Qasim bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib alaihis salam,
"Katakanlah kepada putri pamanku (Fatimah binti Husein) sesungguhnya aku terbunuh dalam keadaan dahaga seorang diri maka jika kamu meminum air ingatlah aku dan ratapilah aku dan jika disini kamu hendak mewarnai kukumu dengan sesuatu maka warnailah dengan darahku"
Selamat Berbahagia atas kelahiran 3 Manusia Suci,
1. Imam Husein alaihis salam, Jum'at 03 Sya'ban tahun ke-4 Hijriah, bersamaan 08 June 626 Masehi, Di Madinah, Hijaz.
Pada Jum'at, 10 Muharram 61 Hijriah bersamaan 10 Oktober 680 Masehi, Imam Husein alaihis salam Imam ketiga bagi Syiah 12 Imam Syahid ketika berumur 54 tahun, di Karbala dalam pemerintahan Muawiyah dari Bani Umayyah.
Imam Husein as,
"Bila agama Datukku tetap tegak dengan Kesyahidanku, wahai pedang-pedang durjana hadapilah aku..."
2. 4 Sya'ban Abu Fadhl Abbas as,
3. 5 Sya'ban Imam Ali Zainal Abidin (Imam Sajjad as)
ANAK-ANAK KECIL MENYAMBUT SERUAN IMAM HUSAIN
pengarang : safinah-online.com
ilustrasi video : Tragedi Karbala: Pembalasan Mukhtar Tsaqafi (9/40) |
Sholawat Youtube Channel | ICC || Selengkapnya, kunjungi : http://sholawat.net | Mukhtar Ats-Tsaqafi adalah seorang tokoh terkemuka pergerakan pasca-Tragedi Asyura, yakni tragedi pembantaian Imam Husain beserta 72 pengikutnya di Karbala. Saat tragedi itu terjadi, Mukhtar berada di penjara. Sekeluar dari penjara, begitu mengetahui kabar duka Tragedi Karbala, ia berniat membalaskan kesyahidan cucu Nabi SAW, dan melancarkan pemberontakannya 686. Bersama pasukannya, Mukhtar berhasil menangkapi para pembantai yang mengeroyok Imam Husain dalam Perang Karbala. Namun akhirnya ia terbunuh oleh pasukan Mush'ab bin Zubair di luar Kufah pada April 687. Film ini berjudul asli "Mokhtarnameh", merupakan serial televisi sepanjang 40 episode. Serial yang diproduksi Sima Films, Iran, ini dibuat dalam rentang lima tahun, melalui riset sejarah mendalam.
Tujuan Imam Husain a.s. melakukan perjalanan panjang dari Madinah ke Makkah dan melanjutkan ke Irak semata-mata untuk memperbaiki umat datuknya, Nabi Muhammad saw., bukan untuk berperang. Namun keadaan ketika itu memaksa beliau untuk melawan dan membela diri serta menjaga keluarganya.
Sejak awal perjalanan, Imam Husain a.s. hanya membawa keluarga dan segelintir sahabat. Kafilah beliau a.s. dipenuhi dengan anak-anak kecil, bahkan ada bayi mungil yang masih berusia 6 bulan. Namun di saat Imam Husein a.s. meminta pertolongan, anak-anak kecil ini pun bak singa yang berani, menyatakan kesiapan untuk mempertaruhkan nyawa demi membela imam zaman mereka saat itu, yaitu Imam Husain a.s.
Adik-adik penasaran dan ingin mengetahui siapa saja anak-anak kecil pemberani itu?
Berikut ini sebagian dari anak-anak kecil pemberani tersebut:
1- QASIM PUTERA IMAM HASAN AS
Qasim bin Hasan saat hari Asyura di padang Karbala adalah seorang pemuda belia yang masih belum mencapai usia baligh. Beliau putera Imam Hasan a.s. dari ibu yang bernama Ramlah atau Nafilah.
Qasim bersikeras untuk meyakinkan sang paman, Al-Husain supaya memberikan izin pergi ke medan perang.
Dikisahkan bahwa di tengah hiruk pikuk peperangan, tampak seorang anak lelaki masih kecil yang wajahnya seperti bagian dari bulan purnama datang ke tengah medan perang. Ia memegang sebilah pedang di tangannya, memakai sepotong baju dan celana, dan mengenakan sepasang sandal yang sebelah kirinya sobek.
Saat melihat Qasim kecil, Amr bin Sa’ad bin Nufail Azdi berkata,
“Demi Allah! Aku akan menyerangnya sekarang juga.”
“Demi Allah! Aku akan menyerangnya sekarang juga.”
Humaid bin Muslim berkata,
“Subhanallah! Apa tujuanmu ingin melakukan hal itu? Tentara-tentara yang telah mengepungnya tidak akan membiarkannya lolos. Cukup mereka saja yang menyelesaikannya.”
“Subhanallah! Apa tujuanmu ingin melakukan hal itu? Tentara-tentara yang telah mengepungnya tidak akan membiarkannya lolos. Cukup mereka saja yang menyelesaikannya.”
Amr bin Sa’ad Azdi tetap berkata,
“Demi Allah! Aku akan menyerangnya.”
“Demi Allah! Aku akan menyerangnya.”
Kemudian Amr bin Sa’ad menyerang Qasim dari belakang. Sebelum Qasim sempat membalikkan badan, Amr bin Sa’ad menghantamkan pedangnya ke kepala Qasim hingga ubun-ubunnya terbelah.
Qasim kecil jatuh ke tanah dengan didahului oleh wajahnya dan meminta pertolongan dari sang paman, Al-Husain a.s. sambil berteriak,
“Oh pamanku!”
“Oh pamanku!”
Dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah disebutkan:
“Salam atas Qasim bin Al-Hasan, anak lelaki belia yang dibelah ubun-ubunnya oleh musuh dan pakaian perangnya dirampas. Saat meminta pertolongan dari sang paman Al-Husain, beliau a.s. secepat kilat hadir di atas kepalanya.
“Salam atas Qasim bin Al-Hasan, anak lelaki belia yang dibelah ubun-ubunnya oleh musuh dan pakaian perangnya dirampas. Saat meminta pertolongan dari sang paman Al-Husain, beliau a.s. secepat kilat hadir di atas kepalanya.
Di saat itu, Imam Husain berkata,
“Semoga kaum yang membunuhmu dijauhkan dari rahmat Allah. Mereka kelak di hari kiamat akan berhadapan dengan kakek dan ayahmu sebagai musuh.”
Kemudian Imam Husain a.s. mengangkat tubuhnya dari tanah, mendekatkan ke dada beliau, membawanya ke kemah dan meletakkan di atas tanah di samping putera beliau, Ali Akbar dan syuhada’ Karbala yang lainnya.
2- ABDULLAH BIN HASAN BIN ALI
Abdullah putera Imam Hasan Al-Mujtaba yang saat itu masih berusia 11 tahun. Ketika ia menyaksikan Imam Husain a.s. jatuh ke tanah, ia segera menuju medan perang untuk berperang dan membela sang paman yang mazlum. Ia berhasil membunuh beberapa orang tentara musuh. Namun akhirnya, ia syahid oleh pedang tajam manusia kejam bernama Bahr bin Ka’ab. Dalam riwayat disebutkan, Harmalah memotong tangan Abdullah bin Hasan yang masih berada dalam dekapan pamannya Al-Husain a.s. dengan pedang dan di tempat itu juga membuatnya gugur syahid.
3- AUN BIN ABDULLAH BIN JA’FAR
Aun adalah putera Zainab a.s. (alaihas salam). Ia hadir di Karbala pada hari Asyura bersama sang ibu. Pemuda yang masih belia ini datang menghadap Imam Husain a.s. dan sang Ibu memintakan izin kepada Imam Husain untuk pergi ke medan tempur.
Imam Husain a.s. akhirnya memberikan izin. Aun langsung menyerang musuh dan berhasil membunuh beberapa orang tentara musuh, namun akhirnya Aun menemui syahadah.
Aun sempat berteriak lantang memperkenalkan diri:
Jika kalian tidak mengenalku
Ketahuilah bahwa aku adalah putera Abdullah bin Ja’far
Sang pemilik dua sayap yang melayang-layang di surga
Dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah disebutkan:
“Salam atas Aun putera Abdullah bin Ja’far At-Thayyar (yang terbang) di surga… Allah melaknat pembunuhnya, yaitu Abdullah bin Quthbah.
“Salam atas Aun putera Abdullah bin Ja’far At-Thayyar (yang terbang) di surga… Allah melaknat pembunuhnya, yaitu Abdullah bin Quthbah.
Adik-adik yang dirahmati Allah! Apakah jika kita berada di posisi mereka, kita siap menolong Imam Zaman kita?
4- MUHAMMAD BIN ABDULLAH
Muhammad bin Abdullah bin Ja’far sang jawara kecil juga memasuki medan perang dengan gagah berani dan memperkenalkan diri. Dalam peperangan yang berat dan tidak seimbang itu, ia berhasil membinasakan 3 pasukan penunggang dan 18 pasukan jalan kaki musuh. Namun Pada akhirnya, ia pun dikepung musuh dan meneguk manisnya syahadah.
Dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah disebutkan:
“Salam atas Muhammad bin Abdullah Ja’far yang telah menyaksikan kedudukan kakeknya di surga dan menemui syahadah setelah saudaranya serta menjaga jasad saudaranya. Allah melaknat pembunuhnya, yaitu ‘Amir bin Nahsyal At-Tamimi.”
“Salam atas Muhammad bin Abdullah Ja’far yang telah menyaksikan kedudukan kakeknya di surga dan menemui syahadah setelah saudaranya serta menjaga jasad saudaranya. Allah melaknat pembunuhnya, yaitu ‘Amir bin Nahsyal At-Tamimi.”
5- MUHAMMAD BIN MUSLIM
6- IBRAHIM BIN MUSLIM
Muhammad dan Ibrahim adalah dua putera Muslim bin Aqil yang menjadi tawanan dalam tragedi Karbala. Ibnu Ziyad memerintahkan untuk memenjarakan keduanya. Maka dua remaja belia yang masih belum baligh dipenjarakan selama satu tahun.
Kemudian keduanya berhasil melarikan diri pada malam hari dengan bantuan seorang kakek tua penjaga penjara bernama Masykur yang merupakan pencinta Ahlul Bait a.s.
Malam itu, setelah berhasil melarikan diri dari penjara, mereka berdua bermalam di rumah seorang perempuan yang suaminya ternyata adalah tentara Ibnu Ziyad bernama Haris. Setelah mengetahui keberadaan dua bocah di rumahnya, Haris membawa keduanya ke tepi sungai Efrat dan memenggal kepala mereka berdua tanpa belas kasihan.
Jasad tanpa kepala keduanya dibuang ke sungai Efrat, sedangkan kepala mereka berdua dipersembahkan kepada Ibnu Ziyad untuk ditukar dengan hadiah.
7- AMR BIN JUNADAH AL-ANSARI
Amr bin Junadah termasuk salah satu syahid belia di Karbala yang masih berusia 9 atau 11 tahun. Ayahnya juga menemui syahadah dalam kafilah tentara Imam Husain a.s.
Saat Amr meminta izin kepada Imam Husain a.s. untuk turun ke medan perang, Imam Husain a.s. berkata,
“Ayahmu telah terbunuh, mungkin ibumu tidak merelakan engkau pergi ke medan perang.”
“Ayahmu telah terbunuh, mungkin ibumu tidak merelakan engkau pergi ke medan perang.”
“Ibuku lah yang memerintahkanku untuk pergi ke medan tempur dan beliau sendiri yang memakaikan pakaian perangku ini,” jawabnya.
Setelah memperoleh izin dari Imam Husain a.s., ia pergi menuju medan laga, memperkenalkan diri dan berperang hingga akhirnya menikmati syahadah.
Nama Amr bin Junadah juga disebut-sebut dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah.
8- ABDULLAH BIN MUSLIM
Abdullah putera Muslim seorang pemuda belia yang hadir di Karbala bersama paman dan ibundanya. Ibundanya adalah Ruqayyah, puteri Imam Ali a.s.
Pada hari Asyura, Abdullah pergi ke medan perang setelah memperoleh izin dari Imam Husain a.s. Ia berteriak kepada musuh dengan suara lantang:
“Hari ini aku akan menemui ayahku, Muslim dan para pemuda yang syahid di jalan agama Rasulullah saw.”
“Hari ini aku akan menemui ayahku, Muslim dan para pemuda yang syahid di jalan agama Rasulullah saw.”
Dalam tiga serangan, Abdullah bin Muslim berhasil membinasakan beberapa tentara musuh. Namun pada akhirnya, ia mereguk cawan syahadah di tangan Amr bin Shubaih Shaidawi dan Asad bin Malik.
9- MUHAMMAD BIN MUSLIM
Muhammad putera Muslim pemuda belia berusia 12 atau 13 tahun. Ia gugur syahid bersama Imam Husain a.s. pada hari Asyura di Karbala.
Setelah Abdullah bin Muslim syahid, pemuda-pemuda Bani Hasyim yang masih belia secara serempak menyerang musuh tanpa meminta izin dari Imam Husain a.s. Imam Husain a.s. berteriak mencegah mereka untuk menyerang secara berkelompok. Dengan suara yang sangat jelas Imam Husain mengatakan,
“Wahai misan-misanku! Bersabarlah untuk menemui ajal.”
“Wahai misan-misanku! Bersabarlah untuk menemui ajal.”
Pemuda-pemuda Ahlul Bait a.s. menghentikan serangan mereka dan kembali ke kemah, namun di saat itu, Muhammad bin Muslim gugur syahid di tangan Abu Marham Azdi dan Luqaith bin Iyas Juhni.
10- AMR BIN HASAN
Amr bin Al-Hasan anak belia lain yang hadir di Karbala. Setelah tragedi Asyura ia ikut dalam rombongan tawanan.
Diriwayatkan bahwa suatu hari Yazid berkata kepadanya,
“Apakah engkau mau bergulat dengan Abdullah puteraku?”
“Apakah engkau mau bergulat dengan Abdullah puteraku?”
Amr bin Al-Hasan langsung menjawab,
“Aku tidak punya daya untuk bergulat, tapi berikan kepadaku sebilah pisau dan kepadanya juga sebilah pisau supaya kita berperang. Jika aku terbunuh, aku akan bergabung dengan datukku Rasulullah saw. dan kakekku Ali bin Abi Thalib a.s. dan bila aku membunuhnya ia akan bergabung dengan datuknya Abu Sufyan dan kakeknya Muawiyah.”
“Aku tidak punya daya untuk bergulat, tapi berikan kepadaku sebilah pisau dan kepadanya juga sebilah pisau supaya kita berperang. Jika aku terbunuh, aku akan bergabung dengan datukku Rasulullah saw. dan kakekku Ali bin Abi Thalib a.s. dan bila aku membunuhnya ia akan bergabung dengan datuknya Abu Sufyan dan kakeknya Muawiyah.”
Yazid segera menimpali,
“Perangai ini sangat aku kenal, karena ular tidak akan melahirkan selain ular.”
“Perangai ini sangat aku kenal, karena ular tidak akan melahirkan selain ular.”
Ucapan itu merupakan kiasan bahwa Amr bin Al-Hasan mewarisi keberanian dan kepahlawanan dari ayah dan kakek-kakeknya.
11- ALI ASGHAR A.S.
Kejadian yang terjadi di Karbala bukanlah perang, tapi pembantaian. Para musuh keluarga Nabi Muhammad saw. membantai satu-persatu keluarga dan sahabat Imam Husain a.s. dengan keji, bahkan bayi kecil tak berdosa pun menjadi sasaran kebengisan mereka.
Siapakah bayi kecil yang malang itu?
Bayi kecil itu adalah salah satu putera Imam Husain a.s. yang turur hadir bersama ayahnya di padang Karbala. Namanya Abdullah dan dijuluki Ali Asghar. Ibundanya adalah Sayyidah Rubab, putri Amr Al-Qais.
Rasa dahaga pada hari Asyura membuat bayi yang baru lahir dan masih menyusu itu tidak berdaya. Bayi yang biasanya bermain di pangkuan ayahnya kini meronta- ronta kehausan. Tak ada setetes air pun untuknya, bahkan air susu ibundanya pun mengering.
Melihat kondisi bayi tersebut, Imam Husain a.s. berkata kepada pasukan musuh yang mengepung keluarga Nabi saw., “Tidak ada yang tersisa dari putera-puteraku dan sahabat-sahabatku selain bayi mungil ini. Apakah kalian tidak melihat bagaimana ia tidak berdaya karena kehausan? Jika kalian tidak menaruh belas kasihan kepadaku, maka setidaknya kasihanilah bayi mungil ini!”
Pada saat itulah, satu busur anak panah bercabang tiga yang dilesatkan oleh Harmalah meluncur dengan cepat dan menancap di tenggorokan Ali Asghar. Panah itu menembus lehernya. Bayi kecil tak berdosa itu pun meneguk cawan syahadah.
Imam Husain a.s. mengambil darah yang mengucur dari leher Ali Asghar dan menebarkan ke langit. Tak setetes pun dari darah itu jatuh ke tanah, karena bumi tak sanggup menerimanya.
Imam Husein a.s. sangat sedih dan bingung bagaimana memberikan jasad bayi kecil itu kepada Ibunya.
12- IMAM MUHAMMAD BAQIR A.S.
Imam Baqir a.s. satu-satunya putera Imam Ali Zainal Abidin a.s. Ibunda beliau adalah Fatimah yang dikenal dengan Ummu Abdullah, puteri Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.
Usia Imam Baqir a.s. saat berada di Karbala pada hari Asyura tidak lebih dari tiga tahun setengah. Beliau a.s. merekam dalam benak beliau seluruh peristiwa berdarah Asyura dan saat menjadi tawanan.
13- RUQAYYAH
Asyura atau 10 Muharram telah berlalu. Imam Husain a.s. beserta keluarga dan sahabat- sahabatnya telah gugur syahid dibantai para durjana, namun sepertinya musuh belum puas. Setelah itu mereka menyiksa para wanita dan anak-anak dari keluarga Imam Husain a.s. Bagaimana bentuk penyiksaan itu?
Puteri kecil Imam Husain a.s. yang masih berusia 3 atau 4 tahun juga ikut serta dalam perjalanan ke Karbala dan hadir menyaksikan seluruh adegan tragis di sana. Ruqayyah juga berada dalam rombongan tawanan Ahlul Bait dan merasakan berbagai macam siksaan. Ia dipukul ketika tidak lagi mampu berjalan. Pada akhirnya kafilah suci keluarga Nabi saw. tiba di Syam. Sesampainya disana, mereka ditawan di sebuah rumah tua yang hampir runtuh.
Suatu malam, Ruqayyah kecil bermimpi bertemu dengan ayahandanya, Imam Husain a.s. Setelah terjaga, ia menangis sejadi-jadinya hingga terdengar sampai ke istana.
Yazid terganggu mendengar tangisannya. Ia berteriak memanggil penjaga,
“Tangisan siapa ini? suara tangisnya sangat menggangguku.”
“Tangisan siapa ini? suara tangisnya sangat menggangguku.”
Para penjaga melaporkan bahwa suara itu adalah tangisan Ruqayyah.
Yazid bertanya,
“Apa yang ia inginkan?”
Yazid bertanya,
“Apa yang ia inginkan?”
“Ia ingin bertemu ayahnya,” jawab mereka.
Yazid pun memerintahkan supaya membawa kepala suci Imam Husain a.s. ke hadapannya.
Kepala suci yang ditutup kain itu diletakkan di atas nampan dan dibawa ke hadapan Ruqayyah.
Saat melihat nampan itu,
Ruqayyah berkata,
“Aku tidak mau makan, aku hanya ingin bertemu ayahku.”
Saat melihat nampan itu,
Ruqayyah berkata,
“Aku tidak mau makan, aku hanya ingin bertemu ayahku.”
Ruqayyah mengira mereka membawa makanan untuknya. Mereka terdiam sejenak, namun tiba- tiba salah seorang di antara penjaga itu membuka kain penutup nampan itu.
Ruqayyah kecil histeris menyaksikan kepala sang ayah. Beliau menangis sambil mendekap kepala ayahnya dan beliaupun syahid saat itu juga.
BAGAIMANA IBNU ZIYAD PROVOKASI UMAR BIN SAAD PERANGI IMAM HUSEIN ALAIHIS SALAM
Ibnu Ziyad mengumpulkan para pendukungnya. Ia mengatakan, “Wahai masyarakat! Siapa yang siap memerangi Husein bin Ali as dan sebagai gantinya aku akan menjadikannya gubernur di daerah yang diingikannya?”
Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab tantangan Ibnu Ziyad. Tapi hal itu tidak membuat Ibnu Ziyad kehilangan ide. Ia lalu menatap Umar bin Saad bin Abi Waqqash. Karena beberapa hari lalu ia telah mengeluarkan surat pengangkatannya sebagai gubernur Rey. Ia juga mengeluarkan perintah agar Umar bin Saad memerangi daerah Daylam dan tengah menyiapkan diri dan pasukannya untuk berangkat ke sana.
Dalam kondisi yang demikian, Ibnu Ziyad berkata kepada Umar bin Saad,
“Saya ingin engkau pergi memerangi Husein bin Ali as. Setelah masalah ini selesai, engkau bisa pergi menjadi gubernur. Insya Allah!”
“Saya ingin engkau pergi memerangi Husein bin Ali as. Setelah masalah ini selesai, engkau bisa pergi menjadi gubernur. Insya Allah!”
Umar bin Saad menjawab,
“Wahai Amir! Bila engkau dapat membebaskan aku dari perang melawan Husein bin Ali as, maka tolong lakukan itu!”
“Wahai Amir! Bila engkau dapat membebaskan aku dari perang melawan Husein bin Ali as, maka tolong lakukan itu!”
Ibnu Ziyad berkata,
“Baiklah. Saya membebaskanmu dari tugas ini. Tapi kembalikan surat pengangkatanmu sebagai gubernur dan tinggallah di rumahmu. Setelah itu aku akan mengirim orang lain.”
“Baiklah. Saya membebaskanmu dari tugas ini. Tapi kembalikan surat pengangkatanmu sebagai gubernur dan tinggallah di rumahmu. Setelah itu aku akan mengirim orang lain.”
Umar menyela,
“Berikan saya waktu hari ini untuk memikirkan tawaran ini!”
“Berikan saya waktu hari ini untuk memikirkan tawaran ini!”
Ibnu Ziyad berkata,
“Baiklah, saya memberimu waktu.”
“Baiklah, saya memberimu waktu.”
Umar bin Saad kembali ke rumahnya. Ia kemudian bermusyawarah dengan saudara dan orang-orang yang dapat dipercayainya. Tapi semua sama berpendapat,
“Takutlah kepada Allah dan jangan lakukan itu!”
“Takutlah kepada Allah dan jangan lakukan itu!”
Hamzah anak Mughirah bin Syu’bah, keponakannya mendatanginya dan berkata,
“Wahai paman! Demi Allah, jangan pergi memerangi Husein bin Ali as. Karena itu berarti engkau bermaksiat kepada Allah dan memutuskan silaturahmi! Apa yang akan engkau lakukan dengan kekuasaan? Takutlah kepada Allah. Jangan sampai di Hari Kiamat engkau menemui Allah Swt dengan darah Husein anak Fathimah.”
“Wahai paman! Demi Allah, jangan pergi memerangi Husein bin Ali as. Karena itu berarti engkau bermaksiat kepada Allah dan memutuskan silaturahmi! Apa yang akan engkau lakukan dengan kekuasaan? Takutlah kepada Allah. Jangan sampai di Hari Kiamat engkau menemui Allah Swt dengan darah Husein anak Fathimah.”
Umar bin Saad hanya terdiam. Tapi cinta akan posisi sebagai gubernur Rey telah merebut hatinya. Dini hari, ia menemui Ibnu Ziyad di istananya. Ibnu Ziyad berkata,
“Wahai Umar! Apakah engkau sudah mengambil keputusan?”
“Wahai Umar! Apakah engkau sudah mengambil keputusan?”
Umar menjawab,
“Wahai Amir! Engkau telah mengangkatku sebagai gubernur dan telah menulis surat pengangkatanku. Rakyat juga telah mengetahui apa yang engkau lakukan. Di kota Kufah ada tokoh-tokoh yang dapat memerangi Husein bin Ali as.”
“Wahai Amir! Engkau telah mengangkatku sebagai gubernur dan telah menulis surat pengangkatanku. Rakyat juga telah mengetahui apa yang engkau lakukan. Di kota Kufah ada tokoh-tokoh yang dapat memerangi Husein bin Ali as.”
Setelah itu ia menyebut nama tokoh-tokoh tersebut.
Ubaidillah bin Ziyad berkata kepadanya,
“Saya lebih mengenal tokoh-tokoh Kufah daripadamu. Saya hanya menginginkanmu membantuku menyelesaikan masalah ini. Dengan demikian engkau menjadi orang terdekatku. Bila tidak, kembalikan surat pengangkatan dan kembalilah ke rumahmu. Saya tidak memaksamu melakukan hal ini!”
“Saya lebih mengenal tokoh-tokoh Kufah daripadamu. Saya hanya menginginkanmu membantuku menyelesaikan masalah ini. Dengan demikian engkau menjadi orang terdekatku. Bila tidak, kembalikan surat pengangkatan dan kembalilah ke rumahmu. Saya tidak memaksamu melakukan hal ini!”
Umar bin Saad untuk kesekian kalinya terdiam.
Ibnu Ziyad berkata,
“Wahai anak Saad! Demi Allah, bila engkau tidak segera bergerak menuju Husein as, menjadi komandan pasukan dan membawa sesuatu kepadaku yang membuatnya sedih, maka aku akan memenggal lehermu dan merampas hartamu!”
“Wahai anak Saad! Demi Allah, bila engkau tidak segera bergerak menuju Husein as, menjadi komandan pasukan dan membawa sesuatu kepadaku yang membuatnya sedih, maka aku akan memenggal lehermu dan merampas hartamu!”
Umar menjawab,
“Dengan bantuan Allah, besok aku akan bergerak menuju Husein as.”
“Dengan bantuan Allah, besok aku akan bergerak menuju Husein as.”
Ibnu Ziyad memberinya banyak hadiah dan menyiapkan 4000 pasukan penunggang kuda lalu berkata,
“Pergi dan datangilah Husein bin Ali as.”
“Pergi dan datangilah Husein bin Ali as.”
Ubaidillah bin Ziyad mengirim Umar bin Saad bin Abi Waqqash dengan 4000 pasukan berkuda menuju Imam Husein as.
Sebelumnya, Ibnu Ziyad telah mengangkat Umar bin Saad sebagai gubernur Rey dan pasukan berkuda itu juga telah disiapkan bersamanya menuju Daylam. Ketika ia memerintahkan Umar bin Saad memerangi Husein as, Umar sempat menolak, tapi Ibnu Ziyad mengancamnya menarik kembali surat pengangkatannya, merampas harta dan memenggal lehernya. Ancaman itu membuat Umar bin Saad menerima perintah memerangi Imam Husein as.
Setelah memutuskan untuk memerangi Imam Husein as, kabilah Umar bin Saad Bani Zuhreh mendatanginya dan berkata,
“Demi Allah! Jangan sampai engkau memegang kendali memerangi Husein as. Karena demikian itu memunculkan permusuhan antara kita dan Bani Hasyim!”
“Demi Allah! Jangan sampai engkau memegang kendali memerangi Husein as. Karena demikian itu memunculkan permusuhan antara kita dan Bani Hasyim!”
Umar bin Saad kembali menemui Ubaidillah bin Ziyad dan meminta agar membebaskannya dari tugas tersebut. Namun Ibnu Ziyad tidak menerima. Akhirnya Umar bin Saad memutuskan untuk berangkat menuju Imam Husein as dan karavannya.
Waktu itu ada 50 orang yang bersama Imam Husein as dan kemudian ada 20 orang dari pasukan Umar bin Saad yang bergabung dengan beliau. Sementara dari keluarga Imam Husein as sendiri ada 19 laki-laki yang berada bersamanya.
Ketika Imam Husein as melihat bahwa Umar bin Saad dan pasukannya ingin memeranginya, beliau berkata,
“Wahai kalian semua! Dengarkan! Semoga Allah Swt memberi rahmat kepada kalian! Apa yang kami lakukan terhadap kalian? Wahai warga Kufah! Apa yang ingin kalian lakukan terhadap kami?”
“Wahai kalian semua! Dengarkan! Semoga Allah Swt memberi rahmat kepada kalian! Apa yang kami lakukan terhadap kalian? Wahai warga Kufah! Apa yang ingin kalian lakukan terhadap kami?”
Mereka menjawab,
“Kami takut gaji dan hadiah kami diputus.”
“Kami takut gaji dan hadiah kami diputus.”
Imam Husein as berkata,
“Bukankah hadiah kalian dari Allah lebih baik?”
“Bukankah hadiah kalian dari Allah lebih baik?”
IMAM HUSEIN ALAIHIS SALAM : PENGHULU PARA SYUHADA
pengarang : Sayid Mahdi Ayatullahi
Imam Husain As dilahirkan pada 3 Sya’ban 4 Hijriah. Mendengar berita kelahirannya, Rasulullah Saw sangat gembira. Beliau bergegas pergi ke rumah putrinya, Fatimah As untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putranya itu.
Rasulullah Saw membacakan adzan pada telinga kanannya dan iqamat pada telinga kirinya, kemudian menamai bayi mungil itu dengan nama Husain. Pada hari ketujuh dari kelahirannya, Ali bin Abi Thalib membuat acara akikah untuk putranya dan membagikan daging kambing akikahnya kepada orang-orang fakir. Rasulullah Saw sangat mencintai cucunda Husain As Setelah mendapatkan wahyu tentang apa yang akan terjadi pada cucunda ini di masa yang akan datang, beliau bersedih dan menangis atas kekejaman yang akan menimpanya. Rasulullah Saw bersabda: “Husain dariku dan aku dari Husain". Dialah Imam putra Imam, dan sembilan dari keturunannya akan menjadi Imam, dan imam akhir dari mereka adalah Muhammad Al-Mahdi As. Dia akan muncul di akhir zaman, dan akan memenuhi alam semesta ini dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman.
Imam Husain As Semasa Ayahnya
Imam Husain As hidup dalam haribaan Rasulullah Saw selama 6 tahun. Selama itu pula, Beliau banyak belajar dari akhlaq sang datuk yang mulia.
Ketika Rasulullah Saw wafat, beliau menjalani kehidupannya bersama ayahnya Ali As selama 30 tahun. Beliau senantiasa berada di sampingnya dan turut merasakan penderitaannya.
Tatkala Imam Ali As memegang tampuk pemerintahan, Imam Husain As ikut serta mengambil bagian dalam pasukan yang tulus berkorban dan berjihad demi menegakkan panji kebenaran. Ia senantiasa turun dalam berbagai medan peperangan seperti; perang Jamal, perang Shiffin, dan perang Nahrawan.
Dan ketika ayahnya gugur sebagai syahid, Imam Husain as. membaiat sang kakak Hasan As. sebagai khalifah, dan mendampingi beliau dalam menghadapi Muawiyah.
Imam Husain As Semasa Muawiyah
Muawiyah meracun Imam Hasan As, sehingga beliau gugur senasib ayahnya sebagai syahid. Kemudian, tongkat kepemimpinan umat segera dipegang oleh Imam Husain as. yang saat itu berusia 46 tahun.
Imam Husain As telah mengetahui bahwa Muawiyah adalah sumber penderitaan umat Islam. Di balik syiar-syiar Islam yang diangkatnya, sesungguhnya dia menghendaki kehancuran agama dan berusaha keras untuk menjauhkan penduduk Syam dari kebenaran-kebenaran Islam dan dari para sahabat Nabi yang ikhlas.
Muawiyah senantiasa menebarkan kebohongan-kebohongan yang bertujuan merusak nama baik Ahlul Bait Nabi As. Dia membunuh setiap orang yang menentang pemerintahannya. Dia telah banyak melakukan pembunuhan terhadap sahabat-sahabat Nabi dan sahabat-sahabat setia Imam Ali As. Di antara mereka adalah Hijr bin Ady yang telah dibunuhnya bersama anaknya di daerah Maraj Azra di luar kota Damaskus.
Muawiyah selalu berupaya mengangkat anaknya Yazid untuk menduduki kursi kekhalifahan. Padahal ia tahu benar akan perangai bejat Yazid, pemuda yang menghina agama dan kaum mukmin. Dialah seorang pemabuk dan banyak menghabiskan waktunya bermain dengan kera-kera.
Imam Husain As memperingatkan Muawiyah akan bahaya yang dia lakukan. Akan tetapi, ayah Yazid itu tidak menghiraukan ucapan siapa pun, dan dia malah mengumumkan niatnya untuk membaiat Yazid.
Dan demikianlah yang terjadi. Muawiyah membaiat si anak menjadi khalifah dan memaksa orang-orang untuk melakukan hal yang sama.
Imam Husain As dan Yazid
Sepeninggal Muawiyah, anaknya Yazid menduduki kepemimpinan umat. Pertama yang ia lakukan ialah mengirimkan surat kepada Walid gubernur Madinah yang berisi perintah untuk mengambil baiat dari Imam Husain As. Dengan surat di tangannya, Walid mendatangi beliau dan memaparkan ihwal perintah Yazid di hadapannya.
Imam Husain as. telah mengetahui di balik semua itu; Yazid akan mengumumkan bahwa Husain cucu Rasulullah saw. telah memberikan baiat kepadanya. Ini akan berarti bahwa kekhalifahan Yazid sudah benar-benar sah. Oleh karena itulah Imam As menolak untuk membaiat seorang fasik seperti Yazid yang hobinya minum khamar serta menginjak-injak hukum Allah Swt.
Menyaksikan penolakan Imam Husain tersebut, Walid mengancam akan membunuhnya bila beliau ternyata menolak baiat kepada Yazid. Namun demikian, Imam as. tidak memperdulikan sesuatu pun kecuali demi kemaslahatan Islam, kendati harus mengorbankan nyawanya yang suci.
Undangan Warga Kufah
Kaum muslimin merasakan kegelisahan yang dalam terhadap kezaliman Muawiyah. Mereka mendambakan pemerintahan adil sebagaimana pernah dijalankan oleh Ali bin Abi Thalib dapat kembali berkuasa.
Maka, tatkala warga Kufah mendengar penolakan Imam Husain As terhadap baiat kepada Yazid, mereka mengirimkan surat yang begitu banyaknya kepada beliau, dan mengundang beliau untuk segera datang ke Kufah serta menyelamatkan mereka dari kezaliman Bani Umayyah.
Jumlah surat warga Kufah yang diterima oleh Imam Husain As sebanyak enam belas ribu pucuk. Semua isi surat itu menyatakan desakan mereka kepada beliau, “Datanglah wahai putra Rasulullah Saw, sungguh kami tidak memiliki pemimpin selainmu”.
Duta Imam Husain As
Imam Husain As mengutus anak pamannya Muslim bin Aqil sebagai duta beliau untuk menjumpai orang-orang Kufah. Melalui tangannyalah beliau mengirimkan surat untuk warga Kufah. Isi surat itu ialah sebagai berikut:
“Telah sampai kepadaku surat-surat kalian, dan aku mengerti apa yang kalian nyatakan sebagai ketulusan kalian terhadap kehadiranku di tengah-tengah kalian, dan aku telah mengirimkan seorang utusan kepada kalian, ia adalah saudaraku, anak pamanku dan orang tepercaya dari keluargaku, Muslim bin Aqil".
Sesampainya di Kufah, Muslim mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat di sana. Di hadapannya, lebih dari delapan belas ribu orang menyatakan kesediaan untuk membaiat Imam Husain As.
Kemudian, Muslim melayangkan surat kepada Imam As. dan mengabarkan, bahwa orang-orang Kufah telah berkumpul, mereka siap membela kebenaran serta menolak baiat kepada Yazid. Di dalam surat itu pula ia meminta beliau agar datang ke Kufah secepat mungkin.
Muslim Dibunuh
Sementara itu, Yazid mengawasi ketat apa yang sedang berlangsung di Kufah. Untuk itu, dia telah menentukan seorang gubernur Kufah yang baru Ubaidillah ibnu Ziyad, yang telah sampai ke Kufah dengan cepat.
Ibnu Ziyad memulai tindakannya di sana dengan melakukan teror, pembunuhan, dan suap. Kemudian berlanjut dengan menakut-nakuti warga kota akan datangnya pasukan dari Syam dalam jumlah raksasa.
Warga Kufah merasa takut dan perlahan-lahan mulai meninggalkan Muslim bin Aqil, hingga ia bertahan sendirian di tengah kepungan pasukan Ibnu Ziyad. Meski begitu, ia tidak mau menyerah dan mengadakan perlawanan seorang diri sampai terluka parah.
Kemudian ia ditangkap dan diseret sebagai tahanan sebelum akhirnya mati syahid di tangan musuh.
Berita dibunuhnya Muslim bin Aqil dan sebagian pembelanya di Kufah telah sampai kepada Imam Husain As. Saat itu beliau dalam perjalanan menuju Kufah. Beliau telah mengetahui bahwa warga kota telah mengkhianatinya.
Kepada para sahabat dan orang-orang yang bergabung bersamanya, beliau mengatakan, “Barang siapa yang ikut bersama kami, maka ia akan mati syahid, dan barang siapa yang berpaling dari kami, sungguh dia tidak akan mencapai kemenangan”.
Imam as. sadar sepenuhnya akan jalan yang tengah ditempuhnya. Beliau hanya berpikir akan kewajiban dan tugasnya terhadap Islam dan kaum muslimin.
Tujuan Imam Husain As
Imam Husain As. mengumumkan penolakannya membaiat Yazid, karena memang dia sama sekali tidak pantas menduduki kursi kekhalifahan. Dialah seorang yang fasik, peminum arak, menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah swt., dan mengharamkan yang dihalalkan-Nya.
Oleh karena itu, dalam wasiatnya kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiyah, Imam as. mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak bangkit untuk membuat kerusakan ataupun kezaliman, aku hanya bangkit untuk memperbaiki keadaan umat kakekku saw. Aku ingin melakukan amar makruf dan nahi munkar. Aku akan menempuh jalan yang telah ditempuh oleh datukku Nabi dan ayahku Ali bin Abi Thalib".
Imam Husain as. mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh di padang Karbala bersama sahabat-sahabat dan keluarganya. Meski demikian, beliau tetap bangkit dalam rangka membangunkan umat Islam dari tidurnya, sehingga mereka tahu kenyataan Muawiyah dan anaknya Yazid yang sebenar-benarnya, bahwa dua orang ini akan melakukan apa saja demi mempertahankan kekuasaannya, walaupun mereka harus membunuh cucu Nabi saw. dan menjadikan perempuan-perempuan Ahlul Bait sebagai tawanan.
Imam Husain As di Hari Asyura
Pasukan Yazid telah melakukan penghadangan terhadap laju gerak kafilah Imam Husain di sebuah tempat yang bernama Karbala, tidak jauh dari sungai Furat. Mereka mencegah anak-anak kecil dan perempuan-perempuan keluarga Nabi Saw dari mendapatkan air sungai.
Hari ke-10 bulan Muharram, hari yang begitu panasnya membakar padang Karbala. Di sanalah Imam Husain As mengingatkan orang-orang akan akibat perbuatan yang mereka lakukan.
“Wahai sekalian manusia, kenalilah siapa aku ini! Kemudian kembalilah pada diri kalian masing-masing, dan hujatlah diri kalian itu.
"Sadarlah! Apakah dihalalkan bagi kalian untuk membunuhku dan menodai kehormatanku?
"Bukankah aku adalah putra dari putri Nabi kalian, putra khalifahnya, putra dari putra pamannya, dan putra dari seorang yang pertama kali beriman kepada Allah swt dan yang membenarkan risalah rasulnya?
"Bukankah Hamzah penghulu para syuhada itu adalah pamanku?
"Bukankah Ja’far At-Thayyar itu adalah pamanku?
"Tidakkah kalian dengar kesaksian Rasulullah tentang aku dan kakakku, bahwa 'Dua pemuda ini adalah penghulu para pemuda di surga'?"
Warga Kufah sangat mengenal Imam Husain As dengan baik. Hanya saja mereka telah tertipu oleh setan, hingga mereka mengutamakan kehidupan dunia yang hina bersama Yazid dan Ibnu Ziyad, serta begitu mudahnya meninggalkan Imam as. sendirian.
Kepada Imam Husain, mereka mengatakan: “Baiatlah Yazid sebagaimana kami telah mem-baiatnya”.
Dengan tegas beliau membalas mereka, “Tidak, Demi Allah, aku tidak akan pernah mengulurkan tanganku (baiat) kepadanya sebagaimana orang-orang hina mengulurkannya, aku pun tidak akan pernah melarikan diri sebagaimana para budak yang ketakutan".
Umar Ibnu Sa'ad, komandan pasukan Yazid mengeluarkan perintah untuk segera menyerbu pasukan Imam As. Maka, terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat. Lima puluh sahabat beliau berguguran sebagai syahid. Tinggallah beliau bersama sejumlah kecil sahabat dan keluarganya. Mereka semua mengajukan diri, satu persatu, untuk meraih kesyahidan dengan gagah berani, tanpa rasa takut sedikitpun. Karena, mereka yakin bahwa mereka akan mati syahid di jalan Allah dan menjelang surga.
Tatkala seluruh sahabat dan laki-laki keluarganya telah gugur, tinggallah Imam Husain seorang diri. Beliau segera turun ke medan pertempuran. Sebelum meninggalkan keluarga dan menyampaikan perpisahan kepada mereka, beliau meminta mereka untuk bersabar di jalan Allah Swt.
Imam As memacu kudanya dan maju mengoyak ribuan barisan musuh. Di tengah pertempuran yang tak seimbang itu, beliau akhirnya terhempas di atas kerikil-kerikil padang pasir Karbala dan gugur sebagai sayyidus-syuhada, Penghulu Para Syahid.
Merasa belum puas melihat Imam Husain tak bernyawa lagi, Ibnu Ziyad memerintahkan para pasukan berkudanya -yang telah menjual diri mereka dengan kehidupan dunia- untuk menginjak-injak dada beliau. Sepuluh pasukan berkuda melompat dan mulai merobek-robek dada suci itu dengan kaki-kaki kuda mereka.
Setelah itu, Ibnu Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk membakar kemah-kemah Imam as. setelah mereka merampas isinya, lalu menyeret anak-anak dan kaum wanita sebagai tawanan sampai ke Kufah. Di antara mereka adalah Zainab, putri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan Ali Zainal Abidin putra Imam As.
Zainab as. dengan penuh ketegaran maju menghampiri tubuh saudaranya Imam Husain as, lalu meletakkan kedua tangannya di atas jasad suci itu, kemudian mengangkat kepalanya, menengadah ke atas langit sambil berkata dengan penuh khusyuk dan bangga:
“Ya Allah, Terimalah dari kami pengorbanan ini!”
Kenapa Kita Mengenang Imam Husain As?
Sesungguhnya Imam Husain As telah mempersembahkan segala yang beliau miliki hanya untuk memuliakan Islam dan kaum muslimin. Beliau telah mengorbankan anak-anaknya, wanita-wanitanya, dan sahabat-sahabatnya bahkan dirinya sendiri di jalan Allah Swt.
Beliau mengajarkan kepada manusia tentang kebangkitan yang menentang segala macam kezaliman dan kerusakan. Beliau habiskan hari-hari akhirnya dengan membaca Al-Qur'an dan ibadah semata-mata karena Allah Swt, sehingga meski di tengah-tengah peperangan pun beliau meminta kepada musuh-musuhnya agar menghentikan peperangan dalam beberapa saat hanya untuk menunaikan salat. Imam As tetap menunaikan salat bersama sahabat-sahabatnya di bawah ribuan panah yang menghujani mereka.
Revolusi dan kebangkitan yang dilakukan Imam Husain as. berada di jalan Allah Swt dan dalam rangka mempertahankan Islam. Oleh karena itu, umat Islam akan mengenang beliau selama-lamanya. Mereka mengenang duka-nestapa hari Asyura; hari yang telah menyaksikan penyembelihan biadab yang dilakukan Bani Umayyah terhadap cucunda Nabi dan sebaik-baik warisan hidup Islam.
Kisah Teladan
Imam Husain As hidup selama 57 tahun. Beliau telah menghabiskan sepanjang usianya itu dengan berbuat baik, berkhidmat untuk manusia. Beberapa kali beliau menunaikan haji ke Rumah Allah (Ka’bah) dengan berjalan kaki selama berhari-hari.
Pada suatu hari, Imam As berjalan melewati orang-orang miskin yang sedang membentangkan pakaian mereka dan letakkan potongan-potongan roti di atasnya, kemudian mereka memanggil beliau, “Kemarilah wahai putra Rasulullah!”.
Lantas, beliau duduk dan makan bersama mereka, kemudian membacakan firman Allah Swt., “ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan takabbur”.
Selekas itu, Imam As berkata kepada mereka, “Aku telah menyambut undangan kalian, dan kini sambutlah undanganku ini!”.
Mereka pun menjawab, “Baik, wahai putra Rasulullah". Maka semua bergegas pergi bersama beliau ke rumah. Di sana beliau menghormati dan memuliakan mereka.
Ketika Imam Ali Zainal Abidin As. hendak menguburkan sang ayah Imam Husain As, Orang-orang melihat bekas-bekas luka lama di punggung beliau, lalu mereka menanyakan kepadanya. Imam Zainal Abidin menjawab, “Bekas-bekas ini adalah akibat dari gesekan karung di atas punggungnya saat membawa makanan untuk dibagikan kepada wanita-wanita janda, orang-orang miskin, dan anak-anak yatim".
Hari Asyura
Hari Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram. Dahulu, hari itu dianggap seperti layaknya hari-hari biasa yang tak ada seorang pun memperingatinya. Namun pada Muharram 61 H, tatkala Imam Husain As syahid tepat di hari itu, hari tersebut menjadi hari yang istimewa dan bersejarah, yang menyimpan peristiwa besar. Umat Islam memperingati Hari Asyura di mana-mana, untuk mengungkapkan bela-sungkawa dan menangis sedih atas musibah dan penderitaan yang menimpa para syuhada di Karbala.
Karbala saat itu adalah gurun sahara yang tidak satu orang pun tinggal di sana. Dengan berlalunya waktu, kini menjadi sebuah kota yang besar dan menjadi pusat keagamaan dan ilmu pengetahuan.
Di Mesir, orang-orang Fatimiyyah mengumumkan Hari Asyura sebagai hari berkabung nasional. Pada hari itu, pasar-pasar di sana libur dan orang-orang memilih berkumpul di makam Sayyidah Zainab As untuk mengenang tragedi Karbala sambil bercucuran air mata.
Di zaman kita sekarang, pendiri negara Islam di Iran mengumumkan Hari Asyura sebagai hari libur resmi negara.
Begitu juga umat Islam di negara-negara seperti; Irak, India, Pakistan dan negara-negara Islam lainnya, mereka pun turut memperingati perjuangan Imam Husain As pada Hari Asyura itu.
Nyatanya, peringatan Asyura senantiasa menciptakan perubahan, dari tahun ke tahun. Di Iran, masyarakat menyambut perjuangan dan pengorbanan Imam Husain as. hingga mampu melakukan revolusi besar dalam menumbangkan pemerintahan yang zalim dan menggantikannya dengan pemerintahan Islam.
Siapakah Yang Menang?
Sebagian orang beranggapan bahwa Imam Husain as. telah menderita kekalahan dalam pertempurannya melawan pasukan Yazid bin Muawiyah. Akan tetapi, tatkala kita cermati lembaran-lembaran sejarah, kita akan menyaksikan bahwa Imam Husain-lah yang sesungguhnya menang atas musuh-musuhnya. Karena, tujuan-tujuan kebangkitan dan kesyahidan beliau senantiasa hidup di dalam sanubari setiap manusia.
Pernahkah kita bertanya, di mana Yazid sekarang? Di mana Ibnu Ziyad sekarang? Bahkan Muawiyah sendiri, di manakah dia?
Ya, mereka semua telah pergi dan tidak ada yang mengenangnya. Kalaupun ada yang menyebut nama mereka, sebutan pun hanya berupa kutukan dan laknat atas kejahatan mereka.
Orang-orang pendengki selalu berupaya menghancurkan Imam Husain as. Akan tetapi, Allah swt. menghendaki beliau abadi, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, laknat di dunia dan neraka di akhirat merupakan nasib musuh-musuh beliau.
Demikianlah, tragedi Karbala sungguh telah menjadi pilar bagi kebangkitan, kebebasan, dan kemenangan darah di atas pedang. []
SIAPA HUSEIN BIN ALI ABI THALIB?
sumber : alhassanain.org
Sungguh, tidak ada tempat di kalangan kaum muslim, bagi mereka yang tidak mengenal Imam Husein As. Putra Fatimah binti Muhammad bin Abdillah Saw. Yang oleh Nabi pamungkas ini di sebut sebagai putranya sendiri.
Lekatnya hubungan batin antara kedua manusia suci ini, hingga sejarah mencatatnya dengan tinta emas. Para sahabat yang lurus menghormati al-Husein tidak kurang dari Nabi. Nabi saw di banyak tempat sering kali mewasiatkan kepada para sahabat-sahabat dan umatnya; “Aku mencintai al-Husein, mencintai aku siapa yang mencintainya, memusuhinya berarti memusuhi aku” atau di satu kesempatan, Nabi agung ini bersabda kepada Imam Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husein; “Aku berdamai dengan mereka yang berdamai dengan kalian, dan mengumumkan perang bagi mereka yang memerangi kalian.”
Beberapa penulis –muslim dan non muslim- memberikan kritik terhadap kecintaan istimewa Rasulullah kepada Ahlul baitnya, terutama kepada al-Husein. Ini menunjukkan bahwa Nabi saw telah melahirkan nepotisme dalam Islam. Selain kecintaan tersebut, Nabi malah mewajibkan ketaatan mutlak kepada keluarganya serta mengangkat mereka sebagai wasi dan Khalifah/Imam sepeninggalnya. Ini berlawanan dengan ajaran Islam, yang menilai keagungan dan keistimewaan seseorang dari Iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Sungguh, tidak ada tempat di kalangan kaum muslim, bagi mereka yang tidak mengenal Imam Husein As. Putra Fatimah binti Muhammad bin Abdillah Saw. Yang oleh Nabi pamungkas ini di sebut sebagai putranya sendiri.
Lekatnya hubungan batin antara kedua manusia suci ini, hingga sejarah mencatatnya dengan tinta emas. Para sahabat yang lurus menghormati al-Husein tidak kurang dari Nabi. Nabi saw di banyak tempat sering kali mewasiatkan kepada para sahabat-sahabat dan umatnya; “Aku mencintai al-Husein, mencintai aku siapa yang mencintainya, memusuhinya berarti memusuhi aku”[1] atau di satu kesempatan, Nabi agung ini bersabda kepada Imam Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husein; “Aku berdamai dengan mereka yang berdamai dengan kalian, dan mengumumkan perang bagi mereka yang memerangi kalian.”[2]
Beberapa penulis –muslim dan non muslim- memberikan kritik terhadap kecintaan istimewa Rasulullah kepada Ahlul baitnya, terutama kepada al-Husein. Ini menunjukkan bahwa Nabi saw telah melahirkan nepotisme dalam Islam. Selain kecintaan tersebut, Nabi malah mewajibkan ketaatan mutlak kepada keluarganya serta mengangkat mereka sebagai wasi dan Khalifah/Imam sepeninggalnya. Ini berlawanan dengan ajaran Islam, yang menilai keagungan dan keistimewaan seseorang dari Iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Sebagai jawaban atas pertanyaan di atas, beberapa poin bisa kita kemukan sebagai berikut:
a. Kesalahan memaknai posisi kenabian
Kaum muslimin dalam menilai Muhammad bin Abdillah sebagai Nabi, terbagi dalam tiga kelompok;
1. Mereka yang menilai Nabi murni sebagai manusia biasa yang bisa saja larut dalam emosi kemanusiaannya.
2. Mereka yang menilai Nabi sebagai manusia biasa, hanya saja karena sekaligus seorang Nabi, beliau pada momen-momen tertentu terjaga dari berbuat dosa dan kesalahan sebagaimana manusia biasa pada umumnya.
3. Mereka yang berkeyakinan bahwa Muhammad bin Abdillah adalah seorang Nabi yang secara mutlak maksum (terjaga dan suci) dari seluruh dosa, aib, kesalahan serta kekurangan secara mutlak.
Untuk pendapat pertama, mereka membawakan ayat al-Qur’an; “Katakanlah kepada mereka, wahai Muhammad, aku (Muhammad) adalah manusia biasa seperti kalian.” Kelompok ini berpegangan kepada penggalan ayat tersebut.
Ini tentu saja memiliki banyak ruang kritik. Bagaimana mungkin seseorang bisa dipercaya tidak berbohong, melakukan kesalahan dalam menyampaikan tugas dan menunaikan kewajiban-kewajiban lain, sementara ia adalah seorang manusia biasa yang secara total sangat mungkin berbuat dosa? Tidak ada jaminan ia tidak keliru dalam menyampaikan wahyu, atau boleh jadi menyampaikan firman-firman Tuhan dan syariat secara salah.
Pendapat pertama ini, bukan saja tidak bisa diterima akal sehat, lebih dari itu, ini sama dengan meragukan kemurniaan ajaran Nabi, al-Qur’an bahkan Islam itu sendiri.
Kelompok kedua, dengan membawakan ayat yang sama, tapi melanjutkan sisa ayat, “Katakan kepada mereka, wahai Muhammad, aku (Muhammad) adalah manusia biasa seperti kalian, kepadaku wahyu diturunkan.” Golongan ini berkeyakinan, Muhammad bin Abdillah memang seorang Nabi, tapi sebagai manusia biasa, ia tidak terlepas dari berbuat salah dan keliru. Keterjagaan Rasullah temporal sifatnya. Ia terjaga dari kesalahan, kekeliruan juga dosa hanya ketika menyampaikan al-qur’an dan atau syariat saja. Di dalam rumah, di pasar atau ketika bergaul dengan masyarakat, ia adalah sebagai manusia biasa, maka tidak mustahil berbuat salah.
Pendapat ini seakan mencukupi untuk diterima. Tapi bila ditelaah lebih jauh, maka akan ditemukan keganjilan. Kepada kelompok ini kita bisa mengajukan pertanyaan; “Bukanlah sunnah adalah seluruh sabda, perbuatan dan kesepakatan Nabi? Lalu bisa semua sunnah adalah hukum syar’i karena merupakan hal yang datang dari Nabi, lantas bagaimana bisa dikatakan, bahwa ketika begini maka Nabi sedang menjadi Nabi dan pasti tidak pernah salah, dan bahwa ketika begitu, Nabi sedang berfungsi sebagai seorang Nabi dan boleh berbuat salah?
Bisakah seseorang dipisah dari diri dan hidupnya sendiri? Bisakah Muhammad bin Abdillah bukan seorang Nabi tapi pada saat yang sama adalah juga seorang Nabi? Adakah akal sehat yang bisa menerima ini?
Selain itu, seperti kritik untuk kelompok yang pertama, apa bedanya dengan manusia lainnya bila tidak ada jaminan bahwa ia tidak akan keliru dan salah dalam menyampaikan wahyu Tuhan? Darimana kita mengambil jaminan bahwa yang kita ambil sekarang darinya adalah benar syariat Allah SWT? Ini jelas juga tidak bisa memberikan kepastian dan sangat mustahil untuk bisa diterima.
Pada akhirnya, pendapat kelompok ketigalah yang memberikan penjelasan pasti dan sedemikian rasional. Kenabian adalah sebuah keistimewaan orang-orang tertentu. Kenabian, adalah tingkat pencapaian dari perjalanan rohani dan pembersihan diri seorang hamba hingga Allah SWT. Memberikan derajat mulia tersebut kepada-Nya.
Nabi adalah seorang manusia yang telah memanusia sejarah sempurna. Ia telah melewati batas-batas di mana manusia lainnya masih berkelut antara bebas dan terjerat di dalamnya. Manusia biasa masih pada ruang pilihan dosa dan pahala, surga dan negara. Sedangkan pada kenabiaan, seluruhnya tentang kebaikan, pahala, keabadian dan surge. Tidak ada pilihan, sebab kesempurnaannya telah memustahilkan adanya pilihan lain selain kebaikan dan kesempurnaan.
Karena kesempurnaan kemanusiaan inilah, Nabi saw tidak akan pernah lalai oleh hawa nafsu dan emosi hewaninya. Ketika ia bersabda, berprilaku dan mengambil keputusa, semuanya adalah hikmah Tuhan dan perintah Allah SWT.
Demikian halnya berkenaan dengan perintah kecintaan kepada Ahlulbaitnya yang agung. Ada dua hal yang bisa dikemukan dalam perintah-perintah Rasullah ini; Pertama: ini adalah perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan sebuah kewajiban, melalaikannya adalah dosa. Kedua: Manusia-manusia agung dari Ahlulbaitnya, adalah orang-orang sebagaimana beliau. Mereka adalah manusia-manusia sempurna secara kemanusiaan. Mereka secara ruhani, telah melambung melampaui manusia bisa.
Sebagaimana sebuah proses penggilingan, bila inputnya bermutu kemudian diproses melalui alat yang sempurna, niscaya outputnya pastilah sempurna pula. Bila Nabi saw diterima sebagai orang yang maksum, tidak mungkin melakukan kesalahan dan dosa, maka seluruh yang datang darinya adalah merupakan perintah Allah SWT dan karenanya merupakan kebenaran mutlak.
Ketika Nabi menunjuk keluarganya sebagai pengganti dan pelanjutnya, ini adalah sebuah perintah mati yang harus ditaati dan tidak boleh ditolak. Dalam hubungannya dengan Imam Husein as. Ini tentu merupakan perintah Allah SWT dan keistimewaan hubungan tersebut tidaklah datang karena emosi pribadi Nabi Saw. Berikut ini kami akan menyampaikan beberapa ayat dan hadis yang berhubungan dengan keistimewaan al-Husein As.
a. Ayat Tathir[3]
Ayat ini disebut ayat tathir karena turun berhubungan dengan pengakuan Allah SWT atas kesucian orang-orang yang dimaksudkan ayat tersebut. Ayat tersebut berbunyi: “Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan segala kotoran dan aib dari kalian, wahai Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya”. Ummu salamah meriwayatkan; “Ayat ini turun di rumahku, kemudian Rasulullah saw memerintahkan untuk memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, kemudian berdo’a; Ya Allah, merekalah Ahlulbaitku.”[4]
Shafiyah binti Syaibah, meriwayatkan, Aisyah berkata: “Suatu hari Rasulullah keluar dan bersamanya kain hitam. Kemudian datang Hasan bin Ali, kemudian memasukan kedalam kainnya. Husein juga datang, lalu memasukannya sebagaimana Hasan. Demikian juga Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. Kemudian Rasul membaca ayat: “Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan dari kalian kotoran dan aib dari kalian, wahai Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.”[5]
Ayat ini menunjukan keutamaan terpenting dari Husein bin Ali as yang merupakan salah seorang dari Ahlulbait Nabi dan telah disucikan dari segala kotoran dan aib. Ayat ini menjelaskan kemaksuman dan keterjagaan Husein dari segala dosa. Ia sebagaimana Nabi dalam kesucian total, hanya pada bahwa Husein bukan seorang Nabi saja, ia berbeda dari Rasulullah saw.
b. Ayat Mubahalah[6]
Ayat ini berbunyi: ”Barang siapa yang masih menentangmu –wahai Muhammad- setelah sudah jelasnya hujjah atas mereka, katakanlah kepada mereka; marilah kita memanggil anak-anak kita, wanita-wanita kita, diri-diri kita, kemudian kita jadikan laknat Allah atas mereka yang termasuk orang-orang pendusta kebenaran”
Para ahli tafsir, hadis dan sejarah sepakat sebagaimana riwayat penjelas ayat ini, ditemukan bahwa maksud dari anak-anak kita bagi Rasulullah adalah Hasan dan Husein, wanita-wanita kita adalah Fatimah az-Zahra, dan diri-diri kita adalah Ali bin Abi Talib as.[7]
Husein bin Ali As dalam ayat ini disebut sebagai salah seorang bagian dari diri Nabi dengan segala kemuliaannya. Yang dengan kemulian itu, pemuka agama Kristen yang sebelumnya siap untuk bermubahala, menarik diri darinya, karena mereka mengetahui dengan pasti bahwa bila laknat Tuhan akan benar-benar turun atas mereka, sebab Nabi saw berada di pihak benar.
Masih tersisa banyak ayat penjelas keutamaan para Ahlulbait Nabi termasuk Imam Husein as yang tidak memungkinkan untuk dikutip seluruhnya dalam tulisan ini.
Beberapa dari Riwayat Nabi
a. Kecintaan dan Permusuhan Nabi
Nabi seringkali mewasiatkan kepada kaum muslim dalam sabda-sabdanya untuk mencintai Husein as. Di antaranya bisa kita kemukakan sebagai berikut:
Hakim Naisyabur, meriwatkan melalui sanad Salman, Rasulullah bersabda: ”Hasan dan Husein adalah putraku, siapa yang mencintainya berarti mencintaiku, siapa yang mencintaiku, Allah akan mencintainya. Siapa yang dicintai Allah SWT. Ia akan memasukkannya ke dalam surga. Siapa yang membuat keduanya –Hasan dan Husein- berarti telah membuatku murka, siapa yang membuatku murka berarti telah membuat murka Allah SWT. Dan Ia akan memasukannya ke dalam neraka”[8]
Yazid bin Abi Yazid meriwayatkan: “Rasulullah keluar dari kamar Aisyah dan mendengar suara tangis al-Husein, ia bersabda: Wahai Fathimah, sungguh tangis Husein sedimikian menyayat hatiku.”[9]
Kecintaan Nabi seperti di atas berjumlah ratusan diriwayatkan melalui sanad berbeda-beda. Nabi tidak bisa mendengar tangis Husein sebab itu menyakiti hatinya. Ini sebuah bukti yang sangat jelas betapa kedua manusia agung ini memeliki hubungan istimewa secara ruhani.
b. Aroma Surga yang bisa dirasakan sejak di dunia
Ibnu Umar meriwayatkan, salah seorang penduduk Irak bertanya tentang hukum pakaian ihram yang terkena darah nyamuk. Ia menjawab; “Lihatlah orang ini, ia bertanya tentang hukum darah nyamuk, sedang mereka membunuh al-Husein. Dan aku mendengar Nabi bersabda: “kedua putraku ini –Hasan dan Husein- adalah aroma surga yang wanginya sudah dapat dirasakan sejak di dunia.”[10]
Ibnu Umar seakan ingin menjelaskan kebodohan orang tersebut, bahwa darah nyamuk yang tidak berharga bila dibandingkan darah Husein, tapi oleh orang ini lebih dipentingkan dari kecintaan Rasulullah kepada putranya ini. Pada riwayat sebelum disebutkan, sedimikian cinta Rasul kepada Husein, sampai tangisannya sendiri sedemikian menyakiti hati Nabi saw. Bagaimana kondisi Rasulullah bila menyaksikan, umatnya sendiri membantai secara keji putra kesayangannya? Bisakah kita bayangkan kesedihan dan mungkin kemurkaan Rasulullah yang juga merupakan kemurkaan Allah SWT? Sebuah kesalahan besar telah kita lakukan, bila memandang ringan tindak pembantaian Husein as apalagi hanya menilainya sebagai sebuah catatan sejarah saja tanpa pertimbangan nilai-nilai lainnya.
Husein dalam pandangan umat
1. Anas bin Malik, seorang sahabat berkata; “Setelah Syahadah Imam Husein, kepada manusia agung ini kemudian dipersembahkan kepada Ibn Ziyad. Ibn Ziyad lantas memukulinya dengan tongkat. Aku berkata kepada mereka; “Sungguh sebuah perbuatan kotor telah kalian lakukan. Aku melihat Rasulullah menciumi leher, tempat kalian memukilinya.”[11]
2. Zaid bin Arqam meriwayatkan; Aku menjumpai Ubaidillah bin Ziyad, aku sedang duduk ketika kepada Husein bin Ali dipersembahkan kepadanya, dan mulai memukulinya dengan tongkat. Aku berkata kepadanya; “Hentikan perbuatanmu itu, leher yang engkau pukul itu adalah tempat yang sering diciumi Rasulullah.” Ibn Ziyad berkata: “Enyalah, engkau adalah orang tua yang kehilangan akal sehat.”[12]
3. Ismail bin Raja’ dari ayahnya meriwayatkan, suatu hari kami berada di Masjid Rasul, hadir di saat itu Abu Said al-Khudri dan Abdullah bin Umar. Husein bin Ali kemudian muncul dan mengucapkan salam. Abdullah menjawab salamnya ketika orang-orang telah diam, kemudian menghadap kepada hadirin dan berkata; “Maukah kalian aku beritakan, siapakah penghuni bumi yang paling dicintai oleh ahli langit? Mereka menjawab “Iya” Ibn Umar berkata; “Orang itu adalah dari Bani Hasyim ini (Imam Husein bin as).”[13]
4. Muawiyah –seorang tabiin- bertanya kepada Abdillah bin Ja’far; Apakah Anda pemimpin bani Hasyim? Ibn Ja’far menjawab; Pemimpin bani Hasyim adalah Hasan dan Husein bin Ali”[14]
5. Walid bin Utbah bin Abi Sufyan –gubernur Madinah ketika itu- ketika Marwan bin Hakam memerintahkannya untuk membunuh Iman Husein bila tidak membaiat Yazid. Walid berkata; “Demi Allah wahai Marwan, aku tidak akan mencintai dunia dan segala isinya diberikan kepadaku, tapi harus membunh HUsein bin Ali. Subhanallah, apa karena tidak membaiat Yazid, Husein harus aku bunuh? Demi Allah, aku yakin, orang yang membunuh Husein, pada hari kiamat, timbangan amalnya akan ringan.”[15]
Demikian pendapat banyak kalangan sahabat dan tabiin mengenai pribadi agung Husein bin Ali as. Berikut ini kami akan mengemukakan beberapa pendapat dari ulama mutaakhir Ahlulsunnah mengenai keutamaan imam Husein as;
a. Dr. Muhammad Abduh menulis; Husein adalah seorang yang tawadhu’, ia ditemukan senantiasa dalam keadaan puasa. Malam-malamnya ia lewati dengan ibadah, ia selalu lebih dahuku dibanding orang lain dalam hal beribadah…[16]
b. Yafi’i berkata; Kesangan dan buah hati Rasul, manifestasi kenabian, tempat segala kebaikan, keutamaan dan keagungan. Ia adalah Abu Abdillah, Husein bin Ali as.[17]
c. Abbas Mahmud Aggad menjelaskan; “Keberanian pada diri Husein bin Ali bukanlah sesuatu yang aneh, sebab ia mengalir dari mata air sifat dasarnya. Ini adalah warisan dari ayah-ayah dan kemudian diwariskan kepada generasinya…tidak ada di antara keturunan Adam lebih kesatria darinya…dan itu ia buktikan pada peristiwa Asyura di Karbala. Ya… kebanggaan yang ia wariskan ke generasi demi generasi yang tidak akan pernah mati…[18]
Inilah Husein, ia tidak akan pernah mati dalam kesadaran hati-hati umat Islam. Ia tidak hanya hidup dan mengajarkan nilai hidup, ia telah mempersembahkan hidupnya sendiri untuk kehidupan umat manusia. kematian mengantarnya pada kehidupan yang lebih hidup, di hati orang-orang yang tidak pernah mati.
Dimakah Anda? Di sebelah Husein, atau memilih barisan orang-orang yang dimurkai Allah dan Rasullah? Lihatlah, bagaimana kalian memilih, wahai orang-orang yang menggunakan akal!
PERTEMUAN AKBAR SEDUNIA : 27 JUTA PEZIARAH ARBAIN MENGEKSPRESI CINTA KEPADA PEMUDA PENGGULU SURGA (BAGIAN KEDUA)
- Sumber : ikmalonline.com
Menurut penuturan Sayed Hadi al-Hakim, ayah beliau berjasa dalam
tradisi Arbain dengan berjalan kaki. Beliau pernah sakit jantung dan
kemudian bernazar bahwa bila ia sembuh maka ia akan berziarah kepada
Imam Husein dengan jalan kaki. Dan beliau melakukan ziarah ni sebanyak
lima kali dalam setahun, yaitu saat Arbain, tanggal pertama bulan Rajab,
pertengahan Rajab, pertengahan Syakban (Nisfu Sya’ban) dan hari Arafah.
Sayed Hadi al-Hakim sendiri pertama kali melakukan ziarah berjalan kaki
ke Karbala pada tahun 1975 M.
Tahun 1992 termasuk tahun yang berbahaya untuk ziarah. Menurut Sayed Hadi al-Hakim, tahun 90, Rezim Saddam mengancam akan menangkap dan membunuh siapapun yang berziarah kepada Imam Husein sehingga banyak yang ditangkap dan dipenjarakan dan bahkan ada yang dibunuh. Tapi manusia memang dasarnya akan melawan apapun yang dilarang untuk dikerjakan. Dan begitu ziarah kepada Imam Husein dibolehkan dan tidak ada larangan, khususnya pasca jatuhnya Saddam Husein maka lautan manusia membanjiri Karbala untuk ziarah.
Keluarga al-Hakim termasuk orang yang pertama membangun Husainiyyah (tempat acara keagamaan) setelah tumbangnya Rezim Saddam Husen yang salah satu fungsinya adalah melayani para peziarah Imam Husein. Husainnyah ini menyediakan air panas dan perlengkapan tidur yang nyaman, khususnya selimut tebal saat musim dingin. Di samping itu,selama tinggal di Husainiyyah, peziarah diharuskan mengikuti shalat jamaah dan mendapatkan tausiyah. Dan kaum hawa pun mendapatkan bimbingan keagamaan oleh mubaligah (dai perempuan). Dan selama acara Arbain, Husainiyyah ini pernah menampung sampai 7000 peziarah. Maukib al-Hakim menyediakan sarapan pagi, makan siang dan malam serta tempat peristirahatan yang nyaman bagi para peziarah yang mulia.
Pada tahun 1968 jumlah peziarah Imam Husein lebih dari setengah juta orang dan pada tahun dekade 70 mencapai 1 juta orang bahkan pada pemerintahan diktator Saddam yang menggunakan berbagai cara untuk melarang ziarah ke Karbala, kegiatan ziarah tetap berlangsung. Pasca jatuhnya Rezim Saddam Hussein Saddam pada tahun 2003, gelombang ziarah pun tidak bisa dibendung sehingga tiap tahun jumlah para peziarah semakin banyak bahkan pada tahun 2016 tercatat sekitar 27 juta peziarah memenuhi Karbala dan dari angka itu terdapat dua juta lima ratus peziarah yang berasal dari luar negeri.
Ada pertanyaan penting yang perlu disampaikan di sini? Fenemona apa ini: jutaan orang berjalan kaki; meninggalkan rumah dan keluarga mereka hanya untuk berziarah?! Ini fenomena di atas pikiran (akal/nalar), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas akal. Ini fenomena di atas budaya (tradisi), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas budaya. Ini fenomena di atas perasaan (emosi), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas perasaan. Ini fenomena di atas fikih dan fatwa, karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas fikih. Ini fenomena di atas politik, karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya dalam sudut pandang politik. Ketahuilah bahwa di balik semua ini ada rahasia dan campur tangan Ilahiah. Renungkanlah hadis Nabi saw: Husein dariku dan aku dari Husein. Sungguh Allah akan mencintai siapapun yang mencintai Husein.
Mengapa para peziarah mau mengorbankan kehidupan dan kenyamanan mereka hanya untuk supaya bisa berziarah kepada Imam Husein? Mengapa mereka tidak peduli dengan ancaman teroris dan kelompok takfiri dan tetap berangkat ke Karbala, tanah cinta; tanah perjuangan, tanah kesabaran?!
Husein telah memberikan apapun yang dimilikinya di jalan Allah sehingga keletihan dan bahkan kehilangan harta dan nyawa sekalipun dalam perjalanan ziarah Arbain ini tidak masalah bagi peziarah dan pencinta Imam Husein. Ya, bagi para peziarah, syahidnya Imam Husein untuk menghidupkan agama. Dan bagi orang semulia ini, apapun siap dipertaruhkan.
Ya, Imam Husein yang merupakan “sayyidu syuhada” (penghulu syuhada) telah memberikan keberkahan luar biasa kepada siapapun yang berhubungan dengannya, tak peduli mazhab dan agamanya. Dan beruntunglah mereka yang mendapatkan keberkahan ini. Beruntunglah mereka yang secara dekat dapat berziarah kepada Imam Husein dan mengucapkan salam rindu dan takzim kepada beliau.
Peringatan Arbain yang semakin semarak dan ramai pada tiap tahun semakin membuktikan mukjizat Karbala dan membungkam mereka yang menyepelekan perjuangan Imam Husein, apalagi menyalahkannya. Karbala adalah sejarah kemenangan darah atas pedang; kemenangan laskar akal atas tentara kebodohan.
Husein bil Ali bin Abi Thalib adalah magnet cinta yang menarik para pencinta yang jumlahnya tiap tahun terus bertambah. Meskipun para pembenci Husein dan ajarannya berupaya keras untuk memadamkan api cinta ini dengan meletakkan “bom kebencian” di jalan-jalan yang dilalui para peziarah, namun gelora dan bara cinta ini tidak pernah padam sepanjang sejarah. Sebab ajaran yang dibangun dengan dasar cinta tidak akan pernah mati dengan bombandir kebencian dengan cara apapun.
Arbain juga menyentil kaum materialis bahwa di tengah modernitas dunia, manusia tetap tidak bisa berpaling seratus persen dari spiritualitas dan salah satu tempat yang menjanjikan aura spiritual tinggi adalah bainal haramain (antara makam Imam Husein dan Abu Fadhl Abbas).
Saat Anda menuju bainal haramain, ada seorang berdiri guna menyambut para peziarah Arbain sambil mengucapkan:
Ahlan wa sahlan (selamat datang). Fatimah Zahra bergembira atas kalian. Kalian telah memuliakan Rasulullah saw dan ahlul baitnya!
Tahun 1992 termasuk tahun yang berbahaya untuk ziarah. Menurut Sayed Hadi al-Hakim, tahun 90, Rezim Saddam mengancam akan menangkap dan membunuh siapapun yang berziarah kepada Imam Husein sehingga banyak yang ditangkap dan dipenjarakan dan bahkan ada yang dibunuh. Tapi manusia memang dasarnya akan melawan apapun yang dilarang untuk dikerjakan. Dan begitu ziarah kepada Imam Husein dibolehkan dan tidak ada larangan, khususnya pasca jatuhnya Saddam Husein maka lautan manusia membanjiri Karbala untuk ziarah.
Keluarga al-Hakim termasuk orang yang pertama membangun Husainiyyah (tempat acara keagamaan) setelah tumbangnya Rezim Saddam Husen yang salah satu fungsinya adalah melayani para peziarah Imam Husein. Husainnyah ini menyediakan air panas dan perlengkapan tidur yang nyaman, khususnya selimut tebal saat musim dingin. Di samping itu,selama tinggal di Husainiyyah, peziarah diharuskan mengikuti shalat jamaah dan mendapatkan tausiyah. Dan kaum hawa pun mendapatkan bimbingan keagamaan oleh mubaligah (dai perempuan). Dan selama acara Arbain, Husainiyyah ini pernah menampung sampai 7000 peziarah. Maukib al-Hakim menyediakan sarapan pagi, makan siang dan malam serta tempat peristirahatan yang nyaman bagi para peziarah yang mulia.
Pada tahun 1968 jumlah peziarah Imam Husein lebih dari setengah juta orang dan pada tahun dekade 70 mencapai 1 juta orang bahkan pada pemerintahan diktator Saddam yang menggunakan berbagai cara untuk melarang ziarah ke Karbala, kegiatan ziarah tetap berlangsung. Pasca jatuhnya Rezim Saddam Hussein Saddam pada tahun 2003, gelombang ziarah pun tidak bisa dibendung sehingga tiap tahun jumlah para peziarah semakin banyak bahkan pada tahun 2016 tercatat sekitar 27 juta peziarah memenuhi Karbala dan dari angka itu terdapat dua juta lima ratus peziarah yang berasal dari luar negeri.
Ada pertanyaan penting yang perlu disampaikan di sini? Fenemona apa ini: jutaan orang berjalan kaki; meninggalkan rumah dan keluarga mereka hanya untuk berziarah?! Ini fenomena di atas pikiran (akal/nalar), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas akal. Ini fenomena di atas budaya (tradisi), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas budaya. Ini fenomena di atas perasaan (emosi), karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas perasaan. Ini fenomena di atas fikih dan fatwa, karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya sebatas fikih. Ini fenomena di atas politik, karena itu Anda tidak akan menemukan jawabannya dalam sudut pandang politik. Ketahuilah bahwa di balik semua ini ada rahasia dan campur tangan Ilahiah. Renungkanlah hadis Nabi saw: Husein dariku dan aku dari Husein. Sungguh Allah akan mencintai siapapun yang mencintai Husein.
Mengapa para peziarah mau mengorbankan kehidupan dan kenyamanan mereka hanya untuk supaya bisa berziarah kepada Imam Husein? Mengapa mereka tidak peduli dengan ancaman teroris dan kelompok takfiri dan tetap berangkat ke Karbala, tanah cinta; tanah perjuangan, tanah kesabaran?!
Husein telah memberikan apapun yang dimilikinya di jalan Allah sehingga keletihan dan bahkan kehilangan harta dan nyawa sekalipun dalam perjalanan ziarah Arbain ini tidak masalah bagi peziarah dan pencinta Imam Husein. Ya, bagi para peziarah, syahidnya Imam Husein untuk menghidupkan agama. Dan bagi orang semulia ini, apapun siap dipertaruhkan.
Ya, Imam Husein yang merupakan “sayyidu syuhada” (penghulu syuhada) telah memberikan keberkahan luar biasa kepada siapapun yang berhubungan dengannya, tak peduli mazhab dan agamanya. Dan beruntunglah mereka yang mendapatkan keberkahan ini. Beruntunglah mereka yang secara dekat dapat berziarah kepada Imam Husein dan mengucapkan salam rindu dan takzim kepada beliau.
Peringatan Arbain yang semakin semarak dan ramai pada tiap tahun semakin membuktikan mukjizat Karbala dan membungkam mereka yang menyepelekan perjuangan Imam Husein, apalagi menyalahkannya. Karbala adalah sejarah kemenangan darah atas pedang; kemenangan laskar akal atas tentara kebodohan.
Husein bil Ali bin Abi Thalib adalah magnet cinta yang menarik para pencinta yang jumlahnya tiap tahun terus bertambah. Meskipun para pembenci Husein dan ajarannya berupaya keras untuk memadamkan api cinta ini dengan meletakkan “bom kebencian” di jalan-jalan yang dilalui para peziarah, namun gelora dan bara cinta ini tidak pernah padam sepanjang sejarah. Sebab ajaran yang dibangun dengan dasar cinta tidak akan pernah mati dengan bombandir kebencian dengan cara apapun.
Arbain juga menyentil kaum materialis bahwa di tengah modernitas dunia, manusia tetap tidak bisa berpaling seratus persen dari spiritualitas dan salah satu tempat yang menjanjikan aura spiritual tinggi adalah bainal haramain (antara makam Imam Husein dan Abu Fadhl Abbas).
Saat Anda menuju bainal haramain, ada seorang berdiri guna menyambut para peziarah Arbain sambil mengucapkan:
Ahlan wa sahlan (selamat datang). Fatimah Zahra bergembira atas kalian. Kalian telah memuliakan Rasulullah saw dan ahlul baitnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar