- ilustrasi hiasan:
pengarang : purkon hidayat
Sumber : irib indonesia
Manusia secara fitrawi menghendaki kehormatan, keutamaan dan kemuliaan. Pada umumnya, diri manusia haus dengan pujian dan penghargaan. Oleh karena itu, berterima kasih dan pujian maupun hadiah merupakan sebuah penggerak. Pujian akan mendorong seseorang melakukan perbuatan baik dan mendorong kinerjanya meningkat dan berada di jalan yang benar. Itulah sebabnya pujian juga mendapat perhatian dalam pendidikan Islam. Para Nabi Allah swt, dan Imam Maksum mengabarkan berita besar dalam bentuk ganjaran surga bagi orang-orang yang beriman supaya manusia beriman dan beramal saleh di dunia ini.
Al-Quran dan Hadist menjelaskan berbagai cara mengenai kasih sayang, saling memahami dan perkataan yang lembut, serta nasehat dengan cara yang baik, sehingga dengan cara ini bisa mendorong manusia mendapatkan hidayat dari Allah swt. Ganjaran bisa diterapkan dengan dua cara, baik langsung maupun tidak langsung. Cara langsung bisa konstruktif dan berpengaruh, misalnya untuk mengingatkan anak-anak dan remaja mengenai ketuhanan, dan menjelaskan argumentasi dengan bahasa yang bisa mereka pahami tentang pentingnya ibadah.
Tapi terkadang cara tidak langsung lebih efektif untuk menyampaikan pesan mengenai penciptaan alam semesta dan keteraturan di dalamnya dengan mengajak berpikir dan merenungkannya.
Memberikan ganjaran kepada orang yang berbuat kebaikan memberikan pengaruh besar, terutama bagi anak-anak dan remaja. Sebab pujian tersebut akan memberikan motivasi bagi mereka untuk memperbaiki dan meningkatkan perilaku supaya lebih baik dari sebelumnya. Terkait ganjaran terhadap orang yang melakukan perbuatan positif harus diperhatikan sejumlah masalah penting sehingga ganjaran tersebut akan bernilai dan efektif. Tanpa mempertimbangkan faktor ini, maka ganjaran tidak akan berpengaruh, atau bahkan sebaliknya akan memberikan dampak negatif.
Pertama, ganjaran yang diberikan kepada seseorang haruslah bernilai bagi orang itu. Sebab sebuah hadiah bagi seseorang mungkin dianggap bernilai, tapi tidak bagi yang lain. Kedua, ganjaran bukanlah hak maupun upah orang itu. Secara natural, seseorang tidak akan merasakan mendapat ganjaran, jika hadiah yang diterimanya merupakan upah maupun haknya. Poin lain yang harus diperhatikan adalah tidak boleh ada jarak yang sanagat jauh antara ganjaran dengan perbuatan baik tersebut. Sebab, ketika pemberikan hadiah sebagai ganjaran berjauhan waktunya maka pengaruhnya tidak besar, bahkan mungkin hilang sama sekali.
Selain itu, pemberian ganjaran pada tempatnya bisa menjadi motivasi untuk mengukuhkan tekad seseorang berada di jalan kebaikan dan tidak berputus asa dalam kebaikan. Sebuah ilustrasi mungkin akan memudahkan kita untuk memahami lebih jauh masalah ini. Beberapa ekor kodok melintasi hutan, tapi tiba-tiba dua ekor dari mereka masuk ke dalam lubang yang dalam. Sebagian kodok berkumpul di sekitar lubang itu untuk membantu temannya. Tapi karena lubang itu terlalu dalam, mereka mengatakan tidak mampu membantunya keluar dari tempat tersebut. Sekelompok kodok putus asa dan memutuskan untuk menghentikan bantuan terhadap dua rekannya yang terjebak di lubang itu. Sebab menurut mereka percuma saja menolong, karena lubang itu begitu dalam di luar kemampuannya.
Akhirnya satu kodok yang berada di dalam lubang itu putus asa, dan ia tetap berada dalam lubang itu selamanya.Tapi, satu kodok lainnya mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari lubang itu, dan akhirnya dia berhasil. Ketika keluar dan bertemu dengan kodok-kodok lain, ia ditanya bagaimana bisa keluar dari tempat tersebut. Apakah kamu tidak mendengar perkataan kami yang sudah putus asa membantumu keluar dari lubang yang dalam itu? Ternyata dia memiliki masalah pendengaran, dan tidak mendengar perkataan teman-temannya itu. Sebaliknya dia melihat teman-temannya itu dengan pandangan positif dan optimisme bahwa mereka mendukung penuh dirinya untuk keluar dari lubang tersebut. Kodok itu hanya memilikirkan bagaimana jalan untuk keluar dari lubang yang dalam itu. Dengan tekad kuat akhirnya perjuangan seekor kodok membuahkan hasil.
Pemberian hukuman merupakan metode pendidikan paling sensitif dan kompleks untuk mengubah perilaku seseorang. Tapi jika cara ini dilakukan secara keliru dan dalam situasi dan kondisi yang tidak tepat dan tidak sesuai kebutuhan, maka berdampak sebaliknya akan merusak dan berlawanan dengan tujuan dari hukuman itu. Sejatinya, hukuman seperti obat pahit yang harus diminum dengan dosis tepat sesuai takaran dan dalam kondisi yang tepat supaya memberikan efek penyembuhan bagi yang sakit.
Dalam pendidikan, metode hukuman adalah jalan terakhir setelah metode lainnya ditempuh. Itu pun harus dilakukan dengan cara, kadar dan situasi yang tepat. Metode hukuman diambil setelah berbagai cara ganjaran seperti pujian, hadiah, pemahaman dan teguran dengan cara yang lembut telah dilakukan. Meskipun demikian, hukuman tetap penting, sebab ketika seseorang melakukan kesalahan dan tidak ada penghalang maupun pengendalinya, maka tidak akan ada yang mengingatkan perbaikan karakter, dan kesalahannya akan terulang kembali.
Prinsip ganjaran dan hukuman sebagai sesuatu yang penting dalam pendidikan Islam. Pada prinsipnya, ayat al-Quran dari sabda Rasulullah Saw mengenai pahala dan hukuman merupakan bagian dari pendidikan manusia. Dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 25, Allah swt berfirman, "Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya."
Untuk mendorong orang-orang mukmin berbuat kebaikan di dunia, al-Quran memberikan gambaran tentang surga di akhirat kelak sebagai ganjaran bagi orang yang beriman dan beramal saleh di dunia ini. Misalnya dalam surat az-Zukhruf ayat 70 hinga 73 dijelaskan mengenai gambaran surga dan sebagian nikmat yng ada di dalamnya. Mengenai tafsir ayat-ayat ini, Allamah Hossein Thabathabai menulis, "Allah hendak memberikan pemahaman mengenai penghormatan terhadap mukmin supaya mereka melakukan amal saleh. Oleh karena itu, Allah swt berfirman; orang-orang mukmin memiliki kedudukan tinggi sehingga membuat orang-orang kafir iri, dengan itu kebenaran janji Allah bisa dipahami lebih baik dan lebih jelas."
Di bagian lain, al-Quran menjelaskan azab ilahi kepada orang-orang kafir, dan peringatan kepada orang-orang yang melakukan dosa di dunia supaya bertaubat.
Dalam metode pendidikan Imam Ali dijelaskan mengenai ganjaran dan hukuman. Imam Ali menegaskan urgensi ganjaran dan hukuman kepada para pejabat pemerintah sebagai bagian dari pendidikan kepada masyarakat. Imam Ali dalam salah satu pesan historisnya berkata, "Jangan sampai orang-orang yang berbuat kebaikan dan keburukan setara di hadapan kalian, sebab cara seperti ini akan menyebabkan orang-orang baik menjauhi perbuatan baiknya, dan mendorong orang-orang buruk melakukan perbuatan buruknya,".
KUNCI KEBERHASILAN MELALUI UJIAN DARI ALLAH SWT
Sumber : irib indonesia
Salah satu tujuan di balik ujian Allah Swt, adalah penempaan potensi manusia dan munculnya mutiara-mutiara dari dalam dirinya. Manusia yang berada dalam bejana ujian Allah Swt sama seperti batu mulia yang dibakar sehingga terbersihkan dari semua inklusi dan tampak kejernihannya. Al-Quran menyinggung hakikat ini dalam ayat 140 dan 141 surat Ali Imran, “...Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman... Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.”
Manusia dalam perjalanan ini, selain mengembangkan seluruh potensinya, juga membentuk hakikat dan identitasnya yang kelak di hari kiamat dia akan dibangkitkan dengan hakikat dan identitas batin itu yang merupakan akumulasi dari keyakinan, pemikiran, perenungan, akhlak dan amalnya.
Syahid Mortadha Mothahhari dalam hal ini menulis, “Allah Swt menguji dengan berbagai bencana dan kesulitan, artinya bahwa melalui ini semua orang dapat mencapai kesempurnaan yang layak untuknya. Filsafat kesulitan dan bencana itu bukan penimbangan berat, tingkatan dan kuantitasnya, Allah Swt menghadapkan manusia dengan bencana dan kesulitan agar kesucian dan tingkatan maknawi serta batas hamba itu meningkat. Allah Swt tidak menguji untuk memperjelas penghuni sorga dan neraka, Dia menguji dan menciptakan berbagai cobaan sehingga orang yang ingin menuju sorga, di sela-sela berbagai cobaan tersebut mengetahui bahwa dirinya layak untuk sorga dan bagi mereka yang tidak layak agar bergeming pada tempatnya.”
Oleh karena itu, agar manusia berada di jalan kesempurnaan dirinya seperti emas dan permata yang bersih dan murni, maka dia harus berhasil keluar dari bejana ujian Allah Swt dan membersihkan dirinya dari segala bentuk inklusi materi dan berbagai noda lain. Dengan kata lain, salah satu masalah yang membangun pribadi dan identitas manusia adalah pemikiran dan amal yang muncul dari ikhtiar dan keinginannya. Untuk menganalisa dan menimbang nilai amal dan pemikiran makhluk yang memiliki ikhtiar dan keinginan, maka dia harus diuji sehingga jelas perbedaan antara iman sejati dan yang tidak. Karena tujuan penciptaan manusia, berbeda dengan banyak makhluk lain, hanya akan dapat dicapai dengan pilihan yang diambil secara sadar.
Ujian tidak hanya yang bermanfaat dalam pengembangan seluruh potensi manusia dalam urusan duniawi, bahkan dalam penentuan tujuan. Ketika seseorang memahami bahwa dia tidak dibiarkan tanpa kontrol dan selalu diuji, maka dia akan selalu berhati-hati dalam pemikiran, amal dan perilaku, serta menghindari segala sesuatu yang tidak diridhai Allah Swt, dan ini semua akan berpengaruh besar dalam akhlak, pendidikan bahkan spritualitas manusia.
Jelas bahwa kita semua yang masuk dalam ujian Allah swt, ingin mengetahui apa kunci keberhasilan melalui semua ujian ini?
Islam sebagai sebuah agama yang merefleksikan seluruh keutamaan akhlak, keindahan, kemuliaan, kehormatan dan kesempurnaan manusia, mengandung ajaran yang mengantarkan manusia pada jalur menuju kesempurnaan hingga tujuan utama yaitu posisi kedekatan dengan Allah Swt. Al-Quran menyebutkan bahwa langkah pertama untuk sukses melalui ujian Allah Swt adalah ketabahan dan konsistensi di jalan kebenaran dan bersabar menghadapi kesulitan. Dalam ayat 155 surat al-Baqarah Allah Swt berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Ketabahan menghadapi segala kesulitan dan ujian termasuk di antara keunggulan spiritualitas manusia; sedemikian rupa sehingga salah satu derajat orang-orang mukmin adalah sabar menghadapi cobaan. Menurut Imam Ali as, semakin besar ujian dan kesulitan, pahala dan ganjarannya juga semakin besar.
Dalam kehidupan manusia, terdapat pengalaman pahit dan manis. Akan tetapi, jangan sampai kemenangan membuat manusia sombong dan agar kegagalan tidak membuatnya putus asa. Kegagalan adalah mukaddimah kemenangan dan tangga menuju keberhasilan. Jika seseorang gagal dalam ujian, maka dia harus menyelidiki faktor kegagalannya agar dia dapat berhasil melalui ujian pada tahap berikutnya. Kegagalan harus dipandang sebagai faktor yang menyadarkannya dari keteledoran. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as mengecam keputusasaan dan berkata, “Jangan kau menjadi orang yang sombong dalam kemakmuran dan putus asa dalam kesulitan.”
Juga dalam al-Quran menyebut keputusasaan terhadap rahmat dari Allah Swt merupakan bentuk kekufuran dan ketidaksyukuran. Dalam ayat 87 surat Yusuf, Allah Swt berfirman:
“...dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harapan dari rahmat Allah Swt dan menghindari keputusasaan merupakan kunci lain keberhasilan dalam melalui ujian Allah Swt.
Hamba-hamba Allah Swt yang ikhlas, sedemikian berserah diri pada kehendak Allah Swt sehingga mereka bukan hanya bersabar ketika menghadapi kesulitan dan cobaan, mereka juga bersyukur kepada Allah Swt di setiap kondisi. Mereka menilai itu semua adalah hak Allah Swt dan pada saat yang sama mereka meyakini rahmat dan pertolongan Allah Swt. Imam Husein as ketika menghadapi berbagai macam cobaan di Karbala berkata: “Cobaan ini ringan untukku, karena Allah Swt menyaksikan.”
Satu lagi kunci keberhasilan dalam melalui ujian dari Allah Swt, adalah mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah lulus dari ujian Allah Swt dan juga dari mereka yang memilih jalan salah, serta menjadikan itu semua sebagai contoh agar dia dapat memilih jalan kebenaran dan menghindari jalan keburukan. Dalam al-Quran telah disebutkan berbagai macam ayat yang di dalamnya Allah Swt menyinggung nasib berbagai umat dan bangsa agar mereka menjadi hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.
Imam Ali as dalam sebuah hadisnya berkata, “Syukur dan pujian kepada Allah yang menjadikan cobaan dan kesulitan para pengikut kami untuk melunturkan dosa-dosa mereka di dunia, sehingga dalam segala kesulitan dan bencana ini ketaatan mereka terjaga dan layak mendapat pahala.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar