sumber : khazanahahlulbait.wordpress
ilustrasi : kesedihan az zahra
Beberapa waktu yang lalu alfaqir telah menuliskan manfaat-manfaat shalatullail, untuk selanjutnya akan menuliskan tata cara shalatullail. Disebut juga dengan shalat tahajjud.
Mengenai tata cara shalatullail, ada dua tata cara, yaitu tata cara yang lengkap dan yang singkat. Pada kesempatan ini, alfaqir akan memaparkan tata cara shalatullail yang singkat, untuk memudahkan kita di dalam membiasakan shalatullail.
Di dalam membiasakan shalatullail, kita bisa memulainya dengan melaksanakan shalatullail dengan tata cara singkatnya terlebih dulu. Jika sudah terbiasa, kemudian kita bisa melakukan shalatullail dengan cara yang lengkapnya. Karena tata cara shalatullail yang lengkap ini lumayan panjang.
Shalatullail itu berjumlah 11 rakaat, 8 rakaat (dilakukan dua rakaat-dua rakaat seperti shalat subuh) dengan niat shalatullail, 2 rakaat dengat niat shalat syafa’, dan 1 rakaat dgn niat shalat witir.
Mengenai tata cara shalatullail, ada dua tata cara, yaitu tata cara yang lengkap dan yang singkat. Pada kesempatan ini, alfaqir akan memaparkan tata cara shalatullail yang singkat, untuk memudahkan kita di dalam membiasakan shalatullail.
Di dalam membiasakan shalatullail, kita bisa memulainya dengan melaksanakan shalatullail dengan tata cara singkatnya terlebih dulu. Jika sudah terbiasa, kemudian kita bisa melakukan shalatullail dengan cara yang lengkapnya. Karena tata cara shalatullail yang lengkap ini lumayan panjang.
Shalatullail itu berjumlah 11 rakaat, 8 rakaat (dilakukan dua rakaat-dua rakaat seperti shalat subuh) dengan niat shalatullail, 2 rakaat dengat niat shalat syafa’, dan 1 rakaat dgn niat shalat witir.
A. Tata Cara Shalatullail:
Niat shalat dua rakaat shalatullail qurbatan ilallah (niatnya cukup di dalam hati saja).
Pada rakaat pertama: Membaca surat al-Fatihah (satu kali) dan surat al-Ikhlash (satu kali), lalu rukuk dan sujud seperti biasa.
Pada rakaat kedua: membaca surat al-Fatihah (satu kali) dan surat al-Ikhlash (satu kali), lalu qunut, rukuk, sujud, tasyahud, dan salam.
(Ulangi shalat ini sampai empat kali, dimana kalau dihitung seluruhnya, jumlah rakaatnya ada delapan rakat)
Catatan
Bacaan doa ketika qunut bebas, minimal membaca “Rabbana atina fiddunia hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina adzabannar.”
(Artinya: Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan jagalah diri kami dari siksa api neraka).
B. Tata Cara Shalat Syafa’:
Niat shalat dua rakaat shalat syafa’ qurbatan ilallah (niatnya cukup di dalam hati saja).
Pada rakaat pertama: Membaca surat al-Fatihah (satu kali) dan surat al-Ikhlash (satu kali) ditambah surat an-Nas (satu kali), lalu rukuk dan sujud seperti biasa.
Pada rakaat kedua: Membaca surat al-Fatihah (satu kali) dan surat al-Ikhlash (satu kali) ditambah surat al-Falaq (satu kali), lalu qunut, rukuk, sujud, tasyahud, dan salam.
C. Tata Cara Shalat Witir:
Niat shalat satu rakaat shalat witir qurbatan ilallah (niatnya cukup di dalam hati saja).
Pada rakaat pertama: Membaca surat al-Fatihah (satu kali) dan surat al-Ikhlash (tiga kali) ditambah surat al-falaq (satu kaki) dan surat an-Nas (satu kali), lalu qunut, rukuk, sujud, tasyahud, dan salam.
Catatan
Di dalam qunut witir, kita membaca doa-doa berikut dengan menggunakan jari-jari kita atau tasbih:
“Allahummaghfir lilmu’minin wal mu’minat wal muslimina wal muslimat” sebanyak 40 (Empat puluh) kali.
(Artinya: Ya Allah, ampunilah kaum mukminin-mukminat, dan muslimin-muslimat).
“Astaghfirullaha wa atubu ilaih” sebanyak 70 (Tujuh puluh) kali.
(artinya: Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya).
“Hadza maqomul ‘a’idzi bika minannar” sebanyak 7 (Tujuh) kali.
(Artinya: Inilah maqom orang yang berlindung kepada-Mu dari api neraka).
“Al-‘Afwu” sebayak 300 (Tiga ratus) kali.
(Artinya: Ya Allah, Maafkanlah (kesalahan-kesalahanku!)
“Rabbighfirli warhamni wa tub ‘alayya innaka Antat-tawwabul-ghafurur-rahim” sebanyak 1 (Satu) kali.
(Artinya: Ya Allah, ampunilah aku, sayangilah aku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat, Maha Pengampun dan Maha Penyayang).
Selepas shalat, membaca Tasbih Zahra as:
Allahu akbar 34 kali,
al-Hamdulillah 33 kali, dan
Subhanallah 33 kali.
Dalam suatu hadis dikatakan, bahwa membaca tasbih Zahra as disisi Allah swt lebih baik dari pada seribu rakaat shalat mustahab.
Allahumma sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
Ilahi Aamiin YA Kariim bihaqqi Muhammad wa aali Muhammad
Istajib Yaa Rabb
Keutamaan Sholat Malam
MANFAAT SHALATULLAIL (SHALAT MALAM / SHALAT TAHAJUD)
الإمام على عليه السلام:
ما ترکت صلاة الليل منذ سمعت قول النبى صلى الله عليه و اٰله وسلم صلاة الليل نور (بحار الأنوار، ج ٤١، ص ١٧).
Imam Ali as berkata:
“Aku tidak pernah meninggal shalatullail (shalat malam) sejak ku dengar perkataan Nabi saaw, “Shalat malam adalah cahaya.” (Bihar al-Anwar, jld 41, hal. 17)
Manfaat Shalat Malam:
1. Merupakan penyebab keridhaan Allah dan kecintaan malaikat;
2. Merupakan penyebab keagungan Allah swt atas para malaikatnya;
3. Orang yang melakukan shalatullail akan bercahaya seperti bintang-bintang di langit;
4. Merupakan penyebab menjadi terangnya hati;
5. Merupakan penyebab diijabahnya doa dengan segera;
6. Merupakan penyebab diterimanya taubat, dan pensucian dosa-dosa;
7. Merupakan penyebab diampuninya dosa-dosa;
8. Merupakan penyebab indahnya dan bercahayanya wajah sepanjang hari;
9. Menyebabkan kesehatan dan kesembuhan bagi berbagai penyakit jasmani dan rohani;
10. Merupakan penyebab diangkatnya segala penderitaan dan kesulitan, dan menguatkan penglihatan mata;
11. Menyebabkan seseorang menjadi berakhlak seperti akhlaknya para Nabi dan wali Allah swt;
12. Menyebabkan seseorang mampu menjalankan sunnah Nabi dan orang-orang shalih;
13. Menyebabkan bersinarnya cahaya Allah swt pada diri orang yang melakukan shalatullail;
14. Menyebabkan kecintaan orang-orang kepada orang yang melakukan shalatullail;
15. Menyebabkan ditambahnya (dipanjangkannya) usia;
16. Merupakan penyebab berlimpahnya rejeki dan terlunaskannya hutang;
17. Merupakan penyebab bersedekah;
18. Merupakan penyebab dituliskannya empat pahala besar bagi orang yang melakukan shalatullail;
19. Allah akan memerintahkan sembilan shaf (baris) malaikat turut shalat di belakang orang yang melakukan shalatullail;
20. Sebagai kunci menuju surga dan paspor untuk melintas di atas titian (shirat);
21. Merupakan hiasan akhirat dan bercahayanya seorang mukmin di akhirat;
22. Shalat malam seperti pelindung bagi kepala orang yang melakukan shalatullail di hari kiamat;
23. Shalat malam merupakan pakaian yang akan menutupi badan orang yang melakukan shalatullail tatkala semua orang telanjang di hari kiamat;
24. Orang yang melakukan shalat malam, pada hari kiamat wajah dan matanya akan bercahaya dan berseri-seri;
25. Shalat malam akan menjadi tirai penghalang antara orang yang melakukan shalatullail dan api neraka;
26. Timbangan amal kebajikan orang yang melakukan shalatullail akan menjadi berat di hari akhirat;
27. Shalat malam seperti mahkota di atas kepala orang yang melakukan shalatullail;
28. Shalat malam merupakan cahaya yang menerangi kegelapan di dalam kubur;
29. Shalatullail akan menghilangkan rasa takut terhadap kegelapan di alam kubur;
30. Shalatullail merupakan pengaman dari siksa kubur dan api neraka.
SEJARAH SHALAT
Sumber : ikmalonline
Berangkat dari soal, apakah Rasulullah saw sebelum bi’tsah
mengerjakan shalat? Allah swt berfirman: “Bagaimana pendapatmu tentang
orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan salat?” (QS:
al-‘Alaq 9-10).
Kalimat عَبْداً إِذا صَلَّى(‘abdan idza shalla; seorang hamba yang mengerjakan shalat) di ayat ini, yang dimaksud adalah Rasulullah saw. Di bagian akhir surat al-‘Alaq terlihat beliau dilarang mematuhi orang yang melarangnya, dan diperintahkan sujud serta taqarub kepada Allah. Oleh karena itu, konteks ayat-ayat al-‘Alaq –sebagai awal (wahyu) surat yang turun dalam sekaligus- menunjukkan bahwa beliau sebelum Alquran diturunkan telah mengerjakan shalat. Juga, beliau adalah seorang nabi sebelum menjadi rasul atau sebelum bi’tsah.
Tidaklah benar perkataan bahwa shalat bagi beliau sebelum bi’tsah tidak wajib, sebagaimana dikatakan dalam hadis-hadis bahwa shalat-shalat fardu diwajibkan di malam mi’raj! Sebab;
1-Hal yang jelas dari kisah mi’raj ialah bahwa lima shalat harian diwajibkan di malam mi’raj dalam bentuk yang khas.
2-Tak berarti shalat bagi beliau (secara khusus) tidak disyariatkan sebelum malam itu dalam bentuk lain.
3-Disinggung dalam banyak ayat dari surat-surat Makkiyah (yang turun di Mekah), di antaranya dalam surat-surat; al-Mudatsir, al-Muzammil dan lainnya yang turun sebelum surat al-Isra` dengan berbagai ungkapan. Meskipun tidak diterangkan bagaimana shalat beliau sebelum mi’raj, tetapi dalam kadar meliputi sejumlah bacaan Alquran dan sujud.
4-Diterangkan dalam beberapa riwayat bahwa Rasulullah saw, Sayidah Khadijah dan Ali melaksanakan shalat, meski tak diterangkan bentuknya pada saat itu.
Dalam QS: Thaha 130-132, Allah berfirman: فَاصْبِرْ عَلى ما يَقُولُونَ وَ سَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ.. ; “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu..”, sampai pada: وَ أْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ; “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat..”. Mengenai ayat-ayat ini:
Pertama, lafaz “keluargamu” dalam ayat yang turun di Mekah ini, berdasarkan sebab turunnya ialah mencakup Sayidah Khadijah dan Ali. Karena, Ali bagian dari keluarga Rasulullah saw dan tinggal di dalam rumah beliau.
Kedua, firman Allah: قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَ قَبْلَ غُرُوبِها وَ مِنْ آناءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَ أَطْرافَ النَّهارِ لَعَلَّكَ تَرْضى; “..sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridha..”, tidak mengaitkan shalat tengah hari (zuhur).
Ketiga, yang tampak bahwa shalat-shalat harian pada saat turunnya surat Thaha dan Hud sebelum surat al-Isra (tentang isra dan mi’raj Rasulullah saw), adalah empat shalat. Sampai turunnya surat al-Isra yang tergolong surat-surat awal yang turun di Mekah, pun shalat zuhur belum diwajibkan.
Keempat, riwayat-riwayat terkait dari Syiah dan Ahlussunnah juga menunjukkan bahwa lima shalat fardu harian disyariatkan di mi’raj, dan terdapat di dalam surat al-Isra yang turun setelah mi’raj.
Firman Allah swt dalam QS: al-Isra 78: أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلى غَسَقِ اللَّيْلِ; “Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam..” mencakup zuhur hingga pertengahan malam. Lalu, وَ قُرْآنَ الْفَجْرِ; (juga shalat subuh..”. Maka lima shalat fardu harian yang harus dikerjakan; zuhur dan asar, magrib dan isya kemudian subuh.
“Qur`an al-Fajr” selain atas kesepakatan semua riwayat terkait bahwa yang dimaksud adalah shalat subuh, bagian dari maknanya adalah qira`at Alquran, karena itu dikatakan qur`an (bacaan) subuh.
Kemudian ayat itu ditutup dengan kalimat, “Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan.” Riwayat-riwayat Ahlussunnah dan Syiah mengenainya, menafsirkan bahwa shalat subuh disaksikan oleh para malaikat malam ketika akan kembali dan para malaikat siang ketika datang. Tafsir bagi مَشْهُوداً; hal disaksikannya qur`anal fajr ini dalam riwayat-riwayat dua mazhab besar ini mendekati kemutawatiran. Dalam sebagian riwayat terdapat pula dengan kesaksian Allah dan juga muslimin.
Dalam ayat itulah dijelaskan kewajiban lima shalat dengan waktu-waktunya. Salah satu riwayat yang menguatkan bagian ini dinukil dari Sa’id bin Musayab dari Imam Ali Zainul Abidin: “Saya bertanya kepada beliau, kapan shalat (dan di mana saat) diwajibkan bagi muslimin, shalat wajib sebagaimana yang berlaku kini?”
Imam menjawab, “Di Madinah, dan setelah kokohnya dakwah Islam serta kewajiban jihad bagi muslimin, ketika itu shalat dalam bentuk sebagaimana kini tidak diwajibkan, melainkan sedikit (jumlah rakaatnya, yaitu) tujuh rakaat. Rasulullah saw menambahnya dua rakaat pada zuhur, dua rakaat asar, satu rakaat pada magrib dan dua rakaat pada isya.
Sedangkan shalat subuh beliau kerjakan dalam bentuk yang telah diwajibkan di Mekah. Sebab, pada waktu subuh para malaikat siang yang datang dan para malaikat malam yang akan pergi, mereka bergerak cepat. Jadi, shalat subuh dikarenakan disaksikan oleh yang datang dan yang pergi, tetap dikerjakan dua rakaat..” (Tafsir al-Mizan juz 40, hal 312)
Tarikh-e Tasyri’ Din-e Islam wa Waqaye’ Muhimm-e An az Didgahe Qur`an wa Hadits/Mahdi Amin/Muhammad Pistuni
Kalimat عَبْداً إِذا صَلَّى(‘abdan idza shalla; seorang hamba yang mengerjakan shalat) di ayat ini, yang dimaksud adalah Rasulullah saw. Di bagian akhir surat al-‘Alaq terlihat beliau dilarang mematuhi orang yang melarangnya, dan diperintahkan sujud serta taqarub kepada Allah. Oleh karena itu, konteks ayat-ayat al-‘Alaq –sebagai awal (wahyu) surat yang turun dalam sekaligus- menunjukkan bahwa beliau sebelum Alquran diturunkan telah mengerjakan shalat. Juga, beliau adalah seorang nabi sebelum menjadi rasul atau sebelum bi’tsah.
Tidaklah benar perkataan bahwa shalat bagi beliau sebelum bi’tsah tidak wajib, sebagaimana dikatakan dalam hadis-hadis bahwa shalat-shalat fardu diwajibkan di malam mi’raj! Sebab;
1-Hal yang jelas dari kisah mi’raj ialah bahwa lima shalat harian diwajibkan di malam mi’raj dalam bentuk yang khas.
2-Tak berarti shalat bagi beliau (secara khusus) tidak disyariatkan sebelum malam itu dalam bentuk lain.
3-Disinggung dalam banyak ayat dari surat-surat Makkiyah (yang turun di Mekah), di antaranya dalam surat-surat; al-Mudatsir, al-Muzammil dan lainnya yang turun sebelum surat al-Isra` dengan berbagai ungkapan. Meskipun tidak diterangkan bagaimana shalat beliau sebelum mi’raj, tetapi dalam kadar meliputi sejumlah bacaan Alquran dan sujud.
4-Diterangkan dalam beberapa riwayat bahwa Rasulullah saw, Sayidah Khadijah dan Ali melaksanakan shalat, meski tak diterangkan bentuknya pada saat itu.
Awal Perintah Shalat
Dalam QS: Thaha 130-132, Allah berfirman: فَاصْبِرْ عَلى ما يَقُولُونَ وَ سَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ.. ; “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu..”, sampai pada: وَ أْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ; “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat..”. Mengenai ayat-ayat ini:
Pertama, lafaz “keluargamu” dalam ayat yang turun di Mekah ini, berdasarkan sebab turunnya ialah mencakup Sayidah Khadijah dan Ali. Karena, Ali bagian dari keluarga Rasulullah saw dan tinggal di dalam rumah beliau.
Kedua, firman Allah: قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَ قَبْلَ غُرُوبِها وَ مِنْ آناءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَ أَطْرافَ النَّهارِ لَعَلَّكَ تَرْضى; “..sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridha..”, tidak mengaitkan shalat tengah hari (zuhur).
Ketiga, yang tampak bahwa shalat-shalat harian pada saat turunnya surat Thaha dan Hud sebelum surat al-Isra (tentang isra dan mi’raj Rasulullah saw), adalah empat shalat. Sampai turunnya surat al-Isra yang tergolong surat-surat awal yang turun di Mekah, pun shalat zuhur belum diwajibkan.
Keempat, riwayat-riwayat terkait dari Syiah dan Ahlussunnah juga menunjukkan bahwa lima shalat fardu harian disyariatkan di mi’raj, dan terdapat di dalam surat al-Isra yang turun setelah mi’raj.
Shalat-shalat Fardu Harian dan Waktu-waktunya
Firman Allah swt dalam QS: al-Isra 78: أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلى غَسَقِ اللَّيْلِ; “Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam..” mencakup zuhur hingga pertengahan malam. Lalu, وَ قُرْآنَ الْفَجْرِ; (juga shalat subuh..”. Maka lima shalat fardu harian yang harus dikerjakan; zuhur dan asar, magrib dan isya kemudian subuh.
“Qur`an al-Fajr” selain atas kesepakatan semua riwayat terkait bahwa yang dimaksud adalah shalat subuh, bagian dari maknanya adalah qira`at Alquran, karena itu dikatakan qur`an (bacaan) subuh.
Kemudian ayat itu ditutup dengan kalimat, “Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan.” Riwayat-riwayat Ahlussunnah dan Syiah mengenainya, menafsirkan bahwa shalat subuh disaksikan oleh para malaikat malam ketika akan kembali dan para malaikat siang ketika datang. Tafsir bagi مَشْهُوداً; hal disaksikannya qur`anal fajr ini dalam riwayat-riwayat dua mazhab besar ini mendekati kemutawatiran. Dalam sebagian riwayat terdapat pula dengan kesaksian Allah dan juga muslimin.
Dalam ayat itulah dijelaskan kewajiban lima shalat dengan waktu-waktunya. Salah satu riwayat yang menguatkan bagian ini dinukil dari Sa’id bin Musayab dari Imam Ali Zainul Abidin: “Saya bertanya kepada beliau, kapan shalat (dan di mana saat) diwajibkan bagi muslimin, shalat wajib sebagaimana yang berlaku kini?”
Imam menjawab, “Di Madinah, dan setelah kokohnya dakwah Islam serta kewajiban jihad bagi muslimin, ketika itu shalat dalam bentuk sebagaimana kini tidak diwajibkan, melainkan sedikit (jumlah rakaatnya, yaitu) tujuh rakaat. Rasulullah saw menambahnya dua rakaat pada zuhur, dua rakaat asar, satu rakaat pada magrib dan dua rakaat pada isya.
Sedangkan shalat subuh beliau kerjakan dalam bentuk yang telah diwajibkan di Mekah. Sebab, pada waktu subuh para malaikat siang yang datang dan para malaikat malam yang akan pergi, mereka bergerak cepat. Jadi, shalat subuh dikarenakan disaksikan oleh yang datang dan yang pergi, tetap dikerjakan dua rakaat..” (Tafsir al-Mizan juz 40, hal 312)
Referensi:
Tarikh-e Tasyri’ Din-e Islam wa Waqaye’ Muhimm-e An az Didgahe Qur`an wa Hadits/Mahdi Amin/Muhammad Pistuni