Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad
PUNCAK KEFASIHAN
๐ฟImam Ali Bin Abi Thalib ูุฑู
ุงููู ูุฌูู berkata,
"Dunia adalah tempat beramal tetapi tidak ada balasan di dalamnya, sedangkan akhirat adalah tempat untuk menerima balasan tanpa ada amalan di dalamnya.
Maka lakukanlah amalan perbuatanmu di tempat yang tidak ada balasan di dalamnya (dunia) sebagai bekal untuk menuju tempat yang tidak ada amalan di dalamnya (akhirat)."
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
MUKMIN TIDAK AKAN MEMBENCIMU,
MUNAFIK TIDAK AKAN MENCINTAIMU
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata,
“Andai kupatahkan hidung seorang mukmin dengan pedangku ini agar ia membenciku, maka ia tetap tidak akan membenciku.
Dan andai kutuangkan dunia dan seisinya kepada seorang munafik agar ia mencintaiku, maka ia tetap tidak akan mencintaiku.
Karena hal ini telah ditetapkan melalui lisan Rasulullah saw dalam sabdanya,
Wahai Ali, seorang mukmin tidak akan membencimu dan seorang munafiq tidak akan pernah mencintaimu.”
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
SEJARAH GAGALNYA PEMBUATAN SURAT WASIAT NABI DAN KENAPA MESTI ALI ?
copas: Heikel Sanath
“Tiga hari sebelum Rasulullah wafat, Umar bin Khattab dan para sahabat lainnya datang menemui Nabi di pembaringannya.
Rasulullah berkata,
‘Sekarang akan aku tuliskan sesuatu untuk kalian berupa surat wasiat agar kalian tidak tersesat sepeninggalku.’
Umar berkata dengan keras,
‘Rasulullah sedang mengigau; cukuplah Kitabullah di samping kita.’ Pernyataan Umar yang tidak sopan ini mengundang kegaduhan di antara orang-orang yang hadir di kamar Nabi itu.
Mereka bertengkar satu sama lainnya.
Sebagian sahabat yang setia berkata bahwa apa-apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh Nabi itu harus didengar dan dipatuhi agar nanti Rasulullah bisa menuliskan apapun yang hendak beliau tuliskan untuk kebaikan umat.
Sebagian lain memihak Umar dan tidak memberikan kesempatan pada Rasulullah untuk menuliskan surat wasiat.
Ketegangan memuncak dan kemarahan terdengar di sana-sini akhirnya Rasulullah berkata, “Pergilah kalian semua dan menjauhlah dariku”
Menarik untuk diketahui di sini ialah bahwa Bukhari tidak menyatakan kalimat “Rasulullah sedang mengigau” ia menghapuskan kalimat yang amat tidak sopan untuk Rasulullah itu. Akan tetapi lucunya ketika Bukhari mengubah kalimat itu supaya lebih sopan lagi, ia menuliskan nama Umar secara jelas dan tegas sebagai orang yang mengucapkan kalimat tersebut. Rupanya Bukhari ingin melindungi Umar atas ketidak sopanan yang telah ia perbuat kepada Rasulullah.
PROSES SEJARAH PEMBUATAN SURAT WASIAT ABUBAKAR KETIKA SUKSESI MENETAPKAN LANGSUNG UMAR SEBAGAI PENGGANTINYA
Ketika Abu Bakar sakit keras diambang sakarat kematian, dan beliau kembali siuman dari pingsannya, sedang Usman disisinya sedang menuliskan surat wasiat .
Usman membacakan apa yang telah ia tuliskan dan membacakan nama “Umar”, maka Abu Bakar bertanya kepada Usman, “Bagaimana anda bisa sampai tahu duluan dan menuliskan nama (Umar) ?” Usman menjawab, “Aku tahu Anda tidak mungkin melupakan nama ini.”
Abu Bakar menjawab, “Anda benar.”
(lihat: Thabari at-Tarikh, halaman 2138—2139). -lihat: Ibn Abi ‘l-Hadid al-Mu’tazili: )
UMAR JUJUR AKUI SENGAJA MENGHALANGI SURAT WASIAT NABI.
"Wahai Ibn Abbas! “Aku tahu sekali bahwa Rasulullah, dalam sakitnya, ingin menyebutkan nama Ali oleh karena itu saya cepat-cepat mencegahnya.”
(lihat kitab Sunni : Ibn Abi ‘l-Hadid: Sharh, volume 12, halaman 21 - Tarikh Baghdad al-Khatib al-Baghdadi
---------
REFERENSI
(Kejadian di atas anda bisa lihat dalam kitab-kitab Ahlusunah wal Jamaah sebagai berikut :
1. Muslim: as-Shahih (“Kitabu ‘l-Wasiyyah”, Babu’t-tarki ‘lwasiyyah), volume 5, halaman 75—76
2. al-Bukhari: as-Shahih, (Cairo, 1958), volume 1, (“Kitabu ‘l-‘Ilm”), halaman 38—39; volume 4, halaman 85; volume 6, halaman 11—12; volume 7 (“Kitabu ‘t-Tib”), halaman 155—156; volume 9, (“Kitabu ‘l I’tisam bi ‘l-Kitab wa ‘s-Sunnah”), halaman 137.
3. Ibn Sa’d: at-Tabaqat, volume 2, halaman 242, 324f, 336, 368
4. Ahmad ibn Hanbal: al-Musnad, volume 1, halaman 232, 239, 324f, 336, 355.)
--------------
KENAPA MESTI ALI ?
copas : Sucipto Redianto
Benarkah Rasulullah saw tidak berwasiat tentang Pemimpin Umat penerus beliau ?
"Rasulullah saw tidak mungkin melalaikan kewajiban berwasiat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur'an" :
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa".
(QS. Al-Baqarah [2]: 180).
"Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.
Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu :
”(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.
(QS. Al-Mรขidah [5]: 106)
Dalam dua ayat tersebut, pesan Alquran adalah kewajiban untuk memberikan wasiat sebelum wafat, dan Nabi mengetahui bahwa beliau akan wafat.
Jika ayat tersebut hanya dibatasi wasiat atas warisan harta, maka Nabi Saw tidak mungkin mengabai-kan urusan yang lebih penting dari sekadar harta, yaitu "kepemimpinan yang bersifat spiritual dan ukhrawi" sepeninggalnya.
Tentu Nabi Saw lebih memahami bahwa urusan kepemimpinan sangat penting untuk diwasiatkan kepada umatnya sebagai pelanjut pemegang kendali syari’ah, tidak mungkin beliau saw menyalahi Al-Qur'an karena diri beliau adalah al-Qur'an yang hidup.
Jika ada perbedaan penafsiran terkait nama-nama Imam sepeninggal beliau, justru menjadikannya sebagai bukti adanya wasiat Nabi Saw tentang Imam setelah Nabi, terlepas berapa pun jumlahnya.
Boleh jadi setiap golongan akan mengklaim kebenaran atas jumlah Imam seperti yang telah mereka yakini, namun klaim hanya akan dikatakan benar, manakala didukung oleh sejumlah dalil, riwayat dan hadis yang benar-benar berasal dari Nabi Saw, sehingga dapat dikatakan bahwa golongan itulah yang benar dan diakui.
Rasulullah saw telah mempersiapkan Imam Ali as untuk menjadi penerus kepemimpinan umat dan ini adalah otoritas dari Allah. Siapa sifulan yang berani-berani mengambil otiritas itu bererti telah mengkhianati pemberi otoritas itu sendiri.
Nabi saw telah mempersiapkan Imam Ali as sebagai penggantinya sejak masih kecil sebelum masa kenabian beliau. Nabi saw telah mengambil alih hak asuh atas Ali kecil dari ayahnya, Abu Thalib sejak masih kanak-kanak.
Imam Ali as berada dalam kontrol, pengawasan, arahan dan didikan langsung dari Nabi saw dan beliau tidak berpisah dengan Ali kecuali di waktu-waktu darurat yang mengharuskan.
Dalam Sirahnya hal 187, Ibnu Hisyam mengatakan, "Dan dari nikmat-nikmat yang Allah Swt karuniakan untuk Ali bin Abi Thalib ra ialah bahwa ia berada dalam pangkuan (pemeliharaan) Rasulullah saw sejak sebelum Islam (kenabian)".
Tentang kedekatan hubungannya dengan Nabi saw, Imam Ali as berkata (dikenal dengan pidato al-Qashi'ah dalam Kitab Nahjul Balaghah, 2/411, khutbah no 190) :
"Dan kalian telah mengetahui posisiku di sisi Rasulullah saw dengan kekerabatan yang sangat dekat dan kedudukan yang istimewa.
Beliau meletakkanku di pangkuan-nya dan aku ketika itu masih kanak-kanak, beliau mendekapku ke dadanya, meletak-kan aku di ranjangnya, beliau menyentuhkan jasadnya kepadaku, beliau menciumkan semerbak harumnya kepadaku".
"Terkadang beliau mengunyah sesuatu lalu menyuapkannya untukku. Beliau tidak pernah menemukan kebohongan dalam ucapan barang sekali dariku dan tidak menemukan penyimpangan dalam tindakan".
"Dan aku telah mengikuti beliau bak anak onta mengikuti induknya, setiap hari beliau mengangkat untukku dari akhlak beliau sebuah panji, dan memerintahku agar bersuri tauladan dengannya".
"Beliau tinggal bersemedi di gua Hira' pada setiap tahun, aku menyaksikan beliau dan tiada orang lain menyaksikannya. Tiada sebuah rumah ketika itu yang menghimpun atas dasar Islam selain Rasulullah, Khadijah dan aku yang ketiganya. Aku melihat cahaya wahyu, cahaya kerasulan dan mencium harum kenabian".
Gambaran yang disampaikan Imam Ali as tentang dirinya dan perlakuan khusus Nabi saw terhadapnya mengungkapkan keagungan atas kedudukan Imam Ali as.
Imam Ali as memperoleh didikan langsung dari Rasulullah saw sejak kanak-kanak tentu merupakan misi Rasulullah saw dalam rangka mempersiapkan Imam Ali as untuk meneruskan kepemimpinan umat sepeninggal beliau kelak.
Sejak masa jahilyah, Imam Ali as tidak pernah ternodai kesyirikan sujud menyembah arca manapun sesembahan kaum musyrik Quraisy, dibandingkan para sahabat lainnya sebelum masuk Islam. Sehingga Imam Ali as terkenal dengan julukan "Karramallahu Wajhahu" (Semoga Allah memulia-kan wajahnya).
Bukan hanya didikan semasa kanak-kanak dari Rasulullah saw, tapi sepanjang masa kehidupan Rasulullah saw pun, Imam Ali as selalu berada di sisi beliau yang memungkinkan Rasulullah saw mencurahkan ilmunya kepada Imam Ali as.
-------------------
"Wasiat Rasulullah saw kepada Ali as sebagai Khalifahnya pada tahun pertama masa kenabiannya".
-------------------
Dalam suatu jamuan makan untuk Bani Hasyim, Rasulullah saw bersabda :
"Hai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku memberi peringatan dari Allah Swt bagi kalian. Aku datang kepada kalian membawa sesuatu yang tidak pernah dibawa seorangpun dari bangsa Arab".
"Jika kalian mentaatiku niscaya kalian mendapat petunjuk dan memperoleh kemenangan. Hidangan ini adalah perintah Allah kepadaku, maka aku membuatnya sebagaimana yang telah dibuat Isa bin Maryam untuk kaumnya".
"Siapa saja dari kalian yang ingkar setelah ini niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang belum pernah seorang makhluk pun disiksa dengannya".
"Bertaqwalah kepada Allah. Dengar-kan dan taatilah apa yang aku katakan kepada kalian :
"Ketahuilah wahai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya Allah Swt tidak akan mengangkat seorang Rasul kecuali Dia juga menjadikan baginya seorang saudara, pembantu, washi dan pewaris dari kalangan keluarganya. Dan Allah telah menjadikan bagiku seorang pembantu sebagaimana Dia telah menjadikan bagi nabi-nabi sebelumku".
"Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk seluruh manusia dan menurunkan ayat kepadaku :
(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 214) :
َูุงَْูุฐِุฑْ ุนَุดِْูุฑَุชََู ุงْูุงَْูุฑَุจَِْูู
"wa anzir 'asyiirotakal-aqrobiin"
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat," dan keluarga besarmu yang mukhlis.
"Demi Allah, Dia telah memberitahu aku namanya, namun aku diperintahkan untuk menyeru kalian, mengingatkan kalian dan menawari kalian, supaya setelah itu tidak ada alasan bagi kalian".
"Kalian adalah kerabat dan keluargaku. Siapa saja dari kalian yang lebih dulu memenuhi seruanku, menjadi saudaraku di jalan Allah, membantuku, mewarisiku di jalan Allah, sehingga dengan begitu dia menjadi tanganku dalam menghadapi semua yang menentangku, maka aku akan menjadikannya sebagai penggantiku, penerima wasiatku dan pembantuku yang akan menunaikan urusanku, menyampai-kan risalahku, menyampaikan agamaku sepeninggalku dan menyempurnakan janji-janjiku dengan syarat-syarat yang aku telah tetapkan".
Mereka diam. Rasulullah saw mengulangi seruannya hingga tiga kali, namun mereka tetap diam. Ketika Abu Lahab mendengar apa yang disampaikan Rasulullah saw, dia berkata, "Celaka bagimu dan bagi apa yang engkau bawa, hai Muhammad. Apakah untuk ini engkau mengundang kami ?" Mereka semua ikut berdiri.
Lalu Rasulullah saw berkata, "Demi Allah, kalian yang melakukan atau orang di luar kalian". Rasulullah saw menganjurkan mereka agar setelah itu tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai alasan.
Lalu Ali bin Abu Thalib berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya siap untuk urusan ini".
"Wahai Ali, engkau untuk urusan ini. Sekarang ketetapan telah ditetap-kan dan pena telah kering. Hai Ali, Allah telah memilihmu untuk awal urusan ini dan telah menjadikanmu sebagai orang yang mengurusi akhir urusan ini".
As-Sayid telah meriwayatkan hadis ini dalam Kitab "Sa'ad as-Su'uud" dari kitab tafsir Ibnu Mahyar, dengan bersanad dari Mubarak bin Fadhalah.
Furat juga telah meriwayatkan dalam kitab tafsirnya dengan sanad dari Abu Rafi' dalam redaksi lain.
Hadis ini diriwayatkan oleh sekelompok ulama Sunni dan Syiah dengan sanad berasal dari al-Hasan dan lainnya.
Dari Sunni diantaranya, Alla'uddin al-Hindi didalam kitab "Muntakhab Kanz al-Ummal" dalam bab "Keutamaan Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib" dengan sedikit peringkasan.
Tsa'labi juga meriwayatkan dalam kitab tafsirnya setelah menyebut-kan ayat nya.
Al-Haitsami meriwayatkannya di dalam "Majma az-Zawi'id" dalam kitab Para Nabi, di akhir jus kedelapan.
---------------
"Wasiat Rasulullah saw di Gadhir Khum menjelang akhir hayatnya, setelah Haji Wada' 18 Zulhijah 10 H, menunjuk Imam Ali as sebagai pemimpin umat sepeninggalnya".
---------------
Peristiwa Ghadir Khum berdasar-kan Al Qur’an.
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam pada masa sebelum wafat Rasulullah Saw adalah peristiwa Ghadir Khum.
Peristiwa Ghadir Khum termasuk riwayat mutawatir.[1] Dalam hadits Ghadir Khum, setelah haji wada (haji terakhir), Rasulullah saw menghentikan perjalanan para sahabatnya yang sudah hampir pulang ke rumahnya masing-masing di suatu tempat yang bernama Khum (antara Makah dan Madinah).
Sebelumnya, dalam perjalanan dari Makah ke Madinah, Jibril turun dan mangatakan :
”Hai Rasul, sampaikanlah!”. Rasulullah tidak langsung menyampaikan, melainkan mencari situasi dan waktu yang tepat untuk menyampaikan perintah Allah tersebut.
Tidak lama kemudian Jibril turun kembali dan mengatakan, ”Hai Rasul, sampaikanlah!” dan Rasulullah saw tetap belum menyampaikannya. Kemudian Jibril turun untuk ketiga kalinya dengan membawa ayat sebagai berikut :
Al Maaidah (QS.5 : 67) :
َูุง ุฃََُّููุง ุงูุฑَّุณُُูู ุจَِّูุบْ ู َุง ุฃُْูุฒَِู ุฅََِْููู ู ِْู ุฑَุจَِّู ۖ َูุฅِْู َูู ْ ุชَْูุนَْู َูู َุง ุจََّูุบْุชَ ุฑِุณَุงَูุชَُู ۚ َูุงَُّููู َูุนْุตِู َُู ู َِู ุงَّููุงุณِ ۗ ุฅَِّู ุงََّููู َูุง َْููุฏِู ุงَْْูููู َ ุงَْููุงِูุฑَِูู
“Wahai Rasul, sampaikanlah (balligh) apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu dari Tuhanmu. Jika tidak engkau lakukan maka engkau tidak menjalankan risalah-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir “
Apabila kita perhatikan bahasa Arab ayat di atas, Allah menggunakan kata balligh (sampaikan!), yang menunjukkan perintah Allah yang sifatnya memaksa.
Apabila kita perhatikan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an sebanyak 30 juz, kita tidak akan menemukan perintah Allah lain yang sifatnya memaksa Rasulullah sebagaimana yang terdapat di dalam ayat ini.
Hal ini tentunya menunjukkan betapa pentingnya perintah “penyampaian” dalam ayat tersebut. Oleh karena itu ayat ini juga disebut "ayat tabligh".
Pentingnya hal yang perlu disampaikan tersebut juga tergambarkan pada bagian akhir ayat, di mana terdapat ancaman Allah jika Rasul tidak mengerjakan perintah tersebut.
Dalam ancaman tersebut seolah-olah perjuangan Nabi selama 23 tahun tidak ada artinya, atau sia sia, jika tidak menyampaikan suatu “hal” tersebut.
Penundaan penyampaian yang dilakukan oleh Rasulullah tentulah didasari oleh adanya kekhawatiran dalam pikiran Rasulullah mengenai kemampuan umatnya untuk menerima dan menjalankan perintah yang disampaikannya.
Oleh karenanya Rasulullah mencari strategi bagaimana agar tidak ada alasan bagi ummat untuk menolak.
Ayat di atas juga menyebutkan bahwa Allah, selain memberikan perintah kepada Rasulullah untuk menyampaikan suatu “hal penting” tersebut, juga memberikan jaminan berupa penjagaan kepada Rasulullah atas gangguan manusia.[2]
Dengan demikian, terdapat 3 hal penting pada ayat ini, yaitu:
1. Nabi diperintahkan untuk menyampaikan sesuatu hal yang penting.
2. Allah menjaga Rasulullah dari gangguan manusia.
3. Dampak dari orang-orang yang tidak menerima apa yang disampaikan oleh Rasulullah.
Lalu bagaimanakan isi tafsir atas ayat tabligh di atas?
Sebagaimana perbedaan penafsiran yang sering kali terjadi, ada sebagian kecil ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat tabligh tersebut turun di Madinah, yaitu ketika Rasulullah diperintahkan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang Yahudi. Benarkah penafsiran tersebut ?
Apabila kita kritisi tafsir tersebut, perlu kita ingat bahwa Rasulullah semenjak hijrah dari kota Mekkah, telah tinggal selama 10 tahun di kota Madinah.
Selama Rasulullah berada di Madinah tersebut, bukankah sudah ada orang-orang Yahudi ? Lalu kenapa baru sekarang Allah memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada mereka?
Kenapa pada saat-saat terakhir sebelum Rasullah meninggal, barulah Allah mengancam Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada Yahudi ?
Berdasarkan logika dan pemahaman kita tentang sejarah Islam, tentulah kita dapat menilai bahwa tafsir ini tidak tepat dan sama sekali tidak berdasar.
---------------
Kembali kepada peristiwa Ghadir Khum.
Setelah Rasulullah saw memerintahkan sahabat-sahabat-nya untuk berhenti, memanggil untuk kembali orang-orang yang sudah berada di depan, lalu Rasulullah saw memerintahkan menumpuk batu hingga menjadi sebuah mimbar. Kemudian Rasulullah saw naik ke atas mimbar tersebut dan memberikan ceramah kepada sekitar 120 ribu sahabat.
Jumlah pendengar yang sangat banyak inilah yang menyebabkan riwayat ini bukan hanya shoheh, tetapi mutawatir.
Dalam ceramahnya yang panjang Rasulullah saw dengan sangat terperinci menjelaskan kepemimpinan setelah beliau.
Beliau mengatakan “Man kuntu maula fa Aliyyun maula (Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya setelah aku).”
Mengenai perkataan Rasulullah tersebut, ada kelompok ahli tafsir yang mengatakan bahwa arti "maula" yang dikatakan oleh Rasulullah saw adalah "kekasih", artinya yang dikatakan Rasulullah adalah “Siapa yang menjadikan aku sebagai kekasihnya maka menjadikan Ali sebagai kekasihnya.”
Bila kita kritisi pendapat tersebut, tentulah kita akan menganggap bahwa adalah suatu kesia-siaan bahwa Rasulullah mengumpulkan sekitar 120 ribu sahabatnya di saat keadaan panas terik, hanya untuk mengatakan “cintailah Ali”.
Kata “Maula” sendiri dalam ceramah beliau tersebut bukan berarti kekasih, melainkan “pemimpin”. Selain itu, dalam penyampaiannya, Rasulullah saw bukan hanya mengangkat tangan Imam Ali, tetapi juga memindahkan sorbannya ke kepala Ali.
Hal ini didasari pada kedudukan Sorban sebagai lambang kepemimpinan, sehingga ummat yang bisu dan tuli, yang tidak dapat mendengar ceramah Rasulullah, dapat memahami maksud yang ingin disampaikan Rasulullah saw dengan isyarat tersebut. [3]
Riwayat sebagaimana di atas dapat ditemukan dalam kitab-kitab berikut ini :
Tafsir Al Manar dari Muhammad Rasyid Ridho Juz 6 hal 343 :
Kitab ini menyebutkan bahwa ayat tabligh (Al Maaidah :67) adalah ayat dimana Allah menegur keras kekasih-Nya, Rasulullah saw untuk menyampaikan tentang "wilayah Amirul Mu’minin".
Asbabun Nuzul karya Al Wahidi hal 104 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar, dengan tambahan bahwa setelah ayat ini turun, Umar bin Kathab datang kepada Ali bin Abi Thalib dan mengucapkan, ”Selamat, selamat wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau menjadi pemimpin kami semua.”
Kitab Kanzul Ummal Al Allamah Al Hindi Jilid 5 hal 114 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar.
Fushulul Muhimmah karya Ibnu Sobbar hal 42 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar.
Yanabiul Mawaddah karya Ibrahim Al Qundusi Al Hanafi,
Tafsir Al Kabir karya Fakhrurrozi Jilid 6 Hal 53,
Mustadrak Shahihain Juz 3 Hal 330,
Syawahidu Tanzil karya Al Hashakani Jilid 1 hal 192,
Faraidus shimtain Jilid 1 hal 63,
Ibnu Katsir,
---------------
Al Milal wal Nihar karya Syakhrestani hal 141 :
Dalam kitab ini diceritakan ketika Rasul Saw hendak meninggal dunia, Rasulullah memerintahkan pasukan Usamah bin Zaid untuk memerangi suatu kaum.
Abu Bakar, Umar dan Usman diperintahkan menjadi prajurit dibawah komando Usamah. Apa tujuan Rasul Saw melibatkan mereka (mengingat usia mereka tidak muda lagi) ?
Hal ini didasari kesadaran Rasulullah saw bahwa dirinya hendak meninggal dunia dan agar keberadaan ketiga orang tersebut tidak akan mengganggu kelancaran peralihan kekhalifahan. Rasulullah saw kemudian juga memberikan ancaman, ”La’natullah orang yang keluar dari tentara Usamah.”
Berangkatlah pasukan Usamah. Ketika dalam perjalanan, sampailah kabar bahwa Rasulullah meninggal dunia, dan Abu Bakar, Umar dan Usman keluar dari pasukan.
--------------
Tafsir Durul Mantsur karya Imam Suyuthi Jilid 3 hal 117 :
Menjelaskan ayat tabligh turun di Ghadir Khum
Kitab Farhul Khadir karya Syaukhani Jilid 2 hal 88.
Berdasarkan riwayat Ghadir Khum, telah jelas bagi kita bahwa hal penting yang diperintahkan Allah untuk disampaikan oleh Rasulullah saw adalah mengenai "wilayah (kepemimpinan) Imam Ali bin Abi Thalib".
Apabila kita kembali kepada Al Qur’an, hal ini dijelaskan dalam surat Al Maaidah (5) : 55 sebagai berikut:
ุฅَِّูู َุง َُُِّููููู ُ ุงَُّููู َูุฑَุณُُُููู َูุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง ุงَّูุฐَِูู ُِูููู َُูู ุงูุตََّูุงุฉَ َُููุคْุชَُูู ุงูุฒََّูุงุฉَ َُููู ْ ุฑَุงِูุนَُูู
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang mendirikan salat dan membayar zakat dalam keadaan rukuk (raaki'uun) ”
Apabila kita baca terjemahan Al Qur’an dari Departemen Agama, kata “Raaki’uun” dalam ayat di atas diartikan sebagai “tunduk” padahal makna raaki’uun adalah ruku’. Kenapa ?
Untuk lebih jelasnya tentang arti "raaki'uun" sebenarnya, coba kita lihat QS At Taubah (9): 112 sebagai berikut :
ุงูุชَّุงุฆِุจَُูู ุงْูุนَุงุจِุฏَُูู ุงْูุญَุงู ِุฏَُูู ุงูุณَّุงุฆِุญَُูู ุงูุฑَّุงِูุนَُูู ุงูุณَّุงุฌِุฏَُูู ุงْูุขู ِุฑَُูู ุจِุงْูู َุนْุฑُِูู َูุงَّููุงَُููู ุนَِู ุงْูู َُْููุฑِ َูุงْูุญَุงِูุธَُูู ِูุญُุฏُูุฏِ ุงَِّููู ۗ َูุจَุดِّุฑِ ุงْูู ُุคْู َِِููู
“Mereka itu adalah orang orang yang bertobat, yang bribadat, yang memuji Allah, yang berpuasa, yang ruku’ (raaki'uun), yang sujud, yang menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”
Dapat kita lihat bahwa dalam ayat ini, kata “raaki'uun” diartikan sebagai ruku’.
Hal yang sama juga dapat dilihat dalam ayat berikut ini:
QS Ali Imran (3):43
َูุง ู َุฑَْูู ُ ุงُْููุชِู ِูุฑَุจِِّู َูุงุณْุฌُุฏِู َูุงุฑَْูุนِู ู َุนَ ุงูุฑَّุงِูุนَِูู
“Hai Maryam, patuhlah engkau pada Tuhanmu, sujud dan rukulah bersama orang-orang yang ruku’ (raaki’iin)“
Kata “raaki'uun” dalam ayat ini juga diterjemahkan sebagai ruku’.
Dengan demikian patut kita pertanyakan mengapa dalam QS Al Maaidah (5) : 55, kata "raaki'uun" diartikan sebagai tunduk dalam kitab Al-Qur'an terjemahan Sunni ( Kemenag) ? Ada upaya untuk mengaburkan makna kedudukan Ali bin Abi Thalib as dalam ayat tersebut.
Kembali ke QS Al Maaidah (5) : 55, ayat tersebut diawali dengan kata “Innama”. Apabila kita menemukan kata “Innama” dalam Al Qur’an, hal ini menunjukkan kalimatul hasyr (pembatas).
Jadi dapat disimpulkan tidak ada pemimpin lain selain yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Dengan demikian, pemimpin (bagi umat Islam) adalah Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman. Orang-orang beriman manakah yang dimaksud di sini?
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini turun untuk Imam Ali bin Abi Thalib. Riwayat menyebutkan ketika beliau sedang sholat di dalam mesjid, seorang pengemis datang dan meminta uang kepada sahabat-sahabat Nabi.
Sahabat tidak ada yang membawa uang, kemudian Rasul berkata, ”Masuklah kamu dan mintalah kepada orang yang sedang sholat.” Imam Ali yang saat itu sedang dalam keadaan ruku’, memberikan sedekah melalui isyarat dengan mengulurkan cincin di jarinya.
Jelas bahwa Ini adalah perintah dari Rasulullah Saw yang memiliki makna besar sehingga terekam dalam Al Qur’an. Lalu bagaimana dengan kata “orang-orang” yang beriman, yang berarti jamak dalam ayat ini?
Patut kita diketahui dalam Al Qur’an tidak berarti kalimat berbentuk jamak itu dinisbatkan kepada orang yang banyak. Bisa jadi kalimat jamak dinisbatkan ke satu orang.
Contohnya dalam ayat QS Ali Imran (3):61 (Ayat Mubahalah) berikut ini:
َูู َْู ุญَุงุฌََّู ِِููู ู ِْู ุจَุนْุฏِ ู َุง ุฌَุงุกََู ู َِู ุงْูุนِْูู ِ َُْููู ุชَุนَุงَْููุง َูุฏْุนُ ุฃَุจَْูุงุกََูุง َูุฃَุจَْูุงุกَُูู ْ َِููุณَุงุกََูุง َِููุณَุงุกَُูู ْ َูุฃَُْููุณََูุง َูุฃَُْููุณَُูู ْ ุซُู َّ َูุจْุชَِْูู ََููุฌْุนَْู َูุนَْูุชَ ุงَِّููู ุนََูู ุงَْููุงุฐِุจَِูู
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Kata “Nisaa ana” dalam ayat di atas mempunyai arti “wanita-wanita kami” yang berarti banyak, tetapi hanya dinisbatkan kepada satu orang yaitu Sayyidah Zahra a.s.
Contoh lainnya sebagaimana terdapat dalam QS An Nahl (16):120 sebagai berikut:
ุฅَِّู ุฅِุจْุฑَุงِููู َ َูุงَู ุฃُู َّุฉً َูุงِูุชًุง َِِّููู ุญًَِูููุง ََููู ْ َُูู ู َِู ุงْูู ُุดْุฑَِِููู
“Sungguh, Ibrahim adalah ummat (ummatan) yang patuh kepada Allah lagi lurus dan dia bukanlah termasuk golongan orang yang musyrik”
Meninjau ayat di atas, ada berapa orangkah Ibrahim? Hanya satu. Akan tetapi Allah menyebutkan “Ummatan”. Ummatan adalah kata jamak tetapi dinisbatkan hanya kepada Nabi Ibrahim.
Selanjutnya, QS Al Maaidah (5):55 menyebutkan bahwa seseorang, ketika menjadikan Allah pemimpin nya, Rasul pemimpinnya, orang yang beriman tadi pemimpinnya maka masuk ke dalam golongan hizbollah (pengikut Allah).
Jadi syarat untuk masuk sebagai pengikut Allah adalah menjadikan Allah, Rasul dan orang yang beriman tadi sebagai pemimpinnya (berwilayah kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman).
Yang tidak menjadikan Allah, Rasul dan orang beriman sebagai pemimpinnya dalam satu kesatuan adalah lawan dari pengikut Allah atau pengikut syaitan.
Berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bahwa perintah yang harus disampaikan dalam ayat tabligh adalah wilayah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Isi dari QS Al Maaidah (5):55 menjelaskan bahwa wajib bagi ummat Islam untuk taat mutlak kepada wilayah tersebut. Hal ini juga dijelaskan dalam ayat QS An- Nisa (4) : 59 sebagai berikut:
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง ุฃَุทِูุนُูุง ุงََّููู َูุฃَุทِูุนُูุง ุงูุฑَّุณَُูู َูุฃُِููู ุงْูุฃَู ْุฑِ ู ُِْููู ْ ۖ َูุฅِْู ุชََูุงุฒَุนْุชُู ْ ِูู ุดَْูุกٍ َูุฑُุฏُُّูู ุฅَِูู ุงَِّููู َูุงูุฑَّุณُِูู ุฅِْู ُْููุชُู ْ ุชُุคْู َُِููู ุจِุงَِّููู َูุงَْْูููู ِ ุงْูุขุฎِุฑِ ۚ ุฐََِٰูู ุฎَْูุฑٌ َูุฃَุญْุณَُู ุชَุฃًِْูููุง
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah, Rasul dan ulil amri. Jika kamu berselisih dalam suatu urusan kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman terhadap Allah dan hari kemudian. Itulah yang lebih baik dan lebih bagus kesudahannya”
Ayat di atas menyebutkan bahwa orang-orang beriman (secara umum) diperintahkan untuk mentaati Allah, Rasul dan ulil amri.
Apabila kalian (orang-orang beriman) berselisih mengenai siapa ulil amri tersebut, Allah Swt mengatakan kembalikan lagi kepada Allah dan Rasul yang akan menjelaskan. Kalau memang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir maka harus taat kepada Allah, Rasul dan ulil amri.
Hal ini sesuai dengan hadits yang terdapat dalam shahih Muslim yang mengatakan siapa yang mati tidak mengenal imam pada zamannya maka mati jahiliyah.
Rasulullah, ketika ditanya siapakah ulil amri, menjawab,
”Mereka adalah imam imam dari ahlul-baitku.”
Hal ini tercantum dalam kitab:
Yanabiul Mawaddah
Faraidus Shimtain
Syawahidu Tanzil.
----------------------
Setelah ditetapkannya wilayah melalui nas dan keterangan dari Rasulullah Saw, apabila ummat sudah menerima ini semua maka sempurnalah Islam sebagai agama mereka.
Kemudian turunlah ayat :
QS Al Maaidah (5) : 3
ุงَْْูููู َ ุฃَْูู َْูุชُ َُููู ْ ุฏَُِูููู ْ َูุฃَุชْู َู ْุชُ ุนََُْูููู ْ ِูุนْู َุชِู َูุฑَุถِูุชُ َُููู ُ ุงْูุฅِุณَْูุงู َ ุฏًِููุง
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
Dari ayat di atas jelaslah bahwa masih ada yang disempurnakan oleh Allah SWT, yang artinya ada satu masalah yang belum sempurna untuk disampaikan selama ini.
Begitu masalah tersebut disampai-kan yaitu "pengangkatan Ali bin Abu Thalib as", barulah di akhir ayat disebutkan bahwa Allah meridhai agama Islam tersebut.
Jadi kita harus mengikuti nikmat yang disempurnakan tadi, bila tidak, tentunya tidak akan mencapai Islam yang di-ridhai Allah SWT.
Dalam kitab Bidayah wal Nihayah Juz 5 hal 464 karya Ibnu Katsir :
Dari Abu Hurairah berkata, ”Siapa yang puasa pada hari 18 Dzulhijjah (hari terjadinya peristiwa Ghadir Khum) ditulis baginya sebagaimana puasa 60 bulan.
Dan pada hari Ghadir Khum itu, Nabi saw mengambil tangan Ali, dan berkata, ”Bukankah aku pemimpinnya orang orang beriman.” “Ya Rasulullah”, jawab mereka. Rasulullah saw berkata, ”Siapa yang menjadikan aku pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya.”
Berkatalah Umar bin Khattab, ”Selamat, selamat wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau adalah pemimpin aku, dan pemimpin setiap muslim.”
Setelah sahabat semua membaiat Rasul saw dan Ali bin Abi Thalib as, satu orang bernama Harris bin Nu’man tidak mau membaiat.
Dia datang ke Rasulullah dan bertanya, ”Apakah perintah ini dari Allah atau karangan engkau sendiri Ya Rasulullah.” Rasulullah berkata, ”Demi Allah, ini adalah perintah dari Allah.”
“Kalau begitu turunkan azab dari Allah kalau benar dari Allah.”, kata Harris. Peristiwa itu direkam dalam al-Qur'an, QS Al Maarij (70) ayat 1-2 :
ุณَุฃََู ุณَุงุฆٌِู ุจِุนَุฐَุงุจٍ َูุงِูุนٍ
َِْูููุงِูุฑَِูู َْููุณَ َُูู ุฏَุงِูุน
“Seseorang bertanya tentang azab yang cepat terjadi. Bagi orang orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya.”
Telah meminta seseorang siksa yang cepat, Allah menjadikan orang itu kafir, kisah ini tercantum dalam kitab:
Faraidus ShiMtain Jilid 1 hal 82
Tafsir Qurtubi Juz 9 hal 216
Kitab Fushulul Muhimmah hal 42
Faidhul Ghadir juz 6 hal 268 karya Manawi
Kitab Nur Abshor hal 87 karya Sarblanji, meriwayatkan cerita tentang Harris bin Nu’man. Ketika ayat ini turun, batu dari langit turun dan tembus kepalanya.
Yang menjadi misteri dan tanda tanya besar adalah kenapa setelah Nabi saw wafat ternyata bukan Ali bin Abu Thalib yang menjadi pengganti beliau saw ?
Baca lanjutannya . . .
"KENAPA BUKAN ALI ?"
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2 https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
SEJARAH GAGALNYA PEMBUATAN SURAT WASIAT NABI DAN KENAPA MESTI ALI ?
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
SEJARAH GAGALNYA PEMBUATAN SURAT WASIAT NABI DAN KENAPA MESTI ALI ?
copas: Heikel Sanath
“Tiga hari sebelum Rasulullah wafat, Umar bin Khattab dan para sahabat lainnya datang menemui Nabi di pembaringannya.
Rasulullah berkata,
‘Sekarang akan aku tuliskan sesuatu untuk kalian berupa surat wasiat agar kalian tidak tersesat sepeninggalku.’
Umar berkata dengan keras,
‘Rasulullah sedang mengigau; cukuplah Kitabullah di samping kita.’ Pernyataan Umar yang tidak sopan ini mengundang kegaduhan di antara orang-orang yang hadir di kamar Nabi itu.
Mereka bertengkar satu sama lainnya.
Sebagian sahabat yang setia berkata bahwa apa-apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh Nabi itu harus didengar dan dipatuhi agar nanti Rasulullah bisa menuliskan apapun yang hendak beliau tuliskan untuk kebaikan umat.
Sebagian lain memihak Umar dan tidak memberikan kesempatan pada Rasulullah untuk menuliskan surat wasiat.
Ketegangan memuncak dan kemarahan terdengar di sana-sini akhirnya Rasulullah berkata, “Pergilah kalian semua dan menjauhlah dariku”
Menarik untuk diketahui di sini ialah bahwa Bukhari tidak menyatakan kalimat “Rasulullah sedang mengigau” ia menghapuskan kalimat yang amat tidak sopan untuk Rasulullah itu. Akan tetapi lucunya ketika Bukhari mengubah kalimat itu supaya lebih sopan lagi, ia menuliskan nama Umar secara jelas dan tegas sebagai orang yang mengucapkan kalimat tersebut. Rupanya Bukhari ingin melindungi Umar atas ketidak sopanan yang telah ia perbuat kepada Rasulullah.
PROSES SEJARAH PEMBUATAN SURAT WASIAT ABUBAKAR KETIKA SUKSESI MENETAPKAN LANGSUNG UMAR SEBAGAI PENGGANTINYA
Ketika Abu Bakar sakit keras diambang sakarat kematian, dan beliau kembali siuman dari pingsannya, sedang Usman disisinya sedang menuliskan surat wasiat .
Usman membacakan apa yang telah ia tuliskan dan membacakan nama “Umar”, maka Abu Bakar bertanya kepada Usman, “Bagaimana anda bisa sampai tahu duluan dan menuliskan nama (Umar) ?” Usman menjawab, “Aku tahu Anda tidak mungkin melupakan nama ini.”
Abu Bakar menjawab, “Anda benar.”
(lihat: Thabari at-Tarikh, halaman 2138—2139). -lihat: Ibn Abi ‘l-Hadid al-Mu’tazili: )
UMAR JUJUR AKUI SENGAJA MENGHALANGI SURAT WASIAT NABI.
"Wahai Ibn Abbas! “Aku tahu sekali bahwa Rasulullah, dalam sakitnya, ingin menyebutkan nama Ali oleh karena itu saya cepat-cepat mencegahnya.”
(lihat kitab Sunni : Ibn Abi ‘l-Hadid: Sharh, volume 12, halaman 21 - Tarikh Baghdad al-Khatib al-Baghdadi
---------
REFERENSI
(Kejadian di atas anda bisa lihat dalam kitab-kitab Ahlusunah wal Jamaah sebagai berikut :
1. Muslim: as-Shahih (“Kitabu ‘l-Wasiyyah”, Babu’t-tarki ‘lwasiyyah), volume 5, halaman 75—76
2. al-Bukhari: as-Shahih, (Cairo, 1958), volume 1, (“Kitabu ‘l-‘Ilm”), halaman 38—39; volume 4, halaman 85; volume 6, halaman 11—12; volume 7 (“Kitabu ‘t-Tib”), halaman 155—156; volume 9, (“Kitabu ‘l I’tisam bi ‘l-Kitab wa ‘s-Sunnah”), halaman 137.
3. Ibn Sa’d: at-Tabaqat, volume 2, halaman 242, 324f, 336, 368
4. Ahmad ibn Hanbal: al-Musnad, volume 1, halaman 232, 239, 324f, 336, 355.)
--------------
KENAPA MESTI ALI ?
copas : Sucipto Redianto
Benarkah Rasulullah saw tidak berwasiat tentang Pemimpin Umat penerus beliau ?
"Rasulullah saw tidak mungkin melalaikan kewajiban berwasiat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur'an" :
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa".
(QS. Al-Baqarah [2]: 180).
"Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.
Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu :
”(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.
(QS. Al-Mรขidah [5]: 106)
Dalam dua ayat tersebut, pesan Alquran adalah kewajiban untuk memberikan wasiat sebelum wafat, dan Nabi mengetahui bahwa beliau akan wafat.
Jika ayat tersebut hanya dibatasi wasiat atas warisan harta, maka Nabi Saw tidak mungkin mengabai-kan urusan yang lebih penting dari sekadar harta, yaitu "kepemimpinan yang bersifat spiritual dan ukhrawi" sepeninggalnya.
Tentu Nabi Saw lebih memahami bahwa urusan kepemimpinan sangat penting untuk diwasiatkan kepada umatnya sebagai pelanjut pemegang kendali syari’ah, tidak mungkin beliau saw menyalahi Al-Qur'an karena diri beliau adalah al-Qur'an yang hidup.
Jika ada perbedaan penafsiran terkait nama-nama Imam sepeninggal beliau, justru menjadikannya sebagai bukti adanya wasiat Nabi Saw tentang Imam setelah Nabi, terlepas berapa pun jumlahnya.
Boleh jadi setiap golongan akan mengklaim kebenaran atas jumlah Imam seperti yang telah mereka yakini, namun klaim hanya akan dikatakan benar, manakala didukung oleh sejumlah dalil, riwayat dan hadis yang benar-benar berasal dari Nabi Saw, sehingga dapat dikatakan bahwa golongan itulah yang benar dan diakui.
Rasulullah saw telah mempersiapkan Imam Ali as untuk menjadi penerus kepemimpinan umat dan ini adalah otoritas dari Allah. Siapa sifulan yang berani-berani mengambil otiritas itu bererti telah mengkhianati pemberi otoritas itu sendiri.
Nabi saw telah mempersiapkan Imam Ali as sebagai penggantinya sejak masih kecil sebelum masa kenabian beliau. Nabi saw telah mengambil alih hak asuh atas Ali kecil dari ayahnya, Abu Thalib sejak masih kanak-kanak.
Imam Ali as berada dalam kontrol, pengawasan, arahan dan didikan langsung dari Nabi saw dan beliau tidak berpisah dengan Ali kecuali di waktu-waktu darurat yang mengharuskan.
Dalam Sirahnya hal 187, Ibnu Hisyam mengatakan, "Dan dari nikmat-nikmat yang Allah Swt karuniakan untuk Ali bin Abi Thalib ra ialah bahwa ia berada dalam pangkuan (pemeliharaan) Rasulullah saw sejak sebelum Islam (kenabian)".
Tentang kedekatan hubungannya dengan Nabi saw, Imam Ali as berkata (dikenal dengan pidato al-Qashi'ah dalam Kitab Nahjul Balaghah, 2/411, khutbah no 190) :
"Dan kalian telah mengetahui posisiku di sisi Rasulullah saw dengan kekerabatan yang sangat dekat dan kedudukan yang istimewa.
Beliau meletakkanku di pangkuan-nya dan aku ketika itu masih kanak-kanak, beliau mendekapku ke dadanya, meletak-kan aku di ranjangnya, beliau menyentuhkan jasadnya kepadaku, beliau menciumkan semerbak harumnya kepadaku".
"Terkadang beliau mengunyah sesuatu lalu menyuapkannya untukku. Beliau tidak pernah menemukan kebohongan dalam ucapan barang sekali dariku dan tidak menemukan penyimpangan dalam tindakan".
"Dan aku telah mengikuti beliau bak anak onta mengikuti induknya, setiap hari beliau mengangkat untukku dari akhlak beliau sebuah panji, dan memerintahku agar bersuri tauladan dengannya".
"Beliau tinggal bersemedi di gua Hira' pada setiap tahun, aku menyaksikan beliau dan tiada orang lain menyaksikannya. Tiada sebuah rumah ketika itu yang menghimpun atas dasar Islam selain Rasulullah, Khadijah dan aku yang ketiganya. Aku melihat cahaya wahyu, cahaya kerasulan dan mencium harum kenabian".
Gambaran yang disampaikan Imam Ali as tentang dirinya dan perlakuan khusus Nabi saw terhadapnya mengungkapkan keagungan atas kedudukan Imam Ali as.
Imam Ali as memperoleh didikan langsung dari Rasulullah saw sejak kanak-kanak tentu merupakan misi Rasulullah saw dalam rangka mempersiapkan Imam Ali as untuk meneruskan kepemimpinan umat sepeninggal beliau kelak.
Sejak masa jahilyah, Imam Ali as tidak pernah ternodai kesyirikan sujud menyembah arca manapun sesembahan kaum musyrik Quraisy, dibandingkan para sahabat lainnya sebelum masuk Islam. Sehingga Imam Ali as terkenal dengan julukan "Karramallahu Wajhahu" (Semoga Allah memulia-kan wajahnya).
Bukan hanya didikan semasa kanak-kanak dari Rasulullah saw, tapi sepanjang masa kehidupan Rasulullah saw pun, Imam Ali as selalu berada di sisi beliau yang memungkinkan Rasulullah saw mencurahkan ilmunya kepada Imam Ali as.
-------------------
"Wasiat Rasulullah saw kepada Ali as sebagai Khalifahnya pada tahun pertama masa kenabiannya".
-------------------
Dalam suatu jamuan makan untuk Bani Hasyim, Rasulullah saw bersabda :
"Hai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku memberi peringatan dari Allah Swt bagi kalian. Aku datang kepada kalian membawa sesuatu yang tidak pernah dibawa seorangpun dari bangsa Arab".
"Jika kalian mentaatiku niscaya kalian mendapat petunjuk dan memperoleh kemenangan. Hidangan ini adalah perintah Allah kepadaku, maka aku membuatnya sebagaimana yang telah dibuat Isa bin Maryam untuk kaumnya".
"Siapa saja dari kalian yang ingkar setelah ini niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang belum pernah seorang makhluk pun disiksa dengannya".
"Bertaqwalah kepada Allah. Dengar-kan dan taatilah apa yang aku katakan kepada kalian :
"Ketahuilah wahai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya Allah Swt tidak akan mengangkat seorang Rasul kecuali Dia juga menjadikan baginya seorang saudara, pembantu, washi dan pewaris dari kalangan keluarganya. Dan Allah telah menjadikan bagiku seorang pembantu sebagaimana Dia telah menjadikan bagi nabi-nabi sebelumku".
"Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk seluruh manusia dan menurunkan ayat kepadaku :
(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 214) :
َูุงَْูุฐِุฑْ ุนَุดِْูุฑَุชََู ุงْูุงَْูุฑَุจَِْูู
"wa anzir 'asyiirotakal-aqrobiin"
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat," dan keluarga besarmu yang mukhlis.
"Demi Allah, Dia telah memberitahu aku namanya, namun aku diperintahkan untuk menyeru kalian, mengingatkan kalian dan menawari kalian, supaya setelah itu tidak ada alasan bagi kalian".
"Kalian adalah kerabat dan keluargaku. Siapa saja dari kalian yang lebih dulu memenuhi seruanku, menjadi saudaraku di jalan Allah, membantuku, mewarisiku di jalan Allah, sehingga dengan begitu dia menjadi tanganku dalam menghadapi semua yang menentangku, maka aku akan menjadikannya sebagai penggantiku, penerima wasiatku dan pembantuku yang akan menunaikan urusanku, menyampai-kan risalahku, menyampaikan agamaku sepeninggalku dan menyempurnakan janji-janjiku dengan syarat-syarat yang aku telah tetapkan".
Mereka diam. Rasulullah saw mengulangi seruannya hingga tiga kali, namun mereka tetap diam. Ketika Abu Lahab mendengar apa yang disampaikan Rasulullah saw, dia berkata, "Celaka bagimu dan bagi apa yang engkau bawa, hai Muhammad. Apakah untuk ini engkau mengundang kami ?" Mereka semua ikut berdiri.
Lalu Rasulullah saw berkata, "Demi Allah, kalian yang melakukan atau orang di luar kalian". Rasulullah saw menganjurkan mereka agar setelah itu tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai alasan.
Lalu Ali bin Abu Thalib berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya siap untuk urusan ini".
"Wahai Ali, engkau untuk urusan ini. Sekarang ketetapan telah ditetap-kan dan pena telah kering. Hai Ali, Allah telah memilihmu untuk awal urusan ini dan telah menjadikanmu sebagai orang yang mengurusi akhir urusan ini".
As-Sayid telah meriwayatkan hadis ini dalam Kitab "Sa'ad as-Su'uud" dari kitab tafsir Ibnu Mahyar, dengan bersanad dari Mubarak bin Fadhalah.
Furat juga telah meriwayatkan dalam kitab tafsirnya dengan sanad dari Abu Rafi' dalam redaksi lain.
Hadis ini diriwayatkan oleh sekelompok ulama Sunni dan Syiah dengan sanad berasal dari al-Hasan dan lainnya.
Dari Sunni diantaranya, Alla'uddin al-Hindi didalam kitab "Muntakhab Kanz al-Ummal" dalam bab "Keutamaan Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib" dengan sedikit peringkasan.
Tsa'labi juga meriwayatkan dalam kitab tafsirnya setelah menyebut-kan ayat nya.
Al-Haitsami meriwayatkannya di dalam "Majma az-Zawi'id" dalam kitab Para Nabi, di akhir jus kedelapan.
---------------
"Wasiat Rasulullah saw di Gadhir Khum menjelang akhir hayatnya, setelah Haji Wada' 18 Zulhijah 10 H, menunjuk Imam Ali as sebagai pemimpin umat sepeninggalnya".
---------------
Peristiwa Ghadir Khum berdasar-kan Al Qur’an.
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam pada masa sebelum wafat Rasulullah Saw adalah peristiwa Ghadir Khum.
Peristiwa Ghadir Khum termasuk riwayat mutawatir.[1] Dalam hadits Ghadir Khum, setelah haji wada (haji terakhir), Rasulullah saw menghentikan perjalanan para sahabatnya yang sudah hampir pulang ke rumahnya masing-masing di suatu tempat yang bernama Khum (antara Makah dan Madinah).
Sebelumnya, dalam perjalanan dari Makah ke Madinah, Jibril turun dan mangatakan :
”Hai Rasul, sampaikanlah!”. Rasulullah tidak langsung menyampaikan, melainkan mencari situasi dan waktu yang tepat untuk menyampaikan perintah Allah tersebut.
Tidak lama kemudian Jibril turun kembali dan mengatakan, ”Hai Rasul, sampaikanlah!” dan Rasulullah saw tetap belum menyampaikannya. Kemudian Jibril turun untuk ketiga kalinya dengan membawa ayat sebagai berikut :
Al Maaidah (QS.5 : 67) :
َูุง ุฃََُّููุง ุงูุฑَّุณُُูู ุจَِّูุบْ ู َุง ุฃُْูุฒَِู ุฅََِْููู ู ِْู ุฑَุจَِّู ۖ َูุฅِْู َูู ْ ุชَْูุนَْู َูู َุง ุจََّูุบْุชَ ุฑِุณَุงَูุชَُู ۚ َูุงَُّููู َูุนْุตِู َُู ู َِู ุงَّููุงุณِ ۗ ุฅَِّู ุงََّููู َูุง َْููุฏِู ุงَْْูููู َ ุงَْููุงِูุฑَِูู
“Wahai Rasul, sampaikanlah (balligh) apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu dari Tuhanmu. Jika tidak engkau lakukan maka engkau tidak menjalankan risalah-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir “
Apabila kita perhatikan bahasa Arab ayat di atas, Allah menggunakan kata balligh (sampaikan!), yang menunjukkan perintah Allah yang sifatnya memaksa.
Apabila kita perhatikan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an sebanyak 30 juz, kita tidak akan menemukan perintah Allah lain yang sifatnya memaksa Rasulullah sebagaimana yang terdapat di dalam ayat ini.
Hal ini tentunya menunjukkan betapa pentingnya perintah “penyampaian” dalam ayat tersebut. Oleh karena itu ayat ini juga disebut "ayat tabligh".
Pentingnya hal yang perlu disampaikan tersebut juga tergambarkan pada bagian akhir ayat, di mana terdapat ancaman Allah jika Rasul tidak mengerjakan perintah tersebut.
Dalam ancaman tersebut seolah-olah perjuangan Nabi selama 23 tahun tidak ada artinya, atau sia sia, jika tidak menyampaikan suatu “hal” tersebut.
Penundaan penyampaian yang dilakukan oleh Rasulullah tentulah didasari oleh adanya kekhawatiran dalam pikiran Rasulullah mengenai kemampuan umatnya untuk menerima dan menjalankan perintah yang disampaikannya.
Oleh karenanya Rasulullah mencari strategi bagaimana agar tidak ada alasan bagi ummat untuk menolak.
Ayat di atas juga menyebutkan bahwa Allah, selain memberikan perintah kepada Rasulullah untuk menyampaikan suatu “hal penting” tersebut, juga memberikan jaminan berupa penjagaan kepada Rasulullah atas gangguan manusia.[2]
Dengan demikian, terdapat 3 hal penting pada ayat ini, yaitu:
1. Nabi diperintahkan untuk menyampaikan sesuatu hal yang penting.
2. Allah menjaga Rasulullah dari gangguan manusia.
3. Dampak dari orang-orang yang tidak menerima apa yang disampaikan oleh Rasulullah.
Lalu bagaimanakan isi tafsir atas ayat tabligh di atas?
Sebagaimana perbedaan penafsiran yang sering kali terjadi, ada sebagian kecil ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat tabligh tersebut turun di Madinah, yaitu ketika Rasulullah diperintahkan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang Yahudi. Benarkah penafsiran tersebut ?
Apabila kita kritisi tafsir tersebut, perlu kita ingat bahwa Rasulullah semenjak hijrah dari kota Mekkah, telah tinggal selama 10 tahun di kota Madinah.
Selama Rasulullah berada di Madinah tersebut, bukankah sudah ada orang-orang Yahudi ? Lalu kenapa baru sekarang Allah memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada mereka?
Kenapa pada saat-saat terakhir sebelum Rasullah meninggal, barulah Allah mengancam Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada Yahudi ?
Berdasarkan logika dan pemahaman kita tentang sejarah Islam, tentulah kita dapat menilai bahwa tafsir ini tidak tepat dan sama sekali tidak berdasar.
---------------
Kembali kepada peristiwa Ghadir Khum.
Setelah Rasulullah saw memerintahkan sahabat-sahabat-nya untuk berhenti, memanggil untuk kembali orang-orang yang sudah berada di depan, lalu Rasulullah saw memerintahkan menumpuk batu hingga menjadi sebuah mimbar. Kemudian Rasulullah saw naik ke atas mimbar tersebut dan memberikan ceramah kepada sekitar 120 ribu sahabat.
Jumlah pendengar yang sangat banyak inilah yang menyebabkan riwayat ini bukan hanya shoheh, tetapi mutawatir.
Dalam ceramahnya yang panjang Rasulullah saw dengan sangat terperinci menjelaskan kepemimpinan setelah beliau.
Beliau mengatakan “Man kuntu maula fa Aliyyun maula (Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya setelah aku).”
Mengenai perkataan Rasulullah tersebut, ada kelompok ahli tafsir yang mengatakan bahwa arti "maula" yang dikatakan oleh Rasulullah saw adalah "kekasih", artinya yang dikatakan Rasulullah adalah “Siapa yang menjadikan aku sebagai kekasihnya maka menjadikan Ali sebagai kekasihnya.”
Bila kita kritisi pendapat tersebut, tentulah kita akan menganggap bahwa adalah suatu kesia-siaan bahwa Rasulullah mengumpulkan sekitar 120 ribu sahabatnya di saat keadaan panas terik, hanya untuk mengatakan “cintailah Ali”.
Kata “Maula” sendiri dalam ceramah beliau tersebut bukan berarti kekasih, melainkan “pemimpin”. Selain itu, dalam penyampaiannya, Rasulullah saw bukan hanya mengangkat tangan Imam Ali, tetapi juga memindahkan sorbannya ke kepala Ali.
Hal ini didasari pada kedudukan Sorban sebagai lambang kepemimpinan, sehingga ummat yang bisu dan tuli, yang tidak dapat mendengar ceramah Rasulullah, dapat memahami maksud yang ingin disampaikan Rasulullah saw dengan isyarat tersebut. [3]
Riwayat sebagaimana di atas dapat ditemukan dalam kitab-kitab berikut ini :
Tafsir Al Manar dari Muhammad Rasyid Ridho Juz 6 hal 343 :
Kitab ini menyebutkan bahwa ayat tabligh (Al Maaidah :67) adalah ayat dimana Allah menegur keras kekasih-Nya, Rasulullah saw untuk menyampaikan tentang "wilayah Amirul Mu’minin".
Asbabun Nuzul karya Al Wahidi hal 104 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar, dengan tambahan bahwa setelah ayat ini turun, Umar bin Kathab datang kepada Ali bin Abi Thalib dan mengucapkan, ”Selamat, selamat wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau menjadi pemimpin kami semua.”
Kitab Kanzul Ummal Al Allamah Al Hindi Jilid 5 hal 114 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar.
Fushulul Muhimmah karya Ibnu Sobbar hal 42 :
Menyebutkan hal yang sama dengan tafsir Al Manar.
Yanabiul Mawaddah karya Ibrahim Al Qundusi Al Hanafi,
Tafsir Al Kabir karya Fakhrurrozi Jilid 6 Hal 53,
Mustadrak Shahihain Juz 3 Hal 330,
Syawahidu Tanzil karya Al Hashakani Jilid 1 hal 192,
Faraidus shimtain Jilid 1 hal 63,
Ibnu Katsir,
---------------
Al Milal wal Nihar karya Syakhrestani hal 141 :
Dalam kitab ini diceritakan ketika Rasul Saw hendak meninggal dunia, Rasulullah memerintahkan pasukan Usamah bin Zaid untuk memerangi suatu kaum.
Abu Bakar, Umar dan Usman diperintahkan menjadi prajurit dibawah komando Usamah. Apa tujuan Rasul Saw melibatkan mereka (mengingat usia mereka tidak muda lagi) ?
Hal ini didasari kesadaran Rasulullah saw bahwa dirinya hendak meninggal dunia dan agar keberadaan ketiga orang tersebut tidak akan mengganggu kelancaran peralihan kekhalifahan. Rasulullah saw kemudian juga memberikan ancaman, ”La’natullah orang yang keluar dari tentara Usamah.”
Berangkatlah pasukan Usamah. Ketika dalam perjalanan, sampailah kabar bahwa Rasulullah meninggal dunia, dan Abu Bakar, Umar dan Usman keluar dari pasukan.
--------------
Tafsir Durul Mantsur karya Imam Suyuthi Jilid 3 hal 117 :
Menjelaskan ayat tabligh turun di Ghadir Khum
Kitab Farhul Khadir karya Syaukhani Jilid 2 hal 88.
Berdasarkan riwayat Ghadir Khum, telah jelas bagi kita bahwa hal penting yang diperintahkan Allah untuk disampaikan oleh Rasulullah saw adalah mengenai "wilayah (kepemimpinan) Imam Ali bin Abi Thalib".
Apabila kita kembali kepada Al Qur’an, hal ini dijelaskan dalam surat Al Maaidah (5) : 55 sebagai berikut:
ุฅَِّูู َุง َُُِّููููู ُ ุงَُّููู َูุฑَุณُُُููู َูุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง ุงَّูุฐَِูู ُِูููู َُูู ุงูุตََّูุงุฉَ َُููุคْุชَُูู ุงูุฒََّูุงุฉَ َُููู ْ ุฑَุงِูุนَُูู
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang mendirikan salat dan membayar zakat dalam keadaan rukuk (raaki'uun) ”
Apabila kita baca terjemahan Al Qur’an dari Departemen Agama, kata “Raaki’uun” dalam ayat di atas diartikan sebagai “tunduk” padahal makna raaki’uun adalah ruku’. Kenapa ?
Untuk lebih jelasnya tentang arti "raaki'uun" sebenarnya, coba kita lihat QS At Taubah (9): 112 sebagai berikut :
ุงูุชَّุงุฆِุจَُูู ุงْูุนَุงุจِุฏَُูู ุงْูุญَุงู ِุฏَُูู ุงูุณَّุงุฆِุญَُูู ุงูุฑَّุงِูุนَُูู ุงูุณَّุงุฌِุฏَُูู ุงْูุขู ِุฑَُูู ุจِุงْูู َุนْุฑُِูู َูุงَّููุงَُููู ุนَِู ุงْูู َُْููุฑِ َูุงْูุญَุงِูุธَُูู ِูุญُุฏُูุฏِ ุงَِّููู ۗ َูุจَุดِّุฑِ ุงْูู ُุคْู َِِููู
“Mereka itu adalah orang orang yang bertobat, yang bribadat, yang memuji Allah, yang berpuasa, yang ruku’ (raaki'uun), yang sujud, yang menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”
Dapat kita lihat bahwa dalam ayat ini, kata “raaki'uun” diartikan sebagai ruku’.
Hal yang sama juga dapat dilihat dalam ayat berikut ini:
QS Ali Imran (3):43
َูุง ู َุฑَْูู ُ ุงُْููุชِู ِูุฑَุจِِّู َูุงุณْุฌُุฏِู َูุงุฑَْูุนِู ู َุนَ ุงูุฑَّุงِูุนَِูู
“Hai Maryam, patuhlah engkau pada Tuhanmu, sujud dan rukulah bersama orang-orang yang ruku’ (raaki’iin)“
Kata “raaki'uun” dalam ayat ini juga diterjemahkan sebagai ruku’.
Dengan demikian patut kita pertanyakan mengapa dalam QS Al Maaidah (5) : 55, kata "raaki'uun" diartikan sebagai tunduk dalam kitab Al-Qur'an terjemahan Sunni ( Kemenag) ? Ada upaya untuk mengaburkan makna kedudukan Ali bin Abi Thalib as dalam ayat tersebut.
Kembali ke QS Al Maaidah (5) : 55, ayat tersebut diawali dengan kata “Innama”. Apabila kita menemukan kata “Innama” dalam Al Qur’an, hal ini menunjukkan kalimatul hasyr (pembatas).
Jadi dapat disimpulkan tidak ada pemimpin lain selain yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Dengan demikian, pemimpin (bagi umat Islam) adalah Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman. Orang-orang beriman manakah yang dimaksud di sini?
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini turun untuk Imam Ali bin Abi Thalib. Riwayat menyebutkan ketika beliau sedang sholat di dalam mesjid, seorang pengemis datang dan meminta uang kepada sahabat-sahabat Nabi.
Sahabat tidak ada yang membawa uang, kemudian Rasul berkata, ”Masuklah kamu dan mintalah kepada orang yang sedang sholat.” Imam Ali yang saat itu sedang dalam keadaan ruku’, memberikan sedekah melalui isyarat dengan mengulurkan cincin di jarinya.
Jelas bahwa Ini adalah perintah dari Rasulullah Saw yang memiliki makna besar sehingga terekam dalam Al Qur’an. Lalu bagaimana dengan kata “orang-orang” yang beriman, yang berarti jamak dalam ayat ini?
Patut kita diketahui dalam Al Qur’an tidak berarti kalimat berbentuk jamak itu dinisbatkan kepada orang yang banyak. Bisa jadi kalimat jamak dinisbatkan ke satu orang.
Contohnya dalam ayat QS Ali Imran (3):61 (Ayat Mubahalah) berikut ini:
َูู َْู ุญَุงุฌََّู ِِููู ู ِْู ุจَุนْุฏِ ู َุง ุฌَุงุกََู ู َِู ุงْูุนِْูู ِ َُْููู ุชَุนَุงَْููุง َูุฏْุนُ ุฃَุจَْูุงุกََูุง َูุฃَุจَْูุงุกَُูู ْ َِููุณَุงุกََูุง َِููุณَุงุกَُูู ْ َูุฃَُْููุณََูุง َูุฃَُْููุณَُูู ْ ุซُู َّ َูุจْุชَِْูู ََููุฌْุนَْู َูุนَْูุชَ ุงَِّููู ุนََูู ุงَْููุงุฐِุจَِูู
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Kata “Nisaa ana” dalam ayat di atas mempunyai arti “wanita-wanita kami” yang berarti banyak, tetapi hanya dinisbatkan kepada satu orang yaitu Sayyidah Zahra a.s.
Contoh lainnya sebagaimana terdapat dalam QS An Nahl (16):120 sebagai berikut:
ุฅَِّู ุฅِุจْุฑَุงِููู َ َูุงَู ุฃُู َّุฉً َูุงِูุชًุง َِِّููู ุญًَِูููุง ََููู ْ َُูู ู َِู ุงْูู ُุดْุฑَِِููู
“Sungguh, Ibrahim adalah ummat (ummatan) yang patuh kepada Allah lagi lurus dan dia bukanlah termasuk golongan orang yang musyrik”
Meninjau ayat di atas, ada berapa orangkah Ibrahim? Hanya satu. Akan tetapi Allah menyebutkan “Ummatan”. Ummatan adalah kata jamak tetapi dinisbatkan hanya kepada Nabi Ibrahim.
Selanjutnya, QS Al Maaidah (5):55 menyebutkan bahwa seseorang, ketika menjadikan Allah pemimpin nya, Rasul pemimpinnya, orang yang beriman tadi pemimpinnya maka masuk ke dalam golongan hizbollah (pengikut Allah).
Jadi syarat untuk masuk sebagai pengikut Allah adalah menjadikan Allah, Rasul dan orang yang beriman tadi sebagai pemimpinnya (berwilayah kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman).
Yang tidak menjadikan Allah, Rasul dan orang beriman sebagai pemimpinnya dalam satu kesatuan adalah lawan dari pengikut Allah atau pengikut syaitan.
Berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bahwa perintah yang harus disampaikan dalam ayat tabligh adalah wilayah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Isi dari QS Al Maaidah (5):55 menjelaskan bahwa wajib bagi ummat Islam untuk taat mutlak kepada wilayah tersebut. Hal ini juga dijelaskan dalam ayat QS An- Nisa (4) : 59 sebagai berikut:
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง ุฃَุทِูุนُูุง ุงََّููู َูุฃَุทِูุนُูุง ุงูุฑَّุณَُูู َูุฃُِููู ุงْูุฃَู ْุฑِ ู ُِْููู ْ ۖ َูุฅِْู ุชََูุงุฒَุนْุชُู ْ ِูู ุดَْูุกٍ َูุฑُุฏُُّูู ุฅَِูู ุงَِّููู َูุงูุฑَّุณُِูู ุฅِْู ُْููุชُู ْ ุชُุคْู َُِููู ุจِุงَِّููู َูุงَْْูููู ِ ุงْูุขุฎِุฑِ ۚ ุฐََِٰูู ุฎَْูุฑٌ َูุฃَุญْุณَُู ุชَุฃًِْูููุง
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah, Rasul dan ulil amri. Jika kamu berselisih dalam suatu urusan kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman terhadap Allah dan hari kemudian. Itulah yang lebih baik dan lebih bagus kesudahannya”
Ayat di atas menyebutkan bahwa orang-orang beriman (secara umum) diperintahkan untuk mentaati Allah, Rasul dan ulil amri.
Apabila kalian (orang-orang beriman) berselisih mengenai siapa ulil amri tersebut, Allah Swt mengatakan kembalikan lagi kepada Allah dan Rasul yang akan menjelaskan. Kalau memang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir maka harus taat kepada Allah, Rasul dan ulil amri.
Hal ini sesuai dengan hadits yang terdapat dalam shahih Muslim yang mengatakan siapa yang mati tidak mengenal imam pada zamannya maka mati jahiliyah.
Rasulullah, ketika ditanya siapakah ulil amri, menjawab,
”Mereka adalah imam imam dari ahlul-baitku.”
Hal ini tercantum dalam kitab:
Yanabiul Mawaddah
Faraidus Shimtain
Syawahidu Tanzil.
----------------------
Setelah ditetapkannya wilayah melalui nas dan keterangan dari Rasulullah Saw, apabila ummat sudah menerima ini semua maka sempurnalah Islam sebagai agama mereka.
Kemudian turunlah ayat :
QS Al Maaidah (5) : 3
ุงَْْูููู َ ุฃَْูู َْูุชُ َُููู ْ ุฏَُِูููู ْ َูุฃَุชْู َู ْุชُ ุนََُْูููู ْ ِูุนْู َุชِู َูุฑَุถِูุชُ َُููู ُ ุงْูุฅِุณَْูุงู َ ุฏًِููุง
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
Dari ayat di atas jelaslah bahwa masih ada yang disempurnakan oleh Allah SWT, yang artinya ada satu masalah yang belum sempurna untuk disampaikan selama ini.
Begitu masalah tersebut disampai-kan yaitu "pengangkatan Ali bin Abu Thalib as", barulah di akhir ayat disebutkan bahwa Allah meridhai agama Islam tersebut.
Jadi kita harus mengikuti nikmat yang disempurnakan tadi, bila tidak, tentunya tidak akan mencapai Islam yang di-ridhai Allah SWT.
Dalam kitab Bidayah wal Nihayah Juz 5 hal 464 karya Ibnu Katsir :
Dari Abu Hurairah berkata, ”Siapa yang puasa pada hari 18 Dzulhijjah (hari terjadinya peristiwa Ghadir Khum) ditulis baginya sebagaimana puasa 60 bulan.
Dan pada hari Ghadir Khum itu, Nabi saw mengambil tangan Ali, dan berkata, ”Bukankah aku pemimpinnya orang orang beriman.” “Ya Rasulullah”, jawab mereka. Rasulullah saw berkata, ”Siapa yang menjadikan aku pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya.”
Berkatalah Umar bin Khattab, ”Selamat, selamat wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau adalah pemimpin aku, dan pemimpin setiap muslim.”
Setelah sahabat semua membaiat Rasul saw dan Ali bin Abi Thalib as, satu orang bernama Harris bin Nu’man tidak mau membaiat.
Dia datang ke Rasulullah dan bertanya, ”Apakah perintah ini dari Allah atau karangan engkau sendiri Ya Rasulullah.” Rasulullah berkata, ”Demi Allah, ini adalah perintah dari Allah.”
“Kalau begitu turunkan azab dari Allah kalau benar dari Allah.”, kata Harris. Peristiwa itu direkam dalam al-Qur'an, QS Al Maarij (70) ayat 1-2 :
ุณَุฃََู ุณَุงุฆٌِู ุจِุนَุฐَุงุจٍ َูุงِูุนٍ
َِْูููุงِูุฑَِูู َْููุณَ َُูู ุฏَุงِูุน
“Seseorang bertanya tentang azab yang cepat terjadi. Bagi orang orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya.”
Telah meminta seseorang siksa yang cepat, Allah menjadikan orang itu kafir, kisah ini tercantum dalam kitab:
Faraidus ShiMtain Jilid 1 hal 82
Tafsir Qurtubi Juz 9 hal 216
Kitab Fushulul Muhimmah hal 42
Faidhul Ghadir juz 6 hal 268 karya Manawi
Kitab Nur Abshor hal 87 karya Sarblanji, meriwayatkan cerita tentang Harris bin Nu’man. Ketika ayat ini turun, batu dari langit turun dan tembus kepalanya.
Yang menjadi misteri dan tanda tanya besar adalah kenapa setelah Nabi saw wafat ternyata bukan Ali bin Abu Thalib yang menjadi pengganti beliau saw ?
Baca lanjutannya . . .
"KENAPA BUKAN ALI ?"
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2 https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
AKHLAK, AGAR HATI HANYA MILIKI ALLAH
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
AKHLAK, AGAR HATI HANYA MILIKI ALLAH
ู
ู ู
ูุงุนุธ ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุขูู ูุณّูู
ู
ู ุงฺฉู ู
ุง ูุดุชูู ููุจุณ ู
ุง ูุดุชูู ู ุฑฺฉุจ ู
ุงูุดุชูู ูู
ููุธุฑ ุงّููู ุงููู ุญุชู ููุฒุน ุงู ูุชุฑฺฉ.
Di antara nasihat Nabi Muhammad Saw,
“Barangsiapa makan sesuatu yang dia sukai, mengenakan pakaian yang dia sukai, dan mengendarai apa yang dia sukai, niscaya Allah tidak memberi perhatian kepadanya sampai dia mencabut – keinginan hawa nafsu itu - dan meninggalkannya.”
Referensi:
Tuhaf al-Uqul, hal. 38.
Syarah Hadis:
Bisa jadi yang dimaksud dengan kalimat (ุฑฺฉุจ ู
ุงูุดุชูู) adalah maknanya yang hakiki. Artinya, seseorang memilih kendaraan yang dia sukai. Bisa jadi pula yang dimaksud di sini adalah (ุฑฺฉุจ ุงูุฃู
ุฑ). Artinya, segala sesuatu yang dia sukai.
Ala kulli hal, perhatian Allah Swt adalah puncak segala kebaikan dan faktor segala kesempurnaan manusia di alam semesta. Manusia akan kehilangan perhatian Ilahi selama dia melakukan hal-hal itu. Dan cara meninggalkan hal-hal tersebut adalah hendaknya seseorang berlatih secara sadar untuk menyingkirkan sesuatu yang dia sukai dan mampu dia lakukan.
Orang-orang yang tidak mampu merealisasikan kesukaannya mesti bersyukur. Karena, merupakan nikmat yang besar bagi mereka ketika mereka tidak punya kemampuan untuk merealisasikan keinginan hawa nafsu.
Tentunya, apabila seseorang mampu merealisasikan keinginan hawa nafsu tapi dia melawannya maka pahala dia lebih besar.
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
MAZHAB CINTA
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
MAZHAB CINTA
copas: All About Ahlulbait
Suatu saat Imam Ridha AS tersenyum memperhatikan sepasang merpati yang sedang bercengkrama.
Sahabat Imam Ridha AS bertanya,
"Ya Imam, mengapa engkau tersenyum?"
Imam AS berkata,
"Aku tersenyum mendengarkan percakapan sepasang merpati itu."
Sahabat,
"Apa yang dikatakannya, wahai Imam?"
Imam Ridha AS menjawab,
"Merpati yang betina berkata kepada pasangannya, "Apakah engkau mencintaiku?"
Pasangannya berkata,
"Aku mencintaimu."
Lalu yang betina bertanya,
"Seperti apa cintamu, apakah lebih dari keindahan tempat ini?"
Sang jantan berkata,
"Bahkan lebih dari tempat ini."
Yang betina bertanya,
"Apakah lebih dari alam ini?"
Pasangannya menjawab,
"Bahkan lebih dari alam ini."
Sang betina bertanya lagi,
"Bagaimana jika dibandingkan dengan laki-laki yang sedang duduk di situ?" (Imam Ridha AS yang dimaksud).
Sang jantan berkata,
"Justru karena keberadaan dirinyalah aku mampu mencintaimu."
(Diriwayatkan oleh Sayid Mufid Huasini)
Imam Ridha AS: Imam Ahlul Bait ke-8
(Imam Ali bin Musa ( Ar-Ridha AS))
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
SEBAIK-BAIK HAMBA
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
SEBAIK-BAIK HAMBA
Imam Ali al-Ridho As ditanya tentang sebaik-baik hamba, maka beliau As menjawab:
"Mereka adalah orang-orang yang ketika berbuat baik akan merasa senang.
Ketika terlibat laku buruk maka beristighfar.
Ketika diberi sesuatu maka akan bersyukur.
Ketika sedang tertimpa musibah dan cobaan maka akan bersabar.
Dan Ketika mereka marah maka mereka akan memaafkan."
(Musnad al-Imam al-Ridho As 1/284.)
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
TAHANLAH AMARAHMU
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
TAHANLAH AMARAHMU
Amirul Mukminin Ali as mendengar seorang lelaki mencaci maki Qanbar (pelayan setia Imam Ali) dan Qanbar berusaha untuk membalasnya, maka Imam segera menyerunya,
"Tahan amarahmu wahai Qanbar! biarkan orang yang mencaci makimu menjadi orang yang terhinakan. Dengan begitu, engkau telah membuat Yang Maha Pengasih ridha terhadapmu, membuat murka setan, dan menyiksa (batin) musuhmu.
Demi DIA Yang membelah biji-bijian dan menciptakan manusia, seorang mukmin tidak membuat ridha Tuhannya kecuali dengan sikap santun, tidak membuat murka setan kecuali dengan sikap diam, dan seorang dungu tersiksa (batinnya) apabila bersikap diam terhadapnya."
Referensi:
✍ Biharul Anwar, jilid 68 halaman 424
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
AMALAN UNTUK DICINTAI ALLAH
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
AMALAN UNTUK DICINTAI ALLAH
Imam Ali as berkata, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dan berkata :
“Ajarilah aku suatu amalan yang membuat aku dicintai oleh Allah, dicintai oleh para makhluk, Allah
memperbanyak hartaku, menyehatkan badanku,
memanjangkan umurku, dan membangkitkan aku di padang mahsyar bersamamu.“
Lalu Rasulullah saw menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan :
“Permintaanmu yang enam perkara itu, memerlukan enam perkara yang lain yaitu:
Bila engkau ingin dicintai oleh Allah, takutlah kepada-Nya dan bertakwalah.
Bila engkau ingin dicintai para makhluk, berbuat baiklah kepada mereka. Dan jangan berharap sesuatu dari yang mereka miliki.
Dan bila engkau ingin diperkaya dalam harta, maka zakatilah harta bendamu.
Bila engkau ingin disehatkan badanmu, maka
perbanyaklah sedekah.
Dan bila engkau ingin diperpanjang umurmu, maka bersilaturrahimlah kepada kaum kerabatmu.
Bila engkau ingin dikumpulkan di padang mahsyar bersamaku, maka perpanjanglah sujudmu kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.“
------------
Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya setiap Muslim itu WAJIB bersedekah setiap hari."
Seseorang menyahut :
“Ya Rasulullah... Siapa yang sanggup berbuat demikian...?”
Nabi saww menjawab :
“Walaupun sekedar menyingkirkan duri dari jalanan, maka itu adalah sedekah.
Mencegah perbuatan yang munkar, itupun sedekah.
Menyebarkan salam juga sedekah.”
(Al-Bihar 75 : 50)
Rasulullah saw bersabda :
"Setiap perbuatan yang Ma’ruf (yang baik) itu sedekah."
(Al-Bihar 96 : 119)
Rasulullah saw bersabda :
"Bersedekahlah kepada saudaramu dengan ilmu yang menunjukkannya (ke jalan yang benar).”
(Al-Bihar 75 : 105)
Rasulullah saw bersabda :
"Kata-kata yang baik itu sedekah, dan setiap langkah yang diayunkan menuju shalat juga
sedekah."
(Al-Bihar 83 : 369)
Al-Imam As-Sajjad as pagi-pagi sekali keluar dari rumahnya, maka seseorang bertanya kepada Beliau as :
“Wahai putera Rasulullah...
Anda hendak pergi kemana...?”
Beliau as menjawab :
“Ingin bersedekah untuk keluarga saya.”
“Bersedekah....?”, tanya orang tersebut kebingungan.
Lalu al-Imam Sajjad as menjawab :
“Barangsiapa yang pergi untuk mencari (nafkah)
yang halal maka dia juga telah bersedekah.”
(Furu’ al-Kafi 4 : 12 hadits ke 12)
Rasulullah saww bersabda :
"Tahanlah lidahmu (dari perkataan yang tidak baik), karena itu adalah sedekah atas dirimu (sendiri)."
(Al-Bihar 71 : 298)
Rasulullah saww bersabda :
"Meninggalkan perbuatan jahat itu adalah sedekah.”
(Al-Bihar 77 : 160)
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
KISAH HIKMAH JIBRIL
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad
KISAH HIKMAH JIBRIL
Allah Swt bertanya kepada Jibril :
“Wahai Jibril, Seandainya Aku menciptakan engkau sebagai seorang manusia, Bagaimana caranya engkau akan beribadah kepada-Ku?”
“Tuhanku,” jawab Jibril, “Engkau mengetahui segala-galanya sesuatu yang pernah terjadi, akan terjadi, atau mungkin terjadi.
Tak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang tersembunyi dari-Mu.
Engkau pun tahu bagaimana aku akan menyembah-Mu.”
Allah bersabda :
“Benar. Aku tentu mengetahui hal itu.
Tetapi hamba-hamba-Ku tidak mengetahuinya.
Jadi, katakanlah sehingga hamba-hamba-Ku dapat mendengar dan mengambil pelajaran darinya.”
Lalu Jibril pun berkata :
“Tuhanku, Seandainya aku diciptakan sebagai manusia, aku akan menyembah-Mu dalam tiga cara :
1. Aku akan beri minum mereka yang kehausan.
2. Aku akan menutupi kesalahan-kesalahan orang lain ketimbang membicarakannya.
3. Aku akan menolong mereka yang miskin.”
Allah kemudian berfirman :
“Karena Aku tahu bahwa engkau akan melakukan hal-hal tersebut,
Maka Aku telah memilihmu sebagai pembawa wahyu dan menyampaikannya kepada para nabi-Ku. “
Tutupilah aib orang lain, sehingga aibmu pun disembunyikan.
Maafkanlah dosa orang lain, agar dosamu juga diampuni.
Jangan singkapkan kesalahan orang lain, agar hal yang sama tidak terjadi padamu."
Semoga bermanfaat
Salam Ta'dzim
https://t.me/UtsmanHapidzuin
https://twitter.com/hapidzuin
https://www.instagram.com/p/B9V9S6VBEN6/?igshid=giyy9w6ggop2
https://www.facebook.com/Utsman-Hapidzuin-381483745243914/?ref=bookmarks
https://uthmanhapidzuin.blogspot.com/2019/02/blog-post.html
Allahumma Sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar