Jumat, 21 Desember 2018

IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM

ilustrasi hiasan:




IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM : PENCETUS UNIVERSITAS ISLAM


Oleh: Sayid Mahdi Ayatullahi 




Imam Ja’far Ash-Shadiq as. lahir pada 17 Rabiul Awal 80 H di Madinah Al-Munawwarah. Ayah beliau adalah Imam Muhammad Al-Baqir as. dan ibunya bernama Ummu Farrah, putri Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Bercerita tentang sang ibu, beliau menuturkan, ”Bundaku adalah wanita beriman, bertaqwa dan senantiasa berbuat baik, karena sesungguhnya Allah swt. mencintai orang yang senantiasa berbuat baik".

Imam Ja’far Ash-Shadiq as. hidup sezaman dengan datuknya Imam Ali Zainal Abidin as. selama 15 tahun, dan dengan ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir as. selama 34 tahun.

Beliau memiliki beberapa gelar terhormat, di antaranya: As-Sabir (sang penyabar), Al-Fadl (sang utama), At-Thahir (sang suci). Gelar beliau yang paling masyhur adalah As-Shadiq (sang penyampai kebenaran). Seluruh gelar tersebut menunjukkan kemuliaan dan keutamaan akhlak beliau.

Beliau sempat menyaksikan datuknya Imam Husain as. baeliau juga menyaksikan kezaliman Bani Umayyah yang justru meruntuhkan kekuasaan mereka sendiri, sekaligus membukakan jalan bagi Bani Abbasiyah yang mengatasnamakan Ahlul Bait untuk mengajak masyarakat bangkit melawan Bani Umayyah. Namun, ketika berhasil meruntuhkan kekuasaan Bani Umayyah, mereka malah lebih menumpahkan kebenciannya kepada Ahlul Bait as.

Imam Ja'far as. hidup di bawah pemerintahan zalim Bani Umayyah kurang-lebih 40 tahun, dan hidup pada masa permerintahan Abbasiyah sekitar 20 tahun. Selama itu, beliau menghindar dari kehidupan politik. Sementara pemikiran syirik dan penyelewengan berkembang pesat, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya pada pengajaran agama, pendidikan akhlak dan aqidah di tengah masyarakat.

Kondisi yang berkembang waktu itu telah menuntut Imam Ja'far as. untuk berjuang melawan pemikiran syirik, sehingga pada masa beliaulah mazhab Ahlul Bait sesungguhnya mengalami perkembangan pesat.

Akhlak Luhur

Zaid bin Tsa’ari Al-Ma’ruf berkata, ”Pada setiap zaman pasti ada seorang dari Ahlul Bait Nabi saw. di antara kita yang menjadi bukti Allah atas segenap makhluk-Nya. Dan bukti Allah di zaman kami ini ialah anak laki-laki dari saudaraku, Ja’far bin Muhammad yang tidak akan sesat bagi siapa yang mengikutinya, dan tidak akan mendapat petunjuk bagi siapa yang menyimpang darinya."

Malik bin Anas (Imam Malik) berkata: "Demi Allah! aku tidak pernah melihat seorang pun melebihi kezuhudan, keutamaan, ibadah dan kewarakan Ja’far bin Muhammad. Suatu waktu aku mendatanginya dan beliau sangat memuliakanku".

Bahkan, Abu Hanifah (Imam Hanafi) pernah belajar pada beliau selama dua tahun. Dia menuturkan pengakuannya, ”Seandainya tidak ada dua tahun, maka Nu’man (Abu Hanifah) pasti binasa".

Salah satu sahabat beliau meriwayatkan, "Pada suatu hari aku bersama Aba Abdillah (Imam Ja'far) as. Ketika itu, beliau mengendarai keledai menuju Madinah. Tatkala mendekati pasar, Imam turun dari himarnya lalu sujud kepada Allah cukup lama.

"Aku menunggunya, sampai beliau mengangkat kepalanya. Lalu aku berkata kepadanya, "Semoga aku menjadi tebusanmu wahai Imam, aku melihat Anda turun dari keledai lalu sujud". Beliau membalas, ”Sesungguhnya aku teringat nikmat Allah yang begitu melimpah kepadaku maka aku segera melakukan sujud syukur".

Pernah juga sahabat itu berkata, ”Aku melihat Ja'far bin Muhammad as. sedang mencangkul di kebunnya. Tampak peluh bercucuran dari tubuhnya yang mulia. Kukatakan kepadanya, ”Semoga aku menjadi tebusanmu wahai Imam, berikanlah cangkul itu kepadaku dan tinggalkanlah pekerjaan ini".

Beliau berkata kepadaku: ”Sesungguhnya aku senang kepada seseorang yang bersusah payah dan kulitnya terbakar sinar matahari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya".

Suatu hari Imam Ja'far as. meminta seorang pembantunya untuk suatu keperluan. Ketika ia tak kunjung kembali, beliau keluar mencarinya dan mendapatinya sedang tidur. Imam menghampirinya dan duduk di dekat kepalanya lalu mengipasinya hingga ia terjaga. Imam mengingatkannya dan berkata kepadanya: ”Engkau tidur siang dan malam? Bagimu waktu malam dan bagi kami waktu siang".

Imam Ja'far as. pernah mengupah beberapa orang untuk bekerja di kebunnya. Sebelum mereka selesai dari pekerjaannya, Imam berkata kepada pembantunya Mu’tab, ”Berikanlah upah mereka sebelum kering keringatnya".

Ketika telah lewat tengah malam, beliau membawa kantong yang berisi roti, daging, dan Dirham (uang perak) yang diletakkan di pundaknya, lalu beliau memberikan kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar Madinah, sementara mereka tidak mengetahui siapa yang membagi-bagikan bahan pangan itu. Ketika Imam Shadiq as wafat, mereka baru tahu bahwa yang membagikan bahan pangan kepada mereka selama ini adalah beliau.

Imam Ja'far as. dan Sufyan Ats-Tsaury

Suatu hari, Sufyan lewat di Masjidil Haram, dia melihat Imam Ja'far as. memakai mantel bagus yang berharga mahal. Dia berkata kepada dirinya: ”Demi Allah saya akan peringatkan dia". Lalu dia mendekati Imam dan berkata kepadanya,” Demi Allah, wahai putra Rasulullah! aku tidak menjumpai pakaian seperti ini dipakai oleh Rasulullah, Ali bin Abi Thalib, dan tidak seorang pun dari bapakmu.

Imam menjawab, “Dahulu, Rasulullah hidup pada zaman yang serba kekurangan, kefakiran, dan kini kita hidup pada zaman kemakmuran, dan orang-orang baiklah yang lebih berhak dari pada orang lain atas nikmat Allah". 

Kemudian beliau membacakan firman Allah, "Katakanlah siapakah yang mengharamkan perhiasan dan makan bersih yang Allah siapkan untuk hambanya." "Maka, kamilah yang lebih berhak untuk memanfaatkan apa yang diberikan Allah".

Lalu Imam menyingkap pakaiannya dan tampaklah pakaian dalamnya yang kasar dan kering. Beliau berkata lagi: "Wahai Sufyan, pakaian ini (mantel luar) untuk manusia dan pakaian dalam ini untukku".

Imam Ja'far as. dan Perniagaan

Suatu hari Imam as. memanggil pelayannya, Musadif dan memberinya 1000 Dinar untuk modal berniaga. Imam berkata kepadanya: ”Bersiap-siaplah pergi ke Mesir untuk berniaga”.

Ketika barang dagangan sudah dikumpulkan, dia bersiap-siap untuk berangkat bersama kafilah dagang ke Mesir. Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan kafilah dagang dari Mesir dan mereka menanyakan barang perniagaan dan kebutuhan masyarakat di sana. Mereka mengabarkan bahwa barang yang mereka bawa sekarang tidak ada di Mesir, lalu kafilah dagang itu sepakat untuk mencari keuntungan.

Setibanya di Mesir mereka menjual barang mereka dengan harga seratus persen keuntungan, kemudian bergegas kembali ke Madinah. Musadif menjumpai Imam Ash-Shadiq as. sambil membawa dua kantong uang, masing-masing berisi 1000 Dinar.

Dia berkata kepada Imam as, ” Wahai tuanku, ini modal uang dan ini keuntungannya".

Imam berkata, "Alangkah banyak keuntunganmu, bagaimana caranya engkau dapatkan keuntungan sebanyak ini?"

Musadif pun menceritakan bagaimana masyarakat Mesir membutuhkan barang yang mereka bawa, dan bagaimana para pedagang sepakat untuk menarik keuntungan satu kali lipat dari setiap Dinar modal mereka.

Imam as. dengan nada heran berkata, ”Maha Suci Allah, engkau sepakat untuk menarik keuntungan dari kaum muslimin dan menjual barang kalian dengan keuntungan satu dinar dari setiap dinar modal kalian".

Imam lalu mengambil modalnya saja dan berkata, ”Ini adalah harta saya dan aku tidak butuh pada keuntungan ini ”.

Kemudian berkata, ”Wahai Musadif, tebasan pedang lebih ringan perkaranya daripada mencari harta halal".

Seorang fakir pernah suatu waktu meminta bantuan kepada Imam Ja'far as. Lalu beliau berkata kepada pembantunya, ”Apa yang ada padamu? Pembantu itu menjawab: ”Kita punya empat ratus Dirham".

Imam berkata lagi, ”Berikanlah uang itu kepadanya!" Orang fakir itu mengambilnya dan pamit dengan segunung rasa syukur.

Imam meminta kepada pembantunya, ”Panggil dia kembali!" Si fakir itu berkata keheranan, ”Aku meminta kepadamu dan kau memberiku, lalu gerangan apakah Anda memanggilku kembali.

Imam berkata, ”Rasululah saw. bersabda, 'Sebaik-baik sedekah adalah yang membuat orang lain tidak butuh lagi', dan kami belum membuat kamu merasa tidak butuh lagi, maka ambillah cincin ini, harganya 10 ribu dirham jika kamu memang memerlukan, juallah cincin ini dengan harga tersebut".

Berbakti kepada Ibu

Seorang pemuda beragama Nasrani (Kristen), yang baru saja masuk Islam, menjumpai Imam Ja'far Ash-Shadiq. Imam memanggilnya dan berkata, "Katakanlah apa yang kau butuhkan?"

Pemuda itu berterus terang, ”Sesungguhnya ayah dan ibuku serta seluruh keluargaku beragama Nasrani, ibuku matanya buta dan aku hidup bersama dengan mereka dan makan dari bejana mereka".

Imam as. berkata, ”Apakah mereka makan daging babi?" 

Pemuda itu menjawab, ”Tidak”.

Imam as. berkata, ”Makanlah bersama mereka, dan aku wasiatkan kepadamu untuk tidak merasa berat dalam berbuat baik kepada ibumu, dan penuhilah segala keperluannya".

Pemuda itu kembali ke Kufah. Setibanya di rumah, sang ibu mendapatinya begitu patuh dan soleh, berbeda dengan yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Dia berkata, ”Wahai anakku, kau tidak pernah melakukan hal seperti ini ketika kau masih memeluk agama Nasrani, lalu gerangan apakah semua yang kuliat ini semenjak kau berpindah agama dan masuk Islam?"

Pemuda itu menjawab, ”Aku diperintahkan melakukan semua ini oleh seorang laki-laki dari keturunan Nabi Muhammad saw.”.

”Apakah dia seorang nabi?", tanya sang ibu.

Pemuda itu menjawab, ”Bukan, ia hanyalah keturunan nabi".

Akhirnya, sang ibu pun mengakui, ”Agamamu sungguh sebaik-baiknya agama, ajarkanlah agamamu kepadaku". Lalu pemuda itu menyambut permintaannya, hingga ia pun masuk Islam dan menunaikan solat sesuai yang diajarkan anaknya yang soleh itu.

Imam Ja'far as. dan Penimbun Barang

Imam Ja'far Ash-Shadiq as. berkata, ”Masa menimbun barang pada musim subur (panen) yaitu 40 hari, dan tiga hari pada musim paceklik. Maka barang siapa yang melampaui 40 hari pada musim subur, sungguh ia akan terlaknat, dan barang siapa yang melampaui tiga hari ketika musim paceklik, diapun akan terlaknat".

Beliau berkata kepada pembantunya ketika masyarakat dalam keadaan hidup susah, "Belilah biji gandum dan campurlah makanan kami (dengan bahan lain), karena kami dimakruhkan makan makanan yang enak sementara masyarakat makan makanan yang tidak enak".

Suatu malam, gelap gulita menyelimuti kota Madinah. Mu'alli bin Khunais melihat Imam Ja'far as. menerobos gelapnya malam di bawah guyuran hujan sambil memikul roti sekarung penuh, lalu dia mengikuti beliau untuk mengetahui ihwal rota yang dibawanya. Tiba-tiba beberapa potong roti itu jatuh berserakan, Imam as. memungutnya dan terus melanjutkan perjalanannya sampai di tempat orang-orang miskin yang sedang tidur. Imam as. meletakkan dua potong roti di samping kepala mereka.

Mualli mendekati Imam as. Setelah memberi salam, dia bertanya, "Apakah mereka dari pengikut setiamu? Beliau menjawab, ”Bukan."

Imam Ja'far as. juga banyak menanggung nafkah sejumlah keluarga. Beliau membawakan mereka makanan pada malam hari sementara mereka sendiri tidak mengetahui. Hingga ketika beliau wafat, terputuslah santunan yang biasa datang pada malam hari. Mereka sadar bahwa yang membawa itu ternyata Imam as.

Suatu masa, Madinah dilanda musim kemarau, gandum begitu langka di pasar. Imam ja,far as. bertanya kepada pembantunya Mu'tab tentang persediaan yang dimiliki. Mu'tab menjawab, ” Kita punya cukup persedian untuk beberapa bulan".

Beliau memerintahkan untuk membawa dan menjualnya di pasar. Mu'tab heran dan memprotes, akan tetapi tidak ada faedahnya.

Basyar Makkary meriwayatkan, "Aku mendatangi Ja'far Ash-Shadiq as. sementara tengah memakan kurma yang berada di tangannya.

Beliau berkata, ”Wahai Basyar, kemarilah dan makanlah bersama kami."

Aku berkata, ”Semoga Allah membahagiakanmu, nafsu makanku hilang karena aku melihat sebuah kejadian di tengah jalan tadi yang menyakitkan hatiku. Aku melihat tentara memukuli seorang perempuan dan menyeretnya untuk dijebloskan ke penjara".

Perempuan itu meratap, ”Aku memohon perlindungan kepada Allah dan Rasul-Nya."

Lalu aku mencari tahu tentang nasib perempuan tersebut. Orang-orang mengatakan,dia tergeletak di jalan.

Aku berkata, ”Semoga Allah melaknat orang yang menzalimimu duhai Fatimah".

Imam berhenti makan dan menangis. Air matanya membasahi sapu tangannya. Lalu beliau bangkit dan pergi ke mesjid untuk mendoakan perempuan itu.

