jadwal. Pada cara pertama, ibu menyusun jadwal untuk menyusui dan memberi makan anaknya. Ia hanya menyusui dan memberi makan anaknya sampai kenyang pada jam-jam yang telah ditentukan, sementara di antara waktu-waktu tersebut ia tidak menyusuinya. Dengan cara ini anak menjadi terbiasa dengan jadwal. Dengan cara ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan anak tetapi juga membiasakan anak memelihara kedisiplinan.
Sementara pada cara kedua ibu tidak menyusun jadwal untuk menyusui anaknya, tetapi setiap kali anaknya menangis dengan segera ia memberikan tetek kepada anaknya. Dengan cara ini anak dididik dengan ketidakteraturan, setiap kali ia ingin menyusu ia menangis dan baru berhenti manakala ibunya memberinya tetek. Di sini, anak terbiasa dengan keadaan ini, dan ketika sudah besar ia tidak mempunyai keterikatan disiplin dan selalu berharap orang lain berlaku seperti ibunya yang senantiasa membantunya.
Cara kedua: Menyusun jadwal tidur
Seorang anak, dari awal lahir hingga usia dua minggu kebanyakannya berada dalam keadaan tidur atau dalam keadaan di antara bangun dan tidur. Pada masa ini ia lebih membutuhkan istirahat dan ketenangan dibandingkan sesuatu yang lain.
Pada waktu-waktu tertentu susui dia, lalu letakkan kembali supaya istirahat. Pada masa ini seorang anak mirip dengan orang sakit yang baru saja keluar dari kamar operasi, ia lebih memerlukan istirahat dibandingkan sesuatu yang lain. Biarlah seluruh anggota tubuh anak yang masih baru itu istirahat, supaya secara perlahan ia dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baru di luar rahim ibunya.
Setelah berjalan beberapa waktu maka waktu tidurnya pun mulai berkurang dan waktu bangunnya bertambah, hingga akhirnya mencapai tingkat keseimbangan. Namun, tidak semua anak mempunyai kondisi yang sama dalam masalah tidur, dan itu disebabkan perbedaan watak. Sebagian anak tidur lebih banyak dan sebagian lagi lebih sedikit. Namun, jika anak dalam keadaan sehat, maka waktu tidurnya lebih banyak dari waktu bangunnya.
Sebaiknya ibu tidak mengganggu tidur anak, seberapa lama pun ia ingin tidur. Suara keras speaker, radio, televisi dan segala suara keras dan tiba-tiba lainnya akan berpengaruh buruk kepada saraf dan otak anak, meskipun anak tidak kelihatan menunjukkan reaksi. Sediakanlah tempat yang tenang bagi tidur anak, dengan cahaya kamar yang tidak silau sehingga anak dapat beristirahat dengan cukup.
Susunlah jadwal untuk tidur malam anak supaya ia dapat tidur sampai pagi sehingga tidak mengganggu tidur Anda. Sebelum tidur, berilah ia air susu atau makanan sampai benar-benar kenyang, kemudian letakkanlah ia di ayunan atau tempat tidur. Tetaplah berada di sampingnya hingga ia benar-benar tertidur, dan kalau perlu gerakkan ayunannya dan bersenandung untuknya. Jika tengah malam ia terbangun dan itu merupakan waktunya ia menetek maka susuilah ia, lalu letakkanlah ia kembali ke dalam ayunannya supaya ia tertidur.
Namun jika itu bukan saatnya waktu menetek, tengoklah ia tetapi biarkan pada keadaannya hingga ia tertidur. Bisa saja ia hanya mengharapkan perhatian Anda, di sini silahkan Anda bersenandung kembali dan menggerak-gerakkan ayunannya namun jangan biasakan ia dengan hal ini. Jika ia menangis tanpa alasan biarkan ia menangis dan menjauhlah dari sisinya hingga ia tertidur, karena anak juga harus paham bahwa orang lain pun punya hak istirahat sehingga ia tidak boleh seenaknya mengganggu mereka.
Namun ini dilakukan hanya jika ia menangis tanpa alasan, adapun jika ia menangis karena merasa sakit atau popoknya basah maka yang pertama dilakukan ialah menghilangkan sesuatu yang mengganggunya lalu meletakkannya kembali ke dalam ayunan.
Pada jam-jam tertentu di siang hari juga-sebelum dan sesudah zuhur-letakkan anak di kamar yang tenang supaya tidur, karena saraf anak yang masih lemah membutuhkan istirahat yang lebih banyak. Bisa saja karena sudah main ia tidak punya selera untuk tidur, namun dengan sedikit usaha dan kesabaran secara perlahan ia akan terbiasa dengan keadaan ini. Dengan melaksanakan jadwal ini saraf-saraf anak memperoleh ketenangan, ia dibiasakan memelihara aturan, dan Anda juga dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Kebersihan
Pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak belum mengerti arti kata-kata dan belum dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, nasihat untuk menjaga kebersihan, mendorong dan mengingatkannya akan kebersihan tidak akan berpengaruh kepadanya. Satu-satunya yang dapat dilakukan ibu pada masa ini ialah memelihara kebersihan anaknya. Seorang anak yang masih menyusu, terkadang disebabkan tidak selera atau mendengar suara, melepaskan tetek ibu pada saat sedang menyusu, sehingga air susu mengenai kepala, muka dan bajunya. Atau, jika ia sudah makan makanan, terkadang ia mencelupkan tangannya ke dalam makanan lalu mengoleskannya ke muka dan bajunya. Memperingatkan anak untuk tidak melakukan hal ini tidak ada gunanya.
Yang perlu dilakukan ibu pada saat menyusui atau memberi makan anaknya ialah mengenakan kain serbet pada bajunya supaya bajunya tidak kotor. Atau bisa juga ibu memegang sapu tangan, lalu secara teratur membersihkan muka, tangan dan baju anak, sehingga dengan cara ini secara perlahan anak akan mengerti bahwa setiap kali tangan, muka dan pakaiannya kotor maka harus dibersihkan. Dengan cara begitu, sejak saat itu anak sudah dibiasakan untuk menjaga kebersihan. Demikian juga setiap pagi seorang ibu harus mencuci tangan dan muka anaknya, dan setiap kali tangan dan muka anaknya kotor ia harus membersihkannya.
Mendidik Anak Independen dan Percaya Diri
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak sangat bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia membutuhkan orang-orang yang melindunginya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, supaya ia dapat berkembang dalam lindungan dan pelukannya.
Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan alami seorang anak adalah kedua orangtuanya terutama ibunya. Namun perlu diperhatikan poin yang sangat penting ini, yaitu meskipun seorang anak tidak akan dapat melanjutkan hidupnya dengan tanpa adanya tempat berlindung yang dapat dipercaya namun pada saat yang sama ia harus dididik untuk independen dan percaya diri, dan ini harus sudah dimulai sejak masa ini. Masalah ini sangat penting dan harus menjadi bagian dari program kedua orangtua.
Pada masa ini anak sudah banyak belajar tentang berbagai hal, seperti mengambil sesuatu, mengucapkan beberapa kata, duduk, merayap dengan dada, berdiri dan berjalan, meletakkan makanan ke dalam mulut, dan lain-lain.
Ketika ibu merasa anaknya telah siap untuk melakukan sesuatu dan ia ingin melakukannya maka ibu harus menyemangatinya namun jangan mencampurinya, biarkan ia melakukannya sendiri. Jika ia tidak dapat melakukan dengan baik, biarkan ia mencoba sehingga bisa, dan jika diperlukan ibu dapat membantu dan mengarahkannya.
Namun tidak baik ibu menggantikan anak melakukannya. Sebagai contoh, jika ibu merasa anaknya ingin mengambil sendok dan meletakkan makanan ke mulutnya, ibu harus membiarkan anaknya memakan makanan sesuai dengan keinginannya, sehingga dengan begitu akan tumbuh rasa percaya diri pada diri anak. Namun, tentunya ibu boleh mengajarkan cara memegang sendok dan mengangkat makanan kepada anaknya, Jangan sampai dengan alasan supaya tidak kotor seorang ibu melarang anaknya makan sendiri.
Secara umum, seorang ibu, pada setiap pekerjaan yang ingin dilakukan anaknya harus berfungsi sebagai pembimbing dan pembantu, bukan ibu sendiri yang melakukannya. Dengan cara ini seorang ibu dapat menumbuhkan sikap independen dan rasa percaya pada diri anaknya.
Perlu kami ingatkan bahwa potensi anak berbeda-beda, dan secara perlahan-lahan potensi itu akan tumbuh namun tidak semua anak punya keadaan yang sama. Sebagian anak lebih cepat siap untuk melakukan suatu pekerjaan sementara sebagian lainnya lebih lambat. Tunggulah hingga munculnya tanda-tanda kesiapan anak, setelah itu baru Anda dorong dan Anda bantu anak Anda untuk melakukan pekerjaan tersebut. Tidak boleh tergesa-gesa dalam masalah ini, dan jangan Anda bandingkan anak Anda dengan anak-anak yang lain. Jangan sampai sebelum munculnya tanda-tanda kesiapan Anda memaksa anak Anda untuk melakukan suatu perbuatan, karena bisa saja disebabkan tidak memiliki kesiapan ia akan merasa lemah dan tidak mampu, dan itu akan berakibat buruk bagi perkembangan jiwanya.
Saling Bertukar Kasih Sayang
Cinta dan kasih sayang adalah sebuah kebutuhan alami bagi manusia, dan kehidupan yang tidak disertai kasih sayang adalah kehidupan yang dingin, kering dan melelahkan. Setiap manusia ingin dicintai orang lain dan merasa senang manakala ada orang yang menampakkan kasih sayang kepadanya. Sebaliknya, ia juga harus menyayangi orang dan menampakkan kecintaan kepadanya, supaya pondasi cinta menjadi kokoh dan hidup menjadi indah.
Sikap saling menyayangi harus sudah mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan emosional ini adalah kedua orangtua terutama ibu. Pada saat seorang anak berada dalam dekapan ibu, meminum susu dari teteknya, dan menerima ciuman dan belaian hangat darinya, ia merasa dicintai, dan ia menganggap perlindungan, senandung dan senyuman ibu sebagai salah satu tanda kasih sayang ibu kepadanya.
Meski untuk beberapa waktu ia belum bisa menemukan bagaimana cara menampakkan kepuasan dan membalas kasih sayang, namun setelah beberapa waktu ia menemukan cara, yaitu dengan senyuman manis ia menampakkan balasan kasih sayangnya. Dengan melihat wajah ibu dan dengan mendengar suara dan senandungnya ia pun tersenyum dan menggerakkan kaki dan tangannya minta digendong. Dengan cara ini pada diri anak ditanamkan sikap untuk membalas kasih sayang yang diberikan. Seorang ayah pun dapat memainkan peranan yang penting ini.
Mendidik Kecenderungan Sosial Anak
Sejak awal kehidupannya seorang anak secara umum telah mengetahui adanya sesuatu di luar dirinya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, namun belum memiliki pengenalan secara pasti dan belum bisa membedakan, tetapi secara umum ia mempunyai pandangan yang baik kepadanya.
Sedikit demi sedikit perhatiannya kepada benda dan orang dan kemampuan membedakan masing-masingnya semakin bertambah. Pada akhir bulan ketiga ia sudah dapat mengenal ayah dan ibunya dan sudah dapat membedakannya dari yang lain. Semakin ayah dan ibu dekat kepadanya, dan banyak mengajaknya berbicara, maka semakin cepat pula anak merasa dekat dengan lingkungan sekelilingnya dan mempunyai pandangan yang baik tentang mereka, lalu ia pun menunjukkan reaksi balik dengan tersenyum.
Supaya kecenderungan sosial anak menjadi kuat dan ia tidak jadi penyendiri, maka di samping dengan ayah dan ibu ia pun perlu berhubungan dengan orang lain. Biar ia digendong dan dicium orang lain, dan menampakkan kesenangan kepada orang lain. Alangkah baiknya jika ayah dan ibu sekali-kali membawa anaknya ke rumah kerabat atau tetangga mereka supaya anaknya mengenal wajah-wajah mereka. Baik juga jika sewaktu-waktu, dalam waktu yang tidak berapa lama anak dititipkan kepada orang lain. Semakin ia sering berhubungan dengan orang banyak maka semakin dekat ia dengan masyarakat dan mempunyai pandangan yang positif tentang mereka, dan keadaan ini tentunya akan sangat berpengaruh pada masa depannya.
Marah
Pada diri manusia terdapat insting marah, yang kelihatannya termasuk salah satu emosi yang jelek. Padahal, pada dasarnya, marah bukan hanya tidak jelek bahkan pada beberapa keadaan termasuk sesuatu yang diperlukan dalam hidup. Yang jelek ialah marah yang bukan pada tempatnya dan marah yang berlebihan.
Pada bulan-bulan pertama usia anak belum terlihat tanda-tanda emosi marah pada diri anak, namun setelah usia enam bulan ke sana terjadi perubahan pada perilaku anak dan akan tampak tanda-tanda adanya emosi marah pada dirinya. Pada akhir tahun pertama anak akan menunjukkan lebih banyak lagi emosi marah. Anak yang sedang marah warna kulit wajahnya memerah, menangis, berteriak, memukul-mukulkan kakinya ke tanah, berguling-guling di tanah, jika di tangannya ada sesuatu ia akan melemparkannya, memukul-mukul wajah ayah, ibu atau saudaranya.
Emosi marah anak dapat terjadi karena beberapa sebab:
1.Orangtuanya bersikeras tidak memenuhi keinginan dan permintaannya.
2.Kurang tidur dan terlalu lelah.
3.Perlakuan berbeda dalam anggapannya yang dilakukan ayah dan ibu di antara ia dengan kakak atau adiknya.
4.Adanya rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan anak dan tidak adanya perhatian ayah dan ibu untuk menghilangkan rasa sakit itu.
5.Mainan, sepatu atau pakaiannya dipakai atau diambil oleh anak lain.
6.Anak dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak disukainya.
Pada kondisi-kondisi ini anak menjadi marah dan menampakkan kemarahannya dengan berbagai cara. Lantas, jika ia mendapatkan hasil dari tindakannya ini maka insting marahnya pun akan bertambah kuat dan akan berubah menjadi watak baginya.
Oleh karena itu, sejak masa kanak-kanak ayah dan ibu harus berpikir untuk mengontrol dan menyeimbangkan insting marah anaknya. Sebagai contoh, ia harus berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya sebab-sebab yang akan memicu kemarahan anak atau berusaha meredakan rasa marahnya jika sudah terjadi, menyuruhnya istirahat dan tidur tepat pada waktunya, memperhatikan air susu, makanan dan pakaiannya, menjauhi sikap perlakuan berbeda, berusaha menghilangkan segala hal yang mengganggunya, jangan biarkan anak-anak lain memakai atau memainkan mainan dan pakaiannya, dan memenuhi permintaannya yang masuk akal dan dapat dipenuhi.
Akan tetapi, jika anak meminta sesuatu yang tidak pada tempatnya atau meminta sesuatu yang tidak dapat dipenuhi, lalu ia marh dan berteriak-teriak, dengan tujuan supaya keinginannya dipenuhi, di sini orangtua harus bertahan tidak memenuhinya karena jika tidak niscaya ia akan terbiasa dengan perilaku buruk ini, dan di masa depan untuk mencapai tujuannya ia akan selalu menggunakan cara ini.
Seorang ilmuwan mengatakan:
"Pada usia dua belas bulan seorang anak sudah tahu perkara yang baik dan perkara yang buruk. Pada saat-saat tertentu terkadang ia marah, dalam keadaan ini langkah terbaik dalam menghadapinya ialah dengan tetap menjaga sikap tenang. Anda bisa keluar dari kamar dengan tenang dan membiarkannya sendirian, dengan begitu dengan cepat sikap marahnya akan mereda, karena tidak ada orang di sisinya yang memperhatikannya."[169]
Takut
Takut, kelihatannya termasuk salah satu sifat tidak baik yang sedikit banyaknya terdapat pada diri anak-anak dan seluruh manusia. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan rasa takut muncul pada diri anak. Ada yang mengatakan bahwa anak pada umur sekitar empat bulan merasa takut manakala melihat orang atau lingkungan yang tidak dikenalnya. Namun, pada usia delapan bulan tanda-tanda rasa takut sudah dapat terlihat dengan jelas pada dirinya. Sebagian berpendapat bahwa segera setelah lahir rasa takut sudah ada pada diri anak meskipun tanda-tandanya belum tampak kelihatan.
Namun, pada dasarnya, rasa takut bukan hanya tidak berbahaya tetapi justru diperlukan untuk keselamatan dan kelangsungan hidup manusia. Manusia harus takut pada musuh, bahaya yang mengancam dan penyakit supaya dengan begitu ia menghindarinya. Yang tercela adalah rasa takut yang tidak pada tempatnya dan berlebihan. Orangtua tidak boleh melarang anaknya dari rasa takut yang nyata dan logis bahkan sebaliknya pada keadaan-keadaan tertentu ia harus memperingatkan anaknya dari hal-hal yang membahayakan.
Anak harus takut dekat-dekat dengan api, air mendidih, kabel listrik, tabung gas, binatang buas dan berbisa, berlari di tengah jalan, naik ke atas genting, menyalakan korek api, bermain dengan benda tajam dan hal-hal lain yang membahayakan, supaya dirinya terjaga dari bahaya. Ayah ibu harus mengawasi anaknya dan menjauhkan benda-benda berbahaya dari jangkauan anaknya. Alhasil, sedapat mungkin mereka harus memperingatkan anaknya untuk tidak mendekati segala sesuatu yang membahayakan, dan memberikan pengertian kepada mereka akan kemungkinan bahaya yang akan timbul.
Namun, orangtua sejak masa kanak-kanak harus sudah mencegah timbulnya rasa takut yang tidak masuk akal pada diri anaknya, seperti rasa takut kepada jin dan peri, takut kepada kegelapan, takut kepada kucing dan takut kepada tikus.
Perlu diketahui, sampai usia tertentu seorang anak tidak merasa takut kepada benda-benda yang membahayakan bahkan kepada binatang berbisa sekalipun, justru ia mendapatkan rasa takut kepada benda-benda yang semacam ini dari ayah dan ibunya dan dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Mereka inilah yang dengan menampakkan rasa takutnya telah mengajarkan rasa takut itu kepada anak, dan juga sekaligus jalan untuk menghindarinya. Sebagai contoh, jika di hadapan anak Anda tidak menampakkan rasa takut kepada binatang-binatang yang tidak berbisa atau berdiam di tempat yang gelap, tidak berbicara tentang jin dan siluman, maka rasa takut yang seperti ini tidak akan tertanam pada diri anak. Sebagian kalangan ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa suara keras dan tiba-tiba juga merupakan salah satu penyebab anak menjadi takut, oleh karena itu alangkah baiknya jika sedapat mungkin orangtua mencegah terjadinya yang demikian.
Mengembangkan Kecerdasan
Masing-masing anak berbeda dari sisi kecerdasan. Sebagian anak sangat cerdas, sebagian lagi sedang dan sebagian lainnya kurang. Beberapa minggu setelah lahir, tanda-tanda perbedaan ini akan tampak. Bentuk saraf dan otak anak diwarisi dari ayah dan ibunya atau salah satu dari kakeknya, dan oleh karena itu tingkat kecerdasan masing-masing anak berbeda. Namun, faktor genetik bukan merupakan satu-satunya faktor bagi kecerdasan, tetapi lingkungan pendidikan terutama perilaku ayah dan ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya juga sangat berpengaruh kepada tingkat perkembangan kecerdasan anak.
Setiap anak yang dilahirkan dengan masing-masing wataknya, dalam lingkungan yang berbeda akan mengalami tingkat perkembangan kecerdasan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sampai batas tertentu pendidikan dapat memberikan pengaruh pada tingkat kecerdasan anak, meskipun tidak semua anak sama, dan faktor-faktor lain juga tidak bisa diabaikan.
Perkembangan akal anak sudah dimulai sejak pertama kali ia lahir, karena hubungan ia dengan dunia luar telah dimulai sejak saat itu. Pada masa dua tahun pertama kehidupannya ia mengenal benda-benda dan orang-orang, belajar banyak hal, memperoleh banyak pengalaman dan kemudian menyimpan hasilnya dalam ingatannya. Secara terus menerus rasa ingin tahu anak semakin bertambah dan ia terus berusaha menambah pengetahuan yang dimilikinya. Namun demikian, kondisi lingkungan tempat ia tinggal juga berpengaruh pada tingkat kecerdasannya.
Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan anak harus sudah mendapat perhatian sejak ia lahir, dan berbarengan dengan munculnya secara perlahan berbagai potensi anak harus sudah disiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk perkembangannya, sehingga dengan begitu tersedia lahan bagi perkembangan otaknya. Seorang ibu, dengan berkata-kata, memandang dan tersenyum ke wajah anak telah membantu memperkuat kemampuan mengenal dan membedakan anak, sehingga dengan begitu anak dapat mengenal ibunya, kenal dengan suaranya, dapat membedakan wajahnya dari wajah-wajah yang lain, dan dengan melihat wajah ibunya ia merasa gembira.
Memberikan mainan yang sesuai, dengan warna-warna yang menarik dan bermacam-macam, dalam ukuran besar dan kecil, yang dapat mengeluarkan suara, bergerak, dalam bentuk berbagai binatang atau perkakas rumah, sangat bermanfaat bagi peningkatan kecerdasan anak. Karena dengan begitu anak dapat mengenal berbagai macam warna, berbagai macam suara, ukuran besar dan kecil sesuatu, rupa-rupa binatang dan perkakas rumah, dan dengan begitu tentunya kecerdasan anak akan meningkat.
Kita harus memberikan kebebasan kepada anak supaya ia dapat bermain mainan sesuai dengan kehendaknya dan menambah pengetahuan dengan berbagai percobaan yang dilakukannya. Sebaiknya orangtua tidak ikut campur pada apa yang dilakukan anak. Namun demikian, orangtua dapat bermain dengannya sebagai teman bermain dan membantunya pada saat-saat diperlukan.
Perlu kami ingatkan di sini, Anda tidak harus menyediakan mainan-mainan yang mahal bagi anak, karena anak mau bermain dengan mainan apa pun yang disediakan. Anda dapat membeli untuknya mainan yang murah atau membuatnya sendiri. Anak-anak suka sekali bermain dengan batu, tanah dan air, dan oleh karena itu Anda jangan melarangnya.
Rasa ingin tahu adalah sebuah naluri bagi anak. Sebagai contoh, setiap kali ada benda di tangannya maka ia akan memasukkannya ke mulutnya, menggerakkannya, melemparnya, memencetnya atau merobeknya. Di sini, selama tidak mendatangkan bahaya, Anda harus memberinya kebebasan untuk mencoba dan menambah pengetahuannya.
Ketika ia sudah cukup besar dan punya kemampuan bergerak, dengan antusias ia akan bergerak ke sana ke mari, menjangkau segala yang dilihat, dan menumpahkan segala sesuatu. Di sini pun, sedapat mungkin Anda harus memberinya kebebasan kepadanya untuk melakukan percobaan, menambah pengetahuannya dan meningkatkan kecerdasannya. Di sini, tentunya, Anda harus menjauhkan benda-benda berbahaya dan benda-benda berharga yang mudah pecah dari jangkauannya.
Alhasil, secara umum dapat dikatakan bahwa anak adalah makhluk yang punya rasa ingin tahu yang besar, sejak pertama lahir ia senantiasa berada dalam proses memahami, mengenal dan mencoba. Pada mulanya lingkaran kawasan rasa ingin tahunya masih terbatas dan lemah, namun semakin ia besar dan menjangkau fasilitas yang lebih banyak maka lingkaran kawasan rasa ingin tahunya pun semakin bertambah luas. Di sini, ayah dan ibu dapat membantu mengembangkan kecerdasannya.
Pendidikan Agama
Perlu menjadi pembahasan, apakah pada dua tahun pertama dari kehidupan anak pendidikan agama mempunyai pengaruh? Mungkin ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa pendidikan agama pada periode ini tidak mungkin dilakukan. Mereka berargumentasi:
Fase Pertama :
Pada periode ini-bahkan untuk beberapa tahun ke depan-pemahaman tentang Tuhan dan agama merupakan sesuatu yang belum bisa dibayangkan oleh anak, sehingga tidak mungkin kita dapat menjelaskan masalah-masalah agama kepadanya.
Fase Kedua:
Pada periode ini anak bukan hanya belum mempunyai kemampuan akal dan kecerdasan yang cukup tetapi sampai batas-batas tertentu indera lahirnya juga belum mampu untuk mengindera. Ia belum menunjukkan reaksi terhadap bunyi, berarti ia belum mendengar. Kedua matanya belum selaras untuk melihat, berarti ia belum punya kemampuan untuk melihat. Setelah berjalan beberapa waktu baru ia punya kemampuan untuk mengindera namun belum mampu membedakan suara-suara dan belum mengenal orang dan benda, lalu setelah beberapa waktu kemudian kekurangan ini pun teratasi namun ia belum bisa memahami arti kata dan kalimat, baru pada tahun kedua secara bertahap ia mengenal arti kata-kata.
Dari penjelasan ini mereka menarik kesimpulan bahwa pendidikan agama belum dapat diberikan pada tahun pertama dan kedua dari kehidupan anak dan harus ditunda untuk masa-masa berikutnya. Namun, Islam punya keyakinan bahwa pendidikan agama telah dapat dan bahkan harus sudah dilakukan sejak pertama kali anak lahir. Islam punya keyakinan bahwa anak sejak masa lahirnya telah punya perhatian terhadap Tuhan.
Rasulullah saw bersabda, "Jangan pukul anakmu karena menangis, karena tangisannya selama empat bulan pertama adalah kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, empat bulan berikutnya berisi shalawat dan doa kepada Rasulullah saw dan empat bulan berikutnya lagi adalah doa bagi ayah dan ibunya."[170]
Benar, bahwa pada periode ini anak belum mengenal orang. belum mengetahui arti kata dan belum mempunyai pemahaman tertentu tentang Tuhan, namun secara fitrah ia mengerti tentang dua hal: pertama, ia mengetahui benar akan kebutuhan dan ketidakmampuannya. Sebagai contoh, ia tahu bahwa ia lapar dan membutuhkan makanan, di sisi lain ia juga tahu bahwa kebutuhannya itu hanya dapat diperoleh dari luar, dan ia juga tahu bahwa di luar ada tempat berlindung yang mahakaya dan dapat memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu ia menangis meminta tolong kepada kekuatan hebat tersebut.
Seorang anak, pada periode ini belum mengenal seseorang-bahkan belum mengenal ibunya sendiri, dan ia belum tahu bahwa ibunyalah yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Bahkan, pada periode ini ia sama sekali belum bisa membedakan di antara benda-benda dan belum mengetahui jumlah. Pada periode ini, secara fitrah dan secara umum ia mengetahui adanya suatu Wujud Mutlak yang Mahakaya yang menjadi tempatnya berlindung, dan dengan perantaraan menangis ia meminta kepada-Nya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Kedua, Islam berkeyakinan bahwa pendidikan agama yang diberikan sejak lahir akan sangat bermanfaat, dan Islam sangat menganjurkan para pengikutnya mengenai hal ini.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, "Siapa saja yang mendapatkan anak yang baru lahir hendaknya ia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, karena yang demikian akan menjadikan anaknya terjaga dari setan." Rasulullah saw juga menganjurkan Imam Ali as untuk melakukan hal ini kepada anaknya Hasan dan Husain, di samping juga membacakan surah al-Fatihah, ayat kursi, ayat-ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlash, surah al-Falaq dan an-Nas ke telinga keduanya.[171]
Sebagaimana dapat Anda saksikan bahwa dalam hadis ini Rasulullah saw menganjurkan kepada para bapak untuk mengumandangkan azan dan iqamah dan membacakan ayat-ayat al-Quran ke telinga anaknya yang baru lahir, yang dengan ini berarti pendidikan agama telah dimulai sejak saat itu, dan jiwa anak yang masih bersih dan begitu juga saraf dan otaknya yang masih lembut, pada awal kehidupannya telah dikenalkan kepada suara lembut kumandang azan dan iqamah dan bacaan ayat-ayat al-Quran.
Perlu kami jelaskan di sini, benar bahwa pada periode ini seorang anak belum mengerti arti kata dan kalimat, dan sampai batas-batas tertentu inderanya belum bisa membedakan perbedaan-perbedaan suara dan bentuk, namun demikian saraf dan otaknya sudah memiliki kesiapan untuk menerima pengaruh, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa ia sama sekali tidak terpengaruh oleh apa-apa yang dilihatnya dan apa-apa yang didengarnya, justru sebaliknya semua itu akan berpengaruh pada saraf, otak dan jiwa anak. Meskipun anak belum dapat memahami artinya namun secara perlahan-lahan ia akan dapat mengenal dan memahaminya, dan sangat mungkin pengenalan ini akan berpengaruh pada masa depannya.
Seorang anak yang pada masa awal kehidupannya dan kehidupan selanjutnya dididik dalam sebuah lingkungan agamis dan telinganya sudah terbiasa dengan bacaan al-Quran dan nama Allah, begitu juga matanya sudah terbiasa melihat kegiatan-kegiatan keagamaan, akan berbeda dengan seorang anak yang dididik dalam lingkungan yang rusak dan telinganya terbiasa mendengar lagu-lagu yang tidak mendidik serta matanya terbiasa melihat pemandangan-pemandangan yang rusak. Jelas, anak yang pertama akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan agama selanjutnya dibandingkan anak yang kedua.
Sebaliknya, anak yang kedua akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan yang jelek dibandingkan anak yang pertama.
Oleh karena itu, para orangtua tidak bisa bersikap acuh terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa awal kehidupan anaknya. Untuk itulah Islam tidak memperbolehkan pasangan suami istri melakukan hubungan badan di hadapan anaknya. Sebagai contoh, Rasulullah saw melarang suami istri melakukan hubungan badan pada saat anaknya yang berada dalam ayunan melihatnya.[172]
Fase Ketiga: Pendidikan pada Tahun Kedua Keatas (Pendidikan Jasmani)
Pendidikan anak dari tahun kedua keatas dapat dibagi kepada dua bagian: pendidikan jasmani dan pendidikan kejiwaan. Pendidikan jasmani mencakup beberapa masalah: pemberian makan anak, jenis makanan yang diberikan, jumlah makanan yang diberikan, menjaga keteraturan dalam makan, kebersihan dan kesehatan anak, pendidikan pancaindera dan pendidikan naluri seksual, yang insya Allah akan kita bahas satu persatu:
Pemberian Makan Anak
Meskipun hakikat manusia adalah jiwanya dan tujuan asli dari pendidikan adalah mendidik sifat-sifat kesempurnaan jiwa namun dimensi jasmani anak juga tidak boleh diabaikan. Karena untuk bisa menyempurnakan jiwanya manusia harus hidup dan sehat. Di samping itu, antara jiwa manusia dan jasmaninya terdapat hubungan yang sangat erat di mana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Kecerdasan yang baik dan sifat yang terpuji dapat tumbuh pada saraf dan tubuh yang sehat. Saraf yang lemah menjadi sumber bagi akhlak yang buruk. Oleh karena itu, salah satu kewajiban terpenting kedua orangtua ialah menjaga perkembangan jasmani dan anggota tubuh anaknya secara benar dan berusaha sekuat tenaga memelihara kesehatannya.
Dalam mengembangkan jasmani anak ada dua masalah penting yang harus menjadi perhatian para orangtua: Pertama, memberi makan anak secara benar, dan kedua, menjaga kebersihan anak. Di sini, kami tidak akan membahas kedua masalah ini secara panjang lebar, kami hanya akan menyebutkannya secara ringkas, namun para orangtua atau pendidik dapat membaca buku-buku yang telah ditulis secara khusus mengenai masalah ini.
Jenis Makanan yang Diberikan
Sebelumnya kedua orangtua harus tahu bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kelezatan atau kenyang melainkan yang menjadi tujuan pokok ialah memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh sehingga seseorang dapat hidup dengan sehat. Anggota tubuh manusia membutuhkan zat-zat makanan yang bermacam-macam, seperti zat gula, zat lemak, protein, macam-macam vitamin, dan macam-macam mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium dan zat-zat lainnya. Untuk dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna tubuh manusia memerlukan semua zat ini, kekurangan salah satu dari zat-zat di atas dapat membahayakan kesehatannya.
Zat-zat di atas banyak terdapat pada jenis biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, telur ayam dan daging. Oleh karena itu, makanan sempurna adalah makanan yang mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam memberikan makanan kepada anaknya orangtua memperhatikan tujuan ini, dan untuk itu mereka harus membuat program.
Mereka harus memberi anaknya makanan yang sempurna dan beraneka ragam, sehingga secara perlahan-lahan anaknya terbiasa dengan jenis-jenis makanan ini. Hendaknya mereka senantiasa memberikan pengertian kepada anaknya bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kenyang dan enak melainkan yang terpenting ialah memenuhi semua zat makanan yang dibutuhkan tubuh dan menjaga kesehatan.
Jumlah Makanan
Tubuh manusia memerlukan makanan dalam jumlah tertentu. Sebagaimana kekurangan makanan akan membahayakan kesehatan manusia, perilaku kebanyakan makan juga dapat membahayakan kesehatannya dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Dalam memberikan makan kepada anaknya orangtua harus memperhatikan keseimbangan, yaitu hanya memberi makan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan anaknya dan tidak membiasakannya makan sampai terlalu kenyang.
Sayangnya, kita orang-orang Iran dan orang-orang Arab sudah terbiasa dengan banyak makan, padahal jika sejak awal kita hanya makan sesuai dengan kebutuhan niscaya kita terbiasa dengan sedikit makan. Sementara penduduk beberapa negara, seperti Pakistan, India, Banglades, negara-negara Afrika, Jepang dan China, mereka terbiasa dengan sedikit makan. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika anak dibiasakan untuk tidak makan sebelum benar-benar lapar, dan pada saat makan, sebelum ia benar-benar kenyang dan masih ingin memakan beberapa suap lagi ia berhenti makan.
Islam juga meyakini perbuatan banyak makan akan mendatangkan berbagai macam jenis penyakit, dan melarang pengikutnya untuk melakukannya.
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Mau tidak mau manusia harus makan untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidupnya. Maka, jika seseorang makan hendaknya sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk bernafas. Janganlah engkau menggemukkan dirimu seperti babi sembelihan."[173]
Rasulullah saw bersabda, "Hindari makan terlalu kenyang, karena yang demikian itu akan merusak pencernaan, mendatangkan penyakit dan membuat malas dalam beribadah."[174]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sedikit sekali orang yang banyak makan namun tidak sakit."[175]
Pada hadis lain Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Dalam keadaan kenyang terus menerus menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Hindari makan terlalu kenyang, karena seseorang yang selalu makan terlalu kenyang akan mempunyai banyak penyakit dan tidurnya gelisah."[176]
Rasulullah saw bersabda, "Makanlah ketika lapar, dan berhentilah sebelum kenyang."[177]
Bahkan, dalam Islam makan terlalu kenyang termasuk perbuatan israf, karena makanan yang melebihi kebutuhan badan tidak bermanfaat, malah justru membahayakan.
Allah Swt berfirman, Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (QS. al-A`raf:31).
Imam Ali Ridha as berkata, "Makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan tubuhmu. Siapa saja yang makan melebihi ukuran kebutuhannya maka makanan itu tidak akan bermanfaat baginya, dan barangsiapa yang makan seukuran yang dibutuhkan-tidak lebih tidak kurang-maka makanan itu akan bermanfaat baginya. Demikian juga dengan air. Oleh karena itu, caranya ialah pada waktu makan makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan dan berhentilah pada saat masih ingin makan. Karena yang demikian ini akan lebih bermanfaat bagi pencernaan dan tubuhmu, akan lebih berguna bagi pikiranmu dan akan lebih ringan bagi tubuhmu."[178]
Makan Secara Teratur
Sebaiknya seseorang makan secara teratur pada waktu-waktu tertentu dan di antara waktu-waktu tersebut tidak makan kecuali sedikit buah, teh atau biskuit. Menjaga jadwal makan sangat bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan dan menghindari kita dari berbagai penyakit. Sebaiknya, seorang anak pun sejak awal sudah dibiasakan makan secara teratur pada jam-jam tertentu. Karena yang demikian itu di samping bermanfaat bagi alat pencernaannya juga secara umum membiasakannya dengan keteraturan. Namun tentunya berapa kali seorang anak makan dalam sehari berbeda-beda sesuai dengan umurnya.
Sebagai contoh, dari pertama kali lahir hingga usia beberapa bulan hendaknya jarak waktu makan yang satu ke waktu makan berikutnya tidak terlalu lama, namun semakin ia besar maka jeda waktunya semakin lama dan berapa kali makannya semakin sedikit, hingga akhirnya dalam waktu 24 jam ia hanya makan sebanyak tiga kali.
Jangan Memaksa Anak Makan
Manusia, ketika lapar akan mencari makanan dan memakan makanan apa saja yang ia temukan hingga merasa kenyang. Sebagian orangtua, dikarenakan sayang kepada anaknya berusaha memberi makan kepada anaknya sebanyak mungkin, padahal tidak harus demikian. Karena makan adalah kebutuhan alami bagi manusia, kapan saja ia merasa lapar ia akan mencari makanan, buat apa memaksa anak untuk makan dan untuk apa memaksa anak supaya memakan makanan tertentu? Yang harus Anda lakukan ialah menyediakan makanan yang diperlukan dan sesuai bagi anak Anda, biarkan saja ia, karena kapan saja ia ingin ia akan memakannya. Tidak usah khawatir, tidak usah memelas kepadanya, apalagi memaksanya dengan cara memukulnya.
Memelihara Kesehatan dan Mengobati Anak
Seorang anak adalah makhluk yang lemah, ia tidak mampu menghadapi serangan berbagai macam penyakit. Seorang anak sangat rentan terserang berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan keselamatan dirinya.
Pada periode yang genting ini ia sangat memerlukan orang-orang yang dapat menjaga fisik dan jiwanya dari berbagai faktor penyakit. Untuk itu, tidak ada orang yang lebih pas mengemban tanggung jawab ini selain dari kedua orangtuanya, karena merekalah yang telah menyebabkan ia lahir ke dunia ini, dan tentunya mereka akan menerima tanggung jawab ini dan akan berusaha sekuat tenaga dalam menjaga kesehatannya, dan kemudian mempersembahkan seorang individu manusia yang sehat dan kuat kepada masyarakat.
Jika mereka melaksanakan tanggung jawab ini dengan baik niscaya mereka akan menerima ganjaran di dunia ini dan di akhirat kelak. Namun, sebaliknya, jika mereka tidak melaksanakan kewajiban mulia ini dengan baik dan bersikap acuh maka mereka akan merasakan akibatnya di dunia ini dan juga di akhirat. Oleh karena itu, memelihara kesehatan tubuh anak, bagi kedua orangtua adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat diabaikan, karena kelangsungan kehidupan anak bergantung kepadanya.
Ayah dan ibu, untuk bisa melaksanakan kewajiban ini mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah kesehatan dan harus memperhatikan kondisi anaknya secara terus menerus. Di sini, kita tidak ingin membahas masalah kesehatan dan pengobatan anak secara terperinci, karena itu di luar kemampuan penulis, namun bagi siapa saja yang ingin mengetahui seputar masalah ini secara rinci mereka dapat membaca buku-buku yang telah banyak ditulis mengenai masalah ini.
Di sini, kami hanya akan menyinggung secara umum beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ini:
1. Kebersihan
Dengan memelihara kebersihan kita dapat menjaga anak dari berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, Anda harus terus menerus memperhatikan kebersihan anak dan lingkungannya. Jika celananya basah Anda harus segera menggantinya, jika kakinya kotor Anda harus segera mencucinya, dan jika bajunya kotor Anda harus segera menggantinya. Begitu juga, hendaknya setiap beberapa hari sekali Anda harus memandikannya. Jika ibu menyusui anaknya dengan teteknya sendiri, maka setelah menyusui hendaknya ia membersihkan puting susunya dengan kertas tissu atau kain. Jika ibu memberi susu dengan menggunakan botol maka setiap kali sesudah memberinya susu ibu harus mencuci botol tersebut terutama bagian tutupnya sampai bersih. Jauhi botol dan tutupnya dari lalat. Bersihkan mainan anak karena terkadang anak memasukkan mainannya ke dalam mulutnya. Berhati-hati jangan sampai memberikan makanan yang sudah basi kepada anak, dan jika hendak memberi susu sapi kepadanya susu sapi tersebut harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih.
Secara umum, masalah kebersihan adalah masalah yang sangat penting dan memegang peranan yang menentukan dalam menjaga kesehatan anak.
Rasulullah saw bersabda, "Bersihkan anak-anakmu dari lemak dan kotoran, karena setan senang mencium sesuatu yang kotor, sehingga anak menjadi gelisah tidurnya, dan para malaikat pun menjadi terganggu."[179]
Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Islam adalah agama kebersihan, karena itu jagalah kebersihan, karena tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersih."[180]
Paling sedikit setiap seminggu sekali kuku anak digunting, karena jika tidak maka kuman dan kotoran akan menempel di kukunya, dan ini akan membahayakan kesehatannya. Dengan cara ini anak dibiasakan menjaga kebersihan kukunya, suatu perkara yang berpengaruh pada kesehatannya.
Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang menggunting kukunya setiap hari Jumat maka Allah keluarkan penyakit dari kukunya dan Allah masukkan kesembuhan kedalamnya."[181]
Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang menggunting kuku dan kumisnya setiap hari Sabtu dan hari Kamis niscaya Allah sembuhkan ia dari penyakit gigi dan penyakit mata."[182]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Kuku diperintahkan untuk dipendekkan disebabkan ia merupakan tempat istirahat setan."[183]
Biasakan anak setelah memakan makanan atau manisan atau pun meminum teh untuk mencuci mulut dan menyikat gigi, karena sisa-sisa makanan dan manisan yang menempel pada gigi dan gusi di samping akan merusak gigi juga akan membusuk, dan pada saat sisi-sisa makanan yang sudah membusuk itu masuk ke pencernaan maka akan mendatangkan penyakit. Begitu juga, sebelum tidur perintahkan anak Anda untuk menggosok giginya, karena itu sangat penting bagi kesehatannya.
Islam sangat menganjurkan para pengikutnya untuk menggosok gigi. Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Menggosok gigi mempunyai dua belas manfaat: menjadikan gigi bersih, membuat mata bercahaya, membuat Allah ridha, menjadikan gigi putih, menghilangkan warna kuning dari gigi, membuat gusi kuat, menambah selera makan, menghilangkan dahak, memperkuat daya ingat, melipatgandakan kebaikan, dan membuat para malaikat gembira."[184]
Rasulullah saw bersabda, "Bersihkan gigimu setelah makan, karena yang demikian itu akan menyehatkan mulut dan gigi, dan akan memperbanyak rezeki."[185]
2. Mencegah Penyakit
Setiap anak mempunyai kemungkinan terserang beberapa jenis penyakit, seperti polio, disentri, batuk, influenza, tampak dan paru-paru.
Penyakit-penyakit di atas termasuk penyakit anak-anak, dan sebagian besar berbahaya dan mengancam keselamatan jiwa anak. Untungnya sekarang ini untuk penyakit-penyakit tersebut sudah ada vaksinnya. Para orangtua berkewajiban membawa anaknya ke puskesmas atau poliklinik terdekat untuk memvaksin anaknya supaya terhindar dari penyakit-penyakit di atas. Jika mereka bersikap acuh dan lalai dalam masalah ini bisa saja itu berakibat fatal bagi anaknya.
3. Mengobati Anak
Setiap anak tentu pernah jatuh sakit. Di sini, kedua orangtua berkewajiban mengobati anaknya hingga sembuh kembali. Penyakit ini ada dua macam:
Penyakit yang ringan dan tidak berbahaya, seperti penyakit batuk, pilek dan demam ringan, yang menurut para dokter tidak memerlukan obat dan dokter tetapi dengan istirahat beberapa hari akan sembuh sendiri. Dalam menghadapi penyakit-penyakit yang ringan seperti ini orangtua tidak perlu tergesa-gesa membawa anaknya ke dokter dan memberinya obat, karena kebanyakan obat tidak lepas dari efek samping, terutama bagi tubuh anak yang masih lemah dan rapuh.
Rasulullah saw bersabda, "Selama tubuhmu masih mampu menanggung penyakit jauhi obat, namun jika tubuhmu sudah tidak mampu lagi menanggung penyakit maka gunakan obat."[186]
Oleh karena itu, jika penyakit yang diderita dapat sembuh hanya dengan istirahat maka tidak perlu pergi ke dokter untuk meminta obat. Akan tetapi, jika demam disertai dengan sakit radang tenggorokan maka harus segera pergi ke dokter, karena bisa saja sakit radang tenggorokan dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berbahaya.
Jenis kedua adalah penyakit yang memerlukan obat dan pergi ke dokter, seperti sakit demam tinggi yang tidak mampu ditanggung anak, yang akan membahayakan keselamatannya. Di sini, orangtua harus membawa anaknya secepatnya ke dokter dan mengobatinya hingga sembuh. Kelalaian orangtua dalam masalah ini dapat membahayakan nyawa anak.
Rasulullah saw bersabda, "Berobatlah pada saat sakit, karena sesungguhnya Allah Swt tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga menurunkan obatnya."[187]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Salah seorang nabi sakit, lalu ia berkata, 'Aku tidak akan berobat hingga Tuhan sendirilah, yang menurunkan penyakit kepadaku, yang menyembuhkannya.' Kemudian, Allah Swt berkata kepadanya, 'Aku tidak akan menyembuhkanmu hingga kamu berobat, karena baik obat maupun penyakit kedua-duanya berasal dari sisi-Ku.' Lalu nabi itu pun segera berobat lalu ia pun sembuh."[188]
Menerima Tanggung Jawab
Kehidupan individu dan sosial manusia berdiri di atas pilar kerja dan penerimaan tanggung jawab. Dengan kerja, tanah menjadi makmur, dan makan, pakaian dan tempat tinggal tersedia bagi manusia. Peradaban manusia sekarang dan seluruh kemajuan industri yang mengagumkan ini tercipta berkat pengetahuan, kerja dan usaha manusia. Kunci kesuksesan manusia terletak pada seberapa besar pengetahuan dan kerja keras manusia. Demikian juga, kunci kemajuan dan kebesaran suatu bangsa berkaitan erat dengan seberapa besar pengetahuan dan usaha individu-individu bangsa tersebut dalam mengenal dan melaksanakan kewajiban.
Jika tiap-tiap individu suatu bangsa berpengetahuan, mengenal kewajiban, menerima tanggung jawab dan bersungguh-sungguh, dan menganggap melaksanakan kewajiban sebagai sebuah kebanggaan niscaya negeri mereka akan makmur, maju dan besar, dan mereka akan bahagia dan sejahtera.
Beberapa bangsa demikian keadaannya. Budaya mereka adalah budaya kerja dan melaksanakan kewajiban. Mereka menganggap bekerja adalah sebuah kewajiban nurani, dan merupakan kebanggaan bagi mereka jika dapat bekerja lebih banyak dan lebih baik. Mereka merasa malu jika bekerja sedikit dan bekerja tidak baik. Mereka mempunyai keyakinan bahwa kemalasan dan ketidakdisiplinan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, dan tidak gigih berusaha dalam menuntut ilmu pengetahuan sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa-bangsa yang terbelakang. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus pada masalah kerja dan menganggap bekerja itu ibadah.
Allah Swt berfirman, Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).
Rasulullah saw bersabda, "Sungguh tercela orang yang meletakkan kebutuhan hidupnya pada pundak orang lain."[189]
Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, dan yang paling utamanya adalah mencari rezeki yang halal."[190]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Aku benci kepada orang yang malas dalam mengerjakan urusan dunia. Orang yang malas dalam pekerjaan urusan dunia maka dalam pekerjaan urusan akhirat ia lebih malas."[191]
Dunia adalah tempat bekerja dan berusaha. Barangsiapa yang lebih giat dalam berusaha dan bekerja, dan mengerjakan kewajiban-kewajiban individu dan sosial dengan lebih baik maka ia akan lebih sukses dan lebih dicintai. Para pekerja adalah sebaik-baik dan semulia-mulianya anggota masyarakat. Jika para pekerja tidak berproduksi maka bagaimana mungkin kehidupan masyarakat dapat berjalan. Tiap-tiap manusia memperoleh manfaat dari hasil kerja orang lain, namun ia juga mempunyai kewajiban untuk memberikan manfaat kepada orang lain sebatas kemampuannya. Siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk bekerja namun ia tidak bekerja maka ia telah meletakkan beban kehidupannya kepada orang lain, dan di sisi Allah Swt ia adalah orang yang tercela.
Oleh karena itu, kemampuan dan kecintaan kerja, dan penerimaan tanggung jawab dan pengenalan kewajiban merupakan salah satu masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian para pendidik. Budaya kerja harus disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat. Masalah ini memerlukan sebuah gerakan yang menyeluruh dan terkoordinasi. Radio, televisi, surat kabar, majalah, para penulis, para pembawa acara, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi dan orangtua mempunyai kewajiban dalam menyebarkan dan menanamkan budaya ini di tengah-tengah masyarakat.
Namun, di antara mereka semua kedua orangtua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan peranan yang lebih penting. Mendorong anak untuk bekerja dan menerima tanggung jawab harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak dan itu dilakukan oleh orangtua. Ayah dan ibu harus tahu bahwa anak kesayangan mereka tidak akan selamanya menjadi anak-anak, tetapi dengan segera mereka akan menjadi besar, menjadi laki-laki dan perempuan dewasa di tengah-tengah masyarakat.
Di masa depan mereka akan menjadi anggota masyarakat yang beruntung jika mampu bekerja, mengetahui kewajiban, kuat dan sungguh-sungguh dalam bekerja. Di samping mereka punya keinginan untuk bekerja mereka juga punya kemampuan untuk melakukannya, sehingga mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri dan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan pribadi dan pekerjaan-pekerjaan sosial.
Para orangtua harus mendidik anak-anak mereka untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara mandiri. Mereka harus mendidik anak-anak perempuan mereka untuk dapat menerima tanggung jawab, mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial.
Mereka juga harus mendidik anak-anak lelaki mereka untuk dapat menerima tanggung jawab-tanggung jawab sosial, bekerja dengan sungguh-sungguh, memenuhi kebutuhan umum, mengepalai kehidupan keluarga, dan mempunyai istri dan anak, sehingga mereka dapat hidup dalam kemakmuran dan kesenangan, dan menjadi suami atau istri yang baik bagi pasangannya, menjadi ayah atau ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan memberikan manfaat bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Semua ini harus menjadi bagian program pendidikan dan harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Karena jika tidak maka tidak akan dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan. Jika sejak kecil seseorang tidak dibiasakan untuk bekerja dan menerima tanggung jawab, maka ketika sudah besar akan susah baginya untuk dapat bekerja melaksanakan kewajiban.
Sebagian orangtua lalai akan perkara penting yang sangat menentukan ini. Disebabkan mereka sangat sayang kepada anaknya, mereka mengerjakan semua pekerjaan anaknya dan tidak membebankan tanggung jawab apa-apa kepada anaknya, dan mereka meyakini bahwa itu adalah sebuah bentuk pengorbanan mereka kepada anaknya, padahal dari sisi pendidikan itu adalah sebuah kesalahan dan pengkhianatan.
Namun, orangtua yang cerdas akan senantiasa berpikir tentang masa depan anaknya, dan melangkah di jalan pembentukan kemandirian, kekuatan dan kemampuan kerja anak-anaknya. Mereka menjadikan kebiasaan kerja dan penerimaan tanggung jawab sebagai bagian dari program pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka sangat memperhatikan usia, minat dan kemampuan anak mereka. Manakala mereka melihat anak mereka telah siap untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dan memperlihatkan minat, maka mereka pun membebankan pekerjaan tersebut ke pundaknya dan mendorongnya untuk melaksanakannya, dan manakala diperlukan mereka segera memberikan petunjuk dan bantuan kepada anaknya.
Namun hendaknya program ini dilakukan secara bertahap dan pada waktu yang tepat sehingga tidak melelahkan bagi anak. Pada usia-usia dini diberikan pekerjaan-pekerjaan yang mudah dan sederhana kepada anak. Misalnya, kita memerintahkan kepada anak usia tiga tahun: coba makan dengan menggunakan sendok, pakai sepatumu, kenakan atau buka kaus kakimu, pakai celanamu, tolong ambilkan tempat sendok dan garpu di dapur, rapikan mainanmu dan taruh pada tempatnya.
Dengan cara ini, maka semakin besar ia akan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih sulit. Anak-anak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan berikut: membentangkan dan melipat selimut tidurnya, melap meja makan, meletakkan wadah makan kecil di meja makan, membawa wadah-wadah bekas makan ke dapur, membantu ibu memasak, membawakan teh, mencuci wadah bekas makan, menyapu kamar, mengasuh adik, menjaga dan memelihara bunga dan tanaman yang ada di pekarangan rumah, mengeluarkan isi tempat sampah, merapikan kamar, memberi makan binatang peliharaan, belanja ke warung, dan pekerjaan-pekerjaan sederhana lainnya yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.
Di sini, ada beberapa hal yang perlu kami ingatkan:
1.Pada saat hendak memberikan sebuah pekerjaan kepada anak, Anda harus memperhatikan usia anak dan kemampuan otak dan fisiknya, dan berikan pekerjaan kepada anak yang dapat dilakukannya.
2.Anda harus tahu bahwa kegiatan utama anak adalah bermain, oleh karena itu pekerjaan yang Anda berikan kepadanya tidak boleh melelahkan, hingga mengganggu kegiatan utamanya. Usahakan pekerjaan yang diberikan adalah pekerjaan yang disukai dan dalam bentuk bermain. Sebelumnya telah kami katakan bahwa dalam memberikan mainan orangtua dapat mempertimbangkan unsur pembentukan karakter dan kerja.
3.Usahakan dalam membagi pekerjaan bisa memberikan pengertian kepada anak bahwa ia adalah anggota resmi keluarga yang juga harus ikut serta mengatur dan mengurus rumah, dan menerima tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya. Hindari sedapat mungkin memaksa dan membebankan pekerjaan kepada anak.
4.Jika memungkinkan berikan hak memilih tanggung jawab kepada anak, dan berikan kebebasan kepadanya dalam memilih pekerjaan yang ingin dilakukannya.
5.Bagi pekerjaan di antara seluruh anggota keluarga dan tentukan tanggung jawab masing-masing, supaya mereka mengetahui kewajiban masing-masing dan tidak ragu dalam mengerjakannya.
6.Dalam membagi pekerjaan faktor keadilan harus diperhatikan sehingga tidak timbul pertengkaran di antara anak-anak dan mereka melakukan pekerjaannya dengan semangat.
7.Bagi tanggung jawab di antara anak-anak, dan minta mereka untuk mengerjakan masing-masing pekerjaannya secara rutin.
8.Pada saat membagi pekerjaan harus diperhatikan faktor usia dan kemampuan anak.
Amirul Mukminin as berkata, "Tentukan bagi tiap-tiap pembantumu pekerjaannya, karena dengan begitu masing-masing mereka akan mengetahui kewajibannya dan tidak akan membebankan pekerjaannya kepada yang lain."[192]
9.Untuk menjadikan anak suka bekerja, dalam melakukan pekerjaan Anda dapat mengikutsertakan mereka, karena biasanya anak-anak suka bekerja sama dengan ayah dan ibunya.
10.Jika ayah dan ibu bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengurus rumah maka itu menjadi contoh yang paling baik bagi anak-anak.
11.Pada saat memberikan pekerjaan kepada anak hendaknya Anda juga memperhatikan tugas-tugas dan ujian-ujian sekolah mereka. Tidak boleh pekerjaan yang diberikan mengganggu tugas-tugas pelajaran, terutama pada saat-saat ujian saat diperlukan belajar lebih banyak. Di sini, orangtua harus memperhatikan kondisi anak mereka ini. Seorang pendidik yang pintar akan berusaha menciptakan keseimbangan di antara bermain anak, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, sehingga satu sama lain tidak saling mengganggu.
12.Melatih anak bekerja tidak hanya berlaku pada saat anak dalam masa kanak-kanak saja, tetapi harus terus dilanjutkan pada saat anak menginjak usia remaja.
Pada masa itu anak sudah bisa memikul tanggung jawab yang lebih berat. Latihan kerja pada masa SMP dan SMU harus dilakukan dengan program-program yang menarik dan sungguh-sungguh, dan itu dapat dilakukan pada saat liburan sekolah.
Alangkah bagusnya jika seorang remaja pada masa sekolah SMU dibekali dengan satu bidang keahlian tertentu, bahkan begitu juga bagi mereka yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menguasai satu bidang keahlian tertentu merupakan kesempurnaan bagi seorang manusia, dan pada keadaan-keadaan tertentu ia dapat memanfaatkannya, terutama pada bidang-bidang yang berkaitan dengan produksi, seperti pertanian, pertukangan, jahit menjahit, perbungaan, pandai besi, melukis, memasak, menenun dan mekanik.
Petani dan pekerja adalah manusia yang paling mulia dan paling berharga. Jika mereka tidak berproduksi maka kehidupan masyarakat tidak dapat berjalan. Kerja dan para pekerja harus mendapat penghargaan sedemikian rupa, sehingga masyarakat menganggap kerja sebagai sebuah kebanggaan bagi mereka. Oleh karena itu, Islam sangat menghargai para petani dan para pekerja.
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Para petani adalah perbendaharaan masyarakat. Mereka menanam benih-benih yang baik di tanah, lalu Allah menumbuhkan benih-benih tersebut. Pada hari kiamat para petani mempunyai kedudukan yang paling baik, mereka dipanggil dengan sebutan "orang yang diberkati"."[193]
Amirul Mukminin as berkata, "Allah mencintai orang yang mempunyai keahlian dan kejujuran."[194]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Setelah engkau mengerjakan shalat subuh maka segeralah bekerja mencari rezeki yang halal. Karena sesungguhnya Allah Swt akan memberikan rezeki kepadamu dan menolongmu."[195]
Seorang laki-laki datang kepada Imam Ja`far Shadiq as lalu berkata, "Saya tidak bekerja dan juga tidak berdagang. Saya adalah orang miskin yang untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga saya meminta ke sana ke sini."
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Bekerjalah, letakkan bebanmu di atas kepalamu dan jadikan dirimu tidak butuh kepada orang lain. Rasulullah saw juga bekerja. Bahkan pernah pada suatu hari Rasulullah saw mengangkat batu besar dan meletakkannya di kebunnya. Batu itu pun hingga kini masih pada tempatnya. Besarnya ukuran batu tersebut tidak diketahui, namun hingga kini ia masih tetap pada tempatnya."[196]
Mendidik Pancaindera
Satu-satunya alat berhubungan langsung manusia dengan alam luar adalah pancaindera. Berbagai pengetahuan dan informasi kita tentang dunia luar diperoleh melalui pancaindera ini. Dengan mata kita mengetahui objek-objek yang dapat dilihat, dengan telinga kita mengetahui objek-objek yang dapat didengar, dengan indera perasa kita dapat mengenal berbagai rasa, dengan alat penciuman kita dapat mencium berbagai macam bau, dan dengan sentuhan kita dapat mengetahui sesuatu yang lembut, keras, panas dan dingin.
Bahkan dalam ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat universal pun, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu bagian-bagiannya melalui indera kita. Oleh karena itu, indera dikenal sebagai pintu ilmu manusia, sehingga dikatakan, "Barangsiapa yang tidak memiliki indera tidak memiliki ilmu". Jika salah satu indera seseorang cacat maka ilmu yang diperolehnya pun akan cacat.
Oleh karena itu, keselamatan dan kesempurnaan indera terhitung sebagai kesempurnaan terbesar bagi manusia, dan harus menjadi perhatian para pendidik dan mereka harus berusaha dalam menjaganya. Indera anak tidak berbeda dengan anggota tubuh anak lainnya, ia akan berkembang sesuai dengan keadaan alaminya, dan dalam hal ini memerlukan perhatian para pendidik. Para pendidik mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyediakan lahan yang sesuai bagi pengembangan dan penyempurnaan indera anak dan sekaligus mencegah terjadinya faktor-faktor yang akan menghambat perkembangannya.
Dengan melakukan pengawasan dan pelaksanaan program-program yang sesuai, seorang pendidik telah membiasakan indera anak untuk mengerjakan kewajibannya secara baik.
Oleh karena itu, pendidikan indera secara benar sangatlah penting, dan seorang pendidik tidak dapat bersikap masa bodoh dalam hal ini. Para ahli telah membahas masalah ini secara terperinci dan telah memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan, dan bagi siapa saja yang berminat silahkan membaca buku-buku yang telah ditulis mengenai hal ini. Namun demikian, tidaklah salah kiranya jika saya mengingatkan secara ringkas poin-poin berikut:
1.Tubuh dan indera anak masih sangat lemah dan rentan terhadap berbagai kerusakan yang timbul. Dengan satu suara yang keras dan menggelegar bisa saja gendang telinga anak menjadi rusak. Bisa saja sesuatu mengenai matanya yang dengan itu ia tidak dapat melihat untuk selamanya. Banyak sekali contoh-contoh yang seperti ini yang dapat kita sebutkan. Di lain pihak, sayangnya, anak-terutama pada masa-masa awal kehidupannya-tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menjaga dirinya dari bahaya-bahaya yang mengancam. Oleh karena itu, merupakan tugas pendidik untuk menjaga makhluk yang lemah ini, pada masa-masa kritis ini dari berbagai macam bahaya yang mengancamnya.
2.Memelihara kebersihan dan menaati aturan-aturan kesehatan juga sangat berpengaruh pada keselamatan anak dan inderanya. Debu, asap, udara beracun dan mencuci tangan atau badan dengan air kotor dapat membahayakan kesehatan anak. Para pendidik mempunyai kewajiban menjaga lingkungan tempat tinggal anak agar senantiasa bersih dan sehat. Manakala mendapati mata atau telinga anak tidak sebagaimana biasanya harus segera pergi ke dokter dan mengobatinya.
Kedua orangtua dan guru harus menaruh perhatian kepada kesehatan mata anak, mengajarkan kepadanya cara membaca dan menulis yang benar, memberikan pengertian kepadanya bahwa membaca pada ruangan yang kurang cahaya atau terlalu silau oleh cahaya, dan juga sikap terlalu membungkuk dalam membaca sehingga mata sangat dekat dengan buku dapat membahayakan matanya.
Jika kedua orangtua atau guru melihat kekurangan pada penglihatan anak maka harus segera membawanya ke dokter spesialis, dan jika ia memerlukan kaca mata maka harus segera diusahakan. Dalam mengatur urutan duduk para siswa pun seorang guru juga harus memperhatikan tingkat kemampuan penglihatan siswa. Para siswa yang mempunyai kemampuan penglihatan lemah ditempatkan di bangku-bangku depan sehingga mereka dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis dengan jelas.
3.Cara pemberian makanan kepada ibu yang memberikan air susu dan juga cara pemberian makanan kepada anak akan sangat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan kesehatan anak. Jika makanan yang diberikan kepada ibu dan anak kaya dengan berbagai zat nutrisi-terutama macam-macam vitamin-yang dibutuhkan tentu akan sangat mendorong tingkat pertumbuhan anak dan juga kesehatan inderanya. Sebaliknya, kekurangan salah satu zat nutrisi yang dibutuhkan akan membahayakan kesehatan anak.
4.Seorang pendidik harus tahu bahwa pendidikan dan penguatan indera yang benar hanya dapat diperoleh dengan cara memfungsikan indera. Kemampuan melihat akan menjadi kuat dengan cara melihat berbagai macam warna, bentuk dan benda. Kemampuan mendengar akan menjadi kuat dengan cara mendengar berbagai macam suara, kemampuan mencium akan menjadi kuat dengan cara mencium berbagai macam bau, kemampuan merasa dapat menjadi kuat dengan cara merasa berbagai macam rasa. Dengan menggunakan inderanya seorang anak dapat mengindera berbagai hal, dan dengan mencoba dan melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang ia dapat mengetahui nilainya, sehingga dengan cara begitu berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya menjadi kuat.
Hanya seorang pendidiklah yang mampu menyediakan lahan yang seperti ini bagi anak dan membimbingnya pada saat-saat yang diperlukan.
Melatih Berbicara
Salah satu kelebihan besar yang dimiliki manusia atas binatang ialah memiliki kemampuan berbicara. Manusia telah diciptakan sedemikian rupa hingga mampu berkata-kata. Yaitu dengan cara membunyikan huruf dan kata-kata melalui lidah ia dapat berhubungan dengan manusia lainnya dan menjelaskan keinginan-keinginannya.
Berbicara memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan perantaraan bahasa manusia dapat saling memahami di antara satu sama lain, dengan perantaraan bahasa manusia dapat mengerti maksud, tujuan dan perasaan satu sama lain. Bahasa juga mempunyai peranan yang sangat besar pada penyebaran ilmu, kebudayaan, peradaban dan hasil penelitian. Dengan berbicara kualitas pribadi seseorang dapat diketahui. Oleh kerena itu, dalam sebuah syair disebutkan, "Selama seseorang tidak berbicara, kekurangan dan kelebihannya tidak ada yang tahu."
Masalah kemampuan bicara sedemikian pentingnya hingga dalam mendefinisikan manusia disebutkan: Manusia adalah hewan yang dapat berbicara.
Meskipun tujuan dari berbicara ialah menjelaskan keinginan, namun tidak semua manusia berada pada tingkatan yang sama dalam kemampuan berkata-kata.
Sebagian manusia dapat berbicara sedemikian fasih dan indahnya hingga para pendengarnya menjadi begitu terpesona. Bahkan, terkadang, keindahan berbicara bisa sampai kepada derajat mukjizat, sebagaimana yang terjadi pada al-Quran. Sebaliknya, ada sebagian manusia yang mempunyai tingkat kemampuan berbicara sedemikian rendahnya hingga ia kesulitan menjelaskan apa yang diinginkannya. Di antara dua tingkatan ini terdapat perbedaan yang sangat jauh. Kesimpulannya, kemampuan berbicara sudah menjadi sebuah keahlian, dan kedudukan sosial seseorang dan juga kesuksesannya sedikit banyaknya mempunyai kaitan dengan sejauh mana kemampuan ia berbicara.
Masing-masing manusia mempunyai potensi yang berbeda-beda dalam berbicara, dan tidak setiap orang mampu menjadi pembicara yang ulung. Namun demikian, semua orang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berbicaranya supaya menjadi lebih baik. Dapat berbicara dengan baik merupakan kelebihan bagi seseorang, dan semua manusia mempunyai potensi untuk bisa berbicara lebih baik.
Oleh karena itu, para pendidik harus menjadikan kemampuan berbicara dengan baik sebagai salah satu program pendidikannya, dan sejak awal sudah mulai memikirkannya. Mengembangkan kemampuan berbicara pada diri seorang anak merupakan kewajiban orangtua, dan harus sudah sejak awal anak dilatih untuk berbicara.
Berkenaan dengan hal ini hendaknya para orangtua memperhatikan poin-poin berikut:
1.Dalam berbicara dan mengucapkan kata-kata serta intonasi nada seorang anak akan mengikuti kedua orangtuanya dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, bagi para orangtua yang menaruh perhatian pada masa depan anaknya hendaknya mereka berbicara kepada anaknya atau di hadapan anaknya dengan pengucapan kata-kata yang benar dan fasih.
2.Usahakan ciptakan lingkungan yang baru bagi anak, yang memiliki hal-hal yang menarik sehingga mendorong anak mau berbicara mengutarakan keinginan-keinginan dan pikiran-pikirannya.
3.Ceritakanlah kepada anak cerita-cerita yang menarik, dengan kata-kata yang indah dan mudah dipahami.
4.Mintalah anak untuk menceritakan kepada Anda apa-apa yang telah mereka dengar dan apa-apa yang telah mereka lihat, dan dengarkanlah baik-baik ceritanya, dan doronglah ia dalam melakukannya.
5.Berilah kesempatan kepada anak-anak untuk berbicara pada pertemuan-pertemuan keluarga.
6.Perhatikan dengan seksama pertanyaan-pertanyaan anak dan jawablah dengan kata-kata yang jelas, indah dan mudah dipahami.
7.Berbicaralah dengan anak dan doronglah anak agar mau berbicara.
8.Jangan sekali-kali memotong perkataan anak dan melarang mereka berbicara.
9.Pada saat-saat yang tepat bantulah anak dalam menemukan kata-kata yang tepat dan menyusun kalimat yang indah.
10.Doronglah anak untuk mau mendengarkan perkataan orang lain.
11.Doronglah anak untuk berbicara dengan benar dan baik.
12.Sekolah juga dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi kemampuan bicaranya. Di sini, seorang guru dapat membantu anak pada dua sisi:
a.Jika guru melihat ada kesalahan atau kekurangan dalam pembicaraan anak, yang sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan keluarganya, maka ia harus meluruskannya dan membiasakannya untuk berbicara dengan benar.
b.Semaksimal mungkin guru harus memperkenalkan anak didiknya dengan kata-kata yang indah dan fasih, dan berikan kesempatan kepada anak untuk berbicara. Dengarkan pembicaraannya, dan suruh juga anak-anak yang lain untuk mendengarkannya. Tanyailah anak tentang satu persoalan dan suruhlah ia menjawabnya secara panjang lebar. Mintalah anak didik untuk menceritakan sebuah cerita yang telah dibaca atau didengarnya di hadapan anak-anak didik yang lain. Bagus juga jika diadakan perlombaan berbicara di antara anak-anak, lalu yang terbaik diberikan hadiah.
Singkatnya, jika kedua orangtua dan guru menaruh perhatian terhadap kemampuan bicara anak, dan melangkah di jalan pengembangan potensi kemampuan bicara anak serta memperlakukan mereka dengan cara-cara yang tepat, dapat dipastikan mereka akan berhasil. Meski potensi dan bakat anak juga ikut berpengaruh, karena tidak semua anak mempunyai potensi untuk dapat menjadi pembicara yang baik, namun setidaknya pendidikan dan pengembangan yang diberikan akan memberikan pengaruh. Dengan pendidikan yang benar potensi kemampuan bicara tiap-tiap anak dapat dikembangkan sampai batas kemampuannya.
Mendidik Naluri Seksual
Naluri seksual adalah salah satu naluri yang sangat kuat dan penting yang ada dalam diri manusia. Dalam menyikapi naluri ini terdapat dua pandangan yang saling bertentangan: Sekelompok orang menganggap naluri ini sebagai sesuatu yang rendah dan harus dimusuhi. Mereka menyarankan kepada orang yang sedang melakukan proses penyucian diri untuk membunuh naluri ini dan menghindarkan diri darinya sama sekali. Mereka menganggap praktek hidup tidak menikah sebagai sebuah keutamaan bagi manusia dan membantu usaha penyucian diri. Contoh untuk pandangan ini dapat ditemukan pada diri para pastor Kristiani dan para biksu Budha, yang terhitung sebagai orang-orang yang meninggalkan dunia.
Sementara sekelompok lain sebaliknya, mereka meyakini kebebasan seksual secara penuh. Naluri seksual adalah sesuatu yang sangat penting, dan bagaimana cara menyikapinya juga sebagai sesuatu yang sangat penting dan akan sangat berpengaruh pada masa depan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, kepada masing-masing manusia harus diberikan kebebasan penuh untuk menyalurkan dan memuaskan hasrat seksualnya sekehendaknya. Mereka berkeyakinan bahwa tindakan membatasi dan mengekang hasrat seksual dan tidak memberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas seksual akan mendatangkan tekanan-tekanan kejiwaan dan penyakit-penyakit psikis maupun fisik. Bahkan, mereka mengatakan bahwa sebagian tindak pembunuhan, kriminalitas dan perilaku-perilaku menyimpang adalah disebabkan hambatan-hambatan yang dilakukan terhadap dorongan hasrat seksual.
Oleh karena itu, para pendukung paham kebebasan seksual senantiasa memburu berbagai kesenangan seksual, bahkan mereka menganggap tindakan onani dan melakukan hubungan seks sesama jenis sebagai sesuatu yang lumrah. Berdasarkan keyakinan mereka di atas, mereka menganjurkan kepada para orangtua dan pendidik untuk memberikan kebebasan secara penuh kepada anak-anak mereka dalam menyalurkan hasrat seksualnya, bahkan mereka menganjurkan agar para orangtua dan pendidik mau mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara membangkitkan hasrat seksual, mengenal organ seks, dan cara-cara untuk memperoleh kelezatan seksual.
Islam menganggap kedua pandangan tersebut salah dan menyimpang. Kedua pandangan tersebut berada pada dua kutub ekstrim dan menyimpang dari yang semestinya. Islam menawarkan jalan yang ketiga, yaitu jalan keseimbangan. Islam tidak memandang hasrat seksual sebagai sesuatu yang rendah dan pemenuhannya sebagai sesuatu yang jelek dan bertentangan dengan keutamaan manusia. Islam tidak pernah menganjurkan kepada para pengikutnya bahwa untuk menyucikan diri dan menyempurnakan jiwa seseorang harus membinasakan hasrat seksualnya dan hanya sibuk beribadah di sudut-sudut mesjid.
Islam tidak menganggap praktek hidup kependetaan (tidak menikah) sebagai sebuah kesempurnaan, bahkan sebaliknya Islam menganggap perbuatan seksual (menikah) sebagai suatu perbuatan yang mustahab dan bahkan pada keadaan-keadaan tertentu hukumnya wajib. Islam mempunyai keyakinan bahwa hasrat seksual harus dipuaskan namun harus melalui jalan pernikahan yang sah. Islam menentang paham kebebasan seksual dan menganggap segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang dilakukan di luar nikah sebagai sesuatu yang salah, dosa dan menyimpang.
Untuk membimbing dan mengendalikan hasrat seksual, Islam melakukannya melalui dua sisi: Dari satu sisi, Islam memandang perbuatan menikah dan membentuk keluarga adalah perbuatan yang baik dan bahkan dihitung sebagai ibadah. Dalam hadis-hadis banyak sekali dianjurkan kaum Muslim untuk menikah, dan meninggalkannya dihitung sebagai sesuatu yang dibenci.
Dari sisi lain, Islam juga sangat menentang segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang tidak sah, dan menganggapnya sebagai sebuah dosa dan sesuatu yang menyimpang, dan dilarang dengan tegas dalam banyak ayat dan hadis. Dalam pandangan Islam perbuatan zina, seks sesama jenis dan onani termasuk dosa besar, dan akan mendapatkan balasan di dunia dan di akhirat.
Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isra:42).
Imam Ali Ridha, dalam menjawab pertanyaan Muhammad bin Sinan menulis, "Allah Swt mengharamkan zina disebabkan zina dapat menyebabkan pembunuhan, hilangnya nasab, terabaikannya pendidikan anak, rusaknya hukum waris dan kerusakan-kerusakan lainnya."[197]
Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Azab terberat yang diterima seorang hamba pada hari kiamat ialah azab seseorang yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang bukan istrinya."[198]
Berkenaan dengan pengharaman hubungan seks sesama jenis, banyak sekali hadis yang berbicara. Salah satunya ialah, Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Seorang laki-laki yang berhubungan seks dengan seorang anak laki-laki, kelak pada hari kiamat ia akan datang dalam keadaan junub sementara air dunia tidak akan pernah dapat menyucikannya, dan dalam keadaan mendapat murka dan laknat dari Allah Swt. Sementara pada saat yang sama api neraka dinyalakan untuknya dan neraka Jahannam menjadi tempat abadi baginya."[199]
Dalam hadis yang lain Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Sebagai akibat perbuatan hubungan seks sesama jenis `Arsy Allah menjadi bergetar."[200]
Hadis-hadis juga melarang perbuatan onani. Sebagai contoh, Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Pada hari kiamat Allah Swt tidak akan berbicara dengan tiga kelompok manusia, tidak akan memandang mereka dengan pandangan rahmat, tidak akan menyucikan mereka, dan akan menyiksa mereka dengan siksa yang amat pedih: Orang yang mengerok bulu wajahnya, orang yang melakukan onani, dan orang yang melakukan hubungan seks sesama jenis."[201]
Singkatnya, Islam menyetujui pemenuhan hasrat seksual melalui jalan pernikahan dan pembentukan keluarga, dan menganggap hal itu sebagai perkara alami dan merupakan kebutuhan hidup, namun Islam tidak memandang pemenuhan hasrat seksual sebagai sesuatu yang pokok melainkan sebagai alat untuk membentuk keluarga, menciptakan ketenteraman dan memperoleh keturunan. Melakukan aktivitas seksual tidak sama dengan aktivitas membuang kotoran yang tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, melakukan aktivitas seksual merupakan alat untuk terciptanya daya tarik di antara laki-laki dan wanita, pembentukan keluarga dan mendidik anak.
Oleh karena itu, Islam sangat menentang berbagai tindakan penyimpangan seksual. Karena pada penyimpangan seksual memang terdapat pemenuhan hasrat seksual namun tidak sejalan dengan tujuan keberadaan hasrat seksual tersebut, di samping itu penyimpangan-penyimpangan seksual biasanya diikuti oleh akibat-akibat buruk baik secara fisik, psikis maupun sosial.
Oleh karena itu, para orangtua dan pendidik berkewajiban menaruh perhatian terhadap pendidikan seks anak, namun yang kami maksud dengan pendidikan seks di sini bukanlah memperkuat dan mengembangkan dorongan seksual mereka melainkan berarti membimbing dan menyeimbangkan dorongan tersebut.[]
10. Memahat Jiwa Manusia
Menurut buku-buku filsafat dan buku-buku keislaman, manusia adalah eksistensi yang memiliki dimensi material dan spiritual. Secara material manusia ini tidak berbeda dengan binatang tetapi ada substansi lain yang abadi di dalam diri manusia yaitu ruhnya. Substansi malakuti itulah yang melambungkan martabat insan di atas makhluk-makhluk lainnya.
Pendidikan macam apapun patut menyodorkan prioritas utama kepada substansi spiritual manusia ini. Pendidikan yang hanya mementingkan unsur-unsur material manusia dan melalaikan isinya yaitu jiwanya adalah pendidikan yang akan gagal.[202]
Mereka yang telah melupakan diri mereka niscaya akan meraup kerugian yang besar. Seolah-olah mereka telah menyamakan diri mereka dengan binatang yang hanya mengumbar kesenangan-kesenangan nafsunya saja, ketika kebinatangannya telah menguasai dirinya sepenuhnya maka dunia itulah tempat tinggalnya.
Amirul Mukminin mengomentari manusia-manusia yang telah melupakan dirinya, "Aku tercengang dengan manusia yang belingsatan mencari barang yang hilang tapi tidak kaget dengan kehilangan dirinya sendiri."[203]
Pendidikan Akhlak
Akhlak menjadi fokus seluruh agama-agama samawi terutama agama Islam. Akhlak adalah tema yang selalu menjadi perhatian besar para ulama Islam dan akan terus demikian sepanjang hidup. Akhlak adalah risalah terpenting yang diemban oleh Nabi Muhammad saw. Al-Quran mengatakan: Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab (al-Quran) dan hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Imran:164).
Rasulullah saw juga mengatakan agar umatnya menghiasi diri dengan akhlak yang mulia karena itulah yang menjadi misinya.
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.[204]
Di hari kiamat tidak ada yang diletakkan di dalam timbangan (mîzan) yang lebih bernilai dibandingkan akhlak yang mulia.[205]
Amirul Mukminin as juga mengatakan, "Seandainya pun kita tidak mengharapkan surga, tidak takut kepada panasnya api neraka, tidak mengharapkan pahala dan tidak merasa terancam dengan siksaannya, maka kita tetap harus memiliki akhlak yang mulia karena itu sangat membahagiakan."[206]
Para nabi membawa misi untuk mengajarkan tazkîyah nafs, akhlak yang mulia dan agar menjauhi perbuatan-perbuatan yang buruk. Mereka ingin mengajarkan agar sifat-sifat yang mulia bersemai di dalam hati manusia. Akhlak paralel dengan kepentingan kehidupan manusia dari dua sisi:
1. Akhlak yang mulia itu sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya. Manusia yang senantiasa berusaha menyempurnakan akhlaknya yang mulia berarti juga menyempurnakan jiwanya; ketika jiwa sempurna maka akan semakin dekat dengan Allah Swt. Sebaiknya akhlak buruk juga sama sekali tidak sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya; dapat menjatuhkan ke tahapan paling rendah dan kesengsaraan di akhirat.
2. Akhlak yang mulia juga memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan seseorang. Akhlak yang mulia juga bisa memberikan kebahagiaan kepada seseorang. Orang yang memiliki akhlak yang mulia juga akan mampu menghadapi rintangan-rintangan hidup dengan cara yang baik, berbeda dengan mereka yang tidak memiliki akhlak yang mulia; mereka ini tak ubahnya dengan memelihara binatang di dalam dirinya yang selalu menggigit dan menyakitinya dan itulah beban derita yang sangat berkepanjangan. Memang biasanya manusia yang memiliki karakter buruk tidak akan memiliki kehidupan yang bahagia.
Akhlak yang baik juga memberikan kontribusi yang sangat besar kepada lingkungannya. Situasi yang aman, ketenteraman di lingkungan sekitarnya adalah dampak dari orang-orang yang memiliki karakter yang baik. Hidup di tengah-tengah manusia yang memiliki sifat-sifat yang baik adalah kehidupan yang didambakan setiap orang. Sebaliknya bisa dibayangkan betapa menderitanya seseorang yang dikelilingi manusia-manusia yang memiliki karakter yang buruk.
Jadi bisa disimpulkan alangkah signifikannya akhlak itu baik dalam kehidupan di dunia ini maupun untuk keselamatan dirinya di akhirat nanti. Jika demikian maka pendidikan akhlak adalah program yang tidak boleh ditunda-tunda lagi karena berkaitan dengan seluruh dimensi kehidupan manusia. Sekalipun diakui bahwa pendidikan karakter alias mendidik akal yang baik dan mengikis sifat-sifat yang buruk bukan pekerjaan yang gampang. Ini adalah aktivitas yang menuntut keseriusan, profesionalisme, kerja sama seluruh elemen dan keseriusan dari para pakar dalam bidang pendidikan akhlak dan juga mereka yang berkecimpung di lapangan.
Para ilmuwan berkewajiban terus menerus mencari pola dan metode dalam bidang pendidikan akhlak yang baik supaya metode itu dapat diajarkan oleh para guru. Di lain pihak para pendidik juga harus komitmen dalam mengawasi anak asuhannya baik anak-anak remaja atau anak muda dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melalaikan tanggung jawab tersebut. Mereka juga dapat menerapkan metode-metode hasil temuan para pakar pendidikan untuk mengembangkan sifat-sifat baik dalam diri seseorang dan mengikis sifat-sifat buruknya dengan selalu terbuka dengan segala nasihat. Umumnya apa yang diharapkan tidak selalu berjalan lancar.
Sementara itu para pakar sibuk dengan memperhatikan hal-hal yang bersifat jasmani dan tidak memiliki waktu dan kesempatan yang cukup untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada urusan pembinaan mental, demikian juga para guru lebih banyak memfokuskan pada pendidikan fisik dan lengah dengan pendidikan jiwa. Dan yang dirugikan adalah masyarakat manusia sendiri.
Pendidikan dan Rasa Tanggung Jawab
Seperti yang telah Anda pelajari bahwa manusia adalah maujud yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Sebagai seorang hamba Allah dan telah diberi tanggung jawab oleh-Nya maka ada tugas-tugas tertentu (taklif) yang harus ditunaikan dengan baik. Manusia harus berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan yang diharamkan karena Islam ingin memberikan kemuliaan dan kehormatan serta kebahagiaan di akhirat nanti kepadanya. Manusia juga harus berusaha memberikan pencerahan kepada orang lain dengan mengajarkan ajaran-ajaran Islam dan membela ajaran-ajarannya. Pembelaan karena ia juga bagian dari umat Islam yang sangat besar. Ia juga memiliki tanggung jawab moral terhadap para pengikut agama-agama samawi yang lain dan secara lebih luas lagi terhadap seluruh komunitas manusia di dunia.
Seorang manusia memiliki ikatan tanggung jawab dengan rakyat, dengan penduduk sekota dengan tetangga, dengan ayah, ibu, keluarga, istri, anak-anak, murid, pegawai, pekerja, anak-anak dan secara umum terikat tanggung jawab dengan manusia lain.
Sebagai makhluk sosial, ia memerlukan bantuan manusia-manusia di sekelilingnya, jadi ia tidak bisa hidup bebas sekehendak hatinya. Sebagai seorang anggota dalam sebuah lingkungan masyarakat maka ia harus lebih peduli dengan nasib sesamanya. Karena semua sama-sama saling membutuhkan. Setiap individu punya hak dan kewajiban. Jika setiap orang memperhatikan hak orang lain dengan benar dan menunaikan kewajibannya dengan baik maka akan terwujud kehidupan yang harmonis dan menyenangkan, tetapi sebaiknya kalau tidak ada yang mau menjalankan kewajiban dan menunaikan hak maka yang akan muncul adalah kehidupan yang kacau balau. Jadi jaminan bagi kehidupan yang tenteram adalah adanya rasa tanggung jawab dari masing-masing individu masyarakat.
Sifat tanggung jawab merupakan norma yang sangat krusial yang harus dikembangtumbuhkan oleh mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Anak-anak sejak kecil harus menyadari bahwa hidup adalah bekerjasama, saling memberi dan menerima tanggung jawab. Camkan di dalam mereka bahwa bukan hanya dirinya yang harus sukses di dalam hidup tapi ia juga harus berusaha menyukseskan orang lain di sekitarnya. Ia juga harus belajar kalau bisa memanfaatkan orang lain untuk kebahagiaan dirinya, ia juga harus belajar bagaimana memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Para guru dan pendidik harus mengajarkan nilai tanggung jawab kepada anak-anak dalam kesempatan yang tepat dan dengan kualitas yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan mereka. Sehingga hasilnya si anak akan merasa bahwa tanggung jawab adalah bagian intrinsik dari dirinya. Kaum guru dan para pembimbing yang merasa bertanggung jawab kepada mereka akan mudah menularkan kebaikan tersebut kepada anak-anak didiknya.
Kewajiban-kewajiban Agama
Siapa saja yang mempercayai Allah, kenabian Muhammad saw dan hari kebangkitan, maka dianggap manusia yang bersih, dihalalkan menikah, dan hartanya juga terhormat. Namun sekedar pengakuan saja tentu tidak mencukupi untuk menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat karena harus ditindaklanjuti oleh amal.
Allah Swt telah menyusun sebuah rancangan yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada manusia dengan mengutus para nabi. Sebagian perkara wajib dilakukan dan ada sebagian perkara diharamkan, kemudian ada juga hal-hal yang dimubahkan dan memang alangkah baiknya kalau dikerjakan, sebagian lagi ada hal-hal yang makruh dan sebaiknya ditinggalkan saja. Taklif-taklif tersebut sengaja diberikan kepada manusia supaya menjadi bagian dari kehidupan dan layak menyandang pribadi seorang muslim yang selalu berserah diri kepada Allah Swt.
Kebebasan seorang muslim ada dalam aturan syariat Islam yang harus dipatuhi dengan penuh komitmen. Ia harus menyerahkan diri secara total kepada hukum-hukum syariat. Kepatuhan seorang muslim kepada aturan-aturan tersebut akan menjamin kebahagiaan yang hakiki.
Sikap disiplin diri dalam mematuhi hukum syariat atau mengembangkan sikap kepasrahan total kepada ketentuan-ketentuan adalah hal yang harus ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak oleh para pendidik dan sebaiknya yang harus mengajarkan kepada anak didiknya adalah para ahli amal.
Ada dua tahap yang harus dilakukan oleh Tim pendidik untuk menanamkan masalah ini kepada anak didiknya:
1.Tahap pertama memberikan penjelasan yang dapat dipahami oleh anak-anak mengenai betapa pentingnya melaksanakan perintah-perintah agama. Carilah waktu dan kesempatan yang pas untuk menyampaikan penjelasan tersebut, disesuaikan dengan kemampuan mereka dalam mencerna penjelasan. Ajarkan kepada mereka keagungan Allah, kebesaran Nabi Muhammad saw. Biarkan mereka mencerna sifat kasih sayang Allah dan juga jelaskan tentang karunia Allah yang sangat melimpah yang diberikan di dunia dan yang akan diberikan di akhirat kelak. Usahakan supaya kasih sayang Allah itu selalu diingat oleh anak-anak.
Setelah itu mulailah mereka diberi pengertian tentang mengapa Allah Swt menurunkan perintah dan larangan kepada manusia dan mengapa para nabi diutus oleh Allah, jelaskan bahwa semua itu dilakukan oleh Allah karena demi kepentingan manusia, karena kasih sayangnya kepada manusia. Dan demi kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Jadi manusia-manusia yang ingin mendapatkan kebahagiaan sejati mau tidak mau harus melaksanakan aturan-aturan Allah.
2.Tahap kedua adalah tahapan mendisiplinkan anak-anak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Para guru dan pembimbing tidak usah menunggu sampai mereka mencapai usia balig. Mereka harus segera menyuruh anak-anak untuk mengerjakan perintah-perintah Allah, begitu diketahui ada kemauan dalam diri mereka. Tentu saja harus juga diperhatikan kemampuan fisik anak-anak dalam menjalankan perintah-perintah agama, jangan bebani mereka dengan hal-hal yang di luar kemampuan fisik.
Jadi biarkanlah mereka mempelajari tata cara shalat dari orangtua mereka terlebih dahulu dan jangan paksa mereka untuk mengucapkan bacaan atau wudhu dengan cara yang benar, biarkan begitu sampai saatnya nanti-ketika dirasa sudah saatnya untuk memberikan materi tambahan-ajarkan kepada mereka tata cara wudhu dan bacaan al-Fatihah dan surah-surah yang lain dengan cara yang benar secara perlahan-lahan. Setelah anak merasa senang dengan kebiasaan baru tersebut mulailah disuruh melakukan shalat ketika usia mereka sudah mencapai 7 atau 9 tahun.
Dengan cara apapun usahakan anak-anak selalu melaksanakan shalat. Kalau orangtua sendiri memang sangat memperhatikan shalat dan selalu menunaikan tepat pada waktunya maka anak-anak juga akan senang mengikuti mereka. Upayakan melaksanakan shalat secara berjamaah dengan anak-anak, karena itu sangat memberi motivasi yang sangat besar atau bawalah mereka dalam acara-acara pengajian. Sehingga shalat menjadi kebiasaan anak yang tidak akan ditinggalkan lagi.
Selanjutnya sang anak akan terbiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban lain, bahkan lebih jauh dari itu mereka akan menyukai melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, memiliki sikap yang baik terhadap orang lain, selalu berusaha menjauhi hal-hal yang diharamkan.
Jangan lupa agar anak sedini mungkin diajarkan untuk membenci perbuatan-perbuatan tercela. Karena kalau hal-hal penting itu terlambat diajarkan maka akan sulit bagi kita untuk mengajarkannya.
11. Pelajari dengan Baik Karakter Anak Didik
Mendidik adalah aktivitas yang sangat mulia, menuntut kemampuan yang tidak sedikit dan pengetahuan yang sangat luas. Para pendidik akan berhasil menjadi pendidik yang baik kalau mereka memiliki pengetahuan yang luas dan telah mempersiapkan segalanya dengan baik. Di bawah ini akan kami jelaskan secara ringkas apa saja yang diperlukan oleh seorang pendidik.
Memahami Karakter Calon Terdidik
Seperti yang telah anda pahami bahwa pendidikan (tarbîyah) di sini artinya adalah memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan potensi-potensi jasmani dan mental, serta membimbing mereka ke arah yang diharapkan dan mengupayakan agar mereka meninggalkan hal-hal yang tidak diharapkan. Seorang pendidik tidak akan mengalami kesulitan menangani anak didiknya jika sebelumnya memiliki pemahaman yang benar tentang karakter anak didiknya. Ia mengetahui potensi-potensi fisik, kecenderungannya, cita-cita dan minat mereka. Informasi tersebut sangat membantu untuk menyiapkan cara dan metode yang tepat dalam mengembangkan potensi diri anak-anaknya serta bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan yang akan merintangi proses pengembangan dirinya.
Jean Soto mengatakan:
"Setiap anak-anak memerlukan metode penanganan tersendiri karena setiap individu manusia itu sangat unik. Seluruh karakter manusia itu harus didekati dan dipahami secara spesifik dan maksimal. Sel-sel otak manusia misalnya sangat luar biasa dan memerlukan pengetahuan yang luar biasa pula. Perbedaan manusia itu bukan hanya karena faktor-faktor IQ saja tapi juga faktor lain yaitu karakter yang termasuk juga akhlak, kepribadian dan pembawaannya dan sebagainya."
Seorang pendidik kalau bisa harus memahami seluruh keunikan manusia. Ada dua jenis keunikan dalam diri anak-anak:
Keunikan Secara Individual
Keunikan itu adalah ciri-ciri dan sifat-sifat khususnya yang dimiliki setiap individu tanpa memperhitungkan kematangannya (maturity). Ada beberapa perbedaan individual ini antara lain:
1. Perbedaan secara fisik. Setiap anak memiliki bentuk fisik tertentu yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Ada anak yang memiliki bentuk fisik yang sempurna, ada juga yang tidak sempurna, ada yang memiliki bentuk fisik yang kukuh atau juga yang lemah. Perbedaan fisik ini karena perbedaan struktur organ-organ yang ada di dalam badan seperti jantung, otak, ginjal, saraf, alat-alat pernapasan dan alat-alat peredaran darah. Bahkan mungkin ada juga anak-anak yang berbeda dari sisi pancainderanya. Orangtua atau guru harus mempertimbangkan keunikan-keunikan tersebut.
2. Perbedaan dari sisi kognitif. Tidak semua anak memiliki kecerdasan yang sama. Sebagian anak memiliki kemampuan intelektual yang melebihi anak-anak sebayanya sementara sebagian lain kecerdasannya sangat rendah sekali (slow learner). Di antara dua jenis anak itu ada jenis-jenis anak yang lain yang ada di antara dua level tersebut dan mungkin yang paling banyak. Dengan demikian para pendidik tidak bisa menyamakan metode yang diterapkan untuk membina mereka. Melakukan tes kecerdasan mutlak diperlukan sebelum melakukan pembinaan supaya tidak menyia-nyiakan bakat anak-anak yang cerdas dan tidak membebani anak-anak yang kurang cerdas.
3. Kecerdasan emosi dan karakter. Perbedaan-perbedaan ini bisa dilihat dari anak-anak sejak mereka kecil. Perbedaan karakter ini kalau dikelompokkan bisa panjang seperti: sangat aktif, pemalas, sama sekali tidak memiliki semangat untuk melakukan sesuatu, ada juga yang memiliki sifat yang sangat baik, atau yang mudah tersinggung, penakut, toleran, memiliki sikap yang periang, selalu berpikir positif, banyak berbicara, yang pendiam, suka mengisolasi diri, suka berinteraksi sosial, yang cepat percaya dan mudah terbujuk tapi ada juga anak yang merasa rendah diri, merasa superior, memiliki sifat sebagai seorang pemimpin, yang tidak suka diberi tanggung jawab, pemalu, stress, sebaliknya ada juga yang periang, mudah memaafkan, disiplin dalam menjaga kebersihan atau terbiasa dengan kotor, teratur ada juga yang tidak teratur, suka menolong dan tidak suka menolong dan yang lainnya. Sifat-sifat atau karakter-karakter seperti itu kadang-kadang bersifat perolehan (iktisabi) dan kadang-kadang warisan atau karena pengaruh lingkungan.
Sebagian anak-anak dari semenjak kecil sudah mewarisi sifat-sifat seperti ini. Karakter-karakter ini bisa jadi turunan dari orangtua mereka atau karena faktor genetik yang diwariskan dari orangtua mereka, atau juga karena faktor-faktor nutrisi, ketika terjadinya pembuahan atau karena pengaruh ketika masih dalam kandungan, atau faktor-faktor kualitas pemberian air susu ibu, atau juga karena lingkungan sekitar hidupnya.
Sifat atau karakter seperti ini baik berasal dari warisan atau karena faktor-faktor lain harus menjadi bahan pertimbangan. Sebagian anak misalnya sangat peka dengan sesuatu peristiwa yang sangat tidak menyenangkan, sementara sebagian lagi mungkin memperlihatkan sikap tenang dan kalem. Semua anak bisa dibina tetapi dengan pendekatan yang berbeda-beda.
Setiap karakter menuntut pendekatan dan penanganan yang khusus, karena kalau melupakan keistimewaan individual maka hasil yang diharapkan tidak akan maksimal.
Seorang guru atau pendidik harus dapat membaca karakter anak didiknya dengan baik dan keunikan-keunikan mereka, supaya menjadi panduan yang tepat dalam memberikan pola asuh yang baik. Tetapi juga harus diakui sangatlah tidak mudah mengetahui karakter-karakter tersebut. Untuk mengorek atau menyelami kekhasan masing-masing anak menuntut kesabaran dan pendekatan personal yang terus menerus. Para ilmuwan telah menyodorkan berbagai metode untuk mengetahui karakter anak-anak tersebut, namun ada satu metode yang paling baik yaitu dengan melakukan pengamatan atas anak-anak serta memantau bagaimana mereka menangani setiap permasalahan, khususnya ketika mereka sedang bermain-main dengan anak-anak yang lain atau ketika ada dalam suatu lingkungan atau ketika bergaul dengan orang-orang dewasa, terutama kalau menemui orang-orang baru.
Jika diamati secara seksama seorang pengamat akan mendapat gambaran yang lumayan utuh mengenai kepribadian anak tersebut.
Jean Soto mengatakan:
"Setiap anak itu unik. Tujuan utama dari setiap pendidikan dan pengajaran adalah kita mendidik anak-anak kita dengan segala kekurangan dan segala potensinya yang ada sehingga potensi ini bisa kita kembangkan untuk kebaikannya secara lebih maksimal lagi."
Perbedaan dalam Kematangan atau Kedewasaan
Jenis kedua adalah hal-hal yang terjadi dan yang mempengaruhi kehidupan seseorang secara bertahap dalam diri manusia dari semenjak kecil hingga masa dewasa. Anak-anak itu mengalami perubahan mental. Ia beranjak semakin dewasa secara bertahap. Kedewasaan didefinisikan sebagai proses perubahan yang terjadi secara bertahap dalam diri seseorang. Transformasi ini tidak hanya terjadi dalam tubuh tetapi juga dalam otak, kepribadian dan emosi. Seorang anak yang telah dewasa akan mengalami perubahan secara fisik sampai ia menjadi matang sempurna. Seiring dengan perubahan fisik anak juga mengalami perkembangan kemampuan kecerdasan kognitif, emosi. Akhirnya si anak banyak belajar tentang segala hal, kemudian juga muncul naluri dan potensi baru di dalam dirinya.
Si anak akan memiliki kemampuan untuk mengunyah makanan, mendayagunakan pancainderanya, berdiri, duduk, bergerak, bangun, berjalan, menahan kencing, dan buang air besar, berbicara, membaca, menulis, menggambar, berpikir, belajar, bekerja, serta keterampilan-keterampilan lainnya. Semua kemampuan ini karena hasil dari perkembangan fisik dan akalnya. Kadang-kadang kemampuan ini memang dalam periode tertentu tidak berkembang sekaligus.
Setiap kemampuan tersebut muncul dalam masa-masa tertentu dari perkembangan dan dalam kondisi tertentu. Ketika fisik dan akalnya mengalami perubahan maka secara bersamaan muncul juga dalam dirinya insting dan potensi lain yang kemudian menjadi semakin matang. Karena itu ada sebagian orang yang mengklasifikasikan kedewasaan menjadi beberapa bagian berikut dengan karakter-karakter masing-masing. Dari sinilah dapat diketahui betapa pentingnya menyelami tahapan-tahapan perkembangan kedewasaan seorang anak, potensi serta kebutuhan-kebutuhan khusus mereka, berikut kekuatan fisik serta kemampuan daya menyerap pelajaran yang mereka miliki.
Dengan berbekal pengetahuan yang lengkap seperti itu, seorang guru dan sang pendidik tentunya akan memberikan porsi pembinaannya disesuaikan dengan wadah kapasitas anak didiknya sehingga tidak akan terjadi pemaksaan atau memaksakan sesuatu yang ada di luar kemampuan si anak didik. Karena menurut saya salah satu kendala pendidikan adalah beranjak dari harapan-harapan si pendidik yang tidak realistis.
Sang pendidik atau guru yang tidak berusaha memahami kondisi dan kapasitas anak didiknya kemudian berusaha memaksakan sesuatu sesuai dengan harapannya sendiri tanpa mempertimbangkan anak didiknya maka akan mengalami kegagalan dalam menjalankan profesinya dan bahkan akan membawa dampak yang buruk terhadap anak didiknya. Karena itu sekali lagi hendaknya seorang guru dan pendidik harus berupaya untuk mendapatkan informasi tentang anak didiknya sebelum menyusun program pendidikan.
Setelah melewati proses tersebut ia juga harus mengawasi anak-anak tersebut. Ia harus berusaha menggali terus potensi anak didiknya sehingga sekali waktu ia menemukan sesuatu yang baru dalam anak didiknya segeralah berusaha untuk membantu anak tersebut supaya terus mengembangkan potensinya dan membantu agar tidak ada gangguan dalam proses tersebut, dan kalau diperlukan berikanlah penghargaan agar dapat memotivasi semangat mereka.
Jadi sangatlah tidak baik jika seorang guru atau pendidik memberikan motivasi atau penghargaan kepada anak didik yang belum diselami kepribadiannya dan kekuatan fisiknya, sebab sudah jelas jika memberikan sesuatu kepada anak didik tanpa pengetahuan yang memadai tentang dirinya bisa-bisa akan berakibat fatal bagi si anak didik. Mungkin pengetahuan tentang kelemahan dan kelebihan si anak dari sisi fisik tidak begitu penting, sebab yang harus diperhatikan benar adalah potensi jiwa, kecerdasan, emosi dan karakternya. Semakin sang pendidik memahami secara lebih baik lagi maka semakin baik pula dalam melakukan langkah-langkah untuk membina mereka.
12. Tahapan-tahapan Perkembangan Manusia
Para pakar pendidikan membagi tahapan perkembangan kehidupan manusia dari sejak awal, yaitu sejak lahir sampai usia 20 tahun menjadi enam bagian. Mereka meneliti dengan seksama potensi-potensi serta kebutuhan-kebutuhan fisik, mental dan otak dalam setiap tahapan perkembangan tersebut. Hasil penelitian tersebut mereka rangkum dalam bentuk sebuah buku sehingga mudah dipelajari oleh setiap orang yang berminat dengan pengetahuan tentang tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Islam juga membagi-bagi tahapan-tahapan kedewasaan manusia menjadi tiga bagian. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw mengatakan:
"Anak itu adalah tuan sampai berusia 7 tahun dan budak dalam 7 tahun kedua serta wazir (mitra keluarga-penerj.) di 7 tahun ketiga. Setelah engkau membesarkannya selama 21 tahun, jika engkau suka akan karakternya maka itu adalah kebaikan dan jika itu tidak maka biarkan ia demikian karena engkau telah mendapatkan uzur dari Allah Swt."
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Bebaskan anakmu untuk bermain ketika usianya 7 tahun kemudian didiklah dan ajarkan akhlak yang baik selama 7 tahun dan bimbinglah ia selama 7 tahun. Jika ia menjadi anak yang saleh maka itu keberuntungan untukmu kalau tidak maka lepaskanlah anak itu!"[207]
Amirul Mukminin juga mengatakan, "Sayangilah dan layanilah anak sampai usia tujuh tahun, kemudian didiklah anakmu selama tujuh tahun dan di tujuh tahun ketiga suruhlah anakmu untuk ikut membantu urusan keluargamu!"[208]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Biarkan anak-anak bermain-main sampai usia tujuh tahun dan setelah itu ajarkan menulis dan membaca selama tujuh tahun juga dan kemudian di tujuh tahun ketiga ajarkan hal-hal haram dan yang halal."[209]
Jadi ada tiga tahapan perkembangan manusia yang digambarkan oleh hadis-hadis tadi.
Tujuh Tahun Pertama
Sejak anak lahir hingga mencapai usia tujuh tahun adalah tahapan perkembangan pertama. Anak dalam usia dini seperti ini khususnya di awal-awal kehidupannya adalah seorang anak yang tidak berdaya dan lemah yang harus mendapat perawatan dan pengawasan yang sangat baik. Ia harus mendapatkan asuhan dan kasih sayang serta nutrisi yang sangat baik agar bisa tumbuh menjadi anak yang sehat.
Strategi yang paling baik bagi anak-anak dalam tahapan usia seperti itu adalah menyuruhnya bermain-main. Dengan permainan anak-anak bisa mengembangkan bakatnya. Ia akan mendayagunakan kemampuan motoriknya selama melakukan permainan tersebut dan juga akan memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru. Anak-anak juga akan belajar berinteraksi sosial ketika melakukan permainan-permainan yang melibatkan banyak teman-temannya.
Tahapan Kedua
Anak-anak dalam tahap usia ini yaitu 7 tahun kedua (7-14) secara fisik dan kecerdasan dianggap telah matang. Ia sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dan secara intelektual siap untuk memulai proses pembelajaran. Ia bisa dididik untuk mengembangkan sifat-sifat yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk.
Anak dalam usia tersebut sudah bisa mempelajari sesuatu, bisa belajar membaca dan menulis. Inilah momentum yang baik untuk memulai proses pembelajaran dan pembinaan. Mereka mesti mengalami pembiasaan mengamalkan karakter-karakter baik yang praktis dan menanggalkan sifat-sifat yang tidak baik.
Ajarkan juga kepada mereka keterampilan membaca yang tepat. Ada dua keterampilan praktis penting yang harus diberikan kepada mereka yaitu keterampilan membaca dan pendidikan watak. Dalam hadis dikatakan anak-anak yang berusia 7- 14 harus dilatih untuk mengemban tanggung jawab dan juga diajarkan menulis dan membaca. Apa yang diisyaratkan oleh hadis-hadis itu hanyalah poin-poin penting secara global saja, untuk mengetahui penjelasan yang lebih lengkap kita harus banyak membaca literatur-literatur edukasi Islam.
Tahapan Ketiga
Tahapan ketiga ini merentang semenjak usia 14 tahun hingga 21 tahun. Ini adalah masa-masanya untuk belajar secara serius dan melatih pengembangan watak secara maksimal. Apa-apa yang telah dipelajari dari guru pendidik sebelumnya sekarang saatnya untuk mempraktikkannya. Ia harus dilibatkan dalam aktivitas keluarga dan diposisikan sebagai layaknya asisten keluarga. Serahi tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dengan atau tanpa pengawasan.
Anak dalam usia tersebut dapat belajar dari orangtua mereka sehingga pengalaman mereka semakin bertambah. Ini adalah usia yang sangat kritis. Seiring terjadinya perubahan hormon di dalam tubuhnya, maka terjadi juga perubahan-perubahan mental dan fisik. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya dan itu disadarinya. Ia bukan lagi anak-anak yang belum balig tapi juga bukan orang dewasa yang sudah benar-benar matang sekali. Wataknya masih temperamental dan emosional.
Dalam masa-masa yang cukup kritis ini dorongan biologis mulai muncul sehingga timbullah hasrat terhadap lawan jenis. Hasrat-hasrat biologis tersebut sangat fatal kalau dibiarkan bebas berkeliaran.
Ciri khas lain dalam masa-masa yang kritis ini adalah hasratnya untuk tidak dikekang. Ia ingin mandiri, tidak mau lagi diatur-atur seperti anak kecil, ingin diperlakukan seperti orang dewasa yang bebas berbicara, bebas mengambil keputusan sendiri dan melakukan apa yang disukainya. Ia ingin bebas mengatur sendiri dalam memilih teman, melakukan aktivitas olah raga, bepergian untuk rekreasi, memilih jenis baju, memilih pekerjaan, makanan dan sebagainya. Anak muda seperti itu yang masih labil, sensitif dan penuh energi dengan hasrat yang selalu menggebu-gebu terkadang ingin mencurahkan isi hatinya kepada seseorang yang bisa dipercaya. Ia ingin mencari kawan yang dapat diajak berdiskusi untuk membantu mengatasi persoalan-persoalan di dalam dirinya. Anak muda dalam usia-usia seperti ini sangat memerlukan seorang sahabat yang mengerti tentang dirinya. Ia memerlukan seorang pembimbing yang penuh pengertian dan mau memberikan bimbingan. Ia ingin diselamatkan dari segala kesulitan dan kegamangan hidupnya.
Seseorang itu tentunya harus yang berpengalaman dan penuh kecintaan yang ikhlas kepada dirinya. Yang dengan sukarela meluangkan waktu dan energinya untuk membantunya mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Namun sangat disayangkan dalam kebanyakan kasus kelompok yang kerap mendekati komunitas anak-anak muda adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab, orang yang tidak memiliki wawasan dan sama sekali tidak peduli dengan masa depan mereka. Orang-orang seperti itu ancaman bagi masa depannya. Para orangtua berkewajiban melindungi mereka dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab dan menggantikan peran mereka secepatnya.
Peran orangtua menurut Islam tidak boleh diserobot orang lain. Mereka harus proaktif dalam menggandeng tangan anak-anak muda mereka agar mereka tidak ikut arus yang buruk. Seperti yang dimandatkan oleh Islam, orangtua mesti mempercayai anak-anak muda mereka sebagai partner dalam kehidupan ini, dan itulah yang dimaksud dengan hadis 'Jadikan anak-anakmu sebagai wazirmu dalam usia 14 sampai 21 tahun'. Di dalam hadis lain ditambahkan bahwa orangtua harus membimbing anak-anak muda mereka sesering mungkin. Ini adalah anjuran untuk para orangtua agar selalu peduli dengan anak-anak mereka yang sekarang beranjak dewasa. Di dalam hadis yang lain orangtua juga disuruh selalu dekat dengan mereka sambil mengawasi segala aktivitasnya dengan segala kebijakan dan bukan seperti seorang komandan yang kaku kepada anak buahnya.
Orangtua yang bijak akan memperlakukan anak-anaknya seperti kawannya sendiri. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, si anak-anak diberi motivasi untuk melakukan sesuatu yang baik tapi tidak terkesan menjerat kebebasannya. Ia mungkin bisa mengajaknya berdialog agar si anak sendiri bisa mengeluarkan segala unek-uneknya. Saya kira dengan memahami keinginan-keinginan sang anak para orangtua akan semakin mudah mengarahkan mereka.
13. Jarak Antara Sang Pendidik dan Anak Didiknya
Salah satu masalah klasik yang banyak mengganjal efektivitas pendidikan adalah adanya jarak antara si pendidik dan anak didiknya. Kerenggangan ini tidak diciptakan oleh usia, ukuran fisik, tapi lebih banyak diwujudkan oleh hubungan personal yang kurang mulus di antara keduanya. Si anak didik karena memiliki pandangan yang berbeda dengan pendidiknya akhirnya mereka sulit mengadakan komunikasi secara intens. Si anak merasa orang yang akan mendidiknya tidak ingin memahami dirinya sehingga tidak tumbuh kepercayaan yang maksimal kepadanya. Karena tidak tumbuh kepercayaan di dalam dirinya, maka apa saja yang ada di dalam dirinya tidak terungkapkan dengan baik.
Jalur pelepasan yang paling aman baginya adalah teman-teman pergaulannya sendiri. Tetapi eskapisme seperti ini mungkin malah akan berakibat negatif untuk dirinya jika teman-temannya bukan orang yang memahami kondisi psikologis dirinya secara benar atau mereka sendiri sudah tercemari oleh pergaulan yang tidak baik. Gagal dalam membina hubungan personal juga bisa merugikan pihak pendidik karena ia akan kesulitan membaca pikiran dan emosi mereka secara akurat. Sang pendidik akan tak berdaya untuk mengembangkan potensi mereka. Jadi hubungan yang terjaga dengan baik sangat tidak bisa diabaikan dalam konteks pendidikan. Seorang pendidik harus berupaya keras untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu pesan Islam kepada para pendidik adalah agar mereka berusaha keras memahami anak-anak didiknya dengan cara memosisikan diri lebih terbuka dan berbicara dengan bahasa yang mereka gunakan, layaknya dua orang sahabat yang saling berbicara.
Lantaran aktivitasmu dengan anak-anak
Maka berbicaralah dengan bahasa anak-anak
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, "Sesiapa yang bermain dengan anak-anak maka berperilakulah layaknya anak-anak!"
Amirul Mukminin as mengatakan, "Sesiapa yang diberi amanah anak-anak maka bermainlah seperti anak-anak juga!"[210]
Rasulullah saw juga mengatakan, "Semoga Allah merahmati seorang ayah yang berusaha mendidik anak dengan penuh kasih sayang agar menghormati orangtua mereka."[211]
Rasulullah saw juga mengatakan, "Tidak termasuk golongan kami, mereka yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak menghormati orang dewasa."[212]
Kita bisa mengambil pelajaran dari cara Rasulullah saw memperlakukan anak-anak. Beliau terkenal sangat tersentuh dengan anak-anak serta sangat dekat dengan mereka. Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa sikap Rasulullah sangat santun terhadap anak-anak.[213]
Diceritakan ketika Rasulullah saw kembali dari suatu perjalanan, anak-anak berhamburan menyambutnya. Rasulullah saw menghentikan langkahnya, lalu menaikkan sebagian anak-anak di depan dan sebagian lagi di belakangnya. Beliau menyuruh para sahabatnya agar menaikkan juga anak-anak yang lain. Kemudian anak-anak yang duduk di depan membanggakan dirinya atas anak-anak yang duduk di belakang.[214]
Rasulullah juga Biasa Memanggil Anak-anak dengan Panggilan Khas:[215]
Anas mengatakan, "Rasulullah saw manusia yang paling baik akhlaknya dibandingkan manusia lain, saya punya seorang adik yang bernama Abu Umair. Ketika aku menghadap beliau, beliau bertanya tentangnya, 'Apa kabar tentang anak kecil itu?'"[216]
Salah seorang sahabat bercerita, "Suatu hari Rasulullah saw pergi bertamu. Di tengah jalan tampak Husain sedang bermain-main dengan anak sebayanya. Rasulullah menghampirinya karena ingin memangkunya, tapi Husain malah berlarian ke sana kemari. Rasulullah saw tertawa-tawa dan akhirnya berhasil menangkap Husain as. Kemudian Rasulullah mencium bibir Husain sambil mengatakan, 'Husain bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Sesiapa yang mencintai Allah pasti mencintai Husain as.'"
Jabir mengatakan, "Aku melihat Hasan dan Husain sedang duduk di atas punggung Rasulullah saw. Rasulullah kemudian berjalan-jalan di atas tangan dan lututnya sambil mengatakan, 'Unta kamu adalah unta terbaik dan barang yang dibawanya adalah barang yang terbaik.'"
Rasulullah saw adalah penyayang anak-anak bahkan ketika melakukan shalat pun beliau tidak mau mengecewakan anak-anak kecil. Salah seorang sahabatnya bercerita, "Kami sedang bersama-sama Rasulullah saw melaksanakan shalat, tiba-tiba Husain masuk.
Ketika Rasulullah sujud, Husain menunggangi punggung Rasulullah. Rasulullah kemudian dengan hati-hati mendudukkan Husain di sampingnya. Setelah selesai shalat, kami bertanya kepada Rasulullah, Rasul menjawab bahwa Husain as adalah wewangianku."[217]
Anas bin Malik meriwayatkan, "Rasulullah saw berjalan melewati anak-anak dan mengucapkan salam. Ini adalah kebiasaan sehari-hari Rasulullah saw."[218]
Rasulullah saw juga mengatakan, "Aku tidak akan pernah meninggalkan lima perkara selama-lamanya: Duduk di bawah tanah makan bersama budak belian, menaiki keledai, memerah air susu kambing dengan tanganku ini, memakai baju dari bulu domba, dan mengucapkan salam kepada anak-anak. Karena aku berharap ini akan menjadi Sunahku."[219]
Menurut hadis ini Rasulullah tidak hanya berbuat demikian dengan anak-anak kecil bahkan dengan orang dewasa pun selalu berbicara sesuai dengan kapasitas mereka. Dalam pergaulan dan berbicara beliau selalu berusaha menyesuaikan nada pembicaraan agar mereka lebih tertarik. Hal inilah yang menjadi magnet bagi masyarakat sekitarnya. "Imam Shadiq as mengatakan, 'Rasulullah tidak pernah berbicara dari akalnya yang paling dalam. Ia pernah mengatakan bahwa, 'Kami para nabi diutus untuk berbicara dengan manusia sesuai kemampuan mereka.'"
Pentingnya Menjalin Komunikasi Dua Arah dengan Anak-anak
Anak kecil adalah manusia juga yang berbuat segala sesuatu atas dasar kehendak dan pilihan hatinya. Anak-anak tidak bisa dididik begitu saja seperti memelihara tumbuh-tumbuhan. Sang pendidik hanya memberikan fasilitas dan menyediakan ruang gerak yang baik sehingga si anak terdorong untuk melakukan eksplorasi atas dirinya. Pendidik yang berhasil adalah jika mampu mengembangkan potensi si anak didik berdasarkan kesadaran sendiri. Sebab kalau metode pendidikan itu dipaksakan maka hasilnya sangat kontraproduktif, yaitu si anak akan menunjukkan sikap pasif, melawan, atau melakukannya dengan terpaksa. Sistem pendidikan memang harus bisa merangsang minat dan potensi si anak sehingga mau menjalaninya dengan penuh kesenangan. Imam Shadiq as mengatakan, "Sesiapa yang tidak menjadikan diri sebagai penasihatnya maka orang lain akan lebih sulit lagi untuk menjadi penasihatnya."[220]
Imam Sajjad as mengatakan, "Wahai anak Adam, kalian selalu diberkahi kebaikan selama bisa menjadikan hatimu sebagai penasihat atas dirimu."
Amirul Mukminin as mengatakan, "Barangsiapa yang tidak mengerti tentang bahaya sesuatu, maka tidak akan menjauhinya dan siapa yang tidak mengerti tentang manfaat sesuatu maka tidak akan mendekatinya."
Jadi apa yang bisa dilakukan oleh seorang pendidik adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi si anak untuk memaksimalkan dirinya. Ada beberapa hal yang direkomendasikan bagi sang pendidik:
Memahami anak didik
Berbicaralah dengan bahasa yang mereka pahami
Jalinlah fondasi hubungan internal yang kukuh
Tunjukan sikap positif terhadap anak baik lewat lisan atau perbuatan
Tunjukan sikap respek kepadanya
Jangan membeberkan kekurangan-kekurangannya
Jangan langsung memvonis kesalahan mereka
Perlakukanlah mereka dengan penuh simpati dan cinta
14. Peranan Iman Dalam Pendidikan
Iman kepada Allah, Nabi Muhammad saw dan hari kebangkitan merupakan kekuatan positif yang dapat membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan memotivasinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Para nabi melakukan usaha yang maksimal agar keimanan itu tumbuh dan bersemi dengan kukuh di dalam hati masyarakatnya, sebab biasanya kalau keimanan mengakar di dalam hati mereka segala bentuk perintah untuk melaksanakan kebajikan dan menghindari hal-hal yang buruk dengan sangat mudah mereka terima.
Metode itu sebenarnya hanya menghidupkan apa yang ada di lubuk hati manusia yang paling dalam. Pada dasarnya jauh di dalam hati manusia sudah mengakar keimanan kepada Allah. Struktur jiwa dan akal manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga selalu merindukan Zat Yang Maha Agung. Potensi itu bersemayam di dalam jiwa-jiwa yang tidak tercemari dengan kotoran-kotoran duniawi. Jadi, keimanan kepada Tuhan merupakan kebutuhan hakiki manusia yang tidak akan pernah punah sampai kapan pun.
Secara logis manusia juga bisa memahami dengan kecerdasannya bahwa sang pencipta secara mutlak harus eksis di alam ini. Sebab alam ini tidak mungkin diciptakan tanpa tujuan, yang kedua bahwa manusia sebagai makhluk yang penuh potensi ini dan juga makhluk yang 'dimuliakan' tidak mungkin diciptakan untuk menjadi bangkai yang tersia-sia. Amal kebaikan dan keburukan pasti diperhitungkan kelak di suatu tempat. Itu artinya manusia akan hijrah ke kampung lain (alam akhirat).
Keimanan kepada kampung akhirat juga konsekuensi logis yang disadari oleh manusia. Sebab itu berarti ia memiliki masa depan dan harapan bahwa kerja kerasnya tidak akan terbuang percuma. Dengan menerima kedua prinsip iman kepada Tuhan (tawhîd) dan iman kepada hari kebangkitan (ma'ad), maka kita juga harus menerima prinsip turunannya yaitu prinsip ketiga yaitu kenabian (nubuwwah). Karena nabi atau rasul itu akan menjelaskan garis petunjuk yang praktis bagaimana mengimani Tuhan dan bagaimana bisa selamat dan menjangkau kebahagiaan di dunia dan di alam akhirat nanti. Manusia pun menyadari ketidakberdayaan dirinya untuk menyusun program hidup yang sistematis dan tidak cacat. Manusia tidak akan paham benar jalan kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.
Tiga akidah iman kepada Tuhan, iman kepada hari kebangkitan dan iman kepada nabi adalah asas fondasi yang terpenting, karena:
1.Iman merupakan ilmu yakin yang akan mencerahkan jiwa. Iman itu adalah aktivitas batin yang menentukan kualitas keislaman seorang individu Muslim. Kegiatan-kegiatan batin lainnya yang mendapat tempat di dalam Islam adalah bertafakur. Lewat tafakur manusia bisa mencapai alam luhur, menggapai kesempurnaan dan kedekatan dengan Allah Swt.
Kenapa demikian? Karena dengan tafakur manusia bisa menyerap ilmu secara langsung. Ilmu itu berproses semakin menyempurnakan dirinya dan mengantarkannya ke sisi Tuhan. Karena itu di dalam hadis disebutkan bahwa salah satu jalan untuk mencapai kesempurnaan diri adalah dengan mencari ilmu.
Allah Swt mengatakan, Allah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu (QS. ath-Thalaq:12).
Allah Swt akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang memiliki ilmu beberapa derajat. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui atas apa yang kalian lakukan (QS. al-Mujadalah:11).
Hisyam bin Hakam meriwayatkan dari Musa bin Ja'far as yang mengatakan, "Hai Hisyam, Allah itu tidak mengutus Rasul dan para nabinya untuk manusia kecuali agar manusia itu mengenal Allah. Manusia yang paling baik mengenal-Nya adalah yang paling baik dalam menyambut perintah-Nya dan yang paling mengetahui perintah-perintah adalah mereka yang paling baik akalnya dan yang paling sempurna akalnya adalah yang paling tinggi derajatnya di dunia dan di akhirat."[221]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Ibadah yang paling utama adalah memiliki ilmu tentang Allah dan berserah diri kepada keputusan-Nya."[222]
2.Iman adalah penggerak segala amal baik. Imanlah yang menjadi motor penggerak yang baik untuk seluruh aktivitas ritual.
3.>Iman selain bermanfaat di hari nanti, juga memiliki fungsi yang sangat positif di dunia ini. Iman itu menularkan sikap positif dalam kehidupan manusia. Iman kepada Tuhan membuatnya optimis dan yakin, bahwa Tuhan akan selalu membantu dirinya dalam menghadapi segala kesulitan hidup.
Manusia yang memiliki iman tidak akan merasa resah, depresi atau stress. Ketika goncangan melanda hidupnya, ia akan semakin tegar. Ia yakin Tuhan akan berbuat yang terbaik untuk makhluk-Nya. Manusia yang memiliki keimanan selalu berpikir positif dalam menghadapi segala kemungkinan. Ia akan proaktif mengisi hidupnya dengan kebaikan-kebaikan, karena suatu hari kelak ia akan memanennya. Ia sadar bahwa dirinyalah yang menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan di akhirat kelak. Tak ayal lagi dengan penuh semangat dan kepatuhan yang tinggi ia akan berusaha untuk menyesuaikan gaya hidupnya dengan aturan-aturan syariat. Iman memang faktor yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam proses mendidik anak manusia.
Locke mengatakan, "Anak-anak sejak kecil harus memiliki gambaran yang benar tentang Tuhan. Bahwa Tuhan itu Maha Penyayang, menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan manusia, penuh perhatian dan juga Mahalembut. Tuhan jangan digambarkan di dalam benak anak-anak sebagai wujud yang misterius dan menakutkan. Karena anak-anak jika tahu bahwa Tuhannya itu Maha Penyayang ia akan mencintainya. Kemudian secara bertahap ia akan belajar meminta pertolongan kepada-Nya."[223]
Peranan Akal dalam Pembinaan Karakter
Seorang guru yang baik akan berupaya keras memaksimalkan potensi akal anak didiknya. Akal pada dasarnya berfungsi untuk mengerem keinginan-keinginan yang tidak benar dan mendorong pada perbuatan-perbuatan yang positif. Akal adalah pembimbing manusia yang paling efektif. Problematika moral dan sosial biasanya karena kelemahan dalam daya berpikir. Orang yang dapat menggunakan akalnya dengan baik, biasanya dapat menguasai dirinya. Seorang guru dan pendidik akan berhasil membimbing anak didiknya dengan membantu akalnya supaya lebih berfungsi dengan baik.
Posisi Akal dalam Menyeimbangkan Desakan-desakan Hasrat
Manusia sekalipun kadang-kadang dikuasai oleh nafsu-nafsu hewaninya yang menariknya ke sana dan kemari, tapi masih dapat mengendalikan dirinya berkat daya akalnya. Dengan akalnya manusia bisa mengambil kesimpulan dan berpikir melampaui ruang dan waktu, melesat ke masa yang lebih jauh. Dengan akalnya manusia dapat membaca konsekuensi-konsekuensi logis dari perbuatan-perbuatannya. Dan menimbang-nimbang untuk memilih alternatif perbuatan lain yang akan memberikan kebaikan bagi dirinya. Makhluk lain yang tidak memiliki akal sulit untuk melawan dorongan-dorongan nafsunya. Ketika tidak bisa memikirkan tentang akibat dari perbuatannya, mereka akan pasrah diperbudak keinginan-keinginan tersebut. Akal itu cukup membantu manusia untuk melemahkan hasrat-hasrat jiwa dan mengontrolnya. Jika akal lebih dominan di dalam dirinya maka jiwanya dapat dikendalikan dengan baik. Karena fungsi inilah maka hadis-hadis memuji akal setinggi langit. Abdullah bin Sinan bertanya kepada Imam Ja'far as, "Mana yang paling utama malaikat atau manusia?" Imam Ja'far as menjawab, "Amirul Mukminin as mengatakan, 'Allah Swt menciptakan malaikat dengan akal tanpa syahwat, menciptakan binatang dengan syahwat tanpa akal dan menciptakan manusia dengan akal dan syahwat. Siapa saja yang akalnya menguasai syahwatnya ia lebih baik dari malaikat dan jika syahwatnya menguasai akalnya ia lebih buruk dari binatang.'"[224]
Imam Shadiq as mengatakan, "Akal itu petunjuk bagi orang-orang mukmin."[225]
Rasulullah saw mengatakan, "Mintalah petunjuk akal, kamu akan mendapat bimbingan dan jangan melawannya kelak akan menyesal."[226]
Beliau juga mengatakan, "Akal itu seperti tali untuk mengikat kaki unta dan nafsu itu seperti binatang liar yang buruk, kalau tidak diikat dengan tali akan lari kemana saja."
Imam Baqir as mengatakan, "Tatkala akal diciptakan, Allah Swt mengajak bicara padanya, 'Menghadaplah!' Ia pun menghadap. 'Berpalinglah!' akal pun berpaling. Lalu Allah Swt berkata, 'Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih kucintai daripada akal dan Aku tidak akan menyempurnakannya kecuali kepada mereka yang Ku-cintai.'"[227]
Imam Ridha as mengatakan, "Akal adalah sahabat setia manusia dan kebodohan adalah musuhnya."
Rasulullah saw mengatakan, "Allah tidak pernah membagikan sesuatu kepada hambanya yang lebih utama dibandingkan akal.
Tidurnya orang yang berakal lebih utama dari pada jaganya si bodoh dan keberadaan orang yang berakal lebih utama dari hijrahnya si bodoh, Allah Swt tidak mengutus para nabi kecuali setelah akal mereka sempurna dan lebih baik dari akal umatnya. Apa yang ada di batin nabi itu lebih utama dari ijtihadnya para mujtahid. Seorang hamba tidak akan bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan kecuali setelah berhasil memahami dengan akalnya.
Seluruh ahli ibadah tidak akan bisa menyamai ibadahnya orang yang berakal. Orang-orang yang berakal adalah kaum Ulul Albab yang disebutkan oleh ayat al-Quran, Tidak ada yang bisa mengambil pelajaran kecuali kaum Ulul Albab."[228]
Beliau mengatakan juga, "Hai Ali, tidak ada yang lebih bodoh dari kefakiran dan tidak ada kekayaan yang lebih bermanfaat dari akal."[229]
Amirul Mukminin as mengatakan, "Akal itu asas yang paling kukuh."[230]
"Akal itu sumber segala kebajikan." [231]
"Akhlak yang terpuji adalah buah akal."[232]
"Agama itu tidak akan beres kecuali dengan akal."[233]
"Adab dan agama itu hasil dari akal."[234]
"Akal itu seperti insting (gharîzah) yang akan bertambah dengan ilmu dan pengalaman."[235]
Tanda-tanda Orang yang Berakal
Di bawah ini sejumlah hadis yang menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang berakal.
Salah seorang sahabat bertanya kepada Imam Ja'far Shadiq as, "Akal itu apa?" Beliau menjawab, "Akal itu yang membuat seseorang menyembah Tuhannya dan yang membuat seseorang mendapatkan surga." Ia bertanya lagi, "Kalau begitu apa yang dimiliki oleh Muawiyah?" Beliau menjawab, "Yang dimiliki oleh Muawiyah adalah kelicikan, tipuan dan perdaya setan bukan akal, yang mirip dengan akal tapi bukan akal."[236]
Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Yang berakal itu memiliki agama dan yang memiliki agama itu masuk surga."[237]
Imam Musa bin Ja'far as mengatakan kepada Hisyam, "Sabar dalam kesendirian itu pertanda orang yang berakal. Manusia yang mengenal Allah dengan benar akan menjauhi ahli dunia dan para pecintanya dan Tuhan akan menyertainya ketika sendirian dan akan membantunya ketika dalam keadaan fakir serta membuatnya mulia walaupun tanpa bantuan keluarganya sendiri."[238]
Beliau juga mengatakan, "Hai Hisyam, orang yang berakal itu rela mendapatkan sedikit dunia tapi mengandung hikmah dan tidak mau mendapatkan dunia dengan sedikit hikmah. Lantaran hal tersebut mereka beruntung. Hai Hisyam, manusia yang berakal itu meninggalkan dunia apalagi dosa-dosa. Karena meninggalkan dunia itu keutamaan sementara meninggalkan dosa itu wajib. Hai Hisyam, orang yang berakal itu mengetahui bahwa untuk mendapatkan dunia harus dengan susah payah demikian juga untuk akhirat. Akhirnya ia akan memilih memilih akhirat karena itu lebih kekal."[239]
Beliau juga mengatakan, "Hai Hisyam, Amirul Mukminin as mengatakan, 'Tanda orang yang berakal itu ada tiga: Menjawab jika ada yang bertanya, berbicara jika kaumnya tidak bisa berbicara, serta memberikan suaranya untuk kepentingan kaumnya. Orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti ini adalah orang pandir."[240]
Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Manusia yang akalnya paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya."[241]
Amirul Mukminin as mengatakan, "Manusia yang merasa kagum atas dirinya artinya ia memiliki akal yang lemah."[242]
Beliau juga mengatakan, "Orang berakal dapat mengendalikan dirinya kala marah, kala berharap dan takut."[243]
"Jika akalnya sempurna maka akan jarang berbicara."[244]
"Lisan yang berakal ada di belakang hatinya, hati si bodoh ada di belakang akalnya."[245]
Imam Ja'far Shadiq as juga mengatakan, "Manusia berakal itu condong kepada kebenaran, berbicara dengan jujur, sangat menentang kebatilan, meninggalkan dunia dan menggenggam agama. Tanda orang berakal itu ada dua: benar berbicara dan benar dalam berbuat."[246]
Imam Ali as juga mengatakan, "Manusia yang berakal itu selalu memikirkan esok hari; berusaha membebaskan dirinya dan beramal untuk sesuatu yang sudah pasti (kematian)."[247]
Beliau juga mengatakan, "Akal itu melestarikan pengalaman."[248]
"Manusia yang berakal itu perbuatannya dan perkataannya saling membenarkan."
Ada dua belas sifat untuk manusia yang berakal yang diterangkan hadis-hadis tadi:
Dengan akalnya ia bisa mengetahui Tuhan
Mengakui agama yang hak
Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Dan hanya mementingkan kerelaan Allah Swt
Lebih mengutamakan hikmah dan ilmu daripada dunia
Ia tidak terikat dengan dunia dan mengabaikan semua kesenangan dunia
Menyadari bahwa dunia dan akhirat itu sama-sama memerlukan kerja keras dan lebih memilih akhirat karena abadi
Mampu mengendalikan diri, amarah, syahwat dan rasa takut
Menerima kebenaran dan tidak suka dengan kebatilan
Selalu jujur dan tidak pernah berdusta
Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak mau melakukan pengkhianatan
Tidak pernah melupakan kematian dan hari akhirat
Berusaha menghiasi diri dengan akhlak yang utama
Berpikir dahulu sebelum berbicara dan kalau tidak perlu tidak akan berbicara
Menghindari perkataan yang tidak perlu dan berbicara seperlunya
Empat belas sifat ini hanyalah sebagian dari sifat-sifat manusia yang berakal yang disebutkan di dalam hadis-hadis. Namun keempat belas sifat ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang orang yang berakal itu. Semakin sempurna sifat-sifat tersebut maka akan semakin sempurna pulalah akal manusia tersebut. Pada dasarnya semua manusia memiliki akal tapi mereka tidak memaksimalkan potensinya tersebut. Kalau seseorang mampu memaksimalkan akalnya, ia akan mampu memahami realitas dengan baik. Ia akan mampu memilih cara dan jalan yang terbaik yang akan mengantarkannya ke pintu gerbang kebahagiaan. Aktivitas akal adalah melakukan tafakur. Dengan kekuatan tafakur manusia dapat memahami keterciptaan alam, Sang Pencipta dan pasrah dengan hukum yang diturunkan oleh Sang penciptanya. Berkat kekuatan akal pula manusia dapat memahami nilai-nilai moral dan menyusuri jalan-jalan untuk menyempurnakan dirinya dan membersihkan diri dari noda-noda akhlak yang kotor.
Jadi kalau ada orang yang meyakini Allah, hari kiamat dan para nabi, melaksanakan perintah-perintah syariat. Memiliki akhlak yang baik dan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk, maka kita bisa memahami bahwa manusia seperti itu telah memanfaatkan potensi akal yang ada di dalam dirinya dengan baik.
Sebaliknya seseorang dianggap tidak bisa memaksimalkan potensi akalnya dengan baik, kalau ia meremehkan Tuhan, tidak percaya kepada hari kiamat serta hanya melulu mengurus urusan-urusan duniawi semata-mata, ia juga tidak mengembangkan sifat-sifat yang baik, maka bisa dimaklumi bahwa ia bukan termasuk orang yang berusaha memaksimalkan akalnya dengan baik.
Musuh-musuh Akal
Akal memiliki musuh-musuh yang tidak pernah jera menyerangnya. Akal terus berusaha untuk mengalahkan musuhnya dan demikian juga musuhnya tidak mau kalah untuk menundukkan akal.
Imam Ali as mengatakan, "Akal adalah musuh syahwat. Ilmu menjaga akal dan keinginan-keinginan itu memperkuat syahwat. Keinginan-keinginan itu saling berebut untuk menjadi pemenang. Manusia yang paling utama di sisi Allah adalah yang menghidupkan akalnya, kemudian membunuh syahwatnya dan memayahkan dirinya demi kebahagiaan di akhirat."[249]
Imam Ali as juga mengatakan, "Siapa yang tidak dapat menguasai syahwatnya tidak akan menguasai akalnya."[250]
"Kemarahan itu merusak akal dan menjauhkan dari kebenaran."[251]
"Siapa yang tidak menguasai kemarahannya maka ia tidak bisa menguasai akalnya."[252]
Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Hawa nafsu itu musuh akal, lawan kebenaran, teman kebatilan, kekuatan hawa nafsu itu berasal dari syahwat. Sumber kemunculan hawa nafsu berasal dari makanan yang haram, lalai dari kewajiban-kewajiban agama, meremehkan Sunah-sunah dan melupakan kewajiban serta memuaskan diri dalam kesenangan dunia."[253]
Imam Musa bin Ja'far as mengatakan, "Hai Hisyam, barangsiapa merusakkan tiga perkara dengan tiga perkara berarti ia telah merusakkan akalnya. Siapa yang memadamkan cahaya tafakur dengan banyak angan-angan, menghapus hikmah dengan banyak berbicara dan memadamkan cahaya ibrah dengan syahwat itu berarti telah memanfaatkan hawa nafsunya untuk merusak akalnya, dan barangsiapa yang merusak akalnya, rusaklah agama dan dunianya."[254]
Metode Mengembangkan Kekuatan Akal
Akal adalah substansi imaterial yang tidak sempurna dan melekat terhadap badan. Karena melekat terhadap badan maka memiliki aktivitas untuk melakukan gerakan penyempurnaan. Akal dan jiwa manusia akan selalu mengalami perubahan dan tidak stagnan selama hidupnya. Akal manusia tidak sama. Setiap manusia memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat tergantung kepada kekuatan akalnya. Dan beruntung akal itu dapat dibina untuk disempurnakan. Setiap orang mampu menyempurnakan akalnya. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menyempurnakan akalnya. Ayat-ayat al-Quran dan hadis memberikan jalan-jalan untuk memperkuat potensi akal.
Mengembangkan kekuatan akal
Tidak semua manusia mampu mengembangkan potensi akalnya dengan sempurna. Jika akal dimanfaatkan secara maksimal maka akan semakin sempurna. Manusia yang ingin mengembangkan potensi akalnya maka ia harus terus menerus mengasah akalnya secara maksimal. Islam sangat memuji orang-orang yang mau menggunakan nalarnya dan mencela orang-orang yang tidak mau menggunakan nalarnya.
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. al-Baqarah:18).
Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami) kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (QS. al-Anfal:22)
Dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya. (QS. Yunus:100)
Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS. al-Maidah:103)
Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami. (QS. al-Hajj:46)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. al-Baqarah:164)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran:190)
Rasulullah saw juga mengatakan, "Manfaatkanlah akal maka engkau akan mendapatkan bimbingan dan jangan melawan akal agar engkau tidak menyesal."[255]
Tafakur
Tafakur adalah bagian dari aktivitas akal. Tafakur itu dapat memperkuat akal. Tidak sedikit riwayat atau ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan siapa saja untuk melakukan aktivitas tafakur.
Allah Swt berfirman, Demikianlah Allah jelaskan ayat-ayat-Nya agar kalian bertafakur (QS. al-Baqarah:219).
Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir (QS. ar-Ra'd:3).
Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta dan orang yang melihat?" "Apakah kalian tidak bertafakur?" (QS. al-An'am:50).
Ayat-ayat yang memberi motivasi kepada manusia untuk bertafakur di dalam al-Quran sangat melimpah. Bahkan dalam beberapa riwayat tafakur itu dinilai sebagai ibadah bahkan dianggap lebih baik dari ibadah. Imam Ali as mengatakan, "Bangunkan hatimu dengan tafakur, jauhilah tempat tidurmu dengan shalat malam dan takutlah kepada Allah Tuhanmu!"[256]
Ibadah yang terbaik adalah bertafakur tentang kekuasaan Allah Swt.[257]
Imam Musa bin Ja'far as mengatakan, "Hai Hisyam, segala sesuatu itu memiliki jalan petunjuknya dan petunjuk akal adalah tafakur dan jalan tafakur adalah diam."[258]
Saya kira tidak ada agama yang memiliki perhatian terhadap tema tafakur sebesar perhatian agama Islam. Bahkan tafakur itu tidak berbeda dengan ibadah ritual sendiri.
Berpikir panjang yang menjangkau ke masa depan
Salah satu metode untuk mengoptimalkan akal adalah dengan sering mempraktikkan kegiatan berpikir, ketika mau melakukan sesuatu cobalah berpikir tentang segala kemungkinan yang akan terjadi. Rasulullah sendiri mengatakan, "Jika engkau ingin melakukan sesuatu maka pikirkanlah masak-masak sebelum engkau melakukannya. Jika menurutmu akan mendatangkan kebaikan maka lakukanlah dan jika tidak maka segera hentikan!"[259]
Imam Ja'far Shadiq as menyampaikan nasihatnya untuk Ibnu Jundab, "Berhentilah dulu (berpikirlah) sebelum melakukan segala sesuatu! Sampai engkau mengetahui akibat dari berbagai perbuatan, agar engkau tidak menyesali diri."[260]
Amirul Mukminin as mengatakan, "Berpikir panjang itu adalah puncak keberakalan dan kepala batu puncak dari kepandiran."
"Siapa yang selalu berpikir panjang akan selamat dari akibat buruk!"[261]
"Berpikir itu memberi cahaya kepada akal."
"Berpikir itu mencerahkan akal."[262]
Bermusyawarah
Mengikuti diskusi yang diadakan oleh orang-orang yang pintar merupakan formula manjur untuk meningkatkan kapasitas akal. Mereka yang sering bertukar pikiran dengan orang lain sebetulnya sama juga dengan menyewa jasa akal orang lain. Jadi seseorang dapat sampai ke inti pemikiran hanya dengan mendengarkan pendapat-pendapat orang lain, setelah itu ia memilih pendapat mana yang lebih argumentatif. Musyawarah memang sangat membantu siapa saja terutama kalau yang diajak musyawarah adalah orang-orang yang cerdas.
Orang-orang yang terlalu kaku mempertahankan pendapatnya sendiri, sebetulnya sama dengan menyembah pemikirannya sendiri. Di dalam al-Quran dikatakan, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal (QS. Ali Imran:159).
Dan musyawarahkanlah urusan mereka serta infakkanlah atas apa yang telah Kami rezekikan (QS. asy-Syura:38).
Imam Ali as juga mengatakan, "Seseorang yang membuka diri terhadap berbagai pendapat akan lebih mendapatkan kebenaran daripada jatuh dalam kesalahan. Siapa saja yang melakukan sesuatu tanpa melalui proses berpikir, akan mengalami kesulitan-kesulitan. Berpikir sebelum berbuat agar selamat dari rasa sesal. Orang-orang yang berakal banyak belajar dari pengalaman. Karena pengalaman itu memberikan pengetahuan baru, dan karakter seseorang itu akan teruji dengan terjadinya perubahan-perubahan zaman."[263]
"Siapa saja yang bermusyawarah dengan orang-orang pintar akan mendapatkan petunjuk menuju jalan yang benar."[264]
"Siapa yang tidak bermusyawarah akan menyesal."[265]
Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Bermusyawarahlah dalam sesuatu urusan dengan orang-orang yang merasa takut kepada Allah Swt."[266]
"Seseorang yang terlalu kaku mempertahankan pendapatnya sendiri akan terjebak dalam kesalahan."[267]
Musyawarah itu sangat baik jika dilakukan dengan orang-orang yang tepat. Orang yang akan diajak bermusyawarah hendaknya orang-orang yang memang memiliki kelebihan dari segi ilmu dan pengalaman.
Cinta kepada kebenaran
Metode lain untuk memperkuat akal adalah dengan memperkuat kecintaan kepada kebenaran. Orang yang mau menerima kebenaran dari siapa saja maka cara berpikirnya akan semakin logis. Tetapi untuk sementara orang yang sulit menerima kebenaran, lebih banyak memperturutkan emosinya, maka akalnya atau kemampuan berpikirnya akan sulit berkembang dengan baik. Karena ia tidak lagi mencari kebenaran, yang dicarinya adalah kepuasan psikologis semata.
Hadis dari Imam Musa bin Ja'far mengatakan, "Hai Hisyam, Lukman berkata kepada anaknya, 'Tunduklah kepada kebenaran maka engkau akan menjadi manusia yang paling berakal!'"
Bergabung dengan komunitas orang-orang yang menggunakan akalnya dengan benar
Lingkungan pergaulan di dalam masyarakat ikut menentukan kualitas akal seseorang. Setiap orang memperoleh sesuatu dari gaya hidup, pikiran, pengalaman, pengetahuan teman-teman komunitasnya. Dan komunitas kaum yang berakal adalah tempat yang paling baik untuk mengasah kekuatan akal. Karena orang-orang yang berilmu akan berbicara sesuai dengan keilmuannya. Sikap mereka juga dapat mempengaruhi perilaku mereka yang ada di dalam komunitasnya. Sebaliknya bergaul dengan orang-orang yang tidak berilmu hanya akan membuat seseorang juga menjadi bodoh.
Bergabung dengan majelis orang-orang saleh akan memberikan kebaikan. Dan sikap sopan santun (adab) para ulama akan memperteguh akal.
Imam Jawad as, "Orang yang tidak mau mendengarkan kata-kata orang yang berakal, berarti akalnya telah mati."
Ali bin Abi Thalib, "Akhlak akan membaik ketika bergaul dengan kaum yang berakal."
Ali bin Abi Thalib, "Bergaulah dengan para ulama, dekatilah mereka, kunjungi rumah-rumah mereka, niscaya engkau akan seperti mereka." memberikan Lukman Nasihat Lukman untuk Anaknya Bertanyalah kepada para ulama, bergaulah dengan ahli hikmah dan dekatilah kaum fakir. Siapa yang bergaul dengan orang yang bodoh maka akalnya akan berkurang Kerusakan akhlak akibat pergaulan dengan orang-orang bodoh [268]
Jadi memilih teman dan komunitas memang harus selektif. Memasuki komunitas orang-orang yang berilmu; yang matang akalnya harus menjadi bagian dari gaya hidup terutama untuk anak-anak muda. Dan ini rasanya harus menjadi pembahasan terpisah. Mudah-mudahan saya bisa melakukannya di masa yang akan datang.
Sering bertanya
Pertanyaan adalah metode praktis untuk memperkuat kemampuan berpikir manusia. Orang-orang yang tidak mendapatkan jawaban tentang sesuatu perkara bisa menggunakan metode praktis pertanyaan kepada para ahlinya. Kebiasaan tersebut akan membantu akalnya untuk menemukan jawaban atas segala pertanyaan.
Siapa saja, yang berilmu atau tidak berilmu tetap memerlukan pengetahuan tambahan dari orang lain. Bahkan orang-orang yang awam pun kadang-kadang memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang-orang pintar. Setiap orang harus belajar dari orang lain untuk menyempurnakan pengetahuannya sendiri.
Rasulullah saw mengatakan, "Manusia yang paling alim adalah yang berhasil menggabungkan pengetahuan orang lain dengan pengetahuan dirinya sendiri. Manusia semakin bernilai ketika ilmunya semakin bertambah dan nilainya berkurang ketika ilmunya sedikit."
Rasulullah saw mengatakan, "Empat hal yang harus dilakukan oleh umatku." Ada yang bertanya, "Apakah empat hal tersebut?" Rasulullah menjawab, "Menyimak ilmu, memeliharanya, menyebarkannya dan mengamalkannya."[269]
"Mencari ilmu itu wajib bagi Muslimin dan Muslimat."[270]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengatakan, "Wahai orang mukmin, ilmu dan adab ini adalah nilai bagimu. Maka bersungguh-sungguhlah dalam mempelajarinya agar itu menjadi tambahan bagi ilmu dan menjadi nilai tambah bagi dirimu. Ilmu itu akan membimbingmu kepada Tuhan, dan adab akan memperbaiki kualitas khidmatmu kepada Tuhanmu, dan dengan khidmatmu itu seorang hamba akan memperoleh kedekatan-Nya. Dengarkanlah nasihat agar engkau bisa selamat dari siksa Tuhan!"[271]
Imam Shadiq as mengatakan, "Ilmu ini memiliki kunci, kuncinya itu adalah pertanyaan."[272]
15. Insting Seksualitas
Insting seksual (gharîzah jinsiyah) bukan suatu hal yang buruk bagi manusia, tapi sangat bermanfaat untuk keberlangsungan generasi manusia. Berkat insting ini juga manusia menjadi betah hidup di dunia. Kalau insting ini digunakan secara benar akan terwujud kehidupan yang indah dan menyenangkan bagi manusia.
Namun sebaliknya kalau manusia menyalahgunakan insting ini secara sewenang-wenang, maka hidup akan menjadi neraka baginya. Guru dan orangtua harus serius memberikan bekal yang praktis untuk anak-anak dalam segala tahapnya sehingga mereka terhindar dari perbuatan asusila.
Metode Menangani Anak-anak yang Cepat Terangsang Secara Seksual
Anak-anak yang mudah terangsang memang harus ditangani dengan benar. Sebagian orang mengira bahwa anak-anak yang belum balig tidak mengerti apa-apa tentang seks, dan bahkan tidak memiliki sensitivitas tertentu. Pandangan seperti ini tampaknya harus segera dirubah karena menurut riset anak-anak sudah mengalami rasa nikmat, dan bahkan bisa dilihat. Alat kemaluan anak-anak laki-laki bahkan tegang ketika tersentuh. Anak-anak yang berusia 5 sampai 6 tahun kadang-kadang suka melihat kemaluan temannya dan kadang-kadang saling menyentuh.
Para ahli psikolog mengatakan bahwa anak-anak yang berusia 6 tahun sampai 7 tahun sudah bisa membayangkan hubungan seks dan bahkan ingin mengetahuinya lebih jauh lagi. Dari usia 8 tahun sampai 9 tahun kadang-kadang mereka secara sembunyi-sembunyi berbicara dengan kawan-kawannya membicarakan masalah seks. Kadang-kadang mereka juga ingin mengetahui rahasia hubungan seks kedua orangtua mereka. Semakin dewasa, semakin besar hasrat seksual mereka. Hasrat seksual pada anak-anak memang tampak dalam bentuk yang berbeda-beda. Kecenderungan seperti itu jika masih dalam batas-batas kewajaran, maka tidak akan menjadi masalah. Namun jika anak-anak sudah kecanduan dengan seksual, maka ini tidak bisa dibiarkan lagi.
Anak-anak yang cepat matang secara seksual akan mengalami kesulitan-kesulitan mental, sebab ia tidak bisa memuaskan hasratnya lewat pernikahan resmi. Sebagian anak-anak juga ada yang terbiasa melakukan onani sejak kecil, jika tidak dihentikan kebiasaan ini sejak kecil maka akan terbawa sampai dewasa.
Orangtua harus melakukan pengawasan dan berusaha mengalihkan hasrat mereka sehingga tidak menjadi kebiasaan. Dan lakukan pencegahan sejak dini sehingga anak-anak tidak mengalami reaksi seksual sebelum waktunya. Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian orangtua dan guru:
Hindarilah menyentuh alat-alat kelamin anak-anak. Sebagian anak-anak kecil karena merasa gatal di bagian kelaminnya kadang-kadang suka meminta orangtuanya untuk menggaruk di bagian kelaminnya, lakukanlah seperlunya. Jadi kalau melihat anak-anak terkena penyakit gatal-gatal, segera berikan obatnya.
Ajarkan rasa malu kepada anak-anak ketika sedang tidak memakai baju. Biasakan mereka untuk selalu memperhatikan pakaian dan jangan biarkan mereka telanjang apalagi di hadapan orang lain.
Jika anak-anak sudah mencapai usia balig, maka orangtua tidak boleh melihat aurat mereka. Dan laranglah mereka agar tidak saling mempertontonkan aurat.
Sangatlah tidak etis anak perempuan 4-5 tahun mandi bersama-sama ayah atau anak laki-laki seusia itu mandi bersama-sama ibunya. Jika si ayah harus mandi bersama anak laki-lakinya maka jagalah aurat masing-masing, demikian juga ketika ibu mandi bersama-sama anak perempuannya.
Dan juga sangat tidak etis anak perempuan yang berusia 4-5 tahun tidur bersama-sama anak laki-laki. Atau anak-anak perempuan dengan anak-anak laki-laki dalam satu kamar. Ketika mereka mencapai usia 8 tahun, maka larangan itu harus semakin ketat.
Rasulullah saw mengatakan, "Jika anak-anak sudah mencapai usia sepuluh tahun, maka anak laki-laki dengan anak laki-laki, anak laki-laki dengan anak perempuan atau anak perempuan dengan anak perempuan tidak boleh tidur dalam satu ranjang."[273]
Sangatlah tidak etis anak perempuan 6-7 tahun tidur dengan ayahnya dalam satu ranjang, atau anak laki-laki dalam usia itu tidur satu ranjang dengan ibunya.
Apalagi kalau mereka mengenakan baju tidur khusus. Dan jangan sekali-kali membiarkan anak perempuan tidur satu ranjang dengan laki-laki asing.
Laki-laki non-muhrim haram memeluk, mencium atau menyentuh kulit anak perempuan 5-6 tahun karena dorongan birahi. Dan sebaiknya jangan melakukan hal-hal tersebut sekalipun tidak memiliki perasaan apa-apa. Demikian juga perempuan non-muhrim tidak layak memeluk, mencium anak-anak laki-laki kecil.
Imam Shadiq as mengatakan, "Jika anak perempuan mencapai usia enam tahun tidak sepantasnya dicium."[274]
Imam Ridha as bertamu kepada salah seorang keluarga Bani Hasyim dengan anggota keluarganya. Seorang anak kecil perempuan masuk ke tempat pertemuan mereka. Semua anggota keluarga mendekatinya. Ketika anak itu mau mendekati Imam Ridha as, ia ditanya tentang usianya. Anak itu menjawab lima tahun, maka Imam Ridha as melarang mendekatinya.
Anak-anak kecil harus dicegah dari melihat gambar, poster atau film-film porno. Karena mereka bisa terpengaruh. Bacaan dan cerita-cerita romantis juga sangat tidak baik bagi anak-anak. Orangtua dan guru harus mewaspadai film-film dan bacaan-bacaan yang tidak bermutu bagi anak-anak. Jauhkan anak-anak dari hal-hal seperti itu. Lingkungan yang mencampuradukkan antara laki-laki dan perempuan juga bisa menjadi jalan yang mudah untuk proses pematangan seksual. Anak-anak di atas usia 9 tahun sebaiknya dijauhkan dari pergaulan semacam itu.
Waspadailah jika terlihat ada anak-anak yang suka menyendiri atau melakukan aktivitas yang sangat rahasia. Awasi mereka diam-diam dan jika memang sangat tidak positif segeralah melakukan pencegahan sedini mungkin.
Adalah tidak baik membiarkan anak-anak berduaan terutama jika dengan lawan jenis. Orangtua sebaiknya mewaspadai ketika anak-anak diam di kamar dalam waktu yang sangat lama.
Anak-anak memang memerlukan teman bermain dan biarkanlah mereka memilih teman permainan tapi jangan biarkan mereka berteman dengan orang yang tidak baik.
Jika melihat anak-anak berbaring tapi matanya masih terbuka, ada kemungkinan mereka sedang mengkhayal sesuatu. Para orangtua sebaiknya jangan membiarkan mereka mengkhayal. Kalau melihat mereka dalam keadaan berbaring sambil mengkhayalkan sesuatu yang tidak pantas, maka segera bangunkan dan suruh membereskan kamarnya. Alangkah baiknya kalau anak-anak itu dibiasakan tidak menyembunyikan tangannya di bawah selimutnya.
Kalau melihat anak-anak tidak menyukai pergaulan dan lebih sering bersembunyi di kamarnya dalam waktu berjam-jam, maka carilah jalan untuk mengetahui sebabnya. Kalau Anda merasa curiga mereka melakukan masturbasi, maka cegahlah dengan berbagai cara. Dan kalau tidak maka usahakan Anda bisa mengetahui penyebabnya. Karena biasanya anak-anak yang suka mengurung diri di kamar itu bermasalah dan jangan dibiarkan begitu saja.
Anak-anak yang tidur dengan orangtuanya dalam satu ruangan juga bukan berarti tidak akan menimbulkan masalah, khususnya jika anak-anak tersebut sudah mencapai usia balig.
Karena mungkin saja mereka akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Banyak kasus hubungan inses terjadi karena akibat tidur dalam satu ruangan.
Orangtua juga harus menjaga diri agar anak-anak mereka tidak mengetahui rahasia hubungan seksual mereka. Anak-anak yang berusia 5-6 tahun kadang-kadang ingin mengetahui hal-hal yang disembunyikan orangtua mereka. Namun kalau di lingkungan keluarga tersebut ditumbuhkan rasa malu dan dijaga rahasia-rahasia yang tidak patut di ketahui oleh anak-anaknya maka anak-anak pun akan tumbuh menjadi anak yang sopan dan penuh rasa malu.
Ayah dan ibu harus serius dalam memberikan pendidikan dan teladan yang baik kepada anak-anaknya. Mereka harus menjaga segala gerak-geriknya terutama hubungan-hubungan rahasia mereka, jangan sampai tercium sedikit pun oleh anak-anak. Seorang ibu yang memiliki anak laki-laki atau anak perempuan sebaiknya selalu berpakaian yang rapi ketika di rumah. Demikian juga seorang ayah sebaiknya harus selalu menjaga diri dengan memakai baju yang sopan.
Ayah dan ibunya sebaiknya jangan mempertontonkan adegan-adegan ciuman atau percumbuan di depan anak-anak mereka atau melontarkan humor-humor yang tidak pantas. Budayakan rasa malu di depan anak-anak sehingga mereka menjadi anak-anak yang sangat santun.
Mungkin seseorang mengajukan pertanyaan kalau begitu bagaimana sebaiknya sikap sang suami dan istri di rumah?
Seorang suami sangat mengharapkan istrinya memakai baju yang terbaik, menghias diri sehingga tampil cantik, Seorang istri juga harus menampilkan diri sesuai dengan keinginan suami dan selalu siap melayaninya. Dan istri juga memiliki hak untuk dilayani. Suami dan istri sebaiknya tidur bersama-sama, meskipun tidak harus selalu demikian.
Menurut saya memang sejujurnya sepasang suami dan istri (pasutri) harus menampilkan sesuatu yang indah, mesra di rumahnya namun itu tidak mengandung arti bahwa mereka mesti mengenakan busana-busana yang merangsang dan mempertontonkan kemesraan kasih sayang secara berlebihan. Mereka bisa saja mencurahkan isi hatinya dengan cara-cara yang sangat lembut dan sederhana di depan keluarganya. Dan selebihnya jangan sekali-kali dipamerkan di depan siapa saja.
Dan menurut saya memang lumayan agak sulit untuk menampilkan peran sebagai seorang pasangan yang baik, namun di saat yang sama juga harus memerankan status seorang ibu. Tetapi saya ingin menggaris-bawahi tentang hubungan persetubuhan, satu aktivitas penting bagi suami-istri. Pasangan suami-istri yang harus beristirahat pada malam hari bersama anak-anak di ruangan yang sama, harus mewaspadai benar apakah anak-anaknya sudah terlelap tidur atau tidak.
Sebagian anak-anak mungkin saja pura-pura memejamkan matanya demi ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh ayah-ibunya. Atau anak juga bisa saja terbangun karena suara dan gerakan orangtua mereka, tapi kemudian mereka tetap diam agar bisa mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh orangtuanya. Hindarilah hal-hal seperti itu, pasanglah telinga dan mata selebar-lebarnya.
Menurut berbagai penelitian bahwa sebagian besar kasus penyimpangan anak-anak karena keteledoran orangtua mereka di rumah. Sering terjadi kasus, anak-anak yang mengetahui rahasia hubungan orangtua mereka menganggapnya sebagai sebuah penemuan besar yang kemudian mereka ceritakan lagi di depan teman-teman sebayanya.
Anak-anak seringkali lebih cerdik dari orangtua mereka. Untuk melacak apakah mereka tidur betulan atau tidur-tiduran tidak hanya cukup dengan perkiraan-perkiraan saja.
Melakukan hubungan suami-istri di kamar anak-anak sangat membahayakan mental dan emosi mereka. Islam juga melarang hal yang demikian.
Seorang laki-laki tidak boleh menyentuh istrinya di sebuah kamar yang di dalamnya ada anak-anak, karena perbuatan tersebut akan menyebarkan perbuatan zina.[275]
Rasulullah saw mengatakan, "Belajarlah tiga hal dari burung gagak: bersembunyi ketika melakukan persetubuhan, berangkat pagi-pagi untuk mencari rezeki dan selalu waspada terhadap bahaya."[276]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Demi diriku yang ada di tangan-Nya, jika ada seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya di rumahnya ketika anak-anak sedang terjaga. Anak itu melihat dan mendengarnya, maka anak itu tidak akan beruntung selama-lamanya. Jika ia laki-laki maka akan menjadi pezina dan jika perempuan akan menjadi pelacur. Imam Sajjad as ketika mau melakukan hubungan suami-istri, beliau mengunci pintu, menutup tirai dan menyuruh keluar pembantunya."[277]
Imam Ja'far Shadiq as juga mengatakan, "Jangan biarkan anak-anak melihat kalian ketika sedang berhubungan badan, karena itu sangat dibenci oleh Rasulullah saw."[278]
Melakukan hubungan seksual di kamar ketika anak-anak sedang tidur memang sebaiknya dihindari tapi membiarkan anak-anak tidur sendirian pun juga kurang baik. Sebaiknya anak-anak tidur di kamar terpisah namun berdekatan dengan kamar orangtua mereka. Orangtua mereka tidur di ranjang yang terpisah di kamar tersendiri dan kalau mau melakukan hubungan seksual lakukanlah di pojok ketika anak-anak dalam keadaan benar-benar tertidur. Memang tidak semua keluarga dapat merekayasa ruangan di rumah mereka. Arsitektur rumah juga tampaknya kadang-kadang tidak disesuaikan dengan kebutuhan seperti ini. Mereka yang memiliki anak banyak memang harus lebih hati-hati dan melakukan banyak penyesuaian diri, demi kepentingan pendidikan anak-anak.
Insting Seksual Pasca Balig
Anak laki-laki mencapai akil balig setelah usia 15 tahun penuh. Sebagian berpendapat bahkan sebelum itu, anak laki-laki sudah mencapai akil balig. Sementara anak perempuan dianggap balig ketika berusia 10 tahun atau kurang. Konon iklim dan cuaca juga ikut menentukan kematangan seorang anak. Anak-anak yang hidup di daerah panas atau agak panas akan mengalami kematangan lebih cepat dari anak-anak yang tinggal di daerah dingin. Menurut sebagian ahli faktor genetik juga ikut mewarnai kematangan seseorang.
Usia balig memang usia yang sangat rawan. Anak-anak dalam usia pertumbuhan seperti ini biasanya akan merasakan perubahan fisik, terutama anak-anak di zaman sekarang ini yang tampaknya lebih cepat dewasa. Di antara tanda-tanda balig seorang anak laki-laki adalah tumbuhnya rambut hitam di bagian bawah, di ketiak, mimpi basah, dan perubahan suara.
Sementara tanda-tanda fisik pada anak perempuan yang sudah balig adalah pembesaran payudara yang terjadi secara bertahap, atau mengeluarkan darah haid. Perubahan yang paling penting ketika balig adalah munculnya naluri seksual dan terkuaknya potensi diri. Pada awalnya ketertarikan kepada lawan jenis ini tidak jelas. Ia seperti menginginkan sesuatu tapi masih belum paham apa sebetulnya yang diinginkannya itu. Ia merasa gamang, bingung apa yang dirasakan dan menjadi hasratnya.
Setelah sekian waktu disadari bahwa muncul di dalam dirinya rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Ia mulai menyukai anak-anak perempuan, asyik melihat wajah dan mendengar suaranya. Ia ingin dekat, mengobrol dengan mereka dan mulai jatuh cinta. Anak laki-laki akan menunjukkan sesuatu untuk menarik perhatian anak-anak perempuan.
Di lain pihak anak-anak perempuan pun mulai menunjukkan perhatian terhadap laki-laki. Mereka melihat dan ingin dekat. Ingin diperhatikan oleh laki-laki dan ingin dicintai oleh orang yang disukainya. Agar bisa menarik perhatian mereka mulai menggunakan senjatanya dengan bersolek dan mempercantik diri.
Sesuatu yang alami sedang merekah, ya, itulah hasrat kepada lawan jenis. Siapa pun tidak bisa menolak bila itu hinggap di dalam dirinya. Terkadang totalitas kehidupan remaja balig hanyalah memikirkan masalah seks dan cinta melulu, tidak ada lagi hal lain yang layak dipikirkannya lagi.
Sayangnya, anak-anak yang sudah balig ini tidak memiliki wawasan yang cukup tentang seksualitas. Mereka ingin tahu, tapi hanya memendam rasa penasaran saja. Buku-buku roman, film-film tentang seks menjadi minat utamanya. Bahayanya, yang berserakan di pasar-pasar adalah buku-buku dan film-film yang sangat merangsang.
Menurut sebuah riset, sumber seks yang paling dekat dan mudah adalah mulut sahabat. Lewat obrolan-obrolan yang mengasyikkan mengalirlah cerita-cerita seks dari teman-temannya di tempat-tempat tertentu. Umumnya obrolan-obrolan itu seperti memberi semangat untuk nekad melakukan coba-coba. Teman yang buruk adalah jalan yang menghantarkan kepada perbuatan asusila.
Anak-anak kita yang masih polos, sangat mudah terpengaruh kata-kata beracun teman-temannya yang ingin menularkan kerusakan demi kerusakan. Anak-anak nakal itu biasanya memberi informasi dan strategi bagaimana menikmati majalah-majalah dan film-film kotor. Orangtua tidak boleh bersikap pasif. Mereka harus menjadi guru profesional urusan seks kepada anak-anaknya. Berikan informasi yang ilmiah dan berguna bagi remaja-remaja ini.
Ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh orangtua atau pendidik dalam mengelola gejolak anak-anak remaja:
Menyadari bahwa anak-anak mereka sekarang telah tumbuh dewasa. Menerima bahwa anak-anaknya ini memiliki kecenderungan-kecenderungan khas dan itu artinya mereka wajib diberi pengetahuan yang berguna oleh orangtuanya sendiri. Jadi katakanlah kepada mereka saat-saat yang tepat bahwa sekarang kalian telah dewasa. Mulai tumbuh dalam diri kalian perhatian terhadap lawan jenis, senang melihat wajah-wajah yang enak dilihat. Bahkan kalian mulai merasakan rangsangan birahi.
Ketika melihat anak gadis yang cantik kalian mungkin akan menghabiskan waktu untuk melamunkannya. Jelaskan dengan penuh pengertian bahwa itu adalah normal dan alamiah, semua anak-anak laki-laki dewasa akan mengalami perasaan-perasaan liar tersebut. Sekarang kalian telah dewasa dan suatu saat kalian harus menyunting gadis idaman.
Hidup dalam mahligai pernikahan dengan kekasih hati adalah surga yang sangat menyenangkan. Ketika engkau menjadi suami engkau akan merasakan kelezatan di atas segala yang kalian rasakan sekarang ini. Perkawinan adalah kado dari Tuhan agar menjadi sarana (seks) halal yang menyenangkan dan membahagiakan. Dan kalian juga akan memiliki buah hati, anak yang akan kalian rawat dengan penuh kasih sayang.
Saya sebagai orangtua tentu pada waktu yang tepat akan menolong kalian mencarikan calon bidadari yang baik buat kalian, dan kami sebagai orangtua akan membiayai pernikahan kalian. Sekarang yang bisa kalian lakukan adalah bersabar dan hati-hati jangan tergelincir mencari kenikmatan dengan jalan lain!
Karena itu adalah dosa dan penyimpangan yang akan merusak fisik, saraf dan martabat kalian. Setelah Anda selesai berdialog dengan anak Anda, mulailah Anda juga menerangkan apa yang pasti akan menimpa anak Anda jika mereka melakukan pemuasan seksual dengan cara yang haram. Dan jangan lupa pula untuk memberitahukan kepada mereka siksaan di hari akhirat.
Jangan biarkan anak merasa malu untuk menanyakan sesuatu yang tabu. Suruh ia bertanya dan jangan membuatnya sungkan. Jika orangtua berbicara dengan anaknya dalam suasana keakraban dan kehangatan, maka si anak juga tidak akan merasa sungkan untuk mengeluarkan isi hatinya. Dan dialog yang sehat ini sangat positif bagi perkembangan mental anak Anda.
Dalam sebagian besar kasus, perbuatan asusila yang dikerjakan anak-anak remaja itu karena mereka tidak memiliki aktivitas yang positif. Aktivitas ini harus dimotivasi oleh orangtua dan guru pendidiknya. Ciptakan ruang gerak yang positif bagi anak-anak remaja baik itu dengan olah raga, kesenian atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Kenakalan remaja dalam bidang seks juga akibat pergaulan dengan teman-teman yang tidak baik. Karena itu cari tahu teman-teman yang tidak baik tersebut dan jauhkan anak-anak Anda dari jamahan mereka.
Mata Keranjang
Anak-anak remaja sebetulnya memiliki masalah yang harus segera mereka atasi sendiri yaitu kesukaan melihat yang cantik, indah atau ganteng. Sejak usia 5-6 tahun mereka sudah belajar menyukai orang-orang tampan dan cantik. Sampai balig kebiasaan tersebut menjadi kenikmatan tersendiri. Mata rupanya tidak kenyang dengan pemandangan sekilas. Ketika ada sesuatu yang enak dipandang mata, organ mata tersebut akan tahan untuk memandangnya terus menerus dan terus begitu sehingga menjadi kebiasaan. Itulah yang disebut dengan mata keranjang.
Memandangi wanita cantik merupakan kebiasaan yang tidak baik. Apalagi dengan tujuan menikmatinya. Kalau nafsu seks telah menguasai dirinya ia tidak puas dengan hanya memandang saja tapi ia memuaskan dengan cara yang lebih dari itu. Kebiasaan melihat hal-hal yang merangsang akan merusak mental dan juga akan menjebaknya pada perbuatan onani. Perbuatan onani akan merusak otak dan saraf si pelakunya.
Islam menyuruh manusia agar menundukkan pandangan. Di dalam al-Quran di katakan: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS. an-Nur:30).
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangan, dan memelihara kemaluannya (QS. an-Nur:31).
Imam Shadiq as mengatakan, "Memandang setelah pandangan pertama artinya menanamkan syahwat di dalam hati dan itu akan menjadi fitnah bagi si pelakunya."[279]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Memandang itu adalah panah setan. Siapa yang meninggalkannya karena Allah Swt maka ia akan merasakan ketenteraman iman."[280]
"Melihat itu adalah racun dari racun setan, seringkali akibat dari memandang itu seseorang menderita seumur hidupnya."[281]
Beliau juga mengatakan, "Siapa yang melihat seorang wanita tapi kemudian mengalihkan pandangannya ke langit, atau ia tundukkan pandangannya maka Allah akan mengawinkannya dengan bidadari dari surga sebelum ia membuka kembali matanya."[282]
Mata jelalatan, mengumbar pandangan adalah satu kebiasaan buruk dan tidak ada manfaatnya. Jika ini menjadi kebiasaan anak-anak muda dan terus mendarah daging sampai dewasa, maka akan menjadi penyakit yang sangat akut, sulit untuk dikendalikan lagi.
Anak-anak muda membiasakan diri melihat hal-hal yang merangsang karena kurang menyadari akan bahaya duniawi dan akhiratnya. Karena sudah ketagihan akan sulit baginya meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. Orangtua dan guru pendidik harus melakukan antisipasi kapan anak-anak remaja mulai memiliki kebiasaan seperti ini. Kalau anak-anak sudah mulai balig, mereka itu akan mudah terangsang hanya dengan melihat sekilas saja sebagian anggota badan lawan jenisnya yang terbuka.
Orangtua yang merasa bertanggung jawab harus berusaha menciptakan lingkungan pergaulan positif bagi perkembangan jiwa dan moral anak-anak mereka.
Selayaknya mereka mengamati perkembangan sikap mereka. Jika orangtua memergoki anak-anak mereka sedang mengumbar mata syahwatnya, segera berikan nasihat dengan cara yang bisa mereka terima. Jelaskan kerugian-kerugiannya, baik untuk kehidupan di dunia ini atau untuk kehidupan di akhirat nanti. Beritahukan untuk menjaga pandangan yang hasilnya akan mereka nikmati nanti setelah mempunyai seorang istri.
Aurat yang Tertutup Dapat Mencegah Hasrat-hasrat Mesum
Anak-anak remaja yang dengan hasrat seksnya yang sedang berkembang memang agak sulit dikendalikan. Apalagi jika lingkungan sangat tidak kondusif. Dalam lingkungan tempat anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki bergaul secara bebas, memakai busana seenak mereka dan kebiasaan mereka untuk mempertontonkan bagian-bagian tubuh yang tidak boleh di lihat di depan umum dianggap lumrah, maka lebih sulit untuk mengawasi perilaku mereka. Umumnya anak-anak muda memiliki perilaku yang beresiko tinggi. Karena itu Islam meminta kepada kaum perempuan agar memakai busana yang sopan.
Katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka (QS. an-Nur:31).
Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan (QS. an-Nur:31).
Wajibnya menutup aurat adalah bagian dari prinsip-prinsip Islam yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tujuan yang ingin dicapai adalah mewujudkan lingkungan yang bebas dari hal-hal yang bersifat mesum.
Perkawinan Benteng yang Kukuh dalam Mengendalikan Hasrat-hasrat Liar Biologis
Kewajiban orangtua yang lain adalah menikahkan anak-anaknya. Anak-anak yang sudah cukup umur untuk menikah memiliki hasrat seksual yang sangat tinggi dan itu harus segera dinikahkan jika telah memenuhi syarat. Kebutuhan seks tidak berbeda dengan kebutuhan makan, ketika lapar seseorang harus menemukan makanan apa saja untuk dimakan, demikian juga ketika dirinya sudah terangsang dan kalau tidak bisa mengendalikan diri ia akan mencari jalan pemuasan apa saja.
Menurut Islam satu-satunya jalan untuk memuaskan hasrat biologis adalah perkawinan dan tidak ada jalan lain. Rasulullah saw mengatakan, "Tidak ada bangunan yang lebih dicintai oleh Allah dibandingkan pernikahan."[283]
"Anak remaja mana saja yang menikah dalam usia dini, maka setan akan berteriak-teriak karena anak muda itu selamat dari bisikan-bisikannya."[284]
"Dua rakaat orang yang sudah menikah lebih utama dari shalat siang dan malamnya seorang bujangan."[285]
"Siapa saja yang ingin menemui Allah dalam keadaan suci dan disucikan maka temuilah (Allah) dalam keadaan menikah."[286]
"Siapa yang menikah maka ia menyelamatkan setengah agamanya."[287]
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui (QS. an-Nur:32).
Ayat ini menyuruh orangtua atau siapa saja yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya untuk membantu pernikahan mereka. Mereka yang tulus memberikan kemudahan pernikahan kepada anak-anak muda yang belum menikah akan mendapat perhatian Allah Swt.
Imam Shadiq as mengatakan, "Siapa yang menikahkan seorang bujangan maka Allah akan memberikan perhatian kepadanya di hari kiamat."[288]
Imam Ali as mengatakan, "Hak seorang anak atas ayahnya ada tiga: memberikan nama yang baik, mengajarkan tulis menulis dan menikahkan jika telah balig."[289]
Sebagian besar krisis moral dan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah dampak dari keterlambatan menikah. Rasulullah saw mengatakan, "Siapa yang mempunyai anak-anak yang sudah waktunya untuk menikah dan ia memiliki kemampuan untuk membiayainya, tapi kemudian tidak mau membiayainya, hingga si anak itu melakukan perbuatan dosa, maka orangtuanya itu yang harus menanggung dosanya."[290]
Mengapa Pernikahan Menjadi Tertunda?
Pernikahan memang sebaiknya disegerakan, tapi kalau melihat kondisi-kondisi kini tampaknya untuk menuju ke sana seorang anak muda harus melewati banyak rintangan. Ada dua rintangan besar yang menjadi faktor terhambatnya pernikahan.
Pertama: Kemiskinan
Pernikahan memerlukan fasilitas rumah, biaya resepsi, dan hal-hal yang diperlukan, juga modal untuk kehidupan selanjutnya. Sementara sebagian besar anak-anak muda di awal kehidupannya tidak memiliki persiapan-persiapan yang khusus dan orangtuanya juga belum tentu memiliki tabungan untuk membiayai pernikahan anaknya. Jadi cara yang mereka tempuh adalah menundanya sampai segala keperluan tersebut tersedia.
Kemiskinan memang menjadi biangkerok terhambatnya pernikahan. Sebagian orang-orang yang miskin memang mau tidak mau harus menunda-nunda perkawinan mereka. Penundaan ini memang dapat dimaklumi. Tetapi alasan-alasan untuk menunda-nunda perkawinan karena kemiskinan tidak selalu dapat diterima. Karena pernikahan adalah kebutuhan alamiah setiap orang. Kadang-kadang pernikahan itu tidak seberat yang dibayangkan seseorang. Keinginan yang muluk-muluk dari anak-anak muda yang akan menikah atau orangtua mereka yang membuat pernikahan itu seperti persoalan yang sangat berat sekali.
Tradisi-tradisi pernikahan yang sangat konsumtif yang mereka lestarikan juga menjadi pengganjal berat bagi sebuah pernikahan.
Sebagian anak muda ada yang masih berpikiran bahwa resepsi mewah adalah bagian dari tradisi pernikahan yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut mereka pernikahan itu baru bisa dilakukan kalau mereka atau orangtua mereka sendiri memiliki kesanggupan dan kesiapan menggelar pesta seperti itu. Dan ketika mereka tidak memiliki persiapan-persiapan dari sisi material, maka mereka akan menunda pernikahan tersebut sampai mereka mampu menyediakan segala fasilitas tersebut.
Ini semua adalah anggapan yang keliru. Pernikahan adalah keperluan dasar yang tidak boleh ditunda-tunda hanya karena persoalan-persoalan material semata. Anak muda dan sang gadis yang akan menikah harus memperhitungkan kesanggupan mereka dan jangan memimpikan hal-hal yang di luar kesanggupan mereka. Kalau mereka belum mempunyai rumah sendiri mereka bisa menyewa rumah orang lain, kalau tidak ada rumah yang bisa disewa, mereka juga bisa menyewa beberapa kamar dan kalau mereka tidak mempunyai biaya, mereka dapat menumpang tinggal di rumah orangtua atau mertua mereka selama beberapa waktu. Mereka bisa melakukan penyederhanaan sehemat mungkin supaya bisa melangsungkan pernikahan.
Kalau anak-anak muda bisa memahami kondisinya dengan benar, maka mereka juga tidak akan mengharapkan hal yang muluk-muluk. Mereka akan merasa bahagia dengan pernikahan yang sangat sederhana sambil terus memperbaiki kualitas hidupnya.
Kedua: Pendidikan
Cita-cita untuk meneruskan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi juga bisa menjadi hambatan bagi pernikahan. Banyak anak-anak muda yang bercita-cita ingin meneruskan taraf pendidikannya ke tingkat diploma atau S1 atau kalau bisa di atas itu. Kadang-kadang cita-cita untuk meneruskan karir dalam bidang pendidikan bentrok dengan keinginan untuk menikah cepat-cepat. Hidup berumah tangga menuntut waktu dan biaya sehingga seorang pelajar yang masih ingin melanjutkan kuliahnya sulit memenuhi konsekuensi hidup berumah tangga. Demikian juga keadaan seorang anak perempuan yang masih berada di bangku kuliah, apakah bisa membagi waktu di sekolah dengan di rumahnya? Apalagi kalau sudah mempunyai seorang anak?
Itu juga menjadi bahan pemikiran orangtua mereka. Mereka tentu belum siap kalau harus menarik anak-anaknya yang masih kuliah untuk dinikahkan secepatnya. Maka usia pernikahan pun semakin merayap ke atas dan mereka lebih mementingkan pendidikan dibandingkan pernikahan.
Orang-orang Barat memiliki solusi lain yaitu dengan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya sebebas-bebasnya. Dan solusi itu mengantarkan anak-anak muda pada kerusakan moral.
Islam menolak kebebasan seperti ini. Karena itu bisa merusak moral, hukum dan mengganggu kepentingan pribadi dan sosial.
Jadi krisis yang dihadapi anak-anak muda dalam masyarakat Islam tetap tak terpecahkan. Karena dari satu sisi ketika anak-anak itu ingin melanjutkan kuliah artinya mereka harus menunda perkawinan sementara dari sisi lain kebutuhan biologis adalah hal-hal yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Jadi apa yang harus dilakukan oleh anak-anak muda kalau tidak ada lagi jalan yang halal untuk melampiaskan desakan biologis mereka? Ataukah ia harus dibiarkan saja melakukan hal-hal yang tidak senonoh?
Penyimpangan seksual, kerusakan moral, mata keranjang, penyakit kejiwaan, bahkan pembunuhan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh anak-anak muda itu bersumber dari pembatasan-pembatasan seperti di atas.
Mereka yang berpikiran positif memberikan saran agar anak-anak muda itu disuruh menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan olah raga, rekreasi, menyibukkan diri di perpustakaan, nonton film, atau acara-acara yang positif, menonton acara-acara TV dan radio yang berkualitas, bergabung dengan klub-klub anak muda. Anak-anak itu disarankan untuk mencurahkan seluruh energinya dalam aktivitas-aktivitas seperti itu sehingga dorongan-dorongan itu tidak lagi muncul.
Kita juga mengakui efektifitas program-program seperti itu. Para donatur yang memiliki perhatian sangat besar terhadap anak-anak harus berpikir serius dalam menyediakan fasilitas-fasilitas seperti itu. Sehingga konsentrasi anak-anak muda tidak selalu terpaku pada urusan-urusan seksual saja. Tetapi program-program seperti itu tidak selamanya dapat menampung seluruh energi anak-anak muda. Urusan kebutuhan biologis tetap saja memerlukan metode tersendiri. Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka?
Menurut hemat saya tidak ada lagi jalan yang terbaik bagi masalah mereka selain perkawinan. Mereka harus menikah dalam usia semuda itu. Saya malah berpendapat bahwa pernikahan dengan sekolah itu bisa disatukan, tentu saja dalam kasus ini orangtua laki-laki dan orangtua perempuan harus memiliki pengertian. Begitu juga dengan tempat kuliahnya. Jadi orangtua si perempuan dalam hal ini harus memiliki pengertian. Janganlah selalu mengharapkan bahwa suaminya itu harus seseorang yang memiliki penghasilan tetap dan sudah memiliki rumah. Tapi bisa saja ia berpikir untuk mengijinkan anaknya (walaupun sudah bersuami) selama beberapa tahun tinggal di rumahnya untuk bisa meneruskan kuliahnya dan dia akan membantu kehidupannya sampai mereka bisa mandiri. Sebaliknya pihak keluarga laki-laki harus mulai memikirkan untuk membantu kehidupan keluarga anaknya sampai mereka bisa menyelesaikan kuliahnya.
Sementara itu ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian anak-anak mereka, yaitu:
Karena mereka telah matang mereka sekarang benar-benar membutuhkan pasangan hidup untuk menjalani kehidupan ini
Cara yang terbaik untuk mengatasi gejolak-gejolak yang sekarang mereka rasakan adalah pernikahan
Namun karena mereka juga ingin menyelesaikan kuliahnya, sementara mereka belum memiliki penghasilan tetap maka mereka jelas sangat memerlukan bantuan finansial dari orangtua mereka
Meskipun mereka mengharapkan bantuan dari orangtua, tapi mereka juga jangan sepenuhnya bergantung
Jadi janganlah terlalu muluk-muluk memiliki tempat tinggal yang nyaman atau upacara pernikahan mereka dirayakan dalam pesta yang besar. Mereka juga harus memiliki gaya hidup yang sederhana, apakah dalam cara berpakaian atau memilih makanan. Kalau mereka bisa menyederhanakan gaya hidup mereka maka mungkin mereka bisa menjalani hidup dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian anak-anak muda bisa melanjutkan kuliah namun juga tidak menunda-nunda perkawinan kalau seluruh keluarga ikut bekerja sama dan membantunya. Jadi pasangan muda akan memiliki dua kehidupan: kehidupan rumah tangga dan kehidupan sebagai pelajar. Setelah selesai studi mungkin mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk membiayai seluruh hidup mereka secara mandiri.
Di lain pihak para pejabat negara atau juga pusat-pusat pendidikan dan yayasan-yayasan sosial dapat memberikan pinjaman kepada para pelajar yang ingin melangsungkan perkawinan, atau bantuan gratis, penyediaan fasilitas kamar dan sebagainya. Meskipun saya menduga bahwa saran-saran ini sangat tidak biasa dan tidak bisa dilaksanakan. Tapi menurut saya kalau kita benar-benar ingin menyelamatkan generasi muda, maka tidak ada cara lain selain ini. Maka agenda-agenda seperti itu bukan tidak mungkin dilaksanakan, meskipun agak sulit. Yang penting di sini adalah perubahan paradigma dan memasyarakatkan budaya seperti itu. Apalagi kalau orangtua bisa memahaminya maka jalan ke arah sana akan lebih mudah lagi.
16. Ala Bisa Karena Biasa!
Aktivitas yang terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh kesabaran akan menjadi kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. Orang yang terbiasa dengan perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa terbebani lagi. Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan baik tetapi lama kelamaan kalau dilakoni dengan penuh ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan hal demikian.
Imam Ali as mengatakan, "Kebiasaan adalah tabiat yang kedua."[291]
Proses pembiasaan adalah metode yang strategis dalam mendidik seseorang. Pendidikan sebetulnya adalah proses pembiasaan.
Nashiruddin Thusi mengatakan, "Khulq adalah potensi (malakah) yang menuntut jiwa melakukan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan proses berpikir yang panjang. Dalam Filsafat Teori (Hikmah Nazhari), terbukti dengan jelas bahwa ada sejumlah kualitas psikis yang cepat hilang, disebut dengan hal, dan ada yang lamban disebut dengan malakah. Dengan demikian, malakah adalah kualitas yang merupakan bagian dari kualitas-kualitas psikis. Inilah esensi khulq. Adapun secara kuantitatif, yakni penyebabnya menjadikan jiwa itu dua bagian; alami/natural dan kebiasaan. Secara natural setiap orang memiliki potensi perasa dalam dirinya yang menuntut dirinya memiliki kesiapan untuk menerima salah satu dari sifat-sifat akhlak yang masih belum stabil, seperti misalnya ada orang yang dengan sedikit saja potensi untuk emosinya disentuh, maka ia menjadi marah atau ada orang yang hanya dengan sedikit suara yang terdengar di telinganya atau berita yang tidak menyenangkan yang ia dengar, maka perasaan takut menguasai dirinya. Sebagian orang yang lain dengan melihat sesuatu yang mengherankan, maka ia langsung tertawa tanpa kontrol sebaliknya sebagian orang dengan sedikit masalah yang tidak menyenangkan, maka ia langsung terlihat di wajahnya kesedihan besar. Kebiasaan adalah sesuatu yang pada awalnya dilakukan dengan susah payah, namun dengan berulang-ulang maka pekerjaan tersebut menjadi mudah dan akhirnya membentuk sebagai sebuah karakter (akhlak).[292]
Ghazali mengatakan, "Oleh karenanya setiap perbuatan baik yang sudah menjadi kebiasaan, maka akhlak baik itu akan terpatri dalam dirinya. Dari sini dapat dipahami rahasia yang ada di balik perintah syariat untuk melakukan kebaikan, yaitu dalam rangka mengubah hati dari bentuknya (karakter) yang jelek kepada yang baik, walaupun seseorang melakukannya dengan susah dan terpaksa, namun tetap akan membekas pada dirinya dan menjadi bagian dari jati dirinya. Coba perhatikan anak kecil yang pada hari-hari awal pergi ke sekolah secara terpaksa, namun karena terus dipaksa demikian hingga akhirnya belajar menjadi bagian dari dirinya dan akhirnya ia merasakan lezatnya belajar dan mencari ilmu. Sebaliknya orang-orang yang dibiasakan bermain-main dengan burung merpati atau dengan catur atau bermain judi maka dunia judi akan menjadi bagian dari gaya hidupnya."
John Locke mengatakan, "Perbuatan-perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang pelajar harus terus menerus melakukan perbuatan baik itu secara berulang-ulang sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi lebih memudahkan daripada kesadaran yang hanya digunakan dalam kondisi-kondisi darurat saja."[293]
Jadi praktik pembinaan diri itu lebih mudah diciptakan oleh kebiasaan. Dengan pembiasaan kita akan sukses membina seseorang. Kebiasaan adalah milik manusia. Dan kalau anak-anak sejak kecil dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka ia akan menyukai perbuatan tersebut dan tidak mungkin lagi meninggalkannya. Anak-anak sejak kecil belum terbiasa melakukan perbuatan apapun, tapi kalau dibiasakan melakukan perbuatan baik maka ia akan terbiasa dengan perbuatan baik itu dan begitu pula sebaliknya karena terus menerus melakukan perbuatan buruk maka akan terbiasa dengan perbuatan buruk tersebut.
Momentum ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh orangtua dan sang pendidik. Latihlah mereka untuk terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas yang positif untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Orangtua jangan membebaskan anak sebebas-bebasnya untuk berbuat apa saja atau meninggalkan apa saja, karena dikhawatirkan anak-anak akan ketagihan dengan perbuatan-perbuatan tersebut. Dan itu akan dibawa terus sampai besar. Jika sejak kecil anak-anak tidak dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka kelak ketika menjelang dewasa akan lebih sulit lagi.
Islam menuntut agar orangtua melatih anak-anaknya melakukan perbuatan yang baik secara disiplin.
Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Biasakanlah dirimu melakukan amalan-amalan yang baik, belajar menanggung beban hutang orang lain, maka jiwamu akan mulia, akhiratmu akan makmur dan banyak orang-orang yang akan memujimu."[294]
"Biasakanlah mengucapkan kata-kata yang baik, sebarkanlah salam sehingga engkau akan banyak mendapatkan orang-orang yang menyenangimu dan jarang yang membencimu!"[295]
"Biasa berbuat baik adalah sumber segala keberhasilan."[296]
"Pilihlah kebiasaan-kebiasaan yang terbaik karena kebaikan itu akan menjadi kebiasaan."[297]
"Untuk berbuat baik cukuplah dengan membiasakannya."[298]
"Kebiasaan itu mendorongmu melakukan sesuatu yang disukainya."[299]
"Siapa yang melakukan (suatu perbuatan baik atu buruk, peny.) maka akan menyukainya."[300]
Islam juga menyarankan kepada orangtua agar melatih anaknya membiasakan diri melakukan shalat sejak kecil.
Imam Ridha as mengatakan, "Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat dalam usia tujuh tahun."[301]
Beliau juga menambahkan, "Kami menyuruh anak-anak kami untuk melaksanakan puasa ketika mereka berusia tujuh tahun, sesuai kemampuan mereka apakah itu sampai setengah hari atau lebih dari itu, jika mereka kehausan atau kelaparan maka mereka bisa berbuka memakan sesuatu, pembiasaan seperti sangat efektif kekuatan stamina mereka. Latihlah anak-anak yang sudah berusia sembilan tahun untuk berpuasa sesuai kemampuan mereka, tapi kalau mereka kehausan berilah mereka minuman."[302]
Imam Sajjad as juga mengatakan, "Puasa (berwawasan) pendidikan adalah doronglah anak-anakmu yang belum balig untuk berpuasa, sebagai pendidikan dan bukan sebagai kewajiban."[303]
Pengalaman membuktikan bahwa anak-anak yang biasa melakukan shalat dan puasa sejak kecil maka ketika sudah besar mereka tidak lagi kesulitan mengatasi rasa malasnya untuk mendirikan kewajiban-kewajiban tersebut. Dan ini berbeda dengan anak-anak yang tidak ditempa dalam kebiasaan-kebiasaan baik, mereka pasti akan kehabisan napas untuk melakukan hal-hal yang sebetulnya sangat mudah dilakukan. Memang orang yang sudah balig bisa memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik tapi itu setelah didisiplinkan secara ekstra ketat dan dengan monitoring orangtua mereka.
Orangtua yang bercita-cita memiliki anak yang manis, penurut biasakanlah mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Pembiasaan tidak hanya manjur untuk anak-anak tapi juga sangat efektif untuk anak-anak muda dan orang-orang dewasa, semua manusia pada dasarnya bisa dibiasakan. Orang-orang dewasa kalau terus menerus dengan penuh ketelatenan melatih dirinya, maka lambat laun akan memiliki karakter seperti yang diinginkannya.
Karena itu Islam memberi nasihat agar selalu membiasakan diri dalam berbuat kebaikan. Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Kalian harus melanggengkan perbuatan baik saat sedang bersemangat atau ketika malas!"[304]
Ali bin Abi Thalib juga mengatakan, "Sedikit namun terus menerus lebih baik daripada banyak tapi terputus-putus."[305]
Dalam pandangan Islam nilai suatu amal itu karena pengaruhnya di dalam jiwa dan itu saja! Karena kalau jiwa menjadi terlibat, terkait dan terikat dengan suatu amal, maka jiwa itu akan mengalami peningkatan secara spiritualis. Amal-amal yang baik menyempurnakan jiwa. Dan betapa ruginya kalau jiwa ini ditunggangi untuk terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk, karena jiwa yang suci ini kemudian akan terikat dengan keburukan.
Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Tugas yang tersulit adalah merubah watak (kebiasaan)."
"Melawan kebiasaan yang buruk itu adalah keutamaan."
"Kendalikan jiwamu agar meninggalkan kebiasaan dan tolaklah hasrat-hasrat burukmu maka kamu bisa menguasainya."
Tugas Praktis Orangtua atau Guru Pendidik
Anak-anak itu bak kertas putih kosong melayang-layang. Siapa pun bisa menggenggamnya dan menciptakannya menjadi anak baik atau buruk melalui pembiasaan. Potensi yang ada di dalam dirinya akan aktif dengan pembiasaan. Alam anak-anak adalah alam yang masih bisa dibentuk. Kebiasaan baik atau buruk itulah yang akan mencetak kepribadiannya. Karena tidak ada pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk maka semua perbuatan bagi anak-anak itu sama saja. Sangatlah tidak patut orangtua bersikap pasif apalagi pesimis terhadap anak-anaknya.
Seorang ayah dan ibu harus selalu aktif memantau perkembangan fisik dan psikologis anak-anaknya, mentalnya serta ibadahnya. Berikan mereka waktu dan kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Ada beberapa keterampilan yang harus dipelajari oleh anak-anak dalam usia-usia perkembangan seperti ini di antaranya:
Cara berbicara, cara mengunyah makanan, memakai pakaian, menjaga kebersihan dan kesehatan, cara bergaul, bertanggung jawab, menyelesaikan sebuah pekerjaan, mengadakan kerjasama, menampilkan perilaku yang baik, menjauhi hal-hal yang tidak baik, belajar tentang fikih Islam dan cara mengamalkannya seperti shalat, puasa, aktif di mesjid atau majelis-majelis agama. Aktivitas-aktivitas seperti ini harus dialami dan dilakukan oleh anak-anak dengan baik sehingga mereka tidak merasa malas lagi untuk melakukannya.
Kelemahan dari Metode Pembiasaan Diri
Meskipun metode pembiasaan adalah strategi yang sangat aktif dalam mengembangkan perilaku-perilaku yang positif. Tapi metode ini ada kelemahan-kelemahannya karena kebiasaan ini dipraktikkan oleh si anak tanpa pemahaman atas manfaatnya padahal kalau anak-anak kecil membiasakan perbuatan-keterampilan tersebut sambil benar-benar menghayatinya maka efektifitasnya akan sangat tinggi ketika beranjak dewasa. Orangtua memang sulit menjelaskan kegunaan dari praktik-praktik yang harus dilakoni anak-anak sejak kecil. Tapi orangtua juga memiliki kesempatan untuk menjelaskan dengan cara yang dapat dipahaminya.
Ketika mereka mulai memasuki usia sekolah, tanggung jawab penjelasan ini bisa diambil alih oleh guru-guru mereka di sekolah-sekolah.
Khoja Nashiruddin Thusi mengatakan:
"Ketika anak-anak sudah menginjak dewasa dan mereka bisa memahami perkataan orang-orang yang dewasa, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa tujuan dari memiliki kekayaan dan sebagainya itu adalah untuk kekuatan dan kesehatan badan, agar mereka tidak jatuh sakit dan bisa mengumpulkan bekal untuk hari akhirat, jelaskan juga kepada mereka bahwa kelezatan badan itu tidak lain dari terlepas dari penderitaan."[306]
Ghazali juga mengatakan, "Ketika anak sudah mencapai usia tujuh tahun, maka mulailah ajarkan shalat dan bersuci dengan cara yang bijak, kalau sudah berusia 10 tahun belum mau juga melakukan shalat pukullah dan didiklah. Berikanlah pengertian tentang keburukan dan kejahatan mencuri dan ketika mereka sudah dewasa barulah jelaskan (hikmah) di balik semua aturan-aturan yang harus mereka kerjakan tersebut. Berikan keterangan pada mereka bahwa makanan yang dimakan mereka itu harus menjadi energi untuk taat kepada Allah Swt. Dunia adalah ladang untuk akhirat. Tidak ada yang bisa tinggal selamanya di dunia ini. Suatu saat ia harus mempersiapkan diri menuju akhirat. Kemalangan dan kebahagiaan di hari akhirat bergantung kepada amal-amal di dunia. Terangkan surga dengan pahalanya dan neraka dengan siksanya. Mengajarkan hal-hal seperti ini pada anak-anak tak ubahnya dengan memahat sebongkah batu, tapi kalau terlupakan maka apa yang kita sampaikan itu seperti tanah yang berjatuhan dari dinding."
Komentar dan Kritik Atas Metode Pembiasaan
Praktik pembiasaan (habituation) tidak begitu memiliki nilai karena dilakukan tanpa kesadaran si pelakunya. Aktivitas yang baik seperti ibadah memiliki nilai kalau dilakukan atas kesadaran. Sementara orang-orang yang sudah terbiasa melakukan sesuatu, dia melakukannya tanpa kesadaran tapi hanya karena sudah terbiasa saja. Orang-orang sudah keranjingan dengan aktivitas tertentu mirip dengan orang yang kecanduan.
Amalan-amalan agama atau urusan sosial juga jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan hingga tidak ada lagi nilainya, sebab (di dalamnya) tidak ada kehendak dan kesadaran untuk mendapatkan pahala. Jika ingin mendidik karakter anak, maka ajarkan kepada mereka ketika mereka sudah matang tentang nilai-nilai yang baik dan buruk dengan logika dan argumentasi. Jika mereka sudah bisa memahaminya barulah mereka ditempa dengan nilai-nilai yang ingin kita kembangkan.
Jawaban atas Komentar dan Kritikan Tersebut
Siapa bilang kebiasaan itu melemahkan kesadaran? Menurut saya motivasi kesadaran dan niat itu tetap eksis bahkan menguat. Kebiasaan berbuat baik menguatkan keinginan untuk berbuat baik dan kebiasaan meninggalkan kebiasaan buruk memperkuat hasrat untuk meninggalkannya. Dan orang yang terbiasa melakukan sesuatu itu tetap memiliki motivasi.
Orang yang melakukan perbuatan sesuatu dengan frekuensi tinggi sehingga menjadi kebiasaan juga menyadari perbuatan baiknya, ia tahu, sadar dan berniat untuk melaksanakan ajaran agama. Dan bukan karena hanya semata-mata kebutuhan jiwanya. Kebiasaan yang sering dilakukan memang memberikan pengaruh yaitu ia merasa perbuatan itu sudah menyatu dengan dirinya. Apalagi kalau pasca pembiasaan, orangtua atau gurunya menambahi dengan penjelasan-penjelasan logis, sehingga mereka memahami nilai dari apa yang mereka lakukan. Jadi apa yang mereka lakukan adalah amal yang bernilai karena dilakukan juga atas kesadaran dan ilmu, hanya saja lebih mudah lagi karena sudah menjadi watak.
Adapun usulan agar anak-anak tidak dibiasakan berbuat baik karena khawatir mereka akan kecanduan kecuali kalau sudah waktunya adalah saran yang tidak bisa diterima. Sebab tidak terbiasa berbuat baik itu akan menjadi kebiasaan barunya. Anak-anak jangan dibiarkan melakukan apa saja yang disukainya dan jangan begitu saja mengabaikan perilaku-perilaku yang tidak baik.
Mendidik dengan Teladan
Mendidik dengan memberi contoh adalah salah satu cara yang paling banyak meninggalkan kesan. Carilah sosok figur yang memiliki nilai-nilai yang ingin kita ajarkan di tengah-tengah mereka. Teladan itu seperti magnet yang menyedot anak murid untuk mengikuti apa yang mereka lihat dengan kepala mata sendiri. Tidak ada yang meragukan betapa efektifnya teladan itu karena di setiap jiwa manusia tersimpan semangat seperti itu.
Insting Meniru
Hasrat untuk meniru perbuatan orang lain tersimpan di setiap sanubari manusia. Sang anak adalah sang peniru dan terus akan menjadi peniru. Kecerdasan dan kedewasaannya tidak akan menurunkan semangat menirunya. Insting meniru-niru yang ada di dalam diri anak cukup membantunya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan komunitas manusia. Karena adanya insting meniru inilah yang menjadikan manusia bisa dengan mudah mempelajari cara makan, minum, berpakaian, berbicara, menyatakan perasaannya, menyatakan rasa takut dan kekhawatirannya dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup di tengah lingkungannya.
Jadi insting meniru itu sangat bermanfaat dan kita tidak bisa melenyapkan insting tersebut, justru harus didayagunakan. Hidupkanlah potensi ini sambil tidak lupa menyuguhkan contoh-contoh yang baik.
John Locke menulis, "Jiwa sang anak akan mudah dididik dengan teladan, mengajarkan nilai-nilai yang baik akan sangat mudah kalau disertai dengan teladan."[307]
Idola-idola dalam Lingkungan Anak-anak Kita
Anak-anak, remaja banyak belajar dari orang-orang yang dekat dengan dirinya. Mereka akan menyerap segala kata, tindakan ayahnya, ibunya, kakek, nenek, saudara, paman, teman-teman, guru, teman satu kelas, tokoh idola, bintang olahragawan, bintang film, tokoh politik atau tokoh masyarakat. Ada beberapa orang yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap anak-anak.
Ayah dan ibu adalah pribadi yang paling dekat, dan akrab dengan anak-anak. Ayah dan ibu adalah manusia yang paling ikhlas menumpahkan seluruh cinta dan kasih sayangnya di saat anak-anak masih tidak berdaya dan lemah. Seluruh kebutuhan gizi, emosi anak-anak disediakan oleh ayah ibu mereka. Jadi sangatlah wajar kalau anak-anak begitu terikat dan tidak bisa melepaskan diri dari mereka. Anak-anak merasakan bahwa orangtuanya adalah figur sempurna untuk dirinya.
Orangtua pasti akan selalu dijadikan referensi hidupnya. Mata si anak itu seperti lensa hidup yang terus mengintip setiap inci dari aktivitas ayah dan ibunya baik itu yang negatif atau yang positif. Tidak ada satu pun yang lepas dari memori mereka. Rumah itu adalah sekolah awal bagi anak-anak. Senyum, kehangatan, kepercayaan diri dan sikap serta mental orangtua mereka akan diserap secara diam-diam. Di rumah itu, orangtua secara tidak sadar sebetulnya sedang mengajarkan cara berbicara, cara menyantap makanan, cara memakai baju, interaksi sosial, hidup teratur atau tidak teratur, menjaga kebersihan atau tidak, rasa takut atau keberanian, kesabaran atau kegelisahan, amanah atau khianat, jujur atau dusta, patuh pada aturan atau melanggar.
Si anak perempuan akan belajar menjadi istri yang baik, mengasuh anak dan ilmu praktis kerumahtanggaan dari ibunya. Komunikasi antara ayah-ibu juga memengaruhi psikologis anak-anak. Di rumahlah anak-anak itu belajar tentang cinta, kesetiaan atau juga pertengkaran dan konflik. Jika ingin menyimak perangai orangtua maka perhatikanlah anak-anak mereka.
Si ayah dan si ibu yang ingin mempersembahkan suka cita bahagia dunia dan akhirat kepada sang buah hatinya, maka tidak ada alternatif lain selain mempertontonkan adegan hidup yang baik, saleh, sabar, tekun, telaten, optimis, yakin dan sebagainya. Jadi kalau orangtua sendiri tidak bisa memberikan contoh yang baik janganlah terlalu mengharapkan anaknya bersikap sesempurna mungkin.
Orangtua Muslim harus lebih proaktif menyusun jurus-jurus yang baik agar anak-anak mereka juga bisa menyesuaikan gaya hidupnya dengan aturan-aturan Islam. Tentunya gaya hidup mereka terlebih dahulu yang harus dirombak. Mereka harus lebih banyak mengorbankan waktu untuk anak-anak mereka.
Lakukanlah shalat di depan atau bersama anak-anak. Disiplinlah dalam menjalankan secara taat ritual-ritual Islam harian. Tapi jika mereka tidak punya impian mendidik generasi yang saleh, maka hiduplah sesuka hati mereka dan tidak usah lagi memperhatikan perintah-perintah Islam secara ketat. Rasulullah saw sendiri mengatakan bahwa kalau kamu memperlihatkan sikap adil maka anak-anak juga akan merespon dengan adil kepadamu.
Sosok Guru
Setelah orangtua, marilah kita berbicara tentang peranan guru. Guru dan anak murid memiliki hubungan rutinitas yang sangat kental sehingga tak mengherankan kalau transfer kepribadian begitu mudah terjadi. Relasi antara guru dan anak, dari yang hubungannya bersifat formal bisa berubah menjadi emosional. Ketika di satu sisi si murid mempercayai gurunya sebagai figur kunci dalam membuka kepribadian dan karakter dan di sisi lain guru juga melihat muridnya seperti anaknya sendiri yang memerlukan didikan dan ilmu, maka guru akan menjadi idola yang kuat.
Anak-anak sebelumnya telah belajar dari orangtua mereka dan (melalui itu) kepribadian mereka juga lumayan terbentuk, hanya saja mereka masih labil dan mudah terbawa arus. Ibaratnya mereka itu baru keluar dari lingkungan rumah masuk ke lingkungan sosial baru yaitu ruangan kelas. Di ruang-ruang kelas itu anak-anak memiliki peluang baru untuk melakukan internalisasi atas nilai-nilai yang dianutnya dan mengembangkan diri semaksimal mungkin.
Guru adalah manusia yang sangat aktif dan dicintai yang akan membantu perkembangan kognitif, emosi dan motorik sang anak.
Murid akan mengidolakan guru-gurunya. Dan bahkan seluruh individu yang ada di lingkungan sekolah dari kepala sekolah, pembantu, guru dan sebagainya.
Mereka juga diam-diam memperhatikan sikap dan perilaku guru, cara mereka mengatur kelas, bersikap fair dalam memberikan penilaian, ketepatan waktu dan disiplin.
Salah kaprah kalau guru hanya dianggap pengajar saja. Ia juga person yang dominan di mata anak-anak. Guru yang baik akan bermanfaat bagi anak didiknya dan guru yang buruk akan mencetak generasi yang buruk pula. Guru kencing berdiri murid kencing berlari.
Profesi seorang guru sebetulnya sangat berat karena tidak cukup dengan mengajar di kelas saja, tapi juga harus menjadi panutan di dalam kehidupan sehari-harinya.
Dari paparan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa reformasi sosial harus dimulai dari rumah dan sekolah. Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah harus dipegang oleh guru-guru yang memiliki etos kerja dan karakter yang baik, dalam hal ini pusat-pusat pendidikan bagi guru-guru harus bisa menyeleksi calon guru yang layak dan profesional dan dibekali dengan iman dan akhlak sehingga mampu menjadi pelayan-pelayan kepentingan masyarakat luas.
Antara Kata-kata dan Tindakan
Kalau seorang pendidik mengamalkan apa yang dikatakannya, maka kata-katanya akan melekat di benak murid-muridnya. Mereka akan menjadikan kata-kata dan perbuatannya sebagai pedoman dalam hidup mereka. Namun kalau antara apa yang dikatakan dan diperbuat si pendidik terdapat jarak yang sangat jauh sekali, maka mereka akan merasa kebingungan. Mereka tidak tahu mana yang harus diikuti apakah kata-katanya atau perbuatannya.
Kalau si ayah berbohong, maka dia akan kesulitan menyuruh anaknya untuk berkata jujur, meskipun si ayah (pada dasarnya) memiliki alasan untuk berbohong.
Jika ingin mendidik anak maka berikan penjelasan yang dapat dipahami oleh mereka, misalnya kalau terpaksa si ayah tidak bisa berpuasa karena menderita suatu penyakit, jelaskan bahwa kalau pun berpuasa, puasanya tetap batal. Jadi lebih baik tidak berbohong, daripada menutup-nutupinya hanya demi mengajarkan puasa pada anak. Kalau seorang guru yang tidak bisa berpuasa karena menderita sakit, maka tidaklah perlu berbuka di depan murid-muridnya dan jika harus memberikan penjelasan kepada murid-muridnya mengapa tidak berpuasa, jelaskan dengan memperlihatkan perasaan yang sangat berat.
Tentang keselarasan antara kata-kata dan perbuatan Imam Shadiq as mengatakan, "Seorang alim itu jika tidak mengamalkan ilmunya maka nasihatnya tidak akan menembus hati seperti air hujan yang tidak menempel di tempat yang licin."[308]
Pentingnya Teladan dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan pembentukan karakter manusia. Karena itu Islam memberikan pesan kepada tokoh-tokoh yang akan menjadi panutan di masyarakatnya untuk memperbaiki kualitas karakter terlebih dahulu sebelum mereka memegang jabatan penting. Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Siapa yang menyatakan kesiapan untuk menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya maka mulailah membina karakter sendiri mereka sendiri sebelum mengurus orang lain. Dan didiklah perilakunya sebelum mendidik lisannya. Manusia yang mendidik dirinya lebih layak dihormati dari manusia yang mendidik orang lain."[309]
Nasihat yang akan masuk ke dalam telinga dan sangat bermanfaat adalah nasihat yang tidak diucapkan oleh kata-kata tapi dijelmakan dalam perbuatan.
Pendidikan yang paling utama adalah pendidikan terhadap diri sendiri.[310]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Jadilah kalian penyeru-penyeru manusia tanpa melalui lisan, biarkan mereka melihat kejujuran, warak dan kesungguhan kalian."[311]
"Kalau kalian bersemangat untuk memperbaiki kondisi masyarakat, maka mulailah dengan memperbaiki diri sendiri, karena kalau kamu ingin memperbaiki orang lain sementara kamu sendiri rusak, ini adalah keaiban yang sangat besar."[312]
"Bagi Islam kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Seseorang yang mengajak orang lain kepada kebaikan tapi yang mengajaknya belum mengamalkannya, maka itu adalah sebuah dosa."
Allah Swt berfirman, Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan, sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah kalau kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan (QS. ash-Shaff:61).
Apakah kalian memerintahkan pada kebajikan dan melupakan diri kalian sendiri sementara kalian juga membaca kitab Allah apakah kalian tidak berpikir? (QS. al-Baqarah:44).
Para ulama dituntut oleh Islam untuk mengamalkan apa yang mereka katakan. Islam sangat mengecam para alim yang tidak mengamalkan apa yang mereka katakan, bahkan mereka diancam akan mendapatkan siksaan yang lebih keras dari siksaan yang akan diterima orang-orang jahiliyah. Karena umumnya orang-orang alim suka dijadikan standar oleh orang-orang awam. Kalau mereka itu saleh maka masyarakatnya juga akan saleh dan kalau mereka memiliki perilaku yang buruk maka mereka juga akan menjadi buruk. Jadi memang benar adagium bahwa kerusakan para ulama itu lebih berbahaya daripada kerusakan orang-orang awam.
Rasulullah saw mengatakan, "Ilmu itu adalah amanah Allah dan ulama adalah pengemban amanah tersebut. Seorang alim yang mengamalkan ilmunya berarti telah menunaikan amanah Allah dan seorang alim yang tidak menjalankan amanah Allah, ia akan dicatat dalam daftar orang-orang yang merugi (kâibîn)."[313]
Ali bin Abi Thalib juga mengatakan, "Ketergelinciran seorang alim seperti tenggelamnya sebuah kapal. Ia akan tenggelam dan orang lain juga akan ikut tenggelam."[314]
"Sesungguhnya keburukan yang terburuk adalah ulama yang buruk dan sebaik-baik kebaikan adalah ulama yang baik."[315]
17. MEDIA PENDIDIKAN
Bercerita
Bercerita atau mendongeng adalah aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh siapa saja dan dari bangsa serta agama mana saja. Tidak ada yang tidak menggemari dongeng. Kelompok yang paling suka mendengarkan cerita adalah lapisan anak-anak. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana cerianya anak-anak ketika mendengarkan dongeng dan mereka selalu mengharapkan ibu-bapaknya meluangkan waktu untuk menceritakan dongeng kepada mereka.
Dongeng adalah hiburan yang murah meriah sekaligus juga sarana untuk membangun karakter anak didik kita. Cerita-cerita dongeng itu sangat hidup di dalam batin. Mendongeng sebetulnya mirip dengan memberikan contoh nyata dalam imajinasi anak didik.
Sang penulis dongeng bisa membawa larut orang-orang yang mendengarnya kemana saja ia bawa. Ke tempat-tempat yang bersejarah, bertemu dengan manusia-manusia dari zaman kapan pun, melihat perilaku mereka dan secara otomatis juga menggiring untuk menjiplak karakter mereka. Efek dongeng memang sangat dramatis, tidak kentara tapi faktual. Sebetulnya, melalui dongeng mereka sedang dihujani nasihat demi nasihat, pesan demi pesan, memberi pencerahan, dan mendorong motivasi.
Islam memberikan tempat tersendiri bagi ragam kisah. Sebagian besar ayat-ayat al-Quran berbicara secara fasih tentang hikayat-hikayat klasik perjuangan nabi-nabi dalam memberikan pencerahan spiritual kepada bangsa dan masyarakatnya, usaha keras nabi-nabi dalam membendung aktivitas kaum kafir, melawan kaum aristokrat dan tiran-tiran di seluruh fase kehidupan manusia. Cerita al-Quran juga melebar berbicara tentang nasib-nasib sial yang ditemui umat-umat yang membangkang kepada rasul dan nabi, seperti yang terlukis dengan baik dalam perjalanan Nabi Musa as dan sang Fir'aun, Nabi Ibrahim as dengan Raja Namrud, Nabi Nuh dengan perahunya, kisah Habil-Qabil, Kaum Ad, Tsamud, Saleh, Hud, Luth, dan Yusuf serta saudara-saudaranya, Zulaikha, Sulaiman, Bilqis, Sayidah Maryam dan Isa as, cerita burung-burung Ababil dan prajurit gajah, Dzulqarnain, Ashabul Kahfi, Lukman, jihad, masyarakat Muslim, cerita peperangan antara kaum Muslim dan musuh-musuhnya dan ratusan dongeng yang terangkum dalam berbagai surah.
Al-Quran adalah kitab kisah sejarah terbesar, dan ini diakui olehnya. Dan kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala kebenaran), nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman (QS. Hud:120).
Kisah-kisah di dalam al-Quran tidak ada yang fiktif, semuanya mengandung pesan yang jelas baik dan berkaitan dengan urusan sosial, prinsip keselamatan dan politik. Target cerita al-Quran juga semua orang, dan ini yang sangat menarik. Jadi bukan hanya khusus untuk anak-anak kecil saja. Semua kalangan bisa meminum lautan pesan dari al-Quran.
Jadi signifikansi aktivitas mendongeng harus dikembangkan, sebab ternyata ia sangat positif bagi perkembangan jiwa seseorang.
Kunci Praktis Bercerita
1. Ingatlah meskipun dongeng adalah media yang efektif untuk mengembangkan diri si anak, tapi dongeng juga dapat mengikis dan malah merusak pikiran si anak. Karena itu orangtua atau guru harus selektif dalam memilih buku-buku cerita. Ada sebagian bacaan-bacaan yang sebenarnya tidak baik dan tidak ada manfaatnya bahkan bisa merusak anak-anak kita tapi sangat menarik karena plot cerita, gaya bahasa dan aksesori-aksesori lainnya. Seorang ayah atau ibu yang baik harus menyeleksi buku-buku dongeng untuk anak-anak mereka, jangan biarkan anak-anak terbiasa membaca buku-buku yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Islam. Perhatikan juga perpustakaan-perpustakaan yang sering dikunjungi oleh anak-anak.
2. Saya ingin menyampaikan pesan kepada para penulis buku cerita agar tidak melupakan anak-anak. Tulislah buku-buku cerita yang dapat mencerdaskan jiwa dan akhlak anak-anak. Dan jangan sekali-kali merasa malu atau rendah diri. Banyak sekali inspirasi yang bisa diambil dari al-Quran dan hadis-hadis nabi, perjalanan para imam dan sebagainya. Kita memiliki khazanah kekayaan literatur cerita yang sangat melimpah dan tak terbatas. Sayangnya jarang sekali orang yang melirik sumber-sumber ini.
Komunitas para penulis anak-anak memang masih menjadi makhluk langka. Dan mereka juga masih belum profesional. Sebagian malah memandang sebelah mata atas profesi tersebut. Menulis cerita anak-anak adalah profesi para empu hebat dan talenta ini harus didapat dengan pendidikan secara khusus.
3. Dalam menulis cerita untuk anak-anak jangan diniatkan hanya untuk hiburan. Cerita juga harus mengandung pesan, sebaiknya pesan itu dikemas secara tersirat agar masuk ke hati si pendengar. Pilihlah kata-kata yang tepat dan baik dan susunlah dengan kalimat-kalimat yang efektif, sebab si pendengar bukan hanya mencari pesan tapi juga akan memelototi kata-kata.
4. Mendongeng itu hanyalah metode dan bukan tujuan. Nilai sebuah cerita itu terletak pada pesan. Semakin pesannya hebat maka nilai ceritanya juga akan terangkat.
Kiat Menulis Cerita
Cerita itu harus mengandung pesan khusus.
Cerita itu harus disesuaikan dengan usia, psikologi dan kebutuhan si pembaca.
Tokoh dalam cerita itu sebaiknya sebaya dengan usia si pembaca, supaya lebih dipahami oleh jiwa mereka dan jika yang diangkat dalam cerita itu adalah tokoh-tokoh dewasa, maka sebaiknya dilukiskan karakter mereka yang mirip dengan karakter anak-anak kecil dan remaja.
Selain isi dan gaya penulisan harus berkualitas, begitu juga kualitas cetakan, cover dan setting juga harus menarik anak-anak. Sayangnya buku-buku anak ditulis dan dicetak masih asal-asalan sehingga kurang begitu menarik.
Para penerjemah buku-buku cerita dari Barat harus bisa menyeleksi naskah-naskah yang tidak akan merusak ajaran-ajaran Islam. Berusaha dengan sengaja menerjemahkan buku-buku yang mengajarkan budaya-budaya yang merusak, berorientasi hedonis, kebebasan pergaulan tanpa batas, pelampiasan nafsu seksual, dan paham-paham anti Tuhan bisa dianggap sebagai tindakan pengkhianatan.
Film dan Teater
Sebetulnya film itu adalah media yang paling efektif dalam mentransfer nilai-nilai yang baik kepada anak didik. Tidak ada yang menyangkal bahwa film memang mampu menyedot pengunjung dalam jumlah yang sangat besar, apalagi bagi anak-anak. Film tidak hanya memberikan hiburan tapi juga mengandung pesan-pesan tertentu. Akhlak dan moral yang baik akan lebih efektif kalau disampaikan melalui film. Seperti halnya film yang buruk juga akan membawa dampak yang besar kepada penontonnya. Jadi film bisa digunakan untuk merusak moral dan juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki moral. Membuat film memang sebuah seni dan keahlian yang harus diapresiasi, tetapi nilai film itu sendiri terletak pada isi dan pesan.
Ukuran film yang baik tidak hanya pada pesan apa yang ingin disampaikan oleh film tersebut, namun visual dan para artisnya juga harus ikut mengajarkan nilai-nilai yang baik. Karena si penonton mungkin saja tidak memedulikan pesan film tersebut tapi hanya tertarik dengan seluruh penampilan, gaya bicara, cara berpakaian, warna pakaian, sepatu, topi dan juga cara menyantap makanan para artis yang memainkan peranan dalam film tersebut. Setiap peminat film memiliki selera tersendiri dalam menikmati sebuah film.
Ada film-film yang baik dan berkualitas tapi tercoreng oleh gerak-gerik sebagian artis dan itu biasanya yang memberikan pengaruh yang lebih besar kepada anak-anak. Gaya merokok yang ditampilkan seorang aktor untuk memperagakan perasaan stress, mungkin lebih menarik bagi anak-anak sehingga mereka akan menirunya. Fakta juga membuktikan bahwa anak-anak lebih menyukai adegan-adegan kejar-kejaran antara polisi dengan penjahat, adegan perkelahian, adegan kekerasan, menjadi penjahat, main pisau, berbohong dan kabur dari rumah.
Cara berbusana seorang artis juga bisa ditiru oleh anak-anak perempuan. Kalau seorang artis sering mempertontonkan bagian-bagian yang tidak boleh terlihat maka itu akan menjadi mode bagi anak-anak perempuan yang melihatnya. Penampilan-penampilan yang tidak sopan juga dapat merusak orang-orang yang lemah iman.
Anak-anak muda yang belum menikah atau juga laki-laki yang sudah beristri pasti akan merasakan sesuatu ketika melihat wanita-wanita cantik atau wanita dengan pakaian setengah telanjang dalam sebuah film. Dan bisa jadi mereka ingin melampiaskannya dengan segala cara. Itu jelas film yang masuk dalam kategori tidak layak untuk ditonton. Melihat wanita non-Muslim yang bermain dalam sebuah film dengan tanpa syahwat tentu tidak bermasalah secara fikih, tapi tetap saja meninggalkan pengaruh buruk bagi sebagian penonton yang lain.
Orangtua, guru dan semua pihak yang memiliki perhatian terhadap perkembangan akhlak anak-anak tentu tidak bisa bersikap pasif terhadap pengaruh negatif yang ditimbulkan dari sebuah film. Membiarkan pemutaran film apa saja dan membebaskan anak-anak untuk menonton film apa saja adalah pengkhianatan besar kepada generasi muda dan kepada masyarakat.
Yang menyulitkan kita dalam menyeleksi film-film yang berkualitas karena kadang-kadang ada film yang diperuntukkan untuk semua kalangan, baik untuk anak-anak atau untuk orang dewasa. Mungkin saja film itu memang cocok untuk orang dewasa tapi sangat tidak cocok kalau ditonton oleh anak kecil.
Pesan untuk Industri Film
Seorang seniman film harus sadar dengan posisi mereka bahwa mereka sangat menentukan bagi masyarakatnya. Mereka mungkin dapat menyumbangkan sesuatu untuk mendidik masyarakat. Mereka dapat membuat film-film yang berkualitas, film-film yang baik bagi kemajuan masyarakat Islam. Atau mereka juga bisa berdiskusi dan belajar dari para pakar pendidikan Islam.
Lembaga-lembaga dakwah dan pendidikan demikian juga pusat-pusat pendidikan Islam harus membuka mata tentang industri film. Ini adalah sebuah realita besar. Masyarakat tidak bisa dilarang agar tidak menonton film. Jika tidak lahir film-film yang bermutu maka masyarakat akan memilih film-film lain yang mungkin tidak baik untuk mereka. Mereka sebaiknya harus memikirkan untuk menginvestasikan waktu dan modal demi mendidik seniman-seniman film yang religius dan profesional.
Untuk pemerintah dan departemen yang berurusan dengan kebudayaan yang secara syariat dan undang-undang ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak sebaiknya mereka memikirkan secara serius dan hati-hati dalam mengeluarkan film-film atau acara-acara di TV. Sebaiknya jangan membuat program-progam yang tidak efektif untuk anak-anak.
Orangtua juga sebaiknya jangan terlalu membebaskan anak menonton acara TV atau film apa saja.
Memilih Teman Pergaulan yang Baik
Setiap orang bisa berbagi rasa dan duka dengan sahabatnya. Sahabat adalah orang yang paling dekat sekaligus paling banyak mempengaruhi kita. Anak-anak dan remaja kita juga tidak berbeda dengan orang dewasa lain yang membutuhkan teman. Memiliki teman yang mengerti tentang dirinya adalah kebutuhan alamiah seorang manusia dan itu tidak boleh diabaikan oleh orangtua. Seseorang yang tidak memiliki teman akan merasa kesepian, seolah-olah ada yang hilang dalam hidupnya. Momen-momen yang paling menyenangkan untuk anak-anak dan remaja kita adalah saat-saat mereka bisa mengobrol bebas dengan teman-teman mereka. Dan kebutuhan alamiah ini diakui oleh Islam.
Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Manusia yang paling lemah adalah manusia yang tidak bisa mendapatkan kawan dan yang paling lemah lagi adalah yang tidak mampu menjaganya."[316]
Abul Hasan as ditanya, "Kehidupan apa yang paling utama di dunia?" Beliau menjawab, "Rumah yang luas dan banyak teman."[317]
Imam Ali as juga berkata, "Kehilangan sahabat artinya keterasingan."
Hasil dari persahabatan itu bukan sekedar berjumpa, saling berkunjung dan berbicara saja tapi yang lebih penting dari itu adalah pengaruhnya. Seseorang akan dengan senang hati menjadikan sahabat itu sebagai modelnya, ia suka mengikuti kata-katanya dan meniru-niru sikapnya. Bahkan seorang sahabat yang sejati akan menyerahkan kepercayaan kepadanya. Di kalangan anak-anak atau remaja terdapat hubungan persahabatan yang lebih kuat dibandingkan orang dewasa.
Anak-anak biasanya lebih mudah menjalin komunikasi dibandingkan orang dewasa.
Jangan sekali-kali menafikan pengaruh seorang sahabat. Memilih sahabat sebetulnya memilih pendidik dan guru bagi kita. Anak muda yang berteman dengan sahabat yang buruk, maka bersiap-siaplah untuk menjadi buruk dan demikian pula sebaliknya kalau memiliki teman yang baik, maka ia juga akan menjadi baik. Karena itu hati-hatilah dalam memilih teman.
Imam Jawad as mengatakan, "Jauhilah persahabatan dengan orang yang jahat, karena ia akan seperti pedang yang terhunus. Indah dilihat tapi bisa melukai."[318]
Imam Jawad as menambahkan, "Kebaikan dunia-akhirat terhimpun dalam dua hal: menyimpan rahasia dan bersahabat dengan orang baik. Dan keburukan dunia-akhirat terhimpun dalam dua hal: menyebarkan rahasia dan bersahabat dengan orang jahat."[319]
Rasulullah saw mengatakan, "Seorang manusia terbentuk oleh agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa mereka bersahabat!"[320]
Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Hati-hatilah dalam bersahabat dengan si fasik, karena akan menularkan keburukan."[321]
Beliau juga mengatakan kepada anaknya, "Bersahabatlah dengan orang baik, maka kamu akan menjadi orang baik dan jauhilah orang buruk, maka kamu akan jauh dari mereka!"[322]
"Janganlah menjalin persahabatan dengan si fasik, karena kamu akan diajari kefasikan. Kemudian Imam mengatakan, 'Ayahku menyuruh aku melakukan tiga hal dan melarang aku tiga hal: yaitu 'Hai anakku, siapa saja yang berteman dengan orang buruk maka kamu tidak akan selamat dari keburukannya dan siapa saja yang masuk ke tempat yang buruk maka akan terkena getahnya, dan siapa saja yang tidak dapat mengendalikan lidahnya akan menyesal.'"[323]
Luar biasa, kita bahkan bisa menyimpulkan bahwa nasib anak-anak dan remaja kita ada di tangan sahabat-sahabatnya. Kalau mereka baik maka anak kita akan selamat, tapi kalau teman-temannya adalah orang-orang yang buruk, maka apa yang bisa kita lakukan?
Anak-anak umumnya mudah percaya, mudah terkecoh, terbujuk dan minim pengalaman. Orang-orang jahat dengan mudah memanfaatkan kelemahan-kelemahan mereka. Karena itu orangtua, atau guru harus berusaha menemukan teman yang baik untuk mereka. Tetapi orangtua juga tidak bisa mengekang mereka, karena memiliki sahabat adalah kebutuhan alamiah. Kalau mereka dikekang dan terlalu diatur, maka dikhawatirkan akan memberikan reaksi yang negatif.
Orangtua juga tidak bisa mengatakan bersahabatlah dengan si fulan dan jangan bersahabat dengan si fulan! Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah menciptakan kondisi dan lingkungan sehingga anak-anaknya bisa berteman dengan orang-orang yang baik. Temukanlah orang-orang yang baik, kemudian carilah strategi agar anak-anak Anda bisa akrab dengan mereka. Mungkin usaha Anda tidak cukup sekali dua kali, tapi memerlukan kesabaran dan kebiasaan yang berulang-ulang sehingga anak Anda akan membukakan hatinya kepada sahabat barunya yang baik.
Cara lain adalah mendiskusikannya dengan anak Anda. Biarkan mereka mencerna dan memahami kata-kata Anda, jelaskan kepada mereka apa manfaat memiliki sahabat yang baik dan apa saja kerugian yang akan menimpanya jika memiliki sahabat yang jelek. Kemudian Anda juga mengawasi secara tidak langsung pergaulan anak-anak Anda. Kalau Anda mengetahui bahwa anak Anda memiliki teman-teman yang baik maka dukunglah, dan sebaiknya jika mereka terjebak dalam pergaulan yang tidak sehat, maka dengan penuh kelembutan dan kasih sayang jelaskan dengan bahasa-bahasa yang dapat dipahami oleh jiwanya bahwa teman ini memiliki cacat dan perilaku yang buruk yang bisa merusak karakternya. Sekiranya anak Anda tidak mau mendengar kata-kata Anda, walaupun Anda sudah menggunakan bahasa yang lembut dan dengan cara apa saja, maka selamatkanlah anak Anda dari pergaulan yang buruk sesegera mungkin. Karena teman yang buruk itu akan menghancurkannya dan orangtua tidak boleh membiarkan persahabatan itu terjadi.
Berdialog Tentang Baik dan Buruk dengan Anak
Kalau anak Anda sudah cukup dewasa, maka ajarkanlah pengertian-pengertian yang baik dan yang buruk. Ajarkan kepada mereka pada saat-saat yang tepat agar anak memiliki konsep kebaikan dan keburukan. Berikanlah dorongan agar mereka mau melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Katakan kepada mereka bahwa si fulan itu melakukan perbuatan baik, maka teladanilah dan si fulan melakukan perbuatan buruk, maka jauhilah! Ajarkanlah kebaikan dan keburukan yang bisa dipahami oleh imajinasi mereka. Jangan dulu mengajarkan topik-topik yang masih abstrak di pikiran mereka. Biarkan anak secara bertahap memahami konsep-konsep kebaikan dan keburukan sekaligus belajar mempraktikkannya. Ketika masih belum dewasa mereka tidak akan banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Barulah setelah mereka matang mereka akan sering mencecar orangtua mereka dengan pertanyaan-pertanyaan.
Orangtua juga harus memberikan jawaban-jawaban yang jelas supaya mereka lebih bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menjauhi hal-hal yang buruk.
Jean Soto mengatakan berbicaralah kepada anak-anak dengan bahasa-bahasa yang logis kalau itu sudah memungkinkan. Kalau si anak sudah bisa menyerap kata-kata ibunya maka itu artinya anak-anak tersebut sudah bisa memahami alasan-alasan rasional orangtua mereka. Kadang-kadang mereka juga ingin diperlakukan seperti layaknya orang-orang dewasa.[324]
Memberi keterangan yang bisa dicerna anak-anak tentang perkara-perkara yang harus dilakukan dan jangan dilakukan bisa mendorong semangat mereka.
Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Manusia yang tidak bisa memahami keburukan sesuatu sulit meninggalkan keburukan tersebut."[325]
Memahami keburukan secara logis akan mendorong seseorang untuk meninggalkannya.
Tafakur tentang nilai positif suatu perbuatan bisa memotivasi orang itu untuk mengamalkannya.
Jadi penjelasan rasional, logis dan masuk akal tentang suatu perbuatan baik atau buruk bisa juga dimasukkan sebagai bagian dari strategi pemberdayaan.
Allah Swt berfirman, Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (QS. an-Nahl:125).
Efektifitas Nasihat
Salah satu metode yang masih efektif dalam pembinaan karakter adalah memberi nasihat. Ada perbedaan antara memberi nasihat dengan mengajar atau memberikan ceramah. Nasihat memiliki pengaruh yang besar. Nasihat itu masuk ke dalam hati walaupun tidak menggunakan penjelasan-penjelasan yang rasional.
Nasihat itu cukup ampuh dalam membangunkan kesadaran seseorang, bahkan lebih dari itu karena setiap orang secara alamiah memerlukan nasihat. Tidak semua orang memerlukan pengajaran tapi pasti setiap manusia butuh kepada nasihat, bahkan sekalipun orang-orang pintar dan orang-orang saleh.
Imam Ali as juga mengatakan, "Nasihat itu memberi cahaya kepada hati."[326]
Al-Quran mengatakan: Ini adalah penjelasan dan nasihat untuk orang-orang yang bertakwa (QS. Ali Imran:138).
Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu dan penyembuh apa yang ada di dalam hati serta petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang beriman (QS. Yunus:57).
Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penjelasan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (QS. an-Nur:34).
Maka ingatkanlah dengan al-Quran mereka yang takut akan ancaman (QS. Qaf:35).
Dan berilah peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (QS. adz-Dzariyat:55).
Berilah peringatan karena kamu adalah pemberi peringatan (QS. al-Ghasyiyah:21).
Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik (QS. an-Nahl:125).
Menurut ayat di atas, nasihat itu terbagi kepada dua kategori: nasihat yang baik dan nasihat yang tidak baik. Seluruh nasihat-nasihat Rasulullah itu baik karena berkesan di hati dan tidak menimbulkan dampak yang buruk.
Syarat-syarat Supaya Nasihat itu Menjadi Efektif
Si pemberi nasihat harus terlebih dahulu mengamalkannya. Kata-katanya harus menjadi cermin perbuatannya. Kalau apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan sama sekali tidak didukung oleh perbuatannya maka nasihatnya tidak akan ada yang mendengar. Imam Ali as mengatakan, "Sesungguhnya seorang alim jika tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya akan meleset dari hatinya seperti hujan yang meleset dari tempat yang licin."[327]
Ali as juga mengatakan, "Nasihat yang tidak akan dikeluarkan oleh telinga dan yang bermanfaat adalah nasihat yang tidak dikatakan oleh mulut tapi dijelmakan dalam perbuatan."[328]
Efektifitas nasihat tergantung pada kredibilitas si pemberi nasihat.
Berikan nasihat secara khusus jangan di depan orang ramai, supaya tidak merasa malu untuk menerima kenyataan dirinya. Jangan mempermalukan anak-anak dan remaja yang umumnya masih sangat peka dan emosional. Kecuali kalau isi nasihat itu adalah hal-hal yang umum. Imam Ali as mengatakan, "Memberi nasihat di depan orang-orang banyak sama saja dengan mengejeknya."[329]
Sampaikan nasihat secara singkat. Terlalu lama memberi nasihat akan membosankan.
Nasihat itu harus jelas dan disesuaikan dengan kebutuhan psikologis pendengar.
Berikan nasihat secara bertahap. Jelaskan terlebih dahulu hal-hal yang prinsip sebelum menjelaskan hal-hal yang tidak prinsip. Kalau si audiens mau menerima hal-hal yang prinsipal yang disampaikan maka barulah melangkah ke hal-hal yang lain. Karena kalau tidak demikian, maka hasilnya akan negatif. Seperti memberi nasihat seorang wanita yang imannya masih lemah dan tidak memakai jilbab, maka tindakan pertama adalah berupaya untuk memperkuat keyakinan wanita tersebut, sebelum menyuruhnya untuk memakai jilbab.
Berikan nasihat dengan penuh pengertian dan rasa cinta, jangan menggurui atau memarahinya.
Amirul Mukminin mengatakan, "Kelemah-lembutan itu kunci kesuksesan."[330]
Peranan Amar Makruf Nahi Mungkar
Amar makruf artinya memerintahkan kepada kebajikan dan nahi mungkar yaitu melarang hal-hal yang mungkar, dosa dan perbuatan-perbuatan tercela. Amar makruf dan nahi mungkar ini adalah salah satu pilar penting di dalam ajaran Islam yang harus dihidupkan oleh kaum Muslim. Dan lebih penting dari kewajiban-kewajiban lainnya karena dengan amar makruf dan nahi mungkar maka perintah-perintah agama yang lain akan mudah dilaksanakan dan larangan-larangan juga dengan mudah bisa dihindarkan.
Ayat-ayat al-Quran maupun hadis-hadis sering sekali membicarakan tema ini, Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (QS. Ali Imran:110).
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana (QS. at-Taubah:71).
Amirul Mukminin as mengatakan, "Semua amal-amal kebaikan dan bahkan jihad di jalan Allah bila dibandingkan amar makruf nahi mungkar seperti setitik air dengan lautan yang luas."[331]
Imam Baqir as juga mengatakan, "Amar makruf nahi mungkar itu adalah dua sifat dari sifat-sifat Allah Swt. Siapa yang membantunya maka Allah akan memuliakannya dan siapa yang merendahkannya maka Allah akan merendahkannya."[332]
Ali bin Abi Thalib as juga mengatakan, "Sendi syariat adalah amar makruf dan nahi mungkar."[333]
Imam Muhammad Baqir as mengatakan, "Amar makruf dan nahi mungkar itu adalah jalan para nabi, jalur orang-orang saleh dan kewajiban yang sangat agung yang akan menegakkan kewajiban-kewajiban lain."[334]
Amar makruf nahi mungkar itu tak ubah dengan agenda kontrol menyeluruh. Islam memberikan hak khusus (wilayat) kepada kaum Muslim untuk mengajak Muslim yang lain ke jalan kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan. Setiap orang Muslim wajib mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari hal-hal yang buruk.
Di dalam praktiknya amar makruf nahi mungkar dilakukan secara bertahap di antaranya:
Memberikan penjelasan tentang dampak buruk dari suatu perbuatan
Nasihat dengan kata-kata
Memberikan contoh dengan perbuatan
Memberikan perintah dengan kata-kata
Dan menutup jalan kemungkaran dengan ancaman hukuman
Amar makruf nahi mungkar adalah agenda yang sangat efektif dan akan membantu program-program pendidikan dan pembinaan karakter manusia. Di dalam kitab-kitab fikih sudah diatur tentang hukum-hukum serta aturan main amar makruf nahi mungkar secara lebih lengkap, saya hanya ingin mengutip sebagian kecil dari aturan tersebut.
Salah satu bab di dalam kitab fikih membicarakan amar makruf nahi mungkar bagi seorang ayah terhadap anaknya. Seperti yang diuraikan di dalam ayat-ayat al-Quran demikian juga dalam hadis-hadis nabi bahwa ada kewajiban berat yang ditanggung orangtua khususnya seorang ayah terhadap anaknya yaitu mendidik anak-anaknya.
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. at-Tahrim:6)
Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridhai di sisi Tuhannya. (QS. Maryam:55)
Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Lukman:13)
Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (QS. Lukman:17)
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Lukman:18)
Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Lukman:19)
Imam Shadiq as juga menukil sebuah hadis dari ayahnya Imam Baqir as, "Kami menyuruh anak-anak kami yang sudah berusia lima tahun untuk melakukan shalat dan kalian perintahkan anak-anak kalian yang sudah berusia tujuh tahun untuk shalat."
Muawiyah bin Wahhab bertanya kepada Imam Shadiq as, "Dalam usia berapa seorang anak disuruh shalat?" Beliau menjawab, "Antara usia tujuh dan enam tahun."
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Kami menyuruh anak-anak kami untuk berpuasa ketika mereka berusia tujuh tahun disesuaikan dengan kemampuan mereka apakah sampai Zuhur, kurang atau lebih dari waktu Zuhur. Jika anak-anak tidak tahan dengan rasa haus atau rasa lapar, maka biarkan mereka berbuka, ini untuk membiasakan agar mereka kuat berpuasa dan suruhlah mereka berpuasa dalam usia sembilan tahun sesuai kemampuan mereka dan jika mereka tidak tahan dengan rasa haus, biarkanlah mereka berbuka."
Intinya, orangtua harus telaten dan berupaya keras dalam membimbing anak-anak. Mereka tidak boleh lengah sedikit pun apalagi terhadap hal-hal yang akan merusak moral anak-anak mereka. Orangtua tidak boleh kecolongan oleh anak-anak mereka. Pahami semua kebiasaan dan karakter anak-anak. Perhatikan kekuatan fisik dan jiwa mereka dan doronglah mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang positif dalam momen-momen yang tepat serta cegahlah mereka dari perilaku-perilaku yang negatif melalui nasihat dengan kata-kata atau tindakan. Dan dalam kasus-kasus tertentu orangtua juga bisa meminta nasihat para ahli pendidikan Islam.
Tentu saja, dalam prosesnya mesti dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena sedikit saja kesalahan akan berdampak fatal sekali. Orangtua sebaiknya banyak belajar tentang perkembangan fisik dan mental anak-anaknya, untuk menyesuaikan strategi amar makruf nahi mungkar terhadap mereka. Tetapi jangan lupa untuk mengajari anak-anak dengan teladan dari diri sendiri (orangtua, peny.) karena itu lebih membekas di dalam hati mereka.
Semangati Anak-anak untuk Melakukan Hal-hal yang Positif
Setiap orang bahkan orang yang sudah dewasa memerlukan motivasi yang baik dalam melakukan segala sesuatu. Siapa saja akan memiliki antusiasme dahsyat kalau memiliki semangat yang terus menyala di dalam dadanya. Manusia yang bersemangat akan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar. Semua kesulitan akan menjadi tantangan bagi dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki semangat yang besar sulit untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Dorongan membuat seseorang merasa berharga dan timbul hasrat untuk menyempurnakan aktivitasnya, sebaliknya celaan dan kritikan selain sangat menyakitkan juga melecehkan dirinya.
Dorongan dan hukuman itu penting dalam proses pendidikan manusia, karena orang yang patuh terhadap aturan dan yang tidak patuh patut mendapatkan balasan atas perbuatannya. Orang yang patuh patut menerima penghargaan dan orang yang tidak taat dengan aturan harus mendapatkan hukuman. Kedua kelompok ini tidak dapat disejajarkan. Dalam sistem pendidikan Islam kelompok orang yang baik dan kelompok yang buruk jangan diperlakukan dengan sama. Kelompok yang berbuat baik akan mendapatkan pujian, sementara kelompok orang yang melanggar perintah-perintah Islam pantas mendapatkan hukuman. Islam menjanjikan pahala untuk orang-orang yang berbuat kebajikan dan menjanjikan siksaan untuk orang-orang yang berbuat buruk.
Al-Quran sering menggunakan kalimat-kalimat ancaman atau kalimat-kalimat pemberi kabar gembira, tetapi untuk mendidik manusia, Islam menganjurkan agar lebih sering memanfaatkan motivasi-motivasi positif. Berita-berita kabar gembira di dalam al-Quran itu untuk memberi semangat manusia.
Maka sungguh Kami telah mudahkan itu dengan bahasamu agar dengan itu engkau dapat memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar engkau dapat memberi peringatan kepada kaum yang membangkang. (QS. Maryam:97)
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS. al-Baqarah:25)
Amirul Mukminin as juga mengatakan, "Janganlah kamu pandang sama antara orang yang baik dan orang yang buruk, karena itu akan melemahkan semangat orang-orang yang suka berbuat baik dan memicu keberanian orang-orang yang berbuat jahat."[335]
Tentang pengaruh penghargaan dan hukuman juga diakui oleh para pakar pendidikan. Melalui penelitian-penelitian di lapangan mereka telah membuktikan signifikansi pengaruhnya.
Penghargaan itu bisa berbentuk pujian, ucapan terimakasih, pemberian hadiah, memberikan baju dan sepatu baru, coklat, buku cerita, pensil berwarna atau berupa acara piknik, senyuman, pelukan, ciuman, mendongengkan sebuah cerita, memberikan nilai yang bagus, menyerahkan medali penghargaan, uang dan sebagainya. Dan jangan lupa penghargaan-penghargaan itu disesuaikan dengan faktor usia dan kesenangannya.
Pada taraf awal kehidupannya anak-anak sangat memerlukan dukungan dari orangtua mereka. Janganlah bakhil dengan pujian, senyuman, pelukan dan keceriaan wajah untuk anak-anak Anda! Seiring dengan perkembangan usianya maka mereka lebih senang lagi dengan hadiah-hadiah dan pujian. Begitu meningkat usianya mereka lebih suka kalau penghargaan itu dalam bentuk buku-buku cerita, sepatu, baju baru dan hadiah berupa paket wisata dan sejenisnya.
Untuk selanjutnya penghargaan yang layak bagi mereka adalah kepercayaan kita dan memberinya hak untuk mengeluarkan pendapat.
Orang-orang yang memiliki pengaruh besar terhadap semangat kinerja seseorang adalah ibu, ayah, guru, teman dan masyarakat lain. Orangtua dan pendidik sebaiknya dari sekarang mulai mengarahkan agar anak-anak mereka lebih memperhatikan Allah Swt. Ajari anak-anak agar mengerti bahwa mendapatkan keridhaan Allah itu jauh lebih penting dari segala hal.
Singkat kata, manfaatkan penghargaan itu untuk menumbuhkan nilai-nilai yang positif dalam diri anak-anak. Ketika si anak terus memiliki semangat untuk menumbuhkan nilai-nilai yang baik, maka ia juga akan terus berusaha untuk menyempurnakan performanya.
Meskipun penghargaan itu memang penting dalam pembinaan karakter, bukan berarti tidak mengandung hal-hal yang negatif. Kalau penghargaan itu dimaknai sebagai suap maka si anak akan selalu tergantung dengan penghargaan. Begitu si anak beranjak dewasa ia baru mau melakukan sesuatu kalau diiming-imingi dengan hadiah-hadiah. Di dalam dirinya tidak tumbuh perasaan bertanggung jawab atas perbuatannya. Bisanya cuma berharap dari orang lain. Bahkan ketika melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial dan agama. Kalau ia tidak merubah sifatnya ia akan kehilangan teman-temannya karena siapa pun tidak akan suka dengan manusia seperti itu.
Orangtua atau guru mesti membenahi cara berpikir anak-anak yaitu bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perbuatan tertentu, meskipun tidak mendapat pujian.
Agar penghargaan itu tepat kepada sasaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Berikan penghargaan atau pujian atas perbuatan si anak dan bukan pribadi anak tersebut. Si anak harus mengerti bahwa penghargaan itu untuk perbuatannya.
Penghargaan juga harus proporsional dengan perbuatannya. Dengan kata lain pujian itu janganlah terlalu berlebihan. Sangatlah tidak tepat kalau kita mengatakan kepada anak-anak kita bahwa mereka semua sudah sempurna. Dan oleh karena itu, layak mendapat pujian atau kita katakan bahwa ia adalah anak yang tidak pernah berdusta, tetapi sebaiknya Anda katakan kepadanya bahwa ia layak mendapat pujian karena telah melakukan perbuatan yang baik atau kita katakan sampai sekarang ini kami belum pernah mendengar satu kebohongan pun darinya! Ketika kita memuji lukisan anak-anak, pujilah secara spesifik (jangan semua dikatakan indah-penerj.), demikian juga ketika kita mau memuji tulisan anak-anak, pujilah tulisan yang indahnya saja!
Sampaikan pujian, tapi jangan terlalu sering. Itu pun untuk hal-hal positif saja, sebab kalau terus-menerus memuji dan ditujukan untuk segala hal, nilai pujian itu akan kehilangan artinya.
Ketika memuji si anak, janganlah membanding-bandingkannya dengan orang lain. Misalnya seorang ayah tidak tepat kalau mengatakan, "Engkau anak yang baik karena rajin belajar tidak seperti si Hasan yang suka malas!" Kalau Anda memuji anak tapi dengan menjelekkan anak yang lain, maka itu akan menimbulkan kesan yang tidak baik pada diri anak (terhadap anak yang dibandingkan tersebut-peny .).
Jangan terlalu berlebihan dalam memberikan pujian karena itu akan membuat si anak menjadi sombong.
Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Seringkali seseorang menjadi takabur karena pujian-pujian."[336]
"Ketika memuji seseorang maka janganlah terlalu berlebihan!"
Jangan memuji anak-anak secara tidak realistis. Karena anak-anak juga mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Anak-anak kalau menyadari bahwa pujian itu tidak mengandung apa-apa akan merasa muak dengan orang yang memujinya itu. Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Pujian di luar batas itu adalah menjilat dan pujian yang setengah-setengah menunjukkan ketidakberdayaan si pemuji atau karena hasud."[337]
Penghargaan juga harus disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas anak-anak. Jangan memberikan pujian yang maksimal atas perbuatan yang kurang begitu penting. Hadiah-hadiah yang mahal harus diberikan atas pekerjaan-pekerjaan yang penting, dan disarankan hadiah-hadiah itu juga diberikan secara bertahap disesuaikan dengan keberhasilan anak. Jadi, jangan diberikan sekaligus.
Berikan penghargaan atau pujian untuk hal-hal yang telah mereka raih dengan kerja keras dan bukan karena talentanya. Seorang anak yang memiliki IQ biasa-biasa tapi karena rajin belajar sehingga memperoleh nilai yang tinggi dalam pelajarannya, maka anak itu pantas mendapatkan pujian.
Peranan Hukuman dalam Proses Pendidikan
Hukuman itu untuk menakut-nakuti agar manusia meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau mencegahnya melakukan hal-hal yang buruk. Hukuman dan penghargaan sering dipraktikkan di masa lampau dan sebagian masih dipraktikkan di era sekarang ini. Para ahli pendidikan modern mengritik pendidikan anak dengan cara-cara seperti itu. Dalam kesempatan ini saya mencoba melakukan analisa atas tema hukuman dalam proses pendidikan, semoga bisa membuat Anda lebih memahaminya.
Jenis-jenis Hukuman
Secara umum ada dua jenis hukuman
Hukuman badan
Hukuman badan adalah hukuman yang dikenakan terhadap badan seperti pukulan, siksaan fisik, qishash, hukuman yang telah ditetapkan oleh syariat, atau memotong sebagian anggota badan dalam hukum kisas.
Hukuman non-fisik
Hukuman yang menyakitkan tapi tidak menimpa badan seperti cacian, kutukan, penjara, larangan makan dan minum, disuruh berdiri, atau bertahan di tempat yang sangat panas atau sangat dingin, teror, intimidasi, denda, diasingkan dan dengan pembunuhan karakter.
Sejak lama hukuman memang sudah diberlakukan untuk anak-anak, remaja bahkan orangtua yang melakukan pelanggaran-pelanggaran. Orangtua merasa bahwa hukuman fisik, apakah itu pemukulan dan sebagainya itu perlu untuk anak-anak. Para majikan merasa berhak untuk menghukum bawahan-bawahan mereka sekehendak hati mereka. Polisi dan aparat pengadilan adalah petugas-petugas yang melakukan hukuman atas mereka.
Di era sekarang ini meskipun hukuman fisik agak berkurang tetapi di sebagian wilayah masih tetap diberlakukan, khususnya bagi orang-orang bersalah yang meringkuk di penjara. Hal ini ditentang oleh para aktivis, meskipun di antara mereka sendiri masih terdapat pro-kontra. Secara singkat kita akan mencatat perbedaan pandangan tersebut.
Pandangan yang Pro Terhadap Hukuman
Sebagian pakar pendidikan menganggap hukuman untuk anak-anak dan remaja masih diperlukan dan masih bisa diandalkan.
Khoja Nashiruddin Thusi mengatakan, "Ajari ia (anak-anak) dengan keras agar tidak melakukan perbuatan buruk. Jangan sampai dari kecil sudah terbiasa melakukan perbuatan jelek.Mereka itu suka berdusta, memiliki sifat hasud, suka mencuri, suka mengadu domba, dan juga bandel, suka mencampuri urusan orang lain. Setelah memberikan pendidikan yang sangat keras maka didiklah agar mereka memiliki sikap sopan-santun. Jadi didiklah anak-anak sejak kecil dengan disiplin. Jangan lupa pula untuk memuji sikap-sikap yang baik darinya, waspadailah agar anak-anak tidak memiliki kebiasaan buruk karena seperti peribahasa Al-Insânu hârisun 'ala ma' muni'a (manusia itu penasaran dengan larangan). Manusia itu suka terhadap hal-hal yang menyenangkan dan tidak tahan dengan penderitaan. Seorang pendidik harus bisa membuat anak didiknya sadar dengan perbuatannya sehingga tidak berani lagi mengulangi perbuatan buruknya."[338]
Aristoteles mengatakan, "Rasa takut akan hukuman itu lebih efektif (untuk membina manusia-penerj.) dari ajakan-ajakan untuk berbuat baik. Dan ini diakui oleh orang-orang yang suka menggunakan nalarnya. Orang yang membuat peraturan berkewajiban mengajak manusia pada hal-hal yang utama dan juga memberikan hukuman kepada orang-orang yang suka melanggar."[339]
Powelson mengatakan, "Tanpa rasa takut alias rasa hormat atas wacana hukuman maka pendidikan tidak akan berjalan efektif."[340]
Kelompok yang pro dengan hukuman mendasarkan argumen-argumen mereka dengan dalil bahwa pendidikan itu sebenarnya adalah menghancurkan keinginan buruk anak-anak serta mengendalikan mereka.
Herbert seorang guru dari Jerman yang sangat populer mengatakan, "Kepatuhan itu lebih efektif dengan kedisiplinan dan hukuman yang keras itu harus proporsional dan terus berjalan sampai mencapai hasil yang diharapkan."[341]
Jadi menurut kesimpulan para pakar tersebut, hukuman dan penghargaan sama-sama diperlukan untuk mendidik manusia. Bahkan mereka meminta kepada para pendidik dan orangtua agar menerapkan hukuman baik fisik dan non-fisik dan penghargaan kepada anak didik mereka.
Selanjutnya mereka juga berusaha meyakinkan bahwa anak-anak selagi masih kecil sering melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Mereka itu memiliki bakat buruk, pendusta, pencuri, keras kepala dan tidak tahu berterima kasih. Jadi satu-satunya cara untuk merubah mereka adalah dengan hukuman fisik, tidak ada yang lain lagi. Dan karena mereka memang benar-benar suka melanggar, maka tidak ada jalan lain selain menghentikannya dengan hukuman, agar mereka menjadi anak yang baik. Intinya pendidikan adalah menghentikan keinginan buruk mereka.
Saya menolak pendapat itu karena ada hal yang terlalu dilebih-lebihkan, itu yang pertama. Yang kedua, apakah benar anak-anak itu memiliki tabiat buruk, nakal dan tidak bisa dikendalikan sehingga harus dihukum agar mereka menjadi anak yang baik? Anak-anak itu seperti kertas putih yang belum ditulisi apa-apa, anak-anak itu netral; tidak baik dan tidak buruk. Semua sifat-sifat baik itu bukan berasal dari dirinya. Jadi anak itu tidaklah sejahat perkiraan mereka sehingga harus turun hukuman yang keras. Kenakalan anak-anak itu pasti ada sebab-sebabnya. Kalau akar masalahnya dapat teratasi maka kenakalan mereka bisa dikendalikan.
Jadi hukuman bukan sesuatu yang urgen untuk diimplementasikan dalam mendidik anak, masih banyak cara lain yang dapat dijadikan solusi alternatif seperti ajari mereka tentang kebaikan lewat dialog, biarkan mereka bergaul dengan anak-anak yang baik, sebetulnya masih banyak alternatif lain yang harus digali oleh seorang guru yang kreatif.
Hukuman itu bisa dijalankan kalau seorang guru atau orangtua telah mengerahkan segala cara. Jadi hukuman adalah solusi terakhir. Dalam praktiknya hukuman juga harus mengikuti syarat-syarat yang akan dijelaskan dalam pembahasan yang akan datang.
Pandangan Kelompok yang Kontra dengan Hukuman
Sebagian pakar pendidikan menentang hukuman dalam bentuk apapun. Mereka mengingatkan agar siapa saja yang terlibat dalam proses pendidikan tidak menggunakan hukuman untuk anak didik mereka.
Jean Jacques Rousseau mengatakan, "Jangan sekali-kali memberikan hukuman kepada anak-anakmu! Karena mereka belum mengerti apa arti melakukan kesalahan. Jangan engkau memaksakan sesuatu sehingga keluar kata-kata memelas dari anak-anak tersebut. Anak-anak itu belum mengerti arti kebaikan dan keburukan. Jadi mereka tidak pantas diberi hukuman. Mereka tidak pantas mendapat kecaman. Biarkan mereka menemukan diri sendiri, jangan batasi mereka, mereka akan sadar sendiri apa yang sebaiknya mereka lakukan."[342]
Jadi menurut pakar ini biarkan mereka bebas dan jangan ditakut-takuti dengan hukuman atau kecaman. Lepaskan mereka agar bisa mengembangkan potensinya secara bebas dan memahami bagaimana kerasnya kehidupan. Doronglah agar mereka terus memupuk sifat-sifat baiknya, tapi sama sekali jangan biarkan mereka menderita karena hukuman-hukuman Anda. Biarkanlah lingkungan yang akan memberikan pelajaran kepada mereka. Karena setiap amal akan ada kalkulasinya di alam raya. Seorang anak yang bermain-main dengan menggunakan belati tajam akan menerima hukuman dengan mendapatkan cedera. Saat ia jatuh ke tanah, kakinya akan cedera.
Akhirnya anak-anak itu akan lebih hati-hati kalau berjalan. Itulah hukuman fisik dari alam, karenanya tidak usah ditambah lagi dengan hukuman buatan manusia.
Hukuman fisik dan non-fisik juga tidak memiliki nilai pendidikan karena tidak mengambil inspirasi dari alam. Hukuman itu lebih banyak mengandung hal-hal yang negatif dibanding hal-hal yang positif. Ia menyimpulkan proses pendidikan yang berusaha merampok kebebasan dari anak-anak dan memaksa mereka untuk melakukan sesuatu lewat paksaan dan hukuman pada akhirnya akan merugikan anak sendiri dan merusak karakter mereka.
Jean Soto mengatakan, "Seluruh penderitaan manusia seperti ketidakadilan, eksploitasi, ketidakteraturan, permusuhan, dan peperangan berakar dari kekerasan yang dirasakan oleh anak-anak, ketidakdisiplinan, egoisme dan aroganisme yang tumbuh subur dalam hati orang-orang dewasa itu karena faktor pendidikan yang tidak cerdas seperti ini."
Russel menulis, "Menurut pendapat saya hukum fisik sama sekali tidak bisa diterima. Hukuman fisik yang sangat ringan meskipun tidak begitu membahayakan, tapi tidak ada manfaatnya. Saya yakin sekali bahwa cara-cara yang keras malah akan melahirkan watak-watak pemberang."[343]
Pendapat Seorang Pakar Pendidikan
A.L Gary Gore (?) salah seorang tokoh yang kontra terhadap hukuman badan mengatakan, "Anak-anak tidak boleh dididik dengan ketakutan. Janganlah dibina dengan paksaan-paksaan yang tidak mereka pahami. Seorang pendidik yang ingin memaksakan kehendaknya kepada anak-anak, secara tidak sadar sedang mengajarkan bahwa kebenaran itu (harus dilakukan) dengan paksaan. Efek negatif lain dari kekerasan yang diterima anak-anak adalah anak-anak tidak melakukan pelanggaran karena takut akan pukulan (bukan lahir dari kesadaran mereka-peny.), sementara sifat buruknya tetap bersemayam di dalam dirinya. Pukulan tidak membawa kebaikan sama sekali bahkan merugikan. Rasa sakit itu akan masuk dalam memorinya. Masih ada orangtua yang sampai sekarang berpikiran bahwa anak-anak harus belajar sesuatu dengan pukulan, padahal anak-anak yang sering menerima kedisiplinan yang keras tersebut sebenarnya berusaha memerankan anak yang baik di depan mata orangtuanya, sementara jiwanya membelakangi mereka."
Orangtua harus paham bahwa secara lahiriah hukuman fisik itu memang berhasil tapi pada hakikatnya orangtua akan merasakan berbagai kegagalan. Di depan orangtua anak-anak yang nakal itu bisa diselesaikan dengan hukuman fisik, tapi karena mereka memiliki tabiat yang buruk maka kenakalan mereka tetap tidak bisa dihentikan. Jika seorang anak menghentikan kebiasaan buruknya karena mendapatkan hukuman fisik, berarti si orangtua berhasil menanamkan rasa jera kepada si anak, namun keberhasilan ini harus ditebus dengan efek negatif lain yang tidak kurang buruknya, yaitu anak-anak yang dihukum secara fisik tersebut akan menderita ketakutan, atau memiliki sifat pengecut. Selain itu perlu dicamkan dalam benak orangtua bahwa hukuman fisik itu bisa mengganggu sistem saraf anak-anak. Dalam kebanyakan kasus hukuman fisik itu selalu merusak saraf. Hukuman fisik juga kalau terus-terusan akan menimbulkan gejala mental yang tidak sehat.
Mendisiplinkan anak dengan hukuman fisik memang akan membuat anak tersebut menjadi patuh tapi bagaimana dewasanya kelak? Anak-anak yang lemah akan berubah menjadi anak-anak pemurung, apatis, minder dan penakut sementara anak-anak yang bengal akan tumbuh menjadi anak yang keras kepala. Di samping itu, efek buruk lain bagi kedua jenis anak tersebut adalah mereka menjadi terlatih untuk menjadi pendendam, pembohong dan penipu, hingga lenyaplah dunia anak-anak mereka yang polos, lucu dan ceria.
Sang pakar tersebut menambahkan, "Semenjak kecil anak-anak ingin mengetahui segala hal yang ada di sekelilingnya. Kalau bisa mereka ingin melihat segala hal dan menyentuh benda-benda yang dilihatnya. Anak-anak yang sehat biasanya sangat aktif dan suka merusak benda-benda yang dipegangnya. Dan kadang-kadang anak-anak itu suka melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dan orang lain. Tapi meskipun dengan segala macam kenakalannya itu, orangtua tidak menganggap anak itu memiliki tabiat yang buruk. Anak-anak itu aktif karena ingin melakukan sesuatu atau untuk menunjukkan jati diri. Sikap si anak ini bukan hanya tidak boleh ditekan, tetapi harus dibantu agar semakin aktif. Karena kalau ditekan, otak si anak akan menjadi lambat dan perkembangan mental serta motorik si anak akan terhambat. Anak-anak harus dibiarkan mengekspresikan keinginan-keinginannya tapi bukan berarti dibiarkan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Jika anak balita ingin menyentuh sesuatu yang berbahaya kita bisa menggantikannya dengan benda yang lebih aman bagi dirinya.[344]
Anak-anak yang menerima hukuman fisik biasanya akan diam sambil menangis dan berjanji akan mematuhi orangtuanya dan orangtua biasanya akan merasa senang karena (dia menyangka) anaknya berhasil dididik dengan cara demikian. Namun dalam kebanyakan kasus keberhasilan itu harus ditebus dengan kegagalan yang pahit. Sangat jarang sekali hukuman itu berhasil menanamkan kesadaran kepada diri anak. Meskipun hukuman fisik itu diterapkan secara bertahap, tetap saja di dalam diri si anak akan muncul sikap-sikap negatif terhadap suasana dan lingkungannya. Ia akan menunjukkan sikap tidak suka dan tidak lagi berselera untuk mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dan pada sebagian besar anak berkembang sifat-sifat negatif seperti penakut, pemurung dan minder, memang tidak kelihatan secara langsung karena ia menyimpannya di dalam dirinya."[345]
Untuk mendidik anak-anak yang masih kecil, usahakanlah terlebih dahulu agar anak-anak itu memahami keinginan orang dewasa, mempercayainya dan tidak keberatan mematuhi perintah-perintahnya. Kalau tidak demikian jangan menyuruh mereka secara paksa. Artinya orangtua atau guru pendidik sangat diharapkan untuk menghargai perasaan dan pikiran anak-anak.
Hukuman model ini sebagai bagian dari proses pembinaan anak-anak ditolak secara mutlak oleh pakar ini. Hukuman apapun, menurutnya, tidak efektif dan juga sangat beresiko apalagi hukuman fisik.
Argumentasi yang Diajukan oleh Kelompok yang Kontra dan Kritik atas Mereka
Di antara argumentasi yang disodorkan oleh kelompok yang kontra adalah bahwa anak-anak kecil itu tidak memahami konsep salah dan benar dan juga tidak bermaksud melakukan hal yang salah, tetapi ini bisa dijawab bahwa,
Hukuman itu baru diberikan kalau anak sudah diberi penjelasan dan pada saat metode lain untuk menghentikan perbuatan buruk si anak tidak efektif lagi.
Anak-anak juga pada akhirnya harus diajarkan mana perbuatan yang baik dan yang buruk. Mereka harus mengerti perilaku apa saja yang bisa diterima oleh orangtuanya dan orang lain sebab ia akan berinteraksi kelak dengan mereka. Dan hukuman itu membuat mereka mengetahui apa saja yang bisa mereka lakukan dan apa yang tidak boleh ketika ada di tengah-tengah masyarakat.
Hukuman itu untuk menyadarkan bukan untuk melakukan pembalasan. Hukuman itu agar anak-anak menyadari kekeliruan mereka dan agar tidak mengulangi perbuatan jeleknya, bukan untuk melakukan balas dendam. Hukuman dalam pendidikan jangan dikelirukan dengan balas dendam.
Jean Soto menulis, "Semua penderitaan manusia, ketidakadilan, dan sebagainya berakar dari hukuman-hukuman dan kekerasan-kekerasan yang diterima oleh anak-anak dari orangtua mereka. Karena itu hukuman-hukuman itu harus dihapus sama sekali agar penderitaan umat manusia ini bisa sirna."
Tetapi argumentasi beliau ini bisa dijawab dengan; pertama-tama , itu hanyalah klaim dan belum tentu bisa dibuktikan secara ilmiah. Yang kedua , seandainya kita terima pernyataan seperti itu bahwa penderitaan manusia itu berakar dari hukuman-hukuman keras yang diterima dari orangtuanya, maka akarnya adalah terlalu kerasnya hukuman tersebut dan bukan hukuman itu. Hukuman ekstrim itulah yang menjadi sumber penderitaan umat manusia.
Russel menambahkan, "Hukuman fisik yang ringan memang tidak begitu berbahaya, tapi tetap saja tidak ada gunanya dalam pendidikan. Hukuman seperti itu baru efektif kalau bisa menyadarkan si anak. Sementara hukuman fisik seperti itu biasanya tidak bisa membuat jera. Hukuman fisik itu membuat si anak merasa terpaksa memperbaiki diri dan bukan atas niatnya sendiri."
Jawabannya bahwa anak-anak akan menyadari kekeliruannya melalui hukuman itu, dan kemudian dia akan lebih mengerti bahwa perbuatannya tidak disenangi orang lain dan karena ia ingin diterima oleh orang lain, ia akan berusaha menyesuaikan keinginannya dengan keinginan orang lain, supaya bisa mendapatkan bantuan atau memperoleh apa yang diinginkannya dari orang lain. Dengan demikian, hukuman fisik yang ringan pun masih ada gunanya jika diberikan dengan kadar dan waktu yang tepat.
Argumen lain yang disodorkan oleh kelompok penentang adalah bahwa pendidikan yang dijalankan dengan menanamkan rasa takut kepada si anak, akan membuat si anak seperti robot yang harus mengikuti suatu perintah. Proses pendidikan seperti itu sangat membahayakan perkembangan jiwa si anak, karena akan melahirkan anak-anak yang bermental budak yang harus tunduk terhadap segala perintah.
Hal ini masih bisa dibantah dengan kenyataan bahwa memang anak-anak tidak boleh dididik dengan sistem perbudakan, tapi tidak semua hukuman itu akan melahirkan kondisi demikian. Kalau hukuman itu dijalankan dengan benar dan dengan memperhatikan seluruh syarat-syaratnya maka tidak akan lahir anak-anak seperti itu.
Seorang anak yang terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk padahal sudah sering kali diperingatkan agar tidak melakukan perbuatan tersebut mau tidak mau harus dihentikan dengan hukuman, sebab kalau kebiasaan buruknya tidak segera dihentikan, maka sang anak malah akan semakin berani. Tentunya hukuman itu harus ringan dan mengena kepada sasaran.
Dalih lain menurut kelompok tersebut bahwa hukuman itu sama sekali tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya. Memang ia akan mengurungkan niatnya karena perasaan takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa takut itu hilang si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan itu mungkin dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan kebiasaan buruknya. Karena itu patut diingat statemen mereka bahwa hukuman juga akan melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.
Jawabannya: kami pun menerima pernyataan Anda bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya kita harus mempelajari apa sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan kita cari solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya. Tetapi jika si anak tetap saja mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain selain memberinya hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan keinginan atau minimal mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman itu diberikan secara proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak diharapkan. Memang benar seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan kebebasan tapi pada saat yang sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa hidup dengan kebebasan mutlak, apalagi kalau kebebasan itu dapat merugikan orang lain.
Hukuman adalah Instrumen Sekunder
Sebagian pakar menerima hukuman sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu. Jadi, menurut mereka, kalau guru atau orangtua masih bisa menangani anak didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, maka tidak perlu lagi memberikan hukuman. Hukuman itu boleh diberikan setelah nasihat-nasihat verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya.
Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif kedua."[346]
John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik kadang-kadang diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan adalah mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut merasa malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang terlalu keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[347]
A.L Gary Gore (?) menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu mereka yang sedang tidur. Sebelumnya mereka sudah diperingatkan tapi tetap saja meneruskan kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman. Hukuman dalam kasus seperti ini ditujukan untuk melatih anak-anak memiliki kepekaan terhadap lingkungan, memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan mengendalikan diri."
Sebaliknya orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang tepat. Kalau hukuman itu dilaksanakan ketika orangtua dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan juga akan mendendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi keinginan orangtua malah akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan terhadap anak-anak.[348]
Pakar pendidikan ini ingin mengatakan bahwa hukuman memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi tertentu mutlak diperlukan sekali. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat.
Ia menambahkan, "Perlu diingat bahwa jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak, seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan keinginan buruknya. Hindarilah hukuman-hukuman seperti memukul, atau menyekap anak di ruangan yang gelap dan sempit."[349]
Hukuman dalam Pandangan Islam
Islam menerima hukuman sebagai bagian dari sistem pendidikan. Ada beberapa kategori hukuman dalam Islam:
Hukuman non-fisik seperti ancaman, peringatan atas orang-orang yang berdosa dengan siksaan di hari akhirat, denda, dan diat. Ayat-ayat al-Quran mengilustrasikan dalam berbagai kesempatan tentang kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman akhirat untuk orang-orang yang berdosa. Bahkan nabi sendiri diperkenalkan sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.
Hukuman jenis kedua yaitu hukuman fisik yang bersyarat, seperti hukuman penjara, pengasingan, kisas, pukulan, hukuman potong yang aturannya telah ditetapkan oleh syariat.
Dalam pembunuhan yang disengaja si wali yang dibunuh bisa meminta hukuman kisas terhadap hakim. Dalam pembunuhan yang tidak disengaja si pembunuh wajib menyerahkan denda (diat) kepada wali yang dibunuh. Perempuan dan laki-laki yang berzina akan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali deraan. Perilaku homo seksualitas (liwâth) yang disengaja dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman mati. Peminum khamar dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, mencuri dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman potong tangan. Siapa saja yang dengan sengaja mengakibatkan anggota badan orang lain terpotong akan dikisas oleh hakim syar'i, yaitu dipotong anggota badan yang sama, tapi kalau secara tidak sengaja maka ia harus membayar denda dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang aturan-aturan hukuman Islam, Anda bisa merujuk kitab-kitab fikih.
Hukuman jenis ketiga yaitu ta'zîr. Ta'zîr[350] adalah hukuman fisik yang ketentuannya diatur oleh seorang hakim tetapi tentunya lebih ringan dari had. [351] Dalam kasus pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan oleh syariat, sang hakim tidak bisa memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggaran itu hanya demi kemaslahatan umum, tapi ia bisa memberikan hukuman yang kurang dari had. Contohnya kalau seorang laki-laki mencium anak atau perempuan yang bukan istrinya dengan penuh nafsu, sang hakim syar'i dapat menjatuhkan hukuman ta'zîr . Demikian juga terhadap seorang laki-laki dan perempuan (bukan muhrim) yang tidur terlentang di atas ranjang. Secara umum siapa saja yang melakukan dosa besar maka ia bisa dijatuhi hukuman ta'zîr dari sang hakim.
Seperti yang Anda simak, bahwa Islam memberi tempat bagi hukuman fisik dan non-fisik dan itu bagian dari pendidikan yang penting dan demi memelihara keadilan dan ketenteraman masyarakat. Islam melegalkan hukuman-hukuman itu bukan sebagai bentuk balas dendam kepada orang-orang yang berdosa, namun untuk menjaga stabilitas sosial dan hak-hak manusia.
Hukuman yang diterapkan Islam juga sebagai peringatan atas yang lain agar berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan.
Target Pemberlakuan Hukuman dalam Islam
Target pertama
Supaya yang melanggar tidak mau mengulangi lagi perbuatan buruknya, juga untuk melindungi masyarakat, harta, jiwa dan kehormatan. Hukum Islam seperti kisas, hudûd (bentuk jamak dari had-peny .), ta'zîr dan sebagainya seperti payung yang akan melindungi anggota masyarakat dan menciptakan keamanan yang stabil. Hukuman pidana Islam itu akan menyelamatkan orang-orang yang tidak berdosa. Hukuman kisas misalnya bisa memberangus kenekadan calon-calon pembunuh.
Al-Quran sendiri mengatakan, Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah:179).
Ali bin Abi Thalib sendiri menafsirkan ayat walakum fil qishâshi hayâtun, demikian, "Wahai umat Muhammad! Dalam kisas itu ada kehidupan, sebab ketika seseorang ingin membunuh orang lain tetapi ia menyadari bahwa ia juga akan dibunuh (dikisas), maka pasti akan mengurungkan niat jahatnya. Jadi orang yang akan membunuh terselamatkan, demikian juga calon korbannya. Begitu pula yang lain menjadi selamat, sebab ketika mereka melihat si pembunuh dikisas, maka mereka juga tidak akan berani membunuh orang lain."[352]
Target kedua
Hukum juga untuk menakut-nakuti yang tidak melakukan dosa agar jangan sekali-kali berani berbuat dosa. Bagaimana mereka tidak akan takut kalau melihat hukuman-hukuman setimpal ditimpakan kepada orang-orang yang nekad tersebut. Jadi hukuman itu ada korelasinya dengan yang lain, yang sama sekali tidak ikut terlibat di dalamnya. Muhammad Ibnu Sinan meriwayatkan dari Imam Ridha as, "Alasan di balik pemotongan tangan kanan dari si pencuri karena biasanya ia mencuri dengan tanan kanannya.dan ia adalah anggota badan yang paling penting. Pemotongan tangan kanan itu untuk mengancam manusia lain supaya mereka tidak mengharapkan harta orang lain dengan cara yang haram!"
Dan memang sebaiknya pelaksanaan hukuman juga disaksikan oleh banyak mata. Al-Quran mengatakan, Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah:2).
Target ketiga
Hukuman juga diperlukan untuk mendidik, menyemaikan sifat takwa atau pengendalian diri dalam hati manusia. Kengerian akan hukuman melatih manusia untuk menahan diri, memperkuat ketabahan dan kesabaran. Sehingga lama kelamaan sifat-sifat positif itu menjadi bagian dari wataknya.
Dalam pandangan Islam, ancaman dan peringatan yang bertaburan di dalam ayat-ayat al-Quran tidak ditujukan untuk kemaslahatan umum saja tapi juga untuk kepentingan jiwa manusia agar memiliki sifat-sifat takwa.
Dalam semua lingkungan sosial, hukuman terhadap orang yang berdosa adalah hal yang diterima, hanya saja caranya yang berbeda-beda.
Sebagian orang mengritik hukuman mati dan potong tangan karena dianggap biadab, primitif dan tidak berperikemanusiaan. Kritikan itu akan saya jawab di lain kesempatan saja.
Institusi yang memiliki wewenang dalam menjalankan hukum-hukum Islam adalah hakim syar'i dan bukan sembarangan orang dan yang dihukum juga adalah orang yang sudah balig.
Pandangan Islam tentang Hukuman Fisik untuk Anak-anak
Secara umum Islam memberikan aturan tentang menghukum anak-anak yang sudah balig, dan pada saat yang sama melarang sama sekali hukuman terhadap anak-anak yang belum balig. Anak kecil yang membunuh tidak dihukum mati. Sementara denda atau tebusan untuk yang dibunuh harus dibayar oleh orang yang sudah dewasa. Begitu juga anak kecil yang mencuri tidak bisa dipotong tangannya.
Namun pada saat yang sama hakim syar'i dan kadi bisa memberikan hukuman terhadap anak-anak kecil yang belum balig jika dipandang mengandung maslahat, namun hukuman itu jangan berlebihan tapi disesuaikan dengan kekuatan fisiknya.
Abu Bashir meriwayatkan dari Imam Shadiq as tentang seorang anak yang belum mencapai usia sepuluh tahun tetapi sudah melakukan zina dengan seorang wanita. Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Si anak itu dicambuk tapi kurang dari hukuman had dan si wanitanya dicambuk penuh."
Imam ditanya, "Bagaimana jika wanita itu muhshonah (bersuami)?" Imam mengatakan, "Jangan dirajam karena yang berzina dengannya masih anak-anak, tapi kalau (berzina) dengan yang sudah dewasa maka (wanita) itu dirajam."[353]
Abu Maryam mengatakan, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah as di akhir pertemuanku dengannya mengenai seorang anak yang belum dewasa yang melakukan zina dengan seorang perempuan. 'Apa yang yang harus aku lakukan kepada mereka?' Imam menjawab, 'Anak kecil dicambuk tapi dengan cambukan yang kurang dari hukuman had, sedangkan perempuannya dicambuk penuh.'Kemudian aku bertanya jika seorang anak perempuan yang belum balig berzina dengan seorang laki-laki dewasa? Beliau menjawab, 'Anak perempuan itu dicambuk kurang dari had dan laki-laki itu dicambuk sepenuhnya.'"[354]
Yazid Kanasi meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as yang mengatakan, "Ketika anak perempuan sudah mencapai usia sembilan tahun, maka ia bukan anak yatim lagi. Ia bisa dijadikan istri atau (jika ia berzina-penerj.) maka akan mendapatkan hukuman maksimal." Aku bertanya, "Jika seorang anak sudah dinikahkan oleh ayahnya apa yang akan berlaku untuknya?" Beliau menjawab, "Ia belum bisa menerima hukuman penuh tapi bisa mendapatkan hukuman cambuk sesuai dengan usianya dan hukuman Allah tidak boleh dihentikan atas makhluknya. Demikian juga hak-hak Muslim tidak boleh dibatalkan."[355]
Imam Ja'far Shadiq as mengatakan tentang anak-anak yang belum balig dan melakukan zina dengan perempuan yang sudah dewasa dan orang dewasa yang berzina dengan anak perempuan yang belum balig, "Yang sudah balig mendapatkan hukuman maksimal (had) sedang anak kecil tidak. Tidak ada hukuman had untuk anak-anak kecil tapi mereka dihukum agar merasakan sakit."[356]
Imam Shadiq mengatakan, "Seorang anak yang belum balig di bawa ke hadapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib karena melakukan pencurian. Beliau memotong sebagian daging dari ujung-ujung jari-jarinya kemudian berkata, 'Jika kamu ulangi lagi aku akan potong tanganmu!'"
Anak perempuan yang belum balig dibawa ke hadapan Amirul Mukminin as karena telah melakukan pencurian. Imam mencambuknya dan tidak memotong tangannya"[357] ianjutnya .
Dalam kitab ali termaktub bahwa beliau kadang-kadang menghukum dengan satu cambukan, atau setengah cambukan atau memberikan hukuman yang kurang dari had. Jika dihadapkan kepada beliau anak-anak kecil yang belum balig beliau tidak menafikan hukum-hukum Allah. Seseorang bertanya tentang bagaimana beliau melakukan hukuman cambuk? Dijawab bahwa beliau memegang bagian tengah cambuk itu atau sepertiganya kemudian memukulnya disesuaikan dengan umur si anak. Jadi beliau tidak menahan hukum-hukum Allah Swt.[358]
Menurut hadis-hadis tersebut anak-anak kecil yang melakukan zina atau mencuri tidak mendapatkan hukuman yang maksimal (hukuman had). Namun pada saat yang sama Islam juga mengizinkan hakim syar'i, jika memandang maslahat untuk memberikan hukuman terhadap anak-anak tersebut dengan cara memukulnya supaya hukuman Allah tetap ditegakkan dan anak-anak juga belajar bahwa setiap pelanggaran akan mendapatkan hukuman, sehingga ia tidak lagi melakukan pelanggaran di masa yang akan datang.
Hukuman Fisik di Luar Pelanggaran Had
Kami ingin menukil hadis-hadis lain yang berbicara tentang hukuman untuk anak-anak.
