Ketika shalat diterima, maka seluruh amal ibadah akan diterima. Sebaliknya, tatkala shalat tidak diterima, maka seluruh amal ibadah tidak akan diterima.
Salah satu syarat untuk diterimanya shalat seseorang adalah berwudhu dengan benar.
Bagaimanakah wudhu yang benar? Kenapa sampai ada silang pendapat tentang tatacara wudhu, padahal setiap hari para sahabat melihat nabi Muhammad saw berwudhu.
Beginilah Wudhu Sang Nabi Ali Syahristani
Buku kecil ini mencoba untuk mengupas misteri dibalik perselisihan itu.
Beginilah Wudhu Sang Nabi
Selamat berwudhu dengan benar!
Beginilah WUDHU SANG NABI
pengarang : Sayyid Ali Syahristani
Penerbital-AL-MU'AMMAL CULTURAL FOUNDATION, noro JI. H.A. Salim, Vi/2 Po.Box 88 Pekalongan Tip 681559440orignem utan
Judit a škaredzal military van Diatuhu wa Man Warâ al Kawâlis ( Niz smin9T)
Karya: Sayyid Ali Syahristani.com
Terbitan Darur Masyar, Ter.1,74264*.***
Karya: Sayyid Ali Syahristani.com
Terbitan Darur Masyar, Ter.1,74264*.***
Penerjemah : Toha al-Musawa
Penyunting : Ali Ashghar Ard.
Desain Cover : Eja Ass
Cetakan Pertama : Safar 1428 H/ Maret 2007 M
© Hak cipta dilindungi undang undang all right reserved
Perpustakaan Nasional RI : Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Penyunting : Ali Ashghar Ard.
Desain Cover : Eja Ass
Cetakan Pertama : Safar 1428 H/ Maret 2007 M
© Hak cipta dilindungi undang undang all right reserved
Perpustakaan Nasional RI : Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 978-979-25-0285-5 < 1998zos, 262684,6
PENGANTAR
Bismillahirrahmânirrahîm
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Rasulullah saw beserta keluarga sucinya. Sebenarnya, buku kecil bersahaja yang ada di hadapan Anda ini, adalah sebuah rangkaian “pembahasan seputar wudhu Nabi (saw)" serta ringkasan dari pembahasan sangat luas dari sudut pandang sejarah yang disampaikan penulisnya, Ustadz Ali al-Syahristani. Dan (buku kecil ini) juga membahas tentang misteri di balik terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin di seputar wudhu Nabi (saw), meskipun seharus nya perselisihan tentang persoalan seperti wudhu, yang telah ditegaskan dalam nash al Quran ini, tidak perlu terjadi. Al-Quran menyebutkan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukaniu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakin sampai dengan kedua mata kaki. (al-Maidah: 6.)
Rasulullah saw telah menjelaskan hukum hukum, kewajiban, cara, hal-hal yang mem batalkan, dan apasaja yang harus dilakukan. dengan sebaik-baik penjelasan, serta selalu memraktikkannya di hadapan kaum muslimin di sepanjang kehidupan mulia beliau, sebagai mana kaum muslimin juga selalu memraktik kannya sesuai dengan yang beliau ajarkan kepada mereka.
Dalam beberapa tahap pembahasan, penulis menyatakan bahwa terdapat dua bukti yang mengungkap sebuah fakta; bahwa terjadinya perbedaan dalam hal wudhu terjadi pada masa Usman bin Affan. Beliau juga menegaskan bahwa penyelidikan sejarah membuktikan tidak adanya perbedaan dalam persoalan wudhu di masa sebelum Usman; tidak terjadi di zaman Rasulullah saw dan tidak pula terjadi pada masa Syaikhain (Abu Bakar dan Umar).
Kemudian, menjadi jelaslah bahwa Usman bin Affan adalah orang pertama yang mendalangi serta menjadi penggagas utama munculnya wudhu dengan model baru. Ini terbukti dengan terjadinya dua kutub yang berseberangan antara dirinya dengan sahabat sahabat besar dalam banyak persoalan yang menyangkut hukum-hukum agama, terlebih adanya perbedaan antara dirinya dengan mereka dalam hukum-hukum yang menyang kut persoalan politik dan administrasi. Khususnya yang terjadi pada enam tahun terakhir masa kekhalifahannya; pada masa ini Anda dapat melihat bagaimana Usman berpura pura tak tahu atas apa yang disanggahkan oleh para penentang tentang (cara) wudhunya, padahal mereka ahli hadis.
Sikap pura-pura itu dia tunjukkan dengan ucapannya,
"Mereka meriwayatkan hadis-hadis dari Rasulullah saw yang tidak kuketahui apa sebenarnya; yang kutahu adalah aku pernah melihat Rasulullah saw berwudhu..."
Kemudian, dia melakukan tiga basuhan dalam wudhunya. Pada setiap basuhan itu dia bersikap seperti seorang tertuduh yang mencari saksi. Maka, dia pun meminta kesaksian atas (kebenaran cara) berwudhu itu dari para sahabatnya. Dan dia mengiringi semua wudhunya itu dengan tawa dan senyuman; mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama dengan dirinya. Dalam upaya menyosialisasikan wudhu model baru itu, dia pun duduk (dan menjelaskan hal itu) di tempat tempat yang strategis.
Silang pendapat mencegah kami untuk menyebutkan identitas orang-orang yang berseberangan dengan Usman dalam hal wudhu dan persoalan lain, dan kami tahu bahwa mereka itu adalah kelompok ahli hadis dan para sahabat terkemuka. Sebagaimana yang telah terbukti dalam sejarah bahwa penyebab terbunuhnya Usman lebih disebabkan oleh banyaknya bid'ah yang dimunculkannya ketimbang buruknya kebijakan-kebijakan yang berkait dengan harta, administrasi, dan politik.
Dikarenakan buku ini beroleh sambutan yang begitu luas dari para pembaca, sehingga dalam kurun lima tahun buku ini telah meng alami cetak ulang sebanyak lima kali, dan sebagian saudara dan pembaca mulia meminta kami untuk meringkas, menyusun, dan mem berikan intisari atas buku ini-untuk memper mudah sehingga menjangkau semua kalangan dan beranjak dari rasa perlu kami untuk menga bulkan keinginan mereka, maka, sembari me mohon pertolongan dari Allah, kami mulai meringkas dan menyusunnya kembali sebagai bentuk perwujudan khidmat kepada agama, ilmu pengetahuan, dan alam pemikiran. Apabila pembaca mendapatkan kesulitan atau kerumitan dalam pembahasan (yang ada di dalamnya), kami persilakan merujuk ke buku aslinya agar persoalan tersebut menjadi jelas.
Akhirnya, kami bermohon kepada Allah agar buku ini bermanfaat bagi kita, Islam, dan kaum muslimin. Agar, (dengan buku ini) kita semua dapat melangkah ke depan dan terbebaskan dari kejumudan berpikir yang telah dibangun pada masa-masa lampau dan sengaja ditujukan untuk mematikan hakikat yang sesungguhnya. []
Qais al-'Athar
DAFTAR ISI
Pengantar - v
Pendahuluan - xiii
Pendahuluan - xiii
TAABBUD DAN AL-MUTA'ABBIDUN - 1
IJTIHAD DAN PARA MUJTAHID - 9
AL-MUJTAHIDUN PADA ZAMAN NABI SAW - 21
AL-MUJTAHIDUN PADA ZAMAN NABI SAW - 21
MUJTAHID SEPENINGGAL RASULULLAH SAW-31
USMAN DAN IJTIHAD - 41
USMAN DAN WUDHU - 45
PARA PENENTANG USMAN - 63
ORANG PERTAMA YANG MENEBAR BENIH PERSELISIHAN?- 69
USMAN DAN HAL-HAL BARU YANG DICIPTAKANNYA - 105
MENGAPA MENCIPTAKAN HAL BARU DALAM WUDHU? - 121
ALI DAN WUDHU - 131
BANI UMAYYAH DAN WUDHU - 143
BANI ABBAS DAN WUDHU - 165
AL-MANSUR DAN WUDHU – 169
AL-MAHDI DAN WUDHU - 175
HARUN AL-RASYID DAN WUDHU - 181
KESIMPULAN - 193
RINGKASAN – 209
INDEKS REFERENSI – 213
INDEKS REFERENSI – 213
SIDOARA
PENDAHULUAN
SEPENINGGAL Rasulullah saw, kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok yang masing-masing memiliki pijakan berpikir yang berbeda. Sebagian sahabat mengajak untuk selalu konsisten pada kesucian hukum-hukum yang disadur dari al-Quran dan al Sunnah yang suci, serta menolak al-ra'yu dan al-ijtihad (memberikan fatwa berdasarkan pendapat pribadi-penerj.) sebagai ganti dari keduanya. Sementara sebagian sahabat lain berpihak pada prinsip yang mengesahkan pendapat pribadi dan ijtihad sebagai ganti nash. Itu dikarenakan mereka telah mengetahui hakikat hakikat hukum dan ruh syariat!
Kelompok pertama telah menapakkan kaki di atas prinsip patuh dan mengindahkan seluruh hukum yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. dan sama sekali tak membolehkan diri mereka tidak pula selain mereka--untuk mengamalkan hukum-hukum syariat menurut pendapat pribadi serta ijtihad-ijtihad yang tidak ber sumber pada nash.
Adapun kelompok kedua-yaitu kelompok mujtahidin (orang-orang yang berijtihad) yang selalu menyampaikan pendapat (berfatwa) di hadapan Rasulullah saw dan menginginkan sebuah maslahat meski terdapat nash, mereka
1. Ijtihad yang dilarang oleh Allah, Rasul, dan Ahlul Bait adalah ijtihad yang bermakna memberikan fatwa dengan pendapat pribadi--seperti halnya qiyas, istihsan, masha lih mursalah, dan sebagainya dengan meninggalkan nash-nash al-Quran dan hadis, atau dengan cara memper mainkan semua pengertiannya.
ini, meski meyakini risalah Rasulullah saw, tetapi tidak memberikan kesucian serta posisi yang telah diberikan Allah kepada beliau. Dalam banyak kesempatan, mereka memperlakukan beliau seakan-akan manusia yang tidak sempurna, yang terkadang dapat berbuat salah atau benar, mencaci dan melaknat, kemudian memohonkan ampunan bagi orang-orang yang terlaknat.
Terbaginya para sahabat menjadi dua kelompok ini merupakan salah satu rentetan faktor yang melatarbelakangi perselisihan di tubuh kaum muslimin di seputar hukum hukum syariat sepeninggal Rasulullah saw. Masih banyak lagi alasan-alasan lain yang akan kita sebutkan dalam pembahasan-pembahasan mendatang
Ya, kelompok penyeru ijtihad ini menjadikan hadis Nabi saw, "Ikhtilafu Ummati Rahmatun
?. Lihat: Shahih Muslim, jil. IV, hal. 90/2008; Musnad Ahmad, jil. II, hal. 316-317, 449, dan jil. III, hal. 400.
(perbedaan yang terjadi pada umatku adalah sebuah rahmat),"*sebagai bukti disyariatkannya perbedaan. Tetapi, benarkah bahwa Ikhtilafu
.. Syarh Nawawi 'ala Shahih Muslim, jil. XI, hal 91; al Jami'al-Shaghir, karya Suyuthi, jil. I, hal. 48.
Al-Manawi dalam kitab Faidhul Ghadir, jil. I, hal. 209 berkata, “Aku tak menemukan sanad yang shahih di dalamnya."
Dan dalam kitab Kanz al-Ummal, jil. X, hal. 136, setelah menyebut hadis ke-28686, kemudian berkata, “Nashr al-Muqaddasi dalam kitab al-Hujjah, dan al Baihaqi dalam Risalah al-Asy'ariah tanpa sanad, dan al Hulaimi, al-Qadhi Husain, Imam Haramain, dan selain nya telah menyebutkan hadis tersebut, dan mungkin hadis itu dikeluarkan pada sebagian kitab-kitab hadis yang belum sampai kepada kita!!"
Menurut Ahlul Bait, hadis ini dianggap shahih dan Imam al-Shadiq sendiri telah menafsirkan bahwa maksud hadis itu adalah lalu-lalangnya mereka di banyak negara setelah mereka berbekal ilmu pengetahuan dengan tujuan memberikan peringatan kepada umat manusia dan meng ajarkan hukum-hukum kepada mereka. Lihat kitab 'llal al-Syarayi', jil. I, hal. 85; Ma'ani al-Akhbar, hal. 157.
Lihatlah bagaimana mereka menerima hadis tersebut meski menurut mereka sanad hadis itu tidak sahih.
Ummati Rahmatun ini memiliki arti yang harus ditafsirkan? Atau, ia mempunyai makna lain? Apabila makna itu benar (bahwa perbedaan yang terjadi adalah rahmat), maka bagaimana kita mesti menafsirkan sabda Rasulullah saw. "Janganlah kalian berpecah belah, niscaya kalian akan binasa,"dan sabda beliau , “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, (hanya) satu yang selamat, sedangkan sisanya berada dalam neraka"?
* al-Mushannif, karya Ibnu Abi Syaibah, jil. VIII, hal. 161/hadis ke-27.
Lihatlah hadis tersebut dengan lafal-lafal yang berbeda tetapi memiliki kandungan makna yang sama di dalam kitab:
Tuhfatul Ahwadzi, jil. VII, hal. 333. Al-Mu'jamul Kabir, karya Thabrani jil. XVIII, hal. 15. Kanz al-Ummal, jil. I, hal. 377/hadis ke-1637. Syawahid al-Tanzil, jil. I, hal. 270; dan Tafsir al-Qurthubi, jil. II, hal. 9. Dalam kitab Mustadrak al-Hakim al-Naisaburi jil. III, hal. 547 dengan sanad-nya dari 'Auf bin Malik, yang berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Umatku akan terpecah menjadi tiga golongan. fitnah terbesar yang
Mengapakah perbedaan yang terjadi di antara kaum muslimin mencapai taraf seperti sekarang, padahal kitab mereka satu dan mereka, juga umat yang satu?
Karena perbedaan itu, Anda dapat melihat adanya orang yang melepaskan kedua tangan nya di dalam shalat, sedangkan yang lainnya bersedekap; ada yang membuka kedua kakinya dalam shalat, sedangkan yang lain merapat kannya; ada yang membasuh kedua kakinya dalam berwudhu, sedangkan yang lain meng usapnya; ada yang mengeraskan bacaan basmalalı, sedangkan yang lain tidak mengeras
menghalalkan, akan menghargan pendapat meng
akan menimpa umatku adalah suatu kaum yang meng qias-kan segala perkara dengan pendapat pribadi mereka; mereka akan mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haran". Dan hadis ini juga disebutkan dalam kitab:
Al-Muhalla karya Ibnu Hazim jil. I, hal. 62. Mustadrak al-Hakim, jil. IV, hal. 430. Majma' al-Zawaid, jil. I, hal. 179. Al-Mu'jam al-Kabir karya Thabrani jil. XVIII, hal. 51. Musnad al-Syamiyyin, jil. II, hal. 143.
kan bacaannya, ada yang membaca amien sedangkan yang lain tidak membacanya. Dan yang mengherankan adalah mereka semua menyandarkan semua perkataan dan perbuatan mereka-meski secara lahiriah tampak ber tentangan-itu kepada Rasulullah saw!
Benarkah Rasulullah saw telah mengatakan atau melakukan semua itu, dan penisbatan-atau semua penisbatan yang disandarkan kepada beliau itu benar adanya, sebagaimana yang mereka katakan? Ataukah (sebenarnya) beliau hanya melakukan satu perbuatan yang sama dalam semua kondisi itu?
Apabila demikian halnya, dari manakah datangnya perbedaan yang sulit ditolak dan diingkari ini? Apakah kita semua diharuskan mengamalkan syariat Allah atas dasar satu pendapat, ataukah kita diperintahkan untuk berbeda? Bahkan dengan apakah fenomena perbedaan yang dinukil dari satu sahabat itu dapat ditafsirkan? Dan mengapa muncul dua pandangan yang berbeda dalam syariat; yang satu mengajak pada keragaman, sedangkan yang lain mengajak pada kesatuan pendapat?
Seandainya yang dikehendaki oleh pembuat syariat adalah keragaman, mengapa Rasulullah saw hanya membatasi satu kelompok saja yang selamat dari 73 kelompok dan beliau mengata kan bahwa sisanya berada dalam neraka?
Bukankah seharusnya inenurut penafsiran sebelumnya (teks hadisnya adalah). “Semua kelompok (tujuh puluh tiga) itu benar dan hanya satu kelompok saja yang masuk neraka?" Bahkan tidak hanya itu saja, bukankah seharusnya tidak ada satu kelompok pun yang masuk neraka!
Seandainya yang dikehendaki oleh pembuat syariat adalah satu pendapat (bukan banyaknya pendapat), mengapa keanekaragaman pendapat dibenarkan dan ditekankan? Dan apakah per bedaan itu dapat dibenarkan karena itu adalah rahmat? Apabila demikian, lantas apa arti penekanan Allah atas wahdatu al-kalimah?
Kalau perpecahan meniang dikchendaki oleh pembuat syariat, maka apakah maksud ayat ini.
Dan kalau sekiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah niereka mendapat per tentangan yang banyak di dalamnya.(al-Nisa'. 82.) Dan apa pula maksud dari ayat ini: Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadaniu agar kaniu bertakwa.(al-An'am. 153.)
Sebenarnya, pendapat tentang perlunya ke ragaman pandangan atau pendapat akan per lunya satu pandangan-menurut hemat kami mengacu kepada faktor-faktor terbelahnya kaum muslimin menjadi dua kelompok besar sepeninggal Rasulullah saw. Dan faktor ter pentingnya adalah terpecahnya mereka kepada dua metode berpikir yang mendasar: Pertama, metode ta’abbud (taklid atau kepatuhan murni terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah saw), yang setuju pada kesatuan pandangan. Dan, kedua, metode ijtihad dan ra'yu, yang setuju pada terjadinya keragaman pandangan
Kedua metode di atas telah kami bahas secara terperinci dalam penibahasan kami yang ber temakan sebab-sebab pelarangan penyusunan hadis nabi. Dalam pelajaran tersebut, kami telah menjelaskan asal-muasal timbulnya ra'yu dan ijtihad di kalangan orang-orang Arab pra-Islam, pandangan-pandangan mereka tentang Rasulullah saw, dan cara mereka memper lakukan beliau sebagai orang biasa yang ter kadang berbuat salah dan kadang berbuat benar, dan adakalanya mengeluarkan kata-kata yang dilandasi amarah, bahkan menurut pemahaman sebagian mereka, beliau tak ubahnya bagaikan seorang penguasa yang berjuang dan menuai kemenangan. Semua ajarannya adalah keten tuan-ketentuan yang bermuara kepada diri sendiri dan sama sekali tak bermuara kepada Allah Swt.
Agama Islam-demi mempersatukan umat manusia-datang membawa kesaksian (tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Kesaksian pertama, ditujukan untuk menyatukan orang-orang Arab dan penduduk seluruh alam semesta dalam satu keyakinan. Yakni, meyakini keesaan Sang Ma'bud (Allah) serta meninggalkan tuhan tuhan dan berhala-berhala mereka. Adapun kesaksian kedua ditujukan untuk menghindar kan banyaknya pemimpin, pertikaian etnis, dan mengajak kepada satu pemimpin, yaitu rasul (utusan) kemanusiaan.
Dengan kata lain, Islam ingin menyatukan ideologi mereka di bawah panji Allah Swt, dan menjadikan Muhammad putra Abdullah sebagai pemimpin spiritual, politik, dan sosial. Alasan nya, kesatuan pemikiran dan kepemimpinan adalah salah satu sebab yang dapat memperkuat serta mengangkat harkat dan martabat umat. Ini berbeda dengan keragaman (tidak adanya kesatuan pandangan dan kepemimpinan penerj.), yang menjurus kepada perpecahan, perbedaan, dan kelemahan.
Berikut ini akan kanii berikan kepada Anda gambaran global tentang ta'abbud (kepatuhan dalam menjalankan ritual keagamaan tanpa menambah atau mengurangi apa yang telah digariskan oleh agama-penerj.) dan al muta'abbidun (orang-orang yang taklid penerj.), serta ijtihad dan al-mujtahidun (orang orang yang memahami Islam sesuai dengan pendapat pribadinya, tanpa memedulikan per tentangannya dengan nash-penerj.) dan peran masing-masing di antara keduanya berkenaan dengan wudhu Rasulullah saw.ll
TA'ABBUD DAN AL-MUTA’ABBIDUN
Telah kami katakan bahwa al-Quran dan Sunnah Nabi tidak menerima konsep keragaman, bahkan keduanya datang dengan tujuan untuk menghancurkan ideologi jahiliah-yang dibangun di atas fondasi cinta diri dan rakus kepemim pinan. Allah Swt sendiri telah berulang kali dan dengan berbagai cara menekan kan kewajiban mengikuti Nabi saw yang ummi, seperti firman-Nya: Barangsiapa patuh kepada Rasul (Muhammad) berarti dia telah patuh kepada Allah (al-Nisa'. 80.)
Dan barangsiapa patuh kepada Allah dan Rasul Nya, dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang beruntung. (al-Nur: 52.) Wahai orang-orang yang beriman, patuhiah kamu kepada Allah dan patuhilah al-Rasui (Muhammad) dan janganlah kamu rusak amal amal perbuatanmu...(Muhanımad: 33.) Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin. bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka adalah ucapan, "Kami men dengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (al-Nur: 51.) Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukniinah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan. akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Alizab. 36.)
Masih banyak ayat lain yang menjelaskan perintah untuk mengikuti dan mematuhi Rasulullah saw; kebanyakan ayat tersebut diiringi dengan (keharusan) patuh kepada Allah Swt, yang berarti bahwa perintah Rasulullah saw adalah perintah Allah Swt.
Cukuplah bagi kita ayat-ayat al-Quran yang menegaskan keagungan Nabi Muhammad saw. dan bahwa beliau tidak berbicara kecuali dari Allah Swt, seperti firman-Nya:
Dan dia tidak berbicara karena hawa nafsu, (melainkan apa-apa yang dibicarakannya) itu tiada lain adalah wahyu yang diberikan kepada nya. (al-Najm: 3-4.)
Dan banyak sekali ayat al-Quran yang me muji orang-orang yang hanya mengamalkan apasaja yang dikatakan Rasulullah saw, sebagai mana difirmankan Allah dalam al-Quran:
Sesunggulinya orang-orang mukmin yang sebenar-benarnya ialah orang-orang yang berinian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah saw dalam suatu urusan yang me merlukan pertemuani, mereka tidak mening galkan (Rasulullah saw) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya...(al-Nur, 62.)
Juga, hadis-hadis Nabi saw yang berulangkali memberikan penekanan atas wajibnya meng ikuti semua perkataan dan prilaku Rasulullah saw secara mutlak (tanpa menambah atau me nguranginya-penerj.). Sebagai contoh, dalam hadis yang terkenal dengan nama al-Arikah (Sofa). Rasulullah saw bersabda,
“Nyaris saja seorang lelaki yang sedang ber sandar pada sofanya, disampaikan kepadanya suatu hadis yang bersumber dariku. Maka dia berkata, “Di antara kita ada kitabullah (al Quran), apasaja yang kita temukan di dalam nya di antara yang halal, kita menghalal kannya, dan apasaja yang kita temukan di antara yang haram, kita mengharanikannya." Ketahuilah, bahwa apa yang telah diharam kan oleh Rasulullah saw sama seperti apa yang telah diharamkan Allah.'
Musnad Ahmad, jil. IV, hal. 132.
Dan masih banyak lagi hadis-hadis lain.
Selain hadis di atas, masih banyak lagi hadis hadis nabawi yang memuji orang-orang yang hanya mengikuti semua perkataan, prilaku, serta ketetapan Rasulullah saw. Sebagaimana, sabda beliau saw,
“Wahai kaum Quraisy, hentikanlah (semua perbuatan biadab kalian-penerj.) atau (kalau kalian tetap bersikeras dan tidak mau menghentikan perbuatan biadab kalian), niscaya Allah akan mengutus kepada kalian orang yang akan menebas leher kalian karena kecintaannya kepada agama. Dia adalah orang yang Allah telah menguji hatinya dengan keimanan."2
? Sunan Ibnu Majah, jil. I, hal. 6/12; Sunan Abi Daud, jil. IV, hal. 200/2604; al-Sunan al-Kubra, karya al Baihaqi, jil. IX, hal. 331; al-Ahkam karya Ibnu Hazm, jil. II, hal. 161; al-Kifayah karya al-Khathib, hal. 9; al Mustadrak, jil. I, hal. 108; Al-Faqih wa al-Mutafaqqih, jil. I, hal. 88.
Para sahabat bertanya, “Siapakah orang yang Anda maksudkan, wahai Rasulullah saw!"
Abu Bakar bertanya, “Siapakah dia, wahai Rasulullah saw?"
Dan Umar pun bertanya, "Siapakah dia, wahai Rasulullah saw?"
Rasulullah saw berkata, “Dia adalah si tukang sol sepatu.” Yang beliau maksud (tukang sol) adalah Imam Ali, karena Rasulullah saw pernah memberikan sepatunya kepada Imam Ali untuk ditambal (disol). Seperti sabda beliau tentang Ammar bin Yasir,
"Sesungguhnya diri Ammar telah dipenuhi dengan keimanan hingga sumsumnya.” Juga sabda beliau saw tentang Ammar, "Siapasaja yang memusuhi Ammar, maka Allah akan memusuhinya, dan siapasaja yang membuat marah Ammar, maka Allah akan memurkainya."4
?. Kanz al-Ummal, jil. XIII, hal. 173, 107, dan 115. 4. al-Ishabah, jil. II, hal. 512.
Juga seperti sabda beliau saw berkenaan dengan Hanzhalah, tatkala keluar dari rumah nya dan menyambut seruan Rasulullah saw untuk berperang di bawah panji beliau di Uhud. Kala itu, dia baru saja berhubungan badan dengan istrinya dan langsung keluar dari rumahnya dalam keadaan junub. (dan dalam keadaan junub itu dia gugur sebagai syahid). Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya kawan kalian ini (Hanzhalah) dimandikan oleh para malaikat, tanyalah (alasannya) kepada istrinya."
Istrinya pun menjawab, “Dia keluar rumah dalam keadaan junub tatkala mendengar suara geniuruh perang."
Ketika Rasulullah saw mendengar alasan yang dikemukakan istri Hanzhalah itu, beliau berkata, “Karena itulah para malaikat memandi kannya." []
al-Ishabah, jil. I, hal. 361.
IJTIHAD DAN PARA MUJTAHID
JALAN TA'ABBUD adalah jalan yang benar; jalan yang Allah kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang beriman, agar mereka beriman kepada Allah dan Rasul Nya, mengikuti semua jejak dan perintah Rasulullah saw, menjauhi segala lara ngannya, dan mengindahkan apasaja yang diinginkannya, berlandaskan kepatuhan, tanpa mencampurinya dengan pandangan-pandangan pribadi atau pandangan yang diwarisi (dari para pendahulu~ penerj.).
Namun, fakta membuktikan bahwa pada saat itu terdapat sahabat-sahabat yang berani menyalahkan Rasulullah saw dan menentang perkataan-perkataan serta perbuatan-per buatan beliau. Ini bukanlah sesuatu yang baru dalam (sejarah) agama. Sebab, al-Quran dan al Sunnah telah memberitahu kita bahwa hal itu adalah peri kehidupan sejarah agama-agama terdahulu; ada orang-orang yang beriman kepada nabi-nabi mereka dan menjadi orang orang yang terdekat dengan para nabi; ada yang mendustakannya; dan ada pula di antara mereka yang beriman kepada nabi-nabi itu, tetapi berselisih dan tidak mengetahui dengan benar apasaja yang dibawa oleh nabi-nabi mereka. Atau, mereka memahaminya, tetapi hawa nafsu. pendapat pribadi, kemudian kesalahan kesalahan telah memainkan perannya dengan sempurna!
Bagaimanapun juga, tidak diragukan lagi bahwa al-Quran telah mengungkap adanya sahabat-sahabat yang masuk Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kuantitas mereka banyak tetapi tidak konsisten. Mereka tidak memahami kesucian Rasulullah saw dan seberapa luas lingkup kewajiban menaatinya. Sebab, terkadang mereka memperlakukan beliau seperti manusia yang paling hina; seringkali menentang, menyanggah, dan meninggikan suara di atas suara beliau, dan seterusnya!
Al-Quran telah menjelaskan banyak sekali kondisi yang tidak selayaknya. Allah berfirman:
Dan tidaklah patut bagi orang-orang lelaki mukmin dan tidak (pula) bagi orang-orang perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul Nya menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.(al-Ahzab. 36.) Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak berinian hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perse lisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (al-Nisa' 65.) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) seba gian kamu dengan sebagian yang lain, supaya (pahala) amalan-amalanmu tidak terhapuskan sedangkan kamu tidak sadar. (al-Hujurat: 2.)
Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa orang-orang yang dijadikan sebagai lawan bicara oleh Allah adalah orang-orang mukmin yang mengucapkan dua kalimat syahadah, dan mereka bukanlah orang-orang yang melakukan perzinaan, pembunuhan, atau yang lain, tetapi (yang mereka lakukan) adalah meninggikan suara mereka di atas suara Nabi saw dan me manggil beliau dengan panggilan yang me nandakan bahwa mereka tidak menghargai kedudukan yang disandang beliau sebagai nabi; mereka tak menganggap Nabi kecuali hanya sebagai seorang manusia biasa seperti mereka.
Dengan demikian, konsisten dalam meng amalkan apa yang dikatakan Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai seorang nabi tak dapat diharapkan lagi, dan inilah yang menye babkan munculnya ancaman serius berupa hancur dan tidak berartinya semua amal mereka. Contohnya adalah firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah," kalian berasa berat dan ingin tinggal di tempatmu...?(al-Taubah: 38.) Sesungguhnya orang-orang yang mengganggu Allah dan Rasul-Nya, Allah telah melaknat mereka. (al-Ahzab. 57.) Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telali dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kenıudian mereka kembali (menger jakan) larangan itu dan mereka mengadakan penibicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul... (al Mujadilali: 8.) Bahkan berkenaan dengan firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya,
Thabarsi menukilkan bahwa Ibnu Jini menegaskan kalau makna firman Allah itu adalah,
“Janganlah kalian mengedepankan urusan kalian dan meninggalkan perkara yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan untuk kalian kerjakan."
Dan inilah makna bacaan yang terkenal, yaitu,
“Janganlah kalian dahulukan suatu perkara di atas perkara yang telah Allah perintahkan kepada kalian untuk mengerjakannya."?
Semuanya, dan masih banyak lagi ayat al Quran yang lain, tidak diragukan telah mene gaskan adanya kelompok semacam itu dalam tubuh masyarakat Islam di masa awal Islam. Apabila kita perhatikan ayat-ayat al-Quran dan
1. Majma'al-Bayan; jil. V, hal. 129.
asbabun nuzul (sebab-sebab turun)nya, dapat dipahami bahwa kelompok di atas tidaklah sedikit dan kecendrungan itu telah membentuk sebuah komunitas yang begitu besar, baik secara kuantitas maupun kualitas, hingga menyita banyak sekali pemikiran kaum muslimin.
Dalil-dalil al-Quran saja rasanya belumlah cukup. Bahkan hadis-hadis Nabi saw telah menegaskan secara ucapan dan perbuatan ada nya kecendrungan ini dan-sedapat mungkin menyanggah dan menyangkalnya, karena kelompok ini tidak hanya membatasi perbuatan dan ijtihadnya dalam lingkup perkataan Nabi saw saja, bahkan merasuki area al-Quran.
Oleh karena itu, Rasululah saw bersabda kepada sebagian sahabatnya,
“Mengapa kalian membenturkan sebagian kitab Allah dengan sebagian yang lain? Karena perbuatan inilah umat-umat sebelum kalian binasa."2
?. Kanz al-Ummal, jil. I, hal. 193, hadis ke-977.
Dalam nash lain disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Apakah Kitabullah (al-Quran) diper mainkan padahal aku berada di hadapan { kalian?!"3 Dalam nash ketiga, Rasulullah saw bersabda. “Apakah kalian diperintahkan untuk ini, ataukah kalian tercipta untuk ini? Di mana kalian membenturkan sebagian Kitabullah (al-Quran) dengan sebagian yang lain. Lihat lah, apa yang telah diperintahkan kepada kalian untuk dijalankan, maka ikutilah ia. Dan apa-apa yang kalian dilarang untuk mengerjakannya, maka jauhilah ia."4
?. Ibid, jil. 1, hal. 175 diriwayatkan dari Muslim. 4. Musnad Ahmad, jil. II, hal. 196. Musnad Abi Ya'la, jil. V, hal. 429, hadis ke-3121. Kanz al-Ummal, jil. I, hal. 383, hadis ke-1661. Dalam Sunan al-Nasai, jil. VI, hal. 142, hadis ke-3401 dengan sanad-nya dari Mahmud bin Labid, dia berkata, “Diberitahukan kepada Rasulullah saw tentang seorang lelaki yang menalak istrinya dengan tiga talak. Maka, (setelah mendengar berita tersebut)
Rasulullah saw telah memberikan peringatan kepada para sahabatnya yang melawan nash nash al-Quran dan al-Sunnah al-Nabawiah. Itu beliau lakukan karena iman kepada Allah dan Rasul-Nya menuntut kepasrahan dan meng indahkan apasaja yang difirmankan Allah dan apasaja yang diperintahkan Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak adanya kepasrahan ter hadap keyakinan tentang kesucian Rasulullah saw, ucapan-ucapan, serta perbuatan-perbua tan beliau telah mengakibatkan terputusnya keyakinan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah telah memperingatkan kesudahan kesudahan dari pola pikir seperti ini, dan juga memberitahukan bahwa pemikiran semacam itu akan mengarah pada timbulnya fitnah. Diriwayatkan dari Zubair bin Awwam tentang penafsiran firman Allah:
beliau berdiri sambil marah seraya berkata, “Apakah Kitabullah (telah) dipermainkan, sementara aku berada di hadapan kalian?!" Seseorang bangun seraya berkata, “Wahai Rasulullah saw, bolehkah saya membunuhnya?!”
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya...Dan peli haralah dirimu dari fitnahan yang tidak khusus nienimpa orang-orang zalim. (al-Anfal. 24-25.)
Dia berkata, “Sudah lama sekali kami mem baca ayat ini (tetapi selama itu pula) Dia tidak menampakkan kepada kami siapakah mereka (orang yang sebenarnya). Ternyata, kamilah orang-orang yang dimaksud ayat ini."5
Al-Suddi berkata, "Ayat itu khusus diturun kan untuk ahli (yang terlibat dalam peristiwa perang) Badar, (tetapi ayat ini juga) berkenaan dengan mereka pada hari (perang) Jamal."
Lantaran lahirnya pemikiran semacam ini di tengah masyarakat yang baru memeluk Islam adalah persoalan yang sesuai dengan perjalanan sejarah dan berita-berita al-Quran tentang umat-umat terdahulu, maka Allah Swt pun mulai membandingkan kedua kelompok ter
s Tafsir Ibnu Katsir, jil. II, hal. 488-489. ". Ibid.
sebut serta menjelaskan kelompok yang benar. Juga, mengungkapkan bahwa ta'abbud murni adalah jalan keselamatan, dan jalan yang dike hendaki Allah Swt bukanlah jalan ijtihad, ra'yu, yang menafsirkan segala sesuatu menurut selera, nafsu, dan keyakinan yang diwarisi dari para pendahulu. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenar-benarnya ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apa bila mereka berada bersama-sama Rasulullah saw dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah saw) sebelum meminta izin ke padanya. Sesungguhnya orang-orang yang meinta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya...(al-Nur. 62.)
Dalam ayat ini, al-Quran menjelaskan bahwa meminta izin kepada Nabi saw sama dengan iman kepada Allah. Ini dikarenakan orang orang yang meinta izin itu memiliki ideologi yang sangat kuat dan pemahaman yang benar tentang wajibnya mematuhi Nabi saw dan mereka hanya menjalankan apasaja yang di katakan dan dikerjakan beliau. Tentu ini ber beda dengan mereka yang tidak berpihak kepada pendapat ini, yang mengambil jalan yang ber seberangan. Atau, mereka yang menafsirkannya menurut pandangan serta ijtihad mereka sendiri.
Dan masih banyak lagi ayat al-Quran yang berbicara seputar masalah di atas.1)
Sambungan tautan selengkapnya :
https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JQndvQkhpZzI5YXM/view
Sambungan tautan selengkapnya :
https://drive.google.com/file/d/0B_l0We7EQa4JQndvQkhpZzI5YXM/view
Tidak ada komentar:
Posting Komentar