Perempuan miskin itu tidak lama tinggal mendekam di penjara. Imam as.mengirimkan kepadanya sebuah kantong kecil yang berisi tujuh keping Dinar.

Universitas Islam

Dinasti Umayah, yang diikuti oleh Dinasti Abbasiyah, senantiasa berusaha menumpas Ahlul Bait as. dan mengusir para pengikut mereka di segala penjuru.

Dalam keadaan buruk demikian itu, masyarakat menuntut ilmu dan riwayat dari Ahlul Bait dengan sembunyi-sembunyi dan rasa takut.

Ketika keadaan itu berlanjut sampai pada masa Imam Muhammad Al-Baqir as dan putranya Imam Ja'far Ash-Shadiq as, mereka berdua memusatkan perhatian pada pengembangan ilmu pengetahuan dan memperkuat asas keimanan di hati-hati masyarakat.

Pada zaman Imam Ja'far as, begitu banyak pemikiran dan kepercayaan sesat yang menggoncang keimanan masyarakat, lalu Imam bekerja keras memeranginya.

Dalam rangka itu, beliau mendirikan sebuah universitas Islam besar pertama, dan berhasil melahirkan lebih dari 4.000 sarjana di berbagai bidang ilmu agama, Matematika, Kimia, hingga Kedokteran.

Tengoklah Jabir bin Hayyan, seorang Ahlul Kimia yang termasyhur itu. Ia mengawali pandangan-pandangan ilmiahnya dengan ungkapan: “Tuanku Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq as. telah mengatakan kepadaku…”.

Imam Ja'far as. sangat memuliakan para ilmuwan yang bertakwa, memberikan semangat, dan menjelaskan metodologi penelitian dan dialog yang benar kepada mereka dalam menegakkan agama dan memperkokoh dasar-dasar keimanan.

Beliau merasa sangat sedih tatkala menyaksikan para pemikir yang berusaha mengacaukan keyakinan masyarakat dengan menyebarkan berbagai pemikiran sesat.

Pernah suatu hari empat pemikir sesat berkumpul di Makkah. Mulailah mereka memperolok para jemaah haji yang sedang bertawaf di seputar Ka’bah.

Selain itu, mereka berempat sepakat untuk menyanggah Al-Qur'an dengan cara mengarang kitab yang serupa. Mereka pun membagi tugas yang masing-masing pemikir mempelajari seperempat dari Al-Qur'an untuk disanggah, dan berjanji untuk bertemu lagi pada musim haji tahun depan.

Genap satu tahun kemudian, empat pemikir itu kembali berkumpul di Makkah. Pemikir pertama mengatakan, ”Saya telah menghabiskan waktu saya selama setahun hanya untuk memikirkan ayat yang berbunyi, ”Maka tatkala mereka putus asa (terhadap hukuman Nabi Yusuf), mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik…. (Qs. Yusuf:80), sungguh kefasihan ayat ini melumpuhkan pikiranku".

Pemikir kedua menyahut, ”Ya, Aku pun memikirkan ayat yang berbunyi, ”Hai manusia, telah diberikan sebuah perumpamaan, maka simaklah dengan seksama, bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang kamu sebut selain Allah sama sekali tidak mampu menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. (Qs. Al-Hajj:73), sungguh Aku tidak sanggup mendatangkan seindah ayat ini".

Tanpa membuang waktu, pemikir ketiga pun menyambungnya, ”Aku sudah memikirkan ayat ini, ”Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan selain Allah, tentulah keduanya hancur….(Qs. Al-Anbiya:22), sungguh aku begitu lemah untuk membuat padanannya".

Akhirnya tibalah giliran pemikir keempat menyatakan pengakuannya, ”Sesungguhnya Al-Qur'an ini bukanlah buatan manusia. Aku telah menghabiskan setahun penuh hanya untuk merenungkan ayat ini, "Dikatakan: 'Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan airpun disurutkan, perintahpun terlaksana, dan bahtera itu pun berlabuh di bukit Judi (dekat Armenia daerah mesopatomia), dan dikatakan binasalah orang-orang Zalim". (Qs. Al-Hud:44)

Ketika itu, Imam Ja'far as. lewat di hadapan mereka. Sejenak memandang mereka, beliau membacakan firman Allah, "Seandainya segenap manusia dan jin bersatu untuk membuat padanan Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain". (Qs. Al-Isra’:88).

Mazhab Ja'fariyyah

Mazhab Ahlul Bait as berkembang pada masa Imam Ja'far as, dan pengikutnya terus berbertambah pesat, sehingga masyarakat lebih mengenal mazhab Syiah dengan mazhab Ja'fariyahyah, yaitu nama yang diambil dari Imam Ja'far Ash-Shadiq as.

Tentu saja tidak bisa dipungkiri, bahwa mazhab Ja'fariyah adalah Mazhab Imam Ali bin Abi Thalib as. yang telah dikhianati dan dibunuh oleh kaum Khawarij, mazhab yang menyebabkan Imam Hasan as. tewas diracun oleh Muawiyah, mazhab yang menyebabkan Imam Husain as. mencapai syahadahnya pada Hari Asyura (di padang karbala pada 10 Muharram).

Rasulullah saw. telah mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk berpegang teguh pada kitab Allah dan keluarga beliau (Ahlul Bait as.). Sayang sekali, kaum muslimin telah melupakan wasiat tersebut. Ada sebagian yang telah menyimpang jauh sampai merampas hak kepemimpinan mereka dan menyebarkan kerusakan dan kezaliman. Ada pula penguasa-penguasa yang mengasingkan mereka dan para pengikutnya, bahkan tak segan-segan membunuh dan merencanakan kekejian terhadap mereka, seperti yang terjadi di Karbala.

Kaum muslimin mulai menyadari bahwa sikap menyia-nyiakan wasiat Rasulullah saw. Itu merupakan kerugian besar. Pada saat yang sama, mereka takut terhadap ancaman penguasa, bahkan ada di antara mereka yang menyembunyikan kepercayaan dan kesetiaannya kepada Ahlul Bait as. demi keselamatan hidupnya.

Imam Ja'far as. dan Mansur Dawaniqi
Kaum muslimin jenuh dan geram terhadap pemerintahan Bani Umayyah yang zalim. Dalam keadaan demikian itu, terdapat sekelompok orang yang memanfaatkan kegeraman muslimin itu serta dan keberpihakan mereka kepada Ahlul Bait Rasul as. demi kepentingan pribadi. 

Lantaran hasutan orang-orang itu, kaum muslimin mulai melakukan pembangkangan terhadap Bani Umayyah dengan membawa-bawa nama Ahlul Bait. Sementara itu Bani Abbasiyah segera giat menyalahgunakan kondisi tadi dengan mengajak kaum muslimin agar meneriakkan slogan "Kesetiaan pada Ahlul Bait Muhammad".

Slogan yang digemakan itu sangat membantu menyebarkan siasat Bani Abbasiyah. Pemberontakan mulai meletus di Khurasan yang dengan cepat mendapat gelombang dukungan dari masyarakat luas, hingga mereka bisa menggulingkan pemerintahan Bani Umayyah.

Maka, terjadilah pergantian kekhalifahan. Bani Abbasiyah mulai melakukan pembagian kekuasaan dengan mitra politiknya dan mulai mengusir bahkan keturunan-keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as, di manapun mereka ditemukan. Mereka melakukan kejahatan itu semua dengan sangat hati-hati.

Khalifah pertama Bani Abbasiyah ialah Mansur Dawaniqi. Dia menjalankan pemerintahan tangan besi dan merencanakan pembunuhan atas setiap penentangnya. Dia membunuh Muhammad dan saudaranya Ibrahim, yang keduanya adalah dari keturunan Imam Hasan as.

Mansur juga menyebarkan mata-matanya di setiap kota. Secara khusus dia memerintahkan gubernur Madinah untuk mewaspadai setiap gerak gerik Imam Ja'far as.

Pernah suatu kali Mansur mengundang Imam Ja'far as. dan berkata, "Mengapa engkau tidak mengunjungi kami sebagaimana orang-orang mendatangi kami?"

"Tidak ada urusan dunia yang membuat kami kuatir terhadapmu, dan tidak ada pula urusan akhiratmu yang bisa kami harapkan darinya. Begitu pula, tidak ada kenikmatanmu yang bisa kami syukuri, tidak pula kesusahanmu yang bisa kami sesalkan", jawab Imam as..

Dengan liciknya, Manshur menawarkan, " kalau begitu, jadilah temanku agar engkau bisa menasehatiku?

Imam as. kembali menjawab, "Siapa saja yang menginginkan dunia, ia tidak akan menasehatimu, dan siapa saja yang menginginkan akhirat, ia pun tidak akan menjadi temanmu".

Manshur memerintahkan gubernurnya di Madinah untuk mengikis habis citra dan pengaruh besar Imam Ali bin Ali Thalib as. di sana.

Hingga pada suatu hari, guberbur Madinah naik mimbar dan mulai mencaci maki Imam Ali as. serta keluarganya. Tiba-tiba Imam Ja'far as. bangkit dan berkata, "Adapun sanjungan yang telah kau sampaikan, maka kamilah pemiliknya, dan segala hujatan yang telah kau katakan, maka kau dan sahabatmulah (Mansur) yang lebih pantas menjadi sasarannya”.

Lalu Imam as. menoleh ke khalayak dan berkata, ”Aku peringatkan kepada kalian akan orang yang paling ringan timbangan amalnya, yang paling jelas merugi di Hari Kiamat, dan yang paling celaka keadaannya, yaitu orang yang menjual akhirat dengan kesenangan duniawi orang lain. Orang itu adalah gubernur yang fasik ini".

Gubenur itu segera turun dari mimbar sambil menanggung segunung rasa malu dan hina.

Dikisahkan, bahwa pada suatu saat di sebuah ruang pertemuan, ada seekor lalat bermain-main di hidung Mansur. Berulang kali dia mengusirnya. Lalat itu tetap saja kembali, sehingga dia merasa kesal dan berang. Ia berpaling kepada Imam Ja'far as. dan berkata, "Untuk apa Allah menciptakan lalat?

“Untuk menghinakan hidung orang sombong". Jawab Imam As.

Mansur begitu geram. Dia tak tahan lagi melihat keberadaan Imam as. di bawah pemerintahannya. Untuk itu, dia merencanakan pembunuhan atas beliau. Akhirnya, dia pun berhasil meracuni beliau.

Imam Ja'far as. Meninggal syahid pada 25 Syawal. Tubuhnya yang suci dikebumikan di pemakaman Baqi, di Madinah Al-Munawwarah.




MENGENAL PEMIMPIN MAZHAB JA'FARIYAH


Imam Ja'far Shadiq adalah Imam Keenam dalam hierarki dua belas Imam Maksum. Panggilannya adalah Abu Abdillah dan gelarnya yang masyhur adalah as-Shadiq, al-Fadil dan at-Tahir. Imam Shadiq adalah putra Imam Baqir, Imam Kelima, dan ibunya adalah putri dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar.

Imam Ja'far Shadiq dibesarkan oleh datuknya, Imam Zainal Abidin di Madinah selama dua belas tahun dan dilanjutkan oleh lindungan kasih ayahandanya Imam Muhammad Baqir selama sembilan belas tahun.

Setelah syahadah ayahandanya pada tahun 114 H, Imam Ja'far Shadiq menjadi Imam Keenam menggantikan ayahandanya, dan misi suci Islam dan bimbingan ruhani dilimpahkan ke atas pundaknya dari Rasulullah Saw melalui suksesi para Imam sebelumnya.

Keadaan Politik

Masa Imâmah Imam Shadiq bertepatan dengan masa-masa revolusi dan bersejarah dalam sejarah Islam yang menyaksikan kejatuhan Dinasti Bani Umayyah dan kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyah. Perang saudara dan gejolak politik menyebabkan terjadinya perombakan secara cepat dalam pemerintahan. Dengan demikian, Imam Shadiq menyaksikan raja-raja rezim yang berkuasa mulai dari Abdul Malik hingga penguasa Dinasti Bani Umayyah, Marwan al-Himar. Ia masih hidup hingga masa Abul Abbas as-Saffah dan Mansur dari Dinasti Bani Abbasiyah. Karena perebutan kekuasan politik antara dua kelompok, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah maka gerakan Imam menjadi tidak terkontrol untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan misi-misinya dalam menyampaikan Islam dan menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw.

Pada masa-masa terakhir kekuasan Bani Umayyah, Dinasti mereka berada di ambang kejatuhan. Keadaan kacau-balau dan pemerintahan yang tak-terurus terjadi di seluruh negara-negara Islam. Bani Abbasiyah memanfaatkan kesempatan emas dari ketidakstabilan politik ini. Mereka mengklaim diri mereka sebagai "Penuntut Balas Bani Hasyim". Mereka berprentensi dengan dalih menuntut balas terhadap Bani Umayyah karena telah menumpahkan darah Imam Husain As.

Orang-orang awam yang sudah muak dan kesal dengan kekejaman Bani Umayyah dan secara diam-diam merindukan Ahlulbait Nabi Saw untuk berkuasa. Mereka menyadari bahwa jika kepemimpinan dikuasai oleh Ahlulbait, yang merupakan pewaris sah, wibawa Islam akan bertambah dan misi Nabi Saw yang asli dapat disebarkan. Bagaimanapun, sekelompok Bani Abbasiyah dengan diam-diam mengadakan kampanye untuk merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah dengan dalih bahwa mereka merebutnya untuk diserahkan kepada Bani Hasyim. Sebenarnya, mereka sedang berkomplot untuk kepentingan mereka sendiri. Kemudian, orang-orang awam ini terkecoh dengan membantu mereka dan ketika Bani Abbasiyah berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah, mereka berbalik menentang Ahlulbait.

Keadaan Agama

Kejatuhan Bani Umayyah dan kebangkitan Bani Abbasiyah telah membentuk dua plot utama dalam drama sejarah Islam. Masa-masa kacau dan revolusioner ini terjadi ketika ajaran-ajaran moral Islam telah ditinggalkan dan ajaran-ajaran Nabi Saw dilupakan, sebuah keadaan anarki yang merajalela. Di tengah-tengah keadaan kacau seperti ini, Imam Ja'far Shadiq tampil ibarat mercusuar yang menyebarkan cahaya untuk menerangi samudra kegelapan dan gelimang dosa di sekelilingnya. Dunia cenderung terhadap pesona dan keutamaannya. Abu Salamah Khallal juga menawarkan mahkota khalifah kepadanya.

Akan tetapi, Imam melanjutkan tradisi temurun dari moyangnya menolak dengan tegas tawaran ini, dan lebih memilih untuk menyibukkan dirinya dengan penyebaran ilmu dan khidmat terhadap Islam.

Ajaran-ajaran Imam Ja'far As

Kecakapan Imam Ja'far dalam seluruh cabang ilmu pengetahuan diakui oleh seluruh dunia Islam, yang menarik pelajar-pelajar dari berbagai penjuru, dekat dan jauh, datang kepadanya sehingga murid-murid Imam Ja'far mencapai sekitar empat ribu. Para 'ulama dan fuqaha dalam bidang hukum banyak menukil hadis-hadis dari Imam Ja'far Shadiq. Murid-muridnya mengadakan kompilasi ratusan kitab dalam berbagai disiplin ilmu dan sastra. Selain ilmu fiqh, hadis, tafsir, dan sebagainya, Imam juga mengajarkan matematika dan kimia kepada beberapa orang muridnya. Jabir bin Hayyan Tusi, seorang ilmuwan matematika ternama, merupakan salah seorang murid Imam yang dapat mengambil manfaat dari ilmu dan bimbingan Imam dan mampu menulis empat ratus kitab dalam subjek yang beragam.

Kenyataan ini adalah sebuah fakta sejarah yang tidak dapat diingkari kebenarannya sehingga seluruh ulama-ulama besar Islam berhutang budi atas kehadiran Ahlulbait yang merupakan mata-air ilmu dan pelajaran.

Allamah Sibli menulis dalam kitabnya, Sirâtun 'Nu'man: "Abu Hanifah beberapa lama hadir (menuntut ilmu, penj.) di hadapan Imam Ja'far Shadiq, mendapatkan penelitian berharga darinya dalam bidang ilmu fiqh dan hadis. Kedua mazhab – Sunni dan Syiah – meyakini bahwa sumber ilmu Abu Hanifah kebanyakan bersumber dari pergaulannya bersama Imam Ja'far Shadiq."

Imam mempersembahkan seluruh hidupnya semata untuk menyebarkan ajaran agama dan mendakwahkan ajaran-ajaran Nabi Saw dan tidak pernah bermaksud untuk berkuasa. Karena keluasan ilmunya dan kebaikan ajarannya, orang-orang berkumpul di sekelilingnya, memberikan penghormatan dan perhatian kepadanya. Karena takut popularitas Imam Ja'far semakin luas, hasud dan dengki menguasai diri penguasa Abbasiyah Mansur Dawaniqi sehingga memutuskan untuk mengenyahkannya.

Allamah Tabataba'i menulis:

Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam Kelima, lahir pada tahun 83 H/ 702 M. Ia syahid pada tahun 148 H/ 765 M. Menurut sumber-sumber Syiah, diracun melalui intrik Khalifah Abbasiyah Mansur. Setelah syahadah ayahnya, Imam Ja'far menjabat Imam melalui perintah Allah Swt dan keputusan para Imam sebelumnya.

Selama masa Imâmah Imam Keenam, kesempatan dan iklim yang lebih bersahabat datang kepadanya untuk lebih leluasa menyebarkan ajaran-ajaran agama. Kesempatan ini muncul sebagai akibat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Islam, khususnya bangkitnya Muswaddah yang menggoyang khalifah Bani Umayyah, perang berdarah terjadi yang akhirnya menuntun kepada kejatuhan dan pengasingan Bani Umayyah. Kesempatan emas ini juga adalah hasil dari pembukaan lahan yang dilakukan oleh Imam Kelima yang telah dipersiapkan sebelumnya selama masa imâmahnya yang mencakup dua puluh tahun melalui tabligh ajaran-ajaran asli Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi As.

Imam Shadiq mengambil kesempatan emas ini untuk mendakwahkan ilmu agama hingga akhir masa Imâmahnya, seiring dengan masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah dan awal kemunculan Bani Abbasiyah. Imam mengajar banyak ulama dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan ilmu periwayatan, seperti Zurarah bin A'yan, Muhammad bin Muslim, Mu'minut Taq, Hisyam bin Hakam, Aban bin Taghlib, Hisyam bin Salim, Huraiz, Hisyam Kalbi an-Nassabah dan Jabir bin Hayyan (Ahli Kimia). Bahkan beberapa ulama Sunni ternama seperti: Sufyan ats-Tsauri, Abu Hanifah, pendiri Mazhab Fiqh Hanafi, al-Qadi as-Sukuni, al-Qadi Abul Bakhtari, dan yang lainnya, mendapatkan kehormatan untuk menjadi murid-murid Imam Ja'far. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan tahapan-tahapan instruksinya menghasilkan ribuan ulama hadis dan ilmu-ilmu lainnya. Jumlah hadis-hadis yang bersumber dari Imam Kelima dan Keenam lebih banyak dibandingkan dengan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Saw dan para Imam yang lain.

Akan tetapi, pada akhir hayatnya, Imam dikenai pencekalan secara ketat oleh Khalifah Abbasiyah, Mansur, yang memerintahkan seperti penyiksaan dan pembunuhan berdarah dingin terhadap keturunan Nabi Saw yang merupakan penganut Syiah sehingga perbuatannya melebihi kekejaman dan kebiadaban Bani Umayyah. Atas perintah Mansur, mereka ditangkap secara berkelompok, beberapa dilemparkan ke penjara gelap dan pengap kemudian disiksa hingga mati, sementara yang lainnya dipancung atau dikubur hidup-hidup di bawah tanah atau di antara dinding-dinding bangunan, dan dinding dibangun di atas mereka.

Hisyam, Khalifah Umayyah, memerintahkan agar Imam Keenam ditangkap dan dibawa ke Damaskus. Kemudian, Imam ditangkap oleh Saffah, Khalifah Abbasiyah, dan dibawa ke Irak. Akhirnya, Mansur menangkap Imam dan membawanya ke Samarra di mana Imam disekap, diperlakukan secara kasar dan beberapa kali berusaha untuk membunuh Imam. Kemudian, Imam diperbolehkan untuk kembali ke Madinah di mana Imam menghabiskan sisa-sisa umurnya dalam persembunyian, hingga ia diracun dan syahid melalui intrik licik Mansur.

Setelah mendengar syahadah Imam, Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah yang memerintahkan sang gubernur untuk pergi melayat ke rumah Imam dengan dalih menyampaikan ucapan bela-sungkawa kepada keluarganya, untuk mencari wasiat Imam dan membacakannya. Siapa pun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penggantinya harus dipancung di tempat. Tentu saja, maksud Mansur ini adalah untuk mengakhiri seluruh masalah Imâmah dan hasrat-hasrat Syiah. Ketika gubernur Madinah mengikuti perintah Makmun, untuk membaca wasiat terakhir, dia melihat bahwa Imam, alih-alih memilih satu orang, ia telah memilih empat orang sebagai pelaksana wasiat terakhirnya; khalifah sendiri, gubernur Madinah, 'Abdullah Aftah, putra sulung Imam, dan Musa, putra bungsu Imam. Dengan cara seperti ini, siasat licik Mansur dapat dipatahkan. (Shiite Islam)

Syahadah

Pada tanggal 25 Syawal 148 H. Imam syahid karena diracun oleh Gubernur Madinah atas perintah Mansur. Shalat jenazah dilakukan oleh putra Imam, Musa Kazhim, Imam Ketujuh, dan jasadnya dikebumikan di pemakaman Jannatul Baqi Madinah. Salam padamu Wahai Aba Abdillah…..



GERAKAN KEBANGKITAN ILMIAH IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM

Sumber : parstoday.com 



Tanggal 17 Rabiul Awal adalah hari kelahiran Rasulullah Saw menurut pandangan Syiah dan pada tanggal yang sama, Imam Jakfar Shadiq as juga terlahir ke dunia. 

Rasulullah Saw pernah bersabda, "Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah kalian dua pusaka berharga yang jika kalian berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, (yaitu) kitab Allah Swt dan Ahlul Baitku dari keturunanku (itrahku)." 

Imam Shadiq as adalah salah satu dari Ahlul Bait Rasul Saw yang disucikan Allah Swt dari segala jenis noda dan dosa seperti disebutkan pada ayat 33 surat al-Ahzab (Ayat Tathir). Lewat sebuah perumpamaan yang indah, Rasul menyamakan Ahlul Baitnya seperti bahtera Nabi Nuh as yang membawa manusia pada keselamatan dan keberuntungan. 

Periode kepemimpinan (imamah) Imam Shadiq as berlangsung selama 34 tahun, di mana tujuh penguasa dari Dinasti Umayyah dan Abbasiyah telah memerintah selama periode itu. Imam mengambil langkah besar untuk menghidupan agama Allah, menyampaikan ajaran agama, mengkader murid-murid, dan membimbing umat. 

Mengingat kekuasaan Bani Umayyah mulai melemah, Imam Shadiq menemukan ruang gerak yang lebih besar untuk berinteraksi dengan masyarakat. Namun memasuki 16 tahun dari imamah-nya, Imam menghadapi kondisi yang sulit pada masa Dinasti Abbasiyah. Meski demikian, beliau dengan cara yang soft berhasil memperkuat akidah dan memajukan pemikiran kaum Muslim. 

Dinasti Abbasiyah berkuasa dengan mengangkat slogan “Ar-Ridha min Aali Muhammad” (kekhalifahan milik keluarga Muhammad) untuk memperdaya masyarakat. Mereka membuka konflik dengan Bani Abbasiyah dengan alasan khalifah harus berasal dari keluarga Muhammad Saw. Setelah merebut kekuasaan, Bani Abbasiyah akhirnya menyingkirkan Aali Muhammad. 

Dengan licik, Abbasiyah mampu menarik dukungan dari banyak keturunan Bani Hasyim dan masyarakat Syiah terutama dari Iran, dan mereka selama bertahun-tahun menyembunyikan wajah aslinya di balik slogan Aali Muhammad. Pada masa itu, ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah Saw dipakai sebagai alat bagi penguasa. 

Dari sisi lain, berbagai sekte dan paham pemikiran yang menyebarkan ateisme dan kesesatan mulai bermunculan di tengah masyarakat. Untuk itu, Imam Shadiq as memimpin kebangkitan ilmiah untuk mempromosikan pemikiran agama, memperbaiki akidah masyarakat, menanamkan nilai-nilai moral, dan dari sini muncullah istilah Syiah Jakfariyah. 

Istilah ini muncul pada masa Imam Shadiq as dan dari lisan beliau sendiri. Pada satu kesempatan, Imam berkata, “Jika kalian bertakwa dalam agama, jujur dalam bertutur kata, setia dalam amanah, dan berbudi luhur dengan masyarakat, niscaya orang lain akan menyebut kalian sebagai Jakfari (pengikut Imam Jakfar Shadiq) dan dengan begitu, kalian telah menggembirakanku. Namun, jika perilaku kalian sebaliknya, ini akan membuat diriku terhina dan niscaya orang lain akan berkata ini adalah hasil didikan Jakfar.” 

Masalah imamah (kepemimpinan) adalah salah satu materi yang mendapat perhatian Imam Shadiq as. Mengenai upayanya dalam menjelaskan konsep imamah, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei menuturkan, “Imam Shadiq as sama seperti para imam lain Syiah, materi utama dakwahnya fokus pada masalah imamah. Demi membuktikan fakta sejarah ini, ada banyak argumen yang paling kuat dan riwayat yang datang dari Imam yang secara gamblang menjelaskan perkara ini. 

Ketika menyampaikan persoalan ini, Imam Shadiq menyaksikan dirinya berada pada satu fase dari perang di mana secara langsung dan tegas harus menafikan penguasa pada masa itu dan memperkenalkan dirinya sebagai pemilik hakiki wilayah dan imamah kepada masyarakat. Imam kadang tidak hanya berhenti pada pembuktian imamah-nya, tetapi bersama namanya ia juga menyebutkan nama para imam yang sah dan para pendahulunya, dan pada dasarnya ia memaparkan silsilah kepemimpinan Ahlul Bait sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan…” 

Imam Shadiq as memanfatkan berbagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesannya, dan salah satu dari sarana itu adalah lembaga perwakilan. Beliau mengutus para wakilnya untuk mempertahankan interaksi dan solidaritas di antara pengikut Ahlul Bait di berbagai kota di dunia Islam. 

Melalui lembaga ini, Imam Shadiq mampu memberikan pengarahan politik, menjaga hubungan dengan para pecinta Ahlul Bait, menyebarkan makrifat Islam, memperkuat basis akidah masyarakat Syiah, dan mengumpulkan sumber-sumber dana. 

Meski aktivitas lembaga ini sangat terbatas pada masa itu, namun Imam telah meletakkan dasar-dasar lembaga perwakilan dan memusatkan kegiatannya di Madinah. Puncak aktivitas lembaga ini terlihat pada periode keghaiban Imam Mahdi as, di mana masyarakat Syiah benar-benar tidak bisa berhubungan langsung dengan imam maksum dan kondisi ini menuntut keberadaan sebuah jaringan komunikasi yang kuat antara imam dan masyarakat. 

Jadi, salah satu alasan pembentukan lembaga perwakilan adalah mencegah terputusnya hubungan antara masyarakat Syiah dan imam maksum pada periode ghaibat. Oleh sebab itu, jaringan perwakilan ini semakin berkembang pada periode setelah Imam Shadiq as. 

Aktivitas lain Imam Shadiq as adalah membangun sistem pendidikan yang terstruktur. Dalam sistem pendidikan versi Imam, para murid tidak dibatasi oleh usia, batas geografi, mazhab, orientasi pemikiran, pandangan politik, Sunni atau Syiah. Beliau mendirikan sebuah madrasah lintas mazhab dan lintas bangsa.
Masyarakat Syiah Turki pada peringatan Asyura 2018. 

Dalam sistem pendidikan ini, semua orang dari berbagai latar belakang pemikiran dan dari wilayah geografis dengan ras dan bahasa apapun dapat mengikuti kegiatan ilmiah di madrasah Imam Shadiq. 

Imam Shadiq as berkata, “Hikmah adalah pengetahuan orang-orang mukmin yang hilang, dan jika salah satu dari kalian menemukannya, maka ambillah ia.” Dengan meneladani Rasulullah Saw, beliau menyarankan para pengikutnya untuk mendobrak batas geografi dan tidak membatasi diri dalam menuntut ilmu pengetahuan. 

Sistem pendidikan Imam Shadiq as sangat memperhatikan masalah riset dan penelitian. Beliau mendorong muridnya untuk melakukan penelitian dan selalu menyemangati mereka dalam hal ini. Mereka menyodorkan karya-karyanya kepada Imam untuk dikoreksi dan memperoleh pengesahan. Sebagai contoh, Ubadillah bin Ali Halabi membawa kitab karangannya kepada Imam dan kemudian memperoleh pengesahan. 

Model pendidikan Imam Shadiq juga menekankan pada metode tanya-jawab demi memberikan pemahaman yang lebih baik tentang persoalan ilmiah. Metode ini akan memperkuat semangat penelitian dan membantu pengembangan ilmu pengetahuan. 

Salah satu pola pendidikan Imam adalah membentuk kelas khusus untuk mengkader siswa cerdas di berbagai disiplin ilmu. Ini sebuah terobosan baru dan belum pernah dilakukan di masyarakat Muslim pada masa itu. Inisiatif ini pada akhirnya melahirkan para ilmuwan dan pemikir besar yang berperan dalam membangun budaya dan peradaban Islam. Seperti Jabir bin Hayan, bapak ilmu kimia, ia berkali-kali memperkenalkan dirinya sebagai murid Imam Shadiq as dan menukil banyak masalah ilmiah dari sang guru. 

Doktor Nuruddin Al Ali, penulis buku Al Imam Al Shadiq Kama Arafahu Ulama al-Gharb, menuturkan, “Ketika orang mengkaji kembali karya-karya Imam Shadiq, mereka kadang berpikir sedang berhadapan dengan seorang pakar kimia, kadang dengan seorang pakar astrologi, dan kadang seorang tabib ahli, yang membedah badan manusia dan menjelaskan berbagai jenis penyakit dan metode pengobatannya. Ketika kembali pada konteks spiritual, mereka akan menemukan dirinya sedang berhadapan dengan seorang alim rabbani dan sosok yang suci.” 

Imam Shadiq as telah mewariskan karya ilmiah yang sangat agung dan berhasil mendidik para ilmuwan yang masing-masing berkontribusi besar dalam membangun peradaban Islam dan memajukan umat. Imam Shadiq sebagai salah satu pemimpin pemikiran dunia Islam, memainkan peran yang luar biasa dalam dinamika budaya dan peradaban Islam. Beliau telah mempersembahkan para pemikir, ilmuwan, dan filosof besar kepada umat Islam.




MENGAPA IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM MENOLAK TAWARAN KHILAFAH?

Sumber : safinah-online.com 



Salah satu keyakinan Syiah adalah seorang Imam selain sebagai pemberi petunjuk bagi manusia dan menjaga keutuhan agama Islam, mereka juga harus menjadi pemimpin dalam pemerintahan Islam sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Saw sendiri. Rasulullah Saw membentuk pemerintahan Islam dan beliau menjadi pemimpin bagi orang muslim. Maka dari itu, para Imam sebagai pengganti Rasul Saw, memiliki tanggung jawab yang sama untuk memimpin dan membentuk sebuah pemerintahan. 

Akan tetapi, karena banyaknya problem dan rintangan, selain Imam Ali as dan Imam Hasan Mujtaba as tidak ada satupun dari mereka yang bisa memegang kekuasaan tersebut. Imam Ali as setelah terpaksa mendekam di rumahnya selama 25 tahun, beliau hanya bisa memimpin selama 5 tahun, itupun selama kepemimpinannya yang sebentar ini beliau dihadapkan dengan tiga peperangan; Perang Jamal, Shifiin dan Nahrawan. 

Muawiyah memprovokasi masyarakat awam untuk memerangi Imam Ali as dan Imam Hasan as dengan dalih jihad dan ibadah. Di masa Imam Husein juga, penduduk Kufah dengan ribuan surat undangan, mereka meminta Imam Husein as untuk menjadi pemimpin dan akan dibaiat namun, kenyataannya mereka membantai beliau dan para sahabat setia beliau di padang suci Karbala. 

Di sisi lain, meskipun kekejaman Bani Umayyah ( khususnya di Karbala) membuat orang-orang muslim muak dan pada akhirnya pemerintahan 1000 bulan Bani Umayyah tumbang. Akan tetapi, pengetahuan dan kesiapan Masyarakat umum tidak membuat mereka menerima pemerintah Imam Shadiq as dan belum mampu menyadarkan mereka akan tipu daya dan ambisi kekuasaan para penguasa seperti Abdullah As-Saffah dan Mansur Abbasi. 

Bujukan Abu Muslim Dan Abu Salamah 

Imam Shadiq as diajak oleh Abu Muslim Khurasani; sebagai pembela keluarga Nabi melakukan pemberontakan dan mengundang Imam sebagai pemimpinnya. Sebagaimana Abu Salamah juga dalam suratnya membujuk Imam untuk menerima kepemimpinan tersebut. 

Akan tetapi, Imam menolak semuanya karena Imam tahu persis bahwa hanya segelintir orang saja yang benar-benar menerima pemerintahan Imam, dan undangan Abu Salamah tak ubahnya seperti undangan penduduk Kufah kepada Al-Husein as. 

Ringkasnya, jelas bahwa tidak ada tempat untuk para Imam untuk memimpin, oleh karenanya beliau melakukan pekerjaan yang lebih mendasar lain seperti menjelaskan Islam dan mendidik para kader-kader. 

Abu Salmah menulis surat kepada tiga pembesar Alawiyin: Ja’far bin Muhammad As-shadiq, Umar Asyraf bin Zainul Abidin dan Abdullah Mahdz yang dikirim melalui budaknya yang bernama Hamd bin Abdur Rahman. 

Abu Salamah memerintahkan kepada budaknya, Cepatlah engkau menuju ke rumah Ja’far bin Muhammad setibamu di Kota Madinah, berikan surat itu kepadanya, jika kau mendapatkan jawaban positif hapus dan hancurkan dua surat yang lain, namun jika mendapatkan jawaban negatif maka pergilah kepada Abdullah Mahd. Jika kau mendapatkan jawaban positif maka hapuslah dua surat yang lain, namun jika mendapatkan jawaban negatif maka pergilah kepada cucu Imam Ali Zainal Abidin Umar Asyraf dan serahkan surat itu kepadanya. 

Pembawa surat berangkat dan sampailah di rumah Imam Shadiq as dan dia serahkan surat tersebut. Karena Imam sangat mengenal Abu Salamah, tanpa membaca surat tersebut beliau berkata: Apa urusanku dengan Abu Salamah? Dia pengikut orang lain. Pembawa surat menawarkan: tolong baca terlebih dahulu surat tersebut. 

Imam memerintahkan pelayannya untuk mendekatkan lampu dan membakar surat tersebut. Pembawa surat bertanya, mengapa kau tidak memberikan jawaban? Imam menjawab: kau telah melihat sendiri jawabannya, laporkan kepada majikanmu apa yang telah kau lihat. 

Pembawa surat keluar dari rumah Imam dan pergi ke rumah Abdullah Mahd dan menyerahkan surat tersebut, dia membaca suratnya dan merasa bahagia. Keesokan harinya Abdullah menuju rumah Imam Shadiq as. Ketika Imam melihat matanya, Imam sedih dan bertanya: Ada apa gerangan sehingga kamu datang kemari? Dia berkata: iya, ada sesuatu yang lebih dari yang dibayangkan. 

Imam bertanya: Ada apa? Dia berkata: ini surat dari Abu Salamah yang mengundangku untuk menjadi pemimpin. Dia telah didukung oleh penduduk Khurasan. 

Imam berkata: kapan masyarakat Khurasan menjadi Syiah dan menjadi pengikutmu? Apakah kau mengutus Abu Salamah ke Khurasan? Dan apakah engkau pakaikan mereka baju hitam? Apakah mereka yang datang ke Irak karena perintahmu dan apakah kau kenal salah satu dari mereka? 

Abdullah menjawab pertanyaan-pertanyaan Imam dan berdebat dengan beliau. Akhirnya, Imam menjawab: Pada akhirnya pemerintahan akan berakhir untuk keuntungan Bani Abbas, surat yang telah engkau terima juga telah dikirim kepadaku dan aku telah membakarnya. 

Di akhir dari kepemimpinan Marwan ( Khalifah terakhir Bani Umayyah) Muhammad ayah Ibrahim dan As-Saffah Khalifah pertama Bani Abbasiyah berusaha dengan sangat gigih dan keras untuk sampai pada kepemimpinan. Di antaranya mengirim seorang ke Khurasan dan memerintahkan masyarakatnya untuk mendukung keluarga Muhammad Saw, namun tanpa menyebut nama keluarga nabi yang dimaksud. 

Dia juga mengutus Abu Muslim Khurasani dengan maksud yang sama dan menulis surat yang panjang lebar kepada orang-orang berpengaruh di daerah tersebut. Namun tidak lama Muhammad meninggal, setelah itu dilanjutkan oleh putranya Ibrahim sesuai dengan wasiat ayahnya. 

Dia juga mengutus Abu Muslim Khurasani ke tempat itu untuk mengajak masyarakat sana , begitu juga Abu salamah diutus ke daerah itu untuk mengirim surat kepada pembesar Khurasan. Kemudian Abu Salmah diutus oleh Ibrahim untuk datang ke Kufah dan melakukan kegiatan politik sampai-sampai dia dikenal dengan Mentri Keluarga Muhammad. 

Marwan menangkap Ibrahim dengan tipu dayanya dan dia di penjara di Harran serta dengan kejam dia bunuh. Ketika Ibrahim di penjara dia sadar bahwa dia tidak akan bebas dari penjara Marwan, oleh karenanya dia menulis wasiat bahwa saudaranya As-Saffah sebagai penggantinya. 

Abu Salmah setelah mengetahui terbunuhnya Ibrahim, dia berfikir bahwa harus ada salah satu dari Alawiyin yang harus diajak menjadi pemimpin. Dia adalah seorang oportunis dan hanya berupaya sampai kepada kekuasaan. Dia mengetahui bahwa Ibrahim mewasiatkan As-Saffah sebagai penggantinya, sehingga ketika Saffah, saudara-saudaranya dan sahabat-sahabatnya berangkat menuju Kufah dia langsung memberikan tempat dan mereka dijamu di rumah Walid bin Sa’ad dan sampai 40 hari dia rahasiakan kedatangan mereka. Dan pada akhirnya dia membai’at As-Saffah. 

Dari fakta-fakta di atas, jelas terlihat mengapa Abu Salamah menulis surat untuk Imam, apa motivasinya? sangat jelas bahwa dia tidak meyakini akan keImamahan Imam Shadiq as, hanya saja orang-orang yang ada di sekelilingnya adalah orang-orang Syi’ah Kufah. 

Dia mengetahui bahwa Ibrahim telah mencalonkan saudaranya Saffah untuk menjadi pemimpin, dan juga mengetahui bahwa pasukan Abu Muslim berperang demi keuntungan Bani Abbasiyah sedang menuju Kufah tempat tinggalnya. 

Pada akhirnya dia mengetahui semua kegiatan-kegiatan politik As-Saffah Dengan ini semua, Sangat jelas bahwa Abu salmah selamanya tidak condong kepada kepemimpinan Imam Shadiq as dan tidak ingin menjadikan beliau sebagai khalifah sebenarnya. Undangan itu hanya untuk membungkam orang-orang Syiah yang ada di sekelilingnya dan dengan tujuan agar masyarakat membai’at Imam Shadiq as tentunya dia akan sampai kepada sebuah kedudukan. 

Engkau Bukan Termasuk Pembelaku Dan Zaman Ini Bukan Masa Pemerintahanku 

Abu Muslim Khurasani juga memiliki kondisi yang serupa, meski dia tidak percaya dengan keImamahan Imam Shadiq as, namun dia menulis surat untuk Imam Shadiq yang isinya: Aku mengajak masyarakat untuk mencintai Ahlulbait, jika kau ingin menjadi pempimpin silahkan. Imam menjawab: Engkau bukan termasuk pembelaku dan zaman ini bukan masa pemerintahanku. 

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Imam tahu betul bahwa Abu Muslim dan Abu Salmah ingin memobilisasi masyarakat dengan mengambil hati Imam dan dengan slogan / yel-yel “Yang direstui adalah keluarga Muhammad Saw” namun di balik itu semua ternyata Abu Muslim menjadi pembela Bani Abbas begitu juga Abu Salamah akhirnya berbaiat dengan As-Saffah. 

Dengan demikian apa tujuan mengundang Imam? Sudah jelas. Sebagaimana Imam Ali as menolak kepemimpinan bersyarat saat musyawarah enam tokoh dan dengan tegas menolak untuk menerima kepemimpinan yang harus berlandaskan Sirah dan para khalifah sebelumnya. 

Di sisi lain keimanan masyarakat yang menampakkan kecintaannya kepada Imam sangat sedikit sehingga sulit bagi mereka melawan tipu daya penentang pemerintahan Imam as atau sulit bertahan ketika menemui hambatan dan rintangan.




EMPAT KUNCI HIDUP TENANG

pengarang : ust. muhamad bin alwi
Sumber : khazanahalquran.com 



Suatu hari, Imam Ja’far As-Shodiq, guru dari Imam Madzhab Hanafi dan Maliki pernah ditanya oleh sahabatnya. “Apa saja pegangan hidupmu?” Tanya sahabat itu.
Imam menjawab, “Aku berpegang dengan 4 hal.
♦ Aku yakin bahwa amalku tidak akan dikerjakan oleh orang lain, karenanya aku bersungguh-sungguh.
♦ Aku yakin bahwa Allah selalu melihatku, karenanya aku malu.
♦ Aku yakin bahwa rizki ku tidak akan dimakan oleh selainku, karenanya aku tenang.
♦ Aku yakin bahwa akhir segala urusanku adalah kematian, karenanya aku bersiap-siap. 

Empat pegangan hidup ini selaras dengan ayat-ayat Al-Qur’an, Allah berfirman: 

1. Pegangan Hidup Pertama

وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ -٦-
“Dan barangsiapa bersungguh-sungguh, maka sesungguhnya usahanya itu untuk dirinya sendiri.” (Al-Ankabut 6)

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى -٣٩-
“Dan manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (An-Najm 39)

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا-٦٩-
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan Tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut 69)

2. Pegangan Hidup Kedua

إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً -١-
“Sesungguhnya Allah selalu Mengawasimu.” (An-Nisa’ 1)

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا -٧-
“Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah Mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada.” (Al-Mujadalah 7)

3. Pegangan Hidup Ketiga

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا -٦-
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya Dijamin Allah rezekinya.” (Huud 6) 

4. Pegangan Hidup Keempat

أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ -٧٨-
“Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu.” (An-Nisa’ 78)
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ -١٨٥-
“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian.” (Ali Imran 185)




LAPAN PELAJARAN HIDUP DARI SANG MAHA GURU

pengarang : ust. muhamad bin alwi
Sumber : khazanahalquran.com 


Suatu hari, Guru dari Imam Madzhab Hanafi dan Maliki yang bernama Imam Ja’far Ash-Shodiq pernah bertanya kepada salah satu muridnya. “Apa yang telah kau pelajari dariku?” 

“Aku belajar 8 hal.” Jawab si murid.
“Kalau begitu, ceritakan kepadaku agar aku mengetahuinya.” Kata Sang Imam. 

Kemudian murid itu mulai menjelaskan, 

Pertama, aku melihat semua kekasih akan meninggalkan kekasihnya ketika kematian datang, maka aku fokuskan daya upayaku untuk mencari sesuatu yang tidak akan pernah meninggalkanku, bahkan ia akan menemani dalam kesendirianku. Dialah amal baik, seperti firman Allah swt,

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ -٧-

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (ba-lasan)nya.” (Al-Zalzalah 7)

“Bagus sekali, kemudian yang kedua?” Kata Sang Guru.

Kedua, aku melihat suatu kaum membanggakan kedudukan mereka dan yang lain membanggakan harta serta anak mereka, padahal kebanggaan itu sama sekali tak berarti. Dan aku melihat kebanggaan yang besar pada firman Allah swt,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ -١٣-

“Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat 13)

Maka aku bersungguh-sungguh untuk menjadi mulia di sisi Allah swt.

Ketiga, aku melihat ke-alpaan manusia, sementara aku pernah mendengar firman Allah swt,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى -٤٠- فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى -٤١-

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at 40-41)

Maka aku berusaha untuk berpaling dari hawa nafsuku hingga dapat meraih keridhoan-Nya.

Keempat, aku melihat setiap orang yang menemukan barang mulia, pasti ia akan menjaganya. Sementara Allah berfirman,

مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ -١١-

“Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik (bersedekah), maka Allah akan Mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia.” (Al-Hadiid 11)

Maka aku lebih menyukai balasan yang berlipat dari-Nya dan aku pun tidak menemukan yang lebih bisa menjaga titipanku melebihi Dia. Setiap aku menemukan sesuatu yang mulia, akan kutitipkan kepada-Nya (dengan bersedekah) agar dapat menjadi simpananku ketika aku membutuhkan.

Kelima, aku melihat manusia saling iri dalam urusan rizki mereka, padahal aku mendengar Allah berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ -٣٢-

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-mu? Kami-lah yang Menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah Meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf 32)

Maka aku tidak akan iri kepada siapapun dan aku tidak akan menyesal atas apa yang telah hilang dariku.

Keenam, aku melihat manusia saling bermusuhan di dunia ini dan hati mereka dipenuhi dengan kebencian, padahal aku mendengar firman Allah swt,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً -٦-

“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh.” (Fathir 6)
Maka aku sibukkan diriku untuk memusuhi setan daripada memusuhi yang lain.

Ketujuh, aku melihat manusia susah payah dalam mencari rizki, sementara aku mendengar firman Allah swt,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ -٥٦- مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ -٥٧- إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ -٥٨-

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh Allah, Dia-lah Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzariyat 56-58)

Maka aku pun tau bahwa janji-Nya pasti benar dan perkataan-Nya selalu tepat. Dan aku pun tenang bersandar pada janji-Nya dan rela terhadap perkataan-Nya. Dan ku sibukkan diriku untuk melaksanakan perintah-Nya daripada aku bersusah payah mencari apa yang telah Dia janjikan.

Kedelapan, aku melihat suatu kaum berbincang mengenai sehatnya badan, banyaknya harta dan indahnya rupa mereka, sementara aku mendengar firman Allah swt,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً -٢- وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ -٣-

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Membukakan jalan keluar baginya, Dan Dia Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan Mencukupkan (keperluan)nya.” (At-Thalaq 2-3)

Maka aku hanya bertawakal kepada Allah swt dan tidak menyandarkan segala urusanku kepada selain-Nya. Setelah mendengar uraian pelajaran yang disampaikan oleh muridnya itu, Imam pun berkata,
“Demi Allah, sungguh Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an dan semua Kitab itu kembali pada masalah-masalah yang kau sebutkan tadi.”




IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM PENGHIDUP KEILMUAN

Sumber : hauzahmaya 


Imam Ja’far Ash-Shadiq as adalah seorang ulama yang paling utama dari ulama-ulama yang lain dari sisi kejeniusan, keilmuwan, keutamaan dan kecerdasan. 

Beliau pernah mengikuti berbagai pelajaran ayahnya seperti fiqih, hadis, tafsir al-Quran, filsafat, kimia, kedokteran dan ilmu perbintangan. Saat itu umur beliau belum mencapai 3 tahun. Dan itu merupakan mukjizat di masa itu. Ketika khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul Malik berkunjung dari Syam ke Madinah, ia masuk ke Masjid Nabawi dan melihat Imam Al-Baqir as berada di atas mimbar sedang menyampaikan pelajarannya. Al-Walid mengucapkan salam kepadanya, kemudian beliau pun menjawab salam tersebut. Kemudian beliau menghentikan pelajarannya sejenak untuk menghormati Al-Walid. Lalu Al-Walid mempersilahkan Imam untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajarnya, yang mana saat itu adalah pelajaran geografi. Al-Walid pun ikut sibuk mendengarkan pelajaran tersebut. Tiba-tiba Imam dikejutkan dengan pertanyaan dari Al-Walid: 

“Apa nama pelajaran ini?” Imam pun menjawab: “Ini adalah pelajaran yang membahas tentang bumi, langit, matahari dan bintang-bintang.” Kemudian pandangan Al-Walid jatuh kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq yang saat  itu sedang duduk di antara ulama. Lalu ia bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz pejabatnya yang memegang kota Madinah. Umar menjawab:
“Dia adalah Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq.” Al-Walid kemudian berkata: 

“Apakah ia mampu untuk memahami pelajaran ini, sedangkan umurnya belum mencapai 3 tahun?” Umar bin Abdul Aziz menjawab: “Dia orang yang paling cerdas di antara yang hadir dalam pelajaran Imam. Dan ia orang yang paling banyak bertanya dan mengkritik di antara mereka.” 

Al-Walid memanggil Imam Ja’far as. Ia bertanya perihal nama Imam dan mulai ingin mengujinya. Ia bertanya kepada Imam: “Apakah engkau tahu siapakah pencetus ilmu mantiq (logika)?” Lalu beliau menjawab: 

“Aristoteles adalah orang yang mencetuskan ilmu mantiq (logika). Para murid dan pengikutnyalah yang menamakan ia sebagai pencetus ilmu tersebut.” Lalu Al-Walid menyampaikan pertanyaan keduanya kepada Imam: 

“Siapakah yang menciptakan ilmu ma’az (gugusan bintang)?” Imam tidak membenarkan pertanyaanya, lalu 

Imam berkata: 
“Ini bukanlah nama seseorang, akan tetapi itu adalah nama dari gugusan bintang.” Dan tercenganglah Al-Walid dengan jawaban tersebut. Al- Walid terdiam dan sibuk berpikir untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya. Setelah beberapa saat ia bertanya kembali kepada Imam: “Apakah engkau tahu siapakah pencipta sikat gigi?” Lantas Imam menjawab: 

“Itu adalah gelar Abdullah bin Mas’ud sahabat kakekku Rasulullah Saw.” Al-Walid pun sangat terkejut dengan jawaban Imam. Lalu ia memegang tangan Imam as seraya berkata dan mengucapkan selamat pada Imam Al-Baqir as: 

“Sesungguhnya putramu ini kelak akan menjadi orang paling berilmu di zamannya.” 

Pada hakikatnya Imam Ja’far Ash-Shadiq as adalah seorang ulama yang paling alim sepanjang sejarah. 

Para sejarawan dan pemikir memuji akan keluasan ilmunya. Mereka menyaksikan peranannya dalam mengembangkan berbagai keilmuan, cakrawala pemikiran Islam dan berbagai ilmu pengetahuan di zamannya. Di sisi lain beliau adalah seorang pendiri sekolah-sekolah filsafat Islam. Sesungguhnya Allah swt lebih mengetahui bagaimana ia menjadikan risalah-Nya.




BERBAKTI KEPADA IBU

pengarang : sayid mahdi aytullahi 



Seorang pemuda beragama Nasrani (Kristen), yang baru saja masuk Islam, menjumpai Imam Ja’far Ash-Shadiq. Imam memanggilnya dan berkata, “Katakanlah apa yang kau butuhkan?”

Pemuda itu berterus terang, ”Sesungguhnya ayah dan ibuku serta seluruh keluargaku beragama Nasrani, ibuku matanya buta dan aku hidup bersama dengan mereka dan makan dari bejana mereka”.

Imam as. berkata, ”Apakah mereka makan daging babi?”

Pemuda itu menjawab, ”Tidak”.

Imam as. berkata, ”Makanlah bersama mereka, dan aku wasiatkan kepadamu untuk tidak merasa berat dalam berbuat baik kepada ibumu, dan penuhilah segala keperluannya”.

Pemuda itu kembali ke Kufah. Setibanya di rumah, sang ibu mendapatinya begitu patuh dan soleh, berbeda dengan yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Dia berkata, ”Wahai anakku, kau tidak pernah melakukan hal seperti ini ketika kau masih memeluk agama Nasrani, lalu gerangan apakah semua yang kuliat ini semenjak kau berpindah agama dan masuk Islam?”

Pemuda itu menjawab, ”Aku diperintahkan melakukan semua ini oleh seorang laki-laki dari keturunan Nabi Muhammad saw.”.

”Apakah dia seorang nabi?”, tanya sang ibu.

Pemuda itu menjawab, ”Bukan, ia hanyalah keturunan nabi”.

Akhirnya, sang ibu pun mengakui, ”Agamamu sungguh sebaik-baiknya agama, ajarkanlah agamamu kepadaku”. Lalu pemuda itu menyambut permintaannya, hingga ia pun masuk Islam dan menunaikan solat sesuai yang diajarkan anaknya yang soleh itu.






KISAH IMAM JA'FAR SHADIQ A.S. TENTANG HAMBA YANG SIBUK BERIBADAH

Sumber : safinah-online.com 


Rombongan jamaah haji pulang ke Madinah setelah melaksanakan ibadah haji. Penduduk Madinah telah menanti untuk menyambut kedatangan mereka. Imam Shadiq as, adalah yang menyambut pertama kali. Beliau salami fulan dan memeluk fulan lainnya. Beliau sampaikan ucapan selamat atas sampainya dia, pulang dengan selamat. Juga mendoakannya, semoga amal ibadahnya diterima Allah. 


Rombongan jamaah haji pulang ke Madinah setelah melaksanakan ibadah haji. Penduduk Madinah telah menanti untuk menyambut kedatangan mereka. Imam Shadiq as, adalah yang menyambut pertama kali. Beliau salami fulan dan memeluk fulan lainnya. Beliau sampaikan ucapan selamat atas sampainya dia, pulang dengan selamat. Juga mendoakannya, semoga amal ibadahnya diterima Allah. 

Imam Shadiq as melihat seorang sahabatnya yang setia, maka beliau menghampiri dia dan memeluknya. Sahabat itu mengatakan, “Mengapa Anda bersusah-susah atas kedatangan kami, wahai putra Rasulullah..? Tak merasa enggan Anda seperti salah seorang dari kami, padahal Allah mengutamakan Anda atas kami. Sungguh Saya punya banyak kenangan, wahai tuanku. Di perjalanan pergi haji ada seorang dari pengikut Anda, tak pernah Saya melihat seorang paling abid, paling zuhud dan paling takwa dari dia di antara kumpulan orang!” 

Imam menanyakan tentang orang itu, apa yang telah dia lakukan? 

Ia berkata, “Dia tak pernah lelah dari beribadah. Tidak singgah di satu tempat kecuali dia sibuk dalam ibadah; sibuk melaksanakan shalat, berdoa dan bermunajat” 

Imam bertanya, “Lalu siapa yang memenuhi keperluan dia dan mengurusi urusan-urusannya?” 

“Kami lah, wahai tuanku!”, jawabnya. “Kami yang melakukan itu. Kami yang mengikatkan ontanya, menggelar alas tidurnya dan memasang kemahnya. Bila kami akan makan, kami dahulukan dia, maka dia makan. Setelah itu ia kembali pada ibadahnya.” 

Tak dibenarkan cara orang tersebut, Imam berkata, “Ketahuilah sahabatku, sesungguhnya kalian lah yang lebih utama dari dia. Sebab dia membebani kalian apa yang menjadi tugasnya yang harus dia lakukan sendiri. 

Rasulullah saw adalah seorang yang paling ‘abid dan paling zuhud. Pabila bepergian bersama sahabat-sahabatnya, beliau sendiri yang mengikatkan ontanya dan menggelar alas tidurnya. Ketika para sahabat bergegas untuk membantunya, beliau berkata mereka, “Aku lebih patut mengurusi keperluanku sendiri.” 

Sahabat Imam merasa senang dengan perkataan beliau. Lalu pergi seraya berucap, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan aku mengenal keutamaan keluarga Muhammad. Sesungguhnya mereka lah yang lebih mengetahui tentang beliau dalam kebaikan.”[*]




IMAM JA'FAR ASH-SHADIQ ALAIHIS SALAM


a. Biografi Singkat Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s.

Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabi'ul Awal 83 H. Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s. dan ibunya adalah Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Namanya adalah Ja'far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.

Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi'.

b. Program-program Imam Shadiq a.s. (dalam Menyebarkan Islam)

Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah "hauzah" pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara murid-muridnya yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad bin Muslim, Zurarah bin A'yan dan lain sebagainya.

Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.

Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: "Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia".

Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.

Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut --dari satu sisi-- adalah untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.

Dan dari sisi lain, ia juga --dengan usahanya tang tak kenal lelah-- telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.

Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.

Di antara "figur-figur" yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu 'Uyainah, Yahya bin Sa'id, Ayub As-Sijistani, Syu'bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.

Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya. Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.

Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah. Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.

c. Imam Shadiq a.s. dalam Kaca Mata Orang Lain

Fuqaha` dan para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq a.s. serta mereka yang hidup sesudah itu memujinya dengan penuh keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan. Mereka antara lain:

a. Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja'far bin Muhammad". Dalam kesempatan lain ia juga berkata: "Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja'far bin Muhammad), niscaya Nu'man akan celaka". Nama asli Abu Hanifah adalah Nu'man bin Tsabit.

b. Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: "Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja'far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`".

c. Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: "Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa'id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, Abu Hanifah, Syu'bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya".

d. Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: "Ilmu pengetahuan Ja'far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya".

e. Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: "Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja'far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan".

d. Keberhasilan Imam Shadiq a.s. dalam Membentuk Sebuah Tatanan Masyarakat Baru di Balik Berkecamuknya Situasi Politik
Masa Imam Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan Bani Umaiyah dan menguatnya kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini saling tarik-menarik kekuatan dan berperang demi merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Sejak Hisyam bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani Abasiyah sudah dimulai. Pada tahun 129 H. mereka mulai mengadakan pemberontakan bersenjata, dan akhirnya, pada tahun 132 H. mereka mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah sedang menghadapi berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi'ah. Bani Abasiyah pun karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga Rasulullah SAWW dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah terteteskan, mereka tidak berani mengadakan penekanan terhadap para pengikut Ahlul Bayt a.s.

Atas dasar ini, periode tersebut adalah sebuah periode tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan para pengikutnya meskipun sangat relatif. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan memulai sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak tanggung-tanggung. Karena ia yang berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul Bayt a.s. dengan pesat serta mempermantap hukum dan teologi Syi'ah, akhirnya mazhab Syi'ah dikenal dengan nama mazhab Ja'fari.

Imam Shadiq a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan akidah yang berkembang pada waktu itu. Dengan segala upaya ia telah menjelaskan Islam dan tasyayyu' di hadapan mereka dan berhasil membuktikan keunggulan pemikiran Syi'ah dibandingkan dengan aliran-aliran pemikiran tersebut.

Imam Shadiq a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Hasilnya, setiap orang dari mereka memiliki spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti hadis, tafsir, fiqih dan kalam.

Hisyam bin Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk di hadapan Imam Shadiq a.s. Tidak lama kemudian seseorang yang berkewarganegaraan Syam minta izin untuk masuk. Setelah ia masuk, Imam berkata kepadanya: "Duduklah! Apa yang kau inginkan?".

Ia menjawab: "Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk berdebat denganmu".

"Dalam bidang apa?", tanya Imam kembali.

"Dalam bidang bacaan Al Quran", jawabnya pendek.

Imam Shadiq a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: "Hamran, orang ini adalah milikmu!"

Orang Syam itu kembali berkata: "Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran".

"Jika engkau dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku", ia menimpali.

Dengan terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran. Setiap pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil oleh Hamran hingga akhirnya ia merasa kalah dan kecapaian.

"Bagaimana engkau melihat Hamran?", tanya Imam a.s.

"Sungguh Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan tepat", jawabnya.

Setelah itu ia berkata kembali: "Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan sastra Arab".

Imam a.s. menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!"

Aban pun tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya ia menyerah.

"Aku ingin berdebat mengenai fiqih denganmu", lanjutnya.

Imam a.s. menoleh kepada Zurarah seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!" Ia pun mengalami nasib yang sama.

"Aku ingin berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam", katanya lagi.

Imam a.s. menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun mengalami nasib yang sama.

Begitulah seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat berkenaan dengan masalah kemampuan (seseorang) untuk melakukan kebaikan dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar, Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk melayaninya. Dan mereka dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan baik.

Melihat peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.

Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca budiman hadis-hadis suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Shadiq a.s. selama ia hidup.

1. Mengecek diri setiap hari

"Seyogianya setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt) untuk mengecek setiap amalannya setiap hari dan malam. Dengan demikian ia telah mengontrol dirinya. Jika ia merasa berbuat kebaikan, maka berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa mengerjakan keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari kiamat".

2.Istiqamah

"Jika Syi'ah kami mau beristiqamah, niscaya malaikat akan bersalaman dengan mereka, awan akan menjadi pelindung mereka (dari terik panas matahari), bercahaya di siang hari, rezekinya akan dijamin dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada Allah kecuali Ia akan mengabulkannya".

3.Akibat menipu dan dengki

"Barang siapa yang menipu, menghina dan memusuhi saudaranya (seiman), maka Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat kembalinya. Dan barang siapa merasa dengki terhadap saudaranya, maka imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh (di dalam air)".

4.Wara', usaha dan menolong mukminin

"Janganlah kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi Allah, berwilayah kepada kami tidak akan dapat digapai kecuali dengan wara`, usaha yang keras di dunia, dan menolong saudara-saudara seiman. Dan tidak termasuk Syi'ah kami orang yang menzalimi orang lain".

5.Hasil percaya kepada Allah

"Barang siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan menjamin segala yang diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan dunia maupun akhiratnya, dan akan menjaga baginya apa yang sekarang tidak ada di tangannya. Sungguh lemah orang yang enggan membekali diri dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah bala`, tidak mensyukuri nikmat dan tidak mengharapkan kelapangan di balik sebuah kesulitan".

6.Praktek akhlak

"Bersilaturahmilah kepada orang yang memutus tali hubungan denganmu, berikanlah orang yang enggan memberimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah salam kepada orang yang mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang memusuhimu, maafkanlah orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin diperbuat demikian. Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah mengampunimu. Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang baik dan orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh dan bersalah?".

7.Pelan-pelan!

"Pelankanlah suaramu, karena Allah yang mengetahui segala yang kau simpan dan tampakkan. Ia telah mengetahui segala yang engkau inginkan sebelum kalian meminta kepada-Nya".

8.Surga dan neraka adalah kebaikan dan keburukan sejati

"Segala kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan juga ada di depan matamu. Engkau tidak akan melihat kebaikan dan keburukan (sejati) kecuali di akhirat. Karena Allah azza wa jalla telah menempatkan semua kebaikan di surga dan semua keburukan di neraka. Hal itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal".

9.Wajah Islam

Islam itu telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya adalah kewibawaan, harga dirinya adalah amal saleh dan tonggaknya adalah wara`. Segala sesuatu memiliki asas, dan asas Islam adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bayt".

10.Beramal untuk akhirat

"Beramallah sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau harapkan di akhirat".

11.Pahala membantu para pengikut Ahlul Bayt a.s.

"Tidak ada seorang pun yang membantu salah seorang pengikut kami walaupun dengan satu kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab".

12.Jauhilah riya`, berdebat dan permusuhan

"Jauhilah riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan amalanmu, jauhilah berdebat, karena berdebat itu akan menjerumuskanmu ke dalam jurang kehancuran dan jauhilah permusuhan, karena permusuhan itu akan menjauhkanmu dari Allah".

13.Kebersihan jiwa adalah tolak ukur penentu seorang mukmin

"Jika Allah menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka Ia akan membersihkan jiwanya. Dengan itu, ia tidak akan mendengar kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan tidak melihat kemungkaran kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan mengilhamkan di hatinya sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya".

14.Meminta afiat kepada Allah

"Mintalah afiat kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu".

15.Jiwa doa adalah amal

"Perbanyaklah doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Ia telah menjanjikan kepada mereka untuk mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat Ia akan menghitung doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah surga".

16.Cinta orang-orang miskin

"Cintailah orang-orang miskin yang muslim, karena orang yang menghina dan bertindak sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang dari agama Allah dan Ia akan menghinakannya dan murka atasnya. Kakek kami SAWW pernah bersabda: "Tuhanku telah memerintahkanku untuk mencintai orang-orang miskin yang muslim".

17.Akar kekufuran

"Jangan menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki".

18.Amalan penumbuh benih kecintaan

"Tiga amalan dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak".

19.Amalan penumbuh benih permusuhan

"Tiga amalan penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan".

20.Tiga tanda untuk tiga orang

"Tiga hal tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi: penyabar tidak akan dikenal kecuali dalam kondisi marah, pemberani tidak akan diketahui kecuali ketika perang dan saudara tidak akan diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan".




METODE DAKWAH IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM

Sumber : parstoday.com 


Pada 25 Syawal tahun 148 Hijriyah, Dunia Islam berduka atas kehilangan seorang tokoh besar dari Ahlul Bait Rasulullah. Berita syahidnya Imam Jakfar Shadiq as telah membuat banyak hati berduka. Selama 34 tahun kepemimpinannya, ia telah menciptakan revolusi budaya di bidang pemikiran dan intelektualitas serta menyebarkan ajaran Islam yang lurus. 

Dunia modern dengan kemajuan pesat di bidang teknologi telah menciptakan sebuah perubahan dalam kehidupan manusia. Perubahan ini juga mempengaruhi bidang dakwah agama dan bahkan sebagian orang menganggap metode klasik sudah tidak efektif lagi untuk diterapkan. Namun, faktanya adalah bahwa akhlak dan nilai-nilai luhur serta kebutuhan dasar manusia modern tidak ada bedanya dengan para leluhur mereka, yang hidup puluhan abad silam. 

Oleh karena itu, sarana modern seperti komputer dan internet dan lain-lain, hanya telah mempermudah penyampaian pesan kepada masyarakat, tetapi tidak mengubah apapun dalam hal esensi wujud dan nilai manusia. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip utama yang menjadi penekanan Imam Shadiq as dalam misi dakwah agama adalah pengenalan audiens dan penghormatan terhadap mereka, penggunaan bahasa yang umum, seruan yang disertai dengan tindakan praktis, dan beradaptasi dengan zaman. Metode-metode ini juga masih relevan untuk dipakai dalam dakwah agama di masa sekarang. 

Metode Imam Shadiq as dalam menangani setiap lapisan masyarakat – baik itu anak-anak, pemuda, orang tua, pelayan, orang fasik, dan kafir – bertumpu pada kapasitas pemikiran dan budaya mereka. Gerakan ilmiah dan kerja keras Imam Shadiq as telah menyebabkan penyebaran ilmu-ilmu keislaman, dan intelektualitas beliau dikenal luas di berbagai wilayah Islam. 

Era kepemimpinan Imam Shadiq as berbarengan dengan fase kelemahan Dinasti Bani Umayyah dan meningkatnya kekuatan Bani Abbasiyah. Oleh karena itu, kedua dinasti tersebut tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan tekanan dan mengontrol Imam dan para pengikutnya. Kondisi ini merupakan peluang yang sangat bagus bagi kegiatan budaya dan ilmiah Imam Shadiq. Dengan menyebarkan ajaran Islam dan merekonstruksi makrifat Islam murni, beliau telah membangun pusat keilmuan yang agung di kota Madinah. 

Sebanyak 4.000 pelajar dari berbagai jurusan menimba ilmu di madrasah Imam Shadiq as. Masing-masing dari mereka tampil sebagai ilmuwan terkenal dan menyebarkan ajaran agama di berbagai wilayah Islam. 

Salah satu cara terpenting untuk menanamkan pesan-pesan Ilahi di lubuk hati masyarakat adalah menyebarkan cinta dan kasih sayang. Karena, pesan Ilahi selain harus tertanam dalam pikiran masyarakat, juga harus menancap di lubuk hati mereka. Firman dan pesan Ilahi harus menancap di sana sehingga memunculkan sebuah kekuatan dan mendorong mereka mencapai tujuan luhur kemanusiaan dan masyarakat ideal yang bertauhid. 

Dalam hal ini, Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt telah mendidik dan membimbing Rasulullah dengan cinta-Nya." Beliau juga berkata, "Allah Swt berfirman, 'Masyarakat adalah keluargaku. Jadi, orang yang paling aku cintai di sisi-Ku adalah mereka yang paling lembut dengan keluarganya dan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka." 

Oleh karena itu, para tokoh agama memanfaatkan cinta dan kasih sayang dalam kegiatan dakwah dan bimbingan masyarakat. Mereka juga menyarankan para muridnya agar memanfaatkan metode ini untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. 

Prinsip taghaful (pura-pura tidak tahu) adalah salah satu prinsip penting etika di mana menurut ilmu psikologi dan sosiologi, memainkan peran signifikan dalam menenangkan jiwa dan menjauhkan masyarakat dari konflik. Dengan kata lain, seseorang mengetahui sesuatu, tetapi ia bersikap sedemikian rupa sehingga lawan bicaranya mengira bahwa ia tidak mengetahui masalah apapun. 

Rasulullah Saw juga menggunakan prinsip taghaful sehingga dalam beberapa kasus, telah mendorong protes dari sebagian orang bodoh. Dalam surat at-Taubah ayat 61, Allah Swt berfirman, "Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, 'Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.' Katakanlah, 'Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu…" 

Imam Shadiq as juga menaruh perhatian pada prinsip taghaful dan berkata, "Maslahat, hidup damai berdampingan, dan berinteraksi dengan masyarakat berada dalam sebuah timbangan, di mana dua pertiga darinya adalah kesadaran dan sepertiga darinya adalah taghaful." Ucapan ini selain menekankan pada taghaful positif, juga memperingatkan kaum Muslim dari taghaful negatif. Karena, Imam Shadiq pada permulaan kalimat menekankan pada kesadaran dan menghindari kelalaian. Dari sisi lain, beliau juga memerintahkan taghaful pada kasus-kasus yang tidak urgen. 

Perlu dicatat bahwa taghaful tidak bertentangan dengan prinsip amar makruf dan nahi munkar serta kritik konstruktif, karena amar makruf dan nahi munkar berada dalam konteks wajib dan terpisah dari prinsip taghaful.

Salah satu tugas pokok seorang mubaligh adalah memberantas bid'ah dan pemikiran menyimpang, yang menghalangi pelaksanaan hukum Allah Swt dan sampainya makrifat agama ke masyarakat. Seorang mubaligh harus berani meluruskan penyimpangan dan memperingatkan masyarakat darinya. Allah Swt dalam surat al-Ahzab ayat 39 berfirman, "(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah…" 

Imam Shadiq as menunjukkan sikap berani dalam berdakwah dan tidak takut terhadap kemarahan para penguasa zalim. Diriwayatkan pada suatu hari, seekor lalat hinggap di wajah Mansur Abbasi, ia mengusirnya, tapi lalat itu datang lagi dan ia kembali mengusirnya. Lalat tersebut tetap mampir di wajah Mansur dan kemudian ia berkata kepada Imam Shadiq, "Mengapa Tuhan menciptakan lalat?" Imam menjawab, "Untuk menghinakan orang-orang zalim." 

Islam menekankan persatuan dan kesatuan umat serta memperkenalkan kaum Muslim sebagai saudara satu sama lain. Surat al-Hujuraat ayat 10 berkata, "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara." Imam Shadiq as senantiasa mengajak kaum Muslim pada kasih sayang dan persaudaraan, serta menyeru mereka untuk bekerjasama dan bergotong royong dalam mengatasi masalah. 

Metode terbaik di bidang dakwah adalah tindakan praktis. Dalam riwayat disebutkan bahwa sekelompok pemuda Syiah Kufah mendatangi Imam Shadiq as untuk menimba ilmu dan mereka menetap di Madinah untuk belajar ilmu hadis dan ilmu-ilmu lain. Ketika akan kembali dan berpamitan, salah seorang dari mereka berujar, "Wahai putra Rasulullah, berilah kami nasihat." Imam berkata, "Aku mewasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, taat kepada-Nya, meninggalkan dosa, menunaikan amanah kepada orang yang telah mempercayai kalian, berinteraksi dengan baik dengan teman, dan menyeru masyarakat kepada kami dengan diam." 

Si murid kembali berkata, "Wahai putra Rasulullah, bagaimana kami akan mengajak masyarakat dengan diam?" Imam menjelaskan, "Sebagaimana kami telah memerintahkan kalian untuk taat kepada Allah dan melarang kalian dari melakukan perbuatan haram, maka bersikaplah jujur dan adil dengan masyarakat, tunaikanlah amanah, perintahlah pada yang makruf dan cegahlah kemungkaran, sehingga mereka tidak menemukan apapun dari kalian selain kebaikan. Jika mereka menyaksikan kalian seperti ini, mereka akan berkata, 'Orang-orang ini adalah pengikut si fulan. Semoga Allah merahmati si fulan yang telah mendidik murid-muridnya dengan sangat baik.' Jika seperti ini, mereka akan mengenal nilai yang ada di sisi kami dan bergegas menuju kami." 

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Shadiq as berkata, "Jika seseorang tidak memiliki lima hal, maka ia tidak banyak berguna. Para sahabat bertanya, 'Apa lima hal itu?' Imam menjawab, 'Agama, akal, adab, rasa malu, dan akhlak mulia."




SUMBER PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF IMAM JA'FAR SHADIQ ALAIHIS SALAM



Cucu Rasulullah Saw generasi kelima ini akan menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran murni kakeknya. Hingga usia 12 tahun, Imam Shadiq as diasuh oleh kakek beliau, Imam Sajjad as, dan kemudian berada di bawah bimbingan ayah beliau, Imam Muhammad Baqir as selama 19 tahun kemudian. 

Imam Shadiq as hidup di masa ketika Dinasti Bani Umayah sedang mengalami kemunduran dan Dinasti Bani Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam yang murni. Selama 34 tahun dari umur beliau, 65 tahun, Imam Shadiq as memikul tanggung jawab besar sebagai Imam dan pemimpin umat. 

Periode Imam Shadiq as merupakan era pemikiran dan munculnya berbagai aliran dan mazhab. Situasi ini telah menyulitkan masyarakat Islam untuk menemukan ajaran-ajaran Islam yang benar dan menyeret mereka kepada jalan sesat. Namun cahaya petunjuk Imam Shadiq as yang terang benderang telah menyinari sudut-sudut kegelapan pikiran. Semua mazhab Islam sepakat bahwa beliau adalah pelopor dan terkemuka di berbagai ilmu seperti kalam, fikih, tafsir, akhlak dan berbagai bidang ilmu lainnya. Empat ribu orang dengan semua perbedaan yang mereka miliki, telah menimba ilmu kepada Imam Shadiq as dan menulis berbagai karya. 

Di Pekan Persatuan Islam ini, alangkah baiknya kita menyinggung pesan-pesan penting dan berharga Imam Shadiq as. Beliau menilai persatuan, konvergensi dan solidaritas di antara umat Islam sebagai prinsip terpenting Islam, terutama di masa beliau ketika berbagai aliran dan keyakinan menyimpang menyebar luas di kalangan masyarakat. 

Imam Shadiq as menyebut kaum Muslimin sebagai saudara satu sama lainnya, dan mereka tidak boleh bersikap saling memusuhi. Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as disebutkan bahwa "Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Seorang Muslim adalah cermin dan panduan Muslim lainnya. Seorang Muslim tidak akan pernah mengkhianati, menipu dan menindas Muslim lainnya, dan tidak berbohong kepadanya serta tidak mengghibahnya." (Ushul Kafi, Juz 2, Halaman 166). 

Imam Shadiq as selalu berpesan kepada para pengikut Ahlul Bait as untuk menjalin hubungan baik dengan para pengikut mazhab lainnya. Perilaku, perbuatan dan perkataan beliau telah menarik perhatian para pemimpin dan para pengikut berbagai mazhab lainnya. Kemuliaan akhlak dan ketinggian ilmu beliau telah menarik perhatian Abu Hanifah dan para pemimpin mazhab Ahlus Sunnah lainnya sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi beliau untuk memanfaatkan kekayaan ilmu cucu Rasulullah Saw ini. 

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi hadir di kelas-kelas Imam Shadiq as selama dua tahun. Terkait hal ini, ia mengatakan, "Kalau bukan karena dua tahun, maka Nu`man (Abu Hanifah) telah celaka." Malik bin Anas, pemimpin mazhab Maliki mengenai Imam Shadiq as berkata, "Belum ada mata yang melihat dan belum ada telinga yang mendengar serta belum ada manusia yang hadir dalam hati yang lebih baik dari Imam Jafar Shadiq as dari sisi keutamaan, ilmu, ibadah, wara` dan ketakwaannya."(IbnShahr Ashoob, Manaqib Al Abi Thalib, Juz 3, Hal 372) 

Perhatian terhadap ilmu di masa kehidupan Aimmah Ahlul Bait as khususnya di masa Imam Shadiq as sangat besar. Beliau hidup di masa yang bertepatan dengan perubahan di bidang ilmu dan budaya. Masuknya berbagai pemikiran dan budaya mencerminkan vitalitas perkembangan ilmu di dunia Islam. Imam Shadiq as yang melanjutkan misi kakeknya, Nabi Muhammad Saw, adalah penggagas aktivitas-aktivitas ilmiah baru. Dalam pergerakan ilmiahnya, beliau menegaskan pentingnya masalah pemikiran dan penalaran dalam agama dan pengenalan kebenaran dan realitas. Beliau juga mengenalkan alat-alat dan sumber untuk mencapai ilmu pengetahuan. 

Imam Shadiq as berkata, "(dari sahabat-sahabat kami) barang siapa yang tidak berpikir dalam agamanya, maka ia tidak memiliki nilai. Jika salah satu sahabat kita tidak berpikir dan tidak mencari dalam agamanya serta tidak memahami berbagai persoalan dan hukum-hukumnya, maka dia akan membutuhkan orang lain (musuh-musuh kita), dan setiap saat dia membutuhkan mereka, mereka akan mengantarkannya ke jalan yang menyimpang dan sesat, sementara ia sendiri tidak mengetahui dan menyadarinya." (Ushul Kafi, Juz 1, Halaman 25) 

Menurut Imam Jafar Shadiq as, wahyu adalah salah satu alat dan sumber pengetahuan. Ratusan ayat dalam al-Quran menyinggung wahyu sebagai sumber besar ilmu pengetahuan. Bahkan tidak hanya dalam al-Quran saja, semua kitab Samawi dan para pengikut agama-agama Samawi memperkenalkan wahyu sebagai sumber terpenting ilmu dan makrifat, sebab wahyu bersumber dari ilmu tak terbatas Allah Swt. 

Terkait dengan wahyu yang membantu manusia untuk mengenal kebenaran, Imam Shadiq as mengatakan, Allah Swt telah menjelaskan segalanya dalam al-Quran, dan aku bersumpah demi Allah, apa yang dibutuhkan masyarakat telah ada supaya tidak ada orang yang berkata seandainya persoalan tertentu itu benar pasti telah diturunkan dalam al-Quran. Dalam sebuah riwayat juga disebutkan bahwa Imam Shadiq as berkata, "Tidak ada hal yang diperselisihkan oleh dua orang kecuali untuk menyelesaikannya ada dalam al-Quran, tetapi akal manusia tidak mencapainya." (Ushul Kafi, Juz 1, Hal. 60). 

Salah satu sumber lainnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah akal dan kekuatan berpikir manusia. Untuk mencapai sebuah ilmu, manusia membutuhkan proses analisa, dan analisa itu sendiri adalah pekerjaan akal. Akal adalah alat untuk memahami sesuatu hal. Dengan demikian kemajuan masyarakat dan individu tentunya tidak terlepas dari pemanfaatan dari kemampuan akal dan pikiran. 

Dalam sirahnya, Imam Shadiq as meyakini bahwa berpikir memiliki nilai yang sangat tinggi. Oleh karena itu, menurut beliau, perkataan terindah dan paling ekspresif adalah perkataan tentang nilai-nilai akal dan pemikiran. Imam Shadiq as berkata, "Pilar keberadaan manusia adalah akal. Akal adalah petunjuk dan pencerah manusia serta pembuka pintu-pintu ilmu dan kesempurnaan kepada manusia. Manusia akan sempurna di bawah perlindungan akal." (Ushul Kafi, Juz 2, Hal. 25) 

Indera manusia adalah alat dan sumber lain untuk mencapai sebuah pengetahuan. Indera memberikan pemahaman luas tentang alam semesta kepada manusia. Sumber ini memberikan pengetahuan awal dan paling dangkal kepada manusia tentang keberadaan. Jika setiap dari indra ini tidak berfungsi, maka pengetahuan khususnya terkait keberadaan akan hilang. Orang yang kehilangan indrawinya maka seakan-akan ia telah kehilangan ilmunya. 

Jika seseorang tidak mempunyai mata dan buta sejak lahir, maka ia tidak akan memiliki ilmu pengetahuan dan pemahaman khusus terkait dengan penglihatan. Imam Shadiq as mengungkapkan bahwa lima indera manusia sebagai sumber pengetahuan, namun lima sumber ini tidak bisa sempurna dalam memberikan ilmu dan informasi kepada manusia kecuali dibarengi dengan petunjuk akal dan bergerak dalam cahaya petunjuk akal. 

Ketika menjawab pertanyaan Abu Shakir tentang kelima indera manusia, Imam Jafar Shadiq as berkata, "Anda mengatakan bahwa lima indera manusia sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, padahal indera-indera ini tanpa petunjuk akal tidak akan memiliki peran dalam pengetahuan manusia, seperti halnya kegelapan yang tidak akan berakhir tanpa cahaya."(al-Amaali Sheikh Shaduq, hal. 351) 

Imam Shadiq as telah menjelaskan berbagai ilmu tentang Tuhan kepada salah satu muridnya bernama Mufadhal, yang dikenal dengan "Tauhid Mufadhal." Terkait hal ini, beliau menggunakan metode yang sangat menarik untuk menjelaskan makrifatullah. Menurut beliau, ketidakpahaman manusia terhadap alam semesta menjadi salah satu faktor munculnya keraguan tentang keberadaan Tuhan.






REVOLUSI BUDAYA IMAM JA'FAR SHADIQ ALAIHIS SALAM

Sumber : taqrib.info/indonesia 



Imam Ja’far as dilahirkan pada 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah. Ayah beliau adalah Imam Muhammad Al- Baqir as. Era Imam Shadiq as merupakan masa yang penuh dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. 

Sebab proses peralihan kekuasaan dari dinasti Umayah ke dinasti Abbasiyah di masa itu menyisakan beragam dampak sosial dan politik. Di sisi lain, masyarakat muslim di zaman itu berhadapan langsung dengan perkembangan pelbagai bentuk ideologi dan aliran teologi dan filsafat. Atmosfer kebangkitan ilmiah terasa sangat kental sekali yang dibarengi dengan maraknya penyebaran dan penerjemahan pemikiran filsafat dan teologi dari dunia luar, seperti Yunani dan Persia. 

Tentu saja, kebangkitan ilmiah yang demikian pesat itu juga memunculkan beragam penyimpangan pemikiran dan akidah. Kondisi tersebut niscaya membuat misi dakwah Imam Shadiq memikul tanggung jawab yang besar. 

Dari satu sisi, masyarakat di masa itu mulai condong kepada pemikiran ateisme dan materialisme. Sementara di sisi lain, Imam Shadiq as harus mempertahankan Islam dari pelbagai penyimpangan dan kesalahan interpretasi. 

Dalam kondisi yang sangat sensitif inilah, Imam Shadiq as melancarkan gerakan revolusi kultural Islam. 

Gerakan ini ditandai dengan keberhasilan mencetak lebih dari 4 ribu ilmuan dan ulama terkemuka dalam pelbagai bidang. Masing-masing memiliki spesialisasi Ibarat kata, murid-murid Imam Shadiq as laksana kobaran pelita yang menerangi sudut-sudut dunia Islam. Gerakan revolusi kultural dan revitalisasi pemikiran Islam oleh Imam Shadiq ini berhasil membuka ufuk baru kebangkitan ilmiah di kalangan masyarakat muslim. 

Lewat gerakan revolusi keilmuannya itu, Imam Shadiq as menghimpun pemikiran orisinal Islam, terutama dalam masalah fiqh dan kalam serta mendidik para ilmuan dan ulama. Beragam khazanah ilmiah di bidang ahlak, fiqh, tafsir, dan kalam serta ilmu-ilmu lainnya yang bisa kita akses hingga kini merupakan hasil dari jerih payah dan perjuangan Imam Shadiq. Di mata para pemikir dan ulama dari berbagai mazhab, madrasah pemikiran Imam Shadiq as berdiri di atas landasan yang kokoh. 

Ulama terkemuka Ahlusunnah, Ahmad Zaki Saleh, menuturkan, “Mazhab Syiah yang dipelopori Imam Ja’far Shadiq as merupakan mazhab pertama yang membangun persoalan keagamaan di atas landasan rasional. 

Semangat ilmiah di mazhab ini sangat terasa kental melebihi mazhab-mazhab lainnya”. 

Salah satu ciri khas gerak dakwah Imam Shadiq as adalah perdebatan ilmiah beliau dengan para pemikir dari berbagai kelompok dan aliran, termasuk kalangan ateis di zaman itu. Penguasaan Imam Shadiq as terhadap pelbagai ilmu pengetahuan, menjadikan beliau sebagai tokoh yang sulit dibantah argumentasi-argumentasi ilmiahnya. 

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam, pakar teologi Islam, menulis 31 buku. Jabir bin Hayan yang dikenal sebagai bapak kimia menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku “Tauhid Mufadhal”. 

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya. 

Abu Hanifah mengatakan, “Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. 

Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Ja’far bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. 

Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Ja’far bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka”. 

Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki juga pernah menjadi murid Imam Shadiq as. Malik berkata, Imam Shadiq selalu senyum lembut. Aku tidak pernah melihat beliau mengatakan sesuatu yang sia-sia. Ketakutan kepada Tuhan menyelimuti jiwanya. Setiap kali aku menemuinya, beliau selalu menghamparkan alas tempat duduknya untukku. 

Kemuliaan akhlak Imam Shadiq as senantiasa menjadi buah bibir umat Islam di masa itu. Sejarawan Islam, Ibnu Khalakan menuturkan, “Imam Shadiq as merupakan salah seorang keturunan Rasulullah dan tokoh utama Ahlul Bait as. Ia dijuluki dengan gelar Al-Shadiq, sebab setiap apa yang diucapkannya adalah kejujuran dan kebenaran. Keutamaan beliau melebihi apa yang bisa dilukiskan oleh lisan”. 

Imam as juga dikenal sebagai sosok yang sangat penyayang dan dermawan. Kefasihan dan ketrampilan beliau dalam bertutur kata, sangat mengagumkan dan memikat siapapun yang mendengarnya. Meski beliau senantiasa menjadi pihak yang unggul dalam setiap perdebatan ilmiah, namun Imam tetap bersikap rendah hati dan sangat bijaksana kepada lawan-lawan debatnya. Kadang di tengah teriknya musim panas, Imam Shadiq as tetap bertani di ladangnya. 
Beliau berkata, 
“Jika dalam keadaan seperti ini, aku menemui Tuhanku, niscaya aku akan bahagia”. 

Kendati Imam Shadiq as adalah pemimpin umat dan tokoh yang terpandang, namun kehidupan beliau sangat merakyat. Suatu ketika, kota Madinah dilanda masa kekeringan dan masyarakat mengalami kekurangan gandum. 

Kepada pembantunya yang bernama Mu’tab, Imam berkata, 

“Berapa banyak kita punya gandum di rumah?”. Mu’tab menjawab, “Cukup untuk kebutuhan beberapa bulan”. 

Beliau pun segera memerintahkannya untuk menjual seluruh gandumnya. Mu’tab pun segera menjual seluruh gandumnya ke pasar Madinah. Setibanya di rumah, Imam Shadiq berkata, “Mulai saat ini, buatlah rotiku dari gandum yang dibeli dari pasar. Roti rumah ini harus seperti roti orang kebanyakan, separuh dari gandum dan separuh lagi dari barli (sejenis gandum kualitas rendah).” 

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, “Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu”. 

Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, Imam Shadiq adalah manusia yang paling rendah hati di kalangan masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliaupun memenuhi keperluan mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Shadiq ini, makin meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau pun gugur syahid pada tahun 148 H.




REVOLUSI KULTURAL IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM


Imam Ja'far as dilahirkan pada 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah. Ayah beliau adalah Imam Muhammad Al-Baqir as. Era Imam Shadiq as merupakan masa yang penuh dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Sebab proses peralihan kekuasaan dari dinasti Umayah ke dinasti Abbasiyah di masa itu menyisakan beragam dampak sosial dan politik. Di sisi lain, masyarakat muslim di zaman itu berhadapan langsung dengan perkembangan pelbagai bentuk ideologi dan aliran teologi dan filsafat. Atmosfer kebangkitan ilmiah terasa sangat kental sekali yang dibarengi dengan maraknya penyebaran dan penerjemahan pemikiran filsafat dan teologi dari dunia luar, seperti Yunani dan Persia. 

Tentu saja, kebangkitan ilmiah yang demikian pesat itu juga memunculkan beragam penyimpangan pemikiran dan akidah. Kondisi tersebut niscaya membuat misi dakwah Imam Shadiq memikul tanggung jawab yang besar. Dari satu sisi, masyarakat di masa itu mulai condong kepada pemikiran ateisme dan materialisme. Sementara di sisi lain, Imam Shadiq as harus mempertahankan Islam dari pelbagai penyimpangan dan kesalahan interpretasi. 

Dalam kondisi yang sangat sensitif inilah, Imam Shadiq as melancarkan gerakan revolusi kultural Islam. Gerakan ini ditandai dengan keberhasilan mencetak lebih dari 4 ribu ilmuan dan ulama terkemuka dalam pelbagai bidang. Masing-masing memiliki spesialisasi dalam bidang keilmuan tertentu. Mereka pun disebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim. Ibarat kata, murid-murid Imam Shadiq as laksana kobaran pelita yang menerangi sudut-sudut dunia Islam. Gerakan revolusi kultural dan revitalisasi pemikiran Islam oleh Imam Shadiq ini berhasil membuka ufuk baru kebangkitan ilmiah di kalangan masyarakat muslim. 

Lewat gerakan revolusi keilmuannya itu, Imam Shadiq as menghimpun pemikiran orisinal Islam, terutama dalam masalah fiqh dan kalam serta mendidik para ilmuan dan ulama. Beragam khazanah ilmiah di bidang ahlak, fiqh, tafsir, dan kalam serta ilmu-ilmu lainnya yang bisa kita akses hingga kini merupakan hasil dari jerih payah dan perjuangan Imam Shadiq. Di mata para pemikir dan ulama dari berbagai mazhab, madrasah pemikiran Imam Shadiq as berdiri di atas landasan yang kokoh. Ulama terkemuka Ahlusunnah, Ahmad Zaki Saleh, menuturkan, "Mazhab Syiah yang dipelopori Imam Ja'far Shadiq as merupakan mazhab pertama yang membangun persoalan keagamaan di atas landasan rasional. Semangat ilmiah di mazhab ini sangat terasa kental melebihi mazhab-mazhab lainnya". 

Salah satu ciri khas gerak dakwah Imam Shadiq as adalah perdebatan ilmiah beliau dengan para pemikir dari berbagai kelompok dan aliran, termasuk kalangan ateis di zaman itu. Penguasaan Imam Shadiq as terhadap pelbagai ilmu pengetahuan, menjadikan beliau sebagai tokoh yang sulit dibantah argumentasi-argumentasi ilmiahnya. 

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam, pakar teologi Islam, menulis 31 buku. Jabir bin Hayan yang dikenal sebagai bapak kimia menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal". 

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya. 

Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Ja'far bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Ja'far bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka". 

Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki juga pernah menjadi murid Imam Shadiq as. Malik berkata, Imam Shadiq selalu senyum lembut. Aku tidak pernah melihat beliau mengatakan sesuatu yang sia-sia. Ketakutan kepada Tuhan menyelimuti jiwanya. Setiap kali aku menemuinya, beliau selalu menghamparkan alas tempat duduknya untukku. 

Kemuliaan akhlak Imam Shadiq as senantiasa menjadi buah bibir umat Islam di masa itu. Sejarawan Islam, Ibnu Khalakan menuturkan, "Imam Shadiq as merupakan salah seorang keturunan Rasulullah dan tokoh utama Ahlul Bait as. Ia dijuluki dengan gelar Al-Shadiq, sebab setiap apa yang diucapkannya adalah kejujuran dan kebenaran. Keutamaan beliau melebihi apa yang bisa dilukiskan oleh lisan". 

Imam as juga dikenal sebagai sosok yang sangat penyayang dan dermawan. Kefasihan dan ketrampilan beliau dalam bertutur kata, sangat mengagumkan dan memikat siapapun yang mendengarnya. Meski beliau senantiasa menjadi pihak yang unggul dalam setiap perdebatan ilmiah, namun Imam tetap bersikap rendah hati dan sangat bijaksana kepada lawan-lawan debatnya. 

Kadang di tengah teriknya musim panas, Imam Shadiq as tetap bertani di ladangnya. Beliau berkata, "Jika dalam keadaan seperti ini, aku menemui Tuhanku, niscaya aku akan bahagia". 

Kendati Imam Shadiq as adalah pemimpin umat dan tokoh yang terpandang, namun kehidupan beliau sangat merakyat. Suatu ketika, kota Madinah dilanda masa kekeringan dan masyarakat mengalami kekurangan gandum. Kepada pembantunya yang bernama Mu'tab, Imam berkata, "Berapa banyak kita punya gandum di rumah?". Mu'tab menjawab, "Cukup untuk kebutuhan beberapa bulan". Beliau pun segera memerintahkannya untuk menjual seluruh gandumnya. Mu'tab pun segera menjual seluruh gandumnya ke pasar Madinah. Setibanya di rumah, Imam Shadiq berkata, "Mulai saat ini, buatlah rotiku dari gandum yang dibeli dari pasar. Roti rumah ini harus seperti roti orang kebanyakan, separuh dari gandum dan separuh lagi dari barli (sejenis gandum kualitas rendah)." 

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu". 

Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, Imam Shadiq adalah manusia yang paling rendah hati di kalangan masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliaupun memenuhi keperluan mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Shadiq ini, makin meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau pun gugur syahid pada tahun 148 H.




IMAM SHADIQ ALAIHIS SALAM DAN PROBLEM SOSIAL

pengarang : Emi Nur HayatiSumber : Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as 


Imam Shadiq as Dan Problem Sosial 
Salah seorang pembantu Imam Shadiq as berkata, “Karena jarangnya bahan makanan, harga barang-barang menjadi mahal.”
Imam Shadiq as berkata kepadaku, 
“Seberapa banyak bahan makanan yang ada di rumah?”
Aku menjawab, 
“Bisa dipakai dalam beberapa bulan.”
Imam Shadiq as berkata, 
“Juallah semuanya ke pasar.”
Aku heran dengan ucapan Imam Shadiq as, dan berkata, 
“Perintah apakah yang Anda sampaikan?”
Imam shadiq as mengulangi katak-katanya sampai dua kali dan menegaskan, "Bawa dan juallah semua barang yang ada di dalam rumah!"
Setelah bahan makanan yang ada di rumah saya jual, Imam Shadiq as berkata kepada saya, 
“Sekarang engkau punya kewajiban membeli bahan-bahan makanan. Makanan keluargaku harus disiapkan dari campuran separuh dari jelai [jenis gandum] dan separuhnya lagi dari gandum." 

Hak Muslim Atas Muslim Lainnya 

Mu’alla bin Khunais salah satu sahabat Imam Shadiq as berkata, “Saya berada di dekat Imam Shadiq as dan bertanya kepadanya, “Apa hak seorang muslim atas muslim lainnya?”
Imam Shadiq as berkata, “Setiap muslim atas muslim lainnya memiliki tujuh hak wajib [ditambah selain yang tidak wajib]. Bila salah satu dari hak tersebut diabaikannya, maka ia telah keluar dari naungan wilayah, kekuasan dan ketaatan Allah dan tidak mendapatkan keuntungan dari Allah.
Saya bertanya, “Apakah hak itu?”

Imam Shadiq as berkata, 
“Hai Mu’alla! Aku adalah teman yang penuh kasih sayang terkait padamu. Aku khawatir engkau mengabaikan hak ini sementara engkau tahu dan tidak mengamalkannya.”
Saya berkata, “Dengan pertolongan Allah, saya berharap bisa mengamalkannya.”

Pada saat itu beliau menjelaskan tentang tujuh hak itu dan berkata:
1. Yang paling sederhana dari hak-hak itu adalah sukailah bagi muslim lainnya, apa yang engkau sukai dan jangan engkau sukai bagi muslim lainnya, apa yang tidak engkau sukai.
2. Jangan marah terhadap muslim lainnya dan lakukanlah sesuatu yang membuatnya senang dan taatilah perintahnya selama dalam ketaatan kepada Allah.
3. Tolonglah dia dengan jiwa, harta, tangan dan kaki serta lisanmu.
4. Jadilah mata, pembimbing dan cermin baginya.
5. Jangan sampai engkau kenyang sementara dia lapar, jangan sampai engkau merasa segar sementara dia haus, jangan sampai engkau berpakaian sementara dia telanjang.
6. Bila engkau punya pembantu dan saudara muslimmu tidak punya pembantu, maka wajib bagimu untuk mengirim pembantu kepadanya, supaya pakaiannya dicuci, dan memasak makanannya dan membentangkan karpetnya.
7. Biarkan dia pada pertanggungjawabannya karena sumpah-sumpahnya. Terimalah undangannya. Bila dia sakit maka jenguklah. Jangan memperlambat dalam memenuhi kebutuhannya sehingga dia terpaksa mengungkapkannya. Tapi segeralah untuk melakukannya. Ketika engkau memenuhi hak ini, maka engkau telah mengikat persahabatanmu dengan persahabatannya dan persahabatannya dengan persahabatanmu.




KISAH : MENGAPA ISTIKHARAHKU BURUK TAPI HASILNYA BAIK

Pengarang : ust. muhamad bin alwi
Sumber : khazanahalquran.com


Suatu hari, ada seorang datang kepada Imam Ja’far As-Shodiq, Ia berkata, “ Wahai Imam, aku ingin pergi berlayar untuk bekerja, tolong lakukan istikharah untukku agar aku tau apakah baik jika aku berangkat kali ini.” 

Sesaat kemudian Imam melakukan istikharah dan memberi jawaban, “Tidak baik untukmu jika berlayar saat ini.” 

Setelah mendapat jawaban, orang ini pulang dengan raut wajah gelisah. Mana mungkin istikhoroh itu buruk padahal saat ini waktu yang sangat tepat untuk berniaga. 

Kegelisahannya tak kunjung hilang hingga dia memutuskan untuk tetap berlayar. Tak disangka-sangka, ternyata perjalanannya membuahkan hasil. Ia mendapat untung berkali lipat dari biasanya. Dia menemukan semuanya dalam keadaan baik dan hampir tidak menemui masalah sedikit pun. Sampai akhirnya dia pulang dengan rasa puas dan gembira. 

Ketika sampai di kotanya, dia merasa bingung. Kenapa istikharahnya buruk tapi hasilnya amat baik. Bahkan dia belum pernah mendapat untung sebesar ini. 

Akhirnya, dia pun memutuskan untuk menghadap kepada Imam Ja’far As-Shodiq. Dia bertanya, “Wahai Imam, kemarin aku meminta tolong kepadamu untuk istikharah namun hasilnya buruk. Tapi aku tetap berangkat dan ternyata mendapatkan hasil yang berlipat ganda.” 

Imam tersenyum mendengarnya, beliau pun menjawab, “Ingatkah engkau ketika hendak pulang ke kotamu, setelah melaksanakan solat maghrib dan isya’ kau duduk bersama rekan-rekan untuk membicarakan hasil perdagangan yang memuaskan.” 

“Iya benar” Jawabnya. 

“Kau makan dan minum hingga larut malam kemudian tidur. Dan ketika hendak melaksanakan solat subuh, ternyata matahari telah terbit.” 

“Iya benar wahai Imam” 

Kemudian Imam berkata,
“Andaikan Allah swt memberimu dunia dan seisinya engkau tidak akan bisa membayar kerugian itu” 

Betapa besar kerugian orang yang melewatkan waktu solatnya. Berulang kali Rasulullah saw menekankan untuk memperhatikan waktu solat. Tidak meremehkannya dengan menunda-nunda waktunya. Tidak mendahulukan urusan dunia dihadapan amalan yang paling dicintai Allah ini. Adakah yang lebih penting dari solat? 

Rasul pernah bersabda,
“Kelak tidak akan mendapat syafaatku, orang yang meremehkan (waktu) solat” 

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ -٤- الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ -٥ 

“Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya.” (Al-Ma’un 4-5)




PERTANYAAN SEORANG ATHEIS TENTANG AYAT NERAKA

pengarang : ust. muhamad bin alwiSumber : khazanahalquran.com 




Seorang atheis datang kepada Imam Ja’far As-Shodiq, guru dari Imam Madzhab Hanafi dan Maliki. Lelaki itu ingin menanyakan permasalahan tentang satu ayat Al-Qur’an. Ia pun berkata, 

“Aku mendengar satu ayat tentang penghuni neraka yang berbunyi, 

كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا لِيَذُوقُواْ الْعَذَابَ 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami Ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab.” (QS.an-Nisa’:56) 

Anggap saja kulit pertama tertimpa adzab karena bermaksiat kepada Allah, lalu apa salah dari kulit-kulit selanjutnya? Bukankah itu adalah kulit yang lain?” 

Kemudian Imam menjawab, “Itu adalah kulit yang sama, tapi bukan kulit yang pertama.” 

“Jelaskan maksud perkataanmu !” kata lelaki atheis tersebut. 

“Coba perhatikan, sama seperti seseorang yang menghancurkan sebuah batu bata. Lalu ia beri air lagi dan membuatnya kembali persis seperti sebelumnya. Bukankah itu adalah batu bata yang sama tapi bukanlah batu bata yang pertama?” jawab imam. 

“Ya, engkau benar.” kata si atheis yang telah puas dengan jawaban sang imam.

Semoga Bermanfaat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

50 Pelajaran Akhlak Untuk Kehidupan

ilustrasi hiasan : akhlak-akhlak terpuji ada pada para nabi dan imam ma'sum, bila berkuasa mereka tidak menindas, memaafkan...