Imam Shadiq as mengatakan, "Didiklah anak-anak yatim seperti engkau mendidik anak-anakmu dan pukullah mereka seperti engkau memukul anak-anakmu!"[359]
"Perintahkanlah anak-anakmu untuk melakukan shalat jika sudah berusia tujuh tahun dan jika sudah mencapai usia sembilan tahun tidak melaksanakan shalat maka pukullah. Dan jika sudah mencapai usia sepuluh tahun berikan hukuman yang lebih keras lagi."[360]
Seseorang berkata kepada Rasulullah saw bahwa dalam mengurus anak-anak yatim apakah perlu ia memberikan hukuman fisik terhadapnya? Beliau menjawab, "Kalau kamu bisa memukul anakmu, maka kamu bisa memukul anak yatim tersebut."[361]
Imam Shadiq as mengatakan, "Bebaskan anak-anakmu sampai usia tujuh tahun, kemudian didiklah selama tujuh tahun dan tujuh tahun setelah itu jadikan orang yang suka membantumu. Jika berhasil maka itu keberuntungan bagimu, tetapi jika gagal, maka tidak ada kebaikan untukmu."[362]
"Pukullah pembantumu jika melakukan maksiat terhadap Allah dan maafkanlah jika melawan perintahmu!"[363]
"Biarkan anakmu bebas sampai mencapai usia sembilan tahun. Ketika sudah genap berusia sembilan tahun ajarkanlah wudhu dan pukullah jika meninggalkan wudhu dan ajarkan juga shalat dan pukullah kalau meninggalkan shalat. Jika anak-anak sudah belajar tentang wudhu dan shalat maka Allah akan mengampuni dosa-dosa orangtuanya."[364]
Diriwayatkan dari Imam Shadiq dan Imam Baqir, "Kalau ada anak muda pecinta Ahlulbait yang datang ke tempat kami dan belum mempelajari masalah-masalah agamanya maka aku akan mendidiknya."[365]
Rasulullah saw juga mengatakan, "Ajarkanlah anak-anak shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah jika meninggalkannya sewaktu mencapai usia sepuluh tahun!"[366]
Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam membenarkan hukuman fisik terhadap orang-orang yang sudah balig dalam rangka mendidik mereka. Bahkan dalam sebagian kasus, Islam menghendaki keharusan hukuman tersebut dijalankan, tidak bisa ditawar lagi. Karena itu pula Islam melahirkan hukum-hukum syariat seperti diat, kisas, ta'zîr, yang harus dilaksanakan oleh hakim syar'i atau kadi. Hakim syar'i atau kadi juga memiliki wewenang untuk memberikan hukuman khusus (ta'zîr) terhadap anak-anak yang belum balig agar mereka menjadi jera. Orangtua atau pendidik anak juga diizinkan untuk memberikan hukuman fisik terhadap anak kalau memang mengandung maslahat.
Akibat Buruk dari Hukuman Fisik
Hukuman fisik memang cukup efektif untuk mengurangi minat seseorang berbuat dosa tapi hukuman fisik juga mengandung resiko lain di antaranya:
Anak-anak yang mendapatkan pukulan mungkin menjadi terbiasa untuk tunduk terhadap kezaliman
Anak-anak juga akan menggunakan jalan kekerasan sebagai bagian dari strategi mereka untuk meraih impiannya karena ia juga diajari kekerasan oleh orangtua mereka
Anak-anak yang mendapat pukulan tidak akan melupakan orang-orang yang telah memukulnya. Mungkin saja ia akan kabur dari rumahnya atau melakukan perbuatan yang lebih buruk sebagai pelampiasan balas dendam
Hukuman fisik juga bisa menjatuhkan pribadi dan mental sang anak
Karena sering diintimidasi anak itu akan menjadi pengecut
Anak akan merasa terkekang dan tidak kreatif lagi. Ia merasa tidak bisa mandiri
Ia memandang dunia dengan pandangan negatif, semua berusaha untuk melawannya. Ia menjadi benci terhadap dirinya
Orangtua atau guru pendidik sebaiknya tidak menggunakan hukuman secara sembarangan dan asal-asalan. Mereka juga harus mempertimbangkan pengaruh negatif dari hukuman tersebut. Jalankan hukuman dalam kondisi-kondisi darurat saja, itu pun dengan penuh kehati-hatian.
Catatan Tambahan tentang Hukuman
Hukuman itu bisa dilaksanakan jika cara lain sudah tidak mempan lagi untuk anak-anak. Seorang periwayat hadis meriwayatkan, "Aku mengeluhkan anakku kepada Musa bin Ja'far as, Imam menasihati, 'Anakmu tidak boleh dipukul. Lebih baik jauhilah, tapi jangan terlalu lama!'"[367]
"Jangan engkau angkat tongkat di atas kepala keluargamu dan takutlah kepada Allah Swt."[368]
Jadi dalam mendidik anak harus mengutamakan pendekatan-pendekatan yang lain sebelum menggunakan hukuman fisik.
Gunakanlah nasihat-nasihat, tamsil, atau strategi lain sebelum menggunakan hukuman fisik. Hukuman fisik itu adalah alternatif terakhir setelah melalui berbagai proses yang lain.
Dan jika memang hukuman fisik harus diberlakukan maka lakukanlah secara tidak serampangan.
Hamad bin Utsman mengatakan, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah as tentang cara mendidik anak dan budak berapa kalikah aku boleh memukulnya? Beliau menjawab, 'Lima atau enam, dan lakukanlah dengan lembut!'"[369]
Imam Shadiq as mengatakan, "Suatu hari anak-anak mendatangi Amirul Mukminin sambil memperlihatkan papan tulis untuk dinilai oleh beliau mana yang paling baik. Amirul Mukminin as kemudian mengatakan, 'Penilaian adalah instrumen kekuasaan. Kesewenang-wenangan dalam penilaian sama (dosanya-penerj.) dengan kesewenang-wenangan dalam kekuasaan. Beritahukan kepada guru-guru kalian kalau mereka memukulmu lebih dari tiga kali maka aku akan menjalankan kisas terhadap mereka.'"[370]
Jika memang hukuman fisik itu harus diberikan kepada anak-anak berikanlah sehati-hati mungkin. Jika cukup jera dengan tangan, janganlah gunakan kayu, dan kalau dengan kayu sudah memadai hindarilah cambukan.
Hukuman fisik juga jangan sampai mendatangkan hukuman lain terhadap yang memberikan hukuman seperti kisas atau diat. Jika si anak yang dipukul sampai meninggal maka yang memukul harus dikisas atau membayar diat. Kalau akibat pukulan mengakibatkan salah satu anggota badan si anak menjadi rusak, maka si pelaku harus membayar dendanya.
Jangan menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak ketika sedang emosi, karena mungkin saja akan melewati batas. Di mata anak-anak, sikap tersebut dianggapnya sebagai pelampiasan amarah atau dendam. Rasulullah sendiri melarang memberikan hukuman ketika sedang marah.[371]
Jatuhkan hukuman secara tepat, jangan melewati ambang batas, jangan lebih keras dari hukuman terhadap dosa. Kalau lebih keras dari hukuman dosa, efek negatifnya adalah anak-anak akan mengalami kerusakan mental, memberontak dan putus asa. Seseorang datang menemui Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah keluargaku menentang perintahku, dengan apa aku hukum mereka?" Rasulullah menjawab, "Maafkanlah mereka." Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai yang ketiga kalinya lantas Rasulullah saw menjawab, "Kalau memang harus dihukum berikan sekadar dosanya dan hindari (memukul-penerj.) wajah!"
Hukuman fisik juga jangan terlalu ringan sehingga anak-anak semakin berani melakukan pelanggaran.
Hukuman itu diberikan untuk anak-anak yang melanggar dan mereka mengetahui itu salah. Menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak yang belum mengerti sangatlah tidak fair dan salah kaprah.
Jelaskan kepada anak-anak mengapa mereka mendapatkan hukuman seperti itu, adalah supaya mereka mengambil pelajaran dan kemudian meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Dan lebih baik dilakukan langsung begitu mereka selesai melakukan perbuatan buruk.
Hukuman juga sebisa mungkin dipandang oleh anak-anak sebagai sebuah cara untuk memperbaiki diri mereka. Jangan sampai anak-anak mempersepsinya sebagai pembalasan dendam dari orangtua mereka.
Jangan terlalu sering memberikan hukuman karena nanti akan dianggap biasa oleh anak-anak.
Hukuman di Luar Pemukulan
Hukuman di luar pemukulan contohnya adalah dimasukkan ke penjara, diasingkan, denda, larangan mengonsumsi makanan atau minuman, larangan bepergian, intimidasi atau dimusuhi, dicela, dikata-katai, disimpan di tempat yang menakutkan, dibandingkan dengan anak-anak yang lebih baik darinya, atau dijuluki si pemalas di depan anak-anak yang lain.
Pengaruh negatif dari hukuman seperti di atas tidak lebih ringan dari hukuman pemukulan atas anggota badan. Anak-anak yang dimasukkan ke tempat yang seram mungkin saja akan menderita rasa takut yang tak berkesudahan, sarafnya bisa rusak dan juga mungkin jantungnya bisa terganggu. Orangtua atau guru jangan sekali-kali melakukan hal seperti ini terhadap anak-anak. Pengurungan anak-anak dalam waktu yang lama juga bisa menghancurkan masa depan anak.
Tetapi mungkin saja mengurung anak selama satu jam atau paling lamanya dua hari di tempat yang tidak menyeramkan tidak begitu berbahaya bagi anak-anak dan orangtua dalam kondisi yang darurat dengan terpaksa harus menghukum anak dengan cara demikian.
Omongan kasar adalah bentuk hukuman yang sangat buruk. Anak-anak malah akan mengingat-ingat kata-kata yang buruk tersebut. Rasulullah saw mengatakan, "Allah Swt tidak menyukai manusia yang jelek akhlaknya serta suka mengeluarkan kata-kata yang kotor terhadap manusia lain."[372]
Memperlihatkan sikap benci terhadap anak-anak juga jika dilakukan dalam waktu yang sangat lama akan merusak perkembangan psikologis anak-anak.
Anak-anak yang mendapatkan perlakuan demikian akan melampiaskan kekesalannya terhadap orang lain dengan menunjukkan sikap permusuhan seperti yang diperlihatkan orangtua atau guru terhadap dirinya.
Seorang perawi menceritakan mengenai seseorang yang mengadukan anaknya kepada Imam Musa bin Ja'far as. Imam menasihatinya, "Jangan memukulnya, tapi jauhilah dalam waktu yang tidak terlalu lama!"[373]
Anak-anak yang melakukan tindakan tak terpuji juga bisa saja diberi hukuman dengan omongan tapi harus seringan mungkin. Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa saja yang mengucapkan kata-kata buruk secara berlebihan akan menyalakan api pembangkangan."[374]
Menghukumi anak-anak dengan omongan boleh dilakukan dalam kondisi-kondisi yang darurat sekali dan jangan lebih dari satu kali. Kalau lebih dari satu kali maka itu adalah penyiksaan terhadap anak-anak. Amirul Mukminin as mengatakan, "Mengulang-ulang kecaman lebih berbahaya dari pukulan fisik."[375]
Kesimpulannya adalah bahwa hukuman-hukuman di luar pemukulan badan sekalipun yang ringan tetap meninggalkan efek yang tidak baik, jadi hindarilah mengeluarkan kata-kata kecaman kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa sekali.
Catatan Akhir
Ada beberapa catatan penting yang ingin saya sampaikan di sini berkenaan dengan hukuman fisik,
1. Usahakan agar jenis hukuman fisik itu disesuaikan dengan kategori pelanggaran si anak,
Kalau si anak tidak mengikuti kelas matematika maka berikan hukuman untuk menyelesaikan soal-soal matematika
Kalau mereka mengobrak-abrik baju atau tas maka hukumannya adalah merapikan kembali pakaian atau tas tersebut, atau ditambah dengan perintah merapikan kamar tidur mereka
Kalau mereka tidak mau membantu menyiapkan makanan maka anak-anak tersebut jangan diberi makanan tersebut
kalau anak-anak menunjukkan sikap yang tidak sopan di depan tamu maka jangan dibawa bertamu ke rumah orang lain
Kalau si anak menghabiskan uang begitu saja maka jangan memberinya uang
Kalau si anak menumpahkan susu ke lantai karena kurang hati-hati, maka berilah hukuman dengan menyuruhnya membersihkan lantai tersebut.
2. Ketika memberikan hukuman jangan dibandingkan dengan orang lain.
3. Kritiklah perilaku anak dan bukan pribadinya.
Katakan kepadanya bahwa perilakumu salah dan jangan mengatakan bahwa kamu anak yang tidak baik.
4. Jangan mengecam anak-anak di depan orang lain karena itu akan merusak harga dirinya.
5. Hukuman juga diberikan langsung setelah anak itu melakukan kesalahan supaya si anak bisa mengambil pelajaran dan jangan memberikan hukuman sekaligus setelah anak-anak Anda melakukan berbagai kesalahan.
6. Jangan menghukum anak-anak hanya karena mereka tidak menyukai Anda. Karena kalau anak-anak sudah tidak menyukai Anda maka ini adalah masalah yang gawat. Cinta dan kasih sayang orangtua harus tetap dirasakan oleh anak-anak dan bahkan ketika menjatuhkan hukuman apa pun. Jangan sampai anak-anak merasa kehilangan cinta tersebut.
7. Ancaman terhadap anak-anak juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jadi lakukanlah ancaman yang sekiranya efektif untuk anak-anak, juga jangan sampai menimbulkan rasa takut yang berlebihan.
8. Laksanakan janji Anda untuk menghukum pelanggaran tertentu, kalau tidak, anak-anak akan menganggapnya permainan belaka.
9. Setelah si anak mendapatkan hukuman lupakanlah kesalahannya. Jadi jangan diingat kesalahan dan hukuman itu.
10. Jangan menjatuhkan hukuman karena anak tidak mampu melakukan sesuatu. Kalau Anda melakukan demikian berarti Anda manusia yang tidak berperikemanusiaan dan si anak akan mengingat kelaliman Anda.
11. Ajarkanlah dahulu perbuatan-perbuatan yang baik sebelum menjatuhkan hukuman. Kalau Anda menjatuhkan hukuman sebelum Anda mengajarkan tentang perbuatan baik maka Anda tidak berhak menjatuhkan hukuman tersebut. Misalnya kalau suatu hari anak-anak Anda mengobrak-abrik pakaian dan kemudian Anda sendiri membereskannya. Dan itu kemudian menjadi kebiasaan anak Anda dan Anda di rumah sampai bertahun-tahun dengan kebiasaan tersebut hingga sampai besar pun, anak Anda masih melakukan hal yang sama, maka Anda tidak berhak untuk menghukumnya dengan alasan tidak bisa diatur. Sebaiknya sejak awal Anda biarkan pakaian itu berantakan dan si anak sendiri yang harus merapikannya. Dengan demikian Anda telah mengajarkan kerapian kepada anak-anak Anda.
12. Jangan langsung memberikan hukuman hanya karena melihat anak Anda melakukan kesalahan. Ceklah dahulu apa motivasi anak melakukan demikian. Karena kalau si anak melakukannya dengan tujuan yang positif, sangatlah tidak baik kalau Anda menjatuhkan hukuman terhadapnya. Contohnya jika anak Anda merusak boneka yang bisa bicara agar bisa mengetahui sebabnya maka anak Anda harus diberikan dorongan bukan hukuman.
13. Jangan memberikan hukuman tanpa bukti yang pasti. Jangan langsung mencela anak Anda yang sedang memecahkan piring. Tanyakanlah apakah disengaja memecahkannya atau tidak. Kalau sengaja maka patut diberi peringatan. Tapi kalau niat anak Anda adalah membersihkannya tapi kemudian pecah, maka Anda harus memberikan pujian terhadapnya dan jangan memarahinya. Begitu juga seorang guru tidak boleh langsung memberikan reaksi yang keras karena melihat murid
Anda tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya. Perhatikanlah apakah ia sakit, atau kehilangan alat-alat tulisnya atau karena ikut memikirkan kesusahan keluarga sehingga kehilangan semangat belajar atau karena kurang tidur. Kalau itu memang beralasan maka sangatlah tidak benar jika si guru menjatuhkan hukuman terhadapnya.
14. Semua pihak harus memiliki sikap yang sama terhadap hukuman. Jika sang anak menerima suatu hukuman karena suatu kesalahan maka hukuman itu juga akan diberikan jika mengulangi kesalahan yang sama. Seorang ayah yang memberikan hukuman terhadap sang anak karena melakukan kesalahan, maka ibu dan saudaranya juga harus ikut mendukung. Suatu kesalahan kalau si ayah memberikan hukuman tertentu kepada sang anak, kemudian ketika si anak itu mengulangi kesalahan yang sama si ayah tidak memberikan reaksi apapun. Atau si ayah memberikan hukuman tapi kemudian ditentang oleh sang ibu.
Perlakuan yang sama dan sikap yang sama dari guru atau orangtua tidak akan membuat anak bingung dan si anak terdorong untuk memperbaiki dirinya.
15. Hukuman fisik dan non-fisik adalah jenis hukuman yang sangat sensitif. Dalam pelaksanaannya memerlukan tingkat kehati-hatian yang sangat ketat. Kalau salah menerapkan akan melahirkan dampak yang sangat buruk.
18. Apresiasi, Penghormatan, Sikap Pemaaf dan Kebaikan dalam Pendidikan
Semua anak-anak suka dengan penghormatan. Mereka ingin pribadi mereka diperlakukan secara terhormat. Anak-anak itu cinta dengan dirinya dan ia ingin orang lain juga memperlakukannya seperti ia memperlakukan dirinya. Kalau kebutuhan seperti ini bisa terpenuhi dalam keluarganya anak itu akan merasa lega dan percaya diri, sehingga ia akan mampu memaksimalkan potensinya untuk meraih apa yang menjadi cita-citanya. Anak itu juga akan tumbuh menjadi anak yang optimis, mandiri dan punya harga diri. Ia akan menyambut setiap orang yang mau bersahabat dengannya apalagi kalau orang itu memperlakukannya secara khusus.
Anak-anak yang dihormati di dalam keluarganya akan belajar menghormati orang lain. Dengan kata lain anak-anak dididik lewat penghormatan atas dirinya.
Menghormati anak-anak merupakan strategi untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan di dalam dirinya. Anak-anak yang selalu mendapat perlakuan terhormat akan merasa bangga dan termotivasi untuk mempertahankan sifat-sifat baiknya tersebut. Manusia untuk menjaga kehormatannya bahkan berani mengabaikan hasrat-hasrat liarnya.
Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang menghargai kemuliaan dirinya maka akan selamat dari hasratnya yang rendah."[376]
"Siapa yang menghormati dirinya tidak akan dihinakan dengan kemaksiatan."[377]
"Siapa yang memiliki jiwa yang mulia maka terhinalah syahwatnya."[378]
Anak-anak yang tidak mengalami pengalaman yang menyenangkan di tengah-tengah keluarganya, selalu menerima kecaman dan penghinaan, akan tumbuh menjadi anak yang lemah dan tidak bisa menghargai orang lain. Ia akan memandang rendah terhadap dirinya. Dan tidak ragu-ragu melakukan hal-hal yang beresiko negatif. Ketika keluarganya sendiri memperlakukannya secara buruk, maka ia akan kehilangan martabatnya. Kalau Anda meluangkan waktu untuk meneliti orang-orang yang terjebak dalam dunia kejahatan maka Anda akan mengetahui bahwa sebagian besar dari mereka dibesarkan dalam penghinaan orang lain.
Hadis-hadis juga menyinggung tentang hal tersebut di antaranya:
Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang memiliki jiwa yang rendah maka tidak bisa diharapkan kebaikannya."
"Siapa yang memandang buruk terhadap dirinya, maka tidak ada yang aman dari kejahatannya."[379]
Imam Shadiq as juga mengatakan, "Seseorang merasa sombong karena ia memandang rendah terhadap dirinya."
Hormatilah Anak-anakmu!
Menghormati anak-anak sebetulnya adalah memberikan pendidikan terhadapnya dan Islam menganjurkan agar orangtua, guru atau siapa saja yang terlibat dalam urusan pendidikan memberikan perhatian terhadap hal tersebut. Rasulullah saw mengatakan, "Hormatilah anak-anakmu dan didiklah dengan cara yang baik, maka Allah akan mengampuni dosamu."[380]
"Ketika anakmu kamu namai dengan Muhammad maka hormatilah dan berilah tempat duduk dalam majelis dan jangan memandanginya dengan mimik yang tidak menyenangkan."[381]
Tentu saja Rasulullah saw sendiri mempraktikkan sikap seperti itu terhadap anak-anak dan cucunya. Ibnu Abbas meriwayatkan, "Rasulullah menaikkan Hasan ke atas pundaknya dan dilihat oleh seseorang, orang itu mengatakan, 'Alangkah mulia yang memangkumu itu!' Rasulullah langsung mengatakan juga 'Dan alangkah mulianya yang dipangkunya.'"
Ya'la bin Marrah mengatakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah ke suatu undangan. Ketika itu Hasan sedang bermain-main di jalan. Rasulullah segera menyerbunya dan membukakan tangannya untuk memeluknya tapi Hasan kemudian lari ke sana dan kemari. Rasulullah sendiri kemudian bermain-main dengan Hasan untuk menangkapnya. Rasulullah kemudian memegang Hasan, memeluknya dan menciuminya sambil mengatakan, 'Hasan (bagian) dariku dan aku (bagian) dari Hasan. Siapa yang mencintai Allah akan mencintai Hasan. Hasan dan Husain adalah dua pemuda ahli surga.'"
Syabih juga meriwayatkan sebuah hadis yang bercerita tentang Rasulullah saw dan Husain as. Ketika itu Rasulullah saw sedang duduk tiba-tiba datang Hasan dan Husain as. Begitu melihat kedua (cucunya) Rasulullah berdiri untuk menghormatinya dan berjalan dengan perlahan-lahan untuk menyambut keduanya.
Kemudian keduanya diletakkan di atas kedua pundaknya sambil berkata, "Akulah yang terbaik untuk menjadi tungganganmu dan kalianlah yang terbaik untuk menjadi penunggangnya. Ayah kalian itu lebih baik dari kalian."[382]
Rasulullah memperlakukan semua anak-anak lain sama dengan perlakuannya terhadap anak-cucunya sendiri. Dan Rasulullah saw dikenal memiliki sifat penyayang dan hangat terhadap anak-anak.[383]
Rasulullah sering memanggil para sahabat dengan panggilan khusus untuk menyenangkan mereka dan sahabat-sahabat yang tidak memiliki gelar khusus akan dipanggil oleh Rasulullah dengan gelar baru. Kebiasaan ini juga dilakukan terhadap anak-anak untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka.[384] Setiap pulang Rasulullah selalu disambut oleh anak-anak kecil. Setiap kali melihat mereka Rasulullah berdiri untuk melayani mereka dengan penuh penghormatan.
Rasulullah juga menyuruh para sahabat untuk meletakkan anak-anak itu berjejer ke belakang dan kemudian menyuruh mereka menaiki punggungnya.
Anak-anak kadang-kadang saling membanggakan satu sama lain bahwa Rasulullah menaikkan di atas punggungnya di bagian depan dan kawannya di bagian belakang dan sebagian mengatakan bahwa Rasulullah bahkan menyuruh sahabatnya untuk menaikkannya ke atas punggungnya.[385]
Menghormati kepribadian anak-anak dari keluarga sendiri dan juga anak-anak orang lain adalah bagian dari gaya hidup Rasulullah saw sendiri. Rasulullah sengaja melakukan itu untuk menanam perasaan bangga di dalam diri mereka, sehingga mereka terpicu untuk meningkatkan kualitas dirinya. Rasulullah memang selalu ingin memuliakan kepribadian manusia siapa saja orangnya. Dengan begitu mereka menjadi tertarik dengan apa yang akan disampaikan oleh beliau.
Kiat-kiat Mengapresiasi Anak-anak
Ada beberapa kiat agar si anak merasa mendapat tempat yang terhormat:
Namai dengan nama yang baik. Dengan nama yang baik, siapa pun akan merasa bangga, tersanjung, terangkat harga dirinya. Sebaliknya nama yang tidak baik dapat menyurutkan harga dirinya. Karena itu Islam menyarankan kepada orangtua agar memberikan nama-nama yang baik. Nama yang baik itu adalah nama yang baik secara tradisi dan mungkin berbeda persepsi setiap zamannya tentang nama yang baik tersebut. Selain memilih nama yang baik juga jangan lupa mengandung makna yang baik pula. Sebagai seorang Muslim sebaiknya kita memakai nama-nama Islam seperti nama-nama nabi, para imam atau tokoh-tokoh agama lainnya. Abu Hasan as mengatakan, "Kebaikan orangtua yang pertama adalah memberikan nama yang baik. Namailah anak-anak kalian dengan nama yang baik."[386]
Dalam salah satu wasiatnya Rasulullah saw mengatakan, "Hai Ali, hak anak atas orangtuanya adalah mendapatkan nama yang baik, mendapatkan pendidikan dan meletakkan di tempat yang baik (menikahkannya)."[387]
Sebutkan nama yang baik itu secara terhormat, misalnya Anda bisa memanggil namanya dengan kata-kata anakku atau putriku. Atau panggil dengan menggunakan nama keluarganya dan panggillah dengan menggunakan kata-kata yang lebih sopan.
Ucapkan salam kepada anak-anak. Umumnya anak-anak yang harus mengucapkan salam kepada orangtuanya tapi orangtua juga sebaiknya mendahului anak-anak dalam mengucapkan salam. Apalagi anak-anak terkadang lupa mengucapkan salam. Rasulullah saw mengatakan, "Ada lima hal yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati..."[388] Di antara yang lima itu adalah mengucapkan salam kepada anak-anak.
Ketika bertemu dengan anak-anak, perlakukan mereka layaknya orang dewasa, jabat tangannya dan ajaklah berbicara.
Siapkan tempat khusus untuk anak-anak ketika mau menyantap makanan di rumah.
Kalau mau mengundang tamu atau mau hadir dalam acara-acara ajaklah anak-anak untuk ikut hadir.
Alat-alat seperti sikat gigi, pasta gigi, handuk, lemari pakaian, piring dan sendok makan, dan tempat tidur harus dimiliki anak secara pribadi tidak boleh dicampur dengan yang lain.
Sewaktu bepergian berikan anak tempat duduk sendiri.
Ada baiknya hari ulang tahun anak-anak juga dirayakan.
Hargailah kelebihan anak-anak di depan orang lain.
Kalau orangtua bepergian jauh dengan tidak membawa anak-anak, maka kirimlah surat atau hubungilah pertelepon anak-anak untuk mengecek keadaan mereka.
Dengarkan baik-baik suara anak Anda dan berilah jawaban yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.
Libatkan anak-anak Anda dalam mengambil keputusan.
Berikan kepercayaan kepada anak-anak, serahi tanggung jawab dengan pengawasan yang baik.
Catatan Penting
Sejumlah catatan patut saya sertakan di sini:
Berikan penghormatan yang sewajarnya kepada anak Anda, jangan berlebihan karena akan menumbuhkan sikap sombong dan dikhawatirkan kalau dewasa ia ingin terus diperlakukan istimewa oleh orang lain.
Usahakan anak Anda memahami bahwa berkat amal-amalnyalah ia layak mendapatkan kemuliaan.
Memaafkan untuk Mendidik Anak
Dalam kasus-kasus tertentu hukuman memang efektif untuk mendidik karakter anak, namun ternyata memaafkan kesalahan yang dilakukan anak juga dapat menjadi alat untuk membina karakter baiknya.
Ada dua pengaruh penting dari pemberian maaf, yaitu pertama timbul simpati di dalam diri anak terhadap orang yang memaafkannya dan kedua karena pemberian maaf itu sendiri adalah sifat yang positif, sehingga akan menimbulkan reaksi positif dalam diri anak yang lantas ia akan menyesali kesalahan-kesalahannya. Sebetulnya pemberian maaf juga bisa dipersepsikan sebagai hukuman.
Pemberian maaf bisa masuk dalam kategori mendidik jika:
Yang dimaafkan menyadari kesalahannya dan berniat untuk meninggalkannya.
Yang dimaafkan adalah seorang tokoh yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan dan tampaknya tidak mungkin mengulanginya lagi.
Yang dimaafkan adalah orang yang mengerti, jujur dan bersih serta diprediksi kalau dimaafkan jiwanya akan tersentuh.
Kalau seorang guru atau orangtua dapat membaca psikologi orang-orang seperti itu, maka memaafkan adalah strategi yang paling pas.
Islam sangat menganjurkan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Al-Quran dan hadis-hadis sangat memuji manusia-manusia yang memiliki sifat pemaaf.
Pemaaf juga merupakan salah satu sifat nabi dan para imam.
Amirul Mukminin as mengatakan, "Jika salah seorang pembantumu melakukan kesalahan dan patut menerima sanksi, maka memberi maaf dengan tidak mengurangi sifat adil adalah lebih baik dari memukulnya."[389]
Seseorang mengeluhkan pembantunya kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menasihatinya, "Maafkanlah agar engkau bisa menyembuhkan perasaannya!"
Orang itu berkata lagi, "Orang itu sulit untuk diperbaiki" Rasulullah tetap mengatakan, "Maafkanlah!"[390]
Melupakan kesalahan orang lain dianggap strategi ampuh untuk memperbaiki karakternya, tetapi tidak untuk orang-orang tertentu.
Amirul Mukminin as mengatakan, "Memaafkan si lalim akan merusaknya dan memaafkan orang baik akan memperbaikinya."[391]
Ini adalah tantangan bagi seorang pendidik yang baik untuk menyelami jiwa masing-masing anak didiknya sehingga tahu mana yang harus dididik dengan cara memaafkannya dan mana yang tidak layak diberi maaf.
Didiklah dengan Berbuat Baik Kepadanya!
Secara tradisional yang berlaku dalam pendidikan adalah menghukum orang yang melakukan kesalahan dan memberi semangat orang yang berbuat baik dan Islam pun mengakui hal tersebut. Hukuman dan memberi semangat memang cukup efektif untuk digunakan pada tempatnya. Tetapi memberi motivasi lebih diutamakan dari hukuman, jadi selama dapat diperbaiki dengan motivasi maka hukuman jangan digunakan. Kita sudah membahas masalah hukuman dan memberi motivasi ini.
Ada pertanyaan yang cukup menggelitik yaitu apakah untuk memperbaiki seseorang yang melakukan kesalahan harus selalu menggunakan bentuk-bentuk hukuman? Apakah tidak bisa dengan sebaliknya yaitu dengan melakukan kebaikan terhadapnya? Yaitu keburukan dibalas dengan kebaikan. Al-Quran mengatakan, Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, sehingga orang-orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia (QS. Fushilat:34).
Amirul Mukminin as mengatakan, "Kritiklah kawanmu dengan berbuat baik kepadanya dan tolaklah kejahatannya dengan melayaninya."[392]
"Berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk akan memperbaikinya."[393]
"Perbaikilah orang salah dengan berbuat baik kepadanya dan ajaklah kepada kebaikan dengan kata-kata yang baik!"[394]
Rasulullah saw mengatakan, "Maukah kalian kuberitahukan tentang kebaikan dunia dan kebaikan akhirat: maafkanlah orang yang menzalimimu, sambungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskanmu dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu dan memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu!"
Rasulullah saw dan juga para imam memanfaatkan akhlak yang baik untuk mendidik seseorang. Diriwayatkan Imam Shadiq as menyuruh pembantunya untuk melakukan suatu pekerjaan tapi terlambat. Kemudian Imam berangkat mencarinya dan menemukannya dalam keadaan tertidur. Beliau lalu duduk di atas tempat tidurnya dan mengipasinya agar bangun. Begitu bangun, Imam mengatakan, "Demi Allah mengapa di malam hari kamu tidur dan siang hari juga kamu tidur? Tidur di malam hari memang hak Anda tapi di siang hari kewajiban Anda untuk bekerja pada kami."[395]
Diriwayatkan bahwa ketika Imam Musa bin Ja'far sibuk memetik buah kurma di kebun, saya melihat hamba sahayanya mengambil wadah kurma itu kemudian membuangnya ke belakang dinding. Saya segera beranjak memunguti kurma-kurma tersebut dan menyerahkan kepada Imam Musa bin Ja'far, sambil saya laporkan perbuatan hamba sahaya tersebut. Imam kemudian bertanya kepada si hamba, "Apakah kamu lapar?" Ia menjawab, "Tidak!" Lalu beliau bertanya lagi, "Mengapa kamu melakukan hal itu?" Si budak menjawab, "Saya suka melakukan hal tersebut!" Imam mengatakan, "Kamu ambil kurma itu dan kamu juga merdeka!"[396]
Diceritakan bahwa di Madinah, Imam Musa bin Ja'far selalu mendapat gangguan dari seorang anak khalifah dan dikata-katai dengan kata-kata yang tidak baik dan menunjukkan sikap permusuhannya. Salah seorang sahabat Imam meminta izin untuk membunuhnya, namun dilarang oleh Imam. Suatu hari Imam bertanya kemana orang (yang suka menyakitinya tersebut). Dijawab bahwa ia sedang ada di kebun. Imam pun segera menaiki kudanya menuju kebun tersebut.
Begitu sampai di dekat orang tersebut, Imam duduk di sampingnya setelah mengucapkan salam. Beliau bertanya tentang keadaannya sambil menampilkan wajah yang sejuk. Kemudian Imam juga bertanya, "Berapa biaya yang engkau keluarkan untuk menanam ini?"
"Seratus asyraf!"
"Berapa banyak keuntungan yang akan kamu dapatkan?"
"Saya tidak tahu hal-hal yang gaib?"
"Kira-kira berapa banyak keuntungan yang akan kamu raih?"
"Saya berharap dapat meraih laba kira-kira 200 dinar!"
Kemudian Imam mengeluarkan kantong yang berisi 300 asyraf dan diberikan kepada orang itu.
"Ambillah itu menjadi milikmu!"
"Semoga Allah Swt memberikan rezeki seperti yang kamu harapkan!"
Laki-laki yang sadar dengan kekurangajarannya segera bergerak mencium kepala Imam dan meminta maaf atas kekurangajarannya. Imam tersenyum lantas berangkat ke Madinah.
Malam itu atau di hari ketika Imam berangkat menuju mesjid. Laki-laki itu pun datang ke mesjid. Ketika melihat wajah Imam ia mengatakan, "Allah lebih tahu kepada siapa menurunkan risalah-Nya."
Teman-temannya berkata dengan penuh ketakjuban, "Kamu ini sekarang berubah, apa yang telah terjadi?"
Si laki-laki itu menjawab, "Dulu aku tidak begini. Dulu aku sering menyakiti orang suci tersebut, sekarang saya sadar bahwa saya salah!" Kemudian ia mulai memuji-muji imam dan mendoakan imam.
Imam sampai di rumah dan kemudian menemui sahabat-sahabatnya, "Mana yang lebih baik? Apakah yang kalian inginkan atau yang seperti telah aku lakukan? Aku telah meluruskan orang itu dan melenyapkan sifat buruknya dengan hadiah uang."
Pelajaran penting dari hadis ini adalah bahwa untuk mengubah watak buruk seseorang, perlakukanlah orang itu dengan terhormat. Berbuat baiklah dengan sepenuh hati. Kebaikan bisa membuka mata hati seseorang. Si pelaku buruk kalau dibalas dengan kebaikan hatinya bisa tersadarkan dan bahkan akan tertarik dengan perilaku baik lawannya tersebut.
Tentu saja memperlakukan orang buruk dengan berbuat baik kepadanya harus disesuaikan dengan kondisi dan situasinya. Kadang-kadang bisa saja karena salah memperlakukan orang, maka yang akan timbul adalah hal-hal yang tidak diharapkan.
19. Katakan dengan Bahasa Kasih Sayang!
Kasih sayang itu memiliki daya untuk menghidupkan semangat anak-anak. Saya ingin meringkaskan tema kasih sayang dalam kehidupan manusia.
Kasih sayang adalah kebutuhan alami manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa makanan dan minuman, demikian juga manusia tidak bisa hidup tanpa kasih sayang. Manusia mencintai dirinya dan ingin dicintai oleh orang lain. Anak-anak lebih membutuhkan kasih sayang daripada orang dewasa. Seorang anak tidak begitu peka apakah ia tinggal di gunung atau di istana, jenis pakaian apa yang dikenakan atau menu makanan apa yang dimakan. Anak tidak begitu peka tapi ia sangat peka dengan perasaan orang lain terhadapnya.
Karena kasih sayang adalah kebutuhan asasi setiap orang, maka kasih sayang sedemikian dahsyat mempengaruhi kehidupan anak manusia. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat.
Kasih sayang juga mempengaruhi kesehatan fisik. Memiliki hati yang selalu berbunga-bunga karena limpahan kasih sayang akan menyehatkan saraf dan fisik. Anak-anak yang kenyang dengan kasih sayang orangtuanya akan memiliki tubuh yang lebih sehat dari anak-anak yang tidak dipenuhi kebutuhan cintanya.
Anak-anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orangtua akan menjadi anak-anak yang memiliki hati yang hangat. Karena sudah merasakan kebahagiaan kasih sayang dari orangtuanya maka ia juga akan memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan. Ketika dewasa ia akan belajar mencintai istrinya, anak-anaknya, sahabat dan masyarakatnya di sekitarnya dengan maksimal.
Manusia yang dicintai akan membalas kasih sayang orang yang mencintainya. Karena manusia itu pada dasarnya sangat mencintai dirinya, maka ia juga akan mencintai orang yang mencintai dirinya dan memandang orang itu dengan pandangan yang positif. Begitu pula anak-anak yang tumbuh dalam lautan kasih sayang orangtuanya akan memandang orangtuanya sebagai manusia yang baik, bisa dipercaya dan patut didengar. Orangtua yang mencintai anaknya akan lebih banyak menuai sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari sifat-sifat kerdil. Anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang atau sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang orangtua akan tumbuh sebagai anak yang merasa terkucilkan. Ia akan membenci orangtua dan orang lain dan besar kemungkinan akan menjadi anak-anak yang suka melakukan hal-hal yang berbahaya.
Peranan Kasih Sayang Menurut Analisa Para Ilmuwan
Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa perilaku menyimpang dari anak-anak seperti kebrutalan, kecanduan narkoba, pemurung, apatis dan sebagainya dikarenakan mereka tumbuh dalam keluarga yang tidak memberikan kepuasan kasih sayang terhadap dirinya. Dengan kepribadian yang terkoyak-koyak itu mereka bisa melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti mencuri, bunuh diri, atau kejahatan lainnya untuk membalas sakit hati atas kehilangan cintanya dari orangtua atau siapa saja. Anak-anak yang melakukan bunuh diri itu karena ingin menyelamatkan diri dari kepahitan diri akibat kehilangan kasih sayang.
Anak-anak yang kabur dari rumah-rumah mereka akibat tidak menemukan kasih sayang di rumahnya. Anak-anak gadis yang haus dengan kasih sayang orangtua dan tidak memperolehnya dari mereka akan jatuh dalam pelukan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Karena merasa memperoleh apa yang dicarinya (di luar) maka tidak sedikit anak-anak gadis itu yang menjadi korban laki-laki hidung belang. Orangtua harus melakukan antisipasi lebih jangan sampai anak-anaknya merasa kekurangan kasih sayang mereka.
Allah akan memberi rahmat kepada seorang bapak yang sangat mencintai anak-anaknya (Imam Shadiq as).
Nabi Musa as bertanya kepada Allah Swt, "Amalan apakah yang paling utama?"
"Kasih sayang kepada anak-anak! Karena fitrah mereka itu atas tauhid dan kalau Aku wafatkan anak-anak tersebut maka mereka akan Ku-masukkan ke surga!"
"Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka dan jika berjanji penuhilah janjimu karena menurut mereka engkau adalah sumber rezeki bagi mereka!"[397]
"Seringlah mencium anakmu karena engkau akan meraih derajat kemuliaan atas setiap ciuman tersebut di surga, yang jarak satu derajat dengan derajat yang lain itu selama 500 tahun."[398]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seseorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw dan mengatakan, "Aku tidak pernah mencium anak-anak!" Ketika orang itu pergi Rasulullah saw mengatakan, "Orang ini, dalam pandangan kami, akan masuk ke neraka!"[399]
"Bukan dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak menghormati orang tua."[400]
Salah satu wasiat Amirul Mukminin as adalah, "Sayangilah anak-anakmu dan hormatilah orang-orang yang sudah tua!"[401]
Rasulullah saw terkenal sangat mencintai anak-anak terutama terhadap dua cucunya Hasan dan Husain.
Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah saw sedang mencium Hasan ketika suatu hari Aqra' mengatakan, "Aku mempunyai sepuluh anak tapi tidak ada satu pun yang pernah kucium." Rasulullah kemudian mengatakan, "Siapa saja yang tidak pernah menyayangi orang lain tidak akan memperoleh rahmat-Nya."[402]
Bara bin Azib mengatakan, "Aku melihat Rasulullah memangku Imam Hasan sambil berkata, 'Ya Allah, aku ini sangat mencintai Hasan dan cintailah ia.'"[403]
Ibnu Abbas berkata, "Aku bersama Rasulullah saw. Saat itu putranya, Ibrahim, sedang duduk di atas paha kirinya. Dan di atas pahanya yang sebelah kanan duduk Husain as. Kadang-kadang beliau mencium anaknya dan kadang-kadang mencium cucunya. Pada saat itu Jibril turun menyampaikan wahyu kepadanya."[404]
Ekspresikan Kasih Sayang Kalian, Wahai Orangtua!
Hampir semua orangtua pasti mencintai anak-anak mereka. Tetapi kasih sayang saja tidak cukup untuk memenuhi tuntutan psikologis anak-anak. Kasih sayang itu harus tergambarkan dalam perilaku ayah-ibu mereka. Kasih sayang itu harus terlihat dalam pelukan, senyuman, bahkan dalam nada bicara orangtua mereka.
Untuk membuktikan hal itu, cobalah Anda perhatikan:
Anak-anak itu senang berbicara dengan ayah-ibu mereka
Anak-anak itu ingin mencurahkan isi hatinya terhadap ayah-ibu mereka
Anak-anak itu paling suka pergi ke pasar dengan ayah-ibu mereka
Anak-anak itu paling suka bepergian piknik dengan ayah-ibu mereka
Anak-anak itu suka kalau isi hati mereka diperhatikan oleh ayah-ibu mereka
Anak-anak itu senang kalau ayah-ibu mereka memberikan respon atas keinginan mereka
Anak-anak itu bahkan senang kalau bermain-main dengan ayah-ibu mereka
Anak-anak itu bahagia kalau ia dihargai di dalam rumahnya
Anak-anak itu paling senang kalau dilibatkan dalam mengatur urusan rumah mereka
Ini semua konon untuk melacak kasih sayang ayah-ibu mereka.
Jangan lupa remaja dan anak muda juga memerlukan kasih sayang orangtua bahkan dengan kadar yang lebih besar lagi. Anak-anak muda hidup dalam lautan kebimbangan dan masa-masa yang sangat kritis. Sebab itu mereka sangat haus dengan kasih sayang untuk menstabilkan perasaan dan keguncangan hidup mereka. Mungkin akan sulit dipercaya bahwa anak-anak muda itu sangat rindu dengan belaian, pelukan dan ciuman dari ayah dan ibu mereka.
Jangan Sampai Kasih Sayang Terkoyak!
Kasih sayang orangtua sampai kapan pun harus tetap menyala karena anak-anaknya sangat membutuhkannya! Jika melihat anak-anak Anda melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai, maka Anda harus melakukan sesuatu tetapi dengan tidak mengorbankan ruh kasih sayang Anda. Jadi sekalipun Anda memberikan hukuman terhadap anak-anak Anda tetapi mereka tetap merasakan kasih sayang Anda.
Ayah dan ibu jangan memperlakukan kasih sayang seperti sebuah barang jualan. Perhatikanlah jangan sampai Anda mengatakan kalimat-kalimat seperti ini,
Awas jangan lakukan ini, nanti ibu tidak akan menyayangimu!
Awas kalau kamu melakukan perbuatan itu, maka ayahmu tidak akan menyayangimu lagi!
Karena kamu sudah melakukan ini maka aku tidak akan menyayangimu lagi!
Apa Dampaknya Kalau Anda Sebagai Orangtua Mengeluarkan Kata-kata Seperti Itu?
1. Akan merusak jalinan kasih sayang di antara mereka. Anak-anak mulai meragukan dan bahkan mungkin menganggap orangtuanya tidak menyayanginya lagi. Dan kalau anak-anak merasakan demikian maka akan merugikan kedua belah pihak. Kasih sayang tidak boleh putus dalam keadaan apapun.
2. Anak-anak akan belajar hanya untuk menyenangkan orangtua dan yang lainnya. Itu yang dikejar oleh mereka. Mereka tidak tumbuh untuk belajar melakukan sesuatu yang bermanfaat dan merasa tidak memiliki tanggung jawab atas perbuatan tersebut.
3.Anak-anak dilatih untuk memiliki mental seperti penjilat, munafik, dan penipu. Anak-anak juga akan sering berdusta demi menenteramkan hati orangtua mereka.
Karena itu, ayah dan ibu jangan sekali-kali mengorbankan kasih sayang mereka hanya karena kenakalan mereka yang mungkin sudah keterlaluan.
Jangan Terlalu Memanjakan Anak-anak
Sebagian ayah dan ibu karena saking sayangnya kepada anak-anak, mereka tidak mau memperbaiki karakter buruk anak-anaknya sendiri. Mereka membiarkan kenakalan anak-anaknya tanpa sedikit pun ditanggapi dengan sikap serius. Orangtua seperti ini tidak ingin memberi peringatan kepada anak-anak karena takut tersinggung. Sering sekali orangtua yang melihat dengan mata sendiri kenakalan anak-anaknya, mengganggu anak-anak lain, mengganggu orang, merusak dan mengotori dinding rumah orang lain, melempari kaca, mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan bahkan mencuri uang orang lain namun orangtuanya malah terkekeh-kekeh tertawa kesenangan melihatnya seperti memberi semangat dan bukan menegur mereka! Orangtua seperti itu sebetulnya telah melakukan pengkhianatan besar terhadap anak-anak mereka. Pengkhianatan itu tidak kelihatan karena ditutupi kasih sayang semu! Dan di hari kiamat mereka harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt. Ayah dan ibu harus diberi tahu bahwa arti kasih sayang itu bukan berarti membiarkan kesalahan-kesalahan anak-anak. Semua orangtua harus mengekspresikan kasih sayang, tetapi jangan sampai tidak mendidiknya.
Orangtua yang baik adalah yang bisa menempatkan kasih sayang dan mendidik anak pada tempatnya yang tepat. Meskipun semua orangtua sangat menyayangi anak-anak setulusnya, namun mereka juga harus sadar dengan realita anak-anaknya. Mereka harus waspada dengan perilaku negatif anak-anak dan jangan mencampakkan perannya sebagai pendidik. Anak-anak tidak boleh kehilangan kasih sayang orangtuanya tapi juga jangan dibiarkan bebas begitu saja. Anak-anak harus menyadari bahwa karena kasih sayang orangtua ingin mendidik anak-anaknya.
Imam Muhammad Baqir as mengatakan, "Ayah yang paling buruk adalah yang berlebih-lebihan dalam memanjakan anak-anaknya dan anak-anak yang buruk adalah yang berani mendurhakai orangtuanya."[405]
Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Siapa yang dididik dengan akhlak maka akan kuranglah keburukan-keburukannya."[406]
Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan, "Ayahku melihat seorang laki-laki yang sedang berjalan bersama anaknya. Anak itu sedang bergelayut di tangan ayahnya. (mungkin di zaman itu dianggap kurang ajar. Initnya anak tersebut melakukan perbuatan yang kurang ajar, peny.) Ayahku sangat benci dengan anak itu sehingga tidak pernah berbicara lagi dengannya sampai wafatnya."[407]
Akibat Buruk dari Kasih Sayang yang Berlebihan
Kasih sayang orangtua memang penting tapi kalau terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Kasih sayang itu seperti air atau makanan kalau diberikan dengan ukuran yang tepat dan dengan jumlah yang tepat maka akan memberikan hasil yang maksimal, tapi kalau tidak demikian akan berubah menjadi sesuatu yang tidak baik. Kasih sayang yang terlalu berlebihan untuk anak-anak adalah pengkhianatan seorang ayah terhadap anaknya.
Anak-anak itu bukan mainan orangtua, tapi ia adalah manusia yang masih kecil yang harus dididik untuk menyongsong masa depannya. Ayah dan ibu harus sadar bahwa suatu hari mereka akan lepas dari mereka. Anak-anak juga tidak selamanya anak-anak. Mereka akan tumbuh menjadi dewasa dan harus bergaul dalam kehidupan sosial. Hidup adalah seni yang sangat sulit. Dalam kehidupan itu seseorang akan mengalami hal-hal yang menyenangkan, menyedihkan, menyengsarakan dan membahagiakan.
Sebagai orangtua yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anak mereka. Mereka harus dididik supaya menjadi manusia yang tangguh di hari esok. Jangan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang tidak berdaya, lemah dan selalu mengiba-iba uluran tangan orang lain.
Akibat negatif dari anak-anak yang dibesarkan dengan segala kemewahan dan kesenangan:
1. Mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Sifat-sifat seorang otoriter dalam diri sang anak semakin mekar ketika orangtua selalu memenuhi segala keinginan-keinginannya. Benih-benih kediktatoran semakin bersemi di dalam dirinya. Ketika hidup di tengah-tengah masyarakat, ia ingin semua orang memperlakukan dirinya seperti orangtuanya dulu melayani dirinya. Manusia seperti itu akan mudah patah arang kalau keinginannya tidak ada yang memperhatikan dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.
Anak-anak yang selalu dimanjakan biasanya akan banyak mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya. Ketika dewasa ia ingin dilayani oleh istrinya secara sempurna, ia suka memperlakukan istrinya seperti seorang pembantu rumah tangga yang harus tunduk dengan segala perintahnya. Dan sebagian besar perempuan tentu saja tidak mau melayani segala perintah suaminya yang bersifat memaksa. Jadi apa yang akan terjadi dalam rumah tangga mereka sudah bisa diprediksikan.
Seorang istri yang dulunya dibesarkan dalam keluarga yang selalu menyambut segala tuntutannya, akan menjadi seorang istri yang ingin diperlakukan secara istimewa oleh suaminya. Ia mengharapkan si suami bisa memenuhi segala keinginan istrinya dan biasanya jarang sekali suami yang dapat memenuhi segala keinginannya.
2. Anak-anak yang dibesarkan dalam asuhan seperti itu akan menjadi anak yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu mengharapkan uluran tangan orang lain.
3.Anak-anak itu tidak mau lagi mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya. Orangtuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi gambaran semu dirinya. Si anak jadi kehilangan realitas tentang dirinya. Ia merasa sudah sempurna.
Amirul Mukminin as mengatakan, "Menganggap diri sempurna adalah suatu kecacatan."[408]
"Siapa saja yang merasa bangga dengan dirinya ia akan melihat banyak kekurangan."[409]
Anak-anak yang manja ingin orang lain itu menghargai sifat-sifat semunya. Ia akan sukses mengumpulkan para penjilat di samping dirinya. Orang-orang yang sering membangga-banggakan dirinya tidak mungkin berhasil menarik simpati orang lain bahkan akan meraih kebencian dari orang lain.
Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang merasa bangga dengan dirinya akan menuai kebencian."[410]
4. Anak-anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya selalu dipenuhi oleh orangtua mereka, kelak kalau sudah besar akan tumbuh menjadi manusia yang sombong, suka memaksakan kehendak. Ia tidak akan pernah membuat ayah-ibunya tenang. Selalu merengek-rengek agar mereka memenuhi segala keinginannya.
Kiat-kiat Penting untuk Diingat
Hati-hatilah jangan sampai anak-anak Anda menyalahgunakan kasih sayang anda. Kalau melihat anak-anak Anda tiba-tiba menangis, atau marah-marah, atau memukulkan kepalanya ke dinding agar Anda memenuhi keinginannya, jangan langsung mempercayainya begitu saja. Janganlah terlalu panik, sabarlah sampai anak Anda tenang kembali.
Jika anak Anda jatuh ke tanah, segeralah bangunkan. Berikan perhatian agar ia tidak merasa kesakitan dan jangan lupa juga berikan nasihat supaya hati-hati dalam berjalan. Hati-hati dengan gaya anak-anak yang ingin menguji kasih sayang Anda. Jangan terpengaruh oleh atraksi-atraksi mereka.
Kalau ada anak Anda yang sakit segera bawa ke dokter. Beli resep obat yang disuruh dokter, rawatlah dan layanilah dengan baik. Tapi Anda juga jangan sampai harus melakukan segala sesuatu demi menyenangkan anak Anda. Ambillah sikap yang wajar. Lakukan aktivitas Anda seperti biasanya tapi Anda juga harus tetap mengawasi anak-anak Anda.
Ketika anak Anda sakit Anda tidak perlu selalu menghentikan segala aktivitas Anda atau meraung-raung menangisi anak-anak Anda.
Fungsi Bermain untuk Anak-anak
Anak-anak pasti suka sekali dengan permainan terutama anak-anak dalam usia-usia pra sekolah dasar. Setelah beberapa lama anak-anak akan meninggalkan permainan-permainan tersebut dan mengalihkan perhatiannya kepada hal-hal yang serius. Mungkin sampai kapan pun anak-anak tidak akan memahami mengapa mereka suka bermain. Tapi yang pasti mereka tidak mungkin tidak suka bermain.
Imam Shadiq as mengatakan, "Bebaskan anak-anak yang berusia tujuh tahun untuk bermain-main!"[411]
Suatu hari Rasulullah saw melewati anak-anak yang sedang bermain-main dengan tanah. Para sahabat melarang anak-anak itu (bermain-main dengan tanah). Tapi Nabi Muhammad saw mengatakan, "Biarkan! Karena tanah itu tempat bermain anak-anak!"[412]
Mungkin sebagian orangtua atau guru mengira bahwa bermain hanyalah kegiatan biasa anak-anak, padahal tidak demikian halnya bagi anak-anak. Bagi mereka permainan adalah hal yang sangat penting. Permainan anak-anak sebetulnya tidak berbeda dengan permainan orang dewasa. Lewat permainan si anak sebetulnya sedang berusaha mengembangkan segala potensinya. Dengan bermain pula anak-anak jadi mengenal benda-benda dan lingkungan sekelilingnya.
Sebetulnya dengan bemain mereka sedang belajar tentang kehidupan.
Permainan bagi anak-anak adalah kegiatan yang serius dan olah raga yang sangat alami serta sangat menguras energi. Dengan permainan itu, anak-anak belajar mengembangkan kerjasama, pergaulan, menghormati hak-hak orang lain, peraturan dan kehidupan sosial lainnya.
"Bermain adalah insting untuk mengembangkan potensi atau latihan awal untuk melakukan aktivitas masa depan."[413] Ujar William Stern.
Alexis Maximovic Gorgy menulis, "Permainan itu adalah jalan menuju alam kognitif. Jalan untuk hidup dan jalan untuk berubah. Permainan itu dapat memenuhi rasa intelektual anak-anak, untuk mengenal apa-apa yang ada di luar dirinya dan membantu memahami cara berinteraksi sosial. Lewat permainan itu anak-anak akan merefleksikan apa yang dilihat dan apa yang diketahuinya dan kemudian akan dikonkritkan. Anak-anak membuat rumah-rumahan, pabrik, kemudian anak-anak itu (setelah besar) akan pergi ke kutub utara, naik ke angkasa, membela tapal batas negara, atau mengendarai kendaraan dan kereta api (yang sebenarnya)."
Anton Simonvic Makarneko seorang pelatih terkenal dari Rusia mengatakan, "Anak-anak yang melakukan permainan di masa kecil akan mengulangi permainan itu di masa dewasanya. Karena dalam setiap permainan sebaiknya sebelum melakukannya harus mengolah kegiatan berpikir dengan baik terlebih dahulu. Permainan yang baik itu tidak berbeda dengan pekerjaan yang positif. Anak-anak yang sedang bermain itu akan menampakkan perasaannya secara kasat mata. Perhatikanlah anak-anak yang sedang bermain, peranan yang mereka pilih adalah peranan yang memang sesuai dengan keinginan mereka. Emosi anak-anak dalam bermain adalah emosi yang sejati. Orangtua tidak boleh memandang sebelah mata."[414]
William MacDouglas mengatakan, "Permainan itu adalah keinginan organisme yang hidup untuk mematangkan insting sebelum insting itu diaktifkan."[415]
Paran Pendidik dalam Permainan Anak
Anak-anak harus dibiarkan bebas bermain sesuai dengan minat mereka. Jangan ikut campur dalam permainan mereka secara langsung. Berikan kebebasan kepada mereka untuk memaksimalkan daya pikirnya dan mengatasi kesulitan-kesulitannya. Meskipun begitu seorang orangtua dan pendidik yang baik tentu saja tidak bisa membiarkan anak didiknya bebas begitu saja. Mereka harus memberikan pengawasan dan dalam hal-hal tertentu mereka bisa memberikan petunjuk.
Seorang pendidik yang kreatif dapat memanfaatkan alat-alat permainan mereka sebagai alat pendidikan. Misalnya kalau seorang anak sedang bermain-main dengan kereta api, maka orangtuanya dapat memancing kreatifitas dengan bertanya mengenai manfaat kereta api. Demikian juga anak-anak yang suka bermain-main dengan boneka. Anda dapat menumbuhkan kreatifitasnya. Mula-mula mungkin dengan bertanya apa yang dibutuhkan sebuah boneka, kalau si anak menjawab baju, berikanlah kain dan gunting untuk membuat baju. Lama-kelamaan si anak mungkin akan berpikir untuk membuat baju sendiri untuk bonekanya, mengganti baju, mencuci, menyeterika, menyiapkan makanan, mencuci wajah, bermain menidurkan boneka tersebut kemudian membangunkannya, bertamu, berbicara dan segala aktivitas yang biasa ia lihat dari ibunya sendiri.
Kalau alat-alat permainan anak-anak ada yang rusak ajarkan kepada mereka bagaimana memperbaikinya. Hal ini untuk menumbuhkan daya kreatifitas anak-anak dan bakatnya.
Lebih baik lagi kalau orangtua juga kadang-kadang ikut bermain-main dengan anak-anak. Sambil bermain-main ajarkan sesuatu yang bernilai kepada anak-anak dan ini akan sangat menyenangkan anak-anak ketika orangtua mereka juga ikut bermain-main dengan mereka.
Rasulullah saw mengatakan, "Siapa yang dekat dengan anak-anak maka berperilakulah seperti anak-anak!"[416]
Dari Jabir berkata, "Aku melihat Nabi sedang berjalan-jalan sementara Hasan dan Husain berada di atas punggungnya, kemudian Rasulullah berkata, 'Unta kalian (maksudnya kiasan untuk Nabi) adalah unta yang terbaik dan kalian adalah penunggang yang terbaik.'"[417]
Ajarkan anak-anak agar memelihara permainan mereka supaya tidak hilang dan rusak. Kalau rusak mereka harus berusaha untuk memperbaikinya. Ajarkan juga agar mereka menyimpan benda-benda permainan itu. Beritahukan kepada mereka bahwa sangatlah tidak baik untuk menyimpan benda-benda permainan secara tidak teratur dan sembarangan. Cobalah tengahi kalau terjadi pertengkaran di kalangan anak-anak dan jadilah hakim yang adil dan baik.
Membatasi Masa Bermain bagi Anak-anak
Anak-anak memang memerlukan waktu bermain tapi jangan sampai anak-anak menghabiskan aktivitasnya untuk terus bermain. Mereka bisa bermain dalam waktu-waktu tertentu. Waktu mereka dalam bermain harus ditentukan dengan cara yang baik tapi dengan cara yang tidak membatasi kreatifitasnya. Aturlah masa bermain-main mereka sehingga semakin dewasa maka masa bermain-main mereka semakin sedikit. Jangan sampai keinginan untuk bermain-main itu terus menguasai anak-anak sehingga mereka tidak ingin mengerjakan aktivitas lain.
Amirul Mukminin as berkata, "Orang yang terikat dengan permainan tidak akan pernah merasakan kebahagiaan."[418]
Russel dalam hal ini mengatakan, "Seorang guru harus bisa menjadikan masa-masa permainan ini sebagai jalan awal untuk memasuki dunia yang serius dan waspadailah jangan sampai permainan itu menjadi satu-satunya motivasi dalam hidup ini. Masa-masa permainan adalah masa-masa untuk mengembangkan kesiapan diri. Momentum bermain adalah momentum menuju ke depan dan bukan perhentian. Anak-anak dan remaja harus belajar bertanggung jawab; jangan sampai mereka melalaikan aktivitas yang lebih penting karena asik dengan permainan. Kita kadang-kadang bertemu dengan tipe manusia yang lebih banyak mengurusi permainan daripada pekerjaan pentingnya bahkan sifat itu terus dibawa-bawa sampai dewasa. Misalnya ada orang-orang yang hanya ingin memuaskan hobinya menonton film sehingga berani melupakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting."
Jean Soto menulis, "Anak-anak tidak berbeda dengan manusia dewasa. Dia bisa memahami aktivitas-aktivitas yang sulit."
Jenis-jenis Permainan
Para psikolog telah mengembangkan penelitian tentang motivasi anak-anak dalam bermain dan jenis-jenis permainan yang akan kami informasikan secara global.
Bermain itu sama dengan mengembangkan potensi diri.
Permainan bagi anak-anak bukan sekedar menghabiskan waktu secara percuma. Namun suatu aktivitas yang serius dan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Buatlah permainan-permainan yang dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan bakat-bakat mereka.
Ada bermacam-macam jenis permainan yang sangat bermanfaat bagi anak-anak:
Permainan olah raga
Permainan olah raga atau gerakan-gerakan untuk memperkuat otot tangan, kaki, dada, jalan kaki, jogging, bersepeda, naik kuda, dan sejenisnya yang sangat menguras energi ini sangat baik untuk memperkuat fisik anak-anak dan juga baik untuk kesehatan.
Permainan otak
Permainan otak seperti permainan angka-angka, huruf-huruf, nama-nama, latihan untuk mencerdaskan otak, permainan catur, atau permainan otak lainnya sangat bermanfaat untuk melatih konsentrasi anak-anak. Anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama memerlukan latihan-latihan tersebut untuk memperkuat daya pikir mereka. Perlu diingat bahwa tidak benar mengistimewakan anak laki-laki untuk melakukan permainan tersebut sementara perempuan disuruh bermain-main dengan mainan boneka.
Permainan sosial
Biasanya anak-anak dalam waktu tertentu bermain sendirian, kemudian ia mulai senang bermain dengan orang lain terutama teman-teman yang sebaya dengan usianya. Ayah ibu harus bisa membantunya untuk menemukan teman sepermainan yang baik. Kalau di rumah sendiri tidak banyak anak-anak maka seorang ayah atau ibu bisa menemukan teman-teman tetangganya atau teman sekelas mereka.
Bermain bersama-sama bagi anak-anak usia lima tahun ke atas memang sangat menyenangkan dan aktivitas yang sangat positif. Dari permainan ini anak-anak banyak belajar berbagai hal seperti kerjasama, menghargai hak orang lain, pembagian tugas, belajar bertanggung jawab, dan belajar sabar.
Anak-anak akan belajar bahwa kalau mereka mau diterima menjadi teman dalam permainan tersebut maka mereka harus mengikuti aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Lewat permainan tersebut mereka dapat membuktikan bakatnya. Dunia anak-anak tidak bisa lepas dari permainan. Kalau keinginan untuk bermain itu dikekang maka kemungkinan anak-anak akan mengalami gangguan emosional.
Permainan keterampilan dan seni
Permainan-permainan seperti membuat rumah-rumahan, membentuk balok, menenun karpet, menjahit, membentuk sesuatu dari tanah liat, melukis, merangkai bunga, permainan mobil-mobilan dan sejenisnya. Anak-anak melakukan permainan ini karena belajar dari orang dewasa. Mereka memperagakannya seolah-olah orang dewasa yang sedang membuat sesuatu. Ia memakai alat-alat untuk membuat sesuatu, kemudian merusaknya kembali dan kemudian memperbaikinya lagi. Mereka bermain-main mengendarai kendaraan membentuk tanah, menanam pohon, mengairinya dan memetik hasilnya.
Anak perempuan juga banyak meniru ibunya. Ia akan bermain-main seperti seorang ibu yang menyapu rumah, menyiapkan makanan, menerima tamu, merapikan meja makan, mencuci piring, memakaikan pakaian bagi bonekanya sendiri, memandikan di kamar mandi, memberi makan dan meninabobokannya.
Aktivitas ini walaupun menurut orangtua adalah permainan belaka tapi sebenarnya bagi anak-anak itu merupakan kegiatan yang sangat serius. Permainan keterampilan adalah permainan yang terbaik untuk anak-anak yang harus didukung oleh orangtuanya.
Di pasar biasanya tersedia jenis-jenis permainan seperti itu seperti alat-alat pertukangan, alat-alat musik, alat-alat untuk memasak, rumah-rumahan, alat untuk membuat pakaian, alat untuk menganyam karpet-karpetan, dan mobil-mobilan. Anak-anak kadang-kadang juga memiliki imajinasi yang luar biasa untuk membuat permainan sendiri. Bantulah anak-anak itu jika mengalami kesulitan dan tetap berikan semangat supaya mereka berkarya terus.
Permainan imajinasi
Anak-anak juga kadang-kadang suka berimajinasi. Ia bisa memberikan peran baru kepada dirinya atau benda-benda yang lain. Ia berimajinasi memerankan seorang guru dengan beberapa anak. Kadang-kadang ia bisa membayangkan benda-benda mati sebagai murid-muridnya. Ia akan mengajari mereka, memberi penilaian, hukuman dan pujian.
Kadang-kadang ia pura-pura menjadi pilot yang terbang melayang-layang dengan sebuah pesawat. Kadang-kadang ia membayangkan dirinya menjadi seorang dokter yang sedang merawat seorang pasien ciptaannya, menulis resep obat, menyuntikkan suntikan atau melakukan operasi. Atau kadang-kadang ia memerankan seorang tentara yang berperang dengan musuh khayalannya, membuat sanggar, main tembak-tembakan, menangkap tawanan dan melakukan penyerbuan terhadap musuh. Kadang-kadang seorang anak meniru-niru ibunya secara detil. Semua yang dilakukan oleh ibunya ia ikuti.
Permainan-permainan seperti ini sangat berguna bagi anak-anak untuk mengekspresikan hobinya dan untuk mengasah daya khayalnya. Orangtua atau guru sebetulnya dapat mempelajari watak kejiwaan anak-anaknya dari permainan-permainan seperti itu.
Permainan kompetisi, tim, dan perkelompok
Yang kami maksud dengan permainan kompetisi adalah permainan yang dilakukan oleh satu kelompok untuk mengalahkan kelompok lain.
Ada beberapa jenis permainan seperti ini, yaitu:
Permainan kalah menang seperti judi atau sejenisnya. Si pemenang akan mendapatkan barang atau uang dari yang kalah. Tetapi permainan seperti ini diharamkan dalam Islam.
Permainan kecerdasan otak yang diikuti oleh beberapa orang. Yang menang biasanya mendapatkan hadiah. Hadiah itu bukan diambil dari yang kalah.
Permainan seperti ini tidak haram dan malah sangat positif untuk memperkuat daya nalar.
Permainan untuk melatih kesolidan tim dalam melakukan suatu tugas. Permainan ini dilakukan oleh beberapa tim. Antar tim tersebut berlomba-lomba dalam melakukan sesuatu yang terbaik dan kerjasama yang terbaik. Permainan ini untuk memupuk ruh kerjasama.
Permainan olah raga seperti lomba pacuan kuda, lomba bersepeda, lompat galah dan sebagainya. Permainan ini dilakukan secara berkelompok. Ada yang dikalahkan dan ada yang menang, kadang-kadang juga mendapatkan hadiah. Ini adalah permainan positif selain menyenangkan juga merupakan olah raga yang sehat.
Permainan olah raga yang bersifat agresif seperti gulat, tinju, karate, sepakbola, bola voli, bola basket. Permainan ini biasa dikompetisikan dan dipertandingkan secara tim.
Ini jenis olah raga yang sangat populer, khususnya sepakbola dan bola voli dan sangat digemari oleh remaja dan anak muda. Anak-anak muda biasanya menghabiskan waktu-waktu mereka dalam permainan olah raga tersebut. Namun ada beberapa catatan pribadi saya. Sekalipun jenis olah raga seperti ini sangat baik untuk kesehatan fisik dan juga memperkuat semangat solidaritas tapi juga bukan berarti tidak mengandung kelemahan-kelemahan. Menurut saya permainan ini menumbuhkan daya agresifitasnya dalam diri anak muda. Yang terburuk adalah permainan olah raga gulat. Ini adalah olah raga yang akan menampilkan sifat-sifat kasar dalam diri manusia. Saya berharap olah raga ini tidak populer di kalangan anak-anak muda. Saya menyarankan agar anak-anak muda memilih jenis-jenis olah raga yang menumbuhkan jiwa sportif dan kerjasama tim.[419] Dalam hal ini Russel mengatakan, "Manusia sekarang ini lebih memerlukan pendidikan nalar dan bukan latihan-latihan yang memicu agresifitas untuk mengalahkan yang lain."[420]
Sebagian orang belum dapat membaca efek negatif dari olah raga seperti ini. Bahkan mereka merekayasa olah raga tersebut sehingga menjadi benar-benar hebat dan luar biasa. Saya berharap orangtua dan pendidik lebih kreatif lagi untuk mencari alternatif aktivitas olah raga yang lebih banyak mengandung hal-hal yang lebih positif. Olah raga seperti ini lebih cocok untuk para tentara.
Alat Permainan Anak-anak
Ada banyak alat-alat permainan yang menjadi teman bermain anak-anak. Sebaiknya orangtua atau guru selektif memilih jenis-jenis permainan tersebut karena permainan bagi anak-anak adalah hal yang serius. Saya ingin mengklasifikasikan jenis-jenis permainan tersebut.
Alat-alat permainan keterampilan seperti untuk membuat rumah-rumahan, puzzle, alat-alat untuk menjahit, alat-alat untuk masak memasak, mesin-mesin kecil, alat-alat pertanian. Alat-alat ini mendorong anak-anak untuk menyukai keterampilan-keterampilan tersebut kelak kalau sudah dewasa.
Alat-alat permainan yang bermanfaat untuk mengembangkan intelegensia anak. Seperti alat-alat permainan teka-teki silang dan potongan angka-angka.
Alat permainan olah raga seperti bola, perlengkapan untuk berenang dan sebagainya. Permainan olah raga bagi anak-anak sangat positif untuk kesehatan fisik anak-anak.
Alat-alat permainan yang sengaja dibuat dengan tidak lengkap untuk memancing kreatifitas si anak melengkapinya, seperti boneka-boneka yang tidak memiliki baju, mobil-mobilan yang tidak digerakkan oleh energi listrik dan sebagainya.
Alat-alat permainan elektronik seperti mobil-mobilan, kapal-kapalan, kereta api, atau boneka modern. Alat-alat permainan modern ini sangat melimpah di pasaran. Dan umumnya di negara-negara terjajah. Alat-alat permainan ini memang sangat kurang memancing kreatifitas.
Alat-alat permainan yang dibuat oleh anak-anak sendiri. Anak-anak dapat memanfaatkan kertas-kertas yang tidak dipakai, majalah-majalah bekas, benda-benda material yang tidak berguna lagi, baterai bekas, atau alat-alat rumah tangga yang tidak terpakai lagi. Ini adalah alat permainan yang sederhana tapi sangat baik untuk mengembangkan bakat motorik, emosi dan kognitif anak-anak. Untuk jenis permainan anak-anak ini Anda tidak perlu banyak mengkhawatirkannya.
Oangtua atau guru hanya perlu mengawasi kalau alat-alat permainan itu bisa membahayakan anak-anak. Jika anak-anak menggemari hobi seperti ini, maka
Anda patut memberikan dukungan moral.
Alat-alat permainan yang sangat cocok adalah permainan yang menjadikan anak-anak bisa aktif menciptakan sesuatu, mempretelinya, melengkapinya, menyempurnakannya, merubah bentuk dan melakukan apa saja untuk mengembangkan daya khayalnya lebih jauh lagi.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini saya ingin memberikan beberapa catatan yang penting.
Berikan alat-alat permainan yang bermanfaat dan disesuaikan dengan kapasitas anak-anak.
Jangan memberikan alat-alat permainan yang terlalu banyak sehingga anak-anak menjadi bingung alat permainan mana yang bisa mereka mainkan.
Jika alat-alat permainan itu rusak, jangan cepat dibuang, tapi suruhlah anak-anak untuk memperbaikinya kembali.
Anda tidak perlu membelikan alat-alat permainan yang mahal. Cukup berikan yang sederhana saja sehingga ketika anak-anak merusaknya bisa diperbaiki kembali olehnya.[]
20. CATATAN AKHIR
PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN
[1] Al-Mufradât, hal., 213.
[2] Bihâr al-Anwâr, juz 1, hal., 222.
[3] Bihâr al-Anwâr, juz 1, hal., 225.
[4] Bihâr al-Anwâr, juz 1, hal., 177.
[5] Tafsir Al-Mîzân, juz 8, hal., 154-156; juz 13, hal., 207-216.
[6] Nahj al-Balâghah, khotbah 1.
[7] Nahj al-Balâghah, khotbah 72.
[8] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 279.
[9] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 279.
[10] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 279.
[11] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 281.
[12] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 278.
[13] Bihâr al-Anwâr, juz 3, hal., 277.
[14] Nahj al-Balâghah, khotbah 11.
[15] Al-Mufradât, hal., 372.
Manusia dan Kebebasan
[16] Bihâr al-Anwâr, juz 5, hal., 11.
Manusia dan Penerimaan Tanggung jawab
[17] Bihâr al-Anwâr, juz 60, hal., 299.
[18] Bihâr al-Anwâr, juz 5, hal., 313.
[19] Shahîh Muslim, juz 3, hal., 459.
[20] Tuhâf al-`Uqûl, hal., 262.
[21] Tuhâf al-`Uqûl, hal., 262.
[22] Al-Kâfî, juz 2, hal., 164.
[23] Al-Kâfî, juz 2, hal., 208.
[24] Bihâr al-Anwâr, juz 75, hal., 23.
[25] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 319.
[26] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 319.
[27] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 339.
[28] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 338.
[29] Nahj al-Fashahah, hal., 71.
[30] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 236.
[31] Wasâ'il asy-Syi`ah, juz 14, hal., 122.
[32] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 114.
[33] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 118.
[34] Bihâr al-Anwâr, juz 17, hal., 154.
[35] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 153.
[36] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 150.
[37] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 6.
[38] Nahj al-Balâghah, khotbah 167.
[39] Ghurar al-Hikam, hal., 455.
[40] Ghurar al-Hikam, pasal 1, nomor 2031.
kecenderungan Hewani dan Nilai-nilai Insani
[41] Nahj al-Balâghah, khotbah 32.
[42] Nahj al-Balâghah, kata-kata singkat nomor 499.
[43] Ghurar al-Hikam, hal., 224.
[44] Ghurar al-Hikam, hal., 710.
[45] Ghurar al-Hikam, hal., 669.
[46] Ghurar al-Hikam, hal., 499.
PENDIDIKAN DAN FAKTOR GENETIK
[47] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 13.
[48] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 64.
[49] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 84.
[50] Rawansyenasyi Rusyd, hal., 61.
[51] Rawansyenasi Rusyd, hal., 60-61.
[52] Ushul_e Rawansyenasi, hal., 180.
[53] Musyaware_ye Genetik, hal., 33.
[54] Bihâr al-Anwâr, juz 42, hal., 60.
[55] Bihâr al-Anwâr, juz 60, hal., 340.
[56] Bihâr al-Anwâr, juz 60, hal., 339.
[57] Rawansyenasi Rusyd, hal., 193.
[58] Rawansyenasi Rusyd, hal., 58.
[59] Ushul_e Rawansyenasi, hal., 300.
[60] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 56.
[61] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 57.
[62] Musyaware_ye Genetik, hal., 103.
[63] Musyaware_ye Genetik, hal., 107.
[64] Venus, seorang psikolog terkenal dari Amerika, dalam jurnal ilmiah, tahun keenam belas, nomor 177.
[65] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 68.
[66] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 69.
[67] Rawansyenasi_ye Kudak, Mahdi Jalali, hal., 102.
[68] Rawansyenasi_ye Kudak, Mahdi Jalali, hal., 113.
[69] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 77.
[70] Tawarus Umumi, Husyang Khawari, hal., 254.
[71] Murabbiyan_e Buzurg, hal., 271.
[72] Akhlaq_e Nashiri, hal., 102.
[73] Wirasat wa Thabi'at_e Adami.
[74] Rawansyenasi wa Akhlaq, hal., 27.
[75] Rawansyenasi Rusyd, hal., 343.
[76] Wirasat wa Thabi'at_e Adami, hal., 12.
[77] Rawansyenasi wa Akhlaq, hal., 43.
[78] Jami' as-Sa'adat, juz 1, hal., 21.
[79] Insan Maujud_e Nasyenakhteh, hal., 160.
[80] Jâmi' as-Sa'âdât, juz 1, hal., 21.
[81] Insan Maujud_e Nasyenakhteh, hal., 144.
[82] Tathhîr al-A`raq, hal., 51.
[83] Tathhîr al-A`raq, hal., 51.
[84] Akhlaq_e Nashiri, hal., 101.
[85] Adab an-Nafs, hal., 5.
[86] Jâmi`us Sa`âdât, juz 1, hal.,, 22.
[87] Al-Kâfi, juz 2, hal., 101.
[88] Nahj al-Fashahah, hal., 41.
[89] Bihâr al-Anwâr, juz 67, hal., 77-129.
[90] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 282.
TUGAS BERAT PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
[91] Majma` az-Zawâ'id, juz 8, hal., 146.
[92] Majma` az-Zawâ'id, juz 8, hal., 146.
[93] Makârim al-Akhlâq, hal., 517.
[94] Makârim al-Akhlâq, hal., 484.
[95] Shahîh Muslim, juz 3, hal., 1459.
[96] Tuhaf al-`Uqâl, hal., 337.
[97] Kanz al-`Ummal, hadis 4534.
[98] Nahj al-Balâghah, bab Kata-kata Hikmah, no. 339.
[99] Kanz al-`Ummal, hadis 45391.
[100] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 362.
[101] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal. 362.
[102] Kanz al-`Ummal, hadis 45409.
[103] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 625.
[104] Bihâr al-Anwâr, juz 104, hal., 95.
[105] Ghurar al-Hikam, hal., 180.
[106] Murabbiyan_e Buzurgh, hal., 188.
[107] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 16.
[108] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 19.
[109] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 25.
[110] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 16.
[111] Shahîh Muslim, juz 3, hal.,, 1459.
[112] Shahîh Muslim, juz 3, hal., 1490.
[113] Thuhaf al-`Uqul, hal., 26.
[114] Nahj al-Balâghah, khotbah 33.
[115] Nahj al-Balâghah, khotbah 101.
[116] Bihâr al-Anwâr, juz 77, hal., 115.
[117] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 29.
[118] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 29.
[119] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 538.
[120] Wirasat wa Tabiat_e Adami, hal., 13.
[121] Biografi Sebelum Lahir, hal., 9.
[122] Biografi Sebelum Lahir, hal., 184.
[123] Rawansyenasi_ ye Kudak, Dr. Jalali, hal., 190.
[124] Rawansyenasi_ ye Kudak, Dr. Jalali, hal., 190.
[125] Ushul_e Rawansyenasi, Dr. Mahmud Sa'atchi, hal., 183.
[126] Behdosyti_ye Jismi wa Rawani_ ye Kudak, hal., 62.
[127] Biografi Sebelum Lahir, hal., 182.
[128] Biografi Sebelum Lahir, hal., 38.
[129] Rawansyenasi_ ye Kudak, hal., 222.
[130] Ushul_e Rawansyenasi, Dr. Mahmud Sa`atchi, hal., 187.
[131] Rawansyenasi Rusyd, hal., 109.
[132] Bihâr al-Anwâr, juz 60, hal.,, 342.
[133] Bihâr al-Anwâr, juz 60, hal., 341.
[134] Makârim al-Akhlâq, hal., 196.
[135] Makârim al-Akhlâq, hal., 192.
[136] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 134.
[137] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 135.
[138] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 136.
[139] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 136.
[140] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 619.
[141] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 619.
[142] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 635.
[143] Ilm va Zendegi, hal. 426.
[144] Biografi Sebelum Lahir, hal., 80.
[145] Majalah Maktab_e Islam, tahun 15, hal., 6.
[146] I`jaz_e Khurakha, hal., 215.
[147] Rawansyenasi_ ye Kudak, hal., 222.
[148] Biografi Sebelum Lahir, hal., 150.
[149] Biografi Sebelum Lahir, hal., 48.
[150] Rawansyenasi_ye Kudak, hal., 188.
[151] Rawansyenasi_ye Kudak, hal., 222.
[152] Ruzname Ittila`at, no. 10355.
[153] Rawansyenasi_ye Kudak, hal., 193.
[154] Wasa'il asy-Syi`ah, juz 15, hal., 119.
[155] Makarim al-Akhlâq, hal., 268.
[156] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 175.
[157] Wasa'il asy-Syi`ah, juz 15, hal., 175.
[158] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 538.
[159] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 624.
[160] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 188.
[161] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 188.
[162] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 188.
[163] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 188.
[164] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 189.
[165] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 185.
[166] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 80.
[167] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 82.
[168] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 15, hal., 177.
[169] Awwalin Sal_e Zendeghi, hal., 132.
[170] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 103.
[171] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 103.
[172] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 546.
[173] Al-Kâfi, juz 6, hal., 269.
[174] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 80.
[175] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 81.
[176] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 82.
[177] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 82.
[178] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 82.
[179] Bihâr al-Anwâr, jilid 114, hal., 95.
[180] Majma` az-Zawâ'id, juz 5, hal., 132.
[181] Makarim al-Akhlâq, hal., 70.
[182] Makarim al-Akhlâq, hal., 71.
[183] Makarim al-Akhlâq, hal., 72.
[184] Makarim al-Akhlâq, hal., 54.
[185] Makarim al-Akhlâq, hal., 176.
[186] Makarim al-Akhlâq, hal., 216.
[187] Makarim al-Akhlâq, hal., 216.
[188] Makarim al-Akhlâq, hal., 217.
[189] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[190] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[191] Al-Kâfi, juz 5, hal., 85.
[192] Ghurar al-Hikam, hal., 124.
[193] Al-Kâfi, juz 5, hal., 261.
[194] Al-Kâfi, juz 5, hal., 113.
[195] Al-Kâfi, juz 5, hal., 118.
[196] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[197] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 234.
[198] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 239.
[199] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 249.
[200] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 268.
[201] Wasâ'il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 268.
Memahat Jiwa Manusia
[202] Menurut Miskawayh, untuk membentuk akhlak dan perwatakan yang mulia pada seseorang itu, kita harus terlebih dahulu mengenali jiwa manusia itu sendiri, kekuatan dan potensinya, ciri-cirinya, dan apakah yang akan merusakkan jiwa manusia itu dengan kata lain kita perlu memahami psikologi manusia. Dan inilah tujuan dari penulisan bukunya Tahdzîb al-Akhlâq. Miskawayh memulai membahas mengenai jiwa manusia dalam bukunya tersebut-penerj.
[203] Ghurar al-Hikam, 495.
[204] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 282.
[205] Al-Kâfi, juz 2, hal., 99.
[206] Mustadrak al-Wasâ'il, hal., 282.
Tahapan-tahapan Perkembangan Manusia
[207] Makârim al-Akhlâq, hal., 255.
[208] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 195.
[209] Ibid., hal., 194.
Jarak Pendidik dangan Anak Didik
[210] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 230.
[211] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 626.
[212] Bihâr al-Anwâr, juz 75, hal., 137.
[213] Mahajah al-Baidhâ, juz 3, hal., 366.
[214] Mahajah al-Baidhâ, juz 3, hal., 366.
[215] Ibid., juz 4, hal., 132.
[216] Shahih Bukhari, juz 4, hal., 81.
[217] Ibid.
[218] Shahih Bukhari, juz 4, hal., 89.
[219] Bihâr al-Anwâr, juz 16, hal., 215.
[220] Ibid., juz 70, hal., 70.
Peranan Iman dalam Pendidikan
[221] Al-Kâfi, juz 1, hal., 16.
[222] Tuhaf al-'Uqûl, hal., 383.
[223] Murabbiyan Buzurg, hal., 145.
[224] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 283.
[225] Ibid., hal., 283.
[226] Ibid., hal., 284.
[227] Al-Wâfî, juz 1, hal., 51.
[228] Ibid., hal., 85.
[229] Ibid., hal., 117.
[230] Ghurar al-Hikam, pasal pertama, nomor 53.
[231] Ibid., nomor 708.
[232] Ibid., nomor 1327.
[233] Ibid., nomor 1389.
[234] Ibid., nomor 1672.
[235] Ibid., nomor 1746.
[236] Al-Wâfî, juz 1, hal., 79.
[237] Ibid., juz 1, hal., 82.
[238] Ibid., juz 1, hal., 82.
[239] Ibid., hal., 92.
[240] Ibid., hal., 93.
[241] Ibid., hal., 122.
[242] Ibid., hal., 122.
[243] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 466.
[244] Ibid., hal., 500.
[245] Ibid., hal., 314.
[246] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 287.
[247] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 263.
[248] Ghurar al-Hikam, pasal pertama, nomor 724.
[249] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 299.
[250] Ibid., hal., 299.
[251] Ibid., hal., 266.
[252] Ibid., hal., 267.
[253] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 287.
[254] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 288.
[255] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 284.
[256] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 14, hal., 319.
[257] Ibid., hal., 310.
[258] Ibid., juz 13, hal., 286.
[259] Ibid., juz 14, hal., 313.
[260] Ibid., juz 1, hal., 315.
[261] Ibid., juz 14, hal., 315.
[262] Ghurar al-Hikam, pasal pertama, nomor 978.
[263] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 314.
[264] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 65.
[265] Ibid., hal., 65.
[266] Ibid., hal., 65.
[267] Ibid.
[268] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 13, hal., 283.
[269] Bihâr al-Anwâr, hal., 168.
[270] Ibid., 177.
[271] Ibid.
[272] Ibid., 198.
Insting Seksualitas
[273] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 171.
[274] Ibid., hal., 171.
[275] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 94.
[276] Ibid., hal., 95.
[277] Ibid., hal., 94.
[278] Ibid., hal., 95.
[279] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 139.
[280] Ibid., hal., 139.
[281] Ibid., hal., 138.
[282] Ibid., hal., 139.
[283] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 3.
[284] Kanz al-Ummal, hadis 44441.
[285] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 7.
[286] Ibid., hal., 6.
[287] Ibid., hal., 5.
[288] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 14, hal., 26.
[289] Ibid., juz 15, hal., 200.
[290] Kanz al-Ummal, Hadis 45337.
Ala Bisa Karena Biasa!
[291] Ghurar al-Hikam.
[292] Akhlaq Nashiri, hal., 201.
[293] Kimiya_e Sa'adat, juz 2, hal., 433.
[294] Ghurar al-Hikam, pasal 53, nomor 1.
[295] Ibid., nomor 3.
[296] Ibid., nomor 9.
[297] Ibid., pasal 26, nomor 102.
[298] Ibid., pasal 65, nomor 43.
[299] Ibid., pasal 9, nomor 44.
[300] Ibid., pasal 77 nomor 87.
[301] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 182.
[302] Ibid., juz 7, hal., 168.
[303] Ibid., hal., 168.
[304] Ghurar al-Hikam, pasal 49, nomor 37.
[305] Ibid., pasal 61, nomor 16.
[306] Akhlaq Nashiri, hal., 227.
[307] Murabbiyan Buzurg, hal., 145.
[308] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 39.
[309] Nahj al-Balâghah, kalimat qishar 73.
[310] Ghurar al-Hikam, pasal 6, nomor 294.
[311] Misykât al-Anwâr, hal., 46.
[312] Ibid., hal., 43.
[313] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 36.
[314] Ibid., hal., 36.
[315] Ibid., hal., 110.
MEDIA PENDIDIKAN
[316] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 278.
[317] Ibid., hal., 178.
[318] Ibid., hal., 198.
[319] Ibid., hal., 178.
[320] Ibid., hal., 192.
[321] Ghurar al-Hikam, pasal 5, nomor 10.
[322] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 188.
[323] Ibid., hal., 191.
[324] Murabbiyan Buzurg, hal., 144.
[325] Ghurar al-Hikam, pasal 77, nomor 1354.
[326] Ghurar al-Hikam, pasal awal, nomor 373.
[327] Bihâr al-Anwâr, juz 2, hal., 39.
[328] Ghurar al-Hikam, pasal 9, nomor 162.
[329] Ibid., pasal 82, nomor 17.
[330] Ibid., nomor 347.
[331] Jâmi Ahâdîts asy-Syî'ah, juz 14, hal., 397.
[332] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 11, hal., 398.
[333] Ghurar al-Hikam, pasal 61, hal., 104.
[334] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 11, hal., 395.
[335] Nahj al-Balâghah, surat 53.
[336] Bihâr al-Anwâr, juz 73, hal., 295.
[337] Ibid.
[338] Akhlaq Nashiri, hal., 223.
[339] Akhlaq Nikumakhes, hal., 285.
[340] Rawansyenasi_ye Tajribi Kudak, hal., 262.
[341] Ibid., hal., 261.
[342] Tarikh Tamadun, Will Durant, juz 10, hal., 245.
[343] Dar Tarbiyat, hal., 165.
[344] Rawansyenasi_ye Tajribi Kudak, hal., 261-267.
[345] Ibid., hal., 272.
[346] Dar Tarbiyat, hal., 156.
[347] Murabbiyan Buzurg, hal., 144.
[348] Rawansyenasi_ye Tajribi Kudak, hal., 276.
[349] Ibid., hal., 277.
[350] Ta'zîr adalah hukum yang bisa ditentukan secara bebas oleh hakim.
[351] Had secara bahasa artinya hukum dan secara istilah artinya adalah hukum yang diatur oleh syariat.
[352] Bihâr al-Anwâr, juz 14, hal., 370.
[353] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 18, hal., 362.
[354] Ibid., hal., 362.
[355] Ibid., hal., 314.
[356] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 3, hal., 223.
[357] Ibid., hal., 524.
[358] Ibid., hal., 308.
[359] Ibid., juz 15, hal., 197.
[360] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 624.
[361] Ibid., hal., 625.
[362] Wasâ'il asy- Syî'ah, juz 15, hal., 194.
[363] Ghurar al-Hikam, pasal 2, nomor 126.
[364] Wasâ'il asy- Syî'ah, juz 15, hal., 193.
[365] Bihâr al-Anwâr, juz 1, hal., 214.
[366] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 1, hal., 258.
[367] Bihâr al-Anwâr, juz 104, hal., 99.
[368] Majma' az-Zawâ'id, juz 8, hal., 106.
[369] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 18, hal., 581.
[370] Ibid., hal., 582.
[371] Ibid., hal., 337.
[372] Ibid., hal., 64.
[373] Bihâr al-Anwâr, juz 4, hal., 99.
[374] Ghurar al-Hikam, hal., 1794.
[375] Ibid., hal., 14680.
Apresiasi Penghormatan, Sikap Pemaaf dan Kebaikan dalam Pendidikan
[376] Ghurar al-Hikam, juz 77, hal., 972.
[377] Ibid., hal., 1076.
[378] Ibid., hal., 1117.
[379] Tuhaf al-'Uqûl, hal., 512.
[380] Makârim al-Akhlâq, hal., 255.
[381] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 618.
[382] Mahajah al-Baidhâ, juz 3, hal., 366.
[383] Ibid., juz 4, hal., 132.
[384] Ibid., juz 4, hal., 132.
[385] Ibid., juz 3, hal., 366.
[386] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 122.
[387] Ibid., hal., 123.
[388] Ibid., juz 8, hal., 441.
[389] Bihâr al-Anwâr, juz 77, hal., 216.
[390] Mustadrak al-Wasâ'il, juz 2, hal., 87.
[391] Bihâr al-Anwâr, juz 77, hal., 419.
[392] Bihâr al-Anwâr, juz 71, hal., 472.
[393] Ghurar al-Hikam, pasal 1, nomor 1554.
[394] Ibid., pasal 2, nomor 81.
[395] Bihâr al-Anwâr, juz 71, hal., 405.
[396] Ibid., juz 71, hal., 402.
Bahasa Kasih Sayang!
[397] Bihâr al-Anwâr, juz 104, hal., 92.
[398] Bihâr al-Anwâr, juz 104, hal., 92.
[399] Ibid., hal., 99.
[400] Ibid., juz 75, hal., 137.
[401] Ibid., hal., 137.
[402] Bihâr al-Anwâr, juz 43, hal., 295.
[403] Ibid., hal., 264.
[404] Ibid., juz 43, hal., 261.
[405] Târîkh Ya'qûbî, juz 2, hal., 320.
[406] Ghurar al-Hikam, hal., 77.
[407] Bihâr al-Anwâr, juz 74, hal., 64.
[408] Ghurar al-Hikam, pasal 41, nomor 51.
[409] Ibid.
[410] Ibid., nomor 839.
[411] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 193.
[412] Majma' az-Zawâ'id, juz 8, hal., 159.
[413] Doktor Jalali, Rawansyenasi_ye Kudak, hal., 331.
[414] Rawansyenasi_ye Tajribi Kudak, diterjemahkan oleh Muhammad Taqi Zadeh, hal., 130.
[415] Doktor Jalali, Ibid., hal., 322.
[416] Wasâ'il asy-Syî'ah, juz 15, hal., 213.
[417] Bihâr al-Anwâr, juz 42, hal., 285.
[418] Ghurar al-Hikam, hal., 854.
[419] Kemungkinan ini adalah kasus khas di Iran -peny.
[420] Dar Tarbiyat, hal., 121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar