ilustrasi hiasan:
IMAN
"Ali adalah khalifah pertama yang melindungi dan memajukan sastra Arab."
-John J. Pool Sejarawan pengarang buku The Life of H.M. Queen Victoria dalam bukunya, Studies in Muhammadanism
"Jiwanya adalah murni cerminan jiwa Muhammad, yang menerangi dunia Islam dan membentuk kejeniusan yang hidup dari zaman ke zaman."
-Oelsner, Orientalis Prancis kenamaan dan pengarang Les Effects de La Religion de Mohammaded
MENYAKSIKAN HARI HARI SANG KINASIH NABI
"Dia menggabungkan kecakapan seorang penyair, tentara dan pemimpin.
-Gibbon dalam The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, vol. V
"Apa yang bisa kukatakan tentang seseorang yang memiliki 3 sifat bergandengan dengan 3 sifat lainnya, yang tak pernah ditemukan bergandengan dalam diri siapa pun. Kedermawanan dengan kefakiran keberanian dengan kecerdas-bijakan, dan pengetahuan teoritis dengan kecakapan praktis."
-Imam Syafi'i
"Imam Ali dan Al-Quran merupakan dua mukjizat Nabi Saw. Kehidupan Imam Ali pada setiap fase sejarah Islam menjadi sebuah cermin-layaknya cerminan kehidupan Sang Nabi."
-Ibnu Sina (Avicenna)
--------------------------------------------
Gold Profile of Imam Ali
Diterjemahkan dari : A Biographical Profile of Imam Ali
Karya : Syed M. Askari Jafari
Penerjemah : Ito, Cecep Romli
Editor : Faried dan Cecep Romli
Penerjemah : Ito, Cecep Romli
Editor : Faried dan Cecep Romli
Diterbitkan oleh : Pustaka IIMAN Cerakan I, April 2007/Rabiul Awwal 1428
Pustaka IIMaN Koinp. Ruko Griya Cinere II Jl. Raya Limo No. 3, Cinere, Depok
Telp (021) 7546162, Fax (021) 7546162
Website: www.II MaN.indonetwork.co.id
ISBN: 979-3371-67-6
Desain Andreas Kusumahadi
Tata letak: Alia Fazrillah
Didistribusikan oleh : Mizan Media Utama (MMU) Jl. Cinambo (Cisaranten Wetan) No 146 Ujungberung, Bandung 40294
Telp.: (022) 7815500, Fax.: (022) 7802288
E-mail : mizanmu@bdg.centrin.net.id
Perwakilan Jakarta: Komp. Plaza Golden Blok G 15-16 Jl. RS. Fatmawati No. 15 Jakarta 12420
Telp. (021) 7661724-25
Perwakilan Surabaya : Jl. Karah Indah II/N 35 Surabaya Telp. (031) 60050079, 8286195, Fax. (031) 8286195
---------------------------------------------
Daftar Isi
Masa Kecil dan Komentar Beberapa Sarjana
Sikap Mulia Imam Ali kepada Musuh
Sikap Imam Terhadap Teman dan Rakyatnya
Gaya Hidup Imam yang Bersahaja
Pengabdian Imam Ali kepada Islam
Malam Hijrah
Sikap Mulia Imam Ali kepada Musuh
Sikap Imam Terhadap Teman dan Rakyatnya
Gaya Hidup Imam yang Bersahaja
Pengabdian Imam Ali kepada Islam
Malam Hijrah
Imam Ali, Pahlawan Islam
Pengumuman Imam Ali Sebagai Penerus Nabi Saw
Kehidupan Imam Ali Sejak Tahun Pertama Hijrah Sampai Wafatnya Nabi Saw
Karakter Imam Ali yang Menakjubkan: Paduan dari Sifat sifat Berlawanan
Imam Ali dan Suksesi Pemilihan Khalifah
Peristiwa Kelabu Wafatnya Sayyidah Fatimah
Imam Ali di Tengah-tengah Pemerintahan 3 Khalifah Pertama
Kekhalifahan Diserahkan kepada Imam Ali
Perang Unta
Perang Shiffin
Kesyahidan Imam Ali
Pengumuman Imam Ali Sebagai Penerus Nabi Saw
Kehidupan Imam Ali Sejak Tahun Pertama Hijrah Sampai Wafatnya Nabi Saw
Karakter Imam Ali yang Menakjubkan: Paduan dari Sifat sifat Berlawanan
Imam Ali dan Suksesi Pemilihan Khalifah
Peristiwa Kelabu Wafatnya Sayyidah Fatimah
Imam Ali di Tengah-tengah Pemerintahan 3 Khalifah Pertama
Kekhalifahan Diserahkan kepada Imam Ali
Perang Unta
Perang Shiffin
Kesyahidan Imam Ali
Imam Ali Sebagai Seorang Kepala Pemerintahan dan Negarawan
Seorang Perkasa yang Welas
Senarai Rujukan
Seorang Perkasa yang Welas
Senarai Rujukan
Masa Kecil dan Komentar Beberapa Sarjana
Imam Ali, Amirul Mukminin, adalah sepupu pertama Nabi Muhammad Saw. Ayahnya, Abu Thalib dan ayah Nabi Saw, Abdullah, adalah anak Abdul Muthalib dari satu ibu.
Seperti nama istrinya (Fatimah putri Nabi Saw), Ibu Imam Ali juga bernama Fatimah. Fatimah adalah putri Asad putranya Hasyim yang terkenal itu, dan Asad adalah saudara Abdul Muthalib. Jadi ayah dan ibu Imam Ali adalah saudara sepupu.
Imam Ali lahir pada tanggal 13 Rajab, (30 tahun Gajah), sekitar 610 M, yakni 23 tahun sebelum Hijrah. Para sejarawan mengatakan bahwa dia dilahirkan di halaman Ka'bah.'
Saat Ali lahir, ayahnya dan saudara sepupunya, Nabi Muhammad Saw sedang bepergian ke luar kota Makkah. Ibunya memberi nama Asad dan Haidar. Ayahnya menamainya Zaid. Tapi ketika Nabi Saw pulang, beliau merawat sepupu kecilnya ini dan menamainya Ali, dan mengatakan bahwa ini adalah nama yang ditetapkan Allah untuknya.?
Di antara sekian kunyah-nya (nama panggilan yang meng ungkapkan rasa hormat), yang paling terkenal adalah Abul Hasan, Abus Sibtain dan Abu Turab.
Gelar-gelarnya adalah Murtadha (yang terpilih), Amirul Mukminin (Pemimpin kaum Mukmin), Imamul Muttaqin (Imam orang-orang bertakwa).
Sejarawan dan biografer terkenal Allamah Ali bin Muhamamd mengatakan, Imam Ali berperawakan sedang dengan mata yang hitam, bulat besar dan tajam, paras yang sangat cakap dan kulit kuning langsat. Bahunya bidang, leher berotot tegap, kening lapang dan sedikit rambut di puncak kepalanya.
Dia berjalan dengan langkah sangat ringan dan bergerak sangat gesit. Mukanya penuh seyum, sikapnya menyenangkan, sifatnya periang, murah hati dan santun. Dia tidak pernah kehilangan karakter.
Dia lahir 3 tahun sebelum pernikahan Nabi Saw dengan Siti Khadijah. Segera setelah kelahirannya, Nabi Saw merawatnya dan baginya Ali seperti anak sendiri. Dia tinggal bersama Nabi Saw dan tidur bersama beliau. Beliau yang menyuapi Ali, memandikan dan memakaikan pakaiannya, dan bahkan meng gendongnya dengan kain gendongan setiap kali beliau hendak bepergian.
Ketika Nabi Saw menikahi Siti Khadijah, Siti Khadijah meng angkat Ali sebagai anaknya. Imam Ali sendiri, melukiskan masa kanak-kanaknya dengan mengatakan:
Aku masih bayi merah ketika Nabi Saw merawatku dari orang tuaku. Aku selalu lengket bersamanya dan dia menyuapiku, dan (ketika menginjak kanak-kanak), dia tidak pernah mendapatiku berkata bohong atau berpura-pura. Bagiku dia seperti bintang yang memberi petunjuk dan aku selalu mengikuti perilaku dan perbuatannya dengan saksama. Aku lengket bersama beliau seperti seekor anak unta pada induknya. Dia selalu menekankan nilai-nilai moral padaku, dan selalu menasihatiku untuk mengikuti nilai-nilai tersebut. Setiap tahun, dia menghabiskan beberapa hari di Gua Hira' dan aku selalu menemaninya. Waktu itu hanya aku yang menemaninya dan tidak seorang pun yang bisa menemuinya di Gua Hira'. Di sana aku pernah melihat cahaya wahyu, dan mencium semerbak aroma kenabian.
Pernah Nabi Saw berkata padaku: “Wahai Ali, engkau telah mencapai derajat mulia. Engkau lihat apa yang aku lihat dan engkau mendengar apa yang engkau dengar.? (Nahjul Balaghah, khutbah ke 190)
Pernah Nabi Saw berkata padaku: “Wahai Ali, engkau telah mencapai derajat mulia. Engkau lihat apa yang aku lihat dan engkau mendengar apa yang engkau dengar.? (Nahjul Balaghah, khutbah ke 190)
Pernah Nabi Saw berkata kepada Imam Ali, “Ya Ali, Allah telah memerintahkanku untuk selalu berdekatan denganmu. Engkau bagiku bagai telinga yang sangat peka menguasai apa pun, karena telingamu adalah telinga yang sangat peka menjaga yang dipuji-puji oleh Al-Quran.
Ibn Abil Hadid, pensyarah kitab Nahjul Balaghah mengutip perkataan Ibn Abbas. Kata Abbas, “Pernah aku bertanya kepada ayahku: Ayah, sepupuku Muhammad memiliki banyak anak, yang semuanya meninggal ketika masih kecil, siapa di antara mereka yang paling dicintai?' Ayahnya menjawab, “Ali bin Abi Thalib.” Aku berkata, “Ayah, yang aku tanyakan tentang anak anaknya?” Dia menjawab, “Nabi Muhammad Saw mencintai Ali lebih dari mencintai seluruh putranya. Ketika Ali masih kecil, aku tak pernah melihat dia terpisah dari Muhammad barang setengah jam sekalipun, kecuali kalau Nabi Saw bepergian untuk beberapa urusan. Aku tidak pernah melihat seorang ayah mencintai anaknya sebesar Nabi Saw mencintai Ali dan aku tidak pernah melihat seorang anak sedemikian patuh, sedemikian lengket dan mencintai ayahnya seperti Ali mencintai Nabi Saw.”
Jubair Ibn Mutim, sahabat Nabi Saw berkata: “Pernah ayahnya berkata kepada dia dan semua adik kandungnya, “Tahukah kalian bagaimana Ali mencintai, menghormati, dan mematuhi orang muda itu (Nabi Saw) lebih daripada kepada ayahnya sendiri, alangkah agung cinta dan penghormatannya! Aku bersumpah demi tuhan-tuhan kami, Latta dan Uzza, daripada punya banyak anak keturunan si Naufal (istrinya) di sekitarku, lebih baik aku punya satu anak seperti Ali."
Pernah Nabi Saw berkata: “Wahai Ali, aku ingin memberimu apa pun yang aku sendiri ingin mendapatkannya, dan aku ingin menghindarkanmu dari apa pun yang aku benci."
Kapan pun Nabi Muhammad Saw sedang marah, tak ada seorang pun yang berani menyapanya kecuali Ali.
Abbas, paman Nabi Saw selalu mengatakan bahwa mereka (Nabi dan Ali) sangat mencintai satu sama lain. Nabi Saw sangat mencintai Ali hingga pernah ketika Ali masih kecil, inengizinkan Ali keluar rumah dengan dijaga oleh beberapa pengasuh. Ali lama sekali tidak pulang. Nabi mulai khawatir dan cemas dan akhirnya beliau berdoa, “Ya Allah, jangan biarkan aku meninggal kalau tidak melihat Ali sekali la Ali mulai bertindak sebagai pengawal Nabi Saw bahkan ketika usia 14 tahun. Para pemuda Quraisy, atas anjuran orang tua mereka, sering melempari Nabi Saw dengan batu. Ali memenuhi tugas sebagai pembela Nabi. Dia jatuhkan para pemuda itu, merobek hidung satu musuh, merontokkan gigi musuh lainnya, menjewer telinga yang lainnya serta membanting yang lainnya. Dia sering bertarung melawan orang-orang yang lebih tua darinya. Dia sendiri sering terluka, tapi dia tidak pernah meninggalkan tugas yang dia pilih sendiri. Selang beberapa hari, dia mendapat nama panggilan Qadhim (pembanting) dan tidak seorang pun berani melempar sesuatu kepada Nabi ketika Ali mendampinginya dan dia tidak akan pernah membiarkan Nabi pergi sendirian.
Pengorbanannya pada malam menjelang hijrah dan perjuangannya di seluruh medan tempur adalah bukti nyata kecintaannya yang amat mendalam kepada Nabi Saw.
Jurjy Zaydan (George Jordac) yang baru meninggal belakangan ini adalah seorang sejarawan Kristen terkenal, pakar linguistik, filosof dan penyair Mesir Modern. Arab adalah bahasa ibunya, tapi dia sangat fasih berbahasa Inggris, Prancis, Jerman, Persia dan Latin sehingga dia sering menyumbangkan karyanya ke majalah-majalah Sejarah dan Filsafat berbahasa Prancis, Jerman, dan Inggris. Berkenaan dengan Imam Ali dia berkata:
Tidak ada seorang pun yang bisa memuji Ali pada tingkat yang sebenarnya. Begitu banyak contoh kesalehan dan ketakwaannya kepada Allah dikutip sehingga seseorang mulai mencintai dan memuliakannya. Dia adalah Muslim sejati, kukuh dan tulus. Kata-kata dan perbuatannya mengandung stempel kemuliaan, kebijaksanaan dan keteguhan hati. Dia orang besar yang memiliki pandangan independen tentang kehidupan dan problematikanya. Dia tidak pernah menipu, menyesatkan, atau mengkhianati siapa pun. Dalam berbagai fase dan periode kehidupannya, dia menunjukkan kekuatan tubuh dan pikirannya yang mengagumkan, berkat keyakinan teguhnya pada agama dan kepercayaan abadi pada kebenaran dan keadilan. Dia tidak pernah punya seorang pelayan dan tidak pernah membiarkan budak-budaknya bekerja keras. Seringlah ia memikul sendiri barang-barang rumah tangganya dan jika seseorang menawarkan diri untuk membantu meringankan beban dia akan menolak.
Allamah Muhammad Mustafa Beck Najib, filosof Mesir terkenal dan Profesor Studi Islam Universitas Al-Azhar, dalam bukunya yang juga terkenal Himayatul Islam, berkata:
Apa yang bisa dikatakan tentang Imam ini? Sangat sulit men jelaskan sifat dan watak personal Imam seutuhnya. Cukuplah kita sadari bahwa Nabi Saw memberinya gelar gerbang ilmu dan hikmah. Dia pribadi yang paling berilmu, paling berani dan orator ulung serta penceramah paling fasih. Ketakwaannya, kecintaannya kepada Allah, ketulusan dan ketabahannya dalam menjalankan agama adalah di antara derajatnya yang begitu tinggi sehingga tak seorang pun dapat bercita-cita untuk mencapainya. Dia politikus teragung karena membenci diplomasi dan mencintai kebenaran serta keadilan, kebijakan politiknya adalah sebagaimana yang diajarkan Allah. Karena kecerdasan dan pengetahuannya yang jeli tentang watak manusia, dia selalu mengambil keputusan tepat dan tidak pernah mengubah keputusannya. Pandangannya paling tajam, dan seandainya dia tidak takut kepada Allah, pastilah dia sudah menjadi diplomat terbaik di kalangan Arab. Dia dicintai semua orang, dan setiap orang memberikan tempat di hatinya untuk Imam. Dia orang yang memiliki karakter begitu unggul dan agung serta watak yang begitu luhur dan tiada tara, sehingga banyak ilmuwan yang takjub mempelajarinya dan mem bayangkannya sebagai manifestasi wakil Allah. Banyak di antara Yahudi dan Kristen yang mencintai dia, dan para filosof di antara mereka pun yang kebetulan tahu ajaran-ajarannya mem bungkukkan diri di depan lautan ilmunya yang tak tertandingi. Raja-raja Romawi biasanya memiliki gambar Imam di istana-istana mereka dan para panglima mengukir nama Imam di atas pedang mereka.
Filosof dan sejarawan Mesir lainnya, Profesor Muhammad Kamil Hatha, mempersembahkan penghormatannya kepada Imam dengan kata-kata berikut:
Hidupnya adalah himpunan peristiwa yang menyenangkan, pertempuran berdarah dan episode yang menyedihkan. Kepri badiannya begitu agung berkat watak-wataknya yang unggul dan luhur. Setiap aspek dari kehidupannya begitu mulia dan agung, sehingga memikirkan satu fase kehidupannya akan membuatmu merasa bahwa itulah fase terbaik dari karakternya dan gambaran terindah dari kepribadiannya. Namun merenungkan fase apa pun setelahnya, akan membuat Anda lebih terpesona dan Anda akan berkesimpulan bahwa tidak ada manusia yang bisa mencapai keluhurannya. Begitu pun merenungkan aspek lainnya akan membuat Anda lebih terpana dan Anda akan menyadari bahwa di hadapan Anda adalah pribadi besar yang begitu agung sehingga Anda tidak dapat mengapresiasi keagungannya, dan Anda akan merasakan bahwa Ali adalah Imam (panglima) dalam medan tempur, imam dalam politik, Imam dalam agama, Imam dalam etika, filsafat, sastra, ilmu dan hikmah. Tidaklah sulit bagi Allah untuk menciptakan manusia seperti dia.''
John J. Pool, sejarawan pengarang buku The Life of H.M. Queen Victoria dalam bukunya, Studies in Muhammadanism berkata:
Imam Ali adalah orang yang berkarakter lembut dan penyabar, bijak dalam mengambil keputusan dan berani dalam pertempuran. Muhammad memberinya gelar Singa Allah. Ali dan kedua putranya, Hasan dan Husein sungguh bangsawan-bangsawan sejati-orang-orang yang adil, berani, bersahaja serta mudah memaafkan. Kehidupan mereka layak diperingati; mengingat pengorbanannya yang tak terperi dalam hidup mereka, yang tidak mereka habiskan secara egois dan sia-sia. Seperti dikatakan Mathew Arnold dalam Essay in Criticism: Para korban tragedi Karbala menghambur ke depan, siap syahid menyongsong bala tentara musuh-pengalaman itu begitu dicintai oleh pasukan Kavaleri (yang melukiskan peristiwa penyaliban): “Belajarlah dariku, karena aku berhati lembut dan rendah hati, maka engkau pun akan mendapatkan ketenangan dalam jiwamu.” Kemudian dia mengatakan bahwa Ali adalah Khalifah pertama yang melindungi dan memajukan sastra Arab. Khalifah ini sendiri adalah seorang sarjana dan banyak kata-kata serta mutiara-mutiara bijaknya yang dipublikasikan dalam sebuah buku. Ini adalah karya luar biasa dan layak dibaca secara lebih luas di kalangan Barat.
Imam Ali memiliki kepribadian yang di dalamnya berbagai karakter berlawanan begitu memadu sehingga sulit dipercaya bahwa pikiran seseorang bisa memanifestasikan pemaduan ini. Dia adalah manusia paling berani yang tercatat dalam sejarah dan orang begitu selalu berhati keras, bengis, dan suka sekali pertumpahan darah. Sebaliknya, Ali adalah orang yang baik, simpatik, reponsif, dan ramah, sifat-sifat yang sungguh berlawanan dengan fase yang lain dari karakternya dan lebih cocok untuk orang-orang saleh. Dia sangat saleh tapi orang-orang saleh dan religius lebih sering menghindari masyarakat dan tidak suka bergaul dengan orang-orang curang dan berdosa. Begitu juga para prajurit, raja dan diktator biasanya angkuh dan sombong. Mereka menganggap bergaul dengan orang miskin, gembel dan rendahan akan menjatuhkan harkat mereka. Tapi Ali berbeda. Dia adalah teman untuk semua. Sungguh dia memiliki ruang istimewa di dalam hatinya untuk orang miskin dan gembel serta untuk anak yatim dan penderita cacat. Kepada mereka, ia selalu menjadi seorang teman yang baik, pembimbing yang simpatik serta teman senasib. Dia berhati lembut kepada mereka tetapi angkuh dan arogan terhadap para prajurit dan jenderal yang dikenal amat kejam, begitu banyak dari mereka yang dia bunuh dalam pertempuran duel. Dia selalu baik hati tapi tegas kepada orang-orang yang suka membangkang, sambil secara simpatik mengajarkan jalan Allah kepada mereka. Dia selalu tersenyum dan memberikan jawaban-jawaban menyenangkan dan jenaka. Sulit mengalahkan dia dalam perdebatan dan jawaban-jawaban yang tepat, jawaban-jawabannya yang jenaka dan pedas selalu mengandung nilai budaya, edukasi dan kebijakan yang tinggi.
Dia keturunan keluarga terhormat, kaya dan mulia, serta menantu dan kesayangan Nabi Saw, juga prajurit dan pemimpin yang berani pada masanya. Namun, sekalipun kaya, dia makan, berpakaian dan hidup layaknya orang miskin. Baginya, kekayaan adalah untuk orang-orang yang membutuhkan, bukan untuk diri dan keluarganya. Perubahan masa dan kondisi tidak membawa perubahan sedikit pun pada perilaku, sikap dan karakternya. Bah kan ketika menduduki tahta bangsa Arab, dan diangkat sebagai khalifah, dia tetap Ali sebagaimana orang-orang mengenalnya selama khalifah-khalifah sebelumnya.
Pernah dalam sebuah diskusi yang dihadiri dan dipimpin oleh Abdullah ibn Imam Malik bin Hanbal, pembicaraan menyinggung Ali dan kekhalifahannya, Abdullah mengakhiri diskusi tersebut dengan kata-kata penutup: “Para khalifah tidak memberikan penghormatan dan penghargaan apa pun kepada Ali, dan para khalifahlah yang mendapat kehormatan dan penghargaan dari Ali, dan mereka mendapat jabatan kekhalifahan karena penghormatan Ali.
Saya ingin menambah satu poin di antara poin yang didiskusikan oleh Ibn Abi Hadid. Dunia tidak dapat menyebut sebuah contoh pribadi selain daripada Ali yang menjadi prajurit dan panglima paling ulung, sekaligus adalah seorang filosof, moralis, dan guru besar tentang prinsip-prinsip dan teologi keagamaan. Studi tentang kehidupannya memperlihatkan bahwa pedangnya adalah satu-satunya bantuan yang diterima Islam sepanjang masa-masa awal perjuangan dan pertahanan diri Islam. Untuk Islam, dia adalah baris pertama pertahanan, baris kedua pertahanan dan baris terakhir pertahanan. Siapa yang menemani dia dalam pertempuran Badar, Uhud, Khandaq, Khaybar dan Hunain? Ini adalah satu aspek dari kehidupannya.
Sementara fase lain dari karakternya tampak dalam khutbah khutbah, instruksi, surat menyurat dan ucapan-ucapannya. Alangkah bernilainya moralitas yang dia ajarkan, etika yang dia sampaikan, betapa pelik persoalan-persoalan tauhid yang dia menjelaskan, betapa dia melatih kita untuk menjadi baik, ramah, pemurah dan pemimpin yang saleh, warga yang beriman, tulus dan setia. Betapa dia mengetuk kita untuk menjadi prajurit yang berjuang hanya untuk Allah, kebenaran dan keadilan, dan bukan untuk pembunuhan dan perampokan harta dan kekayaan; dan betapa dia menginstruksikan kita untuk menjadi guru yang tidak mengajari apa pun yang membahayakan dan mencelakakan kemanusiaan. Adakah satu kombinasi ajaran sebelum dan sesudahnya?
Bagi Oelsner (orientalis Prancis kenamaan dan pengarang Les Effects de La Religion de Mohammaded), Ali adalah sebuah manifestasi kesatriaan dan personalisasi dari keberanian dan kemurahhatian. Dia berkata:
Sejati, lembut dan terpelajar tanpa kekhawatiran, dan tanpa cela diri, dia menghadirkan kepada dunia contoh-contoh termulia tentang keagungan karakter dan ksatria. Jiwanya adalah murni cerminan jiwa Muhammad, yang menerangi dunia Islam dan membentuk kejeniusan yang hidup dari zaman ke zaman.
Osborne, dalam Islam under the Arabs berkata:
Ali sudah dinasihati oleh para penasihatnya untuk menangguhkan pemecatan beberapa gubernur korup yang kadung diangkat oleh para khalifah sebelumnya, hingga suatu waktu ketika ia sudah yakin bisa mengalahkan seluruh musuh. Pilar Islam, pahlawan pemberani yang tak kenal rasa takut dan tidak pendendam, menolak untuk melakukan tindakan bermuka dua atau kompromi apa pun terhadap ketidakadilan. Sikap mulia tanpa kompromi ini menyebabkan dia kehilangan jabatan dan hidupnya; tapi begitulah Ali, dia tidak pernah menghargai apa pun di atas keadilan dan kebenaran.
Gibbon dalam The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, vol. V, berkata:
Semangat dan kebesaran nama Ali tidak akan pernah dilampaui oleh Muslim setelahnya. Dia menggabungkan kecakapan seorang penyair, tentara dan pemimpin. Kebijakannya akan senantiasa hidup dalam sebuah koleksi moral dan ucapan-ucapan religius; dan setiap musuh dalam pertempuran. Lidah maupun pedang tertundukkan oleh kefasihan dan keberaniannya. Dari detik pertama kerasulan sampai saat terakhir pemakaman, Nabi Muhammad tidak pernah dilupakan oleh teman yang derma wan ini, yang kepadanya, Nabi dengan senang menunjuknya sebagai wakil sebagaimana Harun dipercaya sebagai Musa kedua.
Masudi, sejarawan Islam terkenal berkata: Jika nama agung sebagai Muslim pertama, seorang kawan setia Nabi di pengasingan, kawan seperjuangan Nabi dalam perjuangan menegakkan keimanan, sahabat karib Nabi dalam kehidupan, dan saudara Nabi. Jika pengetahuan sejati tentang spirit ajaran ajaran Nabi dan Al-Quran, jika penegasian ego diri dan penegakkan keadilan, jika kejujuran, kesucian dan cinta akan kebenaran dan jika pengetahuan tentang hukum dan sains, kesemuanya layak mendapatkan keagungan, maka kita harus menganggap Ali sebagai yang paling terkemuka. Kita akan sia-sia mencari berbagai keistimewaan yang telah dianugerahkan Allah kepada Ali, baik dari kalangan pendahulunya kecuali Nabi Muhammad, atau dari para penerusnya.
Keimanan Imam Ali
Masudi lalu berkata : Kesepakatan umum di antara para sejarawan dan teolog Muslim adalah bahwa Ali tidak pernah menjadi non-Musim dan tidak pernah sekali pun menyembah berhala. Karenanya, pertanyaan kapan dia memeluk Islam tidak dan tidak akan pernah muncul."
Menikah dengan Fatimah
Imam Ali menikah dengan Siti Fatimah, satu-satunya putri Nabi Saw dari Siti Khadijah. Dia bertunangan dengan Siti Fatimah beberapa hari sebelum berangkat Perang Badar. Tapi perni kahannya dirayakan 3 bulan setelahnya, Imam Ali waktu itu berusia 21 tahun dan Siti Fatimah dalam usia 15 tahun. 12
Ini pernikahan yang sangat bahagia. Perbedaan karakter masing-masing mereka melebur satu sama lain sehingga mereka tidak pernah cekcok dan mengeluh satu sama lain, dan mereka hidup bahagia dan bermakna. Masing-masing kaya dengan haknya masing-masing. Seluruh apa yang mereka miliki diberikan kepada orang miskin, orang cacat dan anak yatim, sedang mereka sendiri sering kelaparan. Satu-satunya kemewahan mereka adalah shalat dan bercengkerama satu sama lain dan dengan anak-anak. Mereka ingin ikut merasakan duka derita orang miskin. Mereka diberi seorang budak perempuan, Fizza,—untuk menjadi pembantu. Dan Nabi Saw telah menetapkan setiap selang 1 hari adalah hari libur buat Fizza dan nyonya rumah akan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Bahkan ketika Siti Fatimah sedang sakit di hari libur Fizza, Fizza tidak akan diizinkan untuk mengerjakan tugasnya, tapi Imam akan bekerja. Imam Ali, ksatria tangguh perang Badar, Uhud, Khandaq, Khaybar dan Hunayn itu tampak sedang menggiling gandum, menyalakan tungku, membakar roti serta mengasuh anak-anak.
Salman Al-Farisi berkata: Betapa rumah tangga yang indah. Putri semata wayang Nabi Saw dan istri panglima dan wakil Nabi suci, hidup layaknya seorang kuli miskin. Jika mereka meng gunakan 1/10 saja dari harta yang mereka salurkan, mereka sudah merasa hidup mudah dan nyaman.
Dari Imam Ali, Siti Fatimah memiliki 4 anak dan yang anak yang kelima (Muhsin) mengalami keguguran ketika masih berada dalam kandungan. Penyebab kecelakaan ini dan juga penyebab kematian Siti Fatimah adalah peristiwa yang amat tragis dan menyedihkan dalam hidup mereka. Nama putra-putri mereka adalah Hasan, Husain, Zainab (istri Abdullah ibn Jaʼfar) dan Ummi Kulthum (istri Ubaydillah ibn Jaʼfar).
Selama Fatimah hidup, Imam Ali tidak menikahi wanita lain. Sepeninggal Fatimah dia menikahi Yamamah dan sepeninggal Yamamah, menikah lagi dengan seorang wanita bernama Hanafia, yang darinya Imam memiliki seorang anak bernama Muhammad Hanafia. Sepeninggal Hanafia, ia menikah lagi. Jadi (sehingga dengan demikian) ia memiliki banyak anak yang beberapa di antaranya memiliki tempat tak tertandingi dalam sejarah kemanusiaan, seperti Hasan, Husain (pahlawan Karbala), Zainab (Pembela Islam di Kufah dan Damaskus), Abbas (P Tentara Husein) dan Muhammad Hanafia (Pahlawan dalam perang Nahrawan).
Sikap Mulia Imam Ali kepada Musuh
Berikut saya kutipkan berbagai peristiwa yang menunjukkan seperti apa karakter Imam Ali. Dia seperti dikatakan Pool: Benar benar manusia mulia, manusia adil dan berani, rendah hati dan pemaaf. Dan seperti yang dikatakan Oelsner: Manusia sejati, lemah lembut, terpelajar, tidak suka mengeluh dan tidak pen dendam, menggambarkan bingkai suri tauladan karakter kepada dunia. Dari beratus-ratus peristiwa saya mendapati kesulitan yang mana yang harus dipilih. Saya memilih sedikit saja yang sesuai dengan standar ilmu dan imajinasiku.
Talha ibn Abi Talha bukan hanya musuh sengit Islam, tapi juga musuh Nabi Saw dan Imam Ali. Upayanya untuk mencelaka kan kedua orang ini serta misinya sudah menjadi fakta historis. Dalam Perang Uhud, dia adalah pengusung panji pasukan Quraisy. Ali menghadapi dia dan berduel dengannya, menyerang dia dengan pukulan telak hingga terhuyung-huyung dan jatuh tersungkur. Imam Ali meninggalkannya dalam keadaan terjatuh dan (tidak menghiraukannya). Banyak penglima Muslim me manas-manasi agar Imam menghabisinya, dengan mengatakan bahwa dia adalah musuhnya yang paling jahat. Ali menjawab: “Musuh atau bukan musuh, sekarang dia tidak berdaya, dan aku tidak bisa menyerang seseorang yang tidak berdaya. Jika dia bisa bertahan biarkan saja dia hidup selagi masih berumur.”
Dalam Perang Jamal, di tengah pertempuran budaknya Qambar membawa sedikit air dan berkata: Tuanku, matahari amat panas dan Anda masih terus akan bertempur, meminum segelas air dingin ini bisa menyegarkan Anda? Dia melihat sekitar dia dan menjawab: "Bisakah aku minum ketika beratus-ratus orang mati terkapar dan sekarat karena kehausan dan terluka parah? Daripada membawakan air untukku, bawa sedikit orang dan kasih minum setiap orang yang terluka ini.” Qambar men jawab: “Tuanku, mereka semuanya musuh kita.” Dia berkata: “Mungkin mereka musuh, tapi mereka manusia. Pergilah dan rawat mereka."
Dalam Perang Siffin, Muawiyah tiba di Sungai Eufrat sebelum pasukan Ali tiba dan mereka menguasai sungai itu. Ketika pasukan Ali tiba di sana, Ali diberitahu bahwa pasukannya tidak diizinkan Muawiyah untuk mengambil setetes air pun dari sungai. Imam Ali mengutus seorang utusan kepada Muawiyah, menitip pesan bahwa tindakan ini berlawanan dengan prinsip kemanusiaan dan aturan Islam. Jawaban Muawiyah: perang adalah perang, karena itu seseorang tidak dapat menerima prinsip kemanusiaan dan doktrin Islam. Tujuanku tak lain adalah mem bunuh Ali dan menjatuhkan semangat pasukannya, dan larangan mengambil air ini dengan cepat dan mudah bisa memenuhi tujuan ini. Imam Ali memerintahkan kepada putranya Husain, untuk mulai menyerang dan merebut sungai. Serangan dilancarkan dan sungai dapat direbut. Kini giliran Muawiyah memohon izin untuk mendapatkan air dari sungai. Para utusan Muawiyah tiba dan Imam Ali mempersilakan mereka untuk mengambil air sebanyak yang mereka suka dan kapan pun mereka butuhkan. Ketika para perwira Ali mengatakan bahwa merekalah orang-orang, yang telah melarang pasukan Ali untuk mengambil air, haruskah mereka dibiarkan mengambil air sungai semaunya. Dia menjawab: “Mereka manusia dan sekalipun telah berlaku tidak manusiawi, aku tidak bisa mengikuti perilakunya. Aku tidak bisa menolak memberi makan dan minum kepada seorang pun hanya karena ia kebetulan musuh pedangku.”
Dalam perang Naharwan, Imam Ali sendiri bertempur seperti tentara biasa lainnya. Selama pertempuran ini, seorang musuh kebetulan menghadapi Imam Ali dan dalam duel itu ia kehilangan pedang. Ia merasa putus asa untuk berdiri di depan Ali tanpa satu senjata pun di tangannya. Tangan Ali mulai ter angkat untuk menyerang ketika dia melihat musuh gemetar ketakutan, dia pun menurunkan tangannya pelan dan berkata: Larilah kawan, kau dalam posisi tidak bisa mempertahankan diri.” Sikap ini membuat orang itu kembali berani dan berkata: “Ali! Kenapa kau tidak membunuhku, membunuhku berarti mengu rangi satu musuhmu.” Ali menjawab: “Aku tidak bisa menyerang seorang pun yang tidak berdaya. Kau sedang mengemis kehidupan yang berhak kamu dapatkan. Si musuh makin berani dan berkata: “Katanya kau tidak pernah menolak seorang pengemis. Sekarang aku mengemis pedangmu untukku, maukah kau menghadiahkannya untukku.” Ali menyerahkan pedangnya. Merasa telah memiliki pedang dia berkata: “Sekarang Ali! Siapa yang akan membelamu melawanku dan menyelamatkanmu dari serangan mautku?" Dia menjawab: “Tentu Allah akan membelaku jika Dia berkehendak! Dia telah menetapkan ajalku, Dialah pelindungku dan mengutus malaikat pengawal untukku. Tak seorang pun dapat mencelakakanku sebelum waktunya dan tidak seorang pun dapat menyelamatkanku ketika maut meng hampiriku. Kemuliaan sikap dan laku Imam mengharukan musuh, dan dia pun mencium kekang kuda Ali dan berkata: “O tuan! Kau sungguh manusia besar. Kau tidak hanya membiarkan musuh hidup dalam medan tempur tapi juga bisa memberinya pedangmu. Bolehkah aku mendapat kehormatan untuk menjadi pengawalmu dan berperang membelamu? Imam Ali menjawab: “Kawan! Berperanglah untuk kebenaran dan keadilan dan jangan berperang untuk individu.”
Selama tahun 39 dan 40 H, Muawiyah, mengutus se gerombolan pembunuh dan perampok untuk memasuki batas kota dan melakukan perampasan, penjarahan, pembakaran rumah dan pemerkosaan. Kumail waktu itu adalah Gubernur Hiyat. Dia meminta Izin Imam untuk mengorganisasi gerombolan serupa dan melakukan penjarahan di Provinsi Qirqiya, yang berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Imam menjawab: “Aku tidak pernah berharap mendapat saran begini dari orang seperti kamu. Melindungi rakyatmu dan provinsi lebih mulia daripada menjarah mereka. Mereka mungkin saja musuh-musuh kita, tapi mereka manusia. Mereka adalah penduduk sipil yang terdiri dari para wanita dan anak-anak, bagaimana bisa seseorang mem bunuh, menjarah dan merampok mereka? Tidak, tidak akan pernah bisa! Bermimpi pun jangan untuk melakukan perbuatan bahaya ini.
Waktu itu bulan Ramadhan. Sudah tiba waktu shalat subuh. Masjid Kufah sudah penuh. Imam sedang sujud dan ketika mau mengangkat kepalanya, sebuah tebasan telak mengenai kepalanya yang membuatnya luka parah. Suasana di masjid menjadi gempar dan kacau. Pembunuh melarikan diri. Orang-orang berhasil menangkap dan membawanya ke hadapan Imam Ali yang terluka bersimbah darah. Beralaskan sajadah Imam berbaring di atas pangkuan putra-putranya. Dia tahu tebasan itu sangat fatal dan dia tidak akan bertahan lagi tetapi ketika pembunuhnya dige landang ke hadapannya, dia melihat jerat yang memborgolnya terlalu kencang hingga menyayat dagingnya. Imam melirik kepada kaum muslim dan berkata: “Seharusnya kalian jangan begitu kejam kepada sesama, kendorkan talinya, tidakkah kau lihat tali ini melukai dia dan membuatnya kesakitan.”
Begitulah Ali! Sejarah agung sarat dengan peristiwa-peristiwa yang menggambarkan keluhuran budi dan perilakunya yang sopan bahkan terhadap musuh-musuhnya.
Sikap Imam Terhadap Teman dan Rakyatnya
Abdullah ibn Ja'far adalah keponakannya, yang dia rawat sejak kematian ayahnya, Ja'far ibn Abu Talib dan yang dengannya dia nikahkan putrinya Zainab. Pernah Abdullah datang kepada Ali meminta uang muka sebagian jatahnya dari Baitul Mal. Imam Ali menolak dan ketika anak muda ini bersikeras, dia berkata: “Tidak anakku! Tidak hingga seluruh orang selainmu mendapat bagian mereka.”
Agil, kakak Imam Ali, terhimpit kondisi keuangan yang buruk. Dia meminta tambahan daripada sekadar hak jatahnya sebelum tiba waktu pembayaran berikutnya. Imam menolak dengan mengatakan bahwa ia tidak mungkin menempuh jalan kecurangan. Agil harus menunggu sampai tiba waktu pembayaran dan dia harus tabah menanggung penderitaan. Imam Ali menyebut kejadian ini dalam salah satu khutbahnya.'Ibn Hunaif, adalah murid terpercaya dan seorang peng ikutnya yang setia. Dia adalah gubernur sebuah provinsi dan suatu ketika pernah diundang ke sebuah acara yang dilanjutkan dengan makan malam yang mewah. Ketika Imam Ali mendengar ini, dia melayangkan surat keras kepadanya, mengkritik tindakannya. Dia menulis: Anda menghadiri suatu pesta mewah yang hanya meng undang orang-orang kaya, sementara orang miskin dilarang hadir dan dihinakan.
Imam Ali mempunyai 2 budak, Qambar dan Sa'id. Setelah Imam wafat, Qambar mengatakan bahwa ia jarang sekali men dapat kesempatan untuk melayani tuannya. Imam mulia selalu melakukan pekerjaannya sendiri, selalu mencuci pakaiannya sendiri, bahkan selalu menambal sendiri pakaiannya bila diperlukan. Dia selalu memberi mereka makanan yang layak dan pakaian Imam yang masih pantas pakai, dan dia sendiri selalu makan dan berpakaian layaknya orang biasa. Dia tidak pernah memberi cambukan bahkan terhadap kuda, unta dan keledainya. Binatang-binatang ini tampak memahami suasana hati dan keinginan Imam, dan senantiasa berlari kecil, berderap dan berjalan sesuai dengan kemauan Imam. Ungkapan biasa Imam kepada mereka adalah: “Jalanlah pelan-pelan, anakku.”
Qambar melanjutkan: “Suatu kali dan hanya sekali, dia marah kepadaku. Itulah saat ketika aku memperlihatkan kepadanya uang yang aku kumpulkan. Ini adalah uang peng hasilanku dari Baitul Mal seperti penghasilan orang lain juga, dan juga hadiah yang aku terima dari keluarga Ali. Tidak banyak, tidak sampai 100 dirham. Ketika aku menunjukkan jumlah uang itu kepadanya, dia melihatnya dengan jengkel, dan apa yang membuatku tambah sedih, dia tampak sangat sedih. Aku bertanya kenapa dia begitu sedih. Dia berkata: “Qambar, jika kau tidak menggunakan uang ini, tidak adakah orang di sekitarmu yang lebih membutuhkannya? Sebagian mereka mungkin sedang kelaparan dan sebagian mungkin sedang sakit, apakah kau tidak bisa membantu mereka? Aku tak pernah menyangka kau bisa begitu tak berhati dan kejam, dan bisa mencintai harta demi untuk kepentinganmu sendiri, Qambar. Aku khawatir Anda tidak berusaha mengambil banyak pelajaran dari Islam, coba usaha iebih banyak lagi dengan sunguh sungguh dan tulus. Ambillah keping dari kantongmu dan sedekahkanlah.” Qambar pun pergi keluar dan membagikan uang itu kepada fakir miskin yang mengais rezeki di sckirar Masjid Kufah.
Said berkata: Hari panas sekali. Imam Ali sedang menulis beberapa surat, dia ingin mengutusku untuk memanggil para pegawainya. Dia memanggilku satu kali, dua kali, dan ketiga kali dan seterusnya, tapi aku sengaja diam dan tak menjawab. Dia mencariku dan menemukanku duduk tidak jauh darinya. Dia bertanya kepadaku kenapa tidak menjawab panggilannya. Aku menjawab: “Tuan, aku ingin mendapati kapan dan bagaimana engkau marah?” Dia tersenyum dan menjawab: “Kau tidak akan membuatku marah dengan trik kekanak-kanakan seperti ini.”
Pernah Ubaidillah ibn Abbas, sebagai gubernur menganiaya Klan Bani Tamim. Mereka mengadu kepada Imam Ali. Imam menulis kepada Ibn Abbas:
Kau tidak boleh berlaku layaknya binatang buas terhadap rakyatmu. Mereka adalah rakyat terhormat dan harus diperlakukan secara terhormat. Kau mewakiliku dan tindakanmu akan di anggap sebagai tindakanku. Yang harus paling kau perhatikan adalah kesejahteraan rakyat yang kau pimpin, dan karenanya perlakukan mereka dengan penuh hormat.''
Pernah sekelompok warga non-Muslim mengadu kepada Imam Ali bahwa Abdullah ibn Abbas selalu memperlakukan mereka dengan hinaan dan cemoohan. Mereka adalah para petani dan kuli kasar. Waktu itu memang sudah menjadi kebiasaan bahwa warga non-Muslim biasa diperlakukan dengan hina. Imam menulis kepada Abdullah:
Para petani mengadukan tindakanmu yang kasar, menghinakan dan kejam. Pengaduan mereka menuntut pertimbangan serius darimu. Aku merasa bahwa mereka berhak mendapat perlakuan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka dapatkan. Berilah mereka kesempatan yang lebih baik untuk menemuimu dan perlakukan mereka dengan ramah dan sopan. Mereka barangkali ateis dan musyrik, tapi mereka rakyat kita dan juga manusia. Tidak sepatutnya mereka kita campakkan dan mendapat perlakuan kasar."
Pernah Imam Ali melewati kota Ambaz bersama pasukan tentaranya. Para penduduk kaya provinsi itu, sebagaimana tradisi waktu itu, berhamburan keluar untuk menyambut. Mereka menawarkan kuda-kuda Persia yang terbaik sebagai hadiah dan memohon izin Imam untuk menjamu pasukan tentara. Dia menemui mereka dengan rasa hormat dan sopan. Dengan sopan dia menolak menerima hadiah dan berkata, “Kalian telah membayar pajak. Bagi kami menerima apa pun dari Kalian selain pajak, bahkan ketika kalian menawarkannya secara sukarela dan kemauan sendiri, adalah tindakan kriminal terhadap negara. Tapi ketika mereka bersikeras dan mendesakkan permohonannya, dia menetapkan bahwa kuda-kuda (hadiah itu) bisa diterima sebagai pajak mereka.”
Penduduk Rusia pada tahun 1905 menemukan sebuah instruksi dari Imam Ali dengan tulisan tangannya sendiri tulisan Kufi. Tulisan ini ditemukan di sebuah Biara Adabail. ibu kota Azar Baijan. Surat ini adalah akte amnesti (peng ampunan) terhadap biarawati dan orang Kristen di Arbabail. Terjemahan naskah ini terbit di koran-koran Rusia dan kemudian diterjemahkan dan dimuat di koran-koran Turki dan majalah-majalah Arab yang terbit di Kairo dan Beirut, dan berbagai artikel yang mengomentari tentang ruh toleransi dan perlakuan hormat terhadap penduduk negeri yang ditaklukan Islam telah ditulis oleh para sejarawan Kristen Rusia dan Arab. Rupanya dari majalah Hablul Matin, diterjemahkan oleh majalah Al-Hakam. (vol. II, no. 47, 1906)
Dalam naskah ini, Imam mengatakan bahwa sebagai seorang khalifah dan penguasa, dia menjanjikan keselamatan dan keamanan terhadap nyawa, harta benda, kehormatan, status sosial dan kebebasan beragama bagi orang-orang Kristen di Armania. Peraturan ini harus dipatuhi oleh para pegawai dan para penerusnya. Orang-orang Kristen tidak boleh dianiaya atau dipandang rendah hanya karena mereka non Muslim. Selama mereka tidak mengkhianati dan memba hayakan urusan Negara Islam, mereka tidak boleh dianiaya tapi harus dibiarkan untuk menjalankan agama mereka dan berdagang secara bebas dan terbuka. Islam mengajari kita untuk membawa pesan perdamaian dan memajukan derajat masyarakat ke mana pun kita pergi, dan cara terbaik untuk mencapai ini adalah dengan menciptakan hubungan baik, mengedepankan sikap toleransi, menjalin persahabatan dan keharmonisan di antara manusia. Karena itu, orang-orang Muslim harus berupaya membangun persahabatan di antara masyarakat dan tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan, bertindak sewenang-wenang dan arogan. Mereka tidak boleh dipungut bayar pajak lebih dari seharusnya, tidak boleh dihinakan dan tidak boleh dipaksa hengkang dari rumah rumah mereka, ladang dan tempat dagang mereka. Para pendeta harus diperlakukan dengan penuh hormat, biara mereka harus dilindungi dan mereka harus dibiarkan untuk menjalankan kuliah mereka, ajaran-ajaran serta khutbah khutbah sebagaimana biasa dan ritual keagamaan mereka tidak boleh dilarang. Jika mereka ingin membangun tempat ibadah, maka tanah-tanah kosong dan belum ada pemiliknya harus diberikan kepada mereka. Siapa pun, yang tidak mematuhi aturan ini berarti melawan aturan Allah, dan Nabi Muhamamd Saw serta pantas mendapat kemurkaan-Nya.
Pernah ketika Haris ibn Suhail, Gubernur Kufah, sedang menunggang kuda menyusuri kota, melihat Imam juga sedang menunggang kuda. Dia bergegas turun dari kudanya untuk menemani Imam dengan berjalan kaki. Imam Ali memberhenti kan kudanya dan berkata, “Tidak pantas seseorang merendahkan diri di hadapan siapa pun kecuali kepada Allah. Naiklah kembali ke atas kudamu. Bahkan seandainya pun engkau bukan seorang pejabat negara, aku tidak akan membiarkanmu merendahkan diri seperti ini. Sikap rendah diri di hadapanku tidak akan membuatku senang dan bangga. Ini adalah bentuk tirani paling buruk yang lumrah dipraktikkan."
Ada sebuah surat dari Imam Ali, yang sebenarnya adalah sebuah sistem peraturan dan regulasi bagi administrasi sebuah pemerintahan yang adil dan sebuah kode bagi nilai moralitas yang lebih tinggi. Ini terangkum dalam Nahjul Balaghah (surat 53) dan sering dijadikan rujukan oleh para sejarawan Eropa, para filosof Arab dan bahkan oleh Justice Kayani dalam pidato kepresidenan di Karachi Bar pada 16 April, 1960. Karenanya ini tidak perlu pengantar. Dalam surat ini ada berbagai instruksi yang memperlihatkan bahwa dia ingin pegawainya mengingat bahwa masyarakat yang mereka pimpin itu adalah amanah yang telah Allah amanahkan kepada kita, dan mereka wajib diper lakukan dengan amanah pula.
Terima kasih kepada pengarang dan semua yang terlibat yang diambil menjadi sumber untuk dikongsikan di wadah ini, selamat membaca selanjutnya dari tautan lengkapnya di sini
: https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JWUI5ZWMtU0xhNFk/view
: https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JWUI5ZWMtU0xhNFk/view
Tidak ada komentar:
Posting Komentar