Jumat, 07 Desember 2018

TAUBAT YAZID




ilustrasi hiasan:

KHOTBAH 3 diambil dari Nahjul Balaghah

Dikenal sebagai Khotbah Asy-Syiqsyiqiyyah[i]


Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu Bakar)[ii] membusanai dirinya dengan (kekhalifahan) itu, padahal ia pasti tahu bahwa kedudukan saya sehubungan dengan itu adalah sama dengan kedudukan poros pada penggiling. Air bah mengalir (menjauh) dari saya dan burung tak dapat terbang sampai kepada saya. Saya memasang tabir terhadap kekhalifahan dan melepaskan diri darinya.

Kemudian saya mulai berpikir, apakah saya harus menyerang ataukah menanggung dengan tenang kegelapan membutakan dan azab, di mana orang dewasa menjadi lemah dan orang muda menjadi tua, dan orang mukmin yang sesungguhnya hidup di bawah tekanan sampai ia menemui Allah (saat matinya). Saya dapati bahwa kesabaran atasnya lebih bijaksana. Maka saya mengambil kesabaran, walaupun ia menusuk di mata dan mencekik di kerongkongan. Saya melihat perampokan warisan saya sampai orang yang pertama menemui ajalnya, tetapi mengalihkan kekhalifahan kepada Ibnu Khaththab sesudah dirinya.

Kemudian ia mengutip syair al-'A'sya':

Hari-hariku kini berlalu di punggung unta (dalam kesulitan)

Sementara ada hari-hari (kemudahan)

Ketika aku menikmati pertemanan Hayyan, saudara Jabir.[iii]

Aneh bahwa selagi hidup ia ingin melepaskan diri dari kekhalifahan, tetapi ia mengukuhkannya untuk yang lainnya setelah matinya. Tiada ragu bahwa kedua orang ini sama bersaham pada puting-puting susunya semata-mata di antara mereka saja. Yang satu ini menempatkan kekhalifahan dalam suatu lingkungan sempit yang alot di mana ucapannya sombong dan sentuhannya kasar. Kesalahannya banyak, dan banyak pula dalihnya kemudian. Orang yang berhubungan dengannya adalah seperti penunggang unta binal. Apabila ia menahan kekangnya, hidungnya akan robek, tetapi apabila ia melonggarkannya maka ia akan terlempar. Akibatnya, demi Allah, manusia terjerumus ke dalam kesemberonoan, kejahatan, kegoyahan dan penyelewengan. Namun demikian saya tetap sabar walaupun panjang-nya masa dan tegarnya cobaan, sampai, ketika ia pergi pada jalan (kematian)nya, ia menempatkan urusan (kekhalifahan) pada suatu kelompok[iv] dan menganggap saya salah satu dari mereka. Tetapi, ya Allah, apa hubungan saya dengan "musyawarah" ini? Di manakah ada suatu keraguan tentang saya sehubungan dengan yang pertama dari mereka sehingga saya sekarang dipandang sama dengan orang-orang ini? Tetapi saya tetap merendah ketika mereka merendah dan terbang tinggi ketika mereka terbang tinggi. Seorang dari mereka menentang saya karena kebenciannya, dan yang lainnya cenderung ke jalan lain karena hubungan perkawinan dan karena ini dan itu, sehingga orang ketiga dari orang-orang ini berdiri dengan dada membusung antara kotoran dan makanannya. Bersamanya sepupunya pun bangkit sam-bil menelan harta Allah[v] seperti seekor unta menelan rumput musim semi, sampai talinya putus, tindakan-tindakannya mengakhiri dirinya dan keserakahannya membawanya jatuh tertelungkup.

Pada waktu itu tak ada yang mengagetkan saya selain kerumunan orang yang maju kepada saya dari setiap sisi seperti bulu tengkuk rubah sehingga Hasan dan Husain terinjak dan kedua ujung baju bahu saya robek. Mereka berkumpul di sekitar saya seperti kawanan kambing. Ketika saya mengambil kendali pemerintahan, suatu kelompok memisahkan diri dan satu kelompok lain mendurhaka, sedang yang sisanya mulai menyeleweng seakan-akan mereka tidak mendengar kalimat Allah yang mengatakan, "Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak in gin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) buini. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS. 28:83)

Ya, demi Allah, mereka telah mendengarnya dan memahaminya, tetapi dunia nampak berkilau di mala mereka dan hiasannya menggoda mereka. Lihatlah, demi Dia yang memilah gabah (untuk tumbuh) dan menciptakan makhluk hidup, apabila orang-orang tidak datang kepada saya, dan para pendukung tidak mengajukan hujah, dan apabila tak ada perjanjian Allah dengan ulama bahwa mereka tak boleh berdiam diri dalam keserakahan si penindas dan laparnya orang tertindas, maka saya akan sudah melemparkan kekhalifahan dari bahu saya, dan memberikan orang yang terakhir perlakuan yang sama seperti orang yang pertama. Maka Anda akan melihat bahwa dalam pandangan saya dunia Anda ini tidak lebih baik dari bersin seekor kambing.

Dikatakan bahwa ketika Arnirul Mukminin sampai di sini dalam khotbahnya, seorang lelaki dari 'Iraq berdiri dan menyerahkan kepadanya suatu tulisan. Amirul Mukminin melihat (tulisan) itu, dan ketika itu juga Ibn 'Abbas --semoga Allah meridai keduanya-- berkata, "Ya Amirul Muk­minin, saya harap Anda lanjutkan khotbah Anda dari mana Anda telah memutuskannya."

Atasnya ia menjawab,

"Wahai Ibn 'Abbas, hal itu seperti uap dengusan seekor unta yang menyembur keluar tetapi (kemudian) mereda."

Ibn 'Abbas berkata bahwa ia tak pernah menyedihkan suatu ucapan sebagaimana atas yang satu ini, karena Amirul Mukminin a.s. tak dapat mengakhirinya sebagaimana diinginkannya.

Sayid Radhi mencatat: Kata-kata dalam khotbah, "seperti penunggang unta" bermaksud menyampaikan bahwa bilamana seorang penunggang unta menarik kendali dengan kaku maka dengan sentakan itu lobang hidungnya akan memar, tetapi apabila ia melonggarkannya padahal unta itu liar, maka unta itu akan melemparkannya di suatu tempat dan akan lepas kendali. Asynaq an-n?qah digunakan bilamana si penunggang menarik kekang dan meninggikan kepala unta. Dalam pengertian yang sama digunakan juga kata syanaqa an-n?qah. Ibnu Sikkit telah menyebutkannya dalam Isl?hul Manthiq. Amirul Mukminin telah mengatakan asynaqa lah? sebagai ganti asynaqaha, karena ia menggunakannya seirama dengan aslasa lah? dan keselarasan hanya dapat dipertahankan dengan mengunakan keduanya dalam bentuknya yang sama. Jadi, Amirul Mukminin menggunakan asynaqa lah? seakan-akan sebagai ganti in rafa'a lah? ra'sah?, yakni "apabila ia menghentikannya dengan menarik kekang".•

TAUBAT YAZID


Sumber : Dari buku Tanya Jawab Pilihan (Edisi Muharram)

Tanya : Apakah setelah kejadian tersebut Yazid bertaubat? Sebenarnya apakah taubat seseorang seperti dia dapat diterima?

JANGAN MENGUBAH PERISTIWA KARBALA!

Tahrîf artinya memalingkan sesuatu dari jalannya dan keadaan yang semestinya. Ia merupakan tindakan mengubah sesuatu. Melakukan tahrif ialah apabila satu kalimat, surat atau pesan, bait puisi, tidak dipahamkan sebagaimana maksudnya atau dengan maksud lainnya. Apa yang Anda sampaikan kepada orang lain, lalu ia menukilnya dengan mengurangi dan menambahinya, dan menghilangkan bagian maksud Anda, Anda akan mengatakan, Saya yang mengatakan itu, tapi dia telah mentahrif perkataan saya.

Banyak macam tahrîf, dan yang terpenting darinya ialah:

1-Tahrîf lafzhi (dalam kata); ialah mengubah kata atau bagian luar sesuatu. Misalnya, Anda kurangi atau tambahi sesuatu dari apa yang fulan katakan kepada Anda, atau membuat kalimat-kalimat dari dia bermakna lain. Kesimpulannya, ialah penyalah gunaan perkataan dia dalam lafaz.
2-Tahrîf manawi (dalam makna); tidaklah menyalahi kata. Kata-katanya memang demikian adanya, tapi dimaknakan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh yg berkata. Misalnya, Anda menjelaskannya dengan makna yang sesuai dengan maksud Anda, tetapi tidak sesuai dengan maksud dia yang sebenarnya.


Sebuah Contoh Tahrif

Kata tahrîf disebut dalam Alquran mengenai orang-orang Yahudi, bahwa mereka lah yang terdepan dalam kasus tahrîf. Sampai Syahid Mutahari mengatakan: “Adalah ras yang memiliki kecenderungan aneh! Suka melakukan tahrif.”
Mereka selalu membolak-balikkan fakta dan realitas, sementara banyak media menukil berita dari mereka yang menjadi reporter dunia. Terutama media berita itu milik mereka. Agar mereka dapat mengubah perkara-perkara di dunia ini sebagaimana yang mereka inginkan. Dikatakan dalam Alquran, sampai batas bahwa tahrif menjadi cirikhas ras ini. Allah swt berfirman:

أَفَتَطْمَعُوْنَ أَنْ يُؤْمِنُوْا لَكُمْ وَ قَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَ هُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepada (agama)mu, padahal segolongan dari mereka telah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedangkan mereka mengetahui? (QS: al-Baqarah 75)

Mereka selalu melakukan tahrif bukan lantaran tidak paham. Mereka memahami (perkataan) itu dengan baik. Namun mereka mengubahnya dengan kesadaran mereka, dan menjelaskan sebaliknya kepada kaum. Inilah tahrif, mengubah sesuatu dan membelokkannya dari jalan hakikinya. Mereka telah melakukannya dalam kitab samawi.

Sebagai contoh tahrif lafzhi di dalam syair, diceritakan oleh seorang alim tentang pengalamannya di masa mudanya dulu: “Seorang pelantun pujian dari Tehran datang ke Masyhad, dan masuk ke Masjid Gouharsyad (terletak di sebelah selatan Haram Imam Ridha). Ia berdiri melantunkan bait syair yang dinisbatkan kepada Hafez (tentang etika ziarah di makam Imam Ali Ridha). Ringkasnya bahwa satu bait lanjutan yang dia baca ialah:

 از جان ببوس وبر در ان بارگاه باش

Lalu beliau menegurnya, “Mengapa kau salah membaca syair ini? Bahwa syairnya (yang benar) adalah:

از جان ببوس وبر در ان باركاه باش

(Hanya beda satu huruf, yang semestinya “ک”/k dia baca “گ”/g)
Si pelantun itu bertanya,
“Apa artinya “باركاه باش”?
Beliau menjawab,
“Bila kamu sampai di ambang Haram (tempat suci), hempaskan dirimu bagai muatan rumput yang dijatuhkan dari atas tunggangan ke tanah!”.

Setelah itu, si pelantun syair pujian itu di kesempatan lain bila sampai pada kalimat tersebut, ia melontarkannya sambil menjatuhkan dirinya.


Tafrîf Menyangkut Perkara Besar

Di dalam tahrif lafzhi dan manawi juga terdapat perbedaan tematik, atau menyangkut masalah kecil dan masalah besar. Terkadang tahrif terkait sebuah perkataan biasa, seperti perbincangan antara dua orang, lalu dinukil oleh yang lain. Terkadang juga menyangkut sebuah tema besar sosial. Misalnya, terkait pribadi (agung dan suci) yang ucapan dan perbuatannya adalah hujjah bagi umat, dan akhlaknya sebagai tauladan bagi mereka.

Adalah tindakan tahrif apabila suatu perkataan dinisbatkan kepada Nabi saw, yang tidak beliau katakan. Atau suatu akhlak kepada beliau yang diikuti oleh umat padahal itu bukan akhlak beliau. Tahrif juga terjadi dalam peristiwa bersejarah, yang menjadi sebuah dokumen bagi masyarakat. Di dalam akhlak dan pendidikan juga demikian dan merupakan perkara yang sangat penting.

Peristiwa Karbala adalah sebuah peristiwa besar sosial, yang membawa efek dalam tarbiyah, akhlak dan perangai kita. Adalah peristiwa yang diperingati oleh jutaan orang, dengan mengeluarkan biaya jutaan untuk disimak perkara-perkara yang berkaitan dengannya dalam durasi sekian jam. Peristiwa besar ini harus disampaikan sebagaimana yang telah terjadi, tanpa dikurangi dan ditambahi. Jika ada masukan atau penyalah gunaan dari kita di dalam peristiwa ini, berarti mentahrifnya. Merugilah kita saat itu, yang semestinya kita memperoleh manfaat dari peristiwa yang agung ini.
(Bersambung)

Referensi:

Hamase-e Husaini/Syahid Mutahari



----------------------------------------------------------------------------------------------------------

MANA BENAR DAN MANA SALAH


Pada masa pemerintahan kekhalifahan Ali bin abu thalib, beliau diserang. Yang menyerang pemerintahan Imam Ali bukan yahudi dan nasrani, tetapi kawan-kawan seperjuangan beliau ketika masih bersama Rasulullah Saw. Perang ini terkenal dengan nama perang Jamal atau perang unta.
Perang saudara ini membingungkan banyak orang, "saya harus berpihak kemana?". Isu-isu bertebaran semakin tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah.

Akhirnya salah seorang sahabat tidak tahan dan bertanya kepada Imam Ali, "Wahai Imam.. manakah yang benar?

Disana ada Aisyah (istri Nabi) juga para sahabat Nabi yang dulu berperang denganmu. Sedangkan disini ada engkau dan para sahabatmu yang juga berperang bersama mereka dulu. Lalu, manakah yang benar?"

Imam Ali dengan bijak menjawab, "Engkau salah, wahai sahabat. Engkau mengukur individu-individu dulu baru mencoba menetapkan siapa yang benar.

Kenalilah kebenaran itu dulu, baru lihatlah siapa individu yang berada di belakangnya.."

Dari peristiwa perang Jamal ini, Imam Ali mengajarkan para sahabatnya untuk berlaku obyektif, melihat lebih jelas permasalahan baru menentukan sikap. Bukan malah condong kepada sosok atau subyek tertentu dalam menentukan sikap.

Melihat "apa" dan bukan "siapa".

Sejarah yang terjadi ribuan tahun lalu adalah sebuah pembelajaran bagaimana menentukan sebuah sikap ketika terjadi perbedaan pendapat. Menentukan sebuah sikap adalah hal yang wajib, karena ketika kita mengenal mana yang benar dan mana yang salah, netral adalah kebodohan yang mendasar.




-----------------------------------------------------------------------------------------------------------







JIKA ALLAH BERKEHENDAK TIDAK SESIAPA DAPAT MENGHALANG
 
      Kitab-kitab di blog ini khusus untuk pengikut mazhab Ahlu l-Bait alaihis salam atau mazhab Ja'fari atau mazhab Syi'ah Imam Dua Belas, yaitu pengikut Syiah Ali,  Islamnya paling dini, yang merupakan pintu ilmu nabi untuk orang mukmin, pukulan pedangnya membuat tertegaknya islam hingga kehari ini, seorang Imam yang sentiasa di dalam kebenaran dan disucikan, teman paling dekat, sepupu, menantu, suami kepada penghulu wanita surga, ayah kepada dua ketua pemuda surga, wasinya didikan rasul di rumah  mereka, tempat turunnya wahyu Allah swt. sahaja.

        Pemilik blog tidak bertanggung-jawab di atas akidah sesiapapun, apa yang terkandung dalam kitab-kitab disini hanyalah warisan dari penafsiran para aimmah, yang diwarisi kepada wakil dan teman-teman terpercaya Imam al Mahdi a.s., ilmu yang tersembunyi bersifat kesendirian dan terasing, dirahasiakan oleh penguasa dalam lipatan sejarah, sehingga amat sedikit pengikutnya, hanya kemudian diwarisi kepada generasi yang lahir dari peristiwa itu yaitu para marjai-marjai syiah, dari mereka maka terpelihara rapi walaupun sebelumnya telah berdirinya universitas islam pertama oleh Imam Ja'far a.s. dan selanjutnya khazanah ilmu itu tersimpan dan diwarisi dengan rapi hingga sekarang oleh para marjai Universitas Qum, Iran. selain tiu Dinasti Syiah Fathimiyyah adalah pendiri Al-Azhar sebagai universitas Islam tertua dan terkemuka di Dunia Islam hingga kini. Bagitupun ilmu dari keluarga nabi ini masih agak asing/kafir bagi sesetengah muslim...
Semoga usaha tetap terpelihara keaslian dan kesinambungan ilmu-ilmunya dengan sifat-sifat kesendirian dan keterasingannya, sehingga menambahkan wawasan, keilmuan dan menjadikanya bahan pemikiran serta sebagai pahala sedekah , untuk mendapat syafaat dari nabi junjungan, para aimmah, insan pilihan yang disucikan dan sebagai usaha kebajikan yang bermanfaat dan berterusan, sebagai  tanda ketaatan kepada Allah, dan juga sebagai kesetiaan, kepatuhan dan dukungan kepada para nabi dan para aimmah sekelian...Aamiin.